studi kasus longsor di situbondo
Post on 28-Dec-2015
46 Views
Preview:
TRANSCRIPT
PENYELIDIKAN LOKASI
“STUDI KASUS LONGSOR DI SITUBONDO”
Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng dunia yaitu lempeng Eurasia,
lempeng Pasifik, dan lempeng Australia yang bergerak saling menumbuk. Akibat tumbukan
antara lempeng itu maka terbentuk daerah penunjaman memanjang di sebelah Barat Pulau
Sumatera, sebelah Selatan Pulau Jawa hingga ke Bali dan Kepulauan Nusa Tenggara, sebelah
Utara Kepulauan Maluku, dan sebelah Utara Papua. Konsekuensi lain dari tumbukan itu
maka terbentuk palung samudera, lipatan, punggungan dan patahan di busur kepulauan,
sebaran gunungapi, dan sebaran sumber gempabumi. Gunung api yang ada di Indonesia
berjumlah 129. Angka itu merupakan 13% dari jumlah gunungapi aktif dunia. Dengan
demikian Indonesia rawan terhadap bencana letusan gunungapi dan gempabumi. Di beberapa
pantai, dengan bentuk pantai sedang hingga curam, jika terjadi gempabumi dengan sumber
berada di dasar laut atau samudera dapat menimbulkan gelombang Tsunami.
Jenis tanah pelapukan yang sering dijumpai di Indonesia adalah hasil letusan
gunungapi. Tanah ini memiliki komposisi sebagian besar lempung dengan sedikit pasir dan
bersifat subur. Tanah pelapukan yang berada di atas batuan kedap air pada
perbukitan/punggungan dengan kemiringan sedang hingga terjal berpotensi mengakibatkan
tanah longsor pada musim hujan dengan curah hujan berkuantitas tinggi. Jika perbukitan
tersebut tidak ada tanaman keras berakar kuat dan dalam, maka kawasan tersebut rawan
bencana tanah longsor.
PENGERTIAN TANAH LONGSOR
Tanah longsor adalah perpindahan material pembentuk lereng berupa batuan, bahan
rombakan, tanah, atau material campuran tersebut, bergerak ke bawah atau keluar lereng.
Proses terjadinya tanah longsor dapat diterangkan sebagai berikut: air yang meresap ke dalam
tanah akan menambah bobot tanah. Jika air tersebut menembus sampai tanah kedap air yang
berperan sebagai bidang gelincir, maka tanah menjadi licin dan tanah pelapukan di atasnya
akan bergerak mengikuti lereng dan keluar lereng.
1
JENIS TANAH LONGSOR
Ada 6 jenis tanah longsor, yakni: longsoran translasi, longsoran rotasi, pergerakan blok,
runtuhan batu, rayapan tanah, dan aliran bahan rombakan. Jenis longsoran translasi dan rotasi
paling banyak terjadi di Indonesia. Sedangkan longsoran yang paling banyak memakan
korban jiwa manusia adalah aliran bahan rombakan.
1. Longsoran Translasi
Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir
berbentuk rata atau menggelombang landai.
2. Longsoran Rotasi
Longsoran rotasi adalah bergerak-nya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk
cekung.
3. Pergerakan Blok
Pergerakan blok adalah perpindahan batuan yang bergerak pada bidang gelincir berbentuk
rata. Longsoran ini disebut juga longsoran translasi blok batu.
4. Runtuhan Batu
Runtuhan batu terjadi ketika sejum-lah besar batuan atau material lain bergerak ke bawah
dengan cara jatuh bebas. Umumnya terjadi pada lereng yang terjal hingga meng-gantung
terutama di daerah pantai. Batu-batu besar yang jatuh dapat menyebabkan kerusakan yang
parah.
5. Rayapan Tanah
Rayapan Tanah adalah jenis tanah longsor yang bergerak lambat. Jenis tanahnya berupa
butiran kasar dan halus. Jenis tanah longsor ini hampir tidak dapat dikenali. Setelah waktu
yang cukup lama longsor jenis rayapan ini bisa menyebabkan tiang-tiang telepon, pohon, atau
rumah miring ke bawah.
6. Aliran Bahan Rombakan
Jenis tanah longsor ini terjadi ketika massa tanah bergerak didorong oleh air. Kecepatan
aliran tergantung pada kemiringan lereng, volume dan tekanan air, dan jenis materialnya.
Gerakannya terjadi di sepanjang lembah dan mampu mencapai ratusan meter jauhnya. Di
beberapa tempat bisa sampai ribuan meter seperti di daerah aliran sungai di sekitar
gunungapi. Aliran tanah ini dapat menelan korban cukup banyak.
2
PENYEBAB TERJADINYA TANAH LONGSOR
Pada prinsipnya tanah longsor terjadi bila gaya pendorong pada lereng lebih besar daripada
gaya penahan. Gaya penahan umumnya dipengaruhi oleh kekuatan batuan dan kepadatan
tanah. Sedangkan gaya pendorong dipengaruhi oleh besarnya sudut lereng, air, beban serta
berat jenis tanah batuan.
Faktor-faktor Penyebab Tanah Longsor
1. Hujan Ancaman tanah longsor biasanya dimulai pada bulan November karena
meningkatnya intensitas curah hujan. Musim kering yang panjang akan menyebabkan
terjadinya penguapan air di permukaan tanah dalam jumlah besar. Hal itu mengakibatkan
munculnya pori-pori atau rongga tanah hingga terjadi retakan dan merekahnya tanah
permukaan.
Ketika hujan, air akan menyusup ke bagian yang retak sehingga tanah dengan cepat
mengembang kembali. Pada awal musim hujan, intensitas hujan yang tinggi biasanya sering
terjadi, sehingga kandungan air pada tanah menjadi jenuh dalam waktu singkat.
Hujan lebat pada awal musim dapat menimbulkan longsor, karena melalui tanah yang
merekah air akan masuk dan terakumulasi di bagian dasar lereng, sehingga menimbulkan
gerakan lateral. Bila ada pepohonan di permukaannya, tanah longsor dapat dicegah karena air
akan diserap oleh tumbuhan. Akar tumbuhan juga akan berfungsi mengikat tanah.
2. Lereng terjal
Lereng atau tebing yang terjal akan memperbesar gaya pendorong. Lereng yang terjal
terbentuk karena pengikisan air sungai, mata air, air laut, dan angin. Kebanyakan sudut lereng
yang menyebabkan longsor adalah 180 apabila ujung lerengnya terjal dan bidang
longsorannya mendatar.
3. Tanah yang kurang padat dan tebal
Jenis tanah yang kurang padat adalah tanah lempung atau tanah liat dengan ketebalan lebih
dari 2,5 m dan sudut lereng lebih dari 220. Tanah jenis ini memiliki potensi untuk terjadinya
tanah longsor terutama bila terjadi hujan. Selain itu tanah ini sangat rentan terhadap
pergerakan tanah karena menjadi lembek terkena air dan pecah ketika hawa terlalu panas.
3
4. Batuan yang kurang kuat
Batuan endapan gunung api dan batuan sedimen berukuran pasir dan campuran antara kerikil,
pasir, dan lempung umumnya kurang kuat. Batuan tersebut akan mudah menjadi tanah bila
mengalami proses pelapukan dan umumnya rentan terhadap tanah longsor bila terdapat pada
lereng yang terjal.
5. Jenis tata lahan
Tanah longsor banyak terjadi di daerah tata lahan persawahan, perladangan, dan adanya
genangan air di lereng yang terjal. Pada lahan persawahan akarnya kurang kuat untuk
mengikat butir tanah dan membuat tanah menjadi lembek dan jenuh dengan air sehingga
mudah terjadi longsor. Sedangkan untuk daerah perladangan penyebabnya adalah karena akar
pohonnya tidak dapat menembus bidang longsoran yang dalam dan umumnya terjadi di
daerah longsoran lama.
6. Getaran
Getaran yang terjadi biasanya diakibatkan oleh gempabumi, ledakan, getaran mesin, dan
getaran lalulintas kendaraan. Akibat yang ditimbulkannya adalah tanah, badan jalan, lantai,
dan dinding rumah menjadi retak.
7. Susut muka air danau atau bendungan Akibat susutnya muka air yang cepat di danau maka
gaya penahan lereng menjadi hilang, dengan sudut kemiringan waduk 220 mudah terjadi
longsoran dan penurunan tanah yang biasanya diikuti oleh retakan.
8. Adanya beban tambahan
Adanya beban tambahan seperti beban bangunan pada lereng, dan kendaraan akan
memperbesar gaya pendorong terjadinya longsor, terutama di sekitar tikungan jalan pada
daerah lembah. Akibatnya adalah sering terjadinya penurunan tanah dan retakan yang
arahnya ke arah lembah.
9. Pengikisan/erosi
Pengikisan banyak dilakukan oleh air sungai ke arah tebing. Selain itu akibat penggundulan
hutan di sekitar tikungan sungai, tebing akan menjadi terjal.
4
10. Adanya material timbunan pada tebing
Untuk mengembangkan dan memperluas lahan pemukiman umumnya dilakukan pemotongan
tebing dan penimbunan lembah. Tanah timbunan pada lembah tersebut belum terpadatkan
sempurna seperti tanah asli yang berada di bawahnya. Sehingga apabila hujan akan terjadi
penurunan tanah yang kemudian diikuti dengan retakan tanah.
11. Bekas longsoran lama Longsoran lama umumnya terjadi selama dan setelah terjadi
pengendapan material gunung api pada lereng yang relatif terjal atau pada saat atau sesudah
terjadi patahan kulit bumi. Bekas longsoran lama memilki ciri:
Adanya tebing terjal yang panjang melengkung membentuk tapal kuda.
Umumnya dijumpai mata air, pepohonan yang relatif tebal karena tanahnya gembur dan
subur.
Daerah badan longsor bagian atas umumnya relatif landai.
Dijumpai longsoran kecil terutama pada tebing lembah.
Dijumpai tebing-tebing relatif terjal yang merupakan bekas longsoran kecil pada longsoran
lama.
Dijumpai alur lembah dan pada tebingnya dijumpai retakan dan longsoran kecil.
Longsoran lama ini cukup luas.
12. Adanya bidang diskontinuitas (bidang tidak sinambung) Bidang tidak sinambung ini
memiliki ciri:
Bidang perlapisan batuan
Bidang kontak antara tanah penutup dengan batuan dasar
Bidang kontak antara batuan yang retak-retak dengan batuan yang kuat.
Bidang kontak antara batuan yang dapat melewatkan air dengan batuan yang tidak
melewatkan air (kedap air).
Bidang kontak antara tanah yang lembek dengan tanah yang padat.
Bidang-bidang tersebut merupakan bidang lemah dan dapat berfungsi sebagai bidang
luncuran tanah longsor.
5
13. Penggundulan hutan
Tanah longsor umumnya banyak terjadi di daerah yang relatif gundul dimana pengikatan air
tanah sangat kurang.
STUDI KASUS
Kabupaten Situbondo merupakan perpaduan antara daerah rendah di sebelah utara dan daerah
perbukitan di sebelah selatan dengan kemiringan lereng yang terjal. Kondisi geologi
didominasi oleh Formasi Batuan Gunungapi Ringgit dan Batuan Gunungapi Argopuro
dengan litologi terdiri dari lava, breksi gunungapi dan tuff. Lapisan permukaan terdiri dari
litologi endapan koluvial yang umumnya sudah melapuk. Lapukan tersebut menghasilkan
bongkah-bongkah batuan yang mudah lepas karena rekatan antar fragmen batuan sangat
lemah. Kondisi morfologi dan geologi tersebut membuat Kabupaten Situbondo menjadi
daerah yang mempunyai tingkat kerentanan terhadap bahaya gerakan massa tanah yang
cukup tinggi.
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh peristiwa gerakan massa tanah yang terjadi di Dusun Lucu
Palongan. Gerakan massa tanah yang terjadi berupa tanah gerak dengan retakan tanah yang
sudah mengalami penurunan sampai 3 meter pada bagian mahkota. Tanah gerak tersebut
terjadi pada lahan pertanian masyarakat, yang sewaktu-waktu bisa mengalami keruntuhan
dan akan mengancam kelestarian alam dan keselamatan jiwa maupun harta benda penduduk
setempat. Untuk mengurangi dampak yang akan ditimbulkan oleh bencana alam gerakan
massa tanah tersebut, maka perencanaan sistem peringatan dini bencana tanah tongsor di
daerah penelitian sangat diperlukan dan penting untuk dilaksanakan. Lokasi penelitian
terletak di Dusun Lucu Palongan, Desa Campoan, Kecamatan Mlandingan, Kabupaten
Situbondo, Jawa Timur, seperti ditunjukkan dalam Gambar 1. Penelitian ini bertujuan untuk
investigasi dan mitigasi gerakan massa tanah di daerah penelitian. Investigasi antara lain
untuk mengetahui kondisi lingkungan fisik dan kondisi masyarakat, mempelajari faktor-
faktor penyebab terjadinya gerakan massa tanah, jenis dan mekanismenya serta
mengidentifikasi daerah rawan yang akan terkena dampak dari bencana alam gerakan tanah.
Mitigasi antara lain untuk memberikan rekomendasi penanganan bencana alam gerakan tanah
dengan pendekatan sistem peringatan dini.
6
Pengeboran
Pengeboran dilakukan untuk menjelaskan struktur geologi dan bidang longsor pada daerah
longsoran. Pengeboran dilaksanakan sepanjang garis tinjauan yang dibuat sesuai dengan
posisi dan arah longsoran, pada interval antara 30 m – 50 m. Tiga atau lebih lubang bor
dibuat dalam blok longsor dan sedikitnya satu lubang bor dibuat di belakang mahkota
longsoran dengan minimun empat lubang bor secara keseluruhan.
Gambar Letak lokasi daerah penelitian
Survei bidang gelincir
Survei bidang gelincir dilakukan untuk menentukan lokasi dari bidang gelincir. Ada dua
metode untuk menentukan bidang gelincir, yaitu dengan analisis inti bor (boring core
analysis) dan menggunakan alat untuk memantau. Analisis inti bor dilakukan dengan
interpretasi secara geologi, baik interpretasi selama proses pengeboran maupun interpretasi
berdasarkan pengamatan inti bor. Alat yang digunakan untuk pemantauan bidang gelincir
antara lain adalah underground strain gauge, borehole inclinometer dan multi-layer
movement meter. Ketiga alat tersebut dimasukkan kedalam lubang bor. Penyelidikan
7
penurunan permukaan Investigasi penurunan bentuk permukaan dilakukan untuk
menggambarkan batasan-batasan tanah longsor, ukuran, tingkat aktivitas dan arah
pergerakan. Penyelidikan penurunan permukaan juga dilakukan untuk menentukan
pergerakan blok dari longsoran utama. Adanya mahkota dan retakan yang melebar digunakan
untuk menentukan apakah akan berpotensi untuk bergerak di masa mendatang. Alat yang
digunakan untuk investigasi penurunan bentuk permukaan terdiri dari extensometer, tiltmeter
dan GPS.
Pengukuran muka air tanah
Pengukuran muka air tanah untuk menentukan hubungan antara curah hujan dan fluktuasi air
tanah dan pengaruh pada tekanan pori pada bidang gelincir. Pengukuran muka air tanah dapat
dilakukan pada setiap lubang bor. Alat yang digunakan untuk mengukur muka air tanah
adalah pore pressure gauge. Jarak waktu pengamatan untuk pengukuran muka air tanah
selama hujan yang sangat lebat pasti akan lebih ditingkatkan, untuk memahami hubungan
antara curah hujan dengan muka air tanah.
Pengukuran curah hujan
Pengukuran curah hujan dilakukan untuk menentukan hubungan antara hasil pencatatan curah
hujan dan hasil pencatatan pergerakan tanah pada alat pengukur penurunan permukaan. Hasil
pencatatan alat pengukur curah hujan dapat digunakan sebagai pembanding dengan hasil
pencatatan pergerakan tanah yang dapat dinyatakan bahwa semakin besar intensitas curah
hujan, maka tanah cenderung akan mudah bergerak.
KONDISI GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
Daerah penelitian dan sekitarnya merupakan daerah perbukitan dengan kemiringan lereng
yang terjal. Morfologi di bagian timur (hulu) daerah penelitian adalah perbukitan yang
tersusun oleh material-material hasil pengendapan yang berupa bongkah-bongkah batuan
yang mudah lepas karena adanya pelapukan. Morfologi di bagian utara (hilir) daerah
penelitian merupakan daerah dataran rendah. Daerah longsoran mempunyai sudut kelerengan
yang bervariasi, yaitu kelerengan dengan sudut 20º yang terdapat pada daerah tengah
sampai kaki longsoran dan kelerengan dengan sudut 25º yang terdapat pada daerah
mahkota hingga daerah tengah longsoran dengan ketebalan soil mencapai 20 – 30 meter.
8
Morfologi daerah penelitian yang miring menyebabkan gaya vertikal yang menarik batuan ke
arah bawah semakin tinggi, hal ini mendukung terjadinya longsoran di daerah penelitian.
Tataguna lahan di daerah longsoran berupa persawahan dan di bagian hulu berupa
permukiman. Kondisi sawah selalu ditanami dengan tanaman musiman seperti padi, jagung
dan tembakau. Air yang terus menerus tertahan di persawahan berakibat pada bertambahnya
intensitas air yang masuk ke dalam tanah. Kondisi seperti ini akan menurunkan kuat geser
tanah secara signifikan dan meningkatkan beban lereng. Sungai di daerah penelitian
menempati bagian selatan daerah penelitian, di dalam blok longsoran terdapat saluran yang
digunakan untuk mengalirkan air ke persawahan. Hal ini mengakibatkan air meresap ke
dalam tanah secara terus menerus. Kejadian ini mempercepat longsoran di daerah penelitian.
Kondisi geomorfologi dan tataguna lahan di daerah penelitian seperti pada Gambar 2.
Gambar Kondisi geomorfologi dan tataguna lahan di daerah penelitian
Hidrologi daerah penelitian
Berdasarkan hasil pengamatan dan penyelidikan di lapangan, kondisi akuifer di daerah
penelitian merupakan kombinasi antara akuifer butir dan akuifer celah. Air hujan yang masuk
ke bawah permukaan tanah melalui pori-pori dan celah-celah pada tanah akan menjenuhi
tanah dan tanah akan mengalami penurunan kekuatan gesernya. Intensitas air yang meningkat
pada waktu musim hujan (Desember – Maret) akan mengakibatkan air dari permukaan tanah
yang masuk ke bawah permukaan juga meningkat. Peningkatan air bawah tanah
menyebabkan adanya penambahan tekanan air pori. Tekanan air pori akan mengakibatkan
penjenuhan yang mempercepat terubahnya partikel tanah menjadi plastis dan cair. Kondisi ini
9
menyebabkan longsoran di daerah penelitian. Mekanika tanah daerah penelitian Hasil
pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk mengetahui nilai kuat geser tanah di daerah
penelitian.
KONDISI LONGSORAN
Longsoran di daerah penelitian berupa tanah gerak yang telah mengalami rekahan (crack) dan
penurunan. Tinggi tebing utama longsoran (main scarp) sudah lebih dari 3 meter. Terdapat 6
minor scarp di bagian kaki longsoran dengan ketinggian antara 10 cm – 50 cm. Di bagian
kaki longsoran terdapat sungai dengan kedalaman 20 meter dan lebar 7 meter.
Longsoran terjadi pada daerah dengan luas 150 m x 170 m dengan arah umum longsoran N
210º E. Dampak dari material longsoran adalah pada daerah dataran dan permukiman
penduduk di bagian hilir berjarak 2 km. Jenis gerakan massa tanah adalah longsoran
(slides). Faktor penyebab terjadinya gerakan tanah Faktor penyebab terjadinya gerakan tanah
di daerah penelitian adalah disebabkan oleh faktor alamiah dan faktor manusia. Faktor
alamiah yang menjadi faktor pengontrol adalah kondisi geomorfologi dan stratigrafi. Faktor
alamiah yang menjadi faktor pemicu adalah curah hujan yang tinggi. Intensitas hujan rata-
rata selama 5 tahun di daerah penelitian pada Bulan Desember adalah 295,5 mm/bulan, Bulan
Januari sebesar 212,2 mm/ bulan, Bulan Februari sebesar 269,8 mm/bulan dan bulan Maret
sebesar 184,6 mm/bulan. Faktor alamiah yang menjadi faktor pemicu lainnya adalah
gempa bumi. Pada pertengahan Agustus 2007 telah terjadi gempa bumi di Kabupaten
Situbondo. Gempa bumi tersebut akan berpengaruh terhadap longsoran di daerah penelitian.
Faktor manusia yang menyebabkan longsoran di daerah penelitian adalah adanya persawahan
yang membuat air terus menerus ada di permukaan dan meresap ke bawah permukaan,
kenaikan intensitas air yang menerus menyebabkan terjadinya perubahan karakteristik tanah
dan menurunkan kuat geser tanah secara signifikan di daerah penelitian. Kondisi persawahan
juga akan menambah beban lereng, hal ini menyebabkan terjadiya longsoran.
Identifikasi daerah rawan
Ancaman langsung dari gerakan massa tanah di Dusun Lucu Palongan adalah terhadap
penduduk yang sedang bekerja di lahan pertanian dalam blok longsoran. Ancamannya adalah
apabila gerakan massa tanah di Dusun Lucu Palongan mengalami longsor (keruntuhan
lereng), maka masyarakat yang sedang berada dalam blok longsoran akan ikut terbawa
longsor dan akan mengancam keselamatan jiwa. Selain itu daerah yang terancam dengan
10
gerakan tanah di Dusun Lucu Palongan adalah daerah di bagian hilir Sungai Kali Plalangan,
yaitu Dusun Bretan dan Dusun Batuampar Desa Selowogo yang merupakan daerah
permukiman dengan morfologi datar yang berada tepat di sisi Sungai Kali Plalangan.
Ancaman yang dapat terjadi adalah apabila gerakan tanah di Dusun Lucu Palongan
mengalami longsor (keruntuhan lereng) ke arah sungai, maka material yang akan terbawa
sungai menjadi melimpah dan kemungkinan dapat terjadi banjir bandang. Di sekitar lokasi
penelitian morfologi sungai sangat terjal yang memungkinkan terbentuknya bendung alamiah
dari material longsoran. Selain ancaman dari keruntuhan blok longsoran di Dusun Lucu
Palongan, terdapat ancaman lain yang berupa jatuhan bongkah-bongkah batuan di bagian
hulu dari Sungai Kali Plalangan. Bongkah-bongkah batuan tersebut mudah lepas
oleh air karena ikatan antar fragmen batuan sangat lemah. Air hujan dapat dengan mudah
menggerus ikatan antar fragmen batuan tersebut, sehingga batuan akan jatuh sampai ke
Sungai Kali Plalangan. Jika debit sungai besar maka dapat terjadi aliran debris/banjir
bandang dengan material bongkahan-bongkahan batuan tersebut. Peta kondisi daerah rawan
seperti terlihat dalam Gambar 5 berikut
Gambar Peta kondisi daerah rawan (sumber : Peta Rupabumi
Digital Indonesia, 1999)
11
PERENCANAAN SISTEM PERINGATAN DINI
Perencanaan pemasangan alat pemantau gerakan tanah
Penetapan lokasi pemasangan instrumen peringatan dini di lokasi penelitian didasarkan pada
permasalahan teknik, kondisi longsoran dan kondisi sosial. Dari pengamatan lapangan, dalam
blok longsoran memungkinkan untuk dibuat garis tinjauan sebanyak 2 buah yaitu pada kedua
puncak dari blok longsoran. Pada masing-masing garis tinjauan dilakukan pengeboran
sebanyak 3 lubang bor dalam blok longsoran dengan jarak antar lubang bor 40 meter dan
satu lubang bor di belakang mahkota longsoran. Jumlah lubang bor secara keseluruhan
sebanyak 8 lubang bor. Fungsi dari pengeboran antara lain untuk mengetahui struktur geologi
dan bidang gelincir serta untuk memasang alat pemantauan muka air tanah (pore pressure
gauge) dan alat pemantauan bidang gelincir (strain gauge/borehole inclinometer). Tiltmeter
dipasang untuk mempelajari perluasan yang potensial dari area longsoran. Tiltmeter dipasang
pada 4 titik yaitu 1 titik di belakang mahkota dan 3 titik dalam blok longsoran. Pada masing-
masing titik dipasang 2 unit tiltmeter dengan arah utara-selatan dan barat-timur.
Extensometer otomatis dipasang pada daerah dengan tingkat keaktifan pergerakan tanah yang
relatif lebih besar. Extensometer otomatis sebanyak 2 unit masing-masing dipasang pada
mahkota/tebing utama longsoran (main scarp). Extensometer manual sebanyak 3 unit
masing-masing 2 unit dipasang pada scarp minor di bagian kaki longsoran dan 1 unit
dipasang pada bagian pinggir sebelah barat tebing utama longsoran. Alat pengukuran
pergerakan tanah sederhana menggunakan papan kayu memungkinkan dipasang sebanyak 3
unit pada scarp minor di bagian kaki longsoran, karena penurunan permukaan tanah belum
besar. Pencatat curah hujan dipasang untuk mengukur intensitas curah hujan yang terjadi di
daerah blok longsoran. Pencatat curah hujan otomatis sebanyak 1 unit dipasang pada
perkampungan penduduk supaya aman dari longsoran dan dapat selalu dikontrol. Untuk bisa
menjalankan suatu sistem peringatan dini bencana alam tanah longsor, alatalat pemantau
gerakan tanah yang dipasang tersebut harus dihubungkan dengan sirine yang penempatannya
di perkampungan penduduk. Perencanaan posisi pemasangan alat pemantau gerakan tanah
seperti pada Gambar. Disamping alat pemantau gerakan tanah yang telah disebutkan diatas,
di daerah Dusun Lucu Palongan dan sekitarnya juga masih memerlukan beberapa alat lainnya
untuk penanganan gerakan tanah dengan tipe jatuhan batu. Kondisi geologi di daerah Dusun
Lucu Palongan dan sekitarnya didominasi oleh batuan breksi gunungapi yang pada umumnya
sudah melapuk di bagian permukaan. Lapukan tersebut menghasilkan bongkah-bongkah
12
batuan yang mudah lepas karena daya rekat antar fragmen batuan sangat lemah. Alat yang
dapat dipasang untuk memantau gerakan tanah tipe jatuhan batu antara lain sensor kabel
(wire sensor) dan sensor getar (vibration sensor)
Gambar Perencanaan lokasi pemasangan alat pemantau gerakan tanah
Sistem penyampaian informasi peringatan dini Dari pengamatan di lapangan, sarana
komunikasi antar warga sudah menggunakan handphone (HP). Pelaporan/penyampaian
informasi saat terjadi bencana alam gerakan tanah di Dusun Lucu Palongan adalah secepat
mungkin informasi dapat sampai ke warga Dusun Bretan dan Batuampar. Informasi adanya
gejala/kejadian gerakan tanah pertama sekali diketahui oleh warga Dusun Lucu Palongan
melalui alat pemantau gerakan tanah yang dihubungkan dengan sirine. Kemudian informasi
tersebut diteruskan sampai diterima oleh warga Dusun Bretan dan warga Dusun Batuampar
Desa Selowogo. Sistem pelaporan sebaiknya menggunakan peralatan alat komunikasi seperti
13
telepon, handphone (HP) dan handytalky (HT), juga dapat menggunakan kentungan dengan
cara estafet.
KESIMPULAN
Penanganan yang dilakukan adalah dengan pendekatan sistem peringatan dini. Untuk bisa
menjalankan suatu sistem peringatan dini bencana alam tanah longsor, alat-alat pemantau
gerakan tanah harus dihubungkan dengan sirine. Jika sirine berbunyi, seluruh warga Dusun
Lucu Palongan dan masyarakat yang berada di dalam blok longsoran akan mendengar
bunyi sirine tersebut, masyarakat harus segera meninggalkan blok longsoran. Informasi
terjadinya longsoran harus secepat mungkin dapat sampai ke warga Dusun Bretan dan
Batuampar. Setelah mendapatkan informasi, warga harus segera mengungsi.
14
top related