pengantar obat sistem mengapung hidrogel kitosan - …
Post on 16-Oct-2021
11 Views
Preview:
TRANSCRIPT
PENGANTAR OBAT SISTEM MENGAPUNG HIDROGEL KITOSAN - POLI (N-VINIL KAPROLAKTAM) DENGAN METODE FULL IPN.
1). Beryl Mawarid
Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan IPA, Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, Indonesia.
e-mail : berylmawarid@gmail.com
Abstrak
Amoksisilin trihidrat merupakan salah satu kandidat obat aktif yang stabil pada pH lambung (gastric retention). FDDS (floating drugs delivery system) efektif memperpanjang waktu pada gastroinstestinal tract. Pada penelitian ini Hidrogel Kitosan dan Poli (N-vinilkaprolaktam) (PNVCL), (K-PNVCL) telah berhasil disintesis dengan metode full interpenetrating polymer network (IPN) sebagai enkapsulasi amoksisilin untuk memperoleh pengantar obat sistem mengapung (FDDS) (floating drugs delivery system) dengan agen pembentuk pori NaHCO3 dan CaCO3 dengan variasi 1%, 5%, 10%, dan15% dan dikarakterisasi dengan fourier transform infrared (FTIR), mikroskop stereo optik. Hidrogel K-PNVCL yang telah disintesis menghasilkan persen swelling 3550,56 %, dan persen derajat ikat silang 84,56%. Variasi 10% NaHCO3 menghasilkan waktu floating 3,33 menit, persen release 83,85%, dan persen penjeratan 45,67%. Variasi 10 % CaCO3 menghasilkan waktu floating 1,5 menit, persen release 92,53 %, dan persen penjeratan 65,57%. Variasi jenis agen pembentuk pori CaCO3 dengan NaHCO3 memberikan waktu floating yang berbeda, agen pembentuk pori CaCO3 menghasilkan waktu floating yang lebih lama pada konsentrasi optimum dibandingkan dengan agen pembentuk pori NaHCO3.
Kata kunci : Amoksisilin trihidrat, FDDS, K-PNVCL, Agen pembentuk pori.
Abstract Amoxicillin trihydrate is one of the active drug candidates that are stable at the pH of the stomach (gastric retention). FDDs (floating drugs delivery system) effectively extend the time in gastroinstestinal tract. In this study Hydrogel of Chitosan and Poly (N-vinil caprolactam) (PNVCL), (K-PNVCL) have been successfully synthesized by full interpenetrating polymer network (IPN) method, as encapsulation amoxicillin to develop the drug delivery system (FDDs) (floating drugs delivery system ) with a pore-forming agent NaHCO3 and CaCO3 respectively with a variation of 1%, 5%, 10%, dan 15% and characterized by fourier transform infrared (FTIR), stereo optical microscope. Hydrogels K-PNVCL has been synthesized, and result swelling degree 3550.56% and degree of crosslink 84.56%. Variation 10% NaHCO3 result, floating time 3.33 minutes, percent of release 83.85%, and percent of drug entrapment 45.67%. Variation 10% CaCO3 result floating time 1.5 minutes, percent of release 92.53%, and percent of drug entrapment 65.57%. Variations in the type pore forming agent CaCO3
Pengantar Obat ..., Beryl Mawarid, FMIPA UI, 2016
with NaHCO3 give floating a different time, a pore-forming agent CaCO3 floating time more longer in optimum concentration compared with NaHCO3 pore-forming agent.
Keyword : Amoxicillin trihydrate, FDDs, K-PNVCL, Pore forming agent.
Pendahuluan
Amoksisilin trihidrat merupakan salah satu kandidat obat aktif yang stabil
pada pH lambung (gastric retention). Enkapsulasi amoksisilin trihidrat yang banyak
digunakan dalam menangani infeksi di enkapsulasi dengan menggunakan tablet.
Tablet memiliki keuntungan dibandingkan enkapsulasi dengan metode lain, yaitu
memiliki ketepatan ukuran serta variabilitas kandungan yang paling rendah
(Iksanudin,,2013). Namun demikian, enkapsulasi menggunakan tablet juga memiliki
kelemahan antara lain obat memiliki sifat sulit terbasahi, sukar larut, absorpsinya
rendah, sehingga tablet sulit diformulasi untuk menghasilkan bioavailabilitas yang
mencukupi (Lachman et al,1994). Selain itu, sistem penghantaran obat dengan oral
memiliki retensi waktu penyerapan obat yang sangat singkat sehingga kadar teraupetik
dalam darah sulit tercapai (Narkar et al, 2010). Salah satu metode untuk
memperbaikinya adalah dengan sistem mengapung sebagai penghantar obat atau
FDDS (floating drugs delivery system). FDDS (floating drugs delivery system) secara
efektif memperpanjang waktu adsorbsi pada gastroinstestinal tract (GIT)
(Selvakumaran et al, 2015 ). Membentuk pori dengan menggunakaan agen pembentuk
pori banyak dilakukan untuk membentuk obat berbasis FDDS. Agen pembentuk pori
yang banyak digunakan diantaranya NaHCO3, asam tartarat, dan asam sitrat (Narang,
2011). (Drugs release) bergantung pada jumlah dan jenis (app) yang digunakan.
Agen pembentuk pori dengan effervescent sytem bekerja dengan melepaskan CO2
ketika berada pada kondisi asam dan menurunkan densitas pengantar obat (drugs
delivery) faktor penyebab obat dapat mengapung dengan waktu tertentu. Di sisi lain
hidrogel merupakan material pintar dan banyak digunakan sebagai aplikasi untuk
pengantar obat. Struktur berpori hidrogel dapat dengan mudah dirancang dengan
mengatur kerapatan ikat silang (cross-linking) dalam matriks hidrogel dan afinitas
hidrogel pada lingkungan berair, dimana hidrogel dapat mengembang. Struktur
berpori hidrogel memungkinkan pemuatan obat ke dalam matriks gel dan pelepasan
Pengantar Obat ..., Beryl Mawarid, FMIPA UI, 2016
obat dengan laju tergantung pada koefisien difusi mikromolekul atau makromolekul
melalui jaringan hidrogel (Hoare et al,2008).
Kitosan dapat digunakan sebagai bahan enkapsulasi obat karena dapat
meningkatkan permeabilitas membran dan memiliki karakter biokompatibilitas yang
diinginkan (Irianto et al, 2011). Poli (N-vinilkaprolaktam) PNVCL merupakan
polimer yang banyak diaplikasikan sebagai biomedical material. Sifatnya yang larut
air dan biocompability atau non toksik. Pada penelitian ini, hidrogel kitosan-poli (N-
vinilkaprolaktam), K-PNVCL disintesis dengan metode full interpenetrating polymer
network (IPN) untuk memperoleh pengantar obat sistem mengapung (FDDS) dengan
agen pembentuk pori. Kinerja hidrogel yang disintesis tersebut digunakan sebagai
matriks pengantar obat, waktu mengapung (floating lag time), di evaluasi secara in
vitro. Pada penelitian yang dilakukan ini, dilakukan pendekatan untuk
mengenkapsulasi ke dalam hidrogel K-PNVCL secara (in situ loading). in situ
loading yaitu pemasukan obat secara langung ke dalam larutan polimer sebelum
dilakukan proses ikat silang. Kemampuan hidrogel yang disintesis dalam perannya
sebagai sistem pengantar obat sistem mengapung dievaluasi melalui studi pelepasan
amoksisilin trihidrat sesuai dosis 500 mg secara in vitro dalam larutan pH 1,2 (pH
lambung).
Metodologi Penelitian
Material.
Kitosan, N-Vinil kaprolaktam, N,N-Metilen bis Akrilamida (MBA), Amonium
persulfat (APS), Asam asetat 1%, Gas N2, Aquades, CaCO3, NaHCO3, asetaldehid
1M.
Sintesis Hidrogel Kitosan – poli (N- vinil kaprolaktam) dengan Full IPN
Uji swelling dan derajat ikat silang.
Sintesis Hidrogel kitosan- poli ( N-Vinil kaprolaktam)/agen pembentuk pori /amoksisilin
Uji drugs entrapment dan uji release obat amoksisilin dan waktu mengapung
Karakterisasi ftir dan mikroskop optik stereo
Pengantar Obat ..., Beryl Mawarid, FMIPA UI, 2016
Sintesis hidrogel Kitosan-Poli (N-vinil kaprolaktam)
Sintesis hidrogel K-PNVCL dilakukan dengan prosedur yang telah dilakukan
Wivanius et al, 2015. Sebanyak 2,0 gram kitosan dilarutkan dalam 50 ml asam asetat
1% (v/v). Larutan kitosan didiamkan selama semalam disertai pengadukan pada
temperatur ruang. Setelah larutan homogen, ditambahkan 2% asetaldehida 0,1 M dan
direaksikan selama 3 jam dengan pengadukan menggunakan stirrer pada temperatur
ruang. Metode full Ipn dilakukan dengan larutan kitosan ikat silang asetaldehid
ditempatkan dalam oil bath pada temperatur 70oC, dihubungkan dengan kondensor
dan dialirkan gas nitrogen N2 untuk menghilangkan oksigen. Monomer NVCL
ditambahkan sebanyak 0,2 gram ke dalam larutan kitosan dan dihomogenkan.
Kemudian inisiator APS (yang telah dilarutkan dalam 1mL aquabides) ditambahkan
dan diaduk dengan stirerr selama 15 menit pada temperatur 70oC pada kondisi vacum
(gas nitrogen dialirkan) Kemudian 500 mg amoksisilin trihidrat (dilarutkan dalam 10
ml aquabides) dimasukkan ke dalam larutan hidrogel dihomogenkan 15 menit hingga
obat larut. Kemudian dilanjutkan dengan penambahan MBA (yang telah dilarutkan
dalam 1 mL aquabides) disertai pengadukan menggunakan stirrer selama 2 jam
dengan suhu 70oC. Larutan hidrogel yang terbentuk dipindahkan ke dalam piala gelas,
dimasukkan agen pembentuk pori dengan variasi pada Tabel 3.1 hingga homogen.
Hidrogel dicetak dengan metode casting dalam wadah pencetak dan dikeringkan
dalam oven selama 48 jam pada temperatur 60oC. Hidrogel disimpan dalam desikator
sampai digunakan untuk karakterisasi dan pengujian.
Tabel 3.1 Komposisi dan variasi komponen Kitosan-Poli (N-vinylkaprolaktam)
dengan agen pembentuk pori
Sampel Konsentrasi Kitosan N-Vinilkaprolaktam(gram)
15 1
0,2
NaHCO3 atau
CaCO3
10
5
1
Catatan: persen NaHCO3 dan CaCO3 digunakan sesuai berat total material
Pengukuran rasio swelling K-PNVCL dan derajat ikat silang
Penentuan rasio swelling dari hidrogel K-PNVCL dilakukan dengan merendam
hidrogel ke dalam air (aqua bidestilata) pada temperatur ruang. Kemudian proses
Pengantar Obat ..., Beryl Mawarid, FMIPA UI, 2016
blotting yaitu menghilangkan sisa-sisa air pada permukaan hidrogel menggunakan
kertas tisu yang ditempelkan pada permukaannya. Berat hidrogel sebelum perendaman
dan setelah swelling diukur dengan metode gravimetri. Persen rasio swelling hidrogel
ditentukan dengan rumus:
Rasio swelling (%) = (Wk-Wa)/Wa x 100%
Wk adalah berat hidrogel yang mengembang (swelling) pada waktu t dan Wa adalah
berat hidrogel kering awal sebelum perendaman (Selvakumaran et al, 2015)
Penentuan derajat ikat silang hidrogel K-PNVCL full -IPN dilakukan dengan
cara ekstraksi yaitu hidrogel direndam ke dalam asam asetat 1% (v/v) selama 24 jam.
Setelah perendaman, hidrogel dikeringkan dengan oven pada temperatur 60°C hingga
kering. Selanjutnya, berat kering sebelum perendaman dan berat kering setelah
perendaman ditentukan secara gravimetri. Persen derajat ikat silang (degree of
crosslinking) dapat ditentukan dengan:
Derajat Ikat Silang=Wa/Wb x 100%
Uji Efisiensi Amoxilin trihidrat pada enkapsulasi hidrogel K-PNVCL / agen
pembentuk pori
Ditimbang hidrogel agen pembentuk pori yang akan diuji. Kemudian dimasukkan ke
dalam 10 ml larutan pH 1,2 . Selanjutnya proses sonikator dan diambil 1 ml eluen
diencerkan hingga 10 ml. Filtrat yang dihasilkan dinalisa menggunakan
spektrophotometer uv-vis pada panjang gelombang 272 nm. Perhitungan uji efisiensi
sesuai dengan persamaan :
% !"#$#%&$# = !"#$%&%&'&( ! !" ! 1 !
1000 !" ! 1 !
1000 !" ! !! ! 100 !"
!"##" !"#$%&%&'&( ! 100 %
A= massa total hidrogel yang diperoleh B= massa yang digunakan untuk uji disolusi
Uji pelepasan amoxilin trihidrat dengan hidrogel K-PNVCL / agen pembentuk
pori. : in vitro
Uji pelepasan dilakukan dengan merendam hidrogel/pfa di dalam piala gelas pada 20
ml larutan pH 1,2 dengan suhu 37oC. Cuplikan diambil pada interval waktu 10 menit,
20menit, 30menit, 60menit, 120menit, dan 180 menit. Filtrat diambil 1 mL dan diukur
Pengantar Obat ..., Beryl Mawarid, FMIPA UI, 2016
absorbansinya pada panjang gelombang maksimum amoxilin trihidrat dengan
menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 272 nm.
Uji kapasitas waktu mengapung amoxilin trihidrat dengan hidrogel K-PNVCL /
agen pembentuk pori. : in vitro
Kapasitas waktu mengapung dilakukan dengan medium asam ke dalam botol vial
yang berisi 10 mL larutan pH 1,2 pada suhu 37 ± 0,5 °C. Perhitungan waktu apung
dilakukan ketika obat mulai naik ke permukaan larutan secara visual (floating lag
time). Kemudian waktu apung diukur selama 12 jam (floating time).
Karakterisasi
Sampel hidrogel amoxilin trihidrat dengan hidrogel K-PNVCL / agen pembentuk pori.
yang diperoleh dikarakterisasi menggunakan FTIR, dan Mikroskop stereo. Analisis
menggunakan FTIR dilakukan untuk mengetahui perubahan gugus fungsi. Mikroskop
stereo digunakan untuk mengetahui mikro struktur dan pori yang terbentuk oleh agen
pembentuk pori, pada hidrogel K-PNVCL.
Hasil dan Pembahasan
Sintesis Hidrogel Full-IPN Kitosan-Poli(N-vinilkaprolaktam) dengan Agen
Pembentuk Pori dengan metode Full-IPN dengan mengikat kitosan dengan
asetaldehid. Dan polimerisasi monomer N-vinil kaprolaktam (NVCL) dengan inisiator
APS terjadi didalam jaringan ikat silang kitosan dengan asetaldehid, Rantai polimer
yang terbentuk diikat silang dengan N,N metilen bis akrilamida (MBA). Full IPN
adalah polipaduan jaringan dua polimer saling terikat silang. Polimerisasi terjadi pada
suhu 70oC dengan inisiator APS sebagai tahap inisiasi. Reaksi dilakukan pada kondisi
vakum dengan mengalirkan gas nitrogen yang bersifat inert untuk menghilangkan
oksigen karena hadirnya oksigen mempercepat tahap terjadinya terminasi sehingga
reaksi polimerisasi tidak berjalan sempurna (Arifandi, 2014). Adanya pelarut asam
asetat pada proses polimerisasi dapat bertindak sebagai pencegah kenaikan viskositas
secara drastis viskositas yang tinggi akan menyebabkan reaksi ikat silang terhambat,
(Ricky,2015). Tahap selanjutnya merupakan metode in situ loading memasukkan obat
sebelum terikat silang. Amoksisilin yang dilarutkan ke dalam air dimasukkan sesuai
dengan dosis ke dalam larutan hidrogel disertai pengadukan menggunakan magnetic
strirrer yang bertujuan untuk menghomogenkan reaksi. Waktu reaksi yang diperlukan
Pengantar Obat ..., Beryl Mawarid, FMIPA UI, 2016
selama 2 jam. Setelah reaksi selesai hidrogel yang berhasil disintesa diletakkan ke
dalam piala gelas . Hidrogel dalam keadaan panas di tunggu sampai suhu ruang,
kemudian dimasukkan agen pembentuk pori NaHCO3 dan CaCO3 dengan variasi yang
sudah ditentukan terhadap berat total material penyusun yang digunakan. Pengadukan
dilakukan sampai serbuk agen pembentuk pori larut ke dalam cairan hidrogel K-
PNVCL. Selanjutnya hidrogel dengan agen pembentuk pori yang sudah larut dicetak.
Karakterisasi FTIR Hidrogel K-PNVCL Dengan Agen Pembentuk Pori
Hidrogel K-PNVCL dengan agen pembentuk pori (app) yang sudah disintesis
dikarakterisasi menggunakan instrumen Fourier Transform Infra Red (FTIR) dan
mikroskop stereo untuk membuktikan bahwa hidrogel K-PNVCL-agen pembentuk
pori telah terbentuk. Instrumen FTIR ini akan mendeteksi gugus fungsi yang terdapat
pada hidrogel K-PNVCL dan Mikroskop stereo memperlihatkan morfologi pada
hidrogel K-PNVCL. Instrumen FTIR ini akan mendeteksi gugus fungsi yang terdapat
pada hidrogel K-PNVCL dan Mikroskop stereo memperlihatkan morfologi pada
hidrogel K-PNVCL. Pada spektrum kitosan terdapat serapan pada 3337 cm-1 yang
menunjukkan adanya stretching gugus hidroksi (O-H). Hal ini merupakan karakteristik
utama dari struktur kitosan. Pada 1583 cm-1 merupakan vibrasi tekuk N-H. Pada
bilangan gelombang 1150 cm-1 menunjukkan vibrasi ulur dari jembatan C-O-C dan
pada 1030 cm-1 menunjukkan vibrasi kerangka C-O yang merupakan serapan khas
dari struktur sakarida (Ekichi& Saraydin, 2007). Spektrrum K-PNVCL/CaCO3 tidak
berbeda dengan spektra kitosan . Wivanius et al, 2015 monomer NVCL memiliki
puncak spektrum spesifik 1659cm-1, 3102 cm-1 dan 994 cm-1 yang menunjukkan
ikatan alkena Hal ini mengindikasikan ikatan C=C pada NVCL telah mengalami adisi
dilanjutkan polimerisasi dan gugus vinil menjadi rantai jenuh. Pada spektra FTIR yang
dihasilkan Gambar 1 tidak menunjukkan adanya kehadiran C=C, menunjukkan telah
terjadi perubahan rantai tidak jenuh C=C menjadi rantai jenuh.
Pengantar Obat ..., Beryl Mawarid, FMIPA UI, 2016
Gambar 1 Spektra FTIR K-PNVCL/CaCO3, K-PNVCL/NaHCO3 dan kitosan
Rasio Swelling dan Derajat Ikat Silang Hidrogel Full-IPN K-PNVCL Dan Kitosan
Pengukuran rasio swelling menunjukkan kemampuan hidrogel dalam mengabsorpsi air
ke dalam lapisan matriks hidrogel. Perilaku pengujian diperlihatkan Gambar 4.8. Persen
swelling pada hidrogel oleh kandungan air tidak terlepas dari gugus hidrofilik hidrogel
dan struktur hidrogel yang berpori (Li et al., 2013) Rasio swelling hidrogel berbanding
terbalik dengan derajat ikat silang. Rasio swelling yang tinggi menunjukkan derajat ikat
silang yang rendah.
Tabel 4. 1 Rasio swelling hidrogel Full IPN K-PNVCL dan Kitosan
Hidrogel Rasio swelling
K-PNVCL 3550
Kitosan 1510
Derajat ikat silang dapat memperkirakan berapa jumlah rantai polimer yang saling
terikat silang. Derajat ikat silang berkaitan dengan struktur dari hidrogel. Struktur
dengan derajat ikat silang yang lebih tinggi akan memiliki rantai yang lebih kaku,
sedangkan hidrogel dengan derajat ikat silang yang lebih rendah akan memiliki rantai
yang lebih lentur (Ika, 2015). Derajat ikat silang yang dihasilkan hidrogel K-PNVCL
K-‐PNVCL/NaHCO3
Kitosan
K-‐PNVCL/CaCO3
O-‐H
O-‐H
O-‐H
C=O
C=O
C-‐O-‐C
C-‐O-‐C
N-H
Pengantar Obat ..., Beryl Mawarid, FMIPA UI, 2016
84,56%. Derajat ikat silang yang besar mempengaruhi sifat swelling dari hidrogel.
Derajat ikat silang berbanding terbalik dengan sifat swelling. Hidrogel K-PNVCL
menghasilkan persen swelling yang besar dan derjat ikat silang yang besar. Sifat ini
dikarenakan Poli(N-vinilkaprolaktam) bersifat hidrofilik yang mempengaruhi sifat
swelling dari hidrogel. Untuk mengetahui morfologi yang terbentuk setelah proses
polimerisasi dan telah terjadi ikat silang hidrogel K-PNVCL dikarakterisasi
permukaan dengan menggunakan mikroskop stereo optik. Gambar 4.9 menunjukkan
morfologi hidrogel K-PNVCL dengan agen pengikat silang. Derajat ikat silang dapat
memperkirakan berapa jumlah rantai polimer yang saling terikat silang. Derajat ikat
silang berkaitan dengan struktur dari hidrogel. Struktur dengan derajat ikat silang yang
lebih tinggi akan memiliki rantai yang lebih kaku, sedangkan hidrogel dengan derajat
ikat silang yang lebih rendah akan memiliki rantai yang lebih lentur (Ika, 2015).
Derajat ikat silang yang dihasilkan hidrogel K-PNVCL 84,56%. Derajat ikat silang
yang besar mempengaruhi sifat swelling dari hidrogel. Derajat ikat silang berbanding
terbalik dengan sifat swelling. Hidrogel K-PNVCL menghasilkan persen swelling
yang besar dan derjat ikat silang yang besar. Sifat ini dikarenakan Poli(N-
vinilkaprolaktam) bersifat hidrofilik yang mempengaruhi sifat swelling dari hidrogel.
Untuk mengetahui morfologi yang terbentuk setelah proses polimerisasi dan telah
terjadi ikat silang hidrogel K-PNVCL dikarakterisasi permukaan dengan
menggunakan mikroskop stereo optik. Gambar 4.9 menunjukkan morfologi hidrogel
K-PNVCL dengan agen pengikat silang.
(a) (b)
Gambar 4. 1 Morfologi hidrogel K-PNVCL (a) perbesaran 11,5 kali , hidrogel
kitosan (b) perbesaran 11,5 kali
Gambar 4.9 memperlihatkan perbedaan morfologi permukaan yang terjadi dengan
hidrogel K-PNVCL dengan hidrogel kitosan. Proses polimerisasi dan ikat silang yang
terjadi memberikan tekstur berserat karena adannya ikat silang dari dua polimer kitosan
dengan Poli( N-Vinil kaprolaktam) yang telah terbentuk.
Pengantar Obat ..., Beryl Mawarid, FMIPA UI, 2016
Uji Efisiensi Obat Amoksisilin Dengan Variasi Agen Pembentuk Pori Hidrogel K-
PNVCL
Amoksisilin dapat dienkapsulasi ke dalam matriks hidrogel K-PNVCL full-IPN.
Jaringan full- IPN yang membentuk matriks mempermudah loading obat yang
dilakukan interaksi yang mungkin terjadi seperti Gambar 4.10. Uji efisiensi dilakukan
pada larutan pH 1,2 dengan menggunakan sonikator.
Gambar 4. 2 Spektra IR Hidrogel K-PNVCL dengan amoksisilin
Pada panjang gelombang 3609 cm-1 menunjukkan enkapsulasi amoksisilin dengan
hidrogel K-PNVCL telah terjadi. Pada panjang gelombang tersebut adanya vibrasi O-
H pada C13. Intensitas yang tinggi pada panjang gelombang 1650-1800 C=O
merupakan puncak karakteristik karbonil dari amoksisilin. Interaksi obat dengan
hidrogel K-PNVCL dapat terjadi secara fisik, terlihat pada spektra FTIR yang
dihasilkan. Hoare et al, 2008 interaksi obat yang dengan hidrogel dapat secara kimia
dan secara fisika. Hidrogel K-PNVCL dengan amoksisilin berinteraksi secara fisik,
interaksi ini ditunjukkan adanya pergeseran panjang gelombang dan intensitas yang
menurun. Pergeseran terjadi pada panjang gelombang C=O 1676 cm-1 dan intensitas
yang menurun,(gambar 4.13) disebabkan interaksi fisik ikatan karbonil dengan atom
pendonor proton lainnya (H+). Spektrum IR menunjukkan bahwa amoksisilin telah
400600800100012001400160018002000240028003200360040001/cm
60
65
70
75
80
85
90
95
100
%T
Kitosan-CaCO3 1%
O-‐H amoksisilin
C=O C-‐O-‐C
Pengantar Obat ..., Beryl Mawarid, FMIPA UI, 2016
terjerap ke dalam hidrogel K-PNVCL, pada spektra IR terjadi pergeseran pada
bilangan gelombang di 1850 cm-1.
Gambar 4. 3 Spektra pergeseran K-PNVCL/amoksisilin
Gambar 4. 4 Usulan interaksi obat amoksisilin dengan hidrogel K-PNVCL
Interaksi obat amoksisilin dengan K-PNVCL merupakan ikatan hidrogen gugus
karbonil dari amoksisilin berinteraksi hidrogen dengan gugus hidrogen pada K-PNVCL
pada Gambar 4.14. Terjadi sedikit pergeseran yang terlihat pada Gambar 4.13 dapat
diperkirakan bahwa tidak ada interaksi kimia yang terjadi antara molekul amoksisilin
trihidrat dengan polimer penyusun hidrogel. Intreraksi kimia antara molekul obat dan
polimer dapat diindikasikan terjadi apabila terjadi pergeseran pita yang dengan jarak
yang besar atau pita serapan menjadi lebih lebar jika dibandingkan dengan spektra obat
murni dan polimer (Songsurang et al, 2011)
Ikat silang asetaldehid
Non obat
Interaksi hidrogen
Pengantar Obat ..., Beryl Mawarid, FMIPA UI, 2016
Gambar 4. 5 Grafik Persen Penjeratan amoksisilin hidrogel K-PNVCL pembentuk pori
NaHCO3 Dan CaCO3 Dengan Variasi Konsentrasi
Pengujian kadar amoksisilin yang terjerap di dalam matriks hidrogel. Pada gambar
Gambar 4.15 menunjukkan hasil efisiensi amoksisilin yang terdapat pada matriks
hidrogel dengan variasi pembentuk pori. Berdasarkan grafik terlihat bahwa variasi
jumlah agen pembentuk pori yang dimasukkan mempengaruhi enkapsulasi. Agen
pembentuk pori NaHCO3 dan CaCO3 1% menghasilkan persen penjeratan yang baik
69% dan 97% dibandingkan dengan NaHCO3 dan CaCO3 10-15% terjadi penurunan
persen penjeratan ini dikarenakan besarnya agen pembentuk pori yang dimasukkan ke
dalam hidrogel mempengaruhi struktur matriks hidrogel K-PNVCL, hidrogel tanpa
pembentuk pori memberikan struktur lebih padat dan kemampuan menahan obat yang
besar di dalam matris (Selvakumaran et al, 2014). penurunan yang terjadi seiring
dengan pertambahan komposisi agen pembentuk pori disebabkan oleh perubahan
struktur hidrogel yang semakin berpori seiring dengan pertambahan komposisi tersebut.
Struktur berongga pada hidrogel yang mengandung agen pembentuk pori tersebut
menyebabkan interaksi fisik antara matriks hidrogel dengan molekul obat tetap berada
di dalam matriks hidrogel. Hal ini berbeda dengan kondisi pada hidrogel yang tidak
mengandung agen pembentuk pori. Nilai efisiensi penjeratan obat pada hidrogel yang
tidak mengandung agen pembentuk pori relatif lebih tinggi 94% dikarenakan hidrogel
tersebut memiliki struktur internal yang sangat kompak sehingga mampu memerangkap
obat agar tetap berada di dalam matriks hidrogel (Jassem & Rajab, 2012). Variasi jenis
agen pembentuk pori NaHCO3 dan CaCO3 memberikan hasil perbedaan penjeratan agen
pembentuk pori CaCO3 diketahui menghasilkan efisiensi penjeratan obat yang lebih
tinggi dibandingkan dengan NaHCO3. Hal ini dikarenakan NaHCO3 cenderung
menghasilkan pori yang lebih banyak dibandingkan CaCO3 sehingga menyebabkan
efisiensi penjeratan obat menjadi lebih rendah (Jassem & Rajab, 2012; Selvakumaran et
al., 2016).
0 20 40 60 80 100
1% 5% 10% 15% NaHCO3 69 63 43 31
CaCO3 97 77 61 50
0% 94 94 94 94 Pe
rsen
pen
jeratan
Pengantar Obat ..., Beryl Mawarid, FMIPA UI, 2016
Uji Waktu Mengapung (floating lag time) K-PNVCL Dengan Variasi Agen
Pembentuk Pori.
Floating lag time adalah waktu yang dibutuhkan oleh hidrogel untuk mulai
mengapung yang dihitung sejak hidrogel dimasukkan ke dalam medium( Kumar, et al,
2009). Floating lag time yang diharapkan adalah kurang dari 2 jam karena pada
umumnya waktu pengosongan lambung sekitar 2-3 jam. Waktu yang dibutuhkan untuk
tetap mengapung dalam medium didefinisikan sebagai waktu mengapung total (lama
mengapung), semakin pendek waktu awal mengapung semakin baik karena matriks
hidrogel dapat dengan segera mengapung dan terhindar dari gerakan pengosongan
lambung. Dengan demikian waktu tinggal dalam lambung menjadi lama. Kemampuan
waktu mengapung hidrogel K-PNVCL dengan agen pembentuk pori. Dilakukan pada
larutan pH 1,2 (simulasi lingkungan lambung). Dengan metode ini, NaHCO3 dan
CaCO3 yang terjerap dalam matriks hidrogel K-PNVCL bereaksi dengan saat kontak
dengan pH 1,2. Gas karbon dioksida yang terbentuk akan terperangkap oleh lapisan gel
hidrokoloid dari polimer yang digunakan sehingga menyebabkan terbentuk pori dan
dapat mengapung dan bertahan lebih lama dalam larutan pH 1,2. Uji ini dilakukan
dengan cara hidrogel dicelupkan ke dalam botol vial, berisi 20 ml medium pH 1,2.
Waktu mengapung dihitung pada saat hidrogel mulai mengapung (naik dari permukaan)
dengan stopwatch secara visual. Data hasil uji keterapungan dapat dilihat pada Tabel
4.2. hidrogel K-PNVCL. Secara visual dapat terlihat hidrogel K-PNVCL dengan agen
pembentuk pori mulai mengapung yang diperlihatkan pada Gambar 4.17.
Tabel 4. 2 Hasil Uji Keterapungan Hidogel K-PNVCL Dengan Agen Pembentuk Pori
Sampel Konsentrasi Lama
mengapung
Mengapung
total
Control 0% - -
NaHCO3
1 %
5%
10%
15%
12,51 menit
10.43 menit
3,33 menit
2,48 menit
>12 Jam
>12 Jam
> 12 Jam
> 12 Jam
CaCO3
1%
5%
10%
15 menit
13,33menit
1,5 menit
>12 Jam
>12 Jam
>12 Jam
Pengantar Obat ..., Beryl Mawarid, FMIPA UI, 2016
15% 1,36 menit > 12 Jam
Gambar 4. 6 Hidrogel K-PNVCL Dalam Keadaan Floating
Jumlah agen pembentuk pori mempengaruhi lama waktu mengapung, hadirnya agen
pembentuk pori yang besar mengakibatkan jumlah pori yang terbentuk lebih banyak
dikarenakan semakin banyak CO2 yang terperangkap didalam lapisan hidrogel. Gas
karbon dioksida yang terbentuk selama reaksi akan terjebak dalam jaringan hidrogel
yang kompak sehingga meninggalkan rongga bekas gelembung atau pori (Choi, Park,
Hwang, & Park, 2002). Hal ini sesuai dengan hasil yang telah didapat berdasarkan tabel
4.2, konsentrasi agen pembentuk pori 1-15% mengalami kenaikan waktu floating.
Variasi jenis NaHCO3 dan CaCO3 memberikan waktu floating < 5 menit karena adanya
mekanisme floating yang terjadi, CO2 yang terbentuk menekan lapisan hidrogel,
sehingga terbentuk pori atau rongga hal ini terjadi karena penurunan densitas pada
material hidrogel dan terjadi proses mengapung
Agen pembentuk pori CaCO3 menghasilkan waktu apung yang lebih kecil dibandingkan
dengan NaHCO3 pada pH 1,2. Ini dikarenakan NaHCO3 cenderung menghasilkan pori
yang lebih banyak dibandingkan CaCO3 (Jassem & Rajab, 2012; Selvakumaran et al.,
2016) menyebabkan densitas hidrogel menjadi lebih rendah karena pori yang terbentuk.
Uji Release Hidrogel K-PNVCL Dengan Variasi Agen Pembentuk Pori
Uji release secara in vitro dilakukan dengan pH 1,2 dengan proses shaker (pengocokan)
bertujuan untuk mengetahui kadar amoksisilin yang lepas atau keluar dari matriks
hidrogel. Pelepasan secara in vitro dilakukan dalam simulasi pH lambung pada pH 1,2
dengan rentan waktu 3 jam, dibagi dengan beberapa pengambilan cuplikan.
Pengantar Obat ..., Beryl Mawarid, FMIPA UI, 2016
(a)
(b)
Gambar 4. 7 Grafik Uji hasil Release hidrogel K-PNVCL dengan (a) agen pembentuk
pori CaCO3; (b) agen pembentuk pori NaHCO3
Grafik Uji release pada Gambar 4.19 memperlihatkan variasi agen pembentuk pori
menghasilkan persen release berbeda. Pada selang waktu 10 menit pertama agen
pembentuk CaCO3 1-15% memperlihatkan kenaikan jumlah release amoksisilin
meningkat dengan jumlah agen pembentuk pori yang ditambahkan pada hidrogel K-
PNVCL. Pada selang waktu 120 menit jumlah persen release yang dihasilkan agen
pembentuk pori CaCO3 1-15% melebihi 50% release. Pada selang waktu 180 menit
kadar amoksisilin meningkat, persen release yang baik terjadi pada CaCO3 10%, persen
release yang dihasilkan pada 180 menit mencapai 92,53% amoksisilin. Agen pembentuk
pori NaHCO3 1-15% memperlihatkan hasil release pada selang waktu 10 menit
mencapai 50%. Pada selang waktu 180 menit NaHCO3 10% menghasilkan persen
release 83,86%. Hadirnya agen pembentuk pori NaHCO3 dan CaCO3 menghasilkan
jumlah release yang besar ini dibuktikan pada hidrogel K-PNVCL pfa 0% menghasilkan
persen release dengan jumlah kecil pada interval 180 menit. Adanya agen pembentuk
pori dapat meningkatkan jumlah release, karena hadirnya pori yang terbentuk pada
hidrogel K-PNVCL mempermudah obat untuk keluar dari material hidrogel.
Mekanisme pelepasan obat dari matriks hidrogel diawali dengan masuknya pelarut ke
dalam jaringan hidrogel melalui proses absorpsi secara difusi. Setelah itu obat
0.00
20.00
40.00
60.00
80.00
100.00
0 50 100 150 200 %release
waktu (menit)
0% pfa
CaCO3 1%
CaCO3 5%
CaCO3 10%
CaCO 15%
0.00 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00
0 50 100 150 200
% Release
Waktu (menit)
0%
NaHCO3 15%
NaHCO3 10 %
NaHCO3 5%
NaHCO3 1%
Linear (0%)
Pengantar Obat ..., Beryl Mawarid, FMIPA UI, 2016
mengalami desorpsi secara bersamaan dari dalam matriks menuju luar matriks karena
tekanan dari pelarut. Obat dapat keluar dari dalam matriks dikarenakan adanya tekanan
osmotik dari ion pelarut terhadap ion obat. Ketika pelarut masuk ke dalam matriks
hidrogel, pelarut akan menyebabkan hidrogel mengalami swelling dan akan mendorong
obat yang ada dalam matriks agar keluar dari matriks hydrogel. Mekanisme pada release
sistem mengapung terjadi karena adanya interaksi matriks polimer dengan larutan
lambung pH 1,2 yang memproduksi CO2 mengalami fase mengembang, obat secara
lambat keluar dari matriks polimer dan terjadi proses mengapung. Untuk mengamati
pori yang terbentuk setelah perlakuan release dari hidrogel K-PNVCL agen pembentuk
pori dilakukan karakterisasi menggunakan mikroskop stereo optik. Gambar 4.21
memperlihatkan ukuran pori yang terbentuk pada agen pembentuk pori CaCO3
memiliki ukuran pori yang lebih besar dibandingkan dengan NaHCO3, namun pori yang
terbentuk pada agen pembentuk pori NaHCO3 lebih banyak dibandingkan dengan
CaCO3. Pada sub bab 4.6 perbedaaan nilai pKa menyebabkan NaHCO3 lebih mudah
terinosasi pada larutan asam 1,2 dan menghasilkan CO2 lebih cepat, dan membentuk
pori lebih banyak dibandingkan dengan CaCO3 yang memiliki nilai pKa lebih besar.
Pada penelitian untuk mengetahui kemampuan release enkapsulasi menggunakan
hidrogel K-PNVCL dengan agen pembentuk pori dibandingkan dengan obat paten dan
obat generik pasaran grafik diperlihatkan pada Gambar 4.22, hal ini dilakukan untuk
mengetahui sifat release hidrogel K-PNVCL dengan agen pembentuk pori dengan
membandingkan persen release dengan enkapsulasi obat yang sudah ada di pasaran.
Obat paten dan generik dari pasaran menghasilkan persen release lebih kecil
dibandingkan dengan hidrogel K-PNVCL dengan agen pembentuk pori CaCO3 10%
dengan NaHCO3 10% pada selang waktu 10 menit hasil persen release obat paten dan
generik berturut 38,27% dan 36,12% dibandingkan dengan hidrogel K-PNVCL dengan
agen pembentuk pori CaCO3 dan NaHCO3 berturut-turut 71,53% dan 38,73% .
Pengantar Obat ..., Beryl Mawarid, FMIPA UI, 2016
(a) (b)
(c)
Gambar 4. 8 (a) Hidrogel K-PNVCL/CaCO3 10%, (b) K-PNVCL/NaHCO3 15%; (c) setelah
release dan K-PNVCL 0%. Dengan perbesaran 4x
Gambar 4. 9 Grafik Perbandingan obat paten, generik dengan hidrogel K-PNVCL CaCO3
dan NaHCO3
Pada selang waktu 180 menit obat paten dan generik menghasilkan persen release
58,01% dan 58,04%, hidrogel K-PNVCL dengan agen pembentuk pori CaCO3 10% dan
NaHCO3 10% menghasilkan persen release 92,5% dan 83,86% menunjukkan bahwa
pada akhir release selama 3 jam kadar amoksisilin pada obat paten dan generik tidak
terelease sempurna dibandingkan dengan hidrogel K-PNVCL. Kemampuan hidrogel
yang dapat sweeling memberikan release lebih baik dibandingkan dengan enkapsulasi
yang digunakan obat paten dan generik, kehadiran pori mempermudah amoksisilin
untuk keluar secara difusi dari material hidrogel. Hasil ini terlihat pada persen release
hidrogel K-PNVCL selang 180 menit memberikan hasil yang lebih besar.
0
20
40
60
80
100
0 50 100 150 200
% Release
Waktu (menit)
Generik
Paten
CaCO3 10 %
NaHCO3 15%
Pengantar Obat ..., Beryl Mawarid, FMIPA UI, 2016
Optimasi Hidrogel K-PNVCL Dengan Agen Pembentuk Pori NaHCO3 Dan CaCO3
Berdasarkan Waktu Mengapung, Persen Release Dan Persen Penjeratan
Optimasi hidrogel K-PNVCL dengan agen pembentuk pori diambil beberapa parameter
waktu floating, persen release dan persen penjeratan. Waktu floating diperlukan untuk
memenuhi waktu pengosongan lambung selama 3 Jam. Persen relase diperlukan untuk
memenuhi kadar atau dosis amoksisilin yang diperlukan secara in vitro. Persen
penjeratan diperlukan untuk mengetahui jumlah obat yang berhasil di enkapsulasi. Pada
tabel 4.3 menunjukkan hasil optimasi hidrogel K-PNVCL dengan variasi agen
pembentuk pori.
Tabel 4. 3 Tabel optimasi dengan parameter, persen release, dan penjeratan
Sampel Floating Time
(menit)
Release
selama 3 jam Penjeratan
CaCO3
1% 15 56.68 97
5% 13,33 56.69 77
10% 1,52 92.53 65
15% 1,36 80.93 48
NaHCO3
1 % 12,51 67,21 69
5 % 10.43 74,22 64
10 % 3,33 83,85 45
15 % 2,48 94,45 30
Tabel optimasi 4.3 memperlihatkan hasil yang optimum terjadi pada agen pembentuk
pori CaCO3 10% dan NaHCO3 10%. Pada CaCO3 10% dikatakan optimum berdasarkan
dari data floating time, dan release yang dihasilkan. Persen penjeratan yang dihasilkan
pada CaCO3 melebihi 50% penjeratan. Adanya agen pembentuk pori dengan
konsentrasi besar menyebabkan struktur matriks hidrogel K-PNVCL, hidrogel dengan
pembentuk pori memberikan struktur lebih padat dan kemampuan menahan obat yang
besar di dalam matris selvakumaran et al, 2014. Hal ini yang menyebabkan CaCO3 10%
merupakan hasil optimun, karena penambahan agen pembentuk pori yang terlalu besar
menurunkan persen penjeratan. Agen pembentuk pori NaHCO3 memiliki hasil optimum
pada variasi konsentrasi 10%, waktu floating yang cepat dan persen penjeratan yang
lebih baik dibandingkan dengan variasi lainnya bertujuan untuk menghindari waktu
Pengantar Obat ..., Beryl Mawarid, FMIPA UI, 2016
pengosongan lambung. semakin pendek waktu awal mengapung semakin baik karena
matriks hidrogel dapat dengan segera mengapung dan terhindar dari gerakan
pengosongan lambung. Dengan demikian waktu tinggal dalam lambung menjadi lama.
Selanjutnya hidrogel K-PNVCL dengan hasil optimum dibandingkan dengan hidrogel
kitosan agen pembentuk pori, berdasarkan jumlah konsentrasi optimum.
Gambar 4. 10 Grafik Perbandingan Release Kitosan Dengan K-PNVCL Optimum
Pada Gambar 4.23 kitosan tanpa diikat silang (non kovalen) memperlihatkan persen
release yang lebih baik pada selang waktu 10 menit hidrogel kitosan non kovalen
dengan agen pembentuk pori, namun pada percobaan yang berlangsung material
hidrogel kitosan non kovalen yang dimasukkan ke dalam pH 1,2 ikut larut dalam larutan
pH 1,2. Hal ini dikarenakan karena sifat kitosan yang mudah larut dalam kondisi asam
dan tidak adanya interaksi ikat silang sehingga kekuatan dari hidrogel berkurang,
sehingga material obat yang terenkapsulasi di dalam matriks hidrogel kitosan non
kovalen secara langsung terelease. Hidrogel K-PNVCL dengan CaCO3 dan NaHCO3
menghasilkan persen yang lebih kecil dibandingkan dengan kitosan non kovalen. Sistem
mengapung menggunakan matriks polimer memberikan hasil release secara slow
release, sistem ini mencegah efek merugikan dari obat. Kitosan non kovalen
memberikan karakteristik berbeda pada sistem mengapung karena sifat kelarutan
kitosan yang tinggi pada asam sehingga release obat yang dihasilkan cenderung cepat
dan besar terhadap persen release.
Kesimpulan
1. Persen swelling yang besar mempengaruhi sifat release obat, dan derajat ikat silang
yang menunjukkan kekuatan hidrogel.
0
20
40
60
80
100
120
0 50 100 150 200
NK opNmum CaCO3
K-‐PNVCL CaCO3 10%
NK NaHCO3 10%
Pengantar Obat ..., Beryl Mawarid, FMIPA UI, 2016
2. Konsentrasi agen pembentuk pori yang ditambahkan berpengaruh terhadap efisiensi
obat Semakin besar konsentrasi agen pembentuk pori NaHCO3 dan CaCO3 yang
ditambahkan, maka semakin menurun amoksisilin yang terenkapsulasi.
3. Variasi jenis agen pembentuk pori CaCO3 dengan NaHCO3 memberikan waktu
floating yang berbeda, agen pembentuk pori CaCO3 menghasilkan waktu floating yang
lebih lama pada konsentrasi optimum dibandingkan dengan agen pembentuk pori
NaHCO3.
4. Hasil release obat amoksisilin dengan agen pembentuk pori menghasilkan persen
release yang besar, sebanding dengan penambahan konsentrasi. Pori yang terbentuk
terlihat dari karakterisasi menggunakan mikroskop optik.
5. Obat paten dan obat generik pasaran menghasilkan persen release yang lebih kecil
dibandingkan dengan hidrogel K-PNVCL dengan agen pembentuk pori.
6. Hasil persen release kitosan dengan agen pembentuk pori memberikan persen release
lebih baik pada selang waktu 10 menit.
7. Hasil optimum yang dihasilkan hidrogel K-PNVCL dengan agen pembentuk pori
CaCO3 dengan konsentrasi 10% berdasarkan waktu floating, dan hasil release, agen
pembentuk pori NaHCO3 dengan konsentrasi 10%.
Saran
1. Perlu dilakukan analisis termal menggunakan Differential Scanning Calorimetry untuk
mengetahui perubahan temperature glass (Tg) karena pengaruh obat yang
terenkapsulasi ke dalam matrik hidrogel.
2. Melakukan uji degradasi dan pengujian pH usus 7,4 pada hidrogel K PNVCL karena
terkait dengan biokampabilitas.
3. Perlu dilakukan karakterisasi morfologi SEM dengan pembesaran lebih besar untuk
memperlihatkan pori yang terbentuk.
4. Perlu dilakukan karakterisasi XRD untuk melihat tingkat kepadatan/rigit.
Pengantar Obat ..., Beryl Mawarid, FMIPA UI, 2016
DAFTAR PUSTAKA
Abolfazl Aslani and Fatemeh Fattahi, 2013. Evaluation of Effervescent Floating Tablet of Formulation, Characterization and Physicochemical Amlodipine besylate Research J. Pharm. and Tech., Evaluation of Potassium Citrate Effervescent Tablets. 1(4): 526-530. Advanced Pharmaceutical Bulletin, 3(1): 217-225.
Arifandi,L. (2014). Sintesis dan Karakterisasi Hidrogel Kopoli(N-Vinil Pirrolidon/N-Vinil Kaprolaktam) Terikat Silang Melalui Polimerisasi Radikal Bebas. Depok: Departemen Kimia FMIPA UI.
Arora, S,J. Ali,A. Ahuja, RK Khar dan S. Baboota.2005. Floating Drug Delivery Sytems: A Review. AAPS PharmSciTech.6(3): Artikel 47.
Banerjee, S., Siddiqui, L., Bhattacharya, S., Kaity, S., Ghosh, A., Chattopadhyay , P., Pandey, A., &Singh L. (2010). Interpenetrating polymer network (IPN) hydrogel microspheres for oral controlled release application. International Journal of Biological Macromolecules, 50, 198-206. based Hydrogels. World Academy of Science, Engineering and Technology, 3, 2009-08-25.
Choi, B. Y., Park, H. J., Hwang, S. J., & Park, J. B. (2002). Preparation of alginate beads for floating drug delivery system: Effects of CO2 gas-forming agents. International Journal of Pharmaceutics, 239(1-2), 81–91. http://doi.org/10.1016/S0378-5173(02)00054-6
Delivery, G. D., Residence, G., Systems, N.-F., Sharma, A. R., Kandaghat, T., & Pradesh, H. (2014). Sharma and Khan, 5(4), 1095–1106.
Dwivedi, S., & Kumar, V. (2011). Floating Drug Delivery Systems- A Concept of Gastroretention Dosages Form. International Journal of Research in Pharmaceutical and Biomedical Sciences, 2(4), 1413–1426.
Ekichi, S., &Saraydin, D. (2007). Interpenetrating polymeric network hydrogels for Potential gastrointestinal drug release. Polymer International, 56, 1371- 1377.
Hekmat, A., Barati, A., Frahani, E. V., &Afraz, A. (2009). Synthesis and Analysis of Swelling and Controlled Release Behaviour of Anionic Sipn Acrylamide based Hydrogels. World Academy of Science, Engineering and Technology, 3, 2009-08-25
Hoffman, A.S. (2002). Hydrogels for Biomedical application. Advanced Drug Velivery Review, 43:3-12
Hu, X., Feng, L., Wei, W., Xie, A., Wang, S., Zhang, J., &Dong, W. (2014). Synthesis and characterization of a novel semi-IPN hydrogel based on Salecan andpoly(N,N-dimethylacrylamide-co-2hydroxyethylmethacrylate). Carbohydrate Polymer, 105, 135-144.
Pengantar Obat ..., Beryl Mawarid, FMIPA UI, 2016
Ika. (2015). Loading Ibuprofen ke dalam Hidrogel Interpenetrating Polymer Network (IPN) Kitosan- Poli(N-vinil-2-pirolidon). Depok: Universitas Indonesia.
Iksanudin,A. (2013). Sediian Mukoadesif Mikropartikel Amoksisilin Dengan Matrik Kitosan Tertiolasi Yang Diaktivasi EDAC HCl. Yogyakarta: Program Pascasarjana,Fakultas Farmasi UGM.
Irianto, H.E., &Muljanah, I., (2011). Proses dan aplikasi nanopartikel kitosan sebagai penghantar obat. Squalen, 6(1), 1-8.
Jassem, N. A., & Rajab, N. A. (2012). Effect of Effervescent Agents on the Formulation of Famotidine Loaded Sodium Alginate Floating Beads. Kerbala Journal of Pharmaceutical Sciences, (4), 166–176.
Khan, T.A., Peh, K.K., Ching, H.S. 2002, Reporting Degree of Deacetylation Values of Chitosan : The Influence of Analytical Methods, Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences, 5 : 205-212
Kohane, Daniel.S., &Hoare, Todd.R. (2008). Hydrogels in drug delivery: progress and challenges.Polymer, 49, 1993-2007.
Korsmeyer, R.W., Gurny, R., Doelker, E., Buri, P. and Peppas, N.A. Mechanisms of solute release from porous hydrophilic polymers. Int. J.
Lachman, L., Lieberman, H.A., Kanig, J.L. 1994, Teori dan Praktek Farmasi Industri, Penerbit Universitas Indonesia Press
Lee, V.H., & J.R. Robinson. (ed.). Controlled Drug Delivery: Fundamentals and Application, 2nd edition, Revised and Expanded. Marcel Dekker Inc., New York. 1987: 6-7, 97-103, 119.
Myung, D., Waters, D., Wiseman, M., Duhamel, P. E., Noolandi, J., & Ta, C. N. (2008). Progress in the development of interpenetrating polymer network hydrogels. Polymers for Advanced Technologies, 19, 647-657.
Narang, N. (2011). An updated review on: Floating drug delivery system (FDDS). International Journal of Applied Pharmaceutics, 3(1), 1–7.
Narkar, M., Sher, P. dan Pawar, A. 2010, Stomach-specific controlled release gellan beads on acid-soluble drug prepared by ionotropic gelation method, American Association of Pharmaceutical Scientists, 2 : 267- 277. Pharm. 15, 1983, 25-35.
Pillai, C., Paul, W., & Sharma, C.P. (2009). Chitin and chitosan polymers: chemistry, solubility, and fiber formation. Progress in Polymer Science, 34(7), 641-678.
Rikky, A (2015). Uji Efisiensi Dan Disolusi kalium Diklofenak secara In Vitro menggunakan hidrogel Semi-Ipn Kitosan – Metil Selulosa Depok: Universitas Indonesia.
Pengantar Obat ..., Beryl Mawarid, FMIPA UI, 2016
Santawitee, O., & Saengsuwan, S. (2014). Effect of Natural Rubber Contents on Biodegradation and Water Absorption of Interpenetrating Polymer Network (IPN) Hydrogel from Natural Rubber and Cassava Starch. Energy Procedia, 56, 255–263. http://doi.org/10.1016/j.egypro.2014.07.156
Selvakumaran,S., Muhamad,I.I, &Abd Razak, S.I. (2016). Evaluation of kappa carragenan as potential carrier for floating drug delivery system: Effect of pore forming agent. Carbohydrate Polymer, 135, 207-214. http://doi.org/10/1016/j.carbpol.2015.08.051.
Singh, A., Narvi, S. S., Dutta, P. K., & Pandey, N. D. (2006). External stimuli response on a novel chitosan hydrogel crosslinked with formaldehyde. Bulletin of Materials Science, 29(3), 233–238. http://doi.org/10.1007/BF02706490
Songsurang, K., Pakdeebumrung, J., Praphairaksit, N., & Muangsin, N. (2011). Sustained release of amoxicillin from ethyl cellulose-coated amoxicillin/chitosan-cyclodextrin-based tablets. AAPS PharmSciTech, 12(1), 35–45. http://doi.org/10.1208/s12249-010-9555-0
Vudjung, C., Chaisuwan, U., Pangan, U., Chaipugdee, N., Boonyod, S., Santawitee, O., & Saengsuwan, S. (2014). Effect of natural rubber contents on biodegradation and water absorption of interpenetrating polymer network (IPN) hydrogel from natural rubber and cassava starch. Energy Procedia, 56, 255–263.
Wilson, G.C. dan Washington, N. (1989). The Stomatch: its role in oral drug delivery. Dalam Arora, S. dkk. (2005). Floating drug delivery systems : a review. AAPS PharmSciTech, Vol , No.3, Artikel 47.
Wivanius, N. dan Budianto, E. (2015). Sintesis dan karakterisasi hidrogel superabsorben kitosan poli(N-Vinilkaprolaktam) (Pnvcl) dengan metode full Ipn (Interpenetrating Polymer Network). PharmSciRes ISSN 2407-2354, Vol, 2, No 3.
Pengantar Obat ..., Beryl Mawarid, FMIPA UI, 2016
top related