analisis fenomena ferroresonance pada capacitive … · perlindungan lebih adalah transformator....
TRANSCRIPT
1
Analisis Fenomena Ferroresonance pada Capacitive
Voltage Transformer (CVT) Akibat Pelepasan Beban
Secara Mendadak
Putu Wegadiputra Wiratha, I Made Yulistya Negara, IGN Satriyadi Hernanda Jurusan Teknik Elektro FTI - ITS
Abstrak - Ferroresonance atau dikenal juga dengan
sebutan resonansi non-linier merupakan suatu
fenomena kelistrikan yang sangat kompleks.
Kemunculan ferroresonance pada suatu sistem
kelistrikan dengan memodelkan suatu kondisi
abnormal switching yaitu membuka satu atau dua
fasa pemutus daya pada transformator daya yang
pada kasus ini dilakukan pada tranformator wye-
wye 150KV/20KV dan Capacitive Voltage
Transformer (CVT) Perangkat lunak yang
digunakan pada simulasi adalah yaitu MATLAB
7.6.0 untuk mendapatkan plot tegangan dan arus
keluaran yang dihasilkan. Dari hasil plot tegangan
primer, tegangan sekunder, arus primer dan arus
sekunder, akan menunjukkan suatu gejala khusus
yang mengindikasikan kemunculan ferroresonance
dengan mengubah waktu switching, pelepasan
beban pada CVT, dan 2 phasa yang terbuka. Dari
hasil simulasi, didapat kenaikan tegangan
puncaknya hingga mencapai 730 KV untuk
transformator daya dan 1229 kV untuk sisi primer
pada CVT. Sedangkan untuk arus puncaknya,
mencapai 539 A untuk transformator daya dan 229
A untuk transformator pada CVT. Didapatkan
juga harmonisa pada CVT sampai mencapai
375,27%
Kata Kunci - Ferroresonance, CVT, tegangan lebih, arus
lebih
I. PENDAHULUAN
RANSFORMATOR adalah salah satu mesin
listrik yang berperan dalam penyaluran daya
sistem arus bolak-balik (AC). Kinerja dan
keandalannya sangat berperan besar. Banyak faktor
yang mempengaruhi kinerja transformator. Salah
satunya adalah fenomena ferroresonance pada
transformator. Ferroresonance atau dikenal juga
dengan sebutan resonansi non-linier merupakan suatu
fenomena kelistrikan yang sangat kompleks.
Ferroresonance fenomena resonansi non-linier yang
dapat mempengaruhi jaringan listrik. Tingkat
tegangan lebih atau arus lebih yang terjadi dapat
berbahaya bagi peralatan listrik. Hal ini perlu
diperhatikan dalam penyaluran tenaga listrik. Dalam
sistem transmisi alat yang paling penting dan perlu
perlindungan lebih adalah transformator. [1]
II. FERRORESONANCE
A. Pengertian Ferroresonance
Ferroresonance merupakan situasi resonansi
dengan ketidaklinieran induktansi, dimana reaktansi
induktif tidak hanya bergantung pada frekuensi tetapi
juga pada kerapatan fluks magnetik dari inti besi
(contoh : inti besi transformator). Secara teori,
induktansi yang tidak linier mengakibatkan timbulnya
dua reaktansi induktif (pada zona linier dan zona
saturasi) menurut situasi pada kurva saturasi atau
kejenuhan, dan disebut dengan histerisis magnetik.
Penyebab utama dari fenomena ini adalah
munculnya lebih dari satu respon steady state yang
stabil pada parameter jaringan yang sama. Gejala
transient, lightning overvoltage, pengisian tanaga
transformator atau beban, kemunculan atau
penghilangan gangguan, memungkinkan sebagai
penyebab ferroresonance. Responnya dapat berubah
secara tiba-tiba dari respon steady state normal
(sinusoidal pada frekuensi yang sama sebagai sumber)
ke respon steady state ferroresonance yang ditandai
dengan level harminonisa dan overvoltage yang tinggi,
yang dapat menyebabkan kerusakan pada peralatan
listrik. [2]
B. Rangkaian Dasar Ferroresonance [2]
Pemahaman dari osilasi bebas dari rangkaian
dasar ferroresonan mengilustrasikan perilaku yang
spesifik. Rugi-rugi diabaikan dan kurva magnetisasi
sederhana dari kumparan inti besi dapat dilihat pada
Gambar 1 dan Gambar 2.
Gambar 1. Rangkaian Ferroresonance Sederhana [2]
Gambar 2. Karakteristik 𝛟 (i) [2]
T
2
Korespondensi bentuk gelombang (lihat
Gambar 3) merupakan tipikal dari ferroresonance
periodik. Secara umum, tegangan pada kapasitansi
terminal diasumsikan sama dengan V0
Gambar 3. Osilasi bebas dari rangkaian ferroresonance seri [2]
III. CAPACITIVE VOLTAGE TRANSFORMER (CVT)
C2
C1
L
Step Down
Transformer
Line Voltage
Gambar 4. Komponen Utama CVT
Kapasitor kopling memiliki fungsi sebagai
pembagi tegangan untuk menurunkan tegangan
saluran ke level tegangan intermediet, biasanya 5
sampai 15 kV. Compensating reactor membatalkan
reaktansi dari kapasitor kopling pada frekuensi sistem.
Proses ini mencegah pergeseran fasa antara tegangan
primer dan tegangan sekunder pada frekuensi sistem.
Kemudian, tegangan diturunkan lagi dari level
intermediet ke level tegangan nominal rele tegangan,
biasanya 115/√3 Volt.
Compensating reactor dan transformator step-
down memiliki inti besi. Disamping mengakibatkan
terjadinya rugi-rugi inti besi, copmpensating reactor
dan transformator step-down dapat menghasilkan
ferroresonance akibat dari sifat non-linier pada inti
besi tersebut.
IV. ANALISIS HASIL SIMULASI
A. Simulasi Ferroresonance
Dampak ferroresonance dianalisis berdasarkan
pada hasil simulasi yang telah dilakukan. Permodelan
yang digunakan adalah permodelan sistem transmisi
pada gardu induk yang dihubungkan dengan
Capacitive Voltage Transformer (CVT) di gardu
induknya pada saluran transmisi. Permodelan yang
digunakan dapat terlihat seperti Gambar 4.1 berikut
ini.
Saluran
Transmisi
Circuit
Breaker
Transformator
Daya
CVT
Gambar 5. Rangkaian pada simulasi
Sumber yang digunakan merupakan sumber
arus bolak-balik (AC) dengan tegangan rms line-line
(VL-Lrms) 150 kV, 50 Hz. Untuk sumber, digunakan
Three Phase Programmable Voltage Source. Circuit
Breaker berfungsi sebagai pemutus daya dan switch
pada proses switching. Saluran transmisi yang
digunakan diasumsikan memiliki panjang saluran 50
km. Resistansi saluran 0,01273 Ohm/km, induktasi
saluran memiliki nilai 0,9337 mH/km, dan kapasitansi
saluran sebesar 12,74 nF/km.
Pada CVT, digunakan nilai kapasitor pembagi
yang diambil dari referensi yang ada. Nilai kapasitor
tersebut adalah 14611 pF dan 118100 pF [4]. Selain
itu, terdapat compensating reactor sebesar 56 H sesuai
dengan referensi yang ada [4]. Transformator yang
digunakan adalah transformator satu fasa yang
memiliki nilai saturasi tertentu dengan perbandingan
tegangan 15kV pada sisi primer, dan 115 Volt pada
sisi sekunder.
B. Analisis Hasil Simulasi
B.1 Keadaan Normal
Pada keadaan normal, tegangan puncak yang
terukur dari sumber sebesar 122,47 kV. Hal ini dapat
terlihat dari persamaan 4.1, dimana 150 kV
merupakan VL-Lrms, sedangkan tegangan yang terukur
adalah tegangan puncak line-netral (VL-Npeak). Berikut
ini merupakan rumus VL-Nrms.
𝑉𝐿−𝑁𝑟𝑚𝑠 = 𝑉𝐿−𝐿𝑟𝑚𝑠
3 (1)
Dari persamaan 1 didapatkan hasil debesar 86,6 kV.
Kemudian, untuk mendapatkan tegangan puncak yang
terukur :
𝑉𝐿−𝑁𝑝𝑒𝑎𝑘 = 2𝑉𝐿−𝑁𝑟𝑚𝑠 (2)
Dari persamaan 2 didapatkan hasil sebesar
122,47 kV, sesuai dengan hasil pengukuran dari
tegangan sumber. Gambar 4.2 menunjukkan plot hasil
simulasi tegangan sumber dalam keadaan normal.
3
Gambar 6. Plot tegangan sumber pada kondisi normal
Untuk tegangan pada sis primer transformator
daya, didapatkan hasil pengukuran sebesar 121,67 kV.
Terdapat rugi-rugi saluran transmisi sebesar 0,8 kVolt.
Untuk tegangan sisi sekunder transformator
daya didapatkan hasil pengukuran sebesar 15,95 kV.
Pada pengukuran CVT, didapatkan tegangan
input pada CVT, yaitu tegangan hasil pembagian
kapasitor, sebesar 13,57 kV. Nilai ini dapat dihitung
dari persamaan berikut.
𝑉𝑜𝑢𝑡 =𝐶1
𝐶1+𝐶2 × 𝑉 (3)
Jika nilai pada simulasi diatas dimasukkan
dalam persamaan 3, maka :
𝑉𝑜𝑢𝑡 =14611
14611 + 118100 × 121,67𝑘𝑉 = 13,39 𝑘𝑉
Dalam kondisi normal, ketika terjadi gangguan,
breaker akan terbuka secara bersamaan.
Gambar 7. Tegangan Primer Transformator Daya saat ketiga
breaker trip bersamaan
Gambar 8. Tegangan primer CVT saat ketiga breaker trip
bersamaan
Untuk keadaan arus pada kondisi normal, dapat
terlihat pada gambar berikut ini.
Gambar 9. Arus sisi primer transformator daya pada pemutusan
normal
Gambar 10. Arus Primer CVT pada pemutusan normal
Untuk Arus pada sisi primer transformator
daya, didapatkan arus puncak sebesar 319 Ampere.
Sedangkan pada sisi sekunder transformator daya,
tercatat arus puncak sebesar 2,39 kA. Untuk arus pada
CVT, terdapat gejala transient untuk waktu yang
singkat, dengan besar arus puncak 0,022 Ampere pada
sisi primer CVT dan 2,49 A pada sisi sekunder CVT.
B.2. Ferroresonance Akibat Satu Fasa Terbuka
B.2.1 Analisis Tegangan Lebih
Untuk memunculkan ferroresonance, salah
satu fasa diasumsikan terbuka tanpa ada gangguan.
Gambar 11. Tegangan primer transformator daya ketika satu fasa
terbuka
Tegangan pada fasa yang terbuka dapat
melonjak sangat tinggi. Tegangan lebih yang terjadi
pada sistem ini terukur dengan puncak hingga
mencapai 500 kV.
Gambar 12. Tegangan primer CVT ketika satu fasa terbuka
4
Gambar 12 menunjukkan respon tegangan pada
sisi primer CVT. Tegangan yang seharusnya hanya
mencapai sekitar 15 kV melonjak naik hingga
mencapai 393,46 kV.
TABEL I
PERBANDINGAN WAKTU SWITCING DENGAN TEGANGAN PUNCAK
MASING-MASING TRANSFORMATOR
Waktu Switching
Tegangan Puncak
Transformator Daya
Tegangan Puncak
Transformator pada CVT
Primer
(kV)
Sekunder
(kV)
Primer
(kV)
Sekunder
(kV)
0,1 500,56 41,157 393,46 3,01
0,1025 571,94 46,835 154,98 1,18
0,105 610,71 50,476 283,19 1,8
0,1075 451,21 35,38 751,31 5,73
0,11 499,5 40,125 132,76 1,02
0,1125 541,18 43,39 352 2,7
0,115 520,9 42,31 392,18 3
0,1175 520,36 42,64 578,7 4,43
0,12 536,62 43,43 823,32 6,24
B.2.2 Analisis Arus Lebih
Gejala ferroresonance juga dapat menimbulkan
munculnya arus lebih.
Gambar 14. Kondisi arus pada sisi primer transformator
daya ketika satu fasa terbuka
Gambar 14 memperlihatkan kondisi arus lebih
yang diakibatkan ferroresonance. Terlihat jelas arus
lebih yang terjadi sangat tinggi dan jauh diatas arus
normal. Arus puncak yang terjadi mencapai 294 A
pada sisi sekunder transformator daya. Gelombang
arus setelah terjadinya switching juga tidak stabil.
Gambar 15. Kondisi arus pada sisi primer CVT ketika satu
fasa terbuka
Pada gambar 15, kondisi arus yang ditunjukkan
menandakan adaya arus lebih yang terjadi. Lonjakan
arus sangat tinggi, terutama pada fasa yang terlepas.
Arus lebih yang terjadi juga cukup lama, sehingga
dapat merusak peralatan ukur yang digunakan. Arus
puncak yang terjadi mencapai 11,93 A.
TABEL II
VARIASI WAKTU SWITCHING TERHADAP ARUS PUNCAK
Waktu
Switching (detik)
Arus Puncak
Transformator Daya
Arus Puncak
Transformator pada CVT
Primer
(A)
Sekunder
(A)
Primer
(A)
Sekunder
(A)
0,1 294 0,1029 11,93 72,93
0,1025 339 0,1171 3,53 28,73
0,105 344,81 0,126 7,58 44,15
0,1075 250,72 0,088 26,99 138,66
0,11 275,9 0,1 3,49 24,6
0,1125 311,7 0,108 11,57 65,24
0,115 363,6 0,105 12,86 72,69
0,1175 341,26 0,106 20,43 107,2
0,12 306 0,108 31,8 151
B.3 Kondisi Dua Fasa Terbuka
B.3.1 Analisis Tegangan Lebih
Ferroresonance juga dapat terjadi akibat dua
buah fasa yang terbuka. Sementara itu, fasa yang
terakhir masih tersambung dengan beban.
Gambar 16. Tegangan lebih pada sisi primer transformator daya
akibat 2 fasa terlepas
Gambar 16 merupakan plot hasil respon
tegangan ketika kedua fasa A dan fasa B dilepas.
Dapat terlihat gejala tegangan lebih yang cukup
signifikan, bukan hanya pada tegangan fasa A,
melainkan juga pada tegangan fasa B yang terkena
gangguan. Tegangan puncak yang terjadi mencapai
730 kV.
Gambar 17. Tegangan lebih pada sisi primer CVT akibat 2 fasa
terlepas
5
Gambar 17 memperlihatkan tegangan pada sisi
primer CVT. Terlihat adanya gejala tegangan lebih
yang sangat tinggi. Tegangan puncak yang terjadi
mencapai 1229,3 kV. Padahal, level tegangan pada
kondisi normal hanya sekitar 15 kV.
TABEL III
PERBANDINGAN SELISIH DUA FASA TERBUKA TERHADAP
TEGANGAN PUNCAK
Waktu Switching
(detik)
Tegangan Puncak
Transformator Daya
Tegangan Puncak Transformator pada
CVT
Fasa
1 Fasa 2 Primer
(kV)
Sekunder
(kV)
Primer
(kV)
Sekunder
(kV)
0,1 0,1 730 55,4 1129,3 9
0,1 0,1025 665 46,4 453,21 3,47
0,1 0,105 722,18 59 1034,7 7,67
0,1 0,1075 579,23 62,4 1332,9 9,49
0,1 0,11 718,29 65,85 511,25 3,9
0,1 0,1125 713,39 57,17 1332,7 9,46
0,1 0,115 670,24 49,82 1196,7 8,6
0,1 0,1175 682,18 59,46 1220 8,9
0,1 0,12 661,51 55,88 1070 7,9
B.2.2 Analisis Arus Lebih
Untuk analisis arus lebih, digunakan
pembebanan 1000 Watt pada sisi sekunder
transformator daya, dan beban resistif sebesar 320
Watt pada sisi sekunder CVT.
Gambar 18. Kondisi arus pada sisi primer transformator daya pada saat 2 fasa lepas bersamaan
Arus puncak yang terukur mencapai 468,4 A.
Terlihat bahwa 2 fasa yang terlepas mengalami arus
lebih yang dominan.
Gambar 19. Kondisi arus pada sisi primer CVT pada saat 2 fasa
lepas bersamaan
Terlihat gejala arus lebih yang terjadi. Arus
puncak yang terjadi mencapai 52,7 Ampere.
TABEL IV
PERBANDINGAN SELISIH DUA FASA TERBUKA TERHADAP ARUS
PUNCAK
Waktu Switching
(detik)
Arus Puncak
Transformator Daya
Arus Puncak Transformator pada
CVT
Fasa 1
Fasa 2 Primer (A)
Sekunder (A)
Primer (A)
Sekunder (A)
0,1 0,1 468,4 0,138 52,7 217,86
0,1 0,1025 490 0,116 15,4 84
0,1 0,105 481,36 0,147 40,2 185,55
0,1 0,1075 494,75 0,156 59,48 229,58
0,1 0,11 493,4 0,164 16,86 94,77
0,1 0,1125 466 0,143 61,3 229
0,1 0,115 457,2 0,124 51,04 208,3
0,1 0,1175 539,8 0,149 50,51 214,58
0,1 0,12 463,1 0,14 41,7 190,42
B.3 Analisis Harmonisa Tegangan dan Arus CVT
Pada fasa A, tegangan dan arus, baik sisi
sekunder maupun sisi primer memiliki THD sebesar
0,12%. THD yang terjadi cukup kecil karena sistem
masih dalam kondisi normal tanpa gangguan. Pada
fasa B terjadi THD sebesar 0,6% dan pada fasa C
sebesar 0,07%.
THD yang dihasilkan sebesar 375,27%. Hal ini
menunjukkan adanya harmonisa yang sangat tinggi,
dan jika dibandingkan dengan pada keadaan normal,
THD naik dengan besar yang sangat signifikan.
Hasil harmonisa yang didapatkan menunjukkan
ferroresonance tipe Chaotic. Untuk CVT pada fasa
yang tidak terganggu, pada tegangan sisi primer,
tegangan sisi sekunder, dan arus sisi sekunder, nilai
THD yang terjadi sama besar pada masing-masing
fasa, yaitu 4,18% pada fasa B dan 3,7% pada fasa C.
Sementara itu, pada arus primer, THD yang terjadi
mencapai 4,08% pada fasa B dan 3,61% pada fasa C.
TABEL V
PERBANDINGAN WAKTU SWITCHING DENGAN THD PADA CVT
Waktu
Switching (detik)
THD pada sisi
Primer (%)
Tegangan Arus
0,1 295,44 18,34
0,1025 281,24 38,3
0,105 167,59 32,68
0,1075 27,1 2,6
0,11 60,86 19,84
0,1125 78,8 12,02
0,115 68 8,96
0,1175 40,08 4,65
0,12 28,48 3,16
6
B.4 Ferroresonance Akibat Pelepasan Beban pada
CVT
Ferroresonance pada CVT dapat terjadi
apabila beban yang terhubung pada sisi sekunder CVT
terlepas. Beban pada CVT biasanya berupa beban alat
ukur yang dihubungkan ke sisi sekunder CVT. Karena
terhubung pada sisi tegangan tinggi, CVT memerlukan
kapasitas daya yang cukup besar.
Gambar 20. Respon tegangan sisi sekunder transformator pada CVT
pada saat pelepasan beban CVT
Tegangan sisi sekunder transformator pada
CVT ini memiliki tegangan puncak sebesar 883 V.
THD yang terjadi mencapai 24,18%.
Gambar 21. Respon arus sisi primer transformator pada CVT pada saat pelepasan beban CVT
Gelombang respon arus yang terjadi lebih
terlihat teratur, menandakan jenis ferroresonance yang
terjadi merupakan ferroresonance mode fundamental.
Arus puncak yang terjadi mencapai 2,78 Ampere.
THD yang terjadi hanya sebesar 5,5. Hal ini
menunjukkan gelombang mendekati gelombang
aslinya. Artinya, ferroresonance yang terjadi
merupakan model fundamental
TABEL VI PERBANDINGAN PEMBEBANAN PADA SISI SEKUNDER
TRANSFORMATOR DI CVT DENGAN TEGANGAN DAN ARUS PUNCAK
CVT
Beban Tegangan Primer
(kV)
Tegangan Sekunder
(V)
Arus Primer
(A)
100% 115 883 2,78
90% 130 997 3,12
80% 88,8 681 1,7
70% 124,6 956 2,9
60% 100 769 2,3
50% 87 668 2,1
40% 115 887 2,8
30% 124 952 3
20% 48 372 1,21
10% 144 887 2,8
B.5 Pengaruh Peningkatan Nilai Kapasitansi CVT
pada Tegangan Lebih dan Arus Lebih
Nilai kapasitansi yang digunakan pada awalnya
adalah 14611 pF dan 118100 pF. Nilai kapasitansi ini
akan diperbesar sampai menjadi 14611 nF dan 118100
nF. Hasil yang didapatkan dapat terlihat pada gambar
berikut.
Gambar 22. Respon tegangan primer transformator daya dengan
peningkatan nilai kapasitansi CVT
Terlihat bahwa gejala tegangan lebih akibat
ferroresonance berkurang meskipun ketidakstabilan
gelombang tetap terjadi. Pada sisi primer
transformator daya, tegangan puncak yang terjadi
mencapai 232,5 kV. Jauh lebih kecil dibandingkan
dengan menggunakan kapasitansi pada orde pF.
Tegangan lebih yang terjadi jauh lebih
menurun jika dibandingkan dengan pemakaian
kapasitansi dengan orde pF. Tegangan puncak yang
terjadi pada sisi sekunder transformator pada CVT
hanya mencapai 235,9 Volt. Jauh lebih kecil
dibandingkan dengan simulasi menggunakan kapasitor
orde pF yang mencapai 2,49 kVolt.
V. KESIMPULAN
1. Pada kasus terlepasnya satu fasa, tegangan lebih
yang terjadi mencapai 610,71 kV pada sisi
primer transformator daya. Pada sisi sekunder
transformator daya, terjadi tegangan lebih
dengan tegangan puncak tertinggi mencapai
50,48 kV. Tegangan lebih pada sisi primer
transformator di CVT mencapai 823,32 kV dan
7
pada sisi sekunder transformator di CVT
mencapai 6,42 Volt. Waktu switching dapat
mempengaruhi perbedaan nilai tegangan puncak,
namun tidak memberikan pola tertentu.
2. Arus puncak yang terjadi mencapai 363,6 A pada
sisi primer transformator daya, 0,126 A pada sisi
sekunder transformator daya, 31,8 A pada sisi
primer transformator pada CVT, serta 138,6 A
pada sisi sekunder transformator pada CVT.
Variasi waktu switching menghasilkan arus lebih
yang berbeda-beda, dengan pola yang tidak
tertentu.
3. Pada kasus terlepasnya dua fasa pada sistem,
tegangan yang dicapai sampai pada 730 kV pada
sisi primer transformator daya, 65,85 kV pada
sisi sekunder transformator daya, 1332,9 kV
pada sisi primer transformator di CVT, dan 9,49
kV pada sisi sekunder transformator di CVT.
Sementara itu, variasi waktu switching tidak
memberikan pola tertentu pada tegangan puncak
yang terjadi pada sistem.
4. Arus lebih yang terjadi pada terlepasnya dua
fasa, pada sisi primer transformator daya,
terdapat arus lebih sebesar 539 A, pada sisi
sekunder transformator daya arus puncak
mencapai 0,164 A, pada sisi primer
transformator di CVT terdapat arus puncak
mencapai 61,3 A, dan pada sisi sekunder
transformator di CVT terdapat arus mencapai
229,58 A.
5. Ketika terjadi ferrroresonance pada CVT saluran
yang terlepas, dihasilkan THD hingga mencapai
295,44% untuk tegangan sekunder, 375,72%
untuk tegangan sisi primer, 18,34% untuk arus
sisi primer, serta 375,27% untuk arus sisi
sekunder. Pada waktu swiching yang bervariasi,
THD yang terjadi tidak memilki pola tertentu.
6. Ferroresonance pada CVT juga dapat terjadi
akibat beban pada sisi sekunder CVT yang
dilepas. Tegangan pada sisi sekunder yang
terjadi mencapai 883 V dan pada sisi primer
mencapai 115 kV. Harmonisa yang terjadi pada
tegangan mencapai 26%. Untuk arus lebih yang
terjadi pada sisi primer transformator pada CVT,
dihasilkan arus lebih yang mencapai 2,78 A
dengan harmonisa mencapai 5,5%.
7. Nilai kapasitansi yang dinaikkan dapat
mengurangi pengaruh tegangan lebih pada
sistem. Pada awalnya, kapasitor yang digunakan
pada level pF. Ketika dinaikkan hingga menjadi
level nF, tegangan lebih yang dihasilkan turun
hingga mencapai tegangan puncak pada sisi
primer transformator daya mencapai 232,5 kV,
pada sisi primer transformator pada CVT
mencapai 30,79 kV, dan sisi sekunder
transformator CVT mencapai 235,9 V. Terjadi
penurunan yang cukup signifikan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Pratama, Rangga Tito A, “Analisis Tegangan Lebih dan Arus
Lebih Ferroresonance pada Transformator 150kV/20kV
Konfigurasi Wye-Wye Menggunakan Matlab”, Bidang Studi
Teknik Sistem Tenaga Jurusan Teknik Elektro Fakultas
Teknologi Industri, ITS, Surabaya, 2011
2. Ferraci, P., “Ferroresonance”, Group Schneider: Cahier no
190, pp. 1-28, Maret, 1998
3. Tobing, Bonggas L., “Peralatan Tegangan Tinggi”, PT
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, Bab. 6 dan Bab. 7, 2003
4. Sanaye-Pasand, M., Rezaei-Zare, A., Mohseni, H., Farhangi,
Sh., Iravani, R.,“Comparison of Performance of Various Ferroresonance Suppressing Methods in Inductive and
Capacitive Voltage Transformers”, IEEE, 2006
5. Hou, Daqing, Robert, Jeff, “Capacitive Voltage Transformer : Transient Overreach Concern and Solution on Distance Relaying”, Schweitzer Engineering Laboratories, Inc.,
Pullman WA, USA, 1995
BIOGRAFI PENULIS
Putu Wegadiputra Wiratha lahir di
Denpasar pada tanggal 28 Agustus
1989. Anak pertama dari pasangan
Putu Wiratha dan Yuniwati
Wiratha. Mendapatkan pendidikan
di TK Catur Asrama Jember pada
tahun 1993 - 1995, kemudian
melanjutkan ke SD No. 4
Pemecutan pada tahun 1995 -
2001, Setelah lulus melanjutkan
pendidikannya ke SMP Negeri 1 Denpasar pada tahun
2001 - 2004, pendidikan SMA ditempuh pada tahun
2004 - 2007 di SMA Negeri I Denpasar, setelah lulus
melanjutkan pendidikannya di Institut Teknologi
Sepuluh Nopember Surabaya Jurusan Teknik Elektro
Bidang Studi Teknik Sistem Tenaga tahun 2007 -
sekarang. Penulis aktif di dalam Himpunan
Mahasiswa Teknik Elektro (Himatektro) ITS sebagai
Staf sie Riset Departemen Riset dan Teknologi
periode 2009/2010, dan Sekretaris IEE Expo 2010.
Saat ini penulis aktif sebagai Asisten Laboratorium
Tegangan Tinggi di Jurusan Teknik Elektro FTI ITS.