pendekatan konseling gestal
Post on 23-Jun-2015
526 Views
Preview:
TRANSCRIPT
PENDEKATAN KONSELING GESTAL
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Konseling Gestalt dikembangkan oleh Frederick Perls merupakan bentuk terapi
eksistensial yang berpijak pada premis bahwa individu-individu harus menemukan jalan
hidupnya sendiri dan menerima tanggung jawab pribadi jika mereka menginginkan mencapai
kematangan. Karena bekerja terutama di atas prinsip kesadaran, konseling Gestalt berfokus
pada apa dan bagaimana-nya tingkah laku dan pengalaman di sini-dan-sekarang dengan
mengintegrasikan bagian-bagian kepribadian yang terpecah dan tidak diketahui individu
tersebut.
Oleh sebab itu, penulis akan membahas dengan pembahasan yang berkaitan dengan
konseling Gestalt. Asumsi dasar konseling Gestalt bahwa individu-individu mampu
menangani sendiri masalah hidupnya secara efektif. Tugas utama konselor adalah membantu
konseli agar mengalami sepenuhnya keberadaannya di sini dan sekarang dengan
menyadarkannya atas tindakannya mencegah diri sendiri merasakan dan mengalami saat
sekarang.
I.2. Rumusan Masalah
1. Siapakah Federick Perls?
2. Bagaimanakah konsep-konsep menurut pendekatan konseling Gestalt?
3. Bagaimanakah hakikat manusia menurut pendekatan konseling Gestalt?
4. Bagaimanakah aplikasi pendekatan Gestalt dalam konseling?
5. Apa kelemahan dan kelebihan dari pendekatan konseling Gestalt?
I.3. Tujuan
1. Untuk mengetahui biografi Federick Perls.
2. Untuk memahami konsep menurut pendekatan konseling Gestalt.
3. Untuk mengetahui hakikat manusia menurut pendekatan konseling Gestalt.
4. Untuk mengetahui aplikasi pendekatan Gestalt dalam proses konseling.
5. Untuk mengetahui kelemahan dan kelebihan dari pendekatan konseling Gestalt.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Biografi
FREDERICK S. (FRITZ) PERLS (1893-1970) merupakan pendiri dan pengembang
terapi Gestalt. Lahir di Berlin dari keluarga kelas menengah bawah Yahudi, dia mengaku
sebagai sumber dari banyak kesulitan bagi orang tuanya. Meskipun dia dua kali tidak lulus
dari kelas 7 dan dikeluarkan karena ada masalah dengan pihak penguasa dia akhirnya bisa
menyelesaikan pendidikannya dengan mengantongi gelar M.D. (Medical Doctor) dengan
spesialisasi psikiatri. Pada tahun 1916 dia bergabung dengan Angkatan Darat Jerman dan
bertugas sebagai dokter pada Perang Dunia I.
Seusai perang Perls bekerja di Goldstein Institude untuk perawatan prajurit yang
cidera otak di Frankfurt. Melalui asosiasi inilah dia melihat pentingnya memandang manusia
sebagai suatu kesatuan dan bukan sebagai kumpulan dari bagian-bagian yang berfungsi
secara terpisah-pisah. Ia kemudian pindah ke Viena dan memulai latihan psikoanalitiknya.
Dia bergabung dengan Wilhelm Reich, seorang psikoanalis yang merintis metode
pemahaman diri dan perubahan kepribadian dengan jalan menangani tubuh. Dia juga
dijdiawasi oleh beberapa tokoh kunci dari gerakan psikoanalitik termasuk Karen Horney.
Perls melepaskan diri dari tradisi psikoanalitik sekitar waktu ia beremigrasi ke
Amerika Serikat pada tahun 1946. Ia kemudian mendirikan New York Institute for Gestalt
Terapi pada tahun 1952. Pada akhirnya dia menetap di Big Sur, California, dan memberikan
lokakarya dan seminar di Esalen Institude, meninjukkan dirinya sebagai inovator di bidang
psikoterapi. Disini Perls menanamkan dampak pada rakyat, sebagian melalui tulisan-
tulisannya, tetapi terutama melalui kontak personal di kegiatan lokakarya.
Secara pribadi, Perls adalah vital dan membingungkan. Pada umumnya orang akan
memberikan respon terhadapnya dengan rasa kagum atau bersikap konfrontatif dan
memandangnya sebagai orang yang memenuhi kebutuhan pribadinya dengan jalan berlagak.
Secara berbeda-beda ia dipandang sebagai penuh pemahaman, cerdik, pandai, provokatif,
manipulatif, bersikap bermusuhan, banyak tuntutan dan pemberi inspirasi. Sayangnya
beberapa orang yang menghadiri lokakarya menjadi pengikut dari sang ‘guru’, kemudian
pergi untuk menyebarluaskan ajarannya tentang terapi Gestalt.
B. Konsep Pendekatan Konseling Gestalt
Pandangan Gestalt tentang individu adalah bahwa individu itu memiliki kesanggupan
memikul tanggung jawab pribadi dan hidup sepenuhnya sebagai pribadi yang terpadu. Jadi,
gestalt memandang bahwa individu dapat menangani sendiri problema hidup mereka secara
efektif, terutama apabila mereka memanfaatkan secara optimal kesadaran mereka akan apa
yang terjadi dalam diri dan di sekitar mereka. Disebabkan oleh masalah-masalah tertentu
dalam perkembangannya, individu membentuk berbagai cara menghindari masalah, dan
karenanya menemui jalan buntu dalam pertumbuhan pribadinya. Dalam hubungannya
dengan perjalanan hidup manusia, gestalt membagi masalah yang dihadapi individu atas:
1. Saat Sekarang
Menurut Perls tidak ada masa lalu atau masa depan, yang ada hanyalah “masa
sekarang”. Maksudnya adalah bahwa saat sekaranglah yang penting untuk diperhatikan,
bukan masa lalu ataupun masa yang akan datang yang belum pasti. Apabila seseorang
menyimpang dari masa sekarang dan lebih memperhatikan masa depan, maka mereka akan
mengalami sebuah “kecemasan”. Dengan timbulnya kecemasan itu, maka orang-orang akan
melakukan sebuah misi ataupun resolusi-resolusi dengan dalih hidup pada masa sekarang.
Hal ini akan membuat orang mengabaikan masa sekarang yang sebenarnya akan sangat
berpengaruh pada masa yang akan datang. Maka dari itu, dalam membantu individu
memusatkan perhatiannya pada masa sekarang, konselor mengajukan pertanyaan-pertanyaan
“bagaimana” dan “apa” daripada “mengapa”. Dengan demikian bukan berarti bahwa dalam
konseling Gesatlt ini masa lampau konseli diabaikan. Tidak sepenuhnya masa lampau
diabaikan. Masa lampau itu penting apabila dengan cara tertentu berkaitan dengan tema-tema
yang signifikan yang terdapat pada fungsi individu saat sekarang.
2. Urusan yang tak selesai
Yang dimaksud dengan urusan yang tak selesai adalah perasaan-perasaan yang tidak
terungkap, seperti dendam, marah, benci, sakit hati, cemas, berdosa, rasa diabaikan, dan
sebagainya. Perasaan-perasaan yang tidak terungkap di masa lalu itu akan diasosiasikan
dengan ingatan-ingatan dan fantasi-fantasi. Karena tidak dapat terungkapkan dalam keadaan
sadar, maka hal ini akan menjadi latar belakang individu tersebut dan menjadi sebuah
penghambat bagi dirinya untuk mengembangkan hubungan dengan orang lain dan
mempengaruhi pertumbuhan pribadinya. Apabila individu tersebut tetap terperangkap dalam
dunia “urusan yang tak selesai” maka dia akan berpikir yang tak berkesudahan, memiliki
tingkah laku yang kompulsif, dan berbagai perilaku yang mengalahkan dirinya sendiri.
Menurut Perls, perasaan-perasaan sesal dan dendam akan menjadi urusan tak selesai yang
paling buruk. Sebab, dengan perasaan tersebut akan menghambat komunikasi kita dengan
orang lain hingga kita benar-benar mengungkapkan rasa sesal atau rasa dendam kita terhadap
mereka. Jadi, mengungkapkan rasa sesal dan dendam itu merupakan suat keharusan. Saran
Perls “Bilamana Anda merasa berdosa, temukan dan ungkapkan rasa sesal Anda, dan
usahakan agar tuntutan-tuntutan Anda menjadi jelas” (Perls, 1969a, hal. 49).
C. Hakikat Manusia Menurut Pendekatan Konseling Gestalt
Pandangan manusia menurut Gestalt adalah sebagai berikut
Manusia dalam kehidupannya selalu aktif sebagai suatu keseluruhan.
Setiap individu bukan semata-mata merupakan penjumlahan dari bagian-bagian
organ-organ seperti hati, jantung, otak, dan sebagainya, melainkan merupakan suatu
koordinasi semua bagian tersebut.
Manusia aktif terdorong kearah keseluruhan dan integrasi pemikiran, perasaan, dan
tingkah lakunya
Setiap individu memiliki kemampuan untuk menerima tanggung jawab pribadi,
memiliki dorongan untuk mengembangkan kesadaran yang akan mengarahkan
menuju terbentuknya integritas atau keutuhan pribadi.
1. Pribadi Sehat (ideal) dalam Pendekatan Konseling Gestalt
Pribadi sehat yang diistilahkan “pribadi yang berfungsi secara penuh”
merupakan pribadi yang ideal. Pribadi ideal ini dapat dikenali dari karakteristiknya,
yakni :
Orang disini dan kini,orang yang berkepribadian sehat akan menyadari bahwa
satu-satunya kenyataan yang dimiliki adalah kenyataan saat ini,tidak terikat
pada peristiwa masa lampau atau pandangan atau khayalan masa depan
Memiliki kesadaran dan penerimaan penuh terhadap diri mereka siapa dan
apa. Mereka menerima kelemahan dan kekuatan serta potensinya sebagai
manusia.
Dapat mengungkapkan impuls-impuls dan hasrat-hasrat mereka dengan
terbuka dan sepenuhnya tanpa hambatan atau rasa bersalah. Mereka juga harus
dapat mengungkapkan kebencian mereka dengan terbuka.
Mampu memikul tanggung jawab kepada orang lain atau sumber luar lainnya.
Berhubungan dengan diri dan dunia. Mereka berhubungan dengan panca
indra,perasaan dan apa yang berlangsung disekitar mereka sesuai dengan
kenyatannya.
Memiliki cirri-ciri yaitu batas ego yang tidak mengkerut tapi fleksibel.
Tidak mengejar kebahagiaan dan menjadikannya tujuan individu dapat
menyeleraskan diri dengan cita-cita
Individu yang bertanggung jawab secara ekonomi,psikologis dan fisik
Memiliki kompetensi untuk mengenal dan memecahkan masalah
Individu yang konsisten
Berpikir kreatif
Kontrol tingkah laku yang baik (merespon frustasi dan konflik secara tepat)
2. Pribadi Bermasalah
Manusia memiliki kebutuhan untuk menyelesaikan masalah secara paripurna
(tuntas), namun dalam perkembangan pribadinya akan ditemui gangguan-gangguan
yang menjadikan terhambatnya penyelesaian masalah yang disebut sebagai situasi
yang belum selesai (unfinished situation).
Ciri-ciri pribadi bermasalah :
Mengalami unfinished situation (masalah yang belum selesai)
Pengikatan terhadap sesuatu pengalaman situasi yang menyakitkan dari pada
berbuat sesuatu yang diperlukan untuk mendapatkan perubahan yang ada pada
dirinya.
Berperilaku seolah-olah menjadi orang lain
Berusaha menghindari kepedulian emosional
Tidak dapan mengatur dirinya dan tergantung pada orang lain.
Penyebab pribadi bermasalah :
Karena belum terbiasa menyelesaikan permasalahannya yang lalu
Ketidak mampuan mengungkapkan bentuk permasalahannya pada orang lain
Kurang rasa keterbukaan untuk mengungkapkan perasaan
Kekurang pekaan terhadap lingkungan
Adanya pertentangan diri
Ketakutan terhadap penolakan lingkungan (fragmentasi)
Mengalami situasi “Topdog-Underdog” yaitu keadaan pemisahan
dalamkepribadian antara apa yang harus dilakukan dan yang ingin dilakukan.
D. Prinsip Konseling Gestalt
Penekanan Tanggung Jawab Klien, konselor menekankan bahwa konselor bersedia
membantu klien tetapi tidak akan bisa mengubah klien, konselor menekankan agar
klien mengambil tanggung jawab atas tingkah lakunya.
Konselor tidak merekonstruksi masa lalu atau motif-motif tidak sadar, tetapi
memfokuskan keadaan sekarang. Masa lalu hanya dalam kaitannya dengan keadaan
sekarang. Konselor tidak bertanya dengan pertanyaan “mengapa”.
konselor meningkatkan kesadaran klien tentang diri sendiri dan masalah-
masalahnya, sehingga klien mampu mengintegrasikan kembali dirinya.
E. Aplikasi Pendekatan Gestalt dalam Konseling
1. Tujuan Konseling Gestalt
Menurut teori Gestalt tujuan konseling adalah membantu konseli menjadi
individu yang merdeka dan berdiri sendiri. Untuk mencapai tujuan itu diperlukan: (1)
usaha membantu penyadaran konseli tentang apa yang dilakukannya; (2) membantu
penyadaran tentang siapa dan hambatan dirinya; (3) membantu konseli untuk
menghilangkan hambatan dalam pengembangan penyadaran diri.
Tujuan terapi Gestalt bukanlah penyesuaian terhadap masyarakat. Perls
mengingatkan bahwa kepribadian dasar pada zaman dulu adalah neurotik sebab, menurut
keyakinannya, kita hidup di masyarakat yang tidak sehat. Menurut Perls, manusia bisa
memilih menjadi bagian dari ketidaksehatan kolektif dan atau menghadapi risikon
menjadi sehat. Tujuan terapi selanjutnya adalah membantu konseli agar menemukan
pusat dirinya.
Sasaran utama terapa Gestalt adalah pencapaian kesadaran. Kesadaran dengan
dan pada dirinya sendiri. Tanpa kesadaran, konseli tidak memiliki alat untuk mengubah
kepribadiannya. Dengan kesadaran, konseli memiliki kesanggupan untuk menghadapi dan
menerima bagian-bagian keberadaan yang diingkarinya serta untuk berhubungan dengan
pengalaman-pengalaman subjektif dan dengan kenyataan. Konseli bisa menjadi suatu
kesatuan dan menyeluruh. Apabila konseli menjadi sadar, maka urusannya yang tidak
selesai akan selalu muncul sehingga bisa ditangani dalam terapi.
2. Fungsi dan Peran Konselor
Tugas konselor adalah membantu konseli dalam melaksanakan peralihan dari
dukungan eksternal kepada dukungan internal dengan menentukan letak dimana konseli
menghindari mengalami perasaan-perasaan yang mengancam karena dia merasa tidak
nyaman. Konselur juga membantu konseli menembus jalan buntu sehingga pertumbuhan
bisa terjadi. Konselor membantu konselinya agar menyadari dan menembus jalan buntu
dengan menghadirkan situasi-situasi yang mendorong konselinya itu untuk mengalami
keterpakuannya secara penuh.
Tugas terapis kemudian adalah menyajikan situasi yang menunjang
pertumbuhan dengan jalan mengonfrontasikan konseli kepada titik tempat dia
menghadapi suatu keeputusan apakah akan atau tidak akan mengembangkan potensi-
potensinya. Apabila konseli dapat menghadapi dan menembus ketakutannya, maka
kecemasan neurotik yang dialami konseli akan berubah menjadi kegembiraan yang
positif.
Salah satu fungsi penting dari konselor Gestalt adalah memberikan perhatian
pada bahasa tubuh konseli. Isyarat-isyarat nonverbal dari konseli dapat menghasilkan
informasi yang lebih bagi konselor, sebab isyarat-isyarat itu sering “mengkhianati”
perasaan-perasaan konseli, yang konseli sendiri bahkan tidak menyadarinya. Postur,
gerakan-gerakan, mimik muka, keraguan, dsb, dapat menceritakan kisah sesungguhnya.
Jadi, konselor harus waspada terhadap celah-celah dalam perhatian dan
kesadaran, dan dia harus mengawasi ketidakselarasan antara apa yang diucapkan dengan
apa yang dilakukan oleh bahasa tubuh konseli. Dari saat ke saat konseli memperlihatkan
betapa dia menghindari hubungan yang sungguh-sungguh dengan kenyataan saat
sekarang. Oleh karena itu, konselor bisa mengarahkan konseli untuk berbicara mewakili
dan menjadi gerakan tangan atau bagian-bagian tubuh lainnya. Konseli dapat saja secara
verbal menyatakan kemarahan dan sekaligus tersenyum, konseli mengatakan sambil
tertawa, bahwa dirinya sedang sakit. Konselor bisa meminta konseli untuk mengakui
bahwa tertawanya itu menutuppi kesakitannya, atau meminta konseli untuk menyadari
bahwa tertawa digunakan sebagai topeng untuk menyembunyikan perasaan-perasaan
marah dan sakit.
3. Peran Konseli dalam Konseling
Orientasi umu terapi Gestalt adalah pemikulan tanggung jawab yang lebih besar
oleh konseli bagi mereka sendiri, baik pada pikiran-pikiran, perasaan-perasaan, dan
tingkah laku mereka. Konselor mengonfrontasikan konselinya dengan cara-cara mereka
sekarang menghindari tanggung jawab mereka serta meminta mereka agar membuat
putusan-putusan tentang kelanjutan konseling. Persoalan-persoalan lain yang bisa
dijadikan butir utama terapi bisa mencangkup hubungan antara konseli dan konselor serta
cara-cara berhubungan yang digunakan diluar proses konseling. Konseli dalam konseling
Gestalt ini merupakan partisipan-partisipan aktif yang membuat penafsiran-penafsiran
dan makna-maknanya sendiri. Merekalah yang mencapai peningkatan kesadaran dan yang
menentukan apa yang akan dan tidak akan dilakukan dalam proses belajarnya.
4. Hubungan antara Konselor dan Konseli
Praktek konseling Gestalt yang efektif melibatkan hubungan pribadi ke pribadi
antara konselor dan konseli. Pengalaman-pengalaman, kesadaran dan persepsi-persepsi
konselor menjadi latar belakang, sementara kesadaran dan reaksi-reaksi konseli
membentuk bagian awal proses konseling. Yang terpenting adalah konselor secara aktif
berbagi persepsi-persepsi dan pengalaman-pengalaman saat sekarang ketika dia
menghadapi konseli di sini dan sekarang. Disamping itu, konselor memberikan
memberikan umpan balik, terutama yang berkaitan dengan apa yang dilakukan oleh
konseli melalui tubuhnya.
Umpan balik memberikan alat kepada konseli untuk mengembangkan kesadaran
atas apa yang sesungguhnya mereka lakukan. Konselor harus menghadapi konseli dengan
reaksi-reaksi yang jujur dan langsung serta menantang manipulasi-manipulasi konseli
tanpa menolak konseli sebagai pribadi. Konselor bersama konseli perlu mengeksplorasi
ketakutan-ketakutan, pengharapan-pengharapan katastrofik, penghambatan-
penghambatan, dan penolakan-penolakan konseli.
5. Tahap Konseling
Fase Pertama, membentuk pola pertemuan terapeutik agar terjadi situasi yang
memungkinkan perubahan perilaku pada konseli. Pola hubungan yang diciptakan untuk
setiap konseli berbeda, karena masing-masing klien mempunyai keunikan sebagai
individu serta memiliki kebutuhan yang bergantung kepada masalah yang harus
dipecahkan.
Fase Kedua, pengawasan yaitu usaha konselor untuk meyakinkan konseli untuk
mengikuti prosedur konseling. Ada dua hal yang dilakukan konselor dalam fase ini yaitu
membangkinkan motivasi konseli dan membangkinkan dan mengembangkan otonomi
konseli.
Fase Ketiga, mendorong konseli untuk mengungkapkan perasaan-perasaan dan
kecemasannya. Konseli diberi kesempatan untuk mengalami kembali segala perasaan dan
perbuatan pada masa lalu dalam situasi di sini dan saat ini. Didalam fase ini diusahakan
untuk menemukan aspek-aspek kepribadian konseli yang hilang untuk dapat diidentifikasi
apa yang harus dilakukan konseli.
Fase Keempat, setelah klien memperoleh pemahaman dan penyadaran tentang
pikiran, perasaan, dan tingkah lakunya, konselor mengantarkan klien memasuki fase akhir
konseling. Pada fase ini klien menunjukkan gejala-gejala yang mengindikasikan integritas
kepribadiannya sebagai individu yang unik dan manusiawi. Klien telah memiliki
kepercayaan pada potensinya, menyadari keadaan dirinya pada saat sekarang, sadar dan
bertanggung jawab atas sifat otonominya, perasaan-perasaannya, pikiran-pikirannya dan
tingkah lakunya. Dalam situasi ini klien secara sadar dan bertanggung jawab memutuskan
untuk “melepaskan” diri dari konselor, dan siap untuk mengembangan potensi dirinya.
6. Teknik Konseling
Interaksi pribadi antara konselor dengan konseli merupakan inti dari proses
konseling Gestalt, teknik-teknik bisa berguna sebagai alat untuk membantu konseli guna
memperoleh kesadaran yang lebih penuh. Teknik-teknik digunakan sesuai dengan gaya
pribadi konselor, diantaranya.
Permainan Dialog
Teknik ini dilakukan dengan cara konseli dikondisikan untuk mendialogkan dua
kecenderungan yang saling bertentangan, yaitu kecenderungan “top dog” dan
kecenderungan “underdog”. Terdapat banyak contoh konflik umum yang bisa digunakan
pada permainan dialog, misalnya:(a) kecenderungan orang tua lawan kecenderungan
anak; (b) kecenderungan bertanggung jawab lawan kecenderungan masa bodoh; (c)
kecenderungan “anak baik” lawan kecenderungan “anak bodoh” (d) kecenderungan
otonom lawan kecenderungan tergantung; (e) kecenderungan kuat atau tegar lawan
kecenderungan lemah.
Melalui dialog yang kontradiktif ini, menurut pandangan Gestalt pada akhirnya
konseli akan mengarahkan dirinya pada suatu posisi di mana ia berani mengambil resiko.
Penerapan permainan dialog ini dapat dilaksanakan dengan menggunakan teknik “kursi
kosong”.
Berkeliling atau Membuat Lingkaran
Berkeliling adalah suatu latihan terapi Gestalt di mana konseli diminta untuk
berkeliling ke anggota-anggota kelompoknya dan berbicara atau melakukan sesuatu
dengan setiap anggota. Maksud teknik ini adalah untuk menghadapi, memberanikan dan
menyingkapkan diri, bereksperimen dengan tingkah laku yang baru, serta tumbuh dan
berubah.
Latihan “Saya Bertanggung Jawab Atas....”
Merupakan teknik yang dimaksudkan untuk membantu konseli agar mengakui
dan menerima perasaan-perasaannya dari pada memproyeksikan perasaannya itu kepada
orang lain. Dalam teknik ini konselor meminta konseli untuk membuat suatu pernyataan
dan kemudian konseli menambahkan dalam pernyataan itu dengan kalimat : “…dan saya
bertanggung jawab atas hal itu”. Teknik ini akan membantu meningkatkan kesadaraan
klien akan perasaan-perasaan yang mungkin selama ini diingkarinya.
“Saya Memiliki Rahasia”
Teknik ini dimaksudkan untuk mengeksplorasi perasaan-perasaan berdosa dan
malu. Konselor meminta kepada konseli untuk berkhayal tentang suatu rahasia pribadi
yang terjaga dengan baik, membayangkan bagaimana perasaan mereka dan bagaimana
orang lain bereaksi jika mereka membuka rahasia itu. Teknik ini juga bisa digunakan
sebagai metode pembentukan kepercayaan dalam rangka mengeksplorasi mengapa para
konseli tidak mau membuka rasianya dan mengeksplorasi ketakutan-ketakutan
menyampaikan hal-hal yang mereka anggap memalukan atau menimbulkan rasa berdosa.
Bermain Proyeksi
Proyeksi artinya memantulkan kepada orang lain perasaan-perasaan pada
dirinya sendiri tidak mau melihat atau menerimanya. Mengingkari perasaan-perasaan
sendiri dengan cara memantulkannya kepada orang lain. Sering terjadi, perasaan-
perasaan yang dipantulkan kepada orang lain merupakan atribut yang dimilikinya. Dalam
teknik bermain proyeksi konselor meminta kepada konseli untuk mencobakan atau
melakukan hal-hal yang diproyeksikan kepada orang lain.
Teknik Pembalikan
Gejala-gejala dan tingkah laku tertentu sering kali mempresentasikan
pembalikan dari dorongan-dorongan yang mendasarinya. Dalam teknik ini konselor
meminta konseli untuk memainkan peran yang berkebalikan dengan perasaan-perasaan
yang dikeluhkannya. Teori yang melandasi teknik pembalikan adalah teori bahwa
konseli terjun ke dalam sesuatu yang ditakutinya karena dianggap bisa menimbulkan
kecemasan, dan menjalin hubungan dengan bagian-bagian diri yang telah ditekan atau
diingkarinya.
Latihan Gladi atau Permainan Ulangan
Menurut Perls banyak yang ada di benak kita selalu mengadakan gladi. Dalam
khayalan kita mengadakan gladi untuk peranan yang kita kira di harapkan orang untuk
kita mainkan dalam masyarakat. Manakala datang waktunya untuk di pertunjukkan, kita
mengalami demam panggung atau kekhawatiran, oleh karena kita tidak bisa memainkan
peran yang kita dengan baik. Gladi internal banyak menyerap energi dan seringkali
mencegah spontanitas serta kemauan kita untuk bereksperimen dengan perilaku baru.
Teknik membesar-besarkan
Permainan ini berhubungan dengan konsep peningkatan kesadaran atas tanda-
tanda dan isyarat-isyarat halus yang dikirimkan oleh seseorang melalui bahasa tubuh.
Gerakan-gerakan, sikap-sikap badan, dan mimik muka bisa mengomunikasikan makna-
makna yang penting, begitu pula isyarat-isyarat yang tidak lengkap. Konseli diminta
untuk melebih-lebihkan gerakan-gerakan atau mimik muka secara berulang-ulang, yang
biasanya mengintensifkan perasaan yang berpaut pada tingkah laku dan membuat makna
bagian dalam menjadi jelas.
Sebagai variasi dari bahasa tubuh, tingkah laku verbal juga bisa digunakan
dalam teknik ini. Konselor bisa meminta konseli agar mengulangi pernyataan yang telah
dicoba dibelokkannya dan setiap mengulang pernyataan itu diucapkan lebih keras.
Teknik ini sering membawa hasil bahwa konseli mulai sungguh-sungguh mendengar dan
didengar dirinya sendiri.
Tetap dengan Perasaan
Teknik ini dapat digunakan untuk konseli yang menunjukkan perasaan atau
suasana hati tidak menyenangkan atau ia sangat ingin menghindarinya. Konselor
mendorong konseli untuk tetap bertahan dengan perasaan yang ingin dihindarinya itu.
Kebanyakan konseli ingin melarikan diri dari stimulus yang menakutkan dan
menghindari perasaan-perasaan yang tidak menyenangkan. Dalam hal ini konselor tetap
mendorong konseli untuk bertahan dengan ketakutan atau kesakitan perasaan yang
dialaminya sekarang dan mendorong konseli untuk menyelam lebih dalam ke dalam
tingkah laku dan perasaan yang ingin dihindarinya itu. Untuk membuka dan membuat
jalan menuju perkembangan kesadaran perasaan yang lebih baru tidak cukup hanya
mengkonfrontasi dan menghadapi perasaan-perasaan yang ingin dihindarinya tetapi
membutuhkan keberanian dan pengalaman untuk bertahan dalam kesakitan perasaan
yang ingin dihindarinya itu.
Pendekatan Gestalt terhadap Kerja Mimpi
Konseling Gestalt tidak menafsirkan dan menganalisis mimpi, membawa
kembali mimpi pada kehidupan, menciptakan kembali mimpi, dan menghidupkan
kembali mimpi seakan-akan mimpi itu berlangsung sekarang. Mimpi tidak dibicarakan
sebagai suatu kejadian yang telah berlalu, tetapi sebagai sesuatu yang terjadi sekarang,
dan pemimpi menjadi bagian dari mimpi yang dialaminya. Yang dianjurkan dalam
penanganan mimpi-mimpi adalah membuat daftar dari segenap rincian mimpi, dan
kemudian menjadi bagian dari mimpi dengan jalan mentransfornasikan diri, karena
setiap bagian mimpi itu dianggap merupakan proyeksi dari dalam diri.
F. Kelemahan dan Kelebihan Konseling Gestalt
Kelebihan Gestalt
1. Terapi Gestalt adalah pendekatan konfrontif dan aktif
2. Terapi Gestalt menangani masa lampau dengan membawa aspek-aspek masa lampau
yang relevan kemasa sekarang.
3. Terapi Gestalt menggairahkan hubungan dan pengungkapan-pengunakapan perasaan
langsung, dan menghindari intektualisasi abstrak tentang masalah-masalah klien.
4. Terapi Gestalt memberikan perhatian terhadap pesan-pesan nonverbal dan pesan-
pesan tubuh.
5. Terapi Gestalt menolak mengakui ketidakberdayaan sabagai alasan untuk tidak
berubah
6. Terapi Gestalt meletakkan penekanan pada klien untuk menemukan makna-
maknanya sendiri dan membuat penafsiran-penafsirannya sindiri.
7. Dalam waktu yang sangat singkat, para klien bisa mengalami perasaan-perasaannya
sendiri secara intens melalui sejumlha latihan Gestalt.
Kelemahan Gestalt
1. Terapi Gestalt tidak berlandaskan suatu teori yang kukuh.
2. Terapi Gestalt cenderung antiintelektual dalam arti kurang memperhitungkan faktor-
faktor kognitif.
3. Secara filosofis terdapat bahaya yang nyata dalam gaya hidup “ aku mengerjakan
urusanku, dan kamu mengerjakan urusanmu”. Tingkah laku kita memiliki pengaruh
terhadap perasaan-perasaan orang lain, dan karenanya kita untuk sebagian
bertanggung jawab kepada orang lain. Terapi Gestalt menekankan tanggung jawab
atas diri kita sendiri, tetapi mengabaikan tanggung jawab kita kepada orang lain.
4. Terdapat bahaya yang nyata bahwa terapis yang menguasai teknik Gestalt akan
menggunakannya secara mekanis sehingga terapis sebagai pribadi tetap tersembunyi.
5. Terapi Gestalt bisa menjadi berbahaya karena terapis memiliki kekuatan untuk
memanipulasi klien melalui teknik-teknik yang digunakannya. Terapis bisa
menyalahkgunakan kekuasaannya, dan karenanya menghambat kemampuan klien
untuk menjadi otonom.
6. Para klien sering bereaksi negative terhadap sejumlah teknik Gestalt karena merasa
dirinya dianggap tolol. Sudah sepantasnya terapis berpijak pada kerangka yang layak
sehingga teknik-teknik tidak tampak hanya sebagai muslihat-muslihat.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Pendekatan konseling Gestalt adalah teknik konseling yang bertujuan untuk membantu
konseli menjadi individu yang merdeka dan berdiri sendiri. Untuk mencapai tujuan itu
diperlukan: (1) usaha membantu penyadaran konseli tentang apa yang dilakukannya; (2)
membantu penyadaran tentang siapa dan hambatan dirinya; (3) membantu konseli untuk
menghilangkan hambatan dalam pengembangan penyadaran diri. Dalam konseling gestalt,
terdapat 2 hal yang dianggap sebagai masalah yang dialami individu, yaitu masalah yang
biasanya dihadapi individu pada saat sekarang dan masalah tentang urusan pada masa lalu
yang tak selesai. Dalam membantu konseli dalam menyelesaikan masalahnya tersebut,
terdapat beberapa teknik dalam konseling gestalt. Teknik tersebut antara lain: permainan
dialog , berkeliling atau membuat lingkaran , pendekatan gestalt terhadap kerja mimpi, “saya
memiliki rahasia”, bermain proyeksi, teknik pembalikan, latihan gladi atau permainan
ulangan, teknik membesar-besarkan , tetap dengan perasaan, latihan “Saya Bertanggung
Jawab Atas....”. Sedangkan untuk tahap-tahap dalam melakukan konseling gestalt terdapat
empat tahap yang dibagi menjadi fase pertama, fase kedua, fase ketiga, dan fase keempat.
B. SARAN
Dalam melakukan teknik konseling gestatl ini, sebaiknya konselor menyelami urusan
yang tak selesai pada diri konseli di masa lalu, namun hal ini harus berorientasi pada masa
sekarang. Sebab orientasi konseling gestalt terletak pada sekarang dan hanya sedikit melihat
ke masa lalu. Oleh sebab itu, konselor tidak disarankan untuk menggunakan pertanyaan
“mengapa” untuk mengetahui masalah yang sedang dihadapi konseli, melainkan dengan
pertanyaan “apa” dan “bagaimana”.
DAFTAR RUJUKAN
Corey, Gerald. 1995. Teori dan Praktek dari Konseling & Psikoterapi. Semarang: IKIP
Semarang Press
Corey, Gerald. 1999. Teori dan Praktek Konseling & Psikoterapi. Bandung: Rafika Aditama
Corey, Gerald. 2005. Teori dan Praktek Konseling & Psikoterapi. Bandung: Rafika Aditama
Wilis, Sofyan. 2007. Konseling Individual: Teori dan praktek. Bandung: alfabeta
top related