analisa sensitivitas pengujian magnetic particle pada ...repository.ppns.ac.id/2254/1/0216030020 -...
TRANSCRIPT
TUGAS AKHIR (602502A)
ANALISA SENSITIVITAS PENGUJIAN MAGNETIC
PARTICLE PADA CACAT BUATAN YANG DILAPISI
COATING
VISKA AL DIANA
NRP.0216030020
DOSEN PEMBIMBING
Ir. HERU LUMAKSONO, MT.
DIKA ANGGARA, ST., MT.
PROGRAM STUDI D3 TEKNIK BANGUNAN KAPAL
JURUSAN TEKNIK BANGUNAN KAPAL
POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA
SURABAYA
2019
201
i
TUGAS AKHIR (602502A)
ANALISA SENSITIVITAS PENGUJIAN MAGNETIC
PARTICLE PADA CACAT BUATAN YANG DILAPISI
COATING
VISKA AL DIANA
NRP.0216030020
DOSEN PEMBIMBING
Ir. HERU LUMAKSONO, MT.
DIKA ANGGARA, ST., MT.
PROGRAM STUDI D3 TEKNIK BANGUNAN KAPAL
JURUSAN TEKNIK BANGUNAN KAPAL
POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA
SURABAYA
2019
ii
Halaman ini sengaja dikosongkan.
iii
HALAMAN PENGESAHAN
Halaman ini sengaja dikosongkan.
iv
Halaman ini sengaja dikosongkan.
v
Pernyataan bebas plagiat
vi
Halaman ini sengaja dikosongkan.
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT dan juga shalawat serta salam
selalu untuk junjungan kita Nabi Muhammad SAW karena rahmat dan karunia-Nya
penulis dapat menyelesaikan penulisan tugas akhir ini tepat pada waktunya dengan
judul:
“ANALISA SENSITIVITAS PENGUJIAN MAGNETIC PARTICLE PADA
CACAT BUATAN YANG DILAPISI COATING”
Laporan Tugas Akhir ini bertujuan untuk memenuhi syarat memperoleh
gelar Ahli Madya (AmD) dan juga salah satu kurikulum yang ada di Politeknik
Perkapalan Negeri Surabaya. Dalam menyelesaikan tugas akhir ini, penulis
mendapatkan bantuan, bimbingan, pengalaman, dukungan dan kerjasama yang baik
dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Bapak Ir. Eko Julianto, M.Sc., MRINA, selaku Direktur Politeknik Perkapalan
Negeri Surabaya.
2. Bapak Ruddianto, ST., MT., selaku Ketua Jurusan Teknik Bangunan Kapal
Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya
3. Bapak Ir. Hariyanto Soeroso, MT., selaku Ketua Prodi Teknik Bangunan Kapal
Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya.
4. Bapak Ir. Heru Lumoksono, MT. dan Bapak Dika Anggara, ST., MT., selaku
dosen pembimbing yang telah banyak membantu dan memberi nasehat dalam
penyelesaian Tugas Akhir ini.
5. Bapak Denny Octavina Radianto, S.Pd., M.Pd., selaku Koordinator Tugas Akhir
6. Bapak dan Ibu Dosen Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya yang tidak dapat
penulis sebutkan satu-persatu.
7. Kedua orang tua dan adik saya yang selalu memberikan semangat, doa, dan
dukungan moril maupun materil.
8. PT. Robutech beserta karyawan yang telah bersedia meluangkan waktu, tempat,
dan selalu memberikan arahan, ilmu, serta masukan.
viii
9. Teman-teman diluar perkuliahan yang selalu memberikan semangat dan
dukungan untuk mengerjakan Tugas Akhir ini.
10. Teman-teman SB 2016 yang selalu membantu, menyemangati dan menemani
dalam proses pengerjaan.
11. Serta pihak-pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.
Dalam menyelesaikan Laporan Tugas Akhir ini, penulis berusaha semaksimal
mungkin mengerjakan sebaik-baiknya. Namun penulis menyadari bahwa laporan
ini masih banyak kekurangan dan kelemahannya. Untuk itu penulis memohon saran
dan kritik yang membangun diterima dengan senang hati guna kesempurnaan
laporan ini.
Akhirnya penulis senantiasa berharap bahwa apa yang ada dalam laporan
ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis sendiri, dan bagi pembaca pada
umumnya.
Surabaya, 30 Juli 2019
Penulis
ix
ANALISA SENSITIVITAS PENGUJIAN MAGNETIC
PARTICLE PADA CACAT BUATAN YANG DILAPISI
COATING
Viska Al Diana
ABSTRAK
Dalam industri perkapalan, pengelasan merupakan salah satu pekerjaan utama yang memiliki peran penting. Namun, apabila dalam pengerjaannya tidak dilakukan sesuai prosedur, maka akan menyebabkan cacat pada pengelasan. Cacat sering terjadi tanpa disadari pada sambungan las yang telah dilapisi cat. Untuk mengefisienkan waktu, cacat yang telah dilapisi cat pada pengelasan dapat dideteksi menggunakan pengujian tanpa rusak (Non Destructive Test) dengan memilih metode magnetic particle test. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh coating terhadap sensitivitas pengujian magnetic particle. Penelitian ini menggunakan metode visible wet particle (7HF). Penelitian dilakukan dengan variasi ketebalan nonconductive coating yaitu ±500 µ, ±1000 µ, ±1500 µ, ±2000 µ, dan ±2500 µ. Yoke yang digunakan adalah permanen magnet yoke. Untuk pengaplikasian nonconductive coating menggunakan teknik brush. Kemudian ketebalan coating diukur menggunakan alat Dry Film Thickness (DFT). Sebelumnya diberikan cacat buatan dengan dimensi 25 mm x 3 mm x 3mm. Cacat buatan dibuat menggunakan metode wire cut. Selanjutnya cacat buatan ditutup menggunakan lapisan resin dan permukaan pelat harus dibuat rata. Dari hasil pengujian magnetic particle dapat dilihat munculnya cacat linier indication sesuai dengan panjang cacat buatan yaitu 25 mm pada variasi ketebalan cat ±500 micron s/d ±2000 micron dan pada ketebalan cat ±2500 micron cacat buatan tidak muncul. Dilihat dari hasil pengujian, semakin bertambah variasi ketebalan coating, kemampuan pembacaan pengujian magnetic particle semakin berkurang. Pernyataan tersebut mengacu pada hasil pengujian magnetic particle yang hanya mampu membaca cacat buatan sampai dengan variasi ketebalan coating ±2000 micron.
Kata kunci : Magnetic particle test, visible wet particle, nonconductive coating, wire cut, Dry Film Thickness (DFT).
x
Halaman ini sengaja dikosongkan.
xi
SENSITIVITY ANALYSIS OF MAGNETIC PARTICLE TESTING ON ARTIFICIAL DEFECTS COATED WITH COATING
Viska Al Diana
ABSTRACT
In the shipping industry, welding is one of the main occupation who have an important role. However, if the work was not done in accordance the procedure will cause defects in welding. Defects often occur unnoticed on the welding connection has been coated with paint. To streamline the time, defects that have been coated with paint on welding can be detected using a test without damage (Non Destructive Test) by choosing the method of magnetic particle test. This research aims to know the influence of coating against sensitivity testing of magnetic particle. This research method using visible wet particle (7HF). Research conducted with the variation of thickness of nonconductive coatings namely ± 500 µ, ±1000 µ, ±1500 µ, ±2000 µ, and ±2500 µ. Yoke used is permanent magnet yoke. For deployment nonconductive coating using the technique of brush. Then the thickness of the coating is measured using a Dry Film Thickness (DFT). Previously given artificial defects with dimension of 25 mm x 3 mm x 3 mm. artificial Defect is created using the method of wire cut. Furthermore artificial defect closed using a layer of resin and the surface of the plates should be made. From the results of magnetic particle testing, it can be seen the appearance of linear defect indication according to the length of the artificial defect that is 25 mm in the thickness variation of the paint ± 500 micron to ± 2000 micron and the thickness of the paint ± 2500 micron the artificial defect does not appear.From the test results showed that the coating thickness variations grew, the ability of the reading of the magnetic particle testing on the wane. The statement refers to the test results of magnetic particle which is only able to read the artificial defects up to the thickness of the coating variation ± 2000 micron.
Keywords: Magnetic particle test, visible wet particle, nonconductive coating, wire cut, Dry Film Thickness (DFT).
xii
Halaman ini sengaja dikosongkan.
xiii
Daftar Isi
Cover Dalam ............................................................................................................ i
Halaman Pengesahan ............................................................................................. iii
Pernyataan Bebas Plagiat ........................................................................................ v
Kata Pengantar ...................................................................................................... vii
Abstrak ................................................................................................................... ix
Abstract .................................................................................................................. xi
Daftar Isi............................................................................................................... xiii
Daftar Tabel .......................................................................................................... xv
Daftar Gambar ..................................................................................................... xvii
BAB 1 PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah ........................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................................... 2
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................................. 3
1.5 Batasan Masalah................................................................................................. 3
BAB 2 DASAR TEORI .......................................................................................... 5
2.1 Cacat pada material ............................................................................................ 5
2.2 Pengujian Tidak Merusak (Non Destructive Test) ............................................. 8
2.2.1 Pengertian Pengujian Tidak Merusak. .............................................. 8
2.2.2 Jenis-Jenis Pengujian NDT (Non Destructive Testing) ................... 10
2.3 Teori Dasar Magnetic Particle Test. ................................................................ 13
2.3.1 Teknik Magnetisasi ........................................................................ 15
2.3.2 Persyaratan arus magnetisasi........................................................... 17
2.3.3 Yoke ................................................................................................. 18
2.3.4 Klasifikasi Metode Magnetic Particle Test..................................... 19
2.3.5 Material atau bahan pengujian magnetic particle ........................... 20
2.3.6 Demagnetisasi ................................................................................. 21
2.3.7 Evaluasi dan standard keberterimaan .............................................. 21
2.4 Coating ............................................................................................................. 22
2.5 Penelitian Terdahulu ........................................................................................ 24
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN................................................................ 27
3.1 Flowchart. ........................................................................................................ 27
3.2 Identifikasi Masalah. ........................................................................................ 28
xiv
3.3 Studi Literatur. ................................................................................................. 28
3.4 Persiapan Material dan Peralatan .................................................................... 29
3.4.1 Persiapan material............................................................................ 29
3.4.2 Pembuatan Spesimen Uji. ................................................................ 29
3.4.3 Peralatan. ......................................................................................... 32
3.5 Pelapisan Material dengan Coating. ................................................................ 32
3.6 Tahap Pengujian MPI ...................................................................................... 34
3.7 Pembacaan Hasil.............................................................................................. 35
3.8 Analisa dan Pembahasan. ................................................................................ 35
3.9 Kesimpulan dan Saran ..................................................................................... 36
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................. 37
4.1 Hasil Pengujian Magnetic Particle ................................................................. 38
4.2 Analisis Data ................................................................................................... 42
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 45
5.1 Kesimpulan ...................................................................................................... 45
5.2 Saran ................................................................................................................ 45
Daftar Pustaka ....................................................................................................... 47
Lampiran ................................................................................................................ 49
xv
Daftar Tabel
Tabel 4 1 Hasil pembacaan pengujian magnetic particle dari setiap ketebalan coating. ................................................................................................................... 42
xvi
Halaman ini sengaja dikosongkan.
xvii
Daftar Gambar
Gambar 2 1 Ilustrasi mengenai adanya kekosongan saat rekristalisasi ................... 5 Gambar 2 2 Visual Test. ........................................................................................ 11 Gambar 2 3 Evaluasi hasil percobaan liquid penetrant ........................................ 12 Gambar 2 4 Arah medan magnet terpotong oleh crack ........................................ 13 Gambar 2 5 Garis Gaya Magnet............................................................................ 14 Gambar 2 6 Magnetisasi Melingkar Induksi Langsung Menggunakan Head shot & Prods ...................................................................................................................... 16 Gambar 2 7 Magnetisasi Melingkar Induksi Tak Langsung Menggunakan Central Conductor .............................................................................................................. 16 Gambar 2 8 Magnetisasi memanjang menggunakan yoke .................................... 17 Gambar 2 9 Magnetisasi memanjang menggunakan kumparan ........................... 17 Gambar 2 10 Lifting Power ................................................................................... 19 Gambar 2 11 Coating Thickness Gauge................................................................ 23 Gambar 3 1 Diagram Alir Pelaksanaan................................................................. 27 Gambar 3 2 Spesimen uji ...................................................................................... 29 Gambar 3 3 Cacat buatan pada spesimen uji ........................................................ 30 Gambar 3 4 Penampang melintang spesimen uji .................................................. 30 Gambar 3 5 Resin dan katalis ............................................................................... 31 Gambar 3 6 Pelapisan cacat buatan dengan resin ................................................. 31 Gambar 3 7 Lapisan resin rata dengan permukaan pelat ...................................... 31 Gambar 3 8 Peralatan pengujian magnetic particle .............................................. 32 Gambar 3 9 Permanen magnet yoke ..................................................................... 32 Gambar 3 10 Alat dan bahan coating .................................................................... 33 Gambar 3 11 Dry Film Thickness ......................................................................... 33 Gambar 3 12 Kalibrasi Dry Film Thickness .......................................................... 33 Gambar 3 13 Intensitas cahaya ............................................................................. 34 Gambar 4 1 Data aplikasi coating......................................................................... 37 Gambar 4 2 Ketebalan coating 486 micron .......................................................... 38 Gambar 4 3 Hasil pembacaan pengujian magnetic particle.................................. 39 Gambar 4 4 Ketebalan coating 974 micron .......................................................... 39 Gambar 4 5 Hasil pembacaan pengujian magnetic particle.................................. 39 Gambar 4 6 Ketebalan coating 1460 micron ........................................................ 40 Gambar 4 7 Hasil pembacaan pengujian magnetic particle.................................. 40 Gambar 4 8 Ketebalan coating 1920 micron ........................................................ 41 Gambar 4 9 Hasil pembacaan pengujian magnetic particle.................................. 41 Gambar 4 10 Ketebalan coating 2450 micron ...................................................... 41 Gambar 4 11 Hasil pembacaan pengujian magnetic particle ................................ 42
xviii
Halaman ini sengaja dikosongkan.
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam dunia industri perkapalan, untuk memproduksi suatu block
diperlukan sambungan antar komponen. Sambungan sendiri bermakna
menggabungkan satu benda ke benda yang lain. Sebagaimana yang diketahui,
manusia tidak dapat memproduksi sesuatu dalam sekali kerja. Umumnya benda
yang dibuat oleh manusia merupakan gabungan dari beberapa komponen.
Sehingga untuk dapat merangkainya diperlukan teknik penyambungan logam.
Terdapat 3 macam teknik penyambungan logam yaitu, soldering
(penyolderan), brazing (pematrian) , dan welding (pengelasan).
Teknik penyambungan logam yang sering digunakan adalah welding
(pengelasan). Pengelasan yang baik adalah pengelasan yang dilakukan sesuai
dengan prosedur. Hal ini bertujuan untuk mengurangi kesalahan yang
mengakibatkan timbulnya cacat pada pengelasan. Cacat pada logam seringkali
dijumpai khususnya pada sambungan pengelasan. Cacat yang timbul pada
sambungan pengelasan dapat dideteksi menggunakan pengujian tanpa rusak
(Non Destructive Test) salah satunya yaitu menggunakan metode magnetic
particle test. Keunggulan uji tanpa rusak (Non Destructive Test) yaitu aktivitas
pengujian dilakukan tanpa perlu merusak benda uji nya. Pengujian ini
dilakukan untuk menjamin bahwa material atau benda uji masih dalam batas
toleransi. Dalam pengujian sebuah logam, sebelumnya harus memahami
metode dan prosedur yang digunakan agar tidak terjadi kesalahan saat
pengujian. Pengujian magnetic particle bertujuan untuk mendeteksi cacat pada
bahan ferromagnetic yang terjadi pada pemukaan maupun di bawah permukaan
(subsurface). Kemudahan pengujian ini yaitu pengujian dapat dilakukan
meskipun terdapat lapisan cat pada sambungan lasnya. Akan tetapi,
kekurangan pengujian magnetic particle yaitu hanya dapat diaplikasikan pada
material yang bersifat ferromagnetic.
Pada penelitian yang berjudul “Analisa Perbandingan Metode MPI
Menggunakan Yoke AC dan Permanen Magnet untu Pendeteksian Panjang
2
cacat retak Permukaan yang Dilapisi Cat pada Sambungan Las di Kapal”
dilakukan penelitian dengan kondisi permukaan dilapisi dengan coating.
Variasi ketebalan coating yang digunakan yaitu 100, 200, 300, 400, 500
mikron. Hasil analisis menunjukkan bahwa permanen magnet yoke memiliki
kemampuan pembacaan cacat lebih baik dari AC yoke. Kemampuan permanen
magnet yoke lebih baik 4.1% dari AC yoke untuk mendeteksi panjang retak
yang dilapisi cat (Dyatmika, 2012). Dengan demikian, tugas akhir ini
ditekankan pada analisa sensitivitas pengujian magnetic particle pada cacat
buatan yang dilapisi coating, yang mana ketebalan coating dibuat berbeda
setiap spesimen. Penelitian ini menggunakan permanen magnet yoke
dikarenakan yoke jenis ini memiliki kemampuan pembacaan yang lebih baik
dibandingkan dengan yoke AC. Pada penelitian kali ini, variasi ketebalan
coating dibuat lebih tebal dibandingankan dengan penelitian terdahulu. Tujuan
dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui sampai dengan ketebalan berapakah
pengujian magnetic particle dapat mendeteksi cacat buatan. Yang mana variasi
ketebalan coating dibuat ±500 µ, ±1000 µ, ±1500 µ, ±2000 µ dan ±2500 µ .
Apabila dengan ketebalan ±2500 µ, pengujian ini masih dapat mendeteksi
cacat, maka perlu ditambah spesimen dengan dilapisi coating yang lebih tebal
sampai pengujian magnetic particle test tidak dapat membaca cacat yang
dibuat.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka rumusan
masalah dalam tugas akhir ini antara lain:
1. Bagaimana pengaruh ketebalan cat terhadap pembacaan cacat buatan pada
pengujian magnetic particle?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, adapun tujuan penelitian yang
diinginkan adalah :
1. Untuk mengetahui hasil pembacaan pengujian pada setiap ketebalan cat dan
sampai dengan ketebalan cat berapakah pengujian magnetic particle dapat
membaca cacat yang terdapat pada spesimen uji.
3
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari penulisan tugas akhir ini
adalah sebagai berikut :
1. Dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan semua pihak yang terkait jika
di masa-masa yang akan datang dalam pengujian Magnetic Particle
mendapati kondisi permukaan plat dengan dilapisi coating.
2. Sebagai literatur pada penelitian yang sejenis dalam rangka pengembangan
teknologi dalam bidang inspeksi.
3. Sebagai bentuk konstribusi untuk perkembangan ilmu pengetahuan.
1.5 Batasan Masalah
Dalam membahas permasalahan yang ada dalam penelitian itu
diperlukan batasan masalah agar dalam pembahasannya diperoleh hasil yang
valid, untuk batasan masalah dalam tugas akhir ini adalah :
1. Ketebalan coating berbeda setiap spesimen.
2. Cat yang digunakan adalah Nippon Paint.
3. Cat diaplikasikan menggunakan teknik brush.
4. Spesimen uji yang digunakan yaitu plat baja karbon rendah dengan
ketebalan 10 mm.
4
Halaman ini sengaja dikosongkan.
5
BAB 2
DASAR TEORI
2.1 Cacat pada material
Logam selalu mempunyai ketidaksempurnaan atau sering disebut
sebagai cacat (defect), pada struktur kisinya dan ini sering sangat berpengaruh
pada sifat-sifat korosi logam. Struktur butir logam terjadi akibat proses
pemadatan selama pencetakan dan juga dipengaruhi oleh perlakuan
mekanikal selama pengerjaan dan fabrikasi. Sifat dapat ditempa yang dimiliki
oleh logam mempunyai arti bahwa proses tersebut dapat mengakibatkan
perubahan bentuk yang tidak tanggung-tanggung pada butir-butir serta retak
atau patah pada bagian-bagian kisi yang semula sempurna.Cacat titik adalah
salah satu cacat pada material. Cacat titik yang paling sederhana adalah
kekosongan (vacancy) disini ada atom yang hilang dalam kristal. Cacat titik
ini merupakan hasil dari penumpukan yang salah sewaktu kristalisasi atau
juga dapat terjadi pada suhu yang tinggi oleh karena energi thermal
meningkat. Bila energi thermal tinggi, ada kemungkinan bagi atom-atom
untuk melompat meninggalkan tempatnya (dimana energi terendah akan ikut
naik pula). Maka akan terdapat kekosongan tunggal saat kristalisasi. Dan bila
terdapat kekosongan ada 2 (dua) maka dapat disebut sebagai kekosongan
ganda (Fisik, 2012). Kekosongan (vacancy) dapat dilihat pada Gambar 2.1.
Gambar 2 1 Ilustrasi mengenai adanya kekosongan saat rekristalisasi Sumber : (Fisik, 2012)
Selain cacat akibat perlakuan mekanikal ataupun fabrikasi, cacat pada
logam juga sering dijumpai pada sambungan pengelasan. cacat pada
pengelasan dapat terjadi apabila pengelasan tidak dilakukan sesuai prosedur.
Welding Procedure Specification (WPS) adalah prosedur yang digunakan
6
sebagai acuan untuk melaksanakan proses pengelasan yang meliputi
rancangan rinci dari teknik pengelasan yang sesuai dengan spesifikasi yang
ditentukan (Achmadi, 2018). Dalam hal ini prosedur pengelasan merupakan
langkah-langkah pelaksanaan pengelasan untuk mendapatkan mutu
pengelasan yang memenuhi syarat dalam prosedur pengelasan (WPS) harus
ditampilkan variabel-variabel yang mempengaruhi kualitas hasil pengelasan.
Apabila saat pengelasan tidak berjalan sesuai dengan prosedur, maka produk
akan mengalami cacat pengelasan. Beberapa cacat las yang perlu diketahui,
yaitu :
1. Retak (crack).
Jenis cacat ini dapat terjadi baik pada logam las (weld metal),
daerah pengaruh panas (HAZ) atau pada daerah logam dasar (base
metal). Cacat las yang sangat sering terjadi adalah retak las. Retak las di
bagi menjadi dua kategori yaitu retak panas (hot crack) dan retak dingin
(cold crack). Retak panas (hot crack) adalah retak yang terjadi pada suhu
diatas 500oC. Retak panas dibagi menjadi dua kelas yaitu :
a. Retak karena pembebasan tegangan pada daerah pengaruh panas yang
terjadi pada suhu 500oC - 700oC.
b. Retak yang terjadi pada suhu diatas 900oC yang terjadi pada peristiwa
pembekuan logam las. Retak panas sering teriadi pada logam las
karena pembekuan, biasanya berbentuk kawah dan retak memanjang.
Retak panas ini terjadi karena pembebasan tegangan pada daerah kaki
didalam daerah pengaruh panas.
Retak biasanya terjadi pada waktu logam mendingin setelah
pembekuan dan terjadi karena adanya tegangan yang timbul, yang
disebabkan oleh penyusutan dan sifat baja yang ketangguhannya turun
pada suhu dibawah suhu pembekuan. Keretakkan las yang lain adalah
retak sepanjang rigi-rigi las-an retak disamping las dan retak memanjang
diluar rigi-rigi las-an. Akan tetapi penyebab umum pada semua jenis
keretakan las ini adalah :
a. Benda kerja yang di-las terlalu kaku.
b. Pilihan jenis elektroda yang tidak tepat atau salah.
7
c. Benda kerja terbuat dari baja ber-karbon tinggi.
d. Penyebaran panas pada bagian-bagian yang di las tidak seimbang.
e. Pendinginan setelah pengelasan yang terlalu cepat.
Retak dingin (cold crack) adalah retak yang terjadi pada daerah las
pada temperatur rendah yaitu dibawah temperatur 150oC. Retak dingin
memeiliki beberapa nama dengan penyebab dan fenomena yang berbeda,
yaitu Hydrogen Induced Cracking (HIC), martensitic cracking, dan delay
cracking. Hydrogen Induced Cracking (HIC) disebabkan oleh kehadiran
gas hidrogen dalam jumlah besar dalam logam las. HIC juga dapat terjadi
di HAZ (Heat Affected Zone) akibat difusi gas hidrogen dari logam las ke
HAZ (Sonawan & Rochim, 2006).
Martensitic cracking terjadi akibat adanya fasa martensit yang
keras dan getas baik di logam las maupun di HAZ. Fasa martensit dapat
timbul di daerah hasil lasan akibat tingginya kandungan karbon dan atau
laju pendinginan cepat. Fasa martensit yang getas memudahkan retak
menjalar hingga mencapai permukaan las. Apabila retak terjadi tidak pada
setelah pengelasan berakhir, akan tetapi setelah dibiarkan selama
maksimum 72 jam mka retak tersebut dinamakan delay cracking. Retak
ini disebabkan masih berdifusinya gas hidrogen yang berkumpul di tempat
crack itu terjadi. Sehingga, perlu dilakukan pengujian hasil pengelasan
setelah 72 jam (Sonawan & Rochim, 2006).
2. Porosity.
Cacat las yang berupa lubang-lubang atau pori-pori yang terbentuk
pada logam las akibat dari gas yang terperangkap dalam weld metal yang
terbentuk dari hasil reaksi kimia tertentu saat pengelasan. Welder dapat
mencegahnya dengan menggunakan arus pengelasan yang benar, menjaga
panjang bususr stabil dan memastikan elektroda yang digunakan kering
bebas dari uap air atau lembab.
3. Slag Inclusion.
Terak yang terperangkap (Slag inclusion) terjadi bila lelehan terak
tetap tinggal didalam logam las tanpa naik ke permukaan, atau bila terak
dari lapisan sebelumnya tetap tidak dibuang dan masuk kedalam logam
8
las. Sama dengan kurang penembusan, terak terperangkap sering
menimbulkan takikan, menghasilkan pengurangan kekuatan pada
sambungan las. (Sunaryo, 2008a).
4. Lack of penetration.
Kurangnya penembusan (lack of penetration) terjadi jika leburan
logam tidak tembus secara sempurna kedalam sambungan dengan
penembusan penuh. Peleburan kurang (lack of fusion) terjadi jika
kekurangan peleburan didalam batas antara logam las dan logam induk
atau antara lajur-lajur las. (Sunaryo, 2008a).
5. Undercut.
Merupakan cacat akibat termakannya atau tidak terisinya sebagian
groove di base metal yang berdekatan dengan weld metal. Arus tinggi dan
panjang busur yang tinggi menjadi penyebab utama undercut, posisi
elektroda yang tidak benar.
Korosi adalah peristiwa turunnya kemampuan material logam menerima
beban, sebagai akibat terjadiya peristiwa oksidasi dengan lingkungan yang
mengalami penipisan material dari konstruksi. Peristiwa korosi terjadi karena
peristiwa alami (Natural Process) reaksi elektro kimia, setiap logam yang
memiliki laju korosinya masing-masing dan adanya lapisan pasif (Passive
Layer) pada permukaan logam tersebut. Korosi dapat diartikan juga sebagai
lapisan-lapisan hasil reaksi dari logam terhadap lingkungan yang
mengelilinginya (Gapsari, 2017). Korosi juga dapat menyebabkan cacat pada
material, yaitu pitting. Pitting adalah bentuk korosi yang sangat terlokalisir
yang mengarah pada penciptaan lubang kecil di logam. Pitting dapat di repair
dengan menggunakan epoxy resin ataupun weld up.
2.2 Pengujian Tidak Merusak (Non Destructive Test)
2.2.1 Pengertian Pengujian Tidak Merusak.
NDT (Non Destructive Test) adalah aktivitas tes atau inspeksi
terhadap suatu benda untuk mengetahui adanya cacat, retak, atau
discontinuity lain tanpa merusak benda yang kita tes atau inspeksi
9
(Aero, 2007). Pada dasarnya, pengujian ini dilakukan untuk menjamin
bahwa material yang kita gunakan masih aman dan belum melewati
damage tolerance. Pengujian NDT (Non Destructive Test) digunakan
untuk meningkatkan kualitas produksi dan kehandalan produk,
komponen dan struktur inspeksi secara berkala, dapat mengurangi
kejadian cacat atau kesalahan integritas struktural inspeksi secara
berkala, dapat mengurangi kejadian cacat atau kesalahan integritas
struktural yang dapat menyebabkan kegagalan. Pengujian NDT (Non
Destructive Test) pada industri paling tidak dilakukan sebanyak dua
kali. Pertama, selama dan diakhir proses fabrikasi, untuk menentukan
suatu komponen dapat diterima setelah melalui tahap-tahap fabrikasi.
Pengujian NDT (Non Destructive Test) ini dijadikan sebagai bagian dari
kendali mutu komponen. Kedua, NDT (Non Destructive Test)
dilakukan setelah komponen digunakan dalam jangka waktu tertentu.
Tujuannya adalah menemukan kegagalan parsial sebelum melampaui
damage tolerance-nya. Pengujian NDT (Non Destructive Test) dapat
diaplikasikan untuk berbagai hal antara lain :
1. Sebagai kontrol kualitas material.
2. Menghilangkan keraguan tentang penerimaan material dari
supplier terkait spesifikasi yang telah disepakati.
3. Menghilangkan keraguan terkait proses pembuatan yang meliputi
batching, mixing, placing, compacting maupun curing.
4. Menentukan lokasi dari crack dan cacat yang lainnya.
5. Menentukan posisi, kuantitas atau kondisi dari reinforcement.
6. Memprediksi perubahan jangka panjang dari karakteristik material.
7. Menyediakan informasi untuk berbagai pengusulan perubahan dari
penggunaan sebuah struktur untuk asuransi atau untuk penggantian
kepemilikan.
Dapat disimpulkan bahwa NDT dapat digunakan untuk
memastikan kualitas dari berbagai tahap mulai dari bahan mentah (row
material), fabrikasi, pra-penggunaan dan saat digunakan. Berikut
10
merupakan keuntungan dari pengujian tidak merusak (Non Destructive
Test) :
1. Tidak merusak bahan atau benda kerja yang diuji.
2. Dilakukan di lapangan atau di lokasi alat/mesin/benda kerja.
3. Dapat dilakukan pada bahan sebanyak yang diinginkan, tidak
terbatas pada sepotong benda uji.
Jenis Non Destructive Test apa yang digunakan dapat didasarkan
pada beberapa kriteria yang seringkali dijadikan acuan bagaimana
penentuan dari tujuan pengujian antara lain :
1. Jenis material.
2. Jenis cacat.
3. Lokasi cacat.
4. Ukuran cacat.
2.2.2 Jenis-Jenis Pengujian NDT (Non Destructive Testing)
Terdapat banyak jenis dari NDT yang telah dikembangkan
tergantung pada tujuan pengujian tersebut. Berikut ini akan dijelaskan
lebih dalam terkait jenis-jenis pengujian tidak merusak.
1. Visual Test.
Visual test (VT) merupakan teknik pemeriksaan yang paling
banyak digunakan, seringkali penglihatan (mata) seorang inspektor
merupakan satu-satunya peralatan yang dipakai untuk
pemeriksaan. VT hampir dapat diaplikasikan pada semua jenis
material pada semua tahapan manufaktur pada semua usia pakai
suatu komponen atau struktur. Agar pengujian VT berhasil,
disyaratkan pencahayaan yang memadai dan penglihatan inspektor
yang baik. Jika akses terhadap daerah tertentu dari benda yang diuji
terbatas dapat digunakan alat bantu seperti borescope, fiberscope,
videoscope dan CCTV untuk melakukan VT jarak jauh (Wahyudi,
2015). Visual Test dapat digunakan untuk mendeteksi cacat pada
permukaan seperti crack, undercut, pitting, dll. Pada Gambar 2.2
akan ditunjukkan aktivitas pada saat visual test.
11
Gambar 2 2 Visual Test. Sumber : (Rafei, 2011)
Visual Test adalah hal yang pertama kali dilakukan pada saat
melakukan pengujian NDT, dengan tujuan untuk menginspeksi
secara langsung benda yang akan diuji apakah benda tersebut
terdapat kerusakan atau tidak (Sunaryo, 2008b). Sasaran Visual Test
biasa dilaksanakan pada kegiatan :
a. Sebelum dan selama dilakukannya pengelasan.
Pada tahap ini mengamati jenis dan bentuk material, bentuk
sambungan, dan pemanasan setelah pengelasan serta temperatur
antar lapisan.
b. Setelah pengelasan.
Setelah dilakukan pengelasan perlu melakukan visual
inspection mengenai ketepatan ukuran hasil pengelasan, selain
itu juga penguatan, panjang kaki, tampilan rigi-rigi,
penembusan, perlakuan terhadap lubang-lubang dan kerusakan
pada bagian luar, misalnya retakan pada permukaan dan
potongan bawah dari logam las.
2. Liquid Penetrant Test.
Liquid penetrant test merupakan salah satu metoda
pengujian jenis NDT (Non-Destructive Test) yang relatif mudah
dan praktis untuk dilakukan. Liquid penetrant test ini dapat
digunakan untuk mengetahui diskontinuitas halus pada permukaan
12
seperti retak, berlubang atau kebocoran. Pada prinsipnya metoda
pengujian dengan liquid penetrant memanfaatkan daya kapilaritas.
Liquid penetrant dengan warna tertentu (merah) meresap masuk
kedalam diskontinuitas, kemudian liquid penetrant tersebut
dikeluarkan dari dalam diskontinuitas dengan menggunakan
cairan pengembang (developer) yang warnanya kontras dengan
liquid penetrant yaitu warna putih. Terdeteksinya diskontinuitas
adalah dengan timbulnya bercak-bercak merah (liquid penetrant)
yang keluar dari dalam diskontinuitas. Gambar 2.3 adalah gambar
evaluasi hasil percobaan pada pengujian liquid penetrant.
Gambar 2 3 Evaluasi hasil percobaan liquid penetrant Sumber : Dokumen pribadi
3. Magnetic Particle Test.
Dengan menggunakan metode ini, cacat permukaan
(surface) dan bawah permukaan (subsurface) suatu komponen dari
bahan ferromagnetic dapat diketahui. Spesimen atau benda uji
tersebut dimagnetisasi dengan cara memberikan arus listrik.
Karena perlakuan yang seperti itu, maka pada benda uji akan
timbul medan magnet sebagai akibat dari adanya beda potensial
(arus listrik mengalir dari tegangan tinggi ke tegangan rendah).
Pada daerah tersebut ditaburkan serbuk ferromagnetic. Selanjutnya
serbuk ferromagnetic tersebut akan mengikuti bagian yang cacat
dari benda uji tersebut.
13
2.3 Teori Dasar Magnetic Particle Test.
Pengujian terhadap sebuah benda kerja dengan menggunakan metode
magnetic particle test adalah dengan meggunakan prinsip dasar magnet.
Sebuah medan magnet selalu menunjukan gejala yang sama yaitu arah medan
magnet selalu bergerak dari kutub utara menuju kutub selatan (diluar
magnet). Dengan prinsip dasar inilah kita bisa gunakan untuk menguji logam
yang bersifat ferromagnetic. Magnet merupakan suatu logam yang dapat
menarik besi, dan selalu memiliiki dua kutub yaitu kutub selatan dan kutub
utara. Dimana arah medan magnet disetiap titik bersumber dari kutub utara
menuju ke selatan dan mengarah dari kutub selatan ke kutub utara didalam
magnet.
Prinsip kerja dari Magnetic Particle Test adalah dengan memagnetisasi
benda yang di inspeksi yaitu dengan cara mengalirkan arus listrik dalam
bahan yangg di inspeksi. Ketika terdapat cacat peda benda uji maka arah
medan magnet akan berbelok sehingga terjadi kebocoran dalam flux
magnetic. Bocoran flux magnetic akan menarik butir-butir ferromagnetic di
permukaan sehingga lokasi cacat dapat di tunjukan. Pada Gambar 2.4
ditunjukkan mengenai kebocoran flux magnetic yang menyebabkan
terpotongnya arah medan magnet dikarenakan oleh crack.
Gambar 2 4 Arah medan magnet terpotong oleh crack Sumber : (International Atomic Energy Agency, 2000)
14
Kemampuan sebuah magnet untuk menarik atau menolak terpusat pada
daerah yang dinamakan kutub magnet. Kutub utara dan selatan
memperlihatkan daya tarik. Gambar 2.5 di bawah ini yang dinamakan garis
gaya magnet yang membentuk sebuah rangkaian tertutup.
Gambar 2 5 Garis Gaya Magnet Sumber : (Wahyudi, 2015)
Menurut (Wahyudi, 2015) semua garis-garis gaya magnet membentuk
medan magnet. Garis-garis gaya magnet dari sebuah magnet permanen
memiliki sifat sebagai berikut:
1. Membentuk rangkaian tertutup antara kutub utara dan selatan.
2. Tidak memotong satu sama lainnya.
3. Selalu mencari lintasan dengan tahanan magnetis yang terkecil.
4. Kerapatannya berkurang dengan bertambahnya jarak dari kutub.
5. Memiliki arah, menurut kesepakatan, dari kutub utara ke kutub selatan di
luar magnet, dan dari kutub selatan ke kutub utara di dalam magnet.
Gaya yang menarik material magnet lain ke kutub suatu magnet
dinamakan flux megnetik. Flux magnetik tersusun dari semua garis-garis gaya
magnet. Magnet tapal kuda akan menarik material magnetis lain hanya pada
tempat dimana garis-garis gaya meninggalkan atau memasuki magnet.
Menurut (PT. Inspektindo Pratama, 2009) keuntungan dari pengujian
magnetic particle test yaitu :
1. Untuk bentuk kompleks dapat diuji secara efektif.
2. Pada umumnya tidak diperlukan pembersihan seperti pada inspeksi liquid
penetrant.
15
3. Pengujian dapat dilakukan dalam jumlah besar dengan waktu yang sama.
4. Retakan sangat kecil dan halus dapat dideteksi.
5. Dapat mendeteksi diskontinuitas yang dilapisi coating.
6. Biaya operasi relatif murah.
Meskipun pengujian magnetic particle memiliki banyak keunggulan
seperti yang telah disebutkan diatas, namun pengujian magnetic particle juga
memiliki keterbatasan. Keterbatasan pengujian partikel magnet yaitu hanya
berlaku untuk material ferromagnetic. Pengujian magnetic particle tidak
mampu mendeteksi diskontinuitas yang letaknya lebih dalam dari 4 mm di
bawah permukaan. Namun demikian, kedalaman penetrasi akan tergantung
pada permeabilitas material, jenis diskontinuitas, dan besar serta jenis arus
yang dipakai. Permeabelitas tersebut mengacu pada mudah tidaknya medan
magnet terbentuk di dalam benda yang di periksa. Permeabilitas tinggi mdah
menjadi magnet, dan permeabilitas rendah sulit menjadi magnet.
2.3.1 Teknik Magnetisasi
Ada beberapa teknik magnetisasi yang dapat digunakan dalam melakukan
pengujian magnetic particle yaitu :
1. Magnetisasi melingkar induksi langsung.
Magnetisasi melingkar induksi langsung dengan mengalirkan arus
ke dalam benda memakai head shot dan juga bisa memakai prods. Skema
mengenai magnetisasi melingkar induksi langsung dapat dilihat pada
Gambar 2.6. Bidang yang dihasilkan melingkar di wilayah lokal antara
prod. Teknik kontak prod memiliki kemampuan khusus untuk
menghasilkan indikasi yang terletak sepenuhnya di bawah permukaan,
seringkali cukup dalam. Arus tergantung pada jarak tanam dan ketebalan
bahan.
16
Gambar 2 6 Magnetisasi Melingkar Induksi Langsung Menggunakan Head shot & Prods
Sumber : (Wahyudi, 2015)
2. Magnetisasi melingkar induksi tak langsung.
Induksi tak langsung bisa dilakukan dengan menempatkan central
conductor pembawa arus ke dalam benda uji. Penggunaan central
conductor cocok untuk pemeriksaan banyak benda yang berbentuk
silinder berukuran kecil seperti pegas, mur, dan cincin silinder pendek
dalam sekali jalan. Untuk objek dengan diameter berbeda, inspeksi
dilakukan secara bertahap untuk menjaga perbedaan nilai arus. Teknik
ini digunakan untuk menemukan diskontinuitas longitudinal di dalam
dan di luar silinder dan retakan melintang di kawat pegas (International
Atomic Energy Agency, 2000). Magnetisasi melingkar induksi tak
langsung menggunakan central conductor dapat dilihat pada Gambar 2.7.
Gambar 2 7 Magnetisasi Melingkar Induksi Tak Langsung Menggunakan Central Conductor
Sumber : (Wahyudi, 2015)
3. Magnetisasi memanjang dengan menggunakan yoke.
Yoke pada dasarnya merupakan sebuah magnet tapal kuda
temporer, yoke dibuat dari inti besi lunak yang memiliki retentivity
rendah yang di magnetisasi memakai kumparan kecil di sekeliling batang
17
horizontalnya. Skema mengenai magnetisasi memanjang dengan
menggunakan yoke dapat dilihat pada Gambar 2.8.
Gambar 2 8 Magnetisasi memanjang menggunakan yoke Sumber : (Wahyudi, 2015)
4. Magnetisasi memanjang dengan menggunakan kumparan.
Jika panjang spesimen lebih besar dari diameter atau
penampangnya, spesimen dapat dimagnetisasi dengan menempatkannya
di dalam kumparan. Skema mengenai magnetisasi memanjang dengan
menggunakan kumparan dapat dilihat pada Gambar 2.9.
Gambar 2 9 Magnetisasi memanjang menggunakan kumparan Sumber : (Wahyudi, 2015)
2.3.2 Persyaratan arus magnetisasi
Besar arus magnetisasi yang diperlukan dipengaruhi oleh:
1. Permeabilitas material.
2. Bentuk dan ketebalan benda uji.
3. Jenis diskontinuitas yang dicari.
Jika penampang melintang benda tidak seragam, arus magnetisasi pertama
didasarkan pada penampang terkecil dulu, baru kemudian ke penampang
yang lebih besar dan seterusnya.
18
Pada magnetisasi melingkar, panjang spesimen uji tidak mempengaruhi
besarnya arus. Jika spesimen lebih panjang, maka hambatan listrik akan
bertambah besar, sehingga akan memerlukan potensial yang lebih besar untuk
menghasilkan arus yang disyaratkan.
Pada magnetisasi memanjang, panjang spesimen adalah faktor yang harus
diperhitungkan. Selalu gunakan arus terkecil terlebih dahulu untuk menguji
penampang terkecil, baru kemudian arus yang lebih besar untuk diameter
penampang berikutnya.
2.3.3 Yoke Yoke dapat digunakan untuk membuat magnet pada sebuah benda secara
memanjang. Yoke sebenarnya merupakan sebuah medan tapal kuda yang
bersifat sementara terbuat dari material besi lunak (low carbon steel) yang
memiliki retensivitas rendah (low retentivity) (PT. Robutech, 2009). Pada saat
yoke yang telah termagnetisasi, maka cara magnetisasi sebuah material
adalah dengan cara meletakkan yoke pada permukaan material yang akan di
magnetisasi. Flux magnet pada kutub utara yoke melewati benda dan
menginduksikan medan longitudinal secara lokal (setempat), akan tetapi
medan magnet yang dihasilkan yoke tidak selalu berada pada bendanya.
Sebuah medan eksternal timbul pada material yang digunakan untuk
mengidentifikasi bahwa terdapat diskontinuitas subsurface.
Terdapat tiga (3) macam yoke yang digunakan dalam pengujian
magnetik yaitu yoke AC, DC, dan yoke magnetik permanen. Yoke AC harus
mampu mengangkat blok kalibrasi standard seberat 4.5 kg, sedangkan yoke
DC dan permanen magnet yoke harus mampu mengangkat seberat 18 kg pada
jarak kutub 50 sampai 100 mm (PT. Robutech, 2009).
Sebelum dilakukan pengujian magnetic particle perlu dilakukan Lifting
Power. Lifting Power adalah kegiatan pemeriksaan yoke yang berfungsi
untuk menguji kekuatan yoke apakah yoke tersebut masih layak digunakan.
Pada saat kegiatan Lifting Power kaki-kaki yoke harus dalam kondisi lurus
atau maksimal (Rafei, 2011). Berat beban yang akan diangkat harus sesuai
dengan standard kemampuan masing-masing yoke. Apabila yoke masih dapat
19
mengangkat beban yang disyaratkan, maka yoke tersebut masih layak untuk
digunakan. Pengujian lifting power ini biasanya dilakukan dalam jangka
waktu satu tahun sekali. Aktivitas lifting power dapat dilihat pada Gambar
2.10.
Gambar 2 10 Lifting Power
Sumber : Dokumen pribadi
2.3.4 Klasifikasi Metode Magnetic Particle Test
1. Dry Visible.
Metode ini menggunakan partikel magnetik berupa bubuk kering.
Metode ini dapat diaplikasikan pada permukaan benda uji yang kasar.
Suhu kerja yang baik yaitu pada suhu kamar 10oC hingga 55oC. Metode
ini tidak cocok dilakukan pada suhu tinggi karena serbuk ferromagnetic
akan lengket terkena embun. Warna partikel ferromagnetic yang dipilih
harus kontras terhadap benda uji. Bubuk kering diarahkan pada lokasi
yang diinginkan secara perlahan-lahan, kemudian sisa partikel yang
berlebih dihilangkan dengan air.
2. Wet Visible.
Partikel magnetik yang digunakan dalam bentuk suspensi. Metode
ini bisa digunakan pada metode kontinyu maupun residual. Metode basah
biasa digunakan pada permukaan benda uji yang halus. Metode ini cocok
digunakan pada suhu dingin dan batas maksimalnya adalah tidak boleh
lebih dari batas akhir temperatur kamar, yaitu 55oC karena suspensi akan
mengalami penguapan jika suhu terlalu panas.
20
3. Wet Fluorescent.
Pengujian logam dengan metode magnetic particle test Wet
Flourescent pada dasarnya hampir sama dengan metode Wet visible,
hanya metode ini menggunakan serbuk maget yang akan terlihat dengan
sinar UV ( 20 Lux ) dan Black light ( 1000 Lux ).
2.3.5 Material atau bahan pengujian magnetic particle
1. Partikel magnet
Partikel magnet yang digunakan harus memiliki sifat-sifat
permeabilitas tinggi, retentivitas rendah. Ferromagnetik dan tidak beracun.
Partikel magnet yang memiliki sifat-sifat tersebut akan memberikan
respon terbaik jika ada kebocoran medan, namun tidak menahan magnet
saat medan dihilangkan (International Atomic Energy Agency, 2000).
Bentuk partikel magnet sebaiknya bulat dan harus memiliki tingkat
mobilitas tinggi serta memiliki daya tarik yang besar. Partikel yang bulat
dan halus memberikan mobilitas yang baik namun daya tariknya kecil.
Partikel yang panjang ramping, bergerigi memiliki daya tarik terbaik,
namun tidak memiliki mobilitas yang baik untuk bergerak ke arah
kebocoran medan magnet. Pada metoda basah, dipakai oksida besi yang
bersifat magnetis karena ukurannya sangat halus dan memiliki
permeabilitas lebih rendah ketimbang partikel logam kering. Ukuran
partikel harus sangat kecil pada metoda basah agar partikel tetap berada
dalam suspensi cairan.
Mobilitas adalah sifat yang penting karena jika ada kebocoran
medan, partikel harus sanggup bergerak untuk membentuk sebuah pola
atau indikasi. Pada metoda kering, mobilitas dibantu dengan penyapuan
atau peniupan partikel ke permukaan yang diperiksa. Mobilitas dapat juga
dibantu dengan cara menggetar-getarkan spesimen setelah partikel
disapukan ke permukaan benda. Arus bolak-balik juga membantu
mobilitas, karena medan arus bolak-balik menyebabkan partikel bergerak-
gerak. Pada metoda basah, mobilitas sangat terbantu karena partikel
tersuspensi di dalam cairan (Wahyudi, 2015).
21
Visibilitas merupakan sifat yang penting dalam pengujian partikel
magnet dan diperlukan sumber cahaya yang memadai. Partikel magnet
biasanya tersedia dalam warna abu-abu, merah, dan hitam, dimana
pemilihan warna ditentukan oleh kontras terbaik dengan permukaan
benda. Partikel fluorescent umumnya digunakan dalam metoda basah
untuk membantu visibilitas, namun mensyaratkan pemakaian lampu
ultraviolet
2.3.6 Demagnetisasi
Demagnetisasi dilakukan dengan maksud untuk menghilangkan sisa sifat
magnet yang terdapat pada benda uji agar benda uji tersebut tidak akan dapat
menarik serbuk-serbuk besi yang nantinya akan mnyulitkan proses
pembersihan.
Demagnetisasi dapat dilakukan dengan menggunakan arus AC atau DC.
Jika menggunakan arus AC, benda uji dimasukkan ke dalam koil yang
dialiri arus AC kemudian diturunkan perlahan-lahan. Jika menggunakan
arus DC step down bolak-balik berulang dengan kontak langsung atau
kontaktor inti, kemudian arus dibalik dan dikecilkan secara berulang-ulang.
2.3.7 Evaluasi dan standard keberterimaan
Pengujian magnetic particle dimaksudkan untuk menemukan cacat
setelah dilapisi coating. Yang mana setelah pengujian harus dilakukan
interpretasi mengenai indikasi yang muncul setelah dilakukan pengujian.
Setelah indikasi diketahui lokasinya, selanjutnya diinterpretasi. Selama
interpretasi, penyebab dan pengaruh indikasi benda uji harus ditentukan.
Interpretasi harus mengidentifikasi apakah cacat atau indikasi tersebut
palsu, nonrelevant atau relevant.
Indikasi palsu disebabkan oleh material yang memiliki permukaan kasar
yang partikelnya terkumpul dan tertahan secara mekanis atau gravitasi.
Indikasi nonrelevant merupakan indikasi yang diakibatkan oleh adanya
diskontinuitas atau kepecahan pada logam, umumnya disebabkan oleh arus
magnetisasi yang berlebihan, desain struktur material tersebut, dan
perbedaan permeabilitas di dalam benda. Sedangkan indikasi relevant
22
(indikasi sebenarnya) disebabkan karena diskontinuitas permukaan yang
telah diinterpretasikan bukan sebagai indikasi palsu maupun indikasi
nonrelevant. Indikasi relevant harus dievaluasi penyebab sampai pada
pengaruh yang ditimbulkannya pada umur pakai material. Indikasi relevant
merupakan diskontinuitas, namun tidak semua diskontinuitas merupakan
cacat.
Ukuran indikasi merupakan dasar dari evaluasi penerimaan. Hanya
indikasi yang memiliki ukuran terbesar lebih dari 1,5 mm dianggap sebagai
indikasi relevan. Indikasi linier adalah indikasi yang memiliki panjang lebih
dari tiga kali lebarnya (L>3W) sedangkan indikasi rounded adalah indikasi
yang bentuknya bundar atau elips dengan panjang kurang dari atau sama
dengan tiga kali lebarnya (L≤3W) (PT. Robutech, 2009).
Berdasarkan ASME Section VIII Divisi 1 Mandatory Appendix 6 Semua
permukaan yang diuji harus bebas dari :
1. Indikasi linier yang relevan (>1,5mm).
2. Indikasi rounded yang relevan, dimana ukurannya >5mm.
3. Empat atau lebih indikasi rounded yang relevan berjajar dalam satu
garis, terpisah satu sama lainnya pada jarak ≤1,5mm dari ujung ke
ujung.
2.4 Coating
Coating adalah lapisan yang diterapkan pada permukaan benda. Tujuan
pengaplikasiannya digunakan untuk dekoratif dan fungsional. Pelapisan itu sendiri
mungkin merupakan lapisan yang sepenuhnya menutupi permukaan, atau hanya
dapat menutupi bagian – bagian permukaan. Cat adalah pelapis yang sebagian besar
memiliki kegunaan ganda untuk melindungi permukaan dan menjadi dekoratif.
Pertimbangan utama untuk sebagian besar proses coating adalah pelapisan
diterapkan pada ketebalan yang terkontrol.
Salah satu metode yang paling banyak digunakan dalam menanggulangi korosi
yang terbukti efektif adalah pengecatan (protective coatings). Komponen utama
dalam pengecatan ini yaitu cat. Cat merupakan suatu bahan cair atau bahan kental
yang terdiri dari hantaran medium (vehicle) yang merupakan bahan cair dari bahan
23
cat itu sendiri. Bahan pewarna dan bahan penunjang (partikel yang kecil dan tidak
larut dengan hantaran medium), ditambah dengan beberapa bahan tambahan dalam
jumlah tertentu, sesuai campuran dan takarannya.
Untuk mendapatkan hasil pengecatan yang baik dan berkualitas maka pihak
yang terkait dalam pengecatan perlu mengetahui dasar-dasar pengecatan baik teknis
aplikasi maupun pengawasan sehingga perlakuan dan penanganan dapat dilakukan
sedemikian rupa untuk memenuhi spesifikasi baik oleh aplikator pemilik inspektor
atau konsultan sehingga selama proses pengecatan diharapkan dapat meningkatkan
hasil kerja dan kualitas secara efisien.
Pengecatan dapat dilakukan dengan menggunakan roll (metode konvensional).
Cara kerjanya yaitu dengan mengolesi pelat dengan menggunakan kuas atau roll.
Sedangkan cara kedua adalah pengecatan dengan menggunakan kompressor
(metode modern). Cara kerjanya dengan media kompressor yang diberi tekanan
tinggi untuk menyemprotkannya ke benda kerja.
Untuk mengukur ketebalan cat, dapat digunakan alat yaitu coating thickness
gauge. Elcometer 456 ialah alat ukur ketebalan cat profesional yang praktis dan
didesain untuk pengukuran lapisan non-destruktif, yang mampu melakukan
pengukuran dengan cepat dan tepat dengan pengukuran ketebalan yang presisi. Alat
ukur ketebalan cat dapat dilihat pada Gambar 2.11 di bawah ini.
Gambar 2 11 Coating Thickness Gauge. Sumber : (Ramdani, 2012)
24
2.5 Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu ini menjadi salah satu acuan penulis dalam melakukan
penelitian sehingga penulis dapat memperkaya teori yang digunakan dalam
mengkaji penelitian yang dilakukan. Dari penelitian terdahulu, penulis tidak
menemukan penelitian dengan judul yang sama seperti judul penelitian penulis.
Namun penulis mengangkat beberapa penelitian sebagai referensi untuk
memperkaya bahan kajian pada penelitian penulis.
Pada penelitian yang berjudul “Analisa Pengaruh Nonconductive Coating
terhadap Panjang Pendeteksian Cacat Permukaan dengan Menggunakan
Metode Pemeriksaan Magnetik Partikel (MPI) pada Sambungan Las Crane di
Kapal” telah dilakukan penelitian pada baja mild steel sebanyak empat buah
spesimen, pada setiap spesimen diberikan beberapa variasi ketebalan
nonconductive coating yaitu 225 mikron, 250 mikron, 275 mikron, dan 300
mikron dimana sebelum diberikan variasi ketebaan coating spesimen terlebih
dahulu diberikan cacat buatan pada setiap spesimen dengan ukuran 1.4 mm,
1.5 mm, 1.6 mm, 1.7 mm, 1.8 mm, dan 1.9 mm. Setelah itu setiap spesimen
dilakukan pemeriksaan dengan menggunakan pengujian magnetic particle dan
menggunakan yoke AC (Ramdani, 2012).
Hasil pengujian dari penelitian tersebut dapat diketahui bahwa semakin
besar variasi ketebalan yang diberikan pada spesimen uji maka efektivitas
pembacaan dengan menggunakan metode magnetik partikel inspeksi AC yoke
maka akan menurun. Dimana hasil pembacaan MPI pada spesimen dengan
ketebalan nonconductive coating 225 mikron rata-rata sebesar 81.47%, 250
mikron 78.48%, 275 mikron sebesar 73.03% dan 300 mikron sebesar 67.43%
dari ukuran panjang crack sebenarnya.
Pada penelitian yang lain, juga dilakukan penelitian menggunakan
pengujian magnetic particle dan kondisi permukaan dilapisi dengan
nonconductive coating. Penelitian tersebut berjudul “Analisis Perbandingan
Metode MPI Menggunakan Yoke AC dan Permanen Magnet Untuk
Pendeteksian Panjang Retak Permukaan yang Dilapisi Cat Pada Sambungan
Las di Kapal”. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbandingan
kemampuan pembacaan panjang retak metode MPI, jika magnetisasi
25
menggunakan permanen magnet yoke dan elektromagnet AC yoke. Penelitian
dilakukan pada dua kondisi yaitu pada retak yang dilapisi cat dengan ketebalan
100, 200, 300, 400, 500 mikron. Kondisi kedua pada retak terbuka ke
permukaan yang masih dilapisi cat. Hasil analisis menunjukkan bahwa
permanen magnet yoke memiliki kemampuan pembacaan panjang retak lebih
baik daripada AC yoke. Kemampuan permanen magnet yoke lebih baik 4.1%
dari AC yoke untuk mendeteksi panjang retak yang dilapisi cat. Hal tersebut
dikarenakan oleh skin effect yang terjadi jika magnetisasi menggunakan AC
yoke, sedangkan jika menggunakan permanen magnet yoke tidak terjadi skin
effect sehingga kemampuan pembacaan permanen magnet yoke menjadi lebih
baik dari AC yoke. Penambahan ketebalan cat tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap kemampuan pembacaan MPI pada kondisi retak terbuka ke
permukaan yang dilapisi cat. Hal tersebut dikarenakan retak yang terbuka ke
permukaan lebih mudah terdeteksi dan retak tersebut tergolong cacat
permukaan (Dyatmika, 2012).
Terdapat penelitian yang lain mengenai pengujian magnetic particle
dimana kondisi permukaan spesimen uji tidak dilapisi dengan coating.
Penelitian yang berjudul “Analisa Kemampuan Metode Magnetic Particle
Inspection untuk Mendeteksi Subsurface Defect” bertujuan untuk mengetahui
sampai kedalaman berapa metode MPI dapat digunakan untuk mendeteksi
subsurface defect. Penelitian tersebut menggunakan metode pengujian wet
visible particle ink. Dengan menggunakan benda uji dengan ukuran 150x25x10
mm yang memiliki variasi kedalaman lokasi cacat dibawah permukaan uji
dengan letak 0.5 mm, 1mm, 1.5mm, 2mm, 2.5mm, 3mm, 3.5mm, 4mm
dibawah permukaan. Dimana tiap variasi cacat berada pada satu buah benda
uji. Dari hasil pengujian menunjukkan bahwa yoke AC mampu mendeteksi
subsurface defect sampai kedalaman 1.5mm, sedangkan untuk yoke DC dan
yoke permanen masih mampu mendeteksi sampai kedalam 4mm (Ellathif,
2019).
Perbedaan penelitian yang dilakukan penulis adalah variasi dari ketebalan
nonconductive coating. Sebelum spesimen uji diaplikasikan coating, spesimen
diberikan cacat buatan. Cacat buatan dibuat menggunakan metode wire cut.
26
Penelitian ini ditekankan pada analisa sensitivitas pengujian magnetic particle
pada cacat buatan yang dilapisi coating. Yang mana variasi ketebalan coating
yang diaplikasikan adalah ±500 µ, ±1000 µ, ±1500 µ, ±2000 µ, dan ±2500 µ.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sampai dengan ketebalan
coating berapakah pengujian magnetic particle dapat membaca cacat yang
terdapat pada spesimen uji.
27
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Flowchart.
Proses pengerjaan Tugas Akhir ini dapat digambarkan seperti pada
flowchart berikut :
Gambar 3 1 Diagram Alir Pelaksanaan
Mulai
Identifikasi masalah
Persiapan material
dan peralatan
Pelapisan material
dengan coating
±500
micron
±1000
micron
±1500
micron
±2000
micron
±2500
micron
Tahap pengujian Magnetic Particle Test
Pembacaan hasil pengujian
Analisa dan pembahasan
Kesimpulan dan saran
Selesai
Studi Literatur
28
3.2 Identifikasi Masalah.
Cacat pada logam seringkali dijumpai khususnya pada sambungan
pengelasan. Posisi cacat juga tidak selalu terletak pada permukaan material,
seringkali cacat juga berada pada subsurface yang tidak bisa diamati
menggunakan visual test. Maka dari itu diperlukan metode untuk pendeteksian
cacat yang terletak dibawah permukaan (subsurface). Cacat pada subsurface
bisa dideteksi menggunakan uji tanpa rusak (Non Destructive Test) yaitu
dengan metode magnetic particle test. Kelebihan dari pengujian magnetic
particle ini yaitu, dapat mendeteksi cacat dibawah permukaan meskipun
dengan kondisi material yang dilapisi dengan coating. Pada tugas akhir ini akan
dilakukan pengujian magnetic particle dan dengan kondisi permukaan telah
dilapisi coating. Lapisan coating yang digunakan adalah lapisan cat. Cat yang
digunakan pada penelitian ini yaitu cat dengan merk Nippon Paint Bee Brand
1000 High Gloss Synthetic Enamel. Pemilihan cat dengan merk tersebut
dikarenakan waktu pengeringan lebih cepat dibandingkan dengan cat merk
lain, lebih ekonomis, dan cat merk Nipon Paint sudah dapat digunakan pada
dunia perkapalan (marine used). Permukaan material diberikan variasi
ketebalan pada setiap spesimen uji. Yang mana variasi ketebalan cat dibuat
±500 µ, ±1000 µ, ±1500 µ, ±2000 µ dan ±2500 µ. Pada pengujian magnetic
particle yang akan dilakukan, partikel magnet yang digunakan adalah visible
wet paticle (7HF). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sampai dengan
ketebalan berapakah pengujian magnetic particle dapat mendeteksi cacat
buatan.
3.3 Studi Literatur.
Studi literatur dilakukan untuk mengumpulkan semua informasi yang
berkaitan dengan penelitian yang dilakukan dengan cara pengumpulan
berbagai sumber pustaka yang berhubungan dengan penelitian. Terdapat
beberapa penelitian mengenai pengujian magnetic particle dan dengan kondisi
permukaan spesimen uji dilapisi dengan lapisan coating. Pada penelitian
tersebut, spesimen uji diberikan cacat buatan dan setelah itu dilakukan
pengujian magnetic particle. Terdapat penelitian yang membandingkan
29
penggunaan permanen magnet yoke dan yoke AC untuk pendeteksian cacat
buatan tersebut. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, permanen magnet yoke
memiliki kemampuan yang lebih baik untuk mendeteksi buatan yang telah
dilapisi dengan coating. Hal itu dikarenakan skin effect yang terjadi jika
magnetisasi menggunakan yoke AC, sedangkan jika menggunakan permanen
magnet yoke tidak terjadi skin effect sehingga kemampuan pembacaan
permanen magnet yoke menjadi lebih baik dari yoke AC. Skin effect merupakan
fenomena pada saluran transmisi yang disebabkan karena tidak meratanya
distribusi arus pada penampang konduktor. Berdasarkan hasil penelitian
tersebut, menyatakan bahwa semakin besar variasi ketebalan coating yang
diberikan pada spesimen uji maka efektivitas pembacaan akan menurun.
3.4 Persiapan Material dan Peralatan
3.4.1 Persiapan material.
Pengujian dilakukan menggunakan lima (5) pelat dengan ukuran
panjang, lebar, dan tebal adalah 100 mm x 25 mm x 10 mm, dimana
pada setiap spesimen akan diberikan suatu cacat buatan. spesimen uji
yang digunakan akan ditunjukkan pada Gambar 3.2.
Gambar 3 2 Spesimen uji
3.4.2 Pembuatan Spesimen Uji.
a. Pembuatan cacat.
Sebelum dilakukannya pengujian magnetic particle,
diperlukan pembuatan cacat buatan pada setiap spesimen. Cacat
dibuat menggunakan metode wire cut. Cacat diletakkan pada
30
bagian tengah spesimen secara melintang. Dimensi cacat buatan
adalah 25 mm x 3 mm x 3 mm. Cacat buatan akan ditunjukkan pada
Gambar 3.3. Sedangkan pada Gambar 3.4 ditunjukkan mengenai
penampang melintang spesimen uji.
Gambar 3 3 Cacat buatan pada spesimen uji
Gambar 3 4 Penampang melintang spesimen uji
b. Penutupan cacat buatan.
Cacat adalah suatu kondisi yang tidak diharapkan pada tahap
manufaktur. Dikarenakan hal tersebut, maka pada percobaan ini
cacat buatan harus ditutup. Tujuannya agar menyamarkan cacat
buatan pada spesimen uji. Cacat buatan ditutup menggunakan
lapisan resin. Pemilihan resin sebagai lapisan penutup cacat
dikarenakan resin adalah zat kimiawi yang bersifat
nonferromagnetic yang dapat ditembus dengan pengujian magnetic
particle. Gambar 3.5 adalah gambar resin dan katalis yang akan
digunakan untuk melapisi cacat buatan.
31
Gambar 3 5 Resin dan katalis
Campuran yang ideal antara katalis dan resin yaitu 1% - 2%
dari resin. Untuk penutupan cacat buatan, campuran yang
digunakan adalah ¼ gelas air mineral resin dan 1 tutup botol air
mineral katalis. Resin diaplikasikan seperti pada Gambar 3.6.
Setelah resin diaplikasikan, permukaan pelat baja dibersihkan
sampai lapisan resin rata dengan permukaan pelat seperti pada
Gambar 3.7.
Gambar 3 6 Pelapisan cacat buatan dengan resin
Gambar 3 7 Lapisan resin rata dengan permukaan pelat
32
3.4.3 Peralatan. Penelitian ini membutuhkan peralatan-peralatan yang akan
mendukung dalam pengujian magnetic particle test. Peralatan-
peralatan tersebut antara lain permanen magnet yoke, light meter,
gauss meter, indikator medan magnet, cleaner, white contrast (WCP 2),
wet particle (7HF). Peralatan yang disebutkan diatas akan ditunjukkan
pada Gambar 3.8 dan Gambar 3.9.
Gambar 3 8 Peralatan pengujian magnetic particle
Gambar 3 9 Permanen magnet yoke
3.5 Pelapisan Material dengan Coating.
Pengaplikasian coating dengan menggunakan teknik brush. Variasi
Ketebalan coating yang digunakan yaitu ±500 micron, ±1000 micron, ±1500
micron, ±2000 micron, dan ±2500 micron. Gambar 3.10 adalah alat dan bahan
yang digunakan dalam aktivitas coating.
33
Gambar 3 10 Alat dan bahan coating
Pengecekkan ketebalan coating menggunakan alat DFT (Dry Film
Thickness). DFT hanya dapat digunakan pada saat cat dalam kondisi kering
sentuh. Hal ini bertujuan agar memaksimalkan pembacaan coating thickness.
Hasil pengecatan tidak akan mencapai nilai variasi, dikarenakan metode brush
memiliki kekurangan yaitu tidak dapat dikontrol ketebalan tiap lapisan cat.
Berikut adalah alat DFT beserta kalibrasinya.
Gambar 3 11 Dry Film Thickness
Gambar 3 12 Kalibrasi Dry Film Thickness
34
3.6 Tahap Pengujian MPI
Setelah material di persiapkan, maka proses selanjutnya adalah melakukan
pengujian magnetic particle test. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui
sampai dengan ketebalan coating berapakah pengujian ini bisa mendeteksi
crack. Dalam pengujian ini terdapat prosedur-prosedur yang harus dilakukan.
Berikut merupakan prosedur pengujian magnetic particle test yaitu :
1. Penyiapan Permukaan.
a. Penyiapan permukaan dengan penggerindaan atau pemesinan dapat
dilakukan apabila kekasaran permukaan dapat menutupi indikasi
diskontinuitas.
b. Permukaan yang diperiksa dan daerah di dekatnya pada jarak
minimum 25 mm harus bersih dan kering.
c. WCP boleh disemprotkan pada permukaan benda yang diuji untuk
meningkatkan kontras partikel magnet.
2. Teknik pengujian.
a. Partikel basah harus disemprotkan dari kaleng bertekanan selama arus
magnetisasi menyala. Teknik ini dinamakan continuous.
b. Yoke harus diletakkan pada permukaan yang diperiksa. Pembentukan
indikasi selama penyomprotan partikel magnet harus selalu diamati.
3. Pencahayaan.
a. Intensitas cahaya tampak sebesar minimum 1000 Lux (100 fc) harus
dicapai pada permukaan yang diuji. Intensitas cahaya pada saat
pengujian akan ditunjukkan pada Gambar 3.13.
Gambar 3 13 Intensitas cahaya
35
b. Sumber cahaya dan verifikasi intensitas cahayanya harus
didemonstrasikan dan dicatat dalam laporan.
4. Perekaman indikasi.
Perekaman indikasi diskontinuitas dapat dilakukan dengan :
a. Foto.
b. Sketsa.
5. Demagnetisasi.
a. Demagnetisasi dapat dilakukan menggunakan yoke permanen dengan
membalik arah medan magnet secara berulang-ulang sambil
menjauhkan yoke dari permukaan yang diuji.
b. Besarnya medan magnet sisa harus diverifikasi memakai gauss meter.
Besarnya medan magnet sisa di seluruh bagian komponen yang diuji
maksimum sebesar 3 (tiga) gauss.
6. Post cleaning.
Post cleaning dimaksudkan untuk membersihkan benda uji dari sisa-
sisa dari pemberian serbuk magnetik pada saat pengujian. Pembersihan
harus dilakukan sesegera mungkin dengan cara tidak merusak komponen.
3.7 Pembacaan Hasil.
Pada saat dilakukan pengujian magnetic particle, dilakukan pengamatan
pada tiap spesimen uji apakah cacat buatan muncul pada setiap variasi
ketebalan cat yang sudah diukur menggunakan alat DFT (Dry Film Thickness).
Pada tahap ini dilakukan perekaman cacat yang muncul setelah dilakukan
pengujian magnetic particle. Perekaman dapat dilakukan dengan cara
mendokumentasikan hasil pengujian magnetic particle.
3.8 Analisa dan Pembahasan.
Pada bab ini dilakukan analisa hasil pengujian magnetic particle
menggunakan permanen magnet yoke pada setiap variasi ketebalan cat yang
sudah diaplikasikan pada spesimen uji yaitu ±500 µ, ±1000 µ, ±1500 µ, ±2000
µ dan ±2500 µ.
36
3.9 Kesimpulan dan Saran
Setelah didapatkan hasil pembacaan pengujian magnetic particle, maka
dapat disusun kesimpulan dan saran. Pada bab ini akan menghasilkan data pada
variasi ketebalan berapakah pengujian magnetic particle tidak dapat
mendeteksi cacat buatan pada spesimen uji.
37
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sebelum dilakukan pembahasan mengenai hasil pengujian magnetic particle
terhadap berbagai variasi ketebalan coating, berikut terdapat uraian dan gambar
mengenai spesifikasi coating yang digunakan dalam pengujian ini. Gambar
mengenai data aplikasi coating dapat dilihat pada Gambar 4.1.
1. Data aplikasi coating :
a. Merk : Nippon Paint Bee Brand 1000 High Gloss Synthetic
Enamel.
b. Pengenceran : - 5-10% Bee Brand 1000 Thinner untuk pengecatan
menggunakan kuas atau rol.
- 30% Bee Brand 1000 Thinner untuk pengecatan
menggunakan spray.
c. Aplikasi : Kuas, rol, atau spray.
d. Daya sebar teoritis : 14-16 m2/ liter / lapis.
e. Waktu pengeringan : - Kering sentuh : 45 menit.
- Kering keras : 5 jam.
f. Interval pengecatan : 16 jam
Gambar 4 1 Data aplikasi coating
Berikut ini akan dilakukan pembahasan dan analisis terhadap hasil pengujian
magnetic particle yang telah dilakukan sebelumnya. Pembahasan dilakukan pada
ada tidaknya cacat yang terdeteksi dengan beberapa kondisi sebagai berikut :
38
1. Cacat buatan pada setiap spesimen dibuat secara seragam, yaitu linier
indication.
2. Dimensi cacat buatan adalah 25 mm x 3 mm x 3 mm.
3. Cacat buatan dalam kondisi tertutup dan kemudian dilapisi coating.
4. Variasi ketebalan coating adalah yaitu ±500 µ, ±1000 µ, ±1500 µ, ±2000 µ,
dan ±2500 µ.
5. Jenis coating yang diaplikasikan adalah painting dengan merk Nippon Paint
Bee Brand 1000 High Gloss Synthetic Enamel.
6. Pengaplikasian coating dilakukan menggunakan metode brush.
7. Menggunakan visible wet particle (7HF).
8. Menggunakan permanen magnet yoke.
4.1 Hasil Pengujian Magnetic Particle
Pengujian magnetic particle dilaksanakan di PT. Robutech Surabaya.
Berikut ini merupakan hasil dari pengujian magnetic particle yang telah
dilakukan.
a. Variasi ketebalan coating ±500 micron.
Dari hasil pengujian yang telah dilakukan pada variasi ketebalan ±500
micron didapatkan ketebalan coating yaitu 486 micron. Gambar 4.2 adalah
hasil pengecekkan ketebalan menggunakan alat DFT (Dry Film Thickness)
dan Gambar 4.3 adalah hasil pengujian magnetic particle pada ketebalan
tersebut.
Gambar 4 2 Ketebalan coating 486 micron
39
Gambar 4 3 Hasil pembacaan pengujian magnetic particle
b. Variasi ketebalan coating ±1000 micron.
Dari hasil pengujian yang telah dilakukan pada variasi ketebalan ±1000
micron didapatkan ketebalan coating yaitu 974 micron. Gambar 4.4 adalah
hasil pengecekkan ketebalan menggunakan alat DFT (Dry Film Thickness)
dan Gambar 4.5 adalah hasil pengujian magnetic particle pada ketebalan
tersebut.
Gambar 4 4 Ketebalan coating 974 micron
Gambar 4 5 Hasil pembacaan pengujian magnetic particle
40
c. Variasi ketebalan coating ±1500 micron.
Dari hasil pengujian yang telah dilakukan pada variasi ketebalan ±1500
micron didapatkan ketebalan coating yaitu 1460 micron. Gambar 4.6
adalah hasil pengecekkan ketebalan menggunakan alat DFT (Dry Film
Thickness) dan Gambar 4.7 adalah hasil pengujian magnetic particle pada
ketebalan tersebut.
Gambar 4 6 Ketebalan coating 1460 micron
Gambar 4 7 Hasil pembacaan pengujian magnetic particle
d. Variasi ketebalan coating ±2000 micron.
Dari hasil pengujian yang telah dilakukan pada variasi ketebalan ±2000
micron didapatkan ketebalan coating yaitu 1920 micron. Gambar 4.8
adalah hasil pengecekkan ketebalan menggunakan alat DFT (Dry Film
Thickness) dan Gambar 4.9 adalah hasil pengujian magnetic particle pada
ketebalan tersebut.
41
Gambar 4 8 Ketebalan coating 1920 micron
Gambar 4 9 Hasil pembacaan pengujian magnetic particle
e. Variasi ketebalan coating ±2500 micron.
Dari hasil pengujian yang telah dilakukan pada variasi ketebalan ±2500
micron didapatkan ketebalan coating yaitu 2450 micron. Gambar 4.10
adalah hasil pengecekkan ketebalan menggunakan alat DFT (Dry Film
Thickness) dan Gambar 4.11 adalah hasil pengujian magnetic particle pada
ketebalan tersebut.
Gambar 4 10 Ketebalan coating 2450 micron
42
Gambar 4 11 Hasil pembacaan pengujian magnetic particle
Berikut ini adalah pengolahan data terhadap hasil pengujian
magnetic particle yang telah dilakukan. Data pengujian akan ditampilkan
berdasarkan ketebalan coating pada tabel 4.1.
Tabel 4 1 Hasil pembacaan pengujian magnetic particle dari setiap ketebalan coating.
No. Ketebalan
coating
(micron)
Panjang
cacat
(mm)
Result
Applicable Not
Applicable
1. 486 25 ✓ -
2. 974 25 ✓ -
3. 1460 25 ✓ -
4. 1920 25 ✓ -
5. 2450 - - ✓
4.2 Analisis Data
Berdasarkan hasil percobaan pada penelitian yang berjudul “Analisa
Kemampuan Metode Magnetic Particle Inspection untuk Mendeteksi
Subsurface Defect”, permanen magnet yoke masih mampu mendeteksi cacat
buatan sampai dengan 4 mm. Apabila dibandingkan dengan hasil pengujian
pada sub bab 4.1, pengujian magnetic particle yang dilakukan pada kondisi
material yang telah diberikan cacat buatan dengan ukuran 25x3x3 mm hanya
mampu mendeteksi cacat tersebut pada ketebalan coating 1920 micron. Hal
43
tersebut dikarenakan posisi cacat buatan berada pada kedalaman 3 mm dan
pada kondisi material yang dilapisi dengan coating memiliki lapisan
nonferromagnetic yang menyebabkan induksi magnetik dari yoke terhambat,
sehingga kedalaman penembusan indikasi yang dapat dideteksi berkurang.
Maka dari itu, ASME Sec. V Non Destructive Test menyarankan agar sebelum
dilakukan pengujian pada material yang dilapisi nonconductive coating harus
dilakukan simulasi berdasarkan ketebalan coating yang diaplikasikan
menggunakan shim karena dapat mempengaruhi pembacaan dari pengujian
magnetic particle. Pernyataan tersebut dapat dilihat pada Mandatory Appendix
I Magnetic Particle Examination On Ferritic Materials Coated With
Nonmagnetic Coatings Article 7 Point I-741.
44
Halaman ini sengaja dikosongkan.
45
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembacaan pengujian magnetic particle terhadap variasi
ketebalan coating dapat disimpulkan bahwa :
1. Dari hasil pengujian magnetic particle dapat dilihat munculnya cacat linier
indication sesuai dengan panjang cacat buatan yaitu 25 mm pada variasi
ketebalan cat ±500 micron s/d ±2000 micron dan pada ketebalan cat ±2500
micron cacat buatan tidak muncul. Semakin bertambah variasi ketebalan
coating, kemampuan pembacaan pengujian magnetic particle semakin
berkurang. Pernyataan tersebut mengacu pada hasil pengujian magnetic
particle yang hanya mampu membaca cacat buatan sampai dengan variasi
ketebalan coating ±2000 micron.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil studi, pada pengujian magnetic particle terdapat alat yang
digunakan untuk mendeteksi cacat yaitu yoke. Terdapat tiga (3) jenis yoke,
yaitu permanen magnet yoke, AC yoke, maupun DC yoke. Yang membedakan
dari ketiga yoke tersebut adalah kemampuannya untuk mengangkat block
kalibrasi dan sumber magnet.
Berdasarkan uraian diatas, penulis menyarankan agar percobaan yang
dilakukan berikutnya dapat melakukan penelitian yang sama dengan
menggunakan metode magnetic particle inspection yaitu dengan mengunakan
AC atau DC yoke sebagai perbandingan hasil terhadap penelitian ini.
46
Halaman ini sengaja dikosongkan.
47
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi. (2018). Pengertian WPS (Welding Procedure Specification) dan PQR.
Retrieved June 13, 2019, from https://www.pengelasan.net/pengertian-wps-
welding-procedure-specification-adalah/
Aero. (2007). Non Destructive Testing (NDT). Retrieved February 14, 2019, from
https://aeroblog.wordpress.com/2007/01/12/non-destructive-testing-ndt/
Dyatmika, I. B. G. (2012). Analisis Perbandingan Metode MPI Menggunakan Yoke
AC dan Permanen Magnet Untuk Pendeteksian Panjang Retak Permukaan
yang Dilapisi Cat Pada Sambungan Las di Kapal. Surabaya: UPT.
PERPUSTAKAAN Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.
Ellathif, L. A. (2019). Analisa Kemampuan Metode Magnetic Particle Inspection
untuk Mendeteksi Subsurface Defect.
Fisik, M. (2012). Cacat pada Material. Retrieved August 22, 2019, from
https://sites.google.com/site/metalurgifisikpart2/cacat-dalam-material
Gapsari, F. (2017). Pengantar Korosi. Malang: UB Press.
International Atomic Energy Agency. (2000). Liquid Penetrant and Magnetic
Particle Testing at Level 2. Austria: IAEA.
PT. Inspektindo Pratama. (2009). Handbook Magnetic Particle Test Level II.
Jakarta: PT. Inspektindo Pratama.
PT. Robutech. (2009). Magnetic Particle Examination Procedure. Surabaya: PT.
Robutech.
Rafei, A. (2011). NON DESTRUCTIVE TESTING ( PENGUJIAN TAK
MERUSAK ) MAGNETIC PARTICLE INSPECTION. Retrieved February
14, 2019, from https://sersasih.wordpress.com/2011/06/25/laporan-ndt-ft-
untirta-2/
Ramdani, F. (2012). Analisa Pengaruh Nonconductive Coating terhadap Panjang
48
Pendeteksian Cacat Permukaan dengan Menggunakan Metode Pemeriksaan
Magnetik Partikel (MPI) pada Sambungan Las Crane di Kapal. Surabaya:
UPT. PERPUSTAKAAN Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.
Sonawan, H., & Rochim, S. (2006). Pengantar untuk Memahami Proses
Pengelasan Logam. Bandung: Alfabeta.
Sunaryo, H. (2008a). Teknik Pengelasan Kapal Jilid 1. Jakarta: Direktorat
Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan.
Sunaryo, H. (2008b). Teknik Pengelasan Kapal Jilid 2. Jakarta: Direktorat
Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan.
Wahyudi, M. T. (2015). MODUL PENGEMBANGAN MATERI PEMBELAJARAN
MATA KULIAH TEORI NDT. Surabaya: Politeknik Perkapalan Negeri
Surabaya.
49
LAMPIRAN
1. Sertifikat permanen magnet yoke
2. Spesifikasi cat
3. ASME Sec. V Mandatory Appendix I, Article 7
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
BIODATA Nama : Viska Al Diana
Nama Panggilan : Viska
Tempat/Tgl Lahir : Jombang, 02 Agustus 1998
Jenis Kelamin : Perempuan
Tinggi/Berat : 150 cm / 46 kg
Gol. Darah : O
Warga Negara : Indonesia
Agama : Islam
Pekerjaan : Mahasiswa
Status : Belum Menikah
Alamat asal : Jalan Inpres, RT/RW : 01/03, Dsn. Sanggar Arum, Ds. Mojojejer, Kec. Mojowarno, Kab. Jombang
Mobile : 085748433002
E-mail : [email protected]
RIWAYAT PENDIDIKAN 2004 – 2010 : SD Negeri Mojojejer II
2010 – 2013 : SMP Negeri I Mojowarno
2013 – 2016 : SMA Negeri Mojoagung
2016 – 2019 : D-3 Teknik Bangunan Kapal PPNS