pengobatan farmakologikkaryatulisilmiah.com/wp-content/uploads/2016/05/penyakit... · web...
Post on 31-Mar-2019
221 Views
Preview:
TRANSCRIPT
TUGAS MATA KULIAH PENYAKIT TROPIKPENYAKIT JANTUNG KORONER
Disusun Oleh :Kelompok 2
Astri Aditya 25010113130325
Winda Apriani 25010113140365
Luluk Safura Priyandina 25010113130273
Dewi Fajar Kharisma 25010113120136
Tri Damayanti Simanjuntak 25010113140370
Cherinita Hamida 25010113120118
Fina Khiliyatus Jannah 25010113140279
PEMINATAN EPIDEMIOLOGI DAN PENYAKIT TROPIKFAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS DIPONEGOROSEMARANG
2016
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit jantung koroner (PJK) adalah penyakit di mana zat lilin yang
disebut plak menumpuk di dalam arteri koroner atau dikenal dengan aterosklerosis
yang membuat aliran darah yang kaya oksigen ke jantung mengalami penurunan
(National Institute of Health, 2015).
Penumpukan plak di arteri dalam waktu yang cukup lama membuat plak
mengeras dan mempersempit arteri koroner dan mengurangi aliran darah yang
kaya oksigen ke jantung. Jika aliran darah yang kaya oksigen ke otot jantung
berkurang atau diblokir, maka dapat terjadi angina (nyeri dada atau
ketidaknyamanan) maupun serangan jantung. Rasa sakit juga bisa terjadi pada
Anda bahu, lengan, leher, rahang, atau kembali. Serangan jantung terjadi jika
aliran darah yang kaya oksigen ke bagian otot jantung terputus. Jika aliran darah
tidak dikembalikan dengan cepat, bagian dari otot jantung mulai mati. Tanpa
pengobatan yang cepat, serangan jantung dapat menyebabkan masalah kesehatan
yang serius atau kematian (National Institute of Health, 2015).
Di Amerika, penyakit jantung adalah pembunuh No 1, yang
mempengaruhi lebih dari 13 juta orang Amerika (Beckerman, 2016). Dalam
beberapa dekade terakhir, kematian penyebab penyakit jantung kian meningkat
khususnya pada negara berkembang. Untuk Indonesia, pada tahun 2013 penyakit
jantung koroner menempati posisi pertama sebagai penyebab kematian. Tingginya
angka kematian di Indonesia akibat penyakit jantung koroner (PJK) mencapai
26% dari seluruh jumlah kematian akibat penyakit. Berdasarkan hasil Survei
Kesehatan Rumah Tangga Nasional (SKRTN), dalam 10 tahun terakhir angka
tersebut cenderung mengalami peningkatan (Info-kes, 2013). WHO menyatakan
penyakit kardiovaskular jantung dan pembuluh darah, terutama penyakit jantung
koroner masih menduduki peringkat teratas di negara berkembang hingga tahun
2020. dr. Antono Sutandar, SpJP selaku wakil chairman Siloam Heart Institute
(SHI) mengungkapkan bahwa berdasarkan hasil Survei Kesehatan Nasional 3 dari
1000 atau empat persen penduduk Indonesia menderita penyakit jantung koroner
(Tribunkesehatan, 2016).
Faktor risiko yang mempercepat terjadinya penyakit jantung koroner
adalah merokok, obesitas, stres, diabetes mellitus, hipertensi, kolestrol tinggi,
infeksi, dan gangguan pada darah. Keluhan penderita penyakit jantung koroner
bervariasi umumnya berupa nyeri dada yang dirasakan di daerah bawah tulang
dada agak ke sebelah kiri dengan rasa seperti beban berat, ditusuk-tusuk, rasa
terbakar yang kadang menjalar ke rahang, lengan kiri, dan ke belakang punggung.
Juga disertai keringat yang banyak (Tribunkesehatan, 2016).
Berita terbaru, mengungkapkan bahwa sekitar 30 persen penderita jantung
koroner mengalami gejala mirip flu. Ada gejala-gejala seperti kena flu, masuk
angin dan meriang. Pasien tidak menyadari bahwa gejala tersebut menandakan
sudah ada serangan jantung koroner. Hal ini membuat banyak penderita yang
datang ke dokter sudah terlambat. Pertolongan atau pengobatan yang dilakukan
pun lebih kepada pengobatan layaknya flu. Padahal penanganan yang salah pada
serangan jantung koroner bisa menyebabkan kematian mendadak
penderita.Bahkan penderita penyakit jantung koroner yang akan menjalani bypass
jantung koroner tidak mengetahui jika mereka menderita penyakit jantung koroner
dan mengalami serangan jantung sebelumnya (POSKOTA news.com, 2016).
Terkait hal tersebut, penting mengetahui tentang penyakit jantung koroner secara
baik dan jelas untuk upaya pencegahan maupun penanganan.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penulisan makalah ini, adalah sebagai
berikut :
1. Apa definisi dari Penyakit Jantung Koroner?
2. Apa etiologi saja Penyakit Jantung Koroner?
3. Bagaimana gejala dari Penyakit Jantung Koroner?
4. Bagaimana diagnosa dari Penyakit Jantung Koroner?
5. Apa saja yang menjadi faktor resiko dari Penyakit Jantung Koroner?
6. Bagaimanakah patofisiologi Penyakit Jantung Koroner?
7. Bagaimana upaya pencegahan dari Penyakit Jantung Koroner?
8. Bagaimana upaya pengobatan dari Penyakit Jantung Koroner?
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini, adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui definisi dari Penyakit Jantung Koroner
2. Untuk mengetahui etiologi saja Penyakit Jantung Koroner
3. Untuk mengetahui gejala dari Penyakit Jantung Koroner
4. Untuk mengetahui diagnosa dari Penyakit Jantung Koroner
5. Untuk mengetahui faktor resiko dari Penyakit Jantung Koroner
6. Untuk mengetahui patofisiologi Penyakit Jantung Koroner
7. Untuk mengetahui upaya pencegahan dari Penyakit Jantung Koroner
8. Untuk mengetahui upaya pengobatan dari Penyakit Jantung Koroner
1.4 Manfaat Penulisan
Adapun manfaat penulisan makalah ini, adalah sebagai berikut :
1. Bagi Masyarakat
Sebagai tambahan informasi dan pengetahuan di bidang kesehatan
mengenai Penyakit Jantung Koroner (definisi, etiologi, gejala, diagnosa,
faktor resiko, patofisiologi, hingga pada upaya pencegahan dan
pengobatan) yang dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari dalam
upaya pencegahan maupun pengendalian penyakit tersebut.
2. Bagi Penulis
Sebagai bentuk pemenuhan tugas dan untuk menambahan informasi dan
pengetahuan di bidang kesehatan mengenai Penyakit Jantung Koroner
(definisi, etiologi, gejala, diagnosa, faktor resiko, patofisiologi, hingga
pada upaya pencegahan dan pengobatan) yang dapat digunakan dalam
kehidupan sehari-hari dalam upaya pencegahan maupun pengendalian
penyakit tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Penyakit jantung koroner diakibatkan oleh penyempitan atau penyumbatan
pembuluh darah koroner. Penyempitan atau penyumbutan ini dapat menghentikan
aliran darah ke otot jantung yang sering ditandai dengan rasa nyeri (Yenrina,
Krisnatuti, 1999).
Penyakit jantung koroner adalah penyakit jantung akibat adanya kelainan
pada pembuluh koroner yakni pembuluh nadi yang mengantarkan darah ke aorta
ke jaringan yang melindungi rongga-rongga jantung (Kartohoesodo, 1982).
2.2 Etiologi Penyakit Jantung Koroner
Penyakit jantung koroner adalah suatu kelainan yang disebabkan oleh
penyempitan atau penyumbatan arteri yang mengalirkan darah ke otot jantung.
Penyakit jantung koroner adalah ketidak seimbangan antara demand dan supplay
atau kebutuhan dan penyediaan oksigen otot jantung dimana terjadi kebutuhan
yang meningkat atau penyediaan yang menurun, atau bahkan gabungan diantara
keduanya itu, penyebabnya adalah berbagai faktor. Denyut jantung yang
meningkat, kekuatan berkontraksi yang meninggi, tegangan ventrikel yang
meningkat, merupakan beberapa faktor yang dapat meningkatkan kebutuhan dari
otot-otot jantung. Sedangkan faktor yang mengganggu penyediaan oksigen antara
lain, tekanan darah koroner meningkat, yang salah satunya disebabkan oleh
artheroskerosis yang mempersempit saluran sehingga meningkatkan tekanan,
kemudian gangguan pada otot regulasi jantung dan lain sebagainya. Manifestasi
klinis dan penyakit jantung koroner ada berbagai macam, yaitu iskemia mycocard
akut, gagal jantung disritmia atau gangguan irama jantung dan mati mendadak
(Margaton, 1996).
2.3 Gejala Jantung Koroner
Penyakit jantung koroner sering ditandai dengan rasa tidak nyaman atau
sesak di dada, gejala seperti ini hanya dirasakan oleh sepertiga penderita. Rasa
nyeri terasa pada dada bagian tengah, lalu menyebar keleher, dagu dan tangan.
Rasa tersebut akan beberapa menit kemudian. Rasa nyeri muncul karena jantung
kekurangan darah dan supplay oksigen. Gejala ini lain menyertai jantung koroner
akibat penyempitan pembuluh nadi jantung adalah rasa tercekik (angina pectoris).
Kondisi ini timbul secara tidak terduga dan hanya timbul jika jantung dipaksa
bekerja keras. Misal fisik dipaksa bekerja keras atau mengalami tekanan
emosional. Pada usia lanjut gejala serangan jantung sering tidak disrtai keluhan
apapun, sebagian hanya merasa tidak enak badan. Gejala penyakit jantung koroner
pada umumnya tidak spesifik untuk didiagnosa angina pectoris (masa tercekik).
Biasanya diperoleh riwayat penyakit orang bersangkutan, sedangkan pemeriksaan
fisik kurang menunjukkan data yang akurat. Pada keadaan tenang eletro diagram
pada orang yang menghidap angina pectoris akan terlihat normal pada keadaan
istirahat. Sebaliknya menjadi normal saat melakukan kerja fisik. Riwayat angina
pectoris tidak stabil lebih sulit dikendalikan karena terjadi secara tidak terduga
kasus ini menjadi mudah terdeteksi jika disertai dengan nyeri sangat hebat di
dada, disertai dengan gejala mual, takut dan merasa sangat tidak sehat. Berbeda
dengan kasus infak miokardia pada kelainan jantung yang satu ini dapat diketahui
melalui penyimpanan irama jantung saat pemeriksaan melalui elektro kardiografi
dan dikatikan dengan peningkatan kadar enzim jantung dalam darah, juga dalam
perkembangan penyakit jantung koroner biasanya disertai kelainan kadar lemak
dan trombosit darah penderita yang diikuti oleh kerusakan endoterium dinding
pembuluh nadi (Krisnatuti dan Yenria, 1999).
2.4 Diagnosa Penyakit Jantung Koroner
Pengumpulan keterangan dilakukan melalui anamnesa (wawancara),
pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Awal mula anamnesis mulai dari
keluhan sampai semua hal yang berkaitan dengan Penyakit jantung koroner ini.
Keluhan yang terpenting adalah nyeri dada. Seperti apakah nyerinya, kapan
dirasakan, berapa lama, di dada sebelah mana, dan apakah menjalar atau tidak.
Setelah itu mengumpulkan keterangan semua penyakit jantung koroner, seperti
merokok, menderita penyakit darah tinggi atau penyakit gula (diabetes), kadar
kolesterol dalam darah, riwayat keluarga yang menderita penyakit ini dan faktor-
faktor resiko lainnya. Lalu melakukan pemeriksaan fisik untuk mengetahui
kelainan jantung lain yang mungkin ada. Hal ini dilakukan dengan menggunakan
stetoskop. Pemeriksaan penunjang pada penyakit jantung koroner dibagi menjadi
tes non-invasive dan invasive. Tes non-invasive yaitu melakukan tes tanpa
memasukkan alat ke dalam tubuh atau melukai tubuh, seperti tes tekanan darah,
mendengarkan laju, irama jantung dan suara nafas, pemeriksaan dan tes darah,
EKG, dan lain-lain. Sedangkan tes invasive yaitu dengan cara penetrasi kedalam
tubuh, contohnya kateterisasi jantung.
2.5 Faktor Risiko Penyakit Jantung Koroner
Menurut Anwar dalam Sumiati dkk (2010), terdapat dua faktor PJK,
faktor yang bisa diubah dan faktor yang tidak dapat diubah.
a. Faktor yang dapat diubah
1) Hipertensi
Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah >140/90 mmHg atau
>130/80 mmHg bila pasien mempunyai diabetes atau gagal ginjal kronik
(Lewis, et.al., 2007).
Pada tahun 2003, Institute Kesehatan Nasional mendefinisikan
tekanan darah sebagai berikut : a) normal bila tekanan darah <120/80
mmHg, b) prehipertensi bila tekanan darah sistol 120-139 mmHg dan
tekanan diastol 80-89 mmHg, c) hipertensi tahap I bila tekanan sistol 140-
159 mmHg dan tekanan diastol 90-99 mmHg, d) hipertensi tahap II bila
tekanan darah ?160/100 mmHg (Lewis, et.al., 2007).
Menurut Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan [Dirjen P2PL] (2011), menyatakan bahwa risiko penyakit
jantung meningkat sejalan dengan peningkatan tekanan darah, dimana
peningkatan tekanan darah sistolik 130-139 mmHg dan tekanan diastolik
85-89 mmHg akan meningkatkan risiko penyakit jantung dan pembuluh
darah sebesar 2 kali dibandingkan dengan tekanan darah kurang dari
120/80 mmHg. Menurut Lewis, et. al (2007), peningkatan tekanan darah
dapat meningkatkan kejadian atherosklerotik.
2) Merokok
Risiko penyakit jantung koroner pada perokok 2-4 kali lebih besar
daripada yang bukan perokok. Kandungan zat racun pada rokok antara lain
tar, nikotin dan karbon monoksida. Rokok akan menyebabkan penurunan
kadar oksigen ke jantung, peningkatan tekanan darah dan denyut nadi,
penuruan kadar kolesterol HDL, peningkatan penggumpalan darah dan
kerusakan endotel pembuluh darah koroner. Merokok meningkatkan risiko
terkena PJK sebanyak 2-6 kali lebih besar dibandingkan dengan bukan
perokok. Rokok menurunkan kadar level estrogen. Risiko juga sesuai
dengan jumlah rokok yang dihisap, dan penggunaan rokok dengan nikotin
rendah dan berfilter tidak menurunkan risiko. Sesorang yang terkena
paparan kronik terhadap rokok meningkatkan terkena PJK (Lewis, et.al.,
2007).
Nikotin dalam tembakau menyebabkan katekolamin seperti
epineprin, norepineprin dikeluarkan. Hal ini menyebabkan peningkatan
dari denyut jantung, periperal kontriksi dan peningkatan tekanan darah dan
meningkatkan peningkatan kerja jantung, akibatnya terjadi peningkatan
konsumsi oksigen pada miokardium. Nikotin meningkatkan adhesi platelet
yang akan meningkatkan risiko pembentukan emboli (Lewis, et.al., 2007).
Karbonmonoksida sebagai produk dari pembakaran pada saat
merokok, berpengaruh pada pengikatan oksigen oleh hemoglobin. Selain
itu juga karbonmonoksida merupakan zat kimia yang bersifat iritasi yang
menyebabkan injuri pada bagian endotel pembuluh darah (Lewis, et
al.2007)
3) Diabetes Mellitus
Kumpulan gejala akibat peningkatan kadar gula darah akibat
kekurangan hormon insulin baik absolut maupun relatif. Berdasarkan hasil
penelitian Framingham dalam Dirhem P2PL (2011), satu dari dua orang
penderita DM akan mengalami kerusakan pembuluh darah dan
peningkatan risiko serangan jantung. Pada diabetes mellitus akan timbul
proses penebalan membran basalis dari kapiler dan pembuluh darah arteri
koronaria, sehingga terjadi penyempitan alirah darah ke jantung. Penyakit
ini dapat dikendalikan dengan menjaga kadar gula darah agar tetap normal.
Insiden terkena PJK meningkat 2-4 kali lebih besar pada orang yang
terkena diabetes. Orang dengan diabetes cenderung lebih cepat mengalami
degenerasi jaringan dan disfungsi dari endotel (Lewis, et al.2011).
4) Dislipidemia
Kadar kolesterol HDL yang rendah memiliki peran yang penting
dalam terjadinya PJK dan terdapat hubungan terbalik antara antara kadar
HDL dan LDL. Peningkatan kadar lemak berhubungan dengan proses
aterosklerosis. Berikut ini faktor dari faktor lipid darah: total kolesterol
plasma >200 mg/dl, nilai LDL >130 mg/dl, trigliserida >150 mg/dl, HDL
<40 mg/dl pada laki-laki (Copstead & Banasik, 2005).
5) Obesitas
Obesitas merupakan keadaan dimana indeks massa tubuh (IMT)
berkisar antara 25-29,9 kg/m2 . Obesitas akan menambah beban kerja
jantung dan terutama adanya penumpukan lemak di bagian sentral tubuh
akan meningkatkan risiko PJK (Soegih, R, & Wiramihardja, K, 2009).
6) Kurang aktifitas fisik
Seseorang yang kurang aktifitas menyebabkan aliran darah di
pembuluh darah kolateral dan arteri koronaria berkurang sehingga aliran
darah ke jantung berkurang. Aktivitas fisik akan memperbaiki sistem kerja
jantung dan pembuluh darah. Dianjurkan melakukan latihan fisik (olah
raga) minimal 30 menit setiap hari selama 3-4 dalam seminggu sehingga
tercapai hasil yang maksimal.
Program aktifitas fisik harus dirancang untuk meningkatkan
kekuatan fisik dengan menggunakan formula FITT yaitu frequency (berapa
sering), Intensity (berapa lama), Type (Isotonic) dan Time (berapa lama).
Americal College of Vardiologi (ACC) merekomendasikan seluruh warga
Amerika untuk melakukan aktivitas fisik 30 menit setiap hari (Lewis, et
al., 2007).
b. Faktor yang tidak dapat diubah
1) Usia
Seperti halnya dengan penyakit lain, maka PJK akan semakin
berisiko seiring bertambah usia.
2) Jenis Kelamin
Morbiditas akibat PJK pada laki-laki dua kali lebih besar
dibandingkan pada wanita dan kondisi ini terjadi hampir 10 tahun lebih
dini pada laki-laki daripada wanita. Estrogen bersifat protektif pada
wanita, namun setelah menopause insidensi PJK meningkat dengan cepat
dan sebanding dengan laki-laki. Sebelum menopause, wanita mempunyai
HDL lebih tinggi dan LDL lebih rendah dibandingkan laki-laki, setelah
menopause LDL meningkat (Lewis, Heitkemper, Dirksen, O’brien &
Bucher, 2007).
3) Riwayat Keluarga
Riwayat keluarga pada kasus PJK, adalah keluarga yang langsung
berhubungan darah yang berusia kurang dari 70 tahun merupakan faktor
risiko independen untuk terjadinya PJK, dengan dua hingga empat kali
lebih besar dari pada populasi control.
4) Ras
Ras kulit putih lebih sering terjadi PJK daripada ras African
American pada kulit putih yang berusia pertengahan berisiko tinggi untuk
terkena PJK (Lewis, et.al., 2007).
2.6 Patofisiologi PJK
PJK disebabkan oleh penyempitan arteri koronaria akibat kakunya
dinding pembuluh darah (arteriosklerosis). Arteri koroner tidak dapat memberi
asupan darah menuju jantung dan kemudian menjadi lebih keras dan lebih sempit
karena pembentukan plak pada dinding bagian dalam arteri koroner, plak
mengalami pembesaran ukuran menyebabkan pembuluh koroner menyempit dan
mengurangi darah yang lewat.
Kurangnya asupan darah ke jantung mengakibatkan kekurangan supply
oksigen untuk otot jantung. Hal ini diiringi dengan munculnya nyeri dada yg
terasa menembus hingga punggung atau menjalar ke pundak. Jika plak pada
dinding arteri koroner tidak diatasi, otot jantung berhenti mendapat supply
oksigen suatu waktu dapat terjadi serangan jantung atau infark miokard dan
kerusakan permanen pada otot jantung.
Buntut panjang dari penyakit jantung koroner adalah aritmia yaitu
gangguan irama jantung dan yang paling fatal adalah gagal jantung yakni
ketidakmampuan jantung memompa dengan efektif darah menuju ke seluruh
tubuh.
2.7 Upaya Pencegahan Penyakit Jantung Koroner
a. Pencegahan primer
Harus dilakukan tindakan pencegahan untuk menghilangkan atau
mengendalikan faktor-faktor risiko pada setiap individu. Lemahnya
perhatian terhadap faktor risiko dan penyakit, terbatasnya sarana
pengobatan dan perawatan, dan tingginya biaya pengobatan merupakan
hambatan yang mempengaruhi keberhasilan dalam pengendalian faktor
risiko dan PJK. Beberapa stategi untuk menurunkan faktor risiko
(Raharjoe, 2011):
Membatasi akses produksi tembakau dengan meningkatkan pajak
dan menegaskan larangan merokok.
Mengurangi penggunaan garam dalam makanan baik secara
individu maupun di tempat makan atau restoran.
Mengurangi konsumsi gula dan lemak
Meningkatkan aktivitas olahraga
Pemberian asuransi kesehatan ker yang melayani pemeriksaan
tekanan darah, glukosa darah, dan lipid.
Prioritas pencegahan terutama dilakukan pada:
1) Pasien dengan PJK, penyakit arteri perifer dan aterosklerosis
cerebrovaskular.
2) Pasien yang tanpa gejala namun tergolong risiko tinggi karena:
- Banyak faktor risiko dan besarnya risiko dalam 10 tahun ≥
5% (atau dengan usia lebih dari 60 tahun) untuk mendapat
penyakit kardiovaskular yang fatal.
- Peningkatan salah satu komponen faktor risiko:
cholesterol ≥ 8 mmol/l (320 mg/dl), low density
lipoprotein (LDL) cholesterol ≥ 6 mmol/l (240 mg/dl), TD
180/110 mmHg.
- Pasien diabetes tipe 2 dan tipe 1 dengan
mikroalbuminuria.
3) Keluarga dekat dari:
- Pasien dengan penyakit kardiovaskular aterosklerotik yang
lebih awal
- Pasien dengan risiko tinggi namun tanpa gejala.
4) Orang-orang yang secara rutin melakukan pemeriksaan klinis.
Pedoman Pencegahan Primer Penyakit Jantung dan Stroke
Telah banyak bukti–bukti yang menunjukkan bahwa PJK dapat
dicegah dan penelitian untuk hal ini terus berlanjut. Dari hasil studi
prospektif jangka panjang menunjukkan bahwa orang dengan faktor risiko
rendah mempunyai risiko yang lebih kecil untuk terkena PJK dan stroke.
ACC/AHA merekomendasikan petunjuk untuk pencegahan penyakit
kardiovaskular yang ditentukan dari faktor risiko yang ada (lihat Tabel 1).
Usaha-usaha intervensi dengan cara nonfarmakologik dan farmakologik
dan berbagai uji klinis menunjukkan hal yang bermanfaat. (Tabel 2) :
Tabel 1. Panduan Pencegahan Primer Penyakit Kardiovaskular dan Stroke
Berdasarkan Faktor Risiko
Faktor risiko Rekomendasi
Pencarian faktor risiko
Tujuan: orang dewasa harus
mengetahui tingkatan dan
pentingnya faktor risiko
yang diperiksa secara rutin.
Pemeriksaan faktor risiko harus dimulai sejak
umur 20 tahun. Riwayat keluarga dengan PJK
harus secara rutin dipantau. Merokok, diet,
alkohol, aktivitas fisik harus dievaluasi secara
rutin. Tekanan darah, indeks masa tubuh,
lingkar pinggang, harus diperiksa selang 2
tahun. Pemeriksaan kolesterol dan kadar gula
darah harus tetap dipantau juga.
Estimasi faktor risiko secara
umum
Seluruh orang dewasa
dengan usia di atas 40 tahun
harus mengetahui faktor
risiko mereka untuk
menderita penyakit PJK.
Tujuan: menurunkan faktor
risiko sebesar-besarnya.
Setiap 5 tahun (atau lebih jika ada perubahan
factor risiko), khususnya orang dengan usia
40 tahun atau seseorang dengan faktor risiko
lebih dari 2, harus dapat menentukan faktor
risiko berdasar hitungan 10 tahun faktor risiko.
Faktor risiko yang dilihat adalah merokok,
tekanan darah, pemeriksaan kolesterol, kadar
gula darah, usia, jenis kelamin, dan diabetes.
Pasien diabetes atau risiko 10 tahun > 20%
dianggap sama pasien PJK (risiko PJK
equivalen).
b. Pencegahan Sekunder Penyakit Jantung Koroner
Prevensi sekunder pada individu yang sudah terbukti menderita PJK,
adalah upaya untuk mencegah agar PJK itu tidak berulang lagi (lihat Tabel
3). Prevensi sekunder ini sangat perlu mengingat:
- Individu yang sudah pernah, atau sudah terbukti menderita PJK,
cenderung untuk mendapat sakit jantung lagi, lebih besar
kemungkinannya ketimbang orang yang belum pernah sakit
jantung.
- Proses aterosklerosis yang mendasari PJK, bisa saja terjadi pada
pembuluh darah organ lain di otak yang menimbulkan
cerebrovascular disease (strok), pada aorta atau arteri karotis,
arteri perifer dll. Oleh sebab itu prevensi sekunder untuk PJK dapat
juga merupakan prevensi primer untuk penyakit aterosklerotik
lainnya.
- Prevensi sekunder belum sepenuhnya mendapat perhatian (under
utilized) dari kalangan praktisi kedokteran, sebagaimana
dilaporkan WHO 2004, khususnya di negara-negara dengan
pendapatan per kapita rendah dan menengah.
Tabel 2. Intervensi Faktor Risiko
Faktor Risiko dan Perubahan yang diharapkanMerokok:- Berhenti total. Tidak terpapar pada lingkungan perokok.
Kontrol Tekanan Darah
€Tujuan TD < 140/90 mm Hg; < 130/80 pada gangguan ginjal atau gagal
jantung, atau < 130/80 mm Hg pada diabetes.
Diet
Tujuan: Mengkonsumsi makanan yang menyehatkan.
Pemberian Aspirin
Tujuan: Aspirin dosis rendah pada penderita dengan risiko tinggi kardiovaskular
(khususnya penderita dengan risiko 10 tahun kejadian kardiovaskuler
10%).€ Tujuan Primer: LDL – C <160 mg/dl jika faktor risiko ≤ 1, LDL-C <130 mg/dl
jika memiliki 2 faktor risiko dan risiko CHD 20%, atau LDL-C <100 mg/dl
jika 2 faktor risiko dimiliki dan memiliki 10% risiko CHD 20% atau jika
pasien juga terkena diabetes.
€ Tujuan Sekunder (jika LDL-C adalah target utama): jika trigliserid > 200 mg/dl,
kemudian digunakan non-HDL-C sebagai tujuan kedua; non HDL-C <190 mg/dl
untuk faktor risiko ≤ 1; non-HDL-C <160 mg/dl untuk faktor risiko ≤ 2 dan
memiliki risiko CHD 10 tahun sebesar ≤ 20%; non-HDL-C < 130 mg/dl untuk
diabetes atau dengan faktor risiko 2 dan risiko 10 tahun CHD > 20%.€ Tujuan: aktivitas fisik minimal 30 menit atau aktivitas fisik dengan intensitas
sedang setiap hari dalam 1 minggu.
Pengaturan Berat Badan
€ Tujuan: Mencapai dan mempertahankan berat (BMI 18,5-24,9 kg/m2). Bila BMI
25 kg/m2, lingkar pinggang ≤ 40 inci pada pria dan ≤ 35 inci pada wanita.€ Tujuan: KGD puasa (<110 mg/dl) dan HbA1c (<7%).
Atrial Fibrilasi Kronik€ Tujuan: Mencapai sinus ritme atau jika muncul atrial fibrilasi kronik,
antikoagulan dengan INR 2,0-3,0 (target 2,5).
Tabel 3. Pedoman Pencegahan Sekunder Penyakit Jantung Koroner dan
Penyakit Vaskular Lainnya menurut ACC/AHA 2006
Merokok
€ Tujuan: Berhenti total, tidak terpapar pada lingkungan perokok
Kontrol Tekanan Darah
Tujuan:TD < 140/90 mmHg atau < 130/80 mmHg pada pasien Diabetes atau Penyakit ginjal
kronikPengelolaan Lipid
Tujuan: LDL-C < 100 mg/dl Jika Triglserid 200 mg/dl, non-HDL-C seharusnya < 130
mg/dlAktivitas fisik
€ Tujuan: 30 menit, 7 hari dalam seminggu (minimal 5 hari dalam seminggu)Pengaturan Berat Badan
€ Tujuan:BMI: 18,5 – 24,9 kg/m2. Lingkar pinggang: Pria < 40 inci, Wanita < 35
inci.Pengelolaan Diabetes
€ Tujuan: HbA1c < 7%
Penggunaan obat Antiplatelet/Anticoagulant: Aspirin, clopidogrel, warfarin sesuai
indikasi.Penggunaan Renin-Angiotensin-Aldosterone System Blockers: bila intoleran ganti
dengan ARB.Penggunaan Β-Blockers: kecuali bila ada kontra indikasi.Pemberian vaksinasi influenza pada pasien dengan kelainan kardiovaskular.
2.8 Upaya Pengobatan Penyakit Jantung Koroner
Tujuan pengobatan iskemia miokard adalah untuk mencegah terjadinya
kerusakan miokard dengan mempertahankan keseimbangan antara konsumsi
oksigen miokardium dan penyediaan oksigen.
Tujuan pengobatan adalah:
Memperbaiki prognosis dengan cara mencegah infark miokard dan
kematian. Upaya yang dilakukan adalah bagaimana mengurangi
terjadinya trombotik akut dan disfungsi ventrikel kiri. Tujuan ini dapat
dicapai dengan modifikasi gaya hidup ataupun intervensi farmakologik
yang akan (i) mengurang progresif plak (ii) menstabilkan plak, dengan
mengurangi inflamasi dan memperbaiki fungsi endotel, dan akhirnya (iii)
mencegah trombosis bila terjadi disfungsi endotel atau pecahnya plak.
Obat yang digunakan: Obat Antitrombotik: aspirin dosis rendah,
antagonis reseptor ADP (thienopyridin) yaitu clopidogrel dan
ticlopidine; obat penurun kolesterol (statin); ACE-Inhibitors; Beta-
blocker; Calcium channel blockers (CCBs).
Untuk memperbaiki simtom dan iskemi: obat yang digunakan yaitu nitrat
kerja jangka pendek dan jangka panjang, Beta-blocker, CCBs.
Kepada pasien yang menderita PJK maupun keluarga, perlu diterangkan
tentang perjalanan penyakit, pilihan obat yang tersedia. Pasien perlu diyakinkan
bahwa kebanyakan kasus angina dapat mengalami perbaikan dengan pengobatan
dan modifikasi gaya hidup sehingga kualitas hidup lebih baik. Kelainan penyerta
seperti hipertensi, diabetes, dislipidemia, dll. Perlu ditangani secara baik (lihat
selanjutnya pada bab pencegahan).
Cara pengobatan PJK yaitu, (i) pengobatan farmakologis, (ii)
revaskularisasi miokard. Perlu diingat bahwa tidak satu pun cara di atas sifatnya
menyembuhkan. Dengan kata lain tetap diperlukan modifikasi gaya hidup dan
mengatasi faktor penyebab agar progresi penyakit dapat dihambat.
Pengobatan Farmakologik
Aspirin dosis rendah. Dari berbagai studi telah jelas terbukti bahwa aspirin
masih merupakan obat utama untuk pencegahan trombosis. Meta-analisis
menunjukkan, bahwa dosis 75-150 mg sama efektivitasnya dibandingkan
dengan dosis yang lebih besar. Karena itu aspirin disarankan diberi pada
semua pasien PJK kecuali bila ditemui kontraindikasi. Selain itu aspirin
juga disarankan diberi jangka lama namun perlu diperhatikan efek
samping iritasi gastrointestinal dan perdarahan, dan alergi. Cardioaspirin
memberikan efek samping yang lebih minimal dibandingkan aspirin
lainnya.
Thienopyridine Clopidogrel dan Ticlopidine merupakan antagonis ADP
dan menghambat agregasi trombosit. Clopidogrel lebih diindikasikan pada
penderita dengan resistensi atau intoleransi terhadap aspirin. AHA/ACC
guidelines update 2006 memasukkan kombinasi aspirin dan clopidogrel
harus diberikan pada pasien PCI dengan pemasangan stent, lebih 1 bulan
untuk bare metal stent, lebih 3 bulan untuk sirolimus eluting stent, dan
lebih 6 bulan untuk paclitaxel-eluting stent.
Obat penurun kolesterol. Pengobatan dengan statin digunakan untuk
mengurangi risiko baik pada prevensi primer maupun prevensi sekunder.
Berbagai studi telah membuktikan bahwa statin dapat menurunkan
komplikasi sebesar 39% (Heart Protection Study), ASCOTT-LLA
atorvastatin untuk prevensi primer PJK pada pasca-hipertensi. Statin selain
sebagai penurun kolesterol, juga mempunyai mekanisme lain (pleiotropic
effect) yang dapat berperan sebagai anti inflamasi, anti trombotik dll.
Pemberian atorvastatin 40 mg satu minggu sebelum PCI dapat mengurangi
kerusakan miokard akibat tindakan. Target penurunan LDL kolesterol
adalah < 100 mg/dl dan pada pasien risiko tinggi, DM, penderita PJK
dianjurkan menurunkan LDL kolesterol < 70 mg/dl.
ACE-Inhibitor/ARB. Peranan ACE-I sebagai kardioproteksi untuk prevensi
sekunder pada pasien dengan PJK telah dibuktikan dari berbagai studi a.l.,
HOPE study, EUROPA study dll. Bila intoleransi terhadap ACE-I dapat
diganti dengan ARB.
Nitrat pada umumnya disarankan, karena nitrat memiliki efek venodilator
sehingga preload miokard dan volume akhir bilik kiri dapat menurun
sehingga dengan demikian konsumsi oksigen miokard juga akan menurun.
Nitrat juga melebarkan pembuluh darah normal dan yang mengalami
aterosklerotik. Menaikkan aliran darah kolateral, dan menghambat
agregasi trombosit. Bila serangan angina tidak respons dengan nitrat
jangka pendek, maka harus diwaspadai adanya infark miokard. Efek
samping obat adalah sakit kepala, dan flushing.
Penyekat β juga merupakan obat standar. Penyekat β menghambat efek
katekolamin pada sirkulasi dan reseptor β-1 yang dapat menyebabkan
penurunan konsumsi oksigen miokard. Pemberian penyekat β dilakukan
dengan target denyut jantung 50-60 per menit. Kontraindikasi terpenting
pemberian penyekat β adalah riwayat asma bronkial, serta disfungsi bilik
kiri akut.
Antagonis kalsium mempunyai efek vasodilatasi. Antagonis kalsium
dapat mengurangi keluhan pada pasien yang telah mendapat nitrat atau
penyekat β; selain itu berguna pula pada pasien yang mempunyai
kontraindikasi penggunaan penyekat β. Antagonis kalsium tidak
disarankan bila terdapat penurunan fungsi bilik kiri atau gangguan
konduksi atrioventrikel.
Rekomendasi pengobatan untuk memperbaiki prognosis pasien dengan
angina stabil menurut ESC 2006 sbb.:
1. Pemberian Aspirin 75 mg per hari pada semua pasien tanpa kontraindikasi
yang spesifik (cth. Perdarahan lambung yang aktif, alergi aspirin, atau
riwayat intoleransi aspirin) (level evidence A).
2. Pengobatan statin untuk semua pasien dengan penyakit jantung koroner
(level evidence A).
3. Pemberian ACE inhibitor pada pasien dengan indikasi pemberian ACE
inhibitor, seperti hipertensi, disfungsi ventrikel kiri, riwayat miokard
infark dengan disfungsi ventrikel kiri, atau diabetes (level evidence A).
4. Pemberian Beta-blocker secara oral pada pasien gagal jantung atau yang
pernah mendapat infark miokard (level evidence A).
Revaskularisasi Miokard
Ada dua cara revaskularisasi yang telah terbukti baik pada PJK stabil
yang disebabkan aterosklerotik koroner yaitu tindakan revaskularisasi pembedahan,
bedah pintas koroner (coronary artery bypass surgery = CABG), dan tindakan
intervensi perkutan (percutneous coronary intervention = PCI). Akhir-akhir ini
kedua cara tersebut telah mengalami kemajuan pesat yaitu diperkenalkannya
tindakan, off pump surgery dengan invasif minimal dan drug eluting stent
(DES). Tujuan revaskularisasi adalah meningkatkan survival ataupun mencegah
infark ataupun untuk menghilangkan gejala. Tindakan mana yang dipilih,
tergantung pada risiko dan keluhan pasien.
Tindakan Pembedahan CABG
Tindakan Pembedahan CABG Tindakan pembedahan lebih baik jika
dilakukan dibanding dengan pengobatan, pada keadaan:
Stenosis yang signifikan ( 50%) di daerah left main (LM).
Stenosis yang signifikan ( 70%) di daerah proximal pada 3 arteri koroner
yang utama.
Stenosis yang signifikan pada 2 daerah arteri koroner utama termasuk
stenosis yang cukup tinggi tingkatannya pada daerah proximal dari left
anterior descending arteri koroner.
Tindakan PCI
Pada mulanya tindakan percutaneous transluminal angioplasty hanya
dilakukan pada satu pembuluh darah saja, sekarang ini telah berkembang lebih
pesat baik oleh karena pengalaman, peralatan terutama stent dan obat-obat
penunjang. Pada pasien dengan PJK stabil dengan anatomi koroner yang sesuai
maka PCI dapat dilakukan pada satu atau lebih pembuluh darah (multi-vessel)
dengan baik (PCI sukses). Risiko kematian oleh tindakan ini berkisar 0.3-1%.
Tindakan PCI pada pasien PJK stabil dibandingkan dengan obat medis, tidaklah
menambah survival dan hal ini berbeda dibanding CABG.
Pemasangan Stent Elektif dan Drug-Eluting Stent (DES)
Pemasangan stent dapat mengurangi restenosis dan ulangan PCI
dibandingkan dengan tindakan balloon angioplasty. Saat ini telah tersedia stent
dilapisi obat (drug-eluting stent = DES) seperti serolimus, paclitaxel dll.
Dibandingkan dengan bare-metal stents, pemakaian DES dapat mengurangi
restenosis. Studi RAVEL menunjukkan restenosis dapat dikurangi sampai 0%.
Direct stenting (pemasangan stent tanpa predilatasi dengan balon lebih
dulu) merupakan tindakan yang feasible pada penderita dengan stenosis arteri
koroner tertentu yaitu tanpa perkapuran, lesi tunggal, tanpa angulasi atau turtoasitas
berat. Tindakan direct stenting dapat mengurangi waktu tindakan/ waktu iskemik,
mengurangi radiasi, pemakaian kontras, mengurangi biaya.
Tindakan Intervensi Koroner Perkutan Primer (Primary PCI)
Pasien PJK stabil dan mengalami komplikasi serangan jantung mendadak
(SKA), mortalitasnya tinggi sekali (> 90%). Dengan kemajuan teknologi
sekarang ini telah dapat dilakukan tindakan intervensi koroner perkutan primer
(primary PCI) yaitu suatu teknik untuk menghilangkan trombus dan melebarkan
pembuluh darah koroner yang menyempit dengan memakai kateter balon dan
seringkali dilakukan pemasangan stent. Tindakan ini dapat menghilangkan
penyumbatan dengan segera, sehingga aliran darah dapat menjadi normal
kembali, sehingga kerusakan otot jantung dapat dihindari. PCI primer ialah
pengobatan infark jantung akut yang terbaik saat ini, karena dapat menghentikan
serangan infark jantung akut dan menurunkan mortalitas sampai di bawah 2%.
Rehabilitasi
Tujuan akhir pengobatan penyakit jantung koroner adalah mengembalikan
penderita ke gaya hidup produktif dan menyenangkan. Rehabilitasi jantung,
seperti yang didefinisikan oleh American Heart association dan The Task Force
on Cardiovascular Rehabilitation of the National Heart, Lung, and Blood Institute
adalah proses memulihkan dan memelihara potensi fisik, psikologis, sosial,
pendidikan, dan pekerjaan pasien. Pasien harus dibantu untuk meneruskan
kembali tingkat kegiatan mereka sesuai fisik mereka dan tidak dihambat oleh
tekanan psikologis.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Penyakit jantung koroner (PJK) adalah penyakit yang menyerang organ
jantung. Gejala dan keluhan dari PJK hampir sama dengan gejala yang dimiliki
oleh penyakit jantung secara umum. Penyakit jantung koroner juga merupakan
salah satu penyakit yang tidak menular. Kejadian PJK terjadi karena adanya faktor
resiko yang antara lain tekanan darah tinggi (hipertensi), tingginya kolestrol, gaya
hidup yang kurang aktivitas fisik (olahraga), diabetes, riwayat PJK pada keluarga,
merokok, konsumsi alkohol, dan faktor sosial ekonomi lainnya. Penyakit jantung
koroner ini dapat dicegah dengan melakukan pola hidup sehat dan menghindari
faktor-faktor resiko seperti pola makan yang sehat, menurunkan kolestrol,
melakukan aktivitas fisik, dan olahraga secara teratur, menghindari stress kerja.
3.2 Saran
Perlunya upaya kesehatan bagi penderita penyakit jantung koroner yaitu
melaksanan upaya promotif, perilaku hidup sehat, upaya prventif, upaya
kuratif, dan upaya rehabilitatif.
Perlunya program alternatif yang lebih memperhatikan aspek psikologis
penderita penyakit jantung koroner dengan cara mengintegrasikan dengan
program pemerintah lainnya.
Perlunya sosialisai dengan seluruh kelompok masyarakat, agar leih
memahami karakteristik penderita jantung koroner serta faktor resiko dan
juga karakteristik penyakit pada penderita.
DAFTAR PUSTAKA
Backer Guy De, Ambrosioni Ettore, Broch-Johnsen Knut, et al. European
Guidelines on Cardiovascular Disease Prevention in Clinical
Practice.Third Joint Task Force of European and Other Societies on
Cardiovascular Disease Prevention in Clinical Practice.European Society
of Cardiology 2003. Lippincott Williams & Wilkins S 2- S 10.
Beckerman, James. 2016. “Coronary Artery Disease”. WebMD Medical
Reference. Akses pada
http://www.webmd.com/heart-disease/guide/heart-disease-coronary-
artery-disease [Jum'at, 01 April 2016].
Braunwald E., Antmann Elliott M., Beasley; John W., Califf Robert M., et al.
ACC/AHA Guidelines for the Management of Patients With Unstable
Angina and Non-ST Segment Elevation Myocardial Infarction:
Executive Summary and Recommendations.ACC/AHA Practice
Guidelines. Cicrculation. 2002; 102: 1193-1209.
Califf R. M., Antman E. M., Grines C.L., Kereiakes D., Bernink P.J.L.M., Fox
Daulat Manurung: Prevensi Sekunder Pada Penderita Penyakit Jantung
Koroner (PJK) dan Penyakit Pembuluh Darah Aterosklerotik Lainnya,
dalam Upaya Memperbaiki Harapan Hidup, Mengurangi Serangan Ulang
dan Meningkatkan Kualitas Hidup. Pidato Pada Upacara Pengukuhan
Sebagai Guru Besar Tetap Dalam Ilmu Penyakit Dalam Pada Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, 9 Juni 2007, Jakarta.
Fox Kim, Garcia Maria angeles Alonso, Ardissino Diego, et al. Guidelines on
the Management of Stable Angina Pectoris: Full Text. The Task Force on
the Management of Stable Angina Pectoris of the European Society of
Cardiology. The European Society of Cardiology 2006. Eur Heart J doi:
10.1093/eurheartj/ehl001.
Guy De Backer, Ambrosioni Ettore, Borch-johnsen Knut, et al. Executive
Summary European Guidelines on Cardiovascular disease prevention in
clinical practice. Third Joint Task Force of European and Other Societies
on Cardiovascular Disease Prevention in clinical Practice. European
Society of Cardiology 2003. Published by Lippincott Williams &
Wilkins. European Journal of Cardiovascular Prevention and
Rehabilitation 2003, 10: S1-S10.
Hanafi BT: Perkembangan Terbaru Intervensi Koroner Perkutan Primer Sebuah
Upaya Meminimalkan Mortalitas Infark Jantung Akut. Pidato pada
Upacara Pengukuhan Sebagai Guru Besar Tetap Dalam Ilmu Penyakit
Dalam Pada Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 22 April 2006,
Jakarta.
Hunter Carolyn. Coronary Artery Disease Risk Management. National Center of
Continuing Education. Available at: htttp://www.nursece.com/
onlinecourses/933.html.
Info-Kes.com. 2013. “Penyakit Jantung Koroner (PJK)”. Akses pada
http://www.info-kes.com/2013/07/penyakit-jantung-koroner-pjk.html
[Jum'at, 01 April 2016].
K. A. A. Acute Coronary Syndromes: A Transtition in Treatment Standards.
Journal of the European Society of Cardiology July 2000; 2 (Suplement
F): F2-24.
Kavey Rae-Ellen, Daniels Stephen R., Lauer Ronald M., et al. American Heart
Association Guidelines for Primary Prevention of Atherosclerotic
Cardiovascular Disease Beginning in Chilhood. Circulation 2003; 107:
1562. available at: http://www/circ.ahajournals.org/cgi/content/
full/107/11/1562.
Koenig W. Eur Heart J Supplements 1999: 1; T19-26.
Krisnatuti, D & Rina Yenrina. 1999. Perencanaan Menu Bagi Penderita Jantung
Koroner. Jakarta : Trubus Agriwidya.
Lab. Kateterisasi RS H. Adam Malik: Data pasien yang dilakukan angiografi di
RS HAM Medan 2003- Juni 2007.
Lauer Michael. Primary Prevention of Atherosclerotic Cardiovascular Disease.
JAMA 2007; 297: 1376-1378. available at: http://jama.
ama-assn.org/cgi/content/full/297/12/1376.
Lewis, S.L., Heitkemper, M.M., Dirksesn, S.R., O’brien, P.G. & Bucher, L.
2007. Medical Surgical Nursing : Assesment and Management of
Clinical Problems. Sevent Edition. Volume 2. Mosby Elsevier
Libby Peter, Theroux Pierre. Pathophysiology of Coronary Artery Disease.
Circulation 2005; 111: 3481-3488. Available at http://circ.
ahajournals.org/cgi/content/full/111/25/3481.
Makover Michael E, Ebrahim Shah. What is The Best Strategy for Reducing
Deaths from Heart Disease? April 2005. Volume 2, Issue 4, e 98.
Available at www.plosmedicine.org.
Mc Taggart Don. Stable Angina Pectoris: Treatment and refferral Options. MJA
Vol 171 5 July 1999.
Morrow D.A., Gers B.J., Braunwald E.: Chronic Coronary Artery Disease in
Braunwald Heart disease A Text Book of Cardiovascular Medicine,
Elsevier 7th Edition 2005, 1281-1342.
National Institute of Health. 2015. “What Is Cononary Heart Disease?”. U.S.
Department of Health & Human Services. Akses pada
http://www.nhlbi.nih.gov/health/health-topics/topics/cad{01 April 2016].
New Approaches to Managing Multiple Risk Factors in Cardiovascular Disease.
A Satelilite symposium held during the ESC Congress 2003.
Pearson Thomas A., Blair Steven N., Daniels Stephen R., et al. AHA Guidelines
for Primary Prevention of Cardiovascular disease and Stroke: 2002
Update: Consensus Panel Guideline to Comprehensive Risk Reduction
for Adult Patients without Coronary or Other Atherosclerotic Vascular
Disease.Circulation 2002; 106; 388-391. Available at
http://circ.ahajournals.org/cgi/content/full/106/3/388.
Penyakit Jantung dan Stroke Serta Pencegahannya. Yayasan Jantung Indonesia.
Available at, http://id.inaheart.or.id/?p=49.
Penyakit Jantung Koroner, Si Perenggut Nyawa. http://www.info-
sehat.com/content.php?s_id=132.
POSKOTA news.com. 2016. “Waspada Gejala Jantung Koroner Bisa Mirip
Flu”. Akses pada http://poskotanews.com/2016/03/30/waspada-gejala-
jantung-koroner-bisa-mirip-flu/[Sabtu, 02 April 2016]
Rahman, AM. Angina Pektoris Stabil dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Edisi 4 jilid III. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam FKUI. 2006.
Ramrakha Punit, Hill Jonathan; Atherosclerosis Pathophysiology, Chapter 4
Coronary Artery Disease. Oxford Handbook of Cardiology, 1st Edition,
2006 Oxford University Press, New York, 112-19.
Ross R. Nature 1993; 362: 801-809.
Sabrina, Ica DZ. 2013. Laporan Hasil Karya Tulis Ilmiah: RERATA WAKTU
PENGGUNAAN MESIN CARDIOPULMONARY BYPASS PADA
OPERASI PENYAKIT JANTUNG KORONER DI RSUP DR.
KARIADI SEMARANG BULAN JANUARI 2011 – JANUARI 2013.
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro
Smith Sidney C., Allen Jerilyn, Blair Steven N., et al. AHA/ACC Guidelines for
Secondary Prevention for Patients With Coronary and Other Atherosclerotic
Vascular Disease: 2006 Update: Endorsed by the National Heart Lung,
and Blood Institute. Circulation 2006; 113; 2363-2372. Available at
http://circ.ahajournals.org/cgi/content/full/113/19/2363.
Smith Sidney C., Feldman Ted E., Hirshfield John W., et al. ACC/AHA/SCAI
2005 Guideline Update for Percutaneus Coronary Intervention-Summary
Article. A report of the American College of Cardiology/American
Heart Association Task Force on Practice Guideline (ACC/AHA/SCAI
Writing Committee to Update the 2001 Guidelines for Percutaneus
Coronary Intervention) Circulation 2006; 113: Available at: http://www.
circulationaha.org.
Sumiati, dkk. 2010. Penanganan Stress Pada Penyakit Jantung Koroner.
Jakarta: CV. Trans Info Medika.Tribunkesehatan. 2016. “Penyakit
Jantung Koroner Penyebab Kematian Terbesar di Negara Berkembang
Hingga Tahun 2020”. Akses pada
http://www.tribunnews.com/kesehatan/2016/03/30/penyakit-jantung-
koroner-penyebab-kematian-terbesar-di-negara-berkembang-hingga-
tahun-2020 [Jum'at, 01 April 2016].
Wood David. The Concept of Doctor Targets Based on Quality guidelines:
Focus on blood Pressure. The European society of Cardiology 2007.
European Heart Journal Supplement (2007) 9 (Supplement B), B29- B36.
top related