analisis beberapa variabel yang mempengaruhi konversi lahan pertanian di kabupaten sidoarjo

20
1 ANALISIS BEBERAPA VARIABEL YANG MEMPENGARUHI KONVERSI LAHAN PERTANIAN DI KABUPATEN SIDOARJO Andi Suriyanto Fakultas Ekonomi, Pendidikan Ekonomi Koperasi, UNESA, Kampus Ketintang Surabaya ABSTRACT This study aims to analyze how large the influence of several variables that affect the conversion of agricultural land in the district of Sidoarjo. This is important because agriculture is a strategic sector and has a very important role in economic growth. In this study the independent variables used are population, number of industry, farmers and the exchange rate (NTP). By using secondary data obtained from the relevant bodies. The research was carried out using quantitative descriptive analysis techniques and statistical test analysis using multiple linear regression analysis. Statistical analysis of the development of agricultural land conversion to non agriculture that occurred in Sidoarjo regency past few years were analyzed using the program eviews 6. From the results of research conducted showed that the population of farmers and exchange rates negatively affect the amount of land conversion, while a variable number of industries has a positive effect. However, a variable number of industries and farmers and exchange rate that proved significant, only a variable number of residents have a significant rate. Keyword: conversion of agricultural land, population and industrial growth, farmer exchange. ABSTRAK Penelitian ini mempunyai tujuan untuk menganalisis seberapa besar pengaruh dari beberapa variabel yang mempengaruhi konversi lahan pertanian di Kabupaten Sidoarjo. Hal ini menjadi penting karena sektor pertanian merupakan sektor yang strategis dan mempunyai peranan yang sangat penting dalam pertumbuhan ekonomi. Dalam penelitian ini variabel bebas yang digunakan adalah jumlah penduduk, jumlah industri, dan nilai tukar petani (NTP). Dengan menggunakan data skunder yang diperoleh dari badan terkait. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik analisis deskriptif kuantitatif dan analisis uji statistik dengan menggunakan analisis regresi linier berganda. Analisis statistik perkembangan konversi lahan pertanian ke non pertanian yang terjadi di Kabupaten Sidoarjo beberapa tahun kebelakang dianalisis menggunakan program eviews 6. Dari hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa jumlah penduduk dan nilai tukar petani berpengaruh negatif terhadap besarnya konversi lahan, adapun variabel jumlah industri berpengaruh positif. Akan tetapi variabel jumlah industri dan nilai tukar petani terbukti tidak signifikan, hanya variabel jumlah penduduk yang berpengaruh signifikan. Kata Kunci : Konversi Lahan Pertanian, Pertumbuhan Penduduk dan Industri, Nilai Tukar Petani (NTP). Di Indonesia sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam pertumbuhan perekonomian. Banyaknya tenaga kerja yang bekerja di sektor pertanian serta adanya potensi yang besar membuat sektor pertanian perlu mendapatkan perhatian yang khusus oleh pemerintah seperti halnya sektor industri dan jasa. Besarnya potensi pertanian dapat terlihat dari pengalaman sejarah, ternyata krisis moneter dan krisis ekonomi di Indonesia

Upload: alim-sumarno

Post on 24-Oct-2015

584 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

Jurnal Online Universitas Negeri Surabaya, author : ANDI SURIYANTO, http://ejournal.unesa.ac.id

TRANSCRIPT

Page 1: ANALISIS BEBERAPA VARIABEL YANG MEMPENGARUHI KONVERSI LAHAN PERTANIAN DI KABUPATEN SIDOARJO

1

ANALISIS BEBERAPA VARIABEL YANG MEMPENGARUHI KONVERSI LAHAN

PERTANIAN DI KABUPATEN SIDOARJO

Andi Suriyanto

Fakultas Ekonomi, Pendidikan Ekonomi Koperasi, UNESA, Kampus Ketintang Surabaya

ABSTRACT

This study aims to analyze how large the influence of several variables that affect the

conversion of agricultural land in the district of Sidoarjo. This is important because

agriculture is a strategic sector and has a very important role in economic growth. In this

study the independent variables used are population, number of industry, farmers and the

exchange rate (NTP). By using secondary data obtained from the relevant bodies. The

research was carried out using quantitative descriptive analysis techniques and statistical

test analysis using multiple linear regression analysis. Statistical analysis of the

development of agricultural land conversion to non agriculture that occurred in Sidoarjo

regency past few years were analyzed using the program eviews 6. From the results of

research conducted showed that the population of farmers and exchange rates negatively affect the amount of land conversion, while a variable number of industries has a positive

effect. However, a variable number of industries and farmers and exchange rate that

proved significant, only a variable number of residents have a significant rate.

Keyword: conversion of agricultural land, population and industrial growth, farmer

exchange.

ABSTRAK

Penelitian ini mempunyai tujuan untuk menganalisis seberapa besar pengaruh dari beberapa

variabel yang mempengaruhi konversi lahan pertanian di Kabupaten Sidoarjo. Hal ini

menjadi penting karena sektor pertanian merupakan sektor yang strategis dan mempunyai

peranan yang sangat penting dalam pertumbuhan ekonomi. Dalam penelitian ini variabel

bebas yang digunakan adalah jumlah penduduk, jumlah industri, dan nilai tukar petani

(NTP). Dengan menggunakan data skunder yang diperoleh dari badan terkait. Penelitian ini

dilakukan dengan menggunakan teknik analisis deskriptif kuantitatif dan analisis uji

statistik dengan menggunakan analisis regresi linier berganda. Analisis statistik

perkembangan konversi lahan pertanian ke non pertanian yang terjadi di Kabupaten

Sidoarjo beberapa tahun kebelakang dianalisis menggunakan program eviews 6. Dari hasil

penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa jumlah penduduk dan nilai tukar petani berpengaruh negatif terhadap besarnya konversi lahan, adapun variabel jumlah industri

berpengaruh positif. Akan tetapi variabel jumlah industri dan nilai tukar petani terbukti

tidak signifikan, hanya variabel jumlah penduduk yang berpengaruh signifikan.

Kata Kunci : Konversi Lahan Pertanian, Pertumbuhan Penduduk dan Industri, Nilai

Tukar Petani (NTP).

Di Indonesia sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam

pertumbuhan perekonomian. Banyaknya tenaga

kerja yang bekerja di sektor pertanian serta adanya potensi yang besar membuat sektor

pertanian perlu mendapatkan perhatian yang khusus oleh pemerintah seperti halnya sektor

industri dan jasa. Besarnya potensi pertanian

dapat terlihat dari pengalaman sejarah, ternyata krisis moneter dan krisis ekonomi di Indonesia

Page 2: ANALISIS BEBERAPA VARIABEL YANG MEMPENGARUHI KONVERSI LAHAN PERTANIAN DI KABUPATEN SIDOARJO

2

dapat ditanggulangi oleh sekelompok usaha

kecil baik itu di bidang industri pengolahan maupun dibidang pertanian (Suparmoko, 2002).

Sistem persawahan Indonesia bukanlah

semata-mata diperlukan untuk mendukung

ketahanan pangan nasional. Dengan perkembangan yang telah berlangsung ribuan

tahun, sistem persawahan telah memelihara

keberlangsungan sistem produksi dan lingkungan hidup dan juga mewariskan nilai-

nilai budaya dari generasi ke generasi. Namun

demikian, ekosistensi sistem persawahan menghadapi berbagai ancaman sejalan dengan

semakin rusaknya sumber daya alam akibat

pendekatan pembangunan yang bersifat ploitatif.

Lahan sawah di daerah padat penduduk seperti Jawa mengalami konversi menjadi lahan untuk

berbagai keperluan (Pasandaran, 2006).

Pemanfaatan sumberdaya agraria merupakan salah satu upaya untuk memenuhi

kebutuhan berbagai pihak yang terkait baik

langsung maupun tidak langsung terhadap sumberdaya tersebut. Lahan atau spesifiknya

tanah merupakan salah satu sumberdaya utama

dalam melaksanakan program pembangunan.

Dengan kata lain, ketersediaan tanah merupakan faktor penting dalam pembangunan khususnya

pembangunan pertanian. pembangunan

pertanian dapat dipastikan selalu berorientasi pada peningkatan produksi dan kualitas hasil

pertanian. namun, ketersediaan tanah semakin

berkurang seiring dengan pertambahan jumlah

penduduk dan perubahan program atau rencana pembangunan dan juga perubahan kebijakan

pihak yang terkait melalui upaya konversi lahan

(Sihaloho, 2007). Konversi lahan dapat didefinisikan

sebagai perubahan fungsi sebagian atau seluruh

kawasan lahan dari fungsinya semula (seperti yang direncanakan) menjadi fungsi lain yang

membawa dampak negatif (masalah) terhadap

lingkungan dan potensi itu sendiri (Utomo et al,

dalam Nuryanti, 2011). Konversi lahan pertanian dapat diibaratkan sebagai suatu perubahan sosial

yang terjadi pada suatu masyarakat seiring

dengan perubahan ruang dan waktu. Konversi lahan merupakan ancaman

serius terhadap ketahanan pangan nasional

karena dampaknya bersifat permanen. Lahan sawah yang telah dikonversi ke penggunaan lain

dipertanian sangat kecil peluangnya untuk

berubah kembali menjadi lahan sawah.

Demikian pula upaya untuk membangun sawah baru diluar Jawa tidak dengan sendirinya dapat

mengganti kehilangan produksi di Jawa, karena

diperlukan waktu yang sangat lama untuk

melakukan pembangunan lahan sawah dengan tingkat produktivitas yang tinggi. Konversi

lahan merupakan konsekuensi dari akibat

meningkatnya aktivitas dan jumlah penduduk serta pembangunan yang lainnya. Konversi

lahan pada hakekatnya merupakan hal yang

wajar terjadi pada era modern seperti sekarang ini, namun konversi lahan pada kenyataannya

membawa banyak masalah karena terjadi di atas

lahan pertanian yang masih produktif.

Perkembangan Kabupaten Sidoarjo yang cukup pesat membawa implikasi terjadinya

konversi lahan pertanian yang cukup tinggi.

Kondisi ini cukup mengkhawatirkan masa depan petani dan mengancam swasembada beras.

Substansi masalah konversi lahan bukan hanya

terletak pada “boleh” atau “tidak boleh” suatu lahan dikonversi demi mempertahankan

produksi pangan, tetapi lebih banyak

menyangkut kepada (1) kesesuaian dengan tata

ruang, (2) dampak dan manfaat ekonomi dan lingkungan dalam jangka panjang, dan (3)

alternatif lain yang dapat ditempuh agar

manfaatnya lebih besar dari pada dampaknya (Pakpahan et al.,dalam Ruswandi, 2007).

Bahkan, masalah konversi lahan tidak hanya

mencakup masalah teknis dan ekonomis, tetapi

bersifat lebih luas seperti hukum, politik, dan lingkungan. Implikasinya konversi lahan disatu

sisi berupaya untuk meningkatkan nilai tanah

yang bertujuan meningkatkan pemanfaatan lahan oleh berbagai pihak baik untuk

permukiman, industri, dan untuk kepentingan

lainnya. Sementara disisi lain, konversi ini justru menyebabkan „ketidakakses-an‟ masyarakat

lokal terhadap sumberdaya pertanian yang

berimplikasi pada kesejahteraan masyarakat

yang relatif kurang dibandingkan pada kondisi awal.

Perubahan penggunaan lahan dapat

terjadi karena adanya perubahan rencana tata ruang wilayah, adanya kebijaksanaan arah

pembangunan dan karena mekanisme pasar. Dua

hal terakhir terjadi lebih sering pada masa lampau karena kurangnya pengertian masyarakat

maupun aparat pemerintah mengenai tataruang

Page 3: ANALISIS BEBERAPA VARIABEL YANG MEMPENGARUHI KONVERSI LAHAN PERTANIAN DI KABUPATEN SIDOARJO

3

wilayah. Alih fungsi dari pertanian ke

nonpertanian terjadi secara meluas sejalan dengan kebijaksanaan pembangunan yang

menekankan kepada aspek pertumbuhan melalui

kemudahan fasilitas investasi, baik kepada

investor lokal maupun luar negeri dalam penyediaan tanah (Widjanarko, dkk, 2006).

Terjadinya konversi lahan pertanian dapat

disebabkan oleh nilai tukar petani. Nilai tukar petani yang rendah menyebabkan tidak ada

insentif bagi petani untuk terus hidup dari usaha

pertaniannya, sehingga mereka cenderung mengkonversi lahan sawahnya (Ashari, 2003).

Pertumbuhan penduduk di daerah

pedesaan yang sangat cepat telah memberatkan

bobot masalahnya, yakni menimbulkan berbagai tekanan yang berat dalam penggunaan lahan.

Semakin lama semakin banyak orang yang

menggarap sebidang lahan yang sama sehingga tingkat kesuburan mengikis dengan cepat dan

berdampak pada ketersediaan lahan yang subur

semakin terbatas. Pertumbuhan penduduk yang cepat telah menyebabkan semakin bertambahnya

jumlah orang yang mengandalkan hidupnya dari

lahan yang sama, sedangkan metode dan

teknologi produksinya tidak mengalami perkembangan yang berarti. Kita mengetahui

dari prinsip perolehan hasil yang semakin

menurun (diminishing returns) bahwa jika semakin banyak orang yang mengerjakan

sebidang lahan, maka tingkat produktivitas

marjinal (dan rata-ratanya) akan semakin

menurun. Hasilnya, setandar hidup petani pedesaan terus memburuk (Todaro, 2006).

Sensus penduduk tahun 2010 mencatat

bahwa jumlah penduduk sebanyak 1.945.252 jiwa. Terjadi kenaikan sebesar 382.237 jiwa atau

24,45 persen dari sensus penduduk tahun 2000.

Jumlah penduduk terbesar di kecamatan Waru sebanyak 231.298 jiwa diikuti kecamatan Taman

sebesar 212.857 jiwa dan kecamatan Sidoarjo

sebesar 194.051 jiwa. Kecamatan Jabon

merupakan kecamatan dengan jumlah penduduk paling kecil yaitu 49.989 jiwa, diikuti kecamatan

Krembung sebesar 58.358 jiwa. Kenaikan

jumlah penduduk yang cukup besar inilah akan berdampak terjadinya konversi lahan pertanian

yang ada di Kabupaten Sidoarjo.

Konversi lahan juga dipengaruhi oleh pertumbuhan jumlah industri, khususnya

industri besar. Pembangunan suatu industri

sangat bergantung pada ketersediaan lahan,

sementara itu pembangunan industri di Kabupaten Sidoarjo saat ini pembangunannya

dibangun pada lahan sawah basah. Sehingga

akan berdampak menjadi masalah yang besar

bagi mata perekonomian masyarakat khususnya para petani yang telah kehilangan mata

pencarian akibat dari perubahan fungsi dari

fungsi lahan semula yang menjadi lahan pertanian berubah menjadi lahan pembangunan

industri. Sejak tahun 2000 sampai sekarang

peranan sektor industri di Sidoarjo menunjukkan peningkatan secara terus-menerus. Di dalam

penciptaan nilai tambahnya, sektor ini juga

semakin memegang posisi yang cukup dominan.

Hal ini bisa digambarkan melalui peningkatan peran sektor industri dalam PDRB Sidoarjo.

Jumlah perusahaan industri besar dan sedang di

Kabupaten Sidoarjo yang tercatata dalam survei industri tahunan sebanyak 804 perusahaan

didominasi di Kecamatan Taman dan Waru,

yaitu 120 dan 155 perusahaan. Peningkatan kesejahteraan petani

sangatlah penting untuk dilakukan dikarenakan

berbagai masalah dan hambatan yang telah

dialami oleh para petani, sebagaimana hilangnya lahan sawah sebagian para petani yang

diakibatkan karena berubahnya fungsi lahan

yang mengalami konversi akibat dari dampak pembangunan yang hanya mengutamakan pada

pertumbuhan ekonomi semata tanpa

memperhatikan kesejahteraan masyarakat

bawah. Sebenarnya program yang mendukung peningkatan kesejahteraan para petani sudah

lama berjalan, tetapi amat lamban meski telah

ada undang-undang yang mengaturnya, yakni UUPA No. 5/1960 yang merupakan produk

hukum yang mengakhiri hukum agraria kolonial.

UUPA No. 5/1960 sangat memprioritaskan redistribusi tanah bagi petani miskin,

menegaskan fungsi sosial dari tanah serta

larangan dominasi pihak swasta dalam sektor

agraria. Reformasi tanah sangatlah penting untuk dilakukan karena saat ini kesejahteraan

petani yang terus menurun. Terlihat penurunan

dari nilai tukar petani (NTP) yang dialami petani di Jawa Timur khususnya yang dialami oleh

tertentu lebih buruk dibandingkan dengan

keadaan pada tahun dasar, dan 3) tahun 2000-2010 kesejahteraan petani periode tertentu lebih

Page 4: ANALISIS BEBERAPA VARIABEL YANG MEMPENGARUHI KONVERSI LAHAN PERTANIAN DI KABUPATEN SIDOARJO

4

buruk dibandingkan dengan keadaan pada tahun

dasar. Dari beberapa uraian yang telah

dijelaskan di atas, maka penulis tertarik untuk

mengadakan penelitian yang berjudul “Analisis

Beberapa Variabel Yang Mempengaruhi Konversi Lahan Pertanian di Kabupaten

Sidoarjo”.

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui besarnya

konversi lahan pertanian ke nonpertanian

beberapa tahun kebelakang yang terjadi di Kabupaten Sidoarjo dan untuk mengetahui

pengaruh peningkatan jumlah penduduk, jumlah

industri dan nilai tukar petani secara parsial

maupun secara simultan terhadap besarnya konversi lahan yang terjadi di Kabupaten

Sidoarjo.

Konversi lahan dapat didefinisikan sebagai perubahan fungsi sebagian atau seluruh

kawasan lahan dari fungsinya semula menjadi

fungsi lain yang membawa dampak negatif terhadap lingkungan dan potensi lahan itu

sendiri (Utomo et al,.dalam Nuryanti, 2011).

Konversi lahan sawah didefinisikan

sebagai konversi lahan neto. Artinya luas lahan tahun t (Lt) adalah luas lahan tahun sebelumnya

(Lt-1) ditambah pencetakan sawah baru (Ct)

dikurangi alih fungsi lahan sawah (At). Secara matematika diformulasikan sebagai berikut:

(Ct – At) = Lt – Lt-1

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi

Konversi Lahan

Alih fungsi lahan pertanian ke non-

pertanian dapat disebabkan oleh beberapa faktor.

Setidaknya ada tiga faktor yang menyebabkan terjadinya alih fungsi lahan, yaitu: pertama,

Faktor Eksternal merupkan faktor yang

disebabkan oleh adanya dinamika pertumbuhan perkotaan (fisik maupun spasial), demografi

maupun ekonomi. Kedua, faktor internal

merupakan faktor yang disebabkan oleh kondisi

sosial-ekonomi rumah tangga pertanian pengguna lahan. Ketiga, faktor kebijakan

merupakan aspek regulasi yang dikeluarkan oleh

pemerintah pusat maupun daerah yang berkaitan dengan perubahan fungsi lahan pertanian

(Kustiawan dalam Nuryanti, 2011).

Terjadinya konversi lahan pertanian ke

non-pertanian disebabkan oleh kepadatan penduduk, nilai tukar petani, dan PDRB per

kapita. Kepadatan penduduk disuatu tempat

(terutama di perkotaan) yang juga

mencerminkan land man rasio akan mendorong penduduk mencari tempat lain untuk

membangun pemukiman di luar kota (pedesaan).

Akibatnya banyak lahan yang semula digunakan untuk kegiatan pertanian mengalami alih fungsi

menjadi pemukiman. Sedangkan nilai tukar

petani yang rendah menyebebkan tidak ada insentif bagi petani untuk terus hidup dari usaha

pertaniannya, sehingga mereka cenderung

mengkonversi lahan sawahnya.

Beberapa faktor lain yang menyebabkan cepatnya konversi tanah pertanian menjadi non-

pertanian yaitu:

1. Faktor kependudukan: peningkatan jumlah penduduk telah meningkatkan permintaan

tambahan untuk perumahan, jasa industri,

dan fasilitas umum lainnya. 2. Faktor ekonomi: tingginya tingkat

keuntungan (land rent) yang diperoleh sektor

non-pertanian dan rendahnya land rent dari

sektor pertanian itu sendiri. 3. Faktor sosial budaya: keberadaan hukum

waris yang dapat menyebabkan

terfragmentasinya tanah pertanian sehingga tidak memenuhi skala ekonomi usaha yang

menguntungkan.

4. Perilaku myopic: mencari keuntungan jangka

pendek namun kurang memperhatikan kepentingan jangka panjang dan kepentingan

nasional secara keseluruhan.

5. Lemahnya sistem perundang-undangan dan penegakan hukum (law enforccement) dari

peraturan-peraturan yang ada (Sunito et al.,

2005).

Lahan pertanian pada umumnya

berdampak sangat besar pada bidang sosial dan

ekonomi. Hal tersebut dapat terlihat salah

satunya dari berubahnya fungsi lahan. Konversi lahan berdampak pada menurunnya porsi dan

pendapatan sektor pertanian petani pelaku

koversi dan menaikkan pendapatan dari sektor non-pertanian.

Berdasarkan fakta, upaya pencegahan

konversi lahan sawah sulit dilakukan, karena lahan sawah merupakan private good yang legal

Page 5: ANALISIS BEBERAPA VARIABEL YANG MEMPENGARUHI KONVERSI LAHAN PERTANIAN DI KABUPATEN SIDOARJO

5

untuk di trnsaksikan. Oleh karena itu upaya yang

dapat dilakukan hanya bersifat pengendalian. Pengendalian yang dilakukan sebaiknya bertitik

tolak dari faktor-faktor penyebab terjadinya

konversi lahan sawah, yaitu faktor ekonomi,

sosial, dan perangkat hukum. Beberapa konsep pengendalian telah

direkomendasikan oleh beberapa peneliti.

Namun karena belum adanya pemberdayaan hukum yang konsisten dan dibutuhkan prasyarat

yang ketat maka pengendalian konversi lahan

cenderung tidak efektif (Ilham, dkk, 2003). Strategi yang dapat ditempuh salah satunya

adalah memperkecil peluang terjadinya konversi

lahan pertanian. Upaya yang dapat dilakukan

untuk memperkecil terjadinya konversi lahan adalah dari sisi penawaran dan dari sisi

permintaan (Sunito et al., 2005). Dari sisi

penawaran dapat berupa insentif kepada pemilik lahan. Sedangkan dari sisi permintaan dapat

dilihat melalui:

1. Mengembangkan pajak tanah yang progresif.

2. Meningkatkan efisiensi kebutuhan lahan

non-pertanian sehingga tidak ada tanah yang

sia-sia. 3. Mengembangkan prinsip hemat lahan untuk

kawasan industri perumahan dan

perdagangan.

Teori Tanah Sebagai Lahan Pertanian

Tanah merupakan salah satu sumber

daya alam yang jumlahnya terbatas. Tanah menjadi sangat penting karena keberadaannya

dibutuhkan untuk kelangsungan hidup manusia

dalam melakukan kegiatannya. Tanah sebagai lahan pertanian merupakan salah satu faktor

produksi yang sangat penting peranannya dalam

pertanian jika dibandingkan dengan faktor produksi yang lain. Jika tidak ada lahan, maka

tidak ada pertanian. hal ini dikarenakan lahan

merupakan tempat dimana pertanian dapat

berjalan.

Permintaan akan tanah dari tahun

ketahun mengalami peningkatan, hal ini yang mengakibatkan harga tanah semakin tinggi. Pada

dasarnya penggunaan tanah yang ada sekarang

ini digunakan untuk sektor pertanian. akan tetapi seiring kemajuan jaman banyak lahan pertanian

beralih fungsi menjadi tanah non pertanian.

Banyak para ahli ekonomi menuliskan teori mereka terhadap pentingnya tanah.

Menurut Mahzab Fisiokratis yang

dipelopori oleh Quesnay mengatakan bahwa

hukum ekonomi yang bersesuaian dengan hukum alam ini menjadikan alam. Yang

dimaksud disini ialah adalah tanah sebagai salah

satu sumber kemakmuran bagi rakyat. Menurutnya kegiatan industri dan perdagangan

dinilai tidak produktif, karena kegiatan industri

hanya mengubah bentuk dan sifat barang. Begitu juga dengan perdagangan yang dinilai hanya

memindahkan barang dari satu tempat ke tempat

yang lain. Menurut Quesnay kaum petani paling

produktif, oleh karena itu menganjurkan agar kebijakan yang diambil pemerintah harus

ditujukan untuk meningkatkan taraf hidup para

petani.

Dari teori yang dikemukakan oleh Quesnay tersebut mengandung pengertian

bahwa para petani perlu mendapatkan perhatian

yang khusus dari pemerintah agar proses

produksi pertanian dapat meningkat. Perhatian tersebut dapat berupa kebijakan-kebijakan yang

berpihak kepada para petani, agar proses

produksi yang dilakukan petani tidak terganggu. Hal ini dikarenakan petanilah yang mempunyai

produktifitas paling tinggi (Deliarnov dalam

Mustopa, 2011).

Peraturan Land Reform Undang-undang

Pokok Agraria

Salah satu prinsip dari UUPA adalah bahwa tanah tidak boleh menjadi alat penghisap,

apalagi penghisapan modal asing terhadap

rakyat indonesia. Karena itu, dalam ketentuan UUPA 1960, telah ditegaskan keharusan untuk

menghapus segala hak-hak asing dan konsesi-

konsesi kolonial di atas tanah, dan mengakhiri penghisapan feodal secara berangsur-angsur.

Pada pihak lain, land reform berarti memperkuat

dan memperluas pemilikan tanah untuk seluruh

rakyat Indonesia, khususnya kaum tani. UUPA No. 5/1960 merupakan produk

hukum yang mengakhiri hukum agrarian

kolonial: UU Agraria 1870, UUPA No. 5/1960 memprioritaskan redistribusi tanah bagi petani

miskin, menegaskan fungsi sosial dari tanah

serta larangan dominasi pihak swasta dalam

Page 6: ANALISIS BEBERAPA VARIABEL YANG MEMPENGARUHI KONVERSI LAHAN PERTANIAN DI KABUPATEN SIDOARJO

6

sektor agraria. Ini merupakan kemenangan kecil

bagi kaum tani miskin. Redistribusi tanah yang diamanatkan

UUPA No. 5/1960 dilaksanakan melalui tiga

tahap:

1. Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 10 tahun 1961, yang merupakan aturan

turunan UU No. 5/1960, dilakukanlah

pendaftaran tanah di seluruh teritori RI; 2. Setelah dilakukan pendaftaran tanah, tahapan

selanjutnya adalah penentuan tanah yang

dikategorikan “tanah lebih” serta pembagiannya kepada petani tak bertanah

berdasarkan PP No. 224 tahun 1961;

3. Di tahap ketiga sampai pada pelaksanaan

bagi hasil produksi pertanian yang berdasarkan UU No. 2/1960 tentang

perjanjian bagi hasil (PBH).

Sebagian besar tahapan-tahapan reformasi agraria itu baru dimulai pada tahun 1963. “Molornya” waktu pelaksanaan reformasi

agraria itu, antara lain, karena perjuangan

merebut kembali Irian Barat dari tangan

kolonialis Belanda pada kurun waktu 1961-1963. Selain itu, ketidak siapan birokrasi dan

belum dicabutnya status negara dalam keadaan

darurat perang (SOB) oleh militer turut memperlambat jalannya land reform.

Teori Kependudukan Thomas Robert Malthus.

Dalam sebuah buku yang berjudul Essay

on the Principle of Population, Thomas Malthus

merumuskan sebuah konsep tentang pertambahan hasil yang semakin berkurang

(Diminishing returns). Malthus melukiskan

suatu kecenderungan universal bahwa jumlah populasi di suatu negara akan semakin

meningkat sangat menurut deret ukur atau

tingkat geometrik setiap 30 atau 40 tahun, kecuali jika hal itu diredam oleh bencana

kelaparan. Sementara itu, karena adanya proses

pertambahan hasil yang semakin berkurang dari

suatu faktor produksi yang jumlahnya tetap, yaitu tanah, maka persediaan pangan hanya akan

meningkat menurut deret hitung atau tingkat

aritmetik. Bahkan, karena lahan yang dimiliki setiap anggota masyarakat semakin lama

semakin sempit, maka kontribusi marjinalnya

terhadap total produksi pangan akan semakin menurun (Todaro, 2006).

Dari pernyataan Malthus tersebut dapat

dijelaskan bahwa pertumbuhan penduduk mengalami peningkatan yang lebih cepat dari

ketersediaan bahan pangan, dikarenakan

banyaknya alih fungsi lahan yang digunakan

untuk pemukiman dan industri. Sehingga pada akhirnya manusia akan mengalami kekurangan

kebutuhan makanan. Akan tetapi Malthus

melupakan hal yang paling penting yaitu kemajuan teknologi. Dengan adanya kemajuan

teknologi maka dapat meningkatkan

produktivitas pangan. Tapi sekarang ini masalah yang dihadapi adalah semakin banyaknya alih

fungsi lahan pertanian ke non pertanian,

sehingga walaupun teknologi yang digunakan

sudah cukup maju tapi dengan lahan yang semakin berkurang maka produktivitasnya juga

mulai terganggu. Hal ini dapat menyebabkan

ketahanan pangan mulai terganggu.

Karena perkembangan pertumbuhan

penduduk yang jauh lebih cepat dari pada pertumbuhan hasil produksi pertanian, maka

Malthus meramalkan akan terjadi malapetaka

terhadap kehidupan manusia. Malapetaka

tersebut timbul karena adanya tekanan penduduk tersebut. Sementara keberadaan lahan semakin

berkurang karena pembangunan berbagai

infrastruktur. Akibatnya akan terjadi bahaya pangan bagi manusia. Selanjutnya, Malthus

menyatakan bahwa satu-satunya cara untuk

mengatasi masalah rendahnya taraf hidup yang kronis atau kemiskinan absolut tersebut adalah

“penanaman kesadaran moral” (moral restraint)

di kalangan segenap penduduk dan kesediaan

untuk membatasi jumlah kelahiran. Dengan perumusan konsep akan pentingnya pembatasan

kelahiran dan jumlah penduduk itu, malthus

dapat kita pandang sebagai bapak atau pelopor gerakan modern pengendalian kelahiran.

Transformasi Peranian

Dalam sektor pertanianlah ditentukan berhasil atau tidaknya upaya-upaya pembangunan

ekonomi jangka panjang (Gunnar Myrdal dalam

Todaro, 2006).

Maksud dari kutipan diatas yaitu, jika

suatu negara menghendaki pembangunan yang lancar dan berkesinambungan, maka negara itu

Page 7: ANALISIS BEBERAPA VARIABEL YANG MEMPENGARUHI KONVERSI LAHAN PERTANIAN DI KABUPATEN SIDOARJO

7

harus memulainya dari daerah pedesaan pada

umumnya, dan sektor pertanian pada khususnya. Secara tradisional, peranan pertanian

dalam pembangunan ekonomi hanya dipandang

pasif dan sebagai unsur penunjang semata.

Berdasarkan pengalaman historis dari negara-negara barat, apa yang disebut sebagai

pembangunan ekonomi identik dengan

transformasi struktural yang cepat terhadap perekonomian, yakni dari perekonomian yang

bertumpu pada kegiatan pertanian menjadi

industri modern dan pelayanan masyarakat yang lebih kompleks. Dengan demikian, peran utama

pertanian hanya dianggap sebagai sumber tenaga

kerja dan bahan-bahan pangan yang murah demi

berkembangnya sektor-sektor industri yang dinobatkan sebagai sektor unggulan dinamis

dalam strategi pembangunan ekonomi secara

keseluruhan. Model pembangunan “dua sektor” Lewis merupakan contoh yang baik dari teori

pembangunan yang menitik beratkan pada

pengembangan sektor industri secara cepat, dimana sektor pertanian hanya dipandang

sebagai pelengkap atau penunjang, yaitu sebagai

sumber tenaga kerja dan bahan-bahan pangan

yang murah. Penyebab utama dari semakin

memburuknya kinerja pertanian dinegara

berkembang adalah terabaikannya sektor yang sangat penting dalam perumusan prioritas

pembangunan oleh pemerintahan negara-negara

berkembang itu sendiri. Terabaikannya sektor

pertanian tersebut diperparah lagi dengan gagalnya pelaksanaan investasi dalam

perekonomian industri perkotaan, yang terutama

disebabkan oleh kesalahan dalam memilih strategi industrialisasi subtitusi impor dan

penetapan nilai kurs yang terlalu tinggi (Todaro,

2006). Salah satu manifestasi atau perwujudan terpenting dari terabaikannya pengelolaan sektor

pertanian dan penekanan yang berlebihan

terhadap pertumbuhan perkotaan telah

menimbulkan gelombang migrasi para petani yang menganggur tanpa lahan garapan dari

daerah pedesaan secara besar-besaran ke kota-

kota, yang sebenarnya sudah terlampau padat.

Nilai Tukar Petani

Yang dimaksud dengan nilai tukar adalah nilai tukar suatu barang dengan barang

lain, jadi suatu rasio harga (nominal atau

indeks) dari dua barang yang berbeda

(Tambunan, 2003). Nilai tukar petani adalah angka

perbandingan antara indeks harga yang diterima

petani dengan indeks harga yang dibayar petani

yang dinyatakan dalam persentase. Indeks harga diterima petani (It) adalah indeks harga yang

menunjukkan perkembangan harga harga

produsen atas hasil produksi pertanian. Indeks harga dibayar petani (Ib) adalah indeks harga

yang menunjukkan perkembangan harga

kebutuhan rumah tangga petani, baik untuk konsumsi maupun untuk perluasan proses

produksi.

Rumus untuk penghitungan NTP, It dan

Ib adalah:

𝑁𝑇𝑃 =𝐼𝑡

𝐼𝑏𝑥100 ……………….....(2)

Dimana:

NTP = Nilai Tukar Petani

It = Indeks harga yang diterima petani Ib = Indeks harga yang dibayar petani

Sedangkan masing-masing indeks

dihitung menggunakan formulasi modified-Laspeyres seperti berikut:

𝑙𝑛 =

𝑃𝑛𝑖𝑃 𝑛−1 𝑖

𝑃 𝑛−1 𝑖Q0𝑖𝑚𝑖=1

𝑃0𝑖𝑚𝑖=1 𝑄0𝑖

𝑥100…..(3)

Dimana:

In = Indeks harga bulan ke n (It atau Ib)

Pni = Harga bulan ke n untuk jenis

barang ke i

P(n-1)I = Harga Bulan ke (n-1) untuk jenis barang ke i

Pni/P(n-1)I = Relatif harga bulan ke n untuk

jenis barang ke i Poi = Harga pada tahun dasar untuk

jenis barang ke i

Qoi = Kuantitas pada tahun dasar untuk jenis barang ke i

m = Banyaknya jenis barang yang

tercakup pada paket komoditi

Penghitungan NTP akan menghasilkan 3

(tiga) kemungkinan sebagai berikut:

1. NTP > 100, berarti Daya Beli Petani pada saat itu berpotensi untuk lebih baik, karena

indeks yang diterima lebih tinggi dari indeks

yang dibayar.

Page 8: ANALISIS BEBERAPA VARIABEL YANG MEMPENGARUHI KONVERSI LAHAN PERTANIAN DI KABUPATEN SIDOARJO

8

2. NTP = 100, berarti Daya Beli Petani pada

saat itu tetap, karena indeks yang diterima sama dengan indeks yang dibayar.

3. NTP < 100, berarti Daya Beli Petani pada

saat itu berpotensi untuk lebih buruk, karena

indeks yang diterima lebih renda dari indeks yang dibayar.

Perubahan NTP disebabkan oleh perubahan It dan/atau Ib. Oleh karena itu,

pengkajian terhadap penyebab lemahnya NTP

dapat dilakukan dengan menganalisis faktor-faktor penyebab rendahnya It dan faktor-faktor

penyebab tingginya Ib. Faktor-faktor tersebut

dapat berbeda menurut jenis komoditas.

Misalnya, dari sisi It, jelas beras dan jeruk berbeda dalam pola persaingannya. Di

Indonesia, petani beras di dalam negeri

mengalami persaingan yang sangat ketat, termasuk dengan beras impor. Karena beras

merupakan makanan pokok masyarakat

Indonesia, yang artinya selalu ada permintaan dalam jumlah yang besar, maka semua petani

berusaha untuk menanam padi atau

memproduksi beras saja. Hal ini membuat harga

beras di pasar domestik cenderung menurun hingga (pada titik ekuilibrium jangka panjang)

sama dengan biaya marjinal, atau sama dengan

biaya rata-rata per unit output. ini artinya bahwa It akan sama dengan Ib, dan berarti keuntungan

petani nol. Sedangkan jeruk bukan merupakan

suatu barang kebutuhan pokok sepenting beras,

sehingga walaupun harganya baik tidak semua petani ingin menanam jeruk. Jadi jelas

diversivikasi output di sektor pertanian sangat

menentukan baik tidaknya NTP di Indonesia. Sedangkan dari sisi Ib, faktor utama

adalah harga pupuk, yang bagi banyak petani

padi terlalu mahal. Hal ini tidak terlalu disebabkan oleh volume produksi atau suplai

pupuk (termasuk pupuk impor) di dalam negeri

yang terbatas, tetapi oleh adanya distorsi di

dalam sistem pendistribusinannya. Harga pupuk yang mahal bisa juga merupakan salah

satu instrumen pemerintah untuk mengalihkan

surplus di sektor pertanian ke sektor industri (Colman, dalam Tambunan, 2003).

Selain itu, belakangan ini naiknya harga

bahan bakar minyak (BBM) dan tarif listrik juga mempunyai suatu kontribusi yang besar terhadap

peningkatan biaya produksi petani, sementara

harga gabah atau beras di pasar bebas rendah.

Hubungan Variabel Bebas Dengan Variabel

Independen.

Menurut Sihaloho, 2007 ketersediaan

tanah semakin berkurang seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk dan perubahan

program atau rencana pembangunan dan juga

perubahan kebijakan. Masalah yang ditimbulkan dari pertumbuhan jumlah penduduk juga

dijelaskan oleh Thomas Robert Malthus bahwa

pertumbuhan penduduk mengalami peningkatan yang lebih cepat menurut deret ukur dari

ketersediaan bahan pangan yang

pertambahannya hanya menurut deret hitung

sehingga lambat laun manusia akan mengalami krisis bahan pangan. Dengan bertambahnya

jumlah penduduk, maka kebutuhan akan

perumahan juga akan meningkat. Sementara itu jumlah lahan yang tersedia jumlahnya tetap

sehingga otomatis dalam penyediaan perumahan

mengorbankan lahan sawah untuk tempat pembangunan perumahan.

Menurut Widjanarko, 2006 alih fungsi

lahan dari pertanian ke nonpertanian terjadi

secara meluas sejalan dengan kebijakan pembangunan yang menekankan kepada aspek

kepada aspek pertumbuhan melalui kemudahan

fasilitas investasi, baik kepada investor lokal maupun luar negeri dalam penyediaan tanah.

Kebijakan yang menentukan berkembang atau

tidaknya pertanian sangat dipengaruhi oleh

pemimpin negara yang yang berwenang dalam pengeluaran suatu kebijakan. Sebagaimana

kebijakan terhadap pembangunan pertanian pada

berbagai Orde pemerintahan yang pernah memegang kekuasaan di Indonesia. Pada Orde

Lama pemerintah sangat memihak terhadap

petani, hal ini dapat terlihat dengan dikeluarkannya UUPA No. 5/1960 merupakan

produk hukum yang mengakhiri hukum agrarian

kolonial: UU Agraria 1870. UUPA No. 5/1960

memprioritaskan redistribusi tanah bagi petani miskin, menegaskan fungsi sosial dari tanah

serta larangan dominasi pihak swasta dalam

sektor agraria. Ini merupakan kemenangan kecil bagi kaum tani miskin. Berbeda pada Orde Baru

yang menggunakan strategi pembangunan

dengan sistem ekonomi kapitalistik yang membuka seluas-luasnya pada modal swasta

Page 9: ANALISIS BEBERAPA VARIABEL YANG MEMPENGARUHI KONVERSI LAHAN PERTANIAN DI KABUPATEN SIDOARJO

9

baik asing maupun domestik untuk

menggerakkan roda perekonomian nasional. Berdasarkan pada ketentuan-ketentuan

tersebut, dapat dikatakan masa Orde Baru telah

menanggalkan strategi pembangunan ekonomi

yang menekankan perombakan struktur sosial-ekonomi secara mendasar dan lebih memandang

peningkatan pertumbuhan ekonomi dalam waktu

singkat dibanding dengan pelaksanaan Land Reform sebagai pondasi untuk menunju

industrialisasi nasional yang kokoh dan mandiri

(Bona, 2011). Terjadinya konversi lahan juga

disebabkan oleh nilai tukar petani, menurut

Ashari, 2003 nilai tukar petani yang rendah

menyebabkan tidak adanya insentif bagi petani untuk terus hidup dari usaha pertaniannya,

sehingga mereka cenderung mengkonversi lahan

sawahnya. Sementara itu kejadian kronis setiap musim panen mengenai anjloknya harga gabah

petani adalah akibat dari ketidakampuhan

kebijakan harga pembelian pemerintah (HPP) yang memang dipengaruhi oleh bias perkotaan.

Masyarakat konsumen perkotaan yang lebih

banyak menerima manfaat dari sekian macam

program pemerintah, yang bahkan memberikan subsidi pada sektor pertanian (Arifin, 2004).

Penelitian Yang Relevan

Ilham, Syaukat, Friyatno (2003).

Melakukan penelitian yang berjudul

“Perkembangan Dan Faktor-Faktor Yang

Mempengaruhi Konversi Lahan Sawah Serta Dampak Ekonominya”. Penelitian ini meneliti

tentang beberapa variabel yang mempengaruhi

konversi lahan. Hasil penelitian lingkup mikro, berkembangnya pemukiman mempengaruhi

konversi lahan sawah, namun secara makro

pengembangan pemukiman yang diproksi dengan peningkatan jumlah penduduk tidak

menunjukkan hubungan yang positif. Sementara

itu dalam lingkup makro: konversi lahan sawah

berkorelasi positif dengan pertumbuhan PDB dan konversi lahan sawah berkorelasi negatif

dengan nilai tukar petani.

Penelitian yang terkait dengan konversi lahan juga dilakukan oleh Sihaloho,

Dharmawan, Rusli (2007). Melakukan penelitian

dengan judul “Konversi Lahan Pertanian Dan Perubahan Struktur Agraria”. hasil penelitian

menyebutkan faktor-faktor yang menyebabkan

konversi lahan di Kelurahan Mulyaharja dapat dibagi dua (1) secara makro yang terdiri dari

kebijakan pemerintah yang memberikan iklim

kondusif bagi transformasi peruntukan suatu

kawasan dan pertumbuhan penduduk alamiah dan non alamiah (migrasi masuk lebih tinggi

dari migrasi keluar) dan (2) secara mikro yang

terdiri dari „keterdesakan ekonomi‟, investasi pihak „pemodal‟, proses alih hak milik atas

tanah, dan proses pengadaan tanah.

Irawan (2005) juga melakukan penelitian dengan judul konversi lahan sawah:

potensi dampak, pola pemanfaatannya, dan

faktor determinan. Hasil penelitian menyebutkan

konversi lahan sawah diluar jawa (132 ribu hektar pertahun) ternyata jauh lebih tinggi dari

pada di pulau jawa (56 ribu hektar per tahun).

Sebesar 58,68 persen konversi lahan sawah tersebut ditujukan untuk kegiatan nonpertanian

dan sisahnya untuk usaha tani bukan sawah.

Sebagian besar konversi lahan untuk kegiatan nonpertanian ditujukan untuk pembangunan

perumahan (48,96 persen) dan pembangunan

sarana publik (28,29 persen). Alokasi konversi

lahan sawah untuk pembangunan perumahan sangat dominan dipulau jawa (74,96 persen)

sedangkan diluar pulau jawa konversi lahan

sawah tersebut sebagiab besar ditujukan untuk pembangunan sarana publik (43,59 persen) dan

pembangunan perumahan (3,92) persen.

Hipotesis

Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang perlu diberikan

hipotesis. Hipotesis adalah jawaban sementara

terhadap rumusan masalah penelitian, oleh karena itu rumusan masalah penelitian biasanya

disusun dalam bentuk kalimat pertanyaan

(Sugiyono, 2008). Dikatakan sementara karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada

teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-

fakta empiris yang diperoleh melalui

pengumpulan data. Jadi hipotesis juga dapat dinyatakan sebagai jawaban teoritis terhadap

rumusan masalah penelitian. Dalam penjelasan

tersebut diatas dapat ditarik hipotesis sebagai berikut :

1. Diduga ada pengaruh yang signifikan antara

variabel bebas (jumlah penduduk, jumlah induri dan nilai tukar petani) secara parsial

Page 10: ANALISIS BEBERAPA VARIABEL YANG MEMPENGARUHI KONVERSI LAHAN PERTANIAN DI KABUPATEN SIDOARJO

10

terhadap Y (konversi lahan pertanian di

kabupaten Sidoarjo tahun 2000-2010). 2. Diduga ada pengaruh yang signifikan antara

variabel bebas (jumlah penduduk, jumlah

induri dan nilai tukar petani) secara simultan

terhadap Y (konversi lahan pertanian di kabupaten Sidoarjo tahun 2000-2010).

METODE PENELITIAN

Jenis Penelitian

Jenis penelitian dalam penelitian ini

adalah deskriptif kuantitatif. Data kuantitatif adalah data yang dapat diukur secara langsung

atau dapat dihitung secara langsung. Dengan

demikian penelitian ini dapat digolongkan

sebagai penelitian studi deskriptif yaitu menggambarkan atau melukiskan suatu keadaan,

gejala, peristiwa kejadian subyek atau obyek

penelitian berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagainya. Kemudian menggunakan

analisis regresi berganda (multiple regression

analysis). Analisis regresi berganda (multiple

regression analysis) digunakan untuk maksud

meramalkan bagaimana keadaan (naik turunnya)

variabel dependen, bila dua atau lebih variabel independen sebagai faktor prediktor

dimanipulasi (dinaikturunkan nilainya).

Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian menggambarkan

variabel-variabel dalam suatu penelitian agar

pola pikir penulis dapat dipahami oleh pembaca. Desain penelitian untuk analisis regresi berganda

(multiple regression analysis) menunjukkan

seberapa besar pengaruh jumlah penduduk (X1), jumlah industri (X2), dan nilai tukar petani (X3)

sebagai variabel independen atau bebas terhadap

konversi lahan pertanian di kabupaten Sidoarjo selama tahun 1999-2010 (Y) sebagai variabel

dependen atau terikat.

Rancangan penelitian dalam penelitian

ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Bagan 3.1. Rancangan Penelitian Hubungan

Variabel Bebas dan Variabel Terikat

Keterangan : X1 = Jumlah penduduk Kabupaten Sidoarjo

(orang)

X2 = Jumlah industri Kabupaten Sidoarjo

(unit) X3 = Nilai tukar petani Jawa Timur

Y = Besarnya konversi lahan pertanian

Kabupaten Sidoarjo (ha)

Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: objek atau subjek yang mempunyai

kualitas dan karakteristik tertentu yang

diterapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan

kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2008). Dalam penelitian ini yang menjadi

populasi adalah konversi lahan pertanian, jumlah

penduduk, jumlah industri, dan nilai tukar petani di Kabupaten Sidoarjo.

Teknik Pengumpulan Data

1. Studi Kepustakaan

Cara pengumpulan data dengan mempelajari

bacaan-bacaan yang berkaitan dengan dan

yang mendukung penelitian yang dilakukan. Studi ini juga bisa dilakukan dengan

mengumpulkan data yang didapat dari

internet.

2. Dokumentasi

Yaitu pengumpulan data yang diperoleh

dengan mengumpulkan dan meneliti data-data berupa arsip, dokumen dan catatan

mengenai konversi lahan pertanian,

kependudukan, industrialisasi, dan nilai tukar

petani.

Tenik Analisis Data

Data yang telah terkumpul selanjutnya

akan diolah dan dianalisis guna dapat menjawab permasalahan dalam penelitian. Adapun teknik

analisis yang digunakan adalah analisis

deskriptif kuantitatif dan analisis uji statistik

dengan menggunakan analisis regresi linier berganda dengan uji signifikansi 5 persen

melalui uji F dan korelasi parsial.

1. Analisis Deskriptif Kuantitatif Analisis deskriptif kuantitatif adalah teknik

yang digunakan untuk menjelaskan

perkembangan besarnya konversi lahan

X3

Y

X1

X2

Page 11: ANALISIS BEBERAPA VARIABEL YANG MEMPENGARUHI KONVERSI LAHAN PERTANIAN DI KABUPATEN SIDOARJO

11

pertanian di Kabupaten Sidoarjo selama

tahun 1999-2010.

2. Analisis Statistik

Sesuai dengan tujuan dan hipotesis

penelitian yang dilakukan, maka keterkaitan

antara variabel penelitian dapat digambarkan secara spesifik dalam model regresi linier

berganda. Analisis ini dapat digunakan untuk

menerangkan tingkat ketergantungan suatu variabel terikat dengan satu atau lebih

variabel bebas. Berdasarkan variabel-variabel

yang telah diuraikan maka model regresi linier berganda dirumuskan sebagai berikut:

Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + ei……(4)

Keterangan: Y = Besarnya konversi lahan pertanian

X1 = Jumlah penduduk

X2 = Jumlah industri X3 = Nilai tukar petani

a = Konstanta

b1,b2,b3 = Koefisien regresi ei = Faktor pengganggu

a. Uji Asumsi Klasik

Persamaan regresi linier berganda harus bersifat BLUE (Best Linier Unbias

Estimator), artinya pengambilan

keputusan melalui uji t dan uji F tidak boleh bias. Pada penelitian ini juga akan

dilakukan beberapa uji asumsi klasik

terhadap model regresi yang telah diolah

dengan menggunakan program Eviews6. Untuk menghasilkan pengambilan

keputusan yang BLUE maka harus

dipenuhi asumsi dasar yang tidak boleh dilanggar oleh regresi linier berganda

yaitu:

1) Uji Normalitas Untuk menguji apakah model regresi

variabel terikat dan variabel bebas

keduanya mempunyai distribusi

normal atau tidak. Kriteria normalitas:

a) Prob.Obs.R2

(X2) < α → sebaran

data tidak normal b) Prob.Obs.R

2 (X

2) > α → sebaran

data normal

2) Uji Multikolinearitas Multikolinearitas adalah kondisi

adanya hubungan linear antar variabel

independen. Masalah multikolinearitas

bisa timbul karena berbagai sebab, pertama sifat-sifat yang terkandung

dalam kebanyakan variabel ekonomi

berubah bersama-sama sepanjang

waktu. Besaran-besaran ekonomi dipengaruhi oleh faktor-faktor yang

sama. Oleh karena itu, sekali faktor-

faktor yang mempengaruhi itu menjadi operatif, maka seluruh variabel akan

cenderung berubah dalam satu arah.

Kedua, penggunaan nilai lag (lagged values) dari variabel-variabel bebas

tertentu dalam model regresi.

Kriteria multikolinearitas:

a) r ≥ 0,8 → ada multikolinearitas b) r < 0,8→tidak ada multikolinearitas

3) Uji Heteroskedastisitas

Heteroskedastisitas adalah keadaan dimana faktor gangguan tidak

memiliki varian yang sama. Metode

yang digunakan untuk mendeteksi adanya heteroskedastisitas pada

penelitian ini adalah uji white.

Kriteria heteroskedastisitas:

a) Prob.Obs.R2 (X

2) < α → ada

heteroskedastisitas

b) Prob.Obs.R2 (X

2) > α → tidak ada

heteroskedastisitas

4) Uji Autokorelasi

Adalah keadaan dimana faktor-faktor

pengganggu yang satu dengan yang

lain saling berhubungan, pengujian terhadap gejala autokorelasi dapat

dilakukan dengan uji Durbin-Watson

(DW), yaitu dengan cara membandingkan antara DW statistik

(d) dengan dL dan DU, jika DW statistik

berada diantara dU dan 4-dU maka tidak ada autokorelasi. Jika Durbin Watson

test mendekati angka 2,0 maka

autokerelasi tidak menjadi persoalan.

5) Uji Linieritas Uji linieritas digunakan untuk

mengetahui apakah model penelitian

berbentuk linier atau log linier. a) Prob.F Stat > α → model

memenuhi asumsi linearitas

b) Prob.F Stat < α → model tidak memenuhi asumsi linearitas

Page 12: ANALISIS BEBERAPA VARIABEL YANG MEMPENGARUHI KONVERSI LAHAN PERTANIAN DI KABUPATEN SIDOARJO

12

c) Prob.F Stat > α → variabel

independen cocok dimasukkan dalam model

d) Prob.F Stat < α→ variabel

independen tidak cocok

dimasukkan dalam model

b. Uji Hipotesis

1) Uji parsial (Uji t) adalah pengujian

yang dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh suatu variabel

bebas secara individual dalam

mempengaruhi variabel terikat. Kriteria yag dipakai untuk menguji

hipotesis adalah jika T hitung > T tabel,

maka Ho ditolak.

2) Uji simultan (Uji F) yaitu pengujian distribusi F yang bertujuan untuk

mengetahui apakah variabel bebas

mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel terikat. Kriteria

yang dipakai intuk menguji hipotesis

adalah jika F hitung > F tabel maka Ho ditolak.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Deskriptif

Perkembangan konversi lahan sawah di

Kabupaten Sidoarjo

Berdasarkan data yang diperoleh dari

Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten

Sidoarjo, lahan sawah pada tahun 1998-2010 selalu mengalami penurunan luas lahan kecuali

pada tahun 2007. dapat diketahui bahwa dalam

kurun waktu antara tahun 1998 hingga tahun

2010 lahan sawah di Kabupaten Sidoarjo selalu mengalami penurunan luas lahan dari tahun ke

tahun kecuali pada tahun 2007 luas lahan sawah

mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun 2006. Pada tahun 2006 luas lahan sawah

di Kabupaten Sidoarjo sebesar 23.196 ha,

kemudian pada tahun 2007 lahan sawah di Kabupaten Sidarjo meningkat mencapai angka

23.262 ha. Kenaikan lahan sawah pada tahun

2007 bukan dikarenakan oleh penambahan

pembuatan areal lahan sawah baru, karena di Kabupaten Sidoarjo sudah tidak tersedia lahan

hutan yang dapat digunakan untuk membangun

lahan sawah baru. Kenaikan yang terjadi pada tahun 2007 tersebut lebih disebabkan oleh

penggunaan kembali lahan sawah yang semula

digunakan untuk perkebunan tebuh dan usaha tanam selain padi.

Secara keseluruhan terjadi penurunan

total luas lahan sawah di Kabupaten Sidoarjo

dalam kurun waktu antara tahun 1998 hingga 2010 sebesar 16,32% atau sekitar 4.358 Ha,

yaitu dari 26.700 Ha pada tahun 1998 menjadi

22.342 Ha pada tahun 2010. Lahan sawah beririgasi teknis merupakan yang terluas di

Sidoarjo mencapai 97,63 persen (24.779 Ha)

dari total luas lahan sawah 25.381 Ha, sedang sisanya 0,59 persen (150 Ha) masih beririgasi

setengah teknis, sedangkan 1,78 persen (452 Ha)

lahan sawah yang beririgasi sederhana.

Perkembangan jumlah penduduk di

Kabupaten Sidoarjo

Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten

Sidoarjo, jumlah penduduk terus mengalami

peningkatan pada tahun 1998-2010. dapat diketahui bahwa dalam kurun waktu antara

tahun 1998 hingga tahun 2010 jumlah penduduk

di Kabupaten Sidoarjo selalu mengalami

peningkatan dari tahun ke tahun. Sedangkan laju pertumbuhan penduduk di Kabupaten Sidoarjo

mengalami fluktuasi dari tahun 1999 hingga

tahun 2010. Laju pertumbuhan penduduk tertinggi terjadi pada tahun 2008 yakni sebesar

18,91 %, sedangkan laju pertumbuhan penduduk

terendah terjadi pada tahun 2002 yakni sebesar

1,83%. Pertumbuhan penduduk dipengaruhi

oleh empat komponen yaitu kelahiran

(fertilitas), kematian (mortalitas), migrasi masuk (in-migration) dan migrasi keluar (out-

migration). Diantara komponen tersebut yang

menyebabkan laju pertumbuhan penduduk di Kabupaten Sidoarjo menurun pada periode

1998-2010 adalah komponen kelahiran

(fertilitas).

Komponen kelahiran (fertilitas) dapat ditekan melalui program Keluarga Berencana

(KB) yang digalakkan oleh pemerintah.

Meskipun jumlah penduduk di Kabupaten Sidoarjo memiliki tendensi meningkat pada

tahun 1999-2010 namun dapat dikatakan

program KB yang digalakkan oleh pemerintah telah berhasil. Hal ini dapat diketahui dari

tingkat perkembangan jumlah penduduk atau

Page 13: ANALISIS BEBERAPA VARIABEL YANG MEMPENGARUHI KONVERSI LAHAN PERTANIAN DI KABUPATEN SIDOARJO

13

laju pertumbuhan penduduk per tahun yang

meningkat relatif kecil, bahkan cenderung menurun pada tahun 1998-2010. Dengan

demikian teori kependudukan Malthus yang

menyebutkan bahwa jumlah penduduk

berkembang menurut deret ukur tidak terbukti di Kabupaten Sidoarjo pada tahun 1998-2010

Perkembangan jumlah industri di

Kabupaten Sidoarjo Berdasarkan data yang diperoleh dari

BPS dan DISPERINDAG Kabupaten Sidoarjo,

pertumbuhan industri terus mengalami naik

turun pada tahun 1998-2010. dapat diketahui perkembangan jumlah industri selama kurun

waktu tahun 1998 hingga tahun 2010 mengalami

fluktuatif. Pada tahun 1998 terdapat 325

perusahaan yang tersebar di Kabupaten Sidoarjo dan terjadi peningkatan pada tahun berikutnya

1999 sebesar 3,38 dengan jumlah perusahaan

menjadi 336 perusahaan. Peningkatan jumlah industri besar di Kabupaten Sidoarjo terus

berlangsung hingga tahun 2007 dimana jumlah

industri terus mengalami peningkatan yang cukup pesat yang berjumlah sebesar 336,

meskipun pada tahun 2004 sempat mengalami

penurunan sebesar -0,50 dari tahun 2003 dimana

pada tahun 2003 terdapat 398 industri sempat mengalami penurunan yang relatif sangat kecil

menjadi 396 industri pada tahun 2004.

Peningkatan jumlah industri dari tahun 1998 hingga tahun 2007 ini dikarenakan kondisi

perekonomian yang sudah mulai membaik paska

terjadinya krisis ekonomi tahun 1997 sehingga mampu menarik investor baik luar negeri

maupun luar negeri untuk menanamkan

modalnya pada sektor industri di Indoesia begitu

juga dengan Kabupaten Sidoarjo. Pada tahun 2008 pertumbuhan industri

mengalami penurunan sebesar -7,60 dengan

jumlah industri menjadi 450. Hal ini terjadi karena guncangan politik dan krisis ekonomi

yang berdampak pada perekonomian nasional

termasuk Kabupaten Sidoarjo. Penurunan ini

terus berlangsung sampai tahun 2010, dimana pada tahun 2009 terjadi penurunan yang cukup

tinggi sebesar -19,78 dan jumlah perusahaan

menjadi 361 industri. Penurunan pertumbuhan industri kembali terjadi pada tahun 2010 sebesar

-32,69 dengan jumlah industri menjadi 243.

Penurunan dikarenakan alasan yang sama yaitu

krisis ekonomi yang mengguncang indonesia

begitu juga dengan Kabupaten Sidoarjo.

Perkembangan nilai tukar petani di

Kabupaten Sidoarjo

Berdasarkan data yang diperoleh dari

Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa

Timur, nilai tukar petani terus mengalami naik

turun pada tahun 1998-2010. dapat diketahui bahwa dalam kurun waktu antara tahun 1998

hingga tahun 2010 nilai tukar petani selalu

mengalami peningkatan dari tahun ke tahun kecuali pada tahun 1999, 2002 dan 2009 nilai

tukar petani mengalami penurunan dibandingkan

dengan tahun sebelumnya. Pada tahun 1998 nilai

tukar petani sebesar 86,27, kemudian pada tahun 1999 nilai tukar petani menurun mencapai angka

82,34. Pada tahun 2002 juga mengalami hal

yang sama, yaitu mengalami penurunan mencapai angka 100,00 dimana pada tahun 2001

nilai tukar petani mencapai angka 104,04

penurunan nilai tukar petani juga kembali terjadi pada tahun 2009 nilai tukar petani mencapai

angka 111,87 lebih rendah dari tahun 2008 yang

mencapai angka114,15. Sedangkan laju

perubahan nilai tukar petani mengalami fluktuasi dari tahun 1999 hingga tahun 2010. Laju

perubahan nilai tukar petani tertinggi terjadi

pada tahun 2001 yakni sebesar 15,93%, sedangkan laju perubahan terendah terjadi pada

tahun 1999 yakni sebesar -4,56%.

Pada tiga tahun pertama yaitu tahun 1998, 1999, dan 2000, NTP Jawa Timur

menunjukkan nilai dibawah 100, berturut-turut

86,27, 82,34, dan 89,74. Hal ini menggambarkan

bahwa daya beli atau tingkat kesejahteraan petani pada tahun-tahun tersebut berada dibawah

kondisi pada tahun 1993. Gambaran tersebut

memberikan indikasi bahwa daya beli petani “tererosi” karena mereka harus membayar

barang/jasa kebutuhannya dengan harga yang

relatif lebih mahal.

Rendahnya nilai NTP pada tahun 1998 sampai dengan 2000 merupakan dampak krisis

moneter yang terjadi sejak pertengahan tahun

1997. Krisis moneter mengakibatkan kenaikan harga barang-barang kebutuhan rumah tangga

baik mekanan maupun nun makanan, sarana

produksi, serta barang-barang modal. Hal ini

Page 14: ANALISIS BEBERAPA VARIABEL YANG MEMPENGARUHI KONVERSI LAHAN PERTANIAN DI KABUPATEN SIDOARJO

14

tercermin pada indeks harga yang dibayar petani

yang naik sangat signifikan dari tahun ketahun.

Analisis Satistik

Teknik analisis data yang digunakan

dalam penelitian ini adalah teknik analisis regresi linear berganda dengan bantuan program

Eviews 6.0. Berdasarkan data dari Badan Pusat

Statistik (BPS) dan dilakukan pengolahan. Data konversi lahan, jumlah penduduk, jumlah

industri, dan nilai tukar petani dapat dilihat pada

tabel 4.5 sebagai berikut :

Tabel 4.5 Input Data

Thn Knversi

lahan Junlah

Pnduduk Jumlah

Industri NTP

1999 44,65 3,68 3,38 -4,56

2000 224,12 2,49 1,49 8,99

2001 -96,92 2,08 2,93 15,93

2002 912,90 1,83 9,12 -3,77

2003 23,25 2,68 3,92 2,93

2004 0,00 3,34 -0,50 2,03

2005 79,84 3,66 12,63 0,26

2006 -46,84 2,22 7,17 6,07

2007 -117,84 2,31 1,88 1,29

2008 -975,76 18,91 -7,60 0,91

2009 -74,91 9,08 -19,78 -2,01

2010 35,86 2,72 -32,69 0,49

1. Analisis Regresi

Proses pengolahan data dilakukan dengan bantuan komputer dalam paket

eviews 6.0, sedangkan operasi regresinya

menggunakan Ordinary Least Square (OLS). Analisa data ini dimaksudkan untuk mengetai

seberapa besar pengaruh jumlah penduduk,

jumlah industri, dan nilai tukar petani terhadap konversi lahan pertanian di

Kabupaten Sidoarjo.

Berdasarkan hasil regresi yang

diolah dengan program eviews 6.0, maka diperoleh persamaan regresi linier berganda

sebagai berikut:

Y= 377,1392- 67,82579+ 3,024647– 25,64247

Dimana :

Y = Konversi lahan pertanian X1 = Jumlah penduduk

X2 = Jumlah industri

X3 = Nilai tukar petani

Persamaan regresi berganda tersebut menunjukkan bahwa :

a. Nilai konstanta C sebesar 377,1392artinya

bahwa jika jumlah penduduk, jumlah industri dan nilai tukar petani bernilai 0,

maka konversi lahan akan sebesar

377,1392 b. C(X1) = -67,82579 artinya jika variabel

jumlah penduduk bertambah 1%,

sedangkan variabel jumlah industri dan

nilai tukar petani tetap maka konversi lahan pertanian (Y) akan mengalami

peningkatan sebesar 67,82579. Tanda (-)

negatif menunjukkan adanya hubungan yang berbanding terbalik atau berlawanan

antara jumlah penduduk dan konversi

lahan pertanian yaiu jika jumlah penduduk tinggi maka konversi lahan

pertanian akan rendah.

c. C(X2) = 3,024647 artinya jika variabel

jumlah industri bertambah 1%, sedangkan variabel jumlah penduduk dan nilai tukar

petani tetap maka konversi lahan

pertanian (Y) akan mengalami peningkatan sebesar 3,024647. Tanda (+)

positif menunjukkan adanya hubungan

yang searah antara jumlah industri dan

konversi lahan pertanian yaitu jika jumlah industri tinggi maka konversi lahan

pertanian juga tinggi.

d. C(X3) = -25,64247 artinya jika variabel nilai tukar petani bertambah 1%,

sedangkan variabel jumlah penduduk dan

jumlah industri tetap maka konversi lahan pertanian (Y) akan mengalami penurunan

sebesar -25,64247. Tanda (-) negatif

menunjukkan adanya hubungan yang

berbanding terbalik atau berlawanan antara nilai tukar petani dan konversi

lahan pertanian yaitu jika nilai tukar

petani tinggi maka konversi lahan pertanian akan rendah.

Page 15: ANALISIS BEBERAPA VARIABEL YANG MEMPENGARUHI KONVERSI LAHAN PERTANIAN DI KABUPATEN SIDOARJO

15

2. Uji Asumsi Klasik

Untuk dapat diterima sebagai model regresi linier berganda maka harus memenuhi

uji asumsi lasik. Uji asumsi klasik meliputi:

a) Uji Normalitas

Berdasarkan hasil uji normalitas yang diolah dengan program eviews 6.0,

maka dapat diperoleh bahwa bentuk

histogramnya didistribusikan secara asimetris sehingga residualnya kita duga

didistribusikan secara normal.

Berdasarkan uji statistik Jargue bera nilai statistiknya sebesar 2,331422 dengan

probabilitas 31,17% sehingga dapat

disimpulkan bahwa residual

didistribusikan secara normal dan lolos dalam uji normalitas, sehingga pengujian

data layak untuk dilanjutkan dalam

penelitian.

b) Uji Multikolinieritas

Dari hasil pengolahan data melalui

program eviews 6.0, maka dapat disimpulkan:

1) Koefisien korelasi untuk variabel

jumlah penduduk dan jumlah industri

sebesar -0,309664. Hal ini berarti tidak terjadi multikolinieritas antara variabel

jumlah penduduk dengan jumlah

industri, karena besarnya koefisien korelasi adalah -0.309664 kurang dari

0,8 maka dapat dikatakan “lolos uji

mutikolinieritas”.

2) Koefisien korelasi untuk variabel jumlah penduduk dan nilai tukar petani

sebesar -0,216701. Hal ini berarti tidak

terjadi multikolinieritas antara variabel jumlah penduduk dengan nilai tukar

petani, karena besarnya koefisien

korelasi adalah -0,216701 kurang dari 0,8 maka dapat dikatakan “lolos uji

mutikolinieritas”.

3) Koefisien korelasi untuk variabel

jumlah industri dan nilai tukar petani sebesar 0,160519. hal ini berarti tidak

terjadi multikolinieritas antara variabel

jumlah industri dengan nilai tukar petani, karena besarnya koefisien

korelasi adalah 0,160519 kurang dari

0,8 maka dapat dikatakan “lolos uji

mutikolinieritas”.

c) Uji Heteroskedastisitas

Dari pengolahan data melalui

program eviews 6.0, kita bisa mengetahui

bahwa nilai probabilitas Obs* R- squared sebesar 0,6720. Karena nilai probabilitas

Obs* R- squared sebesar 0,6720 > 0,5

maka tidak ada heteroskedastisitas.

d) Uji Autokorelasi

Dari hasil pengolahan melalui

program eviews 6.0, dapat kita lihat bahwa nilai Durbin – Watson test sebesar

1,880266. Hal ini berarti nilai 1,880266

berada diantara 1,54 < 1,880266 < 2,46

sehingga bisa disimpulkan bahwa dalam model penelitian ini lolos uji

autokorelasi.

e) Uji Linieritas

Berdasarkan uji linearitas melalui

program eviews 6.0, bisa diketahui nilai

Probabilitas F sebesar 0,6939. Dengan demikian, probabilitas sebesar 0,6939 >

0,05 sehingga dapat disimpulkan model

penelitian ini lolos uji linearitas.

3. Uji Hipotesis

a) Uji t

1) Variabel Jumlah Penduduk

Hasil perhitungan melalui program eviews 6.0 untuk variabel jumlah

penduduk (JP) diperoleh nilai

probabilitas (signifikansi) = 0,0048.

Dengan demikian Ha diterima, karena nilai probabilitas lebih kurang dari α

0,05 (0,0048 < 0,05). Berarti dapat

disimpulkan bahwa variabel jumlah penduduk berpengaruh signifikan

terhadap konversi lahan pertanian di

Kabupaten Sidoarjo.

2) Variabel Jumlah Industri

Hasil perhitungan melalui program

eviews 6.0 untuk variabel jumlah industri (JI) diperoleh nilai probabilitas

(signifikansi) = 0,6592. Dengan

demikian Ha ditolak, karena nilai

Page 16: ANALISIS BEBERAPA VARIABEL YANG MEMPENGARUHI KONVERSI LAHAN PERTANIAN DI KABUPATEN SIDOARJO

16

probabilitas < α 0,05 (0,6592 > 0,05).

Berarti dapat disimpulkan bahwa variabel jumlah industri tidak

berpengaruh signifikan terhadap

konversi lahan pertanian di Kabupaten

Sidoarjo.

3) Variabel Nilai Tukar Petani

Hasil perhitungan melalui program

eviews 6.0 untuk variabel nilai tukar petani (NTP) diperoleh nilai probabilitas

(signifikansi) = 0,1155. Dengan

demikian Ha ditolak, Ho diterima karena nilai probabilitas (signifikansi) lebih

besar dari α 0,05 (0,1155 > 0,05).

Berarti dapat disimpulkan bahwa

variabel nilai tukar petani tidak berpengaruh signifikan terhadap

konversi lahan pertanian di Kabupaten

Sidoarjo.

b) Uji F

Dari hasil pengolahan data melalui program eviews 6.0 tersebut

diperoleh nilai probabilitas untuk F-

statistik adalah sebesar 6,110909. Dengan

demikian Ha ditolak, Ho diterima karena nilai probabilitas (signifikansi) lebih besar

dari α 0,05 (6,110909 > 0,05). Berarti

dapat disimpulkan bahwa secara bersama-sama jumlah penduduk, jumlah

industri, dan nilai tukar petani tidak

berpengaruh signifikan terhadap konversi lahan pertanian di Kabupaten Sidoarjo.

4. Koefisien Determinasi

Berdasarkan hasil pengolahan data

melalui program eviews 6.0 nilai koefisien determinasi bisa dilihat dari nilai R-

Squared. Hasil perhitungan eviews tersebut

diketahui nilai R square sebesar 0,696196. Hal ini berarti 69,61% konversi lahan

pertanian dipengaruhi oleh variabel jumlah

penduduk, jumlah industri, dan nilai tukar

petani, sedangkan sisanya sebesar 30,39% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak

diteliti dalam penelitian ini.

PEMBAHASAN

Pengaruh Jumlah Penduduk Terhadap

Konversi Lahan Pertanian Di Kabupaten

Sidoarjo

Hasil estimasi dengan metode OLS

(Ordinary Least Square) menunjukkan bahwa variabel jumlah penduduk mempunyai hubungan

yang negatif dan signifikan terhadap konversi

lahan pertanian di Kabupaten Sidoarjo. Pengaruh yang signifikan ini bisa dilihat dari

nilai probabilitas untuk variabel jumlah

penduduk adalah sebesar 0,0001 < α (0.05). Pada hipotesisis sebelumnya

dikemukakan bahwa jumlah penduduk

berpengaruh positif dan signifikan terhadap

konversi lahan pertanian di Kabupaten Sidoarjo. Hal ini tidak sesuai dengan hasil analisis data

diatas karena dalam hasil tersebut mempunyai

tanda negatif (-) yang berarti hubungan antara jumlah penduduk dan konversi lahan pertanian

adalah berbanding terbalik yaitu ketika jumlah

penduduk mengalami penurunan maka konversi lahan pertanian akan meningkat.

Hipotesis awal yang dikemukan peneliti

sebelumnya mengacu pada teori kependudukan

Thomas Robert Malthus yang menyatakan bahwa jumlah populasi di suatu negara akan

semakin meningkat menurut deret ukur atau

tingkat geometrik. Sementara itu, karena adanya proses pertambahan hasil yang semakin

berkurang (Diminishing return) dari suatu faktor

produksi yang demakin berkurang dari suatu

faktor produksi yang semakin berkurang darinsuatu faktor produksi yang jumlahnya

tetap, yaitu tanah maka persediaan pangan hanya

akan meningkat menurut deret hitung atau tingkat aritmetik. Bahkan karena lahan yang

dimiliki setiap anggota masyarakat semakin

lama semakin sempit, maka kontribusi marjinalnya terhadap total produksi pangan akan

semakin menurun (Todaro:2006). Dari

pernyataan Malthus tersebut dapat dijelaskan

bahwa pertumbuhan penduduk mengalami peningkatan yang lenih cepat dari ketersediaan

bahan pangan, dikarenakan banyaknya alih

fungsi lahan pertanian yang digunakan untuk pemukiman.

Berdasarkan hasil penelitian, variabel

jumlah penduduk tidak menunjukkan hubungan yang positif terhadap variabel luas konversi

Page 17: ANALISIS BEBERAPA VARIABEL YANG MEMPENGARUHI KONVERSI LAHAN PERTANIAN DI KABUPATEN SIDOARJO

17

lahan pertanian. hal ini disebabkan karena tujuan

manusia mengkonversi lahan pertanian untuk membuat bangunan semakin bervariasi.

Misalnya saja untuk bangunan rumah, satu orang

penduduk dapat memiliki lebih dari satu

bangunan rumah. Selain untuk dijadikan sebagai tempat tinggal pribadi, bangunan-bangunan

tersebut juga dijadikan sebagai usaha untuk

memperoleh pendapatan dengan melakukan usaha sewa atau kontrakan rumah

(Ilham,dkk:2003).

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh

Ilham, dkk (2003) tentang perkembangan dan

faktor-faktor yang mempengaruhi konversi

lahan sawah serta dampak ekoominya. Dari penelitian tersebut menyebutkan secara mikro,

berkembangnya pemukiman mempengaruhi

konversi lahan sawah, namun secara makro pengembangan pemukiman yang diproduksi

dengan peningkatan jumlah penduduk tidak

menunjukkan hubungan yang positif. Hal ini menindikasikan adanya trend pemilikan rumah

bukan hanya sebagai tempat tinggal tetapi

sebagai investasi.

Pengaruh Jumlah Industri Terhadap

Konversi Lahan Pertanian Di Kabupaten

Sidoarjo Hasil estimasi dengan metode OLS

(Ordinary Least Square) menunjukkan bahwa

variabel jumlah industri mempunyai hubungan

yang positif dan tidak signifikan terhadap konversi lahan pertanian di Kabupaten Sidoarjo.

Pengaruh yang tidak signifikan ini bisa dilihat

dari besarnya nilai probabilitas untuk variabel jumlah industri adalah sebesar 0,7077 > α

(0.05).

Pengaruh yang tidak signifikan ini tidak sesuai pada hipotesis diawal penelitian yang

menyatakan ada pengaruh yang signifikan antara

variabel jumlah industri terhadap konversi lahan

pertanian di Kabupaten Sidarjo. Hipotesis awal yang dikemukan peneliti sebelumnya mengacu

pada Todaro (2006) yang menyebutkan

penyebab utama dari semakin memburuknya kinerja pertanian dinegara berkembang adalah

terabaikanya sektor yang sangat penting dalam

perumusan prioritas pembangunan oleh pemerintahan negara-negar berkembang itu

sendiri. Tarabaikannya sektor pertanian tersebut

diperparah lagi dengan gagalnya pelaksanaan

investasi dalam perekonomian industri perkotaan, yang terutama disebabkan oleh

kesalahan dalam memilih strategi industrialisasi

subtitusi impor. Hal ini identik dengan

transformasi struktural yang cepat terhadap perekonomian, yakni dari perekonomian yang

bertumpu pada kegiatan pertanian menjadi

industri modern dan pelayanan masyarakat yang lebih kompleks. Dengan demikian, peran utama

pertanian hanya dianggap sebagai sumber tenaga

kerja dan bahan pangan yang murah demi berkembangnya sektor-sektor industri yang

dinobatkan sebagai sektor unggulan dinamis

dalam strategi pembangunan ekonomi secara

keseluruhan. Strategi pembangunan ekonomi yang

menitik beratkan pada pengembangan sektor

industri akan mengakibatkan bias kebijakan industrialisasi dan ekonomi makro yang jelas

tidak dapat dipisahkan dari derajat pemahaman

ekonomi para pemimpin negara dan mind-set dari pemimpin nasional. Kebijakan

industrialisasi, meskipun harus melakukan

proteksi industri, jelas amat diskriminatif

terhadap sektor pertanian yang pada akhirnya berkembangnya sektor industri akan

menyebankan meluasnya konversi lahan

pertanian. Semakin besarnya konversi lahan

pertanian akibat perluasan usaha industri juga

akan mengakibatkan ketidak-adilan agraria yang

pada dasarnya menguntungkan pemodal (khususnya), pemerintah (program berjalan

lancar) dalam derajat yang tinggi di satu sisi.

Disisi lain menguntungkan warga yang sama sekali tidak bekerja karena mendapat pekerjaan

di sektor informal karena adanya perusahaan PT.

Selanjutnya, proses konversi sangat merugikan pihak masyarakat karena pasca konversi

masyarakat akan termarginalkan (khususnya

petani dan buruh tani). Mereka akan kehilangan

lapangan pekerjaan mereka yang berupa tanah grapan sekaligus kehilangan sumber

penghasilannya.

Dari hasil penelitian yang tidak signifikan, mengidikasikan bahwa sebagian kecil

industri yang ada diKabupaten Sidoarjo yang

lokasi pembangunannya dibangun pada areal lahan sawah. Dan sebagian besar pembangunan

industri yang ada di Kabupaten Sidoarjo

Page 18: ANALISIS BEBERAPA VARIABEL YANG MEMPENGARUHI KONVERSI LAHAN PERTANIAN DI KABUPATEN SIDOARJO

18

menggunakan lahan non sawah. Dimana pada

lahan non sawah mempunyai keuntungan akses yang lebih memadai dan lebih menunjang

kelancaran proses industri.

Pengaruh Nilai Tukar Petani Terhadap

Konversi Lahan Pertanian Di Kabupaten

Sidoarjo

Hasil estimasi dengan metode OLS

(Ordinary Least Square) menunjukkan bahwa

variabel nilai tukar petani mempunyai hubungan yang negatif dan signifikan terhadap konversi

lahan pertanian di Kabupaten Sidoarjo.

Pengaruh yang signifikan ini bisa dilihat dari

nilai probabilitas untuk variabel nilai tukar petani adalah sebesar 0,0099 < α (0.05).

Pengaruh yang tidak signifikan ini, tidak

sesuai dengan hipotesis di awal penelitian yang menyatakan bahwa variabel nilai tukar petani

mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap

konversi lahan pertanian di Kabupaten Sidoarjo. Hipotesis awal yang dikemukakan peneliti

sebelumnya mengacu pada Ashari (2003) yang

menyebutkan nilai tukar petani yang rendah

menyebabkan tidak ada insentif bagi petani untuk terus hidup dari usaha pertaniannya,

sehingga mereka cenderung mengkonversi lahan

sawahnya. Konversi lahan pertanian sebenarnya

cermin belaka dari ketidak konsistenan

pemerintah dalam menjalankan kebijakan perencanaan dan tata ruang. Kebujakan pangan

murah (Cheap food policy) selama ini

menggunakan instrumen operasi pasar (dan

operasi pasar khusus-OPK sejak krisis ekonomi). Argumen utamanya adalah bahwa

berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi

Nasional (Susenas) 1999, sebagian besar (76 persen) rumah tangga adalah konsumen beras

(net consumer) dan hanya 24 persen sisanya

produsen beras (net producer). Di daerah

perkotaan, konsumen beras adalah 96 persen atau hanya 4 persen saja yang merupakan

produksi beras. Di daerah pedesaan, konsumen

beras sekitar 60 prsen atau hanya 40 persen penduduk desa yang merupakan produksi beras

(Arifin:2004). Implikasinya adalah setiap

kenaikan 10 persen harga beras akan menurunkan daya beli masyarakat perkotaan

sebesar 8,6 persen dan masyarakat pedesaan

sebesar 1,7 persen atau dapat menciptakan dua

juta orang miskin baru (Ihsan dalan Arifin:2004). Karena beras merupakan makanan

pokok, membagi-bgikan beras murah terus

menerus kepada kelompok net consumer bukan

cara yang bijak untuk mengentaskan masyarakat dari kemiskinan karena hal ini akan berdampak

kerugian bagi net producer.

Harga beras yang rendah menyebabkan indeks harga yang diterima petani semakin

menurun, hal ini dapat berdampak pada

menurunnya nilai tukar petani jika kebutuhan-kebutuhan yang dikeluarkan petani (Indeks

harga yang di bayar petani) mempunyai nilai

yang tetap atau meningkat. Faktor utama

penyebab lemahnya nilai tukar petani dari sisi Ib (indeks harga yang dibayar petani) adalah harga

pupuk, yang bagi banyak petani padi terlalu

mahal. Hal ini tidak disebabkan oleh volume produksi atau suplai pupuk di dalam negeri yang

terbatas, tetapi oleh adanya distorsi di dalam

sistem pendistribusiannya. Harga pupuk yang mahal bisa juga merupakan salah satu instrumrn

pemerintah untuk mengaihkan surplus disektor

pertanian ke sektor industri (Colman, dalam

Tambunan:2003). Menurunnya nilai tukar petani juga

disebabkan oleh bencana kekeringan (puso) dan

bencana banjir yang pada akhirnya mengakibatkan gagal panen. Tradisi kekeringan

dan banjir yang sering menimpa Indonesia tidak

hanya harus dilihat sebagai fenomena alam saja,

tetapi juga perlu diperlakukan sebagai suatu akumulasi kelalaian komitmen untuk

memberikan early warning system (sistem

peringatan dini) dengan langkah antisipasi yang lebih bermutu.

Pengaruh Jumlah Penduduk, Jumlah

Industri dan Nilai Tukar Petani Terhadap

Konversi Lahan Pertanian di Kabupaten

Sidoarjo.

Hasil estimasi dengan metode OLS (Ordinary Least Square) menunjukkan bahwa

jumlah penduduk, jumlah industri dan nilai tukar

petani secara bersama – sama (simultan) tidak berpengaruh signifikan terhadap konversi lahan

pertanian di Kabupaten Sidoarjo. Pengaruh yang

tidak signifikan ini bisa diketahui dari nilai

Page 19: ANALISIS BEBERAPA VARIABEL YANG MEMPENGARUHI KONVERSI LAHAN PERTANIAN DI KABUPATEN SIDOARJO

19

probablitas F statistic yaitu sebesar 6.293919 >

α (0,05). Sedangkan nilai R square sebesar

0.702400. Hal ini berarti 70,24% konversi lahan

pertanian dipengaruhi oleh variabel jumlah

penduduk, jumlah industri dan nilai tukar petani. Sedangkan sisanya sebesar 29,76% dipengaruhi

oleh variabel lain, dimana dalam persamaan

regresi berganda konversi lahan pertanian tidak hanya dipengaruhi oleh jumlah penduduk (X1),

jumlah industri (X2) dan nilai tukar petani (X3),

tetapi terdapat variable lain (ei) yang juga mempengaruhi konversi lahan pertanian.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis data dan

pembahasan yang telah dikemukakan pada bab

IV, maka dapat diambil kesimpulan sebagai

berikut: Dalam kurun waktu antara tahun 1998

hingga tahun 2010 lahan sawah di Kabupaten

Sidoarjo selalu mengalami penurunan luas lahan dari tahun ke tahun kecuali pada tahun 2007 luas

lahan sawah mengalami peningkatan

dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Secara

keseluruhan terjaadi penurunan total luas lahan sawah di Kabupaten Sidoarjo dalam kurun

waktu antara tahun 1998 hingga 2010 sebesar

16,32% atau sekitar 4.358 Ha, yaitu dari 26.700 Ha pada tahun 1998 menjadi 22.342 Ha pada

tahun 2010.

Berdasarkan hasil pembahasan atas

pengujian hipotesis mengenai pengaruh jumlah penduduk terhadap konversi lahan pertanian di

Kabupaten Sidoarjo dapat disimpulkan bahwa

secara parsial jumlah penduduk berpengaruh signifikan dan negatif terhadap konversi lahan

pertanian di Kabupaten Sidoarjo yang berarti

adanya kenaikan jumlah penduduk akan menurunkan konversi lahan pertanian.

Berdasarkan hasil pembahasan atas

pengujian hipotesis mengenai pengaruh

jumlah industri terhadap konversi lahan

pertanian di Kabupaten Sidoarjo dapat

disimpulkan bahwa secara parsial jumlah

industri berpengaruh tidak signifikan dan

positif terhadap konversi lahan pertanian di

Kabupaten Sidoarjo yang berarti jika

variabel jumlah industri meningkat, maka

konversi lahan pertanian juga akan

mengalami peningkatan.

Berdasarkan hasil pembahasan atas

pengujian hipotesis mengenai pengaruh nilai

tukar petani terhadap konversi lahan

pertanian di Kabupaten Sidoarjo dapat

disimpulkan bahwa secara parsial nilai tukar

petani tidak berpengaruh signifikan dan

negatif terhadap konversi lahan pertanian di

Kabupaten Sidoarjo yang berarti adanya

kenaikan nilai tukar petani akan

menurunkan konversi lahan pertanian.

Saran Berdasarkan pembahasan dan hasil

kesimpulan penelitian, maka saran yang dapat

diberikan oleh penulis adalah sebagai berikut:

Diharapkan kepada pemerintah untuk

melakukan pembangunan kembali

infrastruktur pertanian yang telah rusak,

seperti sarana irigasi agar kegiatan bertani

agar kegiatan bertani dapat berjalan dengan

lancar dan optimal sehingga kesejahteraan

yang diterima petani semakin meningkat.

Dan juga diharapkan kepada pemerintah

untuk melaksanakan undang-undang agraria

yang telah ada, agar dapat meningkatkan

kinerja pertanian dengan melakukan

penegakan hukum yang tegas dalam

menindak lanjuti pihak-pihak yang

menggunakan lahan pertanian sebagai

daerah pembangunan. Adapun kepada

pihak-pihak yang melakukan pembangunan

baik dalam bidang industri ataupun kegiatan

ekonomi lainnya untuk tidak menggunakan

lahan pertanian sebagai daerah

pembangunan, karena dampak dari konversi

yang bersifat permanen dan merugikan

masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Arifin Bustanul, 2005. Analisis Ekonomi Pertanian Indonesia, Jakarta: PT

Kompas Media Nusantara.

Page 20: ANALISIS BEBERAPA VARIABEL YANG MEMPENGARUHI KONVERSI LAHAN PERTANIAN DI KABUPATEN SIDOARJO

20

Ashari, 2003. Fenomena Konversi Lahan Di

Pulau Jawa. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian 27(6),

(Online),(http://pustaka.litbang.depta

n.go.id/publikasi/wr252032.pdf,

diakses 4 Februari 2012)

BPS. Kabupaten Sidoarjo Dalam Angka 1998-2011.

Ilham, dkk. 2003. Perkembangan dan Faktor-

Faktor Yang Mempengaruhi Konversi Lahan Sawa Serta Dmpak Ekonominya.

IPB Press, (Online),(

http://ejournal.unud.ac.id/abstrak/%2

811%29%20soca-nyak% 20ilham

%20dkk konversi% 20lahan% 281%

29.pdf, diakses 4 Februari 2012).

Irawan, Bambang. 2005. Konversi Lahan

Sawah: Potensi Dampak, Pola Pemanfaatannya, dan Faktor

Determinan, (Online), Vol 23 No.1-18,

(http://pse.litbang.deptan.go.id/ind/p

dffiles/FAE23-1a.pdf, diakses 4

Februari 2012).

Nuryanti Tri. 2011. Dampak Konversi Lahan

Pertanian Bagi Kesejahteraan Petani Di

Pedesaan. Potre Hidup Anak Jalanan, (Online),(

http://kolokiumkpmipb.wordpress.co

m/2009/04/22/dampak-konversi-

lahan-pertanian-bagi-taraf-hidup-

petani/, diakses 4 Februari 2012).

Sihaloho M. 2007. Konversi lahan pertanian

dan perubahan struktur agraria.

[Tesis]. Sekolah Pascasarjana.Jurnal

Transdisiplin Sosiologi, Komunikasi, dan Ekologi Manusia Vol 1. Bogor:

Institut Pertanian,(Online), (

http://repository.ipb.ac.id/bitstream/h

andle/.../2007msi_abstract.pdf?...1,

diakses 4 Februari 2012).

Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif

Kualitatif dan R&D, Bandung: Alfabeta

Sunito S, Heru Purwandari dan Dyah Ita Mardiyaningsi.2005. Penanganan

konversi lahan dan pencapaian lahan

pertanian abadi. Prosiding Seminar.166

hal.

Suparmoko. 2002. Ekonomi Publik: Untuk

Keuangan & Pembangunan Daerah.

Edisi Pertama, Yogyakarta: C.V Andi Offset.

Tambunan, Tulus. 2003. Perekonomian

Indonesia: Beberapa Masalah Penting, Cetakan Pertama, Jakarta: Ghalia

Indonesia.

Todaro, Michael P dan Stephen C.Smith. 2006.

Pembangunan Ekonomi. Edisi Kesembilan. Jakarta: Erlangga.

Widjanarko S, dkk. 2006. Aspek Pertanahan

Dalam Fungsi Pengendalian Alih Fungsi Lahan Pertanian (Sawah).

Prosiding Seminar Nasional Multifungsi

Lahan Sawah. Pusat Penelitian dan Pengembangan BPN: Jakarta.