mekanisme molekuler dari thrombositopenia yang diinduksi obat
Post on 17-Feb-2015
60 Views
Preview:
TRANSCRIPT
MEKANISME MOLEKULER DARI TROMBOSITOPENIA YANG
DIINDUKSI OBAT-OBATAN
Trombositopenia yang diinduksi obat-obatan adalah efek samping yang
berpotensi serius dan umum terjadi pada sejumlah agen obat-obatan. Kondisi ini
ditandai dengan petekie, lesi purpura dan terkadang perdarahan yang serius seperti
perdarahan intrakranial. Jumlah platelet pada pasien biasanya di bawah 20 À – 10 9
per L namun akan kembali seperti semula setelah penghentian paparan obat.
Trombositopenia yang diinduksi obat dapat disebabkan oleh inhibisi proliferasi
megakariosit dan produksi platelet atau oleh destruksi platelet di sirkulasi perifer.
Destruksi platelet perifer dapat terjadi oleh mekanisme yang diperantarai imun, yang
menyebabkan ikatan antibodi dengan platelet karena adanya paparan obat, yang
mengakibatkan pembersihan platelet di sistem retikuloendotelial.
Lebih dari 200 obat telah dilaporkan menyebabkan trombositopenia. Namun,
sebagian besar dari studi kasus ini secara definitif belum dapat membuktikan adanya
hubungan kausal antara obat dan trombositopenia. Dengan peningkatan jumlah obat
yang tersedia dalam penggunaan klinis setiap tahunnya, frekuensi laporan kasus
tersebut juga terus meningkat. Obat-obatan yang paling sering dikaitkan dengan
trombositopenia imun diantaranya kinina dan isomer optiknya, quinidine,
sulfonamida, penisilin, dan heparin. Baru-baru ini, agen termasuk mirtazapin,
carbimazole, Tiagabin, roxifiban, dan abciximab telah terlibat dalam
trombositopenia yang diinduksi obat-obatan.
Ulasan ini berfokus pada imun trombositopenia yang diinduksi obat-obatan
akibat peningkatan destruksi platelet, dimana trombositopenia yang diinduksi kinina
adalah salah satu prototipenya. Karena manifestasi klinis dan patogenesis
trombositopenia yang disebabkan oleh heparin sangat berbeda, topik ini dibahas
secara terpisah dalam Bab 114.
TROMBOSITOPENIA YANG DIINDUKSI OBAT-OBATAN TIPE KININA
Perspektif sejarah
Patogenesis trombositopenia imun yang diinduksi obat-obatan telah menjadi
subyek dari banyak perdebatan sejak Ackroyd pertama menunjukkan antibodi
terhadap trombosit yang bergantung obat-obatan pada tahun 1949. Dalam
penelitiannya yang memeriksa trombositopenia yang disebabkan oleh sedormid
sedatif, serumngkaian penelitian in vitro menunjukkan terjadinya aglutinasi
trombosit pada manusia normal karena adanya obat dan serum yang berasal dari
pasien dengan trombositopenia yang diinduksi sedormid. Penambahan komplemen
mengakibatkan lisis trombosit. Dari penelitian ini, Ackroyd mengusulkan bahwa
obat bertindak sebagai hapten, menggabungkan kovalen dengan trombosit untuk
membentuk kompleks antigen platelet – obat (lihat Gambar. 29-1). Hal ini
menyebabkan produksi antibodi yang bergantung obat, yang mengenali dan
mengikat kompleks ini (Gambar 29-1A). Trombosit yang dilapisi antibodi kemudian
dibersihkan oleh sistem retikuloendotelial secara prematur, sehingga terjadi
trombositopenia.
Namun, hipotesis hapten milik Ackroyd kemudian ditantang oleh Miescher et
al dan Shulman. Atas dasar penelitiannya pada trombositopenia yang diinduksi
quinidine, Shulman menunjukkan bahwa ikatan obat pada trombosit bersifat lemah
dan bisa dibersihkan relatif mudah dari sel-sel. Selain itu, obat bebas yang berlebih
tidak menghambat pengikatan antibodi terhadap trombosit . Pendapatnya bahwa
teori hapten tidak benar didukung oleh penelitian pada hewan yang menunjukkan
bahwa hapten tidak mengikat makromolekul secara kuat, tidak imunogenik, dan
kelebihan hapten menghambat pengikatan antibodi. Oleh karena itu, Shulman
mengusulkan suatu hipotesis kompleks imun atau innocent bystander.
Dalam mekanisme innocent bystander, obat mengikat erat protein plasma dan
memunculkan respon antibodi (Gambar 29-1B). Pengikatan antibodi terhadap
kompleks protein – obat membentuk kompleks imun yang secara non-spesifik
diabsorbsi oleh trombosit tetangga melalui reseptor Fc (Gambar. 29-1B),
mengakibatkan kerusakan platelet. Namun, penelitian terbaru telah memberikan
bukti terhadap mekanisme ini, termasuk pengamatan bahwa antibodi mengikat
trombosit melalui domain Fab, bukan domain Fc dan bahwa antibodi mengenali
glikoprotein trombosit spesifik. Selain itu, ketika antibodi yang bergantung obat
mempengaruhi lebih dari satu jenis sel darah (misalnya, trombosit dan granulosit),
menyebabkan trombositopenia dan neutropenia, dua antibodi yang berbeda yang
bereaksi dengan dua antigen trombosit dan granulosit berbeda telah ditemukan,
sitopenia yang terjadi bersamaan bukan disebabkan oleh pengendapan non-spesifik
kompleks obat – antibodi pada kedua trombosit dan granulosit, seperti yang diyakini
sebelumnya.
Patogenesis
Data eksperimental yang ada saat ini menunjukkan bahwa baik hipotesis
hapten yang diusulkan oleh Ackroyd maupun hipotesis saksi innocent bystander
yang diusulkan oleh Miescher dan Shulman adalah dasar dari trombositopenia imun
yang disebabkan oleh sebagian besar obat. Satu pengecualian yang mungkin adalah
trombositopenia yang disebabkan oleh dosis besar penisilin dan obat-obat
sejenisnya. Obat ini mampu membentuk suatu kovalen dengan membran platelet,
dan mekanisme hapten dapat menjelaskan trombositopenia pada kondisi ini.
Pengecualian lain adalah trombositopenia yang diinduksi heparin (HIT) dimana
kompleks heparin-platelet factor 4 (PF4)-antibodi berikatan dengan trombosit oleh
reseptor FC-IIA pada trombosit dalam suatu mekanisme yang mirip dengan hipotesis
innocent bystander. Namun, bahkan dalam HIT, mekanisme ini berlaku hanya
sebagai langkah awal dalam interaksi trombosit – obat, seperti yang kita telah
ketahui bahwa antibodi HIT juga mengikat trombosit dengan kompleks PF4/heparin
melalui domain Fab pada permukaan platelet saat platelet diaktivasi.
Penelitian terbaru mengungkapkan bahwa pada sebagian besar
trombositopenia imun yang diinduksi obat-obatan, antibodi bereaksi dengan epitop
atau epitop dibentuk oleh interaksi obat dengan satu atau lebih glikoprotein
trombosit, termasuk GP Ib / IX, GP IIb / IIIa, GP V, dan molekul adhesi platelet / sel
endotel – 1 (PECAM-1) (lihat Gambar. 29-2). Pengikatan antibodi bergantung obat
dengan trombosit (Gambar. 29-2) menimbulkan kerusakan trombosit yang
diopsonisasi oleh makrofag dalam sistem retikuloendotelial. Mekanisme pasti
bagaimana epitop glikoprotein obat / platelet yang terbentuk tidak sepenuhnya
diketahui. Namun, ada kemungkininan bahwa ikatan obat ke glikoprotein trombosit
menyebabkan perubahan konformasi, memperlihatkan suatu domain asing dari
glikoprotein yang belum pernah dilihat oleh sel-sel dari sistem kekebalan tubuh,
sehingga mengakibatkan pembentukan autoantigen atau neoantigen (Gambar. 29-2).
Kemungkininan, namun kecil kemungkininannya, bahwa interaksi yang dekat dari
obat dan domain peptida pada glikoprotein nampak pada senyawa epitop.
Kasus-kasus sebelumnya dari trombositopenia yang diinduksi obat-obatan
melibatkan kinina dan isomer optiknya, quinidine, sebagai agen penyebab. Kinina
digunakan untuk pengobatan klinis malaria dan kram otot dan juga ada dalam air
tonik. Quinidine sebelumnya digunakan untuk pengobatan aritmia jantung. Banyak
upaya telah dilakukan untuk mengetahui mekanisme trombositopenia yang diinduksi
kinina dan quinidine. Studi-studi telah menunjukkan bahwa kinina menginduksi
antibodi yang spesifik untuk glikoprotein membran platelet, yaitu kompleks GP Ib /
IX. Antibodi yang akan secara langsung menyerang glikoprotein trombosit lain
seperti GP IIb / IIIa , GP V (35) dan PECAM-1 (16) juga telah dijelaskan. Ikatan
dari glikoprotein trombosit oleh antibodi nampak dalam klirens trombosit oleh
sistem retikuloendotelial yang meningkat, dan karenanya terjadilah trombositopenia.
Baru-baru ini, sejumlah obat lain juga telah dilaporkan dapat memicu
trombositopenia melalui induksi antibodi antiplatelet. Agen-agen ini diantaranya
adalah rifampisin (digunakan untuk pengobatan tuberkulosis), ranitidine (antagonis
reseptor H2 histamin) (53), carbimazole (digunakan untuk pengobatan
hipertiroidisme) dan metabolit obat naproxen dan acetaminophen
Kompleks GP Ib / IX
GP Ib / IX adalah kompleks glikoprotein mayor yang diekspresikan pada
permukaan trombosit sebanyak sekitar 25.000 buah per platelet. Kompleks ini terdiri
dari tiga polipeptida, GP I dan GP IX, yang masing-masing dikodekan oleh gen yang
berbeda (55,56). Subunit GP I (M r = 143 kDa) berikatan disulfida dengan GP I (M r =
25 kDa), dan kedua subunit tersebut secara non-kovalen berikatan dengan GP IX
(Mr 5 22 kDa) (lihat Gambar 29 - 3). Tiga subunit dinyatakan dalam rasio 01:01:01
(57). Pada membran platelet, GP Ib / IX juga secara non-kovalen terikat dengan GP
V (Mr = 82 kDa) dengan rasio 2:1. Keempat subunit adalah anggota dari superfamili
motif yang kaya leusin (LRM) yang terlibat dalam beragam proses seperti
pensinyalan sel, adhesi sel, dan pengembangan. Regio ekstraselular GP I berisi
regio O-glikosilasi dan domain amino-terminal. Regio kedua berisi delapan LRM
dan merupakan tempat pengikatan faktor von Willebrand (VWF), P selectin, Mac-1,
dan trombin (Gambar 29-3). Ikatan dari VWF ke GP Ib / IX menghasilkan aktivasi
trombosit dan adhesi terhadap subendothelium yang tereskpos.
Bukti eksperimental pertama bahwa antibodi dependen obat bereaksi dengan
kompleks GP Ib / IX berasal dari pengamatan bahwa trombosit dari pasien dengan
sindrom Bernard-Soulier (BSS) yang tidak lisis dengan antibodi dependen kinina.
Pasien dengan BSS mengalami kekurangan GP Ib / IX, GP V, dan protein kDa-100
dan, sebagai akibatnya, memiliki kondisi perdarahan seumur hidup yang ditandai
dengan trombosit raksasa. Hal ini menunjukkan bahwa satu atau lebih defisien
glikoprotein ini adalah antigen target.
Pada tahun 1983, kami memberikan bukti secara langsung pertama kali
bahwa GP Ib / IX adalah autoantigen trombosit untuk antibodi dependen kinina /
quinidine. Kami mengamati bahwa GP Ib dan GP IX bisa mengalami
imunopresipitasi dalam keadaan kebergantungan obat menggunakan serum dari
pasien dengan trombositopenia yang diinduksi quinidine. Hal ini kemudian
dikonfirmasi oleh Devine dan Rosse. Penelitian lebih lanjut baru-baru ini
menunjukkan bahwa GP Ib / IX adalah antigen target pada kebanyakan pasien yang
didiagnosis dengan trombositopenia yang diinduksi kinina/quinidine.
Penelitian terbaru kami telah difokuskan pada karakteristik tempat
pengikatan antibodi dependen kinina pada kompleks Ib / IX GP. Studi ini dilakukan
dengan menggunakan sel tikus L dan sel ovarium hamster Cina (CHO) yang
ditransfeksi dengan kombinasi yang berbeda dari tiga subunit GP Ib / IX: GP I, GP
I2 dan GP IX. Penelitian ini menunjukkan bahwa antibodi dependen kinin secara
kasar terbagi dalam tiga kategori: Sekitar 50% dari pasien memiliki antibodi yang
menargetkan GP IX saja, sekitar 10% memiliki antibodi yang mengikat GP I, dan
sekitar 40% memiliki antibodi yang mengikat kedua domain.
Karena GP IX merupakan target utama untuk antibodi dependen kinina, kami
memetakan regio struktural yang dikenali oleh antibodi. Atas dasar pengetahuan
bahwa antibodi dependen kinina adalah spesies yang spesifik, bereaksi hanya dengan
glikoprotein trombosit yang ada pada manusia atau primata tapi bukan dari spesies
lain, kami membuat empat konstruksi chimeric tikus / GP IX manusia (lihat Gambar
29 -4). Pada setiap konstruksi, sebuah fragmen dari GP IX manusia digantikan oleh
fragmen yang sesuai dengan GP IX tikus (Gambar. 29-4). Konstruksi ini kemudian
ditransfeksi dengan stabil dalam sel CHO dalam hubungan dengan GP I dan GP I2.
Dengan menggunakan antibodi monoklonal SZ1 yang telah diketahui dapat
mengikat epitop yang sama, atau mirip dengan, tempat pengikatan antibodi
dependen kinina, kami menunjukkan bahwa SZ1 tidak mengikat 3 chimera yang
berisi sekuens tikus pada daerah ekstraseluler C-terminal dari GP IX antara asam
amino 64 dan 135 (Gambar 29-4). Hasil ini menunjukkan bahwa antibodi dependen
kinina berikatan pada domain C-terminal ekstraseluler GP IX manusia ini (Gambar.
29-4). Hal ini selanjutnya didukung oleh kurangnya antibodi dependen obat yang
mengikat chimera 3 dengan menggunakan serum dari enam pasien dengan
trombositopenia yang diinduksi kinina. Dengan menyelaraskan sekuens manusia dan
tikus pada regio C-terminal ini dari asam amino 64 hingga 135, kami
mengidentifikasi residu yang tidak terkonservasi (Gambar. 29-3). Residu ini
bermutasi oleh perubahan asam amino tunggal dan GP IX mutan yang stabil yang
diekspresikan dalam sel CHO. Studi menunjukkan bahwa arginin 110 (R110) dan
glutamin 115 (Q115) sangat penting untuk mengikat oleh baik SZ1 dan antibodi
pasien (Gambar. 29-3). Oleh karena itu, kedua residu di regio C-terminal GP IX
(Gambar. 29-3) memainkan peran penting dalam mengikati antibodi GP IX yang
diinduksi kinina.
Baru-baru ini, dengan menggunakan pendekatan serupa yang melibatkan sel-
sel CHO yang ditranfeksi, antibodi dependen obat dari pasien dengan
trombositopenia yang disebabkan oleh tiga obat lain, ranitidin (antagonis H2
reseptor histamin), rifampisin (digunakan untuk pengobatan tuberkulosis), dan
quinidine, juga diketahui menargetkan subunit GP IX GP Ib / IX. Mirip dengan
antibodi dependen kinina, pengikatan dari antibodi dependen ranitidine, rifampisin,
dan quinidine terhadap trombosit diblokir oleh antibodi monoklonal SZ1. Hasil ini
menunjukkan bahwa antibodi yang diinduksi oleh empat obat, ranitidine, rifampisin,
quinidine, dan kinina, mengikat ke tempat yang sama atau yang berdekatan pada GP
IX. Oleh karena itu, regio GP IX ini mungkin memainkan peran penting dalam
pembentukan epitop untuk antibodi yang diinduksi obat-obatan. Penelitian lebih
lanjut mengenai daerah ini mungkin penting untuk menjelaskan mekanisme yang
menginduksi trombositopenia imun yang diperantarai obat.
Meskipun jarang, antibodi dependen kinina juga menargetkan subunit GP Ib dari
kompleks GP Ib / IX. Percobaan awal pada tahun 1981 menunjukkan bahwa ikatan
antibodi-trombosit secara kompetitif menghambat dalam adanya GP Ib alloantibodi
atau GP Ib murni, yang menunjukkan bahwa glikoprotein yang terakhir adalah target
untuk antibodi dependen kinina. Selanjutnya, penelitian lebih rinci pada 12 pasien
menunjukkan bahwa serum dari satu pasien bereaksi dengan GP I di domain N-
terminal glycocalicin. Hal ini berbeda dengan sebagian besar antibodi antiplatelet
yang diinduksi obat yang secara predominan mengenali regio terkait-membran dari
kompleks GP Ib / IX. Studi rinci lebih lanjut yang melibatkan pembelahan enzimatik
GP I di tempat tertentu menggunakan mocarhagin dan tripsin telah memetakan
daerah target pada GP I menjadi antara asam amino 283 dan 293.
Glikoprotein V
Seperti disebutkan dalam tulisan di atas, GP Ib / IX secara non-kovalen
terkait dengan GP V, suatu glikoprotein membran 82-kDa (Gambar. 29-3). Peran
yang tepat dari GP V masih belum jelas saat ini, tetapi GP V adalah protein
membran platelet utama yang bertindak sebagai substrat untuk trombin. Oleh karena
itu, diperkirakan bahwa GP V berperan dalam aktivasi trombin. Namun, observasi
pada trombosit pasien dengan Bernard-Soulier yang kekurangan GP V yang masih
dapat diaktifkan oleh trombin tidak sependapat dengan teori ini. Selain itu, reseptor
trombin terletak pada permukaan trombosit dan sel endotel baru saja dapat
diidentifikasi dan diketahui penting untuk aktivasi platelet yang diinduksi trombin.
Kloning reseptor trombin ini menunjukkan bahwa hal itu berbeda dari GP V.
Satu studi pada tahun 1986 mendokumentasikan ikatan GP V pada serum dari
enam pasien dengan trombositopenia yang diinduksi quinidine. Antibodi tidak
bereaksi dengan GP Ib. Namun, temuan ini belum dapat dilakukan oleh peneliti lain.
Oleh karena itu, masih belum jelas apakah GP V adalah target klinis yang relevan
dalam trombositopenia yang diinduksi obat.
Kompleks GP IIb / IIIa
Kompleks GP IIb / IIIa adalah integrin yang paling berlimpah yang
diekspresikan pada permukaan trombosit sejumlah sekitar 50.000 sampai 80.000
buah per platelet. Kompleks glikoprotein bersifat heterodimer, yang terdiri dari GP
IIb dan IIIa GP, dikodekan oleh gen yang berbeda (lihat Gambar. 29-5). Subunit GP
IIb disintesis sebagai peptida tunggal dan kemudian dibelah menjadi ranta I (M r =
132 kDa) dan I2 (Mr = 22 kDa) yang dihubungkan oleh ikatan disulfida (Gambar 29-
5). GP IIIa adalah suatu polipeptida, yang dihubungkan oleh beberapa ikatan
disulfida. Senyawa ini memiliki berat molekul 95 kDa dalam keadaan non-reduksi
dan 114 kDa di keadaan reduksi. Aktivasi Trombosit menghasilkan perubahan
konformasi dalam domain ekstraselular dari kompleks GP IIb / IIIa, yang
memungkinkan untuk mengikat fibrinogen dan VWF, yang kemudian menyebabkan
agregasi platelet dan pembentukan trombus. Pasien dengan Glanzman
thrombasthenia kekurangan GP IIb / IIIa dan platelet mereka tidak mampu
beragregasi.
Meskipun sebagian antibodi dependen kinina menargetkan kompleks GP Ib /
IX, beberapa telah diketahui menargetkan kompleks GP IIb / IIIa . Antibodi
Dependen kinina yang spesifik untuk GP IIb / IIIa ditemukan dalam kondisi
tergantung pada konformasi, dengan ikatan disulfida intrachain di GP IIIa
memainkan peran penting dalam menjaga epitop struktural. Pada kenyataannya,
studi terbaru menunjukkan bahwa antibodi yang diinduksi kinina dari tiga pasien
ditemukan hanya membutuhkan GP IIIa untuk berikatan. Tempat untuk pengenalan
antibodi pada GP IIIa awalnya diketahui mirip dengan epitop untuk antibodi
monoklonal, 22C4 dan SZ22. Karakterisasi rinci yang lebih lanjut menggunakan
protein chimera GP IIb / IIIa secara transien diekspresikan dalam sel HEK293T yang
mendefinisikan tempat pengikatan antibodi menjadi antara residu 49 dan 98. Studi-
studi menunjukkan bahwa antibodi mengikat GP IIb / IIIa menjadi hilang ketika
asam amino Ala50, Arg62, dan Asp66 bermutasi, yang menunjukkan bahwa residu
memainkan peran yang penting. Berdasarkan analisis struktur kristal, epitop target
pada GP IIIa diketahui melekat dalam domain hybrid dan plexin, semaphorin,
domain homologi integrin (PSI)dari glikoprotein (Gambar. 29-5).
Selain antibodi dependen kinina, GP IIb / IIIa juga terlibat sebagai antigen
target untuk antibodi yang diinduksi obat, termasuk antibodi yang berhubungan
dengan metabolit obat dari obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID), naproxen, dan
acetaminophen dan obat antidepresan oral Mirtazapine. Karakterisasi lebih lanjut
dari epitop yang dikenali oleh antibodi yang diinduksi obat akan meningkatkan
pemahaman kita tentang mekanisme molekuler dimana obat menyebabkan kerusakan
trombosit dan jenis sel lainnya yang diinduksi obat.
Molekul Adhesi Platelet / Sel Endotelial 1 (PECAM-1)
PECAM-1 adalah anggota dari superfamili gen imunoglobulin, yang
diekspresikan pada permukaan trombosit, leukosit, dan sel-sel endotel (di
interselular junction. PECAM-1 terdiri dari enam loop immunoglobulin-like
ekstraseluler, sebuah daerah transmembran, dan berbagai ekor sitoplasmik yang
terlibat dalam adhesi selular, migrasi, transduksi sinyal, dan stabilitas vaskular.
Meskipun peran yang pasti dari PECAM-1 pada platelet masih belum jelas,
trombosit yang kekurangan PECAM-1 akan terlihat mengalami peningkatan
agregasi dan penyebaran, dan membentuk trombi yang secara signifikan lebih besar
dalam aliran arteri. Oleh karena itu, diperkirakan bahwa PECAM-1 memainkan
peran regulasi negatif dalam aktivasi platelet dan pembentukan trombi.
Baru-baru ini, lima pasien yang dirawat karena hipertiroidisme dan
menggunakan carbimazole thioamide berkembang menjadi trombositopenia imun.
Analisis serum dari pasien ini menunjukkan antibodi yang reaktif terhadap PECAM-
1 pada trombosit dan sel endotel. Karakterisasi rinci dengan menggunakan antibodi
monoklonal terhadap epitop yang berbeda dan studi mutasi menunjukkan bahwa
domain ekstraseluler kedua berperan penting dalam ikatan antibodi carbimazole
dependen. Efek ini spesifik untuk carbimazole, sebagai metabolit aktif, thiamazole,
yang gagal untuk menginduksi reaktivitas dalam serum pasien. Menariknya, serum
dari pasien dengan trombositopenia yang diinduksi kinina / quinidinejuga reaktif
dengan PECAM-1, meskipun ikatan itu tidak sekuat dengan GP Ib / IX dan GP IIb /
IIIa. Studi ini menunjukkan PECAM-1 sebagai antigen target baru yang penting
untuk antibodi yang diinduksi obat (baik sendiri atau dengan antigen trombosit
lainnya), dan harus dipertimbangkan selain GP Ib / IX dan GP IIb / IIIa dalam
trombositopenia yang diinduksi obat.
TROMBOSITOPENIA YANG DIINDUKSI ANTAGONIS GP IIB / IIIA
Karena reseptor GP IIb / IIIa bertindak sebagai jalur akhir yang umum untuk
agregasi platelet, pemblokiran reseptor akan mengakibatkan penghambatan fungsi
platelet yang poten dan kemudian terjadi trombosis. Hal ini memunculkan
pengembangan agen antitrombotik kelas baru, yaitu antagonis GP IIb / IIIa. Dengan
menghalangi pengikatan fibrinogen ke GP IIb / IIIa secara kompetitif, agen ini
menghambat pembentukan trombosit trombi. Saat ini, tiga antagonis GP IIb / IIIa
telah disetujui untuk penggunaan klinis di Amerika Serikat: abciximab, tirofiban dan
eptifibatide. Agen-agen ini telah terbukti memiliki hasil yang memuaskan dalam
pengobatan trombosis koroner akut di sejumlah percobaan. Namun, antagonis GP IIb
/ IIIa juga telah dikaitkan dengan peningkatan risiko trombositopenia berat atau
mendalam yang dapat terjadi dalam hitungan jam setelah pasien menerima obat.
Sayangnya, patogenesis trombositopenia yang diinduksi antagonis GP IIb /
IIIa masih belum sepenuhnya dipahami. Hipotesis yang ada saat ini adalah bahwa
pengikatan obat pada reseptor IIb / IIIa GP memicu kerusakan trombosit yang
diperantarai imun, sehingga terjadi trombositopenia. Namun, apakah antigen adalah
obat itu sendiri, sebuah neoepitope dihasilkan dengan mengikat antagonis reseptor,
atau senyawa antigen yang terdiri dari kompleks obat dan reseptor hingga saat ini
masih belum jelas.
Abciximab
Abciximab (juga dikenal sebagai ReoPro) adalah fragmen Fab yang
dihasilkan oleh pembelahan papain dari chimeric tikus / antibodi IgG manusia. Obat
ini berisi sekuens spesifik dari antibodi monoklonal murine (7E3) yang ditujukan
terhadap kompleks IIb / IIIa GP. Abciximab adalah antagonis reseptor fibrinogen
pertama yang disetujui untuk penggunaan klinis. Namun, sekitar 2,5% sampai 5,6%
dari pasien yang diobati dengan abciximab akan berkembang menjadi
trombositopenia. Selain itu, sekitar 0,5% sampai 1,0% dari pasien akan berkembang
menjadi trombositopenia yang berat mengancam jiwa dalam beberapa jam
pemberian abciximab. Kejadian trombositopenia berat dan mengancam nyawa telah
dilaporkan meningkat pada pemberian obat secara berulang.
Penelitian awal telah mengidentifikasi adanya antibodi anti-abciximab pada
pasien yang sedang diobati. Antibodi bisa sudah ada sebelumnya atau terinduksi
setelah terpapar obat. Pada tahun 1994, Christopoulos memeriksa sembilan pasien
dengan angina tidak stabil. Para pasien diobati dengan abciximab selama 48 sampai
96 jam, dan dilakukan pengukuran IgG terkait platelet (PA IgG). Dalam waktu 24
jam dari terapi obat, peningkatan signifikan pada PA IgG diamati, dan berlangsung
sekitar 2 minggu. Namun, tidak satupun dari pasien berkembang menjadi
trombositopenia. Respon IgG yang cepat menunjukkan adanya antibodi reaktif
dengan trombosit berlapis abciximab. Pemeriksaan oleh Curtis et al dari serum
pretreatment dari dua pasien dengan trombositopenia yang diinduksi abciximab juga
menegaskan adanya IgG reaktif yang sudah ada sebelumnya dengan trombosit.
Antibodi terhadap abciximab juga dapat dideteksi pada manusia sehat tanpa
paparan abciximab sebelumnya. Christopoulos et al memeriksa 21 subyek sehat dan
menemukan bahwa 15 (71%) serum mengandung antibodi terhadap abciximab.
Demikian pula, Curtis et al yang memeriksa serum dari 104 subyek sehat dan
menemukan antibodi IgG reaktif dengan platelet berlapis abciximab dalam 77 (74%)
sampel. Apakah kehadiran antibodi terhadap yang sudah ada sebelumnya abciximab
pada subyek sehat menjadi faktor predisposisi bagi mereka untuk menjadi
trombositopenia pada pengobatan dengan abciximab masih belum diketahui.
Pertanyaan mengenai tentang imunogenik dari abciximab masih belum jelas.
Pada kebanyakan kasus, antibodi menargetkan fragmen Fab manusia dari antagonis
chimeric GP IIb / IIIa. Namun, dalam sejumlah kecil kasus, antibodi menargetkan
fragmen 7E3 murine. Christopoulos et al memeriksa 21 subyek sehat dan
menemukan 14 (67%) sampel serum dengan antibodi spesifik untuk bagian Fab
manusia untuk abciximab. Hanya satu (4,8%) dari 21 subyek memiliki antibodi
spesifik untuk segmen 7E3 mouse. Namun, karena orang sehat tidak terpapar
abciximab, tidak ada hubungan definitif yang dapat dibuat antara spesifisitas
antibodi dan terjadinya trombositopenia. Studi lain oleh Knight et al menunjukkan
bahwa lima dari enam (83%) pasien memiliki antibodi serum terhadap Fab manusia,
dan hanya satu pasien (17%) memiliki antibodi terhadap tikus 7E3. Apakah antibodi
ini penyebab trombositopenia pada pasien masih belum jelas, dan studi lebih lanjut
diperlukan.
Insiden yang rendah dari antibodi spesifik untuk 7E3 dari abciximab
dibandingkan dengan antibodi spesifik untuk bagian Fab manusia bertepatan dengan
rendahnya insiden dari pasien yang berkembang menjadi trombositopenia berat pada
paparan pertama obat ini. Oleh karena itu, adalah mungkin untuk berspekulasi
bahwa trombositopenia berat lebih mungkin terjadi pada pasien dengan antibodi
terhadap 7E3. Pandangan ini diperkuat oleh sebuah studi yang menunjukkan dua
perbedaan utama antara antibodi dalam subyek biasa dibandingkan dengan pasien
dengan trombositopenia. Pertama, fragmen Fab disiapkan dari normal IgG yang
secara kompetitif menginhibisi reaktivitas terhadap platelet berlapis abciximab pada
85% subyek sehat dibandingkan dengan 36% pasien yang berkembang menjadi
trombositopenia. Hal ini sangat mengindikasikan bahwa antibodi dari subyek sehat
menargetkan fragmen Fab manusia, sedangkan antibodi dari pasien menargetkan
tempat yang berbeda pada abciximab atau GP IIb / IIIa. Kedua, serum dari semua
pasien dengan trombositopenia lebih memilih bereaksi dengan trombosit yang
disensitisasi terhadap 7E3 dibandingkan dengan mereka dengan AP2 yang
disensitisasi (antibodi monoklonal murine spesifik untuk kompleks GP IIb / IIIa)
atau AP3 (antibodi monoklonal murine spesifik untuk GP IIIa). Sebaliknya, serum
dari subyek sehat tidak bereaksi dengan salah satu antibodi monoklonal. Hasil ini
menunjukkan bahwa serum dari pasien dengan trombositopenia mengandung
antibodi yang spesifik untuk regio 7E3 pada abciximab.
Secara kolektif, penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar populasi
yang sehat telah sebelumnya memiliki antibodi terhadap bagian Fab abciximab pada
manusia, meskipun hal ini tidaklah memainkan peran utama dalam trombositopenia.
Pasien yang mengalami trombositopenia berat setelah terpapar obat memiliki
antibodi spesifik untuk fragmen 7E3 murine. Hingga saat ini masih belum jelas
apakah subyek sehat dengan antibodi spesifik yang sudah ada sebelumnya untuk 7E3
lebih rentan terhadap trombositopenia pada pengobatan dengan abciximab. Selain
itu, alasan mengapa subjek sehat belum pernah terpapar abciximab memiliki
antibodi spesifik yang telah ada sebelumnya terhadap 7E3 masih belum diketahui.
Studi rinci lebih lanjut diperlukan untuk membentuk suatu korelasi antara
spesifisitas antibodi dan kecenderungan untuk terjadinya trombositopenia yang
diinduksi abciximab.
Trombositopenia yang Disebabkan oleh GP Antagonis IIb / IIIa GP Lainnya
Dua agen antagonis GP IIb / IIIa lain yang secara klinis disetujui, tirofiban
dan eptifibatide, juga telah dilaporkan menyebabkan trombositopenia berat. Tingkat
trombositopenia yang sama telah dilaporkan pada agen ini dibandingkan dengan
abciximab. Tirofiban (juga dikenal sebagai Aggrastat) adalah mimetik non-peptida
dan eptifibatide (juga disebut Integrelin) adalah peptida sintetik. Roxifiban adalah
antagonis GP IIb / IIIa lainnya, yang saat ini masih dalam uji klinis tahap II yang
telah terlibat dalam trombositopenia yang diinduksi obat. Meskipun ada beberapa
studi yang sampai saat meneliti mekanisme trombositopenia yang diinduksi
antagonis GP IIb / IIIa, telah dikemukakan bahwa ikatan obat pada reseptor GP IIb /
IIIa menginduksi perubahan konformasi glikoprotein. Hasil perubahan dalam
ekspresi tempat antigenik baru yang disebut tempat ikatan yang diinduksi ligan
(LIBS), yang kemudian menjadi sasaran untuk antibodi antiplatelet.
Antibodi antiplatelet yang berhubungan dengan obat ini juga dapat berubah
bentuk. Antibodi terdeteksi dalam serum pretreatment pasien dengan
trombositopenia yang diberikan tirofiban, eptifibatide, dan roxifiban, dan pada
primata diobati dengan obat mimetik ligan, L-738, 167 - (A1 -L), L-739, 758 - (A2-
L), dan L-767, 679 - (B).
Umumnya, antibodi yang diinduksi obat tidak ditemukan dalam populasi
yang sehat: Skrining dari 100 subyek sehat tidak menunjukkan adanya antibodi
dependen obat dengan tirofiban atau eptifibatide. Dalam sebuah studi lain, sampel
serum dari 1.032 donor manusia yang sehat menunjukkan bahwa hanya 1,7%
memiliki antibodi reaktif dengan GP IIb / IIIa dengan pemberian obat mimetik-ligan.
Hasil yang sama diperoleh pada studi dari 1.000 subyek manusia yang sehat dan 41
simpanse yang diuji dengan pemberian roxifiban. Sayangnya, pada semua studi,
subyek yang sehat selanjutnya tidak mendapat GP IIb / IIIa antagonis, sehingga
tidak diketahui apakah mereka akan berkembang menjadi trombositopenia. Oleh
karena itu, tidak ada korelasi yang dapat dibuat antara keberadaan antibodi dependen
obat yang sudah ada dan terjadinya trombositopenia. Selain itu, dari 23 pasien yang
diobati dengan tirofiban atau eptifibatide yang tidak berkembang menjadi
trombositopenia, hanya serum dari dua pasien bereaksi lemah dengan tirofiban. Dari
data tersebut, dapat berspekulasi bahwa antibodi yang diinduksi mimetik-ligan tidak
ada dalam populasi yang sehat dan umumnya hanya ada di pasien yang akan
berkembang menjadi trombositopenia yang diinduksi obat-obatan setelah terpapar
agen yang berkaitan. Namun, penelitian lebih lanjut diperlukan untuk
mengkonfirmasi status antibodi yang diinduksi obat ini pada populasi umum dan
pada pasien.
Sebuah studi terbaru dari sembilan pasien yang berkembang menjadi
trombositopenia yang diinduksi tirofiban atau eptifibatide, ditemukan adanya
reaktivitas antibodi dengan kompleks GP IIb / IIIa. Namun, pemisahan kompleks
dengan asam etilendiamin tetraacetic (EDTA) menghapuskan reaktivitas,
menunjukkan pentingnya struktur glikoprotein yang intak. Pengikatan mimetik ligan
ke satu tempat di reseptor pengikat fibrinogen GP IIb / IIIa memblok pengikatan
fibrinogen. Sebaliknya, abciximab mengganggu fibrinogen dengan menduduki
sebuah tempat yang dekat, tapi tidak identik dengan, tempat ikatan fibrinogen.
Dengan menggunakan informasi ini, Bougie et al beralasan bahwa antibodi
dependen obat mengenali suatu tempat dekat lokasi ikatan fibrinogen akan diinhibisi
oleh abciximab. Pengikatan antibodi diukur dengan mereaksikan serum pasien
dengan trombosit pra-treatment dengan tirofiban atau eptifibatide, yang diikuti oleh
konsentrasi saturatif dari abciximab. Reaktivitas dapat dibagi menjadi tiga
kelompok: ikatan antibodi pada dua dari sembilan pasien serum benar-benar
terhambat, ikatan pada enam serum pasien sebagian dihambat, dan ikatan antibodi
dari serum satu pasien adalah relatif tidak terpengaruh oleh adanya konsentrasi
saturatif dari abciximab. Hasil ini menunjukkan bahwa antibodi dependen obat
menargetkan tiga epitop berbeda pada GP IIb / IIIa. Salah satu tempat terletak sangat
dekat dengan, atau identik dengan, tempat pengikatan abciximab dan fibrinogen.
Tempat kedua adalah di dekat, tapi tidak identik dengan, epitop abciximab tertentu,
sehingga mengakibatkan penghambatan hanya sebagian dari reaktivitas antibodi-
platelet. Tempat ketiga terletak di distal tempat ikatan abciximab. Namun, apakah
epitop adalah akibat langsung dari perubahan konformasi glikoprotein yang
diinduksi obat, dan apakah mereka adalah target spesifik untuk antibodi yang
diinduksi obat, hingga saat ini masih belum jelas
Dalam studi lain yang meneliti roxifiban, Billheimer et al memberikan
dukungan untuk mekanisme imun yang diperantarai LIBS. Serum dari dua pasien
dengan trombositopenia yang diinduksi roxifiban ditemukan positif mengandung
antibodi dependen obat. Reaktivitas antibodi hilang dengan adanya EDTA, yang
menyiratkan pada pentingnya konformasi struktural GP IIb / IIIa. Inkubasi dari GP
IIb / IIIa murni dengan roxifiban menghasilkan perubahan yang mencolok dari
kompleks protein, seperti yang diamati pada gel SDS-PAGE dalam kondisi non-
reduksi. Imunoblotting pada serum pasien menunjukkan ikatan antibodi yang
merubah struktur glikoprotein. Percobaan menggunakan obat dengan radiolabel
menunjukkan bahwa roxifiban tetap tidak berhubungan dengan perubahan besar
glikoprotein dengan analisis SDS-PAGE, menunjukkan bahwa obat tidak
membentuk bagian dari epitop target. Dari hasil ini, Billheimer et al
mengindikasikan bahwa roxifiban memicu perubahan konformasi di GP IIb / IIIa,
mengakibatkan pergeseran electromobilitas serum protein. Hal ini mengakibatkan
perubahan konformasi dalam pembentukan LIBS, yang ditargetkan oleh antibodi
yang diinduksi obat.
Meskipun studi oleh Bougie et al. dan Billheimer et al memberikan dukungan untuk
hipotesis bahwa antibodi yang diinduksi obat dapat mengenali dan mengikat LIBS,
apakah epitop adalah akibat langsung dari perubahan konformasi glikoprotein yang
diinduksi obat masih belum pasti. Selain itu, tidak ada bukti kuat yang menunjukkan
pengikatan antibodi yang diinduksi obat yang spesifik terhadap epitop yang baru
dibentuk atau LIBS. Pemetaan lebih lanjut dari tempat-tempat antigen target
diperlukan secara definitif untuk menunjukkan ikatan antibodi yang diinduksi obat
dengan LIBS sebagai mekanisme trombositopenia yang diinduksi antagonis GP IIb /
IIIa.
Aktivasi platelet
Mekanisme tak bergantung antibodi alternatif untuk trombositopenia yang
diinduksi antagonis GP IIb / IIIa adalah aktivasi platelet dengan mengikat obat. Pada
tahun 1999, Peter et al mempelajari 26 pasien yang diobati dengan abciximab. Satu
pasien berkembang menjadi trombositopenia berat dalam waktu 2 jam dari
pemberian obat. Analisis trombosit pasien ini mengungkapkan peningkatan ekspresi
P selectin, mengindikasikan adanya aktivasi trombosit meningkat. Peningkatan
ekspresi P selectin platelet dapat direinduksi secara in vitro, dengan cara
penambahan abciximab bergantung konsentrasi ke dalam darah pasien. Selain itu,
reseptor GP IIb / IIIa terbukti berada dalam keadaan afinitas yang tinggi, seperti
yang ditunjukkan oleh fibrinogen dan PAC-1 mengikat pada 10 menit setelah
dimulainya pengobatan abciximab. Sekali lagi, pada keadaan afinitas yang tinggi ini
dapat dilakukan reinduksi secara in vitro dengan adanya obat. Perubahan konformasi
GP IIb / IIIa dari keadaan afinitas ke tingg dengan adanya abciximab nampak dari
ikatan fibrinogen dan agregasi trombosit. Trombosit yang telah beragregasi
kemudian dibersihkan oleh sistem retikuloendotelial. Studi ini menunjukkan aktivasi
platelet yang diinduksi abciximab mengakibatkan agregasi platelet dan pembersihan
sebagai mekanisme alternatif trombositopenia yang diinduksi abciximab. Namun,
sulit untuk memahami mengapa ikatan fibrinogen dapat terjadi dengan keberadaan
abciximab, yang seharusnya, pada kenyataannya, memblok pengikatan fibrinogen.
Selain itu, karena ini adalah satu-satunya kasus yang didokumentasikan dari sebuah
studi dari 26 pasien, studi tambahan sangat penting dilakukan untuk mengkonfirmasi
peran aktivasi trombosit pada trombositopenia yang diinduksi antagonis GP IIb /
IIIa.
KESIMPULAN
Trombositopenia imun yang diinduksi obat-obatan adalah suatu komplikasi yang
berpotensi mengancam nyawa dari berbagai obat-obatan. Karena jumlah agen yang
tersedia untuk penggunaan klinis meningkat setiap tahun, diperkirakan bahwa
laporan trombositopenia yang diinduksi obat-obatan juga akan meningkat. Kondisi
ini ditandai dengan adanya antibodi dependen obat yang menargetkan epitop tertentu
pada permukaan trombosit atau pada obat yang mengikat platelet. Hal ini
menyebabkan peningkatan pembersihan trombosit oleh sistem retikuloendotelial,
dan menyebabkan trombositopenia. Biasanya, target antibodi adalah tempat khusus
pada glikoprotein trombosit seperti GP Ib / IX, GP IIb / IIIa dan PECAM-1. Tempat
antigenik juga bisa pada obat yang dipaparkan itu sendiri, seperti halnya pada
abciximab. Pemahaman mengenai interaksi trombosit dengan antibodi yang
diinduksi obat dapat membantu dalam identifikasi pasien yang berisiko terkena
trombositopenia. Beberapa penelitian telah memetakan sekuens asam amino yang
penting dalam ikatan antibodi dependen obat pada platelet. Studi pemetaan epitop
yang akan datang diharapkan dapat mengungkapkan daerah homologi dalam
glikoprotein antigenik pada platelet dan jaringan target lainnya. Studi ini akan
meningkatkan pemahaman kita tentang patogenesis perusakan imun yang diinduksi
obat, tidak hanya untuk trombosit, tetapi juga untuk sel-sel lain dan sistem jaringan
yang lain pula. Pengetahuan ini akan memberikan kontribusi pada pengembangan
terapi agar lebih aman dengan penurunan risiko trombositopenia dan komplikasi
imunitas lainnya.
top related