pengantar kisah - parfikh.files.wordpress.com · amin ya robbal ’alamin. ... wib tepat, berhenti...
Post on 07-Mar-2019
250 Views
Preview:
TRANSCRIPT
1
PENGANTAR KISAH
Saya bersama istri mulai mendaftar haji
sekitar bulan September 1997, saat pendaf-taran
berlangsung nilai rupiah terhadap dolar Amerika
masih sekitar Rp 2.350,00 per 1 $ US, jadi ongkos
naik haji ditetapkan oleh pemerintah sebesar
delapan juta lebih sedikit (nilai nominal riilnya
sudah agak lupa). Alhamdulillah saya dan istri
masih dapat tempat, meskipun harus berdesakan di
Bank untuk berebut mendapat urutan depan,
sehingga dari pagi sudah ngantri di depan loket
pembayaran Bank, sehingga bisa berangkat pada
periode haji tahun 1998.
Sebelum berangkat, kami mengikuti
serangkaian kegiatan berupa manasik haji setiap
hari minggu di masjid Muhajirin Banyumanik dan
juga mengadakan pertemuan rutin dengan sesama
calon jamaah haji dalam satu regu, kebetulan pada
periode haji ini telah diatur oleh Departemen
Agama Kota Semarang dengan model
pengelompokan regu yang didasarkan pada
kedekatan lokasi tempat tinggal calon jamaah haji,
konon pada tahun-tahun sebelumnya
pengelompokan berdasar-kan profesi calon jamaah,
misalnya dosen dikumpulkan dengan sesama dosen,
meski rumah mereka berjauhan tetapi kalau satu
profesi, bisa jadi satu regu, pengusaha juga dengan
sesama pengusaha, dst.
Secara kebetulan dalam satu lingku-ngan
jamaah masjid di kampung saya, yaitu masjid Al-
Amin Gaharu Banyumanik, yang berangkat haji
bersama dengan saya saat itu ada 9 orang, untuk
2
satu regu diatur paling tidak berjumlah 10 orang,
sehingga dari 10 orang dalam regu saya 7 orang
bertempat tinggal di Gaharu Perumnas
Banyumanik, dan 3 orang di Kruing Banyumanik
yang juga berdekatan rumahnya, sehingga untuk
berkomunikasi tidak sulit.
Sebelum berangkat kita ber sepuluh
melakukan kegiatan sholat taubat, do’a keselamatan
untuk diri sendiri dan keluarga yang di rumah serta
keselamatan lingkungan (tetangga). Banyak
tetangga dan saudara yang minta untuk di do’akan
untuk kebaikan mereka dan minta supaya dipanggil
namanya dari tanah suci agar supaya bisa segera
pergi haji pada periode berikutnya, saya catat
beberapa nama yang minta khusus dipanggil antara
lain adalah: mBah Kasno, Pak Sartomo, Pak
Wahab, jamaah Masjid Al-Amin secara
keseluruhan, dan muncul lagi nama Pak Sartomo,
jadi Pak Sartomo tercatat dalam buku saya 2 kali
(anehnya, ternyata beliau pada tahun berikutnya
benar-benar berangkat haji, meskipun beliau
termasuk pegawai dengan golongan yang tidak
tinggi, tetapi ybs memenangkan hadiah haji dari
kantornya yang diselenggarakan tiap tahun oleh
direkturnya).
Teman-teman kantor juga banyak yang
minta di do’akan, antara lain agar proyek-proyek
yang sedang dikerjakan bisa berjalan dengan lancar
dan selamat, Agus dan Any minta di do’akan agar
segera dapat jodoh yang baik dan bertanggung
jawab (alhamdulillah, ternyata tak lama kemudian
mereka melaksanakan pernikahan, Agus dapat Guru
SMA N 1 Semarang, Any dapat orang Solo), Pak
3
Herman, Bu Marni, Joko, Wawan, Anies, Bu
Rondiyah, Bu Jeki, mBak Tri, Pak Nur, Pak Padi,
Pak Tri Arso, Pak Djoko Amriyono, Bu Yusi, Bu
Bekti, Pak Haryanto, bahkan para mahasiswa juga
ada yang minta di do’akan yaitu: Wakhidah dan
Ummadin. Untuk saudara-saudara jauh yang
tercatat yaitu: Mas Lutfi dan mBak Lin yang merasa
sedang kena cobaan, Mas Labib dan mBak Melok.
Do’a khusus untuk anak-anak adalah supaya mereka
sukses studi dan perjalanan hidupnya kelak
(alhamdulillah, sekarang mereka kuliah di
Kedokteran dan Teknik Industri), untuk orang tua
supaya mendapatkan kemudahan dalam hidup di
hari tua dan khusnul khotimah, demikian pula untuk
saudara sekandung baik dari saya maupun istri kami
do’akan agar selalu dalam lindungan Allah SWT,
amin ya Robbal ’alamin.
Banyak kisah menarik yang saya alami
ketika akan pergi haji, antara lain, ketika mau
melunasi biaya haji sebesar sekitar Rp 17 juta,
tetangga belakang rumah datang menawarkan
rumahhnya untuk dijual dengan harga Rp 35 juta,
dia bilang karena Pak Parfi tetangga bisa ditawar,
dia patok harga menjadi 30 juta rupiah. Dalam hati
saya, mungkin kalau saya tawar 25 juta rupiah pasti
akan dikasihkan, tetapi kalau saya beli rumah
tersebut, saya nggak jadi pergi haji – seperti
menghitung suara tokek – beli rumah dan hajinya
lain kali, atau tidak beli rumah tapi bisa haji – beli,
tidak beli – haji dulu, nambah rumah dulu –
bingung juga hati ini, bimbang rasanya saat itu. Toh
saya masih muda, baru berusia 42 tahun,
kesempatan haji masih panjang, aahh ....... niat haji
4
kan sudah lama, kenapa diundur lagi.
Alhamdulillah, akhirnya tetap mantab pergi haji,
kalau Allah ridho, pasti suatu saat saya akan bisa
nambah rumah juga, amin.
MULAI PERJALANAN KE
TANAH SUCI
Kami berangkat pada tanggal 24 Maret
1998, sebelum subuh sudah berangkat dari rumah,
sholat sunah safar dahulu di masjid sebanyak 2
rakaat, lalu ke Balai Kota tempat pemberangkatan
ke Donohudan, sampai di Balai Kota sholat subuh.
Sebagaimana diajarkan dalam manasik, sebelum
meninggalkan rumah baca do’a dulu:
Bismillahi, walhamdulillahi, tawakkaltu
’alallah, walaa haula walaa quwwata illa
5
billaahil ’aliyil ’ adhiim (Dengan nama
Allah, segala puji bagi Allah, dan aku
berserah diri pada Allah. Tiada daya serta
kekuatan kecuali dari Allah Yang Maha
Tinggi lagi Maha Agung)
Dalam perjalanan ke Balai Kota diantar oleh
Bapak Ibu Pakel (mertua), Mas Wid, Alfi, Ayas,
Wahyu, Joko, Jamhari, mBendol. Berangkat dari
Balai Kota ke Donohudan jam 06.30 wib, sampai di
Donohudan jam 09.00. Sejak dari rumah, di Balai
Kota, dan di Donohudan badan rasanya masuk
angin, gemrobyos, keringat dingin, sebab sampai
dengan 2 hari menjelang berangkat masih ngurus
pekerjaan di Jakarta, kehujanan lagi, repotnya lagi
harus segera pulang tapi nggak dapat tiket pesawat,
akhirnya terpaksa naik kereta ceng-ceng po, saya
minum decolgen 2 tablet sekaligus, alhamdulillah
nggak ambruk (jatuh sakit beneran), mungkin
karena kecapaian dalam persiapan-persiapan yang
mepet waktunya sehingga kurang istirahat.
Di Donohudan beli teh hangat Rp 500,00 per
gelas dalam satu hari menunggu pemberangkatan ke
Jedah, saya menghabis-kan 10 gelas minuman teh
anget, dan makan bakso (Rp 2.500,00 per mangkok)
sebanyak 4 mangkok, makan nasi brongkos (Rp
3.750,00), beli kaos oblong (Rp 8.000,00), tali
kacamata Rp 3.000,00 dapat 2 buah, dan foto Rp
4.000,00 per lembar (foto Mekah Al Mukaromah,
untuk lebih mendalami relung dan detail kondisi
lingkungan Ka’bah agar supaya tidak bingung kalau
sampai di sana nantinya, memang saya punya hobi
selalu mempelajari kondisi lingkungan atau tempat
6
yang akan saya tuju baik lewat peta, gambar, foto,
maupun cerita untuk mengenal lebih awal daerah
sasaran = kayak detektif atau pakar aja rasanya, tapi
ternyata itu menolong banyak, khususnya bagi saya,
sehingga ketika sampai di tujuan merasa bahwa
saya sudah pernah kesini).
Masih di Donohudan, sekitar jam 15.00 wib
dapat pembagian pasport dan living cost sebesar
1.500 real (mata uang Arab Saudi = kurang jelas
mengenai ejakannya, yang benar RIAL atau REAL,
sebab dua jenis mata uang itu memang ada untuk
negara yang berbeda, tapi nggak tahu yang Arab
Saudi itu RIAL atau REAL).
Jam 00.15 wib kami semua diberang-katkan
ke Air Port Adisumarmo Solo, take off jam 02.00
wib tepat, berhenti di Batam jam 03.30 wib untuk
mengisi bahan bakar dan konfirmasi jadwal
pendaratan di Jeddah, bandara King Abdul Aziz,
baru jam 05.30 wib terbang lagi langsung tanpa
henti menuju Jeddah.
Do’a sebelum pesawat berangkat saya baca juga:
Bismillahi majreeha wa mursaahaa, inna
robbii laghofuururrohiim. Wa maa qoda
rullaaha haqqa qadrihii wal ardhu jamii’an
qabdhatahuu yaumal qiyaamah, was
samaawaati matwiyyatun biyamii-nih,
subhaanahu wa ta’aala ammaa yusyrikuun
(Dengan nama Allah berangkat dan
berlabuhnya, sesungguh-nya Tuhanku Maha
Pengampun lagi Penyayang. Mereka tiada
kuasa untuk mengagungkan Allah sesuai
hak keagunganNYA. Bumi dengan segala
isinya berada pada genggamanNYA pada
7
hari kiamat, sementara segenap langit-langit
terlipat disisi kananNYA. Maha Suci dan
Maha Tinggi Allah dari apa-apa yang
mereka syirikkan)
Di Pesawat kami mengumpulkan BAXIES
sebesar 10 real (yaitu uang “mel” untuk driver di
Arab Saudi), diserahkan ke Pak Zawawi selaku
ketua regu. Dapat permen dari Garuda, makanan
kecil, di pesawat ada TV yang memutar kisah
perjalan haji. Sholat subuh di pesawat, belum bisa
melakukan kegiatan telepon ke rumah sebab di
pesawat dilarang menggunakan alat-alat komunikasi
elektronik. Tiap regu menerima pembagian sebuah
peta kota-kota di Arab Saudi, yaitu kota Mekah,
Madinah, Mina, dan Arofah, karena di regu 17 yang
senang baca peta cuman saya, maka peta tersebut
langsung diserahkan saya, kemudian saya bawa dan
saya jadikan pedoman dalam perjalanan di sana.
Dalam perjalan di pesawat ini saya ngobrol
dengan TPHI (Tim Pembimbing Haji Indonesia)
yang sekaligus menjadi ketua kloter, dia bilang
bahwa bagi yang sudah kena najis tidak
diperkenankan sholat subuh di pesawat (dengan
tayamum), setelah sampai di Jeddah supaya
mengganti sholatnya (konon mengqodlo sholat gak
boleh, tapi ini katanya bukan qodlo, entahlah
namanya apa, pokoknya daripada tidak sholat lebih
baik sholatnya mundur karena darurat). Karena
diperkirakan sampai Jeddah sekitar jam 12.00
waktu Arab Saudi (sekitar jam 16.00 wib), maka
para jamaah dimohon untuk sholat dluhur di Jeddah
bukan di pesawat.
8
Menjelang jam 12.00 wib atau sekitar 3 jam
perjalanan dari Batam, banyak jamaah yang sudah
kelihatan capek, jenuh, maklum karena pesawat isi
penuh, jenis pesawat yang digunakan adalah Boeng
767 dari kapasitas standar 300 diubah menjadi 344
seats, jadi betul-betul sumpek kayak naik bus antar
kota tetapi di udara. Di pesawat di tawarkan tasbeh
mutiara, bagus sekali, harganya Rp 105.000,00.
Belum berani beli apa-apa sebab ibadah utama dan
hidup di Arab pun belum dilakukan.
KISAH SELAMA DI JEDDAH dan
MEKKAH AL MUKAROMAH
Tiba di Jeddah bandara King Abdul Aziz
jam 15.00 wib, atau jam 11.00 waktu Arab Saudi.
Di Jeddah diberi makan, kemudian mandi,
berwudhu langsung pakai ihrom, sholat dluhur dan
9
asar dijama’ secara berjamaah. Yang repot di sini
adalah ngurus barang, pemeriksaannya memang
cepat tetapi yang diperiksa banyak sekali, bukan
hanya dari Indonesia saja. Ketika turun dari
pesawat, yang datang dari Indonesia ada 4 kloter
(artinya 4 pesawat dari Indonesia mendarat
berurutan), dari Brasil 1 pesawat, orang Brasil
mendarat sudah pada berpakaian ihrom semua,
kemudian dari Turki. Dalam pemerik-saan saya
diberi tahu ibu saya yang sudah punya pengalaman
pergi haji, dianjurkan supaya memilih pemeriksa
yang terpelajar, biasanya ditandai dengan orang
Arab yang berkulit putih, mereka lebih sopan
dibanding-kan dengan Arab hitam, dan yang
penting “tidak njalukkan” – artinya tidak neko-neko
dalam memeriksa, biarpun urutannya panjang tapi
pilihlah dalam urutan yang pemeriksanya orang
Arab putih. Alhamdulillah meskipun capek tapi
lancar, handphone dan kamera serta obat-obatan
yang saya bawa tidak dipermasalahkan.
Dari Jeddah menuju Mekkah menggu-nakan
bus besar, seatnya 2 – 2 kapasitas 56 seats, karena
satu regu hanya 50 orang sehingga bus terasa
longgar, berangkat sekitar jam 16.00 waktu Arab
(untuk selanjutnya waktu yang ditulis adalah waktu
Arab, bukan wib lagi).
Dalam perjalanan, kami semua dalam satu
bus mengumandangkan talbiah berbare-ngan
dengan ada satu orang yang memimpin, asyik,
khusuk, nikmat, bergetar hati ini dalam bertalbiah
tersebut:
10
Labbaikallahumma labbaik, labbaikalaa
syariikalabbaik, innal hamda wanni’mata
laka walmulk, laa syariikalak (Aku
memenuhi panggilanMU ya Allah, ini aku
datang, tiada sekutu bagiMU, ya Allah ini
aku datang. Sesungguhnya segala pujian
serta kenikmatan adalah bagiMU semata-
mata, tiada sekutu bagiMU.
Sampai di Mekkah jam 17.45, jalanan padat,
lalu lintas cukup ramai, pada saat melintasi Pilgrims
Reception Area (sebelum masuk kota Mekkah ada
pemeriksaan untuk calon jamaah haji di sini) kami
diberi kurma dan air zam-zam.
Masuk kota Mekkah tidak lupa kami do’a
juga sesuai tuntunan dalam manasik (do’a dalam
Arab dan Indonesia supaya mantab karena tahu
artinya, yang saya tulis artinya saja):
Wahai Allah, sesungguhnya daerah ini
adalah Tanah Suci serta KeamananMU,
maka selamatkanlah daging, darah, rambut,
serta kulitku dari api neraka. Dan
amankanlah aku dari azabMU pada hari
dibangkitkannya para hambaMU.
Masukanlah aku kedalam golongan para
waliMU dan orang-orang yang setia
kepadaMU.
Sampai Maktab (hotel) sudah sekitar jam
18.30, maktab kami di Syieb Amir (konon di sini
dulu Nabi Muhammad waktu kecil sedang
menggembala kambing, dibelah dadanya oleh Jibril
11
dan dibersihkan hati belaiu), lokasinya sebelah
timur Ka’bah kira-kira 1,5 km, melewati depan
bekas rumah Nabi yang sekarang jadi perpustakaan,
maktab kami berada pada route Masjidil Harom –
pasar Seng – sebelum sampai di masjid Abu
Hurairrah (Masjid Kucing) belok kanan. Kami satu
regu dalam keadaan berpakaian ihrom segera ngatur
kamar, istirahat sebentar lalu melakukan UMROH,
baru bisa berangkat umroh sekitar jam 20.00 di
mana Masjidil Harom masih penuh orang
melakukan ibadah sholat isya’.
Masuk ke masjid langsung bisa melihat
Ka’bah, bergetar hati ini, tidak menyangka bahwa
aku PARFI orang Semarang, kelahiran Jogjakarta
bisa berhadapan langsung dengan Ka’bah,
subhanallah, Maha Suci Engkau ya Allah, aku
bersyukur kehadiratMU, ampunilah dosaku,
kesombonganku, kekurangajaranku, langsung aku
berdo’a:
Wahai Allah, tambahkanlah bagi Baitullah
ini kemuliaan, kehormatan, keagungan,
serta kehebatan. Dan tam-bahkanlah pula
bagi yang memuliakan serta
menghormatinya, dari kalangan orang-
orang yang berhaji dan berumroh padanya,
kemuliaan, kehormatan, keagungan, serta
kebajikan.
Kemudian saya dan istri serta anggota regu
memulai tawaf dari garis Hajar Aswad, do’a tawaf
tiap putarannya berbeda-beda, aku baca sambil jalan
12
pelan-pelan, diantara do’a-do’a yang membuat saya
merinding dan menangis sambil jalan, antara lain:
Wahai Allah, jadikanlah hajiku ini sebagai haji
yang mabrur, sa’i yang diterima, dosa yang
terampuni, amalan salih yang dikabulkan, serta
perdagangan nan tiada merugi, wahai Dzat
Yang Mengetahui isi hati. Keluarkanlah aku
wahai Allah dari kegelapan ke arah cahaya yang
terang.
Wahai Allah, aku bermohon kepadaMU segala
sesuatu yang mendatangkan rahmatMU serta
pusaka ampunanMU, keselamatan dari segala
kebaikan, keber-hasilan memperoleh surga serta
kesela-matan dari azab neraka.
Wahai Allah, aku memohon kepadaMU akan
keimanan yang sempurna, keyakinan yang
benar, rezeki yang luas, hati yang tunduk
kepadaMU, lisan yang selalu berzikir, rezeki
halal yang baik, serta tobat yang diterima.
Setelah selesai tawaf (mengelilingi ka’bah
7x), saya dan istri terpisah dengan regu karena kami
berdua pengin ke multazam dahulu baru ke makom
Ibrahim sesuai petunjuk dalam manasik haji.
Do’a di Multazam:
Wahai Tuhan pemilik Baitullah ini, merde-
kakanlah diri kami dan diri kerabat kami dari
api neraka. Wahai Dzat Yang Pemurah,
Dermawan, Yang menyandang Keutamaan,
13
Pengarunia, Penganugerah, Yang selalu berbuat
baik, karuniakanlah kebaikan atas semua akibat
urusan kami, selamatkanlah kami dari kehinaan
hidup di dunia serta azab neraka.
Setelah dari makom Ibrahim kami berdua
mencari tempat yang agak longgar (agak menjauh
dari makom Ibrahim) untuk sholat biar lebih
khusuk. Dari makom Ibrahim kami berdua ketemu
dengan Pak Saeran sekalian, lalu bersama-sama
kami (berempat) masuk ke Hijir Ismail,
alhamdulillah bisa sholat di dalam Hijir Ismail saat
hari pertama melihat Ka’bah. Saya kayak orang
yang kegirangan, menyentuh ka’bah berkali-kali
bahkan mengusap-usap dinding dan bersandar di
dinding ka’bah sambil teriak “Allahu Akbar” kayak
penyanyi rock. Setelah itu baru ke sumur zam-zam.
Karena kami maunya berempat bersama-sama terus,
kami tidak memperhatikan bahwa sumur zam-zam
dipisah jadi 2 bagian yaitu untuk anisa dan untuk
rizal (artinya untuk perempuan ada pintunya
sendiri, untuk laki-laki juga pintu sendiri), untung
saya salah masuk ke perempuan bukan istri saya
dan Bu Saeran yang salah masuk ke laki-laki,
sehingga yang dimarahi saya, diusir dengan kata-
kata “rizal ….. rizal..” nah saat itu saya kira penjaga
wanita yang teriak-teriak rizal-rizal itu memanggil
orang yang namanya RIZAL, saya tetap aja masuk,
baru sadar setelah dicegat, ternyata pintu laki-laki
ada di sebelah lain. Di dalam sumur (mata air zam-
zam) ini saya raup, minum, dan ngikuti perilaku
orang lain, setelah raup pada sholat, ya saya ikut-
ikutan sholat 2 rakaat niyatnya sholat sunah mutlak
14
untuk mendapat ridho Allah karena telah melihat
dan sampai di sumur Zam zam.
Do’a ketika minum air zam-zam sangat saya
hafal, sebab menjadi favorit do’a saya, selalu
saya praktekkan dalam setiap habis sholat wajib,
sehingga hafal betul, maka ketika sehabis
minum, tanpa baca saya sudah hafal, segar dan
mantab rasanya:
Allaahumma innii as aluka ’ilman naafi’an wa
rizqan waasi’an wa syifaa an min kulli daa in
wa saqamin birahmatika yaa arhamar
raahimiin (Wahai Allah, aku memohon
kepadaMU ilmu nan bermanfaat, rezeki nan
luas, serta kesembuhan dari segala penyakit,
dengan rahmatMU wahai Allah Yang Maha
mengaruniai rahmat)
Dari sini kami melakukan sa’i berempat
berjalan bersama, yaitu Bpk + ibu Saeran serat saya
dan istri, do’a dalam sa’i yang selalu saya ingat
adalah ketika dalam kondisi berlari-lari kecil
diantara 2 tanda lampu hijau, yaitu:
Wahai Tuhanku, ampunilah, rahmatilah,
maafkanlah, muliakanlah, serta hapuskan-lah
apa-apa yang Engkau ketahui, sesung-guhnya
Engkau mengetahui apa-apa yang tiada kami
ketahui. Sesungguhnya Engkaulah Allah Yang
Maha Mulia lagi Maha Pemurah
15
Sambil do’a saya selalu merenung, kadang
orang itu bisa merasa paling TOP, paling PINTER,
paling SUCI, paling JAGOAN, padahal itu tidak
dibutuhkan Allah, yang penting adalah iman dan
taqwa, bukan SOK-SOK yang begituan. Dalam hati
ini kadang tergoda suatu pikiran, betapa hebatnya
saya, masih muda sudah bisa pergi haji, itulah yang
saya takutkan, ya Allah hapuskanlah dosa-dosaku
ini, kesombonganku ini, tiada arti apapun aku ini
dihadapanMU ya Allah, ampuni .... ampuni ....
ampuni, dan ampuni aku ya Allah yang hina ini.
Irhamna ya arhamar rohimin, kasihanilah
hambaMU ini, hamba yang naif, bodoh, sombong,
dan sok kurang ajar ini.
Selesai sa’i kami sholat sunah 2 rakaat,
ketika mau melakukan tahalul, ketemu Pak zawawi
(ketua regu) maka yang memotong rambut saya
adalah Pak Zawawi kemudian baru saya memotong
rambut istri saya. Habis selesai melakukan
rangkaian umroh ini kami semua melaksanakan
sholat maghrib dan isya’ di jama’, sholat
dilaksanakan di depan ka’bah arah hijir Ismail.
Salah satu anggota regu kami ada yang tidak bisa
ikut sholat jama’ah sebab ketahuan membawa foto
tustel sehingga dia menunggu di luar masjid (di
halaman). Selesai sholat ketika mau pulang ke
maktab bersama-sama, ibu yang menunggu di luar
tadi “hilang” tidak ada di tempat, kami semua
bingung mencari, tanya “askar” dan alhamdulillah
setelah kami muter-muter ibu tersebut ketemu di
halaman toko perhiasan sekitar jam 01.00 dini hari.
16
Hari berikutnya, pagi jam 04.00 kami semua
bangun untuk sholat subuh di masjidil harom,
ternyata masjid sudah penuh, kami hanya kebagian
tempat di halaman yang untuk lalu lalang pejalan
kaki, tepatnya di pinggir jalan tempat orang-orang
menjajakan air zamzam mangkal (dekat pasar
Seng). Pulang sholat subuh cari minum dan sarapan
hangat, lumayan dapat teh campur susu dari penjual
yang berkebangsaan Malaysia, akhirnya menjadi
langganan dan kita kalau panggil dia “Pak Cik”.
Pengalaman hari pertama hidup di Arab dievaluasi
bersama-sama, kita semua berdo’a mudah-mudahan
diberi kemudahan dan kesehatan.
Kamis, 26 Maret 1998, setelah sholat Isya’
mampir ke Pasar Seng beli sunkis 2 kg harganya 6
real, ayam grill ½ kg harganya 5 real, nasi 2
bungkus seharga 2 real untuk makan malam.
Jumat, 27 Maret 1998 berangkat subuh pagi
sekali dan diniatkan untuk menunggu di masjid
sampai bisa melaksanakan sholat dluha, setelah
dluha jalan-jalan ke Mekkah Tower beli sarapan di
warungnya Si Doel Rano Karno, nasi goreng
seharga 10 real, bubur ayam harganya 5 real, lalu ke
Mall Hilton ketemu mahasiswa dari Gontor yang
sedang ambil S2 di Al-Azar Mesir, dia berasal dari
Jrakah Semarang, saya diberi kenangan uang
recehan 50 halalah (1/2 real) yang biasanya pada
digunakan untuk koin telepon. Pada saat Jumatan
ketemu seorang jamaah asal Semarang
rombongannya Mansur Hidayat (di bawah
kelompok Komaidiyah, kloter 42) namanya Pak
17
Sukamto, pengusaha kacang atom “Trankil
Jatingaleh” nomor telponnya 7478744, dia berdua
dengan temannya bernama Sutrisno yang sangat
energik, lompat sini, lompat sana, mereka tinggal di
maktab JARWAL. Jumat sore saya sholat di masjid
sebelah hotel, ternyata sandal saya hilang, untung
cuman sandal jepit murahan, dari masjid mampir ke
toko kelontong beli sandal baru.
Pada hari Sabtu, 28 Maret 1998, rombongan
kami mengadakan acara ziarah ke Arafah dan Mina,
karena kurang koordinasi, regu 17 (regu kami) tak
ada yang ikut, sehingga kami satu regu bersepakat
mengada-kan acara ziarah sendiri pada tanggal 29
Maret 1998.
Hari Minggu (29/03/98) jam 02.00 sebelum
berangkat subuhan ke masjidil harom saya telpon ke
rumah (Indonesia sudah jam 06.00 wib) yang
menerima Alfi dan Ayas bicara bergantian, mereka
tampak sehat-sehat saja sedang siap-siap mau ke
sekolah. Jam 08.00 kami satu regu ziarah ke Jabal
Tsur, di mana ada sebuah gua yang digunakan Nabi
bersembunyi pada saat akan melakukan hijrah ke
Madinah, lalu ke Masjid Namira di Arofah, sholat
sunah, di Masjid Namira ini selalu ada orang Arab
yang menawarkan diri untuk memimpin do’a
kemudian kalau kita meng amini do’a tersebut dia
minta bayaran, aneh memang cara orang cari
tambahan uang, ada-ada saja tingkahnya, di Arofah
ini ketemu rombongan dari Sleman Yogyakarta,
mereka pada foto naik onta, karena ontanya sedikit
yang antre untuk naik banyak maka untuk memburu
18
waktu kami tidak naik onta. Dari masjid Namira
kita ke Jabal Rahmah, gunung tempat ketemunya
Nabi Adam dan Ibu Hawa. Kemudian ke Mina,
melihat tempat lempar jumroh wusto, ulla, aqobah,
di Mina kami kehujanan deras sekali, tetapi karena
tempat lempar jumroh ini bertingkat, maka kami
bisa berteduh pada lantai bawah. Dari Mina sambil
menuju pulang ke maktab kami lewat Jabal Nur
tempat Gua Hiro berada, kami tidak naik ke atas
sebab sangat tinggi dan terjal, sungguh sangat
mengagumkan tekad Nabi Muhammad saat itu
ketika selalu “semedi” di Gua Hiro yang ada di atas
Jabal Nur. Tiap orang dalam perjalanan ini ditarik
iuran sebesar 20 real, kami bersepuluh, jadi ongkos
perjalanan dengan carter mobil seharga 200 real =
Rp 500.000,00 untuk setengah hari. Rasanya
memang mahal jika dibandingkan dengan harga di
Indonesia, satu hari kita sewa mobil di Indonesia
hanya Rp 275.000,00, tapi pengalaman itu kan
memang mahal harganya.
Dalam perjalanan kehidupan sehari-hari di
Mekkah tidak jauh berbeda dengan di Indonesia,
sebab kita ya hanya berkumpul dengan orang
Indonesia, tetangga sendiri, dan keluarga sendiri
(istri), perselisihan, perbedaan pendapat selalu saja
ada, hanya karena kita menyadari bahwa sekarang
sedang menjalan-kan ibadah haji dan berada di
tanah suci, maka perselisihan umumnya tidak
mencuat keluar tapi dipendam dalam hati dan
kemudian akan hilang sendiri dengan berjalannya
waktu, hal inilah yang mestinya selalu kita ingat
sampai nanti kita kembali ke Indonesia, jangan
19
cepat melakukan tindakan-tindakan spontan untuk
meyuarakan ketidak puasan, kejengkelan baik
dengan teman, istri maupun orang lain yang kita
jumpai.
Suatu pelajaran yang bermanfaat untuk
dipetik adalah, bahwa dalam menjalankan ibadah
haji harus benar-benar dijalankan dengan ikhlas,
sabar, dan penuh rasa syukur. Jangan merasa sudah
tahu, merasa terhormat, lalu menyombongkan diri,
di sini tidak ada perbedaan sama sekali antara yang
kyia maupun yang masih awam, Allah lah yang
Maha Tahu dan Maha Kuasa, Allah bisa berbuat
apa saja, orang yang di Indonesia dinyatakan
sebagai kyai, bisa jadi cara tawaf keliru (salah
hitung jumlah putaran), bingung tak tahu arah
kembali, dan sebagainya. Yang jelas kita harus
benar-benar mau rendah hati (bukan rendah diri),
mau mendengarkan orang lain, mau berkomunikasi
dan “ngemong”.
Untuk ini ada kisah menarik di regu saya,
karena haji kita adalah haji tammatu (haji sambil
bersenang-senang) maka kita diwajib-kan
membayar dam (denda) sebanyak satu ekor
kambing per orang. Di Arab banyak sekali
pemukim (sebutan untuk orang Indonesia yang
bekerja atau sekolah di Arab) yang mena-warkan
diri untuk membelikan hewan korban dengan cara
setengah memaksa kemudian membawa lari uang
tersebut. Regu kami didatangi orang yang mengaku
bernama Fauzi, berasal dari Demak, dalam kartu
namanya tertulis :
20
H. AHMAD FAUZI AMIN
PO BOX 2369 Makkah Al Mukaromah
Saudi Arabia, Telpon 5425246
Alamat Indonesia :
RT 08/III Wuluh Sidokumpul, Guntur –
Demak 59565, Jawa Tengah.
Yang menjadikan saya heran dan setengah
curiga, dia minta transaksinya secara sembunyi-
sembunyi dengan alasan kalau ketahuan orang-
orang maktab dan askar bisa dimarahi, lalu dalam
melihat dan mencari hewan korban sebagai dam
yang boleh ngantar hanya satu atau dua orang saja
biar tidak mencolok. Padahal siapapun orangnya
kalau berkorban kan ingin lihat bentuk hewan
kurbannya, bahkan ingin berdo’a ketika darah
hewan tersebut menetes keluar dari tubuhnya. Kok
aneh permintaan orang Demak ini, ternyata ketika
kita sedang berdebat mengenai harga dan
keikutsertaan tim regu kami, dia dikejar orang dari
maktab lain dan diserahkan ke polisi (askar) sebab
telah dua hari jadi buron melarikan uang para
jamaah haji dari regu lain di maktab lain, caranya
sama dengan yang ditawarkan ke regu kita yaitu
minta uangnya (10 x 250 real = 2.500 real, harga
satu hewan korban adalah sekitar 250 real),
kemudian mengajak 1 atau 2 orang carter mobil ke
lokasi penyembelihan (dekat Mina), tapi di tengah
perjalanan pura-pura mau ketemu temannya, dia
minta diturunkan sebentar, ternyata lari dan
pengantarnya tadi ditinggal dalam taxi/mobil
carteran tersebut, karena setiap melakukan operasi
21
selalu meninggalkan identitas kartu nama dengan
tulisan huruf latin dan bahasa Indonesia, (mungkin
harapannya adalah supaya askar sulit menemukan
jejaknya, sebab tulisannya latin dengan bahasa
Indonesia, tetapi orang Indonesia sudah percaya
sebab ada bukti kartu nama), ternyata dia tertangkap
ketika beroperasi di maktab kami, alhamdulillah
kita satu regu nggak jadi kena tipu. Kasihan
memang si Fauzi ini, jauh-jauh dari Indonesia
melancong kok hanya jadi pencoleng/penipu,
kenapa keahliannya tidak justru dia manfaatkan
untuk menolong sesama orang Indonesia yang
mungkin kesulitan berbahasa Arab atau kesulitan
mencari makan dengan menu yang cocok dengan
lidah Indonesia. Nah, teman-teman sekalian, hati-
hatilah, meskipun di tanah suci tetapi setan iblis itu
tetap saja ada, jangan mudah tergoda. Saat itu regu
kami hampir pecah 2 kelompok, yaitu ada yang
ingin ngikuti kemauan Fauzi, ada yang meragukan
jasa baik Fauzi sebab cara berkorbannya tidak
sesuai dengan apa yang diajarkan dalam manasik.
Tanggal 30 Maret 1998, bangun jam 02.00
pagi berangkat ke Masjidil Harom sholat subuh,
menempati lantai paling atas (atap), dingin sekali
karena anginnya kencang tetapi sangat nyaman, bisa
melihat dengan jelas posisi Imam dan tempat
jenazah-jenazah yang di sholatkan sesudah setiap
sholat wajib. Sehabis sholat melakukan tawaf, lalu
do’a di multazam, sholat di makom Ibrahim,
rasanya bisa khusuk sekali dan tanpa sengaja bisa
nangis drojos, bukan sekedar mbrebes mili, tapi
ndrojos, air mata keluar dengan derasnya, sadar
22
akan kekurangan dan dosa-dosa kita, serta terharu
dan bangga bisa langsung sholat di depan ka’bah.
Jam 09.00 pergi ke Mina ke tempat
penyembelihan hewan korban (dam) berupa 1 onta
dan 3 kambing (untuk satu regu yaitu 10 orang).
Karena dalam regu hanya ada 4 bapak-bapak maka
yang berangkat dari regu kami adalah 4 bapak
tersebut (Pak Zawawi, Pak Harto, Pak Saeran, dan
saya bersama-sama satu mobil dengan regu lain).
Pulang dari Mina nukar uang 10 US $ = 36 real, dan
50 Singapore $ = 116 real.
Jam 15.50 sebelum berangkat sholat ashar,
bapak dan ibu Nyutran telpon dari Yogya langsung
ke HP saya, untung Hpnya masih on, alhamdulillah
yang di Indonesia sehat-sehat semua, dengar kabar
tentang keluarga yang di Indonesia sehat rasanya
senang sekali dan bersyukur sekali.
Pada tanggal 31 Maret 1998, ada informasi
dari ketua rombongan bahwa ada diantara jamaah
yang satu rombongan ini merasa umrohnya kurang
sempurna, maka dilakukan kesepakatan umroh
bersama-sama lagi sambil ngantar beliau yang
merasa kurang sempurna untuk menyempurnakan
umrohnya, beberapa orang dalam regu kami
mengikuti kegiatan tersebut sekalian melihat-lihat
seputar kota Mekkah, kami ber-umroh dengan
miqot dari masjid Tan’im, dari Mekkah ke Tan’im
naik bus bayar 4 real untuk pp. Masjid Tan’im besar
sekali, rasanya di Arab itu tak ada masjid yang
kecil, karpetnya bagus, tebal, saya sempatkan untuk
23
sholat dluha di masjid Tan’im ini. Karena badan
rasanya greges-greges, sore hari saya kontrol ke
TKH (tim kesehatan haji), tekanan darah saya tinggi
sekali yaitu 180–120, astaghfirullah, diberi obat
untuk 3 hari, konon saya kebanyakan makan jeroan
(hati) onta, daging onta itu efeknya lebih keras
daripada daging kambing, dasar saya sudah punya
bibit tekanan darah tinggi, tambah makan daging
onta, naik tekanan darahnya. Tapi alhamdulil-lah
nggak sampai “brek” ambruk jatuh sakit, masih bisa
jalan dan melaksanakan ibadah secara normal
meskipun badan rasanya “sumer".
Tanggal 2 April 1998, hari Kamis, coba
kontrol lagi tekanan darah ke TKH, alhamdulillah
tekanan darah sudah turun yaitu menjadi 140-80
hanya flunya yang masih, juga pilek dan batuk,
serta masuk angin, diberi 1 emplek Supra Flu. Hari
Jumat 3 April 98 dengan kondisi badan yang masih
agak flu saya jumatan dan memilih tempat yang
longgar yaitu di atap, rasanya kena sinar matahari
yang panas, badan terasa lebih nyaman, kayak
mandi air anget, kemringet, saya siap sedia
minuman banyak dalam termos, sehabis minum,
kebetulan sebelah saya minta air minum ke saya,
mau saya kasihkan semua bagaimana, lha wong
saya sangat butuh minum banyak untuk kesehatan,
kalau nggak tak kasih kok pelit amat, jangan-jangan
yang minta itu adalah malaikat yang mau menguji
keikhlasan saya, akhirnya dengan mengucap
bismillah saya kasihkan termos tersebut, ketika satu
orang minum dari termos saya, ternyata lainnya ikut
minta, jadi termos saya itu keliling entah ke berapa
24
orang, wis embuh neng endi termosku,
alhamdulillah akhirnya balik lagi ke saya, terus
terang saya berpikir pasti deh habis air saya, eh
ternyata masih penuh isi termosnya, heran saya
jadinya, kok bisa ya, subhanallah, maha suci
Engkau Wahai Allah, gak berani bilang apa-apa
saya, hanya menunduk dan bersyukur.
25
KISAH DI AROFAH dan MINA
Selama di Arofah tidak banyak menulis
catatan sebab disibukkan dengan do’a dan rasa
badan saya juga belum begitu sehat sehingga waktu
luang saya manfaatkan betul-betul untuk istirahat
(tidur) dan berdo’a. Dalam perjalanan menuju
Arofah ada rasa bersalah dalam diri saya, karena
saya bawa HP, maka saya sering telpon-telponan
dengan teman sekantor yang juga pergi haji. Karena
lokasi kita berjauhan, maka kita berjanji ketemu di
Arofah, dan merencanakan untuk dolan keliling
Arofah bersama. Ternyata di Arofah saya
diharuskan banyak istirahat dalam tenda untuk
menstabilkan kondisi badan yang belum sehat betul
agar tidak jatuh sakit beneran, dan anehnya, setelah
di Indonesia, teman saya juga cerita kalau di Arofah
badannya sakit semua, jadi gak bisa cari tenda saya,
tetapi lebih banyak tinggal di tenda dan berdo’a.
Disinilah saya melihat bahwa Allah itu
sangat cinta pada umatnya, kalau saya diberi sehat,
mungkin di Arofah saya tidak khusuk do’a
melainkan malah dolan-dolan sama teman saya
keliling tenda-tenda, melihat orang-orang dari
negara lain, dan sebagainya. Allah berkehendak
agar saya berdo’a, bukan bermain, maka saya diberi
sakit agar bisa istirahat, berdo’a, dan memohon
dengan sungguh-sungguh sambil menangis.
Berangkat ke Arofah hari Minggu 5 April
1998 sore menjelang maghrib, sampai di Arofah
sudah malam, kita satu regu mencari tempat
mengelompok, karena saya yang paling muda jadi
26
saya harus ngalah mempersilahkan beliau-beliau
yang lain cari posisi baru saya nggelar tikar saya.
Dalam tenda sebenarnya sudah ada terpal sebagai
dasarannya, tapi saya bawa tikar plastik yang ada
bantalannya sehingga tidurnya bisa nyenyak,
nyaman, tikar tersebut dijual belikan di banyak
tempat di kota Mekkah sehingga hampir semua
jamaah menggunakan tikar palstik tersebut untuk
wukuf di Arofah. Saya dapat tempat yang tenda
bagian atasnya agak terbuka, sebab dekat dengan
pohon, yah gak apa-apa, pada malam hari dingin
tapi ternyata pada siang hari malah sejuk. Saat
wukuf ini badan saya panas sekali (demam, tubuh
panas tapi merasa kedinginan), sebab dalam
keadaan masuk angin pakaiannya hanya
menggunakan pakaian ihrom yang terbuka, tetapi
alhamdulillah masih doyan makan. Oleh Pak Harto
saya diberi obat Paratusin dan Panadol, lumayan
bisa menurunkan panas sedikit, oleh Pak Saeran
saya disemprot air dan dikompres dengan handuk
basah, bapak-bapak satu regu ini memang baik-baik
semua, alhamdulillah punya teman baik dan suka
menolong.
Kejadian yang menarik ketika wukuf adalah,
pada saat akan makan siang kita masing-masing
regu harus ambil jatah makan sendiri, satu regu
ambil sepuluh bungkus, hal ini diberlakukan konon
atas usul beberapa jamaah yang merasa tersinggung
cara menyajikan makanan dari orang-orang Arab
yang dengan berdiri sambil melempar-lempar
makanan ke arah kita, mereka bilang kok kayak
memberi makan hewan di kebun binatang saja. Saya
dan Pak Saeran yang dapat tugas membantu ambil
27
makan di dapur umum, untuk regu kami semua
kebagian makan tak ada masalah, tapi dikelompok
lain terjadi kegaduhan dan kekacauan sebab maunya
menolong teman tapi merugikan orang lain,
kasusnya begini, orang yang berangkat dengan istri,
ketika orang tersebut sedang keluar membantu
regunya ambil makan, si istri minta diberi 2
bungkus dengan alasan yang satu untuk suaminya,
sedangkan suaminya di luar juga ambil 2 dengan
alasan untuk istrinya, jadi dia dapat empat bungkus
untuk berdua, belum lagi ada yang berteriak-teriak
memintakan jatah temannya, sehingga ada yang
mendapat bungkusan nasi berlebih tapi disisi lain
ada yang tak kebagian makanan. Dari kejadian
tersebut saya mengambil kesimpulan bahwa
ternyata meskipun orang Arab cara bagi
makanannya terasa kasar, tapi tepat sasaran, yang
diberi adalah orang yang ada di dalam tenda, yang
di luar tidak diberi, tidak boleh memintakan untuk
teman atau istri, nanti yang belum kebagian bisa
minta petugas di depan tenda. Alhamdulillah yang
punya pikiran seperti itu ternyata bukan saya saja,
akhirnya kita sepakat kembali untuk pembagian
makanan biar dilakukan oleh petugas dari Arab saja.
Selama wukuf ini waktu saya lebih banyak saya
habiskan di dalam tenda sebab kondisi badan masih
belum begitu sehat, keluar sebentar sama istri
melihat-lihat suasana perkemahan dan foto bersama,
ada bapak-bapak yang bertanya apa benar pohon di
Arofah ini asalnya dari Indonesia, menurut cerita
memang demikian, lalu dia tanya lagi, lha
sebenarnya ini pohon apa sih? Tak jawab saja kalau
orang Arab menyebut ini pohon Al-Wathoni, istri
28
saya tanya ke saya kok tahu, tak jawab lagi Al-
Wathoni itu artinya Aku Waton Muni, lalu kita
tertawa bersama-sama, ternyata sesampainya di
Indonesia baru saya ketahui bahwa jenis pohon
yang ditanam di Arofah adalah pohon Embo. Do’a
wukuf dipimpin oleh ketua kloter lalu dilanjutkan
dengan do’a sendiri-sendiri dan regu kami dipimpin
oleh ketua regu yaitu Pak Zawawi.
Do’a wukuf di Arofah:
Wahai Allah, aku bermohon melalui DzatMU
Yang Maha Pemurah, dan kedermawananMU
yang Qodim, melalui namaMU yang Agung,
kiranya karuniakan-lah sholawatMU atas
junjungan kami Nabi Muhammad SAW, dan
agar Engkau mengampuni kami, juga kepada
bapak ibu kami, putra putri kami, saudara-
saudara kami, para kerabat kami, para guru
kami, rekan-rekan kami, istri-istri kami, dan
bagi seluruh muslimin dan muslimat, para
mukminin dan mukminat yang masih hidup
maupun yang sudah meninggal.
Tanggal 7 April 1998 dini hari sudah ada di
Mina, dari Arofah 6 April 1998 malam setelah
isya’, mabit di Muzdalifah sambil mencari batu
untuk lempar jumroh. Setelah sampai Mina kami
langsung menuju tenda terlebih dahulu untuk
istirahat dan berbenah diri guna melempar jumroh
aqobah. Setelah selesai melempar (sekitar pagi hari
menjelang subuh) saya telpon ke Nyutran – Yogya
(ke Ibu dan Bapak, di Indonesia sekitar jam 06.00
wib) serta ke Semarang, anak-anak cerita kalau mau
29
berangkat sholat Idul Adha di sekolah, saya juga
cerita kalau rukun haji sudah terlaksana semuanya
dengan selamat, sekarang saya sudah benar-benar
haji, tahu-tahu saya didatangi askar yang mau
pinjam HP saya, dia lihat HP saya siemen dia bilang
siemen good, tak jawab ya Indonesia is siemen, so
Indonesia is good, dia mau minta HP saya, saya
bilang haram-haram, lalu dia hanya tersenyum ke
saya. Di halaman sekitar tempat lempar jumroh
kami sholat subuh berjamaah lalu pulang ke tenda
lagi yang berjarak sekitar 3 km melewati
terowongan Al Muazim yang terkenal karena telah
menewaskan 600.000an jamaah haji Indonesia. Di
tenda sakit demam saya kambuh, minum panadol
lagi, obat ini ternyata menjadi obat favorit saya,
panas, demam, pilek, flu, minum panadol = kayak
iklan saja, kalau batuk minum OBH = Obat Batuk
Haji, sehabis minum panadol badan rasanya anget,
bisa gemrobyos, byos, byos, byos.
Tanggal 8 April 1998 dini hari jam 02.00
berangkat lempar 3 jumroh yaitu Ulla, Wustho, dan
Aqobah, keadaan masih sepi jadi enak bisa khusuk
do’anya, regu kami sepakat tidak perlu mencari
waktu afdol tetapi yang penting sah. Setelah hari
ketiga kami di Mina, selesai lempar 3 jumroh lagi
kami satu regu sepakat ke Mekkah, tanggal 12
Dulhijah (9 April 98) kami balik ke Mekkah naik
mobil carteran dengan ongkos 20 real per orang,
kami ambil Nafar Awal bukan Nafar Sani, kami
hanya lempar 3 jumroh dua kali, dan jumroh aqobah
sekali saat pertama datang dengan masih berpakaian
ihrom. Keadaan perkemahan di Mina lebih bagus
30
daripada yang di Arofah, kamar mandinya pun lebih
bagus, airnya melimpah, mudah mencari minum
panas, tiap pagi bisa minta teh dicampur susu anget.
Tetapi kalau mau mandi tetap saja harus
antri, ada kejadian lucu di sini, ketika sedang antri,
depan saya adalah orang tua yang katanya dari
Mranggen Demak, setelah yang dari dalam KM/WC
keluar maka masuklah bapak itu tadi, tak begitu
lama dia keluar lagi sambil grundelan memberitahu
saya “tiwas antri rak ono banyune….”, saya diam
saja, kesempatan ini saya manfaatkan untuk masuk,
memang di dalam KM/WC tersebut nggak ada
airnya sebab pakai kran dan shower, jadi nggak ada
bak mandinya. Setelah selesai, saya keluar melihat
bapak depan saya tadi antri lagi pada barisan paling
belakang, dia bersungut sama saya sambil ngomong
“rak gelem ngandani kik…”, astaghfirullah hal
adiem. Kejadian ini mungkin lucu bagi saya, tapi
“nggerus” bagi bapak itu tadi. Ya Allah ampunilah
kekurang ajaran saya, guyonan saya ini semoga
tidak menjadi penghambat saya untuk masuk ke
surgaMU.
31
KEMBALI KE MEKKAH LAGI
Kami sampai di Mekkah sekitar jam 09.00
lalu melakukan tawaf ifadoh, sekitar jam 14.00
dapat telpon dari Yogya (bapak) menanyakan kasus
kecelakaan jamaah haji Indonesia yang ada di Mina,
kami yang ada di sini malah tidak tahu ada berita
tersebut.
Jumat, 10 April 98 saya dapat SMS banyak
sekali, antara lain dari teman (Pak Nurhadi, ibunya
juga haji bareng saya), adik-adik saya, dan beberapa
voice mail, sayang voice mail tak bisa dibuka jadi
nggak tahu apa isinya dan dari siapa. SMS
kebanyakan mengucapkan selamat dan mendo’akan
supaya dapat predikat haji mabrur (insya Allah,
amin), serta menanyakan kasus tragedi Mina yang
menewaskan banyak jamaah haji Indonesia. Terus
terang saya dan teman-teman yang di Arab malah
nggak tahu berita itu, kalau suasana di tenda kami
sih aman-aman saja, tetapi di luar tenda kan banyak
sekali manusia yang berjubel di sekitar tempat
32
lempar jumroh, bayangkan orang sekitar 3-4 juta
berkumpul jadi satu di satu tempat yang sempit,
tidur, makan, buang hajat di tempat tersebut,
taruhlah yang kebagian tenda 3/4nya, jadi kan ada
sekitar 1 juta orang yang kleleran di pinggir jalan,
jadi ya sumpek, bau, bercampur jadi satu, tetapi di
tenda nggak ada masalah apa-apa.
Yang menarik di Mina adalah banyak-nya
keluarga-keluarga yang membagi-bagikan roti,
mulai dari bapak, ibu, dan anak-anaknya mencegat
jamaah (termasuk saya) untuk dikasih roti, mereka
beranggapan bahwa memberi makan musafir
pahalanya besar sekali, apalagi musfirnya adalah
tamu Allah.
Siang hari seperti biasa saya jumatan bareng
dengan pak haji Saeran (sekarang sudah layak
dipanggil dengan sebutan haji), karena tempatnya
sudah penuh sesak, cari tempat berdiri saja susah
apalagi untuk duduk, untung saya dicarikan tempat
oleh mahasiswa dari Sudan yang sedang duduk
bergerombol dengan orang Libya dan Abu Dhabi,
mungkin karena saya selalu baik dengan mahasiswa
(hahaha, ngelantur nih ye), jadi di sini saya juga di
tolong oleh mahasiswa, semuanya ramah-ramah
apalagi cerita-cerita dengan bahasa setengah
cowboy, mereka tahu bahwa saya dosen dari
Indonesia. Untuk jumatan kami brangkat sekitar
jam 10.00 padahal mulainya sekitar jam 12.00an,
dua jam kami duduk di masjid sambil ngobrol,
karena mereka pandai bahasa Inggris jadi ya
lumayan, saya bisa tanya apa bedanya sorban
(kafayeh) yang warnanya merah, putih, dan hitam,
konon merah dan hitam itu untuk kebanyakan
33
orang, sedangkan yang putih untuk golongan
ningrat, tetapi golongan ningrat memakai warna
merah atau hitam juga nggak apa-apa, kalau yang
bukan ningrat mau pakai putih biasanya malu
sendiri meskipun tidak dilarang.
Orang Libya sangat mengagumi Sukarno,
saya juga bilang kalau saya senang dengan Khadafi
sebab ada huruf “fi” nya seperti nama saya, mereka
tertawa. Kalau orang Abu Dhabi dan Sudan nggak
kenal Sukarno, mereka tahunya Indonesia adalah
Suharto : ....Suharto like Fahd, he is a King of
Indonesia.
Tanggal 13 April 98 pergi umroh sunnah
berdua saja, saya dengan istri, miqot di Tan’im,
naik bus dari Mekkah ke Tan’im bayar 2 real, tapi
dari Tan’im ke Mekkah cuman 1 real, saya tanya
kok narik ongkosnya berbeda, jawabnya kalau dari
Tan’im kan kamu sudah pakai ihrom jadi ada
discount. Perjalanannya lancar, berangkat setelah
subuh jam 05.00 sampai maktab lagi jam 09.00,
mampir beli Tang (Nutrisari) seharga 12 real,
kemudian menu-karkan uang ringgit Malaysia dan
dollar Singgapore sisa dari kunjungan ke Malaysia
dan Singapore sebelum berangkat haji.
Tanggal 14 April 98 umroh sunnah lagi
bersama-sama teman satu rombongan dipimpin Pak
Yatna. Kemudian tanggal 16 April 1998 umroh
sunnah lagi bersama-sama dengan Pak Zawawi dan
Pak Saeran sekalian, miqotnya tetap dari Tan’im.
Hari-hari berikut-nya saya mencoba melaksanakan
umroh sunnah dengan miqot dari Ji’ronnah sebab
bapak dan ibu saya bilang kalau umroh sunnahnya
sering dilaksanakan dari Ji’ronnah, makanya saya
34
berusaha mencari tahu dimana kendaraan yang
menuju Ji’ronnah dan alhamdulillah ketemu
sehingga bisa melaksanakan umroh dengan miqot
dari Ji’ronnah maupun Tan’im. Konon Nabi selalu
miqot dari Ji’ronnah, sedangkan istri Nabi disuruh
miqod dari Tan’im, masjid Ji’ronnah arsitekturnya
lebih kuno dari masjid Tan’im, bentuknya lebih
angker, banyak orang Indonesia yang senang ke sini
sebab banyak dari mereka yang mengkeramatkan
khasiat air di Ji’ronnah.
Tanggal 18 April 1998 saya bersama istri
menyempatkan diri untuk tahajud di Masjidil
Harom, berangkat ke masjid jam 02.00 diniatkan
untuk tahajud, kemudian mengikuti sholat subuh,
lalu istri saya pengin sekali mencium hajar aswad,
ternyata sulitnya bukan main, sebenarnya sudah
dekat, saya hanya sempat pegang pinggirnya saja
(ngrogoh) sebab depan saya ada kepala manusia,
setelah dari usaha nyium hajar aswad nggak
terlaksana, istri saya sakit badannya, kaku-kaku dan
panas, tak suruh istighfar mohon ampun karena
terlalu bernafsu dalam ibadah. Di hotel sepi, teman-
teman satu regu lainnya pada melaksanakan umroh
sunnah, karena sepi saya pergi ke kantor pos kirim
poscard ke teman-teman dan saudara yaitu, Pak
Karyadi, Oom Prodjo, Eyang Wardiman, Mas Kun,
Popa, Mas Suhud, dan Oom Narto, adik saya
Kresno tidak sempat saya kirimi sebab postcardnya
habis, tapi dengan Kresno kita selalu SMS an.
Minggu 19 April 1998 pagi telpon ke rumah
diberi tahu bahwa Kresno dan keluarga serta
Yangkung dan Yangti tidur di Semarang nemani
anak-anak, selama ini yang nemani adalah mBendol
35
dan Ibu Pakel (mertua). Anak-anak sehat-sehat
semua, siang hari sholat dluhur di depan hotel dapat
info bahwa listrik di Madinah itu masih ada yang
110 volt, tidak semua 220 volt, disarankan kalau
mau masak sendiri beli kompornya di Madinah saja
sesuaikan dengan voltage yang ada. Saya lalu
berfikir mengenai charger HP yang stromnya 220
volt, saya berharap mudah-mudahan dapat hotel
dengan listrik 220 volt.
MENUJU MADINAH UNTUK
SHOLAT ARBAIN DI MASJID
NABAWI
21 April 1998 sesudah sholat Isya’
melakukan towaf wada’ (pamitan) untuk berangkat
menuju Madinah, sebelum berang-kat ke Madinah
barang-barang yang ada di kopor besar harus diisi
dengan barang-barang yang tak dibutuhkan di
Madinah sebab kopor besar langsung dikirim ke
Jeddah, tidak ikut dibawa ke Madinah, jadi
pengepakannya butuh tenaga super ekstra, baik dari
36
segi keamanan dan kekuatan agar yang didalam
kopor besar tidak rusak. Sepanjang perjalanan ke
Madinah cuman tidur saja, mampir di rumah makan
ISTAMBUL cuman nunut ke lavtory tidak
makan/minum. Sholat subuh di dalam bus. Mulai 22
April 1998 melaksanakan sholat arbain dimulai dari
sholat dluhur. Penginapan kami kira-kira berjarak 3
km dari masjid Nabawi, lumayan jauh, setengah
jam berjalan kaki melewati makam Baqi. Sehabis
sholat dluhur cari makan dapat restoran Malaysia
(MONA) masakannya enak dan porsinya gede, satu
porsi bisa untuk makan berdua, harganya 7,5 real.
Waktu pulang ke pondokan ambil jalan lingkar
ternyata jauh sekali karena mengitari makam Baqi,
sampai di pondokan pintunya di tutup nggak bisa
masuk kamar sebab kunci dibawa oleh teman lain
dalam satu regu, lalu disepakati, sehabis subuh kita
semua pulang ke hotel, kemudian dari dluhur
sampai isya’ di masjid terus, baru pulang ke hotel
setelah sholat isya’.
Jumat tanggal 24 April 1998 melaksana-kan
ziarah bersama-sama dengan Pak Dullah orang
Gaharu Barat yang bermukim di Madinah yaitu ke
lokasi perang UHUD, melihat makamnya Hamzah
yang dibunuh Hindun (dengan cara dimakan
hatinya), ke Masjid Quba yaitu masjid yang pertama
kali dibangun oleh Nabi, Masjid Qiblatain (masjid
dengan dua kiblat, menghadap Masjidil Aqsa dan
Masjidil Harom), tempat perang Kondahk yang
strategi perangnya diautur oleh Salman Al Farizi
(nama sahabat Nabi ini mengilhami saya untuk
memberikan nama yang mirip kepada anak saya
laki-laki, yaitu Bagus Al Farazi - AYAS) dan
37
mengalami kemenangan yang gemilang setelah
kalah di UHUD (perang Islam adalah perang Badar,
Uhud, Kondakh).
Selama di Masjid Nabawi menyempat-kan
diri untuk melihat seluruh pelosok masjid mulai dari
tempat wudlu yang sekaligus juga merupakan
KM/WC, kayaknya ada 6 bangunan (3 di selatan
dan 3 di utara) masing-masing dengan 7 lantai
kebawah, tiap lantai dihubungkan dengan tempat
parkir mobil lewat jalur jalan bawah tanah,
melewati bawah masjid melingkar ke luar.
Di tengah-tengah masjid ada lubang udara
yang ditutup tenda payung yang bisa buka tutup,
design-nya bagus sekali, setiap lekukan ornamen
berfungi untuk menyimpan jari-jari payung, benar-
benar sebuah karya seni yang fungsional. Di sini
saya punya keinginan untuk mengambil gambar
tenda payung yang bisa buka tutup secara otomatis
tersebut, tetapi takut kalau ketahuan bawa foto
toestel (kamera) ke masjid pasti dirampas kamera
saya, kebetulan bentuk kamera saya kecil, maka
saya beli celana komprang seperti celananya orang-
orang Bangladesh, kantong-nya besar, diluarnya
saya tutupi dengan pakain DAMIS, jadi tidak
kelihatan kalau bawa toestel, di dalam masjid saya
ambil foto sambil pura-pura tiduran, gak tahunya
saya kena gebuk sajadah askar, dimarahi disuruh
bangun ambil air wudlu, kaget juga saya, untung
tidak dimarahi karena motret tenda payung, jadi
selamatlah kamera saya, ada-ada saja tingkah
kenekatan saya ini, astaghfirullah.
Tiang-tiang masjid ornamennya dibung-kus
emas murni, cahaya masuk lewat kubah yang bisa
38
bergeser dan dihiasi dengan batu pualam (semacam
onyx) bukan glass inload, jadi indah sekali dan
sangat natural. Saya dan Pak Saeran sempat naik ke
atap dan sholat di bawah kubah yang sedang
bergeser, akustiknya bagus sekali, gema suara
meman-tul sempurna sehingga tidak menganggu
orang di luar lingkup kubah.
Selama di Nabawi kami berusaha untuk
sholat dan berdo’a di rawdoh (taman surga) yaitu
tempat antara mihrab dengan rumah Nabi, sangat
berjubel di sini sebab ini salah satu tempat yang
mustajab untuk memohon do’a dengan ukuran luas
yang relatif kecil, maunya semua jamaah sholat dan
berdo’a di sini.
Setiap mau ke ROUDOH, muncul ide akal-
akalan di sini, karena saya lihat orang Malaysia itu
sangat kompak, saling tolong menolong dalam
mencarikan tempat duduk dan tempat sholat bagi
temannya, biasanya mereka dicirikan dengan surban
yang dibalutkan kepala seperti kelompoknya Darull
Arqom (kayak Aa’ Gym), maka saya berusaha
memperhatikan cara mereka berpakaian kemudian
untuk saya tirukan, setiap ada orang dengan surban
Darul Arqom saya dekati dan mereka pasti
kelompok orang Malaysia, akhirnya saya dicarikan
tempat sholat karena dikira sama-sama dari
Malaysia, setelah selesai sholat di Roudoh saya
ucapkan terimaksih dan cerita kalau saya dari
Indonesia, mereka bilang darimana saja asal sama-
sama muslim adalah saudara, alhamdu-lillah. Di
masjid Nabawi ini jamaah putra dan putri dipisah,
sehingga saya hanya dengan Pak Saeran, dan istri
saya dengan Bu Saeran.
39
Paling senang di sini adalah mengamati
orang-orang Iran, mereka putih-putih, rapi-rapi dan
harum, ada orang tua Iran pakai surban hitam
(bukan kafayeh, tapi tutup kepala), konon menurut
cerita orang Arab, mereka yang bersorban hitam
kayak Ayatulloh Rohullah Imam Khomaeny adalah
orang-orang yang memiliki garis keturunan Nabi.
Orang yang saya perhatikan ini sudah tua, sedikit
bungkuk, berjalan pakai tongkat (seperti tongkat
yang diinginkan bapak saya), bapak saya pesan ke
saya untuk dibelikan tonkat tersebut di Madinah,
maka saya ikuti orang itu, kayaknya sudah tua tapi
jalannya cepet dan jauh lagi, hebat sekali orang ini,
selesai dia sholat sunnah saya tanya dimana beli
tongkat ini, dikiranya saya mau minta tongkatnya,
hampir saja dikasihkan ke saya, saya nggak tahu
bahasa Parsi atau Arab yang dia ucapkan, saya
dibantu seorang pemuda dari Pakistan dengan
bicara bahasa Inggris, setelah tahu bahwa
maksudnya “silahkan ambil saja tongkat ini kalau
kamu butuh…”, saya bilang “No No No I would like
to buy this for my father in Indonesia…”, dia jawab
cari saja di apotik (drug store), maka selesai sholat
saya cari apotik di sekitar masjid, karena pakaian
saya lusuh, maklum dari dluhur sampai dengan
isya’ di masjid terus tak mandi dan tak ganti
pakaian maka sama petugas saya disuruh menunjuk-
kan punya uang apa tidak, harga tongkatnya 150
real, kemudian saya tunjukin bahwa saya ada
lembaran 500, 100, dan 50an real, belum lagi yang
5 dan 1 realan, dan saya punya kartu kredit, setelah
tahu kalau saya dari Indonesia, dia bilang Indonesia
kaya-kaya, please, saya dilayani dengan baik.
40
Di Madinah saya beli buku arsitektur masjid
Nabawi, beli dua versi bahasa Inggris dan bahasa
Arab, juga arsitektur Masjidil Harom versi bahasa
Inggris, hari pertama saya beli yang versi Inggris,
rasanya kok pengin juga yang versi Arab, tak
datangi lagi tokonya pada hari berikutnya, harganya
sudah dinaikkan, untung tak tawar bisa dengan
harga kemarin. Demikian pula untuk korma,
ditawari korma Nabi yaitu yang warnanya hitam
bintil-bintil putih, kalau dikupas sampai ke bagian
dalam tetap berwarna hitam, beli hari ini dan besuk
harganya sudah lain, masya Allah orang Arab kalau
berdagang sangat-sangat tidak konsisten, jadi harus
hati-hati kalau beli barang di sana.
Hari terakhir di Nabawi ketemu orang Polda
Jateng yang berangkat haji ikut rombongan dari
Jakarta, dia bilang Jakarta rusuh, Pak Harto
digoyang demo mahasiswa, harga beras Rp
4.000,00/liter, bensin Rp 1.200,00/liter, mahasiswa
menuntut Pak Harto turun, dianggap pikun karena
mengangkat Tutut dan Bob Hasan jadi menteri, kita
yang di Arab nggak tahu perkembangan politik di
tanah air, rasanya Tutut nggak pernah jadi menteri,
diisukan mungkin, nggak tahulah.
Hari Kamis, 30 April 1998 berangkat ke
Jeddah sore hari yaitu jam 17.00 waktu Arab,
malamnya sampai Jeddah, sungguh indah kota
Jeddah di waktu malam hari, terang benderang,
kamar mandinya lumayan nyaman, airnya hangat,
konon ini adalah air sulingan dari laut, barang siapa
mandi dengan air sulingan ini dalam waktu lama,
warna kulitnya akan semakin putih. Jumat pagi
kami berkeliling kota melihat keindahan kota
41
Jeddah, pantai Laut Merah, Patung Sepeda Raksasa,
Masjid yang digunakan untuk menghukum
pancung, makam Ibu Hawa yang panjangnya sekitar
14 meter (tapi konon menurut riwayat dalam hadist
disebutkan tentang makam ibu Hawa di Jeddah
adalah lemah, yang kuat adalah makam ibu Hawa
itu di Jabal Qubais Mekkah sebelah selatan Mekah
Tower). Sholat Jumat di penginapan, orang Arab
kalau bikin garis shof, garis tersebut adalah tempat
jari kaki menempel, tapi kalau Indonesia garis shof
adalah tempat tumit menempel, jadi banyak orang
Arab yang membetulkan cara berdiri orang-orang
dari Indonesia untuk meluruskan shofnya. Daripada
bingung-bingung tak tutupin aja garis shofnya pakai
sajadah, udah beres. Ketika jumatan saya ketemu
bapaknya Iwan (teman dari Magelang), omong-
omong sebentar lalu pamitan lihat-lihat toko dan
dagangan yang dijajakan di Jeddah, jas dan baju
sungguh sangat murah, harganya antara 5 – 15 real
(Rp 12.500 – Rp 32.500), sayang warna yang tak
pilih beniknya nggak utuh, ya nggak jadi beli.
Konon banyak kyai-kyai yang mborong jas, di
pesawat banyak jamaah yang jas-jasan (hebat,
subhanallah). Di tempat penjualan jas ini banyak
sekali TKW dan TKI Indonesia yang pakai mobil-
mobil bagus kayak mobil Subaru-nya Tommy
Suharto, Toyota yang bentuknya kayak Espass,
mereka mengunakan mobil juragannya untuk jual
jasa penukaran real ke rupiah, dagang jas, makanan,
dan minuman sambil momong anak juragannya.
Orang-orang Arab di Jeddah ini pakaiannya
seperti orang Arab di Blok M atau Citra Land,
kayak bintang film (Ayu Ashari, Marissa Haque,
42
dsb. Mereka ngobrol dan lari-lari disekitar
dagangan sopir-sopirnya). Malam hari saya dan
istri, serta Pak Saeran dan Bu Saeran melihat air
muncrat yang ada di Laut Tengah dari atap hotel,
terlihat juga indahnya kota Jeddah dari atap hotel.
Sabtu siang tanggal 1 Mei 1998 kita ke Air
Port, dapat buku kenangan dari Raja Fahd berupa
Quran dan buku pengetahuan agama sebanyak 4 set,
hari Minggu dinihari sekitar jam 02.00 sampai di
Semarang lagi dengan selamat, karena tak ada yang
jemput ke Donohudan maka saya ikut bus dan turun
di Manyaran (kantor Depag yang baru), dari
Manyaran naik bus ke Banyumanik, sampai masjid
Al-Amin sekitar jam 03.00 wib. Sholat 2 rakaat,
alhamdulillah semua selamat, kumpul lagi dengan
keluarga. Insya Allah lain waktu bisa berangkat lagi
ke Mekkah sekeluarga, amin.
top related