riset karakteristik perikanan tuna di samudera hindia … · daerah penangkapan nelayan pukat...
Post on 16-Mar-2019
248 Views
Preview:
TRANSCRIPT
LAPORAN TAHUNAN/AKHIR
Oleh,
Budi Nugraha, Bram Setyadji, Dian Novianto, Ririk Kartika S., Andi Bahtiar,
Hety Hartaty, Irwan Jatmiko, Fathur Rochman, R. F. Lupitasari, Elvi Setiaji,
Amir, Abdul Azim, Hari Ilhamdi, Kiroan Siregar, Noor Muhammad, Jumariadi,
Abram Barata, Adhi Subagio, Hasan S. R., Hefi Sukardianto, Rusjas Mashar,
Ashadi, Ni Luh Gede Eka Y. A., A. Yusuf A., Fidra, Andriawan Febriana, S. Sutaryo, Budiono, Heru Budiman, Gangga, M. Rangga A.
LOKA PENELITIAN PERIKANAN TUNA PUSAT PENELITIAN PENGELOLAAN PERIKANAN DAN
KONSERVASI SUMBERDAYA IKAN
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
KELAUTAN DAN PERIKANAN
2012
RISET KARAKTERISTIK PERIKANAN TUNA
DI SAMUDERA HINDIA
ii
LEMBAR PENGESAHAN
1. Judul Penelitian : RISET KARAKTERISTIK PERIKANAN TUNA DI
SAMUDERA HINDIA
2. Tim Peneliti :
- Budi Nugraha (Ketua) - Bram Setyadji (Anggota)
- Dian Novianto (Anggota) - Ririk Kartika S. (Anggota)
- Andi Bahtiar (Anggota) - Hety Hartaty (Anggota)
- Irwan Jatmiko (Anggota) - Fathur Rochman (Anggota)
- R. F. Lupitasari (Anggota) - Elvi Setiaji (Anggota)
- Amir (Anggota) - Abdul Azim (Anggota)
- Hari Ilhamdi (Anggota) - Kiroan Siregar (Anggota)
- Noor Muhammad (Anggota) - Jumariadi (Anggota)
- Abram Barata (Anggota) - Adhi Subagio (Anggota)
- Hasan S. R. (Anggota) - Hefi Sukardianto (Anggota)
- Rusjas Mashar (Anggota) - Ashadi (Anggota)
- Ni Luh Gede Eka Y. A. (Anggota) - A. Yusuf A. (Anggota)
- Fidra (Anggota) - Andriawan Febriana (Anggota)
- S. Sutaryo (Anggota) - Budiono (Anggota)
- Heru Budiman (Anggota) - Gangga (Anggota)
- M. Rangga A. (Anggota)
3. Jangka Waktu Penelitian : 1 (satu) tahun
4. Total Anggaran : Rp 876.627.000,-
Denpasar, Desember 2012
Mengetahui,
Kepala Loka Penelitian Perikanan Tuna Penanggung Jawab Kegiatan,
Budi Nugraha, S.Pi., M.Si. Budi Nugraha, S.Pi., M.Si.
NIP. 19730321 200312 1 003 NIP. 19730321 200312 1 003
Menyetujui,
Kepala Pusat Penelitian Pengelolaan Perikanan dan Konservasi Sumberdaya Ikan
Ir. Duto Nugroho, M.Si.
NIP. 19550714 197903 1 001
iii
RINGKASAN
Secara garis besar perikanan tuna di Samudera Hindia didominasi oleh
perikanan rakyat atau perikanan artisanal (artisanal fisheries). Hal ini dapat dilihat dari
jenis kapal yang melakukan operasi penangkapan yang berukuran 5 – 30 GT dengan
daerah penangkapan yang tidak lebih dari 12 mil dan umumnya menggunakan alat
bantu rumpon. Penggunaan rumpon ini dimaksudkan agar para nelayan tidak perlu
mencari daerah penangkapan ikan ataupun mengejar kelompok ikan di laut lepas.
Dengan semakin berkembangnya rumpon, daerah penangkapan menjadi pasti dan
tentunya dapat menghemat biaya operasional penangkapan karena para nelayan tidak
lagi memburu dan mengejar kelompok ikan. Jenis ikan yang diperoleh nelayan yang
berbasis di Samudera Hindia dan menggunakan rumpon sebagai alat bantu penangkapan
adalah jenis cakalang, yuwana tuna/juvenil tuna dari jenis madidihang dan tuna mata
besar, tongkol dan madidihang besar.
Penangkapan tuna di Samudera Hindia dilakukan dengan menggunakan pancing
seperti rawai tuna, pancing ulur dan pancing tonda serta jaring seperti pukat cincin,
payang dan jaring insang hanyut. Ukuran tuna yang tertangkap dengan pancing sangat
bervariasi dari yang berukuran kecil yaitu yuwana/juvenil tuna hingga yang berukuran
besar. Sementara hasil tangkapan yang diperoleh jaring umumnya berukuran kecil.
Hasil tangkapan tuna di Samudera Hindia barat Sumatera dan selatan Jawa
didominasi oleh hasil tangkapan dari alat tangkap rawai tuna, pukat cincin dan pancing
tonda/pancing ulur. Hasil tangkapan alat-alat tersebut tentunya berbeda karena rawai
tuna biasanya beroperasi di laut lepas, menggunakan armada yang lebih besar sehingga
hasil yang didapatkannya tentu berukuran relatif besar, berbeda dengan alat tangkap
pukat cincin dan pancing tonda/pancing ulur yang beroperasi tidak jauh dari daratan,
menggunakan armada yang lebih kecil dan biasanya dibantu oleh rumpon, sehingga
hasil tangkapannya pun relatif berukuran lebih kecil karena fungsi rumpon sebenarnya
adalah sebagai nursery ground bagi yuwana-yuwana ikan pelagis besar, seperti tuna,
tongkol dan cakalang.
Hasil tangkapan armada pancing tonda/pancing ulur di Palabuhanratu, Pacitan
dan Sendang Biru masih didominasi oleh cakalang dan yuwana tuna (tuna mata besar
dan madidihang). Dari informasi nilai L50 dan Lm dapat diketahui bahwa 50% lebih tuna
yang tertangkap oleh armada pancing tonda/ulur masih dikategorikan yuwana/juvenil.
Ikan-ikan yuwana tertangkap bersama-sama dengan ikan target (cakalang, tuna mata
iv
besar maupun madidihang) di sekitar rumpon, apabila dibiarkan tertangkap tanpa
kendali dikhawatirkan akan mempengaruhi populasi, dan produktivitas alat tangkap.
Armada rawai tuna yang beroperasi di perairan Samudera Hindia berbasis di
Bungus, Muara Baru, Palabuhanratu dan Cilacap, pukat cincin berbasis di Sibolga,
Bungus dan Pacitan, sedangkan pancing tonda/pancing ulur tersebar di Palabuhanratu,
Cilacap, Pacitan dan Sendang Biru. Pada prinsipnya ikan yang menjadi target adalah
sama, yakni jenis tuna (madididhang, mata besar, albakor dan sirip biru selatan) dan
sejenisnya (cakalang, tongkol dan lain-lain), yang membedakan adalah hasil tangkapan
rawai tuna tentunya lebih beragam dibandingkan pukat cincin dan pancing
tonda/pancing ulur karena ikan yang berasosiasi dengan tuna di rumpon lebih terbatas
dibandingkan dengan yang berada di laut lepas.
Musim penangkapan tuna (tuna mata besar, madidihang, albakor dan tuna sirip
biru selatan serta cakalang) di perairan Samudera Hindia berlangsung hampir sepanjang
tahun. Tetapi karena pengaruh temperatur air, iklim dan arus, maka terjadi perbedaan
musim ikan di berbagai daerah, seperti bulan Januari dan Agustus terjadi di perairan
Samudera Hindia bagian tengah, Februari dan Maret di perairan sebelah barat Pulau
Sumatera, April di perairan Andaman dan Nicobar, Mei dan Oktober – Desember di
perairan sebelah barat Australia, Juni dan September di perairan Nusa Tenggara, serta
Juli dan September di perairan sebelah selatan Pulau Jawa. Hasil penelitian terkait
sebelumnya juga menduga bahwa musim penangkapan tuna mata besar dan madidihang
di perairan Samudera Hindia terjadi pada bulan Maret – November dengan puncaknya
pada bulan Oktober.
Daerah penangkapan nelayan pukat cincin yang berbasis di Sibolga dan Bungus
adalah di sekitar rumpon perairan Samudera Hindia sebelah barat Pulau Sumatera dari
perairan sekitar Pulau Enggano, Mentawai, Nias sampai ke perairan barat Aceh,
sedangkan yang berbasis di Muara Baru dan Pacitan di sekitar rumpon perairan
Samudera Hindia selatan Jawa. Begitu pula daerah penangkapan pancing tonda yang
berbasis di Palabuhanratu, Pacitan dan Sendang Biru, umumnya di sekitar rumpon
perairan Samudera Hindia selatan Jawa. Untuk daerah penangkapan rawai tuna yang
berbasis di Muara Baru, Palabuhanratu dan Cilacap berada di perairan selatan Jawa,
sedangkan daerah penangkapan nelayan rawai tuna yang berbasis di Bungus di sekitar
Kepulauan Mentawai.
Cakalang hasil tangkapan pukat cincin yang didaratkan di Sibolga memiliki
kisaran 22 – 78 cmFL yang didominasi oleh ukuran 40 – 42 cmFL. Hasil tangkapan
v
pukat cincin yang didaratkan di Bungus lebih kecil berkisar antara 33 – 47 cmFL yang
didominasi oleh ukuran 36 – 38 cmFL. Begitu pula dengan cakalang yang didaratkan di
Muara Baru Jakarta tidak jauh berbeda dengan ukuran cakalang yang didaratkan di
Bungus, yaitu berkisar antara 31 – 55 cmFL dan didominasi oleh ukuran 37 – 39 cmFL.
Cakalang yang didaratkan pancing tonda/pancing ulur di Palabuhanratu cukup
bervariatif berkisar antara 34 – 74 cmFL, sedangkan yang didaratkan di Pacitan berkisar
antara 18 – 71 cmFL dan didominasi oleh ukuran 55 – 57 cmFL.
Hasil pengamatan di lapangan terhadap tingkat kematangan gonad menunjukkan
bahwa cakalang-cakalang yang didaratkan di Sibolga didominasi oleh tingkat
kematangan gonad tingkat III (TKG III) dengan ukuran pertama kali tertangkap (length
at first capture; Lc/L50) sekitar 42,6 cm, di Cilacap didominasi oleh TKG IV dengan L50
sekitar 55 cm dan Sendang Biru didominasi oleh TKG II, sedangkan cakalang-cakalang
yang didaratkan di Bungus, Muara Baru, Palabuhanratu dan Pacitan didominasi oleh
TKG I. Berdasarkan hasil pengamatan histologi terhadap cakalang dari perairan
Samudera Hindia dan didaratkan di pusat-pusat pendaratan ikan di barat Sumatera dan
selatan Jawa terlihat bahwa TKG I terdapat pada kelas panjang 41 – 43 cmFL, TKG II
pada sebaran panjang 44 – 49 cmFL, 53 – 64 cmFL, TKG III pada kelas panjang
53 – 55 cmFL dan 59 – 61 cmFL, TKG IV pada seluruh kelas panjang kecuali kelas
panjang 56 – 58 cmFL dan 62 – 64 cmFL. Hasil analisis diperoleh dugaan rata-rata
ukuran pertama kali matang gonad cakalang di perairan Samudera Hindia adalah
44,7 cm dengan batas kepercayaan 40,9 cm sampai dengan 48,8 cm.
Cakalang-cakalang yang didaratkan di pusat-pusat pendaratan ikan di barat
Sumatera maupun selatan Jawa berukuran sedang hingga besar. Hasil perhitungan
ukuran pertama kali matang gonad terhadap cakalang terlihat ukurannya lebih besar
dibandingkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh para ahli. Ukuran pertama kali
matang gonad yang lebih besar dibandingkan hasil-hasil penelitian sebelumnya
menunjukkan bahwa cakalang di perairan Samudera Hindia khususnya di barat
Sumatera dan selatan Jawa diduga belum mengalami tekanan penangkapan yang
berlebih. Namun demikian, di beberapa lokasi pendaratan terlihat bahwa cakalang yang
didaratkan masih jauh di bawah ukuran pertama kali matang gonad dimana hal ini
menunjukkan bahwa cakalang yang didaratkan banyak yang belum mengalami matang
gonad. Jika hal ini terus terjadi maka dikhawatirkan rekruitmen cakalang akan
terganggu. Cakalang yang didaratkan umumnya berasal dari rumpon dan didominasi
oleh hasil tangkapan pukat cincin. Oleh karena itu, untuk mengurangi tekanan
vi
penangkapan yang berlebih terhadap cakalang perlu adanya suatu kebijakan, dalam hal
ini adalah pembatasan jumlah rumpon dan armada pukat cincin sehingga sumberdaya
cakalang di perairan Samudera Hindia tetap lestari.
Armada rawai tuna yang beroperasi di perairan Samudera Hindia umumnya
mendaratkan hasil tangkapannya di Bungus, Muara Baru, Palabuhanratu dan Cilacap
dengan hasil tangkapan utama tuna mata besar dan madidihang. Tuna mata besar dan
madidihang yang didaratkan di Bungus memiliki ukuran sedang hingga besar. Tuna
mata besar memiliki ukuran antara 81 – 179 cm yang didominasi oleh 120 – 160 cm dan
madidihang antara 90 – 164 cm yang didominasi oleh 95 – 129 cm. Begitu pula dengan
di Muara Baru, tuna mata besar dan madidihang yang didaratkan memiliki ukuran yang
hampir sama dengan yang didaratkan di Bungus yaitu antara 79 – 199 cm yang
didominasi oleh 87 – 129 cm dan madidihang antara 82 – 196 cm yang didominasi oleh
92 – 122 cm. Tuna mata besar dan madidihang yang didaratkan di Palabuhanratu relatif
cukup besar dimana ukuran tuna mata besar yang didaratkan antara 105 – 154 cm yang
didominasi oleh 116 – 144 cm dan madidihang antara 111 – 169 cm yang didominasi
oleh 126 – 144 cm.
Hasil perhitungan ukuran pertama kali tertangkap tuna mata besar dan
madidihang yang didaratkan di Muara Baru menunjukkan bahwa tuna mata besar
memiliki ukuran 128,7 cm dan madidihang 128 cm. Tidak jauh berbeda dengan di
Muara Baru, ukuran pertama kali tertangkap tuna mata besar dan madidihang di
Palabuhanratu sekitar 124,5 cm (tuna mata besar) dan 122,1 cm (madidihang). Begitu
pula di Cilacap, ukuran pertama kali tertangkap tuna mata besar sekitar 121,4 cm.
Hasil pengamatan histologi terhadap tuna mata besar dari perairan Samudera
Hindia yang didaratkan di pusat-pusat pendaratan ikan di barat Sumatera dan selatan
Jawa terlihat bahwa TKG I terdapat pada sebaran panjang antara 96 – 110 cmFL dan
121 – 130 cmFL, TKG II pada seluruh kelas panjang kecuali pada sebaran panjang
antara 131 – 140 cmFL, TKG III pada kelas panjang 106 – 110FL cm dan
126 – 130 cmFL, TKG IV pada kelas panjang 116 – 120 cmFL dan TKG V pada
sebaran panjang 126 – 140 cmFL. Hasil analisis diperoleh dugaan rata-rata ukuran
pertama kali matang gonad tuna mata besar adalah 126,6 cm dengan batas kepercayaan
antara 119,3 sampai dengan 134,3 cm.
Tuna mata besar yang tertangkap dan didaratkan di pusat-pusat pendaratan ikan
di barat Sumatera dan selatan Jawa berukuran lebih kecil dibandingkan dengan ukuran
pertama kali matang gonad. Dengan demikian dapat diduga bahwa tuna mata besar yang
vii
tertangkap dan didaratkan di pusat-pusat pendaratan ikan di barat Sumatera dan selatan
Jawa belum pernah melakukan pemijahan, kecuali yang didaratkan di Muara Baru. Jika
hal ini terus terjadi maka dikhawatirkan rekruitmen tuna mata besar di perairan
Samudera Hindia akan terganggu.
Hasil pengamatan histologi terhadap madidihang dari perairan Samudera Hindia
yang didaratkan di pusat-pusat pendaratan ikan di barat Sumatera dan selatan Jawa
terlihat bahwa TKG I terdapat pada sebaran panjang 106 – 115 cmFL, TKG II pada
seluruh kelas panjang kecuali 151 – 155 cmFL, TKG III pada sebaran panjang
126 – 135 cmFL, TKG IV pada seluruh kelas panjang kecuali 111 – 115 cmFL dan
146 – 150 cmFL dan TKG V pada sebaran panjang 131 – 140 cmFL dan kelas panjang
146 – 150 cmFL. Hasil analisis diperoleh dugaan rata-rata ukuran pertama kali matang
gonad madidihang adalah 120,8 cm dengan batas kepercayaan antara 115,9 cm sampai
dengan 125,9 cm.
Informasi mengenai nilai ukuran pertama kali matang gonad madidihang hasil
tangkapan armada rawai tuna di Samudera Hindia cukup beragam. Madidihang yang
tertangkap dan didaratkan di pusat-pusat pendaratan ikan di barat Sumatera dan selatan
Jawa berukuran lebih besar dibandingkan dengan ukuran pertama kali matang gonad.
Dengan demikian dapat diduga bahwa madidihang yang tertangkap dan didaratkan di
pusat-pusat pendaratan ikan di barat Sumatera dan selatan Jawa pernah melakukan
pemijahan.
Tidak banyak informasi mengenai panjang 50% kumulatif tertangkap (L50)
maupun panjang pertama kali matang seksual (Lm) untuk albakor di Samudera Hindia.
Hasil dari penghitungan didapatkan nilai L50 sebesar 97,3 cm. Apabila dibandingkan
dengan informasi nilai Lm yang ada maka Lc > Lm.
Secara keseluruhan, nilai L50 baik madidihang maupun albakor hasil tangkapan
rawai tuna di Bungus, Muara Baru, Palabuhanratu dan Cilacap masih lebih tinggi dari
nilai Lm. Asumsinya adalah ikan-ikan tersebut telah memijah sebelum tertangkap,
sehingga bisa dikatakan bahwa tekanan penangkapan belum tinggi. Namun demikian
diperlukan penelitian-penelitian lanjutan mengenai aspek-aspek biologi dari ikan tuna di
Samudera Hindia, mengingat data yang tersedia, terutama di perairan Indonesia masih
sangat kurang.
Berbagai jenis makanan yang ditemukan dalam lambung ikan tuna seperti ikan
layang, ikan-ikan karang, udang-udangan dan cacing menandakan bahwa ikan tuna
secara umum tidak selektif dalam memilih makanan, tidak mempunyai preferensi
viii
tertentu terhadap makanan dan hanya memakan apa yang tersedia di sekitarnya. Studi
mengenai pola makan tidak hanya dapat memberikan informasi mengenai aspek biologi
dasar dan perilaku ikan tapi juga merupakan bagian yang penting dalam memetakan
model ekosistem, dan informasi mengenai sebaran dan ukuran mangsa, komposisi
makanan dapat digunakan sebagai indikator ekosistem yang saling berhubungan satu
dengan yang lain sebagai pertanda perubahan dalam ekosistem.
Tuna mata besar dan madidihang yang didaratkan di pusat-pusat pendaratan ikan
di Bungus, Muara Baru dan Palabuhanratu menunjukkan hubungan allometrik negatif
dengan nilai b < 3 dimana pertambahan panjang ikan lebih cepat dibandingan
pertambahan beratnya. Pertumbuhan ikan di suatu perairan biasanya tidak sama. Hal ini
dikarenakan pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh faktor lingkungan antara lain ukuran
makanan yang dimakan, jumlah ikan di perairan tersebut, jenis makanan yang dimakan,
kondisi oseanografi perairan (suhu, oksigen dan lain-lain) dan kondisi ikan (umur,
keturunan dan genetik).
Rata-rata nilai GSI cakalang adalah 1,31 (0,35 – 2,59), tuna mata besar 0,49
(0,15 – 2,16) dan madidihang 0,67 (0,18 – 1,75). GSI akan semakin meningkat nilainya
dan akan mencapai batas maksimum pada saat akan terjadi pemijahan. Dari hasil
pengamatan dapat diketahui bahwa pertumbuhan ikan berhubungan erat dengan
persentase GSI. Ikan tumbuh semakin panjang maka persentasi GSI semakin tinggi.
Untuk mempertahankan agar populasi ikan tuna di perairan Samudera Hindia
tidak mengalami gangguan, diperlukan manajemen atau pengelolaan perikanan tuna
yang baik. Manajemen perikanan tuna yang dapat dilakukan sebaiknya mencakup
tujuan jangka pendek (terkait dengan penangkapan berlebih) dan tujuan jangka panjang
dalam program konservasi, sehingga kelangsungan sumberdaya dengan hasil tangkapan
yang optimal dapat tercapai. Beberapa hal yang perlu dilakukan agar kedua tujuan
tersebut dapat tercapai diantaranya adalah dengan menjadikan daerah penangkapan di
perairan ZEE Indonesia sebagai daerah tertutup bagi penangkapan untuk sementara
waktu tertentu agar sumberdaya tuna, khususnya tuna di daerah tersebut dapat pulih
kembali (renewable resources), membatasi produksi (kuota) atau jumlah tangkapan
yang diperbolehkan (JTB), membatasi upaya penangkapan dengan tidak menambah izin
dan sekaligus mengurangi jumlah kapal penangkap ikan di perairan tersebut,
pengawasan terhadap kapal-kapal, terutama kapal tuna longline yang melakukan Illegal,
Unregulated, Unreported (IUU) fishing di perairan ZEE Indonesia, dan melakukan
kerja sama dengan organisasi pengelolaan perikanan regional (Regional Fisheries
ix
Management Organization, RFMO) khususnya perikanan tuna di Samudera Hindia
yaitu Komisi Tuna Samudera Hindia (Indian Ocean Tuna Commission, IOTC) agar
Indonesia dapat berperan lebih aktif dalam mengelola perikanan tuna di Samudera
Hindia.
Penutupan daerah penangkapan sementara waktu di perairan ZEE Indonesia
ditujukan pada daerah yang diduga merupakan daerah pemijahan (spawning ground)
ikan tuna. Perlu penelitian yang mendalam untuk mengetahui daerah pemijahan ikan
besar di Samudera Hindia. Penelitian itu meliputi aspek penangkapan seperti
mengetahui daerah-daerah penangkapan ikan tuna di perairan Samudera Hindia dan
aspek biologi seperti tingkat kematangan gonad (TKG), ukuran pertama kali matang
gonad (length at first maturity) dan larva ikan tuna. Dengan diketahuinya tingkat
kematangan gonad dan ukuran pertama kali matang gonad ikan tuna di suatu daerah
penangkapan pada waktu tertentu, maka akan diketahui daerah dan musim pemijahan
(spawning season) dari ikan tuna. Penelitian ini dapat berhasil dengan baik jika
dilakukan secara berkesinambungan selama beberapa tahun dan dikerjakan bersama-
sama dengan negara-negara dan organisasi pengelolaan perikanan regional yang
bertanggung jawab terhadap kelestarian sumberdaya tuna di Samudera Hindia. Jika
penelitian ini berhasil, pemerintah Indonesia dan organisasi pengelolaan perikanan
regional di Samudera Hindia dapat membuat keputusan atau kebijakan mengenai kapan
dan daerah mana yang ditutup sementara waktu untuk penangkapan ikan tuna sehingga
kelestarian sumberdaya ikan tuna di perairan Samudera Hindia dapat terjaga.
x
ABSTRAK
Informasi perkembangan perikanan tangkap di wilayah perairan Samudera Hindia
sangat terbatas. Untuk mendapatkan gambaran yang konkret tentang hal ini serta
bagaimana dampak dan pola pengembangan selanjutnya serta status sumber daya ikan
di perairan Samudera Hindia perlu dilakukan penelitian yang berbasis pada aspek
perikanan tangkap. Stok sumberdaya ikan pelagis di perairan ini merupakan share stock
sehingga memerlukan bentuk pengelolaan yang spesifik baik untuk kepentingan lokal
maupun stok bersama tersebut. Pada beberapa eksploitasi perikanan terdapat
kecenderungan adanya pemanfaatan yang menjurus pada perusakan terhadap kualitas
sumberdaya dan lingkungan. Kajian stok sumberdaya ikan diperlukan untuk upaya
pengelolaan yang optimal dengan tetap mempertimbangkan kelestarian sumberdaya dan
lingkungan perairan. Melalui riset perikanan diharapkan dapat dihimpun basis data
untuk keperluan pengelolaan di wilayah perairan ini.
Kata kunci: Stok, sumberdaya perikanan, Samudera Hindia
ABSTRACT
The development of capture fisheries information the Indian Ocean area are very
limited. To get a better understanding regarding the impact, future development
patterns and the status of fish resources in the Indian Ocean, it is important to conduct
research on the aspect of fishing. Pelagic fish stock are known as share stock, it is
requires a better management from local and regional authority. In some fisheries
exploitation, there is a trend which leads to the destruction of resources and
environmental quality. Stock assessment of fish resources is required for optimal
management efforts with considering to the environmental sustainability. From this
research, it is expected to get database for the purposes of fisheries management in the
Indian Ocean.
Key words: stock, fisheries resources, Indian Ocean
xi
KATA PENGANTAR
Perkembangan pembangunan perikanan yang berlangsung demikian cepat
membutuhkan informasi mengenai sumberdaya dan lingkungan yang senantiasa terbaru.
Hal ini menjadi sangat penting mengingat upaya pengelolaan sumberdaya perikanan,
lingkungan serta pemanfaatanya memerlukan bukti-bukti ilmiah yang bersifat kekinian.
Dengan acuan informasi ilmiah yang pasti dan terbaru diharapkan dapat disusun pola
pengelolaan dan pemanfaatan yang mampu menjamin keberlanjutan usaha dari sumber
daya dan lingkungan itu sendiri. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut maka informasi
sumber daya dan lingkungan perikanan laut harus senantiasa diperbaharui (update)
secara periodik melalui riset dan kajian secara ilmiah.
Penelitian ini merupakan kegiatan penelitian Loka Penelitian Perikanan Tuna
Tahun Anggaran 2012. Penelitian tentang perikanan tuna dirasa penting karena tuna
merupakan salah satu dari 5 komoditas utama produk perikanan Indonesia selain rumput
laut, kerapu, udang, dan nila. Walaupun penelitian tentang tuna telah lama dilakukan
akan tetapi kajiannya belum menyeluruh dan masih banyak informasi – informasi yang
belum tersedia, oleh karena itu diperlukan penataan penelitian yang komprehensif dan
menyeluruh, dimulai oleh penelitian dasar yang komplit.
Hasil yang diharapkan dari penelitian ini adalah berupa data dan informasi
berkaitan dengan aspek-aspek perikanan tuna mulai dari aspek eksplorasi sampai aspek
biologi, sehingga akan dapat mengisi kekosongan-kekosongan data mengenai tuna di
Samudera Hindia. Dengan adanya basis data yang kuat kita akan dapat lebih
berkontribusi dalam penentuan – penentuan kebijakan sektor perikanan laut terutama
perikanan tuna dan dapat dijadikan dasar dalam mempertimbangkan pengembangan
usaha pemanfaatan serta langkah-langkah pengelolaan yang lebih rasional.
Denpasar, Desember 2012
Penyusun
xii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN.................................................................................... ii
RINGKASAN.......................................................................................................... iii
ABSTRAK.............................................................................................................. x
ABSTRACT............................................................................................................ x
KATA PENGANTAR............................................................................................. xi
DAFTAR ISI........................................................................................................... xii
DAFTAR TABEL................................................................................................... xiv
DAFTAR GAMBAR............................................................................................... xvi
DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................... xxvi
1. PENDAHULUAN............................................................................................. 1
2. TUJUAN............................................................................................................ 2
3. SASARAN........................................................................................................ 2
4. KELUARAN..................................................................................................... 2
5. PARAMETER YANG DIUKUR...................................................................... 3
6. METODOLOGI................................................................................................ 3
6.1 Pengumpulan Data..................................................................................... 3
6.2 Analisis Data............................................................................................. 3
6.3 Peralatan yang Digunakan......................................................................... 5
7. WAKTU DAN LOKASI................................................................................... 6
8. TELAAH HASIL-HASIL RISET TERKAIT SEBELUMNYA....................... 6
9. HASIL............................................................................................................... 9
9.1 SIBOLGA.................................................................................................. 9
9.2 BUNGUS................................................................................................... 22
9.3 MUARA BARU........................................................................................ 42
9.4 PALABUHAN RATU............................................................................... 59
9.5 CILACAP.................................................................................................. 89
9.6 PACITAN.................................................................................................. 126
9.7 SENDANG BIRU..................................................................................... 144
9.8 HISTOLOGI.............................................................................................. 164
10. PEMBAHASAN................................................................................................ 167
11. MASALAH, KENDALA DAN SARAN PEMECAHAN................................ 175
xiii
12. REKOMENDASI.............................................................................................. 176
13. MANFAAT DAN DAMPAK........................................................................... 177
13.1 Manfaat.................................................................................................... 177
13.2 Dampak.................................................................................................... 177
14. KESIMPULAN................................................................................................. 177
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................. 180
LAMPIRAN............................................................................................................. 186
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 9.1.1 Produksi perikanan PPN Sibolga dan tangkahan, 2009 – 2010.......... 10
Tabel 9.1.2 Jumlah armada perikanan yang berbasis di PPN Sibolga tahun
2012………………………………………………………………......
11
Tabel 9.2.1 Spesifikasi alat tangkap rawai tuna KM. KMU yang berbasis di PPS
Bungus……………………………………………………….............
28
Tabel 9.2.2 Spesifikasi beberapa armada rawai tuna yang berbasis di PPS
Bungus…………………………………………………………….....
31
Tabel 9.2.3 Spesifikasi armada pukat cincin yang berbasis di PPS Bungus……... 31
Tabel 9.2.4 Hubungan panjang-berat tuna mata besar (BET) dan madidihang
(YFT) yang didaratkan di PPS Bungus, Februari, April dan
September 2012……………………………………………………...
37
Tabel 9.3.1 Produksi ikan per alat tangkap di PPS Nizam Zachman, 2010……… 43
Tabel 9.3.2 Produksi perikanan PPS Nizam Zachman per bulan selama tahun
2010………………………………………………………………......
44
Tabel 9.3.3 Rekapitulasi data armada yang mendaratkan hasil tangkapannya di
PPS Nizam Zachman, 2006 – 2010.....................................................
45
Tabel 9.3.4 Spesifikasi salah satu armada rawai tuna yang berbasis di PPS
Nizam Zachman...................................................................................
46
Tabel 9.4.1 Spesifikasi alat tangkap rawai tuna yang berbasis di PPN
Palabuhanratu.......................................................................................
63
Tabel 9.4.2 Komposisi hasil tangkapan armada pancing tonda/pancing ulur yang
didaratkan di PPN Palabuhanratu, Agustus 2012……………………
73
Tabel 9.4.3 Panjang dan berat serta tingkat kematangan gonad cakalang hasil
tangkapan KM. CJ 5 yang didaratkan di PPN Palabuhanratu, Mei
2012…………………………………………………………………..
80
Tabel 9.4.4 Panjang dan berat serta jenis yuwana tuna hasil tangkapan KM. CJ 5
yang didaratkan di PPN Palabuhanratu, Mei 2012…………………..
81
Tabel 9.4.5 Panjang, berat dan jenis serta TKG yuwana tuna hasil tangkapan
KM. AMK ND 2 yang didaratkan di Palabuhanratu, Agustus 2012...
82
Tabel 9.5.1 Jumlah alat tangkap berdasarkan jenis alat tangkap tahun 2005 –
2010......................................................................................................
90
Tabel 9.5.2 Jumlah armada berdasarkan jenis alat tangkap tahun 2007 – 2011..... 91
xv
Tabel 9.5.3 Produksi perikanan laut menurut komoditi utama tahun 2009 –
2010......................................................................................................
91
Tabel 9.5.4 Produksi perikanan laut menurut komoditi utama tahun 2007 –
2011......................................................................................................
92
Tabel 9.5.5 Hasil tangkapan beberapa kapal rawai tuna yang dititipkan di KM.
BK 2.....................................................................................................
95
Tabel 9.5.6 Komposisi hasil tangkapan beberapa armada jaring insang,
September 2012……………………………………………………...
101
Tabel 9.5.7 Jenis kelamin dan komposisi isi lambung cakalang dan madidihang.. 105
Tabel 9.6.1 Perkembangan jumlah armada pukat cincin dan sekoci yang
berbasis di PPP Tamperan, 2008 – 2012...........................................
128
Tabel 9.6.2 Spesifikasi armada pukat cincin dan sekoci yang berbasis di PPP
Tamperan.............................................................................................
129
Tabel 9.6.3 Komposisi hasil tangkapan armada sekoci yang didaratkan di PPP
Tamperan, Juni 2012………………………………………………....
136
Tabel 9.7.1 Spesifikasi armada payang dan sekoci/tonda yang berbasis di PPP
Pondokdadap, Sendang Biru…………………………………………
145
Tabel 9.7.2 Perkembangan alat tangkap PPP Pondokdadap, Sendang Biru……... 146
Tabel 9.7.3 Produksi perikanan PPP Pondokdadap tahun 2010 – 2011…………. 146
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 9.1.1 Peta lokasi PPN Sibolga, Sumatera Utara……………………… 9
Gambar 9.1.2 Produksi cakalang, tongkol dan yuwana tuna hasil tangkapan
pukat cincin yang didaratkan di PPN Sibolga, Januari – Oktober
2011……………………………………………………………...
10
Gambar 9.1.3 Armada pukat cincin yang berbasis di PPN Sibolga..................... 12
Gambar 9.1.4 Aktivitas pendaratan ikan di salah satu tangkahan........................ 12
Gambar 9.1.5 Konstruksi pukat cincin nelayan PPN Sibolga………………….. 13
Gambar 9.1.6 Indeks Musim Penangkapan nelayan PPN Sibolga....................... 14
Gambar 9.1.7 Komposisi hasil tangkapan KM. SK yang didaratkan di PPN
Sibolga, April 2012………………………………………………
15
Gambar 9.1.8 Komposisi hasil tangkapan KM. RS yang didaratkan di PPN
Sibolga, April 2012……………………………………………....
15
Gambar 9.1.9 Sebaran panjang cakalang hasil tangkapan pukat cincin yang
didaratkan di PPN Sibolga, Maret – November 2012…………...
17
Gambar 9.1.10 Sebaran panjang yuwana tuna hasil tangkapan pukat cincin yang
didaratkan di PPN Sibolga, Maret – Juli 2012…………………...
18
Gambar 9.1.11 Sebaran panjang yuwana madidihang hasil tangkapan pukat
cincin yang didaratkan di PPN Sibolga, Agustus – November
2012……………………………………………………………...
19
Gambar 9.1.12 Sebaran panjang yuwana tuna mata besar hasil tangkapan pukat
cincin yang didaratkan di PPN Sibolga, Agustus – November
2012………………………………………………………………
19
Gambar 9.1.13 Sebaran panjang tongkol komo hasil tangkapan pukat cincin
yang didaratkan di PPN Sibolga, Maret, Juli – November 2012...
20
Gambar 9.1.14 Sebaran panjang tongkol krai hasil tangkapan pukat cincin yang
didaratkan di PPN Sibolga, September – November 2012………
21
Gambar 9.1.15 Panjang pertama kali tertangkap (Lc) cakalang hasil tangkapan
pukat cincin yang didaratkan di PPN Sibolga, 2012……………..
21
Gambar 9.1.16 Panjang pertama kali tertangkap (Lc) yuwana tuna hasil
tangkapan pukat cincin yang didaratkan di PPN Sibolga, 2012…
22
Gambar 9.2.1 Lokasi PPS Bungus, Padang.......................................................... 23
Gambar 9.2.2 Perkembangan produksi cakalang, madidihang, tuna mata besar
dan ikan tongkol di PPS Bungus periode 2006 – 2011…………..
24
Gambar 9.2.3 Produksi bulanan cakalang, madidihang, tuna mata besar dan
ikan tongkol di PPS Bungus tahun 2011………………………...
25
Gambar 9.2.4 Konstruksi jaring armada pukat cincin Sibolga yang berbasis di
PPS Bungus....................................................................................
25
Gambar 9.2.5 Posisi rumpon milik beberapa armada pukat cincin Sibolga yang
mendaratkan hasil tangkapannya di PPS Bungus………………..
26
Gambar 9.2.6 Konstruksi rumpon armada pukat cincin Sibolga yang berbasis
di PPS Bungus…………………………………………………...
27
Gambar 9.2.7 Spesifikasi alat tangkap rawai tuna yang digunakan oleh KM.
KMU yang berbasis di PPS Bungus……………………………..
28
Gambar 9.2.8 Daerah penangkapan armada rawai tuna yang berbasis di PPS
Bungus…………………………………………………………...
28
Gambar 9.2.9 Konstruksi pancing ulur tuna......................................................... 29
Gambar 9.2.10 Konstruksi pancing ulur galedong atau tempuyang....................... 30
xvii
Gambar 9.2.11 Konstruksi pancing ulur acuk........................................................ 30
Gambar 9.2.12 Indeks musim penangkapan cakalang (atas) dan tuna
(madidihang dan tuna mata besar) (bawah) di PPS Bungus……..
32
Gambar 9.2.13 Komposisi hasil tangkapan armada pukat cincin yang didaratkan
di PPS Bungus…………………………………………………...
32
Gambar 9.2.14 Komposisi hasil tangkapan armada rawai tuna yang didaratkan
di PPS Bungus……………………………………………………
33
Gambar 9.2.15 Sebaran panjang tuna mata besar (atas) dan madidihang (bawah)
hasil tangkapan KM. El dan KM. TJ di PPS Bungus, Februari
2012………………………………………………………………
34
Gambar 9.2.16 Sebaran panjang tuna mata besar (kiri) dan madidihang (kanan)
yang didaratkan oleh KM. MJ dan KM. AJ di PPS Bungus,
April 2012………………………………………………………..
34
Gambar 9.2.17 Sebaran panjang tuna mata besar (kiri) dan madidihang (kanan)
yang didaratkan oleh KM. KMU di PPS Bungus, Juni 2012…….
35
Gambar 9.2.18 Sebaran panjang cakalang (kiri) dan yuwana madidihang
(kanan) yang didaratkan oleh armada pukat cincin di PPS
Bungus, Juni 2012………………………………………………..
35
Gambar 9.2.19 Sebaran panjang tuna mata besar (kiri) dan madidihang (kanan)
yang didaratkan di PT. DA, PPS Bungus, September 2012……...
36
Gambar 9.2.20 Sebaran panjang tuna mata besar hasil tangkapan rawai tuna
yang didaratkan di PPS Bungus, Maret – Nopember 2012……...
38
Gambar 9.2.21 Sebaran panjang madidihang hasil tangkapan rawai tuna yang
didaratkan di PPS Bungus, Maret – Nopember 2012……………
39
Gambar 9.2.22 Sebaran panjang tuna mata besar (a) dan madidihang (b) hasil
tangkapan rawai tuna yang didaratkan di PPS Bungus, Maret –
Nopember 2012…………………………………………………..
40
Gambar 9.2.23 Sebaran berat tuna mata besar hasil tangkapan rawai tuna yang
didaratkan di PPS Bungus, Maret – Nopember 2012……………
40
Gambar 9.2.24 Sebaran berat madidihang hasil tangkapan rawai tuna yang
didaratkan di PPS Bungus, Maret – Nopember 2012……………
41
Gambar 9.2.25 Hubungan panjang-berat tuna mata besar (kiri) dan madidihang
(kanan) hasil tangkapan rawai tuna yang didaratkan di PPS
Bungus, Maret – Nopember 2012………………………………..
42
Gambar 9.3.1 Lokasi PPS Nizam Zachman Jakarta............................................. 43
Gambar 9.3.2 Armada rawai tuna (kiri) dan pukat cincin (kanan) yang berbasis
di PPS Nizam Zachman.................................................................
45
Gambar 9.3.3 Spesifikasi salah satu armada rawai tuna yang berbasis di PPS
Nizam Zachman.............................................................................
46
Gambar 9.3.4 Desain sederhana pukat cincin yang berbasis di PPS Nizam
Zachman.........................................................................................
47
Gambar 9.3.5 Aktivitas pendaratan hasil tangkapan armada rawai tuna (kiri)
dan pukat cincin (kanan) di PPS Nizam Zachman……………….
48
Gambar 9.3.6 Komposisi hasil tangkapan KM. LS yang didaratkan di PPS
Nizam Zachman, Februari 2012....................................................
49
Gambar 9.3.7 Komposisi hasil tangkapan KM. IJ 2 yang didaratkan di PPS
Nizam Zachman, Februari 2012....................................................
49
Gambar 9.3.8 Komposisi hasil tangkapan KM. An yang didaratkan di PPS
Nizam Zachman, Maret 2012…………………………………….
50
xviii
Gambar 9.3.9 Sebaran panjang tuna mata besar hasil tangkapan KM. An yang
didaratkan di PPS Nizam Zachman, Maret 2012………………...
50
Gambar 9.3.10 Sebaran panjang madidihang hasil tangkapan KM. An yang
didaratkan di PPS Nizam Zachman, Maret 2012………………...
50
Gambar 9.3.11 Komposisi hasil tangkapan 29 armada rawai tuna yang dibawa
oleh KM. SS dan didaratkan di PPS Nizam Zachman, Maret
2012………………………………………………………………
51
Gambar 9.3.12 Kisaran panjang madidihang yang didaratkan oleh KM. SS di
PPS Nizam Zachman, Maret 2012……………………………….
51
Gambar 9.3.13 Kisaran panjang tuna mata besar yang didaratkan oleh KM. SS
di PPS Nizam Zachman, Maret 2012…………………………….
52
Gambar 9.3.14 Komposisi hasil tangkapan KM. SM yang didaratkan di PPS
Nizam Zachman, Maret 2012…………………………………….
52
Gambar 9.3.15 Komposisi hasil tangkapan KM. BP yang didaratkan di PPS
Nizam Zachman, Maret 2012…………………………………….
53
Gambar 9.3.16 Sebaran panjang cakalang hasil tangkapan KM. BP yang
didaratkan di PPS Nizam Zachman, Maret 2012………………..
53
Gambar 9.3.17 Daerah penangkapan salah satu armada rawai tuna yang berbasis
di PPS Nizam Zachman, Desember 2012………………………..
54
Gambar 9.3.18 Hubungan panjang-berat tuna mata besar yang didaratkan di
PPS Nizam Zachman, Maret – November 2012…………………
55
Gambar 9.3.19 Hubungan panjang-berat madidihang yang didaratkan di PPS
Nizam Zachman, Maret – November 2012………………………
56
Gambar 9.3.20 Sebaran panjang tuna mata besar yang didaratkan di PPS Nizam
Zachman, Maret – November 2012……………………………...
57
Gambar 9.3.21 Sebaran panjang madidihang yang didaratkan di PPS Nizam
Zachman, Maret – November 2012………………………………
58
Gambar 9.3.22 Panjang kumulatif 50% (L50) tuna mata besar hasil tangkapan
rawai tuna yang didaratkan di PPS Nizam Zachman, Maret –
November 2012…………………………………………………..
59
Gambar 9.3.23 Panjang kumulatif 50% (L50) madidihang hasil tangkapan rawai
tuna yang didaratkan di PPS Nizam Zachman, Maret –
November 2012…………………………………………………..
59
Gambar 9.4.1 Lokasi PPN Palabuhanratu............................................................. 60
Gambar 9.4.2 Armada rawai tuna (kiri) dan pancing tonda/pancing ulur yang
berbasis di PPN Palabuhanratu (kanan)………………………….
61
Gambar 9.4.3 Produksi perikanan yang didaratkan di PPN Palabuhanratu, 1993
– 2011…………………………………………………………….
61
Gambar 9.4.4 Konstruksi alat tangkap rawai tuna yang berbasis di PPN
Palabuhanratu.................................................................................
62
Gambar 9.4.5 Konstruksi sederhana pancing ulur jerigen nelayan
Palabuhanratu…………………………………………………….
63
Gambar 9.4.6 Konstruksi sederhana pancing ulur layang-layang (atas), umpan
palsu (cumi-cumi) (kiri bawah) dan layang-layang (kanan
bawah) yang digunakan nelayan Palabuhanratu…………………
64
Gambar 9.4.7 Jenis-jenis pelampung rumpon yang digunakan oleh nelayan
Palabuhanratu…………………………………………………….
65
Gambar 9.4.8 Sebaran panjang madidihang yang didaratkan oleh KM. BU di
PPN Palabuhanratu, Maret 2012....................................................
66
xix
Gambar 9.4.9 Komposisi hasil tangkapan KM. PJ 36 yang didaratkan di PPN
Palabuhanratu, Mei 2012………………………………………...
66
Gambar 9.4.10 Sebaran panjang madidihang hasil tangkapan KM. PJ 36 yang
didaratkan di PPN Palabuhanratu, Mei 2012…………………….
67
Gambar 9.4.11 Sebaran panjang tuna mata besar hasil tangkapan KM. PJ 36
yang didaratkan di PPN Palabuhanratu, Mei 2012………………
67
Gambar 9.4.12 Komposisi hasil tangkapan yang didaratkan oleh KM. El di PPN
Palabuhanratu, Mei 2012...............................................................
68
Gambar 9.4.13 Komposisi hasil tangkapan KM. NMP II yang didaratkan di
PPN Palabuhanratu, Agustus 2012................................................
68
Gambar 9.4.14 Sebaran panjang madidihang dan tuna matabesar hasil
tangkapan KM. NMP II yang didaratkan di PPN Palabuhanratu,
Agustus 2012……………………………………………………..
69
Gambar 9.4.15 Komposisi hasil tangkapan KM. Ag 5 yang didaratkan di PPN
Palabuhanratu, Maret 2012............................................................
69
Gambar 9.4.16 Komposisi hasil tangkapan KM. Ag 6 yang didaratkan di PPN
Palabuhanratu, Maret 2012............................................................
70
Gambar 9.4.17 Sebaran panjang yuwana tuna hasil tangkapan KM. Ag 5 dan
KM. Ag 6 yang didaratkan di PPN Palabuhanratu, Maret 2012…
70
Gambar 9.4.18 Sebaran panjang cakalang hasil tangkapan KM. Ag 5 dan KM.
Ag 6 yang didaratkan di PPN Palabuhanratu, Maret 2012............
70
Gambar 9.4.19 Komposisi hasil tangkapan KM. Pk yang didaratkan di PPN
Palabuhanratu, Mei 2012...............................................................
71
Gambar 9.4.20 Sebaran panjang madidihang hasil tangkapan KM. Pk yang
didaratkan di PPN Palabuhanratu, Mei 2012…………………….
71
Gambar 9.4.21 Komposisi hasil tangkapan KM. CJ 5 yang didaratkan di PPN
Palabuhanratu, Mei 2012...............................................................
72
Gambar 9.4.22 Sebaran panjang yuwana tuna hasil tangkapan KM. CJ 5 yang
didaratkan di PPN Palabuhanratu, Mei 2012…………………….
72
Gambar 9.4.23 Sebaran panjang cakalang hasil tangkapan KM. CJ 5 yang
didaratkan di PPN Palabuhanratu, Mei 2012…………………….
72
Gambar 9.4.24 Sebaran panjang madidihang hasil tangkapan KM. Ag 1 yang
didaratkan di PPN Palabuhanratu, Agustus 2012………………..
73
Gambar 9.4.25 Sebaran panjang madidihang hasil tangkapan KM. D 02 yang
didaratkan di PPN Palabuhanratu, Agustus 2012………………..
74
Gambar 9.4.26 Sebaran panjang madidihang hasil tangkapan KM. K 3 yang
didaratkan di PPN Palabuhanratu, Agustus 2012………………..
74
Gambar 9.4.27 Sebaran panjang cakalang dan yuwana tuna hasil tangkapan
KM. TH 30 yang didaratkan di PPN Palabuhanratu, Agustus
2012……………………………………………………………...
74
Gambar 9.4.28 Sebaran panjang cakalang dan yuwana madidihang hasil
tangkapan KM. AMK ND 2 yang didaratkan di PPN
Palabuhanratu, Agustus 2012……………………………………
75
Gambar 9.4.29 Grafik IMP madidihang di PPN Palabuhanratu………………… 76
Gambar 9.4.30 Grafik IMP tuna mata besar di PPN Palabuhanratu……………... 76
Gambar 9.4.31 Grafik IMP albakora di PPN Palabuhanratu…………………….. 77
Gambar 9.4.32 Grafik IMP cakalang di PPN Palabuhanratu…………………….. 77
Gambar 9.4.33 Grafik IMP pelagis besar di Palabuhanratu……………………... 78
xx
Gambar 9.4.34 Komposisi makanan yuwana tuna hasil tangkapan armada
pancing tonda/pancing ulur yang didaratkan di PPN
Palabuhanratu.................................................................................
79
Gambar 9.4.35 Komposisi lambung cakalang (kiri) dan yuwana madidihang
(kanan) hasil tangkapan KM. AMK ND 2 yang didaratkan di
Palabuhanratu, Agustus 2012…………………………………….
79
Gambar 9.4.36 Komposisi isi lambung yuwana madidihang hasil tangkapan
KM. AMK ND 2 yang didaratkan di Palabuhanratu, Agustus
2012………………………………………………………………
79
Gambar 9.4.37 Tingkat Kematangan Gonad cakalang hasil tangkapan KM.
AMK ND 2 yang didaratkan di Palabuhanratu, Agustus 2012….
81
Gambar 9.4.38 Hubungan panjang berat madidihang hasil tangkapan KM. Pr
yang didaratkan di Palabuhanratu, Mei 2012…………………….
83
Gambar 9.4.39 Sebaran panjang madidihang hasil tangkapan rawai tuna yang
didaratkan di PPN Palabuhanratu, Januari – November 2012.......
84
Gambar 9.4.40 Sebaran panjang tuna mata besar hasil tangkapan rawai tuna
yang didaratkan di PPN Palabuhanratu, Januari – November
2012................................................................................................
85
Gambar 9.4.41 Sebaran panjang madidihang hasil tangkapan armada tonda yang
didaratkan di PPN Palabuhanratu, Januari – November 2012.......
86
Gambar 9.4.42 Sebaran panjang tuna mata besar hasil tangkapan armada tonda
yang didaratkan di PPN Palabuhanratu, Maret, Mei dan
November 2012..............................................................................
87
Gambar 9.4.43 Panjang komulatif (L50) madidihang hasil tangkapan armada
rawai tuna yang didaratkan di PPN Palabuhanratu, Januari –
November 2012…………………………………………………..
88
Gambar 9.4.44 Panjang komulatif (L50) tuna mata besar hasil tangkapan armada
rawai tuna yang didaratkan di PPN Palabuhanratu, Januari –
November 2012…………………………………………………..
88
Gambar 9.4.45 Panjang komulatif 50% (L50) madidihang hasil tangkapan
armada tonda yang didaratkan di PPN Palabuhanratu, Januari –
November 2012…………………………………………………..
88
Gambar 9.5.1 Lokasi PPS Cilacap……………………………………………… 89
Gambar 9.5.2 Armada rawai tuna (kiri) dan jaring insang yang berbasis di PPS
Cilacap (kanan)..............................................................................
90
Gambar 9.5.3 Konstruksi rawai tuna nelayan PPS Cilacap…………………….. 92
Gambar 9.5.4 Konstruksi jaring insang nelayan PPS Cilacap………………….. 93
Gambar 9.5.5 Aktivitas pendaratan hasil tangkapan armada rawai tuna di PPS
Cilacap…………………………………………………………...
94
Gambar 9.5.6 Komposisi hasil tangkapan KM. BK 2 yang didaratkan di PPS
Cilacap, Mei 2012..........................................................................
95
Gambar 9.5.7 Sebaran panjang madidihang hasil tangkapan KM. BK 2 yang
didaratkan di PPS Cilacap, Mei 2012……………………………
96
Gambar 9.5.8 Kisaran panjang tuna mata besar hasil tangkapan KM. BK 2
yang didaratkan di PPS Cilacap, Mei 2012………………………
96
Gambar 9.5.9 Sebaran panjang ikan pedang hasil tangkapan KM. BK 2 yang
didaratkan di PPS Cilacap, Mei 2012……………………………
97
Gambar 9.5.10 Komposisi hasil tangkapan KM. AJ yang didaratkan di PPS
Cilacap, Juli 2012..........................................................................
97
xxi
Gambar 9.5.11 Kisaran panjang albakora hasil tangkapan KM. AJ yang
didaratkan di PPS Cilacap, Juli 2012.............................................
98
Gambar 9.5.12 Kisaran panjang cakalang hasil tangkapan KM. AJ yang
didaratkan di PPS Cilacap, Juli 2012.............................................
98
Gambar 9.5.13 Komposisi hasil tangkapan KM. PN yang didaratkan di PPS
Cilacap, Mei 2012………………………………………………..
99
Gambar 9.5.14 Komposisi hasil tangkapan KM. S yang didaratkan di PPS
Cilacap, Mei 2012………………………………………………..
99
Gambar 9.5.15 Komposisi hasil tangkapan KM. S II yang didaratkan di PPS
Cilacap, Mei 2012……………………………………………….
99
Gambar 9.5.16 Komposisi hasil tangkapan KM. GB yang didaratkan di PPS
Cilacap, Mei 2012………………………………………………..
100
Gambar 9.5.17 Komposisi hasil tangkapan KM. LA yang didaratkan di PPS
Cilacap, Juli 2012...........................................................................
100
Gambar 9.5.18 Komposisi hasil tangkapan KM. ADM yang didaratkan di PPS
Cilacap, Juli 2012...................................................................
100
Gambar 9.5.19 Komposisi hasil tangkapan KM. MJ 5 yang didaratkan di PPS
Cilacap, Juli 2012...........................................................................
101
Gambar 9.5.20 Indeks Musim Penangkapan cakalang di PPS Cilacap………….. 103
Gambar 9.5.21 Indeks Musim Penangkapan yuwana tuna di PPS Cilacap……… 103
Gambar 9.5.22 Indeks Musim Penangkapan madidihang di PPS Cilacap............. 103
Gambar 9.5.23 Indeks Musim Penangkapan tuna mata besar di PPS Cilacap....... 104
Gambar 9.5.24 Indeks Musim Penangkapan albakora di PPS Cilacap................... 104
Gambar 9.5.25 Indeks Musim Penangkapan tuna sirip biru selatan di PPS
Cilacap...........................................................................................
104
Gambar 9.5.26 Persentase lambung cakalang…………………………………… 106
Gambar 9.5.27 Komposisi isi lambung cakalang………………………………... 106
Gambar 9.5.28 Komposisi isi lambung yuwana madidihang……………………. 107
Gambar 9.5.29 Komposisi isi lambung yuwana tuna mata besar........................... 107
Gambar 9.5.30 Persentase lambung cakalang hasil tangkapan KM. LA yang
didaratkan di PPS Cilacap, Juli 2012.............................................
108
Gambar 9.5.31 Persentase lambung madidihang hasil tangkapan KM. LA yang
didaratkan di PPS Cilacap, Juli 2012.............................................
108
Gambar 9.5.32 Komposisi isi lambung cakalang hasil tangkapan KM. LA yang
didaratkan di PPS Cilacap, Juli 2012............................................
108
Gambar 9.5.33 Komposisi isi lambung madidihang hasil tangkapan KM. LA
yang didaratkan di PPS Cilacap, Juli 2012....................................
109
Gambar 9.5.34 Komposisi isi lambung tuna mata besar hasil tangkapan KM. LA
yang didaratkan di PPS Cilacap, Juli 2012………………………
109
Gambar 9.5.35 TKG cakalang hasil tangkapan jaring insang yang didaratkan di
PPS Cilacap, Mei 2012…………………………………………..
109
Gambar 9.5.36 TKG cakalang hasil tangkapan jaring insang yang didaratkan di
PPS Cilacap, Juli 2012…………………………………………...
110
Gambar 9.5.37 Sebaran panjang tuna mata besar hasil tangkapan rawai tuna
yang didaratkan di PPS Cilacap, Januari – November 2012……..
111
Gambar 9.5.38 Sebaran panjang tuna mata besar hasil tangkapan jaring insang
yang didaratkan di PPS Cilacap, Juli – November 2012………...
112
Gambar 9.5.39 Sebaran panjang madidihang hasil tangkapan jaring insang yang
didaratkan di PPS Cilacap, Juli – November 2012………………
113
xxii
Gambar 9.5.40
Sebaran panjang ikan pedang hasil tangkapan rawai tuna yang
didaratkan di PPS Cilacap, Maret – November 2012……………
114
Gambar 9.5.41 Sebaran panjang ikan pedang hasil tangkapan jaring insang yang
didaratkan di PPS Cilacap, Juli – Oktober 2012…………………
114
Gambar 9.5.42 Sebaran panjang albakora hasil tangkapan rawai tuna yang
didaratkan di PPS Cilacap, Januari – November 2012…………..
115
Gambar 9.5.43 Sebaran panjang tuna sirip biru selatan hasil tangkapan rawai
tuna yang didaratkan di PPS Cilacap, Februari – Maret dan
November 2012…………………………………………………..
116
Gambar 9.5.44 Sebaran panjang cakalang hasil tangkapan rawai tuna yang
didaratkan di PPS Cilacap, Maret – Oktober 2012………………
117
Gambar 9.5.45 Sebaran panjang cakalang hasil tangkapan jaring insang yang
didaratkan di PPS Cilacap, Juni – Oktober 2012………………...
118
Gambar 9.5.46 Sebaran panjang marlin putih hasil tangkapan rawai tuna yang
didaratkan di PPS Cilacap, Mei – Juli 2012……………………
118
Gambar 9.5.47 Sebaran panjang marlin putih hasil tangkapan jaring insang yang
didaratkan di PPS Cilacap, Juni – Oktober 2012………………..
119
Gambar 9.5.48 Sebaran panjang marlin hitam hasil tangkapan rawai tuna yang
didaratkan di PPS Cilacap, Mei – Juli dan November 2012……..
119
Gambar 9.5.49 Sebaran panjang marlin hitam hasil tangkapan jaring insang
yang didaratkan di PPS Cilacap, Juni – November 2012………..
120
Gambar 9.5.50 Sebaran panjang hiu selendang hasil tangkapan rawai tuna yang
didaratkan di PPS Cilacap, Mei 2012……………………………
121
Gambar 9.5.51 Sebaran panjang ikan opah hasil tangkapan rawai tuna yang
didaratkan di PPS Cilacap, Mei – Juli 2012……………………..
121
Gambar 9.5.52 Sebaran panjang ikan setan coklat abu-abu hasil tangkapan
rawai tuna yang didaratkan di PPS Cilacap, Maret – November
2012………………………………………………………………
122
Gambar 9.5.53 Sebaran panjang ikan setan sisik duri hasil tangkapan rawai tuna
yang didaratkan di PPS Cilacap, Mei 2012………………………
123
Gambar 9.5.54 Sebaran panjang layaran hasil tangkapan rawai tuna yang
didaratkan di PPS Cilacap, September 2012…………………….
123
Gambar 9.5.55 Sebaran panjang layaran hasil tangkapan jaring insang yang
didaratkan di PPS Cilacap, Juni – November 2012……………...
123
Gambar 9.5.56 Sebaran panjang ikan todak hasil tangkapan jaring insang yang
didaratkan di PPS Cilacap, Agustus dan Oktober 2012…………
124
Gambar 9.5.57 Ukuran pertama kali tertangkap tuna mata besar hasil tangkapan
rawai tuna yang didaratkan di PPS Cilacap, Januari – November
2012………………………………………………………………
124
Gambar 9.5.58 Ukuran pertama kali tertangkap ikan pedang hasil tangkapan
rawai tuna yang didaratkan di PPS Cilacap, Maret – November
2012………………………………………………………………
125
Gambar 9.5.59 Ukuran pertama kali tertangkap albakora hasil tangkapan rawai
tuna yang didaratkan di PPS Cilacap, Januari – November 2012..
125
Gambar 9.5.60 Ukuran pertama kali tertangkap cakalang hasil tangkapan rawai
tuna yang didaratkan di PPS Cilacap, Maret – November 2012…
125
Gambar 9.6.1 Lokasi PPP Pacitan, Tamperan, Jawa Timur……………………. 126
Gambar 9.6.2 Produksi tuna, yuwana tuna dan cakalang yang didaratkan di
PPP Tamperan, 2009 – 2011..........................................................
127
xxiii
Gambar 9.6.3 Armada pukat cincin (kiri) dan sekoci (kanan) yang berbasis di
PPP Tamperan……………………………………………………
128
Gambar 9.6.4 Konstruksi jaring pukat cincin yang berbasis di PPP Tamperan... 130
Gambar 9.6.5 Konstruksi pancing jerigen armada sekoci yang berbasis di PPP
Tamperan………………………………………………………...
130
Gambar 9.6.6 Konstruksi pancing batu armada sekoci yang berbasis di PPP
Tamperan………………………………………………………...
131
Gambar 9.6.7 Konstruksi pancing layang-layang armada sekoci yang berbasis
di PPP Tamperan…………………………………………………
131
Gambar 9.6.8 Konstruksi pancing coping armada sekoci yang berbasis di PPP
Tamperan………………………………………………………...
132
Gambar 9.6.9 Konstruksi pancing tonda armada sekoci yang berbasis di PPP
Tamperan........................................................................................
133
Gambar 9.6.10 Konstruksi rumpon armada pukat cincin yang berbasis di PPP
Tamperan………………………………………………………...
134
Gambar 9.6.11 Komposisi hasil tangkapan KM. SJ 03 yang didaratkan di PPP
Tamperan, Juni 2012……………………………………………..
134
Gambar 9.6.12 Komposisi hasil tangkapan KM. R 02 yang didaratkan di PPP
Tamperan, Juni 2012……………………………………………..
135
Gambar 9.6.13 Komposisi hasil tangkapan KM. M 01 yang didaratkan di PPP
Tamperan, April 2012....................................................................
135
Gambar 9.6.14 Jenis makanan cakalang hasil tangkapan pukat cincin yang
tertangkap di perairan Samudera Hindia, April 2012....................
137
Gambar 9.6.15 Tingkat Kematangan Gonad cakalang hasil tangkapan pukat
cincin yang tertangkap di perairan Samudera Hindia, April 2012.
137
Gambar 9.6.16 Hubungan panjang-berat cakalang hasil tangkapan armada
sekoci yang didaratkan di PPP Tamperan, 2012…………………
138
Gambar 9.6.17 Hubungan panjang-berat yuwana tuna hasil tangkapan armada
sekoci yang didaratkan di PPP Tamperan, 2012…………………
138
Gambar 9.6.18 Hubungan panjang-berat madidihang hasil tangkapan armada
sekoci yang didaratkan di PPP Tamperan, 2012…………………
138
Gambar 9.6.19 Sebaran panjang cakalang hasil tangkapan armada sekoci yang
didaratkan di PPP Tamperan, Mei – Nopember 2012…………...
140
Gambar 9.6.20 Sebaran panjang yuwana tuna hasil tangkapan armada sekoci
yang didaratkan di PPP Tamperan, Mei – Nopember 2012……...
141
Gambar 9.6.21 Sebaran panjang madidihang hasil tangkapan armada sekoci
yang didaratkan di PPP Tamperan, Mei – Nopember 2012……...
142
Gambar 9.6.22 Panjang pertama kali tertangkap (Lc) cakalang hasil tangkapan
armada sekociyang didaratkan di PPP Tamperan, 2012…………
143
Gambar 9.6.23 Panjang pertama kali tertangkap (Lc) yuwana tuna hasil
tangkapan armada sekoci yang didaratkan di PPP Tamperan,
2012………………………………………………………….......
143
Gambar 9.6.24 Panjang pertama kali tertangkap (Lc) madidihang hasil
tangkapan armada sekoci yang didaratkan di PPP Tamperan,
2012………………………………………………………………
143
Gambar 9.7.1 Lokasi PPP Pondokdadap, Sendang Biru……………………….. 144
Gambar 9.7.2 Armada tonda/sekoci nelayan PPP Pondokdadap, Sendang Biru.. 145
Gambar 9.7.3 Pancing jerigen yang digunakan oleh nelayan Sendang Biru…… 147
Gambar 9.7.4 Pancing layang-layang yang digunakan oleh nelayan Sendang
Biru……………………………………………………………….
147
xxiv
Gambar 9.7.5 Konstruksi pancing batu yang digunakan nelayan Sendang Biru.. 148
Gambar 9.7.6 Pancing copping yang digunakan nelayan Sendang Biru……….. 148
Gambar 9.7.7 Pancing rentak yang digunakan nelayan Sendang Biru…………. 149
Gambar 9.7.8 Desain pancing ancet nelayan Sendang Biru……………………. 150
Gambar 9.7.9 Pancing tonda panjang yang digunakan nelayan Sendang Biru… 150
Gambar 9.7.10 Desain payang nelayan Sendang Biru…………………………… 151
Gambar 9.7.11 Posisi rumpon nelayan Pondokdadap, Sendang Biru…………… 152
Gambar 9.7.12 Rumpon yang digunakan oleh nelayan Sendang Biru................... 152
Gambar 9.7.13 Komposisi hasil tangkapan KM. MB 01 yang didaratkan di PPP
Pondokdadap, Juni 2012................................................................
153
Gambar 9.7.14 Kisaran panjang (kiri) dan berat (kanan) madidihang hasil
tangkapan KM. MB 01 yang didaratkan di PPP Pondokdadap,
Juni 2012........................................................................................
153
Gambar 9.7.15 Kisaran panjang yuwana madidihang hasil tangkapan KM. MB
01 yang didaratkan di PPP Pondokdadap, Juni 2012....................
154
Gambar 9.7.16 Kisaran panjang cakalang hasil tangkapan KM. MB 01 yang
didaratkan di PPP Pondokdadap, Juni 2012..................................
154
Gambar 9.7.17 Komposisi hasil tangkapan KM. T 04 yang didaratkan di PPP
Pondokdadap, Juni 2012................................................................
155
Gambar 9.7.18 Kisaran panjang (kiri) dan berat (kanan) madidihang hasil
tangkapan KM. T 04 yang didaratkan di PPP Pondokdadap, Juni
2012................................................................................................
155
Gambar 9.7.19 Kisaran panjang cakalang dan yuwana tuna hasil tangkapan KM.
T 04 yang didaratkan di PPP Pondokdadap, Juni 2012.................
155
Gambar 9.7.20 Komposisi hasil tangkapan KM. BJ 02 yang didaratkan di PPP
Pondokdadap, Juni 2012................................................................
156
Gambar 9.7.21 Kisaran panjang (kiri) dan berat (kanan) madidihang hasil
tangkapan.KM. BJ 02 yang didaratkan di PPP Pondokdadap,
Juni 2012........................................................................................
156
Gambar 9.7.22 Komposisi hasil tangkapan KM. XL yang didaratkan di PPP
Pondokdadap, Juni 2012................................................................
157
Gambar 9.7.23 Kisaran panjang madidihang dan albakora hasil tangkapan KM.
XL yang didaratkan di PPP Pondokdadap, Juni 2012...................
157
Gambar 9.7.24 Kisaran panjang cakalang hasil tangkapan KM. XL yang
didaratkan di PPP Pondokdadap, Juni 2012..................................
157
Gambar 9.7.25 Komposisi hasil tangkapan KM. RM 02 yang didaratkan di PPP
Pondokdadap, Juni 2012................................................................
158
Gambar 9.7.26 Komposisi hasil tangkapan KM. A yang didaratkan di PPP
Pondokdadap, Juni 2012................................................................
158
Gambar 9.7.27 Kisaran panjang madidihang, albakora dan tuna mata besar hasil
tangkapan KM. A yang didaratkan di PPP Pondokdadap, Juni
2012................................................................................................
158
Gambar 9.7.28 Komposisi jenis makanan cakalang yang didaratkan di PPP
Pondokdadap, April 2012………………………………………..
159
Gambar 9.7.29 TKG cakalang betina (kiri) dan jantan (kanan)…………………. 160
Gambar 9.7.30 Sebaran panjang madidihang hasil tangkapan pancing ulur yang
didaratkan di PPP Pondokdadap, April – November 2012………
161
Gambar 9.7.31 Sebaran panjang yuwana madidihang hasil tangkapan pancing
ulur yang didaratkan di PPP Pondokdadap, Februari - September
2012………………………………………………………………
161
xxv
Gambar 9.7.32 Sebaran panjang cakalang hasil tangkapan pancing ulur yang
didaratkan di PPP Pondokdadap, Februari – September 2012…..
162
Gambar 9.7.33 Sebaran panjang Lemadang hasil tangkapan pancing ulur yang
didaratkan di PPP Pondokdadap, Februari – Maret 2012………
162
Gambar 9.7.34 Sebaran panjang ikan tongkol kawa-kawa hasil tangkapan
armada payang yang didaratkan di PPP Pondokdadap, Februari
2012………………………………………………………………
163
Gambar 9.7.35 Hubungan panjang-berat madidihang hasil tangkapan armada
sekoci/tonda yang didaratkan di PPP Pondokdadap, 2012………
163
Gambar 9.7.36 Panjang kumulatif 50% (L50) atau ukuran pertama kali
tertangkap madidihang hasil tangkapan pancing ulur yang
didaratkan di PPP Pondokdadap, 2012…………………………..
164
Gambar 9.8.1 Sebaran ukuran panjang cakalang, tuna mata besar dan
madidihang yang dijadikan sampel histologi.................................
165
Gambar 9.8.2 Prosentase TKG (kiri) dan sebaran panjang TKG (kanan)
cakalang hasil pengamatan histologi.............................................
165
Gambar 9.8.3 Prosentase TKG (kiri) dan sebaran panjang TKG (kanan) tuna
mata besar hasil pengamatan histologi..........................................
166
Gambar 9.8.4 Prosentase TKG (kiri) dan sebaran panjang TKG (kanan)
madidihang hasil pengamatan histologi........................................
166
Gambar 9.8.5 Nilai GSI cakalang (kiri), tuna mata besar (kanan) dan
madidihang (bawah) dari perairan Samudera Hindia....................
167
xxvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Dokumentasi kegiatan penelitian................................................ 187
Lampiran 2 Pengamatan isi lambung dan identifikasi yuwana tuna.............. 191
Lampiran 3 Hasil pengamatan biologi madidihang........................................ 192
Lampiran 4 Hasil pengamatan histologi tuna mata besar............................... 193
Lampiran 5 Hasil pengamatan histologi cakalang.......................................... 194
Lampiran 6 Perhitungan ukuran pertama kali matang gonad cakalang
berdasarkan metode Spearman-Karber.......................................
195
Lampiran 7 Perhitungan ukuran pertama kali matang gonad tuna mata
besar berdasarkan metode Spearman-Karber..............................
196
Lampiran 8 Lampiran 8. Perhitungan ukuran pertama kali matang gonad
madidihang berdasarkan metode Spearman-Karber…………...
197
top related