presus psoriasis kulit
Post on 26-Jul-2015
266 Views
Preview:
TRANSCRIPT
PRESENTASI KASUS
PSORIASIS
Disusun oleh :
KRISTIAN 1110221094
Dokter Pembimbing :
Dr. Ismiralda Oke, Sp.KK
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU- ILMU KESEHATAN
SMF ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN
RSUD Prof.Dr. MARGONO SOEKARJO
PURWOKERTO
2011
LEMBAR PENGESAHAN
PRESENTASI KASUS
PSORIASIS
Diajukan untuk memenuhi syarat
Mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior
Di bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin RSUD Prof. Dr. Margono Soekardjo
Purwokerto
Telah disetujui dan dipresentasikan
Pada tanggal JULI 2012
Disusun oleh :
Kristian
Purwokerto, Juli 2012
Dokter Pembimbing,
Dr. Ismiralda Oke, Sp.KK
I. STATUS PASIEN
A. IDENTITAS PASIEN Nama : Ny. W
Usia : 60 tahun
Alamat ` : Tegal Reja 04/05, Purwokerto
No. RM : 76-29-52
Tanggal Periksa : 11 Juli 2012
B. ANAMNESIS (AUTOANAMNESIS) Keluhan utama : gatal di daerah punggung yang menyebar ke tangan
Keluhan tambahan : timbul beberapa bercak-bercak merah yang bersisik kasar
dari hari ke hari.
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien wanita datang dengan keluhan utama gatal di daerah punggung yang
menjalar ke bagian tangan sejak kurang lebih satu bulan yang lalu. Sebenarnya
pasien telah berobat ke dokter umum 2 minggu yang lalu tetapi tidak sembuh.
Awalnya pasien mengira keluhan tersebut hanya sebagai biang keringat dengan
ditandai muncul bintik-bintik kemerahan. Tetapi, makin lama makin melebar
menjadi bercak-bercak kemerahan tersebut lalu bersisik kasar. Muncul bercak-
bercak merah yang disertai dengan sisik kasar hampir diseluruh tubuh.
Gatal terutama dirasakan pada saat berkeringat dan malam hari..
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pernah tidak pernah mengalami keluhan yang sama dengan saat ini.
Pasien menyangkal adanya penyakit darah tinggi, kencing manis dan alergi
makanan maupun obat.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada keluarga pasien yang menderita keluhan yang sama dengan pasien.
Riwayat Sosial Ekonomi :
Pasien tinggal bersama suami dengan dua orang anak dalam satu rumah dengan
profesi sebagai ibu rumah tangga saja.
C. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : baik
Kesadaran : composmentis
Tanda vital : Tekanan darah : 130/90
Nadi : 80 kali per menit
Respiratory rate : 16 kali permenit
Suhu : 36.8oC
BB : 68.5 kg
TB : 158 cm
Kepala : normocephal
Mata : konjungtiva dekstra et sinistra tidak anemis
sklera dekstra et sinistra tidak ikterus
Hidung : discharge tidak ada
Telinga : discharge tidak ada
Mulut : tidak sianosis
Leher : tidak ada pembesaran limfonodi regio servikal
Thoraks : cor et pulmo dalam batas normal
Abdomen : dalam batas normal
Ekstrimitas superior et inferior dekstra : tidak edem, akral hangat.
Status regionalis :
Region scapularis dekstra
Efloresensi : tampak plak eritema sirkumstrip yang multiple berukuran numular
dengan skuama yang menebal dan transparan.
Resume
Anamnesis
Pasien wanita usia 60 tahun datang ke poli kulit dan kelamin RSMS tanggal 11
Juli 2012 dengan keluhan gatal di bagian punggung yang menjalar ke tengkuk
sejak dua bulan lalu. Sudah mengalami keluhan yang serupa hampir satu bulan
yang lalu dan pernah berobat ke dokter umum sebelumnya. Penyakit sering
kambuh-kambuhan. Ditandai dengan bercak – bercak kemerahan yang awalnya
seperti gigitan nyamuk, kemudian makin lama melebar dan diatasnya terdapat
skuama yang kasar tanpa digaruk. Seluruh tubuh pasien ada bercak-bercak
tersebut, tetapi kini telah membaik, hanya kambuh pada bagian punggung.
Keluhan dirasakan memberat jika dalam kondisi berkeringat dna membaik jika
diobati salep dari dokter, tidak ada riwayat alergi dan penyakit yang sama dalam
keluarga.
Pemeriksaan fisik :
Keadaan umum : baik.
Kesadaran : compos mentis.
Tanda vital : Tekanan darah : 130/90
Nadi : 80 kali permenit
Respiratory rate : 16 kali permenit
Suhu : 36.8oC.
Status generalis : dalam batas normal
Status lokalis :
Regio scapularis dekstra :
Efloresensi : tampak plak eritema sirkumstrip yang multiple berukuran numular
dengan skuama yang menebal, berlapis-lapis dan transparan.
D. Diagnosis
Psoriasis
E. Differential Diagnosis
Parapsoriasis
Pitiaris rosea
Dermatitis seboroik
F. Pemeriksaan penunjang
Tidak ada usulan pemeriksaan penunjang pada pasien ini
G. Penatalaksanaan
Medikamentosa :
Metotrexat tablet 2.5 mg 1 kali per hari selama 14 hari (diminum sesuai
jadwal)
Asam folat tablet 5 mg 1 kali sehari
Curcuma tablet 1 kali sehari
Antihistamin 10 mg 2 kali sehari
Obat topikal
Salep deksametason
Preparat Ter
Preparat Tartarozen
Emolien
Edukasi
Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakitnya
Menjelaskan prognosis penyakit
Menghindari faktor-faktor kekambuhan penyakit.
Menjelaskan pasien agar teratur dalam mengkonsumsi obat dan pemakaian
obat salep
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. DefinisiPsoriasis merupakan suatu penyakit kulit autoimun yang bersifat kronik dan
residitif ditandai dengan bercak-bercak eritema berbatas tegas dengan skuama
yang kasar, berlapis-lapis dan transparan. Apabila skuama yang kasar itu dikerok
maka hasil kerokan tersebut menyerupai tetesan lilinyang dikenal dengan
fenomena Auspitz dan Kobner. Nama lain dari psoriasis juga biasa disebut
dengan psoriasis vulgaris. (Djuanda, 2006)
B. Epidemiologi
Psoriasis dapat terjadi pada usia dini. Puncak usia terkena psoriasis berada
pada usia sekitar 22 tahun, tetapi pada masa anak-anak psoriasis dapat menyerang
pada usia 8 tahun. Penyakit ini juga dapat menyerang pada usia senja yakni usia
55 tahun. Serangan psoriasis yang terjadi pada onset yang ini memprediksikan
penyakit ini lebih parah dan berlangsung lama dan keadaan ini menunjukkan juga
adanya riwayat keluarga dengan psoriasis. Perbandingan antara pria dan wanita
sama pada kasus ini.
Psoriasis dapat diturunkan bila terdapat anggota keluarga yang mengalami
psoriasis. Apabila salah satu dari orang tua menderita psoriasi, kemudian penyakit
ini akan diturunkan kepada anaknya berkisar 8% ; sedangkan jika kedua orangtua
menderita psoriasis, persentase penyakit akan diturunkan 41% kepada anaknya.
Terdapat bukti adanya system imun tipe gen HLA pada suatu keluarga yang
berkaitan mengenai psoriasis. Beberapa tipe HLA yang berpengaruh dalam
patogenesis psoriasis yakni HLA-B13, -B17, -Bw157 dan yang paling penting
adalah HLA-Cw6. (Fritzpatrick, 2003)
C. Etiologi
Beberapa etiologi dapat mencetuskan seseorang menderita psoriasis. Etiologi
tersebut berasal dari faktor keadaan lingkungan, kebiasaan hidup, genetik dan
faktor imunologis. ( Meffert et al, 2012)
1) Faktor lingkungan
Stress diketahui paling berpengaruh terhadap ekasaserbasi dari kejadian
psoriasis. Selain stress, faktor lain yang berpengaruh adalah udara dingin,
adanya trauma, infeksi (Staphylococcus aureus, Streptococcus aureus, Human
Immunodeficiency Virus), alkohol dan obat-obatan (penghentian tiba-tiba
konsumsi kortikosteroid sistemik, aspirin, litium, beta – blocker, obat
antimalaria, botulinum A). Stress diduga dapat memperparah psoriasis,
beberaap peneliti menyatakan psoriasis merupakan penyakit yang
berhubungan dengan stress. Hal ini dibuktikan adanya peningkatan
neurotransmitter pada plak psoriasis.
2) Faktor imunologis
Bukti menunjukkan bahwa psoriasis merupakan penyakit autoimun. Penelitian
menunjukkan adanya peningkatan sirkulasi TNF-α dalam kulit. Pemberian
TNF-α sebagai terapi berhasil dengan sukses. Peningkatan aktivitas sel
limfosit T memainkan peran penting dalam pathogenesis psoriasis dalam
pembentukan plak.
3) Faktor genetik
Psoriasis dapat dikatakan sebagai penyakit genetik seperti yang telah
diterangkan sebelumnya. Terdapat peran dari alel Human Leukocyte Antigents
(HLA), terutama HLA-Cw6. Psoriasi dalam keluarga memiliki pola dominan
autosomal. Sebuah penelitian meta-analisis menunjukkam terdapatnya dua
gen LCE yang terhapus, yakni LCE3C dan LCE3B. Kedua gen tersebut
menjadi faktor genetik umum kerentanan seseorang terhadap psoriasis.
(Riviera Munoz, 2011)
D. Patofisiologi Psoriasis
Kulit sebagai organ terluar tubuh memiliki system imun dan komponen
leuler yang penting. Lapisan epidermis kulit tersusun sistem imun yang utama,
seperti keratinosit, sel Langerhans, sel Dendritik, limfodit intraepidermal. Lapisan
dermis juga terdapat komponen sel imun berupa sel T dan makrofag. Keratinosit
sendiri menghasilkan berbagai sitokin yang merupakan bagian dari proses
terjadinya reaksi imun. Sitokin-sitokin tersebut IL-1, IL-6, IL-10, TGF-β dan
TNF-α. Sel Langerhans, dendritik, makrofag dan sel T mempunyai reseptor TCR
dan Fc-R yang akan memberikan spesifisitas terhadap respon imun.sel dermis
mengandung dua subtype dari sel T yakni CD4+ dan CD 8+ . Komponen sistem
imun kulit memiliki istilah SALT yang terdiri dari sel keratinosit, sel Langerhans
intraepitel sebagai sel APC dan respon imun. (Baratawidjaja, 2006)
Seperti yang telah diketahui sebelumnya, psoriasis merupakan suatu penyakit
autoimun yang terjadi akibat respon imun seluler atau humoral spesifik terhadap
konstituen-konstituen jaringan tubuh sendiri. (Dorland, 2000). Mekanisme
terjadinya psoriasis melibatkan beberapa sistem imun kulit yang telah disebutkan
sebelumnya.
Berdasarkan hipotesis yin dan yang, proses pembentukan lesi psoriasis
melibatkan sel keratinosit dan sel polimorfonukelar pada lapisan epidermis.
Mekanisme berjalan sangat komplek melibatkan keseimbanagan antara dua tipe
sistem imun baik sistem imun bawaan dan yang didapat, serta berbagai faktor dari
produksi keratinosit yang memberikan efek terhadap sel T dan sel dendritik atau
sebaliknya.
Berbagai faktor pencetus yang telah diketahui mampu menrespon sistem imun
di kulit. Antigen arau faktor pencetus akan merespon sistem imun yakni sel
keratonosit akan memproduksi sitokin-sitokin yang akan menarik sel neutrofil
untuk masuk ke jaringan kulit. Selain itu, palsmatocid sel Dendritik akan
teraktivasi dan menghasilkan CD11c+ sel dendritik. Sel dendritik CD11c + akan
memproduksi sejumlah sitokin (IL-23 dan IL-20) yang berpotensi mengaktivasi
sel T dan keratinosit. Produksi sitokin – sitokin oleh keratinosit yang telah
teraktivasi juga akan menyebabkan penarikan sel T (CD4+ dan CD 8+) ke lapisan
epidermis dan dermis. Adanya reaktivasi sel T, sel-sel polimorfonuklear,
sejumlah sitokin (TNF-α) yang menyebabkan peradangan menyebabkan
kerusakan lapisan epidermis, hiperproliferasi epidermis, angiogenesis pada dermis
dan peningkatan akumulasi sebukan sel radang yang dapat dijumpai pada lesi
psoriasis. (Lowes et al, 2007)
Perbandingan lapisan kulit normal dengan lesi psoriasis.
E. Manifestasi Klinis
Penderita psoriasis umumnya mengeluh gatal-gatal. Biasanya gatal semakin
diperberat saat tubuh berkeringat. Lesi bisa terdapat dimana saja, seperti scalp .
perbatasan daerah kepala dengan wajah, ekstrimitas bagian ekstensor (siku dan
lutut), punggung dan bagian lumbosaral. Lesi awal yang muncul dikulit berupa
makula dan papula eritematosa dengan ukuran mencapai lentikular-numular yang
menyebar secara sentrifugal. Efloresensi yang dapat dijumpai adalah plak
eritematosa besarnya dapat dari miliar hingga nummular dan dengan bentuk yang
beragam, dapat arsinar, sirsinar ataupun polisklik. Plak eritem sirkumstrip dan
merata dan diatasnya terdapat skuama yang berlapis-lapis, kasar dan berwarna
putih mika transparan. Apabila psoriasis ini dalam masa penyembuhan, eritema
yang berada di tengah kaan menghilang dan hanya terdapat pada bagian tepi.
Pada skuama, apabila skuama digoreskan dengan menggunakan benda
tajam menunjukkan tanda tetesan lilin. Jika penggoresan diteruskan akan timbul
fenomena Auspitz dengan bintik-bintik darah. Daerah bekas trauma atau garukan
tadi akan menimbulkan fenomena Kobner 3 minggu kemudian. Kelainan psoriasis
tidak hanya terjadi di kulit. kuku dan sendi juga dapat menunjukkan kelainan
penderita psoriasis. Kelaianan kuku yang muncul berupa pitting nail yakni
lekukan-lekukan miliar di kuku. ( Djuanda, 2006 ; Siregar. 2005)
Bentuk klinis :
1. Psoriasis vulgaris
Psoriasis yang paling sering ditemukan. Lesi berupa plak eritema multiple
sirkumpstrip dengan skuama yang tebal di atasnya.
2. Psoriasis Gutata
Lesi yang ditimbulkan berukuran kecil seperti tetesan air dengan diameter 1
cm. munculnya secara mendadak, biasanya muncul setelah penderita
mengalami penyakit saluran nafas atas sehabis influenza atau morbili. Infeksi
yang paling sering oleh bakteri Streptococcus aureus. Psoriasis bentuk gutata
sering dijumpai pada anak-anak dan dewas muda. Umumnya bentuk sisik
tidak tampat, tetapi akan tampak setelah ada goresan atau gesekan. Lesi
tersebar terpisah antara satu lesi dnegan lesi lainnya. Biasanya lesi psoriasis
dapat sembuh secara spontan selama beberapa minggu, tetapi biasanya akan
kembali muncul dan akan menjadi psoriasis kronik atau permanen psoriasis.
3. Psoriasis Inversa
Psoriasis yang terletak pada daerah fleksor, seperti siku, lutut dan lipatan-
lipatan tubuh lainnya.
4. Psoriasis eksudativa
Kelainan yang ditampakkan kering dan kelainan menyerupai dermatitis akut.
5. Psoriasis seboroik
Kelainan yang diperlihatkan merupakan gabungan antara psoriasis dengan
dermatitis seboroik. Pada lesi ini akan didapatkan skuama yang berminyak
dan sedikit lunak. Berlokasi didaerah seboroik.
6. Psoriasis pustulosa
Bentuk ini terbagi menjadi dua :
1. Psoriasis pustulosa palmoplantar
Psoriasis jenis ini bersifat kronik dan residitif, mengeni telapak tangan
atau telapak kaki atau keduana. Lesi yang tampak berupa kelompok-
kelompok pustule yang kecil steril dan dalam di atas kulit yang eritema
serta disertai dengan rasa gatal.
2. Psoriasis pustulosa generalisata akut
Psoriasis yang muncul akibat pengkonsumsian obat-obatan seperti
kortikosteroid, antibiotic golongan penisilin dan derivatnya serta antibiotic
betalaktam lainnya berupa sulfapiridin, morfin, sulfanomida. Selain itu
juga bisa dicetuskan oleh keadaan hipokalsemi, sinar matahari, stress
emosional dan infeksi bakteri ataupun virus.
Psoriasis ini dapat menyerang pada penderita yang sedang atau telah
menderita psoriasis atau bahkan pada penerita yang belum pernah
mengalami psoriasis. Lesi yang diperlihatkan berupa plak psoriasis yang
sudah ada semakin eritematosa, dan diikuti eritemosa dan edematosa pada
kulit yang normal selama beberapa jam kemudian. Timbul pula pustule-
pustul miliar diatas plak tersebut. Gejala awal sebelum muncul lesi
tersebut, penderita akan mengalami nyeri, hiperalgesia yang juga disertai
dengan gejala prodormal seperti demam, nausea, malaise dan anoreksia.
7. Eritroderma psoriatik
Bentuk ini muncul sebagai akibat penggunaan obat topical yang terlalu kuat
atau penyakit yang semakin meluas. Lesi yang timbul umumnya sudah sangat
eritema dengan skuama yang semakin menebal secara universal.(Djuanda,
2006 ; Frtzpatrick, 2003)
F. Histopatologi
Gambaran histopatologi psoriasis menunjukkan adanya penebalan pada lapisan
epidermis (akantosis) dan penipisan dari epidermis atas yang memanjang sampai
papilla dermis. Peningkatan permbelahan mitosis dari keratinosit, fibroblas, dan
sel endothelial. Terdapat parakeratosis hyperkeratosis. Sel dermis yang
mengalami inflamasi terdapat akumulasi sel radang limfosit dan monosit,
sedangkan di lapisan epidermis terdapat sebukan sel radang polimorfonuklear.
(Frtzpatrick, 2003)
G. Penegakkan Diagnosis
Penegakkan diagnosis psoriasis didasarkan atas anamnesis dan pemeriksaan
klinis kulit. anamnesis akan didapatkan informasi dari pasien berupa adanya rasa
gatal dan timbul kelainan lesi kemerahan padat dengan sisik yang makin lama
makin menebal tanpa adanya garukan. Adanya riwayat keluarga yang sama
dengan keluhan pasien mengindikasikan bahwa penyakit tersebut diturunkan
genetik. Hasil pemeriksaan klinis akan ditemukan lesi plak eritema yang
sirkumstrip, berskuama tebal, kasar dan berwarna putih mika transparan.
Predileksi dapat terjadi di scalp . perbatasan daerah kepala dengan wajah,
ekstrimitas bagian ekstensor (siku dan lutut), punggung dan bagian lumbosaral.
H. Diagnosis Banding
1. Parapsoriasis en plaque
Parapsoriasis juga tergolong pada penyakit dermatosis eritoskuamosa yang
perjalananan penyakitnya juga kronik dan munculnya perlaha-lahan.
Efloresensi yang ditampakkan eritema dan skuama. Bercak eritema umumnya
permukaannya datar, bulat atau lonjong dengan sedikit skuama, berwarna
merah jambu, coklat atau agak kuning.
2. Pitiariasis rosea
Penyakit kulit golongan dermatosis eritroskuamosa yang penyebabnya belum
diketahui. Lesi berupa eritema dan skuama yang halus. Lesi memberi
gambaran anular dan soliter, bentuk lonjong dan hampit tidak nyata meninggi.
Lesi berjumlah multiple dan sejajar dengan dengan kosta menyerupai pohon
cemara terbalik.
3. Dermatitis seboroik
Dermatitis seboroik menunjukkan lesi berupa eritema dengan skuama yang
berminyak dan agak kekuningan dengan batas yang kurang tegas dan lebih
terkena pada daerah yang seboroik.
I. Penatalaksanaan
1. Medikamentosa sistemik
a) Kortikosteroid
Kortikosteroid diketahui memiliki efek anti-inflamasi dan
immunosupresif. Kortisol dan analog sintetik dapat mencegah atau
menekan timbulnya gejala inflamasi akibat radiasi, infeksi, zat
kimia,mekanik, atau alergen. Secara mikroskopik obat ini menghambat
fenomena inflamasi dini, yaitu edema, deposit fibrin, dilatasi kapiler,
migrasi leukosit ke jaringan yang mengalami inflamasi aktivitas
fagositosis. Kortikosteroid juga menekan inflamasi yang telah lanjut,
seperti proliferasi fibroblast dan kapiler, pengumpulan kolagen dan
pembentukan sikatriks. Hal ini dikarenakan efek kortisol yang menekan
cytokine dan chemokyn inflamasi serta mediator inflamasi lainnya seperti
lipid dan glikoprotein. Pemberian kortikosteroid sistemik hanya pada
kasus psoriasis eritroderma, arthritis psoriasis dan psoriasis pustulosa.
Preparat yang diberikan adalah prednisone dengan dosis rendah antara 30-
60 mg. jika gejala klinis telah kurang, dosis di tapering off.
b) Obat sitostatik
Berdasarkan National Psoriasis Foundation Consensus Conference 2009
metotrexat sebagai terapi dalam penatalaksanaan psoriasis dan psoriasis
bentuk apapun. Metotrexat merupakan sebuah obat sitostatik antimetabolit
dan antifolat. Obat ini bekerja pada penyakit autoimun seperti psoriasis
dengan cara menghambat aktivasi sel T dan menekan molekul adhesi
intraseluler yang diaktivasi oleh sel T. Pemberian metotrexat harus
memperhatikan kondisi penderita.
Berikut ini kontraindikasi relative dalam peresepan metotrexat :
1. Adanya kelainan fungsi ginjal
2. Adanya peningkatan enzim hepar
3. Hepatitis yang kronik atau rekuren
4. Sirosis
5. Penderita denga riwayat meminum alcohol
6. Penderita dengan defisiensi imun, seperti HIV
7. Penyakit infeksi yang aktif, seperti TB yang tidak tertangani dengan
baik
8. Vaksin sebelumnya, terutama vaksin dengan bibit yang masih hidup
9. Obesitas
10. Diabetes militus
Sedangkan kontraindikasi absolut pemberian metotrexat adalah :
i. Wanita hamil
ii. Keadaan anemia, leucopenia dan trombositopeni yang signifikan.
Mengingat metotrexat merupakan obat antifolat, maka efek samping
yang tidak diinginkan adalah anemia megaloblastik. Peresepan metotrexat
seharusnya juga diberikan suplemen asam folat sebesar antara 1-5 mg
dosis perhari secara oral. Kemudian karena memiliki efek yang tidak baik
terhadap hepar, juga harus diberikan curcuma dengan dosis 1 x 200mg
tablet sebagai hepatoprotektan. Metotrexat dalam pengobatan psoriasis
diberikan selama 14 hari dalam rentang dosis antara 2.5 – 5 mg/hari.
Dapat diberikan secara mingguan dengan dosis 25 mg dan 50 mg pada
minggu berikutnya. Efek toksik yang berbahaya pada pemberian
metotrexat berupa myelosuppresion, hepatotoxicity, dan pembentukan
fibrosis pada paru.
( Kalb et al,2009 ; Djuanda, 2006 ; Siregar, 2005)
iii. DDS
Diaminodifenilsulfon dipakai sebagai pengobatan psoriasis pustulosa tipe
Barber dengan dosis 2x100 mg / hari. Efek samping yang dirasakan adalah
anemia hemolitik, methemoglobinemia dna agranulositosis. (Djuanda,
2006)
2. Medikamentosa topikal
a) Kortikosteroid topikal
Pengolesan obat berupa kortikosteroid topical memberikan hasil yang
baik pada penyakit psoriasis. Pengolesan dapat dilakukan dengan cara
pada daerah skalp, muka, lipatan dan genitalia eksterna dipilih
kortikosteroid potensi sedang. Seperti hidrokortison 0.2%. Sedangkan
pada bagian badan dan ekstrimitas dapat diberikan salep kortikosteroid
potensi kuat seperti dexamethasone 0.25%. Efek jangka panjang
penggunaan salep kortikosteroid topikal dapat berupa tealngiektasis .
b) Preparat Ter
Preparat Ter memperlihatkan hasil yang baik dalam pengobatan
psoriasis karena efeknya sebagai antiradang. Preparat ter ini sering sekali
digunakan oleh dokter. Preparat Ter yang paling efektif untuk mengobati
psoriasis menahun yang berasal dari batubara, sedangkan untuk psoriasis
yang akut dengan preparat Ter yang berasal dari kayu. Konsentrasi yang
digunakan sebesar 2-5%, dimulai dengan konsentrasi rendah, jika tidak
ada perbaikan konsentrasi dinaiikan. Agar lebih efektif bisa digabung
dengan asam salisilat 3-3% dan gunakan sebagai salep karena memiliki
daya penetrasi yang baik.
c) Tazaroten
Tazaroten merupakan molekul retinoid asetilinik topikal yang bekerja
dengan menghambat proliferasi dan normalisasi petanda differensiasi
keratinosit dan menghambat petanda proinflamasi pada sel radang yang
menginfiltrasi kulit.
Tazaroten tersedia dalam bentuk gel dan krim dengan konsentrasi 0.05%
dan 0.1%. apabila tazaroten dikombinasi dengan steroid topikal potensi
sedang dan kuat akan mempercepat penyembuhan penyakit. Efek samping
yang ditimbulkan berupa rasa gatal, terbakar, dan eritema pada 30% kasus
bersifat fotosintesis.
d) Emolien
Efek obat ini melembutkan permukaan kulit pada badan, ekstrimitas atas
dan bawah. Biasanya diberikan dalam bentuk salep dengan bahan dasar
vaselin untuk meninggikan daya penetrasi bahan aktif. (Djuanda, 2006)
J. Prognosis
Psoriasis akut gutata timbulnya secara mendadak dan muncul sebagai bercak-
bercak kemerahan. Psoriasis dapat membaik bila diobati secara adekuat. Tetapi,
penyakit ini bisa mnegalami rekurent sewaktu-waktu. Ketidaknyamanan pasien
dalam hal kosmetik akibat plak-plak pasoriasis yang timbul.
III. PEMBAHASAN
I. Cara penentuan diagnosis
Gatal merupakan keluhan utama dari pasien penyakit kulit secara umum.
Namun, untuk menentukan diagnosis dari berbagai jenis penyakit kulit yang ada
harus didasarkan dari anamnesis yang mendalam dan pemeriksaan klinis. Setiap
penyakit kulit memiliki ke khasan nya masing-masing dilihat dari bentuk
efloresensinya. Penyakit kulit tersebut dapat bersifat akut atau kronik, dapat hilang
seterusnya bila diobati secara adekuat bahkan ada yang bersifat residitif. Etiologi
nya pun bervariasi dapat Karena adanay infeksi bakteri, virus atau jamur, penyakit
alergi dan autoimun.
Pasien wanita dalam kasus ini mengeluhkan gatal-gatal yang telah dirasakan
kurang lebih sudah 2 tahun lalu ini. Gatal dirasakan terutama pada bagian
punggung dan menjalar ke tengkuk. Beliau rajin kontrol ke rumah sakit mengenai
penyakitnya.Gatal yang beliau rasakan kambuh-kambuhan bila obat yang telah
diberikan telah habis. Baru dua bulan ini keluhan tersebut timbul kembali. Keluhan
gatal dirasakan memberat jika dalam kondisi tubuh yang berkeringat. Pasien selain
mengeluh gatal-gatal, juga timbul suatu bintik – bintik merah yang melebar dan
bersisik dari hari ke hari pada daerah punggung. Pasien juga menyatakan
sebelumnya bintik-bintik merah juga didapatkan pada seluruh tubuh, tetapi sudah
mengalami perbaikan di bagian lain. Pada kepala pasien juga ada keluhan gatal-
gatal dalam bentuk seperti ketombe. Beliau baru merasakan keluhan tersebut saat
dua tahun lalu dan tidak pernah saat masih kecil. Riwayat keluarga pasien tidak
ada yang mengalami penyakit yang sama oleh pasien. Pasien menyangkal tidak
adanya riwayat alergi makanan apapun. Pemeriksaan klinis pada kulit pasien
menunjukkan efloresensi berupa plak eritema yang sirkumstrip dan diatasnya
terdapat skuama yang menebal dan berlapis-lapis serta transparan pada bagian
punggung. Lesi multiple, berukuran plakat dan diskrit.
Apabila ditelaah dari kasus diatas, penyakit kulit pada pasien termasuk
bersifat kronik dan residitif. Hal itu terdapat dari informasi yang didapatkan dari
informasi pasien yang mengatakan pasien telah mengalami keluhan yang serupa
sudah sejak dua tahun lalu dan kambuh-kambuhan. Penyakit ini bukan disebabkan
oleh alergi karena pasien tidak memiliki riwayat alergi. Riwayat keluarga pasien
tidak ada yang mengeluh keluhan yang sama dengan pasien, sehingga penyakit
kulit tersebut tidak diturunkan secara genetik. Lesi yang berbentuk plak eritema
yang sirkumstrip dengan skuama yang menebal dan transparan pada hasil
pemeriksaan klinis menunjukkan penyakit kulit yang diderita merupakan penyakit
golongan dermatosis eritroskuamosa.
Penegakan diagnosis penyakit kulit pada pasien dalam kasus ini adalah
psoriasis karena ciri-ciri dan ke-khasan yang ditunjukkannya. Penyakit pasien
kasus ini bersifat kronik dan residitif serta ditandai dengan lesi kulit yang berupa
plak eritema yang sirkumstrip dengan skuma transparan yang berlapis-lapis. Hal
tersebut sesuai dengan definisi dari psoriasis yang menunjukkan suatu penyakit
kulit golongan eritoskuamosa disebabkan oleh autoimun, yang bersifat kronik dan
residitif dan ditandai dengan bercak-bercak eritema berbatas tegas dengan skuama
kasar (Djuanda, 2006). Penyakit autoimun sendiri merupakan penyakit yang terjadi
akibat respon imun seluler atau humoral spesifik terhadap konstituen-konstituen
jaringan tubuh sendiri (Dorland, 2000). Terdapat faktor genetik yang
mempengaruhi kejadian psoriasis. Kasus psoriasis ini sepertinya bukan bersifat
genetik. Pasien dalam kasus ini baru mengalami keluhan bukan dari usia dini dan
tidak ada keluarga yang mengalami penyakit yang serupa dengan pasien. Menurut
pustaka, bahwa psoriasis yang terjadi pada usia lebih dini (masa anak-anak)
menunjukkan adanya penyakit genetik yang diturunkan dari kedua orangtuanya
(Fritzpatric, 2003). Kasus psoriasis yang ditemukan pada kedua orang tuanya,
presentase resiko mengalami psoriasis pada anak-anaknya mencapai 30-39%,
sedangkan bila kedua orangtuanya tidak mengalami psoriasis, resiko psoriasis
mencapai 12% (Djuanda, 2006).
II. Penyingkiran diagnosis banding
Diagnosis banding kasus : parapsoriasis, pitiariasis rosea, dermatitis seboroik
1. Parapsoriasis en plaque
Parapsoriasis juga tergolong pada penyakit dermatosis eritoskuamosa yang
perjalananan penyakitnya juga kronik dan munculnya perlaha-lahan.
Efloresensi yang ditampakkan eritema dan skuama. Bercak eritema umumnya
permukaannya datar, bulat atau lonjong dengan sedikit skuama, berwarna
merah jambu, coklat atau agak kuning. Diagnosis banding parapsoriasis en
plaque dapat disingkirkan karena lesi yang ditunjukkan pasien dalam kasus
berupa plak eritema yang meninggi, berbatas tegas dengan skuama yang
menebal dan trasnparan.
2. Pitiariasis rosea
Penyakit kulit golongan dermatosis eritroskuamosa yang penyebabnya belum
diketahui. Lesi berupa eritema dan skuama yang halus. Lesi memberi
gambaran anular dan soliter, bentuk lonjong dan hampit tidak nyata meninggi.
Lesi berjumlah multiple dan sejajar dengan dengan kosta menyerupai pohon
cemara terbalik. Diagnosis ini dapat disingkirkan karena skuama pada
pitiariasis halus, sedangkan pada pasien ini diatas plak eritema terdapat skuama
yang kasar.
3. Dermatitis seboroik
Dermatitis seboroik menunjukkan lesi berupa eritema dengan skuama yang
berminyak dan agak kekuningan dengan batas yang kurang tegas dan lebih
terkena pada daerah yang seboroik. Diagnosis banding dermatitis seboroik
dapat disingkirkan melihat skuama yang ditunjukkan pada pasien tidak
berminyak dan berwarna kekuningan.
III. Penatalaksanaan
1. Metotrexat
Pemberian metotrexat efektif dalam mengobati kasus psoriasis. Bisa
mengobati kasus psoriasis dalam bentuk apapun. Obat ini bekerja pada
penyakit psoriasis dengan cara menghambat aktivasi sel T dan menekan
molekul adhesi intraseluler yang diaktivasi oleh sel T. Pemberian
metotrexat harus memperhatikan kondisi penderita. Pemberian dosis
metotrexat dalam pasien ini sebesar 2.5 mg. Selain itu, senyawa ini
menghambat asam dihidrofolat reduktase yang menyebabkan
penghambatan asam folat. Defisiensi asam folat menyebabkan anemia
megaloblastik. Metotrexat juga bersifat hepatotoksik, untuk sangat
dikotraindikasikan pemberian obat ini pada pasien dengan gangguan
hepar. Peresepan metotrexat dalam pengobatan psoriasis juga harus
diberikan suplemen asam folat 5 mg / hari dan curcuma sebagai
hepatoprotektan.
2. Antihistamin H1
Pemberian antihistamin H1 pada kasus ini diindikasikan karena gatal
sebagai keluhan utama pasien. Obat ini bekerja dengan menghambat
mediator histamine 1di perifer yang terbentuk dari reaksi imunologi.
Sediaan yang diberikan pada pasien ini loratadine 10 mg yang diminum
dua kali sehari.
Pemberian obat topikal
Kortikosteroid, preparat Ter, tazaroten dan emolien
1. Kortikosteroid topikal
Pengolesan obat berupa kortikosteroid topical memberikan hasil yang
baik pada penyakit psoriasis. Pengolesan dapat dilakukan dengan cara
pada daerah skalp, muka, lipatan dan genitalia eksterna dipilih
kortikosteroid potensi sedang. Seperti hidrokortison 0.2%. Sedangkan
pada bagian badan dan ekstrimitas dapat diberikan salep kortikosteroid
potensi kuat seperti dexamethasone 0.25%. Efek jangka panjang
penggunaan salep kortikosteroid topikal dapat berupa telangiektasis.
Karena predileksi lesi berada di bagian punggung, maka salep
kortikosteroid yang diberikan pada pasien ini deksametason. (Lebwohl,
2005)
2. Preparat Ter
Peraparat ter memperlihatkan hasil yang baik dalam pengobatan
psoriasisn karena efeknya sebagai antiradang. Preparat ter ini sering
sekali digunakan oleh dokter. Preparat ter hanya dipakai pada kasus
kronik. Hal ini sesuai kondisi penyakit pasien yang bersifat kronik
karena sudah berlangsung hamper 2 tahun. Preparat Ter yang paling
efektif untuk mengobati psoriasis menahun yang berasal dari batubara,
sedangkan untuk psoriasis yang akut dengan preparat Ter yang berasal
dari kayu. Konsentrasi yang digunakan sebesar 2-5%, dimulai dengan
konsentrasi rendah, jika tidak ada perbaikan konsentrasi dinaiikan.
Agar lebih efektif bisa digabung dengan asam salisilat 3-3% dan
gunakan sebagai salep karena memiliki daya penetrasi yang baik.
Sediaan preparat ter berupa salep hidrofilik, yakni likuor karbonis
deterjen 5%. (Djuanda, 2006)
3. Emolien
Efek obat ini melembutkan permukaan kulit pada badan, ekstrimitas
atas dan bawah. Kerja emolien dalam melembutkan kulit dengan
meningkatkan hidrasi kulit dengan cara menurunkan evaporasi.
Biasanya diberikan dalam bentuk salep dengan bahan dasar vaselin
untuk meninggikan daya penetrasi bahan aktif. (Djuanda, 2006).
Prognosis
Penyakit psoriasis merupakan kondisi seumur hidup dan obat-obat yang
diberikan hanya mengontrol gejala yang timbul saja. Penyakit ini akan terus
cenderung berulang seperti yang dialami oleh pasien dalam kasus ini. Psoriasis
mungkin juga bisa menurunkan kualitas hidup seseorang. Timbulnya plak-plak
psoriasis disekujur tubuh pasien akan mempengaruhi kosmetika penampilan.
Penderita ini mungkin akan terlihat malu dan tidak nyaman dengan penampilannya.
Biaya pengobatan juga perlu dipertimbangkan.
IV. KESIMPULAN
1. Diagnosis pasien dalam kasus ini adalah didasarkan pada hasil anamnesis dan
pemeriksaan klinis.
2. Tidak terlalu berpengaruhnya pemeriksaan penunjang yang dilakukan, karena
dalam menegakkan diagnosis ini dari pemeriksaan fisik dan anamnesis sudah
cukup.
3. Pengobatan psoriasis terbagi kedalam pengobatan sistemik dan topical.
4. Pasien dengan psoriasis akan mengalami kekambuhan sepanjang hidupnya dan
menjalani perawatan untuk mengontrol tanda dan gejalanya.
5. Psoriasis dapat mempengaruhi kualitas hidup seseorang dilihat dari
ketidaknyamanan penderita terhadap plak-plak psoriasis yang timbul ditubuh
penderita.
Daftar Pustaka
1. Siregar, Robert. 2005. Psoriasis. Dalam : Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit.
Edisi 2. Penerbit Buku Kedokteran : EGC. Jakarta. Hal. 94-95.
2. Baratawidjaja, G. Karnen. 2006. Imunologi Kulit. Dalam :Imunologi Dasar.
Edisi 7. Penerbit : FKUI. Jakarta. Hal. 269
3. Djuanda, Adhi. 2006. Dermatosis Eritroskuamosa. Dalam : Ilmu Penyakit Kulit
dan Kelamin. Edisi ke empat. FK UI : Jakarta. Hal 189-194
4. Dorland. 2000. Dalam : Kamus Kedokteran. Penerbit Buku Kedokteran : EGC.
Jakarta. Hal 215.
5. Fitzpatrick TB et al. 2001. Psoriasis. Color Atlas and Synopsi of Clinical
Dermatology. 5th edition. MacGraw-Hill. Hal 54-58
6. Kalb, E. Robert, Bruce Strober, Gerald Weinstein, Mark Lebwohl. 2009. Review
Metotrexat and Psoriasis : 2009 National Psoriasis Foundation Consensus
Conference. Journals of American Academy of Dermatology. Volume 60. Nomor
5. pp. 824-837.
7. Lebwohl, M., PT Ting, J Y M Koo. 2005. Psoriasis Treatment : Traditional
Therapy. Report : Ann Rheum Dis. Volume 64. pp 83-86.
8. Lowes, A. Michael, Anne M. Bowcock, James G. Krueger. 2007. Pathogenesis
and Therapy of Psoriasis. Review Insight. Volume 445. pp : 866-872.
9. Riveira-Munoz E, He SM, Escaramís G, et al. 2011. Meta-Analysis Confirms the
LCE3C_LCE3B Deletion as a Risk Factor for Psoriasis in Several Ethnic Groups
and Finds Interaction with HLA-Cw6. J Invest Dermatol. May;131(5):1105-9
10. Siregar, Robert. 2005. Psoriasis. Dalam : Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit.
Edisi 2. Penerbit Buku Kedokteran : EGC. Jakarta. Hal. 94-95.
top related