karyatulisilmiah.comkaryatulisilmiah.com/.../uploads/2017/02/ulumul-hadist-2.doc · web viewsatu...
Post on 08-Feb-2020
8 Views
Preview:
TRANSCRIPT
ILMU JARH WAT-TA’DIL(Mencecat dan mengadilkan rawi)
A. TA’RIF
Lafadz “jarh” menurut para muhadditsin ialah sifat seorang rawi yang dapat mencatat
keadilan dan kehafalannya.
Ilmu Jarhi wat-Ta’dil adalah ilmu pengetahuan yang membahas tentang kritikan
adanya aib atau memberikan pujian adil kepada seorang rawi.
Dr. Ajjaj al-Khatib menta’rifkannya sebagai berikut :
أوردها أيتهم رو قبول حيث من الرواة أحوال في يبحث الذى العلم هوArtinya : Ialah suatu ilmu yang membahas hal ihwal para rawi segi diterima atau
ditolak periwayatannya.
B. FAEDAH ILMU JARH WAT-TA’DIL
Faedah ialah untuk menetapkan apakah periwayatan seorang rawi itu dapat diterima
atau harus ditolak sama sekali. Apabila seorang rawi dijarh oleh para ahli sebagai
rawi yang cacat, maka periwayatannya harus ditolak dan apabila seorang rawi dipuji
sebagai orang yang adil, niscaya pernyataannya akan diterima, selama syarat-syarat
yang lain untuk menerima hadist dipenuhi.
Macam-macam keaiban rawi :
1. Bid’ah (melakukan tindakan tercela, diluar ketentuan syari’at).
2. Mukhalafah (melaini dengan periwayatan orang yang lebih tsiqoh).
3. Ghalat ( banyak kekeliruan dalam periwayatan).
4. Jahalatu’l-Hal (tidak dikenal identitasnya).
5. Da’wa’l-inqitha’ (diduga keras sanadnya tidak bersambung).
Jalan-Jalan untuk mengetahui keadilan dan kecacatan rawi dan masalah-
masalahnya.
Keadilan rawi dapat diketahui dengan salah satu dari kedua ketetapan berikut :
Pertama, dengan kepopulerannya dikalangan para ahli ilmu bahwa dia terkenal
sebagai orang yang adil (bisy-syurah). Seperti : Anas bin Malik, Sufyan ats-
Tyasaury, Syu’bah bin al-Hajjaj, Asy-Syafi’iy, Ahmad dsb.
Kedua, dengan pujian dari seseorang yang adil (tazkiyah), yaitu ditetapkan sebagai
seorang rawi yang adil oleh para orang yang adil, ini dapat dilakukan :
a. seorang rawi yang adil
b. setiap orang yang dapat diterima periwayatannya, baik ia laki-laki maupun
perempuan dan orang yang merdeka maupun budak.
Penetapan tentang kecacatan seorang rawi juga dapat ditempuh melalui 2 jalan :
a. berdasarkan berita tentang ketenaran seorang rawi dalam keaiban (fasik atau
pendusta).
b. Berdasarkan pentajrihan dari seorang yang adil yang telah mengetahui sebab-
sebab dia cacat.
1. Syarat-syarat bagi orang yang menta’dilkan dan men-tarjih-kan
Bagi orang yang men-ta’dil-kan (mu’adil) dan orang yang men-jarh-kan (jarih)
diperlukan syarat-syarat. Yakni :
1. Berilmu pengetahuan.
2. Taqwa.
3. Wara’ (orang yang selalu menjauhi perbuatan ma’siat, syubhat, dosa-dosa
kecil, dan makruhat-makruhat).
4. Jujur.
5. Menjauhi fanatic golongan.
6. Mengetahui sebab-sebab untuk menta’dilkan dan untuk mentarjihkan.
2. dapatkah pen-ta’dil-an dan pentarjihan seseorang tanpa menyebutkan sebab-
sebabnya.
I. Men-ta’dil-kan tanpa menyebutkan sebab-sebabnya, diterima. Adapun
mentajrihkan tidak diterima.
II. Untuk ta’dil harus disebutkan sebab-sebabnya, tetapi menjarahkan tidak.
III. Untuk kedua-duanya harus dsebutkan sebab-sebabnya.
IV. Untuk kedua-duanya tidak perlu disebutkan sebab-sebabnya.
Pendapat yang pertama adalah pendapat yang banyak dianut oleh para
muhadditsin, semisal : Bukhory, Muslim, Abu Dawud, dll.
3. Jumlah orang yang dipandang cukup untuk men-ta’dil-kan dan men-tajrih-
kan rawi-rawi.
1. Minimal 2 orang.
2. Cukup seorang saja dalam soal riwayah bukan soal syahadah.
3. Cukup seorang saja, baik dalam soal riwayah maupun soal syahadah.
4. Perlawanan antara jarh dan ta’dil
Apabila terdapat ta’arudl antara jarh dan ta’dil pada seorang rawi, yakni sebagian
ulama men-ta’dil-kan dan sebagian yang lain men-tajrih-kan dalam hal ini ada 4
pendapat.
1. Jarh harus didahulukan secara mutlak, walaupun jumlah mu’adil-nya lebih
banyak dari pada jarhnya. Sebab bagi jarh mempunyai kelebihan ilmu yang
tidak diketahui oleh mu’adil.
2. Ta’dil harus didahulukan daripada jarh, sebab si Jarh dalam meng-aib-kan si
rawi kurang tepat.
3. Bila jumlah mu’adilnya lebih banyak dari pada jumlah jarh, maka yang
didahulukan adalah ta’dil. Sebab jumlah yang banyak itu dapat memperkuat
kedudukan.
4. masih tetap dalam keta’arudlan-nya selama belum ditemukan yang me-rajih-
kannya.
5. Susunan lafadz-lafadz untuk menta’dilkan dan menjarhkan rawi.
Menurut Ibnu Abi Hatim, Ibnu Shalah, dan Imam Nawawy, lafadz itu disusun
menjadi 4 tingkatan, menurut al-Hafidz ad-Dzahaby dan al-Iraqy menjadi 5 tingkatan,
dan Ibnu Hajar menyusunnya menjaid 6 tingkatan.
Pertama : segala sesuatu yang mengandung kelebihan rawi dalam keadilan dengan
menggunakan lafadz-lafadz yang berbentuk af’alut-tafdil atau ungkapan lain yang
mengandung pengertian yang sejenis. Misalnya :
الناس ثق Orang yang paling Tsiqoh أو
عدالة و حفظا الناس Orang yang paling mantap hafalan dan أثبت
lidahnya
الثبت فى المنتهى إليه Orang yang paling top keteguhan hati dan
lidahnya
الثقه فوق ثقة Orang yang Tsiqoh melebihi orang yang tsiqoh
Kedua : Memperkuat ketsiqohan rawi dengan membubuhi satu sifat dari sifat-sifat
yang menunjuk keadilan dan kedlabitannya. Misal :
ثبت ثبت Orang yang teguh (lagi) teguh
ثقه ثقت Orang yang Tsiqoh (lagi) tsiqoh
حجة حجة Orang yang ahli (lagi) petah lidahnya
ثقة Orang yang teguh (lagi) Tsiqoh ثبت
حجة حافظ Orang yang hafidz (lagi) petah lidahnya
متقن Orang yang kuat ingatannya (lagi) meyakinkan ظابط
ilmunya
Ketiga : Menunjuk keadilan dengan suatu lafadz yang mengandung arti kuat ingatan,
Misalnya,
ثبت Orang yang Teguh (hati dan lidahnya)
متقن Orang yang meyakinkan ilmunya
ثقت Orang yang Tsiqoh
حافظ Orang yang hafidz (kuat hafalannya)
حجة Orang yang petah lidahnya
Keempat : Menunjuk keadilan dan kedlabitan, tetapi dengan lafadz yang tidak
mengandung arti kuat ingatan dan adil (tsiqoh), Misalnya :
صدوق Orang yang sangat jujur
مأمون Orang yang dapat memegang amanah
بأسبه ال Orang yang tidak cacat
Kelima : Menunjuk kejujuran rawi, tetapi tidak terpaham adanya kedlabitan.
Misalnya :
الصدق محله Orang yang berstatus jujur
الحديث جيد Orang yang baik hadistnya
الحديث حسن Orang yang bagus hadistnya
الحديث Orang مقرب yang hadistnya berdekatan dengan hadist lain
orang lain tsiqoh.
Keenam : Menunjukkan arti mendekati cacat. Seperti sifat-sifat tersebut di atas yaitu
diikuti lafadz Insya Allah, atau lafadz tersebut di-tasghir-kan (pengecilan arti), atau
lafadz itu dikaitkan dengan sesuatu pengharapan. Misalnya :
به بأس ال بأن ارجو فالن Orang yang diharap Tsiqohnya
صويله فالن Orang yang sedikit kesalehannya
حديثه مقبول فالن Orang yang diterima hadistnya.
Tingkatan dan lafadz-lafadz untuk mentajrih rawi-rawi
Pertama : menunjukkan tentang keterlaluan si rawi tentang cacatnya. Misalnya :
لناس أوضعا Orang yang paling dusta
الناس اكذب Orang yang paling bohong
الوضع فى المنتهى إليه Orang yang paling top kebohongannya
Kedua : Menunjukkan kesangatan cacat dengan menggunakan lafadz berbentuk
shighat mubaghoh. Misalnya :
كذاب Orang yang pembohong
وضاع Orang yang pendusta
دجال Orang yang penipu
Ketiga : Menunjukkan kepada tuduhan dusta, bohong, atau yang lainnya. Misalnya :
لكذب با متهم فالن Orang yang dituduh bohong
بالوضع أومتهم Orang yang dituduh dusta
النظر فيه فالن Orang yang perlu diteliti
سقط فالن Orang yang gugur
الحديث ذاهب فالن Orang yang tidak hadistnya telah hilang
الحديث متروك فالن Orang yang ditinggalkan hadistnya
Keempat : Menunjuk kepada kesangatan lemahnya. Misalnya :
الحديث مطرح Orang yang dilempar hadistnya
ضعيف فالن Orang yang lemah
لحديث مردودا فالن Orang yang ditolak hadistnya
Kelima : Menunjuk kepada kelemahan dan kekacauan rawi mengenai hafalannya,
misalnya :
به يحتج ال ضعيف Orang yang tidak dapat dibuat hujah
hadistnya
مجهول فالن Orang yang tidak dikenal identitasnya
الحديث منكر فالن Orang yang mungkar hadistnya
الحديث مضطرب فالن Orang yang kacau hadistnya
أه و فالن Orang yang banyak menduga-duga
Keenam : menyifati rawi dengan sifat-sifat yang menunjuk kelemahannya, tetapi sifat
itu berdekatan dengan adil, misalnya :
حديثه ضعف Orang yang didlaifkan hadistnya
فيه مقال فالن Orang yang diperbincangkan
خلف فيه فالن Orang yang disingkiri
لين Orang yang lunak فالن
الحجة با ليس فالن Orang yang tidak dapat digunakan
hujjah hadistnya
القوى ليسبا فالن Orang yang tidak kuat
C. KITAB-KITAB ILMU JARH WAT-TA’DIL
1. Ma’rifatur rijal. Karya Yahya Ibni Ma’in.
2. Ad-Dlu’afa’. Karya Imam Muhammad bin Ismail al-Bukhory
3. At-Tsiqat. Karya Abu Hatim bin Hibban al-Butsy
4. Al-Jarhu wat Ta’dil karya Abdur Rahman bin Abi Hatim Ar-Razy
5. Mizanul I’tidal karya Imam Syamsudin Muhammad adz-Dzahaby
6. Lisanul-Mizan karya al-Hafidz ibnu Hajar al-Asqalany
KITAB HADIST ENAM DAN KATEGORINYA
(NAMA-NAMA KITAB HADIST DAN KATEGORINYA)
A. KITAB-KITAB INDUK YANG ENAM (KUTUB AS-SITTAH)
Berkat keuletan dan keseriusan para Ulama’ pada masa tersebut, maka
bermunculanlah kitab-kitab hadist yang hanya memuat hadist-hadist shohih. Kitab-
kiab tersebut pada perkembangannya kemudian disebut dengan Kutub al-Sittah
(Kitab Induk yang Enam) (Ranuwijaya, 1988 : 71)
Ulama pertama yang berhasil menyusun kjitab tersebut ialah Abu Abdillah
Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Bardizbah, yang terkenal dengan Imam
Bukhori (194-252 H) dengan kitabnya al-Jami’ ash-Shohih. Kemudian Abu al-Husain
ibnu al-Hajjaj al-Qusyairy yang dikenal dengan Imam Muslim (204-261 H), dengan
kitabnya al-Jami’ ash-Shahih.
Usaha yang sama dilakukan pula oleh Abu Daud Sulaiman bin Asy’ari bin
Ishak as-Sijistani (202-275 H), Abu Isa Muhammad bin Isa bn Surah at-Tirmidzi
(200-279 H), Abu Abdu ar-Rahman bin Suaid Ibnu Bahr an-Nasa’I (215-312 H), dan
Abu Abdillah Ibnu Yazid Ibnu Majjah (207-273 H.) (Mudasir, 1999 : 109-110). Hasil
karya keempat Ulama’ ini dikenal dengan kitab “SUNAN” yang menurut para
Ulama’, kwalitasnya dibawah karya Bukhori dan Muslim (Suparta, 2002 : 903).
Secara lengkap kitab-kitab yang enam diatas dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Al-Jami’ Ash-Shahih susunan Imam al-Bukhori
2. Al-Jami’ Ash-Shahih susunan Imam Muslim
3. As-Sunan susunan Abu Daud
4. As-Sunan susunan at-Tirmidzi
5. As-Sunan susunan an-Nasa’i
6. As-Sunan susunan Ibnu Majjah
Menurut sebagian ulama’ urutan di atas menunjukkan urutan kualitas masing-
masing, namun sebagian lainnya, tidak selalu baku, sebab ada yang mempersoalkan
apakah urutan pertama itu kaya al-Bukhori atau al-Muslim. Begitu juga halnya
dengan urutan yang lainnya. (Ranuwijaya, 1988 : 71)
Lima urutan pertama di atas oleh ulama’ mutaakhirin disebut al-Ushul
Khamsah atau al-Kutub Khamsah. Sebagian ulama’ mutaakharin, yaitu Abu Fadli bin
Thahir menggolongkan pula ke dalamnya sebuah kitab induk lagi, sehingga
terkenallah di dalam masyarakat al-Kutubus-Sittah (Kitab Enam). Beliau
memasukkan sunan Ibnu Majjah menjadi induk yang keenam. (Shiddiqie, 1997 : 83).
Pendapat ini diikuti oleh Abdul Ghani al-Masduqi, al-Mizzi, kemudian al-Hafidz
Ibnu Hajar dan al-Khazraj.
Sebagian lain yakni Razin dan Ibnu al-’Atsir memandang bahwa kitab al-
Muwatha’ Imam Malik lebih pantas menduduki keenam (akan tetapi bagi kelompok
yang tidak sependapat, tidak memasukkan al-Muwatha’ ini sebagai kitab hadist,
tetapi kitab fiqih), bukan sunan Ibnu Majjah. Ada juga ulama’ yang lain yang
memasukkan al-Sunan atau al-Musnad susunan al-Darimy sebagai kitab yang
keenam, juga kitab al-Muntaqa susunan al-Jurud. (Suparta, 2002 : 252)
Keenam kitab yang terdiri dari dua kitab shahih dan empat kitab sunan yang
dimaksud di atas adalah :
1. Imam Bukhori (194-256 H / 810-870 M)
a. Riwayat Singkatnya
Nama lengkapnya adalah Abu Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim
bin Bardizbah, adalah ulama’ hadist yang sangat masyhur, kelahiran Bukhara
suatu kota di Uzbekistan, yang merupakan simpang jalan antara Rusia, Persia,
Hindia dan Tiongkok. Beliau lebih dikenal dengan Bukhori (putra daerah
Bukhara), beliau di lahirkan setelah sholat Jum’at, tanggal 13 Syawal 194 H ( 21
Juli 810 M).(Saputra, 2002 : 237). Imam Bukhori wafat pada hari jum’at malam
sabtu selesai sholat Isya’ tepat Idul Fitri 1 Syawal 256 H (31 Agustus 870 M).
(Saputra, 2002 : 240).
b. Kitab Shahih al-Bukhori
Ishaq Ibnu Ruwaih salah seorang guru Imam al-Bukhori pernah berwasiat
kepadanya, “Hendaklah engkau menyusun sebuah kitab yang khusus berisi sunah
rasul yang shahih”. Wasiat keinginan gurunya inilah yang mendorong dan
mengilhami Imam Bukhori untuk menyusun sebuah kitab yang berbeda dari kitab-
kitab yang disusun oleh ulama’ sebelumnya. Untuk kitab susunannya ia beri judul,
“al-Jami’ al-Musnad al-Mukhtashar min umuri Rasulillaahi saw. Wasunanih wa
ayyaamih (Syuhbah, 1996 : 57, dalam Abror, 2003 : 198).
Dengan usaha kerasnya dalam mengumpulkan dan meneliti hadist guna
memastikan keshahihannya, akhirnya tersusunlah sebuah kitab hadist sebagaimana
yang kita kenal saat ini. Usaha ini tergambar dalam sebuah pernyataannya, “aku
menyusun kitab-Jami’ al-Musnad al-Mukhtashar min umuri Rasulillaahi saw.
Wasunanih wa ayyaamih adalah hasil seleksi dari 600.000 buah hadist selama 16
tahun. (Syuhbah, 1996 : 58, dalam Abror, 2003 : 199)
Kitab Hadist karya al-Bukhori disusun dengan memakai sistematika membagi
beberapa judul tertentu dengan istilah kitab berjumlah 97 kitab dibagi menjadi
beberapa sub judul dengan istilah bab berjumlah 4550 bab. Menurut Hasbi asy-
Syidiqy babnya berjumlah 3521 (Shiddiqy, 1981 : 208-211). Dimulai dengan bab
bad’u al-wahy kemudian disusul kitab al-iman, kitab al-ilmu, kitab al-wad’u dan
seterusnya dengan jumlah hadist keseluruhan 7275 buah hadist termasuk yang
terulang atau sebanyak 4000 hadist tanpa pengulangan (menurut perhitungan Ibnu
Salah, dikutib oleh Abdul Muhsin Ibnu Hammad al-‘Abad). Perlu untuk diketahui,
ada sejumlah kitab yang tidak memuat bab, ada pula sejumlah bab yang berisi banyak
hadist tetapi ada pula sejumlah bab yang hanya berisi beberapa hadist saja, bahkan
ada pula yang hanya berisi ayat-ayat al-Qur’an tanpa disertai hadist, bahkan ada pula
yang kosong tanpa isi. (Syuhbah, 1996 : 66, dalam Abror, 2003 : 200)
2. Imam Muslim (204-261 H./ 820-875 M.)
a. Riwayat Singkatnya
Nama lengkap Imam Muslim adalah Abu al-Husain ibnu al-Hajjaj al-
Qusyairy. Beliau dinisbatkan kepada Naisabury, karena beliau adalah putera
kelahiran Naisabur pada tahun 204 H (875 M). Yakni kota kecil di Iran bagian timur
laut.
Beliau juga dinisbatkan kepada nenek moyangnya Qusyai ibnu Ka’ab ibnu
Rabi’ah ibnu Sha’sha’ah suatu keluarga bangsawan yang besar (Suparta, 2002 : 240).
Imam Muslim wafat pada hari Ahad bulan Rajab 261 H (875 M). Dan dikebumikan
pada hari Senin di Naisabur (Suparta, 2002 : 241).
b. Kitab Shahih Muslim
Judul aslinya : al-Musnan al-Shahih al-Mukhtashar min al-Sunan bi Naqli
al-’Adli’an Rasul Allah. Para ulama’ menyebut kitab shahih ini sebagai kitab yang
belum pernah didapati sebelum dan sesudahnya dari segi tertib susunannya, sistematis
isinya, tidak bertukar-tukar dan tidak berlebih dan tidak berkurang sanadnya. Secara
global kitab ini tidak ada bandingannya di dalam ketelitian menggunakan isnad.
(Suparta, 2002 : 241)
Untuk mengetahui isi dan sistematika Shahih Muslim secara rinci di bawah ini
dikemukakan tabelnya. Informasi yang disajikan dalam tabel adalah tentang nama-
nama kitab (dalam pengertian bagian), jumlah bab, dan hadist dalam tiap-tiap bab
(Nurhadi, 2003 : 214)
No Nama KitabJumlah
Bab Hadist
1 مقدمة 8 85
2 اإليمان 97 280
3 الطهارة 34 111
4 الحيض 33 126
5 الصالة 52 285
6 الصالة اضع المساجدومو 56 316
7 * وقصرها المسافرين صالة 56 312
8 الجمعة 19 73
9 العيدين 5 22
10 5 االستقاء 17
11 الكسوف 5 29
12 الجنائز 37 108
13 الزكاة 56 177
14 الصيام 40 222
15 االعتكاف 4 10
16 الحج 97 522
17 النكاح 24 110
* Dalam kitab (bagian) ini terdapat bab به يتعلق وما القرآن ل فضائال
18 الرضاع 19 32
19 الطالق 9 134
20 1 اللعان 20
21 العتق 7 26
22 البيوع 21 123
23 المساقة 31 143
24 الفرائض 5 21
25 الهبات 4 32
26 الوصية 6 22
27 النذر 5 13
28 االيمان 13 59
29 و والقصاص المحاربين و القسامةالديات
11 29
30 الحدود 11 46
31 األقضية 11 21
32 اللقطة 6 19
33 السير و الجهاد 51 150
34 االمارة 56 185
35 من ومايؤكل الذبائح و الصيدالحيوان
12 60
36 األضاحى 8 45
37 األشربة 35 188
38 الزينة و اللباس 35 127
39 اآلداب 10 45
40 السالم 41 155
41 وغيرها الحيات قتل 4 26
42 غيرها و األدب من األلفاظ 5 21
43 الشعر 1 10
44 الرؤي 4 23
45 الفضائل 36 174
46 تعال رضىالله الصحابة فضائلعنهم
60 232
47 األداب و البروالصلة 51 166
48 القدر 8 34
49 العلم 6 16
50 و * التوبة و الدعاء و الذكراإلستغفار
27 101
51 التوبة 11 60
52 احكامهم و المنافقين صفة 1 83
53 النار و الجنة و القيامة صفة 19 76
54 اهلها و تعيمها صفة و الجنة 18 101
55 الساعة واشراط الفتن 28 143
56 الرفائق الزهدو 20 75
57 التفسير 8 34
* Pada akhir kitab ini terdapat kitabالرقوق akan tetapi tidak dibuat satu nomor
tersendiri.
Kitab ini disusun dalam rentang waktu yang sangat leluasa, susunannya sangat
sistematis dan pengulangan hadistnya relative sedikit. Namun demikian, dalam kitab
inipun terdapat beberapa hadist yang dikritik. Kritik yang muncul terutama bukan
aspek sanadnya tetapi tertuju pada matannya, hal ini disebabkan karena adanya
perbedaan pemahaman atau pemaknaan (Nurhadi, 2003 : 223)
3. Imam Abu Dawud (202-275 H./ 817-889 M)
a. Riwayat Singkatnya
Nama lengkapnya : Imam Abu Dawud Sulaiman Ibnu al-Asy’ats Ibnu Ishaq
al-Sijistany. Bliau dinisbatkan kepada tempat kelahirannya, yaitu Sisjistan ( terletak
antara Iran dan Afghanistan). Beliau dilahirkan di kota tersebut pada tahun 202 H /
817 M. (Suparta, 2002 : 243). Abu Dawud meninggal pada hari Jum’at 15 Syawal
278 H./ 889 M di Bashra (Suparta, 2002 : 246)
b. Sunan Abu Dawud
Abu Dawud menyusun kitab yang khusus memuat sunnah dan hadist
hukum. Dalam kitab ini beliau tidak hanya memuat hadist shahih saja sebagaimana
Bukhari dan Muslim, tetapi juga memasukkan hadist hasan dan dla’if, maka beliau
menjelaskan kelemahan dari hadist tersebut.
Sunan Abu Dawud ini (pemberian judul Sunan, biasanya bahwa buku
tersebut diberi judul berpatokan pada subyek umum, seperti Thaharah, Shalat, zakat
dsb. Yang berkaitan dengan petunjuk dan praktek Nabi dan opini sahabat biasanya
tidak dicantumkan dalam sunan tersebut. Oleh sebab itu. Kitab-kitab sunan tidak
memuat hadist-hadist yang berkaitan dengan masalah moralitas, sejarah, zuhud, dsb)
merupakan karyanya yang terbesar. Beliau mengaku telah mendengar hadist
Rasulullah SAW. sebanyak 500.000 buah. Dari jumlah itu beliau seleksi dan ditulis
dalam kitab sunannya sebanyak 4800 buah. Beliau cukup puas dengan satu atau dua
hadist dalam setiap bab. Beliau menulis menulis surat kepada ulama’ Mekkah. “Saya
tidak menulis/ membukukan lebih dari satu atau dua hadist shahih dalam setiap bab
walaupun masih ditemukan sejumlah hadist shahih lainnya yang juga berkaitan
dengan masalah yang sama. Kalau semua hadist diambil sana-sini maka jumlahnya
akan menjadi banyak, dan saya lihat hal itu akan menyulitkan. Satu atau dua hadist
akan terasa lebih memudahkan.” Beliau juga pernah mengatakan, ”Saya tidak
meletakkan sebuah hadist yang telah disepakati oleh orang banyak yang telah
ditinggalkannya. Saya jelaskan dalam kitab tersebut nilainya shahih, semi shahih
(yushibhu), mendekati shahih (yuqarrabuhu), dan jika dalam kitab saya tersebut
terdapat hadist yang wahnun syadidun (sangat lemah) saya jelaskan.”
”Adapun yang kami beri penjelasan sedikitpun, maka hadist tersebut
bernilai shahih dan sebagian dari hadist yang shahih ini ada yang lebih shahih dari
pada yang lain.” Tetapi terhadap hadist-hadist yang terlewatkan tidak diberi catatan,
para ulama’ memasukkan ke dalam kategori hadist yang lemah. Kenapa Abu Dawud
membukukan sejumlah hadist lemah dalam sunannya ? Menurut Abu Dawud sebuah
hadist yang lemah, jika tidak terlalu lemah, adalam lebih baik bila dibandingkan
dengan pendapat para Ulama’ itu sendiri. Oleh karena itu, beliau tetap membukukan
hadist lemah tersebut sebagai ganti opini hukum dari pada ulama’ terdahulu (Suparta,
2002 : 244-245)
Imam Ghazali memandang cukup, bahwa kitab Sunan Abu Dawud ini
dibuat pegangan bagi para mujtahid (Suparta, 2002 : 246)
Abu Dawud membagi sunannya dalam beberapa kitab dan setiap kitab
dibagi menjadi beberapa bab. Jumlah kitab sebanyak 35 buah, diantaranya ada tiga
kitab yang tidak terbagi ke dalam bab-bab, sedangkan jumlah babnya sebanyak 1871.
Syarah atas Sunan Abu Dawud :
a. Samsul Haq Azimabadi, menulis Syarah awm al-Ma’bud Syarah Sunan Abi
Dawud,
b. Khalil Ahmad Anshari (w. 1346 H) menulis kitab Syarah Tahdzib Abi Dawud
yang diedit oleh Ahmad Syakir dengan teman-temannya sebanyak 8 jilid
(Suparta, 2002 : 246)
4. Imam al-Tirmidzi (200-276 H./ 824-892 M)
a. Riwayat Hidupnya
Imam Al-Tirmidzi nama lengkapnya Abu Muhammad Isa bin Isa bin Tussah
bin Musa bin Dhahran al-Salami al-Tirmid (Ahmad Muhammad Syaker, karena air
beliau mengalami kebutaan di masa tuanya). Beliau adalah seorang muhaddits yang
dilahirkan di kota Turmudz, sebuah kota kecil di pinggir utara sungai Amuderiya,
sebelah utara Iran. Beliau dilahirkan di kota tersebut pada bulan Dzulhijjah 200 H./
824 M. Muhammad Musthafa ‘Azhami dan Musthafa al-Siba’I menulis kelahiran al-
Tirmidzi tahun 209 H. (Suparta, 2002 : 246). Setelah melakukan perjalanan panjang
untuk belajar dan berdiskusi serta mengarang, sebagai seorang tuna netra Imam
Turmudzi wafat di Tirmidz pada malam Senin tanggal 13 Rajab 279 H./ 829 M,
(Suparta, 2002 : 247)
b. Karya beliau yang terkenal adalah Al-Jami’ atau Sunan Al-Tirmidzi
Penulisan kitab ini diselesaikan pada tanggal 10 Dzulhijjah 270 H. Disebut
kitab al-Jami’ karena kitab ini memuat hadist-hadist yang berkaitan dengan siyar
(hokum internasional), adab (perilaku social), tafsir, aqidah (keyakinan), fitan,
ahkam (hokum dengan berbagai jenisnya), al-Asyrath wa al-Manaqib (biografi Nabi
dan para sahabat tertentu). (Suparta, 2002 : 247)
Secara sistematik kitab al-Jami’ al-Shahih (Sunan al-Turmudzi) secara garis
besar dapat dilihat dari masing-masing juznya sebagai berikut. (Sutarmadji, 1998 :
218-221).
Juz kesatu dibagi menjadi 2 bab, yakni bab al-Thaharah dan bab al-Shalah.
Dari bab ini dibagi menjadi sub-sub bab :
1. Bab al-Thaharah terdiri dari 112 bab dan 148 hadist
2. Bab al-Shalah terdiri dari 62 bab dan 89 hadist.
Juz kedua dibagi menjadi bab Shalah sebagi lanjutan dari juz kesatu, terdiri
dari atas 156 bab dan 195 hadist :
1. Bab Witir terdiri atas 22 bab dan 35 hadist.
2. Bab al-Jum’ah terdiri atas 29 bab dan 41 hadist
3. Bab ‘Idain terdiri atas 9 bab dan 12 hadist
4. Bab al-Safar terdiri atas 44 bab dan 72 hadist.
Juz pertama dan kedua ini di-tahqih dan di-ta’liq oleh Ahmad Muhammad
Syakir. Ahmad Muhammad Syakir membagi juz menjadi abwab, yang disamakan
dengan kitab yang pentahqih dan penta’liq berikutnya. Dari abwab itu dibagi menjadi
semacam sub abwab, tetapi tidak diberi nama judulnya, hanya sejumlah hadist yang
ada relevannya dikelompokkan, sesudah abwab barulah dibagi menjadi bab diberi
judul, sedangkan sub abwab tidak menggunakan judul.
Juz ketiga di-tahqih dan di-ta’liq oleh Muhammad Fu’ad Abd. Al-Baqi’.
oleh Muhammad Fu’ad Abd. Al-Baqi’ juz dibagi menjadi menjadi kitab, dirinci lagi
menjadi bab. Dalam juz ini dibagi menjadi sembilan kitab meliputi :
1. Kitab Zakat, terdiri atas 38 bab dan 73 hadist.
2. Kitab Shiyam, terdiri atas 83 bab dan 126 hadist.
3. Kitab Hajj, terdiri atas 116 bab dan 15 hadist.
4. Kitab Janazah, terdiri atas 76 bab dan 144 hadist.
5. Kitab Nikah, terdiri atas 43 bab dan 65 hadist.
6. Kitab Radha’, terdiri atas 19 bab dan 26 hadist.
7. Kitab Thalaq dan Li’an, terdiri atas 23 bab dan 30 hadist.
8. Kitab Buyu’, terdiri atas 76 bab dan 58 hadist.
9. Kitab Shiyam, terdiri atas 42 bab dan 58 hadist.
Juz keempat di-tahqih dan di-ta’liq oleh Ibrahim ‘Adwah ‘Aud. Juz
keempat ini terdiri dari :
1. Kitab al-Diyat, terdiri atas 23 bab dan 36 hadist.
2. Kitab al-Hudud, terdiri atas 30 bab dan 40 hadist.
3. Kitab al-Shaid, terdiri atas 7 bab dan 7 hadist.
4. Kitab al-Zabaih, terdiri atas 1 bab dan 1 hadist.
5. Kitab al-Ahkam dan al-Wa’id, terdiri atas 6 bab dan 10 hadist.
6. Kitab Al-Dhahi, terdiri atas 24 bab dan 30 hadist.
7. Kitab al-Siyar, terdiri atas 48 bab dan 70 hadist.
8. Kitab Keutamaan Jihad, terdiri atas 26 bab dan 50 hadist.
9. Kitab al-Jihad, terdiri atas 39 bab dan 49 hadist.
10. Kitab al-Libas, terdiri atas 45 bab dan 67 hadist.
11. Kitab al-At’imah, terdiri atas 48 bab dan 72 hadist.
12. Kitab al-Asyribah, terdiri atas 21 bab dan 34 hadist.
13. Kitab Birr wa al-Shilah, terdiri atas 87 bab dan 138 hadist.
14. Kitab al-Thib, terdiri atas 35 bab dan 33 hadist.
15. Kitab al-Fara’idh, terdiri atas 23 bab dan 25 hadist.
16. Kitab al-Washaya, terdiri atas 7 bab dan 8 hadist.
17. Kitab al-Wala’ wa al-Hibbah, terdiri atas 7 bab dan 7 hadist.
18. Kitab al-Fitan, terdiri atas 79 bab dan 111 hadist.
19. Kitab al-Ru’ya, terdiri atas 10 bab dan 16 hadist.
20. Kitab al-Syahadah, terdiri atas 4 bab dan 7 hadist.
21. Kitab al-Zuhud, terdiri atas 64 bab dan 110 hadist.
22. Kitab Sifat al-Qiyamah, al-Raqa’iq dan al-Wara’ terdiri atas 60 bab dan 110
hadist.
23. Kitab Sifat al-Jannah, terdiri atas 27 bab dan 45 hadist.
24. Kitab Jahannam, terdiri atas 38 bab dan 73 hadist.
Juz kelima terdiri dari 10 pembahasan, ditambah satu bahasan tentang ila’
dan di-tahliq oleh Ibrahim ‘Adwah ‘Aud, yaitu :
1. Kitab al-Imam, terdiri atas 18 bab dan 31 hadist.
2. Kitab al-‘Ilm, terdiri atas 19 bab dan 31 hadist.
3. Kitab Isti’zan, terdiri atas 34 bab dan 43 hadist.
4. Kitab al-Adab, terdiri atas 75 bab dan 115 hadist.
5. Kitab al-Nisa’, terdiri atas 7 bab dan 11 hadist.
6. Fadla’il al-Qur’an, terdiri atas 25 bab dan 41 hadist.
7. Kitab al-Qira’at, terdiri atas 13 bab dan 18 hadist.
8. Kitab Tafsir al-Qur’an, terdiri atas 95 bab dan 158 hadist.
9. Kitab al-Da’waat, terdiri atas 133 bab dan 189 hadist.
10. Kitab al-Manaqib, terdiri atas 75 bab dan 133 hadist.
11. Kitab al-‘Ila’, dijelaskan panjang lebar pada beberapa sub-bab.
Kitab al-Jami’ al-Shalih atau Sunan Tirmidzi ditulis al-Tirmidzi pada abad
ke-3 H, yakni periode “penyempurnaan dan pemilahan”. Kitab al-Tirmidzi ini
memuat seluruh hadist kecuali sangat dhaif dan munkar. Satu spesifikasi kitab al-
Tirmidzi adalah adanya penjelasan tentang kwalitas dan keadaan hadistnya. Melalui
Kitab al-Jami’ al-Shalih ini pula al-Tirmidzi memperkenalkan istilah hadist hasan,
yang sebelumnya hanya dikenal istilah hadist shahih dan dha’if. Kriteria itu dengan
konsisten diaplikasikan al-Tirmidzi dalam kitabnya tersebut. (Suryadi, 2003 : 259)
5. Imam Nasa’I (215-303 H./ 835 M)
a.Riwayat Hidupnya
Nama lengkapnya adalah Imam Ahmad ibnu Syu’aib ibnu Ali ibnu Sinan
ibnu Bahr ibnu al-Khurasani al-Nasa’i. Nama beliau dinisbatkan kepada kota tempat
beliau dilahirkan. Beliau lahir pada tahun 215 H. di kota Nasa’I yang masih termasuk
wilayah Khurasan (Suparta, 2002 : 247-248), Beliau wafat pada hari Senin 13 Shafar
303 H./ 915 M di al-Ramlah. Menurut satu pendapat beliau meninggal di Makkah,
yakni saat beliau mendapat cobaan di Damsyik beliau meminta supaya di bawa ke
Makkah, sampai beliau wafat dan kemudian dimakamkan disuatu tempat antara Shafa
dan Marwa. (Suparta, 2002 : 249)
b. Kitab Sunan Nasa’i
Imam Nasa’I sangat selektif dalam menetapkan sebuah criteria seorang
rawi, beliau berhasil menyusun sebuah kitab yang cukup berharga dan sangat “besar”
diberi nama Sunan al-Kubra. Karena di dalamnya beliau mengadakan pemisahan
antara hadist dha’if, hasan dan shahih, maka beliau akhirnya mengarang sebuah kitab
diberi nama al-Mujtaba’ yang merupakan hasil seleksi dari kitab al-Kubra, dan isinya
hanya terdiri dari hadist shahih saja. Kitab al-Mujtaba’ inilah yang akhirnya kita
kenal dengan sekarang dengan nama Sunan al-Nasa’i. (Afdawaiza’, 2003 : 273)
Adapun sistematika penyusunannya dengan lengkap dapat disebutkan
sebagai berikut : (Afdawaiza’, 2003 : 274)
No Nama Kitab Juz Hlm. No Nama kitab Juz Hlm
1 Al-Muqaddimah I 3 4 Al-Haidl I 147
2 Al-Thaharah I 12 5 Al-Ghusl wa al- I 162
Tayamum
3 Al-Miyah I 141 6 Al-Shalah I 178
7 Al-Mawaqif I 198 24 Al-Nikah VI 44
8 Al-Adzan II 3 25 Al-Thalaq VI 112
9 Al-Masajid II 26 26 Al-Khail VI 178
10 Al-Qiblah II 47 27 Al-Ahbas VI 190
11 Al-Imamah II 58 28 Al-Washaya VI 198
12 Al-Jum’ah III 71 29 al-Nahl VI 216
13 Tafsir al-Shalah fi
al-Safar
III 95 30 Al-Hibah VI 226
14 al-Kusuf III 101 31 Al-Ruqaba’ VI 228
15 Al-Istisqa’ III 125 32 Al-‘Umra VI 228
16 Shalat al-Kusuf III 136 33 Al-Aiman wa al-
Nudzur wa al-
Muzara’ah
VII 3
17 Shalat al-‘Idain III 146 34 ‘Asyrah al-Nisa’ VII 58
18 Qiyam al-Lail wa
tathawu’ al-Nahr
III 161 35 Tahrir al-Dam VII 70
19 Al-Janaiz IV 3 36 Qism al-Faj VII 117
20 Al-Shiyam IV 97 37 Al-Ba’iah VII 124
21 Al-Zakah V 3 38 Al-Aqiqah VIII 145
22 Manasik al-Hajj V 83 39 Al-Far’a wa
al-‘Athirah
VII 147
23 Al-Jihad VI 3 40 Al-Shaid wa al-
Zaba’ ibnu Hajr
al-Asqalani
VII 158
41 Al-Dahaya VII 186 44 Qath’u al-Sariq VIII 57
42 Al-Buyu’ VII 212 45 Al-Aiman wa al- VIII 86
Syara’
43 Al-Qasamah VIII 3 46 - - -
Kitab hadist Sunan al-Nasa’I ditulis dengan menggunakan metode al-Sunan
yaitu metode penulisan hadist yang sistematikanya mengikuti bab-bab yang ada
dalam kitab fiqih (Afdawazi’a, 2003 : 227)
6. Imam Ibnu Majjah (209-272 H./ 824-887 M)
a. Riwayat Hidupnya
Ibnu Majjah adalah nama nenek moyangnya yang berasal dari kota
Qazwain, salah satu kota di Iran. Nama lengkap imam ahli hadist yang terkenal
dengan sebutan neneknya ialah Abu Abdillah ibnu Yazid ibnu Majjah. Beliau lahir
pada tahun 207 H./ 824 M (Suparta, 2002 : 249)
Ibnu Majjah wafat pada hari Senin, 21 Ramadhan 273 H./ 887 M. (Suparta,
2002 : 251)
b. Sunan Ibnu Majjah
Sunan ini merupakan salah satu sunan yang empat. Dalam sunan ini banyak
terdapat hadist dhaif, bahkan tidak sedikit hadist yang mungkar. Kitab Ibnu Majjah
berisi 4341 buah hadist, dan sebanyak 3002 telah dibukukan oleh pengarang kitab Al-
Ushul al-Sittah lainnya, baik seluruhnya ataupun sebagian. Jadi 1339 hadist
diriwayatkan oleh Ibnu Majjah sendiri dengan rincian se bagai berikut :
1) 428 buah hadist adalah hadist shahih.
2) 199 buah hadist adalah hadist hasan.
3) 613 buah hadist adalah hadist lemah isnad.
4) 99 buah adalah hadist mungkar dan makdzub.
Bila al-Tirmidzi dan Abu dawud meriwayatkan hadist lemah selalu diberi
keterangan/ catatan dalam kitab mereka, lain halnya dengan Ibnu Majjah, beliau tidak
memberikan komentar apapun. Bahkan untuk hadist yang dustapun, beliau hanya
mengambil sikap diam (Suparta, 2002 : 250)
Kitab Sunan ini disusun secara baik dan indah menurut sistematika fiqih.
Beliau memulai sunan ini dengan bab mengikuti Sunnah Rasullullah SAW. Dalam
bab ini beliau membahas hadist yang menunjukkan segi keutamaan, kewajiban, untuk
mengikutinya dan mengamalkannya.
Terlepas setuju atau tidak setuju, yang jelas derajat sunan Ibnu Majjah lebih
rendah dari Kutub al-Khomsah dan merupakan kitab sunan yang paling banyak
mengandung hadist dhaif. Oleh sebab itu, sebaiknya tidak menjadikan hadist yang
diriwayatkan oleh Ibnu Majjah sebagai dalil, kecuali setelah mengkajinya terlebih
dahulu. Bila ternyata hadist tersebut shahih atau hasan, maka boleh dijadikan
pegangan, jika dhaif hadist tersebut tidak boleh dijadikan pegangan.
Sunan Ibnu majjah ini mempunyai sisi kelebihan yaitu tidak banyak
mengalami pengulangan dan ia terbaik dari penyusunan judul per judul dan sub judul.
Hal ini diakui banyak ulama’. (Suparta, 2002 : 251)
C. PENUTUP
Kitab Hadist yang enam terdiri dari dua (2) shahih dan 4 (empat) sunan.
Yaitu :
1) al-Jami’ al-Shahih susunan Imam al-Bukhori
2) al-Jami’ al-Shahih susunan Imam Muslim
3) Al-Sunan susunan Abu Dawud
4) Al-Sunan susunan Al-Tirmidzi
5) Al-Sunan susunan an-Nasa’i
Kelima kitab di atas, biasanya disebut dengan Al-Kutub al-Khomsah dan
kemudian ada sebagian ulama’ memasukkan kitab hadist yang keenam, sehingga
menjadi al-Kutub al-Sittah. Untuk kitab yang keenam ini para Ulama’ berbeda
pendapat.
Abdul Fadli ibnu Thahir yang mengelompokkan Sunan Ibnu Majjah
menjadi kitab pokok yang enam ini, yang diikuti oleh Abdul Ghani al-Muqsidi, al-
Mizzi, kemudian al-Hafidl Ibnu Hajar dan al-Khazra’I, sedangkan Razin dan Ibnu
al-‘Atsir memandang bahwa kitab al-Muwatha’ Imam Malik lebih pantas menduduki
pokok keenam, bukan sunan Ibnu Majjah. Ada juga Ulama’ lain yang memasukkan
al-Sunan atau Musnad susunan al-Darimy sebagai kitab yang keenam, juga kitab
susunan al-Jarud (Suparta, 2003 : 251-252)
top related