pengertian kelembagaan - aktifitas | student...
Post on 18-Apr-2018
244 Views
Preview:
TRANSCRIPT
MODUL 8 KELEMBAGAAN PENDUKUNG USAHATANI
1. Pengertian Kelembagaan
Kelembagaan adalah organisasi yang mampu menghasilkan ragam produk yang
dapat memanfaatkan dan mengembangkan keunggulan komparatif atau keunggulan
kompetitif. Kelembagaan Agribisnis memiliki berbagai macam keragaman dan
peranan.Namun,didalam kelembagaan agribisnis ini juga terdapat berbagai macam
masalah sehingg harus diperhatikan berbagai macam upaya yang dilakukan untuk
menyelesaikan berbagai masalah yang ada.
2. Karakteristik Usahatani Dan Komoditas Pertanian
Karakteristik masyarakat usaha tani merupakan karakteristik mengenai kegiatan
pertanian yang terjadi karena adanya perbedaan kebiasaan dalam masyarakat serta adanya
perbedaan aspek lingkungan fisiknya (hidrologi, tanah, ekosistem, dll) sehingga
memunculkan suatu sistem usaha tani dalam masyarakat tersebut.
Tenaga kerja dalam usahatani memiliki karakteristik yang sangat berbeda dengan
tenaga kerja di bidang usaha lain yang selain pertanian. Karakterisik menurut Tohir
(1983) adalah sebagai berikut:
1. Keperluan akan tenaga kerja dalam usahatani tidak kontinyu dan tidak merata.
2. Penyerapan tenaga kerja dalam usaha tani sangat terbatas.
3. Tidak mudah distandarkan, dirasioalkan, dan dispesialisasikan.
4. Beraneka ragam coraknya dan kadang kala tidak dapat dipisahkan satu sama lain.
Karakteristik diatas akan memerlukan sistem-sistem menejerial tertentu yang
harus dipahami sebagai usaha peningkatan usahatani itu sendiri. Selama ini khususnya di
Indoesia sistem menejerial bisanya masih sangat sederhana.
Jenis komoditas sangat menentukan jumlah tenaga kerja. Pada umumnya tanaman
semusim lebih banyak membutuhkan tenaga kerja daripada tanaman tahunan. Hal ini
tergantung pada intensitas pengolahan tanah dan saat tanam. Pada tanaman semusim
lebih banyak membutuhkan tenaga kerja bantuan sehingga sering kali tidak dapat
diselesaikan sendiri oleh tenaga kerja keluarga. Namun saat pemeliharaan pada tanaman
semusim cenderung membutuhkan sedikit tenaga kerja. Bahkan sampai tenaga kerja
keluarga yang tersedia tidak dapat dimanfaatkan sepenuhnya karena memang tidak
adanya pekerjaaan sehingga timbul pengangguran musiman. Pengangguran musiman
sebenarnya masih dapat diatasi dengan cara sebagai berikut:
1. Cropping system, untuk meningkatkan intensitas penggunaan tanah dan menyerap
tenaga kerja yang lebih banyak untuk merawat lebih dari satu tanaman dalam satu
lahan;
2. Menggunakan teknologi yang membutuhkan bantuan tenaga kerja;
3. Diversifikasi vertikal, melaksanakan sendiri semua proses produksi dan
pemasaran;
4. Off-farm activity; dan
5. Transmigrasi yang terarah pada diversifikasi tanaman pangan.
3. Regulasi Pemerintah Dalam Bidang Pertanian
Lembaga pemerintah mulai tingkat pusat sampai tingkat daerah, memiliki
wewenang, regulasi dalam menciptakan lingkungan agribinis yang kompetitif dan adil.
4. Lembaga Pembiayaan
Lembaga pembiayaan memegang peranan yang sangat penting dalam penyediaan
modal investasi dan modal kerja, mulai dari sektor hulu sampai hilir. Penataan lembaga
ini segera dilakukan, terutama dalam membuka akses yang seluas-luasnya bagi pelaku
agribisnis kecil dan menengah yang tidak memilki aset yang cukup untuk digunkan guna
memperoleh pembiayaan usaha.
5. Lembaga Pemasaran Dan Distribusi
Peranan lembaga pemasaran dan distribusi ini adalah sebagai ujung tombak
keberhasilan pengembangan agribinis, karena fungsinya sebagai fasilitator yang
menghubungkan antara deficit unit (konsumen pengguna yang membutuhkan produk)
dan surplus unit ( produsen yang menghasilkan produk).
6. Koperasi
Peranan lembaga koperasi dapat dilihat dari fungsinya sebagai penyalur input-
input dan hasil pertanian. Namun di Indonesia perkembangan KUD terhambat karena
KUD dibentuk hanya untuk memenuhi keinginan pemerintah, modal terbatas, pengurus
dan pegawai KUD kurang profesional.
7. Lembaga Pendidikan
Tertinggalnya Indonesia dibandingkan dengan negara lain, misalnya Malaysia,
lembaga ini sangat berperan sangat besar dalam pengembangan agribisnis dampaknya
Malaysia sebagai raja komoditas sawit. Demikian juga Universitas Kasetsart di Thailand
telah berhasil melahirkan tenaga-tenaga terdidik di bidang agribisnis, hal ini dibuktikan
dengan berkembangnya agribisnis buah-buhan dan hortikultura yang sangat pesat. Oleh
karena itu, ke depan pemerintah hanyalah sebagai fasilitator bukan sebagai pengatur dan
penentu meknisme sistem pendidikan. Dengan demikian diharapkan lembaga pendidikan
tinggi akan mampu menata diri dan memiliki ruang gerak yang luas tanpa terbelenggu
oleh aturan main yang berbelit-belit.
8. Lembaga Penyuluh Pertanian
Keberhasilan Indonesia berswasembada beras selama kurun waktu 10 tahun
(1983-1992) merupakan hasil dari kerja keras lembaga ini yang konsisten
memperkenalkan berbagai program, seperti Bimas, Inmas, Insus, dan Supra Insus.
Peranan lembaga ini akhir-akhir ini menurun sehingga perlu penataan dan upaya
pemberdayaan kembali dengan deskripsi yang terbaik. Perananya bukan lagi sebagai
penyuluh penuh, melainkan lebih kepada fasilitator dan konsultan pertanian rakyat.
9. Lembaga Penjamin Dan Penanggung Resiko
Resiko dalam agribisnis tergolong besar, namun hampir semuanya dapat diatasi
dengan teknologi dan manajemen yang handal. Instrumen heading dalam bursa
komoditas juga perlu dikembangkan guna memberikan sarana penjaminan bebagai resiko
dalam agribisnis dan industri pengolahannya.
MODUL 9 KEMITRAAN DALAM USAHATANI
1. Model Kemitraan
Ada beberapa Model Kemitraan, antara lain :
a. Model Intiplasma, adalah hubungan kemitraan antara usaha kecil dengan usaha
menengah atau usaha besar, yang didalamnya usaha menengah atau usaha besar
bertindak sebagai inti dan usaha kecil selaku plasma. Perusahaan mitra bertindak
sebagai perusahaan inti yang menampung, membeli hasil produksi, memberi
pelayanan bimbingan kepada petani atau kelompok tani dan kelompok mitra sebagai
plasma.
Pola Kemitraan Inti Plasma
b. Model Kontrak Beli
– Pada model kemitraan ini, terjadi hubungan kerjasama antara kelompok skala
kecil dengan perusahaan agroindustri skala menengah atau besar yang
dituangkan dalam suatu perjanjian kontrak jual beli secara tertulis untuk
jangka waktu tertentu yang disaksikan oleh Instansi Pemerintah.
– Kelompok tani merupakan wadah untuk mengkoordinasikan para anggotanya
dalam pengaturan produksi, pengumpulan, dan penyortiran produksi yang
akan dibeli oleh perusahaan, melakukan pengemasan produksi sesuai dengan
permintaan perusahaan pembeli dan mewakili anggotanya dalam
hubungannya dengan perusahaan pembeli.
– Dalam model ini pemerintah tidak terlibat secara langsung, fungsinya hanya
sebagai moderator dan fasilitator.
Plasma
Plasma
Perusahaan intiPlasm
aKelom
pok
Gambar Mekanisme Kerja Pola Kontrak Beli (Contract Farming)
c. Model Sub Kontrak, adalah hubungan kemitraan antara usaha kecil dengan usaha
menengah atau besar yang didalamnya usaha kecil memproduksi komponen dan atau
jasa yang merupakan bagian dari produksi usaha menengah atau usaha besar. Model
kemitraan ini menyerupai pola kemitraan contract farming tetapi pada pola ini
kelompok tidak melakukan kontrak secara langsung dengan perusahaan pengolah
(processor) tetapi melalui agen atau pedagang.
Gambar Mekanisme Kerjasama Melalui Pola Sub Kontrak
d. Model Dagang Umum, adalah hubungan kemitraan antara perusahaan kecil dengan
usaha menengah atau besar atau usaha menengah memasarkan hasil produksi usaha
kecil. Pengembangan pola dagang umum dapat dilakukan dengan cara:
Mewajibkan usaha menengah atau usaha besar yang menjadi mitra usahanya
memasarkan hasil produksi usaha kecil, atau usaha kecil memasok keperluan
usaha menengah atau besar.
Memberikan kesempatan usaha kecil untuk mengerjakan produksinya sesuai
keahlian usaha kecil dimaksudkan dan menjual hasil produksinya tersebut sesuai
keahlian usaha kecil dimaksud dan menjual hasil produksinya tersebut kepada
usaha menengah atau usahanya besar yang bukan mitra usahanya.
Memberikan kesempatan usaha kecil untuk memasarkan produksi dari usaha
besar.
Gambar Model Kemitraan Keagenan
e. Model Kerjasama Operasional Agribisnis (KOA), merupakan hubungan kemitraan
yang didalamnya kelompok mitra menyediakan lahan, sarana, dan tenaga kerja,
sedangkan perusahaan-perusahaan mitra menyediakan biaya atau modal dan atau
sarana untuk mengusahakan atau membudidayakan suatu komoditi pertanian.
Gambar Mekanisme Pola Kerjasama Operasional Agribisnis (KOA)
2. Ruang Lingkup Kemitraan
Pembangunan kawasan usahatani pada hakekatnya melibatkan 3 (tiga) komponen
(mitra) yang saling berinteraksi yaitu :
1. faktor penataan ruang/wilayah dengan memanfaatkan secara berkesinambungan
(suistanable development).
2. faktor sumber daya manusia (petani dan masyarakat sekitar)
3. ketiga, faktor pengembangan pola usaha pada satu kawasan.
Kelompok
mitra
Perusahaan
mitraSaranaTenagaLahan
ModalTeknologiBiaya
Pembagian hasil sesuai dengan kesepakatan
Kelompok mitra menyediakan lahan, sarana dan tenaga. Sedangkan perusahaan mitra menyediakan biaya, modal, sarana untuk mengusahakan atau membudidayakan suatu komoditi pertanian
Ketiga komponen tersebut sangat terkait dengan pengembangan agribisnis meliputi
kegiatan penyediaan sarana dan prasarana kegiatan produksi/usahatani, kegiatan pasca
panen dan pemasaran. Dalam rangka mempercepat interaksi ketiga komponen tersebut
diperlukan peran swasta di sektor agribisnis. Lingkup kemitraan usaha mulai dari hulu
sampai hilir, seperti tercermin pada gambar dibawah ini:
Gambar Sistem Agribisnis
3. Peranan Stake Holder
Stakeholder adalah orang-orang yang mempunyai hak dan kewajiban dalam suatu
sistem. Istilah ”stakeholders” dimaksudkan semua yang mempengaruhi, dan atau
dipengaruhi oleh kebijakan, keputusan dan tindakan sistem tersebut. Hal itu dapat
bersifat individual, masyarakat, kelompok sosial atau institusi dalam berbagai ukuran,
kesatuan atau tingkat dalam masyarakat. Kelompok-kelompok pengguna yang saling
terkait (stakeholder) dari satu sumberdaya itu secara kolektif. Dengan demikian,
pengelolaan sumberdaya melibatkan banyak stakeholder yang tentu saja menimbulkan
perbedaan-perbedaan kepentingan. Peranan analisis stakeholder adalah untuk menutupi
kesenjangan dengan cara memberi suatu pendekatan yang mulai dengan kepentingan
yang berbeda-beda dari bermacam-macam stakeholder. Ada beberapa langkah dalam
melakukan analisis peran stakeholder, yang pertama mengembangkan tujuan dan
prosedur analisis dan pemahaman awal tentang system yang terkait, selanjutnya
melakukan identifikasi stakeholder kunci, kemudian meneliti kepentingan dan
lingkungan stakeholder, dan tahap akhir mengidentifikasi interaksi antar stakeholder.
4. Peranan Pemerintah
Kalau dilihat peran pemerintah dalam Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun
1998 tentang Pembinaan dan Pengembangan Usaha Kecil ini mengatakan sudah jelas
perlunya peran pemerintah dalam pembinaan dan pengembangan usaha kecil dalam
sektor informal agar tetap berperan dalam mewujudkan perekonomian nasional yang
semakin baik dan seimbang berdasarkan demokrasi ekonomi di Indonesia.
5. Peranan Swasta
Penetapan strategi yang tepat dan penuh perhitungan dalam pengembangan sistem
tentunya harus melibatkan banyak pihak antara lain pemerintah, petani, dan sektor swasta
sebagai pelaku bisnis. Sektor swasta berperan sebagai konsumen sekaligus produser
hasil-hasil pertanian. Sebagai konsumen perusahaan membeli bahan baku dari sector.
6. Peranan Perbankan
Ketersediaan skim pembiayaan dari perbankan akan sangat menentukan maju
mundurnya agribisnis daerah. Selama ini yang terjadi adalah sangat kecilnya alokasi
kredit perbankan pada agribisnis daerah, khususnya pada on farm agribisnis. Selama 30
tahun terakhir, keluaran kredit pada on farm agribisnis di daerah hanya kurang dari 20 %
dari total kredit perbankan. Padahal sekitar 60 % dari penduduk Indonesia
menggantungkan kehidupan ekonominya pada on farm agribisnis. Kecilnya alokasi kredit
juga disebabkan dan diperparah oleh sistem perbankan yang bersifat Branch Banking
System. Sistem Perbankan yang demikian selama ini, perencanaan skim perkreditan
(jenis, besaran, syarat-syarat) ditentukan oleh Pusat bank yang bersangkutan/sifatnya
sentralistis, yang biasanya menggunakan standart sektor non agribisnis, sehingga
tabungan yang berhasil dihimpun didaerah, akan disetorkan ke pusat, yang nantinya tidak
akan kembali ke daerah lagi. Oleh karena itu perlunya reorientasi Perbankan, yaitu
dengan merubah sistem perbankan menjadi sistem Unit Banking system (UBS), yakni
perencanaan skim perkreditan didasarkan pada karakteristik ekonomi lokal.
MODUL 10 KREDIT DAN ASURANSI PERTANIAN
1. Kredit Usaha Tani
Kredit usaha tani adalah kredit modal kerja yang di salurkan melalui koperasi/
KUD/ dan LSM, untuk membiayai usaha tani dalam intensifikasi tanaman padi, palawija,
dan hortikultura. Kredit program ini dirancang untuk membantu petani yang belum
mampu membiayai sendiri usaha taninya. Sistem penyaluran kredit ini dirancang
sedemikian rupa agar dapat diakses secara mudah oleh petani, tanpa agunan dan prosedur
yang rumit. komoditas hortikultura yang dimaksud adalah:
a. Tanaman buah-buahan
b. Tanaman sayur-sayuran
c. tanaman obat-obatan
Ukuran keberhasilan Kredit Usaha Tani ini berpijak pada tiga hal, yaitu:
a. Sukses Penyaluran
b. Sukses Penggunaan
c. Sukses Pengembalian
Keberadaan kredit usaha tani selama ini telah memberikan beberapa manfaat, manfaat-
manfaat yang diberikan oleh kredit usaha tani tersebut adalah sebagai berikut:
a. Membebaskan petani dari praktek-praktek ijon dan rentenir
b. Meningkatkan produksi hasil pertanian yang selanjutnya dapat memperkuat
ketahanan pangan nasional
c. Menyerap tenaga kerja
2. Sumber Kredit Pertanian di Tingkat Desa
Lembaga yang menyediakan kredit di tingkat desa, berdasarkan organisasinya dapat
dikelompokkan ke dalam tiga bagian, yaitu:
a. Lembaga kredit informal terdiri atas Bank Keliling dikenal dengan nama lokal “Bank
Jongkok”, pedagang hasil pertanian, pelepas uang, pedagang sarana produksi dan
penggilingan padi;
b. Lembaga kredit formal terdiri atas Koperasi Unit Desa (KUD), bank Perkreditan
Rakyat (BPR), BRI Unit Desa dan lembaga pegadaian; dan
c. Kredit program pemerintah terdiri atas Usaha Pelayanan Kredit Desa (UPKD), dana
APBD, dan kredit ketahanan Pangan (KKP) dana APBN.
3. Asuransi Pertanian
Asuransi pertanian adalah mekanisme financial yang akan membantu mengelola
kerugian pertanian akibat bencana alam atau iklim yang tidak mendukung diluar
kemampuan petani untuk mengendalikannya.
secara umu tujuan asuransi untuk sector pertanian adalah untuk memberikan
proteksi atau penggantian terhadap risiko gagal panen akibat serangan hama, penyakit,
ataupun bencana alam. Asuransi pertanian ini diharapkan dapat memberikan keunungan
bagi para pihak baik petani itu sendiri baik menyangkut tingkat produksi bahkan sampai
pada perbaikan situasi ekonomi maupun perusahaan penyedia jasa asuransi.
menurut Yamaguchi dalam Anonymous (2012), asuransi pertanian ini mempunyai
beberapa manfaat, antara lain:
a. Asuransi pertanian akan melindungi petani dari kerugian secara financial karena
kegagalan panen melalui fungsi tanggungan kerugian.
b. Asuransi pertanian akan meningkatkan posisi tawar petani terhadap kredit pertanian.
Hal ini karena asuransi pertanian menjamin perlindungan dari kegagalan panen, maka
petani peserta asuransi mendapat rasio kredit yang lebih baik jika asuransi termasuk
didalamnya.
c. Skim asuransi pertanian di samping meningkatkan stabilitas pendapatan petani
dengan menanggung kerugian mereka dari kerusakan tanaman juga merupakan
kebijakan yang positif dalam meningkatkan produktivitas dengan mencegah dan
membatasi pengaruh bencana alam, khususnya hama dan penyakit.
d. Asuransi pertanian memberikan kontribusi terhadap stabilitas ekonomi yang lebih
baik akibat dampak dari kerusakan dalam ruang dan waktu.
MODUL 13 KELAYAKAN USAHA TANI
1. NPV (Net Present Value)
NPV merupakan selisih antara pengeluaran dan pemasukan yang telah didiskon dengan
menggunakan social opportunity cost of capital sebagai diskon faktor, atau dengan kata lain
merupakan arus kas yang diperkirakan pada masa yang akan datang yang didiskontokan pada
saat ini. Untuk menghitung NPV diperlukan data tentang perkiraan biaya investasi, biaya
operasi, dan pemeliharaan serta perkiraan manfaat/benefit dari proyek yang direncanakan. Net
Present Value (NPV) merupakan keuntungan bersih yang berupa nilai bersih sekarang
berdasarkan jumlah dari Present Value (PV). Rumus umum yang digunakan dalam
perhitungan NPV adalah:
Dimana:
NB = Net benefit = Benefit – Cost
C = Biaya investasi + Biaya operasi
= Benefit yang telah didiskon
= Cost yang telah didiskon
i = diskon faktor
n = tahun (waktu)
Berikut ini merupakan hubungan antara nilai NPV dalam hubungannya dengan kelayakan
suatu proyek/usaha:
Kriteria Kesimpulan
NPV>0 Proyek/usaha layak untuk dilaksanakan
NPV=0 Proyek/usaha berada di dalam keadaan BEP
dimana TR = TC dalam bentuk persent value
NPV<0 Proyek/usaha tidak layak untuk dilaksanakan
2. IRR (Internal Rate Of Return)
IRR adalah suatu nilai petunjuk yang identik dengan seberapa besar suku bunga yang
dapat diberikan oleh investasi tersebut dibandingkan dengan suku bunga bank yang berlaku
umum (suku bunga pasar atau Minimum Attractive Rate of Return/MARR). Pada suku bunga
IRR akan diperoleh NPV=0, dengan kata lain bahwa IRR tersebut mengandung makna suku
bunga yang dapat diberikan investasi, yang akan memberikan NPV = 0. Syarat kelayakannya
yaitu apabila IRR> suku bunga MARR.
Menurut Gray et al (2007) IRR merupakan discount rate yang membuat NPV sama
dengan nol, tetapi tidak ada hubungannya sama sekali dengan discount 41 rate yang dihitung
berdasarkan data di luar proyek sebagai social opportunity cost of capital (SOCC) yang berlaku
umum di masyarakat (bunga deposito). Untuk menghitung IRR sebelumnya harus dicari
discount rate yang menghasilkan NPV positif, kemudian dicari discount rate yang
menghasilkan NPV negatif. Langkah selanjutnya adalah melakukan interpolasi dengan rumus
berikut:
Keterangan:
IRR = Internal Rate of Return
i1 = Tingkat Diskonto yang menghasilkan NPV+
i2 = Tingkat Diskonto yang menghasilkan NPV-
NPV1=Net Present Value bernilai positif
NPV2= Net Present Value bernilai negatif
Menurut Yacob Ibrahim, Internal Rate of Return atau IRR adalah suatu tingkat discount
rate yang menghasilkan NPV sama dengan 0. IRR memiliki tiga nilai yang masing-masing
memiliki arti terhadap kriteria investasi, yaitu:
1) IRR < SOCC, hal ini berarti bahwa usaha atau proyek tersebut tidak layak secara
finansial.
2) IRR = SOCC, hal ini juga berarti bahwa usaha atau proyek tersebut berada dalam
keadaan break even point.
3) IRR > SOCC, hal ini berarti bahwa usaha atau proyek tersebut layak secara finansial.
3. BEP (Break Event Point)
Analisis break even point (BEP) atau analisis titik impas sebenarnya banyak dipakai
pada analisis pembiayaan (budgeting) dalam ekonomi perusahaan. Dalam evaluasi proyek,
analisis titik impas juga sering dipakai sebagai dasar pemikiran dalam melakukan evaluasi
proyek. Dengan demikian perbandingan antara manfaat dan biaya (benefit/cost ratio) atau
jumlah penerimaan dan biaya adalah sebenarnya didasarkan pada analisis titik impas. Secara
hipotesis, analisis titik impas dapat dijelaskan melalui gambar berikut ini, dalam gambar
tersebut terlihat 4 variabel yang digambarkan dalam 4 garis yaitu variabel biaya tetap, biaya
tidak tetap, biaya total dan penerimaan total.
Gambar 1. Ulasan hipotesis tentang titik impas (break even point)
Analisis break even point bertujuan menemukan satu titik baik dalam unit maupun rupiah
yang menunjukkan biaya sama dengan pendapatan. Dengan mengetahui titik tersebut, berarti
dalam padanya belum diperoleh keuntungan atau dengan kata lain tidak untung tidak rugi.
Sehingga ketika penjualan telah melewati angka BEP maka mulailah keuntungan diperoleh.
Sasaran analisis break even point tidak lain mengetahui pada tingkat volume berapa titik impas
berada. Dalam kondisi lain, analisis break even point pun digunakan untuk membantu pemilihan
jenis produk atau proses dengan mengidentifikasi produk atau proses yang mempunyai total
biaya terendah untuk suatu volume harapan.
Analisis ini memerlukan estimasi mengenai biaya tetap, biaya variabel, dan penjualan.
Contoh dari biaya tetap adalah biaya depresiasi, pajak bumi dan bangunan, bunga kredit, dan gaji
pimpinan, sedangkan contoh dari biaya variabel adalah biaya tenaga kerja langsung, biaya
material, biaya utiliti, dan untuk pendapatan diasumsikan berbentuk linier dimana besarnya
bertambah sesuai dengan pertambahan volume penjualan. Adapun rumus untuk menghitung
break event point (BEP) adalah:
Dimana :
BEP = titik impas (break even point)
TC = total biaya produksi (total cost)
Py = harga penjualanY (selling price)
Y = perkiraan hasil panen (production)
4. R/C Ratio
RETURN COST RATIO ( R / C ) adalah perbandingan antara penerimaan dan biaya yang
secara matematik dapat dinyatakan sebagai berikut :
R/C = PQ .Q / (TFC+TVC)
Keterangan :
R = Penerimaan
C = Biaya
PQ = Harga output
Q = Output
TFC = Biaya tetap
TVC = Biaya variabel
Tujuan dari C/R ini adalah untuk melihat keuntungan relatif dalam sebuah usaha yang
diperoleh dalam 1 tahun terhadap biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan usaha tersebut. Efisien
tidaknya suatu usaha ditentukan oleh besar kecilnya hasil yang diperoleh dari usaha tersebut
serta besar kecilnya biaya yang diperlukan untuk memperoleh hasil tersebut.
TUGAS KULIAH
PENGANTAR USAHA TANI
NAMA : NANING EKASARI F.
NIM : 105040213111022
KELAS : L
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2012
top related