restorasi das ciliwung - forda-mof.orgdkk.pdf · teknologi kehutanan pengelolaan daerah aliran...
Post on 02-Mar-2019
228 Views
Preview:
TRANSCRIPT
i
RESTORASI DAS CILIWUNG
978-602-397-015-5
ii
Sanksi Pelanggaran Pasal 72
Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002
Perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987
Perubahan atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982
Tentang Hak Cipta
1. Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
iii
Irfan Budi Pramono Endang Savitri Syahrul Donie
Tyas Mutiara Basuki Agung Budi Supangat
S. Andy Cahyono Ragil Bambang WMP
RESTORASI DAS CILIWUNG
UNS PRESS
iv
Perpustakaan Nasional : Katalog Dalam Terbitan (KDT)
Irfan Budi Pramono, dkk
Restorasi DAS Ciliwung. Cetakan ke-1 . Surakarta . UNS Press . 2016
xxviii + 121 Hal; 16 x 24.5 cm
RESTORASI DAS CILIWUNG. Hak Cipta @ Irfan Budi Pramono, dkk. 2016
Penulis
Irfan Budi Pramono
Endang Savitri
Syahrul Donie
Tyas Mutiara Basuki
Agung Budi Supangat
S. Andy Cahyono
Ragil Bambang WMP
Penyunting
Prof. Dr. Purwanto Hadi, M.Si.
Ir. C. Nugroho S. Priyono, M.Sc.
Dr. Saparis Soedarjanto, M.Si.
Tata Letak dan Sampul
Tomy Kusuma AP
Penerbit & Pencetak
Penerbitan dan Pencetakan UNS (Anggota IKAPI)
Jl. Ir. Sutami 36 A Surakarta, Jawa Tengah, Indonesia 57126
Telp. (0271) 646994 Psw. 341 Fax. 0271 7890628
Website : www.unspress.uns.ac.id
Email : unspress@uns.ac.id
Cetakan 1, Edisi I, Januari 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-undang
All Right Reserved
Dicetak : Dana Balitek DAS
ISBN 978-602-397-015-5
v
KATA PENGANTAR
Buku “Restorasi DAS Ciliwung” ditulis sebagai salah satu bentuk
keprihatinan akan bencana banjir yang setiap tahun melanda kota
Jakarta dengan frekuensi dan skala yang makin meningkat.
Sebagai Unit Pelaksana Teknis Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan yang mempunyai tupoksi melakukan penelitian
berkaitan dengan pengelolaan DAS, maka Balai Penelitian
Teknologi Kehutanan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai
(BPTKPDAS) Surakarta mencoba berkontribusi dalam
menyelesaikan permasalahan banjir di Kota Jakarta melalui
penulisan buku.
Disadari bahwa telah banyak penelitian dan publikasi mengenai
permasalahan dan usulan penyelesaian banjir di Kota Jakarta,
tetapi sampai saat ini penyelesaiannya belum signifikan. Untuk itu
buku “Restorasi DAS Ciliwung” menawarkan penyelesaian melalui
pendekatan Daerah Aliran Sungai.
Buku ini berisi tentang apa dan bagaimana melakukan restorasi
DAS secara teoritis, dan kemudian dicobakan pada DAS Ciliwung.
Data yang digunakan dalam tulisan ini merupakan hasil penelitian
dan desk study yang dilakukan oleh para peneliti Balai Penelitian
Teknologi Kehutanan Pengelolaan DAS sejak tahun 2013. Titik
berat dari buku ini adalah menetapkan tujuan akhir restorasi DAS
Ciliwung, serta bagaimana membuat perencanaan untuk
mencapai tujuan akhir tersebut.
Diharapkan buku ini dapat membantu para pemangku
kepentingan dari Provinsi DKI, Jawa Barat dan Banten dalam
mengurangi dampak banjir Kota Jakarta. Disadari bahwa buku
yang telah disusun masih memerlukan penyempurnaan melalui
penelitian-penelitian yang lebih mendalam, lebih komprehensif
vi
dan melibatkan lebih banyak bidang kepakaran, disamping
masukan yang diharapkan berasal dari para pemangku
kepentingan. Oleh karena itu penyempurnaanya perlu terus
dilakukan seiring dengan bertambahnya informasi dan teknologi
yang juga berkembang.
Ucapan terima kasih disampaikan kepada Prof. Dr. Purwanto Hadi,
M.Si., Ir. C. Nugroho S. Priyono, M.Sc. dan Dr. Saparis Soedarjanto,
M.Si. yang telah memberikan kritik dan saran untuk perbaikan
buku ini
Apresiasi juga disampaikan kepada para peneliti Balai
PenelitianTeknologi Kehutanan Pengelolaan DAS yang telah
menyisihkan waktu untuk dapat menyelesaikan buku Restorasi
DAS Ciliwung. Semoga tulisan ini dapat menjadi bahan
pertimbangan dalam menyelesaikan masalah banjir kota Jakarta.
Surakarta, Januari 2016
Kepala BPTKPDAS
Dr. Nur Sumedi, S.Pi, MP.
vii
RINGKASAN EKSEKUTIF
Banjir Jakarta bukan persoalan baru dan sudah terjadi sejak lama.
Banjir di Batavia dan Jakarta sekarang ini merupakan “takdir
sejarah”, akibat keputusan JP Coen yang membangun kota di
dataran rendah dan di bawah permukaan air laut. Berbagai
strategi sudah sejak lama diupayakan untuk memperbaiki takdir
sejarah ini. Sebagian besar strategi tersebut diarahkan untuk
mengurangi dampak negatif banjir. Namun demikian, seringkali
strategi tersebut tidak komprehensif dan bersifat sporadis. Hal ini
menyebabkan banjir terus terjadi di Jakarta.
Studi ini memberi gambaran tentang restorasi DAS, tahapan
restorasi DAS, dan perencanaan restorasi DAS. Secara khusus
studi ini berupaya memberi pemahaman tahapan untuk membuat
perencanaan restorasi DAS Ciliwung Dan Sekitarnya (DS).
Perencanaan restorasi DAS menjadi fokus buku ini karena
perencanaan dapat memberi arah yang jelas, efisiensi penggunaan
sumberdaya, efektivitas pengerahan sumberdaya, serta acuan
bagi monitoring dan evaluasi.
Sudah lebih dari 30 tahun sejak pencanangan rehabilitasi DAS
dilakukan, alhasil belum dapat menurunkan jumlah DAS yang
kritis. Fakta ini didukung pula dengan semakin meningkatnya
bencana hidrometerologis seperti banjir, sedimentasi, tanah
longsor, dan kekeringan. Walaupun peraturan yang terkait dengan
pengelolaan DAS sudah dengan jelas dan tegas mengatur tugas
pokok, fungsi dan kewenangan parapihak dalam pengelolaan DAS,
namun realitas menunjukkan bahwa DAS yang mengalami
kerusakan belumlah berkurang. Mengapa pengelolaan DAS yang
dilakukan selama ini belum dapat merestorasi kondisi DAS menjadi
lebih baik, yang diindikasikan terus terjadinya banjir Jakarta untuk
viii
DAS Ciliwung?. Bagaimana langkah-langkah untuk merestorasi DAS
sehingga menjadikannya lebih baik? Oleh karena itu, diperlukan
suatu cara bagaimana mengembalikan (restorasi) kondisi DAS yang
mengalami kerusakan tersebut, minimal mendekati seperti
keadaan semula.
Kegagalan Mengidentifikasi Masalah
Studi ini menunjukkan adanya kegagalan mengidentifkasi masalah
dalam pengelolaan DAS Ciliwung DS berupa (1) identifikasi sumber
banjir (bukan berasal dari hulu saja tetapi juga dari tengah dan
hilir), (2) efektivitas cara pengendalian banjir (lebih banyak reaktif,
sporadis, dan belum menggunakan DAS atau sub DAS sebagai
satuan pengelolaan), (3) perilaku masyarakat dan institusi tidak
berubah, (4) persepsi institusi berbeda-beda, (5) koordinasi belum
optimal (banyak lembaga, pusat-daerah, otonomi daerah,
resentralisasi kewenangan) (6) penegakan hukum lemah (political
will tidak diikuti keputusan tegas, sumberdaya tidak tersedia
secara memadai, termasuk peralihan penggunaan lahan menjadi
perumahan), (7) kapasitas drainase di perkotaan menurun.
Jumlah dan laju pertumbuhan penduduk yang tinggi
mengakibatkan lebih dari 50% lahan di DAS Ciliwung DS tertutup
pemukiman padat. Konservasi tanah dan air dengan penanaman
pohon sudah tidak memadai lagi karena sedikitnya lahan yang
tersedia. Masalah di daerah hulu dan tengah adalah tingginya
pasokan air banjir, menurunnya luas daerah resapan karena
meningkatnya pemukiman dan berkurangnya jumlah situ yang
ada. Adapun permasalahan di daerah hilir adalah: tidak
memadainya saluran drainase baik dari segi jumlah dan
kapasitasnya karena padatnya pemukiman, menumpuknya
sampah, tingginya sedimentasi, rendahnya lokasi Jakarta dari
permukaan laut, serta turunnya kapasitas rawa dan situ. Semua
hal tersebut di atas menjadikan Jakarta rutin kebanjiran.
ix
Restorasi: Dari Konsep ke Aplikasi
Restorasi diartikan sebagai pengembalian atau upaya
memperbaiki serta memulihkan kepada keadaan semula. Secara
spesifik, restorasi ekologis sebagai proses untuk membantu
pemulihan suatu ekosistem yang telah terdegradasi, rusak dan
hancur. Pengembalian DAS ke keadaan seperti semula merupakan
sesuatu yang sulit dilakukan, karena kondisi sudah berubah oleh
tuntutan kebutuhan hidup manusia. Oleh karenanya, pemahaman
restorasi DAS lebih diarahkan pada pencapaian kondisi masa
depan yang diinginkan (peningkatan daya dukung DAS).
Dalam implementasinya, tahapan restorasi DAS serupa dengan
tahapan pengelolaan DAS, meliputi perencanaan, implementasi
serta monitoring dan evaluasi. Dalam kajian ini lebih fokus pada
aspek perencanaan terutama identifikasi masalah dan rencana
tindak. Dalam studi ini, identifikasi masalah menggunakan
karakteristik/tipologi DAS, identifikasi banjir dengan tipologi DAS,
estimasi volume banjir dengan metode Curve Number,
penanggulangan banjir dengan konservasi air dan perbaikan
drainase.
Perencanaan restorasi DAS merupakan bagian penting dalam
rangkaian kegiatan restorasi DAS yang menentukan apakah
kegiatan yang akan dilakukan tepat sasaran dan menyelesaikan
masalah secara benar atau tidak. Secara umum, rencana restorasi
DAS meliputi: 1) alasan mengapa restorasi diperlukan, 2) deskripsi
kondisi DAS yang akan direstorasi, 3) tujuan dan sasaran dari
restorasi DAS, 4) deskripsi kondisi DAS yang ingin dicapai, 5)
bagaimana restorasi akan dilakukan, 6) rencana tata waktu dan
anggaran yang diperlukan untuk restorasi DAS, 7) monitoring dan
evaluasi pelaksanaan restorasi, dan 8) strategi jangka panjang
untuk pemeliharaan DAS yang telah direstorasi.
x
Pemilihan strategi dan pendekatan dalam restorasi DAS dapat
menentukan keberhasilan atau kegagalan restorasi. Terdapat
beberapa strategi yang dapat digunakan dalam restorasi yaitu:
restorasi, rehabilitasi, reklamasi, mitigasi, fabrikasi, rekayasa
ekologi, dan tidak melakukan apa-apa (to do nothing). Strategi
restorasi yang dipergunakan dapat tunggal maupun lebih dari satu
strategi yang disinergikan untuk mengatasi suatu pemulihan
berdasarkan pada prioritas masalah yang ada.
Setelah ditemukan strategi yang tepat untuk menyelesaikan
masalah dalam DAS, selanjutnya perlu identifikasi
cakupan/batasan kegiatan sesuai dengan masing-masing tujuan
kegiatan. Sebelumnya, dilakukan sinkronisasi hasil pemetaan
karakteristik DAS dengan peta Arahan Fungsi Kawasan serta
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) maupun kelas
Kemampuan Penggunaan Lahan (KPL). Selain itu dipertimbangkan
juga kebijakan nasional maupun daerah terkait pengembangan
wilayah yang bersangkutan.
Hasil proses tersebut di atas, kemudian dituangkan menjadi
matriks rencana kegiatan restorasi yang sifatnya indikatif pada
tingkat DAS, dengan penekanan permasalahan pada tingkat yang
lebih detail (kabupaten atau sub DAS prioritas). Matriks rencana
tindak berisi kolom masalah, jenis kegiatan, lokasi, biaya, tata
waktu, lembaga yang menangani. Rencana tindak restorasi DAS
meliputi dua macam rencana yang berbeda skala yaitu: (1)
Rencana tindak restorasi skala DAS, berupa matriks rencana
indikatif kegiatan restorasi dalam skala DAS dan (2) Rencana
tindak restorasi skala Sub DAS, berupa matriks rencana
operasional kegiatan restorasi dalam skala Sub DAS yang menjadi
prioritas. Selanjutnya ditetapkan bagian DAS mana yang
memerlukan prioritas penanganan restorasi dalam satuan sub DAS
(DTA dalam kabupaten) melalui penyusunan rencana restorasi
xi
yang lebih operasional dengan menggunakan metode “Sidik Cepat
Degradasi Sub DAS”.
Restorasi DAS Ciliwung Dan Sekitarnya
DAS Ciliwung DS mencakup wilayah Provinsi Jawa Barat
(Kabupaten Bogor, Kota Bogor, Kota Depok), Provinsi DKI (Kota
Jakarta Selatan, Jakarta Timur, Jakarta Pusat, Jakarta Barat, dan
Jakarta Utara), Provinsi Banten (Kota Tangerang dan Kabupaten
Tangerang). Areal terluas terletak di DKI Jakarta, yang meliputi
40% dari luas DAS Ciliwung DS. DAS Ciliwung DS merupakan DAS
yang berpenduduk padat (di atas 2.000 orang/km2), strategis, dan
penting. Implikasi dari perkembangan Jakarta membuat daerah
sekitarnya maju dengan pesat untuk memenuhi kebutuhan kota
Jakarta dalam penyediaan pemukiman, sarana pendukung,
pangan, air bersih dan sebagainya. Perkembangan ini apabila tidak
diantisipasi dapat menimbulkan persoalan di kemudian hari.
Dilihat dari struktur ekonomi, perekonomian DAS Ciliwung DS
mengandalkan pada perkembangan sektor ekonomi tersier dan
sekunder. Daerah dengan dominasi sektor sekunder terdapat di
pinggir kota yang menjadi pusat pertumbuhan ekonomi. Secara
keseluruhan, karakterisasi sosial ekonomi DAS Ciliwung DS
tergolong sedikit rentan (nilai 2) dengan kerentanan penduduk
agak rentan dan kerentanan ekonomi sedikit rentan.
Hasil studi ini menunjukkan tingkat kerentanan lahan tinggi
sampai dengan sangat tinggi banyak dijumpai di wilayah
Kabupaten Bogor yang meliputi luas 8.473 ha. Jika dilihat
keseluruhan DAS, tingkat kerentanan lahan tinggi hingga sangat
tinggi meliputi wilayah sekitar 14%, terbanyak terjadi di sub DAS
Ciliwung Hulu dan Tengah seluas 8.604 ha, diikuti DAS Kali
Pesanggrahan dan DAS Kali Angke sebesar 5.367,7 ha dan 2.864,6
xii
ha. Jika ditinjau dari penutupan lahannya, wilayah tersebut di atas
sebagian besar berupa tegalan.
Sub DAS Ciliwung Hulu yang sering dianggap sebagai sumber
bencana banjir Jakarta ternyata hanya memasok 8% dari seluruh
pasokan air banjir dan Sub DAS Ciliwung Tengah hanya 9%. Total
DAS Ciliwung DS sendiri hanya memasok 24% banjir Jakarta, dan
sisanya merupakan sumbangan DAS Kali Angke (19%), DAS Kali
Krukut dan yang lainnya. Pada DAS Ciliwung DS, wilayah yang
mempunyai tingkat kerawanan banjir tinggi (rentan) dan sangat
tinggi (sangat rentan) terbesar dijumpai pada wilayah Jakarta
Timur (45%) dan Jakarta Selatan (17%).
DAS Ciliwung DS dengan tingkat kerentanan lahan tinggi dan
sangat tinggi terdapat di DAS Ciliwung Hulu dan Tengah
(Kabupaten Bogor). Daerah tersebut juga merupakan pemasok air
banjir (17%) sebagai akibat jumlah curah hujan yang tinggi (rata-
rata hujan tahunan 3.156 mm/tahun). Tingginya pasokan air pada
daerah hulu, selain karena curah hujan yang tinggi juga
disebabkan berkurangnya situ-situ dan perubahan penutupan
lahan dari tutupan lahan yang bervegetasi menjadi pemukiman
sehingga kemampuan meresapkan air hujan menjadi berkurang.
Disamping DAS Ciliwung Hulu dan Tengah, pemasok air banjir yang
cukup besar lainnya adalah DAS Kali Angke (19%) dan DAS Kali
Krukut (13%). Pasokan air yang tinggi dan letak Kota Jakarta yang
datar memudahkan Jakarta mengalami kebanjiran.
Jumlah penduduk yang meningkat pesat membuat perubahan
penutupan lahan menjadi pemukiman juga meningkat baik dari
sisi luas maupun pertumbuhannya. Pertumbuhan pemukiman
tersebut tidak diikuti dengan pengembangan saluran drainase
yang baik dan mencukupi sehingga saluran drainase yang ada pada
saat hujan tidak mencukupi dan terjadi banjir. Upaya
pembangunan Banjir Kanal Barat sudah tidak mampu lagi
xiii
menampung volume air banjir sejak tahun 1973. Kapasitas saluran
drainase berkurang karena pemukiman, sampah, dan sedimentasi.
Disamping itu juga disebabkan oleh menurunnya kapasitas
tampung rawa.
Jadi karakteristik dasar DAS Ciliwung DS adalah (1) tingginya
pasokan air di daerah hulu, (2) bentuk lahannya yang dataran
rendah, dan (3) pemukiman padat dengan masyarakat yang tidak
sadar lingkungan. Ketiga hal inilah yang menjadi penyebab “takdir
sejarah” Jakarta selalu terkena banjir sampai saat ini. Hasil analisis
karakteristik DAS sejalan dengan kenyataan yang terjadi dan
telaah literatur bahwa DAS Ciliwung DS merupakan DAS yang
selalu menimbulkan bencana banjir di Jakarta dan sekitarnya sejak
jaman penjajahan Belanda hingga saat ini dengan kecenderungan
frekuensi, luasan wilayah kebanjiran, dan tingkat kerugian yang
semakin meningkat.
Rencana Tindak
Restorasi DAS Ciliwung DS ditujukan untuk mengurangi banjir di
Jakarta dan sekitarnya. Oleh karena pertambahan penduduk yang
sangat pesat dan diikuti pembangunan di segala sektor yang
cukup tinggi, restorasi DAS Ciliwung DS tidak bisa dikembalikan
seperti kondisi ideal seperti semula. Oleh karena itu dalam
merestorasi harus ada kriteria dan indikator yang dituju.
Berdasarkan PP. No. 37 Tahun 2012 tentang Pengelolaan DAS
telah dikelompokkan kondisi DAS menjadi (1) DAS yang
dipertahankan dimana kondisi DAS masih bagus dan (2) DAS yang
harus dipulihkan daya dukungnya sebagai akibat terjadinya
degradasi. Lebih rinci dalam Permenhut No. 61 Tahun 2014
tentang Monev Pengelolaan DAS telah ditetapkan kriteria DAS
yang baik daya dukungnya dengan mempertimbangkan aspek tata
air, lahan, dan sosek kelembagaan.
xiv
Untuk dapat merencanakan tindakan apa saja yang diperlukan,
harus dilakukan sinkronisasi antara kondisi penutupan lahan yang
ada (existing landcover), kelas Kemampuan Penggunaan Lahan,
dan arahan fungsi yang ada. Berdasarkan kesesuaian antara
penggunaan lahan dengan kelas KPL, masih dijumpai penggunaan
lahan untuk pertanian lahan kering (tegalan) pada lahan yang
tergolong kelas KPL VII (lahan diperuntukkan untuk hutan produksi
terbatas).
Rencana tindak yang bersifat indikatif untuk restorasi DAS
Ciliwung DS disertai dengan penguatan kelembagaan berikut jenis,
lokasi, biaya, tata waktu dan lembaga yang bertanggung jawab
disusun dalam suatu matriks rencana tindak. Rencana tindak yang
disarankan dalam buku ini mencakup 4 (empat) aspek, yaitu aspek
perlindungan DAS, penanggulangan bencana, pengembangan dan
penguatan kelembagaan.
Aspek perlindungan lebih mengutamakan menjaga agar tidak
terjadi penurunan daya dukung DAS. Daya dukung DAS dapat
ditingkatkan dengan penyelenggaraan konservasi tanah dan air
(UU 37 th 2014). Konservasi tanah dan air dilakukan dengan
memperbanyak air yang masuk ke dalam tanah sehingga hanya
sebagian kecil air hujan yang mengalir ke daerah hilir. Perlakuan
konservasi tanah dan air yang diterapkan didasarkan kepada
Permenhut No.70 Tahun 2008 tentang Pedoman Teknis
Rehabilitasi Hutan dan Lahan, yang meliputi sumur resapan,
embung, rorak, teras, Dam Penahan (DPn), dan Dam Pengendali
(DPi). Untuk pembuatan biopori dan sumur resapan dilakukan
pada pemukiman yang ada di hulu dan tengah DAS. Lokasi
penentuan konservasi tanah dan air didasarkan kepada hasil
analisis antara arahan fungsi lahan, kelas Kemampuan
Penggunaan Lahan, dan kondisi penutupan lahan.
xv
Berbeda dengan aspek perlindungan, aspek penanggulangan
bencana di DAS Ciliwung DS lebih dititikberatkan pada lokasi-lokasi
yang telah mengalami bencana. Rencana tindak dari aspek
penanggulangan bencana yang dapat dilakukan antara lain:
(1) konservasi tanah dan air di daerah hulu dan tengah DAS,
(2) peningkatan ruang terbuka hijau, (3) peningkatan kapasitas
drainase di daerah hilir DAS dan (4) peningkatan kapasitas polder.
Untuk kegiatan konservasi tanah dan air di daerah hulu dan
tengah dilakukan dengan pembuatan rorak atau jebakan air di
lahan hutan, pembuatan embung dan dam (pengendali dan
penahan) di lahan pertanian, pembuatan sumur resapan di
kawasan pemukiman, kolam resapan di kawasan industri dan
perkantoran. Berdasarkan studi ini, sumur resapan mempunyai
efektivitas paling tinggi, dan yang paling kecil adalah dam penahan
(DPn). Pembuatan sumur resapan, biopori, rorak, embung, dam
penahan dan pengendali serta mengintensifkan situ-situ yang ada
pada DAS Ciliwung Hulu dan Tengah diperkirakan dapat
mengurangi volume banjir Jakarta sebesar 34,39% dengan
kebutuhan biaya sebesar Rp. 11 trilyun (Tabel III-26).
Adapun untuk wilayah hilir, ruang terbuka hijau memungkinkan air
hujan meresap ke dalam tanah. Peningkatan ruang terbuka hijau
dilakukan dengan cara pembuatan hutan kota, taman-taman di
komplek perumahan, perkantoran, dan pabrik. Kegiatan ini dapat
dilakukan oleh pemerintah, swasta dan melibatkan partisipasi
masyarakat. Untuk daerah hilir atau wilayah yang rawan
kebanjiran pembuatan saluran dan pengaktifan drainase mutlak
diperlukan karena saluran yang ada sudah tidak dapat
menampung debit yang diestimasi terjadi. Selain itu perlu
dilakukan pembersihan sampah di sungai sehingga dapat
meningkatkan daya tampung sungai.
xvi
Polder dibutuhkan untuk menampung air yang tidak dapat
dialirkan terutama di daerah hilir. Selain pembangunan polder
baru, revitalisasi polder lama sehingga lebih efektif dalam
menampung air menjadi prioritas yang dapat dilakukan. Tidak
kalah pentingnya adalah pemeliharaan polder dan pelibatan
masyarakat sekitar dalam menjaga daya tampung polder.
Untuk pemanfaatan Sungai Ciliwung dapat dikembangkan antara
lain: pemanfaatan embung untuk budidaya ikan air tawar,
pengelolaan air untuk sumber bahan baku air minum,
pengendalian banjir Jakarta, pengelolaan kualitas air, pengelolaan
Sungai Ciliwung sebagai kawasan wisata, dan pemanfaatan Sungai
Ciliwung sebagai moda transportasi sungai. Masih banyak potensi
ekonomi yang dapat dikembangkan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.
Adapun penguatan kelembagaan mencakup koordinasi
kelembagaan, stakeholder engagement, dan mekanisme
pembiayaan. Berdasarkan PP. 37 Tahun 2012 tentang Pengelolaan
DAS dan Keppres No 12 Tahun 2012 tentang Penetapan Wilayah
Sungai bahwa DAS Ciliwung DS menjadi kewenangan Pemerintah
(pusat). Hal ini disebabkan karena DAS Ciliwung DS merupakan
DAS/Sungai Strategis Nasional dan melewati beberapa propinsi,
yaitu Propinsi Jawa Barat, Daerah Khusus Ibu Kota (DKI), dan
Propinsi Banten. Oleh karena itu, koordinasi menjadi penting
dalam kelembagaan pengelolaan DAS, baik dalam hirarki
pemerintahan maupun dalam hirarki masyarakat. Untuk
mendapatkan pengelolaan DAS yang dapat mengakomodasi
berbagai kepentingan parapihak diperlukan proses stakeholder
engangement. Pertama, harus dibangun spirit parapihak bahwa
sumberdaya alam DAS adalah “milik bersama” dan ditanamkan
bahwa penggunaan sumberdaya alam DAS oleh pihak tertentu
akan berpengaruh pada pihak lainnya. Kedua, diperlukan kejelasan
xvii
regulasi tentang pemanfaatan sumberdaya alam DAS dan
ketegasan penegakan aturannya. Ketiga, diperlukan struktur
interaksi yang jelas di antara parapihak dalam memanfaatkan
sumberdaya alam DAS. Pada setiap interaksi terdapat dua elemen
penting, yaitu kontak dan komunikasi. Kontak terjadi apabila ada
mimbar yang memungkinkan parapihak bisa saling menyapa dan
bertemu untuk mendiskusikan berbagai masalah DAS, seperti
Forum DAS yang ada saat ini. Kemudian, untuk membangun
komunikasi dibutuhkan persamaan persepsi, konsepsi, dan
strategi yang efektif serta efisien untuk memecahkan masalah
yang dihadapi. Oleh karena itu, peningkatkan stakeholder
engagement dilakukan dengan komunikasi intensif dengan
memanfaatkan media online. Dalam media dan forum ini bisa
dimuat kondisi dan keinginan pemangku kepentingan sekaligus
bisa dikomunikasikan hak dan kewajiban tiap pemangku, termasuk
hasil evaluasi, dan disosialisasikan siapa berbuat apa.
Untuk mekanisme pembiayaan dalam perspektif perundangan,
kewajiban pengelolaan DAS dan pemeliharaan lahan sudah diatur
dengan jelas termasuk sanksi apabila tidak melaksanakannya
dalam UU N0 37 Tahun 2014 tentang Konservasi Tanah dan Air.
Pada Pasal 30 ayat (1-2) menyatakan bahwa setiap orang yang
menggunakan tanah dan air pada setiap lahan (lindung, budidaya)
wajib menyelenggarakan Konservasi Tanah dan Air. Dalam pasal
60 ayat 2 menyebutkan bahwa: Orang perseorangan yang dengan
sengaja melakukan konversi lahan prima di kawasan lindung yang
mengakibatkan degradasi berat lahan prima dipidana paling lama
5 tahun dan atau denda paling banyak Rp. 7 Milyar, sedangkan
pasal 60 ayat 5 memberikan sanksi untuk kawasan budidaya
dengan pidana 4 tahun dan atau denda Rp. 3 Milyar.
Selain ketentuan perundangan di atas, terdapat beberapa
mekanisme pembiayaan yang dapat dipilih dalam pelaksanaan
xviii
kegiatan restorasi DAS, antara lain: (1) dana dari setiap
pemangku/pemanfaat lahan sesuai peraturan yang ada, (2) dana
konpensasi hulu hilir, (3) dana CSR (Cooperate Social
Responsibility) perusahaan yang menikmati kelestarian DAS,
(4) dana subsidi pemerintah, (5) dana pemerintah (pusat, daerah,
sesuai dengan kewenangannya), khususnya untuk kegiatan
pengelolaan DAS yang mempengaruhi orang banyak, seperti
pembangunan bendungan, dam penahan, waduk, dam
pengendali, dan sebagainya, (6) dana dimasukan ke dalam biaya
pembangunan desa, dan (7) dana CSR dari luar negeri.
Menjembatani Kesenjangan Antara Aspirasi dan Aplikasi
Studi ini menawarkan beberapa rekomendasi. Pertama, konservasi
tanah dan air tidak cukup hanya dilakukan di DAS Ciliwung saja
karena kontribusi banjir dari DAS di luar Ciliwung mencapai 76%
terhadap banjir Jakarta. Kedua, konservasi air di daerah hulu dan
tengah DAS Ciliwung DS yang meliputi pembuatan sumur resapan,
biopori, DPi, rorak, embung, dan DPn dapat mengurangi banjir
sekitar 34% dengan biaya sekitar Rp. 11 trilyun. Ketiga, perlu
dilakukan peningkatan koordinasi antar parapihak sebagai basis
penguatan kelembagaan pengelolaan DAS lintas propinsi.
Keempat, perlu disosialisasikan perubahan paradigma dari
mengalirkan menjadi meresapkan dan dari mengelola sungai
menjadi mengelola Daerah Aliran Sungai. Kelima, dimulainya
keterbukaan informasi dalam pengelolaan DAS (dapat diakses
secara online rencana, pelaksanaan, serta monitoring dan
evaluasinya). Informasi tersebut berisi: apa, siapa, dimana, kapan,
bagaimana, berapa biaya yang dibutuhkan, sehingga parapihak
tahu hak dan kewajibannya. Keenam, perlu dibuat desa contoh
yang bersahabat dengan air, yaitu membuat percontohan
bagaimana memasukkan air sebanyak mungkin ke dalam tanah
xix
dan bagaimana memanen air hujan sebagai sumber air. Selain itu,
diperlukan penambahan saluran drainase serta pemikiran yang
terkait dengan ke-PU-an, contoh-contoh konservasi air di pinggir
jalan dan di lahan parkir.
Restorasi DAS merupakan upaya yang menyeluruh, terintegrasi
dan berkesinambungan untuk menyelesaikan masalah utama
dalam DAS sehingga ekosistem DAS dapat pulih kembali seperti
semula. Diperlukan waktu yang cukup lama dalam proses restorasi
ini, namun pembelajaran pada kasus DAS Ciliwung DS diharapkan
dapat menginspirasi, menjadi lesson learn, dan pemantik bagi
pengelolaan DAS yang lebih baik. Pengalaman, pengetahuan, dan
aspirasi yang terdokumentasikan dalam buku kecil ini setidaknya
menjadi titik loncat baru bagi restorasi DAS yang dipulihkan
(rusak) sehingga menjadi lebih baik. Tidak dapat dipungkiri bahwa
apa yang disajikan dalam buku ini masih dalam aras panduan,
pedoman, dan rencana indikatif, belum menyentuh implementasi
secara luas dan masif.
Implementasi restorasi DAS Ciliwung membutuhkan aksi bersama
para pihak, sinergi antar institusi, penegakan aturan, komunikasi,
dan penyatuan kepentingan bersama bahwa pengelolaan DAS
Ciliwung merupakan tanggung jawab bersama. Semoga buku ini
menjadi aransemen baru bagi pengelolaan DAS dan mengakhiri
“takdir sejarah”, Jakarta kebanjiran.
xx
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ..................................................................... v
RINGKASAN EKSEKUTIF ......................................................... vii
DAFTAR ISI ................................................................................. xx
DAFTAR TABEL ....................................................................... xxii
DAFTAR GAMBAR ................................................................... xxv
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................. xxvii
I. PENDAHULUAN ....................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ......................................................................... 1
1.2. Tujuan ...................................................................................... 7
1.3. Sistematika Buku ..................................................................... 7
II. RESTORASI: DARI KONSEP KE APLIKASI ...................... 9
2.1. Berawal dari Konsep Restorasi ................................................ 9
2.2. Arah Restorasi ......................................................................... 9
2.3. Berakhir ke Aplikasi Restorasi .............................................. 10
2.4. Identifikasi Masalah ............................................................... 17
2.5. Perhitungan Volume Banjir ................................................... 22
2.6. Rencana Tindak ..................................................................... 23
III. RESTORASI DAS CILIWUNG DS ...................................... 29
3.1. Kondisi Umum....................................................................... 29
3.1.1. Kerentanan Lahan ....................................................... 51
3.1.2. Kerentanan Banjir ....................................................... 53
3.1.3. Kerentanan Penduduk terhadap Lahan ........................ 56
3.1.4. Kerentanan Ekonomi Masyarakat ............................... 59
3.1.5. Kerentanan Sosial Ekonomi ........................................ 61
3.2. Isu Utama ............................................................................... 64
xxi
3.3. Tujuan Restorasi .................................................................... 69
3.3.1. Tujuan .......................................................................... 69
3.3.2. Sasaran Restorasi ......................................................... 69
3.3.3. Kondisi yang diinginkan ............................................. 70
3.4. Rencana Tindak ..................................................................... 70
3.4.1 Aspek perlindungan DAS ............................................ 72
3.4.2. Aspek Penanggulangan Bencana ................................ 75
3.4.3. Aspek Pengembangan/Pemanfaatan............................ 77
3.4.4. Aspek Penguatan Kelembagaan .................................. 79
3.5. Rekomendasi .......................................................................... 88
IV. PENUTUP .............................................................................. 91
Daftar Pustaka ................................................................................ 92
Lampiran ....................................................................................... 95
xxii
DAFTAR TABEL
Tabel II-1. Klasifikasi kerentanan DAS ...................................... 19
Tabel II-2. Penentuan kerentanan lahan (kekritisan
lahan/kerentanan lahan terhadap erosi) ................. 20
Tabel II-3. Penentuan kerentanan pasokan air banjir ............... 20
Tabel II-4. Formulasi daerah rawan banjir ................................ 20
Tabel II-5. Formulasi kerentanan penduduk
terhadap lahan ......................................................... 21
Tabel II-6. Formulasi kerentanan ekonomi DAS ........................ 21
Tabel II-7. Klasifikasi tingkat kerentanan Sub DAS .................... 24
Tabel III-1. Luas Sub DAS dalam setiap Kabupaten di
DAS Ciliwung DS ....................................................... 31
Tabel III-2. Luas masing-masing sistem lahan DAS
Ciliwung DS ............................................................... 34
Tabel III-3. Luas masing-masing arahan fungsi lahan
pada DAS Ciliwung DS .............................................. 36
Tabel III-4. Penutupan lahan DAS Ciliwung DS .......................... 39
Tabel III-5. Kelas Kemampuan Penggunaan Lahan di
DAS Ciliwung DS ....................................................... 40
Tabel III-6. Jumlah penduduk per kabupaten/kota di
DAS Ciliwung DS ....................................................... 41
Tabel III-7. Kepadatan penduduk per kabupaten/kota
di DAS Ciliwung DS (orang/km2) ............................... 42
Tabel III-8. Struktur ekonomi kabupaten kota di DAS
Ciliwung DS, 2009—2013 ......................................... 44
Tabel III-9. Pendapatan perkapita di DAS Ciliwung DS,
2009-2013................................................................. 45
Tabel III-10. Garis kemiskinan masing-masing
kabupaten/kota di DAS Ciliwung DS ........................ 46
xxiii
Tabel III-11. Jumlah penduduk miskin masing-masing
kabupaten/kota di DAS Ciliwung DS ........................ 47
Tabel III-12. Persentase penduduk miskin masing-
masing kabupaten/kota di DAS Ciliwung
DS .............................................................................. 49
Tabel III-13. Laju pertumbuhan ekonomi per
kabupaten/kota di DAS Ciliwung DS ........................ 50
Tabel III-14. Tingkat kerentanan lahan tiap sub DAS di
masing-masing kabupaten/kota ............................... 51
Tabel III-15. Luas (ha) daerah rawan kebanjiran di tiap-
tiap Propinsi di DAS Ciliwung DS .............................. 55
Tabel III-16. Kerentanan penduduk terhadap lahan di
DAS Ciliwung DS ....................................................... 57
Tabel III-17. Kerentanan dinamis penduduk terhadap
lahan di DAS Ciliwung DS .......................................... 58
Tabel III-18. Kerentanan ekonomi kabupaten kota di
DAS Ciliwung DS ....................................................... 59
Tabel III-19. Kerentanan dinamis ekonomi di DAS
Ciliwung DS ............................................................... 60
Tabel III-20. Karakterisasi Kerentanan sosial ekonomi
DAS Ciliwung DS ....................................................... 61
Tabel III-21. Tipologi dinamis sosial ekonomi DAS
Ciliwung DS ............................................................... 62
Tabel III-22. Tingkat kerentanan dinamis sosial
ekonomi DAS Ciliwung DS ........................................ 63
Tabel III-23. Kriteria daya dukung DAS yang tergolong
baik menurut Permehut No. 61 Tahun
2014. ......................................................................... 70
Tabel III-24. Beberapa contoh penutupan lahan yang
kurang sesuai dengan arahan fungsi lahan
pada kelas Kemampuan Penggunaan
Lahan VIIg dan VIIs. .................................................. 71
xxiv
Tabel III-25. Perlakuan yang diterapkan di daerah Hulu
dan Tengah DAS ....................................................... 73
Tabel III-26. Jenis, volume, efektivitas dan biaya
konservasi air ............................................................ 75
Tabel III-27. Wilayah Administrasi yang Dilewati DAS
Ciliwung DS ............................................................... 80
xxv
DAFTAR GAMBAR
Gambar I-1. Kejadian bencana banjir di Provinsi Jawa
Barat dan Jawa Tengah tahun 1984 –
2014 ....................................................................... 4
Gambar I-2. Gambaran umum isi buku Restorasi DAS
Ciliwung ................................................................. 8
Gambar II-1. Diagram alir proses program restorasi
DAS ....................................................................... 11
Gambar II-2. Bagan proses penyusunan rencana
restorasi DAS........................................................ 12
Gambar II-3. Diagram alir untuk identifikasi strategi
restorasi ............................................................... 15
Gambar II-4. Diagram alir karakterisasi DAS ............................ 18
Gambar II-5. Penghitungan volume banjir ............................... 22
Gambar II-6. Model analisis kerentanan potensi banjir ........... 25
Gambar II-7. Model analisis kerentanan daerah rawan
banjir .................................................................... 25
Gambar II-8. Model analisis kerentanan kekeringan ................ 26
Gambar II-9. Model analisis kerentanan lahan ......................... 26
Gambar II-10. Model analisis kerentanan tanah longsor ........... 27
Gambar II-11. Model analisis kerentanan sosial ekonomi
kelembagaan ....................................................... 28
Gambar III-1. Peta administrasi DAS Ciliwung DS ...................... 30
Gambar III-2. Curah hujan maksimum harian (mm) dari
tahun 1978 hingga 2008 ...................................... 32
Gambar III-3. Curah hujan tahunan (mm) dari tahun
1978 hingga 2008 ................................................ 33
Gambar III-4. Peta sistem lahan DAS Ciliwung DS ..................... 36
Gambar III-5. Pemukiman di DAS Ciliwung Tengah
(Google Earth 2013) ............................................. 38
xxvi
Gambar III-6. Penutupan lahan DAS Ciliwung DS ...................... 38
Gambar III-7. Penyebaran tingkat kerentanan lahan
terhadap degradasi di DAS Ciliwung DS .............. 53
Gambar III-8. Distribusi spasial pasokan air banjir DAS
Ciliwung DS .......................................................... 54
Gambar III-9. Distribusi spasial daerah rawan
kebanjiran DAS Ciliwung DS ................................. 56
Gambar III-10. Perkembangan penutupan lahan di
Jakarta (Susandi, 2013) ........................................ 66
Gambar III-11. Contoh lokasi untuk pembuatan
agroforestry dan embung (kiri) serta
biopori dan sumur resapan (kanan) (Foto:
T.M. Basuki, 2013) ............................................... 74
Gambar III-12. Teknik kontan yang diterapkan bagian
Hulu dan Tengah DAS Ciliwung DS ...................... 74
Gambar III-13. Sampah di Pintu Air Manggarai (Foto:
T.M. Basuki, 2013) ............................................... 76
Gambar III-14. Perbandingan saluran yang ada dengan
prediksi debit yang akan terjadi .......................... 77
xxvii
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN 1. Formulasi dan teknik penyidikan
parameter yang dibutuhkan dalam sidik
cepat degradasi sub DAS (Paimin et al.,
2012) .................................................................... 97
LAMPIRAN 2. Sistem lahan DAS Ciliwung DS ........................... 115
LAMPIRAN 3. Perhitungan volume banjir masing-
masing Sub DAS. ................................................ 116
LAMPIRAN 4. Rencana tindak pengendalian banjir
Jakarta di DAS Ciliwung DS ................................ 117
xxviii
Restorasi DAS Ciliwung
1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Jakarta kebanjiran
di Bogor angin ngamuk
Rumah ane kebakaran
Gare-gare kompor mleduk
Ane jadi gemeteran
Wara-wiri keserimpet
Rumah ane kebanjiran
Gare-gare got mampet
…………………………………….
Ayo-ayo bersihin got
Jangan takut badan belepot
Coba tenang jangan rebut
Jangan pade kalang kabut
“Kompor Mleduk”
Benyamin Sueb (1939-1995)
Lagu “Kompor Mleduk” karya Benyamin Sueb seakan
mengambarkan dengan jelas persoalan Jakarta saat ini. Persoalan
itu antara lain: banjir, kebakaran, pencemaran sungai, kemacetan
Restorasi DAS Ciliwung
2
lalu lintas, sampah, ketidakpedulian warga dan sebagainya.
Diantara persoalan tersebut, banjir yang melanda Jakarta
merupakan salah satu persoalan utama. Namun, sebagian besar
masyarakat lebih suka menggerutu dan menyalahkan Pemerintah
Provinsi DKI Jakarta yang tidak dapat mengelola dan menata kota
Jakarta sebagai jantung negara. Pemerintah Pusat juga dikritik
karena tidak mau ikut bertanggung jawab mengatasi persoalan
Jakarta, tempat di mana presiden dan menterinya berada.
Banjir Jakarta bukan persoalan baru. Sejak jaman Kolonial
Belanda berkuasa, sekitar abad ke-16, Batavia sebagai jantung
Belanda di Hindia Belanda sudah sering terkena banjir. Bahkan 60
gubernur jenderal Hindia Belanda dan 14 gubernur Jakarta yang
berkuasa dan tinggal di Batavia tidak ada yang merasa bersalah
atas kondisi ini. Banjir di Batavia dan Jakarta sekarang ini
merupakan “takdir sejarah”, akibat keputusan JP Coen yang
membangun kota di dataran rendah dan di bawah permukaan air
laut.
Berbicara masalah banjir berarti bicara soal air dan manusia.
Air yang tidak terkelola dengan baik serta perilaku manusia yang
abai terhadap diri dan lingkungannya menjadikan banjir terus
terjadi. Sudah sejak lama berbagai upaya dan pendekatan telah
dilakukan untuk mengubah takdir sejarah tersebut. Salah satu
pendekatan yang komprehensif dalam memahami interaksi alam,
siklus air, dan manusia adalah pendekatan pengelolaan Daerah
Aliran Sungai (DAS).
Pendekatan pengelolaan DAS seyogyanya dapat menjadi
solusi komprehensif atas permasalahan tersebut di atas. Namun
realitanya berbeda dengan harapan, kondisi DAS di Indonesia saat
ini semakin memprihatinkan yang ditunjukkan dengan semakin
banyaknya DAS kritis yang diprioritaskan untuk ditangani. Sebagai
ilustrasi, pada tahun 1984 sesuai dengan Surat Keputusan
Restorasi DAS Ciliwung
3
Bersama Menteri Pekerjaan Umum, Menteri Kehutanan dan
Menteri Dalam Negeri No 19/1984, KH.059/Kpts-II/1984 dan
PU.124/Kpts/1984 tanggal 4 April 1984 tentang penanganan
konservasi tanah dalam rangka pengamanan daerah aliran sungai
prioritas ditetapkan 22 DAS prioritas untuk ditangani, salah satu
diantaranya adalah DAS Ciliwung dimana Jakarta berada. Namun
demikian, belum lagi 22 DAS prioritas tersebut dapat ditangani,
pemerintah melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan dan
Perkebunan nomor 284/Kpts-II/1999 tanggal 7 Mei 1999 tentang
penetapan urutan prioritas DAS, menetapkan lagi 472 DAS
Prioritas dengan rincian 62 DAS Prioritas 1, 232 DAS Prioritas 2,
dan 178 DAS prioritas 3. Dalam penetapan tersebut, DAS Ciliwung
tetap menjadi DAS Prioritas 1. Pada tahun 2009, Kementerian
Kehutanan, dengan pertimbangan derajat mendesak dan perlu
segera diselamatkan, mengeluarkan lagi Surat Keputusan No
328/Menhut-II/2009 tanggal 12 Juni 2009 tentang Penetapan
Daerah Aliran Sungai Prioritas, ditetapkan 108 DAS Prioritas yang
perlu segera ditangani di seluruh Indonesia. Ke 108 DAS prioritas
ini menjadi target pembangunan jangka menengah (RPJM) tahun
2010-2014, termasuk DAS Citarum dan DAS Ciliwung dan
ditambah DAS-DAS lainnya seperti DAS Siak, DAS Kampar, DAS
Kapuas dan DAS lainnya.
Sudah lebih dari 30 tahun sejak pencanangan rehabilitasi
DAS dilakukan, alhasil belum dapat menurunkan jumlah DAS yang
kritis. Fakta ini didukung pula dengan semakin meningkatnya
bencana hidrometerologis seperti banjir, sedimentasi, tanah
longsor, dan kekeringan. Data yang dikumpulkan oleh Badan
Nasional Penganggulangan Bencana (BNPB) menunjukkan lebih
dari 1000 kejadian banjir di Propinsi Jawa Barat dan Jawa Tengah
sejak tahun 1984 sampai 2014 (BNPB, 2014), belum lagi dari
daerah lain.
Restorasi DAS Ciliwung
4
Pada Gambar I-1 disajikan kejadian bencana banjir yang
semakin meningkat di Jawa Barat dan Jawa Tengah. Data tersebut
mengindikasikan pula masih tingginya bencana banjir selama lima
tahun terakhir (mulai 2010).
Sumber : Data diolah dari BNPB (2014)
Gambar I-1. Kejadian bencana banjir di Provinsi Jawa Barat dan
Jawa Tengah tahun 1984 – 2014
Fakta dan data tersebut di atas meneguhkan Presiden Joko
Widodo dengan Nawacitanya untuk memasukkan DAS Ciliwung
sebagai salah satu Quick Win yang harus diselesaikan di era
pemerintahannya. Hal ini menunjukkan political will Jokowi bahwa
konsep pengelolaan DAS dapat dipergunakan untuk mengelola
sumberdaya dan mengatasi masalah banjir di Jakarta. Diharapkan
dengan tuntasnya persoalan banjir di Jakarta dapat dijadikan
lesson learn bagi pengelolaan DAS di daerah lain.
Secara konseptual, pengelolaan DAS pada prinsipnya dapat
dilakukan melalui pengelolaan lahan, pengelolaan air, pengelolaan
hutan, dan pengelolaan manusia. Pengelolaan DAS harus
dilakukan secara utuh (one river one management) dari hulu
sampai hilir, tidak terfragmentasi dan melibatkan semua para
pihak yang ada didalamnya (Adibroto, 2002). Pada kenyataannya
pengelolaan DAS yang melibatkan semua parapihak relatif sulit
dilaksanakan. Hal ini sejalan dengan pernyataan Naik Sinukaban
Restorasi DAS Ciliwung
5
(Kompas, 2013) bahwa kerusakan DAS di Indonesia dikarenakan
alih fungsi lahan yang tidak sesuai dan tidak mengikuti tata ruang
yang disepakati. Pernyataan di atas menunjukkan bahwa
pengelolaan DAS masih belum dilakukan secara utuh.
Secara perundang-undangan, pengelolaan DAS telah diatur
dalam PP 37 tahun 2012 tentang pengelolaan DAS, diantaranya
mengatur tentang kewenangan pengelolaan DAS kabupaten, lintas
kabupaten dan lintas propinsi. PP 37 tahun 2012 ini didukung oleh
sejumlah peraturan perundangan, baik pada level UU, seperti UU
41 tahun 2009 tentang Kehutanan dimana pasal 3c mengatakan
bahwa Penyelenggaraan kehutanan bertujuan untuk
meningkatkan daya dukung DAS. Dalam hal peningkatan daya
dukung DAS melalui kegiatan konservasi tanah dan air juga
ditetapkan dalam Pasal 3d, UU No.37 Tahun 2014 tentang
konservasi tanah dan air, sedangkan untuk menilai daya dukung
DAS dijabarkan dalam Permenhut No.61 Tahun 2014 tentang
monev kinerja DAS.
Peraturan di atas diperkuat oleh UU No 23 tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah, dimana pasal 14 menyebutkan
bahwa penyelenggaraan urusan pemerintahan bidang kehutanan
dibagi antara Pemerintah Pusat dan Daerah Provinsi. Lebih lanjut,
di dalam Pembagian Urusan Pemerintahan Bidang Kehutanan No.
BB.5. sub urusan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS),
pelaksanaan pengelolaan DAS lintas Daerah kabupaten/kota dan
dalam Daerah kabupaten/kota dalam 1 (satu) Daerah provinsi
dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi, sedangkan Pemerintah
Pusat menyelenggarakan pengelolaan DAS secara umum. UU No 5
Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria pasal 5
menyebutkan bahwa memelihara tanah, termasuk menambah
kesuburan serta mencegah kerusakannya adalah kewajiban tiap-
tiap orang, badan hukum, atau industri yang mempunyai hukum
dengan tanah. Pencegahan dan perbaikan kerusakan tanah juga
Restorasi DAS Ciliwung
6
diatur dalam PP. No. 150 tahun 2000 tentang Pengendalian
Kerusakan Tanah untuk Produksi Biomassa. Walaupun peraturan
yang terkait dengan pengelolaan DAS sudah dengan jelas dan
tegas mengatur tugas pokok, fungsi dan kewenangan parapihak
dalam pengelolaan DAS. Namun realitas menunjukkan DAS yang
mengalami kerusakan belumlah berkurang. Mengapa pengelolaan
DAS yang dilakukan selama ini belum dapat merestorasi kondisi
DAS menjadi lebih baik, yang diindikasikan terus terjadinya banjir
Jakarta untuk DAS Ciliwung?. Bagaimana langkah-langkah untuk
merestorasi DAS sehingga menjadikannya lebih baik? Oleh karena
itu, diperlukan suatu cara bagaimana mengembalikan (restorasi)
kondisi DAS yang mengalami kerusakan tersebut, paling tidak
mendekati seperti semula.
Penerapan konsep restorasi DAS lebih terlihat apabila ada
teladan nyata yang dapat dipelajari dan menjadi inspirasi bagi
pengelolaan DAS lainnya. Untuk implementasi restorasi DAS
dilakukan di DAS Ciliwung. DAS Ciliwung dalam buku ini
menggunakan istilah DAS Ciliwung DS (Dan Sekitarnya) karena
yang akan dianalisis tidak hanya Sungai Ciliwung saja, melainkan
sungai-sungai lain yang bermuara di Jakarta. DAS Ciliwung DS yang
menjadi penyebab banjir di Provinsi DKI Jakarta, mempunyai hulu
di Kabupaten Bogor, Jawa Barat, melewati Provinsi Banten dan
bermuara di Provinsi DKI Jakarta. Dilihat dari alirannya tersebut
secara umum, untuk menyelesaikan permasalahan banjir di
Provinsi DKI Jakarta, maka koordinasi paling tidak harus dilakukan
oleh para pemangku kepentingan di Provinsi Jawa Barat, Banten
dan DKI Jakarta di samping Kementerian LHK yang bertanggung
jawab terhadap pengelolaan DAS Lintas Provinsi. Mengingat
banyaknya pemangku kepentingan yang terlibat serta
kompleksnya permasalahan untuk melakukan restorasi DAS, maka
banyak hal yang harus dipertimbangkan dan direncanakan untuk
merestorasi DAS Ciliwung DS.
Restorasi DAS Ciliwung
7
1.2. Tujuan
Buku ini bertujuan memberikan gambaran tentang restorasi
DAS, tahapan restorasi DAS, dan perencanaan restorasi DAS.
Secara khusus buku ini berupaya memberi pemahaman tahapan
untuk membuat perencanaan restorasi DAS Ciliwung DS.
Perencanaan restorasi DAS menjadi fokus buku ini karena
perencanaan yang tepat dapat memberi arah yang tepat, efisiensi
penggunaan sumberdaya, efektivitas pengerahan sumberdaya,
acuan bagi monitoring dan evaluasi.
Buku ini diharapkan dapat digunakan bagi pengambil
keputusan di pusat dan daerah dalam pengelolaan DAS Ciliwung,
memberi inspirasi pengelolaan DAS lain, menjadi bahan ajar, dan
pembuka pikiran bagi peneliti serta peminat perencanaan wilayah.
1.3. Sistematika Buku
Restorasi merupakan konsep yang luas, komprehensif dan
penuh idealisme. Untuk memberi gambaran utuh, menyeluruh
dan sistematis mengenai restorasi DAS, buku ini menjelaskan
mengenai bagaimana kegagalan mengidentifikasi masalah dapat
menyebabkan kondisi DAS Ciliwung seperti saat ini. Dengan
dilakukan restorasi DAS diharapkan kondisi DAS Ciliwung dapat
mencapai keadaan yang ideal (Gambar I-2), sedangkan secara
sistematika buku ini dirinci sebagai berikut:
BAB I berisi tentang latar belakang dan tujuan penulisan buku
ini.
Bab II menjelaskan mengenai pustaka dan teori yang
mendasari perencanaan restorasi DAS.
Bab III berisi tentang keadaan DAS Ciliwung DS, mulai dari
kondisi umum yang meliputi penentuan kerentanan lahan,
Restorasi DAS Ciliwung
8
kerentanan banjir, sosial ekonomi serta kerentanan penduduk
terhadap lahan. Berikutnya adalah mencari isu utama dan akar
permasalahan, kemudian menentukan rencana tindak yang
sesuai dengan permasalahan yang ada. Bagian terakhir dari
Bab ini adalah rekomendasi mengenai kegiatan yang dapat
dikerjakan untuk mengurangi banjir di Jakarta.
Bab IV berisi penutup dari buku ini.
Gambar I-2. Gambaran umum isi buku Restorasi DAS Ciliwung
Restorasi DAS Ciliwung
9
II. RESTORASI: DARI KONSEP KE APLIKASI
2.1. Berawal dari Konsep Restorasi
Restorasi diartikan sebagai pengembalian atau upaya
memperbaiki serta memulihkan kepada keadaan semula (KKBI,
2001). Secara spesifik Society for Ecological Restoration (SER)
(2004) mendefinisikan restorasi ekologis sebagai proses untuk
membantu pemulihan suatu ekosistem yang telah terdegradasi,
rusak dan hancur. Ziemer (1997) menyatakan bahwa restorasi DAS
lebih difokuskan untuk memperbaiki areal dalam DAS yang paling
terdegradasi. Lebih lanjut Ziemer (1997) menjelaskan bahwa
kemungkinan kegagalan dalam restorasi dikarenakan kurang
memperhatikan permasalahan yang lebih luas, misalnya dalam
konteks geografi, waktu dan ekologi. Dengan demikian restorasi
yang berhasil tidak hanya mengerti permasalahan yang akan
ditangani saja, melainkan juga mengerti keterkaitan antara
permasalahan yang akan ditangani dengan komponen ekosistem
yang lain, baik di dalam maupun di luar batas DAS yang
bersangkutan (Ziemer, 1997).
2.2. Arah Restorasi
Secara harfiah, restorasi merupakan suatu upaya untuk
mengembalikan sesuatu pada kondisi awal/semula. Dalam skala
Restorasi DAS Ciliwung
10
DAS yang terdiri dari perpaduan berbagai sistem kehidupan,
mengembalikan ke keadaan seperti semula adalah sesuatu yang
sulit dan tidak mungkin dilakukan, karena kondisi sudah berubah
oleh tuntutan kebutuhan hidup manusia. Dalam restorasi DAS
biasanya lebih ditujukan pada kondisi sasaran (acuan) yang telah
ditargetkan sebelumnya sesuai dengan tujuan utama restorasi
(Johnston dan Moore, 1995). Oleh karenanya, pemahaman
restorasi DAS lebih diarahkan pada pencapaian keadaan kondisi
masa depan yang diinginkan, dimana fungsi daya dukung DAS
dapat meningkat. Acuan tersebut dapat berupa kriteria dan
indikator serta standar yang menunjukkan bahwa upaya restorasi
secara teknis layak dilakukan, sumberdaya yang ada sebagai
komponen dalam DAS tepat tersedia dan dapat menjaga fungsi
DAS dan mendatangkan manfaat yang diharapkan.
Restorasi DAS mempunyai arti yang berbeda dibandingkan
dengan rehabilitasi DAS. Rehabilitasi DAS lebih menekankan pada
proses perbaikan DAS sedangkan restorasi mencakup
pembentukan kembali kondisi suatu DAS yang menekankan pada
keintegrasian faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi suatu DAS
seperti interaksi antara manusia, lahan, tanah, dan air, atau yang
diistilahkan dengan budaya. DAS yang telah terestorasi diharapkan
dapat dipertahankan kondisinya dengan penerapan kembali
budaya atau kearifan lokal yang sejak dahulu sudah ada di tempat
tersebut.
2.3. Berakhir ke Aplikasi Restorasi
Seperti halnya tahapan dalam pengelolaan DAS, restorasi
DAS sebagai program pemulihan DAS terdegradasi berupa upaya-
upaya perbaikan dan pengembalian fungsi-fungsi DAS, juga
meliputi tahapan mulai dari perencanaan, implementasi serta
monitoring dan evaluasi (Gambar II.1).
Restorasi DAS Ciliwung
11
Sumber: dimodifikasi dari Paimin et.al., 2010
Gambar II-1. Diagram alir proses program restorasi DAS
Dalam buku ini, hanya dibahas aspek perencanaan restorasi
DAS saja, yaitu meliputi identifikasi masalah berikut rencana
tindaknya. Perencanaan restorasi DAS merupakan bagian yang
sangat penting dalam rangkaian kegiatan restorasi DAS karena
sangat menentukan apakah kegiatan yang akan dilakukan tepat
sasaran dan menyelesaikan masalah secara benar atau tidak.
Secara umum, rencana restorasi DAS meliputi: 1) alasan mengapa
restorasi diperlukan, 2) diskripsi kondisi DAS yang akan direstorasi,
3) tujuan dan sasaran dari restorasi DAS, 4) diskripsi kondisi DAS
yang ingin dicapai, 5) bagaimana restorasi akan dilakukan,
6) rencana tata waktu dan anggaran yang diperlukan untuk
restorasi DAS, 7) monitoring dan evaluasi pelaksanaan restorasi,
8) strategi jangka panjang untuk pemeliharaan DAS yang telah
direstorasi. Perencanaan restorasi meliputi tahapan kegiatan
sebagai yang disajikan dalam Gambar II-2, sedangkan uraian
masing-masing kegiatan adalah sebagai berikut:
Restorasi DAS Ciliwung
12
Sumber: Dimodifikasi dari Johnston dan Moore, 1995; Ziemer, 1997; dan SER
International, 2004
Gambar II-2. Bagan proses penyusunan rencana restorasi DAS
1. Analisis DAS Langkah awal untuk melakukan restorasi suatu DAS adalah
analisis DAS. Analisis DAS dilakukan melalui identifikasi kondisi
aktual dari DAS untuk mengetahui permasalahan, karakterisasi
potensi dan kerentanan DAS, serta tingkat kebutuhan upaya
pemulihan.
2. Identifikasi masalah dan tujuan restorasi Berdasarkan hasil analisis kondisi aktual DAS, kemudian
diidentifikasi dan dirumuskan permasalahan dan isu utama
yang ingin dipecahkan melalui kegiatan restorasi, dipetakan
lokasi sumber masalahnya, serta ditentukan arah dan tujuan
restorasi.
3. Identifikasi prioritas restorasi Berdasarkan hasil pemetaan masalah dan sumbernya,
kemudian dilakukan analisis untuk menentukan prioritas
penanganan masalah berdasarkan satuan sub DAS. Prioritas
Restorasi DAS Ciliwung
13
didasarkan pada hasil analisis kerentanan baik biofisik maupun
sosek-kelembagaan yang dilakukan sebelumnya.
4. Identifikasi strategi restorasi Pemilihan strategi dan pendekatan dalam restorasi dapat
menentukan keberhasilan atau kegagalan restorasi. Johnston
dan Moore (1995) membedakan strategi restorasi menjadi:
restorasi (restoration), rehabilitasi (rehabilitation), reklamasi,
mitigasi (mitigation) dan tidak melakukan apa-apa (to do
nothing). Lebih lanjut, SER International (2004) menambahkan
dengan reklamasi, penciptaan/fabrikasi, dan rekayasa ekologi.
Untuk jelasnya, diagram alir identifikasi strategi restorasi
disajikan pada Gambar II-3.
Strategi restorasi yang dipergunakan dapat tunggal maupun
lebih dari satu strategi yang disinergikan untuk mengatasi suatu
pemulihan berdasarkan pada prioritas masalah yang ada.
Pemahaman masing-masing strategi restorasi diuraikan sebagai
berikut:
a. Restorasi Upaya restorasi merupakan upaya paling ekstrim dalam
mengembalikan sumberdaya ke keadaan semula. Dalam
banyak kasus restorasi DAS mungkin tidak praktis dan sulit
dilakukan secara menyeluruh. Hal ini disebabkan sifat program
restorasi yang jangka panjang dan tidak dibatasi oleh luasan
wilayah dan cakupan sumberdaya alam yang direstorasi (SER
International, 2004). Informasi tentang keadaan semula DAS
sebagai acuan juga sulit dipenuhi. Untuk itu, upaya restorasi
perlu dilakukan pembatasan keadaan atau tujuan yang ingin
dicapai. Keadaan yang ingin dicapai tersebut dapat
menggunakan indikator kriteria lahan, tata air, sosial ekonomi,
investasi bangunan dan pemanfaatan ruang wilayah seperti
yang dijelaskan dalam Permenhut No. P61/Menhut-II/2014
tentang Monitoring dan Evaluasi Pengelolaan DAS. Oleh
Restorasi DAS Ciliwung
14
karena itu, dalam program restorasi DAS biasanya meliputi
banyak strategi kegiatan disesuaikan dengan permasalahan
yang akan diselesaikan.
b. Rehabilitasi Rehabilitasi merupakan strategi yang lebih banyak dilakukan
dibandingkan dengan restorasi terutama terkait obyek
sumberdaya hayati. Rehabilitasi lebih berfokus pada kegiatan
yang mendatangkan nilai tambah ekonomis setempat dan
berdampak baik bagi kesehatan DAS (terutama hilirnya). Ruang
lingkup rehabilitasi lebih terbatas, secara teknis lebih
sederhana dan investasinya lebih murah dibandingkan dengan
restorasi. Oleh karena itu, rehabilitasi lebih sering
dipergunakan terutama dalam cakupan yang sempit, lokal, dan
segera terlihat hasilnya.
c. Reklamasi Secara umum reklamasi dikaitkan dengan upaya memperbaiki
dan memulihkan lahan yang kurang berguna menjadi lebih
berguna. Strategi ini sering diidentikkan dengan peningkatan
kemampuan produksi pertanian atau pemanfaatan lain seperti
reklamasi pantai atau reklamasi lahan bekas tambang.
Peningkatan manfaat ekonomi dengan tetap menciptakan
kembali stabilitas ekosistem yang terganggu menjadi fokus
kegiatan ini. Strategi ini seringkali menggunakan kegiatan
revegetasi dan penggunaan sumberdaya dari lokasi lain.
Restorasi DAS Ciliwung
15
Sumber: modifikasi dari Johnston dan Moore, 1995
Gambar II-3. Diagram alir untuk identifikasi strategi restorasi d. Mitigasi
Mitigasi merupakan upaya untuk mengurangi/meringkankan
dampak atau pengaruh sesuatu terhadap sumberdaya.
Mitigasi sering dikaitkan dengan upaya untuk mengurangi
resiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun
penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi
ancaman bencana (BNPB, 2008). Upaya mitigasi dapat menjadi
strategi yang tepat ketika usaha untuk mencegah dan
mengurangi resiko kerusakan lebih banyak manfaatnya
dibandingkan dengan perbaikan yang dilakukan. Strategi ini
dapat menjadi strategi yang berguna dalam skala lebih kecil,
dimana peluang untuk pemulihan langsung (restorasi),
rehabilitasi atau reklamasi sumberdaya fisik/hayati akibat
gangguan dalam DAS yang rusak secara teknis terbatas,
Restorasi DAS Ciliwung
16
mahal, dan tidak efektif, tetapi mendatangkan manfaat yang
signifikan bagi sumberdaya yang terganggu dan dapat
diperbaiki.
e. Penciptaan/Fabrikasi Strategi ini bertujuan untuk membuat perubahan lingkungan
menjadi berbeda dibandingkan dengan keadaan semula.
Misalnya, suatu wilayah tanpa vegetasi kemudian dilakukan
penciptaan kondisi (arsitektur lanskap) menjadi wilayah
bervegetasi agar memiliki nilai ekologis dan ekonomis.
f. Rekayasa Ekologi Rekayasa ekologi merupakan penerapan kaidah-kaidah ilmu
pengetahuan tertentu untuk mencapai kondisi atau tujuan
yang diinginkan dengan menggunakan manipulasi bahan alami
organisme hidup dan lingkungan fisik-kimia untuk
memecahkan masalah tertentu pula.
g. To do nothing Strategi untuk tidak melakukan apa-apa (to do nothing)
merupakan strategi dengan tidak melakukan intervensi,
gangguan, dan perubahan terhadap sumberdaya dan berharap
sumberdaya itu dapat pulih sendiri. Strategi ini dapat menjadi
strategi terbaik jika sumberdaya dalam DAS yang rusak sedikit,
tidak terlalu luas, tingkat kerusakan lebih rendah dari
kemampuan pulih kembali secara alami, dan intervensi dapat
menganggu kemampuan pulih kembali.
5. Identifikasi cakupan kegiatan berdasarkan tujuan restorasi
Setelah ditemukan strategi yang tepat untuk menyelesaikan
masalah dalam DAS, selanjutnya perlu identifikasi
cakupan/batasan kegiatan sesuai dengan masing-masing
tujuan kegiatan. Sebelumnya, dilakukan sinkronisasi hasil
pemetaan karakteristik DAS dengan peta Arahan Fungsi
Kawasan serta Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi (RTRWP)
Restorasi DAS Ciliwung
17
ataupun kelas Kemampuan Penggunaan Lahan (KPL). Selain itu
juga perlu dipertimbangkan kebijakan nasional maupun daerah
terkait pengembangan wilayah yang bersangkutan. Identifikasi
cakupan kegiatan meliputi hal-hal sebagai berikut:
a. Jenis kegiatan yang akan dilakukan (sesuai tujuan)
b. Batas spasial (luas wilayah) kegiatan
c. Kerangka waktu untuk pelaksanaan kegiatan, dan
d. Keterkaitan kegiatan dengan komponen kegiatan lainnya (antar kegiatan)
6. Penyusunan rencana restorasi DAS
Hasil kerja dari tahapan-tahapan di atas, kemudian dituangkan
menjadi matriks rencana kegiatan restorasi yang sifatnya
indikatif pada tingkat DAS, dengan penekanan permasalahan
pada tingkat yang lebih detail (kabupaten atau sub DAS
prioritas). Matriks rencana tindak berisi kolom masalah, jenis
kegiatan, lokasi, biaya, tata waktu, lembaga yang menangani.
Aspek-aspek yang menjadi cakupan kegiatan dalam rencana
tindak restorasi DAS meliputi beberapa hal, yaitu:
a. Aspek Perlindungan DAS
b. Aspek Pengembangan/Pemanfaatan
c. Aspek Penanggulangan Bencana
d. Aspek Penguatan Kelembagaan
2.4. Identifikasi Masalah
Kegiatan pertama dalam analisis DAS adalah untuk
mengidentifikasi masalah yang menjadi isu utama dalam DAS dan
sumber masalahnya. Bencana banjir, sedimentasi, maupun
pencemaran yang menimpa DAS-DAS di Indonesia merupakan
dampak dari suatu proses sebelumnya yang mungkin disebabkan
oleh faktor alami, faktor manajemen ataupun kombinasi
keduanya. Untuk dapat mengetahui sumber-sumber
Restorasi DAS Ciliwung
18
permasalahannya perlu dilakukan identifikasi, apakah penyebab
bencana dan dimana lokasi sumber permasalahannya? Hasil
identifikasi ini dapat digunakan untuk menentukan langkah-
langkah restorasi yang tepat dan harus dikerjakan. Metode yang
dipergunakan untuk identifikasi masalah menggunakan panduan
yang dikembangkan Paimin et al. (2012). Pada metode ini
identifikasi masalah merupakan karakterisasi DAS yang dilakukan
pada faktor biofisik, faktor sosial ekonomi, dan kelembagaan.
Dalam metode tersebut di atas, dianalisis pula potensi dan
kerentanan DAS terhadap degradasi. Hasil karakterisasi kemudian
diklasifikasikan berdasarkan tingkat kerentanannya terhadap
degradasi. Selanjutnya, hasil tersebut dapat digunakan untuk
membuat skala prioritas areal yang harus segera direstorasi.
Diagram alir karakterisasi DAS disajikan dalam Gambar II-4.
Sumber : Paimin, et al. 2012
Gambar II-4. Diagram alir karakterisasi DAS
Restorasi DAS Ciliwung
19
Pada diagram tersebut di atas terlihat bahwa identifikasi
meliputi faktor-faktor tunggal seperti penutupan lahan, hujan atau
mengkombinasikan faktor-faktor yang ada untuk menentukan
karakter DAS tertentu, seperti karakter hujan dengan lahan yang
akan menentukan daerah yang merupakan pemasok air (potensi
banjir). Secara detil karakterisasi dengan menggunakan formula
Tipologi DAS disampaikan dalam buku Paimin et al. (2012) yang
berjudul Sistem Perencanaan Pengelolaan DAS.
Hasil analisis karakterisasi tersebut berupa kondisi (data dan peta)
tingkat kerentanan, yang meliputi:
1. Kerentanan lahan (kekritisan lahan/kerentanan lahan terhadap erosi),
2. Kerentanan pasokan air banjir
3. Kerentanan daerah banjir
4. Kerentanan penduduk dan ekonomi
Keseluruhan informasi kondisi potensi dan keretanan di atas
kemudian digunakan untuk menentukan kondisi/tipologi banjir,
tipologi sosial-ekonomi, tipologi Daerah Tangkapan Air, dan
tipologi DAS. Klasifikasi/formulasi masing-masing tingkat
kerentanan dan tipologi diperoleh dari Paimin et al. (2012) dan
disajikan pada Tabel II-1 sampai dengan Tabel II-6
Tabel II-1. Klasifikasi kerentanan DAS
Kategori Nilai Tingkat Kerentanan/Degradasi
Sangat Tinggi > 4,3 Sangat Rentan/Sangat terdegradasi Tinggi 3,5 – 4,3 Rentan/Terdegradasi Sedang 2,6 – 3,4 Agak Rentan Rendah 1,7 - 2,5 Sedikit Rentan/Agak terdegradasi Sangat Rendah < 1,7 Tidak Rentan/Tidak terdegradasi
Sumber: Paimin et al., 2012
Restorasi DAS Ciliwung
20
Tabel II-2. Penentuan kerentanan lahan (kekritisan lahan/kerentanan lahan terhadap erosi)
Bentuk/Sistem Lahan*
Penutupan Lahan* Air
Payau, Tawar, Gedun
g
H. lindung
, H. Konser
v
Hut Prod/ Perkebuna
n
Sawah, Rumput, Semak/ Belukar
Pemukiman
Tegal, Tanah
berbatu
(1) (1) (2) (3) (4) (5) Rawa-rawa, Pantai
(1) 1 1 1 1 1 1
Dataran Aluvial, Lembah alluvial
(2) 1 1,5 1,5 2 2 2,5
Dataran (3) 1 2 2,5 3 3,5 4
Kipas dan Lahar, Teras-teras
(4) 1 2,5 3 3,5 4 4,5
Pegunungan & Perbukitan
(5) 1 3 3,5 4 4,5 5
Keterangan: * Angka dalam kurung merupakan nilai/skor dari parameter yang bersangkutan
Sumber: Paimin et al., 2012
Tabel II-3. Penentuan kerentanan pasokan air banjir
Hujan Harian Maksimum (mm)
Kerentanan Lahan (Tabel II-1)
<1,7 (Sangat Rendah)
1,7 – 2,5 (Rendah)
2,6 – 3,4 (Sedang)
3,5 – 4,3 (Tinggi)
>4,3 (Sangat Tinggi)
< 20 (Sangat Rendah) <1,7 <1,7 1,7 – 2,5 1,7 – 2,5 2,6 – 3,4
21-40 (Rendah) 1,7 – 2,5 1,7 – 2,5 1,7 – 2,5 2,6 – 3,4 2,6 – 3,4 41-75 (Sedang) 1,7 – 2,5 2,6 – 3,4 2,6 – 3,4 2,6 – 3,4 3,5 – 4,3 76-150 (Tinggi) 2,6 – 3,4 2,6 – 3,4 3,5 – 4,3 3,5 – 4,3 3,5 – 4,3 >150 (Sangat Tinggi) 2,6 – 3,4 3,5 – 4,3 3,5 – 4,3 >4,7 >4,7
Sumber: Paimin et al., 2012
Tabel II-4. Formulasi daerah rawan banjir Bentuk/Sistem Lahan Skor
Rawa-rawa, Pantai, Jalur kelokan 5 Dataran Aluvial, Lembah alluvial 4 Dataran 3 Kipas dan Lahar, Teras-teras 2 Pegunungan & Perbukitan 1
Sumber: Paimin et al., 2012
Restorasi DAS Ciliwung
21
Tabel II-5. Formulasi kerentanan penduduk terhadap lahan Kepadatan Penduduk (Org/km2) Struktur Ekonomi
Pertanian (5) Industri (3) Jasa (1)
Jarang ( < 250) (1) 3 2 1 Sedang (250 – 400 ) (3) 4 3 2
Padat ( > 400) (5) 5 4 3
Keterangan: Angka dalam kurung ( ) menunjukkan nilai skor pada setiap parameter
Sumber: Paimin et al., 2012
Tabel II-6. Formulasi kerentanan ekonomi DAS
Pendapatan
Pertumbuhan Ekonomi
Pentil 5 (> 7,81%)
Pentil 4 (6,33% - 7,81%)
Pentil 3 (4,85% - 6,32%)
Pentil 2 (3,37% - 4,84%)
Pentil 1 (< 3,37%)
(1) (2) (3) (4) (5)
> 1,5 SK (1) 1 1,5 2,0 2,5 3,0
1,26 – 1,5 SK (2) 1,5 2,0 2,5 3,0 3,5 1,1 – 1,25 SK (3) 2,0 2,5 3,0 3,5 4,0 0,67 – 1 SK (4) 2,5 3,0 3,5 4,0 4,5 <,67 – 1 SK (5) 3,0 3,5 4,0 45 5,0
Keterangan: SK = Standar Kemiskinan. Angka dalam kurung ( ) menunjukkan nilai skor pada setiap parameter
Sumber: Paimin et al., 2012
Berdasarkan hasil karakterisasi DAS tersebut di atas, kemudian
dimanfaatkan untuk analisis lebih lanjut, yaitu:
1. Menilai tingkat kerentanan pengelolaan masing-masing DAS,
sekaligus mengidentifikasi permasalahan dan sumber masalah
yang ada.
2. Mengklasifikasikan DAS berdasarkan tingkat kerentanan dan
permasalahan.
3. Menilai tingkat kerentanan bagian DAS, sebagai dasar untuk
menetapkan urutan prioritas pengelolaan bagian DAS (sub
DAS) atau DTA dalam kabupaten.
4. Menyusun konsep pengelolaan DAS dalam kerangka program
restorasi DAS.
Restorasi DAS Ciliwung
22
5. Menetapkan tujuan restorasi berdasarkan tingkat
kerentanan/masalah dan sumber masalahnya
2.5. Perhitungan Volume Banjir
Persoalan banjir merupakan masalah utama yang
diprioritaskan untuk ditangani di DAS Ciliwung DS. Banjir
merupakan peristiwa tergenangnya daratan yang disebabkan
volume air yang meningkat. Untuk itu penghitungan volume
banjir dan darimana air tersebut berasal menjadi penting untuk
diketahui. Banyak metode yang dapat digunakan untuk
menghitung volume banjir, salah satunya metode “Curve Number”
(CN) yang dikembangkan oleh Soil Conservation Service USA
(Dunne & Leopold, 1978). Dalam metode ini setiap sungai yang
berkontribusi ke banjir Jakarta dibagi menjadi bagian hulu, tengah,
dan hilir. Parameter yang digunakan antara lain hujan harian
maksimum, penutupan lahan dan jenis tanah seperti Gambar II-5
berikut ini:
Sumber: modifikasi dari Tikno et al., 2013
Gambar II-5. Penghitungan volume banjir
Restorasi DAS Ciliwung
23
Metode perhitungan CN beranggapan bahwa hujan yang
menghasilkan limpasan merupakan fungsi dari hujan kumulatif,
tata guna lahan, jenis tanah dan kelembaban. Hubungan antara
nilai kemampuan penyimpanan maksimum dengan nilai dari
karakteristik DAS yang diwakili oleh CN adalah sebagai berikut:
Nilai CN bervariasi dari 100 untuk permukaan yang digenangi air
hingga sekitar 30 untuk permukaan tak kedap air dengan nilai
infiltrasi tinggi.
2.6. Rencana Tindak
Penyusunan rencana tindak merupakan tahapan lebih lanjut
setelah tujuan restorasi ditetapkan berdasarkan karakterisasi DAS.
Rencana tindak restorasi DAS meliputi dua macam rencana
dengan skala yang berbeda:
1. Rencana tindak restorasi skala DAS, berupa matriks rencana
indikatif kegiatan restorasi dalam skala DAS
2. Rencana tindak restorasi skala Sub DAS, berupa matriks
rencana operasional kegiatan restorasi dalam skala Sub DAS
yang menjadi prioritas
Restorasi DAS Ciliwung
24
Berdasarkan tahapan pemilihan prioritas penanganan
masalah, selanjutnya ditetapkan bagian DAS mana yang
memerlukan prioritas penanganan restorasi dalam satuan sub DAS
(DTA dalam kabupaten) melalui penyusunan rencana restorasi
yang lebih operasional. Analisis selanjutnya dilakukan formulasi
lebih detail di tingkat sub DAS prioritas, dengan menggunakan
metode “Sidik Cepat Degradasi Sub DAS” (Paimin et al., 2010).
Metode ini bertujuan untuk menilai secara detail kerentanan
banjir, kekeringan, kekritisan lahan, tanah longsor serta sosial-
ekonomi-kelembagaan di tingkat sub DAS. Klasifikasi tingkat
kerentanan/ degradasi bagian DAS (sub DAS) disajikan pada Tabel
II-7. Klasifikasi tingkat kerentanan DAS (Tabel II-2 serta serta
klasifikasi tingkat kerentanan Sub DAS (Tabel II-7) nilainya sama.
Tabel II-7. Klasifikasi tingkat kerentanan Sub DAS
Kategori Nilai Tingkat Kerentanan/Degradasi
Sangat Tinggi > 4,3 Sangat Rentan/Sangat terdegradasi Tinggi 3,5 – 4,3 Rentan/Terdegradasi
Sedang 2,6 – 3,4 Agak Rentan
Rendah 1,7 - 2,5 Sedikit Rentan/Agak terdegradasi
Sangat Rendah < 1,7 Tidak Rentan/Tidak terdegradasi
Sumber : Paimin, et al. 2012
Teknik penyidikan masing-masing parameter penyusun
metode kerentanan disajikan pada Lampiran 1 – 3. Teknik analisis
untuk mendapatkan peta dan data masing-masing kerentanan
tingkat sub DAS, disarikan dari Paimin et al. (2010) dan disajikan
dalam diagram alir Gambar II-6 sampai dengan Gambar II-11.
Restorasi DAS Ciliwung
25
Sumber : Paimin, et al. 2012
Gambar II-6. Model analisis kerentanan potensi banjir
Sumber : Paimin, et al. 2012
Gambar II-7. Model analisis kerentanan daerah rawan banjir
Restorasi DAS Ciliwung
26
Sumber : Paimin, et al. 2012
Gambar II-8. Model analisis kerentanan kekeringan
Sumber : Paimin, et al. 2012
Gambar II-9. Model analisis kerentanan lahan
Restorasi DAS Ciliwung
27
Sumber : Paimin, et al. 2012
Gambar II-10. Model analisis kerentanan tanah longsor
Berdasarkan informasi berupa peta-peta tematik dan data
tingkat kerentanan sub DAS tersebut, selanjutnya dilakukan
penyusunan perencanaan restorasi DAS tingkat sub DAS.
Perencanaan restorasi DAS berupa matriks dan/atau peta usulan
indikatif kegiatan seperti upaya rehabilitasi hutan dan lahan (RHL),
reklamasi, revegetasi dan lain-lain. Usulan kegiatan untuk
menentukan jenis dan volume kegiatannya harus selaras dengan
arahan fungsi kawasan, arahan penggunaan lahan yang ada dalam
rencana tata ruang wilayah (RTRW) kabupaten/kota dan kebijakan
pembangunan daerah di wilayah sub DAS bersangkutan.
Penselarasan antara tingkat kerentanan sub DAS dengan fungsi
kawasan untuk menetapkan rencana lokasi kegiatan dilakukan
menggunakan perangkat SIG dengan cara menumpang-susunkan
(overlay) peta tingkat kerentanan dengan peta fungsi kawasan di
sub DAS. Usulan kegiatan juga mempertimbangkan kecukupan
luas hutan dalam DAS seperti diuraikan dalam perencanaan DAS
lintas kabupaten (Paimin et al., 2010).
Restorasi DAS Ciliwung
28
Sumber : Paimin, et al. 2012
Gambar II-11. Model analisis kerentanan sosial ekonomi kelembagaan
Restorasi DAS Ciliwung
29
III. RESTORASI DAS CILIWUNG DS
3.1. Kondisi Umum
Daerah Aliran Sungai Ciliwung DS mencakup areal seluas
150.946 ha, membentang di wilayah Propinsi Jawa Barat
(Kabupaten Bogor, Kota Bogor, Kota Depok), Propinsi DKI (Kota
Jakarta Selatan, Jakarta Timur, Jakarta Pusat, Jakarta Barat, dan
Jakarta Utara), Propinsi Banten (Kota Tangerang dan Kabupaten
Tangerang). Areal terluas terletak di DKI Jakarta, yang meliputi
40% dari luas DAS Ciliwung DS. Perincian luas masing-masing
propinsi dan kabupaten serta luas masing-masing sub DAS dapat
dilihat pada Tabel III-1 dan distribusinya disajikan dalam Gambar
III-1
Restorasi DAS Ciliwung
30
Gambar III-1. Peta administrasi DAS Ciliwung DS
Restorasi DAS Ciliwung
31
Tabel III- 1. Luas Sub DAS dalam setiap Kabupaten di DAS Ciliwung DS
Restorasi DAS Ciliwung
32
a. Curah Hujan
Data curah hujan yang mewakili hulu DAS Ciliwung DS
berasal dari data hujan yang dikumpulkan di perkebunan
Gunung Mas (Kecamatan Tugu Selatan). Berdasarkan data
yang diperoleh, hujan maksimum harian setiap tahun dan
curah hujan tahunan disajikan dalam Gambar III-2 dan Gambar
III-3.
Hasil analisis data selama 16 tahun menunjukkan bahwa
curah hujan maksimum harian di stasun Gunung Mas yang
tertinggi terjadi pada tahun 2007 sebanyak 247 mm/hari, dan
terendah terjadi pada tahun 1999 sebanyak 65 mm/hari. Di
wilayah tengah DAS yang diwakili oleh stasiun Katulampa,
hujan maksimum harian tertinggi juga terjadi pada tahun 2007,
tetapi hanya sebesar 172 mm. Kondisi demkian tidak dijumpai
pada stasiun pencatat hujan di Depok yang digunakan untuk
menghitung hujan di wilayah DAS Ciliwung bagian hilir. Dalam
kurun waktu tersebut, hujan tertinggi di wilayah Depok terjadi
pada tahun 1998 sebesar 126 mm dan terendah justru terjadi
pada tahun 2007 sebanyak 72 mm.
Sumber: Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane dan PT. Perkebunan
Nusantara
Gambar III-2. Curah hujan maksimum harian (mm) dari tahun 1978 hingga 2008
Restorasi DAS Ciliwung
33
Berbeda dengan hujan maksimum harian, curah hujan
tahunan tertinggi di stasiun Gunung Mas terjadi pada tahun
1999 sebesar 5.664 mm, dan terendah terjadi pada tahun 2004
sebesar 2.862 mm. Curah hujan tahunan di stasiun Katulampa
tertinggi terjadi pada tahun 2004 sebesar 4.921 mm,
sedangkan terendah sebesar 2.690 mm terjadi pada tahun
1997. Dalam kurun waktu 1996 sd 2010 tersebut curah hujan
tahunan di Depok selalu kurang daripada kedua stasiun di
atasnya tersebut, dengan rerata 1.920 mm.
Sumber: Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane dan PT. Perkebunan
Nusantara
Gambar III-3. Curah hujan tahunan (mm) dari tahun 1978 hingga 2008
b. Sistem Lahan
Hulu DAS Ciliwung DS terletak di daerah Gunung Salak
dan Gunung Pangrango, dengan fisiografi berbukit hingga
bergunung. Lereng dapat mencapai sekitar 74% dengan
panjang lereng mencapai 500 sd 700 m (Trisnadi, 2006).
Sistem lahan DAS Ciliwung DS berdasarkan peta Regional
Physical Planning Programme for Transmigration (RePPProT)
skala 1:250.000 menunjukkan bahwa di bagian paling Selatan
merupakan pegunungan (TGM) yang merupakan gunung
Restorasi DAS Ciliwung
34
berapi strato muda dari batuan vulkanik berbasalt. Jenis
batuannya shale, batu lanau, batu pasir, batu lumpur, dan
tefra berbutir halus. Sebelah Tenggara BBG yang merupakan
pegunungan dengan Punggung-punggung gunung tak teratur
di atas batuan vulkanik berbasalt dengan batuan Andesit,
basalt, diorit, tefra berbutir halus, dan tefra berbutir kasar.
Persis di bagian bawah bentuk DAS yang menyempit dijumpai
bentuk lahan BGR (Bogor) yang merupakan kipas aluvial dari
bahan vulkanik yang sudah tertoreh. Di bawah BGR, terdapat
sistem lahan JKT yang merupakan bentuk lahan paling
dominan untuk wilayah DAS Ciliwung DS. Sistem lahan JKT juga
terdiri dari kipas aluvial, namun tidak begitu tertoreh. Secara
spasial sistem lahan DAS Ciliwung DS disampaikan dalam
Gambar III-4 dan secara kuantitatif disajikan dalam Tabel III-2.
Berdasarkan tabel tersebut terlihat dataran kipas aluvial
menempati areal terluas mencapai 68% dari luas DAS.
Tabel III- 2. Luas masing-masing sistem lahan DAS Ciliwung DS
Sub DAS Sistem Lahan
Juml BBG BGR BTK CSG GSM JKT KJP MKS TGM UPG
Ciliwung Hilir
755,9 5.724,4 6.480,3
Ciliwung Tengah
4.903,7 1.636,2 422,6 11.885,6 48,3 18.896,4
Ciliwung Hulu
3.697,5 2.392,9 1.927,3 187,5 5.029,
3 13.234,5
Kali Angke Pesanggrahan Hilir
683,0 1.392,1 281,8 2.357,0
Kali Angke 2.072,7 16.824,9 135,5 4.485,4 529,9 24.048,4
Kali Cakung Hilir
30,1 9.158,7 51,3 9.240,1
Kali Cakung Hulu
4.612,6 891,2 5.503,9
Kali Krukut 16.182,1 39,3 6.075,9 96,0 22.393,3
Kali Pesang-grahan
1.921,8 19.894,7 561,1 22.377,7
Kali Buaran Hilir
897,0 3.315,2 157,1 4.369,3
Kali Buaran 3.638,9 3.638,9
Restorasi DAS Ciliwung
35
Sub DAS Sistem Lahan
Juml BBG BGR BTK CSG GSM JKT KJP MKS TGM UPG
Hulu
Kali Sunter 12.624,8 5.585,9 195,8 18.406,5
DAS Ciliwung DS
3.697,5 8.898,2 4.029,2 1.927,3 610,2 87.346,6 857,8 37.190,0 5.077,
6 1.312,
0 150.946,1
Keterangan: Singkatan kode sistem lahan pada Lampiran 2
c. Arahan Fungsi Lahan
Data Arahan Fungsi Lahan diperoleh dari peta Arahan
Fungsi Lahan yang diproduksi oleh Balai Pemantapan Kawasan
Hutan (BPKH) Ditjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan.
Luas masing-masing arahan fungsi lahan pada DAS Ciliwung DS
disajikan pada Tabel III-3. Pada Tabel III-3 tampak bahwa
beberapa Sub DAS masih mempunyai Hutan Lindung (HL),
Hutan Produksi (HP), Kawasan Suaka dan Konservasi
Pelestarian Alam (KSPA) serta Taman Wisata Alam (TWA).
Sebagai contoh, DAS Ciliwung Hulu masih mempunyai 15% HP
dan 16% KSPA.
Restorasi DAS Ciliwung
36
Gambar III-4. Peta sistem lahan DAS Ciliwung DS
Tabel III-3. Luas masing-masing arahan fungsi lahan pada DAS Ciliwung DS
Arahan Fungsi
Luas (ha)
APL HL HP KSPA TWA
(tdk ter-
identifi-kasi)
Total
Ciliwung Hilir 10.260,52
190,56 10.451,08
Ciliwung Hulu 9.057,71
2.018,94 2.152,00
5,98 13.234,63
Ciliwung Tengah 14.836,91
0,69
87,97 14.925,58
Kali Angke 23.554,28
41,91 452,22 24.048,41
Restorasi DAS Ciliwung
37
Arahan Fungsi
Luas (ha)
APL HL HP KSPA TWA
(tdk ter-
identifi-kasi)
Total
Kali Angke Pesanggrahan Hilir
7.418,87 69,42 162,98
67,39 147,69 7.866,35
Kali Buaran 8.007,78
0,40 8.008,18
Kali Cakung 14.736,79
7,04 14.743,82
Kali Krukut 21.467,79 40,36 40,06 27,14
818,06 22.393,42
Kali Pesanggrahan 16.783,54
84,72 16.868,26
Kali Sunter Hilir 15.215,82
319,38 15.535,20
Kali Sunter Hulu 2.859,11
12,06 2871,17
DAS Ciliwung DS 144.199,1 109,78 2.221,98 2.179,84 109,30 2.126,09 150.946,1
d. Penutupan Lahan
Penutupan lahan DAS Ciliwung DS berdasarkan citra
Landsat tahun 2011 dan pengecekan tahun 2013 menunjukkan
bahwa DAS Ciliwung DS didominasi oleh pemukiman dan
gedung-gedung sebanyak 51%. Gambar III-5 memperlihatkan
pemukiman dan gedung-gedung tersebut. Pertanian lahan
kering berupa tegalan merupakan penutupan lahan kedua
luasnya yang meliputi 13%. Hutan hanya menempati porsi 3%
dari luas DAS. Tabel III-4 memperlihatkan masing-masing
penutupan lahan yang dijumpai di DAS Ciliwung DS, dan secara
spasial disajikan dalam Gambar III-6.
Restorasi DAS Ciliwung
38
Gambar III-5. Pemukiman di DAS Ciliwung Tengah (Google Earth 2013)
Gambar III-6. Penutupan lahan DAS Ciliwung DS
Restorasi DAS Ciliwung
39
Tabel III-4. Penutupan lahan DAS Ciliwung DS
Restorasi DAS Ciliwung
40
e. Kemampuan Penggunaan Lahan
Kelas Kemampuan Penggunaan Lahan (KPL) DAS Ciliwung
DS diperoleh dari peta Sistem Lahan. Sub DAS Ciliwung Hulu
dan Tengah mempunyai kelas KPL tertinggi dengan faktor
pembatas kelerengan (g) dan tanah (s). Lahan-lahan dengan
kelas KPL yang tinggi (VII) sebaiknya dijadikan lahan dengan
penutupan vegetasi yang permanen. Sebaran kelas KPL di DAS
Ciliwung DS disajikan pada Tabel III-5.
Tabel III-5. Kelas Kemampuan Penggunaan Lahan di DAS Ciliwung DS
f. Penduduk
Terkait jumlah penduduk, Tabel III-6 menyajikan jumlah
penduduk di kabupaten/kota dalam DAS Ciliwung DS. Jumlah
penduduk yang semakin meningkat setiap tahun menunjukkan
Restorasi DAS Ciliwung
41
pula tekanan penduduk pada lahan yang semakin tinggi.
Jumlah penduduk yang besar merupakan potensi sekaligus
masalah dalam sebuah kota atau daerah. Jumlah penduduk
yang besar menjamin ketersediaan sumberdaya manusia dan
pasar bagi barang-barang yang dihasilkan. Namun jumlah
penduduk yang besar juga menjadi masalah terkait
pemukiman, pangan, ketersediaan air bersih, transportasi,
limbah, pencemaran dan sebagainya.
Tabel III-6. Jumlah penduduk per kabupaten/kota di DAS Ciliwung DS
Kabupaten/Kota Jumlah penduduk (orang)
2009 2010 2011 2012 2013
Jakarta Selatan 2.044.075 2.071.615 2.095.748 2.119.009 2.141.935
Jakarta Timur 2.672.435 2.705.821 2.734.666 2.763.061 2.791.065
Jakarta Pusat 890.259 895.371 898.979 902.856 906.600
Jakarta Barat 2.254.280 2.292.986 2.327.946 2.362.365 2.396.583
Jakarta Utara 1.630.715 1.653.179 1.672.885 1.692.334 1.711.038
Bogor 4.676.196 4.813.841 4.943.852 5.073.049 5.202.116
Sukabumi 2.335.363 2.358.275 2.376.636 2.393.090 2.408.346
Cianjur 2.168.978 2.186.951 2.201.027 2.213.959 2.225.371
Bekasi 2.540.441 2.656.905 2.769.154 2.884.281 3.002.097
Kota Bogor 937.845 958.052 976.790 995.060 1.013.016
Kota Bekasi 2.281.293 2.356.138 2.427.032 2.498.527 2.570.353
Kota Depok 1.685.321 1.755.655 1.823.206 1.891.979 1.962.126
Tangerang 2.743.870 2.852.258 2.953.178 3.055.717 3.157.699
Kota Tangerang 1.755.650 1.808.509 1.856.568 1.904.614 1.952.382
DAS Ciliwung DS 30.616.720 31.365.554 32.057.665 32.749.900 33.440.726
Sumber : diolah dari data BPS, 2014
Selain jumlah penduduk, kepadatan penduduk
merupakan salah satu indikator yang penting dalam suatu DAS.
Kerusakan dan kelestarian sumberdaya dalam DAS Ciliwung DS
sangat ditentukan oleh kepadatan penduduk. Semakin padat
Restorasi DAS Ciliwung
42
suatu daerah, peluang terjadinya kerusakan sumberdaya
semakin besar. Gambaran kepadatan penduduk di DAS
Ciliwung DS disajikan Tabel III-7.
Tabel III-7. Kepadatan penduduk per kabupaten/kota di DAS Ciliwung DS (orang/km2)
Kabupaten/Kota 2009 2010 2011 2012 2013
Jakarta Selatan 13.246 13.424 13.581 13.731 13.880
Jakarta Timur 14.627 14.810 14.968 15.123 15.277
Jakarta Pusat 16.996 17.094 17.163 17.237 17.308
Jakarta Barat 18.115 18.426 18.707 18.984 19.259
Jakarta Utara 11.649 11.809 11.950 12.089 12.223
Bogor 1.725 1.776 1.824 1.872 1.919
Sukabumi 563 569 573 577 581
Cianjur 565 569 573 577 579
Bekasi 2.074 2.169 2.261 2.355 2.451
Kota Bogor 7.914 8.085 8.243 8.397 8.549
Kota Bekasi 11.042 11.404 11.747 12.093 12.441
Kota Depok 8.414 8.766 9.103 9.446 9.796
Tangerang 2.712 2.819 2.919 3.020 3.121
Kota Tangerang 11.406 11.749 12.061 12.373 12.684
DAS Ciliwung DS 2.146 2.199 2.247 2.296 2.344
Sumber : diolah dari data BPS, 2014
Sebagian besar kabupaten/kota di DAS Ciliwung DS
kepadatan penduduknya diatas 400 orang/km2. Secara total
DAS Ciliwung DS mempunyai kepadatan penduduk di atas
2.000 orang/km2. Bahkan kota-kota di Provinsi Jakarta
kepadatan penduduknya di atas 12.000 orang/km2 sampai
mendekati 20.000 orang/m2. Statusnya sebagai ibukota negara
membuat kota-kota di Jakarta harus menampung jumlah
penduduk yang sedemikian besar. Jakarta sebagai pusat
pemerintahan, ekonomi, perdagangan, politik dan sebagainya
Restorasi DAS Ciliwung
43
menarik minat para migran dari daerah lain. Implikasi dari
perkembangan Jakarta membuat daerah sekitarnya maju
dengan pesat untuk memenuhi kebutuhan kota Jakarta dalam
penyediaan pemukiman, sarana pendukung, pangan, air bersih
dan sebagainya. Perkembangan ini apabila tidak diantisipasi
dapat menimbulkan persoalan dikemudian hari.
g. Ekonomi
Dilihat dari struktur ekonomi, perekonomian DAS
Ciliwung DS mengandalkan pada perkembangan sektor
ekonomi tersier antara lain sektor perdagangan, hotel,
restoran, sektor angkutan dan transportasi, sektor keuangan
dan sektor jasa. Perkembangan sektor ekonomi tersebut
menunjukkan bahwa DAS Ciliwung DS sebagian besar
merupakan kota-kota pusat perekonomian, perdagangan dan
jasa. Di Ciliwung terdapat Kota DKI Jakarta yang merupakan
pusat perekonomian, perdagangan, pemerintahan dan politik.
Sehingga wajar apabila sektor tersier demikian mendominasi
kondisi ekonomi DAS Ciliwung DS.
Beberapa daerah di DAS Ciliwung DS juga didominasi
oleh sektor sekunder (Industri pengolahan, listrik, gas dan air
bersih, dan sektor bangunan). Daerah dengan dominasi sektor
sekunder terdapat di pinggir kota yang menjadi pusat
pertumbuhan ekonomi. Daerah seperti Jakarta Utara, Bogor,
Bekasi, Kota Bekasi, Tangerang dan Kota Tangerang
mengandalkan perekonomiannya pada sektor industri atau
sekunder. Pada daerah-daerah ini pusat industri berdiri dan
permukiman berkembang dengan pesat. Tumbuhnya industri
membutuhkan tenaga kerja yang berasal dari daerah
sekitarnya atau daerah lain. Peningkatan jumlah penduduk
menimbulkan persoalan dan peningkatan kebutuhan akan
pangan, sandang, perumahan yang selanjutnya meningkatkan
Restorasi DAS Ciliwung
44
permintaan terhadap lahan. Struktur ekonomi DAS Ciliwung DS
disajikan Tabel III-8.
Tabel III-8 menunjukkan bahwa DAS Ciliwung DS
didominasi perekonomiannya oleh sektor tersier atau jasa.
Sebagian besar kabupaten/kota mengandalkan perekonomian-
nya pada sektor tersebut dan beberapa daerah mengandalkan
sektor sekunder (Industri). Peran sektor primer (pertanian dan
tambang galian) relatif sedikit. Ini menunjukkan bahwa Kota di
DAS Ciliwung DS merupakan pusat perekonomian,
perdagangan, jasa, keuangan dan industri. Struktur ekonomi
demikian membuat permasalahan perkotaan seperti
pemukiman, sampah, limbah, kepadatan penduduk, kepadatan
lalu lintas dan banjir menjadi persoalan utama.
Pendapatan per kapita merupakan pendapatan yang
diperoleh oleh setiap penduduk dalam suatu daerah pada
suatu waktu tertentu. Besarnya pendapatan per kapita sering
dipergunakan sebagai salah satu indikator kesejahteraan.
Perkembangan pendapatan per kapita di DAS Ciliwung DS di
sajikan pada Tabel III-9.
Tabel III-8. Struktur ekonomi kabupaten kota di DAS Ciliwung DS,
2009-2013 Kabupaten/Kota 2009 2010 2011 2012 2013
Jakarta primer 0,08 0,08 0,07 0,07 0,06
Selatan sekunder 18,85 19,14 19,67 19,83 19,58
tersier 81,07 80,79 80,26 80,11 80,35
Jakarta primer 0,09 0,09 0,08 0,08 0,07
Timur sekunder 42,05 42,21 42,48 42,41 41,63
tersier 57,87 57,71 57,44 57,51 58,3
Jakarta primer 0,02 0,02 0,01 0,01 0,01
Pusat sekunder 11,6 11,74 11,71 11,71 11,71
tersier 88,39 88,25 88,27 88,27 88,27
Jakarta primer 0,09 0,09 0,09 0,08 0,08
Barat sekunder 21,83 21,62 21,55 21,7 21,39
tersier 78,08 78,28 78,37 78,22 78,53
Jakarta primer 0,15 0,15 0,14 0,13 0,13
Restorasi DAS Ciliwung
45
Kabupaten/Kota 2009 2010 2011 2012 2013 Utara sekunder 55,17 55,18 55,39 55,47 54,66
tersier 44,68 44,68 44,47 44,4 45,21
Bogor primer 5,61 5,59 5,41 5,16 5,63
sekunder 68,13 67,33 66,67 66,77 65,14
tersier 26,26 27,08 27,92 28,07 29,23
Sukabumi primer 35,76 35,16 33,82 31,76 31,26
sekunder 21,92 21,71 21,83 22,27 22,12
tersier 42,32 43,13 44,35 45,98 46,62
Cianjur primer 39,35 38,26 37,51 37,18 37,11
sekunder 7,97 8,21 8,37 8,57 8,54
tersier 52,68 53,53 54,12 54,26 54,35
Bekasi primer 3,96 4,11 4,12 3,73 3,42
sekunder 81,54 80,99 80,69 80,89 80,81
tersier 14,5 14,9 15,19 15,38 15,77
Kota Bogor primer 0,2 0,19 0,18 0,18 0,17
sekunder 33,12 33,57 34,02 34,56 34,34
tersier 66,68 66,24 65,8 65,26 65,49
Kota Bekasi primer 0,86 0,89 0,84 0,8 0,77
sekunder 50,21 49,54 49,72 49,76 49,7
tersier 48,92 49,57 49,44 49,44 49,53
Kota Depok primer 2,21 2,21 2,09 1,96 1,93
sekunder 45,02 44,65 44,09 44,34 43,87
tersier 52,77 53,14 53,81 53,7 54,2
Tangerang primer 10,81 11,23 11,11 11,15 11,25
sekunder 65,54 64,76 64,41 63,79 63,34
tersier 23,66 24,01 24,49 25,06 25,41
Kota Tangerang primer 0,16 0,16 0,16 0,16 0,16
sekunder 50,77 50,42 49,47 49,47 49,47
tersier 49,08 49,42 50,37 50,37 50,37
DAS Ciliwung DS primer 2,27 2,22 2,13 2 2,45
sekunder 37,63 37,45 37,34 37,41 42,94
tersier 60,09 60,33 60,53 60,59 54,61
Tabel III-9 Pendapatan perkapita di DAS Ciliwung DS, 2009-2013
Kabupaten/Kota PDRB perkapita ADH berlaku (Rp1000)
2009 2010 2011 2012 2013
Jakarta Selatan 82.836 91.699 103.271 115.294 128.517
Jakarta Timur 48.769 54.392 60.648 67.473 75.928
Jakarta Pusat 225.450 254.049 288.861 324.044 370.931
Jakarta Barat 50.350 56.071 62.428 69.016 77.618
Restorasi DAS Ciliwung
46
Kabupaten/Kota PDRB perkapita ADH berlaku (Rp1000)
2009 2010 2011 2012 2013
Jakarta Utara 86.708 97.543 110.166 122.646 137.935
Bogor 14.132 15.331 16.795 18.905 21.082
Sukabumi 7.389 7.885 8.483 9.031 9.945
Cianjur 7.717 8.430 9.347 10.058 11.186
Bekasi 35.323 36.707 38.948 41.376 44.818
Kota Bogor 12.694 14.518 15.855 17.409 19.284
Kota Bekasi 13.797 15.143 16.699 18.324 20.184
Kota Depok 8.345 9.196 9.825 10.572 11.855
Tangerang 11.256 12.224 13.327 14.448 16.132
Kota Tangerang 28.099 31.474 34.539 37.280 41.035
DAS Ciliwung DS 35.364 38.906 43.066 47.367 52.759
Sumber : diolah dari data BPS, 2014
Tabel III-9 menunjukkan adanya peningkatan besar
pendapatan/kapita yang beragam sesuai dengan
perkembangan perekonomian kabupaten dalam DAS Ciliwung
DS. Sebagai ilustrasi, pada tahun 2009 pendapatan/kapita di
DAS Ciliwung DS baru mencapai Rp 35 juta/tahun/kapita maka
pada tahun 2013 pendapatan/kapita masyarakat di DAS
Ciliwung DS mencapai Rp 53 juta/th per kapita. Semakin tinggi
pendapatan/kapita mengindikasikan semakin sejahtera dan
semakin jauh dari tingkat kemiskinan. Tabel III-10 menyajikan
besarnya garis kemiskinan per kabupaten/kota di DAS Ciliwung
DS.
Tabel III-10. Garis kemiskinan masing-masing kabupaten/kota di DAS Ciliwung DS
Kabupaten/Kota Garis kemiskinan (Rp/kap/bulan)
2009 2010 2011 2012 2013
Jakarta Selatan 372.659 397.415 430.345 466.817 507.665
Jakarta Timur 305.674 325.980 352.614 366.674 381.984
Jakarta Pusat 322.184 343.587 370.897 402.570 436.869
Jakarta Barat 300.134 320.072 347.449 362.363 377.884
Restorasi DAS Ciliwung
47
Kabupaten/Kota Garis kemiskinan (Rp/kap/bulan)
2009 2010 2011 2012 2013
Jakarta Utara 296.947 316.673 344.089 364.359 387.901
Bogor 197.319 214.338 235.682 252.542 271.970
Sukabumi 174.793 184.127 214.191 227.741 240.188
Cianjur 192.176 202.438 235.202 250.032 264.580
Bekasi 244.603 271.901 298.753 329.233 366.804
Kota Bogor 256.414 278.530 305.870 331.955 360.518
Kota Bekasi 299.432 332.849 365.721 403.033 449.026
Kota Depok 283.218 310.279 358.259 397.687 443.302
Tangerang 241.607 258.155 290.423 311.141 335.291
Kota Tangerang 284.093 303.551 337.543 365.205 398.513
DAS Ciliwung DS 269.375 289.992 320.502 345.096 373.035
Sumber : diolah dari data BPS, 2014
Pada tahun 2009, di DAS Ciliwung DS secara rata-rata
seseorang dikatakan miskin apabila pendapatannya dibawah
Rp 269 ribu per bulan dan pada tahun 2013 seseorang
dikatakan miskin apabila pendapatannya per bulan dibawah
Rp 373 ribu. Besarnya garis kemiskinan yang merupakan batas
untuk mengelompokkan seseorang dikatakan miskin atau tidak
berbeda-beda antar daerah namun terus meningkat setiap
tahun. Hal ini dikarenakan perubahan harga barang yang
berbeda antar daerah dan adanya peningkatan harga barang.
Berdasarkan garis kemiskinan tersebut akhirnya diperoleh
berapa jumlah penduduk miskin di suatu daerah atau DAS
(Tabel III-11).
Tabel III-11. Jumlah penduduk miskin masing-masing kabupaten/kota di DAS Ciliwung DS
Kabupaten Jumlah penduduk miskin (1.000 orang)
2009 2010 2011 2012 2013
Jakarta Selatan 73,7 78,6 71,8 74,1 74,6
Jakarta Timur 81,2 91,7 83,8 86,5 86,8
Jakarta Pusat 32,1 35,7 32,6 33,6 33,6
Restorasi DAS Ciliwung
48
Kabupaten Jumlah penduduk miskin (1.000 orang)
2009 2010 2011 2012 2013
Jakarta Barat 74 87,2 79,7 82,3 83,2
Jakarta Utara 76,2 92,7 84,7 87,2 90,9
Bogor 446 477,2 470,5 451 499,1
Sukabumi 265,5 249,6 246,1 234,6 222,8
Cianjur 311,1 311 306,6 292,2 267,9
Bekasi 136,7 161,8 Kota Bogor 91,7 90,2 88,9 84,8 83,3
Kota Bekasi 134,2 148 145,9 139,8 137,8
Kota Depok 47,1 49,6 48,9 47 45,9
Tangerang 256,2 205,1 188,7 176 183,9
Kota Tangerang 106,1 124,3 114,3 106,5 103,1
DAS Ciliwung DS 2.131,8 2.202,7 1.962,5 1.895,6 1.912,9
Sumber : diolah dari data BPS, 2014
Tabel III-11 menunjukkan bahwa upaya penanggulangan
kemiskinan yang dilakukan pemerintah di DAS Ciliwung DS
telah cukup berhasil. Apabila pada tahun 2009, jumlah
penduduk miskin di DAS Ciliwung DS mencapai 2.132 ribu
orang maka pada tahun 2013 turun menjadi 1.912 ribu orang.
Berbeda dengan kecenderungan jumlah penduduk miskin
secara keseluruhan DAS, jumlah penduduk miskin per
kabupaten menunjukkan dinamika yang menarik. Terdapat
beberapa daerah yang secara konsisten mengalami penurunan
jumlah penduduk miskin, namun sebaliknya terdapat daerah
yang belum berhasil menurunkan jumlah penduduk miskin.
Sukabumi, Cianjur, Kota Bogor, Depok dan Tangerang
merupakan contoh daerah yang mengalami penurunan jumlah
penduduk miskinnya. Disisi lain kota dan kabupaten di DAS
Ciliwung DS mengalami peningkatan jumlah penduduk miskin
atau juga berfluktuasi. Kemungkinan yang dapat dibaca dari
data tersebut antara lain, (1) terjadinya perpindahan
penduduk miskin dari suatu daerah ke daerah lain dengan
Restorasi DAS Ciliwung
49
harapan ia mendapat tingkat kesejahteraan yang lebih baik,
(2) meningkatnya kemiskinan perkotaan, dan (3) banyak faktor
yang mempengaruhi besarnya jumlah penduduk miskin. Selain
jumlah penduduk miskin yang perlu diperhatikan pula adalah
komposisi penduduk miskin tersebut terhadap total penduduk
(Tabel III-12).
Tabel III-12. Persentase penduduk miskin masing-masing kabupaten/kota di DAS Ciliwung DS
Kabupaten/kota Persentase penduduk miskin (%)
2009 2010 2011 2012 2013
Jakarta Selatan 3,52 3,8 3,43 3,49 3,47
Jakarta Timur 3,42 3,41 3,06 3,12 3,1
Jakarta Pusat 3,68 3,97 3,56 3,72 3,7
Jakarta Barat 3,44 3,81 3,44 3,47 3,46
Jakarta Utara 5,34 5,62 5,01 5,14 5,3
Bogor 10,8 9,97 9,65 8,83 9,54
Sukabumi 11,78 10,65 10,28 9,79 9,24
Cianjur 14,14 14,32 13,82 13,18 12,02
Bekasi 5,97 6,1 Kota Bogor 8,82 9,47 9,16 8,48 8,19
Kota Bekasi 5,78 6,3 6,12 5,56 5,33
Kota Depok 2,93 2,84 2,75 2,46 2,32
Tangerang 6,55 7,18 6,42 5,71 5,78
Kota Tangerang 6,42 6,88 6,14 5,56 5,26
DAS Ciliwung DS 6,61 6,74 6,37 6,04 5,90
Sumber : diolah dari data BPS, 2014
Persentase penduduk miskin di DAS Ciliwung DS
mengalami penurunan. Pada tahun 2009 sebesar 6,61% dari
jumlah penduduk DAS Ciliwung DS tergolong kelompok miskin
dan turun menjadi 5,90% pada tahun 2013. Bila diperhatikan,
daerah yang mengalami penurunan jumlah penduduk miskin
merupakan daerah-daerah dengan persentase jumlah
Restorasi DAS Ciliwung
50
penduduk miskin yang relatif lebih besar dibandingkan dengan
daerah lain. Sedangkan pusat-pusat kota persentase jumlah
penduduk miskinnya relatif kecil, namun karena jumlah
penduduknya relatif besar maka memungkinkan jumlah
absolute penduduk miskinnya menjadi besar.
Selain tingkat kemiskinan, indikator lain yang diperguna-
kan untuk mengetahui perkembangan suatu daerah adalah
pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi menggamba-
rkan persentase peningkatan atau perubahan ekonomi suatu
tahun tertentu dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Semakin besar nilai laju pertumbuhan ekonomi mengindikasi-
kan semakin pesat perkembangan perekonomian di suatu
daerah. Laju pertumbuhan ekonomi di DAS Ciliwung DS
disajikan pada Tabel III-13.
Tabel III-13. Laju pertumbuhan ekonomi per kabupaten/kota di
DAS Ciliwung DS
Kabupaten laju pertumbuhan PDRB ADH konstan 2000 (%)
2009 2010 2011 2012 2013
Jakarta Selatan 5,34 6,55 6,97 6,69 6,24
Jakarta Timur 4,64 6,06 6,28 6,50 6,08
Jakarta Pusat 5,75 6,62 6,94 6,76 6,44
Jakarta Barat 4,98 6,07 6,25 6,39 6,24
Jakarta Utara 4,03 6,02 6,36 6,04 5,80
Bogor 4,14 5,09 5,96 5,99 6,04
Sukabumi 3,65 4,02 4,07 4,34 4,70
Cianjur 3,93 4,53 4,74 5,08 4,67
Bekasi 5,04 6,18 6,21 6,19 6,11
Kota Bogor 6,02 6,14 6,19 6,14 5,86
Kota Bekasi 4,13 5,84 7,08 6,85 6,81
Kota Depok 6,22 6,36 6,58 7,15 6,92
Tangerang 5,29 6,33 6,39 5,80 6,11
Kota Tangerang 5,74 6,68 6,85 6,42 5,91
DAS Ciliwung DS 4,92 5,89 6,21 6,17 6,00
Restorasi DAS Ciliwung
51
Sumber : diolah dari data BPS, 2014
Laju pertumbuhan ekonomi di DAS Ciliwung DS relatif tinggi
antara 5 sampai 6% per tahun. Apabila dicermati di tingkat
kabupaten kota, peningkatan perkembangan ekonomi antar
daerah beragam dan berkembang sesuai dengan kondisi
perekonomian daerah.
3.1.1. Kerentanan Lahan
Kerentanan lahan ditentukan berdasarkan pada data sistem
lahan dan penutupan lahan yang hasil analisisnya disajikan dalam
Tabel III-14. Tingkat kerentanan tinggi sampai dengan sangat tinggi
banyak dijumpai di wilayah Kabupaten Bogor yang meliputi luas
8.473 ha. Jika dilihat untuk keseluruhan DAS, tingkat kerentanan
tinggi hingga sangat tinggi meliputi wilayah sekitar 14%, terbanyak
terjadi di sub DAS Ciliwung Hulu dan Tengah seluas 8.604 ha,
diikuti Kali Pesanggrahan dan Kali Angke masing-masing 5.367,7 ha
dan 2.864,6 ha. Gambar III-7 memperlihatkan penyebaran tingkat
kerentanan lahan di DAS Ciliwung DS. Jika ditinjau dari penutupan
lahan, terlihat bahwa wilayah yang tingkat kerentanannya tinggi
sampai dengan sangat tinggi terdapat di tegalan.
Tabel III-14. Tingkat kerentanan lahan tiap sub DAS di masing-masing kabupaten/kota
Provinsi/Kab/Kota Sub DAS Luas (ha) Masing-masing Tingkat Kerentanan Lahan
1 2 3 4 5
DKI Jakarta Jakarta Barat Ciliwung Hilir 15,6 198,8 - - -
Kali Angke Pesanggrahan Hilir 290,1 596,8 - - - Kali Angke 581,0 3.511,6 1.326,4 43,3 - Kali Krukut 194,2 2.279,0 1.180,2 21,3 - Kali Pesanggrahan 3,7 562,2 1.458,0 106,7 -
Jakarta Pusat Ciliwung Hilir 117,5 2.277,9 - - - Kali Krukut 93,5 1.417,7 698,5 6,5 - Kali Sunter 5,3 610,0 -
Restorasi DAS Ciliwung
52
Provinsi/Kab/Kota Sub DAS Luas (ha) Masing-masing Tingkat Kerentanan Lahan
1 2 3 4 5
Jakarta Selatan Ciliwung Hilir 17,2 546,1 580,5 11,8 - Ciliwung Tengah - 190,0 1.093,2 137,2 - Kali Angke 0,1 111,3 18,6 - Kali Krukut 0,7 639,2 8.717,1 559,0 - Kali Pesanggrahan 0,0 39,7 2.355,7 271,4 -
Jakarta Timur Ciliwung Hilir 5,6 293,2 117,7 1,4 - Ciliwung Tengah - 84,8 1.608,3 136,1 - Kali Cakung Hilir 32,6 1.357,5 - - - Kali Cakung Hulu 13,0 689,0 881,0 54,3 - Kali Buaran Hilir 130,3 933,2 811,7 40,6 - Kali Buaran Hulu 0,0 28,8 1.564,7 12,2 - Kali Sunter 53,7 2.649,4 6.644,0 783,6 -
Jakarta Utara Ciliwung Hilir 622,0 1.675,0 - - - Kali Angke
Pesanggrahan Hilir 828,9 641,2 - - -
Kali Angke 194,1 150,2 - - - Kali Cakung Hilir 495,0 2.218,6 - - - Kali Krukut 703,0 1.502,4 - - - Kali Buaran Hilir 336,8 2.116,7 - - - Kali Sunter 610,0 2.695,5 - - -
Jawa Barat Bekasi Kali Cakung Hilir 130,1 2.548,4 - - - Bogor Ciliwung Tengah 0,0 1.712,6 3.243,8 2.058,6 211,6 Ciliwung Hulu 0,0 543,6 8.044,4 3.176,8 1.072,3
Kali Angke 0,01 458,6 1.317,9 594,8 - Kali Pesanggrahan 0,41 719,82 2.026,79 1.353,6 - Kali Sunter - 3,2 24,1 5,0 -
Cianjur Ciliwung Hulu - - 293,9 51,5 -
Kota Bekasi Kali Cakung Hilir 27,3 2.400,4 30,1 - - Kali Cakung Hulu 1,9 707,0 2.805,8 352,0 - Kali Buaran Hulu - 205,6 1.650,2 177,4 - Kali Sunter 0,02 114,0 628,5 131,0 -
Kota Bogor Ciliwung Tengah - 265,2 1.962,8 685,0 - Kali Angke - 132,17 974,61 499,86 - Kali Pesanggrahan - 69,0 708,4 355,1 -
Kota Depok Ciliwung Tengah 0,4 1.040,7 3.394,2 1.072,0 - Kali Angke - 27,06 220,83 16,98 - Kali Krukut 0,1 549,5 2.525,3 1.306,2 - Kali Pesanggrahan 0,1 805,6 2.731,9 2.203,5 - Kali Sunter 0,1 504,8 2.022,7 921,5 -
Sukabumi Ciliwung Hulu - - 49,0 3,0 -
Banten Kota Tangerang Kali Angke 3,8 855,6 6.146,0 527,9 -
Kali Pesanggrahan 0,2 9,5 634,2 69,7 - Kab. angerang Kali Angke 0,8 595,8 4.575,8 1.163,1 -
Kali Pesanggrahan 0,0 366,5 4.518,3 1.007,6 -
DAS Ciliwung DS 4.646,7 44.539,4 79.677,6 19.936,0 1.283,9
Restorasi DAS Ciliwung
53
Gambar III-7. Penyebaran tingkat kerentanan lahan terhadap
degradasi di DAS Ciliwung DS
3.1.2. Kerentanan Banjir
Dalam karakterisasi lahan dibedakan antara daerah pasokan
air banjir dan daerah yang rawan kebanjiran. DAS Ciliwung Hulu
yang sering dianggap sebagai sumber bencana banjir Jakarta
ternyata hanya memasok 8% dari seluruh pasokan air banjir dan
Ciliwung Tengah 9%. Total DAS Ciliwung DS sendiri hanya
memasok 24% banjir Jakarta, dan sisanya merupakan sumbangan
DAS Kali Angke (19%), DAS Kali Krukut dan yang lainnya. Daerah
pasokan air banjir serta persentase kontribusi anak sungai dalam
memasok banjir secara spasial diilustrasikan dalam Gambar III-8.
Restorasi DAS Ciliwung
54
Sedangkan perhitungan volume banjir masing-masing Sub DAS
secara lebih detail disajikan pada LAMPIRAN 2.
Gambar III-8. Distribusi spasial pasokan air banjir DAS Ciliwung DS Daerah rawan kebanjiran biasanya dicirikan oleh daerah datar.
Pada DAS Ciliwung DS, wilayah yang mempunyai tingkat
kerawanan banjir tinggi (rentan) dan sangat tinggi (sangat rentan)
terbesar dijumpai pada wilayah Jakarta Timur (45%) dan Jakarta
Selatan (17%), data secara detil disampaikan dalam Tabel III-15.
Distribusi spasial daerah rawan kebanjiran disajikan dalam Gambar
III-9.
Restorasi DAS Ciliwung
55
Tabel III-15. Luas (ha) daerah rawan kebanjiran di tiap-tiap Propinsi di DAS Ciliwung DS
Propinsi/Kabupaten/ Kota
Tingkat Kerentanan Total (ha) 1 2 3 4 5
DKI JAKARTA 23418,7 4364,4 5932,8 27744,2 5140,5 66600,5
Jakarta Barat 2914,8 240,1 1084,5 7079,5 1049,8 12368,8
Jakarta Pusat 316,6 72,3 426,0 4239,9 172,3 5227,0
Jakarta Selatan 11221,8 1614,7 1639,8 798,3 14,1 15288,7
Jakarta Timur 8965,4 2031,2 2670,8 5032,7 226,5 18926,6
Jakarta Utara 406,0 111,8 10593,7 3677,9 14789,4
JAWA BARAT 30847,9 21101,3 6162,2 5601,0 158,4 63870,8
Bekasi 2548,4 130,1 2678,5
Bogor 13968,1 9372,9 3041,6 184,9 0,4 26568,0
Cianjur 293,9 51,5 345,4
Kota Bekasi 4093,4 1492,5 1023,5 2594,9 27,1 9231,3
Kota Bogor 3120,0 1943,8 525,8 62,5 5652,1
Kota Depok 9323,6 8237,5 1571,3 210,3 0,8 19343,5
Sukabumi 49,0 3,0 52,0
BANTEN 10107,7 3595,9 5766,6 999,9 4,7 20474,9
Kota Tangerang 3925,6 646,5 2854,6 816,3 3,9 8246,9
Tangerang 6182,1 2949,5 2912,0 183,7 0,8 12228,0
DAS Ciliwung DS 64374,2 29061,6 17861,7 34345,1 5303,8 150946, 1
Restorasi DAS Ciliwung
56
Gambar III-9. Distribusi spasial daerah rawan kebanjiran DAS
Ciliwung DS
3.1.3. Kerentanan Penduduk terhadap Lahan
Kerentanan penduduk terhadap lahan merupakan interaksi
antara kepadatan penduduk dengan struktur ekonomi daerah.
Daerah yang padat penduduknya diperkirakan relatif lebih rentan
dibandingkan dengan daerah atau DAS yang jarang penduduknya.
Terkait dengan penggunaan lahan, daerah yang mengandalkan
perekonomiannya pada pertanian dan tambang relatif lebih
rentan dibandingkan dengan daerah yang struktur ekonominya
mengandalkan pada sektor tersier atau jasa. Hasil perhitungan
tingkat kerentanan penduduk terhadap lahan di DAS Ciliwung DS
disajikan Tabel III-16.
Restorasi DAS Ciliwung
57
Tabel III-16. Kerentanan penduduk terhadap lahan di DAS Ciliwung DS
Kabupaten/kota Luas
Wilayah (km2)
Kepadatan penduduk (jiwa/km2)
Struktur ekonomi dominan
Skala Kerentanan
(1-5) Keterangan
Jakarta Selatan 154.32 13.880 Jasa 3 Agak rentan
Jakarta Timur 182.7 15.277 Jasa 3 Agak rentan
Jakarta Pusat 52.38 17.308 Jasa 3 Agak rentan
Jakarta Barat 124.44 19.259 Jasa 3 Agak rentan
Jakarta Utara 139.99 12.223 Industri 4 Rentan
Bogor 2.710.62 1.919 Industri 4 Rentan
Sukabumi 4145.7 581 Jasa 3 Agak rentan
Cianjur 3.840.16 579 Jasa 3 Agak rentan
Bekasi 1.224.88 2.451 Industri 4 Rentan
Kota Bogor 118.5 8.549 Jasa 3 Agak rentan
Kota Bekasi 206.61 12.441 Industri 4 Rentan
Kota Depok 200.29 9.796 Jasa 3 Agak rentan
Tangerang 1.011.86 3.121 Industri 4 Rentan
Kota Tangerang 153.93 12.684 Jasa 3 Agak rentan
DAS Ciliwung DS 14.266.38 2.344 Jasa 3 Agak rentan
Sumber : diolah dari data BPS, 2014
Secara keseluruhan, kerentanan penduduk terhadap lahan
DAS Ciliwung DS termasuk dalam tingkat kerentanan agak rentan
(nilai 3). Dari 14 Kabupaten Kota di DAS Ciliwung DS, 9 (64,29%)
kabupaten tingkat kerentanan penduduknya tergolong agak
rentan dan 5 kabupaten (35,71%) termasuk rentan penduduknya
terhadap lahan. Umumnya, kabupaten di DAS Ciliwung DS yang
mengandalkan perekonomiannya pada sektor industri pengolahan
(sekunder) tergolong daerah yang rentan. Kabupaten/kota Jakarta
Utara, Bogor, Bekasi, Kota Bekasi, dan Tanggerang merupakan
pusat industri di DAS Ciliwung DS yang penduduknya rentan
terhadap ketergantungan pada lahan. Tingkat kerentanan
penduduk terhadap ketergantungan lahan dipengaruhi banyak
Restorasi DAS Ciliwung
58
faktor. Perubahan waktu turut mengubah tingkat kerentanan
tersebut sesuai perkembangan yang terjadi. Tingkat kerentanan
dinamis penduduk terhadap ketergantungan lahan disajikan Tabel
III-17
Tabel III-17. Kerentanan dinamis penduduk terhadap lahan di DAS Ciliwung DS
Kabupaten/Kota 2009 2010 2011 2012 2013
Jakarta Selatan 3 3 3 3 3
Jakarta Timur 3 3 3 3 3
Jakarta Pusat 3 3 3 3 3
Jakarta Barat 3 3 3 3 3
Jakarta Utara 4 4 4 4 4
Bogor 4 4 4 4 4
Sukabumi 3 3 3 3 3
Cianjur 3 3 3 3 3
Bekasi 4 4 4 4 4
Kota Bogor 3 3 3 3 3
Kota Bekasi 4 3 4 4 4
Kota Depok 3 3 3 3 3
Tangerang 4 4 4 4 4
Kota Tangerang 4 4 3 3 3
DAS Ciliwung DS 3 3 3 3 3
Sumber : diolah dari data BPS, 2014
Tingkat kerentanan penduduk terhadap ketergantungan
lahan di DAS Ciliwung DS relatif tidak berubah. Namun
penyelisikan lanjut menunjukkan Kota Bekasi dan Tangerang
cukup dinamis. Pada awalnya Kota Tangerang rentan penduduk-
nya terhadap lahan, namun sejak tahun 2011 tingkat
ketergantungannya turun menjadi agak rentan. Perkembangan
perekonomian yang tidak berbasis pada lahan telah mengubah
kerentanan penduduk terhadap lahan di Kota Tangerang. Hal
yang hampir sama terjadi di Kota Bekasi, dimana awalnya Kota
Bekasi rentan penduduknya tergantung pada lahan. Pada tahun
Restorasi DAS Ciliwung
59
2010, kota ini mulai turun kerentanannya. Namun perkembangan
ekonomi berbasis industri di daerah yang padat penduduk
membuat kota Bekasi relatif rentan kembali. Perkembangan
dinamika yang terjadi menunjukkan bahwa mungkin secara
keseluruhan DAS relatif sedikit perubahan kerentanan yang terjadi
namun pada tingkat kabupaten kota relatif dinamis
perkembangannya.
3.1.4. Kerentanan Ekonomi Masyarakat
Kerentanan ekonomi merupakan interaksi antara
pendapatan dengan pertumbuhan ekonomi. Pendapatan sendiri
merupakan besaran pendapatan yang dibandingkan dengan garis
kemiskinan, dimana semakin besar rasio pendapatan terhadap
kemiskinan mengindikasikan bahwa DAS tersebut relatif tidak
rentan dibandingkan dengan daerah-daerah yang sebagian besar
penduduknya miskin. Hasil perhitungan kerentanan ekonomi
disajikan Tabel III-18.
Tabel III-18. Kerentanan ekonomi kabupaten kota di DAS Ciliwung DS
Kabupaten/Kota
Rasio pendapatan kemiskinan
Pertumb. ekonomi
Skala Kerentanan
Keterangan
Jakarta Selatan 21,1 6,2 2 Sedikit rentan
Jakarta Timur 16,6 6,1 2 Sedikit rentan
Jakarta Pusat 70,7 6,4 1,5 Tidak rentan
Jakarta Barat 17,1 6,2 1,5 Tidak rentan
Jakarta Utara 29,6 5,8 2 Sedikit rentan
Bogor 6,4 6,0 2 Sedikit rentan
Sukabumi 3,4 4,7 2,5 Sedikit rentan
Cianjur 3,5 4,7 2,5 Sedikit rentan
Bekasi 10,2 6,1 2 Sedikit rentan
Kota Bogor 4,4 5,9 2 Sedikit rentan
Kota Bekasi 3,7 6,8 1,5 Tidak rentan Kota Depok 2,2 6,9 1,5 Tidak rentan
Restorasi DAS Ciliwung
60
Kabupaten/Kota Rasio
pendapatan kemiskinan
Pertumb. ekonomi
Skala Kerentanan
Keterangan
Tangerang 4,0 6,1 2 Sedikit rentan
Kota Tangerang 8,6 5,9 2 Sedikit rentan
DAS Ciliwung DS 11,8 6,0 2 Sedikit rentan
Sumber : diolah dari data BPS, 2014
Secara keseluruhan DAS Ciliwung DS tergolong sedikit rentan
secara ekonomi. Hal ini ditunjukkan dengan skala kerentanan
ekonomi sebesar 2. Sebanyak 10 (71%) kabupaten kota di DAS
Ciliwung DS tergolong sedikit rentan dan sebanyak 4 (29)
kabupaten tergolong tidak rentan. Tingkat kerentanan ekonomi di
DAS Ciliwung DS tergolong kategori rendah. Kerentanan ekonomi
bersifat dinamis sesuai perkembangan ekonomi dan kondisi
daerahnya. Kerentanan dinamis ekonomi di DAS Ciliwung DS
disajikan Tabel III-19.
Tabel III-19. Kerentanan dinamis ekonomi di DAS Ciliwung DS
Kabupaten/Kota Tipologi Ekonomi
2009 2010 2011 2012 2013
Jakarta Selatan 2 1,5 1,5 1,5 2
Jakarta Timur 2,5 2 2 1,5 2
Jakarta Pusat 2 1,5 1,5 1,5 1,5
Jakarta Barat 2 2 2 1,5 1,5
Jakarta Utara 2,5 2 1,5 2 2
Bogor 2,5 2 2 2 2
Sukabumi 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5
Cianjur 2,5 2,5 2,5 2 2
Bekasi 2 2 2 2 2
Kota Bogor 2 2 2 2 2
Kota Bekasi 2,5 2 1,5 1,5 1,5
Kota Depok 2 1,5 1,5 1,5 1,5
Tangerang 2 1,5 1,5 2 2
Kota Tangerang 2 1,5 1,5 1,5 2
Restorasi DAS Ciliwung
61
Kabupaten/Kota Tipologi Ekonomi
2009 2010 2011 2012 2013
DAS Ciliwung DS 2 2 2 2 2
Sumber : diolah dari data BPS, 2014
Kerentanan ekonomi DAS Ciliwung DS sedikit rentan dalam
beberapa tahun. Namun kerentanan ekonomi tiap tahun di DAS
Ciliwung DS setiap kabupaten berubah tergantung pada
perubahan pendapatan dan pertumbuhan ekonomi. Beberapa
daerah mengalami peningkatan dan penurunan tingkat
kerentanan ekonomi DAS sesuai perkembangan dan kondisi yang
terjadi. Terdapat kecenderungan belum berubahnya tingkat
kerentanan ekonomi di DAS Ciliwung DS selama 5 tahun ini.
3.1.5. Kerentanan Sosial Ekonomi
Metode karakterisasi sosek DAS disusun sebagai hasil sintesa
interaksi antara kerentanan penduduk dan kerentanan ekonomi.
Hasil analisis karakterisasi kerentanan sosial ekonomi DAS
Ciliwung DS disajikan Tabel III-20.
Tabel III-20. Karakterisasi Kerentanan sosial ekonomi DAS Ciliwung DS
Kabupaten/Kota Kerentanan penduduk
Kerentanan ekonomi
Tipologi Sosial ekonomi
Keterangan
Jakarta Selatan 3 2 2,5 Sedikit rentan
Jakarta Timur 3 2 2,5 Sedikit rentan
Jakarta Pusat 3 1,5 2,25 Sedikit rentan
Jakarta Barat 3 1,5 2,25 Sedikit rentan
Jakarta Utara 4 2 3 Agak rentan
Bogor 4 2 3 Agak rentan
Sukabumi 3 2,5 2,75 Agak rentan
Cianjur 3 2,5 2,75 Agak rentan
Bekasi 4 2 3 Agak rentan
Kota Bogor 3 2 2,5 Sedikit rentan
Kota Bekasi 4 1,5 2,75 Agak rentan
Restorasi DAS Ciliwung
62
Kabupaten/Kota Kerentanan penduduk
Kerentanan ekonomi
Tipologi Sosial ekonomi
Keterangan
Kota Depok 3 1,5 2,25 Sedikit rentan
Tangerang 4 2 3 Agak rentan
Kota Tangerang 3 2 2,5 Sedikit rentan
DAS Ciliwung DS 3 2 2,5 Sedikit rentan
Sumber : diolah dari data BPS, 2014
Karakterisasi sosial ekonomi DAS Ciliwung DS tergolong
sedikit rentan (nilai 2) dengan kerentanan penduduk agak rentan
dan kerentanan ekonomi sedikit rentan. Sebanyak 50 % kabupaten
kota di DAS Ciliwung DS tergolong sedikit rentan (1,7—2,5) dan
50% sisanya agak rentan (2,6–3,4). Tingkat kerentanan sosial
ekonomi berkembang sesuai dengan perkembangan masyarakat
yang terjadi. Hasil analisis tipologi dinamis sosial ekonomi DAS
Ciliwung DS disajikan Tabel III-21.
Tabel III-21. Tipologi dinamis sosial ekonomi DAS Ciliwung DS
Tahun
Kabupaten/Kota 2009 2010 2011 2012 2013
Jakarta Selatan 2,5 2,25 2,25 2,25 2,5
Jakarta Timur 2,75 2,5 2,5 2,25 2,5
Jakarta Pusat 2,5 2,25 2,25 2,25 2,25
Jakarta Barat 2,5 2,5 2,5 2,5 2,25
Jakarta Utara 3,25 3 2,75 3 3
Bogor 3,25 3 3 3 3
Sukabumi 2,75 2,75 2,75 2,75 2,75
Cianjur 2,75 2,75 2,75 2,5 2,75
Bekasi 3 3 3 3 3 Kota Bogor 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5
Kota Bekasi 3,25 2,5 2,75 2,75 2,75
Kota Depok 2,5 2,25 2,25 2,25 2,25
Tangerang 3 2,75 2,75 3 3
Kota Tangerang 3 2,75 2,25 2,25 2,5
Restorasi DAS Ciliwung
63
Tahun
Kabupaten/Kota 2009 2010 2011 2012 2013
DAS Ciliwung DS 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5
Sumber : diolah dari data BPS, 2014
Pada tingkat DAS Ciliwung DS belum terjadi perubahan
tingkat kerentanan sosial ekonomi yang signifikan, dimana DAS
Ciliwung DS selama 5 tahun masih tergolong sedikit rentan secara
sosial ekonomi. Namun analisis per kabupaten/kota di DAS
Ciliwung DS menunjukkan dinamika yang beragam. Terdapat
beberapa kabupaten dengan dinamika tingkat kerentanan
berubah-ubah sesuai perubahan yang terjadi seperti kota Jakarta
(Utara, Selatan, Timur, Barat, Pusat), Bogor, Depok, Cianjur dan
sebagainya. Sedangkan Bekasi, Sukabumi dan Kota Bogor relatif
tidak berubah tingkat kerentanannya. Perubahan kerentanan
mengindikasikan pertumbuhan dan perubahan sosial ekonomi
yang terjadi baik pada kerentanan penduduk maupun kerentanan
ekonomi. Hasil tipologi per kabupaten dan DAS berubah sesuai
interaksi yang terjadi (Tabel III-22).
Tabel III-22. Tingkat kerentanan dinamis sosial ekonomi DAS
Ciliwung DS
Kabupaten/Kota Tahun
2009 2010 2011 2012 2013
Jakarta Selatan
Sedikit rentan Sedikit rentan Sedikit rentan Sedikit rentan Sedikit rentan
Jakarta Timur Agak rentan Sedikit rentan Sedikit rentan Sedikit rentan Sedikit rentan
Jakarta Pusat Sedikit rentan Sedikit rentan Sedikit rentan Sedikit rentan Sedikit rentan
Jakarta Barat Sedikit rentan Sedikit rentan Sedikit rentan Sedikit rentan Sedikit rentan
Jakarta Utara Agak rentan Agak rentan Agak rentan Agak rentan Agak rentan
Bogor Agak rentan Agak rentan Agak rentan Agak rentan Agak rentan
Sukabumi Agak rentan Agak rentan Agak rentan Sedikit rentan Agak rentan
Cianjur Agak rentan Agak rentan Agak rentan Sedikit rentan Agak rentan
Bekasi Agak rentan Agak rentan Agak rentan Agak rentan Agak rentan
Restorasi DAS Ciliwung
64
Kabupaten/Kota Tahun
2009 2010 2011 2012 2013
Kota Bogor Sedikit rentan Sedikit rentan Sedikit rentan Sedikit rentan Sedikit rentan
Kota Bekasi Agak rentan Sedikit rentan Agak rentan Agak rentan Agak rentan
Kota Depok Sedikit rentan Sedikit rentan Sedikit rentan Sedikit rentan Sedikit rentan
Tangerang Agak rentan Agak rentan Agak rentan Agak rentan Agak rentan
Kota Tangerang Agak rentan Agak rentan Sedikit rentan Sedikit rentan Sedikit rentan
DAS Ciliwung DS Sedikit rentan Sedikit rentan Sedikit rentan Sedikit rentan Sedikit rentan
Sumber : diolah dari data BPS, 2014
Secara sosial ekonomi DAS Ciliwung DS tergolong DAS yang
sedikit rentan, sebaran tingkat kerentanan per kabupaten dilihat
pada Tabel III-22. Dinamika yang terjadi di DAS Ciliwung DS
menunjukkan perubahan antara agak rentan sampai sedikit
rentan. Jakarta Timur dan Kota Tanggerang merupakan Kota yang
mengalami kemajuan dengan terjadinya penurunan kerentanan
sosial ekonomi dari agak rentan menjadi sedikit rentan secara
konsisten selama 5 tahun ini.
3.2. Isu Utama
Berdasarkan hasil karakterisasi pada DAS Ciliwung DS terlihat
bahwa daerah yang mempunyai tingkat kerentanan lahan tinggi
dan sangat tinggi mayoritas terdapat di DAS Ciliwung Hulu dan
Tengah yang termasuk wilayah administrasi Kabupaten Bogor.
Daerah tersebut juga merupakan pemasok air banjir (17%) sebagai
akibat jumlah curah hujan yang tinggi dengan rata-rata hujan
tahunan 3.721 mm/tahun. Pada daerah hulu selain curah hujan
yang memang tinggi, juga disebabkan pertambahan lahan untuk
pemukiman sehingga daerah untuk meresapkan air hujan yang
jatuh berkurang. Berkurangnya situ-situ yang dahulu berfungsi
untuk penampung air hujan juga mempunyai andil yang besar
terhadap terjadinya banjir. Situ yang ada sebelumnya berjumlah
Restorasi DAS Ciliwung
65
204 (tahun 2007) dan tahun 2010 tinggal 180 buah (Ditjen
Sumberdaya Air, 2013).
Disamping DAS Ciliwung Hulu dan Tengah, pemasok air
banjir yang cukup besar lainnya adalah DAS Kali Angke (19%) dan
DAS Kali Krukut (13%). Oleh karena pasokan air yang cukup tinggi
dari Hulu dan Tengah DAS Ciliwung DS dan Kota Jakarta yang
terletak di bawahnya datar akan mudah mengalami kebanjiran.
Jika ditelaah lebih jauh penyebab banjir di bagian hilir adalah
perkembangan pemukiman dan kurangnya saluran drainase.
Jumlah penduduk yang meningkat pesat membuat
perubahan penutupan lahan menjadi pemukiman juga meningkat
luas dan pertumbuhannya. Hal ini didukung hasil analisis Susandi
(2013) yang menunjukkan pada tahun 1972 kota Jakarta masih
sedikit pemukiman, namun pada tahun 2002 sudah hampir semua
tertutup pemukiman (Gambar III-10). Pertumbuhan pemukiman
tersebut tidak diikuti dengan pengembangan saluran drainase
yang baik dan mencukupi sehingga pada saat hujan membuat
banjir terjadi. Upaya pembangunan Banjir Kanal Barat sudah tidak
mampu lagi menampung volume air banjir sejak tahun 1973.
Kapasitas saluran drainase berkurang karena pemukiman, sampah,
dan sedimentasi. Disamping itu juga menurunnya kapasitas
tampung rawa. Jadi karakteristik dasar DAS Ciliwung DS adalah
(1) tingginya pasokan air di daerah hulu, (2) bentuk lahannya yang
datar rendah, dan (3) pemukiman padat dengan masyarakat yang
tidak sadar lingkungan. Ketiga hal inilah yang menjadi penyebab
“takdir sejarah” Jakarta selalu terkena banjir sampai saat ini. Hasil
analisis karakteristik DAS sejalan dengan kenyataan yang terjadi,
penelaahan literatur yang ada dan berita-berita media massa
bahwa DAS Ciliwung DS merupakan DAS yang selalu menimbulkan
bencana banjir di Jakarta dan sekitarnya sejak jaman penjajahan
Belanda hingga saat ini. Selain itu terdapat kecenderungan banjir
Restorasi DAS Ciliwung
66
yang terjadi mempunyai frekuensi, luasan wilayah kebanjiran, dan
tingkat kerugian yang semakin meningkat.
Sumber : Armi Susandi, DNPI, CC Vulnerability in Jkt
Gambar III-10. Perkembangan penutupan lahan di Jakarta
(Susandi, 2013)
Berdasarkan catatan sejarah, pada tahun 1878 kota Jakarta
(Batavia) mengalami banjir sebagai akibat meluapnya sungai
Ciliwung karena hujan yang terjadi secara beruntun selama 40 hari
(Cahayahati, 2012). Selanjutnya, banjir juga terjadi pada tahun
1918, 1919, 1923, 1931, 1932, dan 1933. Banjir di Jakarta masih
terus terjadi setelah kemerdekaan RI yaitu pada dekade 1950 sd
1970. Sejak 1970-an frekuensi terjadinya banjir semakin
meningkat. Hal tersebut dikarenakan semakin meningkatnya
jumlah penduduk dan pembangunan yang menyebabkan alih
Restorasi DAS Ciliwung
67
fungsi lahan dari hutan ke pertanian dan pemukiman. Sebagai
ilustrasi, pemukiman atau daerah urban di tahun 2008 menempati
47,6% dari luasan DAS Ciliwung DS, dan pada tahun 2030
diperkirakan dapat mencapai sebesar 71% dari luas DAS (Susandi,
2013).
Perubahan penggunaan lahan tersebut telah menyebabkan
terjadinya perubahan debit banjir. Beberapa penelitian seperti
yang dilakukan Nedeco-PBJR (1973) dalam Pawitan (2004),
mengestimasi debit banjir 2-tahunan sebesar 100 m3/detik dan
debit banjir 25-tahunan sebesar 200 m3/detik. Namun dinyatakan
bahwa nilai estimasi tersebut telah meningkat sejalan dengan
perubahan penggunaan lahan yang terjadi dalam tiga dasawarsa
terakhir ini. Lebih jauh dikatakan bahwa debit banjir 100 tahunan
diperkirakan telah meningkat dari 370 m3/detik (1973) menjadi
570 m3/detik (2000) (Pawitan, 2004). Banjir besar yang terjadi
pada tahun 2007 telah menggenangi areal seluas 232 km2 (45%
luas DKI) dan menyebabkan 320.000 jiwa mengungsi dan 80 orang
meninggal dunia (BPDAS Citarum-Ciliwung, 2007) dengan
perkiraan kerugian yang ditimbulkan sekitar 5,16 trilyun rupiah
(Ratnaningsih, 2013).
Penanganan banjir Jakarta telah diupayakan oleh
pemerintah pusat dengan pemerintah daerah yaitu dengan Pemda
Kabupaten Bogor, Kota Bogor, Kota Tangerang dan Kota Depok.
Kerjasama antar daerah tersebut diprakarsai oleh Biro Tata
Pemerintahan, Pemda DKI dan khusus kerjasama dengan
beberapa Kota dan Kabupaten di atas dilakukan oleh Sub Bagian
Perbatasan, sedangkan kerjasama antar propinsi dilakukan oleh
Sub Bagian Propinsi (BPTKPDAS, 2013). Hasil penelitian BPTKPDAS
(2013) menunjukkan bahwa kerjasama tersebut di atas diwujud-
kan dalam bentuk bantuan pembiayaan ke Pemerintah di daerah
hulu DAS Ciliwung DS yang didasarkan pada Pergub DKI No. 27
tahun 2011 dan diperbaharui dengan Pergub DKI No. 62 tahun
Restorasi DAS Ciliwung
68
2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Gubernur Nomor 127
Tahun 2011 Tentang Tata Cara Pemberian Hibah, Bantuan Sosial
dan Bantuan Keuangan yang Bersumber dari Anggaran
Pendapatan Dan Belanja Daerah. Sebelumnya bantuan dalam
bentuk hibah sudah dilaksanakan sebelum tahun 2009.
Oleh karena DAS Ciliwung Hulu dan Tengah yang perlu ditata
kembali untuk pengendalian banjir Jakarta, pada tahun 2012
Pemda DKI Jakarta mengucurkan dana bantuan pembangunan
sebesar Rp. 4,1 milyar. Dana tersebut digunakan untuk
membangun 600 sumur resapan dan pelurusan sungai yang
mengalir ke Situ Cikaret (BPTKPDAS. 2013). Penanggung jawab
kegiatan pembuatan sumur resapan adalah Dinas Pertanian dan
Kehutanan sedangkan pelurusan sungai dilakukan oleh Dinas Jasa
Marga dan Sumberdaya Air.
Pada tahun 2015 Pemda DKI Jakarta menyediakan dana
hibah sebesar Rp.358 milyar. Dana hibah ini diharapkan dapat
digunakan untuk mengurangi banjir dan kemacetan lalu lintas di
Jakarta. Perincian penerima dana hibah ini adalah sebagai berikut:
Kabupaten Bogor Rp.67,4 milyar, Kota Tangerang Rp. 100 milyar,
Kota Bekasi Rp.98,1 milyar, Kota Tangerang Selatan Rp 74,8 milyar,
Kabupaten Tangerang Rp. 17,7 milyar, sedangkan Kota Bogor, Kota
Depok, dan Kabupaten Bekasi belum mengajukan anggaran. Selain
dari pemerintah, anggaran untuk pembangunan lingkungan hidup
termasuk penanggulangan banjir Jakarta juga berasal dari CSR PT.
Semen Cibinong dan PT. Antam (tambang emas).
Pemerintah Daerah Kabupaten/kota juga aktif dalam upaya
penanggulangan banjir ini diantaranya kegiatan konservasi air oleh
Badan Lingkungan Hidup Kota Bogor berupa pembuatan sumur
resapan, retensi air, dan biopori. Hal tersebut didukung pula
dengan peraturan yang dikeluarkan oleh Dinas Pengawasan
Bangunan dan Pemukiman bahwa setiap bangunan seluas 200 m2
Restorasi DAS Ciliwung
69
diwajibkan untuk membuat 1 sumur resapan berkedalaman
2 – 2,5 m. Di Kota Depok, berdasarkan Perda No. 3 tahun 2006
tentang Ijin Mendirikan Bangunan juga menetapkan bahwa setiap
orang yang mengajukan ijin mendirikan bangunan harus membuat
1 biopori setiap 9 m2 lahan yang akan dibangunnya. Selain itu,
Kota Depok juga merencanakan membangun Ruang Terbuka Hijau
seluas 20-30% dari luas Kota Depok.
3.3. Tujuan Restorasi
3.3.1. Tujuan
Restorasi DAS Ciliwung DS ditujukan untuk mengurangi
banjir di Jakarta dan sekitarnya. Oleh karena pertambahan
penduduk yang sangat pesat dan diikuti pembangunan di segala
sektor yang cukup tinggi, restorasi DAS Ciliwung DS tidak bisa
dikembalikan seperti kondisi ideal seperti semula. Oleh karena itu
dalam merestorasi harus ada kriteria dan indikator yang dituju.
Berdasarkan PP. No. 37 Tahun 2012 tentang Pengelolaan DAS
telah dikelompokkan kondisi DAS menjadi (1) DAS yang
dipertahankan dimana kondisi DAS masih bagus dan (2) DAS yang
harus dipulihkan daya dukungnya sebagai akibat terjadinya
degradasi. Lebih rinci dalam Permenhut No. 61 Tahun 2014
tentang Monev Pengelolaan DAS telah ditetapkan kriteria DAS
yang baik daya dukungnya dengan mempertimbangkan aspek tata
air, lahan, dan sosek kelembagaan.
3.3.2. Sasaran Restorasi
Sasaran yang hendak dicapai dalam restorasi DAS Ciliwung
DS adalah terwujudnya DAS yang daya dukungnya baik
berdasarkan kriteria yang tercantum dalam Permenhut No. 61
Tahun 2014.
Restorasi DAS Ciliwung
70
3.3.3. Kondisi yang diinginkan
Kondisi DAS Ciliwung DS yang mempunyai daya dukung baik
dengan kriteria seperti yang tercantum dalam Tabel III-23.
Tabel III-23. Kriteria daya dukung DAS yang tergolong baik menurut Permehut No. 61 Tahun 2014.
Kriteria Sub-kriteria Nilai
Tata air Koefisien Regim Sungai (KRS) < 50
Koefisien Aliran Tahunan < 0,3
Sedimen < 10 ton/ha/th
Lahan Persentase Lahan Kritis< 10 %, < 10%
Persentase Penutupan Vegetasi >60 %
Indeks erosi < 1
Sosial ekonomi Keberadaan dan penegakan aturan
Dipraktekkannya aturan yang ada
3.4. Rencana Tindak
Untuk dapat merencanakan tindakan-tindakan apa saja yang
diperlukan, harus dilakukan sinkronisasi antara kondisi penutupan
lahan yang ada (existing landcover) (Tabel III-4), kelas Kemampuan
Penggunaan Lahan (Tabel III-5), dan arahan fungsi yang ada (Tabel
III-3). Hal ini agar upaya yang akan dilakukan sesuai dengan
prioritas permasalahan dan arahan fungsinya. Berdasarkan
kesesuaian antara penggunaan lahan dengan kelas KPL, masih
dijumpai penggunaan lahan untuk pertanian lahan kering dalam
hal ini tegalan pada lahan yang tergolong kelas KPL VII, dimana
pada kelas VII seharusnya lahan diperuntukkan untuk hutan
produksi terbatas.
Tabel III-24 menyajikan beberapa contoh penutupan lahan
yang kurang sesuai dengan kelas KPL dan arahan fungsi lahannya
yang berada pada lahan yang rentan dan sangat rentan terhadap
erosi atau degradasi. Pada tabel tersebut terlihat masih ada
tegalan pada areal hutan produksi maupun Kawasan Suaka dan
Konservasi Pelestarian Alam (KSPA). Lokasi-lokasi tersebut yang
nantinya harus diprioritaskan untuk ditangani.
Restorasi DAS Ciliwung
71
Tabel III-24. Beberapa contoh penutupan lahan yang kurang sesuai dengan arahan fungsi lahan pada kelas Kemampuan Penggunaan Lahan VIIg dan VIIs.
Arahan fungsi APL HP KSPA
Tingkat Kerentanan Rentan
Sangat rentan Rentan
Sangat rentan Rentan
Sangat rentan
Kelas KPL VIIg dan VIIs
Ciliwung Hulu
Belukar/Semak 430,1 20,1 440
Pemukiman 307,8 -
Rumput/Tanah kosong 6,3 0,6
Sawah Tadah Hujan 116,1
Tegalan/Ladang 1006,7 57,3 8,3
Ciliwung Tengah
Rumput/Tanah kosong 0,9
Sawah Irigasi 20,7
Sawah Tadah Hujan 30,0 0,5
Tegalan/Ladang 211,6
Rencana tindak yang bersifat indikatif untuk restorasi DAS
Ciliwung DS yang disertai dengan penguatan kelembagaan berikut
jenis, lokasi, biaya, tata waktu dan lembaga yang bertanggung
jawab disusun dalam suatu matrik rencana tindak. Tabel matrik
rencana tindak tersebut disajikan pada Lampiran 4.
Rencana tindak yang disarankan dalam buku ini mencakup 4
(empat) aspek, yaitu aspek perlindungan DAS, penanggulangan
bencana, pengembangan serta penguatan kelembagaan (Pegram
et al., 2013). Perbedaan yang mendasar dari aspek perlindungan
DAS dan penanggulangan bencana adalah pada tujuan
Restorasi DAS Ciliwung
72
melaksanakan restorasi tersebut. Untuk aspek perlindungan DAS,
tujuan restorasi lebih diarahkan pada melindungi DAS dari erosi
dan sedimentasi. Sedangkan penanggulangan bencana lebih
diarahkan pada memperbaiki kerusakan lahan yang disebabkan
oleh bencana. Jenis kegiatan konservasi tanah yang dipilih untuk
kedua aspek di atas dapat sama.
3.4.1. Aspek perlindungan DAS
Aspek perlindungan DAS lebih mengutamakan agar tidak
terjadi penurunan daya dukung DAS. Sesuai dengan UU No. 37
tahun 2014 tentang konservasi tanah dan air, daya dukung DAS
dapat ditingkatkan dengan melakukan kegiatan konservasi tanah
dan air. Sebagai contoh untuk melindungi DAS dari bahaya banjir,
pada daerah hulu dipilih kegiatan konservasi tanah yang pada
prinsipnya memperbanyak air yang masuk ke dalam tanah agar
hanya sebagian kecil air hujan yang jatuh mengalir ke daerah hilir.
Perlakuan konservasi tanah (kontan) yang diterapkan
didasarkan kepada Permenhut No.70 Tahun 2008 tentang
Pedoman Teknis Rehabilitasi Hutan dan Lahan, yang meliputi
sumur resapan, embung, rorak, teras, Dam Penahan (DPn), Dam
Pengendali (DPi). Pembuatan embung harus menghindari lokasi
yang berpotensi longsor. Lokasi penentuan kontan didasarkan
kepada hasil analisis antara arahan fungsi lahan, kelas
Kemampuan Penggunaan Lahan, dan kondisi penutupan lahan dan
hasilnya disampaikan dalam Tabel III-25. Data yang disampaikan
dalam tabel tersebut merupakan areal yang kemampuan
penggunaan lahannya tergolong kelas VII, namun dipergunakan
sebagai tegalan. Khusus tegalan pada kawasan APL, maka
disarankan untuk merubah menjadi agroforestry, walaupun
seharusnya hutan produksi terbatas. Untuk pembuatan biopori
dan sumur resapan dilakukan pada pemukiman yang ada di hulu
dan tengah DAS.
Restorasi DAS Ciliwung
73
Gambar III-11 memperlihatkan contoh lokasi pembuatan
agroforestry pada tegalan yang berada pada kelas KPL VII serta
pembuatan biopori dan sumur resapan pada pemukiman padat
penduduk. Posisi dimana perlakuan-perlakuan teknik kontan harus
diterapkan disajikan dalam peta Gambar III-12.
Tabel III-25. Perlakuan yang diterapkan di daerah Hulu dan Tengah DAS
Penutupan lahan
Fungsi/luas Perlakuan Efektivitas
pengurangan banjir Jakarta
Tegalan - APL (1218 ha)
- Sistem agroforestri - Embung searah kontur
ukuran 1 x 10 m, jarak embung dalam kontur 10 m dan sejajar kontur 30m
- Agroforestry dan embung dengan jumlah 15 buah/ha, efektivitas 0,02%
- Hutan Produksi (57 ha)
- Rorak ukuran 1 x 0,25 x 0,30m, Jarak rorak sejajar 5m dan dalam kontur 10 m
- Jumlah rorak 173/ha, efektivitas 0,002%
- Dam Pengendali (101 buah)
- Efektivitas 0,14 %
- Dam Penahan (250 buah)
- Efektivitas 0,01 %
- KSPA (8 ha) - Reboisasi dengan jenis lokal
- Reboisasi dengan jenis lokal
Pemukiman - Pemukiman & gedung u/ biopori (53.131 ha)
- Biopori, diameter 10 cm dan dalam 1 m.
- Efektivitas 0,38% - Jumlah biopori/ha:
1000 buah
- Pemukiman & gedung u/ sumur resapan (53.131 ha)
- Sumur resapan volume 6,075 m3
- Jumlah sumur 70/ha - Efektivitas 32,34%
Semak APL (430 ha) - Rorak ukuran 1 x 0,25 x 0,30m, Jarak rorak sejajar 5m dan dalam kontur 10m
- Jumlah rorak 173/ha - Efektivitas 0,01%
- Situ/rawa sebanyak 60 buah di Kab Bogor, Kota bogor dan Kota Depok
- Efektivitas 1,48%
Restorasi DAS Ciliwung
74
Gambar III-11. Contoh lokasi untuk pembuatan agroforestry dan embung (kiri) serta biopori dan sumur resapan (kanan) (Foto: T.M. Basuki, 2013)
Gambar III-12. Teknik kontan yang diterapkan bagian Hulu dan Tengah DAS Ciliwung DS
Total efektivitas pengurangan banjir Jakarta dengan beberapa perlakuan di Ciliwung Hulu dan Tengah sebesar: 22,17%
Restorasi DAS Ciliwung
75
3.4.2. Aspek Penanggulangan Bencana
Untuk penanggulangan bencana di DAS Ciliwung DS dapat
dilakukan antara lain; (1) konservasi tanah dan air pada daerah
hulu dan tengah DAS, (2) peningkatan ruang terbuka hijau,
(3) peningkatan kapasitas drainase pada daerah hilir DAS dan
(4) peningkatan kapasitas polder.
1. Kegiatan konservasi tanah dan air di hulu dan tengah
Untuk kegiatan konservasi tanah dan air di daerah hulu dan
tengah dilakukan melalui pembuatan rorak atau jebakan air
pada lahan hutan, pembuatan embung dan dam (pengendali
dan penahan) di lahan pertanian, pembuatan sumur resapan di
kawasan pemukiman dan pembangunan kolam resapan di
kawasan industri dan perkantoran. Dari pembuatan bangunan
konservasi air di DAS Ciliwung bagian hulu dan tengah, sumur
resapan yang mempunyai efektivitas paling tinggi, dan yang
paling kecil adalah dam penahan (DPn). Tabel III-26
memperlihatkan jenis, volume, efektivitas dan biaya
konservasi air di daerah hulu dan tengah.
Tabel III-26. Jenis, volume, efektivitas dan biaya konservasi air
Kegiatan konservasi tanah Volume (unit)
Efektivitas (%)
Biaya (x Rp. juta)
1. Sumur resapan 3.719.148 32,34 11.157.444,0 2. Situ (Kab Bogor, Kota
Bogor, Kota Depok) 60 1,48 --
3. Biopori 53.131.000 0,38 531.310,0 4. Dam Pengendali 101 0,14 19.761,8 5. Rorak 84.251 0,02 379,1 6. Embung 18.270 0,02 13.340,7 7. Dam Penahan 250 0,01 4.737,5
Jumlah 34,39 11.726.973,1
Pembuatan sumur resapan, biopori, rorak, embung, dam
penahan dan pengendali serta mengintensifkan situ-situ yang
Restorasi DAS Ciliwung
76
ada pada DAS Ciliwung Hulu dan Tengah diperkirakan volume
banjir Jakarta dapat dikurangi sebesar 34,39%. Dana yang
dibutuhkan untuk kegiatan tersebut sebesar Rp. 11 trilyun.
2. Peningkatan ruang terbuka hijau
Ruang terbuka hijau memungkinkan air hujan meresap ke
dalam tanah. Peningkatan ruang terbuka hijau dilakukan
dengan cara pembuatan hutan kota, taman-taman di komplek
perumahan, perkantoran, dan pabrik-pabrik. Kegiatan ini
dapat dilakukan oleh pemerintah, swasta dan melibatkan
partisipasi masyarakat.
3. Peningkatan kapasitas drainase di daerah hilir
Untuk daerah hilir atau wilayah yang rawan kebanjiran
pembuatan saluran dan pengaktifan drainase mutlak
diperlukan karena saluran yang ada terlihat sudah tidak dapat
menampung debit yang diestimasi terjadi. Selain itu perlu
dilakukan pembersihan sampah dari sungai-sungai, karena hal
ini juga mengurangi daya tampung sungai (Gambar III-13).
Gambar III-13. Sampah di pintu air Manggarai (Foto: T.M.
Basuki, 2013)
Restorasi DAS Ciliwung
77
0
100
200
300
400
500
600
700
800
De
bit
(m
3/d
t)
Rencana
Existing
Sumber: Ditjen Sumber Daya Air, 2002
Gambar III-14. Perbandingan saluran yang ada dengan prediksi debit yang akan terjadi
4. Peningkatan kapasitas polder
Polder dibutuhkan untuk menampung air yang tidak dapat
dialirkan terutama di daerah hilir. Selain pembangunan polder
baru, revitalisasi polder lama sehingga lebih efektif dalam
menampung air menjadi prioritas yang dapat dilakukan. Tidak
kalah pentingnya adalah pemeliharaan polder dan pelibatan
masyarakat sekitar dalam menjaga daya tampung polder.
3.4.3. Aspek Pengembangan/Pemanfaatan
Sungai Ciliwung dapat dikembangkan dan dimanfaatkan
untuk berbagai keperluan antara lain:
1. Pemanfaatan embung-embung untuk budidaya ikan air tawar
Embung dapat dimanfaatkan terutama di bagian hulu untuk
pengembangan budidaya ikan air tawar. Selain dapat
memenuhi kebutuhan gizi rumah tangga petani,
pengembangan ikan air tawar ini dapat meningkatkan ekonomi
masyarakat.
Restorasi DAS Ciliwung
78
2. Pengelolaan air untuk sumber bahan baku air minum
Sungai Ciliwung yang mengalir membelah kota Jakarta
memiliki potensi besar sebagai salah satu sumber bahan baku
air minum. Namun karena kualitas air Sungai Ciliwung yang
buruk mengakibatkan biaya operasional pengolahan air baku
menjadi air bersih yang layak relatif mahal sehingga belum
dapat dimanfaatkan secara optimal oleh perusahaan air
minum. Oleh karenanya sebagian besar sumber bahan baku
perusahaan air minum di Jakarta berasal dari Sungai Citarum.
Meskipun demikian, air sungai Ciliwung masih dimanfaatkan
oleh masyarakat di pinggir sungai untuk kebutuhan minum,
mandi, cuci dan kakus. Demikian juga dengan masyarakat
miskin perkotaan Jakarta yang tinggal di daerah kumuh.
Meskipun kurang layak dan kurang higenis, masyarakat miskin
tidak mempunyai pilihan lain sehingga tetap memanfaatkan air
tersebut.
3. Pengendalian banjir Jakarta
Pengembangan Sungai Ciliwung untuk pengendalian banjir
Jakarta sangat diperlukan. Dengan melakukan konservasi air di
wilayah hulu dan tengah serta perbaikan drainase di wilayah
hilir akan dapat mengurangi banjir di Jakarta. Konservasi di
Ciliwung hulu dan tengah meliputi pembuatan sumur resapan,
embung, rorak, Dam Penahan, Dam Pengendali, serta
pengaktifan situ-situ yang ada termasuk kegiatan-kegiatan
yang dilakukan untuk mengurangi volume air dari hulu.
4. Pengelolaan kualitas air
Salah satu persoalan sungai Ciliwung adalah kualitas air yang
rendah. Sungai Ciliwung banyak dijadikan sebagai tempat
pembuangan limbah rumah tangga dan limbah industri
sehingga menurunkan kualitas air sungai Ciliwung. Pengelolaan
kualitas air ini seyogyanya dilakukan mulai dari hulu sampai
Restorasi DAS Ciliwung
79
hilir, terutama yang berasal dari industri-industri yang
menjadikan sungai sebagai pembuangan limbahnya.
5. Pengelolaan Sungai Ciliwung sebagai wisata
Sungai Ciliwung berpotensi besar dikembangkan sebagai
tempat wisata. Potensi alam dan sejarah panjang wilayah di
sekitar Ciliwung sangat menarik untuk dikunjungi.
Pengemasan potensi ini secara baik dapat mengubah sungai
Ciliwung menjadi lebih baik.
6. Pemanfaatan Sungai Ciliwung sebagai moda transportasi
sungai
Pemerintah DKI Jakarta sudah merencanakan untuk
mengembangkan kembali sungai Ciliwung sebagai alternatif
moda transportasi untuk mengurangi kemacetan lalu lintas di
Jakarta. Sungai Ciliwung sejak jaman dahulu merupakan jalur
transportasi sungai yang menghubungkan daerah pedalaman
dengan kota di pantai terutama Jakarta.
3.4.4. Aspek Penguatan Kelembagaan
1. Koordinasi Kelembagaan
Salah satu faktor kunci dalam keberlanjutan pengelolaan DAS
Ciliwung adalah pentingnya peningkatan kapasitas koordinasi
(Suwarno, et al., 2011). Pengelolaan DAS dapat berjalan
dengan baik apabila ada koordinasi dan keselarasan antara:
kepentingan kelembagaan, kepentingan para pihak,
kepentingan pemerintah (pusat dan daerah), kepentingan
antara pemerintah dengan masyarakat, kepentingan antara
masyarakat dengan masyarakat, keterlibatan masyarakat
pemangku, masyarakat pemilik dan masyarakat penggarap
sumberdaya DAS.
Berdasarkan PP. 37 Tahun 2012 dan Keppres No 12 Tahun
2012 tentang Penetapan Wilayah Sungai bahwa Daerah Aliran
Restorasi DAS Ciliwung
80
Sungai (DAS) Ciliwung DS menjadi kewenangan Pemerintah
(pusat). Hal ini disebabkan DAS Ciliwung DS selain merupakan
DAS/Sungai Strategis Nasional, juga DAS Ciliwung DS melewati
beberapa propinsi, yaitu Propinsi Jawa Barat, Daerah Khusus
Ibu Kota (DKI), dan Propinsi Banten, melewati empat belas
kabupaten/kota, dimana yang terluas ada di Kabupaten Bogor
(17,60% dari total luas DAS), dan diikuti oleh Kota Depok
(12,81%) dan Kota Jakarta Timur (12,53%), sedangkan yang
terkecil ada di Kabupaten Sukabumi (0,03%).
Tabel III-27. Wilayah Administrasi yang Dilewati DAS Ciliwung DS
Propinsi Kabupaten/Kota Luas Yang masuk DAS
Persentase
DKI Jakarta Barat 12,368,80 8,19 Jakarta Pusat 5.227,03 3,46
Jakarta Selatan 15.288,71 10,13 Jakarta Timur 18.926,63 12,53 Jakarta Utara 14.789,37 9,80
Jawa Barat Bekasi 2.678,50 1,77 Bogor 26.568,01 17,60
Cianjur 345,39 0,23 Kota Bekasi 9.231,29 6,11 Kota Bogor 5.652,11 3,74 Kota Depok 19.343,51 12,81 Sukabumi 52,01 0,03
Banten Kota Tangerang 8.246,86 5,46 Tangerang 12.228,02 8,10
Total 150.946,25 100
Berdasarkan aspek perwilayahan sungai, DAS Ciliwung DS
memiliki setidaknya 12 anak sungai, yaitu Kali Ciliwung, Kali
Angke, Kali Cakung, Kali Krukut, Kali Pesanggrahan, Kali Buaran
dan kali Sunter. Terkait dengan Kali Ciliwung dapat dibedakan
menjadi Ciliwung Hilir (6.480,28 ha), Kali Ciliwung Tengah
(18.896,41 Ha) dan Kali Ciliwung Hulu (13.234,55 ha).
Restorasi DAS Ciliwung
81
Kalau dilihat dari perspektif kepemilikan lahan, terdapat tiga
kategori kepemilikan lahan, yaitu lahan negara (perkebunan,
hutan, sungai, dan sebagainya), lahan milik (perumahan, tegal,
sawah, dan sebagainya), dan lahan Hak Guna Usaha
(perkebunan, dan sebagainya). Berdasarkan informasi dari
Wibowo (2013) luas lahan terbangun yang ada di DAS Ciliwung
DS mencapai 55,84%. Untuk lahan milik, berdasarkan
penguasaan dan pengusahaannya dapat dibagi dalam 4 pola
(Wibowo, 2013), yaitu 1). Lahan yang dikuasai dan diusahakan
warga setempat, 2). Lahan yang dikuasai orang lain tetapi
dikelola warga setempat serta mendapatkan hasilnya dan di
gaji, 3). Lahan yang dikuasai orang luar desa, digarap dan
hasilnya untuk warga setempat, 4). Lahan yang dimiliki orang
di luar desa dan hasilnya dimiliki sendiri dengan menggaji
pegawai.
Berdasarkan ilustrasi tersebut di atas, aspek koordinasi
kelembagaan dalam pengelolaan DAS Ciliwung DS merupakan
suatu keniscayaan walaupun dalam operasional lapangan
cukup beragam dan rumit. Hal ini ditambah lagi dengan fakta
bahwa sebagian pemilik lahan, terutama di wilayah hulu
banyak digunakan sebagai tempat peristirahatan, berada
diluar lahan yang dimilikinya (Jakarta) (Wibowo, 2013). Oleh
karena itu, pelibatan perangkat pemerintahan mulai dari
perangkat desa sampai perangkat yang lebih tinggi serta
perangkat hukum yang ada mungkin dapat dilakukan, apalagi
secara peraturan perundangan, pengelolaan DAS dan
pelestarian sumberdaya alam (hutan, tanah dan air) menjadi
kewajiban bagi pemangku dan pemanfaat dari sumberdaya
alam tersebut (UUPA No 5 Tahun 1960, UU No 23 Tahun 2014,
UU No 41 Tahun 1999, PP No 37 Tahun 2012 dan UU No 37
Tahun 2014).
Restorasi DAS Ciliwung
82
Masyarakat merupakan faktor penentu dan berperan besar
dalam menentukan keberhasilan, kegagalan ataupun
menghambat keberhasilan pengelolaan DAS (SCBFWM, 2012).
Oleh karena itu, koordinasi menjadi penting dalam
kelembagaan pengelolaan DAS, baik dalam hirarki
pemerintahan maupun dalam hirarki masyarakat. Pemerintah
sebagai lembaga yang bertanggungjawab atas kelestarian
sumberdaya alam di DAS harus bisa menumbuhkan sikap dan
kesadaran pentingnya pembangunan berwawasan lingkungan
dan saling membutuhkan satu sama lain (Salim, 1998). Oleh
karena itu hal-hal yang mungkin dapat dilakukan adalah:
- Meningkatkan pemahaman bahwa dalam pengelolaan DAS
membutuhkan partisipasi seluruh parapihak, baik aparatur
pemerintah, masyarakat dan dunia usaha.
- Meningkatkan koordinasi para pemangku kepentingan
dalam pengelolaan DAS.
- Mengembangkan kesadaran lingkungan dikalangan
masyarakat sehingga timbul kesadaran berbuat.
- Meningkatkan pemahaman semua pemangku dan
pemanfaat lahan bahwa setiap aktivitas pemanfaatan
lahan dapat berakibat pada lahan lainnya, perbuatan di
daerah hulu akan berakibat di daerah hilirnya, termasuk
perbuatan pembuangan sampah, pencemaran air dan
erosi.
Untuk itu digunakan pendekatan pembangunan indigenous
development dan tidak terbelenggu kepada pembangunan
yang bersifat top down-bottom up. Pada pembangunan
indigenous development lebih mengutamakan empowerment
bukan participation. Dalam indigenous develompment akan
memunculkan dan mengembalikan rasa kesetiakawanan
komunitas (Tjokrowinoto, 1996).
Restorasi DAS Ciliwung
83
2. Stakeholder engagement
Sumberdaya alam di DAS merupakan salah satu jenis
sumberdaya yang saling mempengaruhi satu sama lainnya
(common pool resource) (Suwarno, et al., 2011). Pemanfaatan
sumberdaya DAS oleh seseorang dapat mempengaruhi orang
lain. Hubungan ini terlihat jelas pada konteks hidrologi, dimana
pemanfaatan lahan di hulu akan berdampak pada lahan di
hilirnya. Mengingat pentingnya fungsi-fungsi DAS maka dalam
pemanfaatan sumberdaya DAS dibutuhkan suatu kesadaran
(koordinasi) antara parapihak yang terkait dalam DAS tersebut.
Uraian tersebut di atas, menunjukkan bahwa dalam
pengelolaan DAS melibatkan banyak pemangku kepentingan,
baik dari pemerintahan, swasta maupun swadaya masyarakat.
Semua para pemangku kepentingan ini memiliki tujuan dan
kepentingan sendiri-sendiri. Namun demikian yang perlu
disadarkan adalah semua pemangku tidak hanya memiliki hak,
tetapi juga memiliki kewajiban dan tanggungjawab sosial. Oleh
karena itu, untuk mendapatkan pengelolaan DAS yang dapat
mengakomodasi berbagai kepentingan parapihak diperlukan
proses stakeholder engangement.
Runga C. Ford (1993) dalam bukunya “Common Property and
Collective Action in Economic Development” dalam Usman
(2000) mengusulkan konsep common property dalam
penggunaan sumberdaya alam (DAS). Pada dasarnya konsep
ini sudah lama melembaga di sejumlah masyarakat, namun
hilang ketika berkembangnya konsep sumberdaya alam
sebagai faktor produksi. Dalam konsep common property,
terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu: Pertama,
para pihak (stateholder), apakah itu masyarakat, birokrat,
politisi, pelaku bisnis, dan sukarelawan, harus dibangun spirit
bahwa sumberdaya alam DAS adalah “milik bersama”. Pada
konsep ini, pihak pemilik bukan tidak boleh menggunakannya,
Restorasi DAS Ciliwung
84
karena memang miliknya dan juga bukan menjadi open access
property, sehingga setiap orang bebas menggunakannya. Hal
yang perlu ditanamkan adalah bahwa penggunaan
sumberdaya alam DAS oleh pihak tertentu berpengaruh
terhadap pihak lainnya.
Kedua, diperlukan kejelasan regulasi tentang pemanfaatan
sumberdaya alam DAS dan ketegasan penegakan aturannya.
Peraturan atau perundang-undangan yang ada, seperti UUPA
Nomor 5 Tahun 1960, UU Konservasi tanah No 37 tahun 2014,
harus ada penjabaran yang jelas, khususnya dalam konteks
pelestarian sumberdaya alam DAS. Regulasi yang ada harus
diadopsi, diperhatikan dan ditegakan oleh semua para pihak.
Semua parapihak harus menjadi bagian atau tunduk pada
regulasi yang telah disepakati itu. Prinsip keadilan harus
ditegakkan. Apabila terjadi perdebatan dalam interpretasi
regulasi maka keputusan yang diambil haruslah yang paling
menguntungkan masyarakat.
Ketiga, diperlukan struktur interaksi yang jelas di antara
parapihak dalam memanfaatkan sumberdaya alam DAS yang
tersedia. Interaksi tersebut dikembangkan sedemikian rupa
sehingga keinginan dan kepentingan masing-masing pihak
dapat diakomodasi. Pada setiap interaksi terdapat dua elemen
penting, yaitu kontak dan komunikasi. Kontak terjadi apabila
ada mimbar yang memungkinkan parapihak bisa saling
menyapa dan bertemu untuk mendiskusikan berbagai masalah
DAS. Salah satu mimbar adalah adanya forum, seperti Forum
DAS yang saat ini ada. Kemudian, untuk membangun
komunikasi dibutuhkan persamaan persepsi, konsepsi, strategi
yang efektif dan efisien dalam memecahkan berbagai masalah
yang dihadapi. Oleh karena itu untuk meningkatkan
stakeholder engagement dalam pengelolaan DAS komunikasi
dari forum-forum ini lebih ditingkatkan. Salah satu caranya
Restorasi DAS Ciliwung
85
adalah dengan menyediakan media komunikasi secara online.
Dalam media dan forum-forum ini bisa dimuat kondisi dan
keinginan pemangku kepentingan sekaligus bisa
dikomunikasikan hak dan kewajiban tiap pemangku, termasuk
hasil evaluasi, bahkan dalam media online tersebut bisa
disosialisasikan siapa berbuat apa.
3. Mekanisme pembiayaan
Pembiayaan merupakan salah satu yang penting dalam aspek
kelembagaan pengelolaan DAS. Tanpa struktur pembiayaan
yang jelas sulit mewujudkan rencana pengelolaan DAS yang
telah disusun dengan baik oleh parapihak. Selama ini dalam
pengelolaan DAS selalu mengandalkan pembiayaan yang
berasal dari pemerintah, bahkan seolah-olah pemerintahlah
yang berkewajiban dalam mengelolaan DAS. Problema
pengelolaan DAS belum menjadi problema bersama parapihak
dan masih menjadi problema pemerintah. Akibatnya,
pemerintah yang berkepentingan dalam mengurusi masalah-
masalah berkaitan dengan DAS. Pemahaman ini harus diubah
dan diganti bahwa pengelolaan DAS adalah problema semua
parapihak termasuk pembiayaan yang timbul dari kegiatan
pengelolaan DAS.
Dalam perspektif perundangan kewajiban pengelolaan DAS
dan pemeliharaan lahan sudah diatur dengan jelas termasuk
sanksinya apabila tidak melaksanakannya. UU Pokok Agraria
Nomor 5 Tahun 1960, pasal 15 menyebutkan bahwa
memelihara tanah, termasuk menambah kesuburannya serta
mencegah kerusakannya adalah kewajiban tiap-tiap orang,
badan hukum, atau industri yang mempunyai hukum dengan
tanah. Demikian pula ketentuan hukum yang tertera dalam UU
N0 37 Tahun 2014 tentang Konservasi Tanah dan Air. Pada
Pasal 30 ayat (1-2) menyatakan bahwa setiap orang yang
menggunakan tanah dan air pada setiap lahan (lindung,
Restorasi DAS Ciliwung
86
budidaya) wajib menyelenggarakan Konservasi Tanah dan Air.
Pada pasal 31 ayat (1-3) disebutkan bahwa pendanaan
penyelenggaraan Konservasi Tanah dan Air menjadi
tanggungjawab Pemerintah, Pemerintah Daerah, Pemegang
hak atas tanah, Pemegang kuasa atas tanah, dan Pemegang
izin atas tanah, dan apabila tidak melakukannya atau
kelalaiannya dipidana paling lama 2 tahun atau denda satu
milyar (pasal 59 ayat (1)). Dalam pasal 60 ayat 2 menyebutkan
bahwa: Orang perseorangan yang dengan sengaja melakukan
konversi lahan prima di kawasan lindung yang mengakibatkan
degradasi berat lahan prima dipidana paling lama 5 tahun dan
atau denda paling banyak Rp. 7 Milyar, sedangkan pasal 60
ayat 5 memberikan sanksi untuk kawasan budidaya dengan
pidana 4 tahun dan atau denda Rp. 3 Milyar.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, terdapat beberapa
mekanisme pembiayaan yang dapat dipilih dalam pelaksanaan
kegiatan pengelolaan DAS/konservasi tanah dan air.
Mekanisme pertama, dana berasal dari setiap pemangku atau
pemanfaat lahan sesuai dengan peraturan perundangan yang
ada. Oleh karena itu pemerintah sebagai organisator dalam
pengelolaan DAS harus bisa menjelaskan kepada stakeholder
bahwa para stakeholder/pemangku/pemanfaat wajib
hukumnya untuk melaksanakan dan menjaga kelestarian DAS.
Mekanisme kedua, dana berasal dari konpensasi hulu dan
hilir. Hulu dapat juga diartikan sebagai pemberi manfaat
sedangkan hilir dapat juga diartikan sebagai penerima
manfaat. Sebagai contoh, masyarakat hilir seperti masyarakat
Karawang atau Subang yang telah menikmati manfaat air yang
berasal dari hulu sebagai hasil pemeliharaan lingkungan oleh
masyarakat hulu untuk mengairi sawah-sawah mereka sudah
sepantasnya untuk memberikan konpensasi, bisa berbentuk
bahan, materi, untuk digunakan kembali memelihara
Restorasi DAS Ciliwung
87
lingkungan DAS. Pemerintah DKI sebagai salah parapihak yang
ikut terpengaruh oleh pengelolaan DAS Ciliwung Hulu,
diantaranya mengalami kebanjiran hampir setiap tahun, sudah
mulai melakukan konpensasi pembiayaan hulu hilir ke
pemerintah yang ada di hulunya.
Mekanisme ketiga, menggunakan dana CSR (Cooperate Social
Responsibility) dari perusahaan-perusahaan yang ikut
menikmati kelestarian DAS yang dilakukan oleh sekelompok
masyarakat. Perusahaan-perusahaan penerima manfaat ini
sudah sewajarnya mengeluarkan sebagian keuntungannya
untuk pemeliharaan kelestarian lingkungannya termasuk
kelestarian DAS.
Meknisme keempat, dana merupakan subsidi oleh
pemerintah. Mekanisme kelima dana dibiayai secara penuh
oleh pemerintah (pusat, daerah, sesuai dengan
kewenangannya), khususnya untuk kegiatan pengelolaan DAS
yang mempengaruhi orang banyak, seperti pembangunan
bendungan, dam penahan, waduk, dam pengendali, dan
sebagainya.
Mekanisme keenam, dana dimasukan kedalam biaya
pembangunan desa. Sesuai dengan UU Desa Tahun 2013, desa
diberi kewenangan untuk mengatur pembangunan serta
mengelola sumberdaya lokal (community based resource
management) di daerahnya sendiri, termasuk pembangunan
pemeliharaan lahan atau lingkungan hidup di desanya. Untuk
melakukan pembangunan tersebut desa oleh pemerintah
sesuai dengan UU diberikan biaya yang sangat cukup untuk
mengembangkan desanya. Dengan mengalokasikan sebagian
dari dana desa tersebut ke kegiatan konservasi tanah dan air
tentu sangat bermanfaat. Sebagaimana yang dikatakan oleh
Tjokrowitono (1996) bahwa pembangunan yang bersumber
Restorasi DAS Ciliwung
88
community based resource managemnet merupakan suatu
solusi dalam mengentaskan kemiskinan, memburuknya
lingkungan hidup, kurangnya partsisipasi masyarakat dalam
proses pembangunan.
Mekanisme ketujuh, dana dengan memanfaatkan CSR negara-
negara maju dan kaya. Negara-negara maju dan kaya yang
sudah menikmati sumberdaya daya alam di negara-negara
berkembang dan belum maju sudah selayaknya untuk
memberikan sebagaian kekayaan mereka dalam rangka
memelihara lingkungan (DAS). Pada akhirnya kelestarian
sumberdaya alam juga akan kembali kepada negara-negara
maju dan kaya. Oleh karena itu agar semua mekanisme ini
dapat dijalankan maka pemerintah sebagai organisastor
pembangunan perlu mengatur agar tidak terjadi
tumpangtindih dan penggunaan dana dapat akuntabel.
3.5. Rekomendasi
- Konservasi tanah dan air tidak cukup hanya dilakukan di
DAS Ciliwung DS saja karena kontribusi banjir dari DAS di
luar Ciliwung mencapai 76% terhadap banjir Jakarta.
- Konservasi air di daerah hulu dan tengah DAS Ciliwung DS
yang meliputi pembuatan sumur resapan, biopori, DPi,
rorak, embung, dan DPn dapat mengurangi banjir sekitar
34% dengan biaya sekitar Rp. 11 trilyun.
- Perlu dilakukan peningkatan koordinasi antar parapihak
sebagai basis penguatan kelembagaan pengelolaan DAS
lintas propinsi.
- Untuk pengurangan banjir Jakarta, diperlukan
penambahan saluran drainase dan perlu pemikiran yang
terkait dengan ke-PU-an.
Restorasi DAS Ciliwung
89
- Perlu disosialisasikan perubahan paradigma dari
mengalirkan menjadi meresapkan dan dari mengelola
sungai menjadi mengelola Daerah Aliran Sungai.
- Perlu dimulai keterbukaan informasi dalam pengelolaan
DAS (dapat diakses secara online rencana, pelaksanaan,
serta monitoring dan evaluasinya). Informasi tersebut
berisi: apa, siapa, dimana, kapan, bagaimana, berapa biaya
yang dibutuhkan, sehingga parapihak tahu hak dan
kewajibannya.
- Perlu dibuat desa contoh yang bersahabat dengan air,
yaitu membuat percontohan bagaimana memasukkan air
sebanyak mungkin ke dalam tanah dan bagaimana
memanen air hujan sebagai sumber air.
- Perlu dibuat contoh-contoh konservasi air di pinggir jalan
dan di lahan parkir.
Restorasi DAS Ciliwung
90
Restorasi DAS Ciliwung
91
IV. PENUTUP
Restorasi DAS merupakan upaya yang menyeluruh,
terintegrasi dan berkesinambungan untuk menyelesaikan masalah
utama dalam DAS sehingga ekosistem DAS dapat pulih kembali
seperti semula. Diperlukan waktu yang cukup lama dalam proses
restorasi ini, namun pembelajaran pada kasus DAS Ciliwung DS
diharapkan dapat menginspirasi, menjadi lesson learn, dan
pemantik bagi pengelolaan DAS yang lebih baik. Pengalaman,
pengetahuan, dan aspirasi yang terdokumentasikan dalam buku
kecil ini setidaknya menjadi titik loncat baru bagi restorasi DAS
yang rusak sehingga menjadi lebih baik. Tidak dapat dipungkiri
bahwa apa yang disajikan dalam buku ini masih dalam aras
panduan, pedoman, dan rencana indikatif, belum menyentuh
implementasi secara luas dan masif.
Implementasi restorasi DAS Ciliwung membutuhkan aksi
bersama para pihak, sinergi antar institusi, penegakan aturan,
komunikasi, dan penyatuan kepentingan bersama bahwa
pengelolaan DAS Ciliwung merupakan tanggung jawab bersama.
Untuk itu diharapkan peran aktif dari Kementerian Lingkungan
Hidup dan Kehutanan dalam mensinergikan kegiatan Pengelolaan
DAS Ciliwung dengan para pemangku kepentingan baik yang
berada di DKI Jakarta, Provinsi Jawa Barat dan Provinsi Banten
dalam aransemen restorasi DAS. Semoga buku ini menjadi
aransemen baru bagi pengelolaan DAS dan mengakhiri “takdir
sejarah”, Jakarta kebanjiran.
Restorasi DAS Ciliwung
92
Daftar Pustaka
Adibroto, T. A. 2002. Pengembangan Teknologi Lingkungan dalam Pengelolaan DAS yang Berkelanjutan. Jurnal Teknologi Lingkungan, Vol. 3 No. 1, Januari 2002 : 33-42
BP DAS Citarum-Ciliwung. 2007. Rencana Detail Penanganan Banjir di Wilayah Jabodetabekjur. Departemen Kehutanan.
Direktorat Jenderal Sumber Daya Air. 2013. Harian Business Indonesia, 7 Februari 2013
Dunne, T dan L.B. Leopold. 1978. WATER in Environmental Planning. W.H. Freeman & Company. New York.
Johnston, N.T. dan G.D. Moore. 1995. Guidelines for Planning Watershed Restoration Projects. Watershed Restoration Technical Circular No. 1. Watershed Restoration Program. Ministry of Environment, Lands and Parks and Ministry of Forests. British, Columbia.
Keputusan Presiden No. 12 Tahun 2012 tentang Sungai Strategis Nasional
Kompas, 2013. Restorasi DAS Lambat, Ancaman Bencana Meningkat. http://sains.kompas. com/read. 18 Juni 2013. Diunduh tanggal 16 Januari 2015.
Kurniasih, N.A., 2002. Pengelolaan DAS Citarum Berkelanjutan. Jurnal Teknologi Lingkungan, Vol 3 No 2, Mei 2002. Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah Jawa Barat
Paimin, I.B. Pramono, Purwanto dan D.R. Indrawati. 2012. Sistem Perencanaan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Puslitbang Hutan dan Konservasi Alam. Badan Litbang Kehutanan, Dep. Kehutanan, Bogor.
Paimin, Sukresno, dan Purwanto. 2010. Sidik Cepat Degradasi Sub Daerah Aliran Sungai (Sub DAS). Puslitbang Hutan dan Konservasi Alam. Badan Litbang Kehutanan, Dep. Kehutanan, Bogor. Cetakan Kedua.
Restorasi DAS Ciliwung
93
Pawitan, H. 2004. Perubahan Penggunaan Lahan dan Pengaruhnya Terhadap Hidrologi Daerah Aliran Sungai. Laboratorium Hidrometeorologi FMIPA IPB, Bogor.
Pegram, G., L. Yuanyuan, T.L. Quesne, R. Speed, L. Jianqiang, and S. Fuxin., 2013. River Basin Planning: Principles, Procedures and Approaches for Strategic Basin Planning. ADB, GIWP, UNESCO and WWF-UK.
Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.61/Menhut-II/2014 tentang Monitoring Dan Evaluasi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai.
Peraturan Pemerintah No. 150 Tahun 2000. tentang Pengendalian Kerusakan Tanah Untuk Produksi Biomassa.
Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 2012 Tentang Pengelolaan DAS
Pratama, M., 2014. Membangun Proses Pengelolaan Stakeholder Berkelanjutan. htpp://www.bandungmagazine.com/analysis/
Salim, E. 1998. Pembangunan Berwawasan Lingkungan. LP3ES.
[SCBFWM]. Strengthening Community Based Forest and Watershed Management. 2012. Peran Masyarakat dalam Pengelolaan DAS. http://www.scbfwm.org/id/
Society of Ecological Restoration International (SER international) 2004. The SER International Primer on Ecological Restoration (Terjemahan). Science and Policy Warking Group. www.ser.org & Tucson.
Susandi, A. 2013. Vulnerability in Jakarta. Diskusi panel membumikan upaya mengatasi banjir Jakarta secara holistic & terintegrasi. Yayasan Sarana Wanajaya & Ditjen BPDAS PS
Suwarno, J., H. Kartodihardjo, B. Pramudya dan S. Rachman, 2011. Pengembangan Kebijakan Pengelolaan Berkelanjutan DAS Ciliwung Hulu Kabupaten Bogor. Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan. Vol 8 N0 2, Agustus 2011: 115-131.
Restorasi DAS Ciliwung
94
Tikno, S., T. Heriyanto, M. Anwar dan A. Kasidi. 2013. Comprison Between the Calculation of Surface Runoff Using Curve Number Method and the Observation Data in the Upstream Ciliwung Watershed, West Java. J. Basic Appl. Sci. Res. Vol 3 (5): 386-397
Tjokrowinoto, M., 1996. Pembangunan: Dilema dan Tantangan. Pustaka Pelajar
Trisnadi, D. 2006. Optimasi Penggunaan Lahan dengan Menggunakan Model Simulasi Hidrologi Daerah Aliran Sungai (Studi Kasus di Sub DAS Ciliwung Hulu, Jawa Barat). Skripsi. Institut Pertanian Bogor.
Undang-undang Republik Indonesia nomor 37 tahun 2014 tentang Konservasi Tanah dan Air.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Undang-undang Republik Indonesia nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan
Undang-undang Republik Indonesia nomor 5 tahun 1960 tentang Pokok-pokok agraria
Usman, S., 2000. Negara, Masyarakat dan Pengelolaan Sumberdaya Alam. Makalah disampaikan pada Lokakarya Nasional inisiatif Masyarakat dalam Mengelolaan Sumberdaya Alam di Kalimantan Timur. Kerjasama Plasman European Union, Samarinda 12-13 Agustus 2000.
Wibowo, L. R. 2013. Analisis Kebijakan Publik Pengembangan Model Kelembagaan Kompensasi DAS Ciliwung. Jurnal Manusia dan Lingkungan. Vol 20 No. 3: 353-366
Ziemer, R. R. 1997. Temporal and Spatial Scales. in J. E. Williams, C. A. Wood, and M. P. Dombeck, editors. Watershed Restoration: principles and practices. American Fisheries Society, Bethesda, MD. P:80-95.
Restorasi DAS Ciliwung
95
LAMPIRAN
Restorasi DAS Ciliwung
96
Restorasi DAS Ciliwung
97
LAMPIRAN 1. Formulasi dan teknik penyidikan parameter yang
dibutuhkan dalam sidik cepat degradasi sub DAS
1.a.1. Formulasi Kekritisan dan Potensi Lahan
No Parameter/Bobot Besaran
Kategori Nilai
Skor
A. Alami (45%)
1. Solum tanah (Cm) (10%)
>90 Sangat rendah
1
60 - <90 Rendah 2 30 - <60 Sedang 3 15 - <30 Tinggi 4
<15 Sangat Tinggi
5
2. Lereng (%) (15%)
0 - <8 Sangat rendah
1
8 - <15 Rendah 2 15 - <25 Sedang 3 25 - <45 Tinggi 4
>45 Sangat Tinggi
5
3. Batuan Singkapan (%) (5%)
<20 Sangat rendah
1
20 – <40 Rendah 2 40 - <60 Sedang 3 60 – 80 Tinggi 4
>80 Sangat Tinggi
5
4. Morfoerosi (erosi jurang, tebing sungai, sisi jalan). Persen dari Unit Lahan (10%)
0% Sangat rendah
1
1 - <20 % Rendah 2 20 - <40% Sedang 3 40 - 60% Tinggi 4
>60 % Sangat Tinggi
5
5. Jenis Tanah terhadap kepekaan erosi (5%)
Sand, lomy sand Sangat rendah
1
Silty clay, sandy loam, clay Rendah 2 Clay loam, silty clay loam Sedang 3 Loam, sandy clay loam, sandy clay
Tinggi 4
Silt, silt loam Sangat Tinggi
5
B. Manajemen (55%) *)
1. Kawasan Budidaya Pertanian (55%)
a. Vegetasi Penutup (40%) 50 – 80% hutan/perkebunan + tanaman semusim
Sangat rendah
1
Restorasi DAS Ciliwung
98
No Parameter/Bobot Besaran
Kategori Nilai
Skor
30 - 50% hutan/perkebunan + tanaman semusim rapat
Rendah 2
30 - 50% hutan/perkebunan + tanaman semusim jarang
Sedang 3
10 - 30% hutan/perkebunan + tanaman semusim rapat
Sedang 3
Tanaman semusim rapat Sedang 3 10 - 30% hutan/perkebunan +
tanaman semusim jarang Tinggi 4
Tanaman semusim jarang Sangat tinggi 5 b. Konsevasi tanah mekanis
(15%)
Teras bangku datar/miring ke dalam
Sangat rendah
1
Teras bangku miring ke luar Rendah 2 Teras campuran Sedang 3 Teras gulud, hillside ditch, tanaman terasering
Tinggi 4
Tanpa teras Sangat Tinggi
5
2. Kawasan hutan dan Perkebunan (55%)
a. Kondisi vegetasi (45%) Vegetasi hutan baik, Tanaman perkebunan baik + cover crop atau Tanaman perkebunan berseresah banyak
Sangat rendah
1
Vegetasi utama <50% + semak belukar
Rendah 2
Semak belukar Sedang 3 Alang-alang Tinggi 4 Vegetasi sedikit (>50% tanah tebuka)
Sangat Tinggi
5
b. Konservasi tanah (10%) Teras gulud + tanaman penguat
Sangat rendah
1
Tanaman terasering/alley cropping
Rendah 2
Guludan mulsa Sedang 3 Teras gulud Tinggi 4 Tanpa tanaman terasering Sangat
Tinggi 5
Keterangan: *) Manajemen (55%) dibedakan antara “Kawasan Budidaya
Pertanian” dan “Kawasan Hutan dan Perkebunan”. Sumber : Paimin et al., 2012
Restorasi DAS Ciliwung
99
1.a.2. Teknik Penyidikan Kekritisan Lahan
No Parameter Teknik Penyidikan Keterangan
1. Solum Tanah . Peta tanah . Surai tanah/lapang
2. Lereng . Deliniasi peta topografi/RBI secara manual atau otomatis
. Otomatis dengan Arc-View pd peta digital
3. Batuan Singkapan
. % batu menutup tanah atau batuan tersingkap – dengan foto udara atau citra satelit resolusi tinggi atau survai lapangan
4. Morfoerosi . menggunakan foto udara atau citra satelit resolusi tinggi atau survai lapangan
5. Jenis Tanah . Peta tanah . Survai lapang
6. Vegetasi Penutup . Peta RBI . Peta penggunaan lahan . Foto udara/Citra satelit . Survey lapang
Vegetasi penutup dinyatakan dalam % permukaan tanah tertutup vegeasi
7. Praktek Konservasi Tanah
. Foto udara/Citra satelit resolusi tinggi . Survey lapang
Sumber : Paimin et al., 2012
Restorasi DAS Ciliwung
100
1.b.1. Formulasi Kerentanan Tanah Longsor
No Parameter/Bobot Besaran Kategori Nilai Skor A ALAMI (60%)
a Hujan harian kumulatif 3 hari berurutan (mm/3 hari) (25%)
< 50 50 - 99
100 - 199 200 - 300
>300
Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi
Sangat tinggi
1 2 3 4 5
b Lereng lahan (%) (15%)
< 25 25 - 44 45 - 64 65 - 85
> 85
Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi
Sangat tinggi
1 2 3 4 5
c Geologi (Batuan) (10%)
Dataran Aluvial Perbukitan Kapur Perbukitan Granit
Perbukitan Bat. sedimen Bkt Basal-Clay Shale
Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi
Sangat tinggi
1 2 3 4 5
d Keberadaan sesar patahan/gawir (m) (5%)
Tidak ada Ada
Sangat rendah Sangat tinggi
1 5
e Kedalaman tanah (regololit) sampai lapisan kedap (m) (5%)
< 1 1-2 2-3 3-5 >5
Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi
Sangat tinggi
1 2 3 4 5
B MANAJEMEN (40%)
a Penggunaan Lahan (20%)
Hutan Alam Hut Tan/Perkebunan Semak/Blkar/Rumput
Tegal/Pekarangan Sawah/Pemukiman
Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi
Sangat tinggi
1 2 3 4 5
b Infrastruktur (jika lereng <25% = skore 1) (15%)
Tak Ada Jalan Memotong Lereng
Lereng Terpotong Jalan
Sangat rendah
Sangat tinggi
1
5
c Kepadatan Pemukiman (org/km
2)
(jika lereng <25%, skor=1) (5%)
<2000 2000-5000
5000-10000 10000-15000
>15000
Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi
Sangat tinggi
1 2 3 4 5
Catatan: Formula ini hanya berlaku pada lereng >25% Sumber : Paimin et al., 2012
Restorasi DAS Ciliwung
101
1.b.2. Teknik Penyidikan Parameter Kerentanan Tanah Longsor
No Parameter Teknik Inventarisasi Keterangan
1. Hujan Harian Kumulatif 3 hari berurutan (mm/3hari)
Data hujan harian stasiun hujan yang ada di DAS Dipilih curah hujan berurutan 3 hari tertinggi
Data 10 th terakhir Dihitung rata-ratanya, jika > 1 st hujan
2. Lereng Lahan (%) Secara manual dg peta topografi: S = (c x l)/A Secara otomatis dg peta RBI digital & program ArcView
c = interval kontur (m) l = total panj. kontur (m) A = luas DAS (m
2)
3. Geologi Jenis bahan/batuan induk
Peta geologi DAS
4. Jarak dari sesar/ patahan/gawir (m)
Identifikasi sesar/patahan/ gawir pd peta geologi Buat buffer dengan lebar tertentu (100 m - > 500 m)
Peta geologi DAS Survey lapangan Contoh Tabel D.2.1
5. Kedalaman Tanah (regolit) ke lapisan kedap (m)
Identifikasi kedalaman regolit (m) pada jenis tanah yg ada di DAS
Peta jenis tanah Profil tanah Bor tanah
6. Penggunaan Lahan
Data jenis & luas penutupan lahan di DAS
Peta Landuse/RBI Citra Satelit/Foto Udara
7. Infrastruktur Identifikasi jenis & sebaran infrastruktur yg ada di DAS
Peta landuse/RBI Survey lapangan
8. Kepadatan Pemukiman
Pemetaan daerah pemukiman Data kepadatan penduduk per Desa/Kecamatan di DAS
Peta RBI/landuse Citra satelit/foto udara Kecamatan/Kabupaten Dalam Angka Survey lapangan
Sumber : Paimin et al., 2012
Restorasi DAS Ciliwung
102
1.b.3. Ilustrasi Tanda-Tanda Rawan Longsor Pada Peta Geologi
No Proses Geologi Tanda Pada Peta Geologi
1 Sesar
2 Patahan
3 Gawir
Sumber : Paimin et al., 2012
1.c.1. Formulasi Banjir dan Daerah Rawan Banjir
No Parameter/Bobot Besaran Kategori Nilai Skor
I POTENSI BANJIR (PEMASOK AIR BANJIR)
A ESTIMASI (100%)
1 ALAMI (60%)
a Hujan harian maksimum rata-rata pada bulan basah (mm/hari) (35%)
< 20 21-40 41-75
76-150 >150
Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi
Sangat Tinggi
1 2 3 4 5
b Bentuk DAS (5%)
Lonjong Agak Lonjong
Sedang Agak Bulat
Bulat
Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi
Sangat Tinggi
1 2 3 4 5
c Gradien Sungai (%) (10%)
< 0,5 0,5-1,0 1,1-1,5 1,6-2,0 > 2,0
Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi
Sangat Tinggi
1 2 3 4 5
d Kerapatan drainase (5%)
Jarang Agak Jarang
Sedang Rapat
Sangat Rapat
Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi
Sangat Tinggi
1 2 3 4 5
U
D
Restorasi DAS Ciliwung
103
No Parameter/Bobot Besaran Kategori Nilai Skor
e Lereng rata-rata DAS (%) (5%)
< 8 8-15
16-25 26-45 > 45
Sangat Rendah Rendah Sedang Tinggi
Sangat Tinggi
1 2 3 4 5
2 MANAJEMEN (40%)
a Penggunaan lahan (40%)
Hutan Lindung/ Hutan Konservasi*)
Hutan Produksi/ Perkebunan**)
Pekarangan/Semak/ Belukar
Sawah/Tegal-teras Tegal/Pemukiman-
kota
Sangat Rendah
Rendah
Sedang
Tinggi Sangat Tinggi
1
2
3
4 5
B PENGUKURAN (100%)
a Debit puncak spesifik (m
3/dt/km
2)
(100%)
< 0,58 0,58-1,00 1,01-1,50 1,51-5,00
> 5,00
Rendah Agak Rendah
Sedang Agak Tinggi
Tinggi
1 2 3 4 5
II DAERAH RAWAN BANJIR
1 ALAMI (55%) a Bentuk lahan
(10%)
Pegunungan Perbukitan
Kipas, Lahar, Dataran Teras
Dataran Aluvial, Lembah Aluvial Jalur kelokan
Rendah
Agak Rendah Sedang
Agak Tinggi
Tinggi
1
2 3 4
5
b Meandering Sinusitas (P) = panjang/jarak sungai sesuai belokan : jarak lurus (5%)
1 – 1,1 1,2 – 1,4 1,5 – 1,6 1,7 – 2,0
> 2
Rendah Agak Rendah
Sedang Agak Tinggi
Tinggi
1 2 3 4 5
c Pembendungan oleh percabangan sungai/air pasang (10%)
Tidak ada Anak Cab S Induk
Cab S Induk S Induk/Bottle neck
Pasang Air Laut
Rendah Agak Rendah
Sedang Agak Tinggi
Tinggi
1 2 3 4 5
Restorasi DAS Ciliwung
104
No Parameter/Bobot Besaran Kategori Nilai Skor
d Drainase (% lereng lahan kiri-kanan sungai) (30%)
> 8 (Sangat Lancar) 2 - 8 (Lancar )
<2 (Terhambat)
Rendah Sedang Tinggi
1 3 5
2 MANAJEMEN (45%)
a Bangunan air (45%)
Waduk+Tanggul tinggi dan baik
Waduk Tanggul/Sudetan/
banjir kanal Tanggul buruk
Tanpa Bangunan, penyempitan dimensi
sungai
Rendah
Agak Rendah Sedang
Agak Tinggi
Tinggi
1
2 3
4 5
*) dan **) dalam kondisi normal atau tidak dalam kondisi kritis atau terganggu Sumber : Paimin et al., 2012
1.c.2. Teknik Penyidikan Parameter-Parameter Kerentanan
Banjir
No Parameter Teknik Inventarisasi Keterangan
1. Hujan Harian Maksimum Rata-rata (mm/hari)
Data hujan harian dari stasiun hujan di DAS Pilih hujan maksimum
Data 10 th terakhir Dihitung rata-ratanya, jika > 1 st hujan dg Poligon Thessien
2. Bentuk DAS Ditetapkan secara kualitatif Bentuk DAS: bulat-lonjong
Diperoleh dari peta DAS Contoh pada Tabel A.1.a.1.
3. Gradien Sungai (%)
Menghitung jarak lereng saluran antara 10% dan 85% dari outlet α = (h85-h10)(0,75 Lb)
Menggunakan metode Benson (1962) Lb = panjang sungai utama h10 & h85 = elevasi pd (0,1)Lb & (0,85)Lb
4. Kerapatan Drainase
Diklasifikasi dari bentuk & tingkat percabangan sungai (dissection factor) Percabangan sungai banyak sangat rapat; sedikit jarang
Menggunakan metode kualitatif Peta jaringan sungai Contoh pada Tabel A.1.a.2.
Restorasi DAS Ciliwung
105
5. Lereng rata2 DAS
(%) Secara manual dg peta topografi: S = (c x l)/A Secara otomatis dg peta RBI digital & program ArcGIS
Lereng dihitung pada setiap unit lahan
6. Manajemen Dari jenis penutupan lahan aktual di DAS yang berssangkutan.
Peta RBI Citra satelit/Foto udara Survei lapangan
7. Debit Spesifik Maksimum Tahunan
Dari data SPAS/ Stasiun Pos Duga Air
Data 10 tahun terakhir
Sumber : Paimin et al., 2012
1.c.3. Teknik Penyidikan Parameter-Parameter Daerah Rawan
Banjir
No Parameter Teknik Inventarisasi Keterangan
1. Bentuk Lahan Didasarkan klasifikasi bentuk lahan di Indonesia
Peta geomorfologi Citra satelit/ foto udara Peta RePPProT
2. Meandering Bentuk dan perkembangan meander
Peta top/Citrasatelit/Foto udara Survei lapangan
3. Pembendungan oleh percabangan sungai/ air pasang
Tingkat dan keberadaan percabangan sungai Jarak dari suatu badan air/ muara/ pantai
Peta topografi Citra satelit/ foto udara Survei lapangan
4. Drainase atau lereng kira-kanan sungai
Lereng lahan < 2% Tingkat kekedapan tanah
Peta topografi/landuse Peta tanah Peta RePPProT DEM
Sumber : Paimin et al., 2012
Restorasi DAS Ciliwung
106
1.d.1. Bentuk-bentuk DAS
Sumber : Paimin et al., 2012
Lonjong Agak Lonjong
Sedang Agak Bulat
Bulat
Restorasi DAS Ciliwung
107
1.d.2. Kerapatan Drainase
Sumber : Paimin et al., 2012
Jarang Sedang
Rapat Sangat Rapat
Sangat Jarang
Restorasi DAS Ciliwung
108
1.e.1. Formulasi Kerentanan Kekeringan Dan Potensi Air
No Parameter/Bobot Besaran Kategori Nilai Skor
A Alami (60%) a Hujan tahunan (mm)
20% > 2000
1501-2000 1001-1500 500-1000
< 500
Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi
Sangat tinggi
1 2 3 4 5
b Evapotranspirasi aktual tahunan (mm) (17.5%)
< 750 751-1000
1001-1500 1501-2000
> 2000
Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi
Sangat tinggi
1 2 3 4 5
c Bulan kering (< 100 mm/bl) (12,5%)
< 2 3-4 5-7 7-8 >8)
Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi
Sangat tinggi
1 2 3 4 5i
d Geologi (10%)
Vulkan Cmp Vulk-Pgn
Lpt Pgn Lipatan
Batuan Sedimen
Batuan Kapur
Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi
Sangat tinggi
1 2 3 4 5
B Management (40%)
a Kebutuhan Air (Indeks Penggunaan Air) Kebutuhan Air (m
3)
IPA = ------------------------ Potensi Air (m
3)
(25%)
< 0,3 0,3-0,49 0,5-0,79 0,8-1,0 > 1,0
Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi
Sangat tinggi
1 2 3 4 5
b Debit minimum spesifik (m
3/dt/km
2)
(15%)
> 0,035 0,022-0,035 0,015-0,021 0,010-0,014
< 0,010
Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi
Sangat tinggi
1 2 3 4 5
Sumber : Paimin et al., 2012
Restorasi DAS Ciliwung
109
1.e.2. Teknik Penyidikan/Inventarisasi Parameter Kerentanan
Kekeringan dan Potensi Air
No Parameter Teknik Inventarisasi Keterangan
1. Hujan Tahunan (mm) Data hujan tahunan St. Hujan di DAS
2. Evapotranspirasi Aktual Tahunan (mm)
Data jenis & luas penutupan lahan di DAS
Peta Landuse/RBI
Citra Satelit/Foto Udara
3. Bulan Kering Data jumlah bulan kering rata
2 per tahun
CH < 150 mm/bl
Data 10 th terakhir
4. Geologi Jenis bahan/batuan induk Peta geologi DAS
5. IPA IPA = kebutuhan/ potensi Data hujan tahunan
Data ET
Data Kebutuhan air
6 Q min rata2
tahuanan Spesifik Dari data SPAS/ Stasiun Pos Duga Air
Data 10 th terakhir
Sumber : Paimin et al., 2012
Restorasi DAS Ciliwung
110
1.f.1. Formulasi Kerentanan dan Potensi Sosial Ekonomi dan
Kelembagaan
Kriteria Parameter Besaran Kategori Nilai
Skor
SOSIAL (50%)
Kepadatan Penduduk: Geografis (10%)
< 250 jiwa/Km2
250 – 400 jiwa/Km2
>400 jiwa/Km2
Sangat rendah Sedang
Sangat tinggi
1 3 5
Kepadatan Penduduk: Agraris (10%)
> 0,05 ha (kepadatan agraris < 20 orang/ha)
0,025 – 0,05 ha < 0,025 (kepadatan agraris > 40
orang/ha)
Sangat rendah
Sedang Sangat tinggi
1
3 5
Budaya : Perilaku/tingkah laku konservasi (20%)
- konservasi telah melembaga dalam masyarakat (masyarakat tahu manfaat konservasi, tahu tekniknya dan melaksanakan) - masyarakat tahu konservasi tetapi tidak melakukan -tidak tahu dan tidak melakukan konservasi
Sangat rendah
Sedang
Sangat tinggi
1
3
5
Budaya : Hukum Adat (5%)
- Adat istiadat (custom) - pelanggar dikucilkan - Kebiasaan (folkways) - pelanggar didenda dengan secara adat. - Tata kelakuan (Mores) - pelanggar biasanya ditegur ketua adat/orang lain - Cara (usage) - pelanggar dicemooh Tidak ada hukuman
Sangat rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat tinggi
1
2
3
4
5 Nilai Tradisional (5%)
Ada Tidak ada
Sangat rendah Sangat tinggi
1 5
EKONOMI (40%)
Ketergantungan terhadap lahan (20%)
< 50% 50 – 75%
> 75%
Sangat rendah Sedang
Sangat tinggi
1 3 5
Tingkat Pendapatan*)
(10%) > 1,5 Std. Kemiskinan (SK)
1,26 – 1,5 SK 1,1 – 1,25 SK 0,67 – 1 SK < 0,67 SK
Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi
Sangat tinggi
1 2 3 4 5
Kegiatan Dasar Wilayah (LQ pertanian) (10%)
LQ < 1 LQ = 1 LQ > 1
Sangat rendah Sedang
Sangat tinggi
1 3 5
Restorasi DAS Ciliwung
111
Kriteria Parameter Besaran Kategori Nilai
Skor
Kelembagaan (10%)
Keberdayaan kelembagaan informal konservasi (5%)
Ada dan berperan Ada tapi tidak berperan
Tidak berperan
Sangat rendah Sedang
Sangat tinggi
1 3 5
Keberdayaan lembaga formal pada konservasi (5%)
Sangat berperan Cukup berperan Tidak berperan
Sangat rendah Sedang
Sangat tinggi
1 3 5
Catatan : *) standar kemiskinan yang digunakan adalah dua kali garis kemiskinan
makanan yang dikeluarkan BPS tahun 2006 yaitu Rp. 114.619,-/kapita/bulan atau Rp. 2.750.856,-/kapita/tahun
*) Besaran rupiah yang digunakan sebagai standar kemiskinan tersebut akan berubah apabila standar kemiskinan yang dikeluarkan oleh BPS mengalami perubahan
1.f.2. Teknik Penyidikan Parameter Sosial Ekonomi Kelembagaan
No. Parameter Sumber Data Teknik Pengumpulan
Data
1. Kepadatan Penduduk Geografis
- Kepadatan Penduduk Agraris
BPS Kab/Kecamatan
BPS Kab/ Kecamatan
Data sekunder
Data sekunder
2. Perilaku konservasi tanah Masyarakat Survey/Diskusi Kelompok
3. Hukum Adat Masyarakat Survey/Diskusi Kelompok
4. Nilai Tradisi Masyarakat Survey/Diskusi Kelompok
Restorasi DAS Ciliwung
112
No. Parameter Sumber Data Teknik Pengumpulan
Data
5. Ketergantungan Penduduk Terhadap Lahan
- Pendapatan Masyarakat dari kegiatan pertanian (sawah, perkebunan, ternah, perikanan, dll)
- Pendapatan masyarakat dari seluruh kegiatan usaha (pertanian, dagang, buruh, dll.).
Kepala Keluarga
Kepala Keluarga
Survey
Survey
6. Tingkat pendapatan BPS Kab/Kec
Kepala Keluarga
Data sekunder
Survey
7. Kegiatan dasar wilayah BPS Kab/Kec Data sekunder
8. Kelembagaan Masyarakat Survey
Keterangan Teknik survai ketergantungan terhadap lahan.
Survey dilakukan secara proporsive sampling. Populasi adalah
petani pada kecamatan dalam suatu kabupaten dimana Sub DAS
berada. Sampelnya adalah rumah tangga petani.
Jumlah sampel untuk seluruh populasi ditentukan sebagai berikut:
(1) dimana:
n = jumlah seluruh sampel (responden) yang akan dipilih untuk
diwawancarai.
N = jumlah seluruh populasi (ukuran populasi)
N = N1 + N2 + N3 + . . . + Nk
N1 + N2 + N3 + . . . + Nk = ukuran sub populasi pada strata 1, 2,
3, ..., dan k.
Restorasi DAS Ciliwung
113
z = nilai variabel normal (nilai di bawah kurva distribusi normal)
– Tabel a.
d = maksimum error yang masih diterima.
p = proporsi perkiraan yang bisa dijangkau.
Jumlah sampel pada masing-masing strata dihitung sebagai
berikut:
n1 = jumlah sampel yang harus dipilih pada strata 1
N1 = jumlah unit (populasi) pada strata 1
n = jumlah seluruh sampel (responden) yang akan
diambil dari hasil perhitungan dengan rumus (1) di atas.
Perhitungan jumlah sampel untuk strata selanjutnya dilakukan
dengan cara sama:
; dan seterusnya
Hubungan antara reliabilitas dan nilai Z di bawah kurva normal:
Reabilitas dalam nilai persen (reliability in percentage value)
80%
90%
95%
100%
Z 1,290 1,645 1,960 3,000
Contoh pemakaian rumus:
Jumlah petani di seluruh sub DAS dapat dikelompokkan menjadi:
Kecamatan 1 = 3.500 KK Kecamatan 2 = 2.175 KK Kecamatan 3 = 6.500 KK Kecamatan 4 = 1.003 KK -------------------------------------- Jumlah = 13.178 KK
Restorasi DAS Ciliwung
114
Jika dikehendaki signifikansi level 95%, maka nilai Z = 1,960, error
yang dapat diterima 8% maka d = 0,08, proporsi yang mungkin
terjangkau 50%, sehingga p = 0,50 dan jumlah populasinya =
13178 KK, maka:
13.178 (1,960)2(0,50)(1 – 0,50)
n =
13.178 (0,08)2 + (1,960)2(0,50)(1 – 0,50)
12.656,15
=
85,3
= 149 KK
(total sampel yang harus diwawancara dan seterusnya
didistribusikan untuk masing-masing kecamatan sebagai berikut):
Kecamatan 1 = (3.500/1.378) x 149 = 40 KK
Kecamatan 2 = (2.175/1.378) x 149 = 25 KK
Kecamatan 3 = (6.500/1.378) x 149 = 73 KK
Kecamatan 4 = (1.003/1.378) x 149 = 11 KK
Jumlah seluruh responden = 149 KK
Restorasi DAS Ciliwung
115
LAMPIRAN 1. Sistem Lahan DAS Ciliwung DS
No. Sistim lahan Deskripsi umum bentuk lahan
Litologi
1. Pegunungan Bukit Balang (BBG)
Punggung-punggung gunung tak teratur di atas batuan vulkanik berbasalt
Andesit, basalt, diorit, tefra berbutir halus, tefra berbutir kasar
2. Bogor (BGR) Kipas aluvial bahan volkan yang tertoreh
Deposit kipas aluvial
3. Dataran Barong Tongkok (BTR) Dataran lahar basa yang berbukit
Basalt, andesit, tefra berbutir halus, tefra berbutir kasar
4. Kipas dan Lahar Cisigung (CSG) Lereng lahar agak terjal didataran tinggi
Aluvium vulkanik muda
5. Perbukitan Gunung Samang (GSM)
Bukit-bukit yang agak curam di atas kerucut gunung berapi berbasalt
Basalt
6. Jakarta (JKT) Kipas aluvial bahan volkan agak tertoreh
Deposit kipas aluvial
7. Rawa Pesut Kajapah (KJP) Dataran lumpur antar pasang surut di bawah bakau
Aluvium, campuran estuarin dan marin yang masih muda
8. Dataran Aluvial Makasar (MKS) Dataran-dataran paduan sungai/muara
Aluvium sungai muara pantai muda
9. Pegunungan Tanggamus (TGM) Gunung berapi strato muda dari batuan vulkanik berbasalt
Andesit, basalt, tefra berbutir halus, tefra berbutir kasar
10. Ujung Petang (UPG) “Coastal beach ridges and swales in dry areas”
Pesisir aluvial muda, pasir pantai, gravel
Sumber : Paimin et al., 2012
Restorasi DAS Ciliwung
116
LAMPIRAN 2. Perhitungan volume banjir masing-masing Sub DAS.
Sub DAS CN H. Maks (mm)
S (P-0,2)^2 P+0.8S Runoff (mm)
Luas (ha)
Vol Banjir (m3)
Ciliwung Hilir 87 96 38,0 9.177,6 126,4 72,6 10.451 7.590.462
Ciliwung Tengah 78 120 71,6 14.352,0 177,3 80,9 13.265 10.736.946
Ciliwung Hulu 61,7 128 157,7 16.332,8 254,1 64,3 14.925 9.592.034
K. Angke Pesang-grahan Hilir
86,45 96 39,8 9.177,6 127,8 71,8 7.866 5.646.601
Kali Angke 85,77 120 42,1 14.352,0 153,7 93,4 24.048 22.453.442
Kali Cakung 88,08 96 34,4 9.177,6 123,5 74,3 14.744 10.956.747
Kali Krukut 84,64 96 46,1 9.177,6 132,9 69,1 22.393 15.466.712
K.Pesanggrahan 78,58 120 69,2 14.352,0 175,4 81,8 16.868 13.802.968
Kali Buaran 86,6 96 39,3 9.177,6 127,4 72,0 8.008 5.766.900
Kali Sunter Hilir 86,6 96 39,3 9.177,6 127,4 72,0 15.535 11.187.411
Kali Sunter Hulu 81,25 120 58,6 14.352,0 166,9 86,0 2.838 2.440.561
DAS Ciliwung DS 115.640.782
Sumber : Penghitungan data sekunder
Restorasi DAS Ciliwung
117
LAMPIRAN 3. Rencana tindak pengendalian banjir Jakarta di DAS
Ciliwung DS
Restorasi DAS Ciliwung
118
Restorasi DAS Ciliwung
119
Restorasi DAS Ciliwung
120
Restorasi DAS Ciliwung
121
top related