analisis efektifitas pemberdayaan dana zakat, infak, sedekah, dan...

26
1 ANALISIS EFEKTIFITAS PEMBERDAYAAN DANA ZAKAT, INFAK, SEDEKAH, DAN WAKAF (ZISWAF) LEMBAGA AMIL ZAKAT NASIONAL POS KEADILAN PEDULI UMAT (PKPU) CABANG SEMARANG PADA PROSMILING TERPADU DAN PROGRAM KLINIK PEDULI Shandy Dwi Fernandi Arif Pujiyono, S.E., M.Si ABSTRACT Poverty is a major problem in Indonesia's economy. Economic growth without income distribution will not be able to alleviate poverty. The government have been efforts to reduce the inequalities with the society through zakkah instruments, infak, sedekah, and wakaf, with legalize Act No. 38 of 1999 on Management of Zakkah. With a potential of up to Rp 217 Trillion in 2011, then there needs to be an evaluation of the management program ZISWAF funds that aim to alleviate poverty, particularly in Integrated Public Health Program Mobile (PROSMILING) Programs and Care Clinic PKPU Branch Semarang in January to February of 2011. The Research uses quantitative description analysis and cost-effectiveness analysis in looking at the level of effectiveness and efficiency of ZISWAF financial empowerment. Respondents who studied in the research reached 145 people as a population sample of 580 people recorded as participants PROSMILING and 46 samples from 184 people recorded as the participant population Clinical Care Programs PKPU Branch Semarang. Based on the analysis, the success of health Integrated PROSMILING respondents achieved was 70% with a total cost of Rp 1.738.750,00. Costs required to achieve the optimal level of effectiveness of Rp 17.215,35. While in Clinical Care Program, the success achieved in the form of health respondents is 100% with a total cost of Rp 2.100.000,00. Costs required to achieve the level of optimum effectiveness Rp 45.652,17. Thus, Integrated PROSMILING more effective and efficient than Care Clinic Program PKPU Branch Semarang in the empowerment fund ZISWAF in Semarang City in January to February 2011. Keywords: Poverty, ZISWAF, PKPU, PROSMILING, Clinical Care, Effectiveness.

Upload: vuliem

Post on 09-Mar-2019

229 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

ANALISIS EFEKTIFITAS PEMBERDAYAAN DANA ZAKAT, INFAK,

SEDEKAH, DAN WAKAF (ZISWAF) LEMBAGA AMIL ZAKAT

NASIONAL POS KEADILAN PEDULI UMAT (PKPU) CABANG

SEMARANG PADA PROSMILING TERPADU DAN PROGRAM

KLINIK PEDULI

Shandy Dwi Fernandi

Arif Pujiyono, S.E., M.Si

ABSTRACT

Poverty is a major problem in Indonesia's economy. Economic growth without income

distribution will not be able to alleviate poverty. The government have been efforts to reduce

the inequalities with the society through zakkah instruments, infak, sedekah, and wakaf, with

legalize Act No. 38 of 1999 on Management of Zakkah. With a potential of up to Rp 217

Trillion in 2011, then there needs to be an evaluation of the management program ZISWAF

funds that aim to alleviate poverty, particularly in Integrated Public Health Program Mobile

(PROSMILING) Programs and Care Clinic PKPU Branch Semarang in January to February

of 2011.

The Research uses quantitative description analysis and cost-effectiveness analysis in

looking at the level of effectiveness and efficiency of ZISWAF financial empowerment.

Respondents who studied in the research reached 145 people as a population sample of 580

people recorded as participants PROSMILING and 46 samples from 184 people recorded as

the participant population Clinical Care Programs PKPU Branch Semarang.

Based on the analysis, the success of health Integrated PROSMILING respondents

achieved was 70% with a total cost of Rp 1.738.750,00. Costs required to achieve the optimal

level of effectiveness of Rp 17.215,35. While in Clinical Care Program, the success achieved

in the form of health respondents is 100% with a total cost of Rp 2.100.000,00. Costs

required to achieve the level of optimum effectiveness Rp 45.652,17. Thus, Integrated

PROSMILING more effective and efficient than Care Clinic Program PKPU Branch

Semarang in the empowerment fund ZISWAF in Semarang City in January to February 2011.

Keywords: Poverty, ZISWAF, PKPU, PROSMILING, Clinical Care, Effectiveness.

2

PENDAHULUAN

Kemiskinan merupakan masalah yang sulit dihilangkan dari kehidupan di dunia, tanpa

terkecuali bangsa Indonesia. Masalah yang sejatinya telah lama hadir sejak bangsa ini

menyatakan kemerdekaanya pada tahun 1945. Badan Pusat Statistik (2011) menunjukkan

bahwa sekitar 31 Juta penduduk Indonesia berada dalam kategori miskin pada tahun 2010.

Jumlah tersebut setara dengan 13,33 % dari total jumlah penduduk Indonesia. Salah satu

faktor penyebab kemiskinan di Indonesia adalah ketimpangan sosial. Menurut Todaro (2003),

tingkat pendapatan nasional yang tinggi tanpa disertai distribusi yang merata tidak akan

mengurangi kemiskinan, distribusi kemiskinan tanpa perbaikan dari segi jumlah pendapatan

nasional tetap akan memperluas kemelaratan.

Standar kemiskinan yang ditetapkan pemerintah pun sangat memprihantinkan, dimana

penduduk yang dikategorikan miskin adalah mereka yang memiliki pendapatan kurang dari

Rp 211.726,00, jauh dari standar yang ditetapkan oleh Bank Dunia yang sebesar $1 per hari

atau $2 per hari. Jika dikalikan dengan asumsi kurs sebesar Rp 8.500,00 per dolar, maka

sewajarnya standar kemiskinan masyarakat dengan dasar dari bank dunia adalah Rp

255.000,00 atau Rp 510.000,00 per jiwa per bulan.

Tabel 1

Jumlah, Prosentase, dan Garis Kemiskinan Menurut BPS Tahun 2007 – 2010

Tahun 2007 2008 2009 2010

Jumlah (jiwa) 37,168 Juta 34,963 Juta 32,530 Juta 31,023 Juta

Persentase 16,58 % 15,42 % 14,15 % 13,33 %

Garis Kemiskinan Rp 166.697,00 Rp 182.636,00 Rp 200.262,00 Rp 211.726

Sumber: BPS (2011)

Dalam pembangunan ekonomi, Sujudi (2003) menjelaskan bahwa manusia dapat

berada di dua posisi. Pertama sebagai obyek karena pembangunan ekonomi memiliki tujuan

untuk menyejahterakan manusia, dan kedua sebagai subyek karena manusia merupakan

pelaku dari pembangunan ekonomi tersebut. Salah satu faktor yang dapat menunjukkan

kualitas kehidupan manusia adalah kesehatan. Badan Pusat Statistik (2011) dalam indikator

kesehatan masyarakat Indonesia memperlihatkan adanya penurunan kualitas kesehatan

masyarakat Indonesia sejak tahun 2000 hingga 2010. Potret kondisi kesehatan masyarakat

Indonesia yang memprihatinkan tersebut semakin terlihat menyedihkan manakala kucuran

dana yang dialokasikan pada sektor kesehatan meningkat secara signifikan. Data Kementrian

3

Keuangan (2011) menunjukkan bahwa sejak tahun 2005 hingga 2010 anggaran bagi

Kementrian Kesehatan selalu meningkat mulai Rp 6,5 Triliun pada tahun 2005 hingga Rp

23,8 Triliun pada tahun 2010.

Tabel 2

Total Anggaran Kesehatan APBN dan Proporsi Peningkatan

Tahun 2005 – 2010

Tahun APBN Kemetrian Kesehatan

(Rupiah)

Proporsi

Peningkatan Keterangan

2005 6.508,9 Miliar - Realisasi

2006 12.260,6 Miliar 88,37 % Realisasi

2007 15.530,6 Miliar 26,67 % Realisasi

2008 15.871,9 Miliar 2,2 % Realisasi

2009 18.001,5 Miliar 13,42 % Realisasi

2010 23.796,8 Miliar 32,2 % APBN-P

Sumber: Kementrian Keuangan (2011)

Dalam Sistem Kesehatan Nasional, Wasisto, dkk (1986) menyatakan bahwa untuk

mencapai tujuan dan sasaran pembangunan kesehatan diperlukan dana, baik yang bersumber

dari pemerintah maupun masyarakat. Dengan dasar Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999

tentang Pengelolaan Zakat, masyarakat dapat memberikan kontribusinya untuk membantu

pemerintah dalam pemerataan pendapatan masyarakat untuk pengentasan kemiskinan melalui

program pembangunan kesehatan di Indonesia dengan sarana Zakat, Infak, Sedekah, dan

Wakaf (ZISWAF). Payung hukum inilah yang mendorong banyak tumbuhnya Badan Amil

Zakat dan Lembaga Amil Zakat di Indonesia, termasuk Pos Keadilan Peduli Umat (PKPU)

yang telah berdiri sejak tahun 1999.

Sejak tahun 2004 – 2010, PKPU (2011) telah memberdayakan dana ZISWAF kepada

masyarakat miskin di Indonesia sebesar Rp 266,247 Miliar. Inovasi program yang menarik

dan kinerja yang positif membuat PKPU menjadi salah satu rujukan terbaik bagi masyarakat

ataupun pemerintah untuk menyalurkan dana ZISWAF kepada masyarakat miskin. Berbagai

program unggulan, khususnya pada sektor kesehatan, seperti Program Kesehatan Masyarakat

Keliling (PROSMILING) Terpadu dan Program Klinik Peduli, telah menjadikan PKPU

sebagai bagian dari solusi kehidupan kesehatan di Indonesia. Namun, semua nilai positif

tersebut perlu ditingkatkan kembali dengan evaluasi kinerja dan pembiayaan program agar

4

semakin profesional dan produktif dalam memberikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat

miskin.

Tabel 3

Total Pemberdayaan Dana ZISWAF PKPU Tahun 2004 – 2010

Tahun Dana Pemberdayaan ZISWAF PKPU (Rp) Proporsi Peningkatan

2004 6,656 Miliar -

2005 37,003 Miliar 455,93 %

2006 43,268 Miliar 16,93 %

2007 34,014 Miliar (21,39) %

2008 36,501 Miliar 7,31 %

2009 42,935 Miliar 17,63 %

2010 65,870 Miliar 53,42 %

TOTAL 266,247 Miliar 88,31 %

Sumber: PKPU (2011)

Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang diangkat dalam

penelitian kali ini yaitu, apakah pembiayaan dana ZISWAF yang digunakan pada

PROSMILING Terpadu dan Program Klinik Peduli PKPU Cabang Semarang efektif dan

tepat sasaran bagi kesehatan masyarakat miskin Kota Semarang?

TELAAH PUSTAKA

Pembiayaan sektor kesehatan dalam ilmu ekonomi masuk dalam ranah ekonomi

publik. Hamzah (2010) menjelaskan bahwa ekonomi publik mempelajari mengenai

penyediaan barang dan jasa yang tidak dapat disediakan secara efisien oleh mekanisme pasar.

Dalam analisisnya pun, ekonomi publik merujuk pada ketidakmampuan mekanisme pasar

untuk menginternalisasikan unsur-unsur signifikan yang sulit diukur dampak ekonomisnya,

seperti ekses pencemaran lingkungan, dan hal ini sering dikatakan dengan istilah adanya

kegagalan pasar. Dalam sudut pandang ekonomi Islam, instrumen fiskal yang digunakan

dalam pembiayaan sektor publik, seperti pada pembangunan kesehatan, adalah Zakat, Infak,

Sedekah, dan Wakaf (ZISWAF). Manan (1993) dalam Nasution (2006) berpendapat bahwa

kebijakasanaan fiskal bertujuan untuk mengembangkan suatu masyarakat yang didasarkan

5

atas distribusi kekayaan berimbang dengan menempatkan nilai-nilai material dan spiritual

pada tingkat yang sama.

Pembiayaan sektor kesehatan dengan tujuan peningkatan kualitas kehidupan manusia

sebagai subyek pembangunan ekonomi, didasarkan pada prinsip ekonomi klasik yang

mengatakan bahwa manusia sebagai salah satu faktor produksi yang penting. Berawal dari

pemikiran klasik tersebut, berikutnya muncul paham ekonomi neo klasik yang memfokuskan

pada tingkah laku individu dan perusahaan dalam memilih sumber daya yang ada. Menurut

pandangan Solow (1956) dalam Mankiw, dkk (1992) penduduk dimasukkan ke dalam model

sebagai angkatan kerja, sebagai salah satu input dalam mencapai pertumbuhan ekonomi,

sebagaimana yang dijelaskan secara sederhana pada fungsi produksi berikut ini.

Q = f (K,L)

Dimana Q = output

K = modal fisik

L = modal manusia

dalam persamaan tersebut variabel demografi hanya diwakili oleh variabel modal manusia

(L) yang hanya diukur dengan pendekatan jumlah angkatan kerja atau pertumbuhan angkatan

kerja tanpa memasukkan adanya kaitan antara pertumbuhan ekonomi terhadap kelahiran,

kematian serta perpindahan penduduk.

Model yang dikembangkan oleh Solow (1956) dalam Mankiw, dkk (1992) ini

menerangkan bahwa pertumbuhan output agregat dalam perekonomian ditentukan oleh dua

hal utama, yaitu pertumbuhan parsial dari masing-masing faktor produksi yang dipakai

(kapital dan tenaga kerja) serta proses teknologi yang dicerminkan pada peningkatan total

produktivitas (TFP). Perkembangan pemikiran mengenai model tersebut telah dicoba

diterangkan dalam fungsi Cobb-Douglas yang diperluas kembali dengan menambahkan

variabel human capital yang sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, kesehatan dan

kondisi lainnya sehingga terbentukah fungsi sebagi berikut:

Y = A0 Kβk

Hβh

Lβl

dimana Y adalah output, A0 adalah tingkat tenologi, K adalah capital, H adalah human

capital, L adalah tenaga kerja. Sedangkan βk, βh dan βl masing-masing adalah elastisitas dari

capital, human capital, dan tenaga kerja terhadap output.

Atmawikarta (n.d.) dalam laporannya mengatakan bahwa peningkatan kesejahteraan

ekonomi sebagai akibat dari bertambah panjangnya usia sangatlah penting. Dalam

membandingkan tingkat kesejahteraan antar kelompok masyarakat, sangatlah penting untuk

6

melihat angka harapan hidup, seperti halnya dengan tingkat pendapatan tahunan. Di negara-

negara yang tingkat kesehatannya lebih baik, setiap individu memiliki rata-rata hidup lebih

lama, dengan demikian secara ekonomis mempunyai peluang untuk untuk memperoleh

pendapatan lebih tinggi. Keluarga yang usia harapan hidupnya lebih panjang, cenderung

untuk menginvestasikan pendapatannya di bidang pendidikan dan menabung. Dengan

demikian, tabungan nasional dan investasi akan meningkat, dan pada gilirannya akan

meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

Gambar 1

Skema Hubungan Program Kesehatan Sebagai Variabel Masukan Pembangunan

Ekonomi

Sumber: Atmawikarta (n.d.)

Dalam skema di atas Atmawikarta (n.d.) menjelaskan bahwa pembangunan ekonomi

disatu pihak, merupakan fungsi dari kebijakan dan institusi (kebijakan ekonomi,

Kebijakan ekonomi

Pemerintah yang baik

Penyediaan pelayanan publik

Sumber Daya Manusia, termasuk:

Pendidikan, pelatihan, perkembangan

Fisik dan kognitif

Teknologi, termasuk:

Pengetahuan ilmiah yang relevan

untuk menghasilkan inovasi dalam

difusi ekonomi dalam negeri dengan

menggunakan teknologi dari luar

Kesehatan Pertumbuhan

ekonomi:

Pertumbuhan GNP

Perkapita,

Penurunan

kemiskinan

Modal perusahaan, termasuk:

Investasi yang pasti dalam peralatan,

organisasi dan kerjasama karyawan,

peluang investasi untuk menarik modal

7

pemerintahan yang baik, dan penyediaan pelayanan publik), dan faktor masukan (sumber

daya manusia, teknologi, dan modal perusahaan) dilain pihak. Kesehatan mempunyai peranan

ekonomi yang sangat kuat terhadap sumber daya manusia dan modal perusahaan melalui

berbagai mekanisme. Hal ini menguatkan pendapat Sularsono (2005) yang menjelaskan

bahwa bukti-bukti makroekonomi menjelaskan bahwa negara-negara dengan kondisi

kesehatan dan pendidikan yang rendah akan menghadapi tantangan yang lebih berat untuk

mencapai pertumbuhan yang berkelanjutan jika dibandingkan dengan negara yang lebih baik

keadaan kesehatan dan pendidikannya.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah mengelompokkan beberapa negara sedang

berkembang selama masa 1965 samapai 1994. Pengelompokkan ini dibuat berdasarkan

tingkat pendapatan negara pada tahun 1965 dan angka kematian bayi pada tahun yang sama

(sebagai proksi bagi kondisi penyakit secara keseluruhan), sebagaimana yang digambarkan

dalam tabel 4 berikut.

Tabel 4

Angka Pertumbuhan Pendapatan Perkapita, Tahun 1965 – 1994 (Berdasar Angka

Pendapatan Dan Angka Kematian Bayi, 1956)

Angka Kematian Bayi

(AKB), 1965

Pendapatan

Awal, 1965 (PPP)

disesuaikan USD 1990

AKB < 50 AKB

50 - 100

AKB

100 - 150 AKB > 150

PDB < USD 750

PDB USD 750 – 1500

PDB USD 1500 – 3000

PDB USD 3000 – 6000

PDB > USD 6000

-

-

5,9

2,8

1,9

3,7

3,4

1,8

1,7

-0,5

1,0

1,1

1,1

0,3

-

0,1

-0,7

2,5

-

-

Catatan: Angka petumbuhan yang dilaporkan adalah rata-rata dari pertumbuhan PDB

sebua negara dalam kelompok yang bersangkutan

Sumber: WHO – SEAR, 2002 dalam Sujudi (2003)

Tabel 4 menunjukkan bahwa untuk interval pendapatan awal tertentu, negara-negara

dengan angka kematian bayi rendah mengalami pertumbuhan ekonomi lebih tinggi selama

kurun waktu tertentu. Terdapat korelasi yang kuat antara tingkat kesehatan yang baik dengan

8

pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Dalam laporan penelitiannya, Sularsono (2005)

menyebutkan, secara statistik diperkirakan bahwa setiap peningkatan sepuluh persen dari

angka harapan hidup (AHH) waktu lahir akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi minimal

0,3 – 0,4 persen per tahun, perbedaan tingkat pertumbuhan tahunan antara negara-negara

maju yang memiliki AHH tinggi (77 tahun) dengan negara-negara sedang berkembang

dengan AHH rendah (49 tahun) adalah sekitar 1,6%, dan pengaruh ini akan terakumulasi

secara terus menerus.

METODE PENELITIAN

Penelitian kali ini menggunakan metode analisis deskriptif kuantitatif. Menurut

Supriyadi (2010) analisis deskriptif kuantitatif yaitu analisis yang mendeskripsikan data yang

berbentuk angka (nilai). Penelitian ini pun menggunakan Analisis Efektifitas Biaya atau Cost

Effectiveness Analysis, dimana menurut Tjiptoherianto dan Soesetyo (1994) dalam Putri

(2009) merupakan salah satu cara untuk memilih dan menilai program yang terbaik bila

terdapat beberapa program yang berbeda dengan tujuan yang sama tersedia untuk dipilih.

Variabel masukan dalam penelitian ini adalah biaya langsung, dimana menurut

Stoddart (1985) dalam Mills & Gilson (1990) adalah komponen biaya yang dikeluarkan oleh

organisasi dan operasional dalam upaya kesehatan langsung dan biaya yang dikeluarkan oleh

penderita dan keluarga. Dalam penelitian ini yang termasuk komponen biaya langsung adalah

biaya yang dikeluarkan oleh PKPU Cabang Semarang, yaitu biaya operasional, biaya dokter,

biaya perawat, dan biaya obat. Sedangkan variabel luaran pada penelitian ini berupa

kesehatan responden yang dikatakan oleh Noer, dkk (2000) bahwa kondisi kesehatan

responden berupa kesembuhan merupakan variabel luaran yang dihitung sebagai akibat

langsung yang diterima penderita (responden).

Populasi pada PROSMILING Terpadu sebesar 580 orang dan Program Klinik Peduli

sebesar 184 orang selama bulan Januari hingga Februari 2011. Dengan kondisi populasi yang

cukup homogen, perhitungan sampel yang diambil pada penelitian ini adalah sebesar 25 %

dari populasi, yaitu 46 orang untuk Program Klinik Peduli dan 145 orang untuk

PROSMILING Terpadu.

Teknis penghitungan Cost Effectiveness pada penelitian kali ini adalah sebagai

berikut:

1. Total Biaya Berdasarkan Populasi = Biaya Operasional + Biaya Dokter + Biaya

Perawat + Biaya Obat

9

2. Biaya Per Peserta Berdasarkan Populasi = Biaya Berdasarkan Populasi

Jumlah Populasi

3. Total Biaya Berdasarkan Sampel = Biaya Per Peserta Berdasarkan Populasi X Jumlah

Sampel

4. Cost Effective (C/E) = Total Biaya Berdasarkan Sampel

Jumlah Sampel

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan analisis deskriptif kuantitatif, Tabel 5 menunjukkan besar proporsi

pendapatan perkapita responden PROSMILING Terpadu. Batasan yang digunakan mengacu

pada beberapa standar kemiskinan yang ditetapkan oleh beberapa lembaga. Batas bawah

ditentukan sebesar Rp 205.000,00 atas dasar standar garis kemiskinan yang dibuat oleh

Badan Pusat Statistik pada tahun 2010 untuk Propinsi Jawa Tengah daerah perkotaan (BPS,

2011). Tingkat kedua menggunakan standar satu dolar per hari selama tiga puluh hari dengan

asumsi satu dolar senilai Rp 8.500,00, maka ditetapkan sebesar Rp 255.000,00.

Pada tingkat ketiga menggunakan standar dua dolar per hari selama tiga puluh hari

dengan asumsi satu dolar senilai Rp 8.500,00, maka ditetapkan sebesar Rp 510.000,00. Untuk

batas atas, digunakan standar Kebutuhan Hidup Layak (KHL) Kota Semarang pada tahun

2010 yang dirilis oleh Serikat Pekerja Nasional (2011) Cabang Semarang dalam blog mereka

sebesar Rp 976.636,00. Namun untuk memudahkan penelitian, digunakan pembulatan

menjadi Rp 1.000.000,00 atau satu juta rupiah.

Tabel 5

Karakteristik Pendapatan Perkapita Responden PROSMILING Terpadu

No Pendapatan Perkapita Responden Jumlah

1 ≤ Rp 205.000,00 50 orang

2 Rp 205.001,00 – Rp 255.000,00 31 orang

3 Rp 255.001,00 – Rp 510.000,00 58 orang

4 Rp 510.001,00 – Rp 1.000.000,00 6 orang

5 > Rp 1.000.000,00 0 orang

TOTAL 145 orang

Sumber: Data Primer diolah (2011)

10

Mayoritas responden yang mengikuti PROSMILING memiliki pendapatan per bulan

di bawah dua dolar per hari. Sebesar 96 % atau sejumlah 139 responden berpenghasilan di

bawah standar kemiskinan yang ditetapkan oleh bank dunia. Bahkan data ini pun

memperlihatkan hasil yang lebih memprihatinkan, dimana sebesar 35 % atau sejumlah 50

orang berpenghasilan di bawah standar kemiskinan yang ditetapkan oleh BPS yang memiliki

standar sangat rendah dan tidak layak untuk memenuhi kebutuhan hidup dalam satu bulan

yang sebesar Rp 205.000,00. Dengan demikian, PROSMILING yang dijalankan dari dana

zakat, infak, sedekah, dan wakaf, dapat dikatakan memiliki fokus kerja dan wilayah yang

tepat mengingat sebagian besar pesertanya masuk dalam kategori masyarakat miskin.

Hasil pengamatan yang telah dilakukan menunjukkan bahwa sebesar 4 % atau

sejumlah 6 responden ternyata masih dapat menikmati fasilitas ini. Mereka yang memiliki

pendapatan lebih dari dua dolar per hari atau lebih dari Rp 510.000,00 per bulan masuk

dalam golongan mampu. Partisipasi yang mereka lakukan sebatas pada aktifitas yang bersifat

meramaikan suasana, bukan karena memang mereka membutuhkan fasilitas tersebut. Kondisi

ini terjadi karena mereka termasuk dalam kategori tokoh masyarakat yang disegani, dimana

jika mereka tidak turut serta, dikhawatirkan masyarakat yang lain pun tidak akan turut serta,

padahal masyarakat lain yang mayoritas masuk dalam golongan miskin ini membutuhkan

program seperti ini yang tidak mengeluarkan biaya sedikitpun. PKPU Cabang Semarang pun

sebagai pihak penyelenggara menilai kondisi ini sebagai hal yang wajar, karena secara

khusus dasar penentuan lokasi PROSMILING adalah wilayah bukan personal.

Berdasarkan aspek kesehatan yang menjadi variabel luaran dalam penelitian ini,

seluruh responden yang mengikuti PROSMILING Terpadu PKPU Cabang Semarang

mengalami gangguan kesehatan sebelum mengikuti program tersebut. Penetapan

keberhasilan ditentukan dari hasil wawancara dan pengisian kuesioner terhadap responden.

Adapun aspek yang dinilai yaitu responden harus mengikuti seluruh anjuran yang diberikan

oleh dokter, tidak mengikuti pengobatan lain selama tenggat waktu masa penyembuhan yang

diberikan oleh dokter, tidak mengonsumsi obat lain selain yang dianjurkan oleh dokter, dan

tidak ada lagi gangguan kesehatan yang dirasakannya atau merasa telah sehat setelah

mengikuti PROSMILING Terpadu PKPU Cabang Semarang. Keberhasilan dapat dicapai jika

responden benar-benar menjadi sehat setelah mengikuti PROSMILING Terpadu PKPU

Cabang Semarang tanpa ada intervensi dari program lain, pengobatan lain, ataupun obat lain

diluar anjuran yang diberikan oleh dokter dan selama tenggat waktu penyembuhan yang

diberikan oleh dokter.

11

Tabel 6 menunjukkan seberapa besar tingkat keberhasilan yang telah dicapai oleh

PROSMILING Terpadu PKPU Cabang Semarang. Dengan tingkat keberhasilan sebesar 70 %

atau sejumlah 101 responden dan tingkat kegagalan sebesar 30 % atau sejumlah 44

responden, PROSMILING Terpadu PKPU Cabang Semarang telah memperlihatkan sisi yang

berbeda atas pengelolaan program kesehatan bagi masyarakat miskin yang bebas biaya.

Tabel 6

Karakteristik Kesehatan Responden PROSMILING Terpadu

No Aspek Kesehatan Responden Ya Tidak Jumlah

1 Mengikuti Anjuran Dokter 140 orang 5 orang 145 orang

2 Mengikuti Pengobatan Lain 11 orang 134 orang 145 orang

3 Mengonsumsi Obat Lain 19 orang 126 orang 145 orang

4 Menjadi Sehat Setelah Pengobatan 116 orang 29 orang 145 orang

KEBERHASILAN PROGRAM 101 orang 44 orang 145 orang

Sumber: Data Primer diolah (2011)

Kegagalan yang terdapat dalam program tersebut sebagian besar terjadi karena masih

adanya gangguan kesehatan yang dialami oleh responden. Sejumlah 29 responden merasa

masih belum sehat meskipun mereka telah mengikuti program tersebut. Kondisi lingkungan

yang buruk dan asupan gizi yang kurang memadai, menjadi faktor eksternal penghambat

keberhasilan program ini. Sedangkan keterbatasan sarana dan prasarana yang diberikan

dalam program ini, membuat beberapa penyakit hanya diberikan pelayanan secukupnya.

Pada Tabel 7 menunjukkan besar proporsi pendapatan perkapita responden Program

Klinik Peduli. Batasan yang digunakan mengacu pada beberapa standar kemiskinan yang

ditetapkan oleh beberapa lembaga. Batas bawah ditentukan sebesar Rp 205.000,00 atas dasar

standar garis kemiskinan yang dibuat oleh Badan Pusat Statistik pada tahun 2010 untuk

Propinsi Jawa Tengah daerah perkotaan (BPS, 2011). Tingkat kedua menggunakan standar

satu dolar per hari selama tiga puluh hari dengan asumsi satu dolar senilai Rp 8.500,00, maka

ditetapkan sebesar Rp 255.000,00.

Pada tingkat ketiga menggunakan standar dua dolar per hari selama tiga puluh hari

dengan asumsi satu dolar senilai Rp 8.500,00, maka ditetapkan sebesar Rp 510.000,00. Untuk

batas atas, digunakan standar Kebutuhan Hidup Layak (KHL) Kota Semarang pada tahun

2010 yang dirilis oleh Serikat Pekerja Nasional (2011) Cabang Semarang dalam blog mereka

12

sebesar Rp 976.636,00. Namun untuk memudahkan penelitian, digunakan pembulatan

menjadi Rp 1.000.000,00 atau satu juta rupiah.

Tabel 7

Karakteristik Pendapatan Perkapita Responden Program Klinik Peduli

No Pendapatan Perkapita Responden Jumlah

1 ≤ Rp 205.000,00 39 orang

2 Rp 205.001,00 – Rp 255.000,00 6 orang

3 Rp 255.001,00 – Rp 510.000,00 1 orang

4 Rp 510.001,00 – Rp 1.000.000,00 0 orang

5 > Rp 1.000.000,00 0 orang

TOTAL 46 orang

Sumber: Data Primer diolah (2011)

Seluruh responden yang mengikuti Klinik Peduli memiliki pendapatan per bulan di

bawah dua dolar per hari, bahkan sebesar 85 % atau sejumlah 39 responden berpenghasilan di

bawah standar kemiskinan yang ditetapkan oleh BPS yang memiliki standar sangat rendah

dan tidak layak untuk memenuhi kebutuhan hidup dalam satu bulan yang sebesar Rp

205.000,00. Data ini pun memperlihatkan hasil yang cukup memprihatinkan, dimana sebesar

13 % atau sejumlah 6 orang berpenghasilan di bawah standar kemiskinan satu dolar per hari

selama sebulan, yaitu sebesar Rp 255.000,00. Hanya ada 1 responden dengan proporsi 2 %

yang memiliki pendapatan melebihi satu dolar per hari selama sebulan. Namun, ini pun masih

memprihatinkan karena responden tersebut tidak dapat memenuhi standar bank dunia sebesar

dua dolar per hari selama sebulan yaitu sebesar Rp 510.000,00. Melihat kondisi ini maka

Klinik Peduli telah menjalankan fungsinya dengan baik, karena seluruh responden yang

mengikuti program tersebut benar-benar masuk dalam kategori masyarakat miskin.

Berdasarkan aspek kesehatan yang menjadi variabel luaran dalam penelitian ini,

seluruh responden yang mengikuti Klinik Peduli mengalami gangguan kesehatan sebelum

mengikuti program tersebut. Penetapan keberhasilan ditentukan dari hasil wawancara dan

pengisian kuesioner terhadap responden. Adapun aspek yang dinilai yaitu responden harus

mengikuti seluruh anjuran yang diberikan oleh dokter, tidak mengikuti pengobatan lain

selama tenggat waktu masa penyembuhan yang diberikan oleh dokter, tidak mengonsumsi

obat lain selain yang dianjurkan oleh dokter, dan tidak ada lagi gangguan kesehatan yang

dirasakannya atau merasa telah sehat setelah mengikuti pengobatan di Klinik Peduli.

13

Keberhasilan dapat dicapai jika responden benar-benar menjadi sehat setelah berobat di

Klinik Peduli tanpa ada intervensi dari program lain, pengobatan lain, ataupun obat lain

diluar anjuran yang diberikan oleh dokter dan selama tenggat waktu penyembuhan yang

diberikan oleh dokter.

Tabel 8 menunjukkan seberapa besar tingkat keberhasilan yang telah dicapai oleh

Klinik Peduli. Dengan tingkat keberhasilan sempurna sebesar 100 % atau sejumlah 46

responden dan tingkat kegagalan nihil, Klinik Peduli telah memperlihatkan sisi yang berbeda

atas pengelolaan program kesehatan bagi masyarakat miskin yang bebas biaya.

Tabel 8

Karakteristik Kesehatan Responden Program Klinik Peduli

No Aspek Kesehatan Responden Ya Tidak Jumlah

1 Mengikuti Anjuran Dokter 46 orang 0 orang 46 orang

2 Mengikuti Pengobatan Lain 0 orang 46 orang 46 orang

3 Mengonsumsi Obat Lain 0 orang 46 orang 46 orang

4 Menjadi Sehat Setelah Pengobatan 46 orang 0 orang 46 orang

KEBERHASILAN PROGRAM 46 orang 0 orang 46 orang

Sumber: Data Primer diolah (2011)

Klinik Peduli mampu memberikan tingkat keberhasilan yang sempurna karena sarana

dan prasarana maupun obat yang diberikan saat pengobatan di Klinik Peduli lebih lengkap

ketimbang yang ada saat PROSMILING Terpadu. Selain itu, sebagian besar responden yang

masuk dalam kategori usia di bawah 15 tahun, khususnya balita, maka jarang diantara mereka

yang memiliki sikap dualisme dalam melakukan pengobatan atas gangguan kesehatan yang

mereka rasakan.

PROSMILING Terpadu PKPU Cabang Semarang pada bulan Januari sampai Februari

tahun 2011 dilaksanakan sebanyak lima kali. Tiga kali merupakan program untuk masyarakat

umum yang tersebar di tiga lokasi, yaitu Kecamatan Gayamsari, Kecamatan Pedurungan, dan

Kecamatan Gunungpati. Sedangkan dua lokasi lainnya terdapat di PAUD Pedurungan dan

PAUD Gedawang yang keduanya merupakan permohonan pihak sekolah agar diadakan

pemeriksaan umum kesehatan bagi siswa dan seluruh pegawai PAUD.

Biaya yang dikeluarkan oleh PKPU Cabang Semarang untuk pelaksanaan

PROSMILING Terpadu di Kecamatan Gayamsari antara lain, biaya operasional sebesar Rp

625.000,00 untuk transportasi, administrasi, sosialisasi, dan operasional lainnya, biaya dokter

14

sebesar Rp 300.000,00 untuk dua orang dokter, biaya perawat Rp 150.000,00 untuk tiga

orang perawat, dan satu paket pengobatan sebesar Rp 500.000,00. Total biaya yang

dikeluarkan adalah sebesar Rp 1.575.000,00.

Kemudian, biaya yang dikeluarkan oleh PKPU Cabang Semarang untuk pelaksanaan

PROSMILING Terpadu di Kecamatan Pedurungan antara lain, biaya operasional sebesar Rp

630.000,00 untuk transportasi, administrasi, sosialisasi, dan operasional lainnya, biaya dokter

sebesar Rp 300.000,00 untuk dua orang dokter, biaya perawat Rp 150.000,00 untuk tiga

orang perawat, dan satu paket pengobatan sebesar Rp 500.000,00. Total biaya yang

dikeluarkan adalah sebesar Rp 1.580.000,00.

Biaya yang dikeluarkan oleh PKPU Cabang Semarang untuk pelaksanaan

PROSMILING Terpadu di Kecamatan Gunungpati antara lain, biaya operasional sebesar Rp

670.000,00 untuk transportasi, administrasi, sosialisasi, dan operasional lainnya, biaya dokter

sebesar Rp 300.000,00 untuk dua orang dokter, biaya perawat Rp 150.000,00 untuk tiga

orang perawat, dan satu paket pengobatan sebesar Rp 500.000,00. Total biaya yang

dikeluarkan adalah sebesar Rp 1.620.000,00.

Kemudian, biaya yang dikeluarkan oleh PKPU Cabang Semarang untuk pelaksanaan

PROSMILING Terpadu di PAUD Pedurungan antara lain, biaya operasional sebesar Rp

590.000,00 untuk transportasi, administrasi, sosialisasi, dan operasional lainnya, biaya dokter

sebesar Rp 100.000,00 untuk satu orang dokter, biaya perawat Rp 1000.000,00 untuk dua

orang perawat, dan satu paket pengobatan sebesar Rp 300.000,00. Total biaya yang

dikeluarkan adalah sebesar Rp 1.090.000,00.

Biaya yang dikeluarkan oleh PKPU Cabang Semarang untuk pelaksanaan

PROSMILING Terpadu di PAUD Gedawang antara lain, biaya operasional sebesar Rp

590.000,00 untuk transportasi, administrasi, sosialisasi, dan operasional lainnya, biaya dokter

sebesar Rp 100.000,00 untuk satu orang dokter, biaya perawat Rp 100.000,00 untuk dua

orang perawat, dan satu paket pengobatan sebesar Rp 300.000,00. Total biaya yang

dikeluarkan adalah sebesar Rp 1.090.000,00.

15

Tabel 9

Biaya PROSMILING Terpadu PKPU Cabang Semarang

No Lokasi Pos

Anggaran

Nilai

(Rp) Jumlah

Subtotal

(Rp) Total (Rp)

1 Gayamsari

Operasional 625.000 1 paket 625.000

1.575.000 Dokter 150.000 2 orang 300.000

Perawat 50.000 3 orang 150.000

Obat 500.000 1 paket 500.000

2 Pedurungan

Operasional 630.000 1 paket 630.000

1.580.000 Dokter 150.000 2 orang 300.000

Perawat 50.000 3 orang 150.000

Obat 500.000 1 paket 500.000

3 Gunungpati

Operasional 670.000 1 paket 670.000

1.620.000 Dokter 150.000 2 orang 300.000

Perawat 50.000 3 orang 150.000

Obat 500.000 1 paket 500.000

4 PAUD

Pedurungan

Operasional 590.000 1 paket 590.000

1.090.000 Dokter 100.000 1 orang 100.000

Perawat 50.000 2 orang 100.000

Obat 300.000 1 paket 300.000

5 PAUD

Gedawang

Operasional 590.000 1 paket 590.000

1.090.000 Dokter 100.000 1 orang 100.000

Perawat 50.000 2 orang 100.000

Obat 300.000 1 paket 300.000

Sumber: Data Primer Diolah (2011)

Jadi, total biaya yang dikeluarkan oleh PKPU Cabang Semarang untuk

PROSMILING Terpadu selama periode bulan Januari sampai Februari tahun 2011 dengan

total peserta program (populasi) mencapai 580 orang sebesar Rp 6.955.000,00. Dengan

demikian biaya tiap peserta adalah Rp 11.991,38 per orang, didapat dari hasil pembagian

antara Rp 6.955.000,00 dengan 580 orang. Jika dalam penelitian kali ini menggunakan

sampel sebanyak 145 orang, maka total biaya yang dikeluarkan PKPU Cabang Semarang

16

berdasarkan sampel adalah sebesar Rp 1.738.750,00, didapat dari hasil perkalian Rp

11.991,38 dengan 145 orang.

Tabel 10

Total Biaya PROSMILING Terpadu PKPU Cabang Semarang

No Keterangan Jumlah

1 Total Biaya Berdasarkan Populasi Rp 6.955.000,00

2 Jumlah populasi 580 orang

3 Biaya Per Peserta Berdasarkan Populasi Rp 11.991,38

4 Jumlah sampel 145 orang

5 Total Biaya Berdasarkan Sampel Rp 1.738.750,00

Sumber: Data Primer Diolah (2011)

Biaya-biaya yang dikeluarkan pada PROSMIILING Terpadu cenderung statis dari

satu lokasi ke lokasi lainnya. Hal ini disebabkan dengan petunjuk pelaksanaan dari

PROSMILING Terpadu yang membuat program ini tidak membedakan antara satu lokasi

dengan lokasi lainnya. Perbedaan pembiayaan secara signifikan terjadi saat program

dilaksanakan sesuai dengan permohonan, baik itu permohonan secara khusus dari muzakki

ataupun donator, maupun permohonan khusus dari mustahik. Kondisi seperti ini terjadi

seperti pada perusahaan yang akan menyalurkan dana Corporate Social Responsibility (CSR)

nya, yang kemudian disesuaikan dengan besaran anggaran yang diberikan oleh perusahaan

tersebut. Pada kondisi lainnya, adanya permohonan khusus dari mustahik yang membutuhkan

adanya pengobatan di wilayah mereka, seperti pada suatu wilayah yang merebaknya penyakit

tertentu, misalnya demam berdarah, atau wilayah yang tertimpa musibah, misalnya saat

terjadi banjir bandang di daerah Mangkang.

Klinik Peduli PKPU Cabang Semarang pada bulan Januari sampai Februari tahun

2011 dilaksanakan setiap hari Senin sampai Jum‟at mulai pukul 14.00 – 17.00 WIB. Total

biaya yang dikeluarkan oleh PKPU Cabang Semarang untuk pelaksanaan program Klinik

Peduli selama bulan Januari hingga Februari tahun 2011 adalah sebesar Rp 8.400.000,00

dengan total peserta sebesar 184 orang. Rinciannya adalah Rp 600.000,00 untuk biaya

operasional yang meliputi administrasi, listrik, dan perlengkapan lainnya selama dua bulan,

Rp 4.000.000,00 untuk biaya dokter selama dua bulan, Rp 1.800.000,00 untuk biaya perawat

yang merangkap sebagai apoteker selama dua bulan, dan Rp 2.000,000,00 untuk biaya obat

selama dua bulan.

17

Total biaya yang dikeluarkan oleh PKPU Cabang Semarang untuk Klinik Peduli

selama periode bulan Januari sampai Februari tahun 2011 dengan populasi mencapai 184

orang sebesar Rp 8.400.000,00. Dengan demikian biaya tiap peserta adalah Rp 45.652,17 per

orang, didapat dari hasil pembagian antara Rp 8.400.000,00 dengan 184 orang. Jika dalam

penelitian kali ini menggunakan sampel sebanyak 46 orang, maka total biaya berdasarkan

sampel yang dikeluarkan PKPU Cabang Semarang adalah sebesar Rp 2.100.000,00.

Tabel 11

Biaya Klinik Peduli PKPU Cabang Semarang

No Keterangan Pos

Anggaran

Nilai

(Rp) Jumlah

Subtotal

(Rp) Total (Rp)

1 Klinik

Peduli

Operasional 300.000 2 bulan 600.000

8.400.000 Dokter 2.000.000 2 bulan 4.000.000

Perawat 900.000 2 bulan 1.800.000

Obat 1.000.000 2 bulan 2.000.000

Sumber: Data Primer Diolah (2011)

Biaya-biaya yang dikeluarkan pada Program Klinik Peduli cenderung konstan dan

tidak banyak perubahan tiap bulannya. Hanya komponen pengeluaran obat saja yang secara

khusus selalu berubah setiap bulan, karena penggunaan jenis dan jumlah obat dari setiap

pengobatan yang dilakukan selalu berbeda antara satu pasien dengan pasien lainnya, antara

satu penyakit dengan penyakit lainnya. Untuk komponen biaya lainnya, seperti biaya dokter

dan perawat, selalu tetap, karena adanya kontrak kerja antara PKPU Cabang Semarang

dengan dokter ataupun perawat yang memberikan pelayanan pada Program Klinik Peduli

tersebut.

Perhitungan analisis Cost Effectiveness pada penelitian ini dilakukan dengan cara

menghitung semua variabel masukan berupa biaya-biaya yang dikeluarkan oleh PKPU

Cabang Semarang pada PROSMILING Terpadu dan Program Klinik Peduli selama bulan

Januari – Februari tahun 2011. Kemudian semua total biaya yang dikeluarkan oleh PKPU

Cabang Semarang dibagi dengan total populasi penelitian dan hasilnya kemudian dikalikan

dengan jumlah sampel. Setelah didapatkan total biaya yang dikeluarkan oleh PKPU Cabang

Semarang berdasarkan sampel, selanjutnya total biaya tersebut dibagi dengan jumlah peserta

yang sehat untuk menganalisis tingkat efektifitas pemberdayaan dana ZISWAF PKPU

Cabang Semarang pada kedua program tersebut.

18

Tabel 12

Total Biaya Klinik Peduli PKPU Cabang Semarang

No Keterangan Jumlah

1 Total Biaya Berdasarkan Populasi Rp 8.400.000,00

2 Jumlah populasi 184 orang

3 Biaya Per Peserta Berdasarkan Populasi Rp 45.652,17

4 Jumlah sampel 46 orang

5 Total Biaya Berdasarkan Sampel Rp 2.100.000,00

Sumber: Data Primer Diolah (2011)

Pada PROSMILING Terpadu dengan tingkat keberhasilan sebesar 70 % atau

sejumlah 101 peserta dari 145 peserta dan total biaya sebesar Rp 1.738.750,00, maka dapat

diukur tingkat efektifitas biayanya. Dengan menggunakan rumus di atas, maka dapat

diketahui bersama bahwa tingkat efektifitas biaya PROSMILING Terpadu sebesar Rp

17.215,35 per orang. Sedangkan pada Klinik Peduli dengan tingkat keberhasilan sempurna

sebesar 100 % atau sejumlah 46 peserta dari 46 peserta dan total biaya sebesar Rp

2.100.000,00, maka dapat diukur tingkat efektifitas biayanya. Dengan menggunakan rumus di

atas, maka dapat diketahui bersama bahwa tingkat efektifitas biaya Klinik Peduli sebesar Rp

45.652,17.

Tabel 13

Gambaran Cost Effectiveness PROSMILING Terpadu dan Klinik Peduli

PKPU Cabang Semarang Periode Januari – Februari Tahun 2011

Variabel PROSMILING Terpadu Klinik Peduli

Total biaya program Rp 1.738.750,00 Rp 2.100.000,00

Total peserta berdasarkan sampel 145 orang 46 orang

Total peserta sehat 101 orang 46 orang

Cost Effective (C/E) Rp 17.215,35 Rp 45.652,17

Sumber: Data Primer Diolah (2011)

Tabel 13 menunjukkan bahwa PROSMILING Terpadu lebih efektif dari segi biaya

ketimbang program Klinik Peduli. Hal ini terlihat besaran C/E PROSMILING Terpadu lebih

kecil dari Klinik Peduli, yaitu sebesar Rp 17.215,35 dibandingkan dengan Rp 45.652,17.

Data ini menunjukkan bahwa untuk membiayai peserta program tersebut yang merupakan

19

masyarakat miskin hingga menjadi sehat pada PROSMILING Terpadu dibutuhkan biaya

sebesar Rp 17.215,35 dan pada Program Klinik Peduli dibutuhkan biaya sebesar Rp

45.652,17.

Aktifitas Klinik Peduli yang rutin membuat biaya tetap terus keluar meskipun pasien

tidak selalu meningkat, sehingga beban biaya seperti biaya dokter, perawat, obat, listrik dan

operasional lainnya sulit untuk diminimalisir mengingat harus selalu stand by jika ada pasien

yang membutuhkan. Terlebih variasi penyakit yang ditangani lebih bermacam-macam yang

mendorong persediaan perlengkapan dan umur ekonomis peralatan lebih cepat menyusut.

Kondisi ini semakin jelas manakala terjadi situasi tertentu yang membuat permintaan akan

pengobatan gangguan kesehatan meningkat dari biasanya, seperti pada musim pancaroba

ataupun musim dengan cuaca ekstrim yang membuat daya tahan tubuh lebih rentan terhadap

penyakit.

Berbeda dengan Klinik Peduli, aktifitas PROSMILING Terpadu yang memiliki fokus

pada suatu wilayah dan dilaksanakan secara insidental memakan biaya yang lebih rendah

karena tidak terbebani dengan biaya tetap yang harus selalu dikeluarkan, karena setiap biaya

yang dikeluarkan selalu diiringi dengan adanya pengobatan yang diberikan kepada pasien.

Secara khusus PROSMILING Terpadu pun lebih meringankan beban pasien yang tidak harus

mengeluarkan biaya tambahan secara langsung seperti biaya transportasi, karena metode

„jemput bola‟ yang dilakukan dalam PROSMILING Terpadu memberikan pelayanan lebih

kepada masyarakat miskin untuk dapat langsung menikmati fasilitas kesehatan tanpa

dipungut biaya sedikitpun.

Pada aspek yang lain, Klinik Peduli lebih efektif ketimbang PROSMILING Terpadu

dengan melihat tingkat keberhasilan yang diperoleh yang mencapai 100 % dibandingakan

dengan 70 %. Situasi ini dinilai baik karena fungsi dan peran Klinik Peduli yang disesuaikan

dengan puskesmas ataupun posyandu sehingga setiap orang yang hendak mengikuti program

ini dapat dipastikan orang tersebut sedang dalam kondisi sakit. Sehingga dana yang

dialokasikan memang khusus untuk mereka yang sedang mengalami gangguan kesehatan.

Berbeda dengan PROSMILING Terpadu dimana masih ada peserta program yang

memanfaatkan kondisi ini mengingat program seperti ini tidak dilaksanakan secara rutin di

wilayah sekitar tempat tinggal mereka.

Selain itu, Program Klinik Peduli pun lebih efektif dibandingkan dengan

PROSMILING Terpadu pada aspek pemberdayaan dana ZISWAF yang diperuntukan bagi

masyarakat miskin. Dari data dan analisis yang diperoleh, dana yang diberdayakan oleh

20

PKPU Cabang Semarang bagi kedua program ini terlihat seluruh peserta Program Klinik

Peduli termasuk dalam kategori masyarakat miskin, sedangkan pada PROSMILING Terpadu

masih terdapat sekitar 6 orang dari 145 orang peserta yang masuk dalam kategori masyarakat

mampu.

Dengan demikian, dari analisis yang dilakukan didapatkan hasil bahwa kedua

program memiliki keunggulan dan kelemahan masing-masing. PROSMILING Terpadu

memiliki keunggulan pada efektifitas biaya, sedangkan Program Klinik Peduli memiliki

keunggulan pada efektifitas pemberdayaan dana ZISWAF bagi masyarakat miskin dan

efektifitas keberhasilan program dalam memberikan kesembuhan bagi masyarakat miskin

tersebut. Kombinasi kedua program ini sangat baik, selain karena memiliki keunggulan yang

berbeda, pola pemberdayaan dana ZISWAF tersebut melalui strategi lapangan yang berbeda

memiliki nilai lebih dari kombinasi kedua program ini, yaitu PROSMILING Terpadu dengan

metode jemput bola atau langsung terjun ke satu wilayah ke wilayah lain yang berada di

bawah garis merah, sedangkan Program Klinik Peduli yang memiliki peran selayaknya

Puskesmas ataupun Posyandu.

KESIMPULAN, KETERBATASAN, DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan perhitungan dengan cost effectiveness analysis, Program Kesehatan

Masyarakat Keliling (PROSMILING) Terpadu lebih efektif ketimbang Program Klinik

Peduli PKPU Cabang Semarang. Hal ini terbukti dengan nilai biaya yang dikeluarkan untuk

peserta yang berhasil dalam pengobatannya (menjadi sehat) lebih rendah, yaitu sebesar Rp

17.215,35 untuk PROSMILING Terpadu dan Rp 45.652,17 untuk Program Klinik Peduli.

Berdasarkan hasil pengamatan dan analisis, Program Klinik Peduli mencapai tingkat

keberhasilan dalam pengobatan yang lebih baik ketimbang PROSMILING Terpadu, yaitu

mencapai nilai sempurna sebesar 100 % untuk Program Klinik Peduli atau setara dengan 46

orang menjadi dari 46 peserta dan 70 % untuk PROSMILING Terpadu atau setara dengan

101 orang dari 145 peserta.

Berdasarkan hasil pengamatan dan analisis deskriptif kuantitatif, peserta Program

Klinik Peduli secara keseluruhan masuk dalam kategori masyarakat miskin. Hal ini terlihat

dari 46 responden yang diteliti, 1 responden berpenghasilan di bawah dua dolar per hari, 6

21

responden berpenghasilan di bawah satu dolar per hari, dan 39 responden berpenghasilan di

bawah garis kemiskinan yang ditetapkan BPS sebesar Rp 205.000,00.

Berdasarkan hasil pengamatan dan analisis deskriptif kuantitatif, peserta

PROSMILING Terpadu mayoritas masuk dalam kategori masyarakat miskin. Hal ini terlihat

dari 145 responden yang diteliti, 58 responden berpenghasilan di bawah dua dolar per hari, 31

responden berpenghasilan di bawah satu dolar per hari, dan 50 responden berpenghasilan di

bawah garis kemiskinan yang ditetapkan BPS sebesar Rp 205.000,00. Sedangkan 6

responden lainnya memiliki penghasilan lebih dari dua dolar per hari yang masuk dalam

kategori masyarakat mampu.

Keterbatasan

Penelitian ini memiliki keterbatasan, di mana hanya dilakukan penelitian pada aspek

bagaimana peran Lembaga Amil Zakat PKPU Cabang Semarang dalam upaya peningkatan

kualitas kesehatan masyarakat miskin Kota Semarang. Pengamatan sederhana yang dilakukan

pada dua program kesehatan PKPU Cabang Semarang, membuat penelitian kali ini masih

membutuhkan riset yang lebih mendalam, khususnya pada aspek peningkatan produktifitas

peserta program serta dampak secara langsung bagi pembangunan ekonomi Kota Semarang.

Pada sisi yang lain, penelitian ini memiliki kelebihan dalam menganalisis tingkat

efektifitas pemberdayaan dana ZISWAF pada kedua program tersebut. Tingkat efektifitas

yang dianalisis meliputi efektifitas biaya dengan cost effectiveness analysis, efektifitas

pemberdayaan dana ZISWAF bagi masyarakat miskin dengan analisis deskriptif kuantitatis,

dan efektifitas keberhasilan kedua program tersebut dengan analisis deskriptif kuantitatif.

Saran

Diperlukan perhitungan biaya yang lebih rinci dan detail pada kedua program

tersebut, seperti biaya obat yang habis terpakai, biaya sewa tempat, biaya penyusutan aktiva

tetap, dan jenis biaya lainnya agar perhitungan biaya yang dikeluarkan per orang lebih akurat,

khususnya pada Program Klinik Peduli.

Pada PROSMILING Terpadu, diperlukan pemetaan dan persyaratan yang lebih jelas

dan tegas terkait pemilihan lokasi dan standar partisipasi peserta program, agar dana

ZISWAF yang dihimpun benar-benar dapat dirasakan oleh masyarakat miskin dan mereka

yang benar-benar sedang sakit.

22

Pada Program Klinik Peduli, diperlukan sosialisasi yang lebih masif dan kerjasama

dengan lebih banyak lagi dengan instansi ataupun swasta agar masyarakat yang menikmati

program tersebut lebih banyak dan tidak hanya berasal dari warga sekitar Klinik, mengingat

program tersebut sangat baik dan bermanfaat bagi masyarakat miskin Kota Semarang.

Pemerintah Kota Semarang perlu mendukung penuh kedua program ini melalui

penyebaran informasi seluas mungkin, karena dapat membantu masyarakat miskin Kota

Semarang dalam mendapatkan fasilitas kesehatan gratis sehingga tujuan Semarang Setara

dapat segera tercapai.

Diperlukan penelitian lebih lanjut terkait kedua program ini dan akan lebih baik jika

menggunakan metode analisis yang berbeda seperti Cost Benefit Analysis (CBA) untuk

mengukur pengaruh dari hasil program yang lebih besar lagi dan tingkat efisiensi diantara

kedua program tersebut. Serta dapat menganalisis dampak secara langsung ataupun tidak

langsung bagi pembangunan ekonomi Kota Semarang.

Diperlukan metode penelitian lebih lanjut berupa observasi terkait seluruh peserta

ataupun responden kedua program tersebut agar dapat memberikan gambaran yang lebih

menyeluruh kondisi dan realita kehidupan sosial, ekonomi, dan kesehatan mereka.

23

DAFTAR PUSTAKA

Aditya, Riza. 2011. “Kebijakan Fiskal dan Finansial.” http://rizaaditya.com/kebijakan-fiskal-

dan-finansial.html, diakses 15 Februari 2011

Agustina, Gina. 2009. “Pendapat Peserta Didik Tentang Kompetensi „Melakukan Prosedu

Hygiene Di Tempat Kerja‟ Dalam Praktikum „Penyajian Dan Penataan Makanan‟ Di

SMK Negeri 3 Cimahi (Penelitian Terbatas Pada Peserta Didik Tingkat II Program

Keahlian Restoran Di SMK Negeri 3 Cimahi).” Skripsi Dipublikasikan, Universitas

Pendidikan Indonesia

Anshori, Abdul Ghafur. 2009. Hukum Perbankan Syariah (UU No. 21 Tahun 2008).

Bandung: Refika Aditama

Arrsa, Ria Casmi. 2008. “Peran Negara Dalam Merevitalisasi Pengelolaan Zakat Sebagai

Upaya Strategis Menanggulangi Kemiskinan Di Indonesia.” www.legalitas.org,

diakses 15 Februari 2011

Atmawikarta, Arum. n.d. “Investasi Kesehatan untuk Pembangunan Ekonomi.”

www.bappenas.go.id/get-file-server/node/8547/, diakses 15 Februari 2011

Badan Pusat Statistik. 2011. “Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin, Garis Kemiskinan,

dan Indeks Keparahan Kemiskinan, Menurut Propinsi, Maret 2007”

http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&daftar=1&id_subyek=23&notab=1

, diakses 1 Agustus 2011

Badan Pusat Statistik. 2011. “Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin, Garis Kemiskinan,

dan Indeks Keparahan Kemiskinan, Menurut Propinsi, Maret 2008”

http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&daftar=1&id_subyek=23&notab=2

, diakses 1 Agustus 2011

Badan Pusat Statistik. 2011. “Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin, Garis Kemiskinan,

dan Indeks Keparahan Kemiskinan, Menurut Propinsi, Maret 2009”

http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&daftar=1&id_subyek=23&notab=3

, diakses 1 Agustus 2011

Badan Pusat Statistik. 2011. “Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin, Garis Kemiskinan,

dan Indeks Keparahan Kemiskinan, Menurut Propinsi, Maret 2010”

http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&daftar=1&id_subyek=23&notab=4

, diakses 1 Agustus 2011

24

Badan Pusat Statistik. 2011. “Indikator Kesehatan Tahun 1995 - 2010.”

http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&daftar=1&id_subyek=30&notab=3

3, diakses 1 Agustus 2011

Chapra, M. Umer. 2001. Masa Depan Ilmu Ekonomi: Sebuah Tinjauan Islam. Jakarta: Gema

Insani Press

Hafidhudin, Didin. 2002. Zakat dalam Perekonomoian Modern. Jakarta: Gema Insani Press

Hamzah, Fahri. 2010. Negara, Pasar, dan Rakyat: Pencarian Makna, Relevansi, dan Tujuan.

Jakarta: Muda Cendikia

Juanita. 2002. “Peran Asuransi Kesehatan dalam Benchmarking Rumah Sakit dalam

Menghadapi Krisis Ekonomi.”

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3747/1/fkm-juanita5.pdf, diakses 15

Februari 2011

Kamal, Abu Malik. 2010. Ensiklopedi Shaum dan Zakat. Solo: Cordova Mediatama

Karim, Adiwarman A. 2001. Ekonomi Islam Suatu Kajian Kontemporer. Jakarta: Gema

Insani Press

Kementrian Keuangan. 2011. “Data Pokok APBN 2005 - 2011.”

http://www.anggaran.depkeu.go.id, diakses 1 Agustus 2011

Latif, Yudi. 2011. Negara Paripurna: Historisitas, Rasionalitas, dan Aktualitas Pancasila.

Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Mangkoesoebroto, Guritno. 1999. Ekonomi Publik. Yogyakarta: BPFE

Mankiw, Gregory N., David Romer, dan David N. Weil. 1992. “A Contribution to the

Empirics of Economic Growth.” The Quarterly Journal of Economics, Vol. 107,

No.2, pp. 407-437. Diakses tanggal 1 Agustus 2011

Mills, A. dan Gilson, L. 1990. Ekonomi Kesehatan untuk Negara Sedang Berkembang.

Jakarta: Unit Analisa Kebijakan dan Ekonomi Kesehatan.

Muhsin M.K. 2004. Menyayangi Dhuafa. Jakarta: Gema Insani Press

Nasution, Mustafa Edwin, dkk. 2006. Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam. Jakarta: Kencana

Noer, Chaidir., Barmawi Hisyam, dan Ali Ghufron Mukti. 2002. “An Economic Analysis of

Intensification Project of Pulmonary Tuberculosis Control Program In Tapin District.”

http://kpmak.fk.ugm.ac.id/wp-content/uploads/2010/01/Naskah-Publikasi-Chaidir-

noer-030602.pdf, diakses 20 Juli 2010

Pos Keadilan Peduli Umat. 2011. “Tentang PKPU.” http://www.pkpu.or.id/about, diakses 1

Agustus 2011

25

Pos Keadilan Peduli Umat. 2011. “Sejarah PKPU.” http://www.pkpu.or.id/about/sejarah,

diakses 1 Agustus 2011

Pos Keadilan Peduli Umat. 2011. “Visi dan Misi PKPU.” http://www.pkpu.or.id/about/visi-

dan-misi, diakses 1 Agustus 2011

Pos Keadilan Peduli Umat. 2011. “Aktifitas Lembaga PKPU.”

http://www.pkpu.or.id/about/aktivitas-lembaga, diakses 1 Agustus 2011

Pos Keadilan Peduli Umat. 2011. “Program PKPU.” http://www.pkpu.or.id/about/program,

diakses 1 Agustus 2011

Pos Keadilan Peduli Umat. 2011. “Program Pendidikan PKPU.”

http://www.pkpu.or.id/program/pendidikan, diakses 1 Agustus 2011

Pos Keadilan Peduli Umat. 2011. “Program Kesehatan PKPU.”

http://www.pkpu.or.id/program/kesehatan, diakses 1 Agustus 2011

Pos Keadilan Peduli Umat. 2011. “Program Ekonomi PKPU.”

http://www.pkpu.or.id/program/ekonomi, diakses 1 Agustus 2011

Pos Keadilan Peduli Umat. 2011. “Program Charity PKPU.”

http://www.pkpu.or.id/program/charity, diakses 1 Agustus 2011

Pos Keadilan Peduli Umat. 2011. “Program Rescue dan CBDRM PKPU.”

http://www.pkpu.or.id/program/rescue-dan-cbdrm, diakses 1 Agustus 2011

Pos Keadilan Peduli Umat. 2011. “Program Yatim PKPU.”

http://www.pkpu.or.id/program/yatim, diakses 1 Agustus 2011

Pos Keadilan Peduli Umat. 2011. “Laporan Keuangan.” http://www.pkpu.or.id/news/laporan-

keuangan, diakses 1 Agustus 2011

Putri, Kurnia Wining. 2009. “Analisis Efektifitas Biaya Penggunaan Antidiabetik Kombinasi

Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Rawat Jalan Di RSU Pandan Arang Boyolali

Tahun 2008.” Skripsi Dipublikasikan, Universitas Muhammadiyah Surakarta

Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam. 2008. Ekonomi Islam. Jakarta:

Rajawali Pers

Serikat Pekerja Nasional. 2011. “DPC SPN KOTA SEMARANG: SPN Kota Semarang

Tolak UMK 2011.” http://spndpckotasemarang.blogspot.com/2010/11/spn-kota-

semarang-tolak-umk-2011.html, diakses 1 Agustus 2011

Sjahdeini, Sutan Remy. 2010. Perbankan Syariah. Jakarta: Jayakarta Agung Offset

Sujudi, Ahmad. 2003. Investasi Kesehatan untuk Pembangunan Ekonomi. Jakarta:

Departemen Kesehatan

26

Sularsono. 2005. “Peningkatan Investasi Kesehatan untuk Pembangunan Ekonomi

Indonesia.” Tesis Dipublikasikan, Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik,

Universitas Indonesia

Supranto, J. 2000. Statistik Teori dan Aplikasi. Jakarta: Erlangga

Supriyadi. 2010. “Analisis Peran PKPU Jawa Tengah Dalam Mengatasi Masalah

Pengangguran Di Kota Semarang Melalui Program Balai Latihan Kemandirian.”

Skripsi Dipublikasikan, Universitas Diponegoro

Todaro, Michael P. 2003. Pembangunan Ekonomi Dunia Ketiga, Alih Bahasa : Burhanudin

Abdullah dan Harris Munandar, Erlangga, Jakarta

Wasisto, Broto., Ascobat Gani, dan Berlian T.P. Siagian. 1986. Seminar Ekonomi Kesehatan.

Jakarta : Departemen Kesehatan