poposal pemda.docx
Post on 18-Dec-2014
42 Views
Preview:
TRANSCRIPT
JARINGAN PERDAGANGAN DAN INTEGRASI EKONOMI:
SEJARAH EKONOMI SULAWESI BAGIAN SELATAN 1906-1930
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Penduduk Sulawesi Selatan sejak lama dikenal sebagai pedagang
dan pelaut ulung dan cekatan. Mereka melakukan pelayaran niaga ke
berbagai pusat perdagangan dan daerah produksi komoditi di wilayah
yang mengitari daerahnya dan menjalin hubungan niaga yang baik
dengan berbagai pihak. Peranan mereka tidak pernah memudar hingga
pada abad ke-19. Sebagian dari mereka tidak pernah berniaga dibandar
niaga yang berada dalam pengawasan pemerintah., khususnya pedagang
dan pelaut dari kerajaan sekutu di Sulawesi Selatan dan mereka yang
telah meninggalkan wilayahnya dan menjadikan bandar niaga juga daerah
lain sebagai koloni dagang.1 Di samping itu juga akibat pergolakan politik
yang terus berlangsung di Sulawesi Selatan antara Belanda dan kerajaan-
kerajaan sekutu.
Sejak Belanda kembali berkuasa di tahun 1816, persoalan baru
mulai muncul kembali. Pemerintahan Hindia Belanda mulai mencoba
menata kembali wilayah kekuasaannya di timur. Pemerintah Hindia
Belanda tampak meneruskan dan melaksanakan monopoli, bahkan pada
mulanya jauh lebih tegas lagi. Bila pada masa kompeni, pedagang dan
pelaut Cina diperkenankan mengunjungi sejumlah pelabuhan di koloninya
seperti, Surabaya, Semarang, Batavia, Malaka, Banjarmasin dan
Makassar, tetapi pada awal pemerintahannya dan berdasarkan peraturan
1Faktor penyebabnya, seperti yang dinyatakan oleh penguasa mereka dalam pertemuan di Sidenreng 1824, adalah larangan bagi mereka melakukan pelayaran niaga ke Maluku dan kesulitan pengurusan surat izin berlayar dari pihak Belanda.Lihat, Wong Lim Ken, The Trade of Singapore, 1819-1869, Singapore: Tie Wah Press (JMBRAS Vol. XXXIII, No.1), hlm.14.
hanya dibuka di Batavia. Hubungan niaga ini dimungkinkan karena
dipandang tidak mengancam monopoli pemerintah.2
Wilayah jajahan Pemerintahan Hindia Belanda setidaknya harus
dapat memberi manfaat yang besar. Salah satu yang dilakukan oleh
Pemerintah Hindia Belanda adalah dengan memperkenalkan apa yang
dikenal dengan Sistem Tanam Paksa3. Sistem Tanam Paksa ini untuk
sementara waktu memberi keuntungan yang demikian besar, namun di
lain pihak menimbulkan kesengsaraan bagi rakyat pribumi yang akhirnya
dihapuskan pada tahun 1870.
Berdasarkan Perjanjian London 1824, yang mengakibatkan
dibukanya Pelabuhan Makassar bagi para pedagang asing.
Kebijaksanaan itu pada dasarnya merupakan langkah percobaan
pemerintah melaksanakan perdagangan bebas. Kebijaksanan itu
pemerintah masih tetap mempertahankan monopoli bagi komoditi tertentu,
larangan memperdagangkan peralatan perang dan memungut pajak
perdagangan yang tinggi. Politik perdagangan ini pada dasarnya hanya
membatalkan larangan bagi pedagang asing untuk berniaga dan
pembatasan jumlah jung Cina yang boleh mengunjungi kota pelabuhan
ini.
Politik itu bertujuan untuk membatasi perniagaan penduduk ke
Singapura dan meningkatkan perniagaan mereka ke Makassar, namun
dalam perkembangan kemudian Belanda berusaha untuk mengimbangi
kedudukan dan mengikuti metode Inggris yang membangun dan
2Gerrit J. Knaap, Transport 1819-1949 (Amsterdam: Royal Tropical Institute, 1989, volume IX dari Changing Economi in Indonesia: A Selection of Statistical Sources Material from the early 19th century up to 1940) hlm 19 .
3Dalam bahasa Belanda dikenal dengan istilah Cultuurstelsel. Dari sudut pandang Bangsa Indonesia dikenal dengan istilah Sistem Tanam Paksa. Gagasan Tanam Paksa ini diperkenalkan oleh van den Bosch. Di atas kertas, system ini pada dasarnya cukup baik, namun dalam pelaksanaannya menyimpan jauh dari syarat-syarat Sistem Tanam Paksa itu sendiri. Sistem ini mulai diterapkan dari tahun 1830 – 1870..
meningkatkan perdagangan Singapura pada tahun 1847. Dalam waktu
singkat pedagang dan pelaut Sulawesi Selatan membanjiri bandar niaga
Singapura, yang datang dari berbagai pusat perdagangan dan daerah
produksi yang merupakan dunia kegiatan niaga mereka, baik di Sulawesi,
Kalimantan, Nusa Tenggara maupun Maluku, juga pedagang dan pelaut
Melayu, Jawa dan Cina. Dalam perkembangannya Singapura secara
pelan tapi pasti berhasil menjadi satu pelabuhan yang sangat sibuk dan
penting ketika itu.4
Setelah Inggris berhasil menang dalam Perang Candu pada tahun
1839 – 1842, lima pelabuhan di Cina5 terbuka untuk pedagang asing. Hal
ini membuat perkembangan perdagangan semakin bertambah ramai dan
lancar. Pemerintah Hindia Belanda yang dalam banyak hal masih
menerapkan apa yang dimaksudkan dengan monopoli, tidak semuanya
diterapkan secara menyeluruh di Nusantara, Ada daerah-daerah tertentu
saja yang masuk daerah larangan, misalnya larangan berdagang di
Kepulauan Maluku.6
4 Edward Poelinggomang, Proteksi dan Perdagangan Bebas, Kajian Tentang Perdagangan Makassar Pada Abad Ke-19, (Desertasi), Leiden,1991,hlm. 64.
5 Lima pelabuhan itu adalah Shanghai, Amoy, Fucou dan Nimpo, yang sebelumnya hanya Kanton yang terb uka untuk perdagangan asing. Di samping itu Hongkong yang kemudian dikembangkan oleh Inggris sebagai bandar niaga terpenting untuk Asia Timur, menjadi pusat perdagangan candu dan komoditi lainnya. Kenyataan itu menunjukkan bahwa Inggris berhasil menguasai sepenuhnya perdagangan Cina seusai perang. Keadaan itu yang menyebabkan harapan pemerintah Belanda akan kehadiran jung ke Makassar akibat pertentangan politik itu tidak akan terwujud, apabila pemerintah tetap melasanakan peraturan tarif perdagangan, Lihat Edward Poelinggomang, op.cit, hlm.78.
6
Pedagang-pedagang asing dan Bumiputra di wilayah Indonesia lainnya dilarang keras melakukan pelayaran niaga di wilayah kepulauan Maluku. Sementara di Makassar tidak begitu tegas dan ketat seperti di Maluku dan tetap terbuka bagi pedagang dan pelaut bumiputra. Edward Poelinngomang, op.cit, hlm 16.
Usaha-usaha yang dilakukan oleh Belanda dihambat kemajuannya
dengan perkembangan politik yang terjadi di abad XIX. Setelah Belanda
menyerang Kerajaan Bone pada tahun 1824-1825 karena penolakan
penguasa Bone atas Perjanjian Bungaya7 yang diperbaharui, perang itu
sendiri tidak menghasilkan keputusan politik. Perkembangan politik yang
terjadi setelah penyerangan itu, telah menimbulkan suasana politik yang
kurang baik, terutama jika dilihat dari sudut pandang ekonomi.
Perkembangan politik yang tidak menentu, dan usaha-usaha yang
dilakukan oleh James Brooke, seorang petualang Inggris yang mencoba
membangun kerjasama perdagangan dengan beberapa kerajaan yang
ada di Sulawesi Selatan, hal itu sangat mengkhawatirkan Belanda dan
tindakan yang lebih keraspun diterapkan. 8
Perkembangan politik yang tidak menentu akhirnya membuat
Pemerintah Hindia Belanda memutuskan untuk melakukan ekspedisi
besar-besaran dan Kerajaan Bone dikuasai pada tahun 1905. Kemudian
satu-persatu kerajaan-kerajaan besar lainnya dikuasai, termasuk Kerajaan
Bone9, dan Kerajaan Gowa10
7 Perjanjian Bongaya di tanda tangani 18 November 1667, di mana kekuasaan Makasar atas Celebes akhirnya dihancurkan.
8 La Side Dg Tapala, Zaman Kebangkitan Nasional Sulawesi Selatan 1900-1942, Ujung Pandang, Proyek, Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1977/1978, hlm.110
9Dalam sejarah panjang daerah ini, Kerajaan Bone dan Gowa, meskipun dalam hal-hal tertentu sering timbul konflik yang berakhir dengan peperangan Namun harus pula diakui bahwa secara tradisional kedua kerajaan ini memiliki ikatan eneologis yang sangat dekat dan antara kedua kerajaan ini telah terjalin ikatan geneologis yang dirintis oleh Arung Palakka pada akhir abad XVII. terjalin hubungan yang demikian erat. Elite bangsawan Bone dan Gowa sudah begitu erat sehingga arus hati-hati dalam memberi setiap kesempatan yang dapat mengancam keberadaan Belanda. Lihat Suriadi Mappangara, SULSEL, Dimensi Sosial-Budaya Untuk Pariwisata, Kerjasama Departemen Kebudayaan dan Pariwisata RI dengan Universitas Hasanuddin 2008, hlm. 285.
Pada tahun 1905 Belanda melakukan satu ekspedisi bersenjata ke
Sulawesi Selatan. Pemerintah Hindia Belanda memutuskan untuk
menguasai Sulawesi Selatan. Pada tahun 1906 hampir dapat dikatakan
seluruh kerajaan-kerajaan yang ada di Sulawesi Selatan sudah jatuh di
bawah kekuasaan Belanda dan akhirnya pada tahun 1911 Gowa
diletakkan di bawah pemerintahan langsung. Setelah kekalahan Gowa,
Belanda mengulangi pola penyerahan lahan subur kepada sekutu yang
menggunakan para budak dan pengikutnya untuk menggarap tanah-tanah
produksi dan para Karaeng atau para bangsawan lokal menyerahkan
sebagian panen beras kepada Belanda.11
Perkembangan politik yang terjadi selanjutnya memaksa Belanda
untuk mengubah kebijakan ekonominya, terutama dalam bidang
perdagangan hasil komoditi-komoditi yang ada di Sulawsi Selatan.
Pemerintah Hindia Belanda juga dapat memperluas pengaruhnya
terhadap kerajaan-kerajaan yang berdaulat di wilayah ini, sehingga dapat
mencegah keinginan dari negara-negara asing yang bergiat melakukan
10Sebelum Kerajaan Gowa ditaklukan oleh Imperialisme Belanda pada tahun 1667, Pelabuhan Makassar merupakan pelabuhan bebas. Sesudah Belanda berkuasa, Pelabuhan Makassar dinyatakan kembali sebagai pelabuhan bebas setelah tanggal 1 Januari 1847 dan pada saat itu peranan bandar Makassar lebih penting lagi, setelah terjadi penaklukan dan penghancuran kota pantai di Jawa oleh Mataram, banyak saudagar-saudagar pindah secara besar-besaran ke Makassar. Lihat, Mukhlis Paeni, Mobilitas Sosial kota Makassar 1900-1950, Jakarta, Depaertemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1984, hlm. 61.
11Satu-satunya perhatian penting pada Makassar adalah perdagangan pantai beras Maros di Utara serta Takalar di Selatan. Daerah ini terbuka bagi suatu produksi berukuran besar selama kemunculan Kerajaan Gowa pada abad XVI, dan telah lama menarik kapal yang mencari beras sebagai muatan bagi Maluku ataupun sebagai barang dagangan, lihat. BKI, tahun 2000, jilid 156 dan lihat juga, Shuterheim, Frank Broze (ed), “Brides of the Sea Port of Asia from 16th-20th Centuries”Australia: New South Wales, University Press National Liibrary of Australia, 1989, hlm. 106-107
perdagangan ke Asia Tenggara untuk menjalin hubungan kekuasaan
dengan kerajaan-kerajaan itu. 12 Tetapi perhatian Pemerintah Hindia
Belanda yang lebih besar pada Pulau Jawa, membuat Pemerintah tidak
dapat secara objektif dalam melihat potensi besar yang dimiliki oleh
daerah-daerah, terutama di wilayah Timur Indonesia.
Perkembangan Makassar meningkat setelah sebagai kota dagang
dan kota yang berfungsi sebagai Pusat Pemerintahan Belanda di
Sulawesi pada khususnya dan kawasan timur nusantara pada umumnya
sesudah kejatuhan Gowa.13 Menurut laporan tahun 1915, rata-rata setiap
tahun sekitar 30-40 pedewakang (perahu besar) dan membawa produksi
sekitar 70-80 koyang atau 120-150 ton dari berbagai komoditi seperti
beras dan kopra. Di Makassar orang membeli beras yang kemudian
diperdagangkan ke Maluku dan sekembalinya mereka banyak membawa
pala, lada, dan berbagai hasil-hasil laut. Para pedagang-pedagang itu juga
bekerja sama dengan perahu-perahu Cina.14.
Hubungan-hubungan dagang Makassar dengan dunia luar cukup
terlihat dengan jelas sejak pada abad ke 19, Makassar memiliki fungsi
yang sangat penting dalam perdagangan komoditi. Dari Makassar
komoditi-komoditi dikapalkan ke daerah lainnya dan hubungan-hubungan
itu telah melahirkan kontak dagang dengan dunia luar dan sekaligus
menciptakan lalu lintas penting di Makassar. Politik perluasan hubungan
perdagangan ini berhasil mewujudkan tujuan untuk menempatkan
Makassar sebagai satu-satunya pusat perdagangan di wilayah itu.
12Jaarverslag van de handelsvereeninging Makassar Exporteurs Vereeniging Makassar 1905-1938, Kamer van Koophandel en nijverheid te Makassar Jaarverslag 1905-1940.
13 Mukhlis.op.cit, hal 9
14ANRI, Arsip Makassar No 291/81: Schinne,”Verslag van de Havenmeester Makassar ” Ukuran berat koyang bervariasi, di Batavia satu koyang sama dengan 27 pikul, sementara di Semarang 28 pikul dan di Surabaya 30 pikul. berat satu ton sama dengan 16 pikul, sehingga satu koyang sekitar 1,75 ton.
Pedagang dan pelaut Bugis, Makassar, Selayar, Melayu yang melakukan
pelayaran niaga menjadikan Makassar sebagai pasar produksi mereka.
Oleh karena itu Makassar tampil sebagai pusat perdagangan bagi daerah
produksi dan menjalin hubungan dengan para pedagang-pedagang
lainnya yang berada dibagian timur, selatan, barat dan utara. 15
Kerjasama perdagangan itu mengembirakan karena memberikan
jalan pedagang dan pelaut bumiputra mempererat hubungan niaga
diantara mereka. Dengan demikian Makassar semakin pesat menjadi titik
pusat persebaran pelayaran niaga penduduk antar pulau Indonesia Timur.
Bila dibandingkan dengan keadaan sebelum abad ke-20, maka tampak
bahwa terjadi peningkatan kunjungan pedagang-pedagang bumiputra di
Makassar. Meskipun demikian kedudukan Makassar belum berubah,
masih tetap berkedudukan sebagai pasar untuk pertukaran komoditi atau
transaksi bagi pedagang, pelaut, dan nelayan yang mengunjunginya.16
Komoditi yang dibawa penduduk pribumi, tampak jauh lebih banyak dari
pada yang ingin dibeli atau diperoleh, atau dengan kata lain penawaran
lebih banyak dari pada permintaan.17
Dalam bidang ekonomi orang-orang pribumi khususnya Bugis dan
Makassar memiliki sifat khas yang pada umumnya merasa terikat dengan
perdagangan, merasa berkembang bagi hubungan ekonomi dan berusaha
15Permulaan abad 16 diberitakan bahwa pedagang-pedagang dari kepulauan Makassar datang ke Malaka dengan membawa beras dan sedikit emas. Maka dalam hubungan niaga ini dinyatakan setiap tahun diekspor beras dan rempah-rempah di Malaka. Demikian juga dengan pusat niaga dan daerah produksi lainnya seperti Banten, Surabaya, Sumbawa Bima, Endeh, Alor, pelabuhan-pelabuhan Maluku, Banjarmasin, pelabuhan-pelabuhan di philipina dan lainnya. Lihat, Edward Poelinngomang, Proteksi dan Perdagangan Bebas, Kajian Tentang Perdagangan Makassar Pada Abad Ke-19, (Desertasi), Leiden,1991, hlm 29
16Andaya, L.Y. 1991’ Local Trade Networks in Maluku in The 16th, 17th and 18th Centuries, Cakalele (II) 2, hlm. 17-20.
17J.Noorduyn, The Wajorese Merchant Community in Makassar. BKI, tahun 2000, jilid 156.
memanfaatkan kondisi yang menguntungkan. Tidak diragukan lagi bahwa
perdagangan kecil berkembang baik dan juga dalam perdagangan besar
nampak terwakili untuk Indonesia. Sejak akhir tahun 1930an atau awal
tahun 40-an telah berdiri organisasi-organisasi perkumpulan dagang yang
dipelopori oleh orang-orang Bugis Makassar sendiri. Khususnya di Wajo,
Soppeng, dan Bone Utara dijumpai banyak pedagang besar Indonesia
yang memiliki hubungan sangat luas di dalam dan dibelakang kerajaan.
Sejak dahulu daerah disekitar Danau Tempe merupakan pusat
perdagangan, para pedagang dari Welado dan Ujung.18
Dominasi pedagang-pedagang Bugis Makassar dalam
perdagangan hasil bumi tampaknya masih sangat sulit begeser tangan
kekelompok etnik lainnya. Hal ini disebabkan jaringan usaha itu umumnya
mengikuti jalur kekerabatan. Akan tetapi dalam bidang perdagangan
umum diluar perdagangan hasil bumi dominasi orang Bugis rupanya sulit
bertahan, sementara organisasi perniagaan sudah memasuki tingkat yang
lebih modern yang merupakan tantangan berat yang bagi usahawan Bugis
Makassar yang umumnya masih memutar modalnya dalam gerak
spekulasi yang sangat tergantung pada situasi yang untung-untungan.
Dengan demikian tidak mengherankan jika selepas tahun 1950-an
perdagangan di luar hasil bumi jatuh ke tangan orang Cina, sampai
sekarang.19
B. Permasalahan dan Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian mengenai sejarah ekonomi Indonesia menarik untuk
dikaji terlebih bagi daerah-daerah yang berada di luar Pulau Jawa,
18Bone Utara, dengan banyak agennya yang berkeliling melalui Sulawesi dengan berbagai barang dagangan telah dikenal. Sejak tahun 1700 di Wajo orang memiliki khas daerah dimana rata-rata pedagang bisa memperoleh modal dengan syarat-syarat yang menguntungkan, dibawah Aru Matoa Lasare Aru Kampiri. Lihat Tijdschrift van Het kononklijk Nederlandsch, Aardrijkskundundig Genootschap, Deel LII, 1935, hlm. 74-75
19 Mukhlis Paeni, op. cit. hlm. 97-98
terutama sejak masuknya faham liberal pada akhir abad XIX. Salah satu
daerah yang dianggap menguntungkan adalah wilayah Sulawesi,
khususnya Sulawesi Selatan. Daerah Sulawesi Selatan secara ekologis
dan demografis mendukung bagi penerapan kebijakan itu. Selain itu,
Sulawesi juga memiliki fasilitas pelabuhan yang memadai untuk
kepentingan ekspor, sehingga pengembangan beberapa komoditi ekspor
di Sulawesi Selatan terus digalakkan khususnya komoditi-komoditi
ekspor.20. Proses produksi dan perdagangan di Sulawesi Selatan
mengalami fluktuasi sehingga berpengaruh pada petani.21
Thomas Lindblad melihat bahwa ekonomi luar meningkat pesat
pada awal abad XX, itu semua disebabkan oleh terintegrasinya dengan
pasar dunia. Menurutnya bahwa pengaruh integrasi ekonomi luar Jawa
dengan pasar dunia, jauh lebih kuat bila dibandingkan dengan integrasi
ekonomi antara pulau di wilayah Hindia Belanda. Thomas menambahkan
bahwa ada tiga faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi pada
waktu itu, Pertama, cepatnya pertumbuhan penduduk pribumi, kedua
tingginya ekspor perkapita dan yang ketiga kuatnya hubungan ekspor dan
impor.22
Di luar Jawa terbukti betapa kecilnya perhatian pemerintah raja-raja
dalam memajukan kesejahteraan daerahnya. Memang pemerintahan
mereka telah memahami keuntungan yang mucul dari perdagangan,
namun mereka mengambil sebagian atau memungut pajak yang jadi
penghasilan langsung bagi raja dan kaum bangsawan daerah ini. Namun
20 F.A.M. Husken, Negara dan Petani di Jawa, Sebuah Perbandingan Tiga Zaman, (Universiteit van Amsterdam, 1982), hlm 3.
21 J.H. Boeke, The Structure of Netherlands Indies Economy, ( New York: Institute of Pasific Relations 1942), hlm.112, P. Creutzberg, Het Economisch Beleid in Nederlansch-Indie, tweede stuk, (H.D Tjeenk Willink BV/Groningen, 1974), hlm.171.
22 J.Th. Lindblad, Het Belang van de Buitengewesten: Economische Expansie en Koloniale Staatsvorming in de Buitengewesten van Nederlands-Indie, 1870-1942, Amsterdam : Neha 1989.
mereka hanya sedikit sekali menerima penghasilan yang dinikmati oleh
penduduk dari pertanian dan perdagangan.
Pada pemerintahan raja-raja lama, tidak mengambil langkah yang
mudah untuk memajukan hasil panen yang tidak pasti perkembangannya.
Kekurangan hasil panen ini tidak menunjukkan intensifikasi dan semakin
besar pengaruh pemerintah Belanda di daerah luar Jawa, semakin banyak
orang melihat pejabat disibukkan dengan pemungutan atas tanaman padi.
Namun perhatian oleh pemerintah merupakan hal yang baru bagi
penduduk, yang sejak beberapa generasi diserahkan nasibnya pada
penghasilan kecil.
Secara garis besar studi ini akan mengkaji tentang jaringan dan
perdagangan di Sulawesi Selatan pada tahun 1906-1930. Cakupan
wilayah penelitian adalah wilayah Sulawesi bagian Selatan dan
sekitarnya,
Dalam perspektif tahun 1906, ini menjadi penting bagi sejarah
Sulawesi Selatan jika dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Selain itu
tahun 1906 menarik untuk dijadikan penelitian ini karena tahun ini untuk
pertama kalinya Belanda dapat menanamkan kekuasaannya secara resmi
menguasai seluruh Sulawesi Selatan secara langsung. Pada awalnya
dalam kebijakan politik, Belanda masih malu-malu untuk melakukan
penguasaan secara langsung kini mulai dikaji kembali. Pemerintah Hindia
Belanda merasa perlu untuk mengambil tindakan secepatnya, walaupun
diketahui bahwa tindakan itu dapat dikatakan sudah sangat terlambat.23
Batas waktu temporalnya pada tahun 1930 adalah dasar
pertimbangan bahwa diimana tahun 1930-an adalah kemerosotan
ekonomi dimana terjadi krisis ekonomi. Tahun 1930 terjadi penurunan
penghasilan dari perdaganagn ekspor impor dan terjadi depresi golden.
23 Apa yang dilakukan oleh Belanda di awal abad ke-20, dapat dianggap adanya rasa kekhawatiran pihak Belanda akan kemungkinan terlibatnya bangsa Eropah lainnya. Kebijakan Belanda untuk memulai penaklukan atas kerajaan-kerajaan yang berada diluar Pulau Jawa dipercepat ketika Gubernur Jendral Van Heuts diangkat menjadi Gubernur Jendral Belanda.
Ada beberapa permasalahan yang akan dibahas dalam tulisan ini,
antara lain:
1. Faktor-faktor apa yang menunjang perkembangan ekonomi dan
bagaimana jaringan perdagangan di Sulawesi bagian Selatan?
2. Mengapa penguasa sangat dominan terhadap jaringan perdagangan di
Sulawesi Selatan ?
3. Bagaimana hubungan jaringan-jaringan perdagangan pada
pelabuhan-pelabuhan yang ada di jazirah selatan seperti, pelabuhan di
Buton, Kolaka Palima, Sinjai dan Selayar.
4. Apa yang terjadi dalam perdagangan pada masa krisis ekonomi pada
tahun 1930-an?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan daripada penelitian ini untuk mengetahui sejauh mana
perdagangan di Sulawesi bagian Selatan pada masa Sulawesi Selatan
dalam penguasaan Pemerintahan Hindia Belanda sampai terjadinya krisis
ekonomi pada tahun 1930-an di Sulawesi bagian Selatan. Penelitian ini
memiliki beberapa tujuan yaitu:
Pertama memberikan gambaran mengenai Jaringan Perdagangan
di Sulawesi Selatan.
Kedua memperkuat pandangan tentang terlibatnya para elit politik
dan pengaruhnya pada ekonomi perdagangan dan pajak yang berlaku di
Sulawesi Selatan.
Ketiga bagaimana kegiatan ekspor impor, tenaga kerja, pedagang
perantara dan dalam perdagangan yang berkaitan dengan tersebut diatas
penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan, pelayaran KPM dan hubungan
antara pulau dengan pulau lain pada masa depresi.
D. Landasan Teori
Menurut Karl Marx, setiap masyarakat, apapun tahap
perkembangan historisnya, berada pada landasan ekonomi. Marx
menyebut ini “mode produksi” dari komoditi-komoditi dan mode produksi
itu mempunyai dua komponen. Pertama adalah “kekuatan produksi” atau
pengaturan fisik dan teknologi dari kegiatan ekonomi. Kedua, adalah
hubungan-hubungan sosial dari produksi, atau kelengkapan mutlak
manusia bahwa orang-orang itu harus berhubungan satu sama lain dalam
melaksanakan kegiatan ekonomi ini. Selanjutnya Marx mengasumsikan
hubungan antara kekuatan ekonomi dengan kekuatan politik bahwa kelas
kapitalis itu memiliki akses pada kekuasaan, karena posisinya dalam
struktur ekonomi, ia memiliki alat-alat produksi dan membeli jasa-jasa
buruh. Sebaliknya buruh hanya memiliki tenaga kerja untuk di jual dan
hanya upah yang diterimanya sebagai imbalan.24
Marx mempunyai pandangan yang kompleks tentang hubungan
antara kekuatan ekonomi dan politik. Dalam tahap vital perkembangan
suatu sistem ekonomi, pengaturan politik mendukung pengaturan
ekonomi, dalam tahap degenerasi, kekuatan ekonomi dan politik saling
bertentangan dan konflik ini akhirnya membawa kepada kehancuran
sistem politik itu dan kemudian kehancuran sistem ekonominya. Pada
setiap waktu hubungan fungsional antara kekuatan ekonomi dan politik itu
bergantung pada tahap perkembangan masyarakat tersebut.25
Adapun rencana artikel yang akan dipublikasikan sebagai berikut :
No Jenis Publikasi Judul PublikasiNama Jurnal/
Seminar
1 Desertasi S3 Jaringan Perdagangan dan
Integrasi Ekonomi:
Humaniora, UGM
24 Neil J. Smelser, The Sociology of Economic Life, Prentice- Hall, INC, Englewood Cliffs, New Jersey, 1963, hlm. 7-8.
25 Peter Burke,Sejarah dan Teori Sosial, Jakarta;Yayasan Obor Indonesia, 2003, hlm. 98-102.
Sejarah Ekonomi Sulawesi
Bagian Selatan 1906-1930
VI. JADWAL PENELITIAN
No KegiatanWaktu (Bulan Ke…..)
1 2 3 4 5 6 7 81 Pengumpulan
Data
2 Pengolahan Data
3 Analisis Data 4 Interprestasi &
Kesimpulan
5 Penyusunan Laporan
6 Seminar 7 Penyusunan
Laporan Akhir Penelitian
VII. PERSONALIA
NoNama Lengkap
dan gelarPosisi dalam
KegiatanGol-Pangkat NIP/NIDN
JabatanBidang
keahlianAlokasi Waktu
1 Dra. Nahdia Nur. M.Hum.
Peneliti Utama III/c 132215512
Asisten Ahli
Sejarah6
VIII. PEMBIAYAAN
Rekapitulasi biaya yang diusulkan
No Uraian Jumlah (Rp)1 Upah Terjemahan 10.850.000,002 Bahan Habis Pakai 4.750.000,003 Peralatan 4.850.000,004 Perjalanan 21.400.000,005 Lain-lain 5.750.000,000
Jumlah Biaya 47.600.000,00
BIODATA PENGUSUL PENELITIAN UNTUK MAHASISWA DOKTOR
I. IDENTITAS DIRI
1.1 Nama Lengkap Dra. Nahdia Nur, M.Hum
1.2 Jabatan Fungsional Asisten Ahli/IIIc
1.3 NIDN 132215512
1.4 Tempat dan Tanggal
Lahir
Ujung Pandang, 21 Maret 1965
1.5 Alamat rumah Komp.Dosen. Unhas Blok Gb./1. Tamalanrea,
Makassar
1.6 Nomor Telepon -
1.7 Nomor HP 081355385000
1.8 Alamat Kantor Kampus Universitas Hasanuddin. Jln. Perintis
Kemerdekaan, Tamalanrea. Km. 10
1.9 Nomor Telepon
Kantor
0411 587900
1.10 Alamat Email Email. nahdianur@yahoo.com
II. PENDIDIKAN
II.1. Program S1 S2 S3
2.2. Nama PT UNHAS UGM UGM
2.3. Bidang Ilmu Sejarah dan Arkeologi Sejarah Sejarah
2.4. Tahun Masuk 1985 1999 2009
1.5. Tahun Lulus 1991 2003 Sementara
1.6. Judul Skripsi/
Tesis
S1 : Arsitektur Makam Sultan
Hasanuddin di Katangka
Gowa
S2 : Pemasaran dan
Perdagangan Beras di
Sulawesi Selatan 1900-
1943
S3 : Jaringan Perdagangan di
jasirah Selatan
1.7. Nama
Pembimbing /
Promotor
S1 : Dra. Ida Harun.
S2 : Prof. Dr. Bambang Purwanto,
MA.
S3 :
1. Prof. Djoko Suryo. MA
2. Prof. Dr. Bambang Purwanto.
M.A
III. PENGALAMAN PENELITIAN (bukan skripsi maupun tesis)
No Tahun Judul Penelitian Jurnal/ Buku
1 2008
2 2009
3 2010
4 2011
Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar
dan dapat dipertanggung jawabkan secara hukum dan apabila dikemudian hari
ternyata ditemukan ketidaksesuaian dengan kenyataan, saya siap di proses sesuai
dengan hukum yang berlaku.
Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi
persyaratan sebagai syarat pengajuan hibah penelitian Disertasi Doktor
Yogyakarta, 16 Januari 2012
Pengusul
Dra. Nahdia Nur, M.Hum
NIDN: 132215512
Lampiran 2
JUSTIFIKASI ANGGARAN
Justifikasi anggaran berisi rincian biaya kegiatan (dalam ribuan) :
Rekapitulasi biaya yang diusulkan
No. Uraian Jumlah (Rp)1 Upah Terjemahan Bhs Belanda 10.850.000,002 Bahan Habis Pakai 4.750.000,003 Peralatan 4.850.000,004 Perjalanan 21.400.000,005 Lain-lain 5.750.000,00
Jumah Biaya 47.600.000,00
1. BAHAN HABIS PAKAI
No.
Bahan VolumeBiaya
Satuan (Rp)Biaya(Rp)
1 Kertas HVS A4 Sinar Dunia 20 rim 30.000,00 600.000,002 Tinta Komputer Canon IP – 1600 6 unit 180.000,00 1.080.000,0
03 Tip-ex 6 buah 7.000,00 42.000,004 Foto Kopi bahan dan buku
pustaka1 1.500.000,0
01.500.000,0
05 Buku Bergaris paniang 6 pak 12.500,00 60.000,006 Buku Bergaris 6 pak 25.000,00 150.000,007 Disket Komputer 6 pak 52.500,00 315.000,008 Polpen 6 pak 15.000,00 90.000,009 Kaset Tape Recoder 60 biji 7.000,00 420.000,0010 Batu baterai 120 biji 1.500,00 180.000,0011 Cutter 6 buah 7.500,00 45.000,0012 Kertas Manila 60 Imbr 4.000,00 240.000,0013 Isi Staples 6 dos 1.000,00 6.000,0014 Box file dokumen 18 buah 20.000,00 360.000,0015 Penjepit kertas 6 buah 1.500,00 9.000,0016 Lak Ban 6 gulung 7.500,00 45.000,0017 Gunting pemotong 6 buah 7.000,00 42.000,0018 Kaset Video 18 biji 50.000,00 900.000,0019 Plastik transparasi 3 pak 52.500,00 157.500,0020 Kertas Folio 6 rim 35.000,00 210.000,0021 Penggaris 6 buah 4.500,00 27.000,0022 Penghapus pensil 6 pak 10.250,00 61.500,0023 Spidol besar 18 buah 7.000,00 126.000,0024 Pensil 6 pak 14.000,00 84.000,00
Jumlah Biaya 4.750.000,00
2. PERALATAN
No.
Bahan VolumeBiaya Satuan
(Rp)Biaya(Rp)
1 Sewa Lap top 1 unit x 7 bln 350.000,00 2.450.000,002 Sewa Kamera video 1 unit x 6 bln 250.000,00 1.500.000,003 Sewa Kamera foto 1 unit x 6 bln 100.000,00 600.000,004 Sewa Tape recorder 1 unit x 6 bln 50.000,00 300.000,00
Jumlah Biaya 4.850.000,00
3. PERJALANAN
No. Tujuan VolumeBiaya Satuan
(Rp)Biaya(Rp)
1 Transportasi Makassar- Jkt 1 org x 4 3.000.000,00 12.000.000,002 Transportasi Kdi - Bau-Bau 3 org x 3 400.000,00 2.400.000,003 Transportasi BB –
Mawasangka1 org x 2 200.000,00 4.00.000,00
1 Lumpsum selama di Kendari 1 org x 7 hari 200.000,00 1.400.000,002 Lumpsum di Bau-Bau 3 org x 3 hari 200.000,00 1.800.000,003 Lumpsum di Mawasangka 1 org x 5 hari 200.000,00 1.000.000,004 Lumpsum di Muna 1 org x 7 hari 200.000,00 1.400.000,00
Jumlah Biaya 21.400.000,00
4. LAIN-LAIN
No.
Uraian Kegiatan VolumeBiaya Satuan
(Rp)Biaya(Rp)
1 Cuci cetak film 500.000,002 Voucher isi ulang 18 50.000,00 900.000,003 Publikasi Ilmiah 750.000,004 Foto copy bahan seminar 1 750.000,00 750.000,005 Seminar hasil penilaian 1 1.500.000,00 1.500.000,006 Jaminan/ Konsumsi rapat 100 15.000,00 1.500.000,00
Jumlah 5.750.000,00
top related