teknologi pengolahan bahan bakar nabati …database.forda-mof.org/uploads/pemanfaatan5.pdf ·...
Post on 02-Mar-2019
237 Views
Preview:
TRANSCRIPT
TEKNOLOGI PENGOLAHAN BAHAN BAKAR NABATI
BERBASIS LEMAK DAN MINYAK (BIO-DIESEL)
1. Djeni Hendra, M.Si.
2. Santiyo Wibowo, S.TP., M.Si.
3. Novitri Hastuti, S.Hut., M.Sc.
4. Heru Satrio Wibisono, S.Hut.
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KETEKNIKAN KEHUTANAN DAN PENGOLAHAN HASIL HUTAN
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
BOGOR, DESEMBER 2014
ii
TEKNOLOGI PENGOLAHAN
BAHAN BAKAR NABATI BERBASIS LEMAK DAN
MINYAK (BIO-DIESEL)
Bogor, Desember 2014 Menyetujui Koordinator, Ketua Tim Pelaksana, Ir. Totok. K. Waluyo, M.Si Djeni Hendra, MSi NIP. 19600506 1987 1. 004 NIP.19550108 198503 1 001 Mengetahui Mengesahkan Ketua Kelti, Kepala Pusat, Djeni Hendra M.Si Dr. Ir. Rufi’ie, M.Sc NIP.19550108 198503 1 001 NIP. 19601207 198703 1 005
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................. ii
DAFTAR ISI ....................................................................................... iii
DAFTAR TABEL ................................................................................ iv
DAFTAR GAMBAR ............................................................................ v
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................... vi
Abstrak ............................................................................................... 1
BAB I. PENDAHULUAN ..................................................................... 2
iii
A. Latar Belakang ..................................................................... 2
B. Tujuan dan Sasaran ............................................................. 3
C. Luaran .................................................................................. 4
D. Hasil yang Telah Dicapai ..................................................... 4
E. Ruang Lingkup ..................................................................... 5
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA............................................................ 8
BAB III. METODE PENELITIAN ......................................................... 15
A. Lokasi Penelitian .................................................................. 15
B. Bahan dan Peralatan ........................................................... 15
C. Prosedur Kerja ..................................................................... 15
D. Analisis Data ........................................................................ 18
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................. 19
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................. 40
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 43
LAMPIRAN......................................................................................... 45
iv
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Proses penyempurnaan pembuatan biodiesel .................................. 6
Tabel 2. Sifat fisiko kimia biodiesel standar SNI 04-7182-2006 ..................... 13
Tabel 3. Sifat fisiko kimia minyak mentah (crude oil) dari biji nyamplung,
malapari dan bintaro ......................................................................... 19
Tabel 4. Komposisi asam lemak dari minyak nyamplung, malapari
dan bintaro ....................................................................................... ̀ 20
Tabel 5. Bilangan asam minyak nyamplung (33,96) pada proses
degumming I dan degumming II ....................................................... 21
Tabel 6. Bilangan asam minyak malapari (10,17) pada proses
degumming I dan degumming II ...................................................... 22
Tabel 7. Bilangan asam minyak bintaro (6,33) pada proses
degumming I dan degumming II ...................................................... 22
Tabel 8. Bilangan asam minyak nyamplung sebelum dan sesudah
proses esterifikasi ............................................................................. 24
Tabel 9. Bilangan asam minyak malapari sebelum dan sesudah
proses esterifikasi ............................................................................ 24
Tabel 10. Bilangan asam minyak bintaro sebelum dan sesudah
proses esterifikasi ............................................................................ 25
Tabel 11. Bilangan asam nyamplung sebelum dan sesudah
proses transesterifikasi .................................................................... 26
Tabel 12. Bilangan asam malapari sebelum dan sesudah
proses transesterifikasi .................................................................... 27
Tabel 13. Bilangan asam bintaro sebelum dan sesudah
proses transesterifikasi .................................................................... 27
Tabel 14. Perbandingan data analisis biodiesel nyamplung, malapari
dan bintaro dengan SNI-04-7182-2006 ........................................... 30
Tabel 15. Rangkuman hasil penyempurnaan pembuatan biodiesel ................. 34
Tabel 16. Sifat fisiko kimia biodiesel dari minyak biji nyamplung,
malapari dan bintaro ........................................................................ 36
v
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Struktur bentonit ............................................................................. 9
Gambar 2. Struktur zeolit ................................................................................. 9
Gambar 3. Diagram alir proses pembuatan biodiesel malapari ........................ 18
vi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Penyempurnaan biodiesel nyamplung, malapari dan bintaro ...... 46
Lampiran 2. Foto bunga, buah dan biji nyamplung ......................................... 47
Lampiran 3. Foto bunga, buah dan biji malapari ............................................. 47
Lampiran 4. Foto bunga, buah dan biji bintaro ................................................ 47
Lampiran 5. Foto biji nyamplung, malapari dan bintaro
yang sedang dikeringkan ............................................................. 47
Lampiran 6. Foto proses pembuatan biodiesel skala laboratorium ................. 48
Lampiran 7. Foto minyak biodiesel .................................................................. 48
Lampiran 8. Foto mesin ekstraksi minyak sistim semi kontinyu, alat
estran dan proses pengendapan biodiesel skala semi pilot. ....... 48
Lampiran 9. Aplikasi biodiesel nyamplung, malapari dan bintaro ..................... 49
1
Abstrak
Dengan semakin menurun potensi minyak bumi sedang konsumsinya terus menerus meningkat, banyak negara di dunia mulai mengem-bangkan biodiesel. Biodiesel adalah minyak solar yang dibuat dari minyak nabati berbagai macam tumbuhan diantaranya dari tanaman hutan. Tujuan penelitian adalah penyempurnaan proses pembuatan bio-diesel dari biji nyamplung (Callophyllum inophyllum), malapari (Pongamia pinnata), dan bintaro (Carbera manghas). Pada penelitian ini beberapa perlakuan yang dilakukan adalah : 1). Perlakuan awal pada bahan baku 2). Teknik degumming dengan penambahan katalis asam fosfat, dan dilanjutkan dengan penambahan bentonit 3). Proses esterifikasi dengan katalis metanol asam, yang dilanjutkan dengan penambahan zeolit 4). Proses transesterifikasi dengan katalis metanol basa, 5). Pengujian sifat fisiko-kimia bio-diesel sesuai dengan standar SNI 04-7182-2006. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan campuran metanol 15% dan katalis KOH 0,4% menurunkan bilangan asam nyamplung menjadi 0,76 mg basa/g. Bilangan asam malapari mengalami penurunan terbaik pada perlakuan kombinasi metanol 20% dan KOH 0,6%. Perlakuan ini menurunkan bilangan asam menjadi 0,73 mg basa/g sedangkan perlakuan terbaik untuk menurunkan bilangan asam bintaro terjadi pada perlakuan kombinasi antara metanol 20% dengan KOH 0,6% yang dapat menurunkan bilangan asam menjadi 0,47 mg basa/g.
Kata kunci: Nyamplung, malapari, bintaro, minyak biodiesel.
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Krisis energi yang melanda dunia telah membangunkan
kesadaran banyak Negara untuk memikirkan jalan keluar dalam
mengatasi sumber energi bahan bakar fosil (BBF). Bahan bakar posil
berupa minyak bumi, batu bara, dan gas alam telah menjadi ke-
butuhan energi terbesar. Konsumsi terhadap BBF tersebut diper-
kirakan oleh Energy Information Administration akan meningkat 57%
dari tahun 2002 hingga 2025. Padahal, disisi lain ternyata cadangan
minyak sumber BBF semakin ber-kurang akibat eksploitasi dan
pemakaian yang sangat besar. Berdasarkan laporan dari Congres-
sional Research Service (CRS) kepada komisi energi, jika tidak ada
perubahan pola konsumsi, cadangan minyak bumi hanya cukup
untuk 30–50 tahun lagi. Untuk menekan pertumbuhan konsumsi BBF
domestik, pemerintah menerbitkan instruksi presiden No.1 tahun
2006 tanggal 25 Januari 2006 tentang penyediaan dan pemanfaatan
bahan bakar nabati (biofuel) sebagai alternatif bahan bakar.
Kebutuhan solar Indonesia dari tahun ke tahun terus naik,
pada tahun 1995 : 15,84 juta kiloliter (ton), tahun 2000 : 21,39 juta
kiloliter, tahun 2005 : 27,05 juta kiloliter dan pada tahun 2010
diperkirakan 34,71 juta kiloliter. Pada tahun 2001, impor solar
34%dari kebutuhan nasional dan pada tahun 2020 mendatang,
diperkirakan Indonesia akan menjadi negara importir bahan bakar
minyak (BBM) secara besar-besaran, (Reksowardoyo, 2005).Dari
kilang minyak lama, Indonesia pada waktu ini masih mampu
memproduksi BBM sebesar 8,7 triliun kubik per hari (Soerawidjaya,
2002) dan akan terus menurun produksinya. Pada tahun 2000,
produksi BBM khususnya solar adalah 15,99 juta kiloliter dan
kebutuhan domestik adalah 21,455 juta kiloliter, sehingga terdapat
3
kekurangan suplai solar sebesar 6,25 juta kiloliter yang penga-
daannya diperoleh dari impor. Kebijakan pengadaan solar dalam
negeri dengan mengandalkan impor adalah keliru karena akan
mengurangi devisa negara, terlebih lagi penjualan solar kepada
masyarakat ataupun industri masih diunjang oleh subsidi (Samiarso,
2001).
Permasalahan pemakaian BBM minyak bumi adalah karena
sifatnya yang tidak dapat dipulihkan (non renewable), oleh karena
itu perlu disubstitusi oleh bahan bakar yang dapat dipulihkan antara
lain yang berasal dari tanaman kehutanan, pertanian dan per-
kebunan. Dihubungkan dengan kebijakan energi nasional dibidang
intensifikasi, keterkaitannya adalah dapat memanfaatkan areal hu-
tan semaksimal mungkin secara intensif dan ekstensif untuk
pengembangan tanaman hutan penghasil energi. Program nasional
diversifikasi energi adalah pengkayaan produksi jenis-jenis bahan
energi baru yang dapat dipulihkan, di antaranya bahan bakar peng-
ganti solar dari minyak nabati (Krause, 2001).
Sehubungan dengan itu, penelitian tentang pemanfaatan
jenis-jenis pohon dari hutan tanaman yang bijinya menghasilkan
minyak sebagai bahan baku pembuatan biodiesel perlu terus
dilakukan dan ditingkatkan. Biodiesel adalah BBM sejenis solar
sebagai bahan bakar mesin diesel, atau otomotif lainnya yang dibuat
dari bahan nabati berupa minyak yang dalam penelitian ini bahan
bakunya adalah minyak dari biji tanaman nyamplung, malapari, dan
bintaro.
B. Tujuan dan Sasaran
1. Tujuan
Tujuan penelitian adalah menyempurnakan teknik pembuatan
biodiesel dari minyak biji nyamplung, malapari dan bintaro.
4
2. Sasaran
Sasaran penelitian adalah dihasilkannya informasi hasil
pengolahan biodiesel dari biji buah nyamplung, malapari dan bintaro.
C. Luaran
1. Laporan hasil penelitian teknologi pengolahan biodiesel dari
minyak biji nyamplung, malapari dan bintaro.
2. Draft karya tulis ilmiah.
D. Hasil yangTelah Dicapai
Hasil penelitian 2011 (Sudradjat dkk., 2011) yaitu menunjuk-
kan bahwa rendemen minyak bintaro berkisar antara 36 - 41%.
Meskipun demikian persentase bagian biji dari volume buahnya
sangat kecil (10%) sehingga untuk memperoleh 1 kg biji diperlukan
sekitar 10 kg buah atau 50 kg buah basah. Komposisi jenis asam
lemak dari minyak dan biodiesel bintaro didominasi asam oleat
(38,13%), palmitat (19,68%) dan linoleat (14,19%). Untuk minyak
biodieselnya didominasi metil ester oleat (49,49%), metil ester
palmitat (17,83%) dan metil ester linoleat (17,74%). Hasil uji
degumming minyak bintaro menunjukkan penggunaan H3PO4 mulai
konsentrasi 16% sudah memberikan nilai bilangan asam yang
memenuhi syarat untuk minyak tersebut diolah lanjut menjadi
biodiesel.
Hasil penelitian tahun 2012 (Djeni Hendra dkk., 2012) yaitu
penelitian pembuatan biodiesel dari minyak biji kemiri sunan
mempunyai nilai bilangan asam sebesar 13,65 mg basa/g, kadar
asam lemak bebas (FFA) 6,63%, kadar air 9,6%, densitas 985,49
kg/m³, dan viskositas kinematik sebesar 26,57 mm2/s (cSt). Produksi
biodiesel berbahan baku minyak biji kemiri sunan telah memiliki mutu
yang sesuai dengan persyaratan standar biodiesel (SN-2006) yaitu
kadar air sebesar 0,05%, bilangan asam 0,66 mg basa/g, kadar
asam lemak bebas 0,33%, densitas 874 kg/m3, viskositas kinematik
pada suhu 40oC 4,24 mm2/s (cSt), bilangan iodium 91,20 g I2/100 g,
5
bilangan setana 64 dan rendemen minyak biodiesel yang dihasilkan
sebesar 79,68%.
Hasil Penelitian tahun 2013 (Djeni Hendra dkk., 2013) yaitu
penelitian pembuatan biodiesel dari bahan baku biji malapari
menghasilkan rendemen minyak mentah (crude oil) sebesar 31,66%
dengan nilai bilangan asam sebesar 12,17 mg KOH/g, kadar asam
lemak bebas (FFA) 6,08%, kadar air 9,6%, densitas 865 kg/m³, dan
viskositas kinematik sebesar 26,57mm2/s (cSt). Berdasarkan hasil
penelitian pendahuluan pembuatan minyak biodiesel, perlakuan
degumming I menggunakan penambahan katalis H3PO4 0,25%, yang
dilanjutkan dengan proses degumming II menggunakan campuran
bentonit dan zeolit (0,5% : 0,5%) b/v, esterifikasi menggunakan
campuran katalis metanol 20% (v/v) dan HCl 1% (v/v) dan trans-
esterifikasi menggunakan campuran katalis metanol 15% (v/v) dan
KOH 0,4% (b/v) memiliki kualitas biodiesel yang cukup baik yaitu :
kadar air sebesar 0,048%, bilangan asam 0,82 mg basa/g, densitas
886 kg/m3, viskositas kinematik 5,41 mm2/s (cSt), Bilangan
penyabunan 196,24 mg basa/g, Kadar ester alkil 104,55% massa,
bilangan iodium 48,73 g I2/100 g, Bilangan setana 63,15, dan titik
nyala 111,5 0C. Minyak biodiesel yang dihasilkan kualitasnya masih
ada yang belum memenuhi persyaratan biodiesel (SNI-2006), dan
ada sedikit kelemahannya yaitu tidak bisa digunakan B-100 pada
daerah yang mempunyai suhu rendah.
E. Ruang Lingkup
Lingkup kegiatan ini mencakup penyempurnaan pengolahan
biji buah nyamplung, malapari dan bintaro menjadi minyak biodiesel,
analisis karakteristik sifat fisiko-kimia biodiesel. Lingkup penyem-
purnaan yang dilakukan adalah sebagai berikut :
6
Tabel 1. Proses penyempurnaan pembuatan biodiesel
No. Bahan baku Aspek yang disempurnakan
Teknik
1. 2. 3.
Nyamplung Malapari Bintaro
1. Bilangan asam 2. Viskositas 3. Densitas 1. Bilangan asam 2. Viskositas 3. Densitas 4. Bilangan penya-
bunan 1. Densitas 2. Bilangan penya-
bunan 3. Kadar abu
1. Pengukusan, pengeri-ngan dan ekstraksi
2. Deguming dengan H3PO4 0,75%. 1,5%, dan 2,0% yang dilanjutkan dengan penambahan bentonit 1%, 1,5% dan 2,5%.
3.Teknik esterifikasi dengan campuran metanol teknis dan HCl teknis 1% (v/v) yang dilanjutkan dengan penambahan zeolit 0,5%, 1% dan 1,5%.
4. Teknik transesterifikasi dengan campuran meta-nol teknis dan KOH teknis yang direaksikan selama 30 menit pada suhu 60-70o C.
1. Pengukusan, penge-
ringan dan ekstraksi 2. Deguming dengan H3PO4
0,5%. 1%, dan 1,5% yang dilanjutkan dengan pe-nambahan bentonit 1%, 1,5% dan 2%.
3.Teknik esterifikasi dengan campuran metanol teknis dan HCl teknis 1% (v/v) yang dilanjutkan dengan penambahan zeolit 0,5%, 1% dan 1,5%.
4. Teknik transesterifikasi dengan campuran meta-nol teknis dan KOH teknis yang direaksikan selama 30 menit pada suhu 60-70oC.
1. Pengukusan, pengeri-
ngan dan ekstraksi 2. Deguming dengan H3PO4
0,5%, 0,75% dan 1%
7
yang dilanjutkan dengan penambahan bentonit 1%, 1,5% dan 2%.
3.Teknik esterifikasi dengan campuran metanol teknis dan HCl teknis 1% (v/v) yang dilanjutkan dengan penambahan zeolit 0,5%, 1% dan 1,5%.
4. Teknik transesterifikasi dengan campuran meta-nol teknis dan KOH teknis yang direaksikan selama 30 menit pada suhu 60-70oC.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Biodiesel
Biodiesel pada umumnya diklasifikasikan sebagai mono-alkil
ester dari lemak atau minyak yang mempunyai potensi sangat besar
untuk dikembangkan sebagai bahan bakar karena mempunyai
banyak keuntungan dari segi lingkungan. Keuntungan penggunaan
biodiesel diantaranya adalah dapat diperbaharui, penggunaan energi
lebih efisien, dapat menggantikan penggunaan bahan bakar diesel
dan turunannya dari bahan bakar minyak serta dapat digunakan
pada kebanyakan motor diesel dengan tidak perlu modifikasi, dapat
mengurangi emisi/CO2 yang menyebabkan pemanasan global,
mengurangi emisi gas beracun dari knalpot, bersifat “biodegradable”
dan mudah digunakan (Tyson, 2004). Biodiesel telah sukses
diproduksi di banyak negara, tetapi di Indonesia ada masalah yang
berkaitan dengan penyediaan bahan baku. Oleh karena itu, pene-
litian produksi biodiesel dari sumber-sumber lain yang selama ini
belum terpikirkan untuk dimanfaatkan perlu ditingkatkan.
Kejernihan suatu minyak dipengaruhi oleh zat warna yang
terkandung dalam minyak. Proses bleaching dimaksudkan untuk
menghilangkan zatwarna yang tidak disukai dalam minyak. Pigmen
dalam minyak terdiri atas dua golongan yakni zat warna alamiah dan
zat warna hasil degradasi zat warna alamiah.
Sabun dan komponen logam dapat dipisahkan dengan baik
pada proses bleaching. Bleaching dilakukan dengan cara adsorpsi
dan chelasi. Adsorpsi dilakukan dengan cara mencampur minyak
dengan sejumlah kecil adsorben (Ketaren, 1986). Salah satu
adsorben yang dapat digunakan untuk proses bleaching minyak
pada penelitian ini adalah bentonit dan zeolit.
9
Gambar 1. Struktur bentonit
Bentonit adalah nama dagang untuk sejenis lempung yang
mengandung mineral montmorilonit (pembangun struktur bentonit).
Di Inggris nama bentonite ditunjukkan untuk sejenis lempung dari
mineral montmorilonit-natrium, sedangkan dari jenis mineral
monmorilonit-kalsium disebut fuller earth (lempung pembersih).
Rumus kimia: (MgCa)O.Al2O3.5SiO2.nH2O, dengan nilai n sekitar 8.
Bentonit berwarna dasar putih sedikit kecoklatan, kemerahan atau
kehijauan tergantung dari jenis komposisi mineralnya.Selain itu juga
bersifat sangat lunak, ringan, mudah menyerap air dan dapat me-
lakukan pertukaran ion.
Gambar 2. Struktur zeolit
10
Zeolit adalah senyawa zat kimia alumino-silikat berhidrat
dengan kation natrium, kalium dan barium. Rumus kimia:
M2/nO.Al2O3.xSiO2.yH2O. Secara umum, zeolit memiliki molekular
sruktur yang unik, dimana atom silikon dikelilingi oleh 4 atom oksigen
sehingga membentuk semacam jaringan dengan pola yang teratur.
Beberapa tempat di jaringan ini, atom silikon digantikan dengan atom
aluminium, yang hanya terkoordinasi dengan 3 atom oksigen. Atom
aluminium ini hanya memiliki muatan 3+, sedangkan silikon sendiri
memiliki muatan 4+. Keberadaan atom aluminium ini secara
keseluruhan akan menyebabkan zeolit memiliki muatan negatif.
Muatan negatif inilah yang menebabkan zeolit mampu mengikat
kation. Zeolit juga sering disebut sebagai molecular sieve atau
molecular mesh (saringan molekuler) karena zeolit memiliki pori-pori
berukuran melekuler sehingga mampu memisahkan atau menyaring
molekul dengan ukuran tertentu. Zeolit mempunyai beberapa sifat
antara lain mudah melepas air akibat pemanasan, mudah melepas
kation dan diganti dengan kation lainnya.
B. Nyamplung
Nyamplung (Callophyllum inophyllum) mempunyai nama
daerah bintangor, bintol, mentangur, penanga di Sumatera, bunut,
nyamplung, bintangur, sulatri, punaga di Jawa, bataoh, bentangur,
butoo, jampelung, jinjit, mahadingan, maharunuk di Kalimantan,
betau, bintula, dinggale, pude, wetai di Sulawesi, balitoko, bintao,
bitaur, petaule di Maluku, dan bentango, gentangir, mantau,
samplong di NTT. Dijelaskan pula bahwa daerah penyebaran di
Indonesia meliputi Sumatera Barat, Riau, Jambi, Sumatera Selatan,
Lampung, Jawa, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Sulawesi,
Maluku dan Nusa Tenggara Timur. Tanaman nyamplung tumbuh di
hutan tropis dengan curah hujan A dan B, pada tanah berawa dekat
pantai sampai pada tanah kering berbukit-bukit sampai ketinggian
800 m dari permukaan laut.
11
Buah nyamplung berbentuk bulat seperti peluru dengan ujung
berbentuk lancip berwarna hijau terusi selama masih bergantung
pada pohon tetapi menjadi kekuning-kuningan atau berwarna
seperti kayu yang sudah luruh setelah masak, daging buahnya
tipis yang lambat laun menjadi keriput, rapuh dan mengelupas, di
dalamnya terdapat sebuah inti yang berwarna kuning terutama jika
dijemur. Biji digunakan untuk mengobati kudis, bila dimakan akan
mengakibatkan mabuk bahkan kematian, akan tetapi minyaknya
dapat digunakan untuk menyembuhkan borok dan penumbuh rambut
dan untuk penerangan. Inti (kernel) nyamplung mempunyai kan-
dungan minyak yang sangat tinggi yaitu sebesar 71,4% pada inti
yang kering dengan kadar air 3,3%, 40-73% (Soerawidjaja, 2005),
55,5% pada inti yang segar dan 70,5% pada inti yang benar-benar
kering (Greshoff dalam Heyne, 1987).
C. Malapari.
Malapari (Pongamia pinnata) adalah pohon berukuran sedang
yang umumnya mencapai ketinggian sekitar 8 meter dan diameter
batang lebih dari 50 cm. Batang umumnya singkat dengan cabang
tebal menyebar ke mahkota hemispherical padat daun hijau gelap.
Kulit adalah abu-abu tipis cokelat keabu-abuan, dan kuning di dalam.
Akar pohon malapari tebal dan panjang, akar lateral banyak dan
berkembang dengan baik. Daun menyirip majemuk terdiri dari 5 atau
7 selebaran yang diatur dalam 2 atau 3 pasang, dan leaflet terminal
tunggal. Leaflet adalah 5-10 cm panjang, 4-6 cm lebar, dan
menunjuk ujung. Bunga berwarna merah muda, ungu muda, atau
putih.Polong yang elips, 3-6 cm panjang dan 2-3 cm lebar, tebal
berdinding dan biasanya mengandung satu sampai tiga biji.
Distribusi alami pongamia disepanjang pantai dan tepi sungai.
Malapari tumbuh subur di daerah yang memiliki curah hujan tahunan
berkisar antara 500 sampai 2500 mm, pada suhu maksimum
berkisar 27-38oC dan 1 minimum menjadi 160C. Distribusi alami
12
malapari disepanjang pantai dan tepi sungai dan tidak tidak tumbuh
dengan baik pada pasir kering. Hal ini umumnya di sepanjang
saluran air atau seashores, dengan akarnya dalam air tawar atau
garam.
Minyak ini memiliki rasa pahit dan aroma yang menyengatkan,
sehingga tidak dapat dimakan. Di India, minyak ini digunakan
sebagai bahan bakar untuk memasak dan lampu, minyak ini juga
digunakan sebagai pelumas, cat binder, pestisida, pembuatan sabun
dan penyamakan kulit. Minyak ini dikenal sebagai obat tradisional
untuk pengobatan rematik, penyakit kulit manusia maupun hewan
dan efektif dalam meningkatkan pigmentasi kulit yang terkena
leucoderma atau kudis. Minyak dari malapari juga dapat digunakan
sebagai bahan baku pada pembuatan biodiesel pengganti solar.
D. Bintaro
Tanaman bintaro (Carbera manghas L.), di daerah Manado di-
sebut Goro-goro, di Banten disebut Kadong, di Ujung Pandang di-
sebut Lambuto, di daerah Sunda dan Jawa namanya Bintaro,
sedang di Bali disebut Kenyeri putih. Pohonnya agak bengkok, pada
lazimnya tidak lebih tinggi dari pada 15 meter, terdapat cukup
banyak terutama sepanjang tepi sungai, seringkali sedemikian jauh
menghulu sehingga kepayauan air tidak lagi dapat dirasakan.
Merupakan suatu pohon yang nilai ekonominya kecil. Akarnya
digunakan sebagai obat pencahar. Kayunya yang putih, rapuh
menghasilkan arang yang ringan, sangat halus dan berguna untuk
pembuatan mesiu. Daun mudanya oleh beberapa orang di daerah
Ambon dimasak sebagai sayur dan mempunyai khasiat sebagai
pencahar yang lunak.
Bentuk buah bintaro bulat seperti buah apel, dialpisi dengan
kulit yang tipis, di bawahnya terdapat suatu zat dari benang-benang
seperti seperti kayu, kasar dan ditengahnya terdapat biji yang putih.
Bijinya berbahaya bagi manusia dan hewan, tetapi di Maluku orang
13
beranggapan bahwa buah yang mentah atau bijinya dapat me-
nyebabkan sesak napas yang berat (Rumphius). Bahwa biji itu satu-
satunya bagian dari Cerbera yang beracun, inti biji yang masak dan
segar mengandung cerberine 0,6 - 1% dan zat pahit yang tak
berbentuk yang beracun, odolline. Dari biji yang masak dapat diambil
minyaknya untuk lampu. Selain untuk dibakar minyak itu digunakan
juga di Parahyangan Selatan untuk memasak benang guna
penyerapan zat-zat warna. Di daerah Riau, digunakan sebagai obat
terhadap kudis.
E. SNI 04-7182-2006
Standar Nasional Indonesia biodiesel adalah acuan untuk
mendapatkan biodiesel yang dapat digunakan untuk mesin diesel
tanpa merusak komponen-komponen permesinan. Parameter SNI
yang dijadikan standar antara lain dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 2. Sifat fisiko kimia biodiesel standar SNI 04-7182-2006
No. Parameter (Parameters)
Satuan (Unit)
Metode Uji (Test method)
Nilai Standar (Standard
value)
1. Massa jenis pada 40oC (Density)
kg/m3 ASTM D.1298 850-890
2. Viskositas kinematik pada 40oC (Cinematic viscosity)
mm2/s(cSt)
ASTM D.445 2,3-6,0
3. Bilangan setana (Cetane number)
- ASTM D.613 Min. 51
4. Titik nyala (Flash point)
oC ASTM D.93 Min. 100
5. Titik kabut (Dew point)
oC ASTM D.2500 Maks. 18
6. Korosi kepingan tembaga (3 jam ; 50o
C) (Corosion)
- ASTM D.130 Maks. no 3
14
No. Parameter (Parameters)
Satuan (Unit)
Metode Uji (Test method)
Nilai Standar (Standard
value)
7. Residu karbon dalam contoh asli (Carbon residue)
% massa
ASTM D.4530
Maks. 0,05
8. Air dan sedimen (Water and sediment)
% volume ASTM D1796 Maks. 0,05
9. Suhu distilasi 90% (Distillation temp.)
oC ASTM D.1160 Maks. 360
10. Abu tersulfatkan (Sulphonated ash)
% massa ASTM D.874 Maks. 0,02
11. Belerang (Sulphur)
ppm-m (mg/kg)
ASTM D.1266 Maks. 100
12. Fosfor (Phospor)
ppm-m (mg/kg)
ASTM D.1091 Maks. 10
13. Bilangan asam (Acid number)
mg KOH/g AOCS Cd 3d-63
Maks. 0,8
14. Gliserol bebas (Free glycerol)
% massa ASTM D.6584 Maks. 0,02
15. Gliserol total (Total glycerol)
% massa ASTM D.6584 Maks. 0,24
16. Kadar ester alkil (Alcyl ester)
% massa SNI 04-7182-2006
Min. 96,5
17 Bilangan iodium (Iod number)
% massa (g I2/100
g)
AOCS Cd 1-25
Maks. 115
18. Uji Halphen (Halphen test)
- AOCS Cd 1-25 Negatif
15
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Lokasi Penelitian
Penelitian pembuatan biodiesel dari biji nyamplung (Callo-
phyllum inophyllum) malapari (Pongamia pinnata),dan bintaro
(Carbera manghas), dilakukan di Laboratorium Pengolahan Kimia
dan Energi Hasil Hutan, Pusat Litbang Keteknikan Kehutanan dan
Pengolahan Hasil Hutan Bogor. Pengambilan biji nyamplung, mala-
pari dan bintaro dilaksanakan di daerah Jawa Barat dan Jawa
Tengah.
B. Bahan dan Peralatan
Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji
buah nyamplung, malapari dan bintaro. Bahan kimia yang digunakan
antara lain metanol teknis, etanol pa, asam klorida teknis, air suling,
asam asetat, natrium tio sulfat, kalium yodida, natrium hidroksida,
kalium hidroksida, phenol phtaelin (PP) dan lain-lain.
Peralatan yang digunakan antara lain mesin pengepres biji
sistem semi kontinyu dan pres hidrolik manual, alat destilasi, kompor
listrik, pengaduk (stirer), desikator, penangas air, labu ukur, pH
meter, piknometer, erlenmeyer asah, timbangan kasar, neraca
sartorius, oven, pendingin tegak, pipet, corong pemisah, viscometer.
C. Prosedur Kerja
1. Ekstraksi minyak
Ada 2 cara ekstraksi biji untuk memperoleh minyak yaitu
dengan cara biji yang telah dikupas, dikukus, dikeringkan dan digiling
halus kemudian di pres menggunakan mesin kempa hidrolik
(manual) kapasitas 8 kg dan jika bahan baku banyak dapat
16
menggunakan mesin pres sistem ekstruder semi kontinyu dengan
kapasitas 50 kg/jam.
2. Perlakuan degumming
a. Minyak nyamplung
Perlakuan degumming I yaitu mereaksikan minyak mentah
(crude oil) dengan larutan H3PO4 pada konsentrasi 0,75%,
1,50% dan dan 2,00% (v/v), dipanaskan pada suhu antara
600C-700C selama 30 menit sambil diaduk, dilanjutkan
perlakuan degumming II yaitu minyak bersih (refined oil)
ditambahkan dengan bentonit 1,00% ;1,50% dan 2,50%
sambil diaduk dengan kecepatan tinggi.
b. Minyak malapari
Perlakuan degumming I yaitu mereaksikan minyak mentah
(crude oil) dengan larutan H3PO4 pada konsentrasi 0,50%,
1,00% dan dan 1,50% (v/v), dipanaskan pada suhu antara
600C-700C selama 30 menit sambil diaduk, dilanjutkan
perlakuan degumming II yaitu minyak bersih (refined oil)
ditambahkan dengan bentonit 1,00%; 1,50% dan 2,00%
sambil diaduk dengan kecepatan tinggi.
c. Minyak bintaro
Perlakuan degumming I yaitu mereaksikan minyak mentah
(crude oil) dengan larutan H3PO4 pada konsentrasi 0,50%,
0,75% dan 1,00% (v/v), dipanaskan pada suhu antara 600C-
700C selama 30 menit sambil diaduk, dilanjutkan perlakuan
degumming II yaitu minyak bersih (refined oil) ditambahkan
dengan bentonit 0,50%; 1,00 % dan 1,50% sambil diaduk
dengan kecepatan tinggi.
3. Proses esterifikasi
a. Proses esterifikasi menggunakan campuran katalis metanol teknis
10%, 15% dan 20% (v/v) dengan HCl 1% (v/v), lalu dimasukkan
ke dalam erlenmeyer leher tiga kapasitas 2000 ml yang berisi
minyak. Erlenmeyer leher tiga dilengkapi dengan kondensor
17
untuk mengkondensasi uap metanol agar masuk kembali ke
dalam erlenmeyer, sehingga minyak dengan katalis metanol
asam akan bereaksi dengan sempurna.
b. Campuran direaksikan pada suhu 60o C selama 1 jam.
c. Campuran dipisahkan, kemudian ditambahkan zeolit dengan
konsentrasi 0,5% ; 1% dan 1,5%.
d. Selanjutnya campuran tersebut dimasukkan ke dalam wadah
sentrifugal dan diputar selama 5 menit dengan kecepatan 800
rpm, dan selanjutnya minyak dipisahkan dari endapannya.
4. Proses transesterifikasi
a. Proses transesterifikasi digunakan campuran katalis metanol tek-
nis 10%, 15% dan 20% dengan KOH 0,2%, 0,4% dan 0,6% (b/v)
dimasukan ke dalam erlenmeyer leher tiga kapasitas 2000 ml
yang berisi minyak dengan waktu reaksi selama 30 menit pada
suhu 600 C.
b. Setelah reaksi transesterifikasi selesai, biodiesel yang terbentuk
dimasukkan ke dalam wadah sentrifugal dan selanjutnya diputar
selama 5 menit dengan kecepatan 800 rpm.
5. Pencucian dan pemurnian minyak biodiesel
a. Minyak biodiesel dicuci menggunakan larutan asam asetat 0,5%
(jika larutan terlalu basa), dilanjutkan pencucian dengan meng-
gunakan air hangat sebanyak 30% dari minyak biodiesel (metil
ester).
b. Minyak biodiesel dimurnikan dengan cara dipanaskan pada suhu
1050 C sampai penampakan minyak jernih dan tidak ada busa
diatas permukaan minyak.
6. Analisis sifat fisiko-kimia biodiesel
Analisis meliputi sifat fisiko-kimia biodiesel sesuai standar SNI
04-7182-2006 antara lain :kadar air dan sedimen, viskositas,
densitas, abu tersulfatkan, bilangan iod, bilangan penyabunan,
18
bilangan asam, gliserol bebas, titik nyala, bilangan setana dan
rendemen biodiesel.
C. Analisis Data
Analisis data dilakukan secara deskriptif yaitu memban-
dingkan hasil dengan standar dari SNI biodiesel 04-7182-2006.
Gambar 3. Diagram alir proses pembuatan biodiesel malapari
Pengeringan
Biodiesel
Analisis bilangan asam
Buah nyamplung, malapari dan bintaro
Sinar matahari
Pengempaan
DegummingI (H3PO4) dan II (bentonit)
Esterifikasi + zeolit
Penghilangan air
Pengupasan dan pengukusan
Pencucian
Transesterifika
si
Analisis bilangan asam
Analisis bilangan asam
mmmasamasam - Bilangan asam
- Densitas
- Kadar air
- Bilangan iod
- Bilangan penyabunan
- Bilangan ester
- Viskositas
- Bilangan setana
- Rendemen biodiesel
- Uji coba bahan bakar
biodiesel
Analisis bilangan asam
19
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Pembuatan Biodiesel Skala Laboratorium
1. Rendemen
Rendemen minyak mentah (crude oil) yang dihasilkan dari
proses ekstraksi dengan sistem hidraulik manual yaitu biji nyamplung
sebesar 42,35% dengan penampakan minyak hijau tua, malapari
27,64% dengan penampakan minyak coklat tua dan minyak bintaro
38,78% dengan penampakan berwarna kuning agak gelap. Hal ini
menunjukkan bahwa masih banyaknya kandungan gum (getah) atau
lendir yang terdiri dari fosfatida, protein, karbohidrat dan resin yang
terkandung dalam minyak. Sifat fisiko kimia minyak mentahdari biji
nyamplung, malapari dan bintaro dapat dilihat pada Tabel 2. dan
Tabel 3. menunjukkan komposisi asam lemak dari minyak nyam-
plung, malapari, dan bintaro.
Tabel 3. Sifat fisiko kimia minyak mentah (crude oil) dari biji nyam-
plung, malapari dan bintaro
No Parameter Satuan Nyamplung
Malapari
Bintaro
1 Densitas Kg/m3 944 964 910
2 Viskositas kinematik pada 40
oC
mm2/s (cSt) 46,27 38,6 6,63
3 Kadar air dan sedimen % volume 1,25 % 2,74 2,48
4 Bilangan Iod g I2/100 g 86,42 65,04 74,10
5 Kadar abu % massa 0,58 0,64 0,51
6 Bilangan asam mg basa/g 33,96 10,17 6,33
7 Rendemen % massa 42,35 27,64 38,78
8 Penampakan minyak - Hijau tua Coklat tua Kuning
agak gelap
20
Tabel 4. Komposisi asam lemak dari minyak nyamplung, malapari dan bintaro
Komponen Minyak
nyamplunga) Minyak
malaparia) Minyak bintaroa)
Asam Miristat (C14:0) 0,09 0,03 -
Asam Palmitat (C16:0) 14,26 11,93 19,68
Asam stearat (C18) 19,96 3,60 5,33
Asam Oleat (C 18:1) 37,57 22,61 38,13
Asam Linoleat (C 18:2) 26,33 16,26 14,19
Asam Linolenat (C 18:3) 0,27 5,55 0,19
Asam Arachidat (C20) 0,94 1,06 -
Asam Erukat (C20:1) 0,72 1,46 -
Asam behenat (C22:0) 0,83 11,15 -
Asam Lignoserat (C 24) - 3,48 -
Keterangan : a) Hasil analisis menggunakan gas kromatografi (GC)
Komposisi jenis asam lemak dari minyak Nyamplung
didominasi asam oleat (37,57%), palmitat (14,26%), linoleat
(26,33%), dan stearat (19,96). Total keseluruhan dari 4 jenis asam
lemak utama mencapai 98,12%, komposisi jenis asam lemak dari
minyak malapari didominasi asam oleat (22,61%), palmitat (11,93%),
linoleat (16,26%), dan stearat (3,60%). Total keseluruhan dari 4 jenis
asam lemak utama mencapai 54,40%, komposisi jenis asam lemak
dari minyak bintaro didominasi asam oleat (38,13%), palmitat
(19,68%), linoleat (14,19%), dan stearat (5,33%). Total keseluruhan
dari 4 jenis asam lemak utama mencapai 77,33%.
2. Degumming (Pemisahan getah)
Bilangan asam minyak nyamplung terendah terdapat pada
perlakuan degumming I dengan penambahan katalis H3PO4 1,50%
sebesar 31,11 mg basa/g, yang dilanjutkan dengan degumming II
menggunakan bentonit 1,50% ( b/v), sebesar 14,07 mg basa/g,
21
sedangkan bilangan asam tertinggi terdapat pada penambahan
katalis H3PO4 0,75% sebesar 33,24mg basa/g yang dilanjutkan
dengan degumming II menggunakan bentonit 1,00% (b/v), sebesar
19,30 mg basa/g (Tabel 5.). Kondisi minyak seperti ini akan menye-
babkan tingginya viskositas, densitas, dan akan menghambat proses
reaksi estrans.
Tabel 5. Bilangan asam minyak nyamplung (33,96 mg basa/g) pada
proses degumming I dan degumming II
H3PO4
Bilangan asam
degumming I (mg basa/g)
bentonit (%)
Bilangan asam
degumming II (mg basa/g)
% FFA
0,75% 33,24 1,00 19,30 9,65
1,50% 31,11 1,50 14,07 7,03
2,00% 32,16 2,50 16,62 8,31
Keterangan :
FFA = Asam lemak bebas
Bilangan asam minyak malapari terendah terdapat pada
perlakuan degumming I dengan penambahan katalis H3PO41,50%
sebesar 9,11 mg basa/g, yang dilanjutkan dengan degumming II
menggunakan bentonit 2,00% ( b/v), sebesar 6,42 mg basa/g,
sedangkan bilangan asam tertinggi terdapat pada penambahan
katalis H3PO4 0,50% sebesar 10,03 mg basa/g yang dilanjutkan
dengan degumming II menggunakan bentonit 1,00% (b/v), sebesar
7,25 mg basa/g(Tabel 6.). Kondisi minyak malapari seperti ini akan
menyebabkan tingginya viskositas, densitas, bilangan penyabunan.
22
Tabel 6.Bilangan asam minyak malapari (10,17 mg basa/g) pada proses degumming I dan degumming II
H3PO4 Bilangan asam
deguming I (mg basa/g)
bentonit (%)
Bilangan asam
deguming II (mg basa/g)
% FFA
0,50% 10,03 1,00 7,25 3,62
1,00% 9,28 1,50 6,59 3,29
1,5% 9,11 2,00 6,42 3,21
Keterangan :
FFA = Asam lemak bebas
Bilangan asam minyak bintaro terendah terdapat pada
perlakuan degumming I dengan penambahan katalis H3PO4 0,75%
sebesar 4,15 mg basa/g, yang dilanjutkan dengan degumming II
menggunakan bentonit 1,50% ( b/v), sebesar 2,28 mg basa/g,
sedangkan bilangan asam tertinggi terdapat pada penambahan
katalis H3PO4 0,50% sebesar 5,32 mg basa/g yang dilanjutkan
dengan degumming II menggunakan bentonit 1,00% (b/v), sebesar
3,49 mg basa/g (Tabel 7.).
Tabel 7. Bilangan asam minyak bintaro (6,33 mg basa/g) pada
proses degumming I dan degumming II
H3PO4
Bilangan asam
degumming I (mg basa/g)
bentonit (%)
Bilangan asam
degumming II (mg basa/g)
% FFA
0,50% 5,32 1,00 3,49 1,74
0,75% 4,15 1,50 2,28 1,14
1,00% 4,60 2,00 3,45 1,72
Keterangan :
FFA = Asam lemak bebas
23
3. Esterifikasi
Esterifikasi merupakan salah satu tahapan dalam pembuatan
biodiesel yang bertujuan untuk menurunkan bilngan asam lemak
bebas pada minyak nabati yang digunakan untuk bahan baku pada
pembuatan biodiesel.
Proses esterifikasi menggunakan katalis dari campuran
metanol teknis dengan HCl. Jumlah yang ditambahkan pada saat
proses esterifikasi yaitu 10%, 15% dan 20% yang dicampur dengan
1% HCl, jika bilangan asam tinggi sekali, penggunaan metanol
dapat dihitung berdasarkan nisbah molar 20:1 terhadap asam lemak
bebas (Canaki dan Gerpen, 2001). Penggunaan metanol dengan
nisbah molar 20:1 terhadap FFA ini dinilai paling efektif untuk
esterifikasi FFA. Jumlah katalis metanol tersebut dibuat berlebih agar
menghindari reaksi bolak-balik.
Penurunan bilangan asam atau kadar asam lemak bebas
dalam biodiesel dapat dilakukan melalui proses esterifikasi. Menurut
Sonntag (1981), proses esterifikasi terjadi bila asam lemak di-
reaksikan dengan gliserol atau alkohol dan membentuk ester serta
melepaskan molekul air.
R1COOH + CH3OH ⇄ R1COOCH3 + H2O
Asam lemak bebas Metanol Metil Ester Air
Bilangan asam hasil proses esterifikasi turun sangat signifikan
dibandingkan bilangan asam sebelum esterifikasi (Tabel 4, 5, dan 6).
Penurunan bilangan asam tertinggi pada minyak bersih
(refined oil) nyamplung yangn terdapat pada perlakuan pemberian
campuran katalis metanol 20% (v/v) dengan HCl 1% (v/v) dan
dengan penambahan zeolit 1,50% (b/v) yaitu sebesar 2,43 mg
basa/g (Tabel 8).
24
Tabel 8. Bilangan asam minyak nyamplung sebelum dan sesudah
proses esterifikasi
Bilangan asam sebelum
esterifikasi (mg basa/g)
Konsentrasi metanol
(%)
Konsentrasi HCl (%)
Penam-bahan
zeolit (%)
Bilangan asam setelah
eterifikasi (mg basa/g)*)
14,07 10 1 0,50 4,10
14,07 15 1 1,00 3,29
14,07 20 1 1,50 2,43
Keterangan :
*) = Esterifikasi dilakukan dua kali
Penurunan bilangan asam tertinggi pada minyak bersih
(refined oil) malapari terdapat pada perlakuan pemberian campuran
katalis metanol 20% (v/v) dengan HCl 1% (v/v) dan dengan penam-
bahan zeolit 1,50% (b/v) yaitu sebesar 1,55 mg basa/g (Tabel 9).
Tabel 9. Bilangan asam minyak malapari sebelum dan sesudah
proses esterifikasi
Bilangan asam sebelum
esterifikasi (mg basa/g
Konsentrasi metanol
(%)
Konsentrasi HCl (%)
Penam- bahan
zeolit (%)
Bilangan asam setelah
eterifikasi (mg basa/g)*)
6,42 10 1 0,50 2,67
6,42 15 1 1,00 1,80
6,42 20 1 1,50 1,55
Keterangan :
*) = Esterifikasi dilakukan satu kali
Penurunan bilangan asam tertinggi pada minyak bersih
(refined oil) bintaro terdapat pada perlakuan pemberian campuran
katalis metanol 20% (v/v) dengan HCl 1% (v/v) dan dengan penam-
bahan zeolit 0,50% (b/v) yaitu sebesar 1,24 mg basa/g (Tabel 10).
25
Tabel 10. Bilangan asam minyak bintaro sebelum dan sesudah
proses esterifikasi
Bilangan asam sebelum
esterifikasi (mg basa/g
Konsentrasi metanol
(%)
Konsentrasi HCl (%)
Penam- bahan
zeolit (%)
Bilangan asamsetelah
eterifikasi (mg basa/g)*)
3,09 10 1 0,50% 1,55
3,09 15 1 1,00% 1,46
3,09 20 1 1,50% 1,24
Keterangan :
*) = esterifikasi dilakukan satu kali
Proses esterifikasi menghasilkan produk dengan dua lapisan
yang sangat berbeda, sehingga mudah dipisahkan. Lapisan atas
adalah gliserol dan sisa metanol asam sedangkan lapisan bagian
bawah adalah campuran metil ester dan pengotor, dan selanjutnya
didekantasi (aging) minimal 3 jam agar terjadi pemisahan antara
metil ester dengan gliserol secara sempurna.
Keberhasilan proses esterifikasi ditentukan oleh beberapa
parameter diantaranya adalah penurunan viskositas, densitas dan
bilangan asam. Proses esterifikasi dipengaruhi oleh beberapa faktor
diantaranya adalah suhu, kecepatan pengadukan, waktu, rasio molar
metanol-minyak, katalis dan bilangan asam dari bahan baku.
4. Transesterifikasi
Reaksi transesterifikasi merupakan proses reaksi penyem-
purnaan dari pembuatan biodiesel. Pada transesterifikasi, minyak
dan lemak yang belum bereaksi pada proses esterifikasi dikon-
versikan menjadi biodiesel. Jumlah katalis metanol teknis yang
ditambahkan pada saat transesterifikasi dihitung berdasarkan nisbah
molar 10%, 15% dan 20% (v/v) terhadap volume minyak dan
ditambahkan katalis basa (KOH) dengan konsentrasi 0,2%, 0,4%
dan 0,6%. Reaksi transesterifikasi berlangsung selama 30 menit
pada suhu 60oC.
26
Tabel 11, 12 dan 13. menunjukan bahwa bilangan asam minyak
biodiesel sudah memenuhi standar biodiesel (SNI-2006), Hal
tersebut menunjukan bahwa biodiesel yang dihasilkan sedikit sekali
mengandung asam lemak bebas atau hampir seluruh asam lemak
yang ada telah dikonversikan menjadi metil ester.
Bilangan asam biodiesel nyamplung tertinggi terdapat pada
perlakuan pemberian campuran katalis metanol 10% (v/v) dengan
KOH 0,2% (b/v) yaitu sebesar 0,80 mg basa/g, sedangkan terendah
terdapat pada perlakuan pemberian campuran katalis metanol 15%
(v/v) dengan KOH 0,4% (b/v) yaitu sebesar 0,76 mg basa/g (Tabel
11)
Tabel 11. Bilangan asam nyamplung sebelum dan sesudah proses
transesterifikasi
Bilangan asam sebelum
transesterifikasi (mg basa/g)
Konsentrasi metanol
(%)
Katalis KOH (%)
Bilangan asam
sesudah transeterifikasi (mg basa/g)
Rendemen (%)
2,43 10 0,2% 0,80 79,40
2,43 15 0,4% 0,76 78,02
2,43 20 0,6% 0,78 78,65
Bilangan asam biodiesel malapari tertinggi terdapat pada
perlakuan pemberian campuran katalis metanol 10% (v/v) dengan
KOH 0,2% (b/v) yaitu sebesar 0,79 mg basa/g, sedangkan terendah
terdapat pada perlakuan pemberian campuran katalis metanol 20%
(v/v) dengan KOH 0,6% (b/v) yaitu sebesar 0,73 mg basa/g (Tabel
12).
27
Tabel 12. Bilangan asam malapari sebelum dan sesudah proses
transesterifikasi
Bilangan asam sebelum
transesterifikasi (mg basa/g)
Konsentrasi metanol
(%)
Katalis KOH (%)
Bilangan asam
sesudah transeterifikasi (mg basa/g)
Rendemen (%)
1,55 10 0,2% 0,79 78,74
1,55 15 0,4% 0,74 78,35
1,55 20 0,6% 0,73 79,95
Bilangan asam biodiesel bintaro tertinggi terdapat pada
perlakuan pemberian campuran katalis metanol 10% (v/v) dengan
KOH 0,2% (b/v) yaitu sebesar 0,78 mg basa/g, sedangkan terendah
terdapat pada perlakuan pemberian campuran katalis metanol 20%
(v/v) dan KOH 0,6% (b/v) yaitu sebesar 0,47 mg basa/g (Tabel 13)
Tabel 13. Bilangan asam bintaro sebelum dan sesudah proses
transesterifikasi
Bilangan asam sebelum
transesterifikasi (mg basa/g)
Konsentrasi metanol
(%)
Katalis KOH (%)
Bilangan asam
sesudah transeterifikasi (mg basa/g)
Rendemen (%)
1,24 10 0,2% 0,78 82,50
1,24 15 0,4% 0,72 81,90
1,24 20 0,6% 0,47 79,80
Setelah reaksi transesterifikasi selesai, kemudian dilakukan
proses pencucian. Pencucian ini bertujuan membuang gliserol yang
terbentuk dan melarutkan metanol sisa reaksi. Pencucian dilakukan
selama 3 kali berturut-turut sampai biodiesel yang dihasilkan bersih
dan netral. Indikator keberhasilan proses ini dapat dilihat dari penam-
pakan air limbah pencucian yang jernih dengan pH netral (pH=7).
28
5. Pemurnian dan rendemen minyak biodiesel
Pemurnian minyak biodiesel, pemurnian minyak biodiesel
dilakukan dengan cara memanaskan minyak pada 110oC sambil
diaduk sampai kadar air dalam minyak memenuhi persyaratan
standar biodiesel (SNI-2006) yaitu maksimum sebesar 0,05%. Hal ini
dilakukan agar pada tahap pemurnian biodiesel tidak ditemukan
bahan pengotor dan air yang dapat menurunkan mutu biodiesel.
Rendemen tertinggi dari biodiesel nyamplung setelah pe-
murnian dihasilkan pada proses transesterifikasi yang mengguna-
kan penambahan campuran katalis metanol 10% (v/v) danKOH
0,2%(b/v) yaitu sebesar 79,40%, dan terendah terdapat pada
campuran katalis metanol 15% (v/v) dan KOH 0,4%(b/v) yaitu
sebesar 78,02%, Perbedaan rendemen biodiesel ini dipengaruhi oleh
faktor katalis, suhu, pencucian dan kandungan minyak asalnya
(Tabel 11).
Rendemen tertinggi dari biodiesel malapari setelah pemurnian
dihasilkan pada proses transesterifikasi yang menggunakan penam-
bahan campuran katalis metanol 20% (v/v) danKOH 0,6% (b/v) yaitu
sebesar 79,74%, dan terendah terdapat pada campuran katalis
metanol 15% (v/v) dan KOH 0,4%(b/v) yaitu sebesar 78,35%,
Perbedaan rendemen biodiesel ini dipengaruhi oleh faktor katalis,
suhu, pencucian dan kandungan minyak asalnya (Tabel 12).
Rendemen tertinggi dari biodiesel bintaro setelah pemurnian
dihasilkan pada proses transesterifikasi yang menggunakan
penambahan campuran katalis metanol 10%(v/v) dan KOH 0,2%(b/v)
yaitu sebesar 82,50%, dan terendah terdapat pada campuran katalis
metanol 20%(v/v) dan KOH 0,6%(b/v) yaitu sebesar 79,80%.
Perbedaan rendemen biodiesel ini dipengaruhi oleh faktor katalis,
suhu, pencucian dan kandungan minyak asalnya (Tabel 13).
29
6. Analisis minyak biodiesel
a. Bilangan asam
Asam lemak bebas (FFA) merupakan asam karboksilat yang
diperoleh dari hidrolisis suatu lemak atau minyak (Fessenden dan
Fessenden, 1986). Bilangan asam adalah ukuran jumlah FFA yang
dihitung berdasarkan bobot molekul asam lemak atau campuran
asam lemak. Nilai bilangan asam yaitu jumlah milligram basa yang
dibutuhkan untuk menetralkan asam-asam lemak bebas dari satu
gram minyak atau lemak (Ketaren, 2005). Hasil penelitian menun-
jukkan bahwa proses pembuatan minyak biodiesel dari bahan baku
minyak biji nyamplung, menghasilkan nilai bilangan asam berkisar
antara 0,76–0,80 mg basa/g. Bilangan asam terendah terdapat pada
penambahan campuran katalis metanol 15% (v/v) dan KOH 0,4%
(b/v) sebesar 0,76 mg basa/g (Tabel 10). Malapari menghasilkan
nilai bilangan asam berkisar antara 0,73–0,79 mg basa/g. Bilangan
asam terendah terdapat pada penambahan campuran katalis
metanol 20% (v/v) dan KOH 0,6% (b/v) sebesar 0,73 mg basa/g
(Tabel 11). Bintaro menghasilkan nilai bilangan asam berkisar antara
0,47–0,78 mg basa/g. Bilangan asam terendah terdapat pada
penambahan campuran katalis metanol 20% (v/v) dan KOH 0,6%
(b/v) sebesar 0,47 mg basa/g (Tabel 12). Nilai bilangan asam ini
memenuhi persyaratan standar biodiesel (SNI-2006) yang
mensyaratkan bilangan asam maximum sebesar 0,8 mg basa/g.
Semakin tinggi bilangan asam pada minyak biodiesel, semakin besar
kemungkinan terjadinya korosi, yang pada akhirnya dapat merusak
komponen mesin diesel yang digunakan.
30
Tabel 14. Perbandingan data analisis bio diesel nyamplung, malapari dan
bintaro dengan SNI-04-7182-2006
Komponen
Bilangan asam (mg
basa/g)
Densitas (kg/m3)
Kadar air (%)
Bilangan iod (g
I2/100g)
Visko-sitas (cSt)
Kadar ester alkil (mg
KOH/g)
Bilangan penya-bunan (mg
KOH/g)
Bilangan setana
Nyamplung** 0,76 878,5 0.08 56,25 5,44 99,74 145,29 71,21
Malapari** 0,73 884 0,24 53,30 4,81 97,25 219,35 59,18
Bintaro** 0,47 870 0,22 78,45 3,30 102,45 178,95 59,15
Batas SNI biodiesel*)
Maks. 0,80
850-890 Maks. 0,05
Maks. 115
2,3-6,0 Min. 96,5
- Min. 51
Keterangan :
*) = SNI Biodiesel 04-7182-2006 ; ** = Hasil analisis minyak biodiesel terbaik.
b. Densitas
Densitas menunjukkan nisbah berat persatuan volume dari
suatu cairan pada suhu tertentu, hasil penelitian skala laboratorium
menunjukkan bahwa :
1. Nilai densitas minyak biodiesel nyamplung, pada perlakuan
transesterifikasi dengan campuran katalis metanol 15% (v/v) dan
KOH 0,4 % (b/v), yaitu sebesar 887,5 kg/m3.
2. Nilai densitas minyak biodiesel malapari, pada perlakuan trans-
esterifikasi dengan campuran katalis metanol 20% (v/v) dan KOH
0,6 % (b/v), yaitu sebesar 884 kg/m3.
3. Nilai densitas minyak biodiesel bintaro, pada perlakuan trans-
esterifikasi dengan campuran katalis metanol 20% (v/v) dan KOH
0,6 % (b/v), yaitu sebesar 870 kg/m3.
Minyak biodiesel dengan nilai densitas melebihi ketentuan
persyaratan standar biodiesel (SNI-2006) yaitu 850–890 kg/m3
(Tabel 14), akan meningkatkan keausan mesin, tingginya emisi, dan
dapat merusak komponen mesin yang berhubungan dengan laju alir
minyak biodiesel.
31
c. Kadar air
Kadar air dalam minyak biodiesel perlu diukur karena air
dapat mempercepat proses reaksi hidrolisis pada biodiesel sehingga
akan meningkatkan bilangan asam, menurunkan pH, dan mening-
katkan sifat korosif. Selain itu pada suhu rendah, air dapat menyu-
litkan pemisahan biodiesel murni pada proses blending.
Hasil penelitian skala laboratorium menunjukkan bahwa :
1. Kadar air minyak biodiesel nyamplung, pada perlakuan trans-
esterifikasi dengan campuran katalis metanol 15% (v/v) dengan
KOH 0,4% (b/v) sebesar 0,08%.
2. Kadar air minyak biodiesel malapari, pada perlakuan trans-
esterifikasi dengan campuran katalis metanol 20% (v/v) dengan
KOH 0,6% (b/v) sebesar 0,24%,
3. Kadar air minyak biodiesel Bintaro, pada perlakuan trans-
esterifikasi dengan campuran katalis metanol 15% (v/v) dan
KOH 0,4% (b/v) sebesar 0,22%,
Kadar air minyak biodiesel dari bahan baku minyak nyamplung,
malapari dan minyak bintaro mutunya masih di atas ketentuan
persyaratan standar biodiesel (SNI-2006), walaupun demikian kadar
air ini masih bisa diturunkan dengan cara pemanasan pada suhu
1050 C sambil di vakum.
d. Bilangan iodium
Bilangan Iod menunjukkan banyaknya ikatan rangkap dua di
dalam asam lemak penyusun biodiesel (Ketaren, 2005). Asam lemak
yang tidak jenuh dalam minyak dan lemak mampu bereaksi dengan
sejumlah iodium dan membentuk senyawa yang jenuh. Bilangan Iod
dinyatakan sebagai jumlah gram iod yang diserap oleh 100 gram
minyak atau lemak. Berdasarkan hasil analisis skala laboratorium
diperoleh bilangan Iod biodiesel nyamplung sebesar 56,25 g I2/100 g,
malapari 53,30 g I2/100 g, dan bintaro sebesar 78,45 g I2/100 g. Nilai
tersebut masih berada pada kisaran yang disyaratkan standar
biodiesel (SNI-2006), yaitu maksimum 115 g I2/100g. Mesin diesel
32
dengan bahan bakar minyak biodiesel yang memiliki bilangan Iod
lebih besar dari 115 g I2/100g, maka akan terbentuk deposit di
lubang saluran injeksi, cincin piston, dan kanal cincin piston.
Keadaan ini disebabkan lemak ikatan rangkap mengalami ketidak-
stabilan akibat suhu panas sehingga terjadi reaksi polimerisasi dan
terakumilasi dalam bentuk karbonasi atau pembentukan deposit
(Pasae et al., 2010).
e. Viskositas
Viskositas biodiesel tinggi karena adanya ikatan hidrogen
intermolekular dalam asam di luar gugus karboksil. Viskositas meru-
pakan sifat biodiesel yang paling penting karena viskositas mem-
pengaruhi kerja sistem pembakaran bertekanan. Semakin rendah
viskositas maka biodiesel tersebut semakin mudah untuk dipompa
dan menghasilkan pola semprotan yang lebih baik (Sudradjat et.al.,
2010). Menurut persyaratan standar biodiesel (SNI-2006), nilai
viskositas kinematik yang diperbolehkan adalah 1,9–6,0 mm2/s (cSt)
pada suhu 40oC. Berdasarkan hasil analisis nilai viskositas biodiesel
nyamplung sebesar 5,64 mm2/s (cSt), malapari 4,81 mm2/s (cSt) ,
dan bintaro 3,30 mm2/s (cSt). Nilai viskositas biodiesel dipengaruhi
oleh beberpa faktor diantaranya oleh kandungan trigliserida yang
tidak bereaksi dengan metanol, komposisi asam lemak penyusun
metil ester, serta senyawa antara mono-gliserida dan digliserida
yang mempunyai polaritas dan bobot molekul yang cukup tinggi.
Selain itu, kontaminasi gliserin juga mempengaruhi nilai viskositas
biodiesel (Bajpai dan Tyagi, 2006).
f. Ester alkil
Kadar ester alkil dihitung sebagai selisih antara bilangan asam
dan bilangan penyabunan. Meskipun tidak menunjukkan jumlah se-
nyawa ester sebenarnya, tetapi secara teoritis bilangan ini dapat
memperkirakan jumlah asam organik yang sebenarnya sebagai
ester. Berdasarkan hasil penelitian skala laboratorium menunjukkan
33
bahwa kadar ester alkil minyak biodiesel nyamplung sebesar 99,74
mg KOH/g. malapari 97,25 mg KOH/g, dan bintaro 102,45 mg
KOH/g. (Tabel 16). Nilai tersebut juga masih di atas batas minimum
standar biodiesel (SNI-2006) yaitu sebesar 96,5 mg KOH/g. Hasil
penelitian skala laboratorium menunjukan bahwa minyak biodiesel
yang dihasilkan memiliki jumlah asam organik yang tinggi
g. Bilangan penyabunan
Bilangan penyabunan tidak ditetapkan dalam SNI biodiesel,
akan tetapi dapat digunakan untuk menetapkan angka setana bio-
diesel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, bilangan penyabunan
tertinggi terdapat pada minyak biodiesel malapari dengan perlakuan
penambahan campuran katalis metanol 20% (v/v) dan KOH 0,6%
(b/v) sebesar 219,35 mg KOH/g, sedangkan terendah terdapat pada
minyak biodiesel nyamplung dengan penambahan penambahan
campuran katalis metanol 15% dan KOH 0,4% (b/v) sebesar 145,29
mg KOH/g.
h. Bilangan setana
Bilangan setana merupakan ukuran kualitas pembakaran
bahan bakar diesel, yang menyatakan selisih antara awal injeksi dan
awal terjadinya pembakaran di dalam mesin diesel. Bilangan setana
yang tinggi menandakan pendeknya kelambatan pembakaran
sehingga semakin sedikit jumlah bahan bakar yang terdapat pada
ruang bakar pada saat pembakaran. Bilangan setana dihitung
menggunakan perhitungan setana index yaitu :
B. Pembuatan biodiesel skala semi pilot
Bilangan setana = 46,3 + (5458 / bil. Penyabunan) – ( 0,225 x bil. Iod)
34
i. Penyempurnaan pembuatan biodiesel.
Rangkuman hasil penyempurnaan pembuatan biodiesel dari
bahan baku biji nyamplung, malapari dan bintaro dapat dilihat
pada Tabel 15.
Tabel 15. Rangkuman hasil penyempurnaan pembuatan biodiesel
Parameter Penelitian
tahun 2014 Penelitian
tahun 2011-2013
Bahan baku biji nyamplung
1. Bilangan asam (mg basa/g)
2. Viskositas (mm2/s (cSt))
3. Densitas (kg/m3)
0,76
5,44
878,5
0,86
5,64
887,5
Bahan baku biji malapari
1. Bilangan asam (mg basa/g)
2. Viskositas (mm2/s (cSt))
3. Densitas (kg/m3)
4. Bilangan penyabunan
(mg basa/g)
0,73
4,81
884
219,35
0,82
5,41
886
196,24
Bahan baku biji bintaro
1. Densitas (kg/m3)
2. Bilangan penyabunan
(mg basa/g)
3. Kadar abu (% massa)
870
178,95
0,05
872
242
0,25
Penyempurnaan pembuatan biodiesel dari bahan baku biji
nyamplung, malapari dan bintaro, dengan menggunakan metode ini
dapat menurunkan bilangan asam, viskositas, densitas, bilangan
penyabunan dan kadar abu, kecuali pada bilangan penyabunan
biodiesel malapari yaitu sebesar 219,35 mg basa/g. Besarnya
bilangan penyabunan berbanding terbalik dengan berat molekul
minyak, minyak dengan berat molekul rendah memiliki bilangan
penyabunan yang lebih tinggi (Kataren, 2008).
35
B. Pembuatan Biodiesel Skala Semi Pilot
Berdasarkan hasil penelitian skala laboratorium dapat diterap-
kan dan dijadikan acuan pada proses penyempurnaan pembuatan
biodiesel skala semi pilot dari bahan baku :
1. Minyak kasar (crude oil) nyamplung dengan perlakuan degum-
ming I menggunakan penambahan katalis H3PO4 1,50%, yang
dilanjutkan dengan degumming II menggunakan bentonit 1,50%
(b/v). Esterifikasi menggunakan campuran katalis metanol 20%
(v/v) dan HCl 1% (v/v), dilanjutkan dengan penambahan zeolit
1,50%, dan proses transesterifikasi menggunakan campuran
katalis metanol 15% (v/v) dan KOH 0,4% (b/v).
2. Minyak kasar (crude oil) malapari dengan perlakuan degumming
I menggunakan penambahan katalis H3PO4 1,50%, yang dilanjut-
kan dengan degumming II menggunakan bentonit 2,00 (b/v).
Esterifikasi menggunakan campuran katalis metanol 20% (v/v)
dan HCl 1% (v/v), dilanjutkan dengan penambahan zeolit 1,50%,
dan proses transesterifikasi menggunakan campuran katalis
metanol 20% (v/v) dan KOH 0,6% (b/v).
3. Minyak kasar (crude oil) bintaro dengan perlakuan degumming I
menggunakan penambahan katalis H3PO4 0,75%, yang dilanjut-
kan dengan degumming II menggunakan campuran bentonit dan
zeolit 1,50 b/v. Esterifikasi menggunakan campuran katalis
metanol 20% (v/v) dan HCl 1% (v/v), dilanjutkan dengan penam-
bahan zeolit 1,50%, dan proses transesterifikasi menggunakan
campuran katalis metanol 15% (v/v) dengan KOH 0,4% (b/v).
36
Tabel 16. Sifat fisiko kimia biodiesel dari minyak biji nyamplung, malapari dan bintaro
No Parameter Satuan Nyamplung
Malapari
Bintaro
1 Densitas Kg/m3 885 884 869
2 Viskositas kinematik pada 40oC
mm2/s (cSt)
4,90 4,72 3,25
3 Kadar air dan sedimen
% volume 0,05 0,04 0,04
4 Kadar ester alkil % massa 100,12 98,05 101,96
5 Kadar abu tersulfatkan
% massa 0,02 0,08 0,05
6 Bilangan asam mg basa/g 0,74 0,76 0,58
7 Gliserol total % massa 0,224 0,238 0,216
8 Bilangan penyabunan
mg basa/g 158,47 221,42 198,75
9 Bilangan iodium g I2/100 g 56,95 56,45 77,62
10 Bilangan setana - 67,93 58,25 56,30
Degumming pada minyak nyamplung, malapari sedikit
berbeda dengan dengan degumming minyak bintaro, akan tetapi ada
kesamaan sifat fisiko kimianya dengan minyak nyamplung dan
malapari. Minyak nyamplung dan malapari mengandung getah dan
bahan tidak tersabunkan semacam resin yang merupakan turunan
coumarin yang tinggi, juga mengandung asam behenat (C 22:0),
sehingga diperlukan degumming II menggunakan bentonit dan
esterifikasi ditambahkan zeolit.
Bilangan asam pada minyak mentah penting dianalisis karena
walaupun bilangan asam pada minyak dan biodiesel nyamplung,
malapari dan bintaro sudah rendah, tetapi masih ada kemungkinan
terbentuknya asam-asam rantai pendek akibat dari proses oksidasi
37
hasil dekomposisi senyawa peroksida dan hidroperoksida. Hal ini
tentu saja mempengaruhi penyimpanan sehingga pada akhirnya
menurunkan mutu biodiesel. Bilangan asam adalah jumlah milligram
basa/g (KOH atau NaOH) yang dibutuhkan untuk menetralkan asam-
asam lemak bebas dari 1 gram minyak atau lemak, sedangkan asam
lemak bebas (FFA) merupakan persentasi asam lemak bebas yang
terdapat pada minyak. Bilangan asam pada minyak mentah (crude)
biji nyamplung sebesar 33,96 mg basa/g, malapari 10.17 mg KOH/g
dan bintaro 6,33 mg KOH/g (Tabel 3), dan bilangan asam minyak
biodiesel nyamplung sebesar 0,74 mg basa/g, malapari 0,76 mg
basa/g dan bintaro 0,58 mg basa/g (Tabel 15).
Kandungan air yang tinggi dalam minyak nabati akan
menyebabkan terjadinya hidrolisis yang akan menaikkan kadar asam
lemak bebas dalam minyak nabati. Fukuda et al. (2001), me-
nyatakan bahwa keberadaan air yang berlebihan dapat me-
nyebabkan sebagian reaksi berubah menjadi reaksi saponifikasi
antara asam lemak bebas hasil hidrolisis minyak dengan katalis
basa yang akan menghasilkan sabun. Sabun akan mengurangi
efisiensi katalis sehingga meningkatkan viskositas, terbentuk gel dan
menyulitkan pemisahan gliserol dengan metil ester.
Densitas merupakan massa per unit volume dari suatu cairan
pada suhu tertentu. Densitas minyak dan biodiesel diperlukan untuk
menentukan bilangan setana. Semakin rendah densitas maka
bilangan setana akan semakin tinggi (Srivastava dan Prasad, 2000).
Minyak nabati yang boleh digunakan untuk mesin diesel
harus me-miliki viskositas kinematik di bawah 77,66 cSt (Gubitz et
al., 1999). Viskositas merupakan parameter yang penting untuk
diketahui. Soerawidjaja et al. (2005) menyatakan bahwa viskositas
berpengaruh secara langsung pada pola semburan di bilik
pembakaran sehingga berpengaruh juga pada atomisasi bahan
bakar, efisiensi pembakaran dan faktor ekonomi lainnya.
38
Analisis sifat fisiko kimia biodiesel dari bahan baku minyak biji
nyamplung, malapari dan bintaro yaitu meliputi kadar air, bilangan
asam, kadar asam lemak bebas, densitas, dan viskositas, bilangan
penyabunan, bilangan ester, bilangan iod dan bilangan setana.
Tabel 15 menunjukkan hasil analisis sifat fisiko kimia biodiesel dari
minyak biji nyamplung, malapari dan bintaro pada pembuatan
biodiesel skala semi pilot.
Variable dalam transesterifikasi minyak biji nyamplung,
malapari dan bintaro adalah konsentrasi campuran katalis metanol
basa. Suhu reaksi dan waktu yang digunakan adalah 600C selama
30 menit. Penggunaan waktu reaksi ini didasarkan bahwa laju reaksi
transesterifikasi tercepat terjadi pada 15 menit pertama dan
rendemen hampir tidak berubah setelah 30 menit. Parameter uji
yang digunakan adalah bilangan asam, viskositas kinematik,
densitas, kadar air dan rendemen minyak biodiesel. Semakin rendah
bilangan asam biodiesel, semakin baik mutu biodiesel karena
keasaman biodiesel dapat menyebabkan korosi dan kerusakan pada
mesin diesel. Menurut persyaratan standar biodiesel (SNI-2006)
untuk bahan bakar minyak biodiesel, bilangan asam yang dibolehkan
ialah kurang dari 0,8 mg KOH/g.
Viskositas biodiesel tinggi karena adanya ikatan hidrogen
intermolekular dalam asam luar gugus karboksil. Nilai viskositas
sebanding dengan densitas, semakin tinggi viskositas maka densitas
akan semakin tinggi (Demiebas, 2008). Viskositas merupakan sifat
biodiesel yang paling penting karena viskositas berpengaruh
terhadap sistem pembakaran bertekanan, semakin rendah viskositas
biodiesel tersebut semakin mudah dipompa dan menghasilkan pola
semprotan yang lebih baik . Menurut standar biodiesel (SNI-2006),
nilai viskositas kinematik biodiesel yang diperbolehkan adalah 2,3–
6,0 mm2/s (cSt) pada suhu 400C. Viskositas biodiesel dipengaruhi
oleh kandungan trigeliserida yang tidak bereaksi dengan metanol,
komposisi asam lemak penyusun metil ester, serta senyawa antara
39
monogliserida dan digliserida yang mempunyai polaritas dan bobot
molekul yang cukup tinggi. Selain itu, kontaminasi gliserol juga
mempengaruhi nilai viskositas biodiesel (Bajpai dan Tyagi, 2006).
Bilangan setana merupakan ukuran kualitas pembakaran atau
waktu tunggu pembakaran, hal ini berkaitan dengan waktu yang
dibutuhkan bahan bakar cair untuk terbakar setelah dipompa ke
mesin pembakaran, semakin tinggi bilangan setana, semakin cepat
pula waktu tunggu pembakaran, hal ini mengakibatkan pembakaran
menjadi lebih efektif dan efisien (Demiebas, 2008).
Aplikasi penggunaan minyak biodiesel pada mesin generator
(pembangkit listrik) yaitu :
1. Aplikasi penggunaan minyak biodiesel nyamplung untuk bahan
bakar mesin diesel 14 PK dengan beban menggerakan
alternator generator 3 phase, 10 KVA, menghabiskan minyak
biodiesel sebanyak 994,24 ml selama 1 jam.
2. Aplikasi penggunaan minyak biodiesel malapari untuk bahan
bakar mesin diesel 14 PK dengan beban menggerakan alternator
generator 3 phase, 10 KVA menghabiskan minyak biodiesel
sebanyak 994,34 ml selama 1 jam.
3. Aplikasi penggunaan minyak biodiesel bintaro untuk bahan bakar
mesin diesel 14 PK dengan beban menggerakan alternator
generator 3 phase, 10 KVA, menghabiskan minyak biodiesel
sebanyak 993,97 ml selama 1 jam.
4. Penggunaan minyak solar untuk bahan bakar mesin diesel 14
PK dengan beban menggerakan alternator 3 phase, 10 KVA,
menghabiskan minyak biodiesel sebanyak 1 liter selama 1 jam.
40
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Teknik pengolahan biodiesel terdahulu disempurnakan melalui
penambahan bentonit pada proses degumming dan zeolit pada
proses esterifikasi.
2. Berdasarkan hasil ujicoba penerapan teknik pengolahan
biodiesel dengan penambahan bentonit dan zeolit memberikan
perbaikan karakteristik minyak biji nyamplung, biji malapari dan
biji bintaro yang telah memiliki mutu yang sesuai dengan
persyaratan standar biodiesel (SNI-04-7182-2006), yaitu:
a. Karakteristik minyak biji nyamplung: densitas sebesar 885
kg/m3, viskositas kinematik pada suhu 40oC 4,90 mm2/s (cSt),
kadar air dan sedimen 0,05%, gliserol total 0,224% massa,
kadar ester alkil 100,12% massa, kadar abu tersulfatkan
0,02% massa, bilangan asam 0,74 mg basa/g, bilangan
penyabunan 158,47 mg Basa/g, bilangan iodium 56,95 g
I2/100 g, dan bilangan setana 67,93.
b. Karakteristik minyak biji malapari: densitas sebesar 885
kg/m3, viskositas kinematik pada suhu 40oC 4,72 mm2/s (cSt),
kadar air dan sedimen 0,04%, gliserol total 0,238% massa,
kadar ester alkil 98,05% massa, kadar abu tersulfatkan
0,08% massa, bilangan asam 0,76 mg Basa/g, bilangan
penyabunan 221,42 mg Basa/g, bilangan iodium 56,45 g
I2/100 g, dan bilangan setana 58,25.
c. Karakteristik minyak biji bintaro: densitas sebesar 869 kg/m3,
viskositas kinematik pada suhu 40oC 3,25 mm2/s (cSt), kadar
air dan sedimen sebesar 0,04%, gliserol total 0,216% massa,
kadar ester alkil 101,96% massa, kadar abu tersulfatkan
0,05% massa, bilangan asam 0,58 mg basa/g, bilangan
41
penyabunan 198,75 mg Basa/g, bilangan iodium 77,62 g
I2/100 g, dan bilangan setana 56,30.
3. Biji nyamplung memiliki rendemen crude oil sebesar 42,35% dan
rendemen biodiesel sebesar 78,02%. Biji malapari memiliki
rendemen crude oil sebesar 27,64% dan rendemen biodiesel
sebesar 79,95% sedangkan rendemen crude oil dan biodiesel
dari biji bintaro berturut-turut sebesar 38,78% dan 79,80%
4. Proses degumming nyamplung dengan menggunakan H3PO4
1,50% yang dilanjutkan dengan penambahan bentonit 1,50%
menghasilkan bilangan asam terendah, yaitu 14,07 mg basa/g.
Proses degumming malapari menghasilkan bilangan asam
terendah (6,42 mg basa/g) dengan menggunakan H3PO4 1,50%
dilanjutkan dengan bentonit 2,00% sedangkan proses
degumming bintaro dengan menggunakan H3PO4 0,75%
dilanjutkan dengan bentonit 1,50% menghasilkan bilangan asam
terendah, yaitu 2,28 mg basa/g.
5. Aplikasi penggunaan minyak biodiesel nyamplung, malapari dan
bintaro untuk bahan bakar mesin diesel 14 PK dengan beban
menggerakan alternator generator 3 phase, 10 KVA, meng-
habiskan minyak biodiesel nyamplung sebanyak 994,24 ml/jam,
biodiesel malapari sebanyak 994,34 ml/jam dan biodiesel bintaro
yang paling hemat karena hanya membutuhkan 993,97 ml/jam.
Parameter yang berpegaruh terhadap pembakaran mesin diesel
adalah densitas, viskositas, dan bilangan setana. Densitas dan
viskositas berpengaruh terhadap laju alir ke bilik pembakaran
sedangkan bilangan setana berpengaruh terhadap daya bakar.
B. Saran
Untuk penyempurnaan proses pembuatan minyak biodiesel
khususnya nyamplung dan malapari disarankan pada proses
degumming terlebih dahulu dipanaskan pada suhu tinggi, selama
1,5-2 jam pada suhu konstan, kemudian diturunkan sampai suhu 600
42
C dan pada proses pemurnian, minyak biodiesel harus dengan kadar
air dibawah standar SNI-04-7182-2006 yaitu sebesar 0,05%, agar
minyak biodiesel tahan lama dalam penyimpanan.
43
DAFTAR PUSTAKA
Bajpai D., and Tyagi VK. 2006. Biodiesel Source, Production,
Composition, Pro-perties and its Benefits. Journal of Oleochemical Science 10 : 487 – 502.
BSN. 2006. Standar Nasional Indonesia SNI 04-7182-2006. Jakarta. Canaki M. and Gerpen JV. 2001. Biodiesel from oils and fats with
hight free fatty acids. Trans Am Soc Automotive Engine 44:1429-1436.
Demiebas A. 2008. Biodiesel A Realistic Fuel Alternative for Diesel
Fuel.London : Springer-Verlag. Fessenden RJ.dan Fessenden JS.1986.Kimia Organik Jilid II Edisi
ke-3.Pudjaatmaka AH, penerjemah; Pakpahan M dan Harianja B, editor. Jakarta (ID): Penerbit Erlangga. Terjemahan dari: Organic Chemistry. Trird Edition.
Fukuda H, Kondo A, and Noda H. 2001. Biodiesel Fuel Production by
Transesterification of Oil. Jou of Bios and Bioeng 92 : 405-
416.
Gubitz GM, Mittelbach M, and Trabi M. 1998. Exploitation of the
Tropical Oil Seed Plant Jatropha curcas, L. Bioresource
Technology67 : 73-78.
Ketaren S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan.Jakarta : UI Press.
Ketaren S.2005. Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: UI Press. Ketaren S. 2008. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan.
Jakarta: UI Press. Krause R. 2001. Bio and alternative fuels for mobility. In enhancing
biodieseldevelopment and use.Proceedings of the International Biodiesel Workshop, Tiara Convention Center, Medan.24 Oktober 2001. Ditjen Perkebunan, Departemen Pertanian. Jakarta.
Pasae Y, Jalaluddin N, Harlim T, dan Pirman. 2010. Pembuatan
Ester Metil dan Ester Isopropil dari Minyak Kepoh Sebagai Produk Antara Aditif Biodiesel. Jurnal Industri Hasil Pertanian. 5(2): 98-103.
44
Reksowardoyo RP. 2005. Melaju kendaraan berkat biji-bijian. Trubus, XXXVI / November 2005. Jakarta.
Samiarso L. 2001. Indonesian policy on renewable energy
development dalam enhancing biodiesel development and use.Proceedings of the International Biodiesel Workshop, Tiara Convention Center, Medan.24 Oktober 2001. Ditjen Perkebunan, Departemen Pertanian. Jakarta.
Soerawidjaja TH. 2002. Menjadikan biodisel sebagai bagian dari
liquor fuel mix di Indonesia. Materi presentasi pada Rapat Teknis Penelitian Energi ke-311. Pusat Penelitian Material dan Energi.ITB.Bandung.21 Juli 2002.
______________. 2005. Potensi Sumber Daya Hayati Indonesia
Dalam Menghasilkan Bahan Bakar Hayati BBM. Makalah Lokakarya “Pengembangan dan Pemanfaatan Sumber Energi Alternatif Untuk Keberlanjutan Industri Perkebunan dan Kesejahteraan Masyarakat”. Hotel Horrison. Bandung.
Sudradjat R, Sahirman, Suryani A, dan Setiawan D. 2010.Proses
Transesterifikasi pada Pembuatan Biodiesel Menggunakan Minyak Nyamplung (Calophyllum innophyllum L.)Yang Telah Dilakukan Esterifikasi.Jurnal Penelitian Hasil Hutan.Bogor.28(2):184-198.
Srivastava and Prasad P. 2000. Triglycerides base diesel fuels.
Journal of Renewable Sustainability Energy 4 : 111 – 133. Tyson KS. 2004. Energy efficiency and renewable energy. U.S.
Department of Energy.http://www.osti.gov/bridge (24 Mei 2006).
45
LAMPIRAN
46
Lampiran 1. Hasil penyempurnaan biodiesel nyamplung, malapari dan bintaro
No Komponen
Aspek yang Disempurnakan
Bilangan asam
(mg basa/g)
Densitas
(kg/m3)
Viskositas
(mm2/s(cSt))
Bilangan penyabunan
(mg basa/g)
Kadar abu
(% massa)
sebelum sesudah sebelum sesudah sebelum sesudah sebelum sesudah sebelum sesudah
1. Nyamplung 0,86 0,74 887,5 885 5,64 4,90 142,56 158,47 0,26 0,02
2. Malapari 0,82 0,76 886 884 5,41 4,72 196,24 221,42 0,31 0,08
3. Bintaro 0,75 0,58 872 869 4,30 3,25 142,83 198,75 0,25 0,05
47
Lampiran 2. Foto bunga, buah dan biji nyamplung
Lampiran 3. Foto bunga, buah dan biji malapari
Lampiran 4. Foto bunga, Buah dan biji bintaro
Lampiran 5. Foto biji nyamplung, malapari dan bintaro yang sedang dikeringkan
48
Lampiran 6. Foto proses pembuatan biodiesel skala laboratorium
Lampiran 7. Foto minyak mentah dan biodiesel malapari, bintaro
dan nyamplung
Lampiran 8. Foto mesin ekstraksi minyak sistim semi kontinyu,
hidraulik manual, alat estran dan proses pengendapan biodiesel skala semi pilot
49
Lampiran 9. Aplikasi biodiesel nyamplung, malapari dan bintaro
top related