naskah akademik penyusunan rancangan peraturan …
Post on 07-Feb-2022
27 Views
Preview:
TRANSCRIPT
DRAF LAPORAN AKHIR
NASKAH AKADEMIK
PENYUSUNAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG TENTANG FASILITASI PENCEGAHAN PEMBERANTASAN PENYALAHGUNAAN DAN
PEREDARAN GELAP NARKOTIKA DAN PREKURSOR NARKOTIKA
Disiapkan oleh:
Tim Konsultan
SEKRETARIAT DPRD KABUPATEN TEMANGGUNG
PEMERINTAH KABUPATEN TEMANGGUNG SEKRETARIAT DPRD
2021
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN_Kabupaten Temanggung. I - 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba
menunjukkan intensitas yang semakin meningkat setiap
tahunnya. Badan Narkotika Nasional (BNN) menyatakan bahwa
jumlah kasus penyalahgunaan narkoba di Indonesia terus
mengalami kenaikan yang signifikan. Perkembangan
penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba di Indonesia sudah
sampai tingkat yang sangat mengkhawatirkan. Hampir tidak ada
satupun daerah yang bebas dari penyalahgunaan narkoba.
Dengan maraknya peredaran narkoba di Indonesia maka
pemerintah dituntut untuk lebih memperketat pengawasan dalam
upaya mencegah dan memberantas peredaran narkoba, agar
generasi muda di Indonesia tidak semakin terjerumus ke dalam
pengaruh dan bahaya narkoba. Negara yang sukses adalah
Negara yang mampu menciptakan generasi muda penerus
bangsa yang berkualitas.
Dalam rangka menanggulangi permasalahan narkoba,
Pemerintah Indonesia telah lama mempunyai kebijakan untuk
mencegah dan memberantas peyalahgunaan dan peredaran gelap
narkoba. Tepatnya pada tahun 1976 bersamaan dengan
ditandanganinya Konvensi tunggal narkotika Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB). Pada tahun 1976 hampir semua negara
anggota PBB sepakat untuk memerangi penyalahgunaan dan
peredaran gelap narkoba. Namun saat itu narkoba belum
dianggap sebagai permasalahan yang serius. Seiring dengan
perkembangan zaman, permasalahan narkoba di Indonesia mulai
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN_Kabupaten Temanggung. I - 2
bermunculan dan semakin bertambah sehingga menjadi
permasalahan yang sangat mengkhawatirkan.
Penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba bersifat
transnasional yang dilakukan dengan menggunakan modus
operandi dan teknologi canggih, didukung oleh jaringan
organisasi yang massif. Hal inilah yang mengakibatkan
banyaknya korban terutama di kalangan generasi muda bangsa
yang sangat membahayakan kehidupan masyarakat, bangsa, dan
negara.
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika
sudah dianggap tidak sesuai lagi dengan perkembangan situasi
dan kondisi untuk mencegah dan memberantas tindak pidana
tersebut. Atas dasar itulah melalui Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR-RI) Nomor VI/
MPR/ 2002, Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat
Republik Indonesia Tahun 2002 merekomendasikan kepada
Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia (DPR-RI) dan Presiden
Republik Indonesia untuk melakukan perubahan atas Undang-
Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika.
Pemerintah dan DPR-RI mengesahkan Undang-Undang
Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, sebagai perubahan
atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997. Perubahan
signifikan dari Undang-Undang yang lama dengan Undang-
Undang yang baru (Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009) ialah
dibentuknya Badan Narkotika Nasional. Badan Narkotika Nasional
(BNN) yang dibentuk menggantikan Badan Koordinasi Narkotika
Nasional yang dibentuk tahun 1999 dengan pertimbangan bahwa
lembaga tersebut sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan dan
perkembangan keadaan.
Selanjutnya untuk memaksimalkan implementasi
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 dalam usaha mencegah
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN_Kabupaten Temanggung. I - 3
dan memberantas peredaran narkoba di Indonesia, dibuatlah
Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011
tentang Pelaksanaan Kebijakan dan Strategi Nasional Pencegahan
dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap
Narkoba Tahun 2011-2015. Instruksi ini pun dibuat dalam upaya
untuk lebih memfokuskan pencapaian “Indonesia Negeri Bebas
Narkoba”. Pada awal tahun 2015 Presiden Joko Widodo pernah
menyatakan bahwa negara Indonesia dalam keadaan darurat
narkoba.
Atas dasar Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009
tentang Narkotika, untuk menjalankan upaya Pencegahan dan
Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba
(P4GN) pemerintah membentuk Badan Narkotika Nasional (BNN).
Lembaga ini merupakan lembaga pemerintah nonkementerian
yang berkedudukan di bawah Presiden dan bertanggung jawab
kepada Presiden. BNN berkedudukan di Ibukota negara dengan
wilayah kerja meliputi seluruh wilayah Negara Republik
Indonesia. BNN mempunyai perwakilan di daerah provinsi dan
kabupaten/ kota. BNN provinsi berkedudukan di Ibukota provinsi
dan BNN kabupaten/ kota berkedudukan di ibukota
kabupaten/kota. (Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika, Pasal 64-65).
Kebijakan dalam bidang Pencegahan dan Pemberantasan
Penyalahgunaan dan Perdaran Gelap Narkoba (P4GN)
dimaksudkan sebagai upaya untuk mencapai tujuan Indonesia
bebas narkoba. Adanya kebijakan dari pemerintah melalui Badan
Narkotika Nasional (BNN) dalam mencegah dan memberantas
penyalahgunaan narkoba diharapkan dapat meminimalisir jumlah
kasus penyalahgunaan narkoba di Indonesia. Menurut BNN
adanya kasus penyalahgunaan narkoba khususnya pada kalangan
pelajar disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya meluasnya
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN_Kabupaten Temanggung. I - 4
sindikat jaringan narkoba yang menjadikan pelajar sebagai
target, dan beberapa faktor atau permasalahan yang dihadapi
oleh pengguna itu sendiri.
Dalam konteks penyelesaian penanggulangan
penyalahgunaan narkotika, pemerintah Indonesia melakukan
kerjasama dengan lembaga-lembaga Internasional yaitu ikut
serta dalam mengesahkan / meratifikasi Konvensi PBB tentang
pemberantasan peredaran narkotika dan psikotropika,
selanjutnya hal ini dijadikan acuan terbentuknya Undang-Undang
Nomor 22 tahun 1997 dan Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009
tentang Narkotika yang mengamanatkan pencegahan,
perlindungan, dan penyelamatan bangsa Indonesia dari
penyalahgunaan narkotika. Khusus pada pasal 70 butir 2
disebutkan bahwa wewenang dan tugas BNN adalah mencegah
dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap
narkotika dan prekursor narkotika.
Upaya pencegahan terhadap penyalahgunaan dan
peredaran gelap Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif oleh BNN
diformulasikan dalam bentuk program Pencegahan dan
Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba
(P4GN) yang bekerjasama dengan Kepolisian Republik Indonesia
(POLRI) dan instansi terkait. Program ini dilaksanakan melalui
kegiatan kampanye perilaku hidup bersih sehat, penyebaran
informasi yang benar mengenai bahaya penyalahgunaan dan
peredaran gelap narkotika, psikotropika, dan zat adiktif serta
pemberian edukasi dini kepada peserta didik melalui satuan
pendidikan mengenai bahaya penyalahgunaan narkotika,
psikotropika, dan zat adiktif (Setiyawati dkk, 2015).
Dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 23
Tahun 2010 disebutkan bahwa BNN adalah lembaga pemerintah
non kementerian yang berkedudukan di bawah dan bertanggung
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN_Kabupaten Temanggung. I - 5
jawab kepada Presiden melalui koordinasi Kepala Kepolisian
Negara Republik Indonesia. Selanjutnya sesuai dengan pasal 2
ayat 1 yaitu bertugas menyusun dan melaksanakan kebijakan
nasional mengenai Pencegahan dan Pemberantasan
Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika yang kemudian
disingkat P4GN dengan fungsinya yaitu melaksananakan
kebijakan nasional dan kebijakan teknis P4GN di bidang
pencegahan, pemberdayaan masyarakat, pemberantasan,
rehabilitasi, hukum, dan kerja sama.
Mencegah peredaran narkoba merupakan salah satu
bentuk penanggulangan masalah narkoba. Mencegah adalah
salah satu bentuk penanggulangan narkoba secara preventif
dimana menurut Subagyo Partodiharjo (2006 : 100 - 102)
mengatakan bahwa program ini ditujukan kepada masyarakat
sehat yang belum mengenal narkoba sehingga tidak tertarik
untuk menyalahgunakannya. Selain dilakukan oleh pemerintah
(institusi terkait), program ini juga sangat efektif jika dibantu
oleh lembaga lainnya yaitu lembaga profesional terkait, lembaga
swadaya masyarakat dan organisasi masyarakat (ormas) lainnya.
Selain mencegah, memberantas peredaran narkoba juga
merupakan salah satu bentuk penanggulangan yang bersifat
represif. Dimana menurut Subagyo Partodiharjo (2006 : 107 -
108) program represif adalah program penindakan terhadap
produsen, bandar, pengedar, dan pemakai berdasarkan hukum.
Program ini merupakan program institusi pemerintahan yang
berkewajiban mengawasi dan mengendalikan produksi maupun
distribusi semua zat yang tergolong narkoba. Selain
mengendalikan produksi dan distribusi, program represif berupa
penindakan juga dilakukan terhadap pemakai sebagai pelanggar
Undang-undang tentang narkotika.
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN_Kabupaten Temanggung. I - 6
Berdasarkan pertimbangan di atas, dipandang perlu
adanya peraturan daerah Kabupaten Temanggung yang
mengatur tentang Fasilitasi Pemberantasan Penyalahgunaan dan
Peredaran Gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika (P4GNPN)
tersebut. Dalam rangka mewujudkan sebuah Peraturan Daerah
yang komprehensif, aspiratif dan implementatif, maka perlu
dilakukan suatu naskah akademis untuk mendapatkan referensi
yang mendalam secara filosofis, sosiologis dan yuridis terhadap
urgensi fasilitasi Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran
Gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika (P4GNPN) dimaksud.
Hal itu sesuai dengan kaidah dalam pembentukan peraturan
perundang-undangan bahwa untuk mewujudkan Peraturan
Daerah yang baik, komprehensif dan implementatif diperlukan
adanya Naskah Akademik. Untuk kepentingan itulah penyusunan
Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten
Temanggung tentang Fasilitasi Pemberantasan Penyalahgunaan
dan Peredaran Gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika
Kabupaten Temanggung ini dilakukan.
B. Identifikasi Masalah
Hasil penelitian Pusat Penelitian Masyarakat dan Budaya–
LIPI Tahun 2019, tentang Survei Penyalahgunaan Narkoba Tahun
2019 menunjukkan bahwa angka prevalensi penyalahguna
narkoba di Indonesia mencapai 1,80 persen atau sekitar
3.419.188 jiwa atau bisa dikatakan 180 dari 10.000 Penduduk
Indonesia berumur 15 – 64 tahun terpapar memakai narkoba
selama satu tahun terakhir. Narkoba yang paling banyak
digunakan adalah shabu, ganja diikuti oleh ATS dan zat
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN_Kabupaten Temanggung. I - 7
psikotropika lainnya dengan cara penggunaannya adalah disuntik,
dirokok, dihirup, disuntik dan dihirup, ditelan dan sublingual.
Sementara itu hasil penelitian Riset Kesehatan Dampak
Penyalahgunaan Narkotika Tahun 2019 di 6 Provinsi yang
mempunyai tempat Rehabilitasi menunjukkan berbagai keluhan
fisik yang oleh responden dianggap terkait dengan pemakain zat
yang disalahgunakan. Terutama keluhan sehubungan dengan
infeksi rongga mulut (59,5 persen), gangguan pernafasan (52,8
persen), gangguan kulit (24,1 persen), dan overdosis (14,1
persen). Dampak fisik lainnya yang mereka alami adalah pusing-
pusing hebat (73 persen), gangguan gigi (64,1 persen) dan
gangguan rongga mulut (60,1 persen) merupakan keluhan yang
paling sering dikemukakan dengan variasi frekuensi kejadian
gangguannya.
Selain itu, responden juga menyebutkan dampak jangka
panjang dari penyalahgunaan zat seperti gangguan kejiwaan
(13,1 persen), penyakit menular seksual sebanyak (6,8 persen),
hepatitis C sebanyak (5,8 persen), penyakit TBC (3,0 persen),
sirosis hati (1,5 persen), AIDS (2,7 persen) stroke (0,8 persen),
kebocoran katup jantung (0,2 persen), dan penyakit lain-lain
(14,6 persen) (Riset Kesehatan Dampak Penyalahgunaan
Narkotika Tahun 2019).
Jumlah perkara tindak pidana narkoba di wilayah
Kabupaten Temanggung pada tahun 2018 sebanyak 19 kasus
dengan 21 tersangka, dan meningkat pada tahun 2019 menjadi
21 kasus dengan 23 tersangka. Pada tahun 2020 masih
meningkat lagi menjadi 27 kasus dengan 28 tersangka. Pelaku
tindak pidana narkoba berdasarkan kelompok umur didominasi
kelompok umur dewasa dengan batasan umur 25-45 tahun, yaitu
sebanyak 45 orang, kemudian kelompok umur remaja dengan
batasan umur 18-25 tahun. Pelaku tindak pidana narkoba
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN_Kabupaten Temanggung. I - 8
kelompok usia dewasa lanjut dengan batasan umur > 46 tahun
berjumlah 4 orang, dan pada kelompok usia anak dengan
batasan umur < 18 tahun sebanyak 3 orang.
Sebagian besar pelaku tindak pidana narkoba di
Kabupaten Temanggung berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak
70 orang dan yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 2
orang. Berdasarkan jenis mata pencaharian, sebagian besar
pelaku tindak pidana narkoba adalah Swasta yaitu sebanyak 68
orang, sementara pelaku dengan jenis mata pencaharian sebagai
Pelajar sebanyak 3 orang, dan didapatkan jenis mata pencaharian
Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebanyak 1 orang.
Berdasarkan latar belakang sebagaimana telah diuraikan
di atas, dapat dirumuskan identifikasi masalah dalam rangka
penyusunan Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah
(Raperda) Kabupaten Temanggung tentang Fasilitasi
Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika
dan Prekursor Narkotika, yaitu:
1. Sejauh mana kondisi dan perkembangan kasus
penyalahgunaan narkotika dan prekursor narkotika, serta
dampaknya terhadap perilaku dan berbagai tindakan buruk di
Kabupaten Temanggung?.
2. Sejauhmana ketersediaan landasan hukum bagi Pemerintah
Kabupaten Temanggung dalam mengatur Pencegahan
Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap
Narkotika dan Prekursor Narkotika?;
3. Sejauhmana kewenangan Pemerintah Kabupaten
Temanggung dalam mengatur Pencegahan Pemberantasan
Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika dan Prrkursor
Narkotika?.
4. Mengapa perlu ada Peraturan Daerah yang mengatur Fasilitasi
Pencegahan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN_Kabupaten Temanggung. I - 9
Gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika Kabupaten
Temanggung?.
5. Apa yang menjadi pertimbangan atau landasan filosofis,
sosiologis, yuridis pembentukan Raperda Kabupaten
Temanggung tentang Fasilitasi Pencegahan Pemberantasan
Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika dan
Prekursor Narkotika?.
6. Apa sasaran yang akan diwujudkan, ruang lingkup
pengaturan, jangkauan, dan arah pengaturan dalam Raperda
Kabupaten Temanggung tentang Fasilitasi Pencegahan
Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap
Narkotika dan Prekursor Narkotika?.
7. Apakah pembentukan Rancangan Peraturan Daerah
Kabupaten Temanggung tentang Fasilitasi Pencegahan
Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap
Narkotika dan Prekursor Narkotika memiliki landasan
akademik sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara
ilmiah?.
C. Maksud, Tujuan dan Manfaat
1. Maksud Kegiatan
Kegiatan Penyusunan Naskah Akademik Rancangan
Peraturan Daerah Kabupaten Temanggung tentang Fasilitasi
Pencegahan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran
Gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika ini dimaksudkan
untuk menyediakan dokumen yang menjelaskan alasan dan
urgensi serta hal-hal yang perlu diatur dalam rangka
memperkuat, mengarahkan dan mendasari
penyelenggaraan Fasilitasi Pencegahan Pemberantasan
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN_Kabupaten Temanggung. I - 10
Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika dan
Prekursor Narkotika di Kabupaten Temanggung.
Penyusunan Naskah Akademik dilakukan dengan
merangkum beberapa pendapat pakar, baik kalangan praktisi,
akademisi maupun masyarakat. Pendapat para pakar ini
merupakan suatu kajian secara mendasar terhadap dasar
filosofis, yuridis dan sosiologis. Hal ini dimaksudkan untuk
lebih memperjelas latar belakang, tujuan dan sasaran yang
ingin dicapai dalam Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten
Temanggung tentang Fasilitasi Pencegahan Pemberantasan
Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika dan
Prekursor Narkotika (P4GNPN) di Kabupaten Temanggung.
Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah
Kabupaten Temanggung tentang Pencegahan Pemberantasan
Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika dan
Prekursor Narkotika (P4GNPN) diharapkan dapat
dipertanggung jawabkan, baik dari segi akademis maupun
dari segi filosofis, yuridis, dan aspek-aspek lainnya. Hal ini
dilakukan dalam rangka meminimalisir terjadinya resistensi
atau penolakan masyarakat terhadap Rancangan Peraturan
Daerah Kabupaten Temanggung tentang Fasilitasi Pencegahan
Pemberantasan Penyalahgunaan Dan Peredaran Gelap
Narkotika dan Prekursor Narkotika (P4GNPN), karena dalam
proses penyusunan Naskah Akademik Rancangan Peraturan
Daerah Kabupaten Temanggung tentang Fasilitasi Pencegahan
Pemberantasan Penyalahgunaan Dan Peredaran Gelap
Narkotika dan Prekursor Narkotika (P4GNPN) ini dilakukan
kegiatan Sosialisasi dan Pembahasan Diskusi Publik melalui
model Focus Group Discussion (FGD).
Maksud dari kegiatan penyusunan dokumen Naskah
Akademik Dan Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN_Kabupaten Temanggung. I - 11
Temanggung tentang Fasilitasi Pencegahan Pemberantasan
Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika dan Prekusor
Narkotika (P4GNPN) adalah untuk memberikan dasar terkait
Pencegahan Pemberantasan Penyalahgunaan Dan Peredaran
Gelap Narkotika dan Prekusor Narkotika di Kabupaten
Temanggung.
2. Tujuan Kegiatan
Sesuai dengan ruang lingkup identifikasi masalah yang
dikemukakan di atas, secara rinci tujuan penyusunan Naskah
Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten
Temanggung tentang Pencegahan Pemberantasan
Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika dan
Prekursor Narkotika (P4GNPN) di Kabupaten Temanggung ini
adalah sebagai berikut:
a. Memberikan landasan dan kerangka pemikiran bagi
Rancangan Peraturan Daerah tentang Fasilitasi
Pencegahan Pemberantasan Penyalahgunaan dan
Peredaran Gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika
(P4GNPN);
b. Memberikan kajian dan kerangka filosofis, sosiologis, dan
yuridis serta teknis tentang perlunya Peraturan Daerah
tentang Fasilitasi Pencegahan Pemberantasan
Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika dan
Prekursor Narkotika (P4GNPN);
c. Mengkaji dan meneliti pokok-pokok materi apa saja yang
harus ada dalam penyelenggaraan Peraturan Daerah
terkait Fasilitasi Pencegahan Pemberantasan
Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika dan
Prekursor Narkotika (P4GNPN);
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN_Kabupaten Temanggung. I - 12
d. Mengkaji hubungan dan keterkaitan Rancangan Peraturan
Daerah dengan peraturan perundang-undangan lainnya
sehingga menjadi jelas kedudukannya serta ketentuan
yang diaturnya.
3. Manfaat Kegiatan
Penyusunan Naskah Akademik Rancangan Peraturan
Daerah Kabupaten Temanggung tentang Fasilitasi Pencegahan
Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap
Narkotika dan Prekursor Narkotika (P4GNPN) ini diharapkan
dapat bermanfaat menjadi acuan atau referensi bersama
Pemerintah Kabupaten Temanggung dan DPRD Kabupaten
Temanggung dalam penyusunan dan pembahasan Raperda
Kabupaten Temanggung tentang Fasilitasi Pencegahan
Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap
Narkotika dan Prekursor Narkotika (P4GNPN), yang
merupakan usul inisiatif gagasan inovatif Pemerintah
Kabupaten Temanggung.
4. Target/ Sasaran Kegiatan
Target/ Sasaran dari kegiatan Penyusunan Naskah
Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten
Temanggung tentang Fasilitasi Pencegahan Pemberantasan
Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika dan
Prekursor Narkotika (P4GNPN) ini adalah sebagai berikut.
a. Tersusunnya naskah akademik Rancangan Peraturan
Daerah Kabupaten Temanggung tentang Fasilitasi
Pencegahan Pemberantasan Penyalahgunaan dan
Peredaran Gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika
(P4GNPN);
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN_Kabupaten Temanggung. I - 13
b. Rencana tindak lanjut dalam proses legislasi atas
Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Temanggung
tentang Fasilitasi Pencegahan Pemberantasan
Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika dan
Prekursor Narkotika (P4GNPN) yang disiapkan ini.
D. Landasan Hukum
Peraturan perundang-undangan yang melandasi
penyusunan Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah
Kabupaten Temanggung tentang Fasilitasi Pencegahan
Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika
dan Prekursor Narkotika (P4GNPN) adalah sebagai berikut:
1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1950 tentang Pembentukan
Daerah-Daerah Kabupaten Dalam Lingkungan Propinsi Djawa
Tengah (Berita Negara Tanggal 8 Agustus 1950);
3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1976 tentang Pengesahan
Konvensi Tunggal Narkoba 1961 beserta Protokol Tahun
1972 yang mengubahnya (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1976 Nomor 36, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3085);
4. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang
Psikotropika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3671) sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN_Kabupaten Temanggung. I - 14
245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
6573);
5. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1997 tentang Pengesahan
United Nations Convention Against Illicit Traffic in Narcotic
Drugs and Psychotropic Substances, 1988 (Konvensi
Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Pemberantasan
Peredaran Gelap Narkoba dan Psikotropika, 1988)
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor
17, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3673);
6. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002
Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4235), sebagaimana telah diubah dengan Undang-
Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014
Nomor 297, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5606);
7. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4301);
8. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
143, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5062) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
6573);
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN_Kabupaten Temanggung. I - 15
9. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5063) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
6573);
10. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5234) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2019 Nomor 183, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 6398);
11. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan
Tinggi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012
Nomor 158, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5336;
12. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 7,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5495) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
6573);
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN_Kabupaten Temanggung. I - 16
13. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah diubah
beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 6573);
14. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi
Pemerintahan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2014 Nomor 292, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5601) sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor
245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
6573);
15. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2011 tentang
Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu Narkoba (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor , Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor );
16. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2013 tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017
Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5419);
17. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2017 tentang
Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017
Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 6041);
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN_Kabupaten Temanggung. I - 17
18. Peraturan Presiden Nomor 23 Tahun 2010 tentang Badan
Narkotika Nasional sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2019 tentang
Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 23 Tahun 2010
tentang Badan Narkotika Nasional (Lembaran Negara
Republik Indonesia tahun 2019 Nomor 128);
19. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 87 Tahun
2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor
12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014
Nomor 199);
20. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015
tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 32), sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor
120 Tahun 2018 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun
2018 Nomor 157);
21. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 12 Tahun 2019
tentang Fasilitasi Pencegahan dan Pemberantasan
Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika dan
Prekusor Narkotika (Berita Negara Republik Indonesia Tahun
2019 Nomor 195).
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN Kabupaten Temanggung. II - 1
BAB II
KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTEK EMPIRIS
A. KAJIAN TEORITIS
1. Tinjauan Pemerintahan Daerah
a. Pengertian Pemerintahan Daerah
Pemerintahan Daerah di Indonesia harus dipahami
sebagai bagian integral yang tidak terpisahkan dari Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Pemahaman tersebut juga
dipergunakan dalam memahami arti dari Pasal 18, Pasal 18
A dan Pasal 18 B Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945. Politik konstitusi UUD 1945 tetap
menjadikan Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan, yang
berbentuk Republik, meskipun sudah dilakukan amandemen
terhadap Pasal 1 UUD 1945 itu. Pasal 18 ayat (1) Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
menyebutkan Negara Kesatuan Indonesia dibagi atas
daerah-daerah provinsi dan daerah-daerah provinsi itu dibagi
atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten
dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah yang diatur
dengan undang-undang.
Pasal 18 ayat (5) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 menyebutkan Pemerintahan
Daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan
pemerintahan pemerintahan yang oleh undang-undang
ditentukan sebagai urusan pemerintah Pusat. Ketentuan
Pasal 18 ayat (1) dan ayat (5) di atas tidak dapat dipisahkan
dengan ketentuan Pasal 1 ayat (1) yang berbunyi: Negara
Indonesia ialah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik.
Tentang hal ini Laica Marzuki mengatakan bentuk Negara (de
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN Kabupaten Temanggung. II - 2
staatsvorm) RI secara utuh harus dibaca dan dipahami
dalam makna Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan yang
berbentuk Republik, yang disusun berdasarkan
desentalisatie, dijalankan atas dasar otonomi yang seluas-
luasnya, menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 juncto Pasal 18 ayat
(1) dan ayat (5) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945. Bentuk Negara Kesatuan yang
berbentuk republik, dan disusun berdasarkan desentralisasi
itu merupakan constitutionele kenmerken dari de staatsvorm
van Republik Indonesia (Imam Soebechi, 2012:50).
Selanjutnya Politik hukum dalam pengaturan
pemerintahan daerah dirumuskan dalam Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah,
disebutkan bahwa Pemerintahan daerah adalah
penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah
daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas
pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam
sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
Secara faktual pentingnya dilaksanakan
pemerintahan daerah dilandasi oleh pertimbangan-
pertimbangan berikut (Hanif Nurcholis, 2005: 31-32):
1) Adanya perbedaan daerah dalam sistem sosial, politik
dan budaya
Umumnya kesatuan masyarakat daerah telah
tumbuh, berkembang, dan eksis sebagai kesatuan
masyarakat hukum sebelum terbentuknya negara
nasional. Kesatuan masyarakat hukum ini telah
mengembangkan lembaga sosial yang dikembangkan
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN Kabupaten Temanggung. II - 3
mencakup lembaga politik, ekonomi, sosial, budaya, dan
pertahanan-keamanan.
Kondisi alamiah tersebut menjadi fakta politik,
sosial, dan budaya yang selanjutnya mempengaruhi
lembaga-lembaga formal yang dibentu negara. Oleh
karena itu negara perlu mengakomodasi fakta tersebut
dengan menyelnggarakan sistem pemerintahan daerah.
Dengan menempuh cara ini maka struktur lembaga
formal akan diperkuat. Selanjutnya dengan sistem
pemerintahan daerah yang disepakati semua pihak maka
akan tercipta tingkat kohevisitas yang tinggi. Dengan
demikian, Pemerintahan daerah justru akan
memperkokoh integritas bangsa.
2) Upaya untuk mendekatkan pelayanan kepada
masyarakat.
Dalam sistem pemerntahan daerah, Pemerintah
Daerah diberi wewenang untuk mengatur dan mengurus
urusan masyarakat setempat berdasarkan kepentingan
dan aspirasinya. Dengan kewenangan ini masyarakat
daerah setempat melalui wakil-wakilnya membuat
kebijakan publik/ kebijakan daerah. Kebijakan daerah ini
lalu dilaksanakan oleh pejabat-pejabat daerah setempat.
Dengan demikian urusan masyarakt diputuskan oleh
masyarakat sendiri. Oleh karena itu, jika muncul
masalah, dengan cepat masyarakat akan
menyelesaikannya. Pelayanan publik yang diberikan oleh
pejabat pelaksana dapat diterima masyaraat secara cepat
dan mudah karena tidak terdapat jalur birokrasi yang
panjang, komplek dan berbelit-belit.
3) Menciptakan administrasi pemerintahan yang efisien.
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN Kabupaten Temanggung. II - 4
Penyelenggaraan pemerintahan dengan cara
terpusat akan melahirkan hirarki dan rantai komando
yang panjang. Melalui sistem pemerintahan daerah,
pemerintah daerah diberi kewenangan untuk mengatur
dan mengurus urusan-urusan yang diserahkan
kepadanya. Dengan demikian, pemerintah daerah tidak
sekedar melaksanakan ketentuan dari pusat tapi
membuat rencana, melaksanakan, mengendalikan dan
mengawasinya sendiri. Dalam hal ini pengambilan
keputusan berada di daerah, begitu juga tentang
pelaksanaan, pengawasan, dan pertanggungjawabannya.
b. Asas-asas Pemerintahan Daerah
Dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2014 sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang
Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2014 tentang Pemerintahan Daerah itu dikenal 3 (tiga) asas
penyelenggaraan pemerintahan di daerah, yaitu asas
desentralisasi, dekonsentrasi, dan asas tugas pembantuan.
Asas-asas Desentralisasi adalah penyerahan
wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada daerah
otonom dalam rangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Asas Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari
Pemerintah kepada Gubenur sebagai wakil pemerintah
dan/atau perangkat pusat di daerah, sedangkan asas Tugas
Pembantuan adalah penugasan dari pemerintah kepada
daerah dan desa, dan dari daerah ke desa untuk
melaksanakan tugas tertentu yang disertai dengan
pembiayaan, saran dan prasarana serta sumber daya
manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaannya dan
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN Kabupaten Temanggung. II - 5
mempertanggungjawabkannya kepada yang
menugaskannya.
c. Prinsip-prinsip Pemerintahan Daerah Menurut UU
No 23 Tahun 2014
Penjelasan UU Nomor 23 Tahun 2014 menguraikan
bahwa terdapat beberapa prinsip pemberian otonomi daerah
yang dipakai sebagai pedoman dalam pembentukan dan
penyelenggaraan daerah otonom yaitu:
1) Penyelenggaraan aspek demokrasi, keadilan, pemerataan
serta potensi dan keanekaragaman Daerah;
2) Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan pada otonomi
luas, nyata dan bertanggung jawab;
3) Pelaksanaan otonomi daerah yang luas dan utuh
diletakkan pada Daerah Kabupaten dan Daerah Kota,
sedangkan Daerah Provinsi merupakan otonomi yang
terbatas;
4) Pelaksanaan otonomi daerah harus sesuai dengan
konstitusi negara terjamin hubungan yang serasi antara
Pusat dan Daerah serta antar Daerah;
5) Pelaksanaan otonomi daerah harus lebih meningkatkan
kemandirian Daerah Otonom.
2. Tinjauan Fasilitasi Pencegahan Pemberantasan
Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika dan
Prekursor Narkotika
Data dan informasi terkait dengan penyalahgunaan
dan peredaran gelap narkoba menunjukkan kondisi yang
sangat memprihatinkan, Data tersebut menunjukkan bahwa
narkotika sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat
Indonesia, karena itu diperlukan cara untuk mencegah
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN Kabupaten Temanggung. II - 6
perluasan peredaran dan penyelahgunaan narkotika serta
dampaknya, serta cara untuk menangani peredaran dan
penyalahgunaan narkotika serta dampaknya, termasuk cara
untuk mengubah maindset masyarakat, agar sadar bahaya
narkotika serta perilaku bermasalah tersebut.
Berbagai bentuk tindak pidana dan kasus
sebagaimana dideskripsikan diatas menunjukkan bahwa
peredaran narkotika dikendalikan oleh hukum alam dan
hukum pasar. Bentuk pengendalian oleh hukum alam adalah
bahwa peredaran dan penyalahgunaan narkotika bersumber
pada kebutuhan manusia terhadap kebebasan dan
kenyamanan yang lahir dari tekanan sosial yang semakin
hari semakin meningkat.
Bentuk pengendalian oleh hukum pasar adalah
bahwa kebutuhan itu berubah menjadi permintaan dan
permintaan itu melahirkan pasokan, termasuk seluruh
rangkaian proses yang melatarbelakangi pasokan itu,
seperti: pengembangan atau pembiakan bahan baku,
produksi, distribusi, dan penjualan kepada pengguna.
Kedua jenis hukum ini terintegrasi kedalam suatu
bentuk sinergi yang melahirkan kekuatan proses dan
pengendalian yang sulit diatasi dengan pendekatan biasa,
seperti: pendekatan hukum, keamanan, serta pendekatan
kesehatan. Masalah ini membutuhkan suatu bentuk aksi
yang berakar pada suatu program yang terstruktur dan
sistematis, yang berangkat dari dan menyentuh akar-akar
fundamental dari sebab yang melahirkan kebutuhan
manusia terhadap narkotika.
Pengertian Narkoba menurut Burhan Arifin (2007 :
4), menjelaskan bahwa narkoba atau napza adalah
bahan/zat yang dapat mempengaruhi kondisi
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN Kabupaten Temanggung. II - 7
kejiwaan/psikologi seseorang (pikiran, perasaan, dan
perilaku) serta dapat menimbulkan ketergantungan fisik dan
psikologi. Narkoba merupakan akronim yang berakar pada
kata “narkotika dan obatan-obatan terlarang”, yaitu kata
yang digunakan untuk menjelaskan jenis zat yang
digunakan dalam pelayanan medis dan merupakan jenis
obat yang tidak dapat diedarkan, digunakan, dan
dikonsumsi secara bebas, atau harus diedarkan,
dikonsumsi, dan digunakan berdasarkan ketentuan hukum.
Kata “terlarang” dalam akronim itu berarti terlarang untuk
diedarkan dan disalahgunakan kecuali sesuai dengan aturan
hukum. Karena itu, narkotika merupakan jenis obat yang
harus digunakan, dikonsumsi, dan diedarkan sesuai dengan
ketentuan hukum yang mengatur jenis obat tersebut.
Narkotika saat ini juga dikenal dengan akronim lain, yaitu
NAPZA, kepanjangan dari Narkotika, Psikotropika, dan Zat
Adikitf.
Narkotika merupakan merupakan zat yang
digunakan untuk pengobatan, baik dalam fungsi perlakuan
medik, seperti penahan rasa sakit dalam melakukan
operasi, maupun sebagai obat untuk tujuan mempengaruhi
fungsi kelenjar, sirkulasi hormon, dan metabolism tubuh.
Narkotika merupakan istilah yang digunakan untuk
menunjuk pada suatu jenis zat, baik yang bersumber dari
bahan-bahan alami (heroin, morphine and opium) maupun
sistetis (Percodan, Demerol and Darvon), atau semi sintetis
(Oxycodone and Hydrocodone), yang bersifat
menghilangkan rasa sakit (analgesic) karena dapat
menumpulkan kepekaan syaraf perasa atau sebaliknya
meningkatkan kepekaan syaraf perasa manusia.
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN Kabupaten Temanggung. II - 8
Narkotika juga merupakan zat yang bekerja pada
tataran syaraf yang mengendalikan fungsi kelenjar, hormon,
fungsi organ, dan metabolisme tubuh manusia yang
menghasilkan sensasi tertentu pada diri dan pikiran
manusia. Sensasi yang dihasilkan oleh narkotik dapat
membuat orang terbebas dari rasa sakit, merasa senang,
tenang, dan terbebas dari tekanan pikiran dan mental atau
terbebas dari cara kerja dan dampak cara kerja pikiran
terhadap mental dan metabolisme tubuh.
Sensasi yang dihasilkan narkotika sesungguhnya
merupakan sensasi semu atau sifatnya sementara, sehingga
dalam mempertahankan kondisi yang setara dengan kondisi
sementara itu seorang pengguna harus menggunakan
kembali obat yang dikonsumsi sehingga ia tetap dapat
menikmati sensasi yang dirasakan sebelumnya. Sifat senasi
dan pola penggunaan tersebut melahirkan sifat baru dari
narkotika yaitu sifat ketergantungan (addiction), yang
membuat orang mengkonsumsi secara terus menerus zat
yang dikonsumsinya. Pola konsumsi secara terus-menerus
tersebut jika dilakukan dalam jangka waktu lama dan dalam
dosis berlebihan, akan menimbulkan keadaan tidak
terkendali yang berakibat sangat buruk terhadap fungsi
organ tubuh manusia terutama kerja syaraf, kelenjar,
sirkulasi dan keseimbangan hormon, daya kerja pikiran dan
daya tahan fisik secara menyeluruh.
Sifat narkotika sebagai sumber sensasi fisik dan
mental pada manusia mengakibatkan narkotik cenderung
disalahgunakan, mulai dari sekadar sebagai media iseng
dan bersenang-senang, sampai pada ketergantungan yang
merusak cara kerja fisik dan mental manusia. Kandungan
adiktif dalam narkotika yang megakibatkan ketergantungan
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN Kabupaten Temanggung. II - 9
bagi pemakainya, merupakan sebab yang mengakibatkan
penyalahgunaan narkotika menjadi problem besar bukan
saja bagi si pemakai, tetapi juga keluarga, masyarakat,
bangsa, dan masyarakat secara keseluruhan. Konsumsi dan
ketergantungan terhadap narkotika mengakibatkan
kekacauan pikiran dan cara kerja metabolisme tubuh
manusia dan akhirnya menimbulkan kekacauan pada
kehidupan pemakainya, keluarganya, dan masyarakat
sekitarnya.
Narkotika bekerja pada tatanan syaraf. Yang
mengakibatkan terjadinya ketergantungan pada konsumsi
narkotika sesungguhnya adalah sensasi yang ditimbulkan
oleh konsumsi tersebut. Sensasi bekerja pada tataran
mental, mulai dari penciptaan rasa senang, bebas, dan
kenikmatan atas rasa senang dan bebas tersebut sampai
pada perubahan dari rasa senang dan rasa bebas menjadi
ketagihan atau ketergantungan dan menjadi sebab siksaan
badan yang hanya dapat diatasi dengan terus
mengkonsumsi zat tersebut.
Sifat konsumsi dan ketergantungan yang semula
menghasilkan rasa senang dan rasa bebas, pada putaran
berikutnya berubah menjadi konsumsi dan ketergantungan
untuk mengatasi rasa sakit dan siksaaan sebagai akibat dari
kekurangan dosis. Pada putaran ketiga, rasa sakit itu hanya
dapat diatasi dengan dosis yang semakin meningkat,
sehingga konsumsi dan ketergantungan pada putaran ketiga
merupakan konsumsi dan ketergantungan untuk mengatasi
ketersiksaan yang hanya dapat diatasi dengan dosis yang
yang lebih tinggi lagi. Pola konsumsi dan ketergantungan
tersebut menjadikan pengguna yang ingin berhenti
mengkonsumsi narkoba berhadapan dengan keputusasaan
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN Kabupaten Temanggung. II - 10
dan menggiring mereka semakin dekat dengan jurang
kematian.
Pola rehabilitasi terhadap pengguna ditentukan dari
level orientasi konsumsi dan sebab ketergantungan. Pola
rehabilitasi juga dapat diklasifikasikan atas sesuai dengan
pola penggunaan dan tingkat ketergantungan pengguna.
3. Tinjauan Tentang Naskah Akademik
Pembentukan peraturan perundang-undangan dapat
berasal dari prakarsa Pemerintah/ Pemerintah Daerah
ataupun inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat/ Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPR/ DPRD). Setiap penyusunan
peraturan perundang-undangan dengan inisiatif atau
prakarsa pihak manapun dari kedua belah pihak
penyelenggara pemerintahan/ pemerintahan daerah itu,
keduanya harus melalui tahapan perumusan terlebih dahulu
terhadap produk hukum atau politik hukum yang akan
dibentuk. Rumusan alasan secara filosofis, sosiaologis dan
yuridis yang menghantarkan pembentukan sebuah peraturan
perundang-undangan itulah yang sering disebut “Naskah
Akademik”.
Dokumen naskah akademik dimaksudkan untuk
memberikan gambaran terlebih dahulu tentang
permasalahan, kerangka hukum, dan dampak terhadap
praktek kehidupan sosial ekonomi masyarakat dari
rancangan suatu kebijakan/ politik hukum berupa peraturan
perundang-undangan yang akan dibuat dan disusun oleh
masing-masing lembaga negara yang berwenang
membuatnya. Sebelum suatu rancangan peraturan
perundang-undangan menjadi draf rancangan perundang-
undangan maka lebih dahulu sudah dirumuskan dalam
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN Kabupaten Temanggung. II - 11
bentuk dokumen naskah akademik yang akan menjadi suatu
draf rancangan perundang-undangan.1
Pihak akademisi bidang hukum dan bidang terkait
lainnya memiliki hak dan kesempatan untuk mengkaji
kelayakan sebuah peraturan perundang-undangan yang akan
dibentuk dalam mengatur perikehidupan masyarakat dalam
bentuk dokumen naskah akademik. Untuk itulah adalah
seorang pakar hukum yang menegaskan bahwa yang
dimaksud naskah akademik adalah naskah awal yang yang
membuat gagasan-gagasan pengaturan dan materi
perundang-undangan bidang tertentu.
Naskah akademik memiliki bentuk dan isi yang
memuat gagasan pengaturan suatu materi hukum bidang
tertentu yang ditinjau secara “holistik-futuristik” dan dari
berbagai aspek ilmu, dilengkapi dengan referensi yang
memuat; urgensi, konsepsi, landasan, alas hukum, prinsip-
prinsip yang digunakan serta pemikiran tentang norma-
norma yang telah dituangkan ke dalam bentuk pasal-pasal
dengan mengajukan berbagai alternatif, yang disajikan
dalam bentuk uraian yang sistematis dan dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmu hukum dan sesuai
dengan politik hukum yang telah digariskan.2
Penyusunan naskah akademik berdasaran berbagai
pendapat dan argument di atas tidak lain merupakan upaya
pendekatan menyeluruh (holistik) dari sebuah rencana
pembuatan peraturan perundang-undangan yang telah
dirumuskan. Pendekatan ini dijalankan melalui konsep dasar
1 Soimin, Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Negara Indonesia, (Yogyakarta: UII
Press Yogyakarta, 2010), hal. 129. 2 Harry Alexander, Panduan Perancangan Undang-undang di Indonesia (Jakarta: Solusindo,
2004), hal. 120.
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN Kabupaten Temanggung. II - 12
tritunggal3 dalam menelaah lahirnya sebuah peraturan
perundang-undangan, yang meliputi aspek yuridis, sosiologis
dan filosofis.
Aspek yuridis dimaksudkan agar produk hukum yang
diterbitkan dapat berjalan sesuai dengan tujuan tanpa
menimbulkan gejolak di tengah-tengah masyarakat. Aspek
sosiologi dimaksudkan agar produk hukum yang diterbitkan
jangan sampai bertentangan dengan nilai-nilai yang hidup
ditengah-tengah masyarakat, misalnya adat istiadat.
Sedangkan aspek filosofis, dimaksudkan agar produk hukum
yang diterbitkan tidak bertentangan dengan nilai-nilai yang
hakiki di tengah-tengah masyarakat, misalnya agama dan
kepercayaan.4
Batasan naskah akademik yang jelas ini akan
memudahkan untuk menginvetarisasi seluruh bahan dan
permasalahan yang muncul di lapangan. Rambu-rambu
penting dalam merumuskan batasan pengaturan yang akan
dibuat meliputi ketiga aspek tersebut, yaitu filosofis,
sosiologis dan yuridis. Hal ini penting untuk ditekankan agar
naskah akademis yang dibuat tidak saja bertumpu pada
keilmuan tetapi juga harus ditunjang dengan kenyataan
sosial. Tumpuan keilmuan dibuat didasarkan kepada kaidah-
kaidah teori dan pendapat para pakar (doktrin), sedangkan
tumpuan kenyataan didasarkan kepada kebutuhan nyata
(reality needed) yang diinginkan masyarakat agar
kehidupannya terlindungi dan jaminan oleh kepastian,
3 Konsep tritunggal dalam penyusunan peraturan perundang-undangan terdapat perbedaan
dalam melihat landasan atau pijakan dibuatnya, sebagaimana terdahulu seperti Rosdjidi Ranggawidjaja
menyebutkan di antaranya: (i) filosofis, (ii) yuridis dan (iii) sosiologis, sedangkan M. Solly Lubis
menyebutakan di antaranya: (i) filosofis, (ii) yuridis, dan (iii) politis.
4 Sirauddin, dkk,, Legislative Drafting: Pelembagaan Metode Partisipatif dalam Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan, YAPPIKA & MCW, (Malang, 2007), hal. 124.
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN Kabupaten Temanggung. II - 13
kemanfaatan dan keadilan hukum baik masa kini (does sein)
maupun masa yang akan datang (does sollen).5
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 68
Tahun 2005 yang mengatur tentang tata cara
mempersiapkan rancangan undang-undang, rancangan
peraturan pemerintah pengganti undang-undang, rancangan
peraturan pemerintah, dan rancangan peraturan presiden,
tepatnya dalam Pasal 7 ayat (7) menyatakan bahwa:
“Naskah akademik adalah naskah yang dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah mengenai konsepsi
yang berisi latar belakang, tujuan penyusunan, sasaran yang
ingin diwujudkan dan lingkup jangkauan dan obyek, atau
arah peraturan rancangan undang-undang”. Sehingga
berdasarkan ketentuan Perpres tersebut dapat diketahui
bahwa naskah akademik merupakan rumusan awal dari
sebuah produk peraturan perundang-undangan yang akan
dibuat, di dalamnya memuat latar belakang, tujuan, obyek
yang diatur pada masing-masing peraturan, serta ruang
lingkup pengaturannya.
Naskah akademik dalam konteks ilmu perundang-
undangan memegang peranan yang sangat penting untuk
memberikan kajian yang mendalam terhadap substansi
bidang permasalahan yang akan diatur. Penyusunan naskah
akdemik membutuhkan penelitian kepustakaan dan
penelitian empiris sebagai data dasarnya. Proses
penyusunan peraturan perundang-undangan berarti tidak
boleh dilakukan secara pragmatif dengan langsung menuju
pada subtansi masalah yang akan diatur di dalam peraturan
perundang-undangan. Untuk itulah maka dalam penyusunan
5 Ibid., Sirauddin, dkk, hal. 125.
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN Kabupaten Temanggung. II - 14
naskah akademik ini dibutuhkan keterlibatan dan partisipasi
masyarakat baik secara langsung yang diminta oleh lembaga
pembuat perundangan pusat atau daerah maupun secara
tidak langsung diminta atas keterlibatnnya yaitu dengan aktif
mengontrol jalannya penyusunan draf materi muatan
peraturan peraturan perundang-undangan utamanya
undang-undang maupun peraturan daerah.
4. Urgensi Penyusunan Naskah Akademik
a. Pengertian Naskah Akademik.
Naskah Akademik untuk pembentukan Peraturan
Perundang-undangan secara baku mulai dipopulerkan pada
tahun 1994 dengan Keputusan Kepala Badan Pembinaan
Hukum Nasional Nomor G-159.PR.09.10 Tahun 1994 tentang
Petunjuk Teknis Penyusunan Naskah Akademik Peraturan
Perundang-undangan. Dalam Keputusan Kepala Badan
Pembinaan Hukum Nasional itu dikemukakan bahwa:6
“Naskah Akademik Peraturan Perundang-undangan adalah
naskah awal yang memuat pengaturan materi-materi
perundang-undangan bidang tertentu yang telah ditinjau
secara sistemik, holistik dan futuristik”.
Pengertian lain dari sebuah naskah akademik antara
lain dikemukakan oleh Jazim Hamidi bahwa naskah
akademik ialah naskah atau uraian yang berisi penjelasan
tentang :7
a. Perlunya sebuah peraturan harus dibuat
6 www.legalitas.org, dikutip dalam Makalah Abdul Wahid, “Penyusunan Naskah
Akademik”, diakses 25 November 2012
7 www.legalitas.org, dikutip dalam Makalah Eko Rial Nugroho,
“Urgensi Penyusunan Naskah Akademik Dalam Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan”, diakses tanggal 26 November 2012
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN Kabupaten Temanggung. II - 15
b. Tujuan dan kegunaan dari peraturan yang akan dibuat
c. Materi-materi yang harus diatur peraturan tersebut
d. Aspek-aspek teknis penyusunan
Harry Alexander dalam bukunya Panduan
Perancangan Perda di Indonesia, memberikan definisi
tentang Naskah Akademik yaitu naskah awal yang memuat
gagasan-gagasan pengaturan dan materi muatan
perundang-undangan bidang tertentu.8 Pasal 1 angka 7
Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2005, menyatakan
bahwa Naskah akademik adalah naskah yang dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah mengenai konsepsi
yang berisi latar belakang, tujuan penyusunan, sasaran yang
ingin diwujudkan dan lingkup, jangkauan, objek, atau arah
pengaturan suatu Rancangan Undang-Undang.
Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan tidak
menyatakan secara ekplisit tentang Naskah Akademik, tetapi
secara implisit dalam Pasal 53 menegaskan bahwa :9
Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan dan
tertulis dalam rangka penyiapan atau pembahasan
rancangan undang-undang atau rancangan peraturan
daerah.
Hikmahanto Juwana tidak jauh dari yang sudah
dikemukakan di atas mengemukakan bahwa secara
8 Ibid, www.legalitas.org, dikutip dalam Makalah Eko Rial Nugroho.
9 Pasal 53 tersebut secara tidak langsung telah melibatkan pihak lain dalam penyusunan
rancangan undang-undang dan peraturan daerah, yaitu masyarakat. Hal ini sering disebut
dengan partisipasi masyarakat. Wujud konkrit partisipasi masyarakat ini tampak dalam
penyusunan Naskah Akademik.
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN Kabupaten Temanggung. II - 16
substansi, Naskah Akademik memuat beberapa bagian
penting, yaitu:10
a. Tujuan dibuatnya rancangan undang-undang
Tujuan dan alasan dibentuknya peraturan
perundang-undangan dapat beraneka ragam. Hal ini
terkait erat dengan politik hukum, karena tujuan
pembentukan peraturan perundang-undangan
merupakan penjabaran dari politik hukum.
b. Pembahasan tentang apa yang akan diatur
Bagian ini harus dapat diuraikan secara tepat dan tajam
apa yang akan menjadi muatan materi dalam Undang-
Undang. Untuk pengisian bagian ini, penyusun Naskah
Akademik harus berkonsultasi secara intens dengan
pihak-pihak yang sangat tahu tentang apa yang akan
diatur.
c. Faktor berjalannya undang-undang
Dalam praktiknya sering undang-undang tidak dapat
dilaksanakan dan ditegakkan. Kondisi ini terjadi karena
tidak diikuti dengan kajian yang mendalam dengan
memperhatikan kebutuhan masyarakat dalam arti
sesungguhnya. Dengan demikian, seyognya Naskah
Akademik juga memuat kajian tentang dukungan
infrastruktur dalam hal suatu undang-undang
diberlakukan nantinya.
d. Rujukan (Reference)
Dalam Naskah Akademik perlu diuraikan tentang rujukan
terkait dengan Rancangan Undang-Undang yang akan
dibuat. Hal ini bertujuan untuk menghindari tumpang
tindihnya aturan baik secara horizontal maupun vertikal,
10
Hikmahanto Juwana, Penyusunan Naskah Akademik sebagai Prasyarat dalam
Perencanaan Pembentukan RUU, Departemen Hukum dan HAM, hal. 3-4.
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN Kabupaten Temanggung. II - 17
serta untuk harmonisasi dan sinkronisasi berbagai
undang-undang yang sudah ada dalam proses
pembentukan undang-undang.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa “Naskah
Akademik” paling sedikit memuat dasar filosofis, sosiologis,
yuridis, pokok dan lingkup materi muatan yang diatur.
b. Urgensi Penyusunan Naskah Akademik
Dasar filosofis merupakan landasan filsafat atau
pandangan yang menjadi dasar cita-cita sewaktu
menuangkan suatu masalah ke dalam peraturan perundang-
undangan. Dasar filosofis sangat penting untuk menghindari
pertentangan peraturan perundang-undangan yang disusun
dengan nilai-nilai yang hakiki dan luhur di tengah-tengah
masyarakat, misalnya etika, adat, agama dan lain-lain.11
Aspek filosofis ini antara lain memuat hasil kajian yang
mencerminkan landasan ideal atau pandangan yang menjadi
dasar cita-cita pada saat menuangkan suatu masalah ke
dalam peraturan perundang-undangan.
Secara dasar sosiologis, naskah akademik disusun
dengan mengkaji realitas masyarakat yang meliputi
kebutuhan hukum masyarakat, aspek sosial ekonomi dan
nilai-nilai yang hidup dan berkembang (rasa keadilan
masyarakat). Tujuan kajian sosiologis ini adalah untuk
menghindari tercerabutnya peraturan perundang-undangan
yang dibuat dari akar-akar sosialnya di masyarakat.
Banyaknya peraturan perundang-undangan yang setelah
diundangkan kemudian ditolak oleh masyarakat, merupakan
11
Ibid, Hikmahanto Juwana, hal. 11
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN Kabupaten Temanggung. II - 18
cerminan peraturan perundang-undangan yang tidak
memiliki akar sosial yang kuat.12
Teori-teori perundang-undangan pada umumnya
hanya menyebutkan tiga aspek kajian untuk mengukur baik-
tidaknya suatu peraturan perundang-undangan, yaitu dari
aspek filosofis, yuridis, dan sosiologis. Akan tetapi, sebuah
peraturan perundang-undangan (termasuk peraturan
daerah) tidak bisa sama sekali dilepaskan dari unsur-unsur
politis dalam pembentukannya. Aspek politis pada dasarnya
mengedepankan persoalan tarik-ulur kepentingan antara
pemerintah dan masyarakat. Dalam Naskah Akademik pun
kajian terhadap aspek ini perlu dilakukan. Bagaimana
sesungguhnya kemauan politik dari pemerintah, dan
bagaimana bargaining power dari kemauan politik
pemerintah ini ketika berhadapan dengan kepentingan
masyarakat, terutama dalam era demokrasi seperti saat ini.
Hal yang sangat penting lainnya adalah kajian-kajian
dari berbagai aspek terkait, antara lain, dari aspek ekonomi
dan ekologi, yang akan lebih memperkaya Naskah Akademik
dan pada tahap selanjutnya juga akan lebih
menyempurnakan substansi peraturan perundang-undangan
(peraturan daerah) yang akan dibuat. Jika kondisi
memungkinkan maka sesungguhnya proses pembentukan
peraturan perundang-undangan (termasuk peraturan
daerah) perlu menggunakan apa yang disebut proses
regulatory impact assessment (RIA), yang berguna untuk
mengetahui sejauhmana dampak ekonomis yang timbul dari
peraturan tersebut bila sudah terbentuk dan diberlakukan di
tengah-tengah masyarakat.
12
Ibid, Hikmahanto Juwana, hal. 15.
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN Kabupaten Temanggung. II - 19
Urgensi Naskah Akademik yang lain adalah bahwa
dalam dokumen itu diberikan gambaran mengenai substansi,
materi dan ruang lingkup dari peraturan daerah yang akan
dibuat. Naskah akademik menjelaskan tentang konsepsi,
pendekatan, dan asas-asas dari materi hukum yang perlu
diatur, serta pemikiran-pemikiran normanya. Asas-asas dari
materi hukum, pada dasarnya tidak semata-mata terikat
pada asas-asas yang telah ditentukan dalam Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2011 ataupun Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2014 sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015, tetapi juga
perlu mencermati nilai-nilai, asas-asas hukum adat atau
kearifan tradisional yang masih hidup dana berkembang
dalam kehidupan masyarakat setempat.
Hal penting lainnya yang perlu dipertimbangkan
adalah asas resiko (risk management) yang mau tidak mau
akan timbul atau dihadapi nantinya jika peraturan daerah itu
sudah terbentuk atau telah diberlakukan. Dengan
dituangkannya asas resiko ini, paling tidak sudah ada
antisipasi terhadap resiko-resiko negatif yang kemungkinan
besar terjadi sebagai konsekuensi dari adanya peraturan
daerah terkait.13
Naskah Akademik juga memberikan ruang bagi para
pengambil keputusan yang berwenang untuk membahas dan
menetapkan peraturan daerah (baik pemerintah daerah
maupun Dewan perwakilan Rakyat Daerah) untuk
mempertimbangan apakah suabtsnasi/ materi yang
terkandung dalam Naskah Akademik itu layak diatur dalam
13
www.legalitas.org, dikutip dalam Makalah Eko Rial Nugroho, Urgensi Penyusunan
Naskah Akademik Dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, diakses tanggal 26
November 2012
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN Kabupaten Temanggung. II - 20
bentuk peraturan daerah atau tidak, dan apakah hanya perlu
satu peraturan daerah atau dimungkinkan untuk dituangkan
dalam lebih dari satu peraturan (mungkin peraturan
sederajat atau peraturan pelaksanaan).
Tendensi pandangan masyarakat memiliki
kecenderungan bahwa peraturan perundang-undangan
(termasuk peraturan daerah) adalah produk yang selalu
berpihak pada kepentingan pemerintah (politik) semata-
mata, sehingga dalam pelaksanaannya masyarakat tidak
terlalu merasa memiliki dan menjiwai peraturan perundang-
undangan terkait.14 Oleh karena itu, Naskah Akademik
diharapkan dapat digunakan sebagai instrumen penyaring,
menjembatani, dan meminimalisir unsur-unsur kepentingan
politik dari pembentuk peraturan perundang-undangan
(peraturan daerah). Naskah Akademik menjelaskan
objektivitas tujuan dibentuknya peraturan perundang-
undangan, karena didasarkan atas hasil kajian dan/atau
penelitian, yang menampung aspirasi serta mengakomodasi
kepentingan dan keinginan masyarakat, serta didukung oleh
kebijakan politik dan peraturan perundang-undangan.
Naskah akademik juga diharapkan dapat
meminimalisir terjadinya pembatalan terhadap peraturan-
peraturan daerah yang dianggap bermasalah, karena
sebelum peraturan perundang-undangan itu ditetapkan, hal
ikhwal berkaitan dengan bidang yang diatur tersebut sudah
didasarkan atas hasil kajian/ penelitian yang komprehensif.
Keberadaan Naskah Akademik sangat diperlukan
dalam proses pembentukan peraturan daerah. Oleh karena
itu, perlu dipertimbangkan oleh para pembuat peraturan
14 Ibid, Harry Alexander, hal. 118.
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN Kabupaten Temanggung. II - 21
daerah untuk terlebih dahulu menyusun Naskah Akademik
dalam proses pembentukan peraturan daerah, mengingat
banyak manfaat yang dapat diambil dari Naskah Akademik
dalam keseluruhan proses pembentukan peraturan daerah,
mulai dari perencanaan, pembahasan, sampai pada
pemberlakuan atau pelaksanaannya.
5. Kedudukan dan Fungsi Naskah Akademik
Ada beberapa persepsi yang salah atas Naskah
Akademik di Indonesia, yaitu:
a. Naskah akademik dipersepsikan untuk melegitimasi
rancangan undang-undang atau rancangan peraturan
daerah tertentu. Naskah akademik dalam hal ini disusun
setelah Rancangan Undang-Undang atau Rancangan
Peraturan Daerah disiapkan. Hal itu berarti keberadaan
Naskah akademik lebih bersifat sebagai pesanan. Namun
ironisnya, banyak pejabat Pemerintah/ Pemerintah
Daerah pengambil kebijakan dalam pembahasan
rancangan peraturan perundang-undangan
mengesampingkan hasil naskah akademik dan
pembentukan peraturan perundang-undangan sering
dilakukan dengan tidak didasarkan pada kebutuhan,
tetapi merujuk aturan yang sudah ada dan kepentingan
penguasa.
b. Naskah akademik dibuat untuk menghabiskan anggaran
yang telah dialokasikan. Sehingga tidak heran apabila
ada yang mencemooh bahwa penyusunan naskah
akademik sebagai suatu proyek/ kegiatan. Bahkan
naskah akademik dibuat sekedar untuk memenuhi syarat
formal. Kesalahan persepsi ini semakin diperkuat dengan
sifat fakultatif atau ketidakharusan naskah akademik
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN Kabupaten Temanggung. II - 22
dalam pembentukan peraturan perundang-undangan.
Akibatnya maskah akademik yang dibuat asal-asalan
saja, tidak berkualitas dan tidak dengan riset hukum
yang mendalam. Naskah akademik cenderung diabaikan
dalam pembentukan peraturan perundang-undangan.
Padahal naskah akademik merupakan landasan dan
pertanggungjawaban akademik untuk setiap asas dan
norma yang dituangkan dalam rancangan peraturan
perundang-undangan. Dengan disusunnya naskah
akademik diharapkan proses harmonisasi dan
keterkaitannya dengan peraturan lain sudah dapat
dilakukan sejak dini. Bahkan karena pentingnya naskah
akademik ini, Susilo Bambang Yudhoyono (waktu itu
Presiden RI) menegaskan pada pembukaan Konvensi
Hukum Nasional tanggal 15 April 2008 betapa pentingnya
penyusunan naskah akademik dalam menata dan
memantapkan sistem hokum nasional, melalui
perundang-undangan yang bisa mengeksplorasi
pemikiran yang jernih dan benar dengan memperhatikan
segi filosofis, segi sosiologis, segi historis, serta dapat
dipertanggungjawabkan.15
Naskah akademik yang memiliki fungsi dan peranan utama
dalam pembentukan peraturan perundang-undangan yang
baik. Kedudukan naskah akademik menurut Hary Alexander
merupakan bahan awal yang memuat gagasan-gagasan
tentang urgensi, pendekatan, luas lingkup dan materi
muatan suatu peraturan daerah; bahan pertimbangan yang
dipergunaan dalam permohonan izin prakarsa penyusunan
Ranperda/ Rancangan Produk Hukum Daerah lainnya kepada
15 Frankiano B. Randang, Membangun Hukum Nasional yang Demokratis dan Cerdas Hukum, Servanda, Jurnal Ilmiah Hukum, Vol. 3, No. 5, Januari 2009, hlm. 5.
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN Kabupaten Temanggung. II - 23
Kepala Daerah; dan bahan dasar bagi penyusunan Raperda/
Rancangan Produk Hukum Daerah lainnya. Sedangkan Sony
Maulana S, menggunakan istilah rancangan akademik
mengemukakan 3 (tiga) fungsi dari rancangan akademik,
yaitu menginformasikan bahwa perancang telah
mempertimbangkan berbagai fakta dalam penulisan
Ranperda; memastikan bahwa perancang menyusun fakta-
fakta tersebut secara logis, dan menjamin bahwa Ranperda
lahir dari proses pengambilan keputusan yang berdasarkan
logika dan fakta.16
Pada dasarnya naskah akademik sangat dibutuhkan
dalam pembentukan atau penyusunan peraturan perundang-
undangan. Ada enam urgensi dari sebuah naskah akademik
dalam proses pembentukan atau penyusunan peraturan
perundang-undangan:
a. Naskah akademik merupakan media nyata bagi peran
serta masyarakat dalam proses pembentukan atau
penyusunan peraturan perundang-undangan bahkan
inisiatif penyusunan atau pembentukan naskah akademik
dapat berasal dari masyarakat;
b. Naskah akademik akan memaparkan alasan-alasan,
fakta-fakta atau latar belakang masalah atau urusan
yang mendorong disusunnya suatu masalah atau urusan
sehingga sangat penting dan mendesak untuk diatur
dalam suatu peraturan perundang-undangan. Aspek-
aspek yang perlu diperhatikan adalah aspek ideologis,
politis, budaya, social, ekonomi, pertahanan dan
keamanan. Manfaat naskah akademik adalah dapat
16 Putra Kurnia dkk, Pedoman Naskah Akademik Perda Partisipatif, (Yogyakarta: Kreasi Total Media, 2007), hlm. 31.
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN Kabupaten Temanggung. II - 24
mengetahui secara pasti tentang mengapa perlu
dibuatnya sebuah peraturan perundang-undangan dan
apakah peraturan perundang-undangan tersebut
memang diperlukan oleh masyarakat.
c. Naskah kademik menjelaskan tinjauan terhadap sebuah
peraturan perundang-undangan dari aspek filosofis (cita-
cita hokum), aspek sosiologis (nilai-nilai yang hidup di
masyarakat), aspek yuridis (secara vertical dan
horizontal tidak bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang telah ada sebelumnya) dan
aspek politik (kebijaksanaan politik yang menjadi dasar
selanjutnya bagi kebijakan-kebijakan dan tata laksana
pemerintahan).
Kajian filosofis akan menguraikan mengenai
landasan filsafat atau pandangan yang menjadi dasar cita-
cita sewatu menuangkan suatu masalah ke dalam peraturan
perundang-undangan. Kajian yuridis merupakan kajian yang
memberikan dasar hokum bagi dibuatnya suatu peraturan
perundang-undangan, baik secara yuridis formal maupun
yuridis material, mengingat dalam bagian ini dikaji mengenai
landasan hokum yang berasal dari peraturan perundang-
undangan lain untuk memberi kewenangan bagi suatu
instansi membuat aturan tertentu dan dasar hokum untuk
mengatur permasalahan (objek) yang akan diatur.
Kajian sosiologis menjelaskan peraturan dianggap
sebagai suatu peraturan yang efektif jika tidak melupakan
bagaimana kebutuhan masyarakat, keinginan masyarakat,
interaksi masyarakat terhadap peraturan tersebut, sehingga
dalam kajian ini realitas masyarakat meliputi kebutuhan
hokum masyarakat, kondisi masyarakat dan nilai-nilai yang
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN Kabupaten Temanggung. II - 25
hidup dan berkembang (rasa keadilan masyarakat).
Sementara kajian politis mengedepankan persoalan
kepentingan dari pihak terkait (pemerintahd an masyarakat)
melalui kekuatan masing-masing pihak. Oleh karena itu
naskah akademik berperan menjadi sarana memadukan
kekuatan-kekuatan para pihak tersebut, sehingga
diharapkan perpaduan tersebut menjadi sebuah
kebijaksanaan politik yang kelas menjadi dasar selanjutnya
bagi kebijakan-kebijakan dan pengarahan ketatalaksanaan
pemerintahan.
a. Naskah akademik memberikan gambaran mengenai
substansi, materi dan ruang lingkup dari sebuah
peraturan perundang-undangan yang akan dibuat. Dalam
hal ini dijelaskan mengenai konsepsi, pendekatan dan
asas-asas dari materi hokum yang perlu diatur, serta
pemikiran-pemikiran normanya.
b. Naskah akademik memberikan pertimbangan dalam
rangka pengambilan keputusan bagi pihak eksekutif dan
legislative pembentukan peraturan perundang-undangan
tentang permasalahan yang akan dibahas dalam naskah
akademik.
c. Ada kecenderungan pandangan masyarakat
menempatkan perundang-undangan sebagai suatu
produk yang berpihak pada kepentingan pemerintah
(politik) semata sehingga dalam implementasinya
masyarakat tidak terlalu merasa memiliki dan menjiwai
perundang-undangan tersebut. Oleh karena itu
pembentukan naskah akademik diharapkan bisa
digunakan sebagai instrument penyaring, menjembatani
dan upaya meminimalisir unsur-unsur kepentingan
politik. Untuk itu, pihak pembentuk peraturan
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN Kabupaten Temanggung. II - 26
perundang-undangan harus meneliti, menampung dan
mengakomodasi secara ilmiah kebutuhan serta harapan
masyarakat sehingga masyarakat merasa memiliki dan
menjiwai perundang-undangan tersebut.17
Pasal 5 Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2005
menyataan bahwa tentang permasalahan Saat dan
hukumawal naskah bahwa pemrakarsa dalam menyusun
rancangan undang-undang dapat terlebih dahulu menyusun
naskah akademik mengenai materi yang akan diatur dalam
rancangan undang-undang. Kata dapat berarti tidak
keharusan. Jika diperhatikan Pasal 4 menyatakan bahwa
konsepsi dan materi pengaturan yang disusun harus selaras
dengan falsafah Negara Pancasila, Undang-Undang Dasar
1945, undang-undang lain dan kebijakan yang terkait
dengan materi yang akan diatur. Konsepsi yang dituangkan
dalam naskah akademik sangat berperan membantu
pembentukan peraturan perundang-undangan.
Dalam menyusun peraturan perundang-undangan,
adanya ketentuan mengenai hierarki yang merupakan
penjenjangan setiap jenis peraturan perundang-undangan
didasarkan pada asas peraturan perundang-undangan yang
lebih tinggi. Naskah akademik yang di dalamnya memuat
inventarisasi berbagai peraturan perundang-undangan yang
terkait sangat membantu pembentukan peraturan
perundang-undangan yang baik. Lebih jauh lagi dalam
penyusunan peraturan daerah yang merupakan jenis
peraturan perundang-undangan yang hierarkinya paling
bawah. Ketentuan bahwa peraturan daera berfungsi
menjabarkan peraturan perundang-undangan yang lebih
17 Ibid.
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN Kabupaten Temanggung. II - 27
tinggi, berarti dalam pembentuan Peraturan Daerah harus
mengetahui peraturan perundang-undangan diatasnya baik
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945,
Undang-Undang, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, dan
Peraturan perundang-undangan yang terkait dengan
Peraturan Daerah yang akan disusun. Dalam hal ini naskah
akademik memiliki fungsi yang penting. Banyak peraturan
daerah yang telah dibatalkan karena bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
Sebagaimana diuraikan sebelumnya, naskah
akademik merupakan suatu rancangan undang-undang atau
rancangan peraturan daerah merupakan potret yang
memberikan gambaran atau penjelasan tentang berbagai hal
yang terkait dengan peraturan perundang-undangan yang
hendak dibentuk. Dengan demikian melalui naskah akademik
dapat ditentukan apakah peraturan perundang-undangan
yang akan dibentuk akan melembagakan atau
memformalkan apa yang telah ada dan berjalan di
masyarakat. Upaya pelembagaan atau menjadikan formal
nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat adalah
pembentukan peraturan perundang-undangan melalui proses
bottom up. Proses seperti inilah yang diharapkan oleh
masyarakat, sedangkan Pemerintah hanya berperan sebagai
fasilitator. Memformalkan nilai-nilai yang ada dalam
masyarakat, tidak memerlukan penegakan hokum secara
ketat karena mayoritas masyarakat telah menganut nilai-
nilai yang tertuang dalam peraturan perundang-undangan.
Penegakan hokum yang tegas lebih ditujukan untuk
minoritas masyarakat (bagi yang terkena dampak langsung)
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN Kabupaten Temanggung. II - 28
sehingga mereka mau bertindak sesuai dengan apa yang
dianut oleh mayoritas masyarakat.
Proses bottom up dalam pembentukan peraturan
perundang-undangan dapat diwujudkan dengan naskah
akademik. Naskah akademik memiliki arti penting untuk
menjabarkan nilai-nilai masyaraakt dari hasil kajian dan
penelitian yang dilakukan oleh penyusun naskah akademik.
Selama ini ada kecenderungan yang hanya menganggap
naskah akademik sebagai syarat formal dan dikesampingkan
begitu saja oleh pemrakarsa. Wajar saja hal itu terjadi
karena proses pembentukan peraturan perundang-undangan
yang dianut bersifat top down. Penguasa yang menentukan,
sedangkan masyarakat sebagai alat pelaksana. Sistem top
down akan berdampak terhadap penegakan hokum yang
secara tegas dan ketat.
Definisi Naskah Akademik berdasarkan lampiran
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan adalah naskah
hasil penelitian atau pengkajian hokum dan hasil penelitian
lainnya terhadap suatu masalah tertentu yang dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah mengenai pengaturan
masalah tersebut dalam suatu Rancangan Undang-Undang,
Rancangan Peraturan Daerah Provinsi, Rancangan Peraturan
Daerah Kabupaten/ Kota, sebagai solusi terhadap
permsalahan dan kebutuhan hokum masyarakat.
Substansi sistematikan Naskah Akademik
berdasarkan lampiran di atas meliputi:
1. BAB I. PENDAHULUAN.
Pendahuluan memuat latar belakang, sasaran yang akan
diwujudkan, identifikasi masalah, tujuan dan kegunaan,
serta metode penelitian.
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN Kabupaten Temanggung. II - 29
A. Latar Belakang
Latar belakang memuat pemikiran dan
alasan-alasan perlunya penyusunan Naskah Akademik
sebagai acuan pembentukan Rancangan Undang-
Undang atau Rancangan Peraturan Daerah tertentu.
Latar belakang menjelaskan mengapa pembentukan
Rancangan undang-Undang atau Rancangan
Peraturan Daerah suatu Peraturan PErundang-
undangan memerlukan suatu kajian yang mendalam
dan komprehensif mengenai teori atau pemikiran
ilmiah yang berkaitan dengan materi muatan
Rancangan Undang-Undang atau Rancanagn
Peraturan Daerah yang akan dibentuk. Pemikiran
ilmiah tersebut mengarah kepada penyusunan
argumentasi filosofis, sosiologis serta yuridis guna
mendukung perlu atau tidak perlunya penyusunan
Rancangan Undang-Undang atau Rancangan
Peraturan Daerah.
B. Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah memuat rumusan
mengenai masalah apa yang akan ditemukan dan
diuraikan dalam Naskah Akademik tersebut. Pada
dasarnya identifikasi masalah dalam suatu Naskah
Akademik mencakup 4 (empat) pokok masalah, yaitu
sebagai berikut:
1) Permasalahan apa yang dihadapi dalam kehidupan
berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat serta
bagaimana permasalahan tersebut dapat diatasi.
2) Mengapa perlu Rancangan Undang-Undang atau
Rancangan Peraturan Daerah sebagai dasar
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN Kabupaten Temanggung. II - 30
pemecahan masalah tersebut, yang berarti
membenarkan pelibatan Negara dalam
penyelesaian masalah tersebut.
3) Apa yang menjadi pertimbangan atau landasan
filosofis, sosiologis, yuridis pembentukan
Rancangan Undang-Undang atau Rancangan
Peraturan Daerah.
4) Apa sasaran yang akan diwujudkan, ruang lingkup
pengaturan, jangkauan, dan arah pengaturan.
C. Tujuan dan Kegunaan Kegiatan Penyusunan Naskah
Akademik
Sesuai dengan ruang lingkup identifikasi
masalah yang dikemukakan di atas, tujuan
penyusunan naskah akademik dirumuskan sebagai
berikut:
1) Merumuskan permasalahan yang dihadapi dalam
kehidupan berbangsa, bernegara, dan
bermasyarakat serta cara-cara mengatasi
permasalahan tersebut.
2) Merumuskan permasalahan hokum yang dihadapi
sebagai alasan pembentukan Rancangan Undang-
Undang atau Rancangan Peraturan Daerah sebagai
dasar hokum penyelesaian atau solusi
permasalahan dalam kehidupan berbangsa,
bernegara, dan bermasyarakat.
3) Merumuskan pertimbangan atau landasan filosofis,
sosiologis, yuridis pembentukan Rancangan
Undang-Undang atau Rancangan Peraturan
Daerah.
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN Kabupaten Temanggung. II - 31
4) Merumuskan sasaran yang akan diwujudkan,
ruang lingkkup pengaturan, jangkauan dan arah
pengaturan dalam Rancangan Undang-Undang
atau Rancangan Peraturan Daerah.
Sementara itu, kegunaan penyusunan Naskah
Akademik adalah sebagai acuan atau referensi
penyusunan dan pembahasan Rancangan Undang-
Undang atau Rancangan Peraturan Daerah.
D. Metode
Penyusunan Naskah Akademik pada dasarnya
merupakan suatu kegiatan penelitian sehingga
digunakan metode penyusunan Naskah Akademik
yang berbasiskan metode penelitian hokum atau
penelitian lain. Penelitian hokum dapat dilakukan
melalui metode yuridis normative dan metode yuridis
empiris. Metode yuridis normatif dilakukan melalui
studi pustaka yang menelaah (terutama) data
sekunder yang berupa Peraturan Perundang-
undangan, putusan pengadilan, perjanjian, kontrak,
atau dokumen hukum lainnya, serta hasil penelitian,
hasil pengkajian, dan referensi lainnya.
Metode yuridis normative dapat dikengkapi
dengan wawancara, diskusi (focus group discussion),
dan rapat dengan pendapat. Metode yuridis empiris
atau sosiolegal adalah penelitian yang diawali dengan
penelitian normatif atau penelaahan terhadap
Peraturan Perundang-undangan (normatif) yang
dilanjutkan dengan observasi yang mendalam serta
penyebarluasan kuesioner untuk mendapatkan data
factor non hokum yang terkait dan yang terpengaruh
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN Kabupaten Temanggung. II - 32
terhadap Peraturan Perundang-undangan yang
diteliti.
2. BAB II. KAJIAN TEORITIS DAN PRAKTIK EMPIRIS
Dalam bab ini memuat uraian mengenai materi
yang bersifat teoritis, asas, praktek, perkembangan
pemikiran, serta implikasi social, politik, dan ekonomi,
keuangan Negara dari pengaturan dalam suatu Undang-
Undang, Peraturan Daerah Provinsi, atau Peraturan
Daerah Kabupaten/ Kota.
Bab ini dapat diuraikan dalam beberapa sub bab
berikut:
A. Kajian Teoritis
B. Kajian terhadap Asas/ Prinsip yang terait dengan
Penyusunan Norma.
Analisas terhadap penentuan asas-asas ini juga
memperhatikan berbagai aspek bidang kehidupan
terkait dengan Peraturan Perundang-undangan yang
akan dibuat, yang berasal dari hasil penelitian.
C. Kajian terhadap praktek penyelenggaraan, kondisi
yang ada, serta permasalahan yang dihadapi
masyarakat.
D. Kajian terhadap implikasi penerapan sistem baru yang
akan diatur dalam Undang-Undang atau Peraturan
Daerah terhadap aspek kehidupan masyarakat dan
dampaknya terhadap aspek beban keuangan Negara.
3. BAB III. EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT.
Bab ini memuat hasil kajian terhadap Peraturan
Perundang-undangan terkait yang memuat kondisi
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN Kabupaten Temanggung. II - 33
hokum yang ada, keterkaitan Undang-Undang dan
Peraturan Daerah baru dengan Peraturan Perundang-
undangan lain, harmonisasi secara vertical dan
horizontal, serta status dari Peraturan Perundang-
undangan yang ada, termasuk Peraturan Perundang-
undangan yang dicabut dan dinyatakan tidak berlaku
serta Peraturan Perundang-undangan yang masih tetap
berlaku karena tidak bertentangan dengan Undang-
Undang atau Peraturan Daerah yang baru.
Kajian terhadap Peraturan Perundang-undangan
ini dimaksudkan untuk mengetahui kondisi hokum atau
peraturan perundang-undangan yang mengatur
mengenai substansi atau materi yang akan diatur. Dalam
kajian ini akan diketahui posisi dari Undang-Undang atau
Peraturan Daerah yang baru. Analisis ini dapat
menggambarkan tingkat sinkronisasi, harmonisasi
Peraturan Perundang-undangan yang ada serta posisi
dari Undang-Undang dan Peraturan Daerah untuk
menghindari terjadinya tumpang tindih pengaturan. Hasil
dari penjelasan atau uraian ini menjadi bahan bagi
penyusunan landasan filosofis dan yuridis dari
pembentukan Undang-Undang, Peraturan Daerah
Provinsi, atau Peraturan Daerah Kabupaten/ Kota yang
akan dibentuk.
4. BAB IV. LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, DAN
YURIDIS
A. Landasan Filosofis
Landasan filosofis merupakan pertimbangan
atau alasan yang menggambarkan pandangan hidup,
kesadaran, dan cita hokum yang meliputi suasana
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN Kabupaten Temanggung. II - 34
kebatinan serta falsafah bangsa Indonesia yang
bersumber dari Pancasila dan Pembukaan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.
B. Landasan Sosiologis
Landasan Sosiologis merupakan
pertimbangan atau alasan yang menggambarkan
bahwa peraturan yang dibentuk untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat dalam berbagai aspek.
Landasan sosiologis sesungguhnya menyangkut fakta
empiris mengenai perkembangan masalah dan
kebutuhan masyarakat dan Negara.
C. Landasan Yuridis
Landasan yuridis merupakan pertimbangan
atau alasan yang menggambarkan bahwa peraturan
yang dibentuk untuk mengatasi permasalahan hokum
atau mengisi kekosongan hokum dengan
mempertimbangkan aturan yang telah ada, yang
akan diubah, atau yang akan dicabut guna menjamin
kepastian hokum dan rasa keadilan masyarakat.
Landasan yuridis menyangkut persoalan hokum yang
berkaitan dengan substansi atau materi yang diatur
sehingga perlu dibentuk Peraturan Perundang-
undangan yang baru. Beberapa persoalan hokum itu,
antara lain, peraturan yang sudah ada tetapi tidak
memadai, atau peraturannya memang sama sekali
belum ada.
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN Kabupaten Temanggung. II - 35
5. BAB V. JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN, DAN RUANG
LINGKUP MATERI MUATAN UNDANG-UNDANG,
PERATURAN DAERAH PROVINSI, ATAU PERATURAN
DAERAH KABUPATEN/ KOTA.
6. BAB VI. PENUTUP.
Bab penutup terdiri atas sub bab simpulan dan
saran.
A. Simpulan
Simpulan memuat rangkuman pokok pikiran
yang berkaitan dengan praktik penyelenggaraan,
pokok elaborasi teori, dan asas yang telah diuraikan
dalam bab sebelumnya.
B. Saran
Saran memuat antara lain:
1. Perlunya pemilahan substansi Naskah Akademik
dalam suatu Peraturan Perundang-undangan atau
Peraturan Perundang-undangan di bawahnya.
2. Rekomendasi tentang skala prioritas penyusunan
Rancangan Undang-Undang/ Rancangan Peraturan
Daerah dalam Program Legislasi Nasional/
Program Legislasi Daerah.
3. Kegiatan lain yang diperlukan untuk mendukung
penyempurnaan penyusunan Naskah Akademik
lebih lanjut.
B. Kajian Terhadap Asas-Asas Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan Terkait dengan Penyusunan Norma.
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN Kabupaten Temanggung. II - 36
Untuk memahami asas-asas pembentukan peraturan
perundang-undangan yang baik, dapat dimulai dari pengertian
tentang asas hukum. Menurut Sudikno Mertokusumo asas
hukum atau prinsip hukum bukanlah peraturan hukum konkrit,
melainkan merupakan pikiran dasar yang umum sifatnya atau
merupakan latar belakang dari peraturan konkrit yang terdapat
dalam dan dibelakang setiap sistem hukum yang terjelma dalam
peraturan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim
yang merupakan hukum positif dan dapat dikemkakan dengan
mencari sifat-sifat umum dari peraturan yang konkret tersebut.
Fungsi ilmu hukum adalah mencari asas hukum ini dalam hukum
positif (Yuliandri, 2009: 20).
Menurut ketentuan UU Nomor 32 Tahun 2004, dikenal 3
(tiga) asas penyelenggaraan pemerintahan di daerah, yaitu asas
desentralisasi, dekonsentrasi, dan asas tugas pembantuan.
Asas-asas Desentralisasi adalah penyerahan wewenang
pemerintahan oleh Pemerintah kepada daerah otonom dalam
rangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Asas
Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari Pemerintah
kepada Gubenur sebagai wakil pemerintah dan/atau perangkat
pusat di daerah, sedangkan asas Tugas Pembantuan adalah
penugasan dari pemerintah kepada daerah dan desa, dan dari
daerah ke desa untuk melaksanakan tugas tertentu yang
disertai dengan pembiayaan, saran dan prasarana serta sumber
daya manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaannya
dan mempertanggung-jawabkannya kepada yang
menugaskannya.
Menurut A. Hamid S. Attamimi, pembentukan peraturan
perundang-undangan Indonesia yang patut, adalah : a) Cita
Hukum Indonesia, b) Asas Negara Berdasar Atas Hukum dan
Asas Pemerintahan Berdasar Sistem Konstitusi dan c) Asas-asas
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN Kabupaten Temanggung. II - 37
lainnya (Maria Farida , 2007 :228). Lebih lanjut dijelaskan Asas-
asas pembentukkan peraturan perundang-undangan yang patut
ini meliputi juga :
1. Asas tujuan yang jelas;
2. Asas perlunya pengaturan;
3. Asas organ/lembaga dan materi muatan yang tepat;
4. Asas dapatnya dilaksanakan;
5. Asas dapatnya dikenali;
6. Asas perlakuan yang sama dalam hukum;
7. Asas persatuan hukum;
8. Asas pelaksanaan hukum sesuai keadaan individual. (Maria
Farida, 2007 :230).
Pembentukan peraturan perundang-undangan di
Indonesia, terdapat 2 (dua) asas hukum yang perlu
diperhatikan, yaitu asas hukum umum yang khusus memberikan
pedoman dan bimbingan bagi pembentukan isi peraturan dan
asas hukum lainnya yang memberikan pedoman dan bimbingan
bagi penuangan peraturan ke dalam bentuk dan susunannya,
bagi metode pembentukannya dan bagi proses serta prosedur
pembentukannya. Asas hukum yang terakhir ini dapat disebut
asas peraturan perundang-undanngan yang patut. Kedua asas
hukum tersebut berjalan seiring berdampingan memberikan
pedoman dan bimbingan serentak dalam setiap kali ada
kegiatan pembentukan peraturan perundang-undangan masing-
masing sesuai dengan bidangnya.
Asas-asas pembentukan Peraturan Perundang-undangan
menurut Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan tertuang dalam
Pasal 5 dan Pasal 6. Pasal 5 menyebutkan dalam membentuk
Peraturan Perundang-undangan harus dilaukan berdasarkan
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN Kabupaten Temanggung. II - 38
pada asas pembentukan Peraturan perundang-undangan yang
baik, yang meliputi:
1. Asas Kejelasan Tujuan
Bahwa setiap pembentukan peraturan perundang-undangan
harus mempunyai tujuan yang jelas yang hendak dicapai.
2. Asas Kelembagaan atau Organ Pembentuk Yang Tepat
Bahwa setiap jenis peraturan perundang-undangan harus
dibuat oleh lembaga/ pejabat Pembentuk peraturan
perundang-undangan yang berwenang. Peraturan
perundang-undangan tersebut dapat dibatalkan atau batal
demi hukum, apabila dibuat oleh lembaga/ pejabat yang
tidak berwenang.
3. Asas Kesesuaian antara Jenis dan Materi Muatan
Bahwa dalam pembentukan peraturan perundang-undangan
harus benar-benar memperhatikan materi muatan yang
tepat dengan jenis peraturan perundang-undangannya.
4. Dapat Dilaksanakan
Bahwa setiap Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
harus memperhitungkan efektifitas Peraturan Perundang-
undangan tersebut di dalam masyarakat baik secara
fisiologis, yuridis, maupun sosiologis.
5. Kedayagunaan dan Kehasilgunaan
Bahwa setiap Peraturan Perundang-undangan dibuat karena
memang benar-benar dibutuhkan dan bermanfaat dalam
mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.
6. Asas Kejelasan Rumusan
Bahwa setiap Peraturan Perundang-undangan harus
memenuhi persyaratan teknis penyusunan Peraturan
Perundang-undangan, sistematika dan pilihan kata atau
istilah, serta bahasa hukum yang jelas dan mudah
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN Kabupaten Temanggung. II - 39
dimengerti sehingga tidak menimbulkan berbagai macam
interpretasi dalam pelaksanaannya.
7. Asas Keterbukaan
Bahwa dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
mulai dari perencanaan, penyusunan, pembahasan
pengesahan atau penetapan, dan pengundangan bersifat
transparan dan terbuka. Dengan demikian, seluruh lapisan
masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya
untuk memberikan masukan dalam Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan.
Alinea ke - 4 Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia 1945 menyatakan: “Kemudian dari pada itu
untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa”. Frasa yang melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seterusnya sebagaimana
termaktub di dalam alinea ke – 4 Pembukaan UUD NRI 1945,
merupakan tujuan dan fungsi pembentukan negara. Berkaitan
dengan hal itu, Pasal 28 I ayat (4) Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia 1945 menyatakan: “Perlindungan,
pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia
adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah.”
Hal ini menunjukkan adanya kewajiban negara dalam
melindungi warga negaranya dari bentuk-bentuk ancaman dan
tindakan kejahatan yang merugikan hak asasi setiap warga
negaranya. Upaya perlindungan terhadap hak asasi warga
negara harus juga dilihat dari perkembangan di masyarakat
secara kontekstual. Bentuk-bentuk kejahatan yang terjadi saat
ini tidak lagi secara langsung menghentikan hak asasi dan
kehidupan seseorang, melainkan melalui sarana-sarana yang
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN Kabupaten Temanggung. II - 40
dapat menghancurkan kehidupan seseorang. Perkembangan
kejahatan demikian dapat diamati melalui kejahatan
penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkoba (Narkotika,
Psikotropika, dan Obat terlarang).
Indonesia adalah negara hukum sebagaimana
dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia 1945. Terdapat kesamaan unsur
dalam sistem hukum Eropa Kontinental (Civil Law) dan Anglo
Saxon (Common Law) yaitu perlindungan hak asasi manusia
(HAM). Oleh sebab itu, pengakuan akan “negara hukum” dalam
Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia 1945 perlu dikaitkan dengan Pasal 28 I ayat (5)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 yaitu :
“Untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai
dengan prinsip negara hukum yang demokratis, maka
pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur, dan dituangkan
dalam peraturan perundangan-undangan.”
Menurut Mohammad Mahfud MD (1993), pemikiran
“negara hukum” Eropa Kontinental dimulai oleh pemikiran
Immanuel Kant, kemudian dikembangkan oleh J.F Stahl.
Pemikiran negara hukum tersebut dipengaruhi oleh pemikiran
Ekonom Adam Smith saat itu. Julius Friedrich Stahl,
mengemukakan 4 unsur sebagai ciri negara hukum, yakni :
1. Tindakan pemerintah berdasarkan Peraturan Perundang-
undangan (Legalitas);
2. Perlindungan HAM;
3. Pemisahan Kekuasaan; dan
4. Adanya peradilan administrasi.
Ciri-ciri negara hukum sebagaimana dikemukakan oleh
Friedrich Julius Stahl dalam menguraikan “Konsep Negara
Hukum” (Rechtstaat), berbeda dengan konsep negara hukum
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN Kabupaten Temanggung. II - 41
Anglo Saxon yakni The Rule of Law. Secara konseptual “The
Rule of Law” dalam Dictionary of Law, diartikan sebagai
“principle of government that all persons and bodies and the
government itself are equal before and answerable to the law
and that no person shall be punished without trial.” Kemudian
A.V Dicey mengemukakan unsur-unsur konsep The Rule of Law,
yakni:
1. Supremacy of law;
2. Equality before the law;
3. The constitution based on individual rights.
Terlepas dari perkembangan pemikiran negara hukum
yang sudah berkembang pesat dengan berbagai gagasannya,
terdapat kesamaan pada kedua sistem hukum tersebut
berkenaan dengan perlindungan HAM. Bagi negara Indonesia
yang menganut pola kodifikasi maka jaminan pemenuhan,
penegakan, perlindungan HAM harus dijamin dalam peraturan
perundang-undangan. Hal ini sesuai dengan Pasal 28 I ayat (5)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.
Pemikiran negara hukum ini menjadi justifikasi teoritis
dalam pembentukan Peraturan Daerah dalam mengatur
tentang Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan
Peredaran Gelap Narkoba (P4GN). Peraturan daerah merupakan
legitimasi hukum bagi Pemerintah Daerah dalam melakukan
upaya pencegahan penyalahgunaan narkotika. Eksistensi
Peraturan Daerah ini akan menjamin dan melindungi hak asasi
manusia warga negara Indonesia, khususnya di Kabupaten
Temanggung. Berkenaan dengan asas legalitas dalam negara
hukum “rechtstaat”, maka bentuk perlindungan itu harus diatur
dalam instrumen hukum, yaitu Undang-undang, dan untuk di
daerah dalam bentuk Peraturan Daerah.
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN Kabupaten Temanggung. II - 42
Peraturan daerah merupakan penjabaran Pasal 18 ayat
(1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945,
yang menggunakan frasa “dibagi atas”, lebih lanjut dengan
kalimat sebagai berikut : “Negara Kesatuan Republik Indonesia
dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu
dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi,
kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah,
yang diatur dengan undang-undang.”
Frasa “dibagi atas” ini menunjukkan bahwa kekuasaan
negara terdistribusi ke daerah-daerah, sehingga memberikan
kekuasaan kepada daerah untuk mengatur rumah tangganya.
Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah daerah memiliki fungsi
regeling (mengatur). Dengan fungsi tersebut, dilihat dari sudut
pandang “asas legalitas” (tindak tanduk pemerintah
berdasarkan hukum) memperlihatkan adanya kewenangan
pemerintah daerah untuk membentuk peraturan daerah. Pasal
1 angka 8 Undang- Undang No. 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan mendefinisikan
“Peraturan Daerah Kabupaten/Kota adalah Peraturan
Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah Kabupaten/Kota dengan persetujuan bersama
Bupati/Walikota.”
Jimly Asshidiqqie (2011) mengatakan peraturan tertulis
dalam bentuk ”statutory laws” atau ”statutory legislations”
dapat dibedakan antara yang utama (primary legislations) dan
yang sekunder (secondary legislations). Menurutnya primary
legislations juga disebut sebagai legislative acts, sedangkan
secondary legislations dikenal dengan istilah executive acts,
delegated legislations atau subordinate legislations. Peraturan
daerah merupakan karakter dari legislative acts, sama halnya
dengan Undang-undang. Oleh sebab itu hanya peraturan
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN Kabupaten Temanggung. II - 43
daerah dan Undang-undang saja yang dapat memuat adanya
sanksi.
Teori penjenjangan norma (Stufenbau des rechts),
menurut Hans Kelsen bahwa norma-norma hukum itu bersifat
berjenjang dan berlapis-lapis dalam suatu hierarki tata
susunan, dimana suatu norma yang lebih rendah berlaku,
bersumber, dan berdasar pada norma yang lebih tinggi. Dan
norma yang lebih tinggi berlaku, bersumber dan berdasar pada
norma yang lebih tinggi lagi, demikian seterusnya sampai pada
norma yang tidak dapat ditelusuri lebih lanjut dan bersifat
hipotesis yaitu norma dasar (Grundnorm).
Selain Hans Kelsen, Hans Nawiasky juga
mengklasifikasikan norma hukum negara dalam 4 (empat)
kategori pokok, yaitu:
1. Staatsfundamentalnorms (norma fundamental negara);
2. Staatsgrundgesetz (aturan dasar/pokok negara);
3. Formell Gesetz (undang-undang formal); dan
4. Verordnung & Autonoe Satzung (aturan pelaksana dan
aturan otonom).
Sistem peraturan perundang-undangan di Indonesia
banyak dipengaruhi oleh pemikiran Hans Kelsen, sebagaimana
tercermin dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan yang menyatakan bahwa jenis dan hierarki Peraturan
Perundang-undangan terdiri atas:
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945;
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
3. Undang-Undang/ Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang;
4. Peraturan Pemerintah;
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN Kabupaten Temanggung. II - 44
5. Peraturan Presiden;
6. Peraturan Daerah Provinsi; dan
7. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
Pengaturan demikian menunjukkan bahwa peraturan
dibawah tidak boleh bertentangan dengan yang lebih tinggi
atau dengan kata lain peraturan dibawah bersumber pada
peraturan yang lebih tinggi. Peraturan Daerah Kabupaten
berada pada urutan paling bawah, sehingga pembentukannya
harus mengacu pada peraturan perundang-undangan
diatasnya.
Berdasar pada asas-asas dalam Pasal 5 Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan tersebut, jika digunakan untuk menyusun
dan mengkaji Rancangan Peraturan Daerah tentang
Pencegahan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran
Gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika maka dapat dijelaskan
sebagai berikut :
1. Asas Kejelasan Tujuan, bahwa tujuan dari Peraturan Daerah
tentang Pencegahan Pemberantasan Penyalahgunaan dan
Peredaran Gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika berupa
terciptanya Kabupaten Temanggung yang tertib, aman dan
sejahtera;
2. Kelembagaan atau Pejabat Pembentuk yang tepat, bahwa
Peraturan Daerah tentang Pencegahan Pemberantasan
Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika dan
Prekursor Narkotika dibentuk oleh Bupati dan DPRD
Kabupaten Temanggung;
3. Kesesuaian antara jenis, hirarki, dan materi muatan, bahwa
pembentukan Peraturan Daerah tentang Pencegahan
Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN Kabupaten Temanggung. II - 45
Narkotika dan Prekursor Narkotika, memperhatikan jenis,
hirarki dan materi muatan;
4. Dapat dilaksanakan, bahwa alasan filosofis perlunya
Peraturan Daerah tentang Pencegahan Pemberantasan
Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika dan Prekursor
Narkotika ini dimaksudkan untuk menjamin kesejahteraan dan
melindungi masyarakat dari bahaya narkoba. Alasan sosiologis
perlunya Peraturan Daerah tersebut bahwa masalah narkoba
merupakan masalah yang urgen untuk diselesaikan;
5. Kedayagunaan dan kehasilgunaan, bahwa Peraturan Daerah
tentang Pencegahan Pemberantasan Penyalahgunaan dan
Peredaran Gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika
berdayaguna dan berhasilguna untuk memberdayakan
masyarakat Kabupaten Temanggung dalam peningkatan
kesejahteraan secara merata;
6. Kejelasan rumusan, bahwa pembentukan Peraturan Daerah
tentang Pencegahan Pemberantasan Penyalahgunaan dan
Peredaran Gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika ini
memperhatikan sistematika, pilihan kata atau istilah, serta
bahasa hukum yang jelas dan mudah dimengerti sehingga
tidak menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam
pelaksanaannya;
7. Keterbukaan, bahwa pembentukan Peraturan Daerah
tentang Pencegahan Pemberantasan Penyalahgunaan dan
Peredaran Gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika dimulai
dari perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan
atau penetapan, dan pengundangan bersifat transparan
dan partisipatif.
Sedangkan dalam Pasal 6 Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN Kabupaten Temanggung. II - 46
undangan, menentukan bahwa materi muatan peraturan
perundang-undangan harus mencerminkan asas:
1. Pengayoman;
2. Kemanusiaan;
3. Kebangsaan;
4. Kekeluargaan;
5. Kenusantaraan;
6. Bhinneka Tunggal Ika;
7. Keadilan;
8. Kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan;
9. Ketertiban dan kepastian hukum; dan/atau
10. Keseimbangan, keserasian, dan keselarasan.
Beberapa asas tersebut menjadi pedoman bagi
pembentukan Peraturan Daerah Kabupaten Temanggung
tentang Pencegahan Pemberantasan Penyalahgunaan dan
Peredaran Gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika. Penjabaran
asas-asas Pasal 6 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan adalah:
1. Asas pengayoman
Bahwa setiap materi muatan Peraturan Perundang-
undangan harus berfungsi memberikan pelindungan untuk
menciptakan ketentraman masyarakat.
2. Asas kemanusiaan
Bahwa setiap materi muatan Peraturan Perundang-
undangan harus mencerminkan pelindungan dan
penghormatan hak asasi manusia serta harkat dan martabat
setiap warga negara dan penduduk Indonesia secara
proporsional.
3. Asas kebangsaan
Bahwa setiap materi muatan Peraturan Perundang-
undangan harus mencerminkan sifat dan watak bangsa
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN Kabupaten Temanggung. II - 47
Indonesia yang majemuk dengan tetap menjaga prinsip
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
4. Asas kekeluargaan
Bahwa setiap materi muatan Peraturan Perundangundangan
harus mencerminkan musyawarah untuk mencapai mufakat
dalam setiap pengambilan keputusan.
5. Asas kenusantaraan
Bahwa setiap materi muatan Peraturan Perundang-
Undangan senantiasa memperhatikan kepentingan seluruh
wilayah Indonesia dan materi muatan Peraturan Perundang-
undangan yang disusun di daerah merupakan bagian dari
sistem hukum nasional yang berdasarkan Pancasila dan
UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
6. Asas Bhineka Tunggal Ika
Bahwa materi muatan Peraturan Perundang-Undangan
harus memperhatikan keragaman penduduk, agama, suku
dan golongan, kondisi khusus daerah serta budaya dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
7. Asas keadilan
Bahwa setiap materi muatan Peraturan Perundang-
undangan harus mencerminkan keadilan secara
proporsional bagi setiap warga Negara.
8. Asas kesamaan kedudukan dalam hukum dan
pemerintahan Bahwa setiap materi muatan Peraturan Perundang-
undangan tidak boleh memuat hal yang bersifat membedakan
agama, suku, ras, golongan, gender, atau status sosial.
9. Asas ketertiban dan kepastian hukum
Bahwa setiap materi muatan Perundang-undangan harus
dapat mewujudkan ketertiban dalam masyarakat melalui
jaminan kepastian hukum.
10. Asas keseimbangan, keserasian, dan keselarasan
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN Kabupaten Temanggung. II - 48
Bahwa setiap materi muatan Peraturan Perundang-
undangan harus mencerminkan keseimbangan, keserasian,
dan keselarasan, antara kepentingan individu, masyarakat
dan kepentingan bangsa dan negara.
C. Kajian Terhadap Implementasi dan Permasalahan Yang
Dihadapi Masyarakat dalam Pelaksanaan Raperda tentang
Fasilitasi P4GNPN
1. Karakteristik Dampak Kesehatan, Sosial, Politik, dan
Ekonomi Peredaran dan Penyalahgunaan Narkotika
Dampak peredaran dan penyalahgunaan narkotika
mencakup dampak langsung dan tidak langsung. Dampak
tersebut mencakup, antara lain:
a. Besarnya biaya yang dibutuhkan untuk penyembuhan
dan perawatan kesehatan bagi pecandu narkoba.
b. Dikucilkan dalam pergaulan di masyarakat. Selain itu
biasanya pecandu narkotika seringkali bersikap anti sosial.
c. Hilangnya kesempatan belajar dan dikeluarkan dari
sekolah atau perguruan tinggi.
d. Tidak dipercaya karena pada umumnya pecandu
narkotika gemar berbohong dan melakukan tindak
kriminal.
e. Hukuman penjara yang sangat menyiksa lahir batin.
f. Pada umumnya setelah seorang pecandu sembuh dan sudah
sadar maka ia baru menyesali semua perbuatannya.
Berkaitan dengan dampak Langsung Narkotika bagi
tubuh manusia, diantaranya :
a. Gangguan pada jantung;
b. Gangguan pada hemoprosik;
c. Gangguan pada traktur urinarius;
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN Kabupaten Temanggung. II - 49
d. Gangguan pada otak;
e. Gangguan pada tulang;
f. Gangguan pada pembuluh darah;
g. Gangguan pada endorin;
h. Gangguan pada kulit;
i. Gangguan pada sistem syaraf;
j. Gangguan pada paru-paru;
k. Gangguan pada sistem pencernaan; dan
l. Dapat terinfeksi penyakit menular berbahaya seperti
HIV AIDS, Hepatitis, Herpes, TBC, dll.
Berkaitan dengan dampak langsung Narkotika bagi
mental manusia, adalah :
a. Menyebabkan depresi mental;
b. Menyebabkan gangguan jiwa berat / psikotik;
c. Menyebabkan bunuh diri;
d. Menyebabkan melakukan tindak kejahatan, kekerasan dan
pengrusakan.
Dampak penggunaan narkotika diatas adalah dampak
kepada individu. Di lain pihak tingginya penyalahgunaan
narkotika berdampak negatif bagi masyarakat, yaitu :
a. Penyalahgunaan narkotika cenderung menyerupai gaya
hidup sehingga dapat dengan mudah menular;
b. Masyarakat terpengaruh terhadap gaya penggunaan
narkotika;
c. Meningkatnya kejahatan; dan
d. Meningkatkatnya jumlah kematian.
Ragam dampak tersebut menunjukkan bahwa
penyalahgunaan narkotika mengandung potensi besar untuk
merusak kesehatan seseorang, bahkan menghancurkannya,
merusak keluarga, dan masyarakat atau bahkan sebuah
bangsa. Cara kerja narkotika dalam tubuh manusia
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN Kabupaten Temanggung. II - 50
sebagaimana diuraikan diatas, dapat diklasifikasikan
sebagai berikut:
a. Level 1 sebagai pengguna seseorang merasa bahagia, senang
ketika mengkonsumsi narkotika tersebut.
b. Level 2, pengguna mulai merasa adanya ketergantungan
(kecanduan) sehingga ingin menambah kebutuhan dari
narkotika tersebut. Kemudian mulai merasakan rasa sakit,
apabila tidak mengkonsumsi narkotika tersebut.
c. Level 3, pengguna merasakan penderitaan yang hebat
apabila tidak mengkonsumsi narkotika tersebut, dan
merasakan ketergantungan yang sangat berat terhadap
barang tersebut.
2. Karakteristik Kebutuhan Pemecahan Masalah Dampak
Peredaran dan Penyalahgunaan Narkotika
Gambaran peredaran dan dampak peredaran dan
penyalahgunaan narkotika menunjukkan bahwa masalah
dampak peredaran dan penyalahgunaan narkotika
membutuhkan model pemecahan masalah yang sesuai
dengan karakteristik peredaran dan penyalahgunaan
narkotika, serta dampaknya. Model tersebut harus dapat
menyentuh dan mengendalikan seluruh unsur penyebab
penyalahgunaan, seperti:
a. Setiap orang yang potensial menjadi pengguna;
b. Setiap orang yang telah menjadi pengguna;
c. Keluarga pengguna;
d. Lingkungan sosial pengguna;
e. Setiap orang yang potensial menjadi pengedar;
f. Pengedar;
g. Jaringan dan media pengedar;
h. Proses transaksi yang menjadi aliran peredaran.
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN Kabupaten Temanggung. II - 51
Pemecahan masalah tersebut harus didasarkan pada
pendekatan integral yang mengintegrasi seluruh komponen
pemangku kepentingan yang dapat menghambat peredaran
dan penyalahgunaan. Penggunaan pendekatan hukum perlu
diintegrasikan dengan pendekatan kultural, moral, ekonomi,
politik, dan edukasi yang mengendalikan seluruh pemangku
kepentingan kedalam satu gerakan sosial yang terstruktur,
terpogram, sistematis, dan konsisten (berkelanjutan) yang
dapat meniadakan kebutuhan penggunaan yang masuk
kedalam kategori penyalahgunaan.
D. Kajian Terhadap Implikasi Penerapan Baru Yang Akan
diatur dalam Peraturan Daerah Terhadap Aspek
Kehidupan Mayarakat dan Dampaknya terhadap Aspek
Keuangan Daerah.
Peredaran dan penyalahgunaan Narkoba oleh seseorang
disebabkan oleh beberapa faktor, seperti: individu, lingkungan
dan ketersediaan Narkoba. Faktor individu, mencakup:
a. Ketidaktahuan akan bahaya Narkoba.
Ketidaktahuan bahaya Narkoba akan mengakibatkan
orang tersebut berpotensi untuk tidak menolak terhadap
penawaran untuk mengkonsumsi narkoba.
b. Coba-coba dan rasa ingin tahu.
Banyaknya pengguna Narkoba diawali dengan rasa ingin
tahu, sehingga mereka cenderung untuk coba-coba
menggunakan. Keingintahuan yang besar untuk
mencoba, tanpa sadar atau berpikir panjang mengenai
akibatnya.
c. Stress dan banyak masalah.
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN Kabupaten Temanggung. II - 52
Beban stress yang dialami oleh seseorang menstimulasi
untuk melakukan tindakan-tindakan yang
menghilangkan beban pikiran dan Narkoba bisa menjadi
alternatif pilihan untuk dikonsumsi. Orang yang
mempunyai banyak masalah dan ingin lari dari masalah
dapat terjerumus dalam penggunaan Narkoba agar
dapat tidur nyenyak, mabuk, atau menjadi gembira.
d. Keinginan untuk bersenang-senang.
Keinginan bersenang-bersenang bagi penyalahguna
Narkoba, biasanya dimulai dari tawaran teman atau
kolega dan selanjutnya terus menggunakannya lagi yang
mengakibatkan terjadinya kecanduan.
e. Keinginan untuk mengikuti trend atau gaya hidup.
Beberapa jenis Narkoba dapat membuat pemakainya
menjadi lebih berani, keren, percaya diri, kreatif, santai,
dan lain sebagainya. Efek keren yang terlihat oleh orang
lain tersebut dapat menjadi trend pada kalangan
tertentu sehingga orang yang memakai Narkoba itu
akan disebut trendy, gaul, modis, dan sebagainya.
f. Keinginan untuk diterima oleh lingkungan atau kelompok.
Suatu kelompok orang yang mempunyai tingkat
kekerabatan yang tinggi antar anggota biasanya
memiliki nilai solidaritas yang tinggi. Jika ketua atau
beberapa anggota kelompok yang berpengaruh pada
kelompok itu menggunakan Narkoba, maka biasanya
anggota yang lain baik secara terpaksa atau tidak
terpaksa akan ikut menggunakan narkotika itu agar
merasa seperti keluarga senasib sepenanggungan.
g. Pengertian yang salah bahwa penggunaan satu kali tidak
menimbulkan ketagihan
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN Kabupaten Temanggung. II - 53
Pengertian dan anggapan tersebut membuat seseorang
untuk berani mencoba mengkonsumsi Narkoba dan
selanjutnya akan mengulanginya lagi.
h. Tidak mampu atau tidak berani menghadapi tekanan dari
lingkungan atau kelompok pergaulan untuk menggunakan
Narkoba.
Acapkali perilaku mengkonsumsi narkotika dikarenakan
ancaman dari kelompok untuk mengkonsumsi agar
dianggap mempunyai solidaritas. Tekanan tersebut
membuat seseorang tidak bisa menghindar dari
konsumsi narkoba.
Faktor lingkungan, mencakup:
a. Keluarga bermasalah atau broken home.
Kondisi keluarga khususnya orang tua yang bercerai,
membuat anak tidak mendapatkan kasih sayang dari sang
ayah maupun ibu. Keadaan seperti itulah yang kemudian
dibandingkan dengan kondisi keluarga lain yang harmonis
dan mencari upaya untuk menghilangkan bebannya
melalui konsumsi Narkoba.
b. Pengaruh orang tua dan saudara yang menjadi pengguna
atau pengedar gelap Narkoba.
Orang tua merupakan teladan bagi sang anak, ketika
orang tua bertindak sebagai pengguna Narkoba, maka
sang anak akan terpengaruh mengikuti jejak orang tua
tersebut.
c. Lingkungan pergaulan atau komunitas yang menjadi
pengguna atau pengedar gelap Narkoba.
Tren kehidupan saat ini menunjukkan banyaknya
komunitas dunia malam. Komunitas semacam ini
biasanya identik dengan kehidupan malam di diskotik
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN Kabupaten Temanggung. II - 54
atau cafe. Komunitas tersebut seringkali terpengaruh
dengan penyalahgunaan Narkoba dan mengakibatkan
seseorang yang bergabung di dalamnya sulit untuk
melepaskan diri dari komunitas atau kelompok tersebut.
d. Sering berkunjung ke tempat hiburan (cafe, diskotik,
karaoke).
Tempat hiburan yang menyuguhkan minuman beralkohol
dan suasana pesta menghendaki agar kondisi tubuh
selalu fit agar dapat menikmati suasana dan fasilitas yang
ada. Seringkali Narkoba dikonsumsi untuk menjaga
kebugaran tubuh. Seringnya berkunjung ke tempat
hiburan tersebut akan membuat seseorang mudah
terjerumus dalam penyalahgunaan Narkoba
e. Mempunyai banyak waktu luang, putus sekolah atau
menganggur.
Kondisi psikologis tersebut sering membuat seseorang
menghabiskan waktunya untuk hiburan yang tidak sehat
termasuk menggunakan Narkoba.
f. Lingkungan keluarga yang tidak harmonis.
Ketidakharmonisan dalam rumah tangga membuat
seseorang menjadi stress dan depresi, hal inilah yang
membuat seseorang dapat menggunakan Narkoba agar
dapat melarikan diri dari persoalan hidupnya.
g. Orang tua/keluarga yang permisif, acuh dan kurang
perhatian.
Tindakan orang tua yang acuh tak acuh dan kurangnya
perhatian terhadap perkembangan anak, membuat anak
mudah terjebak dalam tindakan penyalahgunaan
Narkoba.
h. Orang tua/keluarga yang terlalu sibuk mencari uang di
luar rumah.
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN Kabupaten Temanggung. II - 55
Kesibukan orang tua yang terlalu sibuk dalam pekerjaan
membuat kurangnya pengawasan terhadap anak.
Sehingga anak dapat terjerumus dalam penyalahgunaan
Narkoba.
i. Banyaknya wisatawan asing sehingga membawa pengaruh
negatif. Gaya hidup dari wisatawan asing yang menghabiskan
waktunya di bar atau diskotik dengan mengkonsumsi
minuman alkohol dan Narkoba akan melahirkan pengaruh
yang buruk bagi masyarakat.
j. Pengaruh film-film di Televisi.
Acapkali tayangan-tayangan televisi yang menampilkan
film-film kekerasan dan penggunanaan Narkoba, memiliki
dampak negatif yang mempengaruhi pola pikir anak
muda untuk mengkonsumsi narkoba.
Faktor ketersediaan narkotika, mencakup:
a. Narkoba semakin mudah didapat dan dibeli. Banyaknya
masyarakat pengguna narkoba akan menyuburkan peredaran
narkoba, sehingga narkotika mudah sekali untuk didapatkan.
b. Harga Narkoba semakin murah dan dijangkau oleh daya
beli masyarakat. Dengan semakin terjangkaunya harga
narkotika, mengakibatkan banyak orang yang mampu
untuk membeli dan mengkonsumsinya.
c. Modus operandi tindak pidana narkotika makin sulit
diungkap aparat hukum. Modus para pelaku pengedar
narkoba yang sangat variatif dengan menggunakan
kecanggihan teknologi akan menyulitkan aparat hukum.
d. Semakin mudahnya akses internet yang memberikan
informasi pembuatan Narkoba.
e. Bisnis Narkoba menjanjikan keuntungan yang besar.
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN Kabupaten Temanggung. II - 56
f. Perdagangan Narkoba dikendalikan oleh sindikat yang
kuat dan professional.
g. Bahan dasar Narkoba (prekursor) beredar bebas di
masyarakat.
Peredaran Narkoba mengikuti hukum pasar, yakni
semakin tingginya permintaan maka akan semakin tinggi pula
penawaran. Oleh sebab itu upaya pemberantasan peredaran
Narkoba tidak hanya menekankan pada upaya represif,
melainkan upaya preventif yang harus menjadi prioritas, agar
dapat mengurangi peredarannya melalui penekanan jumlah
konsumsi narkotika. Salah satu upaya represif adalah
mengubah perilaku masyarakat agar tidak mengkonsumsi
narkotika.
Tindak pidana Narkoba telah bersifat transnasional yang
dilakukan dengan menggunakan modus operandi yang
didukung oleh teknologi canggih dan jaringan organisasi yang
luas. Hal ini mengakibatkan jumlah korban semakin meningkat
terutama di kalangan generasi muda.
Wujud penyalahgunaan berupa tindakan menggunakan
Narkoba tanpa hak atau melawan hukum. Bentuk-bentuk
penyalahgunaan Narkoba saat ini tidak hanya pada pola
mengkonsumsi, melainkan juga telah menjadi komoditi “bisnis
negatif”. Kejahatan penyalahgunaan Narkoba telah membuka
ruang gerak melalui jalur impor, ekspor, memproduksi,
menanam, menyimpan dan mengedarkan Narkoba.
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN Kabupaten Temanggung. III - 1
BAB III
EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT
Naskah akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten
Temanggung tentang Fasilitasi Pencegahan Pemberantasan
Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika dan Prekursor
Narkotika di Kabupaten Temanggung ini disusun dengan mendasarkan
pada berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku di
Indonesia. Sesuai dengan Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun
2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, ditetapkan
ketentuan bahwa jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan
terdiri atas:
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
c. Undang-Undang/ Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
d. Peraturan Pemerintah;
e. Peraturan Presiden;
f. Peraturan Daerah Provinsi; dan
g. Peraturan Daerah Kabupaten/ Kota.
Berdasarkan ketentuan hierarki Peraturan Perundang-undangan
dimaksud, maka berikut ini akan dilakukan evaluasi dan analisis
sejumlah aturan hukum yang relevan dengan Fasilitasi Pencegahan
Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika dan
Prekursor Narkotika di Kabupaten Temanggung.
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN Kabupaten Temanggung. III - 2
A. Evaluasi Peraturan Perundang-Undangan Terkait
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 mengamanatkan perwujudan pemerintahan daerah yang
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut
asas otonomi dan tugas pembantuan. Pasal 18 ayat (5) UUD
NRI Tahun 1945 menyebutkan Pemerintah Daerah
menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan
pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai
urusan Pemerintah Pusat.
Selanjutnya dalam Pasal 18 ayat (6) disebutkan
Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah
dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi
dan tugas pembantuan. Berdasarkan ketentuan tersebut
sangat jelas, bahwa upaya pemerintah daerah dalam
menjalankan otonomi dengan membentuk peraturan daerah
tentang Fasilitasi Pencegahan Pemberantasan Penyalahgunaan
dan Peredaran Gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika di
Kabupaten Temanggung adalah sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan dan memiliki pijakan yuridis
konstitusional. Pembentukan peraturan Daerah tentang
Fasilitasi Pencegahan Pemberantasan Penyalahgunaan dan
Peredaran Gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika Kabupaten
Temanggung ini selain sudah sesuai dengan ketentuan
konstitusi UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 juga
telah sesuai dengan garis kewenangan yang diberikan kepada
daerah dalam pembentukan perda.
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN Kabupaten Temanggung. III - 3
2. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika.
Alasan pengaturan narkotika dalam undang-undang
adalah bahwa untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang
sejahtera, adil dan makmur yang merata materiil dan spiritual
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, kualitas sumber daya
manusia Indonesia sebagai salah satu modal pembangunan
nasional perlu dipelihara dan ditingkatkan secara terus-
menerus, termasuk derajat kesehatannya. Selain itu adalah
alasan juga bahwa untuk meningkatkan derajat kesehatan
sumber daya manusia Indonesia dalam rangka mewujudkan
kesejahteraan rakyat perlu dilakukan upaya peningkatan di
bidang pengobatan dan pelayanan kesehatan, antara lain
dengan mengusahakan ketersediaan Narkotika jenis tertentu
yang sangat dibutuhkan sebagai obat serta melakukan
pencegahan dan pemberantasan bahaya penyalahgunaan dan
peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika.
Demikian pula diyakini bahwa Narkotika di satu sisi
merupakan obat atau bahan yang bermanfaat di bidang
pengobatan atau pelayanan kesehatan dan pengembangan
ilmu pengetahuan dan di sisi lain dapat pula menimbulkan
ketergantungan yang sangat merugikan apabila
disalahgunakan atau digunakan tanpa pengendalian dan
pengawasan yang ketat dan saksama.
Narkotika merupakan zat atau obat yang sangat
bermanfaat dan diperlukan untuk pengobatan penyakit
tertentu. Namun, jika disalahgunakan atau digunakan tidak
sesuai dengan standar pengobatan dapat menimbulkan akibat
yang sangat merugikan bagi perseorangan atau masyarakat
khususnya generasi muda. Hal ini akan lebih merugikan jika
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN Kabupaten Temanggung. III - 4
disertai dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap
Narkotika yang dapat mengakibatkan bahaya yang lebih besar
bagi kehidupan dan nilai-nilai budaya bangsa yang pada
akhirnya akan dapat melemahkan ketahanan nasional.
Untuk mencegah dan memberantas penyalahgunaan
dan peredaran gelap Narkotika yang sangat merugikan dan
membahayakan kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara,
pada Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik
Indonesia Tahun 2002 melalui Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor
VI/MPR/2002 telah merekomendasikan kepada Dewan
Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan Presiden Republik
Indonesia untuk melakukan perubahan atas Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika.
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang
Narkotika mengatur upaya pemberantasan terhadap tindak
pidana Narkotika melalui ancaman pidana denda, pidana
penjara, pidana seumur hidup, dan pidana mati. Di samping
itu, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 juga mengatur
mengenai pemanfaatan Narkotika untuk kepentingan
pengobatan dan kesehatan serta mengatur tentang rehabilitasi
medis dan sosial. Namun, dalam kenyataannya tindak pidana
Narkotika di dalam masyarakat menunjukkan kecenderungan
yang semakin meningkat baik secara kuantitatif maupun
kualitatif dengan korban yang meluas, terutama di kalangan
anak-anak, remaja, dan generasi muda pada umumnya.
Tindak pidana Narkotika tidak lagi dilakukan secara
perseorangan, melainkan melibatkan banyak orang yang
secara bersama - sama, bahkan merupakan satu sindikat yang
terorganisasi dengan jaringan yang luas yang bekerja secara
rapi dan sangat rahasia baik di tingkat nasional maupun
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN Kabupaten Temanggung. III - 5
internasional. Berdasarkan hal tersebut guna peningkatan
upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana
Narkotika perlu dilakukan pembaruan terhadap Undang-
Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika. Hal ini juga
untuk mencegah adanya kecenderungan yang semakin
meningkat baik secara kuantitatif maupun kualitatif dengan
korban yang meluas, terutama di kalangan anak-anak,
remaja, dan generasi muda pada umumnya.
Selain itu, untuk melindungi masyarakat dari bahaya
penyalahgunaan Narkotika dan mencegah serta memberantas
peredaran gelap Narkotika, dalam Undang-Undang ini diatur
juga mengenai Prekursor Narkotika karena Prekursor
Narkotika merupakan zat atau bahan pemula atau bahan kimia
yang dapat digunakan dalam pembuatan Narkotika. Dalam
Undang-Undang ini dilampirkan mengenai Prekursor Narkotika
dengan melakukan penggolongan terhadap jenis-jenis
Prekursor Narkotika.
Selain itu, diatur pula mengenai sanksi pidana bagi
penyalahgunaan Prekursor Narkotika untuk pembuatan
Narkotika. Untuk menimbulkan efek jera terhadap pelaku
penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor
Narkotika, diatur mengenai pemberatan sanksi pidana, baik
dalam bentuk pidana minimum khusus, pidana penjara 20
(dua puluh) tahun, pidana penjara seumur hidup, maupun
pidana mati.
Pemberatan pidana tersebut dilakukan dengan
mendasarkan pada golongan, jenis, ukuran, dan jumlah
Narkotika. Untuk lebih mengefektifkan pencegahan dan
pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap
Narkotika dan Prekursor Narkotika, diatur mengenai
penguatan kelembagaan yang sudah ada yaitu Badan
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN Kabupaten Temanggung. III - 6
Narkotika Nasional (BNN). BNN tersebut didasarkan pada
Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2007 tentang Badan
Narkotika Nasional, Badan Narkotika Provinsi, dan Badan
Narkotika Kabupaten/Kota. BNN tersebut merupakan lembaga
non struktural yang berkedudukan di bawah dan bertanggung
jawab langsung kepada Presiden, yang hanya mempunyai
tugas dan fungsi melakukan koordinasi. Dalam Undang-
Undang ini, BNN tersebut ditingkatkan menjadi lembaga
pemerintah nonkementerian (LPNK) dan diperkuat
kewenangannya untuk melakukan penyelidikan dan
penyidikan. BNN berkedudukan di bawah Presiden dan
bertanggung jawab kepada Presiden. Selain itu, BNN juga
mempunyai perwakilan di daerah provinsi dan kabupaten/kota
sebagai instansi vertikal, yakni BNN provinsi dan BNN
kabupaten/kota.
Untuk lebih memperkuat kelembagaan, diatur pula
mengenai seluruh harta kekayaan atau harta benda yang
merupakan hasil tindak pidana Narkotika dan Prekursor
Narkotika dan tindak pidana pencucian uang dari tindak pidana
Narkotika dan Prekursor Narkotika berdasarkan putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap
dirampas untuk negara dan digunakan untuk kepentingan
pelaksanaan pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan
peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika dan upaya
rehabilitasi medis dan sosial
.Untuk mencegah dan memberantas penyalahgunaan
dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika yang
modus operandinya semakin canggih, dalam Undang-Undang
ini juga diatur mengenai perluasan teknik penyidikan
penyadapan (wiretapping), teknik pembelian terselubung
(under cover buy), dan teknik penyerahan yang diawasi
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN Kabupaten Temanggung. III - 7
(controlled delevery), serta teknik penyidikan lainnya guna
melacak dan mengungkap penyalahgunaan dan peredaran
gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika.
Dalam rangka mencegah dan memberantas
penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor
Narkotika yang dilakukan secara terorganisasi dan memiliki
jaringan yang luas melampaui batas negara, dalam Undang-
Undang ini diatur mengenai kerja sama, baik bilateral,
regional, maupun internasional.
Dalam Undang-Undang ini diatur juga peran serta
masyarakat dalam usaha pencegahan dan pemberantasan
penyalahgunaan Narkotika dan Prekursor Narkotika termasuk
pemberian penghargaan bagi anggota masyarakat yang
berjasa dalam upaya pencegahan dan pemberantasan
penyalahgunaan Narkotika dan Prekursor Narkotika.
Penghargaan tersebut diberikan kepada penegak hukum dan
masyarakat yang telah berjasa dalam upaya pencegahan dan
pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap
Narkotika dan Prekursor Narkotika.
3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan sebagaimana telah diubah dengan Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Pembentukan Undang-Undang tentang Kesehatan
dikarenakan suatu alasan bahwa kesehatan merupakan hak
asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus
diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Selain itu
disadari betapa pentingnya kegiatan dalam upaya untuk
memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN Kabupaten Temanggung. III - 8
yang setinggi-tingginya yang dilaksanakan dengan
berdasarkan prinsip nondiskriminatif, partisipatif, dan
berkelanjutan dalam rangka pembentukan sumber daya
manusia Indonesia, serta peningkatan ketahanan dan daya
saing bangsa bagi pembangunan nasional.
Pengaturan bidang Kesehatan ini juga didasari pada
kesadaran bahwa setiap hal yang menyebabkan terjadinya
gangguan kesehatan pada masyarakat Indonesia akan
menimbulkan kerugian ekonomi yang besar bagi negara, dan
setiap upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat juga
berarti investasi bagi pembangunan negara; bahwa setiap
upaya pembangunan harus dilandasi dengan wawasan
kesehatan dalam arti pembangunan nasional harus
memperhatikan kesehatan masyarakat dan merupakan
tanggung jawab semua pihak baik Pemerintah maupun
masyarakat.
Dan disamping itu semua alasan secara yuridis adalah
bahwa Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang
Kesehatan sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan,
tuntutan, dan kebutuhan hukum dalam masyarakat sehingga
perlu dicabut dan diganti dengan Undang-Undang tentang
Kesehatan yang baru.
Pembangunan kesehatan diselenggarakan dengan
berasaskan perikemanusiaan, keseimbangan, manfaat,
pelindungan, penghormatan terhadap hak dan kewajiban,
keadilan, gender dan nondiskriminatif dan norma-norma
agama. Pembangunan kesehatan bertujuan untuk
meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup
sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi
pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN Kabupaten Temanggung. III - 9
sosial dan ekonomis Pembangunan kesehatan harus
memperhatikan berbagai asas yang memberikan arah
pembangunan kesehatan dan dilaksanakan melalui upaya
kesehatan sebagai berikut:
1. asas perikemanusiaan yang berarti bahwa pembangunan
Kesehatan harus dilandasi atas perikemanusiaan yang
berdasarkan pada Ketuhanan Yang Maha Esa dengan
tidak membedakan golongan agama dan bangsa.
2. asas keseimbangan berarti bahwa pembangunan
kesehatan harus dilaksanakan antara kepentingan
individu dan masyarakat, antara fisik dan mental, serta
antara material dan sipiritual.
3. asas manfaat berarti bahwa pembangunan kesehatan
harus memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi
kemanausiaan dan perikehidupan yang sehat bagi setiap
warga negara.
4. asas pelindungan berarti bahwa pembangunan kesehatan
harus dapat memberikan pelindungan dan kepastian
hukum kepada pemberi dan penerima pelayanan
kesehatan.
5. asas penghormatan terhadap hak dan kewajiban berarti
bahwa pembangunan kesehatan dengan menghormati
hak dan kewajiban masyarakat sebagai bentuk kesamaan
kedudukan hukum.
6. asas keadilan berarti bahwa penyelenggaraan kesehatan
harus dapat memberikan pelayanan yang adil dan merata
kepada semua lapisan masyarakat dengan pembiayaan
yang terjangkau.
7. asas gender dan nondiskriminatif berarti bahwa
pembangunan kesehatan tidak membedakan perlakuan
terhadap perempuan dan laki-laki.
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN Kabupaten Temanggung. III - 10
8. asas norma agama berarti pembangunan kesehatan harus
memperhatikan dan menghormati serta tidak
membedakan agama yang dianut masyarakat.
4. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah
Sakit sebagaimana telah diubah dengan Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Pembentukan Undang-Undang tentang Rumah Sakit
dikarenakan suatu alasan bahwa pelayanan kesehatan
merupakan hak setiap orang yang dijamin dalam Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang
harus diwujudkan dengan upaya peningkatan derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Sementara
itudiyakini bahwa Rumah Sakit adalah institusi pelayanan
Kesehatan bagi masyarakat dengan karateristik tersendiri
yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan
kesehatan, kemajuan teknologi, dan kehidupan sosial ekonomi
masyarakat yang harus tetap mampu meningkatkan
pelayanan yang lebih bermutu dan terjangkau oleh
masyarakat agar terwujud derajat Kesehatan yang setinggi-
tingginya.
Maka pengaturan rumah sakit ini antara lain adalah
dalam rangka peningkatan mutu dan jangkauan pelayanan
Rumah Sakit serta pengaturan hak dan kewajiban masyarakat
dalam memperoleh pelayanan Kesehatan. Sementara masih
disadari bahwa pengaturan mengenai rumah sakit belum
Cukup memadai untuk dijadikan landasan hukum dalam
penyelenggaraan rumah sakit sebagai institusi pelayanan
kesehatan bagi masyarakat.
Pemerintah dan pemerintah daerah terkait keberadaan
rumah sakit bertanggung jawab untuk:
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN Kabupaten Temanggung. III - 11
a. menyediakan Rumah Sakit berdasarkan kebutuhan
masyarakat;
b. menjamin pembiayaan pelayanan kesehatan di Rumah
Sakit bagi fakir miskin, atau orang tidak mampu sesuai
ketentuan peraturan perundangundangan;
c. membina dan mengawasi penyelenggaraan Rumah Sakit;
d. memberikan perlindungan kepada Rumah Sakit agar dapat
memberikan pelayanan kesehatan secara profesional dan
bertanggung jawab;
e. memberikan perlindungan kepada masyarakat pengguna
jasa pelayanan Rumah Sakit sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangundangan;
f. menggerakkan peran serta masyarakat dalam pendirian
Rumah Sakit sesuai dengan jenis pelayanan yang
dibutuhkan masyarakat;
g. menyediakan informasikesehatan yang dibutuhkan oleh
masyarakat;
h. menjamin pembiayaan pelayanan kegawatdaruratan di
Rumah Sakit akibat bencana dan kejadian luar biasa;
i. menyediakan sumber daya manusia yang dibutuhkan; dan
j. mengatur pendistribusian dan penyebaran alat kesehatan
berteknologi tinggi dan bernilai tinggi.
Cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana tercantum
dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 adalah melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan
sosial. Kesehatan sebagai salah satu unsur kesejahteraan
umum harus diwujudkan melalui berbagai upaya kesehatan
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN Kabupaten Temanggung. III - 12
dalam rangkaian pembangunan kesehatan secara menyeluruh
dan terpadu yang didukung oleh suatu sistem kesehatan
nasional.
Sejalan dengan amanat Pasal 28 H ayat (1) Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah
ditegaskan bahwa setiap orang berhak memperoleh pelayanan
kesehatan, kemudian dalam Pasal 34 ayat (3) dinyatakan
negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan
kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak. Rumah
Sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan
merupakan bagian dari sumber daya kesehatan yang sangat
diperlukan dalam mendukung penyelenggaraan upaya
kesehatan.
Penyelenggaran pelayanan kesehatan di Rumah Sakit
mempunyai karakteristik dan organisasi yang sangat
kompleks. Berbagai jenis tenaga kesehatan dengan perangkat
keilmuannya masing-masing berinteraksi satu sama lain. Ilmu
pengetahuan dan teknologi kedokteran yang berkembang
sangat pesat yang harus diikuti oleh tenaga kesehatan dalam
rangka pemberian pelayanan yang bermutu, membuat
semakin kompleksnya permasalahan dalam Rumah Sakit.
Pada hakekatnya Rumah Sakit berfungsi sebagai tempat
penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan dan fungsi
dimaksud memiliki makna tanggung jawab yang seyogyanya
merupakan tanggung jawab pemerintah dalam meningkatkan
taraf kesejahteraan masyarakat.
Dari aspek pembiayaan bahwa Rumah Sakit
memerlukan biaya operasional dan investasi yang besar dalam
pelaksanaan kegiatannya, sehingga perlu didukung dengan
ketersediaan pendanaan yang cukup dan berkesinambungan.
Antisipasi dampak globalisasi perlu didukung dengan
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN Kabupaten Temanggung. III - 13
peraturan perundangundangan yang memadai. Peraturan
perundang-undangan yang dijadikan dasar penyelenggaraan
Rumah Sakit saat ini masih pada tingkat Peraturan Menteri
yang sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan. Dalam rangka
memberikan kepastian dan perlindungan hukum untuk
meningkatkan, mengarahkan dan memberikan dasar bagi
pengelolaan Rumah Sakit diperlukan suatu perangkat hukum
yang mengatur Rumah Sakit secara menyeluruh.
5. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 15 Tahun 2019.
Beberapa ketentuan dalam UU Nomor 12 Tahun 2011
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 15
Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor
12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan yang relevan diuraikan dalam penulisan ini antara
lain:
Pasal 5
Dalam membentuk Peraturan Perundang-undangan harus
dilakukan berdasarkan pada asas Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan yang baik, yang meliputi:
a. kejelasan tujuan;
b. kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat;
c. kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan;
d. dapat dilaksanakan;
e. kedayagunaan dan kehasilgunaan;
f. kejelasan rumusan; dan
g. keterbukaan.
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN Kabupaten Temanggung. III - 14
Pasal 6
(1) Materi muatan Peraturan Perundang-undangan harus
mencerminkan asas:
a. pengayoman;
b. kemanusiaan;
c. kebangsaan;
d. kekeluargaan;
e. kenusantaraan;
f. bhineka tunggal ika;
g. keadilan;
h. kesamaan kedudukan dalam hukum dan
pemerintahan;
i. ketertiban dan kepastian hukum; dan/atau
j. keseimbangan, keserasian, dan keselarasan.
(2) Selain mencerminkan asas sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), Peraturan Perundang-undangan tertentu dapat
berisi asas lain sesuai dengan bidang hukum Peraturan
Perundang-undangan yang bersangkutan.
Pasal 14
Materi muatan Peraturan Daerah Provinsi dan Peraturan
Daerah Kabupaten/Kota berisi materi muatan dalam rangka
penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan serta
menampung kondisi khusus daerah dan/ atau penjabaran lebih
lanjut Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi.
Pasal 15
(1) Materi muatan mengenai ketentuan pidana hanya dapat
dimuat dalam:
a. Undang-Undang;
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN Kabupaten Temanggung. III - 15
b. Peraturan Daerah Provinsi; atau
c. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
(2) Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b dan huruf c berupa ancaman pidana kurungan
paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling
banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
(3) Peraturan Daerah Provinsi dan Peraturan Daerah
Kabupaten/Kota dapat memuat ancaman pidana kurungan
atau pidana denda selain sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) sesuai dengan yang diatur dalam Peraturan
Perundang-undangan lainnya.
6. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah
beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor
11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Implementasi otonomi daerah dalam sistem Negara
Kesatuan Republik Indonesia dilakukan dengan membangun
hubungan antara pemerintah pusat dengan pemerintah
provinsi dan pemerintah kabupaten/kota. Berdasarkan konsep
tersebut maka negara Indonesia mengundangkan undang-
undangan terkait pemerintahan daerah. Undang-undang yang
mengatur Pemerintahan Daerah saat ini adalah Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Berdasarkan ketentuan Pasal 1 butir 2 UU No 23
Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah disebutkan bahwa:
Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan
pemerintahan oleh pemerintah daerah dan dewan perwakilan
rakyat daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan
dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan
prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN Kabupaten Temanggung. III - 16
dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945. Selanjutnya dalam butir 5 dan 6
disebutkan bahwa:
“Urusan Pemerintahan adalah kekuasaan
pemerintahan yang menjadi kewenangan Presiden yang
pelaksanaannya dilakukan oleh kementerian negara dan
penyelenggara Pemerintahan Daerah untuk melindungi,
melayani, memberdayakan, dan menyejahterakan
masyarakat.”
“Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan
kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus
sendiri Urusan Pemerintahan dan kepentingan masyarakat
setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.”
Pasal 51
(1) Pemerintah Pusat menyiapkan sarana dan prasarana serta
penataan personel untuk penyelenggaraan pemerintahan
Daerah Persiapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49
ayat (2).
(2) Kewajiban Daerah Persiapan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1):
a. mengelola sarana dan prasarana pemerintahan;
b. mengelola personel, peralatan, dan dokumentasi;
c. membentuk perangkat Daerah Persiapan;
d. melaksanakan pengisian jabatan aparatur sipil negara
pada perangkat Daerah Persiapan;
e. mengelola anggaran belanja Daerah Persiapan; dan
f. menangani pengaduan masyarakat.
(3) Pendanaan untuk penyelenggaraan pemerintahan Daerah
Persiapan dan kewajiban Daerah Persiapan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dibebankan pada
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN Kabupaten Temanggung. III - 17
APBN, pajak daerah, dan retribusi daerah yang dipungut di
Daerah Persiapan.
7. Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2012 tentang
Sistem Kesehatan nasional.
Pengelolaan kesehatan diselenggarakan melalui
pengelolaan administrasi kesehatan, informasi kesehatan,
sumber daya kesehatan, upaya kesehatan, pembiayaan
kesehatan, peran serta dan pemberdayaan masyarakat, ilmu
pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan, serta
pengaturan hukum kesehatan secara terpadu dan saling
mendukung guna menjamin tercapainya derajat Kesehatan
yang setinggi-tingginya.
Pengelolaan kesehatan tersebut dilakukan secara
berjenjang di pusat dan daerah dengan memperhatikan
otonomi daerah dan otonomi fungsional di bidang Kesehatan,
dimana pelaksanaannya melalui Sistem Kesehatan nasional
atau disingkat SKN. Otonomi daerah dilakukan berdasarkan
kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Otonomi
fungsional dilakukan berdasarkan kemampuan dan
ketersediaan sumber daya di bidang Kesehatan.
Komponen pengelolaan kesehatan yang disusun dalam
SKN dikelompokkan dalam subsistem:
a. upaya Kesehatan;
b. penelitian dan pengembangan kesehatan;
c. pembiayaan kesehatan;
d. sumber daya manusia kesehatan;
e. sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan;
f. manajemen, informasi, dan regulasi kesehatan; dan
g. pemberdayaan masyarakat.
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN Kabupaten Temanggung. III - 18
Sistem Kesehatan nasional KN dilaksanakan oleh
Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat. Sistem
Kesehatan nasional dilaksanakan secara berkelanjutan,
sistematis, terarah, terpadu, menyeluruh, dan tanggap
terhadap perubahan dengan menjaga kemajuan, kesatuan,
dan ketahanan nasional. Pelaksanaan SKN berdasarkan
standar persyaratan dan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. SKN menjadi acuan dalam penyusunan dan
pelaksanaan pembangunan kesehatan yang dimulai dari
kegiatan perencanaan sampai dengan kegiatan monitoring dan
evaluasi.
Pelaksanaan SKN ditekankan pada peningkatan
perilaku dan kemandirian masyarakat, profesionalisme sumber
daya manusia kesehatan, serta upaya promotif dan preventif
tanpa mengesampingkan upaya kuratif dan rehabilitatif.
Profesionalisme sumber daya manusia kesehatan yang dibina
oleh Menteri hanya bagi tenaga kesehatan dan tenaga
pendukung/penunjang kesehatan yang terlibat dan bekerja
serta mengabdikan dirinya dalam upaya dan manajemen
kesehatan.
Selanjutnya pelaksanaan SKN harus senantiasa
memperhatikan:
a. cakupan pelayanan kesehatan berkualitas, adil, dan
merata;
b. pemberian pelayanan kesehatan yang berpihak kepada
rakyat;
c. kebijakan kesehatan masyarakat untuk meningkatkan dan
melindungi kesehatan masyarakat;
d. kepemimpinan dan profesionalisme dalam pembangunan
kesehatan;
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN Kabupaten Temanggung. III - 19
e. inovasi atau terobosan ilmu pengetahuan dan teknologi
yang etis dan terbukti bermanfaat dalam penyelenggaraan
pembangunan kesehatan secara luas, termasuk penguatan
sistem rujukan;
f. pendekatan secara global dengan mempertimbangkan
kebijakan kesehatan yang sistematis, berkelanjutan, tertib,
dan responsive gender dan hak anak;
g. dinamika keluarga dan kependudukankeinginan
masyarakat;
h. epidemiologi penyakit;
i. perubahan ekologi dan lingkungan; dan
k. globalisasi, demokratisasi dan desentralisasi dengan
semangat persatuan dan kesatuan nasional serta
kemitraan dan kerja sama lintas sektor.
Selanjutnya untuk meningkatkan akselerasi dan mutu
pelaksanaan SKN, pembangunan kesehatan perlu
melandaskan pada pemikiran dasar pembangunan kesehatan.
Pemikiran dasar pembangunan kesehatan itu meliputi
pemikiran tentang pelaksanaan, tujuan, dan prinsip dasar
pembangunan kesehatan. Prinsip dasar pembangunan
kesehatan terdiri dari perikemanusiaan, pemberdayaan dan
kemandirian, adil dan merata, serta pengutamaan dan
manfaat.
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN Kabupaten Temanggung. IV-1
BAB IV
LANDASAN FILOSOFIS, LANDASAN SOSIOLOGIS
DAN LANDASAN YURIDIS
A. Landasan Filosofis
Peraturan perundang-undangan harus mendapatkan
pembenaran yang dapat diterima jika dikaji secara filosofis yaitu
cita-cita kebenaran, keadilan dan kesusilaan. Filsafat atau
pandangan hidup suatu bangsa berisi nilai moral dan etika dari
bangsa tersebut. Moral dan etika pada dasarnya berisi nilai-nilai
yang baik dan yang tidk baik. Nilai yang baik adalah nilai yang
wajib dijunjung tinggi, didalamnya ada nilai kebenaran, keadilan
dan kesusilaan dabn berbagai nilai lainnya yang dianggap baik.
Pengertian baik, benar, adil dan susila tersebut menurut
takaran yang dimiliki bangsa yang bersangkutan. Hukum dibentuk
tanpa memperhatikan moral bangsa akan sia-sia diterapkan tidak
akan dipatuhi. Semua nilai yang ada nilai yang ada dibumi
Indonesia tercermin dari Pancasila, karena merupakan pandangan
hidup, cita-cita bangsa, falsafah atau jalan kehidupan bangsa (way
of life).
Adapun falsafah hidup berbangsa merupakan suatu
landasan untuk membentuk hukum suatu bangsa, dengan
demikian hukum yang dibentuk harus mencerminkan falsafah
suatu bangsa. Sehingga dalam penyusunan naskah akademik
Rancangan Peraturan Daerah pun harus mencerminkan moral dari
daerah yang bersangkutan.
Landasan filosofis merupakan suatu landasan yang
didasarkan atas nilai-nilai yang hidup di masyarakat. Dengan
bahasa yang serupa, Jimly Asshiddiqie (2006 : 171)
menyebutkannya sebagai “cita-cita filosofis yang dianut
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN Kabupaten Temanggung. IV-2
masyarakat bangsa yang bersangkutan”. Cita-cita filosofis tersebut
haruslah terkandung dalam suatu undang-undang. Dengan
demikian, ada kesesuaian antara cita-cita filosofis masyarakat
dengan cita-cita filosofis yang terkandung dalam undang-undang.
Dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia yang memiliki
cita-cita filosofis Pancasila maka peraturan yang akan dibuat
hendaknya dialiri nilai-nilai yang terkandung dalam cita-cita
filosofis tersebut.
Pada era desentralisasi, pemerintah daerah harus dapat
mengoptimalkan potensi daerahnya untuk mencapai kesejahteraan
masyarakat. Secara filosofis, ada tujuan utama yang ingin dicapai
dari penerapan kebijakan desentralisasi yaitu tujuan demokrasi dan
tujuan kesejahteraan. Tujuan demokrasi akan memposisikan
Pemerintah Daerah sebagai instrumen Penyelenggaraan politik
ditingkat lokal yang secara agregat akan menyumbang terhadap
Penyelenggaraan politik secara nasional sebagai elemen dasar
dalam menciptakan kesatuan dan persatuan bangsa dan negara
serta mempercepat terwujudnya masyarakat madani atau civil
society. Tujuan kesejahteraan mengisyaratkan Pemerintah daerah
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui penyediaan
pelayanan publik secara efektif, efisien dan ekonomis. (W. Riawan
Tjandra dan Kresno Budi Darsono, 2009 : 7).
Berdasarkan nilai filosofis Pancasila dan UUD Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 segala bentuk peraturan
perundang-undangan di Indonesia dibentuk tidak terkecuali
Peraturan Daerah. Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah
Kabupaten Temanggung tentang Fasilitasi Pencegahan
Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika
dan Prekursor Narkotika Kabupaten Temanggung pada hakekatnya
memiliki kaitan erat dengan upaya untuk meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat setinggi-tingginya, kualitas Sumber Daya
Manusia serta pelayanan dalam bidang pencegahan dan
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN Kabupaten Temanggung. IV-3
pemberantasan serta peredaran gelap narkotika dan prekursor
narkotika sebagai bagian dari urusan pemerintahan wajib terkait
dengan pelayanan dasar bidang kesehatan maupun sosial yang
akhirnya nanti berujung pada peningkatan kesejahteraan
masyarakat. Pengaturan Fasilitasi P4GNPN di Kabupaten
Temanggung ini dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan
masyarakat dalam bidang kesehatan dan pencegahan serta
pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika
dan prekursor narkotika yang sudah ada sehingga kebutuhan
masyarakat akan pelayanan tersebut dapat semakin terpenuhi.
Peningkatan kualitas kesehatan masyarakat dapat mendorong
kesejahteraan masyarakat melalui indikator usia harapan hidup
yang semakin panjang. Usia Harapan Hidup merupakan salah satu
indikator pembentuk Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang
merupakan pengukur bagi tingkat kesejahteraan masyarakat.
Dengan demikian pernyusunan Rancangan Peraturan Daerah
Kabupaten Temanggung tentang Fasilitasi Pencegahan
Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika
dan Prekursor Narkotika di Kabupaten Temanggung sudah memiliki
landasan filosofis yang kuat.
B. Landasan Sosiologis
Peraturan perundang-undangan di buat adalah untuk
mengatur kehidupan masyarakat yang ada di dalamnya. Demikian
pula pada proses pembentukan produk hukum yang ada di daerah
melalui peraturan daerah harus memperhatikan beberapa aspek
yang berkembang di masyarakat. Hal ini dengan tujuan agar apa
yang di buat oleh pemerintah yang berkuasa dapat berguna bagi
kehidupan masyarakat.
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN Kabupaten Temanggung. IV-4
Peraturan perundang-undangan harus sesuai dengan
keyakinan umum atau kesadaran hukum masyarakat. Suatu
peraturan perundang–undangan harus mempunyai landasan
sosiologis apabila ketentuan–ketentuan sesuai dengan keyakinan
umum atau kesadaran hukum masyarakat. Hukum yang dibuat
harus dapat dipahami masyarakat sesuai dengan kenyataan yang
dihadapi masyarakat. Dengan demikian dalam penyusunan
rancangan peraturan daerah harus sesuai dengan kondisi
masyarakat yang bersangkutan.
Beberapa aspek yang harus diperhatikan dalam
membentuk peraturan daerah antara lain sebagai berikut: 1) Social
Need (Kebutuhan masyrakat); 2) Social Condition (Kondisi
masyarakat); 3) Social Capital (Modal/kekayaan masyarakat)
(Mahendra Putra Kurnia dkk, 2007 : 145).
Secara empiris, Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten
Temanggung tentang Fasilitasi Pencegahan Pemberantasan
Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika dan Prekursor
Narkotika Kabupaten Temanggung memiliki landasan sosiologis
yang kuat. Peraturan daerah ini dibuat untuk merespon
perkembangan persoalan yang ada di masyarakat. Peraturan
daerah yang sudah ada masih mengatur pembangunan bidang
kesehatan terkait dengan penyelenggaraan kesehatan di wilayah
Kabupaten Temanggung. Maka dengan pengaturan Fasilitasi
Pencegahan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap
Narkotika dan Prekursor Narkotika di Kabupaten Temanggung
dalam sebuah peraturan daerah akan dapat memudahkan
melakukan perubahan atau penyesuaian pengaturan apabila
terdapat dinamika perubahan pada pengaturan dan pelayanan
masyarakat dalam bidang Pencegahan Pemberantasan
Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika dan Prekursor
Narkotika.
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN Kabupaten Temanggung. IV-5
C. Landasan Yuridis
Peraturan perundang-undangan harus mempunyai
landasan hukum atau dasar hukum yang terdapat dalam ketentuan
yang lebih tinggi. Landasan yuridis adalah landasan hukum yang
memberikan perintah untuk membentuk sebuah peraturan
perundang-undangan, pertama adalah terkait kewenangan
membuat aturan dan kedua adalah berkaitan dengan materi
peraturan perundang-undangan yang harus dibuat.
Landasan yuridis adalah alasan yang beraspek hukum.
Keberlakuan yuridis adalah keberlakuan suatu norma hukum
dengan daya ikatnya untuk umum sebagai suatu dogma yang
dilihat dari pertimbangan yang bersifat teknis juridis. Secara
juridis, suatu norma hukum dikatakan berlaku apabila norma
hukum itu sendiri memang: (1) ditetapkan sebagai norma hukum
berdasarkan norma hukum yang lebih superior atau yang lebih
tinggi seperti dalam pandangan Hans Kelsen dengan teorinya
“Stuffenbau Theorie des Recht”; (2) ditetapkan mengikat atau
berlaku karena menunjukkan hubungan keharusan antara suatu
kondisi dengan akibatnya seperti dalam pandangan J.H.A,
Logemann; (3) ditetapkan sebagai norma hukum menurut
prosedur pembentukan hukum yang berlaku seperti pandangan W.
Zevenbergen; dan (4) ditetapkan sebagai norma hukum oleh
lembaga yang memang berwenang untuk itu (Jimly Asshiddiqie,
2006 : 242).
Landasan yuridis dapat dilihat dari segi kewenangan yaitu
apakah ada kewenangan seorang pejabat atau badan yang
mempunyai dasar hukum yang ditentukan dalam peraraturan
perundang-undangan. Hal ini sangat perlu, mengingat sebuah
peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh badan atau
pejabat yang tidak memiliki kewenangan maka peraturan
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN Kabupaten Temanggung. IV-6
perundang-undangan tersebut batal demi hukum (neitige).
Misalnya kewenangan untuk menyusun Undang-Undang ada pada
DPR dan Presiden; Peraturan Pemerintah dan Peraturan Presiden
ada pada Presiden; Peraturan Daerah ada pada Walikota/Bupati
bersama-sama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Sedangkan berkaitan dengan materi muatan dalam
peraturan perundang-undangan maka harus beradasarkan asas
sinkronisasi baik vertikal maupun horisontal. Disamping itu juga
harus diperhatikan asas-asas lain seperti asas Lex Specialist
Derograt legi Generali, asas yang kemudian mengesampingan yang
terdahulu dan lain sebagainya.
Menurut lampiran I Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Landasan
yuridis merupakan pertimbangan atau alasan yang
menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk mengatasi
permasalahan hukum atau mengisi kekosongan hokum dengan
mempertimbangkan aturan yang telah ada, yang akan diubah, atau
yang akan dicabut guna menjamin kepastian hukum dan rasa
keadilan masyarakat. Landasan yuridis menyangkut persoalan
hukum yang berkaitan dengan substansi atau materi yang diatur
sehingga perlu dibentuk Peraturan Perundang-Undangan yang
baru. Beberapa persoalan hukum itu, antara lain, peraturan yang
sudah ketinggalan, peraturan yang tidak harmonis atau tumpang
tindih, jenis peraturan yang lebih rendah dari Undang-Undang
sehingga daya berlakunya lemah, peraturannya sudah ada tetapi
tidak memadai, atau peraturannya memang sama sekali belum
ada.
Berdasarkan kajian regulasi yang dilakukan maka
pembentukan rancangan peraturan daerah Kabupaten
Temanggung tentang Fasilitasi Pencegahan Pemberantasan
Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika dan Prekursor
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN Kabupaten Temanggung. IV-7
Narkotika di Kabupaten Temanggung memiliki landasan yuridis
yang kuat. Beberapa landasan yuridis tersebut antara lain:
1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1950 tentang Pembentukan
Daerah-Daerah Kabupaten Dalam Lingkungan Propinsi Djawa
Tengah (Berita Negara Tanggal 8 Agustus 1950);
3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1976 tentang Pengesahan
Konvensi Tunggal Narkoba 1961 beserta Protokol Tahun 1972
yang mengubahnya (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1976 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3085);
4. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 10,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3671)
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 6573);
5. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1997 tentang Pengesahan
United Nations Convention Against Illicit Traffic in Narcotic
Drugs and Psychotropic Substances, 1988 (Konvensi
Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Pemberantasan
Peredaran Gelap Narkoba dan Psikotropika, 1988) (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 17, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3673);
6. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002
Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4235), sebagaimana telah diubah dengan Undang-
Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN Kabupaten Temanggung. IV-8
Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014
Nomor 297, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5606);
7. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4301);
8. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
143, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5062) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573);
9. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5063) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573);
10. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5234) sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor
183, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
6398);
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN Kabupaten Temanggung. IV-9
11. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan
Tinggi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012
Nomor 158, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5336;
12. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 7,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5495)
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 6573);
13. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014
Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5587) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta
Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020
Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 6573);
14. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi
Pemerintahan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2014 Nomor 292, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5601) sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor
245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
6573);
15. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2011 tentang
Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu Narkoba (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor , Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor );
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN Kabupaten Temanggung. IV-10
16. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2013 tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017
Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5419);
17. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2017 tentang
Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017
Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 6041);
18. Peraturan Presiden Nomor 23 Tahun 2010 tentang Badan
Narkotika Nasional sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Presiden Nomor 47 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas
Peraturan Presiden Nomor 23 Tahun 2010 tentang Badan
Narkotika Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun
2019 Nomor 128);
19. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 87 Tahun 2014
tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014
Nomor 199);
20. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 tentang
Pembentukan Produk Hukum Daerah (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 32), sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 120 Tahun
2018 (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor
157);
21. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 12 Tahun 2019 tentang
Fasilitasi Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan
Peredaran Gelap Narkotika dan Prekusor Narkotika (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 195).
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN Kabupaten Temanggung. IV-11
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN_Kabupaten Temanggung. V - 1
BAB V
JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN DAN RUANG LINGKUP MATERI
MUATAN PERATURAN DAERAH
A. Jangkauan dan Arah Pengaturan dalam Rancangan
Peraturan Daerah Kabupaten Temanggung tentang Fasilitasi
Pencegaham, Pemberantasan Penyalahgunaan dan
Peredaran Gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika.
Naskah akademik pada akhirnya berfungsi mengarahkan
ruang lingkup materi muatan Rancangan Peraturan Daerah yang
akan dibentuk. Dalam teori penyusunan peraturan perundang-
undangan telah diikuti suatu prinsip bahwa sebuah naskah akademik
harus merumuskan sasaran yang akan diwujudkan dari penetapan
sebuah peraturan perundang-undangan. Sehubungan dengan itu,
dalam upaya penyusunan Naskah Akademik Rancangan Peraturan
Daerah Kabupaten Temanggung tentang Fasilitasi Pencegahan,
Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika
dan Prekursor Narkotika akan dijabarkan tentang sasaran yang akan
diwujudkan.
Sasaran yang akan diwujudkan dari Rancangan Peraturan
Daerah Kabupaten Temanggung tentang Fasilitasi Pencegahan,
Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika
dan Prekursor Narkotika adalah untuk menyediakan dokumen
yang menjelaskan alasan dan urgensi serta hal-hal yang perlu
diatur dalam rangka memperkuat, mengarahkan dan mendasari
penyelenggaraan Fasilitasi Pencegahan Pemberantasan
Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika dan Prekursor
Narkotika di Kabupaten Temanggung. Komitmen membangun dan
mengembangkan Fasilitasi Pencegahan dan Pemberantasan
Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika dan Prekursor
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN_Kabupaten Temanggung. V - 2
Narkotika diwujudkan dalam regulasi yang mengikat dan sekaligus
menjadi pedoman bagi seluruh stakeholder pembangunan bidang
Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial.
Secara rinci tujuan penyusunan Naskah Akademik
Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Temanggung tentang
Pencegahan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap
Narkotika dan Prekursor Narkotika (P4GNPN) di Kabupaten
Temanggung ini adalah sebagai berikut:
a. Memberikan landasan dan kerangka pemikiran bagi
Rancangan Peraturan Daerah tentang Fasilitasi Pencegahan
Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika
dan Prekursor Narkotika (P4GNPN);
b. Memberikan kajian dan kerangka filosofis, sosiologis, dan
yuridis serta teknis tentang perlunya Peraturan Daerah tentang
Fasilitasi Pencegahan Pemberantasan Penyalahgunaan dan
Peredaran Gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika (P4GNPN);
c. Mengkaji dan meneliti pokok-pokok materi apa saja yang harus
ada dalam penyelenggaraan Peraturan Daerah terkait Fasilitasi
Pencegahan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran
Gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika (P4GNPN);
d. Mengkaji hubungan dan keterkaitan Rancangan Peraturan
Daerah dengan peraturan perundang-undangan lainnya
sehingga menjadi jelas kedudukannya serta ketentuan yang
diaturnya.
B. Ruang Lingkup Materi
Kajian mendalam yang telah dilakukan pada bab dan bagian
sebelumnya kemudian dijadikan bahan pertimbangan dalam
melakukan konstruksi pemikiran materi Rancangan Peraturan
Daerah Kabupaten Temanggung tentang Fasilitasi Pencegahan
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN_Kabupaten Temanggung. V - 3
Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika
dan Prekursor Narkotika. Adapun rumusan secara rinci Rancangan
Peraturan Daerah itu adalah sebagai berikut :
1. Judul Rancangan Peraturan Daerah
“Peraturan Daerah Kabupaten Temanggung Nomor …….. Tahun
…….. tentang Fasilitasi Pencegahan Pemberantasan
Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika dan Prekursor
Narkotika”
2. Pembukaan
a. Konsiderans „Menimbang”.
Perumusan konsiderans “Menimbang” berisi alasan aspek
filosofis, sosiologis dan yuridis dari penyusunan
Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Temanggung
tentang Fasilitasi Pencegahan Pemberantasan
Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika dan
Prekursor Narkotika yang secara rinci adalah sebagai
berikut :
- bahwa berdasarkan Pasal 3 huruf a Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 12 Tahun 2019 tentang
Fasilitasi Pencegahan, Pemberantasan
Penyalahgunaan Dan Peredaran Gelap Narkotika Dan
Prekursor Narkotika, diamanatkan agar Daerah
melakukan penyusunan peraturan daerah mengenai
pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan
dan peredaran gelap narkotika dan prekursor
narkotika;
- bahwa penyalahgunaan dan peredaran gelap
narkotika dan prekursor narkotika di Kabupaten
Temanggung sangat mengkhawatirkan, baik secara
kuantitatif maupun kualitatif, sehingga perlu
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN_Kabupaten Temanggung. V - 4
dilakukan upaya pencegahan, pemberantasan
penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan
prekursor narkotika secara sistematis, terstruktur,
efektif dan efisien;
- bahwa dalam rangka mendukung program
pencegahan, pemberantasan penyalahgunaan dan
peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika di
Kabupaten Temanggung diperlukan peningkatan
peran aktif Pemerintah Daerah dan masyarakat;
- bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c perlu
menetapkan Peraturan Daerah tentang Fasilitasi
Pencegahan, Pemberantasan Penyalahgunaan Dan
Peredaran Gelap Narkotika Dan Prekursor Narkotika;
b. Konsiderans “Mengingat” atau Dasar hukum
Dasar hukum penyusunan peraturan daerah ini
dirumuskan sesuai dengan hierarki peraturan perundang-
undangan yang ada. Perumusan peraturan perundang-
undangan yang dicantumkan didalam dasar hukum
adalah ketentuan peraturan perundang-undangan yang
terkait dengan fasilitasi pencegahan dan pemberantasan
penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan
prekursor narkotika serta pemerintahan daerah. Ada
perubahan perumusan dasar hukum yang dilakukan,
secara keseluruhan perubahan dirumuskan sebagai
berikut:
1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1950 tentang
Pembentukan Daerah-Daerah Kabupaten Dalam
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN_Kabupaten Temanggung. V - 5
Lingkungan Propinsi Djawa Tengah (Berita Negara
Tanggal 8 Agustus 1950);
3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1976 tentang
Pengesahan Konvensi Tunggal Narkoba 1961 beserta
Protokol Tahun 1972 yang mengubahnya (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1976 Nomor 36,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3085);
4. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang
Psikotropika (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3671) sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020
tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573);
5. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1997 tentang
Pengesahan United Nations Convention Against Illicit
Traffic in Narcotic Drugs and Psychotropic Substances,
1988 (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang
Pemberantasan Peredaran Gelap Narkoba dan
Psikotropika, 1988) (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1997 Nomor 17, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3673);
6. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4235),
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN_Kabupaten Temanggung. V - 6
Indonesia Tahun 2014 Nomor 297, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5606);
7. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301);
8. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 143, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5062) sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020
tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573);
9. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5063) sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020
tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573);
10. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011
Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5234) sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019
tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN_Kabupaten Temanggung. V - 7
Indonesia Tahun 2019 Nomor 183, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6398);
11. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang
Pendidikan Tinggi (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2012 Nomor 158, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5336;
12. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014
Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5495) sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020
tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573);
13. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587)
sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020
tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573);
14. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang
Administrasi Pemerintahan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 292,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5601) sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta
Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 6573);
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN_Kabupaten Temanggung. V - 8
15. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2011 tentang
Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu Narkoba (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor ,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor );
16. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2013 tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009
tentang Narkotika (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2017 Nomor 96, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5419);
17. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2017 tentang
Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2017 Nomor 73, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6041);
18. Peraturan Presiden Nomor 23 Tahun 2010 tentang
Badan Narkotika Nasional sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2019
tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 23
Tahun 2010 tentang Badan Narkotika Nasional
(Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2019
Nomor 128);
19. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 87
Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 199);
20. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun
2015 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor
32), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN_Kabupaten Temanggung. V - 9
Menteri Dalam Negeri Nomor 120 Tahun 2018 (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 157);
21. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 12 Tahun
2019 tentang Fasilitasi Pencegahan dan
Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap
Narkotika dan Prekusor Narkotika (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 195).
3. Batang Tubuh
Batang tubuh Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten
Temanggung tentang Fasilitasi Pencegahan, Pemberantasan
Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika dan Prekusor
Narkotika dirinci dalam bab, pasal dan ayat sebagai berikut:
a. Bab I. Ketentuan Umum
Bab I ini memuat 1 (satu) pasal saja tentang ketentuan
umum istilah yang sering disebut dalam batang tubuh
peraturan daerah ini. Adapun secara rinci Pasal 1 ini
memuat:
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah Kabupaten Temanggung;
2. Bupati adalah Bupati Temanggung;
3. Pemerintah Daerah adalah Bupati sebagai unsur
penyelenggara Pemerintahan Daerah yang
memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang
menjadi kewenangan daerah otonom;
4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya
disingkat DPRD adalah Lembaga Perwakilan Rakyat
Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan
Daerah;
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN_Kabupaten Temanggung. V - 10
5. Perangkat Daerah adalah unsur pembantu Bupati dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam
penyelenggaraan urusan Pemerintahan yang menjadi
kewenangan Daerah.
6. Badan Kesatuan Bangsa dan Politik, yang selanjutnya
disebut Badan adalah Badan Kesatuan Bangsa dan
Politik Kabupaten Temanggung.
7. Camat adalah Camat di Kabupaten Temanggung.
8. Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang
memiliki batas wilayah yang berwenang untuk
mengatur dan mengurus urusan pemerintahan,
kepentingan masyarakat setempat berdasarkan
prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak
tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem
pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
9. Kelurahan adalah bagian wilayah dari Kecamatan
sebagai perangkat Kecamatan.
10. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang
selanjutnya disingkat APBD adalah Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten
Temanggung.
11. Lembaga atau Instansi Vertikal di Daerah adalah
lembaga yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan yang menjadi urusan pemerintah
meliputi politik luar negeri, pertahanan, keamanan,
yustisi, moneter dan fiskal nasional dan agama.
12. Fasilitasi adalah upaya Pemerintah Daerah untuk
berperan serta secara aktif dalam pencegahan dan
pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran
gelap narkotika dan prekursor narkotika di daerah.
13. Pencegahan adalah segala upaya, usaha atau
tindakan yang dilakukan secara sadar dan
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN_Kabupaten Temanggung. V - 11
bertanggung jawab yang bertujuan untukmeniadakan
dan/atau menghalangi faktor-faktor yang diduga
akan menyebabkan terjadinya penyalahgunaan dan
peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika.
14. Penanganan adalah segala upaya, usaha atau
tindakan yang dilakukan secara sadar dan
bertanggungjawab yang bertujuan menangani
pecandu, penyalahguna dan korban penyalahgunaan
narkotika.
15. Pemberantasan adalah segala upaya, usaha atau
tindakan yang dilakukan secara sadar dan
bertanggung jawab yang bertujuan menghapus atau
memperkecil penyalahgunaan dan peredaran gelap
narkotika dan prekursor narkotika.
16. Penyalahgunaan adalah tindakan menggunakan
Narkotika tanpa hak atau melawan hukum.
17. Peredaran Gelap Narkotika adalah setiap kegiatan
atau serangkaian kegiatan yang dilakukan secara
tanpa hak atau melawan hukum yang ditetapkan
sebagai tindak pidana Narkotika.
18. Pecandu Narkotika adalah orang yang menggunakan
atau menyalahgunakan Narkotika dan dalam
keadaan ketergantungan pada Narkotika, baik secara
fisik maupun psikis.
19. Korban Penyalahgunaan Narkotika adalah seseorang
yang tidak sengaja menggunakan Narkotika karena
dibujuk, diperdaya, ditipu, dipaksa, dan/atau
diancam untuk menggunakan Narkotika.
20. Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari
tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun
semi sintetis, yang dapat menyebabkan penurunan
atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa,
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN_Kabupaten Temanggung. V - 12
mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan
dapat menimbulkan ketergantungan, yang
dibedakan ke dalam golongan-golongan.
21. Prekursor Narkotika adalah zat atau bahan pemula
atau bahan kimia yang dapat digunakan dalam
pembuatan Narkotika sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang tentang Narkotika.
22. Rehabilitasi Medis adalah suatu proses kegiatan
pengobatan secara terpadu untuk membebaskan
pecandu dari ketergantungan Narkotika.
23. Rehabilitasi Sosial adalah suatu proses kegiatan
pemulihan secara terpadu, baik fisik, mental maupun
sosial, agar bekas pecandu Narkotika dapat kembali
melaksanakan fungsi sosial dalam kehidupan
masyarakat.
24. Reintegrasi sosial adalah upaya atau usaha atau
tindakan pengembalian pecandu narkotika,
penyalahguna dan korban penyalahgunaan narkotika
ke masyarakat setelah menjalani rehabilitasi medis
dan sosial.
25. Deteksi dini adalah upaya atau usaha atau tindakan
awal untuk menemukan atau mengungkap
penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan
prekursor narkotika yang tersembunyi.
26. Antisipasi dini adalah upaya atau usaha atau
tindakan awal pencegahan dan pemberantasan
sebelum terjadinya penyalahgunaan dan peredaran
gelap narkotika dan prekursor narkotika.
b. Bab II. Asas, Maksud, dan Tujuan
Bagian Kesatu
Asas
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN_Kabupaten Temanggung. V - 13
Pasal 2
Fasilitasi pencegahan, pemberantasan penyalahgunaan
dan peredaran gelap narkotika dam prekursor narkotika
berasaskan:
a. Keadilan;
b. pengayoman;
c. kemanusian;
d. ketertiban;
e. perlindungan;
f. keamanan;
g. nilai-nilai ilmiah;
h. kepastian hukum.
Bagian Kedua
Maksud dan Tujuan
Pasal 3
(1) Peraturan daerah ini dimaksudkan sebagai pedoman
dan/atau acauan bagi pemerintah daerah dalam
melaksanakan fasilitasi pencegahan dan
pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran
gelap narkotika dan prekursor narkotika di daerah;
(2) Tujuan Peraturan Daerah ini dibuat adalah:
a. mewujudkan kesejahteraan dan perlindungan
kepada masyarakat;
b. menumbuhkan dan meningkatkan pengetahuan
dan kesadaran masyarakat akan berbahayanya
penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika
dan prekursor narkotika;
c. melakukan pencegahan penyalahgunaan dan
peredaran gelap narkotika dan prekursor
narkotika;
d. melakukan pemberantasan terhadap
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN_Kabupaten Temanggung. V - 14
penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika
dan prekursor narkotika.
e. Menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis
dan sosial terhadap penyalahguna dan pecandu
narkotika.
(3) Ruang Lingkup pengaturan fasilitasi pencegahan dan
pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran
gelap narkotika dan prekursor narkotika dalam
Peraturan Daerah ini meliputi:
a. deteksi dini;
b. antisipasi dini;
c. pencegahan;
d. pemberantasan;
e. penanganan;
f. sarana dan prasarana;
g. kerjasama;
h. partisipasi dan pemberdayaan masyarakat;
i. monitoring, evaluasi dan pelaporan;
j. pembinaan dan pengawasan;
k. sistem data dan informasi;
l. penghargaan;
m. pembiayaan; dan
n. sanksi.
c. Bab III. Tim Fasilitasi
Pasal 4
(1) Pemerintah Daerah melakukan fasilitasi pencegahan
dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran
gelap narkotika dan prekursor narkotika di daerah.
(2) Pemerintah Daerah dalam melakukan fasilitasi
pencegahan, pemberantasan penyalahgunaan dan
peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika di
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN_Kabupaten Temanggung. V - 15
daerah sebagai dimaksud pada ayat (1),
dilaksanakan oleh perangkat daerah yang terkait
dengan fasilitasi pencegahan, pemberantasan
penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan
prekursor narkotika.
Pasal 5
Dalam rangka mendukung pelaksanaan fasilitasi
pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan
peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika di
daerah sebagaimana dimaksud dalam pasal 4, dibentuk
Tim Terpadu pencegahan dan pemberantasan
penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika dan
Prekursor Narkotika di tingkat kabupaten, kecamatan dan
desa.
Pasal 6
(1) Susunan keanggotaan tim terpadu pencegahan dan
pemberantasan penyalahgunaan dan Peredaran
Gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika di tingkat
kabupaten terdiri atas:
a. Ketua : Bupati;
b. Wakil ketua I : Sekretaris daerah;
c. Wakil ketua II : Kepala Badan Narkotika
Nasional Kabupaten;
d. Sekretaris/ketua
pelaksana harian
: Kepala Badan Kesatuan
Bangsa dan Politik; dan
e. Anggota : 1. unsur Perangkat
Daerah sesuai dengan
kebutuhan
2. unsur kepolisian di
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN_Kabupaten Temanggung. V - 16
kabupaten
3. unsur Tentara
Nasional Indonesia di
kabupaten.
(2) Tim Terpadu sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
bertugas:
a. menyusun Rencana Aksi Daerah pencegahan dan
pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran
gelap narkotika dan prekursor narkotika di
tingkat kabupaten;
b. mengoordinasikan, mengarahkan, mengenda-
likan, dan mengawasi penyelenggaraan
pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan
dan peredaran gelap narkotika dan prekursor
narkotika di tingkat kabupaten; dan
c. menyusun laporan penyelenggaraan pencegahan
dan pemberantasan penyalahgunaan dan
peredaran gelap narkotika dan prekursor
narkotika di tingkat kabupaten.
Pasal 7
(1) Susunan keanggotaan tim terpadu pencegahan dan
pemberantasan penyalahgunaan dan Peredaran
Gelap narkotika dan prekursor narkotika di tingkat
kecamatan terdiri atas:
a. Ketua : Camat;
b. Wakil ketua/
pelaksana harian
: Sekretaris Camat; dan
c. Anggota : 1. kepala unit pelaksana
teknis dinas
2. unsur kepolisian di
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN_Kabupaten Temanggung. V - 17
kecamatan
3. unsur Tentara
Nasional Indonesia di
kecamatan.
(2) Tim Terpadu sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
bertugas:
a. menyusun Rencana Aksi Daerah pencegahan dan
pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran
gelap narkotika dan prekursor narkotika di
tingkat kecamatan;
b. mengoordinasikan, mengarahkan, mengendali-
kan, dan mengawasi penyelenggaraan
pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan
dan peredaran gelap narkotika dan prekursor
narkotika di tingkat kecamatan; dan
c. Menyusun laporan penyelenggaraan pencegahan
dan pemberantasan penyalahgunaan dan
peredaran gelap narkotika dan prekursor
narkotika di tingkat kecamatan.
Pasal 8
(1) Susunan keanggotaan tim terpadu pencegahan dan
pemberantasan penyalahgunaan dan Peredaran
Gelap narkotika dan prekursor narkotika di tingkat
kecamatan terdiri atas:
a. ketua : kepala desa;
b. wakil ketua/
pelaksana harian
: sekretaris desa; dan
c. anggota : 1. lembaga masyarakat
desa
2. badan pertimbangan
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN_Kabupaten Temanggung. V - 18
desa
3. perlindungan
masyarakat
4. kepala dusun, rukun
warga, rukun
tetangga.
(2) Tim Terpadu sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
bertugas:
a. menyusun Rencana Aksi Daerah pencegahan dan
pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran
gelap narkotika dan prekursor narkotika di
tingkat desa;
b. mengoordinasikan, mengarahkan, mengendali-
kan, dan mengawasi penyelenggaraan
pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan
dan peredaran gelap narkotika dan prekursor
narkotika di tingkat desa; dan
c. menyusun laporan penyelenggaraan pencegahan
dan pemberantasan penyalahgunaan dan
peredaran gelap narkotika dan prekursor
narkotika di tingkat desa.
d. Bab IV. Pencegahan
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 9
(1) Pemerintah Daerah melaksanakan pencegahan
penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan
prekursor narkotika.
(2) Pemerintah Daerah dalam melaksanakan pencegahan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan menyusun
perencanaan kebijakan dan tindakan pencegahan
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN_Kabupaten Temanggung. V - 19
penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan
prekursor narkotika berdasarkan hasil deteksi dan
antisipasi dini.
(3) Perencanaan kebijakan dan tindakan pencegahan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikoordinasikan oleh
perangkat daerah yang melaksanakan urusan pemerintahan
bidang kesatuan bangsa dan politik dengan melibatkan perangkat
daerah yang terkait, instansi vertikal dan masyarakat.
Bagian Kedua
Deteksi Dini
Pasal 10
(1) Pemerintah Daerah melakukan deteksi dini dalam
rangka pencegahan dan pemberantasan
penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan
prekursor narkotika.
(2) Pelaksanaan deteksi dini sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) melalui kegiatan:
a. pengumpulan bahan keterangan penyalahgunaan
dan peredaran gelap narkotika dan prekursor
narkotika;
b. pemetaan wilayah rawan penyalahgunaan dan
peredaran gelap narkotika dan prekursor
narkotika;
c. pelaksanaan tes urine kepada penyelenggara
pemerintahan daerah dan masyarakat;
(3) Pelaksanaan deteksi dini dapat melibatkan
masyarakat, satuan tugas atau relawan anti
narkotika.
Bagian Ketiga
Antisipasi Dini
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN_Kabupaten Temanggung. V - 20
Pasal 11
(1) Pemerintah Daerah melaksanakan antisipasi dini
dalam rangka pencegahan dan pemberantasan
penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan
prekursor narkotika.
(2) Pelaksanaan antisipasi dini sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) meliputi upaya:
a. memberikan informasi mengenai larangan dan
bahaya penyalahgunaan narkotika dan prekursor
narkotika melalui berbagai media informasi;
b. melakukan koordinasi dan komunikasi kebijakan
dan tindakan dengan Instansi vertikal dan
Pemerintah Kabupaten Temanggung tentang
pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan
narkotika dan prekursor narkotika;
c. bekerja sama dengan lembaga pendidikan,
lembaga keagamaan, lembaga non pemerintah,
organisasi kemasyarakatan dan/atau institusi
lainnya untuk melakukan gerakan anti narkotika;
d. melakukan pengawasan terhadap Aparatur Sipil
Negara dan pejabat publik;
e. melakukan pengawasan terhadap sumber daya
manusia di lingkungan lembaga pendidikan,
Lembaga keagamaan, lingkungan kerja dan
lingkungan masyarakat;
f. melakukan pengawasan terhadap rumah
kos/tempat pemondokan, tempat penginapan,
tempat perbelanjaan, tempat kuliner, tempat
hiburan dan tempat-tempat yang rentan
terjadinya penyalahgunaan dan peredaran gelap
narkotika dan prekursor narkotika.
g. melakukan tes urine sebagai persyaratan
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN_Kabupaten Temanggung. V - 21
penerimaan kepegawaian, siswa dan mahasiswa
baru serta pengangkatan jabatan publik atau
profesi.
h. membentuk satuan tugas atau relawan anti
Narkotika di lingkungan instansi pemerintah,
lingkungan pendidikan, lingkungan keagamaan,
lingkungan kerja dan lingkungan masyarakat.
(3) Dalam melakukan upaya antisipasi dini sebagaimana
dalam ayat (2), Pemerintah Daerah dapat
berkoordinasi dengan Kepolisian, Badan Narkotika
Nasional dan/atau institusi penegak hukum lainnya.
Bagian Keempat
Bentuk Pencegahan
Pasal 12
(1) Bentuk pencegahan penyalahgunaan dan peredaran
gelap narkotika dan prekursor narkotika, yaitu:
a. sosialisasi;
b. edukasi;
c. pembentukan satuan tugas atau relawan;
d. pemberdayaan masyarakat.
(2) Sosialisasi, sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a,
dapat melalui kegiatan:
a. seminar;
b. kegiatan keagamaan;
c. penyuluhan;
d. kegiatan seni dan budaya;
e. kegiatan sosial;
f. kampanye;
g. pengumuman;
h. iklan sosial.
(3) Edukasi, sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b,
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN_Kabupaten Temanggung. V - 22
dapat melalui kegiatan:
a. penyusunan kurikulum Pendidikan;
b. karya tulis ilmiah;
c. lokakarya;
d. workshop;
e. bimbingan teknis;
f. pelatihan masyarakat;
g. outbond;
h. perlombaan.
(4) Pembentukan satuan tugas atau relawan,
sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf c, dapat
melalui kegiatan pembentukan:
a. Satuan Tugas Anti Narkotika Pemerintah Daerah;
b. Satuan Tugas Pelajar Anti Narkotika;
c. Unit Kegiatan Mahasiswa Anti Narkotika;
d. Relawan Anti Narkotika.
(5) Pemberdayaan masyarakat, sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf d dapat melalui keterlibatan
masyarakat dalam pengambilan kebijakan dan
tindakan pencegahan dan pemberantasan
penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan
prekursor narkotika.
(6) Satuan pendidikan negeri maupun swasta wajib
melakukan sosialisasi dan edukasi pencegahan
penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan
prekursor narkotika.
(7) Perusahaan/Badan Usaha Milik Daerah,
Perusahaan/Badan Usaha Milik Negara, dan
Perusahaan/Badan Usaha Milik Swasta dan pemilik
kegiatan usaha yang berada di Daerah wajib
melakukan sosialisasi dan edukasi mengenai
pencegahan penyalahgunaan dan peredaran gelap
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN_Kabupaten Temanggung. V - 23
narkotika dan prekursor narkotika pada
Karyawan/Pekerja/Buruhnya.
Bagian Kelima
Tata Cara Pencegahan
Pasal 13
(1) Dalam pelaksanaan fasilitasi pencegahan
penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan
prekursor narkotika, sebagaimana dimaksud pada
Pasal 8 ayat (1) Bupati dan Camat menyusun
Rencana Aksi Daerah yang dilaksanakan setiap
tahun.
(2) Penyusunan Rencana Aksi Daerah sebagaimana pada
ayat (1) berpedoman pada format Rencana Aksi
Daerah sebagaimana tercantum dalam lampiran yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan
Daerah ini.
(3) Rencana Aksi Daerah, sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) disampaikan kepada Gubernur.
(4) Rencana Aksi Daerah diatur dan ditetapkan dengan
Peraturan Bupati.
e. Bab V. Pemberantasan
Pasal 14
(1) Pemberantasan penyalahgunaan narkotika dan
prekursor narkotika dilakukan secara yustisia oleh
Penyidik Pegawai Negeri Sipil Pemerintah Daerah.
(2) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud
ayat (1) berdasarkan Undang-Undang tentang
Hukum Acara Pidana, yang berwenang melakukan
penyidikan terhadap tindak pidana penyalahgunaan
Narkotika dan Prekursor Narkotika.
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN_Kabupaten Temanggung. V - 24
(3) Penyidik Pegawai Negeri Sipil, sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) mempunyai tugas dan
berwenang:
a. memeriksa kebenaran laporan serta keterangan
tentang adanya dugaan penyalahgunaan dan
peredaran gelap narkotika dan prekursor
narkotika;
b. memeriksa orang yang diduga melakukan
penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika
dan prekursor narkotika;
c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang
atau badan hukum sehubungan dengan
penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika
dan prekursor narkotika;
d. memeriksa bahan bukti atau barang bukti
perkara penyalahgunaan dan peredaran gelap
narkotika dan prekursor narkotika;
e. menyita bahan bukti atau barang bukti perkara
penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika
dan prekursor narkotika;
f. memeriksa surat dan/atau dokumen lain tentang
adanya dugaan penyalahgunaan dan peredaran
gelap narkotika dan prekursor narkotika;
g. meminta bantuan tenaga ahli untuk tugas
penyidikan penyalahgunaan dan peredaran gelap
narkotika dan prekursor narkotika; dan
h. menangkap orang yang diduga melakukan
penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika
dan prekursor narkotika.
(4) Dalam melaksanakan tugas penyidikan, Penyidik
Pegawai Negeri Sipil berkoordinasi dengan Kepolisian
Republik Indonesia dan/atau Badan Nasional
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN_Kabupaten Temanggung. V - 25
Narkotika sesuai dengan peraturan perundang-
undangan.
f. Bab VI. Rehabilitasi
Pasal 15
(1) Pemerintah Daerah dapat melakukan penanganan
terhadap pecandu, penyalahguna dan korban
penyalahgunaan narkotika.
(2) Penanganan, sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a. penyediaan layanan rehabilitasi medis;
b. penyediaan layanan rehabilitasi sosial;
c. penyediaan layanan reintegrasi sosial.
(3) Pemerintah Daerah menyusun standar prosedur
operasional penatalaksanaan penanganan,
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sesuai dengan
jenis dan metode terapi yang digunakan dengan
mengacu pada standar dan pedoman
penatalaksanaan rehabilitasi.
(4) Pemerintah Daerah melakukan koordinasi
penanganan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dengan kementerian yang melaksanakan urusan
pemerintahan bidang kesehatan dan sosial.
(5) Petunjuk teknis penanganan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dalam Peraturan
Bupati.
Pasal 16
(1) Penyediaan layanan rehabilitasi medis, sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) huruf a dilaksanakan oleh
perangkat daerah yang melaksanakan urusan pemerintahan
bidang kesehatan.
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN_Kabupaten Temanggung. V - 26
(2) Pusat kesehatan masyarakat, rumah sakit, dan/atau
lembaga rehabilitasi medis milik Pemerintah Daerah wajib
menerima pengobatan dan/atau perawatan melalui layanan
rehabilitasi medis.
(3) Rehabilitasi medis dapat dilaksanakan melalui rawat
jalan atau rawat inap sesuai dengan rencana rehabilitasi
dengan mempertimbangkan hasil asesmen.
(4) Teknis pelaksanaan layanan rehabilitasi medis berpedoman pada
peraturan perundang-undangan di bidang kesehatan.
Pasal 17
(1) Penyediaan layanan rehabilitasi sosial, sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) huruf b
dilaksanakan oleh perangkat daerah yang
melaksanakan urusan pemerintahan bidang sosial.
(2) Pemerintah Daerah wajib mendirikan Lembaga
rehabilitasi sosial untuk memberikan layanan
rehabilitasi sosial kepada pecandu, penyalahguna
dan korban penyalahgunaan narkotika.
(3) Rehabilitasi sosial dapat dilaksanakan baik didalam
maupun di luar lembaga rehabilitasi sosial sesuai
dengan rencana rehabilitasi dengan
mempertimbangkan hasil asesmen.
(4) Teknis pelaksanaan layanan rehabilitasi sosial
berpedoman kepada peraturan perundang-undangan
di bidang sosial.
Pasal 18
(1) Pecandu, penyalahguna dan korban penyalahgunaan
Narkotika, yang telah selesai menjalani rehabilitasi
medis dan sosial dapat dilakukan layanan reintegrasi
sosial melalui pembinaan, pengawasan dan
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN_Kabupaten Temanggung. V - 27
pendampingan berkelanjutan dengan
mengikutsertakan masyarakat.
(2) Pembinaan, pengawasan dan pendampingan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
oleh Perangkat Daerah yang melaksanakan urusan
pemerintahan bidang sosial.
(3) Dalam rangka pembinaan, pengawasan dan
pendampingan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
Bupati dapat membentuk tim pelaksana pembinaan,
pengawasan dan pendampingan yang diketuai oleh
Kepala Perangkat Daerah yang melaksanakan urusan
pemerintahan bidang kesatuan bangsa dan politik.
(4) Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
bertanggung jawab kepada Bupati.
Pasal 19
(1) Pembinaan, pengawasan dan pendampingan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dimaksudkan
untuk memotivasi pecandu, penyalahguna dan
korban penyalahgunaan narkotika pasca rehabilitasi
medis dan rehabilitasi sosial.
(2) Dalam rangka mewujudkan kegiatan pasca
rehabilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
kepada pecandu, penyalahguna dan korban
penyalahgunaan narkotika paska rehabilitasi dapat
dilakukan:
a. pelayanan untuk memperoleh keterampilan kerja;
b. pemberian rekomendasi untuk melanjutkan
pendidikan; dan
c. kohesi sosial.
(3) Pelayanan untuk memperoleh keterampilan kerja
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN_Kabupaten Temanggung. V - 28
dilaksanakan oleh Perangkat Daerah yang
melaksanakan urusan pemerintahan bidang tenaga
kerja.
(4) Pemberian rekomendasi untuk melanjutkan
pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf b dilaksanakan oleh Perangkat Daerah yang
melaksanakan urusan pemerintahan bidang
pendidikan.
(5) Satuan Pendidikan negeri atau swasta wajib
menerima kembali peserta didik yang dibebaskan
sementara dari kegiatan belajar karena terlibat
penyalahgunaan narkotika, setelah selesai menjalani
rehabilitasi dan/atau pembinaan, pengawasan dan
pendampingan.
(6) Satuan Pendidikan dapat menerima kembali peserta
didik yang dibebaskan sementara dari kegiatan
belajar karena terbukti mengedarkan narkotika,
setelah:
a. dinyatakan bebas oleh pengadilan; dan/atau
b. selesai menjalani hukuman.
(7) Kohesi sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf c dilaksanakan oleh Perangkat Daerah yang
melaksanakan urusan pemerintahan bidang sosial.
g. Bab VII. Sarana dan Prasarana
Pasal 20
(1) Pemerintah Daerah wajib mempersiapkan pusat
kesehatan masyarakat, rumah sakit, dan/atau
lembaga rehabilitasi medis dan lembaga rehabilitasi
sosial sebagai Institusi Penerima Wajib Lapor dan
sarana pencegahan dan penanganan
penyalahgunaan narkotika dan prekursor narkotika,
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN_Kabupaten Temanggung. V - 29
sesuai dengan standarisasi yang ditentukan oleh
peraturan perundang-undangan.
(2) Pemerintah Daerah wajib mempersiapkan tenaga
medis yang profesional dan memiliki kompetensi
dalam penanganan penyalahgunaan narkotika dan
prekursor narkotika, sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
(3) Pemerintah Daerah wajib memiliki sarana penunjang
utama dalam upaya pencegahan dan pemberantasan
penyalahgunaaan dan peredaran gelap narkotika dan
prekursor narkotika.
h. Bab VIII. Kerja Sama
Pasal 21
(1) Dalam rangka fasilitasi pencegahan dan
pemberantasan, penyalahgunaan dan peredaran
gelap narkotika dan prekursor narkotika, Pemerintah
Daerah dapat melakukan kerja sama dengan:
a. Perguruan Tinggi;
b. Asosiasi/Himpunan Pengusaha;
c. Serikat Pekerja/Buruh;
d. BUMN/BUMD;
e. Perusahaan/Badan Usaha Swasta;
f. Organisasi Kemasyarakatan dan/atau Lembaga
Swadaya Masyarakat;
g. Pemerintahan Desa;
h. Badan Nasional Narkotika Kabupaten;
i. TNI/POLRI; dan/atau
j. Instansi vertikal lainnya sesuai kebutuhan.
(2) Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN_Kabupaten Temanggung. V - 30
undangan dan ditungkan dalam nota kesepahaman
(memorandum of understanding).
i. Bab IX. Partisipasi dan Pemberdayaan Masyarakat
Bagian Kesatu
Partisipasi Masyarakat
Pasal 22
(1) Masyarakat dapat berpartisipasi dalam pencegahan
dan pemberantasan, penyalahgunaan dan peredaran
gelap narkotika dan prekursor narkotika.
(2) Badan Usaha Milik Daerah, Badan Usaha Milik Negara
dan Badan Usaha Swasta dapat berpartisipasi dalam
pencegahan dan pemberantasan, penyalahgunaan
dan peredaran gelap narkotika dan prekursor
narkotika.
(3) Partisipasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan dengan cara:
a. melaporkan kepada instansi yang berwenang jika
mengetahui penyalahgunaan dan peredaran gelap
narkotika dan prekursor narkotika;
b. meningkatkan ketahanan keluarga untuk
mencegah dampak penyalahgunaan dan
peredaran gelap narkotika dan prekursor
narkotika;
c. meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai
dampak penyalahgunaan narkotika dan prekursor
narkotika;
d. membentuk wadah partisipasi masyarakat;
e. menciptakan lingkungan yang mendukung bagi
mantan pecandu, penyalahguna dan korban
penyalahgunaan narkotika beserta keluarganya;
dan/atau
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN_Kabupaten Temanggung. V - 31
f. terlibat aktif dalam kegiatan pencegahan dan
pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran
gelap narkotika dan prekursor narkotika.
(4) Partisipasi masyarakat sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat berbentuk materiil dan/atau
immateriil yang dilakukan secara mandiri atau
bersama-sama.
Bagian Kedua
Pemberdayaan Masyarakat
Pasal 23
(1) Pemerintah Daerah wajib melakukan pemberdayaan
masyarakat terhadap pencegahan dan
pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran
gelap narkotika dan prekursor narkotika.
(2) Badan Usaha Milik Daerah, Badan Usaha Milik
Negara, Badan Usaha Swasta, perorangan dan atau
kelompok orang dapat melakukan pemberdayaan
masyarakat;
(3) Pemberdayaan masyarakat sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) melalui kegiatan:
a. Kerja sama atau kemitraan dengan Lembaga
Pendidikan, Lembaga keagamaan, Lembaga
kemasyarakatan, Lembaga Non Pemerintah;
b. pengembangan potensi masyarakat pada
kawasan rawan dan rentan penyalahgunaan dan
peredaran gelap narkotika dan prekursor
narkotika;
c. pelatihan kerja atau pelatihan kompetensi;
d. pelibatan forum kerukunan umat beragama,
forum kewaspadaan dini masyarakat dan forum
pembauran kebangsaan;
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN_Kabupaten Temanggung. V - 32
e. pelibatan Instansi Penerima Wajib Lapor yang
diselenggarakan oleh masyarakat; dan/atau
f. pelibatan tokoh masyarakat dan tokoh agama.
j. Bab X. Monitoring, Evaluasi, dan Pelaporan
Pasal 24
(1) Bupati melakukan monitoring dan evaluasi secara
berkala terhadap pelaksanaan fasilitasi pencegahan
dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran
gelap narkotika dan prekursor narkotika di Daerah.
(2) Bupati dalam melakukan monitoring dan evaluasi
pelaksanaan secara berkala terhadap pelaksanaan
fasilitasi pencegahan dan pemberantasan
penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan
prekursor narkotika sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) melimpahkan pelaksanaan fasilitasi
pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan
dan peredaran gelap narkotika dan prekursor
narkotika di tingkat Kecamatan kepada Camat.
(3) Camat melakukan monitoring dan evaluasi fasilitasi
pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan
dan peredaran gelap narkotika dan prekursor
narkotika di tingkat Kecamatan sebagamaman
dimaksud pada ayat (2) secara berkala terhadap
pelaksanaan fasilitasi pencegahan dan
pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran
gelap narkotika dan prekursor narkotika di tingkat
Desa/Kelurahan.
Pasal 25
(1) Kepala Desa/Lurah melaporkan hasil pelaksanaan
program dan kegiatan pencegahan dan
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN_Kabupaten Temanggung. V - 33
pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran
gelap narkotika dan prekursor narkotika yang
dilimpahkan oleh Pemerintah Daerah kepada
Desa/Kelurahan kepada Bupati melalui Camat.
(2) Camat melaporkan hasil monitoring dan evaluasi
pelaksanaan Kepala Desa/Lurah melaporkan hasil
pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan
dan peredaran gelap narkotika dan prekursor
narkotika di tingkat Kecamatan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 21 ayat (3) kepada Bupati
melalui perangkat daerah yang terkait dengan
fasilitasi pencegahan dan pemberantasan
penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan
prekursor narkotika.
(3) Bupati melaporkan hasil pencegahan dan
pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran
gelap narkotika dan prekursor narkotika di Daerah
kepada Gubernur.
Pasal 26
(1) Monitoring, evaluasi dan pelaporan sebagaimana
dimaksud pasal 21 dan pasal 22 dapat dilakukan
secara daring melalui sistem informasi pencegahan
dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran
gelap narkotika dan prekursor narkotika.
(2) Hasil monitoring, evaluasi, dan pelaporan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 dan pasal 22,
menjadi bahan masukan dalam penyusunan Rencana
Aksi Daerah tahun berikutnya dan bahan evaluasi
dalam penyusunan kebijakan.
k. Bab XI. Pembinaan dan Pengawasan
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN_Kabupaten Temanggung. V - 34
Pasal 27
(1) Pemerintah Daerah melakukan pembinaan terhadap
segala kegiatan yang berhubungan dengan
pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan
dan peredaran gelap narkotika dan prekursor
narkotika.
(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a. mencegah penyalahgunaan dan peredaran gelap
narkotika dan prekursor narkotika;
b. memasukkan pencegahan dan pemberantasan
penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika
dalam kurikulum pendidikan sekolah dasar
sampai perguruan tinggi;
c. meningkatkan kemampuan lembaga rehabilitasi
medis dan sosial serta reintegrasi sosial bagi
pecandu narkotika, penyalahguna dan korban
penyalahgunaan narkotika dan prekursor
narkotika, baik yang diselenggarakan oleh
pemerintah maupun masyarakat.
Pasal 28
(1) Pemerintah Daerah melakukan pengawasan terhadap
segala kegiatan yang berkaitan dengan pencegahan
dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran
gelap narkotika dan prekursor narkotika.
(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi upaya pemenuhan ketaatan terhadap
ketentuan peraturan perundang undangan tentang
pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan
dan peredaran gelap narkotika dan prekursor
narkotika yang ditetapkan.
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN_Kabupaten Temanggung. V - 35
l. Bab XII. Sistem Data dan Informasi
Pasal 29
(1) Pemerintah Daerah melaksanakan pendataan dan
pemetaan potensi penyalahgunaan dan peredaran
gelap narkotika dan prekursor narkotika untuk
mengetahui kondisi kerawanan penyalahgunaan dan
peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika
pada wilayah tertentu.
(2) Pendataan dan pemetaan potensi penyalahgunaan
narkotika oleh Pemerintah Daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dikoordinasikan oleh
perangkat daerah yang melaksanakan urusan
pemerintahan bidang kesatuan bangsa dan politik
dengan melibatkan instansi vertikal, perguruan tinggi
organisasi masyarakat dan organisasi keagamaan
dan/atau institusi lainnya.
(3) Pendataan dan pemetaan sebagaimana dimaksud
ayat (1) dilakukan dalam sistem data terpadu
berbasis teknologi, yang dikelola oleh Perangkat
Daerah yang melaksanakan urusan pemerintahan di
bidang kesatuan bangsa dan politik.
Pasal 30
(1) Pemerintah Daerah membangun sistem informasi
terpadu pencegahan dan pemberantasan
penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan
prekursor narkotika berbasis teknologi informasi dan
komunikasi, dengan cara pengumpulan informasi dan
penyebaran informasi mengenai bahaya
penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan
prekursor narkotika
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN_Kabupaten Temanggung. V - 36
(2) Pembangunan sistem informasi terpadu sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), dikoordinasikan oleh
perangkat daerah yang melaksanakan urusan
pemerintahan bidang kesatuan bangsa dan politik
dengan melibatkan perangkat daerah yang
melaksanakan urusan pemerintahan bidang
komunikasi dan informatika dan instansi terkait
lainnya.
(3) Pembangunan sistem informasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan melalui media
cetak, media elektronik, media siber, serta cara
lainnya.
m. Bab XIII. Penghargaan
Pasal 31
(1) Pemerintah Daerah memberikan penghargaan
kepada aparat penegak hukum, instansi
pemerintahan, swasta dan/atau warga masyarakat
yang telah berjasa dalam upaya pencegahan dan
pemberantasan, penyalahgunaan dan peredaran
gelap narkotika dan prekursor narkotika.
(2) Penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diberikan dalam bentuk piagam, tanda jasa,
dan/atau bentuk lainnya.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian
penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dalam Peraturan Bupati.
n. Bab XIV. Pembiayaan
Pasal 32
Pembiayaan pencegahan dan pemberantasan,
penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN_Kabupaten Temanggung. V - 37
prekursor Narkotika bersumber dari:
a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten
Temanggung;
b. Sumber pembiayaan lain yang sah dan tidak mengikat
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan;
o. Bab XV. Sanksi
Pasal 33
Seseorang dan/ atau badan yang terlibat dalam
penyalahgunaan dan perdedaran gelap narkotika
dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan dibidang narkotika.
p. Bab XVI. Ketentuan Penutup
Pasal 34
Peraturan Bupati sebagai peraturan pelaksanaan dari
peraturan daerah ini ditetapkan paling lambat 1 (satu)
tahun sejak peraturan ini diundangkan.
Pasal 35
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Daerah ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten
Temanggung.
4. Penjelasan
Rancangan Penjelasan atas Rancangan Peraturan Daerah
Kabupaten Temanggung tentang Fasilitasi Pencegahan,
Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN_Kabupaten Temanggung. V - 38
Narkotika dan Prekursor Narotika dibagi menjadi dua bagian,
yaitu penjelasa secara Umum dan penjelasan ayat demi ayat.
a. Penjelasan Umum
Bahwa penyalahgunaan dan peredaran gelap
narkotika dan prekursor Narkotika di Kabupaten
Temanggung mengkhawatirkan dan mengancam
perkembangan sumber daya manusia serta kehidupan
bangsa dan negara, sehingga perlu upaya pencegahan dan
pemberantasan serta penanganan secara terintegrasi,
terarah dan berkesinambungan.
Upaya-upaya itu sangat penting mengingat
Kabupaten Temanggung terletak di tengah-tengah Propinsi
Jawa Tengah dengan bentangan Utara ke Selatan 34,375
Km dan Timur ke Barat 43,437 Km. Kabupaten
Temanggung secara astronomis terletak diantara 110o23'-
110o46'30" bujur Timur dan 7o14'-7o32'35" Lintang
Selatan dengan luas wilayah 870,65 km2 (87.065 Ha). Dan
secara batas administratif Kabupaten Temanggung di
sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Kendal dan
Kabupaten Semarang, di sebelah Timur berbatasan dengan
Kabupaten Semarang dan Kabupaten Magelang, di sebelah
Selatan berbatasan dengan Kabupaten Magelang, di
sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Wonosobo.
Wilayah Kabupaten Temanggung secara geo ekonomis
dilalui oleh 3 jalur pusat kegiatan ekonomi, yaitu
Semarang (77 Km), Yogyakarta (64 Km), dan Purwokerto
(134 Km).
Berdasarkan letak geografis dan batas administratif
tersebut, wilayah Kabupaten Temanggung memiliki potensi
menjadi pintu masuk, tempat produksi dan wilayah edar
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN_Kabupaten Temanggung. V - 39
penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan
prekursor narkotika.
Ketentuan Pasal 3 huruf a Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 12 Tahun 2019 Tentang Fasilitasi
Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan
Peredaran Gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika,
Pemerintah Daerah perlu menyusun regulasi berupa
peraturan daerah sebagai upaya sinergitas membangun
koordinasi dan berperan aktif dalam pencegahan dan
pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap
narkotika dan prekursor narkotika di Indonesia khususnya
wilayah Kabupaten Temanggung.
Peraturan Daerah ini, merumuskan upaya
pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan
peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika di
lingkungan Pemerintahan Daerah, Instansi vertikal,
lingkungan masyarakat, lingkungan satuan pendidikan,
lingkungan keluarga, lingkungan Perusahaan/Badan Usaha.
Ruang lingkup Peraturan Daerah ini meliputi deteksi
dini; antisipasi dini; pencegahan; pemberantasan;
penanganan; sarana dan prasarana; kerja sama;
partisipasi dan pemberdayaan masyarakat; monitoring,
evaluasi dan pelaporan; pembinaan dan pengawasan;
sistem data dan informasi; penghargaan; pembiayaan;
dan sanksi..
b. Penjelasan Pasal demi Pasal
Penjelasan Pasal demi Pasal dilakukan hanya untuk pasal
atau ayat yang perlu diperjelas dengan berbagai
keterangan:
Pasal 12, ayat (2), huruf a:
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN_Kabupaten Temanggung. V - 40
Yang dimaksud dengan “seminar” diantaranya
merupakan kegiatan bentuk pengajaran akademis,
yang diberikan oleh lembaga dan narasumber yang
berkompeten kepada peserta seminar seperti
masyarakat umum, pelajar, mahasiswa, aparatur
penegak hukum, pejabat publik dan peserta lainnya
dengan materi yang terkait pencegahan
penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan
prekursor narkotika.
Pasal 12, ayat (2), huruf b:
Yang dimaksud dengan “kegiatan keagamaan”
diantaranya merupakan kegiatan keagamaan yang
dapat berupa ceramah atau kegiatan lainnya yang
disampaikan oleh pemuka agama atau tokoh agama
kepada jamaah atau umat dengan menyisipkan
materi yang terkait pencegahan penyalahgunaan dan
peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika
sehingga dapat diimplementasikan di lingkungan
keluarga.
Pasal 12, ayat (2), huruf c:
Yang dimaksud dengan “penyuluhan” diantaranya
merupakan kegiatan pembelajaran antara penyuluh
kepada masyarakat umum, anggota keluarga dan
lingkungan di masyarakat (seperti di lingkungan
kecamatan, kelurahan, RT/RW), sekolah, perguruan
tinggi dan lain-lain agar membudayakan gerakan anti
narkotika terutama dalam lingkungan masyarakat
terkecil.
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN_Kabupaten Temanggung. V - 41
Pasal 12, ayat (2), huruf d:
Yang dimaksud dengan “kegiatan seni dan budaya”
diantaranya merupakan kegiatan seni dan budaya
berupa festival musik, pagelaran budaya dan seni
baik tradisional maupun modern, yang dapat
disisipkan pesan terkait pencegahan penyalahgunaan
dan peredaran gelap narkotika dan prekursor
narkotika kepada masyarakat umum.
Pasal 12, ayat (2) huruf e:
Yang dimaksud dengan “kegiatan sosial” diantaranya
merupakan kegiatan sosial berupa jalan sehat, bakti
sosial dan lainnya yang dapat disisipkan pesan terkait
pencegahan penyalahgunaan dan peredaran gelap
narkotika dan prekursor narkotika kepada
masyarakat umum.
Pasal 12, ayat (2) huruf f:
Yang dimaksud dengan “kampanye” diantaranya
merupakan sebuah tindakan dan usaha terkoordinir
baik oleh seseorang, kelompok orang, Pemerintah
maupun Lembaga Swadaya Masyarakat, yang
bertujuan mendapatkan pencapaian dukungan, atas
gerakan, guna mendukung dan membudayakan
pencegahan penyalahgunaan dan peredaran gelap
narkotika dan prekursor narkotika kepada
masyarakat umum.
Pasal 12, ayat (2), huruf g:
Yang dimaksud dengan “pengumuman” diantaranya
merupakan informasi satu arah berupa selebaran
atau pamplet atau baliho dan bentuk lainnya guna
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN_Kabupaten Temanggung. V - 42
membudayakan pencegahan penyalahgunaan dan
peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika
kepada masyarakat umum.
Pasal 12, ayat (2) huruf h:
Yang dimaksud dengan “iklan sosial” diantaranya
merupakan sebuah informasi yang disajikan di media
cetak, media elektronik dan siber guna
membudayakan pencegahan penyalahgunaan dan
peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika
kepada masyarakat umum.
Pasal 12, ayat (3) huruf a:
Yang dimaksud dengan “penyusunan kurikulum
pendidikan” diantaranya merupakan insersi atau
penyusupan materi pencegahan penyalahgunaan dan
peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika
dalam kurikulum pendidikan, baik pendidikan dasar,
menengah dan tinggi.
Pasal 12, ayat (3) huruf b:
Yang dimaksud dengan “karya tulis ilmiah”
diantaranya merupakan penelitian ilmiah yang
diarahkan pada pembelajaran ilmiah akan bahayanya
penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan
prekursor narkotika serta upaya pencegahannya.
Pasal 12, ayat (3) huruf c:
Yang dimaksud dengan “lokakarya” diantaranya
merupakan kegiatan yang dihadiri oleh para ahli,
penegak hukum, pemerintah dan unsur masyarakat
yang diarahkan pada penyelesaian permasalahan
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN_Kabupaten Temanggung. V - 43
penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan
prekursor narkotika serta solusi permasalahan
tersebut.
Pasal 12, ayat (3) huruf e:
Yang dimaksud dengan “bimbingan teknis”
diantaranya merupakan kegiatan dimana para
peserta diberi pelatihan- pelatihan yang bermanfaat
dalam meningkatkan kompetensi peserta
dalam upaya pencegahan penyalahgunaan dan
peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika.
Pasal 12, ayat (3) huruf f:
Yang dimaksud dengan “pelatihan masyarakat”
diantaranya merupakan kegiatan dimana masyarakat
diberi pelatihan- pelatihan yang bermanfaat dalam
meningkatkan pemahamannya dalam pencegahan
penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan
prekursor narkotika.
Pasal 12, ayat (3) huruf g:
Yang dimaksud dengan “outbond” diantaranya
merupakan kegiatan luar ruangan seperti jambore,
perkemahan dan napak tilas dalam rangka
memberikan edukasi kepada peserta outbond dalam
memahami penyalahgunaan dan peredaran gelap
narkotika dan prekursor narkotika dengan cara yang
gembira dan menyenangkan.
Pasal 12, ayat (3) huruf h:
Yang dimaksud dengan “perlombaan” diantaranya
merupakan kegiatan kompetisi yang bertemakan
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN_Kabupaten Temanggung. V - 44
pencegahan penyalahgunaan dan peredaran gelap
narkotika dan prekursor narkotika, dengan bentuk
lomba pidato, lomba cipta lagu, lomba slogan, lomba
karikatur dan lomba lainnya yang bersifat kreatif
dan inovatif.
Pasal 12, ayat (4) huruf a:
Yang dimaksud dengan kalimat “Satuan Tugas Anti
Narkotika Pemerintah Daerah” merupakan organisasi
yang bersifat tetap maupun sementara (ad-hoc) di
lingkungan Pemerintahan Daerah yang
beranggotakan aparatur pemerintahan yang
mempunyai kegiatan atau tugas terkait pencegahan
penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan
prekursor narkotika di lingkungan Pemerintahan.
Pasal 12, ayat (4) huruf b:
Yang dimaksud dengan kalimat “Satuan Tugas
Pelajar Anti Narkotika” merupakan organisasi yang
bersifat tetap maupun sementara (ad-hoc) di
lingkungan Satuan Pendidikan baik negeri atau
swasta yang beranggotakan pelajar yang mempunyai
kegiatan atau tugas terkait pencegahan
penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan
prekursor narkotika di lingkungan sekolah.
Pasal 12, ayat (4) huruf c:
Yang dimaksud dengan kalimat “Unit Kegiatan
Mahasiswa Anti Narkotika” merupakan organisasi
kegiatan mahasiswa di lingkungan kampus yang
beranggotakan mahasiswa yang mempunyai kegiatan
atau tugas terkait pencegahan penyalahgunaan dan
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN_Kabupaten Temanggung. V - 45
peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika di
lingkungan kampus.
Pasal 12, ayat (4) huruf d:
Yang dimaksud dengan kalimat “Relawan Anti
Narkotika” merupakan organisasi di lingkungan
masyarakat yang beranggotakan unsur masyarakat
yang mempunyai kegiatan atau tugas terkait
pencegahan penyalahgunaan dan peredaran gelap
narkotika dan prekursor narkotika di lingkungan
masyarakat umum.
Pasal 19, ayat (1):
Yang dimaksud dengan “memotivasi pecandu,
penyalahguna dan korban penyalahgunaan narkotika
pasca rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial”
dimaksudkan agar pecandu, penyalahguna dan
korban penyalahgunaan narkotika dapat kembali
menggali potensi diri, meningkatkan kepercayaan diri
dan membangun masa depan yang lebih baik dalam
suatu masyarakat.
Pasal 20, ayat (1):
Yang dimaksud dengan “Institusi Penerima Wajib
Lapor” merupakan pusat kesehatan masyarakat,
rumah sakit, dan/atau lembaga rehabilitasi medis
dan lembaga rehabilitasi sosial yang ditunjuk oleh
Pemerintah.
Dan yang tidak perlu penjelasan cukup diberikan istilah:
“Cukup jelas”.
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN Kabupaten Temanggung. VI-1
BAB VI
P E N U T U P
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian dan pembahasan yang telah
dikemukakan dalam masing-masing bab tersebut maka dapat
disimpulkan bahwa :
1. Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten
Temanggung tentang Fasilitasi Pencegahan Pemberantasan
Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika dan Prekursor
Narkotika di Kabupaten Temanggung telah memiliki
kelayakan secara akademis dan memiliki landasan baik
secara filosofis, sosiologis maupun yuridis.
2. Kerangka pengaturan dalam Rancangan Peraturan Daerah
Kabupaten Temanggung tentang Fasilitasi Pencegahan
Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap
Narkotika dan Prekursor Narkotika di Kabupaten Temanggung
secara rinci meliputi:
a. Bab I. Ketentuan Umum;
b. Bab II. Asas, Maksud, dan Tujuan;
c. Bab III. Tugas dan Wewenang Pemerintah Daerah;
d. Bab IV. Tim Fasilitasi;
e. Bab V. Pencegahan;
f. Bab VI. Pemberantasan;
g. Bab VII. Rehabilitasi;
h. Bab VIII. Sarana dan Prasarana;
i. Bab IX. Kerja Sama
j. Bab X. Partisipasi dan Pemberdayaan Masyarakat
k. BAB XI. Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan;
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN Kabupaten Temanggung. VI-2
l. Bab XII. Pembinaan dan Pengawasan;
m. Bab XIII. Sistem Data dan Informasi;
n. Bab XIV. Penghargaan;
o. Bab XV. Pembiayaan;
p. Bab XVI. Sanksi;
q. Bab XVII. Ketentuan Penutup.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan dan hasil analisis yang telah
dilakukan maka dapat disarankan agar segera diproses
penyusunan, pembahasan, dan penetapan Rancangan Peraturan
Daerah Kabupaten Temanggung tentang Fasilitasi Pencegahan
Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika
dan Prekursor Narkotika di Kabupaten Temanggung. Hal ini
dilakukan guna memberikan dasar hukum dan pedoman kepada
Pemerintah Daerah khususnya Dinas Kesehatan, Dinas Sosial,
BNN Kabupaten Temanggung, mitra Polisi dan TNI serta
masyarakat secara keseluruhan di seluruh wilayah Kabupaten
Temanggung dalam berpartisipasi melakukan pencegahan dan
pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan
prekursor narkotika.
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN Kabupaten Temanggung. VI-3
LLaammppiirraann--LLaammppiirraann
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN Kabupaten Temanggung. VI-4
A. Daftar Kepustakaan
Anonim, 2012. Permendagri No. 53 Tentang Pembentukkan Produk
Hukum Daerah dan Undang-Undang No. 12 tentang
Pembentukkan Peraturan Perundang-undangan, Jakarta:
Pt. Tamita Utama
Bagir Manan. 2005. Menyongsong Fajar Otonomi Daerah, cetakan
IV, Pusat Studi Hukum Fakultas Hukum UII, Yogyakarta
Hanif Nurcholish. 2005. Teori dan Praktik Pemerintahan dan
Otonomi Daerah, PT Gramedia Widiasarana Indonesia,
Jakarta
Juanda. 2008. Hukum Pemerintahan Daerah ; Pasang Surut
Hubungan Kewenangan antara DPRD dan Kepala Daerah, Alumni, Bandung
Mahendra Putra Kurnia dkk, 2007. Pedoman Naskah Akademik
Perda Partisipatif (Urgensi, Strategi, dan Proses Bagi
Pembentukan Perda yang baik), Kreasi Total Media,
Yogyakarta.
Maria Farida Indrati S, 2007. Ilmu Perundang-Undangan (Jenis,
Fungsi, dan Materi Muatan, Kanisius, Yogyakarta.Maria
Farida Indrati S, 2007. Ilmu Perundang-undangan Jenis,
Fungsi dan Materi Muatan. Yogyakarta: Kanisius
………….., 2007. Ilmu Perundang-undangan Proses dan teknik
Pembentukkannya. Yogyakarta: Kanisius
Ni’matul Huda. 2009. Hukum Pemerintahan Daerah, Nusa media, Bandung
W. Riawan Tjandra dan Kresno Budi Darsono, 2009. Legislative
Drafting (Teori dan Teknik Pembuatan Peraturan daerah),
Universitas Arma Jaya, Yogyakarta.
B. Daftar Inventarisasi Peraturan Perundang-Undangan
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit
Menular;
3. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktek
Kedokteran;
4. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Keperawatan;
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN Kabupaten Temanggung. VI-5
5. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan
Sosial Nasional;
6. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2020 tentang Cipta Kerja;
7. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2020 tentang Cipta Kerja;
8. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
9. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan
Penyelenggaraan Jaminan Sosial sebagaimana telah diubah
beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2020 tentang Cipta Kerja;
10. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta
Kerja.
11. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 28 Tahun 2014 tentang
Pedoman Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional.
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN Kabupaten Temanggung. VI-1
BAB VI
P E N U T U P
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian dan pembahasan yang telah
dikemukakan dalam masing-masing bab tersebut maka dapat
disimpulkan bahwa :
1. Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten
Temanggung tentang Fasilitasi Pencegahan Pemberantasan
Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika dan Prekursor
Narkotika di Kabupaten Temanggung telah memiliki
kelayakan secara akademis dan memiliki landasan baik
secara filosofis, sosiologis maupun yuridis.
2. Kerangka pengaturan dalam Rancangan Peraturan Daerah
Kabupaten Temanggung tentang Fasilitasi Pencegahan
Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap
Narkotika dan Prekursor Narkotika di Kabupaten Temanggung
secara rinci meliputi:
a. Bab I. Ketentuan Umum;
b. Bab II. Asas, Maksud, dan Tujuan;
c. Bab III. Tugas dan Wewenang Pemerintah Daerah;
d. Bab IV. Tim Fasilitasi;
e. Bab V. Pencegahan;
f. Bab VI. Pemberantasan;
g. Bab VII. Rehabilitasi;
h. Bab VIII. Sarana dan Prasarana;
i. Bab IX. Kerja Sama
j. Bab X. Partisipasi dan Pemberdayaan Masyarakat
k. BAB XI. Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan;
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN Kabupaten Temanggung. VI-2
l. Bab XII. Pembinaan dan Pengawasan;
m. Bab XIII. Sistem Data dan Informasi;
n. Bab XIV. Penghargaan;
o. Bab XV. Pembiayaan;
p. Bab XVI. Sanksi;
q. Bab XVII. Ketentuan Penutup.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan dan hasil analisis yang telah
dilakukan maka dapat disarankan agar segera diproses
penyusunan, pembahasan, dan penetapan Rancangan Peraturan
Daerah Kabupaten Temanggung tentang Fasilitasi Pencegahan
Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika
dan Prekursor Narkotika di Kabupaten Temanggung. Hal ini
dilakukan guna memberikan dasar hukum dan pedoman kepada
Pemerintah Daerah khususnya Dinas Kesehatan, Dinas Sosial,
BNN Kabupaten Temanggung, mitra Polisi dan TNI serta
masyarakat secara keseluruhan di seluruh wilayah Kabupaten
Temanggung dalam berpartisipasi melakukan pencegahan dan
pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan
prekursor narkotika.
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN Kabupaten Temanggung. VI-3
LLaammppiirraann--LLaammppiirraann
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN Kabupaten Temanggung. VI-4
A. Daftar Kepustakaan
Anonim, 2012. Permendagri No. 53 Tentang Pembentukkan Produk
Hukum Daerah dan Undang-Undang No. 12 tentang
Pembentukkan Peraturan Perundang-undangan, Jakarta:
Pt. Tamita Utama
Bagir Manan. 2005. Menyongsong Fajar Otonomi Daerah, cetakan
IV, Pusat Studi Hukum Fakultas Hukum UII, Yogyakarta
Hanif Nurcholish. 2005. Teori dan Praktik Pemerintahan dan
Otonomi Daerah, PT Gramedia Widiasarana Indonesia,
Jakarta
Juanda. 2008. Hukum Pemerintahan Daerah ; Pasang Surut
Hubungan Kewenangan antara DPRD dan Kepala Daerah, Alumni, Bandung
Mahendra Putra Kurnia dkk, 2007. Pedoman Naskah Akademik
Perda Partisipatif (Urgensi, Strategi, dan Proses Bagi
Pembentukan Perda yang baik), Kreasi Total Media,
Yogyakarta.
Maria Farida Indrati S, 2007. Ilmu Perundang-Undangan (Jenis,
Fungsi, dan Materi Muatan, Kanisius, Yogyakarta.Maria
Farida Indrati S, 2007. Ilmu Perundang-undangan Jenis,
Fungsi dan Materi Muatan. Yogyakarta: Kanisius
………….., 2007. Ilmu Perundang-undangan Proses dan teknik
Pembentukkannya. Yogyakarta: Kanisius
Ni’matul Huda. 2009. Hukum Pemerintahan Daerah, Nusa media, Bandung
W. Riawan Tjandra dan Kresno Budi Darsono, 2009. Legislative
Drafting (Teori dan Teknik Pembuatan Peraturan daerah),
Universitas Arma Jaya, Yogyakarta.
B. Daftar Inventarisasi Peraturan Perundang-Undangan
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit
Menular;
3. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktek
Kedokteran;
4. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Keperawatan;
Laporan Akhir
NA Raperda Fasilitasi P4GNPN Kabupaten Temanggung. VI-5
5. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan
Sosial Nasional;
6. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2020 tentang Cipta Kerja;
7. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2020 tentang Cipta Kerja;
8. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
9. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan
Penyelenggaraan Jaminan Sosial sebagaimana telah diubah
beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2020 tentang Cipta Kerja;
10. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta
Kerja.
11. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 28 Tahun 2014 tentang
Pedoman Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional.
top related