an algorithm for tb screening and diagnosis in people with hiv

22
JOURNAL READING An Algorithm for Tuberculosis Screening and Diagnosis in People with HIV Cain, K.P., et al. The New England Journal of Medicine 2010, ,362;707- 16. Disusun oleh: Titi Widya Lestari I11110015 Pembimbing: dr. Hadi Juanda, Sp.PD

Upload: mutya-yulinda

Post on 11-Jul-2016

9 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

AN ALG TB SCREENING IN

TRANSCRIPT

Page 1: An Algorithm for TB Screening and Diagnosis in People With HIV

JOURNAL READING

An Algorithm for Tuberculosis Screening and Diagnosisin People with HIVCain, K.P., et al. The New England Journal of Medicine 2010, ,362;707-16.

Disusun oleh:Titi Widya LestariI11110015

Pembimbing:dr. Hadi Juanda, Sp.PD

Page 2: An Algorithm for TB Screening and Diagnosis in People With HIV

Latar BelakangTuberculosis (TB) merupakan penyebab utama

kematian pada pasien dewasa yang terinfeksi oleh human immunodeficiency virus (HIV).

Pada beberapa negara, angka kematian mencapai 50% pada pasien HIV yang menjalani pengobatan TB, biasanya dalam waktu 2 bulan setelah terdiagnosis TB.

Diagnosis TB yang terlambat mortalitas meningkat.

Terapi antiretroviral (ARV) dapat mengurangi resiko kematian, tetapi memulai terapi ARV pada pasien dengan TB yang belum diterapi dapat menyebabkan immune-reconstitution inflammatory syndrome (IRIS).

Page 3: An Algorithm for TB Screening and Diagnosis in People With HIV

Latar Belakang (2)Skrining TB direkomendasikan pada pasien

dengan infeksi HIV untuk membantu ditegakkannya diagnosis TB lebih awal dan inisiasi yang aman untuk terapi ARV dan terapi preventif isoniazid.

Chest X Ray (CXR) dan sputum BTA relatif tidak sensitif pada pasien HIV.

Pasien tanpa gejala, CXR normal, dan sputum BTA negatif dapat ditemukan hasil kultur TB positif.

Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan algoritma klinis (evidence-based) untuk skrining dan diagnosis TB pada pasien dengan infeksi HIV, sebelum memulai terapi ARV.

Page 4: An Algorithm for TB Screening and Diagnosis in People With HIV

METODE PENELITIAN

Page 5: An Algorithm for TB Screening and Diagnosis in People With HIV

Sampling Penelitian ini dilaksanakan di klinik yang

menyediakan fasilitas pelayanan untuk pasien HIV yang berada di Kamboja, Thailand, dan Vietnam, pada September 2006-Juli 2008.

Kriteria Inklusi: Pasien HIV dengan atau tanpa gejala TB atau

kecurigaan klinis menderita TB. Pasien HIV usia > 6 tahun. Pasien HIV yang belum dilakukan skrining TB

dengan CXR atau sputum BTA dalam 3 bulan sebelumnya.

Pasien HIV yang belum menerima terapi TB dan terapi preventif isoniazid dalam 1 tahun sebelumnya.

Pasien HIV yang tidak mengkonsumsi obat dengan aktivitas antituberkulosis dalam 1 bulan sebelumnya.

Kriteria Eksklusi: Pasien yang sedang menjalani terapi ARV.

Page 6: An Algorithm for TB Screening and Diagnosis in People With HIV

AssessmentsAnamnesis terstandarisasiPemeriksaan fisik pembesaran kelenjar

limfe perifer dengan diameter > 1 cm (kel.limfe inguinal > 2 cm) ukuran paling besar dilakukan aspirasi

CXRSputum BTA SPS pewarnaan Ziehl-Neelsen

dan kultur pada media Lowenstein-JensenSpesimen urin, darah, dan feses kulturHitung darah lengkapHitung CD4

Page 7: An Algorithm for TB Screening and Diagnosis in People With HIV

Statistical AnalysisPasien yang setidaknya 1 hasil kultur

spesimen (+) M.tuberculosis TBPasien dengan hasil kultur spesimen (-),

pasien dengan setidaknya 1 kultur sputum (+) M.tuberculosis bukan TB

TB skrining awal pasien dengan tanda, gejala klinis, dan riwayat terpapar TB

Populasi dibagi menjadi 2 kelompok:Pasien yang tidak terinfeksi TBPasien yang memerlukan evaluasi lebih lanjut

untuk memastikan ada atau tidaknya infeksi TB

Page 8: An Algorithm for TB Screening and Diagnosis in People With HIV

Statistical Analysis (2)Pasien yang memerlukan evaluasi lebih

lanjut dibagi menjadi 3 grup:Pasien yang terdiagnosis TB tanpa

memerlukan evaluasi lebih lanjutPasien yang tidak terinfeksi TBPasien yang memerlukan evaluasi klinis

tambahan konfirmasi dengan kultur mycobacterium.

Pada tahap diagnostik ini pemeriksaan sputum BTA, CXR, pemeriksaan darah.

Page 9: An Algorithm for TB Screening and Diagnosis in People With HIV

HASIL PENELITIAN

Page 10: An Algorithm for TB Screening and Diagnosis in People With HIV
Page 11: An Algorithm for TB Screening and Diagnosis in People With HIV

Skrining awal 1748 pasien dapat mengikuti penelitian

267 pasien (15%) didiagnosis TB

Usia median 31 tahun (7-72 tahun)

921 pasien (53%) laki-lakiNilai median jumlah sel CD4

242/mm3 (82-396/mm3)

Page 12: An Algorithm for TB Screening and Diagnosis in People With HIV
Page 13: An Algorithm for TB Screening and Diagnosis in People With HIV

Gejala yang dikeluhkan oleh pasien dalam 4 minggu sebelumnya: fatigue (75%), demam (74%), penurunan BB (73%), batuk (71%).

Batuk selama 2-3 minggu gejala yang biasanya sering dilaporkan gejala yang tidak sensitif (sensitivitas batuk 2-3 minggu = 33%, sensitivitas batuk 3 minggu = 22%).

Pemeriksaan sputum BTA (2+) prediktor infeksi TB yang terbaik sensitivitasnya 38%.

CXR relatif lemah sebagai prediktor jika digunakan sebagai pemeriksaan tunggal.

Page 14: An Algorithm for TB Screening and Diagnosis in People With HIV
Page 15: An Algorithm for TB Screening and Diagnosis in People With HIV

Kombinasi yg ke-2 mengurangi 5 false-negative dan meningkatkan 18 pasien yang terdiagnosis TB

1. Demam (durasi apapun) dalam 4 minggu sebelumnya + batuk (durasi apapun) dalam 4 minggu sebelumnya (sensitivitas 91%, spesifisitas 37%) atau batuk dalam 24 jam sebelumnya (sensitivitas 88%, spesifisitas 44%).

2. Batuk (durasi apapun) dalam 4 minggu sebelumnya atau batuk dalam 24 jam sebelumnya + keringat malam 3 minggu/lebih atau keringat malam (durasi apapun) dalam 4 minggu sebelumnya + demam (durasi apapun) dalam 4 minggu sebelumnya atau penurunan nafsu makan (durasi apapun) dalam 4 minggu sebelumnya.

Page 16: An Algorithm for TB Screening and Diagnosis in People With HIV

Algoritma Diagnosis

Page 17: An Algorithm for TB Screening and Diagnosis in People With HIV

PembahasanDalam penelitian pada pasien HIV di Asia Tenggara

ini, ditemukan bahwa anamnesis mengenai adanya 3 gejala utama merupakan pendekatan yang paling efektif untuk mendiagnosis TB.

Pendekatan dalam penelitian ini meningkatkan sensitivitas skrining dan mengidentifikasi pasien yang memerlukan evaluasi lebih lanjut menggunakan uji diagnostik spesifik.

Anamnesis batuk kronik pendekatan yang insensitif dalam skrining TB.

Anamnesis dengan kombinasi gejala efektif 3 gejala (batuk dalam durasi apapun, demam dalam durasi apapun, keringat malam selama 3 minggu/lebih dalam 4 bulan sebelumnya).

Page 18: An Algorithm for TB Screening and Diagnosis in People With HIV

Pasien yang tidak memiliki 3 gejala tersebut dapat memulai terapi preventif isoniazid dan terapi ARV.

Dibandingkan dengan skrining yang hanya didasarkan pada ada/tidaknya batuk kronik, algoritma yang dikembangkan di penelitian ini menurunkan hasil false-negative sebanyak 83%.

Dibandingkan dengan pendekatan menggunakan pemeriksaan sputum BTA dan CXR yang dilakukan pada penderita HIV menurunkan hasil false-negative lebih dari separuh pasien, serta menurunkan jumlah pasien yang memerlukan pemeriksaan sputum BTA dan CXR.

Gejala + CXR meningkatkan sensitivitas.

Page 19: An Algorithm for TB Screening and Diagnosis in People With HIV

Dalam penelitian ini, nilai median hitung sel CD4 mendekati 400/mm3 menurunkan resiko kematian, dibandingkan dengan pasien dengan nilai CD4 yang lebih rendah.

Sejumlah besar pasien-pasien tersebut memiliki hasil sputum BTA (-), M.tuberculosis (+) hanya pada kultur low bacillary burden menurunkan resiko perkembangan resistensi isoniazid dalam terapi preventif isoniazid.

Memulai terapi preventif isoniazid pada pasien yang tidak terdiagnosis TB meningkatkan resistensi terhadap isoniazid.

Memulai terapi ARV pada pasien yang tidak terdiagnosis TB immune reconstitution inflammatory syndrome, tetapi frekuensi dan keparahan sindrom ini lebih rendah pada pasien dengan nilai CD4 yang lebih tinggi.

Page 20: An Algorithm for TB Screening and Diagnosis in People With HIV

Pada pasien dengan hasil sputum BTA (-) pendekatan yang paling efektif adalah kultur mycobacterium.

Relatif bukan TB jika skrining gejala (+), 2 hasil sputum BTA (-), normal CXR, dan CD4 > 350.

Pada pasien dengan abnormal CXR atau CD4 < 350 dokter harus menentukan apakah perlu memulai terapi empiris TB, dan dilakukan kultur spesimen segera.

Pendekatan diagnostik terbaik setidaknya 2 (idealnya 3) kultur sputum, dengan penambahan aspirasi kelenjar limfe. CXR juga berguna.

Page 21: An Algorithm for TB Screening and Diagnosis in People With HIV

KesimpulanAlgoritma diagnosis yang

dikembangkan dalam penelitian ini dikatakan efektif untuk digunakan sebagai alur skrining TB pada pasien HIV usia dewasa di area Asia Tenggara.

Page 22: An Algorithm for TB Screening and Diagnosis in People With HIV

TERIMA KASIH