mekanisme inflamasi pada rheumatoid arthritis
Post on 23-Oct-2015
59 Views
Preview:
TRANSCRIPT
MEKANISME INFLAMASI PADA ARTRITIS REUMATOID
Tugas ini disusun untuk melengkapi tugas Mata Kuliah Patobiologi Gizi yang dibimbing
oleh Prof. Dr. Ambar Mudigdo, dr.,Sp.PA
Oleh:
ADHININGSIH YULIANTI NIM. S531308001
CLINICAL NUTRITION
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
PROGRAM PASCASARJANA ILMU GIZITAHUN 2014
MEKANISME INFLAMASI PADA ARTRITIS REUMATOID
Artritis Reumatoid (AR) merupakan penyakit autoimun yang berhubungan
dengan kecacatan progresif, komplikasi sistemik, kematian dini, dan masalah
sosial ekonomi (Mclnnes dan Schett, 2011). AR sudah lama dikenal dan tersebar
luas di seluruh dunia dan melibatkan jenis kelamin, ras dan etnik. · Prevalensi AR
sekitar 0,5% sampai 1% populasi (12-1200 per 100.000 populasi) (Gabriel, 2001).
AR lebih sering ditemukan pada wanita dibandingkan dengan pria (3:1) (Dewing,
et al., 2012). Rasio ini dapat mencapai 5:1 pada wanita dalam usia subur (Daud,
2006).
Faktor penyebab AR tidak diketahui, namun terdapat faktor genetik,
lingkungan, hormonal, imunologi dan infeksi yang mungkin berperan penting
dalam terjadinya AR (Temprano, 2013). Faktor penyebab AR 30% berkaitan
dengan faktor genetik. AR mempunyai predisposisi genetik dan diketahui
berhubungan dengan produk kompleks histokompatibilitas utama kelas II (MHC
Class II Determinant) yaitu Human Leukocyte Antigen (HLA) dengan AR
seropositif (faktor reumatoid atau ACPA) (Daud, 2006; (Mclnnes dan Schett,
2011). AR ditandai dengan inflamasi sinovial dan hiperplasia, produksi
autoantibodi (faktor reumatoid dan anti-citrullinated protein antibody (ACPA),
destruksi tulang rawan dan tulang (deformitas), dan gangguan sistemik (Mclnnes
dan Schett, 2011).
Patogenesis AR tidak dapat dijelaskan dengan pasti, namun terdapat faktor
pemicu eksternal (misalnya merokok, infeksi, atau trauma) yang memicu reaksi
autoimun, menyebabkan hipertrofi sinovial dan inflamasi sendi kronis (Dewing, et
al., 2012). Sel T CD4+, fagosit mononuklear, fibroblast, sel-sel osteoklas, dan
neutrofil merupakan sel yang memainkan peran seluler utama dalam patogenesis
AR, sedangkan sel-sel B memproduksi autoantibodi (RFs). Produksi abnormal
berbagai sitokin, kemokin, dan mediator inflamasi lainnya (misalnya tumor
necrosis factor alpha / TNFα, interleukin IL-1, IL-6, IL-8, TGFß, fibroblast
growth factor/ FGF, dan platelet-derived growth factor / PDGF) didapatkan pada
AR (Temprano, 2013).
Mekanisme terjadinya AR diawali dengan terdapatnya suatu antigen
penyebab AR yang berada pada membran sinovial, dan akan diproses oleh antigen
presenting cells (APC) yang terdiri dari berbagai jenis sel seperti sel sinoviosit A,
sel dendritik atau makrofag yang semuanya mengekspresi determinan HLA-DR
pada membran selnya (Daud, 2006). Antigen yang telah diproses akan dikenali
dan diikat oleh sel CD4+ bersama dengan determinan HLA-DR yang terdapat
pada permukaan membran APC tersebut membentuk suatu kompleks
trimolekular. Kompleks trimolekular ini dengan bantuan IL-1 yang dibebaskan
oleh monosit atau makrofag selanjutnya akan menyebabkan terjadinya aktivasi sel
CD4+ (Mclnnes dan Schett, 2011).
Menurut Daud (2006), kompleks antigen trimolekular akan mengekspresi
reseptor IL-2 pada permukaan CD4+. IL-2 yang diekskresi oleh sel CD4+ akan
mengikatkan diri pada reseptor spesifik pada permukaannya sendiri dan akan
menyebabkan terjadinya mitosis dan proliferasi sel. Proliferasi sel CD4+ akan
berlangsung terus selama antigen tetap berada dalam lingkungan tersebut. Selain
IL-2, CD4+ yang telah teraktivasi juga mensekresi berbagai limfokin lain seperti
gamma-interferon, tumor necrosis factor β (TNF-β), IL-3, IL-4, granulocyte-
macrophage colony stimulating factor (GM-CSF) serta beberapa mediator lain
yang bekerja merangsang makrofag untuk meningkatkan aktivitas fagositosisnya
dan merangsang proliferasi dan aktivasi sel B untuk memproduksi antibodi yang
dibantu oleh IL-1, IL-2, dan IL-4. Antibodi yang dihasilkan akan membentuk
kompleks imun yang akan berdifusi secara bebas ke dalam ruang sendi setelah
berikatan dengan antigen yang sesuai. Pengendapan kompleks imun akan
mengaktivasi sistem komplemen yang akan membebaskan komponen-komplemen
C5a. Komponen-komplemen C5a merupakan faktor kemotaktik yang selain
meningkatkan permeabilitas vaskular juga dapat menarik lebih banyak sel
polimorfonuklear (PMN) dan monosit ke arah lokasi tersebut. Pemeriksaan
histopatologis membran sinovial menunjukkan bahwa lesi yang paling dini
dijumpai pada AR adalah peningkatan permeabilitas mikrovaskular membran
sinovial, infiltrasi sel PMN dan pengendapan fibrin pada membran sinovial.
Fagositosis kompleks imun oleh sel radang akan disertai oleh
pembentukan dan pembebasan radikal oksigen bebas, leukotrien, prostaglandin
dan protease neutral (collagenasedan stromelysin) yang akan menyebabkan erosi
rawan sendi dan tulang. Radikal oksigen bebas dapat menyebabkan terjadinya
depolimerisasi hialuronat sehingga mengakibatkan terjadinya penurunan
viskositas cairan sendi. Selain itu radikal oksigen bebas juga merusak kolagen dan
proteoglikan rawan sendi (Daud, 2006).
Prostaglandin E2(PGE2) memiliki efek vasodilator yang kuat dan dapat
merangsang terjadinya resorpsi tulang osteoklastik dengan bantuan IL-1 dan
TNFβ. Rantai peristiwa imunologis ini sebenarnya akan terhenti bila antigen
penyebab dapat dihilangkan dari lingkungan tersebut. Akan tetapi pada AR,
antigen atau komponen antigen umumnya akan menetap pada struktur persendian,
sehingga proses destruksi sendi akan berlangsung terus. Tidak terhentinya
destruksi persendian pada AR kemungkinan juga disebabkan oleh terdapatnya
faktor reumatoid. Faktor reumatoid adalah suatu autoantibodi terhadap epitop
fraksi Fc IgG yang dijumpai pada 70-90 % pasien AR. Faktor reumatoid akan
berikatan dengan komplemen atau mengalami agregasi sendiri, sehingga proses
peradangan akan berlanjut terus. Pengendapan kompleks imun juga menyebabkan
terjadinya degranulasi mast cell yang menyebabkan terjadinya pembebasan
histamin dan berbagai enzim proteolitik serta aktivasi jalur asam arakidonat
(Daud, 2006).
Masuknya sel radang ke dalam membran sinovial akibat pengendapan
kompleks imun menyebabkan terbentuknya pannus yang merupakan elemen yang
paling destruktif dalam patogenesis AR. Pannus merupakan jaringan granulasi
yang terdiri dari sel fibroblas yang berproliferasi, mikrovaskular dan berbagai
jenis sel radang. Secara histopatologis pada daerah perbatasan rawan sendi dan
pannus terdapatnya sel mononukleus, umumnya banyak dijumpai kerusakan
jaringan kolagen dan proteoglikan (Daud, 2006).
DAFTAR PUSTAKA
Daud, R. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam; Jilid II; Edisi IV: Artritis Rematoid. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Dewing, et al. 2012. Osteoarthritis and Rheumatoid Arthritis: Pathophysiology, Diagnosis and Treatment. [serial on line]. http://www.clinicaladvisor.com
Gabriel, S. E. 2001. The Epidemiology of Rheumatoid Arthritis. [serial on line]. www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed.
Gibofsky, A. 2012. Overview of Epidemiology, Pathophysiology, and Diagnosis of Rheumatoid Arthritis. American Journal Managed Care; 18. [serial on line]. http://www.ajmc.com.
Mclnnes, L. B., dan Schett, G. 2011. Mechanism of Disease: The Pathogenesis of Rheumatoid Arthritis. The New England Journal of Medicine. [serial on line]. http://nejm.org.
Tak, P. P., dan Kalden, J. R. 2011. Advances in Rheumatology: New Targeted Therapeutic. BioMed Central: Arthritis Research and Therapy 13(55). [serial on line]. http://arthritis-research.com/content/13/S1/S5.
Temprano, K. K. 2013. Rheumatoid Arthritis. eMedicine Journal. [serial on line]. http://emedicine.medscape.com.
top related