analisa vertical total electron content

11
ISSN: 1411-3082 121 ANALISA VERTICAL TOTAL ELECTRON CONTENT DI IONOSFER DAERAH JAWA DAN SEKITARNYA YANG BERASOSIASI DENGAN GEMPABUMI YOGYAKARTA 26 MEI 2006 UTC I Made Kris Adi Astra dan I Putu Pudja ANALISA VERTICAL TOTAL ELECTRON CONTENT DI IONOSFER DAERAH JAWA DAN SEKITARNYA YANG BERASOSIASI DENGAN GEMPABUMI YOGYAKARTA 26 MEI 2006 UTC I Made Kris Adi Astra 1 , I Putu Pudja 2 1 Jurusan Geofisika, Akademi Meteorologi dan Geofisika 2 Pusat Penelitian dan Pengembangan, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika ABSTRAK Kenyataan bahwa dampak gempabumi Yogyakarta 27 Mei 2006 (local time) memberikan dampak negatif bagi kehidupan menjadikannya salah satu bencana yang tidak memberikan waktu yang cukup lama untuk sebuah peringatan. Sebelumnya, telah banyak dilakukan penelitian untuk membangun sebuah system yang diharapkan memberikan petunjuk untuk mem-pre-deteksi gempabumi. Salah satunya adalah pendekatan dengan Seismo-Ionospheric Coupling. Dalam pemikiran ini dijelaskan tahapan-tahapan yang terjadi di Ionosfer ketika gempabumi akan terjadi dan saat terjadi.Dalam tulisan ini dipilih Densitas Elektron dalam arah Vertical (Vertical Total Electron Content) di Ionosfer sebagai parameternya. Total Electron Content (TEC) adalah jumlah elektron dalam kolom vertikal (silinder) berpenampang seluas 1 m 2 sepanjang lintasan sinyal perangkat GPS yang dilalui di lapisan ionosfer pada ketinggian sekitar 350 km.Dari analisa didapatkan, terjadi tiga kali penurunan nilai VTEC yang signifikan di daerah Jawa dan sekitarnya. Yaitu pada 18, 20 dan 22 Mei 2006. Namun setelah dikoreksi Dst Index, penurunan nilai VTEC pada tanggal 18 Mei 2008 berkaitan dengan gangguan magnetic. Selanjutnya pada tanggal 20 Mei 2006 dan 22 Mei 2006, penurunan nilai VTEC diindikasikan sebagai akibat dari proses fisis Seismo-Ionospheric Coupling sebelum terjadinya gempabumi. Hal ini diperkuat dari koreksi Dst. Index yang tidak menunjukan adanya gangguan magnetic yang berarti. Kata kunci: Seismo-Ionospheric Coupling, VTEC, Dst. Index ABSTRACT Earthquake that struck Jogjakarta on May 27 2006 (local time) gives negative impact to life and it became of no awareness disaster. Previously, there are many researches that developed a system which can give signal to earthquake pre-detection. One of them is Seismo-Ionosperic Coupling. This research, explain phases in Ionospere before and after shock.Electron densities in vertical direction in Ionospere (Vertical Total Electron Content) is selected as parameter. Total Electron Content (TEC) is defined as the amount of electron in vertical column (cylinder) with cross-section of 1 m 2 along GPS signal trajectory in Ionospere at arround 350 km of height.There are three times of significant decrease of VTEC value in Java and its surrounding, i.e. at 18, 20, 22 of May 2006. However, after corrected by Dst Index, the decrease VTEC value on May 18 2008 has relationship with magnetic disturbance. The decrease of VTEC value on May 20 and May

Upload: others

Post on 17-Oct-2021

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

ISSN: 1411-3082

121 ANALISA VERTICAL TOTAL ELECTRON CONTENT DI IONOSFER DAERAH JAWA DAN SEKITARNYA YANG BERASOSIASI DENGAN GEMPABUMI YOGYAKARTA 26 MEI 2006 UTC

I Made Kris Adi Astra dan I Putu Pudja

ANALISA VERTICAL TOTAL ELECTRON CONTENT DI IONOSFER

DAERAH JAWA DAN SEKITARNYA

YANG BERASOSIASI DENGAN GEMPABUMI YOGYAKARTA

26 MEI 2006 UTC

I Made Kris Adi Astra1, I Putu Pudja

2

1Jurusan Geofisika, Akademi Meteorologi dan Geofisika

2Pusat Penelitian dan Pengembangan, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika

ABSTRAK

Kenyataan bahwa dampak gempabumi Yogyakarta 27 Mei 2006 (local time) memberikan dampak negatif bagi kehidupan menjadikannya salah satu bencana yang tidak

memberikan waktu yang cukup lama untuk sebuah peringatan. Sebelumnya, telah banyak

dilakukan penelitian untuk membangun sebuah system yang diharapkan memberikan petunjuk untuk mem-pre-deteksi gempabumi. Salah satunya adalah pendekatan dengan

Seismo-Ionospheric Coupling. Dalam pemikiran ini dijelaskan tahapan-tahapan yang

terjadi di Ionosfer ketika gempabumi akan terjadi dan saat terjadi.Dalam tulisan ini dipilih Densitas Elektron dalam arah Vertical (Vertical Total Electron Content) di

Ionosfer sebagai parameternya. Total Electron Content (TEC) adalah jumlah elektron

dalam kolom vertikal (silinder) berpenampang seluas 1 m2 sepanjang lintasan sinyal

perangkat GPS yang dilalui di lapisan ionosfer pada ketinggian sekitar 350 km.Dari analisa didapatkan, terjadi tiga kali penurunan nilai VTEC yang signifikan di daerah

Jawa dan sekitarnya. Yaitu pada 18, 20 dan 22 Mei 2006. Namun setelah dikoreksi Dst

Index, penurunan nilai VTEC pada tanggal 18 Mei 2008 berkaitan dengan gangguan magnetic. Selanjutnya pada tanggal 20 Mei 2006 dan 22 Mei 2006, penurunan nilai VTEC

diindikasikan sebagai akibat dari proses fisis Seismo-Ionospheric Coupling sebelum

terjadinya gempabumi. Hal ini diperkuat dari koreksi Dst. Index yang tidak menunjukan adanya gangguan magnetic yang berarti.

Kata kunci: Seismo-Ionospheric Coupling, VTEC, Dst. Index

ABSTRACT

Earthquake that struck Jogjakarta on May 27 2006 (local time) gives negative impact to

life and it became of no awareness disaster. Previously, there are many researches that

developed a system which can give signal to earthquake pre-detection. One of them is

Seismo-Ionosperic Coupling. This research, explain phases in Ionospere before and after shock.Electron densities in vertical direction in Ionospere (Vertical Total Electron

Content) is selected as parameter. Total Electron Content (TEC) is defined as the amount

of electron in vertical column (cylinder) with cross-section of 1 m2 along GPS signal

trajectory in Ionospere at arround 350 km of height.There are three times of significant

decrease of VTEC value in Java and its surrounding, i.e. at 18, 20, 22 of May 2006.

However, after corrected by Dst Index, the decrease VTEC value on May 18 2008 has relationship with magnetic disturbance. The decrease of VTEC value on May 20 and May

122

JURNAL METEOROLOGI DAN GEOFISIKA VOLUME 10 NOMOR 2 TAHUN 2009 : 121 – 131

22 2006 is indicated as effect of Seismo-Ionosperic Coupling physical process before

shock. This is supported by correction of Dst. index that shows there is no significant

magnetic disturbance.

Keywords : Seismo-Ionospheric Coupling, VTEC, Dst. Index

1. PENDAHULUAN

Kenyataan bahwa gempabumi memberikan dampak yang negatif bagi kehidupan terlihat

begitu nyata ketika gelombang ini

meluluhlantakkan bangunan, mematahkan

jembatan, memicu gelombang tsunami dan memakan ratusan ribu korban jiwa. Gelombang

yang terpancar secara tiba-tiba dari suatu sistem

pelepasan energi pada batuan ini sangat sukses menjadikan dirinya sebagai bencana alam yang

tidak memberikan waktu lama untuk sebuah

peringatan. Sehingga muncul gagasan-gagasan untuk memantau, mempre-deteksi bahkan

memprediksi kapan akan terjadinya sebuah

gempabumi secara komprehensif.

Selama bertahun-tahun metode untuk memprediksi kapan akan terjadinya gempabumi

dibangun sedemikian rupa, tahap demi tahap.

Banyak metode yang digunakan untuk hal terebut diantaranya metode matematis-statistik dan

metode fisis. Metode matematis-statistik

dianggap cukup mampu untuk menjelaskan fenomena pengulangan siklus gempabumi yang

dinamakan periode ulang. Namun karena

kompleksitas gaya yang bekerja pada bidang

sumber gempabumi, metode statistik periode ulang dianggap belum cukup untuk memprediksi

gempabumi dalam waktu yang spesifik pada saat

akan terjadinya gempabumi. Belakangan, metode dengan

memperhatikan kondisi fisis di sekitar titik pusat

epicenter gempa semakin giat dikembangkan.

Sebut saja pengukuran terhadap anomali emisi gas radon, pengukuran air tanah, gejala

geomagnet, dan gangguan pada konsentrasi

electron di ionosfer sebelum terjadinya gempabumi. Pengukuran perubahan sifat fisis

tersebut sebelum terjadinya gempabumi

diharapkan memberikan petunjuk awal precursor prediksi gempabumi dalam waktu

yang singkat (short term prediction).

Dengan menggunakan parameter Total

Electron Content (TEC) atau sering juga disebut

dengan densitas elektron, maka akan diketahui jumlah elektron dalam kolom vertikal (silinder)

berpenampang seluas 1 m2 sepanjang lintasan

sinyal Ionosonde ataupun perangkat GPS dalam

lapisan ionosfer. Saat sebelum terjadinya gempabumi, konsentrasi elektron-elektron

tersebut akan terganggu. Gangguan ini dijelaskan

dalam model fisis mekanisme Seismo-Ionosperic Coupling.

Model fisis ini terdiri dari beberapa

tahapan sebelum nantinya menyebabkan ketidakteraturan konsentrasi elektron di ionosfer

dalam skala yang besar. Mulai dari tahap

persiapan, pembentukan plasma, clustering ion,

dan pembangkitan medan anomali elektrik. Tulisan ini mengkhususkan pada

identifikasi anomali nilai dari kerapatan elektron

tersebut sebelum terjadi gempabumi. Tujuan tulisan ini untuk mengetahui

apakah ada fluktuasi nilai Vertical TEC ketika

akan terjadinya gempabumi dan kemungkinan anomali ini digunakan untuk mempre-deteksi

akan datangnya gempabumi.

Dan lingkup penelitian ini difokuskan pada

gangguan konsentrasi elektron di ionosfer dalam arah vertical (nilai vertical TEC) beberapa hari

menjelang terjadinya gempabumi yang terjadi

pada saat gempa Yogyakarta 26 Mei 2006 pada UTC atau 27 Mei 2006 WIB.

2. LANDASAN TEORI

2.1. Teori Gempabumi

2.1.1. Elastic Rebound Theory

Gempabumi merupakan pelepasan energi

secara tiba-tiba dari energi strain yang

terakumulasi dalam periode waktu tertentu. Kemudian termanifestasi kesegala arah dalam

ISSN: 1411-3082

123 ANALISA VERTICAL TOTAL ELECTRON CONTENT DI IONOSFER DAERAH JAWA DAN SEKITARNYA YANG BERASOSIASI DENGAN GEMPABUMI YOGYAKARTA 26 MEI 2006 UTC

I Made Kris Adi Astra dan I Putu Pudja

rangkaian gelombang dan kejutan. Gempabumi

dipercayai terjadi karena sebuah mekanisme yang mengacu kepada Elastic Rebound Theory. Teori

ini dikembangkan pada tahun 1906 setelah

terjadinya gempabumi San Francisco.

Mekanismenya dapat dijelaskan sebagai berikut :

Gambar 1. Elastic Rebound Theory

Apabila terdapat dua buah gaya yang

bekerja dengan arah yang berlawanan pada batuan kulit bumi, maka batuan tersebut akan

terdeformasi. Hal ini dikarenakan batuan

mempunyai sifat elastis. Bila gaya yang bekerja pada batuan terjadi secara terus menerus, maka

lama kelamaan daya dukung pada batuan akan

mencapai batas maksimum dan akan mulai

terjadi pergeseran. Akibatnya batuan akan mengalami patahan secara tiba – tiba sepanjang

bidang patahan. Setelah itu batuan akan kembali

stabil, namun sudah mengalami perubahan bentuk dan posisi. Pada saat batuan mengalami

gerakan yang tiba–tiba akibat pergeseran batuan,

energi stress yang tersimpan akan dilepaskan

dalam bentuk getaran yang kita kenal sebagai gempa bumi.

2.1.2 Efek Piezo Electric dan formasi Antena

Dipole

T.K. Das membuat sebuah hipotesa tentang efek piezo elektrik pada patahan.

Menurut pandangan pemikiran ini, retakan yang

terjadi pada sebuah lempengan mengacu kepada stress termal. Lempengan menekan dan energi

stess termalnya dikeluarkan oleh geospot pada

batas bidang patahan.

Gambar 2 Keadaan Normal

Gambar 3 Strain Tumbuh

Gambar 4. Strain Dilepaskan

124

JURNAL METEOROLOGI DAN GEOFISIKA VOLUME 10 NOMOR 2 TAHUN 2009 : 121 – 131

Gambar 5. Kontraksi Sebelum Rebound

Gambar 6. Dilatasi Setelah Rebound

Terdapat lima buah garis lurus dan parallel yang mewakili serat elastis yang mengarah ke

garis patahan yang ditekan oleh mekanisme

energy dari geospot. Ketika dorongan pada

crustal rock di C lebih besar dari kekuatan batuan yang menahannya, maka terjadilah gempabumi.

Hasilnya pada daerah tersebut terjadi pergeseran

pada bidang patahan, yang berakibat terjadinya kompresi pada segmen BC dan C

1D serta dilatasi

pada CD dan BC1.

Getaran mekanis terjadi di daerah BD dan menghasilkn gelombang elastic (gelomban P dan

S) yang menjalar diantara B dan D. Pada saat

yang sama, batuan yang bersebelahan dengan

patahan akan kembali ke kesetimbangan awal (rebound) karena sifat dari material elastic batuan

tersebut. Setelah kembali ke posisi awal,

kedudukan dari B dan D ditunjukan pada gambar 2.4, dan menghasilkan kontraksi pada daerah

diantara B-C dan C1D. kontraksi pendek pada

batuan crystalline ini memunculkan arus pada

kedua sisi batuan seperti pada gambar 2.5. Begitu pula setelah pelepasan akumulasi stress. Terjadi

dilatasi pada batuan crystalline yang

menghasilkan arus dengan polaritas yang

berlawanan. Jenis formasi arus yang berasal dari kontraksi dan dilatasi dari batuan crystalline

dikenal dengan efek Piezo Electric.

Gambar 7. Kapasitor Piezo Electric (T.K.Das)

Seperti ditunjukkan pada gambar 2.7.

batuan crystalline yang menunjukkan efek Piezo Electric –bertindak sebagai kapasitor. Daerah

diantara B-C dan C1-D terisi oleh material

dielektrik silico. PQ dan RS adalah medium penghantar tempat arus elektik mengalir.

Medium penghantar dimana arus elektrik

berosilasi ini bertindak sebagai sebuah antenna

dipole. Konsekuensinya adalah memunculkan emisi elektromagnetik (T.K. Das)

2.2 Total Electron Content (TEC)

Total Electron Content adalah jumlah

elektron dalam kolom vertikal (silinder)

berpenampang seluas 1 m2 sepanjang lintasan

sinyal perangkat GPS yang dilalui di lapisan

ionosfer pada ketinggian sekitar 350 km.

Propagasi gelombang radio melalui ionosfer akan mengalami delay time sebagai akibat dari

keterkaitannya dengan elektron bebas di ionosfer.

Delay time ini dikarakteristikan oleh total electron content (TEC) ionosfer yang merupakan

fungsi dari variable-variabel seperti lokasi

geografis, waktu lokal, musim, radiasi eksrim UV

(Ultra Violet) dan aktivitas medan magnet. Jumlah ini merepresentasikan kerapatan atau

densitas dari electron di Ionosfer (electron

ISSN: 1411-3082

125 ANALISA VERTICAL TOTAL ELECTRON CONTENT DI IONOSFER DAERAH JAWA DAN SEKITARNYA YANG BERASOSIASI DENGAN GEMPABUMI YOGYAKARTA 26 MEI 2006 UTC

I Made Kris Adi Astra dan I Putu Pudja

density). Nilai TEC dinyatakan dalam TEC Unit

(TECU) dimana 1 TEC Unit sama dengan 10

16 elektron/m

2.

Gambar 8. Penentuan Parameter Predeteksi

Gempabumi di Ionosfer dengan GPS

Penentuannya menggunakan perangkat GPS yang terdiri dari tiga segmen, segmen

angkasa, yaitu satelit GPS, segmen control yaitu

stasiun-stasiun pemonitor dan segmen pemakai. GPS Receiver dibumi memancarkan sinyal setiap

30 detik dan diterima oleh satelit GPS, sinyal-

sinyal tersebut kemudian diolah menjadi berbagai

produk, salah satunya adalah kerapatan electron di ionosfer atau TEC.

Jumlah elektron dan ion bebas pada lapisan

ionosfer ini bergantung pada besarnya intensitas radiasi matahari.

2.3 Seismo-Ionospheric Coupling

Seismo-Ionospheric Coupling adalah pemikiran

yang dibangun untuk menjelaskan fenomena-

fenomena anomali di Ionosfer akibat dari terjadinya gempabumi. Fenomena ini terjadi di

berbagai lapisan Ionosfer yang meliputi :

Lapisan D, adalah lapisan yang paling dekat dengan bumi dengan ketinggian 50 hingga 90

km. Lapisan E, yang berada diatas lapisan D. Dan

lapisan F yang berada diatas lapisan E hingga ketinggian 400 km dari permukaan bumi.

2.3.1 Model Fisis Seismo-Ionospheric Coupling

Model fisis Seismo-Ionospheric Coupling dapat

dijabarkan seperti berikut :

Tahap permulaan dari precursor Ionosfer adalah pembentukan plasma di sekitar permukaan

bumi yang berasal dari reaksi ion-molekul

(setelah terionisasi oleh Radon) dengan pengikatan molekul air sehingga terbentuklah ion

pada lapisan atmosfer didekat permukaan bumi.

Hanya molekul air dengan momen dipole tinggi

yang dapat lolos dari terbentuknya cluster ion dari rekombinasi tersebut. Apabila terjadi tarikan

Coulomb pada cluster ion positif dan cluster ion

negatif maka cluster ion netral terbentuk. Dalam teori Dusty Plasma, proses ini disebut koagulasi.

Pembentukan cluster ion netral adalah proses

akhir dari tahapan permulaan.

Gambar 9. Diagram Fenomena Fisis Yang Terjadi

Saat Gempabumi

Tahap kedua adalah pembangkitan medan

anomali elektrik. Hal ini telah diketahui sesaat sebelum gempabumi terjadi. Pengeluaran gas

yang hebat dari kerak bumi (terutama CO2) di

daerah persiapan gempabumi. Dengan membangkitkan gerakan udara, gas tersebut

menciptakan ketidak-seimbangan yang dapat

memicu terbentuknya gelombang gravitasi akustik.

Pergerakan udara yang hebat ini berakibat

menghancurkan cluster ion netral karena

lemahnya interaksi Coulomb. Hasilnya, dalam waktu singkat lapisan atmosfer yang berada di

dekat permukaan bumi menjadi kaya akan ion. Proses selanjutnya adalah pemisahan

muatan. Pemisahan ini menimbukan medan

anomali elektrik yang kuat. Salah satu faktor

utama dari pemisahan muatan adalah perbedaan

126

JURNAL METEOROLOGI DAN GEOFISIKA VOLUME 10 NOMOR 2 TAHUN 2009 : 121 – 131

pergerakan dari ion positif dan negatif komponen

plasma atmosfer. Anomali medan elektromagnetik adalah

tahap akhir dari proses dari rantai proses pertama

Seismo-Ionospheric coupling di troposfer-

atmosfer bagian atas dan ionosfer. Medan anomali elektrik pada lapisan E

ionosfer menciptakan ketidakteraturan yang telah

dicatat dengan berbagai eksperimen. Pada lapisan F due efek yang penting harus dicatat. Pada

daerah dengan konduktivitas maksimal yang

mengacu kepada gelombang gravitasi akustik dari pemanasan Joule akan menciptakan

ketidakteraturan densitas electron (TEC) dalam

ionosfer dalam skala kecil. Proses tersebut

termanifestasi pada osilasi densitas elektron secara periodik. Seanjutnya terdapat formasi

ketidakteraturan konsentrasi elektron pada daerah

F2 di ionosfer. Hal ini telah tercatat oleh satelit maupun dari pengamatan yang berbasis di bumi

yang menggunakan Ionosonde dan jaringan GPS

receiver(Pulinets.2004).

Gambar 10. Diagram Blok Seismo-Ionospheric

Coupling

2.3.2 Anomali Ionosfer Karena Gempabumi

Berbagai eksperimen tentang pengaruh

gempabumi terhadap Ionosfer telah dilakukan

dan dicatat dalam tabel berikut :

ISSN: 1411-3082

127 ANALISA VERTICAL TOTAL ELECTRON CONTENT DI IONOSFER DAERAH JAWA DAN SEKITARNYA YANG BERASOSIASI DENGAN GEMPABUMI YOGYAKARTA 26 MEI 2006 UTC

I Made Kris Adi Astra dan I Putu Pudja

Tabel 1. Precursor Gempabumi Pada Ionosfer

(Eksperimen) (Liperovsky. Et.al.2007)

Gambar 11. Kondisi TEC di Wilayah Pulau Sumatera

(Stasiun ABGS) pada bulan Desember

2004 (Hendri Subakti 2008)

Gambar 12. Kondisi TEC di Wilayah Pulau Sumatera

(Stasiun PSKI) pada bulan Maret 2005

(Henry Subakti 2008)

Kondisi TEC di wilayah Pulau Sumatera pada bulan Desember 2004. Gempabumi terjadi pada

tanggal 26 Desember, anomali terjadi pada

tanggal 21 Desember 2004. Gangguan natural akibat badai magnetik terjadi pada 5, 7, 8, 9

Desember 2004 dan kondisi TEC di wilayah

Pulau Sumatera pada bulan Maret 2005.

Gempabumi terjadi pada tanggal 28 Maret 2005, gangguan terjadi pada tanggal 22, 23 dan 24

Maret 2005 (Hendri Subakti, 2008).

3. DATA DAN METODOLOGI

3.1 Data

3.1.1 Data Gempabumi

Data gempabumi Yogyakarta didapatkan

dari Laporan Meteorologi dan Geofisika Mei

2006, Badan Meteorologi dan Geofisika.

Gempabumi Yogyakarata terjadi pada tanggal 26 Mei 2006 jam 22:53:57.0 waktu UTC

atau pada 27 Mei 2006 jam 05:53:57.0 WIB.

Dengan magnitudo 5.9 SR berpusat di 8.26 LS, 110.31 BT dengan kedalaman 33 km. Gempa

berada di laut, 37.2 km arah selatan Yogyakarta

128

JURNAL METEOROLOGI DAN GEOFISIKA VOLUME 10 NOMOR 2 TAHUN 2009 : 121 – 131

3.1.2 Data Total Electron Content (TEC)

Data Total Electron Content didapatkan dari Pusat Pemanfaatan Sains Antariksa

(Pusfatsainsa), Lembaga Penerbangan dan

Antariksa Nasional di Bandung. Berada pada

6.894 LS dan 107.586 BT. Alat yang digunakan adalah GPS

TECMETER Ashtech Z/Y-12 Dual Frequency.

Alat ini menerima informasi setiap 30 detik secara kontinyu dari satelit GPS yang mengorbit

di atas Indonesia. Nilai TEC dinyatakan dalam

TEC Unit (TECU) dimana 1 TEC Unit sama dengan 10

16 elektron/m

2.

3.2 Metodologi

3.2.1 Pengolahan Data TEC

Dengan adanya medium dispersif pada

ionosfer, nilai TEC dapa diturunkan dari data

sinyal GPS yang terekam setiap 30 detik. Slant Total Electron Content (STEC) sepanjang

rambatan sinyal l antara satelit GPS, Tx, dan

receiver di bumi, Rx, dapat ditulis sebagai :

(3.1)

Dimana N adalah densitas electron dalam el/m

3, n menunjukkan tetapan indeks refraktif, f

dan fN menunjukan gelombang radio dan

frekuensi plasma dalam Hz. Dari rekaman rekaman ephemeris (parameter satelit GPS) dan

ketinggian sub-ionosfer lokal, STEC dapat

dikonversikan kedalam Vertical Total Electron

Content (VTEC). Baik STEC dan VTEC dinyatakan dalam TECU (Liu Et.All, 2004).

Gambar 13 Geometri Total Electron Content

(3.2)

Untuk model ionosfer ini digunakan h = 325 km;

(Hendri Subakti, 2008)

3.2.2 Pemilihan Parameter TEC

Dalam data TEC setiap satelit akan menampilkan informasi sebagai berikut:

Time (UT), menunjukkan waktu penerimaan

sinyal,

PRN, menunjukkan satelit yang

memancarkan sinyal,

Elevation, elevasi dari receiver di bumi,

Azimuth, azimuth dari receiver di bumi,

STEC (Code), Slant Total Electron Content,

VTEC (Code), Vertical Total Electron

Content,

STEC (Code & Phase),

VTEC (Code & Phase),

Latitude, Lintang dari perlintasan satelit

GPS,

Longitude. Bujur dari perlintasan satelit

GPS. Selanjutnya dipilih parameter VTEC (Code

& Phase) untuk semua hari. Parameter ini dipilih

dengan alasan fluktuasi yang lebih smooth

daripada VTEC code (Sri Ekawati, 2008).

ISSN: 1411-3082

129 ANALISA VERTICAL TOTAL ELECTRON CONTENT DI IONOSFER DAERAH JAWA DAN SEKITARNYA YANG BERASOSIASI DENGAN GEMPABUMI YOGYAKARTA 26 MEI 2006 UTC

I Made Kris Adi Astra dan I Putu Pudja

Disini dianalisa data TEC selama sepuluh

hari dari hari kejadian gempa bumi hingga 9 hari kebelakang sebelum hari kejadian gempa bumi.

3.2.3 Identifikasi Sinyal Abnormal

Untuk menganalisa sinyal yang abnormal, digunakan perhitungan Running

median X untuk setiap epoch data. Running

median tersebut kemudian dihubungkan dengan Interquartile Range IQR(jangkauan interkuartil).

(3.3)

Kuartil adalah metoda statistik yang membagi

data menjadi empat bagian, yaitu Kuartil Pertama (Q1), Kuartil Kedua (Q2) dan Kuartil Ketiga

(Q3). Jangkauan iterkuartil (IQR) adalah selisih

dari kuartil ketiga dengan kuartil pertama.

IQR=Q3-Q1 …………………(3.4)

Untuk membentuk batasan atas (upper

bound) digunakan rumus :

Upper Bound = X + IQR …..(3.5)

Untuk membentuk batasan bawah (lower

bound) digunakan rumus :

Lower Bound = X – IQR …. (3.6)

pada setiap epoch data (Liu, Et.all,

2004)

3.2.4 Plotting Data

Setelah pemilihan parameter, selanjutnya data diplot untuk semua hari. Data diplot dengan

Software Matlab 7.

Untuk pemetaan digunakan software Surfer 7.

3.2.5 Koreksi Penunjang

3.2.5.1 Disturbance Storm Time Index (Dst

Index)

Dst adalah indeks geomagnet yang

digunakan untuk menunjukkan level badai

magnet di seluruh dunia. Dst indeks didapatkan

dari nilai rata-rata komponen horizontal medan

geomagnet pada lintang-lintang tengah dan lintang ekuatorial di seluruh dunia yang

mengukur intensitas dari equatorial electrojet

global. Dst Index yang bernilai negatif

mengindikasikan sebuah proses badai magnetik, semakin negatif nilai Dst index tersebut

menunjukkan intensitas sebuah badai magnetik

yang semakin kuat. Penyimpangan negatif pada Dst index

disebabkan oleh arus badai yang melintasi bidang

ekuatorial dari timur ke barat(ring current). Arus badai ini didapatkan dari gradien dan kurva

pergeseran elektron dan proton ionosfer bumi dan

berhubungan erat dengan kondisi angin matahari

(solar wind). Hasil dari arus ini adalah sebuah medan elektrostatik yang berarah timur-barat

pada ionosfer ekuatorial. Saat berada pada medan

geomagnetik horizontal, medan elektrik ini menghasilkan peningkatan aliran arus pada ±3

0

dari ekuator magnetik, hal ini dikenal dengan

equatorial electrojet. Dst Index ini digunakan sebagai koreksi

gangguan selain akibat dari gempabumi.

Gambar 14. Diagram Alir Pengolahan dan Analisa

Data

4. ANALISA DAN PEMBAHASAN

Dari pengolahan data telah didapatkan

variasi VTEC selama sepuluh hari. Nilai TEC akan mengikuti suatu siklus normal, saat pagi

hari menuju siang hari local time nilai VTEC

akan naik. Nilai VTEC tertinggi berada pada tengah hari. Selanjutnya turun kembali dan

berlanjut ke hari berikutnya.

130

JURNAL METEOROLOGI DAN GEOFISIKA VOLUME 10 NOMOR 2 TAHUN 2009 : 121 – 131

Pada hari H-8 dari gempabumi yaitu 18

Mei 2006 UTC terjadi penurunan jumlah kandungan electron VTEC yang cukup

signifikan. Namun setelah dilakukan koreksi

dengan Dst Index didapatkan gangguan magnetik

pada waktu tersebut. Yang mengindikasikan terjadi gangguan natural di ionosfer oleh aktifitas

matahari.

Pada hari H-6 dari gempabumi yaitu 20 Mei 2006 UTC terjadi penurunan jumlah

kandungan electron VTEC. Penurunan tersebut

dapat dilihat setelah tengah hari waktu local. Penurunan ini diindikasikan karena telah

melewati fase-fase fisis dalam mekanisme

Seismo-Ionospheric coupling. Hal tersebut

diperkuat dari koreksi Dst Index. Dimana pada tanggal 20 Mei 2006 tidak terdapat gangguan

magnetic global.

Selanjutnya pada H-4 dari gempabumi yaitu 22 Mei 2006 UTC kembali terjadi

penurunan jumlah kandungan electron VTEC.

Penurunan yang cukup tajam tersebut terlihat setelah melewati tengah hari waktu lokal.

Kembali dilakukan koreksi menggunakan Dst

Index, dan didapatkan tidak terjadi gangguan

natural berupa gangguan magnetic di ionosfer. Dengan kata lain dapat diindikasikan penurunan

kandungan electron VTEC disebabkan oleh

gempabumi di lapisan Litosfer bumi.

Gambar 15. Variasi VTEC pada 17 Mei 2006 26 Mei

2006

Gambar 16. Kontur Variasi VTEC Di Daerah Jawa

dan Sekitarnya pada 17 Mei 2006

hingga 26 Mei 2006

5. KESIMPULAN

Dari hasil pengolahan data dan analisa,

dapat disimpulkan bahwa :

1. Terjadi penurunan jumlah kandungan

electron di ionosfer VTEC pada tanggal 18 Mei 2006 UTC, yaitu delapan hari

sebelum gempabumi Yogjakarta.

Penurunan ini berasosiasi dengan

gangguan magnetic yang dapat dilihat dari Dst Index.

2. Terjadi penurunan jumlah kandungan electron di ionosfer VTEC pada tanggal

20 Mei 2006 UTC, yaitu enam hari

sebelum gempabumi Yogyakarta.

ISSN: 1411-3082

131 ANALISA VERTICAL TOTAL ELECTRON CONTENT DI IONOSFER DAERAH JAWA DAN SEKITARNYA YANG BERASOSIASI DENGAN GEMPABUMI YOGYAKARTA 26 MEI 2006 UTC

I Made Kris Adi Astra dan I Putu Pudja

3. Terjadi penurunan jumlah kandungan

electron di ionosfer VTEC pada tanggal 22 Mei 2006 UTC, yaitu empat hari

sebelum gempabumi Yogyakarta.

4. Penurunan jumlah kandungan electron di ionosfer VTEC pada tanggal 20 Mei

2006 UTC dan 22 Mei 2006 UTC tidak

berasosiasi dengan gangguan natural magnetic. Penurunan ini diindikasikan

sebagai akibat dari proses fisis Seismo-

Ionospheric Coupling sebelum terjadinya gempabumi.

5. Variasi nilai VTEC sebelum gempabumi

Yogyakarta ini semestinya dapat digunakan sebagai pre-deteksi sebelum

gempabumi terjadi.

6. DAFTAR PUSTAKA

1. Djedi S Widarto, Tohru MogiYoshikazu

Tanaka, Toshiyasu Nagao, Katsumi

Hattori, Jann-Yenq Liu, and Seiya Uyeda.,: Seismo-Electromagnetic

Signatures Associated With The

Earthquake During The Period Of

1997&2000 In The Southern Part of

Sumatera Island, Indonesia (1). Procedding, IWSEP

2. Dst Index (Provisional) May 2006,

http://swdcwww.kugi.kyoto-u.ac.jp/dst_provisional/200605/index.htm

l, 26 Januari 2009.

3. Effendy and Srikaloka.,: Seismo -

Ionospheric Coupling Detected During

Earthquake. National Institute of

Aeronautics and Space of Indonesia. LAPAN- Bandung

4. Hendri Subakti, 2008: Analisis Variasi

GPS – TEC Yang Berhubungan

Dengan Gempabumi Besar Di

Sumatera. Bidang Sistem Jaringan

Observasi Geofisika. Pusat Sistem

Jaringan.BMG, Jakarta

5. Hendri Subakti, Personal communication

6. J.Y. Liu, Y.J. Chuo, S.J. Shan, Y.B.

Tsai,Y.I. Chen, S.A. Pulinets, S.B. Yu,

2004: Pre-earthquake Ionospheric Anomalies Registered by Continuous

GPS TEC Measurements. Annales

Geophysicae, European Geosciences

Union, 22: 1585-1593

7. Kearey, P. and Vine, F.J., 1996: Global

Tectonics, 2nd

ed., Blackwell Science, Ltd, Malden

8. Liperovsky, V.A., Pokhotelov, O.A., Meister, C.V., Liverovskaya, E.V., 2007:

On Recent Physical Model of

Lithosphere-Atmosphere Coupling Before

Earthquakes.Natural Hazard And Earth

System Sciences, nhess June

9. Pulinets, Sergey., 2004: Ionospheric Precursors of Earthquake; Recent

Advances in Theory and Practical

Applications.TAO, 15, No.3,pp. 413-435.

10. Sri Ekawati, Personal Communication,

Pusat Pemanfaatan Sains Antariksa,

LAPAN-Bandung

11. T.K.Das, S.Das and A. Chauduri.,: Role

Of Geospot In Seismoelectromagnetics. Centre for Space Physics. Kolkata-India

12. Virdis, Salvatore, 2006: GPS Basics,