sejarah jaringan islam liberal sebagai organisasi era
Post on 16-Oct-2021
21 Views
Preview:
TRANSCRIPT
Sejarah Jaringan Islam Liberal sebagai Organisasi era Reformasi
(2005-2006)
Nadya Karima Melati dan Agus Setiawan
Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Kampus Depok, Jawa Barat, 16424 Indonesia
Email: nadyazurakarima@gmail.com dan agus.setiawan62@ui.ac.id
Abstrak
Jaringan Islam Liberal adalah salah satu dari banyak organisasi Islam yang didirikan pada era reformasi. JIL, singkatannya, adalah gerakan dan organisasi yang mengorganisir ide-ide tentang Islam Liberal. Tulisan para aktivis JIL menghiasi surat kabar ternama seperti Tempo, Kompas, Jawa Pos, dan The Jakarta Post. Pemikiran Islam Liberal yang diusung JIL menimbulkan banyak kontroversi sepanjang tahun aktif mereka 2001-2005. Penelitian ini ditujukan untuk melihat bagaimana terbentuknya Jaringan Islam Liberal sebagai gerakan dan sepak terjangnya sebagai organisasi yang dimulai sejak berdirinya di tahun 2001 hingga mati suri di tahun 2007 akibat keluarnya Fatwa MUI (Majelis Ulama Indonesia) yang melarang Liberalisme, Sekularisme, dan Pluralisme. Penelitian ini mengunakan metode sejarah, yakni heuristik, kritik, intepretasi dan historiografi. Sumber-sumber yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari wawancara dan sumber literatur seperti buku dan surat kabar sejaman. Jaringan Islam Liberal menjadi pioneer dalam penggunaan dunia virtual sebagai wadah untuk berdiskusi (milis) dan berdakwah (web) tentang keislaman pertama kali di Indonesia. Dan sebagai organisasi politik, JIL berasal dari konflik kepentingan pada masa transisi pergantian pemerintahan dari Orde Baru ke reformasi. Kegiatan JIL terus berkurang setelah tahun 2007 dan JIL berakhir sebagai cap negatif terhadap pemikiran Islam non-maintream di Indonesia.
Kata kunci: Islam, Liberal, LSM, Organisasi, Reformasi
History of Jaringan Islam Liberal as Islamic Organization in Reform Era (2005-2006)
Abstract
Jaringan Islam Liberal is one of many organization that established on Indonesia reform era. Well known with its acronym, JIL, was a movement which organized Liberal Islamic thought ideas. It was very popular because the activists’s writings whom adorned on newspapers such as Tempo, Kompas, Jawa Pos, and The Jakarta Post during 2001-2005 and their thought gave many controversies. This research examines how Jaringan Islam Liberal was build as a movement and organization until they apparently death in 2007 because of MUI’s Fatwa (Majelis Ulama Indonesia) that banned secularism, pluralism, and liberalism in 2005. This research using historical method: heuristic, critics, intepretation, and historiography. Every resource was taken from interviews and literature from organization’s manuscript, books, and related newspapers. JIL was a pioneer of using a virtual media as a media to discuss (milis) and preach (web) about Islamic thought in Indonesia. As an political organization, JIL was built from the conflict of intrest in Indonesia’s shifting power from Orde Baru to reformation era. JIL’s activities was decreasing since 2005 and ended as negative label dor Indonesian non mainstream Islamic Thought.
Keywords: Islam, Liberal, NGO, Organization, Reform
Sejarah Jaringan ..., Nadya Karima Melati, FIB UI, 2016
Pendahuluan
Jaringan Islam Liberal atau lebih dikenal sebagai JIL, adalah gerakan pemikiran yang
kemudian berubah menjadi sebuah organisasi di tahun 2005. Nama JIL telah dikenal sebagai
gerakan pemikiran sejak tahun 2001 yakni setelah dibuatnya mailing list1
islamliberal@yahoogroups.com pada tanggal 8 Maret 2001 oleh Luthfi Assyaukanie.
Tanggal pembuatan milis2 tersebut menjadi awal penanda munculnya Jaringan Islam Liberal
sebagai sebuah gerakan yang terorganisir.
JIL kemudian berfokus menjadi organisasi sosial membahas keislaman dan menyebarkan
ide-ide tentang Islam Liberal. JIL mengisi kolom khusus ‘Kajian’ di Jawa Pos terhitung sejak
tanggal 25 Juni 2001 dan menghiasi surat kabar sepanjang tahun hingga 2007. Selain Jawa
Pos, Islam Liberal juga aktif menulis di Tempo, Kompas, dan The Jakarta Post untuk
menyebarkan gagasan Islam Liberal-nya3. Tidak hanya itu, JIL juga menyiarkan langsung
dialog interaktif dengan pemikir-pemikir muslim yang memiliki gagasan inklusif setiap kamis
sore melalui siaran Radio 68H beserta 40 jaringannya di seluruh Indonesia. JIL memaparkan
hasil diskusi melalui wesbitenya yaitu www.islamlib.com dan menggunakan mailing list
sebagai sarana untuk menyebarkan informasi terkait kegiatan JIL lainnya. JIL diprakarsai oleh
mantan aktivis HMI (Himpunan Mahasiswa Islam), Aktivis dari Lakpesdam NU (Lembaga
Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia Nahdlatul Ulama), dan dosen dari
Universitas Paramadina yang kemudian bergabung di Institute Studi Arus Informasi (ISAI)4.
Jaringan Islam Liberal diharapkan menjadi wadah diskusi tentang Islam yang mampu
membuka penafsiran baru dengan mengorganisir pemikiran-pemikiran Islam oleh para
intelektual muda Indonesia.5 Jaringan Islam Liberal juga adalah organisasi pertama yang
secara terang-terangan menggunakan istilah Islam Liberal sebagai nama organisasi. JIL
1Mailing List atau dalam istilah internet disebut Milis adalah grup diskusi di internet dimana semua orang bisa berpartisipasi. Mailing List juga bisa dianggap sebagai sebuah daftar alamat surat elektronik yang mempunyai kesukaan/kepentingan yang sama. 2 Mailing list adalah teknologi diskusi popular melalui jaringan email. Kemunculan mailing list merupakan bagian dari fenomena hipermodern komputerisasi dan email. Mailing list digunakan sebagai wadah bagi kaum muda terdidik karena menarik, berbobot, berpengaruh. Pengguna mailing list terutama dari generasi muda pengguna komputer yang tidak takut dengan dunia modern dan bisa ikut dalam wacana Islam Liberal. 3 Ihsan Maulana, Pola Hubungan Islam dan negara dalam pemikiran jaringan islam liberal, (Skripsi, FISIP UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2007) Hlm. 73. 4 “Perlawanan Islam Liberal”, 8 Desember 2001 - Majalah Gatra, hlm. 29-30. 5 Wawancara pribadi dengan Nong Darol Mahmada 4 April 2015
Sejarah Jaringan ..., Nadya Karima Melati, FIB UI, 2016
sebagai gerakan disemai terlebih dahulu dalam Komunitas Utan Kayu yang didirikan oleh
Goenawan Muhamad.6 Setelah dibredelnya Tempo pada 1994, Goenawan Muhammad
membeli sebidang tanah di kawasan Utan Kayu dan menjadikan lokasi tersebut sebagai
markas perlawanan terhadap Orde Baru. Berbagai organisasi dibawah program The Asia
Foundation seperti Institute Studi Arus Informasi, Tempo Interaktif, Radio 68H, dan Kantor
Jurnal Kalam menempati kantor di lokasi tersebut.
Tahun 2001-2007 adalah tahun dimana JIL sebagai gerakan dan organisasi mewarnai
diskursus pemikiran Islam Indonesia melalui pro-kontranya. Islam Liberal sebagai wadah
diskusi berdiri di tahun 2001 dan menjadi lebih terorganisir sebagai gerakan di tahun 2002
hingga 2005. Di tahun 2005 Jaringan Islam Liberal berubah status menjadi Yayasan agar
lebih mudah dalam mengurus funding dan perizinan.7 Sayangnya, di tahun yang sama MUI
(Majelis Ulama Indonesia) mengeluarkan fatwa pelarangan liberalisme, sekularisme, dan
pluralisme. Dampak fatwa tersebut membuat JIL harus berganti nama menjadi Repro
(Religious Reform Project) di tahun 2006-2007. Dan pada 2007, peranan JIL semakin surut
seiring dengan berkurangnya donor dan para pendiri serta aktivis JIL mulai meninggalkan
kepengurusan JIL
Kemunculan Pemikiran Islam Liberal di Indonesia
Pemikiran tentang Islam Liberal jika dirujuk secara genealogi diperkirakan berasal
dari tradisi intelektual Islam dan tidak sepenuhnya menjiplak filsafat barat.8 Islam Liberal
hadir dalam berbagai bentuk dan salah satu pemikiran tentang Islam Liberal dirumuskan oleh
Charles Kruzman dalam bukunya Wancana Islam Liberal (2001) yakni; (1). Liberal Syariah,
(2). Silent Syariah (3). Intepreted Liberal. Sedangkan untuk pemikiran Islam Liberal
Indonesia dianggap perkembangan lebih lanjut dari Pemikiran Neo-Modernisme9 Islam yang
diusung oleh Muhammad Abduh. Hal ini dikemukakan oleh Greg Barton dalam The
Emergence of No-Modernism; A Progressive, Liberal Movement of Islamic Thought in
Indonesia (A Textual Study Examining the Writing of Nurcholis Majid, Djohan Effendi,
6 Janet Steele, Mars Within: Pergulatan Tempo Sejak Jaman Orde Baru, Jakarta: Dian Rakyat, 2007, hlm.xxv 7 Wawancara pribadi dengan Nong Darol Mahmada, 30 Oktober 2015. 8 Kruzman, Kruzman (Ed), Op Cit, hlm. 6. 9Islam Neo-Modernis adalah paham modernism baru yang digunakan untuk memberi identitas baru pada kecenderungan pemikiran Islam yang muncul sejak beberapa dekade terakhir sebagai sintesis antara pola pemikiran tradisionalime dan modernisme. Neo-modernisme merupakan tipologi pemikiran Islam yang memiliki asumsi dasar bahwa Islam harus dilibatkan dalam pergulatan modernism dengan catatan, tanpa harus meninggalkan tradisi lama yang sudah mapan. Dengan cara, memelihara tradisi lama yang baik dan mengambil hal-hal yang baru yang lebih baik. Lihat Ahmad Amir Aziz, Neo Modernisme Islam di Indonesia, 1999, Jakarta: Rineka Cipta hal 12
Sejarah Jaringan ..., Nadya Karima Melati, FIB UI, 2016
Abdurahman Wahid and Ahmad Wahib 1968-1990). Greg Barton pula yang pertama kali
menyebut jenis pemikiran Islam Neo-Modernesime sebagai awalan dari Pemikiran Islam
Liberal Indonesia.10 Terminologi Islam Liberal Greg Barton merujuk pada pada Neo-
Modernisme yang dikembangkan oleh Nurcholis Majid dan Ahmad Syafii Maarif. Kelompok
Islam Liberal Indonesia dianggap sebagai gerakan lebih lanjut dari Kelompok Islam
Moderat11.
Sedangkan untuk pemikiran Islam Liberal dari Jaringan Islam Liberal, Ulil Abshar
Abdala, sebagai salah satu pendiri JIL menyatakan bahwa pemikiran JIL merupakan garis
lurus dari teologi Islam Muta’zillah12 yang berakar pada tradisi berpikir rasional. Berdasarkan
dasar pemikiran yang disandarkan pada isu kontemporer pada masa kini, pembaharuan Islam
yang disusung kelompok Jaringan Islam Liberal membawa empat isu utama yaitu; (1).
Dekontruksi dan Pemaknaan Baru Al Quran, (2). Islam Pluralis dan anti Radikalisme, (3).
Sekularisasi Politik dan Agama, (4). Memposisikan Perempuan di ruang Publik.
Liberalisasi Islam sebagai gagasan mendapat ruang setelah hadirnya generasi pemikir
Islam yang menafsirkan dan menginterpretasikan Islam sepanjang tahun 1980-1990. Para
pemikir tersebut diantaranya adalah Nurcholis Madjid, Abdurahman Wahid, dan Ahmad
Wahib. Mereka adalah para promotor awal yang mendekonstruksi hubungan manusia dengan
agama, dan Islam dengan Negara. Hubungan antara titik temu Islam dan Liberalisme dibahas
dalam buku Islam dan Liberalisme yang ditulis oleh Budhy Munawar-Rachman. Buku
tersebut menggolongkan pemikir Islam Liberal yang dimulai dari generasi pertama yaitu
Nurcholis Madjid, Djohan Effendi, Ahmad Wahib, dan Abdurahman Wahid yang dianggap
dan awal sebagai pemikir gagasan Islam Liberal Indonesia. Generasi kedua intelektual Islam
Liberal diwakilkan oleh Azyumardi Azra, Komaruddin Hidayat, Amin Abdullah, Bakhtiar
Effendi, Moeslim Abdurahman dan Munir Mulkhan. Para intelektual ini kemudian
mendorong kaum muda Muhammadiyah dan NU untuk bergerak dalam aktivitas
intelektualismenya.13
10 Budhy Munawar-Rachman, Islam dan Liberalisme, Jakarta: Friedrich Naumann Stiftung, 2011, hlm. 12. 11 Neng Dara Affiah, “Gerakan Perempuan Muslim Progresif di Indonesia sebagai Gerakan Sosial Baru: Studi Kasus Organisasi-Organisasi di Jawa tahun1990-2010”, Disertasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Indonesia, Depok, 2014 hlm. 34 . 12Pemikiran Aliran Islam Rasional atau aliranTeologi Mu’tazillah telah ada dan masuk dalam institusi sebagai awal masa pembaruan Islam di Ciputat (IAIN). Menurut Budhy Munawar-Rachman pemikiran Islam Mu’tazilah atau Islam Rasional pertama kali dipopulerkan di Indonesia oleh Harun Nasution dan Djohan Effendi. Lihat Budhy Munawar-Rachman, “Dari Tahapan Moral ke Periode Sejarah: Pemikiran Neo-Modernisme Islam di Indonesia” dalam Dekonstruksi Islam Mahzab Ciputat, Bandung: Zaman Wacana Mulya, 1999, hlm. 105-111. 13 Budhy Munawar-Rachman, Op Cit, Hal. 60.
Sejarah Jaringan ..., Nadya Karima Melati, FIB UI, 2016
Kemunculan para pemikir Islam generasi baru juga tidak bisa dilepaskan dari faktor
kemunculan kelompok Islam hasil dari kebijakan Surat Keputusan Bersama Tiga Menteri
(SKB) tanggal 5 Juni 1975 yang ditandatangani oleh oleh Menteri Agama (Prof. Dr. Mukti
Ali), Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Letjen. TNI Dr. Teuku Syarif Thayeb) dan
Menteri Dalam Negeri (Jend. TNI Purn. Amir Machmud). SKB tersebut menyatakan bahwa
madrasah berada di posisi sejajar dengan SD, SMP, SMA14 dan menjadi bagian integral dari
sistem pendidikan nasional. Akibatnya, banyak santri-santri yang masuk ke universitas negeri
dan pemerintahan. Faktor lainnya seperti berubahnya IAIN menjadi Universitas yang
memungkinkan lulusan sekolah agama untuk masuk ke birokrasi umum.
Sedangkan untuk faktor ekonomi ditopang dengan turunnya harga minyak sehingga
memunculkan kelas menengah baru yang telah terislamisasi.15 Islamisasi16 ini muncul dengan
ciri pertumbuhan dakwah yang luar biasa di lapisan masyarakat, seperti pelembagaan Shalat
Jumat di kantor-kantor pemerintah, sekolah, hotel, dan organisasi masyarakat. Hal ini
didukung pula oleh maraknya penerbitan buku-buku dan majalah islam seperti Amanah,
Ulumul Quran, Ummi, Panji Masyarakat, Kiblat, Suara Muhammadiyah dan Sabilli.17
Meningkatnya jemaah haji Indonesia tahun 1980 mencapai 82.000 orang yang terdiri dari
pejabat tinggi, menteri, militer, bahkan artis.18 Di bawah koordinasi dari Menteri Agama
dalam Kabinet Pembangunan II, Profesor Mukti Ali19 memberikan peluang pada pergerakan
Islam dengan kemunculan pemikiran-pemikiran baru dalam Islam yang disumbang oleh para
santri yang didorong untuk belajar di universitas-universitas luar negeri20.
14 Din Samsudin, Op Cit, Hlm.45. 15 Kelas menengah terislamisasi di sini adalah kelompok umat Islam secara ekonomi meningkat menjadi kelas menengah akibat turunnya harga minyak. Istilah ‘kelas menengah baru yang terislamisasi’ ini dipinjam dari Moeflich Hasbullah, “Cultural Presentaton of the Muslim Middle Class in Contemporary Indonesia” dalam Studi Islamica: Indonesian Journal for Islamic Studies, Volume 7 No. 2, 2000, hlm. 4 16 Islamisasi disini merujuk pada pertumbuhan Islam Kultural. Bangkitnya aktivitas-aktivitas Islam yang bersifat non-politik. Lihat Moeflich Hasbullah, “Cultural Presentaton of the Muslim Middle Class in Contemporary Indonesia” dalam Studi Islamica: Indonesian Journal for Islamic Studies, Volume 7 No. 2, 2000 17 Nurul Amalia, Membela Palestina: Solidaritas dalam Majalah Islam Sabilli 1989-1993. (Skripsi, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia) 2015. 18 M. Din Syamsudin. Islam dan Politik era Orde Baru, Ciputat: PT Logos Wacana Ilmu, 2001, hlm. 77. 19 Mukti Ali sangat berpengaruh pada munculnya intelektual Islam yang lebih moderat karena sejak awal 1970-an Mukti Ali telah memperkenalkan ilmu-ilmu modern di lingkungan pendidikan tinggi islam. Ditambah orientasi pendidikan islam yang mengarah ke Barat dengan dikirimnya para pelajar maupun dosen ke berbagai universitasi di Barat seperti di Harvard, Colombia, Leiden, Hamburg, dan Monash. Dalam Islam dan Hendro Prasetyo, dkk, Op Cit, hlm 262 20 Jika pada sebelum Orde Baru pemikir/intelektual islam belajar di Negara Timur Tengah, para intelektual islam yang muncul pada tahun 1980 adalah intelektual islam yang belajar di negeri Paman Sam. Ambil contoh Nurcholis Majid dan Bachtiar Effendi yang lulusan Universita Chicago, Azyumardi Azra lulusan Colombia University (1992), Amien Rais setelah dari Al Azhar melanjutkan S2 ke University of Notre Dame, Indiana
Sejarah Jaringan ..., Nadya Karima Melati, FIB UI, 2016
Kelompok Islam era Reformasi
Reformasi menjadi titik tolak muncul keluarnya gerakan-gerakan Islam setelah lama
direpresi pada masa Orde Baru melalui TAP MPR No. XVIII tahun 2001 tentang Pencabutan
TAP MPR No.II tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila sebagai Dasar
Negara. Organisasi-organisasi bernafaskan Islam dalam iklim demokrasi yang baru tumbuh
ini bermunculan dalam berbagai bentuk organisasi dan ideologi yang menyertainya.
Kelompok-kelompok Islam berbasis massa seperti NU dan Muhammadiyah melaksanakan
Musyawarah Nasionalnya setelah kejatuhan Soeharto. Dalam bidang Politik, bermunculan
partai-partai Islam baru seperti Partai Bulan Bintang (PBB) yang dipimpin oleh Yusril Izra
Mahendra, Partai Keadilan, dan Partai Amanat Nasional (PAN). Ada pula gerakan organisasi
Islam berbentuk LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) yang bergerak sebagai basis
perlawanan terhadap rezim terdahulu seperti LKiS (Lembaga Kajian Islam dan Sosial),
LP3ES (Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial), Lapkesdam
NU, juga Jaringan Islam Liberal sebagai topik dari penelitian ini. Di sisi lain, muncul pula
kelompok Islam yang memiliki ideologi dan jenis gerakan yang masih menginginkan negara
Islam seperti NII (Negara Islam Indonesia)21, HTI (Hizbut Tahrir Indonesia)22, dan JI (Jamaah
Islamiyah)23.
Krisis ekonomi yang telah diprediksi sejak tahun 1997 membuat kurs rupiah turun
hingga 250%. Hal ini membuat perekonomian Indonesia menjadi merosot dengan tajam.24
Pada 21 Mei 1998, Presiden Soeharto menyatakan mengundurkan diri dari jabatannya. Hal ini
disebabkan karena Presiden dianggap gagal untuk menyelesaikan krisis ekonomi yang
berujung pada krisis multidimensi. Berdasarkan pasal 8 Undang-undang 1945, wakil presiden
kala itu yang pernah menjabat pula sebagai ketua ICMI, BJ Habibie, naik sebagai presiden.
Naiknya Habibie sebagai Presiden dan mundurnya Soeharto dianggap tidak memuaskan oleh kemudian mengambil thesis doktoral di University of Chicago, Dawam Rahardjo pernah mendapatkan AFS ke Amerika pada masa SMA dan bekerja pada Bank of America. 21 Negara Islam Indonesia adalah kelompok Islam lanjutan dari Negara Islam Indonesia yang didirikan Kartosuwiryo. NII menginginkan Negara Indonesia yang berbentuk Islam secara formal, atau bentuk Negara. Lebih lengkap akan dijelaskan di bab selanjutnya 22 HTI atau Hizbut Tharir adalah kelompok Islam yang berdiri pada tahun 1953 di Palestina. Pendirian HTI bertujuan untuk mewujudkan kekhalifahan dunia. Lihat, “Q&A Hizbu Tharir” dalam http://news.bbc.co.uk/2/hi/uk_news/4127688.stm (Rabu, 9 Desember 2015, 12:36 WIB) 23 Jamaah Islamiyah adalah kelompok Islam yang menginginkan berdirinya Negara Islam Nusantara. JI berafiliasi dengan organisasi-organisasi Islam lain di Asia Tenggara. Lebih lengkap dibahas di bab selanjutnya. 24 Akibat merosotnya nilai tukar rupiah terhadap dollar, berbagai dunia usaha bangkrut dan melakukan PHK missal. 16 Bank dilikuidasi, bangkrutnya perusahaan properti, membuat ledakan pengangguran terbuka pada 1996-1997-1998 tercatat sebesar 7.2%, 9.3%, 12%. Ditambah, pada 5 mei 1998 akibat anjloknya harga minyak, Pemerintahan Soeharto menaikan harga BBM dan tariff listrik sebesar 70% yang menyebabkan kerusuhan massa di beberapa kota seperti Medan, Bandung, Jakarta, dan Ujungpandang.
Sejarah Jaringan ..., Nadya Karima Melati, FIB UI, 2016
banyak pihak.25 Habibie dianggap sebagai bagian dari Orde Baru dan Soeharto belum
mengakhiri kekuasaannya.26
Setelah tumbangnya rezim Orde Baru, dimulai era reformasi yang menjadi titik tolak
bermunculannya berbagai bentuk organisasi kelompok Islam dan ideologi yang menyertainya.
Terutama ketika keluarnya TAP MPR No. XVIII tahun 2001 tentang Pencabutan TAP MPR
No.II tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila sebagai Dasar Negara.
Berbagai macam organisasi dan kelompok, termasuk kelompok Islam berbasis massa seperti
NU dan Muhammadiyah melaksanakan Musyawarah Nasional untuk menggembalikan asas
Pancasila menjadi Islam. Berbagai kelompok menginginkan dilaksanakannya pemilihan
umum sekurang-kurangnya tiga bulan setelah mundurnya Soeharto. Tetapi hal ini ditolak oleh
Habibie dengan anggapan bahwa dalam mempersiapkan pemilu butuh persiapan matang,
tetapi beliau juga enggan mengangkat Wakil Presiden karena hal tersebut hanya akan
memperpanjang masa jabatannya hingga tahun 2003 dan berarti pemilu baru bisa
dilangsungkan di tahun 2004.27
Setidaknya ada tiga kekuatan kelompok yang menjadi energi dari reformasi. Penulis
menggolongkannya menjadi Kelompok Nasionalis-Sekuler dengan basis massa orang-orang
PDI-P dan Megawati, sedangkan kelompok Islam dipecah menjadi dua yakni kelompok Islam
pro-Habibie dan kelompok Pluralis-sekuler. Adapula kelompok Milliter28 yang nantinya
masih ‘menunggangi’ kelompok-kelompok ini. Kelompok Militer pun tidak satu padu.
Kelompok Prabowo didukung oleh kelompok Islam seperti KISDI dan DDII29 sedangkan
kelompok militer lainnya yakni Wiranto, membuat kesepatan dengan kelompok NU30.
Kelompok-kelompok ini saling berkonsolidasi demi tercapainya tujuan utama yakni
melangsungkan reformasi.
25 Desakan pembentukan pemerintahan baru setelah tiga bulan setelah pemilu 1999, dilakukan oleh berbagai pihak salah satunya Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM), berbagai gerakan mahasiswa seperti Forum Reformasi Total Sekarang Juga (FRTSJ) lihat Abd. Moqsith Ghazali, dkk, Dinamika NU: Perjalanan Sosial dari Muktamar Cipasung (1994) ke Muktamar Kediri (1999) hlm 194 26 Sri Bintang Pamungkas, Setelah Hari “H”, Jakarta: Komunitas Utan Kayu, 2003 hlm 83 27 Bj Habibie, Op Cit, hlm 164 28 Kelompok militer pada masa Reformasi pun pecah jadi dua menjadi kubu Wiranto dan Prabowo. Perpecahan ini diduga dilakukan oleh Soeharto agar tidak ada kekuatan dominan dalam ABRI. Lihat Marcus Mietzner, Military Politics, Islam and The State in Indonesia, Singapore: ISEAS Publication, 2009, hlm 111-113 29 Marcus Mietzner, Op Cit, hlm 177 30 Wawancara Marcus Mietzner dengan Wiranto (13 0kt 2000) dikutip dari buku Marcus Mietzner, Op Cit hlm 174
Sejarah Jaringan ..., Nadya Karima Melati, FIB UI, 2016
Penulis menggolongkan ICMI31 (Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia) bersama
dengan organisasi Islam DDII dan KISDI karena kesamaan pandangannya terhadap reformasi
yang pro dengan kepemimpinan Habibie dan tidak keberatan apabila Habibie sebagai
perpanjangan tangan dari pemerintahan Soeharto. Prabowo sendiri, merasa memiliki
perjanjian dengan Habibie apabila Habibie menjadi presiden, ia akan dijadikan pemimpin
angkatan darat.32 Prabowo memiliki basis Islam dari kelompok ultra-modernist dengan
agenda politik-agama.33 Bahkan ketika mereka merasa gagal untuk mempertahankan
pemerintahan Soeharto dan merelakan pemerintahan Habibie, kelompok Islam ini langsung
mengerahkan massanya ke jalan untuk melakukan unjuk rasa mendukung Habibie dengan
membawa poster “Menolak Habibie sama dengan menolak Islam” dan “Allahu Akbar.. Allahu
Akbar.. Reformasi dukung Habibie”.34
Organisasi yang mendukung Habibie nyatanya adalah organisasi yang pernah ia
pimpin yakni ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia). Organisasi yang diprakarsai
oleh Dr. Ir. Imaduddin Abdurrahim ini pada awalnya bermula di Masjid Raden Fatah,
Fakultas Teknik, kemudian terdapat komunitas Islam KISDI (Komite Indonesia untuk
Solidaritas Dunia Islam). Walaupun digolongkan sebagai kelompok pro-Habibie, KISDI pada
masa reformasi sebenarnya lebih terikat terhadap Prabowo, bukan terhadap Habibie. Akan
tetapi karena kesepakatan yang dibuat antara Prabowo dan Habibie, KISDI kemudian
mengerahkan massanya untuk turut demonstrasi mendukung pemerintahan Habibie.35 Selain
KISDI, ada pula komunitas Islam DDII (Dewan Dakwah Islamiyah) yang diwakili Anwar
Harjono mewakili DDII pada perebutan kekuasaan pasca mundurnya Soeharto menemui
Habibie dan menyatakan dukungan terhadap dia dan Pemerintahan Soeharto karena pada
masa kepemimpinan Soeharto dianggap sangat pro-Islam dengan mendirikan Bank Muamalat,
31 Pembagian ini juga dipilih penulis berdasarkan penuturan dari para pendiri Islam Liberal, yang menyatakan bahwa lawan JIL, Islam fundamentalis berasal dari kelompok pro-Habibie sedangkan mereka berasal dari kelompok pluralis yang menginginkan terlaksananya demokrasi. Di dalam tubuh ICMI sendiri, para petinggi berbeda pandangan seperti Amien Rais yang merapat ke kubu Pluralis-Sekuler dan mendirikan PAN, sedangkan beberapa petinggi ICMI lainnya nantinya mendirikan partai Islam baru seperti Partai Bulan Bintang dan Partai Keadilan. Lihat Benhard Platzdasch, Islamism in Indonesia: Politics in the Emerging Democracy, Singapore: ISEAS Publishing, 2009, hlm 58 32 Marcus Mietzner, Op Cit, hlm 180 33 Marcus Mietzner, Op Cit, hlm 113 34 Lihat lampiran 11. Foto-foto pendudukan gedung DPR oleh mahasiswa dan demonstrasi mendukung pemerintahan Habibie oleh sekelompok orang berpakaian putih-putih yang dianggap mempresentasikan dukungan Islam terhadap pemerintahan Habibie. 35 Marcus Mietzner, Op Cit, hlm 168-169
Sejarah Jaringan ..., Nadya Karima Melati, FIB UI, 2016
pencabutan larangan pemakaian jilbab, berdirinya harian Islam Republika dan dicabutnya
SDSB (Sumbangan Dana Sosial Berhadiah).36
Organisasi Massa Nahdlatul Ulama di bawah kepemimpinan Abdurahman Wahid
dengan tegas mengambil sikap yang bersebrangan dengan negara pada masa Orde Baru.37
Dengan jarak kepada pemerintahan membuat munculnya berbagai Lembaga Swadaya
Masyarakat yang membawa tema pro-demokrasi tumbuh subur dalam tubuh NU.38 Seperti
P3M, LKiS dan Lapkesdam NU yang menjadi LSM mengusung tema pro-demokrasi disertai
ide-ide tentang liberalisme, sekularisme, dan pluralisme.Organisasi yang selalu diidentikan
dengan Islam Tradisional ini memberi pemahaman Islam yang justru modern dengan
menerima demokrasi dan menguatkan civil society melalui LSM-LSM. Dengan basis santri
dari pesantren dan “panen intelektual” terjadi di tubuh NU dan para intelektual dan aktivis
santri tersebut diberi wadah dalam LSM-LSM. Pada masa reformasi, NU yang diwakili oleh
Adburahman Wahid melakukan konsolidasi dengan petinggi ABRI, Wiranto.39
Sedangkan Muhammadiyah pada masa reformasi sempat menghadapi dilema untuk
menjadi sebuah partai politik atau tetap sebagai organisasi massa di bawah arus
kepemimpinan Amien Rais, akhirnya Muhamadiyah tetap menjadi organisasi massa yang
bersifat sosial dan Amien Rais mendirikan Partai Amanat Nasional yang bersifat Nasionalis-
Sekuler.40 Nantinya, ketika berganti kepemimpinan Amien Rais ke Syafii Maarif, Syafii
Maarif mendirikan LSM yang dihimpun oleh Muhammadiyah yang berciri pro-pluralisme.
Tetapi ketika berganti kepemimpinan ke Din Syamsudin pada 2005 dan mulai menyebarnya
ide-ide Islam Liberal, Din Syamsudin diduga mengajukan keberatan terhadap apa yang
dilakukan JIL dan menekan The Asia Foundation untuk menghentikan bantuan dananya.41
Sedangkan organisasi berikutnya adalah Himpunan Mahasiswa Islam atau HMI.HMI
memberi banyak pengaruh sepanjang pemerintahan Orde Baru terutama pada akhir-akhir
pemerintahan Soeharto yang lebih akomodatif terhadap Islam. Di tahun 1983-1988 beberapa 36 Marcus Mietzner, Op Cit, hlm 177 37 Abdurahman Wahid dalam wawancaranya berjudul “Intelektual di Tengah Eksklusivisme” dalam Generasi Baru Pemikiran Islam dalam Majalah Prisma Maret 1991 hal 69-72 menolak dengan tegas pendirian Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) yang dianggap sebagai kaki tangan Soeharto. 38 Lebih lengkap dalam bab “Politik Masyarakat Sipil Berjuang Melawan Negara” dalam M Zaki Mubarak, Genealogi Islam Radikal di Indonesia: Gerakan, Pemikiran dan Prospek Demokrasi (2007) 39Marcus Mietzner, Op Cit, hlm 174 40 Sebenarnya Amien Rais pada awalnya memang lekat dengan kepemimpinan Islam, kemudian mengganti arah dengan menjadi pro-pluralis. Hal ini dilakukan demi mendapatkan dukungan terutama dari Negara-negara Barat, pada bulan April 1998, Amien Rais diketahui terbang ke Washington untuk mempresentasikanide-idenya tentang pluralisme agar Negara Barat mendukungnya, Amien kemudian membentuk MARA bersama dengan Goenawan Mohammad yang memang dikenal sebagai pro-pluralisme dan pendiri Komunitas Utan Kayu. Lihat Marcus Mietzner, Op Cit, hlm 177 41 Berdasarkan wawancara pribadi dengan Nong Darol Mahmada 11 Desember 2015
Sejarah Jaringan ..., Nadya Karima Melati, FIB UI, 2016
anggota HMI diberikan akomondasi dalam Golkar yang berimbas pada kebijakan dihapusnya
SDSB yang identik dengan perjudian. Organisasi HMI pecah menjadi berbagai macam
kelompok. Tetapi untuk penelitian ini difokuskan pecahnya HMI menjadi Formaci (Forum
Mahasiswa Ciputat) yang melahirkan pemikiran Dekonstruksi Islam Mahzab Ciputat.
Berawal dari kelompok studi Forum Mahasiswa Ciputat yang didirikan oleh Saiful Mujani,
Ihsan Ali Fauzi dan Budi Munawar-Rahman ini, Formaci mendiskusikan pemikiran filsafat
barat dan Islam.42 Selain itu, beberapa tokoh Formaci dari HMI menjadi salah satu pendiri JIL
yakni Nong Darol Mahmada.
Kelompok Pluralis-Sekuler kebanyakan berbentuk LSM atau Lembaga Swadaya
Masyarakat. LSM yang identik dengan Islam pada masa ini memiliki ciri mendukung
pluralisme dan mendukung demokratisasi Indonesia. Sebelumnya telah ada seminar besar
tentang pembentukan LSM berciri Islami dan menjadi think-tank dalam pemikiran Islam
Indonesia yang inklusif dan pro-demokrasi di Monash University dan Kupang (1994) yang
diselenggarakan oleh The Asia Foundation43 (TAF). The Asia Foundation juga mendukung
LSAF (Lembaga Studi Agama dan Filsafat) yang digagas oleh Dawam Rahardjo, Lapkesdam
NU, dan LKiS yang berpusat di Yogyakarta. Sedangkan Friedrich Naufan Stiftung (FNS)44
dari Jerman dan NOVIB45 dari Belanda membiayai hampir 90% program LP3ES untuk
pengembangan masyarakat melalui pesantrem dan FNS juga membiayai Lembaga
Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M).46 Sedangkan perbedaan LSM
ini dengan program pemerintah adalah LSM-LSM ini dibentuk berdasarkan partisipasi
masyarakat dan memang bertujuan untuk mensejahterakan melalui kajian dan edukasi. Bila
diungkapkan Word Bank, IMF dan Bank Pembangunan Asia membiayai program pemerintah
yang bersifat top-bottom sementara LSM membuat program yang bersifat bottom-up. LSM
sengaja dibentuk sebagai counter discourse dan counter hegemony terhadap monopoli negara.
42 “Formaci” http://forummahasiswaciputat.blogspot.co.id/2015/06/formaci.html (Minggu, 1 November 2015 pukul 22.56) 43 The Asia Foundation adalah lembaga donor yang mendukung pendidikan dan budaya dari Amerika Serikat. Dana yang dihimpun TAF berasal dari dana Hibah dari departemen luar negri AS, sumbangan kongres, dan lainnya. TAF dicurigai bentukan CIA. 44 FNS adalah lembaga yang dibentuk oleh kelompok politik liberal Jerman yang mensponsori berbagai kegiatan seperti pendidikan, penelitian, dan konsultasi politik lihat https://www.freiheit.org/content/welcome-friedrich-naumann-foundation-freedom (14 Desember 2015 pukul 12:58 WIB) 45 NOVIB kependekan dari Netherland Organization for Development Cooperation berada dalam jaringan Oxfam yang berideologi Sosialis di seluruh dunia. Lihat “About Us” https://www.oxfam.org/en/about/ (14 Desember 13:07 WIB) 46 Hendro Prasetyo , Ali Muhanif, dkk Op Cit, hlm. 97.
Sejarah Jaringan ..., Nadya Karima Melati, FIB UI, 2016
Pada masa pergerakan Orde Baru LSM banyak diisi oleh aktivis NU47 karena sikap oposisi
NU terhadap negara.
Di sisi lain, mulai terlihat pula kelompok Islam yang memiliki ideologi dan jenis
gerakan yang masih menginginkan negara Islam seperti NII (Negara Islam Indonesia)48, HTI
(Hizbut Tahrir Indonesia)49, dan JI (Jamaah Islamiyah)50. Ada pula organisasi Pam Swakarsa
oleh militer yang bertujuan untuk mengimbangi maraknya gerakan mahasiswa yang kemudian
menjadi cikal-bakal FPI. FPI deklarasikan pada tanggal 17 Agustus 1998 di Pondok Pesantren
Al Umm, Cempaka Putih, Ciputat. Menurut Habieb Rizieq Shihab dasar berdirinya FPI
adalah keprihatinan terhadap semakin maraknya tindak kemaksiatan dan pornografi tetapi
aparat yang seharusnya memberantas tersebut seperti tidak berdaya. Atas alasan tersebut FPI
melakukan aksinya menyisir dan menutup lokasi-lokasi yang dianggap tempat maksiat,
mendorong pembuatan Peraturan Daerah anti-maksiat dan tidak jarang aksi yang dilakukan
FPI melibatkan kekerasan. Beberapa penelitian menyatakan bahwa FPI memiliki kedekatan
dengan elit tentara51 dan kepolisian sebagai ‘patron’ dari organisasinya. Kapolda Metrojaya,
Komjen Pol (Purn) Nugroho Djajusman memberi FPI modal untuk setiap gerakannya52.
Ditambah lagi sepanjang tahun 2001-2005, pasca peristiwa 9/11, Indonesia mengalami
serangkaian aksi terror seperti; pengeboman gereja-gereja secara bersamaan (Santa Ana dan
HKBP, Kalimalang, 2001), Bom Bali (12 Oktober 2002), Bom JW Marriot (5 Agustus 2003),
Bom Kedubes Australia (9 September 2004), Bom Bali (1 Oktober 2005).53 Aksi teror ini
kemudian dilekatkan kepada kemunculan kelompok Islam Militan-Fundamentalis dan
47 Salah satu aktivis NU yang lantang melawan Orde Baru menjadi salah satu pendiri Jaringan Islam Liberal Ulil Abshar Abdalla. Ia pernah mempelopori forum kajian Kramat 64 di kantor PBNU kala itudan peristiwa pembredelan Tempo, Editor, dan Detik pada tahun 1994, Ulil mengeluarkan tulisan berjudul Politik Yudzabbihuna Abna’akum (Politik Menyembelih Anak-anakmu Sendiri) dan pada 1990-an ia bergabung dengan Institute Studi Arus Informasi (ISAI) milik Goenawan Moehamad. wawancara dengan Ulil Abshar Abdalla, 3 Juni 1999 dalam Hendro Prasetyo, dkk, Islam dan Civil Society: Pandangan Muslim Indonesia , (2002), hlm. 212-217. 48 Negara Islam Indonesia adalah kelompok Islam lanjutan dari Negara Islam Indonesia yang didirikan Kartosuwiryo. NII menginginkan Negara Indonesia yang berbentuk Islam secara formal, atau bentuk Negara. Lebih lengkap akan dijelaskan di bab selanjutnya 49 HTI atau Hizbut Tharir adalah kelompok Islam yang berdiri pada tahun 1953 di Palestina. Pendirian HTI bertujuan untuk mewujudkan kekhalifahan dunia. Lihat, “Q&A Hizbu Tharir” dalam http://news.bbc.co.uk/2/hi/uk_news/4127688.stm Rabu, 9 Desember 2015, 12:36 WIB 50 Jamaah Islamiyah adalah kelompok Islam yang menginginkan berdirinya Negara Islam Nusantara. JI berafiliasi dengan organisasi-organisasi Islam lain di Asia Tenggara. Lihat M. Zaki Mubarak, Op Cit, hlm 56. 51 Dalam beberapa penelitian menunding FPI memang sisa-sisa preman yang diorganisir untuk mendukung pemerintahan Habibie pasca lengsernya Soeharto, lihat Jamhari. “Mapping Radical Islam in Indonesia” dalam Studi Islamika: Indonesian Journal for Islamic Studies, Volume 10 , No. 7, Tahun 2003 52 M. Zaki Mubarak, Op Cit, hlm. 8. 53 M. Zaki Mubarak, Op Cit, hlm. 72.
Sejarah Jaringan ..., Nadya Karima Melati, FIB UI, 2016
ditambah lagi dengan konflik bernuansa keagamaan seperti yang terjadi di Indonesia Timur
antara Kristen dan Islam.54
Berdirinya Jaringan Islam Liberal
LSM didanai oleh donor-donor asing sebagai penggerak kegiatannya. Salah satunya
yang muncul adalah Jaringan Islam Liberal sebagai topik dari penelitian ini. Jaringan Islam
Liberal pada awalnya adalah proyek Islam dan Kemasyarakatan dibawah lembaga The Asia
Foundation yang membiayai berbagai organisasi pro-pluralisme di bawahnya seperti ISAI,
LKiS, Rahima, dan lain-lain. Pada bulan November tahun 2000, dilaksanakan musyawarah
besar yang dilakukan oleh The Asia Foundation disebuah hotel di Bandung untuk
merumuskan kegiatan yang hendak dilakukan pada era baru ini. ISAI, yang memang fokus
pada kampanye dan jaringan media massa yang pada waktu itu diketuai oleh Ulil Abshar
Abdalla dan Nong Darol Mahmada sebagai program managernya, memutuskan untuk
membuat suatu diskusi keislaman yang bisa dilakukan di Teater Utan Kayu. Kebetulan, lokasi
Komunitas Utan Kayu55 yang digunakan untuk berdiskusi adalah bekas lokasi perlawanan
Orde Baru setelah dibredelnya Harian Tempo pada tahun 1994.56
Berawal dari diskusi, Jaringan Islam Liberal muncul sebagai gerakan yang
menyatakan mendukung pluralisme dan menjadi lawan dari Islam Fundamentalis.57 JIL
memiliki kegiatan diskusi, bengkel kerja, dan publikasi ide melalui media sosial.58 Inisiatif
untuk membuat diskusi yang dilakukan via dunia maya59 melalui mailing list dan juga website
digunakan sebagai ruang diskusi dan tempat untuk mendokumentasi serta menyebarkan hasil
diskusi yang dilakukan oleh Luthfi Assyaukanie pada tanggal 8 April 2001.60 Diskusi
54 Lihat Ihsan Ali-Fauzi, Rudi Harisyah Alam, dkk, Pola-pola Konflik Keagamaan di Indonesia, (Laporan Penelitian, Yayasan Wakaf Paramadina (YWP) Magister Perdamaian dan Resolusi Konflik Universitas Gadjah Mada , Jakarta, 2009), hlm. 14-20. 55Komunitas Utan Kayu juga sering dianggap sebagai kekuasaan di bidang kebudayaan, intelektual, dan jaringan filantropi yang mengusung semangat Liberal dan Neo-Liberalisme lihat Wijaya Herlambang, Kekerasan Budaya pasca 1965: Bagaimana Orde Baru Melegitimasi Anti-Komunisme Melalui Sastra dan Film, Jakarta: Marjin Kiri, 2013 hlm 232-243 56Komunitas Utan Kayu dibentuk sebagai represetasi dibredelnya TEMPO tahun 1994 kemudian TEMPO menerbitkan beritanya secara online melalui TEMPO Interaktif. Beberapa mantan wartawan setelah dibredelnya tempo banyak bergabung ke Komunitas Utan Kayu ini salah satunya adalah Ayu Utami, Ahmad Sahal, dan Nong Darol Mahmada. Wawancara dengan Nong Darol Mahmada 9 September 2015 57 Berdasarkan wawancara dengan Nong Darol Mahmada 11 Desember 2015 58 Berdasarkan wawancara Dengan Nong Darol Mahmada di 9 September 2015 59 Dibuatnya diskusi di dunia maya, penulis menduga dilakukan karena urgensi Luthfi Assyaukanie yang harus berangkat untuk melanjutkan studi di Australia namun tetap bergairah untuk terus melakukan kontak dan diskusi keislaman dengan teman-teman di Indonesia. 60 “Perlawanan Islam Liberal” dalam Majalah Gatra, 1 Desember 2001. File pdf
Sejarah Jaringan ..., Nadya Karima Melati, FIB UI, 2016
keislaman melalui Mailing list adalah hal yang sama sekali baru ketika itu.61 Dipilihlah
islamliberal@yahoogroups.com sebagai alamat group tersebut dan berlanjut dengan website
dengan nama yang sama beralamat www.islamlib.com. Nama Islam Liberal dipilih sebagai
alamat mailing list dan website oleh Luthfi Assyaukanie yang kala itu merangkap sebagai
dosen dan peneliti Islam di Paramadina. Luthfi Assyaukanie telah lama berkecimpung dengan
pemikiran Islam Liberal dan nama Islam Liberal dipilih karena cocok untuk menggambarkan
gagasan yang diusung kelompok anak muda dengan cara pandang Islam yang baru ini.
Hingga kini, tanggal 8 April sebagai dipilih sebagai tanggal dirilisnya mailing list juga
menjadi tanggal penanda berdirinya Jaringan Islam Liberal.
Berdirinya Jaringan Islam Liberal sebagai gerakan dan masih mengandalkan dana
Asia Foundation karena pada awalnya masih merupakan bagian dari proyek Islam dan
Kemasyarakatan TAF. Baik Nong Darol, Luthfi Assyaukanie, Ulil Abshar Abdalla, dan
Hamid Basyaib, semua turut saling menulis dan bersama-sama bekerja untuk gerakan ini.62
JIL menjadi sebuah Yayasan yang memiliki struktur dan organisasi yang jelas baru dimulai
sejak 2005.63 Bentuk Jaringan memang sengaja dipilih karena JIL memberikan cara pandang
baru tentang Islam, bukan suatu sekte atau ajaran agama baru lebih pada analisis terhadap
Islam sebagai ilmu. Hal ini juga yang membuat JIL muncul sebagai LSM bukan sebagai
Organisasi Masyarakat maupun Partai Politik. Berdasarkan wawancara, Luthfi Assyaukanie
mengatakan bahwa ‘JIL’ dalam bahasa Arab berarti Generasi. Akronim yang
merepresentasikan semangat cara pandang baru terhadap Islam yang dimotori oleh generasi
yang baru. Logo pertama JIL menyerupai aksara Arab yang simetris. JIL memang muncul
sebagai gerakan dan tidak pernah ada niatan untuk menjadi sebuah organisasi massa.64
Para aktivis JIL antara lain; Ihsan Ali Fauzi, Taufik Adnan Amal, Saiful Mudjani,
Budhy Munawar Rachman, Ade Armando, dan Anik Khamin Tohari ada pula akivis Liberalis
lain seperti Denny JA dan Rizal Malaranggeng65 pada saat itu berusia 25-30 tahun. Mereka
turut serta dalam diskusi JIL via tatap muka maupun milis.66 Wijaya Herlambang dalam
61 Tampilan Mailing List bisa dilihat dalam lampiran 3, “tampilan Milis Jaringan Islam Liberal” 62 Salah satu pemberitaan tentang aktivitas JIL gencar dipublikasikan oleh Majalah Gatra, dan salah satu contoh artikel liputan tentang JIL yang dilakukan Gatra lihat Lampiran 3, “Perlawanan Islam Liberal”. 63 Alasan yang dikemukakan Nong Darol Mahmada sebagai Manager Program JIL 2001-2007 mengapa JIL baru berbentuk Yayasan di tahun 2005 adalah demi kemudahan untuk mengajukan proposal pada funding. Wawancara dengan Nong Darol Mahmada, 30 Oktober 2015. 64 Lihat lampiran 4, Logo Jaringan Islam Liberal 65 Lihat lampiran, foto 2 yang membuktikan bahwa Rizal Malaranggeng (kemeja biru) sebagai pendiri Freedom Institute sering ikut serta dalam kajian dan diskusi Islam Liberal. Dan kedekatan Rizal Malaranggeng secara personal kepada para aktivis JIL. 66 Nong Darol Mahmada, “Sejarah Jaringan Islam Liberal” (2005) Manuskrip Tidak diterbitkan
Sejarah Jaringan ..., Nadya Karima Melati, FIB UI, 2016
Kekerasan Budaya Pasca 1965 menyampaikan kecurigaannya bahwa JIL dekat dengan
Freedom Institute67.
“Kedekatan JIL dengan Freedom Institute menimbulkan pertanyaan di masyarakat bahwasanya JIL bukan semata-mara berkutat pada kajian keagamaan, melainkan ikut mempromosikan pendekatan liberalisme di bidang ekonomi”68
Memang beberapa aktivis JIL beririsan dengan Freedom Institute seperti Sahal AS, Nong
Darol Mahmada dan Luthfi Assyaukanie. Tapi hal itu dianggap wajar terjadi karena secara
struktural hal tersebut dimungkinkan. Irisan-irisan yang terjadi karena JIL tidak memiliki
keanggotaan sehingga menjadi aktivis JIL dan menjadi bagian dari kelompok lain dan itu
tidak masalah.69 JIL tidak memiliki ketua dan tokoh sentral yang seluruh ucapannya harus
dituruti seperti organisasi Islam bentuk lainnya. Secara struktur pun JIL tidak memiliki
hirarki. Pemilihan bentuk dan nama ‘Jaringan’ membuat seluruh aktivis JIL memiliki hak dan
wewenang yang sama. Tingkat ke’liberal’an para aktivis JIL bergradasi, sehingga
dimungkinkan ada dinamika dan kritik ke dalam tubuh JIL sendiri.70
Semakin membesar dan banyak aktivitas, akhirnya JIL menjadi sebuah organisasi berbentuk
yayasan di tahun 2005. Selama tahun aktif JIL 2001-2007 setidaknya JIL telah menerima
bantuan dari The Asia Foundation (TAF)71, Japan International Cooperation Agency (JICA)-
Japan Embassy, United Nation Devepment Programme (UNDP), TIFA Foundation, US
Embassy, Friedrich Nauman Stiftung (FNS), Kedutaan Swiss dan Selandia Baru. Hal ini
dimungkinkan karena isu internasional pada saat itu sedang berfokus untuk mencegah
radikalisasi agama dan pencegahan terorisme.72 Dana-dana tersebut digunakan untuk
membiayai program-program JIL dan biaya operasional kantor.73
Dampak Keberadaan Jaringan Islam Liberal
67 Freedom Institute adalah lembaga yang didirikan oleh Rizal Mallarangeng bersama Aburizal Bakrie, Freedom Institute adalah sebuah lembaga think-tank dengan dukungan finansialyang sangat besar dari keluarga Bakri dan didirikanuntuk menyebarkangagasan liberalisme dibidang ekonomi, politik, dan budaya. 68Wijaya Herlambang, Kekerasan Budaya pasca 1965: Bagaimana Orde Baru Melegitimasi Anti-Komunisme Melalui Sastra dan Film, Jakarta: Marjin Kiri, 2013 hlm 247 69Wawancara dengan Luthfi Assyaukanie, 2 September 2015 70Usman, Islam Liberal dan Islam Fundamental: Pertarungan Wacana Sosioreligius Pasca Orde Baru (Analisis Wacana Sosioreligius dalam Sejumlah Buku Islam Liberal dan Islam Fundamental. (Tesis, Sosiologi Universitas Indonesia, 2005) Hlm. 112. 71 Dalam Wijaya Herlambang, Kekerasan Budaya pasca 1965: Bagaimana Orde Baru Melegitimasi Anti-Komunisme Melalui Sastra dan Film (2013) disebutkanbahwa JIL memperoleh AS$150.000/Tahun dari The Asia Foundation hlm 245 72 Yusmardi. N, 2005, Implikasi kebijakan Amerika Serikat dalam Memerangi Terorisme bagi Islam Politik di Indonesia, (Tesis, Pasca Sarjana, Universitas Indonesia, 2005) hlm. 122. 73 ‘Proposal IMS Foundation’ (2005) Manuskrip tidak diterbitkan.
Sejarah Jaringan ..., Nadya Karima Melati, FIB UI, 2016
Sepanjang 2001 hingga 2007 ruang lingkup dari penelitian ini, ada banyak yang
terjadi kepada JIL sebagai gerakan. Kritik juga datang dari berbagai pihak. Gatra sempat
menyediakan beberapa edisi khusus untuk meliput JIL seperti: Islam Liberal Melawan
Fundamentalisme (8 Desember 2001), Bahaya Bola Liar Fatwa Mati. (21 Desember 2002),
Senandung Liberasi Berirama Ancaman Mati (6 Desember 2003), Tapal Batas Tafsir Bebas
(6 Agustus 2005), Untuk Tempo mengambil liputan khusus Tentang ‘Fatwa Mati Untuk Ulil’
(22 Desember 2002), dan Gonjang-Ganjing Fatwa Ulama (14 Agustus 2005). Melalui dua
majalah ini penulis berusaha melihat kritik yang muncul terhadap JIL berdasarkan kolom
berita liputan hingga opini. Selain liputan kedua majalah tersebut, penulis tetap menggunakan
beberapa kolom opini di Republika, Suara Merdeka, dan Sabilli.74 Berdasarkan dua surat
kabar diatas, penulis mengelompokan kritik terhadap JIL secara kronologis yang dimulai pada
tahun 2002. Salah satu artikel Gatra berjudul Senandung Liberalisasi Berirama Ancaman
Mati menganggap tahun 2002 dicatat sebagai tahun paling polemis dalam perjalanan JIL.
Spektrumnya mulai reaksi ancaman mati, somasi, teguran, sampai kritik berbentuk buku.
Beberapa buku ditulis oleh kelompok fundamentalis untuk melawan ide dari Islam Liberal
juga diterbitkan di tahun 2002 diantaranya; Bahaya Islam Liberal (2002) yang ditulis Hartono
Ahmad Jaiz, mantan wartawan yang pernah meliput pembantaian umat muslim oleh Kristen
Serbia di Bosnia yang juga aktif dalam KISDI, Pengaruh Kristen-Orientalis terhadap Islam
Liberal (Adnin Armas), Islam Liberal: Sejarah, Konsepsi, Penyimpangan dan Jawabannya
(2002) oleh Adian Husaini.75
Di tahun 2003 berdiri INSIST (Institute for the Study of Islamic Thought and
Civilizations) yang didirikan alumnus ISTAC-IIU Malaysia. Warna dan arah pemikiran
INSIST yang terang-terangan melawan ide Islam Liberal mengacu pada pemikiran Prof. Syed
M. Naquib Al-Attas dengan idenya Islamisasi Ilmu Pengetahuan Kontemporer.76 Organisasi
ini menyebarkan perlawanan ide atas Islam Liberal dalam bidang kajian ilmiah. Kritik yang
bersifat pemikiran terhadap JIL lebih menekankan pada platform, visi-misi, dan agenda
gerakannya. Dalam salah satu artikel Gatra 8 Desember 2001, Modernisasi Islam yang
diusung JIL cenderung bias terhadap agenda Liberal Barat, pendekatan yang dilakukan JIL 74 Contohnya artikel Sumanto Al Qurtuby, “Quo Vadis Jaringan Islam Liberal yang dimuat dalam Suara Merdeka, 10 Oktober 2003, kritik Haidar Bagir terhadap tulisan Ulil juga dimuat di Republika. Lihat Sumanto Al Qurtuby, “Quo Vadis Jaringan Islam Liberal” dalam http://www.suaramerdeka.com/harian/0503/10/opi4.htm dan Haidar Bagir, “Islib Butuh Metodelogi” dalam Harian Republika 20 Maret 2002 75 Nicolaus Teguh Budi Harjanto, , Islam in Contemporaray Indonesia: The Political Ideas of Jaringan Islam Liberal, Tesis, Ohio University, 2003, hlm. 84. 76 Tiar Bachtiar Anwar, “Gelombang baru Pemikiran Islam Indonesia” http://www.republika.co.id/berita/koran/islamia/15/08/20/ntdmlt18-gelombang-baru-pemikiran-islam-di-indonesia (12 November 2015 pukul 12:29)
Sejarah Jaringan ..., Nadya Karima Melati, FIB UI, 2016
dianggap melupakan isu-isu liberalisme seperti kesejahteraan, buruh, agama dan tradisi lokal
yang bertentangan dengan pemikiran aliran liberalisme. Seharusnya JIL menggunakan
pendekatan pendekatan postra atau post-tradisionalis Islam.77 Masdar Farid Mas'udi,
mengkritik karena JIL dianggap terlalu banyak menekankan pada aspek wacana dan persoalan
simbol keislaman (jilbab, jenggot, cadar dll) ketimbang pada persoalan kebutuhan dasar yang
dihadapi umat Islam seperti pengangguran, kemiskinan, kebodohan, keterbelakangan dan
lain-lain. Sedangkan Bisri Effendy, Ahmad Baso dalam "Jaringan Islam Postra" mengkritik
JIL yang dianggap mengabaikan tradisi lokal yang begitu melimpah di Indonesia. Menurut
mereka, tradisi, kultur dan kebudayaan lokal adalah bagian dari kearifan lokal yang sudah
semestinya harus ditempatkan secara proporsional dalam wacana keislaman.78 Sedangkan JIL
vis a vis Kelompok Fundamentalis79, kritiknya lebih bertendensi pada teologi dan JIL
dianggap aliran yang menyimpang.
Pada Musyawarah Majelis Ulama Indonesia yang ke-7 pada hari Jumat, 29 Juli 2005.
MUI melontarkan 11 fatwa yakni:
1. Masalah perlindungan atas hak dan kekayaan intelektual (HAKI)
2. Mengharamkan perdukunan dan peramalan
3. Mengharamkan mengamini doa bersama yang dipimpin oleh non muslim
4. Menyatakan dan menganggap tidka sah perkawinan beda agama
5. Menyatakan hokum waris Islam tidak memberikan hak saling mewarisi antara orang
beda agama
6. Kriteria Maslah
7. Mengharamkan mengikuti paham pluralisme, liberalisme, dan sekularisme agama
8. Maslah pencabutan hak milik pribadi untuk kepentingan umum
9. Melarang imam solat wanita dan hukumnya mubah apabila seluruh jamaahnya wanita
10. Menyatakan Ahmadiyah sebagai sesat dan menyesatkan
11. Membenarkan hukuman mati dalam tindak pidana tertentu80
77 “Postra Mengais Makna”, dalam Gatra 8 Desember 2001 78 Sumanto Al Qurtuby, “Quo Vadis Jaringan Islam Liberal” dalam http://www.suaramerdeka.com/harian/0503/10/opi4.htm diakses pada tanggl 27 Oktober 2011 pukul 23.23 WIB 79 Definisi Islam fundamentalis menurut Nong Darol Mahmada adalah kelompok yang memahami dan melaksanakan ajaran Islam secara literer tanpa melihat aspek yg melatar belakangi konteks historisnya sehingga pemahamannya sangat kaku dan tidak terbuka. Wawancara elektronik dengan Nong Darol Mahmada 15 Desember 2015 80“Gonjang Ganjing Fatwa Ulama” dalam Majalah Tempo, 12 Agustus 2005, hlm. 110.
Sejarah Jaringan ..., Nadya Karima Melati, FIB UI, 2016
Kesebelas fatwa yang dikeluarkan sekaligus ini sangat mengheraNkan. Karena tidak
biasanya MUI mengeluarkan fatwa yang sebegitu banyaknya. MUI, sebagai organisasi
warisan Orde Baru ini seakan sedang bersemangat. “Tidak biasanya MUI mengeluarkan
sebelas fatwa kecuali pada periode ini, biasanya MUI hanya mengeluarkan lima fatwa”
menurut Hasanudin, Sekertaris Komisi Fatwa Munas VII dalam wawancara kepada Tempo.81
Kesebelas fatwa yang dikeluarkan MUI ini bermuara pada wacana liberalisme, sekularisme,
dan pluralisme agama. MUI memberikan definisi terhadap Liberalisme, Sekularisme, dan
Pluralisme yang mereka nyatakan haram tersebut.
Fatwa pelarangan Liberalisme, Sekularisme, dan Pluralisme mendapat reaksi terutama
dari kalangan aktivis dan intelektual. Aliansi Masyarakat Madani untuk Kebebasan Agama
dan Berkeyakinan menggelar konferensi pers pada Jumat, 30 Juli 2005 di kantor PBNU,
Jakarta Pusat. Hadir untuk berbicara Ketua Dewa Syura PKB sekaligus mantan Presiden
Republik Indonesia, Abdurahman Wahid yang amat menyayangkan fatwa yang dikeluarkan
MUI,
“Ini bukan Negara Islam, Ini adalah Negara Nasional, yang berlaku adalah ukuran-ukuran Nasional bukan ukuran Islam”
Dampak Fatwa ini juga terasa secara fisik, Tabligh Akbar di Masjid Al Azhar yang
digelar hari Jumat, 5 Agustus 2005 oleh Forum Umat Islam (FUI), yang para pesertanya
kebanyakan dari Laskar Pembela Islam bentukan FPI, massa dalam Tabligh tersebut siap
untuk turun dan menyerang markas JIL di Utan Kayu. Karena penyerangan ini telah diinfokan
sebelumnya melalui mailinglist, maka situasi di Utan Kayu memang sudah siap menyambut
kedatangan FPI. Polisi telah menutup jalan Utan Kayu sejak pukul 11 siang dan puluhan
aktivis JIL dan gerakan Pro Demokrasi yang berasal dari organisasi seperti aktivis Imparsial,
pemuda aktivis NU dan Muhammadiyah, pengikut Ahmadiyah, KontraS, ICW, LBH, AJI,
dan Komunitas Utan Kayu sendiri. Ancaman FPI menimbulkan solidaritas luas terhadap
aktivisme JIL.
Tidak hanya usaha penyerangan Dalam kurun waktu dua minggu, masjid Al
Muslimun yang berada tepatdi sebelah kantor Komunitas Utan Kayu tiba-tiba ditempel
spanduk, “Mendukung Fatwa MUI untuk membubarkan JIL dan antek-anteknya”.82 Dinding
masjid tersebut juga penuh dengan kliping media massa yang kontra terhadap JIL. kelompok
81 Wawancara Tempo dengan Hasanuddin, Sekertaris komisi Fatwa dalam “Tapal Batas Tafsir Bebas” Majalah Tempo, 12 Agustus 2005 hlm. 75. 82 Lihat lampiran 9, dalam foto 5 diambil ketika larifikasi legalitas JIL di Utan Kayu yang diwakili oleh Hamid Basyaib, kordinator JIL 2005-2006 dan kanan, Nong Darol Mahmada, Manager Program JIL, 2001-2007
Sejarah Jaringan ..., Nadya Karima Melati, FIB UI, 2016
fundamentalis yang mengatas namakan Forum Umat Islam dan Ummat Islam Utan Kayu
memberi ultimatum kepada JIL dan poster berisi “JIL Haram, Darah Ulil Halal” dan JIL harus
hengkang dari Utan Kayu sebelum Bulan Puasa. Aksi massa ini diwakilkan oleh Syafruddin
Tanjung yang sesekali menjadi imam di masjid Al Muslimun Utan Kayu. 83 Tetapi baik
penyerangan dan pengusiran hanya sebatas ancaman yang nyatanya tidak terjadi apa-apa.
Fatwa MUI juga membuat orang jadi takut dan ‘alergi’ pada JIL.84 Dalam
wawancara penulis dengan Nong Darol Mahmada disebutkan bahwa pada tahun 2004, The
Asia Foundation sempat memutuskan untuk menghentikan bantuan keuangan terhadap JIL
karena desakan beberapa petinggi organisasi lain yang tidak menyukai pergerakan JIL.85
Nama Repro dipilih untuk menjadi ‘tameng’ untuk aktivitas JIL. Nama Repro, The
Religious Reform Project adalah proyek dibawah JIL yang hampir seluruh aktivitasnya
sama dengan JIL tetapi ditambah dengan sindikat ke pesantren-pesantren, dan lebih rajin
membuat diskusi di kampus-kampus. Program Repro ini berdurasi Januari 2006 – Januari
2007 dengan tema: Kampanye Media dan Jaringan Kampus untuk. Setidaknya ada 34
diskusi di gelar sepanjang tahun 2006 hingga 2007 di kampus-kampus dengan pembicara
dari aktivis Islam Liberal yang berasal dari milis islamliberal@yahoogroups.com. Tapi
sayangnya program Repro dianggap tidak seberhasil JIL.
Penutup
Jaringan Islam Liberal adalah salah satu dari berbagai organisasi organisasi Islam
berciri politik yang muncul pada era reformasi. Kemunculan JIL selalu dianggap berhadap-
hadapan dengan kelompok Islam Fundamentalis yang juga tumbuh setelah tumbangnya rezim
Orde Baru. JIL yang berhadapan dengan kelompok Islam radikal-militan yang kadang disebut
sebagai kelompok Islam fundamentalis. Berdasarkan penelitian ini, perseteruan tersebut
bukanlah Clash of Civillization seperti yang diungkapkan oleh Samuel Huntington melainkan
perseteruan berbagai kelompok kepentingan setelah peristiwa peralihan rezim Orde Baru ke
reformasi.
83 Dalam liputan Tempo warga asli Utan Kayu telah diundang untuk membicarakan apakah mereka menerima kantor JIL di Utan Kayu. Lihat liputan dalam “Yang Liberal, yang Dibeslah” dalam majalah Tempo 18 September 2005 84Faktor lainnya berakhirnya kerjasama JIL dengan The Asia Foundation di tahun 2005 dan salah satu masukan dari pihak TAF adalah untuk berhati-hati dalam penggunaan nama ‘Liberal’ Lengkapnya dalam wawancara via elektronik dengan Luthfi Asyaukanie, 28 Oktober 2015 dan 17 November 2015 85 Salah satunya desakan yang dicurigai berasal dari Din Syamsudin, petinggi organisasi Muhammadiyah. Wawancara dengan Nong Darol Mahmada 11 Desember 2015
Sejarah Jaringan ..., Nadya Karima Melati, FIB UI, 2016
JIL vis a vis kelompok Fundamentalis dilacak melalui aktivitas para tokohnya yakni
Luthfi Assyaukanie, Nong Darol Mahmada, dan Ulil Abshar Abdalla pada masa Orde Baru
hingga detik-detik pergantian rezim. Alhasil, perseteruan JIL dan kelompok fundamentalis
dapat dilihat sejak dari berdirinya Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia dan pembagian
kelompok pro-Habibie dan Non-pro pada masa peralihan kekuasaan Orde Baru ke era
reformasi. Pecahnya aliran kelompok Islam menjadi dua kubu yang saling bersebrangan ini
juga dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan luar yang ikut serta seperti Lembaga donor asing
yang mendukung demokrasi maupun negara lain yang menginginkan Indonesia menjadi
bagian dari komunitas muslim internasional.
Jaringan Islam Liberal sendiri pada awalanya adalah gerakan pemikiran yang dalam
perkembangannya berubah menjadi organisasi tersendiri yang mengkampanyekan ide-ide
tentang Islam yang membebaskan dan berbeda cara pandang dengan Islam utama.
Penggunaan kata Liberal memang memancing polemik tersendiri yang berdampak pada
penerimaan masyarakat dan kecurigaan bahwa kelompok pemikiran ini merupakan “Antek
Barat”. Semakin besarnya gerakan ini menuntut Jaringan Islam Liberal berubah menjadi
organisasi mapan sendiri yang tidak lagi bernaung di bawah Islam dan Kemasyarakatan dari
The Asia Foundation. Tetapi, ketika bertransformasi dari sebuah gerakan menjadi organisasi
ide, ketergantungan terhadap donor menjadi semakin tinggi untuk membiayai keperluan
organisasi tersebut. Sehingga ketika dukungan dana mulai berkurang, aktivitas JIL juga
menyurut. Hal ini diperburuk dengan Fatwa MUI yang melarang Sekularisme, Pluralisme,
dan Liberalisme yang membuat JIL menjadi cap negatif untuk pandangan tentang Islam di
luar mainstream. Setelah tahun 2007, JIL mati suri.
Jaringan Islam Liberal sebagai organisasi berdampak pada masyarakat dalam berbagai
hal seperti menyumbang diskursus pemikiran Islam Indonesia sepanjang tahun-tahun aktifnya
2001-2005, memberikan iklan dan kampanye Islam Warna Warni di televisi, dan JIL juga
menjadi pioneer dalam penggunaan dunia virtual sebagai wadah untuk berdiskusi (milis) dan
berdakwah (web). Ketika semakin menyurut kegiatan JIL, JIL berakhir sebagai cap negatif
terhadap Pemikiran Islam non-mainstream di masyarakat.
Sejarah Jaringan ..., Nadya Karima Melati, FIB UI, 2016
Daftar Refrensi
Arsip Nong Darol Mahmada. “Sejarah Jaringan Islam Liberal” (2005) ------------. ‘Proposal IMS Foundation’ (2005) ------------. “Laporan Kegiatan JIL Januari-Juni 2005”. (2005) ------------. “Islam Liberal: Agenda dan Seputar Istilah’”Notulensi Perdana Diskusi Islam Liberal (Mei 2001) ------------. “Laporan JIL januari-Juli 2005” (2005) ------------.”Framework Jaringan Islam Liberal”, (2005) ------------. “Islam Liberal: Program Diskusi Kampus dan Jaringan Mahasiswa Progresif” (2005) ------------. “Profil Repro” (2006) ------------. “Laporan Akhir Swiss dan NZ (2006) Surat Kabar Majalah Gatra, 1 Desember 2001, 8 Desember 2001, 21 Desember 2002, 17 November 2003, 6 Desember 2003, 6 Agustus 2005, 22 Juni 2007 Majalah Tempo, 19 Mei 2002, 7 Agustus 2005, 12 Agustus 2005, 14 Agustus 2005, 21 Agustus 2005, 18
September 2005 Harian Republika 20 Maret 2002, 23 Maret 2002
Buku dan Jurnal
Abd. Muqsith Ghazali (Ed). Ijtihad Islam Liberal: Upaya Merumuskan Keagamaan yang Dinamis, Jakarta: Jaringan Islam Liberal. 2005
Abd. Moqsith Ghazali, dkk, Dinamika NU: Perjalanan Sosial dari Muktamar Cipasung (1994) ke Muktamar Kediri (1999), Jakarta: Lapkesdam NU, 1999
Abdul Halim. Teologi Islam Rasional. Jakarta: Ciputat Press, 2001
Adian Husaini dan Nuin Hidayat. Islam Liberal: Sejarah, Konsepsi, Penyimpangan, dan Jawabannya. Jakarta: Gema Insani Press, 2002
Ahmad Ibrahim, dkk. Islam di Asia Tenggara; Perkembangan Kontemporer Mengonsepsikan Islam Masa Kini. Jakarta: LP3S, 1990
Ahmad Munjid, “Millitan and Liberal Islam: The Unwanted Twin Children of Modernization – An Indonesian Experience” dalam Journal of Indonesian Islam, Volume 03 No.1 Juni 2009
Pribadi, Airlangga dan Yudi Latief. Post Islam Liberal; Membangun Dentuman Mengkontradiksikan Eksperimentasi. Jawa Barat; PT Gugus Press, 2002
Ali Abdul Halim Mahmud. Ikhwanul Muslimin: Konsep, Gerakan Terpadu, jilid II. Jakarta: Gema Insani Press, 1997
Aminudin. Kekuatan Islam dan Pergulatan Kekuasaan di Indonesia, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999
Ananta, Aris; Arifin, Evi Nurvidya & Suryadinata, Leo. Emerging Democracy in Indonesia. Singapore: Institute of Southeast Asian Studies, 2005
Anderson, Benedict. Imagined Communities: Reflection on the Origin and Spread of Nationalism (Terj Omi Intan Naomi). Yogyakatra: INSIST, 2008
Ankersmith, F.R. Refleksi Tentang Sejarah (Terjemahan oleh Dick Hartono). Jakarta: Gramedia, 1987
Ansari Yamamah. Renewal of Islamic Law According to Jaringan Islam Liberal Indonesia: A Reflection from Qawaidu Uqi, Al Ijtima’iyah. World Journal of History and Civilization, 2(2):87.94.2012
As’ad Said Ali. Ideologi Gerakan Pasca Reformasi. Jakarta; LP3S. 2012
Sejarah Jaringan ..., Nadya Karima Melati, FIB UI, 2016
Berlin, Isaiah, “Two Concepts of Liberty” Dalam Isaiah Berlin (1969) Four Essays on Liberty. Oxford: Oxford University Press, 1958
Budhy Munawar-Rachman, dkk, Dekonstruksi Islam Mahzab Ciputat, Bandung: Zaman Wacana Mulya, 1999
Budhy Munawar-Rachman . Reorientasi Pembaharuan Islam. Jakarta: LSAF, 2011
-------------------------. Islam dan Liberalisme. Jakarta:Friedrich Naumann Stiftung, 2011
Burke, Peter. Sejarah dan Teori Sosial. Jakarta:Yayasan Obor Indonesia, 2003
Dedy Jamaludin Malik dan Idy Subandy Ibrahim. Zaman Baru Islam Indonesia: Pemikiran dan Aksi Politik. Bandung: Zaman Wacana Mulya, 1998
Faraz Umaya. Islam Pasca Orde Baru. Yogyakarta: Tiara Wacana, 2007
Gottschalk, Louis. Mengerti Sejarah (Terj oleh Nugroho Notosusanto). Jakarta: UI Press, 2008
Harun Nasution, dkk. Ensiklopedia Islam Indonesia. Jakarta: IKAPI, 1992 Hefner, Robert. W. ICMI dan Perjuangan Menuju Kelas Menengah Indonesia, Yogyakarta: Tiara Wacana, 1995 Hendro Prasetyo , Ali Muhanif, dkk. Islam dan Civil Society: Pandangan Muslim Indonesia. Jakarta: Gramedia,
2002,
Huntington, Samuel. Benturan Antar Peradaban: dan Masa Depan Politik Dunia (Terj). Yogyajarta: Kalam, 2004
Jamhari. “Mapping Radical Islam in Indonesia” dalam Studi Islamika: Indonesian Journal for Islamic Studies, Volume 10 , No. 7, Tahun 2003
Kamanto Sunarto. Pengantar Sosiologi, Jakarta: UI Press, 2002
Kato, Hisanori. Islam di Mata Orang Jepang. Jakarta: Gramedia , 2014
Kruzman, Charles. Wacana Islam Liberal; Pemikiran Islam Kontemporer tentang Isu-isu Global. Jakarta; Paramadina , 2001
Kuntowijoyo. Paradigma Islam; Intepretasi untuk Aksi. Bandung; IKAPI, 1991
--------------. Dinamika Sejarah Umat Islam Indonesia. Yogyakarta; Salahhudin Press, 1994
Leonard Binder, Islamic Liberalism dalam Islam Liberal: Kritik Ideologi Pembangunan (Imam Mutaqqin, Penerjemah), Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011
Leonard Binder. Islamic Liberalism dalam Islam Liberal: Kritik Ideologi Pembangunan (terj) Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998
Lorentus Bagus, Kamus Filsafat, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2002 Ludwig von Mises. 2011. Menemukan Kembali Liberalisme. Jakarta; Freedom Institute
Luthfi Assyaukanie, dkk. Wajah Islam Liberal Indonesia. Jakarta: Jaringan Islam Liberal. 2002
M Imdadun Rahmat. Arus Baru Islam Radikal: Transmisi Revivalisme Islam Timur Tengah ke Indonesia. Jakarta: Erlangga, 2005
M. Din Syamsudin. Islam dan Politik era Orde Baru. Ciputat: PT Logos Wacana Ilmu, 2001
M. Zaki Mubarak. Genealogi Islam Radikal di Indonesia: Gerakan, Pemikiran, dan Prospek Demokrasi.Jakarta: LP3ES, 2007
Markoff, John, Gelombang Demokrasis Dunia: Gerakan Sosial dan Perubahan Politik (Terj oleh Ari Setianingrum), Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002
Sejarah Jaringan ..., Nadya Karima Melati, FIB UI, 2016
Mietzner, Marcus, Military Politics, Islam and The State in Indonesia, Singapore: ISEAS Publication, 2009 Moeflich Hasbullah, “Cultural Presentation of Muslim Middle Class in Contemporary Indonesia” dalam Studi Islamika: Indonesian Journal for Islamic Studies, Volume 7 , No. 2, Tahun 2000. Muhammad Sirozy. Catatan Kritis Politik Islam era Reformasi. Yogyakarta ; AK Group. 2004
Nordholt, Henk Schulte, dkk. Prespektif Baru Penulisan Sejarah Indonesia. Jakarta: Pustaka Obor Indonesia dan KITLV-Jakarta. 2013
Umar Hadi, AbdulMu’ti, dkk. Islam in Indonesia A to Z Basic Reference. Jakarta: Direktorat Diplomasi Publik Kementrian Luar Negri Republik Indonesia, 2011
Prisma Majalah Pemikiran Sosial Ekonomi No. 3,Tahun XX Maret, 1991 “Generasi Baru Pemikiran Islam”
Platzdascj, Bernhard. Islamism in Indonesia: Politics in the Emerging Democracy. Singapore: ISEAS Publishing, 2009
Robertson, David. The Routledge Dictionary of Politics. New York: Routledge, 2002 Said, Edward W. Orientalisme (Terj. Asep Hikmat). Bandung: Pustaka Salman, 1996 Soerjono Soekanto. Kamus Sosiologi. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1993 Steele, Janet, Mars Within: Pergulatan Tempo Sejak Jaman Orde Baru. Jakarta: Dian Rakyzat, 2007 Ulil Abshar Abdalla. Menjadi Muslim Liberal. Jakarta: Nalar, 2005
Voght, Karl, Lina Lanser, dan Christian Moe. New Direction in Islamic Thought; Exploring Reform and Muslim Tradition. New York; Routledge. – 2009
Naskah Tidak Diterbitkan Ade Rina Farida, Konstruksi realitas Islam Liberal dalam media cetak : Analisis Framing Majalah Gatra dan
Sabili, Tesis: Universitas Indoenesia, 2004. Brek Batley, The Complexities of Dealing with Radical Islam in South East Asia: A Case Study of Jamaah
Islamiyah, Makalah, Canberra: Strategic and Defence Studies Center, The Australian National University, 2003
Collins, Elizabeth Fuller, Islam is The Solution, Dakwah Demokrasi di Indonesia, Makalah, di presentasikan
dalam seminar Fulbright Visiting Fellow Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Universitas Ohio, Juni 2004
Ihsan Ali-Fauzi, Rudi Harisyah Alam, dkk, Pola-pola Konflik Keagamaan di Indonesia, Laporan Penelitian,
Yayasan Wakaf Paramadina (YWP) Magister Perdamaian dan Resolusi Konflik Universitas Gadjah Mada , Jakarta, 2009
Ihsan Maulana, Pola Hubungan Islam dan Negara dalam Pemikiran Jaringan Islam Liberal, Skripsi, FISIP UIN
Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2007. Neng Dara Affiah, Gerakan Perempuan Muslim Progresif di Indonesia sebagai Gerakan Sosial Baru: Studi
Kasus Organisasi-Organisasi di Jawa tahun 1990-2010, Disertasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Indonesia, Depok, 2014.
Nicolaus Teguh Budi Harjanto, Islam in Contemporaray Indonesia: The Political Ideas of Jaringan Islam Liberal,
Tesis, Ohio University, 2003 Nurcholis Madjid, Keharusan Pembaruan Pemikiran Islam dan Masalah Integrasi Umat, Makalah, Forum
Silaturahmi Antar Pemuda Persami, HMI, GPI, dan PII di Taman Islail Marzuki, Jakarta 3 Januari 1970
Sejarah Jaringan ..., Nadya Karima Melati, FIB UI, 2016
Nurul Amalia, Membela Palestina: Solidaritas dalam Majalah Islam Sabilli 1989-1993. Skripsi, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2015
Suratno, The Flowering of Islamic Thought: Liberal-Progressive Discourse and Activism in Contemporary
Indonesia, Makalah, Irasec’s Discussion Papers, #8, February 2011 Usman, Islam Liberal dan Islam Fundamental: Pertarungan Wacana Sosioreligius Pasca Orde Baru (Analisis
Wacana Sosioreligius dalam Sejumlah Buku Islam Liberal dan Islam Fundamental. Tesis, Sosiologi Universitas Indonesia, 2005.
Yusmardi. N, Implikasi kebijakan Amerika Serikat dalam memerangi Terorisme bagi Islam Politik di Indonesia,
Tesis, Universitas Indonesia, 2005. Berita Online
“Aksi unjuk rasa Indonesia Tanpa FPI di Jakarta” http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2012/02/120214_antifpi.shtml
“BedaIsMe” https://akkbb.wordpress.com/ (5 November 2015 pukul14:39 WIB)
“Dipukul saat Demo, Aktivis Indonesia Tanpa FPI Lapor Polisi “ http://news.detik.com/berita/1842627/dipukul-saat-demo-aktivis-indonesia-tanpa-fpi-lapor-polisi, (1 November 2015, pukul 13:51)
“Formaci” http://forummahasiswaciputat.blogspot.co.id/2015/06/formaci.html (Minggu, 1 November 2015 pukul 22.56)
“FPI Bersikap sangat Koperatif”, http://www.antaranews.com/arc/2008/6/4/tpm-fpi-telah-bersikap-sangat-kooperatif ( 21 Oktober 2015 pukul 9:59 WIB)
“Habieb RiziekJadi Tersangka”, http://news.liputan6.com/read/160345/habib-rizieq-shihab-jadi-tersangka?c_id=2&id=160345 ( 21 Oktober 2015 pukul 9:59 WIB)
“ITJ komitmen lahirkan agen perubahan” http://bogor.antaranews.com/berita/6481/itj-komitmen-lahirkan-agen-perubahan (1 November 2015 pukul 14.23)
“Kammi Sayap Kampus Tak Resmi PKS” http://nasional.tempo.co/read/news/2013/02/09/078460215/kammi-sayap-kampus-tak-resmi-pks (23 Oktober 2015 pukul 10:50)
“Muktamar Bahas Aktivitas Jaringan Islam Liberal” dalam http://nasional.tempo.co/read/news/2004/11/30/05551925/muktamar-bahas-aktivitas-jaringan-islam-liberal (Minggu, 30 November 2015 pukul 13:33 WIB)
“Pemilu 1999” , http://www.kpu.go.id/index.php/pages/detail/2008/11/Pemilu-1999 , (2 November 2015 pukul 00:46)
“Profil Kami” http://indonesiatanpajil.org/profil-kami/ (1 November 2015 pukul 14:17 WIB)
“Rumah Fauzi Baadila jadi Sekertariat Indonesia Tanpa JIL” http://www.voa-islam.com/read/indonesiana/2012/09/12/20598/rumah-fauzi-baadila-jadi-sekretariat-indonesia-tanpa-jil/#sthash.OR39rDHy.z7BcVriJ.dpbs (1 November 2015 pukul 14.17 WIB)
“Sejarah” http://www.pmii.or.id/sejarah/ (23 Oktober 2015 pukul 10:13)
Admin “Tentang Jaringan Islam Liberal” http://islamlib.com/?site=1&cat=page-tentang (3 Juni 2015 pukul 15:48 WIB)
Dr. H. A. Muhdati Ridwan, M. Ag dalam, “Mengurai Akar Makna dan Tujuan” http://www.pmii.or.id/mengurai-akar-makna-tujuan-pmii/ (23 Oktober 2015 pukul 10:13)
JIL vs FPI” http://www.kompasiana.com/langitkembar/jil-vs-fpi_550e2f36813311b72dbc60ad (1 November 2015 pukul 13:15 WIB)
Sejarah Jaringan ..., Nadya Karima Melati, FIB UI, 2016
Putut Widjanarko, “Islam Liberal Definisi dan Sikap” dalam Diskusi Jaringan Islam Liberal http://islamlib.com/?site=1&aid=133&cat=content&cid=10&title=islam-liberal-definisi-dan-sikap (3 Juni 2015 pukul 14:50 WIB)
Runnymede Trust, “Islamophobia: a challenge for us all”, diunduh http://www.runnymedetrust.org/publications/17/32.html (8 November 2015 pukul 01:10 WIB)
Sumanto Al Qurtuby, “Quo Vadis Jaringan Islam Liberal” dalam http://www.suaramerdeka.com/harian/0503/10/opi4.htm diakses pada tanggl 27 Oktober 2011 pukul 23.23 WIB
Wawancara Wawancara pribadi dengan Luthfi Assyaukanie, (48 tahun), Pendiri Jaringan Islam Liberal Miling List dan web,
kordinator untuk Repro, pada 2 September 2015 pada 30 Oktober 2015, 18 November 2015 Wawancara pribadi dengan Nong Darol Mahmada, (42 tahun), Pendiri Jaringan Islam Liberal dan menjabat
sebagai Manajer Program JIL (2001-2007) pada 9 September 2015, 30 Oktober 2015, dan 11 Desember 2015 Wawancara elektronik dengan Luthfi Asyaukanie, 28 Oktober 2015, 5 November 2015 Wawacara elektronik dengan Nong Darol Mahmada tanggal 30 Oktober 2015 Wawancara elektronik dengan Ulil Abshar Abdalla, (48 tahun), Co-founder Jaringan Islam Liberal, Kordinator
JIL (2001-200-) 30 Oktober 2015
Sejarah Jaringan ..., Nadya Karima Melati, FIB UI, 2016
top related