preskas ruptur perinea hilyah
Post on 02-Aug-2015
63 Views
Preview:
TRANSCRIPT
Presentasi Kasus Ruptur Perinea
Pembimbing:
Dr. Shirley, Sp.OG
Disusun Oleh :
Hilyah Mursilah
107103000451
Pendahuluan Robekan perineum terjadi pada hampir semua
persalinan pertama dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya.
Robekan perineum umumnya terjadi di garis tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat,
Resiko dari robekan perineum dapat dikurangi dengan proteksi perineum yang adekuat atau sokongan sebelum melahirkan kepala bayi.
Robekan spontan biasa terjadi pada wanita primipara dengan pengalaman kala II yang terlalu cepat atau kala II memanjang.
TINJAUAN PUSTAKA
ANATOMI PERINEA
Perinea berbatas sebagai berikut: 1.Ligamentum arkuata dibagian depan tengah. 2.Arkus iskiopubik dan tuber iskii dibagian lateral depan. 3. Ligamentum sakrotuberosum dibagian lateral belakang. 4.Tulang koksigis dibagian belakang tengah.
Daerah perinea terdiri dari 2 bagian, yaitu: Regio anal disebelah belakang : terdapat m.
sfingter ani eksterna yang melingkari anus. Regio urogenitalis : terdapat m.
bulbokavernosus, m. transversus perinealis superfisialis dan m. iskiokavernosus.
Persarafan Perineum
RUPTUR PERINEA
Ruptur perineum merupakan robekan obstetrik yang terjadi pada daerah perineum sebagai akibat ketidakmampuan otot dan jaringan lunak pelvik untuk mengakomodasi lahirnya fetus
Klasifikasi
Berdasarkan terjadinya ruptur dibagi 2: Ruptur Perinea Spontan Ruptur perinea yang disengaja (Episiotomi)
Ruptur perineum tingkat I Ruptur perineum tingkat II
Ruptur perineum tingkat III dan IV
Etiologi dan Faktor Risiko
Etiologi Faktor resiko
kepala janin terlalu cepat lahir.
persalinan tidak dipimpin sebagaimana mestinya.
sebelumnya pada perinea terdapat banyak jaringan parut.
pada persalinan dengan distosia bahu.
Paritas Jarak kelahiran Berat badan bayi Riwayat persalinan
Episiotomi Episiotomi adalah suatu tindakan insisi pada perinea
yang menyebabkan terpotongnya selaput mukosa vagina, cincin selaput dara, jaringan pada septum rektovaginal, otot-otot dan fasia perinea dan kulit sebelah depan perinea.
Dapat menyebabkan: Meningkatnya jumlah darah yang hilang dan berisiko
hematoma Kejadian laserasi derajat tiga atau empat lebih banyak
pada episiotomi rutin dibandingkan dengan tanpa episiotomi.
Meningkatnya nyeri pascapersalinan di daerah perinea Meningkatnya resiko infeksi
Indikasi Gawat janin dan bayi akan segera dilahirkan
dengan tindakan. Penyulit kelahiran pervaginam ( sungsang,
distosia bahu, forcep, vakum). Jaringan parut pada perinea atau vagina yang
memperlambat kemajuan persalinan.
Jenis episiotomi
Teknik menjahit luka episiotomi medialis
Episiotomi Mediolateralis
Teknik menjahit luka episiotomi mediolateralis
Teknik menjahit ruptur perinea Tingkat I : Penjahitan ruptur perinea tingkat I dapat
dilakukan hanya dengan memakai catgut yang dijahitkan secara jelujur (continuous suture) atau dengan cara angka delapan (figure of eight)7
Tingkat II : Sebelum dilakukan penjahitan pada ruptur perinea tingkat II maupun tingkat III, jika dijumpai pinggir yang tidak rata atau bergerigi, maka pinggir bergerigi tersebut harus diratakan terlebih dahulu.pinggir robekan sebelah kiri dan kanan masing-masing diklem terlebih dahulu Kemudian digunting. Setelah pinggir robekan rata, baru dilakukan penjahitan luka robekan. Mula-mula otot-otot dijahit dengan catgut. Kemudian selaput lendir vagina dijahit dengan catgut secra terputus-putus atau jelujur. Penjahitan selaput lendir vagina dimulai dari puncak robekan. terakhir kulit perinea dijahit dengan benang sutera secara terputus-putus.7
Tingkat III : Selama berpuluh-puluh tahun teknik utama yg paling populer untuk memperbaiki robekan sfingter ani adalah teknik “end-to-end” baik interuptus ataupun jahitan angkat delapan. Tetapi bila pasien mengalami inkotinensia faekal, kolorektal maka teknik untuk memperbaiki sphinkter menggunakan teknik “overlap”.
Mula-mula dinding depan rektum yang robek dijahit. Kemudian fasia perirektal dan fasia septum rektovaginal dijahit dengan catgut kromik, sehingga bertemu kembali. Ujung-ujung otot sfingter ani yang terpisah oleh karena robekan diklem dingan klem pean lurus. Kemudian dijahit dengan 2-3 jahitan catgut kromil sehingga bertemu kembali. Selanjutnya robekan dijahit lapis demi lapis seperti menjahit ruptur perinea tingkat II.7
Tingkat IV : Pasien dirujuk ke fasilitas dan tenaga kesehatan yang memadai.7
Teknik “end-to-end” dengan jahitan angka delapan
Tahap Penjahitan Ruptur Pada Perinea Bantu ibu mengambil posisi litotomi sehingga bokongnya berada ditepi tempat tidur atau meja. Topang kakinya
dengan alat penopang atau minta anggota keluarga untuk memegang kaki ibu sehingga ibu tetap berada dalam posisi litotomi.
Tempatkan handuk atau kain bersih dibawah bokong ibu. Jika mungkin, tempatkan lampu sedemikian rupa sehingga perinea bias dilihat dengan jelas. Gunakan teknik aseptik pada memeriksa robekan atau episiotomi, memberikan anestesi lokal dan menjahit luka. Cuci tangan menggunakan sabun dan air bersih yang mengalir. Pakai sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi atau steril. Dengan teknik aseptik, persiapkan peralatan dan bahan-bahan disinfektan tingkat tinggi untuk penjahitan Duduk dengan posisi santai dan nyaman sehingga luka bisa dengan mudah dilihat dan penjahitan bisa dilakukan
tanpa kesulitan. Gunakan kain atau kassa disinfeksi tingkat tinggi atau bersih untuk menyeka vulva, vagina dan perinea ibu
dengan lembut, bersihkan darah atau bekuan darah yang ada sambil menilai dalam dan luasnya luka. Periksa vagina, serviks dan perinea secara lengkap. Pastikan bahwa laserasi/ sayatan perinea hanya merupakan
derajat satu atau dua. Jika laserasinya dalam atau episiotomi telah meluas, periksa lebih jauh untuk memeriksa bahwa tidak terjadi robekan derajat tiga atau empat. Masukkan jari yang bersarung tangan ke dalam anus dengan hati-hati dan angkat jari tersebut perlahan-lahan untuk mengidentifikasikan sfingter ani. Raba tonus atau ketegangan sfingter. Jika sfingter terluka, ibu mengalami laserasi derajat tiga atau empat dan harus dirujuk segera. Ibu juga dirujuk jika mengalami laserasi serviks.
Ganti sarung tangan dengan sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi atau steril yang baru setelah melakukan pemeriksaan rektum.
Berikan anestesi lokal. Siapkan jarum dan benang. Gunakan benang kromik 2-0 atau 3-0. Benang kromik bersifat lentur, kuat, tahan
lama, dan paling sedikit menimbulkan reaksi jaringan. Tempatkan jarum pada pemegang jarum dengan sudut 90 derajat, jepit dan jepit jarum tersebut.
Penjahitan laserasi perineum
Teknik menjahit luka episiotomi mediolateralis
Nasehati ibu untuk : Menjaga perineanya selalu bersih dan kering. Hindari penggunaan obat-obatan tradisional pada perineanya. Cuci perineanya dengan sabun dan air bersih yang mengalir 3
sampai 4 kali perhari. Kembali dalam seminggu untuk memeriksa penyembuhan
lukanya. Ibu harus kembali lebih awal jika ia mengalami demam atau mengeluarkan cairan yang berbau busuk dari daerah lukanya atau jika daerah tersebut menjadi lebih nyeri. Perlu diingat pada penjahitan ruptur perinea:
Hal-hal yang harus diperhatikan: Tidak usah menjahit laserasi derajat satu yang tidak mengalami
perdarahan dan mendekat dengan baik. Gunakan sesedikit mungkin jahitan untuk mendekatkan jaringan
dan memastikan hemostasis. Selalu gunakan teknik aseptik. Jika ibu mengeluh sakit pada saat penjahitan dilakukan, berikan
lagi anestisia lokal untuk memastikan kenyaman ibu, inilah yang disebut asuhan sayang ibu.
Ilustrasi kasus
IDENTITAS PASIEN Nama : Ny. M No. RM : 01166061 Umur : 31 tahun Alamat : Tangerang Suku : Sunda Pekerjaan : Ibu rumah tangga Pendidikan : SMP Tanggal masuk: 30 Juli 2012
ANAMNESA Dilakukan Autoanamnesa pd tgl 30 Juli 2012
pk. 20.00 WIB Keluhan Utama
Pasien mengeluh keluar air-air sejak 12 jam SMRS. (Pasien merupakan rujukan dari RSUD Tangerang dengan G1 Hamil 37mgg, JPKTH, KP 11 jam belum inpartu, cervix belum matang).
Riwayat Penyakit Sekarang Pasien mengaku hamil 9 bulan, Hari Pertama Haid Terakhir
pada 13 November 2011, Taksiran Persalinan pada 20 Agustus 2012.
Pasien mengeluh keluar air-air sejak 12 jam sebelum masuk rumah sakit. Pasien mengeluh keluar air-air disertai lendir dan darah, pasien juga mengeluh mules-mules (+). riwayat keputihan yang gatal dan berbau selama hamil disangkal. Pasien menyangkal adanya mual, muntah, sakit kepala, pandangan kabur, riwayat tekanan darah tinggi selama kehamilan. Gerak janin aktif selama hamil.
Pasien menyangkal adanya nyeri saat berkemih maupun anyang-anyangan. Buang air kecil dan buang air besar normal. Pasien juga menyangkal adanya perdarahan saat hamil muda dan demam selama hamil.
Pasien kontrol kehamilan secara rutin di puskesmas setiap bulan mulai dari pertama kehamilan dan kontrol setiap minggu sejak sebulan terakhir. Pasien pernah melakukan USG 1x saat usia kehamilan memasuki 9 bulan, dokter mengatakan janin dalam kondisi baik dan kepala terletak dibagian bawah rahim.
Riwayat Haid Menarche 15 tahun, siklus 30 hari, banyaknya pembalut 3-4x/
hari, sedikit nyeri saat haid. Riwayat Pernikahan
Menikah 1x, usia pernikahan 10 bulan. Riwayat Kehamilan
G1PoAo.hamil ini. Riwayat Kontrasepsi
Tidak ada. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat darah tinggi (-), kencing manis (-), asma (-), jantung (-). Riwayat Operasi
Tidak ada Riwayat Pengobatan dahulu
Tidak ada Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat darah tinggi (+) ibu, kencing manis (-), asma (-), dan jantung (-).
PEMERIKSAAN FISIK Status Generalis
Keadaan umum : Baik Kesadaran : Compos mentis Tanda Vital : Tekanan Darah : 110/70 mmHg Suhu : 36,5 0C Frek. Nadi : 80 x/m Frek. Nafas : 20 x/m Mata : Konjungtiva pucat -/-, SI -/-. Jantung : S1S2 reguler, Murmur (-), Gallop (-) Pulmo : Sn. Vesikuler, Ronchi -/-, Wheezing -/-. Abdomen : Buncit sesuai kehamilan, striae (+) Ekstremitas : Akral hangat, oedem -/-
Status Obstetri TFU : 29 cm His : 1-2x/menit Kontraksi : - TBJ : 2800 gr DJJ : 148 dpm I : V/U tenang, perdarahan (-) Io : portio licin, ostium terbuka, flour (-), fluksus (-), valsava test (+) VT : Portio kenyal, posterior, tebal 2 cm, Ø 2 cm, ket (-), kepala H I-
Pelvimetri Klinik Promontorium : sulit dinilai Linea Inominata : sulit dinilai Dinding samping : lurus Spina ischiadika : tajam Distansia interspinorum : >9,5 cm Sakrum : konkaf Arkus pubis : > 90 Kesan panggul :normal IFP : Baik
PEMERIKSAAN PENUNJANG USG
Janin Presentasi Kepala Tunggal Hidup BPD : 9,8 HC : 30,8 AC : 28,4 FL : 71,2 ICA : 9,1 TBJ : 2850 gr Plasenta di korpus depan.
CTG Frekuensi dasar : 140 dpm Variabilitas : 5- 25 Akselerasi : + Deselerasi : - His : - Gerak janin : + Kesan : Reassuring
PEMERIKSAA
N
HASIL NILAI
RUJUKAN
HEMATOLOGI
Hemoglobin 11,8 g/dl 11,7-15,5 g/dl
Hematokrit 35% 33-45%
Leukosit 10200 5-10 ribu/ul
Trombosit 310 ribu/ul 150-440 ribu/ul
Eritrosit 3,84
juta/ul
3,8-5,2 juta/ul
VER/HER/
KHER/RDW
VER 91,4 fl 80-100 fl
HER 31,0 pg 26-34 pg
KHER 34,0 g/dl 32-36 g/dl
RDW 13,8 % 11,5-14,5 %
GULA DARAH
SEWAKTU
74 70- 140
URINALISA Warna Kuning Kuning Kekeruhan Jernih Jernih pH 6,0 4,8-7,4 Protein Negatif Negatif Glukosa Negatif Negatif Leukosit 2-4/LPB 0-5 /LPB Eritrosit 1-2/LPB 0-2 /LPB Epitel Positif Kristal Negatif Silinder Negatif Urobilinogen Normal < 1 U.E/dl Bilirubin Negatif Negatif Keton Negatif Negatif Nitrit Negatif Negatif BD 1,020 1,003-1,030 Darah Negatif Negatif Bakteri Negatif Negatif
DIAGNOSIS G1 Hamil 37 minggu, JPKTH, ketuban pecah 12
jam, cervix belum matang, air ketuban berkurangPENATALAKSANAAN Rencana diagnosis : Observasi TNSP, kontraksi, djj, perdarahan CTG Rencana terapi: induksi pematangan cervix dengan misoprostol
4x25µg CTG reasuuring terminasi kehamilan CTG nonreasuuring SC cito
FOLLOW UP
20.30
induksi pematangan cervix dengan misoprostol I 25µg pv
02.30
S : mulas-mulas dan keluar lendir darah, gerak janin aktif
O : TD : 110/80, FN : 84, RR : 18, S: 36,7
Stat. generalis : dbn
Stat. obst : His 2-3x/10’/40”, DJJ : 138 dpm
I : v/u tenang
vt : portio lunak, aksial, t: 1 cm, ø 6 cm, ket (-), kepala H II-III
A : PK I aktif pada G1 Hamil 37 minggu, JPKTH, cervix matang, ketuban pecah 18 jam, air ketuban berkurang
P : RD/ : Obsv TNSP, His, djj
RTh/ : rencana awal partus per vaginam nilai ulang kemajuan persalinan 4 jam
05.30
S : ibu ingin meneran, gerak janin aktif
O : TD : 110/80, FN : 96, RR : 18, S: 36,7
Stat. generalis : dbn
Stat. obst : His 4x/10’/45”, DJJ : 140 dpm
I : v/u tenang
vt : Ø lengkap, ketuban (-), kepala H III-IV
A : PK II pada G1 Hamil 37 minggu, JPKTH, ketuban pecah 21 jam, air ketuban berkurang
P: Asuhan PK II pimpin ibu meneran
05.45
Lahir spontan bayi Perempuan, berat lahir 2800 gr, panjang badan 50 cm, AS 8/9.
bayi dikeringkan dan diselimuti.
Air ketuban hijau encer.Tali pusat dijepit dan dipotong.
Ibu disuntik oksitosin 10 IU i.m .
Dilakukan PTT.
05.55
Lahir spontan plasenta, masase fundus, kontraksi baik.
Ruptur perinea grade II. Dilakukan haemostasis dan perineorafi.
Perdarahan 100cc
ANALISA KASUS Pada pasien, Ny. M, 31 tahun didapatkan ruptur perineum grade II. Dari
hasil ananmnesis, di dapatkan bahwa ini merupakan kehamilan yang pertama (primigravida). Pada ibu dengan paritas satu atau ibu primipara memiliki risiko lebih besar untuk mengalami robekan perineum daripada ibu dengan paritas lebih dari satu. Hal ini dikarenakan karena jalan lahir yang belum pernah dilalui oleh kepala bayi sehingga otot-otot perineum belum meregang. Luka-luka biasanya ringan tetapi kadang-kadang terjadi juga luka yang luas dan berbahaya. Sebagai akibat persalinan terutama pada seorang primipara, biasa timbul luka pada vulva di sekitar introitus vagina yang biasanya tidak dalam akan tetapi kadang-kadang bisa timbul perdarahan banyak.
Pada pasien ini tidak ditemukan adanya jaringan parut pada perineum dan adanya distosia bahu pada janin selama proses persalinan sehingga penyebab ruptur perinea dari sebab-sebab ini dapat disingkirkan. Penyebab ruptur karena episiotomi, ekstraksi vakum, dan forceps juga dapat disingkirkan, karena pada pasien ini tidak dilakukan tindakan-tindakan tersebut.
Sebab lain yang yang dapat menyebabkan ruptur perineum pada kasus ini adalah kepala janin terlalu cepat dilahirkan dan persalinan tidak dipimpin sebagai mestinya belum dapat disingkirkan. Hal ini bisa saja terjadi karena ada langkah yang mungkin kurang dikuasai seperti pengendalian kecepatan dan pengaturan diameter kepala saat melewati introitus vagina Selain itu saat dipimpin meneran, ibu tidak meneran sebagaimana yang diarahkan.
DAFTAR PUSTAKA Wiknjosastro, Hanifa. Ilmu kandungan. Edisi 2. Jakarta.Yayasan Bina
Sarwono Prawirohardjo. 2005 Cunningham FG et al. William Obstetrics. 22nd . New York. McGraw-Hill.2005 Rachimhadhi, Trijatmo. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawiohardjo.edisi 4.
Jakarta . PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2008 Pernoll M.L. Female Reproductive Anatomy and Reproductive Function. In :
Benson and Pernoll’s Handbook of Obstetrics and Gynecolog. Tenth Edition, McGraw-Hill Companies, USA : 2001. p.21-31
Sultan AH. Obstetric perinea injury and anal incontinence. Clinical Risk 1999;5:193–6.
Peyton VB. Episiotomy and Obstetric Laceration. In: 20 Common Problems,Surgical Problems and Procedure in Primary Care. Editor: Lynge DC, Weist B McGraw-Hill Book Co,Singapore :2001.p. 421-440
DEPKES RI. Buku Acuan Asuhan Persalinan Normal. 2008 Yulianti D, S,Kep. Penjahitan Vagina dan perineum. Editor: Pamilih, NS.
Dalam: Buku Saku Manajemen Komplikasi Kehamilan dan Persalinan. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta: 2006. hlm.316-326
top related