review chapter 7 - stefanus dwiputra ( 0610233189 )
Post on 03-Jul-2015
136 Views
Preview:
TRANSCRIPT
REVIEW
CHAPTER 6
Pusat LabaMENGUKUR DAN MENGENDALIKAN
ASET YANG DIKELOLA
Oleh :
Stefanus Dwiputra (0610233189)
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2011
MENGUKUR DAN MENGENDALIKAN ASET YANG DIKELOLA
KONSEP PUSAT INVESTASI
Pusat investasi adalah pusat pertanggungjawaban yang basil kerjanya diukur
berdasarkan laba dan jumlah investasinya. Ukuran yang digunakan untuk mengukur basil
kerja sebuah pusat laba adalah laba karena pusat laba mem-punyai wewenang terhadap
masukan dan keluarannya. Termasuk dalam kelompok masukan adalah investasi. Dengan
demikian, pusat laba sebenarnya juga merupakan pusat investasi. Dalam buku ini
pembahasan pusat laba dan pusat investasi dilakukan secara terpisah demi mudahnya
pemahaman oleh pembaca.
Dalam unit usaha yang lain, laba dibandingkan dengan aset yang diguna-kan untuk
meraih laba tersebut. Kami menyebut pusat tanggung jawab yang terakhir sebagai pusat
investasi dan dalam bab ini, kita akan membahas masalah-masalah pengukuran yang
terjadi dalam pusat tanggung jawab semacam ini.
Pertama kita akan membahas masing-masing jenis aset yang mungkin di-gunakan
dalam suatu pusat investasi. Kumpulan aset-aset tersebut dinamakan sebagai basis
investasi. Kemudian kita akan membahas dua metode yang menghubungkan laba dengan
basis investasi: (1) persentase tingkat pengembali-an investasi/return on investment (ROI),
dan (2) nilai tambah ekonomi/economic value added (EVA). Kami akan menjelaskan
keuntungan dan persyaratan-persyaratan dalam menggunakan masing-masing metode
untuk mengukur kinerja. Yang terakhir, kita akan membahas masalah perbedaan dalam
mengukur nilai ekonomi dari suatu pusat investasi, dibandingkan dengan bila kita
mengevaluasi manajer yang berwenang dalam suatu pusat investasi.
Tujuan Analisis
Tujuan pengukuran penggunaan aset merupakan hal yang sama dengan tujuan
pusat laba, yaitu:
- Untuk memberikan informasi yang berguna dalam membuat keputusan penting
mengenai aset yang digunakan dan untuk memacu para manajer untuk membuat
keputusan yang menyalurkan kepentingan perusahaan.
- Untuk mengukur kinerja unit usaha sebagai suatu entitas usaha.
Dalam analisis kita mengenai perlakuan alternatif bagi aset dan per-bandingan
ROI dan EVA-dua cara dalam menghubungkan laba dengan aset yang digunakankita
sangat tertarik pada bagaimana alternatif-alternatif tersebut dapat mencapai kedua tujuan di
atas dalam menyediakan informasi untuk pengambilan keputusan penting dan mengukur
kinerja ekonomi suatu unit usaha.
Dengan memfokuskan diri pada laba tanpa mempertimbangkan aset yang
digunakan untuk menghasilkan laba tersebut tidaklah cukup untuk proses pengen-dalian.
Kecuali untuk beberapa jenis organisasi jasa tertentu, di mana jumlah modalnya tidak
signifikan, tujuan penting dari sebuah perusahaan yang bero-rientasi pada laba adalah
untuk menghasilkan tingkat pengembalian (return) yang, memuaskan atas modal yang
digunakan. Laba sebesar $1 juta dalam sebuah perusahaan yang memiliki modal $10 juta
tidak mencerminkan kinerja yang baik dibandingkan dengan laba sebesar $1 juta dari
perusahaan yang memiliki modal sebesar $5 juta, dengan asumsi kedua perusahaan
menghadapi risiko yang sama.
Kecuali jumlah aset yang digunakan ikut diperhitungkan, pihak manajemen senior
akan sulit membandingkan kinerja laba dari suatu unit usaha dengan unit usaha yang lain
atau dengan unit yang sama pada perusahaan lain. Membanding-kan perbedaan laba yang
mencolok tidak akan berarti jika unit usaha mengguna-kan sumber daya yang berbeda;
dengan kata lain, makin banyak sumber daya yang digunakan, seharusnya makin besar
laba yang diperoleh. Perbandingan semacam ini digunakan untuk menilai kinerja para
manajer unit usaha dan untuk memutuskan cara pengalokasian sumber daya.
Umumnya, para manajer unit usaha memiliki dua sasaran kinerja. Pertama, mereka
harus menghasilkan laba yang cukup dari sumber daya yang digunakan. Kedua, mereka
dapat menggunakan sumber daya tambahan hanya jika penggunaan tersebut menghasilkan
return yang memadai. (Sebaliknya, mereka harus menghentikan penggunaan jika laba
tahunan yang diharapkan lebih rendah daripada kas yang dapat direalisasikan dari
penjualannya). Tujuan dari menghubungkan laba dengan investasi adalah untuk
memotivasi para manajer unit usaha untuk mencapai sasaransasaran tersebut di atas.
Seperti yang akan kita lihat nanti, terdapat hambatanhambatan yang signifikan dalam
membuat suatu sistem yang fokus pada aset yang digunakan sebagai tambahan fokus pada
laba.
Mengukur Aset yang Digunakan
Dalam memutuskan basis investasi apa yang akan digunakan untuk meng-evaluasi
pusat investasi, kantor-kantor pusat menanyakan dua hal: Pertama, praktik-praktik apa saja
yang akan membuat para manajer unit usaha mengguna-kan aset mereka dengan efisien
dan untuk mendapatkan jumlah dan jenis yang tepat atas aset yang baru? Mungkin, ketika
laba mereka berkaitan dengan aset yang digunakan, para manajer unit usaha akan mencoba
meningkatkan kinerja mereka seperti yang diukur dengan cara ini. Manajemen senior ingin
bahwa tindakan yang mereka lakukan terhadap hal ini menjadi kepentingan terbaik bagi
perusahaan secara keseluruhan. Kedua, praktik-praktik apa saja yang paling baik dapat
mengukur kinerja suatu entitas ekonomi?
Kas
Kebanyakan perusahaan mengendalikan kas secara terpusat karena pusat
pengendalian membuat penggunaan saldo kas lebih kecil daripada jika setiap unit usaha
memegang saldo kasnya, baik untuk pemasukan maupun pengeluaran. Saldo kas unit usaha
mungkin hanya akan merupakan hat yang "mengambang" antara penerimaan harian dan
pengeluaran harian. Akibatnya, saldo kas aktual pada tingkat unit usaha cenderung jauh
lebih kecil daripada sardo kas yang diperlukan jika unit usaha merupakan suatu perusahaan
independen. Karena itu, banyak perusahaan yang menggunakan rumus untuk menghitung
kas yang dilibatkan dalam basis investasi. Sebagai contoh, General Motors melaporkan
penggunaan 4,5% dari penjualan tahunan; Du Pont melaporkan penggunaan biaya
penjualan setiap dua bulan dikurangi depresiasi.
Satu atasan untuk melibatkan kas Pada jumlah yang lebih besar daripada sardo yang
biasanya dipegang oleh suatu unit usaha adalah bahwa jumlah yang lebih besar diperlukan
untuk membuat perbandingan dengan perusahaan luar. Jika saja kas aktual ditunjukkan,
return dari unit internal akan terlihat sangat tinggi dan dapat membingungkan pihak
manajemen senior.
Beberapa perusahaan mengabaikan unsur kas dalam basis investasi. Atasannya
adalah bahwa jumlah kas tersebut menggambarkan kewajiban lanear (current liabilities).
Jika demikian, jumlah piutang dan perusahaan akan menggambarkan jumlah modal kerja
(working capital).
Piutang
Para manajer unit usaha dapat mempengaruhi besarnya piutang secara tidak
langsung, melalui kemampuan mereka dalam penjualan; dan secara langsung, melalui
pembuatan kondisi kredit dan menyetujui akun kredit individu dan batas kredit, serta
melalui wewenang mereka dalam mengumpulkan kredit yang jatuh tempo. Demi
kemudahan, unsur piutang sering dimasukkan pada saldo aktual akhir periode, meskipun
ratarata antarperiode pada konsepnya pengukuran yang lebih baik atas jumlah yang
seharusnya berhubungan dengan laba.
Memasukkan unsur piutang pada harga jual atau pada harga pokok produksi
merupakan hal yang masih diperdebatkan. Suatu pihak dapat berargu-men bahwa investasi
riil suatu unit dalam piutang adalahhanya harga pokok produksi dan bahwa tingkat
pengembalian yang memuaskan atas investasi ini mungkin sudah cukup. Di lain pihak,
adalah mungkin untuk beratasan bahwa unit usaha dapat menginvestasikan kembali dan
karena itu, piutang harus dimasukkan Pada harga jualnya. Yang biasanya dilakukan adalah
mengambil alternatif yang lebih sederhana -yaitu, untuk memasukkan piutang pada nilai
buku, yang merupakan harga jual dikurangi penyisihan piutang ragu-ragu.
Jika unit usaha tersebut tidak mengontrol kredit dan penagihannya, piutang dapat
dihitung menurut suatu rumus. Rumus ini harus konsisten dengan periode pembayaran
normalnya-sebagai contoh, penjualan 30 hari di mana biasanya pembayarannya adalah 30
hari setelah barang dikirim.
Persediaan
Persediaan biasanya diperlakukan sama seperti piutang-yaitu, biasanya dicatat
pada jumlah akhir periode meskipun rata-rata antarperiode lebih baik secara konseptual.
Jika perusahaan menggunakan LIFO (last in,first out) untuk tujuan akuntansi keuangan,
maka metode penilaian yang lain yang digunakan untuk pelaporan laba unit usaha, karena
saldo persediaan LIFO cenderung sangat rendah bila terjadi inflasi. Dalam kondisi-kondisi
tersebut, persediaan harus dinilai Pada biaya standar atau rata-rata, dan biaya-biaya ini
harus digunakan untuk mengukur biaya penjualan pada laporan laba rugi dari unit usaha.
Jika persediaan barang dalam proses (work-in-process) dibiayai dengan cara
pembayaran di muka (advance payment) atau dengan cara progress pay-ment dari
konsumen, seperti biasanya terjadi dalam hal barang yang membutuh-kan waktu produksi
lama, pembayaran tersebut akan dikurangi, dari jumlah persediaan kotor (gross inventory
amounts), atau dilaporkan sebagai kewajiban.
Beberapa perusahaan mengurangkan unsur utang dari persediaan dengan dasar
bahwa utang mencerminkan pembiayaan sebagian dari persediaan oleh pemasok, pada
biaya nol untuk unit usaha. Modal perusahaan yang dibutuhkan untuk persediaan adalah
hanya selisih antara jumlah persediaan kotor dan utang. Jika unit usaha tersebut dapat
mempengaruhi periode pembayaran yang diper-bolehkan oleh pemasok, dan kemudian
memasukkan unsur utang dalam perhitungan tersebut mendorong manajer untuk mencari
kondisi persyaratan yang terbaik. Pada saat terjadi suku bunga tinggi atau kredit yang
diperketat, para manajer mungkin terdorong untuk mempertimbangkan potongan tunai
yang ditawarkan, dan selanjutnya, pembiayaan tambahan yang disediakan oleh pemasok.
Di lain pihak, menunda pembayaran akan mengurangi aset lancar bersih (net current asset)
yang mungkin tidak merupakan kepentingan perusahaan karena hal tersebut akan
membahayakan peringkat kredit (credit rating).
Modal Kerja secara Umum
Seperti yang dapat dilihat, perlakuan modal kerja sangatlah bervariasi. Pada satu
sisi, perusahaan memasukkan seluruh aktiva lancar ke dalam basis investasi dengan tidak
mengeliminasi kewajiban lancar. Metode tersebut datang dari pendapat motivasional jika
unit-unit usaha tidak dapat mempengaruhi utang atau kewajiban lancar yang lain.
Meskipun demikian, metode tersebut melebihkan (overstate) jumlah modal perusahaan
yang diperlukan untuk mendanai unit usaha, karena kewajiban lancar merupakan sumber
modal, dan sering kali merupakan biaya yang berbunga nol. Metode ini memberikan
ukuran yang baik atas modal yang diberikan perusahaan, di mana perusahaan
mengharapkan unit usaha untuk memperoleh return. Meskipun demikian, dapat saja para
manajer unit usaha bertanggung jawab atas beberapa akun kewajiban lancar yang tidak
memiliki pengendali.
Properti, Pabrik, dan Peralatan
Dalam akuntansi keuangan, aset tetap pada awalnya dicatat pada biaya perolehan,
dan biaya ini dihilangkan oleh masa manfaat aset melalui depresiasi. Kebanyakan
perusahaan menggunakan pendekatan yang sama dalarn mengukur profitabilitas basis aset
dari unit usaha. Hal ini menyebabkan permasalahan serius dalam penggunaan sistem untuk
tujuan yang ingin dicapai. Kita akan menganalisis permasalahan tersebut pada bagian-
bagian berikut.
Penggantian Aset. Jika sebuah mesin baru akan menggantikan mesin yang telah ada yang
masih memiliki nilai buku belum terdepresiasi (nilai sisa), kita tahu bahwa nilai sisa
tersebut tidak relevan dengan analisis ekonomi atas pembelian yang diusulkan (kecuali
secara tidak langsung hat tersebut mempengaruhi pajak pendapatan). Meskipun demikian,
menghilangkan nilai buku dari aset yang lama pada dasarnya akan mempengaruhi
perhitungan profitabilitas dari unit usaha. Nilai buku kotor akan meningkat hanya sebesar
selisih antara nilai buku bersih setelah tahun pertama dari mesin yang baru dengan nilai
buku bersih dari mesin yang lama. Pada kasus lain, jumlah relevan dari investasi tambahan
akan understated, dan selanjutnya EVA akan overstated. Hal ini akan mendorong para
manajer untuk mengganti mesin yang lama dengan mesin baru, meskipun penggantian itu
tidak dinilai secara ekonomis. Lebih jauh lagi, unit-unit usaha yang paling banyak
melakukan penggantian akan menunjukkan kenaikan profitabilitas yang besar.
Dalam jumlah, jika aset dimasukkan ke dalam basis investasi pada biaya
orisinalnya, maka manajer unit usaha akan termotivasi untuk menghilangkannyameskipun
aset tersebut memiliki manfaat-karena basis investasi unit usaha akan berkurang oleh
adanya biaya penuh (full cost) dari aset tersebut.
Depresiasi Anuitas. Jika depresiasi ditentukan oleh metode anuitas, dan bukan oleh
metode garis lurus, maka perhitungan profitabilitas unit usaha akan menunjukkan EVA
dan ROI yang feral. Hal ini karena metode depresiasi anuitas sesungguhnya mencocokkan
pengembalian investasi yang impIisit dalam perhitungan present value. Depresiasi anuitas
merupakan kebalikan dari depresiasi akselerasi yang nilai depresiasinya rendah pada
tahun-tahun awal ketika nilai investasinya masih tinggi dan depresiasi makin meningkat
seiring dengan makin menurunnya nilai investasi; rate of return tetap konstan.
Bagaimanapun, sedikit sekali manajer yang dapat menerima ide suatu penyisihan
depresiasi yang meningkat Baal umur aset semakin fila. Mereka melihat depresiasi sebagai
penurunan kondisi fisik atau kerugian dalam nilai ekonomis. Karena itu, mereka percaya
bahwa depresiasi dengan metode garis lurus, atau pun akselerasi, merupakan metode yang
paling menggambarkan kondisi di lapangan. Akibatnya, sangat Stint untuk meyakinkan
mereka untuk menerima konsep metode anuitas untuk mengukur laba unit usaha.
Metode Penilaian yang Lain. Beberapa perusahaan menggunakan nilai buku bersih tetapi
menentukan batas bawahnya, biasanya 50 persen, sebagai biaya original yang dapat
dihilangkan. Hal ini mengurangi distorsi yang terjadi dalam unit-unit usaha yang memiliki
aset-aset tua. Kesulitan dalam metode ini adalah bahwa suatu unit usaha dengan aset tetap
yang memiliki nilai buku bersih kurang dari 50 persen nilai buku kotornya dapat
mengurangi basis investasi dengan sepenuhnya membuang aset-aset yang masih bagus.
Perusahaan-perusahaan lain sepenuhnya berpatokan pada catalan pembukuan dan
menggunakan estimasi nilai sekarang (current value) dari aset. Mereka memperoleh
jumlah ini dengan menilai aset secara berkala (katakanlah, setiap lima tahun atau ketika
manajer unit usaha yang baru mulai bergabung), dengan menyesuaikan biaya original
dengan menggunakan suatu perubahan indeks Pada harga perala tan, atau dengan
menerapkan nilai-nilai asuransi.
Permasalahan utama dalam menggunakan nilai-nilai non-akuntansi adalah bahwa
nilai tersebut cenderung subjektif, berlawanan dengan nilai-nilai akuntansi, yang terlihat
lebih objektif dan biasanya tidak menyebabkan pertentangan. Akibatnya, data akuntansi
memiliki suatu aura kenyataan bagi manajemen yang beroperasi. Meskipun kadar sentimen
tersebut berbeda-beda di antara para manajer, semakin jauh manajer meninggalkan angka-
angka akuntansi dalam mengukur kinerja keuangan, serna kin besar kemungkinan para
manajer unit usaha dan manajer senior akan memperlakukan sistem sebagai permainan
angka-angka.
Suatu masalah yang berkaitan dengan penggunaan jumlah non-akuntansi dalam
sistem internal adalah bahwa profitabilitas unit usaha tidak akan konsisten dengan
profitabilitas perusahaan yang dilaporkan kepada para pemegang saham. Meskipun sistem
pengendalian manajemen tidak harus konsisten dengan pelapor-an keuangan eksternal,
sebenarnya beberapa manajer memandang pendapatan bersih (net income) dalam laporan
keuangan sebagai pengganti "nama permain-an." Akibatnya, tidak senang dengan sistem
internal yang menggunakan metode berbeda untuk mempertahankan nilai tanpa ada nilai
teoretisnya. Persoalan lain dalam menggunakan nilai pasar sekarang (current market value)
adalah me-mutuskan bagaimana menentukan nilai ekonomisnya. Secara konseptual, nilai
ekonomis sekelompok aset sama dengan nilai sekarang (present value) dari arus kas yang
akan dihasilkan oleh aset-aset tersebut Pada masa yang akan datang. Dalam praktiknya,
jumlah tersebut tidak dapat ditentukan. Meskipun kita dapat menggunakan terbitan indeks
biaya penggantian (replacement cost) pabrik dan peralatan, sebagian besar indeks harga
tidak seluruhnya relevan karena mereka tidak membuat ruang untuk dampak perubahan
teknologi.
Aset-aset yang Disewakan
Banyak perjanjian sewa merupakan perjanjian finansial-yaitu, mereka memberikan
alternatif cara untuk menggunakan aset yang harus didapatkan dengan dana dari utang dan
pembiayaan modal. Financial lease (yaitu, penye-waan jangka panjang sama dengan
present value dari arus beban sewa) adalah sama dengan utang dan dilaporkan juga dalam
neraca. Keputusan pendanaan biasanya dilakukan oleh kantor pusat. Karena atasan
tersebut, pembatasan biasanya diberlakukan pada kebebasan manajer unit usaha untuk
menyewa aset.
Aset Tidak Terpakai
Jika suatu unit usaha memiliki aset tak terpakai (idle asset) yang dapat digunakan
oleh unit lain, maka ia dapat diperbolehkan untuk mengeluarkan aset tersebut dari basis
investasinya. Tujuan dari izin ini adalah untuk mendorong para manajer unit usaha untuk
melepas aset tak terpakai kepada unit lain yang mungkin memerlukannya. Meskipun
demikian, jika aset tetap tersebut tidak dapat digunakan oleh unit lain, maka pemberian
izin untuk menjual/mengganti aset tersebut akan membuat tindakantindakan yang
disfungsional. Sebagai contoh, hal tersebut akan mendorong manajer unit usaha untuk
mengosongkan sebagian kapasitas aset yang tidak menghasilkan return yang sama dengan
target laba unit usaha. Jika tidak ada altematif penggunaan peralatan, kontribusi apa pun
dari peralatan ini akan meningkatkan laba perusahaan.
Aset Tidak Berwujud
Beberapa perusahaan cenderung melaksanakan penelitian dan pengem-bangan
(R&D) yang intensif (misalnya perusahaan farmasi seperti Novartis meng-habiskan dana
yang besar untuk mengembangkan produk baru); sedangkan yang lainnya cenderung fokus
pada pemasaran (misalnya perusahaan barang kon-sumen seperti Unilever yang
menghabiskan banyak dana untuk iklannya). Ada keuntungan dalam mengkapitalisasi aset
tidak berwujud seperti R&D dan pema-saran dan kemudian mengamortisasi selama masa
manfaatnya. Metode tersebut akan mengubah pandangan para manajer unit usaha dalam
melihat pengeluaran semacam ini. Dengan melihat aset-aset semaeam ini sebagai investasi
jangka panjang, manajer unit usaha akan mendapatkan manfaat jangka pendek yang lebih
sedikit dari pengurangan pengeluaran pas tersebut. Sebagai contoh, jika pengeluaran R&D
langsung dibebankan, maka setiap dolar dari potongan penge-luaran R&D merupakan
tambahan setiap dolar untuk laba sebelum pajak. Di lain pihak, jika biaya R&D
dikapitalisasi, maka setiap potongan satu dolar akan mengurangi aset yang digunakan
sebesar satu dolar, sehingga beban modal dapat berkurang hanya sebesar satu dolar
dikalikan biaya modal, yang memiliki dampak positif jauh lebih kecil terhadap EVA.
Kewajiban Tidak Lancar
Kadang-kadang, suatu unit usaha menerima modal permanennya dari kumpulan dana
perusahaan. Perusahaan memperoleh dana tersebut dari pemberi pinjaman, modal investor,
dan laba ditahan. Bagi unit usaha, jumlah total dari dana tersebut adalah relevan tetapi
bukan merupakan sumber daya di mana mereka berasal. Meskipun demikian, dalam situasi
yang tidak lazim, pembiayaan suatu unit usaha dapat saja merupakan ciri khusus bagi
situasi itu sendiri. Sebagai contoh, suatu unit usaha yang membangun atau menjalankan
suatu perumahan atau gedung kantor yang menggunakan proporsi jauh lebih besar untuk
utang modalnya daripada suatu manufaktur atau unit pemasaran. Karena modal tersebut
didapat melalui pinjaman hipotek atas aset unit usaha tersebut, maka seharusnya dana yang
dipinjam diperhitungkan secara terpisah dan perhitungan EVA-nya dilakukan berdasarkan
aset yang diperoleh dari sumber utama perusahaan secara umum, bukan total aset.
Beban Modal
Kantor pusat perusahaan menentukan tarif (rate) yang digunakan untuk meng-hitung
beban modal (capital charge). Tarif tersebut seharusnya lebih tinggi dari-pada tarif
perusahaan untuk pembiayaan utang karena dana yang terlibat merupa-kan eampuran
antara utang dan modal berbiaya lebih tinggi (higher-cost equity), Biasanya, tarif tersebut
ditetapkan sedemikian rupa di bawah estimasi biaya modal perusahaan sehingga EVA atas
rata-rata unit usaha berada di atas nol.
Beberapa perusahaan menggunakan tarif yang lebih rendah untuk modal kerja
daripada untuk aset tetap. Hal ini dapat meneerminkan penilaian bahwa modal ke a lebih
kecil risikonya daripada aset tetap karena dananya disalurkan untuk periode yang lebih
pendek. Dalam kasus-kasus lain, tarif yang lebih rendah merupakan cara untuk kompensasi
fakta bahwa perusahaan tersebut memasukkan unsur persediaan dan piutang dalam basis
investasinya pada jumlah kotor (yaitutanpa mengurangkan unsur utang). Perusahaan
tersebut menyadari fakta bahwa dana yang didapatkan dari utang memiliki biaya investasi
nol.
EVA vs ROI
Kebanyakan perusahaan yang memiliki pusat investasi mengevaluasi unit-unit
usahanya dengan dasar ROI, lebih banyak daripada menggunakan EVA. Ada tiga
keuntungan dari ROI. Pertama, ROI merupakan pengukuran yang kompre-hensif di mana
seluruhnya mempengaruhi laporan keuangan yang tercermin dari rasio ini. Kedua, ROI
mudah dihitung, mudah dipahami, dan sangat berarti dalam arti absolut. Sebagai contoh,
ROI di bawah 5 persen dikatakan rendah dalam skala absolut, dan ROI di atas 25 persen
dikatakan tinggi. Ketiga, ROI merupakan denominator yang dapat diterapkan pads setiap
unit organisasi yang bertanggung jawab terhadap profitabilitas, di luar besar dan jenis
usaha. Kinerja dari unit yang berbeda dapat saling dibandingkan. Selain itu, data ROI
depat diketahui oleh pesaing dan dapat dijadikan dasar perbandingan.
EVA tidak memberikan dasar perbandingan semacam ini. Meskipun demikian,
pendekatan EVA juga memiliki beberapa keunggulan. Ada empat atas an yang
membuatnya lebih unggul dari ROI.
Pertama, dengan EVA, seluruh unit usaha memiliki sasaran labs yang sama untuk
perbandingan investasi. Di lain pihak, pendekatan ROI memberikan insentif yang berbeda
untuk investasi di antara unit-unit usaha. Sebagai contoh, suatu unit usaha yang kini
memiliki ROI 30 persen akan cenderung untuk tidak melakukan ekspansi kecuali ia dapat
mencapai ROI 30 persen atau lebih untuk tambahan asetnya; return yang kurang dari itu
akan mengurangi ROI keseluruhan yang telah dicapainya sekarang. Jadi, unit usaha
tersebut melewatkan peluang investasi yang ROI-nya di atas biaya modal tetapi di bawah
30 persen.
Demikian juga Pada unit usaha yang kini mencapai ROI rendah-katakanlah
sebesar 5 persen-akan memperoleh manfaat dari semua ROI tambahan aset yang besarnya
di atas 5 persen. Sebagai konsekuensinya, ROI mendptakan suatu deviasi terhadap
ekspansi yang keciI atau tidak sama sekali dalam bisnis berlaba tinggi, sementara pada saat
yang sama, unit-unit berlaba rendah membuat investasi pada tingkat di bawah tingkat
pengembalian yang ditolak oleh unit-unit berlaba tinggi.
Kedua, keputusan-keputusan yang meningkatkan ROI suatu pusat inves-tasi dapat
menurunkan keseluruhan labanya. Sebagai contoh, dalam sebuah pusat laba yang kini
memiliki ROI sebesar 30 persen, manajer dapat meningkat-kan ROI-nya dengan menjual
suatu aset yang ROI-nya 25 persen. Meskipun demikian, jika biaya modal dikaitkan
dengan pusat investasi yang kurang dari 25 persen, laba absolut setelah mengurangkan
biaya modal akan merupakan suatu penurunan bagi pusat investasi tersebut.
Penggunaan EVA sebagai pengukuran berkaitan dengan permasalahan tersebut.
Mereka berhubungan dengan investasi aset yang ROI -nya turun antara biaya modal dan
ROI yang sekarang dicapai oleh pusat investasi tersebut. Jika kinerja suatu pusat investasi
diukur dengan EVA, maka investasi-investasi yang menghasilkan laba di atas biaya modal
akan meningkatkan EVA dan karena itu, akan lebih menarik bagi manajer.
Keunggulan ketiga dari EVA adalah tingkat suku bunga yang berbeda dapat
digunakan untuk jenis aset yang berbeda pula. Sebagai contoh, tingkat bunga yang rendah
dapat digunakan untuk persediaan, sedangkan tingkat bunga yang relatif tinggi dapat
digunakan untuk investasi-investasi aset tetap. Lebih jauh lagi, tingkat bunga yang berbeda
dapat digunakan untuk jenis aset tetap yang berbeda pula untuk memperhitungkan tingkat
risiko yang berbeda. Singkatnya, sistem pengendalian manajemen dapat dibuat konsisten
dengan kerangka kerja yang digunakan untuk keputusan-keputusan ten tang investasi
modal dan alokasi sumber daya. Selain itu, jenis aset yang sama dapat dibeli untuk
menghasilkan return yang sama dalam perusahaan, di luar profitabilitas unit usaha tertentu.
Jadi, para manajer unit usaha harus bertindak secara konsisten ketika memutuskan satu
investasi atas aset yang baru.
Keunggulan keempat adalah bahwa EVA, berlawanan dengan ROI, memiliki
korelasi positif yang lebih kuat terhadap perubahan-perubahan nilai pasar perusahaan. Para
pemegang saham merupakan pemilik kepentingan (stake-holder) yang penting dalam
perusahaan. Ada beberapa atasan mengapa pem-buatan nilai pemegang saham menjadi
sangat penting bagi perusahaan: (a) mengurangi risiko pengambilalihan (takeover), (b)
menciptakan nilai tukar untuk agresivitas dalam merger dan akuisisi, dan (c) mengurangi
biaya modal, yang memungkinkan investasi yang lebih cepat untuk pertumbuhan yang
akan datang. Jadi, mengoptimalkan nilai pemegang saham merupakan tujuan penting bagi
suatu perusahaan. Meskipun demikian, karena nilai pemegang saham mengukur nilai
perusahaan konsolidasi secara keseluruhan, maka hampir tidak mungkin untuk
menggunakannya sebagai kriteria kinerja bagi suatu pusat tanggung jawab individual
organisasi. Wewenang terbaik untuk nilai pemegang saham pada tingkat unit usaha adalah
menanyakan para manajer unit usaha untuk mencipta-kan dan meningkatkan EVA.
Bahkan peringkat tahunan yang dikeluarkan Fortune atas 1000 perusahaan menurut
kemampuan mereka menciptakan kesejahteraan pemegang saham, menunjukkan bahwa
perusahaan-perusahaan dengan EVA yang tinggi cenderung memperlihatkan nilai tambah
pasar (market value added/MV A) yang tinggi atau gain yang tinggi bagi para pemegang
saham. Ketika digunakan sebagai ukuran kinerja, EVA mendorong para manajer untuk
meningkatkan EVA dengan mengambil tindakan-tindakan yang konsisten dengan
peningkatan nilai pemegang saham. Hal ini dapat dipahami dengan melihat pada cara EVA
diperhitungkan. EVA diukur dengan cara sebagai berikut:
EVA = Laba bersih - Beban modal
di mana
Beban modal = Biaya modal x Modal yang digunakan (1)
Cara lain untuk menyatakan persamaan (1) adalah:
EVA = Modal yang digunakan (ROI - Biaya modal) (2)
Tindakan-tindakan berikut akan meningkatkan EVA seperti yang ditunjuk-kan
oleh persamaan (2): (i) peningkatan ROI melalui business process reengi-neering dan
productivity gains, tanpa meningkatkan basis investasi; (ii) divestasi aset, produk, dan atau
bisnis yang ROI-nya kurang dari besamya biaya modal; (iii) investasi agresif yang baru
dalam aset, produk, dan atau bisnis yang ROI-nya melebihi biaya modal; dan (iv)
peningkatan penjualan, margin laba, atau efisiensi modal (rasio penjualan terhadap modal
yang digunakan), atau penurunan per-sentase biaya modal, tanpa mempengaruhi variabel
yang lain dalam persamaan (2). Tindakan-tindakan tersebutjelas merupakan yang terbaik
bagi kepentingan perusahaan.
EVA memecahkan permasalahan perbedaan sasaran laba untuk aset yang sama dalam
unit usaha yang berbeda dan sasaran laba yang sama untuk aset berbeda pada unit usaha
sama. Metode tersebut memungkinkan untuk memasuk-kan peraturan keputusan yang
sama yang digunakan dalam proses perencanaan ke dalam sistem pengukuran: Semakin
rumit proses perencanaan, semakin rumit juga perhitungan EVA-nya. Sebagai contoh,
andaikan peraturan keputusan investasi modal menentukan return sebesar 10 persen untuk
aset general-purpose dan return sebesar 15 persen untuk aset special-purpose. Aset tetap
yang dimiliki unit usaha dapat diklasifikasikan dengan tepat, dan rate yang berbeda dapat
diterapkan dalam mengukur kinerja. Para manajer mungkin akan cenderung untuk tidak
berinvestasi dalam kondisi kerja, ukuran kontrol polusi, atau sasaran sosiallainnya yang
membaik jika mereka melihat hal tersebut sebagai hal yang tidak menguntungkan.
Investasi-investasi semacam itu akan lebih dapat diterima para manajer unit usaha jika
diharapkan untuk dapat mencapai return yang berkurang bagi mereka.
Pertimbangan Tambahan dalam Mengevaluasi Manajer
Dalam pandangan mengenai kelemahan ROI, kelihatannya mengejutkan bahwa
ROI digunakan secara luas. Kami ketahui dari pengalaman pribadi bahwa kesalahan
konsep ROI untuk evaluasi kinerja adalah benar dan menyebabkan disfungsi bagi para
manajer unit usaha. Meskipun demikian, kami tidak dapat menentukan adanya kesalahan
tersebut karena hanya sedikit jumlah manajer yang mau mengakui adanya kesalahan
tersebut dan banyak yang tidak sadar bahwa kesalahan tersebut terjadi.
Kami sangat menyarankan penggunaan EVA sebagai perangkat pengukur-an
kinerja. Meskipun demikian, EVA tidak menyelesaikan seluruh masalah yang berkaitan
dengan penghitungan aset tetap, seperti yang telah dibicarakan di atas, kecuali metode
depresiasi anuitas (annuity depreciation) dipergunakan, dan hal ini sangat dilakukan dalam
praktik bisnis sehari-hari. Jika metode nilai buku kotor (gross book value) dipergunakan,
suatu unit usaha dapat meningkatkan EVA-nya dengan mengambil tindakan yang
bertentangan dengan kepentingan perusahaan. Sedangkan jika metode nilai buku bersih
(net book value) dipergunakan, EVA akan langsung meningkat karena berlalunya waktu
penggunaan. Lebih jauh lagi, EVA akan tertekan untuk sementara oleh investasi-investasi
yang baru karena tingginya nilai buku bersih Pada tahun-tahun awal. EVA memecahkan
masalah yang ditimbulkan dari perbedaan potensi laba. Seluruh unit usaha, tanpa dilihat
profitabilitasnya, akan termotivasi untuk meningkatkan investasi jika rate of return dari
investasi tersebut melebihi rate yang ditentukan oleh sistem pengukuran.
Lebih jauh lagi, beberapa aset mungkin akan undervalued pada saat dikapitalisasi,
dan aset yang lain juga demikian pada saat dibebankan. Meskipun biaya pembelian aset
tetap biasanya dikapitalisasi, jumlah yang substansial atas investasi dalam biaya awal
(start-up coso, pengembangan produk baru, organisasi dealer, dan sebagainya, mungkin
dapat dihapuskan sebagai beban biaya, dan dengan demikian tidak akan terlihat dalam
basis investasi. Hal tersebut terutama diterapkan Pada unit-unit pemasaran. Dalam unit-
unit tersebut, besamya jumlah investasi biasanya terbatas untuk persediaan, piutang, untuk
perabotan dan peralatan kantor. Ketika sekelompok unit usaha dengan tingkat tanggung
jawab pemasaran yang berbeda-beda diberikan peringkat (ranking), unit dengankegiatan
pemasaran yangrelatifbesar akan cenderung memiliki EVA yang lebih besar.
Dengan mempertimbangkan hal ini, beberapa perusahaan memutuskan untuk
mengeluarkan unsur aset tetap dari basis investasi. Perusahaan-perusaha-an tersebut
membebankan beban bunga hanya untuk aset yang terkontrol, dan mereka mengendalikan
aset tetap dengan perangkat terpisah. Aset yang terkontrol pada dasamya merupakan modal
kerja. Para manajer unit usaha dapat membuat keputusan sehari-hari yang mempengaruhi
aset-aset tersebut. Jika keputusan yang dibuat temyata salah, dampak yang serius akan
segera timbul: Sebagai contoh, jika tingkat persediaan terlalu tinggi, akan menimbulkan
pengeluaran yang tidak perlu dan risiko kerusakan akan meningkat; jika tingkat persediaan
terlalu rendah, maka akan menyebabkan kekurangan persediaan (stock-out) yang
selanjutnya mengakibatkan gangguan produksi atau hilangnya peluang bisnis.
Investasi-investasi pada aset-aset tetap dikendalikan oleh proses anggar-an modal
sebelum terjadi dan oleh audit setelah penyelesaian (postcompletion audit) untuk
menentukan apakah ada arus kas terantisipasi yang material. Hal tersebut jauh dari
memuaskan karena penghematan atau pendapatan aktual dari akuisisi aset tetap tidak dapat
diidentifikasi. Sebagai contoh, jika sebuah mesin baru memproduksi berbagai jenis produk,
sistem akuntansi biaya biasanya tidak akan mengidentifikasi penghematan yang
terkandung dalam setiap produk.
Mengevaluasi Kinerja Ekonomi Suatu Entitas
Pembahasan kita sampai pada saat ini terfokus Pada pengukuran kinerja dari para
manajer unit usaha. Laporan atas kinerja ekonomi unit usaha berbeda-beda. Laporan-
Iaporan manajemen disiapkan dalam rentang waktu yang tidak tetap, biasanya sekali dalam
selang beberapa tahun. Berdasarkan atasan yang telah dijelaskan sebelumnya, laporan-
Iaporan manajemen cenderung mengguna-kan informasi historis atas biaya aktual yang
terjadi, sedangkan laporanlaporan ekonomi menggunakan informasi yang cukup berbeda.
pada bagian ini kita akan membahas tujuan dan sifat informasi ekonomi.
Laporan-Iaporan ekonomi merupakan instrumen yang diagnostik. Mereka
memberikan indikasi apakah strategi unit usaha yang sekarang sudah memuas-kan dan jika
tidak, keputusan apa yang harus dibuat untuk unit usaha tersebutmemperbesamya,
memperkecil, mengubah arah, atau menjualnya. Analisis eko-nomi atas suatu unit usaha
dapat memperlihatkan bahwa rencana yang sekarang atas produk-produk baru, pabrik dan
peralatan baru, atau strategi baru yang lain, bila dilihat secara keseluruhan, tidak akan
menghasilkan laba yang memuaskan di masa depan, meskipun laba tersebut kelihatannya
dapat dihasilkan bila masing-masing keputusan dilakukan secara terpisah.
Laporan-Iaporan ekonomi dapat dijadikan dasar untuk memperoleh nilai per-usahaan
secara keseluruhan. Nilai semacam ini disebut break up value-yaitu, esti-masi jumlah yang
akan diterima oleh para pemegang saham jika masing-masing unit usaha dijual. Break up
value berguna bagi organisasi luar yang sedang akan membuat penawaran pengambilalihan
perusahaan, dan tentu saja, ia juga berguna bagi pihak manajemen dalam menilai suatu
tawaran. Laporan tersebut menunjukkan unit usaha yang menarik dan dapat menyarankan
manajemen senior bila mereka salah mengalokasikan waktu mereka yang terbatas-yaitu,
menghabiskan waktu yang terlalu banyak untuk unit usaha yang cenderung tidak banyak
memberikan kontribusi kepada profitabilitas total perusahaan. Jarak antara profitabilitas
yang sekarang dengan break up value menunjukkan perubahan-perubahan yang harus
dilakukan. (Dengan kata lain, profitabilitas yang sekarang dapat tertekan oleh adanya biaya
yang akan memperbesar profitabilita di masa akan datang, seperti pengembangan produk
baru dan iklan, seperti yang telah disebutkan sebelumnya).
Perbedaan yang paling mencolok antara kedua jenis laporan tersebut adalah bahwa
laporan ekonomi lebih terfokus pada profitabilitas di masa depan daripada profitabilitas
yang sekarang atau yang lalu. Nilai buku dari aset dan depresiasinya yang berdasarkan
biaya historis dari aset tersebut digunakan dalam laporan kinerja para manajer, di luar
keterbatasan mereka. Informasi ini tidaklah relevan untuk laporan yang memperkirakan
masa depan; dalam laporan tersebut, penekanannya adalah pada biaya penggantian
(replacement cost).
Secara konsep, nilai suatu unit usaha adalah present value dari pendapatan di masa
depan. Hal ini dihitung dengan mengestimasi arus kas untuk setiap tahun di mas a depan
dan mendiskontokan setiap arus kas tersebut pada rate pendapatan yang telah ditentukan.
Analisis tersebut dilakukan untuk lima, atau mungkin sepuluh, tahun yang akan datang.
Aset yang ada di tangan pada akhir periode diasumsikan memiliki nilai tertentu-disebut
nilai terminal (terminal value)-yang didiskontokan dan ditambahkan ke dalam nilai arus
kas tahunan. Meskipun estimasi-estimasi tersebut pada umumnya berupa estimasi yang
kasar, mereka tetap memberikan cara yang berbeda dalam melihat unit usaha,
dibandingkan dengan yang ada pada laporan-Iaporan kinerja.
TINGKAT KEMBALIAN INVESTASI
Menurut penelitian Reece dan Cool, di Amerika Serikat tingkat kembalian
investasi (return on investment = ROI) merupakan metode yang paling banyak dipakai
untuk menilai prestasi pusat investasi. ROI adalah perbandingan antara laba dengan jumlah
investasi. Konsep laba maupun investasi dalam perbandingan tersebut dapat bermacam--
macam -- Iaba sebelum pajak penghasilan atau laba setelah pajak penghasilan, investasi
sebelum depresiasi atau investasi setelah depresiasi.
Oleh karena ROI menggunakan komponen laba, maka ROI juga tidak terlepas dari
kelemahan laba sebagai alat pengukur prestasi. Disamping itu, ROI dapat menimbulkan
masalah lain, yaitu menimbulkan rasa tidak adil pada sesama pusat investasi. Agar jelas,
diberikan sebuah contoh.
LABA RESIDUAL
ROI dapat menimbulkan perilaku pusat investasi tidak selaras dengan tujuan
perusahaan-yaitu menjual aktiva yang masih menguntungkan perusahaan, agar kinerja
pusat investasi menjadi kelihatan lebih baik.
BIAYA MODAL
Biaya modal adalah biaya penggunaan modal. Istilah yang lebih tepat sebenar-nya
adalah biaya penggunaan dana karena yang dihitung biaya penggunaannya tidak terbatas
hanya pada modal (aktiva yang dimasukkan ke dalam perusahaan oleh pemiliknya), tetapi
juga aktiva yang berasal dari sumber lain, misalnya, kredit pemasok, kredit bank, obligasi,
dan saham preferen. Penghitungan biaya modal dapat dilakukan dengan menggunakan dua
pendekatan, yaitu, pendekatan rerata dan pendekatan mar-jinal. Pendekatan rerata adalah
pendekatan historis. Sebaliknya, pendekatan marjinal menghitung biaya dana berdasarkan
sumber tambahan dana yang sesungguhnya digunakan.
Menurut pendekatan rerata, biaya modal sama dengan rerata tertimbang dari biaya
berbagai sumber dana. Kalau pendekatan tersebut diterapkan pada proyek investasi baru,
maka secara implisit dianggap bahwa proporsi dana yang digunakan dalam proyek
investasi baru tersebut sama dengan proporsi sumber dana yang berlaku sampai adanya
investasi baru. Anggapan tersebut tidak realistis.
BIAYA UTANG
Biaya utang adalah bunga dan biaya-biaya lain yang timbul berkaitan
dengan peminjaman uang. Biaya tersebut tidak identik dengan tingkat bunga dan biaya lain
yang tertulis dalam perjanjian
BIAYA SAHAM
Terdapat dua macam saham, yaitu saham preferen dan saham biasa. Saham
preferen adalah saham yang diistimewakan hak-haknya, misalnya dalam hal pembagian
laba, likuidasi, hak suara, dan sebagainya.
Biaya saham preferen sama dengan persentase bunga dividen dibagi oleh kurs
penjualan saham. Oleh karena dividen tidak dapat diperhitungkan sebagai biaya
perusahaan, maka tidak dikenal istilah biaya modal preferen setelah pajak.
SEWA GUNA USAHA (LEASE)
Sewa guna usaha adalah sebuah perjanjian antara dua fihak, yaitu penyewakan-
lessor-dan penyewa-lessee. Obyek perjanjian tersebut adalah barang bergerak dan barang
tidak bergerak. Kalau pada akhir perjanjian, obyek perjanjian menjadi milik penyewa maka
sewa guna usaha tersebut disebut sewa guna usaha kapital-capital lease. Kalau pada akhir
perjanjian, obyek perjanjian tidak menjadi milik penyewa maka sewa guna usaha tersebut
disebut sewa guna usaha operasional-operating lease.
Penggunaan sewa guna usaha operasional oleh pusat investasi menyebabkan ROI-
nya meningkat.
DAMPAK SEWA GUNA USAHA TERHADAP ROI
Menurut Pernyataan no. 6 Prinsip Akuntansi Indonesia, sewa guna usaha
operasional tidak perlu dicantumkan sebagai aktiva di dalam neraca penyewa. Oleh karena
tambahan pemakaian aktiva dapat mengakibatkan kenaikan laba-karena penurunan biaya
ataupun kenaikan pendapatan, sedangkan secara formal jumlah investasi tidak bertambah,
maka kinerja pusat investasi akan meningkat.
MEMBELI ATAU MENYEW A-GUNA-USAHA
Sewa guna usaha telah menjadi pokok bahasan selama dua abad. Bahasan tersebut
tidak terbatas pada pelaporannya di laporan keuangan, tetapi literatur dijumpai banyak
metode untuk memilih antara membeli atau menyewa guna usaha. Dalam bab ini dibahas
salah satu metode tersebut.
Dalam metode utang dan beli-dalam hal lessee membeli-lessee dianggap terlebih
dahulu meminjam uang dari bank dan kemudian menggunakan hasil pinjaman tersebut
untuk membeli aktiva. Metode ini menghitung pengeluaran uang setelah pajak-dalam hal
lessee membeli-dengan menggunakan rumus yang berikut ini:
top related