upaya meningkatkan hasil belajar ipa melalui model · 2017. 5. 3. · menghitung peningkatan hasil...
Post on 30-Oct-2020
8 Views
Preview:
TRANSCRIPT
UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA MELALUI MODEL
GUIDED DISCOVERY PADA SISWA KELAS 5
SEMESTER 2 SDN MANGUNSARI 03 KECAMATAN
SIDOMUKTI KOTA SALATIGA
TAHUN AJARAN
2015/2016
ARTIKEL
untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan
pada Universitas Kristen Satya Wacana
oleh
Kornelius
292012549
PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2016
1
UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPA MELALUI
MODEL GUIDED DISCOVERY PADA SISWA KELAS 5
SEMESTER 2 SDN MANGUNSARI 03 KECAMATAN
SIDOMUKTI KOTA SALATIGA
TAHUN AJARAN 2015/2016
Kornelius
Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga
Email: kornelius1784@gmail.com
ABSTRAK
Kornelius. 292012549. 2016. Upaya Meningkatkan Hasil Belajar IPA Melalui Model Guided
Discovery Pada Siswa Kelas V Sekolah Dasar. Skripsi Program Studi PGSD Universitas
Kristen Satya Wacana Salatiga. Pembimbing Drs. Sumardjono Pm.,M.Pd.
Latar belakang masalah dalam penelitian ini adalah pembelajaran memberikan
kesempatan kepada siswa untuk menemukan informasi yang berupa konsep-konsep dan
prinsip dalam suatu proses mental, yang dilakukan melalui kegiatan percobaan dengan
bimbingan dan petunjuk yang diberikan oleh peneliti. Kegiatan Guided Discovery dapat
mengoptimalkan pengalaman langsung siswa dalam proses pembelajaran. Penelitian tindakan
kelas dilakukan pada siswa kelas V SDN Mangunsari 03 Kecamatan Sidomukti Kota Salatiga
Tahun Ajaran 2015/2016. Jumlah siswa sebanyak 36 orang yang terdiri dari 15 siswa laki-
laki dan 21 siswa perempuan. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar
menggunakan model Guided Discovery. Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan sebanyak
dua siklus. Dalam setiap siklus terdiri dari perecanaan, tindakan, observasi, evaluasi dan
refleksi. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan tes tertulis untuk
menghitung peningkatan hasil belajar IPA siswa. Peningkatan hasil belajar siswa terjadi
secara bertahap, dimana hasil belajar siswa pada prasiklus hasil belajar 44.4%, siklus I
82.85% , siklus II 100%. Dengan demikian pembelajaran dikatakan berhasil karena lebih dari
indikator keberhasilan sebesar 85%. Hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran Guided
Discovery dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas V SDN Mangunsari 03 Kecamatan
Sidomukti Kota Salatiga Tahun Ajaran 2015/2016.
Kata Kunci: Model Pembelajaran Guided Discover, Pembelajaran IPA Siswa Kelas V SD.
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Pada dasarnya kreativitas merupakan tuntutan pendidikan dan kehidupan yang
sangat penting pada saat ini. Kreativitas akan menghasilkan berbagai inovasi, perkembangan
baru dalam suatu kehidupan. Individu dan organisasi yang kreatif akan selalu dibutuhkan oleh
lingkungannya karena mereka dapat mampu memenuhi kebutuhan lingkungan yang terus
berubah dan mempu untuk bertahan dalam kompetensi global yang dinamis dan ketat.
2
Potensi kreativitas belajar anak yang sangat penting tersebut pada dasarnya dimiliki
oleh setiap anak, bahwa anak memiliki ciri-ciri oleh para ahli sering digolongkan sebagai ciri
individu yang kreatif, misalnya: memiliki sikap keterbukaan terhadap semua hal, memiliki
kemampuan menilai situasi, dan kemampuan bereksperimen. Meskipun demikian faktor guru
disekolah dan lingkungan merupakan faktor utama yang mendukung perkembangan
kreativitas tersebut.
IPA atau sains merupakan suatu kumpulan pengetahuan yang tersusun secara
sistematis, dan dalam penggunaannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam
perkembangan IPA selanjutnya tidak hanya ditandai oleh adanya kumpulan fakta saja, tetapi
juga ditandai oleh munculnya” metode ilmiah” (Scientific methodes) yang terwujud melalui
suau rangkaian “kerja ilmiah” (working scientifically), nilai dan “sikap ilmiah” (scientific
attitudes). Sejalan dengan pengertian IPA tersebut James B. Conant yang dikutip oleh Amien
(dalam Jatmiko, 2004) mendefinisikan IPA sebagai suatu rangkian konsep yang saling
berkaitan dengan bagan-bagan konsep yang telah berkembang sebagai suatu hasil eksperimen
dan observasi, yang bermanfaat untuk eksperimentasi dan observasi lebih lanjut.
Pada pembelajaran IPA seperti yang dipaparkan di atas juga ditemui di SD Negeri
Mangunsari 03, Kecamatan Sidomukti, Kota Salatiga Masalah yang muncul di kelas V SD
Negeri Mangunsari 03 Salatiga yaitu siswa mengalami kesulitan dalam memahami materi
IPA. Hal ini disebabkan guru mengajar monoton dan kurang variatif, penggunaan metode
ceramah sehingga siswa masih menerapkan cara belajar menghafal, penggunaan media
pembelajaran yang kurang optimal. Siswa kurang antusias, cepat merasa bosan saat
pembelajaran berlangsung, dan keaktifan siswa kurang.
Dalam hal ini proses pembelajaran IPA di kelas 5 Sekolah Dasar Negeri Mangunsari
03 yang dilihat dari hasil belajar siswa dan hasil yang telah didapatkan, masih banyak nilai
siswa yang masih rendah dan tidak mencapai KKM khususnya pada mata pelajaran Ilmu
Pengetahuan Alam (IPA), dan masih mempunyai banyak permasalahan yang dihadapi oleh
guru yang mengajar. Dari segi penyampai materi, siswa terkadang jenuh dan cepat merasa
bosan dalam menerima materi pelajaran yang disampaikan oleh guru karena guru yang
mengajar terpaku pada buku dan ceramah serta jarang menggunakan media yang abstrak
sehingga siswa lebih mudah memahami materi yang disampaikan. Karena dalam
matapelajaran IPA sangat sulit di pahami oleh siswa jika siswa tidak melakukan percobaan
atau praktek langsung menggunakan media yang sudah di sediakan oleh guru.
Mendasarkan pada fakta teoritis dan fakta empiris di atas peneliti tertarik untuk
menerapkan model pembelajaran ini pada siswa kelas 5 SDN Mangunsari 03 kecamatan
3
Sidomukti. Kenyataan yang mendorong untuk menerapkan model pembelajaran ini adalah
pada yang ditemui peneliti dalam pembelajaran IPA pada siswa kelas 5 SDN Mangunsari 03
kecamatan Sidomukti Kota Salatiga. Pembelajaran IPA dilakukan oleh guru berdasarkan pada
paparan teoritis tentang IPA. Materi yang disajikan, bukan didahului dengan contoh-contoh
konkret kehidupan siswa kelas 5 SDN Mangunsari 03, tetapi langsung mengacu dari buku dan
disajikan kepada siswa. Setelah pemaparan materi, guru jarang sekali memberikan contoh
yang konkret terkait dengan materi IPA yang disampaikan. Akibat dari pemaparan materi
seperti ini, siswa mengalami kesulitan dalam belajar IPA, hal ini ditunjukkan bahwa hampir
semua siswa belum lulus KKM (minimal 65 berdasarkan standar yang ditetapkan sekolah)
pada mata pelajaran IPA, seperti pada tabel 1.1 di bawah in
Tabel 1.1
Distribusi Ketuntasan Belajar IPA Kelas 5 Siswa SDN Mangunsari 03 Kec
Sidomukti Kota Salatiga
Ketuntasan SDN Mangunsari 03
Frekuensi Persentase
(%)
Tuntas 16 44.4%
Tidak Tuntas 20 55.6%
Jumlah Siswa 36 100%
Sumber: Data Primer, 2015.
Berdasarkan hasil wawancara awal dengan siswa, penyebab utama rendahnya
partisipasi dan prestasi dalam belajar pada mata pelajaran IPA adalah sebagai berikut: 65%
menjawab tidak paham dengan materi pelajaran yang diajarkan, 20% menjawab takut
bertanya pada guru, dan 15% bosan karena guru terus berceramah. Ketika diajukan
pertanyaan lanjutan sebab siswa tidak paham dengan materi, 54% menjawab karena siswa
tidak terlibat aktif dan hanya pasif dalam pembelajaran; 40% menjawab materi yang diajarkan
tidak sesuai dengan pengalaman nyata siswa, dan 6% siswa menjawab bosan dengan materi
pelajaran. Demi menggali lebih dalam, maka diajukan pertanyaan lanjutan, yaitu apa sebab
ketakutan dan bosan dengan pembelajaran, 89% siswa menjawab karena guru terus mengajar
secara monolong tanpa memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya atau berdiskusi
dengan siswa lain. Sementara 11 % siswa mengatakan tidak terlalu menyukai pelajaran IPA,
karena dianggap mata pelajaran ini sulit.
Mengacu pada hasil wawancara awal dengan siswa di atas, maka dilakukan
wawancara berikutnya dengan guru kelas pada mata pelajaran IPA kelas V pada SDN
4
Mangunsari 03 Kecamatan Sidomukti Kota Salatiga. Pertanyaan wawancara yang diajukan
kepada guru adalah apakah pernah mencoba model pembelajaran lain selain model
pembelajaran konvensional dengan metode ceramah, guru menjawab belum pernah.
Dilakukan lagi pertanyaan lanjutan mengapa demikian? Guru menjawab, sebenarnya ada
keinginan untuk melakukan perubahan model pembelajaran, namun guru merasa tidak siap
dan takut dengan menerapkan model pembelajaran lain, sebab guru sendiri belum terlalu
menguasai model pembelajaran tersebut.
Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat ditegaskan bahwa model guided
discovery adalah cara menyajikan pelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa
untuk menemukan informasi yang berupa konsep-konsep dan prinsip-prinsip dalam suatu
proses mental, yang dilakukan melalui kegiatan percobaan dengan bimbingan dan petunjuk
yang diberikan oleh guru. Kegiatan guided discovery sangat penting kerena dapat
mengoptimalkan keterlibatan pengalaman langsung siswa dalam proses pembelajaran.
Identifikasi Masalah
Berdasarkan pengamatan yang telah peneliti jalankan di SD Negeri Mangunsari 03
Salatiga pada kelas V SD, masalah yang terjadi didalam kelas ketika pembelajaran IPA (Ilmu
Pengetahuan Alam) sedang dilaksanakan, dapat penulis simpulkan antara lain:
1) Beberapa siswa tidak memperhatikan saat guru sedang menjelaskan materi pelajaran.
2) Prestasi belajar siswa belum mencapai KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal)
3) Kurangnya pemahaman siswa dikarenakan siswa tidak dihadapkan pada pembelajaran
yang konkrit.
Dalam pembelajarannya tidak mengacu pada tujuan pembelajaran di desain
menggunakan metode ceramah dan sumber buku yang digunakan LKS dan PAKET. Dalam
pembelajaran guru tidak memberikan apresiasi atau tujuan yang akan di capai dalam
pembelajaran tersebut melainkan guru hanya memberikan materi dan melakukan Tanya jawab
pada awal pembelajaran itu juga hanya sedikit hanya mengenai gambaran saja. Pembelajaran
didesain mengunakan materi saja yang bersumber dari LKS. Penilaian menggunakan tes
tertulis dan dalam pelaksanaan pembelajaran guru belum menguasai penuh kelas dan materi
yang di ajarkan sehingga guru kurang kreatif dalam kegiatan inti tersebut sehingga siswa
dalam kelas merasa kurang bersemangat dalam mengikuti pembelajaran.
Batasan Masalah
Agar permasalahan yang diteliti lebih tidak terlalu luas, maka perlu ditetapkan
adanya pembatasan masalah.Dasar adanya pembatasan masalah ini disesuaikan dengan
kemampuan penulis, baik dari segi waktu, tenaga, bahkan biaya.
5
Rumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang masalah di atas, maka peneliti dapat merumuskan
masalah sebagai berikut:
1) Bagaimana upaya meningkat presentase ketuntasan hasil belajar IPA Tentang Sifat-sifat
Cahaya melalui Model guided Discovery pada siswa kelas V SD Negeri Mangunsari
Salatiga?
2) Apakah presentase ketuntasan hasil belajar IPA tentang sifat-sifat cahaya dapat
ditingkatkan melalui model pembelajaran guided discovery siswa kelas 5 SDN
Mangunsari 03 Kecamatan Sidomukti Semester genap tahun pelajaran 2015/2016.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini ialah upaya untuk meningkat presentase ketuntasan hasil
belajar IPA Tentang Sifat-sifat Cahaya pada siswa kelas V SD Negeri Mangunsari 03 Salatiga
melalui Model guided Discovery.
Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan yang hendak dicapai, maka penelitian ini diharapkan dapat
memberikan manfaat bagi dunia pendidikan baik secara langsung maupun tidak langsung.
Adapun manfaat yang dapat diperoleh melalui penelitian ini, yaitu manfaat teoritis dan
manfaat praktis yang di uraikan di bawah ini.
Manfaat Teoritis
1. Melalui hasil penelitian ini diharapkan guru kelas V SD Negeri Mangunsari 03 Salatiga
dapat member sumbangan ilmu yang postif bagi pengembangan ilmu pengetahuan tentang
Model Guided Discovery.
2. Hasil penelitian ini diharapkan guru kelas V SD Negeri Mangunsari 03 Salatiga memiliki
teori pembelajaran yang dapat dijadikan acuan upaya meningkatkan hasil belajar IPA
(Ilmu Pengetahuan Alam) melalui Model Guided Discovery.
Manfaat Praktis
a) Memberikan informasi tentang model pembelajaran untuk mengembangkan pendidikan
sehingga kualitas pembelajaran dapat membuat siswa menjadi kreatif dan aktif di dalam
belajat dikelas serta memberikan pengaruh yang postif bagi siswa dalam pembelajaran
dengan menggunakan pendekatan keterampilan proses untuk meningkatkan hasil belajar
IPA Tentang Sifat-sifat Cahaya melalui Model Guided Discovery pada mata pelajaran
IPA.
b) Mendorong guru untuk membuat serta menciptakan model pembelajaran yang kreatif dan
menyenangkan serta dapat mengaktifkan siswanya dengan menggunakan pendekatan
6
keterampilan proses upaya meningkatkan presentase ketuntasan hasil belajar IPA melalui
Model Guided Discovery Tentang Sifat-sifat Cahaya pada mata pelajaran IPA.
c) Hasil dari penelitian juga dapat menjadi referensi bagi pihak-pihak yang membutuhkan.
d) Peneliti, model pembelajaran ini, dapat memberikan masukan untuk diterapkan dalam
pengajaran yang akan dilakukan oleh peneliti sebagai pengajar kemudian hari nanti.
KAJIAN PUSTAKA
Hasil Belajar IPA Kelas 5 SD
Menurut Suprijono (2009:5) mengemukakan bahwa, hasil belajar adalah pola-pola
perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan. Hasil
belajar berupa:
1) Informasi verbal yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik
lisan maupun tertulis. Kemampuan merespons secara spesifik terhadap rangsangan
spesifik. Kemampuan tersebut tidak memerlukan manipulasi symbol, pemecahan masalah
maupun penerapan aturan.
2) Keterampilan intelektual yaitu kemampuan mempresentasikan konsep dan lambang.
Kemampuan intelektual terdiri dari kemampuan mengkategorikan, kemampuan analitis-
sintesis fakta-konsep dan mengembangkan prinsip-prinsip keilmuan. Keterampilan
intelektual merupakan kemampuan melakukan aktivitas kognitif bersifat khas.
3) Strategi kognitif yaitu kecakapan menyalukan dan mengarahkan aktivitas kognitifnya
sendiri. Kemampuan ini meliputi penggunaan konsep dan kaidah dalam memecahkan
masalah.
4) Ketemapilan motorik yaitu kemampuan melakukan serangkaian gerak jasmani dalam
urusan dan koordinasi, sehingga terwujud otomatisme gerak jasmani.
5) Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan penilaian terhadap
objek tersebut. Sikap berupa kemampuan menginternalisasi dan ekstranalisasi nilai-nilai.
Sikap merupakan kemampuan menjadi nilai-nilai sebagai standar perilaku.
Pembelajaran IPA Kelas 5 SD
Abu Ahmadi dan Supatmo (2008:2) menjelaskan IPA sebagai suatu pengetahuan
teori yang diperoleh/disusun dengan cara khas-khusus yaitu melakukan observasi eksperimen,
penyimpulan, penyusunan teori, eksperimentasi, observasi, dan demikian seterusnya kait
mengait antara cara yang satu dengan yang lain. Cara untuk memperoleh ilmu secara
demikianlah yang dikenal dengan nama metode ilmiah pada dasarnya adalah cara yang logis
untuk memecahkan suatu permasalahan tertentu.
7
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) didefinisikan sebagai kumpulan pengetahuan yang
tersusun secara terbimbing. Hal ini sejalan dengan kurikulum KTSP (Depdiknas, 2006) bahwa
“ IPA berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga bukan
hanya penguasan kumpulan pengethauan yang beruapa fakta, konsep, atau prinsip saja tetapi
juga merupakan suatu proses penemuan”.
IPA juga dapat menjadi mata pelajaran yang menarik di sekolah dasar jika siswa
terlibat secara aktif, Learning by Doing (belajar dengan melakukan) bukannya dengan
mendengarkan atau menghafal. Siswa dapat belajar dengan baik jika mengalami sendiri apa
yang dipelajari (aktivitas dan pikiran). Menurut hasil observasi yang di lakukan di sekolah
Dasar Mangunsari 03 pembelajaran IPA masih sangat kurang efektif karena siswa tidak aktif
dalam belajar, sehingga yang lebih aktifnya kepada guru pengajar serta penyampaian materi
juga kurang efektif karena guru hanya berfokus pada buku. Dalam hal ini siswa cepat merasa
bosan dan tidak fokus sehingga berpengaruh dalam proses belajar mengajar. Ada beberapa
cara belajar dalam IPA seperti mengamati, mengukur, mengkoleksi dan mengelompokkan
merupakan aktivitas belajar yang dapat menguatkan minat dan keingintahuan siswa.
Proses pembelajarannya menekan pada pemberian pengalaman langsung untuk
mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah.
Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu peserta didik
untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar. Di tingkat SD/MI
diharapkan ada penekanan pembelajaran Salingtemas (Sains, Lingkungan, Teknologi, dan
Masyarakat) yang diarahkan pada pengalaman belajar untuk merancang dan membuat suatu
karya melalui penerapan konsep IPA dan kompetensi bekerja ilmiah secara bijaksana.
Menurut Tiso Hadisubroto (dalam Usman Samatowa, 2010) dalam bukunya
pembelajaran IPA Sekolah Dasar (1996:29), piaget mengatakan bahwa pengalaman langsung
yang memegang peran penting sebagai pendorong lajunya perkembangan kognitif anak.
Pengalaman langsung anak yang terjadi secara spotan dari hal (sejak lahir) sampai umur 12
tahun. Efisiensi pengalaman langsung pada anak tergantung pada kosistensi anak hubungan
metode dan objek yang dengan tingkat perkembangan kognitif anak. Anak akan siap untuk
mengembangkan konsep tertentu hanya bila ia telah memiliki struktur yang bersifat hirarkhis
dan integratif.
Model Pembelajaran Guided Discovery
Diskoveri Terpimpin (Guided Discovery) merupakan sautu model pengajaran yang
dirancang untuk mengajarkan konsep-konsep dan hubungan antar konsep (eggen & Kauchak,
8
2007, Mayer, 2004). Ketika menggunakan strategi ini, guru menyajikan contoh-contoh pada
siswa, memandu mereka saat mereka berusaha menemukan pola-pola dalam contoh-contoh
tersebut, dan memberikan semacam penutup ketika siswa telah mampu mendeskripsikan
gagasan yang diajarkan oleh guru (Clark & Mayer, 2003 ; Moreno, 2004). Guided Discovery
cenderung menghasilkan ingatan dan transfer jangka panjang yang lebih baik daripada
pengajaran ekspositori (Mayer, 2008, hlm 310). Adapun langkah-langkah pembelajaran
Guided Discovery adalah sebagai berikut: (1) Guru memulai dengan media fokus untuk
pengenalan dan mereview hasil kerja sebelumnya. (2) Guru memberikan contoh-contoh dan
meminita pengamatan dan perbandingan. (3) Guru memandu siswa sebagaimana mereka
mencari pola di dalam contoh. (4) mendeskripsikan konsep hubungan-hubungan yang ada di
dalamnya.
Model pembelajaran Guided Discovery menurut Mushlihin AL-Hafizah Salah satu
model mengajar yang akhir-akhir ini banyak digunakan di sekolah-sekolah yang sudah maju
adalah “model pembelajaran Guided Discovery”. Hal ini disebabkan karena model guided
discovery itu; 1) Merupakan suatu cara untuk mengembangkan cara belajar aktif. 2)
Menemukan sendiri, menyelidiki sendiri maka hasil yang diperoleh akan setia dan tahan lama
dalam ingatan, tak mudah dilupakan anak. 3) Pengertian yang ditemukan sendiri merupakan
pengertian yang betul-betul dikuasai dan mudah digunakan atau ditransfer dalam situasi lain.
4) Menggunakan strategi penemuan anak belajar menguasai salah satu metode ilmiah yang
akan dapat dikembangkan sendiri. 5) Menggiring anak berfikir analisis dan mencoba
memecahkan problem yang dihadapi sendiri. Kebiasaan ini akan ditransfer dalam kehidupan
bermasyarakat.
Model pembelajaran Guided Discovery merupakan komponen dari praktikum
teknologi pendidikan yang meliputi metode mengajar yang memajukan cara belajar aktif,
berorientasi pada proses, mengarahkan sendiri, mencari sendiri dan reflektif. Menurut
Encyclopedia of Educational Research, guided discovery merupakan suatu strategi yang unik
dapat diberi bentuk oleh guru dalam berbagai cara, termasuk mengajarkan keterampilan
menyelidiki dan memecahkan masalah sebagai alat bagi siswa untuk mencapai tujuan
pendidikannya.
Dalam model pembelajaran Guided Discovery ini siswa berperan aktif dalam proses
belajar dengan: 1) Menjawab berbagai pertanyaan atau persoalan. 2) Memecahkan persoalan
untuk menemukan konsep dasar. Para guru berubah dari menyajikan informasi dan
konsepnya, menjadi mengajak siswa bertanya, melihat dan mencari sendiri. Guru hanya
memberikan pengarahan.
9
Langkah-langkah Model Guided Discovery
Menurut Arthur A. Carin dan Robert B. Sund (1993:124-128) untuk penerapan
guided discovery diperlukan perencanaan yang tepat dan terdiri dari beberapa fase. Langkah-
langkah guided discovery adalah sebagai berikut:
a. Teacher/children preparation
Tahap teacher/children preparation guru bertugas untuk mempersiapkan materi serta hal-
hal yang dibutuhkan siswa selama pembelajaran berlangsung. Guru mengidentifikasi hal
apa yang akan dipelajari oleh siswa, serta menyiapkan materi, alat dan bahan sebelum
melakukan kegiatan discovery. Guru membagi siswa ke dalam beberapa kelompok setiap
kelompok terdiri dari 2-5 siswa untuk melibatkan siswa secara aktif dalam kegiatan
pembelajaran. Guru membagikan Lembar Kerja Siswa (LKS). Konsep atau prinsip yang
harus ditemukan siswa melalui kegiatan percobaan harus ditulis dengan jelas.
b. Tahap Pre-activity discussion
Tahap Pre-activity discussion guru memberikan stimulasi untuk menggali pengetahuan
awal siswa, menjelaskan tujuan, serta menjelaskan langkah-langkah cara memperoleh
data dan/atau menggunakan alat yang telah dipersiapkan. Siswa menjawab pertanyaan
yang bersifat open-ended (hipotesis).
c. Data Collection
Tahap ini merupakan bagian inti dari kegiatan guided discovery. Guru menungaskan
siswa untuk mendapatkan informasi yang sebanyak-banyaknya dengan cara melakukan
observasi maupun eksperimen. Guru meninjau kembali setiap kelompok mengenai apa
yang akan dilakukan, dan bagaimana proses melakukan percobaan (mendapatkan data),
menganalisis data, serta membuat generalisasi dari percobaan.
d. Follow up
Guru meninjau ulang diskusi sebagai tindak lanjut pekerjaan sisw dengan cara melakukan
presentasi pada setiap kelompok. Guru memastikan siswa memahami kesimpulan dan
generalisasi dari kegiatan tersebut.
Sedangkan langkah-langkah penerapan belajar penemuan menurut Bruner dalam Hawa
(2009).
1. Stimulus (pemberian perangsang): kegiatan belajar dimulai dengan memberikan
pertanyaan yang merangsang berpikir siswa, menganjurkan dan mendorongnya untuk
membaca buku dan aktivitas belajar lain yang mengarah pada persiapan pemecahan
masalah.
10
2. Problem Statement (mengidentifkasi masalah): Memberikan kesempatan kepada siswa
untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin masalah yang relevan dengan bahan pelajaran
kemudian memilih dan merumusakan dalam bentuk hipotesa.
3. Data Collection (pengumpulan data): Memberikan kesempatan kepada siswa untuk
mengumpulkan informasi yang relevan sebanyak-banyaknya untuk membuktikan benar
atau tidaknya hipotesa.
4. Data Processing (pengolahan data): Mengolah data yang telah diperoleh siswa melalui
kegiatan wawancara dll. Kemudian data tersebut ditafsirkan.
5. Verifkasi : Mengadakan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar atau
tidaknya hipotesa yang ditetapkan dan dihubungkan dengan hasil processing.
6. Generalisasi : Mengadakan pemeriksaan kesimpulan untuk dijadikan prinsip umum dan
berlaku untuk semua kejadian atau masalh yang sama dengan hasil verifkasi.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian dan Karakteristik Subjek Penelitian
Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakkan Kelas (PTK) Subiyantoro, 2009:10
(dalam Amin 2011:2) menyebut bahwa PTK adalah suatu penelitian yang dilakukan secara
sistematis reflektif terhadap berbagai tindakan yang dilakukan oleh guru yang sekaligus
sebagai peneliti, sejak disusun suatu perencanaan sampai penilaian terhadap tindakan nyata
didalam kelas yang berapa kegiatan belajar mengajar, untuk memperbaiki kondisi
pembelajaran yang dilakukan.
Subjek penelitian adalah siswa kelas 5 SD Negeri Mangunsari 03 Kecamatan
Sidomukti Semester I Tahun Pelajaran 2015/2016. Jumlah siswa kelas 5 adalah 36 siswa,
terdiri dari 21 siswa perempuan dan 15 siswa laki-laki. Nilai rata – rata kelas ini masih di
bawah kriteria ketuntasan minimal (KKM) IPA yang di tentukan sekolah yaitu > 65.
Lokasi dan Waktu Penelitian
a. Lokasi Penelitian
Penelitian atau Observasi mengambil lokasi yang akan diteliti yaitu dikelas 5 SD Negeri
Mangunsari 03 Kecamatan Sidomukti Kota Salatiga. Waktu pelaksanaan Observasi ini
pada semester ganjil sekaligus dengan kegiatan Program Pengalaman Langan tahun
pelajaran 2015-2016. Subjek Penelitian ini adalah siswa kelas 5 yang berjumlah 36 siswa
yang terdiri dari laki-laki 15 orang dan perempuan 21 orang.
11
b. Waktu Penelitian
Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai bulan Mei 2016 yang dapat
dilihat pada tabel 3.1.
Tabel 3.1
Waktu Penelitian
Siklus I Hari / Tanggal
Pertemuan pertama Senin 14 maret 2016
Jam 07.00 – 10.00
Pertemuan kedua Kamis 17 maret 2016
Jam 07.00 – 10.00
Siklus II Hari / Tanggal
Pertemuan pertama Senin 21 Maret 2016
Jam 07.00-10.00
Pertemuan kedua Kamis 24 maret 2016
Jam 07.00-10.00
Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
Menurut Arikunto (2010:169) variabel adalah gejala yang bervariasi yang menjadi
objek penelitian. Variabel penelitian pada dasarnya adalah segala sesuatu yang berbentuk apa
saja yang ditetapkan oleh penulis untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal
tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2010:60).
Dalam penelitian tindakan kelas ini ada dua variabel yang di gunakan yang terdiri dari
variabel bebas (X) dan variabel terikat (Y) . Variabel - variabel tersebut antara lain:
a) Variabel bebas (X) atau independent variable
Variabel bebas (Sugiono, 2011: 39) adalah merupakan “variabel yang mempengaruhi
atau yang menjadi sebab perubahanya atau timbulnya variabel dependen (terikat)”. Pada
penelitian atau observasi ini variabel bebasnya adalah penggunaan model guided discovery.
b) Variabel terikat (Y) atau dependent variable
Variabel terikat (Sugiono, 2011:39) adalah variabel yang dipengaruhi atau yang
menjadi akibat, karena adanya variabel bebas. Dalam penelitian atau observasi yang
dilakukan ini variabel terikatnya adalah hasil belajar siswa kelas 5 sifat-sifat cahaya semester
genap tahun ajaran 2015/2016. Hasil belajar : Sejumlah pengalaman yang diperoleh siswa
yang mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotorik. Menurut Hapidin, 2010, 3-4
12
variabel terikat adalah kondisi atau karakteristik yang berubah atau muncul yang tidak muncul
ketika pengeksperimen mengintruksi, mengubah atau mengikat. Variabel terikat adalah
variabel yang merupakan akibat variabel bebas atau yang dipengaruhi oleh variabel bebas inti.
Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa variabel terikat adalah variabel yang
menjadi akibat oleh adanya suatu kondisi atau perlakuan tertentu. Contoh:
1. Pengaruh lingkungan belajar terhadap prestasi belajar murid
Variabel X : lingkungan belajar
Variabel Y: prestasi belajar
Hasil belajar dalam penelitian ini dapat diartikan sebagai hasil nilai belajar siswa
setelah mendapatkan proses pembelajaran di kelas sesuai dengan Standar Kompetensi yang
ditetapkan. Penulis mengambil materi Perubahan Kenampakan Permukaan Bumi dan Benda
Langit dengan SK dan KD sebagai berikut :
Standar Kompetensi dan Kompetensi DasarMata Pelajaran IPA
Cahaya dan Sifat-sifatnya
Kompetensi Dasar Materi Pokok Indikator
6.1.Mendeskripsikan
sifat-sifat cahaya. Cahaya dan sifat-
sifatnya
1. Menyebutkan sumber-sumber cahaya
dilingkungan sekitar.
2. Mendeskripsikan sifat-sifat cahaya dalam
kehidupan sehari-hari.
3. Menunjukan bahwa cahaya dapat merambat
lurus.
4. Membedakan benda yang dapat ditembus
oleh cahaya dan benda yang tidak dapat
ditembus oleh cahaya.
5. Menjelaskan peristiwa pemantulan cahaya
dalam kehidupan seharhari.
6. Mengenal jenis-jenis cermin serta
membedakan sifat bayangan dari masing-
masing cermin pada peristiwa pemantulan
cahaya.
6.2.Membuat suatu
karya/model, missal
periskop atau lensa
dari bahan-bahan
sederhana dengan
menerapkan sifat-sifat
cahaya.
1. Menjelaskan peristiwa pembiasan cahaya
dan akibat dari pembiasan cahaya dalam
kehidupan sehari-hari.
2. Menunjukkan bukti bahwa cahaya
putih terdiri dari berbagai warna.
3. Membuat periskop melalui percobaan
sederhana.
13
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini dilakukan di SDN Mangunsari 03 Kecamatan Sidomukti Kota Salatiga
Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas V SD SDN Mangunsari 03 Kecamatan
Sidomukti Kota Salatiga Tahun Ajaran 2015/2016. Dengan jumlah siswa 36 terdiri dari 15
siswa laki-laki dan 21 siswa perempuan. Data yang diperoleh dari guru mengenai hasil
ulangan harian mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam masih rendah. Dari 36 siswa terdapat
30 siswa atau 82,85 % yang tuntas di atas KKM ≥ 75, sedangkan 6 siswa atau 17.15 % masih
belum tuntas atau berada di bawah KKM <75.
Kondisi Prasiklus
Kondisi awal merupakan keadaan siswa sebelum tindakkan dilakukan. Berdasarkan
hasil belajar siswa yaitu hasil ulangan harian Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) siswa kelas V
SDN Mangunsari 03 Kecamatan Sidomukti Kota Salatiga. Dari hasil ulangan harian IPA
siswa menunjukkan bahwa, dari 36 siswa terdapat 16 siswa atau 44.4% yang di atas KKM ≥
65, sedangkan 20 siswa atau 55.6 % siswa masih belum tuntas KKM <65 . adapun data
mengenai hasil belajar IPA siswa kelas V SDN Mangunsari 03 sebagai berikut:
Tabel 4.1
Hasil Belajar Siswa Prasiklus
Kategori Jumlah Siswa Presentase Keterangan
16 44.4% Tuntas
< 75 20 55.6% Tidak Tuntas
Jumlah 36 100%
Nilai rata-rata 60.58
KKM 75
Tabel 4.3
Hasil Belajar Siswa Siklus I
Kategori Jumlah Siswa Presentase Keterangan
30 82,85 % Tuntas
6 17,15 % Tidak Tuntas
Jumlah 36 100%
Nilai rata-rata 83
KKM 75
Berdasarkan hasil tindakan siklus I dapat dilihat bahwa dari 36 siswa yang menjadi
subjek penelitian dalam upaya meningkatkan hasil belajar IPA menggunakan model Guided
Discovery. Terdapat 30 atau 82.85% siswa yang sudah di atas KKM dan 6 siswa atau
17.15% siswa yang belum mencapai KKM atau . Hal ini menunjukkan bahwa hasil
belajar pembelajaran siklus I mengalami peningkatan dari prasiklus yang sebelumnya terdapat
14
16 atau 44.4% siswa yang berada diatas KKM dan 20 atau 55.6% siswa yang belum
mencapai KKM atau . Namun demikian walaupun hasil belajar siklus I mengalami
peningkatan dari prasiklus, namun belum mencapai indikator keberhasilan yang sudah penulis
tentukan.
Dari grafik di atas nampak bahwa presentase hasil belajar siswa pada siklus I yaitu
sebesar 82.85% siswa berada di atas KKM , sedangkan sebesar 17.15% siswa yang
masih berada di bawah KKM . Hasil belajar siklus I belum mencapai indikator
keberhasilan di atas 85% siswa berada di atas KKM
Hasil Tindakan Siklus II
Tabel 4.5
Hasil Belajar siswa Siklus
Kategori Jumlah siswa Presentasi Keterangan
100 100% Ketuntasan
0 0% Tidak tuntas
Jumlah 36
Nilai rata-rata 90
KKM 75
Dari tabel di atas, jumlah siswa yang tuntas pada siklus II berada di atas KKM
sebanyak 36 siswa atau 100%, sedangkan siswa yang belum tuntas berada di bawah KKM
sebanyak 0 siswa atau 0%.
Tabel 4.6
Tabel Perbandingan Hasil Belajar Prasiklus, Siklus I dan Siklus II
Kategori Prasiklus Siklus I Siklus II Keterangan
f % f % f %
16 44.4% 30 82.85% 36 100 % Tuntas
20 55.6% 6 17.15% 0 0% Tidak Tuntas
Jumlah 36 100% 36 100% 36 100%
Nilai
rata-rata
60.58 83 90
KKM 75
15
Gambar 4.4
Grafik Perbandingan Hasil Belajar Prasiklu, Siklus I dan Siklus II
Berdasarkan hasil belajar prasiklus kelas V SDN Mangunsari 03 dengan subjek
sebanyak 36 siswa terdiri dari 15 siswa laki-laki dan 21 siswa perempuan, terdapat sebanyak
16 siswa atau 44.4% yang berada di atas KKM , sedangkan sebanyak 20 siswa atau
55.6% masih berada di bawah KKM . Selanjutnya penulis melakukan tindakkan
meningkatkan hasil belajar IPA menggunakan model Guided Discovery pada materi Cahaya
dan Sifat-sifatnya dalam 2 siklus. Dengan siklus I sebanyak 2 kali pertemuan dan siklus II 2
kali pertemuan juga. Hasil belajar pada siklus I, dari 36 siswa terdapat sebanyak 30 siswa atau
82.85% yang berada di atas KKM , sedangkan sebanyak 6 siswa atau 17.15% yang
berada di bawah KKM . Karena hasil belajar IPA siklus I masih belum mencapai
indikator keberhasilan, maka dilakukan tindakkan pada siklus II dengan hasil belajar dari 36
siswa, sebanyak 36 siswa atau 100% yang sudah berada di atas KKM , sedangkan
sebanyak 0 siswa atau 0% yang masih berada di bawah KKM . Jadi dari hasil tindakan
siklus II telah mencapai indikator keberhasilan 100%.
PENUTUP
Simpulan
Penggunaan model pembelajaran Guided Discovery dapat meningkatkan hasil
belajar IPA cahaya dan sifat-sifatnya pada siswa kelas V SDN Mangunsari 03 Kecamatan
Sidomukti Kota Salatiga Tahun Ajaran 2015/2016. Dapat disimpulkan bahwa penerapan
model Guided Discovery dalam pembelajaran IPA pada materi sifat-sifat cahaya dapat
meningkatkan ketuntasan hasil belajar siswa.
44.50%
82.85%
100%
55.60%
17.15%
0% 0.00%
20.00%
40.00%
60.00%
80.00%
100.00%
120.00%
Prasiklus Siklus I Siklus II
Tuntas Tidak tuntas
16
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dikemukakan, di peroleh
kesimpulan bahwa dengan menggunakan model pembelajaran Guided Discovery dapat
meningkatkan ketuntasan hasil belajar IPA pada siswa kelas V SDN Mangunsari 03
Kecamatan Sidomukti Kota Salatiga Tahun Ajaran 2015/2016. Peningkatan hasil belajar IPA
menggunakan model Guided Discovery pada siswa kelas V SDN Mangunsari 03 dapat dilihat
dari hasil belajar prasiklus yang semula dari 36 siswa terdapat 16 siswa atau 44.4% yang
berada diatas KKM . Hasil belajar pada siklus I, dari 36 siswa terdapat 30 siswa atau
82.85% yang berada diatas KKM . Hasil belajar siklus II, dari 36 siswa terdapat 36 siswa
atau 100% yang berada diatas KKM . Dengan demikian pembelajaran dikatakan berhasil
100% 85% dari indikator keberhasilan
Saran
Dari kesimpulan diatas maka dapat diberikan beberapa saran bagi beberapa pihak antara lain:
Bagi Guru
Guru dapat menggunakan model Guided Discovery dalam pembelajaran untuk cahaya dan
sifat-sifatnya.
Model pembelajaran Guided Discovery memberikan kompetisi yang baik bagi siswa dalam
kelompok belajar.
Bagi Siswa
Siswa dapat menggunakan model pembelajaran Guided Discovery dalam pembelajaran
dikelas.
Siswa dapat menggunakan model pembelajaran Guided Discovery untuk meningkatkan
semangat belajar dalam kelompok.
Siswa dapat menggunakan model pembelajaran Guided Discovery untuk meningkatkan hasil
belajar IPA pada materi yang lain.
bagi peneliti lain
Pembelajaran model Guided Discovery dapat dicoba dengan kombinasi model lain untuk
meningkatkan hasil belajar siswa yang belum tuntas.
DAFTAR PUSTAKA
Amien., M. (1987). Mengajarkan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dengan Menggunakan
Metode " Discovery" dan Iquiry". Jakarta: Depdikbud.
Arikunto S. (2002). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Bumi Aksara.
Arikunto S. (2007). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Arikunto S, Suhardjono, Supardi. (2009). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara.
Cahyo, A. N. (2013). Panduan aplikasi Teori-teori Belajar Mengajar. DIVA Press.
Yogyakarta.
Cartin.A.Arthur & Sund. Robert B. (1993). Teaching Science Through Discovery. Ohio:
Memil Publishing Company, A Bell & Houwell Information Company.
Daryanto. (2009). Panduan Proses Pembelajaran . Jakarta: AV.
17
Depdikbud. (2006). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP-SD/MI). Departemen
Pendidikan Nasional. Jakarta.
Depdiknas. (2003). Undang-undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Jakarta.
Dimyati., M. M. (1991). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Depdikbud.
Djamarah, S. B. (2002). Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.
Hendro Damodjo dan Jenny R.E. Kaligis.(1992). Pendidikan IPA II. Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
Maslichah Asy'ary. (2006). Penerapan Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat dalam
Pembelajaran Sains di Sekolah Dasar. Jakarta: Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta
Mudjiono, D. d. (2009). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Mulyasa. (2007). Manajemen Berbasis Sekolah. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Mulyasa, E. (2006). Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan
Menyenangkan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Nana Syaodih Sukmadinata. (2006). Metode Penelitian Pendidikan. Jakarta Remaja Rosda
Karya.
Patta Bundhu. (2006). Penilaian Keterampilan Proses dan Sikap Ilmiah Dalam Pembelajaran
Sains SD. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Permana, M. S. (1999). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
Purwanto, M. (2013). Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Puspitasari. (2009). " Upaya Peningkatan Prestasi Belajar IPA Siswa Kelas III Melalui
Penerapan Metode Guided Iquiry- Discovery".skripsi Surakarta : Universitasi
Sebelas Maret.
Ratumanan, T. (2009). Belajar dan Pembelajaran. Surabaya: Unesa University Press.
Sagala, Syaiful. (2004). Konsep dan Makna Pembelajaran . Bandung: Alfabeta.
Slameto. (2003). Belajar dan Faktor-faktor yang Menpengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.
Sudjana, N. &. (1989). Penelitian dan Penilaian Pendidikan. Bandung: Sinar Baru.
Sudjana, N. (2006). Dasar-Dasar dalam Proses Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Sudjana, N. (2009). Penilaian Hasil Proses Hasil Belajar Mengajar. Bandung: Baru
Algensindo.
Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Pendidikan Pendidikan Kuantitatif, dan R&D. .
Bandung: Alfabeta.
18
Sugiyono. (2008). Statistika untuk Penelitian . Bandung: Alfabeta.
Sukmadinata, N. S. (2006). Metode Penelitian Pendidikan. Jakarta: Remaja Rosda Karya.
Sulistyorini, S. (2007). Model Pembelajaran IPA Sekolah Dasar dan Penerepan dalam KTSP.
Yogyakarta: Global Pustaka Ilmu.
Sulistyorini, S. (2007). Pembelajaran IPA Sekolah Dasar. Jakarta: Tiara Wacana.
Sutrisno, J. (Tanggal 21 April 2008). Pengaruh Metode Pembelajaran Iquiry dalam belajar
Sain terhadap Motivasi Belajar Siswa. .hhtp://www.erlangga.co.id.
Syaiful, S. (2004). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.
Trianto. (2007). Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivis. Surabaya:
Penerbit Pustaka Publisher.
Uno, H. (2007). Model Pembelajaran Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang Kreatif
dan Efektif. Jakarta: Bumi Aksara.
Usman Samatowa. (2011). Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar. Jakarta: Depdiknas.
Usman Samatowa. (2006). Bagaimana Membelajaran IPA di Sekolah Dasar.
Jakarta:Dediknas.
top related