patogenesis abortus
Post on 27-Sep-2015
90 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
-
dr. Budi Irawan
-
Mekanisme awal terjadinya abortus adalah lepasnya
sebagian atau seluruh bagian embrio akibat adanya perdarahan minimal pada desidua.
Kegagalan fungsi plasenta yang terjadi akibat perdarahan subdesidua tersebut menyebabkan terjadinya kontraksi uterus dan mengawali proses abortus
Mekanisme Abortus
-
Pada kehamilan kurang dari 8 minggu : Embrio rusak atau cacat yang masih terbungkus
dengan sebagian desidua dan villi chorialis cenderung dikeluarkan secara in toto , meskipun sebagian dari hasil konsepsi masih tertahan dalam cavum uteri atau di canalis servicalis.
Perdarahan pervaginam terjadi saat proses pengeluaran hasil konsepsi.
-
Pada kehamilan 8 14 minggu: Mekanisme diatas juga terjadi atau diawali dengan
pecahnya selaput ketuban lebih dulu dan diikuti dengan pengeluaran janin yang cacat namun plasenta masih tertinggal dalam cavum uteri.
Plasenta mungkin sudah berada dalam kanalis servikalis atau masih melekat pada dinding cavum uteri.
Jenis ini sering menyebabkan perdarahan pervaginam yang banyak
-
Pada kehamilan minggu ke 14 22: Janin biasanya sudah dikeluarkan dan diikuti dengan
keluarnya plasenta beberapa saat kemudian. Kadang-kadang plasenta masih tertinggal dalam uterus sehingga menyebabkan gangguan kontraksi uterus dan terjadi perdarahan pervaginam yang banyak.
Perdarahan umumnya tidak terlalu banyak namun rasa nyeri lebih menonjol.
Dari penjelasan diatas jelas bahwa abortus ditandai dengan adanya perdarahan uterus dan nyeri dengan intensitas beragam.
-
Abortus yang terjadi pada minggu-minggu pertama
kehamilan umumnya disebabkan oleh faktor ovofetal ; Abortus yang terjadi pada minggu-minggu
berikutnya (11 12 minggu), abortus yang terjadi disebabkan oleh faktor maternal
Etiologi
-
Faktor OVOFETAL : Pemeriksaan USG janin dan histopatologis
selanjutnya menunjukkan bahwa pada 70% kasus, ovum yang telah dibuahi gagal untuk berkembang atau terjadi malformasi pada tubuh janin.
Pada 40% kasus, diketahui bahwa latar belakang kejadian abortus adalah kelainan chromosomal.
Pada 20% kasus, terbukti adanya kegagalan trofoblast untuk melakukan implantasi dengan adekuat.
-
Faktor MATERNAL : 2% peristiwa abortus disebabkan oleh adanya penyakit
sistemik maternal (systemic lupus erythematosis) dan infeksi sistemik maternal tertentu lainnya.
8% peristiwa abortus berkaitan dengan abnormalitas uterus ( kelainan uterus kongenital, mioma uteri submukosa, inkompetensia servik).
Terdapat dugaan bahwa masalah psikologis memiliki peranan pula dengan kejadian abortus meskipun sulit untuk dibuktikan atau dilakukan penilaian lanjutan.
-
Penyebab abortus bervariasi, Penyebab terbanyak di antaranya adalah sebagai berikut. 1. Faktor genetik. Sebagian besar abortus spontandisebabkan oleh
kelainan kariotip embrio. Paling sedikit 50% kejadian abortus pada trimester pertama merupakan kelainan sitogenetik berupa trisomi autosom
Risiko ibu terkena aneuploidi adalah 1 : 80, pada usia diatas 35 tahun
-
2. Kelainan kongenital uterus Insiden kelainan bentuk uterus berkisar 1/200 sampai
1/600 perempuan dengan riwayat abortus, dimana ditemukan anomaly uterus pada 27% pasien septum uterus (40 - 80%), uterus bikornis atau uterus didelfis atau unikornis (10 - 30%)
Mioma uteri bisa menyebabkan infertilitas maupun abortus berulang 10 - 30% pada perempuan usia reproduksi
-
Sindroma Asherman gangguan tempat implantasi
serta pasokan darah pada permukaan endometrium 25 80%, bergantung pada berat ringannya gangguan
-
3. Penyebab Infeksi peran infeksi terhadap risiko abortus, diantaraya sebagai berikut. Adanya metabolik toksik, endotoksin, eksotoksin, atau sitokin
yang berdampak langsung pada janin atau unit fetoplasenta. Infeksi janin yang bisa berakibat kematian janin atau cacat
berat sehingga janin sulit bertahan hidup Infeksi plasenta yang berakibat insufisiensi plasenta dan bisa
berlanjut kematian janin Infeksi kronis endometrium dari penyebaran kuman genitalia
bawah yang bias mengganggu proses implantasi.
-
Macam-macam infeksi Bakteri : trikomonas Jamur : Candida albicans Virus : Rubela, ( meningkatkan kejadian pneumonia
pada kehamilan, abortus spontan, prematur dan BBLR), CMV
Parasit : Malaria ( abortus spontan, prematur , BBLR, infeksi kongenital ), Toxoplasma
Penyebab infeksi melalui plasenta masuk ke janin, sehingga menyebabkan kematian janin, kemudian terjadi abortus
-
Faktor Hematologi Beberapa kasus abortus berulang ditandai dengan efek
plesentasi dan adanya mikrotrombi pada pembuluh darah plasenta
Bukti lain menunjukkan bahwa sebelum terjadi abortus, sering didapatkan defek hemostatik
Penelitian Tulpalla dan kawan-kawan menunjukkan bahwa perempuan dengan riwayat abortus berulang, sering terdapat peningkatan produksi tromboksan yang berlebihan pada usia kehamilan 4 6 minggu, dan penurunan produksi prostasiklin saat usia kehamilan 8 11 minggu
-
. Hiperhomosisteinemi, bisa congenital ataupun akuisita
juga berhubungan dengan thrombosis dan penyakit vascular dini.
Kondisi ini berhubungan dengan 21% abortus berulang.
-
Faktor Lingkungan
Diperkirakan 1 10% malformasi janin akibat dari paparan obat, bahan kimia, atau radiasi dan umumnya berakhir dengan abortus, misalnya paparan terhadap buangan gas anestesi dan tembakau. Sigaret rokok diketahui mengandung ratusan unsur toksik,
antara lain nikotin yang telah diketahui mempunyai efek vasoaktif sehingga menghambat sirkulasi uteroplasenta
Karbon monoksida juga menurunkan pasokan oksigen ibu dan janin serta memacu neurotoksin. Dengan adanya gangguan pada sistem sirkulasi fetoplasenta dapat terjadi gangguan pertumbuhan janin yang berakibat terjadinya abortus.
-
Penyakit Ibu Hipertensi esensial
Kurang baiknya prognosis bagi janin disebabkan oleh sirkulasi utero-plasenter yang kurang baik pada hipertensi berat. Janin bertumbuh kurang wajar (dismaturitas), lahir prematur, atau mati dalam kandungan (Wiknjosastro, 2005)
Diabetes Melitus Komplikasi ibu dan bayi pada penderita diabetes akan
meningkat karena perubahan metabolik. (Wiknjosastro, 2005).
Abortus spontan dan malformasi kongenital mayor meningkat pada wanita dengan diabetes dependen-insulin. Resiko ini berkaitan dengan derajat kontrol metabolik pada trimester pertama (Cunningham, 2005).
-
Perempuan diabetes dengan kadar HbA1c tinggi pada
trimester pertama , risiko abortus meningkat signifikan. Diabetes jenis insulin-dependen dengan kontrol glukosa tidak adekuat punya peluang 2 3 kali lipat mengalami abortus
Hipotiroidism Hipotiroidism dapat meningkatkan resiko terjadinya abortus, dimana autoantibodi tiroid menyebabkan peningkatan insidensi abortus walaupun tidak terjadi hipotiroidism yang nyata.
-
Asma Pengaruh asma pada ibu dan janin sangat bergantung
dari sering dan beratnya serangan, karena ibu dan janin akan kekurangan oksigen atau hipoksia.
Keadaan hipoksia bila tidak segera diatasi tentu akan berpengaruh pada janin, dan sering terjadi keguguran, persalinan prematur, atau berat janin tidak sesuai dengan usia kehamilan (Wiknjosastro, 2005).
-
Faktor Hormonal Ovulasi, implantasi, serta kehamilan dini bergantung pada
koordinasi yang baik sistem pengaturan hormon maternal Pada tahun 1929, allen dan Corner mempublikasikan
tentang proses fisiologi korpus luteum, dan sejak itu diduga bahwa kadar progesteron yang rendah berhubungan dengan risiko abortus
pada penelitian terhadap perempuan yang mengalami abortus > 3 kali, didapatkan 17% kejadian defek fase luteal. Dan, 50% perempuan dengan histologi defek fase luteal punya gambaran progesterone yang normal (Prawirohadjo, 2009)
-
Faktor imunologi Secara teoritis, bila kedua orang tua menggunakan
beberapa HLA (Human Leucocyt Antigen) secara bersamaan maka janin dari pasangan ini tidak mampu untuk memberikan rangsangan yang memadai terhadap ibu untuk menghasilkan suatu blocking antibody untuk janin alogenik sehingga terjadi abortus
Pada kasus seperti itu, bila wanita tersebut berganti pasangan maka kemungkinan abortus berulang menjadi turun.
-
Beberapa wanita yang menderita penyakit autoimune
terutama sindroma antifosfolipid (APLS) dan sistemik lupus eritematosus (SLE) memiliki reaksi blocking antibody kuat yang menjadi penyebab terjadinya abortus berulang.
Bila akan dilakukan terapi imunologi maka kemungkinan SLE harus disingkirkan oleh karena dengan terapi imunologi, SLE akan menjadi berat.
-
Bila dari hasil pemeriksaan laboratorium terbukti
adanya SLE maka terapi berupa pemberian aspirin dan heparin dosis rendah yang dapat memperbaiki angka lahir hidup dari 10% menjadi 70%
top related