skripsi diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh...
Post on 14-Apr-2019
226 Views
Preview:
TRANSCRIPT
KONSELING RATIONAL EMOTIVE BEHAVIOR THERAPY
DALAM MENGEMBANGKAN KEPERCAYAAN DIRI
PADA KORBAN PENYALAHGUNAAN NAPZA DI
REHABILITAS BERBASIS MASYARAKAT MANDIRI
CIREBON JAWA BARAT
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S. Sos.)
Oleh
Sondi Silalahi
NIM: 1113052000002
JURUSAN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2018 M./1440 H.
i
ABSTRAK
Sondi Silalahi, NIM 1113052000002, Konseling Rational
Emotive Behavior Theraphy Dalam Mengembangkan
Kepercayaan Diri Korban Penyalahgunaan NAPZA di
Rehabilitas Bberbasis Masyarakat Mandiri Cirebon Jawa
Barat, di bawah Bimbingan Drs. M Lutfi Jamal, MA. NIP
19671006 1994003 1 006
Penyalahgunaan NAPZA merupakan masalah kompleks
dan tidak dapat di selesaikan secara tuntas hanya oleh pemerintah
saja, melaikan butuh penanganan oleh semua lapisan masyarakat.
Dampak NAPZA yang dirasakan menurunnya kualitas
sumberdaya manusia dan gangguan berinteraksi dengan
lingkungan serta cendrung tidak percaya diri. Bahaya ini dapat
mengamcam Korban NAPZA terjadinya relapse apabila Korban
tidak percaya diri, oleh karenanya perlu adanya pengambangan
kepercayaan diri pada korban NAPZA.
Penelitian ini menjawab rumusan masalah yakni
Bagaimana pelaksanaan konseling Rational Emotive Behavior
Theraphy dalam Mengambangkan kepercayaan diri pada korban
penyalahgunaan NAPZA. Adapun teori yang digunakan teori A-
B-C menurut Albert Ellis, ada tiga pilar yang membangun
tingkah laku individu, yaitu pristiwa Activating event (A),
keyakinan Belief (B), konsekuansi Emotional consequence (C).
Metode penelitian yang digunakan adalah metodologi
pendekatan kualitatif, dengan jenis deskriptif. Informan dalam
penelitian ini berjumlah empat orang, terdiri dari dua konselor
RBM, dan dua Residen Korban NAPZA. Teknik pengumpulan
data melalui, observasi, wawancara, dan dokumentasi.
Hasil penelitian ini ditemukan Konseling Rational
Emotive Behavior Therapy dalam mengembangkan kepercayaan
diri korban penyalahgunaan NAPZA di lakukan Rehabilitas
Berbasisi Masyarakat Mandiri Cirebon Jawa Barat dapat
disimpulkan bahwa pelaksanaan konseling Rational Emotive
Behavior Therapy dapat mengembangkan kepercayaan diri
residen di Rehabilitas Berbasis Masyarakat Mandiri Cirebon
Jawa Barat. Dimana residen yang memiliki masalah kepercayaan
dri kini sudah mengalami peningkatan kepercayaan diri.
Kata Kunci : Konseling Rational Emotive Behavior Therapy
(REBT), kepercayaan diri, Korban Penyalahgunaan NAPZA.
ii
iii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang
Maha Esa,karna dengan segala berkat dan rahmatnya,penulis
dapat menyelesaikan Skripsi ini yang berjudul “Konseling
Rational Emotive Behaviour Therapy Dalam
Mengembangkan Kepercayaan Diri Pada Korban
Penyalahgunaan NAPZA di Rehabilitas Berbasis Masyarakat
Mandiri Cirebon Jawa Barat” peneliti menyadari bahwa dalam
menyelesaikan Skripsi ini tidak luput dari kekurangan dan
kesalahan, namun peneliti tetap berharap Skripsi ini dapat
bermanfaat untuk memberikan informasi atau pun untuk berbagi
ilmu pengetahuan bagi berbagai kalangan secara luas.
Selain itu,penulis Skripsi ini disusun untuk memenuhi
salah satu syarat dalam memperoleh gelar kesarjanaan dibidang
Bimbingan dan Penyuluhan Islam pada Fakultas Dakwah Dan
Ilmu Komunkasi.pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak terutama kepada orang tua
tercinta ayah dan ibu (Bapak Maruli Silalahi dan Ibu Roslina
Brutu), Kakak tercinta, (Priska Silalahi, Susi Silalahi, Hotmin
Silalahi) dan adik saya (Sari Devi Silalahi , Tambun Sahman
Silalahi), yang telah menjadi dorongan penyemangat bagi penulis
untuk tetap bersemangat dalam penyelesaian Skripsi. Selain itu,
penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada:
1. Dr. Arief Subhan, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu
Dakwah dan Ilmu Komunikasi.
iv
2. Suparto, M.Ed., Ph.D selaku wakil Dekan Bidang
Akademik Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi ,
serta Dr. Roudhonah, M.Ag selaku Wakil Dekan Bidang
Adkum Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi,
serta Dr. Suhaimi, M.Si selaku Wakil Dekan Bidang
Kemahasiswaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi.
3. Dra. Rini Laili Prihatini, M.Si selaku Ketua jurusan
Bimbingan dan Penyuluhan Islam yang selalu
memberikan motivasi kepada penulis.
4. Ir. Noor Bekti Negoro, SE, M.Si selaku sekretaris
Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan Islam.
5. Drs. M. Lutfi, MA selaku dosen Pembimbing Skripsi
yang sudah sangat membantu penulis menyelesaikan
karya ilmiah Skripsi ini.
6. Bapak/Ibu Dosen dan staff dilingkuan Fakultas Ilmu
Dakwah dan Ilmu komunikasi yang telah memberikan
banyak ilmu.
7. Buat sahabat-sahabat penulis, Rustalia, Mahmuddin,
Hajrul Aswad Harahap, Taufiq, Qois Dzulfaqqor,
Almuzani Pulungan (ucok), Harry Han Dhimonk, Niko
Apriandi, Abdul Haisman, M. Sabri, Khoirul Muslim,
Adam yuliawan, Safaruddin dan tidak lupa juga seluruh
teman-teman BPI angakatan 2013, kakak dan adik
seperjuangan penulis terima kasih atas dukungan dan
doanya.
v
8. Terima kasih juga kepada Pak Budi, Mas kris , Mas
Sulani, Sumarlan, Sumarlin, dan Keluarga Besar
Rehabilitas Berbasis Masyarakat (RBM) Mandiri Cirebon
Jawa Barat atas doa dan dukungannya selama saya
melakukan penelitian.
9. Seluruh keluarga besar BPI terimakasih buat dukungan
dan doanya kepada penulis semoga persaudaraan yang
kita jalin selama ini dapat terus terjaga dengan baik.
10. Terimakasih juga kepada Yanda Rohimuddin Husien
selaku Pimpinan Umum PTA dan keluarga besar
Pesantren Tahfidz Adh Dhuhaa, Dhuhaa Islamic School
Tangerang, yang telah mendukung dan mengizinkan saya
selama melakukan penelitian skripsi
Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih kepada
semua piha yang telah mebantu dan penulis berharap semoga
skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semuanya.
Ciputat, 04 Oktober 2018
Sondi Silalahi
vi
vii
DAFTAR ISI
ABSTRAK………………………………………………………………………………… ..
i
KATA PENGANTAR………………………………………….ii
DAFTAR ISI……………………………………………………v
DAFTAR TABEL……………………………………………...ix
BAB I : PENDAHULUAN……………………………………..1
A. Latar Belakang Masalah……………………………..1
B. Batasan dan Rumusan Masalah…………………….10
1. Batasan Masalah………………………………..10
2. Rumusan Masalah………………………………11
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian……………………..11
1. Tujuan Penelitian……………………………….11
2. Manfaat Penelitian……………………………...12
D. Metodologi Penelitian………………………………13
E. Teknik dan Analisis Data…………………………...15
F. Subjek dan Objek Penelitian………………………..18
G. Dasar Penetapan Lokasi Penelitian…………………19
H. Sumber Data………………………………………..19
I. Tinjauan Pustaka……………………………………20
J. Sistematika Penulisan………………………………22
BAB II : TINJAUAN TEORI………………………………...25
A. Pengertian Konseling……………………………….25
1. Pengertian Konseling…………………………...25
2. Konseling Kognitif dan Tingkah Laku…………27
3. Tujuan Konseling………………………………28
B. Konseling Rational Emotive Behavior Therapy……30
1. Pengertian Konseling Rational Emotive Behavior
Therapy (REBT)………………………………..30
2. Teori A-B-C…………………………………….33
3. Tujuan Rational Emotive Behavior Therapy…...35
C. Mengembangkan Kepercayaan Diri………………..37
1. Pengertian Kepercayaan Diri…………………...37
2. Aspek Aspek Paercaya Diri…………………….44
3. Ciri- ciri Orang yang Percaya Diri……………..45
4. Upaya Mengambangkan Kepercayaan Diri…….49
viii
D. Korban Penyalahgunaan NAPZA…………………..51
1. Pengertian Korban NAPZA…………………….51
2. Korban Penyalahgunaan NAPZA………………53
3. Faktor-faktor Penyalahgunaan NAPZA………..57
BAB III : GAMBARAN UMUM LEMBAGA………………61
A. Sejarah dan Gambaran Umum RBM Mandiri……...61
B. Visi, Misi, dan Tujuan RBM Mandiri Cirebon……..64
C. Struktur Organisasi RBM Mandiri…………………66
D. Jadwal Kegiatan Harian di RBM Mandiri………….67
E. Program Kegiatan Pengembangan di RBM………..69
F. Sarana dan Prasarana RBM Mandiri……………….69
BAB IV : TEMUAN LAPANGAN DAN ANALISIS DATA 71
A. Pelaksanaan Konseling Rational Emotive Behavior
Therapy (REBT) dalam Mengembangkan
Kepercayaan Diri Korban Penyalahgunaan
NAPZA……………………………………………..71
1. Pelaksanaan Konseling Rational Emotive Behavior
Therapy (REBT)………………………………..74
B. Faktor Pendukung dan Penghambat Pelaksanaan
Konseling REBT dalam Mengembangkan
Kepercayaan Diri Korban NAPZA…………………84
1. Faktor Pendukung………………………………85
2. Faktor Penghambat……………………………..87
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN……………………..93
A. Kesimpulan…………………………………………93
B. Saran………………………………………………..94
DAFTAR PUSTAKA………………………………………….96
LAMPIRAN………………………………………………….102
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 1………………………………………………………….66
Tabel 2………………………………………………………….67
Tabel 3………………………………………………………….69
Tabel 4 …………………………………………………………73
Tabel 5 …………………………………………………………73
Tabel 6 …………………………………………………………77
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Rasa percaya diri dapat diartikan sebagai suatu
keyakinan seeorang terhadap segala aspek kelebihan yang
dimilikinya dan keyakinan tersebut membuatnya merasa
mampu untuk bisa mencapai berbagai tujuan di dalam
hidupnya. Sedangkan rasa tidak percaya diri adalah suatu
keyakinan negatif seseorang terhadap kekurangan yang ada
di berbagai aspek kepribadiannya sehingga ia merasa tidak
mampu untuk mencapai berbagai tujuan di dalam
kehidupannya.1 Martin Perry menambahkan, percaya diri
berarti merasa positif tentang apa yang bisa Anda lakukan
dan tidak mengkhawatirkan apa yang tidak bisa Anda
lakukan, tetapi memiliki kemauan untuk belajar.2
Rasa tidak percaya diri ternyata sikap yang paling
merugikan dan menunjukkan ketidakcakapan seseorang.
Takut salah, takut mengalami kegagalan, takut ditolak dan
dada berdebar-debar yang diiringi oleh perasaan tak tenang
atau resah sebelum melakukan suatu tindakan, perbuatan,
atau kegiatan. Sebenarnya gejala tidak percaya diri seperti
munculnya ketakutan, keresahan, khawatir, rasa tak yakin
yang diiringi dengan dada berdebar-debar kencang dan tubuh
1 Thursan Hakim, Mengatasi Rasa Tidak Percaya Diri, (Jakarta:
Puspaswara, 2012), h. 6. 2 Martin Perry, Confidence Boosters Pendongkrak Kepercayaan diri,
(Bandung: PT Glora Aksara Pratama, 2011), h. 9.
2
gemetar ini bersifat psikis atau lebih di dorong oleh masalah
kejiwaan seseorang dalam merespon rangsangan atau
stimulus dari diluar dirinya sendiri.
Dengan demikian tidak percaya diri dapat menjadikan
seseorang berfikir irrasional, yang pastinya pemikiran
tersebut dapat merugikan dan mempersulit dalam
pengembangan kepercayaan diri, sebagai contoh seorang
pemakai narkoba atau Korban penyalahgunaan NAPZA akan
berpikir kalau dirinya adalah sampah masyarakat, tidak
dibutuhkan, dan sulit mendapat identitas yang baik atas
dirinya, ditambah stigma yang terbangun dari masryarakat
yang melabelkan pemakai narkoba adalah orang yang buruk.
Hal ini dapat menghambat perkembangan rasa percaya diri
seseorang, hingga akhirnya bukan malah jera akan yang
dilakukan, malah semakin merajalela dikarenakan dia tidak
diterima sosial.
Albert Ellis dalam bukunya mengatakan, setiap
individu memiliki tendensi untuk berfikir irasion al yang
salah satunya dapat melalui belajar sosial, disamping itu
individu juga memiliki kapasitas untuk belajar kembali untuk
berpikir kembali untuk berpikir rasional.1 Samuel
menambahkan, ia menganggap manusia” rasional dan
irasional” atau masuk akal sekaligus gila.2 Angelis dalam
bukunya, dalam mengembangkan percaya diri terdapat tiga
1 Gantina K, Eka W, Karsih, Teori dan Teknik Konseling, (Jakarta: PT
Indeks, 2011), h. 201. 2 Samuel T. Galdding, Koseling Profesi yang Menyeluruh, (Jakarta: PT
Indeks, 2012), h. 266.
3
aspek yaitu, 1) Tingkah laku, yang memiliki tiga indikator;
melakukan sesuatu secara maksimal, mendapat bantuan dari
orang lain, dan mampu menghadapi segala kendala, 2)
Emosi, terdiri dari empat indikator; memahami perasaan
sendiri, mengungkapkan perasaan sendiri, memperoleh kasih
sayang, dan perhatian disaat mengalami kesulitan,
memahami manfaat apa yang dapat disumbangkan pada
orang lain, 3) Spiritual, terdiri dari tiga indikator; memahami
bahwa alam semesta adalah sebuah misteri, meyakini takdir
Tuhan, dan mengagungkan Tuhan.3
Narkotika adalah obat yang jika disalahgunakan akan
membahayakan fisik dan mental. Oleh karena itu SEMA
No.4 Tahun 2010 Tentang “Penempatan Penyalahgunaan,
Korban Penyalahgunaan dan Pecandu Narkotika ke dalam
Lembaga Rehabilitasi Medis dan Rehabilitasi Sosial”
mewajibkan bagi penyalahguna (Pecandu) Narkotika untuk
diberi rehabilitasi, baik yang bersifat medis maupun sosial.4
Agama Islam memandang Narkoba, Psitropika, dan Zat
Adiktif (NAPZA) adalah barang yang merusak akal pikiran,
akal, hati, jiwa dan mental dan kesehatan fisik seperti halnya
Khamar. Maka Allah memerintahkan kepada manusia untuk
menjauhi penyalahgunaan khamar/narkoba agar manusia
3 Angelis, Barbara De, Confidance Percaya diri, (Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama, 2012), h. 57-77. 4
http://www.kemsos.go.id/modules.php?name=News&file=article&sid=18869
diakses pada tanggal 12 April 2017.
4
selamat dan bahagia. Sebagaimana firman Allah dalam QS.
Al-Maidah ayat 90 yang berbunyi:
يأيها ٱلذيه ءامىىا إوما ٱلخمز وٱلميسز وٱلأوصاب وٱلأسلم
٠٩مه عمل ٱلشيطه فٲجتىبىي لعلكم تفلحىن رجس
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya
(meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala,
mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan
syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu
mendapat keberuntungan.” (QS. Al-Maidah [5]: 90).
Surat Al-Maidah ayat 90 menjelaskan bahwa khamar,
berjudi, berkorban untuk berhala-berhala, mengundi nasib
dengan panah termasuk perbuatan setan yang rijs yakni
sesuatu yang kotor dan buruk yang tidak patut dilakukan oleh
manusia yang beriman kepada Allah, yang oleh karenanya
Allah menyuruh manusia untuk menjauhinya agar mendapat
keberuntungan baik di dunia maupun di akhirat.
Imam Bukhari ketika menjelaskan perurutan
larangan-larangan itu mengemukakan bahwa karena
minuman keras (khamr) merupakan salah satu cara yang
paling banyak menghilangkan harta, maka disusulnya
larangan meminum khamr dengan perjudian, karena
perjudian merupakan salah satu cara yang membinasakan
harta, maka pembinasaan harta disusul dengan larangan
pengagungan terhadap berhala yang merupakan pembinasaan
agama. Begitu pula dengan pengagungan berhala, karena ia
merupakan syirik yang nyata (mempersekutukan Allah) jika
berhala itu disembah dan merupakan syirik tersembunyi bila
5
dilakukan penyembelihan atas namanya, meskipun tidak
disembah. Maka dirangkailah larangan pengagungan berhala
itu dengan salah satu bentuk syirik tersembunyi yaitu
mengundi nasib dengan anak panah, dan setelah semua itu
dikemukakan, kesemuanya dihimpun beserta alasannya yaitu
bahwa semua itu adalah rijs (perbuatan keji).5
Haramnya NAPZA sudah disepakati oleh seluruh
ulama Islam yang pada zaman mereka barang barang
(NAPZA) ini sudah merajarela. Bahkan Syeikh Ibnu
Taimiyah mengatakan: Hasyisy (ganja) adalah benda haram,
baik orang yang mengkonsumsinya itu mabuk atau tidak.
Hanya orang orang yang durhaka saja yang
mengkonsumsinya, karena didalamnya terkandung unsur-
unsur yang memabukan, dan biasanya dicampur dengan
minuman yang memabukan.6 Menurut UU RI No. 22/1997
Narkotika dan obat-obat terlarang (Narkoba) atau narkotika,
psikotropika, dan zat adiktif lainnya (NAPZA) yaitu yang
berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintesis
maupun semi sintesis, yang dapat menyebabkan penurunan
atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi
sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan
ketergantungan.7
5 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-mishbah (Jakarta: Lentera Hati, 2012),
Jilid 3, h. 192 6 Yusuf Al-Qurdhawi, Halal Dan Haram, (Jakarta: Robbani Press,
2010), h. 82. 7 Jurnal Penelitian Kesejaheraan Sosial (PKS), Vol 14, No 2 (Balai
Besar Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesejahteraan Sosial
(B2P3KS): Yogyakarta: 2015), h. 411.
6
United Nations Office for Drugs dan Crimes
(UNODOC), melaporkan bahwa 200 juta atau lima persen
penduduk dunia menjadi pecandu penyalahgunaan narkotika,
psikotropika, dan zat adiktif lainnya (NAPZA) (Bulettin
NAPZA, 2014). Di Indonesia menurut data pusdatin,
kementrian sosial RI menunjukkan tingkat korban
penyalahgunaan NAPZA pada tahun 2010 sebanyak 80.269
jiwa, dari jumlah tersebut sebanyak 8.000 orang
menggunakan narkotika dengan alat bantu jarum suntik, 60
persennya terjangkit HIV/AIDS, sekitar 15.000 orang
meninggal setiap tahun kerna menggunakan NAPZA. Data
Badan Narkotika Nasional (BNN) mencatat, hingga tahun
2012 jumlah pengguna NAPZA di Indonesia mencapai
sekitar 5,8 juta, yang masih berusia remaja berjumlah 3 juta
orang (BNN, 2012).8
Data dari badan pusat statistk nasional menunjukkan,
bahwa angka tertinggi korban penyalah gunaan nakoba
adalah kalangan remaja yang bersetatus pelajar dan
mahasiswa. Pihak yang gigih menangani mereka adalah
Bandan Narkotika Nasional (BNN) dan dibantu oleh
kepolisan, bukan Konselor disekolah maupun dosen
diperguruan tinggi. Akibatnya, siswa (korban NAPZA)
cenderung diperlakukan kriminal, bukan pelajar hingga dapat
merenggut percaya diri pada korban NAPZA tersebut
walhasil, setelah dipenjara bukannya jera tetapi justru
8 Jurnal Penelitian Kesejaheraan Sosial (PKS),... h. 411.
7
semakin merajalela (Suyadi, 2013).9 Dalam penelitian
Dadang Hawari mengatakan bahwa penyalahgunaan NAPZA
antara lain merusak hubungan kekeluargaan, menurunnya
keinginan belajar, ketidakmampuan mana yang baik mana
yang buruk, perubahan peilaku menjadi anti sosial, gangguan
kesehatan, menaiknya jumlah kecelakaan lalu lintas,
kriminalitas dan tindak kekerasan lainnya baik kuantitatif
dan kualitatif.10
Dengan jumlah korban penyalahgunaan NAPZA
yang semakin tahun semakin meningkat menurut statistik
BNN, maka dengan demikian kita bertanggung jawab atas
mengembalikan kepercayaan dirinya agar korban NAPZA
dapat diterima masyarakat, tidak dikucilkan dan dapat
pekerjaan yang layak serta disisi mengembalikan hubungan
yang harmonis di keluarga, meberikan semangat belajar
hingga meningkatkan prososial agar korban penyalahgunaan
NAPZA mendapat kepercayaan dirinya kembali dan tidak
menyalahgunaakan NAPZA kembali. Pengaruh NAPZA ini
begitu nyata dirasakan dimana remaja yang sudah terkena
atau bahkan menjadi pecandu akan memiliki prilaku yang
negatif, cara berfikir yang menjadi pendek, menurunnya
semangat belajar yang berhujung pada putus sekolah dan
bahkan ada pula yang diputus hubungan kerja (PHK), pada
9 Jurnal Penelitian Kesejaheraan Sosial (PKS), Vol 14, No 2 ( Balai
Besar Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesejahteraan Sosial
(B2P3KS) : Yogyakarta: 2015), h. 412. 10
Dadang Hawari, Al-Qur’an dan Ilmu Kedokteran Jiwa dan
Kesehatan Jiwa), (Yogyakarta: Dana Bhakti Prima Yasa, 2011), h. 133.
8
tahun 2012 di Kecamatan Mundu terjadi kasusu overdosis
terhadap 6 orang remaja dan kesemuanya meninggal dunia,
angka kematian ini bisa saja semakin lama akan semakin
meningkat bila tidak ditanggapi dengan baik kususnya dalam
pengambangan kepercayaan diri korban penyalah gunaan
NAPZA.11
Pada 24 Desember 2015 diadakan pertemuan yang
menghadirkan perangkat desa dan seluruh RT dan RW desa
Pemengkang, pertemuan ini menghasilkan kesepakatan
bahwa untuk membentuk wadah pembinaan remaja terutama
yang sudah atau terkena indikasi NAPZA dengan nama
Rehabilitasi Berbasis Masyarakat (RBM) mandiri Cirebon.
Selama kurun waktu kurang lebih dua tahun RBM mandiri
telah menjangkau sekitar 504 korban penyalahgunaan
NAPZA terdiri dari 8 desa dari dari 8 desa tersebut
didominasi oleh desa Banjarwangunan sebanyak 120 orang
dan paling sedikit adalah desa Pepen sebanyak 15 orang.
Ketergantungan secara fisik terhadap narkoba
cenderung mudah diatasi. Biasanya petugas medis yang
terlatih akan memberikan obat-obatan dengan golongan
sejenis sebagai pengganti zat yang biasa dikonsumsi pasien
untuk menghilangkan atau meminimalisir gejala putus obat
yang akan terjadi karena pemutusan penggunaan zat secara
tiba-tiba. Setelah gejala putus obat (withdrawal) tidak
muncul, pasien dinyatakan telah pulih dari
11
Dikutip dari Sejarah Latar Belakang Berdirinya RBM Mandiri,
dikutip pada tanggal 12 April 2017.
9
ketergantungan secara fisik terhadap obat-obatan terlarang
tersebut. Seringkali seorang recovering addict atau seseorang
pecandu yang menjalani proses rehabilitasi atau pemulihan
dari ketergantungan narkoba mengalami kekambuhan
atau relapse di tengah proses pemulihan. Faktor pencetus
kekambuhan yang utama adalah rendahnya komitmen untuk
pulih, yang tergantung pada kondisi psikologis dan
kepribadian tertentu (BNN, 2009). Oleh karena itu, seseorang
yang telah berhenti menggunakan narkoba diharapkan
memiliki kondisi psikologis yang baik, diantaranya ditandai
dengan psychological well-being (kesejahteraan
psikologis) yang baik.12
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara peneliti
dengan beberapa korban penyalahgunaan NAPZA di
Rehabilitasi Berbasis Masyarakat (RBM) di Cirebon Jawa
Barat, diketahui bahwa sebahagian mereka mengatakan
bahwa mereka kurang percaya diri tatkala ditawari bekerja
yang layak. AS (inisial) misalnya mengatakan bahwa ia
merasa kurang percaya diri dengan keadaannya sekarang,
kurang kepercayaan diri karena ia adalah mantan korban
penyalahgunaan NAPZA, dan menggap semua orang
membencinya dan tidak menerimanya. Kurangnya
kepercayaan diri tersebut akibat keyakinan-keyakinan
irasional yang AS rasakan, berangkat dari latar belakang
12
Lembaga penelitian dan pengembangan masyarakat Universitas Az
Zahra diakses melalui situs http://lppm.universitasazzahra.ac.id/i-pengaruh-
optimisme-dan-harga-diri-terhadap-psychological-well-being-recovering-
addict-upt-tr-bnn-lido/ diakses pada tanggal 12 April 2017.
10
diatas maka peneliti tertarik untuk meneliti pengembangan
kepercayaan diri pada korban penyelahgunaan NAPZA dan
melakukan penelitian dengan judul “Konseling Rational
Emotive Behavior Therapy (REBT) dalam
Mengembangkan Kepercayaan Diri Pada Korban
Penyalahgunaan NAPZA di RBM Mandiri Cirebon Jawa
Barat.”
B. Batasan dan Rumusan Masalah
1. Batasan Masalah
Untuk mempermudah peneliti agar lebih fokus
dalam melakukan penelitian, maka peneliti membatasi
masalah yang akan dibahas tentang bagaimana penyuluh
dalam konseling Rational Emotive Behavior Therapy
pada proses pengembangan kepercayaan diri pada korban
penyalahgunaan NAPZA.
2. Rumusan Masalah
Adapun perumusan masalah penelitian ini sebagai
berikut:
a. Bagaimana pelaksanaan konseling Rational Emotive
Behavior Therapy dalam mengembangkan
kepercayaan diri pada korban penyalahgunaan
NAPZA?
b. Apa saja faktor pendukung dan faktor penghambat
pelaksanaan konseling Rational Emotive Behavior
Therapy (REBT) dalam mengembangkan kepercayaan
diri pada korban penyalahgunaan NAPZA ?
11
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan penelitian adalah titik akhir yang akan dicapai
dalam sebuah penelitian. Tujuan penelitian juga menentukan
arah penelitian agar tetap dalam koridor yang benar hingga
tercapainya sesuatu yang dituju, dan bersifat terbuka.13
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui pelaksanaan konseling Rational
Emotive Behavior Therapy (REBT) dalam
mengembangkan kepercayaan diri korban
penyalahgunaan NAPZA.
b. Untuk mengetahui faktor pendukung dan faktor
penghambat pelaksanaan konseling Rational Emotive
Behavior Therapy (REBT) dalam mengembangkan
kepercayaan diri pada korban penyalahgunaan NAPZA
.
2. Manfaat Penelitian
a. Akademis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat
memberikan sumbangsih keilmuan dalam ranah
penyuluhan agama meliputi Ilmu Bimbingan dan
Penyuluhan Islam, Ilmu Dakwah, Ilmu komunikasi,
Ilmu Psikologi dan Pendidikan serta tempat penelitian
ini dapat dijadikan sebagai rekomendasi untuk
praktikum mahasiswa BPI dikemudian hari sehingga
dapat terwujud kerja sama antara Jurusan Bimbingan
13
Haris Herdiansyah, Metodologi Penelitian Kualitatif Untuk Ilmu-Ilmu
Sosial, (Jakarta: Salemba Humanika, 2010), h. 89.
12
Penyuluhan Islam dengan Rehabilitasi Berbasis
Masyarakat (RBM) mandiri Cirebon Jawa Barat.
b. Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah
konsep dan teori dalam sumbangan keilmuan dan
pengetahuan yang meliputi ilmu Agama, ilmu sosial,
ilmu komunikasi Penyuluhan, ilmu Psikologi dan lain-
lain. khususnya yang berkaitan dengan Penyuluhan
Agama.
c. Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan
sebagai bahan acuan peneliti lain dalam melakukan
penelitian pengembangan kepercayaan diri pada korban
NAPZA, dan hasil penelitian ini juga dapat bermanfaat
bagi korban NAPZA lainnya dalam upaya
pengembangan kepercayaan diri, sehingga korban
NAPZA dapat lebih mengembangkan kepercayaan dir
mereka.
D. Metodologi Penelitian
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan konseling
kualitatif dengan jenis penelitian Case Study Research (studi
kasus) dan bersifat deskriptif. Menurut Denzin dan Lincoln
penelitian kualitatif merupakan penelitian yang menggunakan
latar alamiah, dengan maksud menafsirkan fenomena yang
terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai
metode yang ada. Adapun pengertian dari penelitian
13
kualitatif adalah menurut Bagdan dan Taylor (1975) seperti
yang dikutip Lexy J. Moleong dalam bukunya ialah bahwa
penelitian kualitatif adalah sebagai prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau
lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.14
Creswell menambahkan penelitian kualitatif adalah
suatu proses yang ilmiah yang lebih dimaksudkan untuk
memahami masalah-masalah manusia dalam konteks sosial
dengan menciptakan gambaran meyeluruh dan kompleks yang
disajikan serta melaporkan pandangan terperinci dari sumber
informasi serta dilakukan dalam setting yang alamiah.15
Haris
Herdiansyah menyempurnakan denga mengemukakan bahwa
penelitian kualitatif adalah suatu penelitian ilmiah yang
bertujuan untuk memahami suatu fenomena dalam konteks
sosial secara alamiah dengan mengedepankan proses interaksi
komunikasi yang mendalam antara peneliti dengan fenomena
yang diteliti. Memberikan gambaran terhadap subjek dan
objek penelitian lapangan. Bentuk penulisan tugas ini adalah
penelitian lapangan, penulis melakukan penelitian langsung ke
lapangan guna mendapatkan data yang dibutuhkan selama
penulisan. Disini penulis menguraikan serta mendeskripsikan
apa saja ide-ide irasional yang menghambat proses
pengembangan kepercayaan diri pada korban penyalahgunaan
NAPZA. konseling kualitatif ini menitik beratkan pada data-
14
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2013), h 3. 15
Haris Herdiansyah, Metodologi Penelitian Kualitatif Untuk Ilmu-Ilmu
Sosial, (Jakrta : Salemba Humanika, 2010), h. 8.
14
data penelitan yang akan dihasilkan melalui pengamatan,
wawancara, dan studi dokumentasi dalam penulisan hasil
penelitian ini.
E. Teknik Pengumpulan dan Analisis Data
1. Teknik Pengumpulan Data
a. Observasi
Cartwright & Cartwight mendefinisikan
observasi adalah sebagai suatu proses melihat,
mengamati, dan mencermati serta “merekam” prilaku
secara sitematis untuk suatu tujuan tertentu.18
Sugiyono
menambahkan dalam bukunya, observasi adalah
mengadakan kunjungan dan pengamatan secara
langsung terhadap objek (korban NAPZA) yang akan
diteliti serta pencatatan yang sistematis. Melalui
observasi, peneliti belajar tentang perilaku dan makna
dari perilaku tersebut.19
Observasi diperlukan dalam
penulisan penelitian ini guna memperoleh gambaran
yang jelas tentang apa saja ide-ide irasional yang
menghambat proses pengembangan kepercayaan diri
pada korban penyalahgunaan NAPZA lembaga
Rehabilitasi Berbasis Masyarakat (RBM) Cirebon Jawa
Barat.
b. Wawancara
18
Haris Herdiansyah, Metodologi Penelitian Kualitatif Untuk Ilmu-Ilmu
Sosial, (Jakrta : Salemba Humanika, 2010), h. 131.. 19
Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D,
(Bandung: ALFABETA, 2007), h. 226.
15
Menurut Moleong (2005) mendefinisikan
awancara adalah percakapan dengan maksud tertentu.
Percakapan yang dilakukan oleh dua pihak, yaitu
pewawancara (interviewer) yang mengajukan
pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang
memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut.20
Dedy
Mulyana menambahkan wawancara Merupakan suatu
alat pengumpulan data informasi langsung tentang
beberapa jenis data. Wawancara, merupakan bentuk
komunikasi antara dua orang, melibatkan seseorang
yang ingin mendapatkan informasi dengan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan, berdasarkan tujuan tertentu.21
Dalam penelitian ini penulis langsung mewawancarai
korban penyalahgunaan NAPZA dalam rangka
mengetahui ide-ide irasional untuk mengembangkan
kepercayaan diri.
c. Dokumentasi
Dokumentasi adalah salah satu metode
pengumpulan data kualitatif dengan melihat atau
menganalisis dokumen dokumen yang dibuat subjek
sendiri atau orang lain tentang subjek22
. Dokumentasi
dapat diartikan sebagai bahan tertulis, film maupun
foto. Dari dokumentasi tersebut nantinya penulis
20
Haris Herdiansyah, Metodologi Penelitian Kualitatif Untuk Ilmu-
Ilmu Sosial, (Jakarta: Salemba Humanika, 2010), h 118. 21
Deddy Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif (Jakarta: Rosda,
2011), h. 180. 22
Haris Herdiansyah, Metodologi Penelitian Kualitatif Untuk Ilmu-Ilmu
Sosial, (Jakrta : Salemba Humanika, 2010), h. 143.
16
gunakan untuk mengumpulkan data dengan
mempelajari bahan sehingga untuk mengumpulkan
data dengan mempelajari bahan sehingga dapat
membantu penulis dalam mencari informasi yang
terkait dengan permasalahan penelitian dan
memperluas pemahaman dan pengertian pada teori
yang akan digunakan selama penelitian.
F. Teknik Analisis Data
Analisis data kualitatif Bogdan dan Biklen adalah
upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data,
mengorganisir data, memilah-milih menjadi satuan yang
dapat dikelola mensintesiskan mencari dan menemukan
pola menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari
dan memutuskan apa yang dapat diceritakan orang lain.23
Setelah data-data terkumpul, selanjutnya disusun
secara sistematis dan analisis secara kualitatif dengan
menggunakan metode-metode sebagai berikut:
1. Data Reduction (Reduksi Data)
Yaitu merangkum, mengumpulkan data dan
memilahnya sesuai dengan fokus. Setelah penulis
melakukan observasi, wawancara dan melakukan
langkah langkah pengumpulan data yang lain, data
yang terkumpul penulis rangkum dan memfilternya
sesuai dengan fokus penelitian.
23
Lexy J. Meleong, Metodologi Kualitatif, (Bandung: Rosdakarya,
2011), h. 248.
17
2. Data Display (Penyajian Data)
Yaitu berusaha mengorganisasikan dan
memaparkan data secara menyeluruh guna memperoleh
gambaran secara lengkap dan utuh. Setelah data
terfokus, penulis akan mendeskripsikan data secara
spesifik dan menyeluruh agar diperoleh gambaran yang
lengkap dan spesifik.
3. Conclution Data dan Verifikasi
Yaitu melakukan interprestasi data dan
melakukan penyempurnaan dengan mencari data baru
yang dipergunakan dengan mengambil kesimpulan.
Dalam menyimpulkan data digunakan cara berfikir
deduktif dan induktif. Setelah data terkumpul utuh
maka data selanjutnya ditarik kesimpulan sehingga
akan ditemukan jawaban dari rumusan masalah.
G. Subjek, Informan dan Objek Penelitian
1. Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah menjelaskan makna
perilaku dengan menafsirkan apa yang orang lakukan.24
Atau tempat di mana bisa mendapatkan sumber
data/keterangan. Sumber data adalah mereka yang dapat
memberikan informasi tentang objek penelitian. Dalam
penelitian ini menjadi subjek utama adalah klien korban
24
Deddy Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Rosda,
2011), h. 32.
18
penyalahgunaan NAPZA yang sedang menjalani
rehabilitasi di RBM Mandiri Cirebon.
2. Informan Penelitian
Informan penelitian adalah subjek yang
memahami informasi objek penelitian sebagai pelaku
maupun orang lain yang memahami objek penelitian.25
Adapun yang termasuk informan dalam penelitian ini
adalah konselor divisi Psikologi sub pembinaan mental di
Rehabilitasi Berbasis Masyarakat (RBM) Mandiri Cirebon
Jawa Barat.
3. Objek Penelitian
Objek penelitian dalam penelitian kualitatif terdiri
atas tiga komponen yaitu, place atau tempat di mana
interaksi dalam situasi sosial berlangsung, actor (pelaku)
atau orang-orang yang sedang memainkan peran tertentu,
activity atau kegiatan yang dilakukan oleh actor dalam
situasi sosial yang sedang berlangsung.26
Burhan Bungin
menambahkan, objek penelitian adalah apa yang menjadi
sasaran. Sasaran penelitian tidak tergantung pada judul dan
topik penelitian, tetapi secara konkrit tergambarkan dalam
25
M. Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif Komunikasi, Ekonomi,
Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya, (Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, 2007), h. 78. 26
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D,
(Bandung: ALFABETA, 2007), h. 229.
19
rumusan masalahpenelitian.27
Dalam penelitian ini objek
penelitian penulis adalah mengembangkan kepercayaan diri
melalui konseling teori Rational Emotive Behavior
Therapy pada korban penyalahgunaan NAPZA di RBM
mandiri Cirebon.
H. Dasar Penetapan Lokasi Penelitian
Adapun tempat yang dijadikan objek penelitian
adalah Rehabilitasi Berbasis Masyarakat (RBM) Mandiri
Cirebon Jl. Desa Banjarwangunan No. 45 Blok. Bulak
Rt.02/03, Kec. Mundu, Kab. Cirebon, Provinsi Jawa Barat.
Sedangkan waktu pelaksanaan penelitian dilakukan mulai
pada bulan Desember 2017 sampai dengan Februari 2018.
I. Sumber Data
1. Data Primer
Yaitu data yang diperoleh secara langsung dari
pihak-pihak terkait yang berhubungan dengan penelitian
ini, dengan berupa wawancara ataupun hal yang lainya.
2. Data Sekunder
Yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung,
data ini berupa dokumen-dokumen, buku-buku, jurnal,
diktat serta sumber-sumber lain.
J. Tinjauan Pustaka
Penelitian yang dilakukan oleh Yoga Rahayu
Hardani (2016) dengan judul: “Pelaksanaan Konseling
27
M. Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif Komunikasi, Ekonomi,
Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya,... h. 78.
20
Individu Menggunakan Teknik Rational Emotive Behavior
Therapy (Rebt) Untuk Meningkatkan Self Confidence
Anak Berkelainan Fisik.” Jenis penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini adalah studi kasus kualitatif yang
bersifat descriptif. Hasil Observasi menunjukkan bahwa
setelah diberikan layanan konseling individu teknik
Rational Emotive Behavior Therapy (REBT) terdapat
perubahan, yaitu konseli tidak lagi malu dengan keadaan
fisiknya, mau keluar kelas untuk bermain, konseli mau
bertanya dan maju kedepan walaupun masih merasa grogi
dan gemetaran tapi dapat di tutupi konseli dengan
cara tersenyum. Jadi dapat disimpulkan bahwa dengan
menggunakan konseling individu teknik Rational
Emotive Behavior Therapy (REBT) dapat membantu siswa
dalam meningkatkan self confidence nya. Disarankan
kepada guru BK dapat menggunakan teknik Rational
Emotive Behavior Therapy (REBT) dalam meningkatkan
self confidence peserta didik pada umumnya dan
khususnya pada anak berkebutuhan khusus.
Penelitian yang dilakukan oleh Yessy Ary Estiani
Sutopo (2017) dengan judul: “Penggunaan Konseling
Rational Emotive Behaviour Therapy (REBT) Dalam
Meningkatkan Percaya Diri Siswa.” Metode penelitian
yang digunakan bersifat deskriptif kualitatif. Sumber
data meliputi sumber data primer yang yang diperoleh
dari pengamatan langsung dan wawancara kedua subjek
penelitian. Teknik pengumpulan data menggunakan
21
metode angket, observasi dan wawancara. Teknik analisis
data, yaitu: reduksi data, penyajian data dan kesimpulan
atau verifikasi data. Hasil penelitian konseling rational
emotive behaviour therapy dapat dikatakan berhasil. Hal
ini dibuktikan dengan adanya perubahan kedua subjek
pada saat sebelum dan sesudah pelaksanaan konseling
dilakukan. Perubahan yang dialami kedua subjek, seperti
yakin dengan kemampuan yang dimiliki, mampu berpikir
secara logis dan rasional, berani bersosialisasi dengan
teman-temannya, dan berani mengutarakan argumentasinya
serta bertanya ketika ada diskusi kelompok. Adapun
peningkatan percaya diri siswa setelah mengikuti
konseling dengan konseling rational emotive behaviour
therapy sebesar 51 %.
Penelitian yang dilakukan oleh Khotibul Umam
(2013) dengan judul: “Pemberdayaan Terhadap Korban
Penyalahgunaan NAPZA Melalui Rehabilitasi Sosial
Berbasis Masyarakat Bariton di Desa Argodadi
Kecamatan Sedayu Kabupaten Bantul”hasil penelitian
menunjukan bahwa: (1) upaya pemberdayaan yang
dilakukan Bariton dengan melalui sebuah program dengan
dua tahap: pra pelaksanaan dan pelaksanaan program.
Tahap pra pelaksanaan Bariton melakukan tindakan;
perencanaan pengorganisasian sosialisasi. Tahap
pelaksanaan program Bariton melakukan tindakan;
sosialisasi bahaya NAPZA, penguatan kapasitas
pengetahuan dan keterampilan, pendampingan korban
22
penyalahgunaan NAPZA dan pembinaan lanjutan. (2)
Dampak pemberdayaan terhadap korban penyalahgunaan
NAPZA dan masyarakat sekitar yakni: terciptanya
lingkungan yang aman dan nyaman karena semakin
berkurangnya tindakan penyalahgunaan NAPZA yang
terlihat di Argodadi, meningkatkan pengetahuan tentang
NAPZA, bertambahnya penghasilan secara ekonomi,
adanya jaminan kesehatan murah yang diperoleh.
K. Sistematika Penulisan
Skripsi ini terdiri dari lima bab yang masing-masing
bab terdiri atas beberapa sub bab yang saling berkaitan,
sehingga menjadi satu kesatuan utuh. Adapun sistematika
penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini terdiri dari latar belakang masalah,
pembatasan dan perumusan masalah, tujuan
dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka,
metodologi penelitian serta sistematika
penulisan.
BAB II TINJAUAN TEORITIS
Bab ini menguraikan tentang pengertian teori
Rational Emotive Behavior Therapy,
pengertian kepercayaan diri, cara dan tekhnik
mengembangkan kepercayaan diri, pengertian
korban penyalahgunaan NAPZA.
23
BAB III GAMBARAN UMUM RBM MANDIRI
CIREBON
Bab ini berisi tentang sejarah singkat
berdirinya RBM Mandiri Cirebon, visi misi
RBM Mandiri Cirebon, tujuan, program
pembinaan dan pengembangan kepercayaan
diri , struktur penKonselors RBM Mandiri
Cirebon, serta sarana dan prasarana.
BAB IV TEMUAN DAN NALISIS DATA
Bab ini terdiri dari data-data hasil penelitian
lapangan yang meliputi hasil proses
konseling Rational Emotive Behavior
Therapy (REBT) serta menganalisis hasil
konseling teori dalam mengembangkan
kepercayaan diri pada korban penyalahgunaan
NAPZA.
BAB V PENUTUP
Bab ini meliputi kesimpulan dan saran.
24
27
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Konseling
1. Pengertian Konseling
Secara etimologis istilah konseling berasal dari
bahasa latin, yaitu “consilium” yang berarti “dengan”
atau “bersama” yang dirangkai dengan “menerima” atau
“memahami”. Sedangkan Anglo-Saxon, istilah konseling
berasal dari “sellan” yang berarti “menyerahkan” atau
“menyampaikan”. Menurut Maclean konseling merupakan
suatu proses interaksi yang dilakukan secara tatap muka
antara seseorang individu yang terganggu oleh adanya
masalah-masalah yang tidak dapat diatasinya sendiri
dengan seorang pekerja yang profesional, yaitu orang
yang telah terlatih dan berpengalaman membantu orang
lain mencapai pemecahan-pemecahan terhadap berbagai
jenis kesulitan pribadi.1
Menurut Prayitno, layanan konseling bermakna
layanan konseling yang diselenggarakan oleh seorang
Konselor BK (pembimbing) terhadap seorang siswa
(konseli) secara tatap muka dalam rangka pengentasan
masalah pribadi konseli.2
Menurut Willis “konseling
1 Erman dan Prayitno. Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling,
(Jakarta: Rineka Cipta, 2009), h.100 2 Ulinnuha Nur Ain. Layanan Konseling Individu dalam Membantu
Penyesuaian. http://digilib.uin-
suka.ac.id/9647/1/BAB%20I,%20IV,%20DAFTAR%20PUSTAKA.pdf. h.1-2
28
individu adalah pertemuan konselor dengan konseli secara
individual dimana terjadi hubungan konseling yang
bernuansa rapport dan konselor berupaya memberikan
bantuan untuk pengembangan pribadi konseli dan konseli
dapat mengantisipasi masalah-masalah yang
dihadapinnya.”3
Sedangkan menurut Umar dan Sartono,
konseling individual adalah salah satu cara pemberian
bantuan dilaksanakan secara face to face relationsip
(hubungan langsung muka ke muka, atau hubungan
empat mata), antara konselor dengan anak (kasus).
Biasanya masalah-masalah pribadi.4
Diperkuat oleh
Tohirin, konseling individu dapat dimaknai sebagai suatu
bantuan dari pembimbing kepada terbimbing (individu)
agar dapat mencapai tujuan dan tugas perkembangan
pribadi dalam mewujudkan pribadi yang mampu
bersosialisasi dan menyesuaikan diri dengan lingkungan
secara baik.5
Berdasarkan uraian para ahli di atas penulis
menyimpulkan bahwa layanan konseling individu atau
perorangan merupakan layanan yang memungkinkan
individu mendapatkan layanan langsung secara tatap
muka untuk mengentaskan masalah pribadi yang
dihadapinya dan perkembangan dirinya.
3 Sofyan S.Willis, Konseling Individual Teori dan Praktek, (Bandung:
Alfabeta, 2013), h. 158. 4 M. Umar & Sartono, Bimbingan dan Penyuluhan, (Bandung: Pustaka
Setia, 2008), h. 152. 5 Tohirin, Bimbingan dan Konseling di Sekolah Madrasah, (Berbasis
Integrasi), (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2012), h. 26.
29
2. Konseling Kognitif dan Tingkah Laku-Kognitif
Kognisi adalah pikiran, keyakinan, dan gambaran
internal yang dimiliki manusia mengenai peristiwa-
peristiwa di dalam kehidupannya. Teori konseling kognitif
berfokus pada peroses mental dan pengaruhnya pada
kesehatan mental dan tingkah laku. Landasan umum dari
semua pendekatan kognitif adalah apa yang dipikirkan
manusia sangat menentukan bagai mana mereka
berperilaku dan merasakan.6
Sebagai pedoman, teori kognitif cukup sukses pada
klien yang mempunyai karakteristik berikut ini:
a. Klien mempunyai intelegensi rata-rata hingga di atas
rata-rata.
b. Klien mempunyai tingkat distres fungsional
menengah hingga tinggi.
c. Klien dapat mengidentifikasi pikiran dan perasaan.
d. Klien tidak pisikotik atau dilumpuhkan oleh
permasalahan saat ini.
e. Klien mau dan mampu menyelesaikan pekerjaan
rumah yang sistemik.
f. Klien memiliki keahlian tingkah laku dan memberi
tangapan yang berulang.
g. Klien memperoses informasi pada tingkat visual dan
audio.
6 Samuel T. Galdding, Koseling Profesi yang Menyeluruh, (Jakarta:
PT Indeks, 2012), h. 266.
30
h. Klien sering mengalami teknan fungsi mental, seperti
dipresi.7
Tiga teori yang mempunyai dasar kognitif,
rational emotive behavioral therapy (REBT), terapi
relative (RT), dan terapi kognitif (CT) tetapi yang dibahas
di sini adalah terapi kognitif. Dalam praktiknya, teori-teori
tersebut tingkah laku kognitif, karena menekankan kognisi
dan tingkah laku sekaligus. Teori ini juga humanistik.
3. Tujuan Konseling
Layanan konseling perorangan sangat penting
guna membantu konseli agar terjadinya perubahan tingkah
laku ke arah yang lebih baik dan terentaskannya masalah
yang dialami konseli, yang dapat menggangu
perkembangan konseli, baik yang berhubungan dengan
diri pribadi, sosial, karir dan belajar. Pernyataan tersebut
diperjelas oleh Prayitno dan Erman Amti “konseling
dianggap sebagai layanan yang paling utama dalam
pelaksanaan fungsi pengentasan masalah konseli.8
Konseling Individu bertujuan membantu individu
untuk mengadakan interprestasi fakta-fakta, mendalami
arti nilai hidup pribadi, kini dan mendatang. Konseling
memberikan bantuan kepada individu untuk
mengembangkan kesehatan mental, perubahan sikap, dan
7 Samuel T. Galdding, Koseling Profesi yang Menyeluruh,... h.266.
8 Ilya Rahmi Risno, Asmidir Ilyas, Syahniar. Perolehan Siswa Setelah
Mengikuti Layanan Konseling Perorangan, h .62.
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=24869 &val= 1533.
31
tingkah laku.9 Sedangkan menurut Prayitno di mana
tujuan dari layanan konseling perorangan ada dua, yaitu:
a. Tujuan umum: terentaskannya masalah yang dialami
konseli
b. Tujuan khusus: tujuan khusus layanan konseling
perorangan terkait dengan fungsi-fungsi konseling
diantarannya adalah konseli memahami seluk beluk
masalah yang dialami secara mendalam, komprehensif
dan dinamis sebagai fungsi pemahaman, pemahaman
itu mengarah kepada dikembangkannya persepsi dan
sikap serta kegiatan demi terentaskannya secara
spesifik masalah yang dialami konseli sebagai fungsi
pengentasan, pengembangan dan pemeliharaan potensi
konseli dan berbagai fungsi positif yang ada pada
konseli merupakan latar belakang pemahaman dan
pengentasan masalah konseli dapat dicapai sebagai
fungsi pengembangan dan perorangan dapat melayani
sasaran bersifat advokasi sebagai fungsi advokasi.10
Dari pendapat beberapa ahli di atas dapat penulis
simpulkan bahwa konseling individu bertujuan untuk
memberikan bantuan kepada konseli dalam megentaskan
masalah yang dialami konseli melalui layanan konseling.
9 Tohirin, Bimbingan dan Konseling di Sekolah Madrasah, (Berbasis
Integrasi),... h. 62. 10
Ilya Rahmi Risno, dkk. Perolehan Siswa Setelah Mengikuti Layanan
Konseling Perorangan.http:// http://ejournal.unp.ac.id/index.php/konselor, h.
6.
32
B. Konseling Rational Emotive Behavior Therapy (REBT)
1. Pengertian Konseling Rational Emotive Behavior
Therapy (REBT)
Menurut Prayitno, layanan konseling bermakna
layanan konseling yang diselenggarakan oleh seorang
Konselor BK (pembimbing) terhadap seorang siswa
(konseli) secara tatap muka dalam rangka pengentasan
masalah pribadi konseli.11
. Sedangkan Pendekatan
Rational Emotive Behavior Therapy (REBT) adalah
pendekatan behavior kognitif yang melakukan pada
keterkaitan antara perasaan, tingkah laku dan pikiran.12
Penemu REBT adalah Albert Ellis, menurut Gladding
teori ini memiliki kemiripan dengan terapi kognitif Aaron
Beck dan terapi mood baru oleh David Burns.13
Rational Emotive Behavior Therapy (REBT)
adalah pendekatan yang dikembangkan oleh Albert Ellis
pada tengah tahun 1950an yang menekankan pada
pentingnya peran pikiran pada tingkah laku. Therapy
REBT adalah pendekatan yang bersifat direktif, yaitu
pendekatan yang membelajarkan kembali konseli untuk
memahami input kognitif yang menyebabkan gangguan
emosional, mencoba mengubah pikiran konseli agar
11
Ulinnuha Nur Ain. Layanan Konseling Individu dalam Membantu
Penyesuaian. http://digilib.uin-
suka.ac.id/9647/1/BAB%20I,%20IV,%20DAFTAR%20PUSTAKA.pdf. h.1-2 12
Gantina K, Eka W, Karsih, Teori dan Teknik Konseling, (Jakarta: PT.
Indeks, 2011), h. 201. 13
Samuel T. Galdding, Koseling Profesi yang Menyeluruh, (Jakarta:
PT. Indeks, 2012), h. 266.
33
membiarkan pikiran irasionalnya atau belajar
mengantisipasi manfaat atau konsekuensi dari tingkah
laku yang sering muncul.14
Menurut Gerald Corey terapi
REBT adalah pemecahan masalah yang fokus pada aspek
berpikir, menilai, memutuskan, direktif tanpa lebih
banyak berurusan dengan dimensi-dimensi pikiran
ketimbang dengan dimensi-dimensi perasaan.15
Pendekatan Rational-Emotive Behavior Therapy
(REBT) adalah pendekatan behavior kognitif yang
menekankan pada keterkaitan antara perasaan, tingkah
laku, dan pikiran. Pendekatan Rational-Emotive Behavior
Therapy (REBT) dikembangkan oleh Albert Ellis melaluli
beberapa tahapan. Pandangan dasar pendekatan ini
tentang manusia adalah bahwa individu memiliki tendensi
untuk berpikir irasional yang salah satunya didapat
melalui belajar sosial. Di samping itu, individu juga
memiliki kapasitas untuk belajar kembali untuk belajar
kembali untuk berpikir rasional. Pendekatan ini bertujuan
untuk mengajak individu untuk mengubah pikiran-pikiran
irasionalnya ke pikiran rasional melalui teori GABCDE.16
Tujuan utama dari pendekatan Rational Emotive
Behavior Therapy (REBT) berfokus pada membantu
orang untuk menyadari bahwa mereka dapar hidup lebih
14
Gantiana K, Eka.W, dan Karsih. Teori dan Teknik Konseling, (Jakarta
Barat: PT Indeks, 2011), h.201-202. 15
Gerald Corey, Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi,
(Bandung: PT. Eresco, 2008), h. 13. 16
Gantina Komalasari, Eka Wahyuni dan Kasih, Teori dan Teknik
Konseling, (Jakarta: PT. Index, 2011), h.201.
34
rasional dan produktif. REBT membantu klien agar
berhenti membuat tuntutan dan merasa kesal melalui
“kekacauan”. Klien dalam REBT dapat mengekspresikan
beberapa perasaan negative, tetapi tujuan utamanya adalah
membantu klien agar tidak memberikan tanggapan
emosional melebihi yang selayaknya terhadap suatu
peristiwa, selain itu REBT juga memiliki tujuan lain yaitu
membantu orang mengubah kebiasaan berpikir atau
bertingkah laku yang menghancurkan diri sendiri.
Sedangkan menurut Arintoko REBT yaitu corak
konseling yang menekankan kebersamaan dan interaksi
antara berfikir dengan akal sehat (rational thinking),
berperasaan (emoting), dan berprilaku (acting).17
Secara
umum, rasional-emotive behavior therapy (REBT)
mendukung konseli untuk menjadi lebih toleran
terhadap diri sendiri, orang lain, dan lingkungannya.18
Dari beberapa pengertian menurut para ahli di atas
dapat penulis simpulkan bahwa REBT adalah bahwa
terapi Rasional Emotif merupakan terapi yang berusaha
menghilangkan cara berpikir konseli yang tidak logis,
tidak rasional dan menggantinya dengan sesuatu yang
logis dan rasional dengan cara mengonfrontasikan konseli
dengan keyakinan keyakinan irasionalnya serta
17
Arintoko, Wawancara Konseling di Sekolah, (Andi Offset,
Yogyakarta, 2011), h. 39. 18
Triyoso Adi Puspito. Layanan Konseling Kelompok Dengan
Pendekatan Rasional-Emotive Behavior Therapy (Rebt) Untuk Pengembangan
Kemampuan Berfikir Positif Pada Siswa Kelas VIII
35
menyerang, menentang, mempertanyakan, dan membahas
keyakinan-keyakinan yang irrasional.
2. Teori A-B-C tentang Kepribadian
Pandangan pendekatan rasional emotif tentang
kepribadian dapat dikaji dari konsep-konsep kunci teori
Albert Ellis: ada tiga pilar yang membangun tingkah
laku individu, yaitu Activating event (A), Belief (B),
dan Emotional consequence (C). Kerangka pilar ini
yang kemudian dikenal dengan konsep atau teori ABC.
a. Activating event (A) yaitu segenap peristiwa luar
yang dialami atau memapar individu. Peristiwa
pendahulu yang berupa fakta, kejadian, tingkah
laku, atau sikap orang lain.
b. Belief (B) yaitu keyakinan, pandangan, nilai, atau
verbalisasi diri individu terhadap suatu peristiwa.
Keyakinan seseorang ada dua macam, yaitu
keyakinan yang rasional (rational belief atau rB) dan
keyakinan yang tidak rasional (irrasional belief atau
iB). Keyakinan yang rasional merupakan cara
berpikir atau sistem keyakinan yang tepat, masuk
akal, bijaksana, dan karena itu menjadi produktif.
c. Emotionalconsequence (C) merupakan konsekuensi
emosional sebagai akibat atau reaksi individu dalam
bentuk perasaan senang atau hambatan emosi dalam
hubungannya dengan antecendent event (A).
Konsekuensi emosional ini bukan akibat langsung
dari A tetapi disebabkan oleh beberapa variable
36
A B C
D E
antara dalam bentuk keyakinan (B) baik yang rB
maupun yang iB.19
Salah satu cara untuk melakukannya adalah
dengan mengajarkan model A-B-C-D-E kepada klien:
a. Berarti mengaktifkan pengalaman (peristiwa)
b. Mewakili pendapat orang mengenai pengalaman
tersebut (kepercayaan);
c. Adalah reaksi emosional terhadap B (konsekuensi);
d. Adalah menjauhkan pemikiran irasional, biasanya
dengan bantuan konselor REBT, (penolakan) dan
menggantinya dengan;
e. Pemikiran yang efektif dan filosofis pribadi baru yang
akan membantu klien mencapai kepuasan hidup yang
lebih besar (hasil), (Ellis, 2008).
Peristiwa Kepercayaan Konsekuensi
Penolakan Hasil20
Melalui proses ini, REBT membantu orang belajar
bagaimana mengenal suatu anatomi emosional, yaitu
mempelajari bagaimana perasaan terkait dengan pikiran.21
19
Boy Hartno, Psikologi Konseling, (Jakarta: Kencana, 2012), h.
134. 20
Boy Hartno, Psikologi Konseling, (Jakarta: Kencana, 2012), h.
134. 21
Samuel T. Galdding, Koseling Profesi yang Menyeluruh, (Jakarta:
PT. Indeks, 2012), h. 267.
37
3. Tujuan Rational Emotive Behavior Therapy
Pendekatan Rational Emotive Behavioural
Therapy (REBT) merupakan pendekatan yang bertujuan
untuk mengubah keyakinan irrasional yang dimiliki
konseli (yang memberikan dampak pada emosi dan
perilaku) menjadi rasional.22
Selain itu konseling REBT
bertujuan untuk memperbaiki dan mengubah sikap,
persepsi, cara berpikir keyakinan serta pandangan
konseli yang irrasional menjadi rasional, sehingga ia dapat
mengembangkan diri dan mencapai realisasi diri yang
optimal. Menghilangkan gangguan emosional yang dapat
merusak diri seperti: benci, takut, rasa bersalah, cemas
was-was, marah sebagai akibat berfikir yang irrasional,
dan melatih serta mendidik konseli agar dapat
menghadapi kenyataan hidup secara rasional dan
membangkitkan kepercayaan diri, nilai-nilai dan
kemampuan diri.23
Tujuan utama REBT berfokus pada membantu
orang untuk menyadari bahwa mereka dapat hidup lebih
rasional dan produktif. REBT membantu klien agar
berenti membuat tuntutan dan merasa kesal melaluai
“kekacauan.” Klien dalan REBT dapat mengeskpresikan
beberapa perasaan negatif, tetapi tujuaan utamanya adalah
22
Aip Badrujaman. Penggunaan Pendekatan Rational Emotif
Behaviour Therapy (REBT) Pada Setting Sekolah di Indonesia.
Https://Bkpemula.Files.Wordpress.Com/2011/12/02- Aip
Badrujaman_Rebt.Pdf, h.3 23
Samuel T. Galdding, Koseling Profesi yang Menyeluruh, (Jakarta: PT
Indeks, 2012), h. 265.
38
membantu klien agar tidak memberikan tanggapan
emosional melebihi yan selayaknya terhada suatu
peristiwa.24
Tujuan lain dari REBT adalah membantu
orang mengubah kebiasaan berpikir atau bertingkah laku
yang menghancurkan diri sendri. Salah satu cara untuk
melakukannya adalah dengan mengajarkan model A – B
– C – D – E dari REBT kepada klien.
a. Berarti mengaktifkan pengalaman,
b. Mewakli pendapat orang mengalami pengalamn
tersebut,
c. Adalah reksi emosional tehadap B;
d. Adalah menjauhkan pemikiran irasional, biasanya
dengan bantuan konselor REBT, dan
menggantikannya dengan
e. Pemikran yang efektif dan filosofi pribadi baru yang
akan membantu klien mencapai keputusan hidup yang
lebih besar.25
Melalui proses ini, REBT membantu orang belajar
bagaimana mengenali sesuatu anatomi-emosional yaitu,
mempelajari bagaimana perasaan terkait dengan pikiran.
Pikiran mengenai sesuatu pengalaman dapat di
karaktertiskan dalam empat cara: positif, negative, netral,
dan kombinasi. REBT juga mendorog klien untuk lebih
toleran terhadap diri sendiri dan orang lain, serta
24
Samuel T. Galdding, Koseling Profesi yang Menyeluruh, (Jakarta: PT
Indeks, 2012), h. 268. 25
Samuel T. Galdding, Koseling Profesi yang Menyeluruh, (Jakarta: PT
Indeks, 2012), h. 267.
39
mengajak mereka untuk mencapai tujuan pribadi. Tujuan
tersebut dicapai dengan mengajak orang belajar berpikir
secara rasional untuk mengubah tingkah laku
mengahncurkan diri dan dengan membantunya
mempelajari cara bertindak yang baru.
C. Mengembangkan Kepercayaan Diri
1. Pengertian Kepercayaan Diri
Konsep percaya diri pada dasarnya merupakan
suatu keyakinan untuk menjalani kehidupan,
mempertimbangkan pilihan dan membuat keputusan
sendiri pada diri sendiri bahwa iya mampu untuk
melakukan sesuatu. Kepercayan diri diperoleh dari
pengalaman hidup dan berhubungan denga kemampuan
melakukan sesuatu dengan baik. Dengan kepercayaan diri
yang baik seseorang akan dapat mengaktualisasikan
potensi-potensi yang ada dalam dirinya. Konseli yang
mempunyai kepercayaan diri memiliki perasaan positif
terhadap dirinya, punya keyakinan yang kuat atas dirinya
dan punya pengetahuan akurat terhadap kemampuan yang
dimiliki.
Individu yang mempunyai kepercayaan diri
bukanlah konseli yang hanya merasa mampu tetapi
sebetulnya tidak mampu melainkan adalah konseli yang
mengetahui bahwa dirinya mampu berdasarkan
pengalaman dan perhitungannya. Percaya diri merupakan
salah satu aspek kepribadian yang sangat penting dalam
kehidupan manusia. Konseli yang percaya diri merasa
40
yakin atas kemampuan mereka sendiri serta memiliki
pengharapan yang realistis, bahkan ketika harapan mereka
tidak terwujud, mereka tetap berpikiran positif dan
dapat menerimanya. Selain itu percaya diri mampu
menjadi stimulus yang mendorong konseli untuk mampu
bertindak tanpa ragu. Pada masa-masa sekolah
kepercayaan yang tinggi sangat berperan dalam
memberikan sumbangan yang bermakna dalam proses
aktivitas.
Percaya diri adalah sebuah sikap mental berkenaan
dengan keyakinan dan kepercayaan diri terhadap
kemampuannya. Sebagaimana telah dijelaskan dalam
kamus besar Bahasa Indonesia bahwa “Percaya diri adalah
yakin benar atau memastikan akan kemampuan atau
kelebihan seseorang”. Percaya diri merupakan sikap yakin
terhadap sesuatu, hal ini sangat bermanfaat dalam setiap
keadaan. Kepercayaan diri menurut Bandura merupakan
suatu keyakinan yang dimiliki seseorang bahwa dirinya
mampu berperilaku seperti yang dibutuhkan untuk
memperoleh hasil seperti yang diharapkan.26
Sedangkan
Shauger menyatakan bahwa kepercayaan diri adalah
anggapan seseorang tentang kompetensi dan keterampilan
yang dimiliki serta kesanggupan untuk menangani
berbagai macam situasi. Selanjutnya Burns mengatakan
26
Siska, Sudardjo & Esti Hayu Purnamaningsih, Kepecayaan Diri dan
Kecemasan Komunikasi Interpersonal Pada Mahasiswa,
Jurnal.ugm.ac.id/jpsi/article/view/7025/ 5477.2003 h. 68.
41
dengan kepercayaan diri yang cukup, seseorang individu
akan dapat mengaktualisasikan potensi yang dimilikinya
dengan yakin dan mantap.27
Angelis dalam bukunya, dalam mengembangkan
percaya diri terdapat tiga aspek yaitu: 1) Tingkah laku,
yang memiliki tiga indikator; melakukan sesuatu secara
maksimal, mendapat bantuan dari orang lain, dan mampu
menghadapi segala kendala, 2) Emosi, terdiri dari empat
indikator; memahami perasaan sendiri, mengungkapkan
perasaan sendiri, memperoleh kasih sayang, dan perhatian
disaat mengalami kesulitan, memahami manfaat apa yang
dapat disumbangkan pada orang lain, 3) Spiritual, terdiri
dari tiga indikator; memahami bahwa alam semesta adalah
sebuah misteri, meyakini takdir Tuhan, dan
mengagungkan Tuhan.28
Menurut Fatimah mengungkapkan bahwa yang
dimaksud dengan percaya diri adalah sikap positif
individu yang merasa mampu dengan dirinya untuk
mengembangkan penilaian positif, baik terhadap diri
sendiri maupun terhadap lingkungan dan situasi yang
dihadapinya.29
Branden mengemukakan bahwa
27
Hamdan.Hubungan Antar Kepercayaan Diri dengan Motivasi
Berprestasi Pada Siswa SMUN 1 SETU BEKASI.
www.gunadarma.ac.id/library/articles/graduate/psychology.../Artikel
10504066. pdf. h. 6. 28
Angelis, Barbara De, Confidance Percaya diri, (Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama, 2012), h. 57-77. 29
Nurlailiyatus Siyam dan Wagino. Hubungan Percaya Diri dengan
Hasil Belajar Siswa Tunarungu Kelas V. 2014.
ejournal.unesa.ac.id/article/11454/15/article.pdf
42
kepercayaan diri adalah keyakinan seseorang pada
kemampuan yang ada dalam dirinya.30
Selanjutnya
Radenbach menyatakan bahwa percaya diri bukan berarti
menjadi keras atau seseorang yang paling sering
menghibur dalam suatu kelompok, percaya diri tidak juga
menjadi kebal terhadap ketakutan.
McClelland bahwa kepercayaan diri merupakan
kontrol internal, perasaan akan adanya sumber kekuatan
dalam diri, sadar akan kemampuan-kemampuan dan
bertanggung jawab terhadap keputusan-keputusan yang
telah ditetapkannya. Menurut Tosi dkk mengungkapkan
bahwa kepercayaan diri merupakan suatu keyakinan
dalam diri seseorang bahwa individu mampu meraih
kesuksesan dengan berpijak pada usahanya sendiri.31
Menurut Suryana kepercayaan diri adalah sikap dan
keyakinan seseorang dalam melaksanakan dan
menyelesaikan tugas-tugasnya.32
Selanjutnya Parnell mengatakan bahwa
kepercayaan diri merupakan sebagai unsur psikologis
yang penting memiliki kaitan yang signifikan dengan
keberhasilan yang dicapainya.33
Sementara itu Taylor dkk
30
Hamdan.Hubungan Antar Kepercayaan Diri dengan Motivasi
Berprestasi Pada Siswa SMUN 1 SETU BEKASI.
www.gunadarma.ac.id/library/articles/graduate/psychology.../Artikel
10504066. pdf. h. 6. 31
Hamdan.Hubungan Antar Kepercayaan Diri dengan Motivasi
Berprestasi Pada Siswa SMUN 1 SETU BEKASI,... h. 7. 32
Nurlailiyatus Siyam dan Wagino. ... h. 3. 33
Siti Rochmah Maulida, Dhini Rama Dhania. Hubungan Antar
Kepercayaan Dii dan Dukungan Orang Tua dengan Motivasi Berwirausaha
43
mengatakan bahwa orang yang percaya diri memiliki
sikap yang positif terhadap diri sendiri.34
Mastuti
menyatakan kepercayaan diri adalah sikap positif
seorang individu yang memampukan dirinya untuk
mengembangkan penilaian positif baik terhadap diri
sendiri maupun terhadap lingkungan/situasi yang
dihadapinya.
Wiranegara menyatakan bahwa kepercayaan
diri sebenarnya adalah karakter seseorang dengan
kepercayaan positif terhadap dirinya sehingga ia bisa
mengontrol hidup dan rencana-rencananya. Orang yang
percaya diri adalah seseorang yang tahu kemampuan
dirinya dan menggunakan kemampuannya untuk berbuat
sesuatu. Orang yang percaya diri akan mengambil
setiap keuntungan dan kesempatan yang ada di depan
matanya.35
Supriyo mengatakan bahwa percaya diri
adalah perasaan yang mendalam pada batin seseorang,
bahwa ia mampu berbuat sesuatu yang bermanfaat untuk
dirinya, keluarganya, masyarakatnya, umatnya, dan
agamanya, yang memotivasi untuk optimis, kreatif dan
Pada Siswa SMK. ejournal.undip.ac.id/ index.php/psikologi/article/download/
6630/5444, h. 3. 34
Siska, Sudardjo & Esti Hayu Purnamaningsih. … h. 69. 35
Septry Rahayu Purwanti. Mengatasi Masalah Kepercayaan Diri
Siswa Melalui Layanan
Konseling Kelompok Pada Siswa Kelas VIII F SMP Negeri 2
Karangpucung Kabupaten Cilacap, 2013.
http://lib.unnes.ac.id/19305/1/1301408016.pdf. h. 16.
44
dinamis yang positif.36
Oleh sebab itu, menurut Barbara
rasa percaya diri bersumber dari hati nurani, bukan
dibuat-buat. Rasa percaya diri berasal dari tekad dari diri
sendiri untuk melakukan segala yang diinginkan dan
dibutuhkan dalam hidup seseorang yang terbina dari
keyakinan diri sendiri.37
Percaya diri adalah keyakinan
untuk melakukan sesuatu pada diri subjek sebagai
karakteristik pribadi yang di dalamnya terdapat
kemampuan diri, optimis, objektif, bertanggung jawab,
rasional dan realistik.
Sementara itu menurut Rusman kata mandiri
mengandung arti tidak tergantung kepada orang lain,
bebas dan dapat melakukan sendiri.38
Diperkuat oleh
Lauster rasa percaya diri bukan merupakan sifat yang
diturunkan (bawaan) melainkan diperoleh dari
pengalaman hidup, serta dapat diajarkan dan ditanamkan
melalui pendidikan, sehingga upaya-upaya tertentu dapat
dilakukan guna membentuk dan meningkatkan rasa
percaya diri. Dengan demikian kepercayaan diri
terbentuk dan berkembang melalui proses belajar di
36
Septry Rahayu Purwanti. Mengatasi Masalah Kepercayaan Diri
Siswa Melalui Layanan Konseling Kelompok Pada Siswa Kelas VIII F
SMP Negeri 2 Karangpucung Kabupaten Cilacap, h.30. 37
Septry Rahayu Purwanti. Mengatasi Masalah Kepercayaan Diri
Siswa Melalui Layanan Konseling Kelompok Pada Siswa Kelas VIII F
SMP Negeri 2 Karangpucung Kabupaten Cilacap,h. 31. 38
Yuni Tri Widianti. Peningkatan Percaya Diri dan Kemandirian Siswa
dalam Pembelajaran Matmatika Melaluii Pembelajaran Attetion Relevance
Confidence Satisfaction (ARCS). 2014.
http://eprints.ums.ac.id/28722/10/naskah_publikasi.pdf.
45
dalam interaksi seseorang dengan lingkungannya.39
Menurut Hakim percaya diri yaitu suatu keyakinan
seseorang terhadap segala aspek kelebihan yang
dimilikinya dan keyakinan tersebut membuatnya merasa
mampu untuk bisa mencapai berbagai tujuan di dalam
hidupnya.40
Berdasarkan uraian di atas maka penulis
menyimpulkan bahwa percaya diri adalah penilaian
positif terhadap diri sendiri mengenai kemampuan yang
ada dalam dirinya untuk menghadapi berbagai situasi dan
tantangan serta kemampuan mental untuk mengurangi
pengaruh negatif dari keragu-raguan yang mendorong
individu untuk meraih keberhasilan atau kesuksesan tanpa
tergantung kepada pihak lain dan bertanggung jawab atas
keputusan yang telah ditetapkannya. Hal ini bukan berarti
bahwa individu tersebut mampu dan kompeten
melakukan segala sesuatu seorang diri, alias “sakti”.
Rasa percaya diri yang tinggi sebenarnya hanya merujuk
pada adanya beberapa aspek dari kehidupan individu
tersebut dimana konseli merasa memiliki kompetensi,
yakin, mampu dan percaya bahwa dia bisa karena
didukung oleh pengalaman, potensi aktual, prestasi serta
harapan yang realistik terhadap diri sendiri.
39
Siska, Sudardjo & Esti Hayu Purnamaningsih. …. h. 3. 40
Desy Ardiyati. Peningkatan Percaya Diri Siswa dalam Belajar
Melalui Layanan Konseling Kelompok diMadrasah Aliyah Negeri 2 METRO.
2012. jurnal.fkip.unila.ac.id/index. php/ALIB/article/download/1107/726, h. 3.
46
2. Aspek-aspek Percaya Diri
Berkaitan dengan aspek-aspek kepercayaan diri,
Kumara menyatakan bahwa ada empat aspek
kepercayaan diri, yaitu:
a. Kemampuan menghadapi masalah
b. Bertanggung jawab terhadap keputusan dan
tindakannya
c. Kemampuan dalam bergaul
d. Kemampuan menerima kritik.41
Angelis mengatakan bahwa aspek-aspek percaya
diri yaitu:
a. Tingkah laku adalah kepercayaan diri untuk mampu
bertindak dan menyelesaikan tugas-tugas, baik tugas-
tugas yang paling sederhana, seperti membayar semua
tagihan tepat waktu, hingga yang bernuansa cita-cita
untuk meraih sesuatu
b. Emosi adalah kepercayaan diri untuk yakin dan
mampu menguasai segenap sisi emosi. Untuk
memahami segala yang dirasakan, menggunakan emosi
untuk melakukan pilihan yang tepat, melindungi diri
dari sakit hati, atau mengetahui cara bergaul yang sehat
dan rukun
c. Kerohanian Spiritual adalah keyakinan pada takdir
dan semesta alam, keyakinan bahwa hidup ini
41
Fitri Yulianto, H. Fuad Nashori. Kepercayaan Diri dan Prestasi
Atlet Taekwondo Daerah Istimewa. Yogyakarta. 2006.
ejournal.undip.ac.id/index.php/psikologi/article/download/ 692/555. h. 58.
47
memiliki tujuan yang positif, bahwa keberadaan punya
makna dan ada tujuan tertentu dari hidup. Kepercayaan
spiritual berawal dari kesadaran tentang siapa kita
sebenarnya, lepas dari raga dan pribadi kita, lepas dari
segala topeng yang mungkin menutupi kita. Konseli
berawal dari upaya utuk menghargai diri kita sendiri,
sebagai suatu karya cipta yang unik dan
menakjubkan. Tanpa kepercayaan spiritual, tidak
mungkin kita dapat mengembangkan kepercayaan diri
tingkah laku dan kepercayaan diri emosional.42
3. Ciri-ciri Orang yang Percaya Diri
Konseli yang memiliki rasa percaya diri akan
menunjukkan gejala-gejala percaya diri dalam setiap
tindakannya. Berikut ciri-ciri konseli yang memiliki rasa
percaya diri yang dikemukakan oleh para ahli, antara lain:
Menurut Lauster ciri-ciri orang yang mempunyai
kepercayaan diri yaitu:
a. Percaya pada kemampuan sendiri. Kepercayaan atau
keyakinan pada kemampuan yang ada pada diri seseorang
adalah salah satu sifat orang yang percaya diri.
b. Bertindak mandiri dalam mengambil keputusan. Dapat
bertindak dalam mengambil keputusan terhadap diri yang
dilakukan secara mandiri atau tanpa adanya keterlibatan
42
Desy Ardiyati. Peningkatan Percaya Diri Siswa dalam Belajar
Melalui Layanan Konseling Kelompok diMadrasah Aliyah Negeri 2 METRO.
2012. jurnal.fkip.unila.ac.id/index. php/ALIB/article/download/1107/726, h. 7.
48
orang lain dan mampu untuk meyakini tindakan yang
diambil.
c. Memiliki rasa positif terhadap diri sendiri. Seseorang
yang memiliki kepercayaan diri, jika mendapat kegagalan
biasanya mereka tetap dapat meninjau kembali sisi positif
dari kegagalan itu.
d. Berani mengungkapkan pendapat. Adanya suatu sikap
untuk mampu mengutarakan sesuatu dalam diri yang ingin
diungkapkan kepada orang lain tanpa adanya paksaan atau
rasa yang dapat menghambat pengungkapan tersebut.43
Sedangkan fatimah mengemukakan beberapa ciri-ciri
atau karakteristik konseli yang mempunyai rasa percaya diri
yang proporsional adalah sebagai berikut:
a. Percaya akan kemampuan atau kompetensi diri, hingga
tidak membutuhkan pujian, pengakuan, penerimaan
ataupun hormat dari orang lain.
b. Tidak terdorong untuk menunjukkan sikap konformis
demi diterima oleh orang lain atau kelompok.
c. Berani menerima dan menghadapi penolakan orang lain,
berani menjadi diri sendiri.
d. Punya pengendalian diri yang baik (tidak moody dan emosi
stabil).
e. Memiliki internal locus of control (memandang
keberhasilan atau kegagalan, bergantung pada usaha sendiri
43
Siti Rochmah Maulida, Dhini Rama Dhania. Hubungan Antar
Kepercayaan Dii dan Dukungan Orang Tua dengan Motivasi Berwirausaha
Pada Siswa SMK. ejournal.undip.ac.id/ index.php/psikologi/article/download/
6630/5444, h. 4.
49
dan tidak mudah menyerah pada nasib atau keadaan serta
tidak bergantung atau mengharapkan bantuan orang lain).
f. Mempunyai cara pandang yang positif terhadap diri
sendiri, orang lain dan situasi di luar dirinya.
g. Memiliki harapan yang realistik terhadap diri sendiri,
sehingga ketika harapan itu terwujud, ia tetap mampu
melihat sisi positif dirinya dan situasi yang terjadi.44
Berdasarkan yang telah dikemukakan oleh para ahli
tersebut, maka dapat disimpulkan ciri-ciri individu yang
memiliki rasa percaya diri dapat sebagai berikut:
a. Percaya pada kemampuan diri sendiri.
Individu yang percaya diri telah meyakini
kemampuan dirinya dan sanggup untuk
mengembangkannya, ia akan menerima dirinya secara tulus
tanpa membanding-bandingkan dirinya dengan orang lain.
Artinya, orang lain bukan tolak ukur dari keberhasilan yang
dimilikinya, karena individu yang percaya sadar bahwa
manusia memiliki ukuran masing-masing. Ukuran
keberhasilan masing-masing individu tergantung dari
kapasitas dan kemampuan mereka.
b. Berani menerima dan menghadapi penolakan.
Rasa takut akan adanya penolakan mungkin
menghantui setiap orang. Rasa takut ditolak adalah
pemikiran yang membuat seseorang merasa tidak mampu,
44
Siti Rochmah Maulida, Dhini Rama Dhania. Hubungan Antar
Kepercayaan Dii dan Dukungan Orang Tua dengan Motivasi Berwirausaha
Pada Siswa SMK. ejournal.undip.ac.id/ index.php/psikologi/article/download/
6630/5444,h.5
50
tidak kuat, dan tidak berharga. Penolakan yang dilakukan
oleh orang lain tidak selalu berarti bahwa orang tersebut
tidak suka dengan apa yang telah kita lakukan, melainkan
kadang apa yang kita berikan tidak sesuai dengan
harapannya. Tetapi jika seorang individu memiliki rasa
percaya diri yang tinggi, individu tersebut bisa mengamati
dari sisi yang lebih positif bahwa suatu penolakan adalah
pelajaran yang berharga untuk menuju kesempurnaan,
setiap penolakan disikapi dengan dada yang lapang dan
berusaha untuk memperbaiki kekurangan yang ada pada
dirinya.
c. Mampu mengendalikan diri.
Pengendalian diri dapat diartikan dengan emosi.
Untuk dapat mengendalikan emosi, diperlukan suatu
kontrol yang kuat dalam diri individu agar dirinya dapat
berfikir logis. Pengendalian diri dipengaruhi oleh suasana
hati individu. Pribadi yang percaya diri mampu
mengendalikan diri dengan selalu berfikir obyektif dan
realistis.
d. Positif thinking.
“Positif thinking” adalah kata yang tepat dalam
menyikapi diri serta saat berinteraksi dengan pihak lain.
Positif thinking harus dimulai dari dalam diri individu
sendiri. Dalam menghadapi cobaan hidup individu selalu
berpikiran positif terhadap cobaan tersebut. Ia tidak pernah
mengeluh dan meyesali keadaan yang ada, melainkan
berusaha untuk menjadi individu yang lebih baik dari dari
51
kondisi sebelumnya. Individu yang percaya diri mampu
menerima kekurangan dan kelebihan yang ada dalam
dirinya sendiri.
e. Realistis.
Realistis adalah sikap menerima diri sendiri apa
adanya karena realistis merupakan sikap yang di nilai
penting yang harus dimiliki oleh individu yang percaya
diri. Konseli yang memiliki kepercayaan diri, jika
mendapat kegagalan biasanya mereka tetap dapat meninjau
kembali sisi positif dari kegagalan itu. Individu yang
percaya diri memiliki sebuah keteguhan hati dan semangat
untuk bersikap positif sehingga ia mampu menyikapi
kegagalan dengan bijak.
f. Maju terus konseli yang percaya diri
Maju terus Individu yang percaya diri adalah konseli
yang selalu bersemangat dan berusaha bekerja keras, tidak
mudah menyerah pada nasib yang dialaminya. Konseli
menganggap kegagalan sebagai suatu keberhasilan yang
tertunda dan sebagai semangat untuk menyempurnakan dan
berusaha meraih hasil yang lebih bagus.
4. Upaya Meningkatkan Kepercayaan Diri
Menurut Lindefield dalam Kamil ada beberapa hal
yang harus diperhatikan dalam mengembangkan kepercayaan
diri diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Cinta Individu perlu dicintai tanpa syarat. Untuk
perkembangan harga diri yang sehat dan langgeng, mereka
52
harus merasa bahwa dirinya dihargai karena keadaannya
yang sesungguhnya, bukan yang seharusnya, atau seperti
yang diinginkan orang lain.
b. Rasa aman bila individu merasa aman, mereka akan
mencoba mengembangkan kemampuannya dengan
menjawab tantangan serta berani mengambil resiko yang
menarik.
c. Model peran mengajar lewat contoh adalah cara yang
paling efektif agar anak mengembangkan sikap dan
kertampilan sosial untuk percaya diri. Dalam hal ini peran
orang lain sangat dibutuhkan untuk dijadikan contoh bagi
individu untuk dapat mengembangkan rasa percaya diri
d. Hubungan untuk mengembangkan rasa percaya diri
terhadap segala hal individu perlu jelas mengalami
dan bereksperimen dengan beraneka hubungan diri yang
dekat dan akrab dirumah ataupun teman sebaya.
e. Kesehatan untuk bisa menggunakan sebaik-baiknya
kekuatan dan bakat kita, kita membutuhkan energi. Jika
mereka dalam keadaan sehat, dalam masyarakat bisa
dipastikan bahwa anak yang tampak sehat biasanya
mendapatkan lebih banyak pujian, perhatian, dorongan
moral dan bahkan kesempatan.
f. Sumber daya memberikan dorongan yang kuat karena
dengan perkembangan kemampuan anak memungkinkan
mereka memakai kekuatan tersebut untuk menutupi
kelemahan yang mereka miliki.
53
g. Dukungan individu membutuhkan dorongan dan
pembinaan bagaimana menggunakan sumber daya yang
mereka miliki. Dukungan juga merupakan faktor utama
dalam membantu individu sembuh dari pukulan rasa
percaya diri yang disebabkan karena oleh trauma, luka
dan kekecewaan.
h. Upah dan hadiah juga merupakan proses mengembangkan
rasa percaya diri agar menyenangkan dari usaha yang telah
dilakukan (Lindefield dalam Kamil, 1997: 14-15).45
D. Korban Penyalahgunaan NAPZA
1. Pengertian Korban
Terjadinya suatu tindak pidana dalam masyarakat
mengakibatkan adanya korban tindak pidana dan juga
pelaku tindak pidana. Dimana dalam terjadinya
suatu tindak pidana ini tentunya yang sangat dirugikan
adalah korban dari tindak pidana tersebut. Ada
beberapa pengertian mengenai korban, pengertian ini
diambil dari beberapa penjelasan mengeni korban.
Berbagai pengertian korban banyak dikemukakan
baik oleh para ahli maupun bersumber dari konvensi-
konvensi internasional yang membahas mengenai
korban, sebagian diantaranya sebagai berikut:
a. Menurut Arif Gosita, korban adalah mereka yang
menderita jasmaniah dan rohaniah sebagai akibat
45
Nunur Yuliana Dewi. Upaya Meningkatkan Kepercayaan Diri
Melalui Layanan Bimbingan Kelompok Pada Siswa KelasSumarlan1 SMA
Negeri 1 Sumber Rembang. 2012. h. 26.
54
tindakan orang lain yang mencari pemenuhan
kepentingan diri sendiri atau orang lain yang
bertentangan dengan kepentingan hak asasi pihak
yang diru di rugikan.46
b. Romli Atmasasmita, korban adalah orang yang
disakiti dan penderitaannya itu diabaikan oleh
Negara. Sementara korban telah berusaha untuk
menuntut dan menghukum pelaku kekerasan
tersebut47
c. Muladi, korban ( victims) adalah orang-orang
yang baik secara individual maupun kolektif
telah menderita kerugian, termasuk kerugian
fisik atau mental , emosional, ekonomi, atau
gangguan substansial terhadap hak-haknya yang
fundamental, melalui perbuatan atau komisi yang
melanggar hukum pidana di masing-masing negara,
termasuk penyalahgunaan kekuasaan.48
Dengan mengacu pada pengertian-pengertian
korban di atas, dapat dilihat bahwa korban pada dasrnya
tidak hanya orang orang-perorangan atau kelompok
yang secara langsung menderita akibat dari perbuatan-
perbuatan yang menimbulkan kerugian/ penderitaan
46
Arif Gosita, Masalah Korban Kejahatan , (Jakarta: Akademika
Pressindo, 1993), h. 63. 47
Romli Atmasasmita, Masalah Santunan Korban Kejahatan,
(Jakarta : BPHN), h. 9. 48
Muladi, Hak Asasi Manusia, Politik d an Sistem Peradilan
Pidana. (Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. 1997), h. 108
55
bagi diri/ kelompoknya, bahkan lebih luas lagi termasuk
di dalamnya keluarga dekat atau tanggungan langsung
dari korban dan orang-orang yang mengalami
kerugianketika membanyu korban mengatasi
penderitaanya atau untuk mencegah viktimisasi.
Mengenai kerugian korban menurut Rika
Saraswati, mengatakan bahwa kerugian korban yang
harus diperhitungkan tidak harus selalu berasal dari
kerugian karena menjadi korban kejahatan, tetapi
kerugian atas terjadinya pelanggaran atau kerugian
yang ditimbulkan karena tidak dilakukanya suatu
pekerjaan. Walapun yng disebut terakhir lebih banyak
merupakan persoalan perdata, pihak yang dirugikan
tetap saja termasuk dalam kategori korban karena
ia mengalami kerugian baik secara materiil maupun
secara mental
2. Korban Penyalahgunaan NAPZA
Korban tidak saja dipahami sebagai obyek dari
suatu kejahatan tetapi juga harus dipahami sebagai
subyek yang perlu mendapat perlindungan secara social
dan hukum . Pada dasarnya korban adalah orang baik,
individu, kelompok ataupun masyarakat yang telah
menderita kerugian yang secara langsung telah
terganggu akibat pengalamannya sebagai target dari
kejahatan subyek lain yang dapat menderita kerugian
akibat kejahatan adalah badan hukum.
56
Bila hendak membicarakan mengenai korban,
maka sebaiknya dilihat kembali pada budaya dan
peradaban Ibrani kuno. Dalam peradaban tersebut, asal
mula pengertian korban merujuk pada pengertian
pengorbanan atau yang dikorbankan, yaitu”
mengorbankan seseorang atau binatang untuk pemujaan
atau hirarki kekuasaan.49
Istilah korban pada saat itu merujuk pada
pengertian “setiap orang, kelompok, atau apapun yang
mengalami luka-luka, kerugian, atau penderitaan
akibat tindakan yang bertentangan dengan hukum.
Penderitaan tersebut bisa berbentuk fisik, psikologi
maupun ekonomi” menyebutkan kata korban
mempunyai pengertian:”korban adalah orang yang
menderita kecelakaan karena perbuatan (hawa nafsu
dan sebagainya) sendiri atau orang lain.50
Ditinjau dari perspektif tingkat keterlibatan
korban dalam terjadinya kejahatan, Ezzat Abde Fattah
menyebutkan beberapa tipologi korban, yaitu:
a. Nonparticipating victims adalah mereka yang
menyangkal/ menolak kejahatan dan penjahat tetapi
tidak turut berpartisipasi dalam penanggulangan
kejahatan;
49
Http://Www. Faculty.Ncwc.Edu/Toconnor/300/300lect.01.Htm
Diakses 21 April 2018 13 : 40 Wib 50
Purwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: P.N.
Balai Pustaka, 1976), h. 33.
57
b. Latent or predisposed victims adalah mereka yang
mempunyai karakter tertentu cenderung menjadi
korban pelanggaran tertentu;
c. Propocative victims adalah mereka yang
menimbulkan kejahatan atau pemicu kejahatan;
d. Participating victims adalah mereka yang tidak
menyadari atau memiliki perilaku lain sehingga
memudahkan dirinya menjadi korban;
e. False victims adalah mereka yang menjadi korban
karena dirinya sendiri.51
Apabila dilihat dari presfektif tanggung jawab
Menurut Stephen Schafer. korban itu sendiri mengenal
7 (tujuh) bentuk, yakni sebagai berikut:
a. Unrelated victims adalah mereka yang tidak
ada hubungan dengan si pelaku dan menjadi
korban karena memang potensial. Untuk itu,
dari aspek tanggung jawab sepenuhnya berada
dipihak korban;
b. Provocative victims merupakan korban yang
disebabkan peranan korban untuk memicu
terjadinya kejahatan. Karena itu, dari aspek
tanggung jawab terletak pada diri korban dan
pelaku secara bersama-sama;
c. Participating victims hakikatnya perbuatan
korban tidak disadari dapat mendorong pelaku
51
Taufik Makarao, Tindak Pidana Narkotika, (Jakarta: Ghalia
Indonesia . 2005), h. 17.
58
melakukan kejahatan. Misalnya, mengambil uang
di Bank dalam jumlah besar yang tanpa
pengawalan, kemudian di bungkus dengan tas
plastik sehingga mendorong orang untuk
merampasnya. Aspek ini pertanggungjawaban
sepenuhnya ada pada pelaku;
d. Biologically weak victim adalah kejahatan
disebabkan adanya keadaan fisik korban seperti
wanita, anak-anak, dan manusia lanjut usia
(manula) merupakan potensial korban kejahatan.
Ditinjau dari aspek pertanggungjawabannya
terletak pada masyarakat atau pemerintah
setempat karena tidak dapat memberi perlindungan
kepada korban yang tidak berdaya;
e. Social weak victims adalah korban yang tidak
diperhatikan oleh masyarakat bersangkutan
seperti para gelandangan dengan kedudukan sosial
yang lemah. Untuk itu, pertanggungjawabannya
secara penuh terletak pada penjahat atau
masyarakat;
f. Selfvictimizing victims adalah korban kejahatan
yang dilakukan sendiri (korban semu) atau
kejahatan tanpa korban. Pertanggung jawabannya
sepenuhnya terletak pada korban karena sekaligus
sebagai pelaku kejahatan;
g. Political victims adalah korban karena lawan
politiknya. Secara sosiologis, korban ini tidak dapat
59
dipertanggungjawabkan kecuali adanya perubahan
konstelasi politik.52
Namun demikian korban penyalahgunaan narkotika
itu sepatutnya mendapatkan perlindungan agar korban
tersebut dapat menjadi baik. Double track system
merupakan system dua jalur mengenai sanksi dalam
hukum pidana, yakni jenis sanksi pidana dan sanksi
tindakan. Fokus sanksi pidana ditujukan pada perbuatan
salah yang telah dilakukan seorang melalui
pengenaan penderitaan agar yang bersangkutan
menjadi jera. Fokus sanksi tindakan lebih terarah pada
upaya pemberian pertolongan pada pelaku agar ia
berubah Jelaslah bahwa sanksi pidana lebih
menekankan pada pembalasan sedangkan sanksi
tindakan bersumber dari ide dasar perlindungan
masyarakat dan pembinaan atau perawatan si pelaku.53
3. Faktor Penyebab Penyalahgunaan NAPZA
Masalah penyalahgunaan narkotika itu tidak
terbatas pada kaum muda saja tetapi juga termasuk
orang-orang tua, tetapi 90% lebih memang terdiri dari
kaum muda. Prof. Dr Graham Baline seorang psikiater
terkenal. Setelah meneliti atas terjadinya
52
Taufik Makarao, Tindak Pidana Narkotika, (Jakarta: Ghalia
Indonesia . 2005) h. 162. 53
Sujono, A.R. dan Bony Daniel.. Komentar & Pembahasan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), h. 23.
60
penyalahgunaan pemakaian narkotika oleh kaum muda
mengemukakan bahwa sebab-sebabnya antara lain:
a. Untuk membuktikan keberanian mereka dalam
melakukan tindakan yang berbahaya.
b. Untuk mempermudah penyaluran dan perbuatan seks.
c. Untuk melepaskan diri dari kesepian dan
memperoleh pengalaman emosional.
d. Untuk menemukan arti hidup di dunia ini .
e. Untuk mengisi kekosongan dan perasaan bosan
dirumah.
f. Untuk menghilangkan rasa frustasi dan gelisah
disebabkan adanya suatu masalah yang tak dapat
dipecahkan.
g. Untuk sekedar mengikuti ajakan kawan-kawan
dalam memupuk rasa solidaritas antar kelompok.
h. Untuk sekedar ingintahu dan mencobanya saja
i. Kurang kuatnya mental dan mudah kena
pengaruh yang bersifat negatif.
j. Karena sesuatu pengobatan disebabkan penyakit yang
dideritanya.54
Menurut prof Dr Graham Blaine, sebab-sebab
penyalahgunaan narkotika dilihat dari segi pembawaan
dapat dikelompokkan menjadi tiga macam. Yaitu :
a. Ingin mengalami sendiri (The
Eksperience seekers)
54 Jannae Mandagi, Penanggulangan bahaya narkotika dan
psikotropika (Jakarta: Pramuka Saka Bayangkara, 1996), h. 85.
61
b. Ingin menjauhi realitas (the oblivion
seekers)
c. Ingin merobah kepribadian (The
personality change)55
55
Jannae Mandagi, Penanggulangan bahaya narkotika dan
psikotropika… h. 86.
62
63
BAB III
GAMBARAN UMUM LEMBAGA
A. Sejarah Dan Gambaran Umum RBM Mandiri
Rehabilitas Berbasis Mandiri (RBM) atau Yayasan
Citra Mulya Mandiri berdomisili di Jln. Desa
Banjarwangunan No. 45 Blok. Bulak Rt.02 Rw.03 Kec.
Mundu Kab. Cirebon Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Kode
Pos 45173. Yayasan Citra Mulya Mandiri - Cirebon adalah
sebuah gerakan sosial masyarakat yang hadir karena
kepedulian terhadap kondisi masyarakat khususnya generasi
muda yang rentan terhadap pengaruh buruk khususnya
NAPZA (Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif).
Pengaruh NAPZA ini begitu nyata dirasakan dimana
remaja yang sudah terkena atau bahkan menjadi pecandu akan
memiliki kecenderungan prilaku yang negative, cara berfikir
menjadi pendek, malas belajar hingga akhirnya putus sekolah,
bahkan ketika berada didunia kerja dampaknya masih sangat
dirasakan yaitu malas bekerja sehingga banyak yang sampai di
PHK karena hal ini. Bahkan pada puncaknya, tepatnya yaitu
pada 2012 di Kecamatan Mundu Khususnya di Desa
Pamengkang terjadi kasus overdosis terhadap 6 orang remaja
yang kesemuanya meninggal dunia1. Angka kematian ini
adalah angka kematian tragis yang terungkap dan baru berasal
1 Dokumen RBM Mandiri Cirebon, 2017.
64
dari satu desa saja. Jumlah angka kematian remaja yang
overdosis ini tentu akan lebih besar lagi jika data dari semua
desa terkait jumlah kematian karena overdosis ini
digabungkan. Namun bagi sebagian besar desa, hal tersebut
adalah aib yang tidak perlu dipublikasikan karena akan
mencoreng nama baik desa. Padahal jika mau dilihat lebih
bijaksana lagi, menutupi hal ini justru akan membuat mereka
yang terkena NAPZA ini justru merasa terlindungi sehingga
berpeluang besar menambah jumlah angka kematian karena
overdosis lagi.
Informasi diatas adalah sedikit gambaran atas apa yang
terjadi di wilayah Kab. Cirebon khususnya Kecamatan Mundu
sehingga pada 17 Desember 2014 Dinas Sosial Kabupaten
Cirebon melalui Bidang Pemulihan dengan program UPSK
datang ke Desa Pamengkang untuk melakukan sosialisasi
terhadap bahaya NAPZA yang bertempat di Balai Desa
Pamengkang dan mengundang hampir 30 orang remaja Desa
Pamengkang dan desa yang berada disekitarnya.2
Semua peserta diberikan arahan tentang bahaya NAPZA,
pemeriksaan kesehatan dan diberikan konseling dari psikolog.
Dari hasil konseling terhadap semua peserta diperoleh data
yang cukup membuat kening berkerut bahwa sebagian besar
dari peserta remaja ternyata pernah terlibat dalam
penyalahgunaan obat. Menindaklanjuti keadaan remaja yang
cukup memprihatinkan ini, agenda dilanjutkan dengan
2 Dokumen RBM Mandiri Cirebon, 2017.
65
pembentukan sebuah wadah yang mampu membina remaja
agar mampu berdaya dan tidak lagi bergelut dengan NAPZA.
Pada 24 Desember 2015 diadakan pertemuan yang
menghadirkan perangkat desa, seluruh RT dan RW ,dan tokoh
masyarakat Desa Pamengkang. Dalam pertemuan itu
disepakati untuk membentuk sebuah wadah pembinaan remaja
terutama yang sudah terkena atau terindikasi NAPZA dengan
nama Rehabilitas Berbasis Masyarakat (RBM) Yayasan
Citra Mulya Mandiri. Namun lingkup wilayah dari tidak
dibatasi pada satu desa saja melainkan bisa untuk satu
Kecamatan bahkan dipersiapkan menjadi Orsos dalam lingkup
Kabupaten Cirebon. Adapun data yang sudah terjangkau
sampai saat ini dan sudah mendapatkan pendampingan
diantaranya :
1. Desa Pamengkang : 90 Orang
2. Desa Banjarwangunan : 120 Orang
3. Desa Setupatok : 75 Orang
4. Desa Penpen : 15 Orang
5. Desa Keraton : 70 Orang
6. Desa Pabedilan : 57 Orang
7. Desa Tersana : 17 Orang
8. Desa Gebang Ilir : 60 Orang3
Data diatas adalah data RBM pada bulan Desember 2015,
sedangkan menurut konselor RBM mengatakan bahwa hanya
sedikit yang menetap di RBM dan mengikuti program RBM
yang ada, menurut Mas Triy Erianto salah satu konselor di
3 Dokumen RBM Mandiri Cirebon, 2017.
66
RBM mengatakan bahwa di Banjarwangunan sendiri hanya 25
Residen yang mengikuti program.4
B. Visi, Misi dan Tujuan RBM Mandiri Cirebon
Dalam sebuah lembaga pada umumnya memiliki
Visi da Misi yang menjadi tolak ukur kesuksesan suatu
lembaga yang harus dicapai. Begitu juga Rehabilitasi
Berbasis Masyarakat (RBM) Mandiri yang merupakan
salasatu lembaga layanan rehab yang ada di wilayah Jl.
Banjarwangunan No. 45 RT.002/RW.003 Desa
Banjarwangunan Kec. Mundu Kab. Cirebon –Jawa Barat
45173.
Visi
“Menjadikan Wilayah Kabupaten Cirebon bebas dari
NAPZA”
Misi
1. Mencegah remaja dari Permasalahan yang menjurus
kepada NAPZA
2. Meningkatkan kepedulian masyarakat terkait persoalan
remaja khususnya yang terkait dengan lemahnya finansial
dan kurangnya keterampilan bimbingan kerja
3. Menciptakan lingkungan masyarakat yang kondusif dan
produktif
4 Hasil wawancara pribadi dengan Try Setya Erianto konselor RBM,
Januari 2018.
67
4. Menyelesaikan permasalahan remaja yang kurangnya
kegiatan positif
5. Menjadikan remaja yang terkena NAPZA untuk kembali
sembuh dari ketergantungan NAPZA dan kembali berdaya
guna dimasyarakat dengan pembekalan pelatihan yang
disesuaikan peminatan.
6. Menjadikan RBM Mandiri Pamengkang sebagai RBM
Percontohan di Kabupaten Cirebon5
Tujuan
1. Mengenal, mengetahui, dan mengidentifikasi
permasalahan remaja yang berurusan dengan NAPZA di
wilayah Desa Pamengkang dan Sekitarnya.
2. Terciptanya pemahaman masyarakat tentang rehabilitasi
terhadap remaja yang terindikasi NAPZA ;
a. Membangun kesadaran tentang bahaya
penyalahgunaan dan peredaran gelap NAPZA.
b. Membangun kepedulian masyarakat dalam
penanganan masalah NAPZA.
3. Keberadaan RBM Mandiri Pamengkang dapat
dirasasakan manfaatnya oleh masyarakat
4. Agar anak yang berhadapan dengan persoalan NAPZA
dapat kembali berdaya guna dan mampu melaksanakan
fungsi sosialnya dimasyarakat, diantaranya:
a. Membangun kreatifitas diri
5 Dokumen RBM Mandiri Cirebon, 2017.
68
b. Mengembangkan kegiatan alternatif untuk mengisi
waktu luang seperti kegiatan olah raga, kesenian dan
vokasional sesuai dengan keinginan dan keahlian
c. Membangun kemampuan dan kepercayaan diri
melalui kegiatan keagamaan
d. Membangun komunitas untuk rekan sebaya
e. Memperkaya pengalaman praktis dan organisasi untuk
meningkatkan kendali diri dari perilaku negatif
f. Menimbulkan kesadaran diri untuk menyongsong
masa depan lebih baik
Demikian gambaran singkat mengenai Yayasan Citra
Mulya Mandiri - Cirebon, kami berharap apa yang akan kami
laksanakan ke depan bisa berjalan dengan lancar dan mencapai
tujuan sesuai dengan yang diharapkan dan bermanfaat bagi
Masyarakat dan umumnya Generasi Muda sehingga terbebas
dari NAPZA yang dapat merusak masa depan anak bangsa
warga negara Indonesia secara umum. Semoga program yang
kami laksanakan ini mendapatkan dukungan dari semua pihak.
C. Struktur Organisasi di RBM Mandiri Cirebon
Tabel. 16
Sktruktur Organisasi RBM Mandiri Cirebon
6 Dokumen RBM Mandiri Cirebon, 2015.
Pembina
M. Dedi Budianto, SE, M.Si Pengawas
Rasudi
Sulani
Ketua
69
Sktruktur Organisasi RBM Mandiri Cirebon
D. Jadwal Kegiatan Harian di RBM Mandiri
Dalam meningkatkan mutu dan peningkatan kualitas
haruslah dibekali dengan kegiatan yang mampu serta
mendorong individu untuk berkembang, beigitu pula dengan
kegiatan yang dilaksanakan di RBM Mandiri Cirebon yang
memiliki kegiatan yang menunjang kualitas dari residen.
Berikut adalah kegiatan di RBM Mandiri.
Tabel. 27
Jadwal Harian RBM Mandiri Cirebon
No Waktu / Jam Kegiatan
1 04.00 Bangun Pagi
2 04.30 – 07.00 Sholat ShubuhBerjamaah, Dikir,
Doa dan Bimbingan Spritual
3 07.00 – 08.00 Olahraga
4 08.00 – 09.30 Mandi dan Sarapan
7 Dokumen RBM Mandiri Cirebon, 2017.
Tri Setya
Erianto
Bendahara Sekretaris
Fadli Prisma
S
Taufiq
Manager
Program Tri Nopi
Priyono
Humas D. Medis Physicolog
y Div.
Rohani
Family
support
Group Vita
Virginia
dr.
Suhandri
Ayu
Honsah R Kyai
Bana
Amir
Hari
Nurozi
M. Arif
F
70
5 10.00 – 11.30 Diskusi tentang NAPZA
(Pemateri Konselor)
6 11.30 – 13.30 Sholat Dzhur, Makan Siang,
Istirahat
7 13.30 – 17.00 Berbaur bersama
masyarakat, peningkatan
skill (komputer, lukis,
desain dan lain-lain), Solat
ashar.
8 17.00 – 21.00 Mandi, Solat Maghrib, Makan,
Bimbingan Spritual (Al- quran,
Hadits, Fiqih), Solat Isya
9 21.00 – 23.30 Nonton Bareng, FGD
(sharing kejadian yang di
dapat hari tadi atau yang di
rasa fisik/psikologi
10 23.30 – 04.00 Istirahat
Hasil data RBM Mandiri Ciebon, Dikutip pada Desember 2017.
E. Program Kegiatan Pengembangan RBM Mandiri
Cirebon
Berikut adalah program kegiatan Rehabilitas
Berbasis Massyarakat (RBM) Mandiri Cirebon dalam
menunjang peningkatan mutu dan skil keahlian residen
NAPZA.
71
Tabel. 3
Peningkatan Skil/ Keahlian Residen Rehabilitais
Berbasis Masyarakat (RBM)
Program Sosial Peningkatan skil/ keahlian
a. Konseling Individu
b. Forum Group Discusion
(FGD)
c. Outing
d. Konseling keluarga
e. Komunikasi yang baik
dengan, keluarga, teman
dan lingkungan sekitar
f. Out Bond
g. Cek kesehatan
a. Tataboga (Memasak,
Bikin Telor Asin,
Manisan)
b. Hoby ( Olah raga)
c. Service Hand Phone
d. Service Motor
e. Lukis
f. Desain
Hasil Data RBM Mandiri Cirbon, Dikutip Desember 2017
F. Sarana dan Prasarana RBM Mandiri Cirebon
Berikut adalah sarana prasarana pendukung kegiatan
program di lembaga Rehabilitas Berbasis Masyarakat
(RBM) Mandiri Cirebon.
1. Kantor RBM (status sewa)
2. Asrama Residen, terdiri satu kamar dan ruang
tamu.(status sewa)
3. Ruang Fokasional (status sewa)
a. Komputer
72
b. Telur Asin
c. Sandal Hotel
d. Service Motor dan HP
e. Tataboga Asinan dan Manisan
4. Kendaraan Home Visit
73
BAB IV
TEMUAN LAPANGAN DAN ANALISA DATA
A. Pelaksanaan Konseling Rational Emotive Behavior
untuk Mengembangkan Kepercayaan diri Residen RBM
Mandiri.
1. Pelaksanaan Konseling Rational Emotive Behaviour
Therapy (REBT).
Pada tahapan pelaksanaan konseling Rational Emotive
Behaviour (REBT) pada residen korban penyalahgunaan
NAPZA di RBM Mandiri sebagai berikut:
1. Observasi awal
Pada tahapan ini adalah tahapan observasi awal
dimana konselor melakukan observasi terhadap korban
penyalahgunaan NAPZA yang memiliki kepercayaan diri
rendah. Selanjutnya memilih residen yang memiliki
kepercayaan diri yang rendah disebabkan irrasional believe.
Hal ini disampaikan oleh Pak Sulani selaku ketua
RBM Mandiri Cirebon.
“Biasanya kami melakukan observasi terhadap
residen atau klien korban NAPZA yang memiliki
kepercayaan diri rendah”1
2. Persiapan
Pada tahap ini konselor melakukan pendekatan
terhadap korban penyalahgunaan NAPZA sebelum
diberikan pelayanan konseling, serta untuk melihat
1 Hasil wawancara pak Sulani selaku ketua RBM dan Konselor dikutip
pada januari 2018.
74
kesiapan kondisi residen untuk nantinya dapat menerima
proses konseling.
Hal ini disampaikan juga oleh Pak sulani dan Pak
Try Setya Erianto dalam wawancara pribadi dengan
peneliti.
“Setelah observasi konselor melakukan persiapan
meliputi kesepakatan antar konselor dan residen
baik kesepakatan waktu dan tempat”.2
3. Rapport
Setelah menemukan kesepakatan antar Konselor
dan Residen Korban NAPZA maka tahapan selanjutnya
adalah yang disebut Rappot. Pada tahapan ini konselor
membina hubungan baik dengan mengawali komunikasi
yang baik kepada residen, tahap ini merupakan tahap
yang sangat penting, karena akan mengawali dari proses
konseling selanjutnya. Oleh karena itu konselor membuka
dengan pertanyaan netral seperti bagaimana bagaimana
kondisi kesehatan residen serta apa yang dirasakan residen
saat , dan seterusnya agar terciptanya hubungan emosional
yang kuat antar konselor dan residen.
Hal ini diperkuat oleh pernyataan Sulani dalam
sesi wawancara dengan peneliti.
“Selanjutnya kami (konselor) melakukan tahapan
Rappot atau menjalin hubungan baik secara
emosional karna kami konselor sudah seperti
keluarga mereka sendiri”.3
2Hasil wawancara pak Sulani selaku ketua RBM dan Konselor dikutip
pada januari 2018 3 Hasil wawancara pak Sulani selaku ketua RBM dan Konselor dikutip
pada januari 2018.
75
Selanjutnya konselor berupaya agar residen dapat
lebih terbuka dalam mengutarakan apa yang ia rasakan.
Setelah mulai terbuka maka pada pertemuan ini
diupayakan agar residen mau mengungkapkan segala
keluhan atas permasalahannya yaitu kepercayaan diri
yang ada pada diri korban penyalahgunaan NAPZA
terhadap konselor.
4. Pendekatan masalah
Pada tahap ini yaitu pendekatan masalah yang
dialami residen korban NAPZA setelah residen korban
NAPZA mulai terbuka dan mulai memberikan informasi
permasalahan yang dialami, konselor mengungkapkan
kembali dengan seksama dan jelas permasalah apa yang di
alami oleh residen, sehingga konselor dapat mulai
mengidentifikasi masalah apa yang dihadapi oleh residen.
Sebelumnya, peneliti terlebih dahulu menanyakan
kondisi residen hari ini, bagaimana pembelajarannya, dan
sudah siapkah untuk mengungkapkan masalahnya. Lalu
konselor memberikan pemahaman mengenai Bimbingan
Konseling dan mengajak residen korban penyalahgunaan
NAPZA agar benar-benar dapat menerima konselor
sebagai saudara sendiri sehingga permasalahan yang
dialami korban penyalahgunaan NAPZA tidak ada yang di
tutup-tutupi.
Hal ini disampaikan oleh Pak Try Setya dalam
wawancara pribadi.
76
“Dalam mengungkap masalah yang dialami
residen, konselor harus meyakikan kepada residen
bahwa konselor adalah saudara mereka dan
memberikan kepercayaan bahwa masalah residen
akan aman”4
5. Pengungkapan
Setelah dilakukannya pendekatan masalah, residen
memberikan penjelasan masalah yang dialami residen
bahwa residen tidak percaya diri seprti minder,malu dan
takut salah. Pada tahapan ini konselor kemudian mencoba
memberikan pemahaman mengenai kepercayaan diri
sesuai dengan teori ABC yang dikembangkan Albert Ellis.
Setelah itu peneliti menggunakan Prinsip A (activating
event), B (belief), C (emotional consequence) untuk
membentuk pribadi yang rasional, dengan jalan
mengganti cara-cara berpikir irasional kepada berfikir
rasional.
6. Diagnostik
Selanjutnya pada tahapan ini konselor mengajak
residen bersama-sama menelaah dan mencoba bersam
sama menyelesaikan permasalahan yang sedang
dihadapi residen ke dalam teori A-B-C agar diketahui
penyebab timbulnya permasalahan.
Hal ini disampaikan oleh Pak Sulani dalam sesi
wawancara dengan peniliti.
“ Pada tahapan Diagnostic kami (konselor) dan
residen bersama sama menelaah dan mencari jalan
4Hasil wawancara pak Try Setya Erianto merupakan Konselor RBM
dikutip pada januari 2018.
77
keluar dari permasalahan yang dialami residen
dengan teori ABC itu mas Sondi”.5
A (activating event) atau perilaku yang
mengawali, dimana konseli merasakan malu terhadap
keadaanya dan minder kepada teman-temannya dan ia
takut merasa takut dimarahi apabila melakukan
kesalahan. Lalu B (Belief) yaitu keyakinan, pandangan,
nilai, atau verbalisasi diri individu terhadap suatu
peristiwa, dimana konseli meyakini bahwa melakukan
kesalahan yang dapat membuat orang-orang
disekitarnya menjadi marah dengannya dan konseli
ditertawakan oleh teman-teman seasramanya. Setelah
itu C (C (consecuency) yang berupa C-perilaku.6
Dimana perilaku yang ditunjukkan residen yaitu ia
hanya diam di asrama, selain itu residen juga hanya
diam dan banyak menunduk apabila konselor lainnya
memberikan kesempatan kepada residen untuk
menjawab pertanyaan.
Tabel . 6
Penerapan teori ABC pada Korban Penyalahgunaan
NAPZA di RBM Mandiri Cirebon Jawa Barat
Penerapan Teori ABC dalam REBT pada
Residen
A Activating
Event)
Malu, minder, takut salah.
5Hasil wawancara pak Sulani selaku ketua RBM dan Konselor dikutip
pada januari 2018. 6 Boy Hartono, Psikologi Konseling, (Jakarta : Kencana, 2012), h.
134.
78
Penerapan Teori ABC dalam REBT pada
Residen
Bir (Believe
Irrational)
Jika keluar asrama ditertawakan, diejek-ejek
oleh teman-teman yang lain. Setelah itu jika
menjawab atau bertanya akan dimarahi dan
ditertawakan oleh teman-teman di asrama.
C
(Consequen
ce)
C pada emosi = sedih
C pada prilaku = takut keluar rumah dan
berbaur dengan oang di sekelilingnya, tidak
mau bertanya apabila belum ada yang
dimengerti.
7. Prognosa
Pada tahapan ini diharapkan residen mampu
menerapkan cara berpikir logis dan empiris dalam
menyikapi setiap masalah yang dihadapinya. Oleh karena
itu pada awal-awal pertemuan konselor kembali
mengevaluasi pertemuan sebelumnya bersama dengan
residen. konselor mengajarkan cara berpikir logis dan
empiris ini dengan membandingkan pada contoh orang-
orang yang sukses atau orang terkenal dengan maksud
agar residen dapat mengambil sisi positif dari masalah
yang dihadapi orang-orang tersebut seperti contoh band
Slank.
Hal ini juga diungkapkan oleh Sulani yang
merupakan konselor dan ketua RBM.
“Saya dan teman teman yang lain juga sering kalau
konseling bersama anak anak menceritakan orang
orang yang sudah sukses walau mereka pernah
79
menjadi korban NAPZA, dan kami juga sering
ceritakan orang orang yang beberapa kali jatuh
bangun untuk kembali seperti sebelum dia ngobat,
myanbu dll, tapi kan anak anak ndak semua bisa
memahaminya”7
Dalam proses pengarahan residen disini
konselor memberikan teknik kepercayaan diri sehingga
residen dapat mengubah pesepsinya yang irasional
menjadi rasional mengenai dirinya sendiri. Selain residen
di ajak untuk melihat teman-teman di sekitarnya
bagaimana sikap dan perilaku mereka jika berinteraksi
dengan orang lain dan respon yang ditunjukkan saat
teman-temannya berinteraksi dengan dirinya atau
menjawab pertanyaan yang diberikan agar dapat
diterapkan residen pada dirinya.
8. Treatment
Selanjutnya konselor membimbing residen untuk
mengungkapkan apa yang menjadi harapan atau tujuan
dari residen. Adapun yang menjadi tujuan konseling yang
diharapkan oleh residen adalah korban penyalahgunaan
NAPZA menginginkan berani untuk bersosialisasi dilua
RBM, berani bertanya kepada Konselor, berani untuk
mejawab pertanyaan, tidak minder lagi dan malu
dengan dirinya adalah korban penyalahgunaan NAPZA.
Hal ini disampaikan Pak Try Setya Erioanto dalam
sesi wawancara dengan peniliti di RBM Mandiri Cirebon.
7 Wawancara pribadi dengan Sulani konselor RBM Mandiri di kantor
administasi RBM, Januari 2018.
80
“setelah kami melakukan konseling kami biasanya
menanyakan harapan mereka setelah mendapat
pelayanan konseling dari konselor”8
9. Evaluasi dan tindak lanjut
Tahap ini merupakan tahap terakhir proses
konseling. Memasuki kegiatan konseling konselor
mengevaluasi kegiatan sebelumnya yang sudah dilakukan
konseli apakah sudah membawa perubahan yang lebih
baik pada diri residen. Setelah mendengar pemaparan
residen bahwa sudah banyak perilaku residen yang
berubah, Konselor mengajak residen bersama-sama
mendiskusikan keyakinan-keyakinan irasional yang ada.
Untuk kegiatan selanjutnya residen mengevaluasi
kegiatan dari awal sampai akhir konseling dan tujuan-
tujuan yang telah dicapai oleh konseli. Kemudian
konselor bersama-sama residen mengevaluasi hasil
pertemuan selama proses konseling dengan menanyakan
pemahaman lalu perasaan yang dirasakan dan tindakan.
Berikut ini dapat dilihat hasil evaluasi yang meliputi
evaluasi pemahaman (understanding), perasaan
(comfort), dan tindakan (action).
Tahapan yang diatas ketika sudah di laksanakan
tetapi dalam melihat hasilnya terdapat hasil yang kurang
maksimal dalam mengembangkan kepercayaan diri pada
residen dan pada tahapan evaluasi maka konselor akan
mengadakan konseling kembali mulai dari tahapan observasi
8Hasil wawancara pak Try Setya Erianto selaku Konselor RBM
MAndiri dikutip pada januari 2018.
81
pada residen hal ini di ungkapkan melalui wawancara pribadi
peneliti dengan Pak Sulani salah satu konselor di RBM
Mandiri Cirebon.
“Kalau mereka (residen) juga masih belum percaya diri
ketika kami sudah berikan konseling individu masih
belum percaya diri, maka kami akan melakukan lagi
konseling individu mulai dari awal dan kami akan terus
membantu mereka(residen) untuk keluar dari masalah
mereka”9
Dalam proses memaksimalkan hasil untuk
mengembangkan kepercayaan diri pada residen, RBM juga
mengadakan kegiatan yang memberikan stimulus bagi
residen agar dapat mengembangkan kepercayaan diri seperti
FGD (Farum Group Discussion), pelatihan keterempilan
(telor asin, sandal hotel, bungan dari plastic, dll ) dan
konseling individu. Salah satu kegiatan yang membantu
residen untuk lebih mengembagkan kepercayaan diri adalah
FGD, kegiatan ini bersifat diskusi antar konselor dan residen,
dimana konselor mengadakan sharing apa yang dirasakan
residen selama satu hari baik secara phisikis maupun
phsikologi dan bahkan kegiatan apapun, diberikan waktu
untuk sharing ke teman temanya. Kegiatan ini diharapkan
mampu memicu tumbuhnya kepercayaan diri pada residen
korban NAPZA di RBM Mandiri.
Berikut dibawah ini tabel program peningkatan
kepercayaan diri dan sekill atau keahlian yang di berikan
pihak lembaga rehabilitasi kepada residen dalam upaya
9 Hasil wawancara pribadi dengan Sulani konselor dan merupakan
ketua RBM Mandiri Cirebon pada Januari 2018.
82
mengembalikan dan mengembangkan kepercayaan diri
residen korban penyalahgunaan NAPZA di RBM Mandiri
Cirebon.
Tabel. 8
Peningkatan Skil/ Keahlian Residen Rehabilitais
Berbasis Masyarakat (RBM)
Program Sosial Peningkatan skil/ keahlian
a. Konseling Individu
b. Forum Group Discusion
(FGD)
c. Outing
d. Konseling keluarga
e. Komunikasi yang baik
dengan, keluarga, teman
dan lingkungan sekitar
f. Out Bond
g. Cek kesehatan
a. Tataboga (Memasak,
Bikin Telor Asin,
Manisan)
b. Hoby ( Olah raga)
c. Service Hand Phone
d. Service Motor
e. Lukis
f. Desain
Sumber: Dokumen RBM Mandiri Cirebon, 2017
Sejatinya, kegiatan diatas adalah bentuk riil praktik
dalam mengembangkan kepercayaan diri pada residen
dengan menggali potensi residen melalui kegiatan tataboga,
servis HP, servis Motor, melukis dan disain. Kegiatan ini
juga memberikan residen ruang untuk berbicara di depan
teman sejawat pada kegiatan FGD, dan memberikan
peluang residen untuk berkomunikasi dengan masyarakat
melalui kegiatan berbaur dengan masyarakat.
83
Kegiatan FGD ini dilakukan ketika setelah
menonton bersama film motivasi di RBM, kegiatan FGD
juga dianggap konselor sebagai metode yang tepat dalam
mengembangkan kepercayaan diri pada residen, hal ini
juga disampaikan oleh Pak Tri Nopi Priyono salah seorang
konselor dan juga Managemant Program (MP) di RBM
Mandiri.
“Habis makan malam biasanya kami nonton film
inspitatif mas, setelah nonton kita diskusi bersama
anak anak tentang apa aja hari ini yang anak anak
alami, bahkan beberapa dari mereka juga
menyampaikan obat apa saja yang mereka pakai
hari ini serta jumlahnya. Nah saya kira FGD ini
membuat anak anak berani bicara didepan teman
temannya, yang dulunya mah jarang yang berani,
kalau dulu kami (konselor) bertanya, mereka
hanya diam mas, tapi sekarang kami haruskan
mereka untuk bicara satu persatu”10
B. Faktor Pendukung Dan Penghambat Pelaksanaan
Konseling Rational Emotive Behavior Therapy dalam
Mengembangkan Kepercayaan Diri Pada Korban
Penyalahgunaan NAPZA.
Dalam sebuah program yang terdapat di lembaga mau
organisasi tertentu pasti tidak terlepas dari faktor pendukung
dan faktor penghambat. Begitu pula dalam pelaksanaan
kegiatan program konseling individu dengan menggunakan
Rational Emotive Behavior Therapy (REBT) yang ada
10
Hasil wawancara pribadi dengan Pak Tri Nopi Priyono konselor
dan merupakan MP di RBM Mandiri Cirebon pada Januari 2018.
84
pada Rehabilitas Berbasisi Masyarakat (RBM) Mandiri
Cirebon.
Menggunakan konseling individu Rational Emotive
Behavior Therapy (REBT) yaitu corak konseling yang
menekankan kebersamaan dan interaksi antara berfikir
dengan akal sehat (rational thinking), berperasaan (emoting),
dan berprilaku (acting)11
, dengan melaksanakan membantu
residen mengubah pemikiran irasonal ke pemikiran rasional
dan mengembangkan kepercayaan diri residen mendapati
faktor pendukung dan faktor penghambat sebagai berikut.
1. Faktor Pendukung
Didalam pengadaan pelayanan konseling individu
dengan menggunakan teknik REBT yang diterapkan di
rehabilitas berbsisi masyarakat (RBM) mandiri penulis
menemukan beberapa faktor pendukung dalam proses
pelaksanaan pelayanan konseling dalam mengembangkan
kepercayaan diri korban penyalahgunaan NAPZA.
Berdasarkan wawancara dan observasi peneliti
menemukan beberapa faktor pendukung pelaksanaan
konseling dengan menggunakan teknik REBT dalam
mengembangkan kepercayaan diri korban penyalahgunaan
NAPZA seperti beberapa korban NAPZA sangat terbuka dan
aktif dalam mengikuti konseling ini hal ini sangat membantu
konselor untuk menggali informasi dari residen dan
memudahkan konselor untuk bersama sama menyelesaikan
11
Samuel T. Galdding, Koseling Profesi yang Menyeluruh, (Jakarta:
PT. Indeks, 2012), h. 268.
85
masalah residen. Pernyataan ini diperkuat oleh wawancara
penulis bersama Pak Sulani selaku ketua RBM.
“ketika konseling mereka sangat terbuka, jadi
kami mudah untuk menggali permasalahannya”12
Faktor pendukung lainnya tidak hanya datang dari
intren lembaga sendiri, hasil wawancara yang dilakukan
penulis menemukan adanya faktor dari pemerintah dalam
mendukung program yang ada di RBM itu sendiri khususny
kegiatan konseling dengan menggunakan teknik REBT, yaitu
anggran dana yang diberikan KEMENSOS kepada RBM
setiap tahunnya pernyataan ini diperkuat oleh pak Try Setya
selaku konselor RBM.
“Anggaran dana dari KEMENSOS sangat membantu
kami dalam melaksanakan kegiatan ya contohnya
seperti sekret ini masih bayar sewa, transport konselor
dan mendanai kegiatan lainnya.”13
Pak Try Setya Eriyanto juga menambahkan faktor
pendukung lainnya adalah RBM mempunyai konselor
konselor yang mahir dan handal dalam menangani residen
korban penyalahgunaan NAPZA karena terdiri dari psikolog
seperti Ayu Khonsah Rufaidah dan tentunya tidak kalah
pentingnya adalah konseor RBM rata rata merupakan mantan
penyalahgunaan NAPZA yang telah mendapat pelatihan
diberbagai kegiatan yang diadakan pemerintah. Pernyataan ini
disampaikan oleh pak Try Setya Erianto.
12
Hasil wawancara pribadi dengan Pak Sulani merupakan koselor di
RBM Mandiri Cirebon dikutip pada Januari 2018 13
Hasil wawancara pribadi dengan Pak Tri Setya Erianto merupakan
koselor di RBM Mandiri Cirebon dikutip pada Januari 2018
86
“Kita juga punya SDM konselor yang ahli dalam
menangani residen seperti Psikolog, dan beberapa
konselor juga adalah mantan korban NAPZA yang
sudah pulih dan telah mendapat pelatihan diluar kota,
dan di tambah kegiatan yang sangat menunjang dalam
mengambangkan kepercayaan diri korban NAPZA”.14
Berdasarkan wawancara diatas Pak Try Stya juga
mengemukakan bahwa faktor pendukung lainnya pelaksanaan
konseling dengan menggunakan teknik REBT dalam
mengembangkan kepercayaan diri residen korban
penyalahgunaan NAPZA adalah kegiatan di RBM yang
sangat membantu mengambangkan kepercayaan diri residen
korban NAPZA.
2. Faktor Penghambat
Berdasarkan hasil wawancara dan temuan lapangan
peneliti mendapati beberapa faktor penghambat dalam
pelaksanaan pelayanan konseling denga menggunakan teknik
REBT dalam mengembangkan kepercayaan diri residen
korban penyalahgunaan NAPZA sebagai berikut lembaga
RBM belum memiliki ruang khusus dalam melaksanakan
konseling kegiatan pelayanan masih menggunakan ruang
rapat atau diluar asrama RBM hal ini dirasakan konselor
kurang fokus dalam pelaksanaan konseling pernyataan ini
diperkuat oleh pak Sulani selaku ketua RBM dalam sesi
wawancara bersama peniliti.
14
Hasil wawancara pribadi dengan Pak Tri Setya Erianto merupakan
koselor di RBM Mandiri Cirebon dikutip pada Januari 2018
87
“Tidak ada ruangan husus untuk melakukan
konseling, jadi terkadang konselor dan residen
kurang fokus kalau mengadakan konseling diluar
sekret RBM”15
Selain ruang khusus yang belum ada pak Sulani juga
menambahkan kurang intensnya residen dalam mengikuti
kegiatan yang telah diprogramkan pihak lembaga sebagai
faktor penghambat dikarenakan banyaknya kegiatan residen
diluar RBM ditambahlagi ada beberapa orang tua juga yang
melarang residen untuk tidak ke RBM, tentunya hal ini
menjadi penghambat pelaksanaan konseling dalam
mengembangkan kepercayaan diri residen. Pernyataan ini
disampaikan dalam wawancara bersama peniliti.
“Faktor lainya adalah anak anak terkadang kurang
intens mengikuti kegiatan di RBM karena ada
yang kerja dan bahkan ada pula yang dilarang
orang tuanya untuk tidak mengikuti kegiatan di
RBM bahwa orang tuanya merasa bahwa anaknya
bukanlah korban NAPZA, Jadi kita terkadang
susah untuk melaksanakan konseling”16
Faktor penghambat lainnya adalah lembaga RBM
belum memiliki asrama sendiri yang dimiliki RBM dan dapat
menampung banyak residen hal ini juga menjadi penghambat
dikarenakan konselor harus kerumah residen untuk
mengumpulkan dan melakukan konseling serta ketiadaan
asrama juga menghambat pengamatan konselor untuk melihat
15
Hasil wawancara pribadi dengan Pak Sulani merupakan koselor di
RBM Mandiri Cirebon dikutip pada Januari 2018 16
Hasil wawancara pribadi dengan Pak Sulani merupakan koselor di
RBM Mandiri Cirebon dikutip pada Januari 2018
88
lebih dalam perkembangan kepercayaan diri yang dialami
residen sebelum dan sesudah mendapay pelayanan konseling
Rational Emotive Therapy (REBT), pernyataan ini
disampaikan oleh pak Try Setya dalam wawancara bersama
peneliti.
“Karena RBM Mandiri masih belum memiliki asrama
sendiri yang bisa menampung banyak residen ini juga
menjadi faktor penghambat, karena ketika konselor
malakukan konseling konselor harus mencari residen.
Dan konselor juga tidak dapat intens melihat
perkembangan hasil konseling karena residen tidak
berada di satu tempat.” 17
Dari hasil temuan lapangan diatas dapat disimpulkan
bahwa pelaksanaan konseling Rational Emotive Behaviour
Therapy (REBT) dalam mengembangkan kepercayaan diri
pada korban penyalahgunaan NAPZA bahwa dalam
pelaksanaanya mendapati faktor pendukung dan faktor
pengahambat seperti yang telah tertulis diatas.
Berdasarkan wawancara dan observasi hasil
penelitian menunjukan bahwa setelah dilakukan konseling
REBT diperoleh hasil sebagai berikut untuk meningkatkan
kepercayaan diri residen. Kepercayaan diri merupakan suatu
keyakinan yang dimiliki seseorang bahwa dirinya mampu
berperilaku seperti yang dibutuhkan untuk memperoleh
hasil seperti yang diharapkan.
Kepercayaan diri adalah
anggapan seseorang tentang kompetensi dan keterampilan
yang dimiliki serta kesanggupan untuk menangani berbagai
17
Hasil wawancara pribadi dengan Pak Try setya merupakan koselor
di RBM Mandiri Cirebon dikutip pada Januari 2018
89
macam situasi. Dengan kepercayaan diri yang cukup,
seseorang individu akan dapat mengaktualisasikan potensi
yang dimilikinya dengan yakin dan mantap.
Berdasarkan
uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa percaya diri
adalah penilaian positif terhadap diri sendiri mengenai
kemampuan yang ada dalam dirinya untuk menghadapi
berbagai situasi dan tantangan serta kemampuan mental
untuk mengurangi pengaruh negatif dari keragu-raguan yang
mendorong individu untuk meraih keberhasilan atau
kesuksesan tanpa tergantung kepada pihak lain dan
bertanggung jawab atas keputusan yang telah
ditetapkannya.18
Salah satu layanan yang dapat digunakan
dalam kegiatan bimbingan dan konseling dalam
meningkatkan kepercayaan diri residen adalah konseling
terapi REBT.
Adapun kurangnya kepercayaan diri yang dialami
oleh residen diakibatkan oleh residen yang malu akan dirinya
yang menjadi korban NAPZA yang berbeda dengan teman-
temannya, selain itu adanya ejekan-ejekan dari teman-
temannya yang membuat residen malu dan minder, setelah
itu takut salah apabila bertanya atau menjawab akan
membuat konselor marah kepada residen. Selain itu,
residen juga memiliki keyakinan-keyakinan irasional yang
membuat dia selalu takut dalam melakukan suatu hal dan
tidak meyakini bahwa dirinya memiliki kemampuan.
18
Martin Perry, Confidence Boosters Pendongkrak Kepercayaan diri,
(Bandung: PT Glora Aksara Pratama, 2011), h. 9.
90
Mengenai hasil konseling individu dengan
menggunanakan teknik REBT di rehabilitas berbasisi
masyarakat (RBM) Cirebon memiliki implementasi yang
cukup baik terhadap residen korban penyakahgunaan
NAPZA, setelah residen mendapat layanan konseling
individu dengan teknik REBT merasakan lebih percaya diri
atas potensi yan dimiiki, serta residen mampu mengubah
pikiran irasional kepada pimikiran yang rasional, sehingga
membuat residen lebih aktif dan percaya diri.
91
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Konseling Rational Emotive Behavior Therapy
dalam mengembangkan kepercayaan diri korban
penyalahgunaan NAPZA di lakukan Rehabilitas Berbasisi
Masyarakat Mandiri Cirebon Jawa Barat dapat disimpulkan
bahwa pelaksanaan konseling menggunakan teknik REBT
dapat mengembangkan kepercayaan diri residen di RBM
Mandiri Cirebon Jawa Barat. Dimana residen yang memiliki
masalah kepercayaan dri kini sudah mengalami peningkatan.
Berdasarkan hasil analisis pada bab sebelumnya,
maka pada bab ini akan disimpulkan hasil penelitian ini.
Setelah dilakukan konseling individu dengan teknik REBT
terhadap kepercayaan diri korban penyalahgunaan NAPZA
di Rehabilitas Berbasis Mamsyarakat Mandiri Cirebon Jawa
Barat dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Pelaksanaan konseling Rational Emotive Behavior
Therapy dalam mengembangkan kepercayaan diri pada
korban penyalahgunaan NAPZA di RBM Mandiri
Cirebon Jawa Barat, dilakukan dengan langkah-langkah;
observasi awal, persiapan, rapport, Pendekatan masalah,
pengungkapan, diagnostik, prognosa, treatment, evaluasi
dan tindak lanjut dan observasi akhir
92
2. Faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan
konseling Rational Emotive Behaviour Therapy (REBT)
dalam mengembangkan kepercayaan diri pada korban
penyalahgunaan NAPZA antara lain faktor pendukung
residen korban NAPZA sangat terbuka ketika mengikuti
konseling dan pemerintah dibawah Kementrian Sosial
memberikan suntikan dana dalam menjalankan program
yang ada di Rehabilitas Berbasis Masyarakat sehingga
sangat membantu konselor dan lembaga dalam
menjalankan program yang ada serta konselor terdiri dari
konselor yang handal dalam menangani korban NAPZA,
sedangkan faktor penghambat pelaksanaan konseling
antara lain ketiadaan ruang khusus dalam melaksanakan
konseling, kurang intensnya residen korban NAPZA
dalam mengikuti kegiatan yang memhambat konselor
tidak dapat melihat perubahan yang terjadi pada korban
NAPZA serta kurangnya dukungan keluarga residen
korban NAPZA, dan lembaga belum memiliki asrama
yang dapat menampung banyak residen.
A. Saran
Berdasarkan proses dan hasil penelitian,serta yang
dipahami penulis dalam penulisan skripsi ini maka ada
beberapa saran yang perlu dikemukakan penulis disini agar
menjadi kebaikan yang bisa dirasakan bersama baik pihak
lembaga, konselor dan peneliti selanjutnya yang meneliti
penelitian di Rehabilitas Berbasisis Masyarakat (RBM) yaitu:
93
1. Untuk RBM Mandiri Cirebon Jawa Barat
Bagi pihak lembaga Rehabiltas Berbasisi
Masyarakat (RBM) diharapkan adanya satu ruangan
khusus untuk melakukan pelayanan konseling individu.
Apabila nantinya ada peneliti lainnya yang akan
mengadakan penelitian di RBM Mandiri Cirebon Jawa
Barat agar proses penelitian yang di laksanakan dapat
berjalan dengan lancar.
2. Untuk Konselor
Diharapkan konselor perlu adanya ekstra
kesebaran dalam melakukan konseling individu REBT
dan mengamati perkembangan yang terjadi setiap harinya
baik perkembangan jasamani maupun rohani yang
berkaitan dengan perubahan pada residen korban
penyalahgunaan NAPZA di Rehabilitas Berbasis
Masyarakat (RBM) Mandiri Cirebon. Karena yang
dihadapi konselor adalah korban penyalahgunaan NAPZA
yang sensitif dan sangat butuh support dari orang
sekelilingnya terutama konselor itu sendiri.
3. Untuk peneliti selanjutnya
Peneliti selanjutnya diharapkan untuk dapat
melakukan pengkajian lebih mendalam, berkaitan dengan
meningkatkan pelaksanaan konseling dengan teknik
REBT dalam mengembangkan kepercayaan diri pada
korban penyalahgunaan NAPZA.
94
95
DAFTAR PUSTAKA
Angelis, Barbara De, Confidance Percaya diri, (Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama, 2012).
Arintoko, Wawancara Konseling di Sekolah, (Andi Offset,
Yogyakarta, 2011).
Badrujaman, Aip. Penggunaan Pendekatan Rational Emotif
Behaviour Therapy (REBT) Pada Setting Sekolah di
Indonesia.Https://Bkpemula.Files.Wordpress.com/20
11/12/02-Aip Badrujaman_Rebt.Pdf.
Bungin, M. Burhan. Penelitian Kualitatif Komunikasi, Ekonomi,
Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya, (Jakarta:
Kencana Prenada Media Group, 2007).
Corey, Gerald. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi,
(Bandung: PT. Eresco, 2008).
Dewi. Nunur Yuliana. Upaya Meningkatkan Kepercayaan Diri
Melalui Layanan Bimbingan Kelompok Pada Siswa
Asrama 1 SMA Negeri 1 Sumber Rembang.
2012.h.26.Http://Lib.Unnes.Ac.Id/17322/1/13014080
47. Pdf.
Galdding, Samuel T. Koseling profesi yang menyeluruh, (Jakarta:
PT. Indeks, 2012).
Hakim, Thursan. Mengatasi Rasa Tidak Percaya Diri, (Jakarta:
Puspaswara, 2012).
Hamdan. Hubungan Antar Kepercayaan Diri dengan Motivasi
Berprestasi Pada Siswa SMUN 1 SETU BEKASI.
96
www.gunadarma.ac.id/library/articles/
graduate/psychology.../Artikel 10504066. pdf.
Hartno, Boy. Psikologi Konseling, (Jakarta: Kencana, 2012).
Hawari, Dadang. Al-Qur’an dan Ilmu Kedokteran Jiwa dan
Kesehatan Jiwa, (Yogyakarta: Dana Bhakti Prima
Yasa, 2011).
Herdiansyah, Haris. Metodologi Penelitian Kualitatif Untuk Ilmu-
Ilmu Sosial, (Jakarta: Salemba Humanika, 2010).
http://www.kemsos.go.id/modules.php?name=News&file=article
&sid=18869 diakses pada tanggal 12 April 2017.
Jurnal Penelitian Kesejaheraan Sosial (PKS), Vol 14, No 2
(Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Pelayanan Kesejahteraan Sosial (B2P3KS):
Yogyakarta: 2015).
K, Gantina, Eka W, Karsih, Teori dan Teknik Konseling (Jakarta:
PT. Indeks, 2011).
Maulida, Siti Rochmah, Dhini Rama Dhania. Hubungan Antar
Kepercayaan di dan Dukungan Orang Tua dengan
Motivasi Berwirausaha Pada Siswa SMK.
ejournal.undip.ac.id/ index.php/psikologi/article/
download/6630/5444.
Miftahullaila. Implementasi layanan konseling kelompok untuk
meningkatkan rasa percaya diri siswa asrama VII
madrasah tsanawiyah negeri 2 bandar lampung
.2011.
97
Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya, 2013).
Mulyana, Deddy. Metodologi Penelitian Kualitatif (Jakarta:
Rosda, 2011).
Nusuki. Penggunaan Pendekatan Konseling Rational Emotiv
Behavioral Therapy Melalui Layanan Konseling
Individual untuk Mengatasi Siswa yang Mengalami
Kesurupan di SMAN 2 Aikmel.
Perry, Martin. Confidence Boosters Pendongkrak Kepercayaan
diri, (Bandung: PT. Glora Aksara Pratama, 2011).
Prayitno. Erman Amti. Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling,
(Jakarta Rineka Cipta, 2009).
Purwanti, Septry Rahayu. Mengatasi Masalah Kepercayaan Diri
Siswa Melalui Layanan Konseling Kelompok Pada
Siswa Asrama VIII F SMP Negeri 2 Karangpucung
Kabupaten Cilacap, 2013. http://lib.unnes.ac.id/
19305/1/1301408016.pdf.
Puspito, Triyoso Adi. Layanan Konseling Kelompok Dengan
Pendekatan Rasional-Emotive Behavior Therapy
(Rebt) Untuk Pengembangan Kemampuan Berfikir
Positif Pada Siswa Asrama VIII MTsN Sale Rembang
Tahun Ajaran 2014/2015. Http://Simki.Unpkediri.Ac.
Id/Mahasiswa/File_Artikel/2015/11.1.01.01.0368.Pd.
Qurdhawi-Al, Yusuf. Halal dan Haram, (Jakarta: Robbani Press,
2010).
98
Risno, Ilya Rahmi, Asmidir Ilyas, Syahniar. Perolehan Siswa
Setelah Mengikuti Layanan Konseling Perorangan,
h.62.http://download.portalgaruda.org/article.php.arti
cle=24869 &val= 1533
Shihab, M. Quraish. Tafsir Al-mishbah (Jakarta: Lentera Hati,
2012).
Siska, Sudardjo & Esti Hayu Purnamaningsih, Kepecayaan Diri
dan Kecemasan Komunikasi Interpersonal Pada
Mahasiswa, Jurnal.ugm.ac.id/jpsi/ article/view/7025/
5477.2003.
Siyam, Nurlailiyatus dan Wagino. Hubungan Percaya Diri
dengan Hasil Belajar Siswa Tunarungu Asrama V.
2014.ejournal.unesa.ac.id/article/11454/15/article.pdf.
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D,
(Bandung: ALFABETA, 2007).
Tohirin, Bimbingan dan Konseling di Sekolah Madrasah,
(Berbasis Integrasi), (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2012).
Umar, M & Sartono, Bimbingan dan Penyuluhan, (Bandung:
Pustaka Setia, 2008).
Widianti, Yuni Tri. Peningkatan Percaya Diri dan Kemandirian
Siswa dalam Pembelajaran Matmatika Melaluii
Pembelajaran Attetion Relevance Confidence
Satisfaction(ARCS).2014.http://eprints.ums.ac.id/287
22/ 10/naskah_publikasi.pdf.
99
Willis, Sofyan S. Konseling Individual Teori dan Praktek,
(Bandung: Alfabeta, 2013).
Wiwinda. Pelaksanaan Layanan Bimbingan Kelompok Teknik
Assertive Training dalam Meningkatkan Rasa
Percaya Diri Korban Penyalahgunaan NAPZA
Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 11
Bandar Lampung. 2015.
Yulianto, Fitri, H. Fuad Nashori. Kepercayaan Diri dan
Prestasi Atlet Taekwondo Daerah Istimewa.
Yogyakarta.2006.ejournal.undip.ac.id/index.php/psik
ologi/article/download/692/55
100
LAMPIRAN
FOTO KEGIATAN
Wawancara dengan Sumarlan (Alan) Wawancara Sumarlin (Alin
Wawancara Pak Sulani Pemberian Cendramata
Ruang Fokasional Memasak Manisan
top related