pola komunikasi guru terhadap murid sma di slb-b …
Post on 04-Oct-2021
23 Views
Preview:
TRANSCRIPT
POLA KOMUNIKASI GURU TERHADAP MURID SMA
DI SLB-B DHARMA WANITA SIDOARJO
SKRIPSI
Diajukan Kepada Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi Surabaya
“Almamater Wartawan Surabaya” untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
dalam Menyelesaikan Program Sarjana Ilmu Komunikasi
Oleh :
NABILA MEGA PUTRI
NPM : 16.01.0014
KEKHUSUSAN : BROADCASTING
SEKOLAH TINGGI ILMU KOMUNIKASI
ALMAMATER WARTAWAN SURABAYA
2020
i
ii
iii
iv
MOTTO
HAI MASALAH BESAR, AKU PUNYA TUHAN YANG LEBIH BESAR
- 99 Cahaya di Langit Eropa-
v
ABSTRAK
Nama : NABILA MEGA PUTRI
NPM : 16.01.0014
Skripsi dengan judul POLA KOMUNIKASI GURU DAN MURID SMA DI SLB-B
DHARMA WANITA SIDOARJO (Studi kasus mengenai Pola Komunikasi antara guru
SMA dan murid SMA sebagai informan). Skripsi (S-1), Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi –
Almamater Wartawan Surabaya, Kekhususan Broadcasting, April 2020. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui pola komunikasi serta hambatan komunikasi guru SMA terhadap
murid SMA yang memiliki keterbatasan khusus dalam pendengeran (tuna rungu). Kajian
pustaka dalam penelitian ini ialah pola komunikasi serta pola komunikasi guru dan murid.
Dimana pola komunikasi yang memiliki tiga arah untuk memahami menerapan komunikasi
antara guru dan murid. Jenis penelitian adalah deskriptif kualitatif, dimana sumber data
diperoleh melalui wawancara informan atau narasumber. Subjek dalam penelitian ini ialah
dua guru SMA yakni Syaiful sebagai wali kelas XII dan Bambang sebagai wali kelas X, serta
dua siswa SMA SLB-B Dharma Wanita Sidoarjo bernama Nasya dan Imam. Teknik
pengumpulan data dengan observasi dan wawancara. Teknik yang digunakan dalam
penelitian ini adalah analisis kualitatif yaitu data kualitatif yang diperoleh dari wawancara
informan dan observasi kemudian akan memberikan gambaran proses komunikasi guru
dengan murid. Kesimpulan dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa guru dan siswa
SMA di SLB-B Dharma Wanita Sidoarjo memiliki penerapan pola komunikasi Linear,
Primer, dan sekunder serta pola komunikasi guru dan murid dua arah, dan multiarah dalam
berkomunikasi terhadap muridnya. Sedangkan dalam hambatan komunikasi dapat
disimpulkan bahwa guru dan siswa SMA di SLB-B Dharma Wanita Sidoarjo kerap
mengalami hambatan sosial budaya, prasangka, lingkungan, dan semantis dalam
berkomunikasi terhadap murid namun dapat mengatasinya.
Kata Kunci : Pola Komunikasi, Hambatan Komunikasi, guru dan murid SMA, SLB-B
vi
ABSTRACT
Name : NABILA MEGA PUTRI
NPM : 16.01.0014
Thesis with the title HIGH SCHOOL TEACHER AND STUDENT COMMUNICATION
PATTERNS AT DHARMA WANITA INCLUSIVE SCHOOL IN SIDOARJO (Case study
on Communication Patterns between high school teachers and high school students as
informants). Bachelor Degree Thesis, College of Communication Sciences - Alma mater
Journalist Surabaya, Broadcasting Specificity, April 2020. This study aims to determine the
communication patterns and communication barriers of high school teachers to high school
students with particular limitations in hearing (deaf). The literature review in this study is the
communication patterns and communication patterns of teachers and students. The
communication pattern has three directions to understand the application of communication
between teachers and students. This type of research is descriptive qualitative, where the
source of the data is obtained through interviews with informants or sources. The subjects in
this study were two high school teachers, namely Syaiful as the homeroom teacher for class
12 and Bambang as the homeroom teacher for class 10, and two high school students of
Dharma Wanita Inclusive School in Sidoarjo named Nasya and Imam. Data collection
techniques by observation and interviews. The technique used in this research is qualitative
analysis, namely qualitative data obtained from informant interviews and observations, which
will provide an overview of the teacher-student communication process. The conclusion of
the study, the teachers and high school students at Dharma Wanita Inclusive School in
Sidoarjo have applied Linear, Primary, and secondary communication patterns as well as
two-way and multidirectional communication patterns of teachers and students in
communicating with their students. Meanwhile, in terms of communication barriers, it can be
concluded that teachers and high school students at Dharma Wanita Inclusive School in
Sidoarjo often experience socio-cultural, prejudice, environmental, and semantic obstacles in
communicating with students but can overcome them.
Keywords: Communication Patterns, Communication Barriers, High School teachers and
students, Inclusive School
vii
KATA PENGANTAR
Segala puji stukur atas kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, nikmat, karunia serta
hidah-Nya kepada kami sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini. Semoga adanya
keberkahan untuk digunakan sebagai acuan maupun pedoman bagi pembaca.
Allhamdulillah rabbil allamin, skripsi dengan judul Pola Komunikasi Guru dan
Murid SMA di SLB-B Dharma Wanita Sidoarjo dapat diselesaikan guna memenuhi
standart kelulusan Strata-1 Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi – Almamater Wartawan
Surabaya.
Proses dari pengerjaan skripsi ini tentunya tidak lepas dari bantuan berbagai pihak,
dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada :
1. Kepada Allah SWT, karena atas kehendak-Nya dalam penulisan ini penulis diberikan
kemudaham menghadapi berbagai hambatan dalam proses penulisan.
2. Kepada Ayahanda Suharjito, Ibunda Lilik Nuraini, beserta Kakak Surya Putra Bahari,
dan adik saya Rangga Akbar Samudra yang tidak pernah berhenti memberikan
dukungan untuk selalu optimis serta do’a yang selalu di panjatkan.
3. Ibu Prida Ariani Ambar Astuti, S.sos, M.Si., Ph.D Selaku Ketua STIKOSA – AWS.
4. Bapak Drs. Mas’ud Sukemi,M.si sebagai Dosen Pembimbing dalam penulisan skripsi
5. Kepala sekolah, seluruh guru, dan siswa-siswi SLB-B Dharma Wanita Sidoarjo yang
dengan senang hati memberikan penulis ruang sebagai subjek penelitian dalam
peroleh data.
viii
6. Seluruh jajaran Dosen STIKOSA-AWS, yang memberikan banyak pengetahuan
mengenai Ilmu Komunikasi terutama dalam bidang kekhususan Broadcasting.
7. Seluruh Staf STIKOSA-AWS yang membantu kelancaran proses perkuliahan dan
skripsi.
8. Seluruh Angkatan 2016 yang memberikan warna baru dalam cerita perkulihan.
9. Untuk teman-teman yang membantu penulis turut serta dalam observasi sebagai
dokumentasi saya ucapkan terima kasih untuk, Nur Shoobihah Rahayu (Mak) , Rizki
Amalia (Kinong) , dan Afif Nash.
10. Serta teman-teman perkuliahan Yuniar, Ayu, Mbak.kikik, Desy Iin, Femalda, Rizki
Amalia, dan Ade Resty yang selalu memberikan semangat dan hiburan selama
mengerjakan skripsi.
11. Teman-teman ZIBFA, Zeze, Ida, Fiqa, Ajeng, yang selalu memberikan dorongan
positif dan saran dalam pengerjaan skripsi.
12. Serta teman-teman dekat penulis terlebih Faisal Januar dan Mbak. Rani yang selalu
mendoakan dan memberikan dungkungan dalam proses pengerjaan penelitian. Penulis
tidak dapat menyampaikan satu per satu.
Akhir kata, dari penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu kritik
dan saran sangat membantu dalam kesalahan penelitian guna menjadi pedoman yang
baik bagi penelitian selanjutnya menggunakan judul yang sama. Semoga bermanfaat
bagi mahasiswa jurusan Ilmu Komunikasi. Semoga keikhalasan untuk pihak yang
turut membantu penulis dalam proses skripsi dibalas kebaikannya oleh Allah SWT
dengan keberkahan yang melimpah.
Surabaya, 23 Maret 2020
NABILA MEGA PUTRI
ix
DAFTAR ISI
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ....................................................................... i
PENGESAHAN TIM PENGUJI SKRIPSI ........................................................................ ii
PERNYATAAN ORISINILITAS ....................................................................................... ii
MOTTO .............................................................................................................................. iii
ABSTRAK ........................................................................................................................... v
KATA PENGANTAR ....................................................................................................... vii
DAFTAR ISI ...................................................................................................................... ix
BAB I : PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................................... 5
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ........................................................................................ 6
1.3.1 Tujuan Penelitian ........................................................................................................... 6
1.3.2 Manfaat Penelitian ......................................................................................................... 6
1.3.2.1 Manfaat Teoritis .............................................................................................. 6
1.3.2.2 Manfaat Praktis ................................................................................................ 6
1.4 Kajian Pustaka................................................................................................................. 7
1.4.1 Pola Komunikasi............................................................................................................ 7
1.4.2 Pola Komunikasi Guru dan Siswa ................................................................................ 8
1.4.3 Hambatan Komunikasi ................................................................................................ 10
1.4.4 Komunikasi Non Verbal ............................................................................................. 12
1.4.5 Komunikasi Anak SLB-B .......................................................................................... 13
1.4.6 Teori Interaksi Simbolik ............................................................................................. 15
1.5 Kerangka Berfikir ......................................................................................................... 17
1.6 Metodologi Penelitian Kualitatif ................................................................................... 18
1.6.1 Metode Riset ............................................................................................................... 18
1.6.2 Jenis Penelitian dan Sumber Data .............................................................................. 19
1.6.3 Teknik Pengumpulan Data dan Pencatatan Data ....................................................... 19
1.6.3.1 Teknik Pengumpulan Data ............................................................................ 19
1.6.3.2 Teknik Pencatatan Data................................................................................. 21
x
1.6.4 Pemeriksaan Keabsahan Data ..................................................................................... 21
1.6.5 Teknik Analisis dan Interpretasi Data ........................................................................ 22
BAB II : DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN
2.1 Gambaran Umum Objek Penelitian ............................................................................... 23
2.1.1 Sejarah Sekolah Luar Biasa Dharma Wanita Sidoarjo.............................................. 23
2.1.2 Sekolah Luar Biasa-B Dharma Wanita Sidoarjo ....................................................... 26
2.1.3 Sekolah Menengah Atas SLB-B Dharma Wanita Sidoarjo ...................................... 32
2.1.4 Bahasa Isyarat .............................................................................................................. 33
BAB III : HASIL DAN ANALISIS PENELITIAN
3.1 Penyajian Data .............................................................................................................. 37
3.1.1 Teknik Penyajian Data ................................................................................................ 37
3.1.2 Pembahasan Hasil Penelitian ...................................................................................... 38
3.1.2.1 Pola Komunikasi Guru dan Murid di SLB-B Dharma Wanita Sidoarjo.... 38
3.2 Analisis Data ................................................................................................................. 54
3.2.1 Ditinjau dari pola komunikasi : .................................................................................. 54
3.2.2 Ditinjau dari Hambatan Komunikasi : ....................................................................... 55
BAB IV : PENUTUP
4.1 Kesimpulan ............................................................................................................................. 57
4.2 Saran ............................................................................................................................. 59
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 61
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Komunikasi antarpribadi (personal) suatu komunikasi yang tidak bisa dianggap
remeh, sebab jika ingin melakukan komunikasi antarpribadi kita harus memahami
karakter lawan bicara. Beragamnya karakter komunikan menimbulkan perbedaan
tanggapan dalam satu topik pembicaraan yang sama. Contohnya, jika komunikator
membahas satu topik pembicaraan yang sama kepada komunikan A dan komunikan B
jawaban yang diperoleh akan cenderung memiliki pendapat atau respon yang berbeda.
Dengan kita memahami karakter dengan lawan bicara, tentunya kita dapat menanggapi
dan memahami respon yang diberikan, hal ini untuk mengurangi adanya konflik kesalah
pahaman komunikasi (miss communication).
Melihat pengertian diatas bisa disimpulkan bahwa fungsi dari Komunikasi
Antarpribadi ialah meningkatkan kedekatan antar komunikator dan komunikan,
memahami karakter lawan bicara, dan mencegah terjadinya kesalah pahaman pesan
komunikasi. Dengan terjadinya proses komunikasi antarpribadi terbentuknya pula kosep
diri dari setiap individu. Konsep diri adalah pandangan dan sikap disetiap individu
melalui karakteristik, fisik, dan motivasi diri. Konsep diri terbentuk karena dorongan dari
setiap perbedaan lingkungan yang di adaptasi, dengan bertemu berbagai macam
karakteristik lawan komunikasi. Bila lingkungan sekitar positif, konsep diri yang
terbentuk tentunya menghasilkan individu yang baik, lebih percaya diri dan mudah
bersosialisasi dengan siapa saja. Namun sebaliknya, jika lingkungan negatif, konsep diri
2
yang terbentuk akan menghasilkan individu yang kurang aktif, cenderung diam dan takut
bersosialisasi dengan lingkungan sekitar. Komunikasi antarpribadi kini terasa lebih
mudah dengan dibantunya teknologi yang semakin berkembang, melalui aplikasi
chatting orang akan lebih mudah terbuka karna tidak kesusahan lagi jikalau ingin
berkomunikasi. Namun, hal ini tidak semua bisa dilakukan beberapa individu.
Bagaimana dengan mereka para penyandang disabilitas?. Melakukan komunikasi
antarpribadi pada lawan bicaranya dan tidak semua dapat berjalan dengan mudah
sekalipun dibantu dengan kecagihan teknologi masa kini. Belum lagi dengan orang –
orang Indonesia yang lebih memilih pergi ketika diajak berkomunikasi dengan orang
disabilitas terutama dengan orang pengidap tuna rungu atau tuna wicara. Mengenai
Pendidikan Luar Biasa (PLB) kini tidak berfokus kepada kondisi disabilitas individu,
namun lebih kepada kebutuhan dari setiap individu. Kebutuhan yang dimaksud ialah
dilihat dari hambatan apa saja yang dialami oleh anak disabilitas. Sehingga sebutan PLB
kini diganti dengan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) yang diresmikan dalam Undang-
undang no. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Mengapa pembelajaran
dalam sekolah sangat dibutuhkan ABK?. Karena melihat dari fenomena yang ada tidak
semua anak berkebutuhan khusus mendampatkan pembelajaran yang tepat di lingkungan
keluarganya. Hal ini dikarenakan kesibukan atau kurang perhatian orang tua terhadap
anaknya untuk melakukan komunikasi. Kini belajar untuk memahami bahasa isyarat
lebih mudah untuk dipelajari, dengan adanya gerakan atau komunitas yang dengan
senang hati membuka kelas bahasa isyarat secara gratis. Dengan ini bisa kita lihat bahwa
kini bahasa isyarat sangat penting dan dibutuhkan dalam berkomunikasi.
Peneliti temukan tanpa adanya perbedaan itu disalah satu Sekolah Luar Biasa.
Pengertian dari SLB dari kutipan IDN Times ialah sekolah khusus anak – anak
3
berkebutuhan khusus seperti tuna netra (buta), tuna rungu (bisu, tuli), tuna daksa (cacat
tubuh), dan down syndrom. Sekolah Luar Biasa di Indonesia memiliki kesesuaian
kebutuhan disabilitas yakni, SLB-A untuk tuna netra, SLB -B untuk tuna rungu, SLB-C
tunagrahita, SLB-D tunadaksa, SLB-E tunalaras, dan SLB-G untuk cacat ganda.
Komunikasi adalah hal yang paling penting untuk meningkatkan kualitas berfikir.
Seperti yang kita ketahui pada umumnya guru di Sekolah Umum, cukup susah untuk
melakukan komunikasi kepada murid-muridnya, faktanya masih ada guru yang
membedakan letak bangku murid yang pintar atau rajin dan murid yang kurang pintar
atau malas. Hal ini, bisa kita analisa kurangnya penerapan komunikasi secara mendalam
dari beberapa murid. Sebab karakteristik dan kadar daya tangkap setiap individu
berbeda-beda.
Sekolah yang beralamat di Jalan Pahlawan GG TMP Sidoarjo ini memiliki laman
blog (slb-bdharmawanita.blogspot) yang berisikan profil sekolah, denah sekolah, prestasi
siswa, dan beberapa gambar kegiatan para siswa. Mereka yang selalu dipandang sebelah
mata, yang dianggap tidak bisa melakukan hal-hal yang biasa dilakukan anak normal,
tidak di dalam sekolah ini. Karena didorongnya faktor komunikasi yang baik antar guru
dan muridnya, serta fasilitas yang diberikan. Hal ini dibuktikan dengan diperolehnya
beberapa prestasi dari siswa-siswi SLB-B Dharma Wanita Sidoarjo dalam bidang
akademik maupun non akademik. Sekolah ini tidak hanya untuk penyandang tuna rungu
(SLB-B), namun juga ada kategori SLB-A dan SLB-C. Mulai dari Taman Kanak Kanak,
Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, dan Sekolah Menengah Atas. Pembelajaran
kategori SLB-B diterapkan secara bertahap hingga kemampuan siswa benar-benar bisa
dikatakan mampu untuk melanjutkan ke tahap berikutnya, mempeljari mulai dari bahasa
yang mendasar hingga bahasa nasional atau bahasa paten yang sudah diakui.
4
Alasan peneliti memilih guru dan murid dari SLB-B sebagai subyek, karena ingin
mengetahui proses komunikasi dengan murid yang memiliki keterbatasan bahasa dalam
menyampaikan pesan baik dalam pembelajaran maupun di luar pembelajaran. Mereka
dapat melakukan komunikasi seperti layaknya anak normal, hanya saja tanpa suara.
Dapat dengan jelas mengekpresikan apa yang di bicarakan dengan lawan bicara sesama
peyandang tuna rungu. Tidak bersuara bukan berarti tidak berkomunikasi. Disamping itu
peneliti akan lebih siaga dan berani mengajak berkomunikasi dengan penyandang tuna
rungu. Selain itu melihat fenomena dimana guru di sekolah umum kerap mengeluh
kesulitan mengatur muridnya, disini Peneliti ingin mengetahui bagaimana guru yang
mengajar di Sekolah Luar Biasa membimbing muridnya yang memiliki berkebutuhan
khusus terutama keterbatasan dalam pendengaran (tuli).
Peneliti memilih Sekolah Luar Biasa Dharma Wanita Sidoarjo karena selain
sekolah ini mencangkup beberapa ABK dari tingkat TK-SMA, sistem dari pembelajaran
dalam tingkat kelas cukup berbeda. Siswa digabung dalam satu ruangan pada setiap
tingkatan kelas yang sama. Setiap kelas terdapat minimal 2 siswa dan maksimal 5 siswa.
Seperti sekolah pada umumnya, setiap hari kamis para guru dan murid di sekolah ini
mengenakan baju batik bebas, bukan seragam sekolah. Tergabungnya murid dalam satu
ruangan, membuat para guru dapat berinteraksi secara langsung mengenai tumbuh
kembang para muridnya. Sekolah ini juga memiliki lingkungan yang bersih, dengan
fasilitas bagi siswa/i terutama ruang praktek mata pelajaran kewirausahaan seperi,
laboratorium komputer, koperasi, dan tempat pencucian sepeda motor yaang dibuka
untuk umum. Mata Pelajaran sebagai pengembangan diri mulai diajarkan kepada siswa
di tingkat Sekolah Menengah Pertama, lalu di praktekkan pada jenjang Sekolah
Menengah Atas.
5
Obyek sebagai informan dalam penelitian ini ialah guru wali kelas dari jenjang
pendidikan SMA dalam proses wawancara dan observasi. Sedangkan proses wawancara
dengan murid sebagai bentuk bukti jawaban dari pertanyaan Guru bahwa adanya bentuk
pola komunikasi serta hambatan komunikasi. Siswa yang menjadi informan diwakilkan
dua siswa dari jenjang Sekolah Menengah Atas, hal ini dikarenakan proses komunikasi
melalui wawancara peneliti dengan informan lebih mudah di tangkap dibandingkan
dengan siswa pada jenjang Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama. Dalam
proses wawancara peneliti dengan siswa tetap didampingi salah satu guru untuk
menolong ketika adanya kesulitan ketika menyampaikan pertanyaan wawancara.
Penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian, salah satunya milik
M.Syaghilul Khoir mahasiswa Universitas Islam Negri dengan judul penelitian “Pola
Komunikasi Guru dan Murid di Sekolah Luar Biasa B (SLB-B) Frobel Montesorri
Jakarta Timur” melalui jurnal online. Penelitian ini dapat dikatakan penting, karena
dengan ini kita semua bisa belajar untuk berkomunikasi antar pribadi dengan cara yang
benar guna mewujudkan komunikasi yang baik, sekalipun dalam bentuk komunikasi Non
Verbal. Adapula manfaat yang bisa dirasakan, kita menjadi dapat memahami orang lain,
menepatkan diri pada lingkungan, dan dapat mengintropeksi diri.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana pola komunikasi guru terhadap murid SMA di Sekolah SLB-B Dharma
Wanita Sidoarjo?
2.Bagaimana hambatan guru berkomunikasi kepada murid SMA di Sekolah SLB-B
Dharma Wanita Sidoarjo?
6
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui cara komunikai guru SMA di SLB-B Dharmawanita
Sidoarjo kepada murid-muridnya.
2. Guna mengetahui hambatan dan cara mengatasi guru SMA di SLB-B
Dharmawanita Sidoarjo ketika sedang berkomunikasi kepada murid -
muridnya.
1.3.2 Manfaat Penelitian
1.3.2.1 Manfaat Teoritis
1. Diharapkan dapat lebih memahami komunikasi yang baik melalui
karakteristik setiap anak.
2. Penelitian ini diharapkan menjadi solusi permasalahan atau kendala
hambatan komunikasi melalui teori beserta kajian.
1.3.2.2 Manfaat Praktis
1. Manfaat untuk Peneliti : Mengetahui pola dan hambatan komunikasi guru
SMA di SLB-B Dharmawanita Sidoarjo kepada murid-muridnya.
7
1.4 Kajian Pustaka
1.4.1 Pola Komunikasi
Pola Komunikasi memiliki arti dan makna yang beragam, menurut Kamus
Besar Indonesia dapat diartikan sebagai bentuk atau struktur yang tetap. Adapula
yang menyebutkam Pola Komunikasi adalah pola hubungann dua orang atau
lebih dalam proses pemgiriman dan penerimaan cara yang tepat, sehingga pesan
yang dimaksud dapat dipahami (Deddy Mulyana, 2004). Pola komunikasi Model
Aristoteles dibagi beberapa macam , yaitu:
a. Pola Komunikasi Primer
Pola komunikasi primer ialah suatu proses penyampaian pesan oleh
komunikator kepada komunikan dengan menggunakan simbol sebagai media
komunikasi baik secara verbal atau nonverbal. Lambang verbal yaitu bahasa
yang sering kita gunakan secara lisan. Sedangkan nonverbal bahasa berupa
simbol atau isyarat dengan menggunakan anggota tubuh yang lain.
b. Pola Komunikasi Sekunder
Proses komunikasi Sekunder adalah proses penyampain pesan oleh
komunikator kepada komunikam dengan menggunakan alat atau sarana
sebagai media kedua. Dalam proses pola komunikasi ini berkomunikasi lebih
efektif karena adanya teknologi komunikasi yang menjadi alat berkomunikasi.
c. Pola Komunikasi Linear
Pola komunikasi linear mengandung komunikasi yang bersifat lurus dalam
proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan. Contoh
dalam komunikasi ini biasanya terjadi dalam komunikasi tatap muka (face to
face), tetapi tidak menutup kemungkinan berkomunikasi melalui media.
8
Komunikasi ini akan berjalan lancar jika sebelumnya ada perencanaan dalam
melakukan komunikasi.
d. Pola Komunikasi Sirkular
Sirkular dapat diartikan bulat dalam terjemahan dari kata “circular”.
Dimaksudkan dalam proses komunikasi ini adanya feedback atau umpan balik
suatu pesan yang disampaikan komunikan kepada komunikator. Dalam pola
komunikasi sirkular tingkat kegagalan dalam berkomunikasi sangat sedikit,
mengingat adanya saling berdiskusi antara komikan dan komunikator.
1.4.2 Pola Komunikasi Guru dan Siswa
Komunikasi guru terhadap siswa sangat mempengaruhi daya kembang
siswa. Peran seorang guru sangat diperlukan jikalau komunikasi individu tidak
berjalan dengan baik dilingkungan rumahnya atau keluarga, dorongan faktor yang
menjadikan alasan kurangnya komunikasi antar orang tua dan anak. Berikut 3
jenis pola komunikasi guru terhadap murid menurut Dr.Nana Sudjana (1989):
a. Komunikasi Sebagai Aksi (satu arah)
G
A A A
Jenis komunikasi ini tidak selalu berhasil, sebab daya tangkap
yang dimiliki individu berbeda-beda, ada yang dengan mudah
memahami maksud penjelasan guru dan sebaliknya. Dimana guru
sebagai yang memunculkan aksi dan murid sebagai penerima aksi.
9
Dapat dicontohkan ketika guru sedang menerangkan pelajaran di
dalam kelas.
b. Komunikasi Sebagai Interaksi (dua arah)
G
A A A
Komunikasi dua arah, adanya saling terbukanya antara murid
dengan guru dan guru dengan murid. Maksudnya, dalam
komunikasi ini guru bukan lagi menjadi penguasa dalam
mentransfer ilmu tetapi, murid juga dapat mentransfer ilmu ke
guru. Antara guru dan murid akan ada terjadinya dialog yang saling
memberi tanggapan dari pesan yang sedang dibahas atau
mengalami feedback.
c. Komunikasi Sebagai Transaksi (multiarah)
G
A A A
Tingkat kemajuan dalam komunikasi ini meningkat cukup tinggi.
Kadar keaktifan siswa meningkat, guru dan siswa dapat berperan
menjadi komunikator, dan proses belajar mengajar lebih bervariasi.
10
Komunikasi banyak arah terjalin antar guru dengan siswa, siswa
dengan guru, dan siswa dengan siswa.
Untuk mencegah terjadinya miss communicatiion antar murid
dan guru, media yang digunakan untuk menstransfer pembelajaran
sangat penting untuk dipertimbangkan. Biasanya guru mrnggunakan
media alat peraga atau audiovisual aids (AVA). Namun, beberbeda lagi
untuk anak dengan berkebutuhan khusus, guru biasanya menyampaikan
pesan dengan bahasa isyarat total, yakni mengunakan gerakan tangan,
gerakan bibir, dan mimik wajah untuk menggambarkan susana hati.
1.4.3 Hambatan Komunikasi
Hambatan Komunikasi memiliki beberapa faktor yang mengakibatkan
terhambatnya pesan atau informasi yang akan disampaikan, berikut faktor
penghambat komunikasi :
a. Status Sosial
Hambatan dalam faktor status sosial yang dimaksud adalah kita tidak
mengetahui secara dalam latar belakang komunikan, yang mungkin saja
tidak berksinambung dengan kebiasaan kita hingga menimbulkan ketidak
cocokkan topik komunikasi.
b. Status Psikologis
Psikologis berhubungan dengan perasaan yang sedang dirasakan, jika
tidak bisa mengontrol dengan baik hal ini akan sangat mempengaruhi
berkomunikasi. Sama halnya jika perasaan kita sedang marah dengan
11
seseorang, ketika ingin melakukan komunikasi dengan siapapun (bukan
dengan orang yang bersangkutan) amarah kita akan terlampiaskan, tentunya
hal ini menimbulkan ketidaknyamanan berkomunikasi.
c. Sosial Budaya
Faktor ini sangat bepengaruh di Indonesia, mengingat keberagaman
bahasa, ras, suku, dan budanyanya. Jika komunikator dan komunikan tidak
bisa saling memahami terjadinya kegagalan berkomunikasi akan sangat
terasa. Disinilah faktor perbedaan budaya seharusnya tidak diperuntukan
menjadi topik perundungan di setiap individu. Sudah seharusnya saling
memahami dan menghargai perbedaan antar individu.
d. Prasangka
Faktor ini pasti paling sering menjadi hambatan ketika berkomunikasi,
pesan yang belum benar adanya menimbulkan prasangka negatif. Hal
buruknya akan merujuk kepada perasaan salah sangka yang menyebabkan
putusnya komunikasi antar individu. Solusi yang seharusnya mudah
diterapkan, menjadi sangat sulit karena prasangka buruk sudah menjadi
faktor utamanya.
e. Hambatan Semantis
Faktor hambatan semantis adalah bahasa yang digunakan untuk
menyampaikan pesan kepada lawan bicara. Contohnya, seperti seorang
mengidap tunarungu yang menggunakan bahasa isyarat berkomunikasi
dengan orang yang tidak paham dengan bahasa isyarat. Hal ini menjadi
faktor utama terhambatnya proses komunikasi.
12
f. Lingkungan
Penempatan lingkungan ketika melakukan komunikasi perlu
diperhatikan. Sebab, jika kita ingin berkomunikasi membicarakan suatu hal
yang penting namun lingkungan sekitar ramai kemungkinan besar akan
terjadinya hambatan penyampaian pesan antar komunikator dan
komunikan. Beda halnya jika ketika kita rapat, menyesuaikan dengan
tempat yang lebih tertutup dan nyaman pesan yang akan disampiakan akan
lebih mudah tersampaikan. (Mulyana, Deddy. 2016)
1.4.4 Komunikasi Non Verbal
Komunikasi yang dilakukan tidak secara lisan, melalui bahasa isyarat bahasa
tubuh, ekspersi wajah, dan simbol-simbol. Berikut adalah bentuk-bentuk dari
komunikasi non verbal :
a. Sentuhan
Sentuhan secara non verbal seperti, bersalaman, mencium, mengelus,
memukul, dll.
b. Gerakan
Bentuk komunikasi dalam gerakan ialah kontak mata, bahasa tubuh,
isyarat, dan ekspresi wajah. Contohnya seperti menganguk ketika ingin
mengatakan “iya”, menggeleng ketika menyampaikan kata “tidak”.
c. Vokalik
Nada suara, keras dan pelan, itonasi, cepat dan lambat, dll.
13
d. Kronemik
Kronemik adalah penggunaan waktu ketika ingin berkomunikasi.
Maksudnya, melakukan komunikasi non verbal harus dengan durasi yang
tepat agar pesan bisa tersampaikan.
Komunikasi non verbal sangat membantu berkomunikasi dengan orang
yang memiliki kekurangan seperti, tuna rungu. Mereka biasanya
berkomunikasi dengan menggunakan bahasa isyarat yang secara
universal, namun adapula yang menggunakan secara sederhana supaya
lebih mudah memahami biasanya diteruntukan anak usia dini. Bila
bentuk-bentuk komunikasi dapat tersampaikan dengan baik, proses ini
dapat disebut dengan istilah meaning full, adanya pengertian dari kedua
belah pihak. Hal ini diterapkan pula di Sekolah Luar Biasa Dharma
Wanita Sidoarjo dalam kelas percoban I (Taman Kanak Kanak) guru
menggunakan bahasa isyarat yang sederhana, menggunakan simbol,
bahasa bibir, dan ekspresi wajah.
1.4.5 Komunikasi Anak SLB-B
Kini pendidikan pada Sekolah Luar Biasa mulai ditingkatkan dengan baik,
bahkan di salah satu Sekolah Dasar Negri bisa menerima anak dengan
berkebutuhan khusus atau biasa disebut dengan (ABK). Anak berkebutuhan khusus
memiliki karakteristik yang berbeda antara satu dengan yang lain yang dibedakan
dalam beberapa kategori. Kategori A (tunanetra) keterbatasan dalam indera
penglihat, kategori B (tunarungu dan tunawicara) gangguan pendengaran dan
gangguan bicara, kategori C (tunagritha) perkembangan kecerdasan yang rendah,
kategori D (tunadaksa) gangguan pada unsur motorik lebih pada cacat fisik.
14
Dari pengertian diatas, Sekolah Luar Biasa-B (SLB-B) termasuk pada kategori
anak yang memiliki gangguan pada pendengeran dan kesulitan berbicara. Dalam
konteks ini komunikasi yang diberikan kepada siswa kategori B yakni dengan
menggunakan bahasa isyarat (non verbal). Ada dua bahasa isyarat yang diterapkan
dalam SLB-B yakni, Sistem Isyarat Bahasa Indonesia (SIBI) yang diadopsi dari
bahasa isyarat di Negara Amerika yang bernama American Sign Language (ASL).
Bahasa Isyarat SIBI menjadi bahasa yang paten karena sudah disebar luaskan oleh
Pemerintah Indonesia untuk digunakan Anak Berekebutuhan Khusus (ABK).
Selanjutnya ada Bahasa Isyarat Indonesia (BISINDO) yang terbentuk dari
komunitas Tuli sendiri karena merasa SIBI kurang fleksibel untuk digunakan
berkomunikasi sehari-hari. Bahasa Isyarat Indonesia atau bisa disebut bahasa
isyarat daerah karena memiliki sifat yang bebas atau tidak paten, maka disetiap
daerah memiliki BISINDO yang berbeda-beda. Bahasa Isyarat Indonesia hanya
memiliki ketentuan abjad untuk dijadikann sebagai pedoman, untuk kalimat atau
ungkapan yang lain biasanya muncul pada suatu komunitas anak Tuli.
Hal ini pula yang diterapkan oleh guru di SLB-B Dharmawanita Sidoarjo.
Peneliti mendapatkan data dimana bahasa isyarat dilakukan secara bertahap dari
yang mendasar hingga ke bahasa Isyarat Internasional (SIBI). Menggunakan cara
yang lebih sederhana, lebih menegaskan pada gerak tangan, gerak bibir, dan
ekspresi wajah. Dengan seiringnya waktu berjalan ketika kenaikan kelas, guru akan
lebih meningkatkan bahasa isyarat yang lebih umum (universal) dan dengan tempo
yang lebih cepat. Hal ini tentunya dibantu dengan dorongan keinginan setiap
individu untuk meningkatkan komunikasinya. Perkembangan dalam kelas SLB-B
tidak bisa disamakan, begitupun seharusnya berlaku pada sekolah umum. Jika
dirasa murid belum bisa memahami dengan baik, guru tidak akan menaikan
15
ketahap kelas berikutnya hal ini diperlakukan guna mengurangi hambatan-
hambatan komunikasi terhadap lawan bicaranya nanti.
1.4.6 Teori Interaksi Simbolik
Teori interaksi simbolik adalah manusia berinteraksi secara tidak langsung
melalui simbol-simbol yang berupa kata-kata, baik secara verbal maupun non-
verbal. Kata-kata yang akan menjadi makna karena adanya kesepakatan yang
telah di bentuk dari masyarakat itu sendiri (Multialela, Ratu. 2017) . George
Herbert Mead salah satu tokoh pencetus Teori Interasksi menyebutkan ada tiga
ide dasar interaksi simbolik, berikut penjelasannya :
1. Mind (pikiran)
Kemampuan menggunakan simbol yang memiliki makna sama yang
sudah dibentuk dari masyakat. Dalam ide dasar yang pertama ini
kemampuan disetiap individu tergantung pada interaksi sosial yang
dilakukan individu tersebut.
2. Self (diri sendiri)
Kemampuan untuk menerima diri dari penilaian sudut pandang
masyarakat dan pendapat orang lain. Hal ini dimaksudkan agar setiap
individu dapat memilah dan berfikir positif mengenai pendapat dari
masyarakat mengenai dirinya.
3. Society (masyarakat)
Dalam tahap ini individu mulai mengambil peran ditengah masyarakat,
dan setiap individu tersebut terlibat dalam perilaku yang mereka pilih
secara aktif dan sukarela. Peran yang dikembangkan tergantung dari
16
setiap individu yang infin bersosialisasi secara meluas dengan
masyarakat.
Secara keseluruhan Teori Interaksi simbolik ini menjelaskan
bagaimana individu dapat terbentuk dari interaksi yang dibentuk dari
masyarakat itu sendiri. Dengan memahami masyarakat, seorang individu
dapat berada ditengah masyarakat yang membentuk bermacam-macam
simbol atau kata yang memiliki makna berbeda-beda, tergantung dimana
individu itu berada.
17
1.5 Kerangka Berfikir
Pola Komunikasi Guru Terhadap
Murid SMA di SLB-B Dharma Wanita
Sidoarjo
1. Bagaimana pola komunikasi guru
Terhadap Murid SMA di SLB-B
2.Bagaimana hambatan guru ketika
berkomunikasi Terhadap Murid SMA di
SLB-B
Pola Komunikasi Guru dan
Murid
Metode Deskriptif Analisis
Kualitatif
ANALISIS
SIMPULAN
1. Komunikasi
sebagai Aksi
(satu arah)
2. Komunikasi
sebagai Interaksi
(dua arah)
3. Komunikasi
sebagai Transaksi
(multiarah)
Hambatan Komunikasi Guru
dan Murid 1. SOSIAL
BUDAYA
2. PRASANGKA
3. LINGKUNGAN
(KELUARGA)
4. SEMANTIS
18
1.6 Metodologi Penelitian Kualitatif
Metode berasal dari bahasa Yunani “Methodos” yang berarti cara atau jalan yang
ditempuh menyangkut penelitian menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan dengan teori.
Menurut Rosdy Ruslan (2003:4) Metode merupakan kegiatan ilmiah yang berkaitan
dengan suatu cara kerja (sistematis) untuk memahami suatu subjek atau objek penelitian,
sebagai upaya untuk menemukan jawaban yang dapat dipertanggung jawabkan secara
ilmiah dan termasuk keabsahannya.
Pengertian dari Penelitian adalah Proses pengumpulan informasi untuk
mengembangkan suatu penyelidikan atau kelompok penyelidikan. Menurut Tuckman
=>Penelitian merupakan suatu usaha yang sistematis untuk menemukan jawaban ilmiah
terhadap suatu masalah (a systematic attempt to provide answer to question). Sistematis
artinya mengikuti prosedur atau langkah-langkah tertentu. Jawaban ilmiah adalah
rumusan pengetahuan, generaliasi, baik berupa teori, prinsip baik yang bersifat abstrak
maupun konkret yang dirumuskan melalui alat primernya yaitu empiris dan analisis.
Penelitian itu sendiri bekerja atas dasar asumsi, teknik dan metode.
Metode yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah metode Kualitatif,yakni
metode yang lebih menekankan aspek pemahaman secara mendalam terhadap suatu
permasalahan.
1.6.1 Metode Riset
Metode riset dalam penelitian guna mendapatkan data, peneliti menggunakan
metode Deskriptif Analisis melalui pendekatan kualitatif. Penelitian Kualitatif
bersifat deskriptif ialah mendiskripsikan suatu obyek, fenomena, atau setting social
yang akan dituangkan dalam tulisan yang bersifat naratif. Penulisan data berbentuk
19
kata arau gambar dan laporan data didapat melalui data yang valid dari hasil
lapangan. (Bogdan and Biklen (1982:27-29))
Menurut Wibowo metode deskriptif kualitatif memiliki 4 tuntutan bagi
peneliti untuk memperkuat data penelitian yakni, peneliti dituntu memiliki daya
analitis yang kritis, mampu menghindari bias, memiliki naluri untuk memperoleh
data yang absah, dan mampu berpikir secara abstrak dimana dimaksudkan, peneliti
sudah membangun pandangan akan hal yang akan di teliti.
1.6.2 Jenis Penelitian dan Sumber Data
Jenis dan sumber data yang peneliti dapatkan dalam penelitian ini ialah data
primer. Data Primer merupakan alternatif lain dari data sekunder, data asli dari
sumbernya yang dikumpulkan sendiri oleh periset (Istijanto, M.M., M.Com,
2005:32). Data Primer yang peneliti dapatkan melalui observasi langsung
dilapangan dengan melihat secara langsung pola komunikasi dalam mengajar.
Melakukan wawancara langsung dengan wali kelas Kelas Sekolah Menegah Atas.
Kemudian peneliti juga akan melakukan wawancara kepada siswa/i Sekolah
Menengah Atas.
1.6.3 Teknik Pengumpulan Data dan Pencatatan Data
1.6.3.1 Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini peneliti melakukan beberapa teknik pengumpulan data,
guna memperoleh gambaran yang jelas mengenai pola komunikasi guru
20
terhadap murid SMA dalam SLB-B Dharma Wanita Sidoarjo. Maka teknik
pengumpulan data yang peniliti akan lakukan sebagai berikut :
1. Observasi
Observasi adalah penelitian yang dilakukan langsung ditempat oleh
peneliti untuk memperoleh dan mengumpulkan data yang akurat. Peneliti
melakukan Observasi bertujuan untuk mengetahui secara langsung pola
komunikasi yang diterapkan oleh guru SMA yang mengajar di SLB-B
Dharmawanita Sidoarjo yang terletak di Jalan Pahlawan, RW.06
Sidokumpul, Sidoarjo. Peneliti bertujuan untuk mengobservasi tingkat
pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA). Peneliti akan mengamati di
beberapa kali pertemuan observasi mengenai cara berkomunikasi dan
hambatan guru ketika berkomunikasi serta solusi untuk mengatasinya.
2. Wawancara
Peneliti akan mencari informasi mengenaai data yang dibutuhkan dari
beberapa infoman yang berhubungan dalam penelitian ini dengan
memberikan pertanyaan yang berkesinambung dengan penelitian.
Pertanyaan yang akan diajukan ialah mengenai penerapan pola komunakasi
guru terhadap murid yang memiliki keterbatasan khusus dalam
pendengaraannya (tuna rungu dan tuna wicara). Peniliti juga akan
mengajukan pertanyaan mengenai hambatan komunikasi apa yang kerap
terjadi dalam komunikasi guru terhadap muridnya, dan bagaimana cara
mengatasi hambatan tersebut. Dalam proses wawancara peneliti
menggunakan buku catatan, telepon seluler guna merekam percakapan
wawancara, dan kamera sebagai dokumentasi. Informan yang dituju dalam
pengumpulan data ialah :
21
a. Guru tingkat Sekolah Menengah Atas
b. Perwakilan siswa/i tingkat SMA
c. Waktu Penelitian di laksanakan mulai bulan Desember 2019 hingga
Maret 2020, lokasi penelitian di kota Sidoarjo.
1.6.3.2 Teknik Pencatatan Data
Sebagai pedoman peneliti dalam melakukan wawancara, peneliti
menggunakan teknik pencatatan data wawancarar sebagai berikut :
1. Peneliti melakukan wawancara dengan menggunakan tape recorder
melalui telepon seluler guna mempermudah proses wawancara dengan
informan. Selain itu, peneliti juga menggunakan catatan sebagai menulis
poin-poin terntentu yang dapat diambil sebagai inti sari dari pertanyaan
yang diajukan oleh peneliti.
2. Jika dalam situasi tertentu tape recorder tidak dapat digunakan karena
rusak atau error, catatan wawancara menjadi alat utama sebagai hasil dari
wawancara dengan informan.
1.6.4 Pemeriksaan Keabsahan Data
Salah satu Keabsahan Data yang digunakan peneliti demi mendapatkan data
yang ingin diperoleh ialah dengan melakukan triangulasi. Teknik pemeriksaan
yang digunakan ialah Tringulasi data, menggunakan berbagai sumber data seperti
dokumen, arsip, hasil wawancara, hasil observasi dan mewawancarai lebih dari
satu subjek yang dianggap memiliki sudut pandang yang berbeda (Patton,
Sulistiany, 1999)
22
1.6.5 Teknik Analisis dan Interpretasi Data
Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan data kualitatif. Data
Kualitatif adalah hasil pengamatan terhadap hasil dari pengumpulan data, seperti
observasi, wawancara, dan narasi-narasi. Teknik analisi data yang akan dilakukan
secara kualitatif dalam menguraikan mengenai Pola Komunikasi Interpersonal
dalam bentuk non verbal guru SLB-B Dharma Wanita Sidoarjo kepada muridnya.
Miss communication adalah masalah yang sering terjadi dalam komunikasi guru
dengan murid, terkadang murid belum bisa memahami simbol atau isyarat yang
diberikan oleh gurunya, alhasil guru akan mengulanginya hingga murid benar-
benar memahaminya. Hal ini terjadi karena beberapa murid kurangnya terapan
komunikasi dilingkungan rumahnya, disebabkan sibuknya orangtua yang akhirnya
jarang melakukan interaksi. Namun kebanyakan siswa akan secara perlahan
memiliki dorongan sendiri dalam dirinya untuk meningkatkan komunikasi,
biasanya murid akan merasa malu dengan teman-temannya yang lebih dulu naik
kelas sehingga ingin mengejar. Rasa keinginan berkomunikasi dengan baik dengan
lawan bicara juga salah satu menjadi motivasi untuk lebih berani memahami bahsa
isyarat.
23
BAB II
DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN
2.1 Gambaran Umum Objek Penelitian
2.1.1 Sejarah Sekolah Luar Biasa Dharma Wanita Sidoarjo
Peniliti mendapatkan data mengenai Sejarah Sekolah Luar Biasa Dharma Wanita
Sidoarjo oleh salah satu guru, Bu. Nasukah yang sudah mengabdi dari tahun 1987
dalam lingkup sekolah. Peneliti menuliskan menurut sudut pandang beliau mengenai
proses perkembangan dalam SLB Dharma Wanita Sidoarjo.
Sebelum mendirikan Sekolah Luar Biasa (SLB), Yayasan Dharma Wanita sudah
banyak mendirikan beberapa sekolah yang tersebar di Kabupaten Sidoarjo baik dari
tingkat Taman Kanak Kanak (TK) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA). Perlu
diketahui tidak semua Sekolah Luar Biasa memberikan fasilitas setiap anak yang
memiliki berkebutuhan khusus menurut kategorinya. SLB bagian (A) untuk anak
yang memiliki berkebutuhan khusus tunanetra atau keterbatasan dalam
24
penglihatannya. SLB bagian (B) untuk anak tunarungu dan tunawicara, SLB bagian
(C) untuk anak tunagrahita atau anak yang memiliki keterbatasan dalam
perkembangan mentalnya. SLB bagian (D) untuk tunadaksa atau anak yang
mengalami kelainan fisik dalam anggota gerak seperti tulang, otot, dan sendi. SLB
bagian (E) tunalaras (gangguan perliaku dan emosi), SLB bagian (G) untuk anak
disabilitas Ganda.
Sekolah Luar Biasa Dharma Wanita Sidoarjo dibangun adanya pergerakan dari
ibu-ibu Dharma Wanita bersama Wali Kota Sidoarjo yang mempunyai tujuan ingin
mengentaskan Anak-anak Bekebutuhan Khusus (ABK) agar terpenuhi dalam jenjang
pendidikannya seperti anak normal pada umumnya. Awal berdirinya SLB A, B, dan
C Dharma Wanita Sidoarjo didirikan menjadi satu gedung di daerah Lebo, Sidoarjo.
Melihat adanya timbal balik (feedback) yang baik dari orang tua terhadap
perkembangan dalam pendidikan, SLB Dharma Wanita Sidoarjo memperluas
cakupannya dengan cara memisah lokasi Sekolah menurut kategori guna
memperluas ruang kelas.
Sekolah Luar Biasa kategori (B) pindah di salah satu Gedung Olahraga Sidoarjo,
untuk SLB-A di salah satu gedung Panti Asuhan Sidoarjo. Pada tahun 1988 Dharma
Wanita Sidoarjo memutuskan untuk dijadikan dalam satu digedung baik Sekolah
Luar Biasa kategori A dan B yang hingga kini terletak di Jl.Pahlawan, Sidokumpul,
Kab.Sidoarjo. Sama halnya dengan sekolah lain, SLB Dharma Wanita Sidoarjo turut
mengalami proses perkembangan sekolah, baik dalam segi fasilitas, pertambahan
jumlah murid, mengembangkan tingkat pendidikan dari Taman Kanak-kanak (TK)
hingga Sekolah Menengah Atas (SMA), dan peningkatan mata pelajaran ketrampilan
guna mengetahui dan menambah tingkat kreatifitas siswa.
25
Pada tahun 1991 demi melanjutkan usai kelulusan di tingkat Sekolah Menenang
Atas (SMA) dalam dunia kerja, SLB Dharma Wanita Sidoarjo khususnya Kategori
(B) melakukan kerja sama dengan pihak Maspion untuk ketersediaan penerimaan
ruang kerja bagi pegawai dengan Keterbatasan Khusus tunarungu/tunawicara.
Keraguan guru akan melepaskan murid-muridnya dalam dunia kerja sempat
diresahkan, karena melihat jam kerja selama 12 jam dan kekhawatiran mengenai
lingkungan kerja. Namun, rasa keraguan guru terbantahkan melihat rasa nyaman
yang dirasakan siswa/i SLB-B Dharma Wanita Sidoarjo dalam dunia kerja, karena
lingkungan dapat menerima mereka dengan baik, dan pihak perusahaanpun tidak
pernah membedakan dari jumlah gaji maupun pekerjaan, semua dipukul sama rata.
Setelah berkembangnya zaman, dalam ruang pekerjaan pihak sekolah
memperluas kerja sama antar perusahaan yang tersebar di Kabupaten Sidoarjo
hingga di luar Sidoarjo seperti, Gresik, Margomulyo, dan Pasuruan. Tidak hanya
bekerja di beberapa perusahaan yang sudah bekerja sama dengan pihak sekolah,
beberapa murid memilih untuk membuka usaha sendiri seperti, menjahit dan
membuka rumah makan.
Hingga sampai saat ini Sekolah Luar Biasa Dharma Wanita Sidoarjo selalu
mengutamakan pada siswa/i untuk menerapkan sikap jujur dan bertanggung jawab
sejak dini. Hal ini dikatakan Bu. Nasukah, “bahwa kecerdasan dan kreatifitas anak
akan dapat berkembang dalam proses pengembangan diri karena mereka memiliki
hasil perkembangan yang berbeda-beda, namun lain halnya sikap tanggung jawab
dan jujur yang kami lebih utamakan untuk jenjang kedepannya”.
26
2.1.2 Sekolah Luar Biasa-B Dharma Wanita Sidoarjo
Sekolah Luar Biasa Dharma Wanita memiliki ragam Disabilitas Pendidikan
dari kategori A, B, C. Dalam penelitian ini, peneliti memilih melakukan penelitian
Disabilitas Pendidikan Kategori B yakni anak berkebutuhan khusus dalam
pendengarannya atau biasa disebut tunarungu dan tunawicara. Tingkatan dalam
SLB-B Dharma Wanita Sidoarjo mulai dari Kelas Percobaan atau sama dengan
Taman Kanak-Kanak hingga Sekolah Menengah Atas (SMA). Guru menempatkan
murid dalam kategori kelas menurut dari kemampuan setiap individu, jika
sekiranya kemampuan individu dirasa lebih tinggi dibandingkan individu lain,
murid tersebut dapat langsung dikategorikan ditingkatan kelas yang lebih tinggi.
Mata pelajaran yang diberikan dalam SLB-B Dharma Wanita Sidoarjo sama
dengan halnya mata pelajaran di sekolah pada umumnya, dengan beberapa
tambahan mata pelajaran Kewirausahaan guna mengasah dan meningkatkan
kreatifitas murid. Seperti tata boga, menjahit, sablon, pencucian motor dan
koperasi milik sekolah. SLB-B Dharma Wanita Sidoarjo memliki Visi & Misi
sendiri untuk membentuk tujuan dalam mengembangkan Sekolah Luar Biasa pada
kategori B, yang berbunyi sebagai berikut :
VISI :
Sekolah dengan lingkungan belajar mampu mengembangkan potensi peserta
didik secara maksimal agar dapat hidup mandiri dan berakhkal terpuji.
MISI :
1. Mengembangkan sikap dan perilaku religius di lingkungan dalam dan luar
sekolah.
2. Mengembangkan budaya disiplin, jujur, kerja keras, bertoleransi, bekerja
sama, saling menghargai, kreatif, dan mandiri.
27
3. Menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan, komunikatif,
dan demokratif.
4. Menambahkan kepedulian sosial dan lingkungan cinta damai, dan
semangat kebangsaan
Sekolah yang memiliki luas tanah 3.108 meter persegi ini memiliki fasilitas
yang cukup baik. Halaman yang bersih dan memiliki alat bermain seperti
ayunan dan prosotan mengingat adanya tingkat kelas percobaan dan Mushollah
untuk beribadah para murid dan guru. Guna meningkatkan dalam pelajaran
Kewirausahaan sekolah ini memiliki fasilitas laboratorium komputer untuk
kelas desain gravis, koperasi guna mempraktekan jual beli bagi murid, dan
pencucian sepeda motor yang dibuka untuk umum. Berikut struktur organisasi
SLB-B Dharma Wanita Sidoarjo tahun 2019-2020 :
28
Yayasan
Ny. Hj. Siti Sulandjari, M.Si
Kepala Sekolah
Muchlisina Fatmayanti, M.Pd
Wakil Kepala Sekolah
Endang Sulistyorini, S.Pd
Bendahara
Ninik Susiati, S.Pd
Kaur Sarpras
Hendro Pratono, S.Pd
Guru Kelas
& Guru Mapel
Komite Sekolah
Luluk Farida
Kaur Kurikulum
Evi Ernawati, S.Pd
Kaur Kesiswaan
Drs. Syaiful Bahri
Kaur Humas
Nurul Hidayah, S.Pd
Wali Kelas
& Guru Mapel
Tenaga Ahli
Siswa
TKLB
Siswa
SDLB
Siswa
SMPLB
Siswa
SMALB
Dokter
THT
Psikolog
Speech Terapist
BK
Pustakawan
Kelas 1
Kelas 2
Kelas 3
Kelas 4
Kelas 5
Kelas 6
Persiapan 1
Persiapan 2
Kelas 7
Kelas 9
Kelas 8
Kelas 10
Kelas 11
Kelas 12
Dinas Pendidikan
Prov. Jatim Wil. Sidoarjo
Kelas Khusus
Kelas Khusus
Kelas Khusus
Ka.Tenaga Admin
Karina Chesaria, S.Pd
29
Berikut data guru dan siswa SLB-B Dharma Wanita Sidoarjo :
Tabel II.5
NO
.
NAMAGURU/ NIP
PENDIDIKAN
TERAKHIR
JABATA
N
1.
MUCHLISINA
FATMAYANTI,S.P.d
S1 TARI
Kepala
sekolah
2.
ENDANG
SULISTYORINI,S.Pd
NIP: 19641003 198612 2 001
SI PLB
Wakil
Kep.sek
3.
SRI MULYANI
NIP: 19580804 198308 2 002
SGPLB Guru
4.
Drs. SYAIFUL BAHRI
NIP: 19620301 199203 1 007
SI PLB Guru
5.
Sri Wijayati, S.Pd
19630421 198603 2 013
SI PLB Guru
6. MUNJAYANAH SGPLB Guru
30
NIP: 19631210 198603 2 015
7.
NASUKAH
NIP: 19641203 198703 2 006
SGPLB Guru
8.
YUNAENI S.Pd
NIP: 19720802 200801 2 017
SI PLB Guru
9.
NINIEK SUSIATI,S.Pd
NIP: 19691004 199501 2 001
SI PLB Guru
10.
SOEBIDAH S.Pd
NIP: 19690126 200701 2 008
SI PLB Guru
11.
NURUL HIDAYAH,S.Pd
NIP: 19671223 200009 2 002
SI PLB Guru
12.
TUNINGTYAS HARIYANI
NIP: 19650812 200012 2 001
SI PLB Guru
13.
WAHYUNI SRI INDARTI
S.Pd
SI PLB Guru
31
14. SITI ASMUNAH, S.Pd SI MAT Guru
15. EVI ERNAWATI, S.Pd SI PLB Guru
16. HENDRO PRATONO, S.Pd SI PPKN Guru
17. KARINA CHESARIA, S.Pd SI SEJARAH
Guru /
Tata
Usaha
18. AGUS HIKMAWAN, S.Pd SI PTB Guru
19.
WIDI AGUNG
PRASETYAWAN,S.Th.I
SI Guru
20. SISKA ASTRINI DEWI S1 Bhs. Ing Guru
21.
BAMBANG SULISTIONO,
S.Pd
S 1 Bhs &
Seni
Guru
22 M. IVAN SETIAWAN, S.Pd
S 1 Penjas
Orkes
Guru
23
EKA BOMA REZI
ANGGARA
SMA ( Masih
Kulia )
Guru
24 DHETTA RANGGA T,S.Pd SI PLB Guru Extra
32
25
DIYAH AYU
PRIHATININGRUM
D1 Desain
Grafis
Koperasi
Sekolah
26 NURIL HERNAWATI SMK
Tata
Usaha
2.1.3 Sekolah Menengah Atas SLB-B Dharma Wanita Sidoarjo
Pada tingkat SMA siswa melakukan kegiatan yang sama dengan tigkat kelas
yang lainnya, seperti baris, berhitung, dan memimpin doa sebelum melakukan
pembelajaran. Pembelajaran dimulai pukul 07.30 WIB hingga pukul 12.00 WIB, mata
pelajaran Kewirausahaan di tingkat SMA lebih ditingkatkan dalam praktek. Siswa
mempraktekan dengan membuka jasa pencucian motor untuk orang umum, dan
menjalankan koperasi sekolah, adapula yang membuat desain di kombinasikan
dengan mug gelas.
Siswa yang telah lulus dari jenjang Sekolah Menengah Atas akan dibantu pihak
sekolah jika ingin meneruskan dalam jenjang pekerjaan, seperti yang sebelumnya
dijelaskan dalam latar belakang, SLB-B Dharma Wanita bekerja sama dengan
beberapa perusahaan yang dapat menerima pekerja dari Anak Berkebutuhan Khusus
(ABK). Jumlah keseluruhan untuk SMA ialah 23 siswa/i dari kelas 11 hingga 12.
33
Tabel II.4 : Data Siswa Kelas Menengah Atas
Kelas
Jenis
Ketunaan
Jenis Kelamin
Jumlah
L P
10 B 2 4 6
11 B 3 1 4
12 B 3 1 4
Jumlah 14
2.1.4 Bahasa Isyarat
Pengertian Bahasa insyarat adalah bahasa yang menggunakan abjad jari yang
telah dipatenkan secara Internasional, dapat diingat namun tidak semua bahasa atau
ungkapan dapat di isyaratkan. Indonesia memiliki dua bahasa isyarat yang dapat
digunakan dalam berkomunikasi, baik dengan sesama penyandang tuli maupun
dengan orang yang tidak penyandang ketulian yakni, Sistem Isyarat Bahasa
Indonesia (SIBI), Bahasa Isyarat Indonesia (BISINDO). Menurut Jati Atmaja dalam
pengenalan konsep bahasa disesuaikan dengan usia dan kemampuan anak dalam
perkembangan usianya :
34
a. Usia 0-6 tahun
Pada usia ini konsep belajar yang diterapkan ialah pengenalan bahasa isyarat
bentuk- bentukan angka dan huruf, tidak memfoskuskan pada pemahaman kata-
kata yang cenderung masih terasa berat.
b. Usia 6-10
Konsep belajar dalam usia ini mengalami peningkatan dengan dikenalkan
konsep kata-kata dasar yang menggunakan gambar tunggal yang
mempersentasikan satu kata.
c. Usia 10-12
Anak tunarungu dalam usia ini sudah dianggap mampu mengenali bentuk-
bentuk gambar dan menceritakan objek dengan menggunakan kalimat yang
sederhana. Anak sudah dikatakan mampu memproduksi kalimat dengan
menggunakan sususan bahasa Indonesia yang benar, yaitu dengan struktur SPOK
(Subjek Predikat Objek Keterangan).
d. Usia 12-16 tahun
Pada usia remaja ini anak tunarungu sudah memiliki banyak pengalaman belajar
berbahasa sehingga mempunyai banyak kosakata baru dan sudah mampu
memahami kalimat-kalimat dalam sebuah paragraf dengan baik. Faktor lingkungan
yang menjadi salah satu pendorong bagi anak tunarungu pada usia ini untuk selalu
mengasah untuk memproduksi kosakata baru.
e. Usia 16 tahun ke atas
Konsep berbahasa dalam usia ini tentunya berkembang dengan pesat dan
hanya perlu ditekankan pada kalimat-kalimat kiasan dari interaksi dengan orang
lain yang tidak menderita tunarungu. Ketrampilan anak pada usia ini tergantung
35
pada setiap individu mendalami komunikasi terhadap lawan bicara baik sesama
tunarungu maupun dengan anak tidak menderita tunarungu.
Gambar II.1 : abjad dalam SIBI
Sistem Isyarat Bahasa Indonesia (SIBI) diadopsi dari bahasa isyarat yang di gunakan
di Negara Amerika yang bernama American Sign Language (ASL). SIBI biasanya
digunakan untuk berkomunikasi antar penyandang tunarungu dan tunawicara, karena
bahasa yang digunakan bersifat tetap atau tidak dapat diubah. SIBI diciptakan guna
mengajarkan Bahasa Indonesia dalan bentuk gerakan tangan yang disesuaikan dengan
Ejaan Bahasa Indonesia (EBI). Pemerintah menerbitkan dan menyebarluaskan Kamus
SIBI sudah sejak tahun 2001 melalui Sekolah Luar Biasa, khusunya kategori (B) untuk
siswa penyandang tunarungu dan tunawicara.
Isyarat yang digunakan dalam SIBI terkadang cukup sulit jika diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari atau sekedar melakukan komunikasi dengan teman dekat, SIBI
biasa digunakan untuk guru ketika menyampaikan materi pelajaran didalam kelas.
36
Isyarat SIBI cukup sulit digunakan dikarenakan terlalu baku dan kurang flesikbel
gunakan dalam berkomunikasi sehari-hari.
Gambar II.2 : abjad dalam BISINDO
Bahasa Isyarat Indonesia (BISINDO) dicetuskan oleh Ketua DPP PERTRI yakni,
Dimyati Hakim yang melakukan suatu penelitian mengenai bahasa isyarat bagi
penyandang tunarungu, yang memiliki 3 unsur utama yaitu, kecepatan, keringkasan, dan
kepahaman. BISINDO sendiri memiliki pengertian bahasa isyarat yang digunakan dalam
komunikasi sehari-hari, dan dikatakan sesuai dengan budaya tuli di Indonesia.
Bahasa Isyarat Indonesia dipraktekan secara berbeda-beda disetiap daerah di
Indonesia, hal ini dikarenakan BISINDO bukan bahasa yang paten atau dapat diubah
sesuai dengan kebutuhan, walaupun memiliki isyarat abjad BISINDO dapat
menggunakan bantuan gerakan tubuh, isyarat, dan gerak bibir untuk menngartikan suatu
kalimat. Bahasa Isyarat ini lebih mudah jika digunakan berkimunikasi dengan orang
yang memiliki pendengaran normal (teman dengar).
37
BAB III
HASIL DAN ANALISIS PENELITIAN
3.1 Penyajian Data
3.1.1 Teknik Penyajian Data
Penelitian ini dilakukan di Sekolah Luar Biasa – B Dharma Wanita Sidoarjo
yang terletak di Jalan Pahlawan, Kabupaten Sidoarjo. Subjek dalam penelitian ini
yang dipilih untuk dijadikan sebagai informan ialah guru dan siswa SMA SLB-B
Dharma Wanita. Dalam penelitian ini, Peneliti ingin mengetahui Pola komunikasi
apa yang digunakan dalam berkomunikasi serta Hambatan Komunikasi apa yang
kerap terjadi kepada guru terhadap murid-muridnya.
Data yang diperoleh melalui depth interview (wawancara mendalam) dengan
informan guru Sekolah Menengah Atas. Peneliti turut melakukan wawancara
dengan murid SLB-B Dharma Wanita Sidoarjo tingkat Sekolah Menengah Atas,
sehingga peneliti juga dapat mengamati secara langsung dan mendapatkan data
secara akurat sesuai dengan rumusan masalah dalam penelitian. Setelah seluruh
data yang sudah diperoleh, peneliti akan menyajikan hasil penelitian secara
deskriptif serta dianalisis secara kualitatif sehingga memperoleh jawaban dan
kesimpulan yang berhubungan dari permasalahan yang diangkat.
38
3.1.2 Pembahasan Hasil Penelitian
3.1.2.1 Pola Komunikasi Guru dan Murid di SLB-B Dharma Wanita Sidoarjo
Wawancara yang dilakukan kepada informan-informan yang sudah
ditentukan sebelumnya, peneliti ingin mengetahui pola komunikasi apa yang
diterapkan guru kepada murid-muridnya yang memiliki keterbatasan khusus
dalam pendengarannya (tuli). Wawancara ini difokuskan pada Pola
Komunikasi Primer, suatu proses penyampaian pesan oleh komunikator
kepada komunikan dengan menggunakan simbol sebagai media komunikasi
baik secara verbal atau nonverbal. Pola Komunikasi Sekunder, proses
penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan dengan menggunakan
alat atau sarana sebagai media kedua, kemudian ada Pola Komunikasi Linear,
yang memiliki pengertian komunikasi yang bersifat lurus dalam proses
penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan. Serta Pola
Komunikasi Sirkular, yang dimaksudkan dalam proses komunikasi ini adanya
feedback atau umpan balik suatu pesan yang disampaikan komunikan kepada
komunikator.
Hasil penelitian menurut pola komunikasi guru dan murid yakni, Pola
Komunikasi Aksi (satu arah), dimana murid menangkap atau menerima aksi
yang dimunculkan dari guru. Pola Komunikasi Interaksi (dua arah), adanya
saling terbukanya antara murid dengan guru, dan sebaliknya. Kemudian yang
terakhir Pola Komunikasi Multiarah (tiga arah), dimana dalam pola
komunikasi ini guru dan murid saling berkomunikasi, lebih aktif berdiskusi satu
sama lain. Kemudian jika dilihat dari hambatan komunikasi, berikut adanya
39
beberapa hambatan komunikasi yang dialami dalam penelitian. Hambatan
Sosial Budaya, dimana adanya faktor perbedaan penggunaan alat komunikasi
atau yang bisa dilihat dalam penelitian ini ialah bahasa isyarat, penggunaan
bahasa isyarat yang berbeda memungkinkan timbulnya kesalahan dalam
menyampaikan pesan. Kemudian ada Hambatan Prasangka, dalam hambatan
ini contoh kasus yang kerap terjadi ialah ketika guru memberikan intruksi
kepada murid, namun murid salah menangkap isi pesan yang mengakibatkan
timbulnya kesalah pahaman antar guru dan murid. Hambatan Lingkungan,
peneliti lebih mengambil pada sudut pandang lingkungan dalam keluarga yang
berpengaruh pada komunikasi murid, dan Hambatan Semantis yang dapat
terjadi ketika murid yang menghidap tuna rungu memiliki lawan bicara yang
memiliki pendengar normal.
3.1.2.1.1 Pertanyaan untuk Informan Pertama (Guru SMA)
Nama : Bambang Sulistiono, S.Pd
Wali Kelas : X SMA
Bambang Sulistiono guru Bahasa.Inggris sekaligus wali kelas sepuluh
SMA. Beliau merasakan perkembangan pola komunikasi semakin meningkat
dalam tingkat Sekolah Menengah Atas. Guru yang berusia 47 tahun ini
merasakan kecerdasan para siswa/i nya dalam ketanggapan menerima pesan dari
guru, begitu pula komunikasi antara murid dengan murid ketika melakukan
diskusi mengenai pelajaran yang sebelumnya sudah dijelaskan oleh beliau.
Keinginan murid untuk bertanya mengenai pelajaran, tetap adanya dorongan
dari guru yang mengawali pertanyaan mengenai pemahaman pelajaran. Murid
lebih sering melakukan komunikasi secara interpersonal dengan guru mengenai
40
pelajaran, bukan pada masalah pribadi. Jika bahsa isyarat menjadi hambatan
dalam berkomunikasi, alternatif yang dilakukan oleh murid kepada guru dan
sebaliknya yakni menggunakan bahasa tulisan. Selama 15 tahun mengajar,
beliau merasa sangat terkesan dan tertantang untuk mengajar siswa/i dan
membentuk karakter yang banyak dikatakan berkebutuhan khusus atau anak
istimewa yang harus di perlakukan dengan istimewa.
Tabel III : Pertanyaan Guru Sekolah Menengah Atas (SMA)
NO PERTANYAAN
(Peneliti)
JAWABAN
(informan)
ANALISIS
1. Tolong ceritakan kegiatan
para murid dari sebelum
memasuki kelas hingga
pulang sekolah
Kegiatan anak-anak lumrah seperti
anak sekolah yaitu berbaris, ada guru
yang mendampingi ke depan. Setelah
itu masuk berjabat tangan ke kelas
masing-masing, setelah itu duduk,
habis duduk salah satu dari murid
mewakili untuk memimpin do’a,
setelah itu dimulailah pembelajaran.
2. (Pola Komunikasi Primer)
Mata Pelajaran apa saja yang
diajarkan di dalam kelas?
Bagaimana proses penerapan
Mata pelajaran seperti biasa, tapi
karena ini SLB jadi ditekankan di
ketrampilan. Untuk menjelaskan
mata pelajaran karena anak-anak ini
Dalam penerapan Pola
Komunikasi Primer,
menerapkan Bahasa
Isyarat dan Bahasa
41
ketika sedang menjelaskan
mata pelajaran kepada
murid?
tunarungu tidak bisa mendengar,
otomatis yang kita pakai selain
bahasa isyarat juga bahasa tulis. Jadi
lebih banyak bahasa isyarat dan
bahasa tulis yang mereka mampu
cernah, dan mampu diterima.
Tulis sebagai proses
penyampaian pesan
oleh komunikator
kepada komunikan.
3. (Pola Komunikasi 2 Arah)
Apakah ada interaksi antara
guru dengan murid ketika
pelajaran berlangsung?
Allhamdulilah sampai dengan hari
ini penerapan interaksi antara guru
dengan murid itu berjalan, cuman
memang ada kendala bagaimana cara
anak itu bisa bertanya sementara
anak-anak untuk mengucapkan
pertanyaan pun gabisa, otomatis kita
membuat mekanisme bagaimana
caranya dengan harapan apa yang
mbak maksudkan bisa tercapai yaitu
dengan cara bahasa tulis, kan beda
dengan anak normal yang bisa “pak
ini apa?” kayak gitu. Biasanya dia
maju atau angkat tangan untuk
menyampaikan apa maksudnya gitu.
Penerapan Pola
Komunikasi 2 Arah,
diterapkan murid
dengan maju ke depan
untuk menanyakan
pertanyaan mengenai
pembelajaran yang
belum di pahami.
4. (Pola Komunikasi Kebanyakan WA, karena memang
kita ada grup, kita buat semacam
Murid dan guru
menerapkan Pola
42
Sekunder)
Bagaimana cara komunikasi
murid kepada guru melalui
teknologi?
grup untuk anak-anak dan guru, jadi
komunikasinya ada disana.
Komunikasi Sekunder
dengan berkomunikasi
melalu aplikasi
WhatsApp.
5. (Pola Komunikasi
Multiarah)
Bagaimana cara guru
meningkatkan komunikasi
siswa dengan siswa dalam
berdiskusi mengenai mata
pelajaran?
Sampai hari ini yang saya tahu, anak-
anak itu sudah cerdas bisa
mengkondisikan. Kita buat grup di
kelas untuk membahas suatu topik,
nah dari itu timbulah komunikasi.
Jadi kadang kalau misalkan nyalahin
temannya itu sambil pakai bahasa
isyarat bilang “bukan” gitu. Kadang
sampai kita gurunya sendiri gapaham
tapi yang penting proses belajar
mengajar tadi sudah terlaksana.
Pola Komunikasi
Mutliarah diterapkan
murid antar murid
dengan membuat
kelompok kecil untuk
berdiskusi membahas
topik pembelajaran.
6. (Pola Komunikasi Linear)
Apakah guru kerap
menerapkan komunikasi
Kalau face to face itu lebih banyak
guru yang mendahului. Jadi kalau
murid ya karena terbatasannya
dalam berkomunikasi, jadi anak-anak
Guru kerap melakukan
Pola Komunikasi
Linear dengan cara
tatap muka jika murid
43
secara personal (face to face)
kepada murid? Biasanya
mengenai hal apa?
cenderung tidak bisa
mengungkapkan. Memang harus
guru yang mengiansisasi agar
komunikasi tersebut berjalan dan
lebih kepelajaran bukan ke masalah-
masalah yang lain. Karena anak-anak
kadang gamampu dan gamau untuk
mendisukusikan hal-hal yang diluar
pelajaran.
mengalami problem
dalam pembelajaran.
7. (Hambatan Sosial Budaya)
Bahasa isyarat BISINDO
dapat diakatak bahasa isyarat
daerah yang diartikan setiap
daerah atau setiap individu
memiliki bahasa isyarat
BISINDO sendiri. Apakah
hal tersebut dapat menjadi
hambatan dalam
berkomunikasi?
Yang saya tahu anak-anak ini sudah
cerdas untuk BISINDO, jadi anak-
anak itu punya cara sendiri untuk
berkomunikasi dengan temannya,
dengan gurunya agar komunikasi
dapat terlaksana dan dimengerti.
Jadi, memang ada bahasa-bahasa
diluar BISINDO yang anak-anak
bisa memahami karena keseharian.
Dalam Hambatan
Sosial Budaya murid
dapat mengatasi dan
mudah menepatkan diri
ketika berbicara
dengan lawan
bicaranya. Menepatkan
Bahasa Isyarat menurut
lawan bicara, seperti
menggunakan SIBI
ketika dengan guru,
dan BISINDO ketika
bersama teman.
44
8. (Hambatan Prasangka)
Komunikasi alternatif apa
yang dugunakan guru kepada
siswa jika bahasa isyarat
menjadi hambatan
berkomunikasi?
Lebih banyak ke tulis, jadi kebahasa
tulis.
Guru dengan Murid
kerap mengalami
Hambatan
Prasangka, dimana
terkadang salah
mengartikan pesan
yang akan
disampaikan. Namun,
hal itu dapat di
selesaikan dengan
bahasa tulis.
9. (Hambatan Lingkungan
Keluarga)
Apakah lingkungan keluarga
dapat menjadi salah satu
faktor terhambatnya siswa
melakukan komunikasi?
Kalau lingkungan keluarga, saya
pribadi gak pernah masuk ke
keluarga anak-anak. Tapi yang saya
tau ada yang bisa pengaruh dari
keluarga ada yang tidak. Karena,
setiap keluarga memiliki karakter
mendidik anak berbeda-beda.
Hambatan
Lingkungan Keluarga
tidak banyak dirasakan
oleh Pak. Bambang,
dikarenakan murid
yang terkadang masih
tertutup akan hal-hal
pribadi. Namun beliau
dapat memahami
problematika dalam
Hambatan
Lingkungan Keluarga
melalui karakteristik
muridnya.
45
10. (Hambatan Semantis)
Komunikasi apa yang
diajarkan kepada siswa, jika
siswa berkomunikasi dengan
lawan bicara yang tidak
memiliki keterbatasan dalam
pendengaran?
Kalau anak-anak ini kebanyakan
tidak minder, jadi cenderung lebih ke
mengajarkan ke anak yang normal,
bahwa ini lho saya yang tunarungu
bahasanya seperti ini. Jadi mereka
antusias dan rasa percaya dirinya
tinggi.
Pada Hambatan
Semantis, tentunya
murid akan kerap
mengalami kesulitan
berbicara dengan
teman dengar. Namun,
hal ini tidak
menjadikan murid
menurunkan
kepercayaan dirinya
dalam melakukan
komunikasi.
(Interview : 5 Desember 2019)
3.1.2.1.2 Pertanyaan Informan Kedua (Guru SMA)
Nama : Drs. Syaiful Bahri
Wali Kelas : XII SMA
Bapak Ipul menjadi nama akrab untuk salah satu guru SMA dengan
keterbatasannya di SLB-B Dharma Wanita Sidoarjo. Beliau mengajar mata pelajara
Pendidikan Kewanegaraan (PKN) dan Keterampilan pada siswa putra seperti
otomotif dan listrik. Menurut beliau “Kita berkomunikasi dengan hati” dengan
maksud jika kita berkomunikasi dengan hati baik secara verbal maupun non verbal
komunikasi dapat berjalan dengan baik. Beliau mengaku tidak banyak mengalami
hambatan ketika melakukan komunikasi dengan murid-muridnya, mereka berjalan
secara alamiah dalam berkomunikasi baik dengan guru maupun teman-temannya.
46
Beliau lebih menerapkan komunikasi menggunakan bahasa isyarat SIBI dan lips
reading atau membaca bahasa bibir, namun jika hal ini menjadi hambatan dalam
proses komunikasi solusi yang dilakukan Pak. Ipul ialah menggunakan perantara
melalui media visual. Dimana beliau akan mengunduh vidio mengenai topik
pembelajaran dan membagikan kepada murid-muridnya, atau searching melalui
Google. Sebab bagi beliau Google adalah guru pribadi terbaik. Baginya, selama
mengajar di SLB-B Dharma Wanita Sidoarjo tidak pernah merasa tuntas akan ada
banyak problematika yang bervariatif.
NO PERTANYAAN
(Peneliti)
JAWABAN
(Informan)
ANALISIS
1. Tolong ceritakan kegiatan
para murid dari sebelum
memasuki kelas hingga
pulang sekolah
Berbaris, salam, masuk kelas
terus berdo’a, belajar, setelah
itu istirahat, lalu pulang.
2. Mata Pelajarann apa saja
yang diajarkan di dalam
kelas? Bagaimana proses
penerapan ketika sedang
menjelaskan mata pelajaran
kepada murid?
Mata pelajaran umum,
contoh agama, PKN, IPS,
Matematika, IPA, Bahasa
Indonesia, dan Bahasa
Inggris, yang spesifik
pengembangan diri. Ada dua
mata pelajaran per minggu.
Kalau untuk ketrampilan,
lebih ke vokasional ya,
47
dibagi laki-laki dan
perempuan. Kalai laki-laki
ada otomotif, listrik, dan IT.
Kalau Perempuan lebih
banyak, ada menjahit,
kecantikan, boga dan busana.
3. (Pola Komunikasi 2 Arah)
Apakah ada interaksi antara
guru dengan murid ketika
pelajaran berlangsung?
Ya jelas dong kamu bukan
robot, alami saja seperti
terjadi di masyarakat.
Adanya penerapan Pola
Komunikasi 2 Arah
yakni interaksi guru
dengan murid selama
pelajaran berlangsung.
4. (Pola Komunikasi
Sekunder)
Bagaimana cara komunikasi
murid kepada guru melalui
teknologi?
Ada, membahas mengenai
banyak hal ya masalah
pribadi, kadang masalah
sekolah.
Pola Komunikasi
Sekunder dilakukan
melalui aplikasi
WhatsApp dan
mengirim pesan. Murid
terkadang membahas
dengan guru mengenai
sekolah maupun hal-hal
pribadi.
5. (Pola Komunikasi
Multiarah)
Mereka terjadi secara
alamiah, karena saya tidak
menjelaskan lebih baik
Pola Komunikasi
Multiarah terjadi
ketika siswa dengan
48
Bagaimana cara guru
meningkatkan komunikasi
siswa dengan siswa dalam
berdiskusi mengenai mata
pelajaran?
mbaknya melihat ketika saya
mengajar nanti.
siswa melakukan
diskusi mengenai
pelajaran. Siswa akan
saling membantu jika
siswa lain belum dapat
memahami pelajaran.
6. (Pola Komunikasi Linear)
Apakah guru kerap
menerapkan komunikasi
secara (Face to face) kepada
murid?
Iya mbak, kayak tidak bisa
mengerjakan sesuatu,
kenakalan juga banyak kayak
semisal yang lain pakai
seragam ada satu yang ga
pakai seragam.
Guru kerap menerapkan
Pola Komunikasi
Linear dalam tatap
muka (face to face)
ketika murid melakukan
kesalahan.
7. (Hambatan Sosial Budaya)
Bahasa isyarat BISINDO
dapat dikatakan bahasa
isyarat daerah yang diartikan
setiap daerah atau setiap
individu memiliki bahasa
isyarat BISINDO sendiri.
Apakah hal tersebut dapat
menjadi hambatan dalam
berkomunikasi?.
Saya jarang mengalami
hambatan, mereka secara
alamiah mencari cara sendiri
untuk menyelesaikan
hambatan. Tapi yang dipakai
disini bukan BISINDO lebih
ke SIBI.
Hambatan Sosial
Budaya terjadi ketika
adanya perbedaan
penerapan bahasa
isyarat antara guru dan
murid.
49
8. (Hambatan Prasangka)
Komunikasi alternatif apa
yang digunakan guru kepada
siswa jika bahasa isyarat
menjadi hambatan
berkomunikasi?
Visual, jadi download lalu di
share. Ingat, Google adalah
guru pribadi terbaik.
Perbedaan penggunaan
bahasa isyarat
menimbulkan adanya
Hambatan Prasangka,
dimana pesan tidak
dapat disampaikan
dengan baik. Namun,
media teknologi
menjadi salah satu
solusinya.
9. (Hambatan Lingkungan
Keluarga)
Apakah lingkungan keluarga
dapat menjadi dalah datu
faktor terhambatnya siswa
melakukan komunikasi?
Iya, keluarganya anak-anak
mempengaruhi. Sebenarnya
meraka bukan tidak
mendukung tapi, lebih ke
over protectiv.
Hambatan
Lingkungan Keluarga
menjadi salah satu
hambatan yang
menyebabkan adanya
perbedaan karakteristik
terhadap setiap
individu.
10. (Hambatan Semantis)
Komunikasi apa yang
diajarkan kepada siswa, jika
siswa berkomunikasi dengan
yang tidak memiliki
Lips Reading, kamu bisa
mengetahui kalimat tanpa
suara karena membaca bibir.
Hamabatan Semantis
dapat dirasakan peneliti
ketika melakukan
wawancara dengan
murid. Namun, hal ini
50
keterbatasan dalam
pendengarannya?
tidak dirasa terlalu sulit
karena siswa sudah
banyak yang memahami
cara membaca bibir.
3.1.2.1.3 Pertanyaan Informan Ketiga (Siswa SMA)
Nama : Nasya Elfrida Alyandra (14 Tahun)
Kelas : X SMA
Nasya adalah satu siswi Sekolah Menengah Atas SLB-B Dharma Wanita
Sidoarjo yang kini baru menduduki kelas sepuluh. Nasya memiliki
pendengaran sedikit lebih dengar dibandingkan dengan teman-temannya,
namun ia belum pandai membaca bahasa bibir ketika berkomunikasi dengan
teman normal. Siswi yang memiliki hobi menari ini lebih senang menggunakan
Bahasa Isyarat Indonesia (BISINDO) karena lebih mudah dan terbiasa
menggunakannya ketika berkomunikasi dengan temannya, jika lawan bicara
tidak dapat memahami bahasa isyarat yang ia gunakan, ia akan menggunakan
tulisan sebagai medianya. Nasya memiliki harapan untuk melanjutkan ke
jenjang Perguruan Tinggi seusai kelulusan dari SMA dan memiliki cita-cita
menjadi seorang Polisi Wanita. Nasya kerap mengalami kesulitan dalam mata
pelajaran Matematika dan mengalami kesulitan ketika ingin menanyakan
perihal pembelajaran yang tidak ia pahami.
51
Tabel III.3 : Pertanyaan Siswi Sekolah Menengah Atas (SMA)
NO PERTANYAAN
(peneliti)
JAWABAN
dengan bahasa isyarat
(informan)
1. Waktu pelajaran komunikasi dengan
guru, menggunakan bahasa isyarat atau
bahasa bibir?
Bahasa isyarat, soalnya biasanya pakai
bahasa isyarat
2. (Pola Komunikasi 2 Arah)
Waktu pelajaran sering bertanya atau
tidak? Kalau pernah biasanya tanya apa?
Pernah, kalau tidak paham
3. (Pola Komunikasi Sekunder)
Pernah sms atau chatting WhatsApp
sama guru? Biasanya soal apa?
Iya pernah, tanya pengumuman sama
pelajaran
4. (Hambatan Sosial Budaya)
Lebih suka pakai bahasa isyarat SIBI
atau bahasa isyarat BISINDO? Kenapa?
BISINDO, gampang biasa pakai BISINDO
52
5. Kalau bahasa isyarat tidak bisa
dimengerti, biasanya pakai apa?
Tulis di kertas
6. Pelajaran apa yang paling sulit buat
kamu?
Matematika, pusing
7. Kalau pelajaran yang kamu sukai? Bahasa. Inggris diajari Pak. Bambang
8. Kamu kan pilih kuliah, mau kuliah
dimana?
Belum tau
(Interview : 9 Desember 2019)
3.1.2.1.4 Pertanyaan untuk Informan Keempat (Siswa SMA)
Nama : Dwiky Firmansyah (16 Tahun)
Kelas : X SMA
Dwiky Firmansya yang memiliki panggilan akrab Iman adalah salah satu
siswa kelas sepuluh SMA di SLB-B Dharma Wanita Sidoarjo. Iman memiliki
keterbatasan tuli murni yang artinya ia tidak dapat mendengarkan sama sekali, ia
lebih senang menggunakan Sistem Bahasa Isyarat Indonesia (SIBI) karena
menurutnya lebih mudah untuk digunakan berkomunikasi. Siswa yang memiliki
hobi berenang ini kerap melakukan interaksi dengan guru baik ketika pembelajaran
berlangsung maupun melalui media chatting menanyakan mengenai pelajaran yang
ia kurang pahami. Berbeda dengan Nasya yang lebih memilih melanjutkan ke
jenjang Perguruan Tinggi, Iman lebih memilih melanjutkan ke jenjang pekerjaan.
53
Namun, ia mengatakan jika ada kemungkinan untuk kuliah ia akan mengambil
jurusan yang sesuai dengan cita-citanya yakni menjadi seorang koki.
Tabel III.4 : Pertanyaan Siswa Sekolah Menengah Atas (SMA)
NO PERTANYAAN
(Peneliti)
JAWABAN
(Informan)
1. Waktu pelajaran komunikasi dengan
guru, menggunakan bahasa isyarat atau
bahasa bibir?
Bahasa Isyarat
2. (Pola Komunikasi 2 Arah)
Waktu pelajaran sering bertanya atau
tidak? Kalau pernah biasanya tanya apa?
Iya biasanya, banyak yang ditanya macem-
macem
3. (Pola Komunikasi Sekunder)
Pernah sms atau chatting WhatsApp sama
guru? Biasanya soal apa?
Iya pernah, tanya pelajaran banyak
pkoknya
4. (Hambatan Sosial Budaya)
Lebih suka pakai bahasa isyarat SIBI
atau bahasa isyarat BISINDO? Kenapa?
Suka SIBI, soalnya enak dan gampang
5. Kalau bahasa isyarat tidak bisa
dimengerti, biasanya pakai apa?
Pakai tulisan
6. Pelajaran apa yang paling sulit buat
kamu?
PKN
54
7. Kalau pelajaran yang kamu sukai? Matematika soalnya menghitung
8. Kamu mau kerja dimana? ECO pabrik sepatu
9. Kenapa gak kuliah? Iya Insyaallah
3.2 Analisis Data
3.2.1 Ditinjau dari pola komunikasi :
a. Guru SMA : Melalui hasil analisis data, peneliti melihat guru menerapkan
beberapa pola komunikasi kepada murid-muridnya. Pola komunikasi yang
pertama ialah Pola Komunikasi Primer suatu proses penyampaian pesan oleh
komunikator kepada komunikan dengan menggunakan simbol sebagai media
komunikasi baik secara verbal atau nonverbal, dimana guru menjelaskan mata
pelajaran menggunakan bahasa isyarat dengan bantuan media teknologi kepada
siswa-siswi nya.
Kedua Pola Komunikasi Sekunder dengan penerapan guru sebagai
komunikator melakukan komunikasi kepada murid sebagai komunikan melalui
media teknologi, dalam penelitian ini guru dan murid kerap melakukan
komunikasi melalui teknologi mengirim pesan dan panggilan vidio.
Pola Komunikasi Linear komunikasi yang bersifat lurus dalam proses
penyampaian pesan, dimana guru kerap melakukan komunikasi secara
interpersonal mengenai permasalahan murid-murid nya baik mengenai masalah
kekurang pahaman dalam mata pelajaran, kenakalan, maupun masalah pribadi.
55
Dalam pola komunikasi guru dan murid turut diterapkan yakni, Pola
Komunikasi Dua arah adanya keterbukaan antara guru dengan murid dan murid
dengan guru, pola komunikasi ini terjadi ketika pembelajaran berlangsung.
Guru akan mencoba membimbing dan membantu murid yang mengalami
kesulitan dalam menerima pesan mengenai mata pelajaran. Selanjutnya Pola
Komunikasi Multiarah dimana peran guru meningkatkan komunikasi siswa
dengan siswa dalam hal berdiskusi mengenai topik pembahasan.
b. Siswa SMA : Pola komunikasi yang terjadi dengan guru juga terjadi kepada siswa
SLB-B Dharma Wanita Sidoarjo yakni, Pola Komunikasi Primer dimana siswa
kerap melakukan komunikasi kepada guru mengenai mata pelajaran. Kemudian
adanya Pola Komunikasi Sekunder, komunikasi yang melibatkan teknologi
dalam berkomunikasi, dimana siswa menanyakan seputar informasi sekolah atau
izin tidak masuk sekolah melalui sms.
3.2.2 Ditinjau dari Hambatan Komunikasi :
a. Guru SMA : Hambatan Sosial Budaya adanya perbedaan penggunaan bahasa
isyarat, dimana siswa lebih senang menerapkan Bahasa Isyarat Indonesia
(BISINDO) dibandingkan Standart Isyarat Bahasa Indonesia (SIBI) yang
diterapkan oleh guru. Guru kerap mengalami hambatan komunikasi karena
BISINDO diciptakan oleh komunitas anak tuli di Sidoarjo, hal ini menjadikan
guru tidak banyak mempelajari BISINDO.
Kemudian Hambatan Prasangka, dimana guru kerap salah mengartikan
pesan yang disampaikan oleh murid, begitupun sebaliknya murid kerap salah
mengartikan apa yang diperintahkan oleh guru.
56
Hambatan Lingkungan khususnya pada lingkungan keluarga yang menjadi
salah satu hambatan dalam pembentukan karakter siswa, jika keluarga tidak
mendukung perkembangan anak, hal ini dapat mengakibatkan hilangnya rasa
percaya diri pada individu. Hal tersebut dapat berpengaruh dalam komunikasi
siswa yang tidak memahami kosakata dan rasa takut (minder) untuk
berkomunikasi.
b. Siswa SMA : Wawanacara yang dilakukan peneliti kepada siswa SMA
mengalami beberapa kesulitan melihat siswa memiliki keterbatasan bahasa,
keterbatasan dalam pendengarannya (tuli), dan peneliti yang tidak dapat membaca
bahasa isyarat dengan baik. Dalam wawancara ini peneliti dibantu salah satu guru
“Bu.As” sebagai penerjemah bahasa namun, hal ini belum bisa dikatakan efektif
mengingat kekurangan kosakata yang tidak dipahami oleh siswa, hal ini dapat
dikatan mengalami Hambatan Semantis dimana ketika siswa yang memiliki
kertabatasan pada pendengarannya akan mengalami hambatan komunikasi dengan
lawan bicara yang tidak memiliki keterbatasan dalam pendengerannya. Selain itu,
siswa juga mengalami Hambatan Sosial Budaya dimana siswa memiliki
perbedaan menggunakan bahasa isyarat baik SIBI dan BISINDO, hingga
menimbulkan adanya Hambatan Prasangka yang mengakibatkan kesalahan
dalam menerima pesan.
57
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan dari hasil penelitian dalam pembahasan analisis data, maka dapat
disimpulkan adanya pola komunikasi dan hambatan komunikasi guru terhadap
murid dan murid terhadap guru di SLB-B Dharma Wanita Sidoarjo, berikut
kesimpulannya :
1. Guru SMA :
Pola Komunikasi Primer, dimana guru menjelaskan mata pelajaran
menggunakan bahasa isyarat dengan bantuan media teknologi kepada siswa-
siswi nya.
Pola Komunikasi Sekunder, Dalam penelitian ini guru dan murid kerap
melakukan komunikasi melalui teknologi mengirim pesan dan panggilan
vidio.
Pola Komunikasi Linear, Dimana guru kerap melakukan komunikasi secara
interpersonal mengenai permasalahan murid-murid nya baik mengenai
masalah kekurang pahaman dalam mata pelajaran, kenakalan, maupun
masalah pribadi.
Pola Komunikasi Dua arah, Ketika pembelajaran berlangsung.
Guru akan mencoba membimbing dan membantu murid yang mengalami
kesulitan dalam menerima pesan mengenai mata pelajaran. Selanjutnya
Pola Komunikasi Multiarah dimana peran guru meningkatkan komunikasi
siswa dengan siswa dalam hal berdiskusi mengenai topik pembahasan.
58
Hambatan Sosial Budaya, adanya perbedaan penggunaan bahasa isyarat,
dimana siswa lebih senang menerapkan Bahasa Isyarat Indonesia (BISINDO)
dibandingkan Standart Isyarat Bahasa Indonesia (SIBI) yang diterapkan oleh
guru.
Hambatan Prasangka, dimana guru kerap salah mengartikan pesan yang
disampaikan oleh murid, begitupun sebaliknya murid kerap salah mengartikan
apa yang diperintahkan oleh guru.
Hambatan Lingkungan khususnya pada lingkungan keluarga yang menjadi
salah satu hambatan dalam pembentukan karakter siswa.
2. Siswa SMA :
Pola Komunikasi Primer dimana siswa kerap melakukan komunikasi kepada
guru mengenai mata pelajaran. Kemudian adanya
Pola Komunikasi Sekunder, komunikasi yang melibatkan teknologi dalam
berkomunikasi, dimana siswa menanyakan seputar informasi sekolah atau izin
tidak masuk sekolah melalui sms.
Hambatan Semantis dimana ketika siswa yang memiliki kertabatasan pada
pendengarannya akan mengalami hambatan komunikasi dengan lawan bicara
yang tidak memiliki keterbatasan dalam pendengerannya.
Hambatan Sosial Budaya dimana siswa memiliki perbedaan menggunakan
bahasa isyarat baik SIBI dan BISINDO.
Hambatan Prasangka yang mengakibatkan kesalahan dalam menerima
pesan.
59
4.2 Saran
1. Guru SLB-B Dharma Wanita Sidoarjo diharapkan turut mempelajarai Bahasa
Isyarat Indonesia (BISINDO) dimana lebih sering digunakan murid-murid
dalam berkomunikasi, guna memperkecil adanya miss communication dalam
penyampaian pesan guru terhadap murid dan murid terhadap guru.
2. Diharapkan Guru terus melakukan komunikasi dengan wali murid atau keluarga
murid mengenai pentingnya dukungan terhadap Anak Berkebutuhan Khusus
(ABK) dalam pengembangan diri dalam jenjang pendidikan.
3. Memberikan motivasi kepada para siswa/i mengenai jenjang perguruan tinggi
dengan memberikan pengarahan yang di sesuaikan dengan keahlihannya baik
dalam bidang akademik maupun non akademik.
4. Karena keterbatasan peneliti dalam pengumpulan data melalui observasi, untuk
peneliti selanjutnya dengan judul penelitian yang sama, disarankan untuk
melakukan pertimbangan tempat dan informan observasi agar dapat menggalih
data lebih valid.
60
61
DAFTAR PUSTAKA
Anggito, Abi dan Setiawan, Johan. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Penerbit CV
jejak.2018
Hardjana, Agus. Komunikasi Interpersonal dan Intrapersonal. Penerbit
KANISIUS.2003
Lubis Nisrina.. Mengasuh dan Mensukseskan Anak Berkebutuhan Khusus. Penerbit
Garailmu. 2010
Marvani, Fina. Pola Komunikasi Interpersonal Kaum Biseksual Dalam Keluarga .
2014
Muhitgh, Abdul dan Siyoto, SanduAplikasi Komunikasi Terapeutik Nursing dan
Health. Penerbit ANDI.2018.
Mulyana, Deddy. Ilmu Komunikasi. Penerbit PT.Remaja Rosdakarya.2016
Mulyana, Deddy. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Penerbit PT.Remaja
Rosdakarya.2000
Mutialela, Ratu. Konsep dan Aplikasi Ilmu Komunikasi. Penerbit ANDI. 2017
Pandji Dewi. Sudahkah Kita Ramah Anak Special Needs?. Penerbit PT.Elex Media
Komputindo Kelompok Gramedia-Jakarta. 2013
Pratiwi, Chintya. Proses Komunikasi dalam mengembangkan Potensi Anak Tuna
Daksa di Sekolah Anak Berkebutuhan Khusus Bangun Bangsa Surabaya.2014
Pratiwi, Ari. Poetri, Alies. Fatmala, Ulfah. Werdi, Unita. Disabilitas dan Pendidikan
Inklusif di Perguruan Tinggi. Penerbit UB Press. 2018
Suyanto. Jihad, Asep. Menjadi Guru Profesional. Penerbit Esensi (Erlangga Group)
Wibowo Wahyu. Cara Cerdas Menulis. Penerbit Kompas.2011
Wasita Ahmad. Seluk-Beluk Tunarungu dan Tunawicara Serta Strategi
Pembelajarannya. Penerbit Javalitera. 2012
62
Non Buku :
Hajaroh.2013. Paradigma, pendekatan, dam metode penelitian fenomenologi:
http://staffnew.uny.ac.id/upload/132011629/penelitian/fenomenologi.pdf.Diakses tanggal
14 Maret 2019
Perjuangan guru slb yang tak diketahui banyak orang
https://www.idntimes.com/life/inspiration/fera/perjuangan-guru-slb-yang-tak-diketahui-
banyak-orang. Diakses tanggal 14 Maret 2019.
Metode Penelitian Pendekatan dan Jenis Penelitian :
http://digilib.uinsby.ac.id/1883/6/Bab%203.pdf. Diakses tanggal 14 Maret 2019
Nuryazid. 2016. Pengembangan Aplikasi Kamus Bahasa Isyarat Indonesia
(BISINDO) Dengan Mengintegrasikan Cloud Video Dengan Berbasis Android:
https://lib.unnes.ac.id/27939/1/5302411057.pdf . Diakses pada tanggal 7 November 2019
https://pakarkomunikasi.com/teori-dalam-komunikasi-non-verbal
Nurudin. 2014. Buku Ilmu Komunikasi Ilmiah dan Populer. Penerbit PT RajaGrafindo
Persada, Jakarta
https://books.google.co.id/books?id=59V8DwAAQBAJ&printsec=frontcover&dq=metode+
deskriptif+kualitatif&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwiR9ev3hPTlAhWhyDgGHXk-
Bn4Q6AEIKTAA#v=onepage&q=metode%20deskriptif%20kualitatif&f=false
Setiawan Johan, Anggito Albi. 2018. Metodologi Penelitian Kualitatif. Penerbit CV Jejak.
https://books.google.co.id/books?id=NDg9rcOjHUMC&pg=PA43&dq=metode+deskriptif+
kualitatif&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwiR9ev3hPTlAhWhyDgGHXk-
Bn4Q6AEIRjAE#v=onepage&q=metode%20deskriptif%20kualitatif&f=false
Yuda, Tri Bharata. 2014. Pola Komunikasi Antara Guru dan Murid SDLB MEULABOH:
http://repository.utu.ac.id/803/1/I-V.pdf
top related