analisis balok struktur portal baja …/analisis... · dan mengurangi waktu getar alami, tanpa...
TRANSCRIPT
27
ANALISIS BALOK STRUKTUR PORTAL BAJA
MENGGUNAKAN BALOK KOMPOSIT
Di susun Oleh
Paul Sumarsono
I.110532
JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK
UMIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
28
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di berbagai bidang saat ini
mengalami kemajuan yang sangat pesat. Pemenuhan kebutuhan akan tempat
tinggal dan aktivitasnya mengakibatkan semakin besarnya permintaan akan ruang,
sementara lahan yang tersedia terbatas. Bangunan bertingkat tinggi merupakan
alternatif terbaik untuk memenuhi kebutuhan akan ruang yang terus meningkat.
Bangunan bertingkat tinggi harus memperhatikan factor alam, factor struktur,
keamanan dan kenyamanan penghuninya.
Gempa bumi yang melanda Negara Indonesia, menyebabkan kerugian jiwa dan
harta benda yang sangat besar, misalnya banyaknya bangunan yang mengalami
keruntuhan sehingga memakan banyak korban. Hal ini disebabkabkan karena
pada saat gempa terjadi, gedung akan mengalami simpangan horizontal ( drift )
dan apabila simpangan horizontal ini melebihi syarat aman yang telah dietapkan
oleh peraturan yang ada maka gedung akan megalami keruntuhan. Dengan
melihat kondisi yang demikian bagaimana cara kita untuk mendapatkan suatu
struktur yang mampu menahan gempa, untuk mengantisipasi hal tersebut ada
beberapa cara untuk mendapatkan struktur yang mampu menahan gempa
diantaranya :
a) Dengan memperbesar profil balok maupun kolomnya.
b) Penambahan bresing ( bracing ) pada struktur bangunan.
c) Penambahan dinding geser ( shear wall ) pada struktur bangunan.
d) Dengan penggunanan metode komposit.
Penggunaan metode komposit pada struktur gedung akan meningkatkan kekakuan
dan mengurangi waktu getar alami, tanpa harus memperbesar profil kolom
maupun baloknya. Dengan catatan dari semua aspek perhitungan maupun kontrol
29
yang kiranya mendukung suatu struktur tersebut tercapai situasi dan kondisi yang
aman.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang dapat diambil dari uraian diatas adalah bagaimana
perubahan simpangan horizontal ( drift ) setelah balok dari struktur portal
tersebut dikomposit.
1.3 Batasan Masalah
Batasan masalah diharapkan agar penelitian ini tidak terlalu meluas dan lebih
terarah adalah :
Penelitian ini hanya membahas mengenai perubahan simpangan horizontal (drift).
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui perubahan simpangan horizontal
(drift) setelah balok dari struktur portal tersebut dikomposit.
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat teoritis dan praktis yang dapat diperoleh, diharapkan mampu
memberikan tambahan ilmu kepada mahasiswa, terutama bidang konstruksi baja.
1. Manfaat teoritis
Pengembangan ilmu pengetahuan di bidang teknik sipil khususnya dalam
menggunakan metode komposit.
2. Manfaat praktis yaitu mengetahui alternatif dari keterbatasan penggunaan
komposit.
30
BAB 2
DASAR TEORI
2.1. Tinjauan Pustaka
Struktur bangunan hanya dirancang untuk kondisi beban biasa, maka bangunan
hanya kuat untuk menerima kondisi itu saja. Struktur itu sering kali rapuh
terhadap kondisi yang tidak terantisipasi. Gedung-gedung yang pada umumnya
yang memiliki struktur yang mampu memikul penghuni dan beban-beban
lingkungannya yang normal, misalnya, tidak dapat begitu saja diangkat pada
sudutnya dan dipindahkan melalui udara. Gedung itu akan segera berantakan
karena strukturnya tidak dirancang untuk memikul beban yang tidak biasa itu.
Daniel L. Schodek (1999)
Balok merupakan batang-batang yang mendapat beban transversal. Balok paling
efisien bila luasannya didistribusikan sedemikian rupa sehingga berada pada suatu
jarak praktis terjauh dari sumbu netralnya. (Charles G. Salmon dan John E.
Johnson, 1992)
Struktur komposit merupakan gabungan dua macam atau lebih komponen yang
berbeda, digabungkan menjadi satu komponen. Salah satu usaha yang dapat
dilakukan untuk memperkuat penggunaan bahan bangunan, yaitu dengan cara
menggabungkan baja dan beton dalam satu kesatuan struktur komposit.
Beton komposit dapat dimanfaatkan untuk bangunan sederhana maupun untuk
bangunan yang menerima beban yang sangat ekstrim seperti rumah tinggal, rumah
susun, kantor, gedung sekolah, dan lain – lain. Lapis beton merupakan sayap
(flens) pada struktur komposit tersebut, beton berfungsi sebagai bagian yang
menahan gaya tekan, sedangkan baja merupakan bagian yang dimanfaatkan untuk
menahan gaya tarik. Kedua bahan tersebut merupakan satu kesatuan struktur
31
komposit yang kaku. Kekakuan dan kelakuan struktur dinyatakan dalam
hubungan antara beban dan lendutan yang terjadi. Angka kekakuan ( EI )
penampang komposit banyak ditentukan oleh faktor mutu bahan pembentuk
komposit, kuat tekan beton serta modulus elastisitas beton dan mutu bajanya.
Rasio modular ( n ) menyatakan perbandingan antara modulus elastisitas
keduanya tergantung dari konfigurisi penampang komposit, khususnya balok
komposit dengan baja tipe W yang ditinjau.
Balok komposit baja beton adalah suatu unsur kombinasi yang efisien dengan
memanfaatkan kekuatan regangan baja dan kekuatan tekan di dalam beton secara
efektif. Manfaat yang penting adalah interaksi komposit bertindak sebagai
penguatan slab, memberikan suatu kerja yang kombinasi, menyimpan 30%
material, dan manfaat yang paling utama dari pertimbangan praktis adalah
kemudahan dan kontruksi cepat. (G. Mohan Ganesh, 2006)
Menurut Yuanqing Wang (2008) hal yang perlu diperhatikan adalah suatu
penilaian dari kelenturan kekakuan dan pembengkokan kapasitas balok komposit
ramping merupakan hal yang rumit, sebab pengaruh dari banyak faktor yang harus
diperhitungkan. Faktor-faktor yang meliputi dari dimensi bagian variabel,
pengembangan dari retak dan karakteristik non linier dari beton.
Aksi komposit terjadi bila dua bahan structural penumpu beban seperti pelat beton
dan balok baja dihubungkan dengan penghubung geser secara menyeluruh dan
mengalami defleksi sebagai kesatuan. Sejauh aksi komposit itu terjadi tergantung
pada provisi-provisi kapasitas geser yang dibuat untuk menjamin terjadinya
regangan linier tunggal dari bagian atas pelat beton sampai ke bawah penampang
bajanya. ( Charles G Salmon, john E Johnson,1991 )
32
B E T O N
B A J A
( a ) B a lo k N o n -K o m p o s i t y a n g M e n g a la m i D e f le k s i
B E T O N
B A JA
( b ) B a lo k K o m p o s i t y a n g M e n g a la m i D e f le k s i
Untuk memahami konsep perilaku komposit, pertama-tama tinjaulah suatu balok
yang tidak komposit dan yang komposit pada Gambar 2.1 berikut ini:
Gambar 2.1. Perbandingan balok yang mengalami defleksi antara balok
komposit dengan balok non komposit.
Terlihat jelas pada Gambar 2.1a, balok non komposit yang mengalami defleksi
dimana bila friksi di antara slab dan balok diabaikan, balok dan slabnya masing-
masing memikul sebagian beban secara terpisah. Bila slabnya mengalami
deformasi karena beban vertikal, permukaan bawahnya berada dalam keadaan
tarik dan mengalami perpanjangan, sedangkan permukaan atas dari balok bajanya
tertekan dan mengalami perpendekan. Dengan demikian akan terjadi
diskontinuitas pada bidang kontaknya. Karena gesekan diabaikan, hanya gaya-
gaya internal vertikal saja yang bekerja diantara slab dan balok. Sedangkan pada
Gambar 2.1b, bila suatu sistem bekerja secara komposit, tidak terjadi gelincir
relatif diantara slab dan balok. Gaya-gaya horizontal ( geser ) terjadi dan bekerja
pada permukaan bawah slab tersebut sehingga menekan dan membuatnya menjadi
lebih pendek, sementara gaya-gaya tersebut juga bekerja pada permukaan atas
balok dan membuatnya lebih panjang.
Pada Gambar 2.2, terlihat bahwa untuk kasus ini terdapat dua sumbu netral, satu
pada pusat grafitasi slab dan lainya pada pusat grafitasi balok . Gelincir horizontal
yang terjadi karena bagian bawah slab dalam tarik dan bagian atas balok dalam
tekan juga terlihat. Selanjutnya marilah kita lihat kasus dimana hanya terdapat
33
interaksi parsial saja. Sumbu netral slab lebih dekat ke balok, dan sumbu netral
balok lebih dekat ke slab. Karena interaksi parsial, sekarang gelincir horizontal
telah berkurang.
Gambar 2.2 Variasi Regangan Pada Balok-Balok Komposit
Akibat dari interaksi parsial adalah terjadinya sebagian gaya tekan dan gaya tarik
maksimum C” dan T”, masing-masing pada slab beton dan balok baja. Kemudian,
momen ketahanan penampang tersebut akan mengalami pertambahan sebesar Te’
atau C’e’.
Bila terjadi interaksi lengkap ( dikenal sebagai aksi komposit penuh ) di antara
slab dan balok , tidak akan terjadi gelincir dan diagram regangan. Dalam kondisi
sedemikian, terjadilah sumbu netral tunggal yang terletak di bawah sumbu netral
slab dan diatas sumbu netral balok. Selain itu, gaya-gaya tekan tarik C” dan T”
lebih besar dari pada C’ dan T’ yang ada pada interaksi parsial
M ( B alo k )
M ( S lab )
M ( B a lo k )
M ( S lab )
e '
C '
T '
e "
C "
T "
N .AS la b
N .AB a lo k
( a ) T an p a In te rak si
N .AS la b
N .AB a lo k
( b ) In te rak si P a rs ia l
B alo k T id a k T erja d i G e lin c irN .A
P e n a m p a n g K o m p o sit
( c ) In te rak si L en g k a p
g elin c ir g e lin c ir
34
2.2. Konsep Dasar Balok Komposit
Konsep lebar efektif bermanfaat dalam desain bila kekuatan harus ditentukan
untuk suatu elemen yang terkena distribusi tegangan tak seragam. Mengacu pada
(Gambar 2.3), slab beton suatu penampang komposit dianggap mempunyai lebar
tak terbatas. Intensitas tegangan serat ekstrem 'fc maksimum di atas balok baja
dan berkurang sedikit demi sedikit secara nonlinier dengan bertambahnya jarak
dari balok penyangganya. Gaya tekan total yang dipikul oleh sistem ekuivalennya
harus sama dengan yang dipikul oleh sistem yang sesungguhnya.
Gambar 2.3. Distribusi tegangan ekuivalen dan aktual di sepanjang lebar flens.
Gambar 2.4. Dimensi-dimensi yang menentukan lebar efektif bE pada balok baja
beton komposit.
b '
b '
b e
d
b t t s
T e g a n g a n t e k a n s e r a te k s t r e m a k t u a l F c u n tu k f l e n s d e n g a n l e b a r t a k -
h i n g g a
b ' = l e b a r e k u iv a l e n u n t u kt e g a n g a n s e r a g a m d a n g a y a t e k a n y a n g s a m a
s e b a g a i d i s t r i b u s i t e g a n g a n a k t u a l
bo bo b1
bE bE
bf b' bf b'b'
ts
Gelagar interior dengan slab yang merentang ke
kedua sisi
Gelagar luar dengan slab yang merentang ke
satu sisi saja
35
Dengan mengacu (Gambar 2.4) :
1). Untuk menghitung lebar efektif.
a. Untuk gelagar interior,
1. 28
bol£ (2.1)
b. Untuk gelagar eksterior,
1. 8L
bE £ (2.2)
2. oE bb21
£ + (jarak dari pusat balok ke pinggir slab) (2.3)
Dimana : bE = lebar efektif, in.
L = bentangan balok, in.
bo = jarak antar balok, in.
bf = lebar flens balok, in.
ts = ketebalan slab, in.
2) Lebar baja ekuivalen = n
bE (2.4)
Dimana : n = rasio modular
bE = lebar efektif, in
3) Rasio Modular ( n )
c
s
E
En = (2.5)
ksifcwEc ,'5,1=
Dimana : n = rasio modular
Es = modulus elastisitas baja, sebesar 29.000 ksi.
Ec = modulus elastisitas beton, ksi.
f’c = kuat tekan beton, dengan berat normal 145 pcf.
36
4). Luas tampang komposit dapat di peroleh dengan,
)().( AshcbAc eff += (2.6)
Dimana :
Ac = luas tampang komposit, in2.
beff = lebar efektif, in
hc = tinggi slab beton, in.
As = luas baja profil, in2
5). Letak garis netral ( xe )
hcn
bAS
hchc
AShc
hcn
b
xeeff
eff
.
)2
(.2
..
+
++= (2.7)
Di mana :
beff = lebar efektif, in
hc = tinggi slab beton, in.
As = luas baja profil, in2
n = rasio mudular
6). Jarak dari garis netral slab ke PNA ( ds )
)(2
xehchc
ds --÷øö
çèæ= (2.8)
Di mana :
ds = jarak dari garis netral slab ke PNA, in
hc = tinggi slab beton, in
xe = letak garis netral, in
7). Jarak dari garis netral baja ke PNA (d1 )
)()2
(1 xehcd
d -+= ( 2.9 )
37
Di mana :
d1 = jarak dari garis netral baja ke PNA, in
d = tinggi profil baja, in
hc = tinggi slab beton, in
xe = letak garis netral, in
8). Momen inersia balok komposit ( I )
( )21
3
.3
..
1dAsIs
xeb
nI eff ++= ( 2.10 )
Di mana :
I = inersia komposit, in4
n = rasio modular
beff = lebar efektif, in
xe = letak garis netral, in
Is = inersia baja, in4
As = luas profil baja, in2
d1 = jarak dari garis netral baja ke PNA, in
2.3. Analisis Gaya
2.3.1 Analisis Gaya Akibat Gaya Luar
a. Gaya Gempa
Beban gempa adalah semua beban statik ekuivalen yang bekerja pada gedung
atau bagian gedung yang menirukan pengaruh dari gerakan tanah akibat
gempa itu. Beban gempa nominal, yang nilainya ditentukan oleh 3 hal, yaitu
oleh besarnya probabilitas beban itu dilampaui dalam kurun waktu tertentu,
oleh tingkat daktilitas struktur yang mengalaminya dan oleh kekuatan lebih
yang terkandung di dalam struktur tersebut. Menurut standart ini, peluang
dilampauinya beban tersebut dalam kurun waktu umur gedung 50 tahun
adalah 10% dan gempa yang menyebabkannya disebut gempa rencana
(dengan periode ulang 500 tahun), tingkat daktilitas struktur gedung dapat
38
ditetapkan sesuai kebutuhan sedangkan faktor kuat lebih f1 untuk struktur
gedung umum nilainya adalah 1,6. Dengan demikian, beban gempa nominal
adalah beban akibat pengaruh gempa rencana yang menyebabkan terjadinya
pelelehan pertama di dalam struktur gedung, kemudian direduksi dengan
faktor kuat lebih f1 ( SNI-1726-2002).
b. Gaya Angin
Beban angin adalah semua beban yang bekerja pada gedung atau bagian
gedung yang disebabkan oleh terjadinya selisih tekanan udara. Daniel L.
Schodek (1999) menjelaskan, struktur yang berada pada lintasan angin akan
menyebabkan angin berbelok atau dapat berhenti. Hal ini mengakibatkan
energi kinetik angin berubah bentuk menjadi energi potensial berupa tekanan
atau hisapan pada struktur. Besar tekanan atau hisapan yang diakibatkan oleh
angin bergantung pada banyak faktor. Salah satu faktor yang mempengaruhi
adalah kecepatan angin.
2.3.2 Analisis Gaya Akibat Beban Gravitasi
a. Beban Mati
Beban mati merupakan beban yang berasal dari berat sendiri semua bagian
dari gedung yang bersifat tetap, termasuk dinding dan sekat pemisah, kolom,
balok, lantai, atap, penyelesaian, mesin dan peralatan yamg merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari gedung, yang nilai seluruhnya adalah sedemikian
rupa sehingga probabilitas untuk dilampauinya dalam kurun waktu tertentu
terbatas pada suatu persentase tertentu. Pada umumnya probabilitas beban
tersebut untuk dilampaui adalah dalam kurun waktu umur gedung 50 tahun
dan ditetapkan dalam standar-standar pembebanan strktur gedung, dapat
dianggap sebagai beban mati nominal ( SNI-1726-2002 ).
39
b. Beban Hidup
Beban hidup nominal yang bekerja pada struktur gedung merupakan beban
yang terjadi akibat penghunian atau penggunaan gedung tersebut, baik akibat
beban yang berasal dari orang maupun dari barang yang dipindahkan atau
mesin dan peralatan serta komponen yang tidak merupakan bagian yang tetap
dari gedung, yang nilai seluruhnya adalah rupa. Pada umumnya probabilitas
beban tersebut untuk dilampaui adalah dalam kurun waktu umur gedung 50
tahun dan ditetapkan sebesar 10%. Namun demikian, beban hidup rencana
yang biasa ditetapkan dalam standar pembebanan struktur gedung, dapat
dianggap sebagai beban hidup nominal ( SNI-1726-2002).
2.4. Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Bangunan Gedung (SNI 03-1726-2002)
2.4.1 Gempa Rencana dan Kategori Gedung
Standar ini menentukan pengaruh Gempa Rencana yang harus ditinjau dalam
perencanaan struktur gedung serta berbagai bagian dan peralatannya secara
umum. Akibat pengaruh Gempa Rencana, struktur gedung secara keseluruhan
harus masih berdiri, walaupun sudah berada dalam kondisi di ambang keruntuhan.
Gempa Rencana ditetapkan mempunyai perioda ulang 500 tahun, agar
probabilitas terjadinya terbatas pada 10 % selama umur gedung 50 tahun. Untuk
berbagai kategori gedung, bergantung pada probabilitas terjadinya keruntuhan
struktur gedung selama umur gedung dan umur gedung tersebut yang diharapkan,
pengaruh Gempa Rencana terhadapnya harus dikalikan dengan suatu Faktor
Keutamaan I menurut persamaan :
I = I1. I2 (2.11)
di mana I1 adalah Faktor Keutamaan untuk menyesuaikan perioda ulang gempa
berkaitan dengan penyesuaian probabilitas terjadinya gempa itu selama umur
gedung, sedangkan I2 adalah Faktor Keutamaan untuk menyesuaikan perioda
40
ulang gempa berkaitan dengan penyesuaian umur gedung tersebut. Faktor-faktor
Keutamaan I1, I2 dan I ditetapkan menurut Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Faktor Keutamaan I untuk Berbagai Kategori Gedung dan Bangunan
Faktor keutamaan Kategori gedung I1 I2 I3
Gedung umum seperti untuk penghinian, perniagaan dan perkantoran
1,0 1,0 1,0
Monumen dan bangunan monumental 1,0 1,6 1,6 Gedung penting pasca gempa seperti rumah sakit, instalasi air bersih, pembangkit tenaga listrik, pusat penyelamatan dalam keadaan darurat, fasilitas radio dan televisi
1,4 1,0 1,4
Gedung untuk menyimpan bahan berbahaya seperti gas, produk minyak bumi, asam, bahan beracun
1,6 1,0 1,6
Cerobong, tangki diatas menara 1,5 1,0 1,5 Catatan : Untuk semua struktur bangunan gedung yang ijin penggunaanya diterbitkan sebelum berlakunya Standar ini Faktor Keutamaan,I dapat dikalikan 80%
Struktur gedung ditetapkan sebagai struktur gedung beraturan, apabila memenuhi
ketentuan sebagai berikut :
1) Tinggi struktur gedung diukur dari taraf penjepitan lateral tidak lebih dari 10
tingkat atau 40 m.
2) Denah struktur gedung adalah persegi panjang tanpa tonjolan dan kalaupun
mempunyai tonjolan, panjang tonjolan tersebut tidak lebih dari 25% dari
ukuran terbesar denah struktur gedung dalam arah tonjolan tersebut.
3) Denah struktur gedung tidak menunjukkan coakan sudut dan kalaupun
mempunyai coakan sudut, panjang sisi coakan tersebut tidak lebih dari 15%
dari ukuran terbesar denah struktur gedung dalam arah sisi coakan tersebut.
4) Sistem struktur gedung terbentuk oleh subsistem-subsistem penahan beban
lateral yang arahnya saling tegak lurus dan sejajar dengan sumbu-sumbu
utama ortogonal denah struktur gedung secara keseluruhan.
5) Sistem struktur gedung tidak menunjukkan loncatan bidang muka dan
kalaupun mempunyai loncatan bidang muka, ukuran dari denah struktur
bagian gedung yang menjulang dalam masing-masing arah, tidak kurang dari
41
75% ukuran terbesar denah struktur bagian gedung sebelah bawahnya. Dalam
hal ini, struktur rumah atap yang tingginya tidak lebih dari 2 tingkat tidak
perlu dianggap menyebabkan adanya loncatan bidang muka.
6) Sistem struktur gedung memiliki kekakuan lateral yang beraturan, tanpa
adanya tingkat lunak. Yang dimaksud dengan tingkat lunak adalah suatu
tingkat, di mana kekakuan lateralnya adalah kurang dari 70% kekakuan lateral
tingkat di atasnya atau kurang dari 80% kekakuan lateral rata-rata 3 tingkat di
atasnya. Dalam hal ini, yang dimaksud dengan kekakuan lateral suatu tingkat
adalah gaya geser yang bila bekerja di tingkat itu menyebabkan satu satuan
simpangan antar-tingkat.
7) Sistem struktur gedung memiliki berat lantai tingkat yang beraturan, artinya
setiap lantai tingkat memiliki berat yang tidak lebih dari 150% berat lantai
tingkat di atasnya atau di bawahnya. Berat atap atau rumah atap tidak perlu
memenuhi ketentuan ini.
8) Sistem struktur gedung memiliki unsur-unsur vertikal dari sistem penahan
beban lateral yang menerus, tanpa perpindahan titik beratnya, kecuali bila
perpindahan tersebut tidak lebih dari setengah ukuran unsur dalam arah
perpindahan tersebut.
9) Sistem struktur gedung memiliki lantai tingkat yang menerus, tanpa lubang
atau bukaan yang luasnya lebih dari 50% luas seluruh lantai tingkat. Kalaupun
ada lantai tingkat dengan lubang atau bukaan seperti itu, jumlahnya tidak
boleh lebih dari 20% jumlah lantai tingkat seluruhnya. Untuk struktur gedung
beraturan, pengaruh Gempa Rencana dapat ditinjau sebagai pengaruh beban
gempa statik ekuivalen, sehingga menurut standar ini analisisnya dapat
dilakukan berdasarkan analisis statik ekuivalen.
2.4.2 Wilayah Gempa dan Spektrum Respons
Indonesia ditetapkan terbagi dalam 6 Wilayah Gempa, di mana Wilayah Gempa 1
adalah wilayah dengan kegempaan paling rendah dan Wilayah Gempa 6 dengan
kegempaan paling tinggi. Pembagian wilayah gempa ini, didasarkan atas
percobaan puncak batuan dasar akibat pengaruh gempa rencana dengan perioda
42
ulang 500 tahun, yang nilai rata-ratanya untuk setiap gempa ditetapkan dalam
Gambar 2.5, serta respon spektrum gempa rencana pada Gambar 2.6
Gambar 2.5 Wilayah Gempa Indonesia dengan percepatan puncak batuan dasar
dengan perioda ulang 500 tahun ( Sumber : SNI-1726-2002 hal.21 )
Gambar 2.6 Respons Spektrum Gempa Rencana
0.60
0.34
0.28
0.24
0 0.5 1.0 2.0 3.00.60.2
lunak) (TanahT
0.85C =
sedang) (TanahT
0.42C =
keras) (TanahT
0.30C =
0.85
0.70
T
Wilayah Gempa 4
C
43
2.4.3 Waktu Getar Alami
Waktu getar alami struktur gedung dapat dihitung dengan rumus-rumus
pendekatan sebagai berikut :
1) Untuk struktur-struktur gedung berupa portal-portal tanpa unsur pengaku yang
dapat membatasi simpangan :
T = 0.085. H0.,75 untuk portal baja ( 2.12 )
T = 0.060. H0.75 untuk portal beton ( 2.13 )
2) Untuk struktur gedung yang lain :
T = 0.090. H. B(-0,5) ( 2.14 )
dimana :
T : waktu getar gedung pada arah yang ditinjau (dt)
B : panjang gedung pada arah gempa yang ditinjau (m)
H : tinggi puncak bagian utama struktur (m)
2.4.4 Pembatasan Waktu Getar Alami Fundamental
Untuk mencegah penggunaan struktur gedung yang terlalu fleksibel, nilai waktu
getar alami fundamental T1 dari struktur gedung harus dibatasi, bergantung pada
koefisien ξ untuk Wilayah Gempa tempat struktur gedung berada dan jumlah
tingkatnya, n, menurut Persamaan dibawah ini.
T1 < ζ n ( 2.15 )
Dimana koefesian ξ ditetapkan menurut tabel dibawah ini .
Wilayah Gempa ξ
1 0,20
2 0,19
3 0,18
4 0,17
5 0,16
6 0,15
Sumber : SNI-1726-2001 Hal 27
Tabel 2.2 Koefisien ζ yang membatasi waktu getar alami Fundamental struktur
44
2.4.5 Beban Gempa Nominal Statik Ekuivalen
Apabila kategori gedung memiliki Faktor Keutamaan I menurut Tabel 2.2 dan
strukturnya untuk suatu arah sumbu utama denah struktur dan sekaligus arah
pembebanan Gempa Rencana memiliki faktor reduksi gempa R menurut Tabel 2.4
dan waktu getar alami fundamental T1, maka beban geser dasar nominal statik
ekuivalen V yang terjadi di tingkat dasar dapat dihitung menurut Persamaan
dibawah ini
tWR
IxCV 1= ( 2.16 )
di mana C1 adalah nilai Faktor Respons Gempa yang didapat dari Spektrum
Respons Gempa Rencana menurut Gambar 2.6 untuk waktu getar alami
fundamental T1, sedangkan Wt adalah berat total gedung, termasuk beban hidup
yang sesuai.
Beban geser dasar nominal V menurut Persamaan 2.16 harus dibagikan sepanjang
tinggi struktur gedung menjadi beban-beban gempa nominal static ekuivalen Fi
yang menangkap pada pusat massa lantai tingkat ke-i menurut Persamaan
i
n
ii
jji
ZW
ZxWF
å=
=
1
( 2.17 )
di mana Wi adalah berat lantai tingkat ke-i, termasuk beban hidup yang sesuai, Zi
dalah ketinggian lantai tingkat ke-i diukur dari taraf penjepitan lateral, sedangkan n
adalah nomor lantai tingkat paling atas.
Apabila rasio antara tinggi struktur gedung dan ukuran denahnya dalam arah
pembebanan gempa sama dengan atau melebihi 3, maka 0.1 V harus dianggap
sebagai beban horisontal terpusat yang menangkap pada pusat massa lantai tingkat
paling atas, sedangkan 0.9 V sisanya harus dibagikan sepanjang tinggi struktur
gedung menjadi beban-beban gempa nominal statik ekuivalen
45
Tabel 2.3 Klasifikasi sistem struktur, sistem pemikul beban gempa, factor
modifikasi respons, R, dan factor kuat cadang struktur, ΩO
SISTEM STRUKTUR DISKRIPSI SISTEM PEMIKUL BEBAN
GEMPA R ΩO
1. Dinding penumpu dengan rangka baja ringan dan bresing baja tarik
2,8 2,2
1. Sistem Dinding Penumpu [Sistem struktur yang tidak memiliki rangka ruang pemikul beban gravitasi secara lengkap. Dinding penumpu atau sistem bresing memikul hamper semua beban gravitasi. Beban lateral dipikul dinding geser atau rangka bresing.]
2. Rangka bresing di mana bresing memikul beban gravitasi
4,4 2,2
1. Sistem rangka bresing eksentris (SRBE)
7,0 2,8
2. Sistem rangka bresing konsentrik biasa (SRBKB)
5,6 2,2
2. Sistem Rangka Bangun [Sistem struktur yang pada dasarnya memiliki rangka ruang pemikul beban gravitasi secara lengkap. Beban lateral dipikulan dinding geser atau rangka bresing.]
3. Sistem rangka bresing konsentrik khusus (SRBKK)
6,4 2,2
1. Sistem rangka pemikul momen khusus ( SRPMK ) 8,5 2,8
2. Sistem rangka pemikul momen terbatas (SRPMT)
6,0 2,8
3. Sistem rangka pemikul momen biasa (SRPMB)
4,5 2,8
3. .Sistem Rangka Pemikul Momen [Sistem struktur yang pada dasarnya memiliki rangka ruang pemikul beban gravitasi secara lengkap. Beban lateral dipikul rangka pemikul momen terutama melalui ekanisme lentur.]
4. Sistem rangka batang pemikul momen khusus (SRBPMK)
6,5 2,8
1. Dinding geser beton dgn SRPMB baja 4,2 2,8
2. SRBE baja
a. Dengan SRPMK baja 6,5 2,8 b. Dengan SRPMB baja 4,2 2,8 3. SRBKB baja
a. Dengan SRPMK baja 7,5 2,8 b. Dengan SRPMB baja 4,2 2,8 5. SRBKK baja
a. Dengan SRPMK baja 7,5 2,8
4. Sistem Ganda [Terdiri dari: 1) rangka ruang yang memikul seluruh beban gravitasi; 2) pemikul beban lateral berupa dinding geser atau rangka bresing dengan rangka pemikul momen. Rangka pemikul momen harus direncanakan secara terpisah mampu memikul sekurang-kurangnya 25% dari seluruh beban lateral; 3) kedua system harus direncanakan untuk memikul secara bersamasama seluruh beban lateral dengan memperhatikan interaksi sistem ganda.] b. Dengan SRPMB baja 4,2 2,8
5. Sistem Bangunan Kolom Kantilever [Sistem struktur yang memanfaatkan kolom kantilever untuk memikul beban lateral.]
Komponen struktur kolom kantilever
2,2 2,0
46
2.4.6 Waktu Getar Alami Fundamental Waktu getar alami fundamental struktur gedung beraturan dalam arah masing
masing sumbu utama dapat ditentukan dengan rumus Rayleigh dalam Persamaan
i
n
ii
n
iii
dFg
dWT
å
å
=
==
1
1
2
1 3,6 ( 2.18 )
di mana Wi adalah berat lantai tingkat ke-i, termasuk beban hidup yang sesuai, Zi
adalah ketinggian lantai tingkat ke-i diukur dari taraf penjepitan lateral, di adalah
simpangan horisontal lantai ke-I dinyatakan dalam mm dan ‘g’ adalah percepatan
grafitasi yang ditetapkan sebesar 9810mm/dt2
Apabila waktu getar alami fundamental T1 struktur gedung untuk penentuan
Faktor Respons Gempa C1 menurut Persamaan pada beban gempa nominal static
ekuivalen ditentukan dengan rumus rumus empirik atau didapat dari hasil analisis
vibrasi bebas 3 dimensi, nilainya tidak bolehmenyimpang lebih dari 20% nilai
yang dihitung menurut Mengingat pada struktur gedung beraturan pembebanan
gempa nominal akibat pengaruh Gempa Rencana dapat ditampilkan sebagai
beban-beban gempa nominal statik ekuivalen Fi yang menangkap pada pusat
massa lantai-lantaitingkat, maka pengaruh beban-beban gempa nominal static
ekuivalen tersebut dapat dianalisis dengan metode analisis static 3 dimensi biasa
yang dalam hal ini disebut analisis static ekuivalen 3 dimensi.
2.4.7 Kinerja Struktur Gedung
1). Kinerja Batas Layan
Kinerja batas layan struktur gedung ditentukan oleh simpangan antar-tingkat
akibat pengaruh Gempa Rencana, yaitu untuk membatasi terjadinya pelelehan
baja dan peretakan beton yang berlebihan, di samping untuk mencegah kerusakan
non-struktur dan ketidaknyamanan penghuni. Simpangan antar tingkat ini harus
dihitung dari simpangan struktur gedung tersebut akibat pengaruh gempa nominal
47
yang telah dibagi faktor skala. Untuk memenuhi persyaratan kinerja batas layan
struktur gedung, dalam segala hal simpangan antar-tingkat yang dihitung dari
simpangan struktur gedung tidak boleh melampaui R03,0
kali tinggi tingkat yang
bersangkutan atau 30 mm, bergantung yang mana yang nilainya terkecil.
2). Kinerja Batas Ultimit
Kinerja batas ultimit struktur gedung ditentukan oleh simpangan dan simpangan
antar-tingkat maksimum struktur gedung akibat pengaruh Gempa Rencana dalam
kondisi struktur gedung di ambang keruntuhan, yaitu untuk membatasi
kemungkinan terjadinya keruntuhan struktur gedung yang dapat menimbulkan
korban jiwa manusia dan untuk mencegah benturan berbahaya antar-gedung atau
antar bagian struktur gedung yang dipisah dengan sela pemisah (delatasi).
Simpangan dan simpangan antar-tingkat ini harus dihitung dari simpangan
struktur gedung akibat pembebanan gempa nominal, dikalikan dengan suatu
faktor pengali ξ sebagai berikut :
a). Untuk struktur gedung beraturan :
R7,0=x ( 2.19 )
b). Untuk struktur gedung tidak beraturan :
SkalaFaktorR.7,0
=x ( 2.20 )
di mana R adalah faktor reduksi gempa struktur gedung tersebut. Untuk
memenuhi persyaratan kinerja batas ultimit struktur gedung, dalam segala hal
simpangan antar-tingkat yang dihitung dari simpangan struktur gedung tidak
boleh melampaui 0.02 kali tinggi tingkat yang bersangkutan.
48
1
2
3
4
5
6
F G H IA B C D E
Portal yang ditinjau
5 m5 m5 m5 m5 m5 m5 m
VOIDVOID
40 m
5 m
8 m
4 m
8 m
20 m
Y
X
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Data Dasar Perancangan
3.1.1. Model Struktur dan Arah Pembebanan Gempa
Denah gedung terdiri dari 8 bentang balok arah x dengan panjang bentang
masing-masing 5 m dan 3 bentang arah y dengan panjang bentang 8 m, 4 m, 8 m.
Arah pembebanan gempa pada struktur portal bidang yang ditinjau adalah searah
dengan sumbu y. Denah gedung dan arah pembebanan gempa selengkapnya
seperti dalam gambar 3.1.
Keterangan :
: Kolom : Balok Induk : Balok Anak
Gambar 3.1. Denah gedung dan arah pembebanan gempa
49
8 m8 m
1 3 4 6
4 m
20 m
8 x
4,5
m
3.1.2. Model Struktur Portal Baja
Struktur portal baja mempunyai 8 tingkat (story) termasuk atap dengan tinggi
antar tingkat 4,5 m dengan jarak antar kolom 8 m; 4 m dan 8 m. Model struktur
selengkapnya seperti dalam gambar 3.2.
Gambar 3.2. Model struktur portal baja
3.1.3. Model Struktur Portal dengan Balok Komposit
Model struktur portal bidang dengan balok baja hampir sama dengan model
struktur portal bidang sebelum menggunakan balok komposit, hanya pada struktur
portal bidang ini balok yang sebelumnya hanya menggunakan baja profil
kemudian dirubah menjadi balok komposit. Model struktur selengkapnya seperti
dalam gambar 3.3.
50
Komposit
8 x
4,5
m
20 m
4 m
6431
8 m 8 m
Komposit Komposit
Komposit Komposit Komposit
Komposit Komposit Komposit
Komposit Komposit Komposit
Komposit Komposit Komposit
Komposit Komposit Komposit
Komposit Komposit Komposit
Gambar 3.3. Model struktur portal bidang dengan balok komposit
3.1.4. Spesifikasi Wilayah Gempa dan Jenis Tanah
Model struktur direncanakan pada zona wilayah gempa Indonesia 4 dengan jenis
tanah sedang
3.1.5. Analisis
Model struktur termasuk kategori gedung beraturan, maka pembebanan gempa
nominal akibat pengaruh gempa rencana dapat ditampilkan sebagai beban-beban
gempa nominal statik ekuivalen Fi yang menangkap pada pusat massa lantai-lantai
tingkat. Pengaruh beban-beban gempa nominal statik ekuivalen tersebut dianalisis
dengan metoda analisis statik ekuivalen.
51
3.2. Metodologi Penelitian
3.2.1. Metode Penelitian
Metode penelitian ini menggunakan metode analisis perancangan.
3.2.2. Tahapan Penelitian
Untuk mewujudkan uraian diatas maka langkah analisis yang hendak dilakukan
adalah sebagai berikut :
1. Mencari data dan informasi yang mendukung perancangan struktur misalnya :
model struktur, denah struktur dan kriteria pembebanan.
2. Pemodelan struktur portal baja dan menentukan dimensi profilnya.
3. Pada model struktur dan denah dihitung beban dan gaya yang bekerja. Pada
analisis ini berupa beban mati, beban hidup, beban angin dan beban gempa.
4. Analisis struktur terhadap model struktur portal baja dengan menggunakan
bantuan program SAP 2000 versi 8.0 untuk mengetahui besarnya nilai joint
displacement pada tiap lantai.
5. Kontrol struktur terhadap struktur portal baja untuk mengetahui apakah
struktur aman atau tidak terhadap simpangan (drift). Karena dalam kontrol
struktur portal baja ternyata struktur tidak aman terhadap simpangan (drift)
maka untuk selanjutnya struktur portal dicoba dengan menggunakan balok
komposit.
6. Menentukan luasan balok komposit, menghitung modulus elastisitas (E) balok
komposit, menghitung inersia (I) balok komposit. Dengan perhitungan
menggunakan cara-cara sesuai dengan peraturan AISC-LRFD 2005 dan SNI
03-1729-2002.
7. Menganalisis struktur portal baja dengan balok komposit dengan
menggunakan bantuan program GRASP dengan memasukkan nilai E steel dan
I steel pada kolom dan E modifikasi dan I modifikasi pada balok. Beban yang
digunakan adalah beban mati, beban hidup dan beban gempa untuk
mengetahui besarnya nilai joint displacement pada tiap lantai.
52
8. Kontrol struktur terhadap struktur portal dengan balok komposit untuk
mengetahui apakah portal aman atau tidak berdasarkan kinerja batas layan dan
kinerja batas ultimit struktur.
9. Analisis dan pembahasan portal sebelum dan sesudah menggunakan balok
komposit.
10. Tahap pengambilan kesimpulan. berdasarkan hasil analisis data dan
pembahasan diambil suatu kesimpulan yang sesuai dengan hasil perencanaan.
Secara garis besar tahapan analisis perencanaan disajikan dalam bentuk diagram
alir pada gambar 3.4.
A
Permodelan struktur portal baja dengan profil baja
Perhitungan Pembebanan : 1. Beban Gravitasi (beban mati dan beban hidup) 2. Beban Gempa dan Beban Angin
Analisis Struktur dengan bantuan SAP 2000 Versi 8.0
Kontrol Struktur : drift tidak memenuhi syarat
Hasil Analisis Struktur (Joint displacement)
Memperbesar profil
Data dan informasi struktur
Mulai
53
Gambar 3.4. Diagram Alir Metode Penelitian dengan Analisis balok
Komposit
Analisis Struktur dengan bantuan GRASP Versi1.0
Analisis dan pembahasan sebelum dan sesudah balok komposit
Perhitungan Dimensi balok komposit, sesuai dengan peraturan AISC-LRFD dan SNI 03-1729-2002
Kesimpulan : Mengetahui sberapa besar perubahan drift dengan menggunakan balok komposit
Selesai
A
54
20 m
8 m
4 m
8 m
5 m
40 m
VOID VOID
5 m 5 m 5 m 5 m 5 m 5 m 5 m
EDCBA IHGF
6
5
4
3
2
1
X
Y
BALOK ANAK : 1, 2, 3, 4, 5, 6
BALOK INDUK : A, B, C, D, E, F, G, H, I
KET :
BAB 4
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
4.1 Analisis Struktur
Pada tahap analisis ini, model struktur gedung 2 dimensi diberi beban gravitasi
(beban mati dan beban hidup) dan beban lateral ( beban gempa dan beban angin).
Selanjutnya model struktur gedung tersebut dihitung dengan menggunakan
program SAP 2000 Version 8.0 dan untuk struktur gedung yang sudah memakai
balok komposit menggunakan program GRASP Version 1.0. Hasil analisis yang
didapatkan dari program SAP 2000 Version 8.0 dan GRASP Version 1.0
perubahan kapasitas. Hasil analisis tersebut digunakan dalam perancangan
struktur serta untuk menarik kesimpulan apakah model struktur gedung aman atau
tidak.
4.2 Perencanaan Balok Anak
Gambar 4.1. Area Pembebanan Balok Anak
55
Leq
5 m5 m1 m
2 m
2 m
4.2.1 Perhitungan Lebar Equivalent
Untuk mengubah beban trapesium dari pelat menjadi beban merata pada bagian
balok, maka beban pelat harus diubah menjadi beban equivalent yang besarnya
dapat ditentukan sebagai berikut :
Gambar 4.2. Lebar Equivalent Balok Anak
q = Luas trapesium → 2 x ( )
úûù
êëé +
mmm
2.2
15= Leq total . 5 m
→ 12 = Leq total . 5 m
Leq total = 2,4 m = 7,874 ft
4.2.2 Perhitungan Pembebanan Balok Anak
- Beban Mati ( qD )
- Berat pelat = 0,12 m x 2400 kg/m3 = 288 kg/m2
- Spesi = 0,02 m x 2100 kg/m3 = 42 kg/m2
- Berat pasir = 0,02 m x 1600 kg/m3 = 32 kg/m2
- Berat keramik = 0,01 m x 1700kg/m3 = 17
kg/m2
- Berat plafond + penggantung = 11 kg/m2 + 7 kg/m2 = 18 kg/m2
- Berat instalasi listrik & air = 25 kg/m2 = 25 kg/m2
+ qd
= 422 kg/m2
= 0,0864 kip/ft2
56
M 2M 1
M m a x = 1 6 ,3 7 9 7 k ip / f t
3 2 ,7 5 9 4 k ip / f t3 2 ,7 5 9 4 k ip / f t
1 ,4 6 0 8 5 6 k ip / f t
1 6 ,4 0 4 2 f t
1) Beban mati (qD)
qD = qd = 422 kg/m = 0,0864 kip/ft2 x 7,784 ft = 0,6725
kip/ft
2) Beban Hidup ( qL )
Beban hidup untuk perkantoran = 250 kg/m2
Beban hidup = 250 kg/m2 = 250 kg/m2
= 0,0525 kip/ft2
3) Beban Hidup (qL)
qL = qL = 250 kg/m2 = 0,0525kip/ft2 x 7,784kip/ft = 0,40866
kp/ft
4) Beban berfaktor ( qU )
qU = 1,2 qD + 1,6 qL
= ( 1,2 x 0,6725 kip/ft ) + ( 1,6 x 0,40866 kip/ft )
= 1,460856 kip/ft
4.2.3 Perhitungan Momen ( LRFD 4-195 )
Gambar 4.3. Daerah Moment dengan Tumpuan Jepit - Jepit
Mu pada daerah Lapangan (+)
Mmax = 1/24 . qu .L2 ( LRFD 4-195) = 1/24. . ( 16,4042 )2
= 16,3797 kip-ft
57
Mu pada daerah tumpuan (-)
M1 = M2 = 1/12 . qu .L2 ( LRFD 4-195) = 1/12. 1,460856. ( 16,4042 )2
= 32,7594 kip-ft
Jadi yang dipakai Mu terbesar = 32,7594 kip-ft
4.2.4 Kontrol Stabilitas Momen
Di dapatkan :
Lb = 16,4042 ft
Fy = 36 ksi
Dari tabel LRFD 4 - 20 untuk profil W 10x33 :
Lr = 19,7 ft Фb Mr = 105 kip ft
Lp = 6,9 ft Фb Mp = 146 kip ft
RA = RB = ½ . q . L = ½ . 1,460856. 16,4042 = 11,982 kip
Ma = RA . ¼ . L – ½ . q ( ¼ . L )2 – M1
= (11,982). ¼ . (16,4042) – ½ . (1,460856) ( ¼ . 16,4042 )2 – (32,7594)
= 4,0938 kip.ft
Mb = RA . ½ . L – ½ . q ( ½ . L )2 – M1
= 11,982. ½ . 16,4042 – ½ . 1,460856 ( ½ . 16,4042 )2 – 32,7594
= 16,378 kip-ft
Mc = Ma
Dari LRFD hal 4 -10 didapat rumus Cb :
Cb = McMbMaM
M343max5,2
max.5,12+++
≤ 2,5
58
= )0398,43()378,164()0938,43()3797,165,2(
)3797,165,12(xxxx
x+++
≤ 2,5
= 1,56 ≤ 2,5 ….Ok ( Dipakai Cb = 1,56 )
Jadi Lp < Lb < Lr
6,9 ft < 16,4042 ft < 19,7 ft, maka dari LRFD hal 4 -10 didapat rumus :
Mn = Cb. [Mp – (Mp-Mr). ÷÷ø
öççè
æ--
LpLrLpLb
] ≤ Mp
= 1,56. [146 – (146 - 105). úû
ùêë
é--
9,67,19
9,64042,16] ≤ 146 kip ft
= 180,268 kip ft > 146 kip ft
Jadi dipakai Фb Mn = Фb Mp = 146 kip ft
Ф Mn = 0,9 x 146 = 131,40 kip-ft
Ф Mn > Mu = 131,40 kip-ft > 35,5926 kip-ft
1<MnMuf
= 40,131
93208,13 = 0,10602 < 1 → Profil bisa menahan momen
4.2.5 Kontrol Batas Penampang Kompak Profil
a. Kekompakan Penampang (LRFD hal 4-7)
tfbf.2
< Fy
65
435,02
960,7x
< 36
65
9,1494 < 10,83 → ( Penampang kompak )
b. Tekuk Badan
Fytwd 640£
290,073,9
£36
640
33,5514 ≤ 106,6 → ( Penampang kompak )
c. Tekuk Sayap
59
Fytfd 65
2£
435,0273,9
x£
36
65
11,1839 ≥ 10,83 → ( Penampang kompak )
d. Hitungan Kekuatan Geser
twh
< Fy
418……………………….( LRFD hal. 6 - 113 )
290,0625,7
<36
418
29,293 < 69,6
Vn = 0,6 . Fy . d . tw
= 0,6 . 36 . 9,73 . 0,290
= 60,948 kip
ФVn = 0,9 . 60,948
= 54,8532 kip
Vu = ½ . qu . L
= ½.1,460856 . 16,4042 = 11,5531 kip
ФVn = 54,85 kip > Vu = 11,5531 kip
1<Vn
Vuf
= 185,54
5531,11< = 0,2106 < 1 → ( Profil aman terhadap geser )
4.2.6 Kontrol Defleksi
∆ maks = 180
L =
1804042,16
= 0,0911 ft
∆ = IxE
Lw..384
. 4
………….( LRFD hal. 4 – 195 dimana w = qu = 1,5872 kip/ft )
= )170).(29000).(384()4042,16).(460856,1( 4
= 0,000000207 ft
∆ = 0,000000207 ft < ∆ maks = 0,0911 ft → ( Profil aman terhadap defleksi )
60
4 m
4 m
4 m
4 m
Leq
2 m
Portal yang ditinjau
20 m
8 m
4 m
8 m
5 m
40 m
VOID VOID
5 m 5 m 5 m 5 m 5 m 5 m 5 m
EDCBA IHGF
6
5
4
3
2
1
X
Y
BALOK ANAK : 1, 2, 3, 4, 5, 6
BALOK INDUK : A, B, C, D, E, F, G, H, I
KET :
4.3 Perencanaan Portal Baja Sebelum Menggunakan Komposit
Gambar 4.4. Daerah Area Pembebanan Portal
4.3.1 Perhitungan Lebar Equivalent
61
+ 36.00 m
+ 27.00 m
+ 31.50 m
+ 22.50 m
+ 18.00 m
+ 13.50 m
+ 9.00 m
+ 4.50 m
+ 0.00 m
P P P P P P
PPPPPP
PPPPPP
PPPPPP
P P P P P P
PPPPPP
PPPPPP
PPPPPP
20 m
4 m
6431
8 m 8 m
Gambar 4.5. Lebar Equivalent Balok Portal
Luas Segitiga → ½ .4 m. 2 m = Leq total.4 m
→ 4 m = Leq total.4 m
Leq = 1 m = 3,2808 ft
4.3.2 Perhitungan Pembebanan Portal
Gambar 4.6. Pembebanan Portal
A. Pembebanan Portal As B ( 1-6 )
1. Beban Atap
1.1 Elemen 1 - 3 = 4 – 6
a. Beban Mati ( qD )
Berat pelat lantai = ( 1,00 m x 4 ) 0,10 m x 2400 kg/m3 = 960 kg/m
Berat air hujan = ( 1,00 m x 4 ) 0,02 m x 1000 kg/m3 = 80 kg/m
62
Berat aspal = ( 1,00 m x 4 ) 14 kg/m2 = 56 kg/m +
qD = 1096 kg/
m =
0,7365kip/ft
b. Beban hidup (qL)
Beban hidup untuk perkantoran = 100 kg/m2
qL = ( 1,00 m x 4 ) 100 kg/m2 = 400 kg/m
= 0,2688
kip/ft
c. Beban berfaktor (qU)
qU1= 1,2 qD + 1,6 qL
= (1,2 x 0,7365) + (1,6 x 0,2688) = 1,3138 kip/ft
1.2 Elemen 3 - 4
a. Beban Mati (qD)
Berat pelat lantai = ( 1,00 m x 2 ) 0,10m x 2400 kg/m3 = 480 kg/m
Berat air hujan = ( 1,00 m x 2 ) 0,02m x 1000 kg/m3 = 40 kg/m
Berat aspal = ( 1,00 m x 2 ) 14 kg/m2 = 28 kg/m
qD = 548 kg/m
=
0,3682kip/ft
b. Beban hidup (qL)
Beban hidup untuk perkantoran = 100 kg/m2
qL = ( 1,00 m x 2 ) 100 kg/m2 = 200 kg/m
= 0,1344kip/ft
c. Beban berfaktor (qU)
qU2 = 1,2 qD + 1,6 qL
= (1,2 . 0,3682) + (1,6 . 0,1344) = 0,6568 kip/ft
2. Beban Lantai 1 - 7
2.1 Elemen 1 - 3 = 4 – 6
Berat plafont & penggantung = 11)58
7( +x = 22,2 kg/m2
63
a. Beban Mati ( qD )
Berat pelat lantai = ( 1,00 m x 4 ) 0,12 m x 2400 kg/m3 = 1152
kg/m
Spesi = ( 1,00 m x 4 ) 0,02 m x 2100 kg/m3 = 168
kg/m
Berat pasir = ( 1,00 m x 4 ) 0,02 m x 1600 kg/m3 = 128
kg/m
Berat keramik = ( 1,00 m x 4 ) 0,01 m x 1700 kg/m3 = 68
kg/m
Berat plafond & penggantung = ( 1,00 m x 4 ) x 22,2 kg/m2 = 88,8 kg/m
Berat instalasi listrik & air = ( 1,00 m x 4 ) x 25 kg/m2 = 100 kg/m+
qD
=1704,8kg/m
=
1,1457kip/ft
b. Beban Hidup ( qL )
Beban hidup untuk perkantoran = 250 kg/m2
qL = ( 1,00 m x 4 ) 250 kg/m2 = 1000 kg/m
= 0,6721kip/ft
c. Beban berfaktor ( qU )
qU3 = 1,2 qD + 1,6 qL
= ( 1,2 . 1,1457 ) + ( 1,6 . 0,6721 ) = 2,4502
kip/ft
2.2 Elemen 3 - 4
a. Beban Mati ( qD )
Berat pelat lantai = ( 1,00 m x 2 ) 0,12 m x 2400 kg/m3 =576 kg/m
Spesi = ( 1,00 m x 2 ) 0,02 m x 2100 kg/m3 = 84 kg/m
Berat pasir = ( 1,00 m x 2 ) 0,02 m x 1600 kg/m3 = 64
kg/m
64
W
P P Pq3
Pq4 q3
PPP
P P Pq1
Pq2 q1
PPP
P P Pq1
Pq2 q1
PPP
P P Pq1
Pq2 q1
PPP
P P Pq1
Pq2 q1
PPP
P P Pq1
Pq2 q1
PPP
P P Pq1
Pq2 q1
PPP
P P PPPPP
+ 9.00 m
+ 13.50 m
+ 18.00 m
+ 22.50 m
+ 31.50 m
+ 27.00 m
+ 36.00 m
Berat keramik = ( 1,00 m x 2 ) 0,01 m x 1700 kg/m3 = 34 kg/m
Berat plafond & penggantung= ( 1,00 m x 2 ) 11 + 7 = 36
kg/m
Berat instalasi listrik & air = ( 1,00 m x 2 ) 25 = 50
kg/m+
qD =
844 kg/m
= 0,5672kip/ft
b. Beban Hidup ( qL )
Beban hidup untuk perkantoran = 250 kg/m2
qL = ( 1,00 m x 2 ) 250 kg/m2 = 500 kg/m
= 0,336kip/ft
c. Beban berfaktor ( qU )
qU4 = 1,2 qD + 1,6 qL
= ( 1,2 . 0,5672 ) + ( 1,6 . 0,336 )
= 1,2182 kip/ft
3. Beban Angin
65
Gambar 4.7. Distribusi Beban Angin
Kecepatan Angin = 80 km/jam
Tekanan ( P ) = 16
2V ( kg/m2 ) ( SNI 03-1727-1989 Hal 17 )
= 40016802
= kg/m2 = 0,0840 kip/ft2
Jarak portal = 5 m = 16,4042 ft
Tinggi tiap lantai = 4,5 m = 14,7637 ft
qw = jarak portal x P
= 16,4042 ft x 0,0840 kip/ft2 = 1,3779 kip/ft
Mw = ½ . qw . h2
= ½ . 1,3779 . 14,76372 = 150,1683 kip.ft
Σe2 = h12 + h2
2 + h32 + h4
2 + h52 + h6
2 + h72 + h8
2
= (14,7637)2 + (14,7637)2 + (14,7637)2 + (14,7637)2 +
(14,7637)2 + (14,7637)2 + (14,7637)2 + (14,7637)2
= 1743,7347 ft2
W1 = 2
1.
e
eMw
å =
7347,17437637,141683,150 x
= 1,2714 kip
W2 = 2
2.
e
eMw
å =
7347,17435276,291683,150 x
= 2,5428 kip
66
W2=2,5428 kip
W3=3,8143 kip
W4=5,0857 kip
W5=6,3572 kip
W6=7,6286 kip
W7=8,9000 kip
W8=10,1714 kip
e8
e7
e6
e5
e4
e3
+ 36.00 m
+ 27.00 m
+ 31.50 m
+ 22.50 m
+ 18.00 m
+ 13.50 m
+ 9.00 m
P P Pq1
Pq2 q1
PPP
P P Pq1q2
Pq1
PPP
P P Pq1q2
Pq1
PPP
P P Pq1q2
Pq1
PPP
P P Pq1q2
Pq1
PPP
P P Pq1q2
Pq1
PPP
P P Pq1q2
Pq1
PPP
P P Pq3q4
Pq3
PPP
W3 = 2
3.
e
eMw
å =
7347,17432914,441683,150 x
= 3,8143 kip
W4 = 2
4.
e
eMw
å =
7347,17430552,591683,150 x
= 5,0857 kip
W5 = 2
5.
e
eMw
å =
7347,17438189,731683,150 x
= 6,3572 kip
W6 = 2
6.
e
eMw
å =
7347,17435827,881683,150 x
= 7,6286 kip
W7 = 2
7.
e
eMw
å =
7347,17433465,1031683,150 x
= 8,9000 kip
W8 = 2
8.
e
eMw
å =
7347,17431096,1181683,150 x
= 10,1714 kip
67
Gambar 4.8. Distribusi Beban Angin Perlantai
4.3.3. Beban Gempa
Pembebanan pembagian beban geser akibat sepanjang tinggi gedung.
WtR
ICV
.= ( SNI-1726-2002 hal.27 untuk perencanaan gedung tahan gempa )
Dimana : Wt = berat struktur total
V = gaya geser dasar total gempa
C = faktor respon gempa dasar (tabel SNI-1726 hal 22)
I = faktor keutamaan bangunan (tabel SNI-1726 hal 12)
R = faktor reduksi gempa
68
K8K8K8K8
K7K7K7K7
K6K6K6K6
K5K5K5K5
K4K4K4K4
K3K3K3K3
K2 K2 K2 K2
K1K1K1K1
F6
F7
F8
F5
F4
F3
F2
F1
8 m8 m
1 3 4 6
4 m
20 m
+ 36.00 m
+ 27.00 m
+ 31.50 m
+ 22.50 m
+ 18.00 m
+ 13.50 m
+ 9.00 m
+ 4.50 m
+ 0.00 m
P P P P PPP
P P PPPPP
P P PPPPP
P P PPPPP
P P PPPPP
P P PPPPP
P P PPPPP
P P PPPPP
VZW
ZWFi .
.
.
11
11
S= ( SNI-1726-2002 hal. 27 )
Dimana : Fi = beban gempa horisontal
W1 = bagian beban dalam tingkat ke-i
Z1 = ketinggian sampai tingkat ke-i
Gambar 4.9. Distribusi Beban Gempa
4.3.3.1 Perhitungan Berat Total Bangunan pada Portal 1-6
Lantai 1, 2, 3, 4, 5, 6 dan & 7
Berat plafont & penggantung = 11)58
7( +x = 22,2 kg/m2
Beban Mati ( qD )
Berat pelat = 20 m x 5 m x 0,12 m x 2400 kg/m3 = 28.800 kg
Berat balok anak = 5 m x 48,147 kg/m = 240,735 .kg
Berat balok induk = 20 m x 103,589 kg/m = 2.071,78 kg
Berat kolom = ( 4 x 4,5 m ) x 141,523 kg/m = 2.337,82 kg
Berat dinding = ( 20 m ) + (40 m ) x 250 kg/m2 = 15.000 kg
69
Berat spesi = 20 m x 5 m x 0,02 m x 2100 kg/m3 = 4.200 kg
Berat keramik = 20 m x 5 m x 0,01 m x 1700 kg/m3 = 1.700 kg
Berat pasir = 20 m x 5 m x 0,02 m x 1600 kg/m3 = 3.200 kg
Berat plafond & penggantung = 20 m x 5 m x 22,2 kg/m2 = 2.220 kg
Berat instalasi listrik & air = 20 m x 5 m x 25 kg/m2 = 2.500 kg +
qD = 62.270,3kg
Berat beban mati Lt.1-7 = 7 Lt x 62.270,3kg = 435892,3kg
Beban Hidup ( qL )
Beban hidup = 20 m x 5 m x 250 kg/m2 = 25.000 kg
Berat beban hidup Lt.1-5 = 7 Lt x 25.000 kg = 175.000 kg
Wt1 = qD + qL
= 435892,3 kg + 175.000 kg =
610892,34kg
Lantai Atap
Beban Mati ( qD )
Berat pelat = 20 m x 5 m x 0,12 m x 2400 kg/m3 = 28.800 kg
Berat balok anak = 5 m x 48,147 kg/m = 240,735.kg
Berat balok induk = 20 m x 103,589 kg/m = 2.071,78 kg
Berat air hujan = 20 m x 5 m x 0,02 m x 1000 kg/m3 = 2.000 kg
Berat aspal = 20 m x 5 m x 14 kg/m2 = 1.400 kg+
qD = 34512,5 kg
Berat beban mati Lt.atap = 1 Lt x 35.716,19 kg =
34512,5 kg
Beban Hidup ( qL )
Beban hidup = 20 m x 5 m x 100 kg/m2 = 10.000 kg
Berat beban hidup Lt.atap = 1 Lt x 10.000 kg = 10.000 kg
Wt2 = qD + qL
= 34512,5 kg + 10.000 kg = 44512,5 kg
Wt = Wt1 + Wt2
70
= 610892,34 + 44512,5 kg
= 655.404,855 kg
4.3.3.2 Taksiran Waktu Getar Alami
Berdasarkan peraturan SNI-1726-2002 terutama Gambar 2, untuk Wilayah gempa
4, dimana nilai besaran ξ = 0.17 ( Tabel 8 SNI-1726-2002 hal. 26 ),untuk gedung
dengan Jumlah lantai ( n ) = 8 lantai. maka, untuk nilai waktu getar alami
fundamental adalah :
T = 0,0853.H0,75 ( untuk portal baja )
T = (0,0853).(36)0,75
T = 1,253 detik
Kontrol, T1 < ξ . n
T1 < ξ . n
T1 < 0,17 . 8
T1 < 1,36 detik, maka T1 diambil 1,253 detik.
Dari grafik respon spektrum gempa rencana dengan waktu getar alami
fundamental ( T1 )sebesar 1,253 detik. Untuk jenis tanah sedang yang terletak
pada wilayah gempa pada zona 4, maka di peroleh nilai C ,
340,0=C
Dari hasil analisa di peroleh nilai rotasi inelastis sebesar 0,003204 sehingga
termasuk dalam ketentuan Sistem Rangka Pemikul Momen Biasa ( SRPMB )
dengan nilai faktor reduksi gempa ( R ) dari tabel 3 SNI-1726-2002 sebesar
4,5.sehingga beban geser nominal statik ( V ) sebagi berikut:
Dengan ( I ) = 1 ( faktor keutamaan terutama untuk perkantoran )
txWR
CxIV =
= 26,034.6305,4
1340,0x
x
= 47602,588 kg
71
Dari analisa beban geser nominal statik ( V ), tinggi gedung perlantai ( Zi ), serta
berat lantai ke-i, maka nilai beban gempa nominal statik ekuivalen dapat diperoleh
sebagai berikut :
i
ii WixZ
WixZF
å= x V
= 588,47602*80,1259850736*19,45716
= 13,35 kip
Perhitungan beban gempa statik ekuivalen disajikan dalam Tabel 4.1 sebagai
berikut..
Tabel 4.1. Distribusi Beban Gempa F1
Lantai ke-
Zi ( m )
Wi ( kg )
ZixWi ( kg . m)
V ( kg )
Fi (kg)
Fi (kip)
Lantai 8 36.00 44512.50 1602450.00 47602.588 6054.75 13.35
Lantai 7 31.50 87270.30 2749014.45 47602.588 10386.96 22.90
Lantai 6 27.00 87270.30 2356298.10 47602.588 8903.11 19.63 Lantai 5 22.50 87270.30 1963581.75 47602.588 7419.26 16.36
Lantai 4 18.00 87270.30 1570865.40 47602.588 5935.41 13.09
Lantai 3 13.50 87270.30 1178149.05 47602.588 4451.55 9.81
Lantai 2 9.00 87270.30 785432.70 47602.588 2967.70 6.54 Lantai 1 4.50 87270.30 392716.35 47602.588 1483.85 3.27
12598507.80
4.3.3.3 Kontrol Simpangan Horizontal Sebelum Komposit
a. Simpangan
Syarat besarnya simpangan horizontal lantai (0,015-0,02).h (LRFD hal6-334)
Dipakai 0,02
Syarat simpangan :
Δ < 0,02 x h
Δ < 0,02 x 36
72
Δ < 0,720 m
h = tinggi gedung
Tabel 4.2. Simpangan Horisontal Lantai Sebelum Dikomposit Simpangan
Gedung
( Δ )
Syarat
Simpangan
(Δ < 0,02 x h) Lantai
(m) (m)
Keterangan
8 0,40469 0,720 Memenuhi
7 0,38702 0,630 Memenuhi
6 0,35538 0,540 Memenuhi
5 0,30992 0,450 Memenuhi
4 0,25285 0,360 Memenuhi
3 0,18683 0,270 Memenuhi
2 0,11521 0,180 Memenuhi
1 0,04463 0,090 Memenuhi
b. Simpangan Perlantai
Simpangan perlantai (δm)
Syarat simpangan perlantai
δm < 0,02 x h
δm < 0,02 x 4,5
δm < 0,09 m
h = tinggi tiap lantai
δm = Δ8 – Δ7
= 0,40469 – 0,38702
= 0,01767 m
Hasil perhitungan simpangan perlantai dapat dilihat pada Tabel 4.3 sebagai
berikut :
Tabel 4.3. Simpangan Horisontal Perlantai Sebelum Dikomposit
73
Simpangan
perlantai
(δm )
Syarat
Simpangan Perlantai
(δm < 0,09 m) Lantai
(m) (m)
Keterangan
8 0,01767 0,09 Memenuhi
7 0,03164 0,09 Memenuhi
6 0,04546 0,09 Memenuhi
5 0,05707 0,09 Memenuhi
4 0,06602 0,09 Memenuhi
3 0,07162 0,09 Memenuhi
2 0,07058 0,09 Memenuhi
1 0,04463 0,09 Memenuhi
4.3.3.4 Kontrol Batas Layan dan Ultimit Sebelum Komposit Kontrol struktur gedung menngunakan kinerja batas layan dan kinerja batas
ultimit berdasrkan SNI 03-1726-2002. Persyaratan kinerja batas layan struktur
gedung, dalam segala hal simpangan antar tingkat yang dihitung dari simpangan
horisontal struktur gedung, tidak boleh melampaui R03,0
× tinggi tingkat yang
bersangkutan atau 30 mm, bergantung yang mana yang nilainya terkecil, maka:
HRm
03,0<d
5,45,403,0´<md = 0,03 m
Diambil δm < 0,03 m
Untuk memenuhi persyaratan kinerja batas ultimit gedung, dalam segala hal
simpangan antar tingkat yang dihitung dari simpangan horisontal struktur (δm x ξ)
tidak boleh melampaui 0,02 kali tinggi tingkat yang bersangkutan, maka:
74
δm × ξ < 0,02 H
δm × 0,7 R < 0,02 H
δm × 0,7 × 4,5 < 0,02 × 4,5
3,15 δm < 0,09 m
Kontrol simpangan horisontal perlantai
a. Kinerja batas layan
δm8 < 0,03 m
0,01767 < 0,03 m
b. Kinerja batas ultimit
3,15 δm< 0,09 m
3,15 (δm8) < 0,09 m
3,15 (0,01767) < 0,09 m
0,05566 m < 0,09 m
Kontrol kinerja batas layan dan ultimit selengkapnya dapat dilihat pada Tabel
4.4.sebagai berikut.
Tabel 4.4. Kontrol simpangan perlantai (δm) terhadap kontrol kinerja batas layan
sebelum dikomposit
Lantai δm 3,15 δm
Kontrol kinerja Batas Layan (δm < 0,03 m)
Keterangan Kontrol kinerja
Batas Layan
Kontrol kinerja
Batas Ultimit (3,15δm<0,09m)
Keterangan Kontrol kinerja
Batas Ultimit
75
8 0,01767 0,05566 0,03 m Memenuhi 0,09 Memenuhi
7 0,03164 0,09966 0,03 m Tidak Memenuhi
0,09 Tidak Memenuhi
6 0,04546 0,14319 0,03 m Tidak Memenuhi
0,09 Tidak Memenuhi
5 0,05707 0,17977 0,03 m Tidak Memenuhi
0,09 Tidak Memenuhi
4 0,06602 0,20796 0,03 m Tidak Memenuhi
0,09 Tidak Memenuhi
3 0,07162 0,22560 0,03 m Tidak Memenuhi
0,09 Tidak Memenuhi
2 0,07058 0,22237 0,03 m Tidak Memenuhi
0,09 Tidak Memenuhi
1 0,04463 0,14058 0,03 m Tidak Memenuhi
0,09 Tidak Memenuhi
76
76
4.4. Analisis Balok Komposit
Untuk menambah kekakuan balok maupun kapasitas balok, dilakukan dengan
mengkomposit semua balok lantai 1 sampai lantai 8.
Gambar 4.10. Denah Balok
4.4.1 Kreteria dan Dimensi Analisis
A. Data analisis
- Lebar bangunan = 20 m = 65,6168 ft = 787,4016 in
- Panjang bangunan = 40 m = 131,2336 ft = 1574,803 in
- Jarak antar balok = 5 m = 16,404 ft = 196,8504 in
- Tebal slab ( hc ) = 0,12 m = 0,3937 ft = 4,7244 in
- Mutu beton dengan f’c = 5 ksi
- Mutu baja dengan fy = 36 ksi
- Bentang balok = 8 m = 26,246 ft = 314,96 in - Beton dengan berat normal ( w ) = 145 pcf
- Modulus elastisitas Baja ( Es ) = 29000 ksi
- Dimensi balok profil baja W 18 x 71
KET :
BALOK INDUK : A, B, C, D, E, F, G, H, I BALOK ANAK : 1, 2, 3, 4, 5, 6
Y
X
1
2
3
4
5
6
F G H IA B C D E
5 m5 m5 m5 m5 m5 m5 m
VOIDVOID
40 m
5 m
8 m
4 m
8 m
20 m
77
4.4.2 Analisis tampang komposit dengan metode plastis
a. Lebar Efektif
Sesuai dengan gambar denah lantai, di ambil nilai beff sebagai berikut,
28bol
£
25
88£
1 ≤ 2,5
Jadi besairnya nilai beff 1 m = 40 in
Dimana : l = bentang balok
bo = jarak antar balok
b. Tampang Komposit
Analisis balok komposit di tunjukkan pada Gambar 4.13
Gambar 4.11 Potongan Melintang Balok Komposit
1). Modulus elastisitas beton ( Ec )
Ec = w1,5 cf ' ksi
= 1451,5 5
= 3904,244 ksi
hc 4,7224 in
b 40 in
bf 7,635 in
tf 0,810 in
tw 0,495 in
d 18,47 in
eff
78
2). Rasio modular ( n )
Dengan Es = 29000 ksi
n = EcEs
n = 244,3904
29000
= 7,42 ksi
3). Luas tampang komposit ( Ac ) Gambar 4.14
Ac = )().( Ashcbeff +
= )8,20()7244,4.40( +
= 209,776 in2
4). Letak garis netral
hcn
bAS
hchc
AShc
hcn
b
xeeff
eff
.
)2
(.2
..
+
++=
7244,4.42,7
408,20
)7244,42
7244,4(.8,20
27244,4
.7244,4.42,7
40
+
++=xe
= 4,486 in
= xe < hc
= 4,486 in < 4,7244 → Pna berada di dalam slab
5) Jarak dari garis netral slab ke PNA ( ds )
)(2
xehchc
ds --÷øö
çèæ=
= )486,47244,4(2
7244,4--÷
øö
çèæ
= 2,1238 in
79
6) Jarak dari garis netral baja ke PNA ( d1 )
)()2
(1 xehcd
d -+=
= ( 247,18
) + ( 4,7244 – 4,486) = 9,4734 in
7). Momen inersia komposit ( I )
( )21
3
.3
..
1dAsIs
xeb
nI eff ++=
( )23
4734,9.8,2011703
486,440.
42,71
++=x
I = 3198,9244 in4
Dapat di lihat pada Gambar 4.14 maka jenis komposit PNA pada slab.
Gambar 4.12 Distribusi garis netral ( PNA ) pada slab.
8). Kekakuan komposit efektif ( EI )
3.121
hbIC =
3)7244,4).(40(121
=CI
44946,351 in=
2.xeAcII CC +=
2)486,4).(776,209(4946,351 +=CI
20679,4573 inKip=
hc 4,7244 in
bf 7,635 in
tf 0,810 in
tw 0,495 in
hs 18,47 in
beff = 40 in
p.n.a
Profil baja W 18 x 71
xe 4,486in
ds 2,1238in
d1 9,4734in
garis netral profil baja
garis netral slab beton
80
8 m 4 m 8 m
20 m
36 m
4 ,5 m
4 ,5 m
4 ,5 m
4 ,5 m
4 ,5 m
4 ,5 m
4 ,5 m
4 ,5 m
E I E I E I
E I E I E I
E I E I E I
E I E I E I
E I E I E I
E I E I E I
E I E I E I
W 1
8 x
97
W 1
8 x
97
W 1
8 x
97
W 1
8 x
97
W 1
8 x
97
W 1
8 x
97
W 1
8 x
97
W 1
8 x
97
W 1
8 x
97
W 1
8 x
97
W 1
8 x
97
W 1
8 x
97
W 1
8 x
97
W 1
8 x
97
W 1
8 x
97
W 1
8 x
97
W 1
8 x
97
W 1
8 x
97
W 1
8 x
97
W 1
8 x
97
W 1
8 x
97
W 1
8 x
97
W 1
8 x
97
W 1
8 x
97
W 1
8 x
97
W 1
8 x
97
W 1
8 x
97
W 1
8 x
97
W 1
8 x
97
W 1
8 x
97
W 1
8 x
97
W 1
8 x
97
21.dAsII SS +=
2)4734,9).(8,20(1170 +=SI
27023,3036 inI S =
Sehingga nilai Kekakuan komposit efektif ( EI )
CCSS IEIEEI .. +=
)0679,4573).(244,3094()7023,3036).(29000( +=EI
26,554.214.102 inkipEI -=
Gambar 4.13 EI balok baja dan kolom komposit
81
4.4.3 Perhitungan Beban Gempa Setelah Menggunakan Balok Komposit
Berdasarkan peraturan SNI-1726-2002 terutama Gambar 2, untuk Wilayah gempa
4, dimana nilai besaran ξ = 0.17 ( Tabel 8 SNI-1726-2002 hal. 26 ),untuk gedung
dengan Jumlah lantai ( n ) = 8 lantai. maka, untuk nilai waktu getar alami
fundamental adalah :
T = 0,0853.H0,75 ( untuk portal baja )
T = (0,0853).(36)0,75
T = 1,253 detik
Kontrol, T1 < ξ . n
T1 < ξ . n
T1 < 0,17 . 8
T1 < 1,36 detik, maka T1 diambil 1,253 detik.
Dari grafik respon spektrum gempa rencana dengan waktu getar alami
fundamental ( T1 )sebesar 1,253 detik. Untuk jenis tanah sedang yang terletak
pada wilayah gempa pada zona 4, maka di peroleh nilai C ,
340,0=C
Dari hasil analisa di peroleh nilai rotasi inelastis sebesar 0,003204 sehingga
termasuk dalam ketentuan Sistem Rangka Pemikul Momen Biasa ( SRPMB )
dengan nilai faktor reduksi gempa ( R ) dari tabel 3 SNI-1726-2002 sebesar
4,5.sehingga beban geser nominal statik ( V ) sebagi berikut:
Dengan ( I ) = 1 ( faktor keutamaan terutama untuk perkantoran )
txWR
CxIV =
= 26,034.6305,4
1340,0x
x
= 47602,588 kg
Dari analisa beban geser nominal statik ( V ), tinggi gedung perlantai ( Zi ), serta
berat lantai ke-i, maka nilai beban gempa nominal statik ekuivalen dapat diperoleh
sebagai berikut :
82
i
ii WixZ
WixZF
å= x V
= 588,47602*80,1259850736*19,45716
= 13,35 kip
Perhitungan beban gempa statik ekuivalen disajikan dalam tabel 4.5 sebagai
berikut.
Tabel 4.5. Distribusi Beban Gempa F1
Lantai ke-
Zi ( m )
Wi ( kg )
ZixWi ( kg . m)
V ( kg )
Fi (kg)
Fi (kip)
Lantai 8 36.00 44512.50 1602450.00 47602.588 6054.75 13.35 Lantai 7 31.50 87270.30 2749014.45 47602.588 10386.96 22.90 Lantai 6 27.00 87270.30 2356298.10 47602.588 8903.11 19.63 Lantai 5 22.50 87270.30 1963581.75 47602.588 7419.26 16.36 Lantai 4 18.00 87270.30 1570865.40 47602.588 5935.41 13.09 Lantai 3 13.50 87270.30 1178149.05 47602.588 4451.55 9.81 Lantai 2 9.00 87270.30 785432.70 47602.588 2967.70 6.54 Lantai 1 4.50 87270.30 392716.35 47602.588 1483.85 3.27
12598507.80
4.4.4 Kontrol Simpangan Horizontal Sesudah Komposit
a. Simpangan
Syarat besarnya simpangan horizontal perlantai (0,015-0,02).h (LRFD hal6-334)
Dipakai 0,02
Syarat simpangan :
Δ < 0,02 x h
Δ < 0,02 x 36
Δ < 0,720 m
h = tinggi gedung
83
Tabel 4.6. Simpangan Horisontal Lantai Sesudah Dikomposit Simpangan
Gedung
( Δ )
Syarat
Simpangan
( Δ < 0,02 x h) Lantai
(m) (m)
Keterangan
8 0,20593 0,720 Memenuhi
7 0,19734 0,630 Memenuhi
6 0,18143 0,540 Memenuhi
5 0,15875 0,450 Memenuhi
4 0,13052 0,360 Memenuhi
3 0,09805 0,270 Memenuhi
2 0,06274 0,180 Memenuhi
1 0,02658 0,090 Memenuhi
b. Simpangan Perlantai
Simpangan perlantai (δm)
Syarat simpangan perlantai
δm < 0,02 x h
δm < 0,02 x 4,5
δm < 0,09 m
h = tinggi tiap lantai
δm = Δ8 – Δ7
= 0,20593 – 0,19734
= 0,00859 m
Hasil perhitungan simpangan perlantai dapat dilihat pada Tabel 4.7 sebagai
berikut :
84
Tabel 4.7. Simpangan Horisontal Perlantai Sesudah Dikomposit
Simpangan
perlantai
(δm )
Syarat
Simpangan Perlantai
(δm < 0,09 m) Lantai
(m) (m)
Keterangan
8 0,00859 0,09 Memenuhi
7 0,01591 0,09 Memenuhi
6 0,02268 0,09 Memenuhi
5 0,02823 0,09 Memenuhi
4 0,03247 0,09 Memenuhi
3 0,03531 0,09 Memenuhi
2 0,03616 0,09 Memenuhi
1 0,02658 0,09 Memenuhi
4.4.5 Kontrol Batas Layan dan Ultimit Sesudah Komposit
Kontrol struktur gedung menngunakan kinerja batas layan dan kinerja batas
ultimit berdasrkan SNI 03-1726-2002. Persyaratan kinerja batas layan struktur
gedung, dalam segala hal simpangan antar tingkat yang dihitung dari simpangan
horisontal struktur gedung, tidak boleh melampaui R03,0
× tinggi tingkat yang
bersangkutan atau 30 mm, bergantung yang mana yang nilainya terkecil, maka:
HRm
03,0<d
5,45,403,0´<md = 0,03 m
Diambil δm < 0,03 m
Untuk memenuhi persyaratan kinerja batas ultimit gedung, dalam segala hal
simpangan antar tingkat yang dihitung dari simpangan horisontal struktur (δm x ξ)
tidak boleh melampaui 0,02 kali tinggi tingkat yang bersangkutan, maka:
85
δm × ξ < 0,02 H
δm × 0,7 R < 0,02 H
δm × 0,7 × 4,5 < 0,02 × 4,5
3,15 δm < 0,09 m
Kontrol simpangan horisontal perlantai
a. Kinerja batas layan
δm8 < 0,03 m
0,00859 < 0,03 m
b. Kinerja batas ultimit
3,15 δm< 0,09 m
3,15 (δm8) < 0,09 m
3,15 (0,00859) < 0,09 m
0,02705 m < 0,09 m
Kontrol kinerja batas layan dan ultimit selengkapnya dapat dilihat pada Tabel
4.8.sebagai berikut.
Tabel 4.8. Kontrol simpangan perlantai (δm) terhadap kontrol kinerja batas layan setelah dikomposit
Lantai δm 3,15 δm
Kontrol kinerja Batas Layan (δm < 0,03 m)
Keterangan Kontrol kinerja
Batas Layan
Kontrol kinerja
Batas Ultimit (3,15δm<0,09m)
Keterangan Kontrol kinerja
Batas Ultimit
8 0,00859 0,02705 0,03 m Memenuhi 0,09 Memenuhi
7 0,01591 0,05011 0,03 m Memenuhi 0,09 Memenuhi
6 0,02268 0,07144 0,03 m Memenuhi 0,09 Memenuhi
5 0,02823 0,08892 0,03 m Memenuhi 0,09 Memenuhi
4 0,03247 0,10228 0,03 m Tidak Memenuhi
0,09 Tidak Memenuhi
3 0,03531 0,11226 0,03 m Tidak Memenuhi
0,09 Tidak Memenuhi
2 0,03616 0,11390 0,03 m Tidak Memenuhi
0,09 Tidak Memenuhi
1 0,02658 0,08372 0,03 m Memenuhi 0,09 Memenuhi
86
Perubahan Simpangan Lantai Sebelum dan sesudah Dikomposit
00.050.1
0.150.2
0.250.3
0.350.4
0.45
1 2 3 4 5 6 7 8Lantai
Sim
pan
gan
Lan
tai (
m)
simpangan lantai sebelum dikomposit
simpangan lantai sesudah dikomposit
4.5 Pembahasan
Dari analisis simpangan lantai pada balok sebelum dan sesudah di komposit,
didapatkan hasil :
Δ8 non komposit = 0,40469 m
Δ8 komposit = 0,20593 m
Sehingga perubahan persentase simpangan lantai dapat dihitung dengan
persamaan berikut :
% perubahan simpangan lantai = %1008
88 xkompositnon
kompositkompositnon
DD-D
= %10040469,0
20593,040469,0x
-
= 49,11 %
Untuk lebih jelasnya perubahan simpangan lantai sebelum dan sesudah
dikomposit dapat dilihat pada Grafik 4.1. berikut ini.
Grafik 4.1. Grafik Perubahan Simpangan Lantai Sebelum dan Sesudah Dikomposit
87
Grafik Perubahan Simpangan Perlantai Sebelum dan Sesudah Dikomposit
0
0.01
0.02
0.03
0.04
0.05
0.06
0.07
0.08
0.09
0.1
1 2 3 4 5 6 7 8
Lantai
Sim
pa
ng
an
Pe
rla
nta
i (m
)
simpangan perlantai (m) sesudah dikompositsimpangan perlantai (m)sebelum dikompositsyarat simpangan perlantai maksimum
Terlihat dari grafik bahwa yang berwarna biru adalah simpangan lantai sebelum
dikomposit, sedangkan yang berwarna hitam adalah simpangan lantai sesudah
dikomposit, menunjukkan bahwa adanya perubahan simpangan lantai sebelum
dan sesudah dikomposit . Adanya aksi komposit akan memberikan penurunan
simpangan lantai rata-rata 49,11 %.
Dari analisis simpangan perlantai pada balok sebelum dan sesudah dikomposit
didapat kan hasil :
δm 8 non komposit = 0,01767 m
δm 8 komposit = 0,00859 m
Sehingga perubahan persentase simpangan perlantai dapat dihitung dengan
persamaan berikut :
% perubahan simpangan perlantai = %1008
88 xkompositnon
kompositkompositnon
m
mm
ddd -
= %10001767,0
00859,001767,0x
-
= 51,38 %
Untuk lebih jelasnya perubahan simpangan perlantai sebelum dan sesudah
dikomposit dapat dilihat pada Grafik 4.2. berikut ini.
Grafik 4.2. Perubahan Simpangan Perlantai Sebelum dan Sesudah
Dikomposit
88
Terlihat dari grafik bahwa yang berwarna hitam adalah simpangan perlantai
sebelum dikomposit, terlihat jelas bahwa memenuhi syarat simpangan perlantai
maksimum. Sedangkan yang berwarna hijau adalah simpangan perlantai sesudah
dikomposit, menunjukkan bahwa masih juga memenuhi syarat simpangan
perlantai maksimum. Ini berarti simpangan perlantai sebelum dan sesudah
dikomposit sangan aman terhadap syarat simpangan perlantai maksimum.
Perubahan penurunan simpangan perlantai rata-rata 51,38 %.
Dari analisis kontrol simpangan perlantai terhadap kinerja batas layan sebelum
dan sesudah dikomposit diperoleh hasil :
δm7 non komposit = 0,03164 m
δm7 komposit = 0,01591 m
Sehingga perubahan persentase kontrol simpangan perlantai terhadap kinerja
batas layan dapat dihitung dengan persamaan berikut :
% kontrol perubahan simpangan perlantai tehadap kinerja batas layan sebelum
dan sesudah dikomposit adalah :
%100xkompositnonLayan
kompositLayankompositnonLayan -
%10003164,0
01591,003164,0x
- = 49,71 %
Untuk lebih jelasnya kontrol perubahan simpangan perlantai sebelum dan sesudah
dikomposit terhadap kontrol kinerja batas layan dapat dilihat pada Grafik 4.3.
berikut ini
89
Grafik Kontrol Simpangan Perlantai Terhadap Kinerja Batas Layan Sebelum dan Sesudah Dikomposit
00.010.020.030.04
0.050.060.070.08
1 2 3 4 5 6 7 8
Lantai
Sim
pan
gan
Per
lan
tai (
m)
simpangan perlantai sebelum dikomposit
simpangan perlantai sesudah dikomposit
kontrol kinerja batas layan maksimum
Grafik 4.3. Grafik Kontrol Simpangan Perlantai Sebelum dan Sesudah Dikomposit Terhadap kinerja Batas layan
Terlihat dari grafik bahwa yang berwarna pink adalah simpangan perlantai
sebelum dikomposit, terlihat bahwa yang berwarna pink tidak memenuhi
persyaratan kinerja batas layan. Sedangkan yang berwarna orange adalah
simpangan perlantai sesudah dikomposit, terlihat bahwa memenuhi persyaratan
kinerja batas layan, namun masih ada yang tidak memenuhi kinerja batas layan
yaitu pada lantai 2,3 dan lantai 4. Perubahan penurunan kontrol simpangan
perlantai terhadap kinerja batas layan sebelum dan sesudah dikomposit pada lantai
rata-rata 49,71%.
Dari analisis kontrol simpangan perlantai terhadap kinerja batas ultimit sebelum
dan sesudah dikomposit diperoleh hasil :
3,15δm7 non komposit = 0,03164 m
3,15δm7 komposit = 0,09966 m
90
Grafik kontrol Simpangan perlantai terhadap Kinerja Batas Ultimit Sebelum dan Sesudah Dikomposit
0
0.05
0.1
0.15
0.2
0.25
1 2 3 4 5 6 7 8Lantai
Sim
pan
gan
Per
lan
tai (
m)
simpangan perlantai sebelum dikomposit
simpangan perlantai sesudah dikomposit
kontrol kinerja batas ultimit maksimum
Sehingga perubahan persentase kontrol simpangan perlantai terhadap kinerja
batas ultimit sebelum dan sesudah dikomposit dapat dihitung dengan persamaan
berikut :
% kontrol perubahan simpangan perlantai tehadap kinerja batas ultimit sebelum
dan sesudah dikomposit adalah :
%100xkompositnonUltimit
kompositUltimitkompositnonUltimit -
%10017977,0
08892,017977,0x
- = 50,53 %
Untuk lebih jelasnya kontrol perubahan simpangan perlantai sebelum dan
sesudah dikomposit terhadap kinerja batas ultimit dapat dilihat pada Grafik 4.4.
berikut ini.
Grafik 4.4. Grafik Kontrol Simpangan Perlantai Sebelum dan Sesudah Dikomposit Terhadap kinerja Batas Ultimit.
91
Perubahan Gaya Axial sebelum dan Sesudah Dikomposit
0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
30.00
35.00
34 37 40 43 46 49 52 55
Frame
Ga
ya
Ax
ial
(pu
) k
ip
gaya axial sebelum dikomposit gaya axial sesudah dikomposit
Terlihat dari grafik bahwa yang berwarna hitam adalah simpangan perlantai
sebelum dikomposit, terlihat bahwa untuk lantai 1 sampai dengan lantai 7 tidak
memenuhi syarat kinerja batas ultimit. Sedangkan yang berwarna abu-abu adalah
simpangan perlantai sesudah dikomposit menunjukkan bahwa untuk lantai 1,5,6
dan lantai 8 memenuhi syarat kinerja batas ultimit. Perubahan penurunan kontrol
simpangan perlantai terhadap kinerja batas ultimit sebelum dan sesudah
dikomposit rata-rata 50,53%.
Berdasarkan nilai axial(Pu) sebelum dan sesudah komposit diperoleh:
Pu non komposit = 9,021 kip
Pu komposit = 8,120 kip
Sehingga persentase perubahan axial (Pu)sebelum dan sesudah dikomposit adalah:
%100xkompositnonPu
kompositPukompositnonPu -
%100021,9
120,8021,9x
- = 9,987 %
Untuk lebih jelasnya perubahan Pu non komposit dengan Pu komposit dapat dilihat pada
Grafik 4.5. berikut ini.
Grafik 4.5. Grafik Perubahan Pu non komposit dengan Pu komposit
92
Terlihat dari grafik dimana yang berwarna biru adalah Pu non komposit sedangkan
yang berwarna merah adalah Pu komposit, akibat adanya aksi komposit gaya axial
(Pu) mengalami perubahan penurunan rata-rata 9,987 %.
Berdasarkan gaya geser (Vu) sebelum dan sesudah komposit diperoleh:
Vu non komposit = 129,79 kip
Vu komposit = 114,93 kip
Sehingga persentase perubahan gaya geser (Vu)sebelum dan sesudah dikomposit
adalah:
%100xkompositnonVu
kompositVukompositnonVu -
%10079,129
93,11479,129x
- = 11,44 %
Untuk lebih jelasnya perubahan Vu non komposit dengan Vu komposit dapat dilihat pada
Grafik 4.6. berikut ini.
Perubahan Gaya Geser (Vu) sebelum dan Sesudah Dikomposit
0
20406080
100120
140
34 37 40 43 46 49 52 55
Frame
Ga
ya
Ge
ser
(V
u)
kip
gaya geser (Vu) sebelum dikomposit
gaya geser (Vu) sesudah dikomposit
Grafik 4.6.Perubahan Nilai Geser (Vu) sebelum dan Sesudah Dikomposit
93
Perbandingan Momen Ultimit (Mu) Sebelum dan Sesudah Komposit
0
100
200
300
400
500
600
700
800
900
34 37 40 43 46 49 52 55
Frame
Mo
men
Ult
imit
(M
u)
kip
ft
Mu non komposit Mu komposit
Terlihat dari grafi bahwa yang berwarna hitam adalah gaya geser (Vu) sebelum
dikomposit, sedangkan yang berwarna hijau adalah gaya geser (Vu) sesudah
dikomposit. Akibat adanya komposit gaya geser (Vu) mengalami perubahan
penurunan rata-rata 11,44 %
Berdasarkan hasil Momen Ultimit (Mu) sebelum dan sesudah komposit diperoleh:
Mu non komposit = 840,62 kip ft
Mu komposit = 756,58 kip ft
Sehingga perubahan persentase Mu non komposit dengan Mu komposit dapat dihitung
dengan persamaan :
% kontrol perubahan Mu non komposit dengan Mu komposit adalah :
%100xkompositnonMu
kompositMukompositnonMu -
%10062,840
58,75662,840x
- = 9,997 %
Untuk lebih jelasnya perubahan Mu non komposit dengan Mu komposit dapat dilihat pada
Grafik 4.7. berikut ini.
Grafik 4.7. Grafik Perubahan Mu non komposit dengan Mu komposit.
94
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan analisis data dan pembahasan mengenai pengaruh penggunaan balok
komposit pada gedung struktur baja dapat diambil kesimpulan bahwa:
1. Setelah komposit terjadi perubahan simpangan gedung dari 0,40469 m
menjadi 0,20593 m , perubahan 49,11 % menurun. Untuk simpangan
perlantai terjadi perubahan dari 0,01767 m menjadi 0,00859 m, perubahan
51,38 % menurun. Untuk kontrol simpangan perlantai terhadap batas layan
terjadi perubahan dari 0,03167 m menjadi 0,01591 m, perubahan 49,71 %
menurun. Untuk kontrol simpangan perlantai terhadap kinerja batas ultimit
terjadi perubahan dari 0,03164 m menjadi 0,09966 m perubahan 50,53 %
menurun.
2. Dengan penggunaan komposit pada balok juga mengakibatkan perubahan
axial (Pu) dari 9,021 kip menjadi 8,120 kip, perubahan 9,987 % menurun.
Untuk geser (Vu) terjadi perubahan dari 129,79 kip menjadi 114,93 kip
perubahan 11,44 % menurun. Untuk momen ultimit (Mu) terjadi
perubahan dari 840,62 kip ft menjadi 756,58 kip ft, perubahan 9,997 %
menurun.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil analisis, saran yang perlu dikembangkan adalah :
1. Perlu adanya kajian perubahan kapasitas masing-masing elemen balok
maupun kolom.
2. Perlu dilakukan kajian analisis balok- kolom.
66