analisis dampak ekonomi, sosial dan lingkungan … · analisis dampak ekonomi, sosial dan...
TRANSCRIPT
i
ANALISIS DAMPAK EKONOMI, SOSIAL DAN LINGKUNGAN
DARI PEMANFAATAN LIMBAH TERNAK SAPI PERAH:
Studi Kasus di Desa Haurngombong, Kecamatan Pamulihan,
Kabupaten Sumedang, Jawa Barat
NINA HERMAWATI
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
ii
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Analisis Dampak Ekonomi, Sosial dan
Lingkungan dari Pemanfaatan Limbah Ternak Sapi Perah: Studi Kasus Di Desa
Haurngombong, Kecamatan Pamulihan, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat
adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis
lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian
akhir skripsi ini.
Bogor, Desember 2012
Nina Hermawati
H44080008
iii
RINGKASAN
NINA HERMAWATI. Analisis Dampak Ekonomi, Sosial dan Lingkungan dari
Pemanfaatan Limbah Ternak Sapi Perah: Studi Kasus di Desa Haurngombong,
Kecamatan Pamulihan, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat. Dibimbing oleh
YUSMAN SYAUKAT.
Pertumbuhan penduduk meningkatkan kebutuhan akan protein hewani,
sehingga usahaternak pun mengalami perkembangan. Eksternalitas dari
peningkatan jumlah usahaternak sapi perah adalah limbah ternak sapi perah.
Eksternalitas negatif serta kelangkaan dan mahalnya harga bahan bakar minyak
dan pupuk mendorong inisiatif peternak dalam pengembangan pengelolaan
limbah ternak menjadi pupuk dan sumber energi alternatif (biogas dan energi
listrik).
Penelitian ini dilakukan untuk memberikan informasi mengenai dampak
ekonomi, sosial dan lingkungan dari pemanfaatan limbah ternak sapi perah.
Tujuan penelitian ini yaitu: (1) mengidentifikasi persepsi responden mengenai
pemanfaataan limbah kotoran ternak, (2) mengidentifikasi faktor-faktor yang
mempengaruhi keputusan peternak dalam pemanfaatan limbah kotoran ternak
menjadi biogas, (3) membandingkan dampak pemanfaatan limbah kotoran ternak
terhadap pendapatan usahaternak biogas dan usahaternak non biogas serta
membandingkan dampak pemanfaatan tersebut terhadap pengeluaran energi
responden, dan (4) membandingkan kondisi sosial dan lingkungan responden di
sekitar lokasi usahaternak biogas dan usahaternak non biogas.
Penelitian dilakukan di Desa Haurngombong, Kecamatan Pamulihan,
Kabupaten Sumedang, Jawa Barat. Data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah data primer dan data sekunder. Pengambilan data primer dilakukan pada
bulan Juni-Juli 2012. Data primer diperoleh dari wawancara dengan menggunakan
kuesioner kepada peternak dan Rumah Tangga pengguna biogas yang tinggal di
sekitar usahaternak sapi perah, sedangkan data sekunder diperoleh dari dinas
pertanian kabupaten sumedang, dinas peternakan Kabupaten Sumedang, serta
studi literatur lainnya yang mendukung penelitian ini. Metode kuantitatif
digunakan untuk menganalisis pendapatan usahaternak dari segi penerimaan dan
biaya serta pengeluaran energi responden dengan menggunakan program
microsoft excel 2007. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan
dalam mengelola limbah ternak sapi perah menjadi biogas diolah dengan metode
analisis regressi linear logistik menggunakan program Statistics SPSS 17. Metode
kualitatif dengan analisis deskriptif digunakan untuk menganalisis persepsi dan
dampak sosial dan lingkungan dari pemanfaatan limbah ternak sapi perah.
Hasil penelitian menunjukan bahwa persepsi peternak mengenai Sebagian
besar responden di Desa Haurngombong memiliki penilaian bahwa pemanfaatan
limbah kotoran ternak menjadi biogas memiliki manfaat langsung maupun tidak
langsung bagi peternak dan masyarakat di sekitar lokasi usahaternak. Faktor-
faktor yang signifikan mempengaruhi peternak dalam pemanfaatan biogas yaitu
jenis kelamin, lama berusahaternak, dan tingkat pengetahuan peternak mengenai
iv
biogas. Hasil analisis perbandingan diperoleh pendapatan usahaternak biogas
lebih tinggi dibandingkan usahaternak non biogas dengan selisih pendapatan atas
biaya tunai sebesar Rp 355.036/bulan dan selisih pendapatan atas biaya total
sebesar Rp 143.191/bulan. Rata-rata Penghematan pengeluaran peternak biogas
sebesar Rp 189.760/bulan, bagi pengguna biogas non peternak sebesar Rp
31.890/bulan, dan selisih pengeluaran energi usahaternak biogas dan non biogas
sebesar Rp 131.840/bulan. Berdasarkan hasil tersebut maka pemanfaatan limbah
menjadi biogas memiliki dampak ekonomi terhadap peningkatan pendapatan
peternak dan penghematan pengeluaran energi masyarakat.
Dampak sosial dan lingkungan dari pemanfaatan biogas antara lain:
meningkatkan budaya gotong royong masyarakat, meningkatkan lapangan
pekerjaan sebagai teknisi biogas, meningkatkan kinerja kelompok peternak, dan
berkembangnya program kerjasama dengan berbagai pihak, perubahan kondisi
lingkungan sekitar kandang yang lebih bersih, dan berkurangnya pencemaran
udara akibat tumpukan kotoran sapi atau pembuangan kotoran ke saluran air
terdekat, serta berkurangnya kegiatan penebangan pohon di hutan dan kebun carik
desa.
Saran bagi pihak-pihak yang terkait dalam penelitian ini yaitu: peternak
non biogas sebaiknya melakukan pemanfaatan biogas dikarenakan dengan
pemanfaatan tersebut peternak dapat memperoleh manfaat terhadap peningkatan
pendapatan dan perbaikan kondisi sosial dan lingkungan di sekitar lokasi
usahaternak, pihak pemerintah beserta stakeholder lainnya sebaiknya memberikan
bantuan pembangunan instalasi biogas bagi peternak non biogas untuk
mengurangi ketergantungan penggunaan energi tidak terbarukan seperti minyak
tanah, kayu bakar, dan gas LPG, dan segera merealisasikan program
pembangunan bengkel biogas, sehingga berbagai kerusakan dapat diatasi agar
mampu menciptakan keberlanjutan program pemanfaatan biogas secara optimal.
Kata kunci : dampak ekonomi sosial dan lingkungan, biogas, regresi logistik
v
ANALISIS DAMPAK EKONOMI, SOSIAL DAN LINGKUNGAN
DARI PEMANFAATAN LIMBAH TERNAK SAPI PERAH:
Studi Kasus di Desa Haurngombong, Kecamatan Pamulihan,
Kabupaten Sumedang, Jawa Barat
NINA HERMAWATI
H44080008
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
vi
Judul Skripsi : Analisis Dampak Ekonomi, Sosial dan Lingkungan dari
Pemanfaatan Limbah Ternak Sapi Perah: Studi Kasus di
Desa Haurngombong, Kecamatan Pamulihan, Kabupaten
Sumedang, Jawa Barat.
Nama : Nina Hermawati
NIM : H44080008
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec
NIP. 19631227198811 1 001
Mengetahui,
Ketua Departemen
Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT
NIP. 19660717199203 1 003
Tanggal Lulus :
vii
UCAPAN TERIMA KASIH
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala
berkah, rahmat dan hidayah-Nya. Skripsi ini dapat diselesaikan tidak lepas dari
bantuan berbagai pihak baik moril maupun materil. Penulis menyampaikan
ucapan terima kasih kepada:
1. Kedua Orangtua tercinta (Apihku Dadi Kusiandi dan Amihku Eem Sukaema),
kakak (Mila Mulyani), dan adik-adik tercinta (Ipan Sohana dan Ayi
Kusniawan) serta keluarga besar di Jatinangor yang selalu memberikan kasih
sayang, doa, semangat dan dukungan yang tiada hentinya.
2. Bapak Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan arahan, bimbingan, dan kesabaran kepada penulis selama
penyusunan skripsi ini.
3. Bapak Prof. Dr. Ir. Tridoyo Kusumastanto, SPi, MSi selaku dosen
pembimbing akademik yang selalu memberikan bimbingan dan motivasi
selama kuliah di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan.
4. Bapak Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA sebagai dosen penguji utama dan
Ibu Hastuti, SP, MP, MSi sebagai dosen penguji perwakilan dari komisi
pendidikan departemen yang telah memberikan kritik dan saran untuk
perbaikan skripsi ini.
5. Staff pengajar Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan atas segala
ilmu yang telah diberikan kepada penulis.
6. Teman-teman satu bimbingan (Siti Fatimatus, Abdul Aziz, Dini Adi, Persica,
dan Anggi AO) yang telah memberikan banyak saran, motivasi dan semangat
terus menerus.
viii
7. Bapak Adang selaku Kepala Desa Haurngombong, Bapak Mamat, Bapak Juju
dan Bapak Komar selaku ketua kelompok ternak atas waktu, kesempatan,
informasi, pelajaran dan dukungan yang diberikan selama penelitian.
8. Bapak dan Ibu di Desa Haurngombong sebagai responden atas waktu,
informasi, dan kesempatan yang diberikan pada penulis selama penelitian.
9. Sahabat-sahabat seperjuangan ESL 45, terutama Anis Purnamasari, Andini
Kusumawardhani, Setyawati, Rani Sumarni, dan keluarga KKP Cimaskara
yang selalu memberikan motivasi, pengalaman dan arti persahabatan yang
telah kalian berikan selama ini.
10. Sahabat-sahabat kostan Qamariyah, Tega, Lupy, Mba Nurul, Mba Fina, Susi,
Amy, Rista, Yosi, Wulan, serta Eka Larasati yang berada di Kalimantan atas
kegembiraan, keceriaan, semangat, dan dukungan yang telah diberikan
kepada penulis selama ini.
11. Semua pihak yang telah membantu penulis yang tidak dapat penulis sebutkan
satu persatu.
Bogor, Desember 2012
Nina Hermawati
ix
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi penelitian dengan judul “Analisis Dampak Ekonomi, Sosial dan
Lingkungan dari Pemanfaatan Limbah Ternak Sapi Perah: Studi Kasus Di
Desa Haurngombong, Kecamatan Pamulihan, Kabupaten Sumedang, Jawa
Barat“. Skripsi penelitian ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam
menyelesaikan program Strata Satu (S1) pada Departemen Ekonomi Sumberdaya
dan Lingkungan Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih Kepada pihak-pihak yang membantu
dalam penyelesaian skripsi penelitian ini. Penulis berharap semoga dengan
adanya penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang
membutuhkan.
Bogor, Desember 2012
Nina Hermawati
x
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ....................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xiii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. xiv
I. PENDAHULUAN ................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah......................................................................... 4
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................ 6
1.4 Manfaat Penelitian .......................................................................... 7
1.5 Ruang Lingkup Penelitian .............................................................. 7
1.6 Definisi Operasional ....................................................................... 9
II. TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 10
2.1 Eksternalitas Limbah Peternakan ................................................... 10
2.2 Dampak Ekonomi Sosial dan Lingkungan ..................................... 10
2.3 Pemanfaatan Limbah Peternakan ................................................... 12
2.3.1 Pemanfaatan untuk Pupuk Organik ...................................... 13
2.3.2 Pemanfaatan untuk Biogas .................................................... 14
2.3.3 Pemanfaatan lainnya.............................................................. 17
2.4 Dampak Ekonomi Pemanfaatan Limbah Ternak Sapi Perah ......... 17
2.4.1 Dampak Terhadap Pendapatan Peternak ............................... 17
2.4.2 Dampak Terhadap Pengeluaran Energi ................................. 18
2.5 Penelitian Terdahulu ....................................................................... 18
III. KERANGKA PEMIKIRAN ............................................................... 21
IV. METODE PENELITIAN .................................................................... 24
4.1 Tempat dan Waktu Penelitian ....................................................... 24
4.2 Jenis dan Sumber Data .................................................................... 24
4.3 Metode Pengambilan Contoh .......................................................... 25
4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data ........................................... 26
4.4.1 Analisis Persepsi Responden ............................................... 27
4.4.2 Identifikasi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keputusan
Peternak dalam Pemanfaatan Biogas.................................... 28
4.4.1 Model Regresi Logistik ............................................... 28
4.4.2 Pengujian Model dan Pendugaan Selang Kepercayaan
Koefisien .................................................................... 32
4.4.3 AnalisisPendapatan Peternak................................................. 33
4.4.4 Analisis Pengeluaran Energi Responden .............................. 36
4.4.5 Analisis Dampak Sosial dan Lingkungan dari Pemanfaatan
Limbah Ternak Sapi Perah .................................................. 37
V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ................................. 38
5.1 Kondisi Umum Desa Haurngombong................................................ 38
xi
5.1.1 Letak Geografis....................................................................... 38
5.1.2 Kondisi Usahaternak Sapi Perah di Desa Haurngombong ..... 39
5.1.3 Perkembangan dan pengelolaan Biogas di Desa
Haurngombong .................................................................... 40
5.1.4 Proses Produksi Biogas ........................................................ 46
5.2 Karakteristik Umum Responden ...................................................... 49
5.2.1 Jenis Kelamin dan Usia.......................................................... 49
5.2.2 Pendidikan Formal Terakhir................................................... 50
5.2.3 Jumlah Tanggungan Keluarga ............................................... 50
5.2.4 Status Kepemilikan Ternak ................................................... 51
5.2.5 Lama Responden Berusahaternak ......................................... 52
5.3.6 Jumlah Ternak yang Dimiliki ................................................ 52
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................. 54
6.1 Persepsi Responden terhadap Pemanfaatan Limbah Ternak .......... 54
6.1.1 Persepsi Respoden Mengenai Biogas ..................................... 56
6.1.2 Persepsi Responden terhadap Manfaat Biogas ..................... 57
6.2 Identifikasi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Peternak
Untuk Memanfaatkan Limbah Ternak menjadi Biogas .................. 58
6.2.1 Variabel yang Signifikan ........................................................ 61
6.2.2 Variabel yang Tidak Signifikan ............................................ 63
6.3 Dampak Ekonomi Pemanfaatan Limbah Ternak Sapi Perah ........... 64
6.3.1 Analisis Dampak Terhadap Pendapatan Peternak .................. 65
6.3.1.1 Penerimaan Usahaternak Biogasdan Non Biogas .... 65
6.3.1.2 Biaya Usahaternak Biogas dan Non Biogas ............. 68
6.3.1.3 Analisis Pendapatan Usahaternak Biogas dan Non
Biogas ..................................................................... 73
6.3.2 Analisis Pengeluaran Energi Responden .............................. 74
6.4 Analisis Dampak Sosial dan Lingkungan dari Pemanfaatan
Limbah Ternak Sapi perah............................................................... 78
6.4.1 Dampak Sosial terhadap Perilaku Peternak dan Non
Peternak ................................................................................. 79
6.4.2 Dampak Lingkungan dari Pemanfaatan Limbah Ternak...... 81
VII. SIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 83
7.1 Simpulan ......................................................................................... 83
7.2 Saran ............................................................................................... 84
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 85
LAMPIRAN ................................................................................................. 87
RIWAYAT HIDUP ..................................................................................... 108
xii
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Populasi Peternakan Sapi di Jawa Barat Tahun 2010 ....................... 2
2. Nilai Kesetaraan 1 m3
Biogas dan Energi yang Dihasilkan .............. 16
3. Jumlah Responden Berdasarkan Penggunaan Biogas ....................... 25
4. Matriks Metode Analisis Data ........................................................... 27
5. Penerimaan Usahaternak ................................................................... 36
6. Data Jumlah Peternak dan Ternak pada Tiap Kelompok Peternak .. 40
7. Perbedaan Konstruksi Reaktor Biogas Di Desa Haurngombong ...... 41
8. Perkembangan Biogas di Desa Haurngombong .......................... 43
9. Data Jumlah Pengguna Biogas di Desa Haurngombong .................... 45
10. Jenis Kelamin dan Usia Responden Di Desa Haurngombong ........... 49
11. Tingkat Pendidikan Responden Di Desa Haurngombong ................. 50
12. Jumlah Tanggungan Keluarga Responden ......................................... 51
13. Status Kepemilikan Ternak Responden ............................................. 52
14. Lama Berusahaternak Responden ...................................................... 52
15. Jumlah Ternak Responden ................................................................. 53
16. Persepsi Responden terhadap Pemanfaatan Limbah .......................... 55
17. Faktor-faktor yang mempengaruhi Keputusan Peternak dalam
melakukan Pemanfaatan limbah Ternak menjadi Biogas dengan
Model Regressi Logistik.................................................................... 60
18. Periode Laktasi Sapi Perah ................................................................ 66
19. Rata-rata Penerimaan Usahaternak Biogas per Bulan ....................... 67
20. Rata-rata Penerimaan Usahaternak Non Biogas per Bulan................ 68
21. Persentase Selisih Penerimaan Usahaternak per Bulan ..................... 68
22. Biaya Usahaternak per Bulan ........................................................... 73
23. Analisis Ekonomis Pendapatan Usahaternak per Bulan ................... 73
24. Penggunaan Energi Responden ........................................................ 75
25. Lama dan Jenis Penggunaan Biogas................................................. 75
26. Perubahan Jumlah Penggunaan Energi Responden ......................... 77
27. Rata-rata Pengeluaran Energi Responden ........................................ 78
28. Dampak Sosial terhadap Perubahan Perilaku Peternak dan Non
Peternak .......................................................................................... 81
xiii
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Hubungan antara ketiga Tujuan Pembangunan Berkelanjutan ......... 12
2. Skema Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian ........................ 23
3. Peta desa Haurngombong ................................................................ 39
4. Skema Pengelolaan dan Pengawasan Instalasi Biogas Program
DME ................................................................................................. 44
5. Alur Proses Pembuatan Biogas .......................................................... 48
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Dokumentasi ................................................................................. 88
2. Kuesioner Penelitian untuk Peternak ........................................... 90
3. Kuesioner Penelitian untuk Rumah Tangga Pengguna Biogas…. 97
4. Tenaga Kerja Usahaternak Biogas ................................................ 101
5. Tenaga Kerja Usahaternak Non Biogas ........................................ 101
6. Penyusutan Peralatan Usahaternak Biogas.................................... 102
7. Penyusutan Peralatan Usahaternak Non Biogas ........................... 102
8. Biaya Usahaternak Biogas per Bulan ........................................... 103
9. Biaya Usahaternak Non Biogas per Bulan ................................... 104
10. Analisis Ekonomi Usahaternak Biogas dan Non Biogas ............. 104
11. Hasil Analisis Faktor-faktor yang mempengaruhi Keputusan
Peternak dalam Memanfaatkan Limah Ternak menjadi Biogas
dengan Model Regressi Logistik ................................................. 105
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pertumbuhan penduduk Indonesia terus mengalami peningkatan dari tahun
ke tahun. Laju pertumbuhan penduduk Indonesia cukup tinggi, berdasarkan hasil
Sensus Penduduk 2010 (SP 2010) yang dilaksanakan pada Mei 2010 penduduk
Indonesia berjumlah 237,64 juta orang. Dibandingkan hasil SP 2000 terjadi
pertambahan jumlah penduduk sebanyak 32,5 juta orang atau meningkat dengan
laju pertumbuhan sebesar 1,49 persen pertahun1. Seiring dengan kondisi tersebut,
permintaan masyarakat terhadap kebutuhan sumber gizi protein hewani seperti
daging dan susu yang merupakan komoditi hasil peternakan jumlahnya semakin
meningkat dari tahun ke tahun. Direktorat Jenderal Peternakan Kementerian
Pertanian (2008) menyebutkan bahwa populasi sapi perah nasional hanya dapat
menghasilkan 0,64 juta ton susu. Produksi tersebut masih jauh dari kebutuhan
konsumsi susu nasional sebesar 1,98 juta ton (dengan tingkat konsumsi 7
liter/kapita/tahun). Pembangunan subsektor peternakan khususnya pengembangan
usahaternak sapi perah merupakan salah satu alternatif upaya peningkatan
penyediaan sumber kebutuhan protein hewani.
Berdasarkan hasil pendataan sapi potong, Sapi Perah dan Kerbau (PSPK)
2011 yang dilaksanakan secara serentak di seluruh Indonesia pada tanggal 1-30
Juni 2011, populasi sapi potong mecapai 14,8 juta ekor, sapi perah 0,597 juta ekor
dan kerbau 1,3 juta ekor. Hasil perhitungan akhir Program Swasembada Daging
Sapi dan Kerbau (PSDSK) PSPK 2011 menyatakan rata-rata pertumbuhan
1 http://dds.bps.go.id/download_file/IP_Maret_2011.pdf Diakses Pada Tanggal 15 Oktober 2011
2
populasi sapi (sapi potong dan sapi perah) selama 2003–2011 mencapai 5,33
persen per tahun atau rata-rata pertambahan sebesar 0,66 juta ekor setiap
tahunnya. Secara regional atau pulau populasi sapi potong terbesar terdapat di
Pulau Jawa, tercatat 7,5 juta ekor atau 50,68 persen dari populasi sapi potong
nasional dan populasi sapi perah tercatat 0,592 juta ekor atau 99,21 persen dari
populasi sapi perah nasional 2
.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan
(2010), pembangunan dan penyebaran subsektor peternakan dilihat dari jumlah
populasi sapi di Indonesia khususnya provinsi Jawa Barat penyebaranya tidak
merata. Populasi sapi perah terbesar di Jawa Barat adalah Kabupaten Bandung,
Kabupaten Garut kemudian Kabupaten Sumedang (Tabel 1).
Tabel 1. Populasi Peternakan Sapi Di Jawa Barat Tahun 2010
No. Kabupaten/ Kota Sapi Potong Sapi Perah
1 Bogor 18.068 7.288
2 Sukabumi 16.599 5.052
3 Cianjur 29.263 3.652
4 Bandung 16.658 29.702
5 Garut 12.926 17.302
6 Tasikmalaya 33.548 2.422
7 Ciamis 37.129 721
8 Kuningan 19.624 6.604
9 Cirebon 3.094 122
10 Majalengka 10.365 851
11 Sumedang 29.701 9.295
12 Subang 21.172 1.305
Jawa Barat 327.750 120.475 Sumber : Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat (2010)
Kegiatan usahaternak sapi tidak hanya menghasilkan output berupa daging
dan susu, tetapi juga menimbulkan eksternalitas negatif dari limbah peternakan
yang dihasilkan oleh aktivitas peternakan seperti kotoran (feces), urin, sisa pakan,
2Kementrian Pertanian-BPS|Rilis Hasil Akhir PSPK2011 http://rilis.akhirPSPK2011.wartawan.pdf. Diakses Pada Tanggal
11 Desember 2011
3
serta air dari pembersihan ternak dan kandang yang menimbulkan pencemaran
antara lain: pencemaran air, pencemaran udara, dan pencemaran suara yang dapat
mengganggu kenyamanan dan kesehatan masyarakat sekitar lokasi peternakan
(Muryanto dkk, 2006).
Usaha peternakan mempunyai prospek untuk dikembangkan karena
tingginya permintaan akan produk peternakan. Usaha peternakan juga memberi
keuntungan yang cukup tinggi dan menjadi sumber pendapatan bagi banyak
masyarakat di perdesaaan di Indonesia. Permasalahan semakin tingginya harga
pupuk dan bahan bakar minyak untuk kebutuhan rumah tangga menyebabkan
peningkatan pengeluaran masyarakat, terutama yang tinggal di perdesaan, untuk
mengatasi permasalahan tersebut diperlukan sumber-sumber alternatif sehingga
produksi pertanian dapat dipertahankan dan kebutuhan bahan bakar dapat
dipenuhi tanpa merusak lingkungan.
Pemanfaatan limbah peternakan (kotoran ternak) merupakan salah satu
alternatif yang sangat tepat untuk mengatasi permasalahan meningkatnya harga
pupuk dan kelangkaan bahan bakar minyak. Saat ini pemanfaatan kotoran ternak
sebagai pupuk dan sumber energi alternatif (biogas) belum dilakukan oleh
peternak secara optimal. Oleh karena itu, seiring dengan kebijakan otonomi, maka
pengembangan usaha peternakan yang dapat meminimalkan limbah peternakan
perlu dilakukan oleh pemerintah kabupaten/kota untuk menjaga kenyamanan
permukiman masyarakatnya. Salah satu upaya ke arah itu adalah dengan
memanfaatkan limbah peternakan menjadi pupuk, biogas, dan pembangkit energi
listrik sehingga dapat memberi nilai tambah bagi usaha tersebut.
4
Pemanfaatan limbah ternak menjadi hasil sampingan yang bernilai
ekonomi belum seluruhnya dilakukan usahaternak sapi di kawasan Kecamatan
Pamulihan, Sumedang. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk
menganalisis dampak ekonomi, sosial, dan lingkungan dari pemanfaatan limbah
usahaternak sapi perah yang telah melakukan pengolahan kotoran ternak menjadi
hasil sampingan yang bernilai ekonomi (pupuk kompos, biogas, dan sumber
energi listrik/usahaternak biogas) dengan usahaternak yang belum melakukan
pengolahan limbah (usahaternak non biogas). Perbedaan pengelolaan dan
pemanfaatan limbah ternak akan menimbulkan dampak ekonomi, sosial, dan
lingkungan sekitar yang berbeda di antara kedua usahaternak tersebut.
1.2 Perumusan Masalah
Limbah dari usaha peternakan sapi perah dalam jumlah banyak memiliki
potensial sebagai sumberdaya dan juga dapat menyebabkan pencemaran
lingkungan (polusi tanah, air, dan udara) yang dapat merugikan masyarakat
sekitar. Hal ini terjadi jika limbah tersebut tanpa penanganan dan pengelolaan
yang baik, atau limbah langsung dialirkan begitu saja ke sungai atau ditimbun di
tempat terbuka.
Populasi Sapi di Kabupaten Sumedang (26 kecamatan) mencapai 33.328
ekor, maka setiap hari tersedia 833,35 ton (rata-rata 25 kg kotoran/ekor/hari).
Kecamatan Pamulihan merupakan kawasan yang memiliki populasi sebanyak
2.291 ekor sapi potong dan 3.364 sapi perah. Populasi peternakan sapi di kawasan
ini paling tinggi diantara 25 kecamatan lainnya di Kabupaten Sumedang.
Kecamatan Pamulihan yang terdiri dari 11 desa dengan jumlah kepemilikan
5
ternak bervariasi dimulai dari 2 sapi hingga 12 ekor sapi per peternak3. Selain
potensi yang besar, pemanfaatan energi biogas dengan digester biogas memiliki
banyak keuntungan, yaitu mengurangi efek gas rumah kaca, mengurangi bau yang
tidak sedap, mencegah penyebaran penyakit, menghasilkan panas dan daya
(mekanis/listrik) serta hasil samping berupa pupuk padat dan cair. Pemanfaatan
limbah dengan cara seperti ini secara ekonomi akan sangat kompetitif seiring
naiknya harga bahan bakar minyak dan pupuk anorganik serta tercapainya prinsip
zero waste yang merupakan praktek pertanian yang ramah lingkungan dan
berkelanjutan.
Berdasarkan observasi langsung, di kawasan Kecamatan Pamulihan,
Sumedang terdapat Desa Mandiri Energi (DME) yakni Desa Haurngombong,
pengelolaan limbah ternak sapi perah di desa tersebut telah meningkatkan
kesejahteraan peternak dari pendapatan dan pengeluaran untuk energi bagi
peternak, penghematan pengeluaran energi dan kondisi lingkungan sekitar
peternakan yang lebih baik. Pemanfaatan limbah tersebut belum seluruhnya
dilakukan oleh peternak di desa tersebut. Kondisi sosial dan lingkungan di sekitar
usahaternak biogas terlihat berbeda dengan kondisi di sekitar usahaternak non
biogas, sehingga dapat dikaji penyebab hal tersebut dapat terjadi.
Oleh karena itu, penelitian mengenai analisis dampak ekonomi, sosial, dan
lingkungan dari pemanfaatan limbah kotoran ternak ini diharapkan dapat
dijadikan pertimbangan pengambilan keputusan peternak dalam pemanfaatan
limbah kotoran sapi menjadi sesuatu yang bernilai guna secara langsung maupun
3http://info-sumedang.blogspot.com/2010_06_01_archive.html diakses pada tanggal 25 Desember 2011.
6
tidak langsung serta sebagai pertimbangan kebijakan pemerintah pusat maupun
desa serta para stakeholder yang berkaitan dengan pengelolaan limbah peternakan
perumusan masalah dalam penelitian ini, sebagai berikut:
1. Bagaimana persepsi responden mengenai pemanfaataan limbah kotoran
ternak di Desa Haurngombong?
2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi keputusan peternak dalam
pemanfaatan biogas di Desa Haurngombong?
3. Bagaimanakah dampak pemanfaatan limbah kotoran ternak terhadap
tingkat pendapatan peternak dan pengeluaran energi responden di Desa
Haurngombong?
4. Bagaimanakah kondisi sosial dan lingkungan responden di sekitar lokasi
usahaternak di Desa Haurngombong?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian latar belakang dan perumusan masalah, maka tujuan
dari penelitian ini adalah:
1. Mengidentifikasi persepsi responden mengenai pemanfaataan limbah
kotoran ternak di Desa Haurngombong.
2. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan peternak
dalam pemanfaatan limbah kotoran ternak menjadi biogas di Desa
Haurngombong.
3. Membandingkan dampak pemanfaatan limbah kotoran ternak terhadap
pendapatan usahaternak biogas dan usahaternak non biogas serta
membandingkan dampak pemanfaatan tersebut terhadap pengeluaran
energi responden di Desa Haurngombong.
7
4. Membandingkan kondisi sosial dan lingkungan responden di sekitar lokasi
usahaternak biogas dan usahaternak non biogas di Desa Haurngombong..
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat, diantaranya:
1. Secara akademik kegiatan penelitian ini untuk memenuhi salah satu syarat
dalam menyelesaikan program Strata Satu (S1) pada Departemen Ekonomi
Sumberdaya dan Lingkungan Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut
Pertanian Bogor.
2. Bagi Pemerintah Kota Sumedang, hasil penelitian ini dapat menjadi
masukan bagi penyusunan kebijakan upaya peningkatan kesejahteraan
masyarakat melalui pemanfaatan limbah peternakan.
3. Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat dijadikan informasi bagi pihak-
pihak yang terkait dalam pemanfaatan dan pengembangan sumberdaya dan
lingkungan khususnya dalam pengelolaan limbah kotoran ternak pada
sektor peternakan.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Wilayah penelitian hanya meliputi kawasan Desa Haurngombong
Kecamatan Pamulihan, Sumedang-Jawa Barat.
2. Objek penelitian adalah Lembaga peternakan yang terkait, pemerintah
daerah setempat dan peternak dan masyarakat yang tinggal di kawasan
wilayah penelitian sebagai responden.
8
3. Present value biaya dan manfaat pengelolaan limbah kotoran sapi
dihitung berdasarkan nilai yang diperoleh dari kuesioner dan data
sekunder yang tersedia.
4. Biaya pembangunan Instalasi biogas rumah tangga merupakan dana
bantuan (hibah) dari pemerintah.
5. Dampak ekonomi dalam penelitian ini adalah perubahan ekonomi yang
dirasakan baik oleh peternak maupun non peternak sebagai dampak dari
adaya pemanfaatan limbah ternak sapi perah. Dampak ekonomi tersebut
hanya dilihat terhadap perbedaan pendapatan peternak biogas dan non
biogas serta dampaknya terhadap pengeluaran energi responden.
6. Dampak sosial dalam penelitian ini adalah hanya melihat perubahan
perilaku masyarakat terhadap rutinitas dari kegiatan sebelum dan setelah
adanya program pemanfaatan biogas bagi peternak dan pengguna biogas,
serta perubahan perilaku masyarakat terhadap penggunaan bahan bakar
energi lainnya seperti: gas elpiji, minyak tanah, dan kayu bakar. Selain
itu dampak sosial juga mecakup perubahan kesempatan kerja yag terjadi
setelah adanya program pemanfaatan biogas.
7. Dampak terhadap kondisi lingkungan dalam penelitian ini adalah
perubahan terhadap kondisi lingkungan yang dirasakan masyarakat Desa
Haurngombong akibat pembuangan limbah ternak sebelum dan setelah
dimanfaatkan sebagai pupuk dan biogas.
9
1.6 Definisi Operasional
Definisi opersional dalam penelitian ini mencakup pengertian dari
beberapa istilah yang digunakan, antara lain:
1. Usahaternak biogas merupakan usahaternak yang telah melakukan
pemanfaatan limbah kotoran ternak sapi perah menjadi pupuk, biogas, dan
energi listrik.
2. Usahaternak non biogas merupakan usahaternak yang belum melakukan
pemanfaatan limbah kotoran ternak sapi perah menjadi biogas dan energi
listrik, namun pemanfaatan limbah menjadi pupuk telah dilakukan oleh
usahaternak non biogas.
3. Rumah tangga pengguna biogas merupakan rumah tangga yang tinggal di
sekitar lokasi usahaternak yang memperoleh biogas dari usahaternak
biogas untuk memenuhi kebutuhan energi bahan bakar untuk memasak.
4. Responden yang dimaksud dalam penelitian ini merupakan pihak-pihak
yang memberikan informasi untuk menjawab tujuan penelitian ini yang
terdiri dari peternak biogas, peternak non biogas dan rumah tangga
pengguna biogas Di Desa Haurngombong.
10
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Eksternalitas Limbah Peternakan
Eksternalitas merupakan suatu efek samping dari suatu tindakan pihak
tertentu terhadap pihak lain, baik dampak yang menguntungkan maupun yang
merugikan. Eksternalitas timbul pada dasarnya karena aktivitas manusia yang
tidak mengikuti prinsip-prinsip ekonomi yang berwawasan lingkungan. Dalam
pandangan ekonomi, eksternalitas dan ketidakefisienan timbul karena salah satu
atau lebih dari prinsip-prinsip alokasi sumberdaya yang efisien tidak terpenuhi.
Karakteristik barang atau sumberdaya publik, ketidaksempurnaan pasar,
kegagalan pemerintah merupakan keadaan-keadaan dimana unsur hak pemilikan
sumberdaya (property rights) tidak terpenuhi. Faktor-faktor ini tidak ditangani
dengan baik, maka eksternalitas dan ketidakefisienan ini akan memberikan
dampak yang tidak menguntungkan terhadap ekonomi terutama dalam jangka
panjang (Mangkoesoebroto, 2003).
Berkembangnya kegiatan usahaternak mengakibatkan semakin besar
volume limbah yang dihasilkan sehingga akan berdampak pada menurunnya
kondisi lingkungan hidup yang akhirnya mempengaruhi aktivitas dan kesehatan
masyarakat. Oleh karena itu, setiap usahaternak atau peternakan, sebaiknya
memiliki pengelolaan limbah yang mampu menanggulangi dan mengurangi
dampak tersebut.
2.2 Dampak Ekonomi, Sosial dan Lingkungan
Keberadaan usaha peternakan sapi perah akan berpengaruh baik secara
langsung maupun tidak langsung terhadap aktivitas dan kondisi sosial ekonomi
dan lingkungan sekitarnya. Interaksi sosial merupakan hubungan sosial yang
11
dinamis dan meliputi hubungan antara masing-masing individu perorangan, antar
kelompok manusia, maupun antar perorangan dengan kelompok manusia (Fattah,
2006).
Hasil penelitian Darmawan et al (2008) di Desa Pagerwangi Lembang,
Bandung, Jawa Barat menginformasikan bahwa aktivitas kehidupan masyarakat
peternak sapi perah untuk kepentingan pendapatan keluarga, kepentingan interaksi
gotong royong. Prestasi keunggulan dalam pengelolaan pemeliharaan dan
produktivitas susu menduduki tingkat sosial lebih tinggi dibandingkan para
peternak pada umumnya. Peternakan sapi perah yang membutuhkan paket
teknologi dan biaya yang relatif mahal ternyata dapat diadopsi oleh peternak-
peternak rakyat di pedesaan melalui interaksi sosial diantara mereka dengan
menggunakan wadah kelompok peternak. Hal ini mengindikasikan bahwa dari
aspek sosial usaha peternakan sapi perah secara tidak langsung meningkatkan
semangat gotong royong, selain menciptakan lapangan kerja dan usaha.
Pembangunan pertanian berkelanjutan memiliki tiga tujuan (Sanim, 2006),
yaitu tujuan ekonomi (efisiensi dan pertumbuhan), tujuan sosial
(kepemilikan/keadilan) dan tujuan ekologi (kelestarian sumberdaya alam dan
lingkungan). Tiga tujuan tersebut saling terkait seperti disajikan pada Gambar 1.
Pembangunan pertanian berkelanjutan dapat terwujud bila tiga tujuan
pembangunan tersebut tercapai.
12
Sumber: Sanim, 2006
Gambar 1. Hubungan antara ketiga tujuan pembangunan berkelanjutan
2.3 Pemanfaatan Limbah Peternakan
Limbah peternakan dapat dimanfaatkan untuk berbagai kebutuhan, apalagi
limbah tersebut dapat diperbaharui (renewable) selama ada ternak. Limbah ternak
masih mengandung nutrisi atau zat padat yang potensial untuk dimanfaatkan.
Limbah ternak kaya akan nutrient (zat makanan) seperti protein, lemak, bahan
ekstrak tanpa nitrogen (BETN), vitamin, mineral, mikroba atau biota, dan zat-zat
yang lain (unidentified subtances). Limbah ternak dapat dimanfaatkan untuk
pupuk organik, energi dan media berbagai tujuan (Sihombing, 2002).
Prabantoro (2000) dalam tesisnya menyebutkan bahwa manfaat atau
efektifitas dari sebuah sistem informasi dapat juga diklasifikasikan dalam dua
bentuk yaitu : tangible benefits dan intangible benefits. Tangible Benefits atau
manfaat keuntungan yang berwujud adalah keuntungan penghematan atau
peningkatan di dalam perusahaan yang dapat diukur secara kuantitatif dalam
bentuk satuan nilai moneter, diantaranya adalah: keuntungan dari pengurangan
13
biaya operasional, keuntungan dari pengurangan kesalahan-kesalahan proses,
keuntungan dari pengurangan biaya telekomunikasi, keuntungan akibat
peningkatan penjualan, keuntungan akibat pengurangan biaya persediaan, dan
keuntungan akibat pengurangan kredit yang tidak tertagih.
Intangible Benefits atau manfaat keuntungan yang tidak berwujud adalah
nilai keuntungan yang sulit diukur dalam bentuk satuan nilai moneter atau uang.
Diantaranya adalah seperti: keuntungan akibat peningkatan pelayanan yang lebih
baik kepada pelanggan, keuntungan akibat peningkatan kepuasan kerja sumber
daya manusia yang ada, dan keuntungan akibat peningkatan pengambilan
keputusan manajerial yang lebih baik. Intangible benefits sulit untuk diukur dalam
satuan nilai moneter, karena itu cara pengukurannya dapat dilakukan dengan
menggunakan penaksiran. Sebagai contoh : kualitas pelayanan kepada pelanggan
yang menjadi lebih baik merupakan salah satu bentuk intangible benefits.
2.3.1 Pemanfaatan untuk Pupuk Organik
Pemanfaatan limbah usaha peternakan terutama kotoran ternak sebagai
pupuk organik dapat dilakukan melalui pemanfaatan kotoran tersebut sebagai
pupuk organik. Penggunaan pupuk kandang (manure) selain dapat meningkatkan
unsur hara pada tanah juga dapat meningkatkan aktivitas mikrobiologi tanah dan
memperbaiki struktur tanah tersebut. Kandungan Nitrogen, Posphat, dan Kalium
sebagai unsur makro yang diperlukan tanaman (Hidayati, 2006).
Pemanfaatan kotoran ternak sebagai sumber pupuk organik sangat
mendukung usaha pertanian. Kotoran ternak yang dihasilkan di daerah sentra
produksi ternak dalam jumlah yang banyak belum dimanfaatkan secara optimal,
14
sebagian diantaranya terbuang begitu saja, sehingga sering merusak lingkungan
akibat menghasilkan bau yang tidak sedap.
Kompos merupakan pupuk organik yang berasal dari sisa tanaman dan
kotoran hewan yang telah mengalami proses dekomposisi atau pelapukan.
Kompos yang berbahan kotoran sapi mempunyai beberapa kelebihan
dibandingkan dengan pupuk anorganik. Selain itu, kompos juga mempunyai
prospek dan peluang yang besar untuk dipasarkan secara lebih meluas untuk
mengurangi ketergantungan petani terhadap pemakaian pupuk kimia. Penyediaan
kompos organik yang berkelanjutan dan praktis dapat mempermudah petani untuk
memanfaatkanya sebagai penyubur tanah dan tanaman pertanian. Limbah kotoran
ternak (pupuk kandang) tidak hanya menghasilkan unsur hara mikro, pupuk
kandang juga menghasilkan sejumlah unsur hara mikro, seperti Fe, Zn, Bo, Mn,
Cu, dan Mo. Jadi dapat dikatakan bahwa, pupuk kandang ini dapat dianggap
sebagai pupuk alternatif untuk mempertahankan produksi tanaman. Pupuk organik
dalam penggunaanya dapat mengurangi tingkat pencemaran tanah, air dan
lingkungan (Santosa et al, 2009).
2.3.2 Pemanfaatan untuk Biogas
Permasalahan limbah ternak, khususnya manure dapat diatasi dengan
memanfaatkan menjadi bahan yang memiliki nilai yang lebih tinggi. Salah satu
bentuk pengolahan yang dapat dilakukan adalah menggunakan limbah tersebut
sebagai bahan masukan untuk menghasilkan bahan bakar biogas. Kotoran ternak
ruminansia sangat baik untuk digunakan sebagai bahan dasar pembuatan biogas.
Biogas adalah salah satu sumber energi terbarukan yang bisa menjawab
kebutuhan akan energi sekaligus dapat menyediakan kebutuhan hara tanah dalam
15
suatu sistem pertanian yang berkelanjutan. Pemanfaatan kotoran ternak menjadi
biogas mendukung penerapan konsep zero waste sehingga pertanian yang
berkelanjutan dan ramah lingkungan dapat dicapai (Widodo et al, 2006)
Biogas di perdesaan dapat digunakan untuk keperluan penerangan dan
memasak sehingga dapat mengurangi ketergantungan kepada minyak tanah
ataupun listrik dan kayu bakar. Bahkan jika dimodifikasi dengan peralatan yang
memadai, biogas juga dapat untuk menggerakkan mesin. Biogas merupakan
renewable energy yang dapat dijadikan bahan bakar alternatif untuk
menggantikan bahan bakar yang berasal dari fosil seperti minyak tanah dan gas
alam. Akhir-akhir ini diversifikasi penggunaan energi menjadi isu yang sangat
penting karena berkurangnya sumber bahan baku minyak. Pemanfaatan limbah
pertanian untuk memproduksi biogas dapat memperkecil konsumsi sumber energi
komersial seperti minyak tanah dan penggunaan kayu bakar. Biogas dihasilkan
oleh proses pemecahan bahan limbah organik yang melibatkan aktivitas bakteri
anaerob dalam kondisi anaerobik dalam suatu digester (Kementerian Pertanian,
2006).
Biogas dapat dibakar seperti elpiji, dalam skala besar biogas dapat
digunakan sebagai pembangkit energi listrik, sehingga dapat dijadikan sumber
energi alternatif yang ramah lingkungan dan terbarukan. Sumber energi biogas
yang utama adalah kotoran ternak sapi, kerbau, dan kuda. Dalam aplikasinya,
biogas digunakan sebagai gas alternatif untuk memanaskan dan menghasilkan
energi listrik sangat tergantung dari jumlah gas metana. Setiap 1 m3 metana setara
dengan 10 kwh. Nilai ini setara dengan 0.6 fuel oil. Sebagai pembangkit tenaga
listrik, energi yang dihasilkan oleh biogas setara dengan 60-100 watt lampu
16
selama enam jam penerangan. Nilai Kesetaraan Biogas dan Energi yang
dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Nilai Kesetaraan 1 m3 Biogas dan Energi yang Dihasilkan
Jenis Energi Kesetaraan dengan 1 m3 gas bio
Elpiji 0,46 kg
Minyak tanah 0,62 liter
Minyak Solar 0,52 liter
Bensin 0,80 liter
Gas kota 1,50 m3
Kayu Bakar 3,50 kg Sumber : Kementerian Pertanian (2006)
Menurut Santi (2006), beberapa keuntungan penggunaan kotoran ternak
sebagai penghasil biogas sebagai berikut :
1) Mengurangi pencemaran lingkungan terhadap air dan tanah, pencemaran
udara.
2) Memanfaatkan limbah ternak tersebut sebagai bahan bakar biogas yang
dapat digunakan sebagai energi alternatif untuk keperluan rumah tangga.
3) Mengurangi biaya pengeluaran peternak untuk kebutuhan energi bagi
kegiatan rumah tangga yang berarti dapat meningkatkan kesejahteraan
peternak.
4) Melaksanakan pengkajian terhadap kemungkinan dimanfaatkannya biogas
untuk menjadi energi listrik untuk diterapkan di lokasi yang masih belum
memiliki akses listrik.
5) Melaksanakan pengkajian terhadap kemungkinan dimanfaatkannya
kegiatan ini sebagai usulan untuk mekanisme pembangunan bersih (Clean
Development Mechanism).
17
2.3.3 Pemanfaatan Lainnya
Selain dimanfaatkan untuk pupuk, bahan pakan, atau biogas, kotoran
ternak juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar dengan mengubahnya
menjadi briket dan kemudian dijemur atau dikeringkan. Briket ini telah
dipraktekkan di India dan dapat mengurangi kebutuhan akan kayu bakar.
Pemanfaatan lain adalah penggunaan urine dari ternak untuk campuran dalam
pembuatan pupuk cair maupun penggunaan pestisida alami.
Penggunaan kotoran sapi untuk media hidup cacing tanah, telah diteliti
menghasilkan biomassa tertinggi dibandingkan campuran feces yang ditambah
bahan organik lain. Pemafaatan limbah kotoran menjadi pakan dan media cacing
tanah dapat menambah peluang usaha yang dapat meningkatkan pendapatan
peternak (Farida, 2000).
2.4 Dampak Ekonomi Pemanfaatan Limbah Ternak Sapi Perah
2.4.1 Dampak terhadap Pendapatan Peternak
Faktor-faktor produksi yang diperkirakan berpengaruh dalam menentukan
pendapatan dalam pemeliharaan sapi adalah jumlah kepemilikan sapi, lama
pemeliharaan, biaya pakan, biaya obat-obatan dan biaya tenaga kerja. Penggunaan
sumberdaya yang dimiliki oleh peternak secara efesien ke dalam alokasi usaha
yang optimal mampu menghasilkan peningkatan pendapatan (Gunawan dkk,1998
dalam repository Sihombing 2011 Universitas Sumatera Utara).
Sehubungan dengan perhitungan atau analisa rugi/laba usahaternak sapi
ini, maka hal penting yang perlu dipertimbangkan dapat dikelompokkan manjadi
dua bagian yakni faktor-faktor yang mempengaruhi biaya produksi meliputi
penyedian bibit/sapi bakalan, ransom, ongkos, tenaga kerja, penyusutan
18
penggunaan bangunan kandang dan peralatan, lain-lain (obat-obatan, perjalanan,
dan sebagainya), serta hasil sampingan berupa pupuk (Sugeng, 2000).
2.4.2 Dampak terhadap Pengeluaran Energi
Ketergantungan Kepada kayu bakar di perdesaan masih besar. Pemakaian
minyak tanah untuk memasak dengan harga yang mahal dan sering sulit
diperoleh (terjadi kelangkaan). Sementara limbah peternakan dan pertanian
selama ini belum dimanfaatkan secara optimal. Pemanfaatan energi alternatif
dapat meminimalisasi pencemaran lingkungan, mengantisipasi habisnya
ketersediaan kayu bakar dan mengurangi penggunaan BBM. Menurut Ariani, et al
(2007), beberapa keuntungan pemanfaatan limbah peternakan di
permukiman transmigrasi adalah:
1. Mengurangi biaya pembelian minyak tanah atau gas elpiji serta hemat
tenaga dalam mencari kayu bakar,
2. Ramah lingkungan karena limbah ternak yang selama ini dibiarkan dapat
termanfaatkan,
3. Menghasilkan produk ikutan berupa lumpur organik yang dapat diolah
menjadi pupuk kompos, dan
4. Mendukung program pemerintah hemat energi.
2.5 Penelitian Terdahulu
Penelitian Analisis Manfaat Ekonomi Limbah Ternak Sapi Perah oleh
Irvan sanjaya (2010), yaitu mengenai Analisis Manfaat Ekonomi Limbah Ternak
Sapi (studi kasus Kelompok Ternak Sapi Perah Mekar Jaya Desa Cipayung
Girang Kecamatan Megamendung Kabupaten Bogor). Metode pengolahan dan
analisis data yang digunakan dalam penelitian tersebut antara lain: analisis
19
pendapatan usahaternak sapi perah, analisis usahatani padi yang dimiliki oleh
peternak, dan analisis pengeluaran Rumah Tangga Peternak. Penelitian tersebut
menjelaskan bahwa pemanfaatan limbah ternak sapi perah telah meningkatkan
penerimaan peternak dalam menjalankan usahanya. Peningkatan tersebut rata-rata
sebesar Rp. 2.500.000, kontribusi limbah terhadap penerimaan sebesar 6,56
persen dan 24,81 persen dari total pendapatan usahaternak sapi perah.
Penelitian terdahulu lainnya yang menjadi referensi dalam penelitian ini
adalah penelitian mengenai Identifikasi Dampak Sosial Ekonomi Dan Lingkungan
Dari Pemanfaatan Biogas (Studi Kasus: Desa Cipayung, Kecamatan
Megamendung Bogor-Jawa Barat) oleh Ade Rismala (2010). Penelitian tersebut
menggunakan metode estimasi penilaian lingkungan dengan Contingent Valuation
Method (CVM). Penelitian ini menghitung nilai WTP peternak terhadap
pemanfaatan limbah kotoran sapi menjadi biogas. Dampak sosial akibat
pemanfaatan biogas di Desa Cipayung tidak terlalu signifikan dirasakan peternak.
Sedangkan dampak ekonomi hanya dirasakan oleh peternak, yakni penghematan
pengeluaran biaya untuk bahan bakar LPG sebesar Rp. 558.000, Dampak negatif
lebih dirasakan oleh non-peternak yang meggunakan air sungai untuk keperluan
mencuci ataupun yang bertempat tinggal di dekat sungai. Rata-rata WTP dari
masyarakat sebesar Rp. 577.586.954,7/tahun.
Penelitian lainnya adalah mengenai Analisis Pendapatan Usaha Peternakan
Sapi Perah di Kawasan Peternakan Sapi Perah Cibungbulang Kabupaten
Bogor oleh Kamiludin (2009). Penelitian ini bertujuan : (1) Menganalisis struktur
biaya dan struktur penerimaan peternakan sapi perah di kawasan peternakan sapi
perah dan (2) Menganalisis besarnya pendapatan yang diperoleh oleh peternakan
20
sapi perah di kawasan peternakan sapi perah yaitu dengan menghtung rasio
penerimaan terhadap total biaya usahatemak. Penelitian ini dilakukan di Kawasan
Petemakan Sapi Perah Kabupaten Bogor yang beralokasi di Desa Situ Udik
Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor. Analisis data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah analisis pendapatan dan R/C rasio. Total biaya
variabel dan biaya tetap masing-masing adalah Rp 2.018.797.386 dan Rp
2.324.917.833. Penerimaan dibagi atas penerimaan tunai dan penerimaan tidak
tunai. Total penerimaan dari petemak yang diamati dalam satu tahun pengamatan
sebesar Rp 6.003.415.050.
Penelitian yang dilakukan memiliki perbedaan dengan penelitian
sebelumnya yakni, melakukan studi komparatif dengan with-wthout approach
antara usahaternak biogas dengan non-biogas, menganalisis dampak ekonomi
terhadap pendapatan dari aspek penerimaan dan penghematan pengeluaran rumah
tangga peternak dan masyarakat pengguna biogas (non peternak), analisis dampak
sosial dan lingkungan dari pemanfaatan limbah kotoran ternak menjadi biogas
atau non-biogas baik bagi peternak maupun non peternak dengan menggunakan
analisis deskriptif, dan mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi
peternak dalam pengambilan keputusan pemanfaatan Biogas dengan
menggunakan analisis Regresi Linier logistik menggunakan software SPSS
Statistics 17.
21
III. KERANGKA PEMIKIRAN
Subsektor peternakan memiliki peranan yang sangat penting bagi
pemenuhan kebutuhan protein hewani berupa susu dan daging. Keberadaan
usahaternak ini pun tidak hanya menimbulkan eksternalitas positif, tapi juga
menciptakan eksternalitas negatif yang ditimbulkan oleh pengeluaran limbah
berupa kotoran sapi. Eksternalitas negatif ini yang menimbulkan gangguan
kesehatan masyarakat dan bau yang mempengaruhi kualitas lingkungan
sekitarnya. Pengembangan ilmu pengetahuan dan keterampilan peternak dalam
upaya pemanfaatan limbah kotoran sapi menjadi biogas semakin meningkat
sebagai upaya untuk mengatasi masalah eksternalitas tersebut. Permasalahan
kelangkaan sumber energi bahan bakar pun mejadi salah satu pendorong peternak
untuk menciptakan sumber energi alteratif. Hal ini tentu akan menambah nilai
manfaat yang diterima oleh peternak dan non-peternak.
Pengelolaan limbah usahaternak dapat menghasilkan manfaat secara
ekonomi maupun finansial dari upaya pemanfaatan limbah kotoran sapi menjadi
pupuk organic, biogas dan energi listrik. Namun upaya tersebut tidak terlepas dari
biaya yang harus dikeluarkan oleh peternak. Perbedaan pengelolaan tersebut
berdampak pada pendapatan, pengeluaran rumah tangga peternak, kondisi sosial,
dan lingkungan di sekitar lokasi usahaternak sebelum dan setelah adanya upaya
pengelolaan limbah tersebut.
Tahapan pelaksanaan penelitian ini dimulai dari penentuan responden
berdasarkan kriteria tertentu untuk menjawab tujuan penelitian ini, responden
yang dipilih dalam penelitian ini antara lain: peternak sapi perah yang telah
melakukan pengolahan limbah menjadi biogas (peternak biogas), peternak yang
22
belum melakukan pengelolaan limbah (peternak non biogas), dan rumah tangga
pengguna biogas yang tinggal di sekitar lokasi usahternak yang merupakan non
peternak. Pemilihan responden tersebut bertujuan untuk mendapatkan informasi
mengenai dampak yang dirasakan baik secara langsung maupun tidak langsung.
Tahapan pertama adalah analisis persepsi peternak dan masyarakat
mengenai pemanfaatan limbah ternak sebagai indikasi awal terdapatnya dampak
dari pengolahan limbah tersebut dengan menggunakan analisis deskriftif, tahapan
ke dua mengidentifikasi dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi
keputusan peternak untuk melakukan pemanfaatan biogas dengan menggunakan
metode analisis regressi linear logistic dengan menggunakan program SPSS 17.0 ,
tahapan ke tiga adalah mengidentifikasi dan menganalisis dampak ekonomi yang
dilihat dari pendapatan usahaternak dengan pendekatan penerimaan, total biaya
dan pengeluaran energi responden dengan menggunakan analisis pendapatan dan
pengeluaran, dan tahapan selanjutnya menganalisis dampak sosial dan lingkungan
dengan menggunakan pendekatan analisis deskriptif berdasarkan hasil kuesioner
dan observasi langsung di lapangan secara obyektif, serta analisis studi komparatif
(with-without approach) dari dampak ekonomi, sosial, dan lingkungan pada
usahaternak biogas dan non biogas (Gambar 2). Berdasarkan perbandingan
tersebut maka dapat diperoleh net benefit dari pemanfaatan limbah kotoran ternak
menjadi biogas.
23
Ekonomi
Faktor-faktor yang
mempengaruhi
Keputusan pemanfaatan
biogas
Analisis Regressi Linear
Logistik
Persepsi terhadap
pemanfaatan limbah
Usahaternak Sapi
Perah di Desa
Haurngombong
Analisis Deskriptif
Usahaternak
Biogas
Usahaternak
Non-biogas
Net Benefit
Dampak Pengelolaan
dan pemanfaatan
limbah pada
Usahaternak Biogas
Dampak Pengelolaan dan
pemanfaatan limbah pada
Usahaternak
Non-Biogas
Ekonomi
Analisis
Pendapatan dan
pengeluaran Energi
Responden
Analisis
Deskriptif
Sosial Lingkungan
Analisis Pendapatan
dan pengeluaran
Energi Responden Analisis
Deskriptif
Sosial Lingkungan
Keterangan : : Komponen Analisis
: Metode Analisis
: Hubungan Langsung
Gambar 2. Skema Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian
24
VI. METODE PENELITIAN
4.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini telah dilakukan di Desa Haurngombong, Kecamatan
Pamulihan, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara
sengaja (purposive) berdasarkan pertimbangan bahwa kawasan tersebut memiliki
potensi usahaternak sapi perah dengan pemanfaatan limbah kotoran ternak sapi
sebagai pupuk, biogas dan penghasil energi listrik. Berdasarkan data Dinas
Peternakan Jawa Barat tahun 2011 jumlah populasi sapi di Kabupaten Sumedang
sebanyak 33.328 ekor Sapi. Upaya pemanfaatan limbah kotoran sapi menjadi
biogas belum dilaksanakan oleh seluruh peternak di kawasan tersebut4.
Proses pengumpulan data primer dengan menggunakan kuesioner
dilakukan mulai dari bulan Juni 2012 hingga Juli 2012. Dalam kurun waktu
tersebut peneliti melakukan pengumpulan data dan observasi secara langsung
dalam rangka menjawab tujuan penelitian.
4.2 Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan dan wawancara langsung
menggunakan kuesioner kepada responden yang merupakan sejumlah peternak
usahaternak biogas dan peternak yang tidak memanfaatkan limbah kotoran sapi
menjadi biogas (peternak non-biogas), aparat pemerintah daerah setempat dan
rumah tangga pengguna biogas yang tinggal di sekitar lokasi usahaternak. Data
tersebut mencakup karakteristik responden dan data meliputi biaya dan manfaat
ekonomi, sosial, dan lingkungan responden dalam pengelolaan usahaternak dan
4 http://info-sumedang.blogspot.com/2010_06_01_archive.html diakses pada tanggal 25 Desember 2011.
25
pemanfaatan limbah kotoran ternak menjadi biogas. Data sekunder diperoleh
melalui studi literatur dan data dari Dinas Peternakan Kabupaten Sumedang,
Pemerintahan Daerah Kabupaten Sumedang tingkat kabupaten, kecamatan
maupun desa, Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Sumedang, serta instansi
lainnya yang terkait.
4.3 Metode Pengambilan Contoh
Pengambilan Sampel untuk responden menggunakan teknik purposive
Random sampling. Pada teknik tersebut, sampel yang diambil harus memiliki
kriteria atau penilaian tertentu sesuai dengan masalah yang sedang dibahas dalam
penelitian. Responden yang dipilih dalam penelitian ini adalah peternak biogas
dan peternak non-biogas, pemerintah dari bagian Dinas Peternakan Kabupaten,
pemerintahan setempat dan masyarakat pengguna biogas di sekitar lokasi tempat
usahaternak sapi perah. Metode purposive dilakukan karena sampel yang dipilih
sesuai dengan data potensi, lokasi, jenis pengelolaan limbah usahaternak sapi
sekitar kawasan tersebut. Jumlah minimum responden ditentukan berdasarkan
syarat minimum untuk pengolahan data dengan menggunakan metode regressi
linear (model Logistik), sehingga hasil yang diperoleh memiliki tingkat validitas
yang tinggi. Total responden pada penelitian ini sebanyak 59 peternak dan 34
orang masyarakat pengguna biogas non-peternak di sekitar lokasi usahaternak
(Tabel 3).
Tabel 3. Jumlah Responden berdasarkan Penggunaan Biogas
Keterangan Jumlah Responden
(orang)
Persentase
(%)
Peternak Biogas 32 34
Peternak non biogas 27 29
Pengguna biogas non-peternak 34 37
Total Responden 93 100 Sumber : Data Primer (diolah), 2012
26
Pengambilan contoh di lapangan dipengaruhi oleh kesediaan dan waktu
luang dari responden. Wawancara dengan menggunakan kuesioner di Desa
Haurngomong dilakukan pada sore hari di tempat penyetoran susu hasil
pemerahan dikarenakan pada sore hari merupakan waktu luang peternak dan
rumah tangga pengguna biogas untuk istirahat dan berada di rumah. Wawancara
beberapa respoden dilakukan setelah kegiatan penyuluhan, sebagian lagi
dilakukan dengan kunjungan langsung ke lokasi usahaternak. Kunjungan
langsung ke lokasi usahaternak untuk mewawancarai peternak bertujuan untuk
observasi langsung secara obyektif terhadap kondisi lingkungan kandang
usahaternak.
4.4 Metode dan Analisis Data
Data dan informasi yang didapat, diolah dengan bantuan komputer. Data
dan informasi yang didapat dari hasil kuesioner dan data sekunder dikelompokkan
terlebih dahulu ke dalam komponen tertentu seperti: komponen biaya,
penerimaan, dan sebagainya. Penelitian ini menggunakan analisis secara
kuantitatif dan kualitatif. Data primer diperoleh dari wawancara dengan
menggunakan kuesioner kepada peternak dan Rumah Tangga pengguna biogas
yang tinggal di sekitar usahaternak sapi perah, sedangkan data sekunder diperoleh
dari dinas pertanian kabupaten sumedang, dinas peternakan Kabupaten
Sumedang, serta studi literatur lainnya yang mendukung penelitian ini. Metode
kuantitatif digunakan untuk menganalisis pendapatan usahaternak dari segi
penerimaan dan biaya serta pengeluaran energi responden dengan menggunakan
program microsoft excel 2007. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan
keputusan dalam mengelola limbah ternak sapi perah menjadi biogas diolah
27
dengan metode analisis regressi linear logistik menggunakan program Statistics
SPSS 17. Metode kualitatif dengan analisis deskriptif digunakan untuk
menganalisis persepsi dan dampak sosial dan lingkungan dari pemanfaatan limbah
ternak sapi perah.
Analisis dampak sosial dan lingkungan pada penelitian ini tidak hanya
dianalisis berdasarkan data hasil kuesioner dan data sekunder yang terkait, tetapi
peneliti melakukan metode observasi langsung secara obyektif di lokasi
penelitian. Matriks metode analisis data dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Matriks Metode Analisis Data
Sumber: Penulis (2012)
4.4.1 Analisis Persepsi Responden
Analisis persepsi terhadap responden dilakukan dengan menggunakan
analisis deskriptif dengan menggunakan kuesioner. Dalam hal ini peneliti
bertujuan untuk mengetahui persepsi responden yakni: persepsi peternak terhadap
pemanfaatan limbah kotoran ternak menjadi produk sampingan yang bernilai
No. Tujuan Penelitian Sumber Data Metode Analisis Data
1. Meganalisis persepsi
responden terhadap
pemanfaatan limbah kotoran
ternak
Data Primer (wawancara
menggunakan
kuesioner)
Analisis Deskriptif dengan
menggunakan Microsoft Excel
2007
2. Analisis Dampak Ekonomi
terhadap Pendapatan dan
pengeluaran energi
responden
Data Primer (wawancara
menggunakan
kuesioner)
Analisis Deskriptif dan
pendapatan (pendekatan
penerimaan dan pengeluaran
Rumah Tangga usahaternak)
3. Analisis Dampak sosial dan
lingkungan pemanfaatan
limbah kotoran ternak sapi
sebagai biogas
Data Primer (wawancara
menggunakan
kuesioner) dan observasi
langsung secara obyektif
Analisis Deskriptif dengan
menggunakan Microsoft Excel
2007
4. Analisis komparatif
usahaternak biogas dan
usahaternak non biogas
Data Primer
(wawancara
menggunakan
kuesioner)
Analysis comparative with-
without approach
5.
Menganalisis faktor-faktor
yang mempengaruhi
keputusan peternak dalam
pemanfaatan biogas
Data Primer (wawancara
menggunakan
kuesioner)
Model Regressi Logistik
menggunakan Program SPSS
Statistics 17
28
ekonomi dan persepsi masyarakat terhadap penggunaan biogas untuk bahan bakar
minyak dan energi listrik biogas.
4.4.2 Identifikasi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keputusan Peternak
dalam Pemanfaatan Biogas
4.4.2.1 Model Regresi Logistik
Juanda (2009), Pendekatan yang digunakan untuk menganalisis faktor-
faktor yang mempengaruhi peternak dalam mengambil keputusan memanfaatkan
limbah kotoran sapi menjadi biogas yaitu, dengan menggunakan pendekatan
model regressi logistik. Fungsi distribusi logistik (kumulatif), yang sudah
digunakan secara luas dalam meganalisis fenomena yang terjadi, persamaan
regressi logistik dapat dilihat pada persamaan (4.1), sebagai berikut:
................................................... (4.1)
Untuk kemudahan pemaparan, persamaan dituliskan menjadi:
..................................................................... (4.2)
Dimana :
Pi = peluang individu dalam mengambil keputusan (probabilitas)
Y = variabel keputusan
Xi = variabel bebas
β1 = intersep
β2 = koefisien regressi
e = bilangan dasar logaritma natural (e = 2,718)
Zi = β1 + β2 X1
Persamaan (4.2) merupakan fungsi distribusi logistik (kumulatif), dari
persamaan di atas, jika (Pi ) probabilitas peternak dalam usahaternak Biogas, maka
29
(1- Pi) adalah probabilitas usahaternak non-biogas, dirumuskan melalui persamaan
berikut:
........................................................................... (4.3)
Persamaan dapat dituliskan,
................................................................ (4.4)
Persamaaan (4) ditransformasikan ke dalam persamaan logaritma natural (Ln),
yaitu:: ............................................. (4.5)
Persamaan (4.5) merupakan model persamaan Logit atau model regressi Logistik.
Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi pengambilan keputusan
peternak dalam memanfaatkan limbah kotoran ternak menjadi biogas adalah
adalah jenis kelamin (X1), umur (X2), tingkat pendidikan formal (X3), jumlah
tanggungan keluarga (X4), lama berusahaternak (X5), keikutsertaan kelompok
ternak (X6), jumlah ternak (X7), dan pemahaman mengenai biogas (X8).
Hubungan antara variabel-variabel tersebut dengan pengambilan keputusan
peternak dalam pemanfaatan limbah ternak menjadi biogas dapat dirumuskan
dalam bentuk persamaan model logit, sebagai berikut:
…………………………………………………….. (4.6)
Dimana: Li = persamaan logaritma
Pi = peluang individu dalam mengambil keputusan usahaternak
biogas
(1-Pi) = peluang individu dalam mengambil keputusan usahaternak
non-biogas
30
Zi = keputusan peternak
β0 = intersep
βi = parameter peubah Xi
X1 = jenis Kelamin
X2 = umur
X3 = tingkat pendidikan formal
X4 = jumlah tanggungan keluarga
X5 = lama berusahaternak
X6 = keikutsertaan kelompok ternak
X7 = jumlah ternak
X8 = tingkat pemahaman mengenai biogas
Regressi linear model Logit tersebut digunakan untuk menentukan faktor-
faktor apa saja yang mempengaruhi keputusan peternak dalam memanfaatkan
limbah kotoran sapi menjadi biogas. Hipotesis dari faktor-faktor yang diduga
mempengaruhi keputusan peternak dalam memanfaatkan limbah kotoran ternak
menjadi biogas adalah sebagai berikut:
1. Jenis kelamin
Pembuatan dan operasional teknis pembuatan biogas tergolong pekerjaan
yang cukup berat, sehingga sebaiknya dilakukan oleh pria dan umumnya
berumur produktif. Jenis kelamin responden diharapkan positif (nilai
dummy pria= “1” dan wanita =”0”).
2. Umur
Peternak yang masih muda atau dalam umur produktif memiliki tenaga dan
semangat dibandingkan dengan peternak dengan umur sudah tidak produktif
31
(non produktif). Berdasarkan hipotesis ini diharapkan bernilai negatif
dengan asumsi kecenderungan semakin muda semakin positif.
3. Tingkat Pedidikan Formal Peternak
Tingkat Pendidikan Formal Peternak diharapkan bernilai positif. Semakin
tinggi tingkat pendidikan peternak maka semakin tinggi dorongan dalam
memanfaatkan limbah menjadi biogas.
4. Lama usahaternak
Diharapkan bernilai positif, semakin lama maka pengalaman dalam
melakukan usahaterak sapi perah dan penanganan limbah semkin lebih baik.
5. Jumlah ternak
Diharapkan bernilai positif semakin banyak ternak yang dimiliki maka
semakin banyak jumlah limbah yang dihasilkan dan semakin tinggi potensi
dalam pengembangan biogas.
6. Jumlah Tanggungan Keluarga
Diharapkan bernilai positif, semakin banyak anggota keluarga maka
semakin tinggi kebutuhan energi yang diperlukan maka semakin tinggi pula
potensi untuk memanfaatkan energi alternatif seperti biogas.
7. Keikutsertaan kelompok peternak
Diharapkan bernilai positif, keikutsertaan kelompok akan meningkatkan
dorongan dalampemanfaatan biogas dengan adanya wadah organisasi yang
mendukung. Variabel keikutsertaan kelompok peternak ini merupakan
variabel dummy dengan “X7 = 1” jika peternak merupakan anggota
kelompok peternak sedangkan “X7 = 0“, jika peternak bukan anggota
kelompok peternak.
32
8. Pemahaman peternak mengenai biogas
Diharapkan positif dengan semakin tingginya pemahaman mengenai biogas
maka kecenderungan untuk memanfaatkan limbah menjadi biogas pun
semakin tinggi pula. Asumsi dan hipotesis yang digunakan dalam variabel
ini terdiri dari 4 kemungkinan nilai variabel X8, antara lain: “X8 =1” jika
peternak tidak mengetahui mengenai biogas, “X8 = 2” jika peternak
memiliki tingkat pemahaman kurang paham/tahu, “X8 = 3” jika peternak
paham mengenai pengetahuan biogas , dan jika “X8 = 4” jika peternak
sangat paham terhadap pengetahuan biogas.
4.4.2.2 Pengujian Model dan Pendugaan Selang Kepercayaan Koefisien
Prediksi/dugaan model linear logistik (4.6) diperoleh, langkah
selanjutnya menguji apakah model logistik tersebut secara keseluruhan dapat
menjelaskan keputusan pilihan kualitatif (Y) . hipotesis yang diuji dalam hal ini
adalah:
H0 : β1 =β2 = β3 =.........=βk (model tidak dapat menjelaskan)
H1 : minimal ada βi ≠ 0, untuk i= 1,2,3....k (model dapat menjelaskan)
Statistik uji yang digunakan adalah dengan likelihood ratio, yaitu rasio
fungsi kemungkinan ModelUR (lengkap) terhadap fungsi kemungkinan modelR
(H0 benar). Statistik Uji G dibawah ini menyebar menurut sebaran khi-kuadrat
dengan derajat bebas (k-1)
................(4.7)
Jika menggunakan taraf nyata α, hipotesis H0 ditolak (model signifikan ) jika :
Statistik-G> X2
α,k-1
33
pengujian faktor mana (βi ≠ 0) yang berpengaruh nyata terhadap
pilihannya, perlu uji statistik lanjut. Dalam hal ini menguji signifikansi dari
parameter koefisien secara parsial dengan statistik Uji wald yang serupa dengan
statistik uji-t atau uji-Z dalam regresi linear biasa.
Hipotesis statistik yang diuji adalah:
H0 : βi = 0 untuk i= 1,2,3....k (peubah Xi tidak berpengaruh nyata)
H1 : βi ≠ 0 (peubah Xi berpengaruh nyata)
Statistik Uji yang digunakan adalah:
...................................................................................... (4.8)
Dimana :
= koefisien regressi
= standard error of β (galat kesalahan dari β)
Penggunaan uji terhadap komponen pengujian merupakan langkah untuk
mendapatkan hasil penelitian yang memiliki tingkat validitas yang tinggi.
4.4.3 Analisis Pendapatan
Analisis pendapatan usahaternak digunakan untuk menggambarkan faktor
keuntungan usaha saat ini. Pendapatan dapat didefinisikan sebagai selisih antara
penerimaan total dengan biaya total, atau dapat dirumuskan sebagai berikut:
Dimana:
TR = Total penerimaan (total revenue)
TC = Total Biaya (total cost)
34
Penerimaan usahaternak (Total Revenue-TR) adalah perkalian antara
produksi yang diporoleh (Y) dengan harga jual (Py). Pernyataan ini dapat
dituliskan sebagai berikut: (Soekartawi, 1995)
Dimana: TR = Penerimaan total
Y = Produksi yang diperoleh
Py = Harga jual
Aplikasi dari rumus di atas jika digunakan dalam penelitian ini maka
persamaan menjadi:
TR = TRtunai + TRnon tunai
TR = tunai + non tunai
TR = (Y1.Py1 + Y2.Py2 + Y3.Py3) + (Y4.Py4 + Y5.Py5 +Y6.Py6)
Dimana :
TRtunai = Penerimaan yang diperoleh peternak secara tunai
TRnon tunai = Penerimaan peternak yang diperhitungkan
Y1.Py1 = perkalian antara jumlah susu yang dijual (liter) dengan
harga jual yang berlaku (Rp/liter)
Y2.Py2 = perkalian antara jumlah pupuk yang dijual (kg) dengan
harga pupuk jual yang berlaku (Rp/kg)
Y3.Py3 = perkalian antara jumlah pedet (ekor) yang dijual dengan
harga jual pedet (Rp/ekor)
Y4.Py4 = perkalian antara jumlah susu yang dikonsumsi oleh
keluarga (liter) dengan harga jual susu yang berlaku
35
(Rp/liter)
Y5.Py5 = perkalian antara jumlah pupuk (kg) yang digunakan untuk
lahan pertanian sendiri dengan harga jual pupuk yang
berlaku (Rp/kg)
Y6.Py6 = manfaat dari penggunaan biogas yang dikonversi dari
jumlah penghematan pengeluaran energi peternak
setelah melakukan pemanfaatan biogas untuk keperluan
memasak.
Total penerimaan usahaternak dalam penelitian ini dikonversikan dalam
jangka waktu satu bulan (penerimaan usahaternak perbulan). Total biaya yang
dikeluarkan usahaternak sapi perah per bulan dibedakan menjadi dua bagian yaitu:
biaya tunai dan non tunai. Identifikasi dan perhitungan dari total penerimaan dan
total biaya digunakan untuk melihat pendapatan yang diperoleh peternak dalam
kurun waktu satu bulan.
Analisis pendapatan usahaternak muncul akibat adanya pemanfaatan
limbah kotoran ternak sapi yang berbeda diantara peternak sapi di Desa
Haurngombong. Analisis pendapatan tersebut dapat dilihat manfaat ekonomi
pemanfaatan limbah ternak sapi menjadi biogas dengan melihat margin atau
perbedaan tingkat pendapatan yang diterima oleh masing-masing usahaternak
sehingga dapat diperoleh share (%) manfaat limbah ternak sapi terhadap total
pendapatan usaha ternak sapi tersebut. Dalam penentuan nilai total penerimaan
dan total biaya usahaternak non-tunai diperoleh dari hasil konversi dari hasil
penggunaan biogas atau listrik dengan konversi nilai terhadap rupiah dengan
tingkat harga yang berlaku di lokasi penelitian.
36
Tabel 5. Penerimaan Usahaternak
Uraian Tunai Non-tunai Nilai
Penjualan output utama (Rp) a
Penjualan output sampingan
a. Penjualan pupuk organik b
b. Biogas (Rp) - c
c. Energi listrik (Rp) - d
d. Lainnya e
Produksi limbah (Rp.) - - f= (b+c+d)
Penjualan alat dll (karung bekas,
komponen lainya)
- g
Penjualan ternak (Rp) - h
Total Penerimaan Usahaternak (Rp) i=a+b+c+d+e+
f+g+h
Total Biaya usahaternak( Rp.) j
Pendapatan usahaternak sapi (Rp) Sumber: Sanjaya (2010)
4.4.4 Analisis Pengeluaran Energi
Analisis pengeluaran energi responden ini menggambarkan penghematan
akibat adanya penggunaan biogas sebagai pengganti BBM dan gas elpiji serta
energi listrik yang dapat dihasilkan dari biogas tersebut. Pengeluaran responden
ini terdiri dari komponen-komponen biaya yang dikeluarkan oleh tiap rumah
tangga peternak dan pengguna biogas non peternak di Desa Haurngombong.
Komponen pengeluaran tersebut meliputi biaya penggunaan bahan minyak, sekam
padi, kayu bakar dan gas elpiji sebelum dan setelah dalam kurun waktu satu
bulan. Analisis pengeluaran rumah tangga yang dikeluarkan rumah tangga akibat
adanya penggunaan biogas dan energi listrik dapat menghemat anggaran
pengeluaran rumah tangga responden.
Dalam hal ini untuk mengetahui nilai pemanfaatan dan pengurangan
pengeluaran rumahtangga responden dilakukan studi komparatif diantara
usahaternak yang memanfaatkan limbah ternak menjadi biogas dengan yang tidak
memanfaatkanya menjadi biogas (analysis comparative with-without approach).
37
Dimana selisih dari nilai keduanya merupakan nilai manfaat yang diperoleh dari
pemanfaatan limbah ternak menjadi biogas yang bernilai ekonomi.
Keterangan : = penghematan pengeluaran Energi
C0 = total pengeluaran responden sebelum pemanfaatan biogas
C1 = total pengeluaran responden setelah pemanfaatan biogas
4.4.5 Analisis Dampak Sosial dan Lingkungan dari Pemanfaatan Limbah
Ternak Sapi perah
Dampak sosial dalam penelitian ini dianalisis berdasarkan data hasil
kuesioner dan wawancara responden mengenai perubahan kondisi sosial dan
lingkungan di sekitar usahaternak pada saat sebelum dan setelah dilakukanya
pemanfaatan limbah ternak sapi perah di Desa Haurngombong. Parameter yang
digunakan untuk menganalisis Dampak sosial pemanfaatana limbah dibedakan
atas perubahan perilaku peternak dan non peternak yang dianalisis secara
Deskriptif.
Dampak lingkungan dari pemanfaatan limbah ternak sapi perah dianalisis
secara deskriptif berdasarkan hasil kuesionerdan observasi langsung secara
obyektif mengenai kondisi lingkungan di sekitar usahaternak. Pemanfaatan
limbah ternak untuk pembuatan biogas pada prinsipnya menganut sistem “zero
waste” dengan konsep pertanian terpadu (bio cycle farming/BCF) yang
melibatkan budidaya tanaman dan peternakan. Zero waste atau nir-limbah
merupakan aktivitas meniadakan limbah dari proses produksi dengan cara
pengelolaan proses yang terintegrasi dengan meminimalisasi limbah yang
terbentuk (Sulaeman, 2008).
38
V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
5.1 Kondisi Umum Desa Haurngombong
5.1.1 Letak Geografis
Wilayah penelitian merupakan bagian dari Kabupaten Sumedang, Provinsi
Jawa Barat. Kabupaten Sumedang terletak antara 6o 44‟-7
o 83‟ Lintang Selatan
dan 107o 21‟-108
o 21‟ Bujur Timur. Kabupaten Sumedang di sebelah timur
berbatasan dengan Kabupaten Majalengka, sebelah selatan Kabupaten Garut dan
Bandung, sebelah barat Kabupaten Bandung dan Subang, dan sebelah utara
Kabupaten Indramayu dan Majalengka.
Desa Haurngombong secara administratif terletak di Kecamatan
Pamulihan, Kabupaten Sumedang, Provinsi Jawa Barat. Kecamatan Pamulihan
memiliki luas Wilayah 40.863 Ha berada pada ketinggian diantara 720 sampai
dengan 1.087 meter di atas Pemukaan Laut, terdiri dari 11 desa yaitu Desa
Cigendel, Cijeruk, Pamulihan, Ciptasari, Citali, Cimarias, Cinanggerang,
Sukawangi, Haurngombong, Mekarbakti, dan Cilembu. Umumnya mata
pencaharian penduduk sebagian besar adalah bidang pertanian yang sedang
berkembang ke arah agrobisnis dan usahaternak sapi perah.
Desa Haurngombong terdiri dari 3 Dusun (Dusun Simpang, Pangaseran
dan Cipareuag), 6 Rukun Warga, dan 30 Rukun Tetangga serta 1.519 kepala
keluarga (KK) dengan luas desa sekitar 219 hektar. Jumlah penduduk Desa
Haurngombong 5.179 penduduk terdiri dari 2.610 penduduk laki-laki dan 2.469
penduduk perempuan. Desa Haurngombong memiliki batas-batas wilayah sebagai
berikut :
Sebelah Utara : Desa Cigendel dan Ciptasari, Kecamatan Pamulihan
39
Sebelah Timur : Desa Cilembu, Kecamatan Pamulihan
Sebelah Selatan : Desa Mekar Bakti, Kecamatan Pamulihan
Sebelah Barat : Desa Gunung Manik, Kecamatan Tanjung Sari
Gambar 3. Peta Desa Haurngombong
5.1.2 Kondisi Usahaternak Sapi Perah di Desa Haurngombong
Mata pencaharian penduduk Desa Haurngombong beragam, namun
mayoritas bekerja pada sektor pertanian dan peternakan. Jumlah peternak di Desa
Hurngombong berjumlah 208 peternak dengan jumlah ternak 703 ekor sapi
perah. Peternak-peternak ini terbagi ke dalam tiga kelompok tani ternak, yaitu
Harapan Sawargi, Harapan Jaya, dan Wargi Saluyu. Sebaran jumlah peternak
yang terbanyak adalah kelompok ternak Wargi Saluyu sebanyak 135 peternak
dengan 400 ekor sapi perah. Kelompok tani ternak tersebut merupakan kelompok
tani ternak induk yang berdiri pada tahun 1994. Kelompok peternak Harapan
Jaya dengan jumlah peternak sebanyak 48 orang dengan 223 ekor sapi perah
dibentuk pada tahun 1997, selanjutnya pada tahun 1998 dibentuklah kelompok
ternak Harapan Sawargi dan kondisi saat ini jumlah peternak di kelompok ternak
ini sebanyak 25 peternak dengan 80 ekor sapi perah yang merupakan populasi
paling sedikit dibandingkan dengan kelompok peternak lainnya (Tabel 6).
40
Tabel 6. Data Jumlah Peternak dan Ternak pada Tiap Kelompok Peternak
Sumber : Data Kelompok Peternak, 2012
Rata-rata jumlah kepemilikan ternak 2-3 ekor sapi perah yang merupakan
usahaternak sapi perah rakyat. Populasi ternak di Desa Haurngombong mengalami
peningkatan dan perkembangan setelah adanya program pemerintah yang
memberikan sapi kepada masyarakat dengan sistem bantuan, dimana apabila sapi
yang dipelihara menghasilkan pedet dan susu maka seluruhnya menjadi hak
peternak/pemelihara, sedangkan jika sapi bantuan dijual maka sebagian hasil
penjualan harus dikembalikan kepada pemerintah. Pemberian bantuan sapi
tersebut juga terdapat pihak pengawas baik dari pemerintah pusat yang bekerja
sama dengan pemerintah desa dan kelompok ternak setempat untuk melakukan
pengawasan dan evaluasi.
Perkembangan usahaternak sapi perah di Desa Haurngombong tidak
terlepas dari daya dukung sumberdaya untuk pakan hijauan/rumput ternak yang
tersedia cukup melimpah, baik dari kebun milik warga maupun kebun “carik
desa” yang merupakan kebun dengan lahan milik pemerintah desa yang
dimanfaatkan warga untuk berkebun dengan sistem bagi hasil ataupun dibiarkan
ditumbuhi rumput untuk memenuhi kebutuhan pakan ternak.
5.1.3 Perkembangan dan Pengelolaan Biogas di Desa Haurngombong
Potensi limbah kotoran ternak yang melimpah serta naiknya harga BBM,
menimbulkan inisiatif kepala Desa Haurngombong Bapak Adang untuk
melakukan pemanfaatan kotoran ternak menjadi biogas. Pada tahun 2003
Kelompok Tani Ternak Jumlah Peternak
(orang)
Jumlah Ternak
(ekor)
Wargi Saluyu 135 400
Harapan Jaya 48 223
Harapan Sawargi 25 80
Jumlah 208 703
41
diprakarsai oleh Bapak Komar ketua kelompok peternak Harapan Sawargi yang
membuat instalasi biogas dengan peralatan yang digunakan masih sangat
sederhana yaitu reaktor dan penampungan gas yang terbuat dari plastik, kompor
yang terbuat dari kaleng bekas serta selang plastik. Upaya pemanfaatan limbah
kotoran ternak menjadi biogas didukung oleh pemerintah desa sebagai salah satu
upaya untuk menjadikan Desa Haurngombong sebagai Desa Mandiri Energi.
Pada tahun 2004-2005 Desa Haurngombong bekerjasama dengan Fakultas
Peternakan Universitas Padjadjaran (UNPAD) dengan memberikan dukungan
teknologi biogas dan pembinaan warga. Pada Tahun 2008 konstruksi biogas
plastik berkembang menjadi konstruksi yang terbuat dari fiber, namun tempat
penampungan gas masih terbuat dari plastik. Pada tahun 2010 Bapak Mamat
selaku ketua kelompok peternak Harapan Jaya bekerjasama dengan SIPOS
(Belanda). Pada Oktober 2010 bantuan dalam rangka promosi reaktor biogas
konstruksi beton skala Rumahtangga dengan kapasitas reaktor 6 m3 dibangun.
Perbedaan konstruksi ketiga instalasi biogas pada Tabel 7.
Tabel 7. Perbedaan Konstruksi Reaktor Biogas Di Desa Haurngombong
Jenis
Konstruksi
Reaktor
Tempat
Penampung Gas
Alat Bantu Pipa Saluran
Plastik Plastik Alat kendali gas
(blower)
Selang plastik
Fiber Plastik Blower Selang plastik- pipa
paralon
Beton Tanpa alat penampung Keran pengatur gas Pipa parlon
Sumber : Data Primer, 2012
Desa Haurngombong merupakan salah satu Desa Mandiri Energi (DME)
dengan energi non-BBM. Desa mandiri energi di Indonesia sendiri ada dua jenis,
yaitu DME yang menggunakan energi non-BBM dan DME yang menggunakan
energi nabati atau biofuel.
42
Berdasarkan surat keputusan Kepala Desa Haurngombong Nomor
141/05/SK/DS/2007 tentang disahkannya Desa Haurngombong sebagai salah satu
desa mandiri energi (DME). Tujuan dari pelaksanaan program DME di Desa
Haurngombong ini adalah meningkatkan ketersediaan energi alternatif berbasis
biogas sapi perah bagi peternak sapi perah serta anggota masyarakat lainnya di
sentra peternakan sapi perah. DME Haurngombong sangat sesuai untuk
pengembangan energi alternatif biogas dikarenakan mayoritas penduduk Desa
Haurngombong adalah peternak.
Berdasarkan SK Kepala Desa Haurngombong nomor 141/05/SK/DS/2007,
tertanggal 7 Oktober 2007, maka dibentuklah panitia pembangunan instalasi
biogas Desa Haurngombong Kecamatan Pamulihan Kabupaten Sumedang.
Struktur kepanitiaan ini terdiri dari ketua, sekretaris, bendahara, tim teknis dan
tenaga kerja. Hasil akhir yang diharapkan dari program DME Haurngombong
adalah terpasangnya instalasi biogas dengan optimal yang digunakan oleh
keluarga peternak maupun non-peternak. Manfaat yang diharapkan adalah
peningkatan jumlah instalasi biogas yang ada akan memberikan kontribusi nyata
bagi penghematan energi bahan bakar minyak dan kayu bakar sehingga
mengurangi pengeluaran rumahtangga, dan dapat meningkatkan kesejahteraan
keluarga dan masyarakat. Desa Haurngombong juga menjalin kerjasama dengan
pihak luar dalam mengembangkan program biogas di desa tersebut, antara lain
kerjasama antara Desa Haurngombong dengan Pemerintah melalui Dinas
Pertambangan Energi Sumberdaya Mineral baik Pusat, Provinsi maupun
Kabupaten, Fakultas Peternakan UNPAD serta Yayasan Cahaya Keluarga (YCK)
43
yang bekerja sama dengan PT. PLN Persero, ITENAS dan lembaga-lembaga
swadaya masyarakat bidang pengembangan Energi Alternatif (Tabel 8).
Tabel 8. Perkembangan Biogas di Desa Haurngombong
Tahun Keterangan Gambar
2003 Biogas dengan rektor yang
terbuat dari plastik
2004-2005 kerjasama dengan pihak UNPAD melalui penelitian, pembinaan dan
pengawasan instalasi biogas
2007 Desa Haurngombong Dijadikan Desa Mandiri Energi
2008 instalasi biogas terbuat dari fiber
umur teknis 5 tahun
menggunakan blower dan
plastik penampung gas
2010 instalasi biogas biru (beton)
umur teknis 10 tahun
tanpa blower dan plastik tempat
menampung gas.
2011 instalasi biogas beton bantuan
pemerintah
umur teknis 10 tahun
tanpa blower dan plastik tempat
menampung gas.
Sumber: Data Primer (diolah), 2012
44
Pemanfaatan kotoran sapi menjadi biogas di Desa Haurngombong ini
dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama ialah peternak yang memiliki
1-2 ekor sapi. Kelompok kedua ialah peternak yang memiliki lebih dari dua ekor
sapi. Pada kelompok pertama, peternak dapat menggunakan biogas bersama
keluarga non-peternak di dekat rumahnya 1-2 KK dengan kapasitas reaktor 6 m3.
Pada kelompok peternak kedua peternak dapat memanfaatkan biogas bersama
rumahtangga nonpeternak sekitar 4-7 KK di dekat lokasi usahaternak/instalasi
biogas dengan kapasitas reaktor 40 m3. Pendistribusian biogas dihubungkan
dengan pipa paralon ke kompor biogas pada tiap rumah. Penggunaan biogas non
peternak dengan sistem pembagian kerja secara bergiliran dalam pengisian bahan
baku atau secara bergotong royong. Pengguna biogas baik peternak maupun non
peternak dikenakan biaya iuran sebesar Rp 10.000/bulan untuk biaya perawatan
dan lainnya yang dikelola oleh kelompok peternak. Limbah sisa biogas dapat
digunakan sebagai pupuk organik. Pengelolaan dan Pengawasan instalasi biogas
dilakukan secara berkala setiap tiga bulan sekali (Gambar 4).
Gambar 4. Skema Pengelolaan dan Pengawasan Instalasi Biogas Program
DME
Pengelola
Program DME
Peternak dengan
1-2 ekor sapi
Kelompok Peternak
Peternak dengan
>2 ekor sapi
Non Peternak Instalasi Biogas
45
Kondisi perkembangan usahaternak dalam pemanfaatan limbah ternak sapi
perah menjadi biogas sebagai energi alternatif terbarukan pengganti minyak tanah,
gas elpiji, dan tenaga listrik semakin meningkat dari tahun ke tahun. Total
peternak pengguna biogas di Desa Haurngombong sebanyak 135 peternak (65%)
di Desa Haurngombong. Jumlah pengguna biogas terbanyak yaitu 73 peternak
(53%) berada pada kelompok Wargi Saluyu dikarenakan merupakan kelompok
dengan jumlah peternak terbanyak jika dibandingkan dengan kelompok yang lain.
Jumlah peternak pengguna biogas pada masing-masing kelompok
sebanyak 42 peternak (31%) Harapan Jaya dan 22 peternak (16%) kelompok
Harapan Sawargi. Program Desa Mandiri Energi di Desa Haurngombong telah
berhasil mengajak 115 keluarga non peternak untuk menggunakan biogas atau
sebesar 46% dari total pengguna biogas, sedangkan 71 peternak (34%) tidak
menggunakan biogas (Tabel 9). Hal ini dikarenakan sebagian peternak masih
memiliki persepsi penggunaan biogas yang tidak praktis, sebagian responden
merupakan peternak yang mengalami kerusakan pada instalasi biogas berupa
kebocoran dan rapuh dengan instalasi jenis plastik dan fiber, namun tidak adanya
upaya perbaikan, serta kerusakan pada komponen lainnya seperti kompor biogas,
blower (alat kendali gas), pipa paralon, dan lainnya.
Tabel 9. Data Jumlah Pengguna Biogas di Desa Haurngombong
Keterangan Kelompok Peternak
Wargi
Saluyu
Harapan
Jaya
Harapan
Sawargi
Jumlah
Pengguna Biogas
a. Peternak 73 42 22 137
b. Non Peternak 76 18 20 115
Jumlah Pengguna Biogas 149 60 42 251
Peternak Non Biogas 62 6 3 71
Sumber : Data Kelompok Ternak, 2012
46
5.1.4 Proses Produksi Biogas
Satu unit instalasi biogas terdiri dari tiga bagian, yaitu tabung penampung
bahan baku (inlet), tabung pemroses/reaktor (digester), dan tabung penampung
sisa hasil pemrosesan atau limbah biogas (outlet). Tabung digester merupakan
bagian paling utama karena merupakan tempat terjadinya proses fermentasi
bakteri anaerob yang kedap udara. Ketiga bagian tersebut dihubungkan dan
ditempatkan pada posisi tertentu dimana posisi inlet lebih tinggi dibanding posisi
digester dan posisi outlet lebih rendah dari digester untuk mempermudah
pengeluaran limbah biogas. sehingga menjadi satu rangkaian atau satu unit
instalasi biogas. Tahapan proses produksi biogas meliputi :
1. Tahap penampungan, pengenceran, pengadukan dan pemasukan bahan baku.
Bahan baku kotoran ternak dimasukkan ke dalam inlet kemudian diencerkan
dengan menambahkan air hingga perbandingan antara bahan padat dan cair
1:1, selanjutnya dilakukan pengadukan hingga merata (homogen) serta
menyingkirkan bahan-bahan yang diperkirakan mengganggu proses seperti
kayu, batu, logam dan lain-lain, kemudian bahan tersebut dimasukan ke
dalam tabung digester.
2. Tahap pemrosesan, pengambilan dan pemanfaatan biogas.
Pada saat pengisian pertama kali (perdana) pemasukkan bahan baku ke dalam
digester sampai penuh, gas pertama akan dihasilkan dengan membutuhkan
waktu 4-15 hari. Setelah proses tersebut pengisisan bahan baku secara rutin
dua hari sekali dengan jumlah sekitar dua ember kotoran ternak atau
tergantung kapasitas reaktor biogas. Gas yang dihasilkan di salurkan melalui
pipa paralon yang langsung terhubung pada kompor biogas, Genset biogas,
47
serta alat pemotong rumput dengan penggerak biogas (telah dimodifikasi).
Genset biogas tersebut merupakan bantuan yang diberikan oleh PT. PLN dan
Yayasan Cahaya Keluarga (YKC), sehingga penggunaanya masih terbatas
pada peternak tertentu dikarenakan masih dalam proses penelitian.
Penggunaan Genset ini biasanya pada saat listrik mengalami pemadaman.
3. Tahap pengambilan Limbah biogas diperoleh dari melubernya kotoran yang
bercampur air seperti lumpur dari outlet ketika proses pemasukan bahan baku.
Sisa bahan yang diambil merupakan sisa dari limbah yang telah diambil
gasnya oleh bakteri metan atau bakteri biogas, bentuknya seperti lumpur atau
disebut slurry. Sisa bahan ini masih mempunyai kandungan Nitrogen yang
tinggi sehingga baik dijadikan pupuk (Gambar 5).
Limbah biogas dimanfaatkan sebagai pupuk organik lahan pertanian di
sekitarnya dengan cara dialirkan begitu saja ke lahan atau dalam bentuk kering
dijual ke “Rumah Pupuk” yang terdapat di Desa Haurngombong namun kapasitas
daya tampung yang masih terbatas sedangkan potensi limbah biogas yang cukup
banyak. Limbah biogas tersebut dibagi menjadi dua bagian limbah cair dan padat,
limbah cair ini berpotensi untuk pembuatan pupuk cair namun masih pada tahap
penelitian yang dilakukan oleh kelompok ternak Wargi Saluyu.
48
Gambar 5. Alur Proses Pembuatan Biogas
48
49
5.2 Karakteristik Umum Responden
Karakteristik umum responden di Desa Haurngombong diperoleh secara
purpossive sampling yang dilakukan terhadap 93 responden yang terdiri dari 59
responden peternak sapi perah dan 34 responden rumahtangga pengguna biogas di
kawasan tersebut. Karakteristik responden ini dilihat dari variabel yang meliputi
jenis kelamin dan usia, pendidikan formal, jumlah tanggungan keluarga, lama
berusahaternak, jumlah ternak, jenis usahaternak, dan status kepemilikan ternak.
5.2.1 Jenis Kelamin dan Usia
Responden sebagian besar berjenis kelamin laki-laki sebanyak 70
responden (75%) dan 23 responden (25%) perempuan. Responden memiliki
tingkat usia yang bervariasi yaitu dari usia 30 tahun hingga 70 tahun. Usia
responden sebagian besar pada kisaran 46-55 tahun sebanyak 47% yang
merupakan usia non-produktif (Tabel 10). Sebagian besar responden merupakan
laki-laki dengan kisaran usia yang non-produktif menunjukan bahwa pekerjaan
sebagai peternak merupakan pekerjaan yang tergolong berat bagi perempuan,
serta kisaran usia responden menunjukan bahwa usahaternak dapat dijalankan
oleh pekerja non-produktif.
Tabel 10. Jenis Kelamin dan Usia Responden di Desa Haurngombong
Jenis Kelamin Jumlah Responden
(orang)
Persentase
(%)
Laki-laki 70 75
Perempuan 23 25
Usia (Tahun)
<35 7 8
35-45 23 25
46-55 47 50
56-65 12 13
>65 4 4 Sumber : Data Primer (diolah), 2012
50
5.2.2 Pendidikan Formal Responden
Tingkat pendidikan responden di Desa Haurngombong masih tergolong
rendah. Hal ini ditunjukkan oleh banyaknya responden yang memiliki pendidikan
terakhir pada tingkat Sekolah Dasar (SD) sebanyak 49 responden (53%) dan
responden yang tidak tamat SD sebanyak 4 orang (4%) serta 6 responden (7%)
tidak bersekolah. Jumlah responden yang tingkat pendidikan terakhir sampai di
Perguruan Tinggi (PT) hanya 2 orang (2%).
Tabel 11. Tingkat Pendidikan Responden di Desa Haurngombong
Tingkat Pendidikan Jumlah Responden
(orang)
Persentase
(%)
Tidak Sekolah 6 7
Tidak Tamat SD 4 4
SD/Sederajat 49 53
SLTP/Sederajat 19 20
SLTA/Sederajat 13 14
Perguruan Tinggi 2 2 Sumber : Data Primer (diolah), 2012
5.2.3 Jumlah Tanggungan Keluarga
Salah satu karakteristik responden adalah jumlah tanggungan keluarga
yang ditentukkan dari jumlah anggota Rumah Tangga yang terdiri dari istri, anak
dan anggota keluarga lainnya yang tinggal bersama di dalam satu rumah.
Berdasarkan data hasil kuesioner penelitian, responden memiliki jumlah
tanggungan keluarga berkisar antara 1-8 orang, Responden yang memiliki jumlah
tanggungan 1-2 orang sebanyak 26 responden (28%). Responden yang memiliki
jumlah tanggungan sebanyak 3-5 orang sebanyak 48 responden (52%) dan sisanya
sebanyak 19 responden (20%) responden memiliki tanggungan lebih dari 5 orang
(Tabel 12). Hal ini menunjukan kondisi rumahtangga responden dengan beban
pembiayaan kehidupan sehari-hari yang cukup tinggi jika dibandingkan dengan
pendapatan usahaternak rakyat yang diperoleh.
51
Tabel 12. Jumlah Tanggungan Keluarga Responden
Jumlah Tanggungan
(orang)
Jumlah Responden
(orang)
Persentase (%)
<3 26 28
3-5 48 52
>5 19 20
Sumber : Data Primer (diolah), 2012
5.2.4 Status Kepemilikan Ternak
Responden umumnya memiliki ternak dengan status kepemilikan ternak
bantuan pemerintah sebanyak 35 responden (57%), dan dengan status
kepemilikan sendiri sebanyak 15 responden (25%) serta 11 peternak (18%)
memelihara ternak dengan kepemilikan gabungan (sistem maro) dimana biaya dan
penerimaan usahaternak dibagi dua atau dengan kesepakatan tertentu antara
pemilik dan peternak pemelihara (Tabel 13). Banyaknya status kepemilikan ternak
bantuan pemerintah dikarenakan Desa Haurngombong mengikuti berbagai
perlombaan dimana pencapaian prestasi dihadiahi bantuan sejumlah ternak.
Prestasi yang diraih Desa Haurngombong antara lain: Kelompok ternak
Wargi Saluyu dengan kategori juara 2 Agrobisnis sapi perah tingkat Jawa Barat
tahun 2010. Hadiah yang diperoleh berupa bantuan biogas, sapi perah PPKIM
2008 sejumlah 23 ekor, tahun 2011 APBD 1 sebanyak 32 ekor dara bunting, 2)
Kelompok Harapan jaya dengan kategori juara 1 Argobisnis tingkat Jawa Barat
pada tahun 2011. Bantuan yang diterima yaitu Biogas, sapi perah PPKIPM
sebanyak 55 ekor pada tahun 2007, dan menerima sapi BML (APBM) sebanyak
32 ekor. 3) Kelompok Harapan Sawargi dengan kategori juara 1 Agrobisnis sapi
perah tingkat Jawa Barat pada tahun 2001/2002 yang diadakan oleh pemerintah
Jepang. Bantuan yang diterima diantaranya biogas, sapi perah APBD 1 sebanyak
52
40 ekor pada tahun 2002. Kemudian mendapatkan bantuan dari Yayasan Cahaya
Keluarga(YCK) yang bekerja sama dengan PLN.
Tabel 13. Status Kepemilikan Ternak Responden
Status Kepemilikan Ternak Jumlah Responden
(orang)
Persentase
(%)
Milik sendiri 15 25
Gabungan dengan
perorangan (sistem “maro”) 11 18
Bantuan Pemerintah 35 57 Sumber : Data Primer (diolah), 2012
5.2.5 Lama Responden Berusahaternak
Responden umumnya telah berternak dalam kurun waktu yang relatif
lama. Lama berusahaternak responden mengindikasikan pengalaman peternak
dalam menjalankan usahaternaknya. Responden yang berternak kurang dari 10
tahun sebanyak 27 peternak (44%) dikarenakan banyak peternak yang
berusahaternak setelah berkembangnya program DME pada tahun 2007,
sedangkan responden yang lama berternak antara 10-20 tahun sebanyak 12
peternak (20%), lama berternak 20-30 tahun sebanyak 16 peternak (26%), dan
sisanya sebanyak 6 peternak (10%) telah bertani lebih dari 30 tahun (Tabel 14).
Tabel 14. Lama Berusahaternak Responden
Pengalaman Beternak
(tahun)
Jumlah responden (orang) Persentase (%)
<10 27 44
10-20 12 20
21-30 16 26
>30 6 10
Sumber :Data Primer (diolah), 2012
5.2.6 Jumlah Ternak Responden
Struktur populasi ternak mempengaruhi produksi susu yang dihasilkan
serta jumlah pakan yang diberikan. Oleh karena itu, struktur ternak untuk
pendapatan hasil perah (susu) dibedakan berdasarkan jumlah sapi yang laktasi,
53
namun berdasarkan data responden rata-rata memiliki sapi induk (termasuk induk
laktasi) kurang dari 5 ekor yang merupakan usahaternak rakyat .
Tabel 15. Jumlah Ternak Responden
Jumlah Ternak
(ekor)
Jumlah Responden
(orang)
Persentase
(%)
Tidak Punya 32 34
1-2 18 19
>2 44 47 Sumber : Data Primer (diolah), 2012
Karakteristik responden di Desa Haurngombong adalah homogen. Hal ini
terlihat dari tingkat pendidikan yang mayoritas rendah, Mayoritas pria dengan
tingkat usia non produktif dengan jumlah tanggungan lebih dari 2 orang, Selain
itu terlihat dari struktur kepemilikan ternak yang mayoritas merupakan bantuan
dari program pemerintah. Hal ini menunjukka bahwa status sosial antar responden
juga homogen, sehingga dapat mempengaruhi dalam pengambilan keputusan
dalam pemanfaatan limbah kotoran ternak. Jenis peternak responden digolongkan
ke dalam 2 jenis usahaternak yaitu peternak biogas dan non biogas dimana usaha
ternak biogas dengan skala biogas individu 1-2 KK (6 m3) atau komunal (40 m
3 ).
54
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN
6.1 Persepsi Responden Terhadap Pemanfaatan Limbah Ternak Sapi
Perah
Populasi ternak di Desa Haurngombong yang tinggi menyebabkan jumlah
limbah kotoran ternak yang dihasilkan semakin banyak pula. Potensi limbah yang
cukup tersedia baru dimanfaatkan hanya untuk kebutuhan pupuk organik lahan
pertanian di sekitar kandang. Jumlah yang dipergunakan untuk kebutuhan lahan
pertanian tersebut lebih sedikit dari jumlah kotoran ternak yang dihasilkan setiap
harinya. Hal tersebut menumbuhkan inisiatif peternak untuk mengatasinya
melalui pemanfaatan limbah ternak yang tidak hanya diolah menjadi pupuk
organik namun juga dijadikan biogas sebagai energi alternatif pengganti kayu
bakar, minyak tanah, gas elpiji, sekam, serta digunakan untuk penerangan dan
penggerak alat pemotong rumput. Jumlah peternak di Desa Haurngombong
sebanyak 208 peternak dan peneliti mengambil responden sebanyak 93 responden
yang terdiri dari 59 peternak dan 34 rumah tangga pengguna biogas non peternak.
Persepsi responden peternak dan non peternak mengenai pemanfaatan limbah
ternak merupakan langkah awal untuk mengidentifikasi ada tidaknya dampak
ekonomi, sosial dan lingkungan yang ditimbulkan dari usahaternak biogas dan
non biogas.
Sebanyak 93 responden (100%) menganggap pemanfaatan limbah ternak
itu penting. Hal ini terlihat dari sebagian besar alasan responden yang menyatakan
adanya dampak positif dari kegiatan pemanfaatan yang dilakukan baik menjadi
pupuk, biogas dan lain-lain, dari pada limbah kotoran ternak tidak dimanfaatkan
dan terbuang begitu saja. Berdasarkan pernyataan responden sekitar 75 responden
55
(80%) hanya mengetahui jenis pemanfaatan limbah kotoran sapi menjadi pupuk
dan biogas saja, sedangkan sisanya sebanyak 23 Responden (20%) memiliki
pengetahuan mengenai jenis-jenis pemanfaatan limbah ternak lainnya seperti
media cacing tanah dan energi listrik biogas, namun belum dapat diaplikasikan
dikarenakan faktor daya dukung yang kurang menunjang (Tabel 16).
Tabel 16. Persepsi Responden terhadap Pemanfaatan Limbah
No. Pertanyaan
Peternak
Biogas
(%)
Peternak
Non
Biogas
(%)
Rumah
tangga
pengguna
biogas (%)
Total
(%)
1. Biogas tidak hanya dapat dihasilkan
oleh kotoran sapi saja, seperti :
kotoran ayam, sampah, dll
100 78 63 80
2. pemanfaatan limbah itu penting untuk
dilakukan 100 100 100 100
3. Pemanfaatan kotoran sapi menjadi
biogas dapat mengurangi bau dari
kotoran sapi
100 80 90 90
4. biogas dapat digunakan untuk
memasak 100 100 100 100
5. biogas dapat digunakan untuk
menghasilkan energi listrik dll 100 93 75 89
6. Limbah sisa biogas dapat dijadikan
pupuk 100 100 86 95
7. Energi biogas dapat mengurangi
ketergantungan terhadap penggunaan
bahan bakar minyak tanah, elpiji, dan
kayu bakar
100 100 100 100
8. penggunaan biogas dapat menghemat
pengeluaran energi 100 70 65 78
9. penggunaan biogas memiliki
kekurangan seperti meninggalkan
jelaga pada alat memasak, cara
menghidupkan api yang kurang
praktis
90 65 85 80
10. Api yang dihasilkan biogas tidak
berbau (seperti penggunaan elpiji) 97 80 70 82
11. perawatan instalasi biogas praktis,
mudah dan tidak berbahaya 90 84 60 78
12. iuran biogas tergolong murah dan
terjangkau 100 75 100 92
13. Apabila terdapat kredit pembangunan
instalasi biogas bersediakah untuk
menggunakan jasa tersebut
0 0 0 0
Sumber: Data Primer (diolah), 2012
56
6.1.1 Persepsi Responden Mengenai Biogas
Pengetahuan responden mengenai biogas didasarkan pada penggunaan
biogas di Desa Haurngombong yang umumnya berasal dari kotoran sapi, sehingga
sebagian besar 80% responden menganggap bahwa biogas hanya dapat dihasilkan
dari kotoran sapi. Sebanyak 100% responden mengetahui mengenai pemanfaatan
limbah kotoran ternak menjadi pupuk dan biogas namun 13 orang (14%)
responden mengetahui bahwa biogas dapat dimanfaatkan sebagai energi listrik.
Hal ini dikarenakan pemanfaatan biogas menjadi sumber energi listrik masih
belum diterapkan pada seluruh pengguna biogas atau masih dalam proses
penelitian pada instalasi biogas percontohan yang terdapat di Desa
Haurngombong. Sebanyak 18 responden peternak non biogas (67%) pada
awalnya merupakan pengguna biogas, rendahnya pemahaman akan perawatan,
operasional dan perbaikan kerusakan menyebabkan peternak tidak
memanfaatkanya kembali.
Kondisi perkembangan pemanfaatan limbah kotoran sapi perah menjadi
biogas dapat meningkatkan keswadayaan dan kesadaran masyarakat ke arah
perubahan yang positif. Instalasi biogas pada awalnya merupakan inovasi dengan
alat, sarana dan prasarana yang sangat sederhana namun membutuhkan perawatan
yang tinggi dan peralatan yang mudah rusak. Instalasi tersebut dikenal dengan
instalasi biogas plastik yaitu reaktor biogas yang terbuat dari plastik. Seiring
dengan perkembangan teknologi, saat ini instalasi biogas terbuat dari fiber dan
beton dengan peralatan pendukung yang lebih maju.
Pemanfaatan limbah kotoran ternak sapi perah di Desa Haurngombong
sudah dikenal oleh seluruh masyarakat desa, hal ini ditunjukan seluruh responden
57
(100%) menyatakan bahwa biogas merupakan program yang murah, mudah dan
ramah lingkungan. Kondisi pemanfaatan limbah ternak menjadi biogas terus
dilaksanakan dan tumbuh berkembang dengan teknologi yang lebih maju.
Tingkat penguasaan pengetahuan dan praktek operasional responden
peternak lebih menguasai dibandingkan dengan responden non peternak, hal ini
disebabkan karena responden non peternak sebagian besar bukan merupakan
anggota kelompok sehingga kurangnya pengetahuan mengenai informasi seputar
usahaternak dan pemanfaatan limbahnya. Pengorganisasian peternak di Desa
Haurngombong tergolong sangat baik, hal ini terlihat dari pelaksanaan kegiatan
yang dilaksanakan secara terpadu dengan pemusatan penyebaran informasi pada
tiga kelompok tani ternak dan dikoordinir oleh pemerintah desa.
Frekuensi kegiatan pembangunan sarana dan prasarana, pembinaan dan
sosialisasi dilaksanakan secara rutin di kelompok-kelompok tani ternak, dan
dilaksanakan secara berkala untuk kegiatan di tingkat kecamatan, ternyata masih
terdapat kesalahan pelaksanaan di lapangan dalam hal pengoperasian instalasi
biogas. Sebanyak 2 responden (2%) yang merupakan peternak biogas melakukan
pengisian yang terlalu sering sehingga gas yang dihasilkan tidak optimum. Oleh
karena itu, masih perlu diadakan penyuluhan atau sosialisasi terhadap masyarakat
dengan program intensif tepat sasaran bagi peternak dan masyarakat.
6.1.2 Persepsi Responden terhadap Manfaat Ekonomi Biogas
Manfaat atau keuntungan yang diperoleh dari kegiatan pemanfaatan
limbah ternak yang dirasakan oleh responden baik peternak maupun non peternak
antara lain: adanya penurunan tingkat ketergantungan penggunaan energi bahan
bakar untuk memasak terhadap energi minyak tanah yang harganya mahal, Gas
58
elpiji, dan kayu bakar. Manfaat Ekonomi yang terasa oleh responden adalah
adanya pengurangan pengeluaran akan energi baik LPG maupun kayu bakar.
Sebanyak 31 responden (91,2%) pengguna biogas yang merupakan non peternak
merasakan manfaat baik dari biogas yang diperoleh serta kondisi kebersihan dan
kesehatan lingkungan mengalami perbaikan. Dampak terhadap perekonomian
masyarakat sekitar yaitu, alokasi untuk biaya pembelian bahan bakar baik untuk
kayu bakar, minyak tanah, gas elpiji, sekam dapat digunakan masyarakat untuk
mendukung kegiatan ekonomi produktif, kesehatan, dan biaya pendidikan.
Kegiatan ekonomi produktif tersebut antara lain: tumbuhnya agroindustri
berbahan baku susu seperti karamel, kerupuk susu, susu pasteurisasi, tahu susu,
serta aneka olahan berbahan baku khas kawasan tersebut seperti dodol ubi
cilembu dan ubi bakar cilembu. Salah satu keberhasilan yang berdampak terhadap
pendapatan dan peningkatan ekonomi masyarakat adalah berkembangnya unit
pengolahan pupuk organik (rumah pupuk) dan bekerjasama baik produksi,
teknologi maupun pemasaranya dengan suatu perusahaan atau pihak pemerintah,
namun kebutuhan pupuk organik untuk petani di wilayah desa tetap tercukupi.
6.2 Identifikasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Peternak
untuk Memanfaatkan Limbah Ternak Menjadi Biogas
Perubahan kondisi lingkungan disebabkan oleh meningkatnya jumlah
limbah kotoran ternak berpengaruh besar terhadap kondisi lingkungan sekitar
usahaternak. Dampak dari melimpahnya kotoran ternak menimbulkan inisiatif
dalam pemanfaatan limbah ternak sapi perah menjadi biogas. Berbagai macam
tindakan dilakukan peternak dalam penanganan limbah untuk mengurangi
pencemaran sedangkan responden non peternak merasa terganggu dengan adanya
59
eksternalitas yang diakibatkan oleh limbah ternak yang menumpuk. Selain faktor
pemerintah dan teknologi, terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi peternak
dalam penggambilan keputusan menggunakan biogas. Peternak responden di
Desa Haurngombong melakukan penanganan limbah ternak dengan cara
memanfaatkanya menjadi pupuk dan biogas, walaupun terdapat beberapa peternak
yang masih belum melakukan pemanfaatan limbah.
Pemanfaatan limbah ternak tersebut dapat meningkatkan kualitas
lingkungan sekitar dan mengurangi pengeluaran energi untuk memasak serta
dapat meningkatkan pendapatan peternak, sehingga apabila semakin banyak
peternak yang melakukan pemanfaatan limbah ternak dapat diprediksi peternak
akan mendapat keuntungan dari manfaat yang diperoleh. Faktor-faktor yang
diduga mempengaruhi keputusan peternak dalam memanfaatkan limbah kotoran
ternak menjadi biogas adalah sebagai berikut: jenis kelamin, usia, tingkat
pedidikan formal, lama berusahaternak, jumlah tanggungan keluarga, jumlah
ternak, dan pemahaman peternak mengenai biogas. Sub-sub bab ini akan
mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan peternak untuk
memanfaatkan limbah ternak menjadi biogas dari faktor internal dan eksternal
peternak.
Faktor-faktor yang diduga berpengaruh terhadap pengambilan keputusan
peternak dianalisis menggunakan model regresi logistik. Variabel independen
yang menjadi faktor-faktor yang diduga berpengaruh adalah jenis kelamin (X1),
umur (X2), tingkat pendidikan formal (X3), jumlah tanggungan keluarga (X4),
lama berusahaternak (X5), keikutsertaan kelompok ternak (X6), jumlah ternak
(X7), dan pemahaman mengenai biogas (X8). Variabel dependen dalam model ini
60
adalah keputusan peternak untuk melakukan pemanfaatan limbah ternak menjadi
biogas yang bernilai ”satu” dan keputusan peternak untuk tidak melakukan
pemanfaatan limbah ternak menjadi biogas yang bernilai ”nol”. Pengolahan model
regresi logistik menggunakan program SPSS Statistics 17.
Tabel 17. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keputusan Peternak dalam
Melakukan Pemanfaatan Limbah Ternak menjadi Biogas dengan
Model Regressi Logistik
Variabel Coeficie
nt
Signifik
an
Exponen
(B)
Keterangan
Constant -10,23 0,17 8,304E-09 -
Jenis Kelamin -8,38 0,08 4351,414 Berpengaruh nyata *
Umur -0,24 0,27 0,789 Tidak berpengaruh
nyata
Tingkat Pendidikan -0,76 0,49 0,468 Tidak berpengaruh
nyata
Jumlah
Tanggungan
1,03 0,31 2,791 Tidak berpengaruh
nyata
Lama
Berusahaternak 0,41 0,11 1,506
Berpengaruh nyata
**
Keikutsertaan
Kelompok peternak -1,66 0,68 0,190
Tidak berpengaruh
nyata
Jumlah Ternak -0,42 0,88 0,658 Tidak berpengaruh
nyata
Tingkat
Pengetahuan
Biogas
5,53 0,09 251,185 Berpengaruh nyata *
Sumber : Data Primer (diolah), 2012
Keterangan : * nyata pada taraf α = 10%
**nyata pada taraf α = 15%
Model Signifikan pada taraf kepercayaan 95%
Pengujian keseluruhan model logit untuk menyatakan model logit dapat
menjelaskan keseluruhan atau memprediksi pilihan individu pengamatan dapat
menggunakan uji G, dengan membandingkan nilai G dan nili Khi-Kuadrat tabel
dengan derajat bebas k-1. Dalam Penelitian ini analisis regresi logistik
menggunakan program SPSS 17.0. Pengujian model logit dapat dilihat dari nilai P
-2 Log likelihood Cox & Snell R Square Nagelkerke R Square
14,296a 0,680 0,909
61
yang menjelaskan keputusan peternak untuk melakukan pemanfaatan Biogas jika
nilai P yang dihasilkan kurang dari taraf nyata yang digunakan. Hasil output
dengan menggunakan program SPSS Statistics 17.0 menunjukan nilai Log-
Likehood sebesar -14,296 yang menghasilkan nilai G sebesar 68,281 dengan nilai
P yaitu 0,000. Nilai P yang dihasilkan berada di bawah taraf nyata lima persen (α=
5%), maka dapat disimpulkan bahwa model logistik secara keseluruhan dapat
menjelaskan atau memprediksi keputusan peternak dalam pemanfaatan Biogas.
Hasil olahan data menunjukan bahwa uji kebaikan model yang dilihat dari
nilai Cox and Snell Square sebesar 0,680, Nagelkerke R square sebesar 0,909 dan
Hosmer and Lemeshow Test sebesar 0,600, dimana nilai P ketiganya lebih besar
dibandingkan taraf nyata 5 persen. Maka dapat dijelaskan bahwa model regresi
logistik tersebut layak untuk digunakan. Model Regressi logistik yang diperoleh
dari model dapat dituliskan sebagai berikut :
Zi = –10,23 – 8,38 X1 – 0,24 X2 – 0,76 X3 + 1,03 X4 + 0,41 X5 – 1,66 X6 –
0,42 X7 + 5,53 X8
6.2.1 Variabel yang Signifikan
Ada tiga variabel yang signifikan dalam model regresi logistik ini, yaitu
variabel jenis kelamin (X1), lama berusahaternak (X5), dan tingkat pemahaman
peternak mengenai Biogas (X8). Variabel jenis kelamin (X1) memiliki nilai
signifikan secara statistik sebesar 0,08 berarti variabel jenis kelamin peternak
berpengaruh nyata terhadap peluang peternak dalam keputusan memanfaatkan
limbah ternak menjadi biogas pada taraf (α) 10%. Nilai Koefisien bertanda
negatif (-) dan Odds Ratio yang diperoleh sebesar 4.351,42 menunjukan bahwa
jika peternak berjenis kelamin perempuan (X1=0) akan menurunkan peluang
peternak dalam mengambil keputusan pemanfaatan biogas sebesar 4.351,42 kali
62
lebih rendah dibandingkan peluang peternak laki-laki untuk melakukan
pemanfaatan biogas, ceteris paribus. Hal ini menunjukan kecenderungan dalam
pemanfaatan limbah ternak menjadi biogas mayoritas dilakukan oleh peternak
laki-laki dikarenakan pekerjaan tersebut tergolong pekerjaan berat baik dalam
operasional maupun perawatan, walaupun beberapa peternak wanita di Desa
Haurngombong telah melakukan pemanfaatan limbah ternak menjadi biogas.
Variabel lama berusahaternak (X5) memiliki nilai signifikan sebesar 0,11
berarti lama berusahaternak berpengaruh nyata terhadap peluang peternak dalam
pengambilan keputusan pemanfaatan biogas pada taraf (α) 15 %, Ceteris Paribus.
Nilai koefisien bertanda positif (+) dan nilai Odds Ratio yang diperoleh sebesar
1,506 menunjukan bahwa tambahan 1 tahun lama berusahaternak akan
meningkatkan peluang pengambilan keputusan pemanfaatan biogas sebesar 1,506
kali dibandingkan peluangnya untuk tidak melakukan pemanfaatan biogas, ceteris
paribus. Hal tersebut menunjukan semakin lama responden berusahaternak maka
semakin banyak pula pengalaman peternak dalam menghadapi berbagai
permasalahan kegiatan usahaternak, salah satunya upaya penanganan limbah
kotoran ternak. Berdasarkan kondisi di desa Haurngombong lama berusahaternak
berpengaruh terhadap keputusan pemanfaatan biogas dikarenakan pemberian
bantuan instalasi biogas diprioritaskan bagi peternak yang sudah lama
berusahaternak dan merupakan pekerjaan pokok bagi peternak tersebut.
Variabel tingkat pemahaman mengenai biogas (X8) memiliki nilai
signifikan sebesar 0,09, berarti tingkat pemahaman peternak mengenai biogas
berpengaruh nyata terhadap pengambilan keputusan peternak dalam pemanfaatan
biogas pada taraf (α) 10%. Nilai koefisien bertanda positif (+) dan nilai Exp. (β)
63
atau Odds Ratio yang diperoleh sebesar 251,185 menunjukan bahwa tambahan
satu pemahaman peternak terhadap pengetahuan biogas akan meningkatkan
peluang peternak dalam pengambilan keputusan untuk pemanfaatan biogas
sebesar 251,185 kali lebih tinggi dibandingkan tidak melakukan pemanfaatan
biogas, ceteris paribus. Tingkat pengetahuan peternak mengenai biogas di Desa
Haurngombong terbilang cukup tinggi dikarenakan sosialisasi dan kegiatan
kelompok ternak yang dilakukan secara rutin secara berkala yang umumnya
dilaksanakan oleh kelompok ternak dan program sosialisasi dan penyuluhan yang
dilakukan oleh instansi baik pemerintah maupun swasta.
6.2.2 Variabel yang Tidak Signifikan
Variabel yang tidak signifikan berdasarkan hasil olahan data adalah
variabel umur (X2), tingkat pendidikan (X3), jumlah tanggungan keluarga (X4).
Keikutsertaan kelompok ternak (X6), dan jumlah ternak (X7). Variabel umur (X2)
tidak signifikan karena memiliki nilai signifikan sebesar 0,27 yang lebih besar
dibandingkan dengan taraf nyata lima persen, sehingga pengaruh umur dapat
diabaikan secara statistik. Kenyataan yang terjadi di lapangan bahwa bukan hanya
peternak yang berusia muda yang memanfaatkan biogas tetapi peternak yang
sudah berumur pun mampu mengelola biogas dengan baik.
Variabel Tingkat pendidikan (X3) tidak signifikan secara statistik karena
memiliki nilai signifikan sebesar 0,49 yang lebih besar dari taraf nyata lima
persen, sehingga pengaruh tingkat pendidikan dapat diabaikan secara statistik.
Berdasarkan kenyataan yang terjadi di lapangan bahwa tidak ada kecenderungan
tingkat pendidikan tertentu dalam pemanfaatan limbah ternak, di Desa
Haurngombong tidak hanya peternak yang memiliki tingkat pendidikan terakhir
64
SMA dan Perguruan Tinggi saja yang melakukan pemanfaatan limbah menjadi
biogas, tetapi sebagian besar peternak memiliki tingkat pendidikan terakhir SD.
Variabel jumlah tanggungan keluarga (X4) tidak signifikan secara statistik
karena memiliki nilai signifikan sebesar 0,31 yang lebih besar dibandingkan taraf
nyata lima persen, sehingga variabel jumlah tanggunagan dapat diabaikan secara
statistik. Peternak responden di Desa Haurngombong yang memiliki jumlah
tanggungan lebih banyak tidak mempengaruhi dalam pemanfaatan biogas
dikarenakan sebagian besar tanggunagn peternak masih pada usia sekolah
sehingga tidak dapat dijadikan tenaga kerja dalam keluarga yang dapat membantu
operasional pemanfaatan biogas.
Variabel keikutsertaan kelompok peternak (X6) dan jumlah ternak (X7)
tidak berpengaruh nyata dikarenakan nilai signifikan keduanya lebih dari taraf
lima persen,yakni 0,68 dan 0,88 sehingga kedua variabel tersebut dapat diabaikan
secara statistik. Keikutsertaan kelompok ternak belum berpengaruh nyata terhadap
keputusan peternak dalam pemanfaatan biogas dikarenakan sebagian besar
peternak non biogas merupakan anggota kelompok peternak. Variabel jumlah
ternak dapat diabaikan secara statistik dikarenakan instalasi biogas yang dibangun
merupakan sekala rumah tangga dan komunal sehingga peternak yang memiliki
jumlah ternak 1-2 ekor pun dapat dapat melakukan pemanfaatan limbah kotoran
ternak menjadi biogas.
6.3 Dampak Ekonomi Pemanfaatan Limbah Ternak
Pemanfaatan limbah ternak sapi perah di Desa haurngombong memberikan
dampak secara ekonomi bagi peternak dan non peternak di kawasan tersebut.
Berdasarkan persepsi responden bahwa manfaat dari pengelolaan limbah kotoran
65
ternak menjadi pupuk, biogas dan energi listrik berdampak ekonomi terhadap
pendapatan peternak dan penghematan pengeluaran energi bagi peternak dan non
peternak yang menggunakan biogas.
6.3.1 Analisis Dampak terhadap Pendapatan Usahaternak
Analisis pendapatan usahaternak berdasarkan pemanfaatan limbah ternak
sapi perah dalam penelitian ini, dibedakan atas dua jenis usahaternak yaitu
usahaternak biogas dan non biogas. Usahaternak biogas merupakan usahaternak
yang telah melakukan pemanfaatan limbah ternak menjadi pupuk dan biogas,
sedangkan usahaternak non biogas adalah usahaternak yang memanfaatkan
limbah ternak menjadi pupuk saja atau tidak melakukan pengolahan limbah.
Dalam penelitian ini dilakukan perbandingan komponen pendapatan antara kedua
jenis usahaternak tersebut antara lain: penerimaan, biaya dan analisis selisih
pendapatan.
6.3.1.1 Penerimaan Usahaternak Biogas dan Non biogas
Penerimaan usahaternak merupakan perkalian antara hasil produksi
dengan harga jual. Rata-rata peternak di Desa Haurngombong memiliki 1-3 ekor
induk sapi laktasi. Komponen penerimaan tunai pada usahaternak terdiri dari
hasil penjualan susu, pupuk, dan pedet. Produksi susu merupakan ukuran utama
dalam sistem produksi usaha peternakan sapi perah. Produksi susu harian
diperoleh dengan mengukur satu hari produksi (pagi dan sore hari). Produksi susu
dipengaruhi oleh periode tahapan laktasi sapi perah. Tahapan laktasi sapi perah
dibedakan menjadi 5 tahapan laktai (Tabel 18). Selama laktasi perubahan
produksi susu tidak tetap. Setelah beranak,produksi susu rendah kemudian
meningkat sampai mencapai puncaknya sekitar bulan kedua laktasi setelah itu
66
secara perlahan mengalami penurunan hingga tidak produksi lagi yang
dipengaruhi oleh kondisi tubuh sapi danperiode laktasi.
Tabel 18. Periode Laktasi Sapi Perah
Tahapan Laktasi Masa Laktasi (hari)
Awal Laktasi 1-30
Puncak Produksi 31-100
Pertengahan laktasi 101-200
Akhir laktasi 201-300
Periode Kering >300
Sumber: (PENSTATE, 2004) dalam (Sukandar dkk, 2008)
Menurut Syarief dan Sumoprastowo (1984) dalam Sukandar dkk (2008)
bahwa sapi-sapi yang dipelihara pada umur muda belum menunjukan produksi
yang tinggi, produksi susu semakin meningkat pada laktasi ke-4 dan kemudian
menurun pada periode laktasi berikutnya.
Rataan produksi susu di Desa Haurngombong pada usahaternak biogas
sebanyak 12,3 liter/hari dengan harga jual ke koperasi sebesar Rp 3.100/liter dan
Rp 1.000/kg untuk penjualan pupuk dijual ke rumah pupuk serta hasil penjualan
pedet. Rata-rata penerimaan tunai pada usahaternak biogas sebesar Rp
1.675.570/bulan.
Penerimaan non tunai merupakan penerimaan yang diperoleh peternak
dengan memasukan manfaat yang diperoleh dalam bentuk manfaat lain (non
tunai). Komponen penerimaan non tunai terdiri dari jumlah susu yang dikonsumsi
oleh keluarga yakni sebanyak 1,267 liter/hari dan pupuk yang digunakan untuk
pertanian milik sendiri atau tetangga sebanyak 17,97 kg/bulan serta penghematan
pengeluaran energi dari pemanfaatan biogas sebesar Rp 189.760/bulan.
Penerimaan non tunai usahaternak biogas sebesar Rp 325.561/bulan, maka
penerimaan usahaternak biogas Rp 2.001.131/bulan (Tabel 19).
67
Tabel 19. Rata-rata Penerimaan Usahaternak Biogas per bulan
Komponen Produksi Harga Nilai %
Penerimaan Tunai
Susu (liter) 369 3.100 1.143.900 57,16
Pupuk (kg) 21,67 1.000 21.670 1,08
Pedet (ekor) 0,17 3.000.000 510.000 25,49
Sub Total 1.675.570 83,73
Penerimaan Non Tunai
Susu (liter) 38,01 3.100 117.831 5,89
Pupuk (kg) 17,97 1.000 17.970 0,90
Biogas(ekor) 189.760 9,48
Sub Total 325.561 16,27
Total Penerimaan 2.001.131 100,00 Sumber : Data Primer (diolah), 2012
Penerimaan tunai usahaternak non biogas terdiri dari hasil penjualan susu
sebanyak 11,97 liter/hari dan pupuk sebanyak 8,07 kg/bulan dengan tingkat harga
yang sama, maka penerimaan tunai sebesar Rp 1.391.280/bulan. Penerimaan non
tunai terdiri dari konsumsi susu sebanyak 1,78 liter/hari dan penggunaan pupuk
20,07 kg/bulan. Jumlah penggunaan pupuk pada usahaternak non biogas lebih
banyak dikarenakan sebagian besar peternak memiliki lahan pertanian sawah atau
kebun. Penerimaan non tunai usahaternak non biogas sebesar Rp 185.610/bulan
maka total penerimaan sebesar Rp 1.576.890/bulan (Tabel 20). Nilai penerimaan
usahaternak biogas lebih tinggi dibandingkan penerimaan usahaternak non biogas
dikarenakan sebagian besar peternak non biogas bukan merupakan anggota
kelompok ternak sehingga kurangnya pengetahuan dan pemahaman akan
pemberian pakan yang mempengaruhi hasil produksi susu, pemanfaatan biogas
dan potensi penjualan pupuk dan pedet.
68
Tabel 20. Rata-rata Penerimaan Usahaternak Non Biogas per Bulan
Komponen Produksi Harga Nilai %
Penerimaan Tunai
Susu (liter) 359,10 3.100 1.113.210 71,27
Pupuk (kg) 8,07 1.000 8.070 0,52
Pedet (ekor) 0,09 3.000.000 270.000 17,12
Sub Total 1.391.280 88,23
Penerimaan Non Tunai
Susu (liter) 53,40 3.100 165.540 10,50
Pupuk (kg) 20,07 1.000 20.070 1,27
Biogas - 0,00
Sub Total 185.610 11,77
Total Penerimaan 1.576.890 100,00 Sumber : Data Primer (diolah), 2012
Analisis perbandingan penerimaan usahaternak biogas dan non biogas
dilihat dari selisih penerimaan yang diperoleh. Persentase selisih rata-rata yang
paling tinggi terdapat pada penerimaan non tunai sebesar selisih 42,95 % dimana
perbedaan keduanya cukup jauh (Tabel 21). Perbedaan tersebut dikarenakan pada
usahaternak biogas terdapat komponen penerimaan non tunai dari penggunaan
biogas yang dihitung berdasarkan penghematan penggunaan energi dalam satu
bulan.
Tabel 21. Persentase Selisih Penerimaan Usahaternak per Bulan
Keterangan Usahaternak
Biogas
Usahaternak
Non Biogas
Selisih %
Penerimaan Tunai 1.675.570 1.391.280 284.290 16,97
Penerimaan Non Tunai 325.561 185.610 139.951 42,99
Total Penerimaan 2.001.131 1.576.890 424.241 21,20 Sumber :Data Primer (diolah), 2012
6.3.1.2 Biaya Usahaternak Biogas dan Non Biogas
Biaya usahaternak merupakan nilai barang atau jasa yang digunakan
dalam kegiatan usahaternak untuk menghasilkan produk usahaternak. Berdasarkan
sifatnya, biaya usahaternak dalam penelitian ini dibedakan menjadi dua yaitu
biaya tunai (dibayarkan) dan biaya non tunai (tidak dibayarkan). Dalam penelitian
ini komponen biaya terdiri dari tujuh jenis pengeluaran yang masuk ke dalam
69
kategori biaya tunai, diantaranya adalah upah tenaga kerja luar keluarga (TKLK),
biaya konsentrat, rumput/hijauan, pakan tambahan, Inseminasi buatan (IB) dan
Kesehatan hewan (Keswan), biaya pengairan, dan iuran anggota. Biaya non tunai
terdiri atas biaya tenaga kerja dalam keluarga (TKDK) serta biaya penyusutan
kandang dan peralatan.
Rata-rata nilai biaya produksi diperoleh dari hasil kuesioner penelitian
terhadap biaya yang dikeluarkan usahaternak sapi perah di Desa Haurngombong
dalam kurun waktu satu bulan terakhir. Biaya produksi yang diperhitungkan
adalah semua pengeluaran untuk input yang dibeli, input tenaga kerja keluarga
dan non keluarga serta sumberdaya usahaternak berdasarkan opportunity cost dari
input yang digunakan.
a) Biaya Tenaga Kerja
Tenaga kerja adalah kelompok penduduk dalam usia kerja. Menurut
Soekartawi (2002), setiap usaha pertanian yang akan dilaksanakan pasti
memerlukan tenaga kerja oleh karena itu, dalam analisa ketenagakerjaan bidang
peternakan, penggunaan tenaga kerja dinyatakan oleh besarnya curahan tenaga
kerja. Curahan tenaga kerja yang dipakai adalah besarnya tenaga kerja efektif
yang dipakai. Tenaga kerja dibedakan menjadi dua kelompok yaitu tenaga kerja
dalam keluarga (TKDK) dan tenaga kerja luar keluarga (TKLK).
Penggunaan Tenaga kerja responden dalam usahaternak di Desa
Haurngombong pada umumnya menggunakan perhitungan hari kerja pria (HKP)
sebagai berikut: setiap harinya tenaga kerja yang ada dihitung berdasarkan jumlah
jam kerja yaitu delapan jam per hari dihitung mulai jam 04.00 pagi hingga jam
07.00 pagi, kemudian dilanjutkan mulai dari jam 14.00 siang hingga jam 19.00
70
malam. Perincian untuk tenaga kerja sebagai berikut: tenaga kerja pria (1 HKP),
wanita (0,75 HKP), dan anak-anak (0,5 HKP).
Responden di Desa Haurngombong lebih banyak menggunakan tenaga
kerja dalam keluarga (TKDK) yakni sebanyak 95,7 % dari jumlah hari kerja Pria
yang digunakan untuk memelihara ternak sedangkan TKLK hanya sebesar 4,3
persen dari seluruh HKP. Spesifikasi pekerjaan untuk laki-laki seperti
pembersihan kandang, memandikan sapi, pencarian rumput, pengangkutan,
pemberian pakan dan lain-lain. Spesifikasi pekerjaan TK perempuan lebih pada
bagian operasional perawatan dan pemerahan susu. Sebagian besar persentase
jumlah TK non keluarga sebanyak 25% dari jumlah TK total dalam suatu
usahaternak dikarenakan skala usahaternak di Desa Haurngombong mayoritas
usahaternak rakyat yang rata-rata memiliki jumlah ternak 3 ekor serta TK non
keluarga merupakan tenaga kerja tidak tetap yang bekerja sebagai pencari
rumput/hijauan. Sebanyak 54 orang (91,53%) responden peternak, kegiatan
berusahaternak merupakan pekerjaan utama.
b) Kandang
Kandang merupakan salah satu bagian terpenting dalam peternakan sapi
perah. Responden di Desa Haurngombong memelihara semua sapinya dalam
kandang dan tidak digembalakan. Berdasarkan pengamatan, tipe kandang untuk
sapi pedet, dara dan laktasi tidak jauh berbeda, hanya ukuranya saja yang berbeda.
lantai kandang peternakan ada yang terbuat dari kayu, tanah tanpa pondasi dan
lantai semen. Lantai kandang umumnya miring agar mudah dibersihkan dan
selalu kering. Selain itu juga dibuat parit atau selokan agar tidak terjadi genangan
air. Tempat makan dan minum juga sangat penting, ada yang menggunakan ember
71
dan ada yang membuat tempat pakan dan minum dari beton semen secara
individual. Kondisi kandang usahaternak biogas lebih terjaga kebersihanya
dibanding dengan usahaternak non biogas. Kandang yang digunakan umumnya
milik sendiri dan lokasinya relatif dekat dengan tempat tinggal peternak dan
masyarakat. Rata-rata luas kandang berkisar 1,0 x 1,5 sampai 1,5 x 2,0 meter
untuk sapi ukuran dewasa. Rata-rata responden membersihkan kandangnya dua
kali sehari untuk menjaga kenyamanan, kesehatan, dan kebersihan/kualitas susu
yang dihasilkan. Tingginya ketidakefisienan penggunaan kandang akan berakibat
pada tingginya biaya tetap yang berakibat pada peningkatan biaya produksi. Rata-
rata biaya pembangunan kandang sapi di Desa Haurngombong sebesar Rp
1.000.000 dengan umur teknis 10 tahun, maka penyusutan kandang tiap tahunnya
Rp 100.000/tahun atau sebesar Rp 8.333,34/bulan. Biaya pembangunan kandang
relatif rendah dikarenakan mayoritas bangunan kandang di Desa Haurngombong
dengan dominsi bangunan yang terbuat dari kayu yang diperoleh dari hasil hutan
desa, lantai semen dan sebagian sekat terbuat dari tembok.
c) Pakan
Salah satu faktor yang menentukan berhasilnya peternakan sapi perah
yaitu pemberian pakan. Cara pemberian pakan yang salah menyebabkan
penurunan produktivitas baik susu maupun bobot tubuh sapi. Responden
umumnya menyadari bahwa pemberian pakan mempengaruhi produktivitas susu,
sehingga responden berusaha mencukupi kebutuhan pakan bagi sapi. Pakan ternak
yang diberikan responden umumnya terdiri dari pakan hijauan yang mengandung
serat kasar tinggi dan konsentrat yang memiliki serat kasar rendah.
72
Hijauan pakan ternak diperoleh peternak dengan mencari sendiri (tenaga
kerja dalam keluarga) atau melalui buruh pencari rumput, dan sebagian kecil
peternak memperolehnya dengan cara membeli rumput. Pengadaan hijauan atau
rumput di Desa Haurngombong masih tersedia dikarenakan lokasi perdesaan
yang masih asri dan terdapatnya “kebun carik desa” yang sebagian lahannya
sengaja dibiarkan ditumbuhi rumput dan sebagian lagi dimanfaatkan warga desa
untuk bertani dengan sistem bagi hasil. Pemberian hijauan pada usahaternak
rakyat di lokasi perdesaan tidak berdasarkan ilmu pengetahuan melainkan
kebiasaan yang telah terpola berdasarkan pengalaman dan penyuluhan dari
kelompok ternak.
Pemberian konsentrat jumlahnya lebih sedikit dibandingkan pemberian
rumput. Rata-rata pemberian konsentrat pada usahaternak biogas sekitar
285kg/bulan dan 251 kg/bulan pada usahaternak non biogas. Konsentrat tersedia
di koperasi dengan harga Rp 1600/kg, dengan jumlah dan harga konsentrat
tersebut maka setiap bulan peternak biogas mengeluarkan biaya sebesar Rp
455.952/bulan untuk pembelian konsentrat, sedangkan peternak non biogas
sebesar Rp 402.192/bulan. Konsentrat ini merupakan bahan campuran untuk
memenuhi kebutuhan gizi ternak, biasanya bahan campuran konsentrat berupa
ampas tahu, ongok, gebog pisang, ubi dan lain-lain. Komponen biaya pada
usahaternak responden (peternak biogas dan nonbiogas) dapat digunakan untuk
memperoleh total biaya produksi perbulan (Tabel 22).
73
Tabel 22. Biaya Usahaternak Biogas dan Non Biogas Per Bulan
Keterangan Usahaternak Biogas Usahaternak Non Biogas
A. Biaya Tunai
Konsentrat 455.952 402.192
Ampas tahu/ongok dll 153.000 153.000
IB Keswan 16.605 16.160
Dana Kematian ternak 2.000 2.000
Iuran wajib anggota 10.000 10.000
Iuran perawatan biogas 10.000 0
Obat-obatan
a. Vitamin 7.200 7.200
b. Antibiotik 22.500 22.500
Biaya listrik
a. Lampu penerangan 17.500 17.500
b. Mesin pompa air 15.000 10.000
Sub Total 709.757 640.552
B. Biaya Non Tunai
Tenaga kerja dalam Keluarga
Pria 656.250 562.500
Wanita 281.200 168.800
Biaya Penyusutan
a. Kandang 8.333 8.333
b. Peralatan 35.917 30.222
Sub Total 981.700 769.856
Total Biaya 1.734.357 1.410.407 Sumber : Data Primer (diolah), 2012
6.3.1.3 Analisis Pendapatan usahaternak Biogas dan Non Biogas
Berdasarkan hasil perhitungan dari total penerimaan, total biaya produksi
dan keuntungan, diperoleh selisih pendapatan atas biaya tunai usahaternak biogas
dan non biogas sebesar Rp 355.036/bulan, selisih pendapatan atas total biaya
sebesar Rp 143.191/bulan (Tabel 23).
Tabel 23. Analisis Ekonomi Pendapatan Usahaternak Per Bulan
Keterangan Peternak
Biogas
Peternak Non
Biogas
Selisih
Penerimaan 2.001.131 1.576.890 424.241
Biaya Tunai 709.757 640.552 69.206
Biaya Non Tunai 981.700 769.856 211.844
Total Biaya 1.691.457 1.410.407 281.050
Pendapatan atas Biaya Tunai 1.291.134 936.339 355.036
Pendapatan atas Total Biaya 309.674 166.483 143.191 Sumber : Data Primer (diolah), 2012
74
Berdasarkan nilai selisih pendapatan maka Usahaternak biogas lebih
Ekonomis dibandingkan dengan usahaternak non biogas. Hal ini terjadi
dikarenakan manfaat yang diperoleh dari pemanfaatan limbah ternak menjadi
biogas lebih tinggi dari biaya yang dikeluarkan untuk pelaksanaan operasionalnya.
6.3.2 Analisis Pengeluaran Energi Responden
Energi yang digunakan oleh responden penelitian ini hanya meliputi
penggunaan energi yang berhubungan dengan keperluan Rumahtangga untuk
memasak dan penerangan. Berdasarkan data hasil kuesioner, energi yang
digunakan untuk memasak yaitu, kayu bakar, minyak tanah, gas elpiji, biogas dan
sekam. Seluruh pengguna biogas menggunakan biogas untuk keperluan memasak
dan sebanyak 90 responden (97%) diantaranya masih menggunakan elpiji untuk
memasak. Bila dilihat dari penggunaan kayu bakar sebanyak 15 responden
(44,12%) peternak biogas, 3 responden (9,37%) pengguna biogas non
peternak,dan 19 responden (70,37 %) peternak non biogas pengguna kayu bakar.
Responden pengguna biogas maupun non biogas masih menggunakan kayu bakar,
dikarenakan kayu bakar masih tersedia dalam jumlah yang cukup banyak di hutan
dan kebun carik Desa Haurngombong sehingga tidak perlu mengeluarkan biaya.
Responden yang masih menggunakan minyak tanah hanya sebanyak 3
orang(3,23%), dimana 1 orang responden merupakan pengguna biogas non
peternak dan sisanya peternak non biogas. Harga minyak tanah di Desa
Haurngombong mencapai Rp.12.000/liter dan sulit didapatkan (langka). Jika
minyak tanah tidak tersedia maka responden lebih memilih menggunakan kayu
bakar dibanding menggunakan gas elpiji maupun biogas dengan alasan lebih
aman dan tanpa biaya (terjangkau).
75
Penggunaan gas elpiji untuk memasak masih cukup tinggi, lebih dari
separuh responden peternak sebesar 58,82% responden, peternak non biogas
sebesar 81,48% dan pengguna biogas non peternak sebanyak 93,75%
menggunakan gas elpiji. Responden yang menggunakan sekam padi berjumlah 2
orang yang merupakan peternak non biogas. Ketersediaan sumberdaya sekam
yang melimpah serta responden memiliki kompor sekam yang dikenal dengan
nama “Kompor SBY” serta responden merupakan petani padi (Tabel 24).
Tabel 24. Penggunaan Energi Responden
Penggunaan Energi Pengguna Biogas Peternak non
Biogas
Total
Peternak Non peternak
Memasak Kayu Bakar 15 3 19 37
Minyak Tanah 0 1 2 3
Gas Elpiji 20 30 22 72
Biogas 34 32 0 66
Sekam 0 0 2 2
Penerangan Listrik PLN 34 32 27 93
Biogas 7 0 0 7
Sumber : Data Primer (diolah), 2012
Sumber energi yang digunakan untuk penerangan adalah listrik PLN dan
biogas. Seluruh responden baik pengguna biogas maupun non biogas
menggunakan penerangan dengan listrik PLN. Pemanfaatnan biogas menjadi
energi listrik masih dalam pemantauan penelitian dan proyek percontohan pada
peternak dengan jumlah ternak lebih dari 5 ekor dan hanya dimanfaatkan pada
saat terjadi pemadaman listrik.
Tabel 25. Lama dan Jenis Penggunaan Biogas
Lama
Berternak
Pengguna Biogas Jenis Instalasi
Komunal Individual Peternak Non
Peternak
Plastik Fiber Beton
< 1 tahun 27 30 0 0 57 30 27
1-3 tahun 4 2 0 1 3 3 1
>3 tahun 3 0 0 3 0 0 3
Sumber : Data Primer (diolah), 2012
76
Instalasi biogas pertama kali dibangun di Desa Haurngombong pada tahun
2004 dengan konstruksi yang terbuat dari plastik, daya tahannya tidak menentu
dengan pembinaan yang dilakukan oleh UNPAD. Setelah kontruksi plastik pada
tahun 2008 oleh konstruksi terbuat dari fiber, gas metan ditampung oleh plastik.
Pada tahun 2010 Bapak Mamat yang selaku sebagai ketua, bekerja sama dengan
SIPOS (Belanda). Pada bulan Oktober 2010 mendapat promosi biogas beton 6 m3
tanpa alat pembantu sebanyak 3 reaktor, Manfaat biogas diantaranya :
1. Bahan bakunya mudah diperoleh (kotoran)
2. Ramah lingkungan
3. Menambah nilai pendapatan peternak
4. Menghasilkan pupuk yang berkualitas
Pembangunan instalasi beton pada tahun 2011 bertambah sebanyak 100
instalasi biogas yang merupakan bantuan dari pemerintah. Hal ini terlihat dari
banyaknya responden dengan lama penggunaan biogas beton yang kurang dari 1
tahun. Sedangkan untuk lama penggunaan biogas telah digunakan selama 1-3
tahun sebanyak 3 instalasi yang merupakan instalasi percontohan, serta 3 instalasi
yang terbuat dari fiber yang masih beroperasi dan terawat dikarenakan responden
tersebut merupakan tenaga ahli biogas (teknisi) di Desa Haurngombong.
Jumlah penggunaan energi responden yang digunakan untuk memasak
yang bersumber dari kayu bakar, minyak tanah, gas elpiji dan biogas, baik
sebelum maupun setelah penggunaan biogas terjadi perubahan tingkat konsumsi
energi dari masing-masing jenis sumber energi yang digunakan. Pembangunan
biogas, tingginya harga minyak tanah dan tingkat kepraktisan dan ketersediaan
77
jumlah sumberdaya yang cukup mendorong perkembangan pemanfaatan biogas di
Desa Haurngombong (Tabel 26).
Tabel 26. Perubahan Jumlah Penggunaan Energi Responden
Sumber Energi
Peternak Biogas Peternak
Non
Biogas
Rumah Tangga
Pengguna Biogas
Sebelum Setelah Sebelum Sesudah
Kayu Bakar (kg) 24,67 9,03 28,67 2,87 1,34
Minyak Tanah
(liter)
6,83 0 5,63 2,31 1,62
Gas Elpiji (tabung
gas 3kg)
8,67 2,91 5,70 2,40 1,02
Sumber : Data Primer (diolah), 2012
Dari data hasil kuesioner diperoleh rata-rata jumlah penggunaan energi
responden, rata-rata penggunaan kayu bakar responden yang merupakan peternak
biogas mengalami penurunan sebanyak 15,64 kg kayu bakar, penggunaan minyak
tanah menurun sebanyak 6,83 liter serta penurunan penggunaan gas elpiji
sebanyak 5,76 tabung gas elpiji ukuran 3 kg. Rata-rata penggunaan energi bagi
responden pengguna biogas non peternak mengalami penurunan serta penggunaan
energi pada responden non peternak sebagian besar masih menggunakan kayu
bakar dikarenakan kayu bakar yang tersedia dan terjangkau. Tingkat harga
konversi kayu bakar sebesar Rp 1.000/kg, minyak tanah Rp 12.000/liter dan gas
elpiji Rp 16.000/tabung 3 kg.
Pengeluaran rata-rata energi responden untuk kegiatan memasak dan
kebutuhan lainnya di Desa Haurngombong dipengaruhi oleh ketersediaan energi
dan jenis energi yang digunakan. Penghematan pengeluaran energi per bulan
peternak sebelum dan sesuadah penggunaan biogas sebesar Rp 189.760/bulan.
Penghematan pengeluaran energi dari responden pengguna biogas non peternak
sebesar Rp 31.890/bulan. Selisih pengeluaran energi rata-rata perbulan antara
78
responden peternak biogas dan non biogas sebesar Rp 131.840/bulan (Tabel 27).
Penggunaan energi biogas merupakan suatu langkah penghematan alokasi biaya
untuk energi dan dapat digunakan untuk alokasi lainnya seperti biaya kesehatan,
pendidikan dan lain-lain. Selain itu, penggunaan energi biogas merupakan sumber
energi alternatif yang dapat mengurangi ketergantungan penggunaan suber energi
lainnya seperti: BBM, LPG dan kayu bakar. Pengurangan ketergantungan tersebut
secara tidak langsung berdampak pada perbaikan kondisi sumberdaya dan
lingkungan.
Tabel 27. Rata-rata Pengeluaran Energi Responden per Bulan
Sumber Energi Peternak Biogas Peternak
Non
Biogas
Pengguna Biogas
Non Peternak
Sebelum Setelah Sebelum Setelah
Kayu Bakar 24.670 9.030 28.670 2.870 1.340
Minyak Tanah 81.960 0 67.560 27.720 19.440
Gas Elpiji 138.720 46.560 91.200 38.400 16.320
Total 245.350 55.830 187.430 68.990 37.100
Selisih Sebelum
dan Setelah 189.760 31.890
Selisih Biogas
dan Nonbiogas 131.840 Sumber : Data Primer (diolah), 2012
6.4 Analisis Dampak Sosial dan Lingkungan dari Pemanfaatan Limbah
Ternak di Desa Haurngombong
Pada saat ini pengembangan biogas semakin penting dikarenakan minyak
tanah mengalami kelangkaan dan harganya yang tinggi, BBM dan LPG yang
mahal, pupuk organik yang mahal. Mahalnya BBM dapat memicu kerusakan
lingkungan (kebun, hutan, atmosfer) dikarenakan penggunaan kayu bakar
meningkat, sedangkan kelangkaan dan mahalnya pupuk organik dapat
menyebabkan menurunnya kesuburan lahan akibat penggunaan pupuk kimia.
Oleh karena itu pengembangan biogas merupakan salah satu alternatif pemecahan
dalam rangka mencari sumber energi alternatif sekaligus sebagai upaya
79
konservasi. Dalam penelitian ini dilakukan perbandingan dampak sosial dan
lingkungan dari pemanfaatan limbah ternak meliputi: dampak sosial yang dilihat
dari perubahan perilaku peternak dan non peternak, kegiatan masyarakat dan
hubungan antar masyarakat sebelum dan setelah adanya pemanfaatan limbah
ternak. Sedangkn untuk dampak lingkungan dilihat dari perubahan kondisi
lingkungan yang dirasakanoleh responden.
6.4.1 Dampak Sosial terhadap Perubahan Perilaku Peternak dan Non
Peternak
Sebelum masuknya teknologi biogas ke Desa Haurngombong, peternak
melakukan pengelolaan limbahnya masih secara tradisional yaitu: sebgian
peternak telah memanfaatkan limbah ternak menjadi pupuk dan sebagian peternak
masih membuang limbah kotoran ternak langsung dibuang ke tempat pembuangan
air (saluran air/selokan/sungai kecil), dialirkan langsung ke parit persawahan,
ditimbun dengan menggunakan tanah, serta dibiarkan begitu saja di lahan kebun.
Setelah teknologi biogas diperkenalkan, dan peternak diberikan bantuan
hibah instalasi biogas dari pemerintah setempat, peternak mulai mengadopsi
upaya pemanfaatan limbah ternak menjadi biogas. Perkembangan penggunaan
teknologi biogas ini ternyata mampu mengurangi jumlah kotoran yang dibuang
begitu saja serta terjadi perubahan kondisi sosial masyarakat di Desa
Haurngombong. Berdasarkan hasil wawancara terhadap tiga ketua kelompok
ternak yang ada di Desa Haurngombong, dapat disimpulkan bahwa kondisi sosial
masyarakat menjadi lebih erat dan harmonis dikarenakan sistem pembangunan
instalasi biogas yang dilakukan secara gotong royong. Selain itu sering
dilaksanakannya kegiatan rutin penyuluhan, sosialisasi dan evaluasi kegiatan
membuat hubungan antar warga semakin erat dan saling peduli satu sama lain.
80
Fungsi kelembagaan kelompok peternak di Desa Haurngombong
mempunyai program kepanitiaan tersendiri untuk mengurusi hal-hal yang
berkaitan dengan pemanfatan biogas. Rutinitas kegiatan kelompok peternak
sebelum dan setelah adanya program pemanfaatan biogas, intensitas pelaksanaan
kegiatan sosialisasi, penyuluhan dan evaluasi lebih sering, serta hubungan
kerjasama dengan pihak pemerintah daerah, instansi pendidikan, dan pihak swasta
dalam upaya pemanfaatan limbah seperti UNPAD, ITENAS, Yayasan Cahaya
Keluarga, dan PT. PLN setempat.
Dampak sosial terhadap perilaku non peternak di sekitar lokasi
usahaternak, sebelum adanya pemanfaatan biogas masyrakat merasa terganggu
dengan bau yang ditimbulkan serta sering terjadinya konflik kecil. Setelah adanya
program pemanfaatan biogas rumah tangga yang dapat digunakan oleh 1-3 KK
untuk skala Rumah tangga dan 4-7 KK untuk instalasi biogas skala komunal.
Masyarakat sekitar lokasi peternakan tidak lagi hanya mendapat eksternalitas
negatif saja, sekarang masyarakat sekitar dapat memanfaatkan biogas untuk
memasak, walaupun kadang terjadi permasalahan dalam pengelolaan dan
pembagian kerja dalam perawatan biogas.
Dampak sosial secara langsung dengan adanya program biogas adalah
dapat memberikan peluang pekerjaan bagi masyarakat sekitar. Berdasarkan hasil
observasi penyerapan tenaga kerja akibat adanya pemanfaatan biogas sangat kecil
dikarenakan skala usahaternak di Haurngombong masih kecil.
81
Tabel 28. Dampak Sosial terhadap perubahan Perilaku peternak dan Non
peternak
Keterangan Sebelum Setelah
Perilaku
Peternak Pengelolaan limbah dilakukan secara
tradisional : dijadikan pupuk dibuang begitu saja ke saluran
air/ parit persawahan, ditimbun/
dibiarkan di lahan kebun
pengelolaan limbah menjadi
pupuk, biogas dan energi
listrik.
meningkatkan fungsi
kelembagaan kelompok
peternak melalui kegiatan
pembangunan biogas
Meningkatkan kerjasama
dengan pemerintah dan
pihak swasta, seperti:
UNPAD, ITENAS, YCK,
PLN, SIPOS Belanda.
Perilaku
Non
Peternak
konflik kecil akibat pencemaran
limbah melakukan penebangan pohon di
hutan dan kebun carik desa untuk
memenuhi kebutuhan kayu
bakar.
meningkatkan budaya
gotong royong konflik kecil akibat mis
management operasional
pengisian bahan baku
biogas. Mengurangi
ketergantungan terhadap
penggunaan bahan bakar
fosil seperti : minyak
tanah, LPG, kayu bakar.
Sumber: Data Primer (diolah), 2012
6.3.2 Dampak Lingkungan dari Pemanfaatan Limbah Ternak
Berdasarkan hasil kuesioner menggunakan pertanyaan terbuka, persepsi
terhadap dampak lingkungan dari pemanfaatan limbah ternak sapi perah di Desa
Haurngombong yaitu: sebanyak 87 responden (94%) merasakan adanya
perubahan yang signifikan mengenai kondisi lingkungan dan berkurangnya bau
dari tumpukan kotoran sapi yang sering ditumpuk atau dialirkan begitu saja ke
saluran air terdekat. Peternak biogas merasakan adanya peningkatan kesehatan
ternak dan kualitas susu hasil pemerahan lebih terjamin kebersihanya. Tingkat
kualitas susu menentukan harga beli koperasi terhadap susu tersebut yang
ditunjukan dengan ukuran total solid (TS) yang merupakan penilaian dari total
82
fat dan bakteri yang terkandung pada susu. Beberapa responden menyatakan
adanya perubahan nilai TS yang biasanya berkisar 10,1 menjadi 11,2 dalam
satuan TS (nilai dari kualitas susu).
Manfaat yang dapat diperoleh dari pemanfaatan biogas sebagai bahan
bakar antara lain: berkurangnya kegiatan penebangan pohon oleh masyarakat
desa untuk dijadikan kayu bakar, proses memasak jadi lebih bersih, dan sehat
karena tidak mengeluarkan asap, kandang hewan menjadi semakin bersih karena
limbah kotoran kandang langsung dapat diolah, sisa limbah yang dikeluarkan dari
biodigester dapat dijadikan pupuk sehingga tidak mencemari lingkungan, dapat
berkontribusi menurunkan emisi gas rumah kaca melalui pengurangan pemakaian
bahan bakar kayu dan bahan bakar minyak, penggunaan biogas relatif lebih aman
dari ancaman bahaya kebakaran. Selain itu, dengan adanya rumah pupuk sehingga
kotoran ternak/limbah biogas dapat dijual dan menambah penerimaan baik bagi
peternak biogas maupun non biogas.
1. Lingkungan kandang menjadi lebih bersih (kesehatan ternak dan kualitas
susu meningkat)
2. Berkurangnya pencemaran udara akibat tumpukan kotoran sapi atau
pembuangan kotoran ke saluran air terdekat.
3. Berkurangnya kegiatan penebangan pohon di hutan dan kebun carik desa
untuk pemenuhan kebutuhan kayu bakar.
83
VII. SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
1. Sebagian besar responden di Desa Haurngombong memiliki penilaian
bahwa pemanfaatan limbah kotoran ternak menjadi biogas memiliki
manfaat baik secara langsung maupun tidak langsung bagi peternak dan
masyarakat di sekitar lokasi usahaternak.
2. Faktor-faktor yang signifikan mempengaruhi peternak dalam pemanfaatan
biogas yaitu jenis kelamin, lama berusahaternak, dan tingkat pengetahuan
peternak mengenai biogas. Hal tersebut terjadi dikarenakan mayoritas
peternak yang memanfaatkan biogas di Desa Haurngombong merupakan
peternak pria yang telah lama berusahaternak serta memiliki pengetahuan
mengenai biogas yang diperoleh dari program sosialisasi pemanfaatan
biogas yang dilakukan oleh pemerintah pusat dan desa, kelompok
peternak, dan instansi pendidikan dalam program KKN mahasiswa.
3. Hasil analisis perbandingan diperoleh pendapatan usahaternak biogas lebih
tinggi dibandingkan usahaternak non biogas dengan selisih pendapatan
atas biaya total sebesar Rp 143.191/bulan dan penghematan pengeluaran
energi bagi rumah tangga pengguna biogas sebesar Rp 31.890/bulan. Hal
tersebut terjadi dikarenakan dengan adanya pemanfaatan biogas, maka
peternak dan rumah tangga pengguna biogas memenuhi kebutuhan energi
untuk memasak dari biogas tersebut dengan biaya yang lebih murah dan
ramah lingkungan dibandingkan energi lainnya seperti: gas LPG, minyak
tanah dan kayu bakar. Berdasarkan hasil tersebut maka pemanfaatan
84
limbah menjadi biogas berdampak secara ekonomi terhadap peningkatan
pendapatan peternak dan penghematan pengeluaran energi masyarakat.
4. Dampak sosial dari pemanfaatan biogas antara lain: meningkatkan budaya
gotong royong masyarakat, meningkatkan lapangan pekerjaan sebagai
teknisi biogas, meningkatkan kinerja kelompok peternak, dan
berkembangnya program kerjasama dengan berbagai pihak. Perubahan
kondisi lingkungan sekitar kandang yang lebih bersih, dan berkurangnya
pencemaran udara akibat tumpukan kotoran sapi atau pembuangan kotoran
ke saluran air terdekat, serta berkurangnya kegiatan penebangan pohon di
hutan dan kebun carik desa.
7.2 Saran
1. Peternak non biogas sebaiknya melakukan pemanfaatan biogas
dikarenakan dengan pemanfaatan tersebut peternak dapat memperoleh
manfaat terhadap peningkatan pendapatan dan perbaikan kondisi sosial
dan lingkungan di sekitar lokasi usahaternak.
2. Pihak pemerintah beserta stakeholder lainnya sebaiknya memberikan
bantuan pembangunan instalasi biogas bagi peternak non biogas untuk
mengurangi ketergantungan penggunaan energi tidak terbarukan seperti
minyak tanah, kayu bakar, dan gas LPG.
3. Segera merealisasikan program pembangunan bengkel biogas, sehingga
berbagai kerusakan dapat diatasi agar mampu menciptakan keberlanjutan
program pemanfaatan biogas secara optimal.
85
DAFTAR PUSTAKA
Ariani, E. 2007. Studi Pengembangan Pemanfaatan Energi Alternatif di
Kawasan Transmigrasi. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Ketransmigrasian, Depnakertrans, Jakarta.
Darmawan Y, Rismayanti T, Maryati dan Marbun. 2008. Kelembagaan Persusuan
dan Manfaatnya di Tingkat Peternak Sapi Perah: Studi Kasus di Desa
Pagerwangi Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung Jawa Barat.
Prosiding Prospek IndustriSapi Perah menuju Perdagangan Beabas 2020.
Jakarta, 21 April 2008. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan,
Bogor bekerjasama dengan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Keuangan dan
Perbankan Indonesia.
Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat. 2010. Kabupaten Bandung, Propinsi Jawa
Barat.
Direktorat Jenderal Peternakan Kementerian Pertanian. 2008. Populasi dan
Perkembangan Usaha Peternakan Indonesia. Kementerian Pertanian,
Jakarta.
Farida, E. 2000. Pengaruh Penggunaan Feses Sapi dan Campuran Limbah
Organik Lain Sebagai Pakan atau Media Produksi Kokon dan Biomassa
Cacing Tanah Eisenia foetida savigry. Skripsi Jurusan Ilmu Nutrisi dan
Makanan Ternak. IPB, Bogor.
Fatah, S. 2006. Perubahan Sosial Budaya Dalam Masyarakat. Gramedia, Jakarta.
Juanda, B. 2009. Ekonometrika Pemodelan dan Pendugaan. IPB Press, Bogor.
Jogiyanto.2008.Metodologi Penelitian Sistem Informasi.C.V ANDI, Yogyakarta.
Kaharudin dan Sukmawati MF. 2003. Manajemen Umum Limbah Ternak Untuk
Kompos dan Biogas. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. Badan
Penelitian Dan Pengembangan Pertanian. Kementerian Pertanian.
Kamiludin. 2009. Analisis Pendapatan Usaha Peternakan Sapi Perah di
Kawasan Peternakan Sapi Perah Cibungbulang Kabupaten Bogor.
Skripsi. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
Kementerian Pertanian. 2006. Biogas. Kementerian Pertanian. Jakarta.
Mangkoesoebroto. 2003. Ekonomi Publik Edisi 3. BPFE. Yogyakarta.
Muryanto, J. Pramono, Suprapto, Ekaningtyas dan Sudaiyono. 2006. Biogas
Sumber Energi Alternatif Ramah Lingkungan. Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian. Jawa Tengah.
86
Hidayati, N. 2006. Prosiding Temu Teknis Nasional Tenaga Fungsional Pertanian
Bogor, Puslitbang Peternakan, Bogor.
Pemerintah Kota Sumedang. 2011. „Profil Kecamatan Pamulihan, Kota
Sumedang‟. Pemerintah Kota Bandung.
Prabantoro, G. 2000. Mengukur Kelayakan Ekonomis Proyek Sistem Informasi
Manajemen Menggunakan Metode „Cost & Benefits Analysis‟ dan
Aplikasinya dengan MS EXCEL 2000. Tesis.Magister Manajemen Pasca
Sarjana Universitas Gadjah Mada.Yogyakarta.
Rismala, A. 2010. Identifikasi Dampak Sosial Ekonomi dan Lingkungan dari
Pemanfaatan Biogas (studi kasus: Desa Cipayung, Kecamatan
Megamendung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat). Skripsi. Fakultas Ekonomi
dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Sanim. 2006. Pertanian Berkelanjutan. IPB. Bogor.
Sanjaya, Irvan. 2010. Analisis Manfaat Ekonomi Limbah Ternak Sapi Perah
(kasus kelompok ternak sapi Perah Mekar Jaya Desa Cipayung Girang
Kecamatan Megamendung Kabupaten Bogor). Skripsi. Fakultas Ekonomi
dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Santosa dan Toharmat. 2009. Profil Usaha Peternakan Sapi Perah di Indonesia.
LIPI Press. Departemen Pertanian Pusat Penelitian dan Pengembangan
Peternakan Bogor.
Siagian. 2000. Metode Statistika Untuk Ekonomi dan Bisnis. Gramedia. Jakarta.
Sihombing. 2000. Teknik Pengolahan Limbah Kegiatan Usaha Peternakan. Pusat
Penelitian Lingkungan Hidup Lembaga Penelitian Institut Pertanian
Bogor.
. 2011. Analisis Usahaternak Sapi Potong. Repository Universitas
Sumatera Utara.
Soekartawi. 1995. Analisis Usahatani. Penerbit Universitas Indonesia Press (UI
Press), Jakarta.
Sulaeman. 2008. Zero Waste (Prinsip Menciptakan Agro Industri Ramah
Lingkungan). Ditjen Pengolahan Hasil Pertanian. Ditjen PPHP,
Departemen Pertanian, Jakarta.
Widodo, Asari, dan Astu Unadi. 2006. Pemanfaatan Energi Biogas Untuk
Mendukung Agribisnis di Pedesaan. Balai Besar Pengembangan
Mekanisasi Pertanian Serpong.
87
LAMPIRAN
88
Lampiran 1. Dokumentasi
Penampungan gas Instalasi biogas dari plastik
Inlet dan reaktor biogas beton
Kodisi kandang usahaternak biogas Kondisi kandang usahaternak non biogas
Reaktor biogas dari fiber
89
Gerbang Masuk Desa Slogan sosialisasi biogas
nnn
Rumah Pupuk
Kondisi Lahan pertanian Di Desa Haurngombong
Pakan Ternak (ampas tahu, konsentrat, dan Rumput kering)
Tungku kayu bakar
90
Lampiran 2. Kuesioner Penelitian untuk Peternak
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN
Jl. Kamper level 5 Wing 5 Kampus IPB Darmaga Bogor (16680)
KUESIONER PENELITIAN
Hari/Tanggal : .............................................................................................
Nomor Responden : ..............................................................................................
Nama Responden : ..............................................................................................
Alamat Responden : ..............................................................................................
..............................................................................................
No. Telepon/ HP : ..............................................................................................
Kuesioner ini digunakan sebagai bahan skripsi mengenai “Analisis Dampak
Ekonomi, Sosial Dan Lingkungan dari Pemafaatan Limbah Ternak Sapi Perah
Studi Kasus Di Desa haurngombong, Kecamatan Pamulihan, Kabupaten
Sumedang, Jawa Barat) oleh Nina Hermawati (H44080008). Kami memohon
partisipasi saudara untuk mengisi kuesioner ini dengan teliti dan lengkap sehingga
dapat menjadi data yang objektif. Informasi yang saudara berikan akan dijamin
kerahasiaanya, tidak untuk dipublikasikan, dan tidak untuk digunakan dalam
kepentingan politis. Atas perhatian dan partisipasi Saudara, Saya ucapkan terima
kasih.
A. Karakteristik Responden (Peternak)
1. Jenis Kelamin :L/P
2. Umur : ............ Tahun
3. Status Pernikahan : Belum/ sudah menikah
4. Pendidikan formal terakhir (sebutkan lamanya):
Tidak Sekolah
Tidak lulus SD Lamanya :........................bulan/tahun
Lulus SD atau Sederajat Lamanya :........................bulan/tahun
Lulus SLTP atau sederajat Lamanya :........................bulan/tahun
Lulus SMA atau sederajat Lamanya :........................bulan/tahun
Lulus PT Lamanya :........................bulan/tahun
Lainnya......... Lamanya :........................bulan/tahun
5. Pendidikan non-formal (sebutkan nama dan lamanya)
a. ......................................Lamanya :........................bulan/tahun
b. ......................................Lamanya :........................bulan/tahun
6. Jumlah Tanggungan keluarga :
No.
Nama Jenis
Kelamin
Tahun
lahir
Pendidikan
terakhir
Pekerjaan utama Pekerjaan Sampingan Hubungan
dengan
Kepala
Keluarga
Jenis Penghasilan Lokasi Jenis Penghasilan Lokasi
1. Suami
2. Istri
91
3. Anak 1
4. Anak 2
5. Anak 3
6.
7.
7. Lama pengalaman ber usahaternak :......................................... tahun
8. Keikutsertaan pada kelompok ternak
Ya, Nama kelp.ternak :..................., Lamanya :.............. (bulan/tahun)
Tidak
9. Status Kepemilikan usahaternak :
Milik sendiri
Gabungan/kerjasama
Lainnya............................
10. Struktur Kepemilikan Ternak
No. Status sapi Jumlah Keterangan
1 Pedet jantan
2 Pedet Betina
3 Dara
4 Laktasi
5 Jantan Muda
6 Betina Muda
11. Jenis usahaternak:
Usahaternak biogas, dengan skala reaktor: ................m3
Usahaternak non-biogas
12. Jenis penanganan yang dilakukan peternak terhadap limbah kotoran ternak?
(jawaban boleh lebih dari satu)
Ditumpuk di ruang terbuka
Ditimbun
Dijadikan Media Cacing Tanah
Dibuang/dialirkan ke sungai
Diolah menjadi pupuk
Diolah menjadi biogas
Dimanfaatkan menjadi pembangkit energi listrik tenaga biogas
Lainnya..................................................................................................
B. KONDISI EKONOMI (Peternak)
Konsumsi Energi (Rp/bulan)
Energi Sebelum
penggunaan
Biogas (Rp/bulan)
Sekarang setelah
penggunaan
biogas (Rp/bulan)
Sekarang
tanpa
penggunaan
biogas
(Rp/bulan)*
Kayu Bakar
92
Bahan Bakar
Minyak (BBM)
Gas elpiji
Listrik
(penerangan/ biaya
PLN)
: diisi oleh peternak non-biogas
Pendapatan Peternak
Komponen Penerimaan Peternak/output
PRODUKSI
Jenis
Produksi
Sasaran Jumlah per
Hari
Jumlah per
Bulan
Harga per
satuan
Susu PT...........
Konsumen
Keluarga
Lainnya......
Kotoran
a. Pupuk
b. Biogas
Penjualan Ternak
Jenis
penjualan
Sasaran Jumlah
perhari
Jumlah
perbulan
Harga
Induk Afkir
Pedet jantan
Jantan muda
Jantan dewasa
Komponen Biaya Usahaternak/Input
Investasi
Jenis Investasi Biaya
pembuatan/pembelian
(Rupiah)
Umur
teknis
(tahun)
Harga jual
setelah
umur teknis
habis
Nilai
penyusutan*
Pengadaan Lahan
93
-Tunai
-Sewa (suku
bunga:.....%)
-Lainnya:.....
Kandang
Reaktor biogas
Kendaraan
Generator/Genset
: dihitung oleh peneliti
Pakan
Jenis Pakan Sumber Satuan
(harian/bula
nan
Jumlah Harga
Konsentrat
Hijauan/Rumput
Pakan TamBahan
Biaya Kesehatan
Jenis Pelayanan
Kesehatan
Satuan Jumlah Biaya
Dokter hewan
Obat-obatan
Vitamin
Reproduksi
Upah Pekerja per Bulan
Jenis Pekerja Jumlah Upah per Bulan Total
Keluarga
Tetap
Tidak tetap
Non-keluarga
Tetap
94
Tidak tetap
Biaya Tetap
Jenis
Pembiayaan
Satuan Biaya Per Bulan
Pajak Bumi dan
bangunan (PBB)
Biaya Retribusi
organisasi/sosial
Transportasi
Jenis Kegunaan Satuan Jumlah Biaya
Penjualan susu
Pengadaan pakan
Pemasaran
Penjualan Biaya Pengemasan Biaya
lainnya
Total
Susu
Kotoran
a. Pupuk
b. Biogas
c. listrik
Pengeluaran Rumah Tangga Peternak
Pengeluaran Sebelum
penggunaan
Biogas
(Rp/bulan)
Sekarang setelah
penggunaan
biogas (Rp/bulan)
Sekarang tanpa
penggunaan
biogas
(Rp/bulan)*
Biaya kebutuhan
sehari-hari
Tabungan
Biaya
Pengobatan/kesehatan
keluarga
95
Air
-PDAM
-perubahan sumber
air (sungai/sumur/air
tanah/
Dan lain-lain
:usahaternak non-biogas
C. PERSEPSI TERHADAP PEMANFAATAN BIOGAS
1. Apakah saudara mengetahui apa itu biogas?
Ya Tidak
Jawaban..............................................................................................
............................................................................................................
............................................................................................................
....................................
2. Apakah saudara mengetahui pentingnya memanfaatkan limbah kotoran
ternak menjadi biogas?
Ya Tidak
Alasan: ...........................................................................................................
3. Sejak kapan saudara mengetahui biogas?
< 1 tahun terakhir
1-2 tahun terakhir
2-5 tahun terakhir
Tidak tahu
4. Manfaat apa saja yang diperoleh dari pemanfaatan biogas?
- Pegeluaran Rumah tangga
Menurun
Tetap
Meningkat
Tidak tahu
Sebutkan: .......................................................................................................
5. Dari sumber Informasi mana Saudara memperoleh pengetahuan biogas?
(jawaban boleh lebih dari satu)
Penyuluhan aparat pemerintahan
Buku bacaan
Media telekomunikasi seperti TV dll
Media cetak/ surat kabar
Lainnya....................................................................
6. Apakah terjadi perubahan kondisi lingkungan akibat penggunaan biogas?
a. Kualitas air
Menurun
Tetap
Meningkat
Tidak tahu
Alasan ......................................................................................................
b. Kualitas udara
Menurun
Tetap
Meningkat
Tidak tahu
Alasan ......................................................................................................
96
c. Tingkat kesehatan
Menurun
Tetap
Meningkat
Tidak tahu
jika jawaban menurun, penyakit apa saja yang sering diderita?Sebutkan!
.........................................................................................................................
.............................................................................................................................
.....................................................................................................................
7. Kendala apa saja yang Anda hadapi saat pengembangan baik usahaternak
biogas maupun non-biogas?
........................................................................................................................
.........................................................................................................................
........................................................................................................................
Perubahan Kondisi Sosial dan Lingkungan
Keterangan Sebelum pemanfaatan
biogasBiogas
Sekarang setelah
pemanfaatan biogas
SOSIAL Hubungan dengan
masyarakat Rutinitas kegiatan
peternak Lainnya.......
LINGKUNGAN Kondisi sekitar
kandang Kualitas air Kegiatan kebersihan Lainnya....
97
Lampiran 3: Kuesioner Penelitian untuk Rumah Tangga Pengguna Biogas
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN
Jl. Kamper level 5 Wing 5 Kampus IPB Darmaga Bogor (16680)
KUESIONER PENELITIAN
Hari/Tanggal : .............................................................................................
Nomor Responden : ..............................................................................................
Nama Responden : ..............................................................................................
Alamat Responden : ..............................................................................................
..............................................................................................
No. Telepon/ HP : ..............................................................................................
Kuesioner ini digunakan sebagai bahan skripsi mengenai “Analisis Dampak
Ekonomi Sosial Dan Lingkungan dari Pemafaatan Limbah Ternak Sapi Perah
Studi Kasus Di Desa Haurngombong, Kecamatan Pamulihan, Kabupaten
Sumedang, Jawa Barat) oleh Nina Hermawati (H44080008). Kami memohon
partisipasi saudara untuk mengisi kuesioner ini dengan teliti dan lengkap sehingga
dapat menjadi data yang objektif. Informasi yang saudara berikan akan dijamin
kerahasiaanya, tidak untuk dipublikasikan, dan tidak untuk digunakan dalam
kepentingan politis. Atas perhatian dan partisipasi Saudara, Saya ucapkan terima
kasih.
A. Karakteristik Responden (Masyarakat) 1. Jenis Kelamin :L/P
2. Umur : ............ Tahun
3. Status Pernikahan : Belum/ sudah menikah
4. Pendidikan formal terakhir (sebutkan lamanya):
Tidak Sekolah
Tidak lulus SD Lamanya :........................bulan/tahun
Lulus SD atau Sederajat Lamanya :........................bulan/tahun
Lulus SLTP atau sederajat Lamanya :........................bulan/tahun
Lulus SMA atau sederajat Lamanya :........................bulan/tahun
Lulus PT Lamanya :........................bulan/tahun
Lainnya......... Lamanya :........................bulan/tahun
5. Pendidikan non-formal (sebutkan nama dan lamanya)
......................................Lamanya :........................bulan/tahun
6. Jarak tempat tinggal dari lokasi usahaternak
< 10 meter >10 meter
7. Status kependudukan
Penduduk asli setempat
Pendatang
Lainnya...................................
8. Lama tinggal :....................... tahun
98
9. Jumlah Tanggungan keluarga :
10. Jenis sumber penggunaan Energi (jawaban boleh lebih dari satu)
Kayu bakar
Bahan bakar minyak
(BBM)
Biogas
Listrik PLN
Listrik dari Biogas
Lainnya...........................
11. Sumber air yang digunakan untuk kebutuhan sehari-hari?
Air sungai
Air pompa
Air sumur
PDAM
Lainnya............................
KONDISI EKONOMI
Konsumsi Energi (Rp/bulan)
Energi Sebelum
penggunaan
Biogas (Rp/bulan)
Sekarang setelah
penggunaan
biogas (Rp/bulan)
Kayu Bakar
Bahan Bakar
Minyak (BBM)
Gas elpiji
Listrik
(penerangan/ biaya
PLN)
Pengeluaran Rumah Tangga Masyarakat
Pengeluaran Sebelum
penggunaan
Biogas
(Rp/bulan)
Sekarang setelah
penggunaan
biogas (Rp/bulan)
Air
-PDAM
No.
Nama Jenis
Kelamin
Tahun
lahir
Pendidikan
terakhir
Pekerjaan utama Pekerjaan Sampingan Hubungan
dengan
Kepala
Keluarga
Jenis Penghasilan Lokasi Jenis Penghasilan Lokasi
1. Suami
2. Istri
3. Anak 1
4. Anak 2
5. Anak 3
6.
99
-perubahan sumber
air (sungai/sumur/air
tanah/
Dan lain-lain
KONDISI SOSIAL DAN LINGKUNGAN
Persepsi masyarakat terhadap Penggunaan Biogas
1. Apakah saudara mengetahui apa itu biogas?
Ya Tidak
............................................................................................................
............................................................................................................
............................................................................................................
2. Apakah saudara mengetahui pentingnya memanfaatkan biogas sebagai
energi alternatif yang ramah lingkungan?
Ya Tidak
Alasan :...............................................................................................
3. Sejak kapan saudara mengetahui biogas?
< 1 tahun terakhir
1-2 tahun terakhir
2-5 tahun terakhir
Tidak tahu
4. Manfaat apa saja yang diperoleh dari pemanfaatan biogas?
- Pegeluaran Rumah tangga
Menurun
Tetap
Meningkat
Tidak tahu
Sebutkan :...........................................................................................
5. Dari sumber Informasi mana Saudara memperoleh pengetahuan biogas?
(jawaban boleh lebih dari satu)
Penyuluhan aparat pemerintahan
Buku bacaan
Media telekomunikasi seperti TV dll
Media cetak/ surat kabar
Lainnya....................................................................
6. Apakah terjadi perubahan kondisi lingkungan akibat penggunaan biogas?
a. Kualitas air
Menurun
Tetap
Meningkat
Tidak tahu
Alasan :........................................................................................
b. Kualitas udara
Menurun
Tetap
Meningkat
Tidak tahu
Alasan :........................................................................................
100
c. Tingkat kesehatan
Menurun
Tetap
Meningkat
Tidak tahu
jika jawaban menurun, penyakit apa saja yang sering diderita??? Sebutkan:
....................................................................................................................................
....................................................................................................................................
.........................................................................
7. Apakah anda merasakan manfaat akibat adanya usahaternak (biogas/non-
biogas)?
Ya Tidak
Sebutkan :.....................................................................................................
8. Manfaat apa saja yang anda rasakan? (boleh lebih dari 1 jawaban)
Menciptakan lapangan pekerjaan
Mempermudah pekerjaan
Menghemat pengeluaran energi
Perubahan kondisi lingkungan
Lainnya........................................
Kendala apa saja yang Anda rasakan dalam penggunaan Energi dari
Biogas??
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
..
9. Berapa uang yang harus Anda keluarkan untuk membayar Energi yang
berasal dari biogas??
Jawaban:.........................................................................................................
10. Adakah kendala yang Anda hadapi selama menggunakan energi dari
biogas?
........................................................................................................................
........................................................................................................................
11. Apa harapan Anda terhadap usahaternak sapi perah di sekitar tempat
tinggal anda?
........................................................................................................................
........................................................................................................................
........................................................................................................................
101
Lampiran 4. Tenaga Kerja Usahaternak Biogas
Rata-Rata Curahan Waktu (jam/Hari)
No Keterangan Pria Wanita
1 Pemeliharaan dan pemerahan 4 3
2 Pencarian pakan hijauan 2 0
3 Operasional biogas 1 2
Lampiran 5. Tenaga Kerja Usahaternak Non Biogas
Rata-Rata Curahan Waktu (jam/Hari)
No Keterangan Pria Wanita
1 Pemeliharaan dan pemerahan 4 3
2 Pencarian pakan hijauan 2 0
3 Operasional biogas 0 0
Rata-rata Curahan Kerja
No Keterangan HKP/Hari HKP/Bulan
Pria Wanita Pria Wanita
1 Pemeliharaan dan pemerahan 0,50 0,28 15 8,44
2 Pencarian pakan hijauan 0,25 0 7,50 0,00
3 Operasional biogas 0,125 0,19 3,75 5,63
Jumlah 26,25 14,06
Rata-rata Curahan Kerja
No Keterangan HKP/Hari HKP/Bulan
Pria Wanita Pria Wanita
1 Pemeliharaan dan pemerahan 0,5 0,28 15 8,44
2 Pencarian pakan hijauan 0,25 0 7,5 0,00
3 Operasional biogas 0 0 0 0,00
Jumlah 22,5 8,44
102
Lampiran 6. Penyusutan Alat Usahaternak Biogas
Jenis Jumlah Harga Umur Teknis
(bulan)
Nilai penyusutan
per bulan
Milk Can (10 liter) 2 100.000 60 3333,33
Ember 5 10.000 4 12500
Gayung 2 5.000 6 1666,67
Sabit/Arit 2 32.000 36 1777,78
Golok 2 35.000 36 1944,44
Cangkul 1 30.000 36 833,33
Sekop 1 25.000 36 694,44
Saringan Susu 2 5.000 3 3333,33
Pemotong kuku 1 5.000 6 833,33
Lap Ambing 3 3.000 1 9.000
Total Biaya penyusutan peralatan 35.916,67
Lampiran 7. Penyusutan Peralatan Usahaternak Non Biogas
Jenis Peralatan Jumlah Harga Umur Teknis
(bulan)
Nilai penyusutan
per bulan
Milk Can (10
liter)
2 100.000 60 3.333,33
Ember 3 10.000 4 7.500
Gayung 2 5.000 6 1.666,67
Sabit/Arit 2 32.000 36 1.777,78
Golok 2 35.000 36 1.944,44
Cangkul 1 30.000 36 833,33
Sekop 0 25.000 36 0
Saringan Susu 2 5.000 3 3.333,33
Pemotong kuku 1 5.000 6 833,33
Lap Ambing 3 3.000 1 9.000
Total Biaya penyusutan peralatan 30.222,22
103
Lampiran 8. Biaya Usahaternak Biogas per bulan
Keterangan Jumlah Satuan Harga
Satuan
Nilai (Rp)
A. Biaya Tunai
Konsentrat 284,97 kg 1.600 455.952
Ampas Tahu/Ongok 204 kg 750 153.000
IB Keswan 369 Rp/liter 45 16.605
Dana Kematian Ternak 2.000
Iuran Wajib Anggota 10.000
Iuran perawatan biogas 10.000
Obat-obatan
a. Vitamin 7.200
b. Antibiotik 22.500
Biaya Listrik
a. lampu penerangan 17.500
b. Mesin pompa air 15.000
Total Biaya Tunai 709.757
B. Biaya Non Tunai Tenaga kerja dalam Keluarga
Pria 26 HKP 25.000 656.250
Wanita 14 HKP 20.000 281.200
Biaya Penyusutan
a. Kandang 8.333,34
b. Peralatan 35.917
Total Biaya Non Tunai 981.700
Total Biaya 1.691.457
104
Lampiran 9. Biaya Usahaternak Non Biogas
Keterangan Jumlah Satuan Harga
Satuan
Nilai (Rp)
A. Biaya Tunai
Konsentrat 251,37 kg 1.600 402.192
Ampas tahu/ongok dll 204 kg 750 153.000
IB KESWAN 359 Rp/liter 45 16.160
Dana Kematian ternak 2.000
Iuran wajib anggota 10.000
Iuran perawatan biogas -
Obat-obatan
a. Vitamin 7.200
b. Antibiotik 22.500
Biaya Listrik
a. Lampu penerangan 17.500
b. Mesin pompa air 10.000
Total Biaya Tunai 640.552
B. Biaya Non Tunai
Tenaga kerja dalam Keluarga
Pria 23 HKP 25.000 562.500
Wanita 8 HKP 20.000 168.800
Biaya Penyusutan
a. Kandang 8.333
b. Peralatan 30.222
Total Biaya Non Tunai 769.856
Total Biaya 1.410.407
Lampiran 10. Analisis Ekonomis Usahaternak Biogas dan Non Biogas
Keterangan Peternak Biogas Peternak Non
Biogas
selisih
Biaya Tunai 709.757 640.552 69.206
Biaya Non Tunai 981.700 769.856 211.844
Total Biaya 1.691.457 1.410.407 281.050
Penerimaan 2.001.131 1.576.890 424.241
Pendapatan atas Biaya Tunai 1.291.374 936.339 355.036
Pendapatan atas Biaya Total 309.674 166.483 143.191
105
Lampiran 11. Hasil Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keputusan
Peternak dalam Memanfaatkan Limbah Ternak menjadi
Biogas dengan Model Regresi Logistik
Logistic Regression [DataSet1]
Dependent Variable Encoding
Original Value Internal Value
USAHATERNAK
NONBIOGAS
0
USAHATERNAK BIOGAS 1
Iteration Historya,b,c
Iteration -2 Log likelihood
Coefficients
Constant
Step 0 1 82.577 .200
2 82.577 .201
Classification Tablea,b
Observed
Predicted
KEPUTUSAN
Percentage
Correct
USAHATERNAK
NONBIOGAS
USAHATERNAK
BIOGAS
Step 0 KEPUTUSAN USAHATERNAK
NONBIOGAS
0 27 .0
USAHATERNAK
BIOGAS
0 32 100.0
Overall Percentage 55.0
Case Processing Summary
Unweighted Casesa N Percent
Selected Cases Included in Analysis 59 100.0
Missing Cases 0 .0
Total 59 100.0
Unselected Cases 0 .0
Total 59 100.0
106
Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
Step 0 Constant .201 .259 .598 1 .439 1.222
Block 1: Method = Enter
Omnibus Tests of Model Coefficients
Chi-square Df Sig.
Step 1 Step 68,281 8 .000
Block 68,281 8 .000
Model 68,281 8 .000
Model Summary
Step -2 Log likelihood Cox & Snell R
Square
Nagelkerke R
Square
1 14.296a ,680 ,909
Hosmer and Lemeshow Test
Step Chi-square df Sig.
1 ,600 8 1,000
Iteration Historya,b,c,d
Iteration -2 Log
likelihood
Coefficients
Constant JK UMUR PDDKN JMLHTG LAMA KELP JMTRNAK TAHU
Step 1
1 33,866 -4,485 1,598 -,015 -,090 ,041 ,039 -,163 ,542 ,912
2 22,691 -6,650 2,464 -,047 -,068 ,080 ,105 -,076 ,488 1,501
3 17,854 -8,409 3,381 -,085 -,089 ,191 ,185 -,201 ,235 2,094
4 15,704 -10,665 4,577 -,121 -,242 ,386 ,254 -,496 -,063 2,852
5 14,686 -13,706 6,027 -,160 -,497 ,658 ,314 -,955 -,340 3,880
107
Coeficient Standard
Error
Wald df Significan Exp(B) 95% C.I.for EXP(B)
Lower Upper
Step
1a
JK(1) -8,38 4,77 3,08 1,00 ,08 ,00 ,00 2,66
UMUR -,24 ,22 1,20 1,00 ,27 ,79 ,52 1,21
PDDKN -,76 1,09 ,49 1,00 ,49 ,47 ,06 3,95
JMLHTG 1,03 1,02 1,01 1,00 ,31 2,79 ,38 20,67
LAMA ,41 ,26 2,57 1,00 ,11 1,51 ,91 2,49
KELP -1,66 3,99 ,17 1,00 ,68 ,19 ,00 471,63
JMTRNAK -,42 2,66 ,02 1,00 ,88 ,66 ,00 121,79
TAHU 5,53 3,22 2,94 1,00 ,09 251,18 ,45 138700,68
Constant -10,23 7,49 1,87 1,00 ,17 ,00
Correlation Matrix
Constant JK UMUR PDDKN
JMLHT
G LAMA KELP
JMTRNA
K TAHU
Step
1
Constant 1.000 -.656 .241 .302 -.490 .030 -.581 -.379 -.614
JK -.656 1.000 -.542 -.404 .683 .247 .148 .191 .673
UMUR .241 -.542 1.000 -.209 -.293 -.328 -.064 -.298 -.588
PDDKN .302 -.404 -.209 1.000 -.667 .209 -.220 .120 -.187
JMLHTG -.490 .683 -.293 -.667 1.000 -.196 .344 .178 .327
LAMA .030 .247 -.328 .209 -.196 1.000 -.330 -.577 .397
KELP -.581 .148 -.064 -.220 .344 -.330 1.000 .278 -.089
JMTRNAK -.379 .191 -.298 .120 .178 -.577 .278 1.000 .059
TAHU -.614 .673 -.588 -.187 .327 .397 -.089 .059 1.000
108
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sumedang pada tanggal 13 Mei 1991 sebagai
putri kedua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Dadi Kusiadi dan Ibu
Eem Sukaema. Pada tahun 1997 penulis memulai studinya di SDN Cipacing II
Jatinagor Sumedang dan lulus pada tahun 2003. Penulis melanjutkan pendidikan
di SMPS Al Ma‟soem dan lulus pada tahun 2005. Selanjutnya, penulis bersekolah
di SMAS Al Ma‟soem Jatinagor Sumedang dan lulus pada tahun 2008. Pada
tahun yang sama, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur
Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Setelah setahun belajar di Tingkat
Persiapan Bersama (TPB-IPB) pada tahun 2009, penulis melautka Mayor
Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan yang diampu Departemen Ekonomi
Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, IPB. Untuk
melengkapi kompetensi Mayor, penulis memilih Minor Manajemen fungsional
FEM IPB. Selama kuliah penulis aktif pada berbagai lembaga kemahasiswaan
intra kampus. Tercatat penulis pernah menjadi Staff Divisi BEM Corporation di
BEM FEM IPB 2010, Sekretaris I Himpunan Profesi ESL (REESA 2011). Selain
itu, penulis juga aktif di berbagai kegiatan baik sebagai peserta maupun sebagai
panitia.