percobaan vii reaksi kimia iii : katalis enzimatis
Post on 16-Jan-2016
474 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA DASAR II
Reaksi Kimia III : Katalis Enzimatis
Disusun oleh:1. Nanik Nurhidayah J2C0080432. Ngadiyono J2C0080443. Niswatun Hasanah J2C0080454. Noermala Syari R J2C0080465. Nurulita Kumalasari J2C0080486. Oky Primaroni J2C0080497. Prihastuti S.L. Dewi J2C008051
JURUSAN KIMIAFAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS DIPONEGOROSEMARANG
2009
ABSTRAK
Telah dilakukan percobaan yang berjudul, ”Katalis Enzimatis.” Tujuan
dari percobaan ini adalah untuk mengetahui pengaruh katalis pada kecepatan
reaksi, untuk menunjukkan enzim dapat berfungsi sebagai katalis, dan untuk
mengetahui pengaruh beberapa parameter pada kinerja katalis enzimatis. Prinsip
percobaan yang digunakan adalah katalis enzimatis. Metode yang digunakan
dalam percobaan ini adalah penggunaan saliva encer dengan parameter suhu, pH
serta ion logam. Hasil yang didapat dari percobaan yaitu pengaruh temperatur,
pada suhu 370C enzim amilase dapat bekerja dengan optimal, pada pengaruh pH
7 enzim bekerja dengan optimal juga, sedangkan pengaruh ion logam sebagai
inhibitor adalah pada tabung kesatu dan kedua. Ion yang berfungsi sebagai
inhibitor adalah ion Cu dan Hg. Ion yang berfungsi sebagai aktivator adalah K+,
Mn+, Mg2+, Zn2+.
Keyword : Enzim, Amilase, Inhibitor, Katalis
PERCOBAAN 7
REAKSI KIMIA III : KATALIS ENZIMATIS
I. Tujuan Percobaan
a. Untuk mengetahui pengaruh katalis pada kecepatan reaksi.
b. Untuk menunjukkan bahwa enzim dapat berfungsi sebagai katalis.
c. Untuk mengetahui pengaruh beberapa parameter pada kinerja katalis
enzimatis.
II. Dasar Teori
2.1. Enzim
Kata enzim berarti “dalam ragi”. Manusia telah menggunakan enzim sejak
zaman prasejarah dalam memproduksi anggur, cuka dan keju. Suatu enzim
adalah suatu katalis biologis. Hewan tingkat tinggi mengandung ribuan enzim.
Enzim merupakan katalis yang lebih efisien dari pada kebanyakan katalis
laboratorium atau industri. Enzim juga memungkinkan suatu selektivitas pereaksi
dan suatu pengendalian laju reaksi yang tidak dimungkinkan oleh kelas katalis
lain. Semua enzim adalah protein. Untuk aktivitas biologis, beberapa enzim
memerlukan gugus-gugus prostetik atau kofaktor.
(Fessenden, 1986)
Enzim merupakan polimer biologis yang mengkatalisis lebih dari satu
proses dinamik yang memungkinkan kehidupan. Sebagai determinan yang
menentukan kecepatan berlangsungnya berbagai peristiwa fisiologik, enzim
memainkan peran sentral dalam masalah kesehatan dan penyakit. Pemecahan
makanan untuk memasok energy serta unsur-unsur kimia pembangun tubuh
(building blocks); perakitan building block tersebut menjadi protein, membrane
sel. Serta DNA yang mengkodekan informasi genetic; dan akhirnya
peeenggunaan energy untuk menghasilkan gerakan sel, semua ini dimungkinkan
dengan adanya kerja enzim-enzim yang terkoordinasi secara cermat.
(Murray, 2001)
2.2. Klasifikasi Enzim
International Union of Biochemistry (IUB) membagi enzim menjadi 6 kelas,
yaitu:
Oksidoreduktase : mengkatalisis reaksi oksidasi reduksi, dan
biasanya menggunakan koenzim :
1. NAD+
2. NADP+
Yang termasuk enzim ini dengan nama trivial : Dehidrogenase, Oksidase,
dan Hidroksilase
Transferase : mengkatalisis pemindahan gugus tertentu, seperti gugus
1-karbon, gugus aldehid dan keton, gugus asil, gugus glikosil, gugus
fosfat dan gugus mengandung S.
Yang termasuk enzim ini dengan nama trivial : Amino transferase, asil
karnitin transferase, transkarboksilase dan glukinase.
Hidrolase : meningkatkan pemecahan ikatan antara karbon dengan
atom lainnya dengan penambahan air.
Yang termasuk enzim ini dengan nama trivial : esterase, amidase,
peptidase,fosfatase dan glikosidase.
Liase : mengkatalisis pemecahan karbon-karbon, karbon-sulfur dan
karbon-nitrogen.
Yang termasuk enzim ini dengan nama trivial : dekarboksilase, aldolase,
sintase dan deaminase.
Isomerase : mengkatalisis raseminasi optic atau isomer geometric
dan reaksi oksidasi reduksi intramolekular tertentu.
Yang termasuk enzim ini dengan nama trivial : epimerase, mutase dan
isomerase.
Liase : mengkatalisis pembentukan ikatan antara karbon dengan
karbon, karbon dengan sulfur, karbon dengan nitrogen dan karbon
dengan oksigen.
Untuk pembentukan ikatan tersebut diperlukan energi yang berasal dari
ATP.
Yang termasuk enzim ini dengan nama trivial : Sintetase dan Karboksilase.
(Shahib, 1992)
2.3. Komponen Enzim
Enzim terdiri dari dua komponen, yaitu:
1. Protein
2. Gugus Prostetik (Koenzim)
Bagian apoenzim menyebabkan kekhasan pada enzim. Bagian gugus
prostetik dapat berupa kofaktor. Kofaktor yaitu senyawa anorganik yang
diperlukan oleh enzim untuk aktivitas biologisnya. Kofaktor dapat berupa ion
logam seperti unsur besi, mangan, magnesium dan natrium. Koenzim yaitu
senyawa organik, misalnya vitamin B1, B2 dan B6.
(Fessenden, 1986)
Komponen Enzim meliputi :
a. Apoenzim
Adalah bagian enzim yang terdiri dari protein.
Sifat: - tidak tahan panas
- tidak mampu melewati membran dialysis.
b. Koenzim
Adalah bagian enzim yang bukan protein.
Sifat: - tahan terhadap panas
- mampu melewati membran dialis.
Holoenzim adalah gabungan antara apoenzim dan koenzim yang terikat satu
sama lain. Koenzim, kofaktor, gugus prostetik merupakan kokatalis. Gugus
prostetik terikat erat pada apoenzim sedangkan kofaktor tidak begitu erat. Gugus
prostetik adalah bagian dari enzim yang berbentuk molekul organic. Koenzim
adalah suatu bagian yang bertindak sebagai penerima hydrogen atau akseptor
hidrogen seperti NAD/ATP.
( Winarno, 1986 )
Enzim terdiri dari satu atau lebih rantai polipeptida, disamping itu
terdapat pula bagian yang bukan protein yang penting untuk aktivitas katalitik.
Bagian yang bukan protein ini disebut kofaktor. Koenzim adalah bentuk tertentu
dari kofaktor.
Kofaktor dapat dibagi menjadi 3 macam, yaitu : gugus prostetik, koenzim
dan ion metal. Koenzim adalah senyawa organik yang berasosiasi dengan
apoenzim dan bersifat sewaktu (tidak permanen), biasanya pada saat berlangsung
katalisis. Selanjutnya koenzim yang sama dapat menjadi kofaktor pada
enzimyang berbeda. Pada umumnya koenzim tidak hanya membantu enzim
memecah substrat, tetapi juga bertindak sebagai aseptor sementara untuk produk
yang terjadi. Kebanyakan komponen kimia koenzim adalah vitamin.
(Shahib, 1992)
a. Inhibitor Enzim
Inhibitor adalah beberapa zat kimia yang dapat menghambat kerja
enzim, misalnya garam-garam dan logam berat seperti air raksa.
Inhibitor dapat dikelompokkanmenjadi tiga macam yaitu inhibitor
kompetitif, inhibitor non-kompetitif dan inhibitor umpan balik.
(Poedjiadi, 1994)
Inhibisi kompetitif klasik terjadi pada tapak pengikatan-substrat
(katalitik). Struktur kimia sebuah inhibitor analog-substrat (I) umumnya
menyerupai struktur kimia substrat (S). oleh karena itu, inhibitor tersebut
dapat berikatan secara reversible dengan enzim sehingga yang seharusnya
membentuk kompleks EnzS, justru membentuk kompleks enzim inhibitor
(Enzl).
Pada inhibisi nonkompetitif, tidak terdapat persaingan antara S dan I.
struktur inhibitor biasanya tidak atau hanya sedikit mirip dengan struktur S
dan dapat dianggap berkaitan dengan domain yang berbeda pada enzim.
Inhibitor nonkompetitif reversible menurunkan kecepatan reaksi maksimal
yang diperoleh pada pemberian sejumlah enzim (Vmaks yang lebih rendah),
tetapi biasanya tidak mempengaruhi nilai Km.
(Murray,2001)
b. Sifat-Sifat Enzim
Secara umum, sifat-sifat enzim sebagai berikut:
Sebagai biokatalisator yaitu dapat menggiatkan atau
kadang-kadang dapat menyebabkan memuainya proses dalam sel.
Enzim bekarja spesifik artinya untuk merubah atau
mereaksikan suatu zat tertentu memerlukan enzim tertentu pula.
Enzim dapat bekerja bolak-balik artinya suatu reaksi
memerlukan enzim yang sama juga mempengaruhinya adalah jumlah
substrat dan jumlah produksi.
Enzim bekerja sangat cepat.
Enzim tidak ikut bereaksi artinya enzim tidak berubah
dan dapat dipakai kembali setelah reaksi enzimatis berlangsung.
Aktivitas enzim dipengaruhi oleh suhu.
Enzim sensitif terhadap pH.
(Murray, 2001)
2.4. Kekhasan Enzim
Nama enzim disesuaikan dengan substratnya dengan penambahan “ase”
di belakangnya. Substrat adalah senyawa yang bereaksi dengan bantuan enzim.
Contoh: enzim menguraikan substrat (urea) disebut urease.
Kelompok enzim yang mempunyai fungsi sejenis diberi nama menurut
fungsinya. Misalnya, hidrolase adalah kelompok enzim yang mempunyai fungsi
sebagai katalis dalam proses hidrolisis. Disamping nama trival (biasa) maka oleh
“Commision On Enzimes of The International Union of Biochemistry” telah
ditetapkan nama yang sistematis dan disesuaikan dengan pembagian dan
penggolongan enzim berdasar fungsi.
Kekhasan enzim terhadap suatu reaksi disebut kekhasan reaksi. Asam
amino tertentu sebagai substrat dapat mengalami berbagai reaksi dengan enzim.
( Poedjiadi, 1994 )
2.5. Dasar Kerja Enzim
Pada umumnya terdapat dua mekanisme kerja enzim yang mempengaruhi
reaksi katalis. Mekanismenya adalah :
a) Enzim meningkatkan kemungkinan molekul – molekul yang bereaksi
saling bertemu dengan permukaan yang saling berorientasi. Hal ini terjadi
karena enzim mempunyai suatu afinitas yang tinggi terhadap substrat dan
mempunyai kemampuan mengikatnya walaupun bersifat sementara.
Penyatuan antara substrat dengan enzim tidak seenaknya, melainkan
substrat terikat dengan enzim sedemikian rupa sehingga setiap substrat
terorientasi secara tepat untuk terjadi reaksi.
b) Pembentukan ikatan yang sementara (biasanya ikatan non kovalen) antara
substrat dengan enzim menimbulkan penyebaran ini menyebabkan suatu
regangan pada ikatan kovalen spesifik dalam molekul substrat sehingga
ikatan kovalen tersebut menjadi mudah pecah. Dapat disimpulkan bahwa
enzim mempercepat laju reaksi agar keseimbangan reaksi tercapai, tetapi
tidak mempengaruhi konstanta keseimbangan.
Banyak faktor yang mempengaruhi laju reaksi suatu enzim diantaranya
yang penting adalah konsentrasi baik substrat maupun enzim. Faktor utama
lainnya antara lain : suhu, pH, kekuatan ikatan ionik dan adanya inhibitor
(penghambat reaksi). Faktor – faktor yang mempengaruhi laju reaksi enzim yaitu
1) Suhu
Laju reaksi meningkat seiiring bertambahnya suhu, namun apabila
suhu terlalu tinggi, maka enzim akan rusak sehingga reaksi berjalan
optimal. Suhu normal untuk aktivitas enzim berkisar antara 25 - 370C.
2) Derajat Keasamam (pH)
Pengaruh pH terhadap suatu reaksi enzim menjadi rumit oleh
beberapa faktor yang dapat saling bersaing apabila aktifitas enzim
mencapai maksimum jika pH mencapai optimum, maka laju reaksi akan
berkurang di kedua sisi pH optimum. Untuk setiap kombinasi dari 3
aturan yang mungkin :
Protein enzim terdenaturasi akibat pH ekstrem tinggi atau rendah.
Protein enzim dapat memerlukan gugus – gugus amino yang
terionisasikan pada rantai samping yang mungkin di titik hanya
pada satu keadaan ionisasi.
Substrat dapat memperoleh protein dalam satu bentuk muatan.
3) Konsentrasi Enzim
Laju meningkat secara linier dengan bertambahnya konsentrasi enzim
jenuh lebih sedikit dari konsetrasi substrat.
4) Konsentrasi Substrat
Laju reaksi yang mengkatalisasikan dengan enzim mula – mula
berada pada kesetimbangan, namun seiring konsentrasi substrat dinaikkan
lebih lanjut atau berlebih akan tercapai suatu laju limit atau laju
maksimum suatu reaksi hingga pada saat penambahan substrat lebih
lanjut tidak mempengaruhi reaksi (kinetika penjenuhan).
( Petrucci, 1997 )
2.6. Fungsi dan Cara Kerja Enzim
2.6.1. Fungsi Enzim
Adalah sebagai katalis untuk proses biokimia yang terjadi didalam
maupun di luar sel. Suatu enzim dapat mempercepat reaksi 106 – 1011 kali lebih
cepat dari pada bila reaksi tersebut berlangsung tanpa katalis.
( Poedjiadi, 1994 )
2.6.2. Cara Kerja Enzim
Enzim diduga menyesuaikan diri di sekitar substrat ( molekul yang akan
dikerjakan ) untuk membentuk kompleks enzim substrat. Ikatan menjadi tegang
oleh gaya terik antara substrat dan enzim. Ikatan tegang mempunyai energi dam
mudah terpatahkan sehingga reaksi berlangsung lebih mudah dan menghasilkan
kompleks enzim substrat.
Keterangan : E + S = enzim + substrat
ES = kompleks enzim substrat
E + P = enzim + produk
Bentuk yang diubah dari produk menyebabkan kompleks itu berdisosiasi
dan permukaan enzim siap menerima substrat lain. Teori aktivitas enzim ini
disebut “ Teori Kesesuaian Terimbas (Induced-Fit Theory). “
( Fessenden, 1983 )
2.7. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kerja Enzim
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi aktivitas enzim. Faktor-faktor
tersebut dapat bersifat fisik atau bersifat kimia yaitu :
2.7.1. Suhu atau Temperatur
Laju reaksi yang dikatalis oleh enzim akan meningkat dengan adanya
penurunan suhu. Pada suhu transisi aktivitas enzim menurun tajam. Kenaikan
kecepatan dibawah temperatur optimal disebabkan oleh kenaikan energi kinetika
molekul yang bereaksi. Bila suhunya dinaikkan terus, energi kinetika menjadi
besar sehingga melampaui penghitung energi untuk memecahkan ikatan sekunder
yang mempertahankan enzim dalam bentuk aslinya. Akibatnya struktur sekunder
dan tersier hilang disertai hilangnya aktivitas biologis.
(Mayes, 1992)
E + S ES E + P
37o C Temperatur
AktivitasEnzim
( suhu optimum )
Gambar GrafikHubungan temperatur dengan aktivitas enzim
(Underwood, 1994)
2.7.2. Konsentrasi Substrat
Bila konsentrasi substrat (s) naik sedangkan semua keadaan lainya
dipertahankan tetap, kecepatan tetap, keceepatan awal yang diukur v naik sampai
nilai maksimum v berhenti. Efek konsentrasi substrat pada kecepatan reaksi yang
dikatalis enzim.
Kecepatan akan naik bila konsentrasi substrat dinaikkan sampai
konsentrasi enzim dikatakan telah jenuh dengan substrat. Jumlah substrat masih
melebihi jumlah enzim dengan persamaan molar yang besar. Apabila titik A dan
B, Kenaikkan atau penurunan jumlah enzim tergabung dengan substrat dan v
akan tergantung pada (s). Pada C, semua enzim tergabung dengan substrat
7 pH
AktivitasEnzim
( suhu optimum )
Gambar GrafikHubungan pH dengan aktivitas enzim
(Poedjiadi, 1994)
sehingga kenaikkan selanjutya dari S. Walau ini menaikkan konsentrasi benturan
anatar enzim dan substrat tidak dapat menaikkan kecepatan reaksi karena tidak
ada enzim yang terdapat unsur bereaksi.
.2.7.3. Pengaruh pH
Enzim menunjukkan aktivitas maksimum pada suatu kisaran pH yang
disebut pH optimum, yang umumnya antara pH 4,5 – 8,0. suatu enzim tertentu
mempunyai pH optimum sangat ekstrim , misalnya pepsin pada pH 1,8 dan
organisme pada pH 10,0.
Kisaran pH yang ekstrim, baik asam maupun basa terjadi aktivasi, yang
irreversible. Pada kisaran pH selebihnya masih dapat terjadi inaktivasi, tetapi
bersifat reversible. Perlu diketahui pada enzim yang sama, sering pH umumnya
berbeda, tergantung asal enzim tersebut. Misalnya metal esterase yang diperoleh
dari kapan mempunyai pH optimum sekitar 5,0 sedang enzim yang sama yang
diperoleh dari kacang merah mempunyai pH sekitar 8,5.
2.7.4. Pengaruh Ion Logam
Lebih dari 25% dari keseluruhan enzim mengandung ion logam yang
terikat erat atau membutuhkan ion logam bagi aktivitasnya. Metal enzim
mengandung ion logam fungsional dalam jumlah pasti yang dipertahankan
selama proses pemurnian. Enzim yang diaktifkan oleh logam memperlihatkan
ikatan dengan logam yang kurang erat, namun memerlukan logam tambahan.
Dengan demikian perbedaan metaloenzim dan enzim yag diaktifkan oleh logam
terletak pada afinitas enzim terhadap ion logam. Mekanisme yang diinginkan ion
logam untuk melaksanakan fungsinya tampak serupa dengan metaloenzim dan
enzim yang diaktifkan oleh logam.
(Murray, 1997)
2.8. Katalis
Katalis merupakan suatu zat yang mempengaruhi laju reaksi tanpa adanya
perubahan permanen pada zat tersebut. Katalis berfungsi untuk meningkatkan
kecepatan reaksi.
Katalis dibedakan menjadi:
a) Katalis Homogen
Katalis homogen adalah jenis katalis yang berfase sama dengan pereaksi.
b) Katalis Heterogen
Katalis heterogen adalah jenis katalis yang tidak berfase sama dengan
pereaksi.
(Keenan, 1984)
2.9. Katalis Enzimatis
Banyak reaksi dalam kimia sistem organik dilakukan dengan enzim
sebagai katalis. Enzim merupakan protein yang terdiri dari berbagai asam amino
sama seperti molekul lain. Katalis enzimatik melibatkan ikatan-ikatan kimia yang
digunakan dengan ikatan-ikatan pada reaksi kimia organik biasa. Dalam
pelaksanaannya, katalis enzimatik menggunakan struktur yang dibentuk oleh
berbagai gugus asam amino dan prostestik. Sejumlah protein bertindak cepat
sebagai katalis yang sangat reaktif, lebih reaktif dari senyawa lsin yang dapat
mempercepat sejumlah reaksi karena protein mampu dirakit menjadi beberapa
bentuk.
Dasar fungsi enzim adalah keefektifan katalis asam amino, gugus
karboksil dan gugus pengikat lain dinaikkan beberapa puluh kaki lipat dengan
menempatkannya dalam ruang tertentu sehingga dapat mengunci senyawa yang
dipengaruhi.
Suatu senyawanya dapat mengkatalis reaksi dari beberapa substrat yang
berbeda. Falam reaksi enzimatik gugus pengikat dan gugus-gugus katalistik dan
enzim bergabung dengan substrat membentuk kompleks enzim substrat/
kemampuan enzim prostate.
Enzim aktivasi pembentukan kompleks enzim senyawa antara pada reaksi
enzimatik jauh lebih rendah dari pada energi aktivasi pada reaksi kimia tanpa
enzim. Suatu enzim merupakan suatu katalis yang dapat dibentuk sehingga
mudah melakukan katalis dari suatu arah dan agak sulit melakukan katalisis
kearah berikutnya.
( Poedjiadi, 1994 )
2.10. Kinetika Katalis Enzim
Salah satu reaksi kimia yang paling sederhana adalah pengubahan suatu
molekul zat S, menjadi suatu molekul hasilnya P, dengan laju reaksi k. Reaksi ini
dapat dituliskan sebagai :
S P
Dalam reaksi yang dikatalis enzim semacam S, disebut substrat atau
senyawa yang transformasinya dikatalis oleh enzim. Pada reaksi ini panah
baliknya dihapuskan karena kesetimbangan reaksinya jauh cenderung menuju ke
hasilnya atau sebab beranjak dari konsentrasi hasil nol (hanya meninjau tahap
awal reaksi sebelum hasil yang memadai terkumpul). Hal ini berarti bahwa
jumlah dari bentuk hasilnya tidak penting. Jadi dengan model ini dapat pula
dicakup peningkatan banyaknya reaksi enzim. Dan dengan hasil ini dapat di
tuliskan :
S + A P
Jika terdapat sejumlah besar A dibandingkan dengan S sehingga
konsentrasinya dapat dianggap tetap sebelum reaksi. Dalm hal ini konstanta K
sama dengan K’ kali konsentrasi A yang tak berubah. Misalnya semua reaksi
hidrolisis, termasuk jenis ini dengan A ialah air.
Apabila tidak ada enzim pada kebanyakan reaksi hidrolase, laju
pembentukan hasilnya diabaikan (atau penekanan substrat). Biasanya laju reaksi
semacam itu disebut kecepatan (V) reaksi.
V = -d [S] / dt
= K [S]
Akan tetapi dengan enzim dan konsentrasi substrat pada persamaan ini
tidak berlaku, K tidak lagi konstan tetapi sebanding dengan konsentrasi enzim.
d [S] / dt = -K [S]
(Poedjiadi, 1994)
2.11. Analisa Bahan
1. Amilum
Sifat Fisik : Merupakan polisakarida yang terbentuk dari cara sintesa banyak
terdapat pada tanaman.
Sifat Kimia : Campuran 10 -20% amilosa dan 80-90% amilopeptin. Jika
bereaksi dengan iodine membentuk warna hijau.
(Basri, 1996)
2. Iodin
Sifat Fisik : Berat atom 126,90 gram/mol, nomor atom 53, berwarna hitam
kebiruan dengan uap ungu,digunakan sebagai bahan antiseptic,
katalis dan lain-lain.
Sifat Kimia : Larut dalam alkohol, kloform, eter, gliserol, dan karbon
disulfida, tidak larut dalam air.
(Basri, 1996)
3. Cu(NO3)2
Sifat Fisik : Merupakan larutan Berwarna biru laut, titik dekomposisi 170˚C,
titik leleh 115˚C.
Sifat Kimia : Larut di dalam air merupakan reagen untuk mendeteksi Oksigen.
(Basri, 1996)
4. HgCl2
Sifat Fisik : Densitas 5,44, titik leleh 280,7˚C, titik didih 302˚C, beracun dan
korosif, digunakan untuk antiseptik, mengawetkan kayu.
Sifat Kimia : Dapat larut dalam air, berbahaya bagi lingkungan.
(Pringgodigdo, 1973)
5. Pb(NO3)2
Sifat Fisik : Senyawa tidak berwarna, densitas 4,53, titik dekomposisi 233˚C.
Sifat Kimia : Berbahaya bagi lingkungan, larut dalam air, digunakan sebagai
reagen, pewarna industri tekstil.
(Pringgodigdo, 1973)
6. Aquades
Sifat Fisik : titik didih 100˚C, titik beku 0˚C, memiliki Kb = 0,51 gram/mol.
Sifat Kimia : Memiliki rumus molekul H2O, merupakan senyawa berfasa
cair, tidak berwarna.
(Mulyono, 2005)
7. Larutan Buffer
Larutan yang mempunyai sifat dapat mempertahankan pH lingkungannya
baik oleh pengaruh penambahan sedikit asam atau basa maupun oleh
pengenceran, merupakan campuran yang terdiri dari pasangan konjugasi asam –
basa (misalnya : CH3COOH/CH3COOˉ , NH4OH/NH4+). Larutan buffer ada 2
yaitu:
a.Buffer pH 5 (untuk pH agak asam)
b. Buffer pH 7 (untuk pH netral).
(Mulyono, 2005)
8. Saliva
Saliva adalah cairan yang lebih kental daripada air biasa. Tiap hari
sekitar 1 – 1,2 liter saliva dikeluarkan oleh kelenjar saliva. Saliva terdiri dari
99,24% air dan 0,58% terdiri atas ion Ca2+, Na+, K+, PO4-, Clˉ, HCO3ˉ, SO4 2-
dan zat – zat organic, seperti enzim amilase dan ptyalin.
(Milller,1993)
9. Enzim Amilase
Termasuk kelompok enzim hidrolase, yaitu enzim yang mengkatalis
hidrolisa substrat dengan molekul air. Enzim amilase, dapat memecah ikatan
peptide dalam amilum sehingga terbentuk maltose. Macam – macam enzim
amilase, α amilase, β amilase, terdapat dalam saliva dari pankreas. Enzim ini
memecah ikatan yang terdapat dalam amilum disebut enzim endoamilase
sebab enzim ini memecah bagian dalam bagian tengah molekul amilum.
(Poedjiadi, 1994)
III. Metode Percobaan
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1. Alat
Gelas Beker
Tabung Reaksi
Kertas Saring
Penangas air
Drup plate
Termometer
Pipet Tetes
Corong
Gelas ukur
Rak tabung reaksi
Penjepit
3.1.2. Bahan
Larutan Amilum 1%
Larutan I dalam KI
Cu(NO3)2
HgCl2
Pb(NO3)2
Larutan buffer pH 5
Larutan buffer pH 7
Aquadest
3.2 Gambar Alat
Gelas beker Tabung Reaksi Kertas Saring
Penangas Air Drup Plate Termometer
Pipet Tetes Corong Gelas ukur
Rak tabung reaksi Penjepit
3.3.Skema Kerja
3.3.1. Pengumpulan Saliva encer
Air Kumur
Gelas Beker
Pengocokan kuat-kuat
penyaringan
Filtrat Residu
3.3.2. Penyediaan Larutan Iod
Larutan Iod dalam KI
Penetesan pada drup plate
Hasil
3.3.3. Pengaruh Temperatur terhadap aktivitas Enzim Amilase
a. T = 37º C
Larutan Amilum Larutan Amilum encer
Tabung 1a,2a,3a Tabung 1b,2b,3b
Pemanasan dalam penangas suhu 37°C
Campuran
Tabung 1b
Penangas air 37º C
Penambahan setiap 3 menit 1-2 tetes
pada KI
Hasil
b. T = 70ºC
Larutan Amilum Larutan Amilum encer
Tabung 1a,2a,3a Tabung 1b,2b,3b
Pemanasan dalam penangas suhu 70° C
Campuran
Tabung 1b
Penangas air 70º C
Penambahan setiap 3 menit 1-2 tetes
pada KI
Hasil
3.4.4. Pengaruh pH terhadap Aktivitas Enzim Amilase
a. Larutan buffer 5
Larutan Saliva Encer
Tabung Reaksi
Penambahan larutan buffer pH 5
Penempatan kedalam penangas air 37º C
Penambahan Amilum 1%
Pengadukan
Penempatan ke penangas air 37º C
Penambahan 1-2 tetes pada KI setiap 3
menit
b. Larutan buffer 7
Larutan Saliva Encer
Tabung Reaksi
Penambahan larutan buffer pH 7
Penempatan kedalam penangas air 37º C
Penambahan Amilum 1%
Pengadukan
Penempatan ke penangas air 37º C
Penambahan 1-2 tetes pada KI setiap 3
menit
Larutan Saliva Encer
Tabung Reaksi
Larutan Saliva Encer
Tabung Reaksi
Hasil
Hasil
3.4.5. Pengaruh Ion Logam terhadap Aktivitas Enzim Amilase
a.
Penempatan kedalam penangas air 37º C
Penambahan Amilum 1% yang sudah
dipanaskan
Pengadukan
Penempatan ke penangas air 37º C
Penambahan 3 tetes KI pada drup plate
setiap 3 menit
b.
Larutan Saliva Encer
Tabung Reaksi
Penambahan 3 tetes larutan HgCl2
Penempatan kedalam penangas air 37º C
Penambahan Amilum 1% yang sudah
dipanaskan
Pengadukan
Penempatan ke penangas air 37º C
Larutan Saliva Encer
Tabung Reaksi
Larutan Saliva Encer
Tabung Reaksi
Larutan Saliva Encer
Tabung Reaksi
Hasil
Penambahan 3 tetes KI pada drup plate
setiap 3 menit
c.
Larutan Saliva Encer
Tabung Reaksi
Penambahan 3 tetes larutan Pb(NO3)2
Penempatan kedalam penangas air 37º
C
Penambahan Amilum 1% yang sudah
dipanaskan
Pengadukan
Penempatan ke penangas air
37º C
Penempatan ke penangas air 37º C
Penambahan 3 tetes KI pada drup plate
setiap 3 menit
d.
Larutan Saliva Encer
Tabung Reaksi
Penempatan kedalam penangas air 37º C
Penambahan Amilum 1% yang sudah
dipanaskan
Pengadukan
Larutan Saliva Encer
Tabung Reaksi
Larutan Saliva Encer
Tabung Reaksi
Hasil
Hasil
Penempatan ke penangas air 37º C
Penambahan 3 tetes KI pada drup plate
setiap 3 menit
IV. Data Pengamatan
4.1. Pengaruh Temperatur terhadap Aktivitas Enzim Amilase
Suhu
Perubahan Warna
3 Menit ke-
1
3 Menit ke-
2
3 Menit ke-
3
3 Menit ke-
4
3 Menit ke-
5
0º CBiru
dongker Cokelat Tua Cokelat tua
Cokelat
muda
Cokelat
muda
37º C Kuning Kuning Kuning Kuning Kuning
70º CBiru
dongker
Biru
dongker
Biru
dongker
Biru
dongker
Biru
dongker
4.2. Pengaruh pH terhadap Aktivitas Enzim Amilase
pH
Perubahan Warna
3 Menit ke-
1
3 Menit ke-
2
3 Menit ke-
3
3 Menit ke-
4
3 Menit ke-
5
5
Biru
Dongker
Biru
Dongker
Biru
Dongker
Biru
Dongker
Biru
Dongker
7 Kuning Kuning Kuning Kuning Kuning
4.3. Pengaruh Ion Logam terhadap Aktivitas Enzim Amilase
Ion Logam Perubahan Warna
Hasil
3 Menit ke-
1
3 Menit ke-
2
3 Menit ke-
3
3 Menit ke-
4
3 Menit ke-
5
Cu(NO3)2
Biru
Dongker
Biru
Dongker
Biru
Dongker
Biru
Dongker
Biru
Dongker
HgCl2
Biru
Dongker
Biru
Dongker
Biru
Dongker
Biru
Dongker
Biru
Dongker
Pb(NO3)2
Biru
Dongker
Biru
Dongker
Biru
Dongker
Biru
Dongker
Biru
Dongker
Saliva encer
murni (tanpa
ion logam)
Kuning
Kecokelata
n
Kuning Kuning Kuning Kuning
V. Pembahasan
Telah dilakukan percobaan yang berjudul, “Reaksi Kimia III : Katalis
Enzimatis.” Tujuan Percobaan ini adalah untuk mengetahui pengaruh katalis pada
kecepatan reaksi, untuk menunjukkan bahwa enzim dapat berfungsi sebagai
katalis, serta untuk mengetahui pengaruh beberapa parameter pada kinerja katalis
enzimatis seperti suhu, pH, dan ion logam. Jika berwarna biru dongker (ungu)
maka enzim dan substrat tidak dapat beraksi karena enzim rusak (terdenaturasi)
sehingga substratnya masih berupa amilum. Jika berwarna kuning maka enzim
bereaksi dengan substrat, dan jika berwarna kecoklatan maka enzim dan sustrat
bereaksi dengan lambat (terdormansi).
5.1. Pengaruh Temperatur Terhadap Aktivitas Enzim
Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui pengaruh temperatur
terhadap aktifitas enzim. Enzim adalah biokatalisator yang diperoleh oleh
jaringan hidup dan meningkatkan laju reaksi yang munkin terjadi dalam jaringan.
Bila tidak ada enzim, maka reaksi – reaksi yang akan berjalan terlalu lambat.
Beberapa enzim bersifat reversible. Enzim tidak mempengaruhi fase
kesetimbangan reaksi yang dikatalisis.
(Montgomery, 1993)
Dalam percobaan ini digunakan larutan saliva encer dan amilum 1% yang
dipanaskan pada suhu yang berbeda, yaitu 0oC, 370C, dan 700C untuk mengetahui
pengaruh temperatur terhadap aktifitas enzim amilase. Enzim yang digunakan
dalam percobaan ini adalah enzim amilase yang diperoleh dari larutan saliva
encer. Amilum bertindak sebagai substrat. Melalui percobaan ini, kita dapat
mengetahui bahwa temperatur sangat mempengaruhi aktifitas enzim. Pada
percobaan ini, sampel yang berupa larutan saliva encer diteteskan iodine yang
berfungsi untuk mengidentifikasi adanya amilum pada sampel dengan
menghasilkan warna ungu tua (biru dongker).
5.1.1. Pada Suhu 00C
Pada percobaan yang dilakukan pada suhu 00C, setelah larutan saliva
encer dan amilum dicampurkan, maka akan dihasilkan larutan yang bening.
Kemudian diambil beberapa tetes lalu diteteskan dengan iodine maka dihasilkan
warna ungu kehitaman. Warna ungu kehitaman berasal dari amilum yang
bereaksi dengan Iodine. Pada menit ke-3, akan dihasilkan warna biru dongker
(ungu), menit ke-6 dihasilkan warna coklat tua, menit ke-9 dihasilkan warna
coklat tua, menit ke-12 dihasilkan warna coklat muda, dan begitu pula pada menit
ke-15 dihasilkan warna coklat muda. Hal ini mengidentifikasi bahwa amilum
akan terhidrolisis oleh enzim amilase (dalam saliva encer) dengan, karena
keadaan tersebut yaitu keadaan dormansi (enzim dalam keadaan istirahat). Enzim
amilase bereaksi dengan substrat (amilum) dengan lambat sehingga untuk
menghasilkan enzim substrat perlu waktu yang lama..
5.1.2. Pada Suhu 370C
Pada suhu 370C, setelah larutan saliva encer dan amilum diampurkan,
maka akan menghasilkan warna yang bening. Kemudian setelah itu diberikan
beberapa tetes iodine akan menghasilkan warna kuning. Hal ini menunjukan
bahwa enzim (amilase) bereaksi dengan substrat (amilum) sehingga menghsilkan
enzim sustrat. Enzim substrat terurai menjadi enzim dan produk, produknya yaitu
maltosa. Maltosa ditambahkan iodine dalam KI akan berwarna kuning karena
maltosa merupakan senyawa polar dan I- merupakan polar sehingga dapat
bereaksi dengan ditunjukan warna kuning. Oleh karena itu, ketika diteteskan oleh
iodine tidak dihasilkan warna ungu kehitaman. Reaksi hidrolisis amilum ini
berlangsung dengan bantuan katalisator yang berupa enzim amilase yang
terkandung dalam saliva. Reaksi hidrolisi berlangsung cepat pada suhu ini karena
pada suhu 370C (suhu optimum) enzim amilase dapat bekerja dengan sempurna.
Suhu optimum adalah suhu yang paling tepat bagi suatu reaksi dengan
menggunakan enzim tertentu. Suhu optimum merupakan suhu yang
menyebabkan terjadinya reaksi kimia dengan kecepatan maksimal.
( Poedjiadi, 1994)
5.1.3. Pada Suhu 700C
Pada suhu 700C, setelah larutan saliva encer dan amilum dicampurkan
maka akan menghasilkan warna bening. Lalu diteteskan kedalam drouple plate
yang telah berisi iodine, maka akan dihasilkan warna ungu kehitaman. Pada suhu
70oC, enzim akan mengalami denaturasi. Dengan adanya denaturasi enzim ini,
bagian aktif enzim akan terganggu sehingga kecepatan reaksinya menurun
(enzim akan kehilangan semua aktifitas enzimnya / enzim terdenaturasi). Warna
ungu kehitaman menunjukkan bahwa enzim tidak dapat bereaksi dengan substrat
sehingga tidak dapat menghasilkan enzim substrat, karena substrat masih dalam
bentuk amilum sehingga ditambah iodine dalam KI akan berwarna biru dongker
(ungu) berarti menunjukan adanya amilum. Hal ini berarti, amilum tidak
diuraikan oleh enzim amilase dan bereaksi dengan iodine.
Temperatur mempengaruhi aktifitas enzim dimana aktifitas enzim akan
meningkat pada suhu tertentu dan menurun bila melebihi suhu optimumnya. pada
suhu 00C enzim bekerja kurang sempurna karena enzim bekerja dengan lambat.
Pada suhu 370C enzim mencapai suhu optimumnya sehingga aktifitas enzim akan
meningkat dan mencapai kecepatan maksimalnya. Enzim dapat bereaksi dengan
substrat secara optimal sehingga diperoleh enzim substrat dan menghasilkan
produk berupa maltosa yang jika ditambah iodine dalam KI akan berwarna
kuning. Ini menunjukan bahawa maltosa bersifat polar bereaksi dengan I- yang
bersifat polar. Sedangkan pada suhu 700C enzim akan mengalami denaturasi
(penurunan kecepatan reaksi enzim). Enzim tidak bereaksi dengan substrat
sehingga tidak terbentuk enzim subatrat. Substrat masih dalam bentuk amilum
jika ditambah dengan iodine dalam KI akan berwarna biru dongker (ungu tua).
5.2. Perubahan pH terhadap aktivitas enzim amilase
Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pH terhadap aktivitas
enzim amilase serta perbedaan aktivitas kerja enzim pada pH yang berbeda.
Percobaan ini dilakukan dengan mereaksikan saliva encer dengan amilum serta
larutan buffer dengan pH 5 dan pH 7. Larutan buffer digunakan untuk
mempertahankan atau menaikkan sedikit pH sesuai dengan titik isoelektrik. Titik
isoelektrik adalah titik kenetralan dimana suatu zat, misalnya asam amino, yang
memiliki butir-butir koloid netral pada pH tertentu dan tidak dipengaruhi oleh
medan listrik. (Ahmad Fatih, 2008)
Pada percobaan ini, dilakukan variasi parameter berupa pH 5 dan pH 7
yang dicampurkan ke dalam saliva dan amilum, dimana sebelumnya dipanaskaan
pada suhu 37C. Pemanasan dengan suhu sebesar 37C ini karena suhu tersebut
merupakan suhu optimum, dimana enzim dapat bekerja dengan baik. Ditinjau
dari bahannya, larutan yang mengandung saliva encer berasal dari air kumur
dalam tubuh yang mempunyai suhu normal sekitar 370C. Jadi enzim bekerja
optimal pada suhu tersebut. Setelah pemanasan berlangsung, campuran ini
ditambahkan Iodine dalam larutan KI. Penambahan Iodine dalam KI ini bertujuan
untuk menganalisis amilum yang terkandung dalam campuran buffer, saliva
encer, serta amilum. Pada penetesan KI kedalam larutan yang memiliki pH 5,
larutan berubah warna menjadi biru kehitaman. Hal ini menunjukkan bahwa,
pada larutan yang memiliki pH 5, amilum belum terhidrolisa secara sempurna
dan enzimnya tidak bekerja optimal. Selain itu, Pada kondisi ini kerja enzim
lambat dan kurang optimal atau sempurna. Muatan asam amino bergantung pada
pH, karena enzim merupakan suatu protein, maka muatan enzim yang ditentukan
oleh stuktur ruang ikatan suatu substrat pada enzim dapat dipengaruhi struktur
ruang enzim yaitu di sekitar pusat aktif. Pada pH 5 kerja enzim akan lambat
karena dengan kadar asam meningkat ( pH semakin kecil ) maka gugus yang
bermuatan negatif pada enzim amilase menjadi terprotonisasi dan dapat
menetralkan muatan negatif. Sedangkan pada kondisi larutan dengan pH 7 atau
netral, larutan saliva dan amilum yang berada pada 370C diteteskan KI, larutan
menghasilkan warna kuning serupa dengan warna KI itu sendiri. Hal ini
menandakan bahwa amilum sudah terhidrolisis secara sempurna dan enzimnya
bekerja secara optimal. Kondisi ini menunjukkan bahwa pada pH netral, enzim
dapat bekerja optimal.
Selain itu, aktivitas enzim tergantung pada pH lingkungan. Suatu enzim
dapat berbentuk ion positif, ion negatif, atau bermuatan ganda atau sering disebut
zwitter ion. Karena protein (enzim) polipeptidanya mengandung kelompok-
kelompok yang bisa mengion sampai kesatu tingkat yang terkandung pada pH
yang ada. Enzim mempunyai titik isoelektrik yang bermuatan bebas bersihnya
adalah nol pada pH titik isoelektriknya. Sebagai patokan berada pada saat pH
pada waktu aktivasi maksimal.
Pada pH asam memberikan ion H+ sehingga terjadi peningkatan proton
pada asam amino enzim, amilase akan terprotonisasi dan tidak akan bekerja
dengan baik bila dibandingkan dengan pH netral, karena enzim bekerja dengan
baik saat muatan bebas nol. Sebaliknya bila enzim bekerja pada suasana basa
maka akan memberikan OH-. Sehingga akan bermuatan negatif dan enzim juga
tidak akan bekerja dengan baik. Bahkan pada umumnya enzim bila pada pH di
atas 10 akan terdenaturasi. Denaturasi adalah hilangnya sifat-sifat struktur lebih
7 pH
AktivitasEnzim
( suhu optimum )
Gambar GrafikHubungan pH dengan aktivitas enzim
(Poedjiadi, 1994)
tinggi oleh terkacaunya ikatan hidrogen dan gaya-gaya sekunder lain yang
mengutuhkan molekul itu.
(Fessenden, 1986)
Hubungan antara aktivitas enzim dan pH dapat digambarkan sebagai
berikut:
Suatu enzim dapat bekerja pada suasana pH netral, sedangkan apabila
enzim bekerja pada suasana asam ataupun basa maka enzim tersebut akan
terdenaturasi karena enzim tidak dapat bekerja dengan substratnya dengan baik.
5.3. Pengaruh Ion Logam terhadap Aktivitas Enzim Amilase
Ion logam dalam percobaan ini berperan sebagai inhibitor. Mekanisme
enzim dalam suatu reaksi ialah melalui pembentukan kompleks enzim-substrat
(ES). Oleh karena itu hambatan atau inhibisi pada suatu reaksi yang
menggunakan enzim sebagai katalis dapat terjadi bila penggabungan substrat dan
bagian aktif enzim mengalami hambatan. Molekul atau ion yang dapat
menghambat reaksi atau aktivitas enzim tersebut dinamakan inhibitor. Enzim
merupakan suatu protein yang bila diberi ion logam dapat bereaksi dengan
sebagian protein yang dapat mengalami koagulasi sehingga jika suatu enzim
(protein) diberi ion logam berat maka enzim akan mengalami perubahan struktur,
konformasi serta posisinya sehingga aktivasi enzimnya akan berkurang.
(Poedjiadi, 1994)
Dalam percobaan ini, logam berat yang digunakan adalah Cu(NO3)2
dimana terdapat ion logam Cu di dalamnya dan juga larutan Pb(NO3)2 dan HgCl2.
Pada umumnya ion logam berat itu dapat menghambat kerja enzim dengan
bereaksi dengan enzim membentuk garam. Reaksi yang terjadi pada umumnya :
Enzim – Substrat – H + Cu (substrat – H)2 + H+
Pada percobaan ini warna larutan setelah dipanaskan 370 C lalu diteteskan
pada larutan KI, yang mengandung ion logam, juga agak gelap. Hal itu
menunjukkan bahwa ion logam dapat menghambat kerja enzim yaitu berfungsi
sebagai inhibitor. Inhibitor disini dapat dibedakan menjadi 2 macam yaitu :
a. Inhibitor kompetitif (bersaing)
Inhibitor ini umumnya disebabkan karena adanya molekul yang mirip
substrat, yang dapat pula membentuk kompleks yaitu kompleks enzim inhibitor
(EI). Pembentukan kompleks EI ini sama dengan pembentukan kompleks enzim
substrat (ES) yaitu melalui penggabungan inhibitor dengan enzim pada bagian
aktivitas enzim. Dengan demikian terjadi persaingan antara inhibitor dengan
substrat terhadap bagian aktif enzim melalui reaksi sebagai berikut :
E + S ES
(Poedjiadi, 1994)
Inhibitor bersaing menghalangi terbentuknya kompleks ES dengan cara
membentuk kompleks EI, dan pada kompleks EI ini tidak dapat membentuk hasil
reaksi (P). Perbandingannya adalah :
(Poedjiadi, 1994)
Dengan demikian adanya inhibitor bersaing ini dapat mengurangi peluang
terbentuknya kompleks ES yang dalam hal ini menyebabkan berkurangnya
kecepatan reaksi. Dalam hal ini ion logam Pb merupakan inhibitor kompetitif.
Dengan adanya inhibitor maka memperkecil harga v maksimum dan harga Km
tidak berubah. Reaksi enzim –sH dengan ion logam dapat dituliskan sebagai
berikut :
Enzim –sH + Cu2+
(Poedjiadi, 1994)
Dengan cara berikatan dengan ion logam berat, maka gugus –sH tidak
lagi mempunyai aktivitas katalitik bagi enzim tersebut. Beberapa enzim ada yang
membutuhkan ion logam sebagai aktivitas dan ada pula yang mengalami
hambatan tidak bersaing dengan ion yang mengikat aktivator tersebut.
E + I EI
ES + I ESI
ESE + S E + P
Enzim –s-Cu + H+
b. Inhibitor tak bersaing
Inhibitor tak bersaing ini tidak dipengaruhi oleh besarnya konsentrasi
substrat. Dalam hal ini inhibitor dapat bergabung dengan enzim pada suatu
bagian enzim di luar bagian aktif. Penggabungan antara inhibitor dengan enzim
ini terjadi pada enzim bebas atau pada enzim yang telah mengikat substrat yaitu
kompleks enzim substrat.
E + I EI
ES + I ESI
(Poedjiadi, 1994)
Penggabungan inhibitor dengan enzim bebas menghasilkan kompleks EI.
Sedangkan penggabungan dengan kompleks ES menghasilkan kompleks ESI.
Baik kompleks EI maupun ESI bersifat inaktif yaitu tidak dapat menghasilkan
produk. Hal ini terjadi karena masih ada sisi aktif yang kosong.
( Poedjiadi, 1994)
Pada percobaan dengan menggunakan ion logam yaitu Pb(NO3)2, setelah
larutan saliva encer ditambah dengan larutan amilum dan ditetesi larutan Iod
dalam KI, maka warna berubah menjadi biru dongker yang seharusnya berwarna
coklat. Hal ini dikarenakan karena kurangnya ketelitian dalam mencampurkan
larutan yang mempengaruhi perubahan warna identifikasi tersebut.
Penyimpangan juga terjadi dikarenakan selain dapat mendenaturasi, ion logam
juga dapat menginhibisi yang akan mengakibatkan sisi aktif enzim berikatan
dengan inhibitor bukan denagn substrat. Tetapi pada inhibisi ini enzim masih
dapat bekerja. Dengan demikian adanya inhibitor bersaing ini dapat mengurangi
peluang terbentuknya kompleks ES, dalam hal ini ion logam Pb yang merupakan
inhibitor kompetitif.
Amilum dapat dipecahkan atau diuraikan oleh enzim amilaseuntuk
membentuk produk ysitu maltosa. Dimana enzim amilase tidak berikatan dengan
ion logam, Pb berperan sebagai aktivator. Sedangkan pada Cu dan Hg berwarna
biru dongker. Warna biru dongker berasal dari Iodin yang digunakan sebagai
identifikasi adanya amilum, hal ini menandakan bahwa enzim amilase berikatan
dengan Cu dan Hg dan berperan sebagai inhibitor. Lawan dari inhibitor adalah
aktivator, contoh aktivator logam adalah K+, Mn+, Mg2+, Zn2+. Jadi, tidak semua
ion logam bersifat inhibitor.
VI. Kesimpulan Dan Saran
6.1. Kesimpulan
6.1.1. Katalis merupakan zat yang mengambil bagian dalam reaksi kimia
dan mempercepatnya, namun katalis tidak mengalami perubahan
kimia yang permanen.
6.1.2. Katalis mempercepat laju reaksi dengan meningkatnya faktor atau
dengan menunjukkan energi aktivasi dengan memberikan
kompleks kereaktifan baru dengan energi potensian yang lebih
rendah.
6.1.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas enzim :
a. temperatur
b. pH
c.ion logam (inhibitor)
6.2. Saran
6.2.1. Praktikan harus melakukan percobaan sesuai dengan prosedur
dalam cara kerja.
6.2.2 Praktikan harus mengukur suhu yang tepat saat dilakukan
pemanasan.
VII. Daftar Pustaka
Basri, S.,1996, Kamus Kimia, Rineka Cipta, Jakarta.Fessenden, R., 1986, Kimia Organik, Erlangga, Jakarta. Keenan,C., 1984, Ilmu Kimia untuk Universitas, The University of Tennese
Knoxvill, Erlangga, Jakarta.
Mayes, P.A., 1992, Biokimia Harper, Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta. Miller,1993, Chemistry A Basic Introduction 4 th edition , Wadsorth Publishing
Company, California.Mulyono,2005, Kamus Kimia, Ganesa Silatama, Bandung.Murray, R.K., 1997, Biokimia Harper, Penerbit Buku Kedokteran EGC,
Jakarta.Murray, R.K, 2001, Biokimia Harper, Penerbit Buku Kedokteran EGC,
Jakarta.Petrucci, R., 1997, Kimia Dasar, Erlangga, Jakarta.Poedjiadi, A., 1994, Dasar-Dasar Biokimia, UI Press, Jakarta.Pringgodigdo,A.G., 1973, Ensiklopedia Umum, Yayasan Para Buku Franklin,
Jakarta.Shahib, M.N., 1992, Seluk Beluk Biokimia dan Penerapan Enzim, PT.Citra
Aditya Bakti, Bandung.Underwood,1994, Analisa Kimia Kuantitatif, Erlangga, Jakarta.Winarno,F.G., 1986, Analisa Bahan Pangan, UI Press, Jakarta.
Semarang, 25 Mei 2009
Praktikan
Nanik Nurhidayah Ngadiyono Niswatun Hasanah
NIM. J2C008043 NIM. J2C008044 NIM. J2C008045
Noermala Syari. R Nurulita Kumalasari
NIM. J2C008046 NIM. J2C008049
Oki Primaroni Prihastuti S.L. Dewi
NIM. J2C008048 NIM. J2C008051
Mengetahui;
Asisten
Dhini Kurnia Wisatya
NIM. J2C005109
top related