sken a blok 16
Post on 17-Apr-2015
54 Views
Preview:
TRANSCRIPT
SKENARIO A
BLOK 16: JIWA DAN FUNGSI LUHUR
Diego, anak laki-laki, usia 30 bulan, dibawa ke klinik karena belumbisa bicara dan
tidak bisa duduk diam. Diego hanya bisa mengoceh dengan kata-kata yang tidak
dimengerti oleh orang tuanya dan orang lain. Bila dipanggil sering kali tidak
bereaksi terhadap panggilan. Diego juga selalu bergerak ke sana kemari tanpa
tujuan. Senang bermain dengan bola, tetapi tidak suka bermain dengan anak lain.
Diego anak pertama dari ibu usia 34 tahun. Lahir spontan pada kehamilan 38
minggu. Selama hamil ibu Diego pernah mengalami demam dan sering
mengonsumsi daging mentah tetapi periksa kehamilan dengan teratur ke SpOG.
Riwayat persalinan: lahir langsung menangis. Berat badan waktu lahir 3.500
gram. Diego bisa tengkurap pada usia 6 bulan, berjalan pada usia 12 bulan, tidak
ada riwayat kejang, dan tidak ada keluarga yang menderita kelainan seperti ini.
Pemeriksaan Fisis dan Pengamatan:
Berat badan 17 kg, tinggi badan 92 cm, lingkar kepala 50 cm. Tidak ada gambaran
dismorfik. Anak sadar, tetapi tidak mau kontak mata dan tersenyum kepada
pemeriksa. Tidak menoleh ketika dipanggil namanya. Anak selalu bergerak ke
sana kemari tanpa tujuan.
Ketika diberikan bola, dia menyusun bola-bola secara berjejer, setelah selesai lalu
dibongkar, kemudian disusun berjejer lagi, dan dilakukan berulang-ulang.
Tidak ada gerakan-gerakan aneh yang diulang-ulang. Tidak mau bermain dengan
anak lain. Bila memerlukan bantuan, dia menarik tangan ibunya untuk melakukan.
Tidak bisa bermain pura-pura (imajinatif). Tidak melihat ke benda yang ditunjuk.
Tidak bisa menunjuk benda yang ditanyakan oleh orang lain.
Pemeriksaan fisik umum, neurologis dan laboratorium dalam batas normal.
Tes pendengaran normal.
I. KLARIFIKASI ISTILAH
1. Kejang: kontraksi involunter atau serangkaian kontraksi dari otot-
otot volunter.
2. Dismorfik: keadaan di mana terdapat bentuk morfologik yang
berbeda-beda
3. Imajinatif: bersifat khayalan
II. IDENTIFIKASI MASALAH
1. Diego, lk, 30 bln:
a. Belum bisa bicara dan tidak bisa duduk diam
b. Hanya bisa mengoceh dengan kata-kata yang tidak
dimengerti orang tuanya dan orang lain
c. Sering tidak bereaksi terhadap panggilan
d. Selalu bergerak ke sana kemari tanpa tujuan
e. Senang bermain dengan bola, tetapi tidak senang bermain
dengan anak lain
2. Riwayat kehamilan:
a. Anak pertama, usia ibu 34 th
b. Selama hamil ibu pernah demam dan sering konsumsi
daging mentah, tetapi periksa teratur ke SpOG
3. Riwayat persalinan:
a. Lahir spontan pada kehamilan 38 minggu, langsung
menangis
b. BB lahir 3500 gram
4. Riwayat perkembangan:
a. Bisa tengkurap pada usia 6 bln
b. Berjalan pada usia 12 bln
c. Tidak ada riwayat kejang
5. Riwayat keluarga: tidak dijumpai kelainan serupa
6. PF & Observasi:
a. BB 17 kg, TB 92 cm, lingkar kepala 50 cm, dismorfik (-)
b. Sadar, tetap tidak mau kontak mata dan tersenyum kepada
pemeriksa
c. Tidak menoleh ketika dipanggil
d. Selalu bergerak ke sana kemari tanpa tujuan
e. Saat diberikan bola, bola disusun secara berjejer, setelah
selesai dibongkar, disusun berjejer lagi dan dilakukan
berulang-ulang
f. Tidak ada gerakan aneh yang berulang-ulang
g. Tidak mau bermain dengan anak lain
h. Bila perlu bantuan, menarik tangan ibu untuk melakukan
i. Tidak bisa bermain pura-pura (imajinatif)
j. Tidak melihat ke benda yang ditunjuk
k. Tidak bisa menunjuk benda yang ditanyakan orang lain
l. PF umum, neurologis, lab, tes pendengaran normal
III. ANALISIS MASALAH
1. Bagaimana milestone perkembangan anak pada usia 30 bulan?
Pertumbuhan
Berat Badan Normal ( 1 – 6 tahun)
BB = (2 x usia) + 8 = (2 x 2,5) + 8 = 13 kg
Tinggi Badan Normal ( 2 – 12 tahun)
TB = (6 x usia ) + 77 = ( 6 x 2,5) + 77 = 92 cm
Perkembangan
Pada usia 30 bulan anak dapat :
Motorik : naik tangga dengan kaki bergantian
Adaptif : Membuat menara dari 9 kubus; membuat geris
vertikal dan horizontal namun belum dapat membuat tanda
tambah ; membuat lingkaran; mulai menggambar bentuk
tertutup.
Bahasa : menyebut diri sendiri “ aku” ; mengetahui nama
lengkap diri sendiri
Sosial : Membantu membereskan barang-barang ; bisa bermain
“pura-pura”.
2. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan fisik dan pengamatan?
Interpretasi Pengamatan:
- Menghindari kontak mata dan senyum. gangguan
interaksi sosial
- Tidak menoleh ketika dipanggil. gangguan interaksi
sosial
- Bergerak kesana kemari tanpa tujuan. pola perilaku
repetitif dan stereotipik
- Menyusun bola berjajar dan membongkarnya setelah
selesai (berulang-ulang). pola perilaku repetitif dan
stereotipik
- Tidak mau bermain dengan anak lain. gangguan
interaksi sosial
- Menarik tangan ibu bila butuh bantuan. gangguan
komunikasi
- Tidak bisa bermain pura-pura. gangguan komunikasi
- Tidak melihat ke benda yang ditunjuk orang lain.
gangguan interaksi sosial
- Tidak menunjuk benda yang ditanyakan orang lain.
gangguan interaksi sosial
3. Apa saja diagnosis banding pada kasus ini?
Hearing impairment
Developmental language disorder
Asperger disorder
PDD-NOS
Retts syndrome
Childhood disintegrative disorder
Schizophrenia
Undifferentiated mental retardation
Asperger
Syndrome
Autisme Masa
Kanak
Gangguan
perkembangan
bahasa
- +
Gangguan
interaksi timbal
balik
+ +
Perilaku terbatas
dan berulang
+ +
4. Apa saja pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan dalam
penegakan diagnosis?
Evaluasi audiologi; evaluasi bicara dan bahasa secara
komprehensif
Pemeriksaan level timbal bila anak tersebut tinggal di
lingkungan berisiko.
Analisis kromosom apabila anak dicurigai mengalami
retardasi mental.
EEG pada anak yang mengalami regresi perkembangan
atau riwayat kejang yang mencurigakan.
5. Bagaimana cara penegakan diagnosis dan apa WD kasus ini?
- Menggunakan DSM IV untuk anak di bawah 3 tahun
Menurut American Psychiatric Association dalam buku
Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder Fourth
Edition Text Revision (DSM IV-TR, 2004), kriteria diagnostik
untuk dari gangguan autistik adalah sebagai berikut:
A. Jumlah dari 6 (atau lebih) item dari (1), (2) dan (3), dengan
setidaknya dua dari (1), dan satu dari masing-masing (2)
dan (3):
(1) Kerusakan kualitatif dalam interaksi sosial, yang
dimanifestasikan dengan setidak-tidaknya dua dari hal
berikut:
(a) Kerusakan yang dapat ditandai dari penggunaan
beberapa perilaku non verbal seperti tatapan langsung,
ekspresi wajah, postur tubuh dan gestur untuk
mengatur interaksi sosial.
(b) Kegagalan untuk mengembangkan hubungan teman
sebaya yang tepat menurut tahap perkembangan.
(c) Kekurangan dalam mencoba secara spontanitas untuk
berbagi kesenangan, ketertarikan atau pencapaian
dengan orang lain (seperti dengan kurangnya
menunjukkan atau membawa objek ketertarikan).
(d) Kekurangan dalam timbal balik sosial atau emosional.
(2) Kerusakan kualitatif dalam komunikasi yang
dimanifestasikan pada setidak-tidaknya satu dari hal
berikut:
(a) Penundaan dalam atau kekurangan penuh pada
perkembangan bahasa (tidak disertai dengan usaha
untuk menggantinya melalui beragam alternatif dari
komunikasi, seperti gestur atau mimik).
(b) Pada individu dengan bicara yang cukup, kerusakan
ditandai dengan kemampuan untuk memulai atau
mempertahankan percakapan dengan orang lain.
(c) Penggunaan bahasa yang berulang-ulang dan
berbentuk tetap atau bahasa yang aneh.
(d) Kekurangan divariasikan, dengan permainan berpura-
pura yang spontan atau permainan imitasi sosial yang
sesuai dengan tahap perkembangan.
(3) Dibatasinya pola-pola perilaku yang berulang-ulang dan
berbentuk tetap, ketertarikan dan aktivitas, yang
dimanifestasikan pada setidak-tidaknya satu dari hal
berikut:
(a) Meliputi preokupasi dengan satu atau lebih pola
ketertarikan yang berbentuk tetap dan terhalang, yang
intensitas atau fokusnya abnormal.
(b) Ketidakfleksibilitasan pada rutinitas non fungsional atau
ritual yang spesifik.
(c) Sikap motorik yang berbentuk tetap dan berulang
(tepukan atau mengepakkan tangan dan jari, atau
pergerakan yang kompleks dari keseluruhan tubuh).
(d) Preokupasi yang tetap dengan bagian dari objek
B. Fungsi yang tertunda atau abnormal setidak-tidaknya dalam 1
dari area berikut, dengan permulaan terjadi pada usia 3 tahun:
(1) interaksi sosial, (2) bahasa yang digunakan dalam
komunikasi sosial atau (3) permainan simbolik atau
imajinatif.
C. Gangguan tidak lebih baik bila dimasukkan dalam Rett’s
Disorder atau Childhood Disintegrative Disorder.
Diagnosis :
Axis I : F.84.0 Autisme masa kanak
Axis II : R46.8 Diagnosis Aksis II tertunda
Axis III : Tidak ada
Axis IV : Tidak ada
Axis V : 60-51 gejala sedang/moderate, disabilitas sedang
6. Apa etiologi dan faktor risiko kasus ini?
Etiologi
Penyebab pasti dari autisme masih belum tidak diketahui, namun
penyebabnya dipercaya bersifat multifaktorial.
Komponen genetik dari autisme bersifat heterogen dan melibatkan
lebih dari 100 gen. Abnormalitas genetik diidentifikasi terdapat
pada gen mitokondria dan seluruh kromosom kecuali koromosom
14 dan 20. Studi .. belum dapat mengindentifikasi regio spesifik
pada kromosom yang menyebabkan autisme. Namun, beberapa
kromosom diyakini memiliki implikasi yang lebih kuat dalam
menyebabkan autisme, diantaranya adalah kromosom 7q,
kromosom 2q, dan kromosom 15q11-13.
Kelainan Neuroanatomi
o Pertumbuhan abnormal pada 2 tahun pertama pada
lobus frontalis, temporalis, cerebellum, dan regio
limbik
o Perubahan anatomik pada gyrus cingulata
o Defisit pada RAS
o Perubahan struktural pada cerebellum
o Lesi di hipokampus
o Abnormalitas neuroradiologi pada lobus prefrontal dan
temporal
o Keabnormalan dalam neurokimia
o Fungi dopamin yang abnormal
o Peningkatan serotonin
Imunologi
Terdapat beberapa laporan yang mengesankan bahwa
ketidakcocokan imunologis (antibodi maternal yang ditujukan pada
janin) dapat turut menyebabkan gangguan autistik. Limfosit
beberapa anak autistik bereaksi dengan antibodi maternal, yang
meningkatkan kemungkinan terjadinya kerusakan jaringan saraf
embrionik atau ekstraembrionik selama gestasi.
Faktor Risiko
- Genetik
- Penyakit pada otak ( infeksi TORCH)
- Mikrosefali, hindrosefalus
- Penyakit metabolik ( PKU, MPS)
- Encefalitis, meningitis
- Neoplasma
- Lead encephalopathy
- Genetic Disorder ( Tuberous sclerosis, Fragile X syndrome)
7. Bagaimana epidemiologi kasus ini?
Prevalensi
Gangguan autistik diyakini terjadi dengan angka kira-kira 5 kasus
per 10.000 anak (0.05%). Laporan mengenai angka gangguan
autistik berkisar antara 2 hingga 20 kasus per 10.000. Berdasarkan
definisi, onset gangguan autistik adalah sebelum usia 3 tahun,
meskipun pada beberapa kasus, gangguan ini tidak dikenal hingga
anak berusia lebih tua.
Distribusi jenis kelamin
Gangguan autistik 4 hingga 5 kali lebih sering pada laki-laki
dibandingkan anak perempuan. Anak perempuan dengan autisme
lebih besar kemungkinannya memiliki retardasi mental berat.
8. Bagaimana patofisiologi kasus ini? (5, 6)
9. Bagaimana manifestasi klinis kasus ini?
Hendaya Kualitatif di Dalam Interaksi Sosial
Anak autis tidak menunjukkan tanda samar keterkaitan
sosial kepada orang tua dan orang lain
Anak autis sering tidak memahami atau membedakan
orang-orang yang penting dalam hidupnya, seperti orang
tua, saudara kandung, dan guru
Menunjukkan ansietas berat bila rutinitasnya terganggu
Defisit dalam kemampuan untuk bermain dengan teman
sebaya
Tidak dapat menginterpretasikan perilaku sosial orang lain
dan menghasilkan tidak adanya timbal-balik sosial
Gangguan dalam proses komunikasi
Defisit perkembangan bahasa dan kesulitan menggunakan bahasa
untuk mengkomunikasikan gagasan
Perilaku stereotipik
Anak autistik umumnya tidak menunjukkan permainan
pura-pura atau menggunakan pantomim abstrak
Aktivitas dan permainan anak sering kaku, berulang, dan
monoton
Gejala Perilaku Terkait
Hiperkinesis
Agresi dan ledakan kemarahan dapat diamati, sering
disebabkan oleh perubahan dan tuntutan
Perilaku mencederai diri sendiri, mencakup membentur-
benturkan kepala, menggigit, menggaruk, dan menarik
rambut
Rentang perhatian yang pendek dan sulit berfokus pada
tugas
10. Bagaimana penatalaksanaan kasus ini?
Penanganan kelainan ini diakui banyak pihak sangatlah sulit. Harus
dibentuk penanganan menyeluruh yang terdiri atas orang tua, guru,
terapis, dan keluarga. Semua ini harus diarahkan untuk
membangun kemampuan anak bersosialisasi dan berbicara.
Terapi dibagi dalam dua layanan yaitu terapi intervensi dini dan
terapi penunjang.
a. Terapi Intervensi Dini
Dengan intervensi dini potensi dasar (functional) anak autistik
dapat meningkat melalaui program yang intensif. Ini sejalan
dengan hipotesis bahwa anak auistik memperlihatkan hasil yang
lebih baik bila intervensi dini dilakukan pada usia dibawah 5 tahun.
1) Direct Trial Training (DTT)
2) Learning Experience: an Alternative Program for Preschoolers
and Parents (LEAP)
3) Floor Time
4) Penatalaksanaant and Education of Autistic and Related
Communication-handicapped Children (TEACCH)
b. Terapi Penunjang
Beberapa jenis terapi penunjang bagi anak autistik dapat diberikan
yang disesuaikan dengan karakteristik dan kebutuhan anak, antara
lain:
1) Terapi Medikamentosa
Obat yang selama ini cukup sering digunakan dan
memberikan respon yang baik adalah risperidone dan
haloperidol.
2) Terapi Wicara
Terapi wicara merupakan suatu keharusan bagi penyandang
autism, karena semua anak autistik mengalami gangguan
bicara dan berbahasa. Hal ini harus dilakukan oleh seorang
ahli terapi wicara yang memang dididik khusus untuk itu.
3) Terapi Okupasional
Jenis terapi ini perlu diberikan pada anak yang memiliki
gangguan perkembangan motorik halus untuk memperbaiki
kekuatan, koordinasi dan ketrampilan. Hal ini berkaitan
dengan gerakan-gerakan halus dan trampil, seperti menulis.
4) Teori Integrasi
5) Motivasi Keluarga
6) Terapi Perilaku
Terapi ini penting untuk membantu anak autistik agar kelak
dapat berbaur dalam masyarakat, dan menyesuaikan diri
dalam lingkungannya. Mereka akan diajarkan perilaku
perilaku yang umum, dengan cara reward and punishment,
dimana kita memberikan pujian bila mereka melakukan
perintah dengan benar, dan kita berikan hukuman melalui
perkataan yang bernada biasa jika mereka salah melaksanakan
perintah. Perintah yang diberikan adalah perintah-perintah
ringan, dan mudah dimengerti.
7) Terapi Bermain
Terapi bermain sebagai penggunaan secara sistematis dari
model teoritis untuk memantapkan proses interpersonal. Pada
terapi ini, terapis bermain menggunakan kekuatan terapuitik
permaianan untuk membantu klien menyelesaikan kesulitan-
kesulitan psikosional dan mencapai pertumbuhan,
perkembangan yang optimal.
8) Terapi Musik
Terapi musik menurut Canadian Association for Music
Therapy (2002) adalah penggunaan musik untuk membantu
integrasi fisik, psikologis, dan emosi individu, serta
penatalaksanaant penyakit atau ketidakmampuan. Atau terapi
musik adalah suatu terapi yag menggunakan musik untuk
membantu seseorang dalam fungsi kognitif, psikologis, fisik,
perilaku, dan sosial yang mengalami hambatan maupun
kecacatan..
9) Terapi Integrasi Sensoris
Terapi ini berguna meningkatkan kematangan susunan saraf
pusat, sehingga lebih mampu untuk memperbaiki sruktur dan
fungsinya. Aktivitas ini merangsang koneksi sinaptik yang
lebih kompleks, dengan demikian bisa meningkatkan kapasitas
untuk belajar.
10) Terapi Biomedik
Terapi biomedik fokus pada pembersihan fungsi-fungsi
abnormal pada otak. Dengan terapi ini diharapkan fungsi
susunan saraf pusat bias bekerja dengan lebih baik sehingga
gejala autism berkurang.
11) Terapi makanan
Terapi melalui makanan (diet therapy) diberikan untuk anak-
anak yang alergi pada makanan tertentu. Diet yang sering
dilakukan pada anak autistik adalah GFCF (Glutein Free
Casein Free). Anak dengan gejala autism memang tidak
disarankan untuk mengasup makanan dengan kadar gula
tinggi. Hal ini berpangaruh pada sifat hiperaktif sebagian besar
dari mereka.
12) Pendidikan Khusus
Pendidikan khusus adalah pendidikan individual yang
terstruktur bagi para penyandang autism. Pada pendidikan
khusus, diterapkan sistem satu guru untuk satu anak. Sistem
ini paling efektif karena mereka tak mungkain dapat
memusatkan perhatiannya dalam suatu kelas yang besar.
Banyak orangtua yang tetap memasukan anaknya ke
kelompok bermain atau STK normal, dengan harapan bahwa
anaknya bisa belajar bersosialisasi. Untuk penyandang autisme
ringan hal ini bisa dilakukan, namun ia harus tetap
mendapatkan pendidikan khusus.
11. Bagaimana prognosis kasus ini?
Quo ad vitam: bonam
Quo ad functionam: dubia
Prognosis baik bila IQ di atas 70 dan dapat menggunakan bahasa
komunikatif saat usia 5-7 tahun, serta lingkungan dan keluarga
bersifat suportif.
12. Bagaimana tindakan edukasi pasien dan keluarganya?
Edukasi Keluarga
Setelah seorang anak didiagnosis autistik, adalah penting bahwa
tidak hanya anak tersebut yang mendapatkan pertolongan, namun
juga orang tua. Orang tua perlu diberikan pengertian mengenai
kondisi anak dan mampu menerima anak mereka yang menderita
autis. Mereka juga dilibatkan dalam proses terapi (Home training).
Konsep yang ada dalam home training ini adalah orang tua belajar
dan dilatih untuk dapat melakukan sendiri terapi yang dilakukan
psikolog/terapis. Terapi tidak hanya dilakukan oleh terapis tetapi
juga oleh keluarga di rumah. Terapi yang intensif akan
meminimalisir kemungkinan hilangnya kemampuan yang telah
dilatih dan dikuasai anak.
Edukasi (terapi pendidikan khusus)
Hambatan pada individu dengan autism terutama pada interaksi
sosialnya. Hal ini akan berlanjut bila tidak segera ditangani pada
usia sekolah, anak akan mengalami kesulitan dalam
berkomunikasi, bersosialisasi dengan lingkungan barunya (teman,
guru). Oleh karena itu sebaiknya anak sesegera mungkin
dikenalkan dengan lingkungannya.
Intervensi dalam berbagai bentuk pelatihan ketrampilan sosial,
keterampilan sehari-hari agar anak jadi mandiri (self care).
Berbagai metode pengajaran telah diuji cobakan pada gangguan
ini. Antara lain metode TEACCH (Treatment and Education of
Autistic and Related Communication Handicapped Children).
Dikembangkan oleh Eric Schopler pada awal tahun 1970an,
merupakan suatu sistem pendidikan khusus untuk anak dengan
autism, di School of Psychiatry at the University of North Carolina
in Chapel Hill. Metode ini merupakan suatu program yang sangat
terstruktur yang mengintegrasikan metode klasikal yang individual,
metode pengajaran yang sistematik, terjadwal dan dalam ruang
kelas yang ditata secara khusus.
13. Apa tingkatan KDU kasus ini?
Tingkat Kemampuan 2
Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan-pemeriksaan
tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya:
pemeriksaan laboratorium sederhana atau X-ray).
Dokter mampu merujuk pasien secepatnya ke
spesialis yang relevan dan mampu menindaklanjuti
sesudahnya.
IV. HIPOTESIS
Diego, ♂, 30 bln, mengalami gangguan komunikasi, interaksi sosial
dan perilaku karena autisme.
Faktor Risiko
Autisme
Etiologi tidak diketahui
Gangguan Interaksi Sosial
Gangguan Komunikasi
Perilaku Stereotipik
Tidak mau bermain
dengan anak lain
Belum bisa bicara
Tidak bisa duduk diam
dan bermain
pura-pura
Senang menyusun bola
dan membongkarnya kembali secara berulang-ulang
Tidak ada kontak mata dan senyum
Tidak merespon panggilan
V. KERANGKA KONSEP
VI. SINTESIS
A. MILESTONE PERKEMBANGAN ANAK
Sejak lahir, bayi sebetulnya sudah membawa 4 aspek perkembangan.
Yakni :
gross motor atau gerakan/motorik kasar
fine motor atau gerakan/motorik halus
aspek komunikasi-bicara
aspek sosial dan kemandirian
GERAKAN MOTORIK KASAR
Motorik kasar merupakan gerakan otot-otot besar. Yakni gerakan
yang dihasilkan otot-otot besar seperti otot tungkai dan lengan. Yang
biasany dilakukan melalui gerakan menendang, menjejak, meraih dan
melempar.
GERAKAN MOTORIK LEMBUT
Motorik halus merupakan koordinasi antara jari-jemari, telapak
tangan dan kaki, serta mata. Untuk mendeteksi
gangguan/penyimpangan perkembangan, bisa dilakukan dengan alat
skrining perkembangan Denver II.
Berikut garis besar skrining perkembangan motorik kasar menurut
Denver II:
1. Gerakan Seimbang (sejak lahir hingga 0,5 bulan)
Hal ini bisa dilihat dari anggota geraknya, yakni tangan dan kaki. Saat
kaget, keempat anggota geraknya yang semula dalam posisi menekuk
seperti katak, mengalami ekstensi menjadi lurus secara bersamaan.
Untuk mengetahui apakah anak tersebut mengalami gangguan atau
tidak, kita dapat melakukan hal ini:
*tarik selimutnya saat anak sedang tidur, baik dalam posisi tengkurap
atau telentang. Jika salah satu dari keempat anggota geraknya tak
simetris, misal nya kaki kanannya tampak lemas/tak terangkat, perlu
dicermati sebagai tanda mencurigakan.
2. Mengangkat Kepala (20 hari - belum genap sebulan).
Dalam range waktu antara beberapa hari sejak lahir hingga usia 2,5
bulan, anak sudah bisa mengangkat kepalanya sekitar 45 derajat.
Selanjutnya, sekitar 1 bulan 10 hari sampai 3,5 bulan, bayi harus nya
sudah bisa mengangkat kepala sejauh 90 derajat.
Untuk mengetahui apakah anak tersebut mengalami gangguan atau
tidak, kita dapat melakukan hal ini:
*posisikan anak tengkurap/telungkup. Jika tidak ada kelainan, secara
spontan bayi akan berusaha mengangkat kepalanya sendiri.
3. Duduk dengan Kepala Tegak (1,5 bulan - 3 bulan 3 minggu)
Perkembangan motorik bayi pada tahap ini dapat kita lihat dengan cara
memangku bayi tersebut dan menyandarkan anak pada tubuhnya
hingga kepalanya ikut tegak. Jika kepala bayi tampak lemas, terjatuh,
atau menunduk, kita perlu memeriksakan kondisi anak tersebut.
4. Menumpu Badan pada Kaki (1,2 bulan - 4 bulan 3 minggu)
Stimulasi yang disarankan, posisikan tengkurap. Perhatikan, tubuh
bayi akan terlihat bertumpu pada kakinya.
5. Dada Terangkat Bertumpu pada Lengan (2,5 bulan - mendekati 5
bulan)
Cara stimulasinya, telungkupkan tubuh bayi tersebut. Perhatikan
kemampuannya mengangkat lengan dan dada, hingga posisi lengannya
tegak. Untuk bisa bertumpu pada tangannya, ulurkan mainan yang
bersuara atau coba panggil namanya, hingga dia mencoba melihat ke
arah suara dan mengangkat kepalanya.
6. Tengkurap Sendiri (1 bulan 3 minggu - 5,5 bulan)
Cara stimulasinya, jangan sering menggendong bayi atau menaruhnya
di ayunan karena anak tak akan punya kesempatan belajar tengkurap.
Sebaiknya taruh anak di tempat tidur dengan posisi telentang.
Kemudian sedikit demi sedikit bantu ia membalikkan posisi tubuhnya.
7. Ditarik untuk Duduk Kepala Tegak (2 bulan 3 minggu - 6 bulan)
Cara stimulasi, tidurkan anak dengan posisi telentang, lalu tarik
perlahan kedua lengannya. Perhatikan, apakah kepalanya sudah dapat
mengikuti tubuh untuk tegak atau tidak. Jika kepala tetap lunglai, besar
kemungkinan ada kelainan yang umumnya terjadi di susunan saraf
pusat.
8. Duduk Tanpa Pegangan (5 bulan 1 minggu - 7 bulan)
Bila sesudah ditarik kedua tangannya kepala bayi bisa tegak, coba
lepaskan kedua tangannya secara perlahan agar dia bisa duduk sendiri.
ASPEK KOMUNIKASI BICARA
ASPEK SOSIAL EMOSIONAL
Pada usia 0-1 bulan kita dapat melihat hal ini pada bayi:
1. Bayi akan tidur dengan durasi 17 sampai 19 jam per hari. Tetapi
mereka melakukannya tidak sekaligus melainkan secara berseri dengan
periode tidur yang pendek.
2. Mereka lebih suka digendong dan diayun-ayun.
3. Mereka mulai menunjukkan karakter awal kepribadiannya.
4. Mereka mulai mengenali siapa yang sering mengasuhnya.
Pada usia 1-4 bulan kita dapat melihat hal ini pada bayi:
1. Bayi mulai merespon senyum orang yang tersenyum kepadanya.
2. Mereka sudah mulai dapat diajak bermain, misalkan permainan
cilukba. Ajaklah mereka bermain, meskipun responnya minimal, tetapi
permainan itu sangat penting untuk mereka.
3. Mereka menyukai digelitik.
4. Suara yang mereka kenali (terutama dari pengasuh utamanya)
dapat menenangkannya ketika mereka menangis.
Pada usia 4-8 bulan bayi akan merasakan hal ini:
1. Bayi memiliki ikatan yang sangat kuat dengan mereka yang sering
mengasuhnya, bayi lebih menyukai pengasuh utamanya, baik itu
bundanya ataupun bibi yang mengasuh mereka.
2. Mereka mengenali pengasuh utamanya, keluarganya, dan bayangan
mereka di cermin.
3. Mereka sudah mengerti ketika mereka terpisah dari pengasuhnya,
mereka akan merasa cemas dan sedih sampai akhirnya menangis.
4. Mereka mulai menunjukkan kecemasan ketika mereka berada di
tengah-tengah orang dewasa yang tidak mereka kenali.
5. Mereka akan marah jika mainan yang dipegangnya direbut.
Pada usia 8-12 bulan bayi akan merasakan hal ini:
1. Bayi sebisa mungkin akan selalu menempatkan pengasuh
utamanya dalam pandangan mereka, jika pengasuhnya tidak terlihat
maka mereka akan cemas dan sedih.
2. Bayi mulai memiliki mainan favorit dan terikat dengan itu.
3. Bayi sudah mulai memiliki ketegasan atas apa yang mereka
inginkan, mereka sudah dapat mendorong pengasuhnya dan berteriak
kepada pengasuhnya jika mereka marah.
4. Mereka mulai berbagi barang kepunyaan dengan bayi yang lain
karena sesama bayi juga ada interaksi.
5. Mereka mengerti arti kata “tidak”.
Apa yang diuraikan di atas adalah gambaran milestone perkembangan
sosial-emosional bayi secara umum. Beberapa bayi mungkin akan
lebih awal mengalaminya, beberapa bayi yang lain mungkin terlambat,
tidak semua bayi akan menunjukkan tingkah laku seperti apa yang
terdaftar di atas.
B. AUTISME
Definisi
Autisme (autism) merupakan gangguan pada sistem saraf pusat yang
berdampak pada gangguan interaksi sosial, gangguan komunikasi verbal-
nonverbal dan perilaku tertentu yang cenderung terbatas, mengulang dan
tidak mempunyai ketertarikan terhadap hal lainnya (baru).
Autisme mempunyai banyak gejala lainnya yang menyertai gangguan
tersebut seperti permasalahan penggunaan bahasa, menjalin hubungan dan
memiliki interpretasi yang berbeda dalam merespon lingkungan
sekitarnya.
Autisme diartikan sebagai gangguan saraf mental di awal perkembangan
masa kanak-kanak, meskipun kadang diagnosa autisme itu sendiri tidak
terdeteksi ketika sejak masa prasekolah atau masa sekolah. Gejala autisme
kemungkinannya telah muncul ketika usia anak mencapai 12-18 bulan.
Perilaku karakteristik autisme sendiri mudah terdeteksi pada usia 3 tahun,
misalnya dengan mengetahui keterlambatan dalam berbicara atau
penguasaan kosa kata pada masa prasekolah.
Keterlambatan anak menguasai bahasa sampai usia 5 tahun menjelang
sekolah merupakan permasalahan yang sering terjadi pada anak-anak
autisme, gejala-gejala yang tampak pada autisme dapat terlihat secara jelas
pada usia 4-5 tahun ketika anak mengalami permasalahan dalam
berinteraksi sosial dengan usia sebayanya. Permasalahan tersebut akan
terus berlanjut pada fase perkembangan selanjutnya, bahkan seumur
hidupnya.
American Psychiatric Association (APA) mengklasifikasikan Autisme
dalam gangguan perkembangan pervasif (pervasive development
disorders; PDD) bersama dengan beberapa gangguan lain; sindrom
Asperger, gangguan disintegratif pada anak, gangguan Rett, dan gangguan
perkembangan pervasif yang tidak terdefinisikan. Kesemua gangguan
tersebut merupakan gangguan yang berhubungan dengan permasalahan
komunikasi, sosial interaksi, perilaku terbatas, mengulang. Gangguan-
gangguan tersebut kadang disebut sebagai gangguan spektrum autisme
(autism spectrum disorders; ASD).
Disebut sebagai gangguan spektrum autisme karena beberapa gejala umum
mempunyai kemiripan, meskipun gangguan tersebut berbeda antara setiap
orang, namun gangguan tersebut pada area yang sama; sosialisasi,
komunikasi dan perilaku. Kecuali pada sindrom Asperger, anak tidak
memiliki hambatan dalam berkomunikasi.
Individu dengan gangguan autisme ringan dapat belajar untuk mandiri,
namun beberapa diantara penderita autisme harus secara terus-menerus
mendapatkan perawatan selama hidupnya. Sejauh ini belum ditemukan
obat yang efektif untuk menyembuhkan gangguan autisme secara total.
Faktor penyebab
Penyebab utama gangguan ASD ini tidak diketahui secara pasti, dugaan
utama adanya gangguan pada sistem saraf yang kompleks, beberapa
penelitian lainnya menduga adanya faktor genetika.
Genetika
Diduga tidak hanya satu gen saja yang memungkinkan kemunculan
gangguan autisme, hasil riset menduga adanya beberapa jenis gen yang
berbeda atau kombinasi diantaranya yang memungkinkan resiko terkena
autisme. Bila dalam satu keluarga mempunyai 1 anak menderita autisme
maka prevalensi mempunyai anak autisme sebesar 3-8%, sementara pada
kembar monozigot sebesar 30%.
Gejala
A. Gangguan Sosial
• Kesulitan dalam mengenal pelbagai perilaku nonverbal seperti kontak
mata, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan gerak isyarat dalam hubungan
sosial.
• Gagal dalam mengembangkan hubungan sosial dan menjalin hubungan
dengan orang lain ke tingkat yang lebih mendalam (akrab)
• Tidak spontan dalam menikmati, ketertarikan atau perilaku lawan
bermain, orang lain atau objek lain.
• Kurang mampu bersosialisasi dan tidak mampu menunjukkan hubungan
timbal balik emosi
Gangguan sosial merupakan salah satu permasalahan utama pada autisme
dan ASD. Gangguan ASD bukanlah semata kesulitan dalam berinteraksi
sosial seperti rasa malu berlebihan. Permasalahan ini merupakan hal serius
sepanjang hidupnya, problem sosial sering menjadi kombinasi dengan
beberapa gangguan lainnya seperti kemampuan berkomunikasi dan
perilaku apatis ketidaktertarikan dengan kehidupan sekelilingnya.
Pada umumnya bayi akan tertarik dengan lingkungan sekitarnya dan
merespon positif dengan tersenyum kepada orang lain, menggigit jari (fase
oral) atau mengerti lambaian tertentu kepadanya. Pada bayi autisme
kesulitan dan membutuhkan waktu cukup lama untuk berinteraksi dengan
orang lain.
Anak autis tidak melakukan interaksi seperti yang dilakukan anak lain,
mereka tidak mempunyai ketertarikan dengan orang lain, meskipun
beberapa diantaranya tetap berteman dan bermain bersama. Mereka
menghindari kontak mata bahkan cenderung untuk menyendiri. Anak
autisme juga kesulitan untuk belajar aturan-aturan permainan yang dibuat
oleh kelompok bermainnya, sehingga kadang teman-teman memilih untuk
tidak mengajaknya bermain bersama.
Anak autisme juga mempunyai problem mengenai ekspresi, anak autis
akan kesulitan untuk mengerti perasaan orang lain dan kesulitan untuk
memahami perasaan yang diucapkan oleh orang lain. Mereka juga sangat
sensitif untuk disentuh atau bahkan tidak menyukai orang lain bercanda
dengannya. Anak autisme juga tidak merasa nyaman dan menjauhi orang
lain yang membuatnya merasa malu.
Penderita autisme dewasa kesulitan dalam beradaptasi dengan
pekerjaannya dan permasalahan intelektual akan berkaitan dengan
kemunculan kecemasan dan depresi yang akan memperburuk kondisinya.
Sikap polos penderita autis dewasa kadang juga dapat dimanfaatkan oleh
orang lain untuk mengambil keuntungan.
B. Gangguan Komunikasi
• Tidak mampu sama sekali atau terlambat dalam perkembangan
berbahasa (kecuali adanya hambatan lain yang harus menggunakan bahasa
isyarat atau mimik)
• Kesulitan dalam berbicara atau kesulitan untuk mengerti pembicaraan
orang lain
• Suka mengulang suatu kata atau idiom tertentu
• Tidak variatif, tidak spontan dan kesulitan untuk mengerti atau bermain
pura-pura
Dalam berbicara individu dengan ASD kurang mampu dalam
mengkombinasikan beberapa kata dalam satu kalimat, sehingga mereka
cenderung hanya menggunakan satu kata atau beberapa kata saja.
Beberapa diantaranya juga acap mengulang kata-kata sama berulang-ulang
atau mengulang kembali pertanyaan yang diajukan sebagai jawaban.
Kondisi ini disebut dengan echolalia.
Anak dengan ASD sulit mengerti perintah isyarat, bahasa tubuh, atau suara
tertentu. Misalnya saja, sulit mengerti arti lambaian tangan atau ekspresi
wajah. Beberapa kasus anak autisme kadang tidak cocok dalam
mengekspresikan emosi dengan perkataan, misalnya saja ia mengatakan
bahwa dirinya dalam kesedihan akan tetapi ia tersenyum.
Anak autsme sulit diajak bercanda atau berpura-pura, kadang ia tidak
merespon samasekali dengan permainan, misalnya balita autis tidak
merespon permainan “ciluk ba“. Anak normal berbalik arah memeluk
ibunya ketika diajak bermain “ciluk ba”.
C. Kecenderungan untuk Mengulang Perilaku Tertentu, Tidak
Tertarik, atau Perilaku Terbatas pada Aktivitas
• Mencakup satu atau beberapa perilaku tertentu berupa ketertarikan luar
biasa (abnormal) pada sesuatu yang sangat menarik perhatiannya.
• Tidak fleksibel, tidak mampu melakukan hal-hal rutinitas
• Mempunyai perilaku stereotip tertentu, atau tingkah laku (gaya) tertentu
dan mengulang
• Tidak bosan dan secara tetap terikat atau larut dengan objek tertentu.
Anak dengan gangguan ASD akan menghabiskan waktu begitu lama bila
sedang bermain atau larut dengan mainannya. Bila mainan itu dapat
bergerak dengan sendirinya maka ia tidak akan melepaskan pandangannya
dengan tidak berkedip dan bila mainan itu berhenti tatapannya tidak
berubah barulah agak lama kemudian ia akan mencobanya lagi.
Individu dengan gangguan ASD mampu melakukan hal-hal yang rutin ia
lakukan sehari-harinya. Perubahan pola keteraturan dapat membuatnya
bingung dan frustrasi, misalnya saja ia akan melalui jalan yang sama setiap
harinya, bila jalan tersebut ditutup, hal itu akan membuatnya frustrasi.
Beberapa penderita ASD kadang sering melakukan hal yang sama secara
terus-menerus meskipun sebenarnya perbuatan tidak perlu dan tidak
berguna baginya. Misalnya saja ia melihat semua jendela rumah yang
terbuka ketika melewati jalan, menonton film yang pernah ia tonton
sebelumnya lebih dari dua kali.
Pemeriksaan
Saat ini belum ada alat secara medis untuk mendeteksi ASD. Tenaga
profesional menggunakan gejala-gajala yang ada dari perilaku yang
tampak. Secara umum gejala-gejala tersebut mulai terdeteksi sejak usia
bayi beberapa bulan yang berlanjut pada kemunculan pada usia di bawah 3
tahun.
Langkah diagnosis untuk gangguan ASD dilakukan dengan melihat masa
perkembangan awal dan survei dokter selama dilakukan kunjungan.
Langkah tersebut biasanya dilakukan dokter dengan cara men-check list
pelbagai pertanyaan untuk mengindentifikasi beberapa gangguan
perkembangan pada usia 9 bulan, 18 bulan dan 24-30 bulan (dapat diisi
oleh orangtua) bila ditangani terlebih awal maka dokter akan memberikan
beberapa test kemampuan yang disesuaikan dengan usia perkembangan
diatas.
ASD merupakan gangguan yang kompleks, untuk melakukan screening
secara tepat biasanya dilakukan evaluasi yang komprehensif, seperti tes
secara fisik, neurobiologis, atau bahkan tes genetik.
Beberapa test diagnostik yang dapat digunakan untuk mendiagnosa
gangguan autisme:
1) Autism Diagnosis Interview–Revised (ADI–R)
2) Autism Diagnostic Observation Schedule-Generic (ADOS–G)
3) Childhood Autism Rating Scale (CARS)
4) The Gilliam Autism Rating Scale (GARS)
5) Autism Spectrum Screening Questionnaire (ASSQ)
Penatalaksanaan
Tidak ada standar khusus untuk penatalaksanaan pada anak autis, tenaga
professional menggunakan beberapa standar yang berbeda-beda dalam
menangani pasien gangguan autisme. Karenanya orangtua yang memiliki
anak autisme dapat memilih tenaga profesional berpengalaman dari
pelbagai informasi yang ada dan dianggap dapat membantu anak-anak
autisme secara lebih baik. Lakukanlah diskusi dengan tenaga profesional
dalam mengambil beberapa tindakan yang diperlukan.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan orang tua:
a. Lihatlah reputasi tenaga profesional tersebut yang berpengalaman
b. Keputusan yang diambil haruslah berdasarkan pada petujuk-petunjuk
yang tersusun secara rinci yang merupakan hasil diskusi antara orangtua
dan tenaga professional yang terlibat di dalamnya
c. Hal-hal yang dilakukan dalam pemberian penatalaksanaant haruslah
mempunyai alasan yang jelas, maksud dan manfaat dari tindakan yang
diperlukan
d. Tidak ada standar obat medis yang direkomendasikan secara khusus
dalam penatalaksanaan yang diberikan, bahkan tidak ada obat yang dapat
menyembuhkan gangguan autisme, oleh karenanya penatalaksanaan yang
diberikan dapat berbeda-beda tiap individu dengan gangguan autisme atau
ASD lainnya
e. Orang tua haruslah berperan dalam pemberian penatalaksanaan dengan
pengetahuan yang cukup mengenai gangguan ini dan dapat melihat
perubaha-perubahan yang terjadi pada anak selama pemberian
penatalaksanaan apakah sesuai dengan karakter anak atau tidak
f. Lihat perubahan perkembangan anak selama pemberian
penatalaksanaan, biasanya anak autisme mengalami perubahan-perubahan
yang berarti selama penatalaksanaan yang dilakukan
Penatalaksanaan pada anak dengan gangguan autisme dapat berupa
memberikan pelatihan khusus dan manajemen perilaku, penatalaksanaan
dilakukan dalam jangka yang panjang dan dialkukan secara intensif.
Dokter juga akan memberikan obat-obatan pendukung.
Penatalaksanaan pada anak dengan gangguan autisme dapat berupa
memberikan pelatihan khusus dan manajemen perilaku, penatalaksanaan
dilakukan dalam jangka yang panjang dan dilakukan secara intensif.
Dokter juga akan memberikan obat-obatan yang dapat mendukug
penatalaksanaan tersebut.
Obat-obatan
Medikasi sebenarnya tidak diperlukan bagi penderita autisme, kecuali bila
disertai dengan adanya gangguan saraf lainnya. Medikasi diberikan untuk
membantu autis mengontrol beberapa perilaku seperti hiperaktif, impulsif,
konsentrasi atau kecemasan. Hal yang perlu diingat bahwa pemberian
obat-obatan tersebut kadang tidak cocok dengan tiap individu dan
pemberian obat dalam waktu yang relatif lama juga memberikan pengaruh
yang tidak baik bagi anak-anak autis.
Obat antipsikotik; pemberian jenis obat-obatan ini untuk mengurangi dari
beberapa perilaku seperti hiperaktif, perilaku menyendiri, pengulang
perilaku atau perilaku agresif. Jenis obat ini dapat berupa risperidone
(Risperdal), olanzapine (Zyprexa), dan quetiapine (Seroquel)
Selective serotonin reuptake inhibitors (SSRIs); adalah jenis obat
antidepressants yang sering digunakan untuk penderita depresi, obsessive-
compulsive disorder, atau gangguan kecemasan. Jenis obat ini dapat
mengurang perilaku seperti agresif, pengulangan perilaku, marah, dsb.
Jenis obat ini berupa fluoxetine (Prozac), fluvoxamine (Luvox), sertraline
(Zoloft), dan paroxetine (Paxil). Antidepressant lainnya; Clomipramine
(Anafranil), Mirtazapine (Remeron), amitriptyline (Elavil) dan bupropion
(Wellbutrin).
Obat stimulant; Jenis obat ini dapat meningkatkan kemampuan konsentrasi
dan mengurangi perilaku impulsif dan hiperaktif. Jenis obat ini berupa
methylphenidate (Ritalin) dan amphetamines (Adderall, Dexedrine).
Jenis obat lainnya; Alpha-2 adrenergic agonists (clonidine) diberikan
untuk mengurangi perilaku hiperaktif.
Pemberian obat-obatan tersebut haruslah melalui pengawasan dokter
secara ketat. Pemberian jangka panjang akan memberikan efek yang tidak
baik bagi anak autis.
Hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian obat-obatan:
- Menimbulkan rasa mengantuk (sedasi)
- Ketergantungan pada obat
- Beberapa jenis obat dapat bereaksi dengan makanan, perlu kontrol dan
konsultasi dokter mengenai penggunaan obat-obatan tersebut
- Obat-obatan tersebut harus diberikan oleh tenaga medis profesional yang
berpengalaman dalam menangani anak-anak autis
Beberapa jenis suplemen, vitamin, mineral; vitamin B, magnesium,
minyak ikan, dan vitamin C dilaporkan dapat memberikan pengaruh
positif bagi anak autis dan ASD lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Sadock VA, Sadock BJ. 2010. Buku Ajar Psikiatri Klinis. Edisi 2. Terjemahan
oleh: Profitasari, Mahatmi T. EGC, Jakarta, Indonesia. (hal. 588-593)
American Psychiatric Association. 2000. Diagnostic and Statistical Manual of
Mental Disorder (Text Revision). Edisi 4. American Psychiatric
Association, Washington DC, Amerika Serikat.
Maslim R. 2001. Diagnosis Gangguan Jiwa: Rujukan Ringkas PPDGJ-III. Bagian
Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya, Jakarta, Indonesia.
Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB. 2000. Nelson Textbook of Pediatrics.
Edisi 16. Saunders, Philadelphia, Amerika Serikat.
top related