tinjauan pustaka - repository.ipb.ac.id · tinjauan pustaka . pengobatan alternatif pengobatan...
Post on 20-Mar-2019
251 Views
Preview:
TRANSCRIPT
7
TINJAUAN PUSTAKA
Pengobatan Alternatif
Pengobatan alternatif didefinisikan sebagai terapi atau praktek di luar dari
praktek medis konvensional sebagai mana yang diajarkan dalam sebagian besar
sekolah medis. Perhatian terhadap praktek penggunaan obat alternatif saat ini
telah meningkat, baik di tingkat konsumen maupun di lingkungan ilmiah.
National Institutes of Health, Office of Alternative Medicine telah ditetapkan pada
tahun 1992 untuk menguji dan meneliti sebagian dari kebanyakan peluang terapi
alternatif. Sasaran dari Office of Alternative Medicine adalah untuk memodifikasi
konsep dari “alternatif,” ke arah istilah “komplementer” untuk menggambarkan
terapi yang mungkin saja berguna untuk suatu intervensi yang menyeluruh di
dalam praktek medis yang konvensional. Beberapa penanganan yang dianggap
sebagai praktek medis outside mainstream US, misalnya akupunktur, telah
menjadi bagian dari perawatan medis standar di beberapa Negara eropa (Borchers
et al. 1997).
Jenis lain dari complementary or alternative medicine (CAM), seperti
acupressure, botanical remedies, homeopathy, dan mind-body therapies, juga
diterima di berbagai tingkat dengan ketetapan medis, demikian pula di masyarakat
umum dari berbagai negara (Farnsworth 1993 Dalam Borchers et al. 1997). Hasil
estimasi World Health Organization (WHO) bahwa pada awal tahun l990-an 80%
populasi dunia tinggal di negara-negara berkembang dan 80% tidak mempunyai
akses untuk atau memilih menggunakan obat berstandar Barat (Borchers et al.
1997). Sebagai gantinya, mereka diarahkan ke obat tradisional, dengan kata lain,
CAM adalah untuk pelayanan kesehatan primer mereka (Farnsworth 1993 Dalam
Borchers et al. 1997). Jumlah orang yang menggunakan atau bentuk lain dari
CAM dengan cepat meningkat di seluruh dunia, bahkan diantara mereka terdapat
orang yang mampu untuk menggunakan obat berstandar Barat (Goldbeck-Wood
et al. 1996 Dalam Borchers et al. 1997).
Efek zat gizi terhadap penyakit degeneratif kronis telah menjadi salah satu
wilayah penelitian yang menarik, yang menyempurnakan konsep dari zat gizi
optimal, dari hanya mencegah terjadinya penyakit karena defisiensi nutrisi ke
mengurangi resiko penyakit kronis (Shils & Rude 1996 Dalam Borchers et al.
1997). Suatu kelompok zat gizi yang berperan penting dalam hal pencegahan
penyakit adalah antioksidan (Borchers et al. 1997). Terkecuali manfaat
antioksidatifnya, tanaman mengandung banyak senyawa yang mempunyai efek
yang berpotensi baik terhadap banyak penyakit dan hal ini adalah salah satu dari
alasan utama mengapa para ilmuwan, menunjukkan peningkatan minat pada
medicinal botanicals.
Sadar akan banyak pertanyaan yang tidak terjawab di sekitar penggunaan
obat herbal, National Institutes of Health’s Office of Alternative Medicine
bekerjasama dengan Food and Drug Administration mensponsori suatu pertemuan
dari orang-orang yang terlibat dalam manufaktur serta distribusi CAM untuk
mendiskusikan 1) keamanan dan kemanjuran medicinal botanicals, dan 2) bukti
yang diperlukan untuk mengijinkan pemberian label efektif dalam penanganan
dari penyakit spesifik. Hal ini menegaskan bahwa pengalaman dari negara lain
mungkin memberikan suatu model demikian pula petunjuk untuk regulasi dari
beberapa klaim kesehatan (Borchers et al. 1997).
Obat Herbal sebagai Obat Tradisional
Obat herbal adalah campuran kompleks, sekurang-kurangnya
pemrosesannya (misalnya bagian-bagian tanaman yang direbus untuk dibuat teh).
Bersama dengan komponen lainnya seperti akupunktur atau pijatan yang juga
termasuk dalam katagori penyembuhan tradisional, obat herbal digunakan untuk
pengobatan dalam suatu jangkauan yang lebih luas terhadap gejala dan penyebab
penyakit (Plaeger 2003).
Penggunaan herbal untuk pengobatan penyakit dalam suatu tradisi
penyembuhan kuno itu dimulai di Asia lebih dari 3,000 tahun yang lalu (Nestler
2002 Dalam Plaeger 2003). Oleh praktisi abad ke-19 dan 20 pengobatan tersebut
sebagian besar telah diabaikan karena pengaruh pengobatan ala Barat. Memasuki
abad ke-21 praktek penyembuhan ramuan obat herbal, seperti obat tradisional
Cina (Traditional Chinese Medicine/TCM), Kampo Jepang, dan Ayurveda India,
dengan cepat meningkat penerimaannya di Barat (Plaeger 2003).
Kebangkitan kembali praktek pengobatan tradisional telah banyak
dijelaskan (Ernst & Pittler 2002 Dalam Plaeger 2003), tetapi kenyataannya bahwa
obat herbal dan obat alami lainnya atau pengobatan alternatif dengan cepat
berasimilasi menjadi praktek medis ala Barat (Plaeger 2003). Pada tahun 1998,
dalam suatu survey dilaporkan bahwa 75% dari dokter Jepang telah meresepkan
obat Kampo, dan dalam asuransi kesehatan nasional Jepang (Japanese National
Health Insurance) sekarang ini juga tercakup pengobatan Kampo (Borchers el al.
2000 Dalam Plaeger 2003). Walaupun pada abad ke-20 Cina dengan cara yang
sama mengadopsi pengobatan ala Barat sebagai pengobatan ortodoks, Institute of
Chinese Medicine senilai $64 juta, sekarang ini sedang dibangun di Hong Kong,
dan Taiwan serta daratan Cina juga sedang memompa dana ke penelitian formula
tradisional (Normile 2003 Dalam Plaeger 2003). Diperkirakan bahwa pada tahun
1997 dan 1998, orang Amerika telah menghabiskan lebih dari $4 milyar terhadap
obat herbal (Ernst & Pittler 2002 Dalam Plaeger 2003). Minat Amerika terhadap
pengobatan dengan obat tradisional bukan semata-mata hanya untuk penggemar
makanan kesehatan atau penduduk West Coast saja (Plaeger 2003).
Untuk menambah dorongan lebih lanjut pada beberapa penelitian telah
tersedia dana penelitian yang sangat memadai untuk penelitian obat herbal
tradisional. Pada tahun 1998, National Institutes of Health mendirikan National
Center for Complementary and Alternative Medicine, yang merupakan suatu
ekspansi yang sebelumnya Office of Alternative Medicine, dengan 2002 anggaran
penelitian lebih dari $100 juta. National Center for Complementary and
Alternative Medicine sekarang ini telah membiayai empat pusat penelitian yang
mengkhususkan pada penelitian botanikal dan banyak menginisiasi untuk
membiayai pelatihan penelitian dari pengobatan alternatif (http://nccam.nih.gov/).
Selain dari pada itu, National Institute of Allergy and Infectious Diseases telah
mendanai penelitian manfaat imunomodulatori dari obat herbal serta efek
terapeutiknya terhadap penyakit infeksi. National Institutes of Health didirikan
yang berminat pada penyakit spesifik (misalnya National Cancer Institute and the
National Institute of Arthritis and Musculoskeletal and Skin Diseases) untuk
mendukung penelitian tentang pengobatan herbal (Plaeger 2003).
Sehubungan dengan keterbatasan ekonomi, sediaan modern medical
healthcare di negara-negara berkembang seperti India adalah masih suatu
pencapaian yang sulit untuk dijangkau. Sehingga penggunaan obat alternatif
menjadi sangat penting dalam penanganan berbagai penyakit. Fenomena ini juga
dialami di Indonesia yang masyarakatnya masih banyak yang miskin. Obat-
obatan yang paling umum digunakan dari obat modern seperti aspirin, anti-
malaria, anti-kanker, digitalis, dan lain-lain awalnya berasal dari sumber tanaman.
Ke depan, harus dapat dilihat pengobatan terintegrasi dan diharapkan bahwa
penelitian obat alternatif akan membantu mengidentifikasikan mana obat yang
aman serta efektif daripada marginalnya, klaim dan penemuan medis yang tak
lazim (Sagrawat & Khan 2007). Dalam pengobatan tradisional, bagian tanaman
yang berbeda dipercaya mempunyai manfaat pengobatan yang spesifik termasuk
kemampuan untuk menstimulasi mekanisme melawan penyakit (Craig 1999;
Jones 1996 Dalam Punturee et al. 2005).
Pasar dan Permintaan Tanaman Obat
Permintaan produk bahan alam untuk tujuan kesehatan dan kebugaran
terus meningkat. Menurut laporan Convention on Biological Diversity (CBD),
pasar herbal dunia tahun 2000 mencapai 43 miliar US$, nilai penjualan suplemen
bahan alam mencapai 20 M US$ (Dennin 2000 dalam Komarawinata 2007) atau
30% dari nilai penjualan produk yang berasal dari bahan alam. Kontribusi
Indonesia terhadap pasar herbal dunia baru 100 juta US$. Nilai perdagangan
dunia meningkat menjadi 60 miliar US$ tahun 2002, pada tahun 2010 diprediksi
menjadi 300 miliar US$ (Bodecker 2003 dalam Komarawinata 2007). Omset
penjualan produk tanaman obat Indonesia saat ini baru mencapai 3 triliun rupiah
dan diharapkan meningkat menjadi 8 triliun rupiah pada tahun 2010.
Di Amerika Serikat, konsumsi tanaman obat naik hampir mendekati 15%
setiap tahunnya (Marwick 1995 Dalam Borchers et al. 1997). Sebagian botanikal
dapat diperoleh atau dibeli, baik keseluruhan dari tanaman, atau bagian-bagian
daripadanya, atau dapat diperoleh sebagai teh, serbuk, ekstrak cair, kapsul, atau
tablet (Wuest & Gossel 1995 Dalam Borchers et al. 1997). Di Amerika Serikat,
ekstrak tanaman secara umum dijual sebagai food supplements sehingga
pertimbangan konsumen untuk memenuhi kebutuhan zat gizi kelihatannya
terjamin (Borchers et al. 1997). Dalam konteks ini adalah menarik untuk dicatat
bahwa hal itu telah diketahui untuk beberapa dekade dimana zat gizi dan
kesehatan adalah saling berhubungan (Feigin 1997 Dalam Borchers et al. 1997).
Indonesia mempunyai keragaman hayati yang cukup luas, mempunyai
prospek yang cukup cerah dalam pengembangan produk obat-obatan dan pangan
fungsional berbasis bahan alami. Potensi Indonesia untuk menghasilkan obat-
obatan atau pangan fungsional berbasis bahan alami sangat tinggi, mengingat
Indonesia kaya akan kekayaan hayati tumbuhan obat yang mencapai 7000 jenis
dan pengetahuan tradisional untuk pemanfaatan tumbuhan obat dari berbagai etnis
yang mencapai 370 etnis. Di negara lain, penggunaan ekstrak tanaman untuk
tujuan pengobatan dan kebugaran telah banyak dilakukan, karena di dalam ekstrak
tanaman mengandung beberapa senyawa, yang dapat memainkan peran penting
terhadap fungsi fisiologis dengan cara spesifik yang dimilikinya (Sharma &
Jaimala 2003). Namun di Indonesia, penelitian tentang tanaman obat serta
pengetahuan tradisional untuk produk alam masih sangat terbatas. Oleh karena itu
investigasi yang luas dan mendalam tentang khasiat berbagai macam tanaman
obat termasuk diantaranya tanaman obat pegagan atau pegagan perlu dilakukan.
Penelitian tentang Manfaat Pegagan
Dilaporkan bahwa pegagan bermanfaat untuk berbagai keadaan klinis
misalnya sebagai antibakteri (Taemchuay et al. 2008), antisestoda (Temjenmongla
& Yadav 2005) larvasida (Rajkumar & Jebanesan 2005), anti-inflamasi dan
antinosiseptif (Somchit et al. 2004) antioksidan (Hamida et al. 2002; Veerendra &
Gupta 2002; Zainol et al. 2003; Gnanapragasam et al. 2007; Hussin et al. 2007;
Shetty et al. 2008), antitumor (Babu et al. 1995; Punturee et al. 2005),
imunostimulan (Punturee et al. 2005; Wang et al. 2004; Wang et al. 2005),
penyembuhan luka (Rao Vishnu et al. 1996; Shukla et al. 1999; Hong et al. 2005;
Shetty et al. 2008; Suwantong et al. 2008), radio protektif (Sharma & Jaimala
2003), dan fungsi kognitif (Veerendra & Gupta 2002; Rao et al. 2005; Rao et al.
2006; Rao et al. 2007; Wattanathorn et al. 2008). Tabel 1 berikut ini menyajikan
sebagian dari hasil penelitian tentang manfaat pegagan terhadap kesehatan.
Tabel 1 Beberapa hasil penelitian tentang pegagan Indikasi Peneliti o Anti-inflamasi
Ekstrak air pegagan pada level 10, 30, 100 dan 300 mg/kg bobot badan memperlihatkan aktivitas antinociceptive dan aktivitas antiinflamasi
Somchit et al. 2004
o Imunostimulasi
Deasetilasi dan carboxyl-reduction, pektin dan produk turunannya yang terdapat di dalam pegagan menunjukkan aktivitas imunostimulasi
Wang et al. 2005
o Antithrombotik
Ekstrak metanol (45 mg/kg) dan etanol pegagan (14 mg/kg bobot badan) bermanfaat untuk pencegahan penyakit yang berhubungan dengan gaya hidup seperti hipertensi, kardiopati dan apopleksia serebral yang disebabkan oleh pengapuran pembuluh darah (arteriosclerosis).
Satake et al. 2007
o Tulang dan Sendi
Pengujian in vitro, fraksi pegagan 10 µg/mL dapat menghambat degradasi tulang rawan, menghambat pelepasan IL-1ß dan produksi nitric okside oleh eksplan tulang rawan
Hartog et al. 2009
o Tumor
Pengujian dengan metoda brine shrimp lethality test, ekstrak etanol pegagan 100, 500 dan 1000 µg/mL tidak menunjukkan aktivitas sitotoksik.
Ekstrak metanol pegagan dapat memperlambat perkembangan tumor solid dan tumor asites dan mempunyai tingkat keracunan selektif terhadap sel tumor serta memberikan manfaat anti-tumor yang potensial dengan cara menstimulasi sistem kekebalan. Level efektif dari fraksi aseton ekstrak metanol adalah 17 µg/mL untuk Ehrlich ascites tumour cells, 22 µg/mL untuk Dalton’s lymphoma ascites tumour cells dan 8 µg/mL untuk mouse lung fibroblast.
Di samping sitotoksik langsung terhadap sel tumor, ekstrak air pegagan 100 mg/kg bobot badan juga dapat mencegah karsinogenesis dengan cara memodulasi respon imun (meningkatkan produksi IL-2 dan TNF-α), sedangkan ekstrak etanol menunjukkan aktivitas imunosuppressif (menurunkan produksi IL-2 dan TNF-α)
Padmaja et al. 2002 Babu et al. 1995 Punturee et al. 2005
Indikasi Peneliti Antisestoda
Aktivitas antisestoda yang moderat telah dilaporkan untuk ekstrak etanol daun pegagan pada konsentrasi 5 - 40 mg/mL, dengan waktu rata-rata kematian parasit berkisar dari 4 – 14,66 jam
Temjenmongla & Yadav 2005
Larvisidal
Ekstrak etanol daun pegagan pada konsentrasi 6,84 ppm (19 °C) dan 1,12 ppm (31°C) dapat membunuh 50% larva Culex quinquefasciatus
Rajkumar & Jebanesan 2005
Antibakteri
Ekstrak air pegagan mempunyai nilai minimum inhibitory concentration pada konsentrasi 2-3 mg/ml terhadap bakteri Staphylococcus aureus
Taemchuay et al. 2008
Penyembuhan Luka
Pemberian ekstrak etanol daun pegagan 800 mg/kg bobot badan selama 10 hari dapat memacu penyembuhan luka pada tikus dan juga mampu mengatasi reaksi hambatan penyembuhan luka oleh steroid
Senyawa asitikosida dari tanaman pegagan diyakini sebagai senyawa aktif yang berhubungan dengan penyembuhan luka
Pemberian ekstrak air pegagan dalam bentuk suspensi propylene glycol 5% secara topikal dapat meningkatkan kandungan kolagen pada jaringan luka
Aplikasi larutan yang mengandung 0,2% dan 0,4% asiatikosida secara topikal pada marmut normal demikian pula pada yang diabetik atau pemberian 1 mg/kg bobot badan secara oral dapat meningkatkan tingkat penyembuhan luka yang ditandai dengan peningkatan sintesa kolagen dan kekuatan tensil dari jaringan yang luka
Ekstrak pegagan telah digunakan di Eropa untuk penanganan penyembuhan luka
Shetty et al. 2008 Suwantong et al. 2008 Rao Vishnu et al. 1996 Shukla et al. 1999 Maquart et al. 1999
Perlukaan Lambung
Pemberian ekstrak air pegagan pada tikus dengan dosis 10 dan 20 mg/kg bobot badan mempu mencegah terjadinya tukak lambung karena pemakaian obat anti inflamasi (indomethacin)
Sripanidkulchai et al. 2007
Kecerdasan
Indikasi Peneliti
Pemberian ekstrak air pegagan pada level 200 dan 300 mg/kg bobot badan tikus selama 14 hari dapat meningkatkan kinerja belajar dan memori
Pemberian jus daun segar pegagan selama periode pertumbuhan cepat pada tikus neonatal dapat meningkatkan kinerja memori
Pemberian ekstrak daun segar pegagan 0,158-0,474 g/kg bobot badan tikus dapat menstimulus pertumbuhan dendritik neuronal, sehingga dapat digunakan untuk meningkatkan dendrit neuronal pada stres dan neurodegeneratif serta kelainan memori
Pemberian jus daun segar pegagan dapat meningkatkan arborisasi dendritik di neuron amygdaloid tikus
Pemberian ekstrak pegagan 750 mg per hari selama 2 bulan berpotensi untuk mengurangi kemunduran fungsi kognitif yang berhubungan dengan umur dan ketidakteraturan suasana hati pada orang tua yang sehat
Veerendra & Gupta 2002 Rao et al. 2005 Rao et al. 2006 Rao et al. 2007 Wattanathorn et al. 2008
Antioksidan
Ekstrak etanol dari semua bagian pegagan memperlihatkan aktivitas antioksidatif yang lebih tinggi dibandingkan ekstrak air. Bagian akar menunjukkan aktivitas tertinggi daripada bagian lainnya
Pemberian ekstrak air 100-300 mg/kg bobot badan tikus dapat meningkatkan kemampuan belajar dan memori serta manfaat antioksidan dengan cara mengurangi peroksidasi lemak dan memperbanyak enzim antioksidan endogenus di dalam otak
Aksesi pegagan yang berbeda mempunyai aktivitas antioksidatif yang berbeda pula. Bagian daun mempunyai aktivitas antioksidatif yang tinggi, diikuti bagian akar dan tangkai Ekstrak air pegagan 200 mg/kg bobot badan tikus efektif menetralkan perubahan enzim mitokhondria dan sistem pertahanan mitokhondria (mengurangi kardiomiopati mitokhondria)
Pemberian 5% tepung dan 0,3% ekstrak pegagan dalam
Hamida et al. 2002 Veerendra & Gupta 2002 Zainol et al. 2003 Gnanapragasam et al. 2007 Hussin et al.
Indikasi Peneliti
makanan dapat memperbaiki stres oksidatif dengan cara mengurangi peroksidasi lemak melalui perubahan sistem pertahanan antioksidan
Ekstrak alkohol pegagan 800 mg/kg bobot badan tikus dapat menigkatkan konsentrasi antioksidan, protein dan lysyl oxidase dan mengurangi peroksidasi lemak
2007 Shetty et al. 2008
Pegagan
Pegagan merupakan tanaman merambat yang tumbuh di tempat lembab di
India dan negara Asia lainnya (Rao et al. 2007), terutama ditemukan di Asia
bagian selatan (Wang et al. 2005). Ekstrak tanaman pegagan mengandung
beberapa senyawa yang dapat berperan pada fungsi fisiologi dengan cara spesifik
yang dimilikinya (Sharma & Jaimala 2003). Pegagan adalah tanaman obat dari
famili Apiaceae/Umbelliferae (Sharma & Jaimala 2003), dan menurut Babu et al.
(1995), pegagan merupakan salah satu tanaman dari famili Umbelliferae yang
mempunyai manfaat pengobatan yang tinggi. Tanaman obat ini pada umumnya
dikenal sebagai Gotukola dan Marsh Pennywort (AS) (Sharma & Jaimala 2003).
Gambar 1 Tanaman pegagan
Di Thailand, tanaman ini umumnya dikenal sebagai Buabok dan biasanya
diminum sebagai teh atau jus (Farnsworth & Bunyapraphatsara 1992 Dalam
Punturee et al. 2005). Di Indonesia, pegagan banyak dijumpai mulai di dataran
rendah sampai di dataran tinggi, pada lahan terbuka maupun ternaungi dan tanah
basah sampai kering (Widowati et al. 1992). Pegagan dapat diklasifikasikan
sebagai berikut:
Klas : Dicotyledenae
Sub-Klas : Polypetalae
Series : Calyciflorae
Order : Umbellales
Famili : Umbelliferae (Apiaceae)
Genus : Centella
Spesies : asiatica
Pegagan telah digunakan berabad-abad sebagai tanaman obat dan
tercantum di dalam Pharmacopoeia Perancis tahun 1884, demikian pula pada
tradisi kuno Chinese Shennong Herbal sekitar 2000 tahun yang lalu, dan juga
pada Indian Ayurvedic Medicine sekitar 3000 tahun yang lalu (Sharma & Jaimala
2003). Menurut Satake et al. (2007) pegagan juga telah digunakan di seluruh
dunia untuk menyembuhkan berbagai macam penyakit. Pegagan juga dikenal
sebagai rasayana pada penggunaan Ayurveda sebagai tonikum otak dan
penyembuh luka (Sharma & Jaimala 2003), dan juga pegagan menjadi sangat
penting berdasarkan peran kritisnya pada pencegahan penyakit (Shetty et al.
2008). Manfaat pengobatan dari ekstrak pegagan mungkin berhubungan dengan
keberadaan senyawa fenolik yang dikandungnya (Zainol et al. 2003).
Kandungan Kimia
Ekstrak air pegagan mengandung senyawa asiatikosida, asam asiatik,
triterpines, centoic acid, centellic acid dan esternya. Ekstrak tanaman ini juga
kaya akan vitamin, mineral dan nutrien yang secara umum tidak beracun terhadap
tubuh. Disamping senyawa tersebut, juga banyak dijumpai senyawa lainnya
termasuk asam askorbik (Sharma & Jaimala 2003), dan senyawa pektin yang
mengandung arabinose, rhamnose, galactose, xylose serta galacturonic acid
(Wang et al. 2005), serta sterol bebas (Mangas et al. 2008). Di dalam pegagan
juga ditemukan senyawa flavonoid lainnya seperti castilliferol, castillicetin, dan
isochlorogenic acid (Subban et al. 2008).
Menurut Zhang et al. (2009), selain asiatikosida, pegagan juga
mengandung madekassosida, brahmosida, brahminosida dan thankunisida yang
merupakan komponen utama dari triterpene dalam bentuk saponin triterpenoid.
Diantara senyawa aktif tersebut, asam asiatik merupakan suatu senyawa triterpin
yang digunakan dalam penanganan demensia dan dapat meningkatkan kognisi
(Rao et al. 2005). Asam asiatik tersebut adalah suatu metabolit aktif dari
asiatikosida, dan juga merupakan senyawa ionik (Thongnopnua 2008).
Rumus kimia, rumus molekul dan berat molekul dari senyawa asiatikosida,
madekassosida, asam madekassik dan asam asiatik disajikan pada Tabel 2 (Aziz et
al. 2007).
Tabel 2 Rumus kimia, rumus molekul dan berat molekul dari senyawa
asiatikosida, madekassosida, asam madekassik dan asam asiatik
Senyawa aktif Rumus molekul Berat molekul Asiatikosida Madekassosida Asam madekassik Asam asiatik
C48H78O19 C48H78O20 C30H48O6 C30H48O
958 974 504 488 5
Sumber: (Aziz et al. 2007) Gambar berikut menjelaskan struktur asiatikosida, madekassosida, asam
madekassik dan asam asiatik (Aziz et al. 2007).
Gambar 2 Struktur dari asiatikosida, madekassosida, asam madekassik, dan asam asiatik. Asiatikosida (R1 = H; R2 = O-glu-glu-rham), Madekassosida (R1 = OH; R2 = O-glu-glu-rham), Asam madekassik (R1 = OH; R2 = OH), Asam asiatik (R1 = H; R2 = OH) (Aziz et al. 2007).
Distribusi senyawa asiatikosida dan madekassosida di dalam bagian organ
spesifik pegagan adalah berbeda, dimana bagian daun mengandung senyawa
tersebut yang lebih tinggi (Aziz et al. 2007). Zainol et al. (2003) juga melaporkan
bahwa ekstrak daun mengandung senyawa fenolik yang tertinggi pada semua
aksesi tanaman pegagan, diikuti oleh akar sementara konsentrasi paling rendah
adalah pada bagian tangkai daun, dengan aktivitas antioksidatif yang serupa.
Sedangkan menurut Kim et al. (2007), asiatikosida dan madekassosida dihasilkan
dalam jumlah yang sedikit di dalam bagian akar (Tabel 3).
Tabel 3 Kandungan asiatikosida dan persentase distribusi dari setiap jaringan
dari keseluruhan bagian tanaman pegagan
Jaringan Asiatikosida Kandungan (mg/g BK) Distribusi (%)
Daun Tangkai daun Akar Node Keseluruhan tanaman
9,56 + 0,91 1,85 + 0,07 0,17 + 0,01
ND 4,32 + 0,35
82,6 15,9 1,5 0
Sumber: Kim et al. (2007). BK = Berat Kering, ND = Tidak ada data
Pegagan dari dua fenotip yang berbeda memperlihatkan perbedaan pada
kandungan asiatikosida dan madekassosida. Pada phenotype-Smoot kandungan
asiatikosida dan madekassosida lebih tinggi dibandingkan dengan phenotype-
Fringed. Kandungan asiatikosida dan madekassosida pada tanaman yang
diregenerasi bervariasi sesuai dengan medium regenerasi yang digunakan.
Kandungan rata-rata dari kedua senyawa tersebut paling banyak dijumpai di
dalam daun (Aziz et al. 2007). Variasi kandungan kimia juga dijumpai di antara
populasi pegagan (Zhang et al. 2009).
Peningkatan senyawa target yang dihasilkan pada pegagan dapat dilakukan
dengan suatu protokol transformasi genetik yang efisien menggunakan strain
R1000 dari Agrobacterium rhizogenes yang mengandung encoding
pCAMBIA1302 gen hygromycin phosphotransferase (hpt) dan green fluorescence
protein (mgfp5) (Kim et al. 2007). Kandungan senyawa aktif tersebut juga
dipengaruhi oleh faktor lingkungan, dimana kondisi lingkungan harus optimal
untuk memaksimalkan sintesa senyawa aktif tersebut. Variasi kandungan
asiatikosida di dalam pegagan juga berhubungan dengan asal tanaman. Tanaman
yang diperoleh dari ketinggian 609 m di atas permukaan laut mengandung 0,11 %
asiatikosida per daun kering, sedangkan yang diperoleh dari ketinggian yang lebih
rendah yaitu 5 m di atas permukaan laut mengandung hampir setengah nilai
tersebut (Aziz et al. 2007).
Jalur biosintesis senyawa asiatikosida dan madekassosida masih belum
diketahui secara pasti (Aziz et al. 2007), namun diduga bahwa sintesis
asiatikosida adalah melalui jalur squalene (Gambar 3).
Gambar 3 Jalur biosintesis asiatikosida di dalam tanaman pegagan. HMGCoA (3-hydroxy-3-methylglutaryl-coenzyme A), MVA (mevalonic acid), IPP (isopentenyl diphosphate), DMAPP (dimethylallyl diphosphate), FPP (farnesyl diphosphate), CYS (cycloartenol synthase), bAS (β-amyrin synthase), LUS (lupeol synthase) (Aziz et al. 2007).
Manfaat Pegagan
Antibakteri, Antisestoda dan Larvisidal
Pemanfaatan pegagan sebagai phytochemical telah dilaporkan oleh
beberapa peneliti. Dinyatakan bahwa pegagan dapat bertindak sebagai alternatif
yang tepat untuk insektisida sintetis pada masa mendatang karena relatif aman,
tidak mahal, dan banyak tersedia di banyak area (Rajkumar & Jebanesan 2005).
Ekstrak kasar pegagan, terutama sekali yang diekstrak dengan air, mempunyai
efek antibakteri terhadap Staphylococcus aureus (Taemchuay et al. 2008),
antisestoda (Temjenmongla & Yadav 2005), larvisida dan menghambat
munculnya Culex quinquefasciatus serta dapat digunakan secara langsung dalam
volume yang kecil di habitat air atau pada tempat pembiakan ukuran terbatas di
sekitar manusia (Rajkumar & Jebanesan 2005). Aktivitas biologis dari ekstrak
tanaman ini berhubungan dengan senyawa phenol, terpenoid, dan alkaloid yang
ada di dalam tanaman tersebut. Senyawa ini secara bersama-sama atau secara
terpisah berperan untuk menghasilkan aktivitas larvisidal dan menghambat
munculnya nyamuk dewasa Culex quinquefasciatus. Ekstrak ini dapat digunakan
untuk mengontrol larva Culex quinquefasciatus pada cakupan temperatur yang
luas (Rajkumar & Jebanesan 2005).
Ekstrak daun pegagan dapat menyebabkan kematian larva Culex
quinquefasciatus pada semua temperature yang diuji. Pada 24 jam, LC50 (Lethal
Concentration) adalah 1,12 ppm pada 31°C dan nilai LC50
Tabel 4 Aktivitas larvisidal dari ekstrak daun pegagan terhadap Culex quinquefasciatus pada lima temperatur yang berbeda.
meningkat mencapai
6,84 ppm dengan menurunnya temperatur menjadi 19°C (Tabel 4) (Rajkumar &
Jebanesan 2005).
Temperatur (o
LCC)
95% Confidence limit (ppm)
50 (ppm)
LC 95% Confidence limit (ppm)
90 (ppm)
19 6,84+1,32 4,85-8,79 a 9,12+2,12 5,92-12,57 a 22 5,64+1,57 3,78-7,56 b 8,32+1,82 4,98-11,39 b 25 3,92+1,23 2,22-4,82 c 6,78+1,47 4,06-8,71 c 28 2,79+1,43 1,37-3,57 d 5,28+1,43 3,32-7,19 d 31 1,12+1,23 0,22-2,08 e 3,63+1,57 2,68-4,52 e
Sumber: Rajkumar & Jebanesan (2005). Nilai dalam kolom dengan superscript
yang berbeda adalah perbedaan signifikan pada tingkat P<0,05 (DMRT test).
Anti-inflamasi dan Antinosiseptif
Ekstrak air pegagan memperlihatkan aktivitas antinosiseptif. Aktivitas
antinosiseptif tersebut sama dengan aspirin tetapi tidak lebih kuat dibandingkan
dengan morfin. Ekstrak pegagan juga memperlihatkan aktivitas anti-inflamatori.
Efek antiinflamatori tersebut sama dengan asam mefenamat yaitu sejenis obat
antiinflamatori non-steroid. Pemberian ekstrak pegagan 2 mg/kg menunjukkan
aktivitas antiinflamatori dan pemberian dengan dosis yang lebih besar
memberikan aktivitas yang lebih efektif dari asam mefenamat. Penemuan ini
memberikan alasan penggunaan secara tradisional dari tanaman ini pada
penanganan peradangan atau rheumatik (Somchit et al. 2004).
Aktivitas Antioksidan
Aktivitas antioksidan dari suatu tanaman sangat ditentukan oleh
kandungan senyawa aktif yang dijumpai di dalam tanaman tersebut. Dilaporkan
bahwa antioksidan alami dari tanaman memperkuat pertahanan antioksidan
endogenus dari kerusakan reactive oxygen species (ROS) dan membangun
kembali keseimbangan optimal dengan cara menetralkan reactive species (Shetty
et al. 2008) juga dapat memberikan perlindungan dari kerusakan oksidatif (Hussin
et al. 2007).
Ekstrak air dari keseluruhan tanaman pegagan mempunyai dua efek yaitu
untuk meningkatkan kemampuan belajar dan memori serta sebagai antioksidan
dengan cara mengurangi peroksidasi lemak serta memperbanyak enzim
antioksidan endogenus di dalam otak (Veerendra & Gupta 2002). Laporan
lainnya menyebutkan bahwa pemberian ekstrak pegagan dapat meningkatkan
konsentrasi antioksidan, protein dan lysyl oxidase serta mengurangi kadar lipid
peroksidasi (Shetty et al. 2008). Efek ini kemungkinan berhubungan dengan
kehadiran senyawa flavonoid, quersetin, katekhin dan rutin, yang diketahui adalah
sebagai antioksidan yang kuat (Hussin et al. 2007).
Aktivitas enzim penanda kardiak (laktat dehydrogenase, kreatin
fosfokinase, amino transferase), enzim siklus TCA (isositrat dehydrogenase, α-
ketoglutarat dehydrogenase, malat dehydrogenase), enzim penanda respirasi
(NADH-dehydrogenase, sytochrom-C-oksidase), dan enzim antioksidan
mitokhondria (glutathion peroksidase, glutathione, superokside dismutase,
katalase) pada tikus yang diinduksi dengan adriamycin dapat diturunkan dan
tingkat peroksidasi lemak dapat ditingkatkan dengan pemberian pegagan.
Aktivitas protektif dari pegagan terhadap kardiotoksisitas menunjukkan bahwa
efek protektif ini merupakan efek yang utama dari manfaat antioksidannya
(Gnanapragasam et al. 2007).
Data ini menunjukkan bahwa pemberian ekstrak air pegagan sebanyak 200
mg/kg bobot badan secara oral, efektif menetralkan perubahan pada enzim
mitokhondria dan sistem pertahanan mitokhondria. Dilaporkan juga bahwa
ekstrak air dari pegagan tidak hanya memiliki keuntungan antioksidan tetapi juga
mengurangi tingkat kerusakan mitokhondria. Manfaat dari pegagan tersebut
menawarkan sesuatu yang penting untuk mengurangi kardiomiopati mitokhondria
yang merupakan faktor pembatas dalam terapi antineoplastik (Gnanapragasam et
al. 2007).
Pegagan juga mempunyai efek stimulatori terhadap antioksidan seluler
serta sistem kekebalan yang mungkin dapat dimanfaatkan untuk penggunaan
profilaktik terhadap sejumlah penyakit pada manusia seperti penyakit
kardiovaskuler dan kelainan yang berhubungan dengan stres (Shetty et al. 2008).
Veerendra & Gupta (2002) melaporkan bahwa diantara dosis ekstrak air
yang diuji terhadap parameter stres oksidatif, hanya dosis 200 dan 300 mg/kg
menunjukkan penurunan malondialdehyde (MDA) pada otak dengan
meningkatkan simultan pada level glutathione. Kadar MDA yang rendah pada
tikus yang diberi ekstrak dan tepung pegagan juga dilaporkan oleh Hussin et al.
(2007), yang mengindikasikan telah terjadi pengurangan peroksidasi lemak pada
tikus tersebut. Pengurangan produksi MDA tersebut menunjukan terjadinya
hambatan peroksidasi lemak. Pengurangan MDA membuktikan bahwa pegagan
mempunyai aktivitas antioksidasi yang baik sekali (Hussin et al. 2007).
Pemberian 300 mg/kg bobot badan ekstrak air pegagan dapat memberikan
peningkatan level katalase tetapi tidak ada perubahan pada level superoxide
dismutase (SOD) (Veerendra & Gupta 2002), sedangkan pada laporan lainnya
menyebutkan bahwa pemberian pegagan dapat mengurangi aktivitas superoxide
dismutase pada minggu ke 25 (Hussin et al. 2007). Peningkatan aktivitas katalase
adalah sebagai respon terhadap akumulasi H2O2
Laporan lainnya menyebutkan bahwa ekstrak etanol dari semua bagian
pegagan memperlihatkan aktivitas antioksidatif yang lebih tinggi dibandingkan
, sedangkan penurunan aktivitas
superoxide dismutase kemungkinan karena kemampuan senyawa antioksidan
yang terdapat di dalam pegagan (Hussin et al. 2007). Penurunan aktivitas
superoxide dismutase pada tikus yang disupplementasi dengan pegagan
menunjukkan kebutuhan yang lebih rendah akan enzim dan ini mengindikasikan
efek protektif dari tanaman ini dalam serangan stres oksidatif (Hussin et al. 2007).
Pemberian 100 mg/kg bobot badan, tidak memberikan perubahan pada parameter
antioksidan kecuali terhadap level glutathione (Veerendra & Gupta 2002).
dengan ekstrak air, sementara pegagan yang diekstrak dengan light petroleum
ether menunjukkan aktivitas yang lebih rendah (Hamida et al. 2002).
Aktivitas antioksidatif juga ditentukan oleh jenis aksesi (Zainol et al.
2003). Selain aksesi, bagian yang berbeda dari pegagan (daun, tangkai daun, dan
akar) juga memperlihatkan aktivitas antioksidatif yang berbeda pula (Hamida et
al. 2002). Bagian daun dari pegagan mempunyai aktivitas antioksidatif yang
tinggi, diikuti bagian akar dan tangkai daun (Zainol et al. 2003), sedangkan
Hamida et al. (2002) melaporkan bahwa bagian akar menunjukkan aktivitas
antioksidatif tertinggi daripada bagian lainnya. Perbedaan aktivitas antioksidatif
dari bagian yang berbeda dari pegagan mungkin saja sehubungan dengan reduksi
hidroperoksida, inaktivasi radikal bebas, selasi dari ion logam atau kombinasi
daripadanya (Zainol et al. 2003).
Perbedaan aktivitas antioksidatif juga ditentukan oleh beberapa faktor
lainnya seperti mekanisme yang berbeda dari metoda yang berbeda, struktur dari
senyawa fenolik yang berbeda, dan mungkin juga sehubungan dengan efek
sinergistik dari senyawa yang berbeda. Faktor lainnya yang menentukan aktivitas
antioksidatif potensial dari senyawa fenolik adalah stabilitas dari bentuk radikal
aroxy dalam struktur dari senyawa itu sendiri (Zainol et al. 2003).
Mekanisme, demikian pula senyawa spesifik yang bertanggungjawab
terhadap manfaat oksidatif yang diamati dari pegagan masih belum jelas. Diduga
bahwa terdapat hubungan yang kuat antara aktivitas antioksidatif dan senyawa
fenolik, sehingga dapat dikatakan bahwa senyawa fenolik tersebut mungkin
bertanggungjawab terhadap aktivitas antioksidatif dari pegagan. Walaupun
senyawa fenolik tersebut mempunyai kontribusi utama terhadap aktivitas
antioksidatif pada pegagan, namun ciri-ciri dari senyawa tersebut masih belum
diketahui (Zainol et al. 2003).
Antiproliferatif
Dilaporkan bahwa telah diperoleh 10 senyawa antiproliferatif dari ekstrak
pegagan dari bagian aerialnya. Sepuluh senyawa antiproliferatif tersebut adalah
11,12-dehydroursolic acid lactone, asam ursolik, asam pomolik, 2α ,3α-
dihydroxyurs-12-en-28-oic acid, 3-epimaslinic acid, asam asiatik, asam korosolik,
8-acetoxy-1,9-pentadecadiene-4,6-diyn-3-ol, β-sitosterol 3-O-β-glucopyranoside,
dan asam rosmarinik (Yoshida et al. 2005).
Antithrombotik
Pegagan adalah tanaman obat yang juga bermanfaat untuk pencegahan
penyakit yang berhubungan dengan gaya hidup seperti hipertensi, kardiopati dan
apopleksia serebral yang disebabkan oleh pengapuran pembuluh darah
(arteriosclerosis). Efek dari pemberian kronis yaitu dengan frekuensi pemberian
dua kali sehari untuk 14 hari terhadap hambatan kereaktivan platelet dan
koagulasi dinamis dapat memicu sirkulasi darah untuk menghilangkan stasis
darah. Fase larutan EtOAc dari ekstrak MeOH memperlihatkan aktivitas
hambatan yang paling kuat untuk menghambat kereaktifan platelet dan koagulasi
dinamis, sedangkan fase larutan n-BuOH juga memperlihatkan hambatan
kereaktifan platelet tetapi tidak mempengaruhi koagulasi dinamis (Satake et al.
2007).
Senyawa 3,5-di-O-caffeoylquinic acid menunjukkan kemampuan untuk
menghambat aktivasi platelet (anti-thrombotic) dan hambatan koagulasi dinamis,
sehingga mendukung fakta bahwa senyawa ini mempunyai efek antihipertensi.
Komponen aktif lainnya seperti asiatikosida yang merupakan saponin utama dari
tanaman ini, tidak menghambat kereaktifan platelet dan koagulasi dinamis,
demikian juga dengan senyawa 1,5-disubstituted isomer dan flavonoid. Efek
hambatan terhadap reaksi platelet dan koagulasi dinamis menunjukkan aktivitas
yang maksimum pada konsentrasi 0,4 mg/kg bobot badan, dan menurun pada
konsentrasi 4 mg/kg bobot badan serta 0,2 mg/kg bobot badan (Satake et al.
2007).
Sitotoksisitas
Manfaat pegagan terhadap anti tumor masih belum konsisten. Terdapat
laporan yang mengatakan bahwa ekstrak etanol pegagan tidak menunjukkan
aktivitas sitotoksik (Padmaja et al. 2002) sedangkan pada laporan lainnya
dinyatakan bahwa pegagan mempunyai efek sitotoksisitas (Babu et al. 1995).
Pegagan memberikan manfaat sitotoksik dan anti-tumor yang potensial (Babu et
al. 1995). Aktivitas kemopreventif atau antikanser tersebut mungkin diperoleh
melalui aktivitas imunostimulasi (Punturee et al. 2005). Stimulasi sistem
kekebalan ini secara langsung menyebabkan sitotoksik terhadap sel tumor serta
diyakini bahwa ekstrak kasar dan fraksi yang dipurifikasi mempunyai tingkat
keracunan selektif terhadap sel tumor (Babu et al. 1995).
Di samping sitotoksik langsung terhadap sel-sel tumor, pegagan dapat
mencegah karsinogenesis dengan cara memodulasi respon imun. Dilaporkan juga
bahwa ekstrak air pegagan mendesak aktivitas imunostimulasi terhadap proliferasi
mitogenstimulasi dari human peripheral blood mononuclear cells (PBMCs).
Ekstrak air pegagan juga meningkatkan produksi IL-2 dan TNF-α pada human
PBMCs (Punturee et al. 2005).
Penelitian secara in vivo, menunjukkan bahwa tikus yang diberi ekstrak air
pegagan (100 mg/kg bobot badan) menunjukkan respon yang lebih tinggi terhadap
antibodi primer dan sekunder. Berbeda dengan ekstrak air, ekstrak etanol pegagan
menunjukkan aktivitas imunosupresif. Hal itu ditandai dengan pengurangan
proliferasi mitogen-stimulated human PBMCs dan produksi IL-2 serta TNF-α.
Produksi TNF-α yang berlebihan berhubungan dengan berbagai penyakit
termasuk penyakit infeksi, penyakit autoimun dan kanker. Dengan demikian,
hambatan produksi TNF-α oleh ekstrak etanol dari pegagan mungkin saja penting.
Walaupun, mekanisme yang tepat dari efek ini tidak jelas, namun mekanisme
tersebut mungkin saja dimediasi oleh interaksi antara komponen aktif dari ekstrak
dan sel molekul atau faktor-faktor pertumbuhan yang terlibat dalam aktivasi
mitogen. Kemungkinan aktivitas yang lain adalah mungkin saja interferensi
dengan sel signaling (Punturee et al. 2005).
Berbeda dengan pengujian secara in vivo, pengujian sitotoksisitas secara in
vitro menunjukkan bahwa ekstrak metanol dan fraksi yang dipurifikasi
menunjukkan efek sitotoksisitas terhadap berbagai cell line yang
ditransformasikan, demikian juga aktivitas terhadap sel fibroblast. Efek
sitotoksisitas terhadap multiplikasi sel mouse lung fibroblast (L-929) secara in
vitro dari ekstrak metanol pegagan dan fraksi aseton dari kolom khromatografi
memberikan hasil yang bermanfaat pada konsentrasi 100 µg/mL. Demikian juga
dengan pemberian secara oral dari ekstrak metanol pegagan dan fraksi aseton
dapat memperlambat perkembangan tumor solid dan tumor asites. Konsentrasi
ekstrak etanol yang diperlukan untuk menghasilkan 50% kematian sel adalah 62
µg/mL untuk EAC (Ehrlich ascites tumour cells) dan 75 µg/mL untuk DLA
(Dalton’s lymphoma ascites tumour cells) dan untuk fraksi yang dipurifikasi
adalah 17 µg/mL untuk EAC dan 22 µg/mL untuk DLA (Babu et al. 1995).
Pemberian ekstrak kasar dan fraksi yang dipurifikasi dapat mengurangi
perkembangan murine solid tumour. Fraksi yang dipurifikasi dan senyawa
fluorescent juga menghambat proliferasi sel L-929 di dalam kultur pada
konsentrasi 8 dan 3,5 µg/mL. Fraksi yang dipurifikasi dan senyawa fluorescent
menghambat sintesa DNA dengan pengurangan produksi (3H)-thymidine dan
tidak mempunyai peran terhadap hambatan sintesa protein dan sintesa RNA.
Fraksi yang dipurifikasi dan senyawa fluorescent kurang menyebabkan
peningkatan (3H)-leucin dan (3H)-uridine, mungkin karena terjadi peningkatan
transkripsi dan translasi sel tumor selama kematian sel (Babu et al. 1995).
Pangan Fungsional
Berdasarkan bukti ilmiah bahwa pegagan mengandung berbagai macam
zat gizi dan juga dapat memberikan berbagai manfaat kesehatan maka pegagan
dapat dikatagorikan sebagai nutraceutical dan pangan fungsional karena telah
terbukti dapat mengobati dan mencegah terjadinya penyakit disamping sebagai
gizi dasar. Terdapat beberapa definisi tentang pangan fungsional yang
dikeluarkan oleh lembaga Internasional. Menurut International Food Information
Council (IFIC), pangan fungsional adalah makanan atau komponen makanan yang
dapat memberikan manfaat kesehatan di luar gizi dasar. International Life
Sciences Institute of North America (ILSI), mendefinisikan pangan fungsional
adalah pangan yang secara fisiologis komponen bahan aktifnya memberikan
manfaat kesehatan di luar gizi dasar. Health Canada mendefinisikan bahwa
pangan fungsional adalah makanan yang mirip dalam hal tampilannya dengan
makanan konvensional, dikonsumsi sebagai bagian dari diet biasa, dengan
manfaat fisiologis mengurangi risiko penyakit kronis diluar fungsi gizi dasar.
Nutrition Business Journal mengklasifikasikan pangan fungsional sebagai
makanan yang diperkaya dengan bahan-bahan tambahan atau konsentrat yang
dapat meningkatkan kesehatan atau kinerja. Pangan fungsional termasuk sereal
yang diperkaya, roti, minuman olahraga, makanan ringan fortifikasi, makanan
bayi, makanan siap saji, dan banyak lagi yang lainnya (Wildman & Kelley, 2007).
Tren terbaru dalam pemasaran pangan fungsional menunjukkan bahwa
beberapa manfaat produk menjadi hal yang paling umum yang ditawarkan oleh
produsen kepada konsumen. Ketertarikan konsumen untuk mengkonsumsi
pangan fungsional untuk tujuan kesehatan tidak lepas dari bukti ilmiah dari
khasiat pangan fungsional, penetahuan gizi, promosi dan penawaran produk yang
lebih beragam untuk dijual. Konsumen cenderung akan merespon dengan
berbagai latar belakang misalnya kondisi kesehatan dan tingkat pengetahuan.
Teratanavat & Hooker (2006) melaporkan bahwa manfaat kesehatan dan
kealamihan produk pangan fungsional lebih dipilih oleh konsumen, namun
preferensi tersebut tergantung pada tingkat pendidikan individu, pendapatan, dan
perilaku pembelian makanan. Berdasarkan bentuk produk pangan fungsional, zat
gizi alami lebih disukai oleh konsumen daripada produk fortifikasi.
Produk pangan fungsional yang diterima oleh konsumen biasanya
melibatkan beberapa tahap yang berbeda dari suatu konsep untuk pelaksanaan
pasar yang berhasil. Dimulai dengan menterjemahkan konsep penting menjadi
prototipe yang diterima dan bermanfaat. Prototipe tersebut kemudian
memerlukan penilaian untuk efikasi dan pengujian keamanan melalui hewan coba
dan manusia. Publikasi data efikasi dan keamanan pangan merupakan tahap akhir
dari suatu proses pengembangan pangan fungsional (Jones & Jew 2007).
Pengembangan dan pemasaran produk pangan fungsional agak rumit, mahal dan
berisiko. Selain hambatan teknologi, aspek legislatif, serta tuntutan konsumen
perlu dipertimbangkan ketika mengembangkan pangan fungsional. Penerimaan
konsumen adalah faktor kunci untuk sukses dalam bernegosiasi peluang pasar
(Siró et al. 2008).
Otak dan Hipokampus
Otak adalah pusat dari sistem saraf pada semua hewan vertebrata, dan
merupakan organ yang paling kompleks dari tubuh. Secara visual, bagian dalam
otak terdiri dari daerah yang warna gelap (grey matter) yang dipisahkan oleh
warna lebih terang (white matter). Otak dari semua spesies terutama terdiri dari
dua jenis sel yaitu sel neuron dan sel glial. Sel glial juga dikenal sebagai glia atau
neuroglia ada beberapa jenis, dan melakukan sejumlah fungsi penting, namun
neuron biasanya dianggap sebagai sel yang paling penting di otak. Jumlah sel
neuron dan sel glial pada pria lebih banyak 24% dari wanita. Pada wanita jumlah
keseluruhan neuron neokorteks dan sel glial adalah 49,3 miliar dan pada pria 65,2
miliar (Pelvig 2008).
Neuron memiliki manfaat yang unik karena mampu mengirim sinyal ke sel target
yang jauh sekalipun. Neuron berkomunikasi dengan neuron lainnya melalui
serabut protoplasma panjang yang disebut akson yang membawa potensial aksi ke
bagian yang jauh dari otak atau tubuh.
Neuron menghasilkan sinyal listrik yang
berjalan di sepanjang akson. Ketika sinyal listrik mencapai persimpangan
(sinaps), mengakibatkan neurotransmiter dilepaskan dan mengikat pada reseptor
pada sel lain dan dengan demikian mengubah aktivitas listriknya. Sinaps
merupakan elemen fungsional utama dari otak.
Sumber: www.loni.ucla.edu/data/rat/ Sumber: synapses.bu.edu/anatomy/hippo/hippo2.stm
Gambar 4 Anatomi otak pada posisi pandangan coronal. Inside adalah bagian hipokampus yang dibagi menjadi subdevisi CA1, CA2 dan CA3 (CA = Cornu Ammonis)
Fungsi penting dari otak adalah membangun komunikasi sel ke sel, dan
sinaps merupakan titik dimana komunikasi terjadi. Fungsi otak sangat tergantung
pada kemampuan neuron untuk mengirim sinyal elektrokimia ke sel lain, dan
kemampuan sel neuron untuk merespon dengan tepat terhadap sinyal-sinyal
elektrokimia yang diterima dari sel lain. Sifat listrik dari neuron dikendalikan
oleh berbagai proses biokimia dan metabolik, terutama interaksi antara
neurotransmiter dan reseptor yang terjadi pada sinaps. Jaringan otak memerlukan
sejumlah besar energi dan tergantung pada volume otak.
Sebagian besar spesies
vertebrata memerlukan antara 2-8% metabolisme basal ke otak dan pada manusia
meningkat hingga 20-25%.
Gambar 5 Struktur sel neuron (http://en.wikipedia.org/wiki/File: Chemical_ synapse_schema_cropped.jpg
Hipokampus adalah komponen utama dari otak manusia dan vertebrata
lainnya. Hipokampus mempunyai sistem limbik dan memainkan peran penting
dalam konsolidasi informasi dari memori jangka pendek ke memori jangka
panjang dan navigasi spasial. Manusia dan mamalia lainnya memiliki dua
hipokampus, satu di setiap sisi otak. Hipokampus sangat erat kaitannya dengan
korteks serebral, dan pada primata terletak di lobus temporal medial, di bawah
permukaan kortikal. Hipokampus terdiri dari dua bagian utama yaitu Ammon's
horn dan dentate gyrus, yang pada awalnya digambarkan sebagai pes hippocampi
major dan pes hippocampi minor. Kerusakan pada hipokampus juga bisa terjadi
akibat kekurangan oksigen (hipoksia), ensefalitis, atau epilepsi lobus temporal
medial. Orang yang mengalami kerusakan hipokampus bilateral akan mengalami
anterograde amnesia yaitu ketidakmampuan untuk membentuk atau
mempertahankan memori baru. Pada hewan pengerat, hipokampus telah
dipelajari secara ekstensif sebagai bagian dari sistem otak yang bertanggung
jawab untuk memori spasial dan navigasi. Oleh karena berbagai jenis sel saraf
yang tersusun rapi di dalam lapisan di hipokampus, sehingga sering digunakan
sebagai model untuk mempelajari neurofisiologi.
Secara historis, pada awalnya diduga bahwa hipokampus berfungsi dalam
sistem penciuman, namun hanya sedikit orang yang percaya bahwa penciuman
adalah fungsi utamanya. Saat ini sudah ada kesepakatan umum bahwa
hipokampus memainkan peran penting dalam memori, namun sifat yang tepat dari
peran ini masih banyak diperdebatkan. Peran hipokampus dalam fungsi kognitif
dipopulerkan oleh O'Keefe dan muridnya Dostrovsky pada tahun 1971 yang
menemukan neuron di hipokampus tikus yang menjelaskan tentang aktivitas tikus
dalam lingkungannya. Selanjutnya pada tahun 1978 O'Keefe & Lynn Nadel
menyusun buku yang diberi judul The Hipokampus as a Cognitive Map.
Sel di hipokampus yang bertanggung jawab dalam memberi respon adalah
sel pyramidal dan sel granula di dentate gyrus yang terdapat di hipokampus
lapisan padat. Tipe sel neuronal utama dari hipokampus adalah sel piramidal.
Walaupun neuron piramidal sebagian besar neuron pada CA3, namun ada juga
kelompok dari interneuron yang heterogen. Pada tingkat dorsal, sel-sel kecil
(dengan ukuran diameter soma ~300 µm2 atau 20 µm) terletak di dalam otot
dentate gyrus dan mempunyai total panjang dendritik 8–11 mm. Sel-sel besar
(dengan ukuran diameter soma ~700 µm2 atau 30 µm), terletak di bidang distal,
mempunyai total panjang dendritik 16–19 mm. Total panjang dendritik tidak
berhubungan dengan panjang aksonal karena sel piramidal di bagian proksimal
dari CA3, dengan keseluruhan poros tempat dendritik yang paling pendek,
mempunyai pohon aksonal yang paling besar (Witter 2007). Stres sosial yang
kronis mendorong penurunan jumlah titik percabangan dan total panjang dendritik
di pohon dendritik apikal dari neuron CA3 piramidal (Mckittrick et al. 2000).
Banyak sel piramidal ventral mempunyai pohon dendritik yang besar juga
cenderung mempunyai pohon aksonal yang lebih besar dibandingkan dengan yang
di posisi dorsal. Distribusi dari pohon dendritik sel CA3 piramidal lebih lanjut
bervariasi tergantung pada dimana badan sel terletak sepanjang poros melintang
(Witter 2007).
Secara bilateral ukuran soma CA3 secara positif berhubungan dengan
umur. Somata CA3 lebih kecil dibandingkan dengan somata CA2. Variabilitas
pada bentuk soma atau ukuran meningkat dengan bertambahnya umur di kedua
sub bidang, sementara variabilitas pada orientasi soma kurang berhubungan
dengan pertumbuhan otak. Di awal perkembangan terdapat persamaan dalam pola
pertumbuhan hemisfer di CA3 dan CA2. Somata CA2 adalah 34% dan 32% lebih
besar dari somata CA3 di sisi kiri dan kanan. Secara bilateral, ukuran soma
meningkat secara linear dengan pertumbuhan otak. Demikian juga variabilitas
ukuran soma meningkat secara sistematis ketika otak bertumbuh. Di sisi lain,
secara bilateral variabilitas dalam orientasi soma kurang berhubungan dengan
berat otak, dan secara konsisten ke arah negatif. Korelasi antara kepadatan
neuronal dan berat otak mengungkapkan satu pola konsisten yang kuat di kedua
sub bidang. Hubungan yang kuat antara ukuran soma dan kepadatan hanya
ditemukan pada CA3 kanan. Pola pertumbuhan yang serupa diamati di dua sisi
berkenaan dengan ukuran soma dan variabilitas dari ukuran, bentuk, dan orientasi.
Ketika neuron pada sub bidang hipokampus ini tumbuh lebih besar, kepadatan
merosot, yang menunjukkan kematangan dari neuron. Rendahnya nilai korelasi
mengisyaratkan laju maturasi neuronal lambat. Secara bilateral, ukuran neuron
dan perbedaan bentuk meningkat dengan berat otak (umur), sedangkan
keteraturan di dalam orientasi neuronal adalah sama (Zaidel 1999).
Neuron pada CA3, baik sel piramidal demikian pula interneuron,
menerima input masif dari sel granul di dentate gyrus, yang disebut sistem serat
mossy. Secara proksimal di dalam CA3, serat mossy didistribusikan ke superfisial
lapisan sel piramidal. Bagian distal dari CA3 menerima input serat mossy secara
preferensial dari sel granul pada blade tertutup dari dentate gyrus. Permulaan
input dari bagian berbeda dari dentate gyrus dapat juga menggunakan pengaruh
yang berbeda sepanjang pohon dendritik dari CA3 piramidal individual demikian
pula dapat secara selektif menginervasi kelompok tertentu dari neuron CA3. Pada
kebanyakan ujung distal dari bagian dorsal dari CA3, populasi sel CA3 piramidal
sebagian besar mengintegrasikan input dari keseluruhan dorsal ujung dentate
gyrus, fitur itu tidak ada pada level proksimal dan pertengahan transversal
demikian pula pada level CA3 ventral. Dalam hal keterkaitan fungsional, peran
CA3 di luar jejaring yang autoasosiatif menyediakan input ke CA1. Di bagian
distal CA3, dan lebih khususnya pada level dorsal, neuron CA3 individual
menerima input serat mossy yang berasal dari bagian dorsal yang tersebar luas ke
lokasi neuron penerima. Dengan demikian distal CA3 neuron ini
mengintegrasikan output dari bagian yang cukup besar dari dentate gyrus. Bagian
proksimal dari CA3 mungkin saja secara fungsional berbeda dari bagian distal.
Distribusi transversal dari input serat mossy infrapiramidal dapat berubah
tergantung pada pengalaman behavioral (Witter 2007).
Restrukturisasi morfologis dari pohon dendrit sel CA3 piramidal mungkin
saja bagian dari respon adaptip normal terhadap stres, dari langkah pertama dalam
kaskade yang mendorong ke arah kematian sel pyramidal. Beberapa observasi
mendukung hipotesis bahwa remodeling dendritik tidak perlu merepresentasikan
suatu respon mengenai patologis terhadap stres. Penyusutan pohon dendritik
dengan stres berpotensi memberikan fungsi adaptip dengan cara membatasi input
ke neuron CA3 piramidal, dengan demikian penyaringan informasi ekstraneous
keluar selama waktu stress. Penyusunan kembali vesikel kecil dekat zona aktif
sinaptik adalah disertai dengan hipertropi mitokhondrial, menegaskan bahwa,
setelah stres kronis, terminal serat mossy meningkatkan output eksitatori.
Beberapa kemungkinan manfaat dari remodeling dapat terjadi bersama dengan
pengurangan yang kecil pada spasial learning (Mckittrick et al. 2000).
Kognitif
Kognitif adalah kemampuan berfikir dan memberikan rasional, termasuk
proses mengingat, menilai, orientasi, persepsi dan memperhatikan. Kemampuan
berfikir erat kaitannya dengan fungsi otak, karena kemampuan seseorang untuk
berfikir dipengaruhi oleh keadaan otak.
Hampir semua makhluk mampu memodifikasi perilakunya sebagai hasil
dari pengalaman. Perilaku didorong oleh aktivitas otak, sehingga perubahan
perilaku juga diikuti dengan perubahan dalam otak. Hipokampus dan korteks
serebral sangat berperan pada fungsi tersebut. Pada proses otak menjadi tua
terjadi perubahan anatomi sel-sel neuron atau sel-sel otak, dan jumlah sel neuron
mengalami penurunan di berbagai bagian otak. Di bagian hipokampus yang
merupakan pusat pantauan memori juga terjadi penurunan jumlah sel neuron
dalam jumlah besar. Tulving & Markowitsch (1998) melaporkan bahwa
hipokampus sangat berperan pada kemampuan memori seseorang. Orang yang
mengalami kerusakan pada hipokampus dapat menimbulkan gangguan pada
memori episodik yaitu ketidakmampuan untuk mengingat rincian peristiwa
tertentu.
Secara klinis, pada orang usia lanjut kemunduran fungsi memori
digolongkan ke dalam gangguan memori fisiologis dan gangguan memori
patologis yang disebabkan oleh penyakit otak misalnya Alzheimer (Sidiarto &
Kusumoputro 2003). Dilaporkan juga bahwa penuaan yang normal juga akan
memberi perubahan pada struktur hipokampus dan biokimia hipokampus (Driscoll
et al. 2003). Dengan demikian, kelainan pada fungsi otak akan berpengaruh
secara langsung kepada fungsi kognitif seseorang.
Perkembangan ilmu pengetahuan tentang mekanisme kerja otak saat ini
mengalami lompatan yang luar biasa, dan hasil penelitian yang telah diperoleh
saat ini sangat bermanfaat untuk kehidupan manusia dan juga dapat dijadikan
sebagai acuan untuk penelitian lebih lanjut yang berkaitan dengan kemampuan
fungsi kognitif (Sidiarto & Kusumoputro 2003). Dengan demikian, memahami
mekanisme kerja otak akan memudahkan untuk memahami bagian-bagian
fungsinya serta cara penanggulangannya apabila terjadi gangguan dan menjadi
dasar dalam penerapan penanggulangan kemampuan kognitif (Sidiarto &
Kusumoputro 2003) dan peningkatan fungsi kognitif.
top related