analisa perikanan tangkap di provinisi aceh-libre
DESCRIPTION
analisa perikanan tangkapTRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Bangsa Indonesia merupakan Negara kepulauan yang memiliki sumber daya alam
yang melimpah baik yang ada di darat maupun yang ada di laut. Perikanan menjadi salah
satu sumber daya yang mempunyai peranan yang penting dalam Pembangunan Nasional.
Berdasarkan Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan (PKSPL) Institut Pertanian Bogor
(IPB) potensi perikanan mencapai 31,935 miliar dolar AS per tahun. Berdasarkan hasil kajian
Asian Development Bank (ADB) potensi ekonomi di wilayah pesisir mencapai 56 miliar
dolar AS per tahun. Produksi perikanan laut sekitar 6,4 juta ton per tahun, perairan umum
sekitar 4,94 ton per tahun, lahan budidaya tambak 1,2 juta hektare, budidaya Laut sebanyak
8,4 juta hektare, dan budidaya Air Tawar 2,2 juta hectare. (SuaraMerdeka.Com24/11/2012).
Menteri Kelautan dan Perikanan Sharif C.Sutardjo mengatakan, sebagai negara yang
70 persen kawasannya berupa perairan dan laut, Indonesia memiliki potensi yang
menggairahkan untuk mengembangkan ekonomi berbasiskan kelautan dan perikanan.
Sehingga nantinya bisa memberikan kontribusi positif terhadap percepatan pembangunan
industrialisasi kelautan dan perikanan, khususnya pada perekonomian nasional
(TribunNews.Com 8/12/2012).
Provinsi Aceh terletak di ujung barat Indonesia, secara geografis di kelilingi oleh laut
yaitu Selat Malaka, Samudera Hindia dan pantai utaranya berbatasan dengan Selat Benggala.
Provinsi Aceh berpotensi mengembangkan sektor perikanan menjadi andalan untuk
menggerakkan perekonomian daerah. Pembangunan subsektor perikanan merupakan salah
satu bagian dari pembangunan pertanian yang diarahkan untuk meningkatkan pendapatan
masyarakat, swasembada hewani, peningkatan devisa negara dan menciptakan lapangan kerja
yang produktif. Pembangunan subsektor perikanan diarahkan pada usaha peningkatan
produksi perikanan yang mencakup perikanan laut, budidaya tambak dan perairan umum
lainnya.
Wilayah pesisir Aceh memiliki panjang garis pantai 1.660 km dengan luas wilayah
perairan laut seluas 295.370 km² terdiri dari laut wilayah (perairan teritorial dan perairan
kepulauan) 56.563 km² dan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) 238.807 km².Wilayah pantai dan
lautnya secara umum di pengaruhi oleh persimpangan arus dan gerakan Samudera Hindia,
Selat Malaka dan Laut Cina Selatan yang berinteraksi dengan daratan pulau Sumatera,
2
Semenanjung Malaka, Kepulauan Andaman dan Nicobar, sehingga menampakkan ekosistem
laut di sepanjang pesisir Aceh sangat sesuai bagi kehidupan,biota laut.
Potensi sumberdaya ikan (stock assesment) di laut untuk perairan teritorial dan
perairan kepulauan sebesar 220.090 ton dan di ZEE sebesar 203.320 ton atau total sebesar +
423.410 ton. Potensi lestari atau Maksimum Sustainable Yield (MSY) laut wilayah sebesar
110.045 ton dan ZEE dengan Total Allowable Catch (TAC) sebesar 80 persen atau + 162.656
ton. Berarti total potensi lestari seluruhnya 272.707 ton dengan tingkat pemanfaatan baru
mencapai 141.619,6 ton (51,93%) tahun 2009 dengan kata lain masih terdapat peluang
pengembangan sebesar 48,07 persen.
Potensi perikanan tangkap provinsi Aceh sempat mengalami krisis dan penurunan
pada saat bencana Gempa Bumi dan Tsunami pada 26 Desember 2004. Hal tersebut
mempengaruhi kondisi perikanan Aceh, seperti banyaknya jumlah Nelayan yang meninggal
di pantai Barat dan Timur , rusaknya infrastruktur dan aset-aset nelayan, kondisi perumahan
yang hancur. Tahapan pembangungan dan rekonstruksi Aceh memberi perhatian yang besar
terhadap sektor perikanan. BRR sendiri sebagai lembaga pernerintah yang diberikana
wewenang untuk melakukan rehabilitasi dan rekonstruksi Propinsi NAD dan Nias pasca
tsunami yang ditetapkan melalui UU No.10 tahun 2005 telah melalukan berbagai kegiatan
mulai dari perencanaan, pelaksanaan, koordinasi, money, dan pengawasan yang terkait
dengan pemulihan kembali kegiatan perikanan tangkap baik di Propinsi NAD maupun Nias.
Salah satu penyebab rendahnya produktivitas di sektor perikanan adalah
eksploitasi perikanan di beberapa daerah telah melebihi kapasitas sumber dayanya atau
disebut dengan tangkap lebih atau overfishing (Fauzi 2004). Masalah tangkap lebih
merupakan isu pokok yang terjadi di beberapa daerah penangkapan ikan. Gordon (1954)
dalam Fauzi (2004) menyatakan bahwa sumber daya ikan pada umumnya open access, Siapa
saja bisa berpartisipasi tanpa harus memiliki sumber daya tersebut. Oleh karena itu, perikanan
tangkap yang tidak terkontrol lini akan megakibatkan economic overfishing. Gejala ini
diyakini telah terjadi di Aceh, yang ditandai dengan tingginya penggunaan input, tetapi tidak
dibarengi dengan peningkatan output dan returns secara proporsional yang maknanya usaha
perikanan tangkap di Aceh semakin tidak efisien (Indra, 2007)
Prasarana dan sarana perikanan tangkap mengalami kerusakan seperti pelabuhan
Perikanan, Pusat Pelalangan Ikan, Tempat Penampungan Ikan, cold storage, pabrik es,
galangan kapal rakyat, unit/alat tangkap, dan pemukiman nelayan. Struktur armada dan usaha
budidaya masih didominasi oleh skala kecil/tradisional dengan kemampuan IPTEK yang
3
rendah. Wilayah pesisir di Provinsi Aceh mengalami kerusakan sebesar 800 Km dari total
1660 Km panjang garis pantai.
Sektor perikanan tangkap terdiri dari nelayan tetap dan nelayan tidak tetap sebanyak
164.080 jiwa, sektor budidaya sebanyak 56.300 jiwa, sektor pengolahan sebanyak 20.670
jiwa dan sektor pemasaran hasil perikanan melalui penjual ikan (mugee eungkoet) mencapai
16.250 jiwa (Statistik Perikanan Tangkap, 2011). Secara lebih rinci, sektor perikanan di Aceh
menyerap 257.300 jiwa tenaga kerja, yang terdiri dari 4 (empat) sektor yaitu : Sektor
penangkapan, Sektor budidaya, Sektor pengolahan, Sektor pemasaran hasil perikanan.
Berdasarkan data dari Dinas Perikanan Aceh, potensi perikanan laut Aceh mencapai
423.410 ton per tahun, sementara yang tergarap oleh nelayan tradisional Aceh baru sekitar
125.000 Ton. Artinya, nelayan Aceh baru mampu menggarap 37 persen dari potensi
perikanan laut Aceh.
Beberapa faktor yang menjadi kelemahan nelayan Aceh dalam mengoptimalkan hasil
perikanan laut antara lain minimnya sarana dan prasarana. Unit teknologi penangkapan.
Nelayan yang ada di Aceh umumnya adalah nelayan tradisonal yang tidak memiliki modal
besar untuk mengembangkan usahanya menjadi lebih besar dan persoalan Sumber daya
manusia yang masih lemah sehingga penguasaan tentang teknik penangkapan dan
pengelolaan ikan masih lemah.
Penurunan produksi perikanan di Provinsi Aceh tidak hanya disebabkan oleh faktor
dan kondisi nelayan yang kurang produktif tetapi juga sarana prasarana yang mendukung
aktivitas penangkapan. Daerah-daerah dengan potensi perikanan yang mengalami penurunan
produksi harus mendapat perhatian dan arah kebijakan. Maka dari itu, berdasarkan
permasalah tersebut penelitian tentang analisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi
perikanan tangkap di Provinsi Aceh perlu dilakukan dan menjadi rekomendasi bagi para
stake holder dalam meningkatkan produksi perikanan tangkap Aceh.
1.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana kondisi produksi perikanan tangkap di provinsi Aceh selama tahun
2007-2011?
2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi produksi perikanan tangkap di
Provinsi Aceh selama tahun 2007-2011?
4
1.3. Tujuan Peneltian
1. Identifikasi kondisi produksi perikanan tangkap di seluruh wilayah
kabupaten/Kota Provinsi Aceh selama tahun 2007-2011.
2. Mengkaji hubungan sebab akibat antara produksi perikanan tangkap dengan
faktor-faktor yang mempengaruhinya
1.4. Referensi Jurnal/Penelitian Terdahulu
Berikut ini beberapa jurnal tentang perikanan tangkap yang menjadi landasann
berfikir dalam penelitian ini.
Tabel 1 Jurnal/Penelitian Perikanan Tangkap No Peneliti Judul Variabel Metode Hasil Penelitian 1 Edy Sumity
(2011)
Dampak Kebijakan Perikanan Taangkap Terhadap Pemberdayaan Masyarakat Pesisir (Studi Kasus di Provinsi Banten)
Nelayan dan Implementasi Kebijakan
Metode deskriptif analisis
1. Implementasi program pemberdayaan nelayan untuk meningkatkan produksi perikanan tangkap sangat dipengaruhi oleh kesejahteraan sosial-ekonomi masyarakat nelayan
2. akses kebijakan dan pengetahuan mengenai program-program pemberdayaan nelayan masih lemah, seperti:
- aspek kebijakan diantaranya regulasi tentang ekologi, teknik penangkapan, perizinan usaha penangkapan ikan, dan retribusi.
- Penggunaan alat penangkapan (jaring) yang tidak diperbolehkan berdasarkan dengan ketentuan daerah.
- Pembinaan sarana-prasarana dalam kegiatan penangkapan dan pelelangan ikan
2 Suharsono, Aziz Nur Bambang,
Elastisitas Produksi Perikanan Tangkap Kota Tegal
Produksi perikanan, jumlah&jenis
Analisa koefesien elastis dengan fungsi
1. Proyeksi produksi perikanan iprediksikan akan lebih baik jika
5
Asrianto (2006)
armada, dan alat tangkap
produksi Cobb Douglas
didasarkan atas elastisitas perilaku faktor produksi.
2. Hasil menunjukkan bahwa unit alat-alat penangkapan bersifat inelastisitas.
3. Unit alat penangkapan yang mempunyai pengaruh negatif pada peningkatan produksi adalah trammel net, gill net hanyut dan cantrang/dogol KM 5 GT-20 GT.
3 Rizwan, Ichsan, dan Ratna Aprilla. (2011)
Effect Of Production Factors On Purse Seine Fish Capture in The Lampulo Coastal Fisheries Port Banda Aceh.
Y=Hasil tangkapan (kg), X1= Ukuran Kapal, X2 Daya Mesin kapal (GT), X3= Panjang jaring pukat cincin (m), X4= kedalaman jaring (m), X5=jumlah awak kapal (orang), X6= BBM (liter), X7=jumlah lampu
Regresi Linear Berganda
1. Ukuran kapal, daya mesin kapal, panjang jaring pukat cincin, dalam jaring pukat cincin,jumlah ABK, BBM, dan jumlah lampu mempengaruhi hasil tangkapan nelayan pukat cincin di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Lampulo, Banda Aceh.
2. Secara parsial, hanya faktor produsi BBM yang berpengaruh nyata terhadap kenaikan hasil tangkapan nelayan pukat cincin di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Lampulo, Banda Aceh. Sedangkan keenam variabel lainnya (ukuran kapal, daya mesin kapal, panjang jaring pukat cincin, dalam jaring pukat cincin, jumlah ABK, dan jumlah lampu) tidak berpengaruh nyata).
4 Juwarti (2003)
Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Hasil
Jumlah perahu, Jumlah alat tangkap,
Alisis grafik, Analisis trend (pertumbuhan),
1. jumlah perahu, jumlah alat tangkap, jenis mesin yang digunakan,
6
Tangkapan Ikan Laut di Pandansimo Kabupaten Bantul
Jenis mesin yang digunakan, jumlah trip dan Jumlah nelayan
dan analisis regresi.
jumlah trip dan jumlah nelayan rata-rata per tahunnya mengalami kenaikan yang diikuti pula oleh tingkat pertumbuhan produksi hasil tangkapan yang cenderung meningkat.
2. Faktor jumlah alat tangkap, jumlah trip, biaya operasional dan musim ikan merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap hasil tangkapan ikan di pantai
3. Terdapat perbedaan hasil tangkapan ikan laut yang dipengaruhi oleh musim ikan yang lebih tinggi.
4. jumlah perahu dan jumlah nelayan secara statistik tidak menunjukkan adanya pengaruh yang bermakna (non signifikan).
.,
7
BAB II
METODE PENELITIAN
2.1. Jenis dan Sumber Data
Jenis data dalam peneltian ini adalah struktur data panel statistik perikanan tangkap
Provinsi Aceh yang menghubungkan time series dan cross section. Data time series diambil
dari tahun 2007-2011 (selama 5 tahun) dan data cross section pada 18 Kabupaten/Kota
Provinsi Aceh. Data penelitian bersumber dari Statistik perikanan tangkap oleh Dinas
Perikanan dan Kelautan Provinsi Aceh. Menurut (Gujarati, 2004), data panel berguna untuk:
1. Menggabungkan informasi dari data time series dan cross section dapat mengatasi
masalah yang timbul ketika ada masalah penghilangan variabel atau (omitted –
variable).
2. memberikan data yang lebih informatif, lebih bervariasi, mengurangi kolinearitas
antarvariabel, memperbesar derajat kebebasan, dan lebih efisien
3. Mendeteksi dan mengukur efek suatu variabel pada variabel lainnya dengan lebih
baik daripada hanya dengan menggunakan data time series atau cross-section
sehingga akan menghasilkan degree of freedom yang lebih besar.
4. Data panel dapat digunakan untuk mempelajari model prilaku (behavioral model)
yang lebih kompleks.
5. Dapat mengurasi bias yang mungkin terjadi bila kita mengaggregasi individu-
individu atau perusahaan-perusahaan ke dalam aggregasi yang luas
2.2. Desain Penelitian
Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah analisa kuantitatif secara
ekonometrika melalui regresi data panel dengan menggunakan program EViews 7.0. regresi
adalah studi bagaimana variabel dependen dipengaruhi oleh satu atau lebih variabel
independen dengan tujuan untuk mengestimasi dan atau memprediksi nilai rata-rata variabel
dependen didasarkan pada nilai variabel independen yang diketahui (Agus Widarjono,
2007). Dalam analisa model regresi data panel dikenal dengan tiga macam pendekatan yang
terdiri dari pendekatan kuadrat terkecil (pooled least square), pendekatan efek tetap (fixed
efect), dan pendekatan efek acak (random effect) (Nachrowi, 2006).
Berdasarkan ketiga teknik estimasi regresi data panel tersebut, maka pada penelitian
ini digunakan model estimasi random effect dengan uji hausman test untuk melihat
8
kecocokan model regresi data panel antara fixed effect dengan random effect. Metode OLS
tidak digunakan karena pada unit individu tidak memiliki intersep dan slope yang sama (ada
perbedaan pada dimensi waktu ). Variabel-variabel yangdigunakan sebagai berikut:
Tabel 2. Varible Peneltian
Varible Satuan Defenisi* Notasi 1. Dependent
Produksi Perikanan Tangkap
Ton Kegiatan/aktvitas ekonomi menangkap atau mengumpulkan ikan/binatang air lainnya/tanaman air yang hidup di laut/perairan umum secara bebas dan bukan milik perseorangan.
Y
2. Independent
Jumlah Nelayan Orang Jumlah Nelayan dihitung berdasarkan pendekatan rumah tangga perikanan, yaitu secara aktif melakukan pekerjaan dalam operasi penangkapan ikan/binatang air lainnya/tanaman air
X1
Alat Penangkapan Ikan Unit kesatuan teknis dalam suatu operasi penangkapan, terdiri dari pukat tarik, pukat kantong, pukat cincin, jaring insang, jaring angkat, pancing, perangkap, dan alat pengumpul.
X2
Perahu Unit Terdiri dari perahu tanpa motor, perahu motor tempel, kapal motor
X3
*Defenisi statitik perikanan tangkap Kementrian Kelautan dan Perikanan, 2011.
9
Disebabkan adanya batasan dalam data-data perikanan tangkap provinsi Aceh, maka
dalam penelitian ini jenis atau klasifikasi alat penangkapan dan perahu di abaikan, artinya
kedua variable tersebut sudah berada dalam satu kesatuan.
2.3. Model Analisis dan Pengujian Hipotesis
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi data panel (pooled),
secara Umum model dapat dirumuskan sebagai berikut:
i = 1, 2, .. N menunjukkan data cross section
t = 1, 2, …T menunjukkan dimensi deret waktu (2007-2011)
αi = koefisien intersep (konstanta)
β = koefisien slope (parameter) dengan dimensi K x 1, dimana K adalah
banyaknya inependent variable.
Y it = Dependent variable unit individu ke-i dan unit waktu ke-t
X it = Independent variable untuk unit individu ke-i dan unit waktu ke-t
Uit = error
1. Fixed effect model (FEM)
Pendekatan FEM Mengasumsikan bahwa tidak ada time spesific effects dan hanya
memfokuskan pada individual spesific effects (Disman,dkk 2010).
Yit = αi + β'Xit + uit
Indeks i pada intersep (αi) menunjukkan bahwa intersept dari masing-masing individu
berbeda, namun intersep untuk unit time series tetap (konstan):
2. Random effect model (REM)
Pendekatan REM melibatkan korelasi antar error terms karena berubahnya waktu
maupun unit observasi (Disman,dkk 2010).
Yit = αi + β'Xit + uit
Dengan asumsi αi adalah variabel random dengan rata-rata α0 sehingga intersep tiap unit
adalah:
αi = α0 + Ɛi, dimana i=1,2,..,N
Sehingga modelnya menjadi :
Y it = α0 + β'Xit + Ɛi + uit
Y it = α0 + β'Xit + wit
ititiit uXY '
10
Suku error gabungan wit terdiri dari komponen error cross section (Ɛi) dan komponen error
time series (uit).
3. Pengujian estimasi REM dan FEM
Untuk menentukan model estimasi REM dan FEM, pengujian yang dilakukan dengan
uji Hausmann yang mengikuti distribusi Chi-Square dengan derajat bebas sebanyak variable
independent. Formulanya adalah sebagai berikut :
H = Q’ Var(Q)-1 Q
Dimana:
Q = (βfem – βrem)
Var (Q) = Var (βfem) – Var (βrem)
H0 : Random Effect (residual tidak berkorelasi dengan regressor)
H1 : Fixed Effect (residual berkorelasi dengan regressor)
Menurut Hausmann (1978) dalam Imam Juhartono (2010), menyatakan bahwa kriteria uji
hipotesis dituliskan sebagai berikut:
- Jika nilai Chi-square hitung > Chi-square table maka tolak H0 yang artinya metode fixed
effect lebih baik untuk mengestimasi data panel, begitu juga sebaliknya jika nilai Chi-
square hitung < Chi-square tabel maka terima H0 yang artinya metode random effect lebih
baik untuk mengestimasi data panel.
- Jika Hasil pengujian p-value< 5%, maka tolak H0 dan terima H1, begitu juga sebaliknya
jika hasil pengujian p-value>5% maka terima H0 dan tolak H1.
2.3. Uji Signifikansi Model (Uji F) dan Uji Signifikansi Koefi sien Regresi (Uji t)
1. Uji F
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah variable bebas secara overall
(model) mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variable tak bebas. Tahapan uji F
adalah sebagai berikut :
a. Merumuskan hipotesis.
Ho: β1 = β2 ….. βi = 0, artinya secara overall variable bebas (jumlah nelayan, alat
penangkapan, dan perahu) tidak memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap jumlah produk perikanan tangkap
11
H1: βi ≠ 0, artinya minimal ada satu variable bebas (jumlah nelayan, alat
penangkapan, dan perahu) mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap
jumlah produksi perikanan tangkap.
b. Menentukan tingkat signifikansi pengujian (α = 0.05).
c. Membandingkan nilai F-statistics dengan F-tabel berderajat bebas (α, k, it-n-k). k
adalah banyaknya variable bebas, i adalah banyaknya cross section dan t adalah
banyaknya time series.
≤ F(α, k, it-i-k), berarti terima Ho
F-stat
> F(α, k, it-i-k), berarti tolak Ho
Pengujian juga bisa dilakukan dengan membandingkan nilai Prob (F-stat)
≥ α berarti terima Ho
Prob (F-stat)
< α berarti tolak Ho
2. Uji t
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah variable bebas secara parsial
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variable tak bebas. Langkah pengujiannya
adalah sebagai berikut :
a. Merumuskan hipotesis
- Ho : β1 > 0, menyatakan Jumlah nelayan tidak memiliki pengaruh
significant terhadap jumlah produksi perikanan tangkap di Provinsi Aceh.
H1 : β1 < 0, menyatakan Jumlah nelayan memiliki pengaruh significant
terhadap jumlah produksi perikanan tangkap di Provinsi Aceh.
- Ho : β2 > 0, menyatakan Jumlah alat penangkapan ikan tidak memiliki
pengaruh significant terhadap jumlah produksi perikanan tangkap di
Provinsi Aceh.
H1 : β2 < 0, menyatakan Jumlah alat penangkapan ikan memiliki pengaruh
significant terhadap jumlah produksi perikanan tangkap di Provinsi Aceh.
- Ho : β3 > 0, menyatakan Jumlah perahu tidak memiliki pengaruh significant
terhadap jumlah produksi perikanan tangkap di Provinsi Aceh.
12
H1 : β3 < 0, menyatakan Jumlah perahu memiliki pengaruh significant
terhadap jumlah produksi perikanan tangkap di Provinsi Aceh.
b. Menentukan tingkat signifikansi pengujian (α = 0.05).
c. Membandingkan nilai t-statistics dengan t-tabel berderajat bebas (α, it-i-k). k
adalah banyaknya variable bebas, i adalah banyaknya cross section dan t adalah
banyaknya time series.
< t(α, it-k-1), berarti terima Ho
|t-stat|
> t(α, it-k-1), berarti tolak Ho
Pengujian juga bisa dilakukan dengan membandingkan nilai Prob (t-stat)
> α berarti terima Ho
Prob (t-stat)
< α berarti tolak Ho
3. Uji R2 ataupun adj-R2
Uji R2 ataupun adj-R2 digunakan untuk melihat sejauh mana variabel-variabel
yang terdapat di dalam model dapat menjelaskan variasi yang terjadi pada variabel tak
bebasnya. Nilai R2 ataupun adj-R2 yang besar menunjukkan bahwa model yang
didapat semakin baik. Perhitungan koefesien determinasi (R2) dengan formula
(sudjana, 1983 : 74) sebagai berikut :
R2 = 徴懲 (眺勅直)徴賃 (脹墜痛銚鎮)
R =√迎態 Dimana :
R2 = Persentase perubahan variabel dependent (Y) yang dipengaruhi
variabel bebas.
R = Besarnya keeratan hubungan antara variabel independent secara dengan variabel
dependent.
13
BAB III
ANALISA DAN PEMBAHASAN
3.1. Trend Produksi Perikanan Tangkap
Tabel 3. Jumlah Produksi Perikanan Tangkap (dalam Ton) Provinsi Aceh Tahun 2007-
2011
Sumber: Statistik Perikanan Tangkap Provinsi Aceh
Kabupaten/Kota 2007 2008 2009 2010 2011 Simelue 3489.2 4325.5 4915.1 4877.6 5496.3
Singkil 5356.6 4642.4 4630.8 4404.9 5228.2
Aceh Selatan 9650 11313.8 11689.4 11869.9 12126.6
Aceh Barat 7587.3 8282.3 8108.8 11217 10715.6
Aceh Besar 6622.9 5057.2 5158.6 5585.1 5916.7
Aceh Barat Daya 8053.9 8692 11968.4 12005.9 11698.9
Nagan Raya 2920.5 3931.9 5227.8 5004.6 4093.5
Aceh Jaya 2635.9 2908.8 2806.2 3000.7 4382.8
Banda Aceh 5919 6462.2 11920.8 9142.2 7903
Sabang 5106.5 4536.7 981.1 1813 2949.8
Aceh Timur 14279.8 13475.5 14954.7 15518.6 17662.2
Pidie 10766.7 9412.7 7828.8 8042.2 7620.4
Bireuen 12676.7 10346.6 11101.3 10955.7 10198.1
Aceh Utara 13107.2 10310.5 11624.3 11091.7 9011.9
Aceh Tamiang 5528.4 4915.3 4667.5 4961.1 4581.7
Langsa 6901.1 7489 7194.6 7185 11735.1
Lhokseumawe 9129.2 9451.3 8722.6 8944.2 7540.8
Pidie Jaya 0 4717.7 6907.3 7053 4818.6
Total Produksi 129,730.90 130,271.40 140,408.10 142,697.40 143,680.20
14
Berdasarkan data statistik perikanan tangkap provinsi Aceh pada tahun 2007-2011,
maka secara total produksi di seluruh Kabupaten/Kota terjadi trend peningkatan produksi
perikanan tangkap. Berikut ini penjelasan tentang trende produksi di beberapa
Kabupaten/Kota dari tahun 2007-2011:
1. Produksi perikanan tangkap pada tahun 2007-2011 mengalami peningkatan di
wilayah Simelue Aceh Selatan, Aceh Barat Daya, Nagan Raya, Aceh Jaya, Banda
Aceh,Langsa, dan Kota Lhokseumawe. Sementara wilayah dengan penurunan
produksi perikanan tangkap terjadi diwilayah Singkil, Aceh Besar, Sabang, Aceh
Timur, Pidie, Bireun, Aceh Utara, dan Aceh Tamiang.
2. Pada tahun 2008-2009 dari 18 Kabupaten/Kota di Provinsi Aceh, sebanyak 9
Kabupaten mengalami peningkatan produksi perikanan tangkap. Aceh Barat Daya,
Banda Aceh, dan Pidie Jaya mengalami peningkatan yang sangat tinggi pada tahun
tersebut. Sementara 9 wilayah Kabupaten/Kota yang mengalami penurunan produksi
perikanan, ekstrem penurunan terjadi di Kota Sabang, Pidie, Kota dan Lhokseumawe.
3. Produksi perikanan tangkap wilayah Kabupaten/Kota di Provinsi Aceh pada tahun
2009-2010 cenderung mengalami trend produksi yang stabil (lonjakan naik-turun
tidak ekstrem). Kabupaten yang mengalami penurunan yang ekstrem adalah Banda
0
2000
4000
6000
8000
10000
12000
14000
16000
18000
Sim
elue
Sing
kil
Aceh
Sel
atan
Aceh
Bar
at
Aceh
Bes
ar
Aceh
Bar
at D
aya
Nag
an R
aya
Aceh
Jaya
Band
a Ac
eh
Saba
ng
Aceh
Tim
ur
Pidi
e
Bire
uen
Aceh
Uta
ra
Aceh
Tam
iang
Lang
sa
Lhok
seum
awe
Pidi
e Ja
ya
Grafik Produksi Perikan Tangkap Prov. Aceh
2007 2008 2009 2010 2011
15
Aceh, sementara peningkatan produksi perikanan di Aceh Barat mengalami
peningkatan yang significant.
4. Peningkatan jumlah produksi perikanan tangkap pada tahun 2010-2011 hanya terjadi
di 7 Wilayah Kabupaten/kota; yaitu Simeulue, Aceh Selatan, Aceh Besar, Aceh
Jaya, Sabang, Aceh Timur, dan Langsa. Sementara 11 wilayah Kabupaten/Kota
mengalami penurunan produksi.
5. Trend produksi perikanan tangkap berada pada kondisi tertinggi pada tahun 2011,
yaitu di Kabupaten Aceh Timur dan Langsa. Trend produksi perikanan tangkap
dengan kondisi penurunan yang ekstrem terjadi di wilayah Kota Sabang, padahal
wilayah tersebut berada pada wilayah perairan.
3.2. Uji Spesifikasi Model
Hasil pengujian model regresi struktural data panel untuk melihat pengaruh jumlah
nelayan, alat-alat penangkapan, dan perahu terhadap produksi perikanan tangkap di Provinsi
Aceh . Pada penelitian ini, dilakukan metode estimasi dengan menggunakan fixed effect
model (FEM) dan random effect model (REM), berikut ini hasil pengujian kedua model
tersebut dengan menggunakan Eviews 7
Tabel 4. Hasil pengujian Estimasi dengan metode FEM
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 4560.207 1558.546 2.925937 0.0046
NELAYAN? 0.753146 0.457839 1.645002 0.1045
Alat? 0.233461 0.359811 0.648842 0.5186
PERAHU? 0.125512 0.919745 0.136463 0.8919
Tabel 5. Hasil Pengujian Estimasi dengan metode REM
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 4573.837 1044.706 4.378111 0.0000
NELAYAN? 0.667203 0.246282 2.709102 0.0081
UNIT? 0.249784 0.354863 0.703889 0.4834
PERAHU? 0.419502 0.805710 0.520661 0.6039
16
Untuk menentukan model regresi data panel yang paling sesuai antara metode FEM
dengan REM, maka dilakukan uji Hausman. Berdasarkan hasil uji tersebut maka
didapatkan hasil sebagai berikut:
Chi Square Statisitik = 0.449068
DF = 3
Prob = 0.9299
Hipotesis untuk pengujian ini adalah
H0= REM
H1= FEM
a. Berdasarkan hasil dari uji Hausman test di peroleh nilai Chi Square statistik
adalah 0,449068, sedangkan nilai Chi Square tabel dengan df=3 dan tingkat
signifikansi (α)=5% adalah 7.8147. Maka diperoleh kesimpulan bahwa Chi Square
hitung < Chi Square tabel, yaitu model yang paling sesuai digunakan dalam uji
estimasi data panel adalah random effect model (REM) .
b. Berdasarkan Nilai Prob dalam pengujian Hausman, nilai p-value sebesar 0,09299
(lebih besar dari signifikansi 5%) sehingga pernyataan H0 diterima. Dengan
demikian, model regresi data panel yang paling sesuai adalah menggunakan
random effect model (REM) .
c. Menurut nacrowi (2006), jika data panel estimasi untuk jumlah cross section lebih
banyak daripada jumlah time series (i>t), maka estimasi dengan REM lebih tepat
daripada FEM.
Pyndick dan Rubenfield (1998) dalam Najwa (2009), menyatakan bahwa pengujian
data panel dengan REM diasumsikan bahwa komponen error individual tidak berkorelasi satu
sama lain dan tidak ada autokorelasi antar individu (cross section) maupun antar waktu (time
series). Variable-variable pada data cross section dan time series diasumsikan terdistribusi
normal dengan deraja bebas yang tidak berkurang, sehingga model REM dapa diestimasi
sebagai generalized least square yang akan memenuhi sifat BLUE (Best Linear Unbiased
Estimation. Dengan demikan adanya gangguan atau pelanggaran asumsi klasi dalam model
REM telah terdistribusi secara normal sehingga tidak diperlukan treatment asumsi klasi
autokorelasi, multikolinearitas, dan heterokedastisitas (Nugroho dan Lana, 2007)
17
3.3. Analisa Hasil Regresi Data Pane Random Effect Model
Berdasarkan hasil uji regresi data panel dengan metode random effect model, maka
hasil pengujian dijelaskan dalam tabel berikut ini:
Tabel 6. Hasil Pengujian Random effect Model
Variable Dependent: Produksi
Regresor Koefesien SE T stat Prob
C 4573.837 1044.706 4.378111 0.0000
Nelayan 0.667203
0.246282 2.709102 0.0081
Alat 0.249784 0.354863 0.703889 0.4834
Perahu 0.419502
0.805710 0.520661 0.6039
Random effect cross
Intercept Value
Simelue
Singkil
Aceh Selatan
Aceh Barat
Aceh Besar
Aceh Barat Daya
Nagan Raya
Aceh Jaya
Banda Aceh
Sabang
Aceh Timut
_Pidie
Bireun
Aceh Utara
Aceh Tamiang
Langsa
Lhokseumawe
-3206.876
-1956.522
-58.60738
2690.229
-244.8858
3819.374
-1064.292
-1972.949
2360.058
-2414.790
3813.715
846.8123
-812.9052
1401.048
-4478.954
257.8055
2687.471
18
Pidie Jaya
-1665.731
R-squared 0.152052
Adjusted R-squared 0.122473
S.E. of regression 1442.920
F-statistic 5.140441
Prob(F-statistic) 0.002565
Sum squared resid 1.79
Hasil Olahan Eviews 7
Hasil running model dengan Pengujian REM dapat dinyatakan dalam persamaan
berikut ini:
Produksiit = 4573.837 + 0.667203Nelayanit + 0.249784Alatit + 0.41952Perahuit + wit
3.3.1. Interpretasi Hasil Uji Regresi metode Random Effect Model
Berdasarkan hasil estimasi Random Effect Model secara statistik variabel jumlah
nelayan, Alat penangkapan, dan jumlah perahu berpengaruh positif terhadap variabel jumlah
produksi perikanan tangkap. Hasil interpretasi regresi panel random effect adalah sebagai
berikut:
1. Jumlah nelayan berpengaruh positif terhadap peningkatan produksi perikanan
tangkap, dengan nilai koefesien regresinya sebesar 0,667. Artinya setiap
Kenaikan/Penambahan satu orang nelayan di tiap Kabupaten/Kota selama periode
2007-2011, maka produksi perikanan tangkap meningkat sebesar 0,667 ton dengan
asumsi bahwa faktor faktor lain diluar model dianggap tetap.
2. Alat penangkapan berpengaruh positif terhadap peningkatan produksi perikanan
tangkap, dengan nilai koefesien regresinya sebesar 0,25. Artinya setiap
19
kenaikan/penambahan sejumlah satu unit alat penangkapan ikan di tiap
Kabupaten/Kota selama periode 2007-2011, maka produksi perikanan tangkap
meningkat sebesar 0,25 ton dengan asumsi bahwa faktor faktor lain diluar model
dianggap tetap.
3. Jumlah perahu berpengaruh positif terhadap peningkatan produksi perikanan
tangkap, dengan nilai koefesien regresinya sebesar 0,42. Artinya setiap penambahan
sejumlah satu unit perahu di tiap Kabupaten/Kota selama 2007-2011, maka
produksi perikanan tangkap meningkat sebesar 0,42 ton dengan asumsi bahwa
faktor diluar model dianggap tetap
4. Random effect model menganggap efek rata-rata dari data cross section dan time
series di representasikan dalam intersep (Nachrowi, 2006). Berdasarkan hal
tersebut, nilai intersep dari masing-masih wilayah Kabupaten/Kota Provinsi Aceh
menghasilkan nilai yang berbeda-beda yang menujukkan bahwa apabila tidak
terjadi perubahan pada jumlah nelayan, jumlah alat penangkapan, dan jumlah
perahu maka produksi perikanan tangkap adalah Cit + 4573.837 (nilai Cit tiap
Kabupaten/Kota). Sebanyak 10 Kabupaten/Kota ( Simelue, Singkil, Aceh Selatan,
Aceh Besar, Nagan Raya, Aceh Jaya, Sabang, Bireun, Aceh Tamiang, dan Pidie
Jaya) mempunyai nilai koefesien negatif. Sedangkan sebanyak 8 Kabupaten/Kota
(Aceh Besar, Aceh Barat Daya, Banda Aceh, Aceh Timur, Aceh Utara, Langsa,
Lhokseumawe) mempunyai nilai koefesien intersep negatif.
5. Kabupaten dengan jumlah rata-rata produksi perikanan tangkap tertinggi selama
periode 2007-2011 adalah Kabupaten Aceh Barat Daya, sedangkat jumlah rata-rata
produksi perikanan tangkap terendah selama periode 2007-2011 adalah Kabupaten
Simelue.
6. Untuk mengevaluasi produksi perikanan tangkap, pemerintah daerah harus
menyesuaikan penambahan jumlah nelayan, alat penangkapan, dan perahu dengan
kondisi perikanan tangkap di tiap-tiap Kabupaten.Kota. Hal ini mengingat masing-
masing Kabupaten/Kota mempunyai koefisien intercept yang berbeda-beda.
3.3.2. Hasil Uji F
Pengujian F-statistik digunakan untuk menguji signifikansi dari semua variabel bebas
sebagai suatu kesatuan atau mengukur pengaruh variabel bebas secara bersama-sama
(serempak). Pengujian dilakukan menggunakan distribusi F dengan cara membandingkan
nilai F-statistik yang diperoleh dari hasil regresi dengan F-tabelnya. Dari hasil analisis
20
menunjukkan bahwa F-statistik sebesar 5.140441 dan F-Tabel (0.05, 3, 86) adalah 2.76, dengan
demikian F-statistik > F-Tabel artinya semua variabel independen secara bersama-sama
berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Dengan kata lain, jumlah nelayan,
jumlah alat penangkapan ikan, dan jumlah perahu secara bersama-sama signifikan
mempengaruhi produksi perikanan tangkap.
3.3.3. Uji T
Uji T-stat dilakukan untuk mengetahui signifikansi masing-masing variabel bebas
dalam mempengaruhi variabel tidak bebas. Dalam uji ini, suatu koefisien disebut signifikan
secara statistik jika t-stat berada pada daerah kritis yang dibatasi oleh nilai t-tabel sesuai
dengan tingkat signifikansi tertentu. Pada model ekonometrik yang digunakan untuk
mengestimasi, didapat nilai t-kritis sebagai berikut:
Tabel 5. Uji T
Degree of
freedom
df = (n–k-1)*
Significance
Level T-tabel T-statistik
86
0.05 1.671
- Jumlah nelayan=2.709
- Alat Penangkapan Ikan= 0.704
- Jumlah Perahu= 0.521
*n= jumlah observasi (it = 90)
k = banyaknya variable bebas = 3
1. Variabel Jumlah Nelayan
Berdasarkan hasil pengujian, t-stat jumlah nelayan bernilai 2.709 lebih besar dari pada T-
tabel(0.05,86) 1.671, artinya tolak H0 yang bermakna jumlah nelayan berpengaruh significant
terhadap jumlah produksi perikanan tangkap pada tingkat kepercayaan 95 %.
2. Variable Alat Penangkapan Ikan
Berdasarkan hasil pengujian, t-stat alat penangkapan ikan bernilai 0.704 lebih kecil dari
pada T-tabel(0.05,86) 1.671, artinya terima H0 (t-stat < T-table) yang bermakna alat
penangkapan ikan tidak berpengaruh terhadap jumlah produksi perikanan tangkap pada
tingkat kepercayaan 95 %.
21
3. Variable jumlah Perahu
Berdasarkan hasil pengujian, T-stat jumlah perahu bernilai 0.521 lebih kecil daripada T-
tabel(0.05,86) bernilai 1.671. artinya terima H0 (t-stat < T-table) yang bermakna jumlah nelayan
berpengaruh significant terhadap jumlah produksi perikanan tangkap pada tingkat
kepercayaan 95 %
3.3.4. Koefesien Determinasi (Adj R2)
Pada pengujian spesifikasi model , dapat disarankan random effect masingmasing
wilayah investasi signifikan dalam model. Dalam REM ,random effect merupakan pembeda
karakteristik gangguan acak masing-masing wilayah investasi. Koefisien random effect pada
Tabel 3.2 menjelaskan seberapa besar komponengangguan acak pada masing-masing wilayah
investasi berbeda dai nilai intersep pada model taksiran umum, sehingga model taksiran
realisasi total investasi asing dan dalam negeri untuk masing-masing wilayah di Provinsi
Jawa Barat dapat ditulis sebagai berikut :
Berdasarkan Tabel 5, dapat nilai koefisien determinasi (R2) adalah 0.15 % dan adj R2
sebesar 0.12 %. Untuk memperkuat hasil pengujian model estimasi, maka digunakan nilai
Adj R2 yang artinya bahwa sekitar 12 % dari variabel dependent yaitu jumlah produksi
perikanan tangkap dapat dijelaskan oleh variabel-variabel bebasnya yaitu jumlah nelayan,
alat perikanan tangkap, dan perahu sementara sisanya 88% dijelaskan oleh variabel-variabel
lain yang tidak dimasukan kedalam model.
Menurut Baltagi (2001), model random effect lebih efisien daripada model fixed
meskipun dalam kondisi tersebut Adjusted R-squared hasil dari model random lebih kecil
dibandingkan Adjusted R-squared yang dihasilkan model Fixed effect. Nilai koefesien
determinasi yang kecil menunjukkan fenomena produksi perikanan tangkap berkaitan dengan
model estimasi pada ilmu perilaku sosial. Perilaku penelitian pada ilmu social umumnya
berinteraksi dengan perilaku manusia yang sangat sulit diprediksi, sehingga banyak variabel
yang mempengaruhi suatu perilaku manusia.
Hal ini juga mengindikasikan bahwa produksi perikanan tangkap 18 Kabupaten/Kota
di Provinsi Aceh selama 2007-2011 memiliki banyak keberagaman faktor-faktor yang
mempengaruhinya. Jumlah nelayan yang bertambah, jumlah alat penangkapan yang
bertambah , dan jumlah perahu yang bertambah belum tentu memperlihatkan kondisi real
peningkatan jumlah produksi perikanan tangkap di 18 Kabupaten/Kota Provinsi Aceh.
22
BAB IV
Kesimpulan dan Rekomendasi
4.1. Keseimpulan
Berdasarkan analisa dan pembahasan, maka dapat diambil beberapa kesimpulan
diantaranya:
1. Total Produksi perikanan tangkap Provinsi Aceh dari tahun 2007-2011 terus
mengalami peningkatan. Namun beberapa wilayah mengalami trend produksi yang
fluktuatif selama 5 tahun tersebut. Kabupaten Aceh Timur menjadi wilayah dengan
Produksi perikanan tangkap tertinggi, yang dicapai pada tahun 201. Produksi
perikanan tangkap paling rendah adalah wilayah Kota Sabang.
2. Berdasarkan hasil estimasi regresi data panel dengan metode random effect model,
faktor-faktor yang mempengaruhi produksi perikanan tangkap di 18 Kabupaten/Kota
Provinsi Aceh pada tahun 2007-2011 adalah jumlah nelayan, jumlah alat
penangkapan, dan jumlah perahu berpengaruh positif terhadap peningkatan produksi
perikanan tangkap. Artinya nilai koefesien masing-masing variabel bebas adalah:
a. Kenaikan jumlah nelayan 1 orang per tahun di 18 Kabupaten/kota Provinsi Aceh
selama periode 2007-2011, meningkatkan produksi perikanan tangkap sebesar
0.667 Ton.
b. Kenaikan jumlah alat penangkapan ikan sebanyak 1 unit di 18 Kabupaten/kota
Provinsi Aceh selama periode 2007-2011, meningkatkan produksi perikanan
tangkap sebesar 0.25 Ton.
c. Kenaikan jumlah perahu sebanyak 1 unit di 18 Kabupaten/kota Provinsi Aceh
selama periode 2007-2011, meningkatkan produksi perikanan tangkap sebesar
0.42 Ton.
3. Hasil Uji Fisher (uji F) menunjukkan bahwa variable jumlah nelayan, alata
penangkapan, dan perahu berpengaruh secara significant terhadap jumlah produksi
perikanan tangkap di 18 Kabupaten/Kota Provinsi Aceh selama periode 2007-2011.
Hasil uji parsial (uji T) menunjukkan bahwa hanya variable jumlah nelayan yang
berpengaruh secara significant terhadap produksi perikanan tangkap, sementara
variable jumlah alat penangkapan dan jumlah perahu tidak berpengaruh secara
significant terhadap produksi perikanan tangkap.
4. Hasil uji estimasi regresi data panel random effect model hanya mampu menjelaskan
variable jumlah nelayan, alat penangkapan, dan perahu terhadap variable produksi
23
perikanan tangkap sebesar 12%, semetara 82 % produksi perikanan tangkap
dipengaruhi diluar variable-variable lain.
5. Evaluasi produksi perikanan tangkap harus harus dilakukan pada tiap Kabupaten/Kota
Provinsi Aceh yang berkaitan dengan pilihan pengambilan kebijakan untuk
peningkatan produksi perikanan tangkap, yaitu pilihan memperbaiki kualitas hidup
(welfare) nelayan untuk peningkatan jumlah nelayan atau pilihan memberikan
bantuan alat penangkapan dan perahu.
4.2. Rekomendasi
1. Perlu adanya skala prioritas mengenai penambahan bantuan alat penangkapan
ikan dan perahu pada tiap Kabupaten/Kota untuk meningkatkan produksi
perikanan tangkap.
2. Peningkatan jumlah nelayan untuk meningkatkan produksi perikanan tangkap
dapat dilakukan dengan meningkatkan kualitas hidup nelayan seperti jaminan
kesehatan, asuransi keselamatan nelayan, tunjangan-tunjangan, dan insentif untuk
peningkatan produksi.
3. Perlu adanya penelitian lanjutan mengenai pengaruh upah nelayan, saran-prasaran
Tempat Penampungan Ikan (TPI), jenis alat penangkapan ikan secara spesifik, dan
jenis perahu yang digunakan (bermotor dan tidak bermotor) untuk tiap wilaya
Kabupaten/Kota.
24
DAFTAR PUSTAKA
Andri Yudhi. 2011. Tutorian EVIEWS 4. Bahan Asistensi Ekonometrika Universitas
Indonesia. Baltagi, B.H. (2001). Econometric analysis of panel data. (2nd Edition). West Sussex: John
Wiley & Sons, LTD. Dinas Kelautan dan perikanan Provinsi Aceh. 2012.Data Statistik Perikanan Tangkap
Provinsi Aceh 2007-2011. Disman, dkk . 2010. Bahan Ajar Ekonometrika. Program Studi Pendidikan Ilmu Ekonomi
dan Koperasi, UPI Bandung. Fauzi, A. 2004. Ekonomi Sumber daya Alam dan Lingkungan: Teori dan Aplikasi. Gramedia
Pustaka Utama: Jakarta. Gujarati, Damodar N. 2004. Basic Econometrika Fifth Edition. The Mc. Growt Hill Compries
Inc. New York. Juhartono, Imam. 2010. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Harga Obligasi
Korporasi di Indonesia. Thesis, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Juwarti. 2003. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Tangkapan Ikan Laut di
Pandansimo Kabupaten Bantul. Thesis, Managemen Agribisnis. Program Pasca Sarjana Universitas Gajahmada. Yogyakarta.
Kementrian Kelautan dan Perikanan. 2012. Statistik Perikanan Tangkap 2011. Khairana, Najwa. 2009. Analisis Eksistensi Konservatisme Nilai Earnings terhadap Return
Saham Perusahaan Manufaktur Pada Tahun 2002-2008. Thesis, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia
Nahrowi, D. Nachrowi dan Usman, Hardius. 2006. Pendekatan Populer daan Praktis
Ekonometrika Untuk Analisis Ekonomi dan Keuangan. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi.
Nugroho, Yoenanto dan Lana Soelistianingsih. 2007. Analisis Disparitas Pendapatan
Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi Regional. Working Paper, Universitas Indonesia
Rizwan, dkk. 2011. Effect of Production Factors On Purse Seine Fish Capture in The
Lampulo Coastal Fisheries Port Banda Aceh. Jurnal Natural Vol. 11, No 1. Suharsono, dkk. 2006. Elastisitas Produksi Perikanan Tangkap Kota Tegal. Jurnal Pasri Laut
Vol. 2, No 1, Juli 2006: 26-36.
25
Sumirat, Edy. 2011. Dampak Kebijakan Perikanan Terhadap Pemberdayaaan Masyarakat Nelayan (Studi Kasus Wilayah Provinsi Banten). Thesis Kajian Strategik Ketahanan Nasional, Pascasarjana Universitas indonesia. Jakarta
Tim Penulis. 2011. Modul Eviews 6. Unit Pengembangan Fakultas Ekonomi, Universitas
Diponegoro. Zainun, Indra. 2007. Analisis Efisiensi Perikanan Tangkap di Provinsi Aceh. Academic. Edu. SuaraMerdeka.Com24/11/2012).
TribunNews.Com 8/12/2012.
26
Lampiran 1
Data Produksi Produksi Perikanan Tangkap, Jumlah Nelaayaan, Jumlah Alat
Penangkapan Ikan, dan Jumlah Nelayan
Kabupaten/Kota Tahun
Produksi Perikanan Tangkap
(Ton)
Jumlah Nelayan
Jumlah Unit Alat
Penangkapan Ikan
Jumlah Perahu
Simelue 2007 3489.2 3251 2896 2527 2008 4325.5 3453 1964 2527 2009 4915.1 3274 1855 1149 2010 4877.6 3274 1855 1149 2011 5496.3 3274 1855 1149
Singkil 2007 5356.6 2772 1910 505 2008 4642.4 2772 1910 505 2009 4630.8 2772 647 505 2010 4404.9 2772 647 505 2011 5228.2 2772 633 505
Aceh Selatan 2007 9650 7414 2405 2198 2008 11313.8 7563 3767 2333 2009 11689.4 7553 4644 2290 2010 11869.9 7553 4212 2290 2011 12126.6 7553 2157 2062
Aceh Barat 2007 7587.3 1695 937 880 2008 8282.3 1695 1194 892 2009 8108.8 1749 902 892 2010 11217 1749 930 892 2011 10715.6 1749 841 854
Aceh Besar 2007 6622.9 1354 903 447 2008 5057.2 1354 530 530 2009 5158.6 1500 596 584 2010 5585.1 1500 596 584 2011 5916.7 1500 628 584
27
Aceh Barat Daya 2007 8053.9 3463 852 663 2008 8692 1803 721 649 2009 11968.4 1744 816 688 2010 12005.9 1744 816 688 2011 11698.9 1744 508 689
Nagan Raya 2007 2920.5 1270 322 328 2008 3931.9 720 269 316 2009 5227.8 738 484 316 2010 5004.6 738 484 316 2011 4093.5 738 337 297
Aceh Jaya 2007 2635.9 802 275 170 2008 2908.8 802 195 170 2009 2806.2 802 209 170 2010 3000.7 802 209 170 2011 4382.8 802 187 170
Banda Aceh 2007 5919 1493 147 147 2008 6462.2 1493 230 147 2009 11920.8 1493 374 374 2010 9142.2 1493 407 374 2011 7903 1493 443 423
Sabang 2007 5106.5 918 673 390 2008 4536.7 1108 939 589 2009 981.1 918 604 591 2010 1813 1136 261 591 2011 2949.8 1136 373 457
Aceh Timur 2007 14279.8 8290 3236 1293 2008 13475.5 8290 2811 1314 2009 14954.7 8290 1395 1314 2010 15518.6 8290 1395 1314 2011 17662.2 8290 960 1314
Pidie 2007 10766.7 3768 3388 1728 2008 9412.7 3768 2808 1331 2009 7828.8 3018 1261 1261 2010 8042.2 3018 1261 1261 2011 7620.4 3018 1098 1098
Bireuen 2007 12676.7 9121 2668 1416 2008 10346.6 9432 2668 1416 2009 11101.3 9432 1524 1416
28
2010 10955.7 9432 1524 1416 2011 10198.1 9432 1535 1424
Aceh Utara 2007 13107.2 5222 2378 2088 2008 10310.5 5222 2214 2088 2009 11624.3 5222 2305 2305 2010 11091.7 5222 2305 2305 2011 9011.9 5222 1978 2305
Aceh Tamiang 2007 5528.4 7051 797 825 2008 4915.3 5762 785 825 2009 4667.5 7051 963 825 2010 4961.1 7051 963 825 2011 4581.7 7051 825 825
Langsa 2007 6901.1 4388 860 403 2008 7489 4388 860 407 2009 7194.6 4388 475 407 2010 7185 4388 475 407 2011 11735.1 4388 459 407
Lhokseumawe 2007 9129.2 790 738 782 2008 9451.3 1097 738 782 2009 8722.6 1441 793 782 2010 8944.2 1441 793 782 2011 7540.8 1441 624 782
Pidie Jaya 2007 0 0 0 0 2008 4717.7 2863 740 732 2009 6907.3 2863 650 650 2010 7053 2863 650 650 2011 4818.6 2863 650 650
Total Produksi 2007 129,730.90 63,062 25,385 16,955 2008 130,271.40 63,585 25,343 16,527 2009 140,408.10 64,248 20,497 16,519 2010 142,697.40 64,466 19,783 16519 2011 143,680.20 64,466 16,091 15,995
29
Lampiran 2 Fixed Effect Model
Dependent Variable: PROD? Method: Pooled Least Squares Date: 12/25/13 Time: 09:50 Sample: 2007 2011 Included observations: 5 Cross-sections included: 18 Total pool (balanced) observations: 90
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 4560.207 1558.546 2.925937 0.0046
NELAYAN? 0.753146 0.457839 1.645002 0.1045 UNIT? 0.233461 0.359811 0.648842 0.5186
PERAHU? 0.125512 0.919745 0.136463 0.8919 Fixed Effects
(Cross) _SML--C -3128.924 _SKL--C -2127.070 _AS--C 17.78272 _AB--C 2985.999
_ABS--C -198.2355 _ABD--C 4084.170 _NR--C -1085.806 _AJ--C -2088.881
_BNA--C 2473.258 _SBG--C -2467.259 _AT--C 3752.538 _PDI--C 1049.027 _BRN--C -1202.415 _AU--C 1735.559
_ATM--C -5051.540 _LGS--C 38.86741 _LSM--C 2991.749 _PJ--C -1778.818
Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) R-squared 0.870106 Mean dependent var 7630.700
Adjusted R-squared 0.832456 S.D. dependent var 3578.626 S.E. of regression 1464.808 Akaike info criterion 17.61780 Sum squared resid 1.48E+08 Schwarz criterion 18.20109 Log likelihood -771.8010 Hannan-Quinn criter. 17.85302 F-statistic 23.11021 Durbin-Watson stat 1.380040 Prob(F-statistic) 0.000000
30
Lampiran 3
Random Effect Model
Dependent Variable: PROD?
Method: Pooled EGLS (Cross-section random effects)
Date: 12/21/13 Time: 23:30
Sample: 2007 2011
Included observations: 5
Cross-sections included: 18
Total pool (balanced) observations: 90
Swamy and Arora estimator of component variances
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 4573.837 1044.706 4.378111 0.0000
NELAYAN? 0.667203 0.246282 2.709102 0.0081
UNIT? 0.249784 0.354863 0.703889 0.4834
PERAHU? 0.419502 0.805710 0.520661 0.6039
Random Effects
(Cross)
_SML--C -3206.876
_SKL--C -1956.522
_AS--C -58.60738
_AB--C 2690.229
_ABS--C -244.8858
_ABD--C 3819.374
_NR--C -1064.292
_AJ--C -1972.949
_BNA--C 2360.058
_SBG--C -2414.790
_AT--C 3813.715
_PDI--C 846.8123
_BRN--C -812.9052
31
_AU--C 1401.048
_ATM--C -4478.954
_LGS--C 257.8055
_LSM--C 2687.471
_PJ--C -1665.731
Effects Specification
S.D. Rho
Cross-section random 2723.744 0.7757
Idiosyncratic random 1464.808 0.2243
Weighted Statistics
R-squared 0.152052 Mean dependent var 1784.362
Adjusted R-squared 0.122473 S.D. dependent var 1540.323
S.E. of regression 1442.920 Sum squared resid 1.79E+08
F-statistic 5.140441 Durbin-Watson stat 1.135459
Prob(F-statistic) 0.002565
Unweighted Statistics
R-squared 0.376825 Mean dependent var 7630.700
Sum squared resid 7.10E+08 Durbin-Watson stat 0.286234
32
Lampiran 3
Chi Square – Hausman Test
Correlated Random Effects - Hausman Test
Pool: ACEH
Test cross-section random effects
Test Summary
Chi-Sq.
Statistic Chi-Sq. d.f. Prob.
Cross-section random 0.449068 3 0.9299
Cross-section random effects test comparisons:
Variable Fixed Random Var(Diff.) Prob.
NELAYAN? 0.753146 0.667203 0.148961 0.8238
UNIT? 0.233461 0.249784 0.003536 0.7837
PERAHU? 0.125512 0.419502 0.196763 0.5075