pelabuhan curah basah.doc
Post on 27-Jan-2016
86 Views
Preview:
TRANSCRIPT
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi Pelabuhan
Dalam bahasa Indonesia dikenal dua istilah arti pelabuhan yaitu bandar dan pelabuhan.
Bandar (harbour), adalah daerah perairan yang terlindung terhadap gelombang dan angin
untuk berlabuhnya kapal – kapal.
Pelabuhan (Port) adalah daerah perairan yang terlindung terhadap gelombang dilengkapi
dengan fasilitas terminal laut meliputi dermaga dimana kapal dapat tertambat untuk bongkar muat
barang dan tempat penyimpanan kapal membongkar muatannya, dan gudang – gudang tempat
barang tersebut disimpan dalam waktu yang cukup lama menunggu sampai barang tersebut
dikirim.
Macam pelabuhan
1. Segi penyelenggara
a. Pelabuhan umum
b. Pelabuhan khusus
2. Segi pengusahaannya
a. Pelabuhan yg diusahakan
b. Pelabuhan yg tidak diusahakan
3. Segi fungsi
a. Pelabuhan laut
b. Pelabuhan pantai
4. Segi pengunaannya
a. Pelabuahan ikan
b. Pelabuhan minyak
c. Pelabuhan barang
d. Pelabuhan penumpang
e. Pelabuhan campuran
f. Pelabuhan militer
5. Segi geografisnya
a. Pelabuhan alam
b. Pelabuhan buatan
Curah Basah 1
Istilah – Istilah kapal
- Sarat (Draft) adalah bagian kapal yang terendam air pada keadaan muatan maksimum, atau
jarak antara garis air pada beban yang direncanakan (design load water line) dengan titik
terendah kapal.
- Panjang total (LOA , Length Overall) adalah panjang kapal dihitung dari ujung depan (haluan)
sampai ujung belakang (buritan).
- Panjang garis air (Lpp, Length between perpendiculars) adalah panjang antara kedua ujung
design load water line.
- Lebar kapal (beam) adalah jarak maksimum antara dua sisi kapal
Persayaratan suatu pelabuhan
- Harus ada hubungan yang mudah antara transportasi air dan darat.
- Berada dilokasi yang subur dan populasi penduduk yang cukup padat.
- Mempunyai kedalaman air dan lebar alur yang cukup
- Kapal – kapal yang mencapai pelabuahan harus bias membuang sauh selama menunggu untuk
merapat ke dermaga untuk bongkar muat barang.atau isi bahan bakar.
- Pelabuhan harus mempunyai fasilitas bongkar muat barang dan gudang – gudang
penyimpanan barang serta reparasi kapal.
Bangunan pada pelabuhan
a. Pemecah gelombang, untuk melindungi daerah perairan pelabuhan dari gangguan
gelombang.
b. Alur pelayaran, untuk mengarahkan kapal – kapal yang akan keluar/masuk ke pelabuhan.
c. Kolam pelabuhan, untuk melakukan bongkar muat, melakukan gerakan memutar, dsb.
d. Dermaga, adalah bangunan pelabuhan yang digunakan untuk merapatnya kapal dan
menambatkannya pada waktu bongkar muat barang.
Ada dua macam dermaga yaitu (quai/wharf) yaitu dermaga yang berada digaris pantai dan
sejajar dengan pantai. Dan (pier/jetty) yaitu Dermaga yang menjorok pantai.
e. Alat penambat, untuk menambatkan kapal pada waktu merapat ke dermaga maupun
menunggu diperairan sebelum bisa merapat ke dermaga.
Definisi muka air
a. Muka air tinggi (high water level) : muka air tertinggi yang dicapai pada saat air pasang
dalam satu siklus pasang surut.
Curah Basah 2
b. Muka air rendah (low water level) : kedudukan air terendah yang dicapai pada saat air
surut dalam satu siklus pasang surut.
c. Muka air tinggi rerata (mean high water level, MHWL) : rerata dari muka air tinggi
selama periode 19 tahun.
d. Muka air rendah rerata (mean low water level, MLWL) : rerata dari muka air rendah
selama periode 19 tahun.
e. Muka air laut rerata (mean sea level, MSL) : muka air rerata antara muka air tinggi rerata
dan muka air rendah rerata.
f. Muka air tertinggi (highest high water level, HHWL) : air tertinggi pada saat pasang surut
purnama atau bulan mati.
g. Air rendah terendah (lowest low water level, LLWL) : air terendah pada saat pasang surut
purnama atau bulan mati.
Beberapa istilah dalam alur pelayaran
- Squat, adalah Pertambahan draft kapal terhadap muka air yang disebabkan oleh kecepatan
kapal.
- Fender, adalah bantalan yang ditempatkan di depan dermaga berfungsi untuk menghindari
kerusakan pada kapal dan dermaga akibat benturan yang terjadi atau dengan kata lain untuk
menyerap energi benturan.
- Bitt, adalah utnuk mengikat kapal pada kondisi cuaca normal.
- Bollard, adalah mengikat kapal pada kondisi normal dan pada kondisi badai juga untuk
mengarahkan kapal merapat ke dermaga atau memutar terhadap ujung dermaga.
- Dolphin adalah konstruksi yang digunakan untuk menambat kapal tangker berukuran besar
yang biasanya digunakan bersama – sama dengan pier dan wharf untuk memperpendek
panjang bangunan tersebut.
Curah Basah 3
TUGAS PELABUHAN II
TERMINAL CURAH BASAH
BAB I
Perencanaan Jumlah DermagaBOF = berth accuption factor
BOF adalah rasio antara waktu tempat sandar itu dilakukan dimana tempat sandar tersedia.
BOF sangat berguna untuk kemungkinan peletakan barang (throusput) maupun kapasitas tempat
sandar/ BOF Berth sama dengan 50%, biasanya dikatakan sebagai BOF = 0,50.
Misalnya :
Jika tempat sandar (barth) dapat digunakan 360 hari / tahun (5 hari libur) maka jika berth
digunakan 180 hari.
Jika berth baru digunakan kapal maka berth tersebut tidak bisa digunakan lain hingga pasti ada
waktu tambahan untuk penggantian tempat sandar meskipun yang lainnya masih harus menunggu
giliran. BOF 100% tidaklah mungkin. Kapal yang masih di tempat sandar setelah bongkar muat
harus meninggalkan berth atau kapten harus membayar uang sewa tunggu di tempat sandar. Jika
tempat sandar yang optimum penggunaannya (efisien) jika tercapai ongkos untuk berth
(operation) dan maintenance dan waktu tunggu kapal minimum.
Pelabuhan yang direncanakan adalah pelabuhan yang melayani kapal curah basah, dengan
data-data kapal :
DWT : 25.000 m3
Loa : 170 m
B : 22,55 m
D : 11 m
H : 13 m
Displ : 31.000 m
Curah Basah 4
LOA B
Diketahui data-data sebagai berikut :
Kapasitas terminal : 4.000.000 m3/tahun
Kapasitas alat muat : 2500 m3/jam
Jumlah alat muat : 1 alat/kapal
Jam kerja : 350 hari/tahun, 16 jam/hari
Jumlah shift : 2 kali
Waktu hilang : 1 jam/ ganti shift, 10% waktu kapal merapat - buka tutup palka -
pergi
Tinggi tangki : 10 m
Asumsi waktu kerja efektif
Waktu kerja kotor = 16 jam, (2 shift @ 8 jam)
Kehilangan waktu akibat :
- Pergantian shift pekerja = @ 1 jam x 2 = 2 jam
- Operasional = 10 %
Waktu kerja efektif = (16 - 2) – ((16 – 2)*10%)
= 12.6 jam/hari
Beban 1 hari = Kapasitas muat x Waktu kerja efektif
= 2500 x 12.6
= 31500 ton/hari
Jumlah kapal = Kapasitas dermaga / DWT
= 4000000 / 25000
= 160 buah pertahun
Waktu efektif = Kapasitas dermaga / Beban 1 hari
= 4000000 / 31500
Curah Basah 5
D
= 126.984 hari/tahun ≈ 127 hari/tahun
Waktu sandar
Waktu sandar 1 kapal = Waktu efektif / Jumlah kapal
= 127 / 160
= 0.794 hari
Jika diasumsikan :
Waktu untuk bersandar, persiapan berlabuh,
membuka penutup/pengunci antar kapal = 1.6 jam
Waktu pergantian tempat sandar antar kapal = 6 jam
Waktu penggantian petugas = 2 jam
Waktu untuk mengalirkan = 16 jam
= 25.6 Jam = 1.067 hari
Jadi, total waktu yang dibutuhkan untuk bongkar muat kapal :
= 1.067 + 0.794
= 1.861 hari
Waktu sandar / tahun = 350 hari / tahun.
Untuk mendapatkan jumlah dermaga yang reasonable dicoba
beberapa alternatif :
Alternatif I (dicoba 1 dermaga)
Bof =
=
= 85.1 %
Alternatif II (dicoba 2 dermaga)
Bof =
=
Curah Basah 6
= 42.5 %
Alternatif III (dicoba 3 dermaga)
Bof =
=
= 28.4 %
Dari alternatif-alterrnatif di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa jumlah dermaga yang
reasonable adalah alternatif 1 (BOF = 0.851) yang berarti dalam 1 tahun pelabuhan beroperasi
selama 9.93 bulan. Sedangkan untuk alternatif 2 (BOF = 0.425) berarti pelabuhan hanya
beroperasi 4.96 bulan/tahun dan 3 (BOF = 0.284) berarti pelabuhan hanya beroperasi 3.31
bulan/tahun sehingga banyak waktu kosong (waktu yang terbuang) maka pelabuhan tersebut
tidak efektif.
Curah Basah 7
BAB II
Perencanaan Pelabuhan
Pemilihan lokasi untuk membangun pelabuhan meliputi daerah pantai dan daratan.
Pemilihan lokasi tergantung pada beberapa factor seperti kondisi tanah dan geologi, kedalaman
dan luas daerah perairan, perlindungan pelabuhan terhadap gelombang, arus dan sedimentasi,
daerah daratan yang cukup luas untuk menampung barang yang akan dibongkar muat, jalan-jalan
untuk trasportasi, dan daerah industri di belakangnya. Pemilihan lokasi pelabuhan harus
mempertimbangkan berbagai faktor tersebut. Tetapi biasanya faktor-faktor tersebut tidak bisa
semuanya terpenuhi, sehingga diperlukan suatu kompromi untuk mendapatkan hasil optimal.
Tinjauan daerah perairan menyangkut luas perairan yang diperlukan untuk alur pelayaran, kolam
putar (turning basin), penambatan dan tempat berlabuh, dan kemungkinan pengembangan
pelabuhan di masa yang akan datang. Daerah perairan ini harus terlindung dari gelombang, arus
dan sedimentasi. Untuk itu beberapa pelabuhan ditempatkan di daerah terlindung seperti di
belakang pulau, di teluk, di muara sungai/estuari. Daerah ini terlindung dari gelombang tetapi
tidak terhadap arus dan sedimentasi.
Keadaan daratan tergantung pada fungsi pelabuhan dan fasilitas yang berhubungan
dengan tempat pengangkutan, penyimpanan dan industri. Pembangunan suatu pelabuhan
biasanya diikuti dengan perkembangan daerah di sekitarnya. Untuk itu daerah daratan harus
cukup luas untuk menantisipasi perkembangan industri di daerah tersebut.
Berbagai faktor yang mempengaruhi penentuan lokasi pelabuhan adalah sebsgai berikut
ini.
1. Biaya pembangunan dan perawatan bangunan-bangunan pelabuhan, termasuk pengerukan
pertama yang harus dilakukan.
2. Biaya operasi dan pemeliharaan, terutama pengerukan endapan di alur dan kolam
pelabuhan.
Curah Basah 8
A. Perencanaan Dermaga (Lp)
Dermaga adalah suatu bangunan pelabuhan yang digunakan untuk merapat dan
menambatkan kapal yang melakukan bongkar muat barang dan menaik-turunkan
penumpang. Dimensi dermaga didasarkan pada jenis dan ukuran kapal yang merapat dan
bertambat pada dermaga tersebut. Dalam mempertimbangkan ukuran dermaga harus
didasarkan pada ukuran-ukuran minimal sehingga kapal dapat bertambat atau
meninggalkan dermaga maupun melakukan bongkar muat barang dengan aman, cepat
dan lancar.
Dermaga dapat dibedakan menjadi dua tipe yaitu whaft atau quai dan jetty atau
pieratau jembatan. Wharf adalah dermaga yang paralel dengan pantai dan biasanya
berimpit dengan garis pantai. Whaft juga dapat berfungsi sebagai penahan tanah yang ada
dibelakangnya. Jetty atau pier adalah dermaga yang menjorok ke laut. Berbeda dengan
whaft yang digunakan untuk merapat pada satu sisinya, pier bisa digunakan pada satu sisi
atau dua sisinya. Jetty ini biasanya sejajar dengan pantai dan dihubungkaan dengan
daratan oleh jembatan yang biasanya membentuk sudut tegak lurus dengan jetty, sehingga
pier dapat berbentuk T atau L. Pier berbentuk jari lebih efisien karena dapat digunakan
untuk merapat kapal pada kedua sisinya untuk panjang dermaga yang sama. Perairan di
antara dua pier yang berdampingan disebut slip.
Direncanakan Dermaga dengan jenis Wharf atau quai
25
LOA
Panjang Dermaga :
Lp = n . LOA – (n-1) 15 + 50 (Bambang Triatmodjho hal 167) = 1 . 170 + (1-1) 15 + 50= 170 + 50= 220 m
Curah Basah 9
25
a
d = Lp – 2 e (Bambang Triatmodjho hal 167)= 220 – 2 . 15= 190 m
Dengan : Lp = panjang dermagae = lebar jaland = lebar dermaga
B. Perencanaan Alur Pelabuhan
Diketahui data-data :
1. Kondisi pasang surut :
HHWL = + 4.0 m
MSL = + 0.5 m
LLWL = - 2.5 m
Arus Pasut = 40 knots E -W direction
2. Kondisi gelombang :
Gelombang signifikan (HS)= 1.5 m dari NE - E
Gelombang maksimum = 3.0 m dari NW
Periode = 7 ~ 10 detik
1. Perencanaan Lebar Alur
Lebar alur biasanya diukur pada kaki sisi-sisi miring saluran atau pada
kedalaman yang direncanakan. Lebar alur tergantung pada beberapa faktor, yaitu :
1. Lebar, kecepatan dan gerak kapal.
2. Trafik kapal, apakah alur direncanakan untuk satu atau dua jalur.
3. Kedalaman alur.
4. Apakah alur lebar atau sempit.
5. Stabilitas tebing alur.
6. Angin, gelombang, arus lurus dan arus melintang dalam alur.
Menurut buku Pelabuhan, Bambang Triatmodjo :
Curah Basah 10
1.5B 1.5B1.8B
4.8B
B B
1.5B 1.5B1.8B 1.8B1.0B7.6B
1. Lebar alur satu jalur
Jadi lebar alur untuk 1 jalur : L = 4,8 x B
= 4,8 x 22,55
= 108,24 m
2. Lebar alur dua jalur
Lebar alur untuk dua jalur : L = 7,6 x B
= 7,6 x 22,55
= 171,38 m
Pada perencanaan digunakan alur dengan 2 jalur karena tingkat kepadatan lalu lintas
kapal yang cukup besar yang mana waktu yang dibutuhkan atau digunakan untuk mengangkut
muatan curah basah sangat banyak dibandingkan dengan waktu yang tersedia dalam 1 tahun
sehingga kemungkinan waktu berpapasan dan waktu tunggu antara kapal yang satu dengan yang
lain lama.
Dengan : WBM = lebar gerak dasar kapal
WB = lebar bebas sisi kanal atau alur
WP = lebar bebas berpapasan
Curah Basah 11
B
Wi = lebar tambahan
Perhitungan lebar alur
Olah Gerak kapal
= L/B
= 170/22.55
= 7.539 > 6
WBM = 1.8 B
Wi didapat dari table 5.2 yaitu Additional Widths for Straight Channel sections. Akibat
pengaruh:
Vessel Speed/ kecepatan kapal (moderate 8 -12) Wi = 0.0 B
Prevailing Cross Wind / angin lintang
dianggap moderate (15 – 33 Vessel Speed) Wi = 0.4 B
Prevailing Cross Current / arus lintang
Moderate (>0.5 – 1.5 knots) diambil 1 knots, fast Wi = 0.5 B
Prevailing longitudinal Current / arus longitudinal
Dianggap tidak ada arus ( low 1.5 ) Wi = 0.0 B
Tinggi gelombang signifikan
Hs = 1.5 ( 3 > Hs > 1 ) dan > L ( moderate ) Wi = 1.0 B
Peralatan navigasi
Moderate with infrequent poor visibility Wi = 0.2 B
Bottom surface ( keadaan dasar laut)
Dianggap dalamnya kurang dari 1,5 T
dan dasar alur lunak dan datar Wi = 0.1 B
Kedalaman air
Dianggap < 1.25 T Wi = 0.2 B
Jenis muatan ( minyak ; low ) Wi = 0.0 B +
Wi = 2.4 B
Sehingga : Wp = 2.0 B ( fast > 12 knots )
WBM = 1.8 B ( poor )
WB = 0.5 B ( moderate )
Wi = 2.5 B
maka didapat
Curah Basah 12
Lebar alur untuk satu jalur pelayaran :
Lebar alur untuk dua jalur pelayaran :
2. Kedalaman Alur
Dengan menggunakan metode “PIANC”
Diketahui :
Draft maximum ( kedalaman kolam standar )
- Draft tanker = 11 m
- DWT = 25000 m3
Faktor – faktor yang berpengaruh dalam menentukan kedalaman alur dengan
metode PIANC antara lain :
a. Faktor jenis tanah : 0.20 D (Jenis tanah lumpur)
b. Faktor gelombang : 0.30 D (Alur terbuka, ada gelombang)
c. Faktor gerakan kapal : 0.20 D (Lamban)
d. Faktor endapan : 0.10 D (sedikit)
e. Faktor angin : 0.15 D (kecil)
f. Faktor pasang surut : 0.20 D (sedang)
g. Faktor clearence : 0.05 D
h. Faktor Current : 0.10 D
Curah Basah 13
Total = 1.30 D
Jadi, kedalaman alur yang dianjurkan
= 1.30 * draft max
= 1.30 * 11
= 14.3 m
Keterangan :
Digunakan kecepatan kapal = 8 -12 knots
a. Faktor jenis tanah ( keadaan dasar tanah )
Keadaan dasar tanah : lumpur sehingga didapat penambahan
kedalaman 0.2 D
b. Faktor gelombang
Tinggi gelombang rencana, Hs = 1.5 m sehingga didapat penambahan
kedalaman 0.3 D
c. Faktor gerakan kapal
Pengaruh squat, rolling, pitching, sehingga didapat penambahan
kedalaman 0.2 D
d. Faktor endapan ( sedimentasi )
Diperkirakan pengendapan kecil, sehingga didapat penambahan
kedalaman 0.1 D
e. Faktor angin
Dianggap kecepatan angin 10 knots < 15 knots, sehingga didapat
penambahan kedalaman 0.15 D
f. Faktor current ( arus )
Arus 40 knots E – W dengan kecepatan kapal moderate, sehingga
didapat penambahan kedalaman 0.1 D
g. Faktor clearence ( ruang kebebasan bersih )
Digunakan 0.05 D
Dengan menggunakan metode Dermadilaga
Gross Clearence
Alur terbuka ada gelombang = 0.3 * D
Curah Basah 14
H min = D + 0.3*D
= 11 + 0.3*11
= 14.3 m
Menentukan squat
Squat adalah pertambatan draft kapal terhadap muka air yang disebabkan
oleh kecepatan kapal.
Sq = (Buku Pelabuhan, B. Trihatmojo hal. 114 )
Kecepatan kapal diambil 10 knots (Buku Pelabuhan, B. Trihatmojo hal. 119 )
Jika kecepatan kapal V = 10 knots = 5,14 m/dt.
1 knots = 0,514 m/dt
Dimana :
= volume air yang dipindahkan (m3)
Lpp = panjang garis air (m)
Fr = angka Froude, Fr =
V = kecepatan (m/dt)
g = percepatan gravitasi (m/dt2)
h = kedalaman (m)
Angka Froude, Fr =
=
= 0.434
→ Cb = 0,9
Lpp = untuk kapal curah
B = 22.55 m, D = 11 m
Curah Basah 15
maka squat :
H = draft + squat
= 11 + 0.835
= 11.835 m
Jadi, H > Hmin
11.835 > 12.65 , maka yang dipakai adalah H = 12.65 m
Net Clearance
T = T1 + T2 + T3 + T4
dimana :
T = net clearance (m)
T1 = faktor keadaan tanah = 0.20 m
T2 = faktor gelombang = 0.70 m
T3 = faktor gerakan kapal = 0.14 m
T4 = faktor pengendapan = 0.50 m +
T = 1.54 m
Perhitungan diatas diperoleh dari :
Kondisi tanah Lumpur
Clearance
Faktor keadaan tanah (T1)
Tabel keadan tanah
Jenis tanah Panjang kapal (Lpp) (m)
Curah Basah 16
> 125 85 - 125 < 25
Lumpur
Pasir
Tanah keras
Karang
0,20
0,30
0,45
0,60
0,20
0,25
0,30
0,45
0,20
0,20
0,20
0,30
Karena Lpp = 160.591 m >125 m dan kondisi tanah adalah tanah
lumpur
maka T1 = 0.20 m
Faktor gelombang (T2) :
T2 = 0,3h - T1
= (0,3 * 3) – 0.20
= 0.70 m
Faktor gerakan kapal (T3) :
T3 = k x v
Dengan :
v = kecepatan = 10 knots = 5,14 m/dt
k = ditentukan berdasarkan panjang kapal
Panjang kapal (m) Harga k
> 185
185 – 126
125 – 86
< 85
0.033
0.027
0.022
0.017
Loa = 170 m berada pada 125 -185 m, maka k = 0.027
T3 = 5,14 x 0.027
= 0.139 m ≈0.14 m
Faktor endapan (T4) :
Curah Basah 17
Faktor ini disebabkan karena adanya endapan-endapan,
diasumsikan 0.1 m/th.
Rencana pengerukan = 5 tahun sekali, sehingga :
T4 = 0.1 x 5
= 0.5 m
Jadi, Ttotal = T1 + T2 + T3 + T4
= 0.20 + 0.70 + 0.14 + 0.5
= 1.54 m
Sehingga diperoleh kedalaman alur :
H = D + Ttotal (Net Clearence)→ tanpa syarat
= 11 + 1.54
= 12.54 m 13 m
H = D + squat + Ttotal (Net Clearence) → dengan syarat
= 11 + 0.835 + 1.54
= 13.375 m
Dengan hasil perhitungan, didapatkan H dengan metode PIANC = 14.3 m, dengan
metode Darmadilaga, H tanpa Squat = 13 m dan H Squat = 13.375 m, maka supaya
kapal tidak kandas maka diambil H yang lebih besar yaitu dipilih kedalaman alur yang
paling besar, H = 14.3 m.
Curah Basah 18
+ 00.00 (titik datum)
Max. surut2.5 m
14.3 m
Max pasang
MSL 4,0 m
0.5 m
Perhitungan Pengerukan
Karena H (Kedalaman alur) didapatkan 14.3 m, maka diperlukan pengerukan
sebagai berikut :
Untuk kedalaman 10 feet = 3.0480 m
Yang dikeruk = 14.3 - 3.0480
= 11.252 m
Untuk kedalaman 20 feet = 6.0961 m
Yang dikeruk = 14.3 - 6.0961
= 8.2039
Untuk kedalaman 25 feet = 7.6201 m
Curah Basah 19
Draft Kapal
Squat & trim
Net clearence
Yang dikeruk = 14.3 - 7.6201
= 6.6799 m
Untuk kedalaman 30 feet = 9.1440 m
Yang dikeruk = 14.3 - 9.144
= 5.156 m
Untuk kedalaman 35 feet = 10.6680 m
Yang dikeruk = 14.3 - 10.6680
= 3.632 m
Untuk kedalaman 40 feet = 12.1020 m
Yang dikeruk = 14.3 - 12.1020
= 2.198 m
C. Perencanaan Kolam Pelabuhan
Kolam pelabuhan harus tenang, mempunyai luas dan kedalaman yang
cukup, sehingga memungkinkan kapal berlabuh dengan aman dan memudahkan
bongkar muat barang. Selain itu tanah dasar harus cukup baik untuk bisa menahan
angker dari pelampung penambat.
Jenis kapal = kapal curah basah (Terminal Curah Basah)
Dengan :
DWT = 25.000 ton
Loa = 170 m
B = 22,55 m
D = 11 m
Curah Basah 20
D = 510 m
H = 13 m
Perhitungan Panjang Kolam Putar :
Luas kolam putar yang digunakan untuk mengubah arah kapal minimum
adalah luasan lingkaran dengan jari-jari 1,5 kali panjang kapal total (Loa) dari
kapal terbesar yang menggunakannya. Apabila perputaran kapal dilakukan
dengan bantuan jangkar atau menggunakan kapal tunda, luas kolam putar
minimum adalah luas lingkaran dengan jari-jari sama dengan panjang total kapal
(Loa) (Bambang Triatmodjo, hal. 121)
R = 1,5 x Loa
= 1,5 x 170
= 255 m
D = 2R
= 2 x 255
= 510 m
Akolam = 2 π r2
= 2 x π x 2552
= 408564.125 m2
Kedalaman Kolam Pelabuhan
Dengan memperhitungkan gerak isolasi kapal karena pengaruh alam
seperti gelombang, angin dan arus pasang surut, kedalaman kolam pelabuhan
adalah 1,1 kali draft kapal pada muatan penuh di bawah muka air rencana.
Sehingga, didapatkan kedalaman kolam putar :
dp = 1,1 x D
= 1,1 x 11
= 12,1 m 12 m
Perencanaan belokan atau tikungan
Sumber : buku Pelabuhan hal 120
Curah Basah 21
Dari perhitungan sebelumnya didapat lebar alur untuk satu jalur pelayaran = 117.26 m
dan lebar alur untuk dua jalur pelayaran = 257.07 m
Panjang alur sebelum belokan
= 5 * Loa
= 5 * 170 m
= 850 m
Radius Land ( R )
R 3L untuk < 250
R 5L untuk 250 < <350
R 10L untuk > 350
Dengan : R = jari-jari belokan
L = panjang kapal
= sudut belokan
Dipakai = 300
R 5L untuk 250 > <350
R 5 x 170
R 850 m
Ekstra width (W)
= 4.25 m
Curah Basah 22
Maka lebar alur pada tikungan (wx)
wx = w + w
= 117.26 + 4.25
= 121.51 m
Dengan panjang Awr pada tikungan
a. Bagian dalam
R1 = R = 850 m
L= = 445.06 m ≈ 445 m
b. Bagian luar
R2 = R + wx
= 850 + 121.51
= 971.51 m
L= = 508.681 m ≈ 509 m
c. Panjang daerah setelah tikungan = 5 x Loa
Dimana :
3 x Loa = 3 x 170 = 510 m (untuk daerah stabilitas )
2 x Loa = 2 x 170 = 340 m ( untuk daerah pertambatan )
5 x Loa = 5 x 170 = 850 m
BAB III
Perencanaan FenderKapal yang merapat ke dermaga masih mempunyai kecepatan baik yang digerakkan oleh
mesinnya sendiri (kapal kecil) maupun ditarik oleh kapal tunda (untuk kapal besar). Pada waktu
merapat tersebut akan terjadi benturan antara kapal dan dermaga.walaupun kecepatan kapal kecil
tetapi karena massanya sangat besar, maka energi yang terjadi karena benturan akan sangat besar.
Untuk menghindari kerusakan pada kapal dan dermaga karena benturan tersebut mada di depan
dermaga diberi bantalan yang berfungsi sebagai penyerap energi benturan. Bantalan yang
ditempatkan di depan dermaga disebut dengan fender.
Curah Basah 23
Fender berfungsi sebagai bantalan yang ditempatkan di depan dermaga. Fender akan
menyerap energi benturan antara kapal dan dermaga. Gaya yang harus ditahan oleh dermaga
tergantung pada tipe dan konstruksi fender dan defleksi dermaga yang diijinkan. Fender juga
melindungi rusaknya cat badan kapal karena gesekan antara kapal dn dermaga yang disebabkan
oleh gerak karena gelombang, arus dan angin. Fender harus dipasang di sepanjang dermaga dan
letaknya harus sedemikian rupa sehingga dapat mengenai kapal. Oleh karena kapal mempunyai
ukuran yang berlainan maka fender harus dibuat agak tinggi pada sisi dermaga. Ada beberapa
tipe fender yaitu fender kayu, fender karet dan fender gravitasai.
Dalam perencanaan fender dianggap bahwa kapal bermuatan penuh dan merapat dengan
sudut 100 terhadap sisi depan dermaga. Pada saat merapat tersebut sisi depan kapal membentur
fender, dan hanya sekitar setengah dari bobot kapal yang secara efektif menimbulkan energi
benturan yang diserap oleh fender dan dermaga. Kecepatan merapat kapal diproyeksikan dalam
arah tegak lurus dan memanjang dermaga.
Data – data yang diketahui :
W(displacement) = 31000 m
LOA = 170 m
B = 22.55 m
D = 11 m
Lpp = 160.591 m
Energi benturan kapal
(Bambang Triatmodjo, 170)
dimana : E = Energi benturan (ton meter)
v = Komponen tegak lurus sisi dermaga dari kecepatan kapal pada saat
membentur dermaga (m/dtk)
W = Displacement kapal (ton)
g = Percepatan gravitasi (= 9,81 m/dtk)
Curah Basah 24
Cm = Koefisien massa
Ce = Koefisien eksentrisitas
Cs = Koefisien kekasaran = 1
Cc = Koefisien bentuk dari tambatan = 1
Energi benturan dengan kapal tenker (DWT = 25.000 m3) dimana W (displacement)
= 31.000 m.
Menentukan V kecepatan merapat
Tabel 6.1 kecepatan merapat kapal pada dermaga :
(Bambang Triatmodjo, hal. 170)
Berdasarkan tabel diatas untuk kapal dengan DWT = 25.000 m3 yaitu
antara 10000 - 30000, kecepatan merapatnya = 0,15 m/dt. Untuk perencanaan
dianggap bahwa benturan maksimum terhadap fender terjadi apabila kapal bermuatan
penuh menghantam dermaga pada sudut 100 terhadap sisi depan dermaga.
Sudut datang = 10o
V = V sin 10o
= 0.15 sin 10o
= 0.026 m/detik
Menghitung Cm (Koefisien Massa)
(Bambang Triatmodjo, 171)
Dengan :
Cb = koefisien blok kapal
D = darft kapal (m)
B = lebar kapal (m)
Lpp = panjang kapal pada sisi air (m)
0 = berat jenis air laut (1,025 t/m3)
Sehingga diperoleh :
Curah Basah
Ukuran kapal(DWT)
Kecepatan merapat (m/dt)Pelabuhan Laut terbuka
< 500
500 – 10.000
10.000 – 30.000
> 30.000
0,25
0,15
0,15
0,12
0,30
0,20
0,15
0,15
25
(Bambang Triatmodjo, 170)
= 2.01
Berdasarkan nilai Cb = 0.759 (diambil nilai Cb min dalam grafik = 0,2) maka dari
gambar 6.19 (hal. 172-B, Bambang Triatmodjo) diperoleh :
= 0.252
Jadi, r = LOA*0.252
= 170*0.252
= 42.84 m
Untuk kapal yang bersandar di dermaga
L = ¼ . LOA (Bambang Triatmodjo, 172)
= ¼ . 170
= 42.5 m
Menghitung Ce (Koefisien Eksentrisitas)
dimana : L = Jarak sepanjang permukaan air dermaga dari pusat berat kapal sampai
titik sandar kapal.
r = Jari – jari putaran disekeliling pusat berat kapal pada permukaan air.
Curah Basah 26
Maka energi benturan kapal tanker untuk DWT = 25000 m3 dengan Cc dan Cs = 1 adalah
Energi yang membentur dermaga adalah ½ E. Akibat benturan sebesar ½ E tersebut dermaga
memberikan perlawanan sebesar ½ F d. Dengan menyamakan kedua nilai tersebut maka
½ E = ½ F d
F d = E
F d = 108200 kg cm
Diasumsikan energi benturan yang terjadi diterima 1 fender.
Perencanaan Dengan Fender Karet
Digunakan fender Hollow cylindrical gaya bentur yang diserap oleh sistem tanker.
Gaya aksi = gaya reaksi
½ E = ½ F d (Bambang Triatmodjo hal 205)
Dimana :
F = gaya bentur yang diserap sistem tender
D = refleksi fender (draft)
V = komponen kecepatan dalam arah lurus sisi dermaga
W = bobot kapal bermuatan penuh
Energi yang diterima = E Energi yang diterima = ½ E
F = E = 1.082 tm
Berdasarkan tabel 1 dari
tabel performance, digunakan fender tipe
F = ½ E = 0.541 tm
Berdasarkan tabel 1 dari
tabel performance, digunakan fender tipe
Curah Basah 27
C400H – RH nilai defleksi maksimum =
1.4 tm
Dari tabel Fender Systems
Quay fenders – Hollow Cylindrical
Diameter luar = 400 mm
Diameter dalam = 200 mm
L = 6 m
Energi = 1.4 tm
Gaya = 17.7 t
Digunakan
C400H – RH nilai defleksi maksimum =
1.4 tm
Dari tabel Fender Systems
Quay fenders – Hollow Cylindrical
Diameter luar = 254 mm
Diameter dalam = 127 mm
L = 6 m
Energi = 0.55 tm
Gaya = 11.2 t
Menentukan r, untuk kapal tangker dengan bobot 5000 – 200000 DWT
log r = - 1.055 + 0.65 . log DWT (Bambang Triatmodjo, 208)
log r = - 1.055 + 0.65 . log 25000
= - 1.055 + 2.859
= 1.804
r = 63.68 cm
Menentukan jarak antar Fender (L)
L= (Bambang Triatmdjo hal 208)
Dengan:
Curah Basah 28
OD
L
ID
L= jarak maksimum antar fender (m)
r = jari-jari kelengkungan sisi haluan kapal (m)
h= tinggi fender (m)
Fender jenis C400 H-RH
Maka : H = 40 cm
DWT = 25000 ton
sehingga :
L =
L =
= 118.227 cm
= 1.18227 m ≈1.2 m
Diasumsikan energi benturan yang terjadi diterima 1 fender
F = E = 1.082 tm
Berdasarkan tabel 1 maka digunakan fender C 400 H …..RH
Dengan nilai defleksi maksimal = 1.4 m
Gambar. posisi kapal pada waktu membentur fender
Jumlah fender yang dibutuhkan
Data – data :
Curah Basah 29
fender
Kapal
- Panjang dermaga (L) = 170 m
- Jarak antar fender = 1.2 m
- Jumlah fender = n
- Panjang bidang tumbuk = 1/5 . LOA
= 1/5 . 170 = 34 m
BAB IV
Perencanaan Alat Penambat
Penambat adalah suatu konstruksi yang digunakan untuk keperluan berikut :
1. Mengikat kapal pada waktu berlabuh agar tidak terjadi pergeseran atau gerakan kapal
yang disebabkan oleh gelombang, arus dan angin.
2. Menolong berputarnya kapal.
Curah Basah 30
Alat penambat ini bisa diletakkan di darat (dermaga) dan di dalam ait. Menurut macam
konetruksinya alat penambat dapat dibedakan menjadi :
1. Bolder pengikat
Bolder digunakan sebagai tambatan kapal yang berlabuh dengan mengikatkan tali-tali
yang dipasang pada haluan, buritan dan badan kapal ke dermaga. Bolder ini diletakkan
pada sisi dermaga dengan jarak antar bolder adalah 15 – 25 m. Bolder dengan ukuran
yang lebih besar (corner mooring post) diletakkan pada ujung-ujung dermaga atau di
pantai di luar ujung dermaga.
2. Pelampung penambat
Pelampung penambat berada di dalam kolam pelabuhan atau di tengah laut.
3. Dolphin
Dolphin adalah konstruksi yang digunakan untuk menambat kapal tangker berukuran
besar yang biasanya digunakan bersama-sama dengan pier dan wharf untuk
memperpendek panjang bangunan tersebut.
Pada perencanaan ini yang digunakan adalah bolder pengikat. Tali penambat
diikatkan pada alat penambat yang dikenal dengan bitt yang dipasang disisi dermaga.
Tali – tali pengikat penambat diikatkan pada alat penambat yang disebut dengan “Bitt“ yang
dipasang sepanjang sisi dermaga.
Bitt dengan ukuran yang lebih besar disebut “Bollard“ yang diletakan pada kedua ujung
dermaga / tempat yang agak jauh dari sisi muka dermaga.
Curah Basah
Ukuran kapal(GRT)
Jarak maksimum (m) Jumlah min./
tambatan
~ 2000
2001 – 5.000
5.001 – 20.000
20.001 – 50.000
50.001 – 100.000
10 - 15
20
25
35
45
4
6
6
8
8
31
25 25LOA
BittBollard
Penambat Bitt : berdasarkan tabel 7-5, dimana untuk GRT (20001 – 50000); dalam hal ini
ukuran (DWT 25000)
Perencanaan Bollard
Gaya tarikan kapal = 50 ton (tabel 6.2. Bambang Triatmodjo, hal. 174)
Direncanakan :
bolder = 40 cm ( Digunakan 2 buah )
jarak dari tepi = 1.0 m
karena digunakan 2 bolder maka P = 150 ton / 2 = 75 ton. Selain gaya horisontal, juga
bekerja beberapa gaya vertikal sebesar 0.5 kali gaya horisontal, V = 75 ton / 2 = 37.5 ton.
Α = 30o
P = 75 ton
V = 75 sin 30o = 37.5 ton
H = 75 cos 30o = 64.952 ton
N = 64.952 sin 30o = 32.476 ton
R = 64.952 cos 30o = 56.25 ton
Dengan :
P = gaya tarik kapal
H = gaya tarik boulder
V = gaya cabut
Curah Basah 32
1010 40
h = 30 cm
Posisi gaya bollard :
Menentukan jumlah baut dan dimensi plat :
Direncanakan :
= 1400 kg/cm2
d = 2 in = 5.1 cm
V = 37.5 ton
Gaya baut ijin :
= ¼ x d2 x 0.6 x
= ¼ x 5.12 x 0.6 x 1400
= 17159.693 kg
= 17.16 ton
Jumlah baut (n) :
n = buah baut
direncanakan 2 baris 3 baut 5.1 cm
Curah Basah 33
20 cm
20 cm
20 cm
Dimensi Plat
Digunakan Beton K225
σb = 75 kg/cm2 (PBI 71)
τb = 16 kg/cm2
B = 40 + 20+ 20 = 80 cm
M = H x h
= 64.952 x 0.5
= 32.476 tm
L = 60 cm
Jadi, digunakan plat beton ukuran 60 cm x 80 cm.
Perhitungan gaya bolder :
Data-data yang ada :
Jumlah baut ( n ) = 6 buah baut (2 baris baut) dengan 5.1 cm
V= 37.5 ton
H=64.952 ton
M = 3247600 kg cm
= <
=
= 7.8125 67.658
maks = 75.4705 kg/cm2 < 1400 kg/cm2
min = -59.8455 kg/cm2 < 1400 kg/cm2
Gaya baut (H) = 64.952 ton
= 64952 kg
Curah Basah 34
10 10 10 1040
80 cm
VM
a F
V
20 cm
a
b
20 cm10 cm 10 cm
20 cm
1 baut= = 10825.333 kg
q =
= 541.267 kg/cm
M = ½ x q x l2
= ½ x 541.267 x 102
= 27063.333 kgcm
W = 1/6 x 20 x t2
= 3,333t2
=
1400 =
t2 =
t = 5.8 cm 6 cm
maks =75.4705 kg/cm2
min = -59.8455 kg/cm2
=
59.8455 (80 – x) = 75.4705 x
59.8455 x - 4787.64 = 75.4705 x
x = 35.381 cm
a = 35.381 – 10 = 25.381 cm
Ma = 0
M + V.a – F.b = 0
32476 + (37500 x 25.381) – (F x 60) = 0
F = 16404.392 kg
F baut = kg
Curah Basah 35
Gaya sebesar F = 5468.131 kg ini diterima oleh lekatan beton dengan baut, dimana b = 16
kg/cm2
F = x d x L x b
5468.131 = x 5.1x L x 16
L = 21.331 25 cm
Jadi panjang baut yang dipakai = 25 cm.
Kekuatan tarik angker
P = ¼ x d2 x 0.6 x
P = 17.16 ton.................................................. ( persamaan 1 )
Kekuatan lekatan antara angker dengan beton dianggap sama.
Kuat tekan beton P = 0.58 x x d x x L........... ( persamaan 2 )
Persamaan 1 = persamaan 2
¼ x d2 x 0.6 x = 0.58 x x d x x L
= 24.621 cm
Panjang angker / baut digunakan L = 25 cm
BAB V
Perhitungan Tinggi Dermaga
Diketahui :
- Tinggi pasang maksimum = + 4.0 m
- Tinggi surut maksimum = - 2.5 m
- Draft = 11.0 m
Curah Basah 36
Elevasi dasar pengerukan (H)
H = 1.15 D + surut
= 1,15 * 11 + 2.5
= 14.6 m
Jadi elevasi dasar pengerukan = - 14.6 m dari muka air + 0,00
Tinggi dermaga = Elevasi dasar pengerukan + tinggi pasang + 0.5
= 14.6 + 4.0 + 0.5
= 19.1 m
BAB VI
Perhitungan Kebutuhan Storage Area
PERHITUNGAN KEBUTUHAN STORAGE AREA
Kapasitas terminal (x) = 4.000.000 m3 / th
Waktu penyimpanan (n) = 3 minggu
Curah Basah 37
Through put (y) = 25.000 m3/th
Factor accupancy (Fs) = 0,5
Peak factor / faktor puncak (Fp) = 1,4
Kebutuhan area (gross area)
S =
S =
S = 3.84 m
Panjang dermaga (Lp)
LP = n . LOA + (n – 1) 15 + 50
= 1 . 170 + (1 – 1) 15 + 50
= 170 + 50
= 220 m
Luas Total (At) = S x Lp
= 3.84 x 220
= 844.8 m2
= 0,08448 ha
Direncanakan 4 tangki dalam terminal pelabuhan curah basah tersebut, dengan susunan
tangki-tangki sebagai berikut :
Direncanakan diameter tangki sebesar 40 m, sehingga luas
untuk satu (1) tangki adalah :
A = ¼ d2
= ¼ (30)2
= 706.858 m2
Dengan memperhatikan kapasitas 1 kapal tangker sebesar 50.000 m2, jadi volume untuk satu
tangki.
Vt =
= 6250 m3
Curah Basah 38
Dengan volume untuk 1 tangki yang direncanakan dapat diketahui tinggi dari tangki tersebut,
yaitu sebesar :
V = ¼ d2 t
= ¼ (30)2 t
t =
= 8.845 m
≈ 10 m
BAB VI
Perhitungan Kapasitas Tangki
Volume masukan (dari kapal) tiap kali memasukkan muatan 50.000 m3 dengan rata-rata selang
waktu bongkar muat.
=
= 14 hari
Curah Basah 39
Jadi kapal bersandar 14 x / hari
Asumsi
- Diameter tangki = 30 m
- Tinggi tangki = 10 m
V = ¼ .d2*t
= ¼ *302 . 10
= 7068.583m3≈7000 m3
Volume Total = V x Jumlah Tangki
= 7000 x 4
= 28000 m3
Untuk memenuhi jumlah volume yang masuk, maka direncanakan dengan 4 (empat) buah
tangki.
Diasumsikan waktu untuk mengalirkan = 16 jam
Volume yang akan dialirkan = 25.000 m3
Sehingga Qutflow pada kapal, yaitu :
=
=
= 1562.5 m3/jam
= 0.434 m3/detik
Curah Basah 40
Qutflow pada tiap-tiap tangki :
=
= 437.5 m3/jam
= 0.122 m3/dt
Curah Basah 41
BAB VII
Perencanaan Kontruksi Pemecah
Gelombang
Pemecah gelombang adalah bangunan yang digunakan untuk melindungi daerah
pelabuhan dari ganguan gelombang. Bangunan ini memisahkan daerah perairan dari laut bebas,
sehingga perairan pelabuhan tidak banyak dipengaruhi oleh gelombang besar dilaut. Daerah
perairan dihubungkan dengan laut oleh mulut pelabuhan dengan lebar tertentu dan kapal
keluar/masuk pelabuhan melalui celah tersebut. Dengan adanya pemecah gelombang ini daerah
pelabuhan menjadi tenang dan kapal bisa meakukan bongkar muat barang dengan mudah.
Pemecah gelombang adalah bangunan yang digunakan untuk melindungi daerah perairan
pelabuhan dari gangguan gelombang. Bangunan ini memisahkan daerah perairan dari laut bebas,
sehingga perairan pelabuhan tidak banyak dipengaruhi oleh gelombang besar di laut. Lay out
pemecah gelombang tergantung pada arah gelombang dominan, bentuk garis pantai, ukuran
minimum pelabuhan yang diperlukan untuk melayani trafik pelabuhan tersebut.
Dimensi pemecah gelombang tergantung pada kedalaman air, tinggi pasang surut, tinggi
pasang surut dan gelombang, tipe pemecah gelombang dan bahan konstruksi, ketenangan
pelabuhan yang diharapkan, traspor sedimen di sekitar lokasi pelabuhan. Elevasi puncak
bangunan didasarkan pada muka air pasang tertinggi dan dihitung dengan menggunakan run up
gelombang, yaitu naiknya gelombang pada permukaan pemecah gelombang sisi miring.
Ada beberapa macam pemecah gelombang ditinjau dari bentuk dan bahan bangunan yang
digunakan. Menurut bentuknya pemecah gelombang dapat dibedakan menjadi pemecah
gelombang sisi miring, sisi tegak dan campuran. Pemecah gelombang bisa dibuat dari tumpukan
batu, blok beton, beton massa, turap dan sebagainya.
Diketahui:
Kedalaman = -10.0 m
Kemiringan dasar laut = 1:50
Tinggi gelombang = 3 m
Peride gelombang = 7-10 detik (diambil 10 detik)
HWL = 4.0 m
MWL = 0.5 m
Curah Basah 42
LWL = -2.5 m
Kedalaman air dilokasi bangunaan berdasarkan HWL dan LWL adalah
dHWL = 4 - (-10) ( Bambang Triatmodjo, hal. 140 )
= 14 m
dLWL = -2.5 – (-10)
= 7..5 m
dMWL = 0.5 – (-10)
= 10.5 m
Penentuan kondisi gelombang direncanakan pemecah gelombang
Diselidiki kondisi gelombang pada kedalaman air direncana lokasi pemecah gelombang, yaitu
apakah gtelombang pecah atau tidak dihitung tinggi dan kedalaman gelombang pecah dengan
menggunakan gambar 3.22 dan 3.23 untuk kemiringan dasar laut 1 : 50 (Bambang Triatmodjo,
hal. 92)
Lo = 1.56 T2 =156 m
m
m/dt
dari lampiran A (Bambang Triatmodjo, hal. 268) didapatkan
= 0.11109 m
m/dt
Arah gelombang (arsip pelabuhan )
Curah Basah 43
Koefisien refraksi (Kr)
Untuk menghitung koefisien pendangkalan, dicari nilai n dengan menggunakan tabel 4.1.
Berdasarkan nilai d/Lo diatas didapat n1 = 0.8682. Di laut dalam nilai no = 0.5 ; sehingga koefisien
pendangkalan adalah :
H1 = Ks Kr Ho
Ho =
=
= 1.538 m
tinggi gelombang ekivalen H’o = Kr * Ho
= 1 * 1.538
= 1.538 m
=
= 0.0016
Dari gambar 3.22 (Bambang Triatmodjo, hal. 92) didapat = 1.438
sehingga Hb = 1.438 * 1.538
= 2.212 m
=
= 0.002
Curah Basah 44
Dari gambar 3.23 didapatkan = 1.1
db = 1.1 * 2.212
= 2.433 m
Jadi gelombang pecah terjadi pada kedalaman 2.433 m
karena db’ < dLWL < dHWL, = 2.433 < 7.5 < 14 m berarti dilokasi bangunan pada kedalaman -10 m
gelombang tidak pecah.
Penentuan elevasi puncak pemecah gelombang
Elevasi puncak pemecah gelombang dihitung berdasarkan tinggi runup ( pada waktu gelombang
menghantam suatu bangunan, gelombang tersebut akan naik (runup) pada permukaan bangunan).
Kemiringan sisi puncak gelombang ditetapkan 1 : 2
Tinggi gelombang dilaut dalam
Lo = 1.56 T2 =156 m
Bilangan Irribaren
Ir =
=
= 5.099
Dengan menggunakan grafik pada gambar 5.9 (Bambang Triatmodjo, hal. 141) dihitung nilai
runup untuk lapis lindung dari batu pecah (quarry stone) :
Ru = 1.26 * 1.5
= 1.89 m
Elevasi puncak pemecah gelombang dengan memperhitungkan tinggi kebebasan 0.5 m
Elpem. gel = HWL + Ru + tinggi kebebasan
= 4 + 1.89 + 0.5
= 6.39 m
Curah Basah 45
Untuk lapis lindung dari tetrapod
Ru = 0.9 * 1.5
= 1.35 m
Elpem. gel = HWL + Ru + tinggi kebebasan
= 4 + 1.35 + 0.5
= 5.85 m
Tinggi pemecah gelombang
Hpem.gel = Elpem gel – Eldasar laut
Hpem.gel = 6.39 – (-10)
= 16.39 m (batu pecah)
Hpem.gel = 5.85 – (-10)
= 15.85 m (tetrapod)
Berat butir lapis bendung
Berat batu lapis lindung dihitung dengan rumus Hudson berikut ini untuk lapis lindung dari batu
(KD=1.2) (Bambang Triatmodjo, hal. 135)
Dengan :
W = berat butir batu pelindung
γr = berat jenis batu pecah
γa = berat jenis air laut
H = tinggi gelombang rencana
θ = sudut kemiringan sisi pemecah gelombang
KD = koefisien stabilitas
= 0.958 ton ≈ 1 ton
Curah Basah 46
Untuk lapis lindung tetrapod (KD = 7)
= 0.164 ton
Lebar puncak pemecah gelombang
Lebar puncak pemecah gelombang untuk n = 3 (minimum)
B = (Bambang Triatmodjo, hal. 137)
K∆ = 1.04 (koefisien lapis)
=
= 2.3 m
≈ 3 m
Tebal lapis lindung
T = dengan n = 2 pada tabel 5.3 dan K∆ =1.04
=
= 1.5 m
Perencanaan Trunk
Curah Basah 47
Berat butir lapis bendung
Berat batu lapis lindung dihitung dengan rumus Hudson berikut ini untuk lapis lindung dari batu
(KD=1.1) (Bambang Triatmodjo, hal. 135)
Dengan :
W = berat butir batu pelindung
γr = berat jenis batu pecah
γa = berat jenis air laut
H = tinggi gelombang rencana
θ = sudut kemiringan sisi pemecah gelombang
KD = koefisien stabilitas
= 1.045 ton
Untuk lapis lindung tetrapod (KD = 4.5)
= 0.255 ton
Lebar puncak pemecah gelombang
Lebar puncak pemecah gelombang untuk n = 3 (minimum)
B = (Bambang Triatmodjo, hal. 137)
K∆ = 1.02 (koefisien lapis)
=
Curah Basah 48
= 2.3 m
≈ 3 m
Tebal lapis lindung
T = dengan n = 2 pada tabel 5.3 dan K∆ =1.02
=
= 1.5 m
GA USAH DI PRINT
BAB VI
Curah Basah 49
Perencanaan Kontruksi Pemecah
Gelombang
Pemecah gelombang adalah bangunan yang digunakan untuk melindungi daerah
pelabuhan dari ganguan gelombang. Bangunan ini memisahkan daerah perairan dari laut bebas,
sehingga perairan pelabuhan tidak banyak dipengaruhi oleh gelombang besar dilaut. Daerah
perairan dihubungkan dengan laut oleh mulut pelabuhan dengan lebar tertentu dan kapal
keluar/masuk pelabuhan melalui celah tersebut. Dengan adanya pemecah gelombang ini daerah
pelabuhan menjadi tenang dan kapal bisa meakukan bongkar muat barang dengan mudah.
Pemecah gelombang adalah bangunan yang digunakan untuk melindungi daerah perairan
pelabuhan dari gangguan gelombang. Bangunan ini memisahkan daerah perairan dari laut bebas,
sehingga perairan pelabuhan tidak banyak dipengaruhi oleh gelombang besar di laut. Lay out
pemecah gelombang tergantung pada arah gelombang dominan, bentuk garis pantai, ukuran
minimum pelabuhan yang diperlukan untuk melayani trafik pelabuhan tersebut.
Dimensi pemecah gelombang tergantung pada kedalaman air, tinggi pasang surut, tinggi
pasang surut dan gelombang, tipe pemecah gelombang dan bahan konstruksi, ketenangan
pelabuhan yang diharapkan, traspor sedimen di sekitar lokasi pelabuhan. Elevasi puncak
bangunan didasarkan pada muka air pasang tertinggi dan dihitung dengan menggunakan run up
gelombang, yaitu naiknya gelombang pada permukaan pemecah gelombang sisi miring.
Ada beberapa macam pemecah gelombang ditinjau dari bentuk dan bahan bangunan yang
digunakan. Menurut bentuknya pemecah gelombang dapat dibedakan menjadi pemecah
gelombang sisi miring, sisi tegak dan campuran. Pemecah gelombang bisa dibuat dari tumpukan
batu, blok beton, beton massa, turap dan sebagainya.
Diketahui:
Kedalaman = -25.0 m
Kemiringan dasar laut = 1:10
Tinggi gelombang = 3 m
Peride gelombang = 7-10 detik (diambil 10 detik)
Koefisien refraksi = 0.95
HWL = 4.0 m
MWL = 0.5 m
Curah Basah 50
LWL = -2.5 m
Kedalaman air dilokasi bangunaan berdasarkan HWL dan LWL adalah
dHWL = 4 - (-25)
= 29 m
dLWL = -2.5 – (-25)
= 22.5 m
dMWL = 0.5 – (-25)
= 25.5 m
Penentuan kondisi gelombang direncanakan pemecah gelombang
Diselidiki kondisi gelombang pada kedalaman air direncana lokasi pemecah gelombang, yaitu
apakah gtelombang pecah atau tidak dihitung tinggi dan kedalaman gelombang pecah dengan
menggunakan gambar 3.22 dan 3.23 untuk kemiringan dasar laut 1 : 10
Lo = 1.56 T2 =156
dari lampiran A bambang triatmodjho didapatkan = 0.19414 dan Ks =0.913
H1 = Ks Kr Ho
Ho =
=
= 3.459 m
tinggi gelombang ekivalen H’o = Kr * Ho
= 0.95* 3.459
= 3.286 m
=
= 0.00335
dari gambar 3.22 bambang triatmodjo didapat = 1.49
sehingga Hb = 1.49*3.286
Curah Basah 51
= 4.896 m
=
= 0.00499
dari gambar 3.23 didapatkan = 0.87
db= 0.87*4.896
= 4.26 m
jadi gelombang pecah terjadi pada kedalaman 4.26 m karena db’< dLWL< dHWL, berarti dilokasi
bangunaan pada kedalaman -25 m gelombang tidak pecah
Penentuan elevasi puncak pemecah gelombang
Elevasi puncak pemecah gelombang dihitung berdasarkan tinggi runup
Kemiringan sisi puncak gelombang ditetapkan 1:2
Tinggi gelombang dilaut dalam
Lo = 1.56 T2 =156 m
Bilangan irribaren
Ir =
=
= 3.606
dengan menggunakan grafik pada gambar 5.9 dihitung nilai run up untuk lapis lindung dari batu
pecah
Ru = 1.18*3
= 3.54
Elevasi puncak pemecah gelombang dengan memperhitungkan tinggi kebebasan 0.5 m
Elpem. gel = HWL + Ru + tinggi kebebasan
= 4 + 3.54 + 0.5
= 8.04 m
untuk lapis lindung dari tetrapod
Curah Basah 52
Ru = 0.8*3
= 2.4 m
Elpem. gel = HWL + Ru + tinggi kebebasan
= 4 + 2.4 + 0.5
= 6.9 m
Tinggi pemecah gelombang
Hpem.gel = Elpem gel – Eldasar laut
Hpem.gel = 8.04 – (-25)
= 33.04 m (batu pecah)
Hpem.gel = 6.9 – (-25)
= 31.09 m (tetrapod)
Berat butir lapis bendung
Berat batu laois lindung dihitung dengan rumus Hudson berikut ini untuk lapis lindung dari batu
(KD=4)
= 2.299 ton
untuk lapis lindung tetrapod (KD=8)
= 1.149 ton
apabila didekat lokasi pekerjaan pemecah gelombang banyak terdapat batu dengan ukuran/berat
sesuai hitungan maka digunakan lapis lindung dari batu pecah dengan berat 2.299 ton
Curah Basah 53
Lebar puncak pemecah gelombang
Lebar puncak pemecah gelombang untuk n=3 (minimum)
B =
=
= 3.29 m
≈ 3.5 m
Tebal lapis lindung
T = dengan n=2 pada tabel 5.3 dan K∆=1.15
=
= 2.194 m
Jumlah batu pelindung
Jumlah batu pelindung tiap satuan luas (10 m2)
Dihitung dengan rumus
N = dengan P=37 pada tabel 5.3
=
= 15.929
≈ 16 butir
Curah Basah 54
H min = D + 0,15 . D
= 11 + 0,15 x 11
= 12.65 m 13 m
Kedalaman tidak boleh kurang dari 1.15 kali dari draft maksimum kapal terbesar (buku
pelabuhan, B. Trihatmojo hal. 109).
Curah Basah 55
t
dt
d
top related