tinjauan hukum islam terhadap praktek sewa...
Post on 22-Sep-2019
27 Views
Preview:
TRANSCRIPT
TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTEK SEWA-MENYEWA
RUMAH KONTRAKAN DI DESA SITUGADUNG KABUPATEN
TANGERANG
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Ekonomi (S.E)
Oleh:
Dendi Purwagandi
NIM: 1113046000104
PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019 M/ 1440 H
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
A. IDENTITAS DIRI
Nama : Dendi Purwagandi
NIM : 1113046000104
TTL : Cianjur, 25 Desember 1995
Alamat : Jl. Kp. Sinangpalai Rt 02/01 Des.Situgadung Kec.
Pagedangan Kab. Tangerang Banten
No. Telp : 085774579161 Telp/WA
Email : dpurwagandi@gmail.com
B. PENDIDIKAN FORMAL
SDN Situgadung 2 (2001 – 2007)
MTS Ruhul Bayan (2007 – 2010)
SMAN 17 Kab. Tangerang (2010 – 2013)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (2013 – 2019)
C. PENGALAMAN ORGANISASI
1. Kepala Divisi Ekonomi Kreatif Himpunan Mahasiswa Program Studi
(HMPS) Muamalat Tahun 2015
2. Anggota Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat Fakultas Syari‟ah
dan Hukum
3. Ketua Bidang Pemberdayaan Masyarakat Himpunan Pemuda Sinangpalai
(HIPSI) 2016
4. Ketua Muamalat Riders (Mulder) Tahun 2015
5. Ketua Komunitas Motor Black Bird South Tangerang Community (BBSTC)
ABSTRAK
DENDI PURWAGANDI, NIM 1113046000104. “Tinjauan Hukum Islam
Terhadap Praktek Sewa-menyewa Rumah Kontrakan di Desa Situgadung
Kabupaten Tangerang”, Skripsi. Program Studi Ekonomi Syariah, Konsentrasi
Perbankan Syariah, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, 1440 H/2019 M. Jumlah halaman 68 + lampiran halaman
Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan bagaimana Akad Sewa-
menyewa pada Bisnis Rumah Kontrakan daerah Situgadung Kec. Pagedangan
dalam Tinjauan Hukum Islam. Mewabahnya bisnis sewa menyewa rumah
kontrakan ini membuat punulis tertarik untuk meneliti bagaimana hukum islam
memandang akad sewa menyewa rumah kontrakan ini berlangsung.
Penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif kualitatif, karena
metode ini dirasa sangat relevan dengan objek penelitian. Data yang digunakan
adalah data kualitatif yang bersumber dari dua jenis sumber, yaitu data primer dan
data sekunder. Kemudian data tersebut diformulasikan dan diintreprestasikan
sehingga tersusun rapi menjadi satu. Adapun pengumpulan data dilakukan dengan
teknik observasi, wawancara, dokumentasi dan studi pustaka.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa, berlangsungnya akad sewa
menyewa rumah kontrakan di desa Situgadung ini terbilang sudah sesuai dengan
hukum Islam, namun dalam beberapa hal terdapat sesuatu yang sepertinya harus
ditambahkan demi tercapainya prinsip syariah secara utuh, seperti membuat
perjanjian tertulis dalam perjanjian awal dan lain sebagainya.
Kata Kunci : Akad, Sewa Menyewa, Bisnis Rumah Kontrakan.
Pembimbing : Drs. Hamid Farihi, MA.
Daftar Pustaka : 1992 – 2015
ABSTRACT
DENDI PURWAGANDI, NIM 1113046000104. “Overview of Islamic Law on
the Practice of Rented Houses for Rent in Situgadung Village, Tangerang
Regency.", Thesis. Sharia Economics Study Program, Sharia Banking
Concentration, Faculty of Economics and Business, Syarif Hidayatullah State
Islamic University Jakarta, 1440 H / 2019 M. Number of pages 68 + page
attachments
This study aims to explain how the contract of leasing in the contracted
home business in the Situgadung district Pagedangan in the Overview of Islamic
Law. The expulsion of the rented house rental business made the writers
interested in examining how Islamic law views the contractual leasing contract.
The research is descriptive qualitative research, because this method is
very relevant to the object of research. The data used are qualitative data sourced
from two types of sources, namely primary data and secondary data. Then the
data is formulated and interpreted so neatly arranged into one. The data
collection is done by observation, interview, documentation and literature study.
The results of the study show that the contract of leasing for rented houses
in Situgadung village is in accordance with Islamic law, but in some cases there
seems to be something to add to the achievement of sharia principles as a whole,
such as making a written agreement in the initial agreement and so forth.
Key Word : Contract, Lease, Rented House Business
Advisor : Drs. Hamid Farihi, MA.
References : 1992 – 2015
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan nikmat, rahmat
dan hidayah, serta kasih sayang-Nya sehingga Skripsi ini dapat terselesaikan.
Sholawat dan salam tak lupa selalu tercurah kepada Sang Pembawa Kebenaran
yakni Nabi Muhammad SAW yang membawa umatnya dari zaman kegelapan ke
zaman yang terang benderang.
Alhamdulillah dengan didorong rasa semangat dan dukungan dari orang
sekitar,Skripsi yang berjudul “TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP
PRAKTEK SEWA-MENYEWA RUMAH KONTRAKAN DI DESA
SITUGADUNG KABUPATEN TANGERANG” dapat diselesaikan penulis.
Penulisan karya ilmiah dalam bentuk Skripsi ini merupakan salah satu syarat
untuk menyelesaikan studi strata satu (S1) guna memperoleh gelar Sarjana
Ekonomi (SE) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
Merupakan suatu kehormatan bagi penulis untuk mempersembahkan yang
terbaik kepada orang sekitar penulis, yaitu kedua orang tua, keluarga besar
penulis, pihak civitas akademika dan pihak-pihak lain yang telah ikut andil dalam
penyelesaian Skripsi ini. Sebagai bentuk penghargaan, penulis sampaikan ucapan
rasa terimakasih sedalam dalamnya kepada:
1. Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.H., M.H., M.A. Dekan Fakultas Syariah
dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Prof. Dr. Amilin, SE., Ak., M.Si., CA., QIA., BKP., CRMP. Dekan
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. AM. Hasan Ali, Ketua Pogram Studi Muamalat, dan Abdurrauf, LC, MA.
Sekertaris Program Studi Muamalat Fakultas Syariah, sekaligus Tim Task
Force Passing Out Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
ix
4. Dr. Muhammad Nur Rianto Al Arif, M.Si Ketua Program Studi Ekonomi
Syariah Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Abdurrauf, LC, MA. Dosen Pembimbing Akademik yang telah
memberikan nasehat, saran, dan masukan dalam penulisan skripsi ini.
6. Drs. Hamid Farihi, MA. Dosen Pembimbing Skripsi yang telah
meluangkan waktu, fikiran, dan tenaganya dan dengan sabar membimbing
saya, menasehati, serta memberikan motivasinya dalam penulisan Skripsi
ini.
7. Seluruh pihak Staf Kantor Desa Situgadung dan Bapak Aca selaku kepala
desa situgadung yang telah membantu dan mengizinkan penulis dalam
melakukan penelitian di tempat tersebut.
8. Segenap Bapak/Ibu Dosen dan Karyawan Akademik Fakultas Syariah dan
Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, yang
telah memberikan banyak ilmu dan pengalaman kepada penulis selama
mengikuti perkuliahan sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini.
9. Tak lupa pula Kedua orang tua dan kakak penulis beserta keluarga yang
dengan tulus selalu mendoakan, memberi semangat dan selalu mendukung
penulis baik moril maupun materil. Semoga selalu dalam lindungan dan
berkah Allah SWT.
10. Teman-teman Crew Lay‟s, Ripazri, Azie, Adhi Qari, Rudy, Arif, Dicky,
yang sangat mendukung dan mensuport penulis.
11. Teman-teman Muamalat C 2013, teman-teman Perbankan Syariah
angkatan 2013 yang selalu memberikan semangat dan hiburan kepada
penulis.
12. Kakak-kakak penulis selama di UIN dan HmI, Kak Ume, kak Zaky, kak
Abeng, Kak Husnul, Kak Kevin, Kak Diaz, Kak Aslam. Juga sahabat-
sahabat penulis, Matin, Wirda, Nurul, Rendy, Aam dan lainnya. Juga
Adik-Adik penulis, Fay, Amel, Bakrie, Aziz, Tacki, Fikri, Iqbal, Richad,
Akmal, Ilham, Bowo, Ragil dan lainnya, yang telah mendukung,
x
membantu, membimbing, menyemangati dan menemani penulis dalam
berjuang dan menyelesaikan skripsi ini.
Akhirnya penulis memanjatkan doa semoga kebaikan berupa motivasi dan
kontribusi yang telah diberikan mereka, mendapat balasan berupa pahala yang
berlipat ganda dari Allah SWT. Aamiin.
xi
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING
LEMBAR PENGESAHAN
LEMBAR PERNYATAAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
ABSTRAK
ABSTRACT
KATA PENGANTAR ................................................................................ viii
DAFTAR ISI .............................................................................................. xi
DAFTAR ILUSTRASI ............................................................................. xiii
DAFTAR TABEL ..................................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .......................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah .................................................................. 6
C. Batasan dan Rumusan Masalah ................................................. 6
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................. 7
E. Kajian Pustaka (Review Studi Terdahulu) ................................. 8
F. Metode Penelitian ..................................................................... 11
G. Tekhnik Penulisan ..................................................................... 12
H. Sistematika Penulisan ................................................................ 12
BAB II LANDASAN TEORI
A. Konsep Akad .............................................................................. 14
1. Pengertian Akad .................................................................. 14
2. Rukun dan Syarat Akad ...................................................... 15
B. Konsep Ijarah ........................................................................... 16
1. Pengertian Ijarah ................................................................ 16
2. Dasar Hukum Ijarah ........................................................... 19
3. Rukun dan Syarat Ijarah ..................................................... 21
4. Hal dan Kewajiban Kedua Belah Pihak .............................. 23
5. Kesepakatan Mengenai Harga Sewa dan Berakhirnya akad
Ijarah ................................................................................... 24
C. Wanprestasi ............................................................................... 25
D. Tujuan Hukum Islam dan Prinsip Ekonomi Islam .................... 28
xii
BAB III HASIL DATA AKAD SEWA-MENYEWA KONTRAKAN DI
DAERAH DESA SITUGADUNG
A. Gambaran Umum Desa Situgadung ........................................... 31
B. Karakteristik Responden dan Rumah Kontrakan ....................... 34
C. Akad Sewa-menyewa Rumah Kontrakan di Desa Situgadung ..
.................................................................................................... 38
D. Penentuan Harga Sewa dan Masa Sewa Rumah Kontrakan di
Desa Situgadung ........................................................................ 39
E. Pelanggaran Perjanjian dan Akibat Hukumnya ........................ 40
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Analisis Akad Sewa-menyewa Rumah Kontrakan di
Desa Situgadung ....................................................................... 41
B. Analisa Penetapan Harga Sewa ................................................ 48
C. Wanprestasi dan Akibat Hukumnya ......................................... 50
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................ 54
B. Saran ......................................................................................... 55
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 57
LAMPIRAN ................................................................................................ 60
xiii
DAFTAR ILUSTRASI
Ilustrasi 3.1 Jumlah Penduduk Desa Situgadung ......................................... 31
Ilustrasi 3.2 Jumlah KK Berdasarkan Agama ............................................. 32
Ilustrasi 3.3 Jumlah KK Berdasarkan Pendidikan ....................................... 32
Ilustrasi 3.4 Jumlah KK Berdasarkan Usia .................................................. 33
Ilustrasi 3.5 Jumlah KK Berdasarkan Pekerjaan .......................................... 33
Ilustrasi 3.6 Jumlah Pemilik dan Penyewa Kontrakan ................................ 34
Ilustrasi 3.7 Jumlah Penyewa Berdasarkan Daerah Asal ............................. 34
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ....................................... 35
Tabel 3.2 Responden Berdasarkan usia ...................................................... 35
Tabel 3.3 Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir ............................ 35
Tabel 3.4 Responden Berdasarkan Penghasilan ......................................... 36
Tabel 3.5 Karakteristik Kontrakan Berdasarkan Bangunan ........................ 37
Tabel 3.6 Karakteristik Kontrakan Berdasarkan Jumlah Kontrakan .......... 37
Tabel 3.7 Karakteristik Kontrakan Berdasarkan Lama Kepemilikan ......... 38
Tabel 3.8 Bentuk Akad atau Perjanjian Sewa-menyewa Kedua Belah
Pihak ............................................................................................ 38
Tabel 3.9 Lama Waktu Sewa ...................................................................... 38
Tabel 3.10 Harga Sewa Kontrakan ............................................................. 39
Tabel 3.11 Cakupan Harga Sewa dengan Beban Listrik dan lain-lain ....... 39
Tabel 3.12 Negosiasi Harga Sewa .............................................................. 40
Tabel 3.13 Harga Sewa Berdasarkan Manfaat yang di Terima .................. 40
1
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ekonomi dalam Islam adalah ilmu yang mempelajari segala perilaku
manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya dengan tujuan memperoleh
falah (kedamaian dan kesejahteraan dunia akhirat). Perilaku manusia disini
berkaitan landasan-landasan syariah sebagai rujukan berperilaku dan
kecenderungan-kecenderungan dari fitrah manusia. Kedua hal tersebut
berinteraksi dengan porsinya masing-masing sehingga terbentuk sebuah
mekanisme ekonomi yang khas dengan dasar-dasar nilai ilahiah. Akibatnya,
masalah ekonomi dalam Islam adalah masalah menjamin berputarnya harta
diantara manusia agar dapat memaksimalkan fungsi hidupnya sebagai hamba
Allah mencapai falah di dunia dan diakhirat (hereafter), bukan individual.1
Salah satu kegiatan ekonomi Islam atau dapat disebut muamalah yaitu
sewa-menyewa, ini mempunyai peranan penting dalam kehidupan sehari-hari
sejak zaman dahulu hingga kini. Kita dapat membayangkan betapa kesulitan
akan timbul dalam kehidupan sehari-hari, seandainya sewa-menyewa ini tidak
dibenarkan oleh hukum.2
Dalam Bahasa Arab sewa-menyewa diistilahkan dengan “al-Ijarah”.
Menurut bahasa Ijarah berarti upah, ganti atau imbalan, dalam istilah umum
dinamakan sewa-menyewa. Ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas
suatu barang atau jasa melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan
pemindahan kepemilikan (ownership/milkiyyah) atas barang itu sendiri.3
1 Ascarya, Akad Dan Produk Bank Syariah, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011, cet. Ketiga), h. 7.
2 Hamzah Ya‟qub, Kode Etik Dagang Menurut Islam, (Bandung: CV. Diponegoro, 1992).
3 Syafi‟i Antonio, Bank Syariah Suatu Pengenalan Umum, (Tazkia Insitute), h.167.
2
Menurut Amir Syarifuddin al-ijarah secara sederhana dapat diartikan
dengan akad atau transaksi manfaat atau jasa dengan imbalan tertentu. Bila
yang menjadi objek transaksi adalah manfaat atau jasa dari suatu benda disebut
Ijarah al‟ain, seperti sewa-menyewa rumah untuk ditempati. Bila yang objek
transaksi manfaat atau jasa dari tenaga seseorang disebut Ijarah ad-dzima atau
mengupah, seperti upah jasa pembantu rumah tangga. Sekalipun objeknya
berbeda dalam konteks fiqih di sebut al-ijarah.4
Sebagaimana yang terjadi dalam masyarakat di Desa Situgadung
Kecamatan Pagedangan, Kab. Tangerang, dalam rangka menambah
penghasilan mereka melakukan transaksi dalam memanfaatkan tempat tinggal
sebagai usaha sewa rumah kontarakan, hal ini dikerenakan latar belakang
warga yang sebagian besar adalah masyarakat mampu yang memiliki lahan
tempat tinggal yang luas, selain itu banyaknya para pendatang sangat
mempengaruhi pelaksanaan kegiatan sewa–menyewa ini, jumlah para
pendatang yang banyak serta beraneka ragam ini menjadikan atau
menimbulkan akibat dari praktek sewa–menyewa rumah kontrakan didaerah
Situgadung. Ditinjau dari segi bisnis sewa rumah kontrakan ini sangat diminati
oleh warga setempat selain sebagai usaha sampingan, usaha ini juga disebut
sebagai ladang bisnis yang menjanjikan.
Namun apabila kita perhatikan pada masa sekarang jarang orang yang
memperhatikan transaksi mereka sesuai dengan hukum Allah. Bahkan
kebanyakan mereka menitikberatkan pada transaksi yang mempunyai prospek
keuntungan semata. Jadi pertimbangan mereka adalah kalkulasi untung dan
rugi, bukan halal dan haramnya transaksi tersebut.5
Didesa Situgadung sendiri terdapat banyak rumah kontrakan dan semua
pemilik kontrakan adalah seorang Muslim namun dalam sistem sewa–
menyewanya hanya menggunakan perjanjian dengan lisan.
4 Amir Syarifudin, Garis-Garis Besar Fiqih, (Jakarta: Kencana, 2003), h.216.
5Muhammad Sholahuddin. Fatwa-Fatwa Muamalah Kontemporer, (Surabaya: Pustaka Progresif,
2004), h.3.
3
Dengan perjanjian secara lisan ini dapet menimbulkan masalah
dikarekan manusia yang memiliki sifat lupa akan suatu hal. Jadi perjanjian
secara lisan ini dapat menjadi masalah apabila terjadi wanprestasi atau
kegagalan kontrak. Karena perjanjian secara lisan ini bersifat tidak kuat dan
dapat menimbulkan permasalahan apabila terjadi wanprestasi atau kegagalan
kontrak/perjanjian.
Masalah yang ditimbulkan dari perjanjian secara lisan ini apabila terjadi
wanprestasi atau kegagalan kontrak berbagai macam, salah satunya dapat
timbulnya fitnah yang di akibatkan terjadinya perselisihan persoalan kerusakan
rumah yang seharusnya di perbaiki oleh pemilik rumah kontrakan atau
penyewa kontrakan dan juga banyak pemilik rumah kontrakan yang hanya
memikirkan keuntungannya saja tidak ada unsur keadilan dalam
kontrak/perjanjian tersebut.
Akad dalam sebuah transaksi merupakan hal yang sangat penting. Akad
(ikatan, keputusan, atau penguatan) atau perjanjian atau kesepakatan atau
transaksi dapat diartikan sebagai komitmen yang terbingkai dalam nilai-nilai
syariah.6
Akad adalah kontrak antara dua belah pihak. Akad mengikat kedua
belah pihak yang saling bersepakat, yakni masing-masing pihak terkait dengan
melaksanaan kewajiban mereka masing-masing yang telah disepakati terlebih
dahulu. Dalam akad term and conditionnya sudah ditetapkan secara rinci dan
spesifik. Bila salah satu salah atau kedua belah pihak yang terikat pada kontrak
itu tidak memenuhi kewajibannya, maka ia menerima sanksi seperti yang
sudah disepakati dalam akad.7
6Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011, cet.3), h.35
7Adiwarman Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2007, ed. Ketiga), h. 65
4
Akad dapat dilakukan secara lisan (ucapan), perbuatan, isyarah maupun
tulisan.8 Namun alangkah lebih baiknya jika perjanjian dibuat secara tertulis
agar para pihak memahami dan mengetahui dengan jelas kewajiban dan hak
masing-masing pihak. Karena akibat hukum perjanjian tidak tertulis
mengakibatkan salah satu pihak tidak mengetahui hak dan kewajibannya
sehingga peluang terjadinya wanprestasi cukup besar dimana wanprestasi
tersebut akan mengakibatkan pihak lain mengalami kerugian.9 Selain itu di Al-
Qur‟an dijelaskan untuk menuliskan perjanjian jika kita melakukan muamalah
secara tidak tunai transaksi pada sewa-menyewa. Seperti dalam QS. Al-
Baqarah ayat 282 yang berbunyi:
ي ي ااا إ ي إ إ ي ي اي ااا إ لاااذت يذ يبااا س يااااك اس يإ ي ااا إ نياإ ااا ااانينني اااين ااانيايذا يياااييا ااا ي إ اااا يإ
إ اااا اي اااالين يإ اااا ين اااان ي ي ذإ إ ي اااا إ ي إ إ ي ي ي ذاااال اااا ي ذااااي يي إ ياإ اااا ييااااتإ ي ي ي إ عاااا إ ي
إي يلاا ي ي إ اا ا االين يإ ي اااين اان ي ني ي االاإ اايإ ي اال يذاإ إ يياا إ ي اال يب اا ي ي إ يي ي إ ضااعي ي
إي يااا ي ي ااالاإ إ يببااا ايذااااإ يإ ااا ي ني ااا إ نلإ ي ي إ عااا إ ي ااال يا ي ااا إ ي ذإ إ ي ااا ي يي ذااا ياإ عيأ ااا ييلإ
ااا ذي ن ااا ي إ ضااا ي نمياإ ااا ا ايذااااين إ ضااا بإ ي ااااإ اااايذذ ب نذإ ي ااا اي بب ااايإ اااايبب بيي ن
ي إ اااا ي اااا يبني إ ي نياإ اااتذ لإ ي ااااني ي يننيذااااي نم ااا ا ييااااتإ ين ي ي اااابلك إ ذينخإ ن ااا إ
ي ااا ني ي بإ ي ي اااااك إ ي ااا ي ااا إ ي ي ااا اإ ي لاااع إ ي إ ااا
يبااالي ينك اااايي يااابنيااااك ي اإ
ي ااايعإ نينني ااا إ ااايي إ ي ي اااا يب إ ااايإ ي ي ااايإ إ اااا ا ي يإ يب ااا ي ي ضاااب ي يباااب إ
ي عذ ي ي ي ااااني ن يي إ اااا ي اااا ي ل اااال ع ااااني لا إ ي اإ ي ي اااا ي ي ي اااا ي يي ضااااب يي ي اااا
ي ي ي مس يإ ي ي
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak
secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan
hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan
janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya,
meka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu
mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada
Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya.
Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau
dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakkan
8Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamlat, (Jakarta: Amzah, 2010), h. 133.
9Dita Kartika Putri, Akibat Hukum terhadap perjanjian tidak tertulis sewa-menyewa alat berat
CV. Marissa Tangerang, Jurnal Baraja Niti Volume 2 No. 5 Tahun 2015.
5
dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang
lelaki (di antaramu). Jika tak ada dua oang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki
dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang
lupa maka yang seorang mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan
(memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu
menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya.
Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan
lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mu'amalahmu
itu), kecuali jika mu'amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara
kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. Dan
persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling
sulit menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka sesungguhnya hal
itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah; Allah
mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”
Pada ayat tersebut dijelaskan bahwa setiap transaksi (muamalah) yang
tidak dilakukan secara tunai harus dicatat untuk kepastian waktu dan ketentraman
pihak yang terkait, maka dari itu praktek kegiatan sewa-menyewa ini tidak
semudah yang diperkirakan karena memang dalam prakteknya pun banyak sekali
transaksi tunai khusunya sewa-menyewa yang masih belum sesuai dengan ayat
diatas, dimana harus adanya pencatatan. Isi perjanjian hendaknya disepakati kedua
belah pihak. Jika nantinya perjanjian ini dilanggar ataupun diingkari, akan
menjadi permasalah yang perlu diselesaikan dengan mempertimbangkan segala
aspek yang ada. Dalam muamalah sewa-menyewa dilakukan dengan memelihara
nilai-nilai keadilan, memelihara unsur-unsur penganiayaan, unsur-unsur
pengambilan kesempatan dan kesempitan. Jadi hendaklah dalam suatu hubungan
dilandasi dengan prinsip diatas.10
Dari pemaparan diatas maka penulis tertarik
untuk meneliti tentang transaksi pada akad sewa-menyewa rumah diderah
10Ratri Widiastuti, “Tinjuan Hukum Islam terhadap praktek sewa-menyewa kamar kost di
kelurahan Baciro Kota Yogyakarta”, (Skripsi S1 Fakultas Syariah Universitas Isalm Negeri Sunan
Kalijaga Yogyakarta, 2010), h.4-5
6
Situgadung dalam judul “Tinjauan Hukum Islam terhadap Praktek Sewa-
menyewa Rumah Kontrakan di Desa Situgadung Kabupaten Tangerang.”
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan penjelasan dari latar belakang, maka ada beberapa masalah yang
dapat teridentifikasi dalam penelitian ini diantaranya sebagai berikut:
1. Bagaimanakah mekanisme dan prosedur dalam melakukan akad sewa-
menyewa rumah konrakan di daerah situgadung?
2. Bagaimanakah syarat-syarat yang dipenuhin calon penghuni rumah
kontrakan?
3. Bagaimanakah solusi bila terjadi pelanggaran kontrak?
4. Apakah penentuan harga sudah sesuai dengan manfaat yang diterima
penyewa?
5. Apa kewajiban dan hak dari si pemilik kontrakan sebagai pemberi jasa
rumah kontrakan?
6. Apa kewajiban dan hak yang diterima oleh penyewa kontrakan?
7. Apakah pemilik rumah kontrakan memberikan peraturan-peraturan tertentu
kepada penghuni kontrakan?
8. Apakah akad sewa-menyewa rumah kontrakan yang dilakukan sesuai
dengan prinsip ekonomi Islam?
C. Batasan dan Rumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Agar pembahasan ini fokus dan tidak melebar, maka permasalah yang
ini diteliti pada penelitian ini dibatas pada akad sewa-menyewa rumah
kontrakan di daerah Des. Situgadung Kec. Pagedangan Kab. Tangerang.
2. Perumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah dan batasan masalah yang telah
ditulis, maka penulis merumuskan masalahnya yaitu:
a. Bagaimanakah mekanisme serta prosedur dalam melakukan akad sewa-
menyewa rumah kontrakan di daerah Situgadung?
7
b. Bagaimanakah solusi bila terjadi pelanggaran kontrak?
c. Apakah penentuan harga sewa sudah sesuai dengan manfaat yang
diterima?
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka tujuan yang diharapkan
dapat tercapai dalam penelitian ini adalah:
a. Mengetahui mekanisme serta prosedur dalam melakukan akad sewa-
menyewa kontrakan di daerah Situgadung Kec. Pagedangan.
b. Mendeskripsikan solusi yang ditempuh jika terjadi pelanggaran kontrak
pada bisnis rumah kontrakan didaerah Situgadung Kec. Pagedangan.
c. Menganalisis penetapan harga sewa dengan hukum Islam dan nilai
keadilan.
d. Mengingatkan para pemilik bisnis kontrakan dalam menjalankan akad
sewa-menyewa kontrakan sesuai dengan syairat Islam.
2. Manfaat Penelitian
adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Secara teoritis, penelitian ini dapat menambah wawasan serta ilmu yang
luas demi miningkatkan kopetensi diri, kecerdasan intelektual dan
emosional dalam bidang syariah khusunya mengenai kesesuaian akad yang
digunakan dengan hukum Islam, dan sebagai bahan pustaka yang nantinya
diharapkan dapat menambah pemahaman secara mendalam mengenai
transaksi syariah.
b. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
kepada masyarakat khususnya para pelaku bisnis mengenai pilihan akad
yang sesuai dengan prinsip syariat Islam agar mendapatkan keberkahan
disertiap bisnis yang dijalankan. Serta sebagai bahan pertimbangan dalam
menetapkan kebijaksanaan yang berhubungan dengan sewa-menyewa
rumah di daerah situgadung kec. Pagedangan.
E. Kajian Pustaka (Review Studi Terdahulu)
8
Dalam penyusunan skripsi ini, sebelum penelitian lebih lanjut kemudian
menyusunnya menjadi suatu karya ilmiah, maka langkah awal yang penulis
lakukan adalah mengkaji terlebih dahulu skripsi – skripsi yang mempunyai judul
hampir sama dengan yang akan penulis teliti. Dari survei awal diketaui ada
beberapa judul skripsi yang berkaitan dengan akad sewa-menyewa atau Ijarah,
yaitu :
No.
Nama Penulis/ Judul
Skripsi/ Tahun/
Instansi
Substansi
Perbedaan dengan
Penulis
1. Ratri Widiastuti/
Tinjauan Hukum
Islam Terhadap
Praktek Sewa
Menyewa Kamar
Kost di Kelurahan
Baciro Kota
Yogyakarta/2010/U
IN Syarif
Hidayatullah
Jakarta.
Penelitian ini membahas
tentang mekanisme
sewa menyewa kamar
kost di Kelurahan
Baciro Kota
Yogyakarta yang di
tinjau dari hukum
Islam.
Rencananya penulis
akan memaparkan
tentang mekanisme
akad sewa menyewa
rumah kontrakan di
desa Situgadung
Kabupaten
Tangerang jika di
tinjau dengan hukum
Islam.
2. Muchsin/ Wanprestasi
Perjanjian Sewa
Menyewa Ruangan
Perkantoran di
Gedung Patra Jasa
Jakarta/ 2006/ UIN
Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Dalam skripsi ini
membahas tentang
terjadinya
wanprestasi dalam
sebuah perjanjian
sewa menyewa
gedung perkantoran
di Jakarta
Dalam penelitian yang
akan penulis bahas
yaitu tentang seperti
apakah sebuah akad
sewa menyewa itu
berjalan, dan
bagaimana
penyelasaiannya jika
terjadi wanprestasi
9
3. Lukman Yutomo/
Upaya Perusahaan
Rental
Menyelesaikan
Wanprestasi dan
Overmach yang
terjadi Kerusakan
Pada Perjanjian
Sewa-Menyewa
Mobil/ 2013/
Universitas
Brawijaya
Penelitian ini membahas
tentang Cara
Perusahaan
menyelesaikan
wanprestasi pada
perjanjian sewa-
menyewa mobil.
Dalam penelitian yang
akan penulis bahas
yaitu tentang akad
sewa-menyewa
rumah kontrakan di
desa situgadung
4. Rahmi Nur Kholisoh/
Akad Sewa
Menyewa Rumah
Kontrakan Daerah
Pondok Aren
Ditinjau Dari
Hukum Islam/
2014/ UIN Syarif
Hidayatullah
Jakarta
Penelitian ini membahas
tentang mekanisme
akad sewa menyewa
rumah kontrakan di
kelurahan Pondok
Aren
Dalam Penelitian yang
penulis angkat
membahas tentang
mekanisme akad
sewa menyewa juga,
tapi di tempat yang
berbeda yaitu di desa
Situgadung
5. Astika Nur
Dianingsih/
Tinjauan Hukum
Islam Terhadap
Akad Sewa
Menyewa (Ijarah)
Kamar Indekos/
2016 / IAIN
Penelitian ini membahas
tentang akad sewa
menyewa kamar kos
di daerah kampus
IAIN Purwokerto
Dalam penelitian yang
akan penulis bahas
yaitu tentang akad
sewa-menyewa
rumah kontrakan di
desa situgadung
10
Purwokerto
6. Nurhikma Djufri/
Tinjauan Hukum
Islam Terhadap
Akad Sewa-
Menyewa Rumah
Kontrakan/ 2013/
Jurnal
Jurnal ini menjelaskan
tentang pengambilan
keuntungan dari sewa
menyewa rumah
kontrakan di
Kecamatan Satio,
Manado
Skripsi ini menjelaskan
tentang praktek sewa
menyewa dan
pelanggaran serta
sanksi untuk
pelanggar perjanjian
sewa menyewa jika
di tinjau dengan
hukum Islam
7. Sukardi/ Tinjauan
Yuridis
Pengakhiran Sewa-
Menyewa Rumah
yang di Buat
Secara Lisan di
Kelurahan Sungai
Belitung
Kecamatan
Pontianak barat/
Jurnal
Jurnal ini menjelaskan
tentang Sanksi yang
diberikan kepada
penyewa yang telah
habis masa sewanya,
tapi belum
mengosongkan
rumah sewanya
Skripsi ini menjelaskan
tentang praktek sewa
menyewa dan
pelanggaran serta
sanksi untuk
pelanggar perjanjian
sewa menyewa jika
di tinjau dengan
hukum Islam
Dari beberapa referensi yang penulis temui memang semuanya membahas
mengenai pokok dari sewa-menyewa rumah, ruangan atau kendaraan, namun
berbeda dengan skripsi yang akan penulis teliti ini terdapat beberapa perbedaan
yaitu penulis memfokuskan pada akad sewa-menyewa pada bisnis rumah
kontrakan daerah Situgadung kec. Pagedangan kab. Tangerang dan penyelesaian
wanprestasi.
11
F. Metode Penelitian
1. Pendekatan Penelitian dan Jenis Penelitian
Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan kualitatif yang bersifat deskriptif. Yaitu dengan mengumpulkan,
menyusun dan mendeskripsikan data dan informasi aktual. Penelitian deskriptif
juga untuk memberikan gambaran yang lebih detail mengenai suatu gejala atau
fenomena.
2. Jenis Data dan Sumber Data
Jenis dalam penelitian ini adalah data kualitatif berupa deskripsi praktek
akad sewa-menyewa di daerah Situgadung Kec. Pagedangan Kab. Tangerang
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
a. Data Primer, yaitu data langsung yang diperoleh dari pihak pemilik
bisnis sewa-menyewa rumah kontrakan dan penyewa rumah kontrakan
melalui instrumen kuesioner.
b. Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh dari berbagai literatur dan
referensi lain seperti buku, majalah, makalah, serta surat kabar dan
setiap artikel yang mengandung informasi yang berkaitan dengan
masalah yang dibahas, dihimpun dari berbagai tempat mulai dari
perpustakaan hingga situs internet.
3. Teknik Pengumpulan Data dan Analisis Data
Pengumplan data yang digunakan pada penelitian kali ini adalah penelitian
lapangan (Field Research). Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh data yang
akurat dengan cara mendatangi langsung objek penelitian. Objek penelitian ini
adalah kegiatan sewa-menyewa rumah kontrakan didaerah Situgadung Kec.
Pagedagan Kab. Tangerang. Untuk memperoleh data dari lapangan ini, penulis
menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut :
12
a. Oberservasi, dengan pengamatan serta melihat proses sewa-menyewa
rumah kontrakan di daerah Situgadung Kec. Pagedangan Kab.
Tangerang.
b. Wawancara, untuk mendapatkan keterangan secara lisan dari pihak
pemilik sewa rumah kontrakan daerah Situgadung Kec. Pagedangan
Kab. Tangerang terkait informasi yang dijadikan objek penelitian.
Adapun teknik pengelolaan data pada penelitian ini adalah deskriptif
kualitatif, analisa data dilakukan secara bersamaan dengan pengumpulan data.
Proses analisis bersifat induktif, yaitu mengumpulan informasi-informasi khusus
menjadi satu kesatuan dengan jalan mengumpulkan data , menyusun dan
mengklarifikasinya dan menganalisa praktek sewa-menyewa umah kontrakan
yang ditinjau hukum Islam.
G. Tekhnik Penulisan
Teknik penulisan serta penyusunan skripsi ini, semua berpedoman pada
buku Pedoman Penulisan Skripsi Tahun 2017 yang diterbitkan oleh Fakultas
Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Press 2017.
H. Sistematika Penulisan
Agar skripsi yang disusun tersusun rapi, sistematis, dan akhirnya mudah
dipahami, penulis membuat sistematika penulisan sesuai dengan masing-masing
bab. Penulis membaginya menjadi 5 (lima) bab, yang masing-masing bab terdiri
dari beberapa sub bab yang merupakan penjelasan dari bab tersebut. Adapun
sistematika penulisan tersebut adalah sebagai berikut :
BAB I PENDAHULIAN, dalam bab ini diawali dengan membahas apa
yang menjadi landasan pemikiran dalam penulisan skripsi ini
yang dituangkan dalam latar belakang masalah, identifikasi
masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan
manfaat penelitian, metode penelitian, review studi terdahulu,
sistematika penulisan, kerangka teori, dan teknik penulisan.
13
BAB II LANDASAN TEORI, Pada bab ini menguraikan tentang
landasan teori yang relevan yaitu tentang akad , konsep ijarah,
dan tinjauan hukum Islam serta review studi terdahulu.
BAB III HASIL DATA AKAD SEWA-MENYEWA RUMAH
KONTRAKAN DI DAERAH SITUGADUNG, menyajikan
tentang data yang didapat di lapangan yaitu tentang gambaran
umum Desa Situgadung, karakteristik responden dan
karakteristik rumah kontrakan di daerah Situgadung, penetapan
harga dan masa sewa rumah kontrakan, dan pelanggaran kontrak
dan akibat hukum yang terjadi.
BAB IV ANALISIS PRAKTIK SEWA MENYEWA RUMAH
KONTRAKAN DAERAH SITUGADUNG, menganalisis data
tentang akad sewa-menyewa di daerah Situgadung, analisis
penetapan harga dan masa sewa rumah kontrak dengan hukum
Islam dan nilai keadilan, serta pelanggaran kontrak dan akibat
hukumnya.
BAB V PENUTUP, menguraikan tentang penutup yang berisi
kesimpulan dan saran penulis.
14
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Konsep Akad
1. Pengertian Akad
Akad sering disebutkan ketika sedang malakukan transaksi dalam
bermuamalah, „aqad mneurut bahasa mempunya beberapa arti, antara lain
yaitu mengikat (الستظ), sambungan (ػقدج), dan janji (الؼد).Sebagaimana
dijelaskan dalam Al-Qur‟an QS. Al Maidah ayat 1 yang berbunyi.11
فا تالؼقد ا الريي آها أ يا أي
Artinya “Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu. (QS.
Al Maidah:1).
Secara termilogi akad didefinisikan sebagai pertalian atau perikatan
antara ijab dan kabul sesuai dengan kehendak syariah yang menetapkan
adanya akibat hukum pada objek perikatan.12
Akad (ikatan, keputusan, atau penguatan) atau perjanjian atau
kesepakatan atau transaksi dapat diartikan sebagai komitmen yang
terbingkai dengan nilai-nilai syariah.13
Dalam istilah fiqih, secara umum akad berarti sesuatu yang terjadi
tekad sesorang untuk melaksanakan, baik yang muncul dari satu pihak,
seperti wakaf, talak, dan sumpah, maupun yang muncul dari dua pihak,
seperti jual beli, sewa, wakalah, dan gadai.14
11
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), h.44-55. 12
Ma‟ruf Amin, Fatwa dalam Sistem Hukum Islam, (Jakarta: Paramuda Advertising, 2008), h. 284. 13
Mardani, Fiqih Ekonomi Syariah: Fiqih Muamalah, (Jakarta: Kencana, 2012), h. 71. 14
Mardani, Fiqih Ekonomi Syariah: Fiqih Muamalah, (Jakarta: kencana, 2012), h. 72.
15
Secara khusus akad berarti keterkaitan antara ijab (pernyataan
penawaran/pemindahan kepemilikan) dan qabul (pernyataan penerimaan
kepemilikan) dalam lingkup yang disyaratkan dalam berpengaruh pada
sesuatu.15
Dari definisi-definisi diatas yang dikemukakan diatas dapat
disimpulkan bahwa, perjanjian adalah suatu perbuatan kesepakatan antara
satu orang atau beberapa orang dengan seseorang atau beberapa orang
lainya untuk melakukan perbuatan tertentu.
2. Rukun dan Syarat Akad
Menurut ahli-ahli hukum islam kontemporer, rukun yang
membentuk akad itu ada empat yaitu :16
a. Para pihak yang membuat akad.
b. Pernyataan kehendak para pihak.
c. Objek akad.
d. Tujuan akad.
Sedangkan syarat dalam akad ada empat yaitu:
a. Syarat berlakunya akad, yaitu bukan sesuatu yang diharamkan dan
memiliki manfaat.
b. Syarat syah akad, yaitu syarat yang diperlakukan secara syariah agar
akad berpengaruh. Yaitu tidak terdapatnya lima hal perusak sahnya
dalam akad yaitu, ketidakjelasan jenis yang menyebabkan
pertengkaran, adanya paksaan, membatasi kepemilikan suatu barang,
terdapat unsur tipuan, dan terdapat bahaya dalam pelaksanaan akad. 17
c. Syarat terealisasinya akad (nafidz), yaitu akad adanya kepemilikan
terhadap barang atau adanya otoritas untuk mengadakan akad baik
15
Ascarya, Akad dan produk perbanka syariah, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011, cet. ketiga), h. 35. 16
Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2007), h.96. 17
Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah, (Jakarta: Kencana, 2012) h. 75.
16
secera langsung maupun perwakilan dan pada barang atau jasa
terserbut tidak ada hak orang lain.
d. Syarat lazim, yaitu bahwa akad harus dilaksanakan apa bila tidak ada
cacat.
Macam-macam akad yaitu terdiri dari:
1. Segala macam pertukan misalnya jual beli, pinjam pakai, sewa-
menyewa, upah, perkwainan, kongsi dan lain-lain.
2. Memberi dengan sukarela misalnya sedekah, wasiat, hibah,
meminjamkan, wakaf dan lain-lain.
3. Menyerahkan hak misalnya mewakilkan.
4. Mengurangi hak misalnya melepaskan perwakilan, kongsi, memberi
jaminan dan lain-lain.18
B. Konsep Ijarah
1. Pengertian Ijarah
Ijarah secara bahasa berarti upah dan sewa. Jasa atau imbalan.
Tansaksi ijarah merupakan salah satu bentuk kegiatan muamalah yang
banyak dilakukan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidup.19
Secara etimologi, terdapat beberapa pengertian yang beragam yang
dikemukakan oleh para ulama, diantaranya yaitu :
a. Menurut ulama Hanafiah : akad untuk memperbolehkan pemilikan
manfaat yang diketahui dan sengaja dari suatu zat yang disewa dengan
imbalan.
b. Menurut ulama Malikiah : nama bagi akad-akad untuk memanfaatkan
yang bersifat manusiawi dan untuk sebagian yang dapat
dipindahkan.20
18
Ibrahim Lubis, Ekonomi Islam Suatu Pengantar 2, (Jakarta: Kalam Mulia, 1995), h.324 19
Ghufron A. Mas‟adi, Fiqh Muamalat Konstekstual, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002),
h.181. 20
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), h.144.
17
c. Menurut ulama Syafi‟iyah : akan atas suatu pemanfaatan yang
mengandung maksud tertentu dan mubah serta menerima imbalan atau
kebolehan dengan imbalan tertentu.
d. Menurut ulama Hanabilah : akad atas suatu kemanfaatan yang mubah,
dalam waktu tertentu, sifat tanggungan, atau dengan imbalan tertentu.
e. Menurut muhammad Al Syarbini al Khatib bahwa yang di maksud
dengan ijarah adalah pemikiran manfaat dengan adanya imbalan dan
syarat-syarat.21
Sedangkan dalam peratutan Bank Indonesia, Ijarah didefinisikan
dengan transaksi sewa-menyewa atas suatu barang dan atau upah-
mengupah atas suatu jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa
atau imbalan jasa.22
Ijarah adalah akad untuk memanfaatkan jasa, baik jasa atau barang
ataupun jasa atas tenaga kerja. Bila digunakan untuk mendapatkan manfaat
barang maka disebut sewa-menyewa. Sedangkan jika digunkan untuk
mendapatkan manfaat tenaga kerja, disebut upah-mengupah.23
Ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa,
melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan
kepemilikan (ownership/milkkiyah) atas barang itu sendiri.24
Transakasi Ijarah dilandasi adanya perpindahan manfaat (hak
guna), bukan perpindahan kepemilikan (hak Milik). Jadi pada dasarnya
prinsip Ijarah sama saja dengan prinsip jual beli, tapi perbedaannya
terletak pada objek transaksinya. Bila pada jual beli objek transaksinya
barang, pada Ijarah objek transaksinya barang maupun jasa. Pada
21
Adiwarman Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2007, ed. Ketiga), h.74. 22
Pasal 1 ayat (10) Peraturan Bank Indonesia No.7/46/PBI/2005 23
Adiwarman Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2007, ed. Ketiga), h74 24
Muhammad Syafi‟I Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani, 2001),
h.117
18
dasarnya, Ijarah didefinisikan sebagai hak untuk memanfaatkan
barang/jasa dengan membayar imbalan tertentu.
Menurut Fatwa Dewan Syariah Nasional, Ijarah adalah akad
pemindah hak guna (manfaat) atas suatu barang atau jasa dalam waktu
tertentu melalui pembayaran sewa/upah, tanpa diikuti dengan pemindahan
kepemilikan barang itu sendiri. Dengan demikian dalam akad Ijarah tidak
ada perubahan kepemilikan, tetapi hanya perpindahan hak guna saja dari
yang menyewakan kepada penyewa.25
Menurut Fatwa Dewan Syariah Nasional, Ijarah adalah akad
pemindahan hak guna (manfaaat) atas suatu barang atau jasa dalam waktu
tertentu melalui pembayaran sewa atau upah, tanopa diikuti dengan
pemindahan kepemilikan barang itu sendiri. Dengan demikian, dalam akad
Ijarah tidak ada perubahan kepemilikan, tetapi hanya pemindahan hak
guna saja dari yang menyewakan kepada penyewa.26
Sedangkan dalam KUHPerdata Al Ijarah disebut sebagai sewa-
menyewa. Sewa-menyewa adalah suatu perjanjian dimana pihak yang satu
mengikatkan diri untuk memberikan kepada pihak lainnya kenikmatan dari
suatu barang, selama waktu tertentu dengan pembayaran sejumlah harga
yang besarnya sesuai dengan kesepakatan. Sedangkan dalam Ensiklopedi
Muslim Ijarah diartikan sebagai akad terhadap manfaat untuk masa
tertentu dengan harga tertentu. Maka dari itu setiap perjanjian sewa-
menyewa harus ditentukan jangka waktu yang tegas. Hal ini penting
karena sewa-menyewa tidak bisa diputuskan oleh jual beli atau peralihan
hak lainnya.27
Dari pengertian diatas terlihat bahwa yang dimaskud dengan sewa-
menyewa itu adalah pengambilan manfaat, dengan kata lain dengan
25
Muhammad Syafi‟I Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktek , (Jakarta: Gema Insani,
2001), h.137-138 26
Muhammad Syafi‟I Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktek, (Jakarta: Gama Insani, 2001),
h.173-13. 27
Abdul Ghofur Anshori, Hukum Perjanjian Islam Di Indonesia (konsep, regulasi dan
implementasi), (Yogyakarta: UGM Press, 2010), h. 69-70
19
terjadinya peristwa sewa-menyewa yang berpindah hanyalah manfaat dari
benda yang disewakan tersebut sedangkan kepemilikan benda tidak
beralih, dalam hal ini dapat berupa manfaat barang seperti kendaraan,
rumah, dan manfaat karya seperti pemusik, bahkan juga berupa karya
pribadi seperti pekerja.
Sewa-menyewa sebagaimana pekerjaan lainya, adalah merupakan
perjanjian yang bersifat konsensual, perjanjian ini mempunyai kekuatan
hukum yaitu pada saat sewa-menyewa itu berlangsung, dan apabila akad
sudah berlangsung, maka pihak yang menyewa (mu‟ajjir) berkewajiban
untuk menyerahkan barang (ma‟jur) kepada pihak penyewa (musta‟jir),
dan dengan disertakan dengan manfaat barang/benda maka pihak penyewa
berkewajiban pula untuk menyerahkan uang sewa (ujrah).
Jika seseorang menyewa sebuah rumah tempat tinggal, maka ia
berhak memanfaatkan fungsi rumah tersebut sebagai tempat tinggal, baik
untuk dirinya maupun untuk orang lain. Ia juga berhak mentashrufkan
fungsi rumah tersebut. Sepanjang tidak menyalahi fungsi rumah tersebut.28
2. Dasar Hukum Ijarah
Adapun yang menjadi dasar hukum Ijarah antara lain :
a. Alqur‟an
Firman Allah QS. Al. Baqarah : 233
إى أزدذن أى ذسرسضؼا فئى أزادا وا ز فل جاح ػلي ذشا وا فصالا ػي ذساض ه
اػلوا أى اذقا للا لدكن فل جاح ػليكن إذا سلورن ها آذيرن تالوؼسف توا ذؼول أ ى للا
تصيس
Artinya: “Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka
tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut
28
Ghufron A. Mas‟adi, Fiqh Muamalat Konstekstual, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persadaa, 2002),
h.187
20
yang patut. bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah
Maha melihat apa yang kamu kerjakan”. (QS. Al- Baqarah: 233)
Dalam tafsir Jalalayn di jelaskan bahwa menyusukan anak kepada
orang lain karena suatu alasan yang tidak diharamkan oleh allah, jika
suaminya membayar biaya yang pantas dan juga dengan kerelaan untuk
yang menyusuinya. Karena Ujrah merupakan rukun dari terlaksananya
ijarah.29
Firman Allah QS. Al- Qashash : 26
الهيي قالد إدداوا يا أتد اسرأجس إى خيس هي اسرأجسخ الق
Artinya : “Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: "Ya Bapakku
ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena
sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja
(pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya". (QS. Al-
Qashash: 26).30
Dari ayat diatas dijelaskan bahwa salah seorang anak nabi Syu‟aib
yang bernama Shofuro mengusulkan kepada ayahnya agar Nabi Musa
diangkat menjadi pekerja dikeluarganya. Dan maka dari itu nabi Musa
berkerja selama 10 tahun dengan nabi Syu‟aib sebagai pengembala ternak
dan hasi kerja kerasnya dijadikan sebagai mas kawin untuk menikahi
Shofuro.
Maksud dari ayat tersebut jika kita ingin memperkejakan seseorang
di keluarga kita maka pilihlah ia yang kuat secara ilmu dan
kemampuan/Skil, dan perbuatan dan pilihlah ia yang bersikap jujur lagi
dapat dipercaya atau baik alkhlaqnya.
b. Hadits
29
https://tafsirq.com/2-al-baqarah/ayat-233#tafsir-jalalayn 30
Al – Qur‟an
21
Sedangkan landasan sunnahnya adalah:
“Berbekamlah kamu, kemudian berikanlah olehmu upah kepada tukang
bekam itu”. (`HR. Bukhari dan Muslim)
Maksud hadits tersebut jika kita memperkerjakan seseorang maka
berikan upah tersebut kepadanya.31
Rasulullah Saw bersabda, “Berikanlah olehmu upah orang sewaan
sebelum keringatnya kering”. (HR. Ibnu Majah)
Maksud dari hadits tersebut juga kita harus membayar upah kepada
orang yang berkerja pada kita tepat waktu jangan sampai menunda-nunda
pembayarannya.32
c. Ijma Ulama
Semua ahli fiqih sepakat akan kebolehan Ijarah, dikerenakan
kebutuhan manusia akan kemanfaatan dari Ijarah.
3. Rukun dan Syarat Ijarah
Menuerut ulama Hanafiyah, rukun Ijarah ada dua, yakni ijab dan
qabul, dengan menggunankan kalimat : al ijarah, al istijar, al iktira, dan al
ikra. Sedangkan mayoritas ulama berpendapat bahwa rukun Ijarah ada
empat yaitu:33
a. „Aqid (orang yang berakad) yaitu mu‟ajir/muajir(orang yang
menyewakan atau memberi upah) dan musta‟jir (orang yang
menyewa sesuatu atau yang menerima upah).
b. Sighat akad yaitu ijab kabul antara mu‟jir dan musta‟jir.
c. Ujrah (upah)
d. Ma‟qud „alaih/manfaah (manfaat /barang yang disewakan atau
sesuatu yang dikerjakan). Sesuatu yang harus menjadi objek Ijarah
adalah manfaat pengguna aset. Bukan aset itu sendiri. Menfaat
31
Chairuman Pasaribu dan Suhrawardi Lubis, Hukum Perjanjian Dalam Islam, (Jakarta, Sinar
Grafika, 2004). H.52-53. 32
Paguyuban Pedagang Besar Islam, “Bab 8 : Ijarah (sewa Menyewa dan Upah Mengupah)”,
artikel diakses dari http://pasar-islam.blogspot.com/20010/10/bab-8-ijarah-sewa-menyewa-dan-
upah.html 33
Isnawati rais dan Hasanuddin, Fiqih Muamalah dan Aplikasinya pada LKS. (Jakarta: Lembaga
Penelitian UIN Syarif Hidayatullah, 2011), h. 159
22
harus dinilai dan memang dimungkinkan untuk dilaksanakan dalam
kontrak.34
Adapun yang menjadi syarat Ijarah yang harus ada agar terpenuhi
ketentuan-ketentuan hukum islam, adalah sebagai berikut:
a. „Aqid (mu‟jir dan musta‟jir) telah timyiz, berakal sehat dan tidak
dibawah pengampunan. Selain itu masing-masing pihak rela untuk
melakukan perjanjian sewa-menyewa.35
b. Sighat. Sighat Ijarah adalah berupa pernyataan dari keduabelah
pihak yang berkontrak, baik secara verbal atau dalam bentuk lain
yang equivalent.
c. Ujrah. Berupa harta tetap yang diketahui oleh kedua belah pihak.
Dan tidak boleh sejenis dengan barang manfaat dari Ijarah, seperti
upah menyewa rumah dengan menempati rumah tersebut atau
menyewa mobil dengan mempergunakan mobil.36
d. Ma‟qud „alaih (barang/manfaat).
Syarat barang dalam sewa-menyewa:
1) Harus jelas dan terang mengenai objek yang diperjanjikan.
Maksudnya barang yang dijadikan objek sewa-menyewa harus sudah
ada dan statusnya jelas, yaitu benar-benar milik orang yang
menyewakan.
2) Objek sewa-menyewa dapat digunakan sesuai dengan pertukarannya
atau mempunyai nilai manfaat.
3) Objek sewa-menyewa dapat diserahkan.
34
Briefcase Book Edukasi Profesional Syariah Cara Mudah Memahami Akad-Akad Syariah.
(Jakarta: Renaisan, 2005), h.41 35
Abdul Ghofur Anshori, Hukum Perjanjian Islam Di Indonesia (Konsep, Regulasi dan
Implementasi), (Yogyakarta: UGM Press, 2010), h.73 36
Isnawati Rais dan Hasanuddin, Fiqih Muamalah dan Aplikasinya pada LKS. (Jakarta: Lembaga
Penelitian UIN Syarif Hidayatullah, 2011), h. 159
23
4) Harus ada kejelasan mengenai berapa lama barang atau suatu barang
itu akan disewa dan harga sewa atas barang tersebut.37
5) Kemafaatan dibolehkan secara syara‟. Pemanfaatan barang harus
digunakan untuk hal-hal yang dibolehkan secara syara‟.
6) Manfaat barang sesuai dengan keadaan yang umum. Dan barang
sewaan terhindar dari cacat.38
4. Hak dan kewajiban kedua belah pihak
Hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian sewa – menyewa
adalah.
a. Pihak pemilik objek perjanjian sewa-menyewa.
1) Wajib menyerahkan barang yang disewakan kepada si penyewa.
2) Memelihara barang yang disewakan.
3) Memberikan manfaat atas barang yang disewakan selama waktu
berlangsungnya sewa-menyewa.
4) Menanggung si penyewa terhadap semua cacat barang sewaan.
5) Pemilik yang menyewakan wajib mempersiapkan barang yang
disewakan untuk dapat digunakan secara optimal oleh
penyewa.39
6) Berhak atas uang sewa dan menerima kembali objek perjanjian
diakhir masa sewa.40
Semua bentuk perbaikan fisik rumah yang berkenaan dengan
fungsi utamanya sebagai tempat tinggal pada prinsipnya menjadi kewaiban
pemilik rumah. Sekalipun demikian pihak penyewa tidak berhak menuntut
perbaikan fasilitas rumah. Sebab pihak pemilik menyewakan rumah
dengan segala kekurangannya yang ada. Dan kesepakatan pihak
37
Abdul Ghofur Anshori, Hukum Perjanjian Islam Di Indonesia (Konsep, Regulasi dan
Implementasi), (Yogyakarta: UGM Press, 2010), h.73-74 38
Isnawati Rais dan Hasanuddin, Fiqih Muamalah dan Aplikasinya pada LKS. (Jakarta: Lembaga
Penelitian UIN Syarif Hidayatullah, 2011), h. 162 39
Adiwarman Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2007, ed. Ketiga), h.138 40
Abdul Ghofur Anshori, Hukum Perjanjian Islam Di Indonesia (Konsep, Regulasi dan
Implementasi), (Yogyakarta: UGM Press, 2010), h.73
24
penyewatentunya dilakukan setelah mempertimbangkan segala
kekurangan yang ada. Kecuali perbaikan fasilitas tersebut dinyatakan
dalam akad.
Adapun juga kewajiban pihak penyewa sebatas pada perawatan,
seperti menjaga kebersihan dan tidak merusak, sebab ditangan pihak
penyewa barang sewaan sesungguhnyamerupakan amanat.
Kalau kerusakan tersebut tidak disebabkan karena kesalah pihak
penyewaan dalam memanfaatkan barang sewaan, maka pihak penyewa
berhak membatalkan sewa dan menuntut ganti rugi atas tidak terpenuhinya
haknya manfaat barang secara optimal. Sebaliknya jika kerusakan tersebut
disebabkan kesalah pihak penyewa, maka pihak pemilik tidak berhak
membatalkan akad sewa, tetapi ia berhak menuntut perbaikan atas
kerusakan barangnya.41
5. Kesepakatan mengenai harga sewa dan berakhirnya akad Ijarah.
Fatwa ulama menjelaskan bahwa harga sewa yang lazim yang
berlaku bila tidak ditentukan dimuka, “bila manfaat telah dinikmati, harga
sewa tidak ditentukan, maka sewa untuk manfaat yang sama harus
dibayar”.42
Uang sewa harus disesuaikan dengan kepatutan yang ada didalam
masyarakat. Dan mengingat untuk saat ini, yang manjadi objek perjanjian
sewa-menyewa berupa barang-barang yang mempunyai nilaiekonomis
tinggi, misalnya tanah atau bangunan maka besarnya uang sewa
41
Ghufron A. Mas‟adi, Fiqh Muamalat Kontekstual, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002),
h. 188-189 42
Adiwarman Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2007, ed. Ketiga), h.139
25
seharusnya sudah ditentukan perjanjian disertai dengan jangka waktu
perjanjian sewa-menyewa tersebut.43
Sedangkan berakhirnya akad Ijarah disebabkan oleh:
1. Salah satu pihak yang meninggal dunia (Hanafi) : jika barang yang
disewakan itu berupa barang hewan maka kematiannya mengakhiri
akad Ijarah (jumhur).
2. Kedua pihak membatalkanya akad dengan iqolah.
3. Barang yang disewakan rusak atau hancur.
4. Masa berlakunya akad sewa telah selesai.44
C. Wanprestasi
Pengertian dari wanprestasi berasal dari istilah aslinya dalam
bahasa Belanda “wanprestatie” artinya tidak memenuhi kewajiaban
perjanjian maupun perikatan yang timbul karena undang-undang.
Wanspestasi adalah perbuatan ingkar janji, yang didalam hal ini
terdapat kondisi bahwa suatu pihak tidak memenuhi kewajibannya.
Adapun macam-macan bentuk wanprestasi, yakni:
1. Tidak melaksanakan sama sekali hal yang diperjanjikan.
2. Melaksanakan tetapi tidak sesuai dengan perjanjian.
3. Melaksanakan tetapi tidak tepat waktu.
Dalam pelaksanaan sewa-menyewa tidak menutup kemungkinan
adanya suatu wanprestasi atau yang lebih dikenal tidak menepati janji yang
sebelumnya telah disepakati kedua belah pihak, pihak yang telah
menyewakan atau pihak penyewa. Dan apabila hal ini terjadi akibat
hukumnya adalah salah satu pihak yang telah mengingkari isi janji harus
membayar atau melaksanakan suatu kewajibannya yang telah dilanggar
sehingga salah satu pihak tidak ada yang dirugikan. Apabila ada yang
43
Abdul Ghofur Anshori, Hukum Perjanjian Islam Di Indonesia (Konsep, Regulasi dan
Implementasi), (Yogyakarta: UGM Press, 2010), h.71 44
Wahbah Zuhaily, Alfiqh Al Islami wa Adilatuhu, (Dimsi: Dar Al Fikr, 1989), Juz IV, hlm. 781-
782
26
dirugikan pihak tersebut boleh menggugat ke jalur hukum terhadap pihak
yang telah melanggar perjanjian tersebut.45
Dalam islam diajarkan untuk memberikan kemudahan kepada orang
yang memiliki hutang. Seperti sabda Rasulullah SAW, dari Abu Hurairah
radhiyallahu „anhu, Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam bersabda,
م القياهح كستحا هي كسب ي ػ يا فس للا هي فس ػي هؤهي كستحا هي كسب الد
هي يسس ػل هؼسس ف ا سرس للا هي سرس هسلوا اآلخسج يا ف الد ػلي يسس للا
ى أخي ى الؼثد ها كاى الؼثد ف ػ ف ػ للا اآلخسج يا الد
Artinya “Barangsiapa meringankan sebuah kesusahan (kesedihan)
seseorang mukmin di dunia, Allah akan meringkankan kesusahanya pada
hari kiamat. Barangsiapa memudahkan urusan seseorang dalam keadaan
sulit, Allah akan memberinya kemudahan di dunia dan akhirat.
Barangsiapa menutup „aib seseorang Allah pun akan menutupi „aibnya
didunia dan akhirat. Allah akan senantiasa menolong hamba-Nya, selama
hambanya tersebut menolong saudaranya.” (HR. Muslim no. 4867)46
Selain itu dalam islam juga telah diajarkan untuk
memberikemudahan dalam menagih hak (utang) seperti dalam hadist dari
Jabir bin „Abdillah, Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam bersabda,
إذا اقرض إذا اشرس ، ا إذا تاع ، زجلا سوذا زدن للا
Artinya “Semoga Allah merahmati seseorang yang bersikap mudah ketika
menjual, ketika membeli dan menagih haknya (utangnya),” (HR. Bukhari
no. 1934).47
45
Wira Sutirta, “Akad Sewa Menyewa ( Ijarah) dalam Hukum Islam”, artikel diakses dari
http://wirasonline.blogspot.com/2008/07/akad-sewa-menyewa-ijarah-dalam-hukum.html 46
Muslim ibnu Hujjaajji Abu Hasan Qusyairy, Aljaami asshahih almusma shahih muslim, jilid 13,
nomor 4867, bab tentang dzikir doa taubat dan istighfar, h.212 47
Muhammad ibnu Ismail ibnu Ibrahim ibnu mughriyat al Bukhari, Aljaami Asshahih Almusnad
min Hadits Rasulullah SAW wa Sunnah wa Ayaamihi, jilid 7, nomor 1934, bab tentang kemudahan
dalam jual beli, h. 240
27
Dalam al qur‟an pun telah dijelaskan untuk memberikan tenggang
waktu bagi orang yang kesulitan seperti dalam firman Allah berbunyi
أى إى كاى ذ ػسسج فظسج إل هيسسج رن ذؼلوى ذصدقا خيس لكن إى ك
Artinya “Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, maka
berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan
(sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu. Jika kamu
mengetahui.” (QS. Al Baqarah: 280)
Begitu pula dalam beberapa hadits disebtukan mengenai
keutamaan orang – orang yang memberi tenggangan waktu bagi orang –
orang yang sulit melunasi utang. Dari salah seorang sahabat Rasulullah
shallallahu „alaihi wa sallam –Abul Yasar-, Rasulullah shallallahu „alaihi
wa sallam bersabda,
ليضغ ػ ظس الوؼسس أ فلي جل ف ظل ػز للا هي أدة أى يظل
Artinya “Barangsiapa ingin mendapat naungan Allah, hendaklah dia
memberi tanggungan waktu bagi orang yang mendapat kesulitan untuk
melunasi hutang atau bahkan dia membebaskan utangnya tadi.” (HR Ibnu
Maajah no. 2410)48
Jika terjadi masalah maka dapat dilakukan dengan jalan
perdamaian. Seperti dalam hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah
Radhiyallahu anhu, Rasulullah Shallallahu „alaihi wa salla bersabda:
ى ػل الوسلو ا أدل دساها ا دسم دللا أ لخ جائز تيي الوسلويي إل صلذا الص
ن ط ا شس أدل دساها م دللا أ إل شسطاا دس
Artinya “Berdamai dengan sesama muslim itu diperbolehkan kecuali
perdamaian yang mengharamkan sesuatu yang halal atau menghalalkan
sesuatu yang haram. Dan Kaum Muslimin itu terikat dengan syarat–syarat
48
Ibnu Maajah, Sunanu Ibnu Maajah, jilid 7, nomor 2410, bab tentang waktu dalam hutang
tertentu, h. 259
28
yang mereka telah sepakati kecuali syarat yang mengharamkan sesuatu
yang halal atau menghalalkan sesutu yang haram.” (HR. Abu Daud no.
3120).
Hadits ini menjelaskan bahwa seluruh macam shulh (perdamaian)
antara kaum muslimin itu boleh dilakukan, selama tidak menyebabkan
pelakuya terjerumus kedalam suatu yang diharamkan oleh Allah
Subhanahu wa Ta‟ala dan Rasul-Nya.49
D. Tujuan Hukum Islam dan Prinsip Ekonomi Islam
Tujuan hukum islam adalah kebahagiaan hidup manusia didunia
dan di akhirat, dengan mengambil (segala) yang bermanfaat den mencegah
atau menolak yang mudarat, yaitu yang tidak berguna bagi hidup dan
kehidupan. Dengan kata lain, tujuan Hukum Islam adalah kemaslahatan
hidup manusia, baik rohani maupun jasmani, individu dan sosial.
Kemaslahatan tidak hanya untuk kehidupan didunia saja tetapi juga untuk
kehidupan yang kekal di akhirat kelak. Abu Ishaq al Shatibi merumuskan
lima tujuan Hukum Islam, yakni memelihara agama, jiwa, akal, keturunan
dan harta.50
Tujuan syar‟i dalam mensyariatkan ketentuan – ketentuan hukum
kepada orang – orang mukallaf adalah dalam upaya mewujudkan kebaikan
– kebaikan bagi kehidupan mereka. Baik melalui ketentuan – ketentuan
yang dharuri, hajiy, atau pun yang tahsini.51
Secara umum sering dirumuskan bahwa tujuan hukum islam adalah
kebahagian hidup manusia didunia dan diakhirat kelak, dengan jalan
mengambil yang bermanfaat dan mencegah atau menolak yang mudharat,
yaitu yang tidak berguna bagi hidup dan kehidupan. Dengan kata lain,
49
Abu Dawud, Sunanu Abu dawud, Jilid 9, no 3120, bab tentang perdamaian, h. 491 50
Mohammad Daud Ali, Hukum Islam: Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di
Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2009), h. 61 51
Dede Rosyada, Hukum Islam dan Pranata Sosial Disarah Islamiyah III, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 1995), Ed. 1 cet. 3, h. 29
29
tujuan hukum islam adalah kemaslahatan hidup manusia, baik rohani
maupun jasmani, individual, dan sosial. Kemaslahatan itu tidak hanya
untuk kehidupan didunia ini saja, tetapi juga untuk kehidupan yang kekal
diakhirat kelak.52
Sedangkan prinsip bermuamalah yaitu:
1. Prinsip tauhid
Adalah dasar utama dari setiap bentuk bengunan yang ada dalam
syariat Islam. Setiap bangunan dan aktivitas kehidupan manusia
harus didasarkan pada nilai – nilai tauhid. Maka akan terjadi
muamalah yang jujur, amanah dan sesuai dengan ketentuan syariah.
2. Prinsip Halal
M. Nadratuzzaman Husen mengemukakan bahwa alasan mencari
rezeki dengan cara halal yaitu karena Allah memerintahkan untuk
mencari rezeki dengan jalan yang halal. Pada harta yang halal
mengandung keberkahan. Pada harta yang halal mengandung
manfaat dan maslahah yang agung bagi manusia. Pada harta halal
akan membawa pengaruh positif bagi manusia. Pada harta halal
melahirkan pribadi yang istiqamah, selalu berada dalam kebaikan,
kesalehan, ketaqwaan, keikhlasan dan keadilan. Pada harta yang
halal akan membentuk pribadi yang zahid, wira‟i, santun dan suci
dalam segala tindakan. Pada harta yang halal akan melahirkan
pribadi yang berani menegakan keadilan dan membela yang benar.
3. Prinsip maslahah. Hendaknya bermanfaat bagi pihak – pihak yang
melakukan transaksi dan juga harus dirasakan oleh masyarakat.
4. Prinsip ibadah. Harus dalam rangka mengabdi kepada Allah SWT.
5. Prinsip kebebasan bertransaksi. Namun harus didasari pada prinsip
suka sama suka. Dan tidak ada pihak yang didzalimi dengan
didasari dengan akad yang sah.
52
Musthofa dan Abdul Wahid, Hukum Islam Kontemporer, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), h. 6
30
6. Prinsip kerjasama. Kerjasama saling menguntungkan dan
solidaritas.
7. Prinsip membayar zakat. Mengimplementasikan zakat merupakan
kewajiban seorang muslim yang mampu secara ekonomi.
8. Prinsip keadilan. Terpenuhinya nila – nilai keadilan antara pihak
yang melakukan akad muamalah.
9. Prinsip amanah yaitu kepercayaan, kejujuran, tanggung jawab.
10. Prinsip komitmen terhadap akhlaqul karimah. Harus komitmen
kuat untuk mengamalkan akhlak mulia.
11. Prisip terhindar dari jual beli dan investasi yang dilarang.53
53
Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah: Fiqh Muamalah, (Jakarta: kencana 2012), h. 7-12
31
BAB III
HASIL DATA AKAD SEWA MENYEWA RUMAH KONTRAKAN DI
DAERAH DESA SITUGADUNG
A. Gambaran Umum Desa Situgadung
Desa Situgadung adalah desa yang berada di Kecamatan Pagedangan
Kabupaten Tangerang dengan Luas Wilayah 7,63 Ha. Dengan batas wilayah
sebelah utara Desa Cicalengka, sebelah timur Desa Sampora Kec. Cisauk,
sebelah barat Desa Kadusirung, sebelah selatan Kelurahan Cisauk. Terdiri dari
8 RW dan 24 RT. Dengan Jumlah penduduk 7.500 Jiwa, Laki-laki sebanyak
3.878 Jiwa, dan Perempuan 3.622 Jiwa.
Ilustrasi 3.1 Jumlah Penduduk Desa Situ Gadung
1232
924
1021
832
911
845
788
947
Jumlah Penduduk
RW 01
RW 02
RW 03
RW 04
RW 05
RW 06
RW 07
RW 08
32
Ilustrasi 3.2 Jumlah KK berdasarkan agama
Ilustrasi 3.3 Jumlah KK Desa Situgadung berdasarkan pendidikan
0
2000
4000
6000
8000
IslamKatolik
ProtestanBudha
Hindu
7317
13 0
170 0
Jumlah KK berdasarkan agama
0
200
400
600
800
1000
1200
1400
S2 S1Sarjana
MudaSLTA
SLTP SDTK
7 115
18
1258
891
640
120
Jumlah KK berdasarkan pendidikan
33
Ilustrasi 3.4 Jumlah penduduk berdasarkan usia.
Ilustrasi 3.5 Jumlah peduduk berdasarkan pekerjaan
0
100
200
300
400
500
600
700
Series 1
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
12%
1% 4% 3%
5%
1%
10%
6% 9%
1%
15%
33%
Jumlah KK berdasarkan pekerjaan
34
Ilustrasi 3.6 Jumlah Pemilik dan Penyewa kontrakan
Ilustrasi 3.7 Jumlah Penyewa kontrakan berdasarkan daerah asal
B. Karakteristik responden dan karakteristik rumah kontrakan
1. Identitas responden berdasarkan jenis kelamin
Identitas dibawah ini menjelaskan tentang jenis kelamin dari responden
pemilik dan penyewa rumah kontrakan.
0
5
10
15
20
25
30
35
RW 01 RW 02 RW 03 RW 04 RW 05 RW 06 RW 07 RW 08
33
12
9
25
34
5
18 19
20
12
3
23
34
0
16
19
Pemilik
Penyewa
0
10
20
30
40
16 12
9 12
38
0 0
23
4
13
35
Tabel 3.1 Responden berdasarkan jenis kelamin
Jenis Kelamin Frekuensi Presentase (%)
Pria 10 50%
Wanita 10 50%
Total 20 100%
Sumber: Data primer yang sudah diolah
2. Identitas responden berdasarkan usia
Identitas ini menjelaskan tentang usia responden pemilik dan penyewa
rumah kontrakan.
Tabel 3.2 Responden berdasarkan usia
Usia Frekuensi Presentase (%)
< 20 tahun 1 5%
20-29 tahun 4 20%
30-39 tahun 10 50%
40-49 tahun 3 15%
> 50 tahun 2 10%
Tota; 20 100%
Sumber: Data primer yang sudah diolah
3. Identitas responden berdasarkan pendidikan terakhir
Identitas ini menjelaskan tentang pendidikan terakhir dari responden
pemilik dan penyewa rumah kontrakan.
Tabel 3.3 Responden berdasarkan pendidikan terakhir
Pendidikan
terakhir
Frekuensi Presentase
36
Lulusan SMP 4 20%
Lulusan SMA 12 60%
Lulusan S1 3 15%
Lulusan S2 1 5%
Total 20 100%
Sumber: Data primer yang sudah diolah
4. Identitas responden berdasarkan penghasilan
Identitas ini menjelaskan tentang penghasilan rata-rata dari responden
pemilik dan penyewa rumah kontrakan.
Tabel 3.4 Responden berdasarkan penghasilan rata-rata perbulan
Jumlah Penghasilan Frekuensi Presentase
<Rp. 1.000.000 1 5%
Rp. 1.000.000 – Rp. 2.000.000 2 10%
Rp. 2.100.000 – Rp. 3.000.000 6 30%
Rp. 3.100.000 – Rp. 4.000.000 9 45%
>Rp. 4.000.000 2 10%
Total 20 100%
Sumber: Data primer yang sudah diolah
5. Karakteristik kontrakan
37
Karakteristik dibawah ini menjelaskan tentang kontrakan berdasarkan
jenis bangunannya, jumlah kontrakan dan lama waktu pemilik kontrakan
memiliki kontrakan tersebut.
Tabel 3.5 Karakteristik kontrakan berdasarkan jenis bangunan
Jenis Kontrakan Frekuensi Presentase
Mewah 1 10%
Sedang 6 60%
Sederhana 3 30%
Total 10 100%
Sumber: Data primer yang sudah diolah
Tabel 3.6 Karakteristik kontrakan berdasarkan jumlah kontrakan
Jenis Kontrakan Frekuensi Presentase
Kurang dari 5 pintu 4 40%
5-10 pintu 4 40%
Lebih dari 10 pintu 2 20%
Total 10 100%
Sumber: Data premier yang sudah diolah
Tabel 3.7 karakteristik kontrakan berdasarkan lama kepemilikan
Lama kepemilikan Frekuensi Presentase
Kurang dari 5 tahun 1 10%
38
5-10 tahun 5 50%
Lebih dari 10 tahun 4 40%
Total 10 100%
Sumber: Data yang sudah diolah
C. Akad sewa-menyewa rumah kontrakan di daerah Situgadung
Tabel 3.8 bentuk perjanjian atau akad sewa menyewa kedua belah pihak
Perjanjian Frekuensi Presentase
Lisan 20 100%
Tertulis 0 0%
Lisan dan Tertulis 0 0%
Total 20 100%
Sumber: Data primer yang sudah diolah
Tabel 3.9 Lama waktu sewa
Waktu Frekuensi Presentase
Bulanan 15 75%
Tahunan 5 25%
Bulan dan Tahunan 0 0%
Total 20 100%
Data primer yang sudah diolah
39
Dari tabel diatas didapatkan bahwa 100% perjanjian sewa-menyewa di desa
Situgadung dilakukan secara lisan antara pemilik dan penyewa kontrakan.Dan
75% lama waktu sewa adalah bulanan sedangkan 25% nya adalah tahunan.
D. Penentuan harga sewa dan masa sewa rumah kontrakan di desa
Situgadung
Tabel 3.10 harga sewa kontrakan
Harga Frekuensi Presentase
>Rp. 600.000 0 0%
Rp. 400.000 – Rp. 600.000 3 15%
Rp. 250.000 – Rp. 300.000 17 85%
Total 20 100%
Sumber: data primer yang sudah diolah
Tabel diatas menjelaskan tentang harga sewa yang ditetapkan oleh pemilik
kontrakan.
Tabel 3.11 cakupan harga sewa dengan beban listrik dan lain-lain.
Beban listrik dll Frekuensi Presentase
Dibayarkan langsung dengan uang sewa 1 5%
Dibayar terpisah 19 95%
Total 20 100%
Sumber: data primer yang sudah diolah
Dari tabel diatas didapatkan bahwa harga sewa 95% belum termasuk beban
listrik dan biaya lain-lain.
40
Tabel 3.12 negosiasi harga sewa
Negosiasi harga Frekuensi Presentase
Tanpa Negosiasi 16 80%
Dengan Negosiasi 4 20%
Total 20 100%
Sumber: data primer yang sudah diolah
Dari tabel diatas diketahui bahwa harga sewa yang ditetapkan oleh pemilik
kontrakan 80% tidak dapat dinegosiasikan dan 20 % masih dapat
dinegosiasikan.
Tabel 3.13 harga sewa berdasarkan manfaat yang diterima
Harga sewa dengan manfaat Frekuensi Presentase
Sesuai 20 100%
Tidak sesuai 0 0%
Total 20 100%
Sumber: data primer yang sudah diolah
Dari tabel diatas diketahui bahwa harga sewa yang dibayarkan sudah sesuai
dengan manfaat yang diterima oleh penyewa kontrakan.
E. Pelanggaran perjanjian dan akibat hukumnya
Pada akad sewa menyewa di desa Situgadung ini pengingkaran janji
hanya sebatas pada telat membayar uang sewa dari waktu yang telah
ditentukan pada awal perjanjian.Dan pemilik kontrakan menyelesaikannya
dengan musyawarah, teguran, memberikan tenggak waktu.Selain itu tidak
pernah ada pelanggaran isi perjanjia
41
BAB IV
ANALISIS SEWA MENYEWA RUMAH KONTRAKAN DI DESA
SITUGADUNG
A. Analisa pelaksanaan akad sewa menyewa rumah kontrakan
Sewa menyewa adalah satu bentuk muamalah dalam masyarakat, agar
nantinya tidak terjadi suatu perselisihan atau ketidakpahaman maka perlu
adanya suatu perjanjian yang dibuat sebelum dilakukannya sewa-menyewa.
Dalam islam sudah ditetapkan syarat sahnya sewa-menyewa.
Akad sewa menyewa rumah kontrakan di desa Situgadung ini menurut
hukum islam dibenarkan atau diperbolehkan karena telah memenuhi syarat
sahnya sewa-menyewa yaitu pertama, Para pihak yang melakukan perbuatan
hukum dan sudah cukup umur dapat dilihat dari tabel 3.2 yang menunjukan
bahwa para pihak yang melakukan akad sewa-menyewa rumah kontrakan
sudah berusia 19 tahun keatas sehingga sudah dapat membedakan antara yang
baik dan yang buruk.
Kedua, kesepakatan atau kerelaan kedua belah pihak dalam
melaksanakan perjanjian. Dalam sewa-menyewa perumahan ini telah adanya
persetujuan dari kedua belah pihak dalam melakukan akad sewa-menyewa dan
perjanjian tersebut dilakukan tanpa unsure paksaan dari pihak lain dan tanpa
tipuan dari pihak manapun, karena jika terjadi unsur paksaan dan tipuan maka
akad sewa-menyewa ini akan batal dan tidak sah.
Ketiga, objek akad dalam sewa-menyewa ini pun sudah jelas yaitu
rumah tinggal sementara yang dimana pihak penyewa sudah melihat terlebih
dahulu rumah tersebut seblum memutuskan untuk menyewanya. Sehingga
tidak akan menimbulkan perselisihan antara keduanya. Apabila rumah
tersebut tidak diketahui maka tasrruf menjadi batal. Untuk mengetahui rumah
yang disewakan dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu dengan
menunjukkan rumahnya apabila calon penyewa berada ditempat akad, dengan
dilihat, ditunjukkan atau menyebutkan sifat dan cirri-ciri dari rumah tersebut.
42
Keempat, akad sewa-menyewa rumah kontrakan ini memiliki tujuan
yang jelas dan diakui oleh syara‟ yaitu untuk saling tolong menolong karena
akad sewa-menyewa rumah kontrakan desa Situgadung untuk mendapatkan
tempat tinggal sementara dan akad sewa-menyewa ini memiliki manfaat yang
sangat banyak bagi kehidupan masyarakat di desa Situgadung tersebut. Akad
ini sangat penting untuk para pendatang dari luar daerah desa Situgadung
untuk mendapatan tempat tinggal sementara dengan mudah. Dan dapat
dijadikan sebagai lahan penghasilan bagi para pemilik kontrakan itu sendiri
karea sewa-menyewa ini adalah sebagai salah satu bisnis atau investasi yang
menguntungkan dan dibolehkan oleh hukum islam. Selain itu banyaknya
rumah kontrakan di desa Situgadung pun dapat menghidupkan perekonomian
desa Situgadung karena banyaknya para pendatang yang menyewa rumah dan
membuka usaha sendiri.
Kelima, rumah yang dijadikan objek akad sewa-menyewa di desa
Situgadung pun dapat diserahkan pada waktu akad karena jika rumah tidak
dapat diserahkan pada waktu akad, maka akad menjadi batal.
Dalam menjalankan bisnis, satu hal yang sangat penting adalah
masalah akad (perjanjian). Akad sebagai salah satu cara untuk memperoleh
harta dalam syariat Islam yang banyak digunakan dalam kehidupan sehari-
hari. Akad merupakan cara yang diridhai Allah dan harus ditegakkan isinya.54
Akad sewa-menyewa rumah kontrakan di desa Situgadung dilakukan
dengan cara lisan antara pemilik rumah kontrakan dengan penyewa rumah.
Dalam akad sewa-menyewa ini ucapan dan bahasanya harus dapat dipahami
kedua belah pihak yang melakuka akad agar tidak terjadi perselisihan antar
pihak yang melakukan perjanjian.Ungkapan yang diucapkan juga harus
merupakan ungkapan yang menunjukkan kerelaan tanpa paksaan, karena
prinsip dalam suatu akad adalah kerelaan sesuai dengan firman Allah QS. An-
Nisa ayat 29 yang berbunyi:
ا الريي آها ل ذأكلا كن يا أي الكن تيكن تالثاطل إل أى ذكى ذجازجا ػي ذساض ه أه
ا كاى تكن زديوا فسكن إى للا ل ذقرلا أ 54
Abdul Rahman, dkk, Fiqh Muamalat, (Jakarta: Kencana, 2012), h.71.
43
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling
memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali denga jalan
perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu, dan
janganlah kamumembunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah Maha
Penyayang kepadamu.”
Akad dapat dilakukan secara lisan (ucapan), perbuatan, isyarah
maupun tulisan.55
Namun menurut saya alangkah lebih baiknya jika
pemilik rumah membuat perjanjian secara tertulis agar para pihak
memahami dan mengetahui dengan jelas kewajiban dan hak masing-
masing pihak. Hal ini pula yang membuat sebuah perjanjian dikataka
belum sesuai dengan ketentuan Islam, karena jika kita lihat kembali dalam
surat Al-Baqarah ayat 282, dikatakan dalam ayat tersebut kewajiban untuk
melakukan sebuah pencatatan atau penulisan dalam sebuah akad
muamalah, pun juga sewa-menyewa. Hal ini dilakukan sebagai
pengukuhan dan menghilangkan pertikaian.56
Dan akibat hukum tidak
tertulis mengakibatkan pihak penyewa tidak mengetahui hak dan
kewajibannya sehingga peluang untuk terjadinya wanprestasi cukup besar,
dimana wanprestasi tersebut akan mengakibatkan pihak yang menyewakan
mengalami kerugian.57
Selain itu jika perjanjian dilakukan secara tertulis
maka perjanjian itu akan mudah untuk diingat dan dapat dijadikan bukti
jika terjadi pelanggaran kontrak. Selain itu dalam Al-Qur‟an Surat Al-
Baqarah ayat 282 telah dijelaskan bahwa jika kita melakukan
muamalahsecara tidak tunai seperti Ijarah (sewa-menyewa) maka kita
harus menuliskan perjanjian tersebut agar tiap pihak dapat memahami dan
mengerti yang menjadi hak dan kewajibannya masing-masing.
1. Dari segi subjek akad atau para pihak yang membuat perjanjian:
a. Para pihak cakap melakukan perbuatan hukum.
Dalam akad sewa-menyewa rumah kontrakan desa Situgadung
yang melakukan akad sewa-menyewa ini adalah masyarakat yang
55
Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalat, (Jakarta: Amzah, 2010), h. 133. 56
https://tafsirq.com/2-al-baqarah/ayat-282#tafsir-jalalayn 57
Dita Kartika Putri, Akibat Hukum terhadap Perjanjian Tidak Tertulis Sewa-Menyewa Alat Berat
CV. Marissa Tenggarong, Jurnal Beraja Niti Volume 2 No. 5 Tahun 2013.
44
berumur mulai dari 19 tahun sampai 60 tahun keatas sehingga
mereka sudah mampu membedakan antara baik dan buruk.
b. Identitas para pihak dan kedudukannya masing-masing dalam
dirinya sendiri.
Dalam akad sewa-menyewa rumah kontrakan para penyewa dan
pemilik rumah memiliki identitas masing-masing dan sudah jelas
karena sebelum menyewa rumah pemilik rumah ada yang
mewajibkan untuk memberikan fotocopy KTP dan Kartu Keluarga.
c. Tempat dan syarat perjanjian dibuat untuk kebaikan.
Dalam akad sewa-menyewa rumah kontrakan, contohnya
disyaratkan untuk memberikan KTP dan KK ini bertujuan agar
pihak pemilik mengetahui dengan jelas siapa yang akan menyewa
rumah kontrakannya. Adapula yang mensyaratkan untuk tidak telat
membayar uang sewa, syarat tersebut dimaksudkan untuk
mempermudah jalannya sewa-menyewa rumah agar jika terjadi
kerusakan yang harus diperbaiki oleh pemilik rumah, pemilik
rumah dapat segera memperbaikinya dengan uang sewa tersebut
atau untuk kepentingan lain yang berkaitan dengan objek sewa.
Ada pula pemilik kontrakan yang mensyaratkan jumlah maksimal
orang yang menempati rumah kontrakannya, syarat tersebut
bertujuan agar kondisi rumah tetap nyaman untuk ditempati.Selain
itu juga ada syarat untuk tidak menutup pintu pada saat menerima
tamu yang berlainan jenis, itu bertujuan agar tidak terjadi fitnah
diantara yang lainnya.
2. Dari segi tujuan dan objek akad.
a. Disebutkan secara jelas tujuan dari dibuatnya akad tersebut.
Dalam akad sewa-menyewa rumah kontrakan ini tujuannya adalah
untuk mendapatkan tempat tinggal sementara yang kemudian ada
pula yang menjadikan bukan hanya sebagai tempat tinggal namun
juga tempat untuk membuka usaha.
b. Objek akad harus halal dan thoyyib.
45
Objek dari akad sewa-menyewa ini pun sudah jelas hala dan
thoyyibyaitu rumah kontrakan yang sudah jelas kepemilikan tanah
dan bangunannya.
3. Adanya kesepakatan dalam hal yang berkaitan dengan:
a. Waktu perjanjian.
Dalam akad sewa-menyewa rumah kontrakan ini waktu perjanjian
sudah disebutkan dari awal perjanjian yaitu ada yang menyewa
dalam hitungan bulan dan adapula yang menyewa rumah langsung
dalam hitungan tahun.Dalam akad sewa-menyewa rumah
kontrakan desa Situgadung 75% menyewa dalam hitungan bulan,
dan 25% menyewa dalam hitungan tahun.
b. Jumlah dana.
Jumlah biaya sewa dalam akad sewa-menyewa rumah kontrakan
desa Situgadung pun sudah disebutkan sejak awal dan telah
disepakati oleh para pihak terkait.
c. Mekanisme kerja.
Dalam akad sewa-menyewa ini pihak penyewa sudah melihat
terlebih dahulu rumah yang akan disewanya setelah
menyetujuinya, jika sudah membayar uang sewa maka pihak
penyewa sudah dapat menempati rumah tersebut. Jika masa sewa
telah habis, maka pihak penyewa bisa memperpanjang waktu sewa
atau jika telah selesai dapat meninggalkan rumah dengan keadaan
kosong atau dengan keadaan semula.
d. Jaminan.
Dalam akad sewa-menyewa ini jaminannya adalah dengan
keputusan kedua belah pihak.
e. Penyelesaian jika terjadi ketidaksesuaian antara kedua belah pihak.
Jika terjadi ketidaksesuaian antara kedua belah pihakmaka para
pihak dalam akad sewa-menyewa rumah kontrakan ini melakukan
musyawarah dan menyelesaikannya dengan cara kekeluargaan.
f. Objek yang dijanjikan dan cara pelaksanaanya.
46
Dalam akad sewa-menyewa ini objek yang dijanjikan adalah
rumah.
4. Adanya persamaan atau keadilan dalam hal menentukan hak-hak dan
kewajiban-kewajiban antar pihak dan dalam penyelesaian ketika
mengalami suatu masalah.
Dalam akad sewa-menyewa rumah kontrakan di desa Situgadung
pemilik kontrakan berlaku adil pada setiap penyewanya.Baik dalamhal
menentukan hak dan kewajiban dalam mengatsi suatu masalah.
5. Pilihan hukum. Ditegaskan dengan jelas pilihan hukum dalam akad
tersebut.
Hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian sewa-menyewa
adalah pertama, pihak pemilik obyek perjanjian sewa-menyewa
memiliki hak dan kewajiban sebagai berikut :
a. Wajib menyerahkan barang yang disewakan kepada
penyewa.
b. Memelihara barang yang disewakan.
c. Memberikan manfaat atas barang yang disewakan selama
berlangsungnya sewa-menyewa.
d. Menanggung si penyewa terhadap semua cacat barang
sewaan.
e. Pemilik yang menyewakan wajib mempersiapkan barang
yang disewakan untuk dapat digunakan secara optimal oleh
penyewa.
f. Berhak atas uang sewa dan menerima kembaliobyek
perjanjian diakhir masa sewa.
Dalam akad sewa-menyewa rumah kontrakan di desa
Situgadung pemilik rumah memberikan rumah yang dijadikan objek
sewanya jika penyewa telah sepakat untuk menyewanya dan telah
membayar uang sewanya.Pemilik kontrakan juga sudah memberikan
manfaat dari rumah kontrakan tersebut yaitu sebagai tempat tinggal
47
sementara dan ikut menanggung biaya kerusakan yang bukan
disebabkan oleh penyewa.Namun adapula pemilik kontrakan yang
tidak mau menanggung biaya kerusakan seperti memperbaiki atap
yang sudah bocor padahal itu salah satu kewajiban pemilik kontrakan
untuk menanggung cacat rumah sewaan agar penyewa dapat
mempergunakan fingsi rumah secara nyaman dan optimal.Semua
bentuk perbaikan fisik rumah yang berkenaan dengan fungsi utamanya
sebagai tempat tinggal pada prinsipnya menjadi kewajiban pemilik
rumah. Jika penyewa mendapatkan cacat dari rumah yang akan
ditempatinyaia berhak menuntut/mensyaratkan perbaikan terlebih
dahulu di awal perjanjian, karena penyewa juga berhak mendapatkan
kenyamanan dari rumah yang akan ditempatinya.
Sedangkan pihak penyewa memiliki kewajiban dan hak sebagai
berikut :
1. Membayar sewa pada waktu yang telah ditentukan.
2. Ia berhak mendapatkan manfaat dari barang yang telah disewanya.
3. Menerima ganti rugi jika terdapat cacat.
4. Tidak mendapat gangguan dari pihak lain.
5. Penyewa wajib menggunakan barang yang disewakan menurut
syarat-syarat akad atau menurut kelaziman penggunanya. Penyewa
juga wajib menjaga barang yang disewakan agar tetap utuh.
Dalam pelaksanaan akad sewa-menyewa rumah kontrakan di
desa Situgadung kewajiban pihak penyewa hanya sebatas perawatan,
seperti menjaga kebersihan dan tidak merusak.Sebab ditangan pihak
penyewa barang sewaan sesungguhnya merupakan amanat.Namun
sesungguhnya jika ada kerusakan yang bersifat ringan, penyewa juga
memilik tanggung jawab untuk menanggung biaya perbaikannya.
Penyewa juga harus meninggalkan rumah dengan keadaan
kosong atau dengan keadaan seperti semula jika masa sewa telah
48
habis.Karena itu merupakan salah satu kewajiban dari penyewa.Jangan
sampai sebagai penyewa meninggalkan rumah dengan keadaan rusak
atau kotor dan sebagainya.Karena sesungguhnya Islam telah
mengajarkan kita untuk menjaga kebersihan, karena kebersihan adalah
sebagian dari iman.
Rumah yang disewakan juga wajib digunakan sesuai dengan
syariat Islam dan tidak bertentangan dengan kepentingan umum dan
norma kesusilaan yaitu sebagai tempat tinggal ataupun untuk usaha
yang halal. Tidak boleh digunakan sebagai tempat untuk melakukan
maksiat. Misalnya penyewa yang belum menikah membawa masuk
orang lain yang bukan muhrimnya kedalam rumah kontrakan secara
diam-diam. Jika ingin menerima tamu lain jenis sebaiknya pintu tidak
tertutup agar tidak menimbulkan fitnah.
Maka dari itu sebaiknya pemilik kontrakan membuatkan isi
perjanjian dan peraturan-peraturan yang telah disepakati oleh keduanya
agar kedua belah pihak dapat mengetahui apa-apa yang menjadi hak
dan kewajibannya masing-masing.
B. Analisa Penetapan Harga Sewa
Dalam akad sewa-menyewa rumah kontrakan ini penyewa ada
yang dapat melakukan negosiasi mengenai harga sewa ada juga yang tidak
dapat melakukan negosiasi. Dalam melakukan sebuah akad sebaiknya
tidak terdapat unsur paksaan karena jika sudah terdapat unsur paksaan
maka akad menjadi tidak sah, maka alangkah lebih baiknya jika harga
sewa dapat dinegosiasikan terlebih dahulu. Namun apabila tidak bisa
dinegosiasikan dan kedua belah pihak sudah sepakat mengenai harga sewa
yang telah disebutkan oleh pemilik kontrakan maka sah-sah saja, karena
sesungguhnya dalam bermuamalah yang terpenting adalah sama-sama
ridho.Jangan sampai harga sewa menzalimi kedua belah pihak.Maka dari
itu perlu untuk menetapkan harga yang sesuai bagi keduanya.
49
Harga sewa seharusnya ditetapkan berdasarkan fasilitas yang
diberikan.Sehingga harga sewa yang diberikan juga diharapkan seimbang
dengan manfaat dan fasilitas yang diterima oleh penyewa, dan jangn
sampai harga sewa tersebut membebani salah satu pihak.
Di desa Situgadung sendiri untuk harga sewa rumah kontrakan
dengan kategori sedang harga sewa rumahnya Rp. 400.000 – Rp. 500.000
perbulan dengan tidak termasuk biaya listrik.Sedangkan untuk rumah
dengan kategori sederhana harga sewanya Rp. 200.000 – Rp. 300.000
perbulan dengan biaya listrik yang dibayarkan terpisah dari harga sewa.
Harga sewa sebaiknya dapat dinegosiasikan agar mendapat
kesepakatan dan tidak ada unsur paksaan.Harga sewa dapat pula
ditentukan dengan „urf yang berlaku di daerah tersebut.Jangan sampai
pemilik kontrakan menetapkan harga diatas kisaran harga rata-rata daerah
tersebut karena itu termasuk Gabhn Fahisy yaitu penyamaran harga diatas
harga pasaran yang termasuk transaksi yang dilarang dalam ajaran
Islam.Dalam menjalankan bisnis kita boleh mengambil keuntungan namun
tidak boleh diatas keuntungan harga normal.
Dalam akad sewa menyewa rumah kontrakan desa Situgadung
harga sewa yang ditetapkan sudah sesuai atau seimbang dengan manfaat
yang diterima oleh penyewa, hal ini berdasarkan dengan hasil wawancara
kami dengan para penyewa yang mengatakan bahwasanya harga sesuai
dengan fasilitas an lingkungan yang ada disekitaran rumah kontrakan.
Maka dari itu sebelum menetapkan harga sewa sebaiknya dilihat dari
fasilitas yang diberikan dan harus dijelaskan terlebih dahulu harga sewa
tersebut termasuk dalam biaya-biaya apa saja. Jika memang harga sewa
tidak termasuk dengan biaya listrik sebaiknya dijelaskan diawal.Dan
tanggung jawab mengenai biaya-biaya jika terjadi kerusakan sebaiknya
dijelaskan diawal perjanjian.Segala biaya perbaikan fisik rumah
sesungguhnya adalah kewajiban pemilik rumah kontrakan, namun jika
memang kerusakan disebabkan oleh penyewa rumah maka itu merupakan
50
tanggung jawab penyewa.Dan pemilik kontrakan berhak untuk meminta
ganti rugi atas kerusakan tersebut.
Maka jika dilihat dari penatapan harga dalam akad sewa-menyewa
rumah kontrakan di desa Situgadung sudah sesuai dengan hukum Islam
karena telah sesuai dengan nilai keadilan yaitu seimbang antara yang
diberikan dengan yang diterima. Selain itu juga harga diberlakukan sama
dengan orang-orang (penyewa) yang mempunyai hak yang sama, sehingga
tidak menimbulkan kecemburuan antar penyewa. Harga sewa pun tidak
menzalimi pihak penyewa dan pihak pemilik kontrakan.Dapat dilihat dari
tabel 3.4 yang menunjukan rata-rata penghasilan perbulan penyewa
kontrakan adalah sebesar Rp. 3.100.000 – Rp. 4.000.000 sehingga dengan
biaya sewa yang ditetapkan tidak memberatkan penyewa.
C. Wanprestasi dan akibat hukumnya
Dalam akad sewa-menyewa rumah kontrakan desa Situgadung
pelanggaran kontrak yaitu seperti:
1. Telat membayar uang sewa
Jika penyewa telat membayar uang sewa maka akan dilakukan
teguran dan musyawarah untuk menyelesaikannya. Itu sudah sesuai
dengan ajaran Islam karena dalam Islam diajarkan untuk memberikan
kemudahan kepada orang yang memiliki hutang. Maka dari itu pihak
penyewa harus menjelaskan terlebih dahulu alasan telat membayarnya,
dan pemilik pun harus mendengarkan dan menerima alasan tersebut.
Selain itu pihak pemilik pun harus meminta dipenuhi haknya
dengan member kemudahan tanpa terus mendesak. Jadi sebaiknya jika
ada penyewa yang telat membayar maka pemilik tidak harus mendesak
terus menerus untuk membayarnya namun memberikan tenggang
waktu bagi orang yang kesulitan, seperti dalam firman Allah yang
berbunyi :
ذ اي عإ ي إ اإ ي ي ياإ إ ي ب يإ ني ي اإ سي ي لب يذيإ سي اظب ياك ب لإ ي ي اين اإ
51
Artinya :“Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, maka
berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan
(sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu
mengetahui.”(QS. Al Baqarah: 280)
Dalam ayat ini, Allah memerintahkan kita untuk bersabar
terhadap orang yang berada dalam kesulitan, dan member tenggang
waktu terhadap orang yang kesulitan adalah wajib. Begitu pula dalam
beberapa hadits disebutkan mengenai keutamaan orang-orang yang
member tenggang waktu bagi orang yang sulit melunasi hutang.Selain
member kemudahan pada orang yang kesulitan, berilah kemudahan
juga kepada orang yang mudah melunasi hutang.Namun bagi penyewa
jika sudah mampu melunasi hutangnya, maka segeralah melunasi dan
jangan menunda-nundanya lagi.
Dalam menghadapi masalah pun pemilik kontrakan harus
berlaku adil pada setiap penyewanya dan jangan membeda-bedakan.
Jika terjadi perselisihan antar penyewa dan sebagainya pemilik
kontrakan pun harus membantu meneyelesaikannya dan berlaku adil.
Seperti hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu
Anhu, menjelaskan bahwa seluruh macam shulh (perdamaian) antara
kaum muslimin itu diperbolehkan, selama tidak menyebabkan
pelakunya terjerumus kedalam suatu yang diharamkan oleh Allah
SWT dan Rasul-Nya.
Maka dari itu sebaiknya segala pihak harus menepati segala isi
perjanjian yang telah disepakati agar tidak terjadi perselisihan. Karena
dalam Islam pun sudah diperintahkan untuk memenuhi akad-akad yang
telah disepakati bersama seperti dalam Qur‟an Surat Al-Maidah ayat 1,
permulaan ayat ini memerintahkan kepada setiap orang beriman untuk
menepati janji-janji yang telah diucapkannya baik janji prasetia hamba
kepada Allah maupun janji yang dibuat sesame manusia.
Selain itu kita juga harus memenuhi akad yang telah diucapkan
karena seriap kita akan dimintai pertnggung jawabannya kelak,
52
begitupun dengan janji. Seperti firman Allah dalam Qur‟an Surat Al-
Isra ayat 34 yang berbunyi :
ي يا ي إع إ ي ن إ ي ي ي غ يي إ اك ي لا يي إ يي ي ي ييإ ب نيذ ين إ ي ي إع إ ن
ي ن ايذلإ
Artinya :“Dan janganlah kamu mendekati harta anak yatim,
kecuali dengan cara yang lebih baik (bermanfaat) sampai ia
dewasa dan penuhilah janji, sesungguhnya janji nitu pasti
diminta pertanggungan jawabnya.”
Namun tak sedikit pula pelanggaran terkait
pembayaran sewa ini berujung kepada pengusiran, karena
ada beberapa penyewa yang sudah diperingatkan tapi tetap
enggan untuk membayar sewanya. Hal ini jelas tidak sesuai
dengan apa yang telah di firmankan Allah SWT dalam
Qur‟an Surat Al Maidah Ayat 1:
فا تالؼقد ا الريي آها أ يا أي
Artinya “Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu. (QS.
Al Maidah:1).
Allah menjelaskan dalam firmannya bahwasanya, pihak penyewa pun juga
pemilik kontrakan harus memenuhi segala akad yang sudah disepakati di
awal perjanjian, maka dari itu jelas menunda pembayaran dan bahkan
tidak membayar sewa merupakan perbuatan yang tidak diperbolehkan
dalam konsep sewa kontrakan syariah ini.
2. Ada juga pelanggaran yang dilakukan berupa perbuatan asusila, namun
tidak dilarang oleh pemilik kontrakan. Artinya hal ini pun bertentangan
dengan sabda rasul yang artinya: “Berdamai dengan sesama muslim itu
diperbolehkan kecuali perdamaian yang menghalalkan sesuatu yang
haram atau mengharamkan sesuatu yang halal. Dan kaum Muslimin harus
memenuhi syarat – syarat yang mereka telah sepakati kecuali syarat yang
53
mengharamkan sesuatu yang halal atau menghalalkan sesutu yang haram.”
(HR. Abu Daud no. 3120).Hal ini pun bisa dikatakan tidak sesuai dengan
apa yang telah Allah firmankan di dalam surat Al-Maidah ayat 2 yang
berbunyi:
الرق ا ػل الثس ذؼا اى الؼد ثن ا ػل ال ل ذؼا
Artinya: “Dan tolong menolonglah kamu dalam kebajikan dan taqwa, dan
jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.”
Jelas dalam riwayat dan firman-Nya itu dijelaskan tentang tidak
diperbolehkannya berdamai dan saling membantu dalam hal yang haram.
Namun dalam kasus ini, pemilik kontrakan memperbolehkan adanya
tindakan asusila tersebut, dan atas dasar itulah warga Desa Situgadung
mengambil tindakan pengusiran kepada penyewa dan memberikan sanksi
berupa peringatan kepada pemilik rumah kontrakan tersebut.
Maka dari itu untuk menghindari dan menyelesaikan segala macam
sengketa yang mungkin terjadi para pemilik rumah dapat melakukan upaya
dengan membuat surat perjanjian tertulis untuk menghindari hal yang sama
terulang kembali.
54
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah penulis memaparkan dan menganalisa praktek sewa-
menyewa rumah kontrakan di desa Situgadung, maka dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut:
1. Sewa-menyewa rumah kontrakan di desa Situgadung keberadaanya
masih dipertahankan sampai saat ini karena merupakan ladang bisnis
yang menguntungkan bagi para pemilik rumah kontrakan. Proses
sewa-menyewa ini terjadi melalui akad yang dilakukan secara lisan
oleh pemilik kontrakan dengan penyewa rumah. Isi perjanjian dalam
akad tersebut tidak dijelaskan secara detail didalam tulisan yang
merupakan kewajiban dan hak-hak yang harus dipenuhi oleh pihak
pemilik dan penyewa rumah kontrakan. Dalam prakteknya penyewa
memberikan sejumlah uang yang telah disepakati sebagai pembayaran
atas manfaat tempat tinggal yang disewanya. Sedangkan pemilik
kontrakan menerima uang sewa dan berkewajiban memberikan
manfaat rumah kontrakan kepada penyewa sesuai dengan perjanjian
yang disepakati. Dalam akad sewa-menyewa ini kedua belah pihak
telah menyepakati perjanjian yang telah diperjanjikan, seperti berapa
biaya sewa yang harus dibayarkan, kapan waktu pembayarannya,
berapa lama waktu sewanya, apa saja yang harus dipenuhi oleh
penyewa sebelum menempati rumahnya, dan dengan rela penyewa
menyetujuinya tanpa ada unsur paksaan dari pihak manapun.
2. Akad sewa-menyewa ini telah memenuhi prinsip ekonomi islam
karena memberikan maslahat bagi banyak orang. Dalam menetapkan
harga pun sudah disepakati oleh kedua pihak dengan kerelaan tanpa
ada paksaan dan manfaat yang diterima oleh penyewa pun sudah
sesuai dengan biaya yang dikeluarkannya sehingga sesuai dengan nilai
keadilan.
55
3. Dalam akad sewa-menyewa rumah kontrakan desa Situgadung,
beberapa pelanggaran kontrak kerap terjadi seperti telat membayar
uang sewa, sampai ada juga yang melakukan pelanggaran asusila.
Dalam hal pelanggaran telat membayar maka dilakukan musyawarah
atau negosiasi antara kedua belah pihak untuk menyelesaikannya,
namun jika terdapat pelanggaran asusila makan sanksi yang dilakukan
berupa pengusiran kepada penyewa dan juga teguran kepada pemilik
kontrakan.
4. Pelanggaran asusila disekitar praktek sewa menyewa rumah kontrakan
di desa Situgadung terjadi karena adanya kerenggangan dari pemilik
rumah kontrakan. Maka dari itu beberapa praktek sewa menyewa
rumah kontrakan di desa situgadung ini terbilang belum sesuai dengan
prinsip syariah yang tidak mengizinkan adanya hubungan badan antar
lawan jenis yang belum menjadi muhrim.
B. Saran
Berdasarkan permasalahan yang telah dilihat penulis memberikan saran
sebagai berikut :
1. Sebelum memulai suatu sewa-menyewa sebaiknya diadakan perjanjian
atau kesepakatan secara lisan dan dianjurkan juga untuk membuatnya
secara tertulis antara kedua belah pihak sehingga masing-masing pihak
dapat mengetahui dengan jelas apa-apa saja yang menjadi hak dan
kewajibannya, sehingga tidak akan menimbulkan ketidak jelasan dan
kesalah pahaman dikemudian hari yang dapat merugikan salah satu
pihak. Dan untuk para pihak selalu harus menjaga komitmen dari apa
yang telah disepakati bersama.
2. Isi perjanjian sewa-menyewa rumah setidaknya harus mencatumkan
ketentuan mengenai hak dan kewajibannya, batas jangka waktu sewa,
dan besarnya harga sewa.
3. Pemilik kontrakan harus lebih memperhatikan lagi mengenai
kewajibannya terutama mengenai fungsi rumah sebagai tempat tinggal,
56
untuk itu diharapkan pemilik kontrakan bertanggung jawab terhadap
kerusakan yang terjadi padarumah kontrakan agar manfaat rumah
dapat dirasakan penyewa secara maksimal. Penyewa rumah pun harus
merawat rumah dengan baik.
4. Pemerintah pun hendaknya ikut bertindak dalam mengatur jalannya
sewa-menyewa ini agar tercipta suasana yang nyaman dan sejahtera
dalam bermasyarakat di desa Situgadung. Seperti peraturan-0peraturan
yang wajib dipatuhi bagi siapapun yang ingin menyewa rumah
kontrakan. Selain itu mengenai data kepemilikan dan penyewa rumah
kontrakan pun harus didata dengan lebih baik lagi agar tidak terdapat
kesalahan dak kekurangan dengan data kontrakan yang ada di desa
Situgadung.
57
DAFTAR PUSTAKA
Literatur
Al-Qur‟an Al Kariim
A.Mas‟adi, Ghufran.Fiqh Muamalat Kontekstual. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2002.
Amin, Ma‟ruf. Fatwa dalam sistem hukum Islam, Jakarta: Paramuda
Advertising, 2008.
Antonio, Syafi‟i. Bank Syariah Suatu Pengenalan Umum, Tazkia Insitute.
Anwar, Syamsul.Hukum Perjanjian Syariah, Jakarta: RajaGrafindo Persada,
2007.
Ascarya, Akad Dan Produk Bank Syariah, Jakarta: Rajawali Pers, 2011, cet.
Ketiga.
Briefcase Book Edukasi Profesional Syariah Cara Mudah Memahami Akad-akad
Syariah. Jakarta: Renaisan, 2005.
Daud Ali, Mohammad.Hukum Islam pengantar ilmu hukum dan tata hukum
islam di Indonesia, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2009.
Daud Sulaiman, Abu. Sunanu Abu daud, Jilid 9, no 3120, bab tentang perdamaian.
Ghofur Anshori, Abdul. Hukum Perjanjian Islam Di Indonesia (konsep, regulasi
dan implementasi), Yogyakarta: UGM Press, 2010.
Ibnu Hujjaajji, Muslim, Abu Hasan Qusyairy, Aljaami asshahih almusma
shahih muslim, jilid 13, nomor 4867, bab tentang dzikir doa taubat dan
istighfar.
Ibnu Ismail, Muhammad, ibnu Ibrahim ibnu mughriyat al Bukhari, aljaami
asshahih almusnad min hadits Rasulullah SAW wa sunnih wa
ayaamihi, jilid 7, nomor 1934, bab tentang kemudahan dalam jual beli.
Karim, Adiwarman. Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan,Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada, 2007.
Kartika Putri, Dita. Akibat Hukum terhadap perjanjian tidak tertulis sewa-
menyewa alat berat CV. Marissa Tangerang, Jurnal Baraja Niti
Volume 2 No. 5 Tahun 2015.
58
Lubis, Ibrahim. Ekonomi Islam suatu pengantar 2, Jakarta: Kalam Mulia,
1995.
Maajah, Ibnu. Sunanu Ibnu Maajah, jilid 7, nomor 2410, bab tentang waktu
dalam hutang tertentu.
Mardani. Fiqh Ekonomi syariah: Fiqih Muamlah, Jakarta: Kencana, 2012.
Musthofa dan Abdul Wahid, Hukum Islam Kontemporer, Jakarta: Sinar
Grafika, 2009.
Pasal 1 ayat (10) Peraturan Bank Indonesia No.7/46/PBI/2005.
Pasaribu, Chairuman dan Suhrawardi Lubis, Hukum Perjanjian Dalam Islam,
Jakarta, Sinar Grafika, 2004.
Rahman, Abdul, dkk, Fiqh Muamalat, Jakarta: Kencana, 2012.
Rais, Isnawati dan Hasanuddin, Fiqih Muamalah dan Aplikasinya pada
LKS.Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah, 2011.
Rosyada, Dede. Hukum Islam dan Pranata Sosial Disarah Islamiyah III,
(Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1995.
Sholahuddin, Muhammad.Fatwa-Fatwa Muamalah Kontemporer, Surabaya:
Pustaka Progresif, 2004.
Suhendi, Hendi.Fiqh Muamalah, Jakarta: Rajawali Pers, 2010.
Syafi‟I Antonio, Muhammad. Bank Syariah dari teori ke praktik,Jakarta:
Gema Insani, 2001
Syarifudin, Amir. Garis-Garis Besar Fiqih, Jakarta: Kencana, 2003.
Wardi Muslich, Ahmad. Fiqh Muamlat, Jakarta: Amzah, 2010.
Widiastuti, Ratri. “Tinjuan Hukum Islam terhadap praktek sewa-menyewa
kamar kost di kelurahan Baciro Kota Yogyakarta”, Skripsi S1
Fakultas Syariah Universitas Isalm Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta,
2010.
Ya‟qub, Hamzah. Kode Etik Dagang Menurut Islam, Bandung: CV.
Diponegoro, 1992.
Zuhaily, Wahbah. Alfiqh Al Islami wa Adilatuhu,Dimsi: Dar Al Fikr, 1989.
59
Jurnal
Paguyuban Pedagang Besar Islam, “Bab 8 : Ijarah (sewa Menyewa dan puah
mengupah)”, artikel diakses dari http://pasar-
islam.blogspot.com/20010/10/bab-8-ijarah-sewa-menyewa-dan-
upah.html
Sutirta, Wira. “akad sewa menyewa ( Ijarah) dalam hukum islam”, artikel
diakses dari http://wirasonline.blogspot.com/2008/07/akad-sewa-
menyewa-ijarah-dalam-hukum.html
WEB
https://tafsirq.com/2-al-baqarah/ayat-233#tafsir-jalalayn
https://tafsirq.com/2-al-baqarah/ayat-282#tafsir-jalalayn
60
61
62
63
64
65
66
67
68
69
top related