penanganan pengguna narkoba
Post on 11-Dec-2015
32 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
Penanganan Pengguna Narkoba
NARKOBA
Narkotika secara farmakologik adalah opioida, tetapi menurut UU no 22 tahun 1997,
narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik
sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan
kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat
menimbulkan ketergantungan. Kata narkotika atau narcotics sendiri berasal dari kata
narcosis atau menidurkan yaitu zat atau obat-obatan yang membiuskan (mempunyai
efek anestesi dan analgetik). Hal ini karena golongan narkotik bekerja dengan
mempengaruhi fungsi susunan syaraf pusat.
Semua jenis narkoba mengubah perasaan dan cara pikir seseorang. Tergantung pada
jenisnya, narkoba menyebabkan:
a. Perubahan pada suasana hati (menenangkan, rileks, gembira dan rasa bebas)
b. Perubahan pada pikiran (stres hilang dan meningkatkan daya khayal)
c. Perubahan pada perilaku (meningkatkan keakraban, menghambat nilai dan lepas
kendali)
TINGKAT PEMAKAIAN NAPZA
1. Pemakaian coba-coba (experimental use), yaitu pemakaian NAPZA yang
tujuannya ingin mencoba,untuk memenuhi rasa ingin tahu. Sebagian pemakai
berhenti pada tahap ini, dan sebagian lain berlanjut pada tahap lebih berat.
2. Pemakaian sosial/rekreasi (social/recreational use) : yaitu pemakaian NAPZA
dengan tujuan bersenang-senang,pada saat rekreasi atau santai. Sebagian pemakai
tetap bertahan pada tahap ini,namun sebagian lagi meningkat pada tahap yang lebih
berat
3. Pemakaian Situasional (situasional use) : yaitu pemakaian pada saat mengalami
keadaan tertentu seperti ketegangan, kesedihan, kekecewaaqn, dan sebagainnya,
dengan maksud menghilangkan perasaan-perasaan tersebut.
4. Penyalahgunaan (abuse): yaitu pemakaian sebagai suatu pola penggunaan yang
bersifat patologik/klinis (menyimpang) yang ditandai oleh intoksikasi sepanjang
hari, tak mapu mengurangi atau menghentikan, berusaha berulang kali
mengendalikan, terus menggunakan walaupun sakit fisiknya kambuh. Keadaan ini
akan menimbulkan gangguan fungsional atau okupasional yang ditandai oleh : tugas
dan relasi dalam keluarga tak terpenuhi dengan baik,perilaku agresif dan tak wajar,
hubungan dengan kawan terganggu, sering bolos sekolah atau kerja, melanggar
hukum atau kriminal dan tak mampu berfungsi secara efektif.
5. Ketergantungan (dependence use) : yaitu telah terjadi toleransi dan gejala putus
zat, bila pemakaian NAPZA dihentikan atau dikurangi dosisnya. Masalah
penya l ahgunaan NAPZA merupakan masalah global dan memerlukan partisipasi
aktif seluruh komponen bangsa dalam penanganannya, termasuk tenaga kesehatan.
Perawat sebagai bagian dari tenaga kesehatan mutlak wajib melaksanakan fungsi
dan perannya untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat termasuk
penanganan penyalahgunaan NAPZA.
PENYEBAB PENYALAHGUANAAN NAPZA
Penyebab penyalahgunaan NAPZA sangat kompleks akibat interaksi antara faktor yang
terkait dengan individu, faktor lingkungan dan faktor tersedianya zat (NAPZA). Tidak
terdapat adanya penyebab tunggal (single cause).
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya penyalagunaan NAPZA adalah sebagian
berikut:
1. Faktor individu
Kebanyakan penyalahgunaan NAPZA dimulai atau terdapat pada masa remaja, sebab
remaja yang sedang mengalami perubahan biologik, psikologik maupun sosial yang
pesat merupakan individu yang rentan untuk menyalahgunakan NAPZA. Anak atau
remaja dengan ciri-ciri tertentu mempunyai risiko lebih besar untuk menjadi
penyalahguna NAPZA. Ciri-ciri tersebut antara lain :
- Cenderung membrontak dan menolak otoritas
- Cenderung memiliki gangguan jiwa lain (komorbiditas) seperti Depresi, cemas,
Psikotik, keperibadian dissosial.
- Perilaku menyimpang dari aturan atau norma yang berlaku
- Rasa kurang percaya diri (low selw-confidence), rendah diri dan memiliki citra
diri negatif (low self-esteem)
- Sifat mudah kecewa, cenderung agresif dan destruktif
- Mudah murung,pemalu, pendiam
- Mudah merasa bosan dan jenuh
- Keingintahuan yang besar untuk mencoba atau penasaran
- Keinginan untuk bersenang-senang (just for fun)
- Keinginan untuk mengikuti mode,karena dianggap sebagai lambang
keperkasaan dan kehidupan modern.
- Keinginan untuk diterima dalam pergaulan.
- Identitas diri yang kabur, sehingga merasa diri kurang “jantan”
- Tidak siap mental untuk menghadapi tekanan pergaulan sehingga sulit
mengambil keputusan untuk menolak tawaran NAPZA dengan tegas
- Kemampuan komunikasi rendah
- Melarikan diri dari sesuatu (kebosanan,kegagalan, kekecewaan,ketidak
mampuan, kesepian dan kegetiran hidup,malu dan lain-lain)
- Putus sekolah
- Kurang menghayati iman kepercayaannya
2. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan meliputi faktor keluarga dan lingkungan pergaulan baik disekitar
rumah, sekolah, teman sebaya maupun masyarakat. Faktor keluarga,terutama faktor
orang tua yang ikut menjadi penyebab seorang anak atau remaja menjadi
penyalahguna NAPZA antara lain adalah:
Lingkungan Keluarga
- Kominikasi orang tua-anak kurang baik/efektif
- Hubungan dalam keluarga kurang harmonis/disfungsi dalam keluarga
- Orang tua bercerai,berselingkuh atau kawin lagi
- Orang tua terlalu sibuk atau tidak acuh
- Orang tua otoriter atau serba melarang
- Orang tua yang serba membolehkan (permisif)
- Kurangnya orang yang dapat dijadikan model atau teladan
- Orang tua kurang peduli dan tidak tahu dengan masalah NAPZA
- Tata tertib atau disiplin keluarga yang selalu berubah (kurang konsisten)
- Kurangnya kehidupan beragama atau menjalankan ibadah dalam keluarga
- Orang tua atau anggota keluarga yang menjadi penyalahduna NAPZA
Lingkungan Sekolah
- Sekolah yang kurang disiplin
- Sekolah yang terletak dekat tempat hiburan dan penjual NAPZA
- Sekolah yang kurang memberi kesempatan pada siswa untuk
mengembangkan diri secara kreatif dan positif
- Adanya murid pengguna NAPZA
Lingkungan Teman Sebaya
- Berteman dengan penyalahguna
- Tekanan atau ancaman teman kelompok atau pengedar
Lingkungan masyarakat/sosial
- Lemahnya penegakan hukum
- Situasi politik, sosial dan ekonomi yang kurang mendukung
DETEKSI DINI PENYALAHGUNAAN NAPZA
Deteksi dini penyalahgunaan NAPZA bukanlah hal yang mudah,tapi sangat penting
artinya untuk mencegah berlanjutnya masalah tersebut. Beberapa keadaan yang patut
dikenali atau diwaspadai adalah : Kelompok Risiko Tinggi adalah orang yang belum
menjadi pemakai atau terlibat dalam penggunaan NAPZA tetapi mempunyai risiko
untuk terlibat hal tersebut, mereka disebut juga Potential User (calon pemakai, golongan
rentan). Sekalipun tidak mudah untuk mengenalinya, namun seseorang dengan ciri
tertentu (kelompok risiko tinggi) mempunyai potensi lebih besar untuk menjadi
penyalahguna NAPZA dibandingkan dengan yang tidak mempunyai ciri kelompok risiko
tinggi. Mereka mempunyai karakteristik sebagai berikut:
1. Anak
Ciri-ciri pada anak yang mempunyai risiko tinggi menyalahgunakan NAPZA antara
lain :
- Anak yang sulit memusatkan perhatian pada suatu kegiatan (tidak tekun)
- Anak yang sering sakit
- Anak yang mudah kecewa
- Anak yang mudah murung
- Anak yang sudah merokok sejak Sekolah Dasar
- Anak yang agresif dan destruktif
- Anak yang sering berbohong,mencari atau melawan tatatertib
- Anak denga IQ taraf perbatasan (IQ 70-90)
2. Remaja
Ciri-ciri remaja yang mempunyai risiko tinggi menyalahgunakan NAPZA
- Remaja yang mempunyai rasa rendah diri, kurang percaya diri dan mempunyai
citra diri negatif
- Remaja yang mempunyai sifat sangat tidak sabar
- Remaja yang diliputi rasa sedih (depresi) atau cemas (ansietas)
- Remaja yang cenderung melakukan sesuatu yang mengandung risiko
tinggi/bahaya
- Remaja yang cenderung memberontak
- Remaja yang tidak mau mengikutu peraturan/tata nilai yang berlaku
- Remaja yang kurang taat beragama
- Remaja yang berkawan dengan penyalahguna NAPZA
- Remaja dengan motivasi belajar rendah
- Remaja yang tidak suka kegiatan ekstrakurikuler
- Remaja dengan hambatan atau penyimpangan dalam perkembangan
psikoseksual (pepalu,sulit bergaul, sering masturbasi,suka menyendiri, kurang
bergaul dengan lawan jenis).
- Remaja yang mudah menjadi bosan,jenuh,murung.
- Remaja yang cenderung merusak diri sendiri
3. Keluarga
Ciri-ciri keluarga yang mempunyai risiko tinggi,antara lain:
- Orang tua kurang komunikatif dengan anak
- Orang tua yang terlalu mengatur anak
- Orang tua yang terlalu menuntut anaknya secara berlebihan agar berprestasi
diluar kemampuannya
- Orang tua yang kurang memberi perhatian pada anak karena terlalu sibuk
- Orang tua yang kurang harmonis,sering bertengkar,orang tua berselingkuh atau
ayah menikah lagi
- Orang tua yang tidak memiliki standar norma baik-buruk atau benarsalah yang
jelas
- Orang tua yang todak dapat menjadikan dirinya teladan ?? Orang tua menjadi
penyalahgunaan NAPZA
GEJALA KLINIS PENYALAHGUNAAN NAPZA
1. Perubahan Fisik
Gejala fisik yang terjadi tergantung jenis zat yang digunakan, tapi secara umum
dapat digolongkan sebagai berikut :
- Pada saat menggunakan NAPZA : jalan sempoyongan, bicara pelo (cadel), apatis
(acuh tak acuh), mengantuk, agresif,curiga
- Bila kelebihan disis (overdosis) : nafas sesak,denyut jantung dan nadi lambat,
kulit teraba dingin, nafas lambat/berhenti, meninggal.
- Bila sedang ketagihan (putus zat/sakau) : mata dan hidung berair,menguap
terus menerus,diare,rasa sakit diseluruh tubuh,takut air sehingga malas
mandi,kejang, kesadaran menurun.
- Pengaruh jangka panjang, penampilan tidak sehat,tidak peduli terhadap
kesehatan dan kebersihan, gigi tidak terawat dan kropos, terhadap bekas
suntikan pada lengan atau bagian tubuh lain (pada pengguna dengan jarum
suntik)
-
2. Perubahan Sikap dan Perilaku
- Prestasi sekolah menurun,sering tidak mengerjakan tugas sekolah,sering
membolos,pemalas,kurang bertanggung jawab.
- Pola tidur berubah,begadang,sulit dibangunkan pagi hari,mengantuk dikelas
atau tampat kerja.
- Sering berpegian sampai larut malam,kadang tidak pulang tanpa memberi tahu
lebih dulu
- Sering mengurung diri, berlama-lama dikamar mandi, menghindar bertemu
dengan anggota keluarga lain dirumah
- Sering mendapat telepon dan didatangi orang tidak dikenal oleh
keluarga,kemudian menghilang
- Sering berbohong dan minta banyak uang dengan berbagai alasan tapi tak jelas
penggunaannya, mengambil dan menjual barang berharga milik sendiri atau
milik keluarga, mencuri, mengomengompas terlibat tindak kekerasan atau
berurusan dengan polisi.
- Sering bersikap emosional, mudah tersinggung, marah, kasar sikap bermusuhan,
pencuriga, tertutup dan penuh rahasia.
GEJALA KLINIS YANG TIMBUL AKIBAT OVER DOSIS
Ada beberapa gejala klinis yang dapat dilihat pada para pecandu yang mengalami gejala
over dosis, yakni:
1. Penurunan kesadaran
2. Frekuensi pernafasan kurang dari 12 kali per menit
3. Pupil miosis
4. Riwayat pemakaian morfin atau heroin mempunyai ciri yang khas yakni tanda bekas
jarum suntik
PENANGANAN OVER DOSIS
Umumnya, mekanisme penanganan overdosis pada para pecandu NARKOBA yang
dilakukan di rumah-rumah sakit atau klinik-klinik ketergantungan obat mempunyai
dasar terapi yang sama. Upaya yang dilakukan ialah melakukan monitoring tanda-tanda
vital dari tubuh manusia, yang meliputi:
1. Penanganan Kegawatan
- Bebaskan jalan nafas
- Berikan oksigen 100% sesuai kebutuhan
- Pasang Infus Dextrose 5% emergensi NaCl 0,9% , atau cairan koloid bila
diperlukan
- Bila diperlukan, pasang endotracheal tube
2. Pemberian Antidotum Nalokson
- Tanpa hipoventilasi: Dosis awal diberikan 0,4 mg intra vena.
- Dengan hipoventilasi : Dosis awal diberikan 1-2 mg intra vena.
- Bila tidak ada respon dalam 5 menit, berikan Nalokson 1-2 mg intra vena
sehingga timbul respon perbaikan kesadaran dan hilangnya depresi pernapasan,
dilatasi pupil, atau telah mencapai dosis maksimal 10 mg.
- Bila tidak ada respon, lapor konsulen ke Tim Narkoba.
- Efek Nalokson akan berkurang 20 - 40 menit setelah pemberian dan pasien
dapat jatuh dalam keadaan overdosis kembali, sehingga perlu pemantauan ketat
terhadap tanda-tanda penurunan kesadaran, pernapasan, perubahan pada pupil,
dan tanda vital yang lain selama 24 jam.
- Untuk pencegahannya dapat diberikan drip Nalokson satu ampul dalam 500 cc
Dexstrose 5% atau NaCl 0,9% yang diberikan dalam waktu 4 - 6 Jam.
- Simpan sampel urin (untuk drug screen test dan urine rutin).
- Lakukan foto torak untuk mengetahui ada atau tidaknya gangguan/sekunder
infeksi pada paru-paru.
- Pertimbangkan pemasangan ETT (endotracheal tube) bila dalam penanganan
dengan pemberian Nalokson selama lebih dari 3 jam masih terdapat depresi
pernafasan, gangguan oksigenasi, dan hipoventilasi menetap setelah pemberian
Nalokson yang ke-2
- Pasien dipuasakan selama 6 jam untuk menghindari aspirasi akibat spasme
pirolik (dianjurkan setiap IGD mempunyai persediaan 5 ampul Nalokson untuk
tindakan
FUNGSI PERAWAT
a. Independent
Fungsi independent perawat adalah ”those activities that are considered to be within
nursing’s scope of diagnosis and treatment” . Dalam fungsi ini tindakan perawat dalam
penanganan klien pengguna NAPZA tidak memerlukan perintah dokter. Tindakan
perawat bersifat mandiri, berdasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan. Dalam
kaitan dengan penanggulangan penggunaan NAPZA tindakan perawat diantaranya :
Pengkajian klien pengguna NAPZA.
Membantu klien pengguna NAPZA memenuhi kegiatan sehari-hari.
Mendorong klien berperilaku secara wajar.
b. Interdependent
Fungsi interdependent perawat adalah ”carried out in conjunction with other health
team members”. Tindakan perawat berdasar pada kerja sama dengan tim perawatan
atau tim kesehatan lain. Fungsi ini dilaksanakan dengan pembentukan tim yang
dipimpin oleh seorang dokter. Dan anggota tim kesehatan lain bekerja sesuai
kompetensinya masing-masing. Contoh tindakannya adalah melakukan kolaborasi
rehabilitasi klien pengguna NAPZA, dimana perawat bekerja dengan psikiater, social
worker, ahli gizi juga rohaniwan,
c. Dependent
Fungsi dependent perawat adalah “the activities perfomed based on the physician’s
order”. Dalam fungsi ini perawat bertindak membantu dokter dalam memberikan
pelayanan medik. Perawat membantu dokter memberikan pelayanan pengobatan
atau pemberian psikofarmaka dan tindakan khusus yang menjadi kewenangan
dokter dan seharusnya dilakukan oleh dokter. Contoh pada tindakan detoksifikasi
NAPZA.
PERAN PERAWAT
Peran perawat ini diterjemahkan dalam perannya sebagai provider, edukator,
advokator, dan role model.
a. Provider/Pelaksana
Peran ini menekankan kemampuan perawat sebagai penyedia layanan keperawatan
(praktisi). Perawat baik secara langsung maupun tidak langsung memberikan
asuhan keperawatan kepada klien dengan ketergantungan obat - obatan terlarang
baik secara individu, keluarga, atau pun masyarakat. Peran ini biasanya
dilaksanakan oleh perawat di tatanan pelayanan seperti rumah sakit khusus
ketergantungan obat, unit pelayanan psikiatri, puskesmas atau di masyarakat. Untuk
mencapai peran ini seorang perawat harus mempunyai kemampuan bekerja secara
mandiri dan kolaborasi, memiliki pengetahuan tentang ilmu dan kiat keperawatan,
mempunyai pengetahuan tentang NAPZA, keterampilan, sikap empati dalam
memberikan asuhan keperawatan. Dalam menjalankan peran sebagai care giver,
perawat menggunakan metode pemecahan masalah dalam bentuk asuhan proses
keperawatan untuk membantu klien mengatasi masalah kesehatannya.
b. Edukator/Pendidik
Peran ini menekankan kepada tindakan promotif. Perawat melakukan pendidikan
kesehatan tentang NAPZA dan dampaknya bagi kesehatan kepada klien baik
individu, keluarga atau kelompok yang berada di bawah tanggungjawabnya. Untuk
melaksanakan peran ini, perawat harus mempunyai keterampilan dalam hubungan
interpersonal yang efektif, mengetahui prinsip yang dianut oleh klien, mempunyai
kemampuan proses belajar dan mengajar dan mempunyai pengetahuan yang cukup
tentang NAPZA.
c. Advokat.
Hal yang tidak pernah disadari adalah pengguna NAPZA sebenarnya ”korban”.
Langkah saat ini dimana menempatkan pengguna napza sebagai kriminal
sebenarnya sangat tidak tepat, karena sebenarnya yang dibutuhkan oleh pengguna
NAPZA adalah akses terhadap layanan-layanan yang dapat membantu mereka pulih
dari kecanduannya. Di Indonesia saat ini sudah ada peraturan yang menyebutkan
bahwa pengguna napza dapat dikirim ke panti rehabilitasi untuk menjalani
perawatan sebagai ganti hukuman kurungan. Namun sayangnya, semenjak
peraturan tersebut berlaku tahun 1997 (UU no.22 tahun 1997 tentang narkotika &
UU no.5 tahun 1997 tentang psikotropika). Belum banyak yang dikirim ke panti
rehabilitasi atas perintah hakim di pengadilan. Hal ini terjadi terutama karena masih
kurangnya batasan antara pengguna dan pengedar di dalam UU Narkotika yang
sekarang berlaku. Disinilah perawat harus mengambil peranan sebagai protector
dan advocat. Peran ini dilaksanakan dengan berupaya melindungi klien,
mengupayakan terlaksananya hak dan kewajiban klien, selalu “berbicara untuk
pasien” dan menjadi penengah antara pasien dengan orang lain, membantu dan
mendukung klien dalam membuat keputusan serta berpartisipasi dalam menyusun
kebijakan kesehatan terutama program rehabilitasi pengguna NAPZA.
d. Role model
Keperawatan merupakan sebuah profesi dimana masyarakat memandang perawat
sebagai seorang tokoh yang dihargai, diangga p orang yang paling banyak tahu
tentang kesehatan. Hal ini menjadikan seorang perawat terikat oleh kode etik
profesi dalam menjalankanperannya baik di tatanan pelayanan maupun di
kehidupan sosial masyarakat. Adalah suatu keharusan sebagai seorang perawat
memberikan contoh hidup yang sehat. Namun tanpa disadari perawat merupakan
salah satu profesi yang berpotensi tinggi mendorong seorang perawat menjadi
pengguna NAPZA. Hal ini karena pengetahuan yang dimilikinya tentang obat-obatan
dan kesempatan terbuka terhadap akses layanan obat-obatan di tatanan pelayanan.
Untuk itu diperlukan jiwa yang kuat agar perawat terhindar dari mapraktik yang
menjurus kepada penyalahgunaan NAPZA. Hal ini mengingat masayarakat akan
memandang perawat adalah orang yang seharusnya bersih dari segala kemungkinan
terjadinya gangguan kesehatan.
PENAGGULANGAN NAPZA
Penanggulangan masalah NAPZA dilakukan mulai dari pencegahan, pengobatan sampai
pemulihan (rehabilitasi).
1. Pencegahan
Pencegahan dapat dilakukan, misalnya dengan:
- Memberikan informasi dan pendidikan yang efektif tentang NAPZA
- Deteksi dini perubahan perilaku
- Menolak tegas untuk mencoba (“Say no to drugs”) atau “Katakan tidak pada
narkoba”
2. Pengobatan
Terapi pengobatan bagi klien NAPZA misalnya dengan detoksifikasi. Detoksifikasi
adalah upaya untuk mengurangi atau menghentikan gejala putus zat, dengan dua
cara yaitu:
Detoksifikasi tanpa subsitusi
Klien ketergantungan putau (heroin) yang berhenti menggunakan zat yang
mengalami gajala putus zat tidak diberi obat untuk menghilangkan gejala
putus zat tersebut. Klien hanya dibiarkan saja sampai gejala putus zat
tersebut berhenti sendiri.
Detoksifikasi dengan substitusi
Putau atau heroin dapat disubstitusi dengan memberikan jenis opiat
misalnya kodein, bufremorfin, dan metadon. Substitusi bagi pengguna
sedatif-hipnotik dan alkohol dapat dari jenis anti ansietas, misalnya
diazepam. Pemberian substitusi adalah dengan cara penurunan dosis secara
bertahap sampai berhenti sama sekali. Selama pemberian substitusi dapat
juga diberikan obat yang menghilangkan gejala simptomatik, misalnya obat
penghilang rasa nyeri, rasa mual, dan obat tidur atau sesuai dengan gejala
yang ditimbulkan akibat putus zat tersebut.
3. Rehabilitasi
Rehabilitasi adalah upaya kesehatan yang dilakukan secara utuh dan terpadu
melalui pendekatan non medis, psikologis, sosial dan religi agar pengguna NAPZA
yang menderita sindroma ketergantungan dapat mencapai kemampuan fungsional
seoptimal mungkin. Tujuannya pemulihan dan pengembangan pasien baik fisik,
mental, sosial, dan spiritual. Sarana rehabilitasi yang disediakan harus memiliki
tenaga kesehatan sesuai dengan kebutuhan (Depkes, 2001).
Dengan rehabilitasi diharapkan pengguna NAPZA dapat:
Mempunyai motivasi kuat untuk tidak menyalahgunakan NAPZA lagi
Mampu menolak tawaran penyalahgunaan NAPZA
Pulih kepercayaan dirinya, hilang rasa rendah dirinya
Mampu mengelola waktu dan berubah perilaku sehari-hari dengan baik
Dapat berkonsentrasi untuk belajar atau bekerja
Dapat diterima dan dapat membawa diri dengan baik dalam pergaulan
dengan lingkungannya.
Jenis Program Rehabilitasi:
1. Rehabilitasi Psikososial
Program rehabilitasi psikososial merupakan persiapan untuk kembali ke
masyarakat (reentry program). Oleh karena itu, klien perlu dilengkapi dengan
pengetahuan dan keterampilan misalnya dengan berbagai kursus atau balai latihan
kerja di pusat-pusat rehabilitasi. Dengan demikian diharapkan bila klien selesai
menjalani program rehabilitasi dapat melanjutkan kembali sekolah/kuliah atau
bekerja.
2. Rehabilitasi Kejiwaan
Dengan menjalani rehabilitasi diharapkan agar klien rehabilitasi yang semua
berperilaku maladaptif berubah menjadi adaptif atau dengan kata lain sikap dan
tindakan antisosial dapat dihilangkan, sehingga mereka dapat bersosialisasi dengan
sesama rekannya maupun personil yang membimbing dan mengasuhnya. Meskipun
klien telah menjalani terapi detoksifikasi, seringkali perilaku maladaptif tadi belum
hilang, keinginan untuk menggunakan NAPZA kembali atau craving masih sering
muncul, juga keluhan lain seperti kecemasan dan depresi serta tidak dapat tidur
(insomnia) merupakan keluhan yang sering disampaikan ketika melakukan
konsultasi dengan psikiater. Oleh karena itu, terapi psikofarmaka masih dapat
dilanjutkan, dengan catatan jenis obat psikofarmaka yang diberikan tidak bersifat
adiktif (menimbulkan ketagihan) dan tidak menimbulkan ketergantungan. Dalam
rehabilitasi kejiwaan ini yang penting adalah psikoterapi baik secara individual
maupun secara kelompok. Untuk mencapai tujuan psikoterapi, waktu 2 minggu
(program pascadetoksifikasi) memang tidak cukup; oleh karena itu, perlu
dilanjutkan dalam rentang waktu 3 – 6 bulan (program rehabilitasi). Dengan
demikian dapat dilaksanakan bentuk psikoterapi yang tepat bagi masing-masing
klien rehabilitasi. Yang termasuk rehabilitasi kejiwaan ini adalah
psikoterapi/konsultasi keluarga yang dapat dianggap sebagai rehabilitasi keluarga
terutama keluarga broken home. Gerber (1983 dikutip dari Hawari, 2003)
menyatakan bahwa konsultasi keluarga perlu dilakukan agar keluarga dapat
memahami aspek-aspek kepribadian anaknya yang mengalami penyalahgunaan
NAPZA.
3. Rehabilitasi Komunitas
Berupa program terstruktur yang diikuti oleh mereka yang tinggal dalam satu
tempat. Dipimpin oleh mantan pemakai yang dinyatakan memenuhi syarat sebagai
koselor, setelah mengikuti pendidikan dan pelatihan. Tenaga profesional hanya
sebagai konsultan saja. Di sini klien dilatih keterampilan mengelola waktu dan
perilakunya secara efektif dalam kehidupannya sehari-hari, sehingga dapat
mengatasi keinginan mengunakan narkoba lagi atau nagih (craving) dan mencegah
relaps. Dalam program ini semua klien ikut aktif dalam proses terapi. Mereka bebas
menyatakan perasaan dan perilaku sejauh tidak membahayakan orang lain. Tiap
anggota bertanggung jawab terhadap perbuatannya, penghargaan bagi yang
berperilaku positif dan hukuman bagi yang berperilaku negatif diatur oleh mereka
sendiri.
4. Rehabilitasi Keagamaan
Rehabilitasi keagamaan masih perlu dilanjutkan karena waktu detoksifikasi
tidaklah cukup untuk memulihkan klien rehabilitasi menjalankan ibadah sesuai
dengan keyakinan agamanya masing-masing. Pendalaman, penghayatan, dan
pengamalan keagamaan atau keimanan ini dapat menumbuhkan kerohanian
(spiritual power) pada diri seseorang sehingga mampu menekan risiko seminimal
mungkin terlibat kembali dalam penyalahgunaan NAPZA apabila taat dan rajin
menjalankan ibadah, risiko kekambuhan hanya 6,83%; bila kadang-kadang
beribadah risiko kekambuhan 21,50%, dan apabila tidak sama sekali menjalankan
ibadah agama risiko kekambuhan mencapai 71,6%.
PENGKAJIAN
1. Kaji situasi kondisi penggunaan zat
- Kapan zat digunakan
- Kapan zat menjadi lebih sering digunakan/mulai menjadi masalah
- Kapan zat dikurangi/dihentikan, sekalipun hanya sementara
2. Kaji risiko yang berkaitan dengan penggunaan zat
- Berbagi peralatan suntik
- Perilaku seks yang tidak nyaman
- Menyetir sambil mabuk
- Riwayat over dosis
- Riwayat serangan (kejang) selama putus zat
3. Kaji pola penggunaan
- Waktu penggunaan dalam sehari (pada waktu menyiapkan makan malam)
- Penggunaan selama seminggu
- Tipe situasi (setelah berdebat atau bersantai di depan TV)
- Lokasi (timbul keinginan untuk menggunakan NAPZA setelah berjalan melalui
rumah bandar)
- Kehadiran atau bertemu dengan orang-orang tertentu (mantan pacar, teman
pakai)
- Adanya pikiran-pikiran tertentu (“Ah, sekali nggak bakal ngerusak” atau “Saya
udah nggak tahan lagi nih, saya harus make”)
- Adanya emosi-emosi tertentu (cemas atau bosan)
- Adanya faktor-faktor pencetus (jika capek, labil, lapar, tidak dapat tidur atau
stres yang berkepanjangan)
4. Kaji hal baik/buruk tentang penggunaan zat maupun tentang kondisi bila
tidak menggunakan.
TINDAKAN KEPERAWATAN
Strategi Pertemuan Klien:
1. Mendiskusikan dampak penggunaan NAPZA bagi kesehatan, cara meningkatkan
motivasi berhenti, dan cara mengontrol keinginan.
2. Melatih cara meningkatkan motivasi dan cara mengontrol keinginan
3. membuat jadwal latihan
Latihan SP Klien
Orientasi
“Selamat pagi Dik, perkenalkan saya suster M”. “Nama adik siapa?” “Lebih senang
dipanggil apa” “Bagaimana keadaan kamu pagi ini?” “Kalau A tidak keberatan,
selama 20 menit kedepan kita akan bercakap-cakap tentang kesehatan A?”
“Bagaimana kalau kita bercakap-cakap di teras depan ruangan A?”
Kerja “Apa yang biasa A pakai sebelum masuk ke pusat rehabilitasi ini?” “Ganja?”
“Apakah ada keluhan dengan kesehatan A?” “Bagaimana hubungan A dengan teman-
teman A?” “Bagaimana dengan sekolah A?” “Sejak kapan A menggunakan ganja?”
“Pada situasi yang bagaimana timbul keinginan A menghisap ganja?” “Apa saja
akibat yang A rasakan kalau menghisap ganja?” “Apakah A ingin berhenti?” “Bagus!”
“Berapa kali A mencoba berhenti?” “Bagaimana perasaan A ketika tidak menghisap
ganja?” “Apa yang menyebabkan A memakai ganja lagi?” “Baiklah kalau begitu,
Suster akan jelaskan akibat kesehatan yang dapat terjadi “Yang mana yang sudah A
alami?” “Jadi A ingin coba berhenti?” “Sekarang mari kita bicarakan apa-apa saja
yang masih dapat dibanggakan dari A, kita mulai dari:
Diri A: “Coba A lihat aspek positif yang masih A miliki.” “Betul A masih sangat muda,
punya pendidikan, sehat, dan masa depan yang cerah sedang menunggu kamu, bagus
sekali.”
Keluarga A: “A masih punya ayah, ibu, dan saudara-saudara kamu yang begitu
perhatian dengan kamu”. “Ternyata banyak sekali hal positif yang ada pada A”
“Sekarang bagaimana kalau A berlatih mensyukuri hal positif yang ada pada A”
“Katakan saya masih muda, saya harus berhenti!” “Bagaimana kalau kita teruskan
diskusi tentang cara-cara menghindari penggunaan ganja.” “Ada beberapa cara
yaitu:
Hindari teman-teman A yang menawarkan ganja
Kunjungi teman-teman yang tidak menggunakan
Bicara pada teman-teman yang berhasil berhenti
Kalau pergi keluar dari rumah sebaiknya ditemani keluarga
“Selain itu lakukan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat.” “Apa contohnya A?”
“Bagus!” “Mari kita buat jadwal kegiatannya.”
Terminasi:
“Bagaimana perasaan A setelah bercakap-cakap?” “Bagus sekali.” “Nah, suster mau
tanya lagi: “Coba A sebutkan kembali hal-hal positif yang masih A miliki!” “Bagus
sekali” “Yang mana yang mau dilatih?” “Saya bisa berhenti.” (Afirmasi). “Sekarang
coba sebutkan kembali cara menghindari penggunaan ganja!” “Benar” “Yang mana
yang mau dilatih” “Nah, masukkan dalam jadwal latihannya dan dicoba” “Besok pagi
suster akan datang kembali, kita akan diskusikan lagi hasil latihannya dan kita latih
cara yang lain.” “Bagaimana A” “Baiklah kalau begitu besok jam 11.00 kita ketemu
ya.” “Sampai jumpa”
Beberapa hal yang harus diperhatikan oleh perawat untuk membantu klien mengatasi
craving/nagih (keinginan untuk menggunakan kembali NAPZA) adalah sebagai berikut:
1. identifikasi rasa ingin muncul,
2. ingat diri sendiri, rasa ingin normal muncul saat kita berhenti,
3. ingatlah rasa ingin seperti kucing lapar, semakin lapar, semakin diberi makan
semakin sering muncu
4. cari seseorang yang dapat mengalihkan dari rasa ingin
5. coba menyibukkan diri saat rasa ingin datang,
6. tundalah penggunaan sampai beberapa saat,
7. bicaralah pada seseorang yang dapat mendukung,
8. lakukan sesuatu yang dapat membuat rileks dan kunjungi teman-teman yang
tidak menggunakan narkoba,
9. tontonlah video, ke bioskop atau dengar musik yang dapat membuat rileks
10. dukunglah usaha anda untuk berhenti sekalipun sering berakhir dengan
menggunakan lagi,
11. bicara pada teman-teman yang berhasil dan berhenti
12. bicaralah pada teman-teman tentang bagaimana mereka menikmati hidup atau
rilekslah untuk dapat banyak ide.
Menurut Keliat dkk. (2006), tujuan tindakan keperawatan untuk keluarga adalah
sebagai berikut:
1. Keluarga dapat mengenal masalah ketidakmampuan anggota keluarganya
berhenti menggunakan NAPZA
2. Keluarga dapat meningkatkan motivasi klien untuk berhenti
3. Keluarga dapat menjelaskan cara merawat klien NAPZA
4. Keluarga dapat mengidentifikasi kondisi pasien yang perlu dirujuk
Tindakan keperawatan yang dapat dilakukan pada keluarga anatara lain:
1. Diskusikan tentang masalah yang dialami keluarga dalam merawat klien
2. Diskusikan bersama keluarga tentang penyalahgunaan/ketergantungan zat
(tanda, gejala, penyebab, akibat) dan tahapan penyembuhan klien (pencegahan,
pengobatan, dan rehabilitasi).
3. Diskusikan tentang kondisi klien yang perlu segera dirujuk seperti: intoksikasi
berat, misalnya penurunan kesadaran, jalan sempoyongan, gangguan
penglihatan (persepsi), kehilangan pengendalian diri, curiga yang berlebihan,
melakukan kekerasan sampai menyerang orang lain. Kondisi lain dari klien
yang perlu mendapat perhatian keluarga adalah gejala putus zat seperti nyeri
(sakau), mual sampai muntah, diare, tidak dapat tidur, gelisah, tangan gemetar,
cemas yang berlebihan, depresi (murung yang berkepanjangan).
4. Diskusikan dan latih keluarga merawat klien NAPZA dengan cara:
menganjurkan keluarga meningkatkan motivasi klien untuk berhenti atau
menghindari sikap-sikap yang dapat mendorong klien untuk memakai NAPZA
lagi (misalnya menuduh klien sembarangan atau terus menerus mencurigai
klien memakai lagi); mengajarkan keluarga mengenal ciri-ciri klien memakai
NAPZA lagi (misalnya memaksa minta uang, ketahuan berbohong, ada tanda
dan gejala intoksikasi); ajarkan keluarga untuk membantu klien menghindar
atau mengalihkan perhatian dari keinginan untuk memakai NAPZA lagi;
anjurkan keluarga memberikan pujian bila klien dapat berhenti walaupun 1
hari, 1 minggu atau 1 bulan; dan anjurkan keluarga mengawasi klien minum
obat.
Strategi Pertemuan dengan Pasien dan Keluarga Penyalahgunaan dan
Ketergantungan NAPZA
No. Kemampuan Pasien dan Klien Tanggal/BulanA. Pasien
SP 11. Membina hubungan saling percaya2. Mendiskusikan dampak NAPZA3. Mendiskusikan cara meningkatkan motivasi4. Mendiskusikan cara mengontrol keinginan5. Latihan cara motivasi6. Latihan cara mengontrol keinginan7. Membuat jadwal aktivitas
SP 21. Mendiskusikan masalah yang dialami2. Mendiskusikan cara hidup sehat3. Latihan cara menyelesaikan masalah4. Latihan cara hidup sehat5. Mendiskusikan tentang obatB. Keluarga
SP 11. Mendiskusikan masalah yang dialami2. Mendiskusikan tentang NAPZA3. Mendiskusikan tahap pertemuan4. Mendiskusikan cara merawat5. Mendiskusikan kondisi yang perlu dirujuk6. Latihan cara merawat
SP 21. Mendiskusikan cara meningkatkan motivasi2. Mendiskusikan pengawasan dalam minum obat
(Sumber: Keliat dkk. 2006)
EVALUASI
Evaluasi yang diharapkan dari klien adalah sebagai berikut:
1. Klien mengetahui dampak NAPZA
2. Klien mampu melakukan cara meningkatkan motivasi untuk berhenti menggunakan
NAPZA
3. Klien mampu mengontrol kemampuan keinginan menggunakan NAPZA kembali
4. Klien dapat menyelesaikan masalahnya dengan koping yang adaptif
5. Klien dapat menerapkan cara hidup yang sehat
6. Klien mematuhi program pengobatan
Evaluasi yang diharapkan dari keluarga adalah sebagai berikut:
1. Keluarga mengetahui masalah yang dialami klien
2. Keluarga mengetahui tentang NAPZA
3. Keluarga mengetahui tahapan proses penyembuhan klien
4. Keluarga berpartisipasi dalam merawat klien
5. Keluarga memberikan motivasi pada klien untuk sembuh
6. Keluarga mengawasi klien dalam minum obat
DAFTAR PUSTAKA
- Saddock, Benjamin J. dan Virginia A. Saddock. 2010. Buku Ajar Psikiatri Klinis Edisi 2.
Jakarta: EGC.
- Doenges, Marilynn E., et all. 2007. Rencana Asuhan Keperawatan Psikiatri Edisi 3.
Jakarta: EGC
- Hidayat, A.A.A. (2006). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia: Aplikasi, Konsep, dan
Proses Keperawatan. Jakarta: Salemba. Joewana, S. (2004).
- Gangguan Mental dan Perilaku Akibat Penggunaan Zat Psikoaktif. Jakarta: EGC.
- Depkes.(2001). Pedoman Praktis Mengenai Penyalahgunaan NAPZA Bagi Petugas
Puskesmas. Diakses di http://dinkesjatim.go.id/erita-detail.html
top related