skripsi - e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.ide-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/1640/1/siti...
Post on 04-Mar-2019
246 Views
Preview:
TRANSCRIPT
KONSEP PENDIDIKAN MULTIKULTURAL
PERSPEKTIF AL QUR’AN SURAT AL-HUJURAT
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Oleh:
SITI NUR HALIMAH
NIM. 11112235
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
2017
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO
“Dan di antara tanda-tanda
kebesaran-Nya ialah terciptanya langit dan bumi serta
perbedaan bahasa-bahasamu sekalian dan warna-warnamu,
sesungguhnya yang demikian itu terdapat tanda-tanda bagi
orang yang mengetahui”
(Q.S Ar.Rum:22)
Perbedaan ada bukanlah untuk dipersatukan,
Melainkan untuk disandingkan.
PERSEMBAHAN
Skripsi ini penulis persembahkan kepada:
Bapak dan ibu tercinta yang senantiasa
mendoakan dengan tiada henti-hentinya,
dan memberikan dukungan secara moril
maupun materil. Terimakasih untuk semua
pengorbanan, kesabaran dan ketulusanmu;
Kakak-kakakku tersayang, Mas Agus, Mas
Ikhsan, Mas Yuli dan Mas Arif;
Para dosenku, terimakasih atas ilmu dan
bimbingan;
Teman-teman seperjuangan, khususnya PAI
G angkatan 2012, good luck and success;
Someone, thanks for care, spirit, support and
everything.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. Yang
telah melimpahkan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya, akhirnya penulis dapat
menyelesaikan penyusunan skripsi ini yang merupakan tugas dan syarat yang
harus dipenuhi guna memperoleh gelar Sarjana dari Institut Agama Islam Negeri
Salatiga.
Tidak lupa penulis haturkan sholawat dan salam kepada junjungan kita Nabi
Muhammad SAW yang telah membawa risalah Islam yang penuh dengan Ilmu
Pengetahuan, khususnya ilmu keislaman, sehingga dapat menjadi bekal umat
manusia baik di dunia maupun di akhirat kelak.
Ucapan terimakasih yang setulusnya penulis sampaikan kepada semua pihak
yang telah memberikan bimbingan dan arahan serta dorongan yang sangat besar
bagi penulis. Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada:
1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd selaku rektor IAIN Salatiga;
2. Bapak Suwardi, M.Pd. selaku dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan;
3. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag. selaku Ketua Jurusan PAI IAIN Salatiga;
4. Bapak M. Farid Abdullah S.Pd.I, M.Hum. selaku dosen pembimbing skripsi
yang telah mencurahkan segala ilmu, waktu, tenaga dan bimbingan yang telah
diberikan kepada penulis dengan kesabaran dan keikhlasan.
5. Ibu Dra. Maryatin, selaku dosen Pembimbing Akademik;
6. Segenap Bapak dan Ibu dosen beserta karyawan IAIN Salatiga yang telah
dengan ikhlas membekali berbagai pengetahuan, sehingga penulis mampu
menyelesaikan penulisan skripsi ini;
7. Terkhusus untuk kedua orangtuaku tercinta (Muh Ali dan Siti Shoimah) yang
telah merawat, membesarkan, mendidik dan mencurahkan kasih sayang
kepada penulis.
Kepada mereka semua penulis tidak dapat memberikan apa-apa, hanya
ucapan terimakasih diiringi dengan doa semoga amal kebaikan mereka mendapat
balasan dari Allah SWT yang berlipat ganda dan mendapat limpahan rahmat,
taufiq dan hidayah-Nya. Semoga skripsi yang berjudul: KONSEP PENDIDIKAN
MULTIKULTURAL PERSPEKTIF AL-QUR‟AN SURAT AL-HUJURAT ini
dapat bermanfaat bagi siapa saja.
Pada akhirnya penulis menyadari dengan sepenuh hati bahwa penulisan
skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan dalam arti yang sebenarnya. Namun
penulis tetap berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan para
pembaca pada umumnya. Amin.
Salatiga, 15 Desember 2016
Penulis,
ABSTRAK
Siti Nur Halimah. 2016. Konsep Pendidikan Akhlak Perspektif Al-Qur‟an Surat
Al-Hujurat. Skripsi. Salatiga. Jurusan Pendidikan Agama
Islam, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan. Institut Agama
Islam Negeri Salatiga. 2016. Pembimbing: M. Farid Abdullah
S.Pd.I. M.Hum.
Kata kunci: Konsep Pendidikan Multikultural
Penelitian ini dilatar belakangi karena keadaan Indonesia yang multikultur.
Kekayaan yang dimiliki Indonesia merupakan sumber kekuatan sekaligus sumber
potensi timbulnya persoalan. Banyak konflik timbul karena sikap fanatisme,
kecintaan terhadap kelompok, dan kurangnya sikap toleransi. Oleh karena itu,
pendidikan multikultural dipilih sebagai upaya untuk menemukan solusi yang
tidak terlepas dari Al-Qur‟an mengenai konflik yang terjadi karena pendidikan
multikultural sangat relevan untuk konteks Indonesia.
Penelitian ini adalah penelitian kepustakaan atau library research. Sumber
data primer menggunakan Tafsir Al-Mishbah karya M.Quraish Shihab, Tafsir
Ibnu Katsir karya Muhammad Nasib Ar-Rifa‟i, Tafsir Nurul Majid karya Prof. Dr.
Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy dan terjemah tafsir Al-Maragi.
Pengumpulan data menggunakan pendekatan kajian tafsir maudlu‟i. Metode ini
penulis gunakan untuk menganalisis ayat-ayat yang membicarakan tema yang
sama. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsep pendidikan multikultural
perspektif Al-Qur‟an surat Al-Hujurat dan implementasinya dalam pendidikan
Islam di Indonesia.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) konsep pendidikan
multikultural yang terkandung dalam surat Al-Hujurat antara lain: mengutamakan
klarifikasi atau tabayyun; memupuk perdamaian dan keadilan; saling menghargai
dan menghormati; saling percaya dan menjauhi prasangka; bersikap terbuka;
bersikap toleransi dan menambah ketakwaan kepada Tuhan. (2) konsep
pendidikan multikultural dalam Q.S Al-Hujurat dapat diimplementasikan di
perpustakaan. Perpustakaan sebagai gerbang multikulturalisme harus netral dari
keberpihakan. Keragaman koleksi buku merefleksikan keterbukaan perpustakaan
terhadap isu-isu pluralisme dan multikulturalisme. Selanjutnya para pemakai
perpustakaan masuk dan berdialog dengan beranekaragam kebudayaan baik
melalui pemanfaatan koleksi maupun melalui serangkaian layanan yang ada
sehingga diharapkan akan tumbuh semangat dan sikap untuk menghargai
keragaman dan perbedaan kebudayaan yang ada.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i
HALAMAN BERLOGO ................................................................................. ii
HALAMAN NOTA PEMBIMBING ............................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... iv
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ....................................................... v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ................................................................... vi
KATA PENGANTAR ..................................................................................... viii
ABSTRAK ....................................................................................................... x
DAFTAR ISI .................................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1
A. Latar Belakang .............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ......................................................................... 5
C. Tujuan Penelitian........................................................................... 5
D. Kegunaan Penelitian ...................................................................... 5
E. Definisi Operasional ...................................................................... 6
F. Kajian Pustaka ............................................................................... 9
G. Metode Penelitian .......................................................................... 10
H. Sistematika Penulisan Skripsi ....................................................... 15
BAB II KAJIAN TEORI .................................................................................. 17
A. Pendidikan Multikultural .............................................................. 17
1. Definisi Pendidikan Multikultural............................................ 17
2. Sejarah Multikulturalisme di Indonesia ................................... 22
3. Pendidikan Multikultural di Indonesia ..................................... 25
B. Surat Al-Hujurat ............................................................................. 28
C. Pandangan Islam tentang Multikultural ......................................... 33
BAB III TAFSIR AL-QUR‟AN SURAT AL-HUJURAT .............................. 37
A. Redaksi dan Terjemah Q.S Al-Hujurat ayat 11-13 ....................... 38
B. Asbabun Nuzul .............................................................................. 39
C. Penafsiran ...................................................................................... 42
1. Penafsiran M Quraish Shihab ................................................. 42
2. Penafsiran M Nasib Ar Rifa‟i ................................................ 48
3. Penafsiran Allamah Kamal Faqih Imani ............................... 55
4. Penafsiran Al-Maragi ............................................................. 61
D. Munasabah .................................................................................... 67
1. Pengertian Munasabah ............................................................ 67
2. Munasabah Surat ..................................................................... 68
3. Munasabah Ayat ...................................................................... 69
E. Konsep Pendidikan Multikultural yang terkandung dalam Q.S
Al-Hujurat .................................................................................... 71
BAB IV ANALISIS ......................................................................................... 76
A. Urgensi Pendidikan Multikultural di Indonesia ............................ 76
B. Relevansi Pendidikan Multikultural dengan Pendidikan Islam
dan Implementasi Pendidikan Multikultural di Indonesia ............ 80
BAB V PENUTUP ...........................................................................................
A. Kesimpulan.................................................................................... 88
B. Saran .............................................................................................. 89
C. Penutup .......................................................................................... 90
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR LAMPIRAN
1. Daftar SKK
2. Nota Pembimbing Skripsi
3. Lembar Konsultasi
4. Riwayat Hidup
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara multikultural terbesar di dunia. Negara
yang terdiri dari ribuan pulau baik besar maupun kecil dengan jumlah
penduduk lebih dari dua ratus juta jiwa ini, terdiri dari tiga ratus suku yang
menggunakan hampir dua ratus bahasa yang berbeda-beda. Selain itu juga
terdapat beragam agama dan kepercayaan yang dianut seperti Islam, Kristen
Protestan, Katolik, Hindu, Budha, Konghucu serta aliran kepercayaan lainnya
(Yaqin, 2005:4).
Al-Qur‟an menjelaskan bahwa umat manusia memiliki kesatuan muasal
yaitu dari segumpal darah, seperti yang tercantum dalam QS. Al Alaq ayat 2:
نسان من علق (2)خلق ال
“Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah”
Dalam ayat lain menjelaskan bahwa Allah SWT menciptakan manusia
berpasang-pasangan pria dan wanita dari air mani apabila dipancarkan. QS
An Najm ayat 45-46:
(46)من نطفة إذا تن (45)وأنو خلق الزوجي الذكر والن ثى ”Dialah yang menciptakan berpasang-pasangan pria dan wanita dari air
mani, apabila dipancarkan”
Dari ayat tersebut dapat dipahami bahwa walaupun kita terlahir dengan
kondisi yang beraneka ragam baik secara fisik, budaya, ras, suku, agama dan
sebagainya, tetapi pada dasarnya manusia berasal dari hal yang sama yaitu
dari segumpal darah, dan dari air mani.
Indonesia ditakdirkan menjadi negara yang multi-suku, multi-etnik,
multi-agama juga multi-budaya. Kekayaan itu sesungguhnya merupakan
potensi dan sumber kekuatan (source of power)bangsa Indonesia. Kekayaan
tersebut sekaligus sangat berpotensi menimbulkan berbagai persoalan. Oleh
sebab itu, untuk mencegah timbulnya konflik dan menumbuhkan sikap
kebersamaan, saling menghargai serta menghormati, perlu dilakukan tindakan
preventif. Salah satunya dengan cara membangun kesadaran pluralis pada
generasi muda melalui pendidikan multikulturalisme. Hal ini sesuai dengan
ungkapan Abudin Nata:
Indonesia yang berideologi Pancasila memiliki latar belakang budaya,
etnis, paham keagamaan, tingkat ekonomi dan sosial yang amat
beraneka ragam. Kondisi pluralitas dan heterogenitas masyarakat di
Indonesia yang demikian itu pula pada gilirannya sangat mempengaruhi
corak pendidikan manusia (Nata, Tt : 1).
Dari ungkapan tersebut, maka pendidikan menjadi faktor penting
sebagai alat untuk membangun peradaban manusia. Pendidikan merupakan
sebuah sistem yang mengembangkan segala aspek pribadi dan kemampuan
manusia. Dalam pendidikan itu sendiri ada beberapa aspek yang harus dicapai
dalam berbagai segi kehidupan. Hal ini meliputi pengembangan segala segi
kehidupan masyarakat, termasuk pengembangan sosial budaya, ekonomi, dan
politik, serta bersedia menyelesaikan permasalahan masyarakat terkini dalam
menghadapi tuntutan-tuntutan masa depan dan memelihara sejarah dan
kebudayaannya.
Salah satu idealitas agama Islam sebagaimana tertulis dalam Al-Qur‟an
adalah untuk saling mengenal dan menghormati berbagai budaya, ras, dan
agama. Akan tetapi pada kenyataannya saat ini peta dunia diwarnai dengan
konflik yang muncul akibat sara. Kesenjangan antara idealitas dan realitas
itulah yang perlu dijembatani dengan memberikan pemahaman multikultural
dalam proses pendidikan.
Sebagai sebuah konsep, pendidikan multikultural menemukan
relevansinya untuk konteks Indonesia. Pendidikan multikultural sejalan
dengan semboyan bangsa Indonesia “Bhinneka Tunggal Ika” yang memiliki
pengertian bahwa Indonesia merupakan salah satu bangsa di dunia yang
terdiri dari beragam suku, ras, budaya, bahasa, dan agama yang berbeda-beda
tetapi dalam kesatuan Indonesia (Haryati, 2009:153).
Pendidikan multikultural dipilih sebagai sebuah solusi untuk
memaksimalkan pemahaman nilai-nilai pluralisme dalam sistem pendidikan,
karena strategi pendidikan ini mengadopsi nilai-nilai yang terdapat dalam
budaya yang berbeda-beda dan berusaha menegakkan pluralisme dengan cara
menanamkannya ke dalam diri siswa, guru, dan komunitas mereka. Di
samping itu, pendidikan multikultural menolak segala bentuk diskriminasi di
sekolah dan masyarakat dengan cara mempromosikan prinsip-prinsip
demokrasi dan keadilan sosial.
Sebenarnya, pendidikan multikultural dengan mengacu pada entitas
budaya, telah ada pada diri masing-masing individu, institusi sekolah dan
dunia pendidikan pada umumnya. Persoalannya, sejauh mana kesadaran nilai-
nilai multikultural pada diri masing-masing individu itu teraktualisasi dalam
kehidupannya. Untuk mengaktualisasikan nilai-nilai multikultural menjadi
praktik dalam kehidupan masyarakat, maka diperlukan suatu upaya
pengkondisian yang mengarah pada situasi tersebut (Nadlir,2013:63).
Oleh sebab itu, wacana pendidikan multikultural sangat dibutuhkan
sebagai upaya internalisasi nilai-nilai multikultural pada diri setiap manusia.
Dengan memahami perbedaan tafsir setiap teks yang ada, diharapkan akan
menghasilkan pemahaman keberagamaan yang inklusif, toleran, dan terbuka
kepada siapapun. Dalam skripsi ini penulis berusaha mengkaji secara
mendalam dan komprehensif sertamenelaah isi kandungan Al-Qur‟an surat
Al-Hujurat yang menurut hemat penulis surat tersebut menyiratkan konsep
matang mengenai pendidikan multikultural yang sangat relevan dengan
konteks kekinian. Selain itu, dalam surat Al-Hujurat mengandung dasar
kesopanan yang kompleks, mengenai bagaimana cara manusia menerima
berita dari orang yang tidak dapat dipercaya, bagaimana cara menghadapi
ketika ada orang beriman yang sedang berseteru, bagaimana memperlakukan
saudara seagama baik ketika berhadapan muka maupun tidak, bagaimana cara
menghadapi perbedaan, serta bagaimana menyikapi manusia di seluruh muka
bumi. Maka skripsi ini penulis beri judul: KONSEP PENDIDIKAN
MULTIKULTURAL PERSPEKTIF AL-QUR‟AN SURAT AL-HUJURAT.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka pokok
permasalahan yang akan dibahas adalah:
1. Bagaimana konsep pendidikan multikultural perspektif Al-Qur‟an surat
Al-Hujurat dalam tafsir Al-Misbah, tafsir Ibnu Katsir, tafsir Nurul Majid
dan tafsir Al-Maragi?
2. Bagaimanaimplementasi konsep pendidikan multikultural perspektif Al-
Qur‟an surat Al-Hujurat dalam pendidikan di Indonesia?
C. Tujuan Penelitian
Dari permasalahan diatas, maka penelitian ini bertujuan:
1. Untuk mengetahui bagaimana konsep pendidikan multikultural dalam
perspektif Al-Qur‟an surat Al-Hujurat;
2. Untuk mengetahui bagaimana implementasi konsep pendidikan
multikultural Al-Qur‟an surat Al-Hujurat dalam pendidikan di Indonesia.
D. Kegunaan Penelitian
Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah:
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran
bagi ilmu pendidikan Islam, terutama mengenai konsep pendidikan
multikultural dalam Al-Qur‟ansurat Al-Hujurat.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Penulis
Menambah wawasan penulis mengenai konsep pendidikan
multikultural perspektif Al-Qur‟an.
b. Bagi Ilmu Pengetahuan
1) Menambah khazanah keilmuan tentang konsep pendidikan
multikultural dalam perspektif Al-Qur‟an;
2) Sebagai bahan referensi dalam ilmu pendidikan sehingga dapat
memperkaya dan menambah wawasan di bidang tersebut.
c. Bagi Peneliti Berikutnya
Dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan atau dikembangkan
lebih lanjut, serta referensi terhadap penelitian yang sejenis.
E. Definisi Operasional
Untuk menghindari kesalahan dan kekeliruan terhadap judul penelitian
ini, maka penulis perlu menjelaskan istilah-istilah yang terdapat dalam judul
skripsi ini, antara lain:
1. Pendidikan
Kata pendidikan berasal dari kata “didik”, yang artinya memelihara
dan memberi latihan. Dalam memelihara dan memberi latihan diperlukan
adanya ajaran, tuntutan, dan pimpinan mengenai akhlak dan kecerdasan
pikiran. Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata
lakuseseorang dan kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia
melalui upaya pengajaran dan pelatihan(Poerwadarminta, 1985:250).
Maslikhah (2007:48) menyebutkan bahwa pendidikan adalah usaha
sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
dan mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara.
Pendidikan merupakan usaha yang dilakukan pendidik untuk
mengubah sikap dan tingkah laku (akhlak) yang dididik menuju ke arah
yang lebih baik. Pengertian pendidikan lebih luas dari pengajaran.
Karena pendidikan tidak mengenal ruang dan waktu. Pendidikan bisa
diperoleh kapan saja, tentang apa saja dan oleh siapa saja. Sedangkan
pengajaran lebih bersifat formal di dalam kelas atau ruangan dan untuk
mempelajari tentang materi tertentu.
2. Multikultural
Akar kata multikultural adalah kebudayaan, sedangkan secara
bahasa, multikultural terdiri dari kata multi yang berarti banyak, dan
kultur yang berarti budaya.
Bagi H.A.R. Tilaar sebagaimana telah dikutip Abd Azis Albone
(2009:141) multikulturalisme secara sederhana dapat diartikan sebagai
pengakuan atas pluralisme budaya. Pluralisme budaya bukanlah sesuatu
yang given tetapi merupakan suatu proses internalisasi nilai-nilai dalam
suatu komunitas.
Multikultural yaitu keanekaragaman budaya, mencakup
keanekaragaman suku, ras, bahasa, agama, dan sebagainya.
keanekaragaman tersebut menjadi potensi dan sumber daya kekuatan
sekaligus menjadi potensi munculnya berbagai persoalan. Berbagai
persoalan tersebut salah satunya karena sikap kecintaan terhadap
komunitasnya, sehingga perlu adanya sikap saling menghargai dan
menghormati dengan cara membangun kesadaran pluralitas untuk
meminimalisir kemungkinan munculnya berbagai persoalan.
3. Al-Qur‟an
Al-Qur‟an merupakan pedoman hidup bagi umat manusia. Di
dalamnya terdapat penjelasan tentang pokok-pokok ajaran Islam, salah
satunya yaitu mengenai pendidikan. Dalam Al-Qur‟an terdapat beberapa
ayat yang mengisyaratkan tentang pendidikan multikultural, diantaranya
yaitu dalam surat Al-Baqarah ayat 213 dan 256, surat Ar-Rum ayat 22,
surat Yunus ayat 99, serta beberapa ayat dalam surat Al-Hujurat. Dalam
hal ini penulis akan meneliti tentang pendidikan multikultural yang
difokuskan pada surat Al-Hujurat, karena dalam surat Al-Hujurat
mengisyaratkan pendidikan multikultural yang lebih kompleks.
F. Kajian Pustaka
Sebelum penulis meneliti lebih dalam tentang Konsep Pendidikan
Multikultural perspektif Al-Qur‟an Surat Al-Hujurat, penulis berusaha
menelaah karya dari hasil beberapa penulis terdahulu yang berhubungan
dengan pembahasan ini.
Pertama, dalam skripsi saudara Abu Chanifah NIM 12106022
mahasiswa jurusan Pendidikan Agama Islam, STAIN Salatiga, dan lulus
tahun 2012 yang berjudul “Multikulturalisme dalam Perspektif Pendidikan
Islam (Telaah Surah Al Anbiya‟ ayat 107 dan Surah Al-Hujurat ayat 9-13)”.
Kesimpulan dari skripsi tersebut yaitu konsep pendidikan multikulturalisme
yang ada di Indonesia yaitu pada dasarnya adalah penegakkan akan “Bineka
Tunggal Ika”. Pendidikan multikultural dapat diimplementasikan melalui
pendidikan formal, dalam kehidupan keluarga dan masyarakat. Pendidikan
multikultural mengedepankan penghormatan terhadap perbedaan, baik ras,
suku, budaya maupun agama. Pendidikan Islam mempunyai andil dalam
upaya transformasi nilai-nilai religius peserta didik. Dalam menghadapi
masyarakat yang multikultural, dibutuhkan paradigma pendidikan yang
toleran, inklusif dan berorientasi pada kesalehan sosial dengan tidak
melupakan kesalehan individual.
Kedua, dalam skripsi saudara Ismail Fuad NIM 104011000181
mahasiswa jurusan Pendidikan Agama Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dan lulus tahun 2009 yang berjudul “Konsep Pendidikan Multikultural dalam
Pendidikan Islam.” Kesimpulan skripsi ini membahas tentang kesesuaian
pendidikan multikultural dengan pendidikan Islam. Menurutnya, keduanya
mendukung terhadap kesetaraan dan persamaan derajat manusia, kelompok
manusia, kelompok suku bangsa, kelompok bangsa untuk hidup berdasarkan
kebudayaan sendiri secara bebas dan terkendali. Dilihat dari tujuannya,
keduanya memiliki tujuan yang sama. Sedangkan dalam implementasinya,
pendidikan Islam multikultural dapat diwujudkan tidak hanya dalam ranah
pendidikan formal, ia bisa mengambil tempat dalam pendidikan non formal,
keluarga, maupun lingkup masyarakat melalui proses yang panjang dan
berkesinambungan.
Dengan demikian, penulis dapat menyimpulkan bahwa pendidikan
multikultural harus diimplementasikan dalam konteks Indonesia, baik melalui
pendidikan formal maupun non formal. Pada skripsi yang akan penulis susun
yang berkaitan dengan konsep pendidikan multikultural diharapkan mampu
memberikan gambaran positif yang belum sempat tercantumkan dalam kedua
skripsi di atas.
G. Metode Penelitian
Dalam penulisan skripsi ini, digunakan beberapa teknik untuk sampai
pada tujuan penelitian, yaitu:
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library
research), yaitu penelitian yang obyek utamanya adalah buku-buku atau
sumber kepustakaan lain. Maksudnya data-data dicari dan ditemukan
melalui kajian pustaka dari buku-buku yang relevan dengan pembahasan
(Nawawi, 1994:23).
2. Sumber Data
Sumber data yang dijadikan bahan-bahan dalam penelitian ini
merupakan sumber data yang diperoleh dari bahan-bahan pustaka yang
dikategorikan sebagai berikut:
a. Sumber data primer
Data primer adalah data yang diperoleh atau
dikumpulkanlangsung dari lapangan oleh orang yang melakukan
penelitian atau orang yang bersangkutan yang memerlukannya. Data
primer ini disebut juga data asli atau baru (Hasan, 2004:19). Yang
menjadi sumber primer dalam penelitian ini adalah buku-buku tafsir
meliputi Tafsir Al-Mishbah karya M.Quraish Shihab, Tafsir Ibnu
Katsir karya Muhammad Nasib Ar-Rifa‟i, Tafsir Nurul Majid karya
Prof. Dr. Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy dan terjemah
tafsir Al-Maragi.
b. Sumber data sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan
oleh yang melakukan penelitian dari sumber-sumber yang telah ada
(Hasan, 2004:19). Adapun sumber data sekunder dalam penulisan
skripsi ini adalah buku-buku atau karya ilmiah lain yang isinya dapat
melengkapi data penelitian yang penulis teliti, terutama buku-buku
yang berkaitan dengan pendidikan multikultural.
3. Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini termasuk penelitian kepustakaan. Oleh karena itu
teknik yang digunakan dalam pengumpulan data adalah pengumpulan
data literer yaitu bahan-bahan pustaka yang kohern dengan objek
pembahasan yang dimaksud (Arikunto, 1990:24). Karena obyek dalam
penelitian ini adalah ayat Al-Qur‟an, maka penulis menelaah dan
memahami ayat-ayat yang dipilih sebagai bahan penelitian. Disamping
itu, penulis memilih sumber-sumber lain yang dianggap menunjang
terhadap penelitian ini.
4. Teknik Analisis Data
Setelah pengumpulan data selesai, maka data tersebut dianalisis
dengan menggunakan metode analisis deskriptif, yaitu suatu usaha untuk
mengumpulkan dan menyusun data, kemudian diusahakan pula dengan
analisis dan interpretasi atau penafsiran terhadap data-data tersebut
(Surahmad, 1990:139).
Menurut Miles & Huberman (1992: 16) analisis terdiri dari tiga
alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan yaitu: reduksi data, penyajian
data dan penarikan kesimpulan atau verifikasi.
a. Reduksi data
Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan
perhatian pada penyederhanaan dan transformasi data “kasar” yang
muncul dari catatan-catatan. Reduksi data merupakan bagian dari
analisis. Reduksi data merupakan suatu bentuk analisis yang
menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak
perlu, dan mengorganisasi data dengan cara sedemikian rupa hingga
kesimpulan-kesimpulan finalnya dapat ditarik dan di verifikasi.
Dengan reduksi data peneliti tidak perlu mengartikannya
sebagai kuantifikasi. Data kualitatif dapat disederhanakan dan dalam
aneka macam cara yakni: melalui seleksi yang ketat, melalui
ringkasan atau uraian singkat, menggolongkannya dalam satu pola
yang lebih luas dan sebagainya. Kadang kala dapat juga mengubah
data ke dalam angka-angka atau peringkat-peringkat, tetapi tindakan
ini tidak selalu bijaksana.
b. Penyajian data
Penyajian data menurut Miles & Huberman membatasi suatu
“penyajian” sebagai sekumpulan informasi tersusun yang memberi
kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan
tindakan. Mereka meyakini bahwa penyajian-penyajian yang lebih
baik merupakan suatu cara yang utama bagi analisis kualitatif yang
valid. Semuanya dirancang guna menggabungkan informasi yang
tersusun dalam suatu bentuk yang padu dan mudah diraih. Dengan
demikian seorang penulis yang merupakan juga penganalisis dapat
melihat apa yang sedang terjadi, dan menentukan apakah menarik
kesimpulan yang benar atau kah terus melangkah melakukan analisis
yang menurut saran yang dikisahkan oleh penyajian sebagai sesuatu
yang mungkin berguna.
c. Penarikan kesimpulan atau verifikasi
Menurut Miles & Huberman, hal ini hanyalah sebagian dari
dari satu kegiatan dari konfigurasi yang utuh. Kesimpulan-
kesimpulan juga diverifikasi selama penelitian itu berlangsung.
Verifikasi itu mungkin sesingkat pemikiran kembali yang melintas
dalam pikiran penganalisis (peneliti) selama ia menulis, suatu
tinjauan ulang pada catatan-catatan lapangan, atau mungkin menjadi
begitu seksama dan makan tenaga dengan peninjauan kembali serta
tukar pikiran diantara teman sejawat untuk mengembangkan
“kesepakatan intersubjektif” atau juga upaya-upaya yang luas untuk
menempatkan salinan suatu temuan dalam seperangkat data yang
lain. Makna-makna yang muncul dari data yang lain harus diuji
kebenarannya.
Dalam menganalisis data yang sudah terkumpul digunakan
beberapa metode, antara lain:
1) Metode Deduktif
Yaitu proses berpikir yang berangkat dari yang umum ditarik
tolok dari pengetahuan itu hendak menilai suatu kajian yang
khusus (Sugiyono, 2005:90). Dengan pendekatan deduktif ini
penulis menganalisa data yang berupa berbagai interpretasi
tafsiran surat Al Hujurat, baik dari sumber data primer maupun
sekunder untuk kemudian ditemukan kekhususan konsep
pendidikan multikultural dalam surat Al Hujurat.
2) Metode Induktif
Yaitu proses berpikir yang berangkat dari fakta-fakta khusus
atau peristiwa-peristiwa yang konkrit kemudian dari fakta-fakta
atau peristiwa khusus tersebut ditarik generalisasi yang bersifat
umum (Sugiyono, 2005:90). Berangkat dari analisa konsep
khusus pendidikan multikultural yang terkandung dalam surat
Al Hujurat, kemudian konsep tersebut ditarik kesimpulan yang
merupakan esensi dari konsep pendidikan multikulturalyang
terkandung dalam surat Al Hujurat ayat secara umum.
3) Metode Maudlu‟i
Metode Maudlu‟i adalah metode tafsir yang bermaksud
menafsirkan ayat-ayat Al-Qur‟an dengan menghimpun ayat-ayat
Al-Qur‟an yang mempunyai maksud yang sama dalam arti
sama-sama membicarakan satu topik dan menyusunnya
berdasarkan kronologi dan sebab turunnya ayat tersebut
(Budiharjo, 2012:150)
H. Sistematika Penulisan Skripsi
Secara garis besar sistematika penulisan skripsi ini, penulis membagi
dalam beberapa bab, yaitu:
Bab I, dalam bab ini berisi tentang pendahuluan. Hal ini mencakup latar
belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, definisi
operasional, metode penelitian dan sistematika penulisan skripsi.
Bab II, dalam bab ini berisi tentang kajian teori yang mencakup
pengertian pendidikan multikultural, pembahasan mengenai surat Al-
Hujuratdan pandangan Islam tentang multikultural.
Bab III, dalam bab ini berisi tentang tafsir Al Qur‟an Surat Al-Hujurat,
mencakup redaksi dan terjemah surat Al-Hujurat ayat 11-13; Asbabun Nuzul
surat Al-Hujurat ayat 11-13; Penafsiran surat Al-Hujurat ayat 11-13 menurut
beberapa buku tafsir; Munasabah surat Al-Hujurat ayat 11-13; serta konsep
pendidikan multikultural perspektif Al Qur‟an surat Al-Hujurat ayat.
Bab IV, dalam bab ini berisi tentang analisis konsep pendidikan
multikultural dalam surat Al-Hujurat. Mencakup urgensi pendidikan
multikultural di Indonesia; dan relevansi pendidikan multikultural dengan
pendidikan Islam dan implementasi pendidikan multikulturaldi Indonesia.
Bab V, bab ini berisi tentang kesimpulan dari hasil penelitian yang
penulis lakukan dilanjutkan dengan saran-saran serta penutup.
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Pendidikan Multikultural
1. Definisi Pendidikan Multikultural
Oleh beberapa ilmuwan, pendidikan multikultural masih diartikan
sangat beragam. Belum ada kesepakatan, apakah pendidikan
multikultural tersebut berkonotasi pendidikan tentang keragaman budaya,
atau pendidikan untuk mengambil sikap agar menghargai keragaman
budaya.
Pendidikan dan multikultural memiliki keterkaitan sebagai subjek
dan objek atau „yang diterangkan‟ dan „menerangkan‟, juga esensi dan
konsekuensi. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan dan
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasa, akhlak mulia,
serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara. Sedangkan pendidikan multikultural, secara terminologi
merupakan proses pengembangan seluruh potensi manusia yang
menghargai pluralitas dan heterogenitas sebagai konsekuensi keragaman
budaya, etnis, suku dan aliran (agama) (Maslikhah, 2007:48).
Kamanto Sunarto sebagaimana dikutip Dede Rosyada (2014:3)
menjelaskan bahwa pendidikan multikultural biasa diartikan sebagai
pendidikan keragaman budaya dalam masyarakat, dan terkadang juga
diartikan sebagai pendidikan yang menawarkan ragam model untuk
keragaman budaya dalam masyarakat, dan terkadang juga diartikan
sebagai pendidikan untuk membina sikap siswa agar menghargai
keragaman budaya masyarakat.
Adapun definisi yang diberikan para pakar pendidikan adalah fakta
bahwa bangsa Indonesia terdiri dari banyak etnik, dengan keragaman
budaya, agama, ras dan bahasa. Indonesia memiliki falsafah berbeda
suku, etnik, bahasa, agama dan budaya, tapi memiliki satu tujuan, yakni
mewujudkan bangsa Indonesia yang kuat, kokoh, memiliki identitas yang
kuat, dihargai oleh bangsa lain, sehingga tercapai cita-cita ideal dari
pendiri bangsa sebagai bangsa yang maju, adil, makmur dan sejahtera.
Untuk itu seluruh komponen bangsa tanpa membedakan etnik, ras, agama
dan budaya, seluruhnya harus bersatu padu, membangun kekuatan di
seluruh sektor, sehingga tercapai kemakmuran bersama, memiliki harga
diri bangsa yang tinggi dan dihargai oleh bangsa-bangsa lain di dunia
(Rosyada, 2014:3).
Choirul Mahfud (2006:167) meminjam pendapat Andersen dan
Cusher yang menyatakan bahwa pendidikan multikultural dapat diartikan
sebagai pendidikan mengenai keragaman kebudayaan. Kemudian,
mengutip pendapat James Banks, mendefinisikan bahwa pendidikan
multikultural sebagai pendidikan untuk people of color. Artinya
pendidikan multikultural ingin mengeksplorasi perbedaan sebagai
keniscayaan (anugrah Tuhan/sunnatullah). Kemudian bagaimana kita
mampu mensikapi perbedaan tersebut dengan penuh toleran dan
semangat egaliter.
Pada prinsipnya pendidikan multikultural adalah pendidikan yang
menghargai perbedaan. Pendidikan multikultural senantiasa menciptakan
suatu proses dimana setiap kebudayaan bisa melakukan ekspresi. Akan
tetapi tidak mudah untuk mendesain pendidikan multikultural secara
praksis.
Menurut Said Agil Al Munawar (2005:207) secara sederhana
pendidikan multikultural dapat didefinisikan sebagai “pendidikan
untuk/tentang keragaman kebudayaan dalam merespon perubahan
dengan demografis dan kultural lingkungan masyarakat tertentu atau
bahkan dunia secara keseluruhan”. Dengan demikian pendidikan
multikultural selalu terkait dengan kebudayaan dan kultur lingkungan. Ini
berarti pembahasan tentang pendidikan multikultural tak dapat
dipisahkan dari budaya dan lingkungan sekitar masyarakat.
Istilah ”pendidikan multikultural” dapat digunakan baik pada
tingkat deskriptif dan normatif, yang menggambarkan isu-isu dan
masalah-masalah pendidikan berkaitan dengan masyarakat multikultural.
Lebih jauh ia juga mencakup pengertian tentang pertimbangan terhadap
kebijakan-kebijakan dan strategi-strategi pendidikan dalam masyarakat
multikultural. Dalam konteks deskriptif ini, maka kurikulum pendidikan
multikultural mestilah mencakup subjek-subjek seperti; toleransi; tema-
tema tentang perbedaan ethno-kultural, dan agama; bahaya diskriminasi;
penyelesaian konflik dan mediasi; HAM; demokratis dan pluralitas;
kemanusiaan universal dan subjek-subjek lain yang relevan (Al
Munawar, 2005: 210).
Baidhawy (2005:6-7) menyimpulkan mengenai pendidikan
multikultural. Menurutnya, ada dua istilah penting yang berdekatan
secara makna dan merupakan suatu perkembangan yang sinambung,
yakni pendidikan multietnik dan pendidikan multikultural. “Pendidikan
multietnik” sering dipergunakan di dunia pendidikan sebagai suatu usaha
sistematik dan berjenjang dalam rangka menjembatani kelompok-
kelompok rasial dan kelompok-kelompok etnik yang berbeda dan
memiliki potensi untuk melahirkan ketegangan dan konflik. Sementara
itu istilah “pendidikan multikultural” memperluas payung pendidikan
multietnik sehingga memasukkan isu-isu lain seperti relasi gender,
hubungan antar agama, kelompok kepentingan, kebudayaan dan
subkultur, serta bentuk-bentuk lain dari keragaman. Kata “kebudayaan”
lebih diadopsi dalam hal ini daripada “rasisme” sehingga audiens dari
pendidikan multikultural semacam ini akan lebih mudah menerima dan
mendengarkan.
Oleh karena itu, banyak pendidik yang akhirnya lebih memilih
memisahkan pendidikan multikultural dari sekedar perjuangan sosial dan
upaya meredefinisi maknanya menjadi perayaan makanan dan festival
etnik; bidang ini seringkali mendapatkan kritik karena terpisah dari kritik
utama terhadap rasisme dalam dunia pendidikan. Adalah penting
menempatkan pendidikan multikultural dalam perjuangan hak-hak sipil
demi kebebasan, kekuasaan politik, dan integrasi ekonomi (Baidhawy,
2005:7).
Sebagai sebuah pembaruan, pendidikan agama berwawasan
multikultural memiliki karakteristik khusus, meliputi: menanamkan pilar
keempat kesadaran pentingnya hidup bersama dalam keragaman dan
perbedaan agama-agama (how to live and work together with others);
menyemangati relasi antar manusia dengan spirit kesetaraan dan
kesederajatan (modest ang equal), saling percaya (mutual trust),saling
memahami (mutual understanding), dan menghargai persamaan, perbedaan
dan keunikan agama-agama (respect to similarities, differences, and
uniqueness);menyuguhkan suatu jejalin kelindan relasi dan interdependensi
dalam situasi saling mendengar dan menerima perbedaan perspektif agama-
agama dalam satu dan lain masalah dengan pkiran terbuka (open mind);
suatu kreasi untuk menemukan alan terbaik mengatasi konflik (conflict
resolution) antaragama dan menciptakan perdamaian (reconsiliation)melalui
sarana pengampunan (forgiveness) dan tindakan nirkekerasan (non violence)
(Baidhawy, 2005:14).
Dengan demikian, dapat dipahami bahwa orientasi dari pendidikan
multikultural adalah pada proses penyadaran yang berwawasan pluralis
dan multikultural. Pendidikan semacam ini harus dilihat sebagai bagian
dari upaya pencegahan dan penanggulangan konflik etnis agama,
radikalisme agama, separatisme, dan disintegrasi bangsa, sedangkan nilai
dasar dari konsep pendidikan ini adalah toleransi.
2. Sejarah Multikulturalisme di Indonesia
Sejak presiden Soeharto jatuh dari kekuasaannya, yang kemudian
diikuti dengan masa yang disebut “era reformasi”, kebudayaan Indonesia
cenderung mengalami disintegrasi. Krisis moneter, ekonomi dan politik
yang bermula sejak akhir 1997, pada gilirannya juga telah
mengakibatkan terjadinya krisis sosio-kultural di dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara.
Krisis sosial budaya yang meluas itu dapat disaksikan dalam berbagai
bentuk disorientasi dan dislokasi banyak kalangan masyarakat kita. Hal ini
semakin merebak seiring dengan kian meningkatnya penetrasi dan ekspansi
budaya Barat, khususnya Amerika, sebagai akibat proses globalisasi yang
terus tidak terbendung. Hal ini bisa dilihat misalnya, dari semakin
merebaknya budaya McDonald, juga makanan instan lainnya serta budaya
serba instan.
Pluralisme kultural Asia Tenggara, khususnya Indonesia, Malaysia
dan Singapura sebagaimana dikemukakan Hefner yang dikutip oleh
Mahfud (2006:83) sangatlah mencolok, terdapat hanya beberapa wilayah
lain di duia yang memiliki pluralisme kultural seperti itu. Karena itulah
dalam teori politik Barat sepanjang dasawarsa 1930-an dan 1940-an,
khususnya wilayah Indonesia dipandang sebagai “lokus klasik” bagi
konsep “masyarakat majemuk/plural” (plural society) yang
diperkenalkan ke dunia Barat oleh JS Furnivall (1994, 1948).
Berhadapan dengan tantangan untuk tidak hanya mempertahankan
kemerdekaan, tetapi juga eksistensi negara-bangsa (nation building) yang
mengandung keragaman tersebut, maka para penguasa negara-negara
baru ini memiliki kecenderungan kuat untuk melaksanakan politik
“keseragaman budaya” (monokulturalisme atau monoculturality).
Pengalaman Indonesia sejak masa awal kemerdekaan dan masa Orde
Baru di bawah Presiden Soeharto memperlihatkan kecenderungan kuat
pada penerapan politik monokulturalisme.
Secara restrospektif, politik monokulturalisme atau
monokulturalitas yang dilaksanakan pemerintahan orde Baru atas nama
stabilitas untuk developmentalism telah mengahancurkan local cultural
geniuses, seperti tradisi “pelandong” di Ambon, republik nagari” di
Sumatera Barat dan lain-lain. Padahal tradisi sosio kultural lokal seperti
ini merupakan kekayaan kultural yang tidak ternilai harganya bukan
hanya bagi masyarakatnya sendiri, tetapi juga bagi masyarakat lain.
Merupakan kenyataan yang sulit dihindari bahwa negara-bangsa
Indonesia terdiri dari sejumlah besar kelompok etnis, budaya, agama dan
lain-lain, sehingga negara-bangsa Indonesia secara sederhana dapat
disebut sebagai masyarakat multikultural. Menurut analisis el-Ma‟hady
sebagaimana dikutip Mahfud (2006:87) mengatakan bahwa akar sejarah
multikulturalisme bisa dilacak secara historis, bahwa sedikitnya selama
tiga dasawarsa kebijakan yang sentralistis dan pengawalan yang ketat
terhadap isu perbedaan telah menghilangkan kemampuan masyarakat
untuk memikirkan, membicarakan dan memecahkan persoalan yang
muncul karena adanya perbedaan secara terbuka, rasional dan damai.
Menurut Mahfud (2006:89) ada tiga kelompok sudut pandang yang
berkembang dalam menyikapi perbedaan identitas kaitannya dengan
konflik yang sering muncul. Pertama, pandangan kaum primordialis.
Kelompok ini menganggap bahwa perbedaan genetika, seperti suku dan
ras (juga agama), merupakan sumber utama lahirnya benturan
kepentingan etnis dan agama.
Kedua, pandangan kaum instrumentalis. Menurut mereka, suku,
agama dan identitas yang lain dianggap sebagai alat yang digunakan
individu atau kelompok untuk mengejar tujuan yang lebih besar, baik
dalam bentuk materiil maupun non-materiil. Konsepsi ini lebih banyak
digunakan oleh politisi dan para elit untuk mendapatkan dukungan dari
kelompok identitas.
Ketiga, pandangan kaum konstruktivitis, beranggapan bahwa
identitas kelompok tidak bersifat kaku, sebagaimana yang dibayangkan
kaum primordialis. Etnisitas, bagi kelompok ini, dapat diolah hingga
membentuk jaringan relasi pergaulan sosial. Karenanya, etnisitas
merupakan sumber kekayaan hakiki yang dimiliki manusia untuk saling
mengenal dan memperkaya budaya. Bagi mereka, persamaan adalah
anugerah dan perbedaan adalah berkah.
3. Pendidikan Multikultural di Indonesia
Hingga saat ini wacana pendidikan multikultural di Indonesia
belum tuntas dikaji oleh berbagai kalangan, termasuk oleh para pakar dan
pemerhati pendidikan sekalipun. Pendidikan multikultural yang
dikembangkan di Indonesia sejalan dengan pengembangan demokrasi
yang dijalankan sebagai counter terhadap kebijakan desentralisasi dan
otonomi daerah (otoda). Apabila hal itu dilaksanakan dengan tidak
berhati-hati, justru mungkin akan menjerumuskan kita ke dalam
perpecahan nasional (disintegrasi bangsa dan separatisme)
(Mahfud,2006:190).
Menurtu Azyumardi Azra sebagaimana dikutip Mahfud (2006:190)
mengatakan bahwa pada level nasional, berakhirnya sentralisme
kekuasaan yang pada masa Orde Baru memaksakan ”monokulturalisme”
yang nyaris seragam, memunculkan reaksi balik, yang mengandung
implikasi negatif bagi rekonstruksi kebudayaan Indonesia yang
multikultural. Berbarengan dengan proses otonomisasi dan desentralisasi
kekuasaan pemerintahan, juga terjadi peningkatan fenomena/gajala
“provinsialisme” yang hampir tumpang tindih dengan “etnisitas”.
Kecenderungan ini, jika tidak terkendali, akan dapat menimbualkan tidak
hanya disintegrasi sosio-kultural yang amat parah, bahkan juga
disintegrasi politik.
Menurut SAH Al Munawar, pendidikan di Indonesia maupun di
negara-negara lain, menunjukkan keragaman tujuan yang menerapkan
strategi dan sarana yang dipakai untuk mencapainya. Penambahan
informasi tentang keragaman budaya merupakan model pendidikan
multikultural yang mencakup revisi isi atau materi pembelajaran,
termasuk revisi buku-buku teks. Revisi pembelajaran seperti di Amerika
Serikat merupakan strategi yang paling penting dalam reformasi
pendidikan dan kurikulum. Penulisan kembali sejarah Amerika dari
perspektif yang lebih beragam merupakan suatu agenda pendidikan yang
diperjuangkan intelektual, aktivis dan praktisi pendidikan (Al Munawar,
2005:210).
Di Jepang, aktivis kemanusiaan melakukan advokasi serius untuk
merevisi buku sejarah, terutama yang menyangkut peran Jepang pada
Perang Dunia II di Asia. Walaupun belum diterima, usaha ini sudah
mulai membuka mata sebagian masyarakat akan pentingnya perspektif
baru tentang perang, agar tragedi kemanusiaan tidak terulang kembali.
Sedangkan di Indonesia masih perlu usaha panjang dalam merevisi buku-
buku teks agar mengakomodasi kontribusi dan partisipasi yang lebih
inklusif warga dari berbagai latar belakang dalam pembentukan
Indonesia. Indonesia juga memerlukan pula materi pembelajaran yang
bisa mengatasi “dendam sejarah” di berbagai wilayah.
Model kedua yaitu pendidikan multikultural yang tidak sekedar
merevisi materi pembelajaran tetapi melakukan reformasi dalam sistem
pembelajaran itu sendiri. Affirmative action dalam seleksi siswa sampai
rekrutmen pengajar di Amerika adalah salah satu strategi untuk membuat
perbaikan ketimpangan struktural terhadap kelompok minoritas. Model
ini menunjukkan bagaimana sekolah dianggap sebagai medium yang
penting untuk perubahan perspektif siswa dengan harapan akan
perubahan masyarakat di masa yang akan datang. Tergantung tujuan dan
model penerapan di atas melihat pendidikan multikultural sebagai
“filsafat, metodologi untuk melakukan reformasi pendidikan”, atau
sekedar “satu set substansi pelajaran dengan program pembelajarannya”.
Menurut SAH Al Munawar (2005:212) untuk mencapai tujuan
tersebut, pendidikan multikultural di Indonesia perlu memakai kedua
model di atas. Dengan meminjam analisis Gorski, Al Munawar
menyatakan bahwa pendidikan multikultural dapat mencakup tiga hal
jenis transformasi, yakni: (1) transformasi diri; (2) transformasi sekolah
dan proses belajar-mengajar; dan (3) transformasi masyarakat.
Di Indonesia penerapan pendidikan multikultural mendapat
tantangan yang tidak mudah untuk dipikirkan. Karena pendidikan formal
di Indonesia masih sarat dengan persoalan-persoalan mendasar berkaitan
dengan sumber daya sampai dengan substansi dan sistem belajar-
mengajar. Jika modul-modul pendidikan multikultural sudah disusun,
siapakah pengajar untuk menerapkannya dan bagaimana
mengintegrasikannya dalam kurikulum yang sudah terlalu sarat dengan
berbagai macam indoktrinasi? Persoalan-persoalan ini merupakan
tantangan bagi penerapan pendidikan multikultural di Indonesia.
Selain itu, wacana pendidikan multikultural dimungkinkan akan terus
berkembang semakin besar dan ramai diperbincangkan. Dan yang lebih
penting dan diharapkan adalah wacana pendidikan multikultural dapat
diberlakukan dalam dunia pendidikan di negeri yang multikultural ini.
B. Surat Al-Hujurat
Surat Al-Hujurat merupakan surat ke 49 dalam Al-Qur‟an, terdiri dari
18 ayat, termasuk juz ke-26, dan diwahyukan di Madinah. Kata hujurat
adalah bentuk jamak dari hujrah yang diambil dari ayat ke empat dalam surat
ini (Imani,2013:311). Dinamakan Hujurat karena mengungkapkan bahwa
seseorang tidak dipandang beradab apabila tidak memuliakan Rasul saw (ash-
Shieddiqy,2003:3907).
Surat Al-Hujurat merupakan salah satu surat madaniyyah yang turun
sesudah Nabi saw berhijrah. Surat ini mengandung tuntunan agama serta
prinsip-prinsip moral yang dengan memerhatikannya akan tercipta kehidupan
bahagia bagi setiap individu sekaligus terwujudnya suatu sistem
kemasyarakatan yang mantap, saleh dan sejahtera. Al-Biqai menulis bahwa
tema utama dan tujuan surat ini adalah tuntunan menuju tata krama
menyangkut penghormatan kepada Nabi Muhammad saw dan umatnya.
(Shihab, 2002:568).
Surat ini melengkapi dasar-dasar kesopanan yang tinggi serta
menunjukkan manusia kepada pekerti-pekerti utama. Selain itu juga menjelaskan
sikap para muslim terhadap Allah dan Rasul-Nya, bagaimana cara mereka
menerima berita-berita (keterangan) dari orang-orang yang tidak dapat dipercaya,
dan bagaimana memperlakukan saudara seagama, baik sewaktu mereka
berhadapan muka ataupun tidak(Ash-Shieddieqy, 2003:3907).
Aspek hukum yang terkandung dalam surat ini yaitu larangan
mengambil keputusan yang menyimpang dari ketetapan Allah dan Rasul-
Nya; keharusan meneliti suatu pekabaran yang disampaikan oleh orang fasik;
kewajiban mengadakan islah (damai) antara orang muslim yang bersengketa
karena orang-orang Islam itu bersaudara; kewajiban mangambil tindakan
terhadap golongan kaum muslimin yang bertindak merugikan kaum muslimin
yang lain; larangan mencaci, menghina dan sebagainya, larangan buruk
sangka; bergunjing dan memfitnah, dan lain-lain. Selain itu, surat ini juga
memuat adab sopan santun berbicara dengan Rasulullah saw. Allah
menciptakan manusia bersuku-suku dan berbangsa-bangsa agar satu sama
lain kenal-mengenal; setiap manusia sama di sisi Allah, kelebihan hanya ada
pada orang-orang bertaqwa; serta sifat-sifat orang yang benar-benar
beriman(Depag, 1986:423).
Untuk memberikan gambaran tentang isyarat pendidikan multikultural
yang terdapat dalam Al-Qur‟an surat Al-Hujurat, maka dirasa perlu untuk
mengemukakan berbagai ayat yang berhubungan dengan hal tersebut, antara
lain:
1. QS. Al-Hujurat ayat 6
(6)
Artinya:”Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang Fasik
membawa suatu berita, Maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak
menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui
keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.”
Ayat ini mengajarkan kepada manusia agar meneliti kebenaran
setiap kabar atau berita yang datang dan tidak mudah menjatuhkan
vonis serta selalu mengutamakan klarifikasi (tabayyun).
2. QS. Al Hujurat ayat 9
(9)
Artinya:”dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu
berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya! tapi kalau yang satu
melanggar Perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar
Perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah. kalau
Dia telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan
hendaklah kamu Berlaku adil; Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang
yang Berlaku adil.”
Dalam ayat tersebut Allah SWT. menyuruh manusia untuk
melerai kemudian mendamaikan dua golongan orang-orang yang
beriman apabila mereka berperang atau berseteru. Mendamaikan kedua
golongan tersebut dengan adil dan jujur tanpa memihak kepada salah
satu golongan, yakni dengan cara membela yang benar dan menghakimi
yang salah dengan berdasarkan pada pemahaman duduk
permasalahannya.
3. QS. Al-Hujurat ayat 10
(10)
Artinya:”orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara. sebab itu
damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan
takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.”
Dalam ayat ini Allah SWT. menjelaskan bahwa semua orang
beriman adalah bersaudara. Allah SWT. mengulangi kalimat-Nya untuk
mendamaikan antar saudara serta menyeru manusia untuk bertakwa
kepada-Nya agar manusia mendapat rahmat-Nya.
4. QS. Al-Hujurat ayat 11
(11)
Artinya:”Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-
laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh Jadi yang ditertawakan itu lebih
baik dari mereka. dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan
kumpulan lainnya, boleh Jadi yang direndahkan itu lebih baik. dan janganlah
suka mencela dirimu sendiri[1409] dan jangan memanggil dengan gelaran
yang mengandung ejekan. seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang
buruk sesudah iman[1410] dan Barangsiapa yang tidak bertobat, Maka
mereka Itulah orang-orang yang zalim.”
Dalam ayat tersebut Allah SWT. melarang setiap orang yang
beriman saling merendahkan satu sama lain, mencela diri sendiri yakni
dengan cara mencela orang lain, serta memanggil orang lain dengan
gelar yang buruk. Ayat tersebut juga mengandung perintah Allah SWT.
kepada hambanya untuk bertobat.
5. QS. Al-Hujurat ayat 12
(12)
Artinya:”Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka
(kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. dan janganlah
mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama
lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya
yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan
bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi
Maha Penyayang.”
Ayat tersebut mengandung larangan untuk berprasangka buruk,
ghibah atau menggunjing, serta perintah untuk bertakwa kepada Allah SWT.
6. QS. Al-Hujurat ayat 13
(13)
Artinya:”Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang
laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa
dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang
yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa
diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.”
Dalam ayat ini Allah SWT. menjelaskan bahwa manusia
diciptakan dari seorang laki-laki dan perempuan, berbangsa-bangsa dan
bersuku-suku agar supaya manusia saling mengenal. Bukan dijadikan
sebagai dasar untuk saling bermusuhan, karena perbedaan yang ada
adalah sebuah anugrah. Ayat ini juga menjelaskan bahwa orang yang
paling mulia adalah orang yang bertakwa kepada Allah SWT.
Ayat-ayat di atas mengisyaratkan mengenai pendidikan multikultural
yang relevan dengan konteks kekinian. Dalam hal ini, untuk mempermudah
dalam menghafal maka penulis memfokuskan hanya meneliti tiga ayat, yakni
ayat 11, 12 dan 13 berdasarkan beberapa buku tafsir.
C. Pandangan Islam tentang Multikultural
Masyarakat menyadari bahwa keberagaman merupakan hal yang wajar
dan tidak dapat dihindari. Tapi pembahasan tentang bagaimana menyikapi
multikultural ini masih sering menjadi perdebatan. Bagi sebagian kelompok
perbedaan-perbedaan yang ada agar segera dilenyapkan dan perlu adanya
upaya untuk penyeragaman. Ada juga yang berpendapat agar perbedaan yang
ada itu tetap dipelihara. Perbedaan pandangan dalam menyikapi perbedaan
yang ada juga muncul dari beberapa kelompok dalam kehidupan masyarakat
muslim, apalagi masyarakat Indonesia yang disusun atas mayoritas
masyarakat muslim.
Seperti yang dikatakan Said Agil Husin (2002) bahwa Islam
merupakan puncak kesempurnaan dari agama Allah. Penyempurna agama-
agama sebelumnya. Islam sangat sarat dengan nilai-nilai kemanusiaan sebab,
melaksanakan nilai-nilai kemanusiaan itu sendiri adalah bagian horizontal
dari pengaplikasian nilai-nilai keislaman. Dalam Islam tidak hanya membahas
mengenai norma-norma dan kaidah-kaidah Ilahiyah, tetapi juga nilai-nilai
yang berhubungan dengan dasar-dasar kemanusiaan(Al Munawar, 2002:
404). Termasuk di dalamnya pemberian penghormatan setinggi-tingginya
terhadap hak-hak yang dimiliki setiap manusia.
Untuk memberikan gambaran tentang pandangan Islam mengenai
wawasan multikultural maka dirasa penting untuk mengemukakan berbagai
ayat yang berhubungan dengan hal tersebut. Antara lain:
1. Surat Al-Hujurat ayat 13
عارفوا إن ي أي ها الناس إن خلقناكم من ذكر وأن ثى وجعلناكم شعوب وق بائل لت
(13)أكرمكم عند الل أت قاكم إن الل عليم خبري
Artinya:”Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang
laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa
dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang
yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa
diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha
Mengenal”(Depag RI, tt:847).
2. Surat Ar-Rum ayat 22
ومن آيتو خلق السماوات والرض واختلف ألسنتكم إن ف ذلك ليت للعالمي
(22) Artinya:”dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit
dan bumi dan berlain-lainan bahasamu dan warna kulitmu. Sesungguhnya
pada yang demikan itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang
yang mengetahui”(Depag RI, tt:644).
3. Surat Al-Baqarah ayat 213
رين ومنذرين وأن زل معهم الكتاب بلق كان الناس النبيي مبش عث الل أمة واحدة ف ب
لف فيو إل الذين أوتوه من ب عد ما لفوا فيو وما اخت ليحكم ب ي الناس فيما اخت
لفوا فيو من الق بذنو الذين آمنوا لما اخت هم ف هدى الل ن ينات ب غيا ب ي جاءت هم الب
ي هدي من يشاء إ راا مستقيم (213(واللArtinya:”Manusia itu adalah umat yang satu. (setelah timbul perselisihan),
Maka Allah mengutus Para Nabi, sebagai pemberi peringatan, dan Allah
menurunkan bersama mereka kitab yang benar, untuk memberi keputusan di
antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan. tidaklah berselisih
tentang kitab itu melainkan orang yang telah didatangkan kepada mereka
Kitab, Yaitu setelah datang kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata,
karena dengki antara mereka sendiri. Maka Allah memberi petunjuk orang-
orang yang beriman kepada kebenaran tentang hal yang mereka perselisihkann
itu dengan kehendak-Nya. dan Allah selalu memberi petunjuk orang yang
dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus”(Depag RI, tt:51).
4. Surat Yunus ayat 99
يعا أفأنت تكره الناس حت يكونوا مؤمني ولو شاء ربك لمن من ف الرض كلهم ج
(99) Artinya:”dan Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang
yang di muka bumi seluruhnya. Maka Apakah kamu (hendak) memaksa
manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman
semuanya?”(Depag RI, tt:322).
5. Surat Al-Baqarah ayat 256
ين قد ت ب ي الرشد من الغي فمن يكفر بلطاغوت وي ؤمن بلل ف قد ل إكراه ف الد
يع عليم س (256)استمسك بلعروة الوث قى ل انفصام لا واللArtinya:”tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); Sesungguhnya
telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. karena itu Barangsiapa
yang ingkar kepada Thaghut[162] dan beriman kepada Allah, Maka
Sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang Amat kuat yang tidak
akan putus. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui”(Depag RI,
tt:63).
Dari berbagai uraian ayat di atas dapat dipahami bahwa Islam
sebagai suatu agama tidak pernah mengajarkan kekerasan. Islam yang
dibawa Rasulullah merupakan agama yang mendatangkan rahmat bagi
seluruh alam (Rahmatan lil „alamin). Islam tidak hanya mendatangkan
rahmat bagi pemeluk Islam itu sendiri, namun juga bagi seluruh alam.
Al Qur‟an mengingatkan dengan tegas dalam ayat di atas sebagai
antisipasi kemungkinan timbulnya sikap dan budaya saling mencemooh
dan merendahkan antara kelompok yang satu dengan yang lain. Karena
tindakan mencemooh dan mengejek, serta merendahkan orang, apalagi
kelompok lain, merupakan cikal dan sumber konflik sosial (Abdullah,
2000:77).
Dari berbagai macam ayat di atas yang menunjuk pada perbedaan
senantiasa ada pada setiap manusia, sudah jelas bahwa perbedaan
merupakan hal yang diakui dalam islam, sedangkan yang dilarang adalah
perpecahan. Dengan kata lain, Islam sangat menghargai adanya perbedaan,
perbedaan tersebut tidak menjadi api dalam mengobarkan kekerasan, tetapi
justru dijadikan sebagai alat untuk saling mengenal lebih dekat.
Zakiyuddin Baidhawy dalam bukunya yang berjudul Pendidikan
Agama Berwawasan Multikultural, menjelaskan bahwa setidaknya ada tiga
prinsip utama dalam Islam yang berkaitan dengan multikultural
(Baidhawy, 2005:49-51).
Pertama, prinsip plural is usual. Yakni kepercayaan dan praktek
kehidupan bersama yang menandaskan kemajemukan sebagai sesuatu yang
lumrah dan tidak perlu diperdebatkan. Keragaman cara berpikir dan cara
bertindak umat manusia dalam kontek ruang dan waktu akan terus eksis.
Kedua,Equal is usual, dalam prinsip ini Islam mencoba
memperlihatkan bahwa keragaman itu adalah suatu hal yang biasa. Dan
prinsip yang ketiga adalah prinsip sahaja dalam keragaman (modesty in
diversity). Bersikap dewasa dalam merespon keragaman.Yakni sikap
moderat yang menjamin kearifan berpikir dan bertindak, jauh dari
fanatisme yang sering melegitimasi penggunaan instrumen kekerasan.
Selanjutnya Baidhawy menjelaskan bahwa dalam multikultural
dalam agama Islam dapat dikembangkan melalui menebar amanah dan
husnuzdon dalam memupuk kebersamaan, saling memaafkan, menganyam
ukhuwah islamiah dan ukhuwah basyariyah agar tercipta kehidupan yang
damai sesuai dengan visi misi Islam itu sendiri, yakni Islam sebagai agama
Rahmat bagi seluruh alam.
BAB III
TAFSIR AL QUR’AN SURAT AL-HUJURAT
A. Redaksi dan TerjemahAl Qur’an Surat Al-Hujurat ayat 11-13
هم ول نساء من نساء را من ي أي ها الذين آمنوا ل يسخر ق وم من ق وم عسى أن يكونوا خي
هن ول ت لمزوا أن فسكم ول ت ناب زوا بللقاب بئس السم الفسوق را من عسى أن يكن خي
ميان ومن ل ي تب فأولئك ىم الظالمون ي أي ها الذين آمنوا اجتنبوا كثريا من (11)ب عد ال
الظن إن ب عض الظن إث ول تسسوا ول ي غتب ب عضكم ب عضا أيب أحدكم أن يكل لم
تا فكرىتموه وات قوا الل إن الل ت واب رحيم ي أي ها الناس إن خلقناكم من (12)أخيو مي
عارفوا إن أكرمكم عند الل أت قاكم إن الل عليم خبري ذكر وأن ثى وجعلناكم شعوب وق بائل لت
(13)
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki
merendahkan kumpulan yang lain, boleh Jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari
mereka. dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya,
boleh Jadi yang direndahkan itu lebih baik. dan janganlah suka mencela dirimu
sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. seburuk-
buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan Barangsiapa
yang tidak bertobat, Maka mereka Itulah orang-orang yang zalim(11). Hai orang-
orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena
sebagian dari purba-sangka itu dosa. dan janganlah mencari-cari keburukan orang
dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang
suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa
jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha
Penerima taubat lagi Maha Penyayang(12). Hai manusia, Sesungguhnya Kami
menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan
kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang
paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha
Mengenal (13). (QS. Al-Hujurat:11-13).
B. Asbabun Nuzul
1. Pengertian Asbabun Nuzul
Al Qur‟an diturunkan ke bumi secara berangsur-angsur dalam masa
22 tahun 2 bulan 22 hari, yang merupakan jawaban atas pertanyaan-
pertanyaan dan peristiwa yang terjadi pada masa Nabi saw. (Mahali,
1989: XI). Suatu peristiwa yang karenanya Al Qur‟an diturunkan untuk
menerangkan status hukum pada saat terjadinya, baik itu berupa
peristiwa ataupun pertanyaan, disebut asbabun nuzul (al-Qattan,
2001:110).
Menurut Az-Zarqani, asbabun nuzul adalah sesuatu yang
menyebabkan satu ayat atau beberapa ayat diturunkan untuk
membicarakan sebab atau menjelaskan hukum sebab tersebut pada masa
terjadinya sebab itu(Az-Zarqani, 2001:95).
Sedangkan Hasbi Ash-Shiddieqy (1980:78) mendefinisikannya
sebagai kejadian yang karenanya diturunkan Al-Qur‟an untuk
menerangkan hukumnya di hari timbul kejadian-kejadian itu dan suasana
yang di salam suasana itu Al-Qur‟an diturunkan serta membicarakan
sebab yang tersebut itu, baik diturunkan langsung sesudah terjadi sebab
itu, ataupun kemudian lantaran sesuatu hikmat.
Dari beberapa definisi dan pengertian asbabun nuzul di atas dapat
dipahami bahwa latar belakang turunnya ayat ataupun beberapa ayat Al-
Qur‟an dikarenakan adanya suatu peristiwa tertentu dan pertanyaan yang
diajukan kepada Nabi SAW..
Al Qur‟an diturunkan melalui sebab musabab (Asbabun Nuzul),
tetapi tidak semua ayat yang terdapat di Al Qur‟an memiliki Asbabun
Nuzul. Demikian juga dengan surat Al-Hujurat. Berikut ini akan
dipaparkan beberapa sebab turunnya ayat surat Al-Hujurat dan tidak
semuanya memiliki Asbabun Nuzul. Karena ayat tertentu saja yang
memiliki peristiwa turunnya ayat.
2. Asbabun Nuzul QS. Al-Hujurat Ayat 11
Ada beberapa versi yang menjelaskan tentang sebab turunnya ayat
ini. Pertama, dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa seorang laki-laki
mempunyai dua atau tiga nama, dan dipanggil dengan nama tertentu agar
orang itu tidak senang dengan panggilan itu. Ayat ini turun sebagai
larangan untuk menggelari orang dengan nama-nama yang tidak
menyenangkan(Shaleh, 1990:473)
Kedua, dalam riwayat lain dikemukakan bahwa nama-nama gelaran
di zaman jahiliyah sangat banyak. Ketika Nabi saw. memanggil
seseorang dengan gelarnya, ada orang yang memberitahukan kepada nabi
bahwa gelar itu tidak disukainya. Maka turunlah ayat ini yang melarang
memanggil orang dengan gelaran yang tidak disukainya.
Ketiga, dalam riwayat lain dikemukakan bahwa ayat ini turun
berkenaan dengan Bani Salamah. Ketika Nabi saw. tiba di Madinah
orang-orang mempunyai dua atau tiga nama. Apabila Rasulullah
memanggil seseorang yang disebutnya dengan salah satu nama itu tetapi
ada orang yang berkata: “Ya Rasulallah! Sesungguhnya ia marah dengan
panggilan itu”. Ayat “wala tana bazu bil alqab” turun sebagai larangan
memanggil orang dengan sebutan yang tidak disukainya(Shaleh,
1990:474).
3. Asbabun Nuzul QS. Al-Hujurat ayat 12
Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa ayat ini turun berkenaan
dengan Salman al-Farisi yang apabila selesai makan ia terus tidur dan
mendengkur. Pada waktu itu ada orang yang mempergunjingkan
perbuatannya itu. Maka turunlah ayat ini yang melarang seseorang
mengumpat menceritakan keaiban orang lain(Shaleh, 1990:474).
4. Ababun Nuzul QS. Al-Hujurat ayat 13
Ada dua versi yang menyatakan sebab turunnya QS Al-Hujurat
ayat 13. Pertama dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa ketika fathu
Makkah, Bilal naik ke atas Ka‟bah untuk adzan. Berkatalah beberapa
orang: “Apakah pantas budak hitam ini adzan di atas Ka‟bah?” maka
berkatalah yang lainnya: “Sekiranya Allah membenci orang ini, pasti
Allah akan menggantinya”. Ayat ini turun sebagai penegasan bahwa
dalam Islam tidak ada diskriminasi, dan yang paling mulia adalah yang
paling bertakwa(Shaleh, 1990:475).
Kedua, diriwayatkan bahwa ayat ini turun berkenaan dengan Abu
Hindin akan dikawinkan oleh Rasulullahkepada seorang wanita Bani
Bayadlah. Bani Bayadlah berkata: “Wahai Rasulullah pantaskah kalau
kami mengawinkan puteri-puteri kami kepada budak-budak kami?”. Ayat
ini turun sebagai penjelasan bahwa dalam Islam tidak ada perbedaan
antara bekas budak dengan orang merdeka(Shaleh, 1990:475).
Ayat-ayat di atas menegaskan kesatuan asal usul manusia dengan
menunjukkan kesamaan derajat kemanusiaan manusia. Tidak wajar seseorang
berbangga dan merasa diri lebih tinggi daripada yang lain, bukan saja antara
satu bangsa, suku, atau warna kulit dan selainnya, tetapi antara jenis kelamin
mereka. Karena kalaulah seandainya ada yang berkata bahwa Hawwa, yang
perempuan itu bersumber daripada tulang rusuk Adam, sedang Adam adalah
laki-laki, dan sumber sesuatu lebih tinggi derajatnya dari cabangnya, sekali
lagi seandainya ada yang berkata demikian itu hanya khusus terhadap Adam
dan Hawwa, tidak terhadap semua manusia karena manusia selain mereka
kecuali Isa, lahir akibat percampuran laki-laki dan perempuan(Shihab,
2003:616).
C. Penafsiran Al Qur’an Surat Al-Hujurat menurut Beberapa Tasir
1. Model Penafsiran M Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Mishbah
Berikut ini tafsir mengenai surat Al-hujurat ayat 11-13 dalam kitab
Al-Mishbah.
هم ول نساء را من ي أي ها الذين آمنوا ل يسخر ق وم من ق وم عسى أن يكونوا خي
هن ول ت لمزوا أن فسكم ول ت ناب زوا بللقاب را من من نساء عسى أن يكن خي
ميان ومن ل ي تب فأولئك ىم الظالمون (11)بئس السم الفسوق ب عد ال“Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok
kaum yang lain, boleh jadi mereka lebih baik dari mereka; dan jangan pula
wanita-wanita terhadap wanita-wanita lain, boleh jadi mereka lebih baik
dari mereka. Dan janganlah kamu mengejek diri kamu sendiri dan
janganlah kamu panggil-memanggil dengan gelar-gelar buruk. Seburuk-
buruk panggilan ialah kefasikan sesudah iman, dan barangsiapa yang tidak
bertaubat, Maka mereka Itulah orang-orang yang zalim(11).
Allah berfirman memanggil kaum beriman dengan panggilan
mesra: Hai orang-orang yang beriman janganlah suatu kaum, yakni
kelompok pria, mengolok-olok kaum kelompok pria yang lain karena hal
tersebut dapat menimbulkan pertikaian - walau yang diolok-olokan kaum
yang lemah - apalagi boleh jadi mereka yang diolok-olokkan itu lebih
baik dari mereka yang mengolok-olok. Dan jangan pula wanita-wanita,
yakni mengolok-olok, terhadap wanita-wanita lain karena ini
menimbulkan keretakan hubungan antar-mereka, apalagi boleh jadi
mereka, yakni wanita-wanita yang diperolok-olokkan itu, lebih baik dari
mereka, yakni wanita yang mengolok-olok itu, dan janganlah kamu
mengejek siapapun – secara sembunyi-sembunyi – dengan ucapan,
perbuatan, atau isyarat karena ejekan itu akan menimpa diri kamu sendiri
dan janganlah kamu panggil-memanggil dengan gelar-gelar yang dinilai
buruk oleh yang kamu panggil baik kamu yang menciptakan gelarnya
maupun orang lain. Seburuk-buruk panggilan ialah panggilan kefasikan,
yakni panggilan buruk sesudah iman. Siapa yang bertaubat sesudah
melakukan hal-hal buruk, maka mereka adalah orang-orang yang
menelusuri jalan lurus dan barangsiapa tidak bertaubat, maka mereka
adalah orang-orang yang zalim (Shihab, 2002:605).
ي أي ها الذين آمنوا اجتنبوا كثريا من الظن إن ب عض الظن إث ول تسسوا ول
تا فكرىتموه وات قوا الل ي غتب ب عضكم ب عضا أيب أحدكم أن يكل لم أخيو مي
(12)إن الل ت واب رحيم Hai orang-orang yang beriman, jauhilah banyak dari dugaan, sesungguhnya
dugaan adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain
serta jangan sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah
seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati?
Maka kamu telah jijik kepadanya dan bertakwalah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.
Ayat tersebut menyatakan: Hai orang-orang yang beriman,
jauhilah dengan upaya sungguh-sungguh banyak dari dugaan, yakni
prasangka buruk terhadap manusia yang tidak memiliki indikator itu,
adalah dosa. Tidak jarang prasangka buruk mengundang upaya mencari
tahu, maka ayat di atas melanjutkan bahwa: dan janganlah kamu
mencari-cari kesalahan orang lain yang justru ditutupi oleh pelakunya
serta jangan juga melangkah lebih luas, yakni sebaagian kamu
menggunjing, yakni membicarakan aib sebagian yang lain. Sukakah
salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah
mati? Maka, tentulah jika itu disodorkan kepada kamu, kamu telah
merasa jijik kepadanya dan akan menghindari memakan daging saudara
sendiri itu. Karena itu, hindarilah pergunjingan karena ia sama dengan
memakan daging saudara yang telah meninggal dunia dan bertakwalah
kepada Allah, yakni hindari siksa-Nya di dunia dan di akhirat, dengan
melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya serta bertaubat
atas kesalahan, sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha
Penyayang(Shihab, 2001: 609).
Ghibah adalah menyebut orang lain yang tidak hadir dihadapan
penyebutnya dengan sesuatu yang tidak disenangi oleh orang yang
bersangkutan. Jika keburukan yang disebut itu tidak disandang oleh yang
bersangkutan, ia dinamai buhtaan atau kebohongan besar. Dari
penjelasan di atas terlihat bahwa, walaupun keburukan yang diungkap
oleh penggunjing tadi memang disandang oleh objek ghibah, ia tetap
terlarang. Memang, pakar-pakar hukum membenarkan ghibah untuk
sekian banyak alasan antara lain:
a. Meminta fatwa, yakni seorang yang bertanya tentang hukum dengan
menyebut kasus tertentu dengan memberi contoh. Ini seperti halnya
seorang wanita yang bernama Hind meminta fatwa Nabi
menyangkut suaminya, yakni Abu Sufyan, dengan menyebut
kekikirannya. Yakni apakah sang istri boleh mengambil uang
suaminya tanpa sepengetahuan sang suami?
b. Menyebut keburukan seseorang yang memang tidak segan
menampakkan keburukannya di hadapan umum. Seperti menyebut si
A adalah pemabuk karena memang dia sering minum dihadapan
umum dan mabuk.
c. Menyampaikan keburukan seseorang kepada yang berwenang
dengan tujuan mencegah terjadinya kemungkaran.
d. Menyampaikan leburukan seseorang kepada siapa yang sangat
membutuhkan informasi tentang yang bersangkutan, misalnya dalam
konteks menerima lamarannya.
e. Memperkenalkan seseorang yang tidak dapat dikenal kecuali dengan
menyebut aib/kekurangannya. Misalnya “Si A yang buta sebelah itu”
(Shihab, 2002:611).
عارفوا إن ي أي ها الناس إن خلقناكم من ذكر وأن ثى وجعلناكم شعوب وق بائل لت
(13)أكرمكم عند الل أت قاكم إن الل عليم خبري “Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki
dan seorang perempuan serta menjadikan kamu berbangsa - bangsa juga
bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang
paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa
diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha
Mengenal.(13)
Ayat ini beralih kepada uraian tentang prinsip dasar hubungan
antar-manusia. Allah berfirman: Hai manusia, sesungguhnya Kami
menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan. Yakni
Adam dan Hawwa, atau dari sperma (benih laki-laki) dan ovum (indung
telur perempuan), serta menjadikan kamu berbangsa-bangsa juga
bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal yang mengantar kamu
untuk bantu-membantu serta saling melengkapi, sesungguhnya yang
paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah yang paling bertakwa di
antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Mengenal sehingga tidak ada sesuatu pun yang tersembunyi bagi-Nya,
walau detak detik jantung dan niat seseorang(Shihab, 2002:616).
Penggalan ayat sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari
seorang laki-laki dan seorang perempuan adalahpengantar untuk
menegaskan bahwa semua manusia derajat kemanusiaannya sama di sisi
Allah, tidak ada perbedaan antara satu suku dan yang lain. Pengantar
tersebut mengantar pada kesimpulan yang disebut oleh penggalan
terakhir ayat ini yakni “sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu
di sisi Allah ialah yang paling bertakwa”. Karena itu, berusahalah untuk
meningkatkan ketakwaan agar menjadi yang termulia di sisi
Allah(Shihab, 2001:616).
Semakin kuat pengenalan satu pihak kepada selainnya, semakin
terbuka peluang untuk saling memberi manfaat. Karena itu, ayat diatas
menekankan perlunya saling mengenal. Perkenalan itu dibutuhkan untuk
saling menarik pelajaran dan pengalaman pihak lain guna meningkatkan
ketakwaan kepada Allah SWT. yang dampaknya tercermin pada
kedamaian dan kesejahteraan hidup(Shihab, 2002:617).
Demikan halnya dengan pengenalan terhadap alam raya. Semakin
banyak pengenalan terhadapnya, semakin banyak pula rahasia-rahasianya
yang terungkap, dan ini pada gilirannya melahirkan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi serta menciptakan kesejahteraan lahir dan
batin, dunia dan akhirat.
2. Model Penafsiran Muhamad Nasib Ar Rifa’i dalam ringkasan Ibnu
Katsir
هم ول نساء من را من ي أي ها الذين آمنوا ل يسخر ق وم من ق وم عسى أن يكونوا خي
هن ول ت لمزوا أن فسكم ول ت ناب زوا بللقاب بئس را من نساء عسى أن يكن خي
ميان ومن ل ي تب فأولئك ىم الظالمون (11)السم الفسوق ب عد ال“Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki
merendahkan kumpulan yang lain, boleh Jadi yang ditertawakan itu lebih baik
dari mereka. dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan
lainnya, boleh Jadi yang direndahkan itu lebih baik. dan janganlah suka
mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang
mengandung ejekan. seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk
sesudah iman dan Barangsiapa yang tidak bertobat, Maka mereka Itulah
orang-orang yang zalim.”(QS.Al-Hujurat:11)
Allah swt melarang kita mengejek dan menghina orang lain,
sebagaimana yang telah ditetapkan dalam hadits sahih bahwa Rasulullah
saw bersabda,
ربطرالق وغم الناس وغم الناس - وي روى- الكب
“kesombongan itu adalah mencampakkan kebenaran dan
menghinakan manusia”
Kesombongan ini hukumnya haram. Boleh jadi, orang dihina itu
kedudukannya lebih mulia di sisi Allah. Itulah sebabnya Allah swt
berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengolok-
olokkan kaum yang lain, karena boleh jadi mereka diolok-olokkan itu
lebih baik dari mereka yang mengolok-olokkan itu. Dan jangan pula
wanita mengolok-olokkan wanita-wanita lain karena boleh jadi wanita
yang diperolok-olokkan itu lebih baik dari wanita yang memperolok-
olokkan.” Ayat ini merupakan larangan bagi laki-laki dan wanita.
ول تلمزوا أنفسكم
Kalimat ini seperti firman-Nya “janganlah kamu mencela diri
kamu sendiri” (an-Nisa:29). Maksudnya ialah janganlah satu sama lain
saling membunuh. Sedangkan, maksud penggalan di atas ialah janganlah
satu sama lain saling mencela dengan perkataan. Al-hamz adalah mencela
dengan perbuatan, sedangkan al-lamz adalah mencela dengan perkataan.
Hal itu dilakukan untuk menghina orang lain dan berbuat sewenang-
wenang terhadap mereka. Dan, mengadu domba manusia termasuk
mencela lewat perkataan (Ar-Rifa‟i, 2000:430).
ول تنابزوا بللقاب
Yaitu, janganlah kalian memanggil sebagian kalian dengan sebutan
yang buruk yang tidak enak bila didengar oleh seseorang. Telah
diriwayatkan oleh Imam Ahmad bahwa Abu Jubairah bin Dhahhak
mengatakan “ayat ini, dan janganlah kamu panggil memanggil dengan
gelar yang buruk diturunkan berkenaan dengan kami, Bani Salamah.
Perawi mengatakan, „Rasulullah saw sampai di kota Madinah dan tidak
ada seseorangpun di antara kami melainkan dia mempunyai dua atau tiga
nama. Maka bila beliau memanggil seseorang dengan salah satu
namanya, maka orang-orang mengatakan, „Ya Rasulullah, dia marah jika
dipanggil dengan nama itu.‟ Maka turunlah ayat, dan janganlah kamu
panggil-memanggil dengan gelar yang buruk.”. Hadits ini diriwayatkan
pula oleh Abu Dawud (Ar-Rifa‟i, 2000:430).
بئس السم الفسوق بعد الميان
Yaitu, sejelek-jelek sifat dan nama ialah yang buruk, yaitu saling
memanggil dengan sebutan yang buruk, sebagaimana sifat-menyifati
yang dilakukan oleh orang-orang jahiliah, setelah kalian masuk Islam dan
kamu memahami keburukannya, “Dan barangsiapa yang tidak bertobat”
dari kelakuan ini, “maka mereka itulah orang-orang yang zalim”.
ي أي ها الذين آمنوا اجتنبوا كثريا من الظن إن ب عض الظن إث ول تسسوا ول
تا فكرىتموه وات قوا الل ي غتب ب عضكم ب عضا أيب أحدكم أن يكل لم أخيو مي
(12)إن الل ت واب رحيم Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka
(kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. dan janganlah
mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama
lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya
yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan
bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi
Maha Penyayang.(QS. Al-Hujurat.12)
Allah SWT melarang hamba-Nya yang beriman banyak
berprasangka, yaitu melakukan tuduhan dan sangkaan terhadap keluarga,
kerabat, dan orang lain tidak pada tempatnya, sebab sebagian dari
prasangka itu adalah murni perbuatan dosa. Imam Malik meriwayatkan
dari Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda:
كم والظن ف ن الظن أكذب الديث ولتسسوا ولتسسوا ولت ن فسوا ˛إي
رواه البخاري و مسلم ). وكونوا عبا إخوان ˛ولتاسدوا ولتباغضوا ولتداب روا
(وأبو او “Jauhilah berprasangka, karena prasangka itu adalah perkataan yang paling
dusta. Janganlah kamu meneliti rahasia orang lain, mencuri dengar, bersaing
yang tidak baik, saling mendengki, saling membenci, dan saling membelakangi.
Jadilah kalian ini sebagai hamba-hamba Allah yang bersaudara”. (riwayat
Bukhari Muslim dan Abu Dawud) (Ar-Rifa‟i, 2000:432).
Yakni, satu sama lain saling mencari-cari kesalahan masing-
masing. Dan istilah tajassasu biasanya digunakan untuk menunjukkan
sesuatu yang berarti jelek. Dari kata itu pula lahir istilah jasus (mata-
mata). Adapun pengertian tajassus biasanya digunakan untuk sesuatu
yang baik. Seperti firman Allah SWT ketika menceritakan tentang
Ya‟qub a.s. yaitu, “Hai anak-anakku, pergilah kamu, maka carilah berita
tentang Yusuf dan saudaranya...” Akan tetapi terkadang kedua istilah ini
digunakan untuk menunjukkan hal yang jelek, sebagaimana yang
terdapat di dalam hadis di atas(Ar-Rifa‟i, 2000:432).
Janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain.
Ayat ini mengandung larangan berbuat ghibah. Dan telah
ditafsirkan pula pengertiannya oleh Rasulullah saw., sebagaimana yang
terdapat di dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud bahwa Abu
Hurairah r.a. berkata, “wahai Rasulullah! Apakah yang dimaksud dengan
ghibah itu?” Rasulullah menjawab, “Kamu menceritakan perihal
saudaramu yang tidak disukainya.” Ditanyakan lagi, “Bagaimanakah
bila keadaan saudaraku itu sesuai dengan yang aku katakan?”
rasulullah saw menjawab,”Bila keadaan saudaramu itu sesuai dengan
yang kamu katakan, maka itulah ghibah terhadapnya. Bila tidak terdapat
apa yang kamu katakan, maka kamu telah berbohong”. Hadis ini
diriwayatkan pula oleh Imam Tirmidzi yang mengatakan, “Hadits ini
hasan dan sahih.” Dan diriwayatkan pula oleh Ibnu Jarir (Ar-Rifa‟i,
2000:433).
Ghibah adalah haram berdasarkan ijma‟. Itu sebabnya Allah SWT
menyerupakan perbuatan ghibah dengan memakan daging manusia yang
sudah menjadi bangkai sebagaimana ayat di atas. Yakni sebagaimana
kamu membenci hal ini secara naluriah, maka kamu harus membencinya
berlandaskan syariat, karena hukumannya akan lebih hebat dari sekedar
memakan bangkai manusia. Diriwayatkan oleh Abu Dawud dari Abu
Hurairah bahwa Rasulullah saw. bersabda,
حسب امرء من الشر أن ˛كل المسلم على المسلم حرام مالو وعر و و مو
(رواه أبو او والرتمذي). يقرأخاه المسلم
“Setiap harta, kehormatan, dan darah seorang muslim adalah haram
atas muslim lainnya. Cukup buruklah seseorang yang merendahkan
saudaranya sesama muslim.”(HR. Abu Daud dan Tirmidzi) (Ar-Rifa‟i,
2000:433).
Hadis tersebut menjelaskan bahwa semua umat muslim adalah
bersaudara maka manusia dilarang merendahkan umat muslim lainnya.
Karena harta, kehormatan dan darah seorang muslim haram bagi muslim
yang lain.
Bertakwalah kepada Allah
Yakni pada perkara yang telah Dia perintahkan dan Dia larang
kepada kamu. Dan jadikanlah Dia sebagai pengawas kamu dalam hal itu
dan takutlah kepada-Nya.
Sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang
Yaitu, Allah itu Maha Penerima tobat kepada siapa saja yang
bertobat kepada-Nya dan Maha Pengasih kepada siapa saja yang kembali
dan bersandar kepada-Nya. Jumhur ulama mengatakan, “Cara yang mesti
ditempuh oleh orang yang bertobat karena menceritakan saudaranya ialah
hendaknya dia menghentikan perbuatan itu dan bertekad tidak akan
mengulanginya.” Dan apakah menjadi syarat pula menyesali perbuatan
yang telah lalu itu dan meminta maaf kepada orang yang telah
digunjingnya? Maka sebagian ulama berpendapat demikian, dan yang
lain mengatakan, “Tidak menjadi syarat baginya meminta maaf kepada
orang itu. Karena bila dia memberitahukan kepada orang itu, barangkali
ia akan merasa lebih sakit (Ar Rifa‟i, 2000:436).
عارفوا إن ي أي ها الناس إن خلقناكم من ذكر وأن ثى وجعلناكم شعوب وق بائل لت
(13)أكرمكم عند الل أت قاكم إن الل عليم خبري “Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki
dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan
bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang
paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa
diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha
Mengenal.(QS Al-Hujurat:13).
Allah memberitahukan kepada umat manusia bahwa Dia telah
menciptakan mereka dari satu jiwa dan telah menjadikan dari jiwa itu
pasangannya. Itulah Adam dan Hawa. Dan Allah menciptakan mereka
berbangsa-bangsa dan bersuku-suku. Maka kemuliaan manusia
dipandang dari kaitan ketanahannya dengan Adam dan Hawa a.s. adalah
sama. Hanya saja kemuliaan mereka bertingkat-tingkat bila dilihat dari
sudut keagamaan. Karena itu, setelah Allah melarang manusia berbuat
ghibah dan menghina satu sama lain, maka Dia mengingatkan bahwa
mereka itu sama dalam segi keimanannya. Yang membedakan derajat
kamu di sisi Allah hanyalah ketakwaan, bukan keturunan. Sebagaimana
diterangkan dalam sebuah hadis bahwa Rasulullah saw bersabda,
“Orang yang paling baik di antara kamu pada masa jahiliah
adalah yang paling baik pada masa Islam, apabila mereka memahami.”
(H.R. Bukhari)
Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Abu Hurairah r.a., dan
diriwayatkan oleh Imam Muslim dan Abu Hurairah r.a., Rasulullah saw.
bersabda,
“Allah tidak akan melihat penampilan dan kekayaan kamu, akan
tetapi kepada hati dan amalmu.”(H.R. Muslim dan Ibnu Majah).
3. Model Tafsir Allamah Kamal Faqih Imani dalam Tafsir Nurul
Qur’an
هم ول نساء من را من ي أي ها الذين آمنوا ل يسخر ق وم من ق وم عسى أن يكونوا خي
هن ول ت لمزوا أن فسكم ول ت ناب زوا بللقاب بئس را من نساء عسى أن يكن خي
ميان ومن ل ي تب فأولئك ىم الظالمون (11)السم الفسوق ب عد ال“Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki
merendahkan kumpulan yang lain, boleh Jadi yang ditertawakan itu lebih
baik dari mereka. dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan
kumpulan lainnya, boleh Jadi yang direndahkan itu lebih baik. dan
janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan
gelaran yang mengandung ejekan. seburuk-buruk panggilan adalah
(panggilan) yang buruk sesudah iman dan Barangsiapa yang tidak bertobat,
Maka mereka Itulah orang-orang yang zalim.”(QS.Al-Hujurat:11)
Pada ayat ini digambarkan tentang penyebab yang bisa
menghancurkan persaudaraan. Ayat-ayat sebelumnya membahas tentang
perdamaian dan islah, sedangkan ayat ini membuat referensi mengenai
sejumlah faktor pemicu pertentangan dan konflik, seperti mencaci,
meremehkan dan memfitnah.
Ayat ini mengajarkan agar menjauhkan diri dari mencaci saudara
seiman mereka. Tidak pantas menilai hati dan tindakan mereka yang
berakhir pada ekspresi peremehan dan pencelaan. Sebab boleh jadi yang
dicemooh dan dihina itu mungkin lebih baik daripada yang menghina.
Wanita yang beriman secara keras dilarang mencaci wanita lain dan
melemparkan komentar sinis dan buruk terhadap mereka, karena mereka
tidak mengetahui keunggulan orang yang dicaci dan diejek itu.(Imani,
2013:345).
Menurut tafsir ibnu Abbas sebagaimana dikutip Allamah Kamal
(2013:346) menyatakan bahwa ayat ini diturunkan terkait dengan dua
Istri Nabi saw yang telah mencemooh istri beliau yang lain, Ummu
salamah. Sedemikian tidak patut hal itu dilakukan oleh seorang
muslimah, Allah Swt melarang perbuatan tercela itu, ”...dan jangan pula
sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, karena boleh
jadi yang direndahkan itu lebih baik daripada mereka...” Seperti telah
disebutkan beberapa kali sebelumnya mengenai salah satu metode
pengajaran Al Qur‟an maka ayat ini pun tidak berlaku secara khusus saja.
Artinya ayat ini memberikan aturan yang berlaku secara umum, berupa
larangan melakukan perbuatan tercela dan jahat kepada kaum muslim,
baik mereka yang hadir pada saat wahyu diturunkan maupun generasi
berikutnya(Imani, 2013:346)
Ayat ini melanjutkan kalimatnya “...dan janganlah saling
menjatuhkan satu sama lain dan jangan memanggil dengan gelaran yang
mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah panggilan yang
buruk sesudah iman...” kata lamz, diartikan sebagai “fitnah dan mencari-
cari kesalahan orang lain.” Beberapa ahli berpendapat bahwa kata itu
menunjuk pada makna “menyebut kesalahan seseorang di hadapan orang
itu.” Dikatakan bahwa hamz adalah fitnah dan lamz adalah mengekspos
kesalahan seseorang melalui ekspresi wajah.” Hal ini juga menunjukkan
bahwa hamz mencakup makna “menunjukkan atau mengungkapkan
kesalahan seseorang.”
Ayat ini melarang orang-orang beriman untuk mencari kesalahan
satu sama lain. Kata anfusakum dapat mengindikasikan tentang keadaan
orang-orang beriman yang dianggap berada dalam satu jiwa (nafs
wahidah).
Kata tanabazu (jangan memanggil dengan julukan yang
mengandung ejekan) seasal dengan kata nabaz (julukan). Ayat ini
menyatakan bahwa orang-orang beriman tidak seharusnya saling
memanggil dengan julukan yang menghina(Imani, 2013:347).
Yang dimaksud dalam anak kalimat “melakukan perbuatan buruk
seperti itu adalah tidak pantas bagi kalian setelah beriman”
mengandung konotasi yang sama, yaitu bahwa iman adalah seperti air
murni yang menetralkan kandungan racun atau membersihkan jiwa
seseorang dari kotoran dan noda.
Barang siapa tidak bertobat maka mereka itulah orang-orang yang
zalim.
Tertuju pada orang-orang Islam yang menyakiti muslim yang lain
melalui ekspresi wajah dan pembeberan kesalahan sambil menunjuknya
termasuk di antara orang-orang jahat. Jika orang itu tidak bertobat,
mereka dianggap termasuk di antara orang-orang zalim(Imani,
2013:348).
ي أي ها الذين آمنوا اجتنبوا كثريا من الظن إن ب عض الظن إث ول تسسوا ول ي غتب
تا فكرىتموه وات قوا الل إن الل ب عضكم ب عضا أيب أحدكم أن يكل لم أخيو مي
(12)ت واب رحيم Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka
(kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. dan janganlah
mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain.
Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang
sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah
kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha
Penyayang.(QS. Al-Hujurat.12)
ي أي ها الذين آمنوا اجتنبوا كثريا من الظن إن ب عض الظن إث Kata zhann secara khusus menunjukkan bahwa di kalangan
umumnya masyarakat, prasangka buruk itu lebih banyak daripada
prasangka baiknya. Karena itu, ayat ini menunjukkan prasangka yang
dimaksudkannya dengan menggunakan kata katsir atau banyak. Kata
sebagian bisa menunjuk pada sebagian yang lain, dan sekaligus
menunjukkan agar kaum muslim bersikap hati-hati dan waspada terhadap
setiap persangkaannya(Imani, 2013:350).
ول تسسوا ول ي غتب ب عضكم ب عضا
Mengikuti prasangka buruk bisa mendorong seseorang untuk
mencari-cari dan menyebarluaskan cacat dan rahasia orang lain, yang
mengakibatkan timbulnya pergunjingan yang merebak, dan hal tersebut
merupakan perbuatan yang dilarang dalam Islam.
Ayat ini begitu jelas menggambarkan kejahatan yang dihasilkan
dari perbuatan tersebut. “Adakah seorang diantara kamu yang suka
memakan daging saudaranya yang sudah mati?” Selanjutnya ayat ini
menambahkan “Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya”.
Mempermalukan seorang muslim melalui gunjingan disamakan dengan
memakan bangkai mayat korban gunjingan. Penyebutan mayat
didasarkan pada kenyataan bahwa orang yang menjadi korban
pergunjingan seperti orang mati yang tidak dapat membela diri.
Perbuatan jahat seperti itu merupakan salah satu perilaku paling
memalukan yang dilakukan seseorang terhadap saudaranya sendiri.
Perumpamaan tersebut mengekspresikan begitu jahat dan tercelanya
pergunjingan(Imani, 2013:353).
Bergunjing akan menabur dendam dan permusuhan dalam hati dan
kadang-kadang menimbulkan konflik berdarah, pembunuhan dan
pembantaian. Islam yang rahim memberikan kesempatan kepada orang-
orang yang melakukan ketiga dosa tersebut untuk segera bertobat “dan
bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Tobat
lagi Maha Penyayang.” Intinya, kesadaran untuk kembali ke jalan takwa,
takut melanggar perintah Tuhan Yang Mahaagung, akan mendorong para
pelaku dosa untuk bertobat dan mereka bisa meraih rahmat dan nikmat
Ilahi(Imani, 2013:353).
عارفوا إن ي أي ها الناس إن خلقناكم من ذكر وأن ثى وجعلناكم شعوب وق بائل لت
(13)أكرمكم عند الل أت قاكم إن الل عليم خبري “Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang
laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa
dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang
yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa
diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha
Mengenal.(QS Al-Hujurat:13).
Islam menolak semua perbedaan rasial, politik, suku, golongan,
geografis, ekonomi, intelektual, budaya, sosial dan militer, serta
menempatkan takwa kepada Allah sebagai standar untuk membedakan
antara kebajikan dan kejahatan. Maka dinyatakan, Sesungguhnya orang
yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah adalah orang yang
paling bertakwa di antara kalian. Ayat ini memiliki cakupan paling luas,
yang ditujukan kepada seluruh manusia, dan menjelaskan tentang
prinsip-prinsip penting yang menjamin disiplin, stabilitas dan standar
nilai-nilai kemanusiaan; mana nilai yang benar dan mana nilai yang
salah(Imani, 2013:358).
عارفوا ي أي ها الناس إن خلقناكم من ذكر وأن ثى وجعلناكم شعوب وق بائل لت
Penciptaan manusia dari seorang laki-laki dan perempuan
menunjukkan bahwa silsilah manusia berasal dari akar yang sama,
sehingga membangga-banggakan silsilah, kabilah dan suku menjadi
kurang ada artinya. Karakteristik yang berbeda pada setiap suku bukan
sebagai diskriminasi, melainkan untuk memelihara tatanan sosial, karena
karakteristik yang berbeda itu justru memberikan “kekayaan” dalam
jatidiri kelompok-kelompok manusia.
أكرمكم عند الل أت قاكم
Standar nilai sejati manusia adalah ketakwaannya kepada Allah
SWT. semua hak lahiriah dan materi tiada harganya. Dan standar nilai
yang benar ditentukan oleh ketakwaan kepada Allah SWT. Artinya,
kedekatan dengan Allah SWT. hanya bisa diraih melalui takwa kepada-
Nya(Imani, 2013:359).
4. Model Tafsir Al-Maragi
هم ول نساء من را من ي أي ها الذين آمنوا ل يسخر ق وم من ق وم عسى أن يكونوا خي
هن ول ت لمزوا أن فسكم ول ت ناب زوا بللقاب بئس را من نساء عسى أن يكن خي
ميان ومن ل ي تب فأولئك ىم الظالمون (11)السم الفسوق ب عد ال“Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki
merendahkan kumpulan yang lain, boleh Jadi yang ditertawakan itu lebih
baik dari mereka. dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan
kumpulan lainnya, boleh Jadi yang direndahkan itu lebih baik. dan
janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan
gelaran yang mengandung ejekan. seburuk-buruk panggilan adalah
(panggilan) yang buruk sesudah iman dan Barangsiapa yang tidak bertobat,
Maka mereka Itulah orang-orang yang zalim.”(QS.Al-Hujurat:11)
Setelah Allah menyebutkan apa yang dilakukan oleh seorang
mukmin terhadap Allah SWT. maupun terhadap Nabi saw. dan terhadap
orang yang tidak mematuhi Allah dan Nabi-Nya serta bermaksiat kepada-
Nya, yaitu orang fasiq, maka Allah menerangkan pula apa yang patut
dilakukan oleh seorang mukmin kepada mukmin lain, yaitu:
ي أي ها الذين آمنوا ل يسخر ق وم من ق وم
Janganlah beberapa orang dari orang-orang mukmin mengolok-
olok orang-orang mukmin lainnya.
Setelah itu Allah SWT menyebut alasan mengapa hal itu tidak
boleh dilakukan. Karena kadang-kadang orang yang diolok-olokkan itu
lebih baik di sisi Allah daripada orang-orang yang mengolok-
olokkannya. Maka seyogyanya agar tidak seorangpun berani mengolok-
olok orang lain yang ia pandang hina karena keadaan compang-camping,
atau karena ia cacat pada tubuhnya atau karena ia tidak lancar berbicara.
Karena barangkali ia lebih ikhlas nuraninya dan lebih bersih hatinya.
هن را من ول نساء من نساء عسى أن يكن خي
Allah menyebutkan kata jamak pada dua tempat dalam ayat
tersebut, karena kebanyakan mengolok-olok itu dilakukan di tengah
orang banyak, sehingga sekian banyak orang enak saja mengolok-
olokkan, sementara di pihak lain banyak pula yang sakit hati(Al-Maragi,
1993:222).
ول ت لمزوا أن فسكم
Anfusakum merupakan peringatan bahwa orang yang berakal tentu
takkan mencela dirinya sendiri.Oleh karena itu, tidak sepatutnya ia
mencela orang lain. Karena orang lain itupun seperti dirinya juga.
Karenanya sabda Nab saw. “orang-orang mukmin itu seperti halnya satu
tubuh. Apabila salah satu anggota tubuh itu menderita sakit, maka
seluruh tubuh akan merasakan tak bisa tidur dan demam.”(Al Maragi,
1993:223).
ول ت ناب زوا بللقاب
Janganlah kamu memanggil sebagian yang lain dengan gelar yang
menyakiti dan tidak disukai. Seperti halnya berkata kepada sesama
muslm, “Hai fasik, hai munafik”, atau berkata kepada orang yang masuk
Islam ,”Hai Yahudi, Hai Nasrani”(Al-Maragi, 1993:224).
Adapun gelar-gelar yang memuat pujian dan penghormatan, dan
merupakan gelar yang benar tidak dusta, maka hal itu tidaklah dilarang,
sebagaimana orang memanggil Abu Bakar „Atiq dan Umar dengan nama
Al-Faruq, Usman dengan nama Zun Nurain, Ali dengan Abu Thurab dan
Khalid dengan Saifullah.
ميان ب ئس السم الفسوق ب عد ال
Hal ini merupakan isyarat betapa buruknya penghimpunan antara
kedua perkataan, yakni sebagaimana kamu mengatakan, alangkah
buruknya tingkah laku seperti anak muda setelah tua. Maksudnya tingkah
laku anak muda yang dilakukan semasa sudah tua.
ومن ل ي تب فأولئك ىم الظالمون
Barangsiapa tidak bertaubat dari mencela saudara-saudaranya
dengan gelar-gelar yang Allah melarang mengucapkannya atau
menggunakannya sebagai ejekan atau olok-olok terhadapnya, maka
mereka itulah orang-orang yang menganiaya dirinya sendiri yang berarti
mereka menimpakan hukuman Allah terhadap dirinya sendiri(Al-Maragi,
1993:225).
ي أي ها الذين آمنوا اجتنبوا كثريا من الظن إن ب عض الظن إث ول تسسوا ول
تا فكرىتموه وات قوا الل ي غتب ب عضكم ب عضا أيب أحدكم أن يكل لم أخيو مي
(12)إن الل ت واب رحيم Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka
(kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. dan janganlah
mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama
lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging
saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya.
dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat
lagi Maha Penyayang.(QS. Al-Hujurat.12)
ي أي ها الذين آمنوا اجتنبوا كثريا
Prasangka buruk itu hanya diharamkan terhadap orang yang
disaksikan sebagai orang yang menutupi aibnya, saleh dan terkenal
amanatnya. Adapun orang yang mempertontonkan diri sebagai orang
yang gemar melakukan dosa, seperti orang yang masuk ke tempat-tempat
pelacuran atau berteman dengan penyanyi-penyanyi cabul, maka tidaklah
diharamkan berburuk sangka terhadapnya.
ول تسسوا
Janganlah kamu meneliti keburukan sebagian lainnya dan jangan
mencari-cari rahasia-rahasianya dengan tujuan mengetahui cacatnya.
Akan tetapi puaslah kalian dengan apa yang nyata bagimu mengenai
dirinya. Lalu pujilah atau kecamlah berdasarkan yang nyata itu, bukan
berdasarkan hal yang kamu ketahui dari yang tidak nyata.
At-Tajassus (memata-matai) adalah mencari-cari berita apa yang
tersembunyi bagimu.
At-Tahassus (merasa-rasai) maksudnya mencari-cari berita
mengenai saudaramu.
At-Tanajusy, maksudnya berjual beli atas jual beli orang lain
(dengan cara saling mengungguli harga).
At-tadabur, tidak mengajak bicara dan memutuskan hubungan(Al-
Maragi, 1993:229).
ول ي غتب ب عضكم ب عضا
Adapun yang dimaksud menyebut di sini ialah menyebut-nyebut
dengan terang-terangan, atau dengan isyarat atau dengan cara lain yang
bisa diartikan sebagai perkataan. Karena itu, semua berarti menyakiti
orang yang digunjing dan memanaskan hatinya serta memecah belah
jamaah. Karena menggunjing memang merupakan api yang menyala, ia
takkan membiarkan sesuatu pun dan takkan menyisakan. Dan yang
dimaksud sesuatu yang tidak ia sukai adalah hal yang berkenaan dengan
agama atau dunianya, rupa, akhlak, harta, anak, istri, pembantu, pakaian
atau apa saja yang lain, yang berkaitan dengan dia(Al-Maragi, 1993:231).
Selanjutnya Allah SWT. memberikan suatu perumpamaan tentang
ghibah agar orang menghindari dan berhati-hati terhadap kelakuan
seperti itu.
تا فكرىتموه أيب أحدكم أن يكل لم أخيو مي
Ghibah itu telah dimisalkan dengan memakan daging karena
ghibah itu berarti merobek-robek kehormatan yang serupa dengan
memakan dan merobek-robek daging. Lebih dari itu, ayat ini
menganggap daging yang dimakan itu adalah daging saudaranya sendiri
yang telah mati, sebagai gambaran betapa kejinya perbuatan seperti itu
yang dianggap menjijikkan oleh perasaan siapapun(Al-Maragi,
1993:232).
عارفوا إن ي أي ها الناس إن خلقناكم من ذكر وأن ثى وجعلناكم شعوب وق بائل لت
(13)أكرمكم عند الل أت قاكم إن الل عليم خبري “Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki
dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan
bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang
yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa
diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha
Mengenal.(QS Al-Hujurat:13).
ي أي ها الناس إن خلقناكم من ذكر وأن ثى
“Hai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kalian dari
adam dan Hawa”. Maka kenapakah kamu saling mengolok sesama
kamu, sebagian kamu mengejek sebagian yang lain, padahal kalian
bersaudara dalam nasab dan sangat mengherankan bila saling mencela
sesama saudaramu atau saling mengejek, atau panggil-memanggil
dengan gelar-gelar yang jelek.
إن أكرمكم عند الل أت قاكم
Sesungguhnya yang paling mulia di sisi Allah dan yang paling
tinggi kedudukannya di sisi-Nya adalah yang bertakwa. Jadi jika kamu
hendak berbangga maka banggakanlah takwamu. Artinya barang siapa
yang ingin memperoleh derajat-derajat yang tinggi maka hendaklah ia
bertakwa(Al-Maragi, 1993:237).
D. Munasabah
1. Pengertian Munasabah
Kata munasabah berasal dari kata nasaba yang berarti hubungan
sesuatu dengan sesuatu yang lain. Kata nasab juga dapat berarti
keturunan, sebab keturunan itu adalah adanya hubungan antara orang tua
dengan anak-anaknya. Munasabah berarti muqarabah atau kedekatan dan
kemiripan. Hal ini tentunya bisa terjadi antara dua hal atau lebih,
sedangkan kemiripan tersebut dapat terjadi pada sebagiannya saja.
Dengan demikian munasabah menurut istilah adalah adanya kecocokan,
kepantasan dan keserasian antara ayat dengan ayat atau surat dengan
surat, atau Munasabah adalah kemiripan yang terdapat pada hal-hal
tertentu dalam Al-Qur‟an baik pada surat maupun pada ayat-ayatnya yang
menghubungkan antara uraian yang satu dengan yang lainnya(Budihardjo,
2012:39).
Quraish Shihab sebagaimana dikutip oleh Budihardjo (2012:40)
mengatakan bahwa ada tujuh macam munasabah, yakni: hubungan antara
surat dengan surat sebelumnya; hubungan antara nama surat dengan
tujuan turunnya; hubungan antara ayat dengan ayat; hubungan kalimat
dengan kalimat dalam ayat; hubungan penutup ayat (fashilah) dengan
kandungan ayatnya; hubungan awal surat dengan akhir uraiannya; dan
hubungan penutup surat terdahulu dengan awal uraian surat berikutnya.
Dalam penelitian ini adalah munasabah antara surat Al-Hujurat dengan
surat Al-Fath dan surat Qaaf serta ayat sebelum dan sesudah ayat 11-13
surat Al-Hujurat.
2. Munasabah Surat
Surat Al-Hujurat tersusun di antara surat Al-Fath dan surat Qaaf.
Adapun persesuaian surat Al-Hujurat dengan surat Al-Fath adalah:
a. Dalam surat yang Al-Fath dijelaskan tentang masalah memerangi
orang kafir, sedangkan dalam surat Al-Hujurat dijelaskan tentang
memerangi kaum Bughah;
b. Surat Al-Fath diakhiri dengan ”alladziina aamamuu”. Dalam surat
Al-Hujurat, kalimat “alladziina aamanu” sebagai permulaan surat;
c. Kedua surat sama-sama mengandung pernyataan tentang kemuliaan
Rasul dan keistimewaannya.
Surat Al-Fath ditempatkan sesudah surat Al-Qitaal (Muhammad),
karena surat Al-Qitaal dianggap sebagai mukadimah pembicaraan,
sedangkan surat Al-Fath dianggap sebagai natijahnya
(kesimpulannya). Sesudah itu diiringi dengan surat Al-Hujurat ini,
mengingat apabila umat telah berjihad dan memperoleh kemenangan,
serta masyarakat (negara) pun telah kembali tenteram dan aman
sentosa, maka perlulah ada etika pergaulan antara para sahabat dengan
Nabi serta cara-cara bergaul di antara sesama mereka(ash-Shiddieqy,
2003:3907).
Adapun persesuaian surat Al-Hujurat dengan surat sesudahnya,
yaitu surat Qaaf adalah:
a. Pada akhir surat Al-Hujurat disebutkan bagaimana keimanan orang-
orang Badui, yang sebenarnya mereka belum beriman. Hal ini dapat
membawa kepada mereka bertambahnya iman mereka dan dapat pula
menjadikan mereka orang yang mengingkari kenabian dan hari
kebangkitan, sedang pada awal surat Qaaf disebutkan beberapa sifat
orang kafir yang mengingkari kenabian dan hari kebangkitan.
b. Surat Al-Hujurat telah banyak menguraikan soal-soal duniawi, sedang
surat Qaaf lebih banyak menguraikan masalah akhirat(Depag RI,
1986:458)
3. Munasabah Ayat
a. Surat Al-Hujurat ayat 11
هم ول نساء را من ي أي ها الذين آمنوا ل يسخر ق وم من ق وم عسى أن يكونوا خي
هن ول ت لمزوا أن فسكم ول ت ناب زوا بللقاب را من من نساء عسى أن يكن خي
ميان ومن ل ي تب فأولئك ىم الظالمون (11)بئس السم الفسوق ب عد ال
Setelah ayat yang lalu memerintahkan untuk melakukan islah
akibat pertikaian yang muncul, ayat ini memberi petunjuk tentang
beberapa hal yang harus dihindari untuk mencegah timbulnya
pertikaian(Shihab, 2002:605).
Menurut Imani (2013:344) berpendapat bahwa pada ayat ini
digambarkan tentang penyebab yang bisa menghancurkan
persaudaraan itu. Ayat-ayat sebelumnya membahas pula tentang
perdamaian dan islah atau rekonsiliasi, sedangkan ayat ini membuat
referensi mengenai sejumlah faktor pemicu pertentangan dan konflik,
seperti mencaci, meremehkan dan memfitnah.
b. Surat Al-Hujurat ayat 12
ي أي ها الذين آمنوا اجتنبوا كثريا من الظن إن ب عض الظن إث ول تسسوا ول
تا فكرىتموه وات قوا الل ي غتب ب عضكم ب عضا أيب أحدكم أن يكل لم أخيو مي
(12)إن الل ت واب رحيم
Ayat ini masih merupakan lanjutan tuntunan yang lalu, hanya di
sini hal-hal buruk yang sifatnya tersembunyi(Shihab, 2002:608).
Melanjutkan pembahasan yang diangkat dari ayat sebelumnya, ayat
ini menyebutkan faktor lain lagi yang menjadi bibit perusak persatuan
dan persaudaraan di antara umat Islam. Ayat ini menyebut
purbasangka (kecurigaan), mencari-cari kesalahan orang lain dan
menggunjing sebagai deretan perbuatan merusak yang lain(Imani,
2013:349).
c. Surat Al-Hujurat ayat 13
عارفوا إن ي أي ها الناس إن خلقناكم من ذكر وأن ثى وجعلناكم شعوب وق بائل لت
(13)أكرمكم عند الل أت قاكم إن الل عليم خبري
Pada ayat terdahulu seruannya ditujukan kepada orang-orang
beriman, sedangkan dalam ayat ini digunakan frase “wahai
manusia!”. Ayat ini memiliki cakupan yang paling luas, yang
ditujukan kepada seluruh manusia, dan menjelaskan tentang prinsip-
prinsip penting yang menjamin disiplin, stabilitas dan standar nilai-
nilai kemanusiaan; mana yang benar dan mana yang salah(Imani,
2013:358).
E. Konsep Pendidikan Multikultural yang terkandung dalam Qur’an Surat
Al-Hujurat
Pada bab sebelumnya telah dibahas tentang penafsiran surat Al-Hujurat
ayat 11-13, surat ini memiliki makna yang luas dan mendalam, membahas
tentang adab sopan santun kepada Rasulullah saw. bagaimana cara seseorang
menyikapi perbedaan yang ada serta sikap seorang muslim terhadap muslim
yang lain agar tercipta sebuah kehidupan yang harmonis, tentram dan damai.
Perbedaan yang ada pada setiap individu baik suku, ras, bahasa, kelas sosial,
agama dan lain sebagainya dapat menyebabkan perpecahan. Padahal Allah
tidak pernah memandang sejauh itu mengenai kedudukan umat manusia di
bumi. Orang yang paling mulia di sisi Allah adalah orang yang bertakwa.
Zakiyudin Baidhawy (2005:78-84) dalam bukunya yang berjudul
Pendidikan agama Berwawasan Multikultural menjelaskan bahwa ada tujuh
karakteristik utama dalam pendidikan multikultural:
1. Belajar Hidup dalam Perbedaan
Hal ini dilakukan dengan cara menerapkan tiga pilar how to know,
how to do dan how to be dilengkapi dengan pilar keempat, yakni:
pengembangan sikap toleran, empati, dan simpati; klarifikasi nilai-nilai
kehidupan bersama perspektif agama; pendewasaan emosional;
kesetaraan dalam partisipasi; serta kontrak sosial baru dan aturan main
kehidupan bersama antaragama.
2. Membangun Saling Percaya (Mutual Trust)
Rasa saling percaya adalah salah satu modal sosial terpenting
dalam penguatan kultural masyarakat madani. Merasa harus hati-hati
untuk melakukan kontrak, transaksi, hubungan dan komunikasi dengan
penganut agama lain, memperkuat intensitas kecurigaan yang dapat
mengarah pada ketegangan, friksi dan konflik antaragama. Pendidikan
multikultural menggarisbawahi perlunya pencerahan melalui penanaman
mutual trust antaragama, antarkultur dan antaretnik.
3. Memelihara Saling Pengertian (Mutual Understanding)
Saling memahami adalah kesadaran bahwa nilai-nilai mereka dan
kita dapat berbeda dan mungkin saling melengkapi serta memberi
kontribusi terhadap relasi yang dinamis dan hidup.
4. Menjunjung Sikap Saling Menghargai (Mutual Respect)
Sikap ini mendudukkan semua manusia dalam relasi kesetaraan,
tidak ada superioritas maupun inferioritas. Untuk menjaga kehormatan
dan harga diri tidak harus diperoleh dengan mengorbankan kehormatan
dan harga diri orang lain.
5. Terbuka dalam Berpikir
Kematangan berpkir merupakan salah satu tujuan penting
pendidikan. Pendidikan seyogyanya memberi pengetahuan baru tentang
bagaimana berpikir dan bertindak bahkan mengadopsi dan mengadaptasi
sebagian pengetahuan bari itu pada siswa.
6. Apresiasi dan Interdependensi
Dengan saling menunjukkan apresiasi dan memelihara relasi, dapat
menciptakan kehidupan yang layak dan manusiawi. Sebagai makhluk
sosial, manusia dari jenis kelamin dan ras manapun bahkan mereka yang
mengaku penganut setia individualisme sejati, tidak akan dapat survive
tanpa ikatan sosial.
7. Resolusi Konflik dan Rekonsiliasi Nirkekerasan
Konflik adalah hal yang selalu mengiringi dalam setiap kehidupan.
Tetapi konflik tersebut harus diselesaikan dengan sebuah solusi yang
baik dengan berdasarkan nilai persaudaraan. Resolusi konflik harus
disertai dengan rekonsiliasi, yakni upaya perdamaian melalui sarana
pengampunan atau memaafkan. Apabila terjadi perselisihan, Islam
menawarkan jalur perdamaian melalui dialog untuk mencapai mufakat.
Menurut penulis, konsep pendidikan multikultural dalam Q.S Al-
Hujurat dalam tafsir Al-Misbah, tafsir Ibnu Katsir, tafsir Nurul majid dan
tafsir Al-Maragi memiliki inti yang sama, hanya redaksinya yang sedikit
berbeda. Adapun inti dari konsep pendidikan multikultural yang terkandung
dalam Al-Qur‟an surat Al-Hujurat menurut keempat kitab tafsir di atas dapat
penulis simpulkan yaitu:
Dalam ayat 11 Allah menjelaskan larangan saling merendahkan satu
sama lain baik oleh laki-laki maupun perempuan. Karena belum tentu yang
merendahkan atau mengolok-olok itu lebih baik dari yang diolok-olok. Allah
juga melarang mencela sesama muslim yang lain, karena hal tersebut sama
saja mencela dirinya sendiri. Hal ini dikarenakan semua umat muslim adalah
bersaudara. Selain itu Allah juga melarang memanggil dengan gelar yang
mengandung ejekan yang apabila dipanggil, orang tersebut tidak senang.
Dalam ayat 12, Allah memerintahkan manusia untuk menjauhi
prasangka atau kecurigaan serta mencari-cari keburukan orang lain. Karena
sebagian prasangka itu adalah negatif. Allah juga melarang manusia
menggunjingkan sebagian yang lain, hal tersebut diibaratkan seperti makan
bangkai saudaranya sendiri yang sudah mati. Serta Allah menyeru manusia
untuk bertakwa kepada-Nya.
Dalam ayat 13, Allah menjelaskan bahwa Allah menciptakan manusia
dari seorang laki-laki dan seorang perempuan. Ini berarti semua manusia
memiliki kedudukan yang sama. Kemudian Allah menjadikan manusia
berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar manusia saling mengenal satu sama
lain. Dan yang paling mulia di sisi Allah adalah yang paling bertakwa
kepada-Nya.
Ayat tersebut menjelaskan tentang kesamaan derajat manusia.
Walaupun manusia berbeda suku, ras, warna kulit bahkan jenis kelamin,
derajat kemanusiaan mereka adalah sama. Dan yang paling mulia di sisi Allah
SWT adalah yang paling bertakwa.
BAB IV
ANALISIS KONSEP PENDIDIKAN MULTIKULTURAL DALAM
SURAT AL-HUJURAT
A. Urgensi Pendidikan Multikultural di Indonesia
Negara Indonesia adalah negara multikultur terbesar di dunia, hal ini
terlihat dari kondisi sosiokultural maupun geografis Indonesia yang begitu
kompleks, beragam, dan luas. Kusumohamidjodjo sebagaimana dikutip oleh
Gina Lestari (2015:31) mengatakan bahwa “Indonesia terdiri atas sejumlah
besar kelompok etnis, budaya, agaa dan lain-lain yang masing-masing plural
(jamak) dan sekaligus juga heterogen „aneka ragam‟.
Pluralitas dan heterogenitas yang tercermin pada masyarakat Indonesia
diikat dalam prinsip persatuan dan kesatuan bangsa yang kita kenal dengan
semboyan “Bhinneka Tunggal Ika”, yang mengandung makna meskipun
Indonesia berbhinneka, tetapi terintegrasi dalam kesatuan. Hal ini merupakan
sebuah keunikan tersendiri bagi bangsa Indonesia yang bersatu dalam suatu
kekuatan dan kerukunan beragama, berbangsa dan bernegara. Namun
kemajemukan terkadang membawa berbagai persoalan dan potensi konflik
yang berujung pada perpecahan. Hal ini mengambarkan bahwa pada
dasarnya, tidak mudah mempersatukan suatu keragaman tanpa didukung oleh
kesadaran mesyarakat multikultura(Lestari, 2015:31).
Sebagai bangsa dengan beragam kultur memiliki resistensi yang tinggi
terhadap munculnya konflik. Akar munculnya konflik dalam masyarakat
multikultur disebabkan oleh: Adanya perebutan sumber daya, alat-alat
produksi, dan kesempatan ekonomi (acces to economic resources and to
means of production); perluasan batas-batas sosial budaya (social and
cultural borderline expansion); dan benturan kepentingan politik, idiologi,
dan agama (conflict of political, ideology, and religious interest) (Al Arifin,
2012:78).
Dari uraian tersebut mengindikasikan bahwa pendidikan multikultural
menjadi sesuatu yang sangat penting dan mendesak untuk di implementasikan
dalam praksis pendidikan di Indonesia. Karena pendidikan multikultural
dapat berfungsi sebagai sarana alternatif pemecahan konflik. Melalui
pembelajaran yang berbasis multikultur, siswa diharapkan tidak tercerabut
dari akar budayanya, dan rupanya diakui atau tidak pendidikan multikultural
sangat relevan di praktekkan di alam demokrasi seperti saat ini(Al Arifin,
2012:79).
Choirul Mahfud (2006:207) berpendapat bahwa untuk mewujudkan
multikulturalisme dalam dunia pendidikan, maka pendidikan multikultural
juga perlu dimasukkan ke dalam kurikulum nasional, yang pada akhirnya
dapat menciptakan tatanan masyarakat Indonesia yang multikultural serta
upaya-upaya lain yang dapat dilakukan guna mewujudkannya. Ada beberapa
urgensi pendidikan multikultural menurut Choirul Mahfud, diantaranya:
1. Sebagai sarana alternatif pemecahan konflik
Penyelenggaraan pendidikan multikultural di dunia pendidikan
diyakini dapat menjadi solusi nyata bagi konflik dan disharonisasi yang
terjadi di Masyarakat, khususnya yang kerap terjadi di masyarakat
Indonesia yang secara realitas plural. Dengan kata lain, pendidikan
multikultural dapat menjadi sarana alternatif pemecahan konflik sosial
budaya(Mahfud, 2006:208).
2. Supaya siswa tidak tercerabut dari akar budaya
Selain sebagai sarana alternatif pemecahan konflik, pendidikan
multikultural juga signifikan dalam membina siswa agar tidak tercerabut
dari akar budaya yang ia miliki sebelumnya, tatkala ia berhadapan
dengan realitas sosial-budaya di era globalisasi(Mahfud, 2006:210).
Siswa perlu diberi penyadaran akan pengetahuan yang beragam
termasuk kebudayaan untuk menghadapi realitas global. Mengingat
beragamnya kebudayaan baik di dalam negeri maupun di luar negeri,
maka siswa perlu diberi materi tentang pendidikan multikultural agar
siswa tidak tercerabut dari budaya Indonesia.
3. Sebagai landasan pengembangan kurikulum nasional
Pendidikan multikultural sebagai landasan pengembangan
kurikulum menjadi sangat penting.pengembangan kurikulum dengan
menggunakan pendekatan pengembangan multikultural harus didasarkan
pada empat prinsip. Pertama, keragaman budaya menjadi dasar dalam
menentukan filsafat. Kedua, keragaman budaya dijadikan dasar dalam
mengembangkan berbagai komponen kurikulum. Ketiga, budaya di
lingkungan unit pendidikan adalah sumber belajar dan objek studi yang
harus dijadikan bagian dari kegiatan belajar siswa. Keempat, kurikulum
berperan sebagai media dalam mengembangkan kebudayaan daerah
nasional(Mahfud, 2006:217).
4. Menuju masyarakat Indonesia yang Multikultural
Corak masyarakat Indonesia yang bhinneka tunggal ika ini bukan
hanya dimaksudkan pada keanekaragaman suku bangsa, melainkan juga
keanekaragaman kebudayaan yang ada dalam masyarakat Indonesia
secara keseluruhan. Eksistensi keberagaman kebudayaan tersebut selalu
dijaga atau terjaga yang bisa tampak dalam sikap saling menghargai,
menghormati, toleransi antara satu kebudayaan dengan kebudayaan lain.
Dalam konteks ini ditegaskan, bahwa perbedaan bukan menjadi
penghalang untuk bersatu padu meraih tujuan dan mewujudkan cita-cita
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara(Mahfud, 2006:227).
Multikulturalisme yang ada di Indonesia adalah kekayaan yang luar
biasa, yang tidak dimiliki orang lain. Maka sepatutnya kita jaga dan
leastarikan kekayaan tersebut. Mengingat pentingnya pemahaman mengenai
multikulturalisme dalam membangun kehidupan berbangsa dan bernegara
terutama bagi negara Indonesia yang memiliki keanekaragaman budaya
masyarakat, maka pendidikan berwawasan multikultural ini perlu
dikembangkan. Melalui pendidikan multikultural ini diharapkan akan dicapai
suatu kehidupan masyarakat yang damai, harmonis, dan menjunjung tinggi
nilai-nilai kemanusiaan.
B. Relevansi Pendidikan Multikultural dengan Pendidikan Islam dan
Implementasi Pendidikan Multikultural di Indonesia
Dari beberapa konsep pendidikan multikultural yang terkandung dalam
surat Al-Hujurat, bahwa konsep pendidikan multikultural relevan untuk
pendidikan masa kini. Banyak orang yang kurang memahami tentang
multikulturalisme, sehingga menganggap orang lain yang berbeda dengan
dirinya adalah hal yang salah. Di antara relevansi konsep pendidikan
multikultural dalam surat Al-Hujurat antara lain:
1. Mengutamakan klarifikasi atau tabayyun
Jika kita mendengar berita, sebaiknya kita periksa terlebih dahulu
apakah kabar atau berita itu benar adanya sebelum kita mengambil
keputusan. Sebagaimana tercantum dalam Q.S Al-Hujurat ayat 6 yang
artinya: “hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang
fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu
tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui
keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatan itu”.
2. Memupuk rasa perdamaian dan keadilan
Apabila terjadi perbedaan atau perseteruan hendaknya kita
mengutamakan perdamaian, dan keadilan. Seperti yang terdapat dalam
Q.S Al-Hujurat ayat 9 dan ayat 10.
3. Saling menghargai dan menghormati
Kita dilarang untuk merendahkan atau mengolok-olok orang lain,
karena kita belum tentu lebih baik dari mereka. Sebagaimana firman
Allah dalam Q.S Al-Hujurat ayat 11.
Dalam kaitannya pendidikan multikultural saling menghargai dan
menghormati relevan dengan keadaan masa kini. Dimana dalam
lingkungan sekolah saling menghargai dan menghormati dapat dilakukan
oleh sesama siswa, siswa dengan guru atau karyawan, siswa dengan
orangtua siswa, sesama guru, guru dengan siswa dan karyawan, guru
dengan orangtua siswa, serta antar sesama warga sekolah agar tercipta
lingkungan sekolah yang nyaman dan harmonis
4. Memupuk sikap saling percaya dan menjauhi prasangka
Sikap saling percaya sangat dibutuhkan dalam suatu hubungan.
Baik hubungan berkeluarga, bertetangga, serta hubungan dalam hal
pekerjaan. Allah memerintahkan kepada manusia agar menjauhi
prasangka karena sebagian prasangka itu adalah dosa. Sebagaimana
tersurat dalam Q.S Al-Hujurat ayat 12 yang artinya: “jauhilah
kebanyakan prasangka karena sebagian prasangka itu adalah dosa.”
Kaitannya dalam sikap saling percaya dan menjauhi prasangka,
pendidikan ini relevan untuk diajarkan karena banyaknya orang yang
kehilangan sikap saling percaya kepada sesamanya baik di lingkungan
sekolah maupun masyarakat. Timbulnya prasangka-prasangka yang
berujung pada mencari-cari kesalahan orang lain. Serta mewabahnya
pergunjingan, menyebar luaskan aib seseorang kepada publik yang
terjadi di semua kalangan tanpa menyadari bahwa ia telah memakan
daging saudaranya sendiri yang sudah meninggal. Maka dari itu sikap
saling percaya dan menjauhi prasangka sangat perlu diajarkan dan
diterapkan karena jika manusia bersikap saling percaya, maka tidak akan
timbul prasangka dan ghibah.
5. Bersikap terbuka
Dalam Q.S Al-Hujurat ayat 12 yang artinya: “dan janganlah
mencari-cari keburukan dan jangan menggunjingkan satu sama lain”
memiliki makna tersirat untuk bersikap terbuka. Sikap terbuka tersebut
untuk menghindari munculnya prasangka dan pergunjingan yang dapat
memicu konflik.
6. Menumbuhkan sikap toleransi
Sikap toleransi sangat diperlukan dalam kehidupan bermasyarakat.
Agar dapat hidup berdampingan secara damai di tengah perbedaan-
perbedaan yang ada. Sebagaimana tercantum dalam Q.S Al-Hujurat ayat
13 yang menjelaskan bahwa manusia diciptakan dalam kondisi berbeda-
beda supaya saling mengenal.
Sikap toleransi ini mengakui perbedaan dan sikap menerima bahwa
orang lain berbeda dengan kita. Sikap toleransi sangat relevan untuk
diajarkan dalam pendidikan masa kini. Apalagi saat ini banyak masalah
yang timbul karena fanatisme serta kurangnya sikap toleransi. Baik itu
menyangkut perkara politik, rasial, budaya maupun agama. Untuk
meminimalisir timbulnya konflik akibat perbedaan yang ada, maka perlu
ditanamkan sikap toleransi pada setiap individu, sehingga kita dapat
menerima, menghargai pandangan, keyakinan dan perilaku yang dimiliki
orang lain.
7. Menambah ketakwaan kepada Allah SWT
Secara vertikal, takwa menyangkut peribadatan terhadap Allah
SWT, sedangkan secara horizontal menyangkut sikap manusia terhadap
sesamanya dan terhadap karunia Allah. Manusia diperintahkan untuk
bertakwa kepada Allah SWT karena orang yang paling mulia di sisi
Allah adalah orang yang bertakwa. Sebagaimana tercantum dalam Q.S
Al-hujurat ayat 13.
Dari penjelasan tersebut, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa konsep
pendidikan multikultural sangat penting untuk diajarkan sebagai ilmu
pendidikan terapan yang saat ini dibutuhkan bagi semua kalangan. Karena
orang yang minim ilmu tentang multikultural mengakibatkan mereka
melakukan perbuatan yang mungkin melukai orang atau golongan lain tanpa
disadari. Banyak pula orang yang tidak terasa melakukan dosa karena sudah
terbiasa, seperti menggunjing. Selain itu, banyak juga orang yang
merendahkan orang lain dengan panggilan-panggilan ejekan baik dalam
kehidupan nyata maupun hanya untuk hiburan semata.
Pendidikan multikultural dapat diterapkan di perpustakaan.
Sebagaimana kita ketahui salah satu fungsi perpustakaan adalah fungsi
edukasi atau fungsi pendidikan. Perpustakaan merupakan lembaga non formal
di mana seseorang, baik individu maupun kelompok dapat menggunakan
perpustakaan sebagai sarana peningkatan pengetahuan dan ketrampilan yang
diperlukan dalam kehidupan. Dengan demikian, sebagai pusat atau lembaga
pendidikan maka perpustakaan diharapkan dapat berperan dalam upaya
peningkatan kualitas sumber daya manusia. Diantara peran perpustakaan
dalam hal pendidikan multikultural sebagaimana dikemukakan oleh Agus
Rifai (2007: 6-9) sebagai berikut:
1. Gerbang Multikultural
Perpustakaan merupakan suatu gerbang bagi kebudayaan secara
luas, maka perpustakaan haruslah merupakan tempat yang „bebas noda‟
atau netral dari keberpihakan. Perpustakaan hendaknya menjadi tempat
penyimpanan beragam kebudayaan manusia di mana seseorang dapat
mengenal dan memahami beragam kebudayaan yang dimiliki oleh
manusia.
Pendidikan multikulturalisme memerlukan pengenalan terhadap
beragam kebudayaan yang dimiliki oleh semua umat manusia dari
beragam suku bangsa, ras atau etnis, dan agama. Keragaman koleksi
yang mencakup berbagai subjek dan aspek-aspeknya merefleksikan
keterbukaan perpustakaan terhadap isu-isu pluralisme dan
multikulturalisme. Semakin akomodatif kebijakan suatu perpustakaan
terhadap berbagai sumber-sumber informasi dari beragam kebudayaan
maka berarti perpustakaan tersebut telah menunjukkan kepeduliannya
terhadap pendidikan multikulturalisme.
Dalam hal ini satu hal yang harus diperhatikan adalah bahwa
perpustakaan tidak boleh dijadikan sarana propaganda bagi satu
kebudayaan atau faham tertentu, sebab hal ini akan bertentangan dengan
konsep multikulturalisme. Dalam kerangka ini maka perpustakaan harus
menjadi lembaga yang inklusif, dan bukan exklusif terhadap beragam
kebudayaan umat manusia.
2. Dialog Kebudayaan
Pendidikan multikulturalisme meniscayakan adanya dialog
kebudayaan sehingga di antara keragaman kebudayaan yang ada tidak
akan terjadi benturan, apalagi menjadi sumber konflik. Perpustakaan
sebagai suatu institusi tidak hanya mempunyai tanggung jawab dalam hal
penyediaan sumber-sumber informasi saja, akan tetapi juga bertanggung
jawab terhadap penyebarluasan sumber-sumber informasi tersebut
kepada masyarakat.
Dalam konteks pendidikan multikulturalisme maka berbagai
layanan dan kegiatan yang diselenggarakan oleh perpustakaan akan
menyediakan suatu dialog atau titik hubungan antara individu dengan
masyarakat dengan berbagai karakteristik budaya. Melalui penyediaan
dan pemanfaatan sumber-sumber informasi yang tersedia di perpustakaan
tersebut, para pemakai perpustakaan yang mempunyai latar belakang
kebudayaan berbeda dapat mengenali sekaligus memahami berbagai
kebudayaan yang dimiliki oleh suatu masyarakat lainnya.
Di samping itu, dialog kebudayaan ini dapat terjadi secara langsung
di antara pemakai perpustakaan, antara satu pemakai dengan pemakai
lainnya, dan antara pemakai dengan pustakawan yang memiliki
kebudayaan yang berbeda. Dengan semakin sering terjadinya dialog
tersebut, baik antara pemakai dengan sumber-sumber informasi yang
tersedia di perpustakaan, antara pemakai dengan pemakai lainnya,
maupun antara pemakai dengan pustakawan, diharapkan dapat
berpengaruh terhadap sikap dan prilaku seseorang dalam memaknai dan
mempersepsikan perbedaan dan keragaman kebudayaan. Berbagai bentuk
dialog tersebut diharapkan dapat menanamkan sifat toleran, tidak
memaksakan kehendak dan “kebenaran” pribadinya kepada pihak lain.
3. Apresiasi Budaya
Selain sebagai gerbang keanekaragaman kebudayaan dan sebagai
tempat terjadinya dialog antarbudaya, perpustakaan juga dapat
merupakan sebagai tempat apresiasi budaya. Keragaman koleksi
perpustakaan yang multikultural yang tersusun dengan baik dan
sistematis merupakan bentuk peragaan dan pameran kebudayaan.
Di samping itu, berbagai kegiatan lain seperti pameran buku-buku,
bedah buku, lokakarya, penayangan fil dokumenter dan kebudayaan, dan
kegiatan lainnya dapat diselenggarakan oleh perpustakaan dalam rangka
mengenalkan keragaman kebudayaan umat manusia. Berbagai kegiatan
tersebut diharapkan dapat mengenalkan keragaman kebudayaan dan
sekaligus untuk meningkatkan apresiasi terhadap keanekaragaman
kebudayaan yang ada sebagai bagian dari kegiatan pendidikan
multikulturalisme.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sebagai akhir dari pembahasan, terdapat dua kesimpulan yang dapat
diambil dan sekaligus menjadi jawaban dari rumusan masalah dari skripsi ini,
adapun kesimpulannya sebagai berikut:
1. Rangkaian ayat yang terdapat dalam surat Al-Hujurat menyimpan konsep
pendidikan multikultural yang patut untuk dipelajari dan diterapkan
dalam kehidupan. Baik di lingkungan sekolah, lingkungan bekerja, di
masyarakat bahkan di media sosial. Konsep yang spesifik dalam surat Al-
Hujurat antara lain: mengutamakan klarifikasi atau tabayyun; memupuk
perdamaian dan keadilan; menghargai dan menghormati; saling percaya
dan menjauhi prasangka; terbuka; toleransi; dan bertakwa kepada Allah
SWT.
2. Perpustakaan merupakan lembaga yang dapat menumbuh-kembangkan
semangat pluralisme dan multikulturalisme. Koleksi perpustakaan
merupakan gerbang multikulturalisme yang menggambarkan
keberagaman umat manusia. Melalui koleksi perpustakaan para pemakai
perpustakaan mulai mengenal keragaman kebudayaan manusia untuk
mencapai pemahaman dan pemaknaan terhadap perbedaan. Selanjutnya,
melalui gerbang ini, para pemakai kemudian masuk dan berdialog
dengan beraneka ragam kebudayaan, baik melalui pemanfaatan koleksi
maupun melalui serangkaian layanan yang ada sehingga diharapkan akan
tumbuh semangat dan sikap untuk menghargai keragaman dan perbedaan
kebudayaan yang ada.
B. Saran-saran
Setelah penulis menguraikan kesimpulan, selanjutnya penulis
menyampaikan saran-saran sebagai berikut:
1. Kepada pembuat kebijakan hendaknya mengupayakan sistem yang
sejalan dengan era global multikultural di Indonesia sebagai
perlindungan hukum dalam mengimplementasikan pendidikan
multikultural di Indonesia agar lebih komprehensif;
2. Kepada pengelola lembaga pendidikan, guru, serta pejabat terkait untuk
menanamkan sikap saling menghargai dan menghormati terhadap segala
perbedaan yang ada. Karena perbedaan tersebut merupakan realitas dan
kehendak Allah yang harus dikelola dengan baik agar bernilai positif;
3. Kepada siswa, mari renungkan kembali makna Bhineka Tunggal Ika dan
Pancasila sebagai bentuk menghargai pengorbanan para pahlawan karena
bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati jasa-jasa
pahlawannya.
4. Untuk masyarakat, stop pergunjingan, prasangka, dan fatanisme, mari
tingkatkan takwa. Kita semua sama di hadapan Allah, Tuhan yang Maha
Kuasa.
C. Penutup
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. karena berkat
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari
bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh sebab itu
kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak sangat penulis
harapkan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah
membantu demi kelancaran penulisan ini.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, M, Amin. 2000. Dinamika Islam Kultural Pemetaan Wacana
Keislaman Kontemporer. Cet.I. Mizan, Bandung.
Al Arifin, A. Hidayatullah. Juni 2012. Implementasi Pendidikan Multikultural
dalam Praksis Pendidikan di Indonesia. Vol.1. No.1.
Al Maraghi. 1993. Terjemah Tafsir Al-Maraghi. Juz,25-27. CV. Toha Putra,
Semarang.
Al Munawar, Agil, Said. 2005. Aktualisasi Nilai-nilai Qur‟ani dalam Sistem
Pendidikan Islam. Ciputat Press, Ciputat.
Albone, Abd Aziz. 2009. Pendidikan Agama Islam dalam Perspektif
Multikulturalisme, Balai Litbang Agama, Jakarta.
Al-Qattan, M.Khalil. 2001. Studi Ilmu-ilmu Qur‟an, terj. Mudzakir AS. Litera
Antar Nusa, Bogor.
Ar Rifa‟i, M.Nasib. 2000. Terjemahan Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir. Jilid 4.
Gema Insani, Depok.
Arikunto, Suharsimi. 1990. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek,
Rineka Cipta, Jakarta.
Ash-Shiddieqy, Teungku, M.Hasbi. 2003. Terjemahan Tafsir An-Nuur. Jilid 5.
Pustaka Rizki Putra, Semarang.
Ash-Shiddieqy, Teungku, M.Hasbi. 1980. Sejarah dan Pengantar Imu Al-
Qur‟an/Tafsir. Bulan Bintang, Jakarta.
Az-Zarqani, 2001. Manahil Al-„Urfan fi Ulum Al-Qur‟an. Al-Qahirah: Dar al-
Hadis.
Baidhawy, Zakiyuddin. 2005. Pendidikan Agama Berwawasan Multikultural.
Erlangga, Jakarta.
Budiharjo. 2012. Ilmu-ilmu Al-Quran. Lokus,Yogyakarta.
Depag, RI. 1985. Al Qur‟an dan Tafsirnya. Jilid IX. Juz:25-27.
Depag, RI. Tt. Al Qur‟an dan Terjemahnya. PT.Karya Toha Putra, Semarang.
Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan. 2003. Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Balai Pustaka, Jakarta.
Faqih Imani, 2013. Terjemahan Tafsir Nurul Qur‟an. Jilid 17. Nur Al-Huda,
Jakarta.
Hanum, Farida. Pendidikan Multikultural dalam Pluralisme Bangsa.
Haryati, Tri, Astutik. 2009. Islam dan Pendidikan Multikultural,tadris, Vol.4,
No.2,
Hasan, Iqbal. 2006. Analisis Data Penelitian dengan Statistik, PT Bumi Aksara,
Jakarta.
Ibrahim, Ruslan. 2008. Pendidikan Multikultural: Upaya Meminimalisir Konflik
dalam Era Pluralitas Agama, dalam El-Tarbawy: Jurnal Pendidikan Islam. No.1.
Vol.1.
Lestari, Gina. Pebruari 2015. Bhineka Tunggal Ika: Khasanah Multikultural
Indonesia di Tengah Kehidupan Sara. Th.28. No.1.
Mahalli, A.Mudjab. 1989. Asbabun Nuzul; Studi Pemahaman Al Qur‟an. Rajawali
Pers. Jakarta.
Mahfud, Choirul. 2006. Pendidikan Multikultural. Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Maslikhah. 2007. Quo Vadis Pendidikan Multikultural: Rekonstruksi Sistem
Pendidikan Berbasis Kebangsaan, JP Books kerjasama dengan STAIN
Salatiga:Surabaya
Miles. Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif, UI- Press,Jakarta.
Nadlir, M. Jurnal Pendidikan Agama Islam, Vol.1, No.1, Mei 2013.
Nata, Abudin. Tt. Pidato Pengukuhan Guru Besar (Pendidikan Islam di
Indonesia:Tantangan dan Peluang),UIN Syarif Hidayatullah Press.
Nawawi, Hadari. 1994. Penelitian Terapan, Gajah Mada University Pers,
Yogyakarta.
Poerwadarminta, 1985. Kamus Umum Bahasa Indonesia. PT.Balai Pustaka,
Jakarta.
Rifai, Agus. Juni 2007. Perpustakaan dan Multikulturalisme Implementasi
Pendidikan Multikulturalisme di Perpustakaan, Vol.9, No.1.
Rosyada, Dede. Mei 2014. Pendidikan Multikultural di Indonesia Sebuah
Pandangan Konsepsional, Vol.1, No. 1.
Shaleh, Qamaruddin. Dkk. 1988. Asbabun Nuzul (Latar Belakang Historis
Turunnya Ayat-ayat Al Qur‟an). Diponegoro, Bandung.
Shihab, M.Quraish. 2002. Terjemahan Tafsir Al-Mishbah. Vol.12. Lentera Hati,
Jakarta.
Sugiyono. 2005. Memahami Penelitian Kualitatif, Alfabet,Bandung.
Surahmad, Winarno. 1990. Pengantar Penelitian Ilmiah Dasar Metode Teknik,
Tarsito, Bandung.
Yaqin, Ainul. 2005. Pendidikan Multikultural: Cross-Cultural Understanding
untuk Demokrasi dan Keadilan. Cet.1, Pilar Media, Yogyakarta.
Zubaedi. 2008. Pendidikan Multikultural: Konsepsi dan Implementasinya dalam
Pembelajaran. No. XXII. Vol.1
top related