pengaruh financial distress, opini audit tahun...
Post on 09-Mar-2019
222 Views
Preview:
TRANSCRIPT
1
PENGARUH FINANCIAL DISTRESS, OPINI AUDIT TAHUN
SEBELUMNYA, DAN KUALITAS AUDIT TERHADAP PENERIMAAN
OPINI AUDIT MODIFIKASI GOING CONCERN
(Studi Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia
Tahun 2009-2012)
Yani Purwati
1) , Willy Sri Yuliandhari
2) 1)
Jurusan Akuntansi
Universitas Telkom
yaniaffarel@gmail.com 2)
Universitas Telkom willyyuliandhari@ymail.com
Abstract - This research aims to investigate the effect of financial distress, previous year audit’s opinion and audit’s
quality on going concern audit’s modification opinion. A samples of 18 manufacturing companies listed at
Indonesia Stock Exchange from 2009-2012. Logistic regression is used to examine the hypothesis.
The results indicate that previous year audit’s opinion is significantly affect the going concern audit opinion. On the
other hand financial distress and audit’s quality does not have effect on going concern opinion.
Keywords : going concern audit’s modification opinion, financial distress, previous year audit’s opinion, audit’s
quality.
2
I. PENDAHULUAN
Kebutuhan akan informasi bisnis yang akurat
menjadi salah satu kebutuhan utama bagi para
pelaku bisnis. Hal ini tak dapat dipungkiri karena
informasi ini nantinya akan mempengaruhi berbagai
pihak dalam membuat keputusan bisnis. Auditor
mempunyai peranan penting dalam menjembatani
antara kepentingan pengguna laporan keuangan dan
kepentingan perusahaan sebagai penyedia laporan
keuangan. Keberadaan entitas bisnis telah banyak
diwarnai oleh kasus kecurangan dengan
memanipulasi data keuangan yang melibatkan
banyak pihak dan berdampak luas. Peristiwa
tersebut pernah terjadi pada beberapa perusahaan
besar di Amerika dan juga di Indonesia, seperti
Kimia Farma Tbk dan Great River Tbk yang
menyebabkan profesi akuntan publik banyak
mendapat kritikan. Auditor dianggap ikut andil
dalam memberikan informasi yang salah, sehingga
banyak pihak yang merasa dirugikan. Atas dasar
kasus tersebut, maka AICPA (American Institute of
Certified Accountants) mensyaratkan bahwa auditor
harus mengemukakan secara jelas apakah
perusahaan klien dapat mempertahankan
kelangsungan hidupnya sampai setahun kemudian
setelah pelaporan. Meskipun auditor tidak
bertanggung jawab terhadap kelangsungan hidup
sebuah perusahaan tetapi dalam melakukan audit
kelangsungan hidup perlu menjadi pertimbangan
auditor dalam memberikan opini.
SPAP SA Seksi 341 menyatakan bahwa opini
audit modifikasi going concern merupakan opini
yang dikeluarkan auditor untuk memastikan apakah
perusahaan dapat mempertahankan kelangsungan
hidupnya dalam jangka waktu yang ditentukan .
Dalam melaksanakan proses audit, auditor dituntut
tidak hanya melihat sebatas pada hal-hal yang
ditampakkan dalam laporan keuangan saja tetapi
juga harus lebih mewaspadai hal-hal potensial
yang dapat mengganggu kelangsungan hidup
(going concern) suatu perusahaan. Inilah yang
menjadi alasan kenapa auditor diminta untuk
mengevaluasi atas kelangsungan hidup perusahaan
dalam batas waktu tertentu.
Dengan adanya keraguan perusahaan untuk
dapat melakukan kelangsungan usahanya, maka
auditor dapat memberikan opini going concern
(opini modifikasi). Opini ini merupakan bad news
bagi pemakai laporan keuangan. Masalah yang
sering timbul adalah bahwa sangat sulit untuk
memprediksi kelangsungan hidup sebuah
perusahaan, sehingga banyak auditor yang
mengalami dilema antara moral dan etika dalam
memberikan opini going concern. Penyebabnya
adalah adanya hipotesis self-fulfilling prophecy
yang menyatakan bahwa apabila auditor
memberikan opini going concern, maka perusahaan
akan menjadi lebih cepat bangkrut karena banyak
investor yang membatalkan investasinya atau
kreditor yang menarik dananya (Januarti , 2009).
Fenomena yang terjadi beberapa tahun
belakangan yaitu meningkatnya tuntutan hukum
terhadap kantor akuntan. Weiss (2002) dalam
Tucker et al., (2003) menemukan bahwa dari 228
perusahaan publik yang mengalami kebangkrutan,
Enron dan 95 perusahaan lainnya menerima opini
wajar tanpa pengecualian pada tahun sebelum
terjadinya kebangkrutan. Kenyataan ini
menimbulkan pertanyaan mengapa perusahaan
yang mendapat opini wajar tanpa pengecualian
tiba-tiba berhenti beroperasi.
Ketika kondisi ekonomi merupakan sesuatu
yang tidak pasti, para investor mengharapkan
auditor memberikan early warning akan kegagalan
keuangan perusahaan (Chen dan Church, 1996).
Meskipun auditor tidak bertanggungjawab atas
kelangsungan hidup usaha suatu entitas, dalam
Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) seksi
341 tahun 2011 menyebutkan bahwa Auditor
bertanggungjawab untuk menilai apakah terdapat
kesangsian besar terhadap kemampuan perusahaan
dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya
(going concern) dalam periode waktu tidak lebih
dari satu tahun sejak tanggal laporan audit.
Masalah going concern merupakan masalah
kompleks dan akan senantiasa ada. Masalah yang
sering timbul adalah bahwa sangat sulit untuk
memprediksi kelangsungan hidup suatu
perusahaan, sehingga banyak auditor mengalami
dilema antara moral dan etika dalam memberikan
opini going concern (Praptitorini dan Januarti,
2011). Penyebab lainnya adalah tidak terdapat
prosedur penetapan status going concern yang
terstruktur sehingga menyebabkan kegagalan audit
(audit failures). Oleh karena itu pemberian status
going concern bukanlah suatu tugas yang mudah
(Koh dan Tan,1999 dalam Januarti, 2009).
Sehingga diperlukan faktor-faktor sebagai tolak
ukur yang pasti untuk menentukan status going
concern pada perusahaan.
3
Menurut Mutchler (1985) kriteria perusahaan
akan menerima opini audit modifikasi going
concern apabila mempunyai masalah pada
pendapatan, reorganisasi, ketidakmampuan dalam
membayar bunga, menerima opini going concern
tahun sebelumnya, dalam proses likuidasi, modal
yang negatif, arus kas negatif, pendapatan operasi
negatif, modal kerja negatif, 2 s/d 3 tahun berturut-
turut rugi, dan defisit.
Financial distress merupakan tahapan
penurunan kondisi keuangan suatu perusahaan
sebelum terjadinya kebangkrutan ataupun likuidasi.
Kebangkrutan juga sering disebut likuidasi
perusahaan atau insolvensi. Kebangkrutan sebagai
kegagalan keuangan (financial failure) dan
kegagalan ekonomi (economic failure) (Ramadhani
dan lukviarman, 2009).
Auditee yang menerima opini audit going
concern pada tahun sebelumnya akan dianggap
memiliki masalah terkait dengan kelangsungan
hidupnya, sehingga semakin besar kemungkinan
bagi auditor untuk mengeluarkan opini audit going
concern pada tahun berjalan. Setyarno et al.,
(2006); Prapitorini dan Januarti (2007); dan
Januarti (2009), menyatakan ada hubungan positif
yang signifikan antara opini audit going concern
tahun sebelumnya dengan opini audit going
concern tahun berjalan. Apabila tahun sebelumnya
mendapat opini going concern, maka kemungkinan
besar akan mendapat opini going concern pada
tahun berikutnya, mengingat untuk memperbaiki
kinerja perusahaan dibutuhkan waktu relatif lama.
Barnes et al. (1993) dalam Praptitorini dan
Januarti (2011) berpendapat bahwa ketika seorang
auditor sudah memiliki reputasi yang baik maka ia
berusaha mempertahankan reputasi dan
menghindarkan diri dari hal-hal yang bisa merusak
reputasinya tersebut, sehingga mereka selalu
objektif terhadap pekerjaan. Selain reputasi auditor,
ketika dalam industri juga terdapat auditor spesialis
maka investor akan lebih percaya pada laporan
keuangan yang diaudit oleh auditor spesialis.
Auditor yang memiliki spesialisasi pada industri
tertentu pasti akan memiliki pemahaman dan
pengetahuan lebih baik mengenai risiko bisnis
industri tersebut sehingga auditor spesialis akan
lebih tau tentang kelangsungan hidup perusahaan
pada industri tersebut. Selain itu spesialisasi auditor
juga dapat digunakan untuk membangun reputasi
auditor (Craswell et al,. 1995 dalam Praptitorini
dan Januarti, 2011).
Berdasarkan uraian di atas, penulis bermaksud
melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh
Financial Distress, Opini Audit Tahun
Sebelumnya, dan Kualitas Audit Terhadap
Penerimaan Opini Audit Modifikasi Going
Concern (Studi Pada Perusahaan Manufaktur
yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia 2009-
2012)”.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Teori Agensi
Hubungan utama teori agensi dalam bisnis
adalah (1) antara pemegang saham dan manajer (2)
antara kreditor dan pemegang saham. Hubungan ini
tidak selalu harmonis, teori keagenan berkaitan
dengan konflik agensi, atau konflik kepentingan
antara agen dan pelaku (Anthony dan
Govindarajan, 2005). Oleh karena itu, dibutuhkan
adanya pihak yang melakukan proses pemantauan
dan pemeriksaan terhadap aktivitas yang dilakukan
oleh pihak-pihak tersebut diatas. Aktivitas pihak-
pihak tersebut, dinilai lewat kinerja keuangannya
yang tercermin dalam laporan keuangan. Dalam
agency theory, pemilik perusahaan membutuhkan
auditor untuk memverifikasi informasi yang
diberikan manajemen kepada pihak perusahaan.
Sebaliknya, manajemen memerlukan auditor untuk
memberikan legitimasi atas kinerja yang mereka
lakukan (dalam bentuk laporan keuangan),
sehingga mereka layak mendapatkan insentif atas
kinerja tersebut. Disisi lain, kreditur membutuhkan
auditor untuk memastikan bahwa uang yang
mereka kucurkan untuk membiayai kegiatan
perusahaan, benar-benar digunakan sesuai dengan
persetujuan yang ada, sehingga kreditur bisa
menerima bunga atas pinjaman yang diberikan.
Akuntan publik diharapkan dapat memberikan
informasi yang disajikan secara wajar yang
menggambarkan keadaan sebenarnya atas kondisi
perusahaan yang di auditnya. Akuntan publik
bertugas untuk memberikan opini atas kewajaran
laporan keuangan perusahaan dan mengungkapkan
permasalahan going concern yang dihadapi
perusahaan apabila auditor meragukan kemampuan
perusahaan dalam mempertahankan kelangsungan
hidupnya.
4
2.2. Opini Audit Modifikasi Going Concern
Going concern adalah kelangsungan hidup
suatu badan usaha . SPAP SA Seksi 341
menyatakan bahwa opini audit modifikasi going
concern merupakan opini yang dikeluarkan auditor
untuk memastikan apakah perusahaan dapat
mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam
jangka waktu yang ditentukan . Dalam
melaksanakan proses audit, auditor dituntut tidak
hanya melihat sebatas pada hal-hal yang
ditampakkan dalam laporan keuangan saja tetapi
juga harus lebih mewaspadai hal-hal potensial
yang dapat mengganggu kelangsungan hidup
(going concern) suatu perusahaan. Inilah yang
menjadi alasan kenapa auditor diminta untuk
mengevaluasi atas kelangsungan hidup perusahaan
dalam batas waktu tertentu. Dengan demikian,
auditor dapat memberikan opini modifikasi going
concern mengenai keberlangsungan hidup
perusahaan jika ada temuan menyangkut
keraguan perusahaan dalam menjalankan
kelangsungan usahanya (Januarti, 2009)
Mutchler (1985) mengungkapkan beberapa
kriteria perusahaan akan menerima opini audit going concern. Kriteria tersebut adalah apabila
mempunyai masalah pada pendapatan, reorganisasi,
ketidakmampuan dalam membayar bunga,
menerima opini going concern tahun sebelumnya.
Selain itu, perusahaan yang sedang dalam proses
likuidasi, mempunyai modal yang negatif, arus kas
negatif, pendapatan operasi negatif, modal kerja
negatif, 2 s/d 3 tahun berturut-turut rugi, dan laba
ditahan negatif.
2.3. Financial Distress Kesulitan keuangan (financial distress) dapat
didefinisikan sebagai suatu tampilan atau keadaan
secara utuh atas keuangan perusahaan selama
periode tertentu yang digambarkan dengan
mengalami laba bersih (net profit) negatif selama
beberapa tahun yang akhirnya akan mengarah ke
kebangkrutan (Ross et al., (2002) dalam
Fitrianasari dan Januarti (2008)). Mc Keown
(1991) dalam Januarti (2009) mengemukakan
perusahaan yang tidak pernah mengalami kesulitan
keuangan (financial distress), auditor tidak pernah
memberikan opini audit going concern. Sebaliknya, semakin memburuk atau terganggu kondisi
perusahaan maka akan semakin besar kemungkinan
peusahaan menerima opini audit going concern.
Pada perusahaan yang kondisinya buruk, banyak
ditemukan indikator masalah going concern.
Manajemen sering dihadapkan pada kegagalan
dalam membesarkan perusahaan. Akibatnya
kelangsungan hidup (going concern) perusahaan ke
depan tidak jelas. Perusahaan menjadi tidak sehat
atau sakit, bahkan berkelanjutan mengalami krisis
yang berkepanjangan. Kondisi ini dapat
mengakibatkan kearah kebangkrutan atau likuidasi
ataupun insolvabilitas. Kebangkrutan (bankruptcy)
diartikan sebagai kegagalan perusahaan dalam
menjalankan operasi perusahaan untuk menghasilkan laba (Supardi dan Mastuti, 2003
dalam Ramadhany, 2004).
Ramadhany (2004) dalam Santosa dan Wedari
(2007) mengemukakan bahwa kondisi keuangan
perusahaan menggambarkan tingkat kesehatan
perusahaan kenyatannya. Pada perusahaan yang
sakit banyak ditemukan indikator masalah going
concern. Kondisi ini digambarkan dari rasio
keuangan yang dapat memberikan indikasi apakah
perusahaan dalam kondisi baik (sehat) atau dalam
kondisi buruk (sakit). Perusahaan yang baik (sehat)
mempunyai profitabilitas yang besar dan cenderung memiliki laporan keuangan yang sewajarnya
sehingga potensi untuk mendapatkan opini yang
baik akan lebih besar dibandingkan dengan jika
profitabilitasnya rendah (Petronela, 2004 dalam
Santosa dan Wedari, 2007).
2.4. Opini Audit Tahun Sebelumnya
Setyarno et. al. (2006) dalam Santosa dan
Wedari (2007) menyatakan bahwa auditor dalam
menerbitkan opini going concern akan
mempertimbankan opini audit going concern yang
telah diterima oleh auditee pada tahun sebelumnya.
Opini audit tahun sebelumnya ini dikelompokkan
menjadi 2 yaitu auditee dengan opini going
concern (Going concern Audit Opinion) dan tanpa
opini going concern (Non Going concern Audit
Opinion).
Opini audit tahun sebelumnya akan
berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going
concern. Auditee yang menerima opini audit going
concern pada tahun sebelumnya akan dianggap
memiliki masalah kelangsungan hidupnya,
sehingga semakin besar kemungkinan perusahaa
menerima kembali opini audit going concern pada
tahun berjalan. Venuty (2007) dalam Januarti
(2009) menyatakan bahwa penyebab masalah
tersebut adalah adanya hipotesis self-fulfilling
properchy yang menyatakan bahwa apabila auditor
memberikan opini going concern, maka perusahaan
akan menjadi cepat bangkrut karena banyak
investor yang akan membatalkan investasinya atau
kreditor yang menarik dananya. Perusahaan yang
menerima opini audit going concern akan
mengalami kesulitan keuangan dalam satu tahun
kedepan sehingga akan berdampak pada
kelangsungan hidup perusahaan.
5
Variabel Independen Variabel Dependen
Hal ini dibuktikan dengan penelitian oleh
Carcello dan Neal (2000) dalam Setyarno et al.,
(2006); Praptitorini dan Januarti (2007) serta
Januarti (2009) memperkuat bukti mengenai opini
audit going concern yang diterima tahun
sebelumnya dengan opini audit going concern
tahun berjalan. Ada hubungan positif yang
signifikan antara opini audit going concern tahun
sebelumnya dengan opini audit going concern
tahun berjalan. Apabila pada tahun sebelumnya
auditor telah menerbitkan opini audit going
concern, maka akan semakin besar kemungkinan
auditor untuk menerbitkan kembali opini audit
going cocern pada tahun berikutnya.
2.5. Kualitas Audit
Watkins et al (2004) menjabarkan kualitas
audit sebagai kompetensi auditor dalam
menyediakan jasa audit yang berkualitas.
Kompetensi auditor dipandang sebagai kemampuan
untuk mempertinggi kualitas suatu laporan
keuangan bagi perusahaan. Oleh karena itu, auditor
yang berkualitas tinggi diharapkan mampu
meningkatkan kepercayaan investor. Standar
Profesional Akuntan Publik (SPAP, 2011) dalam
PSA 30 menyebutkan bahwa pertimbangan auditor
atas kemampuan perusahaan untuk
mempertahankan kelangsungan hidupnya harus
didasarkan pada penilaian auditor yang berkualitas.
Selama ini kualitas auditor dikaitkan dengan
ukuran dan reputasi Kantor Akuntan Publik (KAP).
Auditor yang memiliki banyak klien dalam
industri yang sama akan memiliki pemahaman
yang lebih dalam tentang risiko audit khusus yang
mewakili industri tersebut, tetapi membutuhkan
pengembangan keahlian lebih daripada auditor
pada umumnya. Sehingga, para peneliti memiliki
hipotesis bahwa auditor dengan konsentrasi tinggi
dalam industri tertentu akan memberikan kualitas
yang lebih tinggi (Wooten, 2003 dalam Januarti
dkk, 2011).
2.6. Kerangka Pemikiran
1. Financial Distress Terhadap Opini Audit
Modifikasi Going Concern
Ross et al., (2002) dalam Fitrianasari dan
Januarti (2008) menyatakan bahwa financial
distress yaitu kondisi dimana arus kas operasi
perusahaan tidak mencukupi untuk memenuhi
kewajiban lancarnya. Kesulitan keuangan akan
menyebabkan perusahaan mengalami arus kas
negatif rasio keuangan yang buruk dan gagal bayar
pada perjanjian utang. Pada akhirnya, kesulitan
keuangan ini akan mengarah ke kebangkrutan
sehingga going concern perusahaan diragukan.
2. Opini Audit Tahun Sebelumnya Terhadap
Opini Audit Modifikasi Going Concern Opini audit tahun sebelumnya merupakan
opini audit going concern yang telah diterima
auditee pada tahun sebelumnya (Setyarno, et al.,
2006). Apabila pada tahun sebelumnya perusahaan
menerima opini audit going concern, maka akan
semakin besar kemungkinan perusahaan menerima
kembali opini audit going concern pada tahun
berikutnya. Perusahaan yang menerima opini going concern tahun sebelumnya mengindikasikan
adanya keraguan tentang kelangsungan hidup
perusahaan sampai periode berikutnya (Januarti,
2009).
3. Kualitas Audit Terhadap Opini Audit
Modifikasi Going Concern
Watkins et al (2004) menjabarkan kualitas
audit sebagai kompetensi auditor dalam
menyediakan jasa audit yang berkualitas.
Kompetensi auditor dipandang sebagai kemampuan
untuk mempertinggi kualitas suatu laporan
keuangan bagi perusahaan. Oleh karena itu, auditor
yang berkualitas tinggi diharapkan mampu
meningkatkan kepercayaan investor. Standar
Profesional Akuntan Publik (SPAP, 2011) dalam
PSA 30 menyebutkan bahwa pertimbangan auditor
atas kemampuan perusahaan untuk
mempertahankan kelangsungan hidupnya harus
didasarkan pada penilaian auditor yang berkualitas.
Pemakai laporan keuangan lebih percaya pada
laporan keuangan yang diaudit oleh auditor
berkualitas tinggi dibanding auditor kurang
berkualitas. Dalam upaya menciptakan kualitas
hasil audit, auditor spesialis industri akan lebih
paham dalam melakukan penilaian serta
pertimbangan terhadap kondisi dan peristiwa yang
dapat menimbulkan kesangsian terhadap
keberlangsungan usaha (going concern).
Kesulitan
Keuangan
(Financial
Distress)
Kualitas
Audit
Opini Audit
Tahun
Sebelumnya
Opini Audit
Going Concern
6
Pengaruh Parsial
Pengaruh Simultan
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian
2.7. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang ada maka
peneliti mengajukan hipotesis penelitian, yaitu:
1. Financial Distress, opini audit tahun
sebelumnya, dan kualitas audit berpengaruh
signifikan secara simultan terhadap
penerimaan opini audit modifikasi going
concern pada sektor industri manufaktur
tahun 2009-2012.
2. Financial distress berpengaruh secara
signifikan terhadap penerimaan opini audit modifikasi going concern pada sektor
industri manufaktur tahun 2009-2012.
3. Opini audi tahun sebelumnya berpengaruh
secara signifikan terhadap penerimaan
opini audit modifikasi going concern pada
sektor manufaktur tahun 2009-2012.
4. Kualitas audit berpengaruh secara
signifikan terhadap penerimaan opini audit
modifikasi going concern pada sektor
manufaktur tahun 2009-2012.
III. METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah
penelitian deskriptif verifikatif bersifat kausalitas.
Penelitian ini berfungsi untuk mendeskripsikan
atau memberi gambaran terhadap obyek yang
diteliti melalui data sampel atau populasi
sebagaimana adanya, tanpa melakukan analisis dan
membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum.
Penelitian ini termasuk jenis verifikatif yang
bertujuan untuk menguji kebenaran hipotesis.
Penelitian ini bersifat kausalitas yang bertujuan
untuk meneliti kemungkinan adanya hubungan
sebab akibat antar variabel.
3.2 Operasional Variabel
Penelitian ini menggunakan 1 variabel
dependen dan 3 variabel independen. Penjelasan
setiap variabel tersaji pada tabel 1.
Tabel 1
Operasional Variabel
Variab
el
Teruk
ur
Konsep Variabel Indikator Skal
a
Financ
ial
Distres
s (X1)
Financial distress
adalah kondisi dimana
arus kas operasi
perusahaan tidak
mencukupi untuk
memenuhi kewajiban
lancarnya yang
menyebabkan
perusahaan mengalami
arus kas negatif, rasio
keuangan yang buruk
dan gagal bayar pada
perjanjian utang (Ross
et al., 2002 dalam
Fitrianasari dan Januarti
(2008).
Mengguna
kan model
prediksi
kebangkrut
an Z Score
Z=1,2X1 +
1,4X2 +
3,3X3+0,6
X4+
0,999X5
Rasio
Opini
Audit
Tahun
Sebelu
mnya
(X2)
Opini audit going
concern yang telah
diterima auditee pada
tahun sebelumnya
(Setyarno et al., 2006).
Variabel
dummy.
1 = opini
going
concern
pada tahun
sebelumny
a
0 = non
going
concern.
Nomi
nal
Kualita
s Audit
(X3)
Auditor yang memiliki
banyak klien dalam
industri yang sama akan
memiliki pemahaman
yang lebih dalam
tentang risiko audit
khusus yang mewakili
Variabel
Dummy:
1 = auditor
yang
memiliki
spesialisasi
Nomi
nal
7
industri tersebut, tetapi
akan membutuhkan
pengembangan keahlian
lebih daripada auditor
pada umumnya.
Sehingga, auditor yang
spesialis dalam industri
tertentu akan
memberikan kualitas
yang lebih tinggi
(Wooten, 2003 dalam
Januarti dan Praptitorini,
2011).
industri.
0 = auditor
non-
spesialisasi
industri.
Opini
Audit
Modifi
kasi
Going
Concer
n (Y)
Opini audit modifikasi
going concern
merupakan opini yang
dikeluarkan auditor
untuk memastikan
apakah perusahaan dapat
mempertahankan
kelangsungan hidupnya
(SPAP, SA seksi 341).
Variabel
dummy.
1 =
terdapat
opini audit
going
concern
0 = tidak
ada opini
audit going
concern
Nomi
nal
3.3 Populasi Dan Sampel
Populasi penelitian ini adalah perusahaan
manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia (BEI) dengan mengacu pada
perusahaan-perusahaan manufaktur pada periode
2009-2012. Alasan dipilihnya industri ini adalah
untuk menghindari adanya industrial effect yaitu
risiko industri yang berbeda antar suatu sektor
industri yang satu dengan yang lain (Setyarno,
dkk., 2006). Sampel dalam penelitian ini diperoleh
dengan metode Purposive Sampling. Alasan
penggunaan metode purposive sampling didasarkan
atas pertimbangan sampel data yang dipilih
memenuhi kriteria yang diambil oleh peneliti, yaitu
perusahaan yang mengalami kerugian minimal 2
tahun berturut-turut selama tahun pengamatan
(2007-2010) sebanyak 18 perusahaan.
Tabel 2
Kriteria Pengambilan Sampel
3.4 Teknik Analisis Data
Analisis Regresi Logistik
Dalam pengelolaan data, peneliti
menggunakan analisis multivariate dengan
menggunakan regresi logistik (logistic regression)
karena variabel dependennya adalah nominal
(dummy) dan variabel bebasnya merupakan
kombinasi antara metric dan non metric (nominal).
Regresi logistik tidak memiliki asumsi normalitas
atas variabel independen yang digunakan dalam
model, artinya variabel penjelasnya tidak harus
memiliki distribusi normal, linier maupun memiliki
varian yang sama.
Model regresi logistik yang digunakan
untuk menguji hipotesis penelitian adalah sebagai
berikut:
GC = a + b1 ZSCORE + b2 PO + b3
QASPEC + e
Keterangan :
GC : Opini going concern (variabel
dummy, 1 jika opini going concern, 0
jika opini non going concern)
a : Konstanta
b : Koefisien regresi
ZSCORE : Prediksi kebangkrutan menggunakan
model Zscore
PO : Opini tahun sebelumnya (variabel
dummy, 1 jika opini going concern, 0
jika opini non going concern)
No Kriteria Jumlah
1. Perusahaan manufaktur yang terdaftar di
BEI secara konsisten pada periode 2009-
2012.
123
2. Perusahaan manufaktur tidak
menerbitkan laporan keuangan yang telah
diaudit oleh auditor independen untuk
yang berakhir 31 Desember selama
periode tahun 2009-2012
(34)
3. Perusahaan manufaktur yang tidak mengalami rugi bersih minimal dua tahun berturut-turut pada laporan keuangan selama periode penelitian tahun 2009–2012.
(68)
4. Perusahaan manufaktur yang menerbitkan laporan keuangannya tidak dalam mata uang rupiah.
(3)
Total Sampel Akhir 18
8
QASPEC : Auditor industry specialization
(Diukur dengan persentase jumlah
perusahaan yang diaudit oleh
sebuah kantor akuntan publik
(auditor).
e : error
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif financial distress
disajikan pada tabel 3. Sedangkan untuk variabel
opini audit tahun sebelumnya tersaji dalam table 4
dan kualitas audit disajkan dalam tabel 5.
Tabel 3. Financial Distress Perusahaan Manufaktur
yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2009-
2012
Sumber: data sekunder yang telah diolah
Tabel 4. Opini Audit Tahun Sebelumnya
Sumber: data sekunder yang telah diolah
Tabel 5
Sumber: data sekunder yang telah diolah
4.2 Pengujian Hipotesis Dan Pembahasan
Pengujian Kelayakan Model Regresi (Goodness
of Fit)
Tabel 6. Goodness of Fit
Hosmer and Lemeshow Test
Step Chi-square Df Sig.
1 5.900 8 .658
Sumber : Data sekunder yang telah diolah, 2014
Pada table 4.8 ditunjukkan bahwa
besarnya nilai statistik Hosmer and Lemeshow Test
sebesar 5.900 dengan probabilitas signifikansi
0,658 dimana 0,658 > 0.05 maka hipotesis nol tidak
dapat ditolak (Ho diterima). Hal ini berarti model
regresi dipergunakan dalam penelitian ini layak
dipakai untuk analisis selanjutnya karena cocok
dengan data observasinya.
Tabel 7. Ketepatan Klasifikasi Model
Descriptive Statistics
N Min Max Mean Std.
Deviatio
n
Financial
Distress
72 -7,12550 7,10499 -,37542 2,72124
Valid N
(listwise)
72
Freq. Percent Valid
Percent
Cumula
tive
Percent
V
a
l
i
d
0 27 37.5 37.5 37.5
1 45 62.5 62.5 100.0
Total 72 100.0 100.0
Kualitas Audit
Frequen
cy
Percent Valid
Percent
Cumulative
Percent
V
ali
d
0 60 83.3 83.3 83.3
1 12 16.7 16.7 100.0
T
ot
al
72 100.0 100.0
9
Sumber: Data sekunder yang telah diolah, 2014
Estimasi yang benar untuk perusahaan
sampel yang menerima opini audit going concern
sebesar 89,6% atau secara keseluruhan tingkat
ketepatan prediksi sebesar 90,3%.
4.3 Pengujian Keseluruhan Model (Overall
Model Fit)
Tabel 8. Overall Model Fit
Iteration -2 Log Likelihood
Step 0 91.658
Step 1 40.200
Sumber: Data sekunder yang telah diolah, 2014
Statistik -2LogL digunakan untuk menentukan
apakah model menjadi lebih baik jika ditambahkan
variabel bebas. Pada tabel 4.11 ditunjukkan uji
kelayakan dengan memperhatikan angka pada awal
-2 Log Likelihood (LL) Block Number = 0, sebesar
91.658 dan pada -2 Log Likelihood (LL)Block
Number = 1 sebesar 40.200. Hal ini menunjukkan
terjadinya penurunan nilai -2 Log Likelihood di
block 0 dan block 1, artinya bahwa secara
keseluruhan model regresi logistik yang
digunakan merupakan model yang baik.
4.4 Hasil Analisis Regresi Logistik ( Pengujian
Simultan)
Tabel 9. Omnibus Tests of Model Coefficients
Chi-square Df Sig.
Step 1
Step 51.458 3 .000
Block 51.458 3 .000
Model 51.458 3 .000
Sumber : Data sekunder yang diolah, 2014
Dari hasil pengujian regresi logistik, dengan
melihat tabel 4.11 Omnibus Test of Model
Coefficients, diketahui nilai chi-square = 51.458
dan degree of freedom = 3 adapun tingkat
signifikansi sebesar 0.000 (p-value 0.000 < 0.05),
maka H0 ditolak atau H1 diterima, artinya variabel
financial distress, opini audit tahun sebelumnya,
dan kualitas audit secara bersama-sama
berpengaruh terhadap penerimaan opini audit
modifikasi going concern.
4.5 Koefisiensi Deteriminasi (Model Summary)
Tabel 10. Model Summary
Step
-2 Log
likelihood
Cox & Snell
R Square
Nagelkerke R
Square
1 40.200a .511 .709
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2014
Berdasarkan hasil pengolahan data dengan
menggunakan metode regresi logistik maka didapat
koefisien determinasi yang dilihat dari Nagelkerke
R square adalah 0.709, artinya kombinasi variabel
independen yaitu financial distress, opini audit
tahun sebelumnya, dan kualitas audit mampu
menjelaskan variasi dari variabel dependen yaitu
pemberian opini audit going concern adalah
sebesar 70.9% sedangkan sisanya 29.1% dijelaskan
oleh faktor-faktor lain yang tidak diikutsertakan
dalam model.
4.6 Hasil Analisis Regresi Logistik (Pengujian
Parsial)
Tabel 11
Hasil Uji Koefisien Regresi Logistik
Variables in the Equation
Observed
Predicted
Going
Concern
Percentage
Correct 0 1
Step
1
Going
Concern
0 22 2 91.7
1 5 43 89.6
Overall
Percentage 90.3
10
B S.E. Wald Df Sig. Exp(
B)
Step 1a
ZSCOR
E
-.375 .294 1.625 1 .202 .687
PO 3.45
7
1.105 9.788 1 .002 31.71
7
QASPE
C
.034 1.461 .001 1 .981 1.035
Constant -.862 .645 1.787 1 .181 .422
a. Variable(s) entered on step 1: ZSCORE, PO, QASPEC.
Sumber: Data sekunder yang diolah
1. Pengaruh Financial Distress terhadap
Penerimaan Opini Audit Modifikasi Going
Concern
Hasil uji regresi logistik menunjukkan bahwa
variabel financial distress (ZSCORE) tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap penerimaan
opini audit modifikasi going concern, karena
probabilitas variabel ini sebesar 0.202 yang
nilainya jauh di atas (α) 0.05. Nilai koefisien
regresi variabel financial distress -0.375, arah
koefisien dalam penelitian ini bertanda negatif.
Dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi tingkat
financial distress Altman Z-score mengindikasikan
perusahaan dalam kondisi sehat sehingga
kecenderungan perusahaan tersebut menerima opini
audit going concern semakin kecil. Dan semakin
rendah nilai Altman Z-score mengindikasikan
perusahaan dalam kondisi bangkrut kecenderungan
perusahaan menerima opini audit going concern
semakin besar. Opini audit Non Going Concern
(NGC) pada sampel penelitian terdapat 24 sampel
dari total 72 sampel, ternyata sebagian besar yang
menerima opini audit non going concern
merupakan perusahaan yang berkategori bangkrut
yaitu sebanyak 12 sampel. Hal tersebut yang
menyebabkan financial distress tidak berpengaruh
terhadap penerimaan opini audit going concern,
karena masih banyak perusahaan yang bangkrut
ternyata masih mendapatkan opini audit Non Going
Concern (NGC). Hasil ini sejalan dengan penelitian
Santosa et. all (2007) bahwa financial distress tidak
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
penerimaan opini audit going concern kepada
perusahaan yang akan bangkrut. Jumlah sampel
yang kurang dapat mempengaruhi tingkat
signifikansi dan juga karena pada saat auditor
memberikan opini audit perusahaan, auditor tidak
hanya melihat kesulitan keuangan yang dihadapi,
tetapi juga melihat kinerja dari keseluruhan
kegiatan perusahaan apakah masih dapat
mempertahankan kelangsungan usahanya atau tidak
(Wismanita, 2012). Menurut hasil perhitungan
yang dilakukan penulis bahwa masih banyak
perusahaan yang terklasifikasi bangkrut menurut
Altman Z-Score, ternyata banyak yang
mendapatkan opini audit Non Going Concern
(NGC) sehingga menyebabkan pengaruh dari
financial distress yang dihitung berdasarkan model
prediksi kebangkrutan Altman Z-Score menjadi
tidak berpengaruh secara signifikan.
2. Pengaruh Opini Audit Tahun Sebelumnya
terhadap Penerimaan Opini Audit
Modifikasi Going Concern
Hasil uji regresi logistik menunjukkan
bahwa variabel opini audit tahun sebelumnya (PO)
berpengaruh secara signifikan terhadap opini audit
going concern perusahaan, dimana berdasarkan
tabel 4.13 dapat diketahui bahwa variabel opini
audit tahun sebelumnya memiliki p-value 0.002 <
alpha 0.05. Nilai koefisien regresi variabel opini
audit tahun sebelumnya sebesar 3.457, arah
koefisien dalam penelitian ini bertanda positif,
yang berarti semakin tinggi nilai opini audit going
concern tahun sebelumnya dalam suatu perusahaan
maka semakin besar kemungkinan penerimaan
opini audit going concern tahun berikutnya. Opini
audit tahun sebelumnya (PO) berpengaruh secara
signifikan terhadap opini audit going concern
perusahaan karena dari total 72 sampel terdapat 65
sampel yang menerima opini audit yang sama
dengan tahun sebelumnya. Dan dari total 48 sampel
yang mendapat opini audit going concern ternyata
43 sampel mendapat opini going concern pula pada
tahun sebelumnya. Hasil ini sejalan dengan
penelitian Susanto (2007) bahwa opini audit tahun
sebelumnya memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap penerimaan opini audit going concern
kepada perusahaan yang akan bangkrut.
Setyarno et. al. (2006) dalam Santosa dan
Wedari (2007) menyatakan bahwa auditor dalam
menerbitkan opini going concern akan
mempertimbankan opini audit going concern yang
telah diterima oleh auditee pada tahun sebelumnya.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
perusahaan yang menerima opini audit going
concern pada tahun sebelumnya akan
berkecenderungan mendapatkan opini audt going
concern pula pada tahun berjalan. Sehingga opini
11
audit tahun sebelumnya (PO) berpengaruh secara
signifikan terhadap opini audit going concern
perusahaan karena terdapat 90,3% sampel yang
menerima opini audit yang sama dengan tahun
sebelumnya. Hal tersebut yang membuat opini
audit tahun sebelumnya berpengaruh secara
signifikan terhadap penerimaan opini audit going
concern.
3. Pengaruh Kualitas Audit terhadap
Penerimaan Opini Audit Modifikasi Going
Concern
Hasil uji regresi logistik memperlihatkan
bahwa kualitas audit (QASPEC) tidak berpengaruh
secara signifikan terhadap penerimaan opini audit
modifikasi going concern, karena probabilitas
variabel ini sebesar 0.981 yang nilainya jauh di atas
(α) 0.05. Nilai koefisien regresi variabel kualitas
audit sebesar 0,034, arah koefisien dalam penelitian
ini bertanda positif, yang berarti semakin tinggi
kualitas audit yang dalam penelitian ini diukur
menggunakan auditor spesialis maka semakin besar
kemungkinan penerimaan opini audit going
concern. Tidak signifikannya pengaruh kualitas
audit terhadap penerimaan opini audit going
concern karena dari total 72 sampel hanya terdapat
12 sampel yang diaudit oleh auditor spesialis
industri. Hasil ini sejalan dengan penelitian
Bruynseels et al (2006) dan Geiger dan
Raghunandan (2002) bahwa auditor spesialis
industri tidak memiliki pengaruh yang signifikan
dalam memberikan opini audit going concern
kepada perusahaan yang akan bangkrut. Menurut
hasil perhitungan yang dilakukan penulis bahwa
KAP yang terklasifikasi dalam auditor spesialis
industri dalam sektor industri manufaktur hanya
KAP Purwantoro, Suherman dan Surya karena
memiliki klien di sektor manufaktur > 15%. Namun
KAP Purwantoro, Suherman dan Surya memiliki
banyak klien di sektor manufaktur pada perusahaan
perusahaan dengan skala besar dan memiliki
kondisi keuangan yang sehat yaitu memiliki laba
bersih yang positif, sedangkan sampel yang
digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan
perusahaan dalam kondisi laba bersih yang negatif.
Sehingga menyebabkan pengaruh dari auditor
spesialis industri dalam memberikan kualitas yang
lebih baik menjadi tidak berpengaruh secara
signifikan.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Berdasarkan hasil pengujian menggunakan
regresi logistik variabel Financial distress, Opini
Audit Tahun Sebelumnya dan Kualitas audit
secara simultan berpengaruh signifikan sebesar
70,9% terhadap penerimaan opini audit
modifikasi going concern. Sedangkan sisanya dijelaskan faktor lain yang tidak diikutsertakan
dalam model.
2. Financial distress (ZSCORE) tidak berpengaruh
secara signifikan terhadap penerimaan opini
audit modifikasi going concern.
3. Opini audit tahun sebelumnya (PO) berpengaruh
secara signifikan dan positif terhadap opini audit
modifikasi going concern.
4. Kualitas audit (QASPEC) tidak berpengaruh
secara signifikan terhadap penerimaan opini
audit modifikasi going concern.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini, penulis mencoba
memberikan saran bagi penelitian selanjutnya
sebagai berikut:
1. Menambah populasi dan sampel penelitian
agar tidak terbatas pada perusahaan
manufaktur saja, tentunya dengan tetap
memperhatikan perbedaan antara satu sektor
industri dengan sektor yang lain. Selain itu
untuk melihat adanya spesialisasi auditor di
masing-masing industri.
2. Memperpanjang periode tahun pengamatan
agar dapat melihat kecenderungan auditor
dalam memberikan opini audit going concern dalam jangka panjang.
REFERENSI
Arens et. al. (2011). Auditing dan Jasa Assurance:
Pendekatan Terpadu Adaptasi Indonesia
Buku I. Jakarta: Erlangga.
Balsam, S., Krislinan, J. & Yang, J.S. (2003).
Auditor Industry Specialization .
Auditing: A Journal of Practice and
Theory, Volume 22 No.2:71-97.
BAPEPAM. (2002). Siaran Pers Badan Pengawas
Pasar Modal Tanggal 27 Desember 2002.
Jakarta:BAPEPAM
BAPEPAM. (2002). Surat Edaran Ketua Badan
Pengawas Pasar Modal No. SE-02/PM/2002
Tanggal 27 Desember 2002 tentang
Pedoman Penyajian dan Pengungkapan
Laporan Keuangan Emiten atau Perusahaan
12
Publik Industri Manufaktur.
Jakarta:BAPEPAM
Barnes, Paul dan HD. Huan. (1993) . The Auditors
Going Concern Decision : Some UK
Evidence Concerning Independence and
Competence. Journal of Business, Finance
and Accounting 20. 213-228
Brigham, E.F.dan Gapenski, LouisC. (1996).
Intermadiate finance management .(5th
edition). Harbor Drive: The Dryden Press.
Bruynseels, Liesbeth, W. Robert Knechel dan
Marleen Willekens . (2001) . Do Industry
Specialists and Business Risk Auditors
Enhance Audit Reporting Accuracy?. Social
Science Research Network (SSRN) Journal :
The Accounting Review.
Carcello, J.V. and Neal, T.L (2000). Audit
Committee Composition and Auditor
Reporting. The Accounting Review. Volume
75 No.4 453-467.
Chen, K. C. W., and B. K. Church. (1996). Going
Concern Opinion and the Market’s Reaction
to Bankruptcy Fillings. The Accounting
Review: 117-128
Craswell, A.T., Francis, J.R. & Taylor, S.L.
(1995). Auditor Band Name
Reputations and Industi Specializations.
Journal of Accounting and Economics,
Volume 20:297-322
DeAngelo,L.E. (1981). Auditor Size and audit
quality. Journal of Accounting &
Economics.
Fanny, Margaretta dan Saputra, S. (2005). Opini
Audit Going Concern: Kajian Berdasarkan
Model Prediksi Kebangkrutan, Pertumbuhan
Perusahaan, dan Reputasi Kantor Akuntan
Publik. Simposium Nasional Akuntansi VIII.
966-978.
Geiger, M.A., dan Raghunandan,K. (2002). Going
Concern Opinions in the ‘New’
Legal Environment. Accounting
Horizons. Vol 16. No.1. March : 1726
Ghozali, Imam. 2006. Aplikasi Analisis
Multivariate Dengan Program SPSS.
Semarang: Badan Penerbit Universitas
Diponegoro.
Hendriksen, Eldon S dan Michael F Van Breda.
(2000). Teori Akuntansi. Edisi Kelima.
Batam: Interaksara.
Herusetya, Antonius. (2009). Pengaruh Ukuran
Auditor dan Spesialisasi Auditor Terhadap
Kualitas Laba. Jurnal Akuntansi dan
Keuangan Indonesia , Vol. 6, No. 1, Juni
2009: 46-70.
Ikatan Akuntan Indonesia. (2011). Standar
Profesional Akuntan Publik. Jakarta:
Salemba Empat
Januarti, Indira. (2009). Analisis Pengaruh Faktor
Perusahaan, Kualitas Auditor, Kepemilikan
Perusahaan Terhadap Penerimaan Opini
Audit Going Concern (Perusahaan
Manufaktur Yang Terdaftar di Bursa Efek
Indonesia). Disampaikan dalam Simposium
Nasional Akuntansi XII. Palembang: 4-6
November.
Januarti, Indira dan Ella Fitrianasari. (2008).
Analisis Rasio Keuangan dan rasio Non
Keuangan yang Mempengaruhi Auditor
Dalam Memberikan Opini Audit Going
Concern pada Auditee (Studi Empiris pada
Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di
BEJ 2000 – 2005). Jurnal MAKSI,Vol 8 no.
1, pp 43-58.
Lembaga Penelitian Smeru. (2009). Pemantauan
Dampak Sosial-Ekonomi Krisis Keuangan
Global 2008/2009 di Indonesia. Pemantauan
Media No.04/LF/2009
Mayangsari, Sekar. (2003). Pengaruh Kualitas
Audit, Independensi terhadap Integritas
Laporan Keuangan . Simposium Nasional
Akuntansi VI. Surabaya.
Mulyadi. (2010). Auditing Buku Dua, Edisi Ke
Enam . Jakarta: Salemba Empat.
Mutchler J.F, William Hopwood, dan James
McKeown. (1997). The Influence Of
Contrary Information and Mitigating
Factors on Audit Opinion Decisions on
Bankrupt Companies. Journal of Accounting
Research. Vol. 35. No. 2 (Autumn). pp.
295.310.
13
Mutchler, J.F. (1985). A Multivariate Analysis of
The Auditor’s Going Concern Opinion
Decision. Auditing : A Journal of
Accounting Research. Vol. 23, No. 2,
Autumn.
Praptitorini, Mirna Dyah dan Indira Januarti.
(2011). Analisis Pengaruh Kualitas Audit,
Debt Default, dan Opinion Shopping
terhadap Penerimaaan Opini Going concern
. Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia,
Volume 8 - No. 1, Juni 2011
Ramadhani, Ayu Suci dan Niki Lukviarman.
(2004). Perbandingan Analisis Prediksi
Kebangkrutan Menggunakan Model Altman
Pertama, Altman Revisi, dan Altman
Modifikasi Dengan Ukuran dan Umur
Perusahaan Sebagai Variabel Penjelas
(Studi Pada Perusahaan Manufaktur Yang
Terdaftar Di BEI . Jurnal Siasat Bisnis Vol.
13 No. 1. April Hal: 15-28.
Santosa, Arga Fajar dan Linda Kusumaning
Wedari. (2007). Analisis Faktor-Faktor
Yang Mempengaruhi Kecenderungan
Penerimaan Opini Audit Going Concern.
JAAI, Vol. 11, No. 2, Desember 2007: 141-
158.
Sanusi, Anwar. (2011). Metodologi Penelitian
Bisnis. Jakarta: Salemba Empat.
Sekaran, Uma. (2006). Metodologi Penelitian
Untuk Bisnis. Jilid 2. Edisi 4. Jakarta:
Salemba empat.
Setyarno, Indira dan Faisal. (2006). Pengaruh
Kualitas Audit, Kondisi Keuangan
Perusahaan, Opini Audit Tahun
Sebelumnya, Pertumbuhan Perusahaan
Terhadap Opini Audit Going Concern .
Simposium Nasional Akuntansi 9 Padang.
Sugiyono. (2011). Statistika untuk Penelitian.
Bandung: Alfabeta.
Suharisimi, (2002). Metode Riset Bisnis. Bandung:
PT. Tarsito.
Susanto, Yulius Kurnia. (2009). Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Penerimaan Opini
Going Concern pada Perusahaan Publik
Sektor Manufaktur . Jurnal Bisnis dan
Akuntansi, Vol. 11, No. 3, Desember 2009:
155-173.
Swandayani, Reyza Farah. (2012) . Pengaruh
Kualitas Audit, Financial Distress dan
Strategi Emisi Saham Terhadap Penerimaan
Opini Audit Going Concern
Tucker, Robert R., Ella Mae Matsumura, dan
K. R. Subramanyam. (2003). Going
Concern Judgements: An Experimental
Test of The Self-fulfilling Prophecy and
Forecast Accuracy . http://www.ssrn.com
Watkins, Ann. L, William Hillison and Susan
E. morecroft. (2004). Audit Quality : A
Synthesis Of Theory And Empirical
Evidence . Journal of Accoounting
Literature Vol.23. Pp. 153-193
Wismanita, Sevioksi . (2012) . Pengaruh Financial
Distress, Opini Audit Tahun Sebelumnya,
Kepemilikan Institusional, dan Proporsi
Komisaris Independen Terhadap
Penerimaan Opini Audit Going Concern.
www.bapepam.go.id/ diakses pada Februari 2014
www.bi.go.id/ diakses pada Maret 2014
www.detik.finance.com/ diakses pada Januari 2014
www.idx.co.id/ diakses pada Desember 2013.
www.sahamok.com/ diakses pada Desember 2013
www.tempo.com/ diakses pada Desember 2013
Biodata Penulis
Yani Purwati, memperoleh gelar Sarjana
Ekonomi (SE), Jurusan Akuntansi Universitas
Telkom Bandung, Lulus Tahun 2014.
Willy Sri Yuliandhari, memperoleh gelar Sarjana
Ekonomi (SE), Jurusan Akuntansi Universitas
Padjajaran Bandung. Memperoleh gelar Magister
Management (MM) Program Pasca Sarjana
Magister Manajemen Universitas Widyatama
Bandung. Saat ini menjadi Dosen di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Telkom Bandung
top related