penanganan peti di kabupaten sragen
Post on 21-Jul-2015
337 Views
Preview:
TRANSCRIPT
Disampaikan Oleh
Nama : Surahman
NIM : 551320
Prodi : Keinspekturan
Dipl. : II (dua)
1. Pendahuluan
2. Orientasi Umum
3. Tinjauan Pustaka
4. Pembahasan
5. Kesimpulan
PENANGANAN
PERTAMBANGAN TANPA IJIN
(PETI)
DI KABUPATEN SRAGEN
I. PENDAHULUAN
• Pertambangan merupakan sektor pembangunan penting di Indonesia. Namun, dari
segi lingkungan hidup, pertambangan juga dianggap sebagai kegiatan eksploitasi
sumberdaya alam yang “merusak”, karena dapat mengubah bentang alam, merusak
vegetasi dan menghasilkan limbah.
• Pertambangan Tanpa Izin (PETI) di Kabupaten Sragen, secara substansial
menunjang pembangunan ekonomi dan sosial masyarakat sekitar, namun kegiatan
tersebut juga menimbulkan kerusakan lingkungan serta mengabaikan perlindungan
terhadap kesehatan dan keselamatan kerja.
• Hingga saat ini PETI semakin berkembang pesat sehingga Pemerintah Kabupaten
Sragen perlu melakukan upaya pencegahan dan pembinaan terhadap pelakunya.
• Dengan pengawasan serta sosialisasi yang berkelanjutan dan tepat sasaran
diharapkan akan bisa menjadikan kegiatan penambangan yang tertib sehingga
kerusakan lingkungan dan kecelakaan tambang dapat di minimalisir.
Diperlukan peran aktif dari Pemerintah Daerah serta instansi yang
berwenang dalam hal ini adalah DPU Bidang Pengairan, Pertambangan,
dan Energi agar dapat memperkecil dan bahkan menghilangkan jumlah
pihak yang melakukan penambangan tanpa izin tersebut.
II. ORIENTASI UMUM
• Hari Jadi Kabupaten Sragen ditetapkan dengan Perda Nomor 4 Tahun
1987, yaitu pada hari Selasa Pon, tanggal 27 Mei 1746 atas hasil
penelitian serta kajian pada fakta sejarah, ketika Pangeran
Mangkubumi yang kelak menjadi Sri Sultan Hamengku Buwono
yang ke- I menancapkan tonggak pertama melakukan perlawanan
terhadap Belanda menuju bangsa yang berdaulat dengan membentuk
suatu Pemerintahan lokal di Desa Pandak, Karangnongko masuk
tlatah Sukowati sebelah timur.
• Kabupaten sragen merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Jawa
Tengah, yang secara geografis berada di perbatasan antara Jawa
Tengah dan Jawa Timur.
• Sebelah Timur : Kabupaten Ngawi (Jatim)
• Sebelah Barat : Kabupaten Boyolali
• Sebelah Selatan : Kabupaten Karanganyar
• Sebelah Utara : Kabupaten Grobogan
Ibukota Kabupaten
Ibukota Kecamatan
Batas Propinsi
Batas Kabupaten
Batas Kecamatan
Waduk
Jalan Aspal
Jalan Batu
Jalan Tanah
Jalan Kereta Api
PETA ADMINISTRASI
KABUPATEN SRAGEN
II. ORIENTASI UMUM
• Wilayah Kabupaten Sragen berada di dataran dengan ketinggian rata
rata 109 meter di atas permukaan laut. Luas wilayah Kabupaten
Sragen adalah 941,55 km2 yang terdiri dari 20 kecamatan, 8
kelurahan,dan 200 desa.
• Kantor Setda Kabupaten Sragen sebagai pusat pemerintahan terletak
di Jalan Raya Sukowati No: 225 Sragen. Pemerintah Kabupaten
Sragen dipimpin oleh seorang Bupati dan wakil Bupati yang dalam
sehari-hari dibantu oleh aparatur pemerintah daerah yang terdiri dari
Sekretariat Daerah (Setda) dan Satuan Kerja Perangkat Daerah
(SKPD).
• SKPD yang mempunyai tanggung jawab dalam hal Pertambangan
dan Energi adalah Dinas Pekerjaan Umum (DPU)
khususnya Bidang Pengairan, Pertambangan dan Energi.
Visi DPU Kabupaten Sragen, yaitu “Terdepan Dalam
Inovasi Pembangunan Infrastruktur”.
II. ORIENTASI UMUM
Dalam melaksanakan tugas dan
kewenangannya DPU
Kabupaten Sragen, terbagi
dalam satu sekretariat dan empat
bidang, yaitu :
1. Sekretaris
2. Bidang Bina Marga
3. Bidang Cipta Karya
4. Bidang Pengairan,
Pertambangan dan Energi
5. Bidang Perencanaan Teknik
dan Pengaturan Tata Ruang
III. TINJAUAN PUSTAKA
Pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan
kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan dan
pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi
penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan,
konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian,
pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pasca tambang
(Pasal 1 angka 1 UU No: 4 Tahun 2009)
Pertambangan mineral adalah pertambangan kumpulan
mineral yang berupa bijih atau batuan, di luar panas
bumi, minyak dan gas bumi, serta air tanah
(Pasal 1 angka 4)..
3.1. Pengertian dan Asas Pertambangan
III. TINJAUAN PUSTAKA
Pertambangan mineral adalah pertambangan kumpulan
mineral yang berupa bijih atau batuan, di luar panas
bumi, minyak dan gas bumi, serta air tanah (Pasal 1
angka 4). Sedangkan pertambangan batubara adalah
pertambangan endapan karbon yang terdapat di dalam
bumi, termasuk bitumen padat, gambut dan batuan aspal
(Pasal 1 angka 5).
Asas-asas Pertambangan yang berlaku telah ditetapkan
dalam UU No: 4 Tahun 2009 ada 4 (empat); yaitu
1. Manfaat, Keadilan, dan Keseimbangan
2. Keberpihakan kepada Kepentingan Negara
3. Partisipatif, Transparansi, dan akuntabilitas
4. Berkelanjutan dan Berwawaskan Lingkungan
3.1. Pengertian dan Asas Pertambangan
III. TINJAUAN PUSTAKA
Pertambangan Tanpa Izin yang selanjutnya disebut
dengan PETI adalah usaha pertambangan yang dilakukan
oleh perseorangan, sekelompok orang, atau perusahaan
dan yayasan berbadan hukum yang dalam operasinya
tidak memiliki izin dari instansi pemerintah sesuai
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Jadi, izin, rekomendasi, atau surat berbentuk apapun yang
diberikan kepada perseorangan, sekelompok orang,
perusahaan atau yayasan oleh instansi pemerintah di luar
ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku, dapat dikategorikan sebagai PETI.
3.2. Pertambangan Tanpa Ijin
III. TINJAUAN PUSTAKA
Kegiatan Pertambangan yang bisa dikategorikan sebagai PETI
adalah:
1. Melakukan kegiatan pertambangan tanpa memiliki ijin
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun
2009 tentang pertambangan mineral dan batu bara;
2. Melakukan kegiatan pertambangan dengan ijin yang sudah mati
atau berakhir, baik berakhir karena dikembalikan, dibatalkan,
maupun habis waktunya;
3. Melakukan kegiatan pertambangan diluar areal atau diluar titik
koordinat yang sudah ditentukan dalam ijin yang diberikan;
4. Melakukan kegiatan pertambangan dengan menggunakan ijin yang
tidak sesuai dengan peruntukannya;
5. Pemegang IUP Eksplorasi tetapi melakukan kegiatan operasi
produksi (kontruksi, eksploitasi, pengolahan & pemurnian,
pengangkutan dan penjualan).
3.2. Pertambangan Tanpa Ijin
III. TINJAUAN PUSTAKA
Dasar hukum yang digunakan dalam rangka penindakan
PETI adalah:
1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah.
2. Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang
Pertambangan Mineral dan Batubara.
3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
4. Keppres Nomor 025 Tahun 2001 tentang Tim Koordinasi
Penanggulangan Pertambangan Tanpa Izin,
Penyalahgunaan Bahan Bakar Minyak Serta
Perusakan Instalasi Ketenagalistrikan Dan
Pencurian Aliran Listrik.
3.3. Dasar Hukum Penanganan PETI
III. TINJAUAN PUSTAKA
Penegakan hukum biasa disebut oleh berbagai kalangan
dalam bahasa inggris, yaitu law enforcement, dan dalam
bahasa Belanda disebut rechtshandhaving.
Dilihat dari sudut instrumen penegak hukum, maka
penegakan hukum terbagi menjadi tiga macam, yaitu:
1. Penegakan hukum administrasi dilakukan oleh
instrument administratif, yaitu pejabat administratif
atau pemerintahan;
2. Penegakan hukum perdata, dilakukan oleh pihak yang
dirugikan, baik individual, kelompok, masyarakat atau
negara;
3. Penegakan hukum pidana dilakukan oleh negara
melalui jaksa.
3.4. Proses Penegakan Hukum Pertambangan
3.4. Proses Penegakan Hukum Pertambangan
Koridor penegakan hukum administrasi lebih berada pada tataran
preventif, yaitu dalam bentuk pengawasan dan pengendalian suatu
kegiatan atau tindakan.
Bentuk konkret koridor pengawasan dalam konteks penegakan
hukum administrasi pertambangan adalah melalui rambu-rambu
yang secara limitatif telah diatur dalam ketentuan Pasal 39, 78, dan
79 tentang IUP atau IUPK yang merupakan kewajiban-kewajiban
yang harus dilaksanakan penerima IUP atau IUPK, dan apabila
melakukan pelanggaran maka pejabat yang mengeluarkan ijin
tersebut berhak untuk menjatuhkan sanksi.
Pejabat Administrasi Negara yang mengeluarkan ijin dimaksud
seyogyanya lebih mengetahui, apakah kegiatan memiliki ijin atau
tidak, atau apakah pemegang ijin mematuhi rambu-rambu yang
tertuang dalam ijin atau sebaliknya malah dilanggar.
1. Penegakan hukum administrasi
3.4. Proses Penegakan Hukum Pertambangan
1. Penegakan hukum administrasi
Kewenangan Pemerintah dalam hal pengawasan,
ketentuannya diatur dalam Pasal 140 UU No: 4 Tahun
2009, yang terdiri dari:
a. Pengawasan internal atau pengawasan vertikal,
adalah pengawasan yang dilakukan oleh menteri
terhadap gubernur, bupati/walikota sebagai penanggung
jawab penyelenggara pengelolaan usaha pertambangan
di daerah sesuai kewenangannya, sebagaimana diatur
dalam ketentuan Pasal 140 ayat (1); dan
b. Pengawasan eksternal atau pengawasan fungsional,
yang dilakukan oleh menteri, gubernur, bupati/walikota
ditujukan terhadap pelaku usaha pertambangan,
sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 140 ayat (3)
3.4. Proses Penegakan Hukum Pertambangan
1. Penegakan hukum administrasi
Kewenangan pemerintah dalam hal pembinaan diatur
dalam Pasal 139 UU No: 4 Tahun 2009, meliputi:
a. Pemberian pedoman standar pelaksanaan pengelolaan
usaha pertambangan
b.Pemberian bimbingan, supervisi, dan konsultasi;
c. Pendidikan dan pelatihan;Perencanaan, penelitian,
pengembangan, pemantauan, dan evaluasi pelaksanaan
penyelenggaraan usaha pertambangan di bidang mineral
dan batubara.
3.4. Proses Penegakan Hukum Pertambangan
2. Penegakan Hukum Perdata
Proses hukum perdata secara nyata kurang diminati
kebanyakan masyarakat di negara kita. Padahal secara
yuridis, ruang penegakan hukum perdata adalah salah satu
instrumen penegakan hukum yang mengatur bahwa
khusus yang berkaitan dengan materi keperdataan secara
formal harus melalui proses peradilan perdata disamping
melalui arbritase.
Selain proses perdata yang memakan waktu, tanaga dan
biaya, hal yang harus disadari bahwa sengketa perdata
dalam konteks pengusahaan pertambangan di negara kita
yang marak saat ini adalah sengketa pemilik lahan dengan
pelaku usaha pertambangan.
3.4. Proses Penegakan Hukum Pertambangan
2. Penegakan Hukum Perdata
Dalam konteks sengketa perdata, sebagaimana diuraikan
di atas, terdapat dua kecenderungan, yaitu:
a. Di satu pihak, masyarakat setempat sebagai pemilik
lahan cenderung menjadi korban;
b. Pelaku usaha pertambangan cenderung lebih senang
memakai jalur perdata, karena dengan berbagai
kekuatannya meskipun sengketa peradilan
berlangsung, pelaku usaha masih dapat melakukan
kegiatan pertambangannya dengan tenang.
Akomodasi gugatan perdata atas kegiatan usaha
pertambangan yang merugikan masyarakat sesungguhnya
memperoleh ruang/legimitasi hukum sebagaimana diatur
dalam ketentuan UU No: 4 tahun 2009 Pasal 145 ayat (1).
3.4. Proses Penegakan Hukum Pertambangan
2. Penegakan Hukum Perdata
Dalam ketentuan UU No: 4 tahun 2009 Pasal 145 ayat
(1), menegaskan bahwa masyarakat yang terkena dampak
negatif langsung dari kegiatan usaha pertambangan
berhak untuk:
a. Memperoleh ganti rugi yang layak akibat kesalahan
dalam kegiatan pengusahaan pertambangan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. Mengajukan gugatan kepada pengadilan terhadap
kerugian akibat pengusahaan pertambangan yang
menyalahi ketentuan.
Ketentuan Pasal 145 ayat (1) di atas merupakan ketentuan
dalam rangka perlindungan masyarakat dari dampak
negatif suatu kegiatan usaha pertambangan.
3.4. Proses Penegakan Hukum Pertambangan
3. Penegakan Hukum Pidana
Ketentuan sanksi pidana dalam UU No: 4 tahun 2009
diatur dalam Pasal 158 sampai dengan Pasal 165 yang
memuat dua jenis sanksi pidana, yaitu sanksi hukuman
penjara dan sanksi hukuman denda.
Ketentuan sanksi pidana sebagaimana dimaksud Pasal
158 berbunyi: “Setiap orang yang melakukan usaha
pertambangan tanpa IUP, IPR, atau IUPK sebagaimana
dimaksud Pasal 37, Pasal 40 ayat (3), Pasal 48, Pasal 67
ayat (1), Pasal 74 ayat (1), atau ayat (5) dipidana dengan
pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda
paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar
rupiah)”.
4.1. Kawasan Pertambangan
IV. PEMBAHASAN
Kawasan Pertambangan Kabupaten Sragen berdasarkan Perda No: 11
Tahun 2011 Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sragen Tahun
2011 – 2013, adalah wilayah yang memiliki sumberdaya bahan
tambang yang berujud padat, cair atau gas berdasarkan peta data
geologi dan merupakan tempat dilakukannya seluruh tahapan
kegiatan pertambangan yang meliputi: penyelidikan umum,
eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan
dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pasca
tambang, baik di wilayah darat maupun perairan.
Tujuan pengelolaan kawasan ini adalah untuk memanfaatkan
sumberdaya mineral dan energi untuk masyarakat, dengan tetap
memelihara sumberdaya sebagai cadangan pembangunan yang
berkelanjutan dan tetap memperhatikan kaidah-kaidah kelestarian
lingkungan.
4.2. Potensi Bahan Galian
IV. PEMBAHASAN
No:Nama
Bahan Galian
Daerah Potensial
(Kecamatan)
Perkiraan
CadanganDigunakan Untuk
1. AndesitNgrampal, Gondang, Sambirejo,
Kedawung7.875.000 m3 Bahan bangunan
2. Pasir
Kalijambe, Masaran, Tanon, Sragen,
Jenar Ngrampal, Tangen, dan
Sambungmacan
2.250.000 m3 Bahan bangunan
3. BatugampingNgrampal, Gondang, Sambungmacan,
Miri, Sumberlawang, Jenar, dan Tangen98.000.000 m3 Bahan bangunan,
Bahan baku kapur padam
4. TrassKarangmalang, Sambirejo, Kedawung
dan Sambungmacan,1.300.000 m3
Bahan bangunan, Bahan baku
puzzoland cement
5. Tanah Liat
Gondang, Sambirejo, Ngarum,
Kedawung, Gemolong, Mondokan,
Plupuh, Sumberlawang, Miri, Tangen,
Jenar, Sukodono, dan Gesi,
24.000.000 m3 Tanah timbun/urug
Potensi Bahan Galian Batuan di Kabupaten Sragen
4.3. Pengusahaan PETI
IV. PEMBAHASAN
Menurut data yang dihimpun dari Bidang Pengairan, Pertambangan,
dan Energi DPU Kabupaten Sragen, di awal tahun 2014 ini masih
terdapat 33 titik lokasi pertambangan illegal. Di mana dari 33 lokasi
tersebut, 16 lokasi menggunakan alat berat dan 17 lokasi diusahakan
dengan cara manual, dan semuanya tidak ada satu pun yang
mengantongi izin sesuai perundang-undangan.
Bahan galian batuan yang terdapat di daerah Kabupaten Sragen pada
umumnya merupakan endapan permukaan yang tersingkap atau
hampir tersingkap karena sebagian hanya ditutupi beberapa meter
atau kurang dari satu meter oleh lapisan penutup (over burden). Dari
sifat endapan atau letakannya, bahan galian ini pada umumnya relatif
mudah untuk ditambang, dengan sitem tambang terbuka. Dari 5
(lima) bahan galian batuan di atas, kesemuanya telah diusahakan oleh
masyarakat luas.
4.3. Pengusahaan PETI
IV. PEMBAHASAN
Penambangan Batugamping
di Desa Doyong, Miri
Penambangan Andesit
di Desa Jambeyan, Sambirejo
4.4. Permasalahan PETI di Kabupaten Sragen
IV. PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil wawancara yang penulis lakukan terhadap para
pelaku PETI dan masyarakat sekitar tambang, kegiatan mereka itu
tidak lepas dari beberapa faktor yang antara lain:
a. Faktor lapangan kerja yang terbatas;
b. Faktor ekonomi (untuk memenuhi kebutuhan hidup);
c. Faktor kurangnya kesadaran hukum masyarakat;
d. Faktor menipisnya etika/moral masyarakat dengan mengabaikan
aspek keselamatan dan kelestarian fungsi lingkungan hidup; dan
e. Faktor penegakan hukum yang lemah.
Berdasarkan informasi di atas, tergambar bahwa cukup banyak faktor
yang menyebabkan terjadinya PETI, namun dari beberapa faktor
tersebut, yang paling dominan adalah faktor untuk memenuhi
kebutuhan hidup
4.4. Permasalahan PETI
IV. PEMBAHASAN
Dampak negatif yang ditimbulkan oleh kegiatan tambang
tanpa izin tersebut antara lain:
1. Kehilangan Penerimaan Pemerintah dari Sektor
Pertambangan
2. Kerusakan Lingkungan
3. Kecelakaan Tambang
4. Iklim Investasi Tidak Kondusif
5. Kerawanan Sosial
4.5. Penanggulangan PETI
IV. PEMBAHASAN
Karena begitu banyaknya permasalahan yang diakibatkan
oleh kegiatan PETI, maka pemerintah Kabupaten Sragen
mempunyai komitmen untuk melakukan penegakan
hukum di bidang pertambangan. Dilihat dari sudut
instrument penegakan hukum, maka sebenarnya
pemerintah Kabupaten Sragen dapat melakukannya
dengan cara:
a. Penegakan Hukum Administrasi
b. Penegakan Hukum Perdata
c. Penegakan Hukum Pidana
4.5. Penanggulangan PETI
IV. PEMBAHASAN
a. Penegakan Hukum Administrasi
Sehubungan dengan penegakan hukum administratif
tersebut, pemerintah kabupaten Sragen telah melakukan
berbagai langkah yang antara lain adalah:
1. Menerbitkan Peraturan Daerah (Perda)
2. Melakukan Sosialisasi Tentang Regulasi di Bidang
Pertambangan
3. Melakukan Penertiban
4.5. Penanggulangan PETI
IV. PEMBAHASAN
b. Penegakan Hukum Perdata
Penegakan hukum perdata dapat dilakukan oleh pihak
yang dirugikan, baik individual, kelompok,
masyarakat atau negara.
Di sisi ini sebenarnya ada peluang untuk melakukan
penuntutan ganti rugi terhadap para pelaku PETI,
karena banyak sekali pihak-pihak yang dirugikan
akibat adanya kegiatan PETI tersebut. Namun, sampai
saat ini belum ada satu pihak pun yang mengajukan
penuntutan ganti rugi tersebut.
4.5. Penanggulangan PETI
IV. PEMBAHASAN
c. Penegakan Hukum Pidana
Penegakan hukum piudana dilakukan oleh negara
melalui jaksa. Ketentuan sanksi pidana dalam UU No:
4 tahun 2009 diatur dalam Pasal 158 sampai dengan
Pasal 165, dengan pidana penjara paling lama 10
(sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp
10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah).
Seandainya pemerintah Kabupaten Sragen melakukan
penuntutan pidana, kemungkinan bisa menimbulkan
efek jera terhadap para pelaku PETI. Namun langkah
ini tidak juga dilakukan dengan berbagai alasan.
4.5. Penanggulangan PETI
IV. PEMBAHASAN
Mengingat permasalahan PETI begitu kompleks, maka penang-
gulangannya memerlukan konsep yang terintegrasi dan harus
dilakukan secara terpadu, dengan cara:
1. Mengupayakan adanya penegakan hukum;
2. Mengupayakan usaha pertambangan yang ramah lingkungan serta
berpihak terhadap masyarakat;
3. Mengupayakan adanya keterpaduan anatara kegiatan pertambangan
rakyat, yang diusahakan oleh perseorangan, masyarakat atau pun
koperasi dengan badan usaha melalui kemitraan yang saling
menguntungkan;
4. Menerapkan pola pertambangan rakyat yang mendapat bimbingan,
pengawasan, serta subsidi dari pemerintah; dan
5. Perlu dilibatkannya jajaran di tingkat kecamatan dalam hal ini
Camat, untuk melakukan pengawasan, pembinaan dan atau pun
pemberian IPR terhadap para pelaku PETI sebagaimana diatur
dalam Pasal 67 Ayat (2) UU No: 4 Tahun 2009;
V. PENUTUP
Kesimpulan
Kegiatan pertambangan selain memiliki peranan penting dalam
memenuhi hajat hidup orang banyak, juga menimbulkan dampak
terhadap lingkungan, keamanan, dan keselamatan di daerah
pertambangan.
Untuk itu kegiatan pertambangan harus memiliki legalitas yang
mengarah pada keadilan dan ketertiban, dengan demikian memiliki
pengaruh positif terhadap ekonomi, sosial, dan lingkungan hidup,
sehingga potensi pertambangan dapat menjadi kekuatan dalam
pemenuhan kebutuhan masyarakat, baik langsung maupun tidak
langsung.
Diharapkan kepada pemerintah daerah kabupaten Sragen agar dapat
memberikan suatu tidakan tegas terhadap para pelaku PETI sesuai
peraturan yang berlaku.
V. PENUTUP
SaranDalam rangka mewujudkan kegiatan pertambangan
yang sesuai peraturan perundang-undangan, maka pemerintah
daerah Kabupaten Sragen dapat melakukan hal-hal sebagai
berikut:
1. Segera menyusun dan menetapkan peraturan daerah
tentang pertambangan;
2. Segera melakukan identifikasi potensi tambang serta
menetapkan wilayah pertambangan dengan potensi yang
ada; dan
3. Menertibkan serta mengarahkan kegiatan pertambangan
agar dilakukan dengan mempertimbangkan aspek hukum
dan lingkungan hidup.
V. PENUTUP
SaranDi samping itu, pemerintah daerah juga harus
melakukan pembinaan dan pengawasan di bidang
keselamatan dan kesehatan kerja, lingkungan, teknis
pertambangan, dan manajemen, juga memberikan bantuan
modal, sebab ini adalah hak dari penambang yang diatur
dalam undang-undang.
Akhirnya pemanfaatan sumber daya mineral harus
dikelola secara berkelanjutan dan bijaksana untuk memberi
nilai tambah bagi perekonomian agar dapat dimanfaatkan
secara optimal bagi peningkatan kesejahteraan rakyat..
INSYAALLAH,.. KITA JUMPA
TAHUN DEPAN DI DIPLOMA-III
top related