naskah publikasi kebermaknaan hidup pada...
Post on 05-Mar-2018
242 Views
Preview:
TRANSCRIPT
1
NASKAH PUBLIKASI
KEBERMAKNAAN HIDUP
PADA NARAPIDANA PEMBUNUHAN
Diajukan Kepada Program Studi Psikologi
Fakultas Psikologi Dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia
Untuk Memenuhi Syarat Guna Memperoleh
Derajat Sarjana S1 Psikologi
Oleh:
RONA UMAR
01 320 287
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2008
2
NASKAH PUBLIKASI
KERBERMAKNAAN HIDUP PADA NARAPIDANA PEMBUNUHAN
Telah Disetujui Pada Tanggal
________________________
Dosen Pembimbing Utama
(RA. Retno Kumolohadi, S.Psi., M.Si.)
3
KEBERMAKNAAN HIDUP
PADA NARAPIDANA PEMBUNUHAN
Rona Umar
RA. Retno Kumolohadi, S.Psi., M.Si.
INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses kebermaknaan hidup narapidana pembunuhan. Faktor-faktor yang mempengaruhi kebermaknaan hidup narapidana adalah Pola Asuh, Religiusitas, Interaksi Sosial dan Dukungan Sosial.
Subjek dalam penelitian ini adalah dua orang narapidana pelaku pembunuhan. Subjek pertama adalah narapidana pembunuhan yang telah bebas dan subjek kedua adalah narapidana pembunuhan yang masih menjalani hukuman. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Metode yang digunakan dalam pengambilan data menggunakan wawancara dan observasi.
Proses yang dilalui kedua subjek membawa kedua subjek ke dalam penghayatan hidup bermakna. Kebermaknaan hidup subjek pertama diperoleh melalui pekerjaannnya. Pada subjek kedua kebermaknaan hidupnya diperoleh melalui penghayatan akan nilai-nilai keagamaan.
Pendalaman kedua subjek melalui nilai kreatif dan nilai penghayatan dari teori Logoterapy Viktor Frankl yang merupakan dasar dari penemuan kebermaknaan hidup kedua subjek. Subjek D merasa keutamaan hidup sebagai laki-laki adalah bertanggung jawab kepada anak dan istri dan adanya keinginan mempunyai hidup yang wajar, mempunyai pekerjaan saat keluar nanti, Subjek M merasa bahwa hal yang paling penting adalah dengan meyakini agama dan menjalankan ibadah dan yakin adanya ampunan dari Allah S.W.T. dan adanya beberapa faktor yang mendukung penghayatan hidup bermakna, seperti dukungan sosial dari lingkungan sekitar, kenyakinan adanya Tuhan, dan interaksi sosial menjadi alasan mengapa kedua subjek tetap bersemangat menjalani hidup.
Kata kunci: Kebermaknaan hidup, Narapidana pembunuhan.
4
A. PENGANTAR
A. Latar Belakang Masalah
Daniel Hartono, narapidana kasus pembunuhan terhadap Bill Ellen beberapa
kali mencoba untuk melakukan bunuh diri, namun upayanya selalu gagal.
Menurut pengakuan Daniel Hartono, dia merasa tidak pernah melakukan
pembunuhan tersebut, dalam pengakuannya dia melakukan pembunuhan tersebut
karena adanya bisikan gaib. Daniel Hartono sempat dikirim polisi ke RS Jiwa
Dokter Amino Gondohutom Pedurungan karena kondisi kejiwaannya yang labil.
Setelah kondisi kejiwaannya membaik proses hukumnya kembali dilanjutkan
(http://www.suaramerdeka.com, 2007).
Kasus lain yang dimuat di situs http://www.antara.co.id (2007), mengisahkan
seorang narapidana pembunuhan yang bernama Abdulah ditemukan meninggal di
sel isolasi blok B. Poppy Sutandar, Kepala Lapas kelas IIA mengatakan sejak
Abdulah dipindahkan dari Rutan ke Lapas, keluarganya baru sekali menengok,
dan Abdulah pernah mengungkapkan perasaan hatinya kepada salah seorang napi
di Lapas, bahwa sudah tidak sanggup lagi menjalani hukuman. Abdullah dijatuhi
hukuman selama 7 tahun penjara.
Narapidana pembunuhan berbeda dengan narapidana lainnya. Pada umumnya
narapidana pembunuhan akan menjalani hukumannya dalam waktu yang cukup
lama. Pasal 338 KUHP (Moeljatno, 1996) menyebutkan, ancaman hukuman bagi
tindak pidana pembunuhan selama-lamanya 15 tahun penjara, sedangkan pasal
340 KUHP (Moeljatno, 1996) menjelaskan, apabila tindak pidana pembunuhan
didahului dengan rencana ancaman hukumannya pidana mati atau pidana penjara
5
seumur hidup atau selama-lamanya 20 tahun. Oleh karena itu narapidana
pembunuhan akan mengalami penderitaan yang lebih lama daripada narapidana
lainnya.
Disamping itu narapidana pembunuhan harus menghadapi tekanan, kecaman,
dan hinaan dari keluarga yang tidak terima dengan perbuatan pelaku yang telah
menghilangkan nyawa anggota keluarganya. Http://www.liputan6.com (2007)
mengisahkan, belasan keluarga korban yang tidak terima dengan putusan hakim
berusaha mengejar pelaku untuk melampiaskan kekecewaannya. Kisah lain yang
terjadi ialah, rumah tukang ojek, Amran, yang sempat mengantar Risal alias Iccal,
buruh bangunan yang diduga sebagai pelaku pembunuhan sadis, menjadi sasaran
amukan warga. Akibatnya, kaca jendela, serta sejumlah perabot rumah tangga
hancur berantakan (http://www.tribun-timur.com, 2007).
Peristiwa-peristiwa yang tidak terelakan baik bersumber dari dalam diri dan
maupun dari lingkungan sudah pasti akan menimbulkan stres dan perasaan
kecewa, tertekan, susah, sedih, cemas, marah, malu, terhina, rendah diri, putus
asa, hampa dan tidak bermakna. Hal ini sejalan dengan riset yang dilakukan
Holmes dan Rahe (Atkinson, 2000), yang berpendapat bahwa setiap perubahan
dalam kehidupan yang mengharuskan banyak penyesuaian ulang dapat dirasakan
sebagai peristiwa yang menimbulkan stress. Hal ini yang terjadi pada narapidana
pembunuhan yang harus melakukan penyesuain akibat dari perbuatannya.
Narapidana pembunuhan harus mempertanggung jawabkan perbuatannya dengan
menjalani pidana yang cukup lama dan dicabut kemerdekaannya, perasaan
dihantui oleh korban, dan perubahan setatus setelah kembali ke dalam masyarakat
6
Dalam batas-batas tertentu individu memiliki kebebasan, dan tanggung jawab
pribadi untuk memilih dan menentukan makna dan tujuan hidupnya serta apa yang
berarti bagi dirinya sendiri. Sebaliknya, jika individu mengalami
ketidakbermaknaan dalam hidupnya akan gagal memenuhi makna hidupnya. Hal
ini akan menimbulkan frustasi dan kehampaan dalam dirinya, yang kemudian
dikuti dengan kemunculan emosi-emosi negatif seperti rasa hampa, tidak adanya
tujuan hidup, merasa tidak berarti dan apatis (Bastaman, 1996)
Kebermaknaan hidup memiliki peranan yang penting dalam pengalaman
personal. Individu yang mampu menjalani kehidupan bermakna dan memiliki
kebermaknaan hidup akan lebih mengenali diri sendiri dan menerima kekurangan
dirinya (Schultz, 1995). Makna hidup inilah yang akan membimbing individu
untuk belajar menerima peristiwa yang menimpa dirinya berdasrkan nilai-nilai
yang diyakini dan berharga untuk individu.
Berdasarkan beberapa kasus yang diungkapkan di atas dapat dilihat bahwa
pembunuhan yang dilakukan oleh narapidana pembunuhan dapat menimbulkan
berbagai macam reaksi. Reaksi-reaksi yang berbeda boleh jadi timbul dari sejauh
mana pelaku dapat menemukan makna di balik penderitaannya. Makna hidup
tidak dapat diberikan oleh siapa pun, tetapi harus dicari dan ditemukan sendiri.
Orang lain sekadar menunjukkan berbagai sumber makna hidup dan hal yang
mungkin berarti. Pada akhirnya terpulang pada orang yang ditunjuk untuk
menentukan sendiri apa yang dianggap dan dirasakan bermakna baginya. Oleh
karena itulah peneliti tertarik untuk meneliti permasalahan dengan judul
“Kebermaknaan Hidup Pada Narapidana Pembunuhan”.
7
B. TINJAUAN PUSTAKA
1. Kebermaknaan Hidup
a. Pengertian Kebermaknaan Hidup
Menurut Bastaman (1996) setiap manusia menginginkan suatu makna hidup
yang akan mewarnai perilakunya, serta menjadi arahan segala kegiatannya dalam
keberadaannya di dunia. Dengan demikian dalam makna hidup terkandung pula
tujuan hidup, yaitu hal-hal yang perlu dicapai dan dipenuhi. Jika makna hidup
tersebut dapat ditentukan, dan tujuan hidup dapat direalisasikan, maka kehidupan
akan dirasa sangat berarti dan akhirnya akan menimbulkan kebahagian.
Sebaliknya, jika individu tidak mampu memberikan arti serta tujuan hidupnya, ia
akan kehilangan keyakinan dan terombang-ambing menurut kemauan
lingkungannya, yang biasanya merupakan gerbang ke arah penderitaan (Tasmara,
1999).
Crumbaugh dan Maholick (Koeswara, 1992) menyatakan bahwa dalam
kebermaknaan hidup adalah seberapa tinggi individu mengalami hidupnya
bermaksud atau bermakna. Sedangkan menurut Tasmara (1999), kebermaknaan
hidup adalah seluruh keyakinan serta cita-cita yang paling mulia yang dimiliki
seseorang.
b. Aspek-aspek Kebermaknaan Hidup
Menurut Battista and Almond (Leath, 1999) mengungkapkan ada dua macam
dimensi dari kebermaknaan hidup, yaitu :
1) Dimensi kerangka (Framework dimension)
8
Sistem keyakinan diri bahwa individu memiliki eksistensi dan kemampuan
untuk mencapai tujuan yang membuat hidupnya menjadi bermakna dalam
menghadapi kenyataan yang sedang terjadi dalam hidupnya berdasarkan
kejadian yang telah dialaminya.
2) Dimensi pemenuhan (Fullfilment dimension)
Kebahagiaan pada batin individu atas pemenuhan akan membuat individu
merasa kehidupannya penuh gairah, optimis, tujuan hidupnya terarah dan
memiliki tujuan sebagai dampak dari tepenuhinya kebutuhan batin individu.
c. Faktor-faktor Kebermaknaan Hidup
Baumeister (Nickels and Stewart, 2000) menilai ada empat dimensi makna
yang menjadi faktor kebermaknaan hidup seseorang, yaitu :
1) Tujuan hidup, yaitu kemampuan individu untuk dapat mencapai hal-hal yang
ingin dipenuhi dalam hidupnya.
2) Kontrol diri, yaitu sejauh mana individu dapat menentukan usaha untuk
mempertinggi kontrol dirinya.
3) Nilai-nilai untuk melandasi tindakannya, yaitu sikap individu dalam bertindak.
4) Serta perasaan bahwa dirinya berharga, yaitu keyakinan individu bahwa
dirinya memang berharga.
d. Cirri-ciri hidup bermakna
Schultz (Zainurrifikoh, 2000) merumuskan bahwa individu yang menjalani
kehidupan bermakna dan memiliki kebermaknaan hidup mempunyai ciri-ciri
bahwa individu tersebut bertanggung jawab secara pribadi dalam mengarahkan
hidup dan dalam menyikapi nasib atau takdir, mengenali diri sendiri, menyadari
9
sebagai makhluk Tuhan, dapat merasakan kemuliaan sebagai pemimpin, serta
menolak perbuatan-perbuatan yang merendahkan derajat, memiliki kebebasan
untuk memilih cara bertindak dan bersikap sesuai dengan dirinya (sesuai dengan
kebenaran yang diyakini), berorientasi pada masa depan dan bersikap optimis,
memiliki alasan untuk menjalani hidup dan menggunakan waktu mereka
sebijaksana mungkin agar kerja dan hidup mereka dapat dikembangkan secara
maksimal, karena menyadari hidup di dunia fana tidak abadi.
2. Narapidana Pembunuhan
a. Pengertian Narapidana Pembunuhan
Menurut KUHP, terpidana adalah seorang yang dipidana berdasarkan putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Hukuman yang
diberikan pada terpidana adalah sarana untuk penyembuhan atau pembinaan
dalam Lembaga Permasyarakatan (LP). Terpidana yang menjalani pidana hillang
kemerdekaan di LP disebut narapidana (UU No12/1995).
Pembunuhan merupakan kejahatan terhadap nyawa, perkataan “nyawa” sering
disinonimkan dengan “jiwa”. Kata nyawa, Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
dimuat artinya antara lain: pemberi hidup atau jiwa, roh atau dengan kata lain
pengertian nyawa adalah yang menyebabkan kehidupan manusia. Menghilangkan
nyawa berarti menghilangkan kehidupan yang secara umum disebut
“Pembunuhan”. Sedangkan kata “jiwa” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
dimuat artinya, antara lain: roh manusia (yang ada di tubuh menyebabkan hidup)
atau seluruh kehidupan batin manusia.
10
Lebih lanjut dapat disimpulkan bahwa pengertian narapiadana pembunuhan
adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di Lembaga
Permasyarakatan untuk dibimbing dan dibina dan dalam rangka mempertanggung
jawabkan perbuatannya melakukan tindak kejahatan yang telah mengakibatkan
hilangnya nyawa seseorang, agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan
tidak mengulangi perbuatannya, sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan
masyarakat, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan
bertanggung jawab.
b. Faktor-faktor Pembunuhan
Bawengan (1974) mengungkapkan sudah sejak lama orang melakukan
penyelidikan mengenai latar belakang yang menyebabkan orang melakukan
kejahatan. Sutherland dan Cressey (Bawengan, 1974) menyebutkan ada beberapa
aliran mengenai latar belakang sebab-sebab orang melakukan kejahatan, yaitu:
1) Aliran Classic
Unsur bahagia atau derita merupakan sebab dari pada terjadinya kejahatan.
2) Aliran Kartographic
Mereka berpendapat struktur kebudayaan manusia adalah unsur yang
menentukan tingkah laku manusia.
3) Aliran Sosialis
Mereka berpendapat bahwa kondisi ekonomi mempunyai pengaruh terhadap
kejahatan.
4) Aliran Tipologis
Ada tiga golongan yang mempelopori aliran tipologis, yaitu:
11
a) Lombrosian
Lombroso (Bawengan, 1974) mengemukakan manusia dilahiirkan dengan
membawa bakat-bakat tertentu, yaitu:
(2) Penjahat dilahirkan dengan tipe tertentu
(3) Tipe ini dapat dikenali melalui beberapa tanda seperti tengkorak yang
asimetris, dagu yang memanjang, hidung pesek, janggut jarang, mudah
merasa sakit.
(4) Tanda-tanda fisik itu tidaklah dengan sendirinya menjadi penyebab
kejahatan, tetapi dapat dipergunakan untuk mengenal pribadi-pribadi
yang cenderung melakukan kejahatan dan pribadi yang bersangkutan
mengalami kemunduran ke alam liar atau sejenis epilepsi.
b) Mental Tester
Ajaran ini menitikberatkan pada masalah feeble-mindness sebagai unsur
yang sangat menentukan watak manusia. Feeble-mindness adalah
pembawaab sejak lahir dan merupakan sebab dari pada perbuatan jahat.
c) Psychiatric
Ajaran ini mengemukakan tentang gejala-gejala psikologis sebagai unsure
penting dalam hubungannya dengan tingkah laku manusia dank arena itu
merupakan faktor yang tak dapat dipisahkan dengan masalah kejahatan.
12
C. METODE PENELITIAN
1. Subjek Penelitian
Sumber data utama pada penelitian ini adalah narapidana kasus pembunuhan
yang sudah keluar dari Lembaga Pemasyarakatan dan yang masih menjalani
pidananya di Lembaga Pemasyarakatan Wirogunan Jogjakarta.
2. Metode Pengumpulan Data
a. Wawancara mendalam (depth interview)
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu
dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan
pertanyaan dan yang diwawancarai (interviewee) yang memberikan jawaban atas
pertanyaan itu (Moleong, 2005).
b. Observasi
Observasi adalah suatu metode yang sistematis, sengaja, dengan indera
menangkap kejadian yang sedang terjadi, bertujuan memperoleh data sebagai
bukti (Hadi, 1991). Jadi observasi merupakan suatu metode pengambilan data
yang sistematis, sengaja dan ditangkap menggunakan indera secara langsung yang
melibatkan orang dan situasi.
Behavioral Cheklist juga digunakan dalam penelitian ini, metode ini
digunakan untuk mencatat muncul atau tidaknya suatu perilaku dengan cara
menandai item-item yang menunjukan informasi perilaku tertentu tersebut.
Shaughnessy dan Zechmeister (1994), menyatakan sebuah cheklist digunakan
untuk mencatat muncul atau tidaknya suatu perilaku dalam kontak situasi yang
sedang diproses.
13
3. Metode Analisis Data
Analisis isi diawali dengan membuat koding, membuat tema kemudian
dilanjutkan dengan membuat kategori. Pada penelitian ini, pelaksanaan koding
dilakukan dalam tiga tahap, menurut Strauss dan Corbin (Poerwandari, 1998)
membagi langkah koding menjadi tiga, yaitu koding terbuka, koding aksial dan
koding selektif.
D. PEMBAHASAN
Pembunuhan yang dilakukan kedua subjek dan keharusan subjek
menjalani hidupnya di Lembaga Permasyarakatan dalam waktu yang cukup lama
sebagai konsekwensi atas apa yang telah diperbuat subjek, secara tidak langsung
berakibat pada berubahnya kehidupan subjek karena subjek harus kehilangan
Interaksi Sosial
Dukungan Sosial
Religiuitas
Penerimaan Diri: - Peningkatan Kesadaran - Pengubahan Sikap
Penderitaan: - Pengalaman Tragis - Dampak Pengalaman Tragis - PenghayatanTanpa Makan
Penghayatan Hidup Bermakna
Realisasi Makna: - Komitmen - Kegiatan Terarah
Penemuan Makna Hidup
14
kemerdekaannya untuk waktu yang lama. Hal tersebut menggambarkan
penderitaan yang harus dihadapi kedua subjek. Penderitaan tersebut berdapak
pada munculnya perasaan kecewa dengan apa yang telah dilakukannya, perasaan
merasa menyesal, merasa bersalah, terbayang tanggung jawab diluar yang belum
terselesaikan, status sosial berubah, ketidakpastian masa depan, merasa syok,
merasa telah berbuat dosa besar.
Perasaan-perasaan tersebut menggambarkan bahwa kedua subjek mengalami
kegagalan dalam mengembangkan hidup bermakna. Hal tersebut menggejala
berupa penghayatan tanpa makna. Dampak yang dirasakan kedua subjek
merupakan sumber utama frustasi kehidupan yang kemudian mengembangkan
penghayatan tanpa makna pada kedua subjek. Subjek D merasa sudah tidak ada
harapan lagi untuk bisa hidup normal dan Subjek D melampiaskan
ketidakterimaannya dengan berusaha menunjukan kekuatan. Pada Subjek M,
statusnya sebagai narapidana pembunuhan membuat Subjek merasa hampa dan
merasa tidak aka ada lagi yang memperdulikannya. Tidak ada tujuan hidup,
Keinginan untuk berkuasa dan kehampaan merupakan hal yang menunjukan
ketidakberhasilan kedua subjek dalam menemukan dan memenuhi makna
hidupnya. Frustasi eksistensial bisa tampak dalam bentuk kompensasi dan hasrat
yang berlebihan untuk berkuasa dan bersenang-senang mencari kenikmatan
(Bastaman, 2007).
Kedua subjek berusaha memahami peristiwa yang dihadapinya. Hal ini bisa
dilihat dari apa yang terjadi pada kedua subjek. Kedua subjek berusaha sadar atas
kondisi diri yang buruk dan berkeinginan kuat untuk merubah kondisi tersebut
15
menjadi lebih baik. Pada Subjek D, subjek yakin bahwa subjek tidak akan
selamanya hidup di Lembaga Pemasyarakatan, merasa setiap manusia mempunyai
kesalahan, berusaha merubah sikapnya dengan tidak terlalu memikirkan
permasalahan yang menimpanya, berpikir bahwa berwiraswasta merupakan hal
yang tepat bagi subjek untuk bekerja dan banyak belajar dari dari apa yang terjadi
pada temannya. Pada Subjek M, Subjek M yakin bahwa musibah yang dialaminya
sekarang merupakan cobaan dari Allah S.W.T., sadar hukuman yang dijalaninya
masih lama dan harus pintar-pintar membagi pikirannya, yakin bahwa hanya
dengan berpikir positif semuanya akan menjadi baik, berpikir positif disini
termasuk bersabar menunggu hasil dari apa yang telah kita perbuat.
Pemahaman diri pada kedua subjek secara dramatis mengubah sikap kedua
subjek selama ini. Adanya keinginan kuat dari kedua subjek untuk merubah
kondisi tersebut menjadi lebih baik, berusaha menjadi manusia yang lebih baik,
dan merasa harus tetap optimis menjalani semua ini.
Bersamaan dengan peningkatan kesadaran atas penderitaannya, kedua subjek
menyadari adanya nilai-nilai yang memungkinkan bagi kedua subjek untuk
menemukan makna hidup, pengalaman maupun sikap yang kemudian ditetapkan
sebagai tujuan hidup.
Setelah kedua subjek berhasil menghadapi masalahnya, semangat hidup dan
gairah kerja meningkat, kemudian secara sadar melakukan komitmen pada makna
yang ditemukan. Pada Subjek D komitmen yang dilakukan adalah merencanakan
langkah-langkah yang tepat guna menjaga diri agar tidak kembali melakukan
16
kesalahan dan lebih hati-hati agar tidak melakukan kesalahan saat menjalani
hukuman. Agar mentalnya tetap terjaga Subjek M melakukan ibadah dengan rajin.
Kegiatan terarah dilakukan kedua subjek untuk menunjang pemenuhan makna
hidup yang ditemukan. Bekerja di pabrik yang ada di Lembaga Pemasyarakatan
merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan Subjek D. Bagi Subjek D yang
terpenting bukan gajinya tetapi kegiatannya, selain bekerja di pabrik Subjek D
juga menjadi pemuka di Lembaga Pemasyarakatan. Hasil dari menjadi pemuka,
Subjek D mendapatkan pengurangan hukuman. Kegiatan terarah juga dilakukan
Subjek D setelah keluar dar Lembaga Pemasyarakatan, Subjek D bekerja sebagai
penjual minuman shachet dan shampo. Kegiatan yang dilakuka Subjek M lebih
pada kegiatan yang berhubungan dengan agama, seperti melakukan hal yang
senangin disisni termasuk beribadah, mengikuti pengajian, berintaksi sosial
dengan teman dan dalam sehari dua kali pergi ke tempat ibadah. Olah raga juga
dilakukan Subjek M. Hal-hal tersebut dilakukan Subjek M untuk membuang
stress.
Proses yang dilalui kedua subjek membawa kedua subjek ke dalam
penghayatan hidup bermakna. Subjek D saat ini sudah bekerja menjadi sales
makanan dan sekuriti. Pekerjaannya membuat Subjek D merasa nyaman, lebih
bisa mengontrol diri, merasa bangga dengan apa yang didapat dari pekerjaannya
dan dengan bisa langsung bekerja setelah keluar dari Lembaga Pemasyarakatan
membuat Subjek D bisa membuktikan kepada masyarakat.
Lebih lanjut, saat ini Subjek M merasa dunia spiritual bisa memberikan
perasaan optimis dan merasa bisa mengontrol diri. Menurut Subjek M hal yang
17
paling indah adalah ketika bisa berdoa secara khusyuk. Subjek M juga merasakan
ketentraman dan kedamaian saat berada di masjid.
Berdasarkan penelitian ini juga dapat diketahui faktor-faktor yang
melatarbelakangi terbentuknya kebermaknaan hidup para narapidana
pembunuhan. Diantara faktor-faktor yang muncul adalah faktor religiusitas,
interaksi sosial, pengalaman masa lalu, pendangan terhadap diri.
Faktor religiusitas merupakan faktor utama yang membentuk kebermaknaan
hidup pada kedua subjek. Keyakinan kepada Allah S.W.T merupakan landasan
dasar dalam meraih hidup yang bermakna. Keyakinan adanya pencipta ditunjukan
oleh kedua subjek.
Selain itu, faktor interaksi sosial juga menjadi latarbelakang terbentuknya
kebermaknaan hidup narapidana pembunuhan. Menurut Bastaman (1996) bahwa
salah satu ciri-ciri penghayatan hidup secara bermakna adalah mampu
menyesuaikan diri dengan lingkungan, dalam arti menyadari batasan-batasan
lingkungan, tetapi batasan-batasan itu tetap dapat menemukan sendiri apa yang
paling baik untuk dilakukan. Hal tersebut terjadi pada salah satu subjek, Subjek D
banyak belajar dari pengalamn teman-temannya, banyak bertukar pikiran dengan
teman-temannya, banyak bercerita pada teman-temannya Hal tersebut membuat
subjek bisa mengerti bagaimana seharusnya menghadapi hidup, mengambil
keputusan yang tepat ketika suatu saat subjek menghadapi permasalahan dan
munculnya kesadaran bahwa tidak selamanya orang berbuat jahat akan selamanya
menjadi jahat
Dukungan sosial merupakan faktor yang dapat menentukan dalam pencapaian
18
kebermaknaan hidup seseorang. Dukungan sosial ini berupa dukungan dari orang-
orang yang dekat dan dapat dipercaya oleh kedua subjek,
Oleh karena itu, faktor-faktor yang melatarbelakangi muncul kebermaknaan
hidup narapidana pembunuhan mempengaruhi kehidupan bermakna narapidana
pembunuhan. Sehingga mereka dapat memaknai hidupnya menjadi lebih
bermakna.
Dari penelitian ini ditemukan bahwa penghayatan hidup bermakna merupakan
gerbang ke arah kepuasan dan kebahagiaan hidup. Hanya dengan memenuhi
makna-makna potensial yang ditawarkan oleh kehidupanlah, penghayatan hidup
bermakan tercapai dengan kebahagiaan sebagai ganjarannya. Kebermaknaan
hidup yang dicapai kedua subjek juga sesuai dengan pendalaman tri nilai dari
Frankl (Bastaman 1996) yang berupa nilai-nilai kreatif, nilai-nilai penghayatan,
dan nilai-nilai bersikap. Penghayatan kebermaknaan hidup kedua subjek tidak
terlepas dari bagaimana proses yang dicapainya. Battista dan Almond (Leath,
1999) bahwa kebermaknaan hidup merupakan sebuah proses yang tidak dapat
dipisahkan dari tujuan hidup serta bagaimana proses pencapaiannya.
E. KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
Pendalaman kedua subjek melalui beberapa dari tri nilai dari teori Logoterapy
Viktor Frankl merupakan dasar dari penemuan kebermaknaan hidup kedua subjek.
Subjek D merasa keutamaan hidup kaki-laki adalah bertanggung jawab kepada
anak dan istri dan adanya keinginan mempunyai hidup yang wajar saat keluar
19
nanti, sedangkan Subjek M merasa bahwa hal yang paling penting adalah dengan
meyakini agama dan menjalankan ibadah dan yakin adanya ampunan dari Allah
S.W.T. dan adanya beberapa faktor yang mendukung penghayatan hidup
bermakna, seperti dukungan sosial dari lingkungan sekitar, kenyakinan adanya
Tuhan, dan interaksi sosial menjadi alasan mengapa kedua subjek tetap
bersemangat menjalani hidup.
2. Saran
a. Bagi Narapidana Pembunuhan
Peneliti menyarankan kepada narapidana pembunuhan agar menjadikan hidup
lebih bemakna dengan sikap dan perilaku yang lebih baik, berkomitmen pada
diri untuk bisa berguna bagi orang lain, melakukan aktivitas yang bermanfaat
dan jadikan pengalaman atas kesalahan masa lalu sebagai batu loncatan untuk
menjadi lebih baik lagi, karena hidup di dunia hanya sementara.
b. Bagi Peneliti Selanjutnya
Peneliti berharap agar penelitian ini bisa lebih dikembangkan dan dapat
dilakukan penelitian yang lebih mendalam mengenai kebermaknaan hidup
narapidanna pembunuhan dengan melakukan pendekatan terhadap keluarga
subjek sehingga dapat menggali informasi dari pihak keluarga.
c. Bagi Konselor dan Da’i
Peneliti berharap penelitian ini dapat menjadi salah satu acuan bagi para
konselor dan da’i dalam memahami dinamika hidup narapidana pembunuhan.
d. Bagi Lembaga Pemasyarakatan
20
1) Diharapkan membuat program menemukan kebermaknaan hidup, seperti
misalnya penyuluhan mengenai teknik-teknik dan prinsip-prinsip
menemukan makna hidup.
2) Terapkan program peningkatan religiusitas dalam kegiatan konseling
kepada para narapidana pembunuhan. Hal ini akan sangat bermanfaat,
selain membantu proses menemukan maknan hidup dan juga bertujuan
memperkuat tingkat religiusitas narapidana pembunuhan.
3) Memberi kesempatan yang lebih banyak bagi narapidana pembunuhanya
untuk dapat bekerja di Lembaga Pemasyarakatan agar narapidana
pembunuhan tidak merasa jenuh atau paling tidak dengan bekerja
narapidana pembunuhan dapat menjalin hubungan yang positif dengan
petugas dan narapidana lainnya.
e. Masyarakat
Hendaknya dapat menerima kehadiran narapidana yang telah bebas dan
kembali ke dalam masyarakat. Membuang jauh-jauh persepsi bahwa mantan
narapidana adalah orang jahat. Memberi kesempatan dan membantu mereka
untuk memberbaiki kesalahannya.
21
DAFTAR PUSTAKA
Atkinson, R.L, Atkinson, R.C. Simth, E.E, & Bem, D.J. 2001. Pengantar
Psikologi. Edisi Kesebelas. Jilid 1. Batam: Interaksara. Bastaman, H. D. 1996. Meraih Kebermaknaan Hidup: Kisah Pribadi Dengan
Pengalaman Tragis. Jakarta: Paramadina. Koeswara, E. 1992. Logoterapi : Psikoterapi Viktor Frankl. Bandung : Eresco. Moeljatno. 2008. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Jakarta: PT. Bumi
Aksara. Nickels, J. B. & Stewart, M. E. 2000. The Relationship between Life-Meaning
and Commitment to Consistency in Life-Values. Honours Thesis. Canada : University of Manitoba.
Schultz, D. 1995. Psikologi Pertumbuhan: Model-Model Kepribadian Sehat.
Yogyakarta: Kanisisus Tasmara, T. 1999. Kecerdasan Ruhaniah Membentuk Kepribadianyang
Bertanggung Jawab, Profesional dab Berakhlak. Jakarta : Gema Insani Press.
Zainurrofiqoh. 2000. hububgan Antara Kebermaknaan Hidup dengan Harga Diri
pada Mahasiswa. Skripsi (tidak diterbitkan). Jogjakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada.
_____. 2007. Empat Tahun Jadi Buron Napi Pembunuh Balita Menyerah.
http://www.suaramerdeka.com.15/6/07 _____. 2007. Seorang Napi di Lapas Balikpapan Tewas Tergantung
.http://www.antara.co.id.24/9/07 _____. 2007. Keluarga Bocah Korban Pembunuhan Mengamuk.
http://www.tribun-timur.com.15/6/07
22
IDENTITAS PENULIS
Nama : Rona Umar
Alamat : Perum. Pamungkas No. A. 61, JAKAL Km.14, Sleman, DIJ
No. Telepon : +620818262269
top related