pengaruh penggunaan produk luar negeri.docx
Post on 19-Jan-2016
207 Views
Preview:
TRANSCRIPT
HALAMAN JUDUL
Pengaruh Penggunaan Produk Luar Negeri
terhadap Nilai Nasionalisme
(Makalah Disusun Guna Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah:
Pendidikan Kewarganegaraan)
Dosen: Sri Agustin Sutrisnowati
Disusun Oleh:
1. Arfin Hasanah (13312241003)
2. Wahyu Marliyani (13312241005)
3. Putri Chandra Haryanto (13312241029)
Kelas: A 2013
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga makalah ini dapat kami selesaikan, sebagai
pelengkap tugas Pendidikan Pancasila.
Kami mengucapkan terimakasih kepada Ibu Sri Agustin Sutrisnowati
selaku dosen pembimbing Pendidikan Kewarganegaraan dan berbagai pihak yang
telah membimbing kami menyusun makalah ini, serta berbagai sumber yang telah
kami pakai sebagai data dan fakta pada makalah ini.
Kami menyadari bahwa kami hanyalah manusia yang mempunyai
keterbatasan dalam berbagai hal. Olehkarena itu, Tidak ada suatu pekerjaan yang
dapat diselesaikan dengan sangat sempurna, begitu pula dengan makalah ini.
Tidak semua hal dapat kami deskripsikan dengan sempurna dalam makalah ini.
Kami sudah berusaha semaksimal mungkin dengan keterbatasan kemampuan
yang kami miliki. Maka dari itu, kami bersedia menerima kritik dan saran sebagai
batu loncatan yang dapat memperbaiki makalah kami dimasa datang.
Akhir kata kami mengucapkan selamat membaca semoga makalah ini
dapat bermanfaat dan dapat memberi wawasan luas bagi anda.
Yogyakarta, 27 Maret 2014
Penyusun
2
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.......................................................................................
KATA PENGANTAR....................................................................................ii
DAFTAR ISI..................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................1
A. Latar Belakang......................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................2
C. Tujuan....................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN................................................................................3
A. Penyebab Masyarakat Indonesia Cenderung Menggunakan Produk
Luar Negeri............................................................................................3
B. Cara Meminimalisir...............................................................................9
C. Pengaruhnya terhadap Nilai Nasionalisme di Indonesia......................11
BAB III KESIMPULAN..............................................................................13
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................14
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alamnya,
negara kepulauan yang menghubungkan dari Sabang sampai Merauke. Dari
pulau–pulau tersebutlah menghasilkan banyak sumber daya alam karena di setiap
pulau berbeda akan kekayaan sumber daya alamnya. Namun, penyebaran
penduduk di Indonesia belum merata khususnya di Pulau Sumatera, Kalimantan,
dan Papua, penduduknya tidak sepadat di Jawa. Hasil atau produk Indonesia pun
sebenarnya kaya dan menghasilkan produk–produk yang berkualitas. Seharusnya
produk Indonesia itu menjadi tuan rumahnya di negeri sendiri. Namun, banyaknya
monopoli dunia, produk luar negeri lebih memegang peranan pasar sehingga
menjadikan minat masyarakat cenderung ke produk luar negeri.
Namun Indonesia mengalami kendala mengenai produk dalam negeri yang
kalah saing dengan luar negeri yang seharusnya bisa menjadi tuan rumah
Indonesia yaitu kurangnya kesadaran masyarakat tentang pemakaian produk lokal
karena kebanyakan dari masyarakat Indonesia lebih banyak mengkonsumsi atau
menggunakan produk luar daripada dalam. Serta gaya mewah yang terjadi apabila
memakai produk luar. Yang terjadi di Indonesia, apabila memakai produk luar itu
berkesan elegan dan mewah karena harganya yang cenderung lebih tinggi dan
kualitas yang dijanjikan telah bagus dan menyebar di seluruh dunia.
Dalam aspek perekonomian Negara, dengan memudarnya rasa
nasionalisme, mengakibatkan perekonomian bangsa Indonesia jauh tertinggal dari
Negara-negara tetangga. Saat ini masyarakat hanya memikirkan apa yang Negara
berikan untuk mereka, bukan memikirkan apa yang mereka dapat berikan pada
Negara. Dengan keegoisan inilah, masyarakat lebih menuntut hak daripada
kewajibannya sebagai warga Negara. Sikap individual yang lebih mementingkan
diri sendiri dan hanya memperkaya diri sendiri tanpa memberikan retribusi pada
Negara, mengakibatkan perekonomian Negara semakin lemah. Hal inilah yang
1
mendorong penulis untuk mengangkat masalah kecenderungan masyarakat yang
lebih banyak menggunakan produk luar negeri.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis merumuskan beberapa
masalah yang hendak dibahas, antara lain sebagai berikut:
1. Mengapa masyarakat Indonesia cenderung menggunakan produk luar negeri?
2. Bagaimana cara meminimalisir hal tersebut?
3. Bagaimana pengaruhnya terhadap nilai nasionalisme di Indonesia?
C. Tujuan
Tujuan-tujuan yang ingin dicapai dalam pembuatan makalah ini adalah
untuk mendeskripsikan hal-hal sebagai berikut:
1. Mendeskripsikan penyebab kecenderungan masyarakat Indonesia
menggunakan produk luar negeri.
2. Memaparkan cara meminimalisir kecenderungan tersebut.
3. Mengetahui pengaruh penggunaan produk luar negeri terhadap nilai
nasionalisme di Indonesia.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Penyebab Masyarakat Indonesia Cenderung Menggunakan Produk
Luar Negeri
1. Kurangnya minat masyarakat terhadap produk dalam negeri.
Permasalahan tentang kurangnya minat masyarakat Indonesia dalam
membeli produk anak bangsa bukan semata-mata disebabkan oleh kecintaan pada
merek luar negeri melainkan karena kurangnya perhatian produsen terhadap
keinginan konsumen, tidak memberikan barang yang bermutu, tidak menyediakan
layanan purna jual, serta kurang mampu mengemas, menjual, produk yang baik.
Produk buatan Indonesia yang dijual di dalam negeri sering bermutu rendah
dibandingkan dengan yang dijual di luar negeri.
Dari segi mutu produk : dalam mutu produk yang dijual di pasar di
Indonesia banyak produsen yang menjual produknya yang mempunyai mutu
kualitas nomor 2, dan mutu kualitas yang nomor 1 malah dijual dipasaran luar
negeri. Hal itu akan memicu konsumen dalam negeri enggan untuk membeli
produk dalam negeri, memang benar harganya lebih murah tetapi untuk keamanan
dan kenyamanan apalagi segi keawetan produk itu pasti rendah, padahal
masyarakat sudah pintar dalam memilih barang untuk dibelinya, tidak mengapa
lebih mahal asal kualitas lebih bagus.
Dari segi layanan purna jual : sudah menjadi rahasia umum bila layanan
purna jual produk local tidak member services yang memuaskan kepada
pelanggan atau konsumen, apabila konsumen mempunyai keluhan terhadap
produk yang dibeli malah dibuat bingung harus menghubungi siapa, biasanya
produk lokal tidak mencantumkan nomor customer care ataupun tidak
mencantumkan garansi dalam produknya.
Dari segi pengemasan produk hingga memilih segmentasi pasar yang baik
dan tepat : memang ada produk dalam negeri yang kualitasnya bagus malah
tampilan luarnya monoton atau kemasannya kurang menarik peminat untuk
membeli, biasanya konsumen terpancing oleh kemasan luar produk jadi bisa
3
dikatakan produk local sebagian besar kurang mempunyai variasi variasi dalam
barang barang yang dijualnya, atau modelnya pun kurang mengikuti trend
perkembangan jaman sekarang. Dan biasanya produsen kurang jeli untuk melihat
dan memilih segmentasi pasar, biasanya produsen kurang memperhatikan apakah
produknya cocok untuk kalangan kelas ekonomi atas, menengah keatas, ataupun
kalangan menengah kebawah.
Pemerintah juga tidak boleh lepas tangan, dalam hal ini peran pemerintah
sebagai teladan sangat diharapkan. Karena bagaimana mungkin masyarakat
diminta untuk mencintai produk dalam negeri kalau pejabat pemerintahan sendiri
ternyata lebih senang memakai produk-produk luar negeri
(http://ekonomi.kompasiana.com/bisnis/2013/09/05/indonesia-suka-jajan-di-luar-
analisis-tingginya-penggunaan-produk-impor-587013.html).
2. Kurangnya mutu produk dalam negeri dibandingkan dengan produk
impor
Dari sudut pandang sumber daya manusia, sebenarnya kualitas orang-
orang Indonesia tidak kalah dibandingkan dengan orang-orang di negara-negara
maju, jika saja benar-benar mau belajar. Hal ini terbukti dengan banyaknya tokoh-
tokoh dan cendikiawan yang berasal dari negara kepulauan terbesar di dunia ini.
Namun kemauan saja tidak cukup, fasilitas pendukungnya pun harus mumpuni.
Hal inilah yang harus menjadi sorotan. Bahwa dalam proses belajarnya, orang-
orang Indonesia belum mendapatkan fasilitas yang memadai, belum maksimalnya
akses informasi dari masyarakat di pedalaman. Serta yang tidak boleh dilupakan
juga adalah asupan gizi sebagian besar masyarakat yang jauh dari pemenuhannya
karena alasan ekonomi. Beberapa gambaran diatas menjadi mata rantai
permasalahan yang saling terkait yang membuat kualitas orang-orang Indonesia
lebih rendah jika dibandingkan dengan orang-orang di negara-negara maju.
Kualitas masyarakat yang rendah juga berakibat pada rendahnya mutu atau
kualitas produk (barang maupun jasa) yang dihasilkan. Hal ini karena belum
maksimalnya penerapan sebuah teknologi dalam proses produksi. Kebanyakan
masyarakat hanya mengandalkan pengalaman saja tanpa diiringi penguasaan
konsep dan teknologi yang membuat tidak maksimalnya proses produksi.
4
Permasalahan yang selanjutnya adalah dalam menjalankan proses
produksinya, pelaku usaha di tanah air selalu dibayang-bayangi masalah finansial
atau pendanaan proses produksi. Untuk menyelesaikan masalah ini, pemerintah
telah memberikan bantuan dengan mengucurkan dana usaha bagi pengusaha kecil
dan menengah. Namun, yang harus disoroti adalah bahwa bantuan-bantuan yang
ditujukan kepada kalangan pengusaha kecil dan menengah itu belum
termanfaatkan dengan maksimal. Karena ternyata dalam penyalurannya, bantuan
tersebut banyak yang salah sasaran. Sehingga wajar saja bila pengusaha kecil dan
menengah tidak dapat berbuat banyak untuk menyikapi masalah pedanaan ini.
Secara tidak langsung keadaan ini mengganggu proses produksi yang membuat
mereka lebih memilih untuk menekan biaya produksi hingga seminimal mungkin.
Misalnya saja dengan menggunakan bahan baku yang kualitasnya dibawah
standar yang seharusnya serta penggunaan teknologi konvensional yang membuat
proses produksi tidak maksimal.
Dua permasalahan klasik diatas merupakan sebagian kecil dari hambatan-
hambatan yang membuat produk-produk dalam negeri menjadi lebih rendah
mutunya jika dibandingkan dengan produk-produk yang diproduksi negara-negara
maju. Hal ini tentunya menjadi ancaman serius bagi pelaku usaha nasional karena
kita telah memasuki gerbang perdagangan bebas. Sedangkan pada perdagangan
bebas itu diharapkan barang-barang produksi anak bangsa mampu menyaingi
produk luar yang masuk ke Indonesia sehingga dapat tetap menjadi tuan rumah di
negeri sendiri.
3. Kurangnya kesadaran dan kebanggaan untuk menggunakan produk
dalam negeri
Sudah menjadi rahasia umum bahwa produk buatan Indonesia berkelas
lebih rendah dibandingkan dengan produk luar negeri. Masyarakat Indonesia
umumnya telah melakukan pengaturan pada pola pikir mereka bahwa produk asal
luar negeri selalu atau bahkan selamanya akan memiliki kualitas yang lebih bagus
dibandingkan produk dalam negeri. Dan karena kecintaan mereka terhadap
produk luar negeri, mereka rela merogoh saku dalam-dalam untuk sebuah produk
luar negeri. Hal tersebut bertolak belakang dengan produk dalam negeri yang
5
memiliki image buruk bahkan sangat buruk di mata konsumen (masyarakat
Indonesia.red). Jangankan untuk merogoh saku dalam-dalam, merogoh di
permukaan saku pun sepertinya masyarakat enggan kalau uang itu hanya untuk
membeli sebuah barang produksi dalam negeri. Tidak sedikit dari mereka yang
bahkan berpikir bahwa membeli barang produksi dalam negeri sama saja dengan
membuang uang.
Ada beberapa alasan yang menjadi faktor utama masyarakat Indonesia
lebih memlilih produk luar negeri. Sebagian dari mereka berasumsi bahwa produk
luar negeri memiliki kualitas yang lebih bagus. Mungkin pengibaratan kualitas
produk luar negeri dan produk dalam negeri bagaikan langit dan bumi. Sebagian
lagi berdalih bahwa produk luar negeri itu lebih elit dan berkelas yang diukur dari
segi kualitas atau mungkin juga dari negara asal produk tersebut. Tidak sedikit
yang beranggapan bahwa produk yang berasal dari negara-negara di Eropa lebih
berkelas dibanding produk yang berasal dari negara-negara di kawasan Asia.
Menurut para pecandu produk luar negeri, yang membuat produk dalam
negeri terpuruk adalah tidak sebandingnya harga dengan kualitas produk dalam
negeri. Alasan mereka bahwa produk dalam negeri memiliki kualitas rendah tetapi
dipatok dengan harga yang cukup tinggi. Berbeda dengan produk luar negeri yang
mereka anggap sebanding antara kualitas dan harganya. Walaupun memiliki harga
yang relatif lebih mahal, tetapi mereka tidak segan mengorbankan uang yang lebih
banyak untuk barang tersebut.
Sebenarnya banyak alasan yang seharusnya membuat masyarakat
Indonesia lebih memilih produk dalam negeri. Pertama, membeli produk dalam
negeri secara langsung dan tidak langsung akan meningkatkan kesejahteraan para
pekerja lokal. Karena semakin banyak permintaan akan produk dalam negeri akan
semakin meningkatkan beban pekerja dan itu berarti akan meningkatkan pula
upah yang mereka terima. Kedua, membeli produk dalam negeri dapat membantu
mengurangi jumlah pengangguran. Apabila permintaan produk dalam negeri
meningkat, maka untuk memenuhi pertambahan jumlah permintaan, produsen
kemungkinan akan menambah jumlah pekerjanya. Dengan kata lain kembali
terbuka lowongan pekerjaan bagi masyarakat yang masih menganggur. Ketiga,
6
membeli produk dalam negeri berarti meningkatkan pendapatan negara. Alasan
terakhir adalah dengan membeli produk dalam negeri akan menentukan jati diri
bangsa. Hal itu merupakan salah satu wujud cinta kita kepada Indonesia, sebagai
warga negara yang baik (Soerjono Soekanto, 2007: 20).
Mungkin banyak yang tidak mengetahui bahwa tidak semua produk dalam
negeri memiliki kualitas yang lebih rendah, misalnya buah-buahan. Sebenarnya
membeli buah lokal itu memberikan lebih banyak manfaat. Cita rasa buah lokal
yang lebih enak dan nutrisinya lebih optimal karena dijual dalam keadaan segar.
Harganya pun lebih terjangkau. Selain itu kita ikut mencegah pemanasan global
karena mengurangi jumlah pemakaian kapal kargo yang mengangkut buah-buahan
impor dan tentu saja kualitas buah lokal lebih baik.
Banyak pula yang akan tercengang ketika mereka mengetahui bahwa
banyak perusahaan barang-barang berlabel luar negeri menggunakan jasa orang
Indonesia untuk membuat produk mereka. Seperti tas dan sepatu, banyak orang
Indonesia yang bekerja sama dengan produsen luar negeri. Mereka membuat
sepatu atau tas kemudian dikirimkan ke luar negeri, lalu di sana diberikan label
dan dijual kembali kepada konsumen (yang kemungkinan orang Indonesia)
dengan “judul” barang produksi luar negeri. Padahal barang tersebut dibuat di
Indonesia. Artinya barang buatan orang Indonesia tidak selamanya berkelas
rendah.
Tidak banyak pula dari masyarakat kita yang menyadari betapa bangsa ini
telah kecanduan produk luar negeri. Saat ini barang-barang kebutuan sehari-hari
mulai dari makanan, minuman, pakaian, barang elektronik, alat tulis-menulis,
sampai korek api pun merupakan barang impor. Apalagi setelah diberlakukannya
sistem perdagangan bebas. Produsen dalam negeri seakan tertimbun oleh barang
impor hingga tak mampu lagi berproduksi karena kalah bersaing dengan produk
luar negeri.
Bukannya produsen dalam negeri menawarkan produk berkualitas lebih
rendah, tapi belum sempat mereka mengembangkan dan memperbaiki kualitas
produk yang mereka tawarkan, produk-produk impor telah masuk dan memporak-
porandakan istana perdagangan yang mereka bangun secara perlahan. Seandainya
7
mereka memiliki waktu untuk memperbaiki produksi mereka, pasti akan mereka
lakukan. Karena perbaikan kualitas produk mereka tidak hanya memberikan
kepuasan bagi konsumen mereka, tetapi juga mendatangkan keuntungan yang
lebih besar bagi mereka. Tetapi sebelum hal itu terjadi, produsen raksasa luar
negeri datang sebagai rival mereka dalam berdagang di negeri sendiri.
Masyarakat Indonesia terlalu gengsi untuk menggunakan produk dalam
negeri. Mereka merasa lebih elit ketika mereka menggunakan sepatu bermerk
Adidas atau Puma ketimbang hanya mengalaskan kaki mereka dengan bungkusan
kaki berlabel Cibaduyut. Mereka merasa lebih berkelas ketika laptop yang mereka
gunakan bergambar Apple ketimbang mereka mengetik dengan Zyrex. Bahkan
tidak sedikit dari mereka merasa berlevel lebih tinggi ketika membayar dengan
dolar ketimbang rupiah
(http://ekonomi.kompasiana.com/manajemen/2013/12/26/kurang-optimalnya-
penggunaan-produk-dalam-negeri-621701.html).
4. Kurangnya perhatian pemerintah pada produk dalam negeri
Peran pemerintah dalam hal memajukan produk dalam negeri sudah pasti
sangatlah penting. Sudah merupakan kewajiban pemerintah untuk
mengampanyekan slogan “cinta produk Indonesia”. Meminta konsumen agar
lebih memilih produk buatan dalam negeri dan mendorong pelaku bisnis (ritel)
untuk lebih mengutamakan menjual produk dalam negeri. Namun, jangan sampai
itu hanya jargon belaka. Rakyat diminta mencintai produk dalam negeri sementara
para pejabat sendiri justru lebih suka menggunakan produk dari luar negeri.
Pemerintah maupun asosiasi pengusaha, harus menerapkan standardisasi
produk. Sebelum produk dalam negeri dipasarkan, harus memenuhi standar
kualitas tertentu. Standar kualitas produk untuk pasar dalam negeri dengan produk
untuk ekspor haruslah sama. Artinya, mereka harus memberi nilai atau
penghargaan yang sama bagi konsumen di tanah air dengan konsumen di luar
negeri. Jangan karena hanya untuk kebutuhan lokal, lantas menganggap remeh
soal kualitas. Seolah-olah kualitas pas-pasan sudah cukup untuk konsumen lokal.
Hal ini merupakan sebuah kekeliruan yang sangat besar
(http://faridrifai.multiply.com/journal/item/6).
8
Apalagi di era pasar bebas, produk dari berbagai belahan dunia sudah
membanjiri negeri kita sehingga konsumen memiliki banyak pilihan. Produsen
nasional harus bisa bersaing dengan menghasilkan produk berkualitas bagus,
inovatif, dan harga bersaing. Sehingga masyarakat tidak merasa seolah-olah
dipaksa membeli produk dalam negeri atau bahkan dianggap “berdosa” karena
tidak mencintai produk dalam negeri. Sebab, tak ada yang mau dirugikan dengan
membeli produk berkualitas rendah.
Demikian pula para pegawai negeri sipil (PNS). Mereka juga manusia
normal yang memiliki selera sendiri. Tentu pemerintah tidak bisa memaksa
mereka melalui peraturan yang mewajibkan memakai produk dalam negeri.
Pemerintah harus bisa membuktikan bahwa produk dalam negeri, misalnya
produk A, B, C, dan seterusnya, memang memiliki kualitas sebanding (atau
bahkan lebih baik) dibanding produk serupa dari luar negeri.
B. Cara Meminimalisir
Perlu segera dicarikan solusi supaya produk dalam negeri tetap bertahan,
perekonomian Indonesia membaik juga demi kesejahteraan masyarakat kita.
Solusi ini ditujukan untuk pemerintah agar cepat dan tepat dalam mengambil
tindakan. Solusi tersebut adalah sebagai berikut :
1. Meningkatkan daya saing agar dapat berkompetisi dengan produk impor
terutama produk impor dari China. Caranya adalah dengan memperbaiki
masalah infrastruktur. Karena mustahil bagi Indonesia untuk bersaing dengan
China bila tidak ditopang dengan infrastruktur yang memadai.
2. Mengeluarkan kebijakan safeguard. Kebijakan safeguard disisni
yaitupengenaan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP). Strategi ini
dilakukan jika memang pemerintah tidak mampu berkompetisi dengan
beberapa sektor perdagangan luar negeri sehingga produk impor tidak terlalu
banyak di negara kita.
3. Solusi complementary. Seperti apa yang dikatakan oleh A Prasetyantoko
(analis kebijakan dari Center for Financial Policy Studies), Indonesia perlu
memperhatikan struktur produksi dan ekspor mana yang berbeda dari negara
9
luar. Jadi apa yang tidak di produksi di negara luar, maka produk itu dapat
dijadikan produk ekspor andalan Indonesia ke negara luar. Itulah yang disebut
dengan solusi complementary atau kebijakanperdagangan yang saling
melengkapi antara Indonesia dengan negara luar.
4. Solusi voluntary export restraint (VER). Dengan VER, Indonesia dapat
meminta negara luar untuk secara sukarela membatasi ekspornya ke Indonesia.
Caranya adalah dengan meminta negara luar mencabut subsidi ekspor dan
membeli lebih banyak lagi dari Indonesia.
5. Standarisasi bagi sebuah produk. Dengan penerapan standarisasi bagi sebuah
produk diharapkan mutu dari suatu produk terjamin, sehingga masyarakat kita
akan lebih percaya terhadap produk yang dihasilkan dari dalam negerinya
sendiri. Dengan penerapan tindakan ini diharapkan dapat meminimalisasi
pasokan barang-barang impor sejenis.
6. Turunkan pajak ekspor semaksimalnya, dan perketat masuknya barang impor
yang tentunya dengan harga yg demikian murah dapat menghancurkan industri
dalam negeri yang baru bertumbuh.
7. Perketat pengawasan dana asing yang masuk ke negeri ini. Jangan sampai
perusahaan-perusahaan nasional kita ‘dikerjai’ kembali oleh investor2 asing.
Butuh kejelasan porsi kepemilikan usaha Domestik/Foreign, dan sedikit
ketegasan terhadap pemindahan dana usaha ke luar negeri.
(Sutarno, 2008: 25-29).
Memang tak semudah membalikkan telapak tangan untuk mengubah dan
memperbaiki pola pemikiran serta sudut pandang masyarakat mengenai “Cinta
Produk Dalam Negeri”. Perlu adanya saling kerjasama yang kuat antara
pemerintah dan masyarakat. Disinilah peranan penting pemerintah sangat
diperlukan demi berlangsungnya kemajuan kualitas-kualitas produk dalam negeri
sehingga akan timbul kesadaran masyarakat untuk mencintai produk sendiri.
Dimulai dari pihak pemerintah mulai menuntut kepada seluruh masyarakat untuk
mencintai dan membeli seluruh produk dalam negeri, menggalakkan serta
melakukan evaluasi-evaluasi terhadap kualitas-kualitas produk yang ada,
10
mendorong peningkatan penggunaan produk dalam negeri untuk mendongkrak
daya saing menghadapi kebijakan perdagangan bebas dengan sejumlah negara.
Hal ini dilakukan agar kedepannya mudah dijalankan di dalam upaya
perbaikan standar produk nasional untuk memajukan dan meningkatkan daya
saing industri. Karena dari sektor industri inilah diharapkan dapat meningkatkan
nilai tambah produk dalam negeri sehingga pasar domestik tidak diserbu produk
asing berharga murah.
Disamping itu, sebaiknya pemerintah mengurangi dana untuk produk
impor, bukannya lebih baik jika aliansi pendanaan tersebut digunakan untuk
pelatihan, seminar dan pengembangan untuk memperhatikan lebih jauh dalam
mengembangkan bakat generasi pemuda. Selain adanya upaya perbaikan dari
pemerintah, disarankan dari peran masyarakat khususnya generasi muda Indonesia
juga turut ikut serta untuk lebih proaktif mengambil langkah mengubah pola pikir
dan pandangan masyarakat, dengan mengambil tindakan-tindakan salah satunya
adalah meningkatkan semangat nasionalisme dan mencerminkan di dalam benak
diri masing-masing untuk mulai mencintai produk dalam negeri dengan
mengesampingkan pemikiran bahwa produk luar negeri lebih bermutu dan lebih
trend di kalangan masyarakat. Karena “Negara Indonesia adalah bangsa yang
besar”. Bangsa yang besar itu sendiri adalah bangsa yang tidak hanya menghargai
jasa pahlawannya tetapi juga bisa menghargai dan mencintai produk dalam negeri.
Marilah kita mulai dari sekarang untuk “Mencintai Produk Dalam Negeri”.
Karena begitu banyak manfaat dari membeli produk negeri sendiri diantaranya
adalah mampu meningkatkan kesejahteraan rakyat dan memperkuat daya tahan
bangsa kita sendiri.
C. Pengaruhnya terhadap Nilai Nasionalisme di Indonesia
Tanpa disadari dengan mencintai dan membeli seluruh produk luar negeri
justru malah meningkatkan perekonomian negara lain, sedangkan negara kita
sendiri masih perlu banyak perbaikan di dalam bidang perekonomian negara. Tak
hanya itu, bila kebiasaan ini secara terus menerus bukan saja mengubah pola pikir
generasi muda zaman sekarang, melainkan juga akan mengubah kebudayaan
11
Negara Indonesia. Secara tidak sadar kita akan terus-menerus membiarkan negara
kita terjajah secara ekonomi, karena pasar bebas telah menguasai hampir 80 %
produk luar di negara ini. Pengaruh-pengaruh di atas memang tidak secara
langsung berpengaruh terhadap nasionalisme. Akan tetapi secara keseluruhan
dapat menimbulkan rasa nasionalisme terhadap bangsa menjadi berkurang atau
hilang (http://edukasi.kompasiana.com/2012/02/20/lunturnya-nasionalisme-dan-
pancasila-436927.html).
Dampak yang ditimbulkan akibat kurangnya minat akan produk dalam
negeri antara lain:
1. Produksi nasional menurun (Khususnya produk usaha kecil dan
menengah).
2. Pembangunan terhambat.
3. Lapangan kerja semakin sedikit.
4. PHK terjadi dimana-mana.
5. Pengangguran meningkat.
6. Kesejahteraan masyarakat memburuk.
Perlu ditekankan disini imbas dari hal tersebut yang sangat dirasakan
ujung-ujungnya adalah memburuknya kesejahteraan masyarakat yang mana ini
sangat bertolakbelakang sekali dengan prinsip ekonomi kerakyatan yang dianut
oleh bangsa Indonesia. Sistem Ekonomi Kerakyatan yaitu Sistem Ekonomi
Nasional Indonesia yang berasas kekeluargaan, berkedaulatan rakyat, bermoral
Pancasila, dan menunjukkan pemihakan sungguh-sungguh pada ekonomi
rakyat. Sering juga disebut dengan sistem ekonomi yang demokratis. Dalam
sistem ekonomi ini kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan bukan
kemakmuran orang-seorang (Jamli Edison, 2005: 132)
12
BAB III
KESIMPULAN
Berdasarkan uraian pada bab sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan
bahwa:
1. Masyarakat Indonesia cenderung menggunakan produk luar negeri karena:
a. Kurangnya minat masyarakat terhadap Produk Dalam Negeri.
b. Kurangnya Mutu Produk Dalam Negeri Dibandingkan Dengan Produk
Impor
c. Kurangnya Kesadaran dan Kebanggaan Untuk Menggunakan Produk
Dalam Negeri
d. Kurangnya Perhatian Pemerintah Pada Produk Dalam Negeri
2. Cara meminimalisir penggunaan produk luar negeri yaitu dengan:
a. Meningkatkan daya saing agar dapat berkompetisi dengan produk
impor.
b. Mengeluarkan kebijakan safeguard
c. Solusi complementary
d. Solusi voluntary export restraint (VER), yaitu membatasi ekspornya ke
Indonesia.
e. Standarisasi bagi sebuah produk
f. Turunkan pajak ekspor semaksimalnya, dan perketat masuknya barang
impor.
g. Perketat pengawasan dana asing yang masuk ke dalam negeri.
3. Pengaruhnya terhadap nilai nasionalisme di Indonesia yaitu dapat
mengubah pola pikir generasi muda zaman sekarang dan juga akan
mengubah kebudayaan Negara Indonesia, dapat menimbulkan rasa
nasionalisme terhadap bangsa menjadi berkurang atau hilang
13
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Gobel. 2012. Lunturnya Nasionalisme dan Pancasila. Diambil dari
http:// edukasi. kompasiana .com pukul 16.39 WIB pada Kamis, 27 Maret
2014.
Anonim. 2009. Peran Pemerintah. Diambil dari
http:// faridrifai.multiply.com/journal/item/6 pukul 16.47 WIB pada
Kamis, 27 Maret 2014.
Febrianti, Amalia. 2013. Kurang Optimalnya Penggunaan Produk dalam Negeri.
Diambil dari http:// ekonomi. kompasiana .com pukul 16.30 WIB pada
Kamis, 27 Maret 2014.
Jamli, Edison dkk. 2005. Kewarganegaraan. Jakarta: Bumi Akasara.
Muhammad. 2013. Indonesia Suka Jajan di Luar (Analisis Tingginya Penggunaan
Produk Impor). Diambil dari http:// ekonomi. kompasiana .com pukul 16.42
WIB pada Kamis, 27 Maret 2014.
Soerjono Soekanto. 2007. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
Sutarno. 2008. Pendidikan Multiultural. Jakarta: Direktorat Pendidikan Tinggi
Departemen
14
top related