analisis efektivitas transmisi kebijakan...
TRANSCRIPT
ANALISIS EFEKTIVITAS TRANSMISI KEBIJAKAN
MONETER SYARIAH TERHADAP INFLASI DAN
PDB
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna
Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi (S.E)
Disusun Oleh
KHOIR UMI LAKSANA
NIM 63020160147
PROGRAM STUDI S1 EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA
2020
i
ii
ANALISIS EFEKTIVITAS TRANSMISI KEBIJAKAN
MONETER SYARIAH TERHADAP INFLASI DAN
PDB
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna
Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi (S.E)
Disusun Oleh
KHOIR UMI LAKSANA
NIM 63020160147
PROGRAM STUDI S1 EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA
2020
KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM Jalan Tentara Pelajar No. 02 Telepon( 0298) 3432784 Salatiga 50721
Website : www.febi.iainsalatiga.ac.id
iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Setelah diadakan pengarahan, bimbingan, koreksi dan perbaikan
seperlunya, maka skripsi Saudara:
Nama : Khoir Umi Laksana
NIM : 63020160147
Fakultas : Ekonomi dan Bisnis Islam
Program Studi : Ekonomi Syariah-S1
Judul : EFEKTIVITAS TRANSMISI KEBIJAKAN MONETER
SYARIAH TERHADAP INFLASI DAN PDB
Dapat diajukan dalam sidang munaqosah Skripsi. Demikian surat ini dibuat untuk
dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.
Salatiga, 14 September 2020
Pembimbing
Rifda Nabila, M. Si NIP.199212122018012003
KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM Jalan Tentara Pelajar No. 02 Telepon( 0298) 3432784 Salatiga 50721
Website : www.febi.iainsalatiga.ac.id
iv
PENGESAHAN
ANALISIS EFEKTIVITAS TRANSMISI KEBIJAKAN MONETER
SYARIAH TERHADAP INFLASI DAN PDB
DISUSUN OLEH
KHOIR UMI LAKSANA
NIM. 63020160147
Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji Skripsi Fakultas Ekonomi
dan Bisnis Islam Institut Agama Islam Negeri Salatiga pada tanggal 29 September
2020, dan telah dinyatakan memenuhi syarat guna memperoleh gelar Sarjana
Ekonomi (S.E.).
Susunan Penguji
Ketua Penguji : Dr. Agus Waluyo, M. Ag _______________
Sekretaris Penguji : Rifda Nabila, M. Si _______________
Penguji I : Qi Mangku Bahjatullah, Lc., M. Si _______________
Penguji II : Emy Widyastuti, M.E _______________
Salatiga,
Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam
Dr. Anton Bawono, M. Si NIP 19740320200312 1 001
v
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : Khoir Umi Laksana
NIM : 63020160147
Program studi : S1 Ekonomi Syariah
Fakultas : Ekonomi dan Bisnis Islam
Judul Skripsi : EFEKTIVITAS TRANSMISI KEBIJAKAN MONETER
SYARIAH TERHADAP INFLASI DAN PDB
Dengan ini menyatakan bahwa Skripsi ini benar-benar karya saya sendiri.
Sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang ditulis atau
diterbitkan orang lain kecuali sebagai acuan atau kutipan dengan mengikuti tata
penulisan karya ilmiah yang telah lazim.
Salatiga, 11 September 2020
Peneliti
Khoir Umi Laksana NIM. 63020160147
vi
PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT
Saya yang bertanda tanga di bawah ini:
Nama : Khoir Umi Laksana
NIM : 63020160147
Jurusan : S1 Ekonomi Syariah
Fakultas : Ekonomi dan Bisnis Islam
Demgan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul “Analisis Efektivitas
Transmisi Kebijakan Moneter Syariah terhadap Inflasi dan PDB” benar bebas dari
plagiat, dan apabila pernyataan ini terbukti tidak benar maka saya bersedia
menerima sanksi sesuai ketentuan berlaku. Demikian pernyataan ini saya buat
untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.
Salatiga, 11 September 2020
Peneliti
Khoir Umi Laksana NIM. 63020160147
vii
PERNYATAAN PUBLIKASI SKRIPSI
Saya yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : Khoir Umi Laksana
NIM : 63020160147
Jurusan : S1 Ekonomi Syariah
Fakultas : Ekonomi dan Bisnis Islam
Judul Skripsi : Efektivitas Transmisi Kebijakan Moneter Syariah terhadap Inflasi
dan PDB
Dengan surat pernyataan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini
diperkenankan untuk dipublikasikan pada e-repository IAIN Salatiga. Demikian
surat pernyataan ini saya buat, apabila dikemudian hari terbukti karya saya ini
bukan karya saya sendiri, maka saya sanggup menanggung konsekuensinya.
Salatiga, 11 September 2020
Peneliti
Khoir Umi Laksana NIM. 63020160147
viii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO
“…Pada hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agamamu, dan telah Aku
cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Aku ridhai Islam sebagai agama
bagimu…”
(Q.S. Al-Maa-idah: 3)
Let me issue and control a nation’s money and I care not who writes the laws
-Mayer Amschel Rothschil-
Untuk menjalani hari yang baik kuncinya adalah berdamai dengan masa lalu,
berdamai dengan diri sendiri, dan berdamai dengan lingkungan
(penulis)
PERSEMBAHAN
Dengan bimbinganMu ya Allah, kupersembahkan tulisan
sederhana ini kepada:
o Ibu dan Bapak tercinta atas tidak putusnya aliran doa
o My Aquarius Brother, Nur Ari Wibowo for all his
support and all of my family
o My dear friend Freud for all discussion
o Dosen FEBI IAIN Salatiga atas ketulusan ilmunya
o Keluarga besar KSEI IAIN Salatiga dan FoSSEI atas
pengalaman berkesan
o All of my friends that I can’t mention one by one for all
your kindess
ix
KATA PENGANTAR
Assalaamu’alaikum Warrahmatullaahi Wabarokaatuh
Puji syukur kehadirat Allah yang Maha Kuasa atas kemudahan dan
bimbingan yang diberikan sehingga penyusunan skripsi dengan judul
EFEKTIVITAS TRANSMISI KEBIJAKAN MONETER SYARIAH
TERHADAP INFLASI DAN PDB ini dapat selesai dengan baik dan tepat waktu.
Sholawat dan salam senantiasa kita lantunkan kepada Nabi Agung Muhammad
SAW, yang selalu kita nantikan syafaatnya di hari akhir nanti. Skripsi ini disusun
dan diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh
gelar Sarjana Ekonomi (S.E). Semoga ilmu yang penulis peroleh dari proses
pembelajaran di kampus IAIN Salatiga dapat memberikan manfaat bagi penulis
sendiri, masyarakat disekitar penulis tinggal, negara, dan agama.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada Ibu Rifda Nabila, M. Si atas
kebaikan waktu dan ilmunya untuk memberikan bimbingan terkait penulisan
skripsi, Dr. Anton Bawono, M. Si selaku pembimbing akademik, Bapak Qi
Mangku Bahjatullah, Lc., M.SI selaku kepala program studi SI Ekonomi Syariah
dan Rektor IAIN Salatiga Prof. Dr. Zakiyuddin Baidhawy. Penulisan skripsi ini
tidak akan berjalan dengan lancar tanpa bimbingan dari mereka semua.
Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada beberapa dosen yang
telah memberikan kontribusi yang sangat dalam baik akademis maupun personal.
Bapak Syaiful Anwar, M. Acc yang selalu optimis memberikan semangat untuk
belajar dan memperjuangkan harapan, Bapak Saifudin Zuhri, M. Si yang menjadi
x
inspirasi saya untuk menulis, Bapak Mohammad Rofiuddin, M. Si yang membuat
saya sangat menyukai ekonometrika, Bapak Agung Guritno, M. Pd inspirasi saya
dalam mempelajari bahasa inggris, serta Bapak Ahmad Muzzakil Anam, M. Pd. I
yang mengenalkan saya dengan filsafat dan tasawuf hingga menjadi disiplin ilmu
yang memengaruhi kehidupan saya.
Selanjutnya ucapan terimakasih kepada Dr. Ahmad Mifdlol Muthohar,
Lc., Bapak Arnold Diosdat, S.E., M.M., M.SI, Dr. Mochlasin, M. Ag, Bapak
Fathan Budiman, M.E.I, Bapak Fernaldi Anggadha Ratno, M. Si, Bapak Iskandar,
M. Si, Mohammad Soleh, M.E., Bapak Juli Darmawan, S. Pd.I, M. Pd.I, serta Ibu
Lutfi Nurfita S.E. sy., M.E. yang telah mengajarkan saya banyak pengetahuan
mengenai ilmu ekonomi dan juga mengenai indahnya islam.
Ucapan terimakasih penulis sampaikan juga kepada keluarga besar KSEI
IAIN Salatiga, organisasi pertama yang membawa pengalaman belajar tidak
hanya tentang kelas tapi berorganisasi, bernegosiasi, bekerjasama, dan juga
menyelesaikan tanggung jawab. Keluarga besar FoSSEI seluruh Indonesia yang
selalu menginspirasi dan tidak pernah berhenti menyebarkan Islam dalam
ekonomi, dan juga mengajarkan saya tentang keindahan ekonomi Islam serta
jaringan sosial yang luas. Keluarga besar organisasi keislaman sekitar kampus
HMI, IMM, PMII, KAMMI yang mengajarkan saya keindahan perbedaan dan
keberagaman. Keluarga besar Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan RI
atas ilmu yang luar biasa, juga merupakan inspirasi penulis untuk melakukan
penelitian tentang moneter.
xi
Ucapan terimakasih juga yang tidak terhenti kepada kedua orang tua,
keluarga yang selalu memberi dukungan dan doa yang tulus, dan seluruh teman-
teman yang mengisi dan mewarnai perjalanan hidup penulis.
Salatiga, 11 September 2020
Peneliti,
Khoir Umi Laksana NIM 63020160147
xii
ABSTRAK
Laksana, Khoir Umi. 2020. Analisis Efektivitas Transmisi Kebijakan Moneter
Syariah terhadap Inflasi dan PDB. Skripsi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam Program Studi S1 Ekonmi Syariah Institut Agama Islam Negeri
(IAIN) Salatiga. Pembimbing: Rifda Nabila, M. Si
Penelitian ini secara empiris meneliti efektivitas transmisi kebijakan moneter syariah melalui instrumen SBIS, PUAS, dan Pembiayaan terhadap Inflasi
dan PDB periode Januari 2011-Desember 2019. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder time series dan dianalisis menggunakan pendekatan VAR/VECM
dengan program Eviews.
Hasil penelitan yang telah dilakukan menunjukkan beberapa temuan.
pertama, menurut analisis Granger instrumen dalam moneter syariah sesuai dengan teori kecuali SBIS ke PUAS. Kedua, dalam jangka IHK hanya
dipengaruhi SBIS dan PDB oleh dirinya sendiri. Ketiga, dalam jangka panjang variabel yang memengaruhi inflasi dan PDB adalah SBIS dan FIN/Pembiayaan.
Keempat, dalam analisis IRF, seluruh variabel direspon positif oleh inflasi dan negatif oleh PDB. Kelima, menurut analisis FEVD FIN dan SBIS memiliki
kontribusi yang besar dalam memengaruhi Inflasi dan PDB.
Kata Kunci : FEVD, PDB, PUAS, Kebijakan Moneter, VECM
xiii
DAFTAR ISI
LEMBAR BERLOGO ...................................................................................... i
HALAMAN JUDUL ........................................................................................ ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING................................................................... iii
PENGESAHAN .............................................................................................. iv
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ......................................................... v
PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT ............................................................... vi
PERNYATAAN PUBLIKASI SKRIPSI ....................................................... vii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ................................................................. viii
KATA PENGANTAR ..................................................................................... ix
ABSTRAK ..................................................................................................... xii
DAFTAR ISI................................................................................................. xiii
DAFTAR TABEL ........................................................................................ xvii
DAFTAR GAMBAR................................................................................... xviii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xix
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah ......................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................ 11
C. Tujuan Penelitian.................................................................................. 11
D. Kegunaan Penelitian ............................................................................. 12
E. Sistematika Penulisan ........................................................................... 13
BAB II LANDASAN TEORI ......................................................................... 15
A. Telaah Pustaka ..................................................................................... 15
xiv
B. Kerangka Teori .................................................................................... 18
1. Kebijakan Moneter ......................................................................... 18
2. Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter (MTKM) ....................... 20
3. Jalur Transmisi Kebijakan Moneter ................................................. 23
4. Transmisi Kebijakan Moneter Syariah............................................. 27
5. Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) ........................................ 29
6. Pasar Uang Antar Bank Syariah (PUAS) ......................................... 30
7. Pembiayaan yang disalurkan ........................................................... 31
8. Inflasi ............................................................................................ 32
9. Produk Domestik Bruto (PDB) ....................................................... 35
C. Kerangka Pemikiran ............................................................................. 40
D. Hipotesis .............................................................................................. 44
BAB III METODE PENELITIAN ................................................................ 45
A. Jenis Penelitian ..................................................................................... 45
B. Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................................. 45
1. Lokasi penelitian ............................................................................ 45
2. Waktu penelitian ............................................................................ 46
C. Populasi dan Sampel............................................................................. 46
1. Populasi ......................................................................................... 46
2. Sampel ........................................................................................... 46
D. Teknik Pengumpulan Data .................................................................... 47
1. Field Research ............................................................................... 48
2. Studi Pustaka ................................................................................. 48
xv
E. Skala Pengukuran ................................................................................. 49
F. Definisi Konsep dan Operasional .......................................................... 50
1. Definisi Konsep ............................................................................. 50
2. Definisi Operasional ....................................................................... 50
G. Instrumen Penelitian ............................................................................. 52
H. Uji Instrumen Penelitian ....................................................................... 53
I. Alat Analisis ........................................................................................ 53
BAB IV ANALISIS DATA ............................................................................ 63
A. Deskripsi Objek Penelitian .................................................................... 63
1. Perkembangan Keuangan Syariah di Indonesia ................................ 63
2. Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi di Indonesia ............................... 64
B. Analisis Data ........................................................................................ 67
1. Uji Stasioneritas ............................................................................. 67
2. Uji Lag Optimal ............................................................................. 68
3. Uji Stabilitas VAR ......................................................................... 68
4. Uji Kointegrasi ............................................................................... 69
5. Kausalitas Granger ......................................................................... 70
6. Uji VECM ..................................................................................... 71
7. Analisis Impulse Response Function ............................................... 78
8. Analisis Forcast Error Variance Decomposion ............................... 83
C. Pembahasan Hipotesis .......................................................................... 87
1. Pengaruh SBIS terhadap IHK ......................................................... 87
2. Pengaruh PUAS terhadap IHK ........................................................ 89
xvi
3. Pengaruh FIN terhadap IHK ........................................................... 90
4. Pengaruh SBIS terhadap PDB ......................................................... 92
5. Pengaruh PUAS terhadap PDB ....................................................... 93
6. Pengaruh FIN terhadap PDB ........................................................... 94
BAB V PENUTUP ......................................................................................... 96
A. Kesimpulan .......................................................................................... 96
B. Saran.................................................................................................... 97
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 98
LAMPIRAN................................................................................................. 106
xvii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Indikator Keuangan dan Perekonomian Indonesia 1995-1999............... 5
Tabel 1.2 Indikator Perbankan Syariah ............................................................... 6
Tabel 2.1 Research Gap ................................................................................... 15
Tabel 4.1 Perkembangan Keuangan Syariah Berbagai Negara ........................... 63
Tabel 4.2 Indikator Perbankan Syariah (dalam Miliar Rupiah)........................... 64
Tabel 4.3 Target inflasi dan realisasi (YoY) ...................................................... 66
Tabel 4.4 Hasil Uji Akar Unit SBIS, PUAS, FIN, IHK, PDB ............................ 68
Tabel 4.5 Uji Lag Optimal ............................................................................... 68
Tabel 4.6 Uji Kointegrasi ................................................................................. 70
Tabel 4.7 Hasil Estimasi VECM Jangka Panjang dan Penyesuaian .................... 73
Tabel 4.8 Hasil Estimasi jangka pendek............................................................ 77
Tabel 4.9 FEVD Model IHK ............................................................................ 84
Tabel 4.10 FEVD Model PDB ......................................................................... 84
Tabel 4.11 FEVD Model SBIS ......................................................................... 85
Tabel 4.12 FEVD Model PUAS ....................................................................... 86
Tabel 4.13 FEVD Model FIN ........................................................................... 86
Tabel 4.14 Hasil Lelang SBI dan SBIS 2019 (miliar rupiah).............................. 87
Tabel 4.15 Transaksi PUAB dan PUAS 2019 (miliar rupiah) ............................ 89
xviii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Indikator Perekonomian Indonesia ................................................... 7
Gambar 1.2 Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter ....................................... 9
Gambar 2.1 Transmisi Kebijakan Moneter........................................................ 22
Gambar 4.1 Pertumbuhan Ekonomi Global (persen, YoY) ................................ 65
Gambar4.2 PDB dan Komponennya (Persen) ................................................... 66
Gambar 4.3 Stabilitas VAR .............................................................................. 69
Gambar 4.4 Kausalitas Granger ........................................................................ 71
Gambar 4.5 Uji IRF Model IHK ....................................................................... 79
Gambar 4.6 Uji IRF Model PDB ...................................................................... 80
Gambar 4.7 Uji IRF Model SBIS ..................................................................... 81
Gambar 4.8 Uji IRF Model PUAS .................................................................... 82
Gambar 4.9 Uji IRF Model FIN ....................................................................... 83
Gambar 4.10 Porsi Pembiayaan yang diberikan Perbankan................................ 91
xix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Data Penelitian ............................................................................ 107
Lampiran 2 Uji Stasioneritas .......................................................................... 110
Lampiran 3 Pemilihan Lag Optimal ................................................................ 116
Lampiran 4 Uji Kointegrasi Johansen ............................................................. 117
Lampiran 5 Uji Kausalitas Granger ................................................................ 118
Lampiran 6 Hasil Estimasi VECM ................................................................. 122
Lampiran 7 Hasil Analisis FEVD ................................................................... 125
Lampiran 8 Lembar Konsultasi ...................................................................... 128
Lampiran 9 Curriculum Vitae......................................................................... 130
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sistem perekonomian dibagi menjadi dua sektor yang berperan
penting dalam suatu negara, meliputi sektor fiskal dan moneter. Untuk
mewujudkan tujuan perekonomian suatu negara, yaitu terwujudnya
kesejahteraan masyarakat (Ismail, Santosa, & Yustika, 2014), maka kedua
sektor tersebut harus sejalan dan saling menguatkan. Pengelolaan ekonomi
juga dilaksanakan untuk memelihara kestabilan dan pertumbuhan ekonomi
(Utami, 2012). Oleh karenanya, kedua sektor tersebut disusun dalam suatu
kebijakan yang dikelola oleh lembaga yang terpisah.
Kebijakan dalam ranah fiskal disusun untuk menjawab setiap
permasalahan ekonomi yang muncul, seperti tingginya angka pengangguran,
rendahnya pertumbuhan ekonomi, serta masalah kemiskinan dan
kesenjangan melalui pengelolaan APBN yang meliputi pemasukan,
pengeluaran, dan pembiayaan. Kebijakan fiskal juga disusun untuk
mengembangkan perekonomian sektor riil, yaitu meningkatkan
produktivitas barang dan jasa (output perekonomian). Sementara itu,
kebijakan moneter adalah tindakan yang dilakukan penguasa moneter untuk
mengatur jumlah uang beredar dan kredit (Nopirin, 1998). Uang dalam
suatu perekonomian merupakan unit yang sangat penting, baik sebagai
satuan unit, menyimpan aset, ataupun sebagai alat transaksi. Di Indonesia,
kebijakan moneter diatur oleh Bank Indonesia selaku Bank Sentral dengan
2
tujuan untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah (Bank
Indonesia, 2018). Kestabilan nilai rupiah tersebut dapat dilihat dari dua sisi,
yaitu eksternal melalui kurs, dan internal melalui inflasi.
Kebijakan moneter memiliki kecenderungan kontradiktif dengan
tujuan akhir kebijakan makro. Sebagai contoh, ketika bank Indonesia fokus
untuk menekan laju inflasi yaitu dengan meningkatkan suku bunga, maka
hal tersebut akan berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi
karena rendahnya permintaan kredit. Begitu pula, ketika pertumbuhan
ekonomi masif dimana permintaan akan kredit juga tinggi, maka inflasi
akan meningkat sehingga akan menciptakan overheating economy. Untuk
itulah, saat ini Bank Indonesia fokus terhadap sasaran kestabilan rupiah, hal
tersebut sesuai dengan amanah Pasal 7 Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, “Tujuan Bank Indonesia
adalah mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah”.
Selain Bank Indonesia, perwujudan stabilitas rupiah juga
dilaksanakan bersama Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Otoritas Jasa
Keuangan (OJK), dan Kementerian Keuangan yang tergabung dalam
Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK). KSSK melaksanakan rapat
berkala dalam rangka koordinasi pemantauan dan pemeliharaan stabilitas
sistem keuangan. KSSK memiliki tugas yang diamanahkan dalam pasal 7
perpu 4 tahun 2008 tentang jaring pengaman sistem keuangan sebagai
berikut.
3
a) Mengevaluasi skala dan dimensi permasalahan likuiditas
dan/atau solvabilitas bank/LKBB yang ditengarai Berdampak Sistemik;
b) Menetapkan permasalahan likuiditas dan/atau masala solvabilitas bank/LKBB Berdampak Sistemik atau tidak
Berdampak Sistemik; dan c) Menetapkan langkah-langkah penanganan masala
bank/LKBB yang dipandang perlu dalam rangka pencegahan dan penanganan Krisis.
Guna menciptakan perekonomian yang menyejahterakan
masyarakat, maka antara sektor moneter dan fiskal harus saling terkait. Oleh
karenanya, perkembangan pada sektor moneter, seperti meningkatnya aset,
kredit yang disalurkan, serta inklusi keuangan harus memiliki pengaruh
yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Kebijakan moneter yang
dilakukan oleh Bank Indonesia melalui berbagai instrumennya tidak
langsung dapat memengaruhi tingkat pertumbuhan ekonomi. Pengaruh yang
diberikan oleh kebijakan moneter bersifat tidak langsung atau disebut
mekanisme transmisi.
Mekanisme transmisi kebijakan moneter menggambarkan pengaruh
kebijakan moneter terhadap berbagai aktivitas ekonomi dan keuangan
sehingga dapat mencapai tujuan yang ditentukan (Warjiyo, 2004). Persoalan
utama yang perlu mendapat perhatian dalam kebijakan moneter adalah
apakah proses transmisi memiliki hubungan yang positif terhadap sektor riil
(Sugianto, Harmain, & Harahap, 2015). Transmisi kebijakan moneter
melibatkan dua interaksi, yaitu antara bank sentral dengan perbankan dan
lembaga keuangan lain serta antara perbankan dan lembaga keuangan lain
dengan para pelaku ekonomi (Warjiyo, 2004).
4
Kenyataanya, mekanisme transmisi kebijakan moneter merupakan
proses yang kompleks, dan karenanya dalam teori ekonomi moneter sering
disebut dengan “black box” (Mishkin, 1995). Transmisi kebijakan moneter
ke pertumbuhan ekonomi dan inflasi telah lama diakui berlangsung dengan
tenggat waktu yang lama dan bervariasi (Friedman & Schwartz, 1963).
Secara keseluruhan, pengaruhnya dapat berlangsung sekitar 6-8 kuartal
(Warjiyo & Juhro, 2016). Hal inilah yang menyebabkan sejak dahulu,
moneter adalah persoalan yang amat besar (Ismail, Santosa, & Yustika,
2014).
Kompleksitas kebijakan moneter tersebut semakin rumit dengan
dikeluarkannya UU Perbankan tahun 1998, dimana Indonesia secara de jure
telah menerapkan sistem perbankan ganda (Sugianto et al., 2015), yaitu
konvensional dan syariah. Dengan adanya dualisme tersebut, Indonesia juga
memiliki sistem moneter yang ganda, yaitu sistem suku bunga dan bagi
hasil. Perbankan Syariah sendiri masuk di Indonesia sekitar tahun 1992,
dengan berdirinya Bank Muamalat Indonesia sebagai bank dengan prinsip
syariah pertama di Indonesia. Ketika krisis finansial tahun 1997 dan
berpuncak pada tahun 1998, Bank Muamalat dengan menggunakan sistem
non-bunga menjadi bank yang paling tahan terhadap efek krisis. Krisis
terebut telah membuat 16 bank terpaksa ditutup oleh Bank Sentral karena
mengalami masalah likuiditas, sementara Bank Syariah masih bertahan
walaupun profitnya mengalami penurunan.
5
Indikator perbankan dan perekonomian di Indonesia masa krisis
dapat dilihat pada tabel 1.1, dimana tingkat inflasi mengalami peningkatan
yang signifikan ketika terjadi puncak krisis yaitu tahun 1998 sebesar 58,451
setelah tahun 1997 berada pada angka 6,226 dan PDB pada angka negatif
dua digit sebesar 13,127% setelah sebelumnya masih tumbuh pada level
4,7%. Tidak hanya itu, indikator keuangan seperti lending rate, deposito
rate, reserve dan exchange rate juga ikut terdampak akibat krisis yang
terjadi
Tabel 1.1 Indikator Keuangan dan Perekonomian Indonesia 1995-1999
Keterangan 1995 1996 1997 1998 1999
Inflasi 9,42 7,973 6,226 58,451 20,478
Lending rate 18,852 19,218 21,818 32,154 27,663
Deposit rate 16,718 17,256 20,014 39,067 25,738
Reserve (miliar) 1.573 4.503 -8.137 -3.437 1.916
Nilai tukar 2.248 2.342 2.909 10.013 7.855
PDB (pertumbuhan tahunan) 8,22 7,818 4,7 -13,127 0,791
Sumber: World Bank (2019), diolah
Pasca krisis tersebut, perbankan syariah terus mengalami
peningkatan. Ditambah lagi dengan diterbitkannya Undang-Undang No. 21
Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah pada 16 Juli 2008, membuat industri
Perbankan Syariah tumbuh lebih cepat lagi. Peningkatan tersebut dapat
dilihat pada total aset perbankan syariah tahun 2012 yang mencapai Rp 195
triliyun, setelah sebelumnya hanya sebesar Rp 49,6 triliyun pada tahun
2008. Artinya, aset perbankan tumbuh sebesar 394% dalam periode
tersebut, atau 56% per tahun (Sutrisno, 2013). Sementara itu, indikator
perbankan syariah lainnya terdapat pada tabel 1.2. Tabel tersebut
menunjukkan bahwa total pebiayaan, aset, dan DPK dalam Bank Syariah
6
selalu mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Hal tersebut seperti
dapat dilihat total pembiayaan pada tahun 2016 sebanyak Rp 178.043 miliar
naik sebesar 83,59% pada tahun 2019 yaitu Rp 212.990 miliar. Total aset
juga mengalami kenaikan 84,04% setelah tahun 2016 sebesar Rp 356.054
miliar menjadi Rp 486.892 miliar pada tahun 2019. Selanjutnya indikator
DPK juga mengalami peningkatan dari Rp 279.335 miliar pada tahun 2016
menjadi Rp 386.624 miliar pada tahun 2019 atau naik sebesar 72,24%.
Tabel 1.2 Indikator Perbankan Syariah
Keterangan 2016 2017 2018 2019
Total pembiayaan
(miliar rupiah) 178.043 190.354 202.766 212.990
Total aset
(miliar rupiah) 356.504 424.181 477.327 486.892
DPK (miliar rupiah) 279.335 334.888 371.828 386.624
Sumber: Statistik Perbankan Syariah (2019), diolah
Peningkatan yang signifikan terhadap indikator kinerja perbankan
syariah tersebut diharapkan mampu menjadi solusi bagi perekonomian di
Indonesia, khususnya dalam memengaruhi pertumbuhan ekonomi dan
inflasi. Hal tersebut mengingat, pertumbuhan ekonomi di Indonesia
belakangan ini melambat dan hanya dikisaran 5%, sementara inflasi terjaga
pada level dibawah 5%. Pada grafik 1.1 berikut dapat dilihat bahwa dari
kuartal 1 2017 hingga kuartal 1 2019 pertumbuhan ekonomi di Indonesia
berkisar pada level 5% dimana pertumbuhan tertinggi pada kuartal 2 2018
sebesar 5.27%. sementara itu, inflasi juga tercatat stabil dibawah 5%,
dimana inflasi tertinggi pada kuartal 2 2017 yaitu 4,37% dan terendah pada
7
kuartal 1 2019 diangka 2,48%. Indikator tersebut menunjukkan bahwa
kinerja ekonomi baik secara fiskal maupun keuangan masih terkendali.
Sumber: Survei Proyeksi Indikator Makro Ekonomi (SPIME) (2019), diolah
Gambar 1.1 Indikator Perekonomian Indonesia
Selanjutnya, untuk dapat melihat dampak kinerja moneter terhadap
pertumbuhan ekonomi dan inflasi perlu suatu mekanisme transmisi. Berbeda
dengan sistem transmisi kebijakan moneter konvensional yang
menggunakan instrumen SBI (Sertifikat Bank Indonesia), pada tahun 2000,
Bank Indonesia memperkenalkan instrumen moneter syariah Sertifikat
Wadiah Bank Indonesia (SWBI). Seiring pesatnya perkembangan perbankan
syariah, pada tahun 2008 diubah menjadi SBIS (Sertifikat Bank Indonesia
Syariah) dengan memakai akad ju’alah (Sugianto et al., 2015), yaitu
imbalan yang diberikan oleh Bank Indonesia kepada perbankan syariah
yang telah membantu pengendalian moneter melalui dana yang ditempatkan
di Bank Indonesia dengan pembelian SBIS Ju’alah (DSN MUI NO.
64/DSN-MUI/XII/2007).
Transmisi kebijakan moneter juga melibatkan interaksi antar
perbankan syariah melalui Pasar Uang Antar Bank Syariah (PUAS). PUAS
5.01 5.01 5.06 5.19 5.06 5.27 5.17 5.18 5.07
3.61 4.37
3.72 3.61 3.4 3.12 2.88 3.13 2.48
0
2
4
6
Q1 2017 Q2 2017 Q3 2017 Q4 2017 Q1 2018 Q2 2018 Q3 2018 Q4 2018 Q1 2019
PDB Inflasi
8
adalah transkasi jangka pendek antarbank baik berupa rupiah maupun valuta
asing berdasarkan prinsip syariah (Ginting et al., 2013). Transaksi PUAS
sangat penting untuk menjaga likuiditas bank agar operasionalnya lancar
dan sehat, diantaranya untuk menutup kekalahan kliring dan dapat dijadikan
earning assets bagi bank yang kelebihan dana (Maulidya, 2012).
Selanjutnya, mekanisme transmisi kebijakan moneter melibatkan interaksi
antara perbankan dengan pelaku ekonomi melalui pembiayaan. Dalam
perbankan syariah, sistem pembiayaan dibagi menjadi tiga jenis, yaitu
dengan prinsip bagi hasil, jual beli, dan sewa (Supriyadi, 2003). Apabila
sektor jasa keuangan ini mengalami peningkatan maka PDB juga akan
mengalami peningkatan (Atika, 2018).
SBIS, PUAS, dan Pembiayaan yang disalurkan merupakan
instrumen-instumen dalam transmisi kebijakan moneter syariah yang
selanjutnya akan memengaruhi pertumbuhan ekonomi yang diproksikan
oleh PDB dan kestabilan harga yang diproksikan oleh inflasi. Hal ini sesuai
dengan kerangka kerja Bank Indonesia yang menerapkan flexible ITF
(Inflation Targetting Framework) (Bank Indonesia, 2017). Mekanisme
Transmisi Kebijakan Moneter Bank Indonesia dapat dilihat pada gambar
1.2. Gambar tersebut menunjukkan alur transmisi menggunakan instrumen
BI 7 Day Repo Rate melalui jalur suku bunga, kredit, harga aset, nilai tukar
dan ekspektasi inflasi. Jalur tersebut kemudian akan memengaruhi konsumsi
dan investasi serta ekspor yang kemudian memengaruhi PDB dan akhirnya
memengaruhi kestabilan harga. Tingkat inflasi kemudian digunakan untuk
9
menentukan kebijakan BI selanjutnya, apakah menaikkan atau menurunkan
suku bunga (feed back).
Sumber: Laman Bank Indonesia, diolah
Gambar 1.2 Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter
Penelitian ini akan membahas mengenai efektivitas instrumen
moneter dalam memengaruhi perekonomian. Penelitian mengenai transmisi
kebijakan moneter akan menjelaskan perubahan pada instrumen kebijakan
moneter berpengaruh terhadap variabel makroekonomi sehingga sasaran
kebijakan moneter dapat terwujud (Natsir, 2008). Penelitian terkait
efektivitas transmisi kebijakan moneter syariah telah banyak dilakukan.
Hasil yang ditemukan juga menunjukkan hasil yang positif signifikan dan
negatif signifikan. Penelitian Ascarya (2012), menunjukkan SBIS
berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi, sementara penelitian
Wibowo & Mubarok (2017) menujukkan hasil yang sebaliknya. Pada
BI 7DRR
Suku bunga
Ekspektasi
Kredit
Harga asset
Nilai tukar ekspor
Konsumsi
investasi
Produk Domestik
Bruto
Inflasi
feedback
10
instrumen PUAS, penelitian yang dilakukan oleh Setiawan & Karsinah
(2016) menunjukkan hubungan yang positif terhadap pertumbuhan
ekonomi, sementara penelitian Zaelina (2018) menunjukkan hubungan yang
negatif. Secara terperinci, perbedaan hasil penelitian sebelumnya akan
peneliti sajikan dalam bab 2.
Selain terdapat perbedaan hasil penelitian yang telah peneliti
paparkan dalam research gap, penelitian ini juga memiliki perbedaan
dengan penelitian yang telah banyak dilakukan.
1. Proksi pertumbuhan ekonomi yang digunakan. Dalam penelitian ini,
pertumbuhan ekonomi diproksikan dengan PDB sementara pada
penelitian sebelumnya menggunakan IPI. Hal tersebut karena PDB
mampu menghitung pendapatan dan pengeluaran total suatu
perekonomian, sehingga mampu mengukur kesejahteraan masyarakat
dengan baik walaupun tidak sempurna dan mutlak (Atika, 2018).
2. Selain pertumbuhan ekonomi, penelitian ini juga menguji instrumen
moneter dengan sasaran inflasi, sehingga mampu menjelaskan
dampaknya terhadap kestabilan harga yang direpresentasikan dengan
inflasi IHK.
Berdasarkan latar belakang itulah, maka peneliti akan melakukan penelitian
dengan judul “Analisis Efektivitas Transmisi Kebijakan Moneter
Syariah terhadap Inflasi dan PDB”.
11
B. Rumusan Masalah
Permasalahan yang hendak dipecahkan dalam penelitian ini adalah
bagaimana efektivitas transmisi kebijakan moneter syariah dalam
memengaruhi PDB dan inflasi. Untuk menjawab masalah tersebut, maka
disusun rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaruh Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) dalam
transmisi kebijakan moneter syariah terhadap inflasi?
2. Bagaimana pengaruh Pasar Uang Antar Bank Syariah (PUAS) dalam
transmisi kebijakan moneter syariah terhadap inflasi?
3. Bagaimana pengaruh pembiayaan yang disalurkan dalam transmisi
kebijakan moneter syariah terhadap inflasi?
4. Bagaimana pengaruh Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) dalam
transmisi kebijakan moneter syariah terhadap PDB?
5. Bagaimana pengaruh Pasar Uang Antar Bank Syariah (PUAS) dalam
transmisi kebijakan moneter syariah terhadap PDB?
6. Bagaimana pengaruh pembiayaan yang disalurkan dalam transmisi
kebijakan moneter syariah terhadap PDB?
C. Tujuan Penelitian
1. Menganalisis pengaruh Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS)
dalam transmisi kebijakan moneter syariah terhadap inflasi.
2. Menganalisis pengaruh Pasar Uang Antar Bank Syariah (PUAS)
dalam transmisi kebijakan moneter syariah terhadap inflasi.
12
3. Menganalisis pengaruh pembiayaan yang disalurkan dalam transmisi
kebijakan moneter syariah terhadap inflasi.
4. Menganalisis pengaruh Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS)
dalam transmisi kebijakan moneter syariah terhadap PDB.
5. Menganalisis pengaruh Pasar Uang Antar Bank Syariah (PUAS)
dalam transmisi kebijakan moneter syariah terhadap PDB.
6. Menganalisis pengaruh pembiayaan yang disalurkan dalam transmisi
kebijakan moneter syariah terhadap PDB.
D. Kegunaan Penelitian
1. Bagi Penulis
Bagi penulis, penelitian yang dilakukan ini akan
meningkatkan kemampuan dalam menganalisis dan
merepresentasikan data sehingga akan meingkatkan kemampuan
dalam pengambilan kesimpulan. Selain itu, dengan penelitian yang
dilakukan, penulis akan memperoleh wawasan keilmuan baru yang
relevan dengan pembelajaran di kampus dan praktikum saat
melaksanakan prosesi magang.
2. Bagi Akademisi
Bagi akademisi, hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan
sebagai penambah khasanah keilmuan serta sumber referensi bagi
penelitian serupa. Selain itu, penelitian akan menciptakan atmosfer
keilmuan yang mendalam dalam lingkungan akademis.
13
3. Bagi Praktisi
Bagi praktisi, hasil penelitian dapat dimanfaatkan sebagai
sumber informasi dan pertimbangan dalam pengambilan keputusan
terutama terkait kebijakan moneter dan fiskal.
E. Sistematika Penulisan
Bab I Pendahuluan
Bab ini memaparkan tentang latar belakang mengapa penelitian
dilakukan, rumusan masalah yang akan diteliti, tujuan, kegunaan penelitian,
dan sistematika penulisan.
Bab II Landasan Teori
Bab ini berisi pemaparan mengenai landasan teori untuk
mendukung penelitian, meliputi telaah pustaka yang berisi penelitian
terdahulu yang relevan, kerangka teori yang berisi konsep dan bangunan
teori yang digunakan, kerangka penelitian dalam bentuk persamaan dan
bagan yang mendukung hipotesis, serta hipotesis penelitian
Bab III Metode Penelitian
Bab ini memaparkan metode penelitian yang meliputi jenis
penelitian, lokasi dan waktu, objek penelitian, teknik pengumpulan data,
skala pengukuran, definisi konsep dan operasional, instrumen penelitian, uji
instrumen penelitian hingga alat analisis yang digunakan untuk melakukan
uji penelitian.
14
Bab IV Analisis Data
Bab ini meliputi deskripsi objek penelitian, deskripsi statistik dan
analisis data. Selain analisis, bab ini juga akan menjelaskan hasil dari
analisis menggunakan data-data kualitatif untuk merepresentasikan hasil
penelitian yang lebih baik.
Bab V Penutup
Bab ini merupakan bab terakhir dari penelitian yang berisi tentang
kesimpulan dari penelitian yang telah dilakukan serta saran dari peneliti
terkait penelitian yang telah dilakukan.
15
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Telaah Pustaka
Penelitian ini akan membahas mengenai efektivitas kebijakan
moneter syariah terhadap pertumbuhan ekonomi dengan proksi PDB dan
inflasi. Adapun penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini
disajikan dalam tabel research gap berikut.
Tabel 2.1 Research Gap
Variabel Peneliti, tahun Judul Hasil
SBIS dengan
pertumbuhan
ekonomi
Muhammad Ghafur W,
Ahmad
Mubarok
Analisis efektivitas
transmisi moneter
ganda terhadap pertumbuhan ekonomi
Indonesia
SBIS memiliki dampak negatif terhadap
pertumbuhan ekonomi
dengan proksi IPI
Imronjana Syapriatama,
2017
Transmisi kebijakan
moneter jalur
pembiayaan bank syariah di Indonesia
SBIS memiliki dampak
negatif terhadap
pertumbuhan ekonomi dengan proksi IPI
Fitri Zaelina,
2018
Mekanisme transmisi
kebijakan moneter syariah
SBIS memiliki dampak
positif terhadap
pertumbuhan ekonomi
dengan proksi IPI
Ascarya, 2012
Alur transmisi dan efektivitas kebijakan
moneter ganda di
Indonesia
SBIS memiliki dampak positif terhadap
pertumbuhan ekonomi
dengan proksi IPI
PUAS
dengan
pertumbuhan ekonomi
Fitri Zaelina, 2018
Mekanisme transmisi
kebijakan moneter
syariah
PUAS memiliki dampak
negatif terhadap pertumbuhan ekonomi
dengan proksi IPI
Ascarya, 2012
Alur transmisi dan
efektivitas kebijakan
moneter ganda di Indonesia
PUAS memiliki dampak
positif terhadap
pertumbuhan ekonomi dengan proksi IPI
Rifki Yudi setiawan dan
Karsinah, 2016
Mekanisme Transmisi
Kebijakan Moneter
dalam memengaruhi
inflasi dan pertumbuhan ekonomi
di Indonesia
PUAS memiliki dampak
positif terhadap
pertumbuhan ekonomi dengan proksi IPI
pembiayaan
dengan
Fitri Zaelina,
2018
Mekanisme transmisi
kebijakan moneter
pembiayaan memiliki
dampak positif terhadap
16
pertumbuhan ekonomi
syariah pertumbuhan ekonomi dengan proksi IPI
Raditya
Sukmana dan
Salina H.
Kassim, 2010
Roles of the Islamic
banks in the monetary
transmission process in
Malaysia
Pembiayaan memiliki
dampak positif terhadap
pertumbuhan eknomi
dengan proksi IPI
Ascarya, 2012
Alur transmisi dan efektivitas kebijakan
moneter ganda di
Indonesia
Pembiayaan memiliki dampak positif terhadap
pertumbuhan eknomi
dengan proksi IPI
Imronjana
Syapriatama,
2017
Transmisi kebijakan
moneter jalur pembiayaan bank
syariah di Indonesia
Pembiayaan memiliki
dampak positif terhadap pertumbuhan eknomi
dengan proksi IPI
Hasymi Nur Baehaqy dan
Eko Fajar
Cahyono, 2020
Pengaruh pembiayaan
perbankan
konvensional dan pembiayaan perbankan
syariah terhadap
pertumbuhan ekonomi
di Indonesia pada tahun 2008-2018
Pembiayaan memiliki dampak negatif terhadap
pertumbuhan ekonomi
dengan proksi PDB
SBIS dengan
inflasi
Heri Sudarsono,
2017
Analisis efektivitas
transmisi kebijakan
moneter konvensional
dan syariah dalam memengaruhi tingkat
inflasi
SBIS memiliki dampak
negatif terhadap inflasi
Sugianto,
Hendra
Harmain, dan Nurlela
Harahap, 2015
Mekanisme Transmisi Kebijakan moneter di
Indonesia melalui
sistem moneter syariah
SBIS memiliki dampak
negatif terhadap inflasi
Ascarya, 2012
Alur transmisi dan
efektivitas kebijakan
moneter ganda di Indonesia
SBIS memiliki dampak
negatif terhadap inflasi
Ingrit
Magdalena dan
Wahyu Ario
Pratomo, 2014
Analisis efektivitas
transmisi kebijakan
moneter ganda di
Indonesia
SBIS memiliki dampak
positif terhadap inflasi
Yoghi Citra
Pratama, 2012
Effectiveness of conventional and
syariah monetary
policy transmission
SBIS berpengaruh negatif
terhadap inflasi
Bimo Saputro
dan Raditya
Sukmana, 2018
Analisis transmisi
kebijakan moneter ganda terhadap inflasi
di Indonesia
SBIS berpengaruh negatif terhadap inflasi
PUAS
dengan
inflasi
Heri Sudarsono, 2017
Analisis efektivitas
transmisi kebijakan
moneter konvensional dan syariah dalam
memengaruhi tingkat
inflasi
PUAS memiliki dampak negatif terhadap inflasi
17
Ascarya, 2012
Alur transmisi dan efektivitas kebijakan
moneter ganda di
Indonesia
PUAS memiliki dampak
negatif terhadap inflasi
Rifki Yudi
setiawan dan
Karsinah, 2016
Mekanisme Transmisi
Kebijakan Moneter dalam memengaruhi
inflasi dan
pertumbuhan ekonomi
di Indonesia
PUAS memiliki dampak
negatif terhadap inflasi
Ingrit Magdalena dan
Wahyu Ario
Pratomo, 2014
Analisis efektivitas transmisi kebijakan
moneter ganda di
Indonesia
PUAS memiliki dampak
positif terhadap inflasi
Bimo Saputro
dan Raditya
Sukmana, 2018
Analisis transmisi
kebijakan moneter ganda terhadap inflasi
di Indonesia
PUAS memiliki dampak positif terhadap inflasi
pembiayaan
dengan
inflasi
Heri Sudarsono, 2017
Analisis efektivitas
transmisi kebijakan
moneter konvensional dan syariah dalam
memengaruhi tingkat
inflasi
pembiayaan memiliki
dampak positif terhadap
inflasi
Fitri Zaelina,
2018
Mekanisme Transmisi
Kebijakan Moneter Syariah
Pembiayaan memiliki
dampak negatif terhadap inflasi
Ascarya, 2012
Alur transmisi dan
efektivitas kebijakan
moneter ganda di
Indonesia
Pembiayaan memiliki
dampak negatif terhadap inflasi
Ingrit Magdalena dan
Wahyu Ario
Pratomo, 2014
Analisis efektivitas transmisi kebijakan
moneter ganda di
Indonesia
Pembiayaan memiliki
dampak negatif terhadap
inflasi
Rifki Yudi
setiawan dan
Karsinah, 2016
Mekanisme Transmisi
Kebijakan Moneter dalam memengaruhi
inflasi dan
pertumbuhan ekonomi
di Indonesia
Pembiayaan memiliki
dampak negatif terhadap
inflasi
Sumber: (Ascarya, 2012a), (Pratama, 2012), (Wibowo & Mubarok, 2017), (Sukmana &
Kassim, 2010), (Sugianto et al., 2015), (Magdalena & Pratomo, 2012), (Syapriatama,
2017), (Zaelina, 2018), (Saputro & Sukmana, 2018), (Setiawan & Karsinah, 2016),
(Sudarsono, 2017), (Baehaqy & Cahyono, 2020)
18
B. Kerangka Teori
1. Kebijakan Moneter
Ekonomi moneter adalah ekonomi yang membahas suplai
uang, harga dan tingkat bunga, serta dampaknya terhadap ekonomi.
Ekonomi moneter fokus pada pasar moneter dan keuangan lainnya,
penentuan tingkat bunga, serta seberapa jauh pengaruhnya terhadap
perilaku unit ekonomi dan implikasinya dalam konteks ekonomi
makro. Tujuan akhir dari kebijakan moneter adalah untuk mencapai
tujuan nasional seperti lapangan kerja penuh, output lapangan kerja
penuh, harga yang stabil, dan lain-lain (Handa, 2009).
Sementara itu, Nopirin (1998) menuliskan bahwa ekonomi
moneter mempelajari tentang sifat, fungsi dan pengaruh uang terhadap
kegiatan ekonomi. Persoalan pokok yang dipelajari dalam ekonomi
moneter diantaranya adalah peran dan fungsi uang, sistem moneter
dan pengaruhnya terhadap jumlah uang beredar dan kredit, struktur
dan fungsi bank, pengaruh jumlah uang beredar dan kredit, serta
pembayaran dan sistem moneter internasional. Pengaturan ekonomi
moneter umum dijalankan oleh bank sentral suatu negara selaku
otoritas moneter dengan penyusunan kebijakan moneter.
Kebijakan moneter adalah pengendalian besaran moneter
untuk perkembangan perekonomian (rendahnya laju inflasi,
pertumbuhan ekonomi, kesempatan kerja yang tersedia) yang
dilaksanakan oleh otoritas moneter atau bank sentral (Warjiyo &
19
Solikin, 2003). Kebijakan moneter dapat dibedakan menjadi rule
policy dan discretion policy. Rule policy, kebijakan ini didasaran pada
teori moneter Friedman, dimana kebijakan ini ditetapkan pada kondisi
tertentu dan dilakukan secara terus-menerus. Sementara itu, disrection
policy adalah kebijakan yang ditetapkan waktu ke waktu, sering juga
disebut countercyclical. Kebijakan ini diambil ketika kondisi ekonomi
sangat kompleks (Rahutami, 1994).
Penerapan kebijakan moneter di Indonesia dilakukan dengan
menggunakan instrumen-instrumen sebagai berikut (Latifah, 2015).
a) Operasi pasar terbuka (open market operation), merupakan
pengendalian jumlah uang beredar dengan penjualan dan
pembelian surat-surat berharga milik pemerintah. Ketika resesi
dimana penawaran uang perlu ditingkatkan, maka bank sentral
melakukan pembelian surat berharga. Sebaliknya ketika masa
inflasi, penawaran uang harus dikurangi dengan melakukan
pembelian surat berharga.
b) Fasilitas diskonto (discount rate), merupakan tingkat bunga
yang ditetapkan oleh pemerintah atas bank-bank umum.
Penurunan suku bunga diskonto dilakukan untuk meningkatkan
pinjaman sehingga kegiatan ekonomi lebih tinggi dan tercipta
kesempatan kerja. Sebaliknya, peningkatan suku bunga diskonto
dilakukan untuk mengurangi pinjaman baru dan membuat
20
pengusaha mengembalikan pinjaman yang lama, sehingga
kegiatan ekonomi menurun dan inflasi dapat ditekan.
c) Rasio cadangan wajib (reserve requirement ratio), ketika rasio
cadangan wajib besar, maka kemampuan bank memberikan
pinjaman lebih kecil. Rasio cadangan digunakan ketika ada
kelebihan cadangan dalam bank dimana perubahan suku
diskonto tidak memberikan efek.
d) Imbauan moral (moral persuasion), kebijakan ini dijalankan
dengan mengadakan pertemuan-pertemuan langsung dengan
bank. Bank sentral memberikan penjelasan mengenai langkah
yang diambil pemerintah dan bantuan yang bank sentral
perlukan. Bank sentral dapat meminta bank-bank untuk
menambah atau mengurangi pinjaman pada sektor tertentu.
2. Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter (MTKM)
Mekanisme transmisi kebijakan moneter pada dasarnya
menggambarkan bagaimana kebijakan moneter yang ditempuh bank
sentral memengaruhi berbagai aktivitas ekonomi dan keuangan
sehingga pada akhirnya dapat mencapai tujuan akhir yang ditetapkan
(Warjiyo, 2004). Transmisi kebijakan moneter menunjukkan interaksi
antara bank sentral dengan perbankan dan lembaga keuangan lain
serta interaksi perbankan dengan pelaku ekonomi di sektor riil. Ireland
(2005) mendeskripsikan berbagai saluran tindakan kebijakan moneter,
sebagaimana dirangkum oleh perubahan dalam stok uang nomial atau
21
tingkat bunga nominal jangka pendek berdampak pada variable riil
seperti output agregat dan ketenagakerjaan. Mekanisme yang
mendasari proses transmisi adalah infrastruktur pasar keuangan yang
menghubungkan bank sentral dengan lembaga kredit untuk
menyelesaikan likuiditas dan sekuritas bank sentral (Beyer et al.,
2017).
Transmisi kebijakan moneter adalah proses melalui mana
keputusan kebijakan moneter ditransmisikan ke dalam perubahan
dalam PDB riil dan inflasi (Taylor, 1995). Transmisi kebijakan
moneter ke pertumbuhan ekonomi dan inflasi telah lama diakui
berlangsung dengan tenggat waktu yang lama dan bervariasi
(Friedman & Schwartz, 1963 dalam Warjiyo, 2004). Bekerjanya
MTKM dimulai dari keputusan kebijakan bank sentral melalui suku
bunga dan instrumen moneter yang lain, yang kemudian akan
memengaruhi aktivitas di sektor keuangan dan ekonomi riil melalui
berbagai saluran. Di sektor keuangan, kebijakan ini akan
memengaruhi suku bunga, nilai tukar yield obligasi, dan harga saham.
Sementara di sektor riil, kebijakan akan memengaruhi perkembangan
permintaan agregat (Warjiyo & Juhro, 2016).
Transmisi kebijakan moneter dapat disederhanakan menjadi
dua tahap: 1) perubahan pada tingkat kas memengaruhi suku bunga
lain dalam perekonomian, 2) perubahan suku bunga memengaruhi
aktivitas ekonomi dan inflasi (Atkin & Cava, 2017). Proses
22
mekanisme transmisi dimulai dari komite pasar terbuka dalam hal ini
bank sentral memberikan acuan suku bunga yang kemudian
berpengaruh pada syarat&ketentuan kredit dan deposit yang
berdampak pada kesediaan kredit, harga obligasi dan saham yang
berdampak pada kekayaan rumah tangga, serta exchange rates yang
berdampak pada harga ekspor dan impor. Biaya dan ketersediaan
kredit, kekeyaaan rumah tangga, dan harga ekspor impor akan
berdampak pada output, ketenaga kerjaan, pendapatan dan harga. Hal
itu kembali akan memengaruhi suplai dana, permintaan dana dan
ekspektasi inflasi dan output. Skema tersebut digambarkan dalam
gambar 2.1.
Sumber: Akhtar (1997)
Gambar 2.1 Transmisi Kebijakan Moneter
Federal Open Market
Committee
Reserve Pressure,
Federal Funds Rate
Expectations of Inflation
and output
Interest Rates: Short-term
and Long-term
Demand for Funds: Federal Deficit and Business
Investment Supply of
Funds
Credit terms and Conditions
Deposits and Money
Bond and Stock Prices
Dollar Exchange
Rates
Cost and Availability of Credits Household
Net Worth
Import,
Export
Prices
State and Local Government
Spending Business
Investment Housing
Consumption Spending
Trade
Economy: Output, Employment, Income, Prices
23
3. Jalur Transmisi Kebijakan Moneter
Dalam system keuangan modern ada empat jalur transmisi
kebijakan moneter, yaitu: Saluran suku bunga, saluran harga aset,
saluran nilai tukar, dan saluran kredit (Mishkin, 1995)
a) Jalur Suku Bunga
Keynes mengutarakan pikirannya mengenai pasar uang,
yaitu tingkat bunga ekuilibrium ditentukan oleh permintaan dan
jumlah uang beredar. Oleh karena itu, tingkat suku bunga dapat
disesuaikan dengan kebijakan moneter yang mengarah pada
peningkatan investasi. Namun, suku bunga tidak hanya akan
memengaruhi investasi tapi juga tingkat konsumsi. Penurunan
pada suku bunga riil akan memengaruhi investasi perusahaan
dan tingkat konsumsi. Konsep tersebut dijelaskan dalam
diagram berikut ini.
Sumber: Sarac & Ucan (2013)
Gambar 2.2 Jalur Suku Bunga
b) Jalur Harga Aset
Saluran harga aset merupakan bagian penting dari
mekanisme transmisi kebijakan moneter (Kozmenko & Plastun,
Money
Supply
Rise
A fall in
long term real
interest
rates
A fall in
short
term real
interest
rates
Aggreg
ate
demand
rise Increase in
consumption
expenditure
Increase in
investment
expenditure
24
2016). Harga aset akan berdampak pada sektor riil melalui
perubahan harga realatif modal dan aset riil. Suku bunga yang
tinggi akan menurunkan harga ekuitas, dan kemudian
menyebabkan penurunan kekayaan finansial. Semakin sedikit
kekayaan suatu Negara akan mengurangi pengeluaran.
Penurunan tersebut juga berdampak pada Tobins’ q effect (Rasio
antara nilai pasar perusahaan tertentu dan biaya penggantian
modalnya. Nila q > 1 berarti bukti persepsi positif pasar
mengenai kapasitas perusahaan untuk menghasilkan nilai
tambah. Nilai q < 1 menunjukkan kurangnya kepercayaan pasar
mengenai kemampuan perusahaan untuk menghasilkan nilai
tambah dan keuntungan finansial).. Penurunan harga aset juga
akan memiliki efek kekayaan bersih pada suatu perusahaan
karena penurunan permintaan konsumsi rumah tangga
(Khundrakpam & Jain, 2013)
c) Jalur Nilai Tukar
Dengan melakukan ekspansi kebijakan moneter dan
suku bunga diturunkan, maka deposito uang domestik menjadi
kurang menarik dibandingkan valuta asing sehingga akan
menyebabkan penurunan mata uang domestik (depresiasi) yang
akan mendorong kegiatan ekspor (karena harga barang yang
lebih murah) sehingga meningkatkan permintaan agregat.
Depresiasi mata uang ini juga dapat memengaruhi neraca
25
perusahaan, terutama di Negara-negara berkembang (karena
utang yang mungkin dalam valuta asing) sehingga
meningkatkan kewajiban perusahaan dan mengikis kekayaan
bersih. Atau dapat diperjelas bahwa, nilai tukar (riil) mempunyai
pengaruh penting terhadap ekspor sementara nilai tukar
(nominal) akan memengaruhi tingkat inflasi.
d) Jalur Kredit
Dalam mekanisme kredit, terdapat dua jalur transmisi
moneter yaitu jalur pinjaman bank dan neraca perdagangan. Dua
jalur ini muncul terutama karena adanya asimetri informasi
antara peminjam dan pemberi pinjaman dalam pasar keuangan
(Kim, 1999). Jalur pinjaman bank sangat penting bagi
perusahaan yang menggantungkan modalnya pada bank,
ketimbang menerbitkan surat berharga di pasar terbuka karena
sangat mahal. Ketika tingkat suku bunga mengalami kenaikan
tajam, maka investasi bisnis akan mengalami penurunan karena
biaya modal yang lebih tinggi yang mengharuskan perusahaan
mengurangi permintaan investasi tersebut. Hal tersebut
selanjutnya akan memperburuk aktivitas ekonomi riil.
Disamping itu, kenaikan suku bunga secara langsung akan
meningkatkan biaya bunga dari perusahaan non keuangan (utang
jangka pendek, inventaris, modal kerja), mengurangi arus kas
serta melemahkan neraca perusahaan. Kenaikan suku bunga
26
juka akan menurunkan harga aset yang mengarah pada
pengurangan kekayaan bersih perusahaan.
Kredit yang diberikan oleh bank adalah kunci untuk
mendanai investasi dan konsumsi. Menurut Bernanke dan
Gertler (dalam Ridhwan, Groot, Rietveld, & Nijkamp, 2011)
kebijakan moneter (melalui tingkat moneter dan persyaratan
cadangan) memengaruhi PDB dan harga melalui kredit. Gambar
2.3 menunjukkan representasi skematis bagaimana moneter
memengaruhi perekonomian melalui kredit. Dalam jalur biaya
modal, kebijakan moneter memengaruhi investasi dan konsumsi
melalui penentuan suku bunga. Oleh karenanya, jalur ini
menentukan permintaan kredit dari perusahaan dan rumah
tangga.
Akan tetapi, ada jalur lain yang membentuk broad
credit channel. Jalur ini bekerja melalui pengaruh kebijakan
moneter terhadap neraca perantara keuangan dan peminjam
rumah tangga dan perusahaan. Perubahan suku bunga akan
memengaruhi premi keuangan eksternal dari pemberi pinjaman
sehingga akan membatasi kemampuan memberikan kredit.
Namun pada saat yang sama, perubahan dalam moneter akan
memengaruhi nilai aset yang dimiliki rumah tangga dan
perusahaan. Inilah yang disebut sebagai non-financial borrower
balance sheet.
27
Sumber: Ciccarelli, Maddaloni, & Peydró (2014)
Gambar 2.3 kebijakan moneter dan jalur kredit
4. Transmisi Kebijakan Moneter Syariah
Pada dasarnya instrumen dalam kebijakan moneter syariah
kontemporer tidak jauh berbeda dengan instrumen kebijakan pada
keuangan konvensional, hanya saja, prinsip yang diterapkan berbeda.
Contohnya, dalam kebijakan moneter konvensional, transaksi akan
berbasis bunga, sementara dalam syariah, transaksi berbasis bagi hasil
dan fee. Akan tetapi, tokoh-tokoh ekonomi Islam seperti Umer Chapra
belum mendiskusikan secara spesifik mengenai transmisi kebijakan
moneter dengan mekanisme syariah (Ascarya, 2012). Namun, studi
empiris mengenai peran perbankan syariah dalam transmisi kebijakan
moneter mulai banyak dilakukan.
Monetary
policy
Broad credit
channel
Cost of
capital
channel
Bank balance
sheet channel
Firm and household
(non-financial
borrower) balance
sheet channel
Borrowing, investment and
spending decisions of
households and firms
GDP, prices
28
Studi yang dilakukan Sukmana & Kassim (2010), dengan
judul Roles of the Islamic Banks in the Monetary Transmission
Process in Malaysia merupakan studi perintis terkait penyelidikan
empiris peran bank syariah dalam transmisi moneter. Model yang
dibentuk dalam studi ini adalah sebagai berikut.
IPI = f (IF, ID, ONIGHT)
Dimana IPI adalah Industrial Productivity Index, IF adalah Islamic
Financing, ID adalah Islamic Depostis, ONIGHT adalah tingkat
bunga overnight. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa baik
pembiayaan dan deposito Bank Islam memiliki peran yang penting
dalam transmisi moneter dalam perekonomian Malaysia.
Selain itu, untuk kasus Indonesia penelitian dilakukan oleh
Ascarya (2010: 5) untuk mengetahui transmisi kebijakan moneter
syariah dengan jalur pembiayaan dengan tujuan akhir pertumbuhan
ekonomi yang diproksikan dengan IPI sebagai model pertama dan
tujuan akhir inflasi sebagai model kedua. Kedua model yang dibentuk
adalah sebagai berikut.
IPI = f (IFIN, IDEP, PUAS, SBIS), dan
CPI = f (IFIN, IDEP, PUAS, SBIS)
Dimana IPI adalah Indeks Produktivitas Industri sebagai proksi
pertumbuhan ekonomi, CPI adalah Consumer Price Index sebagai
proksi inflasi. Sementara IFIN, IDEP, PUAS, dan SBIS masing-
masing adalah pembiayaan perbankan syariah, Dana Pihak Ketiga
29
perbankan syariah, Pasar Uang Antarbank Syariah, dan Sertifikat
Bank Indonesia Syariah.
5. Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS)
Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) merupakan
instrumen jual beli surat berharga yang berbasis syariah
(Roedyhantoro M & Cahyono, 2018). Instrumen ini disediakan oleh
otoritas moneter (Bank Indonesia) untuk menyimpan kelebihan dana
serta membantu likuiditas di perbankan syariah (Asnuri, 2013). Dalam
penerapan kebijakan kontraktif, maka Bank Indonesia akan menjual
SBIS yang telah diterbitkan kepada masyarakat sehingga mengurangi
jumlah uang yang beredar. Jumlah uang beredar yang berkurang akan
menekan tingkat inflasi karena permintaan masyarakat yang
menyebabkan terhadap barang menjadi rendah (Saputro & Sukmana,
2018).
SBIS yang diterbitkan oleh Bank Indonesia menggunakan
akad ju’alah yang merupakan komitmen pemberian imbalan atau
reward atas pencapaian dari suatu pekerjaan (Syapriatama, 2017). Fee
dalam SBIS saat ini mengacu pada suku bunga Sertifikat Bank
Indonesia (SBI). Sebelum penggunaan SBIS, Bank Indonesia
menggunakan instrumen SWBI (Sertifikat Wadiah Bank Indonesia)
dengan menggunakan akad wadiah, yaitu penitipan dana antara
pemilik dana dengan penerima titipan dana (Setiawan & Karsinah,
2016). Karena dinilai pasif (Directorate of Economic Research and
30
Monetary Policy Bank Indonesia, 2012), pada tahun 2008 Bank
Indonesia mengganti SWBI dengan SBIS dengan akad ju’alah yang
kemudian diatur dalam DSN-MUI No. 63/DSN-MUI/XII/2007.
6. Pasar Uang Antar Bank Syariah (PUAS)
Pasar uang antarbank biasa juga disebut degan interbank call
money maerket, yaitu kegiatan pinjam meminjam dana antar bank
dalam jangka waktu yang pendek (Widayatsari, 2014). Menurut UU
Pasal 1 14/1/PBI/2012, PUAS adalah transaksi antarbank berdasarkan
prinsip syariah dalam jangka pendek, dimana transkasi dapat
dilakukan dalam rupiah maupun valuta asing. Karena PUAS memiliki
jangka waktu yang pendek, transaksi hanya dapat dilakukan oleh
lembaga perbankan yang memiliki rating keuangan tinggi (Leu, 2016).
Transaksi PUAS dapat diikuti oleh Bank Umum Syariah (BUS), Unit
Usaha Syariah (UUS), Bank Konvensional, dan/atau Bank Asing (UU
14/1/PBI/2012/pasal 2).
Pasar uang antar bank merupakan media transmisi kebijakan
moneter yang pertama. Bagi otoritas moneter, pasar uang menjadi
pilihan target operasional kebijakan karena berperan dalam stabilitas
harga. Sementara bagi perbankan, pasar uang merupakan alternatif
pemenuhan kebutuhan likuiditas jangka pendek (Utami, 2012).
Ekspansi pembiayaan melalui PUAS akan meningkatkan deposito (d)
dan kredit perbankan (l), hal ini berdampak pada meningkatnya
31
investasi dan output agregate. Peningkatan ini selanjutnya akan
menekan tingkat inflasi (Andarini & Widiastuti, 2016).
7. Pembiayaan yang disalurkan
Menurut UU No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah,
pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan berupa transaksi
bagi hasil, sewa menyewa barang dan jasa, jual beli, serta pinjam
meminjam berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank
Syariah dan/atau UUS dengan pihak lain dimana kemudian pihak
yang dibiayai harus mengembalikan fasilitas dana yang telah
diberikan berdasarkan jangka waktu tertentu serta imbalan, tanpa
imbalan, atau bagi hasil tertentu. Sementara itu menurut Muhammad
(2002), pembiayaan atau financing adalah pendanaan yang diberikan
untuk mendukung investasi yang telah direncanakan.
Mengacu pada UU No. 21 pasal 19 ayat (1) dan (2) tahun
2008 tentang perbankan syariah, perbankan syariah (baik UUS
maupun BUS) memiliki fungsi utama diantaranya adalah untuk
mengumpulkan dan menyalurkan dana yang kemudian disebut sebagai
pembiayaan. Pembiayaan dalam perbankan syariah berbeda dengan
kredit pada bank konvensional. Perbedaan tersebut meliputi akad yang
dipakai, sistem pembagian keuntungan, dan yang lainnya. Rivai
(2010) mengelompokkan pembiayaan menjadi beberapa jenis, yaitu
pembiayaan dengan prinsip bagi hasil yang meliputi mudharabah dan
32
musyarakah, jual beli yang meliputi murabahah, salam, dan isti’na,
dan sewa yang meliputi ijarah dan ijarah muntahiya bittamlik.
Kenaikan simpanan masyarakat tidak selalu diikuti dengan
kenaikan pinjaman yang disalurkan oleh perbankan karena fungsi
intermediasi perbankan tidak selalu berjalan normal. Oleh karenanya
pinjaman yang disalurkan perbankan lebih berpengaruh terhadap
ekonomi riil daripada simpanan masyarakat yang tercermin dalam
jumlah uang beredar (Warjiyo dalam Syapriatama, 2017). Pembiayaan
syariah meningkatkan marginal social productivity investasi dan
investasi langsung terhadap sektor produktif. Peningkatan investasi
akan semakin meningkatkan sektor perbankan syariah, karena
investasi ditentukan oleh investasi langsung bukan credit multiplier
(Tingkat dimana kredit dibuat berdasarkan rasio cadangan pada bank,
rumusnya adalah: credit multiplier =
) sebagaimana dalam
perbankan konvensional (Jobarteh & Ergec, 2017).
8. Inflasi
Inflasi adalah tingkat kenaikan harga diatas harga yang
biasanya pada periode tertentu. Hal ini bisa bermakna luas seperti
kenaikan harga secara keseluruhan yang menyebabkan biaya hidup
ikut naik, tapi juga bisa berarti sempit, seperti kenaikan harga pada
barang tertentu (Oner, 2010). Sementara itu, Karlina mendefinisikan
tingkat inflasi adalah kenaikan presentase tahunan tingkat harga secara
33
umum yang diukur menggunakan indeks harga konsumen yang
berlaku (Karlina, 2017).
Inflasi memiliki dampak yang buruk bagi perekonomian,
yaitu menyebabkan penurunan daya beli bagi konsumen. Penurunan
daya beli ini terjadi ketika tingkat upah yang diperoleh tidak
mengikuti laju inflasi. Sementara itu, inflasi juga mengganggu kinerja
moneter. Ketika inflasi tinggi, tingkat suku bunga riil akan menurun.
Suku bunga riil yang rendah menyebabkan investor menanamkan
modalnya di negara dengan suku bunga yang lebih besar untuk
memperoleh keuntungan yang lebih banyak. Bahkan, bahayanya
dampak inflasi juga dinyatakan oleh Presiden Gerald Ford
sebagaimana dikutip dalam (Utari, Cristina S., & Pambudi, 2016)
“inflation is the number one policy enemy”.
Di negara berkembang, inflasi bukanlah fenomena moneter
murni. Inflasi lebih disebabkan oleh faktor-faktor yang berkaitan
dengan ketidak seimbangan fiskal, seperti pertumbuhan uang yang
lebih tinggi dan depresiasi nilai tukar yang muncul karena krisis
neraca pembayaran (Totonchi, 2011). Hal ini juga diungkapkan dalam
teori kuantitas modern oleh Milton Friedman “inflation always and
everywhere a monetary phenomenon that arises form a more rapid
expansion in the quantity of money than it total output”. Indeks yang
umum dipakai dalam menghitung besarnya inflasi ada tiga, yaitu
34
Producer Price Index (PPI)/IHP, Wholesale Price Index (WPI)/IHPB,
serta Consumer Price Index (CPI)/IHK.
Inflasi juga memiliki beberapa teori yang dikemukakan oleh
tokoh-tokoh ekonomi, diantaranya sebagai berikut.
a) Teori monetaris (clasical theory on inflation)
Model monetaris yang banyak digunakan untuk
menentukan inflasi ditulis dalam persamaan P=M-aY+bC.
Dimana P adalah tingkat pertumbuhan harga konsumen, M
adalah tingkat pertumbuhan money supply (mata uang ditambah
giro), Y adalah tingkat pertumbuhan pendapatan asli, dan C
adalah tingkat pertumbuhan biaya yang diharapkan dari
memegang uang (Saini, 1982). Kritik Milton Friedman terhadap
teori ekonomi Keynesian adalah pada peran kontrol uang dalam
perekonomian. Dimana, Monetaris percaya inflasi dapat
ditangani melalui money supply. Dalam pandangan monetaris,
suku bunga merupakan faktor dependen money supply dalam
perekonomian (Onoh & Obioma, 2017).
b) Teori non-monetarist
Teori non-monetaris atau dikenal juga sebagai teori
keynesian dirumuskan oleh ekonom besar abad 20, John
Meynard Keynes (Lin, 1967). Jika monetaris percaya bahwa
money supply dapat memengaruhi inflasi, Keynesian (non-
monetarist) percaya bahwa money supply tidak memiliki
35
pengaruh secara signifikan terhadap inflasi. Inflasi lebih
dipengaruhi oleh kebijakan fiskal daripada persediaan uang yang
beredar. Keynesian juga tidak setuju jika money supply bersifat
independen, inflasi adalah variabel independen sementara money
supply adalah variabel dependen (Onoh & Obioma, 2017).
Keynes juga memperkenalkan konsep elastisitas yang tidak
hanya dalam teori nilai tapi juga dalam teori uang, sehingga
teori nilai dan teori uang menjadi terintegrasi dalam satu teori.
“So long as there is unemployment, employment will
change in the same proportion as the quantity of money; and when there is full employment, prices will change in
the same proportion as the quantity of money.”J. M. Keynes dalam (Lin, 1967)
Selama ada pengangguran, lapangan pekerjaan akan berubah
dalam proporsi yang sama dengan jumlah uang; dan ketika
kesempatan kerja penuh, harga akan berubah dalam proporsi yang
sama dengan jumlah uang. Keynes menuliskan persamaan yang
menghubungkan Eo, Ep, dan Ew, Ep=1-Eo(1-Ew). Berdasarkan
persamaan tersebut, perubahan tingkat harga tergantung pada
elatstisitas output dalam menanggapi perubahan permintaan
agregat (Eo) dan elastisitas tingkat upah sehubungan dengan
perubahan permontaan agregat (Lin, 1967).
9. Produk Domestik Bruto (PDB)
PDB adalah salah satu indikator ekonomi yang digunakan
untuk mengukur pertumbuhan ekonomi. Hal ini peneliti gunakan
36
karena Produk Domestik Bruto sering dianggap sebagai ukuran
terbaik dari kinerja perekonomian (Mankiw, 2007). PDB merupakan
jumlah total dari output yang dihasilkan oleh suatu negara dalam
kurun waktu tertentu. PDB mengukur pendapatan dan pengeluaran
total suatu perekonomian (Atika, 2018). PDB adalah sumber paling
luas dan otentik untuk mengukur ekonomi negara manapun. PDB
digambarkan sebagai produksi tahunan barang dan jasa suatu negara.
Jika PDB tumbuh, hal ini dianggap sebagai ekonomi yang
berkembang (Chow & Li dalam Ahmad & Ihsan, 2018).
Sementara itu BEA (The Bureau of Economic Analysis)
memberikan penjabaran yang jelas mengenai PDB sebagai berikut.
“Gross Domestic Product (GDP) is the value of the goods
and services produced by the nation’s economy less the value of the goods and services used up in production. GDP is also
equal to the sum of personal consumption expenditures, gross private domestic investment, net exports of goods and
services, and government consumption expenditures and gross investment.” (The Bureau of Economic Analysis )
PDB merupakan nilai barang dan jasa yang diproduksi oleh ekonomi
suatu negara dikurangi nilai barang dan jasa yang digunakan dalam
produksi. PDB juga sama dengan jumlah pengeluaran konsumsi
pribadi, investasi privat domestik kotor, ekspor neto barang dan jasa,
serta pengeluaran pemerintah dan investasi kotor.
PDB digunakan untuk mengindikasikan apa yang terjadi
dalam lingkungan ekonomi makro (Tjukanov, 2011), yaitu “the
branch of economics that examines the economic behavior of
37
aggregates – income, employment, output, and so on – on a national
scale” cabang dari ilmu ekonomi yang membahas perilaku ekonomi
pendapatan, tenaga kerja, output, dan seterusnya secara agregat dalam
skala nasional (Case, Fair, & Oster, 2012: 7). Rumus perhitungan
PDB dapat direpresentasikan dengan cara berikut (Landefeld, Seskin,
& Fraumeni, 2008: 197).
PDB = C + I + G + (X - M)
Dimana C adalah Consumer spending, I adalah Investment, G adalah
Government, X adalah Export dan M adalah Import.
PDB dapat dihitung dalam 3 cara yang berbeda, pertama
dengan pendekatan nilai tambah (atau produksi), yang mana
menambahkan output kotor dari berbagai industri yang berbeda lalu
kurangi input perantara, untuk menghindari perhitungan ganda.
Kedua, dapat menghitung melalui pendekatan pendapatan
(berdasarkan tipe), yang mengukur pendapatan yang diperoleh oleh
faktor-faktor produksi yang berbeda. Terakhir, PDB dapat ditentukan
melalui pendekatan permintaan akhir (atau pengeluaran), yang
mengukur aktivitas, seperti investasi dan konsumsi diantara industri
yang berbeda dan impor yang dikurangi ekspor (Landefeld et al.,
2008).
38
Tabel 2.2 Menghitung PDB
I. Pendekatan nilai tambah (atau produksi)
Output kotor (penjualan kotor dikurangi perubahan dalam persediaan)
Kurangi:
Equals:
Input perantara
Nilai tambah untuk setiap industri
II. Pendekatan pendapatan (berdasarkan jenis)
Sum of:
Equals:
Upah/kompensasi Pendapatan sewa
Laba dan pendapatan pemilik
Pajak atas produksi dan impor
dikurangi: subsidi bunga, pembayaran lain-lain
Depresiasi
Total pendapatan domestik
III. Pendekatan permintaan akhir (atau pengeluaran)
Sum of:
Equals:
Konsumsi barang dan jasa akhir oleh rumah tangga
Investasi di pabrik, peralatan, dan perangkat lunak Pengeluaran pemerintah untuk barang dan jasa
Ekspor neto barang dan jasa (ekspor-impor)
Penjualan akhir produk dalam negeri
Sumber: (Landefeld et al., 2008), diolah
Ada tiga hubungan kausalitas yang menghubungkan sektor
keuangan dengan pertumbuhan ekonomi. Pertama, perspektif sisi
penawaran (juga dikenal sebagai "supply leading response") dimana
perkembangan sektor keuangan adalah syarat untuk pertumbuhan
ekonomi. Tanpa akses ke layanan keuangan dan fungsi spesifik yang
dijalankan sektor keuangan, ekonomi riil tidak akan mampu berjalan
secara signifikan. Kedua, perspektif sisi permintaan (juga disebut
“demand following response”) menganggap bahwa tanpa sektor
ekonomi riil yang menuntut jenis barang dan jasa keuangan tertentu,
tidak akan ada perkembangan di sektor keuangan. Ketiga, disebut
sebagai “feed-back hypothesis”, adalah bahwa tidak ada hubungan
kausalitas yang kuat dan stabil antara kedua proses. (Nyasha &
Odhiambo, 2014)
39
Tajgardoon et al. dalam Nahar & Sarker (2016) menjelaskan
bahwa peningkatan pertumbuhan PDB akan menyebabkan
pembiayaan bank melalui penciptaan peluang investasi yang lebih
banyak dan prospek keuangan yang lebih baik, rendering bank dan
investor dengan banyaknya peluang untuk tumbuh dan selanjutnya
meningkatkan permintaan dan penawaran bagi bank. Patrick (1966)
menyoroti bahwa semakin cepat laju pertumbuhan pendapatan
nasional riil, maka semakin besar permintaan perusahaan akan dana
eksternal dan financial intermediation untuk membiayai ekspansi
tunjangan depresiasi dan laba ditahan. Sementara itu, Blanco (2009),
menyimpulkan bahwa “while economic growth causs financial
development, financial development dose not cause economic growth”
Penelitian yang menunjukkan hubungan kausalitas yang tidak
stabil dilakukan Nyasha & Odhiambo (2014) yang menyimpulkan
bahwa hubungan antara perkembangan keuangan dan pertumbuhan
ekonomi tidak begitu jelas dan hubungan yang tercipta hanya
didasarkan pada prima facie atau bukti dangkal. Hal ini juga diperkuat
dengan hasil penelitian IMF dimana penelitian itu menyatakan bahwa
perkembangan keuangan bukanlah “magic bullet” bagi pertumbuhan
ekonomi oleh karena hubungan yang kompleks antara keuangan,
investasi dan produktivitas (Naceur, Blotevogel, Fischer, & Shi,
2017).
40
C. Kerangka Pemikiran
Kerengka penelitian dalam gambar 2.4 menjelaskan bahwa fokus
penelitian digambarkan oleh garis yang dicetak tebal. Dimana secara ideal,
mekanisme transmisi dimulai dari interaksi tahap 1 yaitu antara BI dengan
Bank Syariah melalui kebijakan pasar terbuka menggunakan instrumen
SBIS. Tingkat imbal hasil SBIS kemudian akan memengaruhi imbal hasil
Pasar uang yang merupakan interaksi antar bank syariah, kemudian
berpengaruh pada total pembiayaan yang dapat disalurkan oleh perbankan.
Selanjutnya, pada interaksi tahap 2 yang melibatkan sasaran akhir berupa
indikator makroekonomi, pembiayaan yang disalurkan akan memengaruhi
inflasi dan output. Sementara pada garis putus dalam gambar 2.4
menunjukkan adanya asumsi bahwa variabel dalam transmisi kebijakan
moneter saling berhubungan dan arah pergerakan tidak selalu seperti pada
jalur yang ideal.
41
Mekanisme transmisi kebijakan moneter
Kemungkinan hubungan alur transmisi
Kondisi ideal transmisi kebijakan moneter
Sumber: Hasanah (2019)
Gambar 2.4 Kerangka Pemikiran
Selanjutnya, kerangka pemikiran tersebut dibentuk dalam
persamaan Vector Autoregression (VAR) sebagai berikut:
∑
∑
∑
∑
∑
∑
∑
∑
∑
∑
∑
∑
∑
∑
∑
∑
∑
∑
∑
∑
∑
∑
∑
∑
∑
42
Keterangan:
= Sertifikat Bank Indonesia Syariah pada bulan t
= Sertifikat Bank Indonesia Syariah pada bulan t-n
= Pasar Uang Antar Bank Syariah pada bulan t-n
= Pembiayaan pada bulan t-n
= Indeks Harga Konsumen pada bulan t-n
= Produk Domestik Bruto pada bulan t-n
= konstanta
… = Parameter dalam bentuk matriks polinomial lag p
= error term
= panjang lag
Sementara itu, model alternatif yang dibentuk ketika variabel tidak stasioner
pada level sehingga tidak memenuhi model VAR adalah dengan VECM.
Persamaan yang dibentuk adalah sebagai berikut:
∑
∑
∑
∑
∑
∑
∑
∑
∑
∑
∑
∑
∑
∑
∑
∑
∑
∑
∑
∑
43
∑
∑
∑
∑
∑
Keterangan:
= Perubahan Sertifikat Bank Indonesia Syariah pada bulan t
= Perubahan SBIS pada bulan t-n
= Perubahan PUAS pada bulan t-n
= Perubahan Pembiayaan pada bulan t-n
= Perubahan IHK pada bulan t-n
= Perubahan PDB pada bulan t-n
= Sertifikat Bank Indonesia Syariah pada bulan t
= SBIS pada bulan t-n
= PUAS pada bulan t-n
= Pembiayaan pada bulan t-n
= IHK pada bulan t-n
= PDB pada bulan t-n
= Error Corection Term
= Konstanta jangka pendek
= Koefisien hubungan jangka pendek
= Konstanta jangka panjang
= Koefisien hubungan jangka panjang
= error term
p = panjang lag
= Speed of adjustment
44
D. Hipotesis
1. SBIS dan inflasi
H0: SBIS tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap inflasi
Ha: SBIS memiliki pengaruh signifikan terhadap inflasi
2. PUAS dan inflasi
H0: PUAS tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap inflasi
Ha: PUAS memiliki pengaruh signifikan terhadap inflasi
3. Pembiayaan dan inflasi
H0: Pembiayaan tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap inflasi
Ha: Pembiayaan memiliki pengaruh signifikan terhadap inflasi
4. SBIS dan PDB
H0: SBIS tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap PDB
Ha: SBIS memiliki pengaruh signifikan terhadap PDB
5. PUAS dan PDB
H0: PUAS tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap PDB
Ha: PUAS memiliki pengaruh signifikan terhadap PDB
6. Pembiayaan dan PDB
H0: Pembiayaan tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap PDB
Ha: Pembiayaan memiliki pengaruh signifikan terhadap PDB
45
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif, yaitu metode
untuk menguji teori objektif dengan menguji hubungan antar variabel
dengan dianalisis menggunakan prosedur statistik. Laporan akhir terdiri dari
pendahuluan, literatur dan teori, metode, hasil, dan pembahasan (Creswell,
2009). Penelitian ini melibatkan analisis data kuantitatif, yaitu data yang
dapat diurutkan, diklasifikasikan, diukur (Macdonald & Headlam, 2009).
Brooks (2008), membagi data dalam analisis kuantiatif menjadi
tiga, yaitu time series, cross-section, dan data panel. Penelitian ini
menggunakan data jenis time series, yaitu data yang dikumpulkan selama
beberapa periode dalam satu atau lebih variabel.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
1. Lokasi penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang tidak
melibatkan responden secara langsung. Karena itu, lokasi penelitian
dilaksanakan di laman world bank, Bank Indonesia, serta OJK untuk
pengambilan data sekunder. Sementara itu, penelitian juga mengambil
studi literatur berupa buku dan referensi lain dari berbagai lembaga
terkait, yaitu perpustakaan IAIN Salatiga, Perpustakaan Daerah
Salatiga, Ipusnas dan situs-situs jurnal elsevier, library congress,
46
Chicago Journals, Oxford Economic Paper, Munich Personal RePEc
Archive, dan lain sebagainya.
2. Waktu penelitian
Penelitian ini berlangsung selama dua bulan, dimulai dari
bulan Juli sampai Agustus 2020.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah semua orang atau item dengan karakteristik
yang ingin dipahami (Sreevidya & Sunitha., 2011). Populasi dalam
penelitian ini adalah seluruh data yang diterbitkan dalam Statistik
Ekonomi dan Keuangan Indonesia (SEKI), Statistik Perbankan
Syariah (SPS), dan data statistik laman Bank Indonesia.
2. Sampel
Menurut Gerald Hursh dalam Sreevidya & Sunitha., (2011)
“a sample design is the theoritical basis and the practical
means by which we infer the characteristic of some population by generalizing from the characteristic of
relatively few of the units comprising the population”.
Desain sampel adalah adalah dasar teori dan sarana praktis yang
dengannya dapat disimpulkan karakteristik dengan generalisasi
karakteristik yang membentuk populasi. Teknik pengambilan sampel
yang digunakan adalah non-probability sampling dengan metode
purpose atau judgement. Sampel dalam penelitian ini adalah Pasar
Uang Antar Bank Syariah (PUAS), Sertifikat Bank Indonesia Syariah
47
(SBIS), dan pembiayaan yang disalurkan sebagai indikator Operasi
Moneter dan PDB serta IHK sebagai indikator pertumbuhan ekonomi
dan inflasi.
D. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dimulai setelah menentukan masalah penelitian
dan desain penelitian. Penelitian ini menggunakan jenis data sekunder, yaitu
data yang sudah dikumpulkan oleh oran lain dan sudah melewati proses
statistik (Kothari, 2004). Data sekunder dapat berupa data yang
dipublikasikan dan tidak dipublikasikan. Data sekunder yang dipublikasikan
biasanya tersedia di (i) berbagai publikasi pemerintah pusat dan daerah, (ii)
pemerintah asing atau badan internasional dan organisasi pendukungnya,
(iii) jurnal teknis dan perdagangan, (iv) buku, majalah, dan koran, (v)
laporan dan publikasi dari berbagai asosiasi yang berhubungan dengan
bisnis dan industri, bank, bursa efek, dan lain-lain, (vi) laporan yang
disiapkan oleh penelitian sarjana, universitas, ahli ekonomi, dan lain-lain
dalam bidang yang berbeda, (vii) catatan dan statistik publik, dokumen
bersejarah, dan sumber-sumber publikasi informasi yang lain. Sementara
data yang tidak dipublikasikan dapat ditemukan di buku catatan, surat-surat,
biografi atau autobiografi yang tidak dipublikasikan dan juga mungkin
tersedia oleh para sarjana dan pekerja peneliti, asosiasi perdagangan, biro
tenaga kerja, dan individu dan organisasi publik/pribadi lainnya (Kothari,
2004). Teknik pengumpulan data yang peneliti gunakan adalah:
48
1. Field Research
Pencarian data dengan mengakses pada laman Bank
Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk mengumpulkan
data PUAS, SBIS, pembiayaan, laman Badan Pusat Statistik (BPS)
untuk mengumpulkan data inflasi dan data PDB.
a) SBIS, data ini diperoleh dari lelang SBIS yang disediakan pada
laman Bank Indonesia.
b) PUAS, data ini diperoleh dari Statistik Ekonomi dan Keuangan
Indonesia (SEKI) yang diterbitkan bulanan oleh Bank Indonesia.
c) Pembiayaan, data ini diperoleh dari Statistik Perbankan
Indonesia Syariah (SPS) yang diterbitkan bulanan oleh Otoritas
Jasa Keuangan.
d) Inflasi, data ini diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS).
e) PDB, data ini diperoleh laman BPS dalam bentuk kuartal
kemudian di interpolasi ke dalam bentuk bulanan menggunakan
metode quadratic equation.
2. Studi Pustaka
Studi pustaka dilakukan dengan mempelajari literatur ilmiah,
buku, jurnal, serta artikel lain yang berkaitan dengan penelitian. Studi
ini bermanfaat untuk memperoleh konsep dan landasan teori bagi
penelitian yang dilaksanakan (Bungin, 2007).
49
E. Skala Pengukuran
Skala pengukuran merupakan kesepakatan yang digunakan sebagai
acuan untuk menentukan panjang-pendeknya interval yang ada dalam alat
ukur, sehingga alat ukur tersebut bila digunakan dalam pengukuran akan
menghasilkan data kuantitatif (Sugiyono, 2012). Skala yang digunakan
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
Tabel 3.1 Skala Pengukuran
Variabel Definisi Satuan
pengukuran Periode
Skala
Variabel
Sifat
Variabel
SBIS
Hasil lelang SBIS
Departemen Pengelolaan Moneter
jangka waktu 9 bulan.
Persentase Bulanan Rasio Kontinyu
PUAS
Imbal hasil pasar
uang dalam bentuk
rupiah yang diiikuti BUS, UUS, dan Bank
Konvensional.
Persentase Bulanan Rasio Kontinyu
Pembiayaan/
FIN
Pembiayaan
mudharabah +
musyarakah + murabahah + salam +
istishna + ijarah.
Miliar Bulanan Rasio Kontinyu
Inflasi/IHK
Tingkat perubahan
harga berdasarkan
Survei Biaya Hidup (SBH) di 34 ibukota
provinsi dan 56
kabupaten/kota
Indeks Bulanan Rasio Kontinyu
PDB
Output barang dan
jasa yang dihasilkan oleh rumah
tangga+lembaga non-
profit yang melayani
rumah tangga+pemerintah
dan investasi+ekspor
neto
Miliar
Kuartal
diinterpo
lasi
dalam bulanan
Rasio Kontiu
Sumber: olahan peneliti, 2020
50
F. Definisi Konsep dan Operasional
1. Definisi Konsep
a) SBIS/Sertifikat Bank Indonesia Syariah, merupakan surat
berharga yang diterbitkan oleh Bank Indonesia dalam rupiah
yang memiliki jangka waktu pendek serta menggunakan prinsip
syariah.
b) PUAS/Pasar Uang Antar Bank Syariah, merupakan kegiatan
transaksi keuangan antarbank jangka pendek menggunakan
prinsip syariah, pesertanya meliputi BUS, UUS, bank
konvensional, dan Bank Asing.
c) FIN/Financing/Pembiayaan yang disalurkan, merupakan total
pembiayaan yang diasalurkan oleh Bank Syariah.
d) IHK/Inflasi IHK, indeks yang menghitung rata-rata perubahan
harga, perubahan dari waktu ke waktu akan menggambarkan
inflasi jika mengalami kenaikan dan deflasi jika mengalami
penurunan.
e) PDB/Produk Domestik Bruto, keseluruhan output dari negara
suatu negara, perubahan dari waktu ke waktu dapat digunakan
untuk melihat pertumbuhan ekonomi negara tersebut.
2. Definisi Operasional
Definisi operasional dari variabel-variabel penelitian adalah
untuk memberikan petunjuk tentang bagaimana suatu variabel-
variabel diukur (Andriani, 2010).
51
a) SBIS/Sertifikat Bank Indonesia Syariah, merupakan tingkat
imbalan lelang Sertifikat Bank Insonesia Syariah dari Januari
2011 sampai Desember 2019.
b) PUAS/Pasar Uang Antar Bank Syariah, merupakan imbal hasil
Pasar Uang Antar Bank Syariah yang diperoleh dari Statistik
Ekonomi dan Keuangan Indonesia yang diterbitkan bulanan dari
Januari 2011 sampai Desember 2019.
c) FIN/Financing/Pembiayaan yang disalurkan, merupakan modal
pembiayaan yang disalurkan oleh bank syariah yang meliputi
musyarakah, mudharabah, dan bagi hasil lainnya serta piutang
murabahah, salam, istishna, dan qardh. Data diperoleh dari
Statistik Pebankan Syariah Januari 2011 sampai Desember 2019
yang diterbitkan oleh OJK.
d) IHK/Inflasi IHK, merupakan indikator untuk mengukur
perubahan harga dengan IHK tahun dasar 2018=100.
Penghitungan IHK dilaksanakan oleh BPS melalui Survei Biaya
Hidup (SBH) yang dilaksanakan di 90 kota dan provinsi di
Indonesia. Data diperoleh dari Badan Pusat Statistik bulan
Januari 2011 sampai Desember 2019.
e) PDB/Produk Domestik Bruto, merupakan besaran output
konsumsi akhir rumah tangga, lembaga non profit yang
melayani rumah tangga, investasi, pengeluaran pemerintah, serta
ekspor neto. PDB yang digunakan adalah seri 2010 menurut
52
pengeluaran dan berdasarkan harga konstan 2010. Data
diperoleh dari Badan Pusat Statistik bulan Januari 2011 sampai
Desember 2019.
G. Instrumen Penelitian
Menurut Arikunto (2010) instrumen penelitian adalah alat atau
fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar
pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat,
lengkap dan sistematis sehingga lebih mudah diolah.
Pengumpulan data ini adalah dengan mengumpulkan data sekunder
yang bersifat time series yang diperoleh dari berbagai sumber sebagai
berikut.
1. Bank Indonesia, merupakan laman resmi Bank Indonesia yang
menyediakan berbagai data, publikasi karya ilmiah dan laporan, serta
fungsi yang lain. Situs Bank Indonesia peneliti gunakan untuk mencari
data SBIS, PUAS, dan pembiayaan perbankan syariah dengan
mengakses situs resmi bi.go.id.
2. Badan Pusat Statistik, merupakan lembaga pemerintahan non
kementerian yang menyajikan berbagai pengolahan data serta statistik
mulai dari sosial, ekonomi, serta pertanian dan pertambangan. BPS
peneliti gunakan untuk mencari data PDB serta inflasi IHK
3. Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia, merupakan publikasi
bulanan yang diterbitkan oleh Bank Indonesia. SEKI peneliti gunakan
untuk mencari data Pasar Uang Antar Bank Syariah.
53
4. Statistik Perbankan Syariah, merupakan publikasi bulanan yang
diterbitkan oleh Otoritas Jasa Keuangan. SPS peneliti gunakan untuk
mencari data pembiayaan perbankan syariah.
H. Uji Instrumen Penelitian
Seperti yang telah dicatatkan sebelumnya, data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah time series, sehingga harus dilakukan uji
stasioneritas data. Dalam data time series, stasioneritas data sangat penting.
Hal tersebut karena time series yang tidak stasioner memiliki ragam waktu
yang bervariasi sehingga hanya dapat dipelajari pada waktu yang
dipertimbangkan. Hal ini menyebabkan model tidak bisa digeneralisasikan
ke periode lain sehingga tidak dapat digunakan untuk keperluan peramalan
(Gujarati & Porter, 2009).
I. Alat Analisis
Penelitian ini menggunakan metode Vector Auto Regression
(VAR)/Vector Error Correction Model (VECM) dengan perangkat lunak
pengolah data Eviews 9. Metode VAR/VECM merupakan metode yang
berbeda dalam ekonometrik, dimana kita tidak perlu membedakan antara
variabel endogen dan eksogen serta memerlukan kelambanan variabel (lag
length) untuk menangkap efek variabel satu terhadap variabel yang lain.
Selain itu,
Model VAR akan digunakan ketika data stasioner pada level, jika
data tidak stasioner pada level maka harus diturunkan pada first difference.
Jika data stasioner pada first difference maka model yang digunakan adalah
54
Vector Error Correction Model (VECM). Secara umum model dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut.
PDByt = C + a1iƩPDByt-k + a1iƩIHKyt-k + a1iƩSBISyt-k +
a1iƩPUASyt-k + a1iƩFINyt-k + et
IHKyt = C + a1iƩIHKyt-k + a1iƩPDByt-k + a1iƩSBISyt-k +
a1iƩPUASyt-k + a1iƩFINyt-k + et
Tahapan analisis yang peneliti lakukan digambarkan dalam gambar
3.1. Anaisis dimulai dengan eksplorasi data yang peneliti kumpulkan dari
BPS, SEKI, dan Bank Indonesia. Selanjutnya data yang telah diperoleh
ditransformasi kedalam bentuk logaritma natural untuk kemudian diuji
stasioneritas data menggunakan uji akar unit. Jika data telah stasioner pada
level I(0), maka proses dilanjutkan dengan korelasi dan diuji dengan VAR
level. Jika korelasi tinggi maka akan menggunakan S-VAR. Jika pada uji
akar unit variabel tidak lolos pada level, maka data harus distasionerkan
dengan first difference I(1), untuk kemudian diuji kointegritasnya. Jika
terdapat kointegrasi maka menggunakan VECM, dan jika tidak akan
menggunakan VAR first difference. Selanjutnya, pengujian analisis
Granger, IRF, dan FEVD.
55
Sumber: Ascarya (2012a)
Gambar 3.1 Proses analisis VAR
1. Uji Akar Unit
Uji akar unit digunakan untuk menguji stasioneritas data time
series. Stasioneritas pada data penting untuk menghindari adanya
spurious regressions, dimana ditunjukkan r2
yang tinggi walaupun
keduanya tidak saling berhubungan. Selain itu, unit root test juga
diperlukan untuk mengetahui apakah variabel saling terintegrasi atau
terdapat hubungan sebab akibat. Uji yang digunakan adalah
Augmented Dickey-Fuller (ADF) dan Phillips-Perron (PP) dengan
signifikan level 5%. Kelebihan penggunaan PP adalah kekuatannya
pada bentuk umum heteroskedastisitas dalam error term dan tidak
perlu memiliki panjang lag spesifik dalam tes regresi.
Persamaan uji ADF dapat ditulis dalam persamaan berikut.
56
∑
Dimana t adalah waktu dan trend dari variabel, adalah error term
white noise, adalah first difference dari
variabel. Hipotesis 0 dari uji akar unit adalah . Jika koefisien ≠ 0
dan signifikan secara statistik, maka hipotesis ditolak. Sementara
itu, persamaan Phillips-Perron adalah pengembangan dari ADF, dan
dapat ditulis dalam persamaan berikut.
⁄
Dimana, T adalah jumlah observasi dan adalah error term white
noise (Islam & Hossain, 2015).
2. Uji Lag Optimal
Menurut Yang dalam Asghar & Abid (2007), dua hal yang
penting dalam pembangunan model adalah menentukan panjang lag
dan stabilitas parameter model. Proses Autiregressive dengan panjang
lag p mengacu pada deret waktu dimana nilai saat ini bergantung pada
lag p yang dilambangkan dengan AR (p) (Liew, 2006). Pemilihan lag
optimum dilakukan berdasarkan kriteria AIC, SIC, HQC, FPE, dan
BIC.
a) Akaike’s Information Criterion: ̂
b) Schwarz Information Criterion: ̂
c) Hannan-QuinnCriterion: ̂
d) Final Prediction Error: ̂
57
e) Corrected Version of AIC: ̂ ⁄
Dimana, n adalah ukuran sampel, ̂ ∑
,
adalah residual dan p adalah lag (Asghar & Abid, 2007).
3. Analisis Kausalitas Granger
Uji kausalitas digunakan untuk melihat hubungan dua arah
menggunakan signifikansi 5%. Jika terjadi hubungan dua arah antara
variabel, maka tidak terdapat variabel dependen dan independen
dalam model. Dimulai dengan mengabaikan hubungan antara variabel
(misal m dan n), jika m menyebabkan n maka menunjukkan berapa
banyak nilai n dari periode terakhir dapat dijelaskan oleh m dan n
dalam periode sebelumnya (Pratama, 2012). Secara umum persamaan
Granger causality antara variabel X dan Y dengan lag k dan asumsi
stasioner pada level serta error term yang tidak terkorelasi adalah
sebagai berikut (Asghar, 2008).
∑ ∑
∑ ∑
Jika H0a diterima dan H0b ditolak, maka terdapat kausalitas searah dari
variabel Y ke X begitu juga sebaliknya, jika kedua H0a dan H0b ditolak
58
maka terdapat kausalitas dua arah antara variabel X dan Y, sementara
jika keduanya diterima maka variabel X dan Y adalah variabel
independen.
4. Uji stabilitas VAR
Pengujian stabilitas VAR diperlukan agar perhitungan hasil
Impulse Response Function dan Forcast Error Variance
Decompotions valid. Untuk variabel deret waktu
, model VAR dari order p [VAR, (p)], dapat
ditulis sebagai
Dimana adalah koefisien matriks (nxn) dan
adalah zero mean error term. Stabilitas VAR dapat dijelaskan dengan
perhitungan akar dari:
Dimana karakteristik polynomial didefinisikan sebagai berikut.
Dimana akar dari | | akan memberikan informasi yang
diperlukan tentang stasioneritas atau non stasioneritas proses. Variabel
akan stabil jika semua akar karakteristik terletak dalam lingkaran unit.
Sehingga, rank penuh dan semua variabel stasioner (Islam &
Hossain, 2015).
59
5. Uji Kointegrasi
Uji kointegrasi digunakan untuk melihat hubungan antar
variabel yang diobservasi dalam jangka panjang. Metode yang
digunakan adalah dengan Johansen Cointegration Methods. Jika data
tidak stasioner pada level, maka harus diturunkan pada first level. Jika
turunan pertama menghasilkan data yang stasioner, maka dapat diuji
kointegrasi antar variaebel. Jika tidak ada kointegrasi pada level ini,
maka dapat digunakan untuk menentukan hubungan jangka pendek.
Tetapi, jika terdapat kointegrasi, maka dapat menggunakan VECM
untuk melihat hubungan jangka panjang. Uji Johansen adalah uji rasio
likehood, dimana terdapat dua tes yaitu trace test dan maximum
eigenvalue test (Dwyer, 2015).
a) Trace test
Trace test adalah uji untuk melihat apakah rank matriks
adalah r0.
H0 :
Ha :
n adalah maksimum vektor yang mungkin terkointegrasi. Jika h0
ditolah, maka h0 hipotesisnya adalah rank dan ha
hipotesisnya adalah r0 + 1 < rank . Statistik uji rasio
likehood adalah sebagai berikut.
∑
60
Dimana adalah rasio statistik Likehood untuk menguji
apakah peringkat ataukah Pengujian selanjutnya
adalah menguji maximum eigenvalue test.
b) Maximum Eigenvalue Test
Uji ini menilai apakah nilai eigen terbesar adalah 0
relatif terhadap nilai alternatif dimana nilai eigen terbesar
berikutnya adalah 0. Pengujian awal adalah melihat apakah rank
bernilai 0.
H0:
Ha:
Pengujian ini menggunakan nilai eigen terbesar, jika rank
matriks 0, nilai eigen terbesar adalah 0, sehingga tidak ada
kointegrasi. Jika nilai eigen terbesar λ1 bukan 0, pangkat
matriks setidaknya 1 maka kemungkinan ada banya vektor
kointegrasi. Selanjutnya, jika eigen terbesar kedua λ2=0 dan
terdapat lebih dari 2 variabel maka terdapat satu vektor
kointegrasi, dan jika variabel lebih dari 2 maka kemungkinan
ada lebih dari 1 kointegrasi. Begitu seterusnya hingga λ3, λ4, …
λn dan hipotesis 0 tidak dapat ditolak. Statistik pengujiannya
adalah sebagai berikut:
Pengujian selanjutnya adalah
H0: dan
61
Ha:
6. Analisis VAR atau VECM
Secara umum, model VAR dijelaskan dalam persamaan
berikut.
∑
Ketika data terkointegrasi tapi tidak stasioner pada level, maka
digunakan VECM (Sangidi, 2014). VECM adalah VAR yang telah
terestriksi, dan kemudian memanfaatkan informasi restriksi
kointegrasi dalam spesifikasi (Wicaksono & Sukmana, 2018). Model
VECM dijelaskan dalam persamaan berikut.
∏
∑
Dimana adalah vektor dari variabel, adalah vektor intercept
adalah vektor koefisien regresi, t adalah time trend, Пx αxβ’ yang
mengandung persamaan kointegrasi jangka panjang, adalah
variabel dalam level, adalah matriks koefisien regresi, k-1 adalah
ordo VECM dari VAR, dan ɛt adalah error term (Sangidi, 2014).
7. Analisis Impulse Response Function (IRF)
Untuk melihat respon suatu variabel terhadap guncangan atau
shock maka digunakan Impulse Response Function. Selain itu, analisis
ini juga dapat digunakan untuk melihat arah hubungan dan besarnya
pengaruh antar variabel. IRF merupakan aplikasi vector moving
62
average untuk melihat lama goncangan variabel yang saling
berpenagruh (Rusydiana, 2009).
8. Analisis Forecast Error Variance Decompotions (FEVD)
Analisis ini dilakukan untuk memprediksi kontribusi
persentase varian setiap variabel (Magdalena & Pratomo, 2012). Pola
FEVD mengindikasikan sifat kausalitas multivariat dalam variabel
model VECM. FEVD juga digunakan untuk melihat kecepatan
merespon sasaran kebijakan moneter (inflasi dan PDB) (Setiawan &
Karsinah, 2016).
63
BAB IV
ANALISIS DATA
A. Deskripsi Objek Penelitian
1. Perkembangan Keuangan Syariah di Indonesia
Secara internasional, Indonesia memiliki potensi yang besar
bagi berkembangnya keuangan syariah. Menurut peringkat Islamic
Finance Development Indicator (IFDI) tahun 2019, Indonesia
menempati posisi ke-4 dengan nilai IFDI sebesar 68. Peringkat ini
mengalami peningkatan setelah sebelumnya pada tahun 2018,
Indonesia menempati posisi ke-10 dengan total nilai IFDI 50.
Sementara itu, Indonesia menempati posisi ke-8 berdasarkan
Perkembangan kuantitatif dan posisi ke-2 dalam indikator knowledge
tentang Keuangan Syariah. Perbandingan perkembangan keuangan
syariah tersebut peneliti sajikan dalam tabel 4.1.
Tabel 4.1 Perkembangan Keuangan Syariah Berbagai Negara
No Negara Nilai
IFDI
Peringkat
IFDI
Perkembangan
kuantitatif
Pengetahuan/
knowlede
1 Malaysia 115 1 1 1
2 Bahrain 71 2 4 6
3 UAE 70 3 6 5
4 Indonesia 68 4 8 2
5 Saudi Arabia 60 5 5 8
6 Jordan 57 6 17 4
7 Pakistan 56 7 13 3
8 Kuwait 54 8 2 22
9 Oman 52 9 12 11
10 Brunei 45 10 19 7
Sumber: ICD-IFDI (2019)
64
Sementara itu, perbankan syariah di Indonesia juga
menunjukkan perkembangan yang baik. Hal tersebut dilihat pada tabel
4.2 yang menunjukkan total aset perbankan syariah selalu mengalami
peningkatan dari tahun 2016-2019. Peningkatan rata-rata YoY adalah
sebesar 13%, dan aset perbankan dari tahun 2016 sampai 2017
mencapai 47%, dengan total nilai 524.564 miliar pada tahun 2019 dari
total 356.504 miliar rupiah pada tahun 2016. Selain itu, indikator lain
seperti DPK, surat berharga, pembiyaan yang disalurkan dan laba
bersih juga senantiasa mengalami peningkatan yang signifikan tahun
ke tahun.
Tabel 4.2 Indikator Perbankan Syariah (dalam Miliar Rupiah)
Indikator 2016 2017 2018 2019
Okt Nov Des
Total aset 356.504 424.181 477.327 499.981 507.761 524.564
DPK 279.335 334.888 371.828 402.356 408.397 416.558
Surat
berharga yg
dimiliki
30.237 44.753 65.970 77.614 83.074 81.016
Pembiayaan bagi hasil
94.752 119.699 146.573 164.251 168.050 172.492
Laba 5.171 7.201 9.789 13.245 14.021 13.627
Sumber: Statistik Perbankan Syariah, 2019
2. Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi di Indonesia
Pertumbuhan ekonomi global mengalami penurunan
signifikan yang diakibatkan oleh diantaranya perang dagang Amerika
dan China, geopolitik yang silih berganti dan perundingan Brexit yang
berlaut-larut. Kerusuhan berkepanjangan Hongkong, Iran, dan Irak
juga turut andil dalam ketidakpastian ekonomi global. Penurunan
pertumbuhan ekonomi global digambarkan dalam tabel 4.3. Tabel 4.3
65
menunjukkan pertumbuhan ekonomi global yang hanya sebesar 2,9%
yang merupakan angka terendah sejak 5 tahun terakhir, dimana
pertumbuhan ekonomi dunia 2015, 2016, 2017, 2018 masing-masing
adalah 3,5%, 3,4%, 3,8%, dan 3,6%. Penurunan pertumbuhan
ekonomi global tersebut juga diikuti oleh melemahnya pertumbuhan
ekonomi di negara maju dan juga berkembang.
Sumber: International Monetary Fund (2020), diolah
Gambar 4.1 Pertumbuhan Ekonomi Global (persen, YoY)
Sementara itu akibat pelemahan ekonomi global,
pertumbuhan ekonomi Indonesia juga mengalami penurunan.
Pertumbuhan ekonomi akhir tahun 2019 hanya sebesar 5,02%, dimana
hal tersebut menunjukkan perekonomian yang mengalami penurunan
dari tahun 2018 yang mencapai 5,17. Penurunan PDB juga didorong
karena menurunnya permintaan domestik dari 5,62% pada tahun 2018
menjadi 4,76 pada tahun 2019, PDB dan komponennya digambarkan
3.5 3.4 3.8
3.6
2.9
2.3 1.7
2.5 2.2
1.7
4.3 4.6 4.8
4.5
3.7
0
1
2
3
4
5
6
2015 2016 2017 2018 2019
Dunia Negara maju Negara Berkembang
66
dalam gambar 4.1. Ekspor neto tahun 2019 mengalami peningkatan,
akan tetapi hal tersebut disusul menurunnya ekspor dan impor.
Sumber: Badan Pusat Statistik (2020), diolah
Gambar4.2 PDB dan Komponennya (Persen)
Kesetabilan harga yang direpresentasikan oleh IHK juga
mengalami peningkatan. Hal ini dikarenakan peningkatan dalam harga
barang makanan dan emas. Inflasi tahun 2019 tercatat 2,72% (YoY),
angka ini lebih rendah dari tahun 2017 yang sebesar 3,16% dan 2018
sebesar 3,13%. Penyumbang inflasi terbesar ada pada bahan makanan,
transportasi, komunikasi dan keuangan. Sementara itu, realisasi inflasi
tahun 2019 juga rebih rendah dari target inflasi 2019 sebesar 3,5%.
Tabel 4.3 Target inflasi dan realisasi (YoY)
Tahun Target inflasi Realisasi
2014 4,5% ±1% 8,36
2015 4% ±1% 3,35
2016 4% ±1% 3,02
2017 4% ±1% 3,61
2018 3,5% ±1% 3,13
2019 3,5% ±1% 2,72
2020 43% ±1% -
Sumber: Bank Indonesia (2020), diolah
-2
0
2
4
6
2015 2016 2017 2018 2019
PDB Permintaan domestik
Ekspor netto Konsumsi pemerintah
67
B. Analisis Data
1. Uji Stasioneritas
Uji stasioneritas digunakan untuk menganalisis suatu data
agar memiliki pola distribusi yang normal/stasioner. Uji stasioneritas
pada data time series perlu dilakukan untuk menghindari masalah
autokorelasi. Data yang telah stasioner atau pergerakannya konsisten
akan menghasilkan peramalan yang lebih akurat. Pengujian
stasioneritas pada data ini menggunakan uji akar unit. Ketika data
telah stasioner pada level I(0), maka pengujian dapat dilanjutkan.
Akan tetapi, jika data tidak stasioner pada level maka perlu dilakukan
stastioneritas pada tingkat first difference maupun second difference.
Uji akar unit yang telah dilakukan dapat dilihat dalam tabel 4.1. Tabel
4.1 menujukkan bahwa variabel PUAS, FIN, dan PDB stasioner pada
tingkat level dengan asumsi Phillips-Perron dan taraf 5%, sementara
variabel SBIS dan IHK tidak stasioner. Uji akar unit dilanjutkan pada
tingkat first difference, dan variabel telah stasioner terlihat pada nilai
statistik PP yang lebih kecil dari derajat Mac Kinnon. Oleh karenanya,
pengujian dilanjutkan dengan tingkat first difference I(1). Karena data
stasioner pada first difference, selanjutnya akan diuji kointegrasi untuk
menentukan hubungan jangka panjang.
68
Tabel 4.4 Hasil Uji Akar Unit SBIS, PUAS, FIN, IHK, PDB
ADF
PP
Variabel
SBIS PUAS FIN IHK PDB
Level
I(0)
ADF -2,348 -2,456 -3,15 -2,087 -2,973
Mc Kinnon
5%
-2,889 -2,889 -3,455 -3,452 -3,458
Prob. 0,1592 0,1293 0,1006 0,5469 0,1452
First difference
I(1)
ADF -6,18 -11,7 -2,188 -10,175* -3,504
Mc Kinnon
5%
-2,889* -2,889* -3,455 -3,453* -3,458*
Prob. 0,0000 0,0000 0,4906 0,0000 0,0446
Level I(0)
PP -2,173 -4,32 -3,508 -2,205 -3,879*
Mc Kinnon 5%
-2,889 -2,889* -3,452 -3,452 -3,452*
Prob. 0,2175 0,0007 0,0436 0,4815 0,0162
First
difference
I(1)
PP -6,31* -17,374* -9,862* -10,175* -4,878*
Mc Kinnon
5%
-2,889 -2,889 -3,453 -3,453 -3,453
Prob. 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000 0,0007
*data stasioner
Sumber: olahan peneliti, 2020
2. Uji Lag Optimal
Uji lag optimal menunjukkan bahwa lag optimal adalah 4,
dimana hal tersebut ditunjukkan oleh kriteria Likehood Ratio (LR),
Final Prediction Error (FPE), dan Akaike Information Criterion
(AIC) yang terdapat pada tabel 4.5.
Tabel 4.5 Uji Lag Optimal
Variabel lag Kriteria
LR FPE AIC SC HQ
SBIS,
PUAS,
lnFIN, lnIHK
0 NA 9,23e-13 -13,521 -13,393* -13,47
1 103,799 5,15e-13 -14,106 -13,339 -13,795*
2 38,819 5,51e-13 -14,042 -12,636 -13,473
3 49,25 5,12e-13 -14,123 -12,077 -13,294
4 41,499* 5,10e-13* -14,144* -11,458 -13,056
Sumber: olahan peneliti, 2020
3. Uji Stabilitas VAR
Stabilitas VAR terpenuhi jika semua akar karakteristik
terletak dalam lingkaran unit yang digambarkan dalam karakteristik
69
polynomial berikut. Gambar 4.3 menunjukkan semua akar
karakteristik berada didalam lingkaran sehingga VAR dinyatakan
stabil. Setelah VAR dinyatakan stabil, langkah selanjutnya adalah
melakukan kointegrasi untuk menentukan kemungkinan adanya
hubungan jangka panjang dalam model.
-1.5
-1.0
-0.5
0.0
0.5
1.0
1.5
-1.5 -1.0 -0.5 0.0 0.5 1.0 1.5
Inverse Roots of AR Characteristic Polynomial
Sumber: olahan peneliti, 2020
Gambar 4.3 Stabilitas VAR
4. Uji Kointegrasi
Hasil kointegrasi pada first difference menunjukkan adanya 2
hubungan kointegrasi, dimana Probabilitas MacKinnon < level
signifikan (5%). Hasil dari kointegrasi dapat dilihat pada tabel 4.6.
Kointegrasi 1 ditunjukkan oleh probabilitas 0,001<0,05 dan
kointegrasi 2 probabilitas 0,026<0,05. Selain itu, kointegrasi juga
70
dapat dilihat pada Trace statistic yang nilainya lebih besar daripada
nilai kritis 5%. Tabel 4.6 menunjukkan kointegrasi 1 dan 2 masing-
masing 87,317>69,819 dan 50,802>47,856.
Tabel 4.6 Uji Kointegrasi
Number of CE Trace statistic Critical value 0,05 Prob. MacKinnon
None * 87,317 69,819 0,001
At most 1 * 50,802 47,856 0,026
At most 2 24,182 29,797 0,193
At most 3 10,939 15,495 0,215
At most 4 1,182 3,841 0,277
* menunjukkan adanya kointegrasi
Sumber: olahan peneliti, 2020
Karena terdapat adanya kointegrasi, maka model yang terpilih adalah
VECM. Model VECM kemudian digunakan untuk menganalisis
hubungan jangka panjang dan jangka pendek.
5. Kausalitas Granger
Kausalitas granger menunjukkan adanya hubungan dua arah
dalam setiap variabel. Kausalitas Granger tidak menunjukkan adanya
pengaruh SBIS untuk PUAS, dimana justru PUAS yang memengaruhi
SBIS pada lag ke-2. Selanjutnya, PUAS memengaruhi FIN dan
kemudian berpengaruh pada IHK dan PDB sesuai dengan alur
transmisi kebijakan moneter syariah. Kemudian IHK dan PDB
memberi feedback ke kebijakan moneter berupa SBIS dengan lag 2
dan 8. Hasil estimasi kausalitas granger ditunjukkan dalam gambar
4.5, dimana angka yang tertera menunjukkan panjang time lag yang
diperlukan variabel untuk memengaruhi.
71
Sumber: olahan peneliti, 2020
Gambar 4.4 Kausalitas Granger
Hasil kausalitas granger yang telah dipaparkan juga menunjukkan
bahwa masing-masing variabel tidak akan secara langsung
memengaruhi, tetapi memerlukan time lag. Hal ini sesuai dalam
pernyataan M. Natsir (2011); Warjiyo & Solikin (2003).
6. Uji VECM
Model penelitian VECM ini menggunakan nilai kritis 5% dan
nilai t-tabel 1,99. Nilai t akan digunakan untuk melihat signifikansi
pengaruh antar variabel, dimana jika t-stat>1,99 maka variabel
berpengaruh secara signifikan dan juga sebaliknya. Hasil estimasi
VECM disajikan dalam tabel 4.8 yang menerangkan hubungan jangka
panjang, jangka pendek, dan juga koefisien penyesuaian. Hubungan
jangka pendek ditampilkan hingga pada lag optimal yang telah
ditentukan, yaitu 6.
Koefisien jangka panjang menunjukkan bahwa dalam model
IHK, hanya FIN yang memberikan pengaruh signifikan dengan
koefisien -0,724. Artinya, kenaikan pembiayaan yang disalurkan oleh
perbankan syariah sebesar 1% akan menurunkan inflasi sebesar
IHK
SBIS FIN/Pembiayaan PUAS
PDB
1
2
2
2
2 2 4 8
2
72
0,724%. Sementara itu, model PDB dalam jangka panjang
dipengaruhi secara signifikan oleh SBIS dan FIN dengan koefisien
masing-masing 0,036 dan -0,414. Artinya, setiap 1% kenaikan pada
perubahan imbal hasil SBIS akan menaikkan PDB sebesar 0,036%,
dan setiap 1% kenaikan pembiayaan yang disalurkan akan
menurunkan PDB sebesar 0,414%. Model jangka panjang pesamaan
IHK dan PDB ditunjukkan dalam persamaan berikut.
LnIHK = 0,305 - 0,085SBIS - 0,158PUAS – 0,724lnFIN
LnPDB = -11,395 + 0,036SBIS – 0,032PUAS – 0,414lnFIN
Selanjutnya, koefisien penyesuaian yang ditunjukkan
persamaan kointegrasi 1 dan 2 menunjukkan adanya penyesuaian
variabel untuk menuju keseimbangan jangka panjang. Variabel yang
signifikan pada persamaan IHK adalah SBIS, PUAS, dan FIN,
sementara pada persamaan PDB adalah SBIS dan FIN. Koefisien ini
dalam VECM disebut juga sebagai ECT (Error Correction Term),
yang menunjukkan bahwa keseimbangan jangka pendek dalam
CoinEq 1 CoinEq 1 akan melakukan penyesuaian (koreksi) dalam
jangka panjang. Pada model IHK, kecepatan keseimbangan jangka
panjang yang dilakukan oleh SBIS, PUAS dan FIN masing-masing
adalah 32,6%, 83,1% dan 1,6%. Semantara pada model PDB,
kecepatan penyesuaian keseimbangan SBIS dan FIN masing-masing
adalah -2,177 dan 0,095. Hasil estimasi jangka panjang dan
73
penyesuaian jangka pendek ke jangka panjang disajikan dalam tabel
4.7.
Tabel 4.7 Hasil Estimasi VECM Jangka Panjang dan Penyesuaian
Koefisien Jangka Panjang
Variabel LnIHK lnPDB SBIS PUAS lnFIN
CoinEq 1 1,000 0,000 -0,085 -0,158 -0,724
[-0,906] [-1,824] [-4,247]
C 0,305
CoinEq 2 0,000 1,000 0,036 -0,032 -0,414
[ 2,031] [-1,901] [-12,736]
C -11,395
Koefisien penyesuaian
CoinEq 1 -0,024 0,004 0,326 0,831 0,016
[-1,78] [ 0,921] [ 3,781] [ 2,158] [ 2,696]
CoinEq 2 0,039 -0,014 -2,177 -0,276 0,095
[ 0,511] [-0,659] [-4,5] [-0,128] [ 2,83]
Sumber: olahan peneliti, 2020
Sementara itu, dalam jangka pendek variabel-variabel yang
berpengaruh signifikan hingga 4 periode sebelumnya juga
digambarkan dalam tabel 4.8. Model IHK menunjukkan bahwa dalam
jangka pendek hanya variabel PDB pada 3 periode sebelumnya dan
SBIS pada 4 periode sebelumnya yang berpengaruh secara signifikan.
Ketika terjadi perubahan PDB pada 3 periode sebelumnya sebesar 1%,
maka akan memengaruhi perubahan IHK sebesar 1,141%.
Selanjutnya, perubahan imbal hasil SBIS pada 4 periode sebelumnya
sebesar 1% akan berpengaruh terhadap penurunan IHK sebesar -
0,052%. Persamaan dalam model IHK adalah sebagai berikut.
D(LNIHK) = - 0,024*ECT- 0,048*D(LNIHK(-1)) - 0,052* D(LNIHK(-2))- 0,031*
D(LNIHK(-3)) + 0,033*D(LNIHK(-4)) + 0,038*D(LNPDB(-1)) -
0,432*D(LNPDB(-2)) + 1,141*D(LNPDB(-3)) - 0,414* D(LNPDB(-
4)) + 0,021*D(SBIS(-1)) - 0,002*D(SBIS(-2)) - 0,006* D(SBIS(-3)) -
74
0,052*D(SBIS(-4)) + 0,002*D(PUAS(-1)) - 0,003* D(PUAS(-2)) -
0,0008*D(PUAS(-3)) - 0,002*D(PUAS(-4)) + 0,06* D(LNFIN(-1)) +
0,17*D(LNFIN(-2)) + 0,41*D(LNFIN(-3)) + 0,097* D(LNFIN(-4)) -
0,012
Model PDB menunjukkan variabel yang berpengaruh
signifikan dalam jangka pendek hanya PDB, yaitu pada 1 periode
sebelumnya dan 4 periode sebelumnya. Perubahan PDB 1 periode
sebelumnya sebesar 1% akan memengaruhi kenaikan PDB berjalan
sebesar 0,593%, dan perubahan PDB pada 4 periode sebelumnya
sebesar 1% akan memengaruhi penurunan PDB berjalan sebesar
0,234%. Model PDB jangka pendek dalam persamaan dijelaskan
sebagai berikut.
D(LNPDB) = 0,004*ECT + 0,002*D(LNIHK(-1)) - 0,021*D(LNIHK(-2)) - 0,045*
D(LNIHK(-3)) + 0,024*D(LNIHK(-4)) + 0,593*D(LNPDB(-1)) +
0,149*D(LNPDB(-2)) - 0,145*D(LNPDB(-3)) - 0,234*D(LNPDB (-
4)) + 0,0009*D(SBIS(-1)) - 0,0004*D(SBIS(-2)) + 8,350e-05*
D(SBIS(-3)) - 0,002*D(SBIS(-4)) + 0,0002*D(PUAS(-1)) - 0,0002*
D(PUAS(-2)) - 0,0004*D(PUAS(-3)) + 0,002*D(PUAS(-4)) - 0,014*
D(LNFIN(-1)) + 0,023*D(LNFIN(-2)) - 0,009*D(LNFIN(-3)) - 0,07*
D(LNFIN(-4)) + 0,004
Model SBIS menunjukkan variabel yang berpengaruh dalam
jangka pendek adalah SBIS 1 periode sebelumnya dan FIN 2 periode
sebelumnya. Perubahan imbal hasil SBIS 1 periode sebelumnya
sebesar 1% akan berpengaruh terhadap kenaikan imbal hasil SBIS
sebesar 0,314%. Selanjutnya, perubahan FIN 2 periode sebelumnya
75
sebesar 1 % akan berpengaruh terhadap penurunan imbal hasil SBIS
sebesar 3,68%. Model SBIS dalam jangka pendek dijelaskan dalam
persamaan berikut ini.
D(SBIS) = 0,326*ECT - 0,129*D(LNIHK(-1)) + 0,29*D(LNIHK(-2)) - 0,119*
D(LNIHK(-3)) - 0,112*D(LNIHK(-4)) + 0,69*D(LNPDB(-1)) +
2,29* D(LNPDB(-2)) + 0,254*D(LNPDB(-3)) + 5,213*D(LNPDB (-
4)) + 0,314*D(SBIS(-1)) + 0,045*D(SBIS(-2)) + 0,189*D(SBIS(-3))
+ 0,005*D(SBIS(-4)) + 0,003*D(PUAS(-1)) + 0,006*D(PUAS(-2)) +
0,0009*D(PUAS(-3)) - 0,014*D(PUAS(-4)) + 0,059*D(LNFIN(-1)) -
3,68*D(LNFIN(-2)) - 0,953*D(LNFIN(-3)) - 2,108*D(LNFIN(-4)) +
0,048
Model PUAS menunjukkan bahwa dalam jangka pendek,
variabel yang berpengaruh secara signifikan terhadap imbal hasil
PUAS adalah PDB pada 3 periode sebelumnya, SBIS pada 3 periode
sebelumnya, PUAS pada 1, 2, dan 4 periode sebelumnya, serta FIN
pada 2 dan 4 periode sebelumnya. Perubahan pada PDB 3 periode
sebelumnya akan memengaruhi kenaikan imbal hasil PUAS sebesar
30,656%. Perubahan imbal hasil SBIS pada 3 periode sebelumnya
sebesar 1% akan memengaruhi kenaikan imbal hasil PUAS sebesar
0,955%. Perubahan pada imbal hasil PUAS periode 1, 2, dan 4
periode sebelumnya sebesar 1% berpengaruh terhadap penurunan
imbal hasil PUAS masing-masing sebesar 0,269%, 0,433%, dan
0,27%. Selanjutnya perubahan pada FIN 2 dan 4 periode sebelumnya
sebesar 1% akan berpengaruh terhadap penurunan imbal hasil PUAS
sebesar 13,706 dan 16,433%.
76
D(PUAS) = 0,831*ECT + 1,992*D(LNIHK(-1)) - 0,88*D(LNIHK(-2)) - 1,127*
D(LNIHK(-3)) - 0,831*D(LNIHK(-4)) - 7,917*D(LNPDB(-1)) -
9,024*D(LNPDB(-2)) + 30,656*D(LNPDB(-3)) - 22,037*
D(LNPDB(-4)) + 0,77*D(SBIS(-1)) - 0,289*D(SBIS(-2)) + 0,955*
D(SBIS(-3)) + 0,487*D(SBIS(-4)) - 0,269* D(PUAS(-1)) - 0,433*
D(PUAS(-2)) - 0,104*D(PUAS(-3)) - 0,270* D(PUAS(-4)) + 5,76*
D(LNFIN(-1)) - 13,706*D(LNFIN(-2)) + 4,48* D(LNFIN(-3)) -
16,433* D(LNFIN(-4)) + 0,307
Model FIN menunjukkan bahwa dalam jangka pendek,
variabel yang berpengaruh terhadap jumlah FIN adalah PDB pada 3
periode sebelumnya, imbal hasil PUAS periode 1 bulan sebelumnya,
dan FIN 3 periode sebelumnya. Perubahan PDB 3 periode sebelumnya
sebesar 1% akan berpengaruh terhadap penurunan FIN sebesar
0,071%. Perubahan imbal hasil PUAS 1 periode sebelumnya sebesar
1% akan berpengaruh terhadap kenaikan imbal hasil PUAS sebesar
0,004%. Selanjutnya, perubahan FIN 3 periode sebelumnya sebesar
1% akan berpengaruh terhadap kenaikan FIN sebesar 0,237%. Model
FIN dalam jangka pendek digambarkan dalam persamaan berikut.
D(LNFIN) = 0,016*ECT + 0,007*D(LNIHK(-1)) - 0,056*D(LNIHK(-2)) -
0,071*D(LNIHK(-3)) - 0,011*D(LNIHK(-4)) + 0,013* D(LNPDB(-
1)) - 0,185*D(LNPDB(-2)) + 0,415*D(LNPDB(-3)) - 0,193*
D(LNPDB(-4)) + 0,011*D(SBIS(-1)) - 0,007*D(SBIS(-2)) + 0,003*
D(SBIS(-3)) + 0,003*D(SBIS(-4)) + 0,004*D(PUAS(-1)) + 0,001*
D(PUAS(-2)) + 0,003*D(PUAS(-3)) - 0,0008*D(PUAS(-4)) - 0,085*
D(LNFIN(-1)) + 0,029*D(LNFIN(-2)) + 0,237*D(LNFIN(-3)) -
0,036 * D(LNFIN(-4)) + 0,013
77
Secara lengkap, estimasi jangka pendek model IHK, PDB, SBIS,
PUAS dan FIN dijelaskan dalam tabel 4.8.
Tabel 4.8 Hasil Estimasi jangka pendek
Koefisien jangka pendek
D(LNIHK) D(LNPDB) D(SBIS) D(PUAS) D(LNFIN)
D(LNIHK(-1)) -0,048 0,002 -0,129 1,992 0,007
[-0,455] [ 0,07] [-0,195] [ 0,672] [ 0,162]
D(LNIHK(-2)) -0,052 -0,021 0,290 -0,88 -0,056
[-0,514] [-0,731] [ 0,458] [-0,311] [-1,264]
D(LNIHK(-3)) -0,031 -0,045 -0,119 -1,127 -0,071
[-0,31] [-1,605] [-0,186] [-0,395] [-1,592]
D(LNIHK(-4)) 0,033 0,024 -0,112 -0,831 -0,012
[ 0,316] [ 0,839] [-0,172] [-0,284] [-0,233]
D(LNPDB(-1)) 0,038 0,593 0,69 -7,917 0,013
[ 0,096] [ 5,442] [ 0,282] [-0,721] [ 0,073]
D(LNPDB(-2)) -0,432 0,149 2,29 -9,024 -0,185
[-0,985] [ 1,218] [ 0,83] [-0,731] [-0,962]
D(LNPDB(-3)) 1,141 -0,145 0,254 30,656 0,415
[ 2,538] [-1,153] [ 0,09] [ 2,422] [ 2,103]
D(LNPDB(-4)) -0,414 -0,234 5,213 -22,037 -0,193
[-0,983] [-1,994] [ 1,967] [-1,859] [-1,046]
D(SBIS(-1)) 0,021 0,0009 0,314 0,773 0,012
[ 1,289] [ 0,198] [ 3,103] [ 1,705] [ 1,503]
D(SBIS(-2)) -0,002 -0,0004 0,045 -0,289 -0,007
[-0,0999] [-0,082] [ 0,427] [-0,614] [-0,944]
D(SBIS(-3)) -0,006 8,4E-05 0,189 0,955 0,003
[-0,377] [ 0,018] [ 1,844] [ 2,083] [ 0,372]
D(SBIS(-4)) -0,052 -0,002 0,005 0,487 0,003
[-3,391] [-0,408] [ 0,052] [ 1,137] [ 0,452]
D(PUAS(-1)) 0,002 0,0002 0,003 -0,269 0,004
[ 0,39] [ 0,175] [ 0,117] [-2,152] [ 1,999]
D(PUAS(-2)) -0,003 -0,0002 0,006 -0,433 0,001
[-0,577] [-0,186] [ 0,217] [-3,45] [ 0,749]
D(PUAS(-3)) -0,0008 -0,0004 0,0009 -0,104 0,003
[-0,167] [-0,314] [ 0,032] [-0,812] [ 1,623]
D(PUAS(-4)) -0,002 0,002 -0,014 -0,27 -0,0008
[-0,537] [ 1,442] [-0,517] [-2,266] [-0,45]
D(LNFIN(-1)) 0,06 -0,014 0,059 5,76 -0,085
[ 0,244] [-0,208] [ 0,038] [ 0,831] [-0,786] D(LNFIN(-2)) 0,17 0,023 -3,68 -13,706 0,029
[ 0,751] [ 0,358] [-2,585] [-2,152] [ 0,292]
D(LNFIN(-3)) 0,4098 -0,009 -0,953 4,48 0,237 [ 1,697] [-0,133] [-0,627] [ 0,659] [ 2,241]
D(LNFIN(-4)) 0,097 -0,070 -2,108 -16,433 -0,036 [ 0,403] [-1,048] [-1,396] [-2,433] [-0,344]
C -0,012 0,004 0,048 0,307 0,013
[-1,493] [ 1,741] [ 0,995] [ 1,412] [ 3,741]
R-squared 0,244 0,553 0,533 0,466 0,541
Sumber: olahan peneliti, 2020
78
7. Analisis Impulse Response Function
Analisis IRF pada model IHK menunjukkan bahwa
guncangan (shock) yang terjadi pada IHK, PDB, SBIS, PUAS, dan
FIN memiliki pengaruh untuk meningkatkan inflasi dalam jangka
panjang. Variabel IHK adalah variabel yang dalam jangka panjang
memengaruhi respon IHK itu sendiri, dimana periode 1-20 akan
mengalami gunjangan, dan selanjutnya shock pada IHK akan
berpengaruh positif terhadap kenaikan IHK itu sendiri secara
permanen. Shock pada variabel PDB terjadi selama 35 periode, dan
seterusnya PDB akan direspon positif oleh IHK secara permanen.
Guncangan pada imbal hasil SBIS direspon positif pada periode 1
hingga ke-5, kemudian direspon negatif pada periode ke-5 hingga 12.
Selanjutnya, sejak periode 15 guncangan yang terjadi akan direspon
positif oleh IHK secara permanen. Guncangan pada imbal hasil PUAS
direspon positif oleh IHK periode 1 hingga 10. Guncangan direspon
negatif pada periode 11 hingga 17 dan seterusnya, guncangan imbal
hasil PUAS direspon positif dan permanen oleh IHK. Pada variabel
FIN, guncangan direspon positif oleh IHK sejak periode awal pertama
dan dampak guncangan mulai stabil pada periode ke-21.
79
-.005
.000
.005
.010
.015
.020
.025
.030
5 10 15 20 25 30 35 40 45 50
LNIHK LNPDB SBIS
PUAS LNFIN
Response of LNIHK to CholeskyOne S.D. Innovations
Sumber: olahan peneliti, 2020
Gambar 4.5 Uji IRF Model IHK
Pada model PDB, guncangan yang terjadi pada IHK dan PDB
direspon positif oleh PDB. Dimana, guncangan IHK mulai stabil pada
periode ke-35 dan PDB stabil pada periode ke-20. Sementara itu,
guncangan pada imbal hasil SBIS, imbal hasil PUAS, dan FIN
direspon negatif oleh PDB dan mulai stabil pada periode ke-20.
80
-.004
.000
.004
.008
.012
.016
.020
5 10 15 20 25 30 35 40 45 50
LNIHK LNPDB SBIS
PUAS LNFIN
Response of LNPDB to CholeskyOne S.D. Innovations
Sumber: olahan peneliti, 2020
Gambar 4.6 Uji IRF Model PDB
Pada model SBIS, guncangan yang direspon positif adalah
IHK, imbal hasil SBIS, dan FIN. Sementara, PDB dan imbal hasil
PUAS direspon negatif oleh imbal hasil SBIS. Gejolah IHK direspon
positif dan stabil mulai periode ke-7, imbal hasil SBIS stabil pada
periode ke-25, dan FIN pada periode ke-25. Variabel FIN periode ke-2
hingga 10 direspon negatif oleh imbal hasil SBIS. Selanjutnya, PDB
direspon negatif dan stabil pada periode ke-44 dan imbal hasil PUAS
pada periode ke-39. Imbal hasil PUAS direspon negatif oleh SBIS
periode awal hingga 20.
81
-.3
-.2
-.1
.0
.1
.2
.3
5 10 15 20 25 30 35 40 45 50
LNIHK LNPDB SBIS
PUAS LNFIN
Response of SBIS to CholeskyOne S.D. Innovations
Sumber: olahan peneliti, 2020
Gambar 4.7 Uji IRF Model SBIS
Gejolak yang terjadi pada variabel IHK, SBIS dan PUAS
direspon positif pada model PUAS. Sementara PDB dan FIN direspon
negatif oleh PUAS. Guncangan IHK mulai stabil pada periode ke-22,
imbal hasil SBIS stabil pada periode ke-18, dan imbal hasil PUAS
stabil pada periode ke-34. Selanjutnya, variabel yang direspon negatif
yaitu PDB stabil pada periode ke-35 dan FIN stabil pada periode ke-
43.
82
-.2
.0
.2
.4
.6
.8
5 10 15 20 25 30 35 40 45 50
LNIHK LNPDB SBIS
PUAS LNFIN
Response of PUAS to CholeskyOne S.D. Innovations
Sumber: olahan peneliti, 2020
Gambar 4.8 Uji IRF Model PUAS
Terakhir, pada model FIN variabel yang direspon positif
guncangannya adalah IHK, PDB, dan FIN. Sementara itu, PUAS dan
SBIS direspon negatif. Variabel IHK stabil dan permanen direspon
positif oleh FIN mulai periode ke-13, PDB pada periode ke-27, dan
FIN pada periode ke-35. Selanjutnya, imbal hasil PUAS direspon
negatif oleh FIN dan stabil pada periode ke-29 dan FIN itu sendiri
stabil pada periode ke-25.
83
-.03
-.02
-.01
.00
.01
.02
.03
5 10 15 20 25 30 35 40 45 50
LNIHK LNPDB SBIS
PUAS LNFIN
Response of LNFIN to CholeskyOne S.D. Innovations
Sumber: olahan peneliti, 2020
Gambar 4.9 Uji IRF Model FIN
8. Analisis Forcast Error Variance Decomposion
Analisis FEVD pada model IHK menunjukkan bahwa
kontribusi terbesar yang memengaruhi perubahan IHK adalah dirinya
sendiri sebesar 100% pada periode 1, dan terus mengalami penurunan.
Penurunan kontribusi IHK juga diikuti oleh kenaikan kontribusi
variabel lain seperti PDB, SBIS, PUAS, dan FIN. Kontribusi terbesar
yang memengaruhi perubahan IHK selain dirinya sendiri adalah PDB
sebesar 8,6% pada periode ke-12, FIN sebesar 3,9% pada periode ke-
11, lalu SBIS dan PUAS yang kontribusinya hanya berkisar 0-2%.
84
Tabel 4.9 FEVD Model IHK
Periode LNIHK LNPDB SBIS PUAS LNFIN
1 100,0000 0,000000 0,000000 0,000000 0,000000
2 97,64923 0,071674 1,473126 0,769435 0,036537
3 95,88491 0,253411 2,615852 0,772590 0,473232
4 93,71579 1,131257 2,799427 0,770657 1,582872
5 92,67928 1,952053 2,372820 0,710017 2,285832
6 91,38249 3,428387 2,167494 0,619796 2,401829
7 88,92465 5,455423 2,017806 0,540561 3,061558
8 86,97810 7,224862 1,923287 0,498756 3,374993
9 85,91797 8,041861 1,897357 0,457186 3,685624
10 85,41228 8,442948 1,828833 0,424242 3,891694
11 85,22197 8,691947 1,706189 0,393353 3,986544
12 85,16729 8,890491 1,590029 0,368089 3,984105
Sumber: olahan peneliti, 2020
Analisis FEVD pada model PDB menunjukkan bahwa
kontribusi terbesar dalam perubahab PDB adalah dirinya sendiri
sebesar 98% sisanya dipengaruhi oleh IHK sebesar 1,6% pada awal
periode. Peride-periode selanjutnya, seluruh variabel hanya
berkontribusi kecil terhadap PDB yakni berkisar 0,1-0,6%, kecuali
SBIS yang berkontribusi 2-3% dan terus mengalami peningkatan
periode ke periode.
Tabel 4.10 FEVD Model PDB
Periode LNIHK LNPDB SBIS PUAS LNFIN
1 1,680590 98,31941 0,000000 0,000000 0,000000
2 1,885070 98,10347 0,000588 0,002637 0,008233
3 1,586935 98,39155 0,009141 0,004822 0,007553
4 1,024771 98,85584 0,053588 0,059799 0,005998
5 0,769432 98,91067 0,222381 0,051294 0,046219
6 0,649958 98,65628 0,530975 0,064406 0,098377
7 0,605805 98,11363 0,975348 0,067200 0,238018
8 0,577279 97,61669 1,379111 0,075508 0,351411
9 0,559482 97,22410 1,714024 0,074915 0,427475
10 0,568272 96,87924 2,008794 0,072798 0,470898
11 0,599082 96,63551 2,233576 0,070460 0,461369
12 0,646404 96,45952 2,383062 0,069792 0,441222
Sumber: olahan peneliti, 2020
85
Analisis FEVD pada model SBIS menunjukkan bahwa
kontribusi terbesar dalam perubahan imbal hasil SBIS adalah dirinya
sendiri sebesar 98,9%, IHK 0,65%, dan PDB 0,38% pada periode
awal, sementara PUAS dan FIN tidak berkontribusi. Periode
selanjutnya, kontribusi terbesar selain SBIS adalah PDB yang
berkontribusi hingga 23% pada periode ke-12, IHK mencapai 6%
pada periode ke-12, imbal hasil PUAS memiliki kontribusi berkisar 1-
7% dan FIN sebesar 0,19%. Kontribusi SBIS terhadap dirinya sendiri
mengalami penurunan setiap periodenya diikuti dengan meningkatnya
kontribusi variabel yang lain.
Tabel 4.11 FEVD Model SBIS
Periode LNIHK LNPDB SBIS PUAS LNFIN
1 0,653817 0,385108 98,96107 0,000000 0,000000
2 0,886820 0,163278 98,51380 0,337060 0,099041
3 1,490844 0,126354 96,95316 0,866451 0,563189
4 1,784117 0,645615 95,28286 1,296353 0,991056
5 2,222492 0,680549 93,85989 1,576539 1,660531
6 2,949340 0,945450 91,89950 1,973473 2,232240
7 3,871070 1,664567 89,18492 2,929075 2,350371
8 4,650573 3,388778 85,80339 3,920920 2,236337
9 5,302892 6,777857 80,80820 5,086098 2,024951
10 5,804877 11,46446 74,68434 6,197148 1,849173
11 6,124994 17,45105 67,83121 6,811319 1,781435
12 6,324079 23,46030 61,20223 7,109735 1,903649
Sumber: olahan peneliti, 2020
Pada model PUAS, kontribusi yang paling besar terhadap
perubahan imbal hasil PUAS selain dirinya sendiri adalah SBIS
hingga 13%, PDB 8%, FIN 5% dan IHK hanya berkontribusi 1,7%
pada periode ke-12.
86
Tabel 4.12 FEVD Model PUAS
Periode LNIHK LNPDB SBIS PUAS LNFIN
1 0,116293 0,235813 2,370157 97,27774 0,000000
2 0,693602 0,273514 5,714350 92,86398 0,454551
3 0,644300 2,274675 6,190764 88,66368 2,226582
4 0,572319 2,608992 8,284463 86,40676 2,127470
5 0,602246 2,282834 13,76787 79,27178 4,075266
6 0,673915 2,811183 13,51483 77,04809 5,951982
7 0,729321 2,619838 12,76621 78,37533 5,509305
8 1,078144 3,950885 12,60655 76,48766 5,876760
9 1,271649 5,051409 11,80826 75,91401 5,954672
10 1,397408 5,624426 11,12735 76,24239 5,608432
11 1,646701 6,963974 10,58764 75,37190 5,429776
12 1,746938 8,023108 9,988065 75,08025 5,161641
Sumber: olahan peneliti, 2020
Pada model FIN, variabel yang berkontribusi terhadap
perubahan FIN adalah dirinya sendiri pada periode pertama hingga
96,9% dan nilai ini terus menurun hingga periode ke-12 sebesar
46,5%. Penurunan kontribusi FIN terhadap dirinya diikuti oleh
meningkatnya kontribusi variabel lain, yaitu IHK dengan kontribusi 1-
3%, PDB dengan kontribusi mencapai 20%, SBIS berkisar 0-1% dan
imbal hasil PUAS mencapai 29,5%.
Tabel 4.13 FEVD Model FIN
Periode LNIHK LNPDB SBIS PUAS LNFIN
1 2,289798 0,040826 0,460085 0,211022 96,99827
2 3,784336 0,491203 0,884202 0,366195 94,47406
3 3,037561 0,437880 0,620316 2,615839 93,28840
4 2,146974 4,471093 0,431823 3,099542 89,85057
5 1,890232 7,634182 0,429248 7,420880 82,62546
6 1,699411 10,97885 0,400618 12,13609 74,78503
7 1,483341 15,20881 0,368639 14,72189 68,21731
8 1,493214 17,37900 0,351279 18,15549 62,62103
9 1,495850 18,80966 0,654651 21,32341 57,71643
10 1,512567 19,83677 0,983152 23,89889 53,76862
11 1,590168 20,25290 1,273178 26,86902 50,01473
12 1,623984 20,64018 1,722077 29,50353 46,51023
Sumber: olahan peneliti, 2020
87
C. Pembahasan Hipotesis
Pembahasan hipotesis mengacu pada hasil estimasi yang telah
dilakukan dengan asumsi setiap variabel bernilai tetap (cateris paribus) dan
tidak ada variabel lain yang memengaruhi.
1. Pengaruh SBIS terhadap IHK
IHK dalam jangka pendek dipengaruhi oleh SBIS pada 4
periode sebelumnya, dimana setiap kenaikan imbal hasil SBIS sebesar
1% akan menurunkan IHK periode berjalan sebesar 0,052%.
Sementara itu, dalam jangka panjang SBIS tidak secara signifikan
memengaruhi IHK (tidak menolak H0). Hal ini dapat dijelaskan
bahwa kontribusi SBIS dalam memengaruhi transmisi jauh lebih kecil
dibandingkan kontribusi SBI. Tabel berikut menunjukkan
perbandingan antara total pemenang hasil lelang SBI dan SBIS tahun
2019, dimana total SBIS lebih kecil daripada SBI. Sehingga,
kontribusi untuk memengaruhi uang beredar melalui Sertifikat BI
didominasi oleh SBI daripada SBIS
Tabel 4.14 Hasil Lelang SBI dan SBIS 2019 (miliar rupiah)
Tanggal Total pemenang lelang
SBI
Total pemenang lelang
SBIS 4 Januari 20.000 1.530
22 Februari 5.750 315
22 Maret 23.180 1.195
5 April Tidak ada penawaran 449
17 Mei Tidak ada penawaran 610
14 Juni 1.500 Tidak ada penawaran
5 Juli 1.500 225
16 Agustus 6.750 455
13 September 2.500 520
4 Oktober Tidak ada penawaran 770
15 November Tidak ada penawaran 875
13 Desember Tidak ada penawaran 250
Sumber: Bank Indonesia (2020), diolah
88
Analisis IRF menunjukkan bahwa goncangan yang terjadi
pada SBIS pada periode 5-13 direspon negatif oleh IHK. Artinya,
pada periode tersebut goncangan pada imbal hasil SBIS akan mampu
menekan inflasi dengan proksi IHK. Selanjutnya, goncangan imbal
hasil SBIS direspon positif dan permanen oleh IHK. Hasil ini
mendukung penelitian yang telah dilakukan oleh Magdalena &
Pratomo (2012). Hal ini dapat dipahami bahwa efektivitas instrumen
moneter dalam memengaruhi laju inflasi tidak hanya dipengaruhi oleh
kenaikan atau penurunan suku bunga sertifikat BI saja, akan tetapi
juga kondisi sektor keuangan dan juga sektor riil.
Penelitian yang dilakukan oleh Panjaitan & Wardoyo (2016);
Rahmawati, Hidayat, & Susilowati (2017) juga menghasilkan temuan
bahwa suku bunga BI yang seharusnya mampu menekan inflasi justru
direspon positif oleh inflasi. Sehingga hal ini memperkuat bahwa
inflasi dipengaruhi oleh hal lain diluar moneter, seperti tingginya
inflasi tahun 2013 yang mengalami puncak pada bulan Juli. Dimana,
pada bulan tersebut menjadi yang paling tinggi sejak 1998 secara
bulanan dan tertinggi sejak tahun 2009 secara tahunan. Inflasi ini
dipengaruhi oleh meningkatnya harga BBM karena penghapusan
subsidi premium, harga bawang yang kurang dalam peredaran, cabai,
dan bahan makanan yang lain.
89
Selanjutnya, analisis FEVD menunjukkan bahwa kontribusi
imbal hasil SBIS terhadap perubahan IHK hanya sebesar 0-2%. Hal
ini dapat dimengerti bahwa kontribusi yang memengaruhi IHK tidak
hanya pada sisi moneter (seperti inflasi inti), tapi juga non inti yang
volatilitasnya sangat tinggi (meliputi inflasi komponen bergejolak dan
inflasi komponen harga diatur pemerintah). Karena nilai inflasi inti
yang cenderung persisten, maka inflasi non-inti lebih sering
berkontribusi dalam perubahan IHK.
2. Pengaruh PUAS terhadap IHK
IHK dalam jangka pendek tidak dipengaruhi secara signifikan
oleh variabel PUAS. Sementara dalam jangka panjang imbal hasil
PUAS tidak memilki pengaruh yang signifikan terhadap IHK (tidak
menolak H0). Hal ini dapat dimengerti bahwa transaksi PUAS lebih
sedikit dibandingkan dengan PUAB. Sehingga dalam memengaruhi
inflasi melalui interaksi antarbank, PUAS kurang signifikan.
Tabel 4.15 Transksi PUAB dan PUAS 2019 (miliar rupiah)
Bulan PUAB PUAS
Januari 16.533 241
Februari 11.941 383
Maret 17.902 1.394
April 12.664 838
Mei 10.100 768
Juni 9.696 1.165
Juli 14.074 595
Agustus 9.865 687
September 16.446 1.397
Oktober 15.105 200
November 13.937 722
Desember 8.180 855
Sumber: Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia (2019), diolah
90
Analisis IRF menunjukkan bahwa goncangan yang terjadi
pada imbal hasil PUAS akan direspon positif oleh IHK. Hal ini
mendukung penelitian yang dilakukan oleh Magdalena & Pratomo
(2012); Saputro & Sukmana (2018). Hal ini dapat dimengerti bahwa
ketika imbal hasil PUAS tinggi, maka perbankan lebih memilih
menanamkan dananya pada instrumen PUAS. Hal ini selanjutnya
meningkatkan instrumen PUAS untuk disalurkan menjadi pembiayaan
sehingga meningkatkan inflasi. Selanjutnya analisis FEVD
menunjukkan bahwa kontribusi imbal hasil PUAS terhadap perubahan
IHK adalah 0,3-0,7%. Hal ini dapat dimengerti bahwa seperti yang
telah dicatatkan dalam pembahasan hipotesis 1, dimana inflasi lebih
banyak dipengaruhi diluar sektor keuangan.
3. Pengaruh FIN terhadap IHK
FIN dalam jangka pendek tidak memengaruhi IHK secara
signifikan. Adapun dalam jangka panjang, FIN memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap FIN (Menerima Ha). Pengaruh yang
signifikan ini dapat dijelaskan karena pembiayaan merupakan
rangkaian tahap akhir dalam transmisi kebijakan moneter syariah.
Sehingga pembiayaan dapat secara langsung memengaruhi
pertumbuhan ekonomi dan juga inflasi. Hal ini sekaligus
membuktikan bahwa pembiayaan perbankan syariah berhubungan
dengan sektor keuangan, atau perubahan pada sektor keuangan juga
diikuti oleh sektor riil.
91
Pengaruh FIN terhadap IHK adalah positif, dimana kenaikan
pada FIN/pembiayaan juga akan meningkatkan IHK. Hasil ini
mendukung penelitian Sudarsono (2017). Hal ini dapat dimengerti,
bahwa meningkatnya pembiayaan yang disalurkan oleh perbankan
syarah baik pembiayaan konsumtif (murabahah) maupun produktif
(bagi hasil) akan meningkatkan daya beli dan juga uang beredar dalam
masyarakat sehingga meningkatkan inflasi yang diproksikan dengan
IHK. Uji IRF menunjukkan bahwa goncangan yang terjadi pada FIN
akan direspon positif oleh IHK. Pengaruh FIN yang menyebabkan
kenaikan inflasi ini dapat dimengerti bahwa pembiayaan yang
disalurkan oleh perbankan lebih didominasi oleh akad murabahah
(konsutif) daripada produktif (bagi hasil).
Sumber: snapshot perbankan syariah (2019), diolah
Gambar 4.10 Porsi pembiayaan yang diberikan perbankan
48%
41%
5%
3% 2% 1% 0%
murabahah
musyarakah
mudharabah
ijarah
qardh
istishna'
lain-lain
92
Selanjutnya, uji FEVD menunjukkan bahwa porsi FIN dalam
memengaruhi IHK sebesar 1,58% pada bulan ke-4 dan terus
mengalami peningkatan hingga 3,98% pada bulan ke-12. Hal ini
menunjukkan pula bahwa semakin tinggi pembiayaan yang disalurkan
oleh perbankan, maka kontribusi yang diberikan untuk memengaruhi
inflasi juga semakin tinggi. Sehingga, pembiayaan dapat digunakan
oleh otoritas moneter melalui perbankan untuk memengaruhi tingkat
inflasi.
4. Pengaruh SBIS terhadap PDB
Tingkat imbal hasil SBIS dalam jangka pendek tidak
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap PDB. Sementara dalam
jangka panjang menurut analisis VECM yang telah dilakukan, SBIS
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap PDB (menerima Ha).
Pengaruh SBIS yang signifikan ini dapat dijelaskan dengan alasan
bahwa SBIS adalah instrumen yang digunakan oleh sektor moneter
untuk mengatur peredaran uang yang akan digunakan perbankan
untuk menyalurkan pembiayaan, sehingga jika suku bunga rendah
maka perbankan akan memberikan pembiayaan daripada menanamkan
pada instrumen SBIS sehingga memengaruhi pertumbuhan ekonomi.
Menurut analisis IRF, peningkatan imbal hasil SBIS
berpengaruh negatif terhadap PDB. Penelitian ini mendukung
penelitian lain yang dilakukan oleh Ayuniyyah, Achsani, & Ascarya
(2010); Syapriatama (2017); Wibowo & Mubarok (2017). Hal ini
93
dapat dijelaskan dimana, peningkatan SBIS digunakan otoritas
moneter untuk menyerap uang beredar yang tidak disalurkan kedalam
sektor riil/PDB. Sehingga, kenaikan SBIS akan menurunkan tingkat
pertumbuhan PDB. Sementara untuk meningkatkan pertumbuhan
ekonomi penurunan SBIS harus dilakukan sehingga akan lebih banyak
pembiayaan yang disalurkan
Selanjutnya, kontribusi SBIS terhadap PDB berdasarkan hasil
analisis FEVD menunjukkan bahwa imbal hasil SBIS berkontribusi
paling tinggi daripada variabel lainnya terhadap PDB yaitu 2-3%. Hal
ini dapat dipahami bahwa tinggi rendahnya suku bunga SBIS
memiliki pengaruh yang besar terhadap perubahan perilaku
perbankan, apakah akan digunakan untuk pembiayaan atau
ditanamkan dalam instrumen SBIS.
5. Pengaruh PUAS terhadap PDB
Tingkat imbal hasil PUAS dalam jangka pendek tidak
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap PDB. Sementara dalam
jangka panjang, imbal hasil PUAS tidak memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap PDB (tidak menolak H0). Hal ini dapat dipahami
bahwa PUAS merupakan instrumen jangka pendek untuk pemenuhan
lukuiditas perbankan. Sehingga, perubahan pada imbal hasil PUAS
hanya akan memengaruhi perilaku perbankan dalam jangka pendek
sehingga untuk dapat memengaruhi PDB harus melalui transmisi
berupa pembiayaan.
94
Menurut analisis IRF, goncangan yang terjadi pada imbal
hasil PUAS direspon negatif oleh PDB. Hal ini mendukung penelitian
yang dilakukan oleh (Zaelina, 2018). Peningkatan imbal hasil PUAS
menurunkan PDB dapat dijelaskan bahwa meningkatnya imbal hasil
PUAS membuat perbankan syariah tertarik untuk menanamkan dana
yang dimiliki ke instrumen PUAS. Sehingga hal ini akan
memengaruhi pembiayaan yang dapat disalurkan untuk meningkatkan
PDB. Jika hendak meningkatkan PDB melalui penambahan
pembiayaan yang disalurkan maka imbal hasil dalam transaksi PUAS
dapat diturunkan.
Selanjutnya, hasil analisis FEVD menunjukkan bahwa
kontribusi imbal hasil PUAS terhadap perubahan PDB hanya 0,07%
dan sekaligus merupakan kontribusi terkecil dari variabel yang lain.
Hal ini karena seperti yang dicatatkan sebelumnya, bahwa imbal hasil
PUAS merupakan transaksi jangka pendek sehingga hanya
memengaruhi perilaku perbankan syariah dengan waktu yang pendek.
Selain itu, jumlah transaksi PUAS juga lebih rendah dari instrumen
konvensional
6. Pengaruh FIN terhadap PDB
Tingkat FIN dalam jangka pendek tidak memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap PDB. Sementara dalam jangka panjang
menurut analisis VECM, FIN memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap PDB (menerima Ha). Hal ini karena pembiayaan perbankan
95
syariah terkait dengan sektor riil. Sehingga, perubahan pada total
pembiayaan akan berpengaruh pada tingkat pertumbuhan ekonomi
yang dalam penelitian ini diproksikan dengan PDB
Hasil analsis IRF menunjukkan bahwa goncangan pada FIN
direspon negatif oleh PDB dan hal ini mendukung penelitian yang
dilakukan oleh Baehaqy & Cahyono (2020) yang mengatakan bahwa
pembiayaan pada perbankan syariah mengutamakan imbal hasil dan
Asnuri (2013) yang memberikan penjelasan bahwa market share
perbankan syariah yang kecil dan mendominasinya akad murabahah
menyebabkan FIN berpengaruh negatif terhadap PDB. Market share
perbankan syariah per Maret 2019 hanya sebesar 5,94% sementara
sisanya merupakan aset perbankan konvensional. Selanjutnya, dari
total aset tersebut 64,62% diantaranya dimiliki oleh BUS, 32,86%
UUS, dan sisanya yaitu 2,52% BPRS.
Selanjutnya, hasil analisis FEVD menunjukkan bahwa
kontribusi FIN dalam perubahan PDB adalah sebesar 0-0,4%.
Kecilnya tingkat kontribusi ini dapat dimengerti bahwa pembiayaan
perbankan syariah nilainya jauh lebih rendah daripada konvensional,
sehingga belum memberi kontribusi yang besar terhadap perubahan
PDB.
96
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Menurut analisis kausalitas Granger, hanya variabel SBIS ke PUAS
yang tidak sesuai dengan teori transmisi moneter syariah, sementara
PUAS mampu memengaruhi FIN/Pembiayaan dan selanjutnya FIN
memengaruhi inflasi IHK dan pertumbuhan ekonomi proksi PDB.
2. Menurut analisis VECM, dalam jangka pendek hanya SBIS periode
ke-4 yang memengaruhi IHK, sementara PDB hanya dipengaruhi oleh
dirinya sendiri.
3. Menurut analisis VECM, dalam jangka panjang variabel yang
memengaruhi secara signifikan IHK adalah FIN/pembiayaan,
sementara PDB dipengaruhi secara signifikan oleh FIN/pembiayaan
dan imbal hasil SBIS. Sehingga, FIN/pembiayaan perbankan syariah
berpengaruh signifikan dalam sasaran kebijakan moneter yaitu inflasi
dan sasaran sektor riil PDB.
4. Menurut analisis IRF seluruh goncangan dalam imbal hasil SBIS,
PUAS, dan FIN/pembiayaan direspon posititf oleh IHK dan direspon
negatif oleh PDB.
5. Menurut analisis FEVD, kontribusi perubahan baik IHK dan PDB
dijelaskan paling besar oleh dirinya sendiri, selanjutnya FIN dan
SBIS.
97
B. Saran
1. Mengacu pada penelitian yang telah dilakukan dimana ada hubungan
baik satu arah atau dua arah dalam kausalitas Granger, maka
selanjutnya dapat dijadikan motivasi bagi sistem keuangan syariah di
Indonesia untuk meningkatkan transaksinya. Hal ini untuk
meningkatkan kontribusi sektor keuangan syariah terhadap penurunan
angka inflasi dan peningkatan PDB dengan instrumen non-bunga nya.
2. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat memasukkan variabel tingkat
imbal hasil pembiayaan untuk melihat hubungan SBIS dan PUAS
dalam memengaruhi imbal hasil pembiayaan sebelum ke variabel total
pembiayaan yang disalurkan. Selanjutnya, penelitian juga diharapkan
untuk memasukkan variabel dalam transmisi konvensional sebagai
pembanding untuk transmisi syariah.
98
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, K., & Ihsan, A. (2018). Impact of Islamic Finance on Economic Growth:
Empirical Evidence from Pakistan. International Journal of Scientific&Engineering Research, 9(7), 476–489.
Akhtar, M. A. (1997). Understanding Open Market Operations. Public Information Department, 1–56. Retrieved from
papers2://publication/uuid/F402A220-B814-4332-9A50-7DF2C0BCCA90
Andarini, M. A., & Widiastuti, T. (2016). Pengaruh SBIS dan PUAS terhadap Tingkat Inflasi melalui Operasi Moneter Syariah pada Periode 2011-
2015. Jurnal Ekonomi Syariah Teori Dan Terapan, 3(6), 474–489.
Ascarya. (2012a). Alur Transmisi dan Efektivitas Kebijakan Moneter Ganda di
Indonesia. Buletin Ekonomi Moneter Dan Perbankan, 283–315.
Ascarya. (2012b). Transmission Channel and Efectiveness of Dual Monetary
Policy in Indonesia. Bulletin of Monetary Economics and Banking, 269–298.
Asghar, Z. (2008). Simulation Evidence on Granger Causality in Presence of a Confounding Variable. International Journal of Applied Econometrics
and Quantitative Studies, 5(2).
Asghar, Z., & Abid, I. (2007). Performance of Lag Lenght Selection Criteria in
Three Different Situations. Interstat, 40042.
Asnuri, W. (2013). Pengaruh Instrumen Moneter Syariah dan Ekspor terhadap
Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia. Jurnal Al Iqtishad, v(2), 276–288.
Atika. (2018). Pengaruh Pembiayaan dan Tingkat Bagi Hasil terhadap Tingkat
Kesejahteraan di Indonesia dilihat dari Pertumbuhan PDB. Riset Akuntansi Dan Keuangan Islam, 3(1), 49–57.
Atkin, T., & Cava, G. La. (2017). The Transmission of Monetary Policy : How Does It Work ? Bulletin of Reserve Bank of Australia, 1–8.
Ayuniyyah, Q., Achsani, N. A., & Ascarya. (2010). Analisis Pengaruh Instrumrn Moneter Syariah dan Konvensional terhadap Pertumbuhan Sektor Riil di
Indonesia. Jurnal Iqtisodia, (August).
Baehaqy, H. N., & Cahyono, E. F. (2020). Pengaruh Pembiayaan Perbankan
Konvensional dan Pembiayaan Perbankan Syariah terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia pada Tahun 2008-2018. Jurnal Ekonomi Syariah
Teori Dan Terapan, 6(6), 1271–1286.
Bank Indonesia. (2019). Survei Proyeksi Indikator Makro Ekonomi 2019 (Vol.
99
2019). Jakarta Pusat.
Bank Indonesia. Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia. diakses dari www.bi.go.id
Bank Indonesia. https://www.bi.go.id/
Badan Pusat Statistik. https://www.bps.go.id/
Beyer, A., Nicoletti, G., Papadopoulou, N., Papsdorf, P., Rünstler, G., & Schwarz, C. (2017). The Transmission Channels of Monetary, Macro-and
Microprudential Policies and Their Interrelations. In Occasional Paper Series of ECB.
Blanco, L. (2009). The Finance–Growth Link in Latin America. Southern Economic Journal, 76(1), 224–248.
https://doi.org/10.4284/sej.2009.76.1.224
Brooks, C. (2008). Introductory Econometrics for Finance (Second Edi). New
York: Cambride University Press.
Bungin, B. (2007). Metode Penelitian Kuantitatif: Komunikasi, Ekonomi, dan
Kebijakan Publik serta Ilmu-ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Case, K. E., Fair, R. C., & Oster, S. M. (2012). Principles of Economics (10th ed.; D. Battista, Ed.). Boston: Pearson Education.
Ciccarelli, M., Maddaloni, A., & Peydró, J. (2014). Trusting The Bankers : A New Look at The Credit Channel of Monetary Policy. Review of Economic
Dynamics, 1, 1–24. https://doi.org/10.1016/j.red.2014.11.002
Creswell, J. W. (2009). Research Design: Qualitative, Quantitative, and Mixed
Methods Approaches (3rd editio). United Kingdom: SAGE Publications, inc.
Directorate of Economic Research and Monetary Policy Bank Indonesia. (2012). Bulletin of Monetary Economics and Banking. Bulletin of Bank
Indonesia, 14(3).
Dwyer, G. P. (2015). The Johansen Tests for Cointegration (pp. 1–7). pp. 1–7.
Retrieved from http://jerrydwyer.com/pdf/Clemson/Cointegration.pdf
Friedman, M., & Schwartz, A. (1963). A Monetary History of the United
States:1867-1960. Priceton University Press.
Ginting, R., Murniadi, C., Iskandar, D., Wuryandani, G., Sitompul, Z., Astiyah,
S., … Rosdiana, R. (2013). Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia: Likuiditas Rupiah Pasar Uang Antar Bank. Pusat Riset Dan Edukasi
Bank Sentral.
100
Gujarati, D. N., & Porter, D. C. (2009). Basic Econometrics (5th ed.). New York:
McGraw-Hill.
Gubernur Bank Indonesia (2012). Peraturan Bank Indonesia No. 14/1/PBI/2012
Tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia No. 9/5/PBI2007 Tentang Pasar Uang Antarbank Berdasarkan Prinsip Syariah. diakses
dari www.bi.go.id
Handa, J. (2009). Monetary Economics , 2 nd Edition (2nd ed.). New York: The
Taylor&Francis e-Library.
Hasanah, D. (2019). Analisis Efektivitas Jalur Pembiayaan dalam Mekanisme
Transmisi Kebijakan Moneter di Indoesia dengan Metode VAR/VECM. Journal of Chemical Information and Modeling, 53(9), 1689–1699.
https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004
ICD-IFDI. (2019). Islamic Finance Development Report: Shifting Dynamics.
Retrieved from https://www.zawya.com/mena/en/ifg-publications/231019121250Z/
International Monetary Fund. (2020). World Economic Outlook: The Great Lockdown. Washington DC.
Ireland, P. N. (2005). The Monetary Transmission Mechanism. In The New Palgrave Dictionary of Economics, Second Edition (No. 06-1). Retrieved
from http://www.bos.frb.org/economic/wp/index.htm.
Islam, K., & Hossain, E. (2015). Domestic Demand, Export and Economic
Growth in Bangladesh: A Cointegration and VECM Approach. Journal Economics, 4(1), 1–10. https://doi.org/10.11648/j.eco.20150401.11
Ismail, M., Santosa, D. B., & Yustika, A. E. (2014). Sistem Ekonomi Indonesia: Tafsiran Pancasila dan UUD 1945. (N. I. Sallama, Ed.) Jakarta:
Erlangga.
Jobarteh, M., & Ergec, E. H. (2017). Islamic Finance Development and Economic
Growth: Empirical Evidence from Turkey. Turkish Journal of Islamic Economics, 4(1), 31–47.
https://doi.org/http://dx.doi.org/10.15238/tujise.2017.4.1.31-47
Karlina, B. (2017). Pengaruh Tingkat Inflasi, Indeks Harga Konsumen terhadap
PDB di Indonesia Pada Tahun 2011-2015. Jurnal Ekonomika Dan Manajemen, 6(1), 16–27.
Khundrakpam, J. K., & Jain, R. (2013). Monetary Policy Transmission in India: A Peep Inside the Black Box. In Journal of Munich Personal RePEc
Archive. Retrieved from https://mpra.ub.uni-muenchen.de/51136/
Kim, H. E. (1999). Was Credit Channel a Key Monetary Transmission
Mechanism Following the Recent Financial Crisis in the Republic of
101
Korea? In Policy Research Working Paper 3003 (No. 3003).
Kothari, C. R. (2004). Research Methodology: Methods and Techniques (Second Rev). New Delhi: New Age International (P) Ltd.
Kozmenko, S., & Plastun, O. (2016). The Viability of Asset Price Channel Implementation to the Monetary Transmission Mechanism of Ukraine.
Journal of Investment Management and Financial Innovations, 13(4), 58–67. https://doi.org/10.21511/imfi.13(4).2016.05
Landefeld, J. S., Seskin, E. P., & Fraumeni, B. M. (2008). Taking the Pulse of the Economy : Measuring GDP. Journal of Economic Perspectives, 22(2),
193–216.
Latifah, N. A. (2015). Kebijakan Moneter dalam Perspektif Ekonomi Syariah.
Modernisasi, 11(2).
Leu, U. U. (2016). Pengembangan Pasar Uang Syariah: Analisis Problem Pasar
Uang Syariah. Laa Maisyir, 3(1), 1–20.
Liew, V. K. (2006). Which Lag Length Selection Criteria Should We Employ?
Economics Bulletin, 3(33), 1–9.
Lin, M.-T. (1967). Keynes’s Theory and Inflation. Kansas State University.
M. Natsir. (2011). Analisis Empiris Efektivitas Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter di Indonesia Melalui Jalur Suku Bunga (Interest Rate Channel)
Periode 1990:2-2007:1. Majalah Ekonomi, xxi(2), 110–123.
Macdonald, S., & Headlam, N. (2009). Research Methods Handbook:
Introductory Guide to Research Methods for Social Research. Manchester: Centre for Local Economic Strategies.
Majelis Ulama Indonesia (2007). Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 63/DSNI-MUI/XII/2007. Diakses dari dsnmui.or.id
Majelis Ulama Indonesia (2007). Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 64/DSNI-MUI/XII/2007. Diakses dari dsnmui.or.id
Magdalena, I., & Pratomo, W. A. (2012). Analisis Efektivitas Transmisi Kebijakan Moneter Ganda di Indonesia. Jurnal Ekonomi Dan Keuangan,
2(11), 657–671.
Mankiw, N. G. (2007). Makroekonomi (6 ed.). (W. Hardani, D. Barnadi, S. Saat,
Eds., F. Liza, & I. Nurmawan, Trans.) Jakarta, Ciracas: Erlangga.
Maulidya, C. (2012). Analisis Pasar Uang Antar Bank di Indonesia. Jurnal
Ekonomi Dan Pembangunan, 10(1), 56–69.
Mishkin, F. S. (1995). Symposium on the Monetary Transmission Mechanism.
Journal of Economic Perspectives, 9(4), 3–10.
102
Muhammad. (2002). Manajemen Pembiayaan Bank Syariah. Yogyakarta: UPP
AMP YKPN.
Naceur, S. Ben, Blotevogel, R., Fischer, M., & Shi, H. (2017). Financial
Development and Source of Growth: New Evidence (No. WP/17/143). Washington DC.
Nahar, S., & Sarker, N. (2016). Are Macroeconomic Factors Substantially Influential For Islamic Bank Financing ? Cross-Country Evidence.
Journal of Business and Management, 18(6), 20–27. https://doi.org/10.9790/487X-1806012027
Nathan, A. J., & Scobell, A. (2012). How China sees America. In Foreign Affairs (Vol. 91). https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004
Natsir, M. (2008). Peranan Jalur Suku Bunga dalam Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter di Indonesia. Unhalu Kendari, 1–21.
Nopirin. (1998). Ekonomi Moneter: Buku 1 (4 ed.). Yogyakarta: BPFE Yogyakarta.
Nyasha, S., & Odhiambo, N. M. (2014). Bank-based financial development and economic growth: A review of international literature. Journal of
Financial Economic Policy, 6(2), 112–132. https://doi.org/10.1108/JFEP-07-2013-0031
Oner, C. (2010). What Is Inflation ? Journal of Finance and Development, pp. 44–45.
Onoh, J. O., & Obioma, J. (2017). A Comparative Study of Monetary and Keynesian Theories on Inflation and Money Supply in Nigeria.
International Journal of Economics and Finance Management, 2(1), 56–70.
Otoritas Jasa Keuangan. Statistik Perbankan Syariah. diakses dari www.ojk.go.id
Panjaitan, M., & Wardoyo, W. (2016). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Inflasi
Di Indonesia. Jurnal Ilmiah Ekonomi Bisnis, 21(3), 97274.
Patrick, H. T. (1966). Financial Development and Economic Growth in
Underdeveloped Countries. Chicago Journals, 14(2), 174–189.
Pratama, Y. C. (2012). Effectiveness of Conventional and Syariah Monetary
Policy Transmission. Tazkia Islamic Finance and Business Review, 8(1), 79–96.
Presiden Republik Indonesia (1999). Undang-undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. diakses dari www.bi.go.id
Presiden Republik Indonesia (2008). Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
103
undang Republik Indonesia No. 4 Tahun 2008 Tentang Jaringan
Pengaman Sistem Keuangan. diakses dari www.bi.go.id
Presiden Republik Indonesia (2008). Undang-undang Republik Indonesia No. 21
Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah. diakses dari www.bi.go.id
Rahmawati, D., Hidayat, W., & Susilowati, D. (2017). Analisis Pengaruh Suku
Bunga Sertifikat Bank Indonesia dan Jumlah Uang Beredar terhadap Tingkat Inflasi di Indonesia Periode 2006- 2015 (Pendekatan Error
Correction Model). Jurnal Ilmu Ekonomi, 1(2), 240–254.
Rahutami, A. I. (1994). Kebijakan Moneter Rule Atau Discretion. Jurnal Ekonomi
Dan Bisnis Indonesia, 9, 8–13.
Ridhwan, M. M., Groot, H. L. F. De, Rietveld, P., & Nijkamp, P. (2011). The
Regional Impact of Monetary Policy in Indonesia (No. TI 2011-081/3). Netherland.
Rivai, A. A. (2010). Islamic Banking: Sebuah Teori, Konsep, dan Aplikasi. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Roedyhantoro M, T., & Cahyono, E. F. (2018). Pengaruh Instrumen Moneter Konvensional dan Instrumen Moneter Syariah terhadap Produk Domestik
Bruto Periode 2012-2016. Jurnal Ekonomi Syariah Teori Dan Terapan, 5(5), 362–376.
Rusydiana, A. S. (2009). Mekanisme Transmisi Syariah pada Sistem Moneter Ganda di Indonesia. Buletin Ekonomi Moneter Dan Perbankan, 345–367.
Saini, K. G. (1982). The Monetarist Explanation of Inflation : The Experience of Six Asian Countries. World Development, 10(10), 871–884.
Sangidi, W. (2014). Efektivitas Mekanisme Transmisi melalui Jalur Pembiayaan Bank Syariah di Indonesia. Institut Pertanian Bogor.
Saputro, B., & Sukmana, R. (2018). Analisis Transmisi Kebijakan Moneter Ganda Terhadap Inflasi di Indonesia. Jurnal Ekonomi Syariah Teori Dan
Terapan, 5(4), 322–335.
Sarac, T. B., & Ucan, O. (2013). The Interest Rate Channel in Turkey : An
Investigation with Kalman Filter Approach. International Journal of Economics and Financial Issues, 3(4), 874–884.
Setiawan, R. Y., & Karsinah. (2016). Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter dalam Mempengaruhi Inflasi dan Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia.
Economics Development Analysis Journal, 5(4), 460–474.
Sreevidya, U., & Sunitha. (2011). Business Research Methods. University of
Calicut.
104
Sudarsono, H. (2017). Analisis Efektivitas Transmisi Kebijakan Moneter
Konvensional dan Syariah dalam Mempengaruhi Tingkat Inflasi. Jurnal Ekonomi Dan Keuangan Islam, 3(2), 53–64.
https://doi.org/10.20885/jeki.vol3.iss2.art1
Sugianto, Harmain, H., & Harahap, N. (2015). Mekanisme Transmisi Kebijakan
Moneter di Indonesia Melalui Sistem Moneter Syariah. Jurnal Human Falah, 2(1), 50–74.
Sukmana, R., & Kassim, S. H. (2010). Roles of the Islamic banks in the monetary transmission process in Malaysia. Journal of Islamic and Middle Eastern
Finance and Management, 3(1), 7–19. https://doi.org/10.1108/17538391011033834
Supriyadi, A. (2003). Sistem Pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah. Jurnal Al Mawarid, x, 42–58.
Sutrisno. (2013). Membangun Model Lembaga Keuangan Islam. Jurnal EKBISI, VII(2), 139–149.
Syapriatama, I. (2017). Transmisi Kebijakan Moneter Jalur Pembiayaan Bank Syariah di Indonesia. Jurnal Iqtishaduna, viii(2), 1–11.
Taylor, J. B. (1995). The Monetary Transmission Mechanism : An Empirical Framework. Journal of Economic Perspectives, 9(4), 11–26.
Tjukanov, T. (2011). Gross Domestic Product as a Modern-day Economic Indicator. Helsinki Metropolia Uneversity.
Totonchi, J. (2011). Macroeconomic Theories of Inflation. International Conference on Economics and Finance Research, 4, 459–462.
Utami, D. (2012). Determinan Suku Bunga Pasar Uang Antar Bank di Indonesia. Jurnal JEJAK, 5(1), 26–35.
Utari, G. A. D., Cristina S., R., & Pambudi, S. (2016). Inflasi di Indonesia: Karakteristik dan Pengendaliannya. Bank Indonesia Institute, (23), 1–64.
U.S. Bureau of Economic Analysis (BEA). https://www.bea.gov/
Warjiyo, P. (2004). Menakanisme Transmisi Kebijakan Moneter di Indonesia.
Jakarta: Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan (PPSK) BI.
Warjiyo, P., & Solikin. (2003). Kebijakan Moneter di Indonesia. In Jurnal
Manajemen Maranatha (Vol. 3). https://doi.org/10.28932/jmm.v3i1.112
Warjiyo, P., & Juhro, S. (2016). Kebijakan Bank Sentral: Teori dan Praktik.
Jakarta: Rajawali Press.
Wibowo, M. G., & Mubarok, A. (2017). Analisis Efektivitas Transmisi Moneter
105
Ganda terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia. Jurnal Ekonomi Dan
Pembangunan, 25(2), 127–139.
Wicaksono, A. A. F., & Sukmana, R. (2018). Inflasi di Indonesia pada Periode
2011-2015: Analisis Sertifikat Bank Indonesia, Sertifikat Bank Indonesia Syariah, Pasar Uang Antar Bank, Pasar Uang Antar Bank Syariah,
Finance to Deposit Ratio dan Loan to Deposit Ratio. Jurnal Ekonomi Syariah Teori Dan Terapan, 5(12), 1070–1085.
Widayatsari, A. (2014). Pasar Uang Antar Bank Syariah. Jurnal Ekonomi Dan Hukum Islam, 4(2), 13–30.
World Bank. https://www.worldbank.org/
Yuniarti, V. S. (2016). Ekonomi Makro Syariah. Bandung: CV Pustaka Setia.
Zaelina, F. (2018). Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter Syariah. Indonesian
Interdisciplinary Journal of Sharia Economics, 1(1), 19–30.
106
LAMPIRAN
LAMPIRAN
107
LAMPIRAN
Lampiran 1
Data Penelitian
Tahun Bulan SBIS PUAS FIN IHK PDB
2011 Januari 6,08056 6,14 69,724 126,05 575285,60
Februari 6,70542 6,24 71,449 126,46 582934,50
Maret 6,71887 6,25 74,253 126,05 590511,10
April 7,17517 5,25 75,726 125,66 598015,20
Mei 7,36011 6,24 78,619 125,81 605446,90
Juni 7,36317 6,05 82,616 126,50 612806,10
Juli 7,27563 5,62 84,556 127,35 625262,80
Agtustus 6,77557 6,16 90,540 128,54 628599,80
September 6,28206 5,75 92,839 128,89 627987,00
Oktober 5,76845 5,25 96,805 128,74 615399,60
November 5,22412 5,10 99,427 129,18 612905,80
Desember 5,03858 5,08 102,655 129,91 612480,80
2012 Januari 4,88325 4,25 101,689 130,90 613986,90
Februari 3,82290 3,96 103,713 130,96 617802,70
Maret 3,82637 4,13 104,239 131,05 623790,50
April 3,92570 4,09 108,767 131,32 635282,20
Mei 4,23785 4,09 112,844 131,41 643115,20
Juni 4,32005 4,74 117,592 131,23 650621,30
Juli 4,45727 4,17 120,910 133,16 662767,00
Agtustus 4,54005 4,30 124,946 134,43 665894,60
September 4,67165 4,43 130,357 134,45 664970,70
Oktober 4,74612 4,70 135,581 134,67 651910,30
November 4,77039 4,33 140,318 134,76 648946,70
Desember 4,80274 4,42 147,505 135,49 647995,10
2013 Januari 4,84021 4,51 149,672 136,88 648336,80
Februari 4,86119 4,23 154,072 137,91 651948,20
Maret 4,86950 4,28 161,081 138,78 658110,60
April 4,89075 4,29 163,407 138,64 670800,20
Mei 5,02275 4,14 167,259 138,60 679082,60
Juni 5,27558 5,01 171,227 140,03 686933,80
Juli 5,52051 5,38 174,486 144,63 699344,20
Agtustus 5,85743 5,56 174,537 146,25 702590,60
September 6,60944 6,11 177,320 145,74 701663,20
Oktober 6,98025 6,19 179,284 145,87 688685,50
108
November 7,21565 6,54 180,833 146,04 685318,00
Desember 7,21695 6,25 184,122 146,84 683684,10
2014 Januari 7,23217 6,48 181,398 110,99 682248,20
Februari 7,17434 6,31 181,772 111,28 685233,20
Maret 7,12591 6,62 184,964 111,37 691103,50
April 7,13529 6,47 188,063 111,35 704142,90
Mei 7,14912 6,57 189,690 111,53 712571,00
Juni 7,13715 6,35 193,136 112,01 720671,70
Juli 7,09418 7,30 194,079 113,05 733724,10
Agtustus 6,97263 6,73 193,983 113,58 737210,20
September 6,88248 6,36 196,563 113,89 736409,20
Oktober 6,88481 6,17 196,491 114,42 723517,20
November 6,86651 5,19 198,376 116,14 719995,20
Desember 6,90129 6,30 199,330 119,00 718039,10
2015 Januari 6,93347 6,27 198,152 118,71 715580,00
Februari 6,67192 5,87 198,435 118,28 718307,50
Maret 6,65157 6,89 201,620 118,48 724152,50
April 6,65972 5,84 202,434 118,91 737594,30
Mei 6,66058 5,77 204,833 119,50 746315,40
Juni 6,66592 5,21 207,075 120,14 754794,70
Juli 6,68538 5,87 205,887 121,26 768342,40
Agtustus 6,75000 5,73 206,904 121,73 772355,90
September 7,10000 6,95 209,476 121,67 772145,20
Oktober 7,10000 5,84 208,792 121,57 760512,30
November 7,10000 6,01 210,112 121,82 757251,60
Desember 7,10000 6,73 213,989 122,99 755165,30
2016 Januari 6,65000 6,13 212,188 123,62 750933,50
Februari 6,55000 5,20 212,548 123,51 753685,60
Maret 6,60000 4,82 214,475 123,75 760101,90
April 6,60000 4,67 215,315 123,19 775902,90
Mei 6,60000 4,93 218,878 123,48 785357,10
Juni 6,40000 5,53 223,312 124,29 794185,00
Juli 6,40000 4,82 221,243 125,15 807373,50
Agtustus 6,40000 4,67 221,449 125,13 811209,00
September 6,15000 4,66 236,055 125,41 810678,10
Oktober 5,90000 4,83 238,103 125,59 798130,50
November 5,90000 4,68 241,480 126,18 794605,10
Desember 5,90000 6,08 249,087 126,71 792451,20
2017 Januari 5,90000 1,08 245,501 127,94 788440,60
Februari 5,90510 1,47 246,836 128,24 791451,20
Maret 5,94914 4,83 251,601 128,22 798254,60
109
April 5,97136 3,48 253,379 128,33 814726,90
Mei 5,97470 4,69 258,032 128,83 824709,00
Juni 5,97534 5,37 266,606 129,72 834077,00
Juli 5,93941 4,33 265,579 130,00 848041,90
Agtustus 5,55000 3,33 268,417 129,91 852273,20
September 5,20495 4,00 272,777 130,08 851981,80
Oktober 5,22462 3,87 275,363 130,09 839511,50
November 5,21848 3,98 277,656 130,35 835917,40
Desember 5,20898 4,31 286,850 131,28 833543,00
2018 Januari 5,19983 4,27 281,875 132,10 828307,30
Februari 5,18771 3,85 283,168 132,32 831433,30
Maret 5,19044 4,45 287,731 132,58 838839,80
April 5,18398 4,01 288,897 132,71 857458,20
Mei 5,32569 4,43 292,932 132,99 868227,40
Juni 5,84179 4,91 296,209 133,77 878078,90
Juli 6,04580 4,98 298,627 134,14 891995,30
Agtustus 6,35255 5,40 304,674 134,07 896274,00
September 6,61429 5,70 311,660 133,83 895897,70
Oktober 6,63905 5,91 313,989 134,20 883101,60
November 6,87056 5,92 313,608 134,56 879238,90
Desember 6,88785 5,89 321,305 135,39 876544,90
2019 Januari 6,89950 5,94 318,528 135,83 870460,80
Februari 6,73727 5,83 322,068 135,72 873522,90
Maret 6,74090 6,04 328,110 135,87 881172,60
April 6,62515 5,96 328,511 136,47 900837,10
Mei 6,37950 5,95 331,010 137,40 912091,40
Juni 6,50000 5,92 334,312 138,16 922362,80
Juli 6,20000 5,54 335,594 138,59 936887,60
Agtustus 5,95010 1,75 337,631 138,75 941265,90
September 5,69250 1,46 345,091 138,37 940734,00
Oktober 5,41798 4,82 346,503 138,40 935291,90
November 5,15000 3,06 350,075 138,60 924939,60
Desember 5,13000 3,56 356,437 139,07 909677,20
110
Lampiran 2
Uji stasioneritas SBIS
Null Hypothesis: SBIS has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 1 (Automatic - based on SIC, maxlag=12) t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -2.347865 0.1592
Test critical values: 1% level -3.493129
5% level -2.888932
10% level -2.581453 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: D(SBIS) has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=12) t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -6.180025 0.0000
Test critical values: 1% level -3.493129
5% level -2.888932
10% level -2.581453
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: SBIS has a unit root
Exogenous: Constant
Bandwidth: 7 (Newey-West automatic) using Bartlett kernel Adj. t-Stat Prob.* Phillips-Perron test statistic -2.172636 0.2175
Test critical values: 1% level -3.492523
5% level -2.888669
10% level -2.581313 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: D(SBIS) has a unit root
Exogenous: Constant
Bandwidth: 4 (Newey-West automatic) using Bartlett kernel Adj. t-Stat Prob.* Phillips-Perron test statistic -6.310153 0.0000
Test critical values: 1% level -3.493129
5% level -2.888932
10% level -2.581453
111
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Uji stasioneritas PUAS
Null Hypothesis: PUAS has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 2 (Automatic - based on SIC, maxlag=12) t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -2.455987 0.1293
Test critical values: 1% level -3.493747
5% level -2.889200
10% level -2.581596 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: D(PUAS) has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 1 (Automatic - based on SIC, maxlag=12) t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -11.70035 0.0000
Test critical values: 1% level -3.493747
5% level -2.889200
10% level -2.581596 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: PUAS has a unit root
Exogenous: Constant
Bandwidth: 4 (Newey-West automatic) using Bartlett kernel Adj. t-Stat Prob.* Phillips-Perron test statistic -4.319773 0.0007
Test critical values: 1% level -3.492523
5% level -2.888669
10% level -2.581313 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: D(PUAS) has a unit root
Exogenous: Constant
Bandwidth: 19 (Newey-West automatic) using Bartlett kernel Adj. t-Stat Prob.* Phillips-Perron test statistic -17.37422 0.0000
Test critical values: 1% level -3.493129
5% level -2.888932
112
10% level -2.581453 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Uji stasioneritas FIN
Null Hypothesis: LNFIN has a unit root
Exogenous: Constant, Linear Trend
Lag Length: 6 (Automatic - based on SIC, maxlag=12) t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -3.150248 0.1006
Test critical values: 1% level -4.051450
5% level -3.454919
10% level -3.153171 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: D(LNFIN) has a unit root
Exogenous: Constant, Linear Trend
Lag Length: 5 (Automatic - based on SIC, maxlag=12) t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -2.188195 0.4906
Test critical values: 1% level -4.051450
5% level -3.454919
10% level -3.153171 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: LNFIN has a unit root
Exogenous: Constant, Linear Trend
Bandwidth: 5 (Newey-West automatic) using Bartlett kernel Adj. t-Stat Prob.* Phillips-Perron test statistic -3.507736 0.0436
Test critical values: 1% level -4.046072
5% level -3.452358
10% level -3.151673 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: D(LNFIN) has a unit root
Exogenous: Constant, Linear Trend
Bandwidth: 6 (Newey-West automatic) using Bartlett kernel Adj. t-Stat Prob.* Phillips-Perron test statistic -9.861793 0.0000
113
Test critical values: 1% level -4.046925
5% level -3.452764
10% level -3.151911 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Uji stasioneritas IHK
Null Hypothesis: LNIHK has a unit root
Exogenous: Constant, Linear Trend
Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=12) t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -2.086719 0.5469
Test critical values: 1% level -4.046072
5% level -3.452358
10% level -3.151673 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: D(LNIHK) has a unit root
Exogenous: Constant, Linear Trend
Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=12) t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -10.17468 0.0000
Test critical values: 1% level -4.046925
5% level -3.452764
10% level -3.151911 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: LNIHK has a unit root
Exogenous: Constant, Linear Trend
Bandwidth: 3 (Newey-West automatic) using Bartlett kernel Adj. t-Stat Prob.* Phillips-Perron test statistic -2.205256 0.4815
Test critical values: 1% level -4.046072
5% level -3.452358
10% level -3.151673 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: D(LNIHK) has a unit root
Exogenous: Constant, Linear Trend
Bandwidth: 1 (Newey-West automatic) using Bartlett kernel Adj. t-Stat Prob.*
114
Phillips-Perron test statistic -10.17469 0.0000
Test critical values: 1% level -4.046925
5% level -3.452764
10% level -3.151911 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Uji stasioenritas PDB
Null Hypothesis: LNPDB has a unit root
Exogenous: Constant, Linear Trend
Lag Length: 12 (Automatic - based on SIC, maxlag=12) t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -2.973373 0.1452
Test critical values: 1% level -4.057528
5% level -3.457808
10% level -3.154859 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: D(LNPDB) has a unit root
Exogenous: Constant, Linear Trend
Lag Length: 11 (Automatic - based on SIC, maxlag=12) t-Statistic Prob.* Augmented Dickey-Fuller test statistic -3.504174 0.0446
Test critical values: 1% level -4.057528
5% level -3.457808
10% level -3.154859 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Null Hypothesis: LNPDB has a unit root
Exogenous: Constant, Linear Trend
Bandwidth: 1 (Newey-West automatic) using Bartlett kernel Adj. t-Stat Prob.* Phillips-Perron test statistic -3.879361 0.0162
Test critical values: 1% level -4.046072
5% level -3.452358
10% level -3.151673 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
115
Null Hypothesis: D(LNPDB) has a unit root
Exogenous: Constant, Linear Trend
Bandwidth: 2 (Newey-West automatic) using Bartlett kernel Adj. t-Stat Prob.* Phillips-Perron test statistic -4.878085 0.0007
Test critical values: 1% level -4.046925
5% level -3.452764
10% level -3.151911 *MacKinnon (1996) one-sided p-values.
116
Lampiran 3
Pemilihan Lag Optimal
Lag LogL LR FPE AIC SC HQ
0 701,3479 NA 9,23e-13 -13,52132 -13,39342* -13,46952
1 756,4577 103,7989 5,15e-13 -14,10597 -13,33858 -13,79515*
2 778,1880 38,81924 5,51e-13 -14,04249 -12,63559 -13,47265
3 807,3420 49,25038 5,12e-13 -14,12315 -12,07675 -13,29429
4 833,4053 41,49893* 5,10e-13* -14,14379* -11,45790 -13,05592 * indicates lag order selected by the criterion
LR: sequential modified LR test statistic (each test at 5% level)
FPE: Final prediction error
AIC: Akaike information criterion
SC: Schwarz information criterion
HQ: Hannan-Quinn information criterion
117
Lampiran 4
Uji Kointegrasi Johansen
Unrestricted Cointegration Rank Test (Trace) Hypothesized Trace 0,05
No, of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob,** None * 0,298486 87,31668 69,81889 0,0011
At most 1 * 0,227749 50,80170 47,85613 0,0258
At most 2 0,120650 24,18174 29,79707 0,1929
At most 3 0,090381 10,93878 15,49471 0,2153
At most 4 0,011407 1,181663 3,841466 0,2770 Trace test indicates 2 cointegrating eqn(s) at the 0,05 level
* denotes rejection of the hypothesis at the 0,05 level
**MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values
118
Lampiran 5
Uji Kausalitas Granger lag 1
Pairwise Granger Causality Tests
Date: 09/07/20 Time: 00:56
Sample: 2011M01 2019M12
Lags: 1 Null Hypothesis: Obs F-Statistic Prob. PUAS does not Granger Cause SBIS 107 2.58471 0.1109
SBIS does not Granger Cause PUAS 12.1176 0.0007 LNFIN does not Granger Cause SBIS 107 0.00199 0.9645
SBIS does not Granger Cause LNFIN 6.76591 0.0106 LNIHK does not Granger Cause SBIS 107 1.63795 0.2035
SBIS does not Granger Cause LNIHK 6.99368 0.0094 LNPDB does not Granger Cause SBIS 107 0.19191 0.6622
SBIS does not Granger Cause LNPDB 0.02130 0.8842 LNFIN does not Granger Cause PUAS 107 0.51824 0.4732
PUAS does not Granger Cause LNFIN 14.5825 0.0002 LNIHK does not Granger Cause PUAS 107 2.02997 0.1572
PUAS does not Granger Cause LNIHK 2.97439 0.0876 LNPDB does not Granger Cause PUAS 107 1.08938 0.2990
PUAS does not Granger Cause LNPDB 0.02404 0.8771 LNIHK does not Granger Cause LNFIN 107 5.26140 0.0238
LNFIN does not Granger Cause LNIHK 0.06662 0.7968 LNPDB does not Granger Cause LNFIN 107 9.79315 0.0023
LNFIN does not Granger Cause LNPDB 0.09228 0.7619 LNPDB does not Granger Cause LNIHK 107 0.61600 0.4343
LNIHK does not Granger Cause LNPDB 1.28884 0.2589
119
Uji Kausalitas Granger lag 2
Pairwise Granger Causality Tests
Date: 09/07/20 Time: 00:56
Sample: 2011M01 2019M12
Lags: 2 Null Hypothesis: Obs F-Statistic Prob. PUAS does not Granger Cause SBIS 106 0.45837 0.6336
SBIS does not Granger Cause PUAS 7.20661 0.0012 LNFIN does not Granger Cause SBIS 106 0.62932 0.5350
SBIS does not Granger Cause LNFIN 4.36672 0.0152 LNIHK does not Granger Cause SBIS 106 0.00253 0.9975
SBIS does not Granger Cause LNIHK 4.02761 0.0208 LNPDB does not Granger Cause SBIS 106 0.30229 0.7398
SBIS does not Granger Cause LNPDB 0.00771 0.9923 LNFIN does not Granger Cause PUAS 106 0.35321 0.7033
PUAS does not Granger Cause LNFIN 7.15097 0.0012 LNIHK does not Granger Cause PUAS 106 0.69503 0.5014
PUAS does not Granger Cause LNIHK 2.49393 0.0877 LNPDB does not Granger Cause PUAS 106 0.44406 0.6427
PUAS does not Granger Cause LNPDB 0.12086 0.8863 LNIHK does not Granger Cause LNFIN 106 2.63868 0.0764
LNFIN does not Granger Cause LNIHK 0.28751 0.7507 LNPDB does not Granger Cause LNFIN 106 5.28432 0.0066
LNFIN does not Granger Cause LNPDB 3.93563 0.0226 LNPDB does not Granger Cause LNIHK 106 0.45954 0.6329
LNIHK does not Granger Cause LNPDB 0.45148 0.6380
120
Uji Kausalitas Granger lag 4
Pairwise Granger Causality Tests
Date: 09/07/20 Time: 00:57
Sample: 2011M01 2019M12
Lags: 4 Null Hypothesis: Obs F-Statistic Prob. PUAS does not Granger Cause SBIS 104 0.26705 0.8985
SBIS does not Granger Cause PUAS 3.15435 0.0176 LNFIN does not Granger Cause SBIS 104 3.10158 0.0191
SBIS does not Granger Cause LNFIN 1.40910 0.2369 LNIHK does not Granger Cause SBIS 104 0.41291 0.7990
SBIS does not Granger Cause LNIHK 1.91808 0.1137 LNPDB does not Granger Cause SBIS 104 0.39233 0.8137
SBIS does not Granger Cause LNPDB 0.11109 0.9784 LNFIN does not Granger Cause PUAS 104 1.15555 0.3355
PUAS does not Granger Cause LNFIN 3.16614 0.0173 LNIHK does not Granger Cause PUAS 104 0.31491 0.8674
PUAS does not Granger Cause LNIHK 1.55416 0.1929 LNPDB does not Granger Cause PUAS 104 0.97950 0.4226
PUAS does not Granger Cause LNPDB 0.42885 0.7875 LNIHK does not Granger Cause LNFIN 104 0.65805 0.6227
LNFIN does not Granger Cause LNIHK 1.08388 0.3690 LNPDB does not Granger Cause LNFIN 104 3.67106 0.0080
LNFIN does not Granger Cause LNPDB 1.13424 0.3451 LNPDB does not Granger Cause LNIHK 104 1.80799 0.1337
LNIHK does not Granger Cause LNPDB 0.73428 0.5708
121
Uji Kausalitas Granger lag 8
Pairwise Granger Causality Tests
Date: 09/07/20 Time: 00:57
Sample: 2011M01 2019M12
Lags: 8 Null Hypothesis: Obs F-Statistic Prob. PUAS does not Granger Cause SBIS 100 0.93168 0.4951
SBIS does not Granger Cause PUAS 2.12292 0.0424 LNFIN does not Granger Cause SBIS 100 1.77902 0.0928
SBIS does not Granger Cause LNFIN 2.95145 0.0059 LNIHK does not Granger Cause SBIS 100 0.26198 0.9763
SBIS does not Granger Cause LNIHK 1.84157 0.0807 LNPDB does not Granger Cause SBIS 100 1.74439 0.1002
SBIS does not Granger Cause LNPDB 2.26778 0.0303 LNFIN does not Granger Cause PUAS 100 1.94518 0.0639
PUAS does not Granger Cause LNFIN 1.41501 0.2024 LNIHK does not Granger Cause PUAS 100 0.37752 0.9297
PUAS does not Granger Cause LNIHK 0.84269 0.5680 LNPDB does not Granger Cause PUAS 100 0.88983 0.5288
PUAS does not Granger Cause LNPDB 0.69568 0.6943 LNIHK does not Granger Cause LNFIN 100 0.29427 0.9660
LNFIN does not Granger Cause LNIHK 1.16560 0.3297 LNPDB does not Granger Cause LNFIN 100 4.57572 0.0001
LNFIN does not Granger Cause LNPDB 2.57945 0.0145 LNPDB does not Granger Cause LNIHK 100 1.03236 0.4187
LNIHK does not Granger Cause LNPDB 0.53171 0.8295
122
Lampiran 6
Hasil Estimasi VECM
Cointegrating Eq: CointEq1 CointEq2 LNIHK(-1) 1,000000 0,000000
LNPDB(-1) 0,000000 1,000000
SBIS(-1) -0,084861 0,036280
(0,09367) (0,01786)
[-0,90594] [ 2,03112]
PUAS(-1) -0,158475 -0,031501
(0,08690) (0,01657)
[-1,82356] [-1,90093]
LNFIN(-1) -0,723708 -0,413870
(0,17041) (0,03250)
[-4,24674] [-12,7360]
C 0,304924 -11,39547 Error Correction: D(LNIHK) D(LNPDB) D(SBIS) D(PUAS) D(LNFIN) CointEq1 -0,024359 0,003519 0,325519 0,831121 0,016178
(0,01368) (0,00382) (0,08610) (0,38517) (0,00600)
[-1,78045] [ 0,92128] [ 3,78072] [ 2,15779] [ 2,69596]
CointEq2 0,039306 -0,014146 -2,176757 -0,276132 0,095409
(0,07687) (0,02146) (0,48376) (2,16413) (0,03372)
[ 0,51133] [-0,65908] [-4,49965] [-0,12759] [ 2,82972]
D(LNIHK(-1)) -0,047945 0,002051 -0,129038 1,992194 0,007497
(0,10530) (0,02940) (0,66266) (2,96444) (0,04619)
[-0,45533] [ 0,06977] [-0,19473] [ 0,67203] [ 0,16233]
D(LNIHK(-2)) -0,051719 -0,020544 0,290316 -0,879872 -0,055806
(0,10062) (0,02809) (0,63323) (2,83280) (0,04413)
[-0,51400] [-0,73123] [ 0,45847] [-0,31060] [-1,26446]
D(LNIHK(-3)) -0,031402 -0,045476 -0,118950 -1,127257 -0,070825
(0,10145) (0,02833) (0,63844) (2,85609) (0,04450)
[-0,30954] [-1,60547] [-0,18631] [-0,39468] [-1,59167]
D(LNIHK(-4)) 0,032819 0,024351 -0,112337 -0,830559 -0,010627
(0,10398) (0,02903) (0,65439) (2,92746) (0,04561)
[ 0,31561] [ 0,83871] [-0,17167] [-0,28371] [-0,23300]
D(LNPDB(-1)) 0,037536 0,592984 0,689840 -7,917125 0,012513
(0,39022) (0,10895) (2,45576) (10,9860) (0,17116)
[ 0,09619] [ 5,44247] [ 0,28091] [-0,72066] [ 0,07311]
D(LNPDB(-2)) -0,432032 0,149032 2,289786 -9,023643 -0,185075
123
(0,43839) (0,12240) (2,75890) (12,3421) (0,19229)
[-0,98549] [ 1,21753] [ 0,82996] [-0,73113] [-0,96249]
D(LNPDB(-3)) 1,141166 -0,144786 0,253779 30,65581 0,414753
(0,44966) (0,12555) (2,82984) (12,6594) (0,19723)
[ 2,53782] [-1,15320] [ 0,08968] [ 2,42158] [ 2,10287]
D(LNPDB(-4)) -0,413772 -0,234442 5,213151 -22,03669 -0,193168
(0,42114) (0,11759) (2,65035) (11,8565) (0,18472)
[-0,98250] [-1,99375] [ 1,96697] [-1,85862] [-1,04572]
D(SBIS(-1)) 0,020751 0,000890 0,314350 0,772947 0,010612
(0,01610) (0,00449) (0,10131) (0,45321) (0,00706)
[ 1,28905] [ 0,19794] [ 3,10289] [ 1,70549] [ 1,50298]
D(SBIS(-2)) -0,001672 -0,000385 0,044976 -0,289323 -0,006929
(0,01673) (0,00467) (0,10527) (0,47092) (0,00734)
[-0,09998] [-0,08240] [ 0,42726] [-0,61438] [-0,94444]
D(SBIS(-3)) -0,006142 8,35E-05 0,189026 0,955155 0,002655
(0,01629) (0,00455) (0,10252) (0,45861) (0,00715)
[-0,37702] [ 0,01836] [ 1,84386] [ 2,08270] [ 0,37163]
D(SBIS(-4)) -0,051632 -0,001734 0,004943 0,487360 0,003021
(0,01523) (0,00425) (0,09583) (0,42869) (0,00668)
[-3,39082] [-0,40779] [ 0,05158] [ 1,13686] [ 0,45239]
D(PUAS(-1)) 0,001727 0,000217 0,003277 -0,268564 0,003888
(0,00443) (0,00124) (0,02790) (0,12481) (0,00194)
[ 0,38950] [ 0,17506] [ 0,11746] [-2,15184] [ 1,99959]
D(PUAS(-2)) -0,002571 -0,000232 0,006090 -0,432502 0,001463
(0,00445) (0,00124) (0,02802) (0,12535) (0,00195)
[-0,57733] [-0,18648] [ 0,21733] [-3,45027] [ 0,74921]
D(PUAS(-3)) -0,000757 -0,000398 0,000900 -0,103800 0,003232
(0,00454) (0,00127) (0,02857) (0,12781) (0,00199)
[-0,16666] [-0,31388] [ 0,03151] [-0,81216] [ 1,62308]
D(PUAS(-4)) -0,002277 0,001706 -0,013786 -0,270353 -0,000837
(0,00424) (0,00118) (0,02667) (0,11930) (0,00186)
[-0,53726] [ 1,44192] [-0,51695] [-2,26616] [-0,45016]
D(LNFIN(-1)) 0,060178 -0,014282 0,058954 5,760191 -0,084956
(0,24633) (0,06878) (1,55019) (6,93484) (0,10804)
[ 0,24430] [-0,20765] [ 0,03803] [ 0,83062] [-0,78631]
D(LNFIN(-2)) 0,169782 0,022601 -3,680385 -13,70607 0,028942
(0,22622) (0,06316) (1,42364) (6,36874) (0,09922)
[ 0,75053] [ 0,35782] [-2,58519] [-2,15209] [ 0,29168]
D(LNFIN(-3)) 0,409829 -0,008986 -0,953202 4,479806 0,237393
(0,24154) (0,06744) (1,52005) (6,80003) (0,10594)
[ 1,69675] [-0,13324] [-0,62709] [ 0,65879] [ 2,24075]
D(LNFIN(-4)) 0,096730 -0,070185 -2,108496 -16,43280 -0,036176
(0,23993) (0,06699) (1,50995) (6,75485) (0,10524)
124
[ 0,40316] [-1,04765] [-1,39640] [-2,43274] [-0,34375]
C -0,011543 0,003757 0,048426 0,307378 0,012683
(0,00773) (0,00216) (0,04865) (0,21763) (0,00339)
[-1,49330] [ 1,74072] [ 0,99545] [ 1,41241] [ 3,74058] R-squared 0,243705 0,552904 0,533445 0,465765 0,540751
Adj, R-squared 0,035724 0,429952 0,405143 0,318851 0,414458
Sum sq, resids 0,062283 0,004856 2,466713 49,36546 0,011983
S,E, equation 0,027902 0,007791 0,175596 0,785537 0,012239
F-statistic 1,171768 4,496923 4,157713 3,170315 4,281707
Log likelihood 235,5052 366,9108 46,03921 -108,2735 320,3895
Akaike AIC -4,126314 -6,677880 -0,447363 2,549001 -5,774553
Schwarz SC -3,537977 -6,089542 0,140974 3,137338 -5,186215
Mean dependent 0,000973 0,003953 -0,021652 -0,026019 0,014675
S,D, dependent 0,028414 0,010319 0,227671 0,951799 0,015994 Determinant resid covariance (dof adj,) 1,24E-13
Determinant resid covariance 3,49E-14
Log likelihood 864,9728
Akaike information criterion -14,36840
Schwarz criterion -11,17092
125
Lampiran 7
Hasil analisis FEVD IHK
Period S.E. LNIHK LNPDB SBIS PUAS LNFIN 1 0.027902 100.0000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000
2 0.038805 97.64923 0.071674 1.473126 0.769435 0.036537
3 0.046730 95.88491 0.253411 2.615852 0.772590 0.473232
4 0.054015 93.71579 1.131257 2.799427 0.770657 1.582872
5 0.060574 92.67928 1.952053 2.372820 0.710017 2.285832
6 0.066277 91.38249 3.428387 2.167494 0.619796 2.401829
7 0.071342 88.92465 5.455423 2.017806 0.540561 3.061558
8 0.076219 86.97810 7.224862 1.923287 0.498756 3.374993
9 0.080402 85.91797 8.041861 1.897357 0.457186 3.685624
10 0.083928 85.41228 8.442948 1.828833 0.424242 3.891694
11 0.087162 85.22197 8.691947 1.706189 0.393353 3.986544
12 0.090307 85.16729 8.890491 1.590029 0.368089 3.984105 Choles
ky Orderin
g: LNIHK LNPDB SBIS PUAS LNFIN
Hasil analisis FEVD PDB
Period S.E. LNIHK LNPDB SBIS PUAS LNFIN 1 0.027902 1.680590 98.31941 0.000000 0.000000 0.000000
2 0.038805 1.885070 98.10347 0.000588 0.002637 0.008233
3 0.046730 1.586935 98.39155 0.009141 0.004822 0.007553
4 0.054015 1.024771 98.85584 0.053588 0.059799 0.005998
5 0.060574 0.769432 98.91067 0.222381 0.051294 0.046219
6 0.066277 0.649958 98.65628 0.530975 0.064406 0.098377
7 0.071342 0.605805 98.11363 0.975348 0.067200 0.238018
8 0.076219 0.577279 97.61669 1.379111 0.075508 0.351411
9 0.080402 0.559482 97.22410 1.714024 0.074915 0.427475
10 0.083928 0.568272 96.87924 2.008794 0.072798 0.470898
11 0.087162 0.599082 96.63551 2.233576 0.070460 0.461369
12 0.090307 0.646404 96.45952 2.383062 0.069792 0.441222 Choles
ky Orderin
g: LNIHK LNPDB
126
SBIS PUAS LNFIN
Hasil analisis FEVD SBIS
Period S.E. LNIHK LNPDB SBIS PUAS LNFIN 1 0.027902 0.653817 0.385108 98.96107 0.000000 0.000000
2 0.038805 0.886820 0.163278 98.51380 0.337060 0.099041
3 0.046730 1.490844 0.126354 96.95316 0.866451 0.563189
4 0.054015 1.784117 0.645615 95.28286 1.296353 0.991056
5 0.060574 2.222492 0.680549 93.85989 1.576539 1.660531
6 0.066277 2.949340 0.945450 91.89950 1.973473 2.232240
7 0.071342 3.871070 1.664567 89.18492 2.929075 2.350371
8 0.076219 4.650573 3.388778 85.80339 3.920920 2.236337
9 0.080402 5.302892 6.777857 80.80820 5.086098 2.024951
10 0.083928 5.804877 11.46446 74.68434 6.197148 1.849173
11 0.087162 6.124994 17.45105 67.83121 6.811319 1.781435
12 0.090307 6.324079 23.46030 61.20223 7.109735 1.903649 Choles
ky Orderin
g: LNIHK LNPDB SBIS PUAS LNFIN
Hasil analisis FEVD PUAS
Period S.E. LNIHK LNPDB SBIS PUAS LNFIN 1 0.027902 0.116293 0.235813 2.370157 97.27774 0.000000
2 0.038805 0.693602 0.273514 5.714350 92.86398 0.454551
3 0.046730 0.644300 2.274675 6.190764 88.66368 2.226582
4 0.054015 0.572319 2.608992 8.284463 86.40676 2.127470
5 0.060574 0.602246 2.282834 13.76787 79.27178 4.075266
6 0.066277 0.673915 2.811183 13.51483 77.04809 5.951982
7 0.071342 0.729321 2.619838 12.76621 78.37533 5.509305
8 0.076219 1.078144 3.950885 12.60655 76.48766 5.876760
9 0.080402 1.271649 5.051409 11.80826 75.91401 5.954672
10 0.083928 1.397408 5.624426 11.12735 76.24239 5.608432
11 0.087162 1.646701 6.963974 10.58764 75.37190 5.429776
12 0.090307 1.746938 8.023108 9.988065 75.08025 5.161641 Choles
ky Orderin
127
g: LNIHK LNPDB SBIS PUAS LNFIN
Hasil analisis FEVD FIN
Period S.E. LNIHK LNPDB SBIS PUAS LNFIN
1 0.027902 2.289798 0.040826 0.460085 0.211022 96.99827
2 0.038805 3.784336 0.491203 0.884202 0.366195 94.47406
3 0.046730 3.037561 0.437880 0.620316 2.615839 93.28840
4 0.054015 2.146974 4.471093 0.431823 3.099542 89.85057
5 0.060574 1.890232 7.634182 0.429248 7.420880 82.62546
6 0.066277 1.699411 10.97885 0.400618 12.13609 74.78503
7 0.071342 1.483341 15.20881 0.368639 14.72189 68.21731
8 0.076219 1.493214 17.37900 0.351279 18.15549 62.62103
9 0.080402 1.495850 18.80966 0.654651 21.32341 57.71643
10 0.083928 1.512567 19.83677 0.983152 23.89889 53.76862
11 0.087162 1.590168 20.25290 1.273178 26.86902 50.01473
12 0.090307 1.623984 20.64018 1.722077 29.50353 46.51023
Choles
ky
Orderin
g:
LNIHK
LNPDB
SBIS
PUAS
LNFIN
128
Lampiran 8
Lembar Konsultasi
129
130
Lampiran 9
CURRICULUM VITAE
Personal Data
Full Name : Khoir Umi Laksana
Nick Name : Laksana / Ana
Date of Birth : Kab. Semarang, 04 Agustus 1996
Adress : Dsn. Petengan, RT 1 RW 1, Ds. Purworejo,
Kec. Suruh, Kab. Semarang
Sex : Female
Status : Student
Email : [email protected]
Phone / WA : 085-712-117-501
Hobby : Reading, Writing, Cooking, take a picture
Future goals : Entrepeneur, Lecturer, Speaker
Social Media : Facebook : Laksana
Instagram : Laksana_ana
Linkedin : khoir umi laksana
Education
Level Period Name of School Majors
Primary School 2005-2010 SD Negeri 1 Purworejo -
Junior High
School 2010-2013 SMP Negeri 1 Suruh -
Vocational High School
2013-2015 SMK Negeri 1 Tengaran Software
Engineering
Bachelor 2016-saat ini FEBI IAIN Salatiga Islamic
Economic
131
Organization Experiment
Organisasi Periode Department/Biro Posisi
Islamic Economics Study
Group (KSEI)
2017-2019 IAIN Salatiga Coordinator division
of research and
development center
FoSSEI 2018-2019 Regional FoSSEI of
Central Java Scientific division
Islamic Student Association
2019-2020 Commisariat of M. Dawam Rahardjo,
Salatiga
Head of College and Youth Division
Karangtaruna
Ragajati
2019-
present Youth Organization Vice
Working Experience
Company Period Position
Fiscal Policy Agency, Ministry of Finance
2 months Internship in central of macroeconomic policy
Adi Soemarmo Airport 2,5 months Internship in administration staff
“GREAT” Tutoring 3 months Tutor
Fortune Cellular 1 year 6 months as saleswoman, 4
months as administration staff
Unza Vitalis Lc. 1 year Operator Helper
Achievement
Organization Time Explanation Level
HMPS PS IAIN
Salatiga 2019
3rd
Place in Scientific
Writing Competition National
SaudaraSatuNegara 2019 Volunteer participant
Singapura-Tj. Pinang National