mazhab hambali
Post on 05-Aug-2015
357 Views
Preview:
TRANSCRIPT
MAZHAB HAMBALI
Guna memenuhi tugas AIK V
Dosen Pengampu : H. Mustofa Bakhir
Disusun Oleh :
Nama : Rini Kurniati Wahyuningrum
NIM : 082510014
Semester : III (Tiga)
PROGRAM TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOREJO
2009/2010
KATA PENGANTAR
Dengan segala puji syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat - Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Makalah ini kami buat untuk melengkapi tugas mata kuliah AIK III. Kiranya kami
persembahkan untuk orang tua yang telah membesarkan kami.
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada semua pihak yang telah memberikan
sumbangsihnya dalam penyusunan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat. Saran dan
kritik yang membangun kami harapkan.
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman Judul ……………………………………………………………………………
Kata Pengantar …………………………………………………………………………..
Daftar Isi …………………………………………………………………………………
BAB I Pendahuluan ……………………………………………………………………..
1. Pengertian Mazhab………………………………………………………………
a. Menurut Bahasa ……………………………………………………………..
b. Menurut Istilah ……………………………………………………………..
c. Menurut Para Ulama dan Ahli Agama Islam……………….........................
d. Menurut Ulama Fiqih ….............................................................................
2. Sejarah Lahirnya Mazhab …………………………………………………..
BAB II Pendiri Mazhab Hambali ……………………………………………………
1. Profil Imam Hambali ………………………………………………………..
2. Warisan Sang Imam untuk Umat ……………………………………………
BAB III Mazhab Hambali ……………………………………………………………..
1. Dasar - Dasar Mazhabnya …………………………………………………….
2. Pengembang - Pengembang Mazhabnya ……………………………………..
3. Daerah yang Menganut Mazhab Hambali …………………………………..
4. Paling Dekat dengan Sunnah ………………………………………………….
5. Kedudukannya Sejajar …………………………………………………………
6. Mujtahid Mutlak ……………………………………………………………….
7. Rezim yang Anti Perbedaan …………………………………………………..
BAB IV Penerapan Mazhab Hambali ………………………………………………….
1. Dalam Hal Muamalah ………………………………………………………….
2. Dalam Hal Ibadah …………………………………………………………….
3. Hukum Pemakaian Cadar ……………………………………………………..
BAB V Penutup …………………………………………………………………………
Daftar Pustaka …………………………………………………………………………..
BAB I
PENDAHULUAN
1. Pengertian Mazhab
Pengertian mazhab menurut:
a. Bahasa
Mazhab (bahasa Arab: مذهب, madzhab) merupakan sighat isim makan ( kata
benda keterangan tempat ) dari fi’il madli atau akar kata zahaba. Zahaba artinya
pergi; oleh karena itu mazhab artinya : tempat pergi atau jalan ( al – Tharîq ) yang
dilalui dan dilewati, sesuatu yang menjadi tujuan seseorang baik konkrit maupun
abstrak. Kata - kata yang semakna ialah : maslak, thariiqah dan sabiil yang
kesemuanya berarti jalan atau cara. Sesuatu dikatakan mazhab bagi seseorang jika
cara atau jalan tersebut menjadi ciri khasnya.
b. Istilah
Mazhab adalah sejumlah atau kumpulan dari fatwa - fatwa dan pendapat -
pendapat seorang alim besar di dalam urusan agama, baik ibadah maupun lainnya atau
biasa disebut mujtahid ( orang yang melakukan ijtihad ) yang berupa hukum - hukum
Islam , yang digali dari dalil - dalil syariah yang rinci serta berbagai kaidah ( qawâ’id
) dan landasan ( ushûl ) yang mendasari pendapat tersebut, yang saling terkait satu
sama lain sehingga menjadi satu kesatuan yang utuh.
c. Para Ulama Dan Ahli Agama Islam
Mazhab adalah metode (manhaj) yang dibentuk setelah melalui pemikiran dan
penelitian, kemudian orang yang menjalaninya menjadikannya sebagai pedoman yang
jelas batasan - batasannya, bagian - bagiannya, dibangun di atas prinsip - prinsip dan
kaidah - kaidah.
d. Ulama Fiqih
Mazhab adalah sebuah metodologi fiqih khusus yang dijalani oleh seorang ahli
fiqih mujtahid, yang berbeda dengan ahli fiqih lain, yang menghantarkannya memilih
sejumlah hukum dalam kawasan ilmu furu'. ( Ini adalah pengertian mazhab secara
umum, bukan suatu mazhab khusus ).
Setiap mazhab punya guru dan tokoh - tokoh yang mengembangkannya. Biasanya
mereka punya lembaga pendididikan yang mengajarkan ilmu - ilmu kepada ribuan muridnya.
Berkembangnya suatu mazhab di sebuah wilayah sangat bergantung dari banyak hal. Salah
satunya dari keberadaan pusat - pusat pengajaran mazhab itu sendiri.
Selain itu sedikit banyak dipengaruhi juga oleh mazhab yang dianut oleh penguasa,
dimana penguasa biasanya mendirikan universitas keagamaan dan mengajarkan mazhab
tertentu di dalamnya. Nanti para mahasiswa yang berdatangan dari berbagai penjuru dunia
akan membuka perguruan tinggi dan akan menyebarkan mazhab tersebut di negeri masing -
masing.
Bila pengelolaan perguruan itu berjalan baik dan berhasil, biasanya akan
mempengaruhi ragam mazhab penduduk suatu negeri.
Dengan demikian, kendatipun mazhab itu manifestasinya berupa hukum - hukum
syariah ( fikih ), harus dipahami bahwa mazhab itu sesungguhnya juga mencakup ushul fikih
yang menjadi metode penggalian ( Tharîqah al – Istinbâth ) untuk melahirkan hukum -
hukum tersebut.
2. Sejarah Lahirnya Mazhab
Masa Daulah Abbasiyah adalah masa keemasan Islam atau sering disebut dengan
istilah ‘’The Golden Age”. Pada masa itu Umat Islam telah mencapai puncak kemuliaan, baik
dalam bidang ekonomi, peradaban maupun kekuasaan. Selain itu juga telah berkembang
berbagai cabang ilmu pengetahuan. Fenomena ini kemudian melahirkan cendikiawan -
cendikiawan besar yang menghasilkan berbagai inovasi baru diberbagai disiplin ilmu
pengetahuan. Periode ini dalam sejarah hukum Islam juga dianggap sebagai periode
kegemilangan fikih Islam, dimana lahir beberapa mazhab fikih yang panji - panjinya dibawa
oleh tokoh - tokoh fikih agung yang berjasa mengintegrasikan fikih Islam dan meninggalkan
khazanah luar biasa yang menjadi landasan kokoh bagi setiap ulama fikih sampai sekarang.
Memasuki abad kedua Hijriah inilah yang menjadi era kelahiran mazhab - mazhab
hukum dan dua abad kemudian mazhab - mazhab hukum ini telah melembaga dalam
masyarakat Islam dengan pola dan karakteristik tersendiri dalam melakukan istinbat
( penetapan ) hukum.
Para tokoh atau imam mazhab seperti Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’i,
Ahmad bin Hanbal dan lainnya, masing - masing menawarkan kerangka metodologi, teori
dan kaidah - kaidah ijtihad yang menjadi pijakan mereka dalam menetapkan hukum.
Metodologi, teori dan kaidah - kaidah yang dirumuskan oleh para tokoh dan para Imam
Mazhab ini, pada awalnya hanya bertujuan untuk memberikan jalan dan merupakan langkah -
langkah atau upaya dalam memecahkan berbagai persoalan hukum yang dihadapi, baik dalam
memahami nash Al - Quran dan Al - Hadist maupun kasus - kasus hukum yang tidak
ditemukan jawabannya dalam nash.
Metodologi, teori dan kaidah - kaidah yang dirumuskan oleh para imam mazhab
tersebut terus berkembang dan diikuti oleh generasi selanjutnya dan ia tanpa disadari
menjelma menjadi doktrin ( anutan ) untuk menggali hukum dari sumbernya. Dengan
semakin mengakar dan melembaganya doktrin pemikiran hukum dimana antara satu dengan
lainnya terdapat perbedaan yang khas, maka kemudian ia muncul sebagai aliran atau mazhab
yang akhirnya menjadi pijakan oleh masing-masing pengikut mazhab dalam melakukan
istinbat ( penetapan ) hukum.
Teori - teori pemikiran yang telah dirumuskan oleh masing - masing mazhab tersebut
merupakan sesuatu yang sangat penting artinya, karena menyangkut penciptaan pola kerja
dan kerangka metodologi yang sistematis dalam usaha melakukan istinbat ( penetapan )
hukum. Penciptaan pola kerja dan kerangka metodologi inilah yang dalam pemikiran hukum
Islam disebut dengan ushul fikih.
Hikmah dibalik pemberian wewenang untuk ber - ijtihad kepada umat,
diantanya adalah pelimpahan wewenang yang melahirkan perbedaan pendapat di antara para
ulama yang akhirnya menghasilkan beberapa alternatif hukum dalam masalah yang sama.
Dengan begitu, lahirlah beberapa madzhab. Dan hingga akhir zaman, madzhab yang diakui
adalah Hanafi, Maliki, Syafi'i dan Hambali dari kalangan Sunni. Sementara kalangan Syi'ah
memiliki mazhab Ja'fari, Ismailiyah dan Zaidiyah.
Dalam kitab - kitab perbandingan madzhab, tidak satu pun dari ulama madzhab yang
menggunakan kalimat seperti "Pendapat ini benar, sedangkan pendapat yang itu salah".
BAB II
PENDIRI MAZHAB HAMBALI
1. Profil Imam Hambali
Imam Ahmad bin Hambal adalah seorang ulama yang berilmu tinggi, saleh, berakhlak
mulia, berotak brilian dan intelektual Muslim terpenting dalam sejarah peradaban Islam.
Kemuliaan yang ada dalam diri Imam Ahmad bin Hanbal telah membuat guru - gurunya
kagum dan bangga.
Umat Islam di Indonesia biasa menyebutnya Imam Hambali. Sosok ahli atau ulama
besar di bidang hadist dan fikih pendiri Mazhab Hambali itu begitu populer dan legendaris
yang pernah dimiliki dunia Islam. Namun, ulama yang hafal satu juta hadist dan selalu tampil
bersahaja itu tak pernah ingin apalagi merasa dirinya terkenal.
Ulama penting yang rendah hati itu bernama lengkap Al Imam Abu Abdillah Ahmad
bin Muhammad bin Hanbal Abu `Abdullah Hilal Azzdahili Al-Shaybani. Ia terlahir di Merv,
Asia Tengah (sekarang Turkmenistan), pada 20 Rabiul Awal tahun 164 H. Ada pula yang
menyebut sang Imam lahir di Baghdad, Irak. Saat berada dalam kandungan sang bunda,
Imam Ahmad bin Hanbal diajak ibunya hijrah ke metropolis intelektual dunia ketika itu,
yakni di Salam Baghdad.
Sejak masih bayi, Imam Ahmad bin Hanbal sudah menjadi anak yatim. Ia dibesarkan
oleh sang ibu seorang diri. Ia merupakan keturunan dari suku Shayban. Masa kecilnya dilalui
dalam keadaan sangat miskin, ayahnya hanya meninggalkan sebuah rumah kecil dan tanah
yang sempit. Pada masa remajanya, ia pernah bekerja sebagai buruh pembantu ditempat
tukang jahit, menjadi juru tulis, buruh penenun kain dan kuli angkut barang-barang dipasar.
Imam Ahmad memang miskin dan selalu bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan
hidup, namun ia adalah pelajar yang gigih.
Sejak belia, Imam Ahmad bin Hanbal berbeda dengan anak seusianya. Ia dikenal
sebagai anak yang alim, bersih dan senang menyendiri. Kecintaan dan rasa takut untuk
berbuat dosa kepada Allah SWT telah terpatri dalam hati nurani Ahmad bin Hanbal sejak
dini.
Imam Hambali sudah menunjukkan kecerdasannya sejak usia dini. Kecerdasannya
diakui para ulama besar di zamannya. Bahkan, ketika usianya relatif muda yaitu usia 14
tahun, ia sudah hafal Alquran dan mengarang sebuah kitab.
Imam Hambali mendapatkan pendidikannya yang pertama di Kota Baghdad. Saat itu,
Kota Baghdad telah menjadi pusat peradaban dunia Islam yang penuh dengan beragam
kebudayaan serta penuh dengan berbagai jenis ilmu pengetahuan. Di sana, tinggal para qari,
ahli hadist, para sufi, ahli bahasa, filsuf dan sebagainya. Ia menaruh perhatian yang sangat
besar pada ilmu pengetahuan. Dengan tekun, ia belajar hadist, bahasa dan administrasi.
Fikih aliran ra’yu (logika, aliran Imam Hanafi) adalah ilmu agama pertama yang
dipelajarinya secara khusus kepada Abu Yusuf Al-Baghdadi. Setelah mempelajari fikih,
Ahmad bin Hanbal lalu menimba ilmu hadist. Ia melanglang buana dari satu negeri Islam ke
negeri lainnya demi mendapatkan ilmu yang dicarinya. Petualangan menimba ilmu itu
dilakukannya saat dia berusia 16 tahun.
Ia menaruh perhatian besar kepada hadist Nabi SAW. Karena perhatiannya yang
besar, banyak ulama – ulama seperti Ibnu Nadim, Ibnu Abd al - Bar, At - Tabari dan Ibnu
Qutaibah yang menggolongkan Imam Hambali dalam golongan ahli hadist dan bukan
golongan mujtahid.
Begitu besar perhatiannya kepada hadist, ia pun pergi melawat ke berbagai kota untuk
mendapatkan hadist, antara lain ia pernah ke Siria, Hijaz, Yaman, Kufah Madinah, Makka
dan Basrah. Ketika di Makkah, ia sempat memperdalam ilmu ushul fiqih kepada mujtahid
besar zaman itu, Imam Muhammad bin Idris Asy-Syafi’I, pendiri Madzhab Syafi’i. Atas
usahanya itu, akhirnya ia dapat menghimpun ribuan hadist yang dimuat dalam karyanya
Musnad Ahmad ibn Hambal. Kitab Al-Musnad Al-Kabir (ensiklopedia hadist) yang sangat
monumental, ini memuat tak kurang dari 27 ribu hadis. Ini merupakan karya masterpiece
sang Imam dan penelitian hadis yang dinilai terbaik. Karya monumentalnya ini disusun
dalam jangka waktu sekitar 60 tahun.
Kehebatan Imam Ahmad bin Hanbal dalam ilmu hadis sudah tak perlu diragukan. Ia
adalah seorang ulama yang sangat ahli dalam ilmu yang satu ini. Ia adalah seorang muhaddits
besar.
Sebagai seorang murid yang cerdas dan baik, Ahmad bin Hanbal disayangi oleh
semua gurunya. Ia pun selalu menaruh hormat kepada semua gurunya tanpa membeda-
bedakan. Gurunya terbilang sangat banyak. Ibnu Al-Jawzi menuturkan, Imam Ahmad bin
Hanbal memiliki 414 guru hadits.
Beberapa gurunya yang terkenal, di antaranya Ismail bin Ja'far, Abbad bin Abbad Al-
Ataky, Umari bin Abdillah bin Khalid, Imam Hasyim bin Basyir bin Abi Hazim Al-Wasithi,
Husyaim bin Basyir bin Qasim bin Dinar As-Sulami (ulama hadist di Baghdad), Imam Syafi'i,
Waki' bin Jarrah, Ismail bin Ulayyah, Sufyan bin `Uyainah, Abdurrazaq, serta Ibrahim bin
Ma'qil. Imam Hambali juga banyak menimba ilmu dari sejumlah ulama dan para fukaha
besar. Di antaranya adalah Abu Yusuf (seorang hakim dan murid terkemuka sekaligus
sahabat Abu Hanifah).
Salah seorang guru yang paling dicintainya adalah Imam Syafi'i. Ia begitu bangga
kepada kemampuan sang guru yang luar biasa dalam ilmu fikih. Setelah mencurahkan
waktunya selama 40 tahun untuk menimba ilmu agama, Imam Ahmad bin Hanbal pun
menjadi ulama yang berpengaruh. Ia menduduki jabatan penting dalam masyarakat Islam saat
itu, yakni sebagai Mufti.
Dalam bidang fikih, Imam Ahmad bin Hanbal dikenal sebagai pendiri Mazhab
Hambali. Ia sungguh beruntung karena bisa belajar dari ahli fikih termasyhur yang juga
dikenal sebagai pendiri tiga mazhab lainnya, seperti Abu Hanifah (Imam Hanafi), Imam
Syafi'i dan Imam Maliki. Imam Hambali telah melakukan improvisasi dan pengembangan
dari mazhab - mazhab sebelumnya.
Sang Imam pun sangat ahli dalam urusan bahasa dan sastra. Ia sangat berjasa dalam
pengembangan bahasa Arab. Ia tercatat sebagai ulama yang menekankan pentingnya
penggunaan tata bahasa Arab secara tepat dan pelafalan kata-kata secara benar. Selain ahli
dalam tata bahasa, Imam Ahmad bin Hanbal juga dikenal pandai merangkai kata menjadi
syair dan puisi.
Pengetahuannya tentang ilmu Alquran juga sungguh luar biasa. Sebagai Imam dalam
ilmu Alquran, Ahmad bin Hanbal sangat menguasai Tafsir Alquran. Ia pun ahli dalam ilmu
Al - Nasikh wal Mansukh. Ia pun megembangkan gaya qiraat yang lain dari yang lain. Ia tak
suka dengan gaya qiraat yang terlalu berlebihan memanjang - manjangkan bacaan hamzah. Ia
juga dikenal sebagai Imam Ahlu Sunnah.
Keyakinannya kepada Allah SWT dan pemahamannya mengenai agama Islam sempat
berlawanan dengan penguasa Abbasiyah saat itu, Khalifah Al - Ma'mun. Khalifah yang saat
itu mulai gandrung pada filsafat pada tahun 212 H, mulai memaksakan pandangannya tentang
Alquran. Menurut Al - Ma'mun, Alquran adalah makhluk.
Para ulama dipaksa untuk sepaham dengan pendapatnya. Imam Ahmad bin Hanbal
pun dites oleh khalifah. Bersama sahabatnya, Muhammad ibnu Nuh, sang imam menolak
untuk sepaham dengan penguasa. Menurutnya, Alquran adalah kalamullah bukanlah
makhluk. Ia pun dipenjara akibat keteguhan keyakinannya.
Situasi berubah ketika Khalifah Al - Mutawakkil menghentikan perdebatan mengenai
Alquran. Status sang Imam pun dipulihkan. Imam Ahmad bin Hanbal dikaruniai delapan
anak. Ia sempat lima kali menunaikan ibadah haji ke Makkah, dua kali di antaranya ditempuh
dengan berjalan kaki.
Setelah sembilan hari sakit, pada Jumat tanggal 12 Rabi'ul Awal tahun 241 H, di
usianya yang ke-77, sang Imam tutup usia di Kota Baghdad, Irak. Jasa dan kontribusi sang
Imam dalam mengembangkan ilmu agama hingga saat ini tetap dikenang sepanjang zaman.
Ia adalah Imam yang layak ditiru dan diteladani setiap Muslim.
2. Warisan Sang Imam untuk Umat
Imam Ahmad bin Hanbal telah meninggalkan sederet warisan berupa kitab - kitab
ilmu agama yang ditulis sepanjang hidupnya. Berikut ini adalah karya sang Imam:
1. Kitab Al Musnad Al – Kabir yang memuat lebih dari 27 ribu hadist.
2. Kitab at - Tafsir. Menurut Adz - Dzahabi, kitab ini telah hilang.
3. Kitab an - Nasikh wa al – Mansukh
4. Kitab at – Tarikh
5. Kitab Hadist Syu'bah
6. Kitab al - Muqaddam wa al - Mu'akkhar fi Alquran
7. Kitab Jawabah Alquran
8. Kitab al - Manasik al – Kabir
9. Kitab al - Manasik as – Saghir
10. Kitab al - 'Ilal
11. Kitab az – Zuhd
12. Kitab al – Iman
13. Kitab al - Masa'il
14. Kitab al – Asyribah
15. Kitab al - Fadha'il
16. Kitab Tha'ah ar – Rasul
17. Kitab al - Fara'idh
18. Kitab ar - Radd ala al - Jahmiyyah
19. Kitab Al-Jami’ul Kabir (kumpulan fatwa), karya Syaikh Ahmad bin Muhammad
Al - Khalal, yang berkelana ke berbagai daerah untuk menjumpai murid - murid
Imam Ahmad, seperti Ahmad bin Muhammad bin Abdul Azis Al-Maruzi.
BAB III
MAZHAB HAMBALI
1. Dasar - Dasar Mazhabnya
Adapun dasar - dasar mazhabnya yang pokok dalam mengistinbatkan hukum adalah
berpegang pada:
1. Nash Al – Qur’an atau nash hadits dan sunnah
2. Hadits marfu', Hadits mursal (hadits yang diriwayatkan oleh tabi’in dari Nabi
Muhammad SAW) atau Hadits Doif (walaupun sangat berpegang teguh pada hadits -
hadits Rasul )
3. Fatwa dan pendapat sebagian sahabat (baik yang disepakati maupun diperselisihkan)
dan mereka yang lebih dekat pada Al - Qur-an dan hadits, di antara fatwa yang
berlawanan sahabat dengan syarat benar-benar terjadi. Lalu pendapat sahabat yang
diketahui terdapat ikhtilaf. Dalam menyikapi perbedaan pendapat tersebut, Imam
Ahmad mengambil pendapat yang paling dekat dekat dengan dasar yang lebih kuat.
4. Ijtihad; metode ijtihad yang lazim digunakan adalah qiyas (analogi) dan istishab
(penetapan atau berlakunya hukum terhadap suatu perkara atau dasar hukum itu
berlaku sebelumnya. Karena tidak adanya illat yang mengharuskan terjadinya
perubahan hukum tersebut, syadudz dzari’ah atau saddud dzaea’ (melarang suatu
perbuatan yang pada dasarnya mubah, karena diperkirakan akan memunculkan hal
negatif di belakang hari dan maslahah mursalah ( kemaslahatan yang tidak didukung
atau dilarang oleh dalil tertentu ).
Mazhab itu senantiasa berpedoman pada teks - teks hadist dan mempersempit
ruang penggunaan qiyas dan akal. Dalam menjelaskan dasar - dasar fatwa Ahmad bin
Hanbal ini didalam kitabnya I’laamul Muwaaqi’in.
2. Pengembang - Pengembang Mazhabnya
Adapun ulama - ulama yang mengembangkan mazhab Ahmad bin Hanbal adalah
sebagai berikut :
1. Abu Bakar Ahmad bin Muhammad bin Hani yang terkenal dengan nama Al
Atsram; dia telah mengarang Assunan Fil Fiqhi ‘Alaa Mazhabi Ahamd.
2. Ahmad bin Muhammad bin Hajjaj al Marwazi yang mengarang kitab As Sunan
Bisyawaahidil Hadits.
3. Ishaq bin Ibrahim yang terkenal dengan nama Ibnu Ruhawaih al Marwazi dan
termasuk ashab Ahmad terbesar yang mengarang kitab As Sunan Fil Fiqhi.
Ada beberapa ulama yang mengikuti jejak langkah Imam Ahmad yang menyebarkan
mazhab Hambali, diantaranya :
1. Muwaquddin Ibnu Qudaamah al Maqdisi (wafat 620 H) salah seorang ulama
terkemuka yang mengembangkan Mazhab Hambali. Ia termasyhur lewat buku
hukumnya yang berjudul Al-Mughni.
2. Syamsuddin Ibnu Qudaamah al Maqdisi pengarang Assyarhul Kabiir.
3. Syaikhul Islam Taqiuddin Ahmad Ibnu Taimiyah pengarang kitab terkenal Al
Fatwa.
4. Ibnul Qaiyim al Jauziyah pengarang kitab I’laamul Muwaaqi’in dan Atturuqul
Hukmiyyah fis Siyaasatis Syar’iyyah. Ibnu Taimiyah dan Ibnul Qaiyim adalah dua
tokoh yang membela dan mengembangkan mazhab Hambali.
5. Al - Khallal (wafat 311 H) adalah seorang pelajar dari sahabat dekat dan murid
Imam Hambali. Ia berjasa telah mengumpulkan tanggapan Imam Ahmad bin
Hanbal dari murid - muridnya yang tersebar di seluruh dunia Islam.
6. Al - Khiraqi (wafat 334 H). Ia adalah ulama yang meringkas Jami' al-Khallal ke
dalam sebuah buku pegangan fikih, induk dari seluruh buku pegangan fikih dalam
Mazhab Hambali.
7. Ghulam al - Khallal (wafat 363 H). Ia adalah murid Al-Khallal dan penulis
sejuhmlah kitab dalam berbagai disiplin ilmu.
8. Ibnu Hamid (wafat 403 H). Ulama yang satu ini tercatat sebagai penganut Mazhab
Hambali terkemuka di zamannya.
9. Al - Qadhi Abu Ya'la (wafat 458 H). Sejatinya dia adalah ulama yang terlahir dari
keluarga yang menganut Mazhab Hanafi. Setelah belajar dari Ibnu Hamid, ia
akhirnya menjadi ulama yang mengembangkan Mazhab Hambali.
10. Abu al - Khattab (wafat 510 H). Ia adalah murid dari Al - Qadhi Abu Ya'la. Abu Al
- Khattab tercatat sebagai penulis sederet kitab yang juga sangat penting dalam
pengembangan Mazhab Hambali. Salah seorang muridnya adalah `Abd al - Qadir
al - Jailani.
11. Abu Isma'il al-Harawi (wafat 481 H). Ia adalah ulama dan ahli hukum yang
beraliran Mazhab Hambali. Ia dikenal sebagai salah seorang Sufi terkemuka dalah
sejarah. Kitabnya yang paling terkenal adalah Manazil al-Sa'irin, sebuah buku
pegangan dalam Tasawuf.
12. Abdul-Qadir al-Jailani (wafat 561 H). Ia adalah ulama bermazhab Hambali.
Seorang pemuka agama yang hebat dan sufi yang berpengaruh. Ia pendiri Tarekat
Qadiriyah.
13. Ibnu al-Jawzi (wafat 597 H). Dikenal sebagai ahli hukum, ahli tafsir yang turut
mengembangkan Mazhab Hambali.
14. Majd al - Din Ibn Taymiyah (wafat 653 H). Pakar bahasa, ahli hukum, dan tafsir
dari Harran ini juga dikenal sebagai ulama yang mengembangkan Mazhab
Hambali.
15. Taqi al - Din Ibn Taymiyah (wafat 728 H). Inilah tokoh legendaris dalam sejarah
Islam.
3. Daerah yang Menganut Mazhab Hambali
Awal perkembangannya, mazhab Hambali berkembang di Bagdad pada akhir abad ketiga
dan awal abad kedua ( yang bertepatan dengan masa pemerintahan Daulah Bani Abbasiyah ),
Irak dan Mesir dalam waktu yang sangat lama. Pada abad XII mazhab Hambali berkembang
terutama pada masa pemerintahan Raja Abdul Aziz As Su’udi. Dan masa sekarang ini menjadi
mazhab resmi pemerintahan Saudi Arabia dan mempunyai penganut terbesar di seluruh
Jazirah Arab, Palestina, Siria dan Irak.
Mazhab ini dianut kebanyakan penduduk Hejaz, di pedalaman Oman dan beberapa
tempat sepanjang Teluk Persia dan di beberapa kota Asia Tengah. Mazhab ini diikuti oleh
sekitar 5% muslim di dunia dan dominan di daerah semenanjung Arab.
4. Paling Dekat dengan Sunnah
Madzhab fiqih besar yang menempati urutan keempat berdasarkan periodisasi
kemunculannya adalah Madzhab Hambali. Madzhab ini muncul di kota kelahiran pendirinya.
Baghdad.
Berbeda dengan gurunya, Imam Syafi’I, yang menuangkan metode istinbath
( penggalian hukum ) - nya dalam sebuah kitab. Imam Ahmad tak pernah merumuskan
metode istinbath dalam sebuah karya tulis. Sistem penggalian hukum yang dikembangkannya
dikenali belakangan melalui penjabaran murid - murid dan pengikutnya yang menganalisa
fatwa - fatwa sang imam.
Bahkan Imam Ahmad tidak pernah mengumpulkan fatwa - fatwanya secara khusus
dalam sebuah buku. Dari mereka yang mendengar langsung dari sang imam itulah fatwa -
fatwa tersebut dicatat. Murid - murid dan pengikutnyalah yang kemudian berjasa
mengumpulkan, membukukan, dan mengembangkan madzhab ulama yang dikenal sangat
bersahaja itu.
Dibandingkan dengan madzhab - madzhab fiqih lain, perkembangan pengikut
Madzhab Hanbal bisa dibilang yang paling tersendat. Menurut sejarawan muslim, hal ini
disebabkan rata - rata ulama Madzhab Hanbali enggan duduk dalam pemerintahan, seperti
menjadi qadhi (hakim) atau mufti. Karena menolak menjadi pejahat pemerintah, otomatis
madzhabnya pun tidak pernah menjadi madzhab resmi negara. Padahal dengan menjadi
madzhab resmi negara, bisa dipastikan suatu madzhab akan berkembang pesat diwilayah
kekuasaan pemerintah tersebut.
Madzhab Hanbali terkenal sangat ketat dan teguh dalam menggunakan dasar sunnah.
Tak mengherankan dalam berbagai literatur, madzhab ini juga sering disebut dengan nama
fiqh assunnah.
5. Kedudukannya Sejajar
Menurut Imam Ahmad. Al - Qur’an dan Sunnah memang memiliki kedudukan yang
sejajar sebagai dasar hukum. Alasannya, kehujjahan sunnah Nabi ditetapkan oleh Al -
Qur’an dan sunnah Nabi sendiri merupakan penjelasan isi Al - Qur’an yang dipaparkan oleh
orang yang memang ditunjuk dan diberi mandat langsung oleh Allah untuk menjelaskannya.
Meski sejajar, dalam prakteknya, Imam Ahmad selalu mendaulukan nash Al - Qur’an.
Bagi Imam Ahmad, jika sudah ditemukan suatu nash sunnah yang bisa dijadikan
dasar hukum suatu masalah, ia akan berpegang teguh padanya, meski pendapat dalam hadits
tersebut berbeda dengan pendapat para sahabat.
Selanjutnya, seperti gurunya, Imam Syafi’I, jika masih belum menemukan dasar
hukum juga, Imam Ahmad menggunakan pendapat sahabat yang tidak diketahui ada
perselisihan.
6. Mujtahid Mutlak
Selain puluhan tahun mengembara mencari ilmu, tepat ketia usianya genap empat
puluh tahun, Imam Ahmad bin Hanbal kembali ke Baghdad dan mulai membuka majelis
pengajian. Tingkat kealimannya yang sangat tinggi membuatnya mampu melakukan ijtihad
mutlak secara mandiri, tanpa menggantungkan diri kepada hasil ijtihad ulama lain. Melalui
halaqahnya itulah Madzhab Hambali lahir dan menyebar ke seluruh penjuru dunia.
7. Rezim yang Anti Perbedaan
Dalam sejarah, Imam Ahmad dikenal sebagai seorang yang sangat teguh imannya.
Dalam menegakkan kebenaran yang diyakininya. Ia sama sekali tidak mengenal kata takut.
Separuh hidupnya dihabiskan didalam penjara Dinasti Abbasiyyah, yang sejak masa
pemerintahan Al - Ma’mun menganut paham Mu’tazilah, yang berpendapat bahwa Al -
qur’an adalah makhluk.
Suatu ketika Al - Ma’mun mengadakan pertemuan para ulama besar, untuk
memperbincangkan Al - Qur’an itu adalah makhluk. Dengan sedikit intimidasi, Al - Ma’mun
mengharapkan pendapat tersebut akan diterima para ulama.
Dan benar, karena takut, mayoritas ulama memilih diam. Satu - satunya ulama yang
menentang keras pendapat Al - Qur’an makhluk adalah Imam Hanbali.
Tak ayal, ia pun ditangkap dan dijebloskan ke penjara. Beberapa hari kemudian
datang surat dari Tharsus yang meminta supaya Imam Ahmad dibawa dengan dirantai tangan
dan kakinya. Di sana ia menerima hukuman cambuk.
Ketika cambuk yang pertama singgah dipunggungnya, Imam Ahmad mengucapkan
“Bismillah”.
Pada cambukan kedua, ia mengucapkan, “Laa haula wa la quwwata illaa billah
(Tiada daya dan kekuatan apapun kecuali dengan izin Allah).”
Pada cambukan ketiga ia mengucapkan, “Al - qur’an kalamullah ghairu makhluq (Al-
Qur’an adalah kalam Allah nukan makhluk).”
Dan ketika sampai pada cambukan yang keempat, ia membaca surah At-Taubah ayat
51, “Katakanlah: Sekali - kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang ditetapkan oleh
Allah bagi kami.”
Dan luka - luka diseluruh badannya, mengalir darah, kemudian,, dalam keadaan sudah
tak berdaya, ia dimasukkan kembali kedalam penjara.
Penyiksaanpun terus berlangsung berkali-kali dan hari-hari. Suatu saat, ketika tengah
dicambuk, Imam Ahmad merasakan tali celana yang menutup auratnya putus dan hampir
turun ke bawah. Ia pun menangkat mukanya ke atas sambil berdoa, “Ya Allah, dengan nama-
Mu yang menguasi Arsy, jika menurut - Mu aku ini benar, jangan Engkau biarkan penutup
auratku jatuh.” Seketika itu pula celananya yang akan jatuh itu naik kembali.
Penahanan dan penyiksaan Imam Ahmad dan beberapa ulama anti Mu’tazilah lain
masih berlangsung pada era Al - Mu’tashim, pengganti Al - Ma’mun dan putranya, Al -
Watsiq. Bahkan tercatat dalam sejarah, Al - Watsiq pernah memancung leher ulama terkenal,
Ahmad bin Naser Al - Khuza’i.
Baru setelah Al - Watsiq meninggal dunia, saudara yang menggantikannya, Al -
Mutawwakkil, menghapus paham Mu’tazilah dan membebaskan semua ulama yang ditahan,
termasuk Imam Ahmad bin Hanbal. Sebagai permohonan maaf, Al - Mutawwakkil
menghadiakan uang 10.000 dirham kepada Imam Ahmad. Namun hadiah tersebut ia tolak.
Karena dipaksa akhirnya ia pun menerimanya, tapi dibagi-bagikan kepada fakir miskin.
BAB IV
PENERAPAN MAZHAB HAMBALI
4. Dalam Hal Muamalah
Calon istri boleh mengajukan syarat pernikahan kepada calon suaminya, misalnya
tidak akan dimadu selama hidup. Jika sang calon suami menyetujui, ia terikat perjanjian itu.
Dan jika perjanjian itu dilanggar, sang istri berhak mengajukan fasakh (pembatalan ikatan
pernikahan).
5. Dalam Hal Ibadah
1. Shalat dalam keadaan bahu terbuka adalah batal.
2. Orang yang tertidur sambil berdiri, duduk atau ruku; hingga tersungkur jatuh, tidak
membatalkan wudhunya
3. Shalatnya makmum diluar masjid yang bisa mengikuti gerakan imam, hukumnya sah,
meskipun pintu masjid dalam keadaan tertutup.
6. Hukum Pemakaian Cadar
a. Ibnu Qudamah ( kitabnya al - Mughni ( 1 : 601 ) ) : Tidak diperselisihkan
dalam mazhab tentang bolehnya wanita membuka wajahnya dalam shalat dan
dia tidak boleh membuka selain wajah dan telapak tangannya.
b. Imam Abu Hanifah berkata, "Kaki itu bukan aurat, karena kedua kaki itu
memang biasanya tampak. Karena itu, ia seperti wajah."
c. Imam Malik, al-Auza'i, dan Imam Syafi'i berkata, "Seluruh tubuh wanita itu
adalah aurat kecuali muka dan tangannya, dan selain itu wajib ditutup pada
waktu shalat, karena dalam menafsirkan ayat ,dan janganlah mereka
menampakkan perhiasannya kecuali apa yang biasa tampak daripadanya."
d. Ibnu Abbas berkata, “Yaitu wajah dan telapak tangan."
e. Para ahli ilmu berbeda pendapat, tetapi kebanyakan mereka sepakat bahwa ia
boleh melakukan shalat dengan wajah terbuka. Dan mereka juga sepakat
bahwa wanita merdeka itu harus mengenakan tutup kepalanya jika melakukan
shalat, dan jika ia melakukan shalat dalam keadaan seluruh kepalanya
terbuka, maka ia wajib mengulangmya.
f. Abu Bakar al-Harits bin Hisyam, beliau berkata, "Wanita itu seluruhnya adalah
aurat hingga kukunya."
Nabi SAW melarang wanita berihram memakai kaus tangan dan cadar. Andaikata
wajah dan tangan itu aurat niscaya beliau tidak akan mengharamkan menutupnya. Selain itu,
karena diperlukan membuka wajah dalam urusan jual beli, begitupun kedua tangan untuk
mengambil ( memegang ) dan memberikan sesuatu.
Sebagian sahabat berkata, "Wanita itu seluruhnya adalah aurat, karena
diriwayatkan dari Nabi saw. bahwa wanita itu aurat." Diriwayatkan oleh Tirmidzi dan
beliau berkata, "Hadits hasan sahih." Tetapi beliau memberinya rukhshah (keringanan)
untuk membuka wajah dan tangannya karena jika ditutup akan menimbulkan kesulitan.
Dan diperbolehkan melihatnya pada waktu meminang karena wajah itu merupakan pusat
kecantikan.
BAB V
PENUTUP
Pada jaman Nabi Muhammad SAW, tidak diperlukan mazhab. Ketika ada yang tidak
jelas tentang firman Allah atau hadist, mereka dapat bertanya langsung kepada Rasulullah
Muhammad SAW.
Mengapa Mazhab? Jaman sekarang, apabila kita ada yang kurang jelas atau ragu
tentang pemahaman firman Allah atau hadist, kita tak dapat bertanya langsung kepada
Rasulullah.
Pada jaman mereka (Para Imam Mazhab), sudah mulai beredar hadits - hadits palsu
yang menyesatkan. Dalam memahami Al - Qur'an dan aplikasi kasus kehidupan, diperlukan
referensi Al - Qur'an disertai hadits - hadits asli yang menjelaskan tentang hal tersebut,
sehingga dapat diketahui duduk masalah yang sebenarnya, sehingga dapat diketahui
kebenaran.
Mereka (Para Imam Mazhab) adalah Ulama besar yang memiliki dewan kitab dan
memenuhi syarat wira'i. Mereka keputusannya tidak dipengaruhi pemerintahan (bersih dari
kepentingan penguasa). Perbedaan yang terjadi antar 4 mazhab tersebut adalah karena
perbedaan sudut pandang, juga lingkungan.
Misalkan, contoh kecil : Hukum wudhu Imam Syafi'i yang di daerah panas. Hukum
wudhu Imam Hanafi yang di daerah dingin ( mereka berbeda, karena berbeda lokasi ).
Hukum mereka berbeda, tetapi sama - sama benar, punya dasar kuat. Di Indonesia,
sebagian besar Ulama menggunakan mazhab 4 ( Syafi'i, Hambali, Hanafi dan Maliki ). Di
Indonesia tidak ada pertentangan dan saling toleransi dalam penggunaan mazhab tersebut.
Tetapi banyak muncul orang - orang Islam yang menyatakan diri sebagai Islam
modern. Yang menyatakan diri menggunakan dasar hanya dari Al - Qur'an dan Hadist, tetapi
ketika ada yang kurang jelas, mereka mengandalkan kitab - kitab orang Wahabi. Tetapi
mereka tidak mengakui bahwa mereka bermazhab Wahabi. Mereka menganggap itu berdasar
Qur'an dan Hadist.
Menurut orang yang berfaham 4 Mazhab : Mereka mengartikan Al Qur'an
berdasarkan pemahaman sendiri atau mereka mengartikan berdasarkan Syeh - syeh Wahabi.
Bila terjadi perbedaan pendapat, lalu bicara terbuka, biasanya yang berrmazhab 4
akan lebih memiliki argumen yang tepat, bahkan lebih toleran. Sedangkan yang kelompok
"modern" tersebut, biasanya tertutup dan tidak mengakui perbedaan pendapat, tidak
menerima sanggahan, menganggap mereka yang paling benar.
DAFTAR PUSTAKA
Alkisah No.18/25 Agt-7 Sept 2008
Qardhawi, Yusuf. Fatwa – Fatwa Kontemporer. Gema Insani Press : Jakarta.
Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
www .answers.yahoo.com/question/index?qid=20090328070513AAAtTyf
www.faithfreedom.org
www.ibnuyazid.com
www.online.com
www.opensubciber.com
www .rahmatblog.com
www.republika.co.id/koran/153/56211
top related