tinjauan bimbingan dan konseling keluarga...
Post on 05-Mar-2018
241 Views
Preview:
TRANSCRIPT
TINJAUAN BIMBINGAN DAN KONSELING KELUARGA
DALAM MEWUJUDKAN KELUARGA SAKINAH
(Analisa Buku “Manajemen Keluarga Sakinah” karya Muhammad Thalib)
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
Mencapai Derajat Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)
Jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam (BPI)
NUR ISROKHAH
61111013
FAKULTAS DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2012
NOTA PEMBIMBING
Lamp. : 5 (lima) eksemplar
Hal. : Persetujuan Naskah Skripsi
Kepada Yth,
Dekan Fakultas Dakwah
IAIN Walisongo Semarang
Di Semarang
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Setelah membaca, mengadakan koreksi dan perbaikan sebagaimana
semestinya, maka kami menyatakan bahwa skripsi saudara/I :
Nama : Nur Isrokhah
NIM : 61111013
Fak./Jurs : Dakwah/BPI
Judul skripsi : Tinjauan Bimbingan dan Konseling Keluarga dalam
Mewujudkan Keluarga Sakinah (Analisa Buku
Manajemen Keluarga Sakinah karya Muhammad
Thalib)
Dengan ini telah saya setujui dan mohon agar segera diujikan. Demikian, atas
perhatiannya diucapkan terimakasih.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Semarang, 19 Desember 2011
g,
Bidang Substansi Materi, Bidang Metodologi dan Tata Tulis
Dra. Hj. Jauharotul Farida, M.Ag Hj. Mahmudah, S.Ag, M.Pd
NIP. 1964034 199101 2 001 NIP. 19701129 199803 2 001
SKRIPSI
TINJAUAN BIMBINGAN DAN KONSELING KELUARGA
DALAM MEWUJUDKAN KELUARGA SAKINAH
(Analisa Buku “Manajemen Keluarga Sakinah” karya Muhammad Thalib)
Di susun Oleh:
Nur Isrokhah
061111013
Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji
pada tanggal 28 Desember 2011
dan dinyatakan lulus memenuhi syarat
Susunan Dewan Penguji
Ketua Dewan Penguji Sekertaris Dewan Penguji
Dr. Muhammad Sulthon M. Ag Hj. Mahmudah, S.Ag, M.Pd
NIP. 19620827 199203 1 001 NIP. 19701129 199803 2 001
Angota
Penguji I Penguji II
Prof. Dr. Hj. Ismawati, M. Ag H. Machasin, M. Si
NIP. 19480705 196705 2 001 NIP. 19541516 198003 1 003
Pembimbing I Pembimbing II
Dra. Hj. Jauharotul Farida, M.
Ag Hj. Mahmudah, S.Ag, M.Pd NIP.
1964034 199101 2 001 NIP. 19701129 199803 2 001
PERNYATAAN
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya
sendiri dan di dalamnya tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk
memperolah gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi di lembaga pendidikan
lainnya. Pengetahuan yang diperoleh dari hasil penerbitan maupun yang
belum/tidak diterbitkan, sumbernya dijelaskan di dalam tulisan dan daftar
pustaka.
Semarang, 19 Desember 2011
Penulis
Nur Isrokhah
NIM. 61111013
ABSTRAKSI
Nur Isrokhah (061111013). Penelitian ini berjudul “Tinjauan Bimbingan dan
Konseling Keluarga dalam Mewujudkan Keluarga Sakinah (Analisa Buku
Manajemen Keluarga Sakinah karya Muhammad Thalib)”.
Hidup berpasang-pasangan merupakan fitrah makhluk hidup di dunia. Namun
hanya manusialah satu-satunya makhluk Allah yang mampu membungkus fitrah
hidup dalam sebuah ikatan perkawinan. Salah satu tujuan perkawinan adalah
terbentuknya keluarga yang harmonis. Dalam Islam keluarga harmonis adalah
keluarga sakinah, mawaddah, wa rahmah. Mewujudkan sebuah keluarga sakinah
memang bukanlah hal yang mudah. Perlu adanya upaya yang mengarah pada proses
tersebut. Antara lain kesadaran anggota keluarga, sosialisasi, bimbingan dan
dorongan kepada mereka untuk menanamkan nilai-nilai pembentukan keluarga
sakinah.
Penelitian ini merupakan penelitian literer, dengan metode pengumpulan data
berupa dokumentasi dan wawancara. Metode dokumentasi digunakan untuk
mendapatkan data-data teks yang berupa buku dan data-data website pada internet,
sedangkan metode wawancara, digunakan untuk mendapatkan jawaban atas
pertanyaan dari narasumber atau (tokoh) yang berkompeten. Setelah data terkumpul
kemudian dianalisis dengan Bimbingan Konseling Keluarga Islam. Pendekatan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah rasionalistik dan pendekatan psikologis.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa dalam membangun rumah
tangga hendaknya mempunyai tujuan yang jelas, dengan mempersiapkan segala
sesuatunya dengan baik, lalu mengelola sebuah keluarga dalam naungan agama yang
kuat, agar menjadi keluarga yang berkualitas supaya menghasilkan generasi yang
tidak hanya pandai dan berbakat, namun juga berbakti pada orang tua dan juga taat
terhadap agamanya. Membangun sebuah keluarga menurut Muhammad Thalib harus
dimulai dengan memilih pasangan yang tepat, artinya lebih mengutamakan segi
agama yang kuat sebelum pertimbangan-pertimbangan lainnya, agar pernikahan yang
akan dilaksanakan senantiasa mendapat ridha dari Allah, sehingga mendapatkan
kebahagiaan sejati yaitu kebahagiaan dunia dan akhirat. Mempersiapkan segala
sesuatu yang berkaitan dengan pernikahan, mengelola sebuah keluarga dari dalam
serta hubungan-hubungan dengan dunia luar menjadi hal penting dalam terbentuknya
suatu keluarga yang sakinah. Mengendalikan emosi dan mengedepankan musyawarah
dalam penyelesaian masalah akan menjadikan keluarga menjadi tenteram serta
tertanam nilai-nilai demokrasi dalam keluarga.
Meskipun terdapat hal yang agak kontroversial tentang poligami, secara
umum konsep keluarga yang ditawarkan Muhammad Thalib tentang membentuk
keluarga sakinah cukup relevan dengan asas-asas Bimbingan dan Konseling
Pernikahan dan Keluarga Islam antara lain asas kebahagiaan dunia dan akhirat, asas
sakinah mawaddah dan rahmah, asas komunikasi dan musyawarah, dan asas sabar
dan tawakkal. Pemikiran Muhammad Thalib ini memiliki persamaan prinsip yaitu
dalam rangka membangun keluarga sakinah berdasarkan syari’at Islam.
Keywords : Keluarga Sakinah, Muhammad Thalib, Manajemen.
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur hanya bagi Allah SWT, sang maha pengasih,
penyayang dan pemurah, karena dengan rahmat dan pertolonganNya, penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul : TINJAUAN BIMBINGAN DAN
KONSELING KELUARGA DALAM MEWUJUDKAN KELUARGA SAKINAH
(Analisa Buku “Manajemen Keluarga Sakinah” karya Muhammad Thalib)
Shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita, Nabi
Muhammad saw, yang telah membawa risalah Islam yang penuh dengan ilmu
pengetahuan, khususnya ilmu-ilmu ke-Islaman, sehingga dapat menjadi bekal hidup
kita, baik di dunia maupun di akhirat.
Penulis menyadari, tersusunnys skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai
pihak. Dan melalui kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih kepada:
Bapak Prof. DR. H. Muhibbin, M.Ag., selaku Rektor IAIN Walisongo
Semarang.
Bapak Dr. Muhammad Sulthon, M.Ag., selaku Dekan Fakultas Dakwah IAIN
Walisongo Semarang.
Ibu Dra. Hj. Jauharotul Farida, M.Ag., selaku pembimbing I dan Ibu Hj.
Mahmudah, S.Ag.,M.Pd. selaku pembimbing II, yang telah berkenan meluangkan
waktu, tenaga dan pikiran serta pengarahan sehingga penulis dapat menyelesaikan
tugas akhir ini dengan baik.
Bapak Drs. Ali Murtadho, M. Pd Selaku dosen wali yang telah memberikan
pengarahan, motivasi serta bimbingan kepada penulis.
Kajur dan Sekjur BPI Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang.
Seluruh Dosen, Staf, Karyawan di Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang.
Yang membantu menyelesaikan proses perkuliahan, urusan birokrasi dan lain
sebagainya selama menuntut ilmu.
Seluruh karyawan dan karyawati Perpustakaan Fakultas Dakwah maupun
Perpustakaan Institut IAIN Walisongo Semarang.
Keluarga penulis, terutama Ibunda tercinta, yang memberikan kesempatan kepada
penulis untuk menuntut ilmu di Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang.
Juga tak lupa kepada semua pihak yang membantu terselaikannya penyusunan
skripsi ini, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Semoga amal dan kebaikan yang telah diberikan, mendapat balasan yang
lebih dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh
dari kata sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran
yang membangun dari semua guna penyempurnaan skripsi ini. Dan penulis berharap
semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri khususnya dan bagi para
pembaca pada umumnya. Terutama dalam pengembangan Bimbingan Konseling
Islam.
Semarang,19 Desember 2011
Penulis
MOTTO
( ٦ : التحريم)
“Wahai orang-orang yang beriman,
jagalah dirimu dan keluargamu
dari (siksa) api neraka....”
(Q.S. at-Tahrim ; 6)
PERSEMBAHAN
Sembah sujudku hanya kepada Allah SWT dan segala puji bagiNya, skripsi
ini penulis persembahkan kepada :
Keluarga Penulis (Bapak, Ibu, serta saudara-saudara penulis)
Pembimbing saya Dra, Hj. Jauharotul Farida, M.Ag dan Hj. Mahmudah, S.Ag.
M.Pd. yang telah membimbing dengan penuh kesabaran dan ketelitian sampai
akhirnya skripsi ini selesai dikerjakan
Dosen-dosen Fakultas Dakwah yang telah memberikan ilmu-ilmunya, semoga
ilmu yang saya peroleh dari bapak/ibu dosen selama ini bisa bermanfaay bagi
saya, keluarga, dan masyarakat luas
Perpustakaan Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang
Teman-teman seperjuangan (bpi’ 06 community)
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i
HALAMAN NOTA PEMBIMBING ............................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ iii
HALAMAN PERNYATAAN ....................................................................... iv
ABSTRAKSI ................................................................................................ v
HALAMAN KATA PENGANTAR............................................................... vi
HALAMAN MOTTO .................................................................................... viii
HALAMAN PERSEMBAHAN ..................................................................... ix
DAFTAR ISI ................................................................................................. x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ........................................................ 1
B. Rumusan Masalah ................................................................. 6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .............................................. 6
D. Tinjauan Pustaka ................................................................... 7
E. Metode Penelitian ................................................................... 11
F. Sistematika Penulisan ............................................................. 17
BAB II TEORI UMUM TENTANG PERNIKAHAN, KELUARGA
SAKINAH, BIMBINGAN KONSELING DAN KELUARGA ISLAM
A. Pernikahan Dalam Islam ......................................................... 19
1. Pengertian Pernikahan ....................................................... 19
2. Dasar Hukum Pernikahan .................................................. 21
3. Rukun Dan Syarat Pernikahan ........................................... 24
4. Tujuan Pernikahan Dalam Islam........................................ 29
B. Tinjauan Tentang Keluarga Sakinah ....................................... 34
1. Pengertian Keluarga Secara Umum ................................... 34
2. Pengertian Keluarga Sakinah............................................. 35
3. Unsur-unsur dan Ciri Keluarga Sakinah ............................ 38
4. Fungsi Dan Peran Keluarga Sakinah ................................. 39
a. Membentuk Manusia Bertaqwa ................................... 40
b. Membentuk Masyarakat Sejahtera ............................... 41
C. Problematika Kehidupan Berumah Tangga ............................. 42
1. Problem Seksual ............................................................... 43
2. Problem Ekonomi ............................................................. 43
3. Problem Emosi ................................................................. 44
4. Problem Keturunan ........................................................... 44
5. Problem Pendidikan .......................................................... 45
6. Problem Pekerjaan ............................................................ 45
D. Bimbingan dan Konseling Pernikahan dan Keluarga Islam..... 46
1. Pengertian Bimbingan dan Konseling Pernikahan dan Keluarga
Islam ............................................................................... 46
2. Tujauan Bimbingan dan Konseling Pernikahan dan Keluarga
Islam ................................................................................. 48
3. Asas-asas Bimbingan dan Konseling Pernikahan dan
Keluarga Islam .................................................................. 50
BAB III MUATAN PESAN MUHAMMAD THALIB TENTANG
MEMBENTUK KELUARGA SAKINAH
A. Mengenal Lebih Dekat Muhammad Thalib ............................. 66
1. Biografi Muhammad Thalib............................................... 56
2. Karya-karya Muhammad Thalib........................................ 59
B. Pokok Isi Buku Manajemen Keluarga Sakinah Karya Muhammad
Thalib ..................................................................................... 61
C. Pemikiran Muhammad Thalib tentang Membangun Keluarga Sakinah
dalam Buku Manajemen Keluarga Sakinah ............................ 66
1. Memahami Fitrah Kehidupan Manusia .............................. 67
2. Memahami Nilai dan Arti Keluarga dalam Kehidupan ...... 69
3. Mencari Pasangan Hidup .................................................. 72
4. Manajemen Kehidupan Berumah Tangga .......................... 79
5. Memahami Konflik dalam Rumah Tangga dan Solusinya . 88
BAB IV ANALISIS KONSEP MUHAMMAD THALIB TENTANG
MEMBENTUK KELUARGA SAKINAH
A. Analisis Buku Muhammad Thalib tentang Membentuk Keluarga
Sakinah .................................................................................. 91
B. Analisis Bimbingan Konseling Keluarga Islam Terhadap Pemikiran
Muhammad Thalib tentang Membentuk Keluarga Sakinah .... 101
C. Konsep Kesetaraan Gender dalam Keluarga Islam .................. 113
1. Konsep Gender.................................................................... 113
2. Kesetaraan Gender dalam Keluarga Sakinah....................... 114
3. Tinjauan Persamaan Gender terhadap Perilaku Poligami..... 118
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................ 122
B. Saran-saran ............................................................................ 123
C. Penutup ................................................................................. 124
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
PEDOMAN WAWANCARA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Allah SWT menciptakan semua makhlukNya yang ada di seluruh jagat
raya ini berpasang-pasangan, tak terkecuali manusia, yang diciptakan dengan
segala kesempurnaan dibandingkan dengan semua makhluk ciptaanNya.
Manusia jugalah satu-satunya makhluk Allah SWT yang mampu
membungkus fitrah hidupnya dalam suatu ikatan pernikahan, di mana ikatan
tersebut mempunyai tujuan utama yaitu untuk meneruskan keturunannya di
dunia.
Pernikahan adalah babak baru untuk mengarungi kehidupan yang baru
pula. Ibarat membangun sebuah bangunan, diperlukan persiapan dan
perencanaan yang matang (Mahalli, 2006: 31). Pernikahan merupakan satu-
satunya sarana yang sah untuk membangun sebuah rumah tangga dan
melahirkan keturunan, sejalan dengan fitrah manusia. Kehidupan dan
peradaban manusia tidak akan berlanjut tanpa adanya kesinambungan
pernikahan dari setiap generasi umat manusia (Indra dkk, 2004: 61). Terkait
dengan hal tersebut di atas sebagaimana disebutkan dalam firman Allah Q.S.
adz-Dzariyat ayat 49 :
نعهكى تركسو كم شٸ خهقا شوجي (٤٩:انرازياث )وي
Artinya : “Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya
kamu mengingat kebesaran Allah”. (Q.S. adz-Zariyat: 49).
(Departemen Agama RI, 1986: 862).
2
Islam menilai bahwa pernikahan adalah bagian dari cara
menyempurnakan pelaksanaan ajaran agama. Pernikahan adalah fitrah yang
dianugerahkan Allah kepada umat manusia (Mahalli, 2006: 6). Islam di dalam
memberikan anjuran menikah serta rangsangan-rangsangan didalamnya,
terdapat beberapa motivasi dan tujuan yang jelas, yaitu memberikan dampak
positif yang lebih besar dalam kehidupan individu maupun masyarakat. Sebab
menikah merupakan bagian dari nikmat serta tanda keagungan Allah yang
diberikan kepada umat manusia. Dengan menikah berarti mereka telah
mempertahankan kelangsungan hidup secara turun-temurun serta
melestarikan agama Allah di persada bumi ini (Mahalli, 2006: 34). Karena
tujuan menikah dalam islam adalah mencapai ketenangan dan ketenteraman
serta kehidupan yang sejuk (Ghozali, 2008: 31).
Di dalam al-Qur‟an surat Ar-Ruum ayat 21 Allah SWT telah
menegaskan :
فسكى ٲشواجا نتسكىا إنيها وجعم بيكى يىدة ٲ خهق نكى ي أيآته ٲ وي
في ذ نك ألياث نقىو يتفكسو ت إ (٢۱:انسوو ) وزح
Artinya : “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan
untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung
dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu
rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”. ( Q.S.
ar-Ruum: 21 ). (Departemen Agama RI, 1986: 644).
Ayat tersebut mengandung makna bahwa keluarga Islam terbentuk
dalam keterpaduan antara ketenteraman (sakinah), penuh rasa cinta
(mawaddah) dan kasih sayang (rahmah). Ia terdiri dari istri yang patuh dan
setia, suami yang jujur dan tulus, ayah yang penuh kasih sayang dan ramah,
3
ibu yang lemah lembut dan berperasaan halus, putra-putri yang patuh dan taat
serta kerabat yang saling membina silaturrahmi dan tolong-menolong. Hal ini
dapat tercapai bila masing-masing anggota keluarga tersebut mengetahui hak
dan kewajibannya.
Dalam Islam, segala sesuatunya diatur dengan hukum dan syari‟at,
termasuk juga pernikahan dengan segala tata caranya. Hal ini menunjukkan
bahwa tema pokok pernikahan mempunyai makna yang sangat penting
menurut islam. Bahkan, pernikahan ditetapkan sebagai salah satu hukum
pokok di antara sunah-sunah Rasul yang lain (Indra dkk, 2004: 63). Yang
telah dijelaskan dalam hadits Nabi Saw :
انبي صهى اهلل عهيه وسهى ه أ يانك زضي اهلل تعا نى ع أس ب وع
ثي عهيه وقال د اهلل وأ أا أصهي وأاو وأصىو وأفطس وأتصوج : ح نك
ستى فهيس يى زغب ع يتفق عهيه ﴾ ﴿انساء ف
Artinya : “Dari Anas bin Malik R.A. Bahwasanya Nabi SAW memuji Allah
dan menyanjung-Nya kemudian beliau bersabda : “Akan tetapi aku
sembahyang dan tidur dan berbuka dan mengawini perempuan,
maka barang siapa yang tidak suka akan sunnahku, maka ia
bukanlah termasuk dalam golonganku”. (Muttafaqun „alaih) (al
Asqalani, 1984: 356).
Terkait dengan hadits di atas, maka Indra dkk (2004: 63) menjelaskan
bahwa apabila nikah merupakan sunah Rasul, maka jelas bahwa pernikahan
adalah ibadah, yang tentunya akan mendatangkan semua kebaikan yang
bersifat duniawi maupun ukhrawi. Dan juga membina sebuah rumah tangga
4
atau hidup berkeluarga merupakan perintah agama bagi setiap muslim dan
muslimah. Sehingga melalui rumah tangga yang islami, diharapkan akan
terbentuk komunitas kecil masyarakat islam yang harus dibina dan dididik
dengan baik sesuai dengan ajaran islam, yang pada akhirnya akan terbentuk
keluarga yang ideal dan masyarakat yang islami pula.
Merealisasikan sebuah konsep ideal dalam membangun keluarga
sakinah memang bukanlah hal yang mudah, perlu ada upaya yang mengarah
pada proses tersebut, antara lain yaitu kesadaran anggota keluarga, sosialisasi,
bimbingan dan dorongan kepada mereka untuk menanamkan nilai-nilai
pembentukan keluarga sakinah. Permasalahan dan goncangan yang kadang
timbul dalam kehidupan berkeluarga, sering kali harus dibutuhkan suatu
bimbingan dan dorongan agar mereka dapat menemukan kembali ruh
kebahagiaan dalam berumah tangga. Di antara masalah-masalah tersebut yang
sering timbul dalam keluarga adalah; masalah seks, masalah kesehatan,
masalah masalah ekonomi, masalah pendidikan, dan masalah pekerjaan
(Pujosuwarno, 1994: 72-78).
Menurut Sanwar (1984: 3), Dalam koridor ilmu dakwah pernikahan
merupakan bagian penting dari materi dakwah. Isi atau materi dakwah bertitik
pangkal kepada “al-khâir wal hudâ” serta “amar ma’rûf nâhi munkar”.
Sedangkan pemikiran Muhammad Thalib disini dapat dijadikan salah satu
referensi materi dakwah dalam bidang keluarga untuk mewujudkan suatu
keluarga yang sakinah mawaddah wa rahmah, karena salah satu fungsi
dakwah adalah menyampaikan ajaran Islam yang telah diturunkan oleh Allah
5
SWT kepada Rasulullah SAW bagi umat manusia seluruh alam, memelihara
ajaran tersebut dan mempertahankannya guna memperoleh kebahagiaan di
dunia dan di akhirat. (Fahrudin, 2007: 93)
Ada banyak tokoh di Indonesia yang secara serius membahas tentang
mewujudkan keluarga yang ideal, dalam agama Islam yaitu keluarga yang
sakinah, mawaddah dan rahmah, salah satu tokoh tersebut adalah
Muhammad Thalib, ia adalah seorang pengajar, muballigh serta penulis,
yang sudah banyak menghasilkan karya dan pemikiran dalam membentuk
keluarga sakinah. Di antara karya-karyanya adalah “Manajemen Keluarga
Sakinah. Yang membahas tantang cara mewujudkan keluarga yang sakinah
dari awal memilih dan menentukan pasangan, membangun sebuah dalam
rumah tangga, mengatasi masalah dalam keluarga, baik yang menyangkut
hubungan suami istri, hubungan anak dengan orang tua maupun manajemen
hubungan dengan saudara dan kerabat. Dan juga bagaimana cara mendidik
anak agar menjadi anak-anak yang shalih dan shalihah, serta berbakti pada
orangtua.
Pemikiran Muhammad Thalib tersebut menarik untuk dikaji secara
lebih mendalam. Maka konsep pemikiran tersebut dihubungkan dengan
Bimbingan Konseling Keluarga Islam, sehingga konsep tersebut lebih
aplikatif sebagai sebuah pendekatan panduan dalam rangka mewujudkan
keluarga sakinah mawaddah dan rahmah yang menjadi idaman bagi semua
orang.
6
Untuk itulah, penulis berkeinginan untuk menjadi salah satu bagian
penting dalam mencari format ideal bimbingan dalam membentuk keluarga
sakinah. Sebagai sumbangsih terhadap khasanah keilmuan dalam bimbingan
Konseling Keluarga, yang khususnya diperuntukkan bagi para calon pasangan
yang akan melangsungkan pernikahan, yang akan penulis paparkan dalam
bentuk penelitian dengan judul “Tinjauan Bimbingan dan Konseling
Keluarga dalam Mewujudkan Keluarga Sakinah (Analisa Buku Manajemen
Keluarga Sakinah karya Muhammad Thalib)”.
B. Rumusan Masalah
Dari uraian tersebut, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian
ini adalah:
1. Bagaimana konsep manajemen keluarga sakinah menurut Muhammad
Thalib?
2. Bagaimana konsep pesan Muhammad Thalib tentang keluarga sakinah
ditinjau dari Bimbingan dan Konseling Keluarga Islam?
C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian
Dalam penulisan skripsi ini ada beberapa tujuan yang ingin dicapai oleh
penulis, yaitu :
1. Untuk menguji model Manajemen Keluarga Sakinah karya Muhammad
Thalib.
7
2. Untuk menganalisis ketepatan pesan-pesan tersebut sebagai materi
konseling keluarga islam.
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam upaya
pengembangan keilmuan khususnya bidang dakwah dan Bimbingan
Konseling Perkawinan Keluarga Islam.
2. Secara praktis, penulis berharap hasil penelitian ini nantinya bisa menjadi
panduan sekaligus rujukan bagi para pembaca secara umum atau konselor
dalam membentuk keluarga yang sakinah mawaddah wa rahmah.
D. Tinjauan Pustaka
Berikut ini adalah beberapa karya ilmiah dan hasil-hasil penelitian yang
pernah ditulis oleh beberapa peneliti sebelumnya, antara lain :
Penelitian M. Fahrudin pada tahun 2007 yang berjudul
“Keseimbangan Hak Dan Kewajiban Suami Istri Menurut Pemikiran Imam
Nawawi Dalam Membentuk Keluarga Sakinah (Perspektif Bimbingan
Konseling Keluarga Islam). Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1)
Menurut Imam al-Nawawi keseimbangan hak dan kewajiban suami istri
dalam rumah tangga bukanlah kesamaan wujud sesuatu dan karakternya,
tetapi yang dimaksud adalah bahwa hak-hak antara mereka itu saling
mengganti dan melengkapi. Sesuai dengan kedudukan masing-masing
sebagai anggota keluarga. Maka tidak ada suatu pekerjaan yang dilakukan
oleh isteri untuk suaminya melainkan si suami juga harus melakukan sesuatu
perbuatan yang seimbang untuk istrinya. (2) Imam al-Nawawi di sisi lain juga
8
memberikan keterangan dan indikasi untuk mengakui perlu adanya
keseimbangan antara suami istri. Hanya mereka dibedakan pada status
fungsional saja. Suami mencari nafkah dan memberi keperluan secara
materiil sedangkan istri menjadi pemimpin dalam kerangka psikis, kasih
sayang dan emosionalitasnya dalam keluarga. (3) Keseimbangan hak dan
kewajiban suami istri menurut Imam al-Nawawi dapat diterapkan dalam
bimbingan konseling keluarga Islam dalam rangka menciptakan keluarga
yang sakinah mawaddah wa rahmah yang dicita-citakan keluarga Islam.
Penelitian Eka Itaussa‟adah (2007), yang berjudul “Membentuk
Keluarga Sakinah Menurut M. Quraish Shihab (Analisis Pendekatan
Konseling Keluarga Islam)”. Hasil penelitian menunjukkan, menurut M.
Quraish Shihab (2006: 141) keluarga sakinah tidak datang begitu saja, tetapi
ada syarat bagi kehadirannya. Ia harus diperjuangkan, dan yang pertama lagi
utama, adalah menyiapkan kalbu. Sakinah/ketenangan bersumber dari dalam
kalbu, lalu terpancar ke luar dalam bentuk aktivitas. Meski dalam al-Qur'an
menegaskan bahwa tujuan disyariatkannya pernikahan adalah untuk
menggapai sakinah. Namun, itu bukan berarti bahwa setiap pernikahan
otomatis melahirkan sakinah, mawaddah, dan rahmat. Pendapat M. Quraish
Shihab di atas, menunjukkan bahwa keluarga sakinah memiliki indikator
sebagai berikut: pertama, setia dengan pasangan hidup; kedua, menepati janji;
ketiga, dapat memelihara nama baik; saling pengertian; keempat berpegang
teguh pada agama. Menurut Shihab, beberapa faktor untuk membentuk
keluarga sakinah: (a) Kesetaraan. Mencakup banyak aspek, seperti kesetaraan
9
dalam kemanusiaan. (b) Musyawarah. Pernikahan yang sukses bukan saja
ditandai oleh tidak adanya cekcok antara suami/istri karena bisa saja cekcok
terjadi bila salah satu pasangan tidak bisa menerima semua yang dikehendaki
oleh pasangannya. Dari berbagai problem rumah tangga, bimbingan dan
konseling terhadap berbagai problem rumah tangga relevan dengan fungsi
konseling keluarga Islam yaitu membantu agar klien dapat menjalani
kehidupan berumah tangga secara benar, bahagia dan mampu mengatasi
problem-problem yang timbul dalam kehidupan perkawinan. Oleh karena itu
maka konseling keluarga khususnya yang Islami pada prinsipnya berisi
dorongan untuk menghayati kembali prinsip-prinsip dasar, hikmah, tujuan
dan tuntunan hidup berumah tangga menurut ajaran Islam.
Perbedaan antara penelitian oleh Eka Itaussa‟adah dengan penelitian
yang dilakukan oleh M. Fahrudin terletak pada pembahasan pokok
masalahnya. M. Fahrudin dalam penelitiannya menemukan bahwa untuk
membentuk keluarga sakinah diperlukan keseimbangan hak dan kewajiban
antara suami istri, yang membedakan adalah fungsi masing-masing anggota
keluarga. Sedangkan dalam penelitan Eka Itaussa‟adah lebih pada proses
dalam pembentukan keluarga sakinah. Bahwa dalam mewujudkan keluarga
sakinah diperlukan perjuangan dan usaha yang keras dan keluarga sakinah
tidak bisa dicapai dengan tiba-tiba. Dua penelitian ini mempunyai kesamaan
yaitu diperlukan adannya unsur keseimbangan dalam rumah tangga agar
dapat tercapai keluarga sakinah,mawaddah dan rahmah.
10
Penelitian berikutnya adalah penelitian dengan judul Bimbingan dan
Konseling Perkawinan dan Implikasinya dalam Membentuk Keluarga
Sakinah dilakukan oleh Wiwik Muhartiwi (2008). Pada intinya bahwa dalam
perkawinan masalah hubungan seksual merupakan masalah yang cukup
rumit. Hubungan seksual ini dapat menjadi sumber masalah dalam
perkawinan, dan dapat berakibat runyamnya kehidupan keluarga sampai pada
perceraian. Contoh cukup banyak dan dapat diikuti melalui media massa.
Walaupun telah dikemukakan di bagian depan bahwa perkawinan itu bukan
semata-mata mengenai masalah hubungan seksual saja, tetapi masalah
hubungan seksual dalam perkawinan kiranya tidak dapat diabaikan. Hal ini
dapat diikuti misalnya melalui sebuah majalah yang cukup terkenal dengan
judul "Gadis Bunting" (Tempo, No. 40 Tahun XIII, 3 Desember 1983). Dari
apa yang dikemukakan oleh Tempo tersebut jelas bahwa masalah hubungan
seksual tidak dapat diabaikan dalam pasangan pria dan wanita. Dan bila
dikaji lebih jauh, penyimpangan-penyimpangan dalam hal kehidupan
keluarga, misalnya isteri menyeleweng ataupun sebaliknya, bila mau secara
jujur hal tersebut bersumber pada masalah hubungan seksual ini. Perbedaan
penelitian ini dengan dua penelitian yang sebelumnya yaitu penelitian ini
menitik beratkan pada pembahasan problem rumah tangga dan
penanganannya, terutama dari segi seksualitas dan penyimpangan-
penyimpangannya.
Sedangkan penelitian penulis yang berjudul “Tinjauan Bimbingan dan
Konseling Keluarga dalam Mewujudkan Keluarga Sakinah (Analisa Buku
11
“Manajemen Keluarga Sakinah” karya Muhammad Thalib)” akan
memfokuskan pembahasan pemikiran Muhammad Thalib yang tertuang
dalam buku Manajemen Keluarga Sakinah, dan hubungannya dengan
bimbingan konseling keluarga Islam dari beberapa aspek termasuk dari aspek
kesetaraan gender. Sehingga konsep dari pemikiran Muhammad Thalib
tersebut secara teknis dapat dipakai sebagai sebuah pendekatan (panduan) dan
cara yang efektif untuk menambah wawasan bagi para calon pengantin dalam
rangka mewujudkan keluarga sakinah. Hal inilah yang membedakan isi
materi ataupun kajiannya dengan hasil penelitian terdahulu.
E. Metode Penelitian
1. Jenis dan Pendekatan
a. Jenis penelitian
Jenis penelitian ini merupakan penelitian literer sehingga
termasuk jenis penelitian kualitatif, dengan hasil akhir berupa kata-kata
tertulis. Bogdan dan Taylor mengatakan bahwa metodologi kualitatif
merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif
berupa kata-kata tertulis (Moleong, 2009: 4).
b. Pendekatan penelitian
Berkaitan dengan judul yang diangkat, maka diperlukan
pendekatan-pendekatan yang diharapkan mampu memberikan
pemahaman yang mendalam dan komprehensif. Untuk itu pendekatan
yang digunakan adalah :
12
1) . Pendekatan Rasionalisik
Pendekatan rasionalistik, yaitu pendekatan yang
menekankan kepada empiri sensual, empiri logik, empiri etik
(Muhadjir, 1996: 56). Empiri sensual berfungsi mengamati
kebenaran berdasarkan inderawi manusia, sedangkan empiri logik
berfungsi mengamati kebenaran berdasarkan ketajaman fikir
manusia dalam memberi makna, dan empiri etik berfungsi
mengamati kebenaran berdasarkan akal budi manusia dalam
memberikan makna (Muhadjir, 1996: 10-11).
2) . Pendekatan Psikologis
Berkaitan dengan pemikiran Muhammad Thalib tentang
keluarga sakinah dengan pendekatan psikologis diharapkan akan
memudahkan proses bimbingan dan konseling perkawinan Islam,
yaitu membentuk keluarga sakinah mawadah wa rahmah.
2. Definisi Konseptual dan Operasional
Untuk menghindari kesalahfahaman pembaca terhadap judul
penelitian ini, yaitu “Tinjauan Bimbingan Dan Konseling Keluarga
Dalam Mewujudkan Keluarga Sakinah (Analisa Buku Manajemen
Keluarga Sakinah karya Muhammad Thalib)”, maka perlu adanya definisi
konseptual dan operasional. Oleh karena itu penulis jelaskan pengertian
judul yang telah dirumuskan. Hal ini untuk memudahkan pemahaman serta
13
menjaga adanya kekeliruan pengungkapan maksud yang terkandung dalam
judul tersebut.
a. Definisi Konseptual
1. Keluarga Sakinah
Keluarga sakinah adalah keluarga yang didalamnya terdapat
ketenteraman, ketenangan, kedamaian, rahmat dan tuma’ninah
yang berasal dari Allah SWT (Ensiklopedi Islam, 1997: 202).
Keluarga sakinah adalah sebuah keluarga di mana pasangan
suami istri dan anggota keluarga yang lain dalam kehidupannya
penuh dengan ketenangan, bahagia dan sejahtera baik lahir
maupun bathin, suami bisa membahagiakan istri dan sebaliknya,
serta keduanya mampu mendidik anak-anaknya agar menjadi anak
yang sholeh dan sholehah. (http://kolom-
hukum.blogspot.com/2011/07pengertian-keluarga.html)
2. Bimbingan dan Konseling Keluarga Islam
Bimbingan adalah bantuan atau pertolongan yang diberikan
kepada individu atau sekumpulan individu dalam menghindari
atau mengatasi kesulitan-kesulitan di dalam kehidupannya, agar
individu atau sekumpulan individu itu dapat mencapai
kesejahteraan hidupnya (Bimo Walgito, 1995: 4).
Bimbingan Islami adalah proses pemberian bantuan terhadap
individu agar mampu hidup selaras dengan ketentuan dan
14
petunjuk Allah, sehingga dapat mencapai kebahagiaan hidup di
dunia dan akhirat.
Konseling keluarga Islami adalah proses pemberian bantuan
terhadap individu agar menyadari kembali eksistensinya sebagai
makhluk Allah yang seharusnya dalam menjalankan pernikahan
dan hidup berumah tangga selaras dengan ketentuan dan petunjuk-
Nya, mencegah timbulnya problem-problem yang berkaitan
dengan pernikahan sehingga dapat mencapai kebahagiaan hidup di
dunia dan di akhirat. (Faqih, 2001: 82)
b. Definisi Operasional
1. Keluarga Sakinah
Dari definisi konseptual di atas secara operasional dapat
dipahami bahwa yang dimaksud dengan keluarga sakinah dalam
penelitian ini adalah keluarga yang tenang, tenteram, damai,
sejahtera, bahagia, serta melaksanakan hak dan kewajiban suami
dan istri sesuai dengan syari‟at islam.
2. Bimbingan dan Konseling Keluarga Islam
Sedangkan Bimbingan dan Konseling Keluarga Islam yang
dimaksud dalam penelitian ini adalah pemberian bantuan terhadap
individu agar mampu hidup selaras dengan ketentuan dan petunjuk
Allah, memahami tentang makna pernikahan dan makna keluarga
sakinah, serta membantu individu untuk mencegah terjadinya
masala-masalah yang timbul dikemudian hari setelah menikah.
15
3. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian adalah darimana data dapat di
peroleh (Arikunto, 2006: 129). Menurut sumbernya, data penelitian
digolongkan sebagai data primer dan data sekunder (Azwar, 1998: 91).
Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian ini, penulis
menggunakan sumber data yaitu referensi data utama tentang materi
bimbingan dan konseling keluarga Islam, yang jenis datanya adalah
sebagai berikut:
a. Data Primer adalah data penelitian langsung pada subyek sebagai
sumber informasi yang diteliti (Suryabrata, 1993: 39). Adapun sumber
data primer dalam penelitian ini adalah buku karya Muhammad Thalib
yang berjudul, “Manajemen Keluarga Sakinah”, Yogyakarta: Pro-U
Media, 2007.
b. Data Sekunder yaitu sumber data yang dijadikan data pelengkap dan
pendukung data primer atau data dari tangan kedua (Surakhmad,
1990: 163). Sebagai data sekunder dalam penelitian ini berupa buku-
buku yang memiliki relevansi langsung dengan materi yang akan
diteliti misalnya :
1. M. Quraish Shihab, Pengantin Al-Qur’an, Jakarta: Lentera Hati,
2007.
2. Muhammad Thalib, Ensiklopedi Keluarga Sakinah, Jilid I dan II,
Yogyakarta: Pro-U Media, 2008.
16
3. Achmad Mubarok, Psikolagi Keluarga (Dari Keluarga Sakinah
Hingga Keluarga Bangsa), Jakarta: Bina Rena Pariwara, 2005.
4. Metode Pengumpulan Data
Metode Pengumpulan Data Menurut Suryabrata, kualitas data
ditentukan oleh kualitas alat pengambil data atau alat pengukurnya
(Suryabrata, 1993: 84). Pengumpulan data sebuah penelitian adalah
merupakan kegiatan yang sangat penting dalam sebuah penelitian, adapun
metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
a. Dokumentasi, yang dimaksud dokumentasi dalam penelitian ini adalah
data-data teks yang berupa buku-buku, data-data website internet, dan
lain sebagainya yang berkaitan dengan pemikiran Muhammad Thalib
tentang keluarga sakinah khususnya dalam buku yang berjudul
“Manajemen Keluarga Sakinah”.
b. Wawancara, adalah upaya mendapatkan informasi/data berupa
jawaban atas pertanyaan (wawancara) dari nara sumber (tokoh) yang
berkompeten (Moleong, 2009: 135). Dalam melakukan penelitian ini,
penulis melakukan wawancara dengan Muhammad Thalib sebagai
tokoh obyek penelitian ini dengan melalui email.
5. Metode Analisis Data
Analisis data adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikan
dalam suatu pola, kategori, dan satuan uraian dasar. Setelah data
terkumpul, kemudian dikelompokkan dalam satuan kategori dan dianalisis
17
secara kualitatif (Moleong, 2009: 280). Sesuai dengan sumber data yang
digunakan dan jenis data yang diperoleh, maka analisis terhadap data yang
telah terkumpul akan dilakukan dengan menggunakan content analysis,
yaitu analisis tentang isi pesan atau komunikasi (Muhadjir, 1996: 76).
Disamping itu, data yang dipakai adalah data yang bersifat deskriptif (data
tekstular) yang hanya dianalisis menurut isinya (Suryabrata, 1993: 85).
Artinya pemikiran Muhammad Thalib akan dipaparkan sebagaimana
adanya.
F. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan dalam memahami gambaran secara menyeluruh
tentang penelitian ini, maka penulis memberikan sistematika penulisan
penelitian sebagai berikut:
Bab I berisi pendahuluan, yang menjelaskan latar belakang masalah,
perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka,
metodologi penelitian dan sistematika penelitian.
Bab II adalah landasan teori, diantaranya pengertian pernikahan, dasar
hukum pernikahan, fungsi dan tujuan pernikahan dalam Islam, rukun dan
syarat pernikahan, pengertian keluarga secara umum, pengertian keluarga
sakinah, ciri keluarga sakinah, fungsi dan peran keluarga sakinah, Bimbingan
dan Konseling Perkawinan dan Keluarga Islam, yang berisi pengertian
Bimbingan Islam, Konseling Islam, tujuan Bimbingan dan Konseling
18
Keluarga Islam, asas-asas pernikahan dalam Islam yang harus disampaikan
dalam Konseling Keluarga Islam.
Bab III adalah muatan pesan Muhammad Thalib tentang membentuk
keluarga sakinah yang meliputi, biografi Muhammad Thalib, karya-karya
Muhammad Thalib, pokok isi buku Manajemen Keluarga Sakinah karya
Muhammad Thalib.
Bab IV berisi analisis, yang merupakan jawaban dari rumusan masalah
pada Bab I. Pada bab ini penulis mencoba untuk mengembangkan pemikiran
Muhammad Thalib tentang konsep keluarga sakinah dalam buku Manajemen
Keluarga Sakinah, serta relevansi konsep Muhammad Thalib dalam
membentuk keluarga sakinah tinjauan Bimbingan Konseling Keluarga Islam
serta ditinjau dari sudut pandang gender.
Bab V merupakan penutup berisi kesimpulan dan saran-saran yang
layak dikemukakan.
BAB II
TEORI UMUM TENTANG PERNIKAHAN, KELUARGA SAKINAH,
BIMBINGAN DAN KONSELING KELUARGA
A. Pernikahan Dalam Islam
1. Pengertian Pernikahan
Pernikahan, atau nikah dalam bahasa Arab berasal dari kata
“nikahun” yang merupakan masdar atau asal kata dari kata kerja (fi’il
madhi) “nakaha”, sinonimnya “tazawwaja”, kemudian diterjemahkan
dalam bahasa Indonesia sebagai pernikahan (Tihami, 2009: 7).
Sedangkan pernikahan menurut istilah banyak dikemukakan oleh para
pakar, ulama’, fuqaha’, dan perundang-undangan menurut perspektif
masing-masing. Adapun beberapa pengertian tentang perkawinan antara
lain :
a. Menurut Hasbi Indra dkk, nikah adalah akad antara pihak pria
dengan wali wanita, sehingga hubungan badan antara kedua
pasangan pria dan wanita menjadi halal (Indra dkk, 2004: 72)
b. Menurut Tihami, nikah menurut syara’ adalah akad serah terima
antara laki-laki dan perempuan dengan tujuan untuk saling
memuaskan satu sama lainnya dan untuk membentuk sebuah bahtera
rumah tangga yang sakinah serta masyarakat yang sejahtera (Tihami
dkk, 2009: 8). Pengertian tersebut berdasarkan firman Allah :
20
نؼهكى رزكش ج كم شٸ خهمب ص (۹:انزاسبد ) ي
Artinya : “Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan
supaya kamu mengingat kebesaran Allah ” (Q.S. ad-
Dzariyat : 49). (Departeman Agama RI, 1986: 862)
c. Menurut M. Ali Hasan adalah aqad (perjanjian) yaitu serah terima
antara orang tua calon mempelai pria sebagai penyerahan dan
penerimaan tanggung jawab dalam penghalalan bercampur keduanya
sebagai suami istri (Hasan, 2006: 12).
d. Menurut Muhammad Thalib pernikahan adalah jalan yang mengikat
seorang laki-laki dengan seorang perempuan sebagai suami istri
yang mengandung syarat dan rukun yang harus dipenuhi oleh para
pelakunya (Thalib, 2007: 26).
e. Sedangkan menurut Undang-undang No. 1 Tahun 1974’ perkawinan
ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita
sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah
tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha
Esa (UU No. 1 Tahun 1974 Pasal: 1).
Dari pengertian pernikahan tersebut perkawinan sebenarnya
harus menjadi miniatur surga. Namun mewujudkannya bukan hal
yang mudah, karena manusia memiliki banyak perbedaan selera,
kecenderungan, kodrat dan karakter. Tidak mungkin bagi dua orang
yang berlainan jenis bersatu dalam bingkai pernikahan yang cocok
secara sempurna. Jadi, pernikahan adalah mewujudkan rumah tangga
21
yang sesuai dengan ajaran Al-Qur’an dan hadis agar tercapai
keluarga yang bahagia dunia dan akhirat.
2. Dasar Hukum Pernikahan
Pernikahan mempunyai landasan hukum kuat baik didalam Al-
Qur’an dan sunah (Thalib, 2007: 29-31). Adapun ayat-ayat Al-Qur’an
yang menjelaskan tentang pernikahan antara lain :
Surat an-Nur 32 :
ك إيبءكى إ ػجب دكى ي انصب نذ كى انؤبي ي كذ أ
ى اسغ ػه انه فضه ي ى انه (: انس ) افمشآءغ
Artinya :“Kawinkanlah bujangan-bujangan yang telah layak untuk
kawin dari antara para budak laki-laki dan perempuan
kamu. Jika mereka miskin, Allah kelak akan memberikan
kecukupan kepada mereka dari rizki-Nya dan Allah
Mahaluas (rizki-Nya) dan Mahatahu.” (Q.S. an-Nur:
32). (Departemen Agama RI, 1986: ).
Surat ar-Rum 21 :
جؼم ب ا إن اجب نزسك فسكى ٲص ٲ خهك نكى ي ٲ آر أ ي
ر نك ف خ إ سد دح كى ي ث و زفكش بد نم (:الروم ) أل
Artinya :“Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya yaitu Dia
telah menciptakan untukmu istri- istri dari jenis kamu
sendiri supaya kamu merasa tenang kepadanya dan Dia
telah menjadikan rasa cinta dan kasih sayang diantara
kamu. Sesungguhnya hal yang demikian itu benar-benar
menjadi tanda bagi orang-orang yang mau berpikir.”
(Q.S. ar-Rum : 21) (Departeman Agama RI, 1986 : 644)
22
Ayat tersebut menjelaskan bahwa begitu besar hikmah yang
terkandung dalam pernikahan. Dengan melakukan pernikah,
manusia akan mendapatkan kepuasan jasmaniyah dan rohaniyah.
Yakni kasih sayang, ketenangan, ketentraman dan kebahagiaan
hidup.
Surat an-Nisa’ 3 :
انسبءيث ايبطبة نكى ي كذ فب ز اف ان خفزى ٲنب رمسط ٳ
بكى رانك أد يبيهكذ أ ادذحأ اف خفزى أنبرؼذن سثغ فٳ ثهبس
نا (:انسبء )أنبرؼ
Artinya : “Dan jika kamu takut tidak akan berlaku adil terhadap
(hak-hak) perempuan yang ystim (bilamana kamu
mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain)
yang kamu senangi: dua, tiga, atau empat. Kemudian
jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka
(kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu
miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada
berbuat aniaya.” (Q.S an-Nisa : 3)(Departeman Agama
RI, 1986: 115)
Ayat tersebut sangat jelas sebagai perintah dari Allah
untuk menikah (mengawini perempuan). Bahkan Allah
memberikan kelonggaran untuk menikahi perempuan sampai empat
orang, asalkan mampu untuk berbuat adil terhadap para istrinya.
Dalam hadis Rasulullah SAW dijelaskan :
كى انجبءح اسزطبع ي و ٬بيؼششانشجبة ي ثبنص إنبفؼه ج زض فه
جبء ن (سا انجخبس يسهى)فئ
23
Artinya : “Wahai para pemuda, barang siapa di antara kamu yang
mampu menikah, hendaklah dia menikah. Jika belum
mampu, hendaklah ia berpuasa karena puasa itu ibarat
pengebiri,” (HR. Muttafaq ‘alaih) (al-Asqalani, 1984:
356).
Nikah dapat disebut salah satu syari’at yang paling longgar
untuk dilakukan oleh orang yang sudah mampu dibebani dengan
tanggung jawab hukum syar’i, atau yang sering disebut mukallaf.
Apabila dikelompokkan dari beberapa pendapat ulama, hukum nikah
dapat berubah sesuai dengan situasi dan kondisi dari mukallaf itu sendiri.
Diantaranya yaitu :
a. Mubah sebagai asal hukumnya, hukum ini dikenakan bagi laki-laki
yang terdesak oleh alasan-alasan yang mewajibkan segera nikah
atau karena alasan-alasan yang mewajibkan segera kawin (Hasan,
2006: 9).
b. Sunnah, sekiranya seseorang telah mampu membiayai rumah
tangga dan juga keinginan berumah tangga, tetapi keinginan nikah
itu tidak dikhawatirkan menjurus kepada perbuatan zina (Hasan,
2006: 8).
c. Wajib, bagi orang yang telah mempunyai kemauan dan
kemampuan untuk nikah dan dikhawatirkan akan tergelincir pada
perbuatan zina (Ghazali, 2008: 18).
d. Haram, bagi orang yang tidak mempunyai keinginan dan tidak
mempunyai kemampuan serta tanggung jawab untuk melaksanakan
kewajiban-kewajiban dalam rumah tangga sehingga apabila
24
melangsungkan pernikahan akan terlantarlah dirinya dan istrinya
(Ghazali, 2008: 20).
e. Makruh, pernikahan berubah menjadi makruh apabila pernikahan
tersebut dilakukan oleh orang yang tidak dapat memenuhi nafkah
lahir batin (Hasan, 2006: 10).
3. Rukun dan Syarat Perkawinan (Rofiq, 1998: 71-72)
Dalam pernikahan ada beberapa syarat dan rukun yang harus
dipenuhi, agar pernikahan itu menjadi sah dan sempurna. Adapun yang
menjadi rukun nikah adalah :
a. Calon mempelai laki-laki dan perempuan
Keberadaan calon pengantin laki-laki dan perempuan
mutlak adanya dalam pernikahan. Namun ada hal-hal yang perlu
diperhatikan kaitannya dengan calon pemgantin adalah :
1. Antara calon pengantin laki-laki dan perempuan bukan muhrim.
Ketentuan ini berdasarkan surat an-Nisa’ 23. Apabila ditarik
kesimpulan ada tiga golongan muhrim, yaitu :
1) Golangan pertama karena pertalian darah :
Anak kandung perempuan/anak kandung laki-laki;
Ibu kandung/bapak kandung;
Saudara perempuan kandung/saudara laki-laki
kandung;
25
Keponakan perempuan/anak perempuan saudara
kandung laki-laki;
Keponakan perempuan/anak perempuan saudara
kandung perempuan;
Bibi (dari ayah);
Bibi (dari ibu);
2) Golongan kedua karena susuan, yaitu :
Perempuan yang pernah menyusui;
Perempuan sesusuan (anak perempuan dari
perempuan yang pernah menyusui);
3) Golongan karena semenda, yaitu :
Mertua perempuan/mertua laki-laki;
Anak perempuan tiri (apabila sudah mencampuri
ibunya). Namun bila belum mencampuri ibunya,
maka anak perempuan tiri boleh dinikahi;
Menantu perempuan/juga menantu laki-laki;
Menikahi dua orang perempuan bersaudara sekaligus,
kecuali menikahi ipar perempuan dari istri yang telah
dicerai;
Ibu tiri sekalipun sudah dicerai oleh ayahnya;
2. Calon pengantin harus seagama (sama-sama beragama Islam)
3. Calon pengantin sedang tidak terikat perkawinan dengan orang
lain.
26
4. Bukan wanita musyrik/kafir.
b. Wali
Wali merupakan orang yang memberikan izin
berlangsungnya akad nikah antara laki-laki dan perempuan. Wali
nikah hanya ditetapkan bagi pihak pengantin perempuan.
Adapun dalil yang digunakan adanya wali sebagai rukun
nikah adalah sebagai berikut :
(: البقره )فال تعضلواىي أى ينكحي
Artinya : ….”maka janganlah kamu menghalangi mereka, kawin
lagi dengan bakal suaminya”…. (al-Baqarah: 232).
(Departemen Agama RI, 1986: 56)
Ayat ini sebenarnya tidak lebih sekedar hanya
menunjukkan larangan atau kerabat atau keluarga wanita untuk
tidak menghalangi pernikahannya. Maka larangan tersebut tidak
dapat dipahami persetujuan wali menjadi syarat syah akad nikah,
baik pengertian majasi atau hakiki. Ayat tersebut turun dalam
peristiwa ma’qul bin Yasar yang berjanji tidak akan menikahkan
saudara perempuannya dengan orang yang menceraikannya.
Sedangkan dalam hadits Rasulullah SAW :
ب لبل اهلل ػ سض أث س ػ أث ي اث ثشدح ػ : ػ
سهى ل اهلل صه اهلل ػه : لبل سس ن س ادذ)ال كبح اال ث
(االسثؼخ
Artinya : Dari Abu Burdah dari Abi Musa dari ayahnya r.a telah
berkata : telah bersabda Rasulullahi SAW : Tidak sah
nikah kecuali ada wali (Diterangkan Ahmad bin Hanbal
dalam riwayat Ibnu Abdullah) (al-Asqalani, 1984: 362)
27
Berdasarkan hadis tersebut, jumhur ulama, termasuk Imam
Syafi’i dan ahmad bin Hanbal berpendapat bahwa seorang
perempauan tidak dibenarkan menikahkan dirinya sendiri maupun
perempuan selainnya. Sebab berdasarkan ketentuan dalil tersebut
perwalian merupakan persyaratan yang harus dipenuhi demi
keabsahan akad nikah. Sedangkan menurut Abu Hanifah dan Abu
Yusuf seorang perempuan yang baligh, berakal dan mampu
menguasai dirinya, diperbolehkan melangsungkan akad nikah bagi
dirinya sendiri baik itu gadis ataupun janda. (Rofiq, 1998: 84)
Untuk sahnya orang yang menjadi wali dn dua orang saksi
harus memenuhi 6 syarat berikut ini:
1) Islam
2) Baligh
3) Sehat akalnya
4) Merdeka (bukan budak)
5) Laki-laki
6) Adil
Sedangkan orang-orang yang berhak menjadi wali sesuai
dengan urutannya adalah:
1) Ayah
2) Kakek (ayah dari ayah)
3) Saudara laki-laki sekandung
28
4) Saudara laki-laki seayah
5) Keponakan dari saudara laki-laki sekandung
6) Keponakan laki-laki dari saudara laki-laki seayah
7) Anak laki-laki paman (Rofiq, 1998: 87)
Dalam pernikahan dikenal juga adanya beberapa macam
wali, yaitu :
1) Wali Mujbir yiatu wali yang mempunyai hak untuk memaksa
gadisnya menikah dengan laki-laki dengan batas yang wajar.
Yang termasuk wali mujbir adalah garis keturunan ke atas
dengan perempuan tersebut yang akan menikah.
2) Wali Nasab, yaitu wali nikah yang mempunyai hubungan
keluarga calon pengantin perempuan. Wali ini terdiri dari
saudaara laki-laki sekandung, bapak paman, beserta
keturunannya menurut garis patrinial (laki-laki).
3) Wali Hakim, yaitu bila semua wali di atas tidak ada, maka
penguasa dapat ditunjuk dengan kesepakatan kedua belah
pihak ( calon istri-suami) menjadi wali untuk menikahkannya
(Rofiq, 1998 : 85).
c. Dua orang saksi
Tentang saksi, sebagian fuqaha berpendapat bahwa saksi
menjadi salah satu syarat sah dari sebuah perkawinan. Saksi harus
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
1) Islam;
2) Baligh/Dewasa;
29
3) Merdeka;
4) Laki-laki;
5) Adil;
6) Hadir dalam ijab qobul;
7) Mengerti maksud ijab qabul (Rofiq, 1998 : 71).
d. Ijab qabul
Para ulama menegaskan bahwa ijab qabul atau akad nikah
yang disertai dengan syarat-syarat adalah sah, sepanjang akad
tersebut berisi hal-hal yang memang yang menjadi tujuan atau
merupakan esensi dari pernikahan. Adapun syarat-syarat ijab qabul
adalah :
1) Adanya pernyataan mengawinkan dari wali;
2) Adanya pernyataan menerima dari calon mempelai laki-laki;
3) Memakai kata-kata nikah, tazwij atau atau terjemahan dari kata
nikah atau tazwij ;
4) Antara dan qabul bersambungan, artinya tidak ada penundaan
diantara keduanya;
5) Antara ijab dan qabul jelas maksudnya;
6) Orang yang berkaitan dengan ijab dan qabul tidak sedang
dalam ihram haji/umrah;
7) Majelis ijab dan qabul itu harus dihadiri minimal empat orang,
yaitu calon mempelai pria atau wakilnya, wali dari mempelai
wanita atau wakilnya dan dua orang saksi (Rofiq, 1998 : 72)
4. Tujuan Pernikahan dalam Islam
30
Ketika Allah SWT mensyari’atkan pernikahan, tentunya banyak
mengandung tujuan dan hikmah yang terkandung didalamnya. Tujuan-
tujuan penikahan sesuai dengan firman Allah Swt dalam al-Qur’an
antara lain dapat dijabarkan sebagai berikut:
a. Menentramkan hati dan mewujudkan kasih sayang
Agar tidak menyimpang dari syari’at, perwujudan kasih
sayang antar lawan jenis haruslah dengan cara yang relevan menurut
ajaran agama, yaitu dengan menikah. Banyak terjadi kekeliruan pada
jaman sekarang ini dalam hal mengartikan kasih sayang, diantaranya
bermesraan, berpacaran, dan bahkan berzina dengan mengatas
namakan kasih sayang, karena diluar pernikahan, semua itu haram
hukumnya dalam Islam. Maka hanya dengan pernikahan seseorang
akan dapat merasakan kasih sayang yang sesungguhnya, dan juga
mendapatkan ketentraman hidup sesuai dengan janji Allah dalam al-
Qur’an.
Potensi cinta kasih, mawaddah dan rahmah yang di
anugerahkan Allah kepada pasangan suami istri adalah satu tugas
yang berat tetapi mulia. Malaikatpun berkeinginan untuk
melaksanakannya, akan tetapi kehormatan itu diserahkan kepada
manusia. Agar tugas tersebut dapat dipikulnya, maka Allah
menciptakan kecenderungan kepada lawan seks, anak, dan aneka
harta benda. Naluri terhadap lawan jenis itulah yang menjadikan
manusia mampu melanjutkan generasi dan membangun dunia ini
(Shihab, 2007 : 78).
31
b. Untuk meningkatkan ibadah kepada Allah
Menurut konsep Islam, hidup sepenuhnya untuk beribadah
kepada Allah dan berbuat baik kepada sesama manusia. Dari sudut
pandang ini, rumah tangga adalah salah satu lahan subur bagi
peribadatan dan amal shalih di samping ibadat dan amal-amal shalih
yang lain, sampai-sampai menyetubuhi istri-pun termasuk ibadah
(sedekah) (http://tausyah.wordpress.com)
Rasulullah Saw bersabda :
يبنك أس اث ذاهلل : ػ سهى د صه اهلل ػه انج أ
د أرض أفطش٬ اصى٬ أبو٬ أب أصه٬ لم نك أث ػه
س ي سـز فه سغت ػ (سا انجخبسيسهى) انسبء٬ ف
Artinnya : “Dari Anas bin Malik: sesungguhnya Nabi Saw telah
memuji Allah dan mengagungkanNya dan beliau
bersabda : “ Namun aku sendiri shalat, tidur, puasa,
berbuka dan menikahi perempuan. Maka barangsiapa
membenci sunnahku(tata kehidupanku), ia bukan
termasuk golonganku” (H.R Bukhari dan Muslim)
Dari hadits di atas, telah jelas bahwa nikah merupakan
sunnah rasul, yang harus di ikuti oleh semua ummatnya, bahkan
Rasulullah Saw tidak menganggap sebagai golongan dari ummatnya
pada seorang yang tidak menikah, disinilah maka nikah menjadi
salah satu sarana ibadah untuk meningkatkan ketakwaan kita kepada
Allah Swt.
32
c. Menahan nafsu syahwat, membentengi diri dari syaitan, dan menjaga
kemaluan
Islam mengakui adanya insting tersebut, maka dalam Islam
tidak membiarkan semuanya tanpa ikatan batas, akan tetapi untuk
menyalurkannya, Islam membuat batasan-batasan, maka
disyari’atkanlah pernikahan dan diharamkan penyaluran insting
tersebut dengan selain pernikahan.
Pernikahan juga merupakan kekuatan dan sarana untuk
membersihkan hati dan badan. Karena itu, rasulullah SAW
memerintahkan kepada siapa saja yang tegoda karena melihat
wanita, maka segeralah ia mendatangi istrinya (Syarqawi, 2003 : 4)
Dengan demikian, perkawinan merupakan jalan untuk
menyalutkan naluri manusia dan memenuhi kebutuhan biologisnya
dengan tepat dan benar, serta terpelihara keselamatan agamanya.
Bila seseorang belum mampu untuk menikah, hendaklah ia menahan
diri dengan cara berpuasa.
Tujuannya ialah untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, agar
dia mempunyai daya tahan mental dalam menghadapi godaan
syaitan (berbuat zina) (Subhan, 2004 : 34)
d. Membentuk keluarga dalam sebuah masyarakat Islami
Keluarga merupakan struktur masyarakat yang paling kecil.
Islam memberikan perhatian terhadap kealuarga. Islam melatakkan
dasar-dasar yang dapat menjamin tegak dan langgengnya keluarga
dalam bentuk yang bisa mengangkat derajatnya, menguatkan
33
hubungan di antara para anggota keluarganya dan membeaarikan
jaminan keamanan dan ketentraman bagi hidupnya, jika keluarga
tersebut sesuai deangan syari’at yang telah digariskan dalam Islam.
Islam mengatur hak dan kewajiban masing-masing pasangan
suami istri, apabila keduanya dapat melaksanakannya secara
konsisten, maka keluarga akan mendapatkan ketenangan,
ketenteraman, kasih sayang serta kebahagiaan
(http://tausyah.wordpress.com).
e. Melanjutkan generasi muslim sebagai pengemban risalah Islam
(http://tausyah.wordpress.com)
Dari hasil pernikahan, diharapkan akan tumbuh generasi
muslim yang shalih dan shalihah, yang nantinya akan mengemban
tugas, melanjutkan perjuangan untuk berdakwah dan
mengembangkan risalah Islam, sehingga perjuangan para ulama
terdahulu dan perjuangan kita sekarang akan terus
berkesinambungan dan makin berkembang demi tegaknya risalah
Islam di muka bumi ini.
Pada akhirnya, tujuan dekat dari pernikahan setiap pasangan
manusia adalah untuk meraih sakinah dengan pengembangan potensi
mawaddah dan rahmat, sedangkan tujuan akhirnya adalah
melaksanakan tugas kekhalifahan di bumi dalam pengabdian kepada
Allah SWT. (Shihab, 2007: 80)
34
B. Tinjauan Tentang Keluarga Sakinah
1. Pengertian Keluarga Secara Umum
Keluarga sudah menjadi istilah yang tidak asing dalam masyarakat.
Bila mendengar kata keluarga pasti asumsi yang ada dalam pikiran kita
adalah suatu kelompok yang biasanya terdiri dari bapak, ibu dan anak-
anaknya (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1995 : 471)
Keluarga adalah sekelompok orang yang mempunyai hubungan
kekerabatan karena hubungan perkawinan atau pertalian darah
(http://blogspot.com). Berdasarkan pengertian tersebut, maka pengertian
keluarga secara umum dapat dibedakan menjadi :
a. Keluarga inti atau keluarga batih (primary group) terdiri atas bapak,
ibu, dan anak, disana terjalin hubungan kekeluargaan;
b. Pasangan yang menikah maupun tidak, tanpa anak;
c. Kelompok yang terdiri dari seorang bapak dan ibu yang menikah atau
tidak, yang cerai ataupun yang ditinggal bersama anak-anaknya;
d. Kelompok anak yang ditinggalkan orangtuanya;
e. Seorang yang hidup berpoligami dengan atau tanpa anak;
f. Beberapa sanak saudara dengan anak-anak yang berumah tangga.
(Subhan, 2004 : 1-2)
Susunan keluarga ini bertalian dengan hakikat kedudukan
perkawinan dalam tata masyarakat. Dalam kehidupan sehari-hari, kata
keluarga dipakai dalam beberapa pengertian, yaitu sanak saudara, kaum
kerabat, orang seisi rumah, suami istri, anak, kelompok ornag yang
beradan dalam suatu naungan organisasi tertentu (misalnya keluarga
35
Nahdhatul Ulama, keluarga Muhamadiyyah) dan masyarakat terkecil
berbentuk keluarga lainnya. (Subhan, 2004: 3)
2. Pengertian Keluarga Sakinah
Menurut M. Quraish Shihab (2006: 136) kata sakinah terambil dari
bahasa Arab yang terdiri dari huruf-huruf sin, kaf, dan nun yang
mengandung makna "ketenangan" atau antonim dari kegoncangan dan
pergerakan. Berbagai bentuk kata yang terdiri dari ketiga huruf tersebut
kesemuanya bermuara pada makna di atas.
Kata sakinah disebut enam kali di dalam al-Qur’an, dengan makna
dan konteks yang berbeda-beda(Subhan, 2004: 3), yaitu:
Surat al-Baqarah ayat 248:
هي ربكن وبقية هوا ترك ال هوسىسكينة أى يأتكن التابوت فيو
(٨: البقره ).. وال ىاروى تحولو الوالءكة
Artinya : Ialah kembalinya tabut kepadamu, didalamnya terdapat
ketenangan dari Tuhanmu dan sisa dari peninggalan
keluarga Musa dan keluarga Harun; tabut itu dibawa oleh
malaikat. (Q.S al-Baqarah : 248) (Departemen Agama RI,
1986 : 61)
Surat at-Taubah ayat 26 :
ضل اهلل سكينتهثى أ ؤي ػه ان (٦: انزث ) ػه سسن
Artinya : Kemudian Allah menurunkan ketenangan kepada Rasul-Nya
dan kepada orang-orang yang beriman (Q.S at-Taubah :
26) (Departemen Agama RI, 1986 : 281)
Surat at-Taubah ayat 40 :
ضل اهلل ب سكينته فؤ أذ ثجذ نى رش (: انزثخ )ػه
36
Artinya: Maka Allah menurunkan ketenangan-Nya kepada
(Muhammad) Dan membantunya dengan tentara yang
kamu tidak melihatnya (Q.S at-Taubah : 40) (Departemen
Agama RI, 1986 : 285).
Surat al-Fath 18:
ى فؤضل له ث جب السكينة فؼهى يب ف ى فزذب لش اثبث ى (٨: انفزخ )ػه
Artinya: Maka Allah mengetahui apa yang ada dalam hati mereka
lalu menurunkan ketenangan atas mereka dan balasan
kepada mereka dengan ketenangan yang dekat. (Q.S. al-
Fath : 4) (Departemen Gama RI, 1986 : 840)
Surat al-Fath ayat 4:
ضل أ انز بب السكينة ا إ نضداد ؤي ة ان له (: انفزخ ) ف
Artinya : Dialah yang menurunkan ketenangan-ketenangan ke dalam
hati orang-orang yang beriman supaya keimanan mereka
bertambah. (Q.S al-Fath : 4) (Departemen Agama RI, 1986
: 837).
Surat al-Fath ayat 26 :
ضل اهلل هخ فؤ خ انجب خ د ى انذ كفشا ف لهث سكينتهإر جؼم انز
ؤي ػه ان (٦: انفزخ )ػه سسن
Artinya : Ketika orang-orang kafir menanamkan dalam hati mereka
kesombongan (yaitu) kesombongan jahiliyah lalun Allah
menurunkan ketenangan kepada Rasul-Nya dan kepada
orang-orang yang beriman. (Q.S al-Fath : 26) (Departemen
Agama RI, 1986 : 842).
Munculnya istilah sakinah sesuai dengan firman Allah surat ar-
Rum ayat 21 yang menyatakan bahwa tujuan berumah tangga adalah
untuk mencari ketenangan dan ketenteraman atas dasar mawaddah dan
37
rahmah, saling mencintai dan penuh rasa kasih sayang antara suami dan
istri. Firman Allah berfirman dalam surat ar-Rum ayat 21:
دح كى ي جؼم ث ب ا إن اجب نزسك فسكى ٲص ٲ خهك نكى ي ٲ آر أ ي ر نك ف خ إ سد و زفكش بد نم (:الروم ) نؤ
Artinya :“Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya yaitu Dia telah
menciptakan untukmu istri- istri dari jenis kamu sendiri
supaya kamu merasa tenang kepadanya dan Dia telah
menjadikan rasa cinta dan kasih sayang diantara kamu.
Sesungguhnya hal yang demikian itu benar-benar menjadi
tanda bagi orang-orang yang mau berpikir.” (Q.S. ar-Rum :
21) (Departeman Agama RI, 1986 : 644)
Pisau dalam bahasa Arab disebut sikkin, karena ia adalah alat
yang membuat binatang yang disembelih menjadi tenang, tidak bergerak,
yang sebelumnya meronta. Akan tetapi sakinah karena perkawinan
adalah ketenangan yang dinamis dan aktif tidak seperti kematian
binatang. (Shihab, 2000: 192)
Kata sakinah yang sering diartikan dengan damai atau tenang dan
tenteram, adalah semakna dengan sa’adah yang bermakna bahagia,
keluarga yang penuh rasa kasih sayang dan memperoleh rahmat Allah
SWT (Mubarok, 2005: 148). Keluarga sakinah adalah keluarga yang
setiap anggotanya merasakan suasana tenteram, damai, bahagia, aman
dan sejahtera lahir bathin. Sejahtera lahir adalah bebas dari kemiskinan
harta dan tekanan-tekanan penyakit jasmani. Sedangkan sejahtera batin
adalah bebas dari kemiskinan iman, serta mampu mengkomunikasikan
dalam kehidupan keluarga dan masyarakat (Subhan, 2004: 7). Pendapat
di atas, menunjukkan bahwa Keluarga Sakinah memiliki Indikator
38
sebagai berikut: Pertama, setia pada pasanagan hidup; Kedua, menepati
janji; Ketiga, komunikatif; Keempat, saling pengertian; Kelima,
berpegang teguh pada Agama.
3. Unsur-unsur dan Ciri Keluarga Sakinah
Unsur keluarga secara umum jika dijabarkan meliputi :
a. Seorang laki-laki yang berstatus sebagai suami.
b. Seorang perempuan yang berstatus sebagai istri.
c. Anak-anak.
d. Sanak keluarga lainnya. (Musnamar, 1992: 57)
Sebuah keluarga dapat dinilai, apakah termasuk keluarga sakinah
atau bukan, ada beberapa unsur yang dapat dijadikan barometer keluarga
sakinah, antara lain :
1) Sakinah, menurut Ibrahim al-Baqi sebagaimana dikutip Quraish
Shihab, dalam bahasa al-Qur’an adalah “litaskunu ilaiha” yang
mempunyai arti ketenangan, ketenteraman dan saling mencintai.
Sedangkan,
2) Mawaddah, adalah kelapangan dada dan kekosongan jiwa dari
kehendak buruk. Dia adalah cinta yang plus. Bukankah yang
mencintai,sesekali hati kesal sehingga cintanya pudar bahkan putus.
Tetapi yang bersemi dalam hati yang mawaddah, tidak lagi akan
memutuskan hubungan seperti yang bisa terjadi pada orang yang
bercinta. Hal ini karena hatinya begitu lapang dan kosong dari
keburukan sehungga pintu-pintunya pun telah tertutup untuk
dihinggapi keburukan lahir dan batin. Dan,
39
3) Rahmah, adalah kondisi psikis yang muncul dalam hati akibat
menyaksikan ketidakberdayaan sehingga mendorong yang
bersangkutan untuk memberdayakannya. Karena itu dalam kehidupan
rumah tangga akan bersungguh-sungguh bahkan bersusah payah demi
mendatangkan kebaikan bagi pasangan serta menolak segala yang
mengganggu dan mengeruhkannya (Shihab, 2000: 208-209)
Apabila ketiga hal di atas terdapat dalam sikap suami isteri, maka
niscaya Keluarga yang mereka bangun akan menjadi keluarga sakinah
sesuai dengan syari’at Islam dan juga sesuai dengan yang mereka
harapkan. Adapun keluarga yang sakinah adalah keluarga yang memiliki
ciri-ciri sebagai berikut :
a) Kehidupan beragama dalam keluarga.
b) Mempunyai waktu untuk bersama.
c) Mempunyai pola komunikasi yang baik bagi sesama anggota
keluarga.
d) Saling menghargai antara satu dengan yang lainnya.
e) Masing-masing merasa terikat dalam ikatan keluarga sebagai
kelompok.
f) Bila terjadi suatu masalah dalam keluarga mampu menyelesaikan
secara positif dan konstruktif. (Musthofa, 2003: 12)
4. Fungsi dan Peran Keluarga Sakinah
Apabila keluarga yang dibangun betul-betul menjadi keluarga
yang sakinah, tentu akan menghasilkan generasi yang baik menjadi
40
tumpuan bangsa negara dan agama. Sehingga terbentuknya keluarga
sakinah mempunyai fungsi dan peran sebagai berikut :
a. Membentuk Manusia Bertaqwa
Islam membina dan mendidik kehidupan manusia atas
landasan ajaran tauhid, kemudian akan tumbuh iman dan akidah ,
setelah memahami makna keduanya akan memmbuahkan amal ibadah
dan amal salih lainnya. Amal perbuatan yang dijiwai oleh iman dan
terus menerus dipelihara akan menciptakan suatu sikap hidup seorang
muslim yang disebut taqwa (Subhan, 2004 : 17).
Ada beberapa ayat al-Qur’an yang menjelaskan tentang makna
taqwa, antara lain :
كى سؤركى كفشػ رزما هلل جؼم نكى فشلبب ا إ آي ب انز ب أ
غفشنكى اهلل رانفضم انؼظى (۹:االفبل )
Artinya : Hai orang-orang yang beriman jika kamu bertaqwa kepada
Allah, niscaya Dia akan memberikan kepadamu al-Furqan
(petunjuk yang dapat membedakan antara yang baik/benar
dan yang salah/batil) dan menghapus segala kesalahan-
kesalahan dan mengampuni (dosa-dosa)mu. Dan
sesungguhnya Allah mempunyai karunia yang besar (Q.S
al-Anfal : 29) (Departeman Agama RI, 1986 : 265).
Orang tua berperan sebagai penanggung jawab keluarga.
Apabila pembinaan ketaqwaan ini telah dimulai sejak dini, sejak masa
kanak-kanak, maka perkambangan dan pembinaannya pada saat
dewasa kelak akan lebih mudah. Pembinaan ini dapat ditempuh
melalui pendidikan keluarga, sekolah, atau lingkungan masyarakat,
baik formal maupun informal.
41
Maka pada perkembangan selanjutnya akan melahirkan
manusia-manusia bertaqwa yang siap untuk membentuk keluarga
sakinah yang baru. Dengan demikian, keluarga yang sakinnah
mempunyai hubungan timbal balik yang sangat erat kaitannya
terhadap ketaqwaan. Manusia yang bertaqwa dilahirkan oleh keluarga
sakinah, sebaliknya juga, ketaqwaan dapat memberikan makna bagi
kehidupan manusianya serta memperkokoh dan melahirkan kekluarga
sakinah, sehingga masyarakat menjadi sejahtera (Subhan, 2004 : 24).
b. Membentuk Masyarakat Sejahtera
Masyarakat sejahtera adalah masyarakat di mana seluruh
anggotanya merasa aman dan tenteram dalam kehidupannya, baik
secara individu maupun kelompok, baik jasmani maupun rohani.
Sehingga untuk menciptakan masyarakat yang sejahtera dibutuhkan
beberapa persyaratan. Persyaratan tersebut antara lain, adanya
keseimbangan dalam keberagamaan, ekonomi dan sosial disamping
tumbuhnya perhatian untuk kesejahteraan anggota masyarakat
lainnya. Masyarakat sejahtera akan menjadi tempat bernaung bagi
manusia-manusia bertaqwa yang melahirkan keluarga sakinah. Dalam
masyarakat yang sejahtera manusia yang bertaqwa dapat mewujudkan
dan mengapresiasikan ketaqwaannya dengan baik, sebagai hamba
Allah yang selalu taat sehingga rasa sosial dapat direalisasikan untuk
membentuk masyarakat sejahtera.
42
Melalui masyarakat sejahtera akan tercapai tujuan kehidupan
manusia di bumi, yaitu untuk beribadah kepada Allah SWT dan
mengusahakan kesejahteraan umat manusia pada umumnya.
Masyarakat sejahtera akan dapat terwujud apabila setiap keluarga
yang ada merupakan keluarga-keluarga sakinah. Sebagai lembaga
keluarga yang bernuansa kehidupan dunia dan akhirat, keluarga
sakinah sanggup melahirkan manusia bertaqwa yang mampu
bertanggungjawab atas kesejahteraan manusia lain, dan sanggup
mewujudkan terbentuknya masyarakat sejahtera.
Dengan demikian, keluarga sakinah memiliki peran ganda,
yaitu di samping dapat melahirkan manusia-manusia bertaqwa, juga
keluarga-keluarga sakinah dalam jumlah besar tentunya akan mampu
melahirkan masyarakat yang sejahtera. (Subhan, 2004: 25-27)
C. Problematika Kehidupan Berkeluarga
Keluarga sakinah, keluarga yang bahagia, penuh cinta dan kasih sayang
merupakan dambaan setiap keluarga muslim di manapun. Namun pada
kenyataanya tidak semua orang bisa dan mampu untuk mewujudkannya. Ada
berbagai masalah, besar maupun kecil yang sering kali merintangi laju
bahtera rumah tangga seseorang. Hal itu terjadi baik karena kurangnya
pengetahuan, kurangnya komunikasi antara suami isteri, atau antara anak
dengan orang tua, dan juga berbagai masalah rumah tangga sehari-hari
lainnya yang sering dijumpai baik karena kekurangan dari masing-masing
anggota keluarga terasebut, maupun faktor ekternal adanya campur tangan
pihak luar. (Shiddieq, 2004: 104)
43
Kehidupan dalam berumah tangga sudah pasti akan menghadapi
berbagai persoalan, baik yang menyenangkan maupun tidak, yang mudah
untuk diselesaikan maupun yang sulit untuk di atasi, yang antara lain :
1. Problem Seksual
Seks bukanlah segalanya, namun dalam kehidupan rumah tangga
sangat menentukan kebahagiaan suami isteri. Karena itu kehidupan seks
suami isteri juga kerap menjadi penyebab ketidak harmonisan rumah
tangga. Problem seks inilah yang sering terjadi dalam kehidupan rumah
tangga seseorang yang mengganggu keharmonisan suami isteri dan tidak
jarang menjadi penyabab terjadinya perselingkuhan atau bahkan berujung
perceraian, hal ini disebabkan kurangnya komunikasi antara suami isteri
didalam rumah tangga.
2. Problem Ekonomi
Masalah ekonomi juga merupakan faktor yang sangat sensitif dan
rentan dalam menimbulkan problem dalam rumah tangga. Bukan hanya
masalah kekurangan materi yang bisa menimbulkan keretakan rumah
tangga, tapi ekonomi yang cukup, bahkan berlebih, kerap kali juga
menimbulkan masalah tersendiri. Yang sering terjadi adalah masalah
dalam pengaturan keuangan keluarga dan pembagian harta warisan.
Kesulitan ekonomi dapat menjadi sebab terjadinya perceraian juga,
walaupun ini bukan merupakan faktor utama dan satu-satunya. Karena
ketidakstabilan ekonomi atau belum adanya pekerjaan tetap, baik suami
maupun isteri akan sulit mewujudkan keluarga harmonis seperti yang
diinginkan dalam sebuah mahligai rumahtangga.
44
3. Problem Emosi
Emosi adalah problematika yang paling umum dalam sebuah rumah
tangga. Pengendalian emosi yang kurang, menimbulkan egoisme pada
masing-masing anggota keluarga, menyebabkan amarah, perselisihan, dan
atau bahkan pertengkaran juga penyiksaan fisik. Emosi jugalah yang
menyebabkan suami isteri pisah ranjang, pisah rumah, bahkan bercerai.
Terlepas dari apapun penyebab terjadinya pertengkaran antara suami isteri,
yang membuat suasana memanas adalah emosi yang tidak terkontrol.
Maka baik suami maupun isteri harus harus mau belajar dan berusaha
untuk mengendalikan emosi, demi kebaikan pribadi dan kebahagiaan
rumah tangganya. Masing-masing harus mau saling menyadari dan
menerima kesalahannya, harus mau saling minta maaf dan memaafkan
satu dengan yang lainnya.
4. Problem Keturunan
Anak adalah amanat Allah bagi manusia sekaligus buah hati mereka,
buah cinta dan pengikat tali kasih sayang. Kehadiaran anak akan membuat
suasana rumah menjadi hangat, semakin ceria, penuh canda tawa dan
bahagia. Namun persoalan anak juga sering kali menimbulkan masalah
dalam rumah tangga, baik bagi suami isteri yang telah memiliki anak, yang
belum punya, maupaun yang sudah divonis medis tidak akan dapat
memiliki anak.
Bagi keluarga yang tidak bisa atau belum bisa mendapatkan
keturunan, masalah yang timbul biasanya akan saling menyalahkan siapa
yang tidak tidak bisa menghasilkan keturunan tersebut, sedangkan bagi
45
pasangan yang sudah di anugerahi keturunan, problem muncul biasanya
ketika anak susah diatur, tidak sesuai dengan keinginan orang tua, atau
terlalu banyak anak sehingga menyulitkan dalam hal pengaturan dan
pembagian waktu dan perhatian terhadap anak-anak. Hal ini juga berkaitan
erat dengan problem ekonomi.
5. Problem Pendidikan
Problem yang terkadang timbul dari pendidikan ini adalah ketika
antara suami dan istri tidak sesuai atau seimbang, dalam hal ini akan
menimbulkan masalah yaitu tentang cara mendidik anak, dan ini terjadi
apabila tidak ada kesepakatan antara suami istri dalam mengambil
keputusan. Bukan berarti tidak diperbolehkan perkawinana antara suami
istri yang tidak setara pendidikannya, akan tetapi yang paling penting
adalah kesepakatan tentang pandangan hidup itulah yang harus
dikedepankan.
Problem pendidikan juga kadang timbul dari pihak anak, dimana
kadang-kadang anak mogok untuk melanjutkan pendidikannya atau
jurusan yang diambil tidak sesuai dengan keinginan orang tuanya.
6. Problem Pekerjaan
Seoarang suami yang menjadi kepala keluarga, sekaligus tulang
punggung pencari nafkah dalam keluarga, terkadang terlalu sibuknya
sehingga sehingga keadaan istri dan anak-anaknya kurang ia perhatikan.
Istri merasa tidak mendapat perhatian dari suaminya, padahal selain nafkah
lahir, nafkah batin juga harus dipenuhi. Selain itu, ada juga yang bukan
hanya suami yang bergulat dengan pekerjaan, tapi istri juga seorang wanita
46
karir, yang lebih sering diluar rumah untuk pekerjaannya dibanding
kebersamaan untuk keluarganya. Padahal, fungsi dan peran seorang ibu
juga penting dalam perkembangan anak-anaknya dilingkungan keluarga.
(Pujosuwarno, 1994: 72-78 )
Kenyataan akan adanya problem yang berkaitan dengan pernikahan
dan kehidupan keluarga, yang sering kali tidak bisa di atasi sendiri oleh
yang terlibat dengan masalah tersebut, menunjukkan bahwa diperlukan
adanya konseling dari orang lain untuk turut serta mengatasi masalahnya
tersebut. Selain itu kenyataan bahwa kehidupan pernikahan dan keluarga
itu selalu ada saja masalahnya, menunjukkan pula perlunya bimbingan
islami mengenai pernikahan dan pembinaan kehidupan berkeluarga.
(Musnamar, 1992: 69)
D. Bimbingan dan Konseling Pernikahan dan Keluarga Islam
1. Pengertian Bimbingan dan Konseling Pernikahan dan Keluarga Islam
Sebelum membahas lebih jauh tentang pengertian Bimbingan dan
Konseling Islam, alangkah baiknya perlu dijelaskan terlebih dahulu
pengertian Bimbingan dan Konseling dalam pengertian umum. Rumusan
tentang bimbingan telah diusahakan orang satidaknya sajak awal abad
ke-20, yang diprakarsai pertama kali oleh Frank Parson pada tahun 1908.
Sejak saat itu, berbagai rumusan tentang bimbingan bermunculan sesuai
dengan perkembangan pelayanan ittu sendiri sesuai pekerjaan khas yang
ditekuni oleh para peminat dan ahlinya (Prayitno dan Amti, 1999 : 93).
47
Pengertian Bimbingan adalah proses pemberian bantuan yang
dilakukan oleh orang atau beberapa individu, baik anak-anak, remaja ,
maupun dewasa, agar orang yang dibimbing dapat mengembangkan
potensi dirinya sendiri dan mampu untuk mandiri; dengan memanfaatkan
kekuatan individu dan sarana yang ada dan dapat dikembangkan
berdasarkan norma-norma yang berlaku (Prayitno dan Amti, 1999 : 93)
Sedangkan kata Konseling secara etimologi berasal dari bahasa
latin yaitu consilium yang artinya dengan atau bersama yang dirangkai
dengan menerima atau memahami. Sedangkan dalam bahasa Anglo-
Saxon, istilah Konseling berasal dari kata sellan, yang berarti
menyerahkan atau menyampaikan. Menurutistilah, Konselaing adalah
proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara oleh
seorang ahli (disebut Konselor) kepada individu yang sedang mempunyai
masalah (disebut Klien) yang beujung pada teratasinya masalah yang
dialami klien (Prayitno dan Amti, 1999 : 93).
Tren yang sekarang berkembang dalam ilmu pengetahuan adalah
adanya fenomena Islamisasi ilmu pengetahuan atau Islamisasi Sains.
Yaitu adanya konsepsi bidang ilmu pengetahuan tertentu yang bercorak
Islami, yang sebelumnya konsepsi dasar ilmu pengetahuan tersebut
dikembangkan oleh Barat atau non muslim . Namun dalam konteks
Bimbingan dan Konseling ini adalah bahwa Islamisasi ilmu pengetahuan
bukan dalam arti akan mengislamkan teori-teori dan konsep-konsep ilmu
pengetahuan yang ada, atau menghapuskan yang ada dan
menggantikannya yang Islami, melainkan suatu upaya untuk
48
mengetengahkan suatu alternatif baru teori dan konsep ilmu pengetahuan
yang berasaskan dan bernafaskan ajaran Islam (Musnamar, 1992 : ix).
Dengan demikian, Bimbingan Islami adalah adalah proses
pemberian bantuan terhadap individu agar ,mampu hidup selaras dengan
ketentuan dan petunjuk Allah, sehingga dapat mencapai kebahagiaan
hidup di dunia dan akhirat (Faqih, 2001 : 4). Sedangkan pengertian
Konseling Islami adalah proses pemberian bantuan terhadap individu
agar menyadari kembali akan eksistensinya sebagai makhluk Allah,
sehingga dapat mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat (Musnamar,
1992 : 5)
Dengan berlandaskan pada rumusan bimbingan islami dan
konseling islami yang bersifat umum tersebut, maka Bimbingan dan
Konseling Perkawinan dan Keluarga Islami dapat dirumuskan adalah
sebagai proses pemberian bantuan terhadap individu agar dalam
meenjalani penikahan dan kehidupan berumah tangganya bisa selaras
dengan petunjuk Allah, sehingga dapat mencapai kebahagiaan hidup di
dunia dan akhirat (Musnamar, 1992 : 70).
2. Tujuan Bimbingan dan Konseling Perkawinan dan Keluarga Islam
Berdasarkan pengertian Bimbingan dan Konseling Perkawinan
dan Keluarga Islam di atas, dapat diketahui bahwa tujuan Bimbingan dan
Konseling Perkawinan dan Keluarga Islam adalah sebagai berikut
(Musnamar, 1992 : 71-72):
49
a. Membantu individu mencegah timbulnya problem-problem yang
berkaitan dengan pernikahannya, antara lain :
Membantu individu memahami hakekat pernikahan menurut
Islam;
Membantu individu memahami tujuan pernikahan dalam Islam;
Membantu individu memahami persyaratan-persyaratan
pernikahan menurut Islam;
Membantu individu memahami kesiapan dirinya untuk
menjalankan pernikahan menurut Islam;
Membantu individu melaksanakan pernikahan sesuai dengan
ketentuan syari’at Islam.
b. Membantu individu mencegah timbulnya problem-problem yang
berkaitan dengan kehidupan berumah tangganya, antara lain:
Membantu individu memahami hakekat kehidupan berumah
tangga (berkeluarga) menurut ajaran Islam;
Membantu individu memahami tujuan hidup berkaluarga
menurut Islam;
Membantu individu memahami cara-cara membina kehidupan
berkeluarga yang sakinah, mawaddah wa rahmah menurut
ajaran Islam;
Membantu individu memahami dan melaksanakan pembinaan
kehidupan berumah tangga sesuaai dengan ajaran Islam.
50
c. Membantu individu memahami melaksanakan pembinaan kehidupan
berumah tangga sesuai dengan ajarn Islam, yaitu dengan cara :
Membantu individu memahami problem yang dihadapinya;
Membantu individu memahami kondisi dirinya dan keluarganya
serta lingkungannya;
Membantu individu memahami dan menghayati cara-cara
mengatasi masalah pernikahan dan rumah tangga menurut ajaran
Islam;
Membantu individu menetapkan pilihan upaya pemecahan
masalah yang dihadapinya sesuai denganajaran Islam.
d. Membantu individu memelihara situasi dan kondisi pernikahan dan
rumah tangga agar tetap baik dan mengembangkannya agar jauh
lebih baik, dengan cara :
Memelihara situasi dan kondisi pernikahan dan kehidupan
berumah tangga yang semula terkena masalah dan telah terastasi
agar tidak menjadi bermasalah kembali;
Mengembangkan situasi dan kondisi pernikahan dan kehidupan
berumah tangga menjadi lebih baik (sakinah, mawaddah dan
rahmah).
3. Asas-asas Pernikahan dalam Islam yang harus disampaikan dalam
Konseling Keluarga Islam
Pada prinsipnya Bimbingan dan Konseling Perkawinan dan
Keluarga Islam bersumber pada al-Qur’an dan Hadits. Adapun asas-asas
51
dalam Bimbingan dan Konseling Perkawinan dan Keluarga Islam secara
spesifik adalah sebagai berikut :
a. Asas Kebahagiaan Dunia dan Akhirat (Musnamar, 1992 : 72).
Asas ini merupakan asas yang paling fundamental dalam
kehidupan manusia. Bila dapat diringkas bahwa tujuan hidup
manusia adalah mencari kebahagiaan dunia dan akhirat.
Sebagaimana Firman Allah :
لب ػزاة انبس ف اخشح دسخ ب دسخ : انجمشح )سثب آرب ف انذ
)
Artinya : Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami kebaikan di
dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharaklah kami dari
siksa api neraka. (Q.S al-Baqarah : 201) (Departeman
Agama RI, 1986 : 49).
Kebahagiaan yang dimaksud dalam hal ini adalah bukan
hanya kebahagiaan pribadi semata, tetapi juga seluruh anggota
keluarga; suami, isteri, anak dan anggota keluarga lainnya baik di
dunia maupun akhirat.
Allah Berfirman :
أفال رؼمه زم نهذاساخشح نهز ن ب اال نؼت يب انذبح انذ
(:االؼى )
Artinya : Dan tidak kehidupan ini selain dari main-main dan senda
gurau belaka. Dan sesungguhnya kehidupan di Kampung
akhirat itu lebuh baik bagi ornag-orang yang bertaqwa,
maka tidakkah kamu memahaminya? (Q.S al-An’am : 32)
(Departeman Agama RI, 1986 : 191).
52
b. Asas Sakinah, Mawaddah dan Rahmah (Musnamar, 1992 : 73).
Pernikahan dan pembentukan serta pembinaan keluarga
islami dimaksudkan untuk mencapai keadaan keluarga atau rumah
tangga yang Sakinah, mawaddah dan rahmah, keluarga yang
tenteram, bahagia penuh dengan kasih dan sayang. Dengan demikian
bimbingan dan konseling pernikahan dan keluatga islami berusaha
membantu individu untuk menciptakan kehidupan pernikahan dan
rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah tersebut.
Firman Allah SWT :
ي آر خهك أ نكى ٲ اجب ي فسكى ٲص ا ٲ ب نزسك جؼم إن
ر نك ف خ إ سد دح كى ي ث و زفكش بد نم (:الروم ) أل
Artinya :“Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya yaitu Dia telah
menciptakan untukmu istri- istri dari jenis kamu sendiri
supaya kamu merasa tenang kepadanya dan Dia telah
menjadikan rasa cinta dan kasih sayang diantara kamu.
Sesungguhnya hal yang demikian itu benar-benar menjadi
tanda bagi orang-orang yang mau berpikir.” (Q.S. ar-
Rum : 21) (Departeman Agama RI, 1986 : 644)
c. Asas Komunikasi dan Musyawarah (Musnamar, 1992 : 73).
Pernikahan merupakan penyatuan dua insan dengan jenis
kelamin yang berbeda, latar belakang, sifat dan karakter yang
berbeda. Tetapi dengan pernikahan mereka hendak menyatukan
pandangan , visi dan misi kehidupan secara bersama-sama. Untuk
mewujudkannya, maka dibutuhkan komunikasi yang baik diantara
keduanya. Pecahkan masalah dengan semangat musyawarah.
53
Dengan komunikasi dan musyawarah yang dilandasi dengan
ketulusan hati,rasa saling menghormati dan rasa kasih sayang, maka
kehidupan berkeluarga akan berjalan dengan tenteram. Artinya
mereka mampu menyelesaikan persoalan-persoalan rumah tangga
yang muncul dengan baik. Allah SWT berfirman :
ى ث س ى ش (٨: انشس )... أيش
Artinya : Dan urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah
antara mereka. ( Q.S asy-Syura : 38).
Badai rumah tangga, kadangkala memang relatif sulit untuk
dihindari dalam kehidupan berkeluarga. Maka antara suami dan isteri
harus berupaya menyelasaikannya dengan komunikasi dan
musyawarah yang baik. Namun apabila hal itu belum berhasil,
kehadiran pihak ketiga menjadi penting untuk membantu
penyelesaian konflik yang terjadi. Pentingnya pihak ketiga sebagai
juru damai ini sangat dianjurkan oleh Allah SWT, sesuai yang
difimankan-Nya :
ب إ ه أ ب ي دك ه أ ب ي ا دك ب فب ثؼث خفزى شمبق ث إ
شا ب خج ػه اهلل كب ب إ فك اهلل ث (۵: انسبء )شذا إصالدب
Artinya : Dan jika khawatir akan ada persengketaan diantara
keduanya, maka maka kirimlah seorang hakim (juru
damai) dari keluarga laki-laki dan keluarga perempuan.
Jika kedua orang hakim itu bermaksud perbaikan,
niscaya Allah member Taufiq kepada suami isteri itu.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Mengenal.(Q.S an-Nisa : 35) (Departeman Agama RI,
1986 : 123).
54
d. Asas Sabar dan Tawakkal (Musnamar, 1992 : 74)
Mempertahankan eksistensi sebuah keluarga yang sakinah,
mawaddah wa rahmah, memang bukanlah hal yang mudah. Salah
satu kunci yang harus dipegang adalah sikap sabar dan tawakkal
secara totalitas kepada Allah. Karena sudah menjadi kewajiban
manusia adalah berusaha, kemudian tawakkal, persoalan hasil akhir
adalah urusan Allah. Maka dalam Bimbingan dan Konseling
Pernikahan dan Keluarga Islam, membangun individu pertama dan
utama adalah bersikap sabar dan tawakkal dalam menaghadapi
persoalan-persoalan kehidupan rumah tangga. Apabila klien mampu
memahami makna sabar dan tawakkal , maka mereka mampu
memahami yang pasti ada dari suatu kejadian yang ada dari suatu
kejadian yang menimpanya.
ئب ا ش ركش فؼس أ ز كش ؼشف فئ ثبن ا ػب شش
شا شا كث خ (۹: انسبء )جؼم اهلل ف
Artinya : Dan bergaullah dengan mereka (isteri-isterimu)secara
patut (ma’ruf). Kemudian bila kamu tidak menyuakai
mereka, (maka bersabarlah) kerena mungkin kamu
tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan
padanya kebaikan yang banyak. (Q.S an-Nisa : 19)
(Departeman Agama RI, 1986 : 119).
e. Asas Manfaat (maslahat) (Musnamar, 1992 : 74)
Islam banyak memberikan alternatif pemecahan masalah
terhadap berbagai problem pernikahan dan keluarga, misalnya
dengan poligami dan perceraian. Dengan bersabar dan tawakkal
55
terlebih dulu diharapkan pintu pemecahan masalah pernikahan dan
rumah tangga mampu diselelesaikan dengan baik. Yang kesemuanya
itu tentunya harus mendatangkan maslahat yang sebesar-besarnya
baik bagi individu maupun bagi anggota keluarga secara
keseluruhan.
BAB III
MUATAN PESAN MUHAMMAD THALIB TENTANG
MEMBENTUK KELUARGA SAKINAH
A. Mengenal Lebih Dekat Muhammad Thalib
1. Biografi Singkat Muhammad Thalib
Muhammad Thalib lahir di Surabaya pada tanggal 31 Desember 1948.
Adalah seorang penulis produktif yang banyak menghasilkan banyak karya-
karya, mulai dari buku keluarga hingga pergerakan Islam. Ayah dari enam
orang putra ini tinggal bersama istri (Ernawati) dan keluarganya di Jalan
Kaliurang, Yogyakarta.
Tahun 1960 ia tamat dari Sekolah Rakyat (setara Sekolah Dasar saat
ini), kemudian melanjutkan studinya di Pesantren Persatuan Islam (PERSIS)
Bangil (setingkat Aliyah) hingga tamat pada tahun 1964. Kemudian
melanjutkan ke Universitas Islam Indonesia, dengan mengambil fakultas
Syari‟ah dan lulus ujian skripsi pada bulan Januari tahun 1978 dengan gelar
Doctorandus.
Selain pendidikan formal, Muhammad Thalib juga memperdalam ilmu
pengetahuannya diberbagai disiplin ilmu, dengan beberapa ustadz dan guru
besar, di antaranya:
1. Ilmu Hadits dan Fiqih pada Ustadz Abdul Qadir Hasan (putra A. Hasan),
tahun 1967-1970.
57
2. Ilmu Bahasa Arab pada Kyai Ahmad Yazid tahun1971; Ustadz Ali
Farghali dan Syarafudin (Dosen Al-Azhar yang bertugas di IAIN Sunan
Ampel, Surabaya) tahun 1972.
3. Ilmu Tafsir dan Bahasa Arab pada Prof. Dr. Mukhtar Yahya (Pembantu
Dekan I IAIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta) tahun 1978-1981.
4. Ilmu Politik dan Tata Negara Islam pada Prof. Kahar Muzakir (Dekan
Fakultas Hukum UII) tahun 1973.
5. Tafsir Ayat Ahkam pada Kyai Basyir (Anggota Majlis Tarjih Pusat) tahun
1974
6. Ilmu Bahasa Arab pada Ustadz Qasim , M.A (Dosen Al-Azhar di IAIN
Sunan Kalijaga, Yogyakarta) tahun 1975.
7. Studi Intensif Hukum Perdata dan Antar Golongan pada Prof. Kasmat
Bahuwinangun dan Prof. Dr. Noto Susanto tahun 1975-1976.
8. Sejarah dan Perbandingan Agama pada Prof. Dr. H.M. Rasyidi secara
konsultatif tahun 1989.
9. Bimbingan penulisan Jurnalis pada Prof. Dr. Hamka tahun 1969.
10. Halaqah Studi Islam pada Prof. Muhammad Quthb di Masjidil Haram
selama menjalani Ibadah Umrah pada bulan Mei 1978, didampingi Prof.
Dr. Fuad Fakhruddin (Staf KBRI di Saudi Arabia).
Semasa mudanya, Muhammad Thalib sangat aktif mengikuti diskusi-
diskusi intensif dengan para tokoh Pergerakan Islam Nasional di Indonesia,
seperti Dr. Mohammad Natsir (Mantan PM), Mr. Mohammad Roem, Dr.
58
Soekiman Wiryosanjoyo, Prof. Farid Ma‟ruf, Prof. DR. M. Fuad Fakhruddin,
dan Prof. Ahmad Sadzli.
Pada tahun 1989 ia diangkat sebagai Anggota Rabithah „Alam Islami
(Moslem World League) pada Komisi Pengembangan Pemikiran Qur‟an dan
Sunnah dengan nomor register 1771/B. Surat pengangkatan ditandatangani
oleh Syeikh Abdul Majid Zandani (Ketua Dewan Syura Negeri Yaman) yang
saat itu menjabat sebagai Direktur Komisi B. Pada tanggal 7 Juli 1997, DR.
Suzanne A. Brenner, seorang anggota Assosiate Professor pada Departement
of Anthropology of University of California, Los Angeles, datang kepada
Muhammad Thalib untuk wawancara sebagai satu-satunya Narasumber Ahli
dalam Bidang Keluarga dan Wanita menurut Ajaran Islam (Ahlus Sunnah wal
Jama‟ah).
Untuk pengamalan ilmu yang telah diperoleh dari pendidikan formal
maupun non formalnya maka Muhammad Thalib kemudian menapaki karir
dibidang akademik, antara lain:
- Mengajar Mata Kuliah Tafsir dan Fiqih pada Fakultas Ilmu Agama dan
Dakwah, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, tahun 1974-1978
- Mengajar Tafsir, Fiqih, Hadits tahun 1978-1993 sebagai Asisten Prof.
Mukhtar Yahya, Fakultas Tarbiyyah UII
- Ma‟had Aly Pesantren Al-Mukmin, Ngruki, untuk ilmu Fiqih, Bahasa
Arab, Ulumul Hadits, tahun 2004-2006
59
- Penulis buku-buku keislaman dari tahun 1970 hingga sekarang.
(Wawancara melalui email pada tanggal 22 Maret 2011)
2. Karya-karya Muhammad Thalib
Selain berdakwah, Muhammad Thalib juga memiliki kesibukan lain
sebagai penulis buku. Hal ini menunjukkan bahwa beliau termasuk orang
yang produktif. Ratusan buku telah dihasilkannya, diterbitkan oleh puluhan
penerbit di beberapa kota-kota besar, seperti Surabaya, Bandung, Yogyakarta,
Solo, dan Semarang. Ia tidak hanya menyampaikan ide-idenya dalam bentuk
lisan dan ceramah, akan tetapi juga mampu menuangkan ide, gagasan dan
pikirannya dalam bentuk tulisan atau buku. Berikut ini adalah beberapa buku
yang pernah ditulisnya :
1. Solusi Islami Terhadap Dilema Wanita Karir, yang diterbitkan oleh
Wihdah Press, Yogyakarta (1999),
2. Membangun Kekuatan Islam Di Tengah Perselisihan Umat, yang
diterbitkan oleh Wirdah Press, Yogyakarta (2001),
3. Potret Kemesraan Rasulullah dengan Istri-Istrinya, yang diterbitkan
oleh Media Hidayah, Yogyakarta (2003)
4. Gerakan Kesetaraan Gender Menghancurkan Peradaban, yang
diterbitkan oleh Kafilah Media, Yogyakarta (2005)
5. Fungsi dan Fadhilah Membaca Al Qur'an, yang diterbitkan oleh Kafilah
Media, Yogyakarta (2005)
60
6. Terjemahan Tafsiriah Juz 'Amma, diterbitkan oleh Irsyad Baitus Salam,
Bandung (2001)
7. Tuntunan Islami memberi Nama Anak, diterbitkan oleh Irsyad Baitus
Salam, Bandung (2002)
8. Langkah Melestarikan Kemesraan Suami Istri, diterbitkan oleh Irsyad
Baitus Salam, Bandung (1997)
9. Tuntunan Muslimah Berpakaian, Berhias, dan Bergaul, yang diterbitkan
oleh Irsyad Baitus Salam, Bandung (2002)
10. Upaya Musuh Menghancurkan Islam Melalui Keluarga, yang diterbitkan
oleh Irsyad Baitus Salam, Bandung (2000),
11. Konsep Pembinaan Keluarga Sakinah Penuh Berkah, yang diterbitkan
oleh Irsyad Baitus Salam, Bandung (2002),
12. Pedoman Pergaulan Suami Istri, yang diterbitkan oleh PT Bina Ilmu,
Surabaya (1980),
13. 90 Petunjuk Rosulullah Membina Keluarga, yang diterbitkan oleh CV
Ramadhani, Solo/Semarang (1992),
14. 40 Tanggung Jawab Orang Tua Terhadap Anak, yang diterbitkan oleh Al
Kautsar, Solo/Jakarta (1990),
15. Ensiklopedi Keluarga Sakinah, yang diterbitkan oleh Pro-U Media,
Yogyakarta (2008), terdiri dari 15 jilid, yaitu:
1) Jilid I Karakteristik Pernikahan Islami
2) Jilid II Menuju Pernikahan Islami
61
3) Jilid III Memasuki Romantika Kehidupan Baru
4) Jilid IV Menghayati Kehidupan Suami Istri
5) Jilid V Bimbingan Kemesraan dan Seksualitas Islam
6) Jilid VI Menyambut Sang Buah Hati
7) Jilid VII Menjadi Orang Tua Pemandu Surga
8) Jilid VII Menjadi Anak Permata Hati
9) Jilid IX Menghayati Psikologi Suami Istri
10) Jilid X Menghayati Psikologi Orang Tua dan Anak
11) Jilid XI Membina Mental Keluarga Sakinah
12) Jilid XII Kiat dan Seni Mendidik Anak
13) Jilid XIII Praktik Rasulullah Mendidik Anak
14) Jilid XIV Pedoman Pergaulan Islami
15) Jilid XV Membangun Ekonomi Keluarga Islami
B. Pokok Isi Buku Manajemen Keluarga Sakinah Karya Muhammad Thalib
Buku Manajemen Keluarga Sakinah merupakan satu di antara sekian
banyak buku yang menawarkan konsep berumah tangga menurut Islam. Buku
kecil ini mengingatkan kembali bahwa pernikahan semestinya disandarkan pada
tuntunan Allah melalui Rasul-Nya, bukan sekadar praktek rutin sehari-hari
yang dilakukan suami-istri. Muhammad Thalib, penulis buku ini dikenal
sebagai penulis best seller buku-buku bertema rumah tangga. Buku Manajemen
Keluarga Sakinah diterbitkan oleh penerbit Pro-U Media Yogyakarta, yang pada
Februari 2008 mencapai cetakan yang ke-2. Untuk menguatkan alasannya, tiap
62
bab dalam buku ini diperkuat dalil Al Quran dan Hadits yang dibahas secara
komprehensif.
Buku setebal 381 halaman ini terdiri dari 15 bab, yang memulai bab
pertamanya dengan penjelasan tentang bagaimana memahami fitrah kehidupan
manusia. Menurut Muhammad Thalib, dengan mengetahui fitrah kehidupan,
manusia dapat menentukan arah dan langkah yang harus diambil dalam
menjalani hidup untuk mewujudkan kebahagiaan yang sejati, yaitu kebahagiaan
dunia akhirat. Dalam bab ini Muhammad thalib menjelaskan tentang tujuan
hidup, pedoman hidup, langkah praktis menjalani kehidupan, tempat awal dan
akhir manusia, potensi dan rintangan hidup, tempat pertanggungjawaban
manusia, memilih kawan dan lawan hidup, kerja sama dalam hidup, mendirikan
keluarga untuk regenerasi secara benar, dan juga proses peningkatan dan
penurunan fisik maupun mental manusia. (Thalib, 2007: 17-27)
Selanjutnya pada Bab 2, dijelaskan tentang memahami nilai dan arti
keluarga dalam Islam. Bab ini menegaskan bahwa Islam telah mengukuhkan
hanya melalui perkawinan, satu-satunya cara yang sah membentuk hubungan
antara laki - laki dan perempuan dalam membangun masyarakat yang
berperadaban. Dalam bab ini juga Muhammad Thalib menjelaskan mengenai
perintah tentang perkawinan baik yang termaktub dalam al-Qur‟an maupun as-
Sunnah, yang kemudian oleh peneliti diambil sebagai dasar hukum perkawinan.
(Thalib, 2007: 29-42)
63
Sedangkan pada Bab 3, penulis menjelaskan tentang mencari pasangan
hidup. Bab ini menjelaskan tentang beberapa kriteria istri sholehah dan suami
sholeh yang dijadikan rujukan menjadi pasangan seumur hidup. Selain itu, ada
juga penjelasan tentang syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam perkawinan.
Syarat-syarat tersebut adalah adanya persetujuan dari mempelai laki-laki dan
perempuan, membayar mahar kepada perempuan yang dijadikan istrinya, dua
orang saksi serta adanya akad nikah. (Thalib, 2007: 57-80)
Merancang pernikahan dibahas tuntas pada Bab 4. Yang pada intinya
Allah telah menciptakan segala sesuatu secara berpasang-pasangan, tetumbuhan,
pepohonan, hewan, semua Allah ciptakan dalam sunnah keseimbangan dan
keserasian. Begitupun dengan manusia, pada diri manusia berjenis laki-laki
terdapat sifat kejantanan dan pada manusia yang berjenis kelamin perempuan
terkandung sifat kelembutan atau kepengasihan. Sudah menjadi sunatullah
bahwa antara kedua sifat tersebut terdapat unsur tarik menarik dan kebutuhan
untuk saling melengkapi. Untuk merealisasikan terjadinya kesatuan dua sifat
tersebut menjadi sebuah hubungan yang benar-benar manusiawi maka Islam
datang dengan membawa ajaran pernikahan sebagai sarana memadu kasih sayang
antara dua jenis manusia. Dengan jalan pernikahan itu pula akan lahir keturunan
secara terhormat. Maka adalah suatu hal yang wajar jika pernikahan dikatakan
sebagai suatu peristiwa yang sangat diharapkan oleh mereka yang ingin menjaga
kesucian fitrah. Rasulullah Saw dalam sebuah hadits secara tegas memberikan
ultimatum kepada ummatnya: “Barang siapa telah mempunyai kemampuan
64
menikah kemudian ia tidak menikah maka ia bukan termasuk umatku” (H.R.
Thabrani dan Baihaqi). (Thalib, 2007: 85-115)
Pengelolaan manajemen keluarga sakinah dijelaskan secara panjang lebar
di Bab 5 sampai dengan Bab 15. Bab 5, 6, dan 7 membahas manajemen
pengantin baru, manajemen kehidupan bersama, dan manajemen nafkah. Pada
manajemen kehidupan bersama mempelai didedahkan tentang tanggung jawab
suami istri. Rasulullah Saw, memerintahkan kepada para istri agar selalu
bersikap baik dalam bergaul dengan istrinya. Hendaklah seorang suami
menghargai dan menghormati istrinya. Seorang suami dilarang berlaku kasar
atau kejam kepada istrinya dalam segala urusan. (Thalib, 2007: 119-182)
Sedangkan manajemen penyusuan, pengasuhan dan perawatan anak serta
manajemen bakti kepada ibu dan bapak dibahas pada Bab 8 dan 9. Bab 8
mengupas kewajiban kepada kaum ibu untuk menyusui anak-anak mereka
selama dua tahun penuh. Selain itu ada juga tata cara melakukan aqiqah anak,
menempatkan anak-anak di lingkungan yang baik, mendidik anak berlaku jujur
dan berlaku adil pada semua anak. (Thalib, 2007: 183-255)
Selain penjelasan yang mendetail, disertai contoh dalam kehidupan
sehari-hari buku ini juga membahas masalah keluarga secara komprehensif. Bab
10 mengurai manajemen hubungan saudara dan kerabat. Dilanjutkan uraian
mengenai manajemen hidup bertetangga (Bab 11). Pada bab ini dianjurkan
untuk senantiasa rukun sesama tetangga disertai beberapa prinsip hidup
65
bertetangga (Thalib, 2007: 259-312). Muhammad Thalib dengan jeli menjelaskan
manajemen konflik dan solusinya, serta manajemen perceraian dan
konsekuensinya (Bab 12 dan 13). Pada kedua bab itu dijelaskan beberapa
hal berkaitan dengan perselisihan suami istri. Konflik antara suami
dan istri ada beberapa sebab dan macamnya. Yang bertanggung jawab
menyelesaikannya adalah suami-istri dan kaum kerabatnya. Yang pertama,
untuk mengutus penengah adalah kerabat. Jika tidak ada, maka kaum
muslimin yang mendengar persoalan mereka hendaknya berusaha memperbaiki
hubungan mereka. (Thalib, 2007: 293-353)
Pada dua bab terakhir (Bab 14 dan Bab 15) dijelaskan secara panjang
lebar tentang manajemen harta dan manajemen menghuni rumah. Pada
manajemen harta dijelaskan tentang sumber perolehan harta diantaranya hasil
kerja sendiri, warisan, sedekah atau bantuan, hadiah, zakat dan wasiat.
Manajemen menghuni rumah yang kelihatan sepele juga dibahas penulis dengan
penyampaian sederhana namun mengena. Beberapa kebiasaan rutin di rumah,
seperti membersihkan rumah, menyediakan kamar mandi, saling menciptakan
suasana baik, dan menjaga kebersamaan dengan penuh sifat saling mengasihi
adalah beberapa nilai yang harus diterapkan dalam keluarga sakinah. (Thalib,
2007: 355-379)
66
C. Pemikiran Muhammad Thalib tentang Membangun Keluarga Sakinah
Pemikiran Muhammad Thalib tentanng membangun keluarga sakinah
dituangkan dalam bukunya yang berjudul “Manajemen Keluarga Sakinah”.
Buku yang terdiri dari 15 bab ini merupakan pemikiran dari Muhammad Thalib
tentang membangun keluarga sakinah, yaitu : Memahami Fitrah Kehidupan;
Memahami Nilai dan Arti Keluarga; Mencari Pasangan Hidup; Merancang
Pernikahan; Manajemen Pengantin Baru; Manajemen Kehidupan Bersama;
Manajemen Nafkah; Manajemen Penyusuan, Pengasuhan, dan Perawatan Anak;
Manajemen Bakti Anak kepada Ibu Bapak; Manajemen Hubungan Saudara dan
Kerabat; Manajemen Hubungan Bertetangga; Manajemen Konflik dan Solusinya;
Manajemen Perceraian dan Konsekuensinya; Manajemen Harta; Manajemen
Menghuni Rumah.
Alasan penulisan buku tersebut adalah memberikan kontribusi pemikiran
dalam rangka membangun keluarga berkualitas, karena keluarga merupakan unit
masyarakat terkecil dan sangat berperan dalam pembangunan masyarakat dan
bangsa. Pada dasarnya buku Manajemen Keluarga Sakinah dimaksudkan untuk
memotret realitas kehidupan keluarga muslim yang lebih luas, menyadari betapa
pentingnya kita mewujudkan keluarga yang islami, akan tetapi untuk dapat
mewujudkannya tentu terdapat banyak rintangan dan hambatan, sehingga harus
ada bimbingan atau panduan. Sasaran buku tersebut adalah kaum muslim dalam
pengartian luas, dan buku ini tidak semata-semata teoritis juga mengungkap hal-
67
hal praktis dalam kehidupan sehari-hari. (Wawancara melalui email pada tanggal
22 Maret 2011)
Pemikiran-pemikiran Muhammad Thalib dalam bukunya Manajemen
Keluarga Sakinah memfokuskan pada hal-hal dasar berikut:
1. Memahami Fitrah Kehidupan Manusia
Dalam buku Manajemen Keluarga Sakinah, Muhammad Thalib
menyebutkan bahwa, semua makhluk diciptakan oleh Allah SWT di alam
semesta ini, terutama Allah Swt menciptakan manusia dengan segala
kesempunaannya. Allah berfirman dalam al-Quran:
الاوس إال ليعبدن (٥٦: الرزياث )ما خلمج الجه
Artinya: Dan Aku (Allah) tidak menciptakan Jin dan Manusia melainkan
supaya mereka menyembah-Ku (Q.S adz-Dzariyat : 56)
(Departemen Agama RI, 1986 : 876)
Allah SWT menciptakan manusia dan Jin adalah supaya keduanya
senantiasa mengingat tanggungjawabnya kepada Allah Swt. Adapun
tanggung jawab manusia dan jin kepada Allah antara lain:
a) Mengenal dan mengesakan Allah;
b) Tidak melakukan perbuatan dan kepercayaan yang bersifat
menyekutukan Allah dengan apapun;
c) Agar manusia hanya mentaati perintah dan larangan serta aturan hidup
di dunia ini dari Allah semata, supaya tercapai kebahagiaan dunia dan
akhirat;
68
d) Agar manusia memiliki hubungan langsung dengan Allah, tanpa
perantara atau mediator dalam bentuk apapun.
Semantara dalam perjalanannya, hidup ini harus mempunyai
pedoman yang jelas, agar dapat mencapai tujuan hidup yang sesungguhnya,
dan pedoman yang lengkap dan rinci tersebut seluruhnya ada dalam al-
Quran dan Sunnah Rasulullah Saw. (Thalib, 2007: 17-19)
Sedangkan untuk regenerasi secara benar, Allah telah menetapkan
pernikahan sebagai jalannya, agar antara manusia yang berjenis kelamin
lakai-laki dan perempuan dapat bersatu dan menghasilkan keturunan,
karena Allah menciptakan kedua jenis tersebut lengkap dengan naluri
saling tertarik sebagai salah satu bentuk kesempurnaan manusia. Dengan
terbentuknya keluarga ini, maka pasangan lelaki dan perempuan yang
berstatus sebagai suami istri ini akan menikmati cinta kasih dan kemesraan
sejati. Dan dibawah naungan keluarga seperti inilah aktivitas regenerasi
berjalan secara bersih, tertib dan penuh jaminan serta bersifat manusiawi
(Thalib, 2007: 27)
Pada akhirnya, tujuan hidup manusia adalah satu, yaitu tercapainya
kehidupan yang bahagia di dunia yang bersifat sementara dan kebahagiaan
akhirat yang kekal dan abadi, karena sesungguhnya tempat kembalinya
seluruh makhluk di jagat raya ini adalah akhirat. Disana pulalah adanya
syurga dan neraka, mau kemana tujuan manusia kelak di akhirat, manusia
pulalah yang menentukannya di dunia ini.
69
Allah berfirman:
لىا عراب الىاز فى الأخسة حسىت : البمسي )زبىا أحىا فى الدويا حسىت
٢٠١)
Artinya : “Wahai tuhan kami, berikanlah kepada kami kebaikan di dunia,
dan kebaikan di akhirat, dan lindungilah kami dari siksa api
neraka. ( Q.S al-Baqarah : 201) (Departemen Agama RI, 1986 :
49)
2. Memahami Nilai dan Arti Keluarga dalam Kehidupan
Muhammad Thalib menjelaskan bahwasannya dari semua makhluk
ciptaan Allah Swt, manusia adalah yang paling sempurna, yang dilengkapi
dengan akal, pikiran, dan keinginan atau nafsu. Dengan demikian ada
ketentuan-ketentuan yang harus dipahami manusia, mengenai hal-hal yang
harus dan tidak harus dilakukan, yang halal dan yang haram, dengan
adanya kesempurnaan tersebut, manusia diberi aturan dalam berbagai hal
yang kompleks, termasuk salah satunya yaitu menyalurkan hasrat seksual
dengan lawan jenisnya. Melalui pernikahan atau perkawinanlah satu-
satunya cara yang sah untuk membentuk hubungan antara laki-laki dan
perempuan dalam membentuk masyarakat yang berperadaban (Thalib,
2007: 29 ). Dari pernikahan tersebut, maka akan terbentuk sebuah keluarga,
sehingga dari gabungan beberapa keluarga akan terbentuk pula suatu
masyarakat.
70
Demikian besar makna keluarga dalam kehidupan, sehingga
Rasulullah SAW mewajibkan semua umatnya untuk berkeluarga, dan
melarang membujang. Rasulullah SAW bersabda :
ج العبد فمد اسخىمل وصف الديه فليخك اهلل فى الىصف إذا حز
(زاي البيمي)البالى
Artinya: “Apabila seorang telah kawin, maka ia telah menyempurnakan
separuh agamanya. Oleh karena itu hendaklah ia bertaqwa
kepada Allah pada separuh sisanya” (H.R Baihaqy)
Pada bab kedua ini, Muhammad Thalib menyebutkan dalam bukunya
bahwa dalam sistem keluarga Islam memiliki keistimewaan karena
memberikan ketentuan thalaq dan poligami.
a) Thalaq
Thalaq merupakan jalan penyelesaian terakhir dalam menghadapi
kesulitan dan problem yang menimpa suami-istri. Sekalipun Islam
membenarkan ketentuan thalaq sebagai aturan yang sejalan dengan
fitrah, Islam juga mengingatkan hal-hal sebagai berikut:
- Thalaq dianggap sebagai perbuatan yang dimurkai oleh Allah Swt
sekalipun itu halal.
- Bila istri berlaku tidak baik kepada suaminya, hendaklah suami
memberikan nasihat dan memberi tempo kepada istri untuk
71
mengubah prilakunya. Jika tidak berhasil, suami diperbolehkan
memukul ringan istrinya tanpa menyakiti badannya.
- Mengangkat orang ketiga sebagi penasihat, atau orang lain dari
keluarganya untuk menjadi penengah dalam menyelesaikan
pertikaian dan perselisihan mereka (Thalib, 2007: 48-49). Hal ini
termaktub dalam al-Quran surat an-Nisa‟ ayat 35 :
ا إن ل حىما مه أ ل ما فابعثا حىما مه أ إن خفخم شماق بيى
ما فك اهلل بيى (٣: الىساء )يسيدآإصالحا ي
Artinya : “Jika kamu (keluarga) khawatir akan perpecahan antar
suami-istrikirimkanlah seorang penengah dari keluarga
suami dan dari keluarga istri jika mereka berdua
menghendaki perdamaian, niscaya Allah akan
memberikan petunjuk kepadanya” (Q.S an-Nisa : 35)
(Departemen Agama RI, 1986 : 123).
.
b) Poligami
Islam memperbolehkan seorang laki-laki menikah dengan empat
orang istri. Hal ini termaktub dalam Q.S an-Nisa‟ ayat 3 :
زبع فئن خفخم أآل حعدل ثلاد فاوىحا ما طاب لىم مه الىساء مثىى
احدة (٣: الىساء ).... ف
Artinya : “….hendaklah kamu mengawini diantara perempuan-
perempuan yang kamu senangi, dua atau tiga atau
empat, jika kamu kawatir tidak dapat berbuat adil,
cukuplah seorang saja….” (Q.S an-Nisa‟ : 3)
(Departemen Agama RI, 1986 : 115).
72
Namun demikian, tidak lantas ayat ini dijadikan pedoman untuk
menyalahgunakan keistimewaan poligami tersebut. Poligami
diperbolehkan apabila mendatangkan kemaslahatan bagi semua yang
terkait dalam keluarga tersebut, seperti karena seorang istri yang tidak
dapat memberikan keturunan (mandul) atau mengidap penyakit
sehingga ia tidak mampu melayani suaminya. Akan tetapi suami juga
harus meminta ijin dan persetujuan istri, sebab tidak akan terwujud
suatu keluarga yang sakinah apabila masih ada anggota keluarga yang
tidak merasakan ketentraman dalam rumahnya.
Islam membolehkan poligami dengan menetapkan dua syarat,
yaitu:
1) Memiliki kemampuan material dan kesehatan fisik, dan
2) Mampu berbuat adil secara material terhadap istri-istrinya.
Keadilan yang diperintahkan dalam pologami ialah adil dalam
mempergauli istri, memberi pelayanan dan pemberian materi, bukan
adil yang mencakup sisi rohani. (Thalib, 2007: 52).
3. Mencari Pasangan Hidup
Kualitas dari sebuah keluarga sangat ditentukan oleh angota utama
dalam keluarga tersebut, yaitu bapak dan ibu, atau orang tua. Maka dalam
memilih pasangan, hendaknya seseorang harus sangat berhati-hati dan
cermat, sehingga nantinya menghasilkan keluarga yang berkualitas, agamis,
73
serta mampu mewujudkan tujuan hidup berumah tangga, yaitu sakinah,
mawaddah dan rahmah.
Menurut Muhammad Thalib dalam bukunya Manajemen Keluarga
Sakinah menyebutkan bahwa ada beberapa kriteria dalam memilih calon
istri atau suami, yaitu:
a. Memilih Calon Istri
Kriteria calon istri yang ideal menurut Muhammad Thalib
diantaranya:
1) Wanita yang shalih dan taat beragama
Hal ini sesuai dengan hadis Rasulullah Saw :
ا فاظفس برث الديه :حىىح المسأة ألزبعت لديى ا لجمال ا لحسب ا لمال
(زاي ابه ماج)حسبج يدن
Artinya : “Perempuan itu dinikahi karena empat perkara, yaitu
karena hartanya, karena keturunannya, karena
kecantikannya, ataun karena agamanya. Akan tetapi,
pilihlah berdasarkan agamanya agar kedua tanganmu
selamat (H.R Ibnu Majah) (Al-Asyqalani, 1984: 356).
Adapun cirri-ciri istri yang shalihah adalah:
- Taat dan patuh terhadap perintah suami;
- Selalu menyenangkan dan menyejukkan hati suami bila sedang
berada disampingnya;
74
- Apabila suami tidak dirumah, maka istri senantiasa menjaga
kebersihan dirinya dan memelihara dengan jujur harta suaminya
yang dipercayakan kepadanya.
Apabila seorang istri telah menjalankan tugas-tugasnya sebagai
istri dan sebagai ibu rumah tangga yang baik, maka ia digolongkan
sebagai ciptaan Allah yang terbaik dan sebagai perhiasan dunia yang
membanggakan suami. (Thalib, 2007: 59)
2) Wanita yang masih gadis
Muhammad Thalib menjelaskan dalam bukunya, bahwa
Rosulullah mengingatkan kepada umatnya secara umum bahwasanya
menikah dengan seorang gadis itu lebih baik karena seorang gadis
bisa memberikan kehidupan yang menggairahkan kepada suami dari
pada seorang janda. Namun demikian, Rosulullah tetap
membenarkan seorang laki-laki menikah dengan seorang janda
karena prisip yang terpenting adalah menjaga agama dan bukan
sekedar melampiaskan hawa nafsu. (Thalib, 2007: 63)
3) Wanita yang sepadan atau setara.
Sepadan yang dimaksud disini adalah sepadan dalam hal agama
dan akhlaknya, bukan dilihat dari segi materiil. Adapun yang
menjadi kebiasaan di tengah masyarakat adalah seseorang yang
hendak beristri atau bersuami memilih calon yang sederajat atau
sepadan menurut ukuran-ukuran selain agama dan akhlaq. Ini bukan
75
merupakan hal yang tercela menurut agama. Karena bagaimanapun
juga adanya fitrah bagi manusia untuk memilih istri atau suami yang
tingkat sosial atau tingkat kepandaiannya sederajat menjadi salah satu
faktor yang mendekatkan mereka satu sama lain, dan cara ini tidak
salah menurut agama. (Thalib, 2007: 66)
Menurut Islam, kesepadanan atau sederajat dalam perkawinan,
dipandang sangat penting karena dengan adanya kesamaan antara
kedua suami istri itu, maka usaha untuk mendirikan dan membina
rumah tangga yang Islami insyaAllah akan terwujud. Tetapi
kesepadanan menurut Islam hanya diukur dengan kualitas iman dan
taqwa serta ahlaq seseorang, bukan status sosial, keturunan dan lain-
lainnya. (http://tausyah.wordpress.com)
4) Wanita yang mengasihi dan menyayangi anak kecil
Perempuan yang besar kasih sayangnya kepada anak-anak akan
memudahkan pertumbuhan emosi dan perkembangan kepribadian
anak kearah yang positif. Perannya mendidik anak menjadikan
mereka terbebas dari tekanan batin, sehingga kelak menjadi orang
dewasa yang sehat mental dan emosinya. Hal ini menjadikan suami
bangga memiliki anak-anak yang baik berkat bantuan istri. Beban
suami menjadi ringan karena istrinya mampu memikul tanggung
jawab dengan baik dalam mengasuh anak-anaknya. (Thalib, 2008:
125)
76
b. Memilih Calon Suami
Sedangkan dalam memilih seorang calon suami, Muhammad
Thalib menjelaskan kriteria untuk calon suami yaitu:
1) Sosok beragama Islam
Allah berfirman:
ل لعبد مؤمه خيس مه مشسن الحىىحاالمشسويه حخى يؤمىا
لئهأعجبخىم أ المغفسة بئذو اهلل يدعا إلى الجىت يدعن إلى الىاز
(٢٢١: البمسة )
Artinya : “Dan janganlah kamu nikahkan orang-orang musyrik
(dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka
beriman. Sesungguhnya budak yang mikmin lebih baik
daripada orang musyrik walwupun dia menarik hatimu.
Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke
syurga dan ampunan dengan ijin-Nya “ (Q.S al-Baqarah
:221) (Departemen Agama RI, 1986 : 47)
Ayat tersebut melarang kaum Muslim umumnya dan wali atau
orangtua perempuan-perempuan Muslim untuk mengawinkan para
perempuan ini dengan laki-laki musyrik atau kafir.
Ketentuan-ketentuan di atas dimaksudkan memberikan
perlindungan kepada kaum perempuan Muslim agar mereka tidak
menjadi objek bagi musuh-musuh Islam dalam usahanya
melemahkan kaum Muslim dan menghancurkan Islam di permukaan
bumi ini. (Thalib, 2008: 16)
2) Setara (atau lebih baik) dalam hal pemahaman agama
77
Kualitas yang dituntut dalam memilih pasangan ialah kualitas
iman dan takwa seseorang, bukan hanya kualitas materiil semata.
Dalam bukunya, Muhammad Thalib menyebutkan ada enam hal yang
yang harus diperhatikan dalam menentukan kualitas calon suami,
yaitu:
- Pengetahuan agama, adalah pengetahuan tentang al-Qur an dan
Hadits sebagai sumber ajaran islam
- Intelektual, yaitu kemampuan untuk menggunakan akal secara
jernih untuk memecahkan masalah dan kesulitan.
- Mental, yaitu pikiran dan sikap yang baik sehingga tahu
bagaimana seseorang harus bersikap dan perilaku baik kepada
orang lain sesuai dengan tuntutan islam.
- Emosi, yaitu kemampuan untuk bersikap tenang dan
mengendalikan perasaan sehingga tidak dikuasai oleh
kemarahan, kebencian, atau permusuhan.
- Ketaatan, yaitu kesungguhan secara ikhlas mengikuti aturan-
aturan agama dan ketentuan lain yang tidak menyalahi agama.
Demikianlah seorang perempuan harus benar-benar
memperhatikan kualitas calon suaminya, apakah lebih baik, setara,
atau lebih buruk darinya, sebab akan menentukan laju bahtera rumah
tangga yang akan ia bangun nantinya. (Thalib, 2008 : 42-44)
3) Memiliki jiwa kepemimpinan
78
Menurut kodratnya, seorang laki-laki di dunia ini adalah
sebagai pemimpin. Adanya kodrat dan kewajiban ini berarti
menuntut adanya kemampuan pihak laki-laki untuk memimpin istri
dan anggota keluarganya dalam kehidupan sehari-hari. Seorang
suami yang tidak mampu memimpin rumah tangganya tentu akan
menjadi beban bagi istrinya. Oleh karena itu, seorang perempuan
muslimah hendaknya memilih calon suami yang benar-benar
memiliki kemampuan memimpin, tujuannya agar kelak dapat
menempuh kehidupan rumah tangga yang sakinah, bahagia,
sejahtera, dan mendapat keridhaan Allah Swt (Thalib, 2008 : 45).
4) Figur bertanggung jawab
Tanggung jawab merupakan sikap berani memikul akibat bila
sesuatu yang dibebankan kepadanya tidak sesuai dengan ketentuan
atau berani diperkarakan bila melakukan kesalahan atas perbuatan
yang dilakukannya. Seorang suami mempunyai beban dan kewajiban
terhadap istri dan keluarganya yang harus dilaksanakan dengan baik.
Menurut Muhammad Thalib, tanggung jawab ini meliputi bidang
agama, psikis, dan fisik, yang diantaranya ialah:
a) Dalam bidang agama dan psikis, member bimbingan keagamaan
dan pengarahan kepada istri dan anak-anaknya dalam menempuh
kehidupan keluarga yang diridhai Allah Swt.
79
b) Dalam bidang fisik, memenuhi kebutuhan belanja mereka sehari-
hari.
Demikian Islam sebagai agama yang sejalan dengan fitrah
kehidupan manusia sejak awal telah menegaskan bahwa tanggung
jawab memenuhi nafkah keluarga telah dibebankan kepada laki-laki
sebagai suami, bukan beban perempuan. (Thalib, 2008: 48)
4. Manajemen Kehidupan Berumah Tangga
a. Merencanakan Pernikahan
Apabila seseorang ingin memperoleh hasil yang maksimal dalam
segala sesuatu yang dikerjakannya, maka ia harus merencanakannya
dengan matang dan baik. Demikian juga dengan pernikahan, tentu harus
direncanakan dengan sebaik dan sematang mungkin, sebab semuanya
akan menentukan hasil akhir dari apa yang kita inginkan dalam
pernikahan dan keluarga kelak. Maka pertama setelah pasangan
memutuskan untuk hidup bersama dalam ikatan rumah tangga, adalah
merencanakan pernikahan.
Menentukan hari pernikahan menurut Muhammad Thalib, adalah
hal mendasar yang harus dilakukan, akan tetapi tidak terpengaruh oleh
adat istiadat, di mana ada sebagian masyarakat yang meyakini bahwa ada
hari tertentu atau bulan tertentu yang tidak diperbolehkan seseorang
menikah. Menurutnya, semua bulan baik untuk pernikahan, sebab yang
berpahala adalah perkawinanya, bukan bulannya. Tidak ada bulan sial
80
ataupun bulan penuh barakah khusus untuk melaksanakan pernikahan.
Pada bulan apapun kita menikah, semua adalah bulan penuh barakah
karena Allah tidak menjadikan ada bulan barakah dan bulan sial (Thalib,
2007: 86-88).
Hal selanjutnya yang tak kalah penting adalah menentukan mahar
atau maskawin. Mahar atau maskawin merupakan salah satu syarat
adanya perkawinan dalam Islam. Dalam praktiknya, terutama yang
dilakukan oleh Rasulullah Saw, adalah tanpa memberatkan laki-laki.(
Thalib, 2007: 90). Dengan demikian masalah maskawin seseorang harus
menyesuaikan kemampuan dirinya sendiri, tanpa harus melebih-lebihkan
dan memaksakan diri.
Setelah acara pernikahan atau akad nikah selesai, hal selanjutnya
yang harus dilakukan adalah mengadakan walimah. Walimah adalah
makan bersama yang dilangsungkan setelah selesai akad nikah, walimah
ini juga harus menyesuaikan keadaan keluarga, dalam hal ini keadaan
ekonomi keluarga yang melangsungkan pernikahan tersebut.
Diperbolehkan untuk saling membantu dalam biaya pelaksanaan
walimah, agar walimah dapat dilaksanakan dengan baik, akan tetapi tetap
harus diperhatikan agar jangan sampai berlebihan. Manfaat lain dari
walimahan adalah perkawinan akan lebih semarak dan syiar Islam lebih
meluas ditengah-tengah masyarakat kita. (Thalib, 2007: 106)
81
b. Pengantin Baru
Muhammad Thalib menjelaskan bahwasannya di dalam dunia
Islam, segala sesuatunya diatur melalui syari‟at, tak terkecuali dalam hal
menggauli istri yang telah sah dinikahinya. Setelah semua syarat dan
rukun nikah dilaksanakan, maka suami diperbolehkan menggauli istrinya
dengan aturan dan etika yang ada. (Thalib, 2007: 129).
c. Kehidupan Bersama
1) Tanggung jawab suami kepada istri
Buku manajemen keluarga sakinah karya Muhammad Thalib
(2007: 137) menyebutkan bahwa, seorang suami mempunyai tanggung
jawab besar terhadap istrinya, yaitu :
- Memberi nafkah lahir dan batin
Nafkah lahir berupa uang belanja sehari-hari, termasuk
sandang, pangan dan papan yang layak, sedangkan nafkah batin
yaitu membahagiakannya, tidak boleh menyakiti badan maupun
hatinya, dan juga memenuhi kebutuhan biaologis istrinya.
- Berlaku baik kepada istrinya
Seorang suami dalam menghadapi istrinya harus dengan cara
yang lemah lembut, sebab Allah menciptakan wanita itu dengan
segala kelemah lembutan, dan betapapun kita marah kepada istri,
tetap harus dengan cara-cara yang manusiawi. Jika memang terbukti
82
istri bersalah, maka harus dengan hati-hati kita menegurnya, hingga
istri menyadari kesalahannya dan memperbaikinya.
- Dilarang memukul istri
Memukul istri di dalam islam tidak diperkenankan sampai
menyebabkan luka dan menyakitinya. Memukul istri dibenarkan
hanya sekedar memberikan pengajaran. Karena itu, Rasulullah Saw
menegaskan tidak boleh memukul istri karena hal itu merupakan
pelanggaran agama. (Thalib, 2007: 147).
2) Tanggung jawab istri terhadap suami
Seorang suami mempunyai tanggung jawab terhadap istrinya,
demikian juga sebaliknya, istri juga mempunyai tanggung jawab
terhadap suaminya. Di dalam tanggung jawab tersebut terdapat
kewajiban istri terhadap suaminya, di mana kewajiban yang paling
pokok seorang istri terhadap suaminya adalah melayani kebutuhan
biologisnya disaat diminta oleh suaminya dan istri tidak boleh menolak
dengan alasan-alasan yang tidak dibenarkan menurut ketentuan
agama. Alasan istri menolak permintaan suaminya yang dibenarkan
Islam ialah apabila ia sedang haid atau nifas, sedang puasa wajib, atau
sedang menderita sakit. Oleh karena itu, agar mendapat keridhaan dari
Allah Swt seorang istri harus kewajiban paling utama tersebut, yaitu
taat dan patuh kepada suaminya, selama tidak bertentangan dengan
syariat Islam.
83
Selain kewajiban utama tersebut, seorang istri juga mempunyai
tanggung jawab sebagai berikut:
- Mengasuh, merawat dan mendidik anak-anak dengan baik,
- Mendermakan harta suami tanpa izinnya,
- Menjaga diri dan harta suaminya dengan sebaik-baiknya ketika
suami tidak ada di rumah,
- Istri memberi makanan pada orang lain tanpa merugikan suaminya,
- Tidak boleh membelanjakan harta suami tanpa sepengetahuan dan
seijin suami. (Thalib, 2007: 148-158)
d. Harta dan Nafkah dalam Keluarga
Muhammad Thalib menjelaskan juga dalam bukunya mengenai
harta dan nafkah dalam keluarga, harta dibutuhkan untuk memenuhi
kebutuhan ekonomi keluarga, seperti makan, minum, pakaian, tempat
tinggal, pendidikan anak, dan kebutuhan lain yang menyangkut keluarga.
Sumber harta yang digunakan juga harus jelas dan halal. Islam melarang
keras mencukupi dan memberi makan keluarga dengan harta yang haram
atau tidak jelas asal perolehan harta tersebut.
Menurut Muhammad Thalib, sumber perolehan harta yang halal ada
beberapa macam, yaitu:
1) Kerja Sendiri
Harta yang diperolah dari pekerjaan sendiri halal, asal pekerjaan
yang dilakukannya juga halal. Muhammad Thalib menjelaskan
84
mengenai pendapat Imam Nawawi, yang berpendapat bahwa usaha
sendiri adalah yang paling baik bagi diri seseorang untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya (Thalib, 2007 : 355).
2) Warisan
Warisan adalah harta yang ditinggalkan seseorang yang
meninggal. Pembagian harta warisan telah ditetapkan oleh Allah Swt
dalan al-Quran dengan rinci dan jelas. Para ahli waris berhak
memperolehnya sesuai dengan Hukum Waris (Thalib, 2007 : 356).
3) Sedekah atau bantuan
Harta sedekah hanya diperuntukkan bagi kaum miskin, anak
yatim, kerabat yang kekurangan, orang yang kehabisan bekal
diperjalanan dan budak. Maka harta yang diterima oleh orang-orang
tersebut adalah sah menjadi milik mereka.
4) Hadiah
Hadiah adalah pemberian dari seseorang untuk orang lain
sebagai penghormatan tanpa mengharapkan imbalan dari penerima.
Harta semacam ini halal untuk dimiliki dan dipergunakan untuk
memenuhi kebutuhan diri penerima. (Thalib, 2007 : 357)
5) Zakat
Harta zakat, sesuai dengan yang dijelaskan dalam al-Quran,
diperuntukkan bagi para kaum fakir, miskin, para pengelola zakat atau
„amil zakat, orang yang baru memeluk islam atau „muallaf, untuk
85
memerdekakan budak, orang orang yang terbelit hutang tanpa mampu
membayarnya, untuk kepentingan agama Allah, seperti membangun
masjid, sekolah-sekolah agama Islam, dan kepentingan-kepentingan
jihad di jalan Allah yang lainnya, dan untuk orang yang terlantar dalam
perjalanan yang bukan perjalanan untuk maksiat kepada Allah. Semua
orang yang disebutkan berhak menerima harta zakat dan halal untuk
menggunakannya.
6) Wasiat
Wasiat adalah pesan pemberian seseorang kepada kerabat dekat
atau orang lain yang disayanginya untuk mendapatkan sesuatu, tetapi
diberikan kepada yang bersangkutan setelah pemberi pesan meninggal
dunia. Wasiat ini adakalanya berupa harta atau bukan harta. Wasiat
berupa harta ini daqpat menjadi milik penerima wasiat sebagia harta
kekayaan yang sah (Thalib, 2007: 358).
7) Harta Bawaan
Ada kalanya orang tua, ketika anak perempuan telah menikah
dan berumah tangga sendiri, anak perempuannya diberi sejumlah harta
untuk modal bagi keluarga barunya. Harta pemberian orang tua
tersebut disebut harta bawaan. Status harta bawaan ini adalah milik
istri dan suami tidak berhak atas harta tersebut sedikitpun. Maka,
suami tidak berhak mempergunakan harta tersebut tanpa persetujuan
secara ikhlas dari istrinya (Thalib, 2007: 359)
86
8) Harta Bersama
Harta bersama adalah harta yang dikumpulkan bersama dari hasil
pekerjaan masing-masing antara suami dan istri apabila istri juga
bekerja. Setelah dikurangi untuk kebutuhan sehari-hari dan masih ada
sisa yang kemudian disimpan, maka harta semacam ini disebut harta
bersama. Kepemilikan harta bersama tetap harus diperhitungkan sesuai
dengan hasil konkret masing-masing.
Sedangkan pengeluaran harta yang paling utama adalah untuk
nafkah keluarga. Yang wajib memberikan nafkah terhadap seluruh
anggota keluarga adalah kepala keluarga, dalam hal ini adalah suami.
Seorang suami wajib memberikan nafkah untuk istrinya meskipun
istrinya berkecukupan. Dan menurut ijma‟ (kesepakatan) sahabat, hak
nafkah istri tersebut tidak dapat gugur (Thalib, 2007: 165).
Menurut pendapat Jumhur Ulama yang dijelaskan oleh
Muhammad Thalib, tidak ada batasan tertentu untuk jumlah uang
belanja yang harus diberikan olah suami. Semua sesuai dengan
kebutuhan dan disesuaikan juga dengan kemampuan. Dalam
menafkahi keluarga haruslah dilakukan dengan cara yang benar. Yang
kaya menafkahi keluarganya sesuai dengan besarnya penghasilan, dan
yang miskin juga tidak memaksakan diri sehingga tidak memberatkan
hidupnya. Pengeluaran untuk nafkah keluarga haruslah dilakukan
dengan wajar dan layak (Thalib, 2007: 360).
87
e. Pengasuhan dan Perawatan Anak serta Bakti Anak Terhadap Oraangtua
1) Pengasuhan dan Perawatan Anak
Pengasuhan dan perawatan anak, dijelaskan oleh Muhammad
Thalib dalam bukunya bahwa anak merupakan anugerah terbesar
dalam kehidupan berkeluarga, merupakan titipan Allah yang harus
dijaga sebaik-baiknya dan menyia-nyiakan anak adalah perbuatan dosa
besar. Anak dan keturunan kitalah yang akan bisa menbantu
meringankan beban kita atau bahkan memberatkan kita di akhirat
kelak. Tergantung dari cara kita mendidik dan mengasuh anak hingga
ia menjadi dewasa. (Thalib, 2007: 195)
Wajib bagi para orang tua terhadap anak-anak mereka mengajari
kalimat tauhid, membimbing anak untuk sholat, mengajari mereka
akhlaq yang mulia, mengajari mereka untuk bersyukur, mendidik anak
berlaku jujur, menghargai orang lain, memaafkan dan masih banyak
lagi. Mengasuh anak dari mulai menyusui, merawat sehari-hari,
memenuhi semua kebutuhan anak, sampai dengan memberikan
pendidikan yang layak bagi anak untuk bekal kehidupannya kelak
adalah merupakan kewajiban orangtua. (Thalib, 2008: 215-217)
2) Bakti Anak terhadap Orangtua
Seorang anak di dalam bergaul dengan siapapun, tetap
berkewajiban untuk menjaga kehormatan dan nama baik orang tuanya.
Anak tidak boleh menceritakan kejelekan ibu-bapaknya kepada teman-
88
temannya atau menjadikannya bahan lelucon dihadapan teman-
temannya. Apalagi orang tuanya dimaki atau dicela, baik secara
langsung atau tidak langsung.
Anak boleh amar ma‟ruf nahi munkar kepada orangtua, tetapi
tidak boleh durhaka kepada mereka. Amar ma‟ruf kepada ibu-bapak
adalah kewajiban. Misalnya melihat perbuatan orangtua menyalahi
agama, maka si anak wajib menegurnya atau menasehatinya. Dan
apabila orangtua sudah meninggal maka cara anak berbakti adalah
dengan mendoakannya. (Thalib, 2007: 235)
5. Memahami Konflik dalam Rumah Tangga dan Solusinya
Buku Manajemen Keluarga Sakinah (2007: 293) karya Muhammad
Thalib juga menjelaskan tentang bagaimana memahami konflik dalam
rumah tangga dan solusinya. Keluarga yang sakinah, mawadah dan rahmah
adalah keluarga yang idealnya tanpa konflik dan masalah di dalamnya, akan
tetapi itu semua tidaklah mungkin. masalah yang ada merupakan suatu
proses pendewasaan dari sebuah keluarga tersebut. Melalui bukunya,
Muhammad Thalib menegaskan agar dalam berumah tangga hendaklah
selalu berpegang kepada syari‟at Islam ketika menghadapi masalah juga
menyelesaikannya. Namun apabila tidak menemui titik terang dalam
permasalahan yang dihadapi, maka hendaklah menghadirkan orang ketiga
dari dalam keluarga sendiri atau dari luar keluarganya yang dipandang
mampu untuk membantu menyelesaikan masalah tersebut.
89
Muhammad Thalib menyebutkan bahwa, konflik antara suami-istri itu
ada beberapa sebab dan macamnya. Sebelum konflik membuat suami-istri
mengambil keputusan berpisah yang berupa thalaq, maka konflik-konflik
tersebut adalah antara lain :
a. Syiqaq (perselisihan suami istri)
Firman Allah dalam al-Qur‟an :
ا ان يسيدآ اصلحا ل حىما مه آ ل ا حىما مه آ ما فا بعث ان خفخم شما ق بيى
ما فك اهلل بيى (35: الىساء )ي
Artinya: “Dan jika kalian khawatir terjadinya perpecahan suami-istri,
maka kirimlah penengah dari keluarga suami dan penengah
dari keluarga istri. Jika mereka berdua menghendaki damai,
niscaya Allah akan menjadikan mereka bersepakat.”(Q.S. an-
Nisa‟ : 35) (Departemen Agama RI, 1986: 123)
Cara penyelesaiannya sebagaimana tersebut pada ayat di atas, yang
bertanggung jawab adalah suami-istri dan kaum kerabatnya. Yang paling
utama untuk mengutus penengah adalah kerabat. Jika tidak ada, maka
kaum muslimin yang mendengar persoalan mereka hendaklah berusaha
memperbaiki hubungan mereka (Thalib, 2007: 293). Hal inilah yang
melandasi, bahwa perselisihan dalan keluarga memerlukan orang lain
dalam penyelesaiannya, apabila mereka sendiri tidak mampu untuk
mengatasinya. Orang lain atau orang ketiga tersebutlah yang dikenal saat
ini dengan konselor atau penyuluh dalam keluarga.
b. Ila‟ (bersumpah menjauhi istri)
90
Apabila seorang suami marah kepada istrinya, maka sebelum ia
menjatuhkan thalaq ada cara lain yang dapat ditempuh, yakni ila‟ atau
bersumpah untuk tidak mendatangi istrinya selama saat tertentu dengan
harapan menjadi pelajaran kepada istrinya agar dia tidak durhaka lagi
kepada suaminya (Thalib, 2007: 300).
c. Li‟an (saling melaknat)
Seorang suami yang menuduh istrinya berbuat zina dengan laki-laki
lain wajib menghadirkan empat orang saksi yang benar-benar
menyaksikan perbuatan istrinya itu. Kalau ternyata suami tidak dapat
membuktikan, maka menurut yang digariskan oleh Allah dan Rasul-Nya
penyelesaiannya adalah sebagai berikut:
1. Suami-istri dihadirkan majelis persidangan,
2. Suami diminta untuk bersumpah empat kali bahwa ia benar-benar
yakin kalau istrinya telah berzina dan kemudian sumpah yang kelima
kalinya berbunyi bahwa jika ia dalam tuduhannya itu berdusta, maka
dia bersedia untuk mendapat laknat dari Allah, dan
3. Istri diminta untuk bersumpah empat kali kalau dia memang
menyangkal dan pada kali kelima istri harus mengucapkan kata-kata
bahwa jika ternyata tuduhan suaminya itu betul, maka dia bersedia
mendapat laknat dari Allah (Thalib, 2007: 312).
BAB IV
ANALISIS KONSEP MUHAMMAD THALIB
TENTANG MEMBENTUK KELUARGA SAKINAH
A. Analisis Buku Muhammad Thalib tentang Membentuk Keluarga
Sakinah
Keluarga sakinah menurut Muhammad Thalib adalah sebuah institusi
kecil yang terdiri ayah sebagai pemimpin, ibu dan anak-anak sebagai anggota,
yang mempunyai tugas, hak dan kewajiban masing-masing, membentuk
kehidupan rukun dan penuh kasih sayang, salin mendukung, melindungi dan
menghormati berlandaskan al-Qur’an dan Hadits, sehingga seluruh komponen
keluarga tersebut merasa aman dan tenteram, untuk meraih ridho Allah SWT.
(Thalib, 2007: 26). Sedangkan manajemen keluarga sakinah menurut
Muhammad Thalib adalah bagaimana suami istri mengelola keluarganya agar
dapat menjadi keluarga yang sakinah. Namun apabila mengacu pada
pengertian manajemen itu sendiri, bahwa unsur manajemen terdiri dari
perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan, maka buku
Manajemen Keluarga Saikinah karya Muhammad Thalib tidak mengandung
unsur-unsur manajemen pada tiap babnya sehingga lebih tepat apabila buku
tersebut disebut sebagai bimbingan menuju keluarga sakinah.
Hal paling penting yang harus digarisbawahi dalam membentuk
keluarga sakinah adalah bahwa suami harus berlaku baik kepada istri.
Seorang istri mempunyai hak, yaitu harus diperlakukan baik, seimbang
92
dengan besarnya kewajiban yang dipikulnya. Begitu juga dengan istri harus
menghormati suaminya. Karena suami sebagai pemimpin dalam rumah
tangga dan juga mempunyai tanggung jawab yang besar. (Thalib, 2007: 143)
Menurut Muhammad Thalib, untuk bisa mencapai keluarga yang
sakinah, perlu diperhatikan pertama kali ialah dalam hal memilih pasangan
hidup. Agama seharusnya menjadi penilaian yang paling utama untuk
menentukan pilihan pasangan hidup Mengapa memilih pasangan hidup yang
beragama? Karena orang yang mengamalkan ajaran agama pasti bisa
menciptakan keharmonisan rumah tangga. Agama mengajarkan etika dan
sopan santun hubungan antar sesama. Khusus dalam hal rumah tangga, agama
Islam mengatur hak dan kewajiban suami istri, memberikan tanggung jawab
terhadap anak, memelihara hubungan dengan orang tua dan saudara-
saudaranya. Intinya, bahwa agama menjadikan seorang suami disebut shaleh
dan seorang istri disebut shalehah. Istri shalehah adalah kekayaan suami yang
tidak ternilai harganya. Suami yang shaleh adalah kehormatan yang paling
tinggi tingkatnya.
Atas dasar penilaian kepada 4 kriteria tersebut, maka seseorang
menentukan pilihan calon pasangan hidupnya. Bersyukurlah dan
berbahagialah kalau mendapat calon pasangan yang mempunyai keempat
kriteria tersebut. Sungguhpun demikian, pemilihan berdasarkan agama lebih
diutamakan daripada yang lainnya. Menikah semata-mata kecantikan atau
kekayaan, tidak menjamin terwujudnya kebahagiaan dalam rumah tangga.
93
Mencari pacar atau pasangan yang cantik atau ganteng adalah dambaan
kawula muda. Mendapat pasangan yang kaya adalah sebuah keberuntungan,
Karena cantik dan kaya bisa menjadi bagian dan kebahagiaan. Tetapi
Rasulullah Saw mengingatkan agar waspada. Tidak jarang yang cantik
banyak ulahnya. Tidak jarang yang tampan banyak tingkahnya. Cantik adalah
anugrah Allah yang harusi disyukuri, tetapi mentang-mentang cantik adalah
musibah bagi suami. Ganteng adalah karunia Allah yang harus disyukuri,
tetapi mentang mentang ganteng adalah bencana bagi istri.
Selanjutnya adalah karena keturunan. Semua anak manusia pada
dasarnya mempunyai status yang sama. Kita memang tidak boleh merasa
paling mulia dibandingkan dengan yang lain. Yang tahu tentang kemuliaan
manusia hanyalah Allah. Namun demi menentukan pilihan, orang harus
berikhtiar dan berusaha. Manusia diberikan kewenangan untuk memilih
hidupnya sendiri. Atas dasar pilihan itulah Allah menetapkan kadar-Nya.
Daya tarik fisik, cantik atau tampan, harus ditindaklanjuti dengan pencarian
informasi tentang nasab, atau asal usulnya. Diikuti dengan pengetahuan
tentang keluarga dan kerabatnya. Pencarian ini dimaksudkan untuk
mengetahui karakter dan kebiasaannya. Sebab manusia hidup dengan
karakternya sendiri-sendiri. Sedangkan karakter terbentuk oleh budaya dan
kebiasaan lingkungan, dan itu sangat sulit untuk dirubah. Jangan sampai
hanya mementingkan kecantikan, tetapi melupakan akhlak dan budi pekerti.
Penilaian berdasarkan nasab, tidak semata untuk kesenangan dan kepentingan
94
sesaat, tetapi juga untuk kepentingan anak dan keturunan yang akan menjadi
generasi penerus dan kebanggaan orang tua.
Kemudian Muhammad Thalib menegaskan pentingnya mendidik anak
dengan memberikan contoh-contoh yang baik. Tidak bisa dipungkiri bahwa
keluarga merupakan wahana pendidikan dan pembentukan moral anak-anak.
Tanggung jawab ini dibebankan pada istri, tentunya karena potensi yang
melekat pada diri sang istri. Istri yang sepenuhnya sebagai ibu rumah tangga
adalah pewaris nilai-nilai moral yang dimilikinya kepada anak-anaknya.
Selain sebagai ibu pendidik bagi anaknya, istri juga menjadi istri yang dapat
membantu suaminya ketika dalam kesulitan. Adapun pekerjaan rumah tangga
juga merupakan kelebihan yang luar biasa, di samping dapat memenaj uang
atau harta yang dimiliki suami, istri juga dapat menjaga hubungan atau
pergaulan sosial dan mengembangkan hubungan silaturrahmi antar keluarga
dan sanak famili.
Akan tetapi, untuk urusan mendidik anak adalah merupakan
kewajiban kedua orang tuanya, tidak hanya dibebankan terhadap ibu saja .
Menurut Darajat (1984: 54), Allah swt mencantumkan dialog pendidikan
antara Luqman al-Hakim dengan anaknya, Allah berkehendak menegaskan
besarnya tanggung jawab ayah dalam mendidik anak.
Dalam kehidupan berkeluarga, porsi tugas dan tanggung jawab
masing-masing suami istri hendaknya dibagi secara adil, yang dimaksudkan
dengan adil di sini tidaklah mesti berarti tugas dan tanggung jawab keduanya
sama persis, melainkan dibagi secara proporsional, tergantung dari
95
kesepakatan bersama. Pembagian kerja, baik di dalam maupun di luar rumah
tangga, hendaknya memperhatikan keselamatan istri. Tugas dan tanggung
jawab itu hendaknya dipikul berdua secara adil sesuai dengan kesepakatan
bersama.
Untuk kemudian, Muhammad Thalib menyebutkan kewajiban seorang
suami yang meliputi kewajiban untuk memimpin keluarga. Dalam sebuah
keluarga harus ada kepemimpinan, karena keluarga adalah cerminan negara
terkecil, sehingga keluarga membutuhkan pemimpin yang mengatur
kehidupan keluarga, bila dalam keluarga tidak ada yang menjadi pemimpin,
maka akan terjadi kekacauan dalam keluarga, semua berjalan sendiri-sendiri.
Suami tidak mau diatur dan tidak ada yang mengatur. Lebih detailnya,
seorang suami berkewajiban memberikan nafkah, pakaian, perumahan,
memelihara, mengasuh, mendidik, serta berbuat baik terhadap anggota
keluarga. Meskipun suami menjadi pemimpin, akan tapi suami tidak
diperbolehkan semena-mena terhadap istri dan bertindak kasar kepada anak-
anaknya. Justru sebagai seorang pemimpin suami harus bisa menjadi panutan
yang baik bagi keluarganya. Suami harus bisa memberikan rasa aman, rasa
tentram dan sayang terhadap istri maupun anak-anaknya.
Istri, di sisi lain, merupakan pemimpin di rumah suami. Artinya istri
harus mampu mengatur kehidupan rumah tangga dengan baik, harus bersikap
baik terhadap suami, mentaati suami dalam hal kebaikan, harus dapat menarik
simpati dan kepercayaan suami, menjaga harta suami dan memelihara anak-
anaknya.
96
Keseimbangan suami istri dalam konteks rumah tangga mempunyai
pandangan bahwa suami merupakan pemimpin bagi rumah tangga.
Sedangkan istri diposisikan secara subordinatif di bawah suami. Hal ini,
disebabkan karena pemahaman ayat secara normative, dan kurang melalui
verifikasi ayat-ayat secara jeli dan rinci. Dan tidak dipungkiri juga bahwa
istri tidak diberi tempat dalam hal kepemimpinan dalam rumah tangga.
Namun demikian, ternyata secara eksplisit Muhammad Thalib juga
memberikan penekanan terhadap perlunya keseimbangan walaupun tidak
dijelaskan secara rinci bentuk perimbangan itu sendiri.
Selain itu, Muhammad Thalib menekankan bahwa kewajiban suami
terhadap istri mencakup perlakuan baik, memberikan nafkah, maskawin dan
pemberian lainnya, serta memberikan pengajaran kepada istri dalam hal
keagamaan, diantaranya hukum-hukum bersuci, ibadah wajib dan sunnah dan
budi pekerti yang baik. Pengajaran keagamaan ini merupakan pengetahuan
dasar dan pengetahuan minimal yang harus diketahui oleh suami maupun
istri. Namun yang menjadi permasalahan jika suami benar-benar mempunyai
kekurangan pengetahuan mengenai hal keagamaan dibanding istri, maka
fungsi laki-laki sebagai pemimpin wajib mengajarkan hal keagamaan
terhadap istri tidaklah tepat. Jadi, yang ditekankan di sini adalah
fungsionalisasi antara pemimpin dan yang dipimpin mempunyai fleksibilitas
yang terikat dengan kondisi kemampuan keagamaan suami istri, sehingga
tidak terjebak pada adanya larangan bagi istri untuk keluar rumah dalam
rangka belajar.
97
Begitu pula dalam akses harta dan ekonomi, perempuan bebas
mengakses keduanya berdasarkan kekuatan yang ia miliki. al-Qur’an
memandang laki-laki memiliki kelebihan di bandingkan perempuan dalam hal
karena mereka mampu mencari nafkah. Al-Qur’an memandang setting sosial
saat itu, ketika kaum laki-laki sangat dominan dalam berbagai bidang
kehidupan sosial, sehingga hal ini tidak sah untuk dilegitimasi sebagai payung
hukum penguasaan laki-laki atas perempuan. Dengan demikian sangat tidak
tepat jika kesimpulan tersebut masih dipakai dalam konteks kekinian. Karena
perempuan saat ini setara dengan laki-laki, bahkan mampu bersaing dalam
berbagai bidang. juga seorang perempuan atau istri dapat saja berperan di
bidang-bidang tertentu di luar rumah suaminya asalkan tidak mengabaikan
kewajibannya terhadap suami dan keluarganya serta dengan ijin dari
suaminya, karena kewajibannya untuk selalu mentaati perintahnya.
Sedangkan mengenai hak suami dalam hal biologis yang menyatakan,
istri tidak boleh menolak permintaan suami untuk melakukan hubungan
biologis, Muhammad Thalib menjelaskan bahwa permintaan tersebut wajib
dilakukan istri bila istri dalam keadaan sehat, baik jasmani maupun rohani
serta tidak dalam masa haid atau nifas, dan tidak melanggar syara’. Namun
bila istri dalam keadaan sakit, dalam keadaan terlarang, karena istri sedang
haid atau nifas, maka istri tidak wajib melayani suami.
Kemudian Muhammad Thalib menyebutkan dalam bukunya untuk
membangun rumah tangga yang tenang atau sakinah. Ketenangan seorang
suami di rumahnya mempunyai berbagai sebab. Yang paling penting
98
daripadanya adalah keteduhan nuansa rumah tangga dan sedikitnya
kegaduhan, sehingga ia mudah mendapat tidur nyenyak yang dapat
menghilangkan kelelahan dirinya, dapat menjernihkan otaknya dan
memperbarui keaktifannya, sehingga ia dapat meneruskan usahanya untuk
mencari sumber rezeki dan untuk memenuhi semua kebutuhan rumah
tangganya.
Seorang suami yang pulang dari tempat kerjanya dalam keadaan lelah
dan ia membutuhkan suasana rileks dan ketenangan. Karena itu, ia wajib
mendapatkan semuanya dari sang istri seperti yang ia inginkan. Kehidupan
rumah tangga merupakan salah satu tempat yang paling cocok untuk
mendapatkan rileks dan ketenangan sebelum ia meneruskan pekerjaannya
lagi. Rumah tangga itu merupakan tempat ia berteduh, bernaung, tempat
beristirahat dan tidur. Karena itu, seorang istri harus memberi suaminya
ketenangan, kedamaian dan tempat yang rileks setelah ia pulang dari kerja
dalam keadaan lelah. Janganlah ia menimbulkan kegaduhan dan keramaian
ketika sang suami sedang istirahat dan tidur. Masalah ini merupakan masalah
yang dimengerti oleh setiap orang, sehingga tidak butuh keterangan panjang
lebar.
Di antara ketenangan dan kedamaian yang dibutuhkan oleh seorang
suami adalah menu makanan yang lezat di dalam rumahnya setelah ia pulang
dari tempat kerjanya dalam keadaan lelah dan lapar, sehingga ia dapat makan
dengan enak dan berselera. Masalah ini merupakan masalah yang paling
penting bagi seorang suami.
99
Sebagai istri yang bijaksana dan shalihah hendaknya ia dapat
menyelesaikan tugas-tugas rumah tangganya dengan baik. Di antara tugas
rumah tangga yang harus ia selesaikan adalah menyiapkan menu makanan
yang lezat yang beraneka ragam macamnya dan cara penyajiannya dan tidak
terlambat dalam penyajiannya, agar tidak menimbulkan emosi dalam hati
suaminya, karena ia sangat lelah dan lapar.
Adapun kalau ada suatu pekerjaan lain yang menyibukkan-dirinya,
misalnya mengurus anak-anak, maka sebaiknya ia minta bantuan suaminya
atau paling tidak minta maaf, karena ia terlambat menyajikan hidangan
makanan bagi sang suami.
Untuk selanjutnya adalah membangun rumah tangga yang baik.
Kebahagiaan keluarga merupakan salah satu tujuan yang ingin dicapai oleh
mereka yang mendirikan rumah tangga. Untuk mendapatkannya maka tidak
sedikit usaha dan pengorbanan yang ikhlas oleh setiap suami dan istri serta
mereka selalu meningkatkan usaha agar menambah dan melestarikan sesuatu
yang telah dimilikinya.
Bermacam-macam nilai dan ukuran manusia tentang perasaan bahagia
itu sendiri. Ada sementara orang menilai dan memandangnya dari segi
material yang dimiliki, ada pula dari segi-segi rohaniah, serta banyak pula
yang memandangnya dari segi-segi keduanya secara utuh dan bulat. Namun
tidak sedikit pula orang menganggap dan memandang kebahagiaan
keluarganya itu sebagai suatu rahasia yang jauh terpendam di dalam diri
100
masing-masing penegak sebuah rumah tangga, yaitu di dalam diri suami dan
isteri yang menjadi pendukung dan penegak sebuah rumah tangga.
Taraf kebahagiaan seseorang sangat ditentukan oleh beberapa keadaan
dan faktor, seperti: pemilikan harta benda secukup kebutuhan, kemampuan
ekonomi guna memenuhi kebutuhan hidup dalam keluarga, kedewasaan diri
dalam setiap aspeknya, kesehatan badan dan batin, serta keadaan seksualitas
suami-isteri dalam keluarga tersebut. Peranan keutuhan dan keteguhan
kepribadian pun tidak kurang pentingnya dalam kehidupan berumah tangga.
Libido adalah naluri seksual yang ada pada setiap manusia. Mula-mula timbul
karena kemasakannya di waktu remaja atau masa pubertas yang diawali
dengan perasaan ketertarikan kepada jenis lawannya. Perasaan seksual pada
seseorang sebenarnya adalah ungkapan perasaan cinta terhadap daya tarik kita
untuk orang lain. Hasrat itu akan tersalurkan dengan penuh kepuasan dan
kebahagiaan jika proses selanjutnya terdapat kerja sama yang sebaik-baiknya
antara suami dan isteri yang saling mencintai. Ternyata dalam pengalaman
hidup sangat banyak keluhan yang terdengar, bahwa tidak setiap orang
(suami-isteri) mampu mengekpresikan dan menyalurkan dorongan naluriah
tersebut dengan sebaik-baiknya. Oleh karena itu tidaklah mengherankan jika
taraf kebahagiaan dalam kehidupan keluarga terasa ada yang mengganjal atau
ada sesuatu yang kurang dan jika tidak mendapatkan pengatasan yang sebaik-
baiknya bukan tidak mungkin akan membuahkan akibat yang kurang baik dan
yang tidak dikehendaki.
101
Agar kebahagiaan hidup dalam keluarga dapat dimiliki dan
berkembang dengan subur dan teguh, maka ilmu pengetahuan yang
berhubungan dengan hal-hal yang rahasia dalam keluarga, yaitu permasalahan
seksualitas ini kiranya perlu mendapatkan perhatian yang secukupnya dari
masing-masing penegak dan pendukung sebuah rumah tangga, yaitu suami
dan istri. Sebenarnya pengetahuan tersebut telah dipelajari jauh sebelum
melangsungkan pernikahan, namun karena berbagai keadaan maka
mempelajarinya kembali dengan penuh perhatian selama perkawinan pun
tidak ada jeleknya, bahkan akan menambah taraf kebahagiaan hidup dalam
keluarga.
B. Analisis Bimbingan Konseling Keluarga Islam Terhadap Pemikiran
Muhammad Thalib
Keluarga sakinah dalam bimbingan dan konseling keluarga Islam
yang dalam istilah Al-Qur’an disebut sebagai keluarga yang diliput rasa
cinta mencintai (mawaddah) dan kasih sayang (sakinah), maka keluarga
harus dapat memenuhi lima pondasi yang harus dibina atau diciptakan
dilingkungan keluarga, kelima pondasi itu adalah: Pertama, pembinaan
penghayatan agama Islam. Kedua, pembinaan saling menghormati. Ketiga,
pembinaan kemauan berusaha. Keempat, pembinaan sikap hidup efisien.
Kelima, pembinaan sikap suka mawas diri. Hubungan dalam keluarga
harmonis, serasi, merupakan unsur mutlak terciptanya kebahagiaan hidup.
Hubungan harmonis akan tercapai manakala dalam keluarga dikembangkan,
dibina, sikap saling menghormati, dalam arti satu sama lain memberikan
102
penghargaan (respek) sesuai dengan status dan kedudukannya masing-
masing (Musnamar, 1992: 62-68).
Pemikiran Muhammad Thalib dapat ditarik ke dalam konsep sebagai
langkah untuk mewujudkan pembentukan keluarga sakinah, antara lain:
memilih dan menentukan pasangan hidup, mempersiapkan pernikahan,
mengelola keluarga, dan menyikapi masalah dalam keluarga.
Faktor-faktor tersebut dalam kerangka bimbingan dan konseling
Islami dapat dijadikan materi atau bahan bagi konselor keluarga agar dapat
membantu individu atau keluarga dalam mewujudkan keluarga yang
sakinah, mawaddah wa rahmah.
Bimbingan konseling keluarga Islam adalah proses pemberian bantuan
terhadap individu agar dalam menjalankan rumah tangganya dapat selaras
dengan ketentuan dan petunjuk Allah, dan menyadari eksistensinya sebagai
makhluk Allah, sehingga mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di
akhirat (Musnamar, 1992 : 70).
Adapun fungsi pertama dalam bimbingan konseling keluarga Islam
adalah mencegah agar tidak muncul problem-problem dalam keluarga.
Melalui konselor, individu yang akan atau sedang membangun sebuah
rumah tangga diberi pengetahuan tentang faktor-faktor yang harus dipenuhi
dalam kehidupan berkeluarga, sebab tanpa memperhatikan faktor-faktor
yang harus mereka penuhi dalam berkeluarga akan muncul problem dalam
keluarga yang tidak mereka pahami, disinilah pentingnya fungsi bimbingan
dan konseling keluarga Islam yaitu :
103
Fungsi Preventif yakni membantu individu mencegah timbulnya
problem yang berkaitan dengan kehidupan berkeluarga, dengan jalan
membantu individu memahami hakikat berkeluarga, tujuan berkeluarga,
membantu individu memahami cara-cara membina kehidupan berkeluarga,
serta membantu individu memahami dan melaksanakan pembinaan
kehidupan berkeluarga sesuai dengan ajaran Islam (Musnamar, 1992 : 71).
Seseorang yang akan menikah dimulai dengan memilih pasangan
hidup yang tepat. Karena dengan memilih pasangan yang tepat akan
mencegah individu dari persoalan-persoalan yang tidak diinginkan (Thalib,
2008 : 57). Dengan kata lain, diperlukan adanya bimbingan pra nikah bagi
mereka yang akan membangun sebuah keluarga.
Islam mengajarkan agar faktor agama menjadi pra syarat dalam
menentukan pasangan hidup. Selain itu, Islam juga memperingatkan agar
dalam menentukan pilihan tidak jatuh atas dasar kecantikan, ketampanan
atau keturunan (Thalib, 2007: 60). Islam memberikan keistimewaan bahwa
kecantikan akhlak lebih utama dibandingkan kecantikan fisik.
Fungsi Kuratif pada pemecahan atau penyelesaian masalah. Ini
berarti individu tengah menghadapi masalah, dalam hal ini konselor
membantu individu dapat menyadari kembali eksistensinya sebagai
makhluk Allah yang harus mengikuti ketentuan dan petunjukNya agar bisa
hidup bahagia (Musnamar, 1992: 71). Dengan demikian mengembalikan
problem yang berkaitan dengan keluarga pada ketentuan dan petunjuk
Allah, baik problem itu muncul karena adanya perbuatan atau tindakan
104
yang tidak sejalan dengan petunjuk Allah, maupun problem dengan sebab
lain yang bersifat manusiawi dalam hubungan dengan lingkungan sekitar.
Dalam kehidupan keluarga, suatu saat akan kita temui adanya
konflik, dengan alasan tersebut, Muhammad Thalib mempunyai solusi
untuk penyelesaiannya yaitu dengan cara bermusyawarah dengan keluarga
besarnya, karena mereka yang paling utama punya kepentingan bagi
seluruh keluarga besar.
Fungsi Preservatif, yakni membantu individu menjaga agar situasi
yang semula tidak baik (mengandung masalah) menjadi baik (terpecahkan)
dan juga kebaikan itu bertahan lama (in state of God) (Musnamar, 1992:
71). Artinya seorang konselor terhadap klien harus menjelaskan bahwa
manusia itu membawa fitrah ketauhidan, yakni mengetahui Allah Swt dan
manusia harus tunduk dan patuh kepadaNya. Manusia ciptaan Allah yang
dibekali berbagai hal dan kemampuan, termasuk naluri beragama tauhid.
Mengenal fitrah sekaligus memahami dirinya yang memiliki berbagai
potensi dan kelemahan, memahami dirinya sebagai makhluk religius,
makhluk individu, makhluk sosial dan makhluk pengelola alam semesta.
Dengan mengenal dirinya atau mengenal fitrahnya, maka individu akan
lebih mudah mencegah timbulnya masalah, memecahkan masalah dan
menjaga berbagai kemungkinan timbulnya masalah.
Untuk mengantarkan manusia mendapatkan kebahagiaan hidup di
dunia dan akhirat, yang mutlak menjadi keinginan manusia, diperlukan
suatu pemahaman atas fitrah kehidupan itu sendiri. Dengan mengetahui
105
fitrah kehidupan, manusia dapat menentukan arah dan langkah yang harus
diambil dalam menjalani hidup untuk mewujudkan kebahagiaan sejati
(dunia-akhirat).
Funsi Developmental atau pengembangan, yaitu membantu
individu memelihara dan mengembangkan situasi dan kondisi yang telah
baik atau lebih baik, tidak memungkinkannya menjadi sebab munculnya
masalah, artinya membantu individu menerima keadaan dirinya
sebagaimana adanya, dari segi baik buruknya, kekuatan serta
kelemahannya, sebagai sesuatu yang memang telah ditetapkan Allah Swt.
Selain itu untuk membantu individu menyadari bahwa ia
diwajibkan untuk berikhtiar, kelemahan yang ada pada dirinya bukan
untuk disesali, juga kelebihan dan kekuatannya bukan membuatnya untuk
lupa diri (Musnamar, 1992: 72).
Dalam membangun keluarga yang penuh dengan ketentraman,
dibutuhkan saling melengkapi kekurangan masing-masing pasangan.
Dibalik kekurangan pastilah ada kelebihan, dan dari kelebihan tersebut
diharapkan akan mampu melengkapi kekurangan pada pasangan masing-
masing. Disinilah letak kebersamaan keluarga, yang harus tetap
dikedepankan guna mencapai hakikat kebahagiaan yang sejati.
Keluarga atau rumah tangga, oleh siapapun dibentuk, pada
dasarnya merupakan upaya untuk memperolah kebahagiaan dan
kesejahteraan hidup. Keluarga dibentuk untuk menyalurkan kebutuhan
biologis secara sah dan benar. Keluarga dibentuk untuk memadukan kasih
106
dan sayang diantara dua makhluk berlainan jenis, yang beerlanjut untuk
menyebarkan rasa kasih sayang keibuan dan kebapakan untuk seluruh
anggota keluarga (anak keturunan). Seluruhnya jelas-jelas bermuara pada
keinginan manusia untuk hidup lebih bahagia dan lebih sejahtera
(Musnamar, 1992: 69).
Sebagaimana telah dijelaskan, bahwa keluarga sakinah adalah
keluarga yang setiap anggotanya merasakan suasana tenteram, damai,
bahagia dan sejahtera lahir batin. Sejahtera lahir adalah bebas dari
kemiskinan harta dan tekanan-tekanan penyakit jasmani. Sedangkan
sejahtera batin adalah bebas dari kemiskinan iman, serta mampu
mengkomunikasikan dalam kehidupan keluarga dan masyarakat (Subhan,
2004: 7).
Mewujudkan keluarga sakinah bukan perkara yang mudah,
diperlukan dukungan dari semua anggota keluarga, berupa kesadaran
penuh untuk mewujudkannya. Setiap anggota keluarga harus mampu
memahami peran masing-masing, siap mentaati segala peraturan yang ada
berdasarkan ajaran agama Islam. Dalam rangka mewujudkan keluarga
sakinah kadang perlu dukungan atau masukan dari luar unsur keluarga.
Misalnya perlunya para anggota keluarga terutama istri dan suami untuk
banyak belajar tentang hal-hal yang belum pernah mereka ketahui.
Misalnya dengan banyak belajar ilmu agama, agar lebih mumpuni untuk
bisa mengelola keluarga menurut ajaran Islam.
107
Konsep sebuah keluarga ideal yang ditawarkan Muhammad Thalib
ikut berperan dalam pencapaian kebahagiaan keluarga yang sejati, yaitu
tercapainya keluarga yang sakinah, mawaddah wa rahmah. Keberadaan
konsep keluarga ini bukan hanya sekedar menumbuhkan pemahaman
antara suami istri, melainkan lebih dari persiapan diri baik suami atau istri
menjadi sosok yang terbaik untuk pasangannya, serta menumbuhkan
komunikasi yang baik pula antar anggota keluarga sehingga apabila ada
persoalan yang muncul dapat dibicarakan bersama dan mencari solusi
yang terbaik.
Pemikiran yang diuraikan oleh Muhammad Thalib tentang
mengelola sebuah keluarga menjadi keluarga sakinah cukup solutif untuk
memulai membentuk keluarga bahagia. Hal ini dapat dilihat dari
lengkapnya penjelasan mengenai sebuah keluarga, persiapan menuju
sebuah keluarga hingga membangun komunikasi antar lingkup
bertetangga. Adanya komunikasi yang baik antar anggota keluarga
maupun dengan lingkungannya akan sangat mendukung bagi terciptanya
keluarga yang sakinah. Karena setiap permasalahan dalam rumah tangga
atau permasalahan lain yang menyangkut keluarga dapat dipecahkan
dengan baik apabila terjalin komunikasi yang baik pula didalamnya.
Pemikiran Muhammad Thalib tentang manajemen keluarga
sakinah sangat relevan dengan asas-asas dalam Bimbingan dan Konseling
Keluarga Islam, (Faqih, 2002: 89-91), yaitu : asas kebahagiaan dunia dan
108
akhirat, asas sakinah, mawaddah dan rahmah, asas komunikasi dan
musyawarah, serta asas sabar dan tawakkal.
1. Asas Kebahagiaan Dunia dan Akhirat
Asas ini merupakan asas yang paling fundamental dalam kehidupan
manusia. bila dapat diringkas tujuan hidup manusia adalah mencari
kebahagiaan dunia dan akhirat. Sebagaimana firman Allah Q.S. al-Baqarah
ayat 201 :
يب حسخ وفي اآلخزح حسخ وقب عذاة البر (٢٠۱: الجقزح )رثب آتب في الد
Artinya : Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami kebaikan di dunia
dan kebaikan di akhirat dan peliharaklah kami dari siksa api
neraka. (Q.S al-Baqarah : 201) (Departeman Agama RI, 1986 :
49).
Kebahagiaan yang dimaksud dalam hal ini bukan semata
kebahagiaan pribadi saja, tetapi juga seluruh anggota keluarga suami istri
anak dan seluruh anggota keluarga yang lain baik di dunia maupun di
akhirat. Hal ini sesuai dengan pendapat Muhammad Thalib tentang
bagaimana membangun sebuah keluarga yang dalam pernikahan yang
diridhai Allah Swt, dengan memilih pasangan yang tepat. Muhammad
Thalib berpendapat bahwa dalam memilih seseorang yang akan dijadikan
pendamping hidup, haruslah mengutamakan segi agama yang kuat. Karena
dengan agama, sebuah keluarga menjadi kokoh dan dapat mencapai
kebahagiaan dunia dan akhirat.
Allah berfirman dalam Q.S al-An’am ayat 32 :
109
يب اال لعت ولهى وللداراآلخزح للذيي يتقىى أفال تعقلىى وهب الحيبح الد
(٣٢:االعن )
Artinya : “Dan tidak kehidupan ini selain dari main-main dan senda
gurau belaka. Dan sesungguhnya kehidupan di Kampung
akhirat itu lebuh baik bagi ornag-orang yang bertaqwa, maka
tidakkah kamu memahaminya”? (Q.S al-An’am : 32)
(Departeman Agama RI, 1986 : 191).
2. Asas Sakinah, Mawaddah dan Rahmah
Sakinah, mawaddah dan rahmah merupakan model ideal rumah
tangga yang selalu diidam-idamkan banyak orang. Maka tidak
mengherankan apabila berbagai upaya terus dilakukan untuk dapat
mewujudkannya. Masksud keluarga sakinah, mawaddah dan rahmah
adalah keluarga tenteram, bahagia penuh dengan kasih dan sayang.
Adapun landasan naqlinya adalah firman Allah SWT dalam Q.S. ar-Rum
ayat 21 :
فسكن ٲسواجب هي لكن ٲى خلق أيآته وهي وجعل ثيكن إليهب لتسكىا ٲ
(٢۱:الزوم ) هىدح ورحوخ إى في ذ لك أليبد لقىم يتفكزوى
Artinya : “Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya yaitu Dia telah
menciptakan untukmu istri- istri dari jenis kamu sendiri
supaya kamu merasa tenang kepadanya dan Dia telah
menjadikan rasa cinta dan kasih sayang diantara kamu.
Sesungguhnya hal yang demikian itu benar-benar menjadi
tanda bagi orang-orang yang mau berpikir.” (Q.S. ar-Rum :
21) (Departeman Agama RI, 1986 : 644).
Asas ini juga sesuai dengan pendapat Muhammad Thalib, bagaimana
seorang suami bisa mengayomi istrinya, bertanggung jawab, taat
110
beragama, dan lemah lembut. Sikap ini sangat penting dalam membangun
sebuah keluarga sakinah.
3. Asas Komunikasi dan Musyawarah
Pernikahan merupakan penyatuan dua insan dengan jenis kelamin
yang berbeda, latar belakang, sifat dan karakter yang berbeda. Tetapi
dengan pernikahan mereka hendak menyatukan pandangan , visi dan misi
kehidupan secara bersama-sama. Untuk mewujudkannya, maka
dibutuhkan komunikasi yang baik diantara keduanya. Pecahkan masalah
dengan semangat musyawarah. Dengan komunikasi dan musyawarah yang
dilandasi dengan ketulusan hati,rasa saling menghormati dan rasa kasih
sayang, maka kehidupan berkeluarga akan berjalan dengan tentram.
Artinya mereka mampu menyelesaikan persoalan-persoalan rumah tangga
yang muncul dengan baik. Allah SWT berfirman Q.S. ar-Rum ayat 38 :
(٣٨: الشىري )... وأهزهن شىري ثيهن
Artinya : “Dan urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara
mereka”. ( Q.S asy-Syura : 38) (Departemen Agama RI, 1986 :
488).
Prinsip asas ini memiliki kesesuaian dengan konsep yang ditawarkan
Muhammad Thalib dalam penyelesaian konflik yang terjadi dalam
keluarga, yaitu dengan jalan musyawarah, komunikasi yang baik antar
anggota keluarga, dan penyelesaian urusan ddengan cara-cara Islami.
4. Asas Sabar dan Tawakkal
111
Mempertahankan eksistensi sebuah keluarga yang sakinah,
mawaddah wa rahmah, memang bukanlah hal yang mudah. Salah satu
kunci yang harus dipegang adalah sikap sabar dan tawakkal secara totalitas
kepada Allah. Karena sudah menjadi kewajiban manusia adalah berusaha,
kemudian tawakkal, persoalan hasil akhir adalah urusan Allah. Maka
dalam Bimbingan dan Konseling Pernikahan dan Keluarga Islam,
membangun individu pertama dan utama adalah bersikap sabar dan
tawakkal dalam menaghadapi persoalan-persoalan kehidupan rumah
tangga. Apabila klien mampu memahami makna sabar dan tawakkal ,
maka mereka mampu memahami yang pasti ada dari suatu kejadian yang
ada dari suatu kejadian yang menimpanya. Firman Allah dalam Q.S an-
Nisa : 19
وعب شزوا هي ثبلوعزوف فإى كزهتوى هي فعس أى تكزهىا شيئب
(۱۹: السبء )ويجعل اهلل فيه خيزا كثيزا
Artinya : “Dan bergaullah dengan mereka (isteri-isterimu)secara
patut(ma’ruf). Kemudian bila kamu tidak menyuakai mereka,
(maka bersabarlah) kerena mungkin kamu tidak menyukai
sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang
banya”k. (Q.S an-Nisa : 19) (Departeman Agama RI, 1986 :
119).
Sabar dan tawakkal sama dengan sikap kerendahan hati, hal ini
sangat penting dalam membangun sebuah keluarga sakinah. Berkaitan
dengan asas ini, Muhammad Thalib berpendapat bahwa sikap sabar dalam
menghadapi masalah, kemudian berupaya untuk menyelesaikannya dengan
112
baik adalah unsur yang tidak dapat dilepaskan dalam membangun keluarga
sakinah.
Sikap rendah hati membuat seseorang senantiasa membuka diri
untuk menerima hal-hal yang bermanfaat dari orang lain, baik berupa
pendapat, nasihat, dan lain-lain. Maka ia tidak hanya mendengarkan, tidak
hanya menganggap pendapatnya yang paling benar, tetapi juga terbuka
menerima pendapat orang lain. Tidak hanya mau dimaafkan jika ia salah,
tetapi juga mau memaafkan kesalahan orang lain, tidak hanya mau
diperhatikan, akan tetapi juga mau memperhatikan orang lain. Hal ini
terwujud dalam sikap saling menerima kelebihan dan kekurangan antar
suami istri serta seluruh anggota keluarganya.
Asas-asas bimbingan dan konseling pernikahan dan keluarga Islam
tersebut merupakan landasan yang dijadikan pegangan atau pedoman
dalam melaksanakan Bimbingan dan Konseling Pernikahan Islam. Dimana
prinsip dasar yang digunakan adalah bersumber dari dalam al-Qur’an dan
Hadits, dengan demikian, pemikiran Muhammad Thalib tentang
manajemen keluarga sakinah memiliki kesamaan prinsip yaitu dalam
rangka mewujudkan keluarga sakinah berdasarkan ajaran Islam untuk
mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat dengan menggapai ridha Allah
Swt.
Dari semua yang telah diuraikan di atas, baik dari analisis pemikiran
Muhammad Thalib maupun analisis bimbingan Konseling Keluarga Islam
terhadap pemikiran Muhammad Thalib tentang manajemen keluarga
113
sakinah dapat menjadi salah satu langkah operasional dalam memberikan
Bimbingan dan Konseling Keluarga Islam terhadap individu atau keluarga
untuk mencegah maupun mengatasi masalah yang timbul dalam keluarga.
Menurut Sanwar (1984: 6), konsep keluarga sakinah ditinjau dari ilmu
dakwah termasuk dalam materi dakwah atau Maadatud Da’wah.
Maadatud Da’wah adalah semua sumber yang dipergunakan atau
disampaikan oleh da’i terhadap mad’u dalam kegiatan dakwah untuk
menuju tercapainya tujuan dakwah Islam. (Fahrudin, 2007: 93)
C. Konsep Kesetaraan Gender dalam Keluarga Islam
1. Konsep Gender
Kata gender berasal dari bahasa Inggris, berarti jenis kelamin.
Dalam Webster’s New World, gender diartikan sebagai perbedaan yang
tampak antara laki-laki dan perempuan dilihat dari segi nilai dan tingkah
laku. Sedangkan dalam Women’s studies Encyclopedia dijelaskan bahwa
gender adalah suatu konsep kultural yang berupaya membuat perbedaan
(distinction) dalam hal peran, perilaku, mentalitas dan karakteristik
emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam
masyarakat. Gender merujuk pada peranan dan tanggung jawab laki-laki
dan perempuan yang diciptakan dalam keluarga, masyarakat dan budaya
(UNESCO, 2007). Begitu pula pemahaman konsep gender menurut
HT.Wilson (1998) yang memandang gender sebagai suatu dasar untuk
menentukan perbedaan sumbangan laki-laki dan perempuan pada
kebudayaan dan kehidupan kolektif yang sebagai akibatnya mereka
114
menjadi laki-laki dan perempuan. Seiring dengan pengertian gender
menurut Yanti Muhtar (2002), bahwa gender dapat diartikan sebagai jenis
kelamin sosial atau konotasi masyarakat untuk menentukan peran sosial
berdasarkan jenis kelamin. Sementara Mansour Fakih (2008),
mendefinisikan gender sebagai suatu sifat yang melekat pada kaum laki-
laki dan perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural.
Dari semua definisi tentang gender yang telah diungkapkan di
atas dapat dikatakan bahwa gender merupakan jenis kelamin sosial, yang
berbeda dengan jenis kelamin biologis. Dikatakan sebagai jenis kelamin
sosial karena merupakan tuntutan masyarakat yang sudah menjadi budaya
dan norma sosial masyarakat yang melekat pada kaum laki-laki dan
perempuan dan membedakan antara peran jenis kelamin laki-laki dan
perempuan. (http://repository.upi.edu/operator/pdf) (Agustus, 2007)
2. Kesetaraan Gender dalam Keluarga Sakinah
Keluarga merupakan unit terkecil di mana berbagai keputusan
diambil, dan nilai-nilai luhur tentang kesetaraan dan keadilan gender
ditanamkan kepada anak-anak dan seluruh anggota keluarga itu berada.
Tanpa adanya pemahaman akan konsep dan nilai-nilai yang berkesetaraan
dan berkeadilan di dalam keluarga sejak dini, bahkan sejak anak berada
dalam kandungan, maka besar kemungkinan nilai-nilai tersebut tidak
diaplikasikan dalam kehidupan suatu keluarga.
Selain itu, keluarga sebagai unit terkecil dalam tatanan
bermasyarakat terkait antara orang tua dan anak, seringkali melakukan
115
berbagai diskriminasi terhadap anak perempuan, ibu dan anggota keluarga
perempuan lainnya.
Menciptakan keluarga sakinah bisa dikonsep sejak dini, termasuk
memberikan pemahaman kepada anak laki-laki dan perempuan tentang
setara gender dan apa yang harus mereka lakukan saat membina rumah
tangga kelak. Pengelola keluarga adalah merupakan tanggung jawab
bersama antara pihak bapak dan ibu. Si ibu sering kali mendapatkan peran
beban ganda, yaitu mulai dari mengurus suami, anak, rumah, dipihak lain,
dalam kondisi tertentu misalnya pada saat kondisi ekonomi keluarga
mendesak, seringkali si istri juga turut memberikan kontribusi dalam
meningkatkan pendapatan rumah tangga dengan bekerja di luar rumah.
Kurangnya akses dan kontrol dalam proses pengambil keputusan,
karena si bapak lebih menonjol kepada posisinya sebagai kepala keluarga
yang keputusannya selalu dianggap terbaik dan harus diikuti si istri dan
anak-anaknya. Hal ini membuat aspirasi dan kepentingan perempuan
tidak terwakili dan semakin membuat mereka terpinggirkan dan tidak
menjadi prioritas. Agar tercipta kesetaraan dan keadilan gender dalam
keluarga, maka prinsip-prinsip manajemen dalam pengertian yang
sederhana harus diterapkan dalam keluarga, yang pada hakekatnya adalah
juga merupakan lembaga atau organisasi. Manajemen keluarga diartikan
sebagai suatu proses atau kegiatan orang-orang dalam keluarga untuk
mencapai tujuan yang telah ditentukan bersama dengan memanfaatkan
sumber daya, dana, dan prasarana yang tersedia.
116
Komunikasi memegang peranan yang sangat penting dalam
keluarga. Komunikasi sebagai suatu kegiatan interaksi di mana masing-
masing anggota keluarga menyampaikan dan menerima pesan, maksud,
perasaan serta pikirannya untuk saling diterima dan diinterpretasikan
sesuai dengan tingkatan persepsi masing-masing, sangat penting dalam
menentukan kualitas hubungan antar manusia, termasuk kualitas
hubungan antar anggota keluarga.
Juga pendidikan sosial dalam keluarga, pendidikan pada anak
harus diutamakan, terutama pendidikan sosial oleh para orang tuanya
secara mandiri. Anak membutuhkan pengasuhan dan pemeliharaan yang
layak dari orang tua, karena sebagai generasi penerus anaklah yang akan
meneruskan harapan, cita-cita dan apa yang dirisaukan oleh orang tua.
Dalam konteks ini, orang tua tidak hanya berkewajiban memberi anak
makan dan pakaian yang memadai, tetapi juga harus memperhatikan
semua pertumbuhan dan perkembangan anak yang menyangkut; fisik,
pikir dan daya cipta, bahasa dan motorik, moral, agama, disiplin, emosi
dan kemampuan masyarakat. Sebagai calon anggota masyarakat, anak
harus mempunyai kemampuan bermasyarakat yang disebut juga
kemampuan sosial.
Kemudian gaya pengasuhan orang tua dalam keluarga, bagi orang
tua yang kurang mampu menerapkan gaya pengasuhan yang cukup tepat,
yang seyogyanya disesuaikan dengan kondisi orang tua, anak dan
lingkungan, maka akan terbentuk hubungan yang kurang harmonis antara
117
anak dan orang tua, bahkan menjadikan pecahnya keluarga. Hal ini
barangkali dapat dihindari bila orang tua memiliki pengetahuan, sikap dan
tindakan tentang gaya pengasuhan orang tua dalam keluarga, untuk
membentuk anak yang matang perkembangan sosialnya yang memberi
kontribusi cukup besar untuk ketentraman keluarga.
Adanya saling pengertian antara suami dan istri demi menjaga
keharmonisan keluarga, juga pengelolaan manajemen keuangan keluarga.
Satu hal yang perlu ditekankan dalam keluarga adalah, peran perempuan
dalam keluarga dan masyarakat sangat beragam dan berganda telah
disadari, terlebih-lebih fungsi dan peran perempuan dalam keluarga yang
tidak dapat digantikan atau dilakukan oleh laki-laki (mengandung,
melahirkan dan menyusui) dan yang lebih dominan dari laki-laki
(memelihara anak, mengelola urusan rumah tangga, memberi perhatian
dan kasih sayang, menanamkan nilai-nilai moral atau agama dan
sebagainya). Peran perempuan ini sangat menentukan kualitas intelektual,
emosional dan spiritual anak sebagai generasi penerus, maupun kualitas
keluarga sebagai unit terkecil masyarakat. Dengan demikian tidak dapat
dipungkiri bahwa perempuan merupakan penentu arah dan masa depan
bangsa, sehingga seharusnyalah upaya peningkatan kualitas dan
pemberdayaan perempuan mendapat perhatian yang proporsional.
Jadi dalam rangka mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender
dalam keluarga, untuk tercapainya keluarga yang sakinah mawaddah wa
rahmah, maka dalam kehidupan suatu keluarga perlu menerapkan prinsip-
118
prinsip antara lain; manajemen dan perencanaan program keluarga,
komunikasi dalam keluarga, pendidikan sosial dalam keluarga, gaya
pengasuhan orang tua dalam keluarga, kesehatan reproduksi dalam
keluarga dan manajemen keuangan keluarga.
(http://waspada.co.id.index.php?setara.gender) (Agustus, 2007)
3. Tinjauan Persamaan Gender Terhadap Perilaku Poligami
Ketika istilah poligami muncul ke permukaan sebagai suatu
praktek yang lazim dilakukan, pro dan kontra pun diutarakan dengan
berbagai argumentasi. Sebagai sebuah pernikahan yang lahir dari proses
sejarah, poligami disebut sebagai syariat agama, dimana Rasulullah
Muhammad SAW pada masanya menikahi lebih dari satu orang wanita
dengan tujuan untuk menolong para janda. Kemudian hal tersebut diatur
dalam al-Qur’an yang menerangkan bahwa laki-laki boleh menikahi satu,
dua, tiga, atau empat istri dengan syarat adil. Melalui ayat tersebut, lalu
beberapa kalangan memberi label halal dan mubah terhadap praktek
poligami. Namun, semuanya kembali lagi pada pengertian adil yang
ditekankan sebagai sebuah persyaratan yang wajib dipenuhi jika seorang
suami akan berpoligami, seperti seorang istri yang mandul atau istri
mengidap penyakit sehingga tidak bisa melayani suami.
Namun alasan tersebut tidak bisa dibenarkan mengingat rasa
keadilan itu bersifat relatif bagi seorang perempuan yang suaminya
beristri lebih dari satu. Dan juga, poligami banyak memberikan dampak
negatif terhadap istri, diantaranya: (a) Timbul perasaan inferior,
119
menyalahkan diri sendiri, istri merasa tindakan suaminya berpoligami
adalah akibat dari ketidakmampuan dirinya memenuhi kebutuhan
biologis suaminya. (b) Ketergantungan secara ekonomi kepada suami.
Ada beberapa suami memang dapat berlaku adil terhadap istri-istrinya,
tetapi seringkali pula dalam prakteknya, suami lebih mementingkan istri
muda dan menelantarkan istri dan anak-anaknya terdahulu. Akibatnya
istri yang tidak memiliki pekerjaan akan sangat kesulitan menutupi
kebutuhan sehari-hari. (c) Hal lain yang terjadi akibat adanya poligami
adalah sering terjadinya kekerasan terhadap perempuan, baik kekerasan
fisik, ekonomi, seksual maupun psikologis. (d) Selain itu, dengan adanya
poligami, dalam masyarakat sering terjadi nikah di bawah tangan, yaitu
perkawinan yang tidak dicatatkan pada kantor pencatatan nikah (Kantor
Catatan Sipil atau Kantor Urusan Agama). Perkawinan yang tidak
dicatatkan dianggap tidak sah oleh negara, walaupun perkawinan tersebut
sah menurut agama. Bila ini terjadi, maka yang dirugikan adalah pihak
perempuannya karena perkawinan tersebut dianggap tidak pernah terjadi
oleh negara. Ini berarti bahwa segala konsekuensinya juga dianggap tidak
ada, seperti hak waris dan sebagainya. (e) Yang paling mengerikan,
kebiasaan berganti-ganti pasangan menyebabkan suami atau isteri
menjadi rentan terhadap penyakit menular seksual (PMS) dan bahkan
rentan terjangkit virus HIV/AIDS. (Apik, 2006: 1)
Islam memandang poligami lebih banyak membawa resiko atau
madharat, daripada manfaatnya, karena manusia itu menurut fitrahnya
120
mempunyai watak cemburu, iri hati dan suka mengeluh. Watak-watak
tersebut akan mudah timbul dengan kadar tinggi, jika hidup dalam
keluarga poligamis. Dengan demikian, poligami itu bisa menjadi sumber
konflik dalam kehidupan keluarga baik konflik antara suami dan istri-istri
dan anak-anak dari istri-istrinya maupun konflik antara istri beserta anak-
anaknya masing-masing. Karena itu, hukum asal dalam perkawinan
menurut Islam adalah monogami, sebab dengan monogami akan mudah
menetralisir sifat atau watak cemburu, iri hati dan suka mengeluh dalam
kehidupan keluarga yang monogamis. (Ghozali, 2008 : 130-131).
Kemudian efek jangka panjang yang akan timbul dari poligami
tersebut juga perlu diperhatikan. Bisa jadi, anak-anak yang lahir dari
keluarga poligamis, akan merasa tersingkirkan karena terlahir dari istri
kedua, atau merasa minder dan malu karena bapaknya beristri lebih dari
satu yang tentunya akan membawa efek dalam tumbuh kembang mental
anak tersebut. Sebab itulah, jika ditelaah lebih mendalam, sesungguhnya
poligami mengusung tanggung jawab moral yang luar biasa besar.
Di Indonesia sendiri, poligami menjadi momok yang menakutkan
bagi para istri, karena bagaimanapun juga pengalaman dan pelajaran telah
banyak terjadi mengenai kegagalan keluarga yang berpoligami. Mulai dari
kalangan artis, publik figur, hingga tokoh agama terkenal sekalipun,
ternyata masih gagal dalam melaksanakan praktek poligami tersebut.
Berkaca dari itu semua, yang kemudian muncul gagasan untuk diatur
dalam undang-undang mengenai larangan berpoligami di Indonesia,
121
sehingga gagasan tersebut juga mengandung kontroversi, terutama bagi
sebagian kalangan yang pro terhadap poligami tersebut.
Kemudian jika ditinjau dari sudut pandang gender, poligami tentu
menjadi suatu hal yang bertentangan. Dimana rasa adil yang dirasakan
oleh para istri, tidak akan pernah sama dengan rasa adil yang sudah
diberikan oleh suami. Artinya, suami yang sudah merasa memperlakukan
istrinya dengan seadil-adilnya, belum tentu dirasakan adil oleh istri-
istrinya. Oleh sebab itu kemudian muncul rasa kecemburuan, iri hati,
merasa diabaikan, merasa kurang diperhatikan, yang dalam jangka
panjang akan memunculkan problem sehingga tidak jarang justru akan
merusak tatanan keluarga itu sendiri.
Seorang suami yang baik akan selalu memperhatikan istri, selalu
tahu apa yang terbaik untuk keluarganya, dan tentunya akan mengerti
tentang keinginan istri dan cara membahagiakan keluarganya. Jika
kemudian poligami akan mengurangi kebahagiaan istrinya, atau bahkan
menyakiti, maka suami jelas tidak diperbolehkan berpoligami dengan
alasan dan landasan yang dibuat-buat seolah-olah poligami menjadi
sesuatu yang diperintahkan dalam Islam.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang sudah dipaparkan di depan, setelah
mengadakan penelitian dan penelaahan secara seksama tentang “Tinjauan
Bimbingan dan Konseling Keluarga Dalam Mewujudkan Keluarga Sakinah
(Analisa Buku “Manajemen Keluarga Sakinah” karya Muhammad Thalib)”,
maka penulis mengambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Muhammad Thalib dalam menuliskan buku ini bertujuan memberikan
pedoman-pedoman kepada para pembaca yang akan atau sedang
membangun rumah tangga. Yaitu memberikan wawasan dan masukan
kepada pembaca yang akan membangun rumah tangga agar mempunyai
visi yang jauh kedepan, kemudian mempersiapkan segala sesuatunya
dengan baik, lalu mengelola sebuah keluarga dalam naungan agama yang
kuat, agar menjadi keluarga yang berkualitas supaya menghasilkan generasi
yang tidak hanya pandai dan berbakat, namun juga berbakti pada orang tua
dan juga taat terhadap agamanya.
2. Membangun sebuah keluarga menurut Muhammad Thalib harus dimulai
dengan memilih pasangan yang tepat, artinya lebih mengutamakan segi
agama yang kuat sebelum pertimbangan-pertimbangan lainnya, agar
pernikahan yang akan dilaksanakan senantiasa mendapat ridha dari Allah,
sehingga mendapatkan kebahagiaan sejati yaitu kebahagiaan dunia dan
akhirat.
123
3. Pemikiran Muhammad Thalib tentang membentuk keluarga sakinah
relevan dengan asas-asas Bimbingan dan Konseling Pernikahan dan
Keluarga Islam antara lain asas kebahagiaan dunia dan akhirat, asas
sakinah mawaddah dan rahmah, asas komunikasi dan musyawarah, dan
asas sabar dan tawakkal. Pemikiran Muhammad Thalib ini memiliki
persamaan prinsip yaitu dalam rangka membangun keluarga sakinah
berdasarkan syari‟at Islam.
B. Saran-saran
Di bawah ini penulis sampaikan saran-saran kepada para laki-laki dan
perempuan yang akan atau sedang membangun sebuah ikatan keluarga dengan
jalan pernikahan, yaitu :
1. Perkawinan adalah ikatan suci antara laki-laki dan perempuan untuk
membentuk keluarga, maka sepatutnyalah secara terus menerus dibina dan
dipupuk sehingga akan selalu tumbuh kebahagiaan dan keharmonisan
rumah tangga.
2. Selalu berpegang teguhlah kepada ajaran dan ketentuan Allah dan Rasul-
Nya agar senantiasa diberikan petunjuk dalam membina keutuhan
kehidupan berkeluarga, karena hanya itulah satu-satunya sumber dan
pedoman yang tepat sebagai rujukan dalam membina dan mengelola
keutuhan rumah tangga.
3. Bagi para konselor hendaknya memahami konsep kesetaraan gender,
mengingat banyaknya problem dalam keluarga yang dipicu oleh faktor
gender. Sementara mengenai maraknya aliran-aliran pemikiran gender,
124
untuk itu perlu pemilahan konsep gender yang sesuai dengan ajaran Islam.
Sehingga dapat mewujudkan hubungan suami istri yang harmonis dan
bukan malah justru menimbulkan perpecahan dalam keluarga. Pemahaman
ini untuk bekal konselor dalam menyampaikan materi kepada klien, agar
dapat membantu klien dalam menyelesaikan masalahnya. Juga dalam
rangka membantu klien dalam mewujudkan keluarga sakinah mawaddah
wa rahmah.
4. Buku Muhammad Thalib yang berjudul Manajemen Keluarga Sakinah
mungkin lebih tepat disebut sebagai bimbingan dalam rangka menuju
keluarga sakinah, sebab jika mengacu pada kata manajemen harus ada
unsur POAC dalam tiap bab yang dibahas dalam buku, yaitu Planning
(perencanaan), Organizing (pengorganisasian), Actuating (pelaksanaan),
dan Controlling (pengawasan). Sedangkan dalam buku tersebut lebih
banyak mengedepankan contoh langsung dari Rasulullah Saw melalui
Hadits.
C. Penutup
Dengan mengucap Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat
Allah Swt, atas segala rahmat, taufik dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini. Penulis sangat berharap bahwa tulisan ini dapat
bermanfaat bagi penulis sendiri khususnya dan bagi pembaca pada umumnya,
mudah-mudahan kita selalu diberikan petunjuk oleh Allah swt dalam segala
urusan.
125
Penulis menyadari masih banyaknya kekurangan dan ketidak sempurnaan
dalam proses penulisan skripsi ini baik yang disadari maupun tidak, meskipun
penulis sudah berusaha semaksimal mungkin dengan mengerahkan segala
kemampuan yang penulis miliki. Untuk itulah, kritik dan saran dari para
pembaca sangat penulis harapkan demi memperbaiki karya yang sedang
penulis buat. Akhirnya, hanya kepada Allah Swt penulis memohon petunjuk
dan rahmat-Nya semoga senantiasa berada dalam bimbingan dan dibawah
naungan ridho-Nya. Amin ya Robbal „Alamin.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Asqalani, Ibnu Hajar, 1984. Bulugh al-Maram, (terj) Muh. Sjarief Sukandi.
Bandung: al-Ma’arif.
Apik, (2003). Peran Keluarga Dalam Mencegah Penyalahgunaan Narkoba, Lebih
Baik Mencegah dari Pada Mengobati ! Peran Keluarga Sangat
Penting!,iAvailible:http://www.infeksi.com/hiv/articles.php?lng=in&pg= 47.
(Nopember: 2011)
Arikunto, Suharsimi, 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik,
Jakarta: Rineka Cipta.
Azwar, Saifuddin, 1998. Metode Penelitian, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Darajat, Zakiyah, 1984. Pendidikan Agama dalam Pembinaan Mental, Jakarta:
Bulan Bintang.
Departeman Agama RI, 1986. Al-Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta: Intermassa.
__________________, 2000. UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Jakarta:
Direktorat Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama Islam.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Jakarta: Balai Pustaka
Ensiklopedi Islam, 1997. Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve.
Fahrudin, 2007. ”Keseimbangan Hak dan Kewajiban Suami Istri Menurut Imam
Al-Nawawi dalam Membentuk Keluarga Sakinah Perspektif Bimbingan
dan Konseling Keluarga Islam”, Semarang: Skripsi Fakultas Dakwah,
Tidak Dipublikasikan.
Faqih, Ainur Rahim, 2001. Bimbingan Dan Konseling Dalam Islam. Yogyakarta:
UII PRESS.
Ghozali, Abdurrahmam, 2008. Fiqih Munakahat. Jakarta: Kencana.
Hasan, Muhammad Ali, 2006. Pedoman Hidup Berumah Tangga Dalam Islam.
Jakarta: Siraja.
Indra, Hasbi dkk, 2004. Potret Wanita Shalehah. Jakarta: Penamadani.
Mahalli, A. Mudjab, 2006. Menikahlah, Engkau Menjadi Kaya (Kado Pernikahan
Untuk Pasangan Muda). Yogyakarta: PT. Mitra Pustaka.
2
Moleong, J. Lexy, 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Rosda
Karya.
Mubarok, Ahmad, 2005. Psikologi Keluarga : Dari Keluarga Sakinah Hingga
Keluarga Bangsa. Jakarta: Bina Rena Pariwara.
Muhadjir, Noeng, 1996. Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Rake
Sarasin.
Musnamar, Thohari, 1992. Dasar-dasar Konseptual Bimbingan dan Konseling
Islami. Yogyakarta: UII PRESS.
Musthofa, Aziz, 2003. Untaian Mutiara Buat Keluarga: Bekal Bagi Keluarga
Dalam Menapaki Kehidupan, Yogyakarta: Mitra Pustaka.
Prayitno dan Amti, 1999. Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Rineka
Cipta.
Pujosuwarno, Sayekti, 1994. Bimbingan Dan Konseling Keluarga, Yogyakarta:
Menara Mas Offset.
Rofiq, Ahmad, 1998. Hukum Islam Indonesia, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Shiddieq, Umay M. Dja’far, 2004. Indahnya Keluarga Sakinah dalam Naungan
al-Qur’an dan Sunnah, Jakarta: Zakia.
Shihab, Quraish, 2000. Wawasan al-Qur’an Tafsir Ma’dhu’I atas Pelbagai
Persoalan Umat, Bandung: Mizan.
_____________, 2006. Perempuan dari Cinta sampai Seks. Jakarta: Lentera Hati.
____________, 2007. Pengantin al-Qur’an. Jakarta: Lentera Hati.
Subhan, Zaitunah, 2004. Membina Keluarga Sakinah, Yogyakarta, Pustaka
Pesantren.
Summa, Muhammad Amin, 2005. Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam.
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Surakhmad, Winarno, 1990. Pengantar Penelitian Ilmiah, Bandung: CV. Tarsito.
Suryabrata, Sumadi, 1993. Metodologi Penelitian, Cet. 11, PT. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
Syarqawi, Zainab Hasan, Fiqih Seksual Suami-Istri, (terj.) Hawin Murtadha, Solo:
Media Insani.
3
Tihami dkk, 2009. Fikih Munakahat: kajian Fikih Nikah Lengkap, Jakarta:
Rajawali Pers.
Thalib, Muhammad, 2007. Manajemen Keluarga Sakinah, Yogyakarta: Pro-U
Media.
_______________, 2008. Ensiklopedi Keluarga Sakinah Jilid II (Menuju
Pernikahan Islami), Yogyakarta: Pro-U Media.
Walgito, Bimo, 2000. Bimbingan dan Konseling Perkawinan, Yogyakarta: ANDI
OFFSET.
___________, 1995. Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah, Yogyakarta : Andi
Offset.
http://media.isnet.org/Quraish/Wawasan/Perempuan3.html. (Desember, 2006).
http://alhijrah.cidensw.net/indek.
http://tausyah.wordpress.com
http://repository.upi.edu/operator/pdf (Agustus, 2007)
http://waspada.co.id//index.php?:konsep-setara-gender-menuju-keluarga-sakinah
(Agustus, 2007)
http://kolom-hukum.blogspot.com/2011/07pengertian-keluarga.html
Wawancara dengan Muhammad Thalib (melalui email pada tanggal 22 Maret
2011)
PEDOMAN WAWANCARA
A. Biografi Muhammad Thalib
1. Nama Lengkap? Muhammad Thalib
2. Tempat dan Tanggal Lahir? Surabaya, 31 Desember 1948
3. Nama Istri? Ernawati
4. Anak-anak? Ahmad Thoriq, Kholid Thalib, Hafidz, Faris, dan Faridah
5. Bagaimana jenjang pendidikan bapak? Sekolah Rakyat (SR), Pesantren
Persatuan Islam Bangil (Setingkat 'Aliyah), Fakultas Syari’ah (Universitas
Islam Indonesia)
6. Apa aktifitas bapak saat ini? Dakwah diberbagai tempat, Narasumber dalam
berbagai seminar terutama mengenai keluarga dan masih aktif menulis
buku.
B. Tentang buku Muhammad Thalib, Manajemen Keluarga Sakinah:
1. Bisa dijelaskan apa yang melatar belakangi dalam menulis buku Manajemen
Keluarga Sakinah? Memberikan kontribusi dalam rangka membangun
keluarga berkualitas karena keluarga merupakan unit masyarakat terkecil
yang sangat berperan dalam masyrakat dan bangsa.
2. Siapa sasaran utama yang bapak tuju dalam penulisan buku Manajemen
Keluarga Sakinah? Sasaran utama saya tentunya seluruh kaum muslimin,
dalam pengertian luas, baik yang baru akan membangun keluarga maupun
yang sudah berkeluarga.
3. Selain melalui buku, apakah bapak juga sering memberikan konsultasi
perkawinan dan rumah tangga secara langsung kepada masyarakat?
Ya, saya sering juga memberikan konsultasi terhadap masyarakat
4. Dalam buku Manajemen Keluarga Sakinah, Kenapa bapak memasukkan
pologami, apakah mungkin tercipta keluarga yang sakinah dalam keluarga
yang berpologami? Mungkin saja, tapi memeng itu bukan jaminan, saya
menjelaskan hanya mengenai hukum dasarnya, dan penjelasan saya juga
mengacu pada contoh Rasulullah SAW, oleh karena itu saya tulis di buku
bahwa poligami termasuk keistimewaan dalam sistem keluarga Islam.
Mengenai pemahaman dan pelaksaannya, tentu kembali kepada pembaca.
5. Menurut pandangan anda, apakah masih relevan apabila praktek poligami
dilakukan saat ini ditengah maraknya tuntutan kesetaraan gender yang sedang
marak dibicarakan? Itu semua kembali pada individu masing-masing, apakah
istrinya mau dan ikhlas atau tidak, karena semua punya kewajiban dan hak
yang sudah diatur masing-masing. Mengenai kesetaraan gender menurut saya
itu sah-sah saja asalkan tidak mennentang dan tidak menyalahi kodrat
seorang wanita sebagai istri dari seorang suami dan seorang ibu dari anak-
anaknya.
6. Saat ini saya sedang menulis skripsi dengan judul “Tinjauan Bimbingan dan
Konseling Keluarga dalam Mewujudkan Keluarga Sakinah (Analisa Buku
Manajemen Keluarga Sakinah karya Muhammad Thalib)” Bagaimana
menurut anda? Setuju sekali, untuk membangun generasi Islam yang kokoh,
dibutuhkan kontribusi dari berbagai pihak. Saya harap nantinya skripsi
tersebut juga dapat memberikan kontribusi dan pemikiran bagaimana
membangun keluarga yang baik.
Wawancara melalui e-mail (kholid78@gmail.com) pada tanggal 22 Maret 2011.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENULIS
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Nur Isrokhah
NIM : 061111013
Jurusan : Bimbingan Penyuluhan Islam
Tempat dan Tanggal Lahir : Kendal, 30 April 1984
Alamat : Sarirejo Rt.01/VII Kaliwungu Kendal
Jenjang Pendidikan :
1. SDN 03 Sarirejo Kaliwungu Lulus tahun 1996
2. MTs NU 05 Sunan Katong Kaliwungu Lulus tahun 1999
3. MA NU 03 Sunan Katong Kaliwungu Lulus tahun 2002
4. Institut Agama Islam Negeri Semarang
Demikian riwayat ini saya buat dengan sebenar-benarnya.
Semarang, 19 Desember 2011
Nur Isrokhah
NIM. 061111013
top related