tesis literasi bahasa kelas menulis rumah dunia … · this study discusses the language literacy...
Post on 17-Aug-2020
2 Views
Preview:
TRANSCRIPT
i
TESIS
LITERASI BAHASA KELAS MENULIS RUMAH DUNIA
MELALUI PENDEKATAN KOMUNIKASI ANTARBUDAYA
Oleh:
S O B I R I N
NIM : 21160510000019
PROGRAM MAGISTER
KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2018
ii
TESIS
LITERASI BAHASA KELAS MENULIS RUMAH DUNIA
MELALUI PENDEKATAN KOMUNIKASI ANTARBUDAYA
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Magister Sosial (M.Sos)
Di Magister Komunikasi dan Penyiaran Islam
Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Oleh:
S O B I R I N
NIM : 21160510000019
PROGRAM MAGISTER
KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2018
viii
ABSTRAK
Sobirin. Literasi Bahasa Kelas Menulis Rumah Dunia Melalui
Pendekatan Komunikasi Antarbudaya.
Penelitian ini membahas literasi bahasa Kelas Menulis Rumah
Dunia (KMRD) angkatan 1-5, yang berjumlah 12 orang sebagai
informan, melalui pendekatan Komunikasi Antarbudaya. Alumni
KMRD banyak yang sukses menjadi penulis dari latar budaya yang
berbeda. Untuk mengetahui; bagaimana hasil dari gerakan Rumah
Dunia dengan pendekatan Komunikasi Antarbudaya; seperti apa
anggota KMRD memaknai profesi menulis; memaknai program
kelas menulis, Gol A Gong dan literasi. Peneliti menggunakan
metode kualitatif dengan pendekatan studi lapangan, wawancara,
dokumentasi, serta studi pustaka. Teori yang digunakan, teori
komunikasi antarbudaya dari Stella Ting-Toomey dan teori
pemaknaan dari Charles Osgood. Toomey merumuskan
komunikasi antarbudaya merujuk pada proses komunikasi antara
anggota kelompok budaya yang berbeda. Charles Osgood
mengembangkan bagaimana sebuah makna dipelajari, juga tentang
hubungan antara makna dengan pikiran dan perilaku. Asumsi teori
pemaknaan Osgood adalah bahwa tiap individu akan merespon
setiap stimuli (rangsangan) yang ada di lingkungannya. Hubungan
keduanya, stimulus dan respons, diyakini sebagai elemen
pembentuk makna. Temuan dari penelitian ini; gerakan Rumah
Dunia sebagai gerakan sosial. Komunitas ini banyak melahirkan
penulis baru di Banten. Program KMRD banyak diikuti para
peserta dari berbagai daerah, sehingga memungkinkan terjadinya
komunikasi antarbudaya di sana. Profesi menulis dimaknai sebagai
profesi yang menjanjikan, menghasilkan uang jika ditekuni dengan
serius. Program KMRD dimaknai positif dalam menggali potensi
bakat-bakat menulis orang banyak. Gol A Gong dimaknai sebagai
pejuang literasi, inovatif, kreatif, inspiratif. Literasi dimaknai
sebagai gerbang pengetahuan, sebab kehidupan terus berubah,
untuk itu manusia sudah seharusnya melek literasi.
Kata kunci: Literasi, Kelas Menulis Rumah Dunia, Komunitas,
Komunikasi Antarbudaya
ix
ABSTRACT
Sobirin
LITERACY OF KELAS MENULIS RUMAH DUNIA
WITH THE INTERCULTURAL COMMUNICATION APPROACH
This study discusses the language literacy of Kelas Menulis Rumah
Dunia (KMRD) through the Intercultural Communication approach.
Language literacy focussed 1-5 graduate in program Kelas Menulis
Rumah Dunia. It’s followed by 12 informants. The graduate of KMRD
has successful become many profession of different cultures. This study
is to find out; how to produce the Rumah Dunia movement with the
Intercultural Communication approach to KMRD participants; how the
student of KMRD interpret the writing profession; with the following
questions; how the student of KMRD interpret writing a class program in
Rumah Dunia, Gol A Gong, and literacy. Researcher uses qualitative
methods with field research with interviews, documentation, and
literature study. The theory used by Intercultural Communication from
Stella Ting-Toomey and the theory of meaningful from Charles Osgood.
Toomey said about Intercultural Communication which based on process
communication between deferent group cultures. Charles Osgood had
developed how a meaning was learned, and also about the relationship
between the meaning with thinking and acting. Assume that meaning of
Osgood is every people will respond, as stimulation which is there in the
environment. The connecting between that, the stimulation and response
had believed as the form-meaning element. The result of this study is to
include the movement of Rumah Dunia as a social movement. This
community has produced many new writers in Banten. The language
literacy of KMRD program that was attended by participants from many
regions then made the intercultural communication in the process of the
writing class. KMRD program has become the best program in Rumah
Dunia. The participants of KMRD interpret the writing profession can
arrange money if taken seriously. KMRD is defined as a positive
program with developing many people in writing talent. Gol A Gong
defined as a literacy fighter, who is friendly, innovative, creative,
inspiring and has a high social spirit. Literacy is the gate of knowledge
because life continues to change, then the humans have completed
literacy.
Keywords: Literacy, Kelas Menulis Rumah Dunia, Class Writing,
Community, Intercultural Communication
x
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT, atas berkat
Rahmat-Nya yang tak pernah putus, sehingga peneliti masih diberi
kesehatan dan kelancaran dalam menyusun Tesis ini. Shalawat
serta salam semoga tetap tercurah kepada baginda Nabi
Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabat dan para pengikutnya
yang setia hingga akhir zaman.
Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Master Sosial (M.Sos) Progam Magister Komunikasi dan
Penyiaran Islam, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi,
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam penyusunan Tesis hingga
terselesaikannya, peneliti mendapat bantuan moril maupun materil
dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini izinkan peneliti
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Dede Rosyada sebagai Rektor UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
2. Dr. Arief Subhan MA sebagai Dekan di Fakultas Ilmu
Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
3. Dr. Yopi Kusmiati, M.Si yang telah bersedia meluangkan
waktunya untuk membimbing Tesis ini hingga dapat
diselesaikan dengan baik.
4. Dr. Sihabuddin Noor, MA selaku Ketua Program Magister
Komunikasi dan Penyiaran Islam di Fakultas Ilmu Dakwah
dan Ilmu Komunikasi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Dr. Rully Nasrullah, M.Si selaku Sekretaris Progam Magister
Komunikasi dan Penyiaran Islam di di Fakultas Ilmu Dakwah
dan Ilmu Komunikasi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Prof. Dr. Murodi, M.Ag, sebagai Penasehat Akademik.
7. Dr. Fatmawati, MA. sebagai penguji sekaligus
penyempurnaan tesis.
8. Dr. H. M. Sungaidi, MA. sebagai penguji sekaligus
penyempurnaan tesis.
9. Bapak Saripan dan Ibu Habibah, kedua orang tuaku yang
selalu mendoakan dan mendukung atas kesuksesan peneliti.
xi
10. Istriku, Siti Masitoh dan juga anak kami Naura Zahra Zaviera
yang selalu memberikan semangat kepada peneliti.
11. Bapak dan Ibu dosen di Prodi Magister KPI yang telah
mengajar dan membimbing serta memberikan berbagai
ilmunya dengan penuh keikhlasan
12. Staf dan karyawan di FIDKOM yang telah memberikan
pelayanan yang baik dalam hal admininistrasi.
13. Semua pihak yang telah membantu dalam penelitian tesis
ini.
Dalam penyusunan tesis ini peneliti menyadari
bahwa banyak terdapat kesalahan, kelemahan, dan
kekurangan dari berbagai sisi. Oleh karena itu, peneliti
mengharapkan adanya saran dan kritik yang sifatnya
membangun demi kesempurnaan Tesis ini, semoga
bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan
kepentingan yang lainnya, amiin ya rabbal alamin.
Serang, 28 November 2018
Sobirin
xii
DAFTAR ISI
Halaman Judul ............................................................................. ….i
Pengesahan .................................................................................. …ii
Persetujuan Tim Penguji Tesis .................................................... ..iii
Lembar Pengesahan Pembimbing Tesis...................................... ...iv
Pernyataan Keaslian .................................................................... …v
Pernyataan Bebas Plagiasi .......................................................... ...vi
Abstrak ........................................................................................ ..vii
Abstrack ...................................................................................... ...ix
Kata Pengantar ............................................................................ ...xi
Daftar Isi...................................................................................... .xiv
Daftar Tabel ................................................................................ ..xv
Daftar Gambar ............................................................................. ..xx
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah…………………………...1
B. Batasan Masalah …………………………………11
C. Rumusan Masalah……………………………….. 12
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian…………………...12
E. Tinjauan Kajian Terdahulu……………………….13
1. Penelitian Lukman Solihin berjudul
Komunitas Literasi dan Transformasi Sosial:
Kisah Gol A Gong dan Rumah Dunia di Kota
Serang, Banten……………………………14
2. Penelitian Ade Jaya Suryani berjudul
Authorship in Banten: Mass Media,
Publishers, Literary Communities, and
Authors……………………………………17
3. Penelitian Siti Anggraini berjudul Budaya
Literasi Dalam Komunikasi………………19
xiii
F. Metodologi Penelitian…………………………….21
1. Paradigma Penelitian……………………..21
2. Metode Penelitian………………………...23
3. Subjek Penelitian…………………………24
G. Jadwal Penelitian…………………………………23
1. Waktu Penelitian………………………….25
2. Tahapan Penelitian……………………….26
3. Teknis Analisis Data……………………..26
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Landasan Teori…………………………………...28
1. Teori Komunikasi Antarbudaya………….31
2. Teori Pemaknaan…………………………34
B. Kajian Pustaka……………………………………40
1. Literasi……………………………………40
2. Budaya……………………………………42
3. Komunikasi Kelompok …………………. 44
BAB III GAMBARAN UMUM SUBJEK PENELITIAN
A. Profil Rumah Dunia………………………………49
1. Sejarah Berdirinya Rumah Dunia………...49
2. Struktur Organisasi……………………….53
3. Kegiatan Rumah Dunia…………………..56
4. Pengunjung……………………………….58
B. Profil Pendiri Rumah Dunia:……………………..59
1. Gol A Gong………………………………59
2. Toto ST Radik……………………………67
3. Rys Revolta (alm)………………………..85
C. Profil Informan…………………………………...85
1. Endang Rukmana…………………………86
2. Piter Tamba……………………………….86
xiv
3. Adkhilni Mudkhola Sidqi………………...87
4. RG Kedung Kaban………………………..87
5. Bahroji……………………………………88
6. Rizal Fauzi………………………………..88
7. Muhamad Jaeni…………………………...89
8. Rahmat……………………………………89
9. Nita Nurhayati……………………………90
10. Muhammad Tohir………………………...91
11. Hilal Ahmad……………………………...92
12. Khodijah………………………………….92
BAB IV DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
A. Gerakan Rumah Dunia dengan Pendekatan
Komunikasi Antarbudaya pada Peserta Kelas
Menulis…………………………………………...94
1. Komunikasi Antarbudaya antara Tutor Kelas
Menulis dan Peserta KMRD……………...95
B. Peserta KMRD Memaknai Profesi Menulis…….115
1. Pemaknaan Peserta KMRD Mengenai
Profesi Menulis………………………….115
2. Pemaknaan Peserta KMRD Mengenai
Program Kelas Menulis………………….123
3. Pemaknaan Peserta KMRD Mengenai Gol A
Gong……………………………………..133
4. Pemaknaan Peserta KMRD Mengenai
Literasi…………………………………...145
BAB V PEMBAHASAN
A. Pembahasan dan Analisis Gerakan Rumah Dunia
Dengan Pendekatan Komunikasi Antarbudaya pada
Peserta Kelas Menulis…………………………..154
xv
1. Gerakan Rumah Dunia sebagai Wadah
Pencetak Penulis…………………………157
B. Pembahasan dan Analisis Para Peserta Program
Literasi Bahasa Rumah Dunia dalam Memaknai
Profesi Menulis, Program Kelas Menulis, Gol A
Gong dan Literasi………………………………..159
BAB VI PENUTUP
A. Kesimpulan…………………………………….170
B. Saran……………………………………………172
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………. 174
LAMPIRAN…………………………………………………….181
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel 1: Jadwal Penelitian …………………………………..… 25
Tabel 2: Program Regular Rumah Dunia ……….…………..… 56
Tabel 3: Komunikasi Antarbudaya antara Tutor Kelas Menulis dan
Peserta KMRD ………………………………………………… 111
Tabel 4: Pemaknaan Peserta KMRD Mengenai Profesi
Menulis………………………………………………………... 120
Tabel 5: Pemaknaan Peserta KMRD Mengenai Program Kelas
Menulis ……………………………………………………...… 130
Tabel 6: Pemaknaan Peserta KMRD Mengenai Gol A Gong … 142
Tabel 7: Pemaknaan Peserta KMRD Mengenai Literasi …….. 150
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1: Makna sebagai Representasi Internal ..……………………….. 38
Gambar 2: Ruang Semantik Tiga Dimensi ……………………………….. 40
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Komunitas Rumah Dunia atau sering juga disebut Taman
Bacaan Masyarakat (TBM) Rumah Dunia, merupakan salah satu
komunitas yang konsen pada dunia literasi. Komunitas ini
terletak di Komplek Hegar Alam No. 40 Ciloang, Kota Serang,
Provinsi Banten.1 Rumah Dunia adalah suatu tempat bagi anak-
anak dan remaja menumpahkan segala imajinasi dan ekspresinya
lewat kata-kata dan warna.2
Rumah Dunia menyebarkan gerakan literasi bahasa kepada
para relawannya dan juga kepada para peserta Kelas Menulis
Rumah Dunia (KMRD) yang hingga tahun 2018 sudah mencapai
angkatan ke-32. Masing-masing angkatan kelas menulis
mengikuti pembelajaran literasi bahasa selama tiga bulan. Proses
pembelajaran KMRD berlangsung tiap akhir pekan, dan setiap
pertemuan berlangsung selama kurang lebih empat jam lamanya.3
Rumah Dunia merupakan salah satu komunitas yang
konsisten menyebarkan gerakan literasi. Tidak hanya itu,
komunitas yang di dalamnya digerakkan oleh sejumlah relawan
ini juga fokus mencetak lahirnya para penulis baru, khususnya
bagi masyarakat Banten, umumnya bagi masyarakat Indonesia.
1Venayaksa, Relawan Dunia, (Jakarta: Kepustakaan Populer
Gramedia, 2011), 80. 2 Gong, Balada Si Roy, (Serang: Gong Publishing, 2010), 672.
3Wawancara dengan Gol A Gong di Kota Serang, 29 Oktober 2017.
2
Penelitian ini mengkaji tentang Literasi Bahasa Kelas
Menulis Rumah Dunia melalui Pendekatan Komunikasi
Antarbudaya. Peneliti memilih teori pemaknaan yang
dikembangkan oleh Charles Osgood dan teori Komunikasi
Antarbudaya yang dikembangkan oleh Stella Ting-Toomey untuk
menjawab rumusan masalah dalam penelitian ini.
Teori komunikasi antarbudaya dikembangkan oleh Stella
Ting-Toomey. Menurutnya komunikasi antarbudaya merujuk
pada proses komunikasi antara anggota kelompok budaya yang
berbeda. Dimana derajat perbedaan yang ada diantara individu
yang berkomunikasi terutama berasal dari faktor keanggotaan
pada suatu kelompok budaya seperti kepercayaan, nilai-nilai,
norma-norma dan urut-urutan interaksi. Dengan demikian
komunikasi antarbudaya memiliki karakteristik yang antara lain
menyangkut pertukaran simbol, proses, pada komunitas budaya
yang berbeda, negosiasi pertukaran makna dan situasi interaktif.
Oleh karena itu, komunikasi antarbudaya melibatkan aneka tahap
perbedaan anggota kelompok budaya.4
Setiap enam bulan, di Rumah Dunia dibuka kelas menulis
yang sudah berlangsung sejak Januari tahun 2002. Kelas Menulis
Rumah Dunia (KMRD) hanya diperuntukkan bagi pelajar dan
mahasiswa agar bisa mandiri setelah jadi sarjana nanti. Di kelas
menulis ini, Gol A Gong selaku tutor KMRD memberikan
wawasan bahwa pekerjaan menulis (wartawan atau pengarang)
bisa dijadikan profesi terhormat, layak dan cerah. Dari kelas
4Toomey, Communicating Across Cultures, (New York London: The
Guilford Pres, 1999), 17.
3
menulis ini kelak akan muncul satu generasi baru di Banten yang
cerdas dan kritis serta sanggup menuangkan gagasan-gagasannya
lewat tulisan.5
Setiap angkatan KMRD hanya berkisar 25 sampai 30 orang.
setiap calon peserta harus memberikan (contoh) karyanya, fiksi
(cerpen/puisi) atau laporan jurnalistik (feature/news/essay). Dari
contoh karya ini, calon peserta disaring. Bagi yang lolos, ada
persyaratan lain, yaitu ikhlas menyumbangkan sebuah buku
kesayangannya ke Rumah Dunia. Pendidikannya tidak dipungut
bayaran alias gratis.6
Saat kelas menulis dimulai, pada pertemuan pertama para
peserta harus maju satu per satu, memperkenalkan dirinya, mulai
dari nama pemberian orangtua, tanggal lahir, motivasi ikut
KMRD, buku-buku apa saja yang pernah dibaca, tertarik ke sastra
atau jurnalistik, dan ingin jadi wartawan atau pengarang. Juga
yang terpenting, mereka harus menyebutkan nama pena serta
menjelaskan filosofinya. Dengan cara seperti ini, Gong mencoba
mengamati atau mengidentifikasi wawasan, emosi, serta
pengelolaan bahasa atau pemilihan kata para peserta saat bicara.7
Tiga bulan pertama, peserta KMRD akan diberikan materi
jurnalistik. Terutama unsur berita (5W+1H: where, when, what,
who, why, dan how). Metode ini sangat cocok diaplikasikan ke
dalam penulisan fiksi. Misalnya saja, unsur where: di gunung, di
rumah, di pasar. Semua peserta KMRD harus mencoba
5Gong, Gempa Literasi: Dari Kampung untuk Nusantara, (Jakarta:
Kepustakaan Populer Gramedia, 2012), 441. 6Gong, Gempa Literasi: Dari Kampung untuk Nusantara, 1441.
7Gong, Gempa Literasi: Dari Kampung untuk Nusantara, 1442.
4
menuliskan imajinasi tentang tempat-tempat tersebut. Dalam
wilyah fiksi, ini dikategorikan sebagai latar tempat. Dengan unsur
who, peserta bisa menulis tentang karakter tokoh, apa dan siapa.
Setiap pertemuan, setiap peserta dikenalkan pada teori, dan
selebihnya adalah praktik, yaitu mengarang.8
Pada tiga bulan berikutnya, peserta KMD diajarkan tentang
unsur-unsur menulis fiksi, seperti cerpen, novel dan juga belajar
puisi. Khusus untuk puisi, para peserta KMRD akan belajar
bersama tutor puisi, Toto ST Radik.9
Kelas Menulis Rumah Dunia angkatan pertama diikuti
Qizink, Ibnu, Wangsa, Endang, Adkhilni, Ade Jahran, dan Najwa
Fadia. Ternyata hanya butuh waktu setahun, mereka sudah mahir
menulis esai, cerpen dan novel. Bahkan, Qizink sudah direkrut
oleh Radar Banten sebagai wartawan untuk daerah Pandeglang.
Ibnu saat itu langsung bisa magang di Suplemen Radar Yunior.
Sedangkan Ade Jahran jadi wartawan Fajar Banten. Yang
spektakuler adalah Adkhilni dan Endang Rukmana. Endang
menyabet Unicef Award for Indonesian Young Writer pada 2004.
Esainya menjadi juara pertama lomba esai UNICEF dengan tema
Anak Indonesia. Sementara itu Adkhilni masuk 20 besar.
Kemudian, IKAPI Book Fair 2004, esai Adkhilni tentang
pentingnya membaca menggondol juara pertama.10
Pada tahun 2004 Kelas Menulis Rumah Dunia sudah
menghasilkan empat buku antologi. Pertama Kacamata Sidik
8Gong, Gempa Literasi: Dari Kampung untuk Nusantara, 1443.
9Wawancara dengan Gol A Gong di Kota Serang, 29 Oktober 2017.
10Gong, Gempa Literasi: Dari Kampung untuk Nusantara, 444-445.
5
(kritik sosial-politik, Senayan Abadi, 2004), kedua Harga Sebuah
Hati (kemanusiaan, Akur, 2005), Pelagi Jatuh di Kotaku (kritik
sosial-politik, MU3, 2005), dan Padi Memerah (kritik sosial,
MU3, 2005).11
Tradisi literasi bahasa di Rumah Dunia sudah dimulai dari
pendirinya, bernama Gol A Gong. Gol A Gong merupakan
seorang penulis senior dan pengarang ratusan buku yang pada
tahun 1990-an terkenal dengan novel petualangannya berjudul
“Balada Si Roy” (Gramedia, 1990).
Gol A Gong yang bernama asli Heri Hendayana Harris ini
lahir di Purwakarta, 15 Agustus 1963 ini juga penulis skenario
TV. Pada 1995 bekerja di Indosiar. Kemudian hijrah ke RCTI
(1996-2008) sebagai senior kreatif. Beberapa novelnya diangkat
ke layar kaca, seperti Balada Si Roy yang dibuat versi
sinetronnya oleh PT. Indika Entertaiment, diperankan Ari
Sihasaleh (ditayangkan di Malaysia), Pada-Mu Aku Bersimpuh
(RCTI, 2002) dan Al Bahri (SCTV, 2002).12
Gong mengawali karier di dunia tulis menulis dengan
menjadi wartawan. Tahun 1989, pria penggemar bulutangkis ini
tercatat sebagai wartawan tabloid Warta Pramuka (Kompas
Gramedia). Kemudian pada tahun 1994 hingga tahun 1995, Gol
A Gong bekerja di tabloid Karina. Ia juga sempat menjadi
reporter paruh waktu di beberapa media massa.13
11
Gong, Gempa Literasi: Dari Kampung untuk Nusantara. 12
Gong, Surat dari Bapak; Jalan untuk Kembali, (Jakarta: Puspa
Swara, 2016), 167. 13
Gong, Surat dari Bapak; Jalan untuk Kembali, 168.
6
Gol A Gong yang tidak menamatkan kuliahnya dari Jurusan
Sastra Indonesia Unpad, bersama istrinya, Asih Purwaningtyas
Chasanah atau lebih akrab disapa Tias Tatanka, dibantu sahabat-
sahabatnya, mendirikan komunitas baca Rumah Dunia.
Menurutnya pembentukan komunitas ini, merupakan investasi
jangka panjang yang tak ternilai harganya di Banten. Kegiatan
“wisata” bagi anak-anak, yaitu wisata baca, wisata dongeng dan
lain-lain. Sedangkan bagi pelajar dan mahasiswa berupa “gempa
literasi”, yaitu pertunjukkan seni, bazar buku, pelatihan menulis,
diskusi kebudayaan, launching dan bedah buku.14
Bersama para relawan, Gol A Gong ingin melakukan
dekonstruksi sosial di Rumah Dunia. Misalnya “jawara” yang
tidak lagi identik dengan kekerasan, tapi menjadi “jawara ilmu”.
Atau versi Gong, “Saatnya otak, bukan otot!” Lalu munculah
gerakan Banten Membaca untuk Indonesia” di tingkat lokal.
Sedangkan di nasional dia membuat “Gerakan Indonesia
Membaca”, bahkan hingga ke Asia. Setelah Rumah Dunia di
Serang, Banten, Gol A Gong merambah Malaysia, Abu Dhabi,
Dubai, Jeddah, Mekah dan Taiwan.15
Gong mengatakan bahwa Rumah Dunia dibangun sejak
tahun 1994, namun pada tahun 2002 Rumah Dunia baru secara
administrasi menjadi lembaga sebuah komunitas dan strukturnya
terbentuk. Sementara kelas menulis Rumah Dunia angkatan
pertama baru digulirkan Gol A Gong pada awal 2002.16
14
Gong, Surat dari Bapak; Jalan untuk Kembali, 168. 15
Gong, Surat dari Bapak; Jalan untuk Kembali, 167-169. 16
Wawancara dengan Gol A Gong di Kota Serang, 29 Oktober 2017.
7
Jika dihitung dari tahun 2002 hingga 2018, Rumah Dunia
kini sudah memasuki umur ke-16 tahun. Tahun 2002 ini yang
diambil Rumah Dunia sebagai perayaan hari jadinya yang jatuh
pada bulan Maret, dan tiap tahunnya dirayakan dengan beragam
kegiatan seputar literasi, seperti kelas menulis, wisata tulis,
wisata dongeng, wisata musik, wisata lakon, wisata gambar,
wisata puisi, english on friday, dan kelas komputer.17
Benih gagasan Rumah Dunia mulai bersemi ketika Gol A
Gong dan beberapa rekan kuliah di Universitas Padjajaran
(Bandung, 1982). “Saya dan kawan-kawan waktu itu bikin janji
bahwa, kalau ada yang lebih dulu berkemampuan, dialah yang
harus mulai membikin perubahan itu,” tutur Gol A Gong yang
tidak menamatkan kuliahnya di Jurusan Sastra Indonesia Unpad.
Dan memilih mengasah keterampilan dalam menulis. Embrio
Rumah Dunia memang berawal dari perpustakaan keluarga Gol A
Gong, Harri Sumantapura, yang pensiunan guru Sekolah
Pendidikan Guru (SPG), yang mempunyai banyak koleksi buku,
majalah dan bahan bacaan lainnya. Pada bulan Maret 2002,
perpustakaan yang sudah dibuka untuk umum sejak tahun 1990-
an itu diberi nama Pustakaloka Rumah Dunia dengan singkatan
PRD. Dia mengakui mendompleng akronim Partai Rakyat
Demokratik (PRD). “Ternyata sangat dahsyat selling poin (nilai
jual)nya, walaupun gara-gara itu kami juga sempat dicap aktivis
PRD betulan,” kata Gol A Gong.18
17
Venayaksa, Relawan Dunia, (Jakarta: Kepustakaan Populer
Gramedia, 2011), 180-181. 18
Mahayana, Apa dan Siapa Penyair Indonesia, (Jakarta: Yayasan
Hari Puisi Indonesia, 2017).
8
Bersama istrinya, Asih Purwaningtyas Hasanah atau yang
akrab disapa Tias Tatanka dan dibantu beberapa relawan lainnya,
ia mengelola PRD dengan menawarkan berbagai kegiatan
“wisata”. Kemasan wisata pada setiap kegiatan PRD
dimaksudkan agar kegiatan baca tulis itu memikat anak-anak dan
remaja. Ada wisata baca dan dongeng, wisata tulis, dan ada juga
wisata lakon. Hal itu dipilih agar kesan serius sebuah
perpustakaan berganti dengan kesan rumah dan kuat aroma
bermainnya. Awalnya, perustakaan itu hanya berupa koleksi buku
yang ditumpuk pada satu rak sepatu di sebuah kebun terbuka.19
Perlahan-lahan, bermula dari dibangunnya pendopo (selesai
bulan Juli 2002), berdirilah satu persatu bangunan hingga kini
berjumlah 4 lokal. Koleksi bukunya pun sudah mencapai 3.000-
an judul. Mengingat kegiatannya belakangan ini merambah
sastra, teater, rupa dan jurnalistik, maka pada bulan Desember
2003, berganti nama menjadi Rumah Dunia. Tanggal 14 Februari
2004, Rumah Dunia diresmikan oleh Hj. Cucu Munandar, istri
Gubernur Banten Djoko Munandar. Melalui Rumah Dunia, Gol A
Gong juga melakukan semacam gerakan dekonstruksi kultural
dengan makna baru. Pada kosakata lokal yang mengandung
makna peyorasi. Salah satu contohnya adalah kata “jawara”.
Dengan menggunakan kata tersebut sebagai nama toko buku,
kedai toko buku jawara, ia mencoba agar stigma “jawara” yang
sering identik dengan kekerasan dan pemerasan berubah makna
menjadi “gudang ilmu”. “Saya ingin suatu ketika jika orang
19
Mahayana, Apa dan Siapa Penyair Indonesia, (Jakarta: Yayasan
Hari Puisi, 2017), 239.
9
mencari kata „jawara‟ melalui Google (mesin pencari di internet),
ia akan menemukan kata itu dengan arti „gudang ilmu‟. Kami
ingin karakter wong Banten yang keras diperkaya dengan
wawasan dan smart,” kata Gol A Gong.20
Di samping itu, perjalanan Rumah Dunia yang sudah
mencapai 16 tahun merupakan waktu yang tak singkat, menjadi
menarik untuk diteliti. Peneliti melihat keseriusan serta
konsistensi Komunitas Rumah Dunia dalam menggerakkan
literasi bahasa dan mengenalkannya pada masyarakat Banten
serta masyarakat di luar Banten lainnya, dan mencetak generasi
para penulis pemula yang terus bermunculan pada tiap
angkatannya.21
Sebagai gambaran awal, bahwa metode pembelajaran Kelas
Menulis Rumah Dunia (KMRD) ini pada masa awal langsung
ditangani oleh Gol A Gong dan istrinya Tias Tatanka. Namun
seiring waktu, Gol A Gong kemudian melibatkan para relawan
Rumah Dunia untuk menjadi mentor kelas menulis, dengan
catatan sang mentor sudah menerbitkan sebuah buku, atau karya-
karya tulisan mereka berupa esai, cerpen, dan puisi sudah dimuat
di koran/majalah lokal maupun nasional.22
Pembelajaran kelas menulis pada dasarnya dibagi dalam dua
bagian. Selama tiga bulan pertama, para peserta diajarkan
mengenai ilmu jurnalistik, dan pada tiga bulan terakhir barulah
diajarkan ilmu fiksi (cerpen dan novel), sementara untuk kelas
20
Mahayana, Apa dan Siapa Penyair Indonesia, 239. 21
Wawancara dengan Gol A Gong, 29 Oktober 2017. 22
Wawancara dengan Gol A Gong, 29 Oktober 2017.
10
puisi, ada kelas tersendiri, yakni Majelis Puisi yang diasuh
langsung oleh penyair nasional asal Banten, Toto ST Radik.
Kegiatan Majelis Puisi berlangsung usai Kelas Menulis Rumah
Dunia.23
Proses kreatif awal yang Gol A Gong berikan kepada para
calon penulis di Kelas Menulis Rumah Dunia adalah
memperkenalkan dunia jurnalistik. Tahap selanjutnya dikenalkan
bahwa teori-teori jurnalistik dengan unsur berita (5W+1H) bisa
diterapkan ke dalam penulisan fiksi. Ketika Gong menanyakan
kepada peserta kelas menulis tentang pernahkah bepergian jauh?
Jawaban mereka beragam; hanya berkutat dari rumah ke
sekolah/kampus. Pertanyaan lainnya, “Apakah membaca buku?”
Rata-rata sesekali saja membaca buku. Wawasan juga adalah hal
penting untuk mempersiapkan diri kita, jika ingin menjadi penulis
(fiksi).24
Pembelajaran kelas menulis ini berlangsung secara santai
tapi serius. Tempat lokasi berlangsungnya kegiatan kelas menulis
lebih sering diadakan di Rumah Dunia, tapi juga sesekali kelas
menulis diadakan di luar Rumah Dunia, seperti di Alun-alun Kota
Serang, Pantai Anyer atau tempat lainnya.
Dalam kegiatan kelas menulis, selain diisi langsung oleh Gol
A Gong dan para relawan Rumah Dunia, juga sedikitnya dalam
sebulan sekali Rumah Dunia mendatangkan para
penulis/sastrawan nasional dari luar daerah. Pada tahun 2018
23
Wawancara dengan Gol A Gong, 29 Oktober 2017. 24
Gong, Ledakkan Idemu Agar Kepalamu Nggak Meledak, (Serang:
Gong Publishing, 2010)
11
Rumah Dunia memiliki program kawah literasi, yang di
dalamnya berisi kegiatan temu penulis, bedah buku dan juga
membahas proses kreatif dalam menulis cerpen, puisi, esai
maupun berita atau jurnalistik, yang diprioritaskan bagi peserta
Kelas Menulis dan umum. Sederet nama-nama penulis/sastrawan
nasional yang penah mengisi materi di kelas menulis Rumah
Dunia antara lain; Kurnia Effendi, Fikar W Eda, Taufik Ismail,
Helvy Tiana Rosa, Asma Nadia, Pipiet Senja, Sosiawan Leak,
Goenawan Mohammad, Asrizal Nur, Maman Suherman, dan
masih banyak lagi.25
Pengaruh atas keberadaan Rumah Dunia, terutama lewat
kegiatan KMRD yang dilakukan secara konsisten, sehingga dari
kelas menulis itu menghasilkan banyak penulis baru yang
bermunculan, maka penelitian ini menjadi menarik untuk dikaji.
Keberadaan Rumah Dunia dan Gol A Gong tak bisa dilepaskan
dari pergerakan budaya literasi di Banten. Keduanya menjadi
penggerak dalam memajukan literasi tidak hanya di daerahnya,
tapi juga meluas hingga ke luar Banten.
B. Batasan Masalah
Dari uraian yang sudah dijelaskan di atas, agar penelitian ini
tidak meluas dan terarah, maka peneliti membuat batasan
masalah, dengan menentukan fokus penelitian pada program
literasi bahasa Kelas Menulis Rumah Dunia melalui pendekatan
komunikasi antarbudaya pada angkatan 1-5 KMRD yang sukses
menjadi penulis dari profesi yang beragam dan latar budaya yang
berbeda.
25
Wawancara dengan Gol A Gong, 29 Oktober 2017.
12
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah di atas, maka rumusan masalah
dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Bagaimana gerakan Rumah Dunia dengan pendekatan
Komunikasi Antarbudaya pada peserta kelas menulis?
2. Bagaimana para peserta program literasi bahasa Rumah
Dunia memaknai profesi menulis?
Dengan pertanyaan turunan sebagai berikut;
a. Seperti apa pemaknaan peserta KMRD mengenai
program kelas menulis?
b. Apa saja pemaknaan peserta KMRD mengenai
Gol A Gong?
c. Bagaimana pemaknaan peserta KMRD mengenai
literasi?
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui:
1. Hasil dari gerakan Rumah Dunia dengan pendekatan
Komunikasi Antarbudaya pada peserta kelas menulis.
2. Pemaknaan peserta Kelas Menulis Rumah Dunia
mengenai profesi menulis.
Adapun manfaat penelitian ini, antara lain:
1. Manfaat Teoritis
Peneliti berharap semoga penelitian ini menjadi bahan
kajian tambahan tentang literasi bahasa, komunikasi
antarbudaya, gerakan literasi lokal dan yang lebih luas
lagi mengenai khazanah ilmu komunikasi.
13
2. Manfaat Praktis
Peneliti berharap, penelitian ini bisa bermanfaat untuk
mengetahui dan memahami secara mendalam tentang
literasi bahasa di Komunitas Rumah Dunia dan juga
secara luas gerakan literasi di Banten. Selain itu peneliti
juga berharap, penelitian ini bisa dijadikan acuan bagi
pegiat literasi lain yang ingin membangun peradaban
literasi di wilayahnya masing-masing. Sementara bagi
kalangan akademisi, dengan hasil penelitian ini, dapat
dijadikan sumber informasi ilmiah guna melakukan
pengkajian lebih lanjut dan mendalam tentang upaya
sebuah komunitas dalam mengenalkan literasi kepada
masyarakat luas.
3. Manfaat Rekomendasi
Peneliti merekomendasikan kepada Pemerintah Daerah
(Pemda) untuk lebih peduli dan memperhatikan
komunitas literasi seperti Rumah Dunia dan juga
komunitas lain yang konsen pada perkembangan
pendidikan, literasi, sastra dan sebagainya dalam
memajukan dan mengembangkan bakat-bakat generasi
muda di Banten.
E. Tinjauan Kajian Terdahulu
Dalam penelitian ini, peneliti akan memulainya dengan
pemaparan hasil-hasil terdahulu yang peneliti anggap selaras
dengan penelitian yang sedang peneliti lakukan. Ada beberapa
penelitian yang mengkaji mengenai komunitas Rumah Dunia atau
Gol A Gong, tokoh sosial di balik kesuksesan komunitas literasi
14
Rumah Dunia yang berhasil dibangunnya dan hingga hari ini
masih eksis di kalangan komunitas literasi lainnya. Penelitian-
penilitian ini akan menjadi pemandu bagi kerangka berfikir
peneliti, sekaligus sebagai acuan dalam penelitian ini.
1. Penelitian Lukman Solihin berjudul Komunitas
Literasi dan Transformasi Sosial: Kisah Gol A Gong
dan Rumah Dunia di Kota Serang, Banten
Penelitian dengan pendekatan studi literatur ini membahas
transformasi sosial yang didorong oleh aktor sosial bernama Gol
A Gong dan komunitas literasi Pustakaloka Rumah Dunia yang
didirikan Gol A Gong (dan dua kawan lainnya, yakni Toto ST
Radik dan Rys Revolta) di Kota Serang, Banten. Dalam
penelitian yang dilakukan Lukman, diterangkan bahwa Gol A
Gong dan Rumah Dunia berhasil melakukan mobilitas sosial bagi
dirinya (sebagai orang cacat) dan transformasi sosial bagi orang-
orang di sekitarnya melalui gerakan literasi.26
Dalam penelitian ini Lukman lebih berfokus pada kisah Gol
A Gong dari kecil, remaja, dewasa dan menikah. Saat kecil Gong
mengalami kecelakaan hingga tangan kirinya harus diamputasi
sebatas siku, dan juga kehebatan kedua orangtuanya yang
mengajarkan Gong untuk tidak minder, dengan cara
mengenalkannya dengan olahraga dan buku, hingga Gong
memiliki mimpi besar yakni ingin mewujudkan gelanggang
remaja di Serang-Banten yang dulu diberi nama Pustakaloka
26
Lukman Solihin, “Komunitas Literasi dan Transformasi Sosial:
Kisah Gol A Gong dan Rumah Dunia di Kota Serang, Banten.” Laporan
penelitian pada Pusat Penelitian Kebijakan Pendidikan dan Kebudayaan,
Kemendikbud tahun 2015. Naskah belum diterbitkan.
15
Rumah Dunia, dan kini menjadi Rumah Dunia. Penelitian
Lukman ini juga menjelaskan bahwa Rumah Dunia tak bisa lepas
dari Gol A Gong. Masih dalam penelitian Lukman, ia menulis
bahwa Gol A Gong dan Rumah Dunia mampu mendorong
terjadinya transformasi sosial bagi lingkungannya dari yang
semula „nirliterasi‟ menjadi „melek literasi‟. Melalui kemampuan
membaca dan menulis itu, anak-anak muda yang berkecimpung
di Rumah Dunia berupaya mengolahnya menjadi modalitas
dalam kehidupan sehari-hari guna mencapai cita-cita sebagai
orang sukses.
Perspektif yang digunakan dalam penelitian ini yakni
menggunakan konsep habitus dan kapital budaya Pierre Bourdieu
(1984) menjadi penting untuk dipakai membingkai praktik literasi
yang diamati. Habitus dimaknai sebagai sistem yang secara sosial
tersusun dari disposisi-disposisi (watak) yang dibentuk oleh
aturan, norma, dan nilai yang mengakar dalam kehidupan
seseorang. Disposisi itu menjelma sebagai tindakan-tindakan
otomatis untuk merespon suatu kondisi yang dihadapi. Habitus
inilah yang mendasari terbentuknya kesamaan status dan gaya
hidup dalam satu kelompok sosial (kelas sosial tertentu).27
Penelitian yang dilakukan Lukman ini memberikan acuan
bagi penelitian yang peneliti lakukan. Terutama membantu dalam
hal melihat pergerakkan literasi Rumah Dunia dan peran Gol A
Gong dalam menyebarkan semangat membaca dan menulis,
27
Lukman Solihin, “Komunitas Literasi dan Transformasi Sosial:
Kisah Gol A Gong dan Rumah Dunia di Kota Serang, Banten.” Laporan
penelitian pada Pusat Penelitian Kebijakan Pendidikan dan Kebudayaan,
Kemendikbud tahun 2015. Naskah belum diterbitkan.
16
sehingga kemudian tidak hanya mengajak masyarakat sekitar
agar gemar membaca, tapi sudah pada satu tahap lebih tinggi,
yaitu mengajak masyarakat, terutama anggota kelas menulis
Rumah Dunia untuk menghasilkan sebuah karya berupa buku.
Persamaan dan perbedaan antara penelitian yang dilakukan
Lukman dengan penelitian yang peneliti lakukan, terletak pada;
penelitian ini sama-sama mengangkat komunitas Rumah Dunia
dan peran sertanya dalam menggerakkan budaya literasi di
sekitarnya. Sementara perbedaannya terletak pada tujuan
penelitian yang dilakukan. Penelitian yang dilakukan Lukman
memfokuskan pada hasil penelitian mengenai pengaruh Gol A
Gong dan Rumah Dunia yang dikatakannya berhasil dalam
melakukan mobilitas sosial bagi dirinya dan transformasi sosial
bagi orang-orang di sekitarnya melalui gerakan literasi.
Sementara penelitian yang peneliti lakukan berfokus pada
gerakan Rumah Dunia dalam pendekatan Komunikasi
Antarbudaya, serta meneliti terkait pemaknaan para peserta kelas
menulis mengenai profesi menulis.
Peneliti memandang bahwa penelitian yang dilakukan
Lukman ini sangat baik, namun Peneliti melihat ada sedikit
kekurangan dalam penelitian ini, yakni belum adanya pernyataan
langsung dari narasumber yang diteliti, yakni Gol A Gong untuk
dimintai keterangan secara langsung (wawancara), sehingga
penelitian yang dilakukannya lebih mendalam lagi. Hal ini diakui
Lukman dalam penelitiannya yang menyebutkan bahawa ia
belum bisa mewawancarai Gol A Gong secara langsung,
17
mengingat ketika Lukman melakukan penelitian tersebut, Gong
sedang ada acara pertemuan sastrawan di Belanda.
2. Penelitian Ade Jaya Suryani berjudul AUTHORSHIP
IN BANTEN: Mass Media, Publishers, Literary
Communities, and Authors
Penelitian ini merupakan tesis Ade Jaya Suryani dari Leiden
University (2008). Penelitian dengan pendekatan studi literatur
ini membahas penulis-penulis di Banten, dimulai dari penulis
kaliber Syaikh Yusuf al-Maqassari, Syaikh Nawawi al-Bantani
hingga penulis pada generasi saat ini, yakni Gol A Gong dan
penulis-penulis dari generasi terbaru. Lahirnya penulis-penulis
hebat dari Banten itu tak lepas dari media massa, penerbit,
komunitas sastra yang mendukung dan memuat karya-karya
mereka, hingga akhirnya dikenal oleh banyak orang. Termasuk
juga Rumah Dunia di dalamnya dibahas cukup mendalam dalam
tesis Ade Jaya. Secara garis besar penelitian Ade Jaya Suryani ini
mengenai kepengarangan di Banten, yang ia definisikan penulis
Banten sebagai penulis yang lahir di Banten, dan mereka yang
lahir di luar Banten, tapi tinggal di Banten. Memang Rumah
Dunia dan Gol A Gong tidak dibahas secara menyeluruh. Karena
dalam penelitian ini, memuat juga biografi para penulis-penulis di
Banten. Ade mengakui ada beberapa yang detail dan yang lainnya
tidak, serta menggambarkan karya mereka, dan hubungannya
dengan penerbit, media massa dan komunitas sastra di Banten.28
28
Ade Jaya Suryani, “Authorship in Banten: Mass Media, Publishers,
Literary Communities, and Authors”. (Tesis Master of Arts (MA) Islamic
Studies, Leiden University, 2008).
18
Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa sejak lampau
banyak penulis yang lahir maupun tinggal di Banten, yang sampai
pada saat ini tradisi menulis masih diteruskan oleh Gol A Gong
dan penulis-penulis dari generasi terbaru. Dan karya sastra, Ade
menulis bahwa karya sastra kemudian menjadi dominan
jumlahnya, dalam karya orang Banten penulis dalam periode
terakhir. Sementara sosok Gol A Gong adalah salah satu nama
yang cukup dikenal dalam dunia sastra atau penulis yang tinggal
di Banten. Karya Gol A Gong sudah mencapai seratus buku lebih,
termasuk buku antologinya.
Upaya yang dilakukan oleh Gol A Gong dan Toto ST Radik
melalui Yayasan masyarakat Sanggar Sastra Serang dan Rumah
Dunia, memiliki dampak positif terhadap kepengarangan di
Banten. Hal ini dibuktikan dengan munculnya penulis baru dari
komunitas ini, seperti Qizink La Aziva, Firman Venayaksa, Ibnu
Adam Aviciena, Endang Rukmana, dan seterusnya.29
Penelitian ini memberikan acuan bagi penelitian yang
peneliti lakukan. Terlebih membantu dalam hal menemukan
gambaran awal Rumah Dunia dan juga tradisi di Rumah Dunia
pada periode awal-awal pendirian, karena mengingat tulisan ini
dibuat pada tahun 2008. Tentunya penelitian ini memiliki
persamaan sedikit dengan penelitian yang peneliti lakukan, yakni
mengangkat sosok Gol A Gong sebagai penulis dan Rumah
29
Ade Jaya Suryani, “Authorship in Banten: Mass Media, Publishers,
Literary Communities, and Authors”. (Tesis Master of Arts (MA) Islamic
Studies, Leiden University, 2008).
19
Dunia sebagai komunitas literasi yang masih eksis hingga saat
ini.
Sementara perbedaan antara penelitian ini dengan yang
peneliti lakukan, perbedaanya terletak pada, penelitian ini hanya
fokus membahas para penulis-penulis di Banten dari Syaikh
Nawawi al-Bantani hingga penulis pada generasi seterusnya,
yakni Gol A Gong serta media massa pada masa itu yang sedikit
menunjang kepengarangan mereka. Sedangkan penelitian yang
peneliti lakukan lebih fokus pada program literasi bahasa di
komunitas Rumah Dunia, yakni kelas menulis yang dikaitkan
lewat pendekatan komunikasi antarbudaya. Dimana peran Rumah
Dunia dalam mencetak generasi penulis baru, serta pemaknaan
bagi para anggota dalam hal profesi penulis.
3. Penelitian Siti Anggraini berjudul Budaya Literasi
Dalam Komunikasi
Penelitian Siti Anggraini ini dimuat dalam Jurnal Wacana
Volume XV No. 3. September 2016. Penelitian tersebut lebih
membahas pada persoalan tentang budaya literasi yang dikaitkan
pada komunikasi. Penelitian ini lebih jauh membahas persoalan-
persoalan gerakan literasi dan peta perkembangan literasi saat ini,
dan juga ketertinggalan Indonesia dari negara-negara maju soal
„melek literasi‟. Dalam penelitian yang dilakukan Siti dari
Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Prof. Dr. Moestopo ini,
membahas persoalan literasi yang cukup luas, serta peran yang
seharusnya diterapkan dalam kehidupan agar bisa menjadikan
gerakan literasi sebagai budaya yang baik, yang itu bisa dimulai
dari lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat, sehingga
20
literasi menjadi pondasi penting dalam kemajuan sebuah bangsa
atau negara. Penelitian ini juga membahas persoalan-persoalan
gerakan literasi yang beberapa tahun belakangan ini sedang
hangat dibicarakan.
Dalam penelitian ini juga disebutkan bahwa, literasi
bermakna luas. Literasi dipahami tidak sekadar membaca dan
menulis, tetapi lebih pada memanfaatkan informasi dan bahan
bacaan untuk menjawab beragam persoalan kehidupan sehari-
hari. Gerakan literasi berbasis masyarakat mampu bertahan dan
berkembang di perkotaan hingga pedesaan karena berangkat dari
kebutuhan masyarakat.
Bahasa tulis atau literasi, dengan definisi yang paling umum,
mengacu pada proses dari aspek membaca dan menulis.
Tompkins mengemukakan bahwa literasi merupakan kemampuan
menggunakan membaca dan menulis dalam melaksanakan tugas-
tugas yang bertalian dengan dunia kerja dan kehidupan di luar
sekolah. Sementara itu, Wells mengemukakan bahwa literasi
merupakan kemampuan bergaul dengan wacana sebagai
representasi pengalaman, pikiran, perasaan dan gagasan secara
tepat sesuai dengan tujuan.30
Persamaan penelitian yang dilakukan Siti Anggraini dengan
penelitian yang peneliti lakukan adalah, pembahasan yang sama-
sama mengangkat mengenai budaya literasi. Namun penelitian
Siti dikaitkan pada budaya literasi dalam komunikasi. Sementara
peneliti hanya berfokus pada pergerakan literasi di Rumah Dunia.
30
Anggraini, “Budaya Literasi Dalam Komunikasi”. Jurnal WACANA
Volume XV No. 3. September 2016, 181-279.
21
Sementara perbedaan dalam penelitian yang dilakukan Siti dan
penelitian yang peneliti lakukan terletak pada studi kasusnya.
Dimana Siti lebih luas membidik pembahasan literasi hampir dari
semua aspek, seperti literasi pada anak sekolah dasar,
masyarakat, hingga pegiat literasi. Sementara penelitian yang
peneliti lakukan lebih berfokus pada literasi yang digerakkan oleh
komunitas Rumah Dunia dan meberikan dampak pada
masyarakat sekitar dan juga anggota kelas menulis Rumah Dunia.
Namun pembahasan gerakan literasi yang diinisiasi
masyarakat seperti komunitas literasi atau Taman Bacaan
Masyarakat (TBM) pada jurnal tersebut tidak dibahas terlalu
mendalam, melainkan sepintas saja untuk menjelaskan bahwa
gerakan literasi cenderung lebih efektif dijalankan oleh
masyarakat atau pegiat literasi. Terlebih dalam menyadarkan
masyarakat dari yang nol literasi menjadi gemar membaca.
F. Metodologi Penelitian
Dalam metode penelitian ini, akan dijabarkan tentang
paradigma penelitian, metode penelitian serta subjek penelitian
sebagai berikut:
1. Paradigma Penelitian
Penelitian ini menggunakan paradigma interpretif dan
secara langsung peneliti menganalisa terhadap objek kajian yang
diteliti. Seperti yang diungkapkan Watt & Berg,31
bahwa banyak
pakar yang meyakini bahwa jika metode penelitian kualitatif
sangat sesuai digunakan untuk mengungkapkan realitas sosial
31
Watt & Berg, Research Method for Communication Science (1995),
414.
22
yang sesungguhnya, khususnya dalam bidang perilaku
komunikasi manusia:
One of the basic concerns in the development of
qualitative methodologies was, and remains, that
adoption of a particular theoretical attitude to the points
of view perspectives or orientations of member of a
communication community in deciding what is to
constitute the nature of an objective phenomenon… most
qualitative communications researchers adopt the view
that what counts as real or objective is a function of the
reasoning, concept, and orientation of the members of a
communication community.32
Paradigma interpretif (menggunakan penafsiran) yang
melibatkan banyak metode, dalam menelaah masalah
penelitiannya. Penggunaan berbagai metode ini—sering disebut
triangulasi—dimaksudkan agar peneliti memperoleh pemahaman
yang komperhensif (holistik) mengenai fenomena yang ia teliti.
Secara konvensional metodologi kualitiatif cenderung
diasosiasikan dengan keinginan peneliti untuk menelaah makna,
konteks, dan suatu pendekatan holistik terhadap fenomena. 33
Paradigma interpretif berupaya untuk memahami gejala
sosial dengan memosisikan individu sebagai makhluk yang aktif.
Manusia menciptakan dunianya sendiri melalui proses
pemaknaan atas gejala sosial di sekitarnya. Pada dasarnya realitas
sosial dibentuk oleh hasil pemaknaan manusia atas realitas sosial
32
Watt & Berg, Research Method for Communication Science (1995),
414. 33
Mulyana, Metode Penelitian Komunikasi: Contoh-contoh Penelitian
Kualitataif dengan Pendekatan Praksis, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2008), 6.
23
tersebut, sehingga tidak ada realitas sosial yang sifatnya pasti.
Realitas sosial sangat bergantung pada bagaimana manusia
memaknai realitas sosial tersebut. Misalnya, praktik prostitusi
yang terjadi di dalam masyarakat, menurut pendekatan interpretif
tidak serta merta diposisikan sebagai perilaku menyimpang yang
harus segera dihilangkan dari masyarakat. Pendekatan interpretif
lebih melihat pada bagaimana individu memaknai fenomena
prostitusi tersebut. Hasil interpretasi antara individu satu dengan
yang lain mengenai prostitusi dapat dipastikan berbeda, tugas
peneliti kualitatif adalah mengungkap pemahaman individu atas
fenomena prostisusi tersebut, jadi tidak menilai baik-buruknya
satu fenomena sosial, tidak ditentukan oleh norma sosial yang
sifatnya baku, melainkan bergantung pada penafsiran individu
atas fenomena tersebut. Paradigma interpretif berupaya
memahami makna di balik tindakan manusia.34
2. Metode Penelitian
Metode penelitian yang peneliti lakukan ini menggunakan
metode kualitatif. Sesuai dengan prinsip epistemologisnya,
penelitian kualitatif lazim menelaah hal-hal yang berada dalam
lingkungan alamiahnya, berusaha memahami, atau menafsirkan
fenomena berdasarkan makna-makna yang orang berikan kepada
hal-hal tersebut.35
Secara konvensional metodologi kualitatif
cenderung diasosiasikan dengan keinginan peneliti untuk
34
Martono, Metode Penelitian Kuantitatif; Analisis Isi dan Analisis
Data Sekunder, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2011), 11-12. 35
Mulyana, Metode Penelitian Komunikasi: Contoh-contoh Penelitian
Kualitataif dengan Pendekatan Praksis, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2008), 5. Lihat Denzin dan Lincoln (1998), 3.
24
menelaah makna, konteks, dan suatu pendekatan holistik terhadap
fenomena. 36
Menurut Sugiono, penelitian kualitatif yaitu suatu cara
penelitian yang menghasilkan data deskriptif analisis, yaitu
apa yang dinyatakan oleh responden secara tertulis serta lisan
dan juga prilaku yang nyata diteliti sebagai sesuatu yang utuh.
Dalam penelitian kualitatif yang bersifat natural, peneliti
dituntut dapat menggali data berdasarkan apa yang diucapkan,
dirasakan, dan dilakukan oleh partisipan atau sumber data.37
3. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini difokuskan pada Komunitas Literasi
Rumah Dunia lewat program kelas menulis di Komunitas Rumah
Dunia. Peneliti melakukan upaya untuk mengumpulkan data,
mewawancarai pendiri Rumah Dunia, sejumlah relawan Rumah
Dunia, alumni kelas menulis Komunitas Rumah Dunia dari
angkatan pertama hingga angkatan ke-5 yang berjumlah 12
orang. Dan dari sejumlah literatur yang terkait hal penelitian yang
sedang peneliti teliti.
Beberapa informan tersebut terdiri dari para pendiri Rumah
Dunia, seperti Gol A Gong, Toto ST Radik dan Rys Revolta
(alm), serta informan dari angkatan kelas menulis Rumah Dunia.
Masing-masing angkatan diambil dua informan serta beberapa
informan tambahan lainnya, diantaranya; Endang Rukmana, Piter
36
Mulyana, Metode Penelitian Komunikasi: Contoh-contoh Penelitian
Kualitataif dengan Pendekatan Praksis, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2008), 5. 37
Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kulitatif R&D (Jakarta:
CV Alfabeta, Cetakan ke VII, 2009).
25
Tamba, Adkhilni Mudkhola Sidqi, RG Kedung Kaban, Bahroji,
Rizal Fauzi, Muhamad Jaeni, Rahmat, Nita Nurhayati, Muhamad
Tohir, Hilal Ahmad, dan Khodijah.
G. Jadwal Penelitian
1. Waktu Penelitian
Waktu penelitian ini dimulai pada pertengahan Januari
2018, ketika proposal tesis ini disetujui oleh Dosen Penasihat
Akademik pada 27 Oktober 2017 sebelumnya. Selanjutnya akan
dijelaskan secara rinci jadwal penelitian yang peneliti lakukan,
seperti yang tertera dalam tabel di bawah ini:
Tabel 1: Jadwal Penelitian
No Keterangan Januari
2018
Februari
2018
Maret
2018
April
2018
1 Pra Penelitian - - -
2 Wawancara
Informan -
3 Wawancara Pendiri
Rumah Dunia:
Toto ST Radik
- - -
4 Wawancara Pendiri
Rumah Dunia:
Gol A Gong
- - -
Sementara untuk penelitian pada anggota kelas menulis
Rumah Dunia dibatasi pada angkatan pertama hingga angkatan
26
kelima, dengan mewawancarai beberapa alumni kelas menulis
secara acak. Alasan rentang waktu tersebut didasarkan atas
beberapa pertimbangan, yakni; Pertama, melihat awal berhasil
atau tidaknya saat program kelas menulis Rumah Dunia
diluncurkan. Kedua, pada angkatan tersebut paling banyak
menghasilkan lulusan yang menjadi penulis dan masih produktif
menulis hingga sekarang ini.
2. Tahapan Penelitian
Tahapan penelitian meliputi pengumpulan data, baik
wawancara atau dari sumber buku terkait Komunitas Literasi
Rumah Dunia menjadi sumber pokok dalam objek penelitian.
Sementara itu, Peneliti menggunakan literatur dan hasil
penelitian lainnya yang relevan untuk dijadikan data sekunder
dalam penelitian ini. Data sekunder yang dimaksud antara lain;
pernyataan para ahli, buku-buku, dokumen, wawancara dengan
pendiri Rumah Dunia, relawan Rumah Dunia dan alumni kelas
menulis.
Peneliti selanjutnya mengumpulkan data-data tersebut hingga
sampai pada tahap menganalisa data temuan untuk
mendeskripsikan berdasarkan dari data yang diperoleh.
3. Teknik Analisis Data
Tahapan selanjutnya adalah, setelah data didapatkan adalah
mengolah dan menganalisisnya. Peneliti mengorganisasikan data,
melakukan sistematisasi dari data tersebut, mencari dan
menemukan polanya, menemukan hal-hal yang penting,
27
selanjutnya memutuskan apa yang akan diceritakan kepada orang
lain. Peneliti akan bekerja sesuai dengan data tersebut.38
Dalam melakukan analisis, peneliti tidak sekadar
menjelaskan fakta, tetapi juga mencoba menganalisis proses
sosial yang berlangsung serta maknanya dari fakta-fakta yang
tampak di permukaan. Strategi analisis data yang dilakukan
peneliti, meliputi: pengamatan terhadap fenomena sosial,
identifikasi, revisi-revisi, dan pengecekan ulang terhadap data
yang ada; melakukan kategorisasi terhadap informasi yang
diperoleh; menelusuri dan menjelaskan kategorisasi; menjelaskan
hubungan-hubungan kategorisasi; menarik kesimpulan-
kesimpulan umum; serta membangun dan menjelaskan teori.39
Dalam penulisan tesis ini, peneliti menggunakan kerangka
acuan berdasarkan buku Pedoman Akademik Penyusunan
Proposal dan Penulisan Tesis, Program Magister Komunikasi dan
Penyiaran Islam Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2017,40
yang mencakup
Bab I hingga Bab IV, keseluruhannya peneliti berkiblat kepada
buku pedoman akademik tersebut.
38Bogdan, Cualitative Research for Education to Theory and Methods
(Boston: Allyin and Bacon, inc, 1998). 39
Bungin, Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan
Publik dan Ilmu Sosial lainnya, (Jakarta: Kencana, 2007), 144. 40
Pedoman Akademik Penyusunan Proposal dan Penulisan Tesis,
berdasarkan Keputusan Rektor UIN Jakarta Syarif Hidayatullah Jakarta,
Nomor; 507, tahun 2017.
28
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
Dari pembahasan kajian ini, peneliti menggunakan teori atau
konsep dari para pakar untuk menemukan simpulan-simpulan
atau hubungan antara penelitian yang dilakukan dengan teori-
teori yang berkaitan dengan pembahasan penelitian ini.
Bahasa selalu berkaitan dengan budaya dan komunitas para
penggunanya. Bahasa dan budaya adalah dua wujud yang tidak
bisa dipisahkan. Bahasa menjadi salah satu alat ekspresi budaya
bagi penggunanya, sementara budaya merupakan muatan nilai
yang menjadi kekuatan bahasa dalam memengaruhi cara berfikir,
bersikap, dan bertindak. Perhimpitan kedua wujud tersebut, salah
satunya tampak dalam aktivitas komunikasi. Bahkan, menurut
riset komunikasi, bahasa diakui sebagai alat komunikasi yang
paling efektif. Pada lain sisi, komunikasi merupakan saluran
pembentukan kebudayaan. Bahasa, budaya, dan komunikasi
merupakan kesatuan yang saling memengaruhi dan saling
melengkapi.41
Dalam konteks kebudayaan, agama dapat dikategorikan
sebagai faktor pembentuk pola komunikasi antarbudaya sehingga
interaksi yang berlangsung dalam aktifitas komunikasi seperti itu
secara bersamaan berlangsung pula tahap orientasi untuk
menemukan kesamaan karakteristik yang dimiliki oleh tiap-tiap
41
Muhtadi, Komunikasi Dakwah: Teori, Pendekatan dan Aplikasi,
(Bandung: Simbioasa Rekatama Media, 2012), 47.
29
pelaku komunikasi. Model komunikasi antarbudaya seperti
dirumuskan Samovar, misalnya, mengilustrasikan terjadinya
penetrasi kultural di antara budaya-budaya yang terlibat.42
Pola komunikasi merefleksikan nilai dan perspektif budaya.
Komunikasi secara serentak mencerminkan dan menopang nilai-
nilai budaya. Setiap kali kita mengekspresikan nilai-nilai budaya,
kita juga mengabadikannya. Komunikasi juga merupakan cermin
dari nilai-nilai suatu budaya dan sarana utama untuk tetap
menyatukan nilai-nilai budaya tersebut ke dalam kehidupan
sehari-hari.43
Melalui pengaruh budaya orang-orang dapat saling
mengkomunikasikan setiap pesan dengan sesamanya. Sebaliknya,
melalui komunikasi sesuatu kebudayaan dapat tumbuh,
berkembang dan diturunkan dari satu generasi ke generasi
berikutnya. Setiap perilaku yang diperankan seseorang atau
sekelompok orang dapat memberikan makna bagi yang lainnya,
karena perilaku itu dipelajari dan diketahui melalui proses
interaksi; dan perilaku tersebut, menurut Porter dan Samovar,44
terkait oleh budaya. Orang-orang, lanjut Porter dan Samovar,
42
Muhtadi, Komunikasi Dakwah: Teori, Pendekatan dan Aplikasi,
(Bandung: Simbioasa Rekatama Media, 2012), 191. Lihat “Model of
Intercultural Communication”, dari Samovar dalam bukunya Understanding
Intercultural Communication, hal.29. Dalam model ini ia menggambarkan
adanya penetrasi kultural pada tiga budaya yang mendominasi kekuatan para
pelaku komunikasi. 43
Wood, Komunikasi Teori dan Praktik, (Jaksel: Penerbit Salemba
Humanika, 2013), 138-139. 44
Porter dan Samovar (1996: 24), dalam buku Muhtadi, Komunikasi
Politik Indonesia: Dinamika Islam Politik Pasca-Orde Baru, (Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2008), 22.
30
memandang dunia mereka melalui kategori-kategori, konsep-
konsep, dan label-label yang dihasilkan budaya mereka.45
Komunikasi antarbudaya dapat terjadi dalam konteks
komunikasi manapun, mulai dari komunikasi dua orang yang
intim hingga ke komunikasi organisasional dalam komunikasi
massa. Menurut Tubbs dan Moss, setiap kali komunikasi
antarbudaya terjadi, perbedaan kerangka rujukan (frame of
reference) peserta komunikasi membuat komunikasi lebih rumit
dan lebih sulit dilakukan, terutama karena peserta mungkin tidak
menyadari semua aspek budaya peserta lainnya.46
Rogers dan Steinfatt mendefinisikan komunikasi antarbudaya
sebagai pertukaran informasi antara individu yang berbeda secara
budaya. Knapp mendefinisikan komunikasi antarbudaya sebagai
interaksi antar individu antar anggota kelompok yang berbeda
satu sama lain dalam hal pengetahuan yang dimiliki oleh anggota
mereka dengan menggunakan bentuk-bentuk linguistik dan
perilaku simbolis. Ting-Toomey mendefinisikan komunikasi
antarbudaya sebagai sebuah proses pertukaran simbolik dari
individu yang berlatarbelakang budaya berbeda, dalam upaya
menegosiasikan makna bersama dalam sebuah situasi komunikasi
yang bersifat interaktif.47
45
Muhtadi, Komunikasi Politik Indonesia: Dinamika Islam Politik
Pasca-Orde Baru, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008), 22. 46
Sihabudin, Komunikasi Antarbudaya: Satu Perspektif Multidimensi,
(Jakarta: PT Bumi Aksara, 2013), 3-4. 47
Priandono, Komunikasi Keberagaman, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2016), 58. Lihat Communicating Across Cultures, Stella Ting-
Toomey, (The Guilford Press, New York London, 1999), 16-17.
31
Komunikasi antarbudaya berbeda dengan kajian komunikasi
lainnya48
berdasarkan tema pokoknya adalah derajat perbedaan
latarbelakang pengalaman yang relatif besar antara para
komunikatornya, yang disebabkan oleh perbedaan-perbedaan
kebudayaan. Kelompok etnik adalah kumpulan orang yang dapat
dikenal secara unik dari warisan tradisi kebudayaan yang sama,
yang seringkali asalnya bersifat nasional.49
Berikut teori pendukung terkait penelitian mengenai Literasi
Bahasa Komunitas Rumah Dunia melalui Pendekatan
Komunikasi Antarbudaya:
1. Teori Komunikasi Antarbudaya
Teori komunikasi antarbudaya ini dikembangkan oleh
Stella Ting-Toomey. Menurutnya komunikasi antarbudaya
merujuk pada proses komunikasi antara anggota kelompok
budaya yang berbeda. Dimana derajat perbedaan yang ada
diantara individu yang berkomunikasi terutama berasal dari
faktor keanggotaan pada suatu kelompok budaya seperti
kepercayaan, nilai-nilai, norma-norma dan urut-urutan
interaksi. Dengan demikian komunikasi antarbudaya memiliki
karakteristik yang antara lain menyangkut pertukaran simbol,
proses, pada komunitas budaya yang berbeda, negosiasi
pertukaran makna dan situasi interaktif. Oleh karena itu,
48
Rakhmat, Psikologi Komunikasi, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya. 1985), 16. 49
Arbi, Problem Potensial Pada Komunikasi Antar Budaya: Studi
Akulturasi Etnis Cina Pada Kelompok di Karim Oei dan Kelompok di Ciputat,
Laporan Hasil Penelitian. Diterbitkan di Pusat Penelitian Institut Agama Islam
Negeri (IAIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Fakultas Dakwah IAIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, 1999.
32
komunikasi antarbudaya melibatkan aneka tahap perbedaan
anggota kelompok budaya. Proses pertukaran dalam
komunikasi antarbudaya mencakup encoding dan decoding
yang simultan dari pesan verbal dan nonverbal. Pada anggota
komunitas sering terjadi well meaning clashes, yakni
kesalahan pengertian padahal orang sudah bertingkahlaku
sopan dan penuh tata cara karena dalam hal ini tata cara yang
digunakan adalah menurut norma budaya yang dimilikinya.
Komunikasi antarbudaya selalu terjadi dalam konteks tertentu,
bukan pada ruang kosong dan pada sistem yang
membatasinya.50
Komunikasi Antarbudaya tidak hanya terbatas pada ruang
lingkup komunikasi yang terjadi pada orang dengan lain agama,
negara atau ras, tetapi juga antara jenis kelamin yang berbeda,
misalnya antara pria dan wanita. Istilah komunikasi antarbudaya
secara luas untuk mencakup semua bentuk komunikasi di antara
orang-orang yang berasal dari kelompok yang berbeda, selain
juga secara lebih sempit yang mencakup bidang komunikasi antar
kultur yang berbeda Joseph. Komunikasi Antarbudaya menurut
Joseph mencakup semua hal berikut ini:51
a) Seperti, komunikasi antarbudaya, misalnya antara orang
Cina dan Portugis, atau antara orang Prancis dan orang
Norwegia.
50
Toomey, Communicating Across Cultures, (New York London: The
Guilford Pres, 1999), 17. 51
DeVito, Komunikasi Antarmanusia, (Tangsel: Karisma Publishing
Group, 2011), 536.
33
b) Komunikasi antara ras yang berbeda (kadang-kadang
dinamakan komunikasi antarras), misalnya, antara orang
kulit hitam dan orang kulit putih.
c) Komunikasi antara kelompok etnis yang berbeda, misalnya
antara orang Amerika keturunan Italia dan orang Amerika
keturuan Jerman (Qim, 1986).
d) Komunikasi antar kelompok agama yang berbeda, misalnya
antara orang katolik roma dan evis kopal, atau antara orang
Islam dan orang Yahudi.
e) Komunikasi antar bangsa yang berbeda, misalnya antara
Amerika serikat dan Meksiko.
f) Komunikasi antara sub kultur yang berbeda, misalnya
antara dokter dan Pengacara, atau antara tunanetra dan
tunarungu.
g) Komunikasi antara suatu sub kultur dan kultur yang
dominan, misalnya antara kaum homosek dan heterosek,
antara kaum manula dan kaum muda.
h) Komunikasi antara jenis kelamin yang berbeda, misalnya
antara pria dan wanita.52
Karena cara kita berkomunikasi sebagaian besar
dipengaruhi kultur, orang-orang dari kultur yang berbeda akan
berkomunikasi secara berbeda. Kita perlu menaruh perhatian
khusus, perlu menjaga jangan sampai perbedaan kultur
menghambat interaksi yang bermakna, melainkan justru menjadi
sumber untuk memperkaya pengalaman komunikasi kita. Jika
kita ingin berkomunikasi secara efektif, kita perlu memahami dan
52
DeVito, Komunikasi Antarmanusia, 537.
34
menghargai perbedaan-perbedaan ini. Kita juga perlu memahami
penghambat-penghambat yang lazim serta prinsip-prinsip
efektivitas untuk berkomunikasi diantara kultur yang berbeda.53
Bila komunikasi terjadi antara orang-orang yang berbeda
bangsa, ras, bahasa, agama, tingkat pendidikan, status sosial, atau
bahkan jenis kelamin, komunikasi demikian disebut komunikasi
antarbudaya. Istilah komunikasi antarbudaya sering dipertautkan
dengan istilah komunikasi lintasbudaya (cross-cultural
communication) dan terkadang diasosiasikan dengan komunikasi
antaretnik (interethnic communication), komunikasi antarras
(interracial communication) dan komunikasi internasional
(international communication). Komunikasi antarbudaya
sebenarnya lebih inklusif daripada komunikasi antaretnik atau
komunikasi antarras, karena bidang yang dipelajarinya tidak
sekadar komunikasi antara dua kelompok etnik atau dua
kelompok ras. Komunikasi antarbudaya lebih informal, personal
dan tidak selalu bersifat antarbangsa/antarnegara, komunikasi
internasional cenderung mempelajari komunikasi antar bangsa
lewat saluran-saluran formal dan media massa.54
2. Teori Pemaknaan
Teori pemaknaan ini dikembangkan oleh Charles Osgood
pada 1960-an. Fokus penelitiannya mengenai bagaimana sebuah
makna dipelajari, juga tentang hubungan antara makna dengan
pikiran dan perilaku. Asumsi teori pemaknaan dari Osgood
53
DeVito, Komunikasi Antarmanusia, 538. 54
Mulyana, Komunikasi Antarbudaya Panduan Berkomunikasi dengan
Orang-orang Berbeda, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010).
35
adalah bahwa tiap individu akan merespon setiap stimuli
(rangsangan) yang ada di lingkungannya. Hubungan keduanya,
stimulus dan respons, diyakini sebagai elemen pembentuk makna.
Teori Osgood membantu bagaimana sebuah pesan dipahami.55
Charles Osgood, adalah seorang psikolog sosial terkemuka
pada tahun 1960-an, mengembangkan salah satu teori yang paling
berpengaruh tentang makna. Pada masa itu, psikologi didominasi
oleh ilmu perilaku, tetapi pendekatan kognitif baru saja mulai
populer; teorinya sebenarnya memiliki dasar di kedua tradisi
tersebut. Teori Osgood berhubungan dengan cara-cara
mempelajari makna dan makna tersebut berhubungan dengan
bagaimana makna pemikiran dan perilaku sekarang dianggap
sebagai sebuah karya. Teori Osgood adalah sebuah tempat yang
berguna untuk berpikir tentang bagaimana lawan bicara
memahami pesan. Teori ini melihat bagaimana rangsangan dari
luar menghasilkan sebuah pemaknaan internal dalam pikiran.
Pemaknaan dalam diri seseorang karena sifatnya ada dalam
internal seseorang, maka Osgood menyebutnya sebagai
konotatif.56
Berikut ini salah satu contoh sederhana tentang teori Osgood
dan kita lihat bagaimana pandangan Osgood bekerja. Apa yang
seseorang bayangkan jika mendengar kata “terbang”? Mungkin
sebagian orang membayangkan terbang sebagai sesuatu yang
menyenangkan, cara yang cepat untuk bepergian, atau mungkin
55
Littlejohn, Theories of Human Communication, (Belmont
California: Fifth Edition, Wadsworth Publishing Company, 1996), 189. 56
Littlejohn, Theories of Human Communication, (Belmont
California: Fifth Edition, Wadsworth Publishing Company, 1996).
36
ada yang memandangnya sebagai sesuatu yang berbahaya dan
menakutkan. Apa pun yang dibayangkan seseorang, semua itu
adalah konotasi terhadap kata “terbang” itu. Osgood melalui
teorinya mencoba menjelaskan apa isi konotasi itu dan dari mana
asalnya. Dengan kata lain, teori ini membantu kita melihat
bagaimana pesan dipahami. Osgood pertama mengemukakan
teori pembelajaran (learning theory). Teori ini dimulai dengan
asumsi bahwa individu memberikan respon terhadap rangsangan
(stimuli) yang berasal dari lingkungannya yang membentuk
hubungan stimulus-respon (S-R). Ia percaya hubungan S-R
berperan dalam pembentukan makna secara internal yang
merupakan respon mental terhadap stimulus. Ketika seseorang
mendengar suatu pembicaraan maka suatu hubungan internal
akan muncul di pikiran, dan hubungan ini membentuk makna
seseorang atas konsep yang sedang dibicarakan.57
Selain itu, seseorang juga menerima stimulus fisik dan
memberikan respon dalam bentuk perilaku. Respon yang
diberikan diperantarai oleh representasi internal yang ada dalam
pikiran, dan makna yang diberikan terletak diantara stimulus
yang diterima dan tanggapan yang diberikan. Stimulus yang
diterima dari luar akan menuju kepada makna internal yang
kemudian menghasilkan respons.58
Makna internal sendiri dapat dibagi ke dalam dua bagian
yaitu respons internal dan stimulus internal. Keseluruhannya
57
Morissan, Teori Komunikasi Individu Hingga Massa, (Jakarta:
Prenadamedia Group, cetakan ke-3, 2015). 58
Morissan, Teori Komunikasi Individu Hingga Massa, 190.
37
terdiri atas tahapan sebagai berikut: (1) stimulus fisik; (2) respons
internal; (3) stimulus internal; dan (4) respons luar. Contoh,
ketika mendengar kata “pesawat terbang” (stimulus fisik)
seseorang yang takut terbang akan memiliki respons internal
yaitu munculnya rasa takut dalam dirinya, dan rasa takut ini akan
menuju atau mengarah kepada stimulus internal yaitu
kecenderungan untuk menghindar, dan penghindaran ini akan
menghasilkan respon luar yaitu tidak mau naik pesawat terbang
(lihat gambar 1.1).59
Selain dari objek fisik, kita juga memiliki makna bagi tanda
dari objek itu seperti kata-kata dan gerak tubuh. Dengan kata lain,
bila suatu tanda dipadankan dengan maknanya, maka tanda itu
akan menghasilkan respons yang sama. Inilah sebabnya mengapa
dengan hanya menyebutkan kata “pesawat terbang” sudah bisa
membuat takut seabgaian orang.
Makna, karena bersifat internal dan unik berdasarkan pada
pengalaman seseorang dengan lingkungan alamnya, disebut
bersifat konotatif. Jika seseorang takut dengan ular, maka kata
“ular” akan menghasilkan tanggapan untuk lari karena takut, dan
sebagian dari rasa takut itu bahkan diasosiasikan dengan kata
“ular” itu sendiri. Makna internal ini menjadi perantara antara
tanggapan yang diberikan dengan kata tersebut, walaupun objek
ular yang sesungguhnya tidak ada.60
59
Morissan, Teori Komunikasi Individu Hingga Massa, 190. 60
Charles Osgood, The Nature of Measurement Meaning dalam buku
Theories of Human Communication oleh Stephen W. Littlejohn dan Karen A
Foss (Belmont California: Fifth Edition, Wadsworth Publishing Company,
1996), 189.
38
Gambar 1.1 Makna sebagai Representasi Internal (Sumber:
Stephen W. Littlejohn dan Karen Foss (2008). Theories of Human
Communication. Ninth Edition. Thomson Wadswort, hlm. 130.
Salah satu sumbangan penting yang diberikan Osgood adalah
karyanya mengenai pengukuran makna. Metode pengukuran
makna, disebut juga dengan perbedaan semantic (semantic
differential), beranggapan bahwa makna yang dimiliki seseorang
dapat diungkapkan dengan penggunaan kata sifat.61
Metodenya
dimulai dengan menemukan seperangkat kata sifat yang dapat
digunakan untuk menyatakan konotasi bagi setiap stimulus,
termasuk tanda. Kata sifat itu dipasangkan secara berlawanan
seperti baik-buruk, tinggi-rendah, dan lambat-cepat. Orang yang
akan ditanya (subjek) diberikan suatu kata atau tanda lainnya dan
ia diminta untuk menunjukkan pada skala 1-7 bagaimana ia
mengasosiasikan tanda dengan pasangan kata sifat tersebut. Skala
dimaksud yaitu:
baik__:__:__:__:__:__:__buruk
61
Charles Osgood, The Nature of Measurement Meaning dalam
Littlejohn dan Foss.
39
Subjek diminta untuk memberikan tanda (x) pada ruang yang
ada di antara dua kata sifat itu untuk menunjukkan derajat baik
dan buruk dari suatu stimulus. Ia dapat mengisi sebanyak-
banyaknya 50 skala untuk setiap stimulus, masing-masing dengan
pasangan kata sifat yang berbeda-beda (cepat-lambat, aktif-tidak
aktif dan seterusnya). Subjek kemudian diberikan satu kata
seperti pesawat terbang, serangga dan sebagainya dan ia diminta
untuk mengisi berbagai skala tersebut.
Osgood kemudian menggunakan teknik statistik yang
dinamakan “analisis faktor” (factor analysis), untuk menemukan
dimensi dasar (basic dimension) seseorang terhadap makna.
Temuannya dalam riset ini menghasilkan teori “ruang semantik”
(semantic space). Makna yang diberikan seseorang terhadap
setiap tanda akan berada pada ruang metaforis yang memiliki tiga
dimensi utama adalah: evaluasi, aktivitas, dan potensi. Setiap
tanda yang diberikan kepada seorang subjek, mungkin suatu kata
atau konsep, akan menimbulkan reaksi di dalam diri orang itu
yang terdiri atas tiga rasa yaitu evaluasi (baik atau buruk),
aktivitas (aktif atau tidak aktif), dan potensi (kuat atau lemah).
Lihat gambar 1.2, makna konotatif subjek akan berada di suatu
titik pada ruang hipotetik ini, tergantung pada respons yang
diberikan terhadap ketiga faktor tersebut.62
62
Morissan, Teori Komunikasi Individu Hingga Massa (Jakarta:
Prenadamedia Group, cetakan ke-3, 2015).
40
Gambar 1.2 Ruang Semantik Tiga Dimensi.
Dalam penelitian ini, para informan tentu memiliki
pemaknaan masing-masing terhadap literasi bahasa kelas menulis
di Rumah Dunia.
B. Kajian Pustaka
1. Literasi
Secara pengertian, literasi merupakan kemampuan menulis
dan membaca, atau pengetahuan atau keterampilan dalam bidang
atau aktivitas tertentu.63
Sementara Bahasa adalah kemampuan
yang dimiliki manusia untuk berkomunikasi dengan manusia
lainnya menggunakan tanda, misalnya kata dan gerakan.64
Pada
masa perkembangan awal, literasi didefinisikan sebagai
63
KBBI Daring, https://kemdikbud.go.id, diakses pada Rabu 15
November 2017, pukul 02.30 Wib. 64
https://id.m.wikipedia.org, diakses pada Rabu 15 November 2017,
pukul 02.30 Wib.
41
kemampuan untuk menggunakan bahasa dan gambar dalam
bentuk yang kaya dan beragam untuk membaca, menulis,
mendengarkan, berbicara, melihat, menyajikan, dan berpikir kritis
tentang ide-ide. Literasi merupakan proses yang kompleks yang
melibatkan pembangunan pengetahuan sebelumnya, budaya, dan
pengalaman untuk mengembangkan pengetahuan baru dan
pemahaman yang lebih dalam.65
Literasi berfungsi untuk menghubungkan individu dan
masyarakat, serta merupakan alat penting bagi individu untuk
tumbuh dan berpartisipasi aktif dalam masyarakat yang
demokratis.66
Istilah literasi menunjuk pada huruf, sehingga terkadang
literasi diterjemahkan sebagai keaksaraan. Ini sesuai dengan
makna hurufiah bahwa literasi adalah kemampuan membaca dan
menulis. Berdasarkan istilah itu, orang yang tidak bisa membaca
disebut orang yang iliterat atau biasa diterjemahkan buta aksara.
Karena literasi pada dasarnya berkenaan dengan keaksaraan,
orang yang memiliki kemampuan membaca dan menulis disebut
oang yang melek aksara atau melek literasi. Dalam
perkembangan selanjutnya, istilah literasi ini dipergunakan secara
longgar dan meluas, bukan hanya berkenaan dengan kemampuan
membaca dan menulis saja. Bukan juga hanya berkenaan hingga
kita mengenal istilah literasi informasi, literasi media, literasi
65
Abidin dkk, Pembelajaran Literasi, (Bumi Aksara, 2017), 1. 66
Abidin dkk, Pembelajaran Literasi, 2.
42
televisi atau bisa juga secara popular dinyatakan sebagai melek
informasi, melek-media, dan melek-televisi.67
Seseorang melek huruf (bisa baca-tulis) mampu memahami
semua bentuk komunikasi yang lain. Implikasi dari kemampuan
literasi yang dia miliki ialah pada pikirannya. Literasi melibatkan
berbagai dasar-dasar kompleks tentang bahasa seperti fonologi
(melibatkan kemampuan untuk mendengar dan
menginterpretasikan suara), arti kata, tata bahasa dan kelancaran
dalam satu bahasa komunikasi. Keterampilan ini menentukan
tingkat yang dicapai oleh seorang individu.68
2. Budaya
Budaya berkenaan dengan cara manusia hidup. Manusia
belajar berfikir, merasa, mempercayai dan mengusahakan apa
yang patut menurut budayanya. Bahasa, persahabatan, kebiasaan
makan, praktik komunikasi, tindakan-tindakan sosial, kegiatan
ekonomi dan politik, dan teknologi, semua itu berdasarkan pola-
pola budayanya. Ada orang-orang berbicara bahasa tagalog,
memakan ular, menghindari minuman keras yang terbuat dari
anggur, menguburkan orang-orang yang mati, berbicara melalui
telepon, atau meluncurkan roket ke bulan, ini semua karena
mereka telah dilahirkan atau sekurang-kurangnya dibesarkan
dalam suatu budaya yang mengandung unsur-usur tersebut.69
67
Iriantara, Literasi Media: Apa, Mengapa, Bagaimana, (Bandung:
Simbioasa Rekatama Media, 2009). 68
http://www.wikipendidikan.com, diakses pada Rabu, 15 November
2017. Pukul 22.30 Wib. 69
Mulyana, Komunikasi Antarbudaya, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2010), 18
43
Budaya adalah suatu konsep yang membangkitkan minat.
Secara formal budaya didefinisikan sebagai tatanan pengetahuan,
pengalama, kepercayaan, nilai, sikap, makna, hirarki, agama,
waktu, peranan, hubungan ruang, konsep alam semesta, objek-
objek materi dan milik yang diperoleh sekelompok besar orang
dari generasi ke generasi melalui usaha individu dan kelompok.
Budaya dan komunikasi tak dapat dipisahkan oleh karena budaya
tidak hanya menentukan siapa berbicara dengan siapa, tentang
apa, dan bagaimana orang menyandi pesan, makna yang ia miliki
untuk pesan, dan kondisi-kondisinya untuk mengirim,
memperhatikan dan menafsirkan pesan. Sebenarnya seluruh
perbendaharaan prilaku kita sangat bergantung kepada budaya
tempat kita dibesarkan. Konsekuensinya, budaya merupakan
landasan komunikasi. Bila budaya beraneka ragam, maka
beraneka ragam pula praktik-praktik komunikasi. Dan yang
menandai komunikasi antarbudaya adalah bahwa sumber dan
penerimanya berasal dari budaya yang berbeda. Budaya adalah
satu pola hidup menyeluruh. Budaya bersifat kompleks, abstrak,
dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan prilaku
komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar dan meliputi
banyak kegiatan sosial budaya manusia.70
Budaya juga merupakan satu cara hidup yang berkembang
dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan
diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari
banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik,
adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya
70
Mulyana, Komunikasi Antarbudaya, 19-20.
44
seni.71
Stuart Hall memandang bahwa budaya adalah semacam
medan perjuangan di mana budaya-budaya berupaya untuk
menancapkan hegemoninya. Tidak ada budaya yang bisa keluar
dari permainan seperti ini. Setiap budaya selalu berada dalam
tarik-menarik kekuasaan dalam relasi antarbudaya.72
Kebudayaan, menurut Liliweri73
adalah merupakan suatu
unit interpretasi, ingatan, persepsi dan makna yang ada di dalam
manusia dan bukan sekadar dalam kata-kata. Ia meliputi
kepercayaan, nilai-nilai, dan norma. Kebudayaan mempengaruhi
perilaku manusia karena setiap orang akan menampilkan
kebudayaannya takkala dia bertindak dan melibatkan
karakteristik suatu kelompok manusia dan bukan sekadar pada
individu.74
3. Komunikasi Kelompok
Komunikasi kelompok adalah proses komunikasi yang
berlangsung antara 3 orang atau lebih secara tatap muka di mana
anggota-anggotanya saling berinteraksi satu sama lain. Tidak ada
jumlah batasan anggota yang pasti, 2-3 orang atau 20-30 orang,
tetapi tidak lebih dari 50 orang. Komunikasi kelompok dengan
sendirinya melibatkan pula komunikasi antarpribadi. Selain itu,
komunikasi kelompok cenderung spontan dan belum adanya
71
Tubbs dan Moss, Human Communication (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2005), cet. IV. 72
Hall, “What is this „Black‟ in Black Popular Culture?,” dalam Stuart
Hall: Critical Dialogues in Cultural Studies, ed. David Morley dan Kuan
Hsing-Chen (London: Routledge, 2005), 471. 73
Liliweri, Makna Budaya dalam Komunikasi Antarbudaya,
(Yogyakarta: LKiS, 2002), 10. 74
Nawawi, THE NEW WE: Relasi Identitas dan Budaya dalam
Pemikiran Tariq Ramadan, (Jakarta Timur, Nuqtah, November 20012).
45
bagian atau tugas dari masing-masing anggota yang terstruktur
jelas. Jadi, dalam komunikasi ini setiap orang bisa memegang
peran apa saja.75
Pengakuan bahwa orang dipengaruhi oleh keanggotannya
dalam kategori yang luas menyebabkan munculnya upaya
perbaikan terhadap pemikiran tentang psikologi kelompok.
Beberapa peneliti, khusunya psikolog John C. Turner dan Henri
Tajfel, telah mengembangkan apa yang mereka sebut model
identifikasi sosial (social identification model) pengaruh
kelompok. Model ini mendefinisikan kelompok sosial sebagai
dua individu atau lebih yang berbagai identifikasi sosial yang
sama atau memandang diri mereka sendiri sebagai anggota
kategori sosial yang sama.76
Komunikasi kelompok mempunyai tujuan dan organisasi
(meskipun tidak selalu formal) dan melibatkan interaksi diantara
anggota-anggotanya. Ada dua tanda kelompok secara psikologis
yaitu:
a. Anggota-anggota kelompok merasa terikat dengan
kelompok (ada sense of belonging, yang tidak dimiliki
orang yang bukan anggota).
75
Syaiful, Teori Komunikasi Perspekstif, Ragam dan Aplikasi,
(Jakarta: Rineka Cipta, 2009), 87. 76
Werner dan James, Teori Komunikasi: Sejarah, Metode, dan
Terapan di Dalam Media Masa, (Jakarta: Kencana 2005). Lihat Towards a
congnitive redefinition of the social group. In H. Tajfel, ed., Social Identity
and Intergroup Relation, pp. 15-40. Cambridge, Eng.: Cambridge University
Press (1982).
46
b. Nasib anggota-anggota saling bergantung, sehingga hasil
setiap orang terkait dalam cara tertentu dengan hasil
yang lain.
Ada empat faktor situasional yang mempengaruhi efektifitas
komunikasi kelompok adalah, ukuran kelompok, jaringan
komunikasi, kohesi kelompok, kepemimpinan. Seperti halnya
tindakan komunikasi, peranan yang dimainkan oleh anggota
kelompok dapat membantu penyelesaian tugas kelompok,
memelihara hubungan emosional yang baik, atau hanya
mementingkan kepentingan individu saja.77
Pada 1950-an, psikolog sosial Kurt Lewin mengatakan bahwa
dinamika kelompok ada di mana-mana.78
Dia berpendapat bahwa
semua orang ada di ruang kehidupan di mana kelompok adalah
bagian yang penting. Lewin mendasarkan teorinya ini pada
gagasan bahwa seseorang tidak bisa dipisahkan dari kelompok.
Teori ini mengemukakan sejumlah premis: orang adalah anggota
dari banyak kelompok pada saat bersamaan; kelompok adalah
bagian penting dari ruang hidup seseorang; kelompok
menciptakan ketegangan dalam ruang kehidupan; dan kelompok
memengaruhi aktivitas orang dalam ruang hidup.79
77
Aditya, “Memahami Pola Komunikasi Kelompok Antar Anggota
Komunitas Punk di Kota Semarang”. Jurnal THE MESSENGER, Volume IV,
Nomor 1, Edisi Januari 2012, 49. 78
Lewin, Field Theory in Social Science (New York: Harper & Row,
1951), dalam buku Strategic Communication in Business and the Professions,
Dan O‟Hair, dkk, (Jakarta: Kencana 2009), 337. 79
O‟Hair dkk, Strategic Communication in Business and the
Professions, (Jakarta: Kencana 2009), 337.
47
Sedangkan unsur-unsur komunikasi kelompok menurut teori
Cartwright dan Zander (1968) antara lain:
1. Pelaku komunikasi dalam komunikasi kelompok
Pelaku komunikasi yaitu siapa yang berperan sebagai
sumber atau dapat dikatakan pula sebagai penyampai
pesan. Peranan sumber tersebut adalah siapa yang
menyampaikan informasi kepada para anggota kelompok
lain dan penyampai informasi apa saja yang dianggap
penting bagi kelangsungan kelompok.
2. Pesan-pesan yang dipertukarkan dalam komunikasi
kelompok
Pesan adalah apa yang dikomunikasikan oleh sumber
kepada penerima. Pesan merupakan seperangkat simbol
verbal dan nonverbal yang mewakili perasaan, nilai,
gagasan, atau maksud sumber tadi.
3. Interaksi yang terjadi di dalam proses komunikasi
kelompok
Interaksi adalah suatu hubungan antara dua atau lebih
individu manusia dimana perilaku individu yang satu
mempengaruhi, mengubah atau memperbaiki kelakuan
individu lain atau sebaliknya. Ketertarikan secara tidak
langsung berpengaruh pada kohesi kelompok yaitu
melalui interaksi. Pada anggota kelompok dengan tingkat
kohesi yang tinggi, komunikasi antar anggotanya tinggi
dan interaksinya berorientasi positif. Sedangkan antar
anggota dalam kelompok kohesi rendah yang terjadi
48
adalah sebaliknya, komunikasi antar anggotanya rendah
dan interaksinya berorientasi negatif.
4. Kohesivitas yang terjadi di dalam proses komunikasi
kelompok
Kohesi kelompok adalah bagaimana anggota kelompok
saling menyukai dan saling mencintai satu sama lain.
Tingkatan kohesivitas akan menunjukkan seberapa baik
kekompakan dalam kelompok yang bersangkutan.
5. Norma kelompok yang diterapkan
Norma di dalam kelompok mengidentifikasikan anggota
kelompok itu berperilaku. Penyesuaian anggota kelompok
dengan norma tersebut adalah bagian dari harga yang
harus dibayar sebagai hasil dari diterima menjadi anggota
kelompok tersebut.80
80
Tommy, “Komunikasi Kelompok Komunitas Enlightened Ingress
Surabaya dalam Program Fun Ingress”. Jurnal E-Komunikasi, Vol 4. No.1
Tahun 2016, 3. Lihat Cartwright, D & Zander, A. Group Dynamics : Research
and Theory. New York : Harper and Row, 1968.
49
BAB III
GAMBARAN UMUM SUBJEK PENELITIAN
A. Profil Rumah Dunia
1. Sejarah Berdirinya Rumah Dunia
Rumah Dunia adalah komunitas kebudayaan yang
memberikan kesempatan luas kepada siapa saja yang memiliki
kehendak untuk membangun manusia cerdas, mandiri, kritis,
demokratis dan berbudi luhur. Keberadaan komunitas ini berawal
dari mimpi-mimpi para pembangunnya untuk memiliki
perpustakaan pribadi yang ditujukan bagi masyarakat, khususnya
anak-anak, remaja, pelajar dan mahasiswa. Rumah Dunia berawal
dari kondisi di Banten, selain memiliki iklim membaca serta cara
mengkajinya kurang, juga sarana prasarana perpustakaan yang
masih minim.81
Mendirikan Rumah Dunia merupakan cita-cita Gol A Gong
sejak remaja. Menurut Gol A Gong, sejak ia masih SMA pada
tahun 1982, di Kota Serang masih sangat sulit mencari sanggar
seni, sastra, jurnalistik dan film. Pada masa itu, Kota Serang,
dimana Gol A Gong tinggal, belum ada sanggar sastra. Meski
pada zaman itu, sastrawan yang berasal dari Serang sudah
bermunculan, seperti Teguh Karya, Misbah Yusabiran, Slamet
Raharjo, tetapi mereka aktif berkegiatan di luar Kota Serang dan
81
Venayaksa, Presiden Rumah Dunia: Bikin Generasi Gemar
Membaca, Radar Banten, Senin 5 Maret 2007. Dimuat di rubrik Radar Yunior,
penulis Huma/pers kampus, 13.
50
menurut Gong, mereka tidak pernah kembali lagi ke kampung
halamannya.82
Waktu SMA, saya suka mengirim berita-berita sekolah ke
majalah HAI, puisi-puisi saya juga dimuat di sana. Kalau
cari buku juga harus ke Matraman Jakarta atau ke Senen.
Saat itu saya berpikir bahwa anak-anak muda Banten di
masa depan, nasibnya jangan seperti saya. Maka saya
berjanji sama Allah, ya Allah jika saya sukses jadi penulis,
akan saya mudahkan anak-anak muda Banten di masa
depan, saat mereka ingin belajar seni, teruatama sastra,
jurnalistik dan film.83
Rumah Dunia bukanlah keinginan satu malam. Rumah Dunia
sudah menjadi obsesi Gol A Gong di usia SMA. Kehendak itu
dikolaborasikan dengan teman SMA-nya; Toto ST Radik dan Rys
Revolta (alm). Kemudian ia mendapat penyaluran obsesinya
dengan mendirikan organisasi sosial dan kepemudaan bernama
Cipta Muda Banten (1989) bersama Roni Chaeroni, Toni Bule,
Edi Setiadi, Reni Arifin, Romli, Taufik Rohman, Andi T.
Trisnahadi, Maulana Wahid Fauzi, dan Mhaex Rangkuti, tapi itu
tidak memuaskan Gol A Gong. Setelah sukses secara finansial
dan bekerja sebagai tim kreatif di RCTI, pada akhir tahun 2000
Gol A Gong bersama istrinya, Tias Tatanka, mendirikan Rumah
Dunia. Toto, Rys, Andi, Uzi dan Abdul Malik mendukung.
Dengan visi “membentuk dan mencerdaskan generasi baru” yang
kreatif dan kritis di Banten lewat dunia baca tulis, Rumah Dunia
terus menggelinding. Pada mulanya, Rumah Dunia menempati
82
Wawancara dengan Gol A Gong di Kota Serang, Sabtu, 3 Maret
2018. 83
Wawancara dengan Gol A Gong di Kota Serang, Sabtu, 3 Maret
2018.
51
area seluas 1.000 m2 (milik pribadi di halaman belakang Gol A
Gong). Di lahan tersebut terdapat beberapa fasilitas penunjang
segala aktivitas yang terdiri dari: panggung utama serbaguna
(untuk ragam diskusi dan pementasan), perpustakaan dewasa, dan
anak-anak, ruang sekretariat, laboratorium kursus komputer
gratis, mes relawan dan mushalah. Tapi hari berdirinya Rumah
Dunia diresmikan tiga tahun berikutnya, ketika struktur
organisasi pertama Rumah Dunia terbentuk pada 3 Maret 2002.84
Terkait nama-nama pendiri Rumah Dunia, menurut Gong
menjadi fleksibel. Ia mengaku pagi tadi, sebelum peneliti
mewawancarinya, Gong mencoba merenung bahwa ada orang-
orang yang menemaninya, kemudian saling berdiskusi soal
Rumah Dunia. Gong teringat Toto, Rys, terus ada lagi Bagus
Bageni, Si Uzi, Andi Suhud, dengan mereka Gong sering
melakukan diskusi. Juga ada Kang Dadi, Abdul Malik, dahulu
mereka intens di awal-awal membantu Rumah Dunia lewat
promo-promo di Radar Banten. Dan ada Tias Tatanka.85
Ketika Gong hendak menikah dengan Tias Tatanka, diakui
Gong, memang komitmennya ingin mewujudkan cita-cita Gong
saat SMA itu, yakni membangun gelanggang remaja, tempat bagi
anak-anak muda berekspresi. Setelah Gong melamar Tias, Tias
sudah tahu mengenai visi Gong, dan ternyata Tias juga punya
cita-cita yang sama. Kemudian setelah Gong ada rizki, rancangan
84
Venayaksa, Relawan Dunia, (Jakarta: Kepustakaan Populer
Gramedia, 2011), 178-179. 85
Wawancara dengan Gol A Gong di Kota Serang, Sabtu, 3 Maret
2018.
52
tentang Rumah Dunia dimulai ketika mereka mempunyai anak
pertama yang lahir di bidan Halana.86
Lalu saya mendengar sura bayi dan saya selalu membawa
buku tulis, lalu saya bilang ke Tias, “Mah, nama
perpustakaan atau gelanggang remaja kita judulnya Rumah
Dunia. Kata Tias, kenapa Rumah Dunia? Saya bilang,
karena di tempat ini pertama kali bayi lahir melihat dunia.
Itu awalnya, maka kenapa saya namai itu, karena spirit bayi
itu kan lahir, masih kosong otaknya, lalu di situ dia
memulai kehidupan. Analoginya itu. Setelah itu, ada
filosofi lain, muncul Rumahku Rumah Dunia, Kubangun
dengan Kata-kata. Kata Tias, dari mana uangnya? Nanti
dari kata-kata itu. Dari novel, film, kita akan beli tanah di
belakang rumah. Nah terus muncul lagi filosofi lain,
memindahkan dunia ke rumah lewat sastra, rupa, suara dan
warna. Itu kemudian saya presentasikan ke Toto ST Radik,
Rys dan yang lainnya. Akhirnya semua gabung, ada Mailk,
Bagus Bageni, dan lain-lain.87
Rumah Dunia pada 2010 mendapat penghargaan sebagai
TBM Kreatif dari Kementerian Pendidikan Nasional RI adalah
pusat pendidikan masyarakat nonformal yang bergerak di bidang
jurnalistik, sastra, teater, seni rupa, dan film bagi masyarakat luas,
terutama bagi kalangan pelajar dan mahasiswa. Melihat persoalan
daya tampung yang kerap dirasa kurang setiap kali menggelar
kegiatan berskala nasional, pada 2008 Rumah Dunia melakukan
penggalangan dana baik di dunia nyata maupun di dunia maya
dan berhasil membebaskan tanah seluas 3.000 m2. Pada tahun
yang sama, Direktorat Pendidikan Masyarakat Nonformal dan
86
Wawancara dengan Gol A Gong di Kota Serang, Sabtu, 3 Maret
2018. 87
Wawancara dengan Gol A Gong di Kota Serang, Sabtu, 3 Maret
2018.
53
Informal Kementerian Pendidikan Nasional di Jakarta
mempercayakan program Rintisan Balai Belajar Bersama (RB3)
pada Rumah Dunia. RB3 merupakan program yang bertujuan
memperluas kapasitas jangkauan pembelajaran masyarakat yang
sudah dilakukan sebuah lembaga, dalam hal ini Rumah Dunia,
dengan beragam program wajib (pengembangan karakter budaya
dan aksara kewirausahaan) dan program pilihan (pengembangan
minat baca, keterampilan, pendampingan, dan pelatihan). Pada
tahun 2011, Rumah Dunia tidak lagi menempati areal di halaman
belakang rumah Gol A Gong, tapi di areal seluas 3.000 m2, persis
di depan Rumah Dunia. Rencananya di sana akan dibangun
fasilitas taman bermain anak-anak, gedung kesenian,
perpustakaan tertutup, dan fasilitas MCK warga, mengingat
sebagaian masyarakat sekitar masih menggunakan air sungai
kecil untuk mandi dan mencuci.88
2. Struktur Organisasi
Setelah 16 tahun bergulir, Rumah Dunia telah beberapa kali
berganti kepengurusan. Presiden Rumah Dunia pertama adalah
Gol A Gong (Periode: 2000-2005), dilanjutkan Firman
Venayaksa (Periode: 2005-2010), Ibnu Adam Aviciena (Periode:
2010-2015), dan kini Ahmad Wayang (Periode: 2015-2020).
Berikut susunan kepengurusan Rumah Dunia di masa pimpinan
Ahmad Wayang:89
88
Venayaksa, Relawan Dunia, (Jakarta: Kepustakaan Populer
Gramedia, 2011), 178-179. 89
Venayaksa, Relawan Dunia, (Jakarta: Kepustakaan Populer
Gramedia, 2011), 182.
54
Presiden : Ahmad Wayang
Wakil Presiden : Abdul Salam HS
Sekretaris : Aeny Asma
Bendahara : Siti Nadrotul Ain
Pj. Sastra : Rahmat Heldy HS
Pj. Jurnalistik : Jack Alawi
Pj. Musik : M. Arif Baehaki
Pj. Dongeng : Daru Borsalino
Pj. Teater : Perisandi
Pj. Pusling : Zainal Abidin
Pj. Bahasa : Ardian Je
Pj. Kelas Menulis : Taufik
Pj. Majlis Puisi : Hilman Sutedja
Pj. Dokumentasi/Publikasi : Gading Tirta, Hilal
Ahmad, Ferry Setiawan
Unit Usaha :
Gong Media Cakrawala, Gong Publishiang, dan Gong
Traveling.
Ambassador :
Jaya Komarudin (Dubai), Dedy Mulyadi Sugih (Arab
Saudi), Endang Rukmana, Adkhilni M. S, Iwan Rasta
(Jakarta), Bambang Q Anees, Heru Hikayat, Daniel
Mahendra (Bandung), Iif Umar Rifai (Yogyakarta), Herli
Salim (Australia), Jenny Ervina (Taiwan), Imelda Emma
Veronica (Jepang), Ita Kusbiantoro (Swiss).
55
Penasehat :
H. Nek Atisah, Gol A Gong, Toto ST Radik, Tias Tatanka,
Ahmad Mukhlis Yusuf, H. Embay Mulya Syarief, Firman
Venayaksa, Wien Muldian, Andi Suhud Trisnahadi, N.P.
Rahadian, M.W Fauzi, Dr. H. Zulkieflimansyah, S.E.,
M.Sc., Muchtar Mandala, Mukoddas Syuhada, Ariful Amir,
Jodhi Yudono, Yudis Juwono.
Jaringan Kerjasama :
Forum Taman Bacaan Masyarakat, Forum Lingkar Pena,
Yayasan Tunas Cendekia, Forum Indonesia Membaca,
1001buku, Eco Village, Wong Banten, BPAD Provinsi
Banten, Dindik Banten, Library@Senyan (Perpustakaan
Diknas), Yayasan Nurani Dunia, Mizan, Antaranews,
Gramedia, Senayan Abadi, GIP, Salamadani, Tiga
Serangkai, Gagas Media, Sygma Bandung, Kementerian
Pendidikan Nasional RI, Zikrul Hakim, Suhud
Mediapromo, Rekonvasi Bumi, Baraya TV, Yayasan
Nurani Dunia, Banten Raya, Institut Kemandirian, Pempek
Arane, kompas.com, Perpusnas RI, Hot FM, RRI Banten,
Kremov Picture, Rolling Action, Bahasa Jawa Serang
(BJS).
Situs : www.koranrumahdunia.com
Email : rumahdunia@yahoo.com
Telepon : 08190631100790
90Venayaksa, Relawan Dunia (Jakarta: Kepustakaan Populer
Gramedia, 2011), 184. Dan dari hasil pegembangan wawancara dengan Gol A
Gong di Kota Serang (Sabtu, 3 Maret 2018).
56
3. Kegiatan Rumah Dunia
Pada perkembangannya Rumah Dunia sebagai lembaga
nirlaba kini berada di bawah naungan Yayasan Pena Dunia
berakta notaris Fachrul Kesuma Dharma, SH Nomor 006 tanggal
12 Juni 2006. Sebagai ketua yayasan adalah Gol A Gong. Posisi
penasehat diisi oleh orang-orang yang memiliki kepedulian sosial
tinggi: Prof. Dr. Yoyo Mulyana (alm), H. Embay Mulya Syarief
(tokoh masyarakat), Toto ST Radik dan Akhmad Mukhlis Yusuf
(mantan Direktur LBKN Antara). Bendaharanya Siti Nadrotul
Ain dan posisi sekretaris diisi oleh Aeni Asma.
Tak bisa dipungkiri bahwa keberadaan Rumah Dunia dari
hari ke hari kian berkembang dengan ragam aktivitas literasinya
atas kegigihan para relawan Rumah Dunia yang tak hanya ada di
Banten, tetapi juga di beberapa kota besar di Indonesia. Berbagai
program kegiatan Rumah Dunia yang telah berjalan sejak tahun
2002 terbagi menjadi program reguler dan program unggulan.
Program reguler adalah program yang diadakan berkala
dengan sasaran anak dan remaja (pelajar dan mahasiswa) yang
diselenggarakan Senin-Minggu pukul 13.00-17.00 WIB. Program
regular yang dipopulerkan dengan nama “wisata” agar akrab
dengan anak dan remaja dengan jadwal sebagai berikut:
Tabel 2: Program Reguler Rumah Dunia
No Hari Kegiatan
1 Senin Wisata Tulis
2 Selasa Wisata Dongeng
Wisata Musik
57
3 Rabu Wisata Lakon
4 Kamis Wisata Gambar
5 Jumat English on Friday
6 Sabtu Bedah Buku
7 Minggu
Kelas Menulis
Majelis Puisi
Kelas Novel
Program unggulan adalah program insidental yang
berskala lokal dan nasional, yang rutin digelar di Rumah Dunia
meliputi:
1. Pesta Anak (Juli)
2. Kado Lebaran (Menjelang Lebaran)
3. Pesta Ulang Tahun Rumah Dunia (Maret)
4. Jumpa Pengarang (menyesuaikan, hampir setiap bulan
sekali).
5. Wong Cilik Baca Puisi (April)
6. Panggung Kampung (tiap bulan)
7. Perpustakaan Keliling (tiap Minggu)
8. Festival kesenian se-Banten (menyesuaikan)
9. Lomba Literasi
10. Hari Kebangkitan Buku
11. World Book Day (April)
58
12. Ode Kampung (kegiatan nasional yang diadakan dua
tahun sekali).91
4. Pengunjung
Pengunjung yang datang ke Rumah Dunia terdiri atas Anak-
anak, Pelajar, Mahasiswa, Guru, Dosen, Pedagang, Pemulung,
Anak Jalanan, atau Ibu Rumah Tanggga dari daerah dengan
radius 1 km dari Rumah Dunia atau se-Banten. Pada Sabtu dan
Minggu terjadi peningkatan jumlah pengunjung yang berasal dari
sekitar Banten, luar kota, atau bahkan mancanegara. Biasanya
mereka sengaja datang untuk berwisata baca dengan anak-anak
mereka. Pada hari-hari tertentu Rumah Dunia sering kedatangan
tamu dari siswa-siswi sekolah setingkat TK, SD, SMP, SMA,
bahkan mahasiswa dari daerah Banten ataupun luar Banten yang
meminta pelatihan pembuatan majalah dinding atau pelatihan
jurnalistik, sastra, dan film.
Sepanjang tahun 2002-2018, tokoh-tokoh yang kompeten di
bidangnya telah mengisi berbagai acara di Rumah Dunia dan
menjadi bagian dari Rumah Dunia, mereka antara lain adalah:
Pipit Senja (penulis novel Meretas Unggu), Wan Anwar (alm),
Ahmad Fuadi (Penulis novel Negeri 5 Menara), Goenawan
Muhammad (pendiri majalah Tempo), Taufiq Ismail (penyair),
Akhmad Mukhlis Yusuf (pernah menjabat sebagai Direktur
LKBN Antara), Udin Saefudin Noor (Mantan Dirut Bank
Muamalat), Zulkieflimansyah (anggota DPR RI), Muchtar
91
Venayaksa, Relawan Dunia, (Jakarta: Kepustakaan Populer
Gramedia, 2011), 180. Dan dari hasil pegembangan wawancara dengan Gol A
Gong di Kota Serang (Sabtu, 3 Maret 2018).
59
Mandala (pengusaha), Doody Nandika (Depdiknas), Irwansyah
(Artis), Dick Doang (artis), Helvy Tiana Rossa (penulis),
Ahmadun Yosy Herfanda (penyair), Habiburahman El-Shirazy
(penulis novel Ayat-ayat Cinta), Asma Nadia (penulis Surga yang
Tak Dirindukan), Taufik Nuriman (Mantan Bupati Serang), H.
Bunyamin (mantanWali Kota Serang), Abdul Latief, S. Mulyadi,
Daniel Mahendra, Rano Karno (Gubernur Banten), Benny Arnas
(sastrawan Lubuklinggau), Sosiawan Leak (penyair), Asrizal Nur
(penyair), Hasan Aspahani (penyair), Maman Suherman (artis
dan penulis), Subro (artis), Anies Baswedan (Saat masih menjadi
Menteri Pendidikan RI), Najwa Shihab (Duta Baca Indonesia),
dan lain-lain.92
B. Profil Pendiri Rumah Dunia
1. Gol A Gong
Gol A Gong merupakan sastrawan Banten. Rumah Dunia
tak bisa lepas dari peran dan juga jiwa seninya. Gol A Gong lahir
di Purwakarta 15 Agustus 1963. Atas dedikasinya di dunia
perbukuan, Gol A Gong menerima award “Tokoh Perbukuan
Islamic Book Fair” (2007), “Nugra Jasadrama Pustaloka” (2007)
dari Perpustakaan Nasional RI, dan “Anugerah Literasi World
Book Day 2008” dari Komunitas Literasi Indonesia. Suami dari
Tias Tatanka dan Ayah dari Nabila Nurkhalisah, Gabriel
Firmansyah, Jordy Alghifary, dan Natasya Azka Noorsyamsa ini
sudah menulis sekitar 60 buku. Mulai dari serial Balada Si Roy
92
Venayaksa, Relawan Dunia, (Jakarta: Kepustakaan Populer
Gramedia, 2011), 181. Dan dari hasil pegembangan wawancara dengan Gol A
Gong di Kota Serang (Sabtu, 3 Maret 2018).
60
(1989), Al-Bahri (2000), hingga Menggenggam Dunia (nonfiksi,
DAR! Mizan, 2005). Buku terbarunya; Cinta-Mu Seluas Samudra
(Mizania, 2008), Musafir (kumcer, Salamadani, 2008), The
Journey (Maximalis, 2008), Labirin Lazuardi (Tinga Serangkai,
2007), dan Jangan Mau Gak Nulis Seumur Hidup (Maximalis,
2008).93
Gong merupakan pendiri Rumah Dunia. Menurut Gong,
relawan pertama adalah dirinya sendiri, kedua anaknya Bella dan
Abi, kemudian ada Muhamad Jaeni, salah satu warga Ciloang.
Lalu seiring waktu datang Qizink La Aziva, Ibnu Adam
Aviciena, dan Toto ST Radik membawa anak-anak didiknya yang
tergabung dalam Sanggar Sastra Siswa Serang seperti Endang
Rukmana, Adkhilni Mudkhola Sidqi dan lain-lain mulai mengisi
Rumah Dunia.94
Pada 3 Maret 2002 peserta kelas menulis kemudian menjadi
relawan pertama, pada angkatan Ibnu. Lalu dijadikanlah
kepengurusannya. Ketuanya saya sama Tias. Berdua waktu
itu ditangani. Jadi berdua saja. Saya urusan luar, Tias
urusan dalam. Jadi saya menyebut Presiden Rumah Dunia,
Tias juga Presiden. Jadi kalau urusan dalam Tias, nanti
kalau di Jakarta saya yang menangani. Kami mendidik Ibnu
cs. Mendidik dari nol.95
93
Gong, Aku, Anak Matahari: Sebuah Memoar Pendidikan Keluarga
Yang Impresif, (Bandung: Semesta Parenting, 2008). 94
Wawancara dengan Gol A Gong di Kota Serang, Sabtu, 3 Maret
2018. 95
Wawancara dengan Gol A Gong di Kota Serang, Sabtu, 3 Maret
2018.
61
Awalnya mayoritas peserta kelas menulis diakui Gong belum
memiliki basic menulis yang baik. Kecuali beberapa saja, Endang
dan Adkhilni yang lumayan.
Menurut saya yang lain belum. Saya bisa menilai mereka
adalah orang yang senang membaca buku, suka ikut
pelatihan-pelatihan, terasahnya di sini, di Rumah Dunia.
Kemudian Ibnu juara lomba menulis di Untirta, Najwa
juga. Saya rasa mereka memang butuh komunitas untuk
men-trigernya. Tapi saya yakin kalau mereka tidak
ketemu saya dan Toto, barangkali mereka akan biasa-
biasa saja. Mereka semakin sadar menulis penting, ketika
bergabung dengan Rumah Dunia. Sementara nama kelas
menulis itu dari saya.96
Metode kelas menulis yang diterapkan Gong di Rumah
Dunia yaitu secara interaktif dan lebih banyak praktik menulis.
Menurut Gong, ia tidak pernah mencetak para peserta kelas
menulis agar mengikuti gaya kepenulisan Gong. Diakui Gong,
soal gaya penulisan diserahkan kepada masing-masing peserta
kelas menulis. Gong hanya mengenalkan pada mereka tentang
profesi menulis. Sementara untuk persoalan kualitas, jangre,
masih menurut Gong, itu dikembalikan pada kemampuan
membaca setiap masing-masing peserta.
Jadi saya bilang ke mereka, kita tidak boleh fanatik ke
satu jangre. Semua harus bisa kita lakukan. Makanya saya
mengajarkan cara menulis yang baik. Nanti setelah itu
kalian pilih sendiri, mau ke sastra serius, sastra remaja,
sastra dewasa, silahkan enggak apa-apa, sama saja
teorinya. Sebab di kelas menulis sesungguhnya lebih
banyak praktik. Kan kelas menulis sudah bikin majalah,
termasuk majalah Kaibon. Itu tanggung jawab saya
96
Wawancara dengan Gol A Gong di Kota Serang, Sabtu, 3 Maret
2018.
62
sebagai mentor. Memberi mereka media untuk praktik.
Kemudian kerjasama dengan Radar Banten waktu itu.97
Tutor kelas menulis Rumah Dunia diakui Gong, awalnya
dirinya yang menangani. Sebab saat itu Toto ST Radik, sahabat
Gong yang juga penyair, masih mengajar di Sanggar Sastra.
Menurut Gong, ia harus mengenalkan prosa secara langsung
kepada para peserta kelas menulis dari tangan pertamanya.
Seiring waktu, masih diakui Gong, Toto kemudian diminta
membantu untuk memberikan materi puisi kepada peserta kelas
menulis, terutama soal diksi, bagaimana diksi puisi bisa dipakai
dalam prosa. Berikutnya Gong mulai mendatangkan penulis tamu
atau tutor dari luar seperti Helvy Tiana Rosa, Asma Nadia,
Kurnia Effendi, Hasan Aspahani, Iyut Fitra, Benny Arnas dan
lain-lain.
Saya ingin memberitahukan kepada mereka bahwa kelas
menulis itu tidak Gol A Gong atau Gol A Gongisme.
Tidak. Saya memberi tahu bahwa apa-apa yang saya
keluarkan itu tidak mutlak kebenaran. Jadi cara menulis
itu beragam versi. Maka didatangkanlah penulis-penulis
dari luar. Saya buat diskusi bukunya dan lain sebagainya.
Mereka menjadi kaya. Bahwa menulis itu tidak bisa hanya
belajar dari satu penulis, harus ada wawasan lain.98
Pada tahun 2018, kelas menulis Rumah Dunia sudah
memasuki angkatan yang ke-31. Dan umur Rumah Dunia
memasuki tahun ke-16. Gong merasa sangat gembira, karena
sekarang mulai ada kesadaran dari orang-orang Banten, bahwa
97
Wawancara dengan Gol A Gong di Kota Serang, Sabtu, 3 Maret
2018. 98
Wawancara dengan Gol A Gong di Kota Serang, Sabtu, 3 Maret
2018.
63
yang dia kenalkan kepada peserta kelas menulis itu adalah
keterampilan menulis, bukan harus jadi pengarang.
Setelah 31 angkatan itu, kata Gong, masing-masing
alumni mencari jalannya masing-masing. Ada yang menjadi
bloger, ada yang jadi penulis anak, penulis sekenario dan lain-
lain. Gong juga mengatakan, kelas menulis ini Insya Allah akan
terus ada, karena nanti seluruh angkatan dari angkatan satu
sampai 31 ikut menyebarkan bahwa Kelas Menulis Rumah Dunia
bermanfaat. “Jadi di kelas menulis itu dikenalkan bahwa menulis
itu satu keterampilan yang memiliki fungsi ekonomi yang tinggi,
berdayaguna, jadi life skill yang bisa mendatangkan uang.”99
Menurut Gong, peserta kelas menulis Rumah Dunia
berasal dari berbagai daerah. Kelas menulis dibuka gratis untuk
siapa saja yang berminat. Masih menurut Gong, peserta kelas
menulis ada yang dari Pandeglang, dari Rangkasbitung,
kemudian kelas menulis angkatan ke-5 ada yang dari Palembang.
Peserta kelas menulis paling jauh, dikatakan Gong, ada yang dari
Bandung dan dari Sulawesi. Jika Kelas Menulis Rumah Dunia
mudah dijangkau, Gong yakin pasti akan banyak orang yang akan
mengaksesnya.
Terkait alasan kegiatan Rumah Dunia selalu gratis,
menurut Gong bahwa Allah memerintahkan manusia semua
untuk membaca dan menulis. Ketika Gong sadar bahwa membaca
dan menulis itu memiliki nilai ekonomi yang tinggi baginya,
99
Wawancara dengan Gol A Gong di Kota Serang, Sabtu, 3 Maret
2018.
64
kegiatan di Rumah Dunia yang selalu gratis itulah merupakan
sedekahnya.
Allah minta 2,5 persen, jadi itu bagian dari sedekah kita.
Hanya pada tahun 2010 mulai diberlakukan menyumbang
Rp.100.000,- untuk kas Rumah Dunia dan peserta dikasih
buku. Tapi mentornya sendiri enggak dibayar. Itu
termasuk tutor dari luar juga tidak dibayar, mereka datang
sendiri, karena kebanyakan teman saya.100
Tugas akhir kelas menulis yang membuat buku, diakui
Gong itu sudah ada sejak dulu. Sejak awal sudah difasilitasi. Ada
yang membuat majalah dari hasil fotocopy, buku dan sebagainya.
Bahkan orang per orang nulis. Ibnu itu menulis buku
dengan judul Mana Bidadari Untukku, ada antologi
cerpen lainnya. Jadi memang itu tanggungjawab saya
sebagai mentor. Itu sebabnya hingga hari ini ada kegiatan
World Book Day (Hari Buku se-Dunia), pokoknya kita
fasilitasi sampai benar-benar bisa.101
Gong selalu memberi semangat kepada peserta kelas
menulis, menurutnya keterampilan menulis itu bisa mengangkat
derajat kita, karena itu perintah Allah. Menurut Gong, dilihat dari
terminologinya, literasi adalah aksara. Lalu ditingkatkan lagi
kontekstualnya menjadi kemampuan membaca dan menulis, itu
makna literasi bagi Gol A Gong. Lalu ditafsir lagi bahwa literasi
adalah usaha dari orang per orang untuk mengubah kualitas
hidupnya menjadi lebih baik. Gong menambahkan, orang-orang
yang datang ke Rumah Dunia seperti Harir Baldan dan banyak
100
Wawancara dengan Gol A Gong di Kota Serang, Sabtu, 3 Maret
2018. 101
Wawancara dengan Gol A Gong di Kota Serang, Sabtu, 3 Maret
2018.
65
yang lain, mereka punya semangat untuk mengubah hidupnya
lebih baik lagi. Tapi yang paling penting, tambah Gong, bahwa
membaca itu perintah Allah.
Gong menilai, Rumah Dunia pertama harus dilihat apakah
dia fungsional atau tidak? Ketika dia berfungsi dengan baik,
berarti bisa dikatakan Rumah Dunia sebagai wadah pencetak para
penulis. Gong menjelaskan saat ia mendirikan Rumah Dunia, hal
yang pertama yang dipikirkannya adalah organisasi itu harus
memiliki base camp. Dengan adanya tempat, Gong mengaku
tidak khawatir tentang SDM. Baginya jika ada tempat, maka
SDM akan datang dengan sendirinya. Selanjutnya ketika base
camp sudah ada, Gong menyediakan diri sebagai SDM pertama
yang tidak dibayar, bahkan memberi modal.
Saya memberitahu ke orang-orang, kalau kamu ingin
belajar menulis datang ke sini nyaman. Mau makan ada,
mau tidur silahkan, bebas. Nyaman di sini. Yang penting
kamu belajar yang benar. Kemudian SDM dari saya, Toto,
Rys dan yang lain berdatangan. Jadi banyak orang yang
ingin menyedekahkan ilmunya.102
Gong menuturkan, selanjutnya adalah program. Di Rumah
Dunia selalu terbuka dengan program dan selalu didiskusikan.
Program itu terbuka dan tidak boleh saling membunuh program/
membunuh ide. Jika ada ide program yang jelek, idenya
diperbaiki. Berikutnya kata Gong adalah dana. Gong
mengatakan:
Dana itu bisa dikatakan awalnya saya yang menanggung
semua, yang kemudian setelah mereka yakin dan percaya,
yang lain menyumbang tenaga, pikiran. Kemudian
102
Wawancara dengan Gol A Gong di Kota Serang, Sabtu, 3 Maret
2018.
66
mulailah mereka percaya bahwa Rumah Dunia ini, orang
per orangnya saya dan Toto dan lain-lainnya tidak punya
maksud apa-apa, tidak pernah mengambil keuntungan
secara materi. Barangkali soal pencitraan saya rasa tidak
juga. Kita masing-masing sudah punya jejak rekam
sendiri. Jadi ini murni ibadah.103
Terakhir adalah networking atau jejaring. Itulah Rumah
Dunia. Menurut Gong, semuanya by desingn dan sepanjang ada
orang-orang yang mencintai Rumah Dunia, platform-nya bisa
dijalankan, siapa pun presidennya.
Sementara di awal-awal adanya kelas menulis, diakui
Gong memang dia yang menjadi Tutor. Selanjutnya ia mulai
mengajak alumni kelas menulis yang menurutnya sudah bagus
dan bisa mengajar untuk menemaninya menjadi pembicara,
menjadi asisten tutor kelas menulis, kemudian Gong lepas.
Sekarang tutor kelas menulis bisa diundang sendiri-
sendiri. Tapi kenapa saya mesti tetap bicara memberikan
materi ke kelas menulis, mudah-mudahan peserta kelas
menulis itu bisa melihat puncaknya, yang dituakannya
yaitu saya sebagai spirit. Ini loh bukti nyata. Profesi
menulis itu salah satunya saya. Nanti mulai turun ke
relawan. Jadi penting. Saya tidak menyebut sebagai
benchmark, tapi mungkin istilahnya tauladan, kalau di
menulis itu ada saya, Toto, yang sampai hari ini masih
menulis.104
Gong mengaku akan terus mengajari orang-orang menulis
sampai tidak ada umur, sampai maut menjemput. Setelah ada
103
Wawancara dengan Gol A Gong di Kota Serang, Sabtu, 3 Maret
2018. 104
Wawancara dengan Gol A Gong di Kota Serang, Sabtu, 3 Maret
2018.
67
alumni pertama kelas menulis, baru kemudian struktur organisasi
lengkap Rumah Dunia dibentuk. Muhamad Jaeni sebagai
bendahara dan Ibnu Adam sebagai humas Rumah Dunia.
Untuk menjadi seorang penulis diakui Gong tidak cukup
hanya dengan membaca buku sastra saja, tetapi juga harus mau
mengikuti diskusi sastra, harus berani naik ke panggung dan
melakukan orasi literasi, aktif mengikuti lomba menulis,
mengikuti launching buku, membaca puisi, praktik meresensi
buku, ini disebut Gong sebagai metode gempa literasi, sehingga
otak menjadi ada stimulus.
Secara spesifik adalah kelas menulis. Lalu fokusnya di
point pelatihan tadi, pelatihan menulis setiap Minggu. Di
situ saya kasih teori-teori menulisnya. Nah, orang-orang
yang ikut kelas menulis, tapi tidak pernah menghadiri
peluncuran buku, acara-acara kesenian, akselerasinya
lambat. Untuk menjadi penulis, saya rasa butuh sekitar
dua tahun. Belajar enam bulan, selebihnya mengikuti
gempa literasi terus-menerus. Dan rajin membaca buku,
menulis puisi, praktik meresensi buku, itu semuanya
berkelindan. Insya Allah jadi penulis dalam waktu dua
tahun. Mungkin tidak tepat dua tahun, ada yang satu tahun
jadi, ada yang agak lama. Itu alokasi waktu yang saya
prediksikan.105
2. Toto ST Radik
Toto ST Radik merupakan salah satu sosok penting dalam
perkembangan Rumah Dunia sekarang ini. Ia adalah salah satu
pendiri Rumah Dunia. Toto sudah berkawan dengan Gol A Gong
sejak SMA di awal tahun 1980-an. Gong merupakan Kakak kelas
Toto saat di SMAN Serang (sekarang SMAN 1 Kota Serang).
105
Wawancara dengan Gol A Gong di Kota Serang, Sabtu, 3 Maret
2018.
68
Kemudian Gong kuliah di Unpad Bandung jurusan Sastra
Indonesia. Berikutnya Toto juga kuliah di Bandung di Sekolah
Tinggi Kesejahteraan Sosial (STKS). Mereka bertemu lagi di
Bandung. Tetapi keduanya sama-sama tidak selesai kuliah. Gong
lebih banyak avonturir pergi keliling Indonesia, kemudian Toto
juga berhenti kuliah pada tahun ketiga (1986).106
Toto mengatakan, memang benar ia tidak memiliki latar
belakang dari fakultas sastra, tapi itu diakuinya tidak diperlukan.
Terkecuali mau menjadi kritikus sastra yang memerlukan teori-
teori sastra yang diperoleh di fakultas sastra. Kecintaannya pada
dunia sastra, terutama puisi dan keistiqomahannya di jalan sunyi
ini, menjadikan Toto salah satu penyair yang masih konsisten
menulis puisi hingga kini.
Toto kuliah di Unpad Bandung jurusan sosial. Tapi karena
Toto hobi menulis puisi, sejak SMA dirinya sudah mulai menulis
puisi. Ketika kuliah di Bandung, keterampilan menulis puisi,
membaca puisi, terus Toto kembangkan. Ia juga mengaku masih
aktif mengikuti kegiatan sastra di Bandung. Toto mengaku sejak
saat itu sudah ada karya puisinya yang dimuat di koran Pikiran
Rakyat di Jawa Barat. Termasuk juga Toto pernah menjadi juara
menulis esai, juara baca puisi, pembacaan cerpen dan sebagainya
di Bandung di masa-masa ia kuliah sekitar tahun 1983-1986.107
Toto bertahan kuliah hingga tiga tahun di Bandung,
tepatnya pada semester VI. Karena tidak selesai, Toto kembali
106
Wawancara dengan Toto ST Radik di Kota Serang, Minggu, 25
Februari 2018. 107
Wawancara dengan Toto ST Radik di Kota Serang, Minggu, 25
Februari 2018.
69
lagi ke Serang pada 1986 akhir. Dari sana, Toto kembali bertemu
lagi dengan Gol A Gong di Serang-Banten pada tahun 1986-
1987. Selang satu tahun kemudian, Gong menulis Balada Si Roy
dan dimuat di majalah HAI. Pembukaan dalam serial Balada Si
Roy selalu diawali dengan kutipan pepatah, puisi dan yang
lainnya. Berikutnya Gong meminta puisi-puisi Toto ST Radik
untuk disertakan di setiap episode serial Balada Si Roy. Dari sana
mereka kemudian bersama-sama lagi mengaktifkan dunia sastra,
teater penulisan dan sebagainya di Serang. Pada masa itu diakui
Toto, di Kota Serang tidak ada toko buku, nyaris juga tidak ada
kegiatan sastra, sementara untuk kegiatan teater cukup banyak.
Kemudian kami bertiga, Saya, Rys Revolta (alm) dan Gol
A Gong membentuk kelompok Azeta. Kelompk Azeta
lebih berfokus pada kegiatan sastra. Kami juga membuat
antologi puisi dan mengedarkannya ke sekolah-sekolah
sambil membuat pelatihan menulis puisi, cerpen, serial
dan sebagainya. Terus keliling ke beberapa sekolah di
Kota Serang. Kemudian dibuatlah Rumah Dunia. Waktu
itu setelah Gong sudah ada pekerjaan di RCTI, Indosiar
dan sebagainya di Jakarta. Saya kerja di Serang.
Kemudian bersepakatlah membuat komunitas Rumah
Dunia untuk menyediakan bahan bacaan, berdiskusi dan
sebagainya. Dulu namanya Pustakaloka Rumah Dunia,
sekitar tahun 2000-an awal. Kemudian nama Rumah
Dunia baru diresmikan pada tahun 2002. Tapi sebetulnya
ide, gagasan dan kegiatannya sudah dimulai di tahun
2000-an.108
Salah satu alasan membuat komunitas Rumah Dunia,
menurut Toto karena memang minim kegiatan sastra, serta tidak
108
Wawancara dengan Toto ST Radik di Kota Serang, Minggu, 25
Februari 2018.
70
ada toko buku sastra, sehingga mereka membentuk komunitas itu,
sebagai salah satu tempat belajar bagi remaja yang memiliki
minat di dunia sastra, teater, film dan rupa.
Respon masyarakat soal adanya Rumah Dunia saat itu
diakui Toto memang belum banyak. Orang-orang pada saat itu
belum banyak yang minat pada sastra. Maka kegiatan Rumah
Dunia dipadukan dengan teater, mendongeng dan sebagainya,
sehingga menjadi salah satu cara untuk menarik minat para
remaja.
Di tempat Rumah Dunia berdiri, di Kampung Ciloang,
Searang-Banten, juga belum tersentuh kegiatan-kegiatan sastra
seperti itu. Ditambah posisi Rumah Dunia berada di dalam
kampung, sekitar 500 meter dari jalan utama. Menurut Toto, di
awal-awal kegiatan Rumah Dunia, ada semacam kecurigaan dari
masyarakat sekitar saat Rumah Dunia sering mendatangkan
orang-orang dari luar, yang tampangnya agak berbeda, gondrong,
dengan berpakaian jenas belel, dekil dan sebagainya, yang rata-
rata waktu itu penampilan sastrawan, pegiat teater, seperti itu.
Jadi cukup menimbulkan kekagetan.
Tetapi karena memang kita menyelenggarakan
kegiatannya tidak seperti yang mereka curigakan, ya
akhirnya bisa berjalan dengan baik. Bahkan beberapa
orang dari Kampung Ciloang sendiri terlibat sebagai
relawan, maupun sebagai sasaran kegiatan Rumah
Dunia.109
109
Wawancara dengan Toto ST Radik di Kota Serang, Minggu, 25
Februari 2018.
71
Terkait suport awal dari pemerintah terhadap kegiatan
Rumah Dunia, secara anggaran diakui Toto belum ada saat itu.
Meski Rumah Dunia sering mengundang dari pihak pemerintah
Provinsi Banten untuk datang ke Rumah Dunia. Mereka, kata
Toto, jika datang ke Rumah Dunia diperlakukan sama dengan
narasumber-narasumber yang lain. Tidak hanya secara anggaran,
secara kegiatan juga tidak ada suport dari pemerintah untuk
Rumah Dunia. Pemerintah belum banyak menyelenggarakan
kegiatan sastra, maupun bekerjasama dengan pemerintah juga
belum ada. Karena menurut Toto, waktu itu kegiatan pemerintah
lebih kepada kegiatan seremoni, hanya lomba-lomba dan
sebagainya.
Terkait sejarah pemberian nama Rumah Dunia, Toto
menjelaskan, memang nama Rumah Dunia muncul dari Gol A
Gong. Toto menerangkan makna dari Rumah Dunia yang
mengibaratkan bahwa rumah itu jadi semacam tempat untuk
sampai ke dunia lain. Artinya dengan berada di rumah pun kita
bisa sampai ke tempat-tempat yang lain. Caranya dengan
membaca buku. Karena buku mereka anggap sebagai media
untuk bisa sampai ke tempat-tempat lain di seluruh dunia, tanpa
perlu meninggalkan rumah. Maka „Rumah Dunia‟ jadinya.
Rumah, dengan begitu banyak bahan bacaan buku-buku, bahan
pustaka dan sebagainya, yang memungkinkan orang untuk
sampai ke tempat-tempat lain di seluruh dunia.
Menurut Toto, ide dasarnya nama Rumah Dunia itu
memang muncul dari Gol A Gong. “Kemudian disepakati nama
72
itu, karena mewakili cita-cita, mimpi dari saya dan Rys untuk
membuat komunitas sastra dan menggulirkan kegiatannya.” 110
Relawan pertama yang menggerakkan kegiatan di masa
awal-awal Rumah Dunia berdiri diakui Toto awalnya dari
keluarga Gol A Gong sendiri, dari para pendiri, kemudian
mencoba melibatkan lingkungan sekitar di Ciloang dan peserta
kelas menulis. Selain mereka mengikuti kelas menulis, sekaligus
mereka juga menjadi relawan.
Di waktu yang hampir bersamaan, saat Rumah Dunia
berjalan, Toto ST Radik juga tengah menyelenggarakan kegiatan
Sanggar Sastra Siswa Indonesia (SSSI) pada tahun 2000 dan
Sanggar Sastra Remaja Indonesia (SSRI) yang bekerjasama
dengan majalah sastra Horison tahun berikutnya. Toto melibatkan
para peserta SSSI maupun SSRI di Rumah Dunia, karena Gol A
Gong juga saat itu sebagai narasumber di SSSI, dan hampir setiap
pekan setelah dari Sanggar Toto, para peserta dibawa ke Rumah
Dunia pada sore hari, atau pagi hari, tergantung waktu yang ada.
Mereka ikut berkegiatan dan beraktivitas di Rumah Dunia. Dari
sana kemudian mulai banyak kegiatan yang mendatangkan orang-
orang dari luar, baik sebagai narasumber maupun sebagai peserta.
Juga dari sekolah-sekolah, dari komunitas lain. Rumah Dunia
juga menjangkau dengan publikasi, termasuk kerjasama dengan
media Harian Banten (sekarang Radar Banten).
Menurut Toto, “setiap Minggu Rumah Dunia
mempublikasikan kegiatan-kegiatannya di Harian Banten lewat
110
Wawancara dengan Toto ST Radik di Kota Serang, Minggu, 25
Februari 2018.
73
rubrik Salam dari Rumah Dunia, sehingga banyak orang
mengetahui dan kemudian datang ke Rumah Dunia. Di sana juga
termasuk memuat pengumuman-pengumuman kegiatan Rumah
Dunia.”111
Diakui Toto, perbedaan antara SSSI dan Rumah Dunia
terletak pada konten saja. SSSI lebih fokus pada bidang sastra
saja, dan Rumah Dunia lebih luas lagi, seperti ada kelas menulis,
sastra, film, teater, menggambar, musik dan lain-lain. Sementara
Sanggar hanya sebatas sastra saja, yang lebih banyak belajar
menulis puisi, cerpen, esai, dan menilai sebuah karya sastra.
Sedangkan di Rumah Dunia ada pertunjukan, musikalisasi puisi,
dongeng dan lain-lain. Di Sanggar memang hanya tempat
berdiskusi, menulis, mengembangkan keterampilan menulis,
termasuk mempublikasikannya di luar. Para peserta Sanggar juga
menulis di Harian Banten, di koran-koran lokal, maupun di media
nasional seperti majalah Horison. Dari kegiatan SSSI maupun
SSRI tujuannya adalah meningkatkan keterampilan menulis siswa
dan para remaja.
Di Sanggar, Toto juga membuat buletin atau jurnal,
membuat antologi dan lain-lain. Itu juga menurut Toto yang sama
dilakukan di Rumah Dunia, membuat penerbitan buku dan
sebagainya. Tetapi titik tekannya di Sanggar itu, hanya untuk
meningkatkan keterampilan menulis siswa di tahun pertama,
kemudian ketika menjadi SSRI, meningkatkan keterampilan
menulis sastra peserta pada remaja.
111
Wawancara dengan Toto ST Radik di Kota Serang, Minggu, 25
Februari 2018.
74
Lambat laun kegiatan Rumah Dunia semakin padat. Toto
memaparkan, kegiatan acara sudah bergulir setiap pekan, bahkan
satu pekan itu bisa dua kali kegiatan. Dari sana, maka dirasa perlu
ada semacam orang-orang yang berada dalam organisasi yang
bertindak sebagai panitia acara. Para peserta SSSI dan Kelas
Menulis Rumah Dunia yang kemudian mereka dilibatkan menjadi
relawan. Gol A Gong memberi semacam tempat untuk mereka
kos di Rumah Dunia, karena para peserta memang sebagian besar
pelajar dan mahasiswa, sehingga mereka kemudian bermalam di
Rumah Dunia dan mereka menjadi relawan yang menggulirkan
kegiatan-kegiatan di Rumah Dunia.
Ibu Adam Aviciena relawan pertama, dia waktu itu masih
mahasiwa, daripada dia kos di tempat lain, jadi kos di sini.
Mereka bisa disebut sebagai relawan pertama, karena
waktu itu juga dia pernah jadi Presiden Rumah Dunia,
sementara teman-temannya yang lain di UIN Banten, atau
di kampus-kampus lain, itu sama-sama sebagai pengurus
di organisasi Rumah Dunia. Waktu itu ada Qizink La
Aziva, Piter Tamba, Mahdi Duri, ada Endang Rukmana,
walaupun dia masih pelajar SMA, kemudian Adkhilni dan
beberapa orang lain dari teman-temannya Ibnu.112
Waktu awal-awal, diakui Toto, Rumah Dunia memang
belum banyak memiliki pengurus yang menggerakkan Rumah
Dunia saat itu. Organisasinya simpel, kata Toto, tapi memang tiap
Minggu menggulirkan kegiatan.
Di Kelas Menulis Rumah Dunia, Toto ST Radik juga
menjadi salah satu tutor menulis. Toto lebih khusus pada ranah
112
Wawancara dengan Toto ST Radik di Kota Serang, Minggu, 25
Februari 2018.
75
puisi. Sejak awal ia tetap konsisten mengajari materi puisi, meski
sesekali juga pernah mengisi materi umum tentang kepenulisan
cerpen atau jurnalistik. Tetapi memang penekanannya lebih ke
bidang puisi. Saat itu kelas puisi belum dipisah, masih digabung
dengan Kelas Menulis Rumah Dunia dan belum ada Majelis Puisi
secara khusus waktu itu. Jadi kelas menulis disusun untuk
mempelajari jurnalistik, mempelajari sastra. Untuk sastra dibagi
lagi, ada prosa dan puisi, film dan skenario. Antara Gol A Gong
dan Toto berbagi tugas menjadi tutor menulis kreatif.
Selain Gong, Toto atau Tias Tatanka, kelas menulis juga
diisi oleh para tutor baik dari penulis-penulis atau sastrawan yang
ada di Banten, seperti Wan Anwar, Herwan FR, kemudian di
teater ada Nandang Aradea dan lain-lain. Dari luar Banten, itu
diakui Toto juga sangat banyak.
Salah satunya ada Helvy Tiana Rosa, Asma Nadia,
Ahmadun Yosi Herfanda, kemudian sampai ke Taufiq
Ismail, dan masih banyak satrawan-sastrawan lainnya.
Alhamdulillah mereka mau datang ke sini dengan
pembiayaan yang terbatas dan memang mereka berkiprah
di kesusastraan secara nasional. Yang pasti banyak, saya
sudah agak lupa. Sudah tidak terhitung jumlahnya.113
Para peserta kelas menulis angkatan pertama, diakui Toto
memang ada beberapa peserta yang sudah menulis sebelumnya.
Namun juga banyak yang masih awam soal menulis. Jadi variatif,
ada yang memang baru belajar menulis sastra, ada juga yang
sudah mempublikasikan karyanya. Salah satu contohnya adalah
113
Wawancara dengan Toto ST Radik di Kota Serang, Minggu, 25
Februari 2018.
76
Qizink La Aziva, peserta kelas menulis pertama yang sebelumnya
sudah aktif di Sastra Cyber dan sebagainya, atau Firman
Venayaksa juga awal-awal bergabung ke Rumah Dunia sudah
aktif menulis sastra. Tapi memang, kata Toto, selebihnya para
pemula, pelajar dan mahasiswa yang memang baru terjun ke
dunia sastra. Jadi misalnya ada karya-karya yang ditulis, itu baru
sebatas konsumsi pribadi dan belum dipublikasi secara luas.
Melalui kelas menulis itulah mereka didorong, dibantu
untuk selain meningkatkan kualitas karya, juga bisa
menembus publikasi di media-media lokal maupun
nasional. Baik dalam media masa, maupun ke penerbitan
buku seperti novel dan sebagainya yang tidak
memungkinkan pemuatannya di media masa koran. Dan
Alhamdulillah dengan adanya kelas menulis itu, mereka
bisa mempublikasikan sampai ke luar.114
Tahun ini Kelas Menulis Rumah Dunia sudah memasuki
angkatan ke-31, Toto melihat perkembangannya cukup banyak
secara kuantitas. Dari tahun ke tahun per angkatan Kelas Menulis
pesertanya selalu cukup banyak di awal-awal. Tetapi menurut
Toto, proses menulis itu butuh ketahanan, kesabaran dan
sebagainya. Dan yang agak kurang di tahun-tahun belakangan ini,
terletak pada kesabarannya, ketahanan dan militansinya,
ketimbang pada angkatan awal. Toto menambahkan, jadi
angkatan-angkatan awal masih menulis, angkatan-angkatan yang
sekarang justru sudah menghilang. Belum berproses kemudian
sudah tinggal sedikit.
114
Wawancara dengan Toto ST Radik di Kota Serang, Minggu, 25
Februari 2018.
77
Tapi memang kami memahami itu, karena dunia
kepenulisan itu bukan dunia massal, seperti dunia hiburan.
Kalau hiburan itu memang massal, atau seperti main bola
banyak orang dan sebagainya, itu massal. Kalau ini
memang dunia individual, dunia pribadi, memang sangat
tergantung pada kesabaran, ketahanan dari masing-masing
peserta. Tapi antusiasme di awalnya tetap seperti dulu,
masih cukup banyak yang mendaftar.115
Sementara terkait kegiatan Rumah Dunia yang selalu
diadakan gratis, Toto mengatakan karena memang di waktu awal
pendiriannya Rumah Dunia mencoba menjadi sebuah tempat
yang tidak membebani para peserta, sehingga kemudian tidak
dikenakan biaya. Bukan hanya di kelas menulis, di kegiatan
menggambar, teater dan sebagainya juga tidak dikenakan biaya
untuk para pesertanya. Biaya untuk menggerakkan kegiatan
Rumah Dunia, kata Toto, selain dari Gol A Gong, juga didapat
dari teman-teman yang sudah bisa menulis dan sudah
mempublikasikan dan mendapatkan honorarium, dari teman-
teman yang sudah bekerja atau urunan, kemudian juga
mendapatkan donasi dari teman-teman yang memiliki
ketertarikan atau kepedulian pada dunia literasi.
Jadi kami mengontak teman-teman di Serang maupun di
luar untuk menjadi semacam donatur, ada yang menjadi
donatur bulanan, ada yang donatur temporer kalau ada
kegiatan. Jadi memang biayanya dari semua orang yang
peduli dan terlibat di Rumah Dunia, sehingga si peserta
tidak lagi dibebani oleh biaya.116
115
Wawancara dengan Toto ST Radik di Kota Serang, Minggu, 25
Februari 2018. 116
Wawancara dengan Toto ST Radik di Kota Serang, Minggu, 25
Februari 2018.
78
Toto mengakui, bahwa Rumah Dunia sebagai wadah
mencetak penulis-penulis baru di Banten. Mungkin sebelum
adanya Sanggar, adanya Rumah Dunia, kata Toto, mungkin
sudah ada penulis-penulis, tetapi sifatnya satu-dua, yang itupun
kiprahnya lebih banyak di luar, di Jakarta atau di Bandung. Ada
beberapa orang Serang, orang Banten yang menjadi
penulis/pengarang, tetapi kiprahnya di luar Banten. Toto
menyebut misalnya ada nama Misbah Yusabiran yang berasal
dari Rangkasbitung, tetapi memang sejak mudah aktivitasnya jadi
seniman teater di Jakarta. Misbah menulis drama dan sebagainya.
Kemudian ada Eros Jarot, Slamet Raharjo, Teguh Karya, mereka-
mereka itu juga orang-orang Banten, tetapi berkiprah di luar
Banten, ada yang berkiprah di Jakarta, Jogja, Bandung dan kota-
kota lain. Sementara di daerah Banten sendiri, di Kota Serang
waktu itu, memang nyaris belum ada pengarang, belum ada
penulis atau seniman/sastrawan yang muncul. Jika pun ada, hanya
baru menulis sebagai konsusmsi pribadi, berteater sebagai
konsumsi lokal.
Dengan ada Sanggar, ada Rumah Dunia waktu itu, karena
Gol A Gong, juga saya memang sudah menulis di luar,
ada jaringan di luar, jadi publikasi teman-teman di Rumah
Dunia maupun di Sanggar jadi terbantu. Sehingga mulai
dari situ kemudian muncul penulis dari Banten di media
nasional, termasuk di penerbit besar atau nasional.
Dengan munculnya nama-nama baru yang masih berusia
muda dan sebagainya itu, ya sekarang Banten atau Serang
itu bisa dibilang cukup baik regenerasi penulisnya, cukup
dipandang di dunia kepengarangan dan di dunia sastra.117
117
Wawancara dengan Toto ST Radik di Kota Serang, Minggu, 25
Februari 2018.
79
Toto memiliki pendapat sendiri memaknai literasi.
Baginya literasi bukan hanya sekadar melek huruf, memberantas
buta huruf, bukan sekadar membaca, tapi juga sebuah upaya
kecakapan hidup. Toto menambahkan, dengan literasi itulah
seseorang bisa melakoni hidupnya menjadi lebih baik, ketimbang
dia tidak memiliki kecakapan membaca dan menulis. Jadi literasi
itu membuka wawasan seseorang terhadap dirinya dan
lingkungannya, sehingga dia bisa atau mampu mengatasi setiap
persoalan hidupnya. Jadi menurut Toto literasi bukan perkara
buku atau soal membaca saja, tapi juga membuka wawasan hidup
seseorang lebih luas. Walaupun caranya dengan membaca buku.
Karena membaca buku itulah wawasan menjadi luas, jendela
terbuka, banyak pintu untuk menuju ke dunia luar dan kemudian
mengaktualisasikan dirinya melalui menulis.118
Toto mengaku sudah mengenal buku sejak Sekolah Dasar
(SD). Sejak saat itu ia sudah membaca koran langganan
orangtuanya yang merupakan guru. Di rumah, keluarga Toto
punya langganan koran dan beberapa buku, meski koleksi
bukunya belum banyak. Kegemaran membaca koran bahkan
sebelum SD, sampai masuk SD itulah, kemudian di SMP Toto
mulai membaca buku-buku sastra seperti buku puisi, buku cerita
pendek, buku-buku pelajaran tentang sastra milik orangtuanya.
Sementara pasokan buku-buku puisi, Toto mengaku
mendapatkannya dari sang Kakak yang kuliah di Bandung.
Melalui Kakaknya itu kemudian Toto berkenalan dengan buku-
buku puisi kanon seperti buku puisi karangan WS Rendra, Abdul
118
Wawancara dengan Toto ST Radik. Lihat halaman 185.
80
Hadi WM, Sapardi Djoko Damono, Subagio Sastrowardoyo, serta
buku-buku filsafat. Kegemarannya terhadap buku terus ia pupuk
hingga SMA kelas II. Dan saat SMA kelas II itu Kakak Toto
meninggal dunia, sehingga pasokan buku otomatis berhenti. Di
tambah saat itu di Serang belum ada toko buku besar. Toto
menjelaskan, kalaupun ada toko buku, isinya hanya buku-buku
pelajaran, buku-buku Agama di Royal dan sebagainya. Waktu itu
belum ada buku-buku sastra yang berat-berat, hanya ada komik
dan sebagainya di penyewaan.
Selepas Kakaknya meninggal, akhirnya Toto mencari
buku sendiri ke Jakarta atau ke Bandung. Kebetulan di Bandung
Toto mengaku masih memiliki saudara.
Alhamdulillah setelah lulus SMA, saya kuliah di
Bandung, jadi kegemaran membaca buku itu jadi terawat
dan ketemu tokonya, ada tempatnya. Jadi uang harian
selama kuliah di Bandung itu lebih banyak untuk beli
buku. Kemudian honor menulis puisi dibelikan buku lagi,
walaupun kecil honornya.119
Tahun 1985 merupakan tahun pertama kalinya puisi Toto
muncul di koran, tepatnya di koran Pikiran Rakyat, yang saat itu
diasuh oleh penyair senior Sanini KM. Toto masih ingat, waktu
itu tiga puisinya dimuat Pikiran Rakyat. Satu puisi diberi
honorarium Rp.4000,-. Jadi untuk tiga puisi, Toto mendapat
honor Rp.12.000,- itu tahun 1985.
Honor segitu lumayan. Kalau uang bulanan saya dikasih
Rp.10.000,- ini honor puisi 12 ribu rupiah, ya lumayan
kan? Karena dari uang 12 ribu saja waktu itu saya bisa
119
Wawancara dengan Toto ST Radik di Kota Serang, Minggu, 25
Februari 2018.
81
kebeli buku yang harganya rata-rata Rp.550 perak, Rp.600
perak. Harga buku puisi itu paling mahal rata-rata Rp.750
perak. Kemudian baju sweater itu harganya sekitar
Rp.8000,- dan saya sempat membeli sweater untuk ibu,
dari hasil honor menulis puisi itu. Alhamdulillah kebeli.120
Sementara arti buku bagi Toto, adalah kawan untuk
mengantarkan kita memahami dunia di luar diri kita, untuk
kemudian bisa mengerti diri kita. Jenis buku memang beragam,
ada buku-buku informatif, dengan membaca buku-buku
informatif tersebut kita jadi mengetahui dunia luar. Juga ada
buku-buku yang mengajak berpikir, seperti buku-buku analitis,
dengan buku itu kita diajak berpikir, jadi bukan mengetahui dunia
luar, tapi memahami dunia luar. Dengan dua hal itu, kata Toto,
mengetahui dan memahami dunia di luar diri kita, kita jadi bisa
memahami dunia kita sendiri.
Toto merupakan salah satu sastrawan yang benar-benar
mengabdikan hidupnya untuk sastra, terutama pada puisi, karena
puisi baginya menjadi medium untuk melakukan permenungan,
melakukan pemikiran, memahami, mengetahui dan sebagainya.
Kemudian juga bagaimana menyampaikan pesan kepada orang
lain secara tertib lewat puisi. Karena puisi, menurut Toto,
bagaimapun menulis puisi itu membutuhkan ketertiban yang
tinggi ketimbang jenis tulisan yang lain. Walaupun tulisan yang
lain, seperti artikel, esai, cerpen, punya ketertibannya masing-
masing.
120
Wawancara dengan Toto ST Radik di Kota Serang, Minggu, 25
Februari 2018.
82
Toto menganggap di puisi itu ketertibannya paling tinggi.
Karena harus memeras kata, memeras kalimat, harus
mengkristalkan sesuatu hal sampai ke hal yang sekecil-kecilnya,
tetapi menyampaikan sesuatu yang sebanyak-banyaknya. Itu
tantangannya sangat besar dengan memilih kata-kata, memilih
diksi, memilih cara ungkap, memilih metafora, memilih majas,
menyusun bentuk dan sebaginya yang tidak ditemukan di genre
tulisan lain.
Puisi memliki tingkat ketertiban yang menurut Toto
paling tinggi. Dengan menggeluti itu, manfaat untuk kehidupan
pribadi, Toto mengaku menjadi orang yang lebih sabar, lebih
tabah, lebih cermat, lebih hati-hati, lebih terukur untuk
menyampaikan sesuatu hal. Menurut Toto bukan hanya di puisi,
di kehidupan sehari-harinya juga sangat bermanfaat.
Sehingga tidak lebih banyak kata. Karena saya memiliki
prinsip, bahwa di puisi itu hanya dengan satu kata bisa
menyampaikan sebuah dunia. Bisa menyampaikan ribuan
hal. Dan itu masuk dalam kehidupan sehari-hari, sehingga
lebih banyak menahan diri ketimbang mengumbar kata-
kata. Lebih banyak mengukur sesuatu hal, ketimbang
dengan menyamaratakan orang. Itu manfaat yang sengaja
atau tidak sengaja muncul di diri saya dengan lebih
banyak menggeluti dunia puisi.121
Selama masih ada umur, selama masih ada waktu dan
masih ada orang yang mau bersama-sama belajar, Toto mengaku
akan mengajari orang-orang menulis puisi. Jika dihitung dari
mulai berdirinya Sanggar tahun 2000 sampai tahun 2018, berarti
121
Wawancara dengan Toto ST Radik di Kota Serang, Minggu, 25
Februari 2018.
83
Toto sudah mengajar puisi selama 18 tahun. Tapi jauh sebelum
itu Toto juga pernah membentuk komunitas Azeta dan Lingkaran
Sastra. Jika dimulai dari kegemaran dirinya menulis puisi sejak
SMP (1980), maka sudah hampir 38 tahun Toto berkiprah di
dunia sastra. Dan jika dihitung dari pertama kali karya puisinya
dimuat di media pada tahun 1985, berarti sudah 33 tahun Toto
istiqomah di dunia kepenulisan.
Toto juga mengaku akan terus mengajari orang-orang
menulis puisi. “Kalau tidak ada orang yang mau belajar puisi,
Toto akan belajar dengan dirinya sendiri. Bagi Toto, ada satu atau
dua orang, ada sepuluh atau duapuluh orang itu tidak pernah
menjadi persoalan. Bagi Toto, meski tidak ada peserta pun, ia
masih bisa belajar dengan dirinya sendiri. Selama masih ada
waktu dan umur, Toto mengungkapkan, rasanya dunia puisi itu
tetap sesuatu yang bukan lagi menarik hatinya, tetapi sudah
menjadi bagian kehidupan sehari-hari Toto.” 122
Nama Toto ST Radik di dunia kepenyairan sudah malang-
melintang. Toto pernah diundang mengikuti Pertemuan
Sastrawan Nusantara X di Johor Bahru, Malaysia (1999),
diundang Dewan Kesenian Jakarta untuk baca puisi tiga kota
(Serang-Jakarta-Yogyakarta) di Taman Ismail Marzuki Jakarta
tahun 2000. Tahun 2001 kembali diundang Dewan Kesenian
Jakarta baca puisi tiga generasi bersama Sapardi Djoko Damono,
Toety Herati, Leon Agusta, Afrizal Malna, F. Rahardi, Isbedy
Setiawan ZS, Dorothea Rosa Herliany dan Helvy Tiana Rosa di
122
Wawancara dengan Toto ST Radik di Kota Serang, Minggu, 25
Februari 2018.
84
Taman Ismail Marzuki, Jakarta. Penghargaan yang pernah diraih
ialah, Surosowan Award (1998), kumpulan puisi/penyair terbaik
1998 untuk manuskrip kumpulan puisinya Indonesia Setengah
Tiang yang kemudian diterbitkan sebagai buku oleh Komunitas
Sastra Indonesia (1999), FKIP Universitas Tirtayasa Banten
Award (1999), dan penghargaan Bidang Seni Budaya tingkat
Provinsi Banten dari Gubernur Banten (2008).123
Selain sejumlah penghargaan di bidang sastra, karya-
karya Toto ST Radik juga sudah banyak dihasilkan. Diantaranya
buku kumpulan puisi berjudul Jekak Tiga (Serang, 1988), yang
ditulis tiga orang; Toto, Gol A Gong dan Ryas Revolta. Buku
tersebut diterbitkan oleh komunitas Azeta. Toto mengaku, saat itu
menjadi awal-awal mereka bertiga bertemu. Gong sambil
membuat Balada Si Roy saat itu, juga menerbitkan antologi puisi.
Berikutnya puisi Toto berjudul Ode Kampung (Serang, 1995),
yang ditulis Toto dengan Gong. Kemudian antologi puisi tunggal
Toto ST Radik berjudul Mencari dan Kehilangan (1996),
Indonesia Setengah Tiang (Tangerang, 1999), Jus Tomat Rasa
Pedas (Serang 2003), Pangeran [Lelaki yang Tak Menginginkan
Sorga] (Serang, 2005), Kota yang Ditinggalkan (Serang, 2013),
Reruntuhan Baluwarti (Serang, 2013), Kepada Para Pangeran
(Serang, 2013), Lidah Politikus (2017), dan lain-lain. Buku yang
tengah dipersiapkan Toto selanjutnya berjudul 1000 Kilometer
dari Hatiku. Puisi ini diakui Toto lebih kepada puisi-puisi
pribadi, ketimbang Lidah Politikus dan buku kumpulan puisi
123
Radik, Lidah Politikus, (Serang-Banten: Gong Publishing, 2017),
V.
85
yang sifatnya berbicara tentang puisi, mengupas apa itu puisi,
bagaimana itu puisi dan dituliskan melalui puisi. Untuk puisi-
puisinya sudah mulai dimunculkan di media sosial pribadinya,
namun untuk judul belum dipilih Toto.
3. Rys Revolta
Rys Revolta, nama lain dari Rahmat Yanto Suharja, lahir
di Serang pada 7 Februari tahun 1964. Jatuh cinta pada dunia
sastra/tulis-menulis sejak masa SMP. Karya tulisannya—terutama
puisi—banyak dimuat dalam lembaran majalah remaja HAI dan
Mitra. Pendidikan formalnya tamat kelas bahasa SMAN 1 Serang
(1983). Terus kuliah pada Departemen Prancis FASA-UNPAD,
Bandung. Karena merasa jenuh berkutat di kampus, maka pada
semester V Rys mengundurkan diri, dan nekad otodidak. Rys
pernah magang sebagai kuli-tinta harian Sinar Pagi sekaligus jadi
kuli-kontrak di PT Bukaka, Bogor (Juni 1987-Juni 1988). Kini
Rys tengah belajar „ngaji‟ lewat wawancara „gaib‟ dengan roh-
roh suci leluhur/syuhada Banten.124
Rys Revolta meninggal dunia
pada 2004.
C. Profil Informan
Profil informan ini memuat para peserta kelas menulis
Rumah Dunia angkatan 1-5. Terkait jumlah informan dalam
penelitian ini meliputi 10 orang pada angkatan 1-5 Kelas Menulis
Rumah Dunia yang masing-masing angkatan diambil dua
informan, adapun selebihnya merupakan data pendukung. Di
124
Radik dkk, Antologi Puisi Jejak Tiga, (Serang-Banten: Kelompok
Azeta, Juli 1988).
86
bawah ini peneliti akan menjabarkan sedikit mengenai profil
informan:
1. Endang Rukmana
Endang Rukmana merupakan alumni Kelas Menulis
Rumah Dunia angkatan pertama. Pada 2006 nama Endang di
dunia kepenulisan cukup meroket karena novel komedinya
yang berjudul Sakit ½ Jiwa terbitan Gagas Media laris manis
dipasaran. Endang juga menulis sembilan novel komedi
lainnya dan laris di pasaran. Sebelum mengikuti kelas menulis
Rumah Dunia, Endang sudah lebih dahulu belajar menulis
pada Sanggar Sastra Siswa Indonesia (SSSI) asuhan Toto ST
Radik. Endang memiliki kriteria yang tepat sebagai informan
dalam penelitian ini. Endang merupakan salah satu orang
pertama yang menjadi peserta kelas menulis Rumah Dunia dan
menyaksikan perkembangan awal berdirinya Rumah Dunia
sebagai komunitas yang masih eksis hingga hari ini.125
2. Piter Tamba
Piter Tamba merupakan alumni Kelas Menulis Rumah
Dunia angkatan pertama pada 2002. Ia mulai mengenal Rumah
Dunia saat masih kuliah di IAIN Sultan Maulana Hasanuddin
(SMH) Banten (sekarang UIN Banten), semester V jurusan
Syariah Muamalat. Di kampus ia juga aktif di UKM teater
Gesbica. Dari sana ia kemudian mengenal Gol A Gong dan
Rumah Dunia. Sebelum Piter akhirnya menetap di Rumah
Dunia dan menjadi relawan. Piter pernah menjadi tutor teater
125
Wawancara dengan Endang Rukmana di Kota Serang, Rabu, 24
Januari 2018.
87
bagi anak-anak Rumah Dunia. Tapi masih pulang-pergi, belum
menetap di Rumah Dunia. Kemudian Gol A Gong membuka
kelas menulis, dan Piter mulai mengikut kelas menulis.
3. Adkhilni Mudkhola Sidqi
Adkhilni Mudkhola Sidqi atau biasa disapa Aad,
merupakan kawan seangkatan Endang Rukmana di Kelas
Menulis Rumah Dunia angkatan pertama. Aad lebih banyak
menulis esai, meski karya cerpennya juga cukup banyak dalam
beberapa antologi, seperti dalam buku antologi Kacamata
Sidik dan Dongeng Sebelum Tidur. Saat mengikuti Kelas
Menulis Rumah Dunia, Aad masih menjadi pelajar SMA di
Kota Serang. Ia lantas menyelesaikan kuliah S2 di Monash
University Australia, Master of International Relations. Dan
ditugaskan di Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI)
Mesir tahun 2010, KBRI Suriah (2015). Sekarang Aad bekerja
menjadi Diplomat di KBRI untuk Swiss dan Liechtenstein
berkedudukan di Kota Bern.126
4. RG Kedung Kaban
RG Kedung Kaban, merupakan alumni kelas menulis
angkatan ke-2. Ia sudah bergabung dengan Rumah Dunia sejak
awal berdiri pada tahun 2002, namun baru mengikuti kelas
menulis pada angkatan ke-2, karena di awal-awal RG tidak
terlalu aktif mengikuti kegiatan di Rumah Dunia. Beberapa
buku yang sudah dihasilkan RG Kedung Kaban adalah
126
Wawancara dengan Adkhilni Mudkhola Sidqi melalui surat
elektronik, Jumat, 9 Februari 2018.
88
antologi cerpen Padi Memerah, Pada Sebuah Hati, Cinta
Lelaki dan Peluru, selebihnya antologi stensilan. Ia juga
kemudian menulis sekenario film pada 2006-2007 di Sinemart
dan tayang di RCTI. Buku tunggalnya berjudul Lelaki Kiriman
Tuhan (Lumbung Banten 2013).127
5. Bahroji
Bahroji atau yang memiliki nama pena Aji Setiakarya
adalah alumni Kelas Menulis Rumah Dunia angkatan ke-2.
Bahroji juga merupakan salah satu relawan senior Rumah
Dunia. Sejak SMA Bahroji sudah mengikuti KMRD. Dan
sejak SMA Bahroji suka membaca koran dan punya
keterampilan menulis. Ia mengenal Rumah Dunia dari koran
Radar Banten dalam rubrik Salam Rumah Dunia yang terus ia
baca. Saat ini Bahroji menjabat sebagai Chiefn Content Officer
Sultan TV yang sudah didirikannya sejak 2010 lalu.128
6. Rizal Fauzi
Rizal Fauzi adalah angkatan kelas menulis Rumah Dunia
yang ketiga. Saat mengikuti kelas menulis angkatan ke-3
tersebut, Rizal masih menjadi siswa di MAN 1 Serang pada
2003 lalu. Karya-karya Rizal sesudah mengikuti Kelas
Menulis Rumah Dunia semakin bermunculan. Buku Rizal
yang sudah terbit diantaranya kumpulan cerpen Cinta Lelaki
dan Peluru, Kumpulan esai Relawan Dunia (KPG 2012),
kumpulan puisi Ode Kampung pertama. Selain cerpen, ia juga
127
Wawancara dengan RG Kedung Kaban di Kota Serang, Minggu,
11 Februari 2018. 128
Wawancara dengan Bahroji di Kota Serang, Kamis, 22 Februari
2018.
89
menulis esai-esai di media lokal Banten dan nasional. Setelah
mengikuti Kelas Menulis Rumah Dnia, Rizal kemudian
diangkat menjadi relawan Rumah Dunia. Dan kini Rizal
menjadi dosen di sejumlah kampus di Kota Serang, seperti
Universitas Serang Raya (Unsera) dan Universitas Mathlaul
Anwar (Unma).129
7. Muhamad Jaeni
Muhamad Jaeni atau yang memiliki nama pena Muhzen
Den, merupakan anggota kelas menulis Rumah Dunia angkatan
ke-3. Sebelum Rumah Dunia diresmiskan sebagai Pustakaloka
Rumah Dunia dan TBM, Muhzen sudah bergabung di sana sejak
tahun 2000. Karena tempat Rumah Dunia berdiri masih di sekitar
kampung halamannya. Muhzen bergabung dengan Rumah Dunia
ketika ia masih kelas II SMP. Tetapi baru mengikuti Kelas
Menulis Rumah Dunia pada angkatan ke-3 di tahun 2003-2004
saat ia baru kelas satu SMA. Ia mengaku lebih senang menulis
cerpen, artikel dan sesekali menulis puisi. Muhzen merupakan
editor di Koran Seputar Indonesia (Sindo) di Jakarta. Ia termasuk
relawan Rumah Dunia yang masih aktif datang ke Rumah
Dunia.130
8. Rahmat
Rahmat atau yang memiliki nama pena Rahmat Heldy HS
atau sapaan akrabnya Rahel, merupakan alumni Kelas Menulis
Rumah Dunia angkatan ke-4. Saat mengikuti KMRD, Rahmat
129
Wawancara dengan Rizal Fauzi di Kota Serang, Kamis, 25 Januari
2018. 130
Wawancara dengan Muhamad Jaeni di Kota Serang, Sabtu, 27
Januari 2018.
90
masih kuliah S1 di Untirta jurusan Bahasa Indonesia pada tahun
2003-2004. Seperti halnya Bahroji, Rahmat juga mengenal
Rumah Dunia dari koran Radar Banten yang memuat kegiatan-
kegiatan Rumah Dunia dalam rubrik Salam Rumah Dunia. Dari
sana kemudian Rahmat penasaran dengan pemberitaan esai
tersebut. Ketika Rahmat berkunjung ke Rumah Dunia, ternyata di
sana banyak kegiatan, seperti sastra, film, teater, dongeng,
kemudian ada buku-buku bacaan yang lain termasuk di dalamnya
ada bedah buku, pementasan drama dan lain-lain. Dari situ Rahel
mengaku tertarik mencoba ikut bergabung di Rumah Dunia.
Rahmat merupakan dosen di sejumlah perguruan tinggi di Kota
Serang dan Tangerang. Rahmat juga menjabat sebagai kepala
SMP Al-Irsyad Waringinkurung. Rahmat termasuk relawan
Rumah Dunia yang masih konsisten menulis, baik puisi, cerpen,
artikel maupun novel. Ada Surga di Kerudung Ibu merupakan
novel terbarunya yang diterbitkan Gong Publishing (Februari
2018).131
9. Nita Nurhayati
Nita Nurhayati merupakan angkatan Kelas Menulis Rumah
Dunia ke-4. Nita dahulu sekolah di MAN 2 Serang dan mengenal
Rumah Dunia sejak kelas II di MAN 2 Serang saat di sekolah
menggelar pelatihan jurnalistik yang saat itu pematerinya Gol A
Gong, Toto ST Radik dan Ibnu Adam Aviciena. Setelah mereka
menyampaikan materi, Gong mengajak para siswa untuk
berkunjung ke Rumah Dunia. Sampai akhirnya Nita dan dua
131
Wawancara dengan Rahmat di Kabupaten Serang, Sabtu, 17
Februari 2018.
91
kawannya yang lain, Desty dan Gita akhirnya tertarik mengikuti
kelas menulis di Rumah Dunia. Saat itu Nita mengaku setiap kali
dia membaca buku, ia merasa bahwa ia juga bisa menulis seperti
apa yang ia baca. Nita yakin, tentu modalnya tidak hanya
membaca semata, melainkan butuh pula latihan dan tekad yang
kuat untuk bertahan menyelesaikan tulisan. Karena itu Nita
merasa butuh wadah menulis. Dan Rumah Dunia adalah wadah
yang ditemukan Nita dalam mengasah keterampilan menulisnya
lewat kegiatan kelas menulis di Rumah Dunia.132
10. Muhamad Tohir
Muhamad Tohir atau yang memiliki nama pena Gading
Tirta, merupakan alumni Kelas Menulis Rumah Dunia angkatan
ke-5 sekitar tahun 2004-2005. Saat itu Gading masih kuliah
semester awal di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Serang-
Banten (sekarang UIN Banten) jurusan Pendidikan Bahasa Arab,
Fakultas Tarbiah dan Adab (Tarda). Sebelum mengikuti Kelas
Menulis Rumah Dunia, Gading baru mendaftar menjadi anggota
Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) SiGMA di IAIN Banten.
Setelah belajar Kelas Menulis di Rumah Dunia, tulisan-tulisan
artikel Gading dimuat di Banten Raya. Sementara untuk buku,
terdapat dalam buku antologi Banten Bangkit [Saatnya Otak,
Bukan Otot] jilid I (Gong Publishing 2010). Buku tunggalnya
berisi kumpulan artikel berjudul Jangan Mau Jadi Pembaca,
antologi esai Banten Qouvadis. Gading mengaku kurang berbakat
menulis cerpen. Jadi ia lebih memilih dunia esai. Dari esai, ia
132
Wawancara dengan Nita Nurhayati melalui surat elektronik,
Minggu, 4 Maret 2018.
92
kemudian merambah ke dunia jurnalis dan menjadi wartawan di
Banten Raya sejak 2009 hingga sekarang.133
11. Hilal Ahmad
Hilal Ahmad adalah alumni Kelas Menulis Rumah Dunia
angkatan ke-5 sekitar tahun 2004 akhir. Saat itu Hilal mengaku
masih kuliah semester II di Institut Agama Islam Negeri (IAIN)
Sultan Maulana Hasanuddin Banten, Jurusan Pendidikan Bahasa
Inggris. Meski Hilal tidak menjadi relawan tetap di Rumah
Dunia, tapi Hilal selalu rajin datang ke Rumah Dunia setiap kali
ada kegiatan. Saat masih menjadi mahasiswa, Hilal sudah
bergabung dengan Radar Banten. Tahun 2018 ini merupakan
tahun ke-12 Hilal bekerja di Radar Banten sebagai wartawan.
Hilal juga menulis dalam berbagai genre, ada esai, cerpen dan
novel. Buku indie Hilal berjudulnya Selingkuh Holic, Gilaova
series jilid 1-6, Sepatu Kaca Lili yang ia tulis duet dengan Wanja
Almunawar dan novel Blitz. Sementara buku antologinya yang
lain cukup banyak.134
12. Khodijah
Khodijah atau yang memiliki nama pena Wanja
Almunawar ini merupakan alumni Kelas Menulis Rumah Dunia
angkatan ke-5. Saat itu ia sedang kuliah semester V di
Universitas Sriwijaya jurusan FKIP Fisika. Karena senang
menulis, ia rela jauh-jauh dari Palembang „mondok‟ di Rumah
Dunia, Serang Banten, selama satu tahun. Wanja diantar
133
Wawancara dengan Muhamad Tohir di Ciputat, Tangerang, Jumat,
2 Februari 2018. 134
Wawancara dengan Hilal Ahmad di Kota Serang, Minggu, 18
Februari 2018.
93
orangtuanya dari Palembang untuk belajar di Rumah Dunia dan
hingga cuti kuliah selama satu tahun hanya untuk belajar di Kelas
Menulis Rumah Dunia. Sebelum bergabung dengan Rumah
Dunia, cerpen perdana Wanja pernah dimuat di Majalah Sabili. Ia
juga aktif sebagai editor di majalah kampus. Dan saat SMA
Wanja aktif menulis di majalah sekolah dan pernah menjadi
editor. Setelah mengikuti Kelas Menulis Rumah Dunia, Wanja
mengaku tulisan-tulisannya kemudian banyak dimuat di Majalah
Gadis, Aneka Yess, Female Readers, Femina. Novelnya berjudul
Blitz! diterbitkan oleh Gramedia Glitzy hasil kolaborasi dengan
Hilal Ahmad, Sepatu Kaca Lili juga hasil menulis kolaborasi
dengan Hilal Ahmad. Cerpennya terdapat dalam buku kumcer
Gilalova. Tahun 2012 Wanja kemudian mulai menulis
skenario.135
135
Wawancara dengan Khodijah melalui surat elektronik, Senin, 12
Februari 2018.
94
BAB IV
DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
A. Gerakan Rumah Dunia dengan Pendekatan
Komunikasi Antarbudaya pada Peserta Kelas Menulis
Rumah Dunia tidak hanya tumbuh sebagai Taman Bacaan
Masyarakat, tapi Rumah Dunia sudah menjadi sebuah gerakan
kebudayaan di Banten, menjadi wadah menulis bagi warga Kota
Serang khususnya, serta masyarakat luas pada umumnya. Rumah
Dunia perlahan berkembang, sehingga menjadi satu komunitas
yang tidak bisa dilepaskan dari Provinsi Banten dalam
memajukan gerakan literasi.
Gerakan Rumah Dunia yang bersifat sosial ini menjadikan
di dalamnya banyak pihak yang membantu dalam kemajuan
Rumah Dunia, seperti dalam suport kegiatan sebagai donatur
tetap dan tidak tetap. Sehingga kegiatan Rumah Dunia diadakan
secara gratis bagi siapa saja yang ingin belajar di sana. Dan itu
menjadikan banyak dari para peserta kelas menulis Rumah Dunia
merasa nyaman dan tidak terbebani biaya iuran bulanan atau
sebagainya. Seperti yang sudah dipaparkan pada bab sebelumnya,
para peserta kelas menulis di Rumah Dunia tidak hanya datang
dari Kota Serang, tetapi dari berbagai kota dan provinsi, sehingga
memungkinkan terjadinya komunikasi antarbudaya selama proses
pembelajaran kelas menulis Rumah Dunia.
Maka gerakan Rumah Dunia dengan pendekatan
Komunikasi Antarbudaya terjadi di sana. Hal ini sesuai dengan
95
pernyatan dari pendiri Rumah Dunia, Gol A Gong saat peneliti
mewawancarinya. Bahwa menurut Gol A Gong, kelas menulis
Rumah Dunia dibuka bagi siapa saja yang mau belajar dan tidak
perlu membayar. Para peserta datang ke Rumah Dunia berupaya
sendiri. Waktu awal-awal, masih diakui Gong, pembukaan kelas
menulis dibuka se-Banten, ada yang datang dari Pandeglang, dari
Rangkasbitung dan daerah sekitarnya, kemudian pada angkatan
ke-5 ada peserta kelas menulis yang datang dari Palembang.
Paling jauh ada juga yang dari Tanjung Priuk, dari Bandung, dan
dari Sulawesi. Gol A Gong menambahkan, jika Kelas Menulis
Rumah Dunia ini mudah dijangkau oleh masyarakat, Gong yakin
bakal banyak orang yang akan mengakses Rumah Dunia dan
mengikuti kelas menulis Rumah Dunia.136
1. Komunikasi Antarbudaya antara Tutor Kelas
Menulis dan Peserta KMRD
Gol A Gong selaku tutor kelas menulis mengatakan,
komunikasi yang dilakukannya selama dalam pembelajaran kelas
menulis menggunakan Bahasa Indonesia, sehingga tidak ada yang
tidak mengerti akan paparannya. Masih dikatakan Gong, memang
dalam interaksi sosialnya, biasa berkomunikasi menggunakan
Bahasa Indonesia. Tapi dalam komunikasi budayanya lebih intens
secara pribadi. “Misalnya lebih ke konten, kalau menulis cerita
pendek misalnya, di situ ada warna lokalitas. Dalam kelas
menulisnya menggunakan Bahasa Indonesia. Tapi ketika
persoalan-persoalan konten-konten cerita pendek, nah
komunikasi budaya di situ. Kalau misalnya ada peserta kelas
136
Wawancara dengan Gol A Gong, di Serang, Sabtu, 3 Maret 2018.
96
menulis dari Bekasi, dari Bandung, Palembang atau Lebak,
pendekatan-pendekatan budaya di situ kita mulai. Mencoba
memasukan unsur-unsur kelokalan atau lokalitas di dalamnya.
Jadi ada dua hal yang berbeda.” 137
Sepanjang kelas menulis berlangsung, dikatakan Gol A
Gong, tidak terjadi miskomunikasi dengan peserta. Dan juga
tidak adanya gerak-gerik atau simbol bahasa nonverbal dari para
peserta. Sebab ketika kelas pertama dimulai, Gong mengaku akan
membawa peserta kelas menulis pada persoalan Kebinekaan.
Jadi, jika misalnya dalam kelas menulis ada perbedaan
persoalan-persoalan itu, harus diselesaikan pada hari itu. Masih
dikatakan Gong, biasanya dalam perkenalan kelas menulis baru,
Gong bertanya kepada peserta mulai dari asalnya dari mana dan
sebagainya, sehingga kemudian Kebinekaan disampaikan oleh
Gong. “Bahwa diupayakan kita menggunakan perspektif
Indonesia. Persoalan-persoalan kedaerahan, kelokalan
dihilangkan. Jadi kita harus memaklumi. Alhamdulillah sampai
hari ini tidak menjadi kendala persoalan-persoalan kesukuan
itu.”138
Gong menuturkan, dirinya hanya sesekali menggunakan
komunikasi dengan Bahasa Jawa Serang atau Bahasa Sunda,
namun itu bersifat celetukan atau candaan semata. “Sesekali ya
ada celetukan-celetukan Bahasa Sunda atau Bahasa Jawa Banten.
Biasanya hanya celetukan. Tetapi seluruhnya menggunakan
137
Wawancara dengan Gol A Gong di Kota Serang, Sabtu, 3 Maret
2018. 138
Wawancara dengan Gol A Gong di Kota Serang, Sabtu, 3 Maret
2018.
97
Bahasa Indonesia untuk memudahkan dan merekatkan mereka.
Karena para peserta Kelas Menulis Rumah Dunia pun tidak
semuanya mengerti Bahasa Sunda atau Bahasa Jawa.”139
Gong juga mengatakan, dirinya selaku tutor kelas menulis
selalu mencoba mengikuti cara berpikirnya peserta KMRD,
terutama para peserta dari kalangan perempuan. Menurut Gong,
itu bagian dari metodenya. Gong menambahkan, jadi dari
perkenalan dan dari tugas-tugas itu, kemudian Gong bisa
menentukan metode seperti apa, komunikasi seperti apa yang
harus ia lakukan. Diakui Gong, rata-rata memang peserta KMRD
bisa dikatakan nol sastra, nol kemampuan berbahasa. “Jadi
kenapa Rumah Dunia masih bertahan hingga angkatan ke-31 atau
tahun ke-16 ini, karena saya terutama tutor utama KMRD
mencoba menyesuaikan diri dengan kapasitas para peserta. Jadi
persoalan tadi komunikasi dalam bahasa daerah, kalau ada yang
dari Sunda biasanya saya celetuk menggunakan Bahasa Sunda,
supaya gap-gap knowledge itu, atau gap psikologis saya coba
hilangkan, agar mereka tidak sungkan belajar di Rumah Dunia.
Salah satu metode agar mereka bisa cepat menangkap materi
yang saya sampaikan, mereka harus nyaman dulu, tidak merasa
dibedakan, tiadak ada junior senior, semua sama manusia
pembelajar.”140
Gong mengakui memahami budaya para peserta KMRD.
Menurut Gong, dalam kelas menulis itu budaya tidak begitu
139
Wawancara dengan Gol A Gong di Kota Serang, Sabtu, 3 Maret
2018. 140
Wawancara dengan Gol A Gong di Kota Serang, Sabtu, 3 Maret
2018.
98
menjadi kendala, tapi lebih kepada kapasitas masing-masing
peserta. Gong, biasanya mengawali dengan pertanyaan kepada
peserta kelas menulis dengan pertanyaan; punya buku apa saja di
rumah? Punya koleksi berapa buku? Jadi dari sana, masih
dikatakan Gong, ia akan mengetahui bahwa kapasitas mereka
memang masih nol sastra. Gong mengatakan:
Rata-rata seperti itu peserta kelas menulis Rumah Dunia.
Itu sebabnya mereka datang ke sini, karena merasa
nyaman dengan nol kemampuan itu merasa nyaman,
karena tidak didiskriminasikan, karena memang mau
belajar, justru orang-orang yang belajar ke kelas menulis
Rumah Dunia merasa nyaman dengan ketidaktahuan
mereka. Jadi datang ke sini dibimbing, dibina, bahwa
ketidaktahuan mereka bukan satu kekurangan. Kemudian
dalam perjalannya tampaklah minat passion-nya ketahuan
orang per orang. Ada yang serius, ada yang menyerah, ada
yang pelan-pelan, di situ keberterimaan mereka. Pada
akhirnya prosesnya menjadi berbeda.141
Sedangkan para peserta kelas menulis mengatakan tidak
menemui hambatan komunikasi sepanjang kelas berlangsung
bersama tutor menulis Gol A Gong. Endang Rukmana
mengatakan Gol A Gong selalu menggunakan Bahasa Indonesia
dalam mengajar. “Hanya sesekali diselingi dengan Bahasa Sunda
dan Jawa Serang, itu pun disertai dengan penjelasan karena
sebagian dari kami bukan penutur asli kedua bahasa tersebut. Jadi
secara keseluruhan saya dapat memahami materi yang
disampaikan Mas Gong.”142
141
Wawancara dengan Gol A Gong di Kota Serang, Sabtu, 3 Maret
2018. 142
Wawancara dengan Endang Rukmana di Kota Serang, Rabu, 24
Januari 2018.
99
Sedangkan untuk gerak-gerik/simbol nonverbal dari Gol
A Gong yang tidak dipahami Endang, Endang mengaku tidak ada
hal demikian, atau tidak mungkin juga Endang yang kurang
memperhatikan detail visual. Endang menuturkan, bahwa antara
dirinya dan tutor sama-sama memahami budaya masing-masing.
“Saya kira berlaku komunikasi dua arah dan saling pengertian
soal latar belakang budaya ini. Sebagai seorang novelis dan
traveler Mas Gola Gong memiliki pengetahuan budaya yang
baik, sehingga dapat dengan mudah menjalin komunikasi dan
memahami background budaya peserta KMRD.”143
Selama kelas menulis berlangsung, Endang mengaku
tidak pernah mengalami hambatan komunikasi, baginya tidak ada
kendala. Endang bisa menyerap semua materi yang diberikan
tutor dengan lancar. Termasuk juga dengan misskomunikasi,
diakui Endang hal itu otomatis tidak ada. Jikapun ada, hanya
sesekali saja Endang kurang paham, tapi itu diakui Endang
lantaran dirinya sedang meminum kopi dan mengunyah gorengan
pisang yang dihidangkan.
Piter Tamba mengatakan komunikasi yang disampaikan
Gol A Gong kepada peserta kelas menulis yakni Bahasa
Indonesia. Meski sesekali Gong mengatakan Bahasa Jawa Serang
dan Bahasa Sunda. Seperti kata sire (kamu), apane (gimana), atau
kata lainnya, tapi itu masih dikatakan Piter, semua masih
dimengerti olehnya, karena bahasa itu sudah familiar. Sementara
komunikasi nonverbal yang dilakukan Gol A Gong, Piter
143
Wawancara dengan Endang Rukmana di Kota Serang, Rabu, 24
Januari 2018.
100
menambahkan itu juga tidak ada. Tidak ada masalah dalam
komunikasi nonverbal dari Gong. Dalam pembelajaran kelas
menulis, dikatakan Piter, antara tutor dan peserta kelas menulis
sama-sama memahami budaya masing-masing. Karena yang
ditonjolkan Gong adalah budaya Indonesia. Piter juga mengaku,
selama mengikuti kelas menulis, tidak ada hambatan komunikasi
yang terjadi.144
Adkhilni Mudkhola Sidqi mengatakan komunikasi yang
dilakukan Gol A Gong memang menggunaakan Bahasa
Indonesia, tetapi menurtnya, penggunaan bahasa/dialek lokal
tidak dapat dihindarkan dalam percakapan sehari-hari. Gol A
Gong, masih menurut Adkhilni sering menggunakan itu, namun
karena Adkhilni berasal dari sub kultur yang sama, jadi
komunikasi tetap bisa dipahami dan tidak ada masalah sama
sekali. Dan sejauh Adkhilni berinteraksi dengan Gol A Gong,
tidak ada masalah dengan simbol nonverbal. Masih dikatakan
Adkhilni, ia tidak mengalami hambatan, karena Adkhilni berasal
dari suku yang sama dengan Gong.145
RG Kedung Kaban mengatakan komunikasi yang
dilakukan Gol A Gong saat kelas menulis berlangsung
menggunakan Bahasa Indonesia serta paparannya sangat
dimengerti. Sedangkan untuk komunikasi nonverbal sepanjang
pembelajaran kelas menulis diakui RG Kedung Kaban tidak ada
komunikasi nonverbal yang tidak dipahami, semuanya bisa
144
Wawancara dengan Piter Tamba. Lihat halaman 211. 145
Wawancara dengan Adkhilni. Lihat halaman 215.
101
dipahami RG dari pemaparan Gong. RG Kedung Kaban juga
mengakui sangat memahami budaya Gol A Gong, begitupun Gol
A Gong memahami budaya RG. Terkait hambatan komunikasi
sepanjang mengikuti kelas menulis Rumah Dunia, RG Kedung
Kaban mengatakan tidak ada hambatan komunikasi, semuanya
lancar-lancar saja dan tidak ada misskomunikasi.146
Bahroji mengatakan, komunikasi yang disampaian Gol A
Gong saat kegiatan kelas menulis lebih banyak menggunakan
Bahasa Indonesia. Jika pun ada Bahasa Jawa Serang atau Bahasa
Sunda, itu hanya muncul di ruang-ruang candaan saja. Sementara
gerak-gerik atau simbol nonverbal dari Gol A Gong, diakui
Bahroji hampir tidak ada. “Saya rasa hampir tidak ada. Kecuali di
luar forum saat ngobrol-ngobrol yang lain. Dan karena saya bisa
Bahasa Jawa dan Bahasa Sunda juga, jadi nyaris tidak ada
hambatan ya, untuk menangkap pesan-pesan yang disampaikan
oleh Gol A Gong. Karena mungkin antara saya dan Gol A Gong
lahir dari kultur yang sama.”147
Masih dikatakan Bahroji,
sepanjang kelas menulis berlangsung, tidak ada hambatan
komunikasi yang ditemukan Bahroji, semuanya lancar-lancar
saja.
Rizal Fauzi mengatakan tutor kelas menulis lebih banyak
menggunakan Bahasa Indoensia daripada Bahasa Jawa Serang
atau Bahasa Sunda. Tapi memang diakui Rizal, Gong sesekali
menggunakan Bahasa Sunda, kadang menggunakan Bahasa Jawa
146
Wawancara dengan RG Kedung Kaban. Lihat halaman 218. 147
Wawancara dengan Bahroji di Kota Serang, Kamis, 22 Februari
2018.
102
Serang. Karena di Banten menggunakan dua bahasa itu. Secara
pribadi, Rizal juga mengatakan tidak ada misskomunikasi yang
terjadi, tidak ada yang tidak dipahaminya selama mengikuti
kegiatan KMRD. “Karena saya berasal dari Sunda, kemudian
saya lama di Serang juga. Tapi mungkin temen-teman yang lain
ada saja yang misskomunikasi. Jadi memang secara komunikasi
tiga bahasa itu (Sunda, Jawa Serang dan Bahasa Indonesia),
dengan Bahasa Indonesia yang dominan.”148
Sedangkan terhadap komunikasi nonverbal dari Gol A
Gong yang tidak dipahami, Rizal mengatakan hal itu ada saja.
Sebab dalam komunikasi kadang tidak semua dipahami. Tidak
semua intruski dari Gong yang dimengerti Rizal. Kalau
disampaikan dalam bahasa verbal menurut Rizal akan terasa
enak, tapi kalau dengan bahasa kiasan jadi agak repot. “Jadi
kitanya yang harus berpikir keras menerjemahkannya,
maksudnya apa ini. Contohnya saat pertama kali kita masuk kelas
menulis, kita disuruh mencari nama pena, sementara kita sendiri
awal-awal belum tahu apa itu nama pena. Mas Gong
mengibaratkan bikinlah nama pena dalam artian harus filosofis
dan lain-lain. Nah, itukan kita belum terlampau paham bagaimana
soal filosofis sebuah nama dan lain-lain. Baru setelah sekian lama
dan dijalani baru paham. Bahwa nama pena itu ternyata penting
untuk sebuah proses kreatif. Cara memahaminya ya kita banyak
baca lagi, banyak bertanya lagi, untuk memahami maksudnya itu
148
Wawancara dengan Rizal Fauzi di Kota Serang, Kamis, 25 Januari
2018.
103
apa sampai benar-benar jelas.”149
Terkait pemahamannya tentang
budaya Gol A Gong, Rizal mengaku sangat memahami budaya
sang tutor, karena antara Rizal dan Gong dari budaya yang sama,
yakni Bahasa Sunda.
Muhamad Jaeni mengatakan tutor kelas menulis hampir
semuanya menggunakan Bahasa Indonesia, terutama juga Gol A
Gong, sehingga para peserta memahami apa yang disampaikan
pemateri terkait dengan materi kelas menulis tersebut. Meskipun
kadang diselipkan sedikit Bahasa Jawa Serang/Sunda, tapi
selebihnya diakui Muhamad Jaeni, Gong banyak menggunakan
bahasa nasional. Gong, dikatakan Muhamad Jaeni merupakan
tipe narasumber yang memahami konteks pemikiran para peserta
kelas menulis. Dengan demikian, Gong tidak menunjukkan
gelagat yang membuat para peserta kebingungan. Sebab Gong
menyampaikan materi tentang menulis dengan cara sederhana,
bahkan dia memberikan contoh lewat karya-karya tulis yang dia
buat, sehingga tiadak ada komunikasi nonverbal yang dilakukan
Gong.150
Muhamad Jaeni juga menambahkan, karena dirinya dan
Gong berasal dari tanah kelahiran yang sama, sehingga tidak
begitu sulit memahami latar belakang Muhamad Jaeni sebagai
peserta dan Gong sebagai pemateri. Walaupun awalnya diakui
Muhamad Jaeni, ia harus melalui jeda waktu untuk saling
mengenal dan menjalin kedetakan dalam membangun komunikasi
149
Wawancara dengan Rizal Fauzi di Kota Serang, Kamis, 25 Januari
2018. 150
Wawancara dengan Muhamad Jaeni di Kota Serang, Sabtu, 27
Januari 2018.
104
serta saling memahami. Hambatan komunikasi sepanjang
mengikuti kelas menulis Rumah Dunia, dikatakan Muhamad
Jaeni itu terjadi karena ia termasuk anak yang introvert, seperti
yang diceritakan Muhamad Jaeni berikut ini:
Ketika saya bergabung di Rumah Dunia sekitar tahun
2001/2002, waktu itu saya masih anak SMP, sehingga
mengalami waktu untuk saling memahami. Terutama
dengan latar belakang saya sebagai anak kampung yang
tidak begitu banyak mengetahui informasi tentang orang-
orang perkotaan. Saya termasuk anak yang introvert
sehingga butuh waktu tahunan untuk bisa lancar
berkomunikasi dengan para peserta Kelas Menulis bahkan
dengan Mas Gong atau pendiri lainnya. Jadi, hambatan
komunikasi itu ada dan membuat saya berupaya terus
belajar untuk bisa memahami konteks sosial di Rumah
Dunia.151
Muhamad Jaeni menambahkan, jika pun ada
misskomunikasi, ia mengakui lantaran dahulu ia tipe orang yang
gugup dalam menyampaikan pesan/bahasa kepada orang-orang
baru atau Gol A Gong. “Bahkan sampai sekarang kegugupan itu
masih, meski sudah mulai berkurang. Namun, saya punya niat
dan semangat ingin belajar. Selain itu, bimbingan dari Mas Gong
dan Mbak Tias serta lingkungan di RD yang begitu mendukung
untuk saya belajar membuat saya betah menjalani waktu-waktu
kebersamaan dengan mereka.”152
Rahmat mengatakan sebenarnya Gol A Gong dalam
menyampaikan materi lebih dominan menggunakan Bahasa
151
Wawancara dengan Muhamad Jaeni di Kota Serang, Sabtu, 27
Januari 2018. 152
Wawancara dengan Muhamad Jaeni di Kota Serang, Sabtu, 27
Januari 2018.
105
Indonesia. Jika pun ada Bahasa Sunda atau Bahasa Jawa Serang
itu sifatnya hanya untuk merubah suasana agar lebih cair. Dalam
konteks komunikasi dan pemebelajaran menulis, Gong diakui
Rahmat lebih banyak menggunakan Bahasa Indonesia. Terkait
dengan gerak-gerik nonverbal Gol A Gong diakui Rahmat dalam
posisi noverbal ia belum menemukan. “Tapi kalau dalam posisi
rambut Mas Gong yang gondrong itu, dia selalu mengibaskan
rambutnya ke belakang, tapi itu bukan berarti kemudian harus
dimaknai gerakan nonverbal. Tapi barangkali beliau tidak
nyaman saja. Hal-hal lain saya belum menemukan hal yang tidak
dipahami itu. Tapi Gol A Gong itu orangnya ada berubah-
rubahnya gitu. Jadi kalau kita menerima perintah itu, bisa jadi
perintah itu dibeberapa menit, atau satu jam ke depan itu berubah.
Nah artinya begini, kalau perintahnya sudah dikatakan sampai
tiga kali, berarti itu silahkan dilaksanakan. Contohnya diminta
melakukan tindakan ini-itu, tapi itu kadang berubah. Akhirnya
kadang kita menunggu hingga tiga kali perintah itu. Biasanya
dalam hal kegiatan menulis, bikin majalah atau kegiatan gitu.”153
Rahmat juga mengatakan cukup memahami budaya Gol A
Gong. Misalnya dalam mencoba memahami budaya Gol A Gong
saat berkarya. Menurut Rahmat, kalau karya yang dihasilkan Gol
A Gong begitu banyak, berarti di jam berapa saja Gong produktif
berkarya, dan ternyata Gol A Gong diketahui siang hari
digunakan untuk mengumpulkan bahan bacaan atau riset, malam
harinya ternyata Gong gunakan untuk menulis karya. Sehingga
153
Wawancara dengan Rahmat di Kota Serang, Sabtu, 17 Februari
2018.
106
Rahel mengetahui malam hari hingga subuh Gong mulai
mengetik.
Sepanjang mengikuti kelas menulis, masih dikatakan
Rahmat, dirinya tidak pernah mengalami hambatan komunikasi.
Rahmat malah merasakan saat awal-awal bertemu dengan dengan
Gol A Gong ada rasa segan. Rahmat sebelumnya menduga bahwa
Gol A Gong itu akan berjarak dengan para peserta, tapi ternyata
dugaan Rahmat salah. Di Rumah Dunia semua duduk bersama.
Misalnya jika ada pejabat, juga kita duduk di bangku yang sama.
Mejanya juga dari meja kayu bekas tempat wadah jeruk. “Kenapa
saya merasa segan itu, karena waktu itu saya melihat Gol A Gong
pada posisi orang yang hebat, terkenal, sementara saya baru
datang begitu. Bercanda atau mau tanya-tanya itu takut tidak
sopan begitu. Makin lama, ternyata Gol A Gong gaul dan berbaur
tidak memandang jabatan. Sehingga dia kepada siapapun selalu
nyambung. Yang membuat minder, saya itu kan dari kampung
dan belum bisa apa-apa. Belum terkenal seperti sekarang ini.
Menulis juga belum sejago hari ini.”154
Nita Nurhayati mengatakan Gol A Gong lebih sering
menggunakan Bahasa Indonesia dalam percakapan KMRD.
Kalaupun terselip Bahasa Sunda atau Bahasa Jawa Serang itu
masih dapat dimengerti oleh Nita. Sementara bagi Nita tidak ada
bahasa nonverbal dari Gol A Gong. Nita juga mengaku sangat
memahami budaya Gol A Gong dan sepanjang mengikuti KMRD
154
Wawancara dengan Rahmat di Kota Serang, Sabtu, 17 Februari
2018.
107
tak pernah mengalami hambatan komunikasi dan lancar-lancar
saja.
Nita menambahkan, terkait apakah Gol A Gong selaku
tutor (laki-laki) mengikuti cara berfikir peserta KMRD dari
kalangan perempuan dan Gong mengikuti bahasa perempuan, hal
ini diakui Nita jelas berbeda. Bahasa seseorang itu bergantung
pada pola pikir, pengetahuan, pengalaman, bahan bacaan, dan
lingkungan tempat seseorang hidup. “Nah, kendala
berkomunikasi dengan Mas Gong adalah karena adanya
kesenjangan pemikiran. Daya tangkap dan pengalaman saya yang
terbatas terkadang tak dapat menjangkau maksud dan tujuan
komunikasi tersebut. Tapi, sejauh ini berjalan baik.”155
Muhamad Tohir mengatakan, Gol A Gong dalam kelas
menulis menggunakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa
pengantar. Terkait dengan gerak-gerik/simbol nonverbal Gol A
Gong, Tohir mengatakan seingatnya tidak ada. Gong dinilai Tohir
sangat memahami budaya Tohir. “Sepertinya Mas Gong yang
mengerti saya. Dia kan memiliki pengalaman banyak sejak
remaja dengan keliling Indonesia dan bertemu banyak orang
dengan banyak karakter juga budaya mereka. Maka dia yang
lebih memahami budaya saya. Setidaknya asumsi saya
mengatakan demikian.”156
Selama mengikuti kelas menulis, masih diakui Tohir,
untuk hambatan komunikasi sepertinya tidak ada. Materi yang
155
Wawancara dengan Nita Nurhayati melalui surat elektronik,
Minggu, 4 Maret 2018. 156
Wawancara dengan Muhamad Tohir di Ciputat, Jumat, 2 Februari
2018.
108
disampaikan Gong bisa dipahami. Misskomunikasi juga diakui
Tohir cenderung sedikit. Misskomunikasi masih dikatakan Tohir
bisa diluruskan dengan cara dialog. Mas Gong akan mengikuti
gaya serta level komunikasi lawan bicaranya sehingga misskom
atau hambatan komunikasi cenderung sedikit. “Karena
komunikasi Gong yang komunikatif dan tidak memiliki jarak
antara peserta KMRD dengan tutor seperti setara. Seperti teman
bicara dengan teman. Bukan guru dengan murid.”157
Hilal Ahmad mengatakan komunikasi yang dilakukan Gol
A Gong selama kelas menulis selalu menggunakan Bahasa
Indonesia. Sementara gerak-gerik/simbol nonverbal dari Gol A
Gong, diakui Hilal tidak terlalu sering. Gong menurut Hilal
orangnya atraktif. Jadi gerak tubuhnya hanya melengkapi apa
yang dia sampaikan. Hilal sebagai murid, mengaku dialah yang
harus mencari tahu untuk paham budayanya Gol A Gong, karena
Hilal sadar murid Gong banyak, jadi kitalah yang harus paham
budaya Gol A Gong. Terkait hambatan komunikasi, dikatakan
Hilal jarang terjadi. Jikapun ada miskomunikasi diakui Hilal dia
akan bertanya kepada peserta lain yang sudah paham atau ke
senior. “Misal tentang tugas menulis, saya akan tanya ke senior
atau teman seangkatan, Mas Gong maunya seperti apa. Kalau
tanya ke Mas Gong langsung, waktu itu kan saya masih polos,
jadi selain nggak berani, juga malu, dan takut dibahas di
kelas.”158
Gol A Gong menurut Hilal selalu menjelaskan dengan
157
Wawancara dengan Muhamad Tohir di Ciputat, Jumat, 2 Februari
2018. 158
Wawancara dengan Hilal Ahmad di Kota Serang, Minggu, 18
Februari 2018.
109
ringkas dan lebih banyak praktik, serta Gong bukan tipikal yang
teoritis.
Khodijah mengatakan selama kegiatan kelas menulis yang
dia ikuti di Rumah Dunia, Gol A Gong selalu menggunakan
Bahasa Indonesia. Tetapi ketika bercanda, atau ketika saat
tertentu terkadang menggunakan Bahasa Sunda yang familiar,
jadi meskipun Khodijah dari Palembang, dia mengaku masih bisa
mengerti dengan Bahasa Sunda itu. Sedangkan komunikasi
nonverbal Gol A Gong selama kelas menulis, dikatakan Khodijah
sangat jarang terjadi. “Sebenarnya karena mungkin sudah jangka
waktu yang lama sekali saya belajar di Rumah Dunia waktu itu
tahun 2005, gerakan nonverbal yang tidak saya pahami, saya
tidak ingat, tapi saya hampir menghabiskan waktu seharian di
Rumah Dunia saat itu, saya merasa tidak ada kendala dan cukup
memahami hampir semua materi yang diberikan. Karena materi
kepenulisan menurut saya materi yang ringan, kita belajar dari
diskusi, melihat pertunjukan, kegiatan writing camp,
mengunjungi tempat dan lain-lain, sehingga materi itu diserap
melalui pengalaman, dan menyenangkan.”159
Masih menurut Khodijah, Gol A Gong adalah salah satu
orang yang sangat idealis dalam mengembangkan budaya di
Banten, selama dua tahun ia belajar di Rumah Dunia, Khodijah
menikmati beragam budaya Banten. “Di setiap pementasan di
Rumah Dunia, bahkan di dalam lingkungan Rumah Dunia itu pun
sudah mencerminkan budaya berbagai daerah. Sikap santun Gol
159
Wawancara dengan Khodijah melalui surat elektronik, Senin, 12
Februari 2018.
110
A Gong kepada orang tuanya pun membuat saya kagum, kepada
para murid, para tamu, sikap santun dan toleransi sangat dijaga di
Rumah Dunia.”160
Khodijah menjelaskan, selama dirinya belajar menulis di
Rumah Dunia, tidak pernah mengalami kendala dalam bahasa,
semua menyenangkan, seru, dan jikapun ada bahasa yang tidak
dimengerti, akan langsung dijelaskan oleh tutor. “Misalkan waktu
itu kami mau mengadakan acara “bacakan”, saya nggak ngerti itu
apa? Padahal kan acara makan-makan bersama gitu di atas daun
pisang misalnya, saya yang nggak ngerti ya langsung dijelasin aja
bacakan itu apa? Sehingga saya memahami, oh ada budaya
bacakan dimana kita kumpul, makan, bercanda, di situ.”161
Khodijah menambahkan, terkait Gol A Gong selaku tutor
(laki-laki) mengikuti cara berfikirnya peserta KMRD perempuan
atau mengikuti bahasanya peserta KMRD perempuan, diakui
Khodijah tidak ada perbedaan untuk peserta KMRD perempuan
atau laki-laki, semua sama. Dalam pelajaran sastra, masih
dikatakan Khodijah, kita menghasilkan karya, Gol A Gong
membimbing peserta menemukan ide, dan ketika ide itu
didapatkan, bagaiman cara mengolahnya. Menurut Khodijah:
Laki-laki dan perempuan tidak ada bedanya, tapi tetap
dalam sebuah karya, perasaan terkadang mempengaruhi,
misalnya ketika seorang penulis perempuan menulis
tentang cerita rumah tangga, mungkin lebih manis dan
lebih drama daripada laki-laki. Dan itu pun
mempengaruhi saya ketika membuat skenario film seperti
160
Wawancara dengan Khodijah melalui surat elektronik, Senin, 12
Februari 2018. 161
Wawancara dengan Khodijah melalui surat elektronik, Senin, 12
Februari 2018.
111
sekarang ini. Sebagai perempuan, perasaan saya lebih
peka ketika membuat adegan drama, menguras airmata,
atau tentang cerita drama rumah tangga.162
Berikut rincian tabel mengenai Komunikasi Antarbudaya
antara tutor kelas menulis dan peserta KMRD:
Tabel 3: Komunikasi Antarbudaya antara Tutor Kelas
Menulis dan Peserta KMRD
No Informan Komunikasi Antarbudaya antara
tutor kelas menulis dan peserta
KMRD
1 Endang Rukmana Gol A Gong selalu menggunakan
Bahasa Indonesia dalam mengajar.
Hanya sesekali diselingi dengan
Bahasa Sunda dan Jawa Serang, itu
pun disertai dengan penjelasan. Jadi
secara keseluruhan saya dapat
memahami materi yang disampaikan
Mas Gong.163
2 Piter Tamba Komunikasi yang disampaikan Gol A
Gong kepada peserta kelas menulis
yakni Bahasa Indonesia. Meski
sesekali Gong mengatakan Bahasa
162
Wawancara dengan Khodijah melalui surat elektronik, Senin, 12
Februari 2018. 163
Wawancara dengan Endang Rukmana. Lihat halaman 204.
112
Jawa Serang dan Bahasa Sunda, tapi
itu masih dimengerti oleh Piter.164
3 Adkhilni Mudkhola Sidqi Komunikasi Gol A Gong memang
menggunaakan Bahasa Indonesia.
Tetapi, penggunaan bahasa/dialek
lokal tidak dapat dihindarkan dalam
percakapan sehari-hari. Gol A Gong,
masih sering menggunakan itu, namun
karena saya berasal dari sub kultur
yang sama, jadi komunikasi tetap bisa
dipahami.165
4 RG Kedung Kaban Saat kelas menulis, Gol A Gong
menggunakan Bahasa Indonesia.
Sedangkan untuk komunikasi
nonverbal sepanjang pembelajaran
kelas menulis, saya rasa tidak ada.
Saya juga sangat memahami budaya
Gol A Gong, begitupun Gol A Gong
memahami budaya saya.166
5 Bahroji Komunikasi Gol A Gong saat kelas
menulis lebih banyak menggunakan
Bahasa Indonesia. Jika pun ada Bahasa
Jawa Serang atau Bahasa Sunda, itu
164
Wawancara dengan Piter Tamba. Lihat halaman 211. 165
Wawancara dengan Adkhilni Mudkhola Sidqi. Lihat halaman 215. 166
Wawancara dengan RG Kedung Kaban. Lihat halaman 218.
113
hanya muncul di ruang-ruang candaan
saja.167
6 Rizal Fauzi Tutor kelas menulis lebih banyak
menggunakan Bahasa Indoensia
daripada Bahasa Jawa Serang atau
Bahasa Sunda. Tapi memang, Gong
sesekali menggunakan Bahasa Sunda,
kadang menggunakan Bahasa Jawa
Serang. Secara pribadi, tidak ada
misskomunikasi yang terjadi.168
7 Muhamad Jaeni Semua tutor kelas menulis
menggunakan Bahasa Indonesia.
Termasuk juga Gol A Gong, sehingga
para peserta memahami apa yang
disampaikan pemateri. Meskipun
kadang diselipkan sedikit Bahasa Jawa
Serang/Sunda, tapi selebihnya banyak
menggunakan bahasa nasional.169
8 Rahmat Gol A Gong dalam menyampaikan
materi lebih dominan menggunakan
Bahasa Indonesia. Jika pun ada Bahasa
Sunda atau Bahasa Jawa Serang, itu
167
Wawancara dengan Bahroji.. Lihat halaman 223. 168
Wawancara dengan Rizal Fauzi. Lihat halaman 227. 169
Wawancara dengan Muhamad Jaeni. Lihat halaman 231.
114
sifatnya hanya untuk merubah suasana
agar lebih cair.170
9 Nita Nurhayati Gol A Gong lebih sering
menggunakan Bahasa Indonesia dalam
percakapan di kelas menulis. Kalaupun
terselip Bahasa Sunda atau Bahasa
Jawa Serang, itu masih dapat
dimengerti oleh saya. Dan tidak ada
bahasa nonverbal dari Gol A Gong.171
10 Muhamad Tohir Gol A Gong dalam kelas menulis
menggunakan Bahasa Indonesia
sebagai bahasa pengantar. Terkait
dengan gerak-gerik/simbol nonverbal
Gol A Gong, seingat saya tidak ada.172
11 Hilal Ahmad Komunikasi Gol A Gong selama kelas
menulis selalu menggunakan Bahasa
Indonesia. Sementara gerak-
gerik/simbol nonverbal dari Gol A
Gong, tidak terlalu sering. Kalau soal
hambatan komunikasi, saya rasa jarang
terjadi.173
12 Khodijah Gol A Gong selalu menggunakan
Bahasa Indonesia saat kelas menulis.
170
Wawancara dengan Rahmat. Lihat halaman 236. 171
Wawancara dengan Nita Nurhayati. Lihat halaman 246. 172
Wawancara dengan Muhamad Tohir. Lihat halaman 249. 173
Wawancara dengan Hilal Ahmad. Lihat halaman 253.
115
Tetapi ketika bercanda, atau ketika
saat tertentu terkadang menggunakan
Bahasa Sunda yang familiar, jadi
meskipun saya berasal dari
Palembang, masih bisa mengerti
dengan Bahasa Sunda itu.174
Peneliti dapat menyimpulkan bahwa Komunikasi
Antarbudaya antara tutor kelas menulis dan peserta KMRD yang
berasal dari berbagai daerah, berjalan dengan menggunakan
Bahasa Indonesia, sehingga tiadak ada miskomnikasi yang
terjadi. Jika pun ada komunikasi sang tutor KMRD dengan
Bahasa Jawa Serang atau Bahasa Sunda, itu terjadi hanya dalam
ranah candaan saja atau di luar kelas. Sementara saat kelas
berlangsung, tutor lebih dominan menggunakan Bahasa
Indonesia, sehingga dapat dimengerti oleh semua peserata kelas
menulis dari berbagai daerah tersebut. Terkait dengan gerak-
gerik/simbol nonverbal Gol A Gong, para informan mengaku
tidak ada kendala yang berarti dalam hal ini. Artinya tidak ada
gerak-gerik secara nonverbal yang tidak dimengeti para informan.
B. Peserta KMRD Memaknai Profesi Menulis
1. Pemaknaan Peserta KMRD Mengenai Profesi
Menulis
Endang Rukmana mengatakan, profesi menulis
merupakan profesi yang menjanjikan dan bisa hidup. Menurutnya
profesi menulis itu profesi yang asyik, karena tidak banyak orang
174
Wawancara dengan Khodijah. Lihat halaman 257.
116
yang bercita-cita ingin menjadi seorang penulis. Jika anak-anak
ditanya mengenai cita-citanya pasti akan menyebutkan ingin jadi
dokter, insinyur dan sebagainya, kalau ingin jadi penulis jarang.
Endang menambahkan jika ada perdebatan terkait apakah profesi
menulis bisa untuk kebutuhan hidup? Jawabannya bisa, dengan
catatan harus produktif.
Problemnya kan kita masih menganggap menulis masih
sebagai profesi sampingan, jadi tidak diseriusi seperti kita
bekerja seperti orang biasanya.175
Piter Tamba menilai, bahwa profesi menulis adalah ilmu
dasar yang bisa digunakan dalam keterampilan apa saja. Misalnya
dalam dunia teater, disana juga dibutuhkan penulis naskah, juga
dalam industri pertelevisian juga dibutuhkan keterampilan
menulis.
Seperti yang tadi saya bilang, bahwa ilmu jurnalistik itu,
tidak harus menjadi penulis, ini menurut saya. Jadi
ilmunya kita ambil, bisa kita manfaatkan untuk apa saja.
Bahkan menulis di facebook atau menulis artikel atau apa
pun, kalau kita tahu ilmunya akan gampang-gampang
saja.176
Adkhilni Mudkhola Sidqi memaknai profesi menulis tidak
sekadar untuk mencari uang, tetapi lebih pada untuk mengasah
keterampilannya dalam menulis serta bisa dengan baik
mengutarakan ide dan gagasan lewat sebuah tulisan.177
175
Wawancara dengan Endang Rukmana di Kota Serang, Rabu, 24
Januari 2018. 176
Wawancara dengan Piter Tamba di Kota Serang, Selasa, 20
Februari 2018. 177
Wawancara dengan Adkhilni Mudkhola Sidqi. Lihat halaman 215.
117
Kemampuan menulis bagi RG Kedung Kaban harus
dimiliki oleh setiap orang apapun latar belakang profesinya.
Karena menurutnya dengan menulis itu kita lebih gampang
mengomunikasikan, mempromosikan, mensosialisasikan, bahkan
juga mengabadikan pemikiran-pemikiran atau riset kita lewat
tulisan. Dengan menulis, kita akan punya brand tersendiri.
Karena menulis bagian dari industri kreatif.178
Bahroji memaknai profesi menulis atau apapun, jika
ditekuni dengan serius pasti akan mendapatkan hasil yang
maksimal. Tidak ada yang sia-sia selama kita terus menggali ilmu
tersebut. Konsistensi di sana menjadi hal penting.179
Rizal Fauzi memaknai profesi menulis pada akhirnya
menjadi passion dirinya. Menulis, menurut Rizal harusnya
menjadi kebutuhan kita semua. Karena untuk menumpahkan ide,
gagasan dan lain-lain tak lepas dari kemampuan menulis.180
Muhamad Jaeni melihat perkembangan dunia tulis-
menulis di Indonesia menunjukkan perkembangan baik di awal
tahun 2000. Muhzen Den memandang pemaknaan terhadap
profesi menulis di era digital ini menjadikan banyak orang
menulis lebih mudah, termasuk juga berkomentar tidak bernas di
media sosial. Bukan lagi lewat ruang diskusi dan adu gagasan
lewat sebuah tulisan esai/artikel.181
Rahmat memaknai profesi menulis itu sesuatu yang jika
ditekuni akan menguntungkan. Artinya tidak ada sejarah orang
178
Wawancara dengan RG Kedung Kaban. Lihat halaman 218. 179
Wawancara dengan Bahroji. Lihat halaman 223. 180
Wawancara dengan Rizal Fauzi. Lihat halaman 227. 181
Wawancara dengan Muhamad Jaeni. Lihat halaman 231.
118
menulis itu miskin, kalau memang betul-betul ditekuni. Kalau
kemudian pada akhirnya kita tidak serius, bisa jadi kita sebagai
orang yang gagal dalam dunia menulis. Harus produktif, harus
banyak membaca, rajin mengikuti bedah buku, banyak sharing
dan diskusi, membangun jaringan dengan penerbit dan jaringan
sosial. Rahmat yakin dengan itu semua, jika diseriusi sesuatu
yang menggiurkan ada di dunia menulis.182
Nita Nurhayati memaknai profesi menulis mungkin belum
bisa mensejahterakan secara kehidupan pribadi bagi penulis jika
dinilai dari segi finansial. Namun, jika dilihat dari segi yang lebih
luas dari sekadar materi, tentu menulis merupakan profesi yang
mulia. Hanya saja kurang dihargai di lingkungan kita. Bahwa
penulis di dalam masyarakat masih kurang diapresiasi. Masih
terbatas pada kalangan tertentu saja yang bisa menghargai penulis
dan dunia kepenulisan. Namun, jangkauan pasarnya dan keluasan
jaringannya, saat ini dunia kepenulisan sudah semakin
berkembang.183
Muhamad Tohir juga memiliki pandangan yang sama
dengan Rahmat. Tohir memaknai profesi menulis adalah sesuatu
yang menjanjikan. Terlebih saat ia tahu tentang honorarium
seorang penulis cukup besar, apabila karyanya dimuat di media
koran/majalah nasional. Informasi itu ia dapatkan saat membaca
buku dan majalah yang membahas mengenai profesi menulis.
“Saya pernah membaca buku Arswendo dan majalah Anida yang
pernah memuat profesi menulis, di sana dibeberkan soal honor-
182
Wawancara dengan Rahmat. Lihat halaman 236. 183
Wawancara dengan Nita Nurhayati. Lihat halaman 246.
119
honor penulis. Menurut saya profesi yang bisa dijadikan sumber
mencari uang.” 184
Hilal Ahmad memaknai profesi menulis dalam ranah
menjadi wartawan menurutnya tidak terlalu menjanjikan. Hal itu
dilihat dari gajinya di awal-awal Hilal menjadi wartawan itu
masih di bawah UMR, sementara pengeluaran besar.
Cuma kenapa saya masih bertahan jadi wartawan, ini
sudah tahun ke-12 saya jadi wartawan, itu seperti ada
kepuasan tersendiri saja ketika saya menulis. Ketika
tulisan kita dimuat, orang kan baca, „Makasih ya Mas
udah ditulis. Udah dibikinin beritanya,‟ katanya
tulisannya bagus.‟ Dulu kan saya wartawan bisnis.
Dengan orang bilang suka itu, udah puas dan seneng
banget.185
Semua profesi, asalkan ditekuni dan fokus pasti hasilnya
menjanjikan, begitu kata Wanja Almunawar. Dan profesi menulis
menurutnya adalah salah satu profesi yang ketika kita masuk ke
dalamnya, orang tidak akan menanyakan soal ijazah, berapa IPK-
nya, apa prestasi kamu, karena yang dilihat hanya karya kita.
Menjanjikan atau tidaknya profesi menulis, tergantung
dari diri kita sendiri yang mengolahnya. Sejauh ini profesi
sebagai penulis skenario menurut saya sangat
menjanjikan. Nggak perlu modal banyak, cukup gunakan
otak keren kamu buat bikin karya keren, bisa kerja sambil
dasteran, di rumah, biar belum mandi juga masih dapat
duit.186
184
Wawancara dengan Muhamad Tohir di Ciputat, 2 Februari 2018. 185
Wawancara dengan Hilal Ahmad di Kota Serang, Minggu 18
Februari 2018. 186
Wawancara dengan Khodijah melalui surat elektronik, 12 Februari
2018.
120
Tabel berikut ini akan menjelaskan pemaknaan masing-
masing informan dalam memaknai profesi menulis:
Tabel 4: Pemaknaan Peserta KMRD Mengenai Profesi Menulis
No Informan Pemaknaan Peserta KMRD
Mengenai Profesi Menulis
1 Endang Rukmana Profesi menulis merupakan profesi
yang menjanjikan dan bisa hidup.
Menurut saya profesi menulis itu
profesi yang asyik, karena tidak banyak
orang yang bercita-cita ingin menjadi
seorang penulis.187
2 Piter Tamba Profesi menulis adalah ilmu dasar yang
bisa digunakan dalam keterampilan apa
saja. Misalnya dalam dunia teater,
disana juga dibutuhkan penulis naskah,
juga dalam industri pertelevisian juga
dibutuhkan keterampilan menulis.188
3 Adkhilni Mudkhola
Sidqi
Profesi menulis tidak sekadar untuk
mencari uang, tetapi lebih pada untuk
mengasah keterampilannya dalam
menulis serta bisa dengan baik
mengutarakan ide dan gagasan lewat
187
Wawancara dengan Endang Rukmana. Lihat halaman 204. 188
Wawancara dengan Piter Tamba. Lihat halaman 211.
121
sebuah tulisan.189
4 RG Kedung Kaban Dengan menulis, kita akan punya brand
tersendiri. Karena menulis bagian dari
industri kreatif.190
5 Bahroji Profesi menulis atau apapun, jika
ditekuni dengan serius pasti akan
mendapatkan hasil yang maksimal.
Tidak ada yang sia-sia selama kita terus
menggali ilmu tersebut.191
6 Rizal Fauzi Profesi menulis menjadi passion saya.
Menulis, harusnya menjadi kebutuhan
kita semua. Karena untuk
menumpahkan ide, gagasan dan lain-
lain tak lepas dari kemampuan
menulis.192
7 Muhamad Jaeni Profesi menulis di era digital ini
menjadikan banyak orang menulis lebih
mudah, termasuk juga berkomentar
tidak bernas di media sosial. Bukan lagi
lewat ruang diskusi dan adu gagasan
lewat sebuah tulisan esai/artikel.193
189
Wawancara dengan Adkhilni Mudkhola Sidqi. Lihat halaman 215. 190 Wawancara dengan RG Kedung Kaban. Lihat halaman 218. 191
Wawancara dengan Bahroji. Lihat halaman 223. 192
Wawancara dengan Rizal Fauzi. Lihat halaman 227. 193
Wawancara dengan Muhamad Jaeni. Lihat halaman 231.
122
8 Rahmat Profesi menulis itu sesuatu yang jika
ditekuni akan menguntungkan.194
9 Nita Nurhayati Profesi menulis jika dilihat dari segi
yang lebih luas, tentu menulis
merupakan profesi yang mulia.195
10 Muhamad Tohir Profesi menulis adalah sesuatu yang
menjanjikan.196
11 Hilal Ahmad Profesi menulis dalam ranah menjadi
wartawan menurutnya tidak terlalu
menjanjikan.197
12 Khodijah Profesi menulis menurut saya adalah
salah satu profesi yang ketika kita
masuk ke dalamnya, orang tidak akan
menanyakan soal ijazah, berapa IPK-
nya, apa prestasi kamu, karena yang
dilihat hanya karya kita.198
Dari pemaknaan peserta KMRD mengenai profesi
menulis, peneliti dapat menyimpulkan bahwa: ada dua
pemaknaan yang berbeda dari para informan dalam memaknai
profesi menulis, dari keseluruhan informan. Pertama mayoritas
informan memaknai profesi menulis adalah sesuatu yang
menjanjikan dan bisa menghasilkan uang yang cukup besar,
194
Wawancara dengan Rahmat. Lihat halaman 236. 195
Wawancara dengan Nita Nurhayati. Lihat halaman 246. 196
Wawancara dengan Muhamad Tohir. Lihat halaman 249. 197
Wawancara dengan Hilal Ahmad. Lihat halaman 253. 198
Wawancara dengan Khodijah. Lihat halaman 257.
123
dengan catatan penulis harus benar-benar produktif berkarya dan
buku-bukunya laris di pasaran. Sedangkan pemaknaan yang
kedua bahwa profesi menulis belum bisa mensejahterakan secara
kehidupan, jika hal tersebut dilihat dari segi finansialnya saja.
Dan profesi menulis dalam ranah menjadi wartawan juga tidak
terlalu menjanjikan, hal tersebut karena pendapatan wartawan
masih kecil, sementara pengeluaran jauh lebih besar.
2. Pemaknaan Peserta KMRD Mengenai Program
Kelas Menulis
Endang Rukmana memaknai program Kelas Menulis
Rumah Dunia sebagai program yang sangat positif, karena
menurutnya ini merupakan kelas yang tidak mudah dijumpai.
Lebih mudah menjumpai kelas menjahit, kursus mobil dan lain-
lain dibanding menjumpai kelas menulis pada masa itu. Karena ia
tertarik menulis, maka Endang memutuskan untuk bergabung di
KMRD angkatan pertama. Namun sebelum bergabung, Endang
mengaku sudah punya ketertarikan di dunia kepenulisan. Kelas
Menulis Rumah Dunia ada ketika Endang sudah kelas III SMA.
Sementara ketertarikannya pada dunia tulis menulis sudah
dimulai sejak SMP.
Piter Tamba mengungkapkan saat mengikuti kelas
menulis didorong rasa ingin tahu. Sebab industri kreatif
menurutnya pasti membutuhkan orang yang bisa menulis. Bagi
Piter, program KMRD adalah program yang bagus dan positif.
“Karena saya tahu latar belakang Mas Gong dari TV, wah ini
kelihatan menarik sekali nih, pikir saya. Saya juga ingin bisa
nulis sekenario, cerpen, novel dan lain-lain. Harapan saya ingin
124
bisa menulis lebih baik lagi. Karena sering main ke Rumah Dunia
dan tahu ada kelas menulis, kenapa enggak ikut gitu. Karena
orang lain itu susah untuk mengikuti kelas menulis, saya yang
sudah deket, kenapa enggak ikutan.” 199
Terkait metode pembelajaran kelas menulis Rumah
Dunia, masih diakui Piter, metodenya berkumpul, pemberian
materi, ada tugas, yang kemudian nanti dibahas satu persatu oleh
Gol A Gong. “Dulu sering juga mengundang dari Kompas untuk
belajar layout buku dan buat novel. Atau dari teman-teman
penulis Mas Gong sering ngasih motivasi di kelas menulis. Tutor
kelas menulisnya langsung oleh Mas Gong, sementara Mas Toto
ST Radik mengajar puisi.” 200
Adkhilni Mudkhola Sidqi memaknai program Kelas
Menulis Rumah Dunia adalah kegiatan yang bagus. Tapi
mungkin, masih dikatakan Adkhilni, karena semakin sering
diadakan, semakin kurang terbina dengan baik. Terkait metode
pembelajaran KMRD, Adkhilni masih mengingat pernah ada
tugas menulis dari pengalaman dan reportasi, dimana ia diminta
menulis setiap pekan hal-hal baru yang ditemui di lingkungan
sekitar. “Saya ingat pernah menulis tentang bisnis pedagang
duren musiman di sekitar Alun-alun Kota Serang, dan ibu-ibu
pembuat keripik dari biji duren untuk dijual.”201
199
Wawancara dengan Piter Tamba di Kota Serang, Selasa, 20
Februari 2018. 200
Wawancara dengan Piter Tamba di Kota Serang, Selasa, 20
Februari 2018. 201
Wawancara dengan Adkhilni melalui surat elaktronik, Jumat, 9
Februari 2018.
125
Adkhilni memiliki saran untuk program kelas menulis RD,
diantaranya: Dibuat jarak antara angkatan yang lebih jarang agar
mudah membina. Dimanage lebih baik. Jangkau para pekerja,
PNS, dan professional lainnya, bukan hanya siswa dan
mahasiswa. Diadakan di luar tempat selain Rumah Dunia.
RG Kedung Kaban memaknai Kelas Menulis Rumah
Dunia sangat baik. Karena menurut RG, metode pembelajaran
KMRD lebih pada mendorong orang-orang untuk praktik
menulis, bukan hanya sekadar teori. “Untuk tutor kelas menulis
itu Mas Gong dan Mas Toto ST Radik. Tapi penulis dari luar juga
banyak yang diundang. Dari banyak penulis, seperti Fahri
Azizah, Helvy Tiana Rosa, Pipiet Senja dan lain-lain dalam
kegiatan bedah buku atau temu penulis. Dan saya pada waktu itu
hadir dan mendengarkan proses keratif mereka.” 202
Bahroji memaknai program Kelas Menulis Rumah Dunia
menjadi ajang untuk pembinaan mereka yang punya keinginan
menulis. Tetapi Bahroji menilai barangkali perlu dibenahi terkait
sistem kurikulumnya. Sistem kurikulumnya, masih dikatakan
Bahroji sesungguhnya sudah cukup bagus, seperti ada jurnalistik,
sastra dan film. Namun dalam ranah film belum terlalu
berkembang. Menurut Bahroji:
Kalau sastra dan artikel saya rasa Rumah Dunia sudah
jalan. Jadi kalau misalnya ngomongin kelas menulis, saya
rasa, ya saya bukan berlebihan, untuk modeling pelatihan
kepenulisan yang konsisten ya di Rumah Dunia, yang
202
Wawancara dengan RG Kedung Kaban di Kota Serang, Minggu,
11 Februari 2018.
126
saya temui di beberapa daerah di Indonesia itu, ya
mungkin di Rumah Dunia yang terus konsisten.203
Rizal Fauzi memaknai Kelas Menulis Rumah Dunia itu
seperti kawah candradimuka, tidak hanya mengubah pengetahuan
seseorang, maindset dan lain-lain, tapi juga skill, kemampuan
menulis kemudian yang berimbas pada kemampuan kita mencari
penghasilan, misalnya mengubah hidup kita juga. Dengan
menulis, tulisan kita dibaca orang dan mengubah dunia dan orang
lian, di sana posisi pentingnya kelas menulis sebagai kawah
candradimuka. Kelas Menulis juga adalah program yang sangat
dibutuhkan Rizal. Rizal menambahkan, saat ia SMA, ia sudah
memiliki ketertarikan kepada dunia sastra. “Saya memang hobi
baca. Karena di Rumah Dunia banyak buku, saya jadi senang.
Makanya saya gabung juga di Kelas Menulis Rumah Dunia.
Kadang setelah acara kelas menulis selesai, saya enggak langsung
pulang, kami ngobrol banyak hal tentang dunia sastra dan lainnya
di sana.” 204
Masih menurut Rizal, metode KMRD saat itu dimulai dari
jurnalistik, baru kemudian berlanjut ke pembelajaran sastra. “Ada
juga pembelajaran tentang sekenario dan praktik pembuatan film.
Saat itu langsung Mas Gong yang mengisi kelas. Terus untuk
pelajaran puisi diisi Mas Toto dan Bu Tias Tatanka (istri Gol A
Gong) mengajar cerita pendek. Kalau dulu kami berlomba-lomba
203
Wawancara dengan Bahroji di Kota Serang, Kamis, 22 Februari
2018. 204
Wawancara dengan Rizal Fauzi di Kota Serang, Kamis, 25 Januari
2018.
127
agar tulisan kita bisa tembus majalah nasional, seperti majalah
Aneka Yess, Majalah Keren Beken, Kawanku, Gadis dan koran-
koran di Banten. Selain itu juga tiap hari kita berdiskusi banyak
hal dengan Mas Gong dan Firman Venayaksa, diskusi soal
budaya, politik dan lain-lain.” 205
Muhmad Jaeni memaknai KMRD sebagai program yang
memberi manfaat baik bagi pelajar dan mahasiswa di Banten.
“Sebab di kelas tersebut mengajar bagaimana menulis cerita
fiksi/berita/artikel/puisi yang baik sehingga dapat diterima oleh
media massa atau bahkan bisa dibukukan. Selain itu, keberadaaan
KMRD juga memudahkan para pemuda Banten dalam mencari
alternatif ilmu pengetahuan/kursus menulis. Saya kira kursus
menulis seperti ini jika diadakan di luar Banten akan memakan
biaya mahal dan tidak gratis. Sementara KMRD ini sebuah
momen dan kesempatan untuk memanfaatkan ilmu pengetahuan
dengan gratis dan mudah.” 206
Rahmat memaknai program Kelas Menulis Rumah Dunia
cukup bagus, karena menurutnya bagaimanapun juga kampus
yang ada di Kota Serang (UIN Banten dan Untirta) belum
sepenuhnya mengisi ruang-ruang ini. Kampus relatif pada posisi
teori, tetapi Rumah Dunia nampaknya lebih menonjolkan pada
praktik langsung. Jadi penyeimbang di antara kampus-kampus
yang ada di Banten, yang selama ini para mahasiswanya dicekoki
dengan teori-teori, tapi minim praktik. Dengan adanya program
205
Wawancara dengan Rizal Fauzi di Kota Serang, Kamis, 25 Januari
2018. 206
Wawancara dengan Muhamad Jaeni di Kota Serang, Sabtu, 27
Januari 2018.
128
Kelas Menulis di Rumah Dunia melengkapi kegiatan-kegiatan
wahana menulis anak muda Banten. Rahmat mengatakan:
Jadi menurut saya sinergitas ini (antara kampus dan
Rumah Dunia) harus terus dihadirkan, bahkan kalau perlu
ditingkatkan, karena bagaimanapun juga lembaga
pendidikan belum tentu mewadahi semuanya. Maka untuk
praktik, komunitas harus bisa menjangkau wilayah skill
dan juga aplikasi lapangan. Saya kira itu.207
Nita Nurhayati memaknai program KMRD sangat bagus
untuk menggali potensi menulis di kalangan pelajar dan
mahasiswa, serta dapat menjadi wadah bagi para calon penulis
untuk mengasah potensinya. Terkait metode pembelajaran
KMRD diakui Nita metodenya sudah menarik, hanya saja butuh
lebih banyak praktik, diskusi, dan menghasilkan karya lebih
produktif lagi.
Muhamad Tohir memaknai program KMRD sangat bagus.
Karena pembelajaran di KMRD materi hanya disampaikan 30
persen, selebihnya praktik. Karena praktik adalah inti dari
menulis. Menurut Tohir, semakin banyak praktik, maka semakin
baik kualitas tulisan seseorang, termasuk dirinya. Selama belajar
menulis di Rumah Dunia, diskusi mengenai buku, bagi Tohir
akan ikut menjaga keinginannya terus belajar menulis. Seperti
ada yang memotivasi. Seperti ada yang mengajak untuk mencapai
langkah yang sama; menjadi penulis.
Hilal Ahmad memaknai KMRD adalah kegiatan yang
patut terus dipertahankan. Hilal mengaku menaruh harapan besar
207
Wawancara dengan Rahmat di Kabupaten Serang, Sabtu, 17
Februari 2018.
129
terhadap KMRD, yaitu ingin bisa menulis sebaik para tutor, dan
bisa diterbitkan di majalah nasional. “Kalau ditanya kenapa
memilih bergabung dengan KMRD, kan Gol A Gong ini
fenomenal banget. Walaupun saya baru tahu saat kuliah, jadi
seperti heran aja, orang-orang pada berguru ke sini, dari luar
Banten juga, kenapa kita yang anak Banten enggak mau berguru.
Pada waktu itu kan masih gratis. Tapi sekarang KMRD ada
infaknya 100 ribu, meskipun dibalikkan lagi dalam bentuk buku.
Jadi waktu angkatan saya semuanya gratis, udah dikasih gartis,
pembicaranya nasional, kenapa sih enggak ikutan. Akhinya dari
situ udah kepikiran, ya duahlah, mendingan ikutan.”208
Khodijah memaknai KMRD adalah salah satu program
Rumah Dunia yang bagus sekali dan bermanfaat. Menurutnya,
pertama karena KMRD programnya gratis, yang kedua Rumah
Dunia menjadi atmosfir bagi penulis untuk memulai menjadi
penulis, atau yang sudah jadi penulis untuk membuat mereka
makin tergerak mengembangkan karya-karyanya, karena
kegiatannya itu mempertemukan dengan penulis-penulis yang
sudah ternama.
Tabel berikut ini akan menjelaskan pemaknaan masing-
masing informan mengenai program kelas menulis:
208
Wawancara dengan Muhamad Jaeni di Kota Serang, Minggu, 18
Februari 2018.
130
Tabel 5: Pemaknaan Peserta KMRD Mengenai Program
Kelas Menulis
No Informan Pemaknaan Peserta KMRD
Mengenai Program Kelas Menulis
1 Endang Rukmana Program KMRD sebagai program yang
sangat positif. Menurut saya, ini
merupakan kelas yang tidak mudah
dijumpai. Lebih mudah menjumpai
kelas menjahit, kursus mobil dan lain-
lain.209
2 Piter Tamba Program KMRD adalah program yang
bagus dan positif. Karena saya tahu
latar belakang Mas Gong dari TV.210
3 Adkhilni Mudkhola
Sidqi
Program KMRD adalah kegiatan yang
bagus. Tapi mungkin, karena semakin
sering diadakan, semakin kurang
terbina dengan baik.211
4 RG Kedung Kaban KMRD sangat baik. Karena menurut
saya, metode pembelajarannya lebih
pada mendorong orang-orang untuk
praktik menulis, bukan hanya sekadar
teori.212
5 Bahroji Program KMRD menjadi ajang untuk
209
Wawancara dengan Endang Rukmana. Lihat halaman 204. 210
Wawancara dengan Piter Tamba. Lihat halaman 211. 211
Wawancara dengan Adkhilni Mudkhola Sidqi. Lihat halaman 215. 212
Wawancara dengan RG Kedung Kaban. Lihat halaman 218.
131
pembinaan mereka yang punya
keinginan menulis. Sistem
kurikulumnya, sesungguhnya sudah
cukup bagus, seperti ada jurnalistik,
sastra dan film. Namun dalam ranah
film belum terlalu berkembang.213
6 Rizal Fauzi Kelas Menulis Rumah Dunia itu seperti
kawah candradimuka, tidak hanya
mengubah pengetahuan seseorang,
maindset dan lain-lain, tapi juga skill,
kemampuan menulis.214
7 Muhamad Jaeni KMRD sebagai program yang memberi
manfaat baik bagi pelajar dan
mahasiswa di Banten.215
8 Rahmat Program KMRD cukup bagus.
Bagaimanapun juga kampus yang ada
di Kota Serang belum sepenuhnya
mengisi ruang-ruang ini. Kampus
relatif pada posisi teori, tetapi Rumah
Dunia nampaknya lebih menonjolkan
pada praktik langsung.216
9 Nita Nurhayati Program KMRD sangat bagus untuk
menggali potensi menulis di kalangan
213
Wawancara dengan Bahroji. Lihat halaman 223. 214
Wawancara dengan Rizal Fauzi. Lihat halaman 227. 215
Wawancara dengan Muhamad Jaeni. Lihat halaman 231. 216
Wawancara dengan Rahmat. Lihat halaman 236.
132
pelajar dan mahasiswa, serta dapat
menjadi wadah bagi para calon
penulis.217
10 Muhamad Tohir Program KMRD sangat bagus. Karena
pembelajaran di KMRD materi hanya
disampaikan 30 persen, selebihnya
praktik. Karena praktik adalah inti dari
menulis.218
11 Hilal Ahmad KMRD adalah kegiatan yang patut
terus dipertahankan.219
12 Khodijah KMRD program yang bagus sekali dan
bermanfaat. Programnya gratis, dan
Rumah Dunia menjadi atmosfir bagi
saya untuk memulai menjadi penulis,
atau yang sudah jadi penulis untuk
membuat mereka makin tergerak
mengembangkan karya-karyanya.220
Berdasarkan pemaknaan peserta KMRD mengenai
program Kelas Menulis, peneliti dapat menyimpulkan bahwa
mayoritas para peserta KMRD memaknai program kelas menulis
sebagai program yang bagus dan positif. Karena banyak dari
mereka yang sudah lama mencari-cari sebuah sanggar yang
megadakan kelas menulis, sebagai tempat pembelajaran mereka
217
Wawancara dengan Nita Nurhayati. Lihat halaman 246. 218
Wawancara dengan Muhamad Tohir. Lihat halaman 249. 219
Wawancara dengan Hilal Ahmad. Lihat halaman 253. 220
Wawancara dengan Khodijah. Lihat halaman 257.
133
dalam menggali keterampilan menulis. Meski demikian, sejumlah
peserta memberikan saran terhadap sistem kurikulum
pembelajaran pada KMRD untuk ditambahkan kelas film, karena
ranah kelas film belum terlalu berkembang.
3. Pemaknaan Peserta KMRD Mengenai Gol A Gong
Endang Rukmana memaknai Gol A Gong sebagai orang
yang terkenal, tetapi ramah dan tidak sombong. Menurutnya,
biasanya orang-orang terkenal itu umumnya sangat sulit didekati,
ada rasa menjaga jarak atau sebagainya, sementara Gol A Gong
baru satu-dua kali bertemu dengan Endang, saat bertemu di Alun-
alun Kota Serang, malah Gol A Gong yang menyapa Endang
terlebih dulu.
Dia mengenali saya dan menyapa. Itu sedikit amazing,
surprise! Jarang-jarang orang terkenal yang menyapa
duluan. Saya kan dulu orang yang belum terkenal, siapa
sih Endang Rukmana yang masih anak SMA. Tapi itu
Mas Gong menyapa saya duluan, dan mengajak ngobrol
saya. Jadi dia itu orang yang ramah.221
Endang mengaku awalnya ia mengenal Gol A Gong
bukan dari buku bacaan, tetapi karena Gol A Gong sebagai
tutornya di Sanggar Sastra Siswa Indonesia. Ketika SMA Endang
mengaku daya bacanya belum banyak. Ia pernah membaca buku
komik Petruk karya Tatang S. dan buku-buku novel anak terbitan
Balai Pustaka, sementara seperti karya-karya sastra dan populer
yang lain belum ia baca waktu itu. Sosok Gol A Gong bagi
Endang merupakan sosok yang ramah, bisa bergaul dengan siapa
221
Wawancara dengan Endang Rukmana di Kota Serang, Rabu 24
Januari 2018.
134
saja, dan punya energi kreatif, energi untuk menggerakkan
sesuatu, yang orang lain sulit menirunya.
Mas Gong kan selalu punya ide, punya kegiatan, yang aku
sendiri ngebayanginnya tidak punya energi sebesar itu.
Kalau misalnya aku hanya bisa menulis satu karya dalam
satu waktu. Sementara Mas Gong bisa menulis banyak
karya sambil juga dia menggarap banyak kegiatan.
Sekarang umur Mas Gong sudah 50-an, di umur segitu,
orang-orang yang masih umur 20-an pun belum tentu bisa
menyamai energi yang dimiliki Mas Gong. Dan Mas
Gong itu inspiratif, enerjik, influenser atau orang yang
mampu mempengaruhi orang lain dalam hal positif,
inisiator, penggagas dan orangnya idealis. 222
Piter Tamba mengatakan Gol A Gong itu sebagai pejuang
literasi, pendidik, pekerja keras, ambisius serta pantang
menyerah. Ia mengenal Gol A Gong seperti awal ia mengenal
Rumah Dunia. Saat itu ia aktif di Unit Kegiatan Mahasiswa
(UKM) kesenian kampus Gesbica, ia mengenal dua sosok
seniman Serang; Gol A Gong dan Toto ST Radik. Maka
kemudian Gesbica sering mengundang dua sosok seniman sejati
Serang itu. Bahkan Piter juga sering mampir ke Rumah Dunia.
Karena Toto ST Radik termasuk tutor teater di Gesbica, Piter
banyak belajar dari Toto soal teater terutama tentang naskah,
karena Toto juga menulis naskah teater. Ditambah di UKM
Gesbica juga sering mementaskan naskah-naskah teater karya
Toto ST Radik. Dari sana awal perkenalan antara Piter, Gol A
Gong dan Toto ST Radik serta Rumah Dunia.
222
Wawancara dengan Endang Rukmana di Kota Serang, Rabu, 24
Januari 2018.
135
Piter mengaku pernah memiliki momen paling berkesan
sepanjang mengenal Gol A Gong. Waktu itu sekitar tahun 2009,
Gong pernah memberinya sepatu kulit kepada Piter. Piter
menuturkan, Gong pernah bilang, saya kelihatannya udah enggak
mau keliling-keliling lagi. Ini kelihatannya kamu nih. Piter
meyakini sepatu gunung itu sejarah Gol A Gong. Piter mengaku,
saat itu kelihatannya dirinya mewarisi kebiasaan traveling Gong.
Kemudian sepatu itu saya pakai untuk kuliah dan jalan-
jalan. Hingga akhirnya dipinjam teman dan hilang. Haha.
Sebenarnya ada banyak yang dikasih Mas Gong ke saya,
ada topi dan lain-lain, tapi yang paling berkesan sepatu
itu. Kelihatannya mahal. Dan memang sepatu mahal sih
kelihatannya. Kebetulan sepatunya pas di kaki saya. 223
Adkhilni menilai Gol A Gong sebagai seseorang yang
penuh semangat, keukeuh, fokus dengan tujuan, dan sering tidak
peduli dengan pendapat orang lain. Adkhilni pernah memiliki
momen berkesan ketika mengenal Gong. Pertama Gong sangat
percaya diri bahwa Pustakaloka Rumah Dunia akan menjadi
besar. Dan kedua, Gong merasa sangat mengenal Adkhilni dan
mempertanyakan alasan Adkhilni mengambil jurusan ilmu
Hubungan Internasional (HI).
Mengapa bukan sastra Indonesia? katanya. Padahal Mas
Gong hanya mengenal saya pada akhir pekan. Saya punya
passion lain di dunia HI dan diplomasi. Ini menunjukan
Mas Gong hidup bersemangat dalam persepsinya tentang
dunia.224
223
Wawancara dengan Piter di Kota Serang, Selasa, 20 Febrari 2018. 224
Wawancara dengan Adkhilni Mudkhola Sidqi melalui surat
elektronik, Jumat 9 Februari 2018.
136
Bagi RG Kedung Kaban, sosok Gong sangat inspiratif dan
percaya dirinya baik. Gong banyak memberikan inspirasi kepada
banyak orang termasuk dirinya. Metode menulis yang RG
dapatkan banyak berasal dari Gong. Tetapi menurutnya yang
paling penting itu sebetulnya bukan bagaimana metode menulis
yang diajarkan Gong, tapi adalah bagaimana Gong itu menjadi
stimulus bagi banyak orang termasuk bagi RG. Gong di usianya
yang terus bertambah, bahkan pada saat itu sudah paruh baya,
tapi masih terus produktif menghasilkan karya-karya buku baru.
Maka RG tak heran ketika tiap kali mengobrol dengan Gong,
yang dibicarakan selalu ide atau konsep.
Soal keterbatasan tangan Gong yang memiliki
kekurangan, menurut RG hal itu tidak pernah dikeluhkan Gong
kepada orang-orang. Dan ini bagi RG menjadi inspirasi lain lagi
dari sosok Gong.
Saya pikir ini mengajarkan kepada orang-orang bahwa,
pertama setiap orang itu harus bersyukur. Dan saya pikir
Mas Gong itu selalu bersyukur, karena tidak pernah
mengeluhkan keadaannya. Dan yang kedua tentu saja ini
menjadi nilai tambah, ketika memang ada orang yang
secara fisik tidak sempurna seperti orang pada umumnya,
tapi dia justru lebih aktif, lebih kreatif dari kebanyakan
orang. Saya pikir ini luar biasa.225
Bahroji menilai Gol A Gong adalah orang yang susah
untuk dibanding-bandingkan. Gong menurut Bahroji orang yang
berbeda dari kebanyakan, dalam arti, Gong punya jiwa sosial
yang tinggi, motivator, dan orangnya cenderung blak-blakkan.
Jadi apa yang Gong ucapkan, kadang kala orang pahit
225
Wawancara dengan RG Kedung Kaban di Kota Serang, Minggu,
11 Februari 2018.
137
menerimanya, tapi Gong jujur menyatakan apa yang ada dalam
hatinya. Momen yang paling berkesan bagi Bahroji terhadap Gol
A Gong ketika dirinya menjadi relawan Rumah Dunia dan ia
belum bisa masuk Universitas Indonesia (UI) jurusan Psikologi
yang ia minati. Saat itu Bahroji tertinggal jadwal tes. Padahal
Bahroji berencana tidak akan lama menjadi relawan di Rumah
Dunia, karena ia ingin melanjutkan kuliah di UI Depok.
Mas Gong bilang, bahwa dunia nanti akan bergeser, tidak
usah sedih kalau tidak masuk UI. Mas Gong lantas
menyarankan saya untuk kuliah di Serang. Sekarang kamu
harus berpikir yang lain, katanya. Kamu kan punya skill
menulis dan audio visual, coba kamu kembangin. Mas
Gong memberikan gambaran tentang dunia komunikasi.
Akhirnya saya tertarik, dan kuliah di Universitas Negeri
Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) Serang Jurusan
Komunikasi. 226
Rizal Fauzi memaknai Gol A Gong orang yang tanpa
pamrih. Seribu satu orang yang seperti Gong, yang mau
memberikan ilmunya secara cuma-cuma. “Kalau kita lihat di
Jakarta misalnya, enggak ada orang yang mau menyebarkan ilmu
menulis skenario dan lain-lain secara cuma-cuma, nah itu yang
ada dalam diri Mas Gong. Ilmunya itu mahal. Kita tahu kalau
Mas Gong diundang orang lain di luar Banten misalnya, dia
dibayar jutaan rupiah atau puluhan juta, tapi di Rumah Dunia dia
menggratiskan ilmu yang dia miliki. Padahal dia itu mendapatkan
ilmu menulis itu kan berpuluh-puluh tahun prosesnya, sementara
dalam kelas menulis, misalkan tiga bulan lamanya, tapi kemudian
226
Wawancara dengan Bahroji di Kota Serang, Kamis, 22 Februari
2018.
138
Mas Gong bagikan ilmunya itu kepada para peserta kelas menulis
secara grtis, sementara dia mencari ilmu itu berpuluh-puluh
tahun. Jadi orang yang tanpa pamrih.”227
Muhamad Jaeni memaknai Gol A Gong sebagai sosok
yang peduli terhadap anak muda, anak-anak kampung dan baik.
Gong juga dinilai Jaeni sebagai sosok bapak/saudara/teman yang
mengayomi, tegas dalam berpendapat/sikap, dan memberi
teladan. Sisi lain yang membuat Jaeni kagum terhadap Gong,
adalah cara Gong yang selalu berpikir dua langkah lebih kreatif
dan tak kenal lelah (pekerja keras).
Rahmat memaknai Gol A Gong sebagai sosok yang tidak
pernah kehabisan ide. Setiap satu kegiatan selesai, muncul lagi
ide baru, ide baru belum selesai, sudah muncul lagi kegiatan yang
lain. Lompatan-lompatan ide Gong luar biasa dahsyat. Salah satu
contoh, kata Rahmat, sampai kemudian sekarang ada kegiatan 30
tahun Balada Si Roy. Ide Gol A Gong seperti tak pernah kering.
Rahmat melihat Gol A Gong juga sebagai sosok yang kreatif, jika
mengadakan rapat tidak akan selesai-selesai. “Dzuhur rapat, Asar
rapat lagi dan Isa rapat lagi, karena untuk menjaga idenya terus
berjalan. Saya menduganya ke sana. Siap-siap saja kalau relawan
bergabung dengan Gol A Gong akan rapat terus. Haha.”228
Rahmat mengenal Gol A Gong dari pemberitaan-
pemberitaan khususnya pada kolom Salam Rumah Dunia di
koran Radar Banten, dan juga Gong banyak tampil di atas
227
Wawancara dengan Rizal Fauzi di Kota Serang, Kamis, 25 Januari
2018. 228
Wawancara dengan Rahmat di Kota Serang, Sabtu, 17 Februari
2018.
139
panggung dengan penulis-penulis nasional. Tetapi kata Rahmat,
ternyata Gol A Gong orangnya low profile karena Gong orangnya
lebih suka mengajak berbagi ilmu pengetahuan, mengajari kita
untuk menulis dan tidak pernah marah-marah soal tulisan kita.
Gong lebih pada mengayomi dan membimbing, juga memberikan
masukan-masukan. Selain itu, Gol A Gong yang Rahmat tahu,
adalah orang yang religius.
Bagi saya, yang saya suka dari beliau itu adalah kekuatan
agamanya bagus. Artinya kita melihat banyak sekali
seniman, sastrawan, tapi kalau untuk urusan Agama
(urusan solat) agak sedikit abai. Tetapi Gol A Gong
untuk urusan Agama tetap dinomorsatukan. Religiusnya
ada. Misalnya kalau sedang ada kegiatan dan sudah waktu
solat, kadang dia izin dulu meninggalkan acara untuk
solat. Itu sisi lain yang saya suka dari Gol A Gong, selain
karya-karyanya juga.229
Nita Nurhayati memaknai Gol A Gong adalah sosok yang
baik, ramah, supel, dan terbuka. Menurut Nita, Gong membuka
jalan bagi banyak orang untuk menjadi lebih baik. Gong juga
memberikan banyak peluang para pelajar dan mahasiswa untuk
banyak belajar di Rumah Dunia. Kesan pertama Nita terhadap
Gong selain sangat baik, juga terkesan kebapakan, serta
mengayomi para peserta kelas menulis terutama yang masih
muda, sehingga tidak mengenal jarak saat berdiskusi. Motivasi
yang selalu diberikan Gol A Gong, serta banyak jalan yang
dibukakan, menurut Nita ini mempermudah jalan bagi peserta
kelas menulis dalam meniti masa depan.230
229
Wawancara dengan Rahmat di Serang, Sabtu, 17 Februari 2018. 230
Wawancara dengan Nita Nurhayati. Lihat halaman 246.
140
Nita mengaku banyak memiliki momen paling berkesan
dengan Gol A Gong, salah satunya ketika ia menjadi Pengurus
Pusat (PP) Forum Taman Bacaan Masyarakat (FTBM) dan Gol A
Gong sebagai Ketua FTBM. Suatu hari, Gol A Gong mengajak
para pengurus makan bersama nasi sumsum tulang iga di
Perempatan Royal, Kota Serang. Sambil makan, Gong
menceritakan pengalaman menulisnya kepada pengurus FTBM.
Maka sosok Gol A Gong menurut Nita adalah orang yang baik,
menyenangkan, supel, kritis, reaktif, dan jujur.
Muhamad Tohir memaknai Gol A Gong sebagai sosok
yang humoris dan suri tauladan yang baik. Tohir juga memiliki
momen paling berkesan dengan Gong. Bagi Tohir, yang paling
berkesan tentang sikap Gong dan keluarga, walaupun Tohir
bukan siapa-siapa, tetapi mereka seperti menganggap Tohir
sebagai bagian dari keluarga. Misalnya ketika momen saat tiba
waktu makan, mereka selalu menawari makan kepada Tohir dan
juga kepada yang lain. Selain itu, kata Tohir, Gong mengajari
dirinya dan relawan Rumah Dunia untuk peduli terhadap orang
lain. Bahwa hidup itu bukan tentang diri kita sendiri, tapi ada
orang lain yang mesti kita bantu. Itu juga tidak hanya sekadar
diungkapkan Gong lewat kata-kata saja, tetapi juga dilakukan
Gong dan keluarganya, bagaimana berbuat baik kepada sesama.
Cara yang dilakukan Gong dalam membantu sesama, seperti yang
dikatakan Tohir berikut ini:
Caranya, selain membantu warga sekitar agar hidupnya
lebih baik, misalnya ada beberapa warga Ciloang yang
dijadikan relawan oleh Gol A Gong, mereka diajari
menulis, kemudian dari keterampilan menulis itu mereka
141
bisa hidup lebih baik. Misalnya ada salah satu warga
Ciloang yang menjadi penjual gorengan, selain menjual
gorengan, tetapi mereka bisa memiliki skill menulis dan
profesinya jadi lebih tinggi. Di Rumah Dunia ada tukang
gorengan jadi wartawan atau editor dan segala macamnya.
Mungkin kalau mereka tidak dididik oleh Mas Gong dan
yang lain, mungkin tidak akan seperti itu, hidup mereka
akan datar-datar saja. 231
Hilal Ahmad memaknai Gol A Gong sebagai orang yang
blak-blakkan, legendaris, ambisius, relawan dalam arti Gol A
Gong itu merelakan dirinya untuk Rumah Dunia, agamis/religius.
Dan juga taggung jawab untuk membiayai kehidupan di Rumah
Dunia. Dalam satu pertemuan Majlis Puisi yang diasuh Toto ST
Radik, Hilal sempat mendengarkan Toto bercerita mengenai
sosok Gong. Bahwa menurut Toto, Gong itu orangnya emosionil
dan kalau Toto lebih meredamkan jika ada masalah. Dari sana
Hilal kemudian mulai paham. Hilal mengenal Gol A Gong sekitar
tahun 2003, saat Gong masih muda.
Kalau Mas Gong sedang tidak suka, ia akan menegur kita
di kelas. Itu terus diingat kita, emang sih agak sakit hati,
tapi akhirnya kita akan menghindari kesalahan dalam
menulis itu. Jadi Mas Gong itu orangnya meledak-ledak
gitu kalau bahasa dari Mas Toto. 232
Khodijah memaknai Gol A Gong sebagai tokoh yang
sangat menginspirasi, idealis dan mau memberikan waktu dan
hartanya untuk perkembangan literasi. Meskipun sudah terkenal,
231
Wawancara dengan Muhamad Tohir di Ciputat, Jumat, 2 Februari
2018. 232
Wawancara dengan Hilal Ahmad di Kota Serang, Minggu, 18
Februari 2018.
142
tapi tetap rendah hati. Mimpinya membangun Rumah Dunia
sangat luar biasa.
Tabel berikut ini akan menjelaskan pemaknaan masing-
masing informan mengenai Gol A Gong:
Tabel 6: Pemaknaan Peserta KMRD Mengenai Gol A
Gong
No Informan Pemaknaan Peserta KMRD
Mengenai Gol A Gong
1 Endang Rukmana Gol A Gong orang terkenal, tetapi
ramah dan tidak sombong. Biasanya
orang-orang terkenal itu umumnya
sangat sulit didekati, ada rasa menjaga
jarak atau sebagainya, sementara Gol A
Gong baru satu-dua kali bertemu
dengan saya di Alun-alun Kota Serang,
malah Gol A Gong yang menyapa saya
terlebih dulu.233
2 Piter Tamba Gol A Gong itu sebagai pejuang
literasi, pendidik, pekerja keras,
ambisius serta pantang menyerah.234
3 Adkhilni Mudkhola
Sidqi
Gol A Gong sebagai seseorang yang
penuh semangat, keukeuh, fokus
233
Wawancara dengan Endang Rukmana. Lihat halaman 204. 234
Wawancara dengan Piter Tamba. Lihat halaman 211.
143
dengan tujuan, dan sering tidak peduli
dengan pendapat orang lain.235
4 RG Kedung Kaban Gol A Gong sangat inspiratif, percaya
dirinya baik dan banyak memberikan
inspirasi. Metode menulis yang saya
dapatkan banyak berasal dari Gong.
Tetapi yang paling penting itu, Gong
menjadi stimulus bagi banyak orang
termasuk bagi saya.236
5 Bahroji Gol A Gong adalah orang yang susah
untuk dibanding-bandingkan. Orang
yang berbeda dari kebanyakan, dalam
arti, Gong punya jiwa sosial yang
tinggi, motivator, dan orangnya
cenderung blak-blakkan.237
6 Rizal Fauzi Gol A Gong orang yang tanpa pamrih.
Seribu satu orang yang seperti Gong,
yang mau memberikan ilmunya secara
cuma-cuma.238
7 Muhamad Jaeni Gol A Gong sosok yang peduli
terhadap anak muda, anak-anak
kampung dan baik. Bagi saya Gong
235
Wawancara dengan Adkhilni Mudkhola Sidqi. Lihat halaman 215. 236
Wawancara dengan RG Kedung Kaban. Lihat halaman 218. 237
Wawancara dengan Bahroji. Lihat halaman 223. 238
Wawancara dengan Rizal Fauzi. Lihat halaman 227.
144
sebagai sosok bapak/saudara/teman
yang mengayomi, tegas dalam
berpendapat/sikap, dan memberi
teladan.239
8 Rahmat Gol A Gong sosok yang tidak pernah
kehabisan ide. Setiap satu kegiatan
selesai, muncul lagi ide baru.
Lompatan-lompatan ide Gong luar
biasa dahsyat.240
9 Nita Nurhayati Gol A Gong sosok yang baik, ramah,
supel, dan terbuka. Gong membuka
jalan banyak orang untuk menjadi lebih
baik. Gong juga memberikan banyak
peluang bagi para pelajar dan
mahasiswa untuk banyak belajar di
Rumah Dunia.241
10 Muhamad Tohir Gol A Gong sebagai sosok yang
humoris dan suri tauladan yang baik.242
11 Hilal Ahmad Gol A Gong orang yang blak-blakkan,
legendaris, ambisius, relawan dalam
arti Gol A Gong itu merelakan dirinya
untuk Rumah Dunia, agamis/religius.
Dan juga taggungjawab untuk
239
Wawancara dengan Muhamad Jaeni. Lihat halaman 231. 240
Wawancara dengan Rahmat. Lihat halaman 236. 241
Wawancara dengan Nita Nurhayati. Lihat halaman 246. 242
Wawancara dengan Muhamad Tohir. Lihat halaman 249.
145
membiayai kehidupan di Rumah
Dunia.243
12 Khodijah Gol A Gong sebagai tokoh yang sangat
menginspirasi, idealis dan mau
memberikan waktu dan hartanya untuk
perkembangan literasi. Meskipun sudah
terkenal, tapi tetap rendah hati.244
Peneliti dapat menyimpulkan bahwa pemaknaan terhadap
Gol A Gong adalah: Gol A Gong dimaknai sebagai seorang yang
terkenal, pejuang literasi tanpa pamrih, agamis/religius, baik,
pendidik, ramah, tidak sombong, pekerja keras, ambisius, pantang
menyerah, penuh semangat, keukeuh, fokus dengan tujuan, sering
tidak peduli dengan pendapat orang lain, inspiratif, percaya diri,
orang yang susah untuk dibanding-bandingkan, berbeda dari
kebanyakan orang, memiliki jiwa sosial yang tinggi, motivator,
cenderung blak-blakkan, selalu banyak ide kreatif, humoris, suri
tauladan yang baik, legendaris, relawan serta bertanggung jawab.
4. Pemaknaan Peserta KMRD Mengenai Literasi
Endang Rukmana menyebut bahwa literasi di zaman
globalisasi dan informasi sekarang ini, orang-orang pemenang
dan pecundang kadang tergantung dari sebanyak apa informasi
yang mereka kuasai. Melek literasi menurut Endang artinya
melek pengetahuan, kemampuan untuk membaca buku, membaca
informasi. Karena literasi itu harus dimaknai secara luas. Bisa
243
Wawancara dengan Hilal Ahmad. Lihat halaman 253. 244
Wawancara dengan Khadijah. Lihat halaman, 257.
146
diawali dari sikap kritis dalam membaca buku, menyaring
informasi dari buku, kemudian akan berlanjut pada kemampuan
membaca situasi, baik politik dan lain sebagainya, karena itu
sangat berpengaruh. Endang mengungkapkan: “Orang yang
melek literasi, dia akan tumbuh menjadi orang yang bisa bersaing
secara ekonomi, karena dia menguasai dan paham soal informasi,
sehingga tidak mudah dibego-begoin, kemudian dengan sadar
politik dia tidak mudah dihasut, tidak mudah dibakar dengan isu-
isu politik, oleh berita-berita hoax, sentimen-sentimen SARA
(suku, agama, ras, dan antargolongan), jadi itu pentingnya literasi
bagi masyarakat.” 245
Piter Tamba menuturkan bahwa literasi itu penting, karena
kita akan mengetahui secara mudah apa yang kita akan tahu. Jadi
kita ingin tahu tentang sesuatu, kita bisa dengan cepat tahu
dengan membaca buku. Misalnya kita ingin tahu tentang Syaikh
Nawawi, kita tidak perlu ketemu orangnya, karena memang
beliau sudah meninggal, tapi kita bisa membaca buku-buku
karangan Syaikh Nawawi sehingga seakan-akan kita dekat
dengan beliau.246
Adkhilni menilai, literasi sangat penting dan harus
diajarkan sedini mungkin kepada anak-anak. Perbedaan mendasar
manusia primitif dengan manusia berbudaya, menurut Adkhilni
terletak pada kemampuan literasinya. Bagaimana ia mendapat
informasi, mengolahnya, menghimpunnya, dan
245
Wawancara dengan Rahmat di Kabupaten Serang, Sabtu, 17
Februari 2018. 246
Wawancara dengan Piter Tamba di Kota Serang, Selasa, 20
Februari 2018.
147
menyampaikannya kembali ke orang lain. Jika seseorang tidak
melek literasi, bisa fatal akibatnya.247
RG Kedung Kaban mengatakan bahwa literasi juga sangat
penting, karena kehidupan itu terus berubah. Maka hidup harus
inovatif. Harus ada inovasi-inovasi baru dan kita harus sanggup
menghadapi tantangan zaman, sehingga kita menjadi kreatif dan
inovatif. Untuk menuju itu, perlu ada referensi, perlu ada
informasi. Dan buku merupakan sumber informasi tersebut. “Dan
kalau kemudian orang tidak melek literasi, sedikit informasi yang
dia terima, dan sedikit referensi, maka saya pikir dia menjadi
manusia tidak akan kreatif. Jadi buku atau dunia literasi, setiap
orang harus akrab dengan itu. Karena itu akan merubah manusia
menjadi lebih baik.”248
Pemaknaan literasi menurut Bahroji akan mengubah
seseorang menjadi lebih baik lagi. Menjadi orang yang berbeda
dari orang-orang kebanyakan. Jika otak kita penuh dengan bahan
bacaan, akhirnya kita akan menjadi orang kreatif.249
Rizal Fauzi memaknai literasi tidak hanya sekadar
persolan membaca dan meulis, karena dengan literasi kita jadi
bisa memandang sesuatu dari sudut pandang yang banyak, tidak
terjebak pada hoax. “Dan literasi mengubah hidup saya secara
pribadi dengan tulisan-tulisan itu, saya bisa bekerja dan lain-lain
247
Wawancara dengan Adkhilni melalui surat elektronik, Jumat, 9
Februari 2018. 248
Wawancara dengan RG Kedung Kaban di Kota Serang, Minggu,
11 Februari 2018. 249
Wawancara dengan Bahroji di Kota Serang, Kamis, 22 Februari
2018.
148
juga karena dari menulis. Tentu saja literasi sangat penting bagi
saya.”250
Muhamad Jaeni memaknai literasi adalah sebuah ilmu
pengetahuan yang dapat mengubah cara pandang seseorang
terhadap dunia, untuk menjadi pribadi lebih baik, baik dalam
bertutur maupun bertindak. Sebab masih menurut Jaeni, melek
literasi atau melek ilmu pengetahuan adalah sesuatu yang penting
dalam mengarungi kehidupan ini. Hal itulah pesan/dakwah yang
dibawa Nabi Muhammad kepada umatnya, agar kita semua terus
berpikir (tauhid) untuk bisa memilih mana yang harus dikerjakan
dan mana yang tidak harus dikerjakan.251
Rahmat memaknai literasi sebagai upaya agar masyarakat
semakin cerdas. Literasi harus dikenalkan kepada anak, karena
yang paling dekat dengan dunia literasi itu adalah dunia anak-
anak dan dunia pendidikan. Kebanyakan masyarakat kita,
menurut Rahmat, masih menganggap kegiatan membaca buku itu
adalah hal yang membuang-buang waktu, termasuk menulis.
Inginnya masyarakat itu sekali baca langsung dapat uang. Bagi
Rahmat ini mustahil dan tidak akan mungkin. Sebab aktivitas
membaca berbeda dengan aktivitas tukang kuli cangkul, yang
saat pagi mencangkul, sore bisa dapat uang bayaran.252
Nita Nurhayati memaknai literasi merupakan kemampuan
membaca dan menulis, namun saat ini kata literasi berkembang
250
Wawancara dengan Rizal Fauzi di Kota Serang, Kamis, 25 Januari
2018. 251
Wawancara dengan Muhamad Jaeni di Kota Serang, Sabtu, 27
Januari 2018. 252
Wawancara dengan Rahmat di Kabupaten Serang, Sabtu, 17
Februari 2018.
149
menjadi kemampuan di berbagai bidang sehingga ada istilah
literasi media, literasi sains, dan sebagainya. Meski demikian,
semangat literasi atau ber-literasi bagi saya sangat penting untuk
ditingkatkan, sebab membaca dan menulis, yang diawali dengan
membaca merupakan tonggak sebuah kemajuan di berbagai
bidang.253
Muhamad Tohir memaknai literasi sebagai sesuatu
yang penting. Karena untuk membah pengetehauan dan
ketrampilan seseorang menjadi lebih baik.254
Hilal Ahmad
memaknai literasi juga sebagai sesuatu yang penting, karena
tanpa literasi kita akan kemabali lagi ke masa pra sejarah.255
Hal yang sama juga dikatakan Khodijah. Khodijah
mengatakan, kita semua memang harus melek literasi. Karena
literasi itu bukan hanya sekadar persoalaan membaca atau
menulis saja, tapi melek teknologi juga bagian dari literasi.
“Sementara membaca menurut saya adalah investasi awal untuk
masa depan yang lebih baik. Dengan membaca kita mendapatkan
wawasan, menjadi lebih cerdas untuk semua aktifitas yang kita
kerjakan. Jadi melek literasi sangat penting, dan itu harus
ditularkan ke anak-anak mulai dari balita.”256
Tabel berikut ini akan menjelaskan pemaknaan masing-
masing informan mengenai literasi:
253
Wawancara dengan Nita Nurhayati melalui surat elektronik,
Minggu, 4 Maret 2018. 254
Wawancara dengan Muhamad Tohir di Ciputat, Jumat, 2 Februari
2018. 255
Wawancara dengan Hilal Ahmad di Kota Serang, Minggu, 18
Februari 2018. 256
Wawancara dengan Khodijah melalui suat elektronik, Senin, 12
Februari 2018.
150
Tabel 7: Pemaknaan Peserta KMRD Mengenai Literasi
No Informan Pemaknaan Peserta KMRD
Mengenai Literasi
1 Endang Rukmana Melek literasi, artinya melek
pengetahuan, kemampuan untuk
membaca buku, membaca informasi.
Karena literasi itu harus dimaknai
secara luas, karena itu sangat
berpengaruh.257
2 Piter Tamba Literasi itu penting, karena kita akan
mengetahui secara mudah apa yang kita
akan tahu. Jadi kita ingin tahu tentang
sesuatu, kita bisa dengan cepat tahu
dengan membaca buku.258
3 Adkhilni Mudkhola
Sidqi
Literasi sangat penting dan harus
diajarkan sedini mungkin kepada anak-
anak. Perbedaan mendasar manusia
primitif dengan manusia berbudaya,
menurut saya terletak pada kemampuan
literasinya.259
4 RG Kedung Kaban Literasi juga sangat penting, karena
kehidupan itu terus berubah. Maka
hidup harus inovatif. Harus ada inovasi-
257
Wawancara dengan Endang Rukmana. Lihat di halaman 204. 258
Wawancara dengan Piter Tamba. Lihat di halaman 211. 259
Wawancara dengan Adkhilni Mudkhola Sidqi. Lihat di halaman
215.
151
inovasi baru dan kita harus sanggup
menghadapi tantangan zaman, sehingga
kita menjadi kreatif dan inovatif.260
5 Bahroji Literasi akan mengubah seseorang
menjadi lebih baik lagi. Menjadi orang
yang berbeda dari orang-orang
kebanyakan. Jika otak kita penuh
dengan bahan bacaan, akhirnya kita
akan menjadi orang kreatif.261
6 Rizal Fauzi Literasi tidak hanya sekadar persolan
membaca dan meulis, karena dengan
literasi kita jadi bisa memandang
sesuatu dari sudut pandang yang
banyak, tidak terjebak pada hoax.262
7 Muhamad Jaeni Literasi adalah sebuah ilmu
pengetahuan yang dapat mengubah cara
pandang seseorang terhadap dunia,
untuk menjadi pribadi lebih baik, baik
dalam bertutur maupun bertindak.263
8 Rahmat Literasi sebagai upaya agar masyarakat
semakin cerdas. Dan literasi harus
dikenalkan kepada anak, karena yang
paling dekat dengan dunia literasi itu
260
Wawancara dengan RG Kedung Kaban. Lihat di halaman 218. 261
Wawancara dengan Bahroji. Lihat di halaman 223. 262
Wawancara dengan Rizal Fauzi. Lihat di halaman 227. 263
Wawancara dengan Muhamad Jaeni. Lihat di halaman 231.
152
adalah dunia anak-anak dan dunia
pendidikan.264
9 Nita Nurhayati Literasi merupakan kemampuan
membaca dan menulis, namun saat ini
kata literasi berkembang menjadi
kemampuan di berbagai bidang
sehingga ada istilah literasi media,
literasi sains, dan sebagainya.265
10 Muhamad Tohir Literasi sebagai sesuatu yang penting,
karena untuk menambah pengetehauan
dan keterampilan seseorang menjadi
lebih baik.266
11 Hilal Ahmad Literasi itu penting, karena tanpa
literasi kita akan kemabali lagi ke masa
pra sejarah.267
12 Khodijah Kita semua memang harus melek
literasi. Karena literasi itu bukan hanya
sekadar membaca saja, menulis, melek
teknologi itu juga bagian dari literasi.268
Dari pemaknaan peserta KMRD mengenai literasi,
peneliti dapat menyimpulkan bahwa: literasi itu sangat penting
bagi kehidupan manusia. Terlebih di zaman sekarang ini, yang
264
Wawancara dengan Rahmat. Lihat di halaman 236. 265
Wawancara dengan Nita Nurhayati. Lihat di halaman 246. 266
Wawancara dengan Muhamad Tohir. Lihat di halaman 249. 267
Wawancara dengan Hilal Ahmad. Lihat di halaman 253. 268
Wawancara dengan Khodijah. Lihat di halaman 257.
153
segala informasi tersaji begitu cepat dan deras. Seseorang yang
melek literasi berarti melek pengetahuan, kemampuan untuk
membaca buku, membaca informasi dan lain-lain. Karena dengan
melek literasi, kita akan tahu informasi-informasi yang sedang
berkembang. Literasi bisa mengubah seseorang menjadi lebih
baik. Sebab itu literasi harus diajarkan sedini mungkin kepada
anak-anak. Salah satu informan mengatakan, perbedaan mendasar
manusia primitif dengan manusia berbudaya, terletak pada
kemampuan literasinya. Dalam arti, bagaimana seseorang
mendapat informasi, mengolahnya, menghimpunnya, dan
menyampaikannya kembali ke orang lain.
154
BAB V
PEMBAHASAN
A. Pembahasan dan Analisis Gerakan Rumah Dunia
Dengan Pendekatan Komunikasi Antarbudaya pada
Peserta Kelas Menulis
Berikut ini merupakan temuan penelitian tentang gerakan
Rumah Dunia dengan pendekatan Komunikasi Antarbudaya pada
peserta kelas menulis: Komunikasi Antarbudaya yang dilakukan
Gol A Gong selaku tutor kelas menulis kepada para peserta
KMRD yang berbeda budaya, dilakukan Gong dengan cara
menggunakan Bahasa Indonesia. Gong selalu berusaha
menciptakan suasana kebersamaan, meski para peserta dari
berbagai daerah, Gong menyatukan mereka dalam bingkai
komunikasi Bahasa Indonesia, di tengah para peserta kelas
menulis yang beragam latar belakang dan budaya. Adapun
penyampaian komunikasi menggunakan Bahasa Jawa Serang atau
Bahasa Sunda, itu hanya digunakan Gong sesekali saja pada
ranah candaan. Jikapun ada muatan budaya, itu lebih diarahkan
pada konten dalam menulis cerita pendek. Maka di dalam tulisan-
tulisan cerita pendek para peserta kelas menulis muncul warna
lokalitas, seperti dari Bekasi, Bandung, Palembang, Lebak dan
lainnya. Dalam cerita pendek itu selalu ada muatan unsur-unsur
kelokalan atau lokalitas di dalamnya.
Tidak ada miskomunikasi selama kelas menulis
berlangsung, karena Gong selalu menggunakan komunikasi
dengan Bahasa Indonesia. Ditambah antara Gong dan peserta
155
kelas menulis sama-sama saling mengerti akan kultur budayanya
masing-masing. Gong selaku tutor kelas menulis juga sadar betul
bahwa para peserta kelas menulis bukan berasal dari Kota Serang
saja, sehingga Gong mencoba memahami budaya dari masing-
masing peserta tersebut dengan pengenalan karakter budayanya,
dan dengan menggunakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa
pemersatu selama kelas berlangsung.
Hal ini diperkuat dengan pernyataan para peserta KMRD
yang mayoritas mengatakan bahwa komunikasi yang dilakukan
Gol A Gong kepada peserta kelas menulis, merupakan
komunikasi yang menggunakan Bahasa Indonesia, sehingga
semua peserta dari berbagai daerah bisa memahami komunikasi
yang disampaikan Gong.
Termasuk juga dengan komunikasi nonverbal Gong,
nyaris tidak ada. Semua peserta memahaminya. Peserta kelas
menulis menilai Gol A Gong baik dalam melakukan komunikasi
dengan peserta KMRD perempuan, sehingga Gong bisa
mengikuti cara berfikir mereka atau mengikuti bahasanya peserta
KMRD perempuan. Karena tidak ada perbedaan yang berarti
untuk peserta KMRD perempuan atau laki-laki.
Pada akhirnya, program Kelas Menulis Rumah Dunia
yang di dalamnya diikuti para peserta dari berbagai daerah, baik
peserta laki-laki dan perempuan, memungkinkan terjadinya
Komunikasi Antarbudaya di sana. Hal ini sesuai dengan teori
Komunikasi Antarbudaya yang dikembangkan Stella Ting-
Toomey, yang menyebutkan bahwa komunikasi antarbudaya
merujuk pada proses komunikasi antara anggota kelompok
156
budaya yang berbeda. Dimana derajat perbedaan yang ada
diantara individu yang berkomunikasi terutama berasal dari
faktor keanggotaan pada suatu kelompok budaya seperti
kepercayaan, nilai-nilai, norma-norma dan urut-urutan interaksi.
Dengan demikian komunikasi antarbudaya memiliki karakteristik
yang antara lain menyangkut pertukaran simbol, proses, pada
komunitas budaya yang berbeda, negosiasi pertukaran makna dan
situasi interaktif. Oleh karena itu, komunikasi antarbudaya
melibatkan aneka tahap perbedaan anggota kelompok budaya.269
Joseph juga telah merumuskan bahwa Komunikasi
Antarbudaya tidak hanya terbatas pada ruang lingkup komunikasi
yang terjadi pada orang dengan lain agama, negara atau ras, tetapi
juga antara jenis kelamin yang berbeda, misalnya antara pria dan
wanita. Istilah komunikasi antarbudaya secara luas untuk
mencakup semua bentuk komunikasi di antara orang-orang yang
berasal dari kelompok yang berbeda, selain juga secara lebih
sempit yang mencakup bidang komunikasi antar kultur yang
berbeda.270
Sehingga dari program kelas menulis Rumah Dunia ini,
perlahan terus berkembang menjadi wadah bagi lahirnya generasi
penulis baru dari komunitas yang konsen dalam dunia sastra,
seni, rupa dan suara yang bernama Rumah Dunia.
269
Toomey, Communicating Across Cultures, (New York London:
The Guilford Pres, 1999), 17. 270
DeVito, Komunikasi Antarmanusia, 536.
157
1. Gerakan Rumah Dunia sebagai Wadah Pencetak
Penulis
Gol A Gong mengatakan, Rumah Dunia pertama harus
dilihat apakah dia fungsional atau tidak? Ketika dia berfungsi
dengan baik, berarti sudah jelas sebagai wadah pencetak para
penulis. Pertama, kekuatan komunitas Rumah Dunia ketika Gong
membuatnya, ia terlebih dahulu memikirkan base camp. Ia
mengaku tidak khawatir dengan Sumber Daya Manusia (SDM),
jika sudah ada base camp, orang-orang akan datang dengan
sendirinya. Maka Gong menyediakan base camp-nya. Ketika ada
base camp, ia menyediakan diri sebagai SDM pertama, yang
tidak dibayar, bahkan Gong memberi modal. Gong juga
memberitahu ke orang-orang kalau kamu ingin belajar menulis,
datang ke sini nyaman. Mau makan ada, mau tidur silahkan,
bebas. Nyaman di sini. Yang penting kamu belajar yang benar.
Kemudian SDM dari Gol A Gong sendiri, Toto, Rys dan yang
lain berdatangan. Lalu ada Firman Venayaksa datang sekitar
tahun 2003. Jadi banyak orang yang ingin menyedekahkan
ilmunya kepada Rumah Dunia. Setelah base camp, berikutnya
adalah program. Gong sebagai pendiri Rumah Dunia atau yang
dituakan di sana mengaku terbuka dengan program. Program itu
didiskusikan. Tapi di awal-awal berdirinya Rumah Dunia, Gong
memberi tahu kebijakan plotnya, jadi program itu terbuka, tidak
boleh saling membunuh program/ membunuh ide orang lain.
Jadi kalau ada ide program yang jelek, idenya kita
perbaiki. Jadi base camp, SDM, program dan dana. Dana
itu bisa dikatakan awalnya saya yang menanggung semua,
158
yang kemudian setelah mereka yakin dan percaya, yang
lain menyumbang tenaga, pikiran. Kemudian mulailah
mereka percaya bahwa Rumah Dunia ini, orang per
orangnya saya dan Toto dan lain-lainnya tidak punya
maksud apa-apa, tidak pernah mengambil keuntungan
secara materi, barangkali soal pencitraan saya rasa tidak
juga. Kita masing-masing sudah punya jejak rekam
sendiri. Jadi ini murni ibadah.271
Masih dikatakan Gol A Gong, yang terakhir adalah
networking atau jejaring. Itulah Rumah Dunia, semuanya by
design. Gong menyebut, sepanjang ada orang-orang yang
mencintai Rumah Dunia, plat form-nya bisa dijalankan, siapa pun
presidennya. Dan ditambahkan Gol A Gong, tugas akhir kelas
menulis adalah membuat buku yang sudah dilakukan Rumah
Dunia sejak dulu. Menurut Gong, para peserta kelas menulis
sejak awal sudah difasilitasi. Ada yang membuat majalah dari
fotocopyan, ada yang membuat buku antologi, bahkan orang per
orang menulis buku. Salah satu contohnya adalah Ibnu Adam
Aviciena, relawan pertama Rumah Dunia yang menulis novel
berjudul Mana Bidadari Untukku, dan ada lagi antologi cerpen
lainnya.
Jadi memang itu tanggung jawab saya sebagai mentor. Itu
sebabnya hingga hari ini ada kegiatan World Book Day
(Hari buku se-Dunia) yang rutin digelar Rumah Dunia,
pokoknya kita fasilitasi sampai benar-benar bisa jadi
penulis.272
271
Wawancara dengan Gol A Gong di Kota Serang, Sabtu, 3 Maret
2018. 272
Wawancara dengan Gol A Gong di Kota Serang, Sabtu, 3 Maret
2018.
159
B. Pembahasan dan Analisis Para Peserta Program Literasi
Bahasa Rumah Dunia dalam Memaknai Profesi Menulis
Berikut ini merupakan temuan penelitian pemaknaan peserta
KMRD mengenai program kelas menulis, Gol A Gong dan
literasi:
Pemaknaan peserta KMRD mengenai program kelas menulis
dimaknai sebagai program yang positif dan banyak dicari para
peserta yang ingin memperdalam ilmu tentang menulis. KMRD
juga sebagai program yang bagus, memberikan dampak positif
serta manfaat yang besar terhadap peserta, yang mendorong para
pesertanya lebih banyak mendapatkan pelatihan praktik menulis,
daripada hanya sebatas pemaparan teori-teori dari sang tutor kelas
menulis. Karena praktik, dinilai peserta lebih efektif dari sekadar
teori. Dan pada akhirnya para peserta bisa tahu kekurangan dan
kelebihan masing-masing lewat bimbingan dari sang tutor.
Karena metode pembelajaran dalam kelas menulis Rumah Dunia
dengan pemberian materi, setiap pertemuan diadakan tugas
individu atau kelompok, yang kemudian nanti dibahas satu
persatu oleh tutor kelas menulis, yakni Gol A Gong.273
Selain itu, metode dalam pembelajaran kelas menulis,
Rumah Dunia sering mengundang penulis-penulis dari luar
Banten atau dari media lokal dan nasional untuk berbagi ilmu
kepada peserta kelas menulis mengenai cerpen, jurnalistik, novel,
layout buku dan sebagainya. Lebih sering Gol A Gong juga
mengundang teman-temannya yang sesama penulis untuk
memberikan motivasi kepada peserta kelas menulis. Sedangkan
273
Diolah dari hasil wawancara dengan informan. Lihat halaman 181.
160
Toto ST Radik fokus mengajari puisi di kelas menulis Rumah
Dunia.
Pemaknaan selanjutnya bahwa Rumah Dunia dan program
kelas menulis dimaknai sebagai kawah candradimuka yang bisa
mengubah pengetahuan dan wawasan seseorang menjadi lebih
maju dan berbudaya, bisa mengubah pengetahuan, maindset, skill
dan lain-lain. Kemampuan menulis kemudian berimbas pada
kemampuan seseorang mencari penghasilan lewat menulis.
Karena industri kreatif selalu membutuhkan orang-orang yang
bisa menulis.274
Program kelas menulis dimaknai sebagai program yang
bermanfaat, gratis dan menjadi atmosfir bagi penulis pemula
maupun penulis yang sudah jadi, dan membuat mereka makin
tergerak mengembangkan karya-karyanya.
Program KMRD juga dimaknai sebagai tempat untuk
menggali potensi menulis di kalangan pelajar dan mahasiswa,
serta dapat menjadi wadah bagi para calon penulis untuk
mengasah potensinya. Karena di kelas menulis Rumah Dunia,
semua peserta bisa belajar bersama, baik peserta yang sudah
mahir menulis maupun bagi penulis pemula. Semua mendapat
kesempatan dan hak yang sama, yakni mendapatkan materi-
materi menulis dari para tutor.275
Pemaknaan yang lain, bahwa KMRD adalah kegiatan yang
patut terus dipertahankan, karena banyak manfaat yang
didapatkan para peserta dan juga melihat lulusan kelas menulis
274
Diolah dari hasil wawancara dengan informan. Lihat halaman 181. 275
Diolah dari hasil wawancara dengan informan. Lihat halaman 181.
161
Rumah Dunia rata-rata berhasil menjadi penulis dan karya-
karyanya banyak tersebar di media lokal dan nasional.
Kelas Menulis Rumah Dunia juga dimaknai sebagai program
yang memberi manfaat baik bagi pelajar dan mahasiswa di
Banten. Karena dalam kelas menulis, para peserta dibimbing
untuk bagaimana bisa menulis novel, cerpen, berita, artikel, dan
puisi dengan baik, sehingga tulisan-tulisan peserta kelas menulis
dapat diterima oleh media massa atau bahkan bisa diterbitkan
menjadi sebuah buku, seperti kumpulan cerpen kelas menulis
Rumah Dunia berjudul Kacamata Sidik (Senayan Abadi, 2004),
Dongeng Sebelum Tidur (Gramedia, 2005), Padi Memerah
(MU:3, 2005), Harga Sebuah Hati (Jakarta, 2006), Cinta Lelaki
dan Peluru (Solo, 2007), Relawan Dunia (KPG, 2012), Sakit ½
Jiwa (Gagas Media, 2006), Lelaki Kiriman Tuhan (Lumbung
Banten, 2013) dan lain-lain.276
Selain itu, adanya KMRD juga dimaknai sebagai wadah
pelatihan yang memudahkan para pemuda Banten dalam mencari
alternatif ilmu pengetahuan atau kursus menulis dan gratis. Pada
masa itu, pelatihan yang sama di luar Banten akan memakan
biaya mahal dan tidak gratis. Sementara adanya KMRD ini
menjadi kesempatan yang baik untuk memanfaatkan ilmu
pengetahuan dengan gratis dan mudah.
Meski program Kelas Menulis Rumah Dunia dimaknai
positif, namun sejumlah informan memberikan masukan terkait
dengan metode KMRD yang harus dievaluasi dan diperbarui.
Seperti, Rumah Dunia sudah harus membuka kelas-kelas jauh,
276
Diolah dari hasil wawancara dengan informan. Lihat halaman 181.
162
serta menjaring para peserta kelas menulis dari berbagai daerah
dan dari berbagai kalangan, seperti pekerja, PNS, dan profesional
lainnya, sehingga peserta kelas menulis tidak hanya didominasi
dari kalangan mahasiswa dan pelajar saja. Ada juga yang
menyarankan agar kelas film yang dahulu pernah diadakan di
Rumah Dunia, harus kembali dihidupkan dan dikembangkan lagi.
Sedangkan pemaknaan peserta KMRD mengenai Gol A
Gong dimaknai sebagai sosok teladan yang baik, bertanggung
jawab, relawan, banyak ide, kreatif, agamis/religius, orang yang
menginspirasi, serta percaya dirinya baik. Gong juga dimaknai
sebagai orang yang berbeda dari kebanyakan, karena Gong
memiliki jiwa sosial tinggi serta orang yang cenderung blak-
blakkan. Gong juga dimaknai sebagai sosok yang legendaris,
ambisius, relawan literasi dan Gol A Gong merelakan dirinya
untuk Rumah Dunia. Pemaknaan yang lain terhadap Gol A Gong
sebagai sosok yang agamis atau religius, serta bertaggung jawab
untuk membiayai kehidupan di Rumah Dunia. Gong juga tercatat
atau dimaknai sebagai tokoh yang sangat menginspirasi, idealis
dan mau memberikan waktu dan hartanya untuk perkembangan
literasi. Meskipun Gol A Gong sudah terkenal, tapi tetap rendah
hati.277
Sejak tahun 1990-an, nama Gol A Gong mulai berkibar di
dunia tulis-menulis lewat novel petualanggannya yang fenomenal
dengan judul Balada Si Roy. Sebelum menjadi buku, cerita
Balada Si Roy pernah dimuat secara bersambung di Majalah HAI.
277
Diolah dari hasil wawancara dengan informan. Lihat halaman 204-
261.
163
Hingga kini nama Gong masih dikenal di kalangan sastrawan
Indonesia. Hingga hari ini pun, Gong masih aktif menulis dan
karya-karyanya sudah mencapai ratusan buku. Gong juga
mendedikasikan dirinya menjadi relawan atau pejuang literasi
dengan mendirikan saggar belajar Rumah Dunia. Kegiatan-
kegiatan di Rumah Dunia terus berjalan hingga hari ini, seperti
diskusi buku, temu pengarng, perayaan World Book Day atau hari
buku se-dunia, program kelas menulis dan kegiatan lainnya.
Atas komitmen dan dedikasinya pada dunia literasi dan
pendidikan, Gong mendapatkan beberapa penghargaan antara
lain; Islamic Book Fair Award (2005), Nugraha Jasadarma
Pustaloka (Perpusnas, 2007), XL Indonesia Berprestasi Award
(2008), Literacy Award (Komunitas Literasi Indonesia, 2009),
National Literacy Prize (Kemendiknas, 2010), Elshinta Award
(2010), Tokoh Penggerak Literacy (IKAPI, 2011), Anugerah
Peduli Pendidikan (Kemendiknas, 2012), Tokoh Sastra Indonesia
(Balai Pustaka-Horison, 2013), dan Anugerah Kebudayaan
Indonesia (Kemendikbud, 2015).278
Pemaknaan terhadap Gol A Gong yang dimaknai sebagai
orang yang selalu punya ide, punya kegiatan, terlihat jelas dari
padatnya kegiatan di Rumah Dunia, mulai dari kegiatan reguler
dan kegiatan unggulan atau insidental yang berskala lokal
maupun nasional, seperti yang sudah peneliti uraikan pada bab
III. Informan banyak yang memaknai Gong sebagai orang yang
memiliki energi besar, hingga bisa menggerakkan Rumah Dunia
dan dalam waktu yang bersamaan masih terus produktif
278
Diolah dari hasil wawancara dengan informan. Lihat halaman 181.
164
melahirkan karya. Maka, Gong bisa menulis satu karya dalam
satu waktu sambil menyelenggarakan kegiatan berskala nasional
di Rumah Dunia. Dan tidak hanya itu, Gong juga dimaknai
selaian sebagai inisiator, juga sebagai influenser atau orang yang
mampu mempengaruhi orang lain dalam hal positif.279
Gong juga dimaknai sebagai sosok yang low profile, karena
Gong dinilai lebih suka mengajak berbagi ilmu pengetahuan,
mengajari peserta kelas menulis untuk menulis dan tidak pernah
marah-marah mengenai tulisan peserta KMRD yang masih acak-
acakan. Sosok Gong dimaknai lebih pada mengayomi dan
membimbing, juga memberikan masukan-masukan terhadap
tulisan para peserta KMRD dengan cara membacanya dan
memberikan catatan-catatan di lembar karya pesera KMRD.
Selain itu, Gol A Gong juga dimaknai sebagai sosok yang
religius, kekuatan agamanya bagus, di tengah-tengah banyak
seniman atau sastrawan lain, jika untuk urusan urusan Agama,
dalam hal ini solat, yang lain agak sedikit abai. Tetapi Gol A
Gong untuk urusan Agama tetap dinomorsatukan. Dalam banyak
kasus misalnya, ketika sedang berlangsung kegiatan dan sudah
tiba waktu solat, Gong sering terlihat izin meninggalkan ruang
acara untuk solat. Dan akhir-akhir ini, Gong terlihat sering
menggunakan busana sarung dalam setiap acara sastra.280
Pemaknaan selanjutnya mengenai Gol A Gong dimaknai
sebagai sosok kebapakan dan mengayomi para peserta kelas
279
Diolah dari hasil wawancara dengan informan. Lihat halaman 204-
261. 280
Wawancara dengan Rahmat. Lihat di halaman 236.
165
menulis terutama yang masih muda. Sehingga siapaun jika
berdiskusi dengan Gong, tidak akan mengenal jarak. Karena
Gong sering memberikan motivasi kepada peserta KMRD serta
mempermudah jalan bagi peserta kelas menulis dalam meniti
masa depannya, yakni menjadi seorang penulis.281
Pemaknaan terhadap Gol A Gong dimaknai sebagai sosok
yang peduli terhadap sesama, karena Gong selalu mengajarkan
untuk bisa berbagi kepada orang lain. Salah satu ajarannya,
bahwa hidup itu bukan tentang diri kita sendiri, tapi ada orang
lain yang mesti kita bantu. Kata-kata itu tidak hanya diungkapkan
Gong sebagai nasihat kepada orang lain, tapi Gong dan
keluarganya mempraktikkan kata-kata itu dengan membantu
warga sekitar agar hidupnya lebih baik, cara yang dilakukan
Gong beragam, mulai dari memberikan bantuan lewat beasiswa
pendidikan, atau dengan cara mengajak berapa warga Ciloang
yang dijadikan relawan oleh Gol A Gong, kemudian mereka
diajari menulis, dan dari keterampilan menulis itu, mereka bisa
hidup lebih baik. Salah satu contohnya, ada warga Ciloang yang
menjadi penjual gorengan, selain menjual gorengan, tetapi
mereka bisa memiliki skill menulis dan profesinya jadi lebih
tinggi. Di Rumah Dunia ada tukang gorengan jadi wartawan,
anak pemulung yang jadi editor di surat kabar nasional, anak
penjual kerupuk mie mendapat beasiswa dari royalti novel yang
ditulis Gong dan Tias Tatanka berdasarkan kisah nyata dan
inspiratif dari anak penjual kerupuk mie tersebut. Novel itu
281
Wawancara dengan Nita Nurhayati. Lihat di halaman 246.
166
diterbitkan Senayan Abadi Publishing dengan judul Mimpi
Sauni.282
Sementara pemaknaan pserta kelas menulis terhadap literasi
dimaknai sangat penting dan perlu. Sebab kemampuan literasi
sangat dibutuhkan oleh semua orang. Yunus Abidin283
menyebutkan bahwa literasi bukan hanya sekadar tentang
kemampuan membaca dan menulis, tapi sudah berkembang
menjadi kemampuan membaca, menulis, berbicara, dan
menyimak. Literasi didefinisikan sebagai kemampuan untuk
menggunakan bahasa dan gambar dalam bentuk yang kaya dan
beragam untuk membaca, menulis, mendengarkan, berbicara,
melihat, menyimak, dan berpikir kritis tentang ide-ide.284
Melihat pentingnya kesadaran berliterasi, para peserta kelas
menulis Rumah Dunia memaknai literasi sebagai bagian
terpenting dalam hidup. Sebab literasi merupakan ilmu
pengetahuan yang dapat mengubah cara pandang seseorang
terhadap dunia, untuk menjadi pribadi lebih baik, baik dalam
bertutur maupun bertindak. Literasi bila ditekuni dengan serius,
akan membawa manfaat yang besar terhadap seseorang, terlebih
terhadap kemampuan menulis yang bisa dijadikan menjadi
sumber mencari uang. Pada akhirnya benar memang apa yang
dikatakan salah satu informan, bahwa literasi sangat penting dan
282
Diolah dari hasil wawancara dengan informan. Lihat halaman 204-
261. 283
Abidin, dkk, Pembelajaran Literasi: Strategi Meningkatkan
Kemampuan Literasi Matematika, Sains, Membaca dan Menulis, (Jakarta:
Bumi Aksara, 2017), 1. 284
Abidin, dkk, Pembelajaran Literasi: Strategi Meningkatkan
Kemampuan Literasi Matematika, Sains, Membaca dan Menulis.
167
harus diajarkan sedini mungkin kepada anak-anak. Karena
perbedaan mendasar manusia primitif dengan manusia
berbudaya, menurut informan terletak pada kemampuan
literasinya.285
Karena jika kita melek literasi, kita akan tumbuh menjadi
orang yang bisa bersaing secara ekonomi, karena kita menguasai
dan paham soal informasi, sehingga tidak mudah ditipu oleh
orang lain, kemudian dengan sadar politik kita tidak mudah
dihasut, tidak mudah dibakar dengan isu-isu politik, oleh berita-
berita hoax, sentimen-sentimen SARA (suku, agama, ras, dan
antargolongan), jadi betapa pentingnya literasi itu bagi kita
semua.286
Dengan melek literasi, ketika kita ingin mengetahui tentang
sejarah seseorang pejuang misalnya, kita tidak perlu bertemu
dengan orangnya, tapi bisa kita baca lewat buku-buku yang
menuliskan tentang pejuang itu, atau lewat pemikiran-
pemikirannya dalam buku, sehingga seakan-akan kita dekat
dengan beliau.287
Karena kehidupan terus berubah dari waktu ke waktu, maka
hidup harus diisi dengan hal-hal yang inovatif. Harus ada inovasi-
inovasi baru dan harus sanggup menghadapi tantangan zaman,
sehingga kita menjadi kreatif dan inovatif. Seseorang bisa
mencapai tingkat kreatif itu, perlu ditopang dengan referensi,
285
Diolah dari hasil wawancara dengan informan. Lihat halaman 204-
261. 286
Diolah dari hasil wawancara dengan informan. Lihat halaman 204-
261. 287
Hasil wawancara dengan Piter Tamba. Lihat halaman 211.
168
perlu memiliki data informasi dalam kepalanya. Dan buku
merupakan sumber informasi tersebut. Karena jika seseorang
tidak melek literasi, maka sedikit informasi yang dia terima, dan
sedikit referensi yang dimiliki. Buku menjadi jembatan menuju
dunia literasi dan pada akhirnya bisa merubah seseorang menjadi
lebih baik. Hal tersebut sudah dicontohkan oleh bapak pendiri
bangsa kita, Soekarno-Hatta, mereka berdua besar kaerena literasi
dan buku. Untuk itu literasi penting dikenalkan sejak dini kepada
anak-anak. Karena literasi menjadikan sebuah bangsa bisa
semakin berkembang dan menuju peradaban yang lebih baik.288
Literasi juga dimaknai sebagai pondasi paling penting dalam
peningkatan intelektual seseorang. Literasi dimaknai bisa
mengubah seseorang menjadi lebih baik lagi, menjadi orang yang
berbeda dari orang-orang kebanyakan, karena ketika otak kita
penuh dengan informasi dan bahan bacaan, dengan sendirinya
kita akan menjadi orang kreatif dan berwawasan luas.289
Sebagai penanda peradaban, perkembangan literasi tak dapat
mengabaikan peran perpustakaan sebagai sumber pengetahuan.
Abad ke-18, misalnya, dikenal sebagai Zaman Pencerahan karena
era ini ditandai oleh perkembangan perpustakaan dan literasi,
yang saat itu identik dengan tradisi masyarakat untuk
mempelajari pengetahuan melalui kegiatan membaca dan menulis
(McGarry, 1991). Literasi menjadi tonggak kebangkitan
peradaban, baik di dunia Barat maupun di dunia Islam. Perintah
iqra‟ (baca!) dalam surat Al-Alaq menjadi penanda pentingnya
288
Diolah dari hasil wawancara dengan informan. Lihat halaman 204. 289
Diolah dari hasil wawancara dengan informan. Lihat halaman 204.
169
pengetahuan yang identik dengan tumbuhnya peradaban Islam
melalui turunnya wahyu kepada Nabi Muhammad. Peradaban
Islam pun dikenang dengan kejayaan Abad Pertengahan, yaitu
abad ke-7 hingga 13 (Kazmi, 2005).290
Dari pemaknaan peserta KMRD, baik mengenai program
kelas menulis, Gol A Gong dan literasi sesuai dengan teori
pemaknaan yang dikembangkan oleh Charles Osgood pada 1960-
an. Dimana fokus penelitian Osgood mengenai bagaimana sebuah
makna dipelajari, juga tentang hubungan antara makna dengan
pikiran dan perilaku. Masing-masing informan memiliki
pemaknaan yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Hal
ini dimungkinkan terjadi, karena sesuai dengan teori yang
dirumuskan Osgood, bahwa fokus penelitiannya mengenai
bagaimana sebuah makna dipelajari, juga tentang hubungan
antara makna dengan pikiran dan perilaku. Asumsi teori
pemaknaan dari Osgood adalah bahwa tiap individu akan
merespon setiap stimuli (rangsangan) yang ada di lingkungannya.
Hubungan keduanya, stimulus dan respons, diyakini sebagai
elemen pembentuk makna. Teori Osgood membantu bagaimana
sebuah pesan dipahami.291
290
Dewayani, dkk, Suara dari Marjin: Literasi sebagai Praktik Sosial
(Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2017), 2-3. 291
Littlejohn, Theories of Human Communication, 189.
170
BAB VI
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Setelah melakukan wawancara mendalam, observasi, telaah
dokumen serta analisis data, peneliti dapat menyimpulkan
gerakan Komunitas Rumah Dunia dengan pendekatan
komunikasi antarbudaya pada peserta kelas menulis merupakan
gerakan literasi sosial yang di dalam pembelajaran kelas menulis
terjadi komunikasi antarbudaya di sana.
Karena Komunikasi Antarbudaya tidak hanya terbatas pada
ruang lingkup komunikasi yang terjadi pada orang dengan lain
agama, negara atau ras, tetapi juga antara jenis kelamin yang
berbeda, misalnya antara pria dan wanita. Istilah komunikasi
antarbudaya secara luas untuk mencakup semua bentuk
komunikasi di antara orang-orang yang berasal dari kelompok
yang berbeda, selain juga secara lebih sempit yang mencakup
bidang komunikasi antar kultur yang berbeda.292
Rumah Dunia komunitas yang konsisten dalam
pengembangan sastra dalam pendidikan literasi bagi masyarakat
luas, terutama pada peserta kelas menulis. Tahapan demi tahapan
telah peneliti lakukan dan kemudian peneliti rangkum sesuai
dengan pertanyaan penelitian yang peneliti ajukan pada bab
pertama, sebagai berikut:
292
DeVito, Komunikasi Antarmanusia, (Karisma Publishing Group,
2011).
171
1. Gerakan Rumah Dunia dengan pendekatan Komunikasi
Antarbudaya pada peserta kelas menulis; gerakan Rumah
Dunia sebagai gerakan sosial. Dan komunitas Rumah Dunia
menjadi wadah dalam mencetak penulis baru di Banten.
Pada program literasi bahasa, dalam hal ini program kelas
menulis Rumah Dunia yang banyak diikuti dari berbagai
daerah, sehingga Komunikasi Antarbudaya terjadi di sana.
Sedangkan untuk komunikasi antara tutor kelas menulis
dengan peserta dilakukan dengan menggunakan Bahasa
Indonesia, sehingga tidak ada miskomunikasi yang dialami
peserta. Karena Gol A Gong menyatukan para peserta dari
berbagai budaya dan latar belakang yang berbeda dengan
menggunakan komunikasi Bahasa Indonesia saat kelas
menulis berlangsung. Bahasa Indonesia dijadikan sebagai
bahasa pemersatu.
2. Para peserta kelas menulis memaknai profesi menulis
sebagai: profesi yang menjanjikan, bisa menghasilkan uang
jika ditekuni dengan serius, namun sayangnya profesi
menulis oleh sebagian orang masih dianggap sebagai
profesi sampingan. Profesi menulis merupakan salah satu
profesi yang ketika seseorang sudah masuk di dalamnya,
tidak akan ditanyakan mengenai ijazah, nilai IPK, atau
prestasi lainnya, dalam profesi menulis yang dilihat hanya
karya. (a) Para peserta kelas menulis memaknai program
kelas menulis: sebagai program yang positif dalam
menggali potensi menulis di kalangan mahasiswa, pelajar
dan umum, wadah mengasah diri menjadi penulis handal.
172
(b) Para peserta kelas menulis memaknai Gol A Gong:
sebagai pejuang literasi, orang hebat yang ramah, inovatif,
kreatif, inspiratif, penuh semangat, memiliki jiwa sosial
yang tinggi, motivator, blak-blakan, penuh ide, humoris dan
suri tauladan yang baik dan legendaris. (c) Para peserta
kelas menulis memaknai literasi: melek literasi sangat
penting, karena literasi adalah gerbang pengetahuan, literasi
harus diajarkan sedini mungkin, karena kehidupan terus
berubah, manusia dituntut untuk menjadi kreatif, untuk
mencapai itu, manusia dituntut melek literasi.
Beragam pemaknaan yang muncul dari para informan
tentang profesi menulis, program kelas menulis, pememaknaan
tentang Gol A Gong dan literasi tersebut, sesuai dengan teori
pemaknaan yang dikembangkan oleh Charles Osgood. Dimana
fokus penelitiannya mengenai bagaimana sebuah makna
dipelajari, juga tentang hubungan antara makna dengan pikiran
dan perilaku. Asumsi teori pemaknaan dari Osgood adalah bahwa
tiap individu akan merespon setiap stimuli (rangsangan) yang ada
di lingkungannya. Hubungan keduanya, stimulus dan respons,
diyakini sebagai elemen pembentuk makna. Teori Osgood
membantu bagaimana sebuah pesan dipahami.293
B. SARAN
1. Penelitian mengenai Komunitas Rumah Dunia sudah
dilakukan dengan berbagai pendekatan, sedangkan
dengan pendekatan semisal komunikasi antarbudaya ini
293
Toomey, Communicating Across Cultures, (New York London:
The Guilford Pres, 1999).
173
masih jarang diteliti. Penelitian dengan pendekatan studi
fenomenologi juga layak dilakukan.
2. Peserta Kelas Menulis Rumah Dunia tidak hanya
diarahkan menjadi penulis saja. Tapi bisa dikembangkan
menjadi akademisi, seperti menjadi dosen yang memiliki
bakat menulis yang baik, menjadi doktor, profesor,
pengamat kebudayaan, pengamat politik dan lain-lain.
3. Penelitian mengenai Komunitas Rumah Dunia yang
konsen pada dunia literasi ini perlu dikembangkan dan
lebih difokuskan pada seberapa banyak penulis muda
yang lahir dari kelas menulis Rumah Dunia, beserta
pengaruhnya. Mengingat penelitian semacam ini penting
dilakukan dalam melihat seberapa luas dan seberapa
besar dampak dari Rumah Dunia dalam mencetak para
penulis yang diakui Indonesia dan dunia.
174
DAFTAR PUSTAKA
Buku-Buku
Abbas, Afifi Fauzi. Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta:
Koentjaraningrat, 2010.
Abidin, Yunus dkk. Pembelajaran Literasi: Strategi
Meningkatkan Kemampuan Literasi Matematika, Sains,
Membaca dan Menulis. Bumi Aksara, Jakarta, 2017.
Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Satu Pendekatan
Praktik. Jakarta: PT. Bina Aksara, 1989.
O‟Hair, Dan dkk. Strategic Communication in Business and the
Professions. Jakarta: Kencana, 2009.
Bogdan, R.C & Biklen, S.K.B. Cualitative Research for
Education to Theory and Methods. Allyin and Bacon, inc.
Boston, 1998.
Bungin, Burhan. Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi,
Kebijakan Publik dan Ilmu Sosial lainnya. Jakarta,
Kencana, 2007.
Cresswell, John. Desain Penelitian: Pendekatan Kualitatif dan
Kuantitatif. Jakarta, KIK Press, 2002.
DeVito, Joseph A. Komunikasi Antarmanusia. Karisma
Publishing Group, 2011.
Dewayani, Sofie dan Retnaningdyah, Pratiwi. Suara dari Marjin:
Literasi sebagai Praktik Sosial, PT. Remaja Rosdakarya,
Bandung, 2017.
175
Gong, Gol A dan Irkham, Agus M. Gempa Literasi: Dari
Kampung untuk Nusantara, Jakarta: Kepustakaan Populer
Gramedia, 2012.
Gong, Gol A. Aku, Anak Matahari: Sebuah Memoar Pendidikan
Keluarga Yang Impresif. Semesta Parenting, Bandung,
2008.
Gong, Gol A. Ledakkan Idemu Agar Kepalamu Nggak Meledak.
Gong Publishing, 2010.
Gong, Gol A. Surat dari Bapak; Jalan untuk Kembali. Puspa
Swara, Jakarta, 2016.
Hall, Stuart. “What is this „Black‟ in Black Popular Culture?,”
dalam Stuart Hall: Critical Dialogues in Cultural Studies,
ed. David Morley dan Kuan Hsing-Chen. London:
Routledge, 2005.
Iriantara, Yosal. Literasi Media: Apa, Mengapa, Bagaimana.
Bandung: Simbioasa Rekatama Media, 2009.
Kuswarno, Engkus. Fenomenologi; Fenomena Pengemis Kota
Bandung. Bandung: Remaja Rosdakarta, 2009. dalam Tesis
Atih Ardiansyah, Pemaknaan Aktor Politik Banten
Mengenai Komunikasi Kekuasaan Politik Lokal Dinasti
Chasan Sochib, 2016.
Larry A, Samovar dan Porter, Richard. Intercultural
Communication. A Reader. 7th
ed. International Thomson
Publ.:New York, 1994.
Liliweri, Alo. Konfigurasi Dasar Teori-Teori Komunikasi
Antarbudaya. Nusa Media, 2016.
176
Liliweri, Alo. Makna Budaya dalam Komunikasi Antarbudaya.
Yogyakarta: LkiS, 2002.
Mahayana, Maman S. Apa dan Siapa Penyair Indonesia.
Yayasan Hari Puisi, Jakarta, 2017.
Martono, Nanang. Metode Penelitian Kuantitatif; Analisis Isi dan
Analisis Data Sekunder. PT. RajaGrafindo Persada Jakarta,
2011.
Morissan. Teori Komunikasi Individu Hingga Massa.
Prenadamedia Group, Jakarta, cetakan ke-3, 2015.
Muhtadi, Asep Saeful. Komunikasi Dakwah: Teori, Pendekatan
dan Aplikasi. Bandung: Simbioasa Rekatama Media,
2012.
Muhtadi, Asep Saeful. Komunikasi Politik Indonesia: Dinamika
Islam Politik Pasca-Orde Baru. PT Remaja Rosdakarya,
Bandung, 2008.
Mulyana dan Solatun. Metode Penelitian Komunikasi (Contoh-
contoh Penelitian Kualitataif dengan Pendekatan
Praksis). Cetakan kedua, Bandung, PT Remaja
Rosdakarya, 2008.
Mulyana, Deddy. Komunikasi Antarbudaya. Bandung: Rosda
Karya, 2010.
Nawawi, Abd. Muid. THE NEW WE: Relasi Identitas dan
Budaya dalam Pemikiran Tariq Ramadan. Nuqtah, Jl.
Panang Ranti, Jakarta Timur, 2012.
Nawawi, Alo. THE NEW WE: Relasi Identitas dan Budaya dalam
Pemikiran Tariq Ramadan. Nuqtah, Jl. Panang Ranti,
Jakarta Timur, November 20012.
177
Osgood, Charles. The Nature of Measurement Meaning dalam
Littlejohn dan Foss, (2008).
Priandono, Tito Edy. Komunikasi Keberagaman. Cet I, PT
Remaja Rosdakarya, 2016.
Radik, Toto ST, dkk. Jejak Tiga (Antologi Puisi). Kelompok
Azeta, Serang-Banten, 1988.
Radik, Toto ST. Lidah Politikus. Gong Publishing, 2017.
Rakhmat, Jalaluddin. Psikologi Komunikasi. Bandung: Remaja
Rosdakarya, 1985.
Rohim, Syaiful. Teori Komunikasi Perspekstif, Ragam dan
Aplikasi. Jakarta: Rineka Cipta, 2009.
Severin, Werner J dan Tankard, James W. Teori Komunikasi:
Sejarah, Metode, dan Terapan di Dalam Media Masa.
Kencana, Jakarta, 2005.
Sihabudin, Ahmad. Komunikasi Antarbudaya: Satu Perspektif
Multidimensi. PT Bumi Aksara, 2013.
Stephen, W. Littlejohn and Foss, Karen A. Theories of Human
Communication. Fifth Edition, Belmont California,
Wadsworth Publishing Company, 1996.
Sugiono. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kulitatif R&D.
Jakarta: CV Alfabeta, 2009.
Surachmad, Winarno. Dasar dan Teknik Research (Pengantar
Metodologi Ilmiah). Bandung: CV Tarsito, 1975.
Ting-Toomey, Stella. Communicating Across Cultures. The
Guilford Pres; New York London, 1999.
Tubbs, Stewart L. dan Sylvia Moss. Human Communication. PT
Remaja Rosdakarya, Cet. IV, Bandung, 2005.
178
Usman, Husaini dkk. Metode Penelitian Sosial. Jakarta: Bumi
Aksara, 2008.
Venayaksa, Firman. Relawan Dunia, Jakarta: Kepustakaan
Populer Gramedia, 2011.
Watt & Berg. Research Method for Communication Science.
1995.
Wood, Julia T. Komunikasi Teori dan Praktik. Penerbit Salemba
Humanika, Jakarta Selatan, 2013.
Jurnal, Tesis, Disertasi, Makalah, Artikel
Anggraini, Siti. “Budaya Literasi Dalam Komunikasi”. Jurnal
WACANA Volume XV No. 3 (2006): 181-279.
Arbi, Armawati. “Problem Potensial Pada Komunikasi Antar
Budaya: Studi Akulturasi Etnis Cina Pada Kelompok di
Karim Oei dan Kelompok di Ciputat”. Laporan Hasil
Penelitian. Diterbitkan di Pusat Penelitian Institut Agama
Islam Negeri (IAIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Fakultas
Dakwah IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 1999.
Ardiansyah, Atih. “Pemaknaan Aktor Politik Banten Mengenai
Komunikasi Kekuasaan Politik Lokal Dinasti Chasan
Sochib: Studi Fenomenologi Pasca Ratu Atut Chosiyah
Menjadi Tersangka Kasus Suap pada Sengketa Pilkada
Lebak 2013”. Tesis Magister tidak dipublikasikan,
Pascasarjana Universitas Islam Bandung. 2016.
Kuswarno, Engkus. Tradisi Fenomenologi pada Penelitian
Komunikasi Kualitatif: Sebuah Pengalaman Akademis.
179
Jurnal MediaTor, Vol. 7 No. 1 (Juni 2006), Terakreditasi
Dirjen Dikti SK No.56/DIKTI/Kep/2005.
Oktendy, Aditya. Memahami Pola Komunikasi Kelompok Antar
Anggota Komunitas Punk di Kota Semarang. Jurnal THE
MESSENGER, Volume IV, Nomor 1, Edisi Januari 2012.
h. 49.
Sewa, Tarsisius Florentinus Sio. “Pola Komunikasi Antar Etnis
Asli Dengan Etnis Pendatang (Studi Komunikasi
Antarbudaya Etnis Ende, Lio dengan Etnis Cina dan
Padang di Kota Ende, Flores)”. Tesis Magister tidak
dipublikasi. Program Studi Ilmu Komunikasi, Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia,
Jakarta. 2002.
Solihin, Lukman. “Komunitas Literasi dan Transformasi Sosial:
Kisah Gol A Gong dan Rumah Dunia di Kota Serang,
Banten”. Laporan penelitian pada Pusat Penelitian
Kebijakan Pendidikan dan Kebudayaan, Kemendikbud.
2015. Naskah belum diterbitkan.
Surya, Tommy, “Komunikasi Kelompok Komunitas Enlightened
Ingress Surabaya dalam Program Fun Ingress”. Jurnal E-
Komunikasi, Vol 4. No.1 (2016): 3.
Suryani, Ade Jaya. “Authorship in Banten: Mass Media,
Publishers, Literary Communities, and Authors.” Tesis
Master of Arts (MA) tidak dipublikasikan, Islamic
Studies, Leiden University. 2008.
180
Sumber Lainnya
http://www.wikipendidikan.com, diakses pada Rabu, 15
November 2017. Pukul 22.30 Wib.
https://id.m.wikipedia.org, diakses pada Rabu 15 November
2017, pukul 02.30 Wib.
KBBI Daring, https://kemdikbud.go.id, diakses pada Rabu 15
November 2017, pukul 02.30 Wib.
Pedoman Akademik Penyusunan Proposal dan Penulisan Tesis,
berdasarkan Keputusan Rektor UIN Jakarta Syarif
Hidayatullah Jakarta, Nomor; 507, tahun 2017.
Radar Banten, Firman Venayaksa, Presiden Rumah Dunia: Bikin
Generasi Gemar Membaca. Dimuat di koran Radar Banten,
Senin 5 Maret 2007, rubrik Radar Yunior, penulis
Huma/pers kampus. hal 13. Firman Venayaksa yang saat
diwawancara Radar Banten pada tahun 2007 sebagai
Presiden Rumah Dunia yang ke-2, periode (2005-2010).
181
LAMPIRAN
WAWANCARA I
Data Informan 1
Nama Lengkap : Heri Hendrayana Harris
Nama Pena : Gol A Gong
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat/Tgl. Lahir : Purwakarta, 15 Agustus 1963
Jabatan : Pendiri Rumah Dunia
Waktu wawancara : Sabtu, 3 Maret 2018, pukul 11.00 WIB
Bisa diceritakan bagaimana cita-cita awal tentang Rumah
Dunia?
Jadi waktu saya SMA tahun 1981, betapa sulitnya saya mau
belajar seni, sastra, jurnalistik dan film di Serang. Di Serang tidak
ada tradisi itu. Saya hanya mendengar orang-orang Serang seperti
Teguh Karya, Misbah Yusabiran, Slamet Raharjo sering dengar,
nah orang-orang Serang tidak pernah balik lagi ke kampung
halamannya. Saya waktu itu suka mengirim berita-berita sekolah
ke majalah HAI, puisi-puisi saya juga dimuat di sana. Kalau cari
buku juga harus ke Matraman Jakarta atau ke Senen. Saat itu saya
berpikir bahwa anak-anak muda Banten di masa depan, nasibnya
jangan seperti saya. Maka saya berjanji sama Allah, ya Allah jika
saya sukses jadi penulis, akan saya mudahkan anak-anak muda
Banten di masa depan, saat mereka ingin belajar seni, teruatama
sastra, jurnalistik dan film.
Siapa saja pendiri Rumah Dunia?
Soal pendiri ini saya fleksibel. Saya tadi pagi juga mencoba
merenung bahwa ada orang-orang yang menemani saya, saling
berdiskusi, saya teringat Toto, Rys, terus ada lagi Bagus Bageni,
Si Uzi, Andi Suhud, itu sering kami berdiskusi, Kang Dadi juga,
Abdul Malik, dulu intens di awal-awal membantu Rumah Dunia
lewat promo-promo di Radar Banten. Terus ada Tias. Saya sama
Rys sering ke Jakarta ke majalah HAI. Rys suka nulis berita
sekolah di majalah HAI. Tapi tidak seintens saya. Kemudian
sama Toto menjadi wartawan koran.
182
Bisa diceritakan awal-awal Anda mendirikan Rumah Dunia?
Jadi ketika saya mau menikah dengan Tias, memang
komitmennya mau mewujudkan cita-cita saya saat SMA tadi,
yaitu membangun gelanggang remaja. Sebutannya waktu itu, ya
Allah aku ingin membangun gelanggang remaja, tempat anak-
anak muda berekspresi. Nah itu kan stimulusnya di Bandung.
Setelah saya melamar Tias, dia sudah tahu visi saya, dia juga
punya cita-cita yang sama. Kemudian setelah ada rezeki, itu
dimulai ketika kami punya anak pertama yang lahir di bidan
Halana, lalu saya mendengar sura bayi dan saya selalu membawa
buku tulis, lalu saya bilang ke Tias, “Mah, nama perpustakaan
atau gelanggang remaja kita judulnya Rumah Dunia. Kata Tias,
kenapa Rumah Dunia? Saya bilang, karena di tempat ini pertama
kali bayi lahir melihat dunia. Itu awalnya, maka kenapa saya
namai itu, karena spirit bayi itu kan lahir, masih kosong otaknya,
lalu di situ dia memulai kehidupan. Analoginya itu. Setelah itu,
ada filosofi lain, muncul Rumahku Rumah Dunia, Kubangun
dengan Kata-kata. Kata Tias, dari mana uangnya? Nanti dari
kata-kata itu. Dari novel, film, kita akan beli tanah di belakang
rumah. Nah terus muncul lagi filosofi lain, memindahkan dunia
ke rumah lewat sastra, rupa, suara dan warna. Nah itu kemudian
saya presentasikan ke Toto ST Radik, Rys dan yang lainnya.
Akhirnya semua gabung, ada Mailk, Bagus Bageni, dan lain-lain
itu.
Relawan pertama Rumah Dunia siapa saja?
Ketika tahun 2000 saya bisa membeli tanah belakang ini, relawan
pertama itu sebetulnya Bella, Abi dan Deden. Lalu datang Qizink,
Ibnu, Toto bawa anak sastranya, ada Endang dan lain-lain, mulai
mengisi. Dan 3 Maret 2002 kemudian peserta kelas menulis jadi
relawan pertama, pada angkatan Ibnu. Lalu dijadikanlah
kepengurusannya. Ketuanya saya sama Tias. Berdua waktu itu
ditangani. Jadi berdua saja. Saya urusan luar, Tias urusan dalam.
Jadi saya menyebut pesiden Rumah Dunia, Tias juga presiden.
Jadi kala urusan dalam Tias, nanti kalau di Jakarta saya yang
menangani. Kami mendidik Ibnu cs. Mendidik dari nol. Juga
termasuk mendidik cara diluar teknisnya, cara ke ATM,
bagaimana mengenal dunia. Dan tentu saja dunia menulisnya.
Jadilah Ibnu cs itu. Ibnu mulai nulis esai di koran, dimulai dari
183
Salam Rumah Dunia. Awalnya masih saya yang menulis, terus
ada Ibnu yang mulai ngisi.
Kelas menulis waktu itu enam bulan, angkatan pertama seitar ada
25 orang. Ada Ibnu, Deden, Qiznk, Piter, Budi, Mahdi, Najwa,
Endang, Aad, Ade Zahran, Anazkia kalau tidak salah, peserta
perempuan juga banyak, tapi saya sudah lupa.
Awalnya mayoritas peserta kelas menulis belum memiliki basic
menulis yang baik. Kecuali Endang dan Aad yang lumayan. Yang
lain saya rasa belum. Saya bisa menilai mereka adalah orang
yang senang membaca buku, suka ikut pelatihan-pelatihan,
terasahnya di sini di Rumah Dunia. Kemudian Ibnu juara lomba
menulis di Untirta, Najwa juga. Saya rasa mereka memang butuh
komunitas untuk men-trigernya. Tapi saya yakin kalau mereka
tidak ketemu saya dan Toto, barangkali mereka akan biasa-biasa
saja. Mereka semakin sadar menulis penting, ketika bergabung
dengan Rumah Dunia. Kalau nama kelas menulis itu dari saya.
Bagaimana metode kelas menulis yang Anda ajarkan?
Metodenya sama. Jadi interaktif. Saya itu berupaya tidak
mencetak saya. Jadi Ibnu tidak akan saya cetak seperti saya. Saya
hanya bilang ke mereka, saya mengenalkan pada kalian profesi
menulis. Kalau menulis ada ilmunya. Ilmunya begini. Nah,
kemudian untuk persoalan kualitas, genre misalnya, itu
dikembalikan pada kemampuan membaca masing-masing. Jadi
menulis sastra sama saja, cara menulisnya riset dulu, membaca
dulu, riset ke lapangan. Sama. Nah, pada angkatan pertama itu
kita kenalkan target pembaca. Ada buku yang dikategorikan
sastra misalnya kita tulis. Ada tuh di angkatan kedua, kita tulis
buku Padi Memerah, jenisnya berbeda dengan buku Gilalova.
Ada yang di penerbit Gramedia judulnya Dongeng Sebelum
Tidur, itu kan buku surealis. Jadi saya bilang ke mereka, kita
tidak boleh fanatik ke satu jangre. Semua harus bisa kita lakukan.
Makanya saya mengajarkan cara menulis yang baik. Nanti setelah
itu kalian pilih sendiri, mau ke sastra serius, sastra remaja, sastra
dewasa, silahkan enggak apa-apa, sama saja teorinya. Sebab di
kelas menulis sesungguhnya lebih banyak praktik. Kan kelas
menulis sudah bikin majalah, termasuk majalah Kaibon. Itu
tanggung jawab saya sebagai mentor. Memberi mereka media
untuk praktik. Kemudian kerjasama dengan Radar Banten waktu
itu.
184
Siapa saja tutor kelas menulis?
Dulu Toto masih di Sanggar Sastra. Jadi kelas menulis sampai
tahun berapa itu murni saya yang pegang. Benar-benar saya harus
mengenalkan prosa secara langsung pada mereka, dari tangan
pertama. Terus di sela-sela itu, Toto kemudian saya mintain
bantuan untuk menguatkan di diksi. Bagaimana diksi puisi bisa
dipakai di prosa. Nah kemudian tamu atau penulis, di tahun
berapa itu ya, kalau tidak salah di angkatan Najwa, saya sudah
mendatangkan Helvy Tiana Rosa. Saya ingin memberitahu ke
mereka bahwa kelas menulis itu tidak Gol A Gong atau Gol A
Gongisme. Tidak. Saya memberi tahu bahwa apa-apa yang saya
keluarkan itu tidak mutlak kebenaran. Jadi cara menulis itu
beragam versi. Maka didatangkanlah Hely, Asma Nadia, Kurnia
Effendi yang sering datang itu. Saya buat diskusi bukunya dan
lain sebagainya. Mereka menjadi kaya. Bahwa menulis itu tidak
bisa hanya belajar dari satu penulis, harus ada wawasan lain.
Mereka jadi tahu, oh, bahwa menulis itu butuh riset.
Kelas menulis sudah ke-31, Anda melihatnya bagaimana?
Sekarang Rumah Dunia sudah memasuki tahun ke-16, dari tahun
2002. Tahun depan sudah angkatan ke-32. Jadi yang membuat
saya gembira sekarang mulai ada kesadaran dari orang-orang
Banten terutama, bahwa yang saya kenalkan di kelas menulis itu
adalah keterampilan menulis. Bukan harus jadi pengarang.
Kenapa ada jurnalistik, itu adalah salah satu cara agar kita
berpikir kritis. Nah kemudian kalau itu menjadi profesi, bisa.
Maka jadi wartawan, Ibnu jadi dosen, tapi dia bisa menulis esai.
Kemudian setelah jurnalistik, metode atau silabusnya kenapa
harus dimulai dari jurnalistik karena riset. Jadi menulis apapun
itu, harus riset. Nah riset itu, metode jurnalistik itulah ilmunya.
Unsur berita dan news value itu. Itu bisa diterapkan lewat riset.
Setelah 31 angkatan itu, masing-masing alumni mencari jalannya
sendiri. Ada yang menjadi bloger, ada yang jadi penulis anak,
penulis sekenario dan lain-lain. Dan satu lagi dulu kan ada kelas
film. Nah cuman ke sini-sini saya capek. Ditanganin silahkan
Roni (Langlang Randhawa) ya. Sudah mulai Roni sekarang
menggarap. Cuma Roni belum permanen. Jadi 31 angatan ini
Insya Allah mungkin akan terus ada Kelas Menulis itu, karena
nanti seluruh angkatan dari angkatan satu sampai 31 ikut
menyebarkan bahwa Kelas Menulis Rumah Dunia ini bermanfaat.
185
Jadi di kelas menulis itu dikenalkan bahwa menulis itu satu
keterampilan yang memiliki fungsi ekonomi yang tinggi,
berdayaguna, jadi life skill yang bisa mendatangkan uang.
Peserta kelas menulis dari mana saja?
Kelas menulis itu saya buka buat siapa saja yang mau. Tidak
bayar, lalu datang ke sini berupaya sendiri. Waktu awal itu se-
Banten, ada yang datang dari Pandeglang, dari Rangkasbitung,
kemudian angkatan ke-5 itu ada yang dari Palembang. Paling
jauh itu ada yang dari Tanjung Priuk, ada yang dari Bandung, ya
kemudian kalau didramatisir ada yang dari Sulawesi. Jadi intinya
memang Kelas Menulis Rumah Dunia ini kalau mudah
dijangkau, saya rasa banyak orang yang akan mengakses itu.
Kenapa kegiatan Rumah Dunia selalu gratis?
Jadi gini, Allah itu kan meminta kita membaca dan menulis,
ketika saya sadar membaca dan menulis itu memiliki nilai
ekonomi yang tinggi kepada saya, itulah sedekahnya. Allah minta
2,5 persen, jadi itu bagian dari sedekah kita. Hanya pada tahun
2010 mulai diberlakukan menyumbang Rp.100.000,- untuk kas
Rumah Dunia dan peserta dikasih buku. Tapi mentornya sendiri
enggak dibayar. Itu termasuk tutor dari luar juga tidak dibayar,
mereka datang sendiri, karena kebanyakan teman saya.
Tugas akhir kelas menulis membuat buku?
Itu ada sejak dulu. Sejak awal sudan difasilitasi. Ada yang bikin
majalah dari fotocopyan, ada yang bikin antologi itu banyak.
Bahkan orang per orang nulis. Ibnu itu menlis Mana Bidadari
Untukku, ada antologi cerpen lainnya. Jadi memang itu tanggung
jawab saya sebagai mentor. Itu sebabnya hingga hari ini ada
kegiatan World Book Day (Hari buku se-Dunia), pokoknya kita
fasilitasi sampai benar-benar bisa.
Harapan Anda pada kelas menulis?
Jadi peserta kelas menulis itu harus yakin, bahwa keterampilan
menulis itu bisa mengangkat derajat kita. Karena itu perintah
Allah.
186
Makna Literasi bagi Anda?
Literasi itu terminologinya kan aksara. Lalu ditingkatkan lagi
kontekstualnya jadi kemampuan membaca dan menulis, lalu
sekarang tafsir dari saya bahwa literasi adalah usaha dari orang
per orang untuk mengubah kualitas hidupnya menjadi lebih baik.
Itu literasi secara filosofi bagi saya. Orang-orang yang datang
seperti Harir Baldan dan banyak yang lain lagi, jadi itu upaya dari
orang-orang untuk mengubah hidupnya lebih baik lagi. Tapi yang
paling penting bahwa membaca itu perintah Allah.
Rumah Dunia sebagai wadah pencetak penulis?
Jadi Rumah Dunia ini pertama harus dilihat apakah dia
fungsional atau tidak? Ketika dia berfungsi dengan baik, berarti
tadi itu sebagai wadah pencetak para penulis. Pertama kekuatan
Rumah Dunia ini saat saya membuat, organisasi ini atau
komunitas ini, saya memikirkan base camp. Saya tidak khawatir
SDM, kalau ada base camp, akan pada datang. Maka base camp-
nya saya sediakan. Nah, ketika ada base camp, saya menyedikan
diri sebagai SDM yang pertama, yang tidak dibayar, bahkan
memberi modal. Memberitahu ke orang-orang kalau kamu ingin
belajar menulis datang ke sini nyaman. Mau makan ada, mau
tidur silahkan, bebas. Nyaman di sini. Yang penting kamu belajar
yang benar. Kemudian SDM dari saya Toto, Rys dan yang lain
berdatangan. Ada Firman datang sekitar tahun 2003 kalau tidak
salah. Jadi banyak orang yang ingin menyedekahkan ilmunya.
Kemudian program. Saya sebagai pendiri Rumah Dunia atau
yang dituakan di sini terbuka dengan program. Program itu
didiskusikan. Tap di awal-awal itu saya memberi tahu kebijakan
plotnya, jadi program itu terbuka, enggak boleh saling membuhun
program/ membunuh ide. Jadi kalau ada ide program yang jelek,
idenya kita perbaiki. Jadi base camp, SDM, program dan dana.
Dana itu bisa dikatakan awalnya saya yang menanggung semua,
yang kemudian setelah mereka yakin dan percaya, yang lain
menyumbang tenaga, pikiran. Kemudian mulailah mereka
percaya bahwa Rumah Dunia ini, orang per orangnya saya dan
Toto dan lain-lainnya tidak punya maksud apa-apa, tidak pernah
mengambil keuntungan secara materi, barangkali soal pencitraan
saya rasa tidak juga. Kita masing-masing sudah punya jejak
rekam sendiri. Jadi ini murni ibadah. Yang terakhir adalah
networking atau jejaring. Nah itu Rumah Dunia. Jadi semuanya
187
by desingn. Sepanjang ada orang-orang yang mencintai Rumah
Dunia, platform-nya bisa dijalankan, siapa pun presidennya.
Sampai sekarang Anda masih menjadi tutor kelas menulis?
Dari sejak angkatan ke berapa ya, saya sudah mulai mengajak
alumni kelas menulis yang menurut saya sudah bagus, saya ajak
untuk menamani saya jadi pembicara, jadi asisten, kemudian saya
lepas. Nah itu terus mulai banyak. Sekarang tutor kelas menulis
bisa diundang sendiri-sendiri. Tapi kenapa saya mesti tetap bicara
memberikan materi ke kelas menulis, mudah-mudahan peserta
kelas menulis itu bisa melihat puncaknya, yang dituakannya yaitu
saya sebagai spirit. Ini loh bukti nyata. Profesi menulis itu salah
staunya saya. Nanti mulai turun ke relawan. Jadi penting saya
tidak menyebut sebagai benchmark, tapi mungkin istilahnya
tauladan, kalau di menulis itu ada saya, Toto yang sampai hari ini
masih menulis. Saya akan mengajari menulis sampai enggak ada
umur, sampai maut menjemput. Setelah ada kelas menulis, baru
kemudian ada struktur organisasi yang lengkap. Deden itu
sebagai bendahara. Ibnu humas. Jadi Ibnu saya suruh nulis.
Waktu itu ketua angkatannya Ibnu.
Bisa diceritakan terkait program “Gempa Literasi”?
Untuk belajar menulis itu tidak hanya membaca buku sastra saja,
mengikuti diskusi saja, tapi semuanya. Dia harus berani naik ke
panggung orasi literasi, distimulus otaknya, jadi metode yang
saya berikan itu, ikut loba menulis, ikut launching buku, baca
puisi, praktik meresensi buku, jadi berlatih tidak hanya menulis,
tapi lari ke persoalan tadi, metode gempa literasi tadi. Secara
spesifik kelas menulisnya. Lalu fokusnya di point pelatihan tadi,
pelatihan menulis setiap Minggu. Di situ saya kasih teori-teori
menulisnya. Nah, orang-orang yang ikut kelas menulis, tapi tidak
pernah menghadiri peluncuran buku, acara-acara kesenian,
akselerasinya lambat. Untuk menjadi penulis, saya rasa butuh
sekitar dua tahun. Belajar enam bulan, satu tahun setengah
mengikuti gempa literasi terus-menerus. Dan rajin membaca
buku, menulis puisi, praktik meresensi buku, itu semuanya
berkelindan. Insya Allah jadi penulis dalam waktu dua tahun.
Mungkin tidak tepat dua tahun, ada yang satu tahun jadi, ada
yang agak lama. Itu alokasi waktu yang saya prediksikan.
188
Peserta kelas menulis RD terdiri dari berbagai daerah, salah
satunya dari Palembang. Bagaimana cara Anda berkomunikasi
dengan orang yang berbeda budaya tersebut?
Kalau dalam interaksi sosialnya komunikasi biasa menggunakan
Bahasa Indonesia. Tapi dalam komunikasi budayanya itu lebih
intens secara pribadi. Misalnya lebih ke konten, kalau menulis
cerita pendek misalnya, di situ ada warna lokalitas. Tapi dalam
kelas menulisnya menggunakan Bahasa Indonesia tentu. Tapi
ketika persoalan-persoalan konten-konten cerita pendek, nah
komunikasi budaya di situ. Kalau misalnya ada peserta kelas
menulis dari Bekasi, dari Bandung, Palembang atau Lebak,
pendekatan-pendekatan budaya di situ kita mulai. Mencoba
memasukan unsur-unsur kelokalan atau lokalitas di dalamnya.
Jadi ada dua hal yang berbeda.
Adakah Anda menggunakan komunikasi dengan Bahasa Jawa
Serang/Bahasa Sunda?
Sesekali ya ada celetukan-celetukan Sunda atau Jawa Banten,
Sunda Banten, tergantung. Biasanya sih hanya celetukan. Tetapi
seluruhnya menggunakan Bahasa Indonesia untuk memudahkan,
merekatkan mereka. Karena para peserta Kelas Menulis Rumah
Dunia pun tidak semuanya mengerti Bahasa Sunda atau Bahasa
Jawa.
Adakah mis komunikasi? Sehingga peserta KMRD tidak paham
apa yang disampaikan oleh tutuor?
Mis komunikasi sepanjang yang saya tahu tidak ada.
Adakah simbol bahasa nonverbal menurut pandangan budaya
orang Serang? Ketika kelas pertama dimulai, saya membawa peserta kelas
menulis pada persoalan kebinekaan tadi. Jadi kalau misalnya di
sini ada perbedaan persoalan-persoalan itu, harus diselesaikan
pada hari itu. Biasanya dalam perkenalan, saya bertanya asalnya
dari mana dan sebagainya, sehingga kemudian kebinekaan
disampaikan oleh saya, bahwa diupayakan kita menggunakan
perspektif Indonesia. Persoalan-persoalan kedaerahan, kelokalan
dihilangkan. Jadi kita harus memaklumi. Alhamdulillah sampai
hari ini tidak menjadi kendala persoalan-persoalan kesukuan itu.
189
Selaku tutor, Anda mengikuti cara berpikirnya peserta KMRD
perempuan?
Itu metode ya. Jadi dari perkenalan dan dari tugas-tugas itu,
kemudian saya bisa menentukan metode seperti apa, komunikasi
seperti apa yang harus saya lakukan. Rata-rata memang yang
belajar di Rumah Dunia, bisa dikatakan nol sastra, nol
kemampuan berbahasa. Jadi kenapa Rumah Dunia masih
bertahan hingga angkatan ke-31 atau tahun ke-16 ini, karena saya
terutama mentor utama KMRD mencoba menyesuaikan diri
dengan kapasitas para peserta. Jadi persoalan tadi komunikasi
dalam bahasa daerah, kalau ada yang dari Sunda biasanya saya
celetuk menggunakan Bahasa Sunda, supaya gap-gap knowledge
itu, atau gap psikologis saya coba hilangkan, agar mereka tidak
sungkan belajar di Rumah Dunia. Salah satu metode agar mereka
bisa cepat menangkap materi yang saya sampaikan, mereka harus
nyaman dulu, tidak merasa dibedakan, tiadak ada junior senior,
semua sama manusia pembelajar.
Apakah Anda memahami budaya para peserta KMRD?
Ya, salah satunya itu, saya mencaoba memahami budaya mereka.
Kelas menulis itu budaya tidak begitu menjadi kendala, tapi lebih
kepada kapasitas orang itu. Biasanya diawali dengan pertanyaan
punya buku enggak di rumah, punya koleksi berapa buku
jumlahnya, jadi ketahuan mereka, memang kapasitasnya masih
nol sastra. Rata-rata seperti itu peserta kelas menulis Rumah
Dunia. Itu sebabnya mereka datang ke sini, karena merasa
nyaman dengan nol kemampuan itu merasa nyaman, karena tidak
didiskriminasikan, karena memang mau belajar, justru orang-
orang yang belajar ke kelas menulis Rumah Dunia merasa
nyaman dengan ketidaktahuan mereka. Jadi datang ke sini
dibimbing, dibina, bahwa ketidaktahuan mereka bukan satu
kekurangan. Kemudian dalam perjalannya tampaklah minat
passion-nya ketahuan orang per orang. Ada yang serius, ada yang
menyerah, ada yang pelan-pelan, di situ keberterimaan mereka.
Pada akhirnya prosesnya menjadi berbeda.
190
WAWANCARA II
Data Informan 2 Nama Lengkap : Toto Suharto Suhud
Nama Pena : Toto ST Radik
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat/Tgl. Lahir : Serang, 30 Juni 1965
Jabatan : Pendiri Rumah Dunia
Waktu Wawancara : Minggu, 25 Februari 2018
Bagaimana Awal Anda Bertemu Gol A Gong dan Ide Membuat
Rumah Dunia?
Saya berkawan dengan Gong itu sejak SMA, sekitar 1980 awal.
Gong itu Kakak kelas. Kemudian dia kuliah ke Unpad Bandung
jurusan Sastra Indonesia. Berikutnya saya juga kuliah di Bandung
di Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial (STKS), kita ketemu lagi
di Banudung, tapi kuliahnya juga sama-sama tidak selesai. Mas
Gong lebih banyak avonturir pergi keliling Indonesia dan
sebagainya, kemudian saya juga berhenti kuliah. Jadi saya enggak
punya latar belakang fakultas sastra, kalau Rys Revolta di Unpad
jurusan Sastra Prancis. Sementara saya di sosial. Tapi karena hobi
menulis puisi, sejak SMA sudah mulai menulis puisi, ketika
kuliah di Bandung juga tetap dikembangkan menulis puisi,
membaca puisi, mengikuti kegiatan sastra di Bandung. Dan
Alhamdulillah sejak saat itu juga sudah ada karya-karya puisi
saya yang dimuat di Koran Jawa Barat di Koran Pikiran Rakyat
waktu itu. Termasuk jadi jura menulis esai, juara pembacaan
puisi, pembacaan cerpen dan sebagainya di Bandung waktu itu di
zaman kuliah, sekitar tahun 1983-1986. Saya tiga tahun di
Bandung, karena tidak selesai, jadi balik lagi ke Serang. Saya
hanya sampai semester VI. Jadi akhir 1986 itu pulang ke Serang.
Nah ketemu lagi dengan Gol A Gong di Serang tahun 1986-1987
di Serang. Tahun 1988 Gong menulis Balada Si Roy dan dimuat
di majalah HAI. Kebetulan bentuk cerita pendeknya itu awalnya
ada kutipan pepatah, puisi dan sebagainya. Di episode awal itu
belum ada puisi-puisi saya, berikutnya Gong minta puisi-puisi
saya untuk di setiap episode serial Balada Si Roy itu. Dari situlah
kemudian bersama-sama lagi di Serang mengaktifkan dunia
191
sastra, teater penulisan dan sebagainya. Kemudian karena tidak
ada toko buku di Serang, nyaris juga tidak ada kegiatan sastra,
kalau kegitaan teater cukup banyak. Kemudian kami bertiga
membentuk kelompok Azeta, saya, Rys Revolta dan Gong.
Kelompk Azeta yang lebih berfokus pada kegiatan sastra.
Kemudian juga membuat antologi puisi dan mengedarkannya ke
sekolah-sekolah sambil membuat pelatihan menulis puisi, cerpen,
serial dan sebagainya. Terus keliling ke beberapa sekolah di Kota
Serang. Kemudian dibuatlah Rumah Dunia. Waktu itu setelah
Gong sudah ada pekerjaan di RCTI, Indosiar dan sebagainya di
Jakarta. Saya kerja di Serang. Kemudian bersepakatlah membuat
komunitas Rumah Dunia untuk menyediakan bahan bacaan,
berdiskusi dan sebagainya. Dulu namanya Pustaka Loka Rumah
Dunia, sekitar tahun 2000-an awal. Kemudian nama Rumah
Dunianya sendiri baru di tahun 2002 diresmikannya. Tapi
sebetulnya ide, gagasan dan kegiatannya sudah dimulai di tahun
2000an. Nah itu alasannya ya, karena memang minim kegiatan
sastra, tidak ada toko buku, bahan bacaan yang memadai
sehingga kita membentuk komunitas itu untuk salah satunya
menjadikan tempat belajar buat rekan-rekan yang masih remaja
saat itu yang punya minat di sastra, teater, film dan sebagainya.
Kira-kira latar belakangnya itu.
Respon masyarakat soal Rumah Dunia seperti apa? Ya, belum banyak memang ya, orang yang meminati sastra.
Makanya kita padukan dengan teater, mendongeng dan
sebagainya, itu menjadi salah satu cara untuk menarik minat para
remaja. Di sini, di Ciloangnya juga memang belum tersentuh
kegiatan-kegiatan seperti itu. Masih belum ramai, masih di
kampung, jalan utama belum jadi lintasan jalan raya sampai ke
luar jalan uatama, jadi memang respon dari masyarakat di sini
juga belum besar dan banyak. Bahkan ada semacam kecurigaan,
apalagi kita sering mendatangkan orang-orang dari luar, yang
tampangnya agak berbeda, gondrong, jenas belel, dekil dan
sebagainya, yang rata-rata waktu itu penampakkan sastrawan,
pegiat teater, seperti itu. Jadi cukup menimbulkan kekagetan.
Tetapi karena memang kita menyelenggarakan kegiatannya tidak
seperti yang mereka curigakan, ya akhirnya bisa berjalan dengan
baik. Bahkan beberapa orang dari Kampung Ciloang sendiri
192
terlibat sebagai relawan, maupun sebagai sasaran kegiatan Rumah
Dunia.
Adakah suport awal dari pemerintah?
Kalau support awal dari pemerintah itu beulum. Tapi kita sering
mengundang mereka untuk datang ke sini. Diperlakukan sama
dengan narasumber-narasumber yang lain, tetapi secara anggaran
tidak ada. Kemudian secara kegiatan juga tidak ada waktu itu,
belum banyak kegiatan sastra yang dilakukan oleh pemerintah
maupun bekerjasama dengan pemerintah. Karena waktu itu
kegiatan pemerintah lebih kepada kegiatan seremoni, hanya
lomba-lomba dan sebagainya.
Dari mana asal nama Rumah Dunia?
Nama Rumah Dunia itu dari Gol A Gong, yang mengibaratkan
bahwa rumah itu jadi semacam tempat untuk sampai ke dunia
lain. Artinya dengan berada di rumah pun kita bisa sampai ke
tempat-tempat yang lain. Caranya memang dengan membaca
buku. Karena buku kami anggap waktu itu sebagai media untuk
bisa sampai ke tempat-tempat lain di seluruh dunia, tanpa perlu
harus meninggalkan rumah. Maka Rumah Dunia jadinya. Rumah,
dengan begitu banyak bahan bacaan buku-buku, bahan pustaka
dan sebagainya, yang memungkinkan orang untuk sampai ke
tempat-tempat lain di seluruh dunia. Ide dasarnya nama Rumah
Dunia itu memang muncul dari Gol A Gong, dan kita
menyepakati nama itu, karena mewakili cita-cita, mimpi dari
kami untuk membuat komunitas dan menggulirkan kegiatan.
Siapa saja relawan pertama Rumah Dunia?
Relawan awalnya dari keluarga Gol A Gong sendiri, dari kami,
kemudian mencoba melibatkan lingkungan sekitar di Ciloang dan
orang-orang yang mereka jadi peserta tetapi sekaligus juga jadi
relawan. Saya kebetulan waktu itu sedang menyelanggarakan
kegiatan Sanggar Sastra Siswa Indonesia (SSSI) dan Sanggar
Sastra Remaja Indonesia (SSRI) kerjasama dengan majalah sastra
Horison, mereka juga kami bawa ke RD dan dilibatkan, Gol A
Gong sebagai narasumber dan hampir setiap pekan setelah dari
sanggar saya, itu dibawa ke sini (Rumah Dunia) pada sore hari,
atau pagi hari, tergantung waktu yang ada, itu berkegiatan dan
beraktivitas di Rumah Dunia. Tempatnya belum sebesar
193
sekarang, masih di belakang rumah Gol A Gong, itu sekitar tahun
2000-2002. Kemudian ketika nama Rumah Dunia diresmikan
tahun 2002 bulan Maret, dari situlah mulai digulirkan banyak
kegiatan yang mendatangkan orang-orang dari luar, baik sebagai
narasumber maupun sebagai peserta. Dari sekolah-sekolah, dari
komunitas lain kita jangkau dengan publikasi termasuk kerjasama
dengan media masa, waktu itu yang ada di Serang dengan Harian
Banten waktu itu, kemudian sekarang berubah jadi Radar Banten.
Setiap Minggu itu kita publikasi kegiatannya di Harian Banten,
sehingga banyak orang mengetahui dan kemudian datang ke sini.
Rubrik Salam dari Rumah Dunia waktu itu, termasuk
pengumuman-pengumuman acara di Rumah Dunia.
Kemudian karena kegiatan acara sudah bergulir setiap pekan,
bahkan satu pekan itu bisa dua kali kegiatan, maka perlu ada
semacam orang-orang yang berada dalam organisasi bertindak
sebagai panitia atau OC atau apa gitu. Nah merekalah kemudian
dilibatkan di sini, dan kemudian Gol A Gong memberi semacam
tempat untuk mereka kos di sini, karena memang sebagian besar
pelajar dan mahasiswa, sehingga mereka kemudian bermalam di
Rumah Dunia dan dia jadi relawan yang bekerja untuk
menggulirkan kegiatan-kegiatan di Rumah Dunia.
Ibu Adam Aviciena relawan pertama, dia waktu itu masih
mahasiwa, daripada dia kos ditempat lain, jadi kos di sini, bisa
disebut sebagai relawan pertama karena waktu itu juga dia pernah
jadi Presiden Rumah Dunia, sementara teman-temannya yang lain
di UIN, atau di kampus-kampus yang lain, itu sama-sama sebagai
pengurus di organisasi Rumah Dunia waktu itu. Waktu itu ada
Qizink La Aziva, Piter Tamba, Mahdi Duri, ada Endang
Rukmana, walaupun dia masih pelajar SMA, kemudian Adkhilni
dan beberapa orang lain dari teman-temannya Ibnu. Jadi memang
enggak banyak pengurus yang mernggerakkan Rumah Dunia saat
itu. Organisasinya simpel, tapi memang tiap Minggu
menggulirkan kegiatan. Termasuk Pak Indra Kesuma sebagi tutor
wisata gambar pada saat itu.
Tentang kelas menulis?
Saya tetap mengisi di puisi, karena wilayah keterlibatan saya di
sastra, memang di bidang puisi, walaupun sesekali juga bisacara
194
tentang hal-hal umum, bicara tentang kepenulisan, tapi memang
berbagi tugas dengan Gol A Gong. Saya lebih di puisinya.
Walaupun kadang-kadang saya juga menyampaikan jurnalistik,
karena memang saya juga pernah menjadi wartawan,
menyampaikan prosa, cerpen dan sebagainya, karena waktu itu
juga saya menulis cerpen. Tetapi memang penekanannya lebih ke
bidang puisi. Namanya kelas menulis saja. Digabung. Belum ada
Majelis Puisi secara khusu waktu itu. Jadi kelas menulis disusun
untuk mempelajari jurnalistik, mempelajari sastra. Sastranya ada
prosa dan puisi, terus ada film dan sekenario.
Memilih nama kelas menulis idenya dari mana?
Kalau untuk pemberian nama kelas menulis itu dari teman-teman
semua, ketika menentukan penyusunan program Rumah Dunia,
menentukan kegiatan apa yang akan dijadikan kegiatan rutin,
salah satunya ya kelas menulis. Untuk kegiatan rutin pelayanan
kepada masyarakat siapaun bisa jadi peserta tanpa membayar
waktu itu, cuma-cuma, dan memang jadi kekuatan kegiatan
Rumah Dunia karena itu rutin diselenggarakan tiap pekan.
Sementara untuk menunjang kegiatan rutin itu ada kegiatan-
kegiatan temporer. Jadi selain kelas menulis ada wisata gambar,
wisata teater dan lain-lain. Nah, kelas menulis salah satu program
mingguan itu. Untuk pertemuan kelas menulis siang hari Pukul
14.00 WIB hingga sore. Jadi memang karena di Minggu, karena
kami juga bekerja, kemudian ada yang kuliah dan lain
sebagainya, sehingga lebih banyak mengambil hari libur, hari
Sabtu dan Minggu. Terutama Minggu. Pagi misalnya ada wisata
gambar, kemudian ada wisata teater, kemudian siang hari pukul
14.00 WIB, baru kelas menulis. Piter Tamba dulu pernah jadi
tutor teater, Najla juga, dan beberapa orang lain lagi yang
berganti-ganti menjadi tutor di Rumah Dunia.
Tutor kelas menulis dari luar itu banyak ya. Sudah enggak
kehitung sebenarnya. Awal-awal itu ada Helvy Tiana Rosa, Asma
Nadia, Ahmadun Yosi Herfanda, kemudian sampai ke Taufiq
Ismail, dan banyaklah satrawan-sastrawan dari luar. Jadi di
samping sastrawan yang di Banten, seperti almarhum Wan
Anwar, Herwan FR, kemudian di teater juga ada Nandang Aradea
dan teman-teman yang lain dari Banten. Dan dari luar Banten
juga kita coba datangkan, Alhamdulillah mereka mau datang ke
195
sini dengan pembiayaan yang terbatas dan memang mereka
berkiprah di kesustraan secara nasional. Yang pasti banyak, saya
sudah agak lupa.
Pada Angkatan awal apakah mereka sudah bisa menulis sastra
atau baru mengenal?
Pariatif ya. Ada yang memang baru belajar menulis sastra, ada
juga yang sudah mempublikasikan karyanya. Qizink misalnya,
memang dia sudah aktif di cyber sastra dan sebagainya, Firman
Venayaksa juga awal-awal ke sini memang sudah aktif menulis
sastra. Tapi memang selebihnya para pemula, pelajar dan
mahasiswa yang memang baru terjun ke dunia sastra. Jadi
kalaupun ada karya-karya yang ditulis, baru sebatas konsusmsi
pribadi belum dipublikasi secara luas. Nah, melalui kelas menulis
itulah mereka didorong, dibantu untuk selain meningkatkan
kualitas karya, juga bisa menembus publikasi di media-media
lokal maupun nasional. Baik dalam media masa, maupun ke
penerbitan buku seperti novel dan sebagainya yang tidak
memungkinkan pemuatannya di media masa koran. Dan
Alhamdulillah dengan adanya kelas menulis itu, mereka bisa
mempublikasikan sampai ke luar.
Bisa diceritakan tentang SSSI?
Ketika saya di Sanggar Sastra Serang, majalah sastra Horison
sekitar tahun 2000-an itu menawari, menunjuk saya untuk
menjadi koordinator Sanggar Sastra Siswa Indonesia (SSSI) di
Serang. Banten ditunjuk sebagai perwakilannya adalah di Kota
Serang. Waktu itu ada 12 Kota di seluruh Indonesia. Salah satu
titiknya di Serang. Karena dianggap oleh Pak Taufiq Ismail dan
kawan-kawan redaktur majalah sastra Horison dianggap ada
pegiatnya dan ada peserta atau sasarannya. Dari situlah saya
menyelenggarakan itu di rumah, di Penancangan, di ruang yang
terbatas, setiap hari Minggu juga berdiskusi, kadang pagi kadang
siang. Karena di sini juga ada Rumah Dunia, walaupun saat itu
namanya masih Pustakaloka Rumah Dunia, karena Gol A Gong
saya jadikan salah satu narasumbernya, maka mereka (para
peserta) dibawalah ke Rumah Dunia. Jadi bolak-balik dari
Penancangan ke Ciloang, teman-teman SSSI yang semuanya para
pelajar di Kota Serang, belajar juga ke Rumah Dunia. Kegiatan
196
SSSI pukul satu siang, kemudian pukul 14.00 WIB, mereka jalan
kaki dari Penancangan ke Ciloang.
Waktu di SSSI angkatan pertama sekitar 20 orang. Anak-anak
SMAN 1 Kota Serang, SMAN 2 Kota Serang, dan SMA-SMA
lain yang ada di Serang. Kemudian tidak semuanya bertahan,
hanya ada setengahnya yang bertahan. Dari setengahnya itu ada
beberapa yang sampai hari ini juga bertahan menjadi penulis.
Tahun berikutnya SSSI itu diperluas tidak hanya untuk siswa,
tetapi juga untuk mereka yang putus sekolah, atau remaja yang
tidak lagi menjadi pelajar. Sehingga namanya diperluas oleh
Horison itu menjadi Sanggar Sastra Remaja Indonesia (SSRI)
sekitar tahun 2001-2002. Program SSSI satu tahun dan SSRI juga
satu tahun. Jadi memang dari Horisonnya SSSI satu tahun, tahun
berikutnya berubah menjadi SSRI yang batasnya satu tahun juga.
Setelah itu sanggar dipersilahkan mandiri, jadi tidak ada bantuan
lagi dari Horison.
Dari situlah di rumah itu saya menerima pendaftaran peserta dari
nonsiswa, jadi ada yang mahasiswa, ada yang tidak sekolah, salah
satunya Rudi Gunawan (RG Kedung Kaban), waktu itu cuma
lulus SMP, kemudian ingin belajar menulis, saya tampunglah di
sanggar di rumah. Acaranya gartis juga, karena biaya
oprasionalnya waktu itu ada dari Horison. Biaya oprasional itu
untuk komputer, untuk belajar layout dan sebagainya, kemudian
buku-buku. Jadi buku-buku diberikan oleh Horison dan para
peserta boleh meminjam buku itu secara bergantian. Buku-buku
karya sastra kanon yang ada di Indonesia. Mereka tidak ditarik
biaya. Karena biaya oprasional sanggar itu disediakan oleh
Horison, walaupun tidak terlalu besar. Nah, mereka ini jugalah
yang kemudian saya ajak ke Rumah Dunia. Jadi mereka, baik
pelajar maupun mahasiswa, maupun yang tidak lagi bersekolah,
yang mengikuti aktivitas di SSRI, di sanggar saya, mereka juga
saya bawa ke sini. Karena di SSRI Gol A Gong menjadi salah
satu narasumbernya. Jadi sekalian memperkenalkan Pustakaloka
Rumah Dunia pada mereka. Sanggar tetap berjalan. Jadi bolak-
balik dari sanggar ke sini. Nah, mungkin jodohnya di situ,
merekalah yang kemudian jadi para relawan di Rumah Dunia. Ibu
Adam Aviciena, Piter Tamba, Rudi Gunawan, Qizink, Mahdi
Duri dan sebagainya yang kemudian hampir setiap pekan setelah
dari sanggar kemudian ke Rumah Dunia. Kadang-kadang sampai
197
malam dan sebagainya, satu dua orang, kemudian ditawari untuk
menginap di sini dan menjadi relawan Rumah Dunia. Salah
satunya Ibnu itu. Ketika selesai program SSRI itulah para
pesertanya dibawa ke sini semua. Dan sanggarnya tetap ada,
kemudian kegiatannya diintegrasikan dengan Rumah Dunia. Ya
sejak itu sama-sama. Ya sanggar, ya Rumah Dunia.
Apa Perbedaan SSSI dan Rumah Dunia?
SSSI hanya di sastra saja, sanggar sastra kan. Kalau Rumah
Dunia lebih luas. Ada kelas menulis, ada sastranya, film, ada
teaternya, ada menggambarnya, ada musiknya, macam-
macamlah. Kalau di sanggar memang hanya sastra saja. Lebih
banyak ke belajar menulis puisi, cerpen, esai, bagaimana menilai
sebuah karya sastra. Jadi lebih bersifat ke dalam, ketimbang di
Rumah Dunia ada pertunjukkan, ada musikalisasi puisinya,
macam-macam. Nah, kalau di sanggar memang hanya tempat
berdiskusi, menulis, mengembangkan keterampilan menulis,
termasuk mempublikasikannya di luar. Mereka juga sama
menulis di Harian Banten, di koran-koran lokal, termasuk juga di
Horisonnya. Dari kegiatan SSSI maupun SSRI itu gol-nya
meningkatkan keterampilan menulis siswa untuk SSSI itu, kalau
remaja ya, untuk meningkatkan keterampilan menulis para
remaja. Nah, tetapi di sanggar itu kita coba membuat penerbitan
semacam buletin atau jurnal, kemudian juga membuat antologi
dan sebagainya. Nah itu juga yang sama dilakukan di Rumah
Dunia juga membuat penerbitan buku dan sebagainya. Tetapi titik
tekannya di sanggar itu, hanya untuk meningkatkan keterampilan
menulis siswa di tahun pertama, kemudian ketika menjadi SSRI
ya meningkatkan keterampilan menulis sastra peserta yang
remaja itu.
Anggaran dari Horison hanya untuk buku-buku, kemudian untuk
pembelian komputer. Jadi bukan dalam bentuk uang, jadi dikirim
buku-buku untuk bikin perpustakaan kecil, sekitar 50 judul buku
dan masing-masing judulnya ada 3 eksemplar. Jadi cukup
lumayan. Kemudian karena harus di simpan di rak/lemari, itu
juga disuport rak bukunya. Kemudian untuk latihan melayout,
membuat penerbitan dan lain sebagainya itu diberikan satu
perangkat komputer beserta mejanya. Tapi itu justru lebih
bermanfaat karena di Serang waktu itu sulit mendapatkan buku-
buku sastra.
198
KMRD sudah memasuki angkatan ke-31, Anda melihatnya
bagaimana?
Perkembangannya cukup banyak secara kuantitas. Jadi dari tahun
ke tahun per angakatan itu psertanya selalu cukup banyak di
awal-awal. Tetapi kemudian, proses menulis itu kan butuh
ketahanan, kesabaran dan sebagainya. Nah, yang agak kurang di
tahun-tahun belakangan ini, pada kesabaran, ketahanan dan
militansi itu, ketimbang di angkatan awal. Jadi angkatan-
angkatan awal masih menulis, angkatan-angkatan itu sekarang
justru sudah menghilang. Belum berproses kemudian sudah
tinggal sedikit. Tapi memang kami memahami itu, karena dunia
kepenulisan itu bukan dunia massal, seperti dunia hiburan. Kalau
hiburan itu memang massal, atau seperti main bola banyak orang
dan sebagainya, itu massal. Kalau ini memang dunia individual,
dunia pribadi, memang sangat tergantug pada kesabaran,
ketahanan dari masing-masing peserta. Tapi antusiasme di
awalnya tetap seperti dulu, masih cukup banyak yang mendaftar.
Bagaimana dengan kegiatan Rumah Dunia yang selalu gratis?
Memang di waktu awal pendiriannya Rumah Dunia mencoba
menjadi sebuah tempat yang tidak membebani para peserta,
sehingga kemudian tidak dikenakan biaya. Bukan hanya di kelas
menulis, di kegiatan menggambar, teater dan sebagainya juga
tidak dikenakan biaya untuk para pesertanya. Biayanya dari
mana? Biayanya ini didapat dari teman-teman yang sudah bisa
menulis dan sudah mempublikasikan dan mendapatkan
honorarium, dari teman-teman yang sudah bekerja, itu jua
urunan, kemudian juga mendapatkan donasi dari teman-teman
yang punya ketertarikan, kepedulian ke dunia literasi. Jadi kami
mengontak teman-teman di Serang maupun di luar untuk menjadi
semacam donator, ada yang menjadi donator bulanan, ada yang
donator temporer kalau ada kegiatan. Jadi memang biayanya dari
semua orang yang peduli dan terlibat di Rumah Dunia, sehingga
si peserta tidak lagi dibebani oleh biaya.
Rumah Dunia sebagai wadah mencetak penulis-penulis baru?
Tanggapan Anda?
Mungkin sebelum adanya Sanggar, adanya Rumah Dunia
mungkin sudah ada penulis-penulis, tetapi sifatnya satu-dua, yang
itupun kiprahnya lebih banyak di luar, di Jakarta, di Bandung, ada
199
beberapa orang Serang, orang Banten yang menjadi
penulis/pengarang tetapi kiprahnya memang di luar itu. Misalnya
Misbah Yusabiran itu dari Rangkasbitung, tetapi memang sejak
mudah itu aktivitasnya jadi seniman teater di Jakarta di Senen.
Dia menulis drama dan sebagainya. Kemudian ada lagi Eros
Jarot, Slamet Raharjo, Teguh Karya, itu juga orang-orang Banten,
orang sini yang berkiprah di luar, di Jakarta, Jogja, di Bandung
dan sebagainya. Sementara di daerah Banten sendiri, di Serang
waktu itu memang nyaris belum ada pengarang, penulis atau
seniman, sastrawan yang muncul. Jadi baru menulis sebagai
konsusmsi pribadi, berteater sebagai konsumsi lokal. Nah, dengan
ada sanggar, ada Rumah Dunia waktu itu, karena Gol A Gong,
saya memang sudah menulis di luar, ada jaringan di luar, nah jadi
publikasi temen-temen di Rumah Dunia maupun di Sanggar jadi
terbantu. Sehingga mulai dari situ kemudian muncul penulis dari
Banten di media nasional, termasuk di penerbit besar di nasional.
Dengan munculnya nama-nama baru yang masih berusia muda
dan sebagainya, ya sekarang Banten atau Serang itu bisa dibilang
cukup baik regenerasinya, cukup dipandang di dunia
kepengarangan, di dunia sastra.
Makna Literasi bagi Anda?
Literasi itu bukan hanya sekedar melek huruf, memberantas buta
huruf, bukan sekedar membaca, tapi juga sebuah upaya
kecakapan hidup. Dengan literasi itulah seseorang bisa melakoni
hidupnya menjadi lebih baik, ketimbang dia tidak memiliki
kecakapan membaca dan menulis. Jadi literasi itu membuka
wawasan seseorang terhadap dirinya dan lingkungannya sehingga
dia bisa atau mampu mengatasi setiap persoalan hidupnya. Jadi
bukan perkara buku, baca saja, tapi juga membuka wawasan
hidup seseorang lebih luas. Walaupun caranya dengan membaca
buku. Nah, karena membaca buku itulah wawasan menjadi luas,
jendela terbuka, banyak pintu untuk menuju ke dunia luar dan
kemudia mengaktualisasikan dirinya melalui menulis.
Bisa Diceritakan Awal Anda Mengenal Buku?
Sejak SD saya sudah baca Koran, buku-buku belum banyak
waktu itu. Bahkan sebelum sekolah saya sudah baca Koran.
Karena di rumah berlangganan Koran, kebetulan orang tua saya
juga adalah guru. Jadi punya langganan Koran dan beberapa
200
buku. Tapi memang bukunya belum banyak. Nah, kegemaran
membaca Koran di pra SD sampai ke SD itulah kemudian di
SMP mulai membaca buku-buku sastra, buku puisi, buku cerita
pendek, buku-buku pelajaran tentang sastra punya orang tua.
Kebetulan SMP kelas III, Kakak saya itu kuliah di Bandung,
Kakak almarhum, melalui dialah kemudian saya berkenalan
dengan buku-buku puisi kanon, ada buku Rendra, Abdul Hadi,
Sapardi, buku Subagio Sastro Wardoyo, buku filasafat, terus itu
dippukup sampai SMA kelas II. Dan SMA kelas II itu kakak saya
meninggal, sehingga pasokan buku berhenti. Karena di Serang
waktu itu belum ada toko buku besar, kalaupun ada toko buku ya
isinya buku-buku pelajaran, buku-buku Agama di Royal dan
sebagainya. Belum ada buku-buku sastra yag berat-berat hanya
komik dan sebagainya di penyewaan. Karena kakak meninggal,
pasokan buku-buku berkuang, ya akhirnya nyari sendiri. Saya
pergi ke Senen Jakarta belanja buku, atau ke Bandung pergi
karena ada saudara di Bandung waktu SMA ya pasti mampir ke
toko buku dan membeli buku-buku sastra. Alhamdulillah setelah
lulus SMA, saya kuliah di Bandung, jadi kegemaran memabca
buku itu jadi terawat dan ketemu tokonya, ada tempatnya. Jadi
uang harian selama kuliah di Bandung itu lebih banyak untuk beli
buku. Kemudian honor menulis puisi ya dibelikan buku lagi,
walaupun kecil honornya.
Waktu pertama kali puisi saya muncul di koran itu tahun
1985 di koran Pikiran Rakyat, ada rubrik puisi asuhan Pak Sanini
KM, waktu itu dimuat tiga puisi. Satu puisi honorariumnya
Rp.4000 waktu itu. Jadi kalau tiga puisi dapat Rp.12.000,- itu
tahun 1985. Itu lumayan kalau uang bulanan saya dikasih
Rp.10.000,- ini honor puisi 12ribu, ya lumaan kan? Karena dari
uang 12 ribu saja bisa kebeli buku yang harganya rata-rata
Rp.550 perak, Rp.600 perak. Harga buku puisi itu paling mahal
rata-rata Rp.750 perak. Kemudian baju, swater itu saya sempat
membeli swater untuk ibu harga sekitar Rp.8000. dari honor itu
Alhamdulillah kebeli.
Arti Buku bagi Anda?
Buku itu kawan untuk mengantarkan kita memahami dunia di
luar diri kita, untuk kemudian bisa mengerti diri kita. Kan ada
buku-buku informatif, dengan membaca buku-buku informatif
kita jadi mengetahui dunia luar. Juga ada buku-buku yang
201
mengajak berpikir, seperti buku-buku analitis, dengan buku itu
kita diajak berpikir, jadi bukan mengetahui dunia luar, tapi
memahami dunia luar. Dengan dua hal itu, mengetahui dan
memahami dunia di luar diri kita, kita jadi bisa memahami dunia
kita sendiri.
Sampai kapan Anda akan mengajar?
Kalau dihitung dari adanya Sanggar itu tahun 2000 sampai
sekarang berarti sudah 18 tahun. Tapi jauh sebelum itu saya juga
punya komunitas Azeta misalnya, terus Lingkaran Sastra. Kalau
dimulai dari kegemaran menulis puisi sejak SMP ya sudah
hampir 30 tahun. Kalau dihitung dari pertama kali karya puisi di
muat tahun 1985, berarti ke sini sudah 32 tahun.
Apa yang membuat Anda mencintai duni sastra?
Ya itu tadi, dengan membaca, kemudian terutama menulis puisi,
itu jadi medium untuk melakukan permenungan, melakukan
pemikiran, memahami, mengetahui dan sebagainya. Kemudian
juga bagaimana menyampaikan pesan kepada orang lain secara
tertib lewat puisi. Karena puisi bagaimapun menulis puisi itu
membutuhkan ketertiban yang tinggi ketimbang jenis tulisan
yang lain. Walaupun tulisan yang lain, seperti artikel, esai,
cerpen, punya ketertibannya masing-masing. Tetapi saya
menganggap di puisi itu ketertibannya paling tinggi. Karena
harus memeras kata, memeras kalimat, harus mengkristalkan
sesuatu hal sampai ke hal yang sekecil-kecilnya, tetapi
menyampaikan sesuatu yang sebanyak-banyaknya. Itu kan
tantangannya sangat besar dengan memilih kata-kata, memilih
diksi, memilih cara ungkap, memilih metafora, memilih majas,
menyusun bentuk dan sebaginya yang tidak ditemukan di genre
tulisan yang lain, itu puisi jadi memliki tingkat ketertiban yang
menurut saya yang paling tinggi. Dengan menggeluti itu manfaat
buat pribadi, untuk kehidupan pribadi, saya jadi lebih sabar, lebih
tabah, lebih cermat, lebih hati-hati, lebih terukur untuk
menyampaikan sesuatu hal. Jadi bukan hanya di puisi, di
kehidupan sehari-hari juga itu sangat bermanfaat. Sehingga tidak
lebih banyak kata. Karena saya meyakini, prinsip bahwa di puisi
itu hanya dengan satu kata bisa menyampaikan sebuah dunia.
Bisa menyampaikan ribuan hal. Dan itu masuk dalam kehidupan
sehari-hari sehingga lebih banyak menahan diri ketimbang
202
mengumbar kata-kata, lebih banyak mengukur sesuatu hal,
ketimbang dengan menyamaratakan orang. Itu manfaat yang
sengaja atau tidak sengaja muncul di diri saya dengan lebih
banyak menggeluti dunia puisi.
Sampai kapan Anda akan mengajari orang-orang menulis
puisi?
Selama masih ada umur, selama masih ada waktu dan masih ada
orang yang mau bersama-sama belajar, kalau tidak ada, ya saya
belajar dengan diri saya sendiri. Jadi ada satu atau dua orang, ada
sepuluh atau duapuluh orang itu tidak pernah jadi persoalan.
Karena tidak ada peserta pun saya masih bisa belajar bersama diri
saya. Selama masih ada waktu dan umur, rasanya dunia puisi itu
tetap sesuatu yang bukan lagi menarik hati, tetapi sudah menjadi
bagian kehidupan sehari-hari.
Bisa disebutkan apa saja karya-karya Anda?
Awalnya kalau yang kumpulan puisi itu berjudul Jekak Tiga, itu
ada tiga penulis, saya, Gol A Gong, dan Ryas Revolta. Rumah
Dunia belum ada waktu itu. Bukunya diterbitkan oleh kelompok
atau komunitas Azeta sekitar tahun 1988. Jadi itu awal-awal kami
ketemuan, Gong sambil membuat Balada Si Roy waktu itu, juga
menerbitkan antologi puisi. Beriktnya puisi Ode Kampung, itu
berdua saya dan Gong. Kemudian antologi puisi tunggal saya
Mencari dan Kehilangan (1995-1996), dari situ kemudian
berlahiran buku-buku puisi yang lain. Yang terbaru terbit itu buku
puisi Lidah Politikus (2017), sekarang sedang menyiapkan ada
satu kumpulan puisi, sebetulnya sejak dua tahun lalu, tapi belum
selesai, judulnya 1.000 Kilometer dari Hatiku, itu lebih ke puisi-
puisi pribadi ketimbang Lidah Politikus. Tapi sekarang ini juga
sedang menyiapkan satu kumpulan lagi yang sifatnya lebih
berbicara tentang, jadi puisi yang berbicara tentang puisi, jadi
mengupas apa itu puisi, bagaimana itu puisi, melalui puisi.
Judulnya belum ketemu. Tapi puisi-puisinya sudah mulai
dimunculkan. Jadi tiap hari menuliskan puisi yang berbicara
tentang puisi dan itu di-upload di media sosial. Target terbitnya
belum ada. Mudah-mudahan tahun ini, kalau tidak tahun depan.
203
Arti nama pena Toto ST Radik?
Nama pena saya Toto ST Radik. ST-nya itu dari inisial dari nama
Abah dan Ibu. S-nya Suhud dan T-nya Tuchaeni. Suhud nama
Abah saya. Tuchaeni nama Ibu saya. Saya gabungkan jadi ST di
tengah nama saya. Radik dari bahasa inggris saya ambil, waktu
itu ketika membuat nama pena itu, saya masukkan sebagai akar
berpikir, sampai ke akar-akarnya, memahami sesuatu hal sampai
ke akar-akarnya, sehingga saya pilihlah nama Radik itu.
Filosofinya itu, jadi mengakar, mempertimbangkan sesuatu
sampai ke akar-akarnya, atau percaya kepada akar, bukan kepada
buah. Percaya kepada proses, bukan hanya kepada hasil.
Makanya kata Radik itulah saya pilih.
204
WAWANCARA III
Data Informan 3 Nama : Endang Rukmana
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat/Tgl. Lahir : Jakarta, 15 Mei 1984
Kelas Menulis Rumah Dunia : Angkatan ke-1
Pekerjaan : Penulis
Waktu Wawancara : Rabu, 24 Januari 2018
Anda ikut kelas menulis angkatan ke berapa? Dan waktu itu
kabarnya Anda masih SMA?
Saya angkatan pertama di kelas menulis Rumah Dunia, tahun
2000. Saat itu saya masih sekolah di SMAN 1 Kota Serang. Saat
itu saya masih kelas II.
Anda tahu keberadaan Rumah Dunia dan KMRD dari mana?
Awalnya saya ikut Sanggar Sastra Siswa Indonesia (SSSI), saat
itu majalah sastra Horison dan Foundation mengadakan agenda
sastra di Inonesia, salah satunya di Kota Serang yang
dipercayakan kepada Mas Toto ST Radik. Salah satu tutor
menulis di SSSI itu Mas Gol A Gong. Dari situ kemudian Mas
Gol A Gong kemudian mengundang kami untuk ke rumahnya,
yang kemdian kami tahu nama Sanggarnya adalah Rumah Dunia
Apa yang mendorong Anda mengikuti kelas menulis ini?
Karena dulu saya, merasa tertarik dengan profesi menulis. Dulu
saya pernah baca beberapa buku. Awalnya yang menuat saya
tertarik itu dulu ada buku kumpulan cerpen Merajut Cahaya itu
kumcer penulis FLP yang menerbitkan dulu itu Anida.
Waktu itu apa motivasi Anda mengikuti kelas menulis?
Saya melihat menjadi penulis itu sesuatu yang keren. Bahwa
menulis itu enggak biasa. Kalau saya menulis itu bakal keren
saya-nya. Mungkin motivasinya untuk populer sebagai ABG
waktu itu.
205
Bagaimana metode pembelajaran KMRD saat itu?
Iya, itu karena mungkin kita masih sangat awal sekali, kelas
menulis itu lebih sharing proses kreatif menulis Mas Gol A Gong.
Kalau sekarang kan silabus kelas menulis sudah jelas dan
waktunya 6 bulan. Bahkan sempat pada masa-masa tertentu
hanya 3 bulan kelas menulis. Dan mungkin di angkatan kelima
atau kesekian. Mungkin di angkatan saya itu Cuma empat kali
pertemuan sudah beres. Atau sebaliknya, kan saya agak lupa,
awalnya tidak ada waktu harus berapa lama, yang jelas tiap
minggu ketemu, kemudian ada ketentuan per 3 bulan, baru
kemudian yang saya tahu terakhir ini selam 6 bulan. Jamnya
sama jam 2 siang.
Anda pernah mengikuti kelas menulis di komunitas lain? Jadi kita awalnya ke rumah Mas Toto. Jadi kita ikut dua kelas. Di
Mas Toto kelas Sanggar sastra dengan materi beragam seperti
esai, puisi dan segala macam, kemudian kita dari rumah mas toto
ke rumah mas gong, di mas gong lebih ke fiksi dan jurnalistik.
Tutornya itu mas gol a agong. Saya lupa apakah mas toto itu
apakah ikut mengisi menjadi tutor di rumah dunia juga tau tidak.
Tapi paling banyak mas gol a agong langsung. Seingat saya tidak
ada penulis dari luar Banten yang menjadi tutor di kelas menulis.
Bahkan Herwan FR dan Wan Anwar (alm) itu cuma ada di
sanggarnya Mas Toto. Jadi di RD itu bener-bener Mas Gong.
Bagaimana awalnya Anda bisa mencintai dunia tulis menulis?
Saya tidak ada keturunan keluarga yang menulis. Ibu saya buruh,
bapak saya juga buruh. Jadi saya tidak punya keturunan keluarga
literasi. Bapak-ibu saya bukan dosen, dan di rumah saya tidak ada
perpustakaan. Cuma memang dulu ada tetangga dari Depdikbud
waktu saya masih tinggal di Jakarta, dia punya banyak koleksi
buku bacaan. Dan saya kerap suka membaca, jadi mungkin itu
apa ya bakat atau apa ya, jadi dari kecil memang ketika ada buku
saya selalu suka. Dulu itu ada buku-buku paket bahasa Indonesia,
PPKN dan lainnya itu pasti ada cerita-ceritanya. Untuk
menyaipaikan cerita yang memiliki pesan moral, pasti
disampaikan dengan fable, seperti si kancil anak nakal. Saya
kalau menerima buku say abaca semua. Kalau buku pelajaran itu
saya beli, langsung saya baca sampai habis, ceritanya saya baca
dulu semuanya. Itu tanda-tanda saya sudah mulai suka baca. Saat
206
SD saya selalu suka pinjem buku cerita dan how to di perpus dan
membacanya.
Sebelum mengikuti KMRD, Anda pernah menulis karya? Sebelum ke Rumah Dunia saya sempat bertemu pak sayair
Asiman, beliau seorang wartawan di Kabar Banten. Belau bilang,
“Dang, nulis,” katanya. Coba nulis, nanti kalau kamu nulis nanti
dapat uang. Saya seperti adik asuhnya Pak Sayir Asiman, karena
saya sempat tinggal bersama. Sebelum di RD saya baru
menerbitkan dua ficture di Kabar Banten.
Mulai menulis di Koran feature di Fajar Banten itu, setelah
masuk RD saya coba menulis artikel, esai dan terbit di Fajar
Banten, harian banten. Dan semasa itu paing ada kumpulan puisi
dan cerpen. Dan (menerbitkan) satu antologi puisi sendiri
judulnya Hanoman Mencari Cinta, tahun 2003-2004. Kalau buku
pertama “Dari Donat sampai Presiden” itu kumpulan esai bersma
Aad. Kalau novel sesudah saya kuliah bikin buku tunggal.
Judulnya Sakit ½ Jiwa sekitar tahun 2006, terus Gotcha!, Pahetle
Cinta. Total sepuluh buku.
Kenapa Anda memilih bergabung di KMRD?
Karena saya tertarik menulis. Jadi sebelum bergabung, saya
sudah punya ketertarikan di dunia kepenulisan. Kelas menulis
kan muncul ketika saya sudah kelas III SMA. Sementara
ketertarikan saya pada dunia tulis menulis sendiri sudah ada sejak
saya SMP. Ketika saya kenal dengan seorang wartawan Syair
Asiman, saya sudah disuruh menulis artikel. Dan itu menjadi
kebanggan tersendiri ketika karya saya dimuat. Ketika SMA
mulai baca buku-buku cerpen, dan menjadikan saya juga ingin
bisa membuat cerpen seperti dalam buku yang saya baca itu.
Bagaimana menurut Anda terkait adanya KMRD?
Tentu saja sangat positif, karena ini kan kelas yang tidak mudah
dijumpai. Lebih mudah menjumpai kelas menjahit, kursus mobil,
segala macam itu dibanding menjumpai kelas menulis, selagi di
zaman saya itu.
Anda sekarang beralih profesi jadi pengusaha? Sebenarnya saya tidak beralih profesi. Jadi memang life skill saya
itu menulis dan berjualan. Dan dua hal itu beriringan. Kebetulan
207
pada suatu masa diasah, misalnya pada titik saya fokus ke novel,
kemudian saya mengabaikan potensi saya sebagai berjulan atau
pengusaha tidak diasah. Saya punya dua bakat. Jadi kalau dua-
duanya dikembangkan bisa. Tapi sekarang lagi fokus berbisnis.
Saya sejak kecil sudah suka berjualan. Waktu SD pernah jualan
es, waku SMA waktu saya masih jadi anggota Rohis, saya jualan
kaset-kaset islam, jualan manset, jualan kerudung juga dan saat
kuliah juga julan makanan catering. Kalau jualan Soto ini baru 6
bulan terakhir ini.
Menurut Anda bagaimana dengan profesi menulis?
Profesi menulis itu bisa hidup. Jadi profesi menulis itu profesi
yang seksi. Karena tidak banyak orang yang bercita-cita ingin
jadi seorang penulis. Kalau anak-anak ditanya cita-citanya pasti
akan menyebutkan ingn jadi dokter, insiyur dan sebagainya, kalau
ingin jadi penulis jarang. Mungkin ada perdebatan bisa enggak
profesi menulis bisa untuk kebutuhan hidup? Sebenarnya bisa,
kalau kita produktif. Problemnya kan kita masih menganggap
menulis masih sebagai profesi sampingan, jadi tidak diseriusi
seperti kita bekerja seperti orang biasanya.
Bagaimana menurut Anda terkait program KMRD?
Menurut saya sangat bermanfaat. Karena menulis itu life skill.
Apalagi sekarang hidup di zaman medos. Saya melihat, bahwa
banyak orang dengan kemampuan menulis, mereka hidup. Entah
kerja menjadi buzzer, influenser dan lainnya. Karena sekarang
banyak set job dari menulis itu, seperti scripit writer, sekanario,
konten media dan lain-lain. Bahkan termasuk bakat untuk
menjadi admin sebuah lembaga saya rasa itu juga membutuhkan
skill (menulis) tersendiri.
Bagaimana kesan pertama saat melihat/mengenal Gol A Gong?
Saya lihat biasanya orang-orang terkenal itu umumnya sangat
sulit didekati, ada rasa menjaga jarak atau apa gitu, sementara
Mas Gol A Gong itu saya ingat, kita baru satu-dua kali bertemu,
saat kita bertemu di Alun-alun Kota Serang, saya lupa acara apa,
dan Mas Gong duluan yang menyapa saya. Dia mengenali saya
dan menyapa. Itu sedikit amazing, surprise! Jarang-jarang orang
terkenal yang nyapa duluan. Saya kan dulu orang yang belum
terkenal, siapa sih Endang Rukmana yang masih anak SMA. Tapi
208
itu Mas Gong menyapa saya duluan, dan mengajak ngobrol saya.
Jadi dia itu orang yang ramah.
Darimana Anda mengenal Gol A Gong? Bisa diceritakan?
Saya kenal Gol A Gong bukan dari bacaan, tapi karena Gol A
Gong sebagai tutor saya di Sanggar Sastra Siswa Indonesia. Jadi
ketika SMA sebenarnya daya baca saya belum banyak. Saya
cuma pernah baca komik Petruk Tatang S. dan buku-buku novel
anak terbitan Balai Pustaka, sementata karya-karya sastra dan
populer yang lain, saya belum baca waktu itu.
Menurut Anda bagaimana sosok Gol A Gong?
Sosok yang ramah, bisa bergaul ke siapa saja, dan punya energi
kreatif, energi untuk menggerakkan sesuatu, yang sulit orang lain
tiru. Mas Gong kan selalu punya ide, punya kegiatan, yang aku
sendiri ngebayanginnya tidak punya energy sebesar itu. Kalau
misalnya aku hanya bisa menulis satu karya dalam satu waktu.
Sementara Mas Gong bisa menulis banyak karya sambil juga dia
menggarap banyak kegiatan. Sekarang umur Mas Gong sudah
50an, di umur segitu, orang-orang yang masih umur 20an pun
belum tentu bisa menyamai energi yang dimilik Mas Gong
diumurnya yang 50 tahun itu.
Sebutkan beberapa kata untuk menggambarkan Gol A Gong?
Inspiratif, enerjik, influenser atau orang yang mampu
mempengaruhi orang lain dalam hal positif, inisiator, penggagas
dan Mas Gong orangnya idealis.
Apa arti buku bagi Anda?
Buku itu, cara manusia membagikan kisah dan cerita hidupnya.
Jadi pengetahuan manusia itu diwariskan dari zaman ke zaman.
Umur manusia itu kan pendek, tapi kenapa sekarang kita sudah
membangun banyak hal teknologi, peradaban, kita sudah bisa
mendaratkan pesawat di bulan, sudah bisa melakukan
pencakokan jantung, dan banyak hal lagi pencapaian ilmu
pengetahuan. Di umur manusia yang sangat pendek itu, hal
tersebut tidak mungkin terjadi, jika tidak ada tradisi mewariskan
pengetahuan, dan salah satu cara mewariskan ilmu pengetahuan
dengan cara menulis. Membukukan pengetahuan kita dengan cara
kita menulis buku dan kemudian membacanya, kita bisa
209
mewariskan pengetahuan kita ke orang lain. Sampai sekarang kita
masih tahu pemikiran Plato dan Aristoteles, 3000 tahun yang lalu
seperti apa, masih bisa kita baca. Dan uniknya, akhirnya kita tahu
bahwa orang yang hidup 3000 tahun lalu, bisa lebih pintar dari
orang zaman sekarang.
Arti literasi bagi Anda? Dan seberapa penting?
Sekarang ini zaman globalisasi dan informasi, jadi segala hal itu
antara pemenang dan pecundang kadang-kadang tergantung dari
sebanyak apa informasi yang dia kuasai. Jadi melek literasi di sini
artinya melek pengetahuan, kemampuan untuk membaca buku,
membaca informasi. Kan literasi itu harus dimaknai secara luas.
Diawali dengan sikap kritis dalam membaca buku, informasi di
buku, kemudian akan berlanjut ke kemampuan dia membaca
situasi politik, pasar dan sebagainya. Jadi itu sangat berpengaruh.
Dia akan tumbuh menjadi orang yang bisa bersaing secara
ekonomi, karena dia menguasai informasi dan paham soal
informasi, sehingga tidak mudah dibego-begoin, kemudian
dengan sadar politik dia tidak mudah dihasut, tidak mudah
dibakar dengan siu-isu politik, oleh berita-berita hoaks, sentimen-
sentimen SARA (suku, agama, ras, dan antargolongan), jadi itu
pentingnya literasi bagi masyarakat.
Apa manfaat Rumah Dunia bagi Anda?
Maanfaat Rumah Dunia buat saya tentu saja keahlian menulis,
memberikan saya life skill menulis dan jejaring kesempatan untuk
berkarir sebagai penulis, walaupun kalau untuk ke penerbit Gagas
Media tidak secara langsung, tapi saya kan waktu itu bisa juga
„menjual‟ nama Rumah Dunia, ketika saya ikut programnya
Gagas, saya bilang saya pernah ikut Kelas Menulis di Rumah
Dunia. Itu juga manfaat Rumah Dunia buat saya pribadi.
Kalau manfaat Rumah Dunia untuk masyarakat umum yang saya
lihat, Rumah Dunia telah banyak menetaskan generasi-generasi
baru yang melek literasi.
Apakah Gol A Gong selaku tutor KMRD menggunakan
komunikasi dengan Bahasa Jawa Serang atau Bahasa Sunda? Mas Gong menggunakan bahasa Indonesia dalam mengajar.
Hanya sesekali diselingi dengan bahasa Sunda dan Jawa Serang,
itupun disertai dengan penjelasan karena sebagian dari kami
210
bukan penutur asli kedua bahasa tersebut. Jadi secara keseluruhan
saya dapat memahami materi yang disampaikan Mas Gong.
Adakah simbol nonverbal Gol A Gong yang tidak dipahami? Setahu saya tidak ada atau mungkin saya yang kurang
memperhatikan detail visual.
Anda memahami budaya Gol A Gong selaku tutor KMRD?
Saya kira berlaku komunikasi dua arah dan saling pengertian soal
latar belakang budaya ini. Sebagai seorang novelis dan traveler
Mas Gola Gong memiliki pengetahuan budaya yang baik,
sehingga dapat dengan mudah menjalin komunikasi dan
memahami background budaya peserta KMRD.
Pernah mengalami hambatan komunikasi saat KMRD?
Tidak ada kendala. Saya bisa menyerap semua materi dengan
lancar.
211
WAWANCARA IV
Data Informan 4 Nama : Piter Tamba
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat/Tgl. Lahir : Lampung, 1 November 1982
Kelas Menulis Rumah Dunia : Angkatan ke-1
Waktu Wawancara : Selasa 20 Febrari 2018
Anda angkatan KMRD ke berapa? Bisa diceritakan?
Saya Kelas Menulis Rumah Dunia angkatan pertama. Sekitar
tahun 2002/2003. Saat itu saya masih kuliah di IAIN Sultan
Maulana Hasanuddin (SMH) Banten (sekarang UIN Banten),
semester V jurusan Syariah Muamalat.
Apa yang mendorong Anda mengikuti kelas menulis ini?
Saya ikut kelas menulis ini ingin tahu. Sebab industri kreatif kan
pasti harus bisa nulis. Karena saya juga tahu latar belakang Mas
Gong dari TV, wah ini kelihatan menarik sekali nih, pikir saya.
Saya juga ingin bisa nulis sekenario, cerpen, novel dan lain-lain.
Waktu itu apa harapan Anda mengikuti kelas menulis RD?
Harapannya saya ingin bisa menulis lebih baik lagi. Karena
sering main di Rumah Dunia dan tahu ada kelas menulis, kenapa
enggak ikut gitu. Karena orang lain itu susah untuk mengikuti
kelas menulis, saya yang sudah deket, kenapa enggak ikutan gitu.
Bagaimana metode pembelajaran KMRD dan siapa tutor
menulis saat itu?
Metodenya biasa, kumpul, ngasih materi, ada tugas, nanti dibahas
satu-satu. Dulu sering juga ngundang dari Kompas untuk belajar
layout buku, buat novel. Atau dari teman-teman penulis Mas
Gong sering ngasih motovasi di kelas menulis. Tutornya
langsung oleh Mas Gong, Mas Toto puisi.
Apakah Anda mengikuti kelas menulis di komunitas lain?
Saya juga ikut Sanggar Sastra Siswa Serang di rumah Mas Toto
di Penancangan. Saya kebetulan masih mahasiswa jadi ikut.
Habis dari rumah Mas Toto, baru ikut kelas menulis di Rumah
Dunia.
212
Kenapa Anda bisa mencintai dunia tulis menulis?
Awalnya dari dunia kesenian di teater sebenarnya. Jadi bisa
menulis itu kelihatannya asyik, walaupun kemudian bukan dunia
tulis menulis yang saya dalamin. Dari pergulatan, saya memilih
kesenian dan sekarang saya menggeluti dunia desain grafis. Tapi
kan kalau desain grafis butuh copy writer, jadi saya tahu dasar-
dasarnya misalnya butuh ilmu jurnalistik, saya tahu dasarnya.
Untuk menulis caption atau apalah gitu kan, itu penting juga ilmu
jurnalistik. Jadi tidak murni dibuang itu ilmu jurnalistik.
Dari menulis ke desain grafis, bisa diceritkan?
Bukan tulis menulis akhirnya yang saya tekuni. Saya malah
kemudian lebih tertarik mendalami dunia desain grafis. Yang tadi
saya bilang, bahwa ilmu jurnalistik itu, tidak harus menjadi
penulis, ini menurut saya. Jadi ilmunya kita ambil, bisa kita
manfaatkan untuk apa saja. Bahkan menulis di facebook atau
menulis artikel atau apa pun, kalau kita tahu ilmunya akan
gampang-gampang saja. Saya di teater Gesbica pernah jadi ketua
unit tetaer. Pementasan sering, baik di Banten maupun luar kota,
seperti di Serang, Cilegon, Tangerang, Bandung, Cirebon dan
Lampung.
Kabarnya sekarang Anda beralih profesi? Bisa diceritakan? Saya pernah bekerja di Banten TV pada 2009-2010. Kemudian di
Baraya TV sejak tahun 2010-2016, dulu menjadi tim kreatif,
kemudian terakhir menjadi manager program. Jadi sebenarnya
bukan beralih profesi. Jadi ibaratnya gini, kan kita bisa belaar
silat, kemudian jadi tukang ojek. Kaitannya apa? Kalau dirampok
kan kita bisa silat, ya gitu? Jadi ilmu masih tetap berguna
walaupun tidak harus menjadi misalnya, kalau belaar silat
menjadi petarung, kan enggak harus itu. Jadi bisa menjadi desain
garfish, bisa menjadi tim kreatif, termasuk tin keratif kan buat
naskah, sinopsis dan sekenario dan yang lain-lain. Itu kan
ilmunya masih dipakai. Enggak mungkin enggak dipake.
Sekarang saya sibuk free lance desain grafis, buat logo, buat
desain cover dan yang lain-lain.
Bagaimana awal kenal dengan Gol A Gong?
Awal kenalnya sama sebenarnya seperti awal kenal saya dengan
Rumah Dunia. Karena saya aktif di kuliah, aktif di kampus di
213
dunia seni, di Serang ini, dulu yang saya kenal antara Mas Gong,
Mas Toto. Makanya kemudian sering ngundangnya itu. Bahkan
kita juga sering main ke Rumah Dunia. Mas Toto kan dulu,
termasuk tutor teater juga. Sebenarnya kita juga banyak belajar
dari Mas Toto soal teater, tetang naskah, karena Mas Toto juga
penulis naskah teater. Dan kita juga sering mementasakn naskah-
naskah teater Mas Toto. Dari sana kenalnya.
Menurut Anda bagaimana sosok Gol A Gong?
Dia itu pejuang literasi, pendidik, pekerja keras, ambisius,
pantang menyerah.
Apa arti buku bagi Anda?
Buku itu jendela dunia. Baca buku, bisa banyak tahu. Saya juga
pernah di pesantren dan yang dibahas juga tentang buku atau
kitab-kitab. Ya banyak membaca, banyak tahu. Jadi satu ilmu itu
sama, ibaratnya 1+1, kalau orang yang tahu pasti jawabannya
dua. Seluruh dunia tahun soal itu. Jadi kalau kita tahu 1+1 itu
adalah dua, maka kita sudah membuka cakrawala dunia.
Ibaratnya begitu.
Apa makna literasi bagi Anda? Dan seberapa penting?
Literasi itu penting. Karena kita akan mengetahui secara mudah
apa yang kita akan tahu. Jadi kita ingin tahu apa, kita bisa dengan
cepat tahu dengan baca buku. Misalnya kita ingin tahu tentang
Negara Amerika, walaupun kita enggak harus ke Amerika.
Tentang apapun. Misalnya tentan Syaikh Nawawi, kita tidak
perlu ketemu orangnya, karena memang beliau sudah meninggal,
jadi kita bisa baca buku-buku karangan beliau sehingga seakan-
anak dekat dengan beliau.
Apa manfaat Rumah Dunia bagi Anda?
Rumah Dunia sangat erat kaitannya dengan saya. Misalkan
kenapa saya akhirnya menetap di Rumah Dunia, awalnya kan dari
saya kuliah di IAIN, kenal Gesbica, di Gesbica saya berkegiatan,
mulai dibentuk, dan kemudian dibentuk lagi di Rumah Dunia.
Dan antara Gesbica dan Rumah Dunia ini pasti ada relasi yang
saya temuin. Relasi A, relasi B dan relasi C. hingga sampai
sekarang saya kerja, saya banyak kenal sama orang-orang, ya
salah satunya dari Rumah Dunia, selain dari kampus misalnya.
214
Kan kerja di Banten TV dulu juga rekomendasi dari Rumah
Dunia, kerja di Baraya TV juga awal kenalnya juga, karena saya
orang Rumah Dunia. Selain memang kitanya harus kompeten
juga, karena enggak mungkin juga kalau enggak kompeten.
Karena Rumah Dunia untuk saat ini sangat berpengaruh di
kehidupan saya. Apalagi di dunia kerja. Saya belajar bikin film
awalnya di Rumah Dunia. Jadi kan ada workshop-workshop film,
kita sering ikut dan mengadakan acara film dan kita mulai syuting
di sini. Dulu di Rumah Dunia ada kelas film. Dulu kelas menulis
itu enggak seperti sekarang, kelas menulis itu bisa campuran. Jadi
besok kita belajar sekenario, misalnya. Karena format kelas
menulis masih baru.
Apakah tutor menggunakan komunikasi dengan Bahasa Jawa
Serang atau Bahasa Sunda?
Bahasa Serang dan Bahasa Sunda yang tidak dimengerti itu tidak
ada. Tapi sesekali Mas Gong mengatakan. Sesekali menggunakan
Bahasa Serang atau Sunda. Seperti sire (kamu), apane (gimana),
pokokya yang kata sambung begitu. Saya rasa semua mengerti,
karena bahasa itu sudah familier.
Adakah simbol nonverbal tutor yang tidak dipahami Anda?
Tidak ada itu. Dan komunikasi nonverbal juga tidak ada masalah.
Anda memahami budaya Gol A Gong selaku tutor KMRD?
Yang ditonjolkan Mas Gong ya budaya Indonesia saja, meski
Mas Gong lahir di Purwakarta. Dan kita juga semua paham,
memahami semua.
Ada hambatan komunikasi saat kegiatan KMRD? Selama saya ikut kelas menulis, tidak ada hambatan komunikasi.
215
WAWANCARA V
Data Informan 5 Nama : Adkhilni Mudkhola Sidqi
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat/Tgl. Lahir : Serang, 8 Agustus 1986
Kelas Menulis Rumah Dunia : Angkatan ke-1
Pekerjaan : Diplomat di Kedutaan Besar
Republik Indonesia (KBRI) untuk
Swiss dan Liechtenstein
Berkedudukan di Kota Bern.
Pendidikan : Monash University Australia,
Master of International Relations.
Waktu Wawancara : Jumat, 9 Februari 2018
Teknik Wawancara : Dilakukan melalui surat elektronik
Anda mengikuti KMRD angkatan ke berapa? Bisa diceritakan?
Kelas Menulis Rumah Dunia angkatan pertama. Sekitar tahun
2001. SMA kelas 1.
Dari mana Anda mengetahui info kelas menulis?
Sebelumnya saya aktif mengikuti Sanggar Sastra Siswa Indonesia
(SSSI) dibawah asuhan Mas Toto ST Radik. Mas Gong pernah
menjadi pemateri di SSSI dan mengenalkan tentang rencana
pendirian Pustakaloka Rumah Dunia, kemudian membuka kelas
menulis angkatan pertama.
Waktu itu apa harapan Anda mengikuti kelas menulis?
Saya sudah mulai menulis di koran-koran lokal, dahulu hanya ada
Fajar Banten dan Harian Banten. Saya berharap agar menjadi
penulis yang lebih baik dan produktif.
Kenapa Anda memilih bergabung di KMRD?
Mengikuti anjuran Mas Toto dan untuk menambah pengalaman
lain selain di SSSI.
Bagaimana menurut Anda terkait adanya KMRD?
Bagus. Tapi mungkin karena semakin sering diadakan, semakin
kurang terbina dengan baik.
216
Bagaimana pembelajaran KMRD dan siapa saja tutornya?
Itu 17 tahun yang lalu. Sudah banyak yang lupa. Tapi yang masih
saya ingat adalah menulis dari pengalaman dan reportasi dimana
kami diminta menulis setiap pekan hal-hal baru yang ditemui di
lingkungan sekitar. Saya ingat saya menulis tentang bisnis
pedagang duren musiman di sekitar Alun-alun Kota Serang, dan
ibu-ibu pembuat keripik dari biji duren untuk dijual.
Tutornya Mas Gong, Mas Toto, dosen-dosen Untirta dan IAIN
Banten (dh. STAIN) seperti Herwan FR, alm. Ruby Baedowi.
Juga tutor tidak tetap dari luar Serang, seperti Ahmadun Yosi
Herfanda, Helvy Tiana Rosa, dan penulis FLP lainnya,
tergantung kesediaan waktu mereka.
Sebelum ikuti KMRD, Anda pernah menulis cerpen/puisi?
Iya ketika di SSSI. Menulis artikel opini di koran lokal pada
kurun tahun 2003-2004. Kemudian setelah lulus kelas menulis
Rumah Dunia dan lulus SMA, menerbitkan buku kumpulan
artikel, puisi, dan cerpen bersama teman-teman.
Adakah saran untuk program KMRD?
Dibuat jarak antara angkatan yang lebih jarang agar mudah
membina. Dimanage lebih baik. Jangkau para pekerja, PNS, dan
professional lainnya. Bukan hanya siswa dan mahasiswa. Dan
diadakan di luar tempat selain Rumah Dunia.
Kabarnya sekarang Anda beralih profesi sebagai diploma?
Tidak beralih, karena menulis itu bisa dilakukan oleh profesi apa
saja.
Menurut Anda bagaimana dengan profesi penulis?
Saya menulis tidak untuk mencari uang. Tapi mengutarakan ide
dan gagasan.
Bagaimana kesan pertama Anda saat mengenal Gol A Gong?
Penuh semangat dan impian.
Menurut Anda bagaimana sosok Gol A Gong?
Orang yang penuh semangat, keukeuh, fokus dengan tujuan, dan
sering tidak peduli dengan pendapat orang lain.
217
Menurut Anda sosok Gol A Gong seperti apa?
Semangat, emosional, kekeuh, fokus, dan percaya diri.
Apa arti buku dan makna literasi?
Buku adalah jendela ilmu. Sedangkan literasi sangat penting dan
harus diajarkan sedini mungkin ke anak-anak kita.
Menurut Anda seberapa penting kita harus melek literasi?
Perbedaan mendasar manusia primitive dengan manusia
berbudaya terletak pada kemampuan literasinya. Bagaimana ia
mendapat informasi, mengolahnya, menghimpunnya, dan
menyampaikannya kembali ke orang lain. Kalau tidak melek
literasi, bisa fatal akibatnya.
Apakah tutor KMRD menggunakan Bahasa Jawa Serang/
Bahasa Sunda?
Penggunaan bahasa/dialek lokal tidak dapat dihindarkan dalam
percakapan sehari. Mas Gong sering menggunakan itu. Namun
karena saya berasal dari sub kultur yang sama, jadi komunikasi
tetap bisa dipahami dan tidak ada masalah sama sekali.
Adakah simbol nonverbal Gol A Gong yang tidak dipahami
Anda saat berlangsunya KMRD?
Sejauh saya berinteraksi tidak ada masalah dengan symbol
nonverbal.
Apakah Anda pernah mengalami hambatan komunikasi
sepanjang mengikuti KMRD?
Tidak mengalami hambatan, karena saya berasal dari suku yang
sama dengan Mas Gong.
218
WAWANCARA IV
Data Informan 6 Nama : RG Kedung Kaban
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat/Tgl. Lahir : Serang, 3 Maret 1983
Kelas Menulis Rumah Dunia : Angkatan ke-2
Pekerjaan : Vidio Maker,
Waktu Wawancara : Minggu, 11 Februari 2018
Anda ikut kelas menulis angkatan berapa?
Saya baru ikutan kelas menulis Rumah Dunia angkatan ke-2,
sekitar tahun 2003. Tapi saya sudah gabung ke Rumah Dunia
sejak awal berdiri pada 2002. Profesi saya waktu dulu itu
serabutan. Pernah gabung dengan Kelompok Musik Jalanan
(KPJ), berjualan juga, tapi memang saya dari kecil sudah suka
membaca dan menulis.
Apa yang mendorong Anda mengikuti kelas menulis ini?
Karena memang dari kecil saya sudah senang menulis. Bikin
puisi, senang menciptakan lagu dan sudah senang menulis cerita
juga. Karena dari kecil saya suka menulis. Sebelum saya gabung
ke Rumah Dunia, satu cerpen saya pernah dimuat di Fajar
Banten.
Bagaimana metode pembelajaran KMRD?
Metode pembelajaran Kelas Menulis Rumah Dunia yang saya
lihat lebih pada mendorong orang-orang untuk praktik menulis,
bukan hanya sekedar teori. Untuk tutor kelas menulis itu Mas
Gong dan Mas Toto ST Radik. Tapi penulis dari luar juga banyak
yang diundnag. Dari banyak penulis, seperti Fahri Azizah, Helvy
Tiana Rosa, Pipiet Senja dan lain-lain dalam kegitan bedah buku
atau temu penulis. Dan saya pada waktu itu hadir dan
mendengarkan proses keratif mereka.
Bagaimana menurut Anda terkait adanya KMRD?
Saya pikir program kelas menulis adalah program yang sangat
bagus ya. Karena memang kelas menulis mungkin hanya ada di
Banten, mungkin juga di Indonesia engga banyak kelas menulis,
219
mungkin juga di luar sana kelas menulis banyak, tapi berbayar,
kalau di Rumah Dunia kan konsepnya gratis. Entah ada di mana
lagi selain di Rumah Dunia. Yang ingin saya katakan bahwa
kelas menulis Rumah Dunia ini langka dan bagus.
Dari menulis, Anda beralih profesi menjadi filmmaker?
Jujur saja, motivasi saya menjadi filmmaker memang mencari
uang. Misalkan seperti teman saya Langlang Randhawa alumni
kelas menulis Rumah Dunia angkatan ke-6, yang sampai
sekarang masih konsisten menulis sekenario FTV. Saya
melihatnya lebih gampang mencari uang dari dunia audio visual.
Saya menggeluti dunia oudio visual seperti membuat profil
company, membuat iklan layanan masyarakat dan lain-lain, bagi
saya itu uangnya lebih cepat dan lebih besar. Sehingga saya fokus
di situ, dunia itu kan dunia yang berdekatan dengan film, karena
audio visual, akhirnya merambah ke film. Karena saya
Alhamdulillah bisa menulis sekenario, jadi akhirnya mulai saya
membuat film pendek dan yang lainnya. Jadi memang nyambung.
Karya film pendek saya yang viral berjudul “Jawara Banten: Di
atas Langit ada Langit”. Tapi saya juga sering membuat film
dokumenter tapi seperti advetorial dan lain-lain. Mungkin kalau
itu bisa juga disebut karya, saya sudah membuat 50 film pendek
dokumenter. Nama PH saya Rolling Action yang beridi sejak
2012. Sebelumnya saya sudah merintis, tapi baru berani bikin PH
itu sejak 2012.
Menurut Anda bagaimana dengan profesi menulis?
Menulis itu kan banyak cabangnya. Bahkan saya pikir bukan
profesi menulis, tapi kemampuan menulis itu harus dimiliki oleh
setiap orang apapun latar belakang profesinya. Karena dengan
menulis itu kita lebih gampang mengkomunikasikan,
mempromosikan, mensosialisasikan, bahkan juga mengabadikan
pemikiran-pemikiran atau riset kita, akan lebih baik kalau kita
bisa menulis. Dengan menulis, nanti kita punya brand yang lebih
baik lagi.
Manfaat Rumah Dunia bagi Anda apa?
Sebenarnya Rumah Dunia itu sudah mampu menciptakan iklim
kreatif, menjadi spirit buat semua orang yang lebur di dalamnya.
Tanpa disadarinya bahwa ketika dia masuk ke Rumah Dunia, dia
220
sudah berbeda dengan teman-temannya yang lain. Saya pribadi,
bisa merasakan saya merasa berbeda dengan teman yang lian itu
ketika saya hadir di khalayak, ternyata saya tampil dengan
kemampuan yang tidak dimiliki oleh orang pada umumnya. Tapi
saya tidak menyebut diri saya pintar, bukan. Tapi bahwa saya
punya kemampuan dan punya skill yang berbeda dari kebanyakan
orang, sehingga itulah yang membuat saya kemudian mudah
eksis, kemudian saya sering diundang jadi narasumber karena
saya punya keahlian yang berbeda dari kebanyakan orang yaitu
keahlian menulis terutama keahlian sinematografi-nya itu. Jadi
bagaimanapun juga Rumah Dunia berpengaruh besar terhadap
kehidupan saya. Dan Rumah Dunia menurut saya sudah berhasil
mencetak generasi-generasi yang hebat.
Jenjang karir saya di dunia televisi diantaranya pernah bekerja di
Banten TV sebagai editor naskah berita (2007-2008), reporter
(2008-2009), tim kreatif pada program Bianglala (2007), di
Baraya TV sebagai tim kreatif pada program Gong Smash (2011-
2012), menjadi redaktur di Kaibon: Majalah Keluarga Banten
(2007), Tim kreatif GMC (Gong Media Cakrawala) pada 2006-
2007 dan tenaga kreatif freelance dan lain-lain. Jenjang karir saya
di dunia TV itu semuanya tak lepas dari peran Rumah Dunia.
Bagaimana kesan pertama saat melihat/mengenal Gol A Gong?
Saya pikir Mas Gong itu tipikal orang yang berjuang untuk
bermanfaat bagi orang kebanyakan. Pada saat itu posisinya
sebagai head kreatif di RCTI, tapi masih mau juga menjadi tutor
kelas menulis membagai waktu, padahal dia di sana juga sibuk.
Saya pikir hal yang dilakukan Mas Gong itu tidak banyak
dilakukan oleh banyak orang.
Menurut Anda bagaimana sosok Gol A Gong?
Saya pikir sosok Mas Gong inspiratif ya. Dia banyak memberikan
inspirasi kepada banyak orang termausk saya. Metode menulis
saya dapatkan banyak dari beliau. Tetapi yang paling penting itu
sebetunya bukan bagaimana metode menulisnya yang diajarkan
Mas Gong tapi adalah bagaimana Mas gong itu menjadi stimulus
bagi banyak orang termasuk bagi saya. Mas Gong di usianya
yang terus bertambah, bahkan pada saat itu sudah paruh baya,
sekarang udah tua kali ya.. hee, tapi karyanya cukup tinggi dan
terus muncul karya-karya barunya. Makanya kalau ngobrol itu
221
selalu ide atau konsep yang dibicarakan. Saya pikir beliau sosok
yang menginspirasi dan berhasil memberikan stimulus kepada
banyak orang.
Dan soal keterbatasan tangannya yang memiliki kekurangan,
sebetulnya hal itu kan tidak pernah ia keluhkan kepada orang-
orang. Dan ini saya pikir menjadi inspirasi lain lagi dari sosok
Mas Gong. Dan saya pikir ini mengajarkan kepada orang-orang
bahwa, pertama setiap orang itu harus bersyukur. Dan saya pikir
Mas Gong itu selalu bersyukur, karena tidak pernah mengeluhkan
keadaannya. Dan yang kedua tentu saja ini menjadi nilai tambah,
ketika memang ada orang yang secara fisik tidak sempurna
seperti orang pada umumnya, tapi dia justru lebih aktif, lebih
keratif dari kebanyakan orang. Saya pikir ini luar biasa.
Sosok Gol A Gong menurut Anda?
Inofvatif, inspiratif dan percayadirinya baik.
Apa arti buku bagi Anda?
Buku gudang ilmu. Ada pepatah yang mengatakan bahwa
pengalaman dalah guru terbaik. Tetapi kan kalau semua orang
hanya berpedoman dari pengalaman, karena setiap orang punya
pengalaman yang berbeda, misalkan saya pernah mengalami
hidup di sini, yang lain tidak pernah mengalami seperti apa yang
saya alami, hal yang menarik dari buku apa yang belum kita
alami atau mungkin yang tidak pernah kita alami, tetapi kita tahu
informasinya dari hasil bacaan. Setiap penulis buku itu dia seperti
sedang merangkum semua pengalaman dan keilmuannya untuk
kemudian dibagikan pada orang lain.
Menurut Anda seberapa penting kita harus melek literasi?
Saya pikir sangat penting, karena kehidupan itu kan terus
berubah. Hidup itu harus inovatif. Haurs ada inovasi-inovasi baru
dan kita harus sanggup menghadapi tantangan zaman, dan untuk
menghadapai tantangan zaman itu dan agar kita bisa kreatif dan
inovatif itu kan perlu ada referensi, perlu ada informasi. Dan saya
pikir buku itu sumber informasi. Dan kalau kemudian orang tidak
melek literasi, sedikit informasi yang dia terima, dan sedikit
referensi, maka saya pikir dia menjadi manusia tidak akan kreatif.
Jadi buku atau dunia liteasi, setiap orang harus akrab dengan itu.
Karena itu akan merubah manusia menjadi lebih baik.
222
Apakah Gol A Gong menggunakan komunikasi dengan Bahasa
Jawa Serang atau Bahasa Sunda saat KMRD?
Menggunakan bahasa indonesia. Paparannya sangat dimengerti.
Adakah simbol nonverbal tutor yang tidak dipahami Anda?
Tidak ada gerak gerik non verbal yg tidak dipahami, semuanya
bisa dipahami.
Anda memahami budaya Gol A Gong selaku tutor KMRD?
Saya sangat memahami buaya Gol A Gong, begitupun Gol A
Gong memagami budaya saya.
Pernah mengalami hambatan komunikasi saat KMRD?
Tidak ada hambatan komunikasi, semuanya lancar-lancar saja.
Apakah ada misskomunikasi sepanjang saat KMRD?
Mis komunikasi terjadi karena belum saling mengenal, maka jika
terjadi mis komunikasi ya terus berupaya membangun
komunikasi yang lebih baik dengan pendekatan yg lebih pula.
223
WAWANCARA VII
Data Informan 7 Nama : Bahroji, S.Sos
Nama Pena : Aji Setiakarya
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat/Tgl. Lahir : Serang, Desember 1985
Kelas Menulis Rumah Dunia : Angkatan ke-2
Jabatan : Chiefn Content Officer Sultan TV
Waktu Wawancara : Kamis, 22 Februari 2018
Anda ikut kelas menulis angkatan berapa? Bisa diceritakan?
Saya Kelas Menulis Rumah Dunia angkatan ke-2. Sejak
pertengahan 2003.
Dari mana Anda tahu keberadaan Rumah Dunia dan KMRD?
Saya itu sejak SMA suka baca koran, dan punya keterampilan
menulis. Saya pernah tiga kali juara menulis sejak SMA. Karena
kebiasaan menulis dan membaca itu, saya sangat akrab dengan
koran, seperti koran Radar Banten, Kabar Banten itu saya bacain.
Dulu itu di Radar Banten ada rubrik Salam Rumah Dunia dan
saya terus-terusan baca. Dan saya mengenal Rumah Dunia dari
sana. Terakhir ternyata Mas Gong mengisi materi sastra di MAN
2 Kota Serang. Waktu itu Mas Gong dan Mas Toto yang jadi
narasumber, waktu itu kalau tidak salah dalam acara Forum
Lingkar Pena.
Bagaimana tanggapan Anda terkait KMRD?
Program Kelas Menulis Rumah Dunia itu program yang harusnya
menjadi ajang untuk pembinaan mereka yang punya keinginan
menulis, karena itu bagus ya. Cuma mungkin yang perlu dibenahi
adalah soal sistem kurikulumnya. Sistem kurikulumnya kan
sebenarnya sudah oke. Ada jurnalistik, sastra dan film. Di film
kan belum berkembang. Kalau sastra dan artikel saya rasa rumah
dunia sudah jalan. Jadi kalau misalnya ngomongin kelas menulis,
saya rasa, ya saya bukan berlebihan, untuk modeling pelatihan
kepenulisan yang konsisten ya di Rumah Dunia, yang saya temui
di beberapa daerah di Indonesia itu, ya mungkin di Rumah Dunia
yang terus konsisten.
224
Metode pembelajaran KMRD seperti apa?
Metodenya sama saja saya rasa. Polanya sama, dari nonfiksi ke
fiksi. Selalu begitu dan tutornya sama, ada Mas Gong, ada Mas
Toto. Kemudian untuk jurnalistik itu Rumah Dunia ngundang
teman-teman Mas Gong dari Jakarta, ada wartawan Metro TV,
wartawan Kompas diundang, mereka cerita tentang pengalaman,
tentang teknis penulisan berita. Ibu Tias Tatanka juga sudah
mengajar di KMRD.
Tulisan/buku apa saja yang sudah dihasilkan?
Kalau untuk buku ada dalam antologi Padi Memerah yang
kemudian dibuat film pendeknya. Ada juga kumpulan esai yang
berjudul Banten Bangkit. Selebihnya artikel-artikel yang banyak
dimuat baik di koran lokal maupun nasional.
Sekarang Anda beralih profesi? Kenapa memilih beralih
profesi? Bisa diceritakan lebih lanjut?
Sebenarnya ini tidak berlaih. Jurstru ini sebenarnya
mengembangkan keterampilan yang saya miliki. Jadi saya itu
suka menganggap diri, oh kemampuan yang saya miliki itu ini,
nah kebetulan kan saya itu jurnalistik televisi, lantas karena dunia
teknologi informasi, multimedia berkembang, maka saya berpikir
saya kuat di jurnalisik tivi, kemudian kuat juga di film/audio
visual. Ya sudah menguatkan di situ. Kan sama basic-nya itu
kreatif dan nulis. Orang yang suka baca dan nulis, masuk dunia
ini enggak bakal sulit. Tinggal mengembangkan saja. Kemudian
memvisualisasikan itu hal teknis yang memang itu skill mesti
didalami. Tapi basic-nya kreativitas membacanya itu.
Kalau Sultan TV yang Anda rintis itu bergerak di bidang apa?
Sultan TV itu ke mulitmedia. Konten profaider media. Jadi buatin
audiovisual untuk tivi-tivi, digital konten begitu. Sultan TV
berdiri sejak saya keluar dari Banten TV pada Februari 2010.
Selama satu tahun setengah sempat saya tinggal karena saya
bekerja di Metro TV, tapi kemudian saya betul-betul fokus di
sini.
Menurut Anda bagaimana dengan profesi menulis?
Jadi profesi menulis itu gini, mau profesi menulis, mau profesi
kameramen, garfis, kalau ditekuni pasti akan mendapatkan hasil
225
yang maksimal. Tidak ada yang sia-sia selama kita terus
menggali ilmu tersebut. Konsitensi kan menjadi hal yang penting.
Saya Alhamdulillah dengan kemampuan menulis tadi, saya bisa
mengembangkan Sultan TV dan Alhamdulillah juga sekarang,
mungkin karena teknologi juga berkembang, saya harus berpikir
oh ini kita, perlu berkreasi di konten digital. Teman-teman di sini
kan sudah masuk kea rah sana. Dan Alhamdulillah sudah banyak
yang mamakian jasa kita.
Awalnya darimana Anda mengenal Gol A Gong?
Beliau itu orang yang susah untuk dibanding-bandingkan. Jadi
Mas Gong ini orang yang menurut saya beda, dalam arti, dia
punya jiwa sosial yang tinggi, motivator, terus blak-blakan
orangnya. Jadi apa yang dia ucapkan itulah, kadang kala kita
pahit menerimanya, tapi bahwa dia menyatakan apa yang ada
dalam hatinya.
Bagaimana sosok Gol A Gong menurut Anda?
Mas Gong itu orang yang punya jiwa sosial, motivator dan
orangnya elegan, blak-blakan orangnya.
Apa arti buku bagi Anda?
Buku itu bagi saya seperti darah yang mengalir dalam tubuh. Jadi
kalau misalnya kita enggak baca buku, ga ada referensi, ga ada
masukan, itu blank enggak bisa mikir kita. Enggak ada itu
kreativitas. Jadi kita harus terus membaca agar energi tubuh kita
tetap prima.
Apa makna literasi bagi Anda dan seberapa penting?
Sama seperti buku tadi, literasi itu akan mengubah kita menjadi
lebih baik lagi. Menjadi orang yang berbeda dengan orang-orang
kebanyakan. Karena otak kita penuh dengan bahan bacaan
sehingga akhirnya kita menjadi orang kreatif.
Adakah manfaat Rumah Dunia bagi Anda?
Ada. Jadi saya ingin bilang bahwa Lumbung Kreatif yang saya
buat itu juga yang memberikan pelaihan-pelatihan audio visual
dari tim Sultan TV itu ada renkarnasi dari Rumah Dunia. Kalau
Rumah Dunia non komersil, cuma Rumah Dunia kadang kala,
saya lihat dan saya harus bilang, Rumah Dunia gagal memprojus
226
untuk subsidi silangnya. Jadi Mas Gong harus segera
merevoluisasi tentang konsep Rumah Dunia. Karena kalau tidak
begitu, ini.. ini bisa jadi salah ya, cuma Rumah Dunia akan
tumbang, apalagi dengan banyak orang yang datang, ada gedung
yang besar, itu butuh oprasional, butuh pemeliharaan. Nah
sekarang budgeting-nya dari mana? Itu pertanyaan saya. Enggak
mungkin kita terus-terusan minta ke orang, maka harus berpikir.
Berpikir bagaimana? Berpikir supaya menggali di sisi finansial
yang betul-betul mapan dan elegan gitu loh, tanpa mengorbankan
jati diri Rumah Dunianya.
Apakah Gong menggunakan komukiasi dengan Bahasa Jawa
Serang atau Bahasa Sunda saat kegiatan KMRD?
Mas Gong dalam menjelaskan materi kepada peserta kelas
menulis selalu menggunakan Bahasa Indonesia. Kalau pun ada
Bahasa Jawa Serang atau Bahasa Sunda hanya muncul saat
bercanda saja.
Adakah simbol nonverbal Gol A Gong yang tidak dipahami
peserta KMRD?
Saya rasa hampir tidak ada. Kecuali di lua forum saat ngobrol-
ngobrol yang lain. Dan karena saya bisa Bahsa Jawa dan Bahasa
Sunda juga, jadi nyaris tidak ada hambatan ya, untuk menangkap
pesan-pesan yang disampaikan oleh Gol A Gong. Karena
mungkin antara saya dan Gol A Gong lahir dari kultur yang
sama.
Apakah Anda pernah mengalami hambatan komunikasi
sepanjang mengikuti kelas menulis Rumah Dunia? Kalau ada,
bisa diceritakan? Tidak ada hambatan. Semuanya lancar-lancar saja.
227
WAWANCARA VIII
Data Informan 8 Nama Lengkap : Rizal Fauzi
Nama Pena : Rimba Alangalang
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat/Tgl. Lahir : Saketi, 25 Desember 1984
Kelas Menulis Rumah Dunia : Angkatan ke-3
Pendidikan : S2 Unindra Jakarta
Pekerjaan : Dosen di Universitas Mathlaul
Anwar (Unma) dan Universitas
Serang Raya (Unsera)
Waktu Wawancara : Kamis, 25 Januari 2018
Anda mengikuti KMRD angkatan berapa?
Saya ikutan kelas menulis saat angkatan ke-3, waktu itu satu
angkatan dengan Rahel (Rahmat Heldy HS), sekitar tahun 2003.
Anda tahu keberadaan Rumah Dunia dan KMRD dari mana?
Saya tahu Rumah Dunia itu sejak saya masih sekolah di MAN 1
Serang. Watu itu ada kegiatan di Sanggar Sastra Siswa Indonesia
(SSSI) yang diasuh oleh Mas Toto ST Radik. Sejak SMA itu saya
tahu Rumah Dunia dari sahabat saya, Wangsa Nestapa. Jadi
setiap Minggu pagi jam 9 kami belajar di SSSI. Terus ada
pembukaan kelas menulis angkatan ke-3. Kami itu habis belajar
di rumah Mas To, kami terus ke Rumah Dunia jalan kaki.
Jaraknya deket, sekitar 200 meteran.
Bagaimana metode pembelajaran KMRD pada angkatan ke-3
di masa Anda? Siapa saja tutor menulis saat itu?
Metode KMRD waktu zaman saya itu dimulai dari jurnlistik.
Baru kemudian ke sastra. Ada juga pembelajaran tentang
sekenario dan praktik pembuatan film. Saat itu langsung Mas
Gong yang mengisi kelas. Terus untuk pelajaran puisi diisi Mas
Toto dan Bu Tias Tatanka (istri Gol A Gong) mengajar cerita
pendek. Kalau dulu kami berlomba-lomba agar tulisan kita bisa
tembus majalah nasional, seperti majalah Aneka Yes, Majalah
Keren Beken, Kawanku, Gadis dan koran-koran di Banten. Selain
228
itu juga tiap hari kita berdiskusi banyak hal dengan Mas Gong
dan Firman Venayaksa, diskusi soal budaya, politik dan lain-lain.
Menuut Anda, bagimana dengan adanya program KMRD? Kalau kita berhubungan dengan gerakan literasi, pasti sangat
penting sekali. Literasi dalam artian tidak hanya aksara, tapi pada
proses menulis. Kemudian dari menulis itu bisa mengubah
dirinya, entah itu secara pengetahuan, sudut pandang maupun ada
imbas secara materi. Misalkan dari orang yang tidak punya uang
jadi punya uang, itukan imbas dari literasi kekinian sebenarnya.
Kelas menulis itu seperti kawah candradimuka, tidak hanya
mengubah pengetahuan kita, maindset dan lain-lain, tapi juga
skill, kemampuan menulis kemudian yang berimbas pada
kemampuan kita mencari penghasilan, misalnya mengubah hidup
kita juga, dengan menulis, tulisan kita dibaca orang juga kan
mengubah dunia dan orang lian, di sana posisi pentingnya kelas
menulis sebagai kawah candradimuka.
Anda beralih profesi menjadi dosen? Bisa diceritakan?
Sesungguhnya sejak saya masih kulian di IAIN (sekarang UIN
Banten), saya pernah jadi asisten dosen (asdos) pada tahun 2009-
2010 untuk mata kuliah Bahasa Inggris dan Metodologi Studi
Islam. Kemudian setelah lulus S2 dari Universitas Indraprasta
(Unindra) Jakarta, mengambil Pendidikan Bahasa Inggris, lulus
pada tahun 2016. Dari sana saya menjadi dosen tamu di Unma,
mengajar Bahasa Inggris pada Fakultas Hukum (2012), dan di
Unsera juga mengajar Bahasa Inggris pada 2015-2016, kemudian
sempat berhenti sebentar. Lalu mualai lagi pada 2017 hingga
sekarang.
Tapi saya juga pernah menjadi wartawan di Majalah Kaibon,
majalah keluarga Banten pada 2006-2007, kemudian di Koran
Banten Pos (2012-2016). Di majalah Banten Muda 2013.
Sekarang sebagai pendiri di media online tuntasmedia.com di
tahun 2017. Tunas media berkantor di Pandeglang, Provinsi
Banten. Sampai sekarang juga saya masih menulis freelance.
Kadang ada order untuk menulis ficture, artikel, dan ngisi di
tunasmedia. Ngajar juga masih dan sama menjalankan bisnis
batik.
229
Menurut Anda bagaimana dengan profesi menulis?
Pada akhirnya menulis menjadi passion saya. Dan juga menjadi
kebutuhan kita. Karena untuk menumpahkan ide, gagasan dan
lain-lain tak lepas dari kemampuan menulis.
Dari menulis ke dosen, kendala jadi penulis bagi Anda apa?
Kendala menulis tu ibarat bensin, jadi kalau bacaan kita minim
dan (pengalaman) perjalanan kita minim, pasti mentok. Sebab
menulis itu bukan kegiatan mengkhayal. Ada proses kreatif dan
berpikir. Salah staunya dengan jalan-jalan dan banyak baca buku.
Apa manfaat Rumah Dunia bagi Anda?
Manfaat Rumah Dunia bagi saya jelas sangat bermanfaat.
Ibaratnya saya terlahir kembali itu di Rumah Dunia. Lahir
pertama di rumah orangtua, lahir kedua di Rumah Dunia. Jadi
saya menemukan kembali diri saya itu ya di Rumah Dunia.
Rumah Dunia adalah rumah saya. Sebelum saya masuk Kampus
IAIN dan UKM Kampus Gesbica, saya sudah di Rumah Dunia
dulu. Ya itu, Rumah Dunia tempat proses saya menemukan diri
saya.
Apa Makna Literasi bagi Anda? Makna literasi bagi saya adalah, tidak hanya persolan membaca
dan meulis, karena dengan literasi kita jadi bisa memandang
sesuatu itu dari sudut pandang yang banyak, tidak terjebak pada
hoax, dan literasi mengubah hidup saya secara pribadi dengan
tulisan-tulisan itu, saya bisa bekerja dan lain-lain juga karena dari
menulis. Tentu saja literasi sangat penting bagi saya.
Sosok Gol A Gong menurut Anda?
Kalau bagi saya melihat Mas Gong itu istilahnya tanpa pamrih.
Seribu satu kali ya, orang yang mau memberikan ilmunya secara
cuma-cuma. Kalau kita lihat di Jakarta misalnya, enggak ada
orang yang mau menyebarkan ilmu menulis skenario dan lain-
lain secara cuma-Cuma, nah itu tadi itu yang ada dalam diri Mas
Gong. Ilmunya itu mahal. Kita tahu kalau Mas Gong diundang
orang lain di luar Banten misalnya, dia dibayar jutaan rupiah atau
puluhan juta, tapi di rumah dunia dia menggratiskan ilmu yang
dia miliki. Dia itu mendapatkan ilmu menulis itu kan berpuluh-
puluh tahun prosesnya, sementara dalam kelas menulis, misalkan
230
tiga bulan lamanya, tapi kemudian Mas Gong bagikan ilmunya
itu kepada para peserta kelas menulis secara grtis, sementara dia
mencari ilmu itu berpuluh-puluh tahun. Jadi orang yang tanpa
pamrih.
Apakah tutor kelas menulis menggunakan komukiasi dengan
Bahasa Jawa Serang atau Bahasa Sunda? Lebih banyak Bahasa Indoensia, tapi sesekali menggunakan
Bahasa Sunda, kadang menggunakan Bahasa Jawa Serang.
Karena di Banten kan menggunakan dua bahasa yang dipakai.
Secara pribad tidak ada miss ya, tidak ada yang tidak dipahami,
karena saya berasal dari Sunda, kemudian saya lama di Serang
juga. Tapi mungkin temen-teman yang lain ada aja yang mis
komunikasi. Jadi memang secara komunikasi tiga bahasa itu ya
(Sunda, Jawa Serang dan Bahasa Indonesia), dengan Bahasa
Indonesia yang dominan.
Adakah simbol non verbal Gol A Gong yang tidak dipahami
peserta KMRD?
Ada aja sih. Dalam komunikasikan kadang enggak semua
dipahami. Tidak semua intruski Mas Gong yang dimengerti.
Kalau disampaikan dalam bahasa verbal kan enak. Kalau pakai
bahasa kiasan kan agak repot, jadi kitanya yang harus berpikir
keras menerjemahkannya, maksudnya apa ini. Contohnya saat
pertama kali kita masuk kelas menulis, kita disuruh mencari nama
pena, sementara kita sendiri awal-awal belum tahu apa itu nama
pena. Mas Gong mengibaratkan bikinlah nama pena dalam artian
harus filosofis dan lain-lain. Nah, itukan kita belum terlampau
paham bagaimana soal filosofis sebuah nama dan lain-lain. Baru
setelah sekian lama dan dijalani baru paham. Bahwa nama pena
itu ternyata penting untuk sebuah proses kreatif. Cara
memahaminya ya kita banyak baca lagi, banyak bertanya lagi,
untuk memahami maksudnya itu apa sampai benar-benar jelas.
Apakah Anda memahami budayanya Gol A Gong selaku tutor
KMRD?
Paham. Karena kami dari budaya yang sama, Bahasa Sunda. Saya
paham.
231
WAWANCARA IX
Data Informan 9 Nama Lengkap : Muhamad Jaeni, S.Pd
Nama Pena : Muhzen Den
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat/Tgl. Lahir : Serang, 6 Juli 1986
Pendidikan : S1 Untirta Serang
KMRD : Angkatan ke- 3
Pekerjaan : Editor Koran Sindo, sejak 2013-
Sekarang
Waktu Wawancara : Sabtu, 27 Januari 2018
Sejak kapan Anda bergabung dengan Rumah Dunia? Sebelum Rumah Dunia diresmiskan sebagai Pustakaloka Rumah
Dunia dan TBM, saya sudah bergabung di sana. Sejak 2000.
Karena tempat Rumah Dunia berdiri masih ada di sekitar
kampung saya. Saat bergabung dengan Rumah Dunia, saya masih
kelas II SMP sekitar tahun 2000-2001. Tapi baru ikut kelas
menulis Rumah Dunia pada angkatan ke-3 di tahun 2003-2004,
saat saya kelas I SMA.
Apa motivasi Anda mengikuti kelas menulis Rumah Dunia?
Motivasi saya sih, karena pendidikan. Saya lahir dari kondisi
ekonomi keluarga yang lemah. Bapak saya sebagai buruh
serabutan. Ibu saya juga Ibu Rumah Tangga. Jadi ketika melihat
keadaan di rumah, dari segi ekonomi dan pendidikan kan jauh.
Saya berupaya, ketika melihat Rumah Dunia itu seperti melihat
peluang, bahwa saya bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang
yang lebih tinggi, dengan cara bergabung dengan Rumah Dunia
dan belajar giat. Apalagi di Rumah Dunia banyak buku, jadi
dengan baca buku, ilmu saya akan semakin bertambah.
Kenapa Anda memilih bergabung di KMRD?
Di sekolah, saya termasuk murid yang paling suka dengan mata
pelajaran Bahasa Indonesia atau boleh dikatakan pintar di mata
pelajaran tersebut. Apalagi ketika di mata pelajaran itu ada
tentang cara mengarang cerita. Sejak saat itu, ketika saya
bergabung di Kelas Menulis Rumah Dunia, wawasan saya
232
tentang tema menulis cerita/mengarang semakin banyak. Sebab
bukan hanya diajarkan menulis cerita fiksi, juga menulis berita
dan artikel. Bahkan ada juga menulis puisi.
Bagaimana menurut Anda terkait adanya KMRD?
Saya kira Kelas Menulis Rumah Dunia memberi manfaat baik
bagi pelajar dan mahasiswa di Banten. Sebab di kelas tersebut
mengajar bagaimana menulis cerita fiksi/berita/artikel/puisi yang
baik sehingga dapat diterima oleh media massa atau bahkan bisa
dibukukan. Selain itu, keberadaaan KMRD juga memudahkan
para pemuda Banten dalam mencari alternatif ilmu
pengetahuan/kursus menulis. Saya kira kursus menulis seperti ini
jika diadakan di luar Banten akan memakan biaya mahal dan
tidak gratis. Sementara KMRD ini sebuah momen dan
kesempatan untuk memanfaatkan ilmu pengetahuan dengan gratis
dan mudah.
Bagaimana pembelajaran KMRD dan siapa saja tutornya?
Awal-awal sih yang mengajar Kelas Menulis adalah Mas Gong
(Gol A Gong) dan Mas Toto (Toto ST Radik), dan teman-teman
Mas Gong dari Forum Lingkar Pena (FLP), seperti Helvy Tianas
Rosa, Asma Nadia, Pipiet Senja, pokoknya teman-teman Mas
Gong yang di Jakarta dan wartawan di Banten juga ikut mengisi
sebagai tutor kelas menulis. Tutornya banyak sih. Mungkin
karena dulu peminat kelas menulis tidak seramai sekarang. Dulu
paling ada 20 peserta saja dalam satu angkatan. Skarang kan
sudah banyak peminatnya.
Waktu itu kelas menulis ada 20-an orang. Alumni RD itu yang
berkualitas itu banyak lahir di awal-awal angkatan. Mereka ada
yang sudah jadi seorang penulis, menjadi editor, wartawan dan
lain sebagainya.
Kapan pertamakali Anda menulis dan mulai istoqomah
menekuni dunia kepenulisan?
Saya menulis itu pertama kali nulis cerpen saat baru lulus STM,
sekitar tahun 2006. Waktu itu cerpen pertama saya dimuat di
majalah Aneka Yes. Kalau buku kumpulan cerpen terangkun
dalam buku Gilalova yang pertama.
233
Kenapa Anda memilih profesi menjadi editor?
Kenapa saya memilih jadi editor, pertama karena suka membaca,
kedua saya bukan tipe orang yang suka kerja lapangan. Saya tipe
orang yang senang bekerja di belakang menja. Meski orang-orang
banyak yang bilang bahwa pekerjaan yang saya lakukan hanya
buang-buang waktu, “ngapain sih meneliti huruf per huurf?”
begitu kata orang. Tapi karena itu bagian dari minat saya. Apalagi
di Rumah Dunia juga saya sudah punya pengalaman karena
sering diminta Gol A Gong untuk mengedit beberapa bukunya,
sering diminta mengedit tulisan dan menyunting. Lantas saya
berfikir, mungkin saya bisa jadi editor. Dan itu terpetik ketika
saya masuk kuliah di Univerisitas Sultan Ageng Tirtayasa
(Untirta) pada jurusan Pendidikan Bahsa dan Sastra, Fakultas
Keguruan (lulus kuliah awal ahun 2011).
Bagaimana dengan profesi menulis menurut Anda?
Saya melihat perkembangan dunia tulis-menulis di Indoensia
bagusnya di awal tahun 2000. Saya melilihat gegap-gempita
pernulisan di Indonesia itu sejak tahun itu. Itu ditandai misalnya
saat polemik antara sastra islami dan sastra “wangi” ramai di
tahun itu. Mereka-mereka yang pro atau kontra, tidak hanya
berbual, tetapi mereka benar-benar berkonflik yang tidak hanya
bicara asal-asalan. Tapi mereka menulis di media masa lewat
gagasan ada ruang-ruang diskusi. Sekarang orang mudah
berkomentar leawa smartfone atau medsos dan banyak kometar
tidak bernas, dan mungkin secara keilmuan masih kita ragukan.
Menurut Anda, apa kendala jadi penulis saat ini?
Profesi penulis di Indonesia itu mungkin bukan profesi yang wah.
Bukan satu profesi yang membuat kita cepat kaya. Justru kalau
kita bercermin ke Eropa atau Amerika, penulis itu dibayar dengan
mahal. Kalau di Indonesia penulis itu dibayar dengan murah.
Misalnya kalau kita menulis artikel di media lokal, masih
dihargai murah. Kalau di luar negeri, penerbit atau media itu
sangat mengapresiasi kepada kerja-kerja para penulis.
Bagaimana kesan pertama Anda mengenal Gol A Gong?
Kesan pertama kali saya (sebagai anak kampung) bertemu Mas
Gong adalah seperti melihat sosok yang berjarak dan harus
dihormati. Saat itu, saya masih asing bertemu dengan orang baru,
234
tapi lama-lama bertemu Mas Gong dan kenal banyak, baik dari
karya buku-bukunya, cara dia berbicara, bersikap, dan lainnya,
saya merasa beruntung dipertemukan pada beliau. Ternyata dia
adalah sosok yang peduli terhadap anak muda, kampung
halamannya, dan baik. Mas Gong juga tipe sosok
bapak/saudara/teman yang mengayomi, tegas dalam
berpendapat/sikap, dan memberi teladan. Sisi lain yang membuat
saya kagum pada beliau adalah cara dia berpikir dua langkah
lebih kreatif dan tak kenal lelah (pekerja keras).
Sosok Gol A Gong menurut Anda?
Peduli, pekerja keras, dan tegas.
Apa arti buku bagi Anda?
Buku adalah sebuah pintu awal yang dapat membawa saya
berkeliling dunia tanpa harus keluar dari rumah.
Apa arti literasi menurut Anda?
Sebuah ilmu pengetahuan yang dapat mengubah cara pandang
kita terhadap dunia untuk menjadi pribadi lebih baik, baik dalam
bertutur maupun bertindak.
Menurut Anda seberapa penting kita harus melek literasi?
Melek literasi atau melek ilmu pengetahuan adalah sesuatu yang
penting dalam mengarungi kehidupan ini. Sebab hal itulah
pesan/dakwah yang dibawa Nabi Muhammad kepada umatnya
agar kita terus berpikir (tauhid) untuk bisa memilih mana yang
harus dikerjakan dan mana yang tidak harus dikerjakan.
Apakah Gol A Gong menggunakan komunikasi dengan Bahasa
Jawa Serang atau Bahasa Sunda saat KMRD?
Tutor hamir semuanya menggunakan Bahasa Indonesia, terutama
juga Mas Gong, sehingga para peserta memahami apa yang
disampaikan pemateri terkait dengan materi kelas menulis
tersebut. Meskipun kadang diselipkan sedikit Bahasa Jawa
Serang/Sunda, tapi selebihnya banyak menggunakan bahasa
nasional.
235
Adakah gerak-gerik komunikasi nonverbal Gol A Gong yang
tidak dipahami Anda?
Alhamdulillahnya, Mas Gong merupakan tipe narasumber yang
memahami konteks pemikiran para peserta kelas menulis.
Dengan demikian, Mas Gong tidak menunjukkan gelagat yang
membuat para peserta kebingungan. Sebab Mas Gong
menyampaikan materi tentang menulis dengan cara sederhana,
bahkan dia memberikan contoh lewat karya-karya tulis yang dia
buat.
Apakah Anda memahami budaya Gol A Gong?
Karena kami dari tanah kelahiran yang sama sehingga tidak
begitu sulit memahami latar belakang saya sebagai peserta dan
Mas Gong sebagai pemateri. Walaupun awalnya harus melalui
jeda waktu untuk saling mengenal dan menjalin kedetakan dalam
membangun komunikasi serta saling memahami.
Anda pernah mengalami hambatan komunikasi saat KMRD?
Ketika saya bergabung di Rumah Dunia sekitar tahun 2001/2002,
waktu itu saya masih anak SMP, sehingga mengalami waktu
untuk saling memahami. Terutama dengan latar belakang saya
sebagai anak kampung yang tidak begitu banyak mengetahui
informasi tentang orang-orang perkotaan. Saya termasuk anak
yang introvert sehingga butuh waktu tahunan untuk bisa lancar
berkomunikasi dengan para peserta Kelas Menulis bahkan
dengan Mas Gong atau pendiri lainnya. Jadi, hambatan
komunikasi itu ada dan membuat saya berupaya terus belajar
untuk bisa memahami konteks sosial di Rumah Dunia.
Jika ada misskomunikasi, lantas bagaimana cara Anda agar
bisa bertahan selama mengikuti pembelajaran KMRD?
Saya dahulu gugup dalam menyampaikan pesan/bahasa kepada
orang-orang baru/Mas Gong. Bahkan sampai sekarang
kegugupan itu masih, meski sudah mulai berkurang. Namun, saya
punya niat dan semangat ingin belajar. Selain itu, bimbingan dari
Mas Gong dan Mbak Tias serta lingkungan di RD yang begitu
mendukung untuk saya belajar membuat saya betah menjalani
waktu-waktu kebersamaan dengan mereka.
236
WAWANCARA X
Data Informan 10 Nama Lengkap : Rahmat, M.Pd
Nama Pena : Rahmat Heldy HS
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat/Tgl. Lahir : Serang, 12 Juli 1981
Kelas Menulis Rumah Dunia : Angkatan ke-4
Pendidikan : S2 Untirta Serang-Banten
Pekerjaan : Dosen dan kepala SMP Al-Irsyad
Waringinkurung
Waktu Wawancara : Sabtu, 17 Februari 2018
Anda ikut kelas menulis angkatan ke berapa? Bisa dijelaskan?
Saya angkatan Kelas Menulis Rumah Dunia ke-4. Saat itu masih
kuliah S1 Untirta jurusan Bahasa Indonesia, tahun 2003-2004.
Dari mana Anda tahu keberadaan Rumah Dunia yang
membuka kelas menulis?
Waktu itu saya membaca Koran Radar Banten. Di sana ada
kolom Salam Rumah Dunia, di dalamnya selalu memuat esai-esai
yang membahas tentang kegiatan Rumah Dunia. Dan dari situ
kemudian saya penasaran dengan pemberitaan esai tersebut,
bagaimana sih aplikasi di lapangannya di Rumah Duninya. Maka
kemudian ketika saya main ke RD ternyata betul, RD itu banyak
kegiatan, ada sastra, film, teater, dongen, kemudian ada buku-
buku bacaan yang lain termasuk di dalamnya ada bedah buku,
ada pementasan drama. Dari situ saya tertarik mencoba ikut
bergabung, agar saya juga bisa menulis cerpen, puisi dan drama.
Mengapa Anda memilih bergabung dengan RD?
Pertama, komunitas yang paling gencar melakukan kegiatan-
kegiatan itu Rumah Dunia, walaupun memang pada waktu itu
sudah ada komunitas Kubah Budaya, Forum Kesenian Banten
(FKB), tetapi yang sering banyak kegiatan dan dokumentasi
media yang cukup gencar, itu hanya Rumah Dunia. Karena
Rumah Dunia itu kegiatannya diadakan tiap hari. Ada kelas
mendongeng, ada kelas melukis, dan kelas menulis. Sementara
komunitas lain mengadakan acaranya mingguan atau bulanan.
237
Jadi Rumah Dunia yang paling gencar mendokumentasikan
kegiatan.
Bagaimana metode pembelajaran kelas menulis RD pada
angkatan Anda? Siapa saja tutor menulis saat itu?
Pada waktu itu yang mengasuh kelas menulis Gol A Gong, Tias
Tatanka, sama senior-seniornya, yang memang pada waktu itu
Gol A Gong sangat jarang mengisi, karena pada wkatu itu beliau
masih bekerja di RCTI. Jadi kalau ketemu sama Gol A Gong itu
ya di hari libur. Tapi kalau untuk Kelas Menulis sekarang, karena
memang relawannya banyak, kemudian Gol A Gog sudah
berhenti dari RCTI, ketemu dengan penulis legenda novel Banten
itu, Gol A Gong itu, sekarang itu lebih mudah ketemu, ketimbang
dulu, karena beliau sibuk bekerja di Jakarta. Saya masih ingat
betul waktu itu Mas Gong mengisi kelas menulis cerpen dan
novel, adapun sekenario film ada, tapi hanya untuk relawan
senior Rumah Dunia saja. Dan kelas sekenario film waktu itu
hanya untuk mereka yang sudah bisa menulis cerpen dan punya
karya buku. Tapi kalau untuk cerpen, novel, puisi, mendongeng,
melukis itu untuk umum dari anak-anak sampai dewasa.
Bagaimana dengan adanya program Kelas Menulis?
Sebenarnya cukup bagus program Kelas Menulis Rumah Dunia,
karena bagaimanapun juga kampus tidak sepenuhnya mewadahi,
walaupun kita tahu bahwa ada Untirta, IAIN yang sekarang jadi
UIN Banten. Saya kira kampus relatif pada posisi teori, tetapi
Rumah Dunia nampaknya lebih menonjolkan pada praktiknya
langsung. Jadi penyeimbang diantara kampus-kampus yang ada
di Banten, yang selama ini mereka (para mahasiswa) dicekoki
dengan teori-teori, minim praktek, dengan konteks program kelas
menulis di Rumah Dunia melengkapi kegiatan-kegiatan wahana
menulis anak muda Banten. Jadi menurut saya sinergitas ini harus
terus dihadirkan bahkan kalau perlu ditingkatkan, karena
bagaimanapun juga lembaga pendidikan belum tentu mewadahi
semuanya. Maka untuk untuk praktik, komunitas harus bisa
menjangkau wilayah skill dan juga aplikasi lapangan. Saya kira
itu.
238
Sebelum di Rumah Dunia, apakah Anda juga pernah
mengikuti kelas menulis di komunitas lain/tempat lain?
Waktu itu saya bergabung juga di komunitas sastra Kubah
Budaya, waktu masih ketuanya Wan Anwar. Saya konsen pada
penulisan puisi sebenarnya, berbarengan dengan Kelas Menulis
Rumah Dunia. Kalau belajar puisi itu kepada Wan Anwar,
Herwan FR atau Arip Sanjaya. Kalau di Rumah Dunia lebih
kepada cerpen dan novel. Nah ketika Kubah Budaya sudah
ditinggalkan oleh almarhum Wan Anwar, pada akhirnya agak
sedikt terseok-seok untuk kegiatan kepenulisan di sana. Sekarang
nampaknya dosen-dosen baru juga sudah bergabung di sana, yang
pada saat itu sentralnya adalah Wan Anwar.
Bisa diceritakan awalnya Anda mencintai dunia tulis menulis?
Kenapa saya mencintai dunia tulis menulis, pertama dunia tulis
menulis ini tidak diatur oleh siapapun, tidak ditekan oleh
siapapun, yang mengatur waktu dan yang menentukan itu adalah
kita sendiri. Nah saya mencintai dunia tulis-menulis karena
kebebasan ekspresi tadi. Kalau kita kerja di pabrik kan diatur oleh
bos, kerja di perusahaan diatur oleh bos, tapi dunia menulis, kita
sendiri yang mengatur. Kemudian dunia menulis itu adalah dunia
ekspresi, kita juga bisa senang, bisa susah, bebas berkegiatan dan
menulis apapun, yang kemudian pada saat itu menjadi sesuatu
yang tren, muncul di koran, tiba-tiba terkenal, tulisannya
diperbincangkan. Nah yang membuat saya menjadi iri itu tidak
lain adalah kawan-kawan di Rumah Dunia. Kawan-kawan Rumah
Dunia tiba-tiba muncul karya Kacamata Sidik kumpulan cerpen,
Padi Memerah, kemudian juga ada buku Gerimis Terakhir, Mana
Bidadari Untukku, dari buku-buku yang diterbitkan oleh anak
muda yang ada di Rumah Dunia itu kemudian saya berusaha
sebisa mungkin bagaimana caranya saya juga bisa seperti mereka
pada waktu itu. Akhirnya sampai sekarang masih terus
menggeluti dunia tulis menulis. Kalau saya sebenarnya lebih ke
puisi. Tapi kemudian merambah menulis novel, cerpen, artikel
dan yang lainnya.
Kabarnya sekarang Anda beralih profesi mengajar?
Sekarang saya memang konsen di dunia pendidikan setara
SMP/SMA dan juga perguruan tinggi. Saya kepala sekolah di
SMP Al-Irsyad Banten, kemudian dosen di Universitas
239
Muhammadiyah Tangerang, Universitas Banten Jaya, STKIP
Setia Budi Rangkasbitung, kemudian juga pernah mengajar di
STKIP Panca Sakti, Faletehan, Saibana Pandeglang, Universitas
Terbuka (UT) Serang.
Sebenarnya bukan pada posisi alih profesi, karena dunia menulis
itu, dekat dengan dunia penulis yang saya lakoni. Kenapa
kemudian novel saya dan cerpen-cerpen saya lebih mengarah
pada dunia pendidikan, karena penulis tidak bisa dilepaskan dari
sosial masyarakatnya. Kalau kemudian saya menulis tentang
urusan pendidikan dan sebagainya, karena dunia saya berkubang
di sana. Tidak bisa saya menulis tentang dunia pabrik, tidak bisa
juga saya menulis dunia ekonomi, karena dunianya tidak digeluti
di sana. Dalam posisi ini bukan alih profesi, tetapi bagaimana
dunia kerja yang sekarang ini sedang saya laksanakan, tetapi
dunia menulis juga tetap harus berjalan. Tetapi memang secara
insensitas pada akhirnya menulis mulai terkurung. Sedikit demi
sedikit mulai berkurang. Karena aktivitasnya sekarang lebih pada
aplikasi, ketimbang pada aktivitas berpikir. Tetapi dunia
menulisnya masih terus dilanjut gitu. Sekarang saja saya menulis
biografi kepala Yayasan Al-Irsyad Banten. Target terbit buku itu
tiga bulan dari sekarang. Mudah-mudahan tidak ada kendala.
Menurut Anda bagaimana dengan profesi menulis?
Profesi menulis kalau ditekuni itu menguntungkan. Kalau betul-
betul ditekuni. Artinya tidak ada sejarah orang menulis itu
miskin, kalau memang betul-betul ditekuni. Kalau kemudian pada
akhirnya kitanya tidak serius, bisa jadi kita sebagai orang yang
gagal dalam dunia menulis. Harus produktif, harus banyak
membaca, harus banyak mengikuti bedah buku, harus banyak
sharing, harus banyak ngobrol, diskusi, membangun jaringan
penerbit, jaringan sosial, saya kira kalau itu diseriusi sesuatu yang
menggiurkan di dunia menulis.
Menurut Anda kedudukan penulis di mata masyarakat itu
bagaimana?
Di masyarakat Banten memang dunia menulis itu masih agak
diremehkan dan agak diacuhkan, Kenapa? Karena dianggapnya
pekerjaan penulis itu, dianggapnya orang yang tidak ada
pekerjaan, karena bagi masyarakat yang bekerja itu, ketika
mereka berpakian dasi, celana bagus, sepatu licin, mulus, bagi
240
masyarakat Banten itu yang dinilai. Tapi pada sesungguhnya
pekerjaan menulis itu kerja intelektual dan kerja „siluman‟.
Kenapa kerjanya disebut kerja „siluman‟ karena kerjanya enggak
kelihatan oleh orang. Kapan saja kita mau, kita bisa menulis, bisa
di rumah, di taman, tengah malam, di pinggir jalan, di pinggir
hutan, di pinggir sungai di tempat-tempat yang sepi. Bagi
merkeka yang dianggap bekerja itu yang pake baju rapi, tas atau
seragam, itu bagi masyarakat di kita pada umumnya.
Bagaimana kesan pertama saat mengenal Gol A Gong?
Kesan pertama saya kenal Mas Gong itu, saya tidak berani. Kesan
pertama itu saya enggak berani. Saya merasa sangat jauh sekali,
tetapi ternyata Gol A Gong setelah lama-lama sering ketemu,
sering ngobrol orangnya low profile. Kenapa disebut low profile
karena dia orangnya lebih suka mengajak berbagi ilmu
pengetahuan, jadi mengajari kita untuk menulis, tetapi Gol A
Gong tidak pernah marah-marah soal tulisan kita, misalnya
“tulisan kamu jelek!” beliau tidak mengatakan hal itu. Gol A
Gong lebih pada mengayomi dan membimbing, juga memberikan
masukan-masukan. Selain itu juga Gol A Gong jiwa sosialnya
sangat tinggi. Ketika dia sedang mempunyai kelebihan rizki
kepada para relawan, selian urusan makan-minum, ternyata juga
Gol A Gong memfasilitasi kegiatan yang sifatnya memberikan
banyak biaya. Misalkan mengajak para relawannya untuk tour
kepenulisan di dalam maupun di luar negeri. Kemudian juga Gol
A Gong sepengetahuan saya sering juga mengajak kepada para
relawannya untuk berbagi ilmu pengetahuan, kalau belum bisa
berbagi ilmu pengetahuan, mensedekahkan tenanganya untuk
merapikan buku misalnya, menyiapkan kegiatan-kegiatan yang
akan dilaksanakan, menyapu dan menyediakan kursi utnuk
kegiatan, kalau belum bisa berbagi ilmu pengetahuan. Selebihnya
Gol A Gong yang saya tahu lumayanlah kekuatan agamanya yang
saya suka dari dia itu adalah, kekuatan agamanya bagus. Artinya
kita melihat banyak sekali orang-orang yang seniman, sastrawan
tapi kalau untuk urusan Agama (urusan solat) agak sedikit abai.
Tetapi Gol A Gong untuk urusan Agama tetap dinomorsatukan.
Religiusnya ada. Misalnya kalau sedang ada kegiatan dan sudah
waktu solat, kadang dia izin dulu meninggalkan acara untuk solat.
Itu sisi lain yang saya suka dari Gol A Gong, selain karya-
karyanya juga.
241
Pernah memiliki momen/cerita paling berkesan saa mengenal
Gong?
Pertama kali saya naik pesawat itu sebenarnya saya diajari
langsung oleh Gol A Gong, itu yang sangat berkesan. Waktu itu
saya mau pergi ke acara Temu Sastrawan Indonesia (TSI) di
Ternate pada 2011. Dan naik pesawat itu seingat saya Gol A
Gong dan Rumah Dunia yang mendanai. Dan Gol A Gong sendiri
yang mengantarkan saya ke Bandara Soekarno Hatta, lalu kata
Gol A Gong; ini boarding pasnya, ini tiketnya, nanti kamu masuk
lorong sana, get ini, lalu kamu belok kanan, nanti kamu masuk ke
ruang tunggu. Karena pada waktu itu Gol A Gong tidak bareng
dengan saya. Gol A Gong ada acara di mana gitu, tetapi waktu
keberangkatannya dari Serang bareng dengan saya. Dari situ saya
merasa kebayang, sungguh luar biasa sekali Gol A Gong ini.
Sampai naik pesawat saja saya ditunjukkan boarding pasnya dan
lain-lainnya, pokoknya saya dituntun. Karena kan di bandara itu
banyak get-get itu. Sebab waktu itu saya gelap soal Bandara,
karena belum pernah seumur-umur saya naik pesawat.
Sosok Gol A Gong menurut Anda bagaimana?
Gol A Gong itu, pertama dia tidak pernah kehabisan ide.
Kegiatan ini selesai, muncul lagi ide baru, ide baru belum selesai
sudah muncul lagi kegiatan yang lain. Jadi saya kira, orang kalau
mau belajar me-menej waktu dan memenej masa depan belajar ke
Mas Gol A Gong. Lompatan-lompatan idenya luar biasa dasyat.
Sampai kemudian sekarang ada kegiatan 25 tahun Balasa Si Roy.
Jadi idenya enggak habis-habis. Dan orangnya juga kreatif,
rapatnya enggak habis-habis. Duhur rapat, asar rapat lagi dan isa
rapat lagi, karena untuk menjaga idenya terus berjalan. Saya
menduganya ke sana. Siap-siap saja kalau relawan bergabung
dengan Gol A Gong. Rapat terus. Haha.
Menurut Anda bagaimana sosok Gol A Gong?
Gol A Gong selalu tidak pernah mengabaikan suasana pagi. Coba
saja Anda jalan dengan Gol A Gong, pasti kalau Gol A Gong
mengajak relawan jalan ke mana, pasti disuruh solat subuh,
setelah solat subuh pasti diajak jalan-jalan. Itu Gol A Gong yang
saya ingat. Waktu saya diajak mengisi materi menulis di
Palembang, malam itu nyampe ke hotel, lalu pagi-pagi solat
subuh, dan saya dibangunkan, „Rahel yuk kita jalan-jalan ke
242
Palembang‟. Waktu itu saya berpikir, Gol A Gong itu senang
sekali sehabis solat subuh itu jalan-jalan. Biasanya kan habis solat
subuh itu kita tidur lagi. Tapi kalau Gol A Gong jalan-jalan. Itu
yang sering saya tafsirkan, ternyata Gol A Gong, mengajarkan
kepada kita barang siapa yang habis solat subuh tidur lagi, maka
orang itu dikutuk akan menjadi miskin. Karena dalam hadisnya
jelas, orang yang sehabis solat subuh, dan dia tidur lagi,
sebenarnya bumi itu menjerit, menangis kepada orang yang tidur
lagi. Kanapa menjerit dan menangis, rizki itu ditumpah-ruahkan
mulai jam satu dini hari sampai jam tujuh siang. Ketika orang
habis solat subuh lalu tidur lagi, maka dia tidak kebagian rizki.
Ternyata Gol A Gong melampaui pemikiran itu. Makanyanya
kemudian yuk jalan-jalan cari inspirasi. Waktu itu saya diajak
jalan-jalan, kemudian menulis puisi. Dan puisinya dimuat di
media.
Yang kedua, Gol A Gong itu orangnya terbuka. Misalkan
begini, waktu itu saya diajak jalan-jalan ke Singapur dan ke
Malaysia, terbukanya begini, Gol A Gong tidak menutup-nutupi
keberangkatan, kalau keberangkatan sudah ditanggung Rumah
Dunia, tetapi kalau untuk urusan makan dia terbuka, „siapkan
uang sekian juta, karena kita di sana makan masing-masing.
Tidak bisa makannya saya yang nanggung‟. Nah, yang demikian
itu yang saya suka dari Gol A Gong. Jadi jangan harap kemudian
seperti kita di Serang, di Serang kan siapa yang punya uang bisa
bayarin. Tapi kalau sudah barangkat ke sana, masing-masing
persiapakan diri. Di sini kita hanya bisa memberikan
keberangkatan, kepulangan dan hostel di sana, tapi urusan makan,
dipastikan bayar masing-masing. Jadi tidak ada yang ditutup-
tutupi untuk urusan yang itu.
Selanjutnya soal urusan bangunan gedung Auditorium
Surosowan Rumah Dunia. Sampai dia bilang bahwa bantuan ini
sekian miliar dan dia terbuka. Kalau ada yang tanya sampaikan
saja. Mungkin kalau orang lain atau pejabat-pejabat, ketika ada
yang bertanya berapa biaya bangunan ini, mungkin akan ditutup-
tutupi. Tapi Gol A Gong, „Rahel, kalau kamu ketemu orang siapa
saja, baik itu tukang ojek atau siapa saja kalau ditanya, sampaikan
saja uangnya sekian. Biar semua orang pada tahu, karena Rumah
Dunia itu bukan milik saya seorang, tapi milik bersama. Itu yang
saya tangkap dari Gol A Gong.
243
Apa arti buku bagi Anda?
Buku bagi saya itu seperti teman sejati yang tak pernah
mengkhiyanati. Kenapa saya bilang demikian, karena buku itu
menuntun kita ke arah masa depan. Kalau kita ingin kaya, ya
baca juga buku-buku Bob Sadino, kalau ingin kaya secara islami
baca buku Ustad Yusuf Mansur. Kalau kita ingin tahu tentang
ilmu pengetahuan, ya kita tinggal baca buku-buku ilmu
pengetahuan. Sepanjang kita dekat dengan buku, sepanjang itu
pula sebenarnya pengetahuan kita bertambah. Tapi kalau kita
meninggalkan buku, berarti kita sudah mengubur masa depan
kita. Karena dunia ini, pengetahuan ini terus bergerak.
Apa makna literasi bagi Anda?
Upaya untuk bagaimana masyarakat kita ini cerdas. Dan yang
paling dekat dengan dunia literasi itu adalah dunia anak-anak dan
dunia pendidikan. Kalau orang tua diajak ke dunia literasi,
jawaban mereka; “Duh tiap dina maca buku mah ora olih picis.”
(duh, kalau tiap hari membaca buku tidak akan dapat uang).
Masyarakat kita masih menggangap kegiatan membaca buku itu
hal yang membuang-buang waktu, termasuk menulis. Inginnya
masyarakat itu sekali baca langsung dapat uang. Ya tidak akan
mungkin kan? Memang kuli cangkul, pagi mencangkul, sore
dibayar.
Menurut Anda seberapa penting kita harus melek literasi? Literasi itu harus menempati nomor urut satu dari kebutuhan-
kebutuhan manusia yang lian, kenapa harus nomor satu, kalau
orang yang cerdas memandang masa depan itu bisa dilakukan
dengan dunia tulis-menulis dan membaca, maka literasi harus
diutamakan dari urusan-urusan yang lain seperti misalkan beli
lipstick, beli bedak atau beli baju yang sifatnya barang-barang
sekunder. Itu harus dinomor sekiankan. Tapi literasi harus nomor
satu. Kenapa, karena kalau orang tidak mengutamakan dunia
literasi, dan yang dimunculkan dunia hedonis, maka sebenarnya
yang terjadi itu adalah terjadinya kekosoangan ilmu pengetahuan,
muncul manusia-manusia baru yang kosong tanpa arti dan tanpa
makna. Artinya banyak manusia, tapi tidak ada ilmunya, saya kira
mungkin lebih repot daripada binatang. Binatang itu kalau nakal
atau mengganggu tinggal dikurungi dalam kandang. Kalau
manusia kan tidak bisa. Artinya bahwa literasi itu harus
244
menempati urutan pertama dalam soal kebutuhan, jangan
dinomorduakan. Pendiidkan itu harus nomor satu.
Seberapa besar Rumah Dunia turut andil dalam
menghantarkan seorang Rahmat Heldy HS menjadi penulis?
Saya kira perjalanan dunia menulis saya ini, banyak sekali andil
dari Rumah Dunia. Salah satu contoh misalkan, saya kenal
dengan dunia penerbitan itu dari Rumah Dunia yang
memperkenalkan. Saya kenal dengan para penulis-penulis
nasional itu juga dari Rumah Dunia. Saya kenal dengan dunia
cerpen dan dunia novel, saya kira Rumah Dunia yang
memperkenalkan. Saya kenal dengan dunia luar bahkan
mancanegara, apakah sifatnya itu saya diundang mengisi materi,
atau baca puisi di beberapa negara itu tak lain berkat Rumah
Dunia. Saya masuk TV One, Banten TV, Baraya TV itu tak lepas
dari Rumah Dunia. Artinya bahwa Rumah Dunia secara tidak
langsung telah mengantarkan saya dan banyak orang untuk
menggapai masa depannya masing-masing. Tentu orang-orang
yang didorong Rumah Dunia tidak hanya dalam bidang menulis,
tapi banyak yang lain, ada di dunia sekenario film atau sinetron
ada. Ada yang bergeraknya di dunia teater, ada yang bergerak di
dunia liputan jurnalistik, musikalisasi puisi juga ada. Jadinya
beragam.
Apakah Gol A Gong menggunakan komunikasi dengan Bahasa
Jawa Serang atau Bahasa Sunda selama KMRD? Sebenarnya Gol A Gong itu dalam menyampaikan materi lebih
dominan menggunakan Bahasa Indonesia. Kalau bahasa Sunda
atau Jawa Serang itu sifatnya hanya untuk merubah suasana biar
lebih cair. Dalam konteks komunikasi dan pemeblajaran menulis,
Gol A Gong lebih banyak menggunakan Bahasa Indonesia.
Adakah gerakan nonverbal Gol A Gong yang tidak dipahami?
Dalam posisi noverbal saya belum menemukan. Tapi kalau dalam
posisi rambut Mas Gong yang gondrong itu, dia selalu
mengibaskan rambutnya ke belakang, tapi itu bukan berarti
kemudian harus dimaknai gerakan nonverbal. Tapi barangkali
beliau tidak nyaman saja. Hal-hal lain saya belum menemukan
hal yang tidak dipahami itu. Tapi Gol A Gong itu orangnya ada
berubah-rubahnya gitu. Jadi kalau kita menerima perintah itu,
245
bisa jadi perintah itu dibeberapa menit, atau satu jam ke depan itu
berubah. Nah artinya gini, kalau perintahnya sudah dikatakan
sampai tiga kali berarti itu silahkan dilaksanakan. Contohnya
diminta melakukan tindakan ini-itu, tapi itu kadang berubah.
Akhirnya kadang kita nunggu hingga tiga kali perintah itu.
Biasanya dalam hal kegiatan menulis, bikin majalan atau kegiatan
gitu.
Anda memahami budayanya Gol A Gong selaku tutor KMRD?
Saya memahami budaya Gol A Gong. Saya mencoba memahami
budaya Gol A Gong saat berkarya. Kalau karyanya begitu
banyak, berarti di jam berapa saja dia produktif berkarya.
Ternyata Gol A Gong diketahui siang hari dia mengumpulkan
bahan bacaan atau riset, malam ternyata dia gunakan untuk
menulis karya. Sehingga saya lihat malam hari dia mulai
mengetik hingga subuh.
Pernah mengalami hambatan komunikasi saat KMRD?
Kalau awal-awal saya segan dengan Gol A Gong. Dugaan saya
bahwa Gol A Gong itu akan berjarak dengan para peserta. Tapi
ternyata dugaan saya salah. Kalau di sini kita duduk bersama.
Seperti misalnya ada pejabat juga kita duduk di bangku yang
sama. Mejanya juga dari meja peti bekas jeruk.
Kenapa saya merasa segan itu, karena waktu itu saya
melihat Gol A Gong pada posisi orang yang hebat, terkenal,
sementara saya baru datang begitu. Bercanda atau mau Tanya-
tanya itu takut tidak sopan begitu. Cuma ke sini Gol A Gong
bergaul dan berbaur tidak memandang jabatan. Sehingga dia
kepada siapapun selalu nyambung. Yang membuat minder saya
itu itu kan dari kampung dan belum bisa apa-apa. Belum terkenal
seperti sekarang ini. Menulis juga belum sejago hari ini.
246
WAWANCARA XI
Data Informan 11 Nama : Nita Nurhayati, S.Pd. M.Hum.
Jenis Kelamin : Perempuan
Kelas Menulis Rumah Dunia : Angkatan ke-4
Pekerjaan : Ibu rumah tangga dan pengelola
Komunitas Ngejah
Waktu Wawancara : Minggu, 4 Maret 2018
Metode Wawancara : Melalui surat elektronik
Anda ikut kelas menulis angkatan ke berapa? Bisa diceritakan?
Angkatan ke empat. Sekitar tahun 2005. Tepatnya saat saya
masih kelas II di MAN 2 Serang.
Apa yang mendorong Anda mengikuti kelas menulis ini?
Karena setiap kali saya membaca buku, saya merasa bahwa saya
juga bisa menulis seperti apa yang saya baca. Tentu tidak hanya
membaca modalnya, melainkan butuh pula latihan dan tekad
yang kuat untuk bertahan menyelesaikan tulisan. Karena itu
butuh wadahnya, dan saya mendapatkan wadah itu di kelas
menulis Rumah Dunia.
Bagaimana metode pembelajaran KMRD?
Metodenya teori dan praktik plus eksplorasi tempat-tempat yang
mungkin menjadi sumber inspirasi tulisan. Seingat saya, waktu
itu sepertinya pernah diajak Mas Gong ke alun-alun serang,
dipinta menghapal nama jalan dan menuliskan apa yang menarik
dari apa yang dilihat. Tutornya, Mas Gong, Mas Toto, dan Kak
Ibnu.
Kabarnya sekarang Anda beralih profesi mengajar?
Dunia mengajar sudah saya geluti sejak SMA/MAN 2, jadi
sebenarnya bukan beralih profesi. Justru karena mengajar itu juga
berkaitan dengan bidnag tulis menulis. Seperti sekarang, saya
ngajar di MTs. dan sebagian besar pembelajaran diarahkan ke
praktik menulis. Seperti menulis pengalaman pribadi, menulis
resensi, dan sebagainya.
247
Menurut Anda bagaimana dengan profesi menulis?
Menurut saya menulis mungkin belum bisa menyejahterakan
secara kehidupan pribadi bagi penulis jika dinilai dari segi
finansial. Namun, jika dilihat dari segi yang lebih luas dari
sekadar materi, tentu menulis merupakan profesi yang mulia.
Hanya saja kurang dihargai di lingkungan kita.
Bagaimana menurut Anda dengan adanya KMRD?
Ini sangat bagus untuk menggali potensi menulis di kalangan
pelajar dan mahasiswa serta dapat menjadi wadah bagi para
calon penulis untuk mengasah potensinya.
Ada saran untuk program KMRD?
Metodenya sudah menarik, hanya saja butuh lebih banyak
praktik, diskusi, dna menghasilkan karya lebih produktif lagi.
Kesan pertama Anda saat melihat/mengenal Gol A Gong?
Sangat baik, terkesan kebapakan, namun mengayomi kami, yang
masih muda segingga tidak mengenal jarak saat berdiskusi.
Motivasi dari Mas Gong serta banyak jalan yang dibukakan tentu
mempermudah jalan kami meniti masa depan.
Menurut Anda bagaimana sosok Gol A Gong? Gol A Gong atau yang biasa dipanggil akrab Mas Gong adalah
sosok yang baik, ramah, supel, dan terbuka. Mas Gong membuka
jalan bayak orang untuk menjadi lebih baik. Mas Gong juga
memberikan banyak peluang para pelajar dan mahasiswa untuk
banyak belajar di Rumah Dunia.
Beberapa kata untuk menggambarkan sosok Gol A Gong?
Baik, Menyenangkan, Supel, Kritis, Reaktif, dan Jujur.
Apa arti buku bagi Anda?
Buku bagi saya adalah sumber pengetahuan, mata air ilmu dan
dari buku kita bisa membaca dan menyerap pengalaman banyak
orang.
Apa makna literasi menurut Anda?
Saya kurang paham benar arti literasi, walaupun dari akar katanya
literasi merupakan kemampuan membaca dan menulis, namun
248
saat ini kata literasi berkembang menjadi kemampuan di berbagai
bidang sehingga ada istilah literasi media, literasi sains, dan
sebagainya. Meski demikian, semangat literasi atau ber-literasi
bagi saya sangat penting untuk ditingkatkan, sebab membaca dan
menulis, yang diawali dengan membaca merupakan tonggak
sebuah kemajuan di berbagaimana bidang.
Menurut Anda seberapa penting kita harus melek literasi?
Melek literasi itu penting seperti halnya melek aksara, sebab
zaman semakin berkembang, teknologi semakin canggih, dan
pengaruh media semakin besar terhadap pila pikir masyarakat,
sehingga melek aksara diperlukan guna menyaring berbagai
informasi, dan tak ketinggalan zaman.
Apakah Gong menggunakan komukiasi dengan bahasa jawa? Mas Gong lebih sering menggunakan Bahasa Indonesia dalam
percakapan KMRD. Kalaupun terselip Bahasa Sunda atau Bahasa
Jaseng itu masih dapat dimengerti.
Adakah gerakan nonverbal Gol A Gong yang tidak dipahami? Sepertinya tidak ada.
Anda memahami budayanya Gol A Gong selaku tutor KMRD?
Pertanyaan ini saya kurang mengerti. Budaya memang dibangun
atas dasar individu, namun akan jadi berbudaya atau kebudayaan
apabila dibangun secara kolektif dan continue. Jadi, mohon maaf.
Saya kurang tahu budayanya Mas Gong seperti apa..
Pernah mengalami hambatan komunikasi saat KMRD?
Tidak pernah, sejauh ini masih lancar saja. Tak ada kendala,
karena bahasanya tidak jauh berbeda.
Apakah sang tutor (laki-laki) mengikuti cara berfikir Anda? Nah, kalau ini jelas berbeda. Bahasa seseorang itu bergantung
pada pola pikir, pengetahuan, pengalaman, bahan bacaan, dan
lingkungan tempat seseorang hidup. Nah, kendala berkomunikasi
dengan Mas Gong adalah karena adanya kesenjagan pemikiran.
Daya tangkap dan pengalaman saya yang terbatas terkadang tak
dapat menjangkau maksud dan tujuan komunikasi tersebut. Tapi,
sejauh ini berjalan baik.
249
WAWANCARA XII
Data Informan 12 Nama Lengkap : Muhamad Tohir
Nama Pena : Gading Tirta
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat/Tgl. Lahir : Serang, 3 Agustus 1984
Pendidikan : S2 Universitas Muhammadiyah
Jakarta
Kelas Menulis Rumah Dunia : Angkatan ke-5
Pekerjaan : Wartawan Banten Raya
Waktu Wawancara : Jumat, 2 Februari 2018
Anda ikut kelas menulis angkatan ke berapa?
Saya ikut angkatan ke-5 di Kelas Menulis Rumah Dunia. Itu
sekitar tahun 2004-2005. Saat itu saya masih kuliah semester
awal di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Serang-Banten
(Sekarang UIN Banten). Saya jurusan Pendidikan Bahasa Arab,
Fakultas Tarbiah dan Adab (Tarda). Sebelum ikut Kelas Menulis
RD, saya juga baru mendaftar menjadi anggota Unit Kegiatan
Mahasiswa (UKM) SiGMA di IAIN Banten.
Dari mana Anda tahu Rumah Dunia dan KMRD?
Kenal Rumah Dunia saat di SiGMA ketika saya membaca buku
karangan Mas Gong yang judulnya “Perjalanan Asia”. Saat saya
lihat di biodatanya, ternyata Gol A Gong itu orang Serang dan
punya komunitas RD. Saya jadi penasaran, sebab pada saat itu
belum banyak penulis dari Serang. Saya tidak percaya, masa
orang Serang nulis buku. Pas ngobrol-ngobrol dengan pengurus
SiGMA, mereka juga tahu. Terus ada saran dari teman-teman
SiGMA, untuk ke Rumah Dunia. Akhirnya saya dan teman
sekelas Ipul, pergi ke RD. Kami kemudian mendaftar menjadi
anggota kelas menulis, ketika tahu ada informasi pembukaan
kelas menulis. Waktu itu saya agak senang dengan dunia tulis
menulis. Saya masih ingat, saat itu kami huan-junan menuju ke
RD. Saya dan Ipul ditunjukkan lokasi RD dari teman yang
kebetulan mondok di dekat RD. Saya satu angkatan dengan Hilal
250
Ahmad, Fey Chandra, Yuwi Manisa, Bonang, Ibu Ros, Damar
dan yang lainnya.
Motivasi mengikuti kelas menulis Rumah Dunia?
Karena saya suka dengan dunia tulis-menulis, dan sejak SD saya
sudah senang dengan pelajaran Bahasa Indonesia. Pokoknya
terhadap hal-hal menulis saya senang. Sama perpustakaan juga
syaa senang. Dulu saat saya di mondok di Darul Falah Carenang
Kopo (SMP-Aliyah, 1997-2002), saya suka membaca, tapi
bukunya enggak ada. Pas sudah lulus dan lihat perpustakaan di
Kampus IAIN, Kota Serang dan Rumah Dunia, seperti
menemukan harta karun saja. Bahagia luar bisa.
Apa harapan Anda mengikuti KMRD?
Saya ingin bisa menulis. Saat jadi mahasiswa cukup sering
mampir ke Perpusda. Saya membaca buku Arswendo yang
berjudul Mengarang itu Gampang. Membaca buku itu lumyan
memberi gambaran dan semangat pada saya, bahwa jadi penulis
itu gampang. Jadi klop, pas masuk Rumah Dunia ada pembukaan
Kelas Menulis.
Bagaimana metode pembelajaran KMRD saat angkatan Anda?
Waktu itu angkatan kelas menulis Rumah Dunia selama enam
bulan, setiap hari Minggu siang. Dan setiap hari Sabtu di RD
selalu ramai diskusi buku dan temu penulis. Tutornya Mas Gong
yang mengajari jurnalisik dan cerpen, untuk tutor puisi diisi oleh
Mas Toto.
Apakah pada masa itu, banyak informasi soal pembukaan kelas
menulis di tempat lain? Setahu saya belum banyak Taman Bacaan Masyarakat (TBM)
atau organisasi yg membuka pelatihan menulis semacam itu. FLP
belum ada. Yang saat itu saya tahu hanya Rumah Dunia dan
SiGMA.
Bagaimana menurut Anda terkait adanya KMRD?
Menurut saya ini bagus. Apalagi waktu itu tidak ada biaya sama
sekali. Hanya menyumbang satu buku. Buat yang mau belajar
menulis sangat membantu. Buat yang mau belajar menulis dan
251
tidak punya banyak uang seperti mahasiswa pada umumnya
apalagi.
Adakah saran untuk program KMRD?
Udah cukup bagus saya kira. Materi hanya 30 persen dan
selebihnya praktik karena praktik adalah inti dari menulis.
Semakin banyak praktik semakin baik kualitas tulisannya. Selama
belajar menulis diskusi mengenai buku juga akan ikut menjaga
keinginan terus belajar menulis. Seperti ada yg memotivasi.
Seperti ada yg mengajak untuk mencapai langkah yang sama,
menjadi penulis.
Kenapa memilih beralih profesi menajdi wartawan?
Saya mulai bekerja menjadi wartawan di Banten Raya (Baraya)
itu Desember 2009. Sebelum di Baraya saya nulis-nulis
jurnalistik juga di media online Rumah Dunia,
www.rumahdunia.net. liputan ala relawan. Setelah masuk jadi
waratawan, saya jadi jarang menulis esai dan fiksi. Mungkin
karena kesibukan.
Menurut Anda bagaimana dengan profesi penulis?
Profesi penulis, karena sya baca buku Arswendo dan majalah
Anida yang pernah memuat profesi penulis, di sana dibeberkan
soal honor-honor penulis. Menurut saya bisa dijadikan profesi
yang bisa dijadikan sumber mencari uang.
Beberapa kata untuk menggambarkan sosok Gol A Gong?
Humoris dan beliau suri tauladan yang baik.
Apa arti buku dan literasi bagi Anda?
Buku itu sedikit banyak mengubah hidup. Atau minimal cara
pandang terhadap sesuatu, mulai merasakan manfaat buku itu,
ketika saya kelas V SD, ada gutu yang bertanya tentang sesuatu
dan hanya saya yang bisa menjawab itu. Pokoknya pada saat itu
sesuatu banget. Karena saya yang tahu disbanding yang lain. Dari
situ berpikir, wah makin banyak tahu, makin banyak tahu, sudah
bisa unggullah dari yang lain. Literasi saya kira itu sangat
penting. Karena untuk membah pengetehauan dan ketrampilan
seseorang menjadi lebih baik.
252
Apakah Gol A Gong menggunakan komunikasi dengan Bahasa
Jawa Serang atau Bahasa Sunda?
Mas Gong menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa
pengantar.
Adakah simbol nonverbal Gol A Gong yang tidak dipahami? Seingat saya tidak ada.
Anda memahami budaya Gol A Gong selaku tutor KMRD?
Sepertinya Mas Gong yang mengerti saya. Dia kan memiliki
pengalaman banyak sejak remaja dengan keliling Indonesia dan
bertemu banyak orang dengan banyak karakter juga budaya
mereka. Maka dia yg lebih memahami budaya saya. Setidaknya
asumsi saya mengatakan demikian.
Pernah mengalami hambatan komunikasi saat KMRD?
Hambatan komunikasi sepertinya tidak ada. Materi yang
disampaikan Mas Gong bisa dipahami.
Jika ada misskomunikasi, lantas bagaimana cara Anda agar
bisa bertahan selama mengikuti pembelajaran KMRD?
Misskom bisa diluruskan dengan cara dialog. Mas Gong akan
mengikuti gaya serta level komunikasi lawan bicaranya sehingga
misskom atau hambatan komunikasi cenderung sedikit. Mengapa
saya bertahan karena saya punya cita-cita ingin jadi penulis. Atau
bisa juga karena komunikasi Mas Gong yg komunikatif dan tidak
memiliki jarak. Antara pesera KMRD dg tutor seperti setara.
Seperti teman bicara dengan teman. Bukan guru dengan murid.
253
WAWANCARA XIII
Data Informan 13 Nama : Hilal Ahmad
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat/Tgl. Lahir : Lampung, 1 Januari 1986
Kelas Menulis Rumah Dunia : Angkatan ke-5
Pendidikan : S1 IAIN Serang Banten
Pekerjaan : Wartawan Radar Banten
Waktu Wawancara : Minggu, 18 Februari 2018
Anda ikut kelas menulis angkatan berapa?
Saya angkatan ke-5 di Kelas Menulis Rumah Dunia. Pada saat itu
sekitar tahun 2004 akhir. Waktu itu saya masih kuliah S1 di IAIN
Serang semester II (sekarang UIN Banten), jurusan Pendidikan
Bahasa Inggris.
Apa yang mendorong Anda mengikuti KMRD?
Sebenarnya saya dari dulu juga senang nulis. Dari SD juga sering
baca buku Anita Cemerlang, udah tahu juga ada buku Mas Gol A
Gong, Reni Teratai Air, Kurnia Effendi, baca novel juga dan
biasa nulis. Tapi waktu SMA itu ada juga penulis Wangsa
Nestapa itu angkatan KMRD juga.
Dari awal juga sudah gabung di Sanggar Sastra Serang bersama
Rizal, kalau ada tulisan relawan Rumah Dunia yang dimuat di
Aneka Yes! atau Keren Beken, Rizal itu selalu ngasih tahu, ini
tulisannya dimuat, hasil dari Rumah Dunia. Jadi enggak asing
lagi, dan ternyata temen-temen SMA, kebetulan Rizal ini temen
SMA saya juga. Waktu kelas satu SMA saya sempat satu kelas
dengan Rizal. Ketika mereka sudah mengawali, lalu saya berpikir
kenapa enggak.
Kenapa memilih bergabung di KMRD?
Kan Gol A Gong ini fenomenal banget. Walaupun saya baru tahu
banget itu pas kuliah. Jadi seperti kaya heran aja, orang-orang
pada berguru ke sini, dari luar Banten juga, kenapa sih kita yang
anak Banten enggak mau berguru. Pada waktu itu kan masih
gratis. Tapi sekarang KMRD ada infaknya 100 ribu, meskipun
254
dibalikkan lagi dalam bentuk buku. Jadi waktu angkatan saya
semuanya gratis, udah dikasih gartis, pembicaranya nasional,
kenapa sih enggak ikutan. Akhinya dari situ udah kepikiran, ya
duahlah, mendingan ikutan.
Tanggapan Anda tentang adanya KMRD?
Menurut saya KMRD adalah kegitan yang sangat bagus dan patut
terus dipertahankan.
Bagaimana metode pembelajaran KMRD pada angkatan Anda?
Selian Mas Gong, tutornya ada Mas Toto ST Radik di puisi. Dan
waktu itu sering banget ada penulis tamu, penulis dari penerbit
Gagas Media, tapi saya lupa namanya, dari Gramedia, terus ada
Helvi Tiana Rosa, Asma Nadia. Waktu itu juga hari Minggu
sempat kedatengan penulis teenlite Dealova kaya Dyan
Nuranindya, sama penulis Fairish Esti Kinasih. Itu lagi hits
banget. Mereka juga berbagi proses kreatif. akhinya jadi mantep
ke Rumah Dunia.
Waktu itu kelas menulis sering banget didatangkan penulis dari
luar. Waktu itu novel itu beneran diapresiasi banget sama anak-
anak muda seusia 15-20 tahun itu suka sastra, kalau sekarang
agak susah sih. Terus waktu itu juga ada Gramedia Book Fair,
acaranya bagus banget tuh di Rumah Dunia, ditambah ada
pengumpulan seribu buku dalam satu hari.
Pada tahun berapa Anda mulai istiqomah di dunia menulis?
Mulainya sejak gabung di Rumah Dunia. Kan waktu di Rumah
Dunia ada teman namanya Wanja, ankatan KMRD dari
Palembang. Waktu itu terpecut semangat menulis, lihat dia rela
jauh-jauh dari Palembang ke Serang, cuti kuliah satu semester
cuma untuk belajar di Rumah Dunia. Dan dia hasilnya bagus,
belum selesai kelas menulis Rumah Dunia, tulisan dia sudah
dimuat di Anida. Kalau (cerpen) saya masuk Anida itu nunggu
sekitar dua tahun setengah dulu. Masuk majalah Aneka Yes! itu
dua tahun dulu fasenya. Mas Gong juga bilang, jalan kita itu
beda-beda. Ada yang cepet ada yang agak lama. Setelah karya
dimuat seneng aja. Tapi sebelaum karya saya dimuat di majalah
nasional, tulisan-tulisan saya sudah dimuat di media lokal Banten,
seperti SiGMA majalah kampus IAIN, Radar Banten itu seraing.
Itu berarti sekitar tahun 2005-2006. Kalau di lokal karya saya
255
lebih banyak dimuat itu cerpen dan artikel. Setelah dimuat di
majalah nasional, sudah itu baru bermunculan di majalah-majalah
lain. Kebanyakan cerpen yang lebih ke teenlit, cerpen remaja.
Profesi Anda sekarang menjadi wartawan? Bisa dijelaskan? Itu seperti tidak sengaja gitu. Jadi gini, dari kelas menulis itu kan
diajarin semua teori, ada tuh teori jurnalistik. Dari awal
sebenarnya saya enggak suka jurnalistik. Tapi waktu itu ada
semacam beasiswa dari kampus yang dibiayai dari Lazharfa, satu
kampus satu orang. Dari IAIN saya yang dikasih beasiswanya.
Untuk belajar menulis di Radar Banten selama satu bulan. Satu
minggu tiga kali pertemuan. Ternyata dari situ di Radar Banten
ada rekrutmen wartawan baru, karena waktu itu Radar Banten
mau bikin koran baru Banten Raya di Cilegon sama Tangerang
Ekspres di Tangerang. Karena dipecah, wartawan lama itu
dipindahin ke dua koran baru itu. Jadi Radar butuh rekrutmen
wartaawan baru dari mahasiswa. Tapi waktu itu kita pelatihan sih
belum dikasih tahu bakal jadi wartawan. Jadi dikasih pelatihan
aja gitu. Itu waktu saya semester lima sekitar 2006 akhir.
Menurut Anda bagaimana dengan profesi menulis?
Profesi menulis, sebenarnya kalau jadi wartawan itu menurut
saya enggak terlalu menjanjikan sih. Karena gaji wartawan itu di
awal-awal itu di bawah UMR banget. Sementara pengeluaran
besar. Cuma kenapa saya masih bertahan jadi wartawan, ini tahun
ke-12 saya jadi wartawan, itu kaya ada apa ya, kepuasan
tersendiri aja ketika saya menulis. Ketika tulisan kita dimuat,
orang kan baca, „Makasih ya Mas udah ditulis. Udah dibikinin
beritanya,‟ katanya tulisannya bagus. ‟ Dulu kan saya wartawan
bisnis. Dengan orang bilang suka itu, udah puas dan seneng
banget.
Awalnya darimana Anda mengenal Gol A Gong?
Saya kenal Mas Gong itu dari tulisan. Waktu kecil kan sering
baca majalah Anita Cemerlang juga. Terus dari Rizal, teman. Ya
udah jadi kenal.
Menurut Anda bagaimana sosok Gol A Gong?
Mas Gong itu orangnya blak-blakkan. Mas Toto sempat bilang
pada acara Majlis Puisi, katanya Mas Gong itu orangnya
256
emosionil dan kalau saya lebih ke ngeredamin. Dari sana udah
mulai paham. Waktu saya kenal Mas Gong itu sekitar 2003, Mas
Gong kan masih muda banget. Kalau dia lagi ga suka, negur kita
itu di kelas banget, ini cerpen apaan nih. Itu terus diinget kita,
emang sih agak sakit hati, tapi akhirnya kita akan menghindari
kesalahan dalam menulis itu. Jadi Mas Gong itu orangnya
meledak-ledak gitu kalau bahasa dari Mas Toto mah.
Beberapa kata untuk menggambarkan sosok Gol A Gong? Legendaris, ambisius, relawan dalam arti dia itu merelakan
dirinya untuk Rumah Dunia, agamis/religius. Dan juga taggung
jawab untuk membiyayai kehidupan di Rumah Dunia.
Apa arti buku dan makna literasi bagi Anda?
Buku itu adalah nafas. Itu enggak lebay. Karena kalau kita
enggak baca buku itu kerasa banget, kalau kita lagi ngomong
sama orang itu kayak bego gitu. Dan kalau orang udah pergi ke
mana, kita enggak tahu apa-apa. Karena dari buku juga bisa hidup
dan bisa punya teman banyak. Sedangkan literasi itu penting,
karena tanpa literasi kita akan kemabali lagi ke masa pra sejarah.
Apakah Gol A Gong menggunakan komunikasi dengan Bahasa
Jawa Serang atau Bahasa Sunda saat KMRD berlangsung? Nggak kok. Selalu pakai bahasa Indonesia.
Adakah simbol nonverbal Gol A Gong yang tidak dipahami? Seingat saya sih ada tapi nggak sering. Mas Gong orangnya
atraktif. Jadi gerak tubuhnya hanya melengkapi apa yang dia
sampaikan. Dalam kondisi susah menjelaskan sesuatu, biasanya
tangannya berputar-putar ke atas.
Anda memahami budaya Gol A Gong selaku tutor KMRD? Sebagai murid, sayalah yang harus mencari tahu untuk paham
budaya beliau. Karena murid dia banyak. Jadi kitalah yang harus
paham budaya Mas Gong.
Pernah mengalami hambatan komunikasi saat KMRD?
Jarang sih. Mas Gong itu menjelaskan dengan ringkas. Lebih
banyak praktik. Dia bukan tipikal yang teoritis.
257
WAWANCARA XIV
Data Informan 14 Nama Lengkap : Khodijah
Nama Pena : Wanja Almunawar
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat/Tgl. Lahir : Palembang, 3 Mei 1984
KMRD : Angkatan ke- 5
Pekerjaan : Script Editor/Scriptwriter
Waktu Wawancara : Senin, 12 Februari 2018
Teknik Wawancara : Melalui surat elektronik
Anda ikut kelas menulis Rumah Dunia angkatan berapa?
Angakatan Kelas Menulis Rumah Dunia ke-5. Kalau tidak salah
sekitar tahun 2005.
Waktu itu Anda masih kuliah atau apa?
Saat itu saya sedang kuliah semester 5 di Universitas Sriwijaya
jurusan FKIP Fisika. Ya, karena saya memang passion-nya
menulis, kecebur di dalam eksak bikin saya sesak nafas, pas saya
browsing di www.rumahdunia.net, disitulah saya mengenal
Rumah Dunia. Setelah itu saya diantar orangtua saya dari
Palembang, buat belajar di Rumah Dunia, saya cuti 1 tahun
kuliah dan belajar di sana (Rumah Dunia).
Apa yang mendorong Anda mengikuti KMRD?
Saya kan emang udah suka nulis sejak SD, impian saya pengen
jadi penulis skenario film, ketika SMP cerpen perdana saya
masuk di majalah Sabili, mulai itu saya langsung makin semangat
pengen belajar jurnalistik dan film. Saat saya lulus SMA, saya
pengen masuk di IKJ tapi keluarga nggak support, akhirnya
terjebaklah saya di Fisika, disitu saya ngerasa bahwa passion saya
bukan disitu, jadi alasan utama saya masuk ke Rumah Dunia
selain emang saya pingin jadi penulis, alasan lainnya pengen
keluar dari kejenuhan belajar di fisika.
258
Program KMRD menurut Anda bagaimana?
Program Kelas Menulis Rumah Dunia itu bagus banget dan
bermanfaat. Pertama karena programnya gratis, yang kedua
Rumah Dunia menjadi atmosfir bagi penulis untuk memulai
menjadi penulis, atau yang sudah jadi penulis untuk membuat
mereka makin tergerak mengembangkan karya-karyanya, karena
kegiatannya itu mempertemukan dengan penulis-penulis yang
sudah ternama.
Bagaimana metode pembelajaranKMRD saat itu?
Ehheeem, yaah biasanya sih setiap Sabtu-Minggu belajar,
tutornya ganti-ganti, mulai Asma Nadia, Helvy Tiana Rosa,
jurnalis, karikatur, penulis skenario dan lain-lain. Nah kita juga
pernah ada writing camp, kelas angkatan ke-5 yang memulainya.
Waktu itu acaranya di Anyer, Serang-Banten. Tapi bagi saya
atomosfer dunia menulis saya adalah Rumah Dunia. Rasanya
bertemu banyak orang yang punya cita-cita sama bikin saya
semakin semangat menulis.
Anda pernah mengikuti kelas menulis di komunitas lain?
Pada waktu itu hanya Rumah Dunia aja, tapi klao di SMA pernah
jadi editor majalah Al-badi`u SMU Negeri 5 Palembang, dan di
UNSRI majalah kampusnya juga sebagai editor.
Pada tahun berapa Anda mulai serius menulis dan istiqomah? Mulai saya masih di Sekolah Menengah Pertama (SMP).
Profesi Anda lebih ke mana sekarang? Bisa diceritakan? Dan
kenapa memilih profesi ini yang ditekuni?
Saya selama ini nulis skenario freelance, waktu saya pulang dari
Jepang, PH Tobali lagi cari script editor, saya ngelamar disitu dan
Ahamdulillah diterima. Di Tobali saya pegang program FTV
Hijrah, Cantik-cantik Kucing Dapur dan Jumat ke-13. Kenapa
memilih profesi ini? Karena ini adalah profesi yang saya sukai,
passion hidup saya.
Menurut Anda profesi penulis itu sesuatu yang menjajikan atau
bagaimana?
Semua profesi asalkan ditekuni dan fokus pasti hasilnya
menjanjikan, dan profesi menulis adalah salah satu profesi yang
259
ketika kamu masuk ke situ, orang ga tanya dimana ijazah kamu,
berapa IPK-nya, apa prestasi kamu, yang dilihat hanya karya kita.
Menjanjikan atau tidaknya tergantung dari diri kita sendiri yang
mengolahnya. Sejauh ini profesi sebagai penulis skenario
menurut saya sanagat menjanjikan. Nggak perlu modal banyak,
cukup gunakan otak keren kamu buat bikin karya keren, bisa
kerja sambil dasteran, di rumah, biar belum mandi juga masih
dapat duit.
Apakah tutor KMRD Gol A Gong menggunakan komukiasi
dengan Bahasa Jawa Serang atau Bahasa Sunda?
Selama kegiatan yang saya ikuti di Rumah Dunia, Gol A Gong
selalu menggunakan Bahasa Indonesia. Tetapi ketika bercanda,
atau ketika saat tertentu terkadang menggunakan Bahasa Sunda
yang familiar, jadi meskipun saya orang Palembang saya masih
bisa mengerti dengan Bahasa Sunda itu.
Adakah gerakan nonverbal Gol A Gong yang tidak dipahami
peserta KMRD? Sebenarnya karena mungkin sudah jangka waktu yang lama
sekali saya belajar di Rumah Dunia waktu itu tahun 2005,
gerakan nonverbal yang tidak saya fahami, saya tidak ingat, tapi
saya hampir menghabiskan waktu seharian di Rumah Dunia saat
itu, saya merasa tidak ada kendala dan cukup memahami hampir
semua materi yang diberikan. Karena materi kepenulisan menurut
saya materi yang ringan, kita belajar dari diskusi, melihat
pertunjukan, kegiatan writing camp, mengunjungi tempat dan
lain-lain, sehingga materi itu diserap melalui pengalaman, dan
menyenangkan.
Apakah Anda memahami budayanya Gol A Gong selaku tutor
KMRD?
Menurut saya Gol A Gong adalah salah satu orang yang sangat
idealis dalam mengembangkan budaya di Banten, selama dua
tahun saya belajar di Rumah Dunia saya menikmati beragam
budaya Banten, di setiap pementasan di Rumah Dunia, bahkan di
dalam lingkungan Rumah Dunia itu pun sudah mencerminkan
budaya berbagai daerah. Sikap santun Gol A Gong kepada orang
tuanya pun membuat saya kagum, kepada para murid, para tamu,
sikap santun dan toleransi sangat dijaga di Rumah Dunia.
260
Pernah mengalami hambatan komunikasi saat KMRD? Selama saya belajar disana, saya tidak pernah mengalami kendala
dalam bahasa, semua menyenangkan, seru, kalaupun ada bahasa
yang tidak saya mengerti, misalkan waktu itu kami mau
mengadakan acara “bacakan” saya nggak ngerti itu apa? Padahal
kan acara makan-makan bersama gitu di atas daun pisang
misalnya, saya yang nggak ngerti ya langsung dijelasin aja
bacakan itu apa? Sehingga saya memahami, oh ada budaya
bacakan dimana kita kumpul, makan, bercanda, di situ.
Apakah Gol A Gong selaku tutor (laki-laki) mengikuti cara
berfikirnya Anda selaku peserta KMRD (perempuan)?
Saya rasa tidak ada perbedaan ya, untuk perempuan atau laki-
laki, semua sama. Dalam pelajaran sastra, kita menghasilkan
karya, Gol A Gong membimbing kita menemukan ide, dan ketika
ide itu di dapatkan bagaiman cara mengolahnya. Laki-laki dan
perempuan tidak ada bedanya, tapi tetap dalam sebuah karya,
perasaan terkadang mempengaruhi, misalnya ketika seorang
penulis perempuan menulis tentang cerita rumah tangga, mungkin
lebih manis dan lebih drama daripada laki-laki. Dan itu pun
mempengaruhi saya ketika membuat skenario film seperti
sekarang ini. Sebagai perempuan, perasaan saya lebih peka ketika
membuat adegan drama, menguras airmata, atau tentang cerita
drama rumah tangga.
Menurut Anda bagaimana sosok Gol A Gong?
Gol A Gong menurut saya sosok yang inspiratif, idealis, santun,
dan salah satu tokoh yang sangat saya kagumi, karena tidak
pernah “perhitungan” dalam memberikan ilmu yang bermanfaat
bagi orang banyak. Dia membuka “pekarangan” rumahnya untuk
menjadi tempat ladang ilmu, dan menghasilkan banyak penulis,
seniman, dan ribuan karya, sehingga menurut saya, sosok Gol A
Gong bahkan pantas untuk mendapatkan nobel, karena dia adalah
orang yang banyak memberikan manfaat untuk masyarakat.
Apa arti literasi menurut Anda? Dan seberapa penting kita
harus melek literasi?
Menurut saya kita memang harus melek literasi ya. Literasi itu
bukan hanya membaca saja, menulis, melek teknologi itu juga
bagian dari literasi. Sementara membaca menurut saya adalah
261
investasi awal untuk masa depan yang lebih baik. Dengan
membaca kita mendapatkan wawasan, menjadi lebih cerdas untuk
semua aktifitas yang kita kerjakan. Jadi melek literasi sangat
penting, dan itu harus ditularkan ke anak-anak mulai dari balita.
Bagaimana menurut Anda terkait adanya KMRD ini?
Rumah Dunia adalah atmosfir menulis bagi para penulis, tempat
yang memberikan banyak manfaat, mengembangkan
keanekaragaman budaya Indonesia dan dunia, di Rumah Dunia,
kita menemukan banyak teman seperjuangan, teman yang passion
sama dalam menulis dan dunia literasi, Rumah Dunia bukan
hanya sebuah rumah, tapi merupakan rumah yang di dalamnya
berisi banyak inspirasi.
top related