optimalisasi perbankan syariah
Post on 10-Jun-2015
1.077 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
UPAYA OPTIMALISASI FUNGSI PERBANKAN SYARIAH DALAM
PEMANFAATAN DANA INVESTASI WAKAF DAN IMPLIKASINYA PADA
PEMBERDAYAAN EKONOMI UMMAT1
Oleh: Luthfi Yansyah
Abstrak
Adanya kekeliruan dalam pemahaman bahwa wakaf hanya berbentuk benda tak
bergerak adalah sebuah kendala dalam memperdayagunakan dana wakaf secara optimal.
Akan tetapi, fatwa MUI tahun 2002 tentang wakaf tunai seakan memberi angin segar dan
motivasi dalam upaya mengoptimalisasikan dana wakaf guna memberdayakan ummat.
Lembaga-lembaga perbankan syariahlah yang merupakan salah satu alternatif Nadzir
(pengelola) dana investasi wakaf tunai, dikarenakan keunggulannya dalam mengelola
dana, jaringan kantor yang luas, dan lain-lainnya. Dengan demikian, pengelolaan dana
akan lebih profesional.
I. PENDAHULUAN
Wakaf adalah ibadah “maliyah ijtima’iyyah’ yang memiliki posisi penting,
strategis, dan menentukan dari sisi pembangunan kesejahteraan ummat. Meskipun Al-
Qur`an tidak menyebutkan secara tegas, akan tetapi ada beberapa ayat yang dapat
dijadikan sandaran hukum wakaf seperti dalam surat Ali Imran ayat 92 dan an-Nahl ayat
97.
Akan tetapi, ada kekeliruan pemahaman mendasar yang berkaitan dengan masalah
wakaf sehingga hikmah dan manfaat wakaf itu kurang dapat dirasakan dan didayagunakan
secara optimal di Indonesia untuk peningkatan kualitas kehidupan masyarakat.
1Tulisan (makalah) ini pernah di ajukan penulis dalam lomba karya tulis ilmiah Ekonomi Islam Pada Jurusan Perbankan Syari'ah Universitas Islam Negeri Jakarta 2005.
1
Pertama, wakaf dipahami hanyalah berbentuk barang yang tidak bergerak, seperti
tanah, dan bangunan.
Kedua, kendala utama pelaksanaan wakaf tunai, khususnya dalam hal sosialisasi
kepada masyarakat. Ini dikarenakan belum adanya undang-undang wakaf yang spesifik
sebagaimana undang-undang zakat.
Ketiga, belum optimalnya lembaga-lembaga pengelola wakaf (nadzir) dalam
mengelola wakaf yang semestinya keberadaannya menjadi faktor penentu dalam
pemanfaatan harta wakaf dan digunakan dalam bentuk produktif, misalnya upaya
peningkatan kegiatan usaha kecil, dan lain sebagainya. Kendala utamanya adalah belum
adanya regulasi yang jelas di mana wakaf menjadi sumber pendanaan yang tiada habis-
habisnya bagi pengembangan ekonomi ummat seperti yang telah dikembangkan di Negara-
negara besar lainnya, seperti Mesir, dan Bangladesh. Saat ini, Indonesia berada dalam
kondisi ekonomi yang terpuruk. Maka alangkah baiknya bila kita mempertimbangkan
pengembangan instrumen wakaf tersebut.
Agar lebih fokus, maka tulisan ini dibatasi pada “Upaya Optimalisasi Fungsi
Perbankan Syariah Dalam Pemanfaatan Dana Investasi Wakaf dan Implikasinya pada
Pemberdayaan Ekonomi Ummat”, karena setidaknya perbankan syariah memiliki
beberapa keunggulan yang diharapkan dapat mengotimalkan operasional investasi wakaf
dibandingkan dengan lembaga keuangan yang lain.
Karya tulis ini, ditujukan antara lain untuk: 1) menjelaskan pengertian wakaf secara
definitif; 2) Menguraikan konsepsi operasional pendayagunaan wakaf produktif melalui
perbankan syariah; 3) Memberikan implikasi pendayagunaan wakaf produktif bagi
perkembangan ekonomi ummat.
2
Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode kajian kepustakaan
(library reaserch), dengan cara mengumpulkan data-data dari berbagai sumber
kepustakaan, kemudian ditelaah dan dianalisa secara kritis dan memformulasikannya
dalam bentuk uraian yang argumentatif. Buku-buku yang dikaji adalah buku-buku yang
membahas persoalan wakaf, khusus ditinjau dari aspek pendayagunaannya. Dari sinilah
penulis ingin memberikan kontribusi pemikiran yang insya Allah bermanfaat dalam upaya
memanfaatkan dana Investasi wakaf sebagai solusi alternatif dalam memberdayakan
ekonomi ummat.
II. WAKAF DALAM PERSPEKTIF SYARIAT ISLAM
A. Pengertian, Dasar Hukum, Falsafah, dan Hikmah Pensyariatan Wakaf
1.Pengertian Wakaf
Secara bahasa, wakaf berasal dari kata waqafa yang berarti habasa. Jadi, al-
waqf sama dengan al-habs yang artinya menahan.2 Sedang menurut istilah, wakaf
adalah “Menahan harta yang mungkin diambil manfaatnya tanpa menghabiskan
atau merusakkan bendanya dan digunakan untuk kebaikan.”3 Ada juga yang
memberi pengertian bahwa wakaf adalah menahan atau menghentikan harta yang
dapat diambil manfaatnya guna kepentingan kebaikan untuk mendekatkan diri
kepada Allah.4
Dalam rumusan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor: 28 tahun 1977 tentang
Perwakafan Tanah Milik pasal 1 ayat (1) yang juga ditegaskan dalam kompilasi
hukum Islam (KHI) pasal 215 dinyatakan, “Wakaf adalah perbuatan hukum
seseorang atau kelompok orang atau badan hukum yang memisahkan sebagian
2Sayyid Sabiq, Fiqh as-Sunnah, Beirut: Dar al-Fikr, 1983, cet ke-6, jilid 3., h. 5153al- Kamal bin al-Hammam, Fath al-Qadir ad-dar al-Mukhtar, Jilid 3, h. 351 4Taqiyudin Abi Bakar, Kifayah al-Akhyar, Juz 1, Mesir: Dar al-Kitab al-Araby, tth., h. 319
3
dari benda miliknya dan melembagakannya untuk selama-lamanya guna
kepentingan ibadat atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran Islam.”5
Dari beberapa definisi di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa cakupan
pengertian wakaf meliputi:
Harta benda milik seseorang atau kelompok orang.
Harta benda tersebut bersifat kekal zatnya, tidak habis apabila dipakai.
Harta tersebut dilepas kepemilikannya oleh pemiliknya.
Harta yang dilepas kepemilikannya tersebut tidak boleh dihibahkan,
diwariskan, atau diperjualbelikan.
Manfaat dari harta benda tersebut untuk kepentingan umum sesuai dengan
ajaran Islam.
2. Dasar Hukum Wakaf
Secara pasti, tidak ditemukan ayat yang jelas menerangkan tentang wakaf.
Akan tetapi, ada beberapa ayat yang dapat dijadikan dasar hukum wakaf yang
selalu digunakan oleh para ulama, salah satunya adalah firman Allah dalam surat
Ali Imran ayat 92, "Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang
sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebahagian harta yang kamu cintai. Dan
apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.”
Kemudian dalam surat an-Nahl ayat 97, “Barang siapa yang berbuat kebaikan
laki-laki atau perempuan dan ia beriman niscaya akan aku beri pahala yang lebih
bagus dari apa yang mereka amalkan”.
Begitu pula dalam suatu hadits yang diriwayatkan oleh Imam at-Tirmidzi,
Rasulullah Saw bersabda, "Apabila seorang manusia meninggal, terputuslah amal
5Abd. Rahman SH, Masalah Perwakafan, Tanah Milik dan Kedudukan Tanah Wakaf di Negara Kita, Alumni Bandung, Cet-ke 2, 1984, h. 6
4
perbuatannya, kecuali dari 3 hal: yaitu shadaqah jariyah (sedekah yang pahalanya
tetap mengalir), ilmu pengetahuan yang bermanfaat, dan do'a anak yang saleh.”
Dari hadits di atas, para ahli fiqih berpendapat bahwa wakaf adalah
termasuk shadaqah jariyah.
3.Falsafah Wakaf
Filosofi yang terkandung dalam amalan wakaf adalah adalah ketika wakaf
ditunaikan, maka terjadi perpindahan kepemilkan. Dari kepemilikan pribadi menuju
kepemilikan masyarakat umum yang diharapkan abadi dan memberikan manfaat
secara berkelanjutan.6 Oleh karena itu, diharapkan terjadi proses distribusi manfaat
bagi masyarakat secara lebih luas, dari manfaat pribadi (private benefit) menuju
manfaat masyarakat (social benefit).
4.Hikmah Pensyariatan Wakaf
Wakaf mempunyai tugas sosial dan memiliki peran penting dalam sebagian
masyarakat dalam beberapa kondisi. Merupakan kebijaksanaan Allah yang telah
menciptakan manusia dengan sifat dan kemampuan yang berbeda-beda (rafa’a
ba’dhakum fawqa ba’dhin). Hal ini menimbulkan adanya kaya dan miskin serta
kuat dan lemah dalam masyarakat. Oleh karena itu, Allah memerintahkan agar si
kaya memperhatikan si miskin dan yang kuat membantu yang lemah.7 Dengan
demikian, akan tercipta kehidupan masyarakat Muslim yang saling mengasihi
(rahmah) dan saling menolong (ta’awun), bagaikan sebuah bangunan yang setiap
bagian saling menguatkan.(QS: Muhammad 36-37)
B. Rukun dan Syarat Wakaf
6 Wahbah al-Zuhaily, al-Fiqh al-Islamy wa Adillatuhu, Bairut: Dar al-Fikr, 1984, Juz 8, h. 1097M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an, Bandung: Mizan, 1996, h. 457
5
Rukun wakaf menurut jumhur ulama ada 4 yaitu:8
1.Waqif (orang yang mewakafkan),9
2.Mauquf (Orang yang menerima wakaf),
3.Mauquf ‘alaih (tujuan wakaf),
4.Sighat (Ikrar atau pernyataan wakaf),
5.Nadzir (pengelola) wakaf.10
III.PENDAYAGUNAAN WAKAF DALAM USAHA PRODUKTIF
A. Sekilas Tentang Sejarah Pendayagunaan Wakaf Produktif
Praktik wakaf sebenarnya telah dimulai sejak zaman sahabat Nabi
Muhammad Saw dengan sangat sederhana, yaitu hanya sebatas mewakafkan tanah
pertanian untuk dikelola dan diambil hasilnya. Kemudian, hasilnya dimanfaatkan
untuk kemaslahatan ummat.
Pada fase perkembangan selanjutnya, wakaf tunai telah menjadi
perbincangan di antara ulama. Seperti, al-Zuhri (w. 124 H), sebagaimana
disebutkan oleh Imam al-Bukhari (w. 252 H). Ia berpendapat bahwa mewakafkan
dinar dan dirham hukumnya diperbolehkan. Caranya ialah menjadikan dinar dan
dirham tersebut sebagai modal usaha (dagang), kemudian menyalurkan
keuntungannya sebagai wakaf.11
8Ibn Qudamah al-Maqdisi, al-Mughni, Bairut: Dar al- kutub al-‘Ilmiyyah, t.th, jilid 5, h. 547 9Adapun syarat waqif dan mauquf adalah: baligh, sehat akalnya, dalam keadaan sadar, tidak dalam
keadaan terpaksa atau dipaksa. Dan untuk menghindari penyalahgunaan wakaf, maka wakif perlu menegaskan tujuan wakafnya (Mauquf ‘alaih).
10Nadzir meskipun dibahas di dalam kitab-kitab fiqih, namun tidak ada yang menempatkannya sebagai rukun wakaf. Boleh jadi karena wakaf adalah tindakan tabarru’, sehingga prinsip “tangan kanan memberi, tangan kiri tidak perlu mengetahui” sering diposisikan sebagai dasar untuk merahasiakan tindakan wakaf . Akan tetapi Posisi nadzir sangatlah penting dan strategis karena ia adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan bagi keberhasilan wakaf dan realisasi pengelolaan harta wakaf. lihat. Ahmad Rofiq, Fiqh Kontekstual, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004. h. 325
11 Abu Su’ud, Muhammad, Risalah fi al-jawaz Waqf an-Nuqud, Beirut: Dar Ibnu Hazm, t.th., h. 221
6
Diperkuat pula oleh hasil tesis M.A. Mannan, bahwa penggunaan wakaf
tunai telah ada semenjak zaman pemerintahan Utsmaniyah.12 Penggunaan wakaf ini
pun telah dikenal pada masa kekhalifahan Ottoman.13
B. Mekanisme dan Tujuan Pendayagunaan Wakaf Secara Produktif
Di era modern ini, wakaf tunai telah dipopulerkan oleh M.A.Mannan
dengan mendirikan suatu badan yang bernama SIBL (Social Investment Bank
Limited) di Bangladesh. SIBL memperkenalkan produk Sertifikat Wakaf Tunai
(Cash Waqf Certificate) yang pertama kali dalam sejarah perbankan. SIBL
menggalang dana dari orang kaya untuk dikelola dan keuntungan pengelolaan
disalurkan kepada rakyat miskin.14
Sedang tujuan dari produk Sertifikat Wakaf Tunai, M.A Mannan
menyebutkan sebagai berikut: (1) Penggalangan tabungan sosial dan
mentransformasikan tabungan sosial menjadi modal sosial serta membantu
mengembangkan pasar modal sosial. (2) Meningkatkan investasi sosial. (3)
Menyisihkan sebagian keuntungan dari sumber daya orang kaya/berkecukupan
kepada fakir miskin dan anak-anak sebagai generasi penerus. (4) Menciptakan
kesadaran di antara orang kaya/berkecukupan mengenai tanggung jawab sosial
mereka terhadap masyarakat sekitarnya. (5) Menciptakan integrasi antara
keamanan sosial dan kedamaian sosial serta meningkatkan kesejahteraan ummat.
Bangladesh merupakan negara berpenduduk mayoritas miskin, yang kurang
lebih mirip dengan Indonesia. Kini, penduduk miskinnya mencapai 60 persen. Bila
12M.A.Mannan, Sertifikat Wakaf Tunai: Sebuah Inovasi Instrumen Keuangan Islam, Terjemah Tjasmianto, et.,al., Jakarta: CIBER dan PKTTI-UI, 2000, h. 50
13M.A.Mannan., Lesson of Experience of Social Investment, Bank in family Empaverment Micro- of Credit of poverty Alleviation; A Paradigma Shift in Micro-Finance, Cambrige: Harvard University, 1999, 112
14M.A. Mannan, Sertifikat Wakaf Tunai., op.,cit., h.50
7
produk Sertifikat Wakaf Tunai ini cocok untuk Bangladesh, maka menurut hemat
penulis, produk ini pun kiranya cocok untuk diterapkan di Indonesia dan memiliki
peluang yang cukup besar. Terlebih lagi, utang luar negeri kita sudah sangat besar,
jumlahnya sebesar US$ 130 miliar yang merupakan utang luar negeri pemerintah
dan swasta, dan Rp 650 triliun utang dalam negeri pemerintah. Pemerintah tidak
mampu untuk melunasinya. Oleh karena itu, kita butuh sumber pendanaan baru
sebagai alternatif dari sumber dana yang lainnya. Dengan dukungan hampir 85
persen masyarakat Muslim, rasanya instrumen keuangan Islam ini sangat cocok
diterapkan di negara kita.
Di Indonesia, meski praktek wakaf produktif atau wakaf tunai masih
tergolong baru, akan tetapi sudah ada beberapa lembaga yang mendayagunakan
dana ini, seperti Layanan Kesehatan Cuma-Cuma (LKC) Dompet Dhuafa
Republika yang memberikan fasilitas permanen untuk kaum dhuafa dengan
operasional medis 24 jam dan mobile-service. LKC adalah obyek wakaf tunai yang
efektif dalam memberi secercah harapan dan semangat hidup bagi kaum dhuafa.
C. Peran Perbankan Syariah Sebagai Nadzir (Pengelola Dana Wakaf)
Melihat potensi dana wakaf yang sangat besar, maka perlu ada
profesionalisasi dalam pengelolaannya (dalam hal ini dewan nadzir). Oleh
karenanya dalam kaitan ini, keberadaan bank-bank syariah dipandang sebagai
lembaga alternatif yang cukup representatif dalam mengelola dana amanah
tersebut.
Untuk lebih memahami beberapa jauh kemungkinan-kemungkinan yang
dapat dimainkan perbankan syariah dalam mengelola wakaf tunai, ada baiknya kita
mengetahui ketentuan-ketentuan perbankan dalam kegiatan usaha bank yang terkait
8
dengan masalah wakaf, antara lain: SK Dir.BI No.32/34/KEP/DIR tanggal 19 Mei
1999, tentang bank umum berdasarkan prinsip syariah, pasal 29 ayat 2 yang
berbunyi, “Bank dapat bertindak sebagai lembaga baitul maal yaitu menerima
dana yang berasal dari zakat, infaq, shadaqah, wakaf, hibah, atau dana sosial
lainnya dan menyalurkannya kepada yang berhak dalam bentuk santunan dan/atau
pinjaman kebajikan (qardhul hasan).”15
Dari ketentuan di atas, dapat dilihat bahwa secara umum bank syariah dapat
mengambil peran sebagai penerima dan penyalur dana wakaf, sedangkan peran
bank syariah sebagai pengelola dana wakaf tidak disebutkan secara eksplisit.
Wewenang pengelolaan ini dipandang penting karena berbeda dengan dana sosial
lainnya, seperti zakat, infaq, dan shadaqah. Dana wakaf tidak dibagikan langsung
kepada yang berhak melainkan harus dikelola terlebih dahulu untuk kemudian
hasilnya dibagikan kepada yang berhak.
Adapun peranan perbankan syariah dalam Investasi wakaf setidaknya
memiliki beberapa keunggulan yang diharapkan dapat mengoptimalkan operasional
Investasi wakaf sebagai berikut:
1.Jaringan Kantor
Jaringan kantor perbankan syariah relatif lebih luas dibandingkan dengan
lembaga keuangan syariah lainnya. Luas jaringan tersebut mencapai 174 kantor di
hampir seluruh wilayah Indonesia serta tingkat pertumbuhan jumlah kantor bank
syariah yang mencapai 2,1% per bulan.16 Oleh karena itu, fenomena ini merupakan
15Bank Indonesia, SK. Dir. BI No 32/34/KEP/DIR tentang Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah, Jakarta: Bank Indonesia, 1999
16Statistik Perbankan Syariah Bulan Agustus 2001, (data sampai dengan bulan Desember 2001), Biro Perbankan Syariah, Bank Indonesia.
9
faktor penting dalam mengoptimalkan sosialisasi penggalangan dana wakaf serta
penyalurannya.
2.Kemampuan Sebagai Fund Manager
Lembaga perbankan adalah lembaga pengelola dana masyarakat. Dengan
sendirinya, lembaga tersebut haruslah merupakan lembaga yang memiliki
kemampuan untuk mengelola dana dan dihaharapkan dapat berperan sebagai
lembaga alternatif yang mampu mengelola dana wakaf tunai yang nantinya dapat
dipertanggungjawabkan kepada publik, khususnya kepada wakif. 17
3.Pengalaman, Jaringan Informasi dan Peta Distribusi
Perbangkan syariah adalah lembaga perbankan yang memiliki pengalaman,
informasi, serta peta distribusi yang cukup luas sehingga pengelolaan wakaf tunai
diharapkan tidak saja akan mengoptimalkan pengelolaan dana saja, akan tetapi juga
dapat mengefektifkan penyalurannya sesuai dengan yang diinginkan.
4.Citra Positif
Dengan adanya ketiga hal di atas, diharapkan akan menimbulkan citra
positif pada gerakan wakaf tunai itu sendiri maupun pada perbankan syariah pada
khususnya.
Adapun alternatif peran bank syariah dalam wakaf tunai antara lain:
a) Alternatif bank syariah sebagai nadzir penerima, penyalur, dan pengelola dana
wakaf.
b)Alternatif bank syariah sebagai nadzir penerima dan penyalur dana wakaf
c)Alternatif bank syariah sebagai pengelola dana wakaf
d)Alternatif bank syariah sebagai Kustodi
17Karnaen A Purwaatmaja, “Alternatif Investasi Dana Wakaf”, Makalah disampaikan pada Workshop Internasional “Pemberdayaan Ekonomi Umat Melalui Pengelolaan Wakaf Produktif”, Batam 8 Januari 2002, h.1
10
D. Analisa Dampak Optimalisasi Pemanfaatan Dana Investasi Wakaf Tunai oleh
Perbankan Syariah Terhadap Pemberdayaan Ekonomi Ummat
Secara internal, wakaf berdayaguna untuk mendongkrak perekonomian
ummat dan meningkatkan kesejahteraan ummat. Terlebih jika ada lembaga wakaf
yang mengelola dana wakaf ini secara profesional (dalam hal ini terutama
perbankan syariah), maka akan menjadi lahan baru bagi masyarakat Muslim
menengah untuk beramal.
Mustafa E. Kamal mengatakan,18 "Bahwa bila kemampuan masyarakat kelas
menengah di Indonesia berjumlah 10 juta jiwa dan mampu menyerahkan uang
sebesar 100.000.-, -tentunya nilai yang kecil bila dibanding mereka menyerahkan
tanah atau bangunan untuk wakaf- dalam kalkulasi sederhana akan diperoleh Rp. 1
triliun dana wakaf."
Masih menurut beliau, jika kelas menengah atas di Indonesia hingga 10 juta
jiwa rata-rata penghasilannya per bulan Rp. 500.000,- hingga Rp. 10.000.000,-,
maka dapat dibuat perhitungan sebagai berikut:
Tingkat Penghasilan
Per Bulan
Jumlah
Muslim
Tarif Wakaf
Per bulan
Potensi Wakaf
Tunai Per Bulan
Potensi Wakaf
Tunai Per Tahun
Rp.500.000 4 juta Rp.5000 Rp. 20 Milyar Rp.240 Milyar
Rp.1 juta-Rp 2. Juta 3 juta Rp.10.000 Rp. 30 Milyar Rp.360 Milyar
Rp.2 juta-Rp. 5 juta 2 juta Rp.50.000 Rp.100 Milyar Rp.1.2 Trilyun
Rp.5 juta-Rp 10 juta 1 juta Rp.100.000 Rp.100 Milyar Rp.1.2 Trilyun
T o t a l Rp.3 Trilyun
18Mustafa E. Nasution, “Wakaf Tunai dan Utang Luar Negri”, Republika (Jakarta), 23 November 2001
11
Berdasarkan perhitungan dalam tabel di atas, paling tidak kita akan
mendapatkan sekitar Rp.3 Triliun per tahun wakaf tunai. Tentu dana ini sangat
potensial untuk mengatasi segala problematika ummat di bidang ekonomi,
pendidikan, dan lain-lainnya. Sehingga dengan adanya pemanfaatan investasi dana
wakaf pada perbankan syariah, merupakan salah satu upaya untuk meredam sistem
ekonomi ribawi (pinjaman dengan sistem bunga, ijon, rente) dan merupakan upaya
penting untuk mengembangkan ekonomi rakyat serta mewujudkan kesejahteraan
ummat .
Asumsi jika kondisi awal menurunnya [i] (suku bunga) dapat menaikkan [I]
(investasi), dan [Y] pendapatan. Maka dalam hal ini kita dapatkan penggerak baru
investasi sebagai solusi alternatif dalam upaya untuk menghapuskan sistem bunga
dan pemberdayaan ekonomi ummat.
Asumsi baru menurut penulis dengan semakin banyaknya dana investasi
wakaf yang ada [K], maka akan menambah potensi investasi [I] /dibukanya
lapangan kerja baru yang tentu akan banyak menambah serta menyerap tenaga
kerja baru dari dana Investasi wakaf ini. Hingga implikasi akhirnya adalah akan
menaikkan [Y] pendapatan masyarakat, mengurangi kemiskinan, mengurangi
pengangguran yang ada, serta memperkuat perekonomian bangsa. (waallahu a'lam
bi al-shawab).
K E S I M P U L A N
12
1. Wakaf tunai merupakan salah satu alternatif dalam mendayagunakan dana
wakaf agar lebih produktif agar manfaatnya dapat lebih dirasakan oleh
masyarakat banyak tanpa mengurangi dana pokok wakaf tersebut.
2. Dalam upaya optimalisasi dana wakaf dari masyarakat, dibutuhkan
pengkoordinasian dalam penerimaan, penyaluran, dan pengelolaannya,
terutama dalam hal profesionalisme pengelolanya (nadzir). Maka
lembaga perbankan syariah merupakan salah satu alternatif penerima,
penyalur, dan Pengelola investasi dana wakaf disebabkan pengalaman
dalam pengelolaan dana yang sudah teruji, jaringan kantor yang luas, juga
karena mudahnya akses ke masyarakat.
3. Dengan jumlah penduduk Muslim + 85 % jiwa, Indonesia memiliki
potensi wakaf tunai cukup besar guna memulihkan dan mengatasi segala
macam persoalan yang ada, baik ekonomi, pendidikan, dan lain-lainnya.
Sehingga kesejahteraan ummat akan dapat diwujudkan.
SARAN-SARAN
1. Kepada pemerintah, diharapkan dapat segera menyusun Rancangan Undang-
Undang Wakaf Tunai agar pendayagunaan wakaf dapat lebih dioptimalkan.
2. Kepada seluruh partisipasi praktisi keuangan syariah, diharapkan dapat ikut serta
dalam mensosialisasikan pendayagunaan wakaf tunai kepada masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an al-karim
13
Abu Su’ud, Muhammad, Risalah fi al-jawaz Waqf al-Nuqud, Beirut: Dar Ibn
Hazm, tth
Abu Zahroh, Muhammad, Muhadharah fi al-Waqf, al-Qahirah: Dar al-Fikr
ali-‘Arabi, 1971
Ali, Muhammad daud, Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf, Jakarta:
Universitas Indonesia- Press, 1998
Kahf, Monzer, Toward the Revival of Awqaf: A Few Fiqhi Issues to Reconsider,
Cambridge: Harvard University, 1999
Mannan, M.A., Sertifikat Wakaf Tunai: Sebuah Inovasi Instrumen Keuangan Islam,
Penerjemah Tjasmianto, et.,al., Jakarta: CIBER dan PKTTI-UI, 2000
-----------------, Lesson of Experience of Social Investment, Bank in family
Empaverment Micro- of Credit of poverty Alleviation; A Paradigma Shift in Micro-
Finance, Cambrige: Harvard University, 1999
------------------, Cash-Waqf Certificate Global Apportunities for Developing The
Social Capital Market in 21st-Century Voluntary Sector Banking, Cambridge:
Harvard University, 1999
Bank Indonesia, SK. Dir. BI No 32/34/KEP/DIR tentang Bank Umum Berdasarkan
Prinsip Syari’ah, Jakarta: Bank Indonesia, 1999
Rofiq, Ahmad, Fiqh Kontekstual, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004
Sabiq, Sayyid, Fiqh as-Sunnah, Beirut: Dar al-Fikr, 1983, cet ke-6, jilid 3
Zuhaily, Wahbah, al-fiqh al-Islamy wa Adillatuhu, Damsyiq: Dar al-Fikr, 1986,
Juz.8 .
14
top related