skripsi - iain salatigae-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/1463/1/abdul... · bapak m. gufron,...
Post on 12-Nov-2020
2 Views
Preview:
TRANSCRIPT
PENDIDIKAN KARAKTER MENURUT K.H. HASYIM
ASY’ARI DALAM KITAB ADAB AL-ALIM WA-AL
MUTA’ALLIM
SKRIPSI
DiajukanuntukMemperolehGelar
SarjanaPendidikan Islam
Oleh :
ABDUL MAJID
NIM 11111074
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK)
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
2016
ii
iii
PENDIDIKAN KARAKTER MENURUT K.H. HASYIM
ASY’ARI DALAM KITAB ADAB AL-ALIM WA-AL
MUTA’ALLIM
SKRIPSI
DiajukanuntukMemperolehGelar
SarjanaPendidikan Islam
Oleh :
ABDUL MAJID
NIM 11111074
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK)
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
2016
iv
v
vi
vii
MOTTO
متوت ةحظىم خلقت ه ة ةكمل ةلمؤمى
“Kaum mukminin yang paling sempurna imannya, adalah orang yang paling baik
akhlaknya.”
(HR. At- Tirmidzi, No. 1082)
viii
PERSEMBAHAN
Karya tulis ilmiah yang berbentuk skripsi ini penulis persembahkan kepada :
1. Ayah dan ibu tercinta, serta adik saya Zaidatul Ulya, yang telah memberikan
motivasi, mendoakan, dan mengorbankan jiwa, raga maupun material dalam
jenjang pendidikan yang telah saya tempuh.
2. Bapak M. Gufron, M. Ag beserta keluarga selaku orang tua saya di Panti
Asuhan Darul Hadlanah NU Salatiga.
ix
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah swt Yang Maha Pengasih dan Maha
Penyayang. Segala puji bagi Allah yang merajai semesta alam, atas rahmat, taufiq
serta hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat
serta salam selalu tercurahkan kepada kekasih Allah, Muhammad bin Abdullah,
sanak saudara dan para sahabat yang telah menunjukkan jalan yang benar dengan
perantaraan Islam. Penulisan skripsi ini dimaksudkan guna memenuhi kewajiban
sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan Islam.
Penulis perlu sampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu terselesaikannya penulisan skripsi ini, serta penghargaan setinggi-
tingginya penulis sampaikan kepada :
3. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M. Pd selaku rektor Institut Agama Islam
Negeri (IAIN) Salatiga.
4. Bapak Suwardi, M.Pd selaku Dekan FTIK pada Institut Agama Islam Negeri
Salatiga.
5. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag selaku Kajur PAI pada FTIK Institut Agama Islam
Negeri Salatiga
6. Bapak Dr. H. Miftahuddin, M. Ag selaku dosen pembimbing yang dengan
penuh kesabaran telah meluangkan waktunya untuk memberikan pengarahan
dan bimbingan dalam penulisan skripsi ini.
7. Guru-guru yang memberikan pengetahuannya kepada saya, semoga Allah
membalasnya dengan menempatkan kalian ditempat yang layak dan dibalas
dengan penuh kasih sayang-Nya.
x
8. Teman-teman PAI B yang mengajak untuk sesegera mungkin menyelesaikan
program S1 ini.
9. Selvi Alviana Rafida yang selalu memberikan motivasi, mendoakan dan juga
mendampingi dalam segala hal.
10. Adik-adik Panti Asuhan Darul Hadlanah NU Salatiga yang selalu
memberikan pembelajaran meskipun secara tidak langsung.
Dalam penulisan skripsi ini apabila banyak kekeliruan, kekurangan dan
kesalahan, itu semua karena keterbatasan kemampuan penulis, untuk itu pula
kritik dan saran yang konstruktif akan penulis terima dengan senang hati.
Akhirnya penulis berharap dan berdoa semoga skripsi ini memberikan
manfaat khususnya kepada diri saya pribadi dan kepada semua pelajar pada
umumnya.
Salatiga, 5 Maret 2016
Penulis
Abdul Majid
NIM: 11111074
xi
ABSTRAK
Abdul Majid, 2016. Pendidikan Karakter Menurut K.H. Hasyim Asy‟ari dalam
Kitab Adab al-„Alim wa-al Muta‟allim. Skripsi. Fakultas Tarbiyah dan
Ilmu Keguruan. Program Studi Pendidikan Agama Islam. Institut Agama
Islam Negeri Salatiga. Pembimbing : Dr. H. Miftahuddin, M. Ag
Kata Kunci : Pendidikan Karakter, dan Kitab Adab al-„Alim wa-al Muta‟allim
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) bagaimana biografi
intelektual K.H. Hasyim Asy‟ari?; (2) bagaimana pemikiran K.H. Hasyim
Asy‟ari yang berkaitan dengan pendidikan karakter?; dan (3) bagaimana relevansi
pemikiran pendidikan karakter menurut K.H. Hasyim Asy‟ari terhadap dunia
pendidikan di Indonesia?
Penelitian ini merupakan penelitian literatur atau naskah dengan
mengambil naskah tokoh K.H. Hasyim Asy‟ari, yakni Kitab Adab al-„Alim wa-al
Muta‟allim. Metode yang digunakan adalah analisis isi (content analisys), dengan
pendekatan historis, hermeneutika, dan fenomenologi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) K.H. Hasyim Asy‟ari
merupakan salah satu pemikir pendidikan karakter dalam perspektif Islam
sekaligus praktisi pendidikan karakter yang K.H. Hasyim Asy‟ari terapkan di
pondok pesantren Tebuireng Jombang; (2) Pemikiran pendidikan karakter yang
ditekankan K.H. Hasyim Asy‟ari dapat diklasikasikan menjadi dua hal, yakni :
pertama menjaga ketakwaan kepada Allah swt dan selalu cinta kepada Nabi, dan
kedua adab atau akhlak kepada pendidik, anak didik, teman sebaya dan juga
terhadap kitab atau buku pelajaran; dan(3) Relevansi pemikiran pendidikan
karakter K.H. Hasyim Asy‟ari relevan diterapkan untuk konteks Indonesia,
terutama di dunia pendidikan dalam mengoptimalkan adab pendidik dan peserta
didik. Pemikiran pendidikan karakter yang K.H. Hasyim Asy‟ari sampaikan dapat
dijadikan dasar bagi pengembangan pendidikan di Indonsesia dewasa ini yang
mulai memudar pendidikan karakternya.
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
PERSETUJUAN PEMBIMBING
PENGESAHAN KELULUSAN
DEKLARASI
MOTTO
PERSEMBAHAN
KATA PENGANTAR
ABSTRAK
DAFTAR ISI
BAB I : PENDAHULUAN.……………………………………………………1
A. Latar Belakang Masalah ...........................................................................1
B. Rumusan Masalah………………………………………………………..4
C. Tujuan Penelitian………………………………………………………...5
D. Manfaat Hasil Penelitian…………………………………………………5
E. Kajian Pustaka…………………………………………………………...6
F. Metode Penelitian………………………………………………………..7
G. Penegasan Istilah………………………………………………………...12
H. Sistematika Penulisan……………………………………………………21
BAB II : BIOGRAFI INTELEKTUAL K.H. HASYIM ASY‟ARI
A. Keluarga K.H. Hasyim Asy‟ari…………………………………………23
1. Kelahiran K.H. Hasyim Asy‟ari………………………………...23
2. Silsilah Keluarga………………………………………………...26
3. Masa Kecil K.H. Hasyim Asy‟ari……………………………….28
4. Pengabdian dalam Masyarakat dan Negara……………………..30
B. Riwayat Pendidikan ……..……………………………………………..39
C. Karya-karya K.H. Hasyim Asy‟ari………………………………………43
BAB III : GARIS BESAR KITAB ADAB AL-ALIM WA-AL MUTA‟ALLIM DAN
NILAI KARAKTER YANG TERKANDUNG DIDALAMNYA
A. Garis Besar Isi Kitab Adab al-„Alim wa-al Muta‟allim………………….47
xiii
B. Nilai-nilai yang Terkandung dalam Kitab Adab al-„Alim wa-al
Muta‟allim………………………………………………………………62
BAB IV : ANALISIS PENDIDIKAN KARAKTER DALAM KITAB ADAB AL-
ALIM WA-AL MUTA‟ALLIM
A. Analisis Pendidikan Karakter dalam Kitab Adab al-„Alim wa-al
Muta‟allim………………………………………………………………70
1. Menghargai Nilai Normatif……………………………………..72
2. Koherensi atau Membangun Rasa Percaya Diri………………...78
3. Otonomi………….……………………………………………...81
4. Keteguhan dan Kesetiaan.……………………………………….86
B. Relevansi Pemikiran Pendidikan Karakter menurut K.H. Hasyim Asy‟ari
dalam Dunia Pendidikan di Indonesia ………………………………… 91
BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan……………………………………………………………..101
B. Saran……………………………………………………………………103
C. Penutup…………………………………………………………………104
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
DAFTAR PUSTAKA
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan karakter telah dicanangkan sudah sejak lama sebelum datangnya
kemerdekaan Indonesia, bahkan beberapa tokoh sebelum kemerdekaan telah
mengeluarkan pendapatnya mengenai pendidikan karakter. Pendidikan
karakter memiliki peran yang sangat penting dalam membentuk generasi,
karena dengan pendidikan karakter dapat menghasilkan manusia yang
berkualitas, kreatif, dan bertanggungjawab. Pendidikan karakter dalam
perspektif Islam senantiasa menjadi sebuah kajian yang sangat menarik,
bukan karena memiliki kekhasan tersendiri, namun juga karena kaya akan
konsep-konsep yang tidak kalah pentingnya dengan pendidikan yang lainnya.
Dalam khasanah pemikiran pendidikan Islam, ditemukan tokoh-tokoh besar
dengan ide-idenya yang cerdas dan kreatif yang menjadi inspirasi dan
member kontribusi yang besar bagi dinamika pendidikan karakter di
Indonesia.
Salah satu peran ulama sebagai tokoh Islam yang patut dicatat adalah
posisi mereka sebagai kelompok terpelajar yang membawa pencerahan
kepada masyarakat sekitarnya. Berbagai lembaga pendidikan telah dilahirkan
oleh mereka baik dalam bentuk sekolah maupun pondok pesantren. Semua itu
adalah lembaga pendidikan yang juga mengajarkan tentang pendidikan
karakter dan ikut mengantarkan bangsa yang maju dan berpendidikan.
2
Mereka telah berperan dalam memajukan ilmu pengetahuan, khususnya Islam
lewat karya-karya yang telah ditulis atau melalui jalur dakwah mereka.
Sebelum kemerdekaan Indonesia, pendidikan karakter lebih diajarkan
didalam pondok pesantren yang berlangsung cukup lama sampai pada
akhirnya timbul pendidikan karakter yang diajarkan di lembaga pendidikan
formal. Akan tetapi lembaga-lembaga formal pada waktu itu tidak bisa secara
bebas mengajarkan baik pendidikan formal maupun pendidikan karakter ,
karena adanya peraturan dari Belanda yang waktu itu menjajah Indonesia,
sehingga lembaga pendidikan formal pada waktu itu hanya menghasilkan
tenaga kantor tingkat rendah dan juga dengan gaji yang jauh lebih murah.
Meskipun pondok pesantren lebih banyak mengajarkan pendidikan
karakter, bukan berarti pendidikan karakter di pondok pesantren tidak
mempunyai kekurangan. Kebanyakan pondok pesantren masih juga
mengajarkan karakter dengan cara menghafal dan juga pengenalan pada nilai-
nilai pendidikan karakter akan tetapi belum sampai pada tingkat penghayatan
nilai-nilai daripada pendidikan karakter tersebut. Jauh daripada harapan para
tokoh-tokoh pendidikan karena masih belum bisa mencapai tingkat
penghayatan apalagi sampai pada tingkat menjadikan nilai-nilai pendidikan
tersebut sebagai komitmen pribadi dalam kehidupan sehari-hari bersama
masyarakat. Jadi masih banyak kekurangan pada saat pelaksaan pendidikan
karakter, sehingga diperlukan kajian lebih mendalam tentang pendidikan
karakter dari beberapa literatur klasik maupun modern yang akan
memberikan sumbangan terhadap pemikiran tersebut.
3
K.H. Hasyim Asy‟ari adalah salah satu tokoh pendidikan Islam dan
juga pendiri gerakan Nahdlatul Ulama‟ (NU). K.H. Hasyim Asy‟ari melalui
kitabnya yang berjudul Adab al-„Alim wa-al Muta‟allim telah mengemukakan
pendapatnya tentang salah satu metode pendidikan karakter menurut beliau.
Dalam kitab karya K.H. Hasyim Asy‟ari tersebut, telah terdapat risalah
pendidikan yang memuat tentang pendidikan karakter khususnya tentang
nilai-nilai karakter yang harus dimiliki baik oleh pendidik maupun peserta
didik. Tidak hanya peserta didik yang harus belajar mengenai pendidikan
karakter, akan tetapi pendidik pun diharuskan untuk mendalami pendidikan
karakter. Agar terjadi kesinambungan antara pendidik dengan peserta didik,
sehingga dalam proses belajar mengajar pun tidak akan terjadi yang namanya
kesalahpahaman peserta didik terhadap perilaku pendidik di dalam kelas.
Usaha yang dilakukan oleh K.H. Hasyim Asy‟ari adalah sebuah upaya
untuk mempersiapkan model pembelajaran bagi pendidik dan juga anak didik
dalam rangka menyiapka generasi penerus yang penuh dengan nilai-nilai
pendidikan, sehingga kelak Indonesia akan mempunyai generasi yang dapat
meneruskan pembelajaran karakter yang tidak hanya teoritis. Akan tetapi
generasi yang penuh akan nilai-nilai penghayatan dan juga nilai-nilai
prakteknya dalam bermasyarakat. Konsep inilah yang menurut penulis
penting untuk kemudian dimunculkan kembali dalam konteks melanjutkan
cita-cita perjuangan beliau. Menemukan kembali ruh pemikiran K.H. Hasyim
Asy‟ari terkait dengan pendidikan karakter menjadi sebuah keharusan agar
gerakan penerus bangsa menjadi penuh dengan nilai moral dan akhlak.
4
K.H. Hasyim asy‟ari adalah seorang tokoh pendiri NU yang brilian
dan berjasa besar tidak hanya bagi kepentingan pendidikan Islam, pesantren,
NU dan pergerakan Islam tetapi juga bagi bangsa dan negara Indonesia.
Membaca konsep pendidikan karakter yang yang dilakukan beliau adalah
penting untuk menemukan sebuah alur pemikiran yang sebenarnya telah
disiapkan olehnya. Sebagai kader pergerakan tentunya beliau mempunyai
kerangka pikir yang jelas sebelum bertindak.
Berangkat dari latar belakang di atas, maka peneliti bermaksud
mengadakan penelitian ilmiah dengan judul Pendidikan Karakter dalam Kitab
Adab al-„Alim wa-al Muta‟allim karya K.H. Hasyim Asy‟ari.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang pemikiran di atas, maka selanjutnya penulis
mengemukakan pokok-pokok permasalahan yang akan dikaji dalam
penelitian ini, supaya dapat mempermudah dalam proses penelitian ini.
Adapun rumusan masalah penulis paparkan sebagai berikut :
1. Bagaimana biografi intelektual K.H. Hasyim Asy‟ari ?
2. Bagaimana pemikiran K.H. Hasyim Asy‟ari yang berkaitan dengan
pendidikan karakter ?
3. Bagaimana relevansi pendidikan karakter menurut K.H. Hasyim Asy‟ari
terhadap dunia pendidikan di Indonesia ?
5
C. Tujuan Penelitian
Berkaitan dengan permasalahan di atas, maka yang menjadi tujuan dalam
penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui biografi inteletual K.H. Hasyim Asy‟ari.
2. Menegetahui pemikiran K.H. Hasyim Asy‟ari yang berkaitan dengan
pendidikan karakter.
3. Mengetahui relevansi pendidikan karakter menurut K.H. Hasyim Asy‟ari
terhadap dunia pendidikan di Indonesia.
D. Manfaat Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut:
a. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis berupa
tambahan dokumentasi bagi khasanah Ilmu Pendidikan Islam, terutama
yang terkait dengan pemikiran tokoh pendidikan Islam mengenai
pendidikan karakter.
b. Manfaat Praktis
Manfaat praktis dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan rujukan
bagi para pengelola lembaga pendidikan Islam terutama para pendidik
untuk mengimplementasikan mutiara-mutiara pendidikan karakter yang
terdapat dalam Kitab Adab al-„Alim wa-al Muta‟allim. Harapannya, hasil
dari penelitian ini bisa dijadikan sebuah rujukan praktis oleh insan-insan
di lingkungan pendidikan Islam.
6
E. Kajian Pustaka
Saat ini buku yang secara khusus membahas tentang pemikiran KH. Hasyim
Asy‟ari masih sedikit apabila dibandingkan dengan pemikir lainnya. Penulis
mengemukakan penelitian yang secara khusus membahas tentang biografi
KH. Hasyim Asy‟ari dan pemikirannya tentang pendidikan karakter karya
Samsul Ma‟arif yang berjudul “Mutiara-mutiara Dakwah K.H. Hasyim
Asya‟ri” yang telah diterbitkan oleh Kanza Khasanah Bogor pada tahun 2011.
Diantara isi karya tersebut ada yang mengandung tentang seorang nasionalis-
tradisional, sosok pejuang yang brilian, muda progresif dan pemikiran-
pemikiran K.H. Hasyim Asy‟ari tentang pemikiran agama, politik,
pergerakan, pengajaran dan pendidikan.
Hasbullah, menulis buku “Dasar-dasar Ilmu Pendidikan”, di dalamnya
Hasbullah mencatat pergulatan K.H. Hasyim Asy‟ari dalam mengiringi dunia
pendidikan bahwa beliau berusaha menumbuhkan jiwa pemikiran dan
gagasan-gagasan yang dapat membentuk pandangan hidup bagi anak didik,
menanamkan sikap terbuka, watak mandiri, kemampuan bekerja sama dengan
pihak lain, keterampilan menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi,
menciptakan sikap hidup yang berorientasi kepada kehidupan duniawi dan
ukhrawi sebagai sebuah kesatuan dan juga menanamkan penghayatan
terhadap nilai-nilai.
Sementara Darmiyati Zuchdi dalam “Pendidikan Karakter”,
memfokuskan diri pada pemikiran beberapa tokoh pendidikan dalam
memelihara dan mengembangkan pendidikan karakter. Darmiyati juga
7
membandingkan pemikiran beberapa tokoh pendidikan. Dalam hal ini
Darmiyati mengemukakan bahwa karakter adalah sebuah cara berpikir,
bersikap, dan bertindak yang menjadi cirri khas seseorang yang menjadi
kebiasaan yang ditampilkan dalam kehidupan bermasyarakat.
F. Metode Penelitian
Proses dalam penelitiani ini, penulis menggunakan pendekatan dan metode
sebagai acuan dalam penulisan karya tulis ini. Secara jelas penulis paparkan
sebagai berikut :
1. Pendekatan
Pendekatan yang digunakan dalam penulisan ini adalah :
a. Pendekatan Historis (Historical Approach)
Pendekatan yang mengurai fakta-fakta pemikiran yang dilakukan
oleh KH. Hasyim Asy‟ari. Pengembangan aspek historis dalam
tulisan ini adalah sebuah analisis diskriptif yang akan membawa
pada kesimpulan pada pola pemikiran yang dilakukan oleh KH.
Hasyim Asy‟ari. Melalui pendekatan sejarah, peneliti dapat
melakukan periodesasi atau derivasi sebuah fakta, yang melakukan
proses genesis: perubahan dan perkembangan. Melalui sejarah dapat
diketahui asal-usul pemikiran dari seorang tokoh. (Suprayogo dan
Tobroni, 2003;65-66).
8
b. Pendekatan Hermeneutika
Menurut Suprayogo (2003;73) hermeneutika merupakan metode
bahkan aliran dalam penelitian kualitatif, khususnya dalam
memahami makna teks (kitab suci, buku, undang-undang, dan lain-
lain) sebagai sebuah fenomena sosial budaya. Fungsi metode
hermeneutika adalah agar tidak terjadi distorsi pesan atau informasi
antara teks, penulis teks, dan pembaca teks. Tujuan spesifiknya
adalah mengembangkan pengetahuan yang memberikan pemahaman
dan penjelasan yang menyeluruh dan dan mendalam. Arti
hermeneutika disini adalah analisis yang mengarah pada pembacaan
teks-teks atas fakta yang terjadi dan relasi dengan konteks
kesejarahannya. Pendekatan ini hanya mampu sedikit memotret dari
pemikiran KH. Hasyim Asy‟ari. Namun kemudian penulis akan
berusaha menyajikan dengan data dan analisis yang mendetail agar
mudah dipahami.
c. Pendekatan Fenomenologi
Fenomenologi bisa diartikan sebagai pengalaman subyektif atau
studi tentang kesadaran dari perspektif pokok dari seseorang.
Fenomenologi kadang-kadang digunakan sebagai perspektif filosofi
dan juga digunakan sebagai pendidikan penelitian kualitatif
(Meleong, 2008;15). Metode ini digunakan untuk menghindari
pembahasan yang terjebak pada aspek historis-faktual saja namun
9
mampu menghasilkan sebuah konsep pemikiran yang integral
dengan konteks yang terjadi waktu itu.
2. Sumber Data
Data yang dibutuhkan dalam penyusunan skripsi ini diperoleh dari riset
kepustakaan (library research) yaitu hasil dari penelitian berbagai buku
dan karya ilmiah yang ada relevansinya dengan pemikiran K.H. Hasyim
Asy‟ari. Dalam penelitian kualitatif menempatkan sumber data sebagai
subjek yang memiliki kedudukan penting. Jenis sumber data dalam
penelitian kualitatif dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Sumber Data Primer
Penelitian ini menggunakan sumber data primer yakni Kitab Adab
al-„Alim wa-al Muta‟allim karya K.H. Hasyim Asy‟ari.
b. Sumber Data Sekunder
Sumber data sekunder dalam penelitia ini adalah informasi cetak
maupun elektronika, termasuk di dalamnya buku-buku yang
digunakan untuk melengkapi dan mendukung data penelitian yang
terkait dengan tema pendidikan karakter dan ikhwal K.H. Hasyim
Asy‟ari. Dalam hal ini yang menjadi sumber data sekunder adalah
buku disertasinya Samsul Ma‟arif yang berjudul Mutiara-mutiara
Dakwah K.H. Hasyim Asy‟ari, Kapita Selekta Pendidikan Islam
karya Abuddin Nata dan kitab Ta‟limul Muta‟allim karya az-Zarnuji
Sumber data sekunder lebih dimaksudkan sebagai sejumlah
dokumen pendukung. Dokumen merupakan bahan tertulis atau
10
benda yang berkaitan dengan suatu peristiwa atau aktivitas tertentu.
Banyak peristiwa yang telah lama terjadi bisa di teliti dan dipahami
atas dasar dokumen atau arsip (Suprayogo, Tobroni;162-164).
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling penting dalam
penelitian, karena tujuan penelitian adalah mendapatkan data. Dalam
penyusunan skripsi ini, data diperoleh dari berbagai sumber, dengan
menggunakan teknik pengumpulan data :
a. Teknik Pengumpulan Data dengan Dokumen
Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu.
Dokumen bisa berupa tulisan, gambar, atau karya-karya monumental
dari seseorang, antara lain bukunya Jamal Ghofir yang berjudul
Biografi Singkat Ulama Ahlussunnah Wal Jama‟ah Pendiri dan
Penggerak NU, Ta‟limul Muta‟allim karya az-Zarnuji dan lain
sebagainya.
b. Triangulasi
Dalam hal ini triangulasi sebagai teknik pengecekan kredibilitas data
dengan berbagai teknik pengumpulan data dan berbagai sumber data
(Sugiono, 2008:329-330). Trianggulasi digunakan untuk mengecek
validitas data dari suatu dokumen dengan mencocokkan dengan
dokumen lain.
Kemudian penulis menguji kevaliditasan pemikiran K.H. Hasyim
Asy‟ari tentang pendidikan karakter dalam kitab Adab al-„Alim wa-
11
al Muta‟allim dengan buku disertasinya Samsul Ma‟arif yang
berjudul Mutiara-mutiara Dakwah K.H. Hasyim Asy‟ari.
4. Analisis Data
Data yang terkumpul selanjutnya akan penulis analiss dengan
menggunakan teknik analisa data dengan cara :
a. Reduksi Data
Menurut Miles dan Huberman (1992 : 19), reduksi data diartikan
sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada
penyederhanaan, pengabstrakan, transformasi data kasar, yang
muncul dari catatan-catatan lapangan.
b. Penyajian Data
Alur penting selanjutnya penyajian data, yang dimaksud penyajian
data adalah menyajikan sekumpulan informasi yang tersusun yang
memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan
pengambilan tindakan.
c. Menarik Kesimpulan
Kegiatan analisa yang terakhir adalah menarik kesimpulan. Dari
permulaan pengumpulan data, seorang menganalisa kualitatif mulai
mencari arti benda-benda mencatat keteraturan, pola-pola,
penjelasan, konfigurasi-konfigurasi yang mungkin, alur sebab-
akibat, dan proposisi (Miles dan Huberman, 1992:16-19).
12
Dari komponen analisis di atas, prosesnya saling
berhubungan dan berlangsung terus-menerus selama penelitian
berlangsung.
G. Penegasan Istilah
Penegasan istilah dimaksudkan untuk mendapatkan kejelasan tentang judul
skripsi di atas, supaya tidak terjadi kesalahpahaman maka penulis perlu
memberikan batasan-batasan dan penegasan beberapa istilah yang ada di
dalamnya, yaitu :
1. Pendidikan
Istilah pendidikan berasal dari bahasa Yunani, Paedagogy, yang
mengandung makna seorang anak yang pergi dan pulang sekolah diantar
seorang pelayan. Sedangkan pelayan yang mengantar dan menjemput
dinamakan paedagogos. Dalam bahasa Romawi, pendidikan diitilahkan
dengan educate yang berarti mengeluarkan sesuatu yang berada di dalam.
Dalam bahasa Inggris, pendidikan diistilahkan to educate yang berarti
memperbaiki moral dan melatih intelektual (Muhadjir, 2000: 20-21).
Ki Hajar Dewantara (1977: 20) menyatakan bahwa pendidikan
merupakan tuntutan bagi pertumbuhan anak-anak. Artinya, pendidikan
menuntut segala kekuatan kodrat yang ada pada diri anak-anak, agar
mereka sebagai manusia sekaligus sebagai anggota masyarakat dapat
mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya.
13
Banyak pendapat yang berlainan tentang pendidikan. Walaupun
demikian, pendidikan berjalan terus tanpa menunggu keseragaman arti.
Salah satu di antaranya mengatakan bahwa pendidikan adalah hasil
peradaban duatu bangsa yang dikembangkan atas dasar pandangan hidup
bangsa yang berfungsi sebagai filsafat pendidikannya; suatu cita-cita atau
tujuan yang menjadi motif; cara suatu bangsa berpikir dan berkelakuan,
yang dilangsungkan turun temurun dari generasi ke generasi (Meichati,
1975: 5).
Sedangkan menurut Nasrudin (2008-11) pendidikan adalah upaya
mencerdaskan pikiran, menghaluskan budi pekerti, memperluas
cakrawala pengetahuan serta memimpin dan membiasakan anak-anak
menuju arah kesehatan badan dan kesehatan ruhani bangsanya.
Pendidikan meliputi pengajaran keahlian khusus, dan juga sesuatu yang
tidak dapat dilihat tetapi lebih mendalam yaitu pemberian pengetahuan,
pertimbangan dan kebijaksanaan. Salah satu dasar utama pendidikan
adalah untuk mengajar kebudayaan melewati generasi.
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, pendidikan berarti proses
pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau sekelompok dalam usaha
mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.
Sedangkan di dalam UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, tercantum pengertian pendidikan : Pendidikan adalah usaha
sadar dan terencana untuk, untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
14
dirinya sehingga memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian
diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan oleh dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
Jadi pendidikan adalah usaha maksimal yang dilakukan untuk
memperluas pengetahuan, mencerdaskan pikiran, memperbaiki moral
dan juga budi pekerti, serta meningkatkan potensi yang ada pada diri
setiap anak didik.
2. Karakter
Dalam kamus bahasa Indonesia kata “karakter” diartikan dengan
tabiat, sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan
seseorang dengan yang lain, dan watak. Orang berkarakter berarti orang
yang berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat, atau berwatak.
Dengan makna seperti ini berarti karakter identik dengan kepribadian
atau akhlak (Zuchdi, 2013:16).
Alwisol menjelaskan pengertian karakter sebagai penggambaran
tingkah laku dengan menonjolkan nilai (benar-salah, baik-buruk) baik
secara eksplisit maupun implisit. Karakter berbeda dengan kepribadian
karena pengertian kepribadian dibebaskan dari nilai. Meskipun demikian,
baik kepribadian (personality) maupun karakter berwujud tingkah laku
yang ditunjuk ke lingkungan sosial, keduanya relative permanen serta
menuntun, mengarahkan dan mengorganisasikan aktifitas individu
(http://pustaka.pandani.web.id/2013/03/pengertian-karakter.html).
15
W.B. Saunders, (1977: 126) menjelaskan bahwa karakter adalah
sifat nyata dan berbeda yang ditunjukkan oleh individu, sejumlah atribut
yang dapat diamati pada individu. Gulo W, (1982: 29) menjabarkan
bahwa karakter adalah kepribadian ditinjau dari titik tolak etis atau
moral, misalnya kejujuran seseorang, biasanya mempunyai kaitan
dengan sifat-sifat yang relatif tetap.
Kamisa, (1997: 281) mengungkapkan bahwa karakter adalah sifat-
sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari
yang lain, tabiat, watak. Berkarakter artinya mempunyai watak,
mempunyai kepribadian.
Jadi karakter adalah sifat-sifat kejiwaan, tingkah laku, akhlak, dan
kepribadian seseorang dalam menuntun, mengarahkan dan
mengorganisasikan aktifitas individu seseorang.
FW. Foester seorang pedagog dari Jerman yang menekuni dimensi
etis-spiritual dalam pembentukan pribadi mengungkapkan ada empat
karakteristik dasar pendidikan karakter. Menurut Foester (dalam
www.pndkarakter.wordpress.com,), keempat karakteristik dasar tersebut
meliputi:
1. Otonomi
Adanya otonomi, yaitu peserta didik menghayati dan mengamalkan
aturan dari luar sampai menjadi nilai-nilai bagi pribadinya. Dengan
begitu, peserta didik mampu mengambil keputusan mandiri tanpa
dipengaruhi oleh desakan dari pihak luar.
16
2. Menghargai Nilai Normatif
Pendidikan karakter menekankan setiap tindakan berpedoman
terhadap nilai normatif. Peserta didik menghormati norma-norma
yang ada dan berpedoman pada norma tersebut.
3. Koherensi atau Membangun Rasa Percaya Diri
Adanya koherensi atau membangun rasa percaya diri dan keberanian,
dengan begitu anak didik akan menjadi pribadi yang teguh pendirian
dan tidak mudah terombang-ambing dan tidak takut resiko setiap kali
menghadapi situasi baru.
4. Keteguhan atau Kesetiaan
Keteguhan adalah daya tahan anak didik dalam mewujudkan apa
yang dipandang baik. Dan kesetiaan marupakan dasar penghormatan
atas komitmen yang dipilih.
3. Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter adalah sebuah usaha untuk mendidik anak-anak agar
dapat mengambil keputusan dengan bijak dan mempraktikkannya dalam
kehidupan sehari-hari, sehingga mereka dapat memberikan kontribusi
yang positif kepada lingkungannya (Megawangi, 2004 : 95).
Pendidikan karakter merupakan pendidikan nilai, pendidikan budi
pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak yang bertujuan
mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan
baik-buruk, memelihara apa yang baik dan mewujudkan kebaikan itu
17
dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati (Rencana Aksi
Nasional Pendidikan Karakter, 2010).
Jadi pendidikan karakter adalah pendidikan yang menekankan pada
pembentukan nilai-nilai karakter pada anak didik. Oleh karena itu
pendidikan karakter penting bagi pendidikan di Indonesia. Pendidikan
karakter akan menjadi basic atau dasar dalam pembentukan
karakter berkualitas bangsa, yang tidak mengabaikan nilai-nilai sosial
seperti toleransi, kebersamaan, kegotongroyongan, saling membantu dan
mengormati dan sebagainya.Pendidikan karakter akan melahirkan pribadi
unggul yang tidak hanya memiliki kemampuan kognitif saja namun
memiliki karakter yang mampu mewujudkan kesuksesan. Berdasarkan
penelitian di Harvard University Amerika Serikat, ternyata kesuksesan
seseorang tidak semata-mata ditentukan oleh pengetahuan dan
kemampuan teknis dan kognisinyan (hard skill) saja, tetapi lebih oleh
kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft skill).
Satuan pendidikan sebenarnya selama ini sudah mengembangkan
dan melaksanakan nilai-nilai pembentuk karakter melalui program
operasional satuan pendidikan masing-masing. Hal ini merupakan
prakondisi pendidikan karakter pada satuan pendidikan yang untuk
selanjutnya pada saat ini diperkuat dengan 18 nilai hasil kajian empirik
Pusat Kurikulum. Nilai prakondisi (the existing values) yang dimaksud
antara lain takwa, bersih, rapih, nyaman, dan santun.
Dalam rangka lebih memperkuat pelaksanaan pendidikan karakter telah
18
teridentifikasi 18 nilai yang bersumber dari agama, Pancasila, budaya,
dan tujuan pendidikan nasional, yaitu:
a. Religius
b. Jujur
c. Toleransi
d. Disiplin
e. Kerja keras
f. Kreatif
g. Mandiri
h. Demokratis
i. Rasa Ingin Tahu
j. Semangat Kebangsaan
k. Cinta Tanah Air
l. Menghargai Prestasi
m. Bersahabat/Komunikatif
n. Cinta Damai
o. Gemar Membaca
p. Peduli Lingkungan
q. Peduli Sosial
r. Tanggung Jawab
Meskipun telah terdapat 18 nilai pembentuk karakter, namun
satuan pendidikan dapat menentukan prioritas pengembangannya dengan
cara melanjutkan nilai prakondisi yang diperkuat dengan beberapa nilai
19
yang diprioritaskan dari 18 nilai di atas. Dalam implementasinya jumlah
dan jenis karakter yang dipilih tentu akan dapat berbeda antara satu
daerah atau sekolah yang satu dengan yang lain. Hal itu tergantung pada
kepentingan dan kondisi satuan pendidikan masing-masing. Di antara
berbagai nilai yang dikembangkan, dalam pelaksanaannya dapat dimulai
dari nilai yang esensial, sederhana, dan mudah dilaksanakan sesuai
dengan kondisi masing-masing sekolah/wilayah, yakni bersih, rapih,
nyaman, disiplin, sopan dan santun.
4. K.H. Hasyim Asy’ari
K.H. Hasyim Asy‟ari lahir dari keluarga elit kyai Jawa pada selasa
kliwon, 24 Dzulqa‟dah 1287 H/14 Februari 1871 M, di pondok pesantren
Gedang, desa Tambakrejo, sekitar 2 km arah utara kota Jombang.
Ayahnya, Asy‟ari adalah pendiri pondok pesantren Keras di Jombang,
sementara kakeknya, Kyai Usman merupakan seorang kiai terkenal dan
pendiri pondok pesantren Gedang yang didirikan pada abad ke-19. Selain
itu moyangnya yang bernama Abdussalam yang biasanya disebut dengan
Mbah Sichah adalah pendiri pondok pesantren Tambakberas Jombang
(Ghofir, 2012 : 75).
K.H. Hasyim Asy'ari merupakan pendiri Nahdlatul Ulama (NU)
yaitu sebuah organisasi massa Islam yang terbesar di Indonesia.
Berdirinya NU ini dibidani oleh K.H. Hasyim Asya‟ri dan K.H. Wahab
20
Hasbullah tidak lepas dari pengaruh K.H. Khalil dan juga K.H. As‟ad
Samsul Arifin (Ma‟arif, 2011 : 102).
K.H. Hasyim Asy'ari banyak membuat tulisan dan catatan-catatan.
Sekian banyak dari pemikirannya, setidaknya ada empat kitab
karangannya yang mendasar dan menggambarkan pemikirannya. Kitab-
kitab tersebut antara lain :
a. Risalah Ahlis-Sunnah Wal Jama'ah: Fi Hadistil Mawta wa
Asyrathis-sa'ah wa baya Mafhumis-Sunnah wal Bid'ah (Paradigma
Ahlussunah wal Jama'ah: Pembahasan tentang Orang-orang Mati,
Tanda-tanda Zaman, dan Penjelasan tentang Sunnah dan Bid'ah).
b. Al-Nuurul Mubiin fi Mahabbati Sayyid al-Mursaliin (Cahaya yang
Terang tentang Kecintaan pada Utusan Tuhan, Muhammad SAW).
c. Adab al-alim wal Muta'allim fi maa yahtaju Ilayh al-Muta'allim fi
Ahwali Ta'alumihi wa maa Ta'limihi (Etika Pengajar dan Pelajar
dalam Hal-hal yang Perlu Diperhatikan oleh Pelajar Selama Belajar).
d. At-Tibyan: fin Nahyi 'an Muqota'atil Arham wal Aqoorib wal Ikhwan
(Penjelasan tentang Larangan Memutus Tali Silaturrahmi, Tali
Persaudaraan dan Tali Persahabatan).
e. Muqaddimah al-Qanun al-Asasi li Jam‟iyyat Nahdlatul Ulama‟.
Dari sudut intelektual K.H. Hasyim Asy‟ari diakui sebagai orang
yang ahli dibidang hadits terutama Shahih Bukhari dan Shahih Muslim.
Selain sebagai intelektual yang mempunyai spesialisasi, beliau adalah
21
tokoh yang pertama kali menciptakan sistem pendidikan terutama di
pesantren dengan menggunakan metode kelas.
5. Kitab Adab al-’Alim wa-al Muta’allim
Kitab ini adalah karya K.H. Hasyim Asy‟ari. Arti kitab ini mempunyai
pengertian sopan santun atau akhlak antara pendidik dengan anak didik
yang sampai sekarang masih dipelajari diberbagai lembaga pendidikan.
Sebagaimana judulnya, kitab ini membahas penjelasan berbagai akhlak
yang berhubungan dengan pendidik dan anak didik. Kitab ini terdiri dari
atas delapan bab pembahasan, dimulai dari pengenalan terhadap
pengarang (ta‟rif al-muallif), kemudian khutbah kitab dilanjutkan dengan
bab satu, dua, tiga, sampai delapan. Pada bagian akhir ditulis surat
altaqariz (surat pujian dari ulama terhadap kemunculan kitab ini) dan
fahrasat (daftar isi).
Jadi yang penulis maksud dengan judul skripsi di atas adalah
konsep mutiara-mutiara pendidikan karakter yang terdapat dalam Kitab
Adab al-„Alim wa-al Muta‟allim karya K.H. Hasyim Asy‟ari.
H. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan skripsi merupakam suatu cara menyusun dan mengolah
hasil penelitian dari data serta bahan-bahan yang disusun menurut susunan
tertentu, sehingga menghasilkan kerangka skripsi yang sistematis dan mudah
dipahami. Adapun sistematika akan penulis jelaskan sebagai berikut :
22
Bab I Pendahuluan. Dalam bab ini meliputi : latar belakang masalah,
rumusan masalah, tujuan penelitian, kajian pustaka, metode dan pendekatan
penelitian, penegasan istilah, sistematika penulisan skripsi.
Bab II Biografi inteletual K.H. Hasyim Asy‟ari. Pembahasannya
meliputi riwayat hidup K.H. Hasyim Asy‟ari, mulai dari keluarga, kelahiran,
silsilah keluarga, pengabdian dalam masyarakat, negara, serta latar belakang
pendidikan dan karyanya.
Bab III Berisikan tentang garis besar Kitab Adab al-‟Alim wa-al
Muta‟allim karya K.H. Hasyim Asy‟ari dan mutiara-mutiara pendidikan
karakter yang terdapat dalam kitab tersebut.
Bab IV Analisis Pendidikan Karakter di dalam kitab Adab al-„Alim
wa-al Muta‟allim karya K.H. Hasyim Asy‟ari.
Bab V Penutup. Dalam bab ini meliputi : Kesimpulan, Saran-saran,
Penutup.
23
BAB II
BIOGRAFI INTELEKTUAL K.H. HASYIM ASY’ARI
Uraian biografi intelektual K.H. Hasyim Asy‟ari disusun dengan rangkaian
sebagai berikut: (a) keluarga; (b) riwayat pendidikan; dan (c) karya-karyanya.
A. Keluarga K.H. Hasyim Asy’ari
1. Kelahiran K.H. Hasyim Asy’ari
K.H. Hasyim Asy‟ari adalah salah satu tokoh yang penting di Indonesia.
Beliau adalah salah satu tokoh yang mendapatkan gelar Pahlawan dimata
pemerintah, beliau adalah pendiri organisasi yang untuk saat ini dianggap
terbesar di Indonesia, yaitu Nahdlatul Ulama (1926).
K.H. Hasyim Asy‟ari lahir dari keluarga elit kyai Jawa pada
selasa kliwon, 24 Dzulqa‟dah 1287 H/14 Februari 1871 M, di pondok
pesantren Gedang, desa Tambakrejo, sekitar 2 km arah utara kota
Jombang. Ayahnya, Asy‟ari adalah pendiri pondok pesantren Keras di
Jombang, sementara kakeknya, Kyai Usman merupakan seorang kiai
terkenal dan pendiri pondok pesantren Gedang yang didirikan pada abad
ke-19. Selain itu moyangnya yang bernama Abdussalam yang biasanya
disebut dengan Mbah Sichah adalah pendiri pondok pesantren
Tambakberas Jombang (Ghofir, 2012 : 75).
K.H. Hasjim Asy'ari memiliki garis keturunan baik dari Sultan
Pajang Jaka Tingkir juga mempunyai keturunan ke raja Hindu Majapahit,
Raja Brawijaya V (Lembupeteng), yang berputra Karebet atau Jaka
24
Tingkir. Jaka Tingkir adalah Raja Pajang pertama (tahun 1568 M)
dengan gelar Sultan Pajang atau Pangeran Adiwijaya.
Brawijaya V memiliki beberapa putera, diantaranya adalah
dikenal dengan sebutan Joko Tingkir atau Mas Karebet. Istilah Joko
Tingkir menunjukkan asal usulnya, yakni seorang pemuda yang berasal
dari Tingkir, sebuah perkampungan dekat Salatiga. Sedangkan, istilah
Karebet merupakan penanda bahwa ia berasal dari keturunan priati,
pangeran, atau anak bangsawan. Joko Tingkir kemudian dinikahkan
dengan putri Sultan Trenggono, seorang raja ketiga pada Kerajaan Islam
Demak. Kepahlawanan dan jasa Joko Tingkir terhadap Islam antara lain
ia mampu mengislamkan rakyat Pasuruan.
Dalam riwayat hidupnya, K.H. Hasyim Asy‟ari pernah menikah
sebanyak empat kali, semuanya istrinya adalah anak kiai. Keempat
istrinya tersebut adalah Khadijah putrid Kiai Ya‟kub dari pondok
pesantren Siwalan Panji Sidoarjo, Nafisah putri Kiai Romli dari
Kemuning Kediri, Nafiqah putri Kiai Ilyas daei Sewulan Madiun,
Masrurah putrid saudara Kiai Ilyas pemimpin pondok pesantren
Kapurejo Kediri. Pertama, pernikahannya dengan Khadijah mempunyai
seorang putra laki-laki bernama Abdullah, namun ia meninggal ketika
masih bayi. Kedua, pernikahan dengan Nafiqah, K.H. Hasyim Asy‟ari
mempunyai 10 orang putera, yaitu Hannah, Khairiyah (Ummu Abd
Djabbar), A‟isyah (Ummu Muhammad), Ummu Abdul Haq, A. Wahid
Hasyim, A. Hafidz Hasyim, A. Karim Hasyim, Ubaidillah, Masrurah,
25
dan Yusuf Hasyim. Ketiga, pernikahannya dengan Masrurah mempunyai
putera, yaitu A. Kadir Hasyim, Fatimah Khadijah, dan Ya‟kub (Ghofir,
2012 : 76-77).
Pernah terjadi dialog yang mengesankan antara dua ulama besar,
K.H. Hasyim Asy‟ari dengan K.H. Mohammad Cholil, gurunya. “Dulu
saya memang mengajar Tuan. Tapi hari ini, saya nyatakan bahwa saya
adalah murid Tuan,” kata Mbah Cholil, begitu Kyai dari Madura ini
populer dipanggil. Kyai Hasyim menjawab, “Sungguh saya tidak
menduga kalau Tuan Guru akan mengucapkan kata-kata yang demikian.
Tidakkah Tuan Guru salah raba berguru pada saya, seorang murid Tuan
sendiri, murid Tuan Guru dulu, dan juga sekarang. Bahkan, akan tetap
menjadi murid Tuan Guru selama-lamanya.” Tanpa merasa tersanjung,
Mbah Cholil tetap bersikeras dengan niatnya. “Keputusan dan kepastian
hati kami sudah tetap, tiada dapat ditawar dan diubah lagi, bahwa kami
akan turut belajar di sini, menampung ilmu-ilmu Tuan, dan berguru
kepada Tuan” katanya. Karena sudah hafal dengan watak gurunya, Kyai
Hasyim tidak bisa berbuat lain selain menerimanya sebagai santri.
Lucunya, ketika turun dari masjid usai shalat berjamaah,
keduanya cepat-cepat menuju tempat sandal, bahkan kadang saling
mendahului, karena hendak memasangkan ke kaki gurunya.
Sesungguhnya bisa saja terjadi seorang murid akhirnya lebih pintar
ketimbang gurunya. Dan itu banyak terjadi. Namun yang ditunjukkan
Kyai Hasyim juga Kyai Cholil; adalah kemuliaan akhlak. Keduanya
26
menunjukkan kerendahan hati dan saling menghormati, dua hal yang
sekarang semakin sulit ditemukan antara anak didik dan pendidik
sekarang. Mbah Cholil adalah Kyai yang sangat masyhur pada
zamannya. Hampir semua pendiri NU dan tokoh-tokoh penting NU
generasi awal pernah berguru kepada pengasuh sekaligus pemimpin
Pesantren Kademangan, Bangkalan, Madura, ini.
2. Silsilah Keluarga
K.H. Hasyim Asy‟ari merupakan salah seorang dari sebelas keturunan K.
Asy‟ari dengan Nyai Halimah. K.H. Hasyim Asy‟ari yang kelak menjadi
ulama termasyhur dan pendiri Nahdlatul Ulama, organisasi keagamaan
yang terbesar di Indonesia. Silsilah dari jalur ibunda K.H. Hasyim
Asy‟ari bersambung Jaka Tingkir, tokoh yang kemudian lebih dikenal
dengan Sultan Hadiwijaya yang berasal dari kerajaan Demak.
27
Silsilah K.H. Hasyim Asy’ari (KPG Tempo, 2011 : 35, Bakar, 2011, Zuhri,
2010 : 181)
K.H. Hasbullah
K.H. Abdul Wahab
Siti Khotijah K.H. Bisri Samsuri
Zahro M. Ilyas
K.H. A. Wahib Hasyim Sholihah
Aisyah Abdurrahman
Wiwiek Zakiah Maftuh Basyumi Salahuddin
Lily Wahid
Umar Hasyim
M. Hasyim
BRAWIJAYA VI
(141498) Jaka Tarub I
Jaka Tarub II
Kiai Ageng Saba
Kiai Ageng Solo
Kiai Ageng Ketis
Pangeran Kajuran
Kiai Ageng Pemanahan
Panembahan Senopati
Jaka Tingkir
Pangeran Benawa
Ahmad
Abdul Jabar
Sichan
Pangeran Sambo
Lajjanah K. Usman
Nyai Halimah K. Asy‟ari
K.H. Hasyim Asy‟ari Nafiqah
Markinah Kiai Ilyas
Fatimah
M. Qolyubi
28
3. Masa Kecil K.H. Hasyim Asy’ari
Bakat kepemimpinan K.H. Hasyim Asy‟ari sudah tampak sejak
masa kanak-kanak. Ketika bermain dengan teman-teman sebayanya,
Hasyim kecil selalu menjadi penengah. Jika melihat temannya melanggar
aturan permainan, ia akan menegurnya. Ia membuat temannya senang
bermain karena sifatnya yang suka menolong dan melindungi sesama.
Pada tahun 1293 H/1876 M, tepatnya ketika berusia 6 tahun,
Hasyim kecil bersama kedua orang tuanya pindah ke desa Keras, sekitar
8 km arah selatan kota Jombang. Kepindahan mereka adalah membina
masyarakat di sana. Di desa Keras, Kiai Asy‟ari diberi tanah oleh kepala
desa yang kemudian digunakan untuk membangun rumah, masjid, dan
pesantren. Di sinilah Hasyim kecil dididik dasar-dasar ilmu agama oleh
orang tuanya. Hasyim juga dapat melihat secara langsung bagaimana
ayahnya membina dan mendidik para santri karena ia hidup menyatu
bersama para santri. Ia menyelami kehidupan santri yang penuh
kesederhanaan dan kebersamaan. Semua itu memberikan pengaruh yang
sangat besar pada pertumbuhan jiwa dan pembentukan wataknya di
kemudian hari. Selain ditunjang oleh kecerdasannya yang memang
brilian. Dalam usia 13 tahun, Hasyim sudah bisa membantu ayahnya
mengajar santri-santri yang lebih besar darinya (Ghofir, 2012 : 77-78).
Di samping cerdas, Hasyim juga dikenal rajin bekerja. Watak
kemandirian yang ditanamkan sang kakek telah mendorongnya untuk
berusaha memenuhi kebutuhan diri sendiri tanpa bergantung kepada
29
orang lain. Itu sebabnya, ia selalu memanfaatkan waktu luangnya untuk
belajar mencari nafkah dengan bertani dan berdagang. Hasilnya
kemudian dibelikan kitab dan digunakan untuk bekal menuntut ilmu.
Dipercayai bahwa tanda kecerdasan dan juga ketenarannya adalah
lantaran lamanya ia dalam kandungan ibunya. Masyarakat pesantren
percaya ada makna yang penting ketika ibu K.H. Hasyim Asy‟ari
mengandung kemudian bermimpi melihat bulan jatuh dari langit ke
dalam kandungannya. Mimpi ini ditafsirkan sebagai tanda bahwa anak
yang dikandung akan mendapat kecerdasan dan barakah dari Allah.
Ramalan ini tepat bagi K.H. Hasyim Asy‟ari yang sedang belajar di
bawah bimbingan orang tuanya sampai usia 13 tahun.
Pada usia 15 tahun, K.H. Hasyim Asy‟ari memutuskan untuk
belajar ke beberapa pesantren di Jawa dan Madura, yaitu pesantren
Wonokoyo Probolinggo, pesantren Langitan Tuban, pesantren Trenggilis,
pesantren Kademangan Bangkalan Madura, dan pesantren Siwalan Panji
Sidoarjo. Bagi para santri, mengikuti pelajaran diberbagai pesantren yang
mempunyai spesialisasi di dalam pengajaran ilmu agama memang sudah
menjadi kebiasaan. Santri menerima pengajaran dari berbagai ahli agama
dengan berkelana ke pesantren-pesantren yang berbeda untuk mencari
ilmu. Tradisi ini member kesempatan kepada K.H. Hasyim Asy‟ari untuk
belajar berbagai agama, seperti tata bahasa dan sastra Arab, fikih, dan
tasawuf dari K.H. Khalil Bangkalan selama 3 tahun sebelum ia
memfokuskan diri dalam bidang fikih selama dua tahun di bawah
30
bimbingan Kiai Ya‟qub dari pesantren Siwalan Panji Sidoarjo (Ghofir,
2012 : 79).
4. Pengabdian dalam Masyarakat dan Negara.
a. Mendirikan Pondok Pesantren Tebuireng
Pada penghujung abad ke-19, di sekitar Tebuireng bermunculan
pabrik-pabrik milik orang asing (terutama pabrik gula). Bila dilihat
dari aspek ekonomi, keberadaan pabrik-pabrik tersebut memang
menguntungkan karena akan membuka banyak lapangan kerja. Akan
tetapi secara psikologis justru merugikan, karena masyarakat belum
siap menghadapi industrialisasi. Mereka belum terbiasa menerima
upah sebagai buruh pabrik. Upah yang mereka terima biasanya
digunakan untuk hal-hal yang bersifat konsumtif-hedonis. Budaya
judi dan minum minuman keras pun menjadi tradisi
(http://tebuireng.org/sejarah).
Ketergantungan rakyat terhadap pabrik kemudian berlanjut
pada penjualan tanah-tanah rakyat yang memungkinkan hilangnya
hak milik atas tanah. Diperparah lagi oleh gaya hidup masyarakat
yang amat jauh dari nilai-nilai agama.
Kondisi ini menyebabkan keprihatinan mendalam pada diri
Kiai Hasyim. Beliau kemudian membeli sebidang tanah milik
seorang dalang terkenal di dusun Tebuireng. Lalu pada tanggal 26
Rabiul Awal 1317 H (bertepatan dengan tanggal 3 Agustus 1899
31
M.), Kiai Hasyim mendirikan sebuah bangunan kecil yang terbuat
dari anyaman bambu (Jawa: tratak), berukuran 6 X 8 meter.
Bangunan sederhana itu disekat menjadi dua bagian. Bagian
belakang dijadikan tempat tinggal Kiai Hasyim bersama istrinya,
Nyai Khodijah, dan bagian depan dijadikan tempat salat (mushalla).
Saat itu santrinya berjumlah 8 orang, dan tiga bulan kemudian
meningkat menjadi 28 orang (http://tebuireng.org/sejarah).
Dusun Tebuireng sempat dikenal sebagai sarang perjudian,
perampokan, pencurian, pelacuran dan perilaku negatif lainnya.
Namun sejak kedatangan K.H. Hasyim Asy‟ari dan santri-santrinya,
secara bertahap pola kehidupan masyarakat dusun tersebut berubah
semakin baik dan perilaku negatif masyarakat di Tebuireng pun
terkikis habis. Awal mula kegiatan dakwah K.H. Hasyim Asy‟ari
dipusatkan di sebuah bangunan yang terdiri dari dua buah ruangan
kecil dari anyam-anyaman bambu, bekas sebuah warung yang
luasnya kurang lebih 6 x 8 meter, yang dibelinya dari seorang
dalang. Satu ruang digunakan untuk kegiatan pengajian, sementara
yang lain sebagai tempat tinggal bersama istrinya, Nyai Khodijah.
Seiring dengan perjalanan waktu, santri yang berdatangan
menimba ilmu semakin banyak dan beragam. Kenyataan tersebut telah
mendorong Pondok Pesantren Tebuireng beberapa kali telah melakukan
perubahan kebijakan yang berkaitan dengan pendidikan. Sebagaimana
pesantren-pesantren pada zaman pendiriannya, sistem pengajaran awal
yang digunakan adalah metode sorogan, serta metode weton atau
32
bandongan atau halqah. Semua bentuk pengajaran tersebut tidak
dibedakan dalam jenjang kelas. Kenaikan tingkat pendidikan dinyatakan
dengan bergantinya kitab yang khatam (selesai) dikaji dan diikuti santri.
Materi pelajarannya pun khusus berkisar tentang pengetahuan agama
Islam, ilmu syari‟at dan bahasa Arab.
Perubahan sistem pendidikan di pesantren ini pertama kali
diadakan K.H. Hasyim Asy‟ari pada tahun 1919, yaitu dengan penerapan
sistem madrasi (klasikal) dengan mendirikan Madrasah Salafiyah
Syafi‟iyah. Sistem pengajaran disajikan secara berjenjang dalam dua
tingkat, yakni Shifir Awal dan Shifir Tsani.
Tahun 1929, kembali dilakukan pembaharuan, yaitu dengan
dimasukkannya pelajaran umum ke dalam struktur kurikulum pengajaran.
Hal tersebut adalah suatu tindakan yang belum pernah ditempuh oleh
pesantren lain pada waktu itu. Sempat muncul reaksi dari para wali santri,
bahkan para ulama dari pesantren lain. Hal demikian dapat dimaklumi
mengingat pelajaran umum saat itu dianggap sebagai kemungkaran,
budaya Belanda dan semacamnya. Hingga terdapat wali santri yang sampai
memindahkan putranya ke pondok lain. Namun, madrasah ini berjalan
terus karena Pondok Pesantren Tebuireng beranggapan bahwa ilmu umum
akan sangat diperlukan bagi para lulusan pesantren.
b. Mendirikan Nahdlatul Ulama
Sejarah kelahiran NU diawali dengan didirikannya Nahdlatul
Wathan (kebangkitan jiwa kebangsaan) oleh K.H. Wahab Hasbullah
pada tahun 1916 di Surabaya (Ghofir, 2012 :13). K.H. Wahab
Hasbullah selanjutnya mendirikan Tashwirul Afkar (dinamika
33
pemikiran) bersama dengan K.H. Dahlan Ahyat. Kemudian pada
tahun 1918 K.H. Wahab Hasbullah juga mempelopori berdirinya
Nahdlatul Tujjar (kebangkitan ekonomi) yang bertujuan untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pengembangan
usaha bersama.
Kemudian pada tanggal 26 januari 1926, rapat komite ini
melahirkan organisasi baru bernama Nahdlatul Ulama (NU), dengan
menunjuk Hadratusy Syaikh Hasyim Asy‟ari sebagai Rais Akbar
(pemimpin besar) dan sebagai penggerak dan pendiri NU adalah
Abdul Wahab Hasbullah (Ghofir, 2012 :14).
Nahdlatul Ulama menganut paham Ahlussunah waljama'ah,
merupakan sebuah pola pikir yang mengambil jalan tengah antara
ekstrem aqli (rasionalis) dengan kaum ekstrem naqli (skripturalis).
Karena itu sumber hukum Islam bagi Nahdlatul Ulama tidak hanya
al-Qur'an dan sunnah, tetapi juga menggunakan kemampuan akal
ditambah dengan realitas empirik. Cara berpikir semacam itu dirujuk
dari pemikir terdahulu seperti Abu Hasan Al-Asy'ari dan Abu
Mansur Al-Maturidi dalam bidang teologi / Tauhid / ketuhanan.
Kemudian dalam bidang fikih lebih cenderung mengikuti mazhab:
imam Syafi'i dan mengakui tiga madzhab yang lain: imam Hanafi,
imam Maliki,dan imam Hanbali sebagaimana yang tergambar dalam
lambang Nahdlatul Ulama berbintang 4 di bawah. Sementara dalam
34
bidang tasawuf, mengembangkan metode Al-Ghazali dan Junaid Al-
Baghdadi, yang mengintegrasikan antara tasawuf dengan syariat.
Menurut Endang Turmudi (2004), tujuan didirikannya NU
adalah untuk mengembangkan dan memelihara ortodoksi Islam yang
dipegang oleh kebanyakan ulama Indonesia, yakni ortodoksi
Ahlussunnah wal jama‟ah.
Adapun sikap kemsyarakatan NU yang menjadi pijakan
dalam menjalin ikatan mu‟amalah adalah :
1) Tawasut dan I„tidal yaitu sikap moderat yang berpijak pada
prinsip keadilan serta berusaha menghindari segala bentuk
pendekatan yang bersifat ekstrim.
2) Tasamuh adalah sikap toleransi yang berintikan penghargaan
terhadap perbedaan pandangan dan kemajemukan identitas
budaya masyarakat.
3) Tawazun, yaitu sikap seimbang dalam berkhidmah demi
terciptanya keserasian hubungan antara sesame umat manusia
dan antara manusia dengan Allah swt.
4) Amar ma‟ruf nahi munkar, yaitu selalu memiliki kepekaan
umtuk mendorong perbuatan yang baik, berguna dan bermanfaat
bagi kehidupan bersama, serta menolak dan mencegah semua
hal yang dapat menjerumuskan dan merendahkan nilai-nilai
kehidupan (Ghofir, 2012 : 46).
35
c. Pengabdian Kepada Negara
Perjalanan panjang sejarah perjuangan K.H. Hasyim Asy‟ari tidak
bisa diragukan lagi. Semangat nasionalismenya telah terbangun sejak
lama dan diasah ketika masa belajar di Makkah. Bersama para
sahabatnya, ia sering melakukan diskusi-diskusi terkait kondisi
negara masing-masing yang dijajah oleh imperalis Barat, hingga
sampai pada kebulatan tekad beragam di depan Ka‟bah guna
melakukan perlawanan.
Pergulatan melawan penjajahan di Indonesia terus
dikobarkan oleh K.H. Hasyim Asy‟ari, sebagaimana perlawanannya
terhadap penjajahan Belanda. Fatwa-fatwa perjuangan terus
dikumandangkan untuk membakar gelora rakyat Indonesia guna
terus melakukan perlawanan terhadap penjajahan. K.H. Hasyim
Asy‟ari pernah berfatwa mengharamkan kaum muslimin melakukan
kerjasama dengan pihak colonial Belanda menerima bantuan dalam
bentuk apapun dari Belanda. Fatwa-fatwa K.H. Hasyim Asy‟ari
selalu menjadi pegangan setiap pejuang di masa perjuangan. Salah
satu fatwanya yang paling terkenal adalah fatwa yang menyatakan
bahwa perang untuk membela bangsa dan tanah air merupakan
bagian dari jihad fi sabilillah. Fatwa ini kemudian dikenal dengan
Resolusi Jihad.
Selama masa perjuangan kemerdekaan interaksi dan
kerjasama K.H. Hasyim Asy‟ari dengan para pemimpin perjuangan
36
berjalan dengan baik dan erat. Sebagai panglima besar Tentara
Nasional Indonesia (TNI) jenderal Sudirman dan apara pejuang,
diantaranya Bung Tomo, yang memiliki hubungan erat K.H. Hasyim
Asy‟ari. Mereka senantiasa meminta nasihat dan sumbangan
pemikiran K.H. Hasyim Asy‟ari terkait dengan gerakan dan
perjuangan melawan kolonialis.
Semangat perjuangan dan fatwa Resolusi Jihad K.H. Hasyim
Asy‟ari telah merasuk dalam ssnubari para pejuang. Mereka dengan
ikhlas berlomba-lomba turut serta dalam barisan perjuangan
melawan penjajahan. Dalam pertempuran tersebut, ribuan pemuda
gugur sebagai syuhada dalam mengemban amanah suci perjuangan
membela tanah air dan membela martabat bangsa. Peristiwa resolusi
tersebut telah membuktikan bahwa kaum santri memiliki peran dan
jasa yang sangat besar pada perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Diantara perang yang diikuti oleh K.H. HAsyim Asy.ari adalah :
1) Perjuangan Melawan Belanda
K.H. Hasyim Asy‟ari dikenal memiliki sikap yang tegas dan
tanpa kompromi. Sikap tegas itu juga ditunjukkan ketika
Belanda mengalami kesulitan di Perang Dunia II. Pada waktu
itu, Belanda ingin mengambil simpati dengan mengajak rakyat
Indonesia mempertahankan negara dari penjajahan Jepang.
Belanda meminta agar rakyat Indonesia mau masuk ke dalam
barisan militer Belanda dan bersama-sama melakukan
37
perlawanan terhadap Jepang. Melihat kondisi ddan kondisi ini,
K.H. Hasyim Asy‟ari dengan lantang dan tegas mengeluarkan
fatwa yang sangat terkenal, yaitu umat Islam diharamkan masuk
menjadi tentara Belanda atau bekerjasama dengan Belanda
dalam bentuk apapun.
2) Perjuangan Melawan Jepang
Penolakan K.H. Hasyim Asy‟ari terhadap tradisi seikeirai,
menjadi awal perjuangan K.H. Hasyim Asy‟ari terhadap Jepang.
Setelah penolakan tradisi seikeirai¸ mengakibatkan K.H.
Hasyim Asy‟ari ditangkap oleh tentara Jepang dan dipenjara
selama 4 bulan. Selama didalam penjara, tentara Jepang tidak
hentinya menyiksa K.H. Hasyim Asy‟ari. Kabar dipenjaranya
K.H. Hasyim Asy‟ari tersebar cepat diberbagai pesantren dan
membuat para Konsul NU mengadakan pertemuan di Jakarta
untuk membela orang-orang NU yang ditahan Jepang. Karena
banyaknya protes yang dilakukan ulama yang dipimpin oleh
K.H. A. Wahab Hasbullah dan K.H. Abdul Wahid Hasyim
terhadap Jepang, akhirnya pada tanggal 18 Agustus 1942 K.H.
Hasyim Asy‟ari dibebaskan oleh tentara Jepang.
3) Perjuangan Melawan Belanda dan Sekutu
Meskipun proklamasi kemerdekaan Indonesia telah
diproklamirkan oleh Soekarno dan Hatta pada tanggal 17
Agustus 1945, akan tetapi kondisi dunia internasional masih
38
dalam kondisi perang dunia II. Sehingga penggunaan hukum
internasional hanya untuk memenuhi kepentingan negara-negara
pemenang pertempuran. Oleh karena itu, hukum tersebut
digunakan untuk memaksakan diri pada kedaulatan hukum
nasional dengan tidak adanya pengakuan kedaulatan sebuah
bangsa. Hal inilah yang digunakan oleh Belanda dan sekutunya
untuk masuk ke Indonesia lagi.
Melihat kondisi dan situasi yang membahayakan
kedaulatan tanah air, PBNU langsung merapatkan barisan. K.H.
Hasyim Asy‟ari memanggil K.H. A. Wahab Hasbullah, K.H.
Bisri Syamsuri, serta para Kiai lainnya guna mengumpulkan
para Kiai se-Jawa dan Madura untuk berkumpul di Surabaya,
dikantor PB Ansor Nahdlatoel Oelama (ANO). Jln. Bubutan
VI/2.
Setelah rapat darurat yang dilakukan oleh PBNU yang
dipimpin oleh K.H. Wahab Hasbullah menemukan titik temu,
akhirnya pada tanggal 23 Oktober 1945 K.H. Hasyim Asy‟ari
atas nama HB (hoofbestuur, pengurus besar) organisasi NU
mendeklarasikan seruan jihad fi sabilillah yang kemudian
dikenal dengan istilah Resolusi Jihad (Ghofir, 2012 : 88).
39
B. Riwayat Pendidikan
Dalam bidan pendidikan, K.H. Hasyim Asy‟ari dikenal memiliki semangat
dan keinginan yang kuat untuk memperoleh ilmu pengetahuan seluas-
luasnya. Karakter keras dan keinginan yang kuat di dalam mendapatkan
pengetahuan ini menjadi titik balik perjuangan para generasinya. Ia tidak
mudah puas dengan ilmu yang telah dipelajarinya dan senantiasa berpindah
guru guna memperdalam keilmuannya. Semangat dan kegigihannya mencari
ilmu tersebut menurun kepada anak dan cucunya, yaitu K.H. Wahid Hasyim
dan K.H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur).
Pendidikan K.H. Hasyim Asy‟ari sama dengan yang dialami oleh
kebanyakan santri lain yang seusianya. Pada masa kecil hingga lima tahun,
ia hidup di pondok pesantren Gedang, di bawah asuhan dan didikan
kakeknya. Tahun 1876 ayahnya, Kiai Asy‟ari, mendapat izin Kiai Usman
untuk mendirikan pesantren sendiri. Kemudian Kiai Asy‟ari mendirikan
pesantren di desa Keras, dan sejak saat itu K.H. Hasyim Asy‟ari pindah
bersama ayahnya ke pondok pesantren Keras. Di pesantren Keras K.H.
Hasyim Asy‟ari mendapatkan didikan langsung dari ayahnya. Sejak mulai
belajar ia sudah menampakkan kemauan yang besar untuk mengejar cita-
citanya. Segala pelajaran yang diterima dapat ditangkap dengan mudah.
Dalam beberapa tahun saja ia dapat menguasai berbagai kitab yang pernah
diajarkan kepadanya. Ia sering membaca buku-buku agama yang bukan
menjadi buku teks pelajarannya. Karena itu, di usia 13 tahun ia sudah
sanggup mengajarkan berbagai judul kitab kuning (Ghofir, 2012 : 79).
40
Pada usia 15 tahun, K.H. Hasyim Asy‟ari memutuskan untuk belajar
ke beberapa pesantren di Jawa dan Madura, yaitu pesantren Wonokoyo
Probolinggo, pesantren Langitan Tuban, pesantren Trenggilis, pesantren
Kademangan Bangkalan Madura, dan pesantren Siwalan Panji Sidoarjo.
Bagi para santri, mengikuti pelajaran diberbagai pesantren yang mempunyai
spesialisasi di dalam pengajaran ilmu agama memang sudah menjadi
kebiasaan. Santri menerima pengajaran dari berbagai ahli agama dengan
berkelana ke pesantren-pesantren yang berbeda untuk mencari ilmu. Tradisi
ini member kesempatan kepada K.H. Hasyim Asy‟ari untuk belajar berbagai
agama, seperti tata bahasa dan sastra Arab, fikih, dan tasawuf dari K.H.
Khalil Bangkalan selama 3 tahun sebelum ia memfokuskan diri dalam
bidang fikih selama dua tahun di bawah bimbingan Kyai Ya‟qub dari
pesantren Siwalan Panji Sidoarjo (Ghofir, 2012 : 79).
Dari beberapa pondok pesantren yang pernah menjadi tempat
belajarnya, pondok pesantren Siwalan Panji Sidoarjo merupakan pesantren
yang paling lama menjadi tempat nyantri K.H. Hasyim Asy‟ari, yaitu lima
tahun. Tanpa disadarinya selama nyantri di pondok pesantren Siwalan,
gerak gerik K.H. Hasyim Asy‟ari senantiasa diperhatikan oleh Kiai Ya‟qub,
pengasuh pondok pesantren ini kagum dengan perilaku dan kecerdasan
pemuda yang bernama Hasyim Asy‟ari sehingga ada keinginan untuk
menjadikan K.H. Hasyim Asy‟ari sebagai menantunya. Dalam nuku “K.H.
Hasyim Asy‟ari Bapak Umat Islam Indonesia”, disebutkan bahwa pada
mulanya K.H. Hasyim Asy‟ari merasa keberatan atas maksud kyai yang
41
sangat dihormatinya karena saat itu K.H. Hasyim Asy‟ari masih memiliki
keinginan yang kuat untuk memperdalam ilmu pengetahuan. Melihat
kondisi psikologis yang dialami oleh K.H. Hasyim Asy‟ari, Kiai Ya‟qub
menasihatinya dengan penuh kesabaran dan kearifan. Ia menjelaskan kepada
K.H. Hasyim Asy‟ari :
“Hasyim anakku. Benar apa kata Imam Mawardi di dalam kitabnya
minhajul Yaqin bahwa orang yang memperdalam ilmu
pengetahuan agama itu laksana orang yang sedang berada di lautan
luas, kian jauh ke tengah bukan bertambah sempit, sebaliknya
semakin luas dan dalam. Maka tidaklah beralasan bagi seseorang
untuk menganggap bahwa perkawinan itu suatu sebab terhentinya
orang mencari ilmu pengetahuan” (Ghofir, 2012 : 80).
Setelah mendapat nasihat tersebut, akhirnya K.H. Hasyim Asy‟ari
pun menerima keinginan Kyai Ya‟qub untuk meminangnya sebagai
menantu. Setelah itu, menikahlah K.H. Hasyim Asy‟ari dengan Khadijah,
seorang gadis yang pertama kali ditemukan di pondok pesantren Siwalan
Panji Sidoarjo.
K.H. Hasyim Asy‟ari telah menjadi pribadi yang memiliki
pengetahuan luas di usia muda. Meskipun begitu, ia masih merasa puas
dengan keilmuan yang dimilikinya sehingga ia melanjutkan perjalanan
pencarian ilmunya ke Makkah. Di kota suci ini ia menghabiskan waktu
selama beberapa tahun untuk berguru kepada ulama-ulama Makkah, salah
satunya ialah Syaikh Ahmad Khatib Minangkabawi yang di Makkah dikenal
dengan seorang ulama ahli hadis.
Ketika masa belajar di Makkah, K.H. Hasyim Asy‟ari sempat
ditemani oleh istrinya, yang datang dari Jawa untuk menunaikan ibadah haji
42
sekaligus menemani K.H. Hasyim Asy‟ari. Akan tetapi, tujuh bulan
kemudian istri yang disayanginya meninggal dunia setelah melahirkan anak
pertamanya yang bernama Abdullah. Tidak lama kemudian, anak sulungnya
tersebut turut mengikuti ibunya meninggalkan K.H. Hasyim Asy‟ari di kota
suci Makkah. K.H. Hasyim Asy‟ai mengalami kesedihan yang mendalam
karena ditinggalkan oleh orang-orang yang sangat dicintainya. Badai yang
menimpanya hampir tidak dapat ditahan. Ia meredam kesedihannya dengan
menjalankan ibadah mengelilingi Ka‟bah dan menyibukkan diri dengan
mempelajari kitab-kitab agama. Musibah ini tidak mematahkan
semangatnya dalam belajar. Akhirynya, sementara waktu ia kembali ke
tanah air (Ghofir, 2012 : 80-81).
Tidak lama tinggal di tanah air, K.H. Hasyim Asy‟ari kembali ke
Makkah dan bermukim di sana selama tujuh tahun (1893-1890). Selama
berada di Makkah ia belajar kepada para ulama yang terkenal di Makkah,
diantaranya Syaikh Ahmad Khatib Minangkabawi dan Syaikh Mahfudz at-
Tarmisy dari Tremas Pacitan. Syaikh Mahfudz at-Tarmisy dikenal sebagai
ulama ahli hadis sekaligus perawi hadis Bukhari yang memiliki silsilah
keilmuan dalam bidang ini dari guru-gurunya yang bermuara pada Imam
Muhammad al-Bukhari (Syaikh Abu Abdillah Muhammad ibn Ismail ibn
Ibrahim ibn Mughirah ibn Bardzibah al-Bukhari). Syaikh Mahfudz at-
Tarmisy dalam silsilah sanad termasuk generasi ke-23.
Di Makkah K.H. Hasyim Asy‟ari belajar ilmu hadis Shahih Bukhari
di bawah bimbingan Syaikh Mahfudz, hingga ia mendapatkan ijazah
43
sebagai ahli hadis sekaligus menjadi mata rantai hadis al-Bukhari ke-24 dari
Syaikh Mahfudz. K.H. Hasyim Asy‟ari sangat tertarik belajar Shahih
Bukhari sehingga ketika kembali ke Indonesia ia dikenal dengan pengajaran
hadisnya. Di bawah bimbingan Syaikh Mahfudz, K.H. Hasyim Asy‟ari juga
belajar tarekat qadariyah dan naqsabandiyah. Ilmu yang diterima oleh
Syaikh Mahfudz dari Syaikh Nawawi. Selain itu, K.H. Hasyim Asy‟ari juga
belajar fikih mazhab Syafi‟I, ilmu falak, ilmu hisab, aljabar, dan tafsir di
bawah bimbingan Syaikh Nawawi dari Banten, Syaikh Ahmad Amin al-
attar, Sayyid Sultan bin Hasyim, Sayyid Ahmad Zawawy, Syaikh Ibrahim
Arab, Syaikh Said Yamani, Sayyid Huseini al-Habsyi, Sayyid Bakar Syatha,
Syaikh Rahmatullah, Sayyid Alawy bin Ahmad al-Saqqaf, Sayyid Abbas
Maliky, Sayyid Abdullah al-Zawawy, Syaikh Shaleh Befadal, dan Syaikh
Sylthan Hasyim Daghastani.
C. Karya-karya K.H. Hasyim Asy’ari
a. Adab al-„Alim wa-al Muta‟allim
Menjelaskan tentang akhlak anak didik dalam menuntut ilmu dan
pendidik dalam menyampaikan ilmu. Kitab ini selesai ditulis pada hari
ahad, tangga; 22 jumadil tsani tahun 1342/1924 M.
b. An-Nur al-Mubin fi Mahabbah Sayyid al-Mursalin
Kitab ini membahas mengenai keimanan kepada Nabi Muhammad
SAW. Dalam pembahasannya K.H. Hasyim Asy‟ari tidak hanya
membahas kewajiban iman kepada Nabi Muhammad, tetapi juga
44
menggambarkan secara komprehensif mengenai sekitar kehidupan Nabi
seperti akhlak Nabi, istri, keluarga, pembantu, orang-orang yang pernah
menyakiti Nabi Muhammad SAW dan lain sebagainya. K.H. Hasyim
Asy‟ari juga memberikan pembelaan terhadap praktek-praktek ziarah,
tawasul, serta syafaat. Kitab ini beliau selesaikan pada tanggal 25
Sya‟ban 1346/1927 M.
c. Hasyiyah „ala Fath ar-Rahman
Kitab ini isinya berupa syarah (penjelasan) dari Risalah al-Wali Ruslan
karya Syaikh Zakariya al-Anshari.
d. Ziyadah at-Ta‟liqat
Kitab ini merupakan respon atas pendapat-pendapat Syaikh „Abd Allah
Yasin Pasuruan yang menganggap bahwa Nahdlatul Ulama hanyalah
organisasi politik
e. At-Tanbihat al-Wajibat Liman Yashna‟ al-Munkarat
Kitab ini merupakan respon beliau atas praktek mauled Nabi yang
dianggap melanggar syara‟ terutama yang terjadi di Madiun.
f. Muqaddimah al-Qanun al-Asasi li Jam‟iyah Nahdlatul Ulama dan al-
Mawa‟izh al-Arba‟in.
g. Dua risalah ini adalah tulisan yang dibuat sebagai pedoman untuk
kalangan Nahdlatul Ulama.
h. At-Tibyan fi al-Nahy „an Muqatha‟at al-Arham wa al-Aqarib wa al-
Ikhwan.
45
Kitab ini selesai ditulis pada Senin, 20 Syawal 1260 H dan diterbitkan
oleh Muktabah al-Turats al-Islami, Pesantren Tebuireng. Berisikan
pentingnya membangun persaudaraan di tengah perbedaan serta bahaya
memutus tali persaudaraan.
i. Risalah fi Ta‟kid al-Akhdzi bi Mazhab al-A‟immah al-Arba‟ah.
Mengikuti manhaj para imam empat yakni Imam Syafii, Imam Malik,
Imam Abu Hanifah dan Imam Ahmad bin Hanbal tentunya memiliki
makna khusus.
j. Mawaidz.
Adalah kitab yang bisa menjadi solusi cerdas bagi para pegiat di
masyarakat. Saat Kongres NU XI tahun 1935 di Bandung, kitab ini
pernah diterbitkan secara massal. Demikian juga Prof Buya Hamka
harus menterjemah kitab ini untuk diterbitkan di majalah Panji
Masyarakat edisi 15 Agustus 1959.
k. Risalah Ahl al-Sunnah wa al-Jamaah fi Hadits al-Mauta wa Syuruth al-
Sa‟ah wa Bayani Mafhum al-Sunnah wa al-Bid‟ah.
Kitab ini seakan menemukan relevansinya khususnya pada
perkembangan mutaakhir lantaran mampu memberikan penegasan
antara sunnah dan bid‟ah
(http://mediaaula.blogspot.co.id/2013/03/sembilan-karya-monumental-
hadratus.html).
46
l. Arba‟in Hadithan Tata‟allaq bi Mabadi‟ Jam‟iyat Nahdat al-„Ulama.
Risalah ini merupakan kondifikasi 40 hadis Nabi yang menjadi basis
legitimasi dan dasar-dasar pembentukan organisasi Nahdlatul Ulama.
m. Dhaw‟ al-Misbah fi Bayan Ahkam an-Nikah.
Kitab ini mengulas tentang prosedur pernikahan secara syar‟I, yang
meliputi hukum-hukum. Syarat, rukun, dan hak-hak dalam perkawinan.
47
BAB III
GARIS BESAR KITAB ADAB AL-‘ALIM WA-AL MUTA’ALLIM DAN
NILAI KARAKTER YANG TERKANDUNG DI DALAMNYA
A. Garis Besar Isi Kitab Adab al-‘Alim wa-al Muta’allim
Kitab ini membahas tentang akhlak atau sopan santun antara pendidik dengan
anak didik. Karena dalam pembelajaran seorang pendidik harus memahami
anak didiknya, dan sebaliknya anak didik juga harus mempunyai rasa hormat
kepada pendidik. Melihat betapa pentingnya hal tersebut, maka K.H. Hasyim
Asy‟ari menyusun sebuah risalah yang berisi tentang akhlak-akhlak yang harus
diketahui oleh setiap pendidik dan anak didik. Karena akhlak dalam mencari
sebuah ilmu menurut beliau sangat menentukan derajatnya didalam memahami
sebuah ilmu yang sedang dipelajari. Dalam risalah ini beliau sajikan runtutan-
runtutan akhlak yang harus ditempuh oleh setiap pendidik dan anak didik.
Walaupun sulit untuk menerapkan kesemuanya, akan tetapi beliau
berharap dapat menjadi suatu bahan renungan dan ingatan, betapa pentingnya
sebuah akhlak dalam pencapaian sebuah ilmu yang bermanfaat.
Dalam kitab ini terbagi menjadi delapan bab, antara lain :
1. Bab Pertama. Pada bab ini beliau menjelaskan tentang keutamaan
pendidikan. terdiri dari tiga pasal, meliputi pasal tentang keutamaan ilmu
dan ulama, pasal tentang keutamaan belajar dan mengajar, dan pasal yang
menjelaskan bahwa keutamaan ilmu hanya dimiliki ulama yang
mengamalkan ilmunya.
48
Menurut K.H. Hasyim Asy‟ari keutamaan menuntut ilmu dapat diambil
dalilnya dari Qur‟an surat al-Mujadalah ayat 11.
إذة قل لكم لض فٱفظحة فظح ٱلل ة إذة قل لكم سفظحة ف ٱلمج ت ٱلذه ءةمى أ
حمت سعملن ٱلل ز ٱلذه أسة ٱلعلم درج ٱلذه ءةمىة مىكم ٱوششة فٱوششة زفع ٱلل
خخزر
“Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: “Berlapang-
lapanglah dalam majlis”, maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi
kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: “Berdirilah kamu”, maka
berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di
antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.
Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (Q.S. al-Mujadalah
:11).
Salah satu keutamaan ilmu dan orang yang berilmu menurut K.H.
Hasyim Asy‟ari adalah dia berada di golongan para ulama yang benar-benar
mengamalkan ilmunya kecuali untuk kebaikan yang ditujukan kepada Allah,
sebagaimana yang telah dijelaskan dalam kitab Adab al-„Alim wa-al
Muta‟allim ;
ه ذ ه ةل ه حعلمم ةل حزةر ةلمشق ف حق ةلعلمتء ةلعتمل ل ةومت ة مه فضل ةلعلم
م حجىتر ةلىع لف ل ةلش م ج ةلكز ة ح ف
Salah satu keutamaan ilmu dan orang yang berilmu adalah dia berada di
golongan para ulama yang benar-benar mengamalkan ilmunya kecuali
untuk kebaikan yang hanya ditujukan kepada Allah dan Allah akan
mendekatkan mereka ke surga an-naim (Asy‟ari : 22).
49
2. Bab Kedua. Pada bab kedua ini beliau menjelaskan tentang akhlak yang
harus dipegang oleh anak didik. Dalam bab kedua ini beliau menuliskan
sepuluh macam akhlak yang harus dimiliki oleh anak didik dalam sebuah
pembelajaran, tentunya dengan harapan setelah kesepuluh akhlak
tersebut, anak didik dapat lebih mudah dalam memahami apa yang
disampaikan oleh pendidik.
Sepuluh macam akhlak yang harus diperhatikan oleh anak didik menurut
K.H. Hasyim Asy‟ari dalam kitab Adab al-„Alim wa-al Muta‟allim pada
halaman 24-28, adalah :
a. طء ق حظ ل دوض طء خلق د ةن ز قلخ مه كل د
Membersihkan hatinya hal-hal kotor, seperti bujukan-bujukan,
prasangka buruk, dengki, keyakinan yang rendah dan akhlak yang
buruk .
b. جل ج ش ذ ف لج ةلعلم حأن ق ةن حظه ةلى
Memurnikan niat dalam mencari ilmu untuk menuju kepada Allah.
c. ل ةلعلم ختح ةن ختدر حشح
Bersegera dalam menghasilkan ilmu (menggunakan kesempatan
waktu mudanya).
d. ض خز ل ةدن ةلع ختص حمت سظز فختل ةلل ر ةن قىع مه ةلق
Bersabar dan qanaah terhadap segala macam pemberian dan cobaan.
50
e. غشىم مت حق مه مزي وتري ل قتر ل ةن قظم أ
Hendaklah pandai-pandai mengatur waktunya, baik di waktu malam
maupun siang harinya yang tersisa dalam umurnya.
f. ل ة ةلشزث ل ةن قل كل
Menyederhanakan makan dan minum.
g. ع أو خشت ف جم ةل رع ةن ؤة خذ وفظ حتل
Bersikap wirai dan berhati-hati dalam segala perilaku.
h. ةص ع ةلح مه ةطختث ةلخ دد ش ل ةطشعمتا ةلم ت م ةل ةن قل
Menyedikitkan makanan dan minuman yang dapat menyebabkan
kemalasan dan kelemahan.
i. ى ذ م متلم لحق زرر ف ح و ل و ةن قل
Menyedikitkan waktu untuk tidur selagi tidak merusak dan
membahayakan kesehatan baik badan maupun hati.
j. ةن شز ةلعشزر
Meninggalkan pergaulan yang kurang bermanfaat.
3. Bab Ketiga. Bab ini menjelaskan tentang akhlak anak didik terhadap
seorang pendidik. Menurut K.H. Hasyim Asy‟ari akhlak anak didik
terhadap pendidik terbagi menjadi dua belas uraian. Kedua belas uraian
(Asy‟ari : 29-43) tersebut ialah :
51
a. ز سع ظش ةلى ز كشظج ةىخغ ل تلج ةن ق مه أخذ ةلعلم ى ل ف
ةادةث مى حظه ةاخ
Memilih seorang pendidik dan meminta kepada Allah agar dipilihkan
seorang guru yang darinya ia dapat memperoleh ilmu dan akhlak yang
bagus.
b. طق ه ل مم ه ل ل ةلعل ةلشز ذ سمت ة ع مم ن ةلش ةن ك جش
ح
Bersungguh-sungguh dan yakin bahwa guru yang dipilihnya memiliki
ilmu syariat dan dapat dipercaya.
c. ري ف ةم ةن ىقتد لش
Selalu mendengarkan dan memperhatikan apa yang telah dijelaskan
oleh pendidik.
d. درجذ ةلكمتا عشق ف م ةلشع ج ا ه ةل حع ةن ى ز ةل
Memandang pendidik dengan pandangan kemuliaan, rasa hormat, dan
meyakini bahwa gurunya memiliki derajat yang sempurna.
e. حع ممتس د حتس ل م ةن لىض ل فضل ةن عز ل حق
Mengetahui apa yang menjadi hak-hak pendidik, tidak melupakan
keutamaannya, dan senantiasa mendoakannya semasa hidup maupun
setelah wafatnya.
f. د س ر مه ةلش ةن ش خز ل جف
Bersabar terhadap kekerasan guru.
52
g. ح ةي ةءر كتن ةلش حظشبذةن ط ز ةلمجلض ةلعت ةل ف ةن ل خل ل ةلش
زي كتن مع
Tidak menemui pendidik ketika berada ditempat umum kecuali
dengan izin dari pendidik, baik ketika pendidik dalam keadaan sendiri
maupun dengan orang lain.
h. خشع حضع ة ع جلض مشزحعت حش حتادةث ةن جلض ةمت ةلش
Ketika duduk berhadapan dengan pendidik, hendaklah anak didik
duduk dengan dengan rapi, sopan, dan juga tenang.
i. حق ر ةل مكتن ةوشحظه خ تح مع ةلش
Berbicara dengan sopan dan lembut ketika bersama pendidik.
j. فتا د ذكز حكمت ف مظبلذ ة طمع ةلش
Mendengarkan semua penjelasan yang disampaikan pendidik
k. ةث طؤةا ج ةل ز مظبلذ ة ةن لظخق ةلش
Jangan menyela ketika pendidik sedang menjelaskan atau sedang
menjawab sebuah pertanyaan.
l. ه ل حتلم أ سىت ل ةلش ةذة وت
Menggunakan anggota badan yang kanan apabila hendak
menyerahkan sesuatu kepada pendidik.
4. Bab Keempat. Bab keempat menjelaskan akhlak anak didik terhadap
pelajaran dan segala yang berhubungan dengan kegiatan belajar mengajar.
Pada bab ini K.H. Hasyim Asy‟ari menguraikan menjadi tiga belas
penjelasan, yaitu (Asy‟ari : 43-55) :
53
a. ى ةن خ أ حفز
Memulai belajar ilmu dari yang bersifat fardhu „ain.
b. ى ةن شخع فز
Mempelajari ilmu-ilmu yang mendukung fardhu „ain.
c. ه ةلعلمتء ةن حذر ف ةحش ةء ةمزي مه ةل شغتا ف ةلخش ح
Mendiskusikan dan berhati-hati dalam menanggapi ikhtilaf para
ulama.
d. ح مت قز ي قخل حف ةن ح
Mentashihkan apa yang telah dibaca sebelum dihafalkan, baik dengan
pendidik maupun dengan orang lain yang anak didik yakini.
e. ز لظمتع ةلعلم ةن خك
Mempelajari ilmu pelajaran ketika masih pagi buta.
f. ةذة ز محف تس حتلمحش زةر مع ةلم تلعذ ةل ةامذ
Ketika menjelaskan sebuah pelajaran hendaknya dengan diringkas dan
senantiasa mengulang-ulang pelajaran secara terus menerus.
g. ةلقزةء ةذة ةمكه ف س رص ةن لش حلقذ
Berteman dengan orang yang lebih pintar, dan bacakanlah ilmu
padanya apabila memungkinkan supaya ia menyimaknya.
h. ه ظلم ل ةلحت ز ةذة حضز ف مجلض ةلش
Ketika menghadiri sebuah majlis, hendaknya mengucapkan salam
kepada mereka yang hadir.
i. مه طؤةا مت أ كتا ل ةن لظشح
54
Tidak malu-malu ketika menanyakan hal-hal yang belum dipahami.
j. ز ر ت مه ي ت حغ ل حش ف شق و ل ةن زة
Menunggu giliran (dalam metode sorogan) dan jangan mendahului
temannya yang lain apabila belum mendapatkan izin.
k. ةلش ه ن جلط ح أ ةن ك مع س ف ةدةح
Membacakan pelajaran dihadapan pendidik dan menetapi sikap sopan
santun.
l. ةن ظخز ل كشتث حش لشزك ةحشز
Mempelajari kembali pelajaran yang telah diajarkan secara terus
menerus.
m. ل ةن ز ج ةل تلخذ ف ةلشح
Menanamkan semangat untuk meraih sukses dalam belajar.
5. Bab Kelima. Bab kelima menjelaskan tentang akhlak yang harus ada bagi
pendidik. Menurut K.H. Hasyim Asy‟ari hal ini terdiri atas dua puluh
penjelasan (Asy‟ari : 55-70), yakni :
a. ةلع وذ ز م مزةقخذ سعتل ف ةلظ ةن
Senantiasa mendekatkan diri kepada Allah, baik ketika dalam keadaan
samar maupun nyata.
b. ةفعتل ةل ةق طكىتس ع حزكتس ف سعتل ف جم ةن س خ
Senantiasa takut kepada Allah dalam segala keadaan gerak, diam,
ucapan-ucapan, dan tindakannya.
c. ىذ ك ةن س ةلظ
55
Senantiasa bersikap tenang.
d. رع ةن س ةل
Senantiasa bersikap wira‟i.
e. ع ةةن س ةلش
Senantiasa bersikap tawadhu‟.
f. ةن س ةل شع
Senantiasa bersikap khusyu‟.
g. سعتل ري ل ع ةم ل ف جم ن سع ةن ك
Mengadukan segala permasalahannya kepada Allah.
h. ز ةا ةل ةل ل ح ص ذ د ةن لجعل لم طلمت ش و
Tidak menggunakan ilmunya untuk meraih keduniawiaan semata.
i. ةن لع م ةحىأ
Tidak selalu memanjakan murid
j. وت ةن ش لق حتلش ف ةل
Berperilaku zuhud dalam kehidupan dunia.
k. لشت رذ ئ ةلمكتطج ةن شخت ه دو
Berusaha menghindari hal-hal yang rendah dan hina.
l. ه وق مز د أ شضم م ف فعل ة ع ةلش ةن جشىج م
Menghindari tempat-tempat kotor dan maksiat.
m. ةن حتف ل ةلقت حشعتاز ةلط
Menjaga untuk tetap didalam syariat Islam.
n. ىه حت تر ةلظ ةن ق
56
Senantiasa mengamalkan sunnah Nabi.
o. ةللظتن حتلقلج ذكز سعتل د ةلقزةن ف س س
Senantiasa membaca al-Qur‟an dan berdzikir kepada Allah dengan
hati maupun lisan.
p. ةفشت ج ةلظ ء ةن عتمل ةلىتص حمكتر ةلخ مه قذ ةل
Bersikap ramah, ceria dan suka menebar salam kepada manusia.
q. بذ زي مه ةلخ ةلزد ةن ز حت ى طم ت
Membersihkan diri dari perbuatan-perbuatan yang rendah dan tidak
disukai Allah.
r. ةلعمل ةسدتد ةلعلم م ةل ز ل ةن
Menumbuhkan semangat dalam menambah ilmu dan amal.
s. ةن لظشىك ه ةطشفتدد متلعلم
Tidak menyalahgunakan ilmu serta tidak menyombongkannya.
t. ةن ششغل حتلش ى
Membiasakan diri untuk menulis.
6. Bab Keenam. Bab keenam menjelaskan tentang akhlak pendidik ketika
akan dan saat mengajar. Menurut K.H. Hasyim Asy‟ari yang perlu
diperhatikan pendidik disaat mengajar adalah (Asy‟ari : 71-80) :
a. ةل خض ش ز مه ةلح ص
Mensucikan diri dari hadas dan kotoran.
b. ةلاقذ لخض ةحظه طتح ش ج شى
Berpakaian sopan dan rapi, dan diusahakan berbau wangi.
57
c. ث ةل سعتل سقز م حشعل ةن ى
Niat beribadah kepada Allah ketika mengajarkan ilmunya kepada anak
didik.
d. ةحكت سعتل سخل
Menyampaikan hal-hal yang diajarkan oleh Allah.
e. سدتد مه ةلعلم ةل
Membiasakan diri untuk selalu menambah ilmu pengetahuan.
f. ه تلح تء للظل ةل ةل ذكز سعتل جشمتع ل ةل
Mengawali pembelajaran dengan doa dan mendoakan para ulama
yang telah meninggal.
g. ه ةلحت ز ظلم ل صل ةل فتذة
Mengucapkan salam kepada anak didik ketika datang dalam majlis.
h. ح كظزد ةلض لخت ه ةلمشة
Tidak bergurau dan banyak tertawa.
i. وعتص ضج ة ة ع قز ج ص ل ر
Tidak mengajar dalam keadaan lapar, marah, ngantuk dan sebagainya.
j. ه ع ةلحت ز جلض حترسة لجم
Dalam majlis seorang pendidik harus mengambil tempat yang
strategis.
k. ةلحشزة حظه مش ج قذ ةل كزمم ححظه ةلك
Menyampaikan materi dengan ramah, tegas, lugas, dan tidak
sombong.
58
l. ةا ز ص ق ر ةوشع در ةل
Mendahulukan materi yang dianggap penting.
m. ع ذل فت د ةل ف م شكلم ل لخحض ف مقت ة
Tidak menjelaskan pelajaran atau berbicara kepada anak didik kecuali
sesuai dengan tingkatan kelasnya.
n. ن مجلظ ه ةللغ
Menciptakan suasana yang kondusif.
o. س رفعت سةا ة ل ق ر ةلحتجذ لزفع ص
Tidak mengeraskan suara dengan lantang tanpa adanya suatu
keperluan.
p. ل ةدر ت علم قتا ل ة لم ة ةذطبل م
Bersikap terbuka terhadap pertanyaan anak didik apabila terdapat
materi yang belum dipahaminya.
q. دت مق ف مظبلذ تدةت ل ة ةن جتء
Mengulangi kembali pelajaran jika ada anak didik yang ketinggalan.
r. ةن كتن ف وفض ةح حقتت طؤا طأل
Memberi kesempatan pada anak didik untuk menanyakan hal-hal yang
belum dipahami.
7. Bab Ketujuh. Bab ketujuh menjelaskan tentang akhlak pendidik ketika
bersama anak didik. Pada bab ini K.H. Hasyim Asy‟ari membagi atas
empat belas pembahasan, yakni (Asy‟ari) :
a. ج سعتل م ذح س م م ةن ق حشعل
59
Berniat untuk belajar dan mengajar karena Allah.
b. ةحتء ةلشزع وشز ةلعلم
Berniat untuk menyebarkan ilmu dan menghidupkan syari‟at Islam.
c. ةن حج ل تلج ةلعلم متحج لىفظ
Seorang pendidik hendaknya mencintai muridnya seperti halnya
mencintai dirinya sendiri.
d. م حظه ةلشلف ف سف م لذ ةلءلقتء ف سعل ةن ظمح ل حظ
Tepat dalam penggunaan metode dalam mendidik anak didik dan
kata-kata yang baik dalam memahamkan pelajaran kepada anak didik.
e. صتي حزفق ة ةلش
Memotivasi anak didik.
f. تر قتر ة تدر ةلمحف ةن لج مه ةل لخز ف حع ةا
Memberikan latihan-latihan yang dapan menunjang pemahaman anak
didik terhadap pelajaran.
g. مت حشمل قش حتل ة مت قشض ل ف ةذة طل ةل تلج ف سح
Selalu memperhatikan kemampuan anak didik.
h. م ل حع ل حعض ز لل لخذ سفض ةن ل
Tidak pilih kasih diantara anak didiknya.
i. ةن شعت مت عتمل ح
Mengembangkan minat bakat anak didik.
j. ةن لمشىع ه سعلم ةل تلج لع خل وش
Bersikap terbuka dan sabar.
60
k. ذكز تاخم م د لحت ز د ةن ش
Cinta kasih terhadap yang hadir, dan mencari kabar apabila ada anak
didik yang tidak hadir.
l. ةن ظع ةلعتلم ف م تلح ةل لخذ حمت سظز ل
Hendaknya pendidik membantu memecahkan masalah.
m. ةن ت ج ك مه ةل لخذ لطمت ةلفت ل
Menasehati anak didik dengan keutamaan.
n. كل مظشز ة ع مع ةل تلج ةن ش
Bersikap arif, bijaksana dan tawadhu terhadap siapa saja yang
meminta petunjuk.
8. Bab Kedelapan. Bab kedelapan sebagai bab yang terakhir berisi tentang
penjelasan secara umum terhadap kitab dan segala hal yang ada hubungan
dengannya (cara mendapatkan, meletakkan dan menulisnya). Menurut
K.H. Hasyim Asy‟ari hal ini ada lima akhlak yang harus diperhatikan
dalam pembelajaran (Asy‟ari : 80-95), yakni :
a. ت حمت ةمكى حشزةء ل ةلكشج ةلمحشتع ةل حشح ىخغ ل تلج ةلعلم ةن عشى
ل ةلعلم ت ةلذر سح ترذ لو ةافتء جترد ة
Menganjurkan anak didik agar memiliki buku pelajaran yang
diajarkan, apabila tidak mampu untuk membelinya, hendaklah
meminjam kepada temannya.
b. ىخغ ت ه ل زر مى ف ت مم ف ظشحج ة ترد ةلكشتث لمه ل زر ل
ي زد ز ذل للمظشع
61
Memberikan izin ketika ada teman yang akan meminjam buku
pelajaran, sebaliknya bagi peminjam harus menjaga barang tersebut,
mengembalikan dan berterima kasih.
c. ع ةلكشج حت شختر ت ةلر مفز تلع ف ضع ل ةذة وظ مه كشتث ة
م ج لش ت م ىف ت ة زف لمت
Meletakkan buku pada tempat yang terhormat, dengan
memperhitungkan keagungan kitab dan ketinggian keilmuan
penyusunannya.
d. كزةرظ ةح سزسج ةح ط ةخزي ل ة شزةي سفق ة ةذة ةطشعتر كشتحت ة
رةق س فح ة
Periksa terlebih dahulu apabila membeli atau meminjam buku, lihat
bagian awal, tengah dan akhir buku.
e. خ ئ كل ترد ن ل ةلشز ذ فىخغ ةن ك أ مه كشج ةلعل ةذةوظ
م ح حمه ةلز ه , كشتث حكشتحز حظم ةلز أ ح خذ سشضم فتن كتن ةلكشتث مخ
ل رط ةلظ ل ةل د حم سعتل
Bila menyalin buku pelajaran syariah, hendaknya dalam keadaan suci,
kemudian diawali dengan basmalah, sedang menyalinnya muliailah
dengan hamdalah dan shalawat Nabi.
Demikian pemaparan K.H. Hasyim Asy‟ari mengenai akhlak atau sopan
santun dalam proses pembelajaran yang harus dijaga baik oleh pendidik
maupun anak didik yang disampaikan dalam kitab Adab al-„Alim wa-al
62
Muta‟allim. Dari pemikiran K.H. Hasyim Asy‟ari diatas sudah jelas bahwa
beliau ingin diantara pendidik dan anak didik selalu ada rasa hormat dan saling
menyayangi, begitupun antar sesama anak didik. Bahkan K.H. Hasyim Asy‟ari
juga memberikan arahan tentang bagaimana tata cara berakhlak kitab atau buku
pelajaran yang digunakan dalam menunjang pembelajaran.
B. Nilai-nilai Karakter yang Terkandung dalam Kitab Adab al-‘Alim wa-al
Muta’allim.
Ada beberapa nilai yang terkandung dalam kitab karya K.H. Hasyim
Asy‟ari ini, yang pasti juga menjadi hal-hal penting dalam proses
pembelajaran. Sehingga perlu bagi pelajar untuk mengetahui hal-hal apa
sajakah yang harus diketahui. Berikut nilai-nilai yang terkandung kitab Adab
al-„Alim wa-al Muta‟allim karya K.H. Hasyim Asy‟ari :
1. Takwa kepada Allah SWT
Tentu dalam pembelajaran, baik pendidik maupun anak didik harus selalu
mengedepankan rasa ketakwaannya kepada Allah. Karena bagaimanapun
juga Allah lah menentukan hasil daripada usaha yang telah dilakukan oleh
manusia.
Takwa adalah takut kepada azab Allah, yang menimbulkan suatu
konsenkuensi untuk melaksanakan semua perintah Allah dan menjauhi
segala larangan-Nya (Shaleh, 2002 : 1).
Hal ini disampaikan juga oleh K.H. Hasyim Asy‟ari melalui kitab karya
beliau sebagaimana berikut ini :
63
ةفعتل ةل ةق طكىتس ع حزكتس ف جم ف سعتل ةن س خ
Senantiasa takut kepada Allah dalam segala gerakan, diam, ucapan-
ucapan dan tindakan (Asy‟ari : 55).
2. Kemurnian Niat
Dalam lingkungan Islam, niat menjadi tolak ukur seberapa kuat keseriusan
dalam mencari ilmu. Bahkan semua perilaku manusia disesuaikan dengan
niatnya, sesuai dengan hadis Nabi,
تو ةومتلكل ةمزئ م تر ةومت ةل متا حتلى
Sesungguhnya segala amal perbuatan dengan niat, dan akan dibalas
sesuai dengan niatnya. (HR. Bukhari Muslim).
Dalam kitab Adab al-Alim wa-al Muta‟allim dijelaskan oleh K.H. Hasyim
Asy‟ari bahwasanya dalam pembelajaran dibutuhkan kemurnian niat,
جل ج ش ذ ف لج ةلعلم حأن ق ةن حظه ةلى
Dalam mencari ilmu, hendaknya dia memurnikan niatnya karena untuk
menuju Allah (Asy‟ari : 25).
3. Hati yang Bersih
Dalam proses pembelajaran tentunya harus dengan hati yang bersih.
Menjauhkan diri dari penyakit-penyakit hati, seperti halnya bujukan,
mencacat, dengki, su‟udzan (berburuk sangka), keyakinan yang rendah
maupun su‟ul khuluk (akhlak yang jelek).
Menurut K.H. Hasyim Asy‟ari penting bagi pendidik maupun anak didik
untuk mensucikan hatinya dari penyakit-penyakit hati. Hak ini tidak lain
karena untuk meraih kesuksesan dalam pembelajaran.
64
ء خلق ط ء قذد ط حظ لش دوض ةن ز قلخ مه كل ش
Membersihkan hati dari hal-hal yang kotor, seperti bujukan-bujukan,
prasangka buruk, dengki, keyakinan yang rendah dan akhlak yang buruk
(Asy'ari : 24).
4. Sabar
Sabar menjadi salah satu yang terpenting dalam proses mencari ilmu.
Karena dalam mencari ilmu sudah pasti akan ada cobaannya, baik dalam
bentuk fisik maupun material. Sehingga dalam pembelajaran dibutuhkan
fisik yang sehat dan bekal yang cukup.
Menurut K.H. Hasyim Asy‟ari sebagaimana dalam kitab Adab al-„Alim
wa-al Muta‟allim, beliau mengingatkan betapa pentingnya sabar disaat
mencari ilmu, sabar terhadap cobaan yang ada baik fisik ataupun
materiil.
د س ر مه ةلش جف ةن ش خز ل
Bersabar terhadap kekerasan guru (Asy‟ari : 31).
5. Qana‟ah
Qana‟ah merupakan sikap rela menerima dan merasa cukup atas hasil yang
diusahakannya serta menjauhkan diri dari dari rasa tidakpuas dan perasaan
kurang. Orang yang memiliki sifat qana‟ah memiliki pendirian bahwa apa
yang diperoleh atau yang ada didirinya adalah kehendak Allah
(http://www.scribd.com/doc/24471330/Perilaku-Terpuji-Qanaah-Dan-
65
Tasamuh). Dalam kitab Adab al-„Alim wa-al Muta‟allim, K.H. Hasyim
Asy‟ari menyampaikan betapa pentingnya rasa qanaah ini.
ض ةدن ةلع خز ل ختص حمت سظز فختل ةلل ر ةن قىع مه ةلق
Bersabar dan qanaah terhadap segala macam pemberian dan cobaan
(Asy‟ari : 25).
6. Tirakat
Di lingkungan pesantren sering kali mendengar istilah tirakat, karena
kehidupan di pesantren para santri sering bertirakat dalam menuntut ilmu
agama maupun ilmu umum, karena dunia pesantren percaya bahwa dalam
proses pembelajaran tidak bisa dilakukan dengan cara yang hedonis,
sehingga harus dilakukan dengan tirakat tersebut. Tirakat lebih sering
diartikan dengan menahan hawa nafsu atau berpuasa
(https://id.wikipedia.org/wiki/Tirakat).
ةص ع ةلح مه ةطختث ةلخ دد ش ل ةطشعمتا ةلم ت م ةل ةن قل
Menyedikitkan makanan dan minuman yang dapat menyebabkan
kemalasan dan dapat menyebabkan kelemahan (Asy‟ari : 27)
7. Wira‟i
Wira‟i merupakan sikap berhati-hati dalam melakukan segala sesuatu yang
berkaitan dengan hukum Islam. Menghindari hal-hal yang makruh dan
menjauhi segala sesuatu yang syubhat. Berlaku wira'i merupakan rahasia
diri agar seseorang terhindar dari sesuatu yang haram. Orang yang wira'i
(berhati-hati) berarti orang yang menjaga dirinya dari sesuatu yang
66
membuatnya tergoda oleh bujukan setan. Selalu mengingat akan kebesaran
Allah dan menjauhi segala larangan-Nya.
Menurut Samarqandi dalam kitab Tanbihul Ghafilin menjelaskan bahwa
wira‟i adalah berhati-hati dalam melakukan hukum, menghindari barang
subhat, takut menghindari haram.
Menurut K.H. Hasyim Asy‟ari dalam kitabnya dijelaskan bahwa dalam
pembelajaran pendidik maupun anak didik harus bisa berhai-hati dalam
hal apapun, untuk menghindarkan dari hal-hal yang bisa mengganggu
kesuksesan pembelajaran.
رع ةن س ةل
Senantiasa bersikap wira‟i (Asy‟ari : 55).
8. Tawadhu‟
Tawadhu‟ adalah tidak memandang pada diri sendiri lebih dari orang
lainnya, bahkan memandangnya sama-sama, dan tidak menonjolkan diri
(Masy‟ari, 2008 : 66).
Tawadhu merupakan salah satu bagian dari akhlak mulia jadi sudah
selayaknya dalam proses pembelajaran hendaknya bersikap tawadhu,
karena tawadhu merupakan salah satu akhlak terpuji yang wajib dimiliki
oleh setiap anak didik dan juga pendidik. Tawadhu‟ merupakan sikap
hormat dari anak didik kepada seorang pendidik, sehingga anak didik akan
selalu merasa hormat terhadap pendidik. Bagi pendidik juga harus
memiliki rasa tawadhu‟, karena rasa tawadhu‟ merupakan cara untuk
67
menjauhkan diri dari sifat sombong. Sehingga pendidik juga akan
mempunyai rasa hormat kepada siapapun.
Dalam kitab Adab al-„Alim wa-al Muta‟allim karya K.H. Hasyim Asy‟ari
ini dijelaskan juga, yakni :
ع ةن س ةلش
Senantiasa bersikap tawadhu‟ (Asy‟ari : 55 ).
9. Khusyu‟
Khusyu‟ artinya kelembutan hati, ketenangan sanubari yang berfungsi
menghindari keinginan keji yang berpangkal dari memperturutkan hawa
nafsu hewani, serta kepasrahan di hadapan ilahi yang dapat melenyapkan
keangkuhan, kesombongan dan sikap tinggi hati
(https://eidariesky.wordpress.com/2010/06/25/definisi-dan-pengertian-
khusyu/).
Memang dalam pembelajaran ilmu pengetahuan tidak akan bisa dipahami
ketika diikuti dengan gurauan yang berlebihan, sehingga K.H. Hasyim
Asy‟ari menekankan dalam proses pembelajaran hendaklah dengan
kekhusyukkan.
ع ةن س ةل ش
Senantiasa bersikap khusyu‟ (Asy‟ari : 55).
10. Bijaksana
Dalam menuntut ilmu sudah pasti akan ada perbedaan-perbedaan
pendapat, hal ini karena setiap manusia mempunyai cara pandang yang
berbeda, sehingga menghasilkan pendapat yang berbeda. Maka dari itu,
68
diperlukan sifat bijaksana yang digunakan untuk mengkontrol hati dan
pikiran. Sehingga tetap tenang dalam menghadapi kondisi yang sesulit
apapun.
Dalam hal ini, K.H. Hasyim Asy‟ari memberikan penekanan agar
mempunyai sikap bijaksana yang telah dijelaskan di dalam kitabnya.
ه ةلعلمتء شغتا ف ةلخش ح ةن حذر ف ةحش ةء ةمزي مه ةل
Mendiskusikan dan berhati-hati dalam menanggapi ikhtilaf para ulama
(Asy‟ari : 45-46).
11. Zuhud
Zuhud merupakan salah satu cara untuk meninggalkan kemewahan
duniawi, sehingga dalam proses belajar tidak akan memusingkan hal-hal
yang berkaitan dengan duniawi. Zuhud juga sikap berpaling dan
meninggalkan sesuatu yang disayangi yang bersifat material atau
kemewahan duniawi dengan mengharap dan menginginkan sesuatu wujud
yang lebih baik dan bersifat spiritual atau kebahagiaan akhirat. Karena
dianggap penting dalam proses pembelajaran, Ada tiga tanda kezuhudan
yang ada pada seseorang. Pertama, tidak gembira dengan apa yang ada
dan tidak bersedih karena ada hal yang hilang. Kedua, sama saja disisinya
orang yang mencela dan orang yang mencacinya. Ketiga, hendaknya ia
bersama Allah dan hatinya lebih banyak didominasi oleh lezatnya
keta‟atan, karena hati tidak dapat terbebas sama sekali dari cinta; cinta
dunia atau cinta Allah (Hawwa, 1998 : 329). K.H. Hasyim Asy‟ari pun
mengingatkan agar selalu bersifat zuhud dalam proses pembelajaran.
69
وت ةن ش لق حتلش ف ةل
Berperilaku zuhud dalam kehidupan dunia (Asy‟ari : 58-89).
12. Etos Kerja yang Kuat
Tentu dalam proses pembelajaran dibutuhkan tekad yang kuat, karena
sudah pasti dalam hal ini akan ditemui beberapa kesulitan-kesulitan yang
dialami dalam proses pembelajaran.
Etos kerja tersebut terkandung gairah semangat yang kuat untuk
mengerjakan sesuatu secara optimal, lebih baik, dan bahkan berupaya
untuk mencapai kualitas kerja yang sesempurna mungkin (Tasmara, 2002 :
15). Dalam hal ini, K.H. Hasyim Asy‟ari menjelaskan melalui kitab beliau
yang berbunyi,
ةلعمل ةسدتد ةلعلم م ةل ز ل ةن
Menumbuhkan semangat dalam menambah ilmu dan amal (Asy‟ari : 66-
68).
70
BAB IV
ANALISIS PENDIDIKAN KARAKTER
DALAM KITAB ADAB AL-‘ALIM WA-AL MUTA’ALLIM
A. Analisis Pendidikan Karakter dalam Kitab Adab al-‘Alim wa-al
Muta’allim
Dalam buku Kapita Selekta Pendidikan Islam halaman 222, mengatakan
bahwa Islam sebagai agama dan pandangan hidup yang diyakini mutlak
kebenarannya akan memberikan arah dan landasan etis serta moral
pendidikan (Nata, 2003 : 222).
Dalam kaitan ini Malik Fajar dalam Abudin Nata mengatakan
bahwanhubungan antara Islam dengan Pendidikan bagaikan dua sisi dari
sekeping mata uang, artinya Islam dan pendidikan mempunyai hubungan
filosofis yang snagat mendasar. Namun demikian, upaya menghubungkan
antara Islam dengan pendidikan dan masalah lainnnya dalam peta pemikirah
Islam, masih dijumpai adanya perdebatan yang hingga kini masih belum
tuntas (Nata, 2003 : 222).
Dengan demikian, tugas ini pada gilirannya para pakar pendidikan
Islam untuk terus mengembangkan kajiannya sesuai dengan tuntutan zaman.
Jika tugas ini tidak direspon secara professional maka tidak mustahil ajaran
Islam akan ditinggalkan oleh para penganutnya, dan dinilai sebagai barang
kuno yang sekedar menjadi perhiasan atau lebih tidak menguntungkan lagi
menjadi barang rongsokan.
71
Pola pemikiran kependidikan K.H. Hasyim Asy‟ari dalam Kitab
Adab al-„Alim wa-al Muta‟allim beliau mengawali penjelasannya langsung
dengan mengutip ayat-ayat al-Qur‟an dan hadits, yang kemudian diulas dan
dijelaskan dengan singkat dan jelas. Dalam kitab karya beliau ini, beliau
sudah memaparkan tentang beberapa hal yang harus diperhatikan saat
menuntut ilmu pengetahun, baik bagi pendidik maupun anak didik, baik
sebelum memulai pembelajaran, saat pembelajaran maupun sesudah
pembelajaran.
Para anak didik tidak akan memperoleh ilmu dan tidak akan dapat
mengambil manfaatnya tanpa mau menghormati pendidik. Karena ada yang
mengatakan bahwa orang-orang yang telah berhasil, mereka ketika masa
mencari ilmu sangat menghormati ilmu dan gurunya, dan orang-orang yang
tidak berhasil dalam menuntut ilmu karena mereka tidak mau menghormati
ilmu dan gurunya (al-Zarnuji, tt : 16).
Terdapat dua hal yang harus diperhatikan dalam menuntut ilmu,
yaitu : pertama : bagi anak didik hendaknya berniat suci untuk menuntut
ilmu, jangan berniat untuk hal-hal duniawi, dan jangan merendahkan
pendidik ataupun buku-buku yang dipelajari. Kedua, bagi pendidik dalam
mengajarkan ilmu hendaknya meluruskan niatnya terlebih dahulu, tidak
mengharapkan materi semata. Disamping itu, yang diajarkan hendaknya
sesuai dengan tindakan-tindakan yang diperbuat.
Dalam hal ini, yang dititik beratkan adalah pada pengertian bahwa
belajar merupakan ibadah untuk mencari ridha dan akhirat (al-Zarnuji, tt :
72
10). Karena belajar harus diniatkan untuk mengembangkan dan
melestarikan nilai-nilai Islam.
Untuk menganalisis konsep pendidikan karakter yang dikembangkan
oleh K.H. Hasyim Asy‟ari, penulis menggunakan kerangka yang ditawarkan
oleh FW. Foester dengan empat ciri dasar pendidikan karakter, sebagaimana
yang telah penulis nyatakan pada penegasan istilah di Bab I, yakni: (1)
menghargai nilai normatif; (2) koherensi atau membangun rasa percaya diri;
(3) otonomi; dan (4) keteguhan dan kesetiaan.
1. Menghargai Nilai Normatif.
Pendidikan karakter menekankan setiap tindakan berpedoman terhadap
nilai normatif. Anak didik menghormati norma-norma yang ada dan
berpedoman pada norma tersebut.
Selanjutnya kami akan memasukkan beberapa nilai yang
terkandung dalam Kitab Adab al-„Alim wa-al Muta‟allim ke dalam teori
FW. Foerster yang berkaitan dengan menghargai nilai normatif ini.
a. Takwa kepada Allah SWT
Takwa dalam bahasa Arab berarti memelihara diri dari siksaan Allah
dengan mengikuti segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-
Nya; tidak cukup diartikan dengan takut saja. Adapun arti lain dari taqwa
adalah melaksanakan segala perintah Allah, menjauhkan diri dari segala
yang dilarang Allah (haram) , dan ridho (menerima dan ikhlas) dengan
hukum-hukum dan ketentuan Allah.
(https://id.wikipedia.org/wiki/Taqwa).
73
Al-Qur‟an yang merupakan wahyu Allah, terutama sekali dalam
periode awal misi kenabian Muhammad, banyak sekali terdapat visi
tentang hari akhir yang sangat mengagumkan. Dan konsep takwa
sangat erat kaitannya dengan kondisi yang umum ini. Dengan kata
lain, takwa dalam konteks yang khusus itu, merupakan ketakutan
terhadap malapetaka yang akan terjadi pada hari kiamat. (Izutsu,
1993 : 318).
ءر مر ت ذ ت ةلىتص ةسقة رحكم إن سلشلذ ةلظ ت أ
Hai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu; sesungguhnya
kegoncangan hari kiamat itu adalah suatu kejadian yang sangat
besar (dahsyat). (Q.S. al-Hajj : 1).
Dari dua keterangan diatas jelas bahwa takwa merupakan rasa
kehambaan yang maksimal kepada Allah, tidak hanya
melaksanakan kewajiban dari-Nya akan tetapi juga harus menjauhi
semua yang dilarang oleh Allah.
Takwa adalah takut kepada azab Allah, yang menimbulkan suatu
konsekuensi untuk melaksanakan semua perintah Allah dan
menjauhi segala larangan-Nya (Shaleh, 2002 : 1).
74
K.H. Hasyim Asy‟ari menjelas makna takwa dengan sebuah rasa
takut kepada Allah dalam segala keadaan, baik dalam gerakan
maupun diam dan dalam ucapan maupun tindakan.
ةفعتل ةل ةق طكىتس ع حزكتس ف سعتل ف جم ةن س خ
Hendaklah selalu takut kepada Allah dalam segala keadaan gerak,
diam, ucapan, dan tindakannya (Asy‟ari : 55).
b. Selalu berdzikir kepada Allah
Dzikir merupakan usaha manusia untuk selalu mengingat Allah,
baik secara lisan maupun secara batin. Selalu mengingat Allah
merupakan nilai plus dalam proses mencari ilmu pengetahuan,
sehingga sebisa mungkin bagi pendidik maupun anak didik untuk
selalu mengingat Allah.
Dzikir bukan hanya bermanfaat bagi kesempurnaan akal manusia
saja. Tetapi, Allah masih memberikan kelebihan atau manfaat lain
terhadap orang-orang yang selalu mengingat (berdzikir) kepada-
Nya. (Suyadi, 2008 : 28).
Oleh karena itu, hendaklah kita selalu mengingat Allah, selain
untuk mendekatkan diri kepada Allah, mengingat (berdzikir)
kepada Allah dapat membantu dalam mencerdaskan otak. K. H.
75
Hasyim Asy‟ari pun mengajarkan kepada para santri untuk selalu
berdzikir (mengingat) Allah, sebagai mana dalam kitab beliau :
ةللظتن حتلقلج ذكز سعتل د ةلقزةن ف س س
Senantiasa membaca al-Qur‟an dan berdzikir kepada Allah dengan
hati maupun lisan (Asy‟ari : 62)
c. Cinta kepada Nabi
Cinta dalam bahasa Arab disebut al-hubb atau mahabbah yang
berasal dari kalimat habba – hubban – hibban, yang berarti
waddahu, yang punya makna kasih atau mengasihi. Ada juga yang
mengatakan, hub berakar dari kata habbah karena ia adalah air bah
besar. Cinta dinamakan mahabbah karena ia adalah kepedulian
yang paling besar dari cita hati (Rumi, 2004 : 70).
Baik pendidik maupun anak didik harus memperhatikan rasa cinta
kepada Nabi, tentu setelah bertakwa kepada Allah, juga harus
mencintai kekasih Allah, yakni para Nabi terlebih kepada Nabi
Muhammad saw. Allah pun secara khusus menyuruh kepada para
malaikat untuk selalu bershalawat kepada Nabi Muhammad saw,
tentu kita sebagai umat beliau harus mempunyai rasa cinta kepada
Nabi Muhammad saw. K. H. Hasyim Asy‟ari pun mengingatkan
baik pendidik maupun anak didik harus selalu mencintai kepada
76
Nabi, sebagai mana dijelaskan dalam kitab Adab al-Alim wa-al
Muta‟allim :
ىه حت تر ةلظ ةن ق
Senantiasa mengamalkan sunnah Nabi (Asy‟ari : 61)
d. Kemurnian Niat
Dalam lingkungan Islam, niat menjadi tolak ukur seberapa kuat
keseriusan dalam mencari ilmu. Bahkan semua perilaku manusia
disesuaikan dengan niatnya, sesuai dengan hadis Nabi,
تو ةومتلكل ةمزئ م تر ةومت ةل متا حتلى
Sesungguhnya segala amal perbuatan dengan niat, dan akan
dibalas sesuai dengan niatnya. (HR. Bukhari Muslim).
Dalam kitab Adab al-Alim wa-al Muta‟allim dijelaskan oleh K.H.
Hasyim Asy‟ari bahwasanya dalam pembelajaran dibutuhkan
kemurnian niat.
جل ج ش ذ ف لج ةلعلم حأن ق ةن حظه ةلى
Dalam mencari ilmu, hendaknya dia memurnikan niatnya karena
untuk menuju Allah (Asy‟ari : 25).
77
e. Hati yang bersih
Dalam proses pembelajaran tentunya harus dengan hati yang
bersih. Menjauhkan diri dari penyakit-penyakit hati, seperti halnya
bujukan, mencacat, dengki, su‟udzan (berburuk sangka), keyakinan
yang rendah maupun su‟ul khuluk (akhlak yang jelek).
Menurut K.H. Hasyim Asy‟ari penting bagi pendidik maupun anak
didik untuk mensucikan hatinya dari penyakit-penyakit hati. Hak
ini tidak lain karena untuk meraih kesuksesan dalam
pembelajaran.
ء خلق ط ء قذد ط حظ لش دوض ةن ز قلخ مه كل ش
Membersihkan hati dari hal-hal yang kotor, seperti bujukan-
bujukan, prasangka buruk, dengki, keyakinan yang rendah dan
akhlak yang buruk (Asy'ari : 24).
f. Hormat kepada guru
Rasa hormat merupakan perwujudan dari pengakuan atas
keberadaan orang lain tanpa memedulikan predikat yang melekat
pada diri orang tersebut. Bahkan rasa hormat tetap diperlukan
meskipun orang kita hormati berada di bawah kita secara predikat
(Munir , 2010 : 103)
K. H. Hasyim Asy‟ari pun mengingatkan baik kepada pendidik
maupun anak didik untuk mempunyai rasa saling hormat, dalam
kitab Adab al-„Alim wa-al Muta‟allim beliau menjelaskan :
درجذ ةلكمتا عشق ف م ةلشع ج ا ه ةل حع ةن ى ز ةل
78
Memandang pendidik dengan pandangan kemuliaan, rasa hormat,
dan meyakini bahwa gurunya memiliki derajat yang sempurna
(Asy‟ari : 30)
2. Koherensi atau Membangun Rasa Percaya Diri.
Adanya koherensi atau membangun rasa percaya diri dan keberanian,
dengan begitu anak didik akan menjadi pribadi yang teguh pendirian
dan tidak mudah terombang-ambing dan tidak takut resiko setiap kali
menghadapi situasi baru.
Selanjutnya kami akan memasukkan beberapa nilai yang
terkandung dalam kitab Adab al-„Alim wa-al Muta‟allim ke dalam teori
FW. Foerster yang berkaitan dengan Membangun rasa percaya diri ini :
a. Etos kerja yang kuat
Tentu dalam proses pembelajaran dibutuhkan tekad yang kuat,
karena sudah pasti dalam hal ini akan ditemui beberapa kesulitan-
kesulitan yang dialami dalam proses pembelajaran.
Etos kerja tersebut terkandung gairah semangat yang kuat untuk
mengerjakan sesuatu secara optimal, lebih baik, dan bahkan
berupaya untuk mencapai kualitas kerja yang sesempurna mungkin
(Tasmara, 2002 : 15).
Satu hal barang kali cukup jelas. Yaitu bahwa adanya etos kerja
yang kuat memerlukan kesadaran pada orang bersangkutan tentang
kaitan suatu kerjan dengan pandangan hidupnya yang lebih
79
menyeluruh, yang pangdangan hidup itu memberinya keinsafan
akan makna dan tujuan hidupnya (Madjid, 2003 : 216). Dalam hal
ini, K.H. Hasyim Asy‟ari menjelaskan melalui kitab beliau yang
berbunyi :
ةلعمل ةسدتد ةلعلم م ةل ز ل ةن
Menumbuhkan semangat dalam menambah ilmu dan amal (Asy‟ari
: 66-68).
b. Zuhud
Zuhud merupakan salah satu cara untuk meninggalkan kemewahan
duniawi, sehingga dalam proses belajar tidak akan memusingkan
hal-hal yang berkaitan dengan duniawi. Zuhud juga sikap
berpaling dan meninggalkan sesuatu yang disayangi yang bersifat
material atau kemewahan duniawi dengan mengharap dan
menginginkan sesuatu wujud yang lebih baik dan bersifat spiritual
atau kebahagiaan akhirat. Karena dianggap penting dalam proses
pembelajaran, Ada tiga tanda kezuhudan yang ada pada seseorang.
Pertama, tidak gembira dengan apa yang ada dan tidak bersedih
karena ada hal yang hilang. Kedua, sama saja disisinya orang yang
mencela dan orang yang mencacinya. Ketiga, hendaknya ia
bersama Allah dan hatinya lebih banyak didominasi oleh lezatnya
keta‟atan, karena hati tidak dapat terbebas sama sekali dari cinta;
cinta dunia atau cinta Allah (Hawwa, 1998 : 329).
80
K.H. Hasyim Asy‟ari pun mengingatkan agar selalu bersifat zuhud
dalam proses pembelajaran.
c. وت ةن ش لق حتلش ف ةل
Berperilaku zuhud dalam kehidupan dunia (Asy‟ari : 58-89).
c. Khusyu‟
Khusyu‟ artinya kelembutan hati, ketenangan sanubari yang
berfungsi menghindari keinginan keji yang berpangkal dari
memperturutkan hawa nafsu hewani, serta kepasrahan di hadapan
ilahi yang dapat melenyapkan keangkuhan, kesombongan dan sikap
tinggi hati (https://eidariesky.wordpress.com/2010/06/25/definisi-
dan-pengertian-khusyu/).
Memang dalam pembelajaran ilmu pengetahuan tidak akan bisa
dipahami ketika diikuti dengan gurauan yang berlebihan, sehingga
K.H. Hasyim Asy‟ari menekankan dalam proses pembelajaran
hendaklah dengan kekhusyukkan.
ع ةن س ةل ش
Senantiasa bersikap khusyu‟ (Asy‟ari : 55).
d. Mempunyai keberanian untuk bertanya
Dalam dunia pendidikan, tidak semua anak didik memiliki
kesamaan dalam hal memahami pelajaran yang disampaikan oleh
pendidik, hal itu memungkinkan adanya anak didik yang kurang
bisa memahami pelajaran, sehingga dia harus bertanya kepada
pendidik untuk bisa memahami semua pelajaran.
81
Dalam hal ini K.H. Hasyim Asy‟ari pun mengingatkan agar
mempunyai rasa keberanian bertanya ketika ada pelajaran yang
belum dipahami oleh anak didik.
مه طؤةا مت أ كتا ل ةن لظشح
Tidak malu-malu ketika menanyakan hal-hal yang belum dipahami
(Asy‟ari : 50-51).
3. Otonomi
Adanya otonomi, yaitu anak didik menghayati dan mengamalkan aturan
dari luar sampai menjadi nilai-nilai bagi pribadinya. Dengan begitu,
anak didik mampu mengambil keputusan mandiri tanpa dipengaruhi
oleh desakan dari pihak luar.
Selanjutnya kami akan memasukkan beberapa nilai yang
terkandung dalam kitab Adab al-alim wa-al Muta‟allim ke dalam teori
FW. Foerster yang berkaitan dengan otonomi ini :
a. Bijaksana
Dalam menuntut ilmu sudah pasti akan ada perbedaan-perbedaan
pendapat, hal ini karena setiap manusia mempunyai cara pandang
yang berbeda, sehingga menghasilkan pendapat yang berbeda.
Maka dari itu, diperlukan sifat bijaksana yang digunakan untuk
mengkontrol hati dan pikiran. Sehingga tetap tenang dalam
menghadapi kondisi yang sesulit apapun.
82
Dalam hal ini, K.H. Hasyim Asy‟ari memberikan penekanan agar
mempunyai sikap bijaksana yang telah dijelaskan di dalam
kitabnya.
ه ةلعلمتء شغتا ف ةلخش ح ةن حذر ف ةحش ةء ةمزي مه ةل
Mendiskusikan dan berhati-hati dalam menanggapi ikhtilaf para
ulama (Asy‟ari : 45-46).
b. Tawadhu‟
Tawadhu‟ adalah tidak memandang pada diri sendiri lebih dari
orang lainnya, bahkan memandangnya sama-sama, dan tidak
menonjolkan diri.
Tawadhu merupakan salah satu bagian dari akhlak mulia jadi sudah
selayaknya dalam proses pembelajaran hendaknya bersikap
tawadhu, karena tawadhu merupakan salah satu akhlak terpuji yang
wajib dimiliki oleh setiap anak didik dan juga pendidik. Tawadhu‟
merupakan sikap hormat dari anak didik kepada seorang pendidik,
sehingga anak didik akan selalu merasa hormat terhadap pendidik.
Bagi pendidik juga harus memiliki rasa tawadhu‟, karena rasa
tawadhu‟ merupakan cara untuk menjauhkan diri dari sifat
sombong. Sehingga pendidik juga akan mempunyai rasa hormat
kepada siapapun. Dalam kitab Adab al-Alim wa-al Muta‟allim
karya K.H. Hasyim Asy‟ari ini dijelaskan juga, yakni :
ع ةن س ةلش
Senantiasa bersikap tawadhu‟ (Asy‟ari : 55 ).
83
c. Wira‟i
Wira‟i merupakan sikap berhati-hati dalam melakukan segala
sesuatu yang berkaitan dengan hukum Islam. Menghindari hal-hal
yang makruh dan menjauhi segala sesuatu yang syubhat. Berlaku
wira'i merupakan rahasia diri agar seseorang terhindar dari sesuatu
yang haram. Orang yang wira'i (berhati-hati) berarti orang yang
menjaga dirinya dari sesuatu yang membuatnya tergoda oleh
bujukan setan. Selalu mengingat akan kebesaran Allah dan
menjauhi segala larangan-Nya.
Menurut Samarqandi dalam kitab Tanbihul Ghafilin menjelaskan
bahwa wira‟i adalah berhati-hati dalam melakukan hukum,
menghindari barang subhat, takut menghindari haram. Menurut
K.H. Hasyim Asy‟ari dalam kitabnya dijelaskan bahwa dalam
pembelajaran pendidik maupun anak didik harus bisa berhai-hati
dalam hal apapun, untuk menghindarkan dari hal-hal yang bisa
mengganggu kesuksesan pembelajaran.
رع ةن س ةل
Senantiasa bersikap wira‟i (Asy‟ari : 55).
d. Intropeksi diri
Intropeksi diri atau muhasabah merupakan suatu bentuk tindakan
yang utama yang dikerjakan oleh setiap manusia. Dalam hal ini
Allah telah berfirman :
إن ةسقة لشى ز وفضر مت ق مز لغ ت ةلذه آمىة ةسقة ت أ
84
خخزر حمت سعملن
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada
Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah
diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada
Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan (Q.S. al-Hasyr : 18). (http//www.alquran-digital.com)
Ayat diatas merupakan suatu bentuk isyarat bahwa betapa
pentingnya untuk selalu mengintropeksi diri terhadap amal-amal
atau perbuatan yang telah dikerjakan. Baik pendidik maupun anak
didik harus selalu mengintropeksi dirinya. Intropeksi disini cukup
luas bisa intropeksi dalam hal perkataan maupun perbuatan. K.H.
Hasyim Asy‟ari mengingatkan kepada siapa saja untuk selalu
membersihkan diri dari segala perbuatan yang tidak disukai oleh
Allah.
بذ زي مه ةلخ ةلزد ةن ز حت ى طم ت
Membersihkan diri dari perbuatan-perbuatan yang rendah dan
tidak disukai Allah (Asy‟ari : 63-66).
e. Memanfaatkan waktu dengan sebaik mungkin
Waktu sangatlah penting bagi guru dan murid. Untuk itu harus
mengoptimalkan waktu yang dimilikinya dengan sebaik mungkin,
baik di waktu malam maupun siang dengan menggunakan
kesempatan yang ada dari sisa-sisa umurnya. Umur yang tersisa
85
adalah harga diri baginya, dengan begitu senantiasa pergunakanlah
waktu untuk suatu hal yang bemanfaat.
Begitu pun dengan K.H. Hasyim Asy‟ari yang menegaskan betapa
pentingnya waktu bagi pendidik maupun anak didik ;
غشىم مت حق مه مزي وتري ل قتر ل ةن قظم أ
Hendaklah pandai-pandai mengatur waktunya, baik di waktu
malam maupun siang harinya yang tersisa dalam umurnya (Asy‟ari
: 26).
f. Bergaul di lingkungan yang baik
Lingkungan merupakan faktor yang sangat penting dalam
mempengaruhi perkembangan manusia ke depannya, sehingga
harus bisa menentukan lingkungan yang benar-benar mendukung
dalam proses pembelajaran. Dan juga menjaga pergaulan agar
terhindar dari hal-hal yang dapat menghambat kesuksesan dalam
belajar. K.H. Hasyim Asy‟ari mengingatkan baik pendidik maupun
anak didik untuk selalu memperhatikan dalam hal pergaulan dan
juga lingkungan hidupnya ;
ةلقزةء ةذة ةمكه ف س رص ةن لش حلقذ
Berteman dengan orang yang lebih pintar, dan bacakanlah ilmu
padanya apabila memungkinkan supaya ia menyimaknya (Asy‟ari :
38-39).
86
4. Keteguhan dan Kesetiaan
Keteguhan dan kesetiaan. Keteguhan adalah daya tahan anak
didik dalam mewujudkan apa yang dipandang baik. Dan kesetiaan
merupakan dasar penghormatan atas komitmen yang dipilih.
Jadi dari ke empat dasar tersebut dapat disimpulkan
bahwasannya pendidikan karakter adalah pendidikan yang menekankan
pembentukan nilai-nilai karakter kepada peserta didik.
Selanjutnya kami akan memasukkan beberapa nilai yang
terkandung dalam kitab Adab al-alim wa-al Muta‟allim ke dalam teori
FW. Foerster yang berkaitan dengan keteguhan dan kesetiaan ini :
a. Sabar
Sabar menjadi salah satu yang terpenting dalam proses mencari
ilmu. Karena dalam mencari ilmu sudah pasti akan ada
cobaannya, baik dalam bentuk fisik maupun material. Sehingga
dalam pembelajaran dibutuhkan fisik yang sehat dan bekal yang
cukup.
Menurut K.H. Hasyim Asy‟ari sebagaimana dalam kitab Adab al-
„Alim wa-al Muta‟allim, beliau mengingatkan betapa pentingnya
sabar disaat mencari ilmu, sabar terhadap cobaan yang ada baik
fisik ataupun materiil.
د س ر مه ةلش جف ةن ش خز ل
Bersabar terhadap kekerasan guru (Asy‟ari : 31).
87
b. Tirakat
Di lingkungan pesantren sering kali mendengar istilah tirakat,
karena kehidupan di pesantren para santri sering bertirakat dalam
menuntut ilmu agama maupun ilmu umum, karena dunia pesantren
percaya bahwa dalam proses pembelajaran tidak bisa dilakukan
dengan cara yang hedonis, sehingga harus dilakukan dengan
tirakat tersebut. Tirakat lebih sering diartikan dengan menahan
hawa nafsu atau berpuasa (https://id.wikipedia.org/wiki/Tirakat).
ةص ع ةلح مه ةطختث ةلخ دد ش ل ةطشعمتا ةلم ت م ةل ةن قل
Menyedikitkan makanan dan minuman yang dapat menyebabkan
kemalasan dan dapat menyebabkan kelemahan (Asy‟ari : 27)
c. Qana‟ah
Qana‟ah adalah salah satu sifat amat terpuji yang merupakan
sumber keluhuran budi. Dalam pada itu Nabi SAW pernah
bersabda, “Barang siapa dengan penuh kesadaran menyatakan
“Alhamdulillah”, lebih baik baginya daripada memiliki dunia
beserta seluruh isinya” (Arifin dan Said, 1979 : 11)
Qana‟ah merupakan sikap rela dan merasa cukup atas hasil yang
diusakannya serta menjauhkan diri dari rasa tidak puas dan
perasaan kurang. Orang yang memiliki sifat qana‟ah memiliki
pendirian bahwa apa yang diperoleh atau yang ada didirinya adalah
kehendak Allah (http://www.scribd.com/doc/24471330/Perilaku-
Terpuji-Qanaah-Dan-Tasamuh).
88
Dari kedua pendapat diatas sudah dapat kita ambil kesimpulan
bahwasanya qana‟ah merupakan rasa kepuasan atas apa yang telah
diusahakan, tidak merasa kurang dan selalu bersyukur atas apa
yang telah diberikan oleh Allah. Seseorang yang mempunyai sifat
qanaah akan selalu merasa bahagia dan sehat baik secara lahir
maupun batinnya. Karena mereka selalu mempunyai ketenangan
hati, wajahnya berseri-seri dan sehat, segar dan bugar.
Qana‟ah bukan hanya menerima apa pemberian Allah saja, tapi dia
juga kuat pendirian, mempunyai sifat kesederhanaa dan tidak
mudah putus asa tatkala mendapatkan cobaan dari Allah.
Dalam kitab Adab al-„Alim wa Muta‟allim, K.H. Hasyim Asy‟ari
menjelas bahwa didalam menuntut ilmu, anak didik harus
mempunyai rasa qanaah dalam diri mereka, karena dengan rasa
qanaah tersebut anak didik akan dapat menjalani semua cobaan
yang dialami selama proses pembelajaran.
ض ةدن ةلع خز ل ختص حمت سظز فختل ةلل ر ةن قىع مه ةلق
Bersabar dan qanaah terhadap segala macam pemberian dan
cobaan (Asy‟ari : 25).
d. Yakin kepada Pendidik
Keyakinan adalah pilar penyangga utama keberanian dan
ketabahan. Inilah unsur paling penting dalam menentukan
keberhasilan hidup seseorang. Keyakinan yang paling utama adalah
89
keyakinan terhadap aturan agama untuk kehidupan manusia (
Munir, 2010 : 19).
Dalam KBBI yakin adalah percaya (tahu, mengerti) sungguh-
sungguh; (merasa) pasti (tentu, tidak salah lagi): hakim -- akan
kesalahan terdakwa itu; ia berkata dengan -- nya, berkata dengan
pasti; pada -- ku, pada pendapatku; 2 sungguh; sungguh-sungguh: -
- bukan saya yang mengambil, kalau perlu saya berani bersumpah;
dengan -- belajar, belajar sungguh-sungguh;
(http://kbbi.web.id/yakin ).
Keyakinan yang kokoh adalah keyakinan yang lahir dari kesadaran,
bukan sekedar warisan. Sehingga para anak didik harus mempunyai
kesadaran bahwa ilmu pengetahuan sangat penting untuk masa
depan, maka efek dari kesadaran anak didik tersebut akan membuat
mereka mempunyai semangat belajar dan keyakinan yang tinggi.
K. H. Hasyim Asy‟ari menjelaskan dalam kitab karya beliau bahwa
anak didik harus mempunyai rasa keyakinan yang tinggi, tidak
boleh ada dalam dirinya rasa pesimis terlebih terhadap pendidik.
طق ه ل مم ه ل ل ةلعل ةلشز ذ سمت ة ع مم ن ةلش ةن ك جش ح
Bersungguh-sungguh dan yakin bahwa guru yang dipilihnya
memiliki ilmu syariat dan dapat dipercaya.( Asy‟ari : 29)
e. Menumbuhkan Semangat Belajar
Semangat dalam mencari ilmu merupakan motivasi yang harus
selalu ada bagi siapapun yang ingin berhasil dalam
90
pembelajarannya. Karena rasa semangat merupakan keteguhan
dalam menghadapi semua kemungkinan buruk yang ada dalam
proses pembelajaran. Oleh karena itu, K.H. Hasyim Asy‟ari selalu
mengingatkan kepada siapa saja untuk selalu menumbuhkan rasa
semangat belajar.
ل ةن ز ج ةل تلخذ ف ةلشح
Menanamkan semangat untuk meraih sukses dalam belajar
(Asy‟ari : 53).
B. Relevansi Pemikiran Pendidikan Karakter K.H Hasyim Asy’ari dalam
Dunia Pendidikan di Indonesia.
Konsep utama dari pemikiran K.H. Hasyim Asy‟ari adalah mengutamakan
ketakwaan kepada Allah SWT disertai dengan niat yang lurus dalam
berperilaku mengarungi kehidupan. Konsep besar tersebut beliau rinci
menjadi beberapa hal yakni: selalu mengingat Allah (dzikrullah), cinta
kepada Nabi, kemurnian niat, hati yang bersih, rasa hormat kepada ulama,
etos kerja yang kuat, rasa kezuhudan, rasa kekhusyu‟an, keberanian dalam
bertanya, bijaksana, tawadhu‟ terhadap ulama, wira‟i, selalu intropeksi diri,
memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya dan bergaul di lingkungan
yang baik., mempunyai rasa kesabaran, berani untuk melakukan tirakat,
Qana‟ah, yakin kepada ulama, dan selalu menumbuhkan semangat belajar.
Jika dikaitkan dengan realitas pendidikan di Indonesia dewasa ini di
mana mulai terdapat kecenderengan melemahnya pendidikan karakter, maka
mutiara-mutiara pendidikan karakter yang ditulis oleh K.H. Hasyim Asy‟ari
91
dalam Kitab Adab al-„Alim wa-al Muta‟allim tersebut relevan untuk
digunakan kembali sebagai acuan bagi dunia pendidikan Islam. Nilai-nilai
pendidikan karakter yang dikembangkan oleh K.H. Hasyim Asy‟ari dapat
digunakan dalam dunia pendidikan di Indonesia sebagai panduan bagi
pengembangan kurikulum pendidikan akhlak di lingkungan
sekolah/madrasah.
Konsep pendidikan karakter yang dikembangkan oleh K.H. Hasyim
Asy‟ari masih tetap relevan untuk dikembangkan sesuai dengan konteks
zaman sekarang. Nilai-nilai dasar karakter yang diajarkan oleh beliau dalam
implementasinya dapat terus dikembangkan sesuai dengan situasi dan
kondisi lembaga pendidikan masing-masing. Namun nilai-nilai dasarnya
tetap dapat digali dari mutiara-mutiara pemikiran karakter beliau tersebut.
Misalnya saja dalam sebuah pembelajaran, sebelum memulai
seorang pendidik hendaknya mengajak anak didik untuk membacakan ayat-
ayat suci al-Qur‟an bersama-bersama. Hal ini untuk meningkatkan
ketakwaan kepada Allah swt. Bisa juga setelah membaca ayat-ayat al-
Qur‟an, pendidik mengajak untuk melantunkan asma‟ul husna, yang tidak
lain untuk selalu mengingat Allah swt.
Semakin jelas bahwa pemikiran pendidikan karakter K.H. Hasyim
Asy‟ari ini masih sangat relevan untuk meningkatkan kualitas pendidikan di
Indonesia. Apalagi jika kita melihat kondisi pendidikan yang ada sekarang
ini, dimana sudah banyak anak didik yang tidak bisa membaca al-Qur‟an,
beberapa anak didik yang tidak mempunyai rasa hormat kepada pendidik,
92
atau anak didik yang sudah berani melanggar nilai-nilai syariah dalam
Islam. Hal ini sangat disayangkan oleh orang tua anak didik jika melihat
kondisi sekarang ini, ditambah lagi dengan berkembangnya alat-alat
elektronik dengan sangat pesat tanpa kita bisa mencegahnya. Hal ini tentu
dapat menjadi pelemahan anak didik bila kita sebagai orang tua tidak dapat
membatasi anak-anak dalam menggunakan alat-alat elektronik.
Salah satu yang sangat diperlukan dalam era yang seperti ini, dan
juga sebenarnya dalam semua era pembangunan, ialah akhlak atau moral.
Disini kita dibenarkan untuk mengharap kemungkinan peranan ajaran Islam
secara lebih besar dan kuat. Maka wajar jika Islam dipandang mempunyai
pengaruh paling besar dan kuat dalam wawasan etis dan moral dalam dunia
pendidikan. Dan akhlak ini mutlak pentingnya, karena merupakan sendi atau
landasan ketahanan suatu bangsa mengahadapi pancaroba ini. Tanpa akhlak,
yang baik, suatu bangsa akan binasa. Dalam sebuah syair berbahasa arab
yang sudah sering dikutip orang, menerangkan ;
فتن مة ذخز أخ قم ذخة# ةومت ةلمم ةلخ مت حقز
Sesungguhnya bangsa-bangsa itu tegak selama (mereka berpegang pada)
akhlaknya, bila akhlak mereka rusak, maka rusak-binasa pulalah mereka
(Madjid, 2003 : 174 ).
Maka dari itu, penulis memandang dunia pendidikan di Indonesia ini
diharapkan tidak hanya meningkatkan intelektualitas anak didiknya saja,
akan tetapi juga harus memperbaiki karakter, akhlak, dan moral anak didik.
Sehingga anak didik tersebut benar-benar mampu meneruskan estafet
93
kepemimpinan yang ada di Indonesia tidak hanya dengan intelektualitas
saja, tetapi penuh dengan akhlak dan juga moral Islam.
Pendidikan karakter sekarang ini, pada umumnya masih pada taraf
menghafal atau memperkenalkan nilai tapi belum sampai pada tingkat
penghayatan nilai-nilai itu apalagi sampai pada tingkat menjadikan nilai-
nilai itu sebagai komitmen pribadi di dalam kehidupan. Oleh karena itu,
diperlukan kajian lebih mendalam tentang pendidikan karakter dari beberapa
literatur klasik maupun modern yang akan memberikan sumbangan terhadap
pemikiran tersebut. Jika kita meninjau ulang kitab Adab al-„Alim wa al-
Muta‟allim karya K.H. Hasyim Asy‟ari, maka terdapat risalah pendidikan
yang memuat tentang pendidikan karakter khususnya tentang nilai-nilai
karakter yang harus dimiliki baik oleh pendidik maupun peserta didik.
Pendidikan karakter mempunyai makna lebih tinggi dari pendidikan
moral, karena bukan sekedar mengajarkan mana yang benar dan mana yang
salah, lebih dari itu pendidikan karakter menanamkan kebiasaan
(habituation) tentang hal yang baik sehingga peserta didik menjadi paham
(domain kognitif) tentang mana yang baik dan salah, mampu merasakan
(domain afektif) nilai yang baik dan biasa melakukannya (domain perilaku).
Jadi pendidikan karakter terkait erat kaitannya dengan habit atau kebiasaan
yang terus menerus dipraktekan atau dilakukan.
Untuk mendukung keterlaksanaan pendidikan karakter, satuan
pendidikan formal dan nonformal harus dikondisikan sebagai pendukung
utama kegiatan tersebut. satuan pendidikan formal dan nonformal harus
94
menunjukkan keteladanan yang mencerminkan nilai-nilai karakter yang
ingin dikembangkan. Misalnya toilet yang selalu bersih, bak sampah ada di
berbagai tempat dan selalu dibersihkan, satuan pendidikan formal dan
nonformal terlihat rapi, dan alat belajar ditempatkan teratur.
Selain itu, keteladanan juga dapat ditunjukkan dalam perilaku dan
sikap pendidik dan tenaga kependidikan dalam memberikan contoh
tindakan-tindakan yang baik sehingga diharapkan menjadi panutan bagi
peserta didik untuk mencontohnya. Pendemonstrasian berbagai contoh
teladan merupakan langkah awal pembiasaan, Jika pendidik dan tenaga
kependidikan yang lain menghendaki agar peserta didik berperilaku dan
bersikap sesuai dengan nilai-nilai karakter, maka pendidik dan tenaga
kependidikan yang lain adalah orang yang pertama dan utama memberikan
contoh bagaimana berperilaku dan bersikap sesuai dengan nilai-nilai terebut.
Misalnya berpakaian rapi, datang tepat pada waktunya, bekerja keras,
bertutur kata sopan, kasih sayang, perhatian terhadap peserta didik, jujur,
menjaga kebersihan dan sebagainya.
Kemudian relevansinya pemikiran K.H. Hasyim Asy‟ari dengan
pendidikan karakter yang dikonsepkan oleh kemdiknas adalah ;
1. Dalam pendidikan karakter pemikiran K.H. Hasyim Asy‟ari yang
pertama adalah takwa kepada Allah swt, hal ini sesuai dengan
pendidikan karakter yang dicanangkan oleh Kementerian Pendidikan
Nasional yaitu religius, karena itu adalah sikap dan perilaku yang patuh
dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap
95
pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk
agama lain.
2. Cinta kepada Nabi, hal ini masih bisa dikategorikan religius dalam
pendidikan karakter dari Kementerian Pendidikan Nasional, karena
masih berkaitan dengan sikap dan perilaku yang patuh dalam
melaksanakan ajaran agama.
3. Niat yang tulus, dalam pendidikan karakter dari Kementerian
Pendidikan Nasional hal ini kurang menjadi perhatian. oleh karena itu,
menjadi suatu hal yang wajar bilamana anak didik menjadi berkurang
kesungguhannya dalam proses pembelajaran.
4. K.H. Hasyim Asy‟ari juga menekankan kepada anak didik rasa hormat
kepada guru, hal ini yang mungkin kurang diperhatikan dalam
pendidikan dari Kementerian Pendidikan Nasional, sehingga sekarang
banyak anak didik yang berani terhadap pendidik, tanpa menaruh rasa
hormat kepada seorang pendidik.
5. Etos kerja yang kuat, dalam hal ini mempunyai kesamaan dengan
pendidikan karakter dari Kementerian Pendidikan Nasional yang
menyatakan kerja keras, karena dalam proses belajar mengajar, baik
seorang pendidik maupun anak didik haruslah mempunyai tekad yang
kuat untuk mencapai kesuksesan.
6. Dalam mencari ilmu pengetahuan, K.H. Hasyim Asy‟ari menganjurkan
untuk bersikap zuhud, artinya meninggalkan kemewahan dalam hal
duniawi. Sehingga baik seorang pendidik maupun anak didik tidak
96
perlu memusingkan hal-hal yang berkaitan dengan duniawi. Dalam
pendidikan karakter dari Kementerian Pendidikan Nasional hal ini
kurang menjadi perhatian, sehingga banyak anak didik yang sudah
menggunakan alat-alat elektronik yang berlebihan dan tanpa
pengawasan dari orang tua.
7. K.H. Hasyim Asy‟ari menekankan kepada seorang pendidik dan anak
didik untuk bersikap khusyu‟, karena memang dalam pembelajaran
tidak akan bisa memahami pelajaran dengan maksimal apabila diikuti
dengan gurauan yang berlebihan. Akan tetapi hal ini kurang menjadi
perhatian dari Kementerian Pendidikan Nasional, sehingga masih
banyak pendidik yang menyampaikan materi pelajaran dengan gurauan
yang brelebihan.
8. Mempunyai keberanian untuk bertanya, dalam pendidikan karakter dari
Kementerian Pendidikan Nasional pun telah dicanangkan untuk selalu
bersikap demokratis, komunikatif dan juga rasa ingin tahu. Sehingga
disaat pembelajaran berlangsung akan menimbulkan suasana yang lebih
menyenangkan dan lebih efektif.
9. Dalam kitab Adab al-„Alim wa-al Muta‟allim K.H. Hasyim Asy‟ari
menjelaskan bahwa dalam dunia pendidikan hendaknya mempunyai
sifat bijaksana, agar dapat mengkontrol hati dan pikiran baik seorang
pendidik maupun anak didik. Sehingga tetap tenang dalam menghadapi
kondisi apapun. Kementerian Pendidikan Nasional pun menghimbau
kepada semua elemen pendidikan untuk bersikap toleransi, yaitu sikap
97
dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat,
sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.
10. Kemudian K.H. Hasyim Asy‟ari menghimbau kepada semua pendidik
dan anak didik untuk mempunyai sifat wira‟i. Wira‟i merupakan sikap
hati-hati dalam melakukan segala sesuatu. Sedangkan dari
Kementerian Pendidikan Nasional hanya mencanangkan sikap jujur dan
disiplin.
11. K.H. Hasyim Asy‟ari selalu mengingatkan kepada pendidik dan juga
anak didik untuk selalu memanfaatkan waktu dengan sebaik mungkin.
Karena waktu merupakan hal yang sangat penting, sehingga harus bisa
mengoptimalkan waktu yang dimiliki dengan sebaik-baiknya. Hal ini
juga kurang menjadi perhatian oleh Kementerian Pendidikan Nasional,
sehingga fakta dilapangan banyak waktu yang terbuang sia-sia.
12. Bergaul di lingkungan yang baik. Faktor lingkungan sangat
berpengaruh dalam kepribadian seseorang, sehingga K.H. Hasyim
Asy‟ari mengingatkan untuk selalu memperhatikan lingkungan
sekitarnya. Kementerian Pendidikan Nasional pun sebenarnya telah
mencanangkan peduli lingkungan dan peduli sosial, akan tetapi hal ini
kurang memperhatikan adanya pengaruh negative dari lingkungan itu
sendiri.
13. Hal yang perlu diperhatikan menurut K.H. Hasyim Asy‟ari dalam
pendidikan karakter adalah rasa sabar. Karena rasa sabar merupakan
salah satu yang harus dimiliki oleh semua pendidik dan anak didik.
98
Sehingga masing-masing pendidik dan anak didik harus bisa
menumbuhkan rasa kesabaran dalam pribadi mereka masing-masing.
Tentu hal ini kurang diperhatikan oleh Kementerian Pendidikan
Nasional dalam mencanangkan pendidikan karakter, sehingga banyak
dari pendidik maupun anak didik yang tidak bisa menyelesaikan
pembelajarannya, karena tidak bisa menahan dan menyelesaikan
cobaan-cobaan yang dalam proses pembelajaran.
14. Dalam proses mencari ilmu perlu adanya tirakat baik dari pendidik
maupun anak didik. Karena tirakat merupakan sikap sederhana dan
menjauhkan diri dari hidup yang hedonis atau kemewahan. Tentu hal
ini juga kurang menjadi perhatian oleh Kementerian Pendidikan
Nasional dalam mencanangkan pendidikan karakter, sehingga banyak
pendidik maupun anak didik yang lebih suka dengan kemewahan dan
kesenangan yang berlebihan.
15. Anak didik juga harus mempunyai rasa keyakinan terhadap seorang
pendidik, karena itu merupakan salah satu unsuryang dapat
menentukan keberhasilan belajarnya anak didik. Maka dari itu K.H.
Hasyim Asy‟ari menekankan kepada anak didik untuk mempunyai
keyakinan terhadap seorang pendidik. Akan tetapi hal ini tidak menjadi
perhatian Kementerian Pendidikan Nasional dalam pendidikan karakter.
16. K.H. Hasyim Asy‟ari juga menekankan untuk selalu menumbuhkan
semangat belajar. Semangat mencari ilmu merupakam motivasi yang
harus selalu dipupuk dalam mencari ilmu pengetahuan, karena rasa
99
semangat merupakan keteguhan dalam menghadapi semua
kemungkinan buruk yang akan terjadi dalam proses mencari ilmu
pengetahuan. Hal ini mungkin kurang diperhatikan oleh Kementerian
Pendidikan Nasional dalam pendidikan karakter, karena yang ada
hanyal semangat kebangsaan.
17. Kemudian hal yang tidak kalah pentingnya pendidikan karakter dari
K.H. Hasyim Asy‟ari adalah intropeksi diri. Hal ini tentu menjadi ajang
evaluasi baik pendidik maupun anak didik untuk mencari kekurangan-
kekurangan dimasa lalu dan memperbaiki untuk kedepannya. Hal ini
juga menjadi perhatian oleh Kementerian Pendidikan Nasional untuk
mempertanggungjawabkan tugas pendidik dan juga anak didik.
Maka dari itu, tampak jelas bahwa pendidik karakter dari K.H.
Hasyim Hasyim lebih menjunjung nilai-nilai keagamaan. Hal itu tentu tidak
lepas dari latar belakang K.H. Hasyim Asy‟ari yang berlatar belakang
pesantren. Sedangkan pendidikan karakter dari Kementerian Pedidikan
Nasional tampak lebih umum daripada pendidikan karakter dari K.H.
Hasyim Asy‟ari.
100
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan data dan analisis tentang pendidikan karakter menurut
K.H. Hasyim Asy‟ari dalam kitab Adab al-Alim wa-al Muta‟llim, maka
penulis menyimpulkan beberapa hal sebagai jawaban atas rumusan masalah
sebagai berikut:
1. K.H. Hasyim Asy‟ari merupakan salah satu pemikir pendidikan
karakter dalam perspektif Islam sekaligus praktisi pendidikan karakter
yang beliau terapkan di pondok pesantren tebuireng Jombang. K.H.
Hasyim Asy‟ari mendirikan pondok pesantren Tebuireng pada tahun
1899 yang letaknya di wilayah Cukir, kecamatan Diwek, kabupaten
Jombang ini setelah kepungalan beliau dari Makkah untuk mencari ilmu
dari beberapa guru besar disana.
Metode awal yang digunakan K.H. Hasyim Asy‟ari dalam mengajarkan
para santri adalah metode sorogan dan metode bandongan, kedua
metode tersebut dibedakan berdasarkan tingkatan kelasnya.
Selain aktif di dunia pendidikan K.H. Hasyim Asy‟ari juga aktif di
organisasi kemasyarakatan, yaitu dengan mendirikan Nahdlatul Ulama
pada 31 januari 1926 di kota Surabaya. Untuk menegaskan prinsip
dasar organisasi ini, beliau merumuskan dengan sebuah kitab karya
beliau yakni Qanun Asasi (prinsip dasar) dan juga merumuskan kitab
101
I‟tiqad Ahlussunnah wal Jamaah yang mana kitab ini dikemudian hari
dijadikan sebagai dasar dan rujukan oleh warga NU dalam berijtihad.
Selain itu K.H. Hasyim Asy‟ari juga mengabdikan diri beliau kepada
negara. Semangat nasionalismenya tergambarkan ketika beliau
melawan penjajahan yang dilakukan oleh Belanda, Jepang dan juga
sekutu. Dalam kondisi penjajahan yang semakin membahayakan
kedaulatan tanah air, maka K.H. Hasyim Asy‟ari bersama kyai-kyai di
Jawa dan Madura merapatkan barisan untuk mendeklarasikan seruan
jihad fi sabilillah yang dikenal dengan Resolusi Jihad.
2. Pemikiran pendidikan karakter yang dikembangkan oleh K.H Hasyim
Asy‟ari, jika dianalisis menggunakan empat karakteristik dasar yang
dikemukakan oleh FW. Foester, sebagai berikut:
a) Menghargai Nilai Normatif.
Pendidikan karakter menurut K.H. Hasyim Asy‟ari dalam kitab
Adab al-Alim wa-al Muta‟allim yang sesuai dalam hal menghargai
nilai normatif diantaranya : takwa kepada Allah swt, selalu
mengingat Allah (dzikrullah), cinta kepada Nabi, kemurnian niat,
hati yang bersih, rasa hormat kepada ulama.
b) Koherensi atau Membangun Rasa Percaya Diri.
Pendidikan karakter menurut K.H. Hasyim Asy‟ari dalam kitab
Adab al-Alim wa-al Muta‟allim yang sesuai dalam hal koherensi ini
antara lain: estos kerja yang kuat, rasa kezuhudan, rasa
kekhusyu‟an, keberanian dalam bertanya.
102
c) Otonomi.
Pendidikan karakter menurut K.H. Hasyim Asy‟ari dalam kitab
Adab al-Alim wa-al Muta‟allim yang sesuai dalam hal otonomi
antara lain : bijaksana, tawadhu‟ terhadap ulama, wira‟i, selalu
intropeksi diri, memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya dan
bergaul di lingkungan yang baik.
d) Keteguhan dan Kesetiaan.
Pendidikan karakter menurut K.H. Hasyim Asy‟ari dalam kitab
Adab al-Alim wa-al Muta‟allim yang sesuai dalam hal keteguhan
dan kesetiaan antara lain : mempunyai rasa kesabaran, berani untuk
melakukan tirakat, qana‟ah, yakin kepada ulama, dan selalu
menumbuhkan semangat belajar.
3. Relevansi pemikiran pendidikan karakter K.H. Hasyim Asy‟ari dalam
dunia pendidikan di Indonesia pada saat ini sangat relevan, di mana
nilai-nilai dasar pendidikan karakter beliau dapat dikembangkan sesuai
dengan konteks sekarang. Terlebih lagi dalam kondisi dunia pendidikan
di Indonesia sekarang ini yang mengalami penurunan karakter.
B. Saran
Pendidikan karakter sangat ditekankan dalam sendi agama dan
memiliki peranan penting dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam
peribadatan, kekeluargaan, pembelajaran disekolah, interaksi sosial
kemasyarakatan dan semua aktifitas kehidupan lainnya. Oleh karena itu,
hendaknya seorang anak didik yang belajar dalam bidang agama Islam
103
khususnya, hendaknya bersungguh-sungguh dalam mempelajari dan
menerapkan aspek-aspek pendidikan karakter sesuai dengan arahan dari
K.H. Hasyim Asy‟ari melalui kitab Adab al-Alim wa-al Muta‟allim dengan
sebaik-baiknya. Agar nantinya dapat memperoleh kesuksesan belajar sesuai
dengan yang dikehendaki oleh setiap anak didik dan pendidik serta orang
tua.
C. Penutup
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah atas
rahmat, taufiq serta hidayah-Nya yang dilimpahkan kepada penulis dalam
menyusun skripsi yang sangat sederhana dengan segala keterbatasan dari
penulis. Akhirnya, semoga walaupun penuh dengan kekurangan dapat
memberikan manfaat bagi penulis khususnya dan para pembaca pada
umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Abdussami, Humaidi dan Ridwan, Fakla. AS. 5 Rais „Am Nahdlatul Ulama.
Pustaka Pelajar Offset. Yogyakarta. 1995.
Al-Ghazali, Muhammad. tt. Ihya‟ Ulumuddin. Indonesia : al-Haromain.
Al-Nawawi, Yahya bin syarifuddin. Tt. Al-Arba‟in Nawawi. Pustaka Alawiyah.
Semarang.
Ambroise. Yvon, ”Pendidikan Nilai” dalam EM. K. Kaswardi ed., Pendidikan
Nilai Memasuki Tahun 2000. Grasindo. Jakarta.1993.
Any, Anjar. Menyingkap Serat Wedotomo. Aneka ilmu. Semarang. 1993.
Aspin, David N. dan Chapman, Judith D. Values Education and Lifelong
Learning: Principles, Policies, Programmes. Springer. Netherland. 2007.
Az-Zarnuji. tt. Ta‟limul Muta‟allim. Surabaya : Darul Ilmi
Darajat, Zakiyah. Ilmu Pendidikan Islam. PT. Bumi Aksara. Jakarta. 1996.
Gardner, Roy. Cairns, Jo dan Lawton, Denis. Education for Values: Morals,
Ethics and Citizenship in Contemporary Teaching. Kogan Page. London.
2000.
Ghofir. Jamal, Biografi Singkat Ulama Ahlussunnah wal Jama‟ah, Pendiri dan
Penggerak NU, Tuban. GP Ansor Tuban, 2012.
Hadi, Sutrisno. Metodologi Research. Andi Offset. Yogyakarta. 1990.
Hawwa, Sa‟id, Mensucikan Jiwa Intisari Ihya Ulumuddin al-Ghazali. Robbani
Press. 1998.
http//id.wikipedia.com
Imam, Suprayogo, Tobroni. Metodologi Penelitian Sosial Agama. Bandung. PT
Remaja Rosda Karya. 2003.
J.Moloeng Lexy. Metodologi Penelitian Kualitatif. PT Remaja Rosdakarya.
Bandung. 2008.
Kohlberg, Lawrence. Tahap-tahap Perkembangan Moral. Terj. John de Santo dan
Agus Cremers. Kanisius. Yogyakarta. 1995.
Lickona, Thomas. Pendidikan Karakter: Panduan Lengkap Mendidik Siswa
Menjadi Pintar dan Baik. terj. Lita S. Nusa Media. Bandung, 2013.
Ma‟arif, Samsul. Mutiara-mutiara Dakwah K.H. Hasyim Asy‟ari. Bogor. Kanza
Khazanah. 2011.
Madjid, Nurcholish. Islam Agama Kemanusiaan, MembangunTradisi dan Visi
Baru Islam Indonesia. PARAMADINA. Jakarta. 2003.
Munir, Abdullah. Pendidikan Karakter. Yogyakarta. Pedagogia. 2010.
Nata, Abuddin (Ed). Kapita Selekta Pendidikan Islam. Bandung Angkasa. 2003
Nucci, Larry P. dan Narvaez, Darcia. Handbook of Moral and Character
Education. Routledge. New York. 2008.
Poerwadarminta. Kamus Umum Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta. Balai
Pustaka. 2006.
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia
Edisi Ketiga. Balai Pustaka. Jakarta. 2007.
Rumi, Jalaluddin. Senandung Cinta. Yogyakarta. Pustaka Pelajar. 2004.
Samani, Muchlas dan Hariyanto. Konsep dan Model Pendidikan Karakter.
Remaja Rosdakarya. Bandung. 2013.
Samarqandi, Abu Laits. Tambihul Ghafilin. Terjemah oleh Taqiyuddin, Abu
Imam. Surabaya. Mutiara Ilmu. 2009.
Seri Buku Tempo, Wahid Hasyim untuk Replubik dari Tebuireng. Jakarta. KPG.
2011.
Seri Buku Tempo. Wahid Hasyim untuk Republik dari Tebuireng. KPG. Jakarta.
2011.
Shaleh, Ashaf. Takwa Makna dan Hikmahnya dalam al-Qur‟an. Erlangga.
Jakarta. 2002.
Suharso dan Ana Retroningsih. Kamus Bahasa Indonesia Lengkap. Widya Karya.
Semarang. 2011.
Suyadi. Quantum Dzikir. Yogyakarta. Diva Press. 2008.
Tasmara, Toto. Membudayakan Etos Kerja Islam. Gema Insani. Jakarta. 2002.
Turmudi, Endang. Perselingkuhan Kiai dan Kekuasaan. Yogyakarta. LKiS. 2004.
Zohar, Danah dan Marshall, Ian. SQ Memanfaatkan Kecerdasan Spiritual dalam
Berpikir Integralistik dan Holistik untuk Memaknai Kehidupan. Terj.
Rahmani Astuti, Ahmad Najib Burhani, dan Ahmad Baiquni. Mizan.
Bandung. 2001.
Zubaidi, Desain Pendidikan Karakter: Konsepsi dan Aplikasinya dalam Lembaga
Pendidikan. Kencana Prenada Media Group. Yogyakarta. 2011.
Zuchdi, Darmiyati. Pendidikan Karakter dalam Perspektif Teori dan Praktik.
UNY Press. Yogyakarta. 2011.
Zuhri, Achmad Muhibbin. Pemikiran K.H. M. Hasyim Asy‟ari Tentang Ahl al-
Sunnah wa al-Jama‟ah. Khalista. Surabaya. 2010.
http://pustaka.pandani.web.id/2013/03/pengertian-karakter.html
http://tebuireng.org/sejarah
www.pndkarakter.wordpress.com
top related