mrp metode ppb... · web viewpendekatan menggunakan konsep atas dasar pesanan diskrit dengan...
Post on 21-Mar-2019
222 Views
Preview:
TRANSCRIPT
MODUL PERKULIAHAN
MANAJEMEN PERSEDIAAN
MRP PPB
Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh
Ekonomi dan Bisnis S-1 Manajemen 11 MK0000 Darman, SE, MM.
Abstract KompetensiMenjelaskan tent5ang MRP Metode PPB
Diharapkan mahasiswa mampu mengidentifikasi dan menjelaskan MRP Metode PPB
MRP Metode PPBA. PENDAHULUAN
1. Pengertian Material Requirement Planning
Pengaturan material mempunyai pengertian sebagai suatu pengaturan yang mencangkup hal- hal yang
berhubungan dengan sistem persediaan yang sekaligus sistem informasinya, agar dicapai sistem
pengadaan material yang tepat waktu, tepat jumlah, tepat bahan, dan tepat harga. Sistem pengaturan
ini kemudian dikenal dengan perencanaan kebutuhan bahan baku atau dalam istilah asing dikenal
sebagai MRP (Material Requirement Planning), (Yamit,1996).
Material Requirement Planning (MRP) dapat didefinisikan sebagai suatu teknik atau set prosedur
yang sistematis dalam penentuan kuantitas serta waktu dalam proses pengendalian kebutuhan bahan
terhadap komponen-komponen permintaan yang saling bergantungan. (Dependent demand items).
Permintaan dependent adalah komponen barang akhir-seperti bahan mentah, komponen suku cadang
dan subperakitan-dimana jumlah sediaan yang dibutuhkan tergantung (dependent) terhadap jumlah
permintaan item barang akhir. Contoh, dalam perencanaan produksi sepeda, permintaan dependen
dari sediaan yang mungkin adalah aluminum, ban, jok, dan rantai sepeda.
2. Tujuan MRP
Suatu sistem MRP pada dasarnya bertujuan untuk merancang suatu sistem yang mampu menghasilkan
informasi untuk mendukung aksi yang tepat baik berupa pembatalan pesanan, pesan ulang, atau
penjadwalan ulang. Aksi ini sekaligus merupakan suatu pegangan untuk melakukan pembelian dan/
atau produksi.
Tujuan dari perencanaan kebutuhan bahan baku adalah sebagai berikut (Yamit, 1996) :
Menjamin tersedianya material, item, atau komponen pada saat dibutuhkan untuk memenuhi
jadwal induk produksi dan menjamin tersedianya produk jadi bagi konsumen.
Menjaga tingkat persediaan pada kondisi minimum
Merencanakan aktifitas pengiriman, dan aktifitas pembelian
3. Prasyarat dan Asumsi dari MRP
Tujuan dari MRP untuk menghasilkan informasi persediaan yang mampu digunakan untuk
mendukung melakukan tindakan secara tepat dalam melakukan produksi. Agar MRP dapat berfungsi
dan dioperasionalisasikan dengan efektif ada beberapa persyaratan dan asumsi yang harus dipenuhi.
Adapun persyaratan yang dimaksud adalah : (Gaspersz, 1998)
Tersedianya Jadwal Induk Produksi (Master Production Schedule), yaitu suatu rencana
produksi yang menetapkan jumlah serta waktu suatu produk akhir harus tersedia sesuai
dengan jadwal yang harus diproduksi. Jadwal Induk Produksi ini biasanya diperoleh dari hasil
‘14 2 Pengantar Manajemen
Pusat Bahan Ajar dan eLearningHirdinis Mansyur, SE, MM. http://www.mercubuana.ac.id
peramalan kebutuhan melalui tahapan perhitungan perencanaan produksi yang baik, serta
jadwal pemesanan produk dari pihak konsumen.
Setiap item persediaan harus mempunyai identifikasi yang khusus. Hal ini disebabkan karena
biasanya MRP bekerja secara komputerisasi dimana jumlah komponen yang harus ditangani
sangat banyak, maka pengklasifikasian atas bahan, bagian atas bahan, bagian komponen,
perakitan setengah jadi dan produk akhir haruslah terdapat perbedaan yang jelas antara satu
dengan yang lainnya.
Tersedianya struktur produk pada saat perencanaan. Dalam hal ini tidak diperlukan struktur
produk yang memuat semua item yang terlibat dalam pembuatan suatu produk apabila
itemnya sangat banyak dan proses pembuatannya sangat komplek. Walaupun demikian, yang
penting struktur produk harus mampu menggambarkan secara gamblang langkah-langkah
suatu produk untuk dibuat, sejak dari bahan baku sampai menjadi produk jadi.
Tersedianya catatan tentang persediaan untuk semua item yang menyatakan status persediaan
sekarang dan yang akan datang.
Ada 4 macam yang menjadi ciri utama MRP, yaitu: (Nasution,1992)
Mampu menentukan kebutuhan pada saat yang tepat, kapan suatu pekerjaan akan selesai
(material harus tersedia) untuk memenuhi permintaan produk yang dijadwalkan berdasarkan
MPS yang direncanakan.
Menentukan kebutuhan minimal setiap item, dengan menentukan secara tepat sistem
penjadwalan.
Menentukan pelaksanaan rencana pemesanan, dengan memberikan indikasi kapan pemesanan
atau pembatalan suatu pesanan harus dilakukan.
Menentukan penjadwalan ulang atau pembatalan atas suatu jadwal yang sudah
direncanakan.Apabila kapasitas yang ada tidak mampu memenuhi pesanan yang dijadwalkan
pada waktu yang dikehendaki, maka MRP dapat memberikan indikasi untuk melaksanakan
rencana penjadwalan ulang (jika mungkin) dengan menentukan prioritas pesanan yang
realistis. Seandainya penjadwalan ulang ini masih tidak memungkinkan untuk memenuhi
pesanan, maka pembatalan terhadap suatu pesanan harus dilakukan.
4. Input, proses, output MRP
Penggunaan MRP dimulai dengan mengestimasikan produk-produk apa saja yang dibutuhkan pada
periode selanjutnya berdasarkan master production schedule. Software MRP selanjutnya menghitung
waktu yang dibutuhkan dalam proses produksi manufaktur, Estimasi waktu perakitan diterapkan pada
setiap produk. Kemudian, sistem tersebut mengelompokkan produk dalam daftar bills of materials
untuk dikembangkan oleh departemen teknik.
‘14 3 Pengantar Manajemen
Pusat Bahan Ajar dan eLearningHirdinis Mansyur, SE, MM. http://www.mercubuana.ac.id
Sistem ini bekerja melalui proses input dan output. Proses input dimasukkan dalam software yang
digunakan untuk proses output. Proses input dan output dalam MRP mencakup :
Input MRP
Ada 3 Input yang dibutuhkan dalam konsep MRP yaitu (Nasution,1992):
Jadwal Induk Produksi (Master production schedule)
Merupakan suatu rencana produksi yang menggambarkan hubungan antara kuantitas setiap
jenis produk akhir yang diinginkan dengan waktu penyediaannya
Struktur Produk (Product structure Record & Bill of Material)
Merupakan kaitan antara produk dengan komponen penyusunnya. Informasi yang dilengkapi
untuk setiap komponen ini meliputi :
Jenis komponen
Jumlah yang dibutuhkan
Tingkat penyusunannya
Selain ini ada juga masukan tambahan seperti :
o Pesanan komponen dari perusahaan lain yang membutuhkan
o Peramalan atas item yang bersifat tidak bergantungan.
Status Persediaan (Inventory Master File atau Inventory Status Record)
Menggambarkan keadaan dari setiap komponen atau material yang ada dalam persediaan,
yang berkaitan dengan :
Jumlah persediaan yang dimiliki pada setiap periode (on hand inventory )
Jumlah barang dipesan dan kapan akan datang (on order Inventory )
Waktu ancang – ancang ( lead time ) dari setiap bahan.
Status persediaan ini harus diketahui untuk setiap bahan atau item dan diperbaharui setiap
terjadi perubahan untuk menghindari adanya kekeliruan dalam perencanaan.
Proses MRP
Langkah - langkah dasar dalam penyusunan Proses MRP (Nasution,1992)
Netting (kebutuhan bersih) : Proses perhitungan kebutuhan bersih untuk setiap periode selama
horison perencanaan.
Lotting (kuantitas pesanan) : Proses penentuan besarnya ukuran jumlah pesanan yang optimal
untuk sebuah item, berdasarkan kebutuhan bersih yang dihasilkan.
Offsetting (rencana pemesanan): Bertujuan untuk menentukan kuantitas pesanan yang
dihasilkan proses lotting. Penentuan rencana saat pemesanan ini diperoleh dengan cara
mengurangkan saat kebutuhan bersih yang harus tersedia dengan waktu ancang-ancang (Lead
Time).
Exploding: Merupakan proses perhitungan kebutuhan kotor untuk tingkat (level) yang lebih
bawah dalam suatu struktur produk, serta didasarkan atas rencana pemesanan.
‘14 4 Pengantar Manajemen
Pusat Bahan Ajar dan eLearningHirdinis Mansyur, SE, MM. http://www.mercubuana.ac.id
Output MRP
Keluaran MRP sekaligus juga mencerminkan kemampuan dan ciri dari MRP, yaitu : (Gaspersz, 1998)
Planned Order Schedule (Jadwal Pesanan Terencana) adalah penentuan jumlah kebutuhan
material serta waktu pemesanannya untuk masa yang akan datang.
Order Release Report (Laporan Pengeluaran Pesanan) berguna bagi pembeli yang akan
digunakan untuk bernegosiasi dengan pemasok, dan berguna juga bagi manejer manufaktur,
yang akan digunakan untuk mengontrol proses produksi.
Changes to planning Orders (Perubahan terhadap pesanan yang telah direncanakan) adalah
yang merefleksikan pembatalan pesanan, pengurangan pesanan, pengubahan jumlah pesanan.
Performance Report (Laporan Penampilan) suatu tampilan yang menunjukkan sejauh mana
sistem bekerja, kaitannya dengan kekosongan stock dan ukuran yang lain. Terlihat pada
gambar Sistem MRP
5. Metode Penentuan Lotting dalam MRP
Proses penentuan besarnya ukuran jumlah pesanan yang optimal untuk sebuah item, berdasarkan
kebutuhan bersih yang dihasilkan dari masing-masing periode horison perencanaan dalam MRP
( material requirment Planning).
Didalam ukuran lot ini ada beberapa pendekatan yaitu:
1. Menyeimbangkan ongkos pesan (set up cost) dan ongkos simpan.
Biaya pemesanan ( order cost ) adalah biaya yang dikaitkan dengan usaha untuk mendapatkan
bahan atau bahan dari luar. Biaya pemesanan dapat berupa biaya penulisan pemesanan, biaya
proses pemesanan, biaya materai / perangko, biaya faktur, biaya pengetesan, biaya
pengawasan, dan biaya transportasi. Sifat biaya pemesanan ini adalah semakin besar frekuensi
pembelian semakin besar biaya pemesanan.
Biaya Penyimpanan.
Komponen utama dari biaya simpan ( carrying cost ) terdiri dari :
Biaya Modal, meliputi : biaya yang diinvestasikan dalam persediaan, gedung, dan peralatan
yang diperlukan untuk mengadakan dan memelihara persediaan.
Biaya Simpan, meliputi : biaya sewa gudang, perawatan dan perbaikan bangunan, listrik, gaji,
personel keamanan, pajak atas persediaan, pajak dan asuransi peralatan, biaya penyusutan dan
perbaikan peralatan. Biaya tersebut ada bersifat tetap (fixed ), variabel, maupun semi fixed
atau semi variabel.
2. Menggunakan konsep jumlah pesanan tetap.
3. Dengan jumlah periode pemesanan tetap.
Terdapat 10 Alternatif teknik yang digunakan dalam menentukan ukuran Lot.
Kesepuluh teknik adalah sebagai berikut :
‘14 5 Pengantar Manajemen
Pusat Bahan Ajar dan eLearningHirdinis Mansyur, SE, MM. http://www.mercubuana.ac.id
Fixed Order Quantity (FOQ)
Pendekatan menggunakankonsep jumlah pemesanan tetap karena keterbatasan akan fasilitas.
Misalnya : kemampuan gudang, transportasi, kemampuan supplier dan pabrik.
Lot for Lot (LFL)
Pendekatan menggunakan konsep atas dasar pesanan diskrit dengan pertimbangan minimasi
dari ongkos simpan, jumlah yang dipesan sama dengan jumlah yang dibutuhkan.
Least Unit Cost (LUC)
Pendekatan menggunakan konsep pemesanan dengan ongkos unit perkecil, dimana jumlah
pemesanan ataupun interval pemesanan dapat bervariasi. Keputusan untuk pemesanan
didasarkan :
ongkos perunit terkecil = (ongkos pesan per unit) + (ongkos simpan per unit)
Economic Order Quantity (EOQ)
Pendekatan menggunakan konsep minimasi ongkos simpan dan ongkos pesan. Ukuran lot
tetap berdasarkan hitungan minimasi tersebut.
Period Order Quantity (POQ)
Pendekatan menggunakan konsep jumlah pemesanan ekonomis agar dapat dipakai pada
periode bersifat permintaan diskrit, teknik ini dilandasi oleh metode EOQ. Dengan
mengambil dasar perhitungan pada metode pesanan ekonomis maka akan diperoleh besarnya
jumlah pesanan yang harus dilakukan dan interval periode pemesanannya adalah setahun.
Part Period Balancing (PPB)
Pendekatan menggunakan konsep ukuran lot ditetapkan bila ongkos simpannya sama atau
mendekati ongkos pesannya.
Fixed Periode Requirement (FPR)
Pendekatan menggunakan konsep ukuran lot dengan periode tetap, dimana pesanan dilakukan
berdasarkan periode waktu tertentu saja. Besarnya jumlah pesanan tidak didasarkan oleh
ramalan tetapi dengan cara menggunakan penjumlahan kebutuhan bersih pada interval
pemesanan dalam beberapa periode yang ditentukan.
Least Total Cost (LTC) :
Pendekatan menggunakan konsep ongkos total akan diminimasikan apabila untuk setiap lot
dalam suatu horison perencanan hampir sama besarnya. Hal ini dapat dicapai dengan
memesan ukuran lot yang memiliki ongkos simpan per unit-nya hampir sama dengan ongkos
pengadaannya/ unitnya.
ongkos total = (ongkos simpan) + (ongkos pengadaan)
Wagner Within (WW)
Pendekatan menggunakan konsep ukuran lot dengan prosedur optimasi program linear,
bersifat matematis. Pada prakteknya ini sulit diterapkan dalam MRP karena membutuhkan
perhitungan yang rumit. Fokus utama dalam penyelesaian masalah ini adalah melakukan
‘14 6 Pengantar Manajemen
Pusat Bahan Ajar dan eLearningHirdinis Mansyur, SE, MM. http://www.mercubuana.ac.id
minimasi penggabungan ongkos total dari ongkos set-up dan ongkos simpan dan berusah agar
ongkos set-up dan ongkos simpan tersebut mendekati nilai yang sama untuk kuantitas
pemesanan yang dilakukan.
Silver Mean (SM)
Menitik beratkan pada ukuran lot yang harus dapat meminimumkan ongkos total per-
periode.Dimana ukuran lot didapatkan dengan cara menjumlahkan kebutuhan beberapa
periode yang berturut-turut sebagai ukuranlotyang tentatif (bersifat sementara), penjumlahan
dilakukan terus sampai ongkos totalnya dibagi dengan banyaknya periode yang kebutuhannya
termasuk dalam ukuran lott entatif tersebut meningkat. Besarnya ukuran lot yang sebenarnya
adalah ukuran lott entatif terakhir yang ongkos total periodenya masih menurun.
6. Kelemahan MRP
Problem utama penggunaan sistem MRP adalah integritas data. Jika terdapat data salah pada data
persediaan, bill material data/master schedule kemudian juga akan menghasilkan data salah. Problem
utama lainnya adalah MRP systems membutuhkan data spesifik berapa lama perusahaan
menggunakan berbagai komponen dalam memproduksi produk tertentu (asumsi semua variable).
Desain sistem ini juga mengasumsikan bahwa "lead time" dalam proses in manufacturing sama untuk
setiap item produk yang dibuat
Proses manufaktur yang dimiliki perusahaan mungkin berbeda diberbagai tempat. Hal ini berakibat
terjadinya daftar pesanan yang berbeda karena perbedaaan jarak yang jauh. The overall ERP system
dapat digunakan untuk mengorganisaisi sediaan dan kebutuhan menurut individu perusaaannya dan
memungkinkan terjadinya komunikasi antar perusahaan sehingga dapat mendistribuskan setiap
komponen pada kebutuan perusahaan.
Hal ini mengindikasikan bahwa sebuah sistem enterprise perlu diterapkan sebelum menerapkan sistem
MRP. Sistem ERP system dibutuhkan untuk menghitung secara reguler dengan benar bagaimana
kebutuhan item sebenarnya yang harus disediakan untuk proses produksi.
MRP tidak mengitung jumlah kapasitas produksi. Meskipun demikian, dalam jumlah yang besar perlu
diterapkan suatu sistem dalam tingkatan lebih lanjut, yaitu MRP II. MRP II adalah sistem yang
mengintegrasikan aspek keuangan. Sistem ini mencakup perencanaan kapasitas.
B. SEJARAH MRP
Sejak semula dikeluarkan (1960), ERP telah mengalami evolusi yang cukup drastis.
evolusi MRP dibagi kedalam beberapa tahap
a. Tahap 1 (Material Requirement Planning-1960)
Cikal bakal ERP adalah konsep MRP Pada tahun 1960, dunia manufaktur membuat teknik
perhitungan manufaktur Dasar perhitungan adalah menggunakan Bill of Material yang berupa
daftar kebutuhan bahan baku (Raw Material) yang dibutuhkan untuk membuat suatu produk.
Perkembangan ERP (Sejarah – MRP). Dengan perhitungan status persediaan inventory serta
‘14 7 Pengantar Manajemen
Pusat Bahan Ajar dan eLearningHirdinis Mansyur, SE, MM. http://www.mercubuana.ac.id
jadwal produksi, sistem tersebut dapat memberikan rekomendasi pembelian bahan baku yang
dibutuhkan Sistem ini dikenal dengan MRP, yang merupakan singkatan dari Material
Requirement Planning. MRP dirancang agar dapat menjawab :
Produk apa yang akan dibuat ?
Apa yang diperlukan untuk membuat produk tersebut ?
Apa yang sudah dimiliki ?
Apa yang harus dibeli ?
b. Tahap 2 (Close Loop MRP-1970)
Di tahun 1970 proses MRP diintegrasikan dengan fungsi-fungsi bisnismanufaktur lain, yang
kemudian menghasilkan sistem baru yang disebut dengan Manufacturing Resource Planning
MRP mendukung perencanaan hingga ke penjualan dan produksi, penjadwalan, perkiraan
order konsumen. Perkembangan ERP (Sejarah – Close Loop MRP)
c. Tahap III (Manufacturing Resource Planning/MRPII-1980)
Tahun 1980-an MRP berkembang menjadi MRP II (Manufacturing Resource Planning), yang
memperkenalkan konsep mengenai penyatuan kebutuhan material (MRP) dan kebutuhan
sumber daya untuk proses produksi. Perkembangan ERP (Sejarah –Manufacturing Resource
Planning/MRP II) MRP II mirip seperti Close Loop MRP ditambah dengan tiga elemen :
Perencanaan penjualan dan operasi, yang digunakan untuk menyeimbangkan antara
permintaan dan persediaan.
Antarmuka keuangan, kemampuan menterjemahkan rencana operasional (dalam
bentuk pieces, kg, gallon, dan satuan lainya) menjadi satuan biaya.
Simulasi, kemampuan melakukan analisis untuk mendapatkan jawaban yang mungkin
diterapkan dalam satuan unit maupun uang. Perkembangan ERP (Sejarah –
Manufacturing Resource Planning/MRP II) Perkembangan ERP (Sejarah – Enterprise
Resource Planning/ERP)
d. Tahap IV (Enterprise Resource Planning-1990)
Pada awal tahun 1990-an dunia industry mengembagkan MRPIImenjadi sebuah
sistemdengan scope yang lebih luas yang kemudian dikenal dengan Enterprise
Resource Planning (ERP)
Pada dasarnya ERP adalah penambahanmodule keuangan padaMRP II, sehingga
lebih memudahkan bagi para pengambil keputusanmenentukan keputusan-
keputusannya.
Penambahan modul lainmeliputi prosesmanufacturing, distribution, personel, project
management, payroll, dan finance.
e. Tahap V (Extended ERP / ERP II-2000)
Generasi ini diluncurkan tahun 2000
‘14 8 Pengantar Manajemen
Pusat Bahan Ajar dan eLearningHirdinis Mansyur, SE, MM. http://www.mercubuana.ac.id
Perluasan dari sistem ERP sebelumnya.
Menambahkan fungsi area pada Sales Marketting dan Customer Support sehingga
mampu menjembatani komunikasi dengan supplier dan konsumennya.
Tahun 1970-an merupakan konsep awal dari ERP dengan adanya MRP (Material Requirements
Planning), sistem ini meliputi perencanaan dan penjadwalan kebutuhan material perusahaan. Tahun
1980-an MRP berkembang menjadi MRP II (Manufacturing Resource Planning), yang
memperkenalkan konsep mengenai penyatuan kebutuhan material (MRP) dan kebutuhan sumber daya
untuk proses produksi. Tahun 1990-an perkembangan ERP mulai pesat, awal dari perkembangan ERP
dumulai Tahun 1972 dengan dipelopori oleh 5 karyawan IBM di Mannheim Jerman yang
menciptakan SAP yang berfungsi untuk menyatukan solusi bisnis. Pada dasarnya ERP adalah
penambahan module keuangan pada MRP II, sehingga lebih memudahkan bagi para pengambil
keputusan menentukan keputusan-keputusannya.
C. PENGERTIAN MATERIAL REQUIREMENT PLANNING
Perencanaan kebutuhan material (MRP) dapat didefinisikan sebagai suatu teknik atau set prosedur
yang sistematis untuk penentuan kuantitas serta waktu dalam proses perencanaan dan pengendalian
item barang (komponen) yang tergantung pada item–item tingkat (level) yang lebih tinggi (dependent
demand).Ada 4 kemampuan yang menjadi ciri utama dari sistem MRP yaitu:
Mampu menentukan kebutuhan pada saat yang tepat.
Membentuk kebutuhan minimal untuk setiap item.
Menentukan pelaksanaan rencana pemesanan.
Menentukan penjadwalan ulang atau pembatalan atas suatu jadwal yang sudah direncanakan.
Perencanaan kebutuhan material atau sering dikenal dengan Material Requirement Planning
(MRP) adalah suatu sistem informasi yang terkomputerisasi untuk mengatur persediaan permintaan
yang dependent dan mengatur jadwal produksi. Sistem ini bertujuan untuk mengurangi tingkat
persediaan dan meningkatkan produktivitas. Terdapat dua hal penting dalam MRP yaitu lead time,
dan berapa banyaknya jumlah material yang siap dipesan.
c. TUJUAN MATERIAL REQUIREMENT PLANNING
Meminimalkan Persediaan
Mengurangi resiko karena keterlambatan produksi atau pengriman
Komitmen yang realistis
Meningkatkan efisiensi
MRP juga mendorong peningkatan efisiensi karena jumlah persediaan, waktu produksi, dan waktu
pengiriman barang dapat direncanakan lebih baik sesuai dengan Jadwal Induk Produksi (JIP).
Dengan demikian terdapat beberapa hal yang dapat dilakukan MRP (Material Requirements
Planning), yaitu :
‘14 9 Pengantar Manajemen
Pusat Bahan Ajar dan eLearningHirdinis Mansyur, SE, MM. http://www.mercubuana.ac.id
Menentukan kebutuhan pada saat yang tepat Kapan pekerjaan harus selesai atau material
harus tersedia agar Jadwal Induk Produksi (JIP) dapat terpenuhi.
Menentukan kebutuhan minimal setiap item melalui sistem penjadwalan.
Menentukan pelaksanaan rencana pemesanaan.
Kapan pemesanan atau pembatalan pemesanan harus dilakukan.
Menentukan penjadwalan ulang atau pembatalan atas suatu jadwal yang harus direncanakan
didasarkan pada kapasitas yang ada.
D. PROSES MRP
Langkah–langkah dasar dalam penyusunan MRP, yaitu antara lain:
Netting : yaitu proses perhitungan jumlah kebutuhan bersih untuk setiap periode selama
horison perencanaan yang besarnya merupakan selisih antara kebutuhan kotor dengan jadwal
penerimaan persediaan dan persediaan awal yang tersedia.
Lotting : yaitu penentuan besarnya ukuran jumlah pesanan (lot size) yang optimal untuk
sebuah item berdasarkan kebutuhan bersih yang dihasilkan.
Offsetting : yaitu proses yang bertujuan untuk menentukan saat yang tepat melaksanakan
rencana pemesanan dalam pemenuhan kebutuhan bersih. Penentuan rencana saat pemesanan
ini diperoleh dengan cara mengurangkan kebutuhan bersih yang harus tersedia dengan waktu
ancang-ancang (lead time).
Exploding : proses perhitungan dari ketiga langkah sebelumnya yaitu netting, lotting dan
offsetting yang dilakukan untuk komponen atau item yang berada pada level dibawahnya
berdasarkan atas rencana pemesanan Posisi MRP dalam proses Manufacturing
E. LANGKAH-LANGKAH PERHITUNGAN MRP
1. Menentukan Kebutuhan Bersih (Net Requirement). Net Requirement adalah selisih antara
kebutuhan kotor (gross requirement) dengan persediaan yang ada di tangan (on hand). Data
yang diperlukan dalam menentukan kebutuhan bersih adalah :
Kebutuhan kotor setiap periode
Persediaan yang ada ditangan
Rencana penerimaan (scheduled receipts)
2. Menentukan Jumlah Pesanan. Berdasarkan kebutuhan bersih, ditentukan jumlah pesanan, baik
item maupun komponennya
3. Menentukan BOM dan Kebutuhan kotor SETIAP Komponen. Kebutuhan kotor setiap
komponen, ditentukan oleh rencana pemesanan (planned order released) komponen yg ada
diatasnya dengan dikalikan kelipatan tertentu sesuai kebutuhan
4. Menentukan Tanggal Pemesanan. Penentuan tanggal pemesanan yang tepat dipengaruhi oleh
Rencana Penerimaan (planned order receipts) dan tenggang waktu pemesanan (lead time)
‘14 10 Pengantar Manajemen
Pusat Bahan Ajar dan eLearningHirdinis Mansyur, SE, MM. http://www.mercubuana.ac.id
F. KELEBIHAN DAN KELEMAHAN MATERIAL REQUIREMENT PLANNING
1. Kelebihan MRP
Investasi persediaan dapat ditekan serendah mungkin
Perencanaan dapat dilakukan secara detail dan dapat berubah sesuai keadaan
Penyediaan data untuk masa mendatang dengan basis tiap item
Pengontrolan persediaan dapat dilakukan setiap saat
Jumlah pemesanan berdasarkan kebutuhan
Fokus pada waktu kebutuhan material
2. Kelemahan MRP
Problem utama penggunaan sistem MRP adalah integritas data. Jika terdapat data salah pada data
persediaan, bill material data/master schedule kemudian juga akan menghasilkan data salah. Problem
utama lainnya adalah MRP systems membutuhkan data spesifik berapa lama perusahaan
menggunakan berbagai komponen dalam memproduksi produk tertentu (asumsi semua variable).
Desain sistem ini juga mengasumsikan bahwa “lead time” dalam proses in manufacturing sama untuk
setiap item produk yang dibuat.
Proses manufaktur yang dimiliki perusahaan mungkin berbeda diberbagai tempat. Hal ini berakibat
terjadinya daftar pesanan yang berbeda karena perbedaaan jarak yang jauh. The overall ERP system
dapat digunakan untuk mengorganisaisi sediaan dan kebutuhan menurut individu perusaaannya dan
memungkinkan terjadinya komunikasi antar perusahaan sehingga dapat mendistribuskan setiap
komponen pada kebutuan perusahaan.
Hal ini mengindikasikan bahwa sebuah sistem enterprise perlu diterapkan sebelum menerapkan sistem
MRP. Sistem ERP system dibutuhkan untuk menghitung secara reguler dengan benar bagaimana
kebutuhan item sebenarnya yang harus disediakan untuk proses produksi.
MRP tidak mengitung jumlah kapasitas produksi. Meskipun demikian, dalam jumlah yang besar perlu
diterapkan suatu sistem dalam tingkatan lebih lanjut, yaitu MRP II. MRP II adalah sistem yang
mengintegrasikan aspek keuangan. Sistem ini mencakup perencanaan kapasitas
G. KEGAGALAN DALAM MENGAPLIKASIKAN SISTEM MRP
Kurangnya komitmen top manajemen, Kesalahan memandang MRP hanyalah software yang hanya
butuh digunakan secara tepat, integrasi MRP JIT yang tidak tepat, Membutuhkan pengoperasian yang
akurat, dan Terlalu kaku.
H. INPUT MRP
Input yang dibutuhkan dalam konsep MRP, yaitu sebagai berikut :
Master production schedule (MPS). MPS adalah pembuatan jadwal secara terperinci tentang
material atau komponen yang harus tersedia untuk membuat suatu produk.
‘14 11 Pengantar Manajemen
Pusat Bahan Ajar dan eLearningHirdinis Mansyur, SE, MM. http://www.mercubuana.ac.id
BOM (Bill Of Material), adalah sebuah daftar jumlah komponen, campuran bahan, dan bahan
baku yang diperlukan untuk membuat suatu produk.
Ketersediaan Persediaan. Berbagai pengetahuan mengenai apa yang ada dalam persediaan
merupakan hasil dari manajemen persediaan yang baik,
Order pembelian yang sudah jatuh waktu. Pada saat pesanan pembelian dibuat, catatan
mengenai pesanan-pesanan itu dan tanggal pengiriman terjadwal harus tersedia di bagian
produksi sehingga pelaksanaan MRP dapat efektif.
Lead times, berapa lama waktu untuk mendapatkan komponen.
I. OUTPUT MRP
1. Planned Order Schedule (Jadwal Pesanan Terencana) penentuan jumlah
kebutuhan material serta waktu pemesanannya untuk masa yang akan datang.
2. Order Release Report (Laporan Pengeluaran Pesanan) berguna bagi pembeli yang
akan digunakan untuk bernegoisasi dengan pemasok dan berguna juga bagi manajer
manufaktur yang akan digunakan untuk mengontrol proses produksi.
3. Changes to Planning Orders (Perubahan terhadap pesanan yang telah
direncanakan) yang merefleksikan pembatalan pesanan, pengurangan pesanan dan
pengubahan jumlah pesanan.
4. Performance Report (Laporan Penampilan), suatu tampilan yang menunjukkan
sejauh mana sistem bekerja, kaitannya dengan kekosongan stok dan ukuran yang lain
Metode-Metode Lot Sizing
Lot sizing merupakan suatu teknik yang digunakan untuk menentukan ukuran kuantitas
pemesanan. Ada dua cara pendekatan dalam menyelesaikan masalah lot sizing, yaitu
pendekatan period by period dan level by level. Satu-satunya teknik lot sizing yang
menggunakan period by period yang ada sekarang adalah pendekatan koefisien (coeffiecient
approach). Pendekatan koefisien ini mempunyai kinerja yang lebih baik daripada teknik lot
sizing yang menggunakan pendekatan level by level. Oleh karena itu, teknik-teknik lot
sizing yang menggunakan pendekatan level by levelmasih tetap digunakan dalam menentukan
ukuran kuantitas pemesanan MRP.
Terdapat 9 teknik lot sizing yang menggunakan pendekatan level by level yang dapat diterapkan
pada MRP. Kesembilan teknik tersebut akan dijelaskan di sini dan di tulisan berikutnya.
1. Jumlah Pesanan Tetap (Fixed Order Quantity – FOQ)
Teknik FOQ menggunakan kuantitas pemesanan yang tetap yang berarti ukuran kuantitas
pemesanannya (lot size) adalah sama untuk setiap kali pemesanan. Ukuran lot tersebut ditentukan
secara sembarangan atau berdasarkan faktor-faktor intuisi/empiris, misalnya menggunakan
jumlah kebutuhan bersih (Rt) tertinggi sebagai ukuran lotnya.
2. Jumlah pesanan yang ekonomis (Economic Order Quantity – EOQ)
‘14 12 Pengantar Manajemen
Pusat Bahan Ajar dan eLearningHirdinis Mansyur, SE, MM. http://www.mercubuana.ac.id
Teknik EOQ sebenarnya bukan dimaksudkan untuk MRP. Sekalipun begitu, teknik ini dapat
dengan mudah diterapkan pada MRP. Teknik ini didasarkan pada asumsi bahwa kebutuhan
bersifat kontinu dengan pola permintaan yang stabil. Ukuran kuantitas pemesanannya (lot size)
ditentukan dengan rumus:
Dengan:
Q = kuantitas pemesanan yang ekonomis
D = penggunaan per tahun (dalam unit)
A = biaya pemesanan per satu kali pesan
It = ongkos simpan
C = harga per unit
3. Ukuran Sesuai Pesanan (Lot for Lot -LFL )
Teknik LFL ini merupakan teknik lot sizing yang paling sederhana dan paling mudah dipahami.
Pemesanan dilakukan dengan pertimbangan minimasi ongkos simpan. Pada teknik ini,
pemenuhan kebutuhan bersih (Rt) dilaksanakan di setiap periode yang membutuhkannya,
sedangkan besar ukuran kuantitas pemesanannya (lot size) adalah sama dengan jumlah kebutuhan
bersih (Rt) yang harus dipenuhi pada periode yang bersangkutan. Teknik ini biasanya digunakan
untuk item-item yang mahal atau yang tingkat diskontinuitas permintaannya tinggi.
4. Kebutuhan dengan Periode Tetap (Fixed Period Requirement – FPR)
Teknik ini menggunakan konsep interval pemesanan yang konstan, sedangkan ukuran kuantitas
pemesanannya (lot size) boleh bervariasi. Ukuran kuantitas pemesanan tersebut merupakan
penjumlahan kebutuhan (Rt) dari setiap periode yang tercakup dalam interval pemesanan yang
telah diterapkan. Penetapan interval pemesanannya dilakukan secara sembarang atau intuitif.
Pada teknik FPR ini, pemesanan dilaksanakan pada periode berikutnya.
Pengertian LOT SIZING
Pada m MRP, dapat diketahui saat pemesanan material yang harus dilakukan. Namun dalam
kenyataannya, saat melakukan pemesanan terdapat beberapa batasan yang perlu diperhatikan
bekaitan dengan manajemen pemesanan.
Sebagai contoh, sebuah vendor menetapkan bahwa pemesanan hanya dapat dilakukan
per pack yang berisi 10 material, dan perusahaan membutuhkan 15 unit material, maka
perusahaan harus memesan material sebanyak 2 pack. Ukuran pack yang harus dipesan
disebut lot (satuan pembulatan). Contoh lain, perusahaan akan memesan material sebanyak 18
unit, akan tetapi alat tranportasi hanya mampu mengangkut material sebanyak 10 unit. Maka
perusahaan harus melakukan pemesanan sebanyak dua kali lot. Teknik pemesanan seperti ini
‘14 13 Pengantar Manajemen
Pusat Bahan Ajar dan eLearningHirdinis Mansyur, SE, MM. http://www.mercubuana.ac.id
bertujuan untuk meminimasi biaya pemesanan dan biaya simpan dari material. Dan teknik
pemesanan ini dinamakan lot sizing.
Dalam perhitungan lot sizing, tersedia berbagai teknik yang terbagi dalam dua kelompok besar,
yaitu model lot sizing dinamis dan statis. Penggunaannya tergantung dari kondisi permintaan /
pengorderan (planned order release). Bila permintaan bersifat konstan maka model lot
sizing statis yang digunakan. Namun apabila permintaan bersifat lumpy, maka model lot
sizing dinamis yang harus digunakan.
Untuk menguji apakah permintaan bersifat kontinyu ataukah lumpy, salah seorang ahli
mengemukakan sebuah aturan dengan menggunakan pengukuran variasi sebagai dasar penentuan
jenis permintaan dengan formulasi sebagai berikut : V=((n) /
Bila V <>lot sizing statis EOQ (Economic Order Quantity), FOQ (Fixed Order Quantity) dan
FOI (Fixed Order Interval) dengan permintaan rata-rata (D) sebagai pendekatan terhadap
permintaan, lebih tepat dipergunakan. Sedang bila V > 0.25 maka permintaan dianggap lumpy,
dan model lot sizing dinamis lebih tepat dipergunakan.
Daftar PustakaFreddy Rangkuti, Manajemen Persediaan : Aplikasi di Bidang Bisnis
Fien Zulfikarijah, Manajemen Persediaan,
Agus Ristono, Manajemen Persediaan
‘14 14 Pengantar Manajemen
Pusat Bahan Ajar dan eLearningHirdinis Mansyur, SE, MM. http://www.mercubuana.ac.id
top related