sejarah pura dalem penataran ped (dewi)
Post on 30-Jul-2015
134 Views
Preview:
TRANSCRIPT
Sejarah Pura Dalem Penataran Ped
Pura Dalem Ped merupakan salah satu pura kahyangan jagad yang terkenal di pelosok
Bali sehingga masyarakat Bali berbondong-bondong tangkil ke Pura Dalem Ped ini.Pura Dalem
Ped tepat berada di pesisir pantai Desa Ped, Kecamatan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung.
Sejarah Desa Ped tergolong sangat unik.Dalam penulisan sejarah Desa Ped ini, penulis
hanya menggunakan sumber lisan, artefak dan selebihnya dari berbagai media.Hal ini
disebabkan karena penulis tidak menemukan sumber tertulis yang bisa dijadikan sumber. Artefak
yang dimaksud di sini adalah adanya tiga buah tapel yang sekarang di’linggih’kan di Pura Dalem
Ped. Seperti uraian di atas, dengan adanya tiga buah tapel ini melahirkan sebuah nama “Ped”,
yang pada awalnya dari kesaktian tiga buah tapel yang sangat populer ke pelosok Bali pada saat
itu dan sampai didengar oleh seorang Pedanda yaitu Ida Pedanda Abiansemal, sehingga Ida
Pedanda Abiansemal bersama pepatih dan pengikutnya secara beriringan (mapeed) datang ke
Nusa dengan maksud menyaksikan langsung kebenaran informasi atas keberadaan tiga tapel
yang sakti di Pura Dalem Nusa. Dulu bernama Pura Dalem Nusa tetapi sudah ada pergantian
nama setelah Ida Pedanda Abiansemal beriringan (mapeed) ke Pura Dalem Nusa kemudian
digantikan oleh seorang tokoh Puri Klungkung pada zaman I Dewa Agung menjadi Pura Dalem
Ped.
Informasi tentang keberadaan Pura Dalem Ped atau Pura Penataran Ped pada awalnya
masih sangat simpang siur.Hal ini disebabkan karena dalam penggalian sumber untuk mencari
informasi tentang keberadaan pura ini, sumber-sumber yang ada sangat minim.Dengan demikian
hal ini memicu timbulnya perdebatan yang cukup lama di antara beberapa tokoh-tokoh spiritual.
Perdebatan yang timbul yakni mengenai nama pura. Kelompok Puri Klungkung, Puri Gelgel dan
Mangku Rumodja Mangku Lingsir, menyebutkan pura itu bernama Pura Pentaran Ped. Yang
lainnya, khususnya para balian di Bali, menyebut Pura Dalem Ped.
Menurut Dewa Ketut Soma seorang penekun spiritual dan penulis buku asal Desa Satra,
Klungkung, dalam tulisannya berjudul “Selayang Pandang Pura Ped” berpendapat, kedua
sebutan dari dua versi yang berbeda itu benar adanya. Menurutnya, yang dimaksudkan adalah
Pura Dalem Penataran Ped, Jadi, satu pihak menonjolkan "penataran"-nya, satu pihak lainnya
lebih menonjolkan "dalem"-nya.
Kembali pada tiga buah tapel.Saking saktinya, tapel-tapel itu bahkan mampu
menyembuhkan berbagai macam penyakit, baik yang diderita manusia maupun tumbuh-
tumbuhan.Sebelumnya, Ida Pedanda Abiansemal kehilangan tiga buah tapel.Begitu menyaksikan
tiga tapel yang ada di Pura Dalem Nusa itu, ternyata tapel tersebut adalah miliknya yang hilang
dari kediamannya.Namun, Ida Pedanda tidak mengambil kembali tapel-tapel itu dengan catatan
warga Nusa menjaga dengan baik dan secara terus-menerus melakukan upacara-upacara
sebagaimana mestinya.
Kesaktian tiga tapel itu bukan saja masuk ke telinga Ida Pedanda, tetapi ke seluruh
pelosok Bali, termasuk pada waktu itu warga Subak Sampalan yang saat itu menghadapi
serangan hama tanaman seperti tikus, walang sangit dan lainnya. Ketika mendengar kesaktian
tiga tapel itu, seorang klian subak diutus untuk menyaksikan tapel tersebut di Pura Dalem Nusa.
Sesampainya di sana, klian subak memohon anugerah agar Subak Sampalan terhindar dari
berbagai penyakit yang menyerang tanaman mereka, Permohonan itu terkabul. Tak lama
berselang, penyakit tanaman itu pergi jauh dari Subak Sampalan.Hasil panenpun menjadi
berlimpah.
Kemudian warga menggelar upacara mapeed.Langkah itu diikuti subak-subak lain di
sekitar Sampalan.Kabar tentang pelaksanaan upacara mapeed itu terdengar hingga seluruh
pelosok Nusa. Sejak saat itulah I Dewa Agung Klungkung mengganti nama Pura Dalem Nusa
dengan Pura Dalem Peed (Ped).
Meski pun ada kata "dalem", namun bukan berarti pura tersebut mempakan bagian dari
Tri Kahyangan.Yang dimaksudkan "dalem" di sini adalah merujuk sebutan raja yang berkuasa di
Nusa Penida pada zaman itu.Dalem atau raja dimaksud adalah penguasa sakti Ratu Gede Nusa
atau Ratu Gede Mecaling.
Ada lima lokasi pura yang bersatu pada areal Pura Penataran Agung Ped.
Persembahyangan pertama yakni Pura Segara, sebagai tempat berstananya Bhatara Baruna, yang
terletak pada bagian paling utara dekat dengan bibir pantai lautan Selat Nusa.Persembahyangan
kedua yakni Pura Taman yang terletak di sebelah selatan Pura Segara dengan kolam mengitari
pelinggih yang ada di dalamnya yang berfungsi sebagai tempat penyucian.Kemudian
persembahyangan ketiga yakni ke baratnya lagi, ada pura utama yakni Penataran Ratu Gede
Mecaling sebagai simbol kesaktian penguasa Nusa pada zamannya.Persembahyangan terakhir
yakni di sebelah timurnya ada Ratu Mas.Terakhir di jaba tengah ada Bale Agung yang
merupakan linggih Bhatara-bhatara pada waktu ngusaba.
Masing-masing pura dilengkapi pelinggih, bale perantenan dan bangunan-bangunan lain
sesuai fungsi pura masing-masing.Selain itu, di posisi jaba ada sebuah wantilan yang sudah
berbentuk bangunan balai banjar model daerah Badung yang biasa dipergunakan untuk
pertunjukan kesenian.
Seluruh bangunan yang ada di Pura Penataran Agung Ped sudah mengalami perbaikan
atau pemugaran, kecuali benda-benda yang dikeramatkan.Contohnya, dua area yakni Area Ratu
Gede Mecaling yang ada di Pura Ratu Gede dan Area Ratu Mas yang ada di Pelebaan Ratu
Mas.Kedua area itu tidak ada yang berani menyentuhnya.Begitu juga bangunan-bangunan
keramat lainnya.Kalaupun ada upaya untuk memperbaiki, hal itu dilakukan dengan membuat
bangunan serupa di sebelah bangunan yang dikeramatkan tersebut.
Sejarah Hubungan Pura Dalem Ped dengan Dalem Dukut
Dalam Lontar Ratu Nusa diceritakan upaya Dalem Klungkung menyatukan Nusa Penida
dengan Bali.Upaya itu dilakukan untuk membangun hubungan yang lebih produktif antara rakyat
Bali dan rakyat Nusa.Hanya saja saat Ngurah Peminggir diutus oleh Dalem Klungkung
mendekati Dalem Nusa ternyata gagal.Kegagalan itu karena Ngurah Peminggir menggunakan
kekerasan perang mau menguasai Nusa.Bagaimana hubungan kesejarahan antara Pura Dalem
Peed dengan Dalem Dukut?
Saat itu Dalem Nusa melepaskan wong samarnya mengalahkan Ngurah Peminggir
dengan pasukannya. Dalem Klungkung melanjutkan upaya penyatuan Pulau Bali dengan Nusa
dengan mengutus I Gusti Ngurah Jelantik Bogol.Pendekatan yang digunakan oleh I Gusti
Ngurah Jelantik Bogol adalah pendekatan yang etis mengikuti tata krama seorang kesatria
sebagai utusan raja.Dalem Dukut pun menerima dengan sangat hormat sesuai dengan tata krama
kerajaan dalam menerima utusan raja.
Dalem Dukut atau ada juga sumber yang menyebut Dalem Bungkut bersedia
menyerahkan Kerajaan Nusa melalui suatu cara yang terhormat dalam tata krama sebagai
kesatria. Dua tokoh ini pun mengadakan perang tanding secara terhormat dengan tidak
melibatkan prajurit dan rakyatnya. Mereka melakukan perang tanding secara kesatria tidak
berdasarkan kebencian dan kesombongan akan kelebihan diri masing-masing.
I Gusti. Jelantik Bogol dalam perang tanding itu menggunakan senjata pemberian
kerajaan bernama ”Ganja Malela”. Dalam perang tanding itu senjata Ganja Malela I Gusti
Jelantik Bogol patah.Hampir saja I Gusti Jelantik Bogol kalah.Cepat-cepat istrinya, Ni Gusti Ayu
Kaler, memberikan senjata bartuah bernama Pencok Sahang.Melihat senjata Pencok Sahang ini
Dalem Dukut sudah punya firasat bahwa waktunya sudah tiba untuk kembali ke alam sunia lewat
senjata Pencok Sahang.
Peperangan pun dihentikan sementara dan Dalem Dukut menyatakan kepada I Gusti
Jelantik Bogol bahwa ia akan kembali ke Sunia Loka lewat senjata Pencok Sahang itu. Dalem
Dukut pun menyatakan menyerahkan segala kekayaan Nusa dengan rakyat dan wong samar-nya
untuk mendukung Dalem Klungkung memajukan Klungkung.
Senjata Pencok Sahang ini sesungguhnya adalah taring Naga Basuki.Ketika Ni Gst. Ayu
Kaler mandi di Sungai Unda ada sepotong kayu bagaikan kayu bakar atau sahang yang selalu
menujunya.Setiap kayu itu dijauhkan dari dirinya selalu balik kembali mendekati
dirinya.Akhirnya kayu itu dipungut. Setelah dibelah ternyata di dalamnya terdapat sebuah keris
yang belum jadi. Keris itulah bernama Pencok Sahang yang tiada lain adalah taring Naga Basuki
sendiri.
Perlu direnungkan latar belakang dari perang tanding Dalem Dukut dengan Jelantik
Bogol.Dua orang ini sesungguhnya sudah saling kenal, bahkan bersahabat saat belum menjabat
sebagai raja maupun patih.Saat ada panggilan tugas yang berbeda ini mereka kelola dengan bijak
sesuai dengan swadharma kesatria.Saat Patih Jelantik Bogol datang ke Nusa membawa tugas
Kerajaan Klungkung, Dalem Dukut menyambutnya dengan sangat ramah.Dalem Dukut
menyatakan bahwa jangan karena ada tugas yang berlawanan terus persahabatan menjadi
hilang.Demikian juga sebaliknya jangan karena sahabat terus swadharma ditinggalkan sebagai
seorang kesatia.Patih Jelantik Bogol membawa pasukan dari Klungkung, tetapi tidak dengan
kasar menyerang Kerajaan Nusa.Jelantik Bogol mengatakan pendekatan diplomatik terlebih
dahulu dengan cara-cara yang menghormati Dalem Dukut.Raja Nusa ini pun menyambut dengan
baik.Dalem Dukut menjamu Patih Jelantik Bogol sebagai seorang teman.
Dalam jamuan tersebut Dalem Dukut menyatakan bahwa Nusa tidak akan kalah kalau
Dalem Dukut masih hidup, walaupun semua pasukan Nusa habis. Sebaliknya utusan Dalem
Klungkung pun tidak akan kalah kalau Patih Jelantik Bogol tidak gugur di medan perang,
meskipun semua pasukan Klungkung gugur dalam pertempuran.
Dalem Dukut dan Patih Jelantik Bogol sepakat untuk tidak memberikan pasukannya
masing-masing bertempur.Biarlah mereka bergembira membangun komunikasi persaudaraan
demi Bali dan Nusa.Dalem Dukut dan Patih Jelantik Bogol sepakat untuk melakukan perang
tanding dalam melakukan swadharma kesatria.Swadharma Patih Jelantik Bogol adalah
menyukseskan misi Dalem Klungkung untuk menyatukan Nusa Penida ke dalam kekuasaan
Klungkung, sedangkan Dalem Dukut memiliki swadharma untuk menjaga eksistensi kehormatan
Kerajaan Nusa Penida.
Dalem Dukut dan Patih Jelantik Bogol perang tanding untuk melakukan swadharmanya
masing-masing.Perang tanding itu bukan dilakukan karena kebencian, tetapi atas dorongan
melakukan swadharma sebagai kesatria.Dalam melakukan swadharma tersebut mereka tetap juga
menjaga persahabatan.Sebelum perang tanding dilangsungkan, Dalem Dukut pun menjamu I
Gst. Ngurah Jelantik Bogol sebagai seorang sahabat dengan jamuan kehormatan.Pasukan
Klungkung dan Nusa pun ikut berpesta dalam perjamuan tersebut.
Setelah jamuan berlangsung barulah perang tanding dilakukan dengan cara-cara
kesatria.Kedua pasukan hanya sebagai saksi perang tanding tersebut. Apalagi rakyat sipil tidak
ada yang jadi korban dalam proses penguasaan Nusa oleh Dalem Klungkung. Sifat-sifat kesatria
Dalem Dukut dan Patih Jelantik Bogol ini patut menjadi renungan kita bersama dalam
membangun Bali dalam proses dinamika kehidupan politik untuk mengutamakan sifat-sifat
kesatria yang tidak mengorbankan rakyat kecil untuk mewujudkan tujuan mencapai kekuasaan
maupun mencari kekayaan.
Bersatunya Nusa dengan Bali menjadi satu sistem pemerintahan dalam proses yang
sangat terhormat pada masa pemerintahan Dalem Klungkung. Tidak ada yang kalah menang
dalam artian sempit. Dalem Dukut tidak mengerahkan pasukan wong samar-nya melawan I Gst.
Jelantik Bogol. Kemungkinan Dalem Dukut melihat suatu kepentingan yang lebih besar dan
lebih mulia yaitu bersatunya alam dan rakyat Nusa dengan Bali. Persatuan ini akan membawa
kedua daerah lebih mudah maju membangun kesejahteraan hidup bersama antara rakyat Bali dan
Nusa Penida lahir batin.
top related